STRATEGI KEBIJAKAN PEMANFAATAN AIR TANAH SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH DI KOTA SEMARANG YANG BERKELANJUTAN
AGUS SUSANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan” adalah merupakan tesis hasil penelitian saya sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor,
Oktober 2010
Agus Susanto NRP. P052080171
ABSTRACT AGUS SUSANTO. 2010. Groundwater Utilization Policy Strategy as Sustainable Source of Water Supply in Semarang City. Under the supervisor of M. Yanuar J. Purwanto, and Suprihatin. Semarang as the capital of Central Java province and a metropolitan city exploits increasing ground water. The volume of groundwater that was taken in 2004 is 6.3 x 106 m3, and in 2008 it was 9.6 x 106 m3. There are three sectors in the utilization of groundwater in the which, is domestic, industry, and hotel. 56,1% of domestic water needs are supplied by PDAM Tirta Moedal, which takes 19% of groundwater. Meanwhile, industries and hotels take 90% of groundwater. As the utilization of groundwater in the city in 2008 reached 5.59 x 106 m3, it will experience groundwater deficit in 2030. To anticipate the deficit, eight are proposed, namely (a) limiting the growth rate of the hotel to 1% per year and reducing water consumption of hotel guest to 120 L/person/day, (b) limiting industrial growth rate to 6% per year to 3% per year, (c) reducing the domestic water consumption by limiting population growth to 1% per year and reducing water consumption to 120 L/person/day, (d) increasing capacity of PDAM to supply 70% of domestic sector need, while limiting ground water uptake to 15%, (e) a combination of scenarios a and b, (f) a combination of scenarios a, b, and c, (g) a combination of a, b, c, and d, and (h ) moratorium on utilization of groundwater. However there are two applicable scenarios. (1) scenario (g) to reach 6.97 x 106 m3 groundwater availability in 2050 without groundwater deficit (2) moratorium as the use of groundwater to reach 13.33 x 106 m3 groundwater available in 2050 with 15,82 meters MAT, as the availability of groundwater will uncreased in 2020, and it will achieve safety level in 2030. The value of groundwater at present is Rp. 229 514 063, - while in 2050 with a discount rate of 10%, it is Rp. 335 343 581 206, -. The institutions serve as enforcers of conservation of groundwater utilization are the government of Semarang, the Office of Energy and Mineral Resources, and PDAM, while the activators are the industry and hotels. Keywords: Groundwater, water needs, utilization of groundwater, and deficit of groundwater
RINGKASAN Pemanfaatan air sebagai sumber air bersih telah diatur dalam Undangundang No. 7 tahun 2004 yaitu tentang sumberdaya air, sedangkan pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined aquifer) sebagai sumber air bersih telah diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang air tanah. Kebutuhan air bersih untuk air minum dan rumah tangga di Kota Semarang pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk 1.481.644 jiwa adalah 222,25 x 106 liter/hari atau 80,0 x 106 m³/tahun. Apabila dari jumlah tersebut sekitar 80% memanfaatkan air tanah maka jumlah air tanah yang disadap untuk kebutuhan ini sekitar 64,0 x 106 m³/tahun. Pemakaian air tanah untuk keperluan industri dan usaha komersial melalui sumur bor yang berlokasi di kota Semarang selalu meningkat setiap tahun, yaitu pada tahun 2003 dari 543 sumur bor pengambilannya tercatat 15,31 x 106 m3, dan pada tahun 2006 volume pengambilan menjadi 20,98 x 106 m3 melalui 680 sumur bor. Pemakaian air tanah yang intensif di dataran pantai kota Semarang telah menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan air tanah, yaitu berupa penurunan terhadap muka air tanah, penurunan permukaan tanah (amblesan tanah), yang terukur selama 2000 - 2001 dengan laju kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah Genuk, dan bahkan sampai ke pantai utara Demak. Pemafaatan air tanah di kota Semarang yang melebihi kapasitasnya akibat PDAM yang belum dapat menyediakan air bersih yang berasal dari sumber air permukaan seperti sungai, mata air, danau dan lain-lain, disatu sisi PDAM masih kekurangan sumber air baku sebagai sumber air bersih. sehingga diperlukan pengaturan (kebijakan) pemanfaatamn air tanah dalam agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) identifikasi kebijakan dan kinerja kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang, (b) analisis kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di kota Semarang, dan (c) menyusun strategi kebijakan pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan. Penelitian dilaksanakan di kota Semarang yang meliputi 16 kecamatan, dan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2010. Pendekatan yang digunakan adalah verifikasi, dan analisis data meliputi: 1. Identifikasi potensi wilayah terdiri atas: analisis curah hujan bulanan, identifikasi sumberdaya alam, sumberdaya air, sosial budaya, sarana dan prasarana sanitasi, 2. Analisis kebutuhan dan ketersediaan air di kota Semarang 3. Analisis kelembagaan 4. Analisis nilai ekonomi air tanah 5. Membuat skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air di kota Semarang ada 3 sektor, yaitu: domestik yang terdiri dari penduduk dan fasilitas umum, industri, dan hotel. Untuk kebutuhan air domestik 56,1% dilayani oleh PDAM Tirta Moedal, sedangkan untuk industri dan hotel 90% memanfaatkan air tanah dalam. Air tanah yang dapat dimanfaatkan adalah dari cekungan air tanah (CAT) Semarang Demak dan Ungaran dengan volume 18,49 x 106 m3, namun yang boleh dimanfaatkan (nilai aman) adalah setengahnya yaitu 9,245 x 106 m3. Ketersediaan air tanah dalam untuk memenuhi kebutuhan 3 sektor tersebut pada
tahun 2010 sebesar 4,04 x 106 m3, dan pada tahun 2030 kota Semarang telah mengalami defisit air tanah. Nilai ekonomi air tanah sebesar Rp. 229.514.063.820,- per tahun, dan apabila di hitung sampai dengan tahun 2050 dengan nilai diskon rate 10% (sesuai dengan suku bunga bank), maka mencapai nilai Rp. 335.343.581.206,-. Pemerintah kota Semarang bersama-sama dengan Dinas ESDM Propinsi dan PDAM Tirta Moedal sebagai pendorong yang besar terhadap keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah, karena mempunyai ketergantungan yang besar terhadap subelemen lain yaitu dari pemerintah. Subelemen ini merupakan elemen kunci, sedangkan subelemen industri dan hotel mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap program ini. Selain itu, subelemen ini juga mempunyai ketergantungan yang besar pula terhadap subelemen lainnya terutama dari pemerintah. Ada 8 (delapan) skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah yang dapat dikembangkan di kota Semarang, yaitu: (a) pembatasan laju pertumbuhan hotel dan pengurangan satuan pemakaian air, (b) pembatasan laju pertumbuhan industri, (c) mengurangi satuan pemakaian air domestik, (d) peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal, (e) Gabungan skenario a dan b, (f) gabungan antara skenario a, b, dan c, (g) gabungan antara skenario a, b, c, dan d, dan (h) skenario moratirium pemanfaatan air tanah dalam di kota Semarang. Dari 8 skenario tersebut yang dapat dikembangkan di kota Semarang adalah: (a) gabungan antara skenario a, b, c, dan d, karena hasilnya hingga tahun 2050 kota Semarang tidak mengalami defisit air tanah, dan besarnya ketersediaan air adalah 6,97 x 106 m3, serta tinggi MAT pada tahun 2050 adalah 3,3 meter, dan (b) moratorium pemanfaatan air tanah yaitu dengan menyetop ijin pemanfatan air tanah air tanah dalam, dan hasilnya adalah ketersediaan air tanah pada tahun 2018 telah mencapai nilai amannya dan pada tahun 2025 ketersediaan air tanahnya telah mulai stabil yaitu dengan kedudukan sebesar 18,27 x 106 m3, demikian juga muka air tanah juga sudah mulai stabil pada tahun 2025 dengan kedudukan 15,82 m.
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Udang-undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
:
Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang Yang Berkelanjutan
Nama Mahasiswa
:
Agus Susanto
NRP
:
P052080171
Program Studi
:
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Program
:
Magister (S2)
Menyetujui, Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS Ketua
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup,
Dr. drh. Hasim, DEA
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 1 Oktober 201017 Desember Tanggal Lulus :
STRATEGI KEBIJAKAN PEMANFAATAN AIR TANAH SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH DI KOTA SEMARANG YANG BERKELANJUTAN
AGUS SUSANTO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, oleh karena dan ijin dari Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dengan judul ”Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan” yang merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kajian ini berawal dari pemikiran penulis melihat fenomena kota Semarang yang setiap saat dilanda rob yang makin hari makin jauh jangkauannya serta makin dalam genangannya, dan durasi genangan makin lama. Dari hasil pemikiran ini juga penulis berharap dapat mengembangkan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang yang lebih berkembang dan berkelanjutan. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perencanaan dan pengambilan kebijakan untuk pengelolaan air tanah khususnya air tanah dalam, dan diharapkan dapat dikembangkan di daerah lain. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, masih banyak hal yang diluar kemampuan penulis dan “tiada gading yang tidak retak”. Besar harapan penulis, saran, kritik dan sumbangan pemikiran yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini.
Bogor, Oktober 2010 Agus Susanto
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sholawat dan salam dimohonkan kepada Allah SWT supaya dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan. Tesis ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Mayor
Pengelolaan
Sumberdaya
Alam
dan
Lingkungan Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada : 1.
Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS dan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas curahan waktu, perhatian, motivasi, kesabaran dan ketulusan bapak sebagai komisi pembimbing.
2.
Bapak Dr. Satyanto Krido Saptomo, ST, M.Si selaku penguji luar komisi atas komentar, nasehat, saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
3.
Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, MSi, wakil Program Studi PSL yang telah memberikan saran, kritikan dan nasehat sehingga tulisan ini menjadi lebih baik.
4.
Bapak Dr. drh. Hasim, DEA
selaku Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB 5.
Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS yang telah banyak memberikan nasehat dan arahan selama penulis menempuh pendidikan Pasacsarjana di IPB.
6.
Segenap
keluarga
besar
Universita
Terbuka,
khususnya
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi 7.
Pemerintahan Kota Semarang yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan untuk kelancaran selama pelaksanaan penelitian.
8.
Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah yang memberikan bantuan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian
9.
Satker Pembinaan dan Pengendalian Prasarana dan Sarana Dasar Perdesaan, Direktorat Jenderal Cipta karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang telah banyak memfasilitasi selama penelitian
10.
PDAM Tirta Moedal Kota Semarang yang telah memberikan bantuan dan dukungan untuk kelancaran selama pelaksanaan penelitian
11.
Istri dan anakku tercinta yang selalu memberi dorongan dan motivasi sehingga terselesaikan tesis ini
12.
Segenap
staf
administrasi
Sekolah
Pascasarjana
Program
Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 13.
Rekan-rekan mahasiswa program studi PSL khususnya “Angkatan 2008”, dan kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata,
tiada gading yang tidak retak. Besar harapan penulis, saran, kritik dan sumbangan pemikiran yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga kajian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak. . Bogor, Oktober 2010 Agus Susanto
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di sebuah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada tanggal 27 Juni 1957 dari pasangan yang mulia ayahanda Matkanan HM (Alm) dan Ibu Hj. Roesmi. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis melaksanakan Pendidikan formal dimulai pada tahun 1964 di Sekolah Dasar Negeri Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Pati dan lulus tahun 1970. Pada tahun 1999 mengikuti ujian persamaan di SMP Yayasan Usaha Buruh (YUB) Yogyakarta, dan pada tahun 1980 menyelesaikan pendidikan SMA Negeri 10 Yogyakarta, dan pada tahun 1980 masuk Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus tahun 1985. Sejak tahun 1985 hingga tahun 1988 bekerja sebagai konsultan lepas yang mengkhususkan pada pengembangan wilayah perkotaan dan pedesaan, dan sejak bulan April 1989 bekerja di Universitas Terbuka yang ditempatkan pada sekretariat Pembantu Rektor III (bidang kemahasiswaan). Pada tahun 1997 hingga 1999 ditempatkan pada Asisten Pembantu Rektor IV (bidang kerjasama), dan pada tahun 2001 hingga sekarang sebagai staf pengajar di Program Studi D1 Pengelolaan Lingkungan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Terbuka. Pada tahun 2008 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister (S2) di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI
xii
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. . xx I PENDAHULUAN .....................................................................................................
