Diktat Kuliah TK – 2206 Sistem Utilitas I
PENGOLAHAN dan PENYEDIAAN AIR
Oleh :
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007
DAFTAR ISI
Daftar Isi
i
Daftar Gambar
iii
Daftar Tabel
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1-1
1.1 Sumber-Sumber Air
1-2
1.2 Penggunaan Air di Industri
1-3
1.3 Klasifikasi Pengolahan Air
1-4
1.3.1 Pengolahan Eksternal
1-4
1.3.2 Pengolahan Internal
1-4
BAB 2
BAB 3
BAB 4
KIMIA AIR
2-1
2.1 Pengantar
2-1
2.2 Satuan-satuan Konsentrasi
2-3
2.3 Reaksi Hidrolisa
2-6
2.4 Beberapa Sifat Kation Logam dan Garamnya
2-7
2.5 Kesetimbangan
2-8
2.6 Analisa Air
2-10
2.7 Contoh Perhitungan Analisis Air dan Interpretasinya
2-12
ZAT PENGOTOR (IMPURITIES) DALAM AIR
3-1
3.1 Padatan Tersuspensi dalam Air
3-1
3.2 Padatan Terlarut
3-1
3.2.1 Kesadahan
3-5
3.2.2 Alkalinitas (Alkalinity)
3-5
3.3 Gas Terlarut
3-7
PENGOLAHAN AIR
4-1
4.1 Pengolahan Eksternal
4-1
4.1.1 Proses Pendahuluan
4-3
4.1.1.1 Sedimentasi
4-3
4.1.1.2 Klarifikasi
4-4
4.1.1.3 Aerasi
4-6
Pengolahan dan Penyediaan Air
-i-
4.1.2 Filtrasi
4-8
4.1.3 Pertukaran Ion
4-11
4.1.3.1 Prinsip-prinsip Pertukaran Ion
4-11
4.1.3.2 Jenis-jenis Resin Penukar Ion
4-12
4.1.3.2.1 Resin Penukar Kation Asam Kuat
4-13
4.1.3.2.2 Resin Penukar Kation Asam Lemah
4-13
4.1.3.2.3 Resin Penukar Anion Basa Kuat
4-14
4.1.3.2.4 Resin Penukar Anion Basa Lemah
4-14
4.1.3.3 Operasi Sistem Pertukaran Ion
BAB 5
4-15
4.1.3.3.1 Tahap Layanan
4-16
4.1.3.3.2 Tahap Pencucian Balik
4-16
4.1.3.3.3 Tahap Regenerasi
4-16
4.1.3.3.4 Tahap Pembilasan
4-17
4.1.3.3.5 Penghilangan Gas (Deaerator)
4-18
4.2 Pengolahan Internal
4-19
PENGOLAHAN AIR UMPAN KETEL
5-1
5.1 Persyaratan Air Umpan Ketel
5-1
5.2 Pengolahan Air Umpan Ketel Secara Umum
5-3
5.3 Pengolahan Air Umpan Ketel dengan Penambahan 4 Bahan-bahan Kimia
BAB 6
5-4
5.4 Perlakuan Terhadap Kondensat (Condensate Treatment)
5-6
PENGOLAHAN AIR PENDINGIN
6-1
6.1 Persyaratan Air Pendingin
6-1
6.2 Sistem Air Pendingin dengan Resirkulasi Terbuka
6-2
6.2.1 Pengendalian Pembentukan Kerak
6-3
6.2.2 Pengendalian Korosi
6-3
6.2.3 Pengendalian Pembentukan Fouling dan Penghilangan Padatan Tersuspensi
6-5
6.3 Sistem Air Pendingin dengan Resirkulasi Tertutup dan Sistem Air Pendingin Sekali-Lewat
PUSTAKA
Pengolahan dan Penyediaan Air
- ii -
6-6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Daur Hidrologi
1-1
Gambar 4.1
Proses-proses air secara eksternal
4-2
Gambar 4.2
Bak pengendapan jenis segi empat (rectangular)
4-4
Gambar 4.3
Bak pengendapan jenis lingkaran (circular)
4-4
Gambar 4.4
Klarifikasi air dengan flash mixing, flokulasi, dan pengendapan
4-6
Gambar 4.5
Alat klarifikasi dengan pengadukan dan koagulasi dalam alat yang sama
4-6
Gambar 4.6
Forced draft aerator
4-7
Gambar 4.7
Coke-tray aerator
4-7
Gambar 4.8
Pressure aerator
4-8
Gambar 4.9
Conventional Gravity Filter
4-9
Gambar 4.10 Pressure filter
4-10
Gambar 4.11 Up flow filter
4-10
Gambar 4.12 Proses penukaran ion Ca dengan Na (Pelunakan)
4-12
Gambar 4.13 Proses Demineralisasi
4-12
Gambar 4.14 Tahapan-tahapan operasi dalam sistem pertukaran ion
4-15
Gambar 4.15 Penghilangan gas dengan menggunakan blower (Forced Draft Aerator)
4-18
Gambar 4.16 Deaerator secara vakum
4-19
Gambar 6.1
6-4
Diagram Langelier Saturation Index
Pengolahan dan Penyediaan Air
- iii -
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Komposisi berbagai jenis air
1-3
Tabel 2.1
Zat-zat terlarut dalam air
2-2
Tabel 2.2
Satuan-satuan konsentrasi analisis air
2-3
Tabel 2.3
Harga Ksp
2-10
Tabel 2.4
Contoh analisis air
2-13
Tabel 3.1
Zat-zat pengotor dan karakteristiknya
3-2
Tabel 3.2
Alkalinitas dan hubungannya dengan kesadahan
3-6
Tabel 4.1
Waktu pengendapan untuk berbagai ukuran partikel diameter partikel
4-3
Tabel 5.1
Macam-macam kerak pada ketel
5-2
Tabel 5.2
Persyaratan air ketel pada berbagai tekanan kerja
5-3
Tabel 6.1
Contoh persyaratan untuk air pendingin resirkulasi terbuka
6-2
Tabel 6.2
Kecenderungan pembentukan kerak menurut LSI dan RSI
6-5
Pengolahan dan Penyediaan Air
- iv -
BAB 1 PENDAHULUAN
Air adalah zat yang sangat dibutuhkan oleh manusia maupun hewan dan tumbuh-tumbuhan. Planet bumi ini hampir 70% luas permukaannya diisi oleh air, dengan sumber utamanya adalah air laut. Laut dan sumber-sumber air lain di alam ini merupakan suatu mata rantai yang membentuk siklus yang dikenal sebagai daur hidrologi (hydrology cycle). Pergerakan air secara alamiah dalam siklus hidrologi ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
EVAPORASI
LAUT
Gambar 1.1 Daur Hidrologi
Jumlah air yang menguap setiap saat untuk mempertahankan daur hidrologi ini adalah sekitar 13.000 kilometer kubik dan disebarkan secara merata ke seluruh atmosfer bumi. Bagian terbesar dari air yang menguap ke udara tersebut berasal dari air laut dan sisanya berasal dari air di danau, sungai, tanah lembab dan dari permukaan daun berbagai tumbuhan. Pada kondisi lingkungan yang tepat, uap-uap air ini dapat terkondensasi sehingga membentuk hujan, salju, embun dan kabut. Sebagian uap air yang terkondensasi tersebut sewaktu jatuh mengalami penguapan dan kembali ke atmosfer, sedangkan sisanya jatuh ke tanah, sungai, danau dan laut. Air yang jatuh ke tanah sebagian mengalir ke sungai dan dikembalikan ke laut, sedangkan sisanya meresap ke dalam tanah. Air yang menguap dan meninggalkan permukaan bumi dalam
Bab 1 – Pendahuluan
1-1
Pengolahan dan Penyediaan Air
siklus hidrologi, akan dikembalikan ke bumi dalam jumlah yang sama. Air yang bergerak dalam suatu siklus hidrologi akan bersentuhan dengan bahan atau senyawa lain, sehingga bahan-bahan tersebut terlarut ke dalam air. Jadi pada hakekatnya tidak ada air yang betul-betul murni.
1.1 Sumber-Sumber Air Sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kehidupan adalah sebagai berikut : (1) Air laut : Air laut memiliki kandungan garam-garam yang cukup banyak jenisnya dan salah satu diantaranya adalah garam NaCl (2,7%) (2) Air tawar : Air tawar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : - Air hujan Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama bagi daerah yang tidak memiliki atau memiliki sedikit sumber air tanah maupun air permukaan. - Air Permukaan Air permukaan merupakan air baku utama bagi produksi air minum di kota-kota besar. Sumber air permukaan dapat berupa sungai, danau, mata air, waduk, empang, dan air dari saluran irigasi. Kandungan pengotor (impurities) yang terdapat dalam air permukaan sangat bervariasi, bergantung pada lingkungannya. Bahan-bahan seperti pestisida, herbisida, dan limbah industri, banyak terkandung pada air permukaan. - Air Tanah Air tanah merupakan sumber air yang berbentuk mata air atau sumur. Sumur dapat berupa sumur dangkal (kedalaman 5-20 meter) atau sumur dalam (deep well) dengan kedalaman rata-rata 250 meter. Berbeda dengan air permukaan, kandungan bahan pengotor (impurities) yang terdapat dalam air tanah lebih sedikit dan komposisi air tanah cenderung konstan.
Komposisi bahan-bahan yang terkandung dalam jenis-jenis air yang telah disebutkan di atas dapat dilihat pada Tabel 1.1
Bab1- Pendahuluan
1-2
Pengolahan dan Penyediaan Air
Tabel 1.1 Komposisi berbagai jenis air
Silica as SiO2 Iron as Fe Manganese as Mn Calsium as Ca Magnesium as Mg Sodium (Na) + Potassium (K) Carbonate as CO3 Bicarbonate as HCO3 Sulfate as SO4 Chloride as Cl Fluoride as F Nitrate as NO3 Dissolved solids Total hardness as CaCO3 Non carbonate hardness as CaCO3 Color Turbidity pH (in pH units)
Concentration in ppm Well Water Mississippi at river at Lake Eric moundsville St.Louis, Mo. W.Va. 13 2.1 12 0.1 0.01 3.5 0.00 2.5 50 38.0 113.8 14 8.3 19.3 35 11.1 -
Sea Water
1.2 158 97 16 4.6 326
0.0 117 26 18 0.1 1.8 167
0.0 170 29.0 76 700
10 Trace 0.01 400 1252 10561 + 380 0 140 2650 19980 1.4 1.5 34450
183
130
450
6250
53 19 58 7.9
34 Clear 85 7.9
280 Tan 0 to 20 6.3
6.125 Clear 0 7.5 to 8.4
Perkiraan yang pernah dibuat menunjukkan bahwa untuk centimeter persegi 2
(cm ) permukaan bumi terdapat 273 liter air, dengan perincian sebagai berikut : -
Air laut
: 268,45 liter (98,33%)
-
Air tawar
: 0,1 liter (0,036%)
-
Es kontinental : 4,5 liter (1,64%)
-
Uap air
: 0,003 liter (0,0011%)
1.2 Penggunaan Air di Industri Air bagi suatu industri adalah bahan penunjang baik untuk kegiatan langsung atau tak langsung. Penggunaan air di industri biasanya untuk mendukung beberapa
Bab1- Pendahuluan
1-3
Pengolahan dan Penyediaan Air
sistem, antara lain : -
Sistem pembangkit uap (boiler)
-
Sistem pendingin
-
Sistem pemroses (air proses)
-
Sistem pemadam kebakaran
-
Sistem air minum Persyaratan kualitas air yang dapat digunakan dalam industri berbeda-beda
tergantung kepada tujuan penggunaan air tersebut. Air yang berasal dari alam pada umumnya belum memenuhi persyaratan yang diperlukan sehingga harus menjalani proses pengolahan lebih dahulu.
1.3 Klasifikasi Pengolahan Air Pengolahan air dapat diklasifikasikan dalam dua golongan, antara lain : -
Pengolahan eksternal
-
Pengolahan internal
Secara umum masing-masing pengolahan dapat diterangkan sebagai berikut :
1.3.1 Pengolahan Eksternal Pengolahan eksternal dilakukan di luar titik penggunaan air yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan impurities. Jenis-jenis proses pengolahan eksternal ini antara lain : -
Sedimentasi
-
Filtrasi
-
Pelunakan (softening)
-
Deionisasi (Demineralization)
-
Deaerasi
1.3.2 Pengolahan Internal Pengolahan internal adalah pengolahan yang dilakukan pada titik penggunaan air dan bertujuan untuk menyesuaikan (conditioning) air kepada kriteria kondisi sistem dimana air tersebut akan digunakan. Usaha untuk mencapai tujuan pengolahan internal dilakukan dengan penambahan berbagai bahan kimia ke dalam air yang diolah. Bahanbahan kimia tersebut, akan bereaksi dengan impurities sehingga tidak menimbulkan Bab1- Pendahuluan
1-4
Pengolahan dan Penyediaan Air
gangguan dalam penggunaan air tersebut. Oksigen, sebagai contoh, dapat diikat dengan menggunakan sodium sulfit atau hydrazine. Sifat lumpur yang dapat melekat pada logam peralatan proses dihilangkan dengan penambahan bahan-bahan organik yang termasuk dalam golongan tanin, lignin atau alginat.
Bab1- Pendahuluan
1-5
BAB 2 KIMIA AIR 2.1 Pengantar Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur. Sebuah molekul terbentuk dari gabungan satu atau berbagai jenis atom. Sebagai contoh dua atom hidrogen digabung untuk membentuk molekul gas hidrogen. H + H Æ H2
(2.1)
Penambahan satu atom oksigen pada satu molekul gas hidrogen tersebut menghasilkan molekul air. H2 + OÆ H2O
(2.2)
Massa relatif suatu unsur didasarkan pada masa karbon -12. Jumlah massa atom dalam suatu molekul disebut massa molekul (molecular mass). Massa atom hidrogen adalah 1 dan massa atom oksigen adalah 16, sehingga massa molekul H2O adalah 18. Jumlah mol menyatakan perbandingan antara massa suatu zat terhadap massa atom/ massa molekul zat tersebut. Satu mol zat terlarut dalam air, yang cukup untuk membuat satu liter larutan disebut larutan satu molar. Air adalah pelarut yang baik, oleh sebab itu di dalamnya air paling tidak terlarut sejumlah kecil zat-zat anorganik dan organik. Dengan kata lain, tidak ada air yang benar-benar murni dan ini menyebabkan dalam setiap analisis air ditemukan zat-zat lain seperti disajikan pada Tabel 2.1. Sifat/karakteristik air sangat dipengaruhi oleh zat-zat terlarut tersebut. Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa analisis air selalu dinyatakan dalam bentuk ion-ion. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Sebagai contoh, jika kristal garam dapur/natrium klorida, NaCl, dilarutkan dalam air, struktur kristal tersebut akan terurai menjadi ion-ion seperti dinyatakan oleh reaksi berikut : NaCl
Na+ + Cl-
(2.3)
Molekul NaCl adalah molekul yang stabil dan secara elektrolit molekul tersebut bersifat netral. Jika molekul NaCl terlarut dalam air atom Na akan ‘menyerahkan’ sebuah elektronya ke atom klorida, sekaligus keduanya menjadi ion karena bermuatan. Muatan tersebut yang membedakan ion-ion dari atomnya.
