Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan Fauzy Faisal Awaludin AS Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Air bersih (fresh water) merupakan kebutuhan yang utama bagi manusia di setiap negara. Ketersediaan air bersih harus tetap terjamin dalam waktu, kuantitas, dan kualitasnya. Kebutuhan air baik untuk kebutuhan domestik ataupun untuk industri terus meningkat dari tahun ke tahun. Ketersediaan seumbersumber air semakin menipis yang sebagian besar disebabkan oleh pencemaran serta kerusakan lingkungan yang semakin parah. Masyarakat yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih adalah masyarakat miskin yang berada di wilayah pedesaan. Jumlah air minum yang harus dipenuhi agar dapat mencapai syarat kesehatan adalah 86,4 liter/hari/orang. Air bersih sebagai infrastruktur kota sangat berperan dalam menunjang perkembangan kota, diataranya membutuhkan sistem perencanaan air bersih yang baik sehingga mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduknya. Penerapan teknologi dalam pembangunan sarana air bersih harus disesuaikan dengan tingkat kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Teknologi membran merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk mengolah air secara desentralisasi untuk komunitas perkotaan maupun untuk keperluan daerah pedesaan (terpencil). Pengolahan limbah menggunakan membran memberikan efisiensi yang tinggi, pengoperasian mudah, energi yang dibutuhkan minimum, dan tanpa penggunaan bahan kimia. Penyediaan air bersih di daerah perkotaan Indonesia dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dibawah pengawasan masing-masing pemerintah daerah. Penyediaan air di pedesaan dilakukan oleh pemerintah desa setempat dengan membangun bak penampung air terintegrasi yang nantinya dialirkan ke rumah penduduk.
Kata kunci: air bersih, pencemaran air, pengolahan air, membran, penyediaan air
1. Pendahuluan Air bersih (fresh water) merupakan suatu kebutuhan yang utama bagi manusia. Ketersediannya harus tetap terjamin dalam waktu, kuantitas, dan kualitsnya. Kebutuhan air bersih menjadi masalah di berbagai negara, terutama negara dengan jumlah penduduk yang tinggi. Permasalahan ini muncul karena permintaan (demand) tidak mampu diimbangi oleh persediaan (supply). Permintaan terus bertambah sedangkan persediaan air cenderung berkurang karena berkurangnya debit sumber air baku, seperti mata air, sungai, danau dan air tanah sebagai akibat degradasi lingkungan (Wenten, 2005).
Pencemaran air di wilayah perkotaan dan pedesaan Indonesia masih menjadi masalah serius. Pada tahun 2006, kerugian ekonomi Indonesia akibat wabah penyakit, kematian balita, dan penambahan biaya pengolahan air yang dipicu oleh kondisi sanitasi yang buruk diperkirakan mencapai USD 6,3 miliar. Pemerintah kota yang telah membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tersentralisasi hanya 11 kota diantara 95 kota lainnya. Kota yang telah memiliki IPAL, hanya sebagian rumah tangga yang dapat tersambung langsung dengan IPAL. Dengan demikian, sistem IPAL tersentralisasi hanya mencakup 2% penduduk Indonesia (Tanaka, 2015). Menurut laporan Bank Dunia bahwa yang mengalami kesulitan mendapatkan air air bersih
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
adalah masyarakat miskin yang berada di daerah pedesaan. Menurut World Health Organization (WHO) jumlah air minum yang harus dipenuhi agar dapat mencapai syarat kesehatan adalah 86,4 liter/hari/orang. Sedangkan menurut Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum standar kebutuhan air minum untuk masyarakat pedesaan adalah 60 liter/hari/orang. Pada suatu kota, air akan mempengaruhi berbagai aspek yang meliputi kesehatan masyarakat, ekonomi, sosial dan peningkatan kehidupan kota itu sendiri. Air bersih sebagai infrastruktur kota sangat berperan dalam menunjang perkembangan kota, diataranya membutuhkan sistem perencanaan air bersih yang baik sehingga mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduknya. Pengelolaan sistem penyediaan air bersih yang layak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan aktifitas perkotaan secara keseluruhan dapat meningkatkan produktivitas kota (Raharjo, 2008). Dalam membuat perencanaan pembangunan sarana air bersih perlu dipertimbangkan beberapa kendala, seperti masih adanya sarana pengolah air bersih yang dibangun belum berfungsi secara optimal, dikarenakan kurangnya keterlibatan masyarakat setempat baik dalam perencanaan, konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan. Air masih dianggap sebagai sesuatu yang dapat diperoleh secara gratis, sehingga masyarakat tidak peduli terhadap masalah pembiayaan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan sarana air minum. Penerapan teknologi dalam pembangunan sarana air bersih harus disesuaikan dengan tingkat kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Dengan demikian pemanfaatan sistem teknologi tersebut dapat optimal dan berkembang (Mokoginta dkk., 2014). 2. Sumber dan Dampak Pencemaran Air Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009, pencemaran lingkungan adalah masuk dan dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh atau akibat kegiatan manusia, sehingga melampaui baku