1
1.1
Latar Belakang ...............................................................................................
1
1.2
Kerangka Berfikir ............................................................................................
5
1.3
Perumusan Masalah ......................................................................................
6
1.4
Tujuan Penelitian ...........................................................................................
9
1.5
Manfaat Penelitian..........................................................................................
9
1.6
Ruang lingkup penelitian ................................................................................ 10
1.7
Strategi kebijakan yang akan disusun ............................................................. 10
II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... . 12 2.1
Air Tanah ....................................................................................................... 12
2.2
Cakungan Air Tanah (CAT) ............................................................................ 13
2.3
Kriteria Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan ...................................... 15
2.4
Analisis Kebijakan .......................................................................................... 16
2.5
Pemodelan dengan Interpretasi Struktur (Interpretative Structural Modelling) ..................................................................................................... 20
2.6
Nilai Ekonomi ................................................................................................. 21
III METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................. 24 3.1
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 24
3.2
Rancangan Penelitian .................................................................................... 24
3.3
Pengumpulan Data......................................................................................... 24
3.4
Teknik Penentuan Responden ....................................................................... 24
3.4
Metode Analisis Data ..................................................................................... 26 3.4.1 Analisis Deskriptif ................................................................................. 26
xii
3.4.2 Analisis Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah ........................................ 26 3.4.3 Analisis Kebutuhan Air......................................................................... 33 3.4.4 Analisis Imbuh Air Tanah ..................................................................... 33 3.4.5 Penurunan Muka Air Tanah (MAT) ...................................................... 34 3.4.6 Hubungan antara Ketersediaan Air Tanah Dalam dan Penurunan Muka Air Tanah (MAT) ...................................................... 34 3.5 Penyusunan Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan .. 35 IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................................... 38 4.1
Kondisi Geogragfis dan Administratif ............................................................. 38
4.2
Kondisi Fisik Kota Semarang......................................................................... 38 4.2.1 Bentang lahan ...................................................................................... 38 4.2.2 Geomorfologi dan Geologi .................................................................... 41 4.2.3 Iklim dan Hidrologi ................................................................................ 42
4.3
Kondisi Sosial Ekonomi Kota Semarang ....................................................... 49 4.3.1 Kependudukan ..................................................................................... 49 4.3.2 Tenaga Kerja ........................................................................................ 50 4.3.3 Pendidikan............................................................................................ 50 4.3.4 Kesehatan ............................................................................................ 52 4.3.5 Kondisi Perekonomian .......................................................................... 53
4.4
Sarana dan Prasarana Lingkungan kota Semarang ...................................... 55 4.4.1 Air Bersih .............................................................................................. 55 4.4.2 Fasilitas Persampahan ......................................................................... 57 4.4.3 Sanitasi Lingkungan ............................................................................. 59 4.4.4 Drainase ............................................................................................... 60
V
HASIL DAN ANALISA ........................................................................................ 61 5.1
Potensi Air Tanah Kota Semarang ................................................................ 61 5.1.1 Cekungan Air Tanah (CAT) Semarang Demak ..................................... 61 5.1.2 CAT Ungaran ....................................................................................... 62 5.1.3 Volume Air Tanah Dalam Kota Semarang ............................................ 64 5.1.4 Nilai Aman (Safety Yield) Pemanfaatan Air Tanah ............................... 64 5.1.5 Imbuh Air Tanah ................................................................................... 65
xiii
5.2
Identifikasi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang .................. 65
5.3
Ketersediaan Air Tanah di Kota Semarang .................................................... 66 5.3.1 Kebutuhan Air Domestik ........................................................................ 66 5.3.2 Kebutuhan Air Industri ........................................................................... 71 5.3.3 Kebutuhan Air untuk Hotel..................................................................... 72 5.3.4 Ketersediaan Air Tanah ......................................................................... 73
5.4
Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Kota Semarang ........................ 75 5.4.1 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah ................................... 75 5.4.2 Nilai Ekonomi ........................................................................................ 76 5.4.3 Kelembagaan ........................................................................................ 78 5.4.4 Skenario Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah ....................... 82
VI PEMBAHASAN ..................................................................................................... 88 6.1 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan Antara Skenario a dan b ................................................................................. 88 6.2 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan Antara Skenario a, b dan c ............................................................................. 89 6.3 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan Antara Skenario a, b, c dan d ......................................................................... 90 6.4 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Moratorium ................. 91 6.5 Hubungan Komponen Konservasi dengan Pengguna Air Tanah ..................... 92 6.6 Jasa Lingkungan ............................................................................................ 94 VII KESIMPUALAN .................................................................................................... 97 7.1
Kesimpuan ..................................................................................................... 97
7.2
Saran ............................................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................100 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................................103
xiv
xv
DAFTAR TABEL Halaman 1 Sebaran dan Potensi CAT di Indonesia ................................................................. 14 2 Keterkaitan antara sub elemen pada teknik ISM ................................................... . 21 3 Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis Strategi Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang ..................................... . 25 4 Contoh Matriks SSIM ............................................................................................ . 28 5 Kondisi Kecamatan di Kota Semarang .................................................................. . 39 6 Penggunaan Lahan di Kota Semarang ................................................................. . 40 7 Jenis Tanah dan Penyebarannya di Kota Semarang ............................................ . 43 8 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Kota Semarang................................................... . 43 9 Perkembangan Jumlah Sumur dan Volume Pengambilan di Kota Semarang ..................................................................................................... . 47 10 Kondisi Kependudukan Kota Semarang Tahun 2008 ............................................ . 49 11 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kota Semarang ....................................................................................... . 50 12 Distribusi Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang tahun 2008.............................. . 51 13 Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Semarang ..................................................... . 52 14 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kota Semarang............................................... . 52 15 Kapasitas dan Debit rata-rata Sumber Produksi PDAM Moedal ............................ . 56 16 Jumlah Pelanggan Air Minum di Kota Semarang Selama Tahun 2008........................................................................................................... . 56 17 Kebutuhan Sarana dan Prasarana Air Bersih Kota Semarang .............................. . 57 18 Timbunan Sampah di Kota Semarang tahun 2009 ................................................ . 57 19 Penerapan Indikator Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Dalam Peraturan Perundangan............................................................................. . 67 20 Proyeksi Jumlah Penduduk Beserta Kebutuhan Air Kota Semarang ..................... . 68
xvi
21 Tipikal Konsumsi Air untuk Fasilitas Umum ............................................................ 70 22 Kebutuhan Air Bersih Fasilitas Umum dan Domestik kota Semarang .................... 71 23 Kebutuhan Air Bersih untuk Industri di kota Semarang ......................................... 72 24 Kebutuhan Air Bersih untuk Hotel di Kota Semarang ............................................. 73 25 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang ....................... 76 26 Nilai Ekonomi Air Tanah dalam 1 tahun Kota Semarang ........................................ 77 27 Nilai Ekonomi Air Tanah kota Semarang dengan Discont Rate 10% ...................... 77 28 Peran Masing-masing Subelemen dalam Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Dalam di Kota Semarang ....................................................................... 81 29 Hubungan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Componen Konservasi antar Sector Pengguna Air Tanah........................................................ 95
xvii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Berfikir Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan………………... 7 2 Perumusan Masalah Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang……………………………………….. 9 3 Hubungan Tiga Elemen Kebijakan......................................................................... 18 4 Keterkaitan antar Elemen dalam ISM...................................................................... 27 5 Koordinat Hasil Matriks Reachability di Plot kedalam Matriks Driver Point Dependent (DP-D)………………………………………………………… 30 6 Diagram Alir Deskriptif Teknik ISM (Suxena, 1992 Dalam Marimin, 2004)…………………………………………………………………… 32 7 Tipikal Hubungan Ketersediaan Air Tanah dengan Penurunan Muka Air Tanah (MAT)............................................................................................. 35 8 Peta Lokasi Kota Semarang Jawa Tengah............................................................. 39 9 Grafik Volume Pengambilan Air Tanah dengan Jumlah Sumur.............................. 47 10 Laju Penurunan Permukaan Tanah Kota Semarang Periode tahun 2001 – 2003..................................................................................... 48 11 Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang.................................................................. 52 12 Ketersediaan Air Tanah Dalam dengan Kebutuhan Domestik 56,1% dari PDAM, dan ndustri serta Hotel 90% dari Air Tanah.............................. 75 13 Driver Power dari Lembaga Terkait dalam Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang.............................................................. 79 14 Struktur Hierarkhi Subelemen Lembaga yang Terkait dalam Konservasi Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan Di Kota Semarang..................................................................................................... 80 15 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Pembatasan Pertumbuhan Hotel dan Hemat Air........................................................................... 83 16 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Pembatasan Pertumbuhan Industri yang Menggunakan Air Tanah.................................................................................................................. 84
xviii
17 Ketersediaan Air Tanah dengan Mengurangi Satuan Pemakaian Air Domestik.......................................................................................... 85 18 Ketersediaan Air Tanah dengan Meningkatkan Kapasitas Produksi PDAM Tirta Moedal................................................................................... 87 19 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan Antara Skenario a, dan b.......................................................................................... 89 20 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan Antara Skenario a, b, dan c……………………………………………………………… 90 21 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan Antara Skenario a, b, c, dan d…………………………………………………………… 91 22 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Moratorium..................................... 92
xix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peta Geologi Daerah Semarang dan Sekitarnya………………………………….. 104
2
Kedudukan Muka Air Tanah kota Semarang dan Sekitarnya.............................. 105
3
CAT Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta......................................... 106
4
Kedudukan Kota Semarang terhadap CAT Semarang Demak dan Ungaran….. 107
5
Hasil Analisis kebutuhan air bersih kota Semarang.............................................108
6
Analisis ketersediaan air tanah dengan pemanfaatan domestik dan PDAM (56,1% dan industri serta hotel 90%)................................................................... 109
7
Analisis Kebijakan dengan Metode ISM............................................................. 110
8
Hasil Simulasi Skenario1…………………………………………………………….. 113
9
Hasil Simulasi Skenario 2……………………………………………………………. 114
10
Hasil Simulasi Skenario 3……………………………………………………………. 115
11
Hasil Simulasi Skenario 4……………………………………………………………. 116
12
Hasil Simulasi Skenario 5 …………………………………………………………… 117
13
Hasil Simulasi Skenario 6……………………………………………………………. 118
14
Hasil Simulasi Skenario 7..…………………………………………………………... 119
15
Hasil Simulasi Skenario 8……………………………………………………………. 120
xx
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air sebagai komponen ekologi mempunyai sifat khas yaitu: pertama merupakan benda yang mutlak dibutuhkan oleh kehidupan, kedua, air mempunyai mobilitas yang tinggi dalam biosfer ini yaitu melalui presipitasi, evaporasi, dan pengaliran. Air akan berputar terus sepanjang masa, dengan demikian jumlah air di muka bumi akan tetap dan tidak dapat diperbaharui lagi (unrenewable). Perubahannya hanya mengikuti suatu siklus yang disebut siklus hidrologi. Sampai saat ini kita memandang air, baik air permukaan maupun air tanah, hanya sebagai komoditas sosial yaitu sebagai kebutuhan hidup dan bukan sebagai komoditi ekonomi. Ada dua alasan yang mendorong kita harus memandang air sebagai komoditi ekonomi, yaitu: (1). air sudah sering merupakan barang yang dapat mendukung kegiatan ekonomi seperti industrialisasi dan pertanian, dan (2). kita sering susah mendapat kesulitan untuk dapat memperoleh air yang dapat didayagunakan (Siradj, M. 1992). Kebutuhan air yang paling utama adalah untuk mendukung kehidupan manusia dari segala kegiatan ekonomi yang dilakukannya, seperti rumah tangga, industri, pembangkit tenaga listrik, pertanian, pariwisata, penggelontoran (flusing), dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan akan air tersebut pertama-tama yang harus dilihat adalah mengetahui ketersediaan air yang ada, baru kemudian kualitasnya. Secara garis besar ada dua kelompok utama pengguna air, yaitu (a) kelompok konsumtif, yakni mereka yang memanfaatkan suplai air untuk keperluan konsumsi, dan (b) kelompok non-konsumtif. Kelompok konsumtif antara lain rumah tangga, industri, pertanian, dan kehutanan. Kelompok ini memanfaatkan air melalui proses yang disebut diversi (diversion), baik melalui transformasi, penguapan, penyerapan ke tanah, maupun pendegradasian kualitas air secara langsung (pencemaran). Kelompok konsumtif memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya tidak terbarukan
(unrenewable
resources).