Bab 2 – Kimia Air
2-1
Pengolahan dan Penyediaan Air
Tabel 2.1 Zat-zat terlarut dalam air
1. Kation : Natrium Kalium Kalsium Magnesium Besi Mangan Barium Stronsium Aluminium 2. Anion : Klorida Sulfida Karbonat Bikarbonat Hidroksida 3. Gas-gas : Oksigen Hidrogen Sulfida Karbondioksida
Simbol kimia
Berat atom
Berat Ekivalen
Na+ K+ Ca2+ Mg2+ Fe2+ Mn2+ Ba2+ Sr2+ Al3+
23,0 39,1 40,1 24,3 55,8 54,9 137,4 87,6 27,0
23,0 39,1 20,0 12,2 27,9 27,5 68,7 43,8 9,0
ClSO42CO32HCO3OH-
35,5 96,0 60,0 61,0 17,0
35,5 48,0 30,0 61,0 17,0
O2 H2S CO2
Adanya muatan tersebut menyebabkan air bersifat menghantarkan arus listrik (electrically conductive). NaCl dalam larutan memperbesar harga viskositas, densitas, dan tegangan permukaan. Oleh karena itu, dapat dilihat bagaimana sifat-sifat air berubah dengan adanya zat-zat terlarut tersebut. Jika NaCl dilarutkan dalam air, atom oksigen dari molekul air yang bermuatan negatif ditarik ke arah ion Na, sedangkan sisi positif (hidrogen) "menempel" pada ion Cl. Penarikan ini disebut hidrasi dan ini cukup untuk mengatasi gaya antar kristal garam tidak terbentuk lagi. Pada suatu saat air akan jenuh dengan NaCl, ini berarti, batas kelarutan (solubility limit) telah tercapai. Sekitar 330 gram NaCl dapat larut pada 1 liter air pada suhu 20°C (64°F). Jika larutan jenuh tersebut didinginkan atau dipekatkan dengan cara evaporasi, ion Na dan Cl akan bergabung kembali dan terlihat terbentuk
Bab 2 – Kimia Air
2-2
Pengolahan dan Penyediaan Air
endapan. Kejadian ini ditunjukkan oleh tanda
pada reaksi (2.3) di atas, tanda
tersebut menyatakan bahwa reaksi dapat berlangsung dalam dua arah dan terjadi kesetimbangan.
2.2 Satuan-satuan Konsentrasi Satuan-satuan konsentrasi yang biasa digunakan dalam analisis air disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Satuan-satuan konsentrasi analisis air Unit 1. Milligram per liter 2. Parts per million
Satuan mg/l Ppm
Keterangan Jumlah miligram substansi dalam satu liter air Kira-kira sama dengan mg/l
ppm = mg/l air spgr 2. Milliequivalents per million
meq/L
4. Equivalents per million
e.p.m.
5. Grains per gallon 6. Calcium Carbonat Equivalent (dari beberapa ion)
gpg mg/l as CaCO3
7. Persen Berat
% wt
mg / l berat equivalen ppm berat equivalen mg/l x 17,1
⎤ ⎡ ⎥ ⎢ ⎡mg / l ion dari⎤ ⎢ 50 ⎥ ⎢ analisa air ⎥ x ⎢ berat equivalent ion ⎥ ⎣ ⎦ ⎥ ⎢ ⎦ ⎣ dari Tabel 2.1 g/100 milliliters (ml) or
mg / l 10000
(1) dan (2) adalah satuan yang menunjukkan berat masing-masing zat per satuan volume adalah miligram per liter (mg/1). Part per million (ppm) tetap dipakai terutama untuk menyatakan konsentrasi gas oksigen dan H2S terlarut. Dari Tabel 2.2 terlihat bahwa mg/1 mempunyai harga yang sama dengan ppm apabila densitas larutan mempunyai harga 1,0. (3) milieqivalent per liter (meq/1) Dari kolom 3 Tabel 2.1 terlihat bahwa masing-masing kation atau anion mempunyai berat atom atau berat radikal tertentu. Kolom 4 menyatakan berat ekivalen yang didapat dari berat atom atau berat radikal dibagi dengan berat valensi. Sebagai Bab 2 – Kimia Air
2-3
Pengolahan dan Penyediaan Air
contoh, natrium/sodium mempunyai valensi satu. Jika valensi ion adalah dua atau lebih, maka berat ekivalen adalah 1/2, 1/3 dan seterusnya dari berat atom/radikal tersebut. Dari Tabel 2.2 terlihat bahwa meq/1 pada masing-masing ion didapat dari mg/l dibagi dengan berat ekivalen (dari Tabel 2.1).
Contoh soal 2.1: 1000 mg/1 Ca2+ sama dengan 1000/20 atau 50 meq/1 Ca2+. 1000 mg/1 SO42- sama dengan 1000/48 atau 20,8 meq/1 S042-. Jumlah meq/1 untuk masing-masing ion sebagaimana tercantum pada analisis air, disamping mg/l, meq/1 dipakai sebagai satuan konsentrasi karena berguna untuk menentukan perhitungan kimia tertentu seperti perkiraan pembentukan kerak
Contoh soal 2.2 : Jika analisis air menunjukkan adanya 1000 mg/l Ca2+ dan 1000 mg/l SO42- dan ingin diketahui berapa CaSO4 di air tersebut. Dari contoh 2.1 diketahui bahwa meq/l masing-masing adalah 50 untuk Ca2+ dan 20,8 untuk SO42-, walaupun konsentrasi keduanya sama jika dinyatakan dengan mg/l tapi konsentrasi (meq/1) Ca2+ lebih besar dari konsentrasi SO42-, sehingga CaSO4 yang akan dibentuk terbatas dan tidak bisa lebih besar dari meq/l SO42-, berarti CaSO4 yang terbentuk mempunyai konsentrasi 20,8 meq/l. Untuk mengubah 20,8 meq/1 CaSO4 ke satuan mg/l atau ppm, berat ekivalen CaSO4 harus diketahui. Secara mudah dapat ditentukan dengan melihat pada Tabel 2. 1 untuk berat ekivalen Ca2+ dan SO42-, maka berat ekivalen CaSO4 sama dengan (berat ekivalen Ca2+) + (berat ekivalen SO42- ) = 20
+
48
=
68
Dari Tabel 2.2, meq/1 = (mg/1) / berat ekivalen, atau meq/1 x berat ekivalen = mg/1 dan 20,8 meq/1 x 40 (berat ekivalen CaSO4) = 1414 mg/1 CaSO4 Sebuah senyawa dapat dibentuk dengan kombinasi ekivalen atau satu banding satu dari unsur-unsur atau radikal-radikal pembentuknya.
Bab 2 – Kimia Air
2-4
Pengolahan dan Penyediaan Air
Contoh soal 2.3: Berapa gram kalsium (Ca) yang dibutuhkan agar dapat berkombinasi dengan 90 gram karbonat (CO32-) untuk membentuk kalsium karbonat ? Penyelesaian : a. Karbonat adalah radikal yang dibentuk dari karbon (C) dan oksigen (O). Karbon mempunyai berat atom 12 dan valensi +4, sedangkan oksigen bermassa atom l6 dan bervalensi -2, sehingga total valensi dari radikal karbonat adalah +2. Satu ekivalen karbonat adalah : [ 12 + 3(16)]/2 = 30 gr/eq b. Kalsium mempunyai massa atom 40 dan valensi +2. Satu ekivalen kalsium adalah : 40/2 = 20 gr/eq c. Karena senyawa hanya dapat dibentuk dengan jumlah ekivalen yang sama, maka ekivalen kalsium harus sama dengan ekivalen karbonat. 90 gr CO32- = 3 eq Jadi Ca = 3 eq = 3 eq x 20 gr/eq = 60 gr
(4) dan (5) ekivalen per million dan grain per gallon jarang dipakai pada laporan analisis air modern tapi dituliskan sebagai referensi jika ditemui. (6) Ekivalen CaCO3 masih tetap dipakai pada perhitungan proses pelunakan air (water
softening) dan sebagai satuan standard untuk alkalinitas dan kesadahan (hardness). Konsentrasi zat A dapat dinyatakan sebagai konsentrasi ekivalen dari zat B menggunakan persamaan berikut : (gr / l)A x (gr / eq)B = (gr / l)A dinyatakan sebagai B (gr / eq)A
(2.4)
Persamaan (2.4) sangat berguna dalam kimia air, karena jumlah padatan terlarut biasanya dinyatakan sebagai ekivalen CaCO3.
Bab 2 – Kimia Air
2-5
Pengolahan dan Penyediaan Air
Contoh soal 2.4 : Berapa ekivalen (sebagai CaCO3) dari : (a) 117 mg/1 NaCl (b) 2.10-3 mol NaCl
Penyelesaian : (a) 1. Satu ekivalen kalsium karbonat : [ 40 + 12 + 3(16) ] / 2 = 50 gr/eq = 50 mg/meq 2. Satu ekivalen NaCl : (23 + 35,5)/1 = 58,5 gr/eq = 58,5 mg/meq 3. Dengan pers (2.4)
117 mg / l x 50 mg/meq = 100 mg/1 NaCl sebagai CaCO3 58,5 mg / l (b) l. satu mol zat dibagi dengan valensinya sama dengan satu ekivalen (2.10-3 mol/1) / 1 mol /eq = 2.10-3 eq/1 2. sehingga : 2.10-3 eq/1 x 50 gr/eq = 0,1 gr/l = 100 mg/l NaCl sebagai CaCO3. (7) Persen berat dipakai untuk menunjukkan konsentrasi yang tinggi seperti macammacam garam yang ditambahkan ke air untuk menaikkan densitas.
2.3 Reaksi Hidrolisa
Salah satu reaksi kimia air yang penting adalah reaksi hidrolisa dari garamgaram tertentu. Hidrolisa adalah reaksi kimia dimana suatu zat bereaksi dengan air membentuk asam dan ataupun basa. Reaksi-reaksi tersebut menyebabkan perubahan keasaman dan alkalinitas larutan dan sekaligus menyebabkan perubahan kecenderungan pengendapan kerak, korosi pada logam, dan masalah-masalah kimia yang lain. Zat yang dapat larut dalam air dan dapat menghasilkan ion hidroksi (OH-) atau karbonat (CO32-) disebut basa dan larutannya disebut larutan basa atau alkali. Basa dapat menetralkan asam.
Bab 2 – Kimia Air
2-6
Pengolahan dan Penyediaan Air
Contoh-contoh basa adalah : 1. Ammonia, NH3 (ammonium hidroksida, NH4OH) 2. Natrium hidroksida, NaOH 3. Natrium karbonat , Na2CO3 (soda abu) 4. Natrium bikarbonat, Na2HCO3 (soda bubuk/baking soda) Asam adalah zat yang dapat menyebabkan ion hidrogen (H+) bertambah jika dilarutkan dalam air dan mempunyai kemampuan untuk menetralkan basa. Beberapa asam yang dikenal adalah : 1. Asam Klorida, HCl 2. Asam Sulfat, H2SO4 3. Asam Asetat, CH3COOH 4. Asam karbonat, H2CO3 Basa dan asam bereaksi untuk membentuk garam sedemikian rupa sehingga larutan bersifat netral, alkali atau asam. Garam netral dibentuk oleh reaksi asam kuat dan basa kuat. Garam bersifat alkali didapat dari reaksi basa kuat dengan asam lemah, yang jika dilarutkan dalam air akan membentuk larutan dalam alkali. Contoh seperti NaHCO3 yang dibentuk dari NaOH (basa kuat) dengan H2CO3 (asam lemah). Garam bersifat asam terhidrolisa dalam air untuk membentuk kembali asam kuat dan basa lemah pembentuknya, seperti disajikan oleh reaksi berikut : 2 FeCl3 + 6 H2O Æ 2 Fe(OH)3 + 6 HCl
(2.5)
Besi Klorida (FeCl3) adalah garam bersifat asam dan Fe(OH)3 adalah basa lemah. 2.4 Beberapa Sifat Kation Logam dan Garamnya
Masing-masing kation yang disajikan pada Tabel 2.1, pada kondisi tertentu, bereaksi dengan anion untuk membentuk garam. Jika penggabungan terjadi, jumlah total muatan valensi positif (+) dari kation harus sama dengan jumlah total muatan valensi negatif (-) dari anion. Sebagai contoh, satu monovalen Na+ dapat digabungkan dengan satu monovalen Cl- untuk membentuk garam NaCl. Dua ion Na dibutuhkan oleh satu ion SO4- untuk membentuk garam Na2SO4. Hanya satu ion Ca2+ yang dibutuhkan oleh satu ion SO42- untuk membentuk garam Ca2SO4. Dua ion Al+3 dibutuhkan oleh tiga ion SO42- untuk membentuk Al2(SO4)3 dan seterusnya.
Bab 2 – Kimia Air
2-7
Pengolahan dan Penyediaan Air
Lebih dari 45 jenis garam dapat dibentuk dari unsur/senyawa yang tercantum pada Tabel 2.1. Masing-masing garam tersebut mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Walaupun demikian, telaahan umum berikut ini akan sangat berguna : l. Semua garam yang berasal dari Na dan K sangat larut dalam air. Garam-garam klorida dan sulfat yang dibentuk olehnya bersifat netral, sedangkan garam bikarbonat, karbonat, dan hidroksida bersifat alkali. 2. Garam klorida dari Ca, Mg, Ba dan Sr larut dalam air tapi ke larutan garam sulfatnya mengikuti aturan sebagai berikut : BaSO4 < SrSO4 < CaSO4 < MgSO4 Garam karbonat dan hidroksida dari Ca, Mg, Ba dan Sr semuanya mempunyai kelarutan dalam air yang rendah dengan Mg(OH)2 mempunyai kelarutan yang paling kecil pada air netral. 3. Garam klorida dan sulfat dari besi, mangan dan aluminium larut dalam air dan larutannya bersifat asam. Garam-garam anorganik yang lain yang dibentuk dari unsur-unsur tersebut (karbon dioksida, hidroksida, sulfida dan lain-lain) mempunyai kelarutan yang rendah di air tapi larut dalam asam.