2
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Aktifitas manusia dapat menghasilkan zat sisa berupa limbah yang berwujud padat, gas, dan cair. Limbah yang dibuang ke udara, ke permukaan tanah atau wilayah-wilayah perairan dapat menyebabkan pencemaran air, tanah, dan udara. Ketiga jenis pencemaran tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya. Bertambahnya jumlah manusia sebanding dengan kebutuhannya tehadap air. Namun pada saat ini, ketersediaan air secara kuantitas dan kualitas semakin menurun. Oleh karena itu, wilayah perkotaan dan pedesaan terancam mengalami krisis air bersih. Permasalahan tersebut salahsatunya diakibatkan oleh masuknya limbah ke badan sungai, danau dan atau air tanah. Sungai merupakan salahsatu sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Bagi manusia sungai dapat digunakan untuk kegiatan domestik, pertanian, dan atau industri. Keberadaan benda asing yang mengakibatkan air tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya secara normal disebut pencemaran air. Pencemaran air merupakan masalah regional maupun internasional yang harus dikendalikan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air, pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen yang lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1 ayat 2). Sumber pencemaran air dapat terjadi secara alami dan buatan. Pencemaran secara alami diakibatkan oleh letusan gunung, bencana banjir, longsor, dan lain lain. Sedangkan pencemaran buatan diakibatkan oleh perilaku buruk manusia dalam membuang limbah sembarangan, berupa buangan rumah tangga, sarana industri, galian tambang, dan aktifitas pertanian. Di daerah pedesaan pencemaran air umumnya disebabkan oleh limbah rumah tangga secara sembarangan, pertanian, dan peternakan. Air limbah rumah tangga yang dibuang tanpa
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
diolah terlebih dahulu melalui selokan di sekitar rumah yang langsung menuju sungai. Sebagian besar selokan tempat dibuangnya limbah tidak ditutup. Pada daerah datar, air menggenang dan limbah dapat membusuk. Genangan tersebut dapat mengakibatkan berbagai penyakit dan menimbulkan bau tidak sedap. Penggunaan pupuk sebagai pertisida secara berlebihan pada pertanian dapat menimbulkan dampak negatif pada ekosistem air. Sungai atau danau tempat bermuara limbah tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak terkendali diatas permukaan air. Hal tersebut dapat menyebabkan kehidupan organisme di dalamnya tidak berjalan baik. Sementara itu, penanganan yang tidak tepat terhadap kotoran atau sisa makan ternak berpotensi mencemari perairan (Masduki dkk., 2007). Di daerah perkotaan pencemaran air umumnya disebabkan oleh perilaku penduduk yang membuang sembarangan ke sungai dan pembuangan limbah industri yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan. Sebagian penduduk pinggiran sungai di kota-kota besar Indonesia, penduduk biasa menggunakan sarana untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK). MCK tersebut digunakan untuk mandi, buang air, dan mencuci pakaian. Dari sekitar 100 juta orang di perkotaan, 18 juta orang diantaranya belum mempunyai WC. Rumah tangga yang mempunyai WC biasanya menggunakan septic tank untuk mengolah air limbah WC. Namun, pengolahan septic tank yang tidak memadai menyebabkan air olahannya mencemari air bawah tanah. Sementara itu, air limbah industri cenderung mengandung zat anorganik yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Zat-zat berbahaya tersebut dapat mencemari perairan yang dilaluinya (Tanaka, 2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pencemaran adalah toksisitas, konsentrasi, lama waktu paparan, dan volum. Ciri-ciri fisik air yang telah tercemar sebagai berikut: 1. Air tercemar kromium dan materi oranganik berwarna kekuningan. Air tercemar besi berwarna merah kekuningan. Sementara pengotor berupa lumpur memberikan warna merah kecoklatan.