Sedangkan
kelompok
non-konsumtif
memanfaatkan air hanya sebagai media seperti; 1). Medium pertumbuhan ikan pada kegiatan perikanan, 2). Sumber energi listrik pada pembangkit listrik tenaga air, dan 3). Rekreasi (berenang, fungsi estetika lingkungan dan sebagainya). Kelompok non-
2
konsumtif ini memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya terbarukan (renewable resources) Dari sekian banyak sumber air yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih manusia adalah air yang mengalir di permukaan, karena air permukaan mudah pemanfaatannya tentunya dengan biaya yang relatif murah, tetapi sumber air tersebut mudah tercemar, namun mudah pula untuk pemulihannya. Sedangkan air tanah merupakan alternatif ke dua, karena air tanah pemanfaatannya memerlukan
biaya
yang
cukup
tinggi.
Air
tanah
sulit
tercemar,
karena
keberadaannya melalui media (lapisan tanah) yang berfungsi sebagai filter, namun apabila tercemar sulit sekali pemulihannya. Sebagai alternatif sumber air yang terakhir adalah air hujan, karena persebaran yang tidak merata dan kontinuitasnya kurang terjaga. Dalam dokumen WATSAL (water supply adjustment loan) disebutkan, bahwa pada daerah perkotaan, hanya sebesar 40% dari seluruh penduduk perkotaan yang mendapatkan akses terhadap air minum (piped water). Akibatnya, air tanahlah yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari dan kebutuhan industri. Diperkirakan, 80% kebutuhan air minum masyarakat perkotaan dan pedesaan masih mengandalkan air tanah, sedangkan untuk industri hampir mencapai 90% yang mengandalkan air tanah. Pemanfaatan air sebagai sumber air baku telah diatur dalam Undangundang No. 7 tahun 2004 yaitu tentang sumberdaya air, sedangkan pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined akuifer) sebagai air bersih telah diatur oleh perundang-undangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang air tanah. Pada PP tersebut yaitu pasal 54 ayat 4 dan 5 disebutkan bahwa pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined aquifer) harus melalui ijin dan yang berhak mengeluarkan ijin adalah Kepala Daerah setempat dalam hal ini Bupati/Wali Kota atau bahkan Gubernur dengan debit < 10 lt/detik. Demikian juga di wilayah Semarang baik wilayah Kota maupun Kabupaten Semarang untuk memenuhi kebutuhan baku air bersih disamping memanfaatkan air permukaan, juga telah memanfaatkan air tanah baik air tanah bebas (tidak tertekan) maupun air tanah tertekan (air tanah dalam) melalui cekungan air tanah (CAT) Semarang Demak, dan CAT Ungaran.
3
Cekungan air tanah CAT Semarang - Demak, mencakup 7 (tujuh) wilayah administrasi, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Demak, Kudus, Kendal, Blora dan Kab. Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis daerah tersebut terletak pada koordinat antara 110013’35" dan 111021’50" Bujur Timur serta 06046’18” dan 07014’33" Lintang Selatan, dengan luas kurang lebih 1.915 km2. Di CAT Semarang Demak dijumpai dua sistem akuifer yakni sistem akuifer tidak tertekan dan sistem akuifer tertekan. Kedudukan sistem akuifer tidak tertekan umumnya kurang dari 30 m bawah muka tanah (bmt), dan sistem akuifer tertekan dengan kedalaman antara 30 - 150 m bmt. Daerah imbuhan air tanah tidak tertekan meliputi seluruh wilayah cekungan. Sedangkan daerah imbuhan air tanah tertekan menempati daerah kaki Gunung Ungaran yang terletak dibagian barat daya cekungan pada ketinggian antara 50 – 300 m atas muka laut (aml). meliputi daerah Sumberejo, Kecamatan Kaliwungu (Kabupaten Kendal), daerah Manyaran di Kecamatan Semarang Barat, daerahdaerah di Kecamatan Ngalian, Kecamatan Mijen, Kecamatan Candisari, Kecamatan Tembalang, dan Kecamatan Banyumanik serta Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Jumlah imbuhan air tanah ke dalam sistem akuifer tidak tertekan (bebas) yang diprediksikan secara kumulitatif dengan metode prosentase curah hujan di cekungan ini terhitung 783 juta m3/tahun, sedangkan jumlah aliran air tanah pada sistem akuifer tertekan dihitung dengan jejaring aliran (flow net) dan menerapkan persamaan Darcy terhitung 91 juta m3/tahun (Peta cekungan air tanah propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2006).. Berdasarkan data yang ada dan didasari pada parameter kuantitas air tanahnya, daerah kota Semarang dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi 4 (empat)
wilayah
potensi
air
tanah
yakni
(Direktorat
Geologi
dan
Tata
Lingkungan.1998): a. Wilayah potensi air tanah besar, terdapat di dataran pantai Semarang - Demak dan kaki G. Ungaran sebelah utara pada ketinggian 250 - 300 m dml. Akuifer di wilayah ini mempunyai koefisien keterusan antara 100 - 600 m2/hari dengan produktifitas sumurbor umumnya lebih dari 10 l/dtk; b. Wilayah potensi air tanah sedang, terutama terdapat di daerah pebukitan sebelah utara G. Ungaran di wilayah Kecamatan Gunung Pati. Akuifer di
4
wilayah ini mempunyai koefisien keterusan antara 20 – 100 m2/hari dengan produktifitas sumurbor umumnya antara 5- 10 l/dtk; c. Wilayah potensi air tanah kecil, terutama terdapat di daerah pebukitan sebelah timur Ungaran dan sekitar Kecamatan Tembalang serta pada tubuh G. Ungaran pada ketinggian antara 250 - 500 m. Akuifer di wilayah ini mempunyai koefisien keterusan kurang dari 20 m2/hari dengan produktifitas sumur bor umumnya kurang dari 5 l/dtk; d. Wilayah potensi air tanah langka, terdapat di daerah puncak G. Ungaran pada ketinggian di atas 500 m. Pemafaatan air tanah di kota Semarang yang melebihi kapasitasnya akibat PDAM yang belum dapat menyediakan air bersih yang berasal dari sumber air permukaan seperti sungai, mata air, danau dan lain-lain, disatu sisi masih kekurangan sumber air baku sebagai sumber air bersih. Selain itu, penggunaan air tanah dipengaruhi juga oleh perkembangan Kota Semarang yang dibarengi munculnya permukiman-permukiman baru yang mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air (catchment area). Kebutuhan air bersih untuk kebutuhan air minum dan rumah tangga di Kota Semarang pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk 1.481.644 adalah 22,22x 107 liter/hari atau 80,0 x 106 m³/tahun. Apabila dari jumlah tersebut sekitar 80% memanfaatkan air tanah maka jumlah air tanah yang dieksploitasi untuk kebutuhan bersih sekitar 64,0 x 106 m³/tahun. Pemakaian air tanah untuk keperluan industri dan usaha komersial melalui sumur bor yang berlokasi di CAT Semarang - Demak selalu meningkat setiap tahun, yaitu pada tahun 2003 dari 543 sumur bor pengambilannya tercatat 15,31 x 106 m3, dan pada tahun 2006 volume pengambilan menjadi 20,98 x 106 m3 melalui 680 sumur bor. Pemakaian air tanah yang intensif di dataran pantai Semarang telah menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan air tanah, yaitu berupa penurunan permukaan tanah (amblesan tanah), yang terukur selama 2000 - 2001 dengan kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah pantai utara Demak (Mamlucky Susana, 2008).
5
Pemanfaatan air tanah di kota Semarang yang jumlahnya mencapai ratusan dan bahkan ribuan sumur dapat menimbulkan berbagai masalah, sehingga diperlukan pengaturan atau tata laksana yang dapat mengarahkan pemanfaatan air sesuai dengan daya dukung (potensi) cekungan air tanahnya supaya tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungannya. Berdasarkan kondisi tersebut diatas terutama berkaitan dengan upaya konservasi pemanfaatan air tanah maka perlu dilakukan strategi tata laksana pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini berupaya mengkaji kemungkinan pengembangan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih di wilayah Kota Semarang yang berkelanjutan sebagai instrumen kebijakan untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pemanfaatan air tanah dan mendorong kegiatan pemanfaatan air tanah secara optimal dan berkelanjutan di kota Semarang dan diharapkan strategi ini dapat diterapkan di kota-kota lainnya dalam pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan. 1.2. Kerangka Berfikir Pemanfaatan air tanah dapat diambil dari cekungan air tanah (CAT), dan hal ini telah diatur dalam perundang-undangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 tahun 2008 yaitu tentang air tanah. Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa pemanfaatan air tanah untuk keperluan penduduk dengan debit lebih kecil dari 2 lt/detik tidak memerlukan ijin, (pasal 55 ayat 1 dan 3) akan tetapi apabila digunakan untuk keperluan usaha komersial seperti industri, PDAM, dan lain-lain dengan debit lebih besar dari 2 lt/detik, maka harus melalui ijin yang dikeluarkan oleh Pemda setempat (Pasal 55 ayat 4 dan 5). Namun pemanfaatan harus disesuaikan dengan kemampuannya (potensinya). Penggunaan air tanah yang berlebihan yang melebihi kapasitas dari air tanahnya akan berdampak pada penurunan muka air tanah (water table) dan dapat mengakibatkan kekeringan sumur-sumur penduduk, dan apabila pemanfaatan yang melebihi kapasitas tersebut berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan penurunan tanah (subsiden) dan akhirnya akan merusak struktur bangunan yang ada dan bagi daerah pesisir akan menimbulkan intrusi air laut.
6
Dalam pemanfaatan tersebut tentunya harus merujuk pada pengelolaan sumberdaya air yang didalamnya terdapat pengelolaan sumberdaya air tanah yang terdiri dari air dangkal (bebas) dan air tanah dalam (tertekan). Untuk pengelolaan air tanah, pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah selaku regulator pemanfaatan air tanah perlu memberikan perhatian terhadap jasa lingkungan air tanah sebagai instrumen kebijakan (ekonomi) dalam mengendalikan resiko lingkungan akibat pemanfaatan air tanah yang berlebihan khususnya untuk domestik, industri, dan usaha komersial. Resiko lingkungan akibat pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih memiliki sebaran dan besaran (magnitude) yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya. Adanya fenomena tersebut menuntut dikembangkannya sebuah kebijakan (policy) yang mengatur jaminan pertanggungan akibat dampak penting dari kegiatan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih. Oleh karena itu strategi kebijakan tatalaksana pemanfaatan air tanah dalam untuk pengendalian dampak negatif perlu dikaji kemungkinan implementasinya. Adanya insentif jasa lingkungan (nilai ekonomi/economic value) dan struktur kelembagaan yang kuat diharapkan akan lebih menjamin keberlanjutan pelaksanaan pembangunan daerah dan kelestarian lingkungan terutama sumberdaya air tanah secara seimbang. Disamping itu, untuk meminimalisir dampak dapat digunakan rekayasa teknologi seperti dengan Biopori, sumur resapan, dan konservasi pemanfaatan. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian disajikan dalam Gambar 1.1. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan peta CAT Semarang Demak, menunjukkan bahwa kota Semarang mempunyai potensi air tanah dangkal (akuifer bebas) besar, dan air tanah dalam (akuifer tertekan) sedang. Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat memanfaatkan air tanah dangkal yang mempunyai potensi tinggi, sedangkan untuk kebutuhan air industri dan jasa seperti hotel dan restoran digunakan air tanah dalam yang mempunyai potensi sedang.