2.5 Kesetimbangan
Beberapa zat padat, terutama yang berbentuk kristal terionisasi dengan cepat dalam air, seperti ditunjukkan pada reaksi di bawah ini : CaO + H2O Æ Ca2+ + 2 OHNaCl + H2O
Na+ + Cl- + H2O
(2.6) (2.7)
Dari dua persamaan di atas, air dapat berfungsi sebagai reaktan / zat pereaksi atau bukan. Jika air tidak berfungsi sebagai reaktan, air dapat diabaikan dalam persamaan. Pada reaksi : AxBy padatan
xA + yB
(2.8)
ionik
Persamaan kesetimbangan untuk reaksi tersebut dinyatakan sebagai berikut : K = [A]x [B]y / [AxBy]
(2.9)
dengan : K = konstanta kesetimbangan zat-zat tersebut dalam air murni pada suhu tertentu [A], [B] = konsentrasi A dan B pada saat kesetimbangan Pada saat kesetimbangan fasa padat tidak berubah, karena laju pelarutan (dissolution) dan pengendapan (precipitation) sama, sehingga : Bab 2 – Kimia Air
2-8
Pengolahan dan Penyediaan Air
[AxBy] = Ks = Konstan dan, [A]x[B]y = K.Ks = Ksp Ksp adalah hasil kali kelarutan untuk pasangan ion. Jika konsentrasi salah satu atau kedua ion bertambah besar, akan menyebabkan harga Ksp bertambah besar, dan pengendapan akan terjadi untuk mempertahankan keadaan kesetimbangan. Harga Ksp untuk beberapa pasangan ion disajikan pada Tabel 2.3. Penggunaan Ksp untuk menentukan konsentrasi ion digambarkan pada contoh soal 2.5.
Contoh soal 2.5 : Ksp untuk disosiasi Mg(OH)2 seperti tercantum pada Tabel 2.3 adalah 9.10-12. Tentukan konsentrasi Mg2+ dan OH- pada saat kesetimbangan, dinyatakan sebagai mg/1 CaCO3. Penyelesaian : 1. Persamaan reaksi disosiasi Mg(OH)2 : Mg(OH)2
Mg2+ + 2 OH-
(2.11)
2. Berdasarkan persamaan (2.11) : Ksp = [Mg2+] + [OH- ]2 = 9.10-12 Jika x adalah jumlah mol Mg2+ pada reaksi (2.11), maka OH- adalah 2x, maka: [x][2x]2 = 4x3 = 9.10-12 x = 1,3.10-4 mol/1 = Mg ; 2x = 2,6.10-4 mol/1 = OH 3. Mg = (1,3.10-4 mol/1) / (0,5 mol/eq) x 50.000 mg/eq = 13 mg/1 sebagai CaCO3. 4. OH = (2,6.10-4 mol/l) / (1,0 mol/eq) x 50.000 mg/eq = 13 mg/1 sebagai CaCO3.
Bab 2 – Kimia Air
2-9
Pengolahan dan Penyediaan Air
Tabel 2.3. Harga Ksp Persamaan reaksi
Ksp pada 25oC
MgCO3 <==> Mg2+ + CO324 x 10-3 2+ 9 x 10-12 Mg(OH)2 <==> Mg + 2 OH CaCO3 5 x 10-9 <==> Ca2+ + CO322+ 8 x 10-4 Ca(OH)2 <==> Ca + OH 2+ 2CaSO4 2 x 10-5 <==> Ca + SO4 2+ 2 x 10-19 Cu(OH)2 <==> Cu + 2 OH 3 x 10-17 Zn(OH)2 <==> Zn2+ + 2 OH2+ Ni(OH)2 2 x 10-16 <==> Ni + 2 OH 2+ 6 x 10-31 Cr(OH)2 <==> Cr + 2 OH 3+ Al(OH)3 1 x 10-32 <==> Al + 3 OH 6 x 10-36 Fe(OH)2 <==> Fe2+ + 2 OH3+ Fe(OH)3 5 x 10-15 <==> Fe + 3 OH 3+ Mn(OH)3 <==> Mn + 3 OH 1 x 10-36 2+ 8 x 10-14 Mn(OH)2 <==> Mn + 2 OH 2+ 3Ca3(PO4)2 <==> 3 Ca + 2 PO4 1 x 10-27 <==> Ca2+ + HPO43 x 10-7 CaHPO4 2+ 3 x 10-11 <==> Ca + 2 F CaF2 + <==> Ag + Cl AgCl 3 x 10-10 2+ 2BaSO4 1 x 10-10 <==> Ba + SO4 Source : Adapted from Sawyer and McCarty [2-12]
Significance in Environmental Engineering Hardness removal, scaling Hardness removal, scaling Hardness removal, scaling Hardness removal Flue gas desulfurization Heavy metal removal Heavy metal removal Heavy metal removal Heavy metal removal Coagulation Coagulation, iron removal, corrosion Coagulation, iron removal, corrosion Manganese removal Manganese removal Phosphate removal Phosphate removal Fluoridation Chloride analysis Sulfate analysis
2.6 Analisa Air
Adanya zat-zat terlarut dan tersuspensi dalam air menyebabkan air mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu, yang dapat diukur dari sifat-sifat sebagai berikut : 1. Keasaman (acidity) Keasaman menyatakan kapasitas air untuk menetralkan basa atau alkali. Keasaman biasanya disebabkan oleh CO2, asam-asam organik, asam-asam mineral atau hasil reaksi hidrolisa. 2. Alkalinitas / basa (alkalinity/basidity) Alkalinitas menyatakan kapasitas air untuk menetralkan asam. Penyebab alkalinitas adalah bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-) dan hidroksida (OH-) 3. pH pH menyatakan pengukuran aktivitas ion hidrogen (H+) 4. Salinitas (salinity) Besaran ini digunakan untuk menggolongkan kandungan mineral yang terlarut dalam air. Salinitas klorida menyatakan konsentrasi total dari keberadaan klorida, Cl-,
Bab 2 – Kimia Air
2-10
Pengolahan dan Penyediaan Air
dalam air. Harga salinitas tinggi pada air garam atau batuan garam (brine). Salinitas NaCl adalah hal yang serupa, kecuali kandungan klorida ditentukan dengan analisis yang dinyatakan sebagai NaCl. 5. Padatan Terlarut Total (Total Dissolved Solids / TDS) TDS menunjukkan jumlah ion terlarut yang disajikan pada analisis air. TDS ditentukan dengan cara pemanasan secara perlahan-lahan penguapan sejumlah kecil air sampel (50-100 ml), kemudian sisa garam kering ditimbang. Hasilnya dinyatakan sebagai mg/1 atau ppm. Jumlah TDS hasil evaporasi ini biasanya lebih kecil daripada penjumlahan ion-ion yang ditentukan pada analisis, hal ini terjadi karena adanya zat yang hilang pada saat terjadi evaporasi. 6. Densitas (density) Densitas adalah berat per satuan volume yang dinyatakan sebagai g/l, pound/gallon, kg/m, dan lain-lain. 7. Specific Gravity (Sp.Gr.) Specific Gravity adalah nisbah antara densitas air yang dianalisis terhadap air murni
(tidak ada garam-garam terlarut) pada temperatur tertentu. Karena merupakan perbandingan maka specific gravity tidak bersatuan. Specific gravity biasanya diukur dengan hidrometer. Hidrometer dikalibrasi pada suhu 4°C dimana densitas air murni tepat 1,000 g/l. Jika temperatur air yang dianalisis lebih besar dari 4°C, temperatur yang terukur dicatat dan specific gravity dilaporkan sebagai : Sp. Gr. pada
20 o C 25 o C = o , dll 4o C 4 C
Garam-garam terlarut menyebabkan kenaikan densitas, demikian juga specific gravity. Walaupun besarnya kenaikan tersebut merupakan fungsi dari garam terlarut,
harga densitas dan specific gravity tidak dapat dipakai langsung untuk mengukur TDS, walaupun demikian persamaan di bawah ini, dengan kesalahan rata-rata sekitar 6%, dapat dipakai untuk memperkirakan TDS pada air mempunyai salinitas antara 10-150 g/l. TDS (g/1) = (Sp.Gr. -1)x 1380 Atau : Sp.Gr. = 1 + [TDS (g/1) / 1380]
Bab 2 – Kimia Air
2-11
Pengolahan dan Penyediaan Air
8. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solids / TSS) TSS merupakan berat dari zat-zat yang tidak larut, zat-zat tersuspensi yang disaring dari volume sampel tertentu, dan lebih sering dinyatakan dengan mg/l. 9. Kekeruhan (turbidity) Turbidity merupakan sifat optik air yang berhubungan dengan penyerapan dan
penyebaran cahaya. Pengukuran turbidity secara empirik menunjukkan seberapa jauh pengukuran tersebut dipengaruhi oleh jumlah dan jenis zat-zat tersuspensi. Konsentrasi aktual dari zat yang tersuspensi tidak dapat ditunjukkan dan tidak ada hubungan antara pembacaan turbidity dengan berat padatan tersuspensi. Walaupun demikian pengukuran turbidity dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan turbiditymeter dan perubahan jenis atau jumlah padatan tersuspensi.
10. Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD menyatakan harga kebutuhan oksigen terlarut selama proses penguraian zat-zat organik secara biokimia aerobik. 11. Chemical Oxygen Demand (COD) COD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi selama terjadinya oksidasi zatzat organik secara kimia pada suatu kondisi tertentu. Nilai COD biasanya dipakai untuk memantau unit pengolahan dan aliran air buangan tapi tidak dapat secara langsung menunjukkan jumlah zat-zat organik yang dapat dioksidasi secara biologik.
2.7 Contoh Perhitungan Analisis Air dan Interpretasinya
Tabel 2.4 memperlihatkan data-data yang diperoleh dari analisis air terhadap suatu sampel air.
Bab 2 – Kimia Air
2-12
Pengolahan dan Penyediaan Air
Tabel 2.4 Contoh analisis air Sampel 1 Fresh Water
Ion Na K Ca Mg Fe Ba Sr Cl SO4 HCO3 CO3 OH TDS Sp.gr. pH pHs@50oC O2 H2S
mg/L 1364 8 101 28 3 0 0 2265 24 165 0 0 3955 1.003 7.9 6.9 2.1 0
meq/L 59.3 0.2 5.1 2.3 0.1
63.8 0.5 2.7
Sampel 1 (satu), air diperoleh dari sumur yang dangkal (kurang dari 35 m) dan berlumpur. Air tersebut akan dipakai pada sistem pendingin dan sebagai air umpan boiler pada kilang gas. Kandungan oksigen dan pH air diukur pada saat pengumpulan sampel. Sampel 1 ditandai dengan air segar, tapi dari inspeksi terhadap hasil analisis air, air sumur tersebut lebih tepat disebut air payau. Air tidak mengandung ion hidroksida dan karbonat, alkalinitas hanya disebabkan oleh adanya 165 mg/1 bikarbonat dan jika dinyatakan sebagai CaCO3. Alkalinitas total sebagai CaCO3 = 165 x (50/61) = 135 mg/l. Untuk perhitungan ini, konsentrasi bikarbonat diambil dari analisis air dan berat ekivalen bikarbonat didapat dari Tabel 2.1. Kesadahan dihitung untuk menentukan kapasitas pelunakan air yang dibutuhkan jika air dipakai sebagai air umpan boiler. Kesadahan total sebagai CaCO3 : = Ca2+ + Mg2+ = (101 x 50/20) + (28 x 50/12,2) = 368 mg/1 sebagai CaCO3
Bab 2 – Kimia Air
2-13
Pengolahan dan Penyediaan Air
Pada sampel baik pH maupun pHs dicantumkan. pH diukur pada saat pengumpulan,sedangkan pHs dihitung setelah analisis air selesai. pHs adalah pH teoritik jika air jenuh dengan CaCO3. Untuk sampel 1, pH sebenarnya lebih besar dari pHs pada 50°C (122°F) dan ini menunjukkan bahwa pengendapan kerak CaCO3 sangat mungkin terjadi jika air ini dipakai di plant sebagaimana direncanakan. Berdasarkan hasil analisis air dan perhitungan di atas, sumur/sumber air tersebut harus ditutup karena berbagai alasan seperti : l. Kesadahan tinggi Biaya untuk pelunakan air cukup tinggi karena kesadahan yang dihilangkan cukup besar yaitu dari 368 mg/l CaCO3 sampai mendekati 0 untuk pemakaian air umpan boiler. 2. Pengendapan kerak. Endapan kerak CaCO3 pada pipa dan penukar panas sebenarnya tidak akan terjadi jika air digunakan sekali saja (once trough). Pemantauan kerak menjadi cukup sulit jika air dipekatkan (pada sistem air pendingin) 3 kali dari yang direncanakan. 3. Masalah korosi dan bakteri Adanya oksigen terlarut dan besi dalam air menunjukkan adanya korosi pada pipa dan pompa sumur yang cukup serius dan pencemaran akibat bakteri sangat mungkin.
Bab 2 – Kimia Air
2-14
BAB 3 ZAT PENGOTOR DALAM AIR Air
menyerap
zat-zat
dalam
perjalanan
daur
hidrologinya,
sehingga
menyebabkan air tersebut menjadi tidak murni lagi. Zat-zat itu disebut sebagai zat pengotor atau impurities. Berbagai jenis impurities dan karakteristiknya disajikan pada Tabel 3.1. Zat pengotor dalam air pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu : i.
Padatan tersuspensi
ii.
Padatan terlarut
iii.
Gas terlarut
3.1 Padatan Tersuspensi dalam Air Padatan tersuspensi merupakan istilah yang diterapkan pada zat heterogen yang terkandung dalam kebanyakan jenis air. Padatan tersuspensi terutama terdiri atas lumpur, humus, limbah dan bahan buangan industri. Padatan tersuspensi menyebabkan air menjadi keruh dan bila digunakan sebagai air umpan ketel akan menyebabkan terbentuknya deposit, kerak dan atau busa. Padatan tersuspensi dalam air pendingin akan menimbulkan endapan dan timbulnya korosi di bawah endapan tersebut. Kekeruhan yang berlebihan dalam air minum sangat tidak diinginkan karena dapat menimbulkan rasa yang kurang baik.