3
2. Kekeruhan menandakan air tanah telah tercemar oleh koloid (bio zat yang lekat seperti getah atau lem). Lumpur, tanah liat dan berbagai mikroorganisme seperti plankton maupun partikel lainnya bisa menyebabkan air berubah menjadi keruh. 3. Polutan berupa mineral membuat air tanah memiliki rasa tertentu. Jika terasa pahit, pemicunya bisa berupa besi, alumunium, mangaan, sulfat maupun kapur dalam jumlah besar. 4. Air tanah yang rasanya seperti air sabun menunjukkan adanya cemaran alkali. Sumbernya bisa berupa natrium bikarbonat, maupun bahan pencuci yang lain misalnya detergen. 5. Rasa payau menunjukkan kandungan garam yang tinggi, sering terjadi di daerah sekitar muara sungai. 6. Bau yang tercium dalam air tanah juga menunjukkan adanya pencemaran. Apapun baunya, itu sudah menunjukkan bahwa air tanah tidak layak untuk dikonsumsi. Indikator-indikator fisika dan kimia yang digunakan untuk mengetahui pencemaran air diantarannya: 1. Indikator keasaman (pH), air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5-7,5 apabila pH air melibihi angkat ersebut maka air sudah dalam keadaan tercemar. 2. Oksigen terlarut (DO), digunakan untuk degradasi senyawa organik dalam air, oksigen dalam air ini dihasilkan dari hasil fotosintesis algae. 3. Kebutuhan oksigen biokimia (BOD), merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pengurai untuk menguraikan zat organik dalam keadaan aerob. 4. Kebutuhan oksigen kimiawi (COD), merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun sukar didegradasi. Menurut hasil pemantauan Kementrian Lingkungan Hidup terhadap kualitas air sungai, sebanyak 22 sungai yang terdata pada
4
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
tahun 2005 dan 2008 mengalami peningkatan pencemaran air. Sebanyak 16 diantaranya dikategorikan tercemar berat. Pencemaran air yang terjadi di perkotaan dan pedesaan dapat berdampak pada kehidupan biota air, kualitas air, kesehatan, dan estetika disekitarnya. Dampak-dampak tersebut diantaranya: 1. Dampak terhadap kehidupan biota air berhubungan dengan banyaknya zat pencemar pada air limbah menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Hal tersebut, mengakibatkan kehidupan oranganisme di dalam air terganggu perkembangannya. 2. Dampak terhadap kualitas air berhubungan dengan limbah rumah tangga. Salahsatunya penggunaan septic tank yang tidak memadai. Hal tersebut menyebabkan tercemarnya air tanah. diketahui bahwa spiteng atau tempat penyimpanan limbah terdapat di tanah sementara air tanah 3. Dampak terhadap kesehatan berhubungan dengan mikroba atau bakteri yang masuk ke dalam badan air. Mikroba dan bakteri pathogen ini membawa banyak menjadi sumber penyakit pada manusia. Penyakit yang ditimbulkan diantaranya adalah kolera, diare dan sebagainya. 4. Dampak terhadap estetika lingkungan disebabkan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika lingkungan. Pada tahun 2006, kerugian ekonomi Indonesia akibat wabah penyakit, kematian balita, dan penambahan biaya pengolahan air yang dipicu oleh kondisi sanitasi yang buruk diperkirakan mencapai USD 6,3 miliar (Tanaka, 2015).