Feedbac k
Program Konservasi Air Tanah
Konservasi Pemanfaatan Air Tanah
Konsep Pengelolaan Sumberdaya Air
Faktor Ekologi
EEkologi
Konsep Institusi & Insentif
Analisis Kelembagaan
Manfaat Air Tanah
Faktor Ekonomi
Air tanah bebas Kebijakan Daerah Pemanfaatan Air Tanah
Ekonomi Analisis Kebijakan
Faktor Sosial Budaya
Strategi Pemanfaatan Air Tanah
Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah yg berkelanjutan
Faktor Teknologi Air tanah tertekan
Kerusakan Air Tanah
Faktor Kelembagaan
Feedbac k
Gambar 1 Kerangka Berfikir Strategi Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan
7
8
Kegiatan pemanfaatan (ekstraksi) air tanah sebagai sumber air baku air bersih selain memberikan manfaat
ekonomi bagi pembangunan daerah juga
memberikan dampak negative. Dampak negatif terhadap lingkungan berupa turunnya muka air tanah yang dapat diidentifikasi dari keringnya sumur-sumur penduduk sekitar yang akhirnya menimbulkan konflik pemanfaatan air tanah, dan kejadian ini apabila berlangsung terus menerus, akan mengakibatkan degradasi sumberdaya air tanah yang akhirnya akan meningkatkan nilai kerusakan lingkungan. Manfaat ekonomi tersebut ada yang bermanfaat langsung maupun tidak langsung yang dapat dinikmati oleh penduduk. Manfaat ekonomi tersebut dapat digunakan sebagai instrument untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih dan sekaligus mendorong terciptanya kegiatan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan. Kegiatan pemanfaatan air tanah dalam sebagai sumber air bersih memerlukan ijin, sehingga masyarakat tidak dapat secara bebas mengambilnya, karena disamping keberadaan muka air tanahnya dalam (antara 40 -150 meter) juga membutuhkan biaya yang cukup besar. Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih tersebut sesuai dengan Peratutan Perundangan yang ada yaitu UU No. 7 tahun 2004 dan PP No. 43 tahun 2008, serta SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003, sehingga dapat dijumpai ratusan bahkan ribuan sumur air tanah dalam di kota Semarang. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa pertanyaan penelitian yang mengemuka adalah sebagai berikut: a. Seberapa banyak industri, PDAM, hotel dan restoran, mengekstrak atau memanfaatkan air tanah, sebagai sember air bersih? b. Sejauh mana dampak negatif pemanfaatan air tanah terhadap kelestarian air tanah di darah penelitian? c. Sejauh mana keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah di daerah penelitian? d. Seberapa jauh peran serta stakeholder dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang e. Bagaimana desain kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dapat diterapkan dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan air bersih yang berkelanjutan?
9
Dampak Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku
Fisik
Kebutuhan air baku
Biologi
Sosial
Resiko Lingkungan
Nilai Manfaat Air Tanah (B)
Total Biaya Resiko Lingkungan (T)
T>B ?
Antisipasi bila T< B
No
Y a Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah sebagai sumber air bersih yang Berkelanjutan
Gambar 2 Perumusan Masalah Strategi Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah sebagai sumber air bersih di Kota Semarang 1.4. Tujuan Penelitian a. Identifikasi kebijakan dan kinerja kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang b. Analisis kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di kota Semarang c. Menyusun strategi kebijakan pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan 1.5. Manfaat Penelitian a. Pengembangan
ilmu
pengetahuan
dibidang
kebijakan
terutama
pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan sumber air baku air bersih.
10
b. Sebagai masukan kepada pemerintah daerah khususnya kota Semarang untuk pengambilan keputusan pemanfaatan air tanah di kota Semarang c. Sebagai bahan masukan bagi peran serta masyarakat dalam pemanfaatan air tanah sehingga memberikan manfaat yang berkelanjutan. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari pemanfaatan air tanah sangat luas dan merupakan suatu sistem, sehingga dalam penelitian ini difokuskan pada sub sistem pemanfaatan dan sub sistem konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. a. Sub Sistem pemanfaatan, meliputi: -
Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat yang dikelola oleh PDAM
-
Pemenuhan kebutuhan air bersih melalui sumur bor
-
Pemenuhan kebutuhan industri yang meliputi: sebagai bahan baku produksi dan bahan penunjang produksi
-
Pemanfaatan air bersih untuk hotel dan restoran
b. Sub sistem konservasi pemanfaatan air tanah yang meliputi: -
Konservasi pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan domestik, industri, dan hotel di Kota Semarang
-
Nilai ekonomi
-
Nilai perolehan air (NPA)
-
Kelembagaan
1.7. Strategi Kebijakan yang akan Disusun Strategi kebijakan yang akan disusun meliputi: a. Strategi untuk pemanfaatan air tanah meliputi: -
Jumlah maksimum air tanah yang boleh diambil di kota Semarang
-
Nilai ekonomi
-
Kelembagaan
b. Strategi untuk konservasi pemanfaatan air tanah meliputi: 1. Strategi
konservasi
pemanfaatan
air
tanah
dengan
pembatasan
air
tanah
dengan
pembatasan
pertumbuhan hotel dan hemat air 2. Strategi
konservasi
pemanfaatan
pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah
11
3. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan pemakaian air tanah 4. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal 5. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1 dan 2 6. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan dengan gabungan antara skenario 1, 2, dan 3 7. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1, 2, 3, dan 4. 8. Strategi
konservasi
pemanfaatan air tanah
pemanfaatan
air
tanah
dengan
moratorium
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Tanah Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah, letaknya di daratan dengan pelamparan dapat sampai di bawah dasar laut mengikuti sebaran serta karakteristik lapisan tanah atau batuan pada cekungan air tanah. Air tanah dapat berada pada lapisan jenuh air (saturated zone), lapisan tidak jenuh air (unsaturated zone), atau rongga-rongga dan saluran-saluran dalam wujud sungai bawah tanah di daerah batugamping. Air tanah berdasarkan letaknya terdiri atas 2 (dua) macam yaitu: a.
air tanah bebas (unconfined aquifer) yaitu air tanah yang bagian bawahnya dilapisi oleh lapisan tanah yang kedap air (impermeable), sedangkan bagian atasnya bebas (permeable) atau dibatasi oleh muka air tanah itu sendiri (water table). Air tanah ini yang biasa digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum maupun air bersih.
b.
air tanah tertekan (confined aquifer) yaitu air tanah yang baik bagian atas maupun bagian bawahnya dilapisi oleh lapisan tanah yang kedap air, jadi pengisiannya dari suatu daerah yang disebut daerah umpan (recharge area). Akuifer tertekan ini apabila dibor, maka airnya akan keluar ke atas permukaan bumi sampai mencapai suatu batas imaginer yang disebut dengan garis peizometric
yaitu garis hayal yang ditarik dari daerah umpan. Air ini yang
disebut dengan sumur artesis. Air dapat menyembur ke atas permukaan bumi mendekati garis peizometrik karena ada tekanan dari daerah umpan. Akuifer terbentuk dari batuan sedimen yang belum mengalami konsolidasi dan bertekstur seperti pasir dan pelbagai batuan sedimen yang bertekstur lebih kasar. Lebih dari 98 persen dari semua air yang ada di daratan berada di bawah permukaan tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen sisanya terlihat sebagai air di sungai, danau dan reservoir. Setengah dari dua persen ini disimpan di reservoir buatan. Sembilan puluh delapan persen dari air di bawah permukaan disebut air tanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka air tanah. Dua persen sisanya adalah kelembaban tanah.
13
2.2. Cekungan Air Tanah (CAT) Cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung (Undang-undang No. 7 tahun 2004). Berdasarkan penyelidikan geologi dan morfologi yang dilakukan oleh Ditjen Geologi dan Tata Lingkungan (2000) maka sistem air tanah di Jawa dan Madura dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) mandala air tanah: 1. Mandala air tanah dataran: umumnya menempati darah pantai utara dan selatan, setempat pada daerah bantaran banjir (flood plain) dan dataran antar gunung api.Batuan penyusunnya terdiri atas material lepas berukuran lempung, kerakal, setempat bongkah, dimana aliran air tanah berlangsung melalui ruang antar buttir. Secara hidrologis daerah ini menunjukkan kandungan air tanah bebas (unconfined aquifer) dan air tanah tertekan (confined aquifer) tinggi 2. Mandala kerucut gunung api: sebaran umumnya dibagian tengah pulau Jawa, dimana pada kerucut gunung api dijumpai tekuk lereng (back in slope) yang membedakan bagian puncak, bagian tubuh dan kaki gunung api. Litologi aquifer berupa batuan piroklastik yang bersifat lepas- agak padu, serta lelehan lava berstrukur vesikuler/scoria dengan intensitas sesar/patahan tinggi, sehingga terjadi aliran air tanah yang berlangsung melaluiruang antar butir rekahan. Produktivitas aliran semakin tinggi kea rah kaki gunung api. 3. Mandala air tanah karst: merupakan mandala air tanah dengan sistemaliranair tanah yang khas terjadi pada batu gamping karst, yakni melalui celahan, rekahan dan saluran pelarutan,sehingga produktivitas akuifer akan sangat tergantung pada tingkat karstisipasinya. Sebaran di Pulau Jawa bagian utara yaitu dari Rembang hingga Madura dan di bagian selatan yang terbentang dari Cilacap hingga Pacitan. 4. Mandala air tanah perbukitan: dibentuk dari berbagai jenis batuan dengan tingkat resisten terhadap proses pelapukan dan erosi yang sangat beragam, dimana daerah dengan timbulan tajammencerminkan tingkat resistensi tinggi sehingga aliran permukaan berlangsung dominan daripada peresapan. Indonesia mempunyai potensi air tanah sebesar 485 x 109 m3 per tahun yang terdiri dari air tanah bebas sebesar 472 x 109 m3 dan air tanah tertekan sebesar 12,6
14
x 109 m3. Dari potensi air tanah sebesar itu, sekitar 67% berada di Sumatra dan Papua. Potensi air tanah yang besar tersebut keberadaannya merupakan cekungan yang jumlahnya di Indonesia mencapai 391 buah, yang paling besar berada di Pulau Jawa yaitu sekitar 80 buah dengan luasan 77.389 km2 atau sekitar 59% dari luas total pulau Jaea dan Madura, dan yang potensi CAT yang paling kecil berada di Pulau Bali yaitu sekitar 8 buah. Untuk lebih jelasnya sebaran dan potensi cekungan air tanah di Indonesia disajikan dalam Tablel 1. Tabel 1 Sebaran dan Potensi Cekungan Air Tanah di Indonesia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Wilayah Sumatera Jawa Bali Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Indonesia
Jumlah Cekungan 44 80 8 51 18 78 69 43 391
Potensi Air Tanah (juta m3/th) Bebas Tertekan 115.500,00 4.306,00 38.793,00 2.047,00 1.577,00 22,00 10.141,00 304,40 69.410,00 19,00 24.305,00 1.066,00 12.029,00 1.231,00 200.535,00 3.594,00 472.290,00 12.589,40
Sumber: Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 2004.