3.2 Padatan Terlarut Air adalah pelarut yang baik, sehingga dapat melarutkan zat-zat dari batu-batuan dan tanah yang terkontak dengannya. Bahan-bahan mineral yang dapat terkandung dalam air karena kontaknya dengan batu-batuan tersebut, antara lain : CaCO3, MgCO3, CaSO4, MgSO4, NaCl, Na2SO4, SiO2 dan sebagainya. Air yang akan dipakai untuk pembangkit uap atau sistem pendingin mempunyai dua parameter penting yang merupakan akibat dari padatan terlarut, yaitu kesadahan (hardness) dan alkalinitas (alkalinity). Padatan terlarut lainnya, seperti garam terlarut, asam dan zat organik tidak dibahas disini.
Bab 3 – Zat Pengotor (Impurities) dalam Air
3-1
Bab 3 – Zat Pengotor (Impurities) dalam Air -
-
Tidak ada
Kalsium dan magnesium yang dinyatakan dalam CaCO3 - Bikarbonat (H2CO3) - Karbonat (CO3) - Hidroksida (OH) - dinyatakan sebagai CaCO3
H2SO4, HCl, dan sebagainya, dinyatakan CO2
2. Warna
3. Hardness (kesadahan)
4. Alkalinity (alkalinity)
5. Asam mineral bebas
6. Karbon dioksida -
-
-
-
-
-
Tidak ada
RUMUS KIMIA
1. Turbidity
KOMPONEN/ SENYAWA
Korosif terhadap jaringan pipa
Timbul buih dan carry over, (lolosnya) padatan ke dalam uap panas mengakibatkan karatan pada pipa ketel Bikarbonat dan karbonat menghasilkan CO2 dalam uap panas, sehingga bersifat korosif Korosif
Membentuk scale/kerak pada sistem penukar pans, ketel, pipa Menghambat daya cuci dengan sabun
Timbul buih dalam ketel Menghambat proses pengendapan pada penghilangan besi dan hot phosphate softening
Air menjadi keruh Membentuk deposit pada pipa-pipa , alatlat, ketel dan lain-lain
EFEK
Tabel 3.1 Zat-zat pengotor dan karakteristiknya
-
-
-
-
-
Aerasi Deaerasi Netralisasi dengan alkali Filmingdan Neutralizing Amines
Pelunakan dengan kapur dan kapur soda Demineralisasi Penambahan asam Dealkilasi dengan penukar ion Distilasi Netralisasi dengan alkali
Pelunakan Distilasi Pengolahan internal
Koagulasi, filtrasi, klorinasi, adsorpsi dengan karbon aktif
- Koagulasi, pengendapan dan filtrasi
CARA PENGOLAHAN
Pengolahan dan Penyediaan Air
3-2
Bab 3 – Zat Pengotor (Impurities) dalam Air -
-
-
SO42-
ClNO3-
SiO2
Fe2+ Fe3+
Mn
8. Sulfate
9. Klorida
10.Nitral
11. Silika
12. Besi
13. Mangan
-
-
-
Konsentrasi ion hidrogen pH = - log (H+)
RUMUS KIMIA
7. pH
KOMPONEN/ SENYAWA
Terbentuk deposit
Terbentuk deposit pada pipa-pipa dan boiler
Terbentuk kerak pada ketel dan sudu-sudu turbin
Menaikkan kandungan padatan Konsentrasi yang tinggi mengakibatkan penyakit methemogoblin pada bayi Berguna untuk mencegah keretakan logam pada ketel
Menaikkan kandungan padatan dalam air dan bersifat korosif
Menaikkan kandungan padatan dalam air Bereaksi dengan Ca membentuk CaSO4
Perubahan pH dipengaruhi oleh keasaman atau kebasaan dalam air. Air alam biasanya pH 6-8
EFEK
Tabel 3.1 Lanjutan
-
-
-
-
-
-
-
-
Aerasi Pelunakan kapur
Aerasi Koagulasi dan filtrasi Pelunakan kapur Penukar kation
Penghilangan secara proses panas dengan garam Mg Demineralisasi Distilasi
Demineralisasi Distilasi
Demineralisasi Distilasi
Demineralisasi Distilasi
pH dapat dinaikkan dengan penambahan alkali dan sebaliknya dengan asam
CARA PENGOLAHAN
Pengolahan dan Penyediaan Air
3-3
-
-
-
H2S
NH3
Dinyatakan dalam micromhos, konduktansi spesifik
Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
16. Hidrogen sulfida
17. Amoniak
18. Konduktifitas
19. Padatan larutan
Bab 3 – Zat Pengotor (Impurities) dalam Air
20. Padatan tersuspensi
21. Padatan total
-
-
-
-
O2
15. Oksigen
-
Dinyatakan sebagai oil atau chloroform extracticible matter
RUMUS KIMIA
14. Minyak
KOMPONEN/SENYAWA
Padatan total adalah padatan tersuspensi ditambah padatan terlarut
Menyebabkan deposit
Padatan terlarut menunjukkan jumlah zatzat terlarut Menyebabkan buih
Konduktifitas tinggi maka sifat korosi makin tinggi
Korosi pada tembaga dan seng
Bau telur busuk Korosi
Korosi
Terbentuk kerak, lumpur dan buih dalam ketel
EFEK
Tabel 3.1 Lanjutan
-
Sama dengan 19 dan 20
Pengendapan Filtrasi dan koagulasi
Pelunakan kapur Penukar kation dengan zeolite hidrogen Demineralisasi Distilasi
-
Demineralisasi Pelunakan kapur, dsb
Penukar kation dengan zeolite hidrogen Klorinasi Deaerasi
-
Aerasi Klorinasi Penukar kation berbasa tinggi
Deaerasi Sodium sulfite Hydrazine Zat pencegah korosi
Baffle separator Stainers Koagulasi dan filtrasi dengan diatomaceous earth
-
-
-
CARA PENGOLAHAN
Pengolahan dan Penyediaan Air
3-4
Pengolahan dan Penyediaan Air
3.2.1 Kesadahan Kesukaran pembentukan busa oleh sabun dalam air merupakan indikasi kesadahan air. Kesadahan air terutama diakibatkan oleh adanya ion-ion kalsium dan magnesium. Sabun dalam air bereaksi lebih dulu dengan ion-ion ini sebelum dapat berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air. Senyawa kalsium, magnesium dan senyawa lain yang bereaksi dengan sabun, mempunyai ukuran yang disebut kesadahan total (total hardness). Kesadahan total dari sudut kationnya merupakan jumlah kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium, atau : TH
CaH + MgH
(3.1)
kesadahan total dari sudut anionnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kesadahan karbonat atau kesadahan sementara dan kesadahan non-karbonat atau kesadahan tetap, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : TH
KH + NH
(3.2)
dengan : TH
: Kesadahan Total
CaH
: Kesadahan Kalsium = Kadar Ca2+
MgH
: Kesadahan Magnesium = Kadar Mg2+
KH
: Kesadahan Karbonat = Ca(HCO3)2, Mg(HCO3)2
NH
: Kesadahan non-Karbonat = CaSO4, MgSO4, CaCl2, MgCl2, dsb.
Satuan yang dipakai untuk menyatakan kesadahan, adalah sebagai berikut : - milival (mval)
= miligram equivalent perliter
- mg/l
= ppm sebagai CaCO3
- od
= Derajat kesadahan Jerman = 5,6 mg CaO/liter
Hubungan antara satuan-satuan tersebut adalah sebagai berikut : 1 mval = 50 mg/l sebagai CaCO3 = 2,8 °d Kerugian yang dapat timbul akibat adanya kesadahan dalam air industri diantaranya adalah pembentukan kerak dalam ketel dan sistem pendingin, selain itu pemakaian sabun akan meningkat bila kesadahan terdapat dalam air pencuci.
3.2.2 Alkalinitas (Alkalinity) Alkalinitas air disebabkan oleh adanya senyawa alkalis dalam air. Alkalinitas Bab 3 – Zat Pengotor (Impurities) dalam Air
3-5
Pengolahan dan Penyediaan Air
didefinisikan sebagai ukuran dari kapasitas air untuk menetralkan asam. Alkalinitas dalam air ada tiga jenis yaitu: alkalinitas hidroksida (OH-alkalinity), alkalinitas karbonat (CO3-alkalinity) dan alkalinitas bikarbonat (HCO3-alkalinity). Penentuan alkalinitas dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan HCI. Penetralan yang dilakukan dengan indikator phenolphthalein, menghasilkan alkalinitas-P, sedangkan bila digunakan indikator metil jingga akan dihasilkan alkalinitas-M. Reaksi yang terjadi pada alkalinitas P dan M adalah sebagai berikut : Alkalinitas-P, pH = 8,3 OH- + H+ <==> H2O
(3.3)
CO3 + H+ <==> HCO3
(3.4)
Alkalinitas-M, pH = 4, 5 HCO3- + H+ <==> H2CO3
(3.5)
Ketiga jenis senyawa yang menyebabkan alkalinitas tersebut tidak dapat hadir bersama-sama dalam air. sehingga hanya ada lima kemungkinan terdapatnya senyawa penyebab alkalinitas, yaitu : 1. Hanya senyawa hidroksida (OH) 2. Hanya senyawa karbonat (CO32-) 3. Hanya senyawa bikarbonat (HCO3- ) 4. CO32- dan HCO35. OH- dan CO32Kemungkinan-kemungkinan di atas dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel tersebut juga memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara alkalinitas dengan kesadahan. Menaikkan alkalinitas berarti menaikkan kesadahan karbonat dan mengurangi kesadahan non-karbonat. Air baku pada umumnya hanya mengandung alkalinitas-M saja (hanya mengandung HCO3 saja) dengan pH sekitar 7. Alkalinitas yang cukup tinggi diperlukan pada air umpan ketel untuk mencegah korosi, akan tetapi kadar OH yang terlalu tinggi dapat menimbulkan "kerapuhan kaustik" (Caustic Embrittlement). Tabel 3.2 Alkalinitas dan hubungannya dengan kesadahan M-alk & P-alk P = nil 2P < M 2P = M 2P > M P=M
OH-alk nil nil nil 2P-M M
CO3- alk nil 2P 2P 2 (M-P) nil
Bab 3 – Zat Pengotor (Impurities) dalam Air
HCO3-alk M M-2P nil nil nil
Total-alk M M M M M 3-6
Pengolahan dan Penyediaan Air
Hubungan alkalinitas dengan kesadahan : Jika TH > M TH = M TH < M
Kesadahan non karbonat TH -M nil nil
M-alk
= alkalinitas metil orange
P-alk
= alkalinitas phenolphthalein
OH-alk
= alkalinitas hidroksida
CO3-alk
= alkalinitas karbonat
Kesadahan karbonat M TH TH
Kesadahan semu nil Nil M – TH
HCO3-alk = alkalinitas bikarbonat Total-alk
= alkalinitas total = M
Kesadahan non-karbonat = S = M - TH Kesadahan semu (pseudo hardness) = TH - M
3.3 Gas Terlarut Berbagai gas dapat larut dalam air, antara lain : CO2, O2, N2, NH3, NO2 dan H2S. Gas-gas yang terlarut tersebut pada umumnya tidak menimbulkan korosi kecuali CO2, O2 dan NH3. Karbon dioksida sesungguhnya adalah suatu asam jika bergabung dengan air, dan dengan demikian dapat menyerang logam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CO2+ H2O <==> H2CO3 <== > H+ + HCO3
(3.6)
Oksigen terlarut dalam air merupakan penyebab utama terjadinya korosi pada ketel dan sistem pendingin. Penghilangan oksigen dari air umpan ketel dapat dilakukan dengan cara deaerasi secara fisik dan kimia.
Bab 3 – Zat Pengotor (Impurities) dalam Air
3-7
BAB 4 PENGOLAHAN AIR 4.1 Pengolahan Eksternal Proses pengolahan secara eksternal untuk memperbaiki kualitas air terdiri atas berbagai jenis, dan penerapan proses-proses tersebut disesuaikan dengan tujuan penggunaan air yang dikehendaki. Gambar 4.1 menunjukkan sebagian besar jenis proses pengolahan air secara eksternal. Proses-proses tersebut digunakan untuk mengolah impurities tertentu dan pengolahan air secara eksternal ini dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : A. Proses pendahuluan (pretreatment) Proses ini umumnya digunakan untuk memperoleh kualifikasi air pendingin atau sebagai proses awal untuk penyediaan air dengan kualitas yang lebih tinggi. B. Proses filtrasi Proses ini khusus untuk menghilangkan zat padat tersuspensi C. Proses penurunan/penghilangan padatan terlarut Proses ini bertujuan menghilangkan padatan terlarut (dissolved solid) tanpa menggunakan metoda pengendapan secara kimiawi (chemical precipitation), misalnya: proses pertukaran ion (ion exchange).
Bab 4 – Pengolahan Air
4-1
Pengolahan dan Penyediaan Air
Raw water supply Cooling Fire Protection General Utility
Rough Screens
Aeration
Sedimentasi
Lime Softening (cold)
Clarification
Lime Softening (hot)
Group A Process
Cooling Fire Protection Paper Filtration Mangeneee Zeolite
Adsorption
Group B Process
Group C Process (to end)
Clear Water, Paper, Cooling, Rinsing, Potable, Beverage Sodium Cation
Hydrogen Cation Weak and/or strong
Elektrodyalisis
Dealkalizer
Degasification
Reverse Osmosis
Low and Medium Boilers Laudries car washes, rinses Low and Medium Pressure Boilers
Almost Exclusive for low and medium pressure boilers Desilicizer Medium Pressure Boilers
Demineralization Processes
Anion Weak and/or strong Pure Water Low in solids Boilers Process Mixed bed
Distilation
Rinsing Misc Process Further Treatment by Ion Exchange
Ultrapure water once through boiler 1500 psig plus rinsing Ultra Filtration Ultimate water electronics Pharmaceautical
Gambar 4.1 Proses-proses air secara eksternal
Bab 4 – Pengolahan Air
4-2
Pengolahan dan Penyediaan Air
4.1.1 Proses Pendahuluan Proses-proses pendahuluan yang akan dibahas antara lain : sedimentasi, aerasi, dan klarifikasi.
4.1.1.1 Sedimentasi Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan memisahkan/mengendapkan zat-zat padat atau suspensi non-koloidal dalam air. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel-partikel mengendap, maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang lebih cepat adalah dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu sehingga padatannya terpisah dari aliran air dan jatuh ke dalam bak pengendap tersebut. Kecepatan pengendapan partikel-partikel yang terdapat di dalam air bergantung kepada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap. Hubungan ukuran partikel dengan waktu pengendapan ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Waktu pengendapan untuk berbagai ukuran/diameter partikel Diameter partikel (mm) 10 1 0,1 0,01 0,001 0,0001 0,00001
Nama Partikel kerikil pasir kasar pasir halus lumpur bakteri partikel tanah liat partikel koloid
Waktu pengendapan pada ketinggian 1 ft 0,3 detik 3 detik 38 detik 33 menit 35 jam 230 hari 63 tahun
Alat sedimentasi terdiri atas dua jenis, yaitu jenis bak pengendap segi empat (rectangular) seperti terlihat pada Gambar 4.2, dan jenis lingkaran (circular) seperti terlihat pada Gambar 4.3. Jenis segi empat biasanya digunakan untuk laju alir air yang besar, karena pengendaliannya dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan keuntungan alat sedimentasi jenis lingkaran yaitu memiliki mekanisme pemisahan lumpur yang sederhana. Proses sedimentasi biasanya dilakukan sebelum proses klarifikasi.