air (Triatmadja, 2007). Kebutuhan air di perkotaan dan pedesaan dibagi menjadi dua, yaitu air domestik dan air non domestik. 1. Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air bagi para penduduk untuk kepentingan kehidupan sehari-hari. lebih luas dari sekedar makanan dan minuman yang dikonsumsi melalui mulut, air bersih diperlukan untuk berbagai kepentingan yang saat ini merupakan kebutuhan pokok, seperti mandi, dan mencuci atau berbagai bentuk kebersihan lainnya. (Pedoman Teknis Air Bersih IKK Pedesaan, 1990). Kebutuhan air domestik untuk kota dibagi dalam beberapa kategori, yaitu: Kota kategori I (Metropolitan) Kota kategori II (Kota Besar) Kota kategori III (Kota Sedang) Kota kategori IV (Kota Kecil)
Kota Kategori V (Desa)
Kriteria perencanaan air bersih pada masingmasing kategori disajikan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk No
1
2
3
3. Kebutuhan Air Bersih Air merupakan kebutuhan bagi kehidupan. Semua makhluk membutuhkan air dalam kehidupannya, sehingga tanpa air dapat dipastikan tidak ada kehidupan. Keberadaan air di setiap lokasi dipengaruhi oelh adanya siklus
4
Uraian 1 Konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) (Liter/orang/hari) Konsumsi Unit Hidran (HU) (Liter/orang/hari) Konsumsi Unit Non domestik Niaga Kecil (Liter/orang/hari)
Kota Metropolitan 2
Kota Besar 3
>150
150120
20-40
20-40
600-900
Niaga Besar (Liter/orang/hari)
1000-5000
Industri Besar (Liter/detik/ha)
0.2-0.8
Pariwisata (Liter/detik/ha) Kehilangan Air (%)
600900
0.1-0.3
20-30
20-30
5
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
5 6 7 8
9
10
11
Faktor Hari Maksimum Faktor Jam Puncak Jumlah Jiwa Per SR (Jiwa) Jumlah Jiwa Per HU (Jiwa) Sisa Tekan Di Penyediaan Distribusi (Meter) Jam Operasi (Jam) Volume Reservoir (% Max Day Demand) SR:HU
12 13
1.15-1.25 1.75-2
1.151.25 1.752
5
5
100
100 9
10
10 10
24
24
15-25
15-25
50:50 s/d 80:20
50:50 s/d 80:20
90
90
11 12
Cakupan Pelayanan (%)
Tabel 1. Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Lanjutan)
1
2
3
4 5
Uraian 1 Konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) (Liter/orang/hari) Konsumsi Unit Hidran (HU) (Liter/orang/hari) Konsumsi Unit Non domestik Niaga Kecil (Liter/orang/hari)
7 8
Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996
No
6
Kota Sedang 4
Kota Kecil 5
90-120
80-120
60-80
20-40
20-40
20-40
Desa 6
13
Faktor Jam Puncak Jumlah Jiwa Per SR (Jiwa) Jumlah Jiwa Per HU (Jiwa) Sisa Tekan Di Penyediaan Distribusi (Meter) Jam Operasi (Jam) Volume Reservoir (% Max Day Demand) SR:HU Cakupan Pelayanan (%)
1.75-2
1.75-2
1.752
5
5
5
100
100200
200
10
10
10
24
24
24
15-25
15-25
15-25
80:20
70:30
70:30
90
90
70
Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996 2. Kebutuhan Air Non Domestik Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih untuk sarana dan prasarana daerah yang teridentifikasi ada atau bakal ada berdasarkan rencana tata ruang. Sarana dan prasarana berupa kepentingan sosial/umum seperti pendidikan, tempat ibadah, kesehatan, dan keperluan komersial, seperti perhotelan, kantor, restoran, keperluan industri, pariwisata, pelabuhan, perhubungan dan lain-lain. (Pedoman Teknis Air Bersih IKK Pedesaan, 1990). Kebutuhan air non domestik menurut kriteria perencanaan pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) dapat disajikan pada Tabel 2, 3, dan 4 berikut:
600
Tabel 2. Kebutuhan Air Non Domestik untuk Kategori I, II, III, dan IV
Niaga Besar (Liter/orang/hari)
1500
Industri Besar (Liter/detik/ha)
0.2-0.8
Pariwisata (Liter/detik/ha) Kehilangan Air (%) Faktor Hari Maksimum
0.1-0.3
Sektor Sekolah Rumah Sakit Puskesmas Masjid Kantor Pasar Hotel Rumah Makan
20-30
20-30
20-30
1.151.25
1.151.25
1.151.25
Nilai 10 200 2000 3000 10 12000 150 100
Satuan liter/murid/hari liter /bed/hari liter /unit/hari liter /unit/hari liter /pegawai/hari liter /ha/hari liter /bed/hari liter /tempat duduk/hari