Diantara cekungan air tanah penggunaannya yang paling intensif adalah yang berada di Jawa yaitu untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga, pertanian dan bahkan untuk industri. Pemanfaatan air tanah dalam untuk industri dan jasa yang paling intensif dilakukan adalah di cekungan Jawa. Berdasarkan hasil survei Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan (2006), bahwa terdapat 4 (empat) CAT yang kondisinya cukup kritis, yaitu: (a) CAT Jakarta – Tangerang, (b) CAT Bandung, (c) CAT Semarang Demak, dan (d) CAT Pasuruan,karena keempat cekungan tersebut rata-rata sudah tergolong rawan dan kritis untuk pengambilan air tanah pada kedalaman 40-150 meter. Distribusi CAT di pulau Jawa dan Madura adalah: 1. Propinsi Banten ada 5 (lima) cekungan yaitu 3 (tiga) berada di cekungan lintas kabupaten/kota, dan 2 (dua) berada pada lintas propinsi. 2. Propinsi DKI Jakarta terdapat 1 (satu) cekungan air tanah yang keberadaannya ada pada lintas propinsi
15
3. Propinsi Jawa Barat terdapat 27 (dua puluh tujuh) cekungan air tanah, dimana 15 (lima belas) cekungan berada pada lintas kabupaten/kota, 8 (delapan) berada dalam wilayah kabupaten/kota, dan 4 (empat) berada pada lintas propinsi 4. Propinsi Jawa Tengah terdapat 31 (tiga puluh satu) cekungan air tanah, dimana 6 (enam) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, 19 (Sembilan belas) berada pada lintas kabupaten/kota, dan 6 (enam) berada pada lintas propinsi 5. Propinsi Jawa Timur terdapat 23 (dua puluh tiga) cekungan air tanah, dimana 6 (enam) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, 13 (tiga belas) berada pada lintas kabupaten/kota, dan 4 (empat) berada dalam lintas propinsi. 2.3. Kriteria Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan Air tanah terdapat di bawah permukaan tanah baik berada di daratan maupun di bawah dasar laut, mengikuti sebaran karakteristik tempat keberadaannya yaitu dalam lapisan tanah atau batuan pada cekungan air tanah (CAT). Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah (Pasal 12 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air. Landasan Kebijakan Pengelolaan Air Tanah meliputi (Ditjen Minerba, 2005): 1. Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyat Indonesia, mengingat fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup. 2. Air
tanah
harus
dikelola
secara
bijaksana,
menyeluruh,
terpadu,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. 3. Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan dengan perilaku air tanah meliputi keterdapatan, penyebaran, ketersediaan, dan kualitas air tanah serta lingkungan keberadaannya. 4. Pengelolaan air tanah wajib mengacu kebijakan pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah, kebijakan ini mengacu pada UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya air (SDA) 5. Kebijakan pengelolaan air tanah ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing. 6. Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah yang terintegrasi dalam kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air.
16
7. Kegiatan utama dalam pemanfaatan air tanah yang mencakup konservasi pemanfaatan pemanfaatan air tanah diselenggarakan untuk mewujudkan:
Kelestarian dan kesinambungan ketersediaan air tanah
Kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan
Kriteria pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan meliputi: a.
Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur < 10 lt/detik
b.
Lama pengambilan (t) masing-masing sumur < 8 jam/hari
c.
Jarak antar sumur > 1.000 meter
d.
Q pemanfaatan < Q recharge
e.
WTP (p) > WTP (PDAM)
f.
Kebutuhan air baku < 70% dari air tanah
g.
Muka air tanah (mat) stabil
h.
Pengusaha air tanah membuat sumur resapan ≥ 1 buah Sedangkan kriteria kerusakan air tanah meliputi:
•
Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur > 10 lt/detik
Lama pengambilan (t) masing-masing sumur > 8 jam/hari
Jarak antar sumur < 1.000 meter
Q pemanfaatan > Q recharge
WTP (p) < WTP (PDAM)
Muka air tanah (mat) setiap tahun mengalami penurunan
Setiap tahun terjadi laju penurunan tanah (subsident)
2.4.
Analisis Kebijakan Kebijakan adalah suatu keputusan untuk bertindak yang dibuat atas nama
suatu kelompok sosial,yang memiliki implikasi yang kompleks dan yang bermaksud mempengaruhi anggota kelompok dengan penetapan sangsi-sangsi (Mayer. Et al. 1982 dalam Shawan. 2002). Sedangkan menurut James E.Anderson kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang actor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan (Dunn. N. William. 2003).
17
Membuat atau merumuskan suatu kebijakan yaitu kebijakan pemerintah tidaklah mudah, banyak factor berpengaruh terhadap proses pembuatannya. Proses pembentukan kebijakan pemerintah yang rumit dan sulit harus diantisipasi sehingga akan mudah dan berhasil saat diimplementasikan. Dalam hal ini, para pembuat kebijakan harus menentukan identitas permasalahan kebijakan. Dengan cara mengidentifikasi problem yang tiumbul kemudian merumuskannya. Dalam perumusan kebijakan pemerintah, yaitu kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah. Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan prospektif. Selanjutnya analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat publik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn. 2003), sehingga kebijakan bukanlah berdiri sendiri (single decision) dalam proses kebijakan dalam sistem politik, tetapi bagian dari proses antar hubungan. Jadi kebijakan dapat dikatakan sebagai suatu alat pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran. Analisis kebijakan adalah salah satu diantara sejumlah banyak faktor lainnya didalam sistem kebijakan. Suatu sistem kebijakan (policy system) atau seluruh pola institusional dimana didalamnya kebijakan dibuat, yang mencakup hubungan timbal balik antar tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subyektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Hubungan tiga elemen penting di dalam suatu sistem kebijakan disajikan dalam Gambar 3 (Dunn N. William. 2003).
18
Pelaku Kebijakan Penegakan hokum Kesejahteraan Ekonomi
Instansi Pemerintah Pemimpin Anailis kebijakan
Kebijakan Publik
Lingkungan Kebijakan Industri Masyarakat Pengusaha
Gambar 3 Hubungan tiga elemen kebijakan (Dunn N.William. 2003) Kebijakan publik (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, yang diformulasikan didalam berbagai bidang, termasuk lingkungan hidup. Definisi dari masalah kebijakan tergantung pula pada pola keterlibatan pelaku kebijakan (policy stakeholder) yang khusus, yaitu para individu atau kelompok individu yang mempunyai andil didalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Sedangkan lingkungan kebijakan (policy environment) yaitu konteks khusus dimana kejadian-kejadian disekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Kebijakan operasional dari suatu lembaga adalah didasarkan pada suatu pijakan landasan kerja. Landasan kerja inilah yang merupakan dasar dari kebijakan yang ditempuh atau dengan kata lain kebijakan merupakan suatu dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan.
Menurut
Wahab
dalam
Tangkilisan
(2005)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja kebijakan adalah: (a) organisasi atau kelembagaan, (b) kemampuan politik dari penguasa, (c) pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang, (d) kebijakan pemerintah yang bersifat tak remental, (e) proses perumusan kebijakan pemerintah yang baik, (f) aparatur evaluasi yang bersih dan berwibawa serta profesional, (g) biaya untuk melakukan evaluasi, (h) tersedianya data dan informasi sosial ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh penilai kebijakan.
19
Dalam pelaksanaan suatu kebijakan formal sangat tergantung pada bagaimana kebijakan itu diimplementasikan dan diberlakukan keputusan tersebut kepada masyarakat. Pengimplementasian penyusunan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah: (a) seberapa jauh wewenang yang diberikan oleh badan eksekutif, (b) karakteristik dan badan eksekutif, (c) metode yang digunakan untuk menggunakan sumberdaya alam dan peraturan yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut. Dengan adanya faktorfaktor tersebut sehingga membuat kebijakan menjadi dinamis. Suatu kebijakan kadang terlihat irasional, karena kebijakan yang diterima oleh suatu masyarakat belum tentu dapat diterima oleh masyarakat lainnya, sehingga kebijakan itu harus diformulasikan sedemikan rupa sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai pengarah, penyedia dan sekaligus sebagai kontrol kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pelaku kegiatan. Pemilihan dalam pengambilan kebijakan yang baik dan tepat dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa kriteria kebijakan, menurut Abidin (2000) ada beberapa kriteria kebijakan yang dapat digunakan dantara adalah: 1. Efektifitas (efectiveness); mengatur apakah suatu pemilihan sasaran yang dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang diinginkan. Jadi satu strategi kebijakan dipilih dan dilihat dari kapasitasnya untuk memenuhi tujuan dalam rangka memecahkan permasalahan masyarakat, 2. Efisiensi (econimic rationality); mengukur besanya pengorbanan atau ongkos yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan atau efektifitas tertentu, 3. Cukup (adequacy); mengukur pencapaian hasil yang diharapkan dengan sumberdaya yang ada; 4. Adil (equity); mengukur hubungan dengan penyebaran atau pembagian hasil dan aongkos atau pengorbanan diantara berbagai pihak dalam masyarakat, 5. Terjawab (responsiveness); dapat memenuhi kebutuhan atau dapat menjawab permasalahan tertentu dalam masyarakat, 6. Tepat
(apropriateness);
disebutkan sebelumya.
merupakan
kombinasi
dari
kriteria
yang
20
2.5. Pemodelan dengan Interpretasi Struktur (Interpretative Structural Modelling) Pemodelan dengan interpretasi struktur (Interpretative structural Modelling ISM) merupakan salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis. Menurut Eryatno (1998) dalam Marimin (2004), ISM adalah proses pengkajian kelompok (grouping learning proces) dimana modelmodel struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari satu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. ISM menganalisis sebuah elemen dari elemen-elemen dan menyajikan dalam bentuk grafikal dari setiap hubungan langsung dan tingkatannya. Elemen mungkin saja menjadi obyek dari kebijakan, tujuan dari suatu organisasi, faktorfaktor penilaian, dan lain-lain. Saxena (1992) dalam Marimin (2004) menyebutkan sembilan elemen yang dapat dianalisis dengan pendekatan ISM yaitu: (1) sektor masyarakat yang terpengaruhi, (2) kebutuhan program, (3) kendala utama, (4) perubahan yang dimungkinkan, (5) tujuan program, (6) tolak ukur
guna menilai
tujuan, (7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, (8) ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas,
dan (9)
lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Selanjutnya untuk setiap elemen dijabarkan menjadi sebuah subelemen. Dalam suatu kajian dengan menggunakan ISM, analisis dapat dilakukan terhadap semua elemen seperti di kemukakan di atas atau hanya sebagian elemen saja tergantung tujuan yang ingin dicapai dalam kajian yang dilakukan. Apabila hanya sebagian elemen yang dikaji, maka penentuan elemen-elemennya, didasarkan pada hasil pendapat pakar termasuk penyusunan subelemen pada setiap elemen yang terpilih. Setelah ditetapkan elemen dan subelemen, selanjutnya ditetapkan hubungan pengarahan
kontekstual (direction)
antara dalam
subelemen terminologi
yang
terkandung
subordinat
yang
adanya
suatu
menuju
pada
perbandingan berpasangan seperti apakah tujuan A lebih penting dari tujuan B. Perbandingan berpasangan yang menggambarkan keterkaitan antara subelemen atau tidaknya hubungan kontekstual dilakukan oleh pakar. Beberapa keterkaitan antara subelemen dengan teknik ISM dapat dilihat seperti pada Tabel 2.
21
Tabel 2 Keterkaitan antara subelemen pada teknik ISM 1. 2.
Jenis Perbandingan (comparatif) Pernyataan (definitive)
3.
Pengaruh (influence)
4.
Keruangan (spatial)
5.
Kewaktuan (temporal/time scale)
No.
Interpretasi A lebih penting/besar/indah, daripada B. A adalah atribut B A termasuk di dalam B A mengartikan B A meneyebabkan B A adalah bagian penyebab B A mengembangkan B A menggerakkan B A meningkatkan B A adalah selatan/utara B A diatas B A sebelah kiri B A mendahului B A mengikuti B A mempunyai prioritas lebih dari B
Sumber: Marimin. 2004
Untuk menyajikan tipe hubungan kontekstual dengan teknik ISM, digunakan empat simbol yang disebut VAXO (Eryatno. 2007), dimana: V = untuk relasi dari elemen Ei sampai Ej, tetapi tidak berlaku untuk sebaliknya A = untuk relasi dari elemen E j sampai Ei, tetapi tidak berlaku untuk sebaliknya X = untuk interelasi antara elemen Ei sampai Ej (berlaku untuk kedua arah) O = untuk merepresentasikan bahwa Ei sampai Ej, tidak ada keterkaitan.