Bab 4 – Pengolahan Air
4-3
Pengolahan dan Penyediaan Air
Inlet flume
effluent flume
tube modules
clarified effluent
sludge collector
to sludge disposal
Gambar 4.2 Bak pengendapan jenis segi empat (rectangular) peripheral effluent flume tube modules sludge colle ct
clarified effluent
or
basin inlet
Gambar 4.3 Bak pengendapan jenis lingkaran (circular)
4.1.1.2 Klarifikasi Proses klarifikasi bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi, baik yang kasar, halus atau bersifat koloid. Proses ini mencakup koagulasi, flokulasi dan sedimentasi yang masing-masing merupakan langkah-langkah tersendiri dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi untuk memperoleh hasil yang dikehendaki. Apabila ada kondisi yang merugikan salah satu dari ketiga langkah tersebut, maka hasil yang diperoleh akan kurang memuaskan. Langkah-langkah proses klarifikasi tersebut adalah sebagai berikut : (i) Koagulasi Koagulasi adalah proses penetralan partikel-partikel yang ada dalam air sehingga sesamanya tidak saling tolak menolak dan dapat diendapkan bersamasama. Bahan kimia pengendap dimasukkan ke dalam air dan diaduk dengan cepat. Hasil reaksi kimia yang terjadi disebut flok (floc) yaitu partikel bukan koloid yang sangat halus. (ii) Flokulasi Flokulasi merupakan kelanjutan proses koagulasi, partikel-partikel halus hasil koagulasi membentuk suatu gumpalan yang besar sehingga lebih mudah
Bab 4 – Pengolahan Air
4-4
Pengolahan dan Penyediaan Air
mengendap. Proses flokulasi dibantu dengan cara pengadukan yang lambat. Proses klarifikasi dilakukan dengan cara penambahan bahan kimia tertentu, misalnya : alum (aluminium sulfat), natrium aluminat, ferri sulfat, ferri klorida, dan sebagainya. Proses pengendapan dipercepat dengan penambahan coagulant aid seperti: separan, clays, coagulant aid 2350, dsb. Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada proses klarifikasi adalah sebagai berikut : Al2(SO4)3 + 3 Ca(HCO3)2
<==> 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2
(4.1)
6 FeSO4.7H2O + 3 C12
<==> 2 Fe(SO4)3 + FeCl3 + H2O
(4.2)
Al2(SO4)3 + 3 NaCO3 + 3 H2O <==> 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 3 CO2
(4.3)
Al2(SO4)3 + 6 NaOH
<==> 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4
(4.4)
Al2(SO4)3 + 3 Ca(OH)2
<==> 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4
(4.5)
Fe2(SO4)3 + 3 Ca(HCO3)2
<==> 2 Fe(OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2
(4.6)
Fe2(SO4)3 + 3 Ca(OH)2
<==> 2 Fe(OH)3 + 3 CaSO4
(4.7)
FeSO4 + Ca(OH)2
<==> Fe(OH)2 + CaSO4
(4.8)
4 Fe(OH)2 + O2 + 2 H2O
<==> 4 Fe(OH)3
(4.9)
2 FeCl3 + 3 Ca(HCO3)2
<==> 2 Fe(OH)3 + 3 CaCl2 + 6 CO2
(4.10)
2 FeCl3 + 3 Ca(OH)2
<==> 2 Fe(OH)3 + 3CaCl2
(4.11)
MgCO3 + CaCl2
<==> CaCO3 + MgCl2
(4.12)
Mg(HCO3)2 + 3 Ca(OH)2
<==> Mg(OH)2 + 2 CaCO3 + 2 H2O
(4.13)
Air yang telah menjalani proses koagulasi dan flokulasi masuk ke tahap sedimentasi yang merupakan tahap akhir dari proses klarifikasi. Air yang bersih dapat dipisahkan setelah flok mengendap. Efisiensi proses ini tidak dapat mencapai l00% sehingga air yang dihasilkan masih mengandung zat-zat yang tersuspensi dalam bentuk carry over flocs. Desain alat klarifikasi yang paling tua ditunjukkan pada Gambar 4.4. Langkahlangkah proses klarifikasi pada alat tersebut dilakukan pada ruangan-ruangan yang terpisah. Langkah-langkah proses pada alat klarifikasi yang lebih modern dikombinasikan dalam satu alat. Contoh alat tersebut adalah alat jenis solids contact seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Bab 4 – Pengolahan Air
4-5
Pengolahan dan Penyediaan Air
Gambar 4.4 Klarifikasi air dengan flash mixing, flokulasi, dan pengendapan
Gambar 4.5 Alat klarifikasi dengan pengadukan dan koagulasi dalam alat yang sama
4.1.1.3 Aerasi Aerasi adalah proses mekanis pencampuran air dengan udara. Tujuan aerasi adalah sebagai berikut : 1. Membantu dalam pemisahan logam-logam yang tak diinginkan seperti besi (Fe) dan mangan (Mn). Besi lebih sering ditemukan daripada mangan. Besi yang terdapat dalam air biasanya berbentuk ferobikarbonat atau ferosulfat. Oksigen yang dikontakkan dengan air akan merubah senyawa-senyawa tersebut menjadi ferioksida yang tidak larut dalam air sehingga dapat dipisahkan dengan menggunakan filter.
Bab 4 – Pengolahan Air
4-6
Pengolahan dan Penyediaan Air
2. Menghilangkan gas-gas yang terlarut dalam air terutama yang bersifat korosif. Contoh gas seperti ini adalah CO2 yang dapat menurunkan pH air sehingga membantu proses korosi pada logam. Proses penghilangan gas akan makin baik dengan : - kenaikan temperatur - lamanya waktu kontak - makin luasnya permukaan kontak antara air dengan udara - banyaknya volume gas yang kontak dengan air 3. Menghilangkan bau, rasa dan warna yang disebabkan oleh mikroorganisma. Penurunan kualitas air tersebut disebabkan oleh bahan organik yang mengalami dekomposisi, sisa-sisa atau bahan-bahan hasil metabolisme mikroba. Aerasi dilakukan dalam alat yang disebut aerator. Aerator jenis forced draft fan diperlihatkan pada Gambar 4.6. Gambar 4.7 dan 4.8 memperlihatkan aerator jenis coketray aerator dan pressure aerator yang berfungsi untuk mengoksidasi besi terlarut menjadi besi yang tak larut dengan diikuti pemisahan melalui filter.
Gambar 4.6. Forced draft aerator
Gambar 4.7 Coke-tray aerator
Bab 4 – Pengolahan Air
4-7
Pengolahan dan Penyediaan Air
Gambar 4.8 Pressure aerator
4.1.2 Filtrasi Proses filtrasi bertujuan untuk menahan zat-zat tersuspensi (suspended matter) dalam suatu fluida dengan cara melewatkan fluida tersebut melalui suatu lapisan yang berpori-pori, misalnya : pasir, anthracite, karbon dan sebagainya. Fluida dapat berupa cairan (zat-zat tersuspensi dalam cairan/slurry) atau gas. Zat-zat tersuspensi dapat berukuran sangat halus atau kasar, kaku atau kenyal, berbentuk bulat atau sangat tidak beraturan. Produk yang diinginkan dapat berupa filtrat atau padatan (cake). Pada kondisi tertentu, filtrasi dapat digunakan untuk proses penjernihan air dengan cara penyaringan langsung terhadap air baku. Media penyaring (filter) dapat dioperasikan dengan baik untuk jangka waktu tertentu, jika pressure drop meningkat sampai batas yang diizinkan, maka harus dilakukan pembersihan filter dengan cara cuci balik (backwashing). Cuci-balik dilakukan dengan cara mengalirkan air secara berlawanan arah dengan arah aliran pada saat operasi selama 5 - 10 menit, setelah itu dilakukan pembilasan. Filter dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan siklus operasinya batch atau kontinu, produk yang diinginkan filtrat atau cake atau gaya pendorongnya (driving force). Jenis filter yang dikenal berdasarkan gaya pendorong yang digunakan antara lain jenis gravity filter (Gambar 4.9) dan pressure filter (Gambar 4.10) Pressure filter cukup banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain : a. sedikit memerlukan tempat b. pemasangannya mudah, murah dan cepat Bab 4 – Pengolahan Air
4-8
Pengolahan dan Penyediaan Air
c. unit-unit lain mudah ditambah jika diperlukan d. mengurangi biaya pemompaan air untuk proses selanjutnya Pressure filter juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain : a. keadaan media penyaring sukar dilihat b. keadaan backwashing tidak dapat dilihat langsung c. kehilangan media penyaring tidak dapat dilihat langsung Contoh jenis filter yang lain adalah up flow filter (Gambar 4.11). Penamaan filter ini didasarkan pada arah alirannya yaitu dari bawah ke atas. Ukuran media penyaring ditentukan dari Uniformity-Coefficient (koefisien keseragaman). Semakin kecil harga koefisien ini, semakin seragam ukuran media penyaring tersebut.
How filter operates 1. Open valve A (This allows influent to flow to filter). 2. Open valve B (This allows water to flow through filter). 3. During filter operation all other valves are closed. How filter is backwashed 1. Close valve A. 2. Close valve B when water in filter drops down to top of overflow. 3. Open valves C and D (This allows water from wash-water tank to flow up through the filtering medium, loosening up the sand and washing the accumulated solids from the surface of the sand, out of the filter. Filter backwash water is returned to head end of treatment plant. How to filter to waste (if used) 1. Open valves A and E. All other valves closed. Effluent is sometimes filtered to waste for a few minutes after filter has been washed to condition the filter before it is put into service.
Gambar 4.9 Conventional Gravity Filter Bab 4 – Pengolahan Air
4-9
Pengolahan dan Penyediaan Air
Uniformity coefficient (u)
=
d Uniformity = 60 Effective size d10
dengan : Uniformity
= d60 = ukuran ayakan yang meloloskan 60% wt sampel yang dianalisa.
Effective size = d10 = ukuran ayakan yang meloloskan 10% wt sampel yang dianalisa.
Gambar 4.10 Pressure filter
Gambar 4.11 Up flow filter
Bab 4 – Pengolahan Air
4-10
Pengolahan dan Penyediaan Air
4.1.3 Pertukaran Ion Pertukaran ion secara luas digunakan untuk pengolahan air dan limbah cair, terutama digunakan pada proses penghilangan kesadahan dan dalam proses demineralisasi air.
4.1.3.1 Prinsip-prinsip Pertukaran Ion Pertukaran ion adalah sebuah proses fisika-kimia. Pada proses tersebut senyawa yang tidak larut, dalam hal ini resin, menerima ion positif atau negatif tertentu dari larutan dan melepaskan ion lain ke dalam larutan tersebut dalam jumlah ekivalen yang sama. Jika ion yang dipertukarkan berupa kation, maka resin tersebut dinamakan resin penukar kation, dan jika ion yang dipertukarkan berupa anion, maka resin tersebut dinamakan resin penukar anion. Contoh reaksi pertukaran kation dan reaksi pertukaran anion disajikan pada reaksi (4.15) dan (4.16) di bawah ini : Reaksi pertukaran kation : 2NaR (s) + CaCl2 (aq)
Æ CaR(s) + 2 NaCl(aq)
(4.15)
Æ R2SO4(s) + 2 NaCl
(4. 16)
Reaksi pertukaran anion : 2RCl (s) + Na2SO4
Reaksi (4.15) menyatakan bahwa larutan yang mengandung CaCl2 diolah dengan resin penukar kation NaR, dengan R menyatakan resin. Resin mempertukarkan ion Na+ larutan dan melepaskan ion Na+ yang dimilikinya ke dalam larutan. Secara ilustratif hal ini diberikan pada Gambar 4.11. Proses penukaran kation yang diikuti dengan penukaran anion untuk mendapatkan air demin (demineralized water) diberikan pada Gambar 4.12. Tahap terjadinya reaksi pertukaran ion disebut tahap layanan (service). Jika resin tersebut telah mempertukarkan semua ion Na+ yang dimilikinya, maka reaksi pertukaran ion akan terhenti. Pada saat itu resin dikatakan telah mencapai titik habis (exhausted), sehingga harus diregenerasi dengan larutan yang mengandung ion Na+ seperti NaCl. Tahap regenerasi merupakan kebalikan dari tahap layanan. Reaksi yang terjadi pada tahap regenerasi merupakan kebalikan reaksi (4.15). Resin penukar kation yang mempertukarkan ion Na+ tahap tersebut di atas dinamakan resin penukar kation dengan siklus Na. Resin penukar kation dengan siklus H akan mempertukarkan ion H+ pada tahap layanan dan regenerasi.
Bab 4 – Pengolahan Air
4-11
Pengolahan dan Penyediaan Air
Mg
Ca
D
D
Mg
Ca
Ca
H
Na Na Na Na
Na Na
H
H H
H
Na
H H
H H
H H
H
Na
H
H
Na
Na
Ca
Na
OH OH
Na
Na
H
Na
Na
Ca
H H
Na
Na
H
H
H
H
Na
D
D
D
Mg
OH
OH
OH
OH OH Ca
Mg
Mg
Ca
OH
Mg
OH
Ca Na Na Na
Na
H OH H OH
Na Na Na
H OH H
Na Na Na
Gambar 4.12 Proses penukaran ion Ca dengan Na (Pelunakan)
OH H OH
Gambar 4.13. Proses Demineralisasi
4.1.3.2 Jenis-jenis Resin Penukar Ion Berdasarkan jenis gugus fungsi yang digunakan, resin penukar ion dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : 1. resin penukar kation asam kuat 2. resin penukar kation asam lemah 3. resin penukar anion basa kuat, dan 4. resin penukar anion basa lemah Resin penukar kation mengandung gugus fungsi seperti sulfonat (R-SO3H), phosphonat (R-PO3H2), phenolat (R-OH), atau karboksilat (R-COOH), dengan R menyatakan resin. Gugus fungsi pada resin penukar ion asam kuat adalah asam kuat Bab 4 – Pengolahan Air
4-12
Pengolahan dan Penyediaan Air
seperti sulfonat, phosphonat, atau phenolat, dan gugus fungsi pada resin penukar asam lemah adalah karboksilat. Gugus fungsi pada resin penukar anion adalah senyawa amina (primer/R-NH2, sekunder/R-N2H, tersier/R-R'2N) dan gugus ammonium kuartener (R-NR'3/tipe I, R-R'3N+OH/tipe II), dengan R' menyatakan radikal organik seperti CH3. Resin anion yang mempunyai gugus fungsi ammonium kuartener disebut resin penukar anion basa kuat dan resin penukar anion basa lemah mempunyai gugus fungsi selain ammonium kuartener.