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
Kompleks Militer Kawasan Industri Kawasan Pariwisata
60
liter /orang/hari
0.2-0.8
liter /detik/hektar
0.1-0.3
liter/detik/hektar
Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996 Tabel 3. Kebutuhan Air Non Domestik untuk Kategori V (Desa) Sektor Sekolah Rumah Sakit Puskesmas Masjid Musholla Pasar Komersil/Industri
Nilai 5 200 1200 3000 2000 12000 10
Satuan liter/murid/hari liter/bed/hari liter/unit/hari liter/unit/hari liter/unit/hari liter/ha/hari liter/hari
Proses membran yang dikenal luas dalam pengolahan air adalah proses membran berbasis gaya dorong tekanan seperti membran mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF), dan reverse osmosis (RO). Karakteristik masing-masing disajikan pada Tabel 6 berikut: Tabel 5. Perbandingan Proses-Proses Pemisahan dengan Membran No
Mikrofiltrasi
Ultrafiltrasi
1
Proses pemisahan antar partikel
Proses pemisahan antar molekul
2
Tekanan osmotik diabaikan, tanpa memperhitu ngkan adanya polarisasi konsentrasi Tekanan yang digunakan rendah (<2 bar) Struktur asimetrik dan struktur simetrik Ketebalan dari lapisan pemisah: Simetrik = 10-150 µm Asimetrik = 1 µm Pemisahan berdasarkan ukuran partikel
Tekanan osmotik diabaikan, tanpa mempertimba ngkan adanya polarisasi konsentrasi
Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996 Tabel 4. Kebutuhan Air Non Domestik untuk Kategori Lain Sektor Lapangan Terbang Pelabuhan Stasiun KA dan Terminal Bus Kawasan Industri
Nilai 10 50 10
Satuan liter/orang/detik liter/orang/detik liter/orang/detik
0.75
liter/detik/ha
3
Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996 4. Teknologi Membran untuk Pengolahan
Air Secara Desentralisasi Teknologi pengolahan air menggunakan membran menawarkan beberapa keuntungan dibandingkan dengan proses konvensional. Aplikasi teknologi membran menggunakan energi yang rendah, pemisahan berbasis membran tidak berdasarkan hasil kesetimbangan fasa yang menggunakan banyak energi. Keuntungan lainnya adalah desain modul membran sangat sederahana kompak, mudah dioperasikan, dan tidak membutuhkan peralatan tambahan dalam jumlah banyak. Aplikasi membran untuk pengolahan air tidak membutuhkan penambahan bahan-bahan kimia (koagulan, flokulan) sehingga ramah bagi lingkungan (Wenten, 1997).
6
4
5
6
Nanofiltrasi & Reverse Osmosis Proses pemisahan antar zat terlarut dengan berat molekul rendah (garam, glukosa, laktosa, dan micropollutans) Tekanan osmotik tinggi, sekitar 1-25 bar
Tekanan yang digunakan rendah (1-10 bar)
Tekanan yang digunakan tinggi (1-25 bar)
Struktur asimetrik
Struktur asimetrik
Ketebalan dari lapisan pemisah = 0,1-1 µm
Ketebalan dari lapisan pemisah = 0,1-1 µm
Pemisahan berdasarkan ukuran partikel
Pemisahan berdasarkan perbedaan di dalam kelarutan dan difusivitas
Sumber: Wenten, 1997
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
Selain proses menggunakan membran seperti diatas, proses membran lain yaitu EDI (elektrodeionisasi) merupakan proses yang umum digunakan di industri mikroelektronik. Selain industri air minum, industri farmasi dan medis juga merupakan industri yang kerap menggunakan proses membran dalam pengolahan airnya. Sistem membran terintegrasi dapat digunakan untuk mengolah air secara desentralisasi. Konsep dan pengoperasian teknologi membran yang relatif sederhana memungkinkan peran masyarakat dalam pengoperasiannya. Teknologi membran memberikan efisiensi yang tinggi terhadap bahan baku dan potensi daur ulang by-product sehingga dapat memaksimalkan perolehan produk. Selain itu, konstruksi membran yang modular memudahkan melakukan scale-up untuk kapasitas pemakaian yang lebih besar (Wenten, 2015). Khusus untuk daerah pedesaan (terpencil) dan kondisi bencara, teknologi membran banyak diaplikasikan dalam penyediaan air bersih dan air minum. Kemampuan