2.6. Nilai Ekonomi Nilai ekonomi (economic values) dalam paradigma neoklasik dapat dilihat dari sisi kepuasan konsumen (preferences of consumers) dan keuntungan perusahaan (profit of firms). Dalam hal ini konsep dasar yang digunakan adalah surplus ekonomi (economic surplus) yang diperoleh dari penjumlahan surplus oleh konsumen (consumers surplus; CS) dan surplus oleh produsen (producers surplus; PS). Surplus konsumen terjadi apabila jumlah maksimum yang mampu konsumen bayar lebih besar dari jumlah yang secara aktual harus dibayar untuk mendapatkan barang atau jasa. Selisih jumlah tersebut disebut consumers surplus (CS) dan tidak dibayarkan dalam konteks memperoleh barang yang diinginkan. Sementara itu, surplus produser (PS) terjadi ketika jumlah yang diterima oleh produsen lebih besar dari jumlah yang harus dikeluarkan untuk memproduksi sebuah barang atau jasa. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pada dasarnya valuation merujuk
22
pada kontribusi sebuah komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Nilai sebuah komoditas tergantung dari tujuan spesifik dari nilai itu sendiri. Dalam pandangan neoklasik,
nilai
sebuah
komoditas
terkait
dengan
tujuan
maksimisasi
utilitas/kesejahteraan individu. Dengan demikian apabila ada tujuan lain, maka ada “nilai” yang lain pula. Berbeda dengan pandangan neoklasik, dalam pandangan ecological economics, tujuan economic valuation tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan dan keadilan distribusi. Economic valuation berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan keberlanjutan dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini, menyatakan bahwa perlu ada ketiga nilai tersebut yang berasal dari tiga tujuan dari penilaian itu sendiri, yaitu tujuan efisiensi, keadilan dan keberlanjutan. Selanjutnya dikatakan bahwa Ilmu Ekonomi Lingkungan menerangkan bahwa kerusakan lingkungan merupakan masalah ekternalitas yang akan mengarah pada kegagalan pasar, karena tidak memungkinkan untuk membeli atau menjual aset lingkungan dalam pasar karena tidak adanya harga pasar, sehingga barang dan jasa lingkungan tidak diperdagangkan dalam pasar. Dengan demikian produser dan konsumer mengesampingkan masalah lingkungan dalam membuat keputusannya. Pengenyampingan aset lingkungan ini dalam keputusan mereka menyebabkan terjadinya penggunaan sumberdaya lingkungan yang tidak efisien, sehingga menimbulkan kerusakan. Untuk mengatasi tidak adanya nilai ini maka perlu adanya valuasi melalui pemberian nilai moneter (monetizing), sehingga memiliki basis dalam membandingkan antara perlindungan dan pemanfaatan lingkungan. Nilai ekonomi suatu komoditas (good) atau jasa (service) lebih diartikan sebagai ”berapa yang harus dibayar” dibanding ”berapa biaya yang harus ikeluarkan untuk menyediakan barang/jasa tersebut”. Dengan demikian, apabila lingkungan dan sumberdayanya eksis serta menyediakan barang dan jasa bagi manusia, maka ”kemampuan membayar” (willingness to pay) merupakan proxy bagi nilai sumberdaya tersebut, tanpa memasalahkan apakah manusia secara nyata melakukan proses pembayaran (payment) atau tidak. Apa yang dinilai dalam ekonomi lingkungan terdiri dari dua kategori yang berbeda, yakni:
23
1. Nilai
preferensi
masyarakat
terhadap
perubahan
lingkungan,
sehingga
masyarakat memiliki preferensinya dalam tingkat risiko yang dihadapi dalam hidupnya, sehingga memunculkan keinginan untuk membayar willingnes to pay (WTP) agar lingkungan tidak terus memburuk. Hal ini termasuk dalam kategori valuasi ekonomi (economic valuation), yang sering dinyatakan dalam kurva permintaan (demand curve) terhadap lingkungan. 2. Sumberdaya alam dan lingkungan sebagai asset kehidupan memiliki nilai intrinsic. Hal ini merupakan bentuk dari nilai ekonomi secara intrinsic (intrinsic values) dari eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Semarang dengan mengambil kekhususan kebijakan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan, sedangkan waktu pelaksanaan selama 6 (enam) bulan yang dimulai pada bulan Maret 2010, dengan tahapantahapan penelitian adalah: persiapan, pengambilan data lapangan pengolahan dan analisis data sampai penulisan Tesis. 3.2. Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian studi kasus (Yin. 2002) dengan 5 (lima) tahapan kegiatan penelitian yaitu: (a) studi potensi sumberdaya air tanah dan sumberdaya manusia wilayah kota Semarang, (b) identifikasi pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih, (c) Identifikasi kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih, (d) analisis kebijakan pengelolaan air tanah dalam yang berkelanjutan, dan (e) strategi kebijakan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan di kota Semarang. 3.3. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung yang berupa wawancara dengan masyarakat pemakai air tanah dan para pakar. Data sekunder diperoleh dari berbagai pustaka berupa buku, laporan penelitian, jurnal dan data lainnya yang bersumber dari berbagai instansi/lembaga yang berkaitan dengan penelitian tentang kebijakan tata laksana pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih. Jenis dan sumber data secara ringkas disajikan dalam Tabel 3. 3.4. Teknik Penentuan Responden Pemilihan responden disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jumlah responden yang akan diambil yaitu responden yang dapat mewakili dan memahami permasalahan yang diteliti. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan Expert survey yanag dibagi dalam 2 (dua) cara yaitu:
25
Tabel 3 Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis Strategi Pemanfaatan Air Tanah sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang No
Tujuan Khusus
Jenis Data
Bentuk Data
Sumber Data
Metode Analisis
Hasil Primer Identifikasi wawancara potensi SDA Dinas/instansi Laporan 1. dan SDM Deskriptif terkait tahunan wilayah Kota Sekunder dinas/instansi Responden terpilih Semarang terkait Peraturan perundangan Identifikasi yang kebijakan Deskriptif/konten 2. Sekunder berkaitan dg Dinas/instansi terkait pemanfaatan analisis air tanah air tanah Analisis Hasil Primer kebutuhan wawancara dan Laporan 3.. ketersediaan tahunan air bersih Sekunder dinas/instansi Kota terkait Semarang Analisis Hasil Primer strategi wawancara kebijakan Laporan 4. pemanfaatan tahunan air tanah di Sekunder dinas/instansi kota terkait Semarang Sumber: Hasil identifikasi. 2010.
Dinas/instansi terkait Responden terpilih/Pendapat pakar
Dinas/instansi terkait Responden terpilih/Pendapat pakar
Deskriptif, analisis kebutuhan
Output yang Dihasilkan Teridentifikasinya potensi wilayah Kota Semarang Teridentifikasinya peraturan perundangan yang mendukung konservasi pemanfaatan air tanah Teridentifikasinya ketersediaan air tanah dalam sebagai sumber air bersih dan kebutuhan air di Kota Semarang
Model strategi ISM kebijakan Nilai Ekonomi pemanfaatan air tanah yang Kebutuhan berkelanjutan di Skenario kota Semarang kebijakan
1. Responden dari masyarakat selain pakar di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Random sampling secara Proporsional (Walpole. 1995), 2. Responden dari kalangan pakar. Responden pakar dipilih secara sengaja. Responden yang dipilih memiliki kepakaran sesuai dengan bidang yang dikaji. Beberapa pertimbangan dalam menentukan pakar yang akan dijadikan responden menggunakan criteria sebagai berikut: a. Memiliki pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji, b. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang yang dikaji,
26
c. Memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia, dan atau berada pada lokasi yang dikaji.
3.4. Metode Analisis Data 3.4.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis untuk mengetahui kondisi atau gambaran umum lokasi penelitian, yang berupa kondisi fisik, kondisi sosial ekonomi, dan sarana dan prasarana, serta budaya masyarakat setempat berkaitan dengan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang. 3.4.2. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah a. Analisis peraturan perundangan Analisis peraturan perundangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peraturan tersebut diterapkan. Dalam analisis ini meliputi Undangundang sampai pada perauran daerah (Peraturan Gubernur, SK Gubernur, bahkan SK Walikota/Bupati) tentunya yang ada kaitannya dengan pemanfaatan air tanah. Pendekatan yang digunakan adalah content analysis b. Interpretative Structural Modeling (ISM) Pemanfaatan Air Tanah untuk Kebutuhan Air Bersih di Kota Semarang Salah satu teknik yang
dapat dipergunakan untuk
merumuskan
perencanaan strategis dari suatu sistem adalah “Interpretative Structural Modeling “ (ISM), yakni teknik pemodelan deskriptif yang merupakan alat stukturisasi untuk suatu hubungan langsung, yang bersangkut paut dengan interpretasi dari suatu objek yang utuh atau perwakilan system melalui aplikasi teori grafis secara sistematis dan iteratif (Suxena et al. 1992). Eriyatno (2007) menyatakan bahwa teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis dan kalimat. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dan struktur didalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Dalam teknik ISM, program yang ditelaah perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen dimana setiap elemen
27
selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah subelemen. Studi dalam perencanaan program yang terkait memberikan pengertian mendalam terhadap berbagai elemen dan peranan kelembagaan guna mencapai solusi yang lebih baik dan mudah diterima. Teknik ISM memberikan basis analisa dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta perencanaan strategis. Menurut Suxena (1992) dalam Eriyatno (2003) bahwa model struktur untuk kebijakan dapat dibagi menjadi sembilan elemen yang saling berkaitan yang digambarkan pada Gambar 4. Adapun masing-masing elemen yaitu : 1.
Sektor masyarakat yang terpengaruhi
2.
Kebutuhan program
3.
Kendala utama
4.
Perubahan yang dimungkinkan
5.
Tujuan program
6.
Tolak ukur guna menilai tujuan
7.
Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan
8.
Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas
9.
Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Masalah
Lembaga yang terkait
Aktivitas yang dibutuhkan
Kendala utama
Kebutuhan
Program yang dikerjakan
Tolok ukur
Perubahan yang dimungkinkan Msyarakat yang terpengaruh Tujuan prorgam
Gambar 4 Keterkaitan antar elemen dalam ISM Setiap elemen yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah subelemen menggunakan masukan dari pakar. Untuk analisis dapat dilakukan terhadap semua elemen seperti di kemukakan di atas atau hanya sebagian elemen saja tergantung tujuan yang ingin dicapai dalam kajian yang dilakukan. Apabila hanya sebagian
28
elemen yang dikaji, maka penentuan elemen-elemennya, didasarkan pada hasil pendapat pakar termasuk penyusunan subelemen pada setiap elemen yang terpilih lalu ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen yang memungkinkan pengarahan tertentu. Berdasarkan tujuan dan konsultasi dengan pakar, maka elemen yang dipilih dalam penelitian ini adalah:
1. Kebutuhan program 2. Kendala utama 3. Tujuan program 4. Lembaga yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan Keseluruhan proses tahapan teknik ISM dari mulai tahap penyusunan hirarki sampai analisis dapat dilihat pada Gambar 5. Melalui teknik ISM, model yang tidak jelas ditransformasikan menjadi sistem yang tampak (Eriyatno, 2002). Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual maka disusunlah Structural Self-interaction Matrix (SSIM). Contoh matriks SSIM dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Contoh matiks SSIM. Sub Elemen Tujuan ke-i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknik
ISM
disusun
1 X
2 V X
berdasarkan
Sub Elemen Tujuan ke-j 3 4 5 6 7 V A A O O O O X V V X A A X X X V O O X V V X A X
hubungan
kontekstual
8 X V V O V A X X
9 V V V O A O X O X
dengan
menggunakan simbol V,A,X dan O dimana : V ... hubungan dari elemen Ei terhadap Ej, tetapi tidak sebaliknya. A... hubungan dari elemen Ej terhadap Ei, tetapi tidak sebaliknya. X... hubungan interrelasi antara Ei dan Ej (dapat sebaliknya) O ..Ei dan Ej tidak ada hubungan. Hubungan tersebut diterjemahkan kedalam matriks biner dengan aturan konversi sebagai berikut :
29
Jika hubungan Ei terhadap Ej = V didalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 0. Jika hubungan Ei terhadap Ej = A didalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 1 Jika hubungan Ei terhadap Ej = X didalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 1
Jika hubungan Ei terhadap Ej = ) didalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 0 Simbol 1 adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 tidak terdapat atau tidak ada hubungan kontekstual antara elemen i dan j dan sebaliknya. Setelah SSIM terbentuk, kemudian dibuat tabel Reachability Matrix dengan mengganti simbol V, A, X, dan O menjadi bilangan 1 atau 0. Klasifikasi sub elemen mengacu pada hasil olahan dari Reachability Matrix (RM) yang telah memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan didapatkan nilai DriverPower (DP) dan nilai Dependence (D) untuk menentukan klasifikasi subelemen. Secara garis besar klasifikasi subelemen digolongkan dalam empat sektor, yaitu : a. Sektor 1; weak driver – weak dependence variables
(AUTONOMUS).