4.1.3.2.1 Resin Penukar Kation Asam Kuat Resin penukar kation asam kuat yang beroperasi dengan siklus H, regenerasi dilakukan menggunakan asam HCl atau H2SO4. Reaksi pada tahap layanan adalah sebagai berikut : Ca Mg 2Na Fe
SO4 Ca Cl Mg +2HR(s) ↔ 2R + 2HCO3 2Na 2NO3 (aq) Fe (s)
H2SO4 2HCl (4.17) 2H2CO3 2HNO3 (aq)
Konsentrasi asam keseluruhan yang dihasilkan oleh reaksi (4.17) disebut Free Mineral Acid (FMA). Jika nilai FMA turun, berarti kemampuan resin mendekati titik-habis dan regenerasi harus dilakukan. Reaksi pada tahap regenerasi adalah sebagai berikut : Ca Mg 2R + 2HCl(aq) ↔ 2HR(s) 2Na Fe (s)
+
CaCl2 MgCl2 2NaCl 2FeCl2 (aq)
(4.18)
4.1.3.2.2 Resin Penukar Kation Asam Lemah Gugus fungsi pada resin penukar kation asam lemah adalah karboksilat (RCOOH). Jenis resin ini tidak dapat memisahkan garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat, tetapi dapat menghilangkan kation yang berasal dari garam bikarbonat untuk membentuk asam karbonat, atau dengan kata lain resin ini hanya dapat menghasilkan asam yang lebih lemah dari gugus fungsinya. Reaksi-reaksi yang terjadi pada tahap layanan untuk resin penukar kation asam lemah dengan siklus H, dinyatakan oleh reaksi-reaksi berikut ini :
Bab 4 – Pengolahan Air
4-13
Pengolahan dan Penyediaan Air
Ca Ca Mg Mg + 2H2CO3(aq) 2HCO3 + 2 HR(s)↔ 2R 2Na 2Na Fe (s) Fe (aq)
(4.19)
Larutan regenerasi dan reaksi yang terjadi pada tahap regenerasi identik dengan resin penukar kation asam kuat.
4.1.3.2.3 Resin Penukar Anion Basa Kuat Resin penukar kation asam kuat siklus hidrogen akan mengubah garam-garam terlarut menjadi asam (reaksi 4.18), dan resin penukar anion basa kuat akan menghilangkan asam-asam tersebut, termasuk asam silikat dan asam karbonat. Reaksireaksi yang terjadi pada tahap layanan dan regenerasi adalah sebagai berikut : Operasi layanan : H2SO4 SO4 + 2ROH(s) ↔ 2R 2Cl + 2H2O 2HCl 2NO3 (aq) 2NO3 (s)
(4.20)
H2CO3 HCO3 + ROH(s) ↔ R + H2 O H2SiO3 (aq) HSiO3 (s)
(4.21)
Regenerasi : SO4 Na2SO4 + 2NaOH(aq) ↔ 2ROH(s) + 2NaCl 2R 2Cl 2NO3 (aq) 2NaNO3 (s)
R
HCO3 NaHCO3 + NaOH(aq) ↔ ROH(s) + NaHSiO3 (aq) HSiO3 (s)
(4.22)
(4.23)
4.1.3.2.4 Resin Penukar Anion Basa Lemah Resin penukar anion basa lemah hanya dapat memisahkan asam kuat seperti HCl dan H2SO4 , tetapi tidak dapat menghilangkan asam lemah seperti asam silikat dan asam karbonat, oleh sebab itu resin penukar anion basa lemah acap kali disebut sebagai acid adsorbers. Reaksi-reaksi yang terjadi pada tahap layanan adalah sebagai berikut : H2SO4 Bab 4 – Pengolahan Air
+ 2RNH2(s) ↔ 2RNH2 SO4
(4.24) 4-14
Pengolahan dan Penyediaan Air
2HCl 2NO3 (aq)
2Cl 2NO3 (s)
Resin penukar anion basa lemah dapat diregenerasi dengan NaOH, NH4OH atau N2CO3 seperti ditunjukkan oleh reaksi di bawah ini : 3RNH2
SO4 H2SO4 2Cl + NaOH ↔ 2RNH2 2HCl 2NO3 2 HNO3
(4.25)
4.1.3.3 Operasi Sistem Pertukaran Ion Operasi sistem pertukaran ion dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu : 1. tahap layanan (service) 2. tahap pencucian balik (backwash) 3. tahap regenerasi, dan 4. tahap pembilasan Tahapan-tahapan tersebut dapat pula dilihat pada Gambar 4.14
acid
1. In service
2. Backwash
3. Cation regeneration
caustic
4. Anion regeneration
7. Air mix
5. Rinse
6. Drain
8. Refill
9. Rinse
Gambar 4.14 Tahapan-tahapan operasi dalam sistem pertukaran ion
Bab 4 – Pengolahan Air
4-15
Pengolahan dan Penyediaan Air
4.1.3.3.1 Tahap Layanan Tahap layanan adalah tahap dimana terjadi reaksi pertukaran ion, seperti ditunjukkan oleh reaksi-reaksi (4.17), (4.19), (4.20), (4.21) dan (4.24) di atas. Watak tahap layanan ditentukan oleh konsentrasi ion yang dihilangkan terhadap waktu, atau volume air produk yang dihasilkan. Hal yang penting pada tahap layanan adalah kapasitas (teoritik dan operasi) dan beban pertukaran ion (ion exchange load). Kapasitas pertukaran teoritik didefinisikan sebagai jumlah ion secara teoritik yang dapat dipertukarkan oleh resin per satuan massa atau volume resin. Kapasitas pertukaran ion teoritik ditentukan oleh jumlah gugus fungsi yang dapat diikat oleh matriks resin. Kapasitas operasi adalah kapasitas resin aktual yang digunakan untuk reaksi pertukaran pada kondisi tertentu. Beban pertukaran ion adalah berat ion yang dihilangkan selama tahap layanan dan diperoleh dari hasil kali antara volume air yang diolah selama tahap layanan dengan konsentrasi ion yang dihilangkan. Tahap layanan ini dilakukan dengan cara mengalirkan air umpan dari atas (down flow).
4.1.3.3.2 Tahap Pencucian Balik Tahap pencucian balik dilakukan jika kemampuan resin telah mencapai titik habis. Sebagai pencuci digunakan air produk. Pencucian balik mempunyai sasaran sebagai berikut : 1. pemecahan resin yang tergumpal 2. penghilangan partikel halus yang terperangkap dalam ruang antar resin 3. penghilangan kantong-kantong gas dalam unggun, dan 4. pembentukan ulang lapisan resin Pencucian balik dilakukan dengan pengaliran air dari bawah ke atas (up flow). Pada tahap ini terjadi pengembangan unggun antara 50 hingga 70%.
4.1.3.3.3 Tahap Regenerasi Tahap regenerasi adalah operasi penggantian ion yang terserap dengan ion awal yang semula berada dalam matriks resin dan pengembalian kapasitas ke tingkat awal atau ke tingkat yang diinginkan. Larutan regenerasi harus dapat menghasilkan titik puncak (mengembalikan waktu regenerasi dan jumlah larutan yang digunakan). Jika sistem dapat dikembalikan Bab 4 – Pengolahan Air
4-16
Pengolahan dan Penyediaan Air
ke kemampuan pertukaran awal, maka ekivalen ion yang digantikan harus sama dengan ion yang dihilangkan selama tahap layanan. Jadi secara teoritik, jumlah larutan regenerasi (dalam ekivalen) harus sama dengan jumlah ion (dalam ekivalen) yang dihilangkan (kebutuhan larutan regenerasi teoritik). Operasi regenerasi agar resin mempunyai kapasitas seperti semula sangat mahal, oleh sebab itu maka regenerasi hanya dilakukan untuk menghasilkan sebagian dari kemampuan pertukaran awal. Upaya tersebut berarti bahwa regenerasi ditentukan oleh tingkat regenerasi (regeneration level) yang diinginkan. Tingkat regenerasi dinyatakan sebagai jumlah larutan regenerasi yang digunakan per volume resin. Perbandingan kapasitas operasi yang dihasilkan pada tingkat regenerasi tertentu dengan kapasitas pertukaran yang secara teoritik yang dapat dihasilkan pada tingkat regenerasi itu disebut efisiensi regenerasi. Efisiensi regenerasi resin penukar kation asam kuat yang diregenerasi dengan H2 anion basa kuat yang diregenerasi dengan NaOH antara 20-50%, oleh sebab itu pemakaian larutan regenerasi 2-5 kali lebih besar dari kebutuhan teoritik. Pada resin penukar kation asam lemah dan resin penukar anion basa lemah efisiensi dapat mendekati harga 100%, atau dengan kata lain kebutuhan larutan regenerasi untuk resin penukar golongan lemah lebih sedikit. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan dua alasan. Pertama, kekariban resin golongan lemah dengan ion H dan ion OH lebih besar dibandingkan dengan resin golongan kuat. Kedua, nilai koefisien selektivitas untuk regenerasi adalah kebalikan dari koefisien selektivitas untuk pertukaran awal. Besaran untuk menyatakan tingkat efisiensi penggunaan larutan regenerasi adalah nisbah regenerasi (regeneration ratio) yang didefinisikan sebagai berat larutan regenerasi dinyatakan dalam ekivalen atau gram CaCO3 dibagi dengan beban pertukaran ion yang dinyatakan dalam satuan yang sama. Semakin rendah nisbah regenerasi, semakin efisien penggunaan larutan regenerasi. Harga nisbah regenerasi merupakan kebalikan harga efisiensi regenerasi. Operasi regenerasi dilakukan dengan mengalirkan larutan regenerasi dari atas.
4.1.3.3.4 Tahap Pembilasan Tahap pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa larutan regenerasi yang terperangkap oleh resin. Pembilasan dilakukan menggunakan air produk dengan aliran down flow dan dilaksanakan dalam dua tingkat, yaitu :
Bab 4 – Pengolahan Air
4-17
Pengolahan dan Penyediaan Air
1. tingkat laju alir rendah untuk menghilangkan larutan regenerasi, dan 2. tingkat laju alir tinggi untuk menghilangkan sisa ion. Limbah pembilasan tingkat laju alir rendah digabungkan dengan larutan garam dan dibuang, sedangkan limbah pembilasan tingkat laju alir tinggi disimpan dan digunakan sebagai pelarut senyawa untuk regenerasi.
4.1.3.3.5 Penghilangan Gas (Deaerator) Penghilangan gas dilakukan sebelum air keluaran kolom kation diolah di kolom resin penukar anion dimaksudkan untuk mengurangi beban pertukaran pada kolom penukar anion, yang berarti juga mengurangi penggunaan larutan regenerasi. Setelah tahap pertukaran kation di resin penukar kation siklus hidrogen, alkalinitas bikarbonat yang dikandung dalam air umpan akan dikonversi menjadi asam karbonat dan karbon dioksida, seperti disajikan pada reaksi (4.26) di bawah ini : CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : karena air keluaran resin penukar kation bersifat asam, maka reaksi kesetimbangan di atas akan bergeser ke kiri. Air yang diolah di kolom degasifier mengandung karbon dioksida yang ekivalen dengan alkalinitas bikarbonat ditambah dengan jumlah karbon dioksida yang larut dalam air tersebut. Cara kerja kolom degasifier mengikuti teori-teori yang berlaku untuk proses stripping (pelucutan). Kandungan CO2 dalam air dilucuti menggunakan udara yang dihembuskan oleh blower (Gambar 4.15) atau secara vakum (Gambar 4.16). Pemakaian kolom degasified dapat mengurangi kandungan karbon dioksida menjadi 5 mg/l.
Gambar 4.15 Penghilangan gas dengan menggunakan blower (Forced Draft Aerator)
Bab 4 – Pengolahan Air
4-18
Pengolahan dan Penyediaan Air
Gambar 4.16 Deaerator secara vakum
4.2 Pengolahan Internal Pengolahan air secara internal (internal water treatment) adalah proses penambahan/penginjeksian suatu atau beberapa bahan kimia (chemicals) ke dalam air yang akan digunakan untuk proses maupun pendukung proses. Pengolahan air secara internal merupakan proses yang esensial, terlepas dari kenyataan apakah air itu diolah atau sebelumnya. Oleh karena itu, pengolahan eksternal dalam beberapa hal tidak diperlukan, sehingga air dapat langsung diolah dengan cara pengolahan internal saja. Keuntungan pengolahan air secara internal adalah meniadakan kebutuhan peralatan pengolahan eksternal yang ekstensif . Hal ini merupakan keuntungan dalam segi ekonomi. Selain itu, kesederhanaan program pengolahan secara internal memungkinkan
penghematan
dalam
tenaga
kerja
untuk
pengumpanan
dan
pengendalian. Masalah-masalah umum yang membutuhkan pengolahan internal adalah : (1) Masalah korosi Untuk mencegah korosi dan scale digunakan bahan-bahan anorganik seperti kromat, seng, orthophospat maupun bahan organik seperti polimer sintetik, organic nitrogen compounds, dan organic phosphorous compounds. Kekurangan penggunaan poliphospat adalah jika poliphospat berubah menjadi orthophospat, yang dapat bereaksi dengan kalsium membentuk calsium phospat scale. Untuk mencegah ini pH sistem perlu dijaga sekitar 7,0 dan juga perlu ditambahkan polimer sintetik untuk menstabilkan calsium poliphospat.