teknologi membran ultrafiltasi dalam menghasilkan air berkualitas hanya dalam satu tahap saja, tanpa penggunaan bahan kimia, merupakan kelebihan dibandingkan dengan teknologi konvensional yang ada. Konsumsi energi dapat diminimumkan, bahkan unit-unit filtrasi dapat dioperasikan tanpa listrik sekalipun. Teknologi ini telah diaplikasikan dalam penanganan bencana tsunami dan gempa bumi Aceh dan Sumatra Utara (Wenten, 2010). Teknologi membran portabel merupakan solusi air untuk komunitas di masa depan. Konstruksi teknologi ini merupakan modul tunggal yang mengintegrasikan tiga tahap filtrasi, yaitu: karbon aktif, membran hollow fine fiber, dan bioceramic. Karbon aktif mengurangi bau tidak sedap, senyawa organik, dan residu klorin. Membran hollow fine fiber dapat menghilangkan hampir 100% koloid, bakteri, virus, dan seluruh partikulat penyebab turbiditas. Bioceramic berfungsi sebagai agen alkalinitas dan meningkatkan kualitas anti oksidan dan meningkatkan kesegaran air
7
minum. Produksi air menggunakan teknologi ini dapat dilakukan secara kontinyu dengan kualitas tinggi yang jernih dan segar. Pengoperasiannya tanpa listrik, dapat dibackwash, dan portabel, cocok untuk aktivitas luar ruangan dan darurat dengan kapasitas 250 mL/pompaan (Wenten, 2010). 5. Penyediaan Air Bersih
Pendekatan pola lama dalam pembangunan membagi sektor ke dalam sub-sektor pedesaan dan perkotaan seperti diperlihatkan pada Gambar 1 terdapat garis yang jelas antara keduanya, yaitu batas wilayah administrasi. Batasan tersebut menjadi pembagian tanggung jawab dalam pendanaan dan pengelolaannya. Berdasarkan pola tersebut, penyediaan air bersih di pedesaan pada masa lalu banyak yang menggunakan model satu desa (single village), artinya suatu proyek air bersih dibangun untuk melayani penduduk dalam satu desa. Cakupan wilayah dibatasi oleh wilayah administrasi desa. Demikian pula pengelolaannya biasanya masuk ke dalam struktur pemerintahan desa. Ukuran permukiman/jumlah penduduk/ batas administrasif/waktu/kepadatan
Pedesaan Kecil, tersebar, terasing bertani, memenuhi kebutuhan sendiri
Perkotaan Besar, padat, pusat komersil, dan pertahanan Saling tergantung
Gambar 1. Klasifikasi Permukiman dalam Perkotaan dan Pedesaan (Sumber Adaptasi: Masduki dkk., 2007) Model lain dari penyediaan air di pedesaan adalah multi-village system (lebih dari satu desa). Model ini relatif lebih kompleks dibanding model satu desa, baik ditinjau dari aspek teknis maupun pengelolaannya. Ada dua sistem distribusi pada multi-village system, yaitu: a. Sumber air di satu desa digunakan untuk melayani penduduk di beberapa desa lain b. Air dari kota (seperti dari PDAM) disalurkan ke beberapa desa di sekitar kota
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
Sistem penyediaan air bersih terdiri dari sistem tranmisi dan sistem distribusi. Sistem transmisi air baku adalah sistem pengaliran air dari sumber air ke lokasi pengelolaan air atau ke titik awal jaringan distribusi. Bangunanbangunan yang terdapat dalam sistem transmisi terdiri dari bak pelepas tekan (BPT), free intake, dan bronkaptering. Sistem pendistribusian air biasanya terdiri dari reservoir dan jaringan pipa. Reservoir merupakan bangunan penampung air minum sebelum dilakukan pendistribusian ke pelanggan atau masyarakat. Reservoir dapat diletakkan di dalam tanah atau di atas tanah dalam bentuk menara/tower. Jaringan pipa merupakan saluran tertutup yang memiliki penampung lingkaran untuk mengalirkan air dengan tampang aliran penuh. Sistem jaringan pipa terdiri dari jaringan pipa transmisi dan jaringan pipa distribusi. Beberapa jenis jaringan pipa yang biasa digunakan disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Beberapa Jenis Pipa yang Biasa Digunakan No
Jenis Pipa Bambu
1
2
Polivinil Chlorida (PVC)
HDPE
3