Subelemen yang termasuk dalam sektor ini pada umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada sektor 1 jika; nilai DP ≤ 0.5X dan D ≤ 0.5X, X adalah jumlah subelemen. b. Sektor 2; weak driver – strongly dependence variables (DEPENDENCE). Umumnya subelemen yang masuk pada sector ini adalah subelemen yang tindakan bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2; jika nilai DP ≤ 0.5X dan D > 0.5X, X adalah jumlah subelemen. c. Sector 3; strong driver – strongly dependent variables (LINGKAGE). Subelemen yang termasuk dalam sector ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara subelemen tidak stabil. Setiap tindakan pada subelemen akan memberikan dampak terhadap subelemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Subelemen yang masuk sektor 3; jika nilai DP > 0.5X dan D > 0.5X, X adalah jumlah subelemen. d. Sektor 4; strong driver – weak dependence variables (INDEPENDENT). Subelemen yang masuk dalam sector ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk sektor 4 jika: nilai DP > 0.5X dan D ≤ 0.5X, X adalah jumlah sub elemen.
30
Untuk mengetahui keterkaitan antara sub elemen pada teknik ISM dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan tahapan teknik ISM dapat dilihat pada Gambar 6 Secara ringkas deskripsi tahapan-tahapan teknik ISM sebagai berikut. a. Indentifikasi elemen; Elemen sistem diidentifikasi dan di daftar, yang diperoleh melalui penelitian, brainstorming, dan sebagainya. b. Hubungan kontekstual: sebuah hubungan kontekstual antar elemen dibangun, tergantung pada tujuan pemodelan.
E2, E5, E6 9
Sektor IV
8
Sektor III
7 E9 6 5 0
1
2
3
4 4
E1, E3, E7, E8 5
6
7
8
9
3 2
Sektor I
1
Sektor II
E4
0
Gambar 5 Koordinat hasil matriks reachability diplot kedalam matriks driver power dependent c. Matriks interaksi tunggal terstruktur (Structural Self-Interaction Matrix/SSIM) dengan menggunakan simbol V, A, X, dan O. d. Matriks Reachability (Reachability Matrix/RM): Dengan mengubah simbol-simbol SSIM ke dalam sebuah matriks biner. e. Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam levellevel yang berbeda dari struktur ISM. f.
Matriks Coninical; Pengelompokan elemen-elemen dalam level yang sama.
g. Digraph; Adalah konsep yang berasal dari Directional Graph, sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung, dan level hirarki. h. Interpretative Structural Modeling; ISM dibangkitkan dengan
memindahkan
seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh sebab itu, ISM
31
memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur hubungannya. Struktur model yang dihasilkan dapat digunakan untuk memprediksi daya dukung air tanah di kota Semarang dalam memenuhi kebutuhan sumber air baku untuk air bersih, dengan mengasumsikan tingkat pertumbuhan penduduk pertahun dalam jumlah tertentu. Sebaliknya juga dapat diketahui berapa umur ekonomis air tanah di kota Semarang tidak dikonservasi pemanfaatannya secara terpadu (akan terjadi krisis air tanah). Prediksi tersebut dihasilkan melalui simulasi model dengan menggunakan atribut yang sudah dibangun sebelumnya. Adapun tujuan dari penggunaan model ISM adalah: (a) Menentukan elemen-elemen kunci dalam pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan, (b) Menentukan subelemen pada masing-masing elemen, (c) Menentukan level dependen dan rangking driver power, (d) Merumuskan desain struktur pemanafaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan. c. Analisis Nilai Ekonomi Metode nilai ekonomi digunakan untuk mengestimasi besarnya biaya yang dikeluarkan penduduk dalam memanfaatkan air tanah. Pada prinsipnya metode nilai ekonomi didasarkan kepada WTP (Wilingness to pay) yang dikeluarkan oleh penduduk dalam memanfaatkan air tanah untuk keperluan industri, domestik, usaha komersial dan usaha yang lainnya. Pelaksanaan analisis nilai ekonomi air tanah di kota Semarang berdasarkan pada manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat eksisting
NET = NGL + NGTL + NG E .......................... (1) NET = NIlai ekonomi total NGL = Nilai guna langsung NGTL = Nilai guna tidak langsung NGE = Nilai guna eksisting
32
PROGRAM Uraikan program menjadi perencanaan program
Uraikan setiap elemen menjadi sub elemen
Tentukan hubungan kontekstual antara sub elemen pada setiap elemen
Susunlah SSIM untuk setiap elemen
Bentuk Reachability Matix setiap elemen
Uji matriks dengan aturan transtivity
Modifikasi SSIM
Ok ? No
Yes Tetapkan Drive dan Drive Power setiap subelemen
Tentukan level melalui pemilihan
Susun ISM dari setiap elemen
Ubah RM menjadi format lower triangular RM
Tentukan Rank dan Hirarki dari subelemen
Susun diagram dari lower triangular RM
Tetapkan Drive Dependence Matrix setiap elemen
Plot Subelemen pada empat sektor
Klasifikasi Subelemen pada empat peubah kategori
Gambar 6
Diagram alir deskriptif teknik ISM (Suxena, 1992 2004).
dalam Marimin,
33
Untuk mengetahui nilai ekonomi menggunakan metode kontingensi yaitu dengan pendekatan kesediaan membayar dan dibayar dari pemakai air tanah. Kepada pemakai air tanah ditanyakan langsung kesediaan mereka membayar untuk tetap menggunakan air tanah, dan berapa besar yang tersedia mereka terima sebagai pengganti apabila tidak boleh menggunakan air tanah dalam waktu tertentu. Waktu dalam penelitian ini dibatasi hanya 1 (satu) tahun (Darusman, 2004). 3.4.3. Analisis Kebutuhan Air Dalam analisis kebutuhan air kota Semarang asumsi-asumsi yang digunakan adalah: a. Kebutuhan air domestik terdiri dari kebutuhan air penduduk dan fasilitas umum b. Kebutuhan air bersih penduduk adalah 150 lt/orang/hari (Kimpraswil. 2003) c. Kebutuhan air untuk fasilitas umum yang memanfaatkan air 12.5% dari pemanfaatan air penduduk (Sunarto dalam Oky Setiyandito. 2006) d. Kebutuhan air industri yang memanfaatkan air tanah 90% (Dinas ESDM Jateng. 2009) e. Kebutuhan air hotel yang memanfaatkan air tanah 90% (Dinas ESDM Jateng.2009) Kebutuhan air bersih yang disuplai dari air tanah terdiri dari: domestik, industri, dan hotel, sehingga formilasinya adalah: KAT = KD + KI + KH ……………………………. (2) KAT =
Kebutuhan air tanah
KD
=
Kebutuhan air bersih domestik
KI
=
Kebutuhan air bersih industri
KH
=
Kebutuhan air bersih hotel
3.4.4. Analisis Imbuh Air Tanah Imbuh air tanah adalah adalah air hujan yang jatuh pada suatu daerah
dan mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah. sehingga ketersediaan air tanah adalah:
34
Vt
=
Vt-1 – KAt + It …………………………… (3)
Vt
=
Volume air tanah (m3)
Vt1
=
Volume air tanah saat ini (m3)
KA1 =
Kebutuhan air tanah (m3)
It
Imbuh air tanah (m3)
=
3.4.5. Penurunan muka air tanah (MAT) Akibat pengambilan air tanah yang intensif yang tidak seimbang dengan imbuhannya, maka terjadi penurunan muka air tanah (MATt). Besarnya penurunan MATt adalah muka air tanah saat ini (MAT0) dibanding tebal akuifer (MAT) yang dapat diformulasikan sebagai berikut: VAt1 MATt = MAT x -------- ........................................ (4) VAt MATt = penurunan muka air tanah (m) MAT
= tebal akuifer (m)
VAt
= volume air tanah total (106 m3)
VAt1
= volume air tanah saat ini (106 m3)
3.4.6. Hubungan antara Ketersediaan Air Tanah Dalam dan Penurunan Muka Air Tanah (MAT) Setelah ketersediaan air di kota Semarang diketahui setiap tahunnya tentunya diikuti dengan penurunan muka air tanah karena pemanfaatannya yang melampaui imbuhnya. Tipikal hubungan antara ketersediaan air tanah dan penurunan MAT disajikan dalam Gambar 7.
6
Tinggi MAT (m)
3
Vol. air tanah (10 m )
35
Waktu Ketersediaan air tanah
Penurunan MAT
Kebutuhan air
Safety Yield
Gambar 7 Tipikal hubungan ketersediaan air tanah dengan penurunan muka air tanah 3.5.
Penyusunan
Strategi
Kebijakan
Pemanfaatan
Air
Tanah
yang
Berkelanjutan Dalam penyusunan strategi kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih kota Semarang sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup penelitian yaitu strategi pemanfaatan dan startegi konservasi pemanfaatan air tanah. Sebelum menginjak pada strategi baik untuk pemanfaatan maupun konservasi pemanfaatan terlebih dahulu dibuat kriteria pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan dan kriteria air tanah yang rusak. Kriteria pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan meliputi: a. Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur < 10 lt/detik b. Lama pengambilan (t) masing-masing sumur < 8 jam/hari c. Jarak antar sumur > 1.000 meter d. Q pemanfaatan < Q recharge e. WTP (p) > WTP (PDAM) f.
Kebutuhan air baku < 70% dari air tanah
g. Muka air tanah (mat) stabil h. Pengusaha air tanah membuat sumur resapan ≥ 1 buah Masing-masing subkriteria tersebut dibuat skor dengan besaran
36
1 = baik 2 = sedang 3 = kurang baik 4 = buruk Dikatakan berkelanjutan apabila bobot akhirnya pada skala antara 1 - 2 Sedangkan kriteria kerusakan air tanah meliputi: a. Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur > 10 L/dt b. Lama pengambilan (t) masing-masing sumur > 8 jam/hari c. Jarak antar sumur < 1.000 meter d. Q pemanfaatan > Q recharge e. WTP (p) < WTP (PDAM) f.
Muka air tanah (mat) setiap tahun mengalami penurunan
g. Setiap tahun terjadi laju penurunan tanah (subsident) h. ROB setiap tahun mengalami kenaikan i.
Intrusi air laut makin kea rah darat Masing-masing subkriteria tersebut dibuat skor dengan besaaran 1 = baik 2 = sedang 3 = kurang baik 4 = buruk Dikatakan air tanah mengalami kerusakan apabila bobot akhirnya jatuh pada skala 3 – 4.
a. Strategi Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan Untuk menyusun strategi pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan digunakan beberapa asumsi yaitu: 1. Kebutuhan air bersih penduduk selalu meningkat sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk 2. Sebagai imbuhan (recharge) kota Semarang adalah daerah recharge 3. Untuk perencanaan digunakan kebutuhan eksisting (tahun 2008), 2020, dan 2050
37
4. Potensi air tanah yang dapat dipompa secara berkelanjutan adalah 0.5 volume air tanah. b. Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Strategi konservasi untuk pemanfaatan air tanah tidak hanya dilakukan di daerah imbuhan (recharge) saja, tetapi di seluruh wilayah kota Semarang, dengan scenario: 1. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air 2. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah 3. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan pemakaian air tanah 4. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal 5. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1 dan 2 6. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan dengan gabungan antara skenario 1, 2, dan 3 7. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1, 2, 3, dan 4. 8. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan moratorium pemanfaatan air tanah
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Kota Semarang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah dan merupakan satu-satunya kota di Propinsi Jawa Tengah yang dapat digolongkan sebagai kota metropolitan. Secara geografis terletak pada koordinat antara 6º50’ - 7º10’ Lintang Selatan dan 109º35’ - 110º50’ Bujur Timur, sedangkan batas-batas administrative yang dapat diidentifikasi adalah: □
Batas Utara
:
Laut Jawa
□
Batas Selatan
:
Kabupaten Semarang
□
Batas Timur
:
Kabupaten Demak
□
Batas Barat
:
Kabupaten Kendal
Secara administratif Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan dan 177 kelurahan, serta mempunyai luas wilayah 373,70 km2, dengan panjang garis pantai 13,6 km yang terbentang dari Kelurahan Mangunharjo hingga Terboyo. Kecamatan yang mempunyai wilayah paling luas adalah kecamatan Mijen yaitu 62,15 km2 atau 16,63%, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah kecamatan Candisari yaitu 5,56 km2 atau 1,49%. Ketinggian Kota Semarang bervariasi, terletak antara 0,75 m sampai dengan 348,00 m di atas permukaan laut (dpl). Wilayah kota Semarang terdiri dari dataran rendah dibagian utara, dan pegungan dibagian selatan. Untuk lebih jelasnya kondisi kota Semarang disajikan dalam Tabel 5, dan Gambar 8. 4.2. Kondisi Fisik Kota Semarang 4.2.1. Bentang Lahan Topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Dibagian Utara merupakan pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan 0 2% sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0 - 3,5 m. Di bagian Selatan merupakan daerah perbukitan, dengan kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90 - 200 m dpl. Bentuk lahan kota Semarang mulai dari dataran, berombak, bergelombang hingga bergunung.