Bab 4 – Pengolahan Air
4-19
Pengolahan dan Penyediaan Air
(2) Masalah pembentukan kerak Bahan-bahan kimia yang biasa digunakan untuk menghambat terjadinya deposit : a. Threshold inhibitor Bahan kimia jenis ini adalah poliphospat dan organophosphorous dan polimer seperti poliacrilatea dapat digunakan untuk mengurangi pengendapan yang ditimbulkan kalsium, besi dan mangan. b. dispersant Bahan kimia jenis ini adalah polielektrolit. Tujuan dari bahan kimia ini adalah untuk mencegah pengendapan dari dari padatan yang tersuspensi. c. Surfactants Bahan kimia yang digunakan untuk mencegah deposit padatan dengan cara ini adalah surface active agents. Bahan-bahan kimia jenis ini mengakibatkan padatanpadatan tersuspensi tetap bergerak dalam air sehingga mencegah deposit. Surface active agents yang biasa digunakan untuk mencegah terjadinya deposit akibat mikroorganisme adalah dengan penambahan biocides. Biocide ini dapat digunakan untuk membunuh koloni mikroba. Biocide yang sering digunakan adalah chlorine, yang efektif bekerja pada pH 7,0. Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah bromide, karena bromide tetap efektif pada pH tinggi. d. Pengubah susunan kristal Contoh dari bahan kimia jenis ini adalah tannin, lignin, dan polimer sintetik. Dengan penambahan bahan kimia jenis ini, deposit tetap terbentuk tapi dengan struktur yang lemah, sehingga mudah dihancurkan.
Bab 4 – Pengolahan Air
4-20
BAB 5 PENGOLAHAN AIR UMPAN KETEL Kebutuhan energi dan sistem pemanasan dalam industri umumnya dipenuhi dengan cara memanfaatkan steam yang dibangkitkan dalam suatu ketel (boiler). Air yang berasal dari sungai, danau, dan sumur, tidak dapat langsung digunakan untuk air umpan ketel. Air yang digunakan harus diolah terlebih dahulu, karena jika tidak, maka masa pakai ketel akan berkurang.
5.1 Persyaratan Air Umpan Ketel Penggunaan air umpan ketel yang tidak memenuhi persyaratan akan menimbulkan beberapa masalah, antara lain : i.
Pembentukan kerak
ii.
Terjadinya korosi
iii.
Pembentukan busa
Pembentukan Kerak Ketel Kerak pada ketel dapat terjadi karena pengendapan (precipitation) langsung dari zat pengotor pada permukaan perpindahan panas, atau karena pengendapan zat tersuspensi dalam air yang kemudian, melekat pada logam dan menjadi keras. Kerak dapat mengakibatkan terjadinya pemanasan-lanjut setempat (local overheating) dan logam ketel gagal berfungsi (failure). Macam-macam kerak yang dapat terbentuk akibat senyawa-senyawa impurities pada air umpan ketel ditunjukkan pada Tabel 5.1. Korosi pada Ketel Pengertian korosi secara sederhana adalah perubahan kembali logam menjadi bentuk bijihnya. Proses korosi sebenarnya merupakan proses elektrokimia yang rumit dan kompleks. Korosi dapat menimbulkan kerusakan yang luas pada permukaan logam. Penyebab utama timbulnya korosi, antara lain : i.
pH air yang rendah
ii.
Gas-gas yang terlarut dalam air seperti : O2, CO2, dan lain-lain
iii.
Garam-garam terlarut dan padatan tersuspensi
Kontak antara permukaan logam dan air menyebabkan terjadinya reaksi korosi sebagai berikut : Fe + 2 H2O ↔ Fe(OH)2 + H2 Bab 5 – Pengolahan Air Umpan Ketel
(5.1) 5-1
Pengolahan dan Penyediaan Air
Reaksi di atas pada suatu saat akan mencapai keadaan kesetimbangan dan korosi tidak akan berlanjut; akan tetapi adanya oksigen terlarut dan pH air yang rendah akan mengakibatkan terganggunya kesetimbangan dan reaksi bergeser ke sebelah kanan. Reaksi yang terjadi akibat adanya oksigen dan pH yang rendah adalah sebagai berikut : 4 Fe(OH)2 + O2 + 2 H2O ↔ Fe(OH)3
(5.2)
2 H 2 + O 2 ↔ 2 H 2O
(5.3)
Fe(OH)2 + 2 H+ ↔ Fe2+ + 2 H2O
(5.4)
Pergeseran arah reaksi korosi ke sebelah kanan menyebabkan berlanjutnya peristiwa korosi pada logam-ketel. Alkalinitas yang rendah dan adanya garam-garam dan padatan terlarut dalam air dapat membantu terjadinya korosi. Tabel 5.1 Macam-macam kerak pada ketel Senyawa Kalsium karbonat Kalsium sulfat Magnesium hidroksida Basic calcium phosphat Magnesium hydroxyphosphat Besi oksida Kalsium dan magnesium Silikat
Nama menurut mineralogi Calcite/aragonit Anhydrite Brucite Hydroxypatite ---Haematit, geothit Serpentin Analcite Acmite Xonottlite Pectolite
Rumus senyawa CaCO3 CaSO4 Mg(OH)2 3Ca3(PO4)2.Mg(OH)2 Mg3(PO4)2.Mg(OH)2 Fe2O3.FeOOH 3MgO.2SiO2.2H2O Na2O.Al2O3.4SiO2.2H2O Na2O.Fe2O3.4SiO2 CaO.5SiO2.H2O Na2O.4CaO.6SiO2.H2O
Pembentukan busa Pembentukan busa (foaming) adalah peristiwa pembentukan gelembunggelembung di atas permukaan air dalam drum boiler. Penyebab timbulnya busa adalah adanya kontaminasi oleh zat-zat organik atau zat-zat kimia yang ada dalam air ketel tidak terkontrol dengan baik. Busa dapat mempersempit ruang pelepasan uap-panas (steam-release space) dan dapat menyebabkan terbawanya air serta kotoran-kotoran bersama-sama uap air. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh hal ini adalah terjadinya endapan dan korosi pada logam-logam dalam sistem ketel. Untuk mengatasi permasalahan di atas perlu diterapkan persyaratan terhadap air umpan ketel. Persyaratan Bab 5 – Pengolahan Air Umpan Ketel
5-2
Pengolahan dan Penyediaan Air
tersebut bergantung kepada tekanan kerja ketel seperti terlihat di Tabel 5.2. Tabel 5.2 Persyaratan air ketel pada berbagai tekanan kerja Tekanan ketel (psig) 0-300 301-450 451-600 601-750 751-900 901-1000 1001-1500 1501-2000 di atas 2000
Padatan total (ppm) 3500 3000 2500 2000 1500 1250 1000 750 500
Alkalinitas (ppm) 700 600 500 400 300 250 200 150 100
Padatan tersuspensi 300 250 150 100 60 40 20 10 5
Silika* (ppm) 125 90 50 35 20 8 2.5 1.0 0.5
5.2 Pengolahan Air Umpan Ketel Secara Umum Sebelum digunakan sebagai umpan air yang berasal dari berbagai jenis sumber, diolah dengan menggunakan metoda yang telah diterangkan pada sub bab 4.1. Setelah mengalami pengolahan pendahuluan (pengolahan eksternal ), air umpan boiler harus mengalami pengolahan khusus. Pengolahan ini menggunakan berbagai macam zat kimia, yang diinjeksikan /ditambahkan ke air umpan boiler. Penambahan bahan kimia ini diharapkan dapat digunakan untuk mencegah berbagai akibat yang dapat merugikan performansi kerja dari ketel. Penambahan bahan-bahan kimia pada air umpan boiler merupakan proses yang esensial, terlepas dari kenyataan apakah air itu diolah atau tidak sebelumnya. Oleh karena itu, pengolahan eksternal dalam beberapa hal tidak diperlukan, sehingga air dapat langsung digunakan setelah penambahan beberapa bahan-bahan kimia saja. Contoh penambahan bahan-bahan kimia pada air umpan ketel tanpa harus mengalami pengolahan terlebih dahulu adalah : - apabila ketel beroperasi pada tekanan rendah atau sedang - apabila sejumlah besar kondensat digunakan kembali sebagai air umpan - atau bila air baku yang digunakan untuk air umpan ketel telah memiliki kualitas yang baik Proses pengolahan air dengan penambahan bahan-bahan kimia ini memiliki beberapa kesulitan. Kesulitan yang utama adalah adalah bila kesadahan air umpan Bab 5 – Pengolahan Air Umpan Ketel
5-3
Pengolahan dan Penyediaan Air
sangat tinggi sehingga banyak lumpur yang terbentuk. Hal ini dapat menaikkan jumlah blow down. Pengolahan air umpan ketel dengan penambahan bahan-bahan kimia yang dilakukan tanpa pengolahan pendahuluan (pengolahan eksternal) juga memperbesar kemungkinan pembentukan kerak pada sistem sebelum ketel dan pada saluran-saluran air umpan.
5.3 Pengolahan Air Umpan Ketel dengan Penambahan Bahan-bahan Kimia Tujuan penambahan bahan-bahan dalam proses pengolahan air umpan boiler adalah sebagai berikut : (1) Bereaksi dengan kesadahan dan kandungan silika air umpan dan mencegah pengendapannya pada permukaan logam ketel sebagai kerak. Ion-ion kalsium dapat diendapkan dalam bentuk kalsium hidroksi apatit (3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2) dan kalsium karbonat (CaCO3), dan ion-ion magnesium dan silika diendapkan dalam bentuk sarpentin (2MgSiO3.Mg(OH)2.H2O), magnesium silikat (MgSiO2) dan magnesium hidroksida (Mg(OH)2). Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : 3 Ca2+ + 2 PO43-
Æ Ca3(PO4)2
(5.5)
Ca2+ + HCO3- + OH
Æ CaCO3 + H2O
(5.6)
Æ Mg(OH)2
(5.7)
2+
Mg + 2 OH 2+
-
2SiO32-
2+
-
3-
3Mg + 2OH +
4Mg + 2OH + 2PO4
+ H2O Æ 2MgSiO3.Mg(OH)2.H2O Æ 2Mg3(PO4)2.Mg(OH)2
(5.8) (5.9)
pH yang cukup baik untuk proses ini adalah di atas 9,5. Kondisi ini memungkinkan pembentukan endapan yang dapat mengalir dengan mudah pada saat dilakukan blow down. Penggunaan bahan-bahan kimia khusus untuk mengendalikan pembentukan kerak (chelating agents) merupakan alternatif lain yang dapat dilakukan. Bahan-bahan kimia ini bersama ion-ion seperti kalsium dan magnesium dapat membentuk senyawa kompleks yang larut dalam air. Penggunaan chelating agents ini hanya sesuai untuk boiler bertekanan rendah dan air umpan ketel dengan kesadahan yang rendah (1-2 ppm). Contoh dari chelating agent adalah NTA (nitrilo triacetic acid) dan EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid). (2) Menjadikan zat-zat tersuspensi seperti lumpur, kesadahan dan besi oksida menjadi suatu massa yang tidak melekat pada logam ketel. Pengaturan sifat lumpur agar tidak melekat pada logam ketel dilakukan dengan penggunaan bermacam-macam Bab 5 – Pengolahan Air Umpan Ketel
5-4
Pengolahan dan Penyediaan Air
bahan organik yang masuk golongan tannin, lignin atau alginat. Bahan-bahan organik ini perlu dipilih dan diproses sedemikian rupa sehingga efektif dan stabil pada tekanan operasi ketel. Pengeluaran lumpur dari ketel dilakukan dengan cara blow down. (3) Menyediakan perlindungan anti busa untuk memungkinkan pemekatan padatan terlarut dan tersuspensi dalam air ketel sampai taraf tertentu tanpa terjadi carry over. Pembentukan carry-over dapat terjadi akibat disain ketel yang kurang baik, alat pemisah steam dan air yang tidak efektif atau akibat level air yang tinggi. Busa dapat terbentuk akibat adanya padatan yang terlarut atau tersuspensi dalam air, alkalinitas atau akibat masuknya material yang dapat merangsang pembentukan busa seperti kondensat steam yang terkontaminasi oleh minyak. Penggunaan senyawa-senyawa pencegah pembentukan busa (anti foam agents), dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini, akan tetapi cara yang lebih ekonomis adalah dengan melakukan pengolahan air yang baik, peningkatan blow down dari ketel dan menghilangkan senyawa yang dapat membantu pembentukan busa dari kondensat steam yang didaur ulang (recycle). (4) Menghilangkan oksigen dari air dan menyediakan alkalinitas yang cukup untuk mencegah korosi ketel. Sejumlah oksigen dapat terbawa dalam air umpan ketel meskipun sudah melewati tahap deaerasi. Kandungan oksigen ini harus dihilangkan untuk mencegah terjadinya korosi. Bahan kimia untuk menghilangkan oksigen (chemical oxygen scavenger) yang biasa digunakan adalah natrium sulfit dan hydrazine. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut : 2 Na2SO3 + O2
Æ
2 Na2SO4
(5.10)
N2 H4 + O 2
Æ
H2O + N2
(5.11)
Natrium sulfit digunakan pada proses ini karena alasan-alasan seperti : mempunyai kecepatan reaksi yang cepat pada temperatur rendah, mudah untuk diumpankan dan sisa yang tidak bereaksi dapat dianalisis dengan mudah. Hydrazine dapat digunakan untuk menghilangkan oksigen tanpa menambah jumlah kandungan padatan terlarut atau padatan tersuspensi. Hydrazine hanya dapat bereaksi dengan oksigen bebas pada suhu tinggi, dan boiler dengan tekanan di bawah 400 psig tidak dapat menggunakan senyawa ini. Hydrazine yang tidak bereaksi akan menambah kandungan ammonia dan nitrogen bebas di air boiler. Hydrazine baik digunakan jika pemakaian natrium sulfit menghasilkan impurities pada kukus yang dapat Bab 5 – Pengolahan Air Umpan Ketel
5-5
Pengolahan dan Penyediaan Air
merusak katalis dan pada tekanan tinggi natrium sulfit akan menambah padatan terlarut di air boiler. Oleh sebab itu hydrazine lebih banyak dipakai pada plant yang menggunakan boiler tekanan tinggi. Jumlah hydrazine yang ditambahkan sama dengan jumlah oksigen terlarut dan berlebih 100 % untuk menjaga agar kandungan minimum di air umpan tetap sebesar 0,05 - 0,1 ppm. Hydrazine adalah larutan beracun dan harus ditangani secara hati-hati. Selain tujuan-tujuan di atas, pengolahan internal juga harus mencegah korosi dan pembentukan kerak pada sistem air umpan serta memberikan perlindungan korosi dalam sistem kondensat-uap. Penambahan soda kaustik, soda abu atau campuran senyawa-senyawa fosfat dapat dilakukan untuk mengatasi alkalinitas air yang terlalu rendah.