Keuntungan Murah, mudah ditemukan di pedesaan Ringan, mudah diangkut dan dipasang, tidak bereaksi dengan air Ringan, mudah diangkut dan dipasang, tidak bereaksi dengan air, panjang bisa mencapai 100 m tanpa sambungan untuk diameter kecil
Kerugian Cepat rusak, mudah bocor Tekanan rendah
Tekanan rendah
4
Baja (Galvani zed Iron)
Tekanan tinggi
8
Berat, transporta si dan insulasi lebih mahal
Sumber: Triatmadja, 2008 Proses pemilihan teknologi tergantung pada strategi dasar yang diambil oleh perencana dan kecendrungan umum dalam sector air bersih dan sanitasi. Pada tahap analisis, aspek yang menjadi bahan pertimbangan merupakan faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap implementasi teknologi penyediaan air bersih dan sanitasi. Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam memilih teknologi tepat guna adalah aspek sosial, kesehatan, teknologi, ekonomi finansial, institusional, dan lingkungan. Aspek yang berpengaruh terhadap pemilihan teknologi penyediaan air bersih dan sanitasi meliputi aspek teknis, lingkungan, institusional, kemasyarakatan dan manajerial, dan aspek finansial. Pemilihan teknologi penyediaan air bersih dinyatakan dengan model konsep yang dibangun oleh The Institute of Universidad del Valle Colombia. Model konsep tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
Pilihan Teknologi
Teknologi yang umum digunakan
Level 0 dan 1
Sosial budaya lokal
Level 2
Ketersediaan sumber daya dan bahan
Level 3
Efisiensi teknologi
Level 4
Analisis biaya
Level 5
Kemampuan dan kemauan membayar
Level 6
Sustainability
Gambar 2. Skema Umum Model Konsep Pemilihan Teknologi (Sumber Adaptasi: The Institute of Universidad del Valle Colombia) Penyediaan air bersih di daerah perkotaan Indonesia dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dibawah pengawasan masing-masing pemerintah daerah. PDAM bertanggung jawab dalam melakukan pengolahan air bersih. Biasanya air yang bersumber dari mata air atau sungai dilakukan penanganan sampai air memenuhi spesifikasi untuk dialirkan ke rumah tangga yang membutuhkan. Beberapa pelaku industri biasanya mempunyai pengolahan air sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Pelaku industri yang tidak mempunyai pengolahan air biasanya membeli kepada PDAM atau pihak berwenang di kawasan industri setempat.
9
Penyediaan air di pedesaan dilakukan oleh pemerintah desa setempat dengan membangun bak penampung air terintegrasi yang nantinya dialirkan ke rumah penduduk. Kebanyakan penduduk desa biasanya mempunyai sumur sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Hanya apabila terjadi kejadian luar biasa, seperti: kemarau panjang, gunung meletus, banjir, dan longsor penduduk membutuhkan bantuan air bersih dari pihak pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki kendaraan khusus yang mengangkut air bersih untuk dibagikan ke bak-bak penampung yang terdapat di setiap kampung. Penyediaan air di perkotaan dan pedesaan seringkali tidak sesuai dengan kehendak penduduk baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal tersebut disebabkan oleh persediaan air yang semakin berkurang. Krisis yang terjadi disebabkan berkurangnya cadangan air di sumbernya maupun oleh pencemaran lingkungan. 6. Kesimpulan dan Tantangan Permasalahan pencemaran air di perkotaan dan pedesaan dapat diatasi dengan adanya kerjasama dari tiga elemen penting yaitu, perguruan tinggi, pemerintah, dan pengusaha. Peran perguruan tinggi sebagai lembaga peneliti dan pengembangan teknologi yang tepat guna dan dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus mampu membuat kebijakan strategis bagi masyarakat dan mulai melirik teknologi pengolahan air terkini dibanding pengolahan konvensional. Dukungan dari pihak pengusaha (bisnis) juga diperlukan untuk menunjang program-program dari pemerintah dengan menginventasikan modalnya ke bidang teknologi pengolahan dan penyediaan air bagi masyarakat perkotaan dan pedesaan. Pengembangan teknologi harus relevan sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Seringkali teknologi yang canggih dan terbaru tidak dapat berjalan karena masyarakat yang belum siap dengan kehadiran teknologi tersebut. Permasalahan ekonomi juga dapat menjadi penghambat ketika teknologi yang diterapkan memerlukan biaya investasi