5.4 Perlakuan terhadap Kondensat (Condensate Treatment) Perlakuan terhadap kondensat mencakup pengendalian korosi di sistem kondensat dan perbaikan mutu kondensat (condensate polishing). Sekalipun kondensat yang diumpankan kembali relatif murni, tetapi mungkin masih mengandung impurities dari hasil proses korosi, dan erosi, baik yang larut maupun yang tidak larut. Impurities tersebut dapat berupa mineral-mineral, kesadahan dan minyak. Condensate polishing dimaksudkan untuk meminimumkan jumlah impurities tersebut agar dapat mencegah pembentukan kerak pada ketel dan turbin, dan meminimumkan pengaruh korosif. Tahap perbaikan kondensat merupakan kombinasi dari tahap filtrasi dan pertukaran ion. Sistem pertama yang dipakai adalah sistem filtrasi dan pertukaran ion secara terpisah. Filtrasi digunakan untuk menyaring pengotor tersuspensi dan minyak. Tahap filtrasi saja sudah cukup memadai jika dipakai untuk menyaring impurities pada saat start-up dan operasi normal, tetapi jika terjadi kebocoran pada pipa kondensat sehingga padatan terlarut banyak memasuki kondensat, tahap filtrasi saja tidak cukup dan dibutuhkan sistem demineralisasi (mix-bed demineralizer) untuk operasi perbaikan. Alternatif lain yang dapat dipakai adalah penggunaan tahap filtrasi dan demineralisasi dalam satu alat.
Bab 5 – Pengolahan Air Umpan Ketel
5-6
BAB 6 PENGOLAHAN AIR PENDINGIN Air pendingin (cooling water) adalah air yang dilewatkan melalui alat penukar panas dengan maksud untuk menyerap dan memindahkan panasnya. Sistem yang dilalui oleh aliran air pendingin disebut sebagai sistem air pendingin (cooling water system). Sistem air pendingin dibagi dalam dua jenis, yaitu jenis resirkulasi dan jenis sekalilewat (once-through). Pada jenis resirkulasi, air pendingin yang telah digunakan, digunakan kembali untuk keperluan yang sama, sedangkan pada sistem sekali-lewat air yang telah digunakan langsung dibuang. Jenis resirkulasi dibagi lagi dalam dua jenis, yaitu resirkulasi terbuka dan resirkulasi tertutup. Pada sistem resirkulasi terbuka sebagian air yang telah digunakan diuapkan untuk mendinginkan bagian air sisanya. Pada sistem resirkulasi tertutup, pendinginan kembali tidak dengan cara memanfaatkan panas laten penguapan, melainkan dengan menggunakan suatu jenis alat penukar panas. Pada sub-bab berikut, akan dijelaskan mengenai persyaratan air pendingin serta metoda pengendalian terhadap masalah yang sering timbul pada sistem air pendingin. Metoda pengendalian tersebut meliputi sistem air pendingin resirkulasi terbuka, sistem air pendingin resirkulasi tertutup, dan sistem air pendingin sekali-lewat.
6.1 Persyaratan Air Pendingin Air pendingin adalah air yang dilewatkan melalui alat penukar panas (heat exchanger) dengan maksud untuk menyerap dan memindahkan panasnya. Masalah yang sering timbul dalam sistem air pendingin adalah : l. terjadinya korosi 2 pembentukan kerak dan deposit 3. terjadinya fouling akibat aktivitas mikroba Korosi pada Sistem Air Pendingin Kerugian yang ditimbulkan oleh korosi pada sistem air pendingin adalah penyumbatan dan kerusakan pada sistem perpipaan. Kontaminasi produk yang diinginkan karena adanya kebocoran-kebocoran, dan menurunnya efisiensi perpindahan panas. Mekanisme sederhana dan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya korosi telah dibahas pada sub bab 5.1.
Bab 6 – Pengolahan Air Pendingin
6-1
Pengolahan dan Penyediaan Air
Pembentukan Kerak dan Deposit pada Sistem Air Pendingin Gangguan yang ditimbulkan oleh terbentuknya kerak antara lain : penurunan efisiensi perpindahan panas, naiknya kehilangan tekanan karena naiknya tahanan dalam pipa serta penyumbatan pada pipa-pipa berukuran kecil. Fouling pada Sistem Air Pendingin Menara pendingin (cooling tower) merupakan bagian dari sistem air pendingin yang memberikan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisma. Algae dapat berkembang dengan baik pada bagian yang cukup mendapat sinar matahari, sedangkan "lendir" (slime) dapat berkembang pada hampir di seluruh bagian dari sistem air pendingin ini. Mikroorganisma yang tumbuh dan berkembang tersebut merupakan deposit (foul) yang dapat mengakibatkan korosi lokal, penyumbatan dan penurunan efisiensi perpindahan panas. Penggunaan air yang memenuhi persyaratan dapat mencegah timbulnya masalah-masalah dalam sistem air pendingin. Persyaratan bagi air yang dipergunakan sebagai air pendingin tidak seketat persyaratan untuk umpan ketel. Contoh persyaratan untuk air pendingin untuk sistem resirkulasi terbuka ditunjukkan pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1 Contoh persyaratan untuk air pendingin resirkulasi terbuka Parameter 1. Konduktivitas (mhos/cm) 2. Turbiditas (ppm) 3. Suspended Solid (ppm) 4. Total hardness (ppm as CaCO3) 5. Total iron (ppm as Fe) 6. Residual chlorine (ppm as Cl2) 7. Silicate (ppm as SiO2) 8. Total Chromate (ppm as CrO4) 9. pH
Nilai <1000 <10 <10 <100 <1,0 0,5-1,0 <150 1,5-2,5 6,5-7,5
6.2 Sistem Air Pendingin dengan Resirkulasi Terbuka Sistem resirkulasi terbuka dibahas lebih dulu karena sistem ini memiliki masalah yang jauh lebih rumit, sehingga masalah dalam sistem ini telah mencakup pula masalah dalam sistem-sistem yang lain.
Bab 6 – Pengolahan Air Pendingin
6-2
Pengolahan dan Penyediaan Air
6.2.1 Pengendalian Pembentukan Kerak Pembentukan kerak dipengaruhi oleh jumlah padatan terlarut yang ada di air. CaCO3 merupakan kerak yang sering ditemui pada sistem air pendingin dan terbentuk jika kadar Ca dan alkalinitas air terlalu tinggi. Pengendalian gangguan ini dimaksudkan untuk mencegah pembentukan kerak CaCO3 dengan menjaga agar kadar Ca dan alkalinitas dalam air sirkulasi cukup rendah, dan mencegah pengendapan kerak pada permukaan logam. Untuk maksud pertama dapat ditempuh dua cara, yaitu : (1) menurunkan siklus konsentrasi air yang bersirkulasi atau (2) menambah asam, misalnya H2SO4, agar pH air di bawah 7 Untuk maksud kedua dapat digunakan inhibitor kerak berupa chemicals seperti polifosfat, fosfonat, ester fosfonat dan poliacrylat. Kecenderungan pembentukan kerak dapat diperkirakan menggunakan Langelier Saturation Index (LSI) dan Ryznar Stability Index (RSI). Fokus utama penggunaan kedua index ini adalah untuk mengatur kondisi air pendingin agar tidak membentuk kerak dan tidak bersifat korosif. Index LSI berharga positif (+) berarti air cenderung untuk membentuk kerak CaCO3, dan jika berharga negatif (-) air tidak jenuh dengan CaCO3, cenderung untuk melarutkan CaCO3 dan bersifat korosif. Identik dengan LSI, harga RSI lebih kecil dari 6,0 menunjukkan kecenderungan pembentukan kerak dan jika lebih besar dari 6,0 berarti cenderung untuk melarutkan CaCO3 dan bersifat korosif Contoh penggunaan LSl disajikan pada Gambar 6.1. Gambar tersebut dapat dipakai untuk menghitung pHs, yaitu harga pH dimana air berada dalam kesetimbangan dengan CaCO3. Perbedaan harga pHs dengan pH menyatakan harga indeks LSI. Tabel 6.2 menyajikan harga indeks LSI dan RSI dan perkiraan kemungkinan yang akan terjadi pada sistem air pendingin.
6.2.2 Pengendalian Korosi Pengendalian korosi dilakukan dengan cara menambahkan chemicals yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat). Inhibitor yang umum dipakai adalah polifosfat, kromat, dikromat, silikat, nitrat ferrosianida dan molibdat. Dosis inhibitor yang digunakan harus tepat, karena suatu inhibitor hanya dapat bekerja efektif setelah kadarnya mencapai harga tertentu. Kadar minimum yang dibutuhkan oleh suatu inhibitor agar dapat bekerja secara efektif disebut batas kritis. Pemakaian inhibitor yang Bab 6 – Pengolahan Air Pendingin
6-3
Gambar 6.1 Diagram Langelier Saturation Index
Pengolahan dan Penyediaan Air
Bab 6 – Pengolahan Air Pendingin
6-4
Pengolahan dan Penyediaan Air
melebihi batas kritis akan menambah biaya operasi. Jika kadar inhibitor turun di bawah batas kritis, bukan saja menjadi tidak efektif, tetapi dapat pula menyebabkan pitting.
Tabel 6.2 Kecenderungan pembentukan kerak menurut LSI dan RSI Scaling Tendency of Water According to Langelier’s and Ryzner’s Indices LSI RSI Condition 3.0 3.0 Extremely severe 2.0 4.0 Very severe 1.0 5.0 Severe 0.5 5.5 Moderate 0.2 5.8 Slight 0.0 6.0 Stable water * No scaling, very slight tendency to dissolve scale -0.2 6.5 No scaling, slight tendency to dissolve scale -0.5 7.0 No scaling, moderate tendency to dissolve scale -1.0 8.0 No scaling, strong tendency to dissolve scale -2.0 9.0 No scaling, very strong tendency to dissolve scale -3.0 10.0 * No scaling, no tendency to dissolve scale
6.2.3 Pengendalian Pembentukan Fouling dan Penghilangan Padatan Tersuspensi Pembentukan fouling yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat dicegah atau dikendalikan menggunakan klorin, klorofenol, garam organometal, ammonium kuartener, dan berbagai jenis mikrobiosida (biosida). Klorin merupakan chemicals yang paling banyak dipakai. Dosis pemakaian klorin yang efektif adalah sebesar 0,3 sampai 1,0 ppm. Pengolahan yang tepat diperoleh secara percobaan, karena penggunaan beberapa biosida secara bersama-sama kadang-kadang memberikan hasil yang lebih baik dan senyawa-senyawa tersebut acap kali digunakan bersama klorin. Padatan tersuspensi dalam air merupakan masalah yang cukup serius. Padatan tersuspensi tersebut dapat menempel pada permukaan perpindahan panas sehingga mengakibatkan berkurangnya efisiensi perpindahan panas. Salah satu metoda yang digunakan untuk mengendalikan padatan tersuspensi adalah dengan melakukan filtrasi secara kontinu terhadap sebagian air yang disirkulasi.
Bab 6 – Pengolahan Air Pendingin
6-5
Pengolahan dan Penyediaan Air
6.3 Sistem Air Pendingin dengan Resirkulasi Tertutup dan Sistem Air Pendingin Sekali-Lewat Sistem air pendingin dengan resirkulasi tertutup membutuhkan sejumlah kecil air make-up untuk mengurangi gangguan. Air demin atau kondensat uap, biasanya digunakan sebagai sebagai air make-up. Pada sistem air pendingin sekali-lewat, tidak ada proses pemekatan. Jika proses pemekatan tidak terjadi, maka kadar padatan terlarut relatif sama dengan air umpan. Kekurangan pada sistem ini adalah terjadi kenaikan temperatur, sehingga perlu usaha untuk menurunkan temperatur tersebut. Pengolahan seringkali dimaksudkan untuk mencegah atau meminimumkan kerak atau korosi dan juga berfungsi untuk mengurangi fouling yang disebabkan oleh padatan tersuspensi dan organisme laut. Chemicals yang digunakan untuk maksud tersebut identik dengan yang dipakai untuk resirkulasi terbuka, kecuali pada pengendalian korosi. Pemakaian inhibitor korosi pada sistem ini sama sekali tidak praktis, sehingga masalah korosi ditangani dengan cara melapisi permukaan peralatan dengan serat yang diperkuat dengan plastik, semen, atau menggunakan peralatan yang tahan terhadap korosi.
Bab 6 – Pengolahan Air Pendingin
6-6
PUSTAKA
1.
Benefield, Weand dan Judkins, Process Chemical for Water and waste treatment, Prentise Hall Inc., New Jersey, 1982.
2.
Dow Chemical Company, Dowex SBR-P Anion Exchange Resin, Applications, Recommendations, Michigan, 1984.
3.
Drew Chenllcal Corp., Drew Principle of Industrial Water Treatment, edisi ke 3, New Jersey, 1979.
4.
Eckenferlder, W. W., Patoczka, J. dan Watkin, A. T., Wastewater Treatment, Chem. Eng., Sept. 2, 60-74, 1985.
5.
Jones, Loyd W., Corrosion and Water Technology for Petroleum Producers, OGCI Publications, Oklahoma, 1988
6.
Kunin, Robert dan Robert J. Myers, Ion Exchange Resins, John Willey and Sons Inc., NY, 1952.
7.
Kunin, Robert, Elements of ion Exchange, John Willey and Sons Inc., NY, 1952.
8.
Lorch, Walter (ed), Handbook of Water Purification, Mc Graw Hill, London, 1981.
9.
Mahajan, S. P. Pollution control in Process Industries, Tata-McGraw Hill Pub.Co.Ltd., New Delhi, 1985.
10. Montgomery, James M., Water Treatment, Principles and Design, John Willey and Sons, NY, 1985. 11. Nalco Chemical Company, The Nalco Water Handbook, Frank N Kemmer (ed), Mc Graw Hill, NY, 1979. 12. Nemerow, N. L. Industrial Water Poluttion-Origins, Characteristics and Treatments, Addison-Wesley Pub.Co., Reading, Massachusetts, 1978. 13. Peavy, H. S., Rowe, D. R. dan Tehobanoglous, G. Environmental Engineering , McGraw Hill Book Co., New York, 1986. 14. Peavy, Howard S., Donald R. Rowe dan George Tehobanoglus, Environmental Engineering, McGraw-Hill Book Company, NY, 1986. 15. Rohm and Hass, Amberlite Summary Chart, Ion Exchange Resins, Properties and Applications, Philadelphia, 1978.
16. Sundstrom, D.W. dan Klei, H.E., Wastewater Treatment, Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, N.J, 1979. 17. Walters, J.K dan Wint, A., Industrial Effluent Treatment-Volume 2 : Air and Noise, Applied Science Pub. Ltd, London, 1981.