Fauzy Faisal Awaludin AS, Permasalahan Pencemaran dan Penyediaan Air Bersih di Perkotaan dan Pedesaan, 2015
yang besar. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan teknologi pengolahan limbah dalam jumlah besar. IPAL terintegrasi sangat efisien dan ekonomis sehingga cocok di daerah Indonesia. Teknologi membran merupakan alternatif lain yang dapat diterapkan untuk mengolah air yang tercemar. Teknologi membran terintegrasi dapat dimanfaatkan untuk mengolah air secara desentralisasi. Khusus untuk daerah terpencil (pedesaan) dan kondisi bencana. Teknologi membran ultrafiltasi portabel dapat diaplikasikan dalam penyediaan air bersih dan air minum. Pengoperasian teknologi ini relatif sederhana, memberikan efisiensi yang besar, dan mengkonsumsi energi yang minimum. Hal yang paling utama dalam menangani permasalahan pencemaran air adalah membangun komunikasi dan kerjasama yang lancar diantara pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya. Pembinaan sumber daya manusia (SDM) dan pengembangan jaringan kerjasama perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air. Pelatihan terstruktur yang biasa dilakukan oleh pusat pengembangan teknologi tepat guna pengolahan limbah cari (PUSTEKLIM) kepada masyarakat dan program-program seperti program kali bersih (PROKASIH) perlu digalakan lagi agar dapat menjadi solusi untuk mengatasi krisis air yang terjadi di perkotaan dan pedesaan. Daftar Pustaka Komalia, Kiki., Indrawan, Ivan., Analisis Pemakaian Air Bersih PDAM Untuk Kita Pematang Siantar, Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara. Masduki, Ali., Hadi, Wahyono., Endah, Noor., Soedjono, Edddy. S, Teknologi Penyediaan Air Bersih Pedesaan: Studi Kasus di Kabupaten Mojokerto, Program Pascasarjana Teknik Sipil, FTSP, ITS, 2007. Mokoginta, Fachruddin., Halim, Fuad., Kawet, Lingkan., Jasin, M.I., Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih Desa Lobong, Desa
10
Muntoi, dan Desa Inuau Kecamatan Passi Barat Kabupaten Bolaang Mongondow, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi, 2014. Raharjo, P. Nugro, Masalah Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Tiga Desa Di Kabupaten Ende, Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT, 2008. Setiadi, T., Suwardiyono., Wenten, I.G, Treatment of Textile Waste Water by a Coupling of Activated Sludge Process with Membrane Separation, Department of Chemical Engineering, Institut Teknologi Bandung, 2005. Sukadana, I.G.K, Perencanaan dan kajian Teknis Sistem Perpipaan Air Bersih di Desa Kenderan-Gianyar, Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana. Syahril, Nurdin, Kajian Manajemen Proyek Penyediaan Air Bersih Perkotaan Daerah Berbukit dengan Sumber Air Sungai, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Tanaka, Nao, Teknologi Tepat Guna & Dunia Alternatif, Kelompok Gramedia: Jakarta, 2015. Wenten, I.G, Membran Untuk Pengolahan Air, Institut Teknologi Bandung, 1997. Wenten, I.G, Teknologi Membran Dalam Pengolahan Air dan Limbah, Konferensi Persatuan Insinyur Indonesia, Institut Teknologi Bandung, 2005. Wenten, I.G, Teknologi Membran dan Aplikasinya di Indonesia, Diktat Kuliah Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, 2010. Wenten, I.G., Aryanti, P.T.P., Hakim, A.N., Khoiruddin, Karakterisasi Membran, Diktat Kuliah Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, 2011. Wenten, I.G, Teknologi Membran: Prospek dan Tantangannya, Diktat Kuliah Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, 2015.