39
Tabel 5 Kondisi Kecamatan di Kota Semarang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Luas (km2) 62,15 53,99 25,13 8,53 8,48 5,56 44,20 19,85 27,38 6,36 7,7 10,46 6,05 23,87 31,29 32,07 373,70
Kecamatan Mijen Gunung Pati Banyumanik Gajah Mungkur Semarang Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Ngaliyan Total
Prosentase (%) 16,63 14,45 6,72 2,28 2,27 1,49 11,83 5,31 7,33 1,70 2,06 2,80 1,62 6,39 8,37 8,58 100,00
Sumber: Kota Semarang dalam angka. 2009.
PETA ADMINISTRASI KOTA SEMARANG
Kabupaten Kendal
Kabupaten Demak
Laut Jawa
Kabupaten Semarang
Gambar 8 Peta Lokasi Kota Semarang, Jawa Tengah
Ketrangan 1. Semarang Tengah 2. Semarang Utara 3. Semarang Timur 4. Gayam sari 5. Genuk 6. Pedurungan 7. Semarang Selatan 8. Candisari 9.Gajah Mungkur 10. Tembalang 11. Banyumanik 12. Gunung Pati 13. Semarang Barat 14. Ngaliyan 15. Mijen 16.Tugu
40
Penggunaan lahan di Kota Semarang terbesar adalah jenis penggunaan lahan untuk permukiman (33,12 %), hal ini menunjukkan bahwa lahan masih memiliki fungsi dominan sebagai pelayanan domestik. Persebaran penggunaan lahan permukiman berada jalu-jalur jalan utama terutama berada di pusat kota. Besarnya proporsi luas lahan permukiman mengindikasikan bersarnya tuntutan pelayanan masyarakat, dan hal ini membuktikan bahwa wilayah Kota Semarang benar-benar bersifat perkotaan. Proporsi yang besar lainnya adalah untuk lahan pertanian, terdiri dari lahan kering atau tegalan 23,81%, dan pertanian sawah 11,68%. Lahan pertanian kering berlokasi berada di sebelah selatan wilayah kota yang berbukit-bukit, sedangkan lahan sawah berlokasi di wilayah Semarang bawah sebagian lagi di wilayah Gunungpati dan Mijen. Peruntukan lahan untuk industri seluas 750,12 Ha, yang berlokasi di kawasan industri Tugu dan Genuk, sebagian lagi ada di wilayah Pedurungan dan Semarang Barat. Lokasi industri lainnya berada di wilayah Banyumanik dan Simongan. Untuk kedua wilayah ini sudah tidak sesuai dengan Rencana Induk Kota namun mengingat keberadaan industri tersebut sebelum tersusunnya RIK, maka untuk sementara masih ditoleransi sambil dipindahkan secara bertahap. Penggunaan lahan di kota Semarang disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Penggunaan Lahan di Kota Semarang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Penggunaan Lahan Permukiman Lahan kering/tegalan Sawah Kebun Perkebunan Pertambangan terbuka Industri & pariwisata Perhubungan Lahan berhutan Lahan terbuka Perairan darat Lain-lain Total luas lahan
Luas (Ha) 12.355,96 8.884,30 4.360,88 5.140,23 873,48 137,31 1.023,03 483,14 1.377,21 413,80 1.775,00 2.545,63 37.360,00
Sumber: Semarang kota dalam angka. 2009
Prosentase (%) 33,12 23,81 11,68 13,78 2,34 0,36 2,74 1,29 3,69 1,10 4,75 6.82 100,00
41
4.2.2. Geomorfologi dan Geologi Satuan morfologi kota Semarang dibedakan menjadi satuan dataran pantai (ketinggian 0 - 50 m diatas muka laut), satuan pebukitan (ketinggian 50 - 500 m), dan satuan kerucut gunungapi dengan puncaknya G. Ungaran (2.050 m). Batuan penyusunnya berumur Tersier berupa lapisan marin dan Formasi Penyatan berumur Miosen terdiri atas batu lempung, napal, batu pasir, konglomerat, breksi volkanik dan aliran lava. Batuan penyusun ini bersifat kurang meluluskan air, sebarannya di sekitar Gombel dan sebelah timur Ungaran, berumur Kuarter terdiri atas Formasi Damar yang tersusun oleh batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik dengan kelulusan beragam dan tersebar di antara dataran pantai dan Ungaran. Sementara itu, lahar G. Ungaran dan breksi volkanik yang membentuk G. Ungaran bersifat meluluskan air. Endapan aluvium menempati dataran pantai tersusun oleh lempung dan pasir dengan ketebalan 50 m bersifat meluluskan air Bentuk morfologi kota Semarang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan, yaitu: 1. Satuan dataran, penyebarannya terletak di dataran pantai di utara mulai dari daerah Kendal – Semarang hingga ke daerah Demak dengan ketingian antara 0 – 50 meter dpl. 2. Satuan perbukitan bergelombang sedang, penyebarannya di bagian tengah memanjang dari arah barat kea rah timur dengan ketinggian berkisar antara 50 – 300 m dpl. 3. Satuan perbukitan bergelombang kuat, penyebarannya di bagian selatan dengan ketinggian > 300 m dpl. Daerah kota Semarang bagian utara umumnya merupakan daerah dataran pantai yang ditutupi oleh endapan permukaan yakni endapan pantai dan hasil kegiatan sungai. Daerah bagian tengah dengan bentuk morfologi bergelombang ditempati oleh endapan vulkanik yang bersumber dari gunung Ungaran dan sebagain besar lainnya adalah batuan sedimen dari berbagai formasi. Tatanan geologi yang mengacu pada Peta Geologi bersistem lembar Magelang – Semarang tersusun atas: a. Batuan sedimen, yang meliputi Lapisan marin (Miosen akhir – Pilosen), formasi penyatan (Miosen tengah – atas), breksi vulkanik, dan formasi dammar (Plistosen awal – tengah).
42
b. Endapan vulkanik yang berasal dari hasil kegiatan gunung api muda yaitu gunung Ungaran c. Endapan permukaan: merupakan endapan batuan yang paling muda yaitu endapan alluvium yang terdiri dari alluvium Delta Garang dan alluvium dataran aliran, batuannya tersusun dari lempung, pasir, kerikildan kerakal. Struktur geologi yang berkembang yakni: (a) struktur pelipatan yang terdiri dari antiklinal, sinklinal dan sesar, dan (b) struktur patahan. Perkembangan struktur geologi akan mempengaruhi hidrogeologi dan kandungan air tanah setempat. Kemiringan lapisan kearah tertentu akan diikuti oleh aliran air tanah, dan ruang antar celah akibat struktur geologi tersebut merupakan media yang cukup baik dan dapat dialiri dan berfungsi sebagai akumulasi lapisan (Wahid, H. 1996). Secara detail struktur geologi disajikan dalam Lampiran 1. Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua kemerahan yang sangat cocok untuk tanaman tahunan, holtikultura dan palawija, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromort yang cocok untuk tanamahn pangan, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua yang cocok untuk tanaman tahunan yang tidak produktif. Gambaran penyebaran jenis tanah beserta lokasi dan kemampuannya disajikan dalam Tabel 7. 4.2.3. Iklim dan Hidrologi Iklim Daerah Semarang dan sekitarnya sama dengan beberapa daerah lainnya di Indonesia, yakni termasuk pada zona iklim tropis basah, yaitu mempunyai 2 (dua) jenis iklim tropis yaitu: musim kemarau dan musim penghujan yang memiliki siklus pergantian ± 6 bulan. Temperatur udara berkisar antara 25.800 C sampai dengan 29.300 C, kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 62 % sampai dengan 84 %. Arah angin sebagian besar bergerak dari arah Tenggara menuju Barat Laut dengan kecepatan rata-rata berkisar antara 5.7 km/jam, lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 49 -71% atau (rata-rata 60%). Curah hujan tahunan bervariasi dari tahun ke tahun dengan rata-rata 2.054 mm. Curah hujan yang paling tinggi jatuh pada bulan Januari yaitu 349 mm, dan yang paling kecil 23.4 mm yang jatuh pada bulan Juli. Banyaknya hari hujan dalam 1
43
tahun berkisar antara 92 – 124 hari. Distribusi curah hujan bulanan Kota Semarang disajikan dalam Tabel 8. Tabel 7 Jenis Tanah dan Penyebarnnya di Kota Semarang No Jenis Tanah
1
Mediteran Coklat Tua
Latosol 2 Coklat Tua Kemerahan Asosiasi Aluvial 3 Kelabu dan Coklat kekelabuhan
% Terhadap Wilayah
Lokasi Kec. Tugu Kec. Semarang Selatan Kec. Gunungpati Kec.Semarang Timur Kec. Mijen Kec. Gunungpati
30
26
Kec. Genuk Kec. Semarang Tengah
Kec. Tugu Kec. Semarang Utara Kec. Kec. Genuk Kec. Mijen Sumber: http://www.semarang.go.id.2010 Alluvial Hidromort 4 Grumusol kelabu tua
Potensi Tanaman tahunan / keras Tanaman Holtikultura Tanaman Palawija Tanaman tahunan / keras Tanaman Holtikultura Tanaman Padi Tanaman tahunan tidak produktip
22
22
Tanama tahunan Tanaman Holtikultura Tanaman Padi
Tabel 8 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Kota Semarang Tahun Jan 2001 289,9 2002 230,3 2003 362,5 2004 312,5 2005 274,8 2006 737,5 2007 162,9 2008 384,6 2009 282,8 2010 452,6 Rata 349,0
Feb 421,6 452,2 552,9 453,3 190,9 324,9 190,0 822,2 482,0 339,7 423,0
Mar Apr Mei 292.1 285,9 171,7 268,0 154,4 137,9 187,0 228,3 137,5 146,2 289,1 193,3 253,3 289,1 82,1 197,4 180,5 182,0 184,8 199,2 93,7 219,3 82,9 56,9 78,1 314,9 294,9 296,2 209,5 274,3 166,8 223,4 162,4
Jun 205,3 11,0 0,1 68,2 296,1 33,3 32,4 47,5 105,0 88,8
Jul 47,9 6,1 0,2 17,8 76,6 0,0 20,0 3,0 39,3 23,4
Agu Spt 0,6 172,0 17,8 5,1 0,0 98,5 0,0 91,0 68,6 158,5 0,0 0,0 35,4 0,0 72,6 62,3 25,1 56,2 24,4 42,3
Sumber: Stasiun Meteorologi Ahmad Yani, Semarang, 2002 -2010.
Okt 186,2 76,9 286,1 32,9 267,9 0,0 171,9 237,0 28,1 143,0
Nov 204,2 262,5 241,0 310,0 184,8 218,5 213,3 269,6 144,4 166,4
Des Total 166,8 2271,6 158,4 1501,6 414,0 1665,8 252,4 1765,7 252,4 2395,3 248,1 2122,2 444,4 1748,0 409,8 2667,7 251,0 2101,8 1572,3 242,6 2054,2
44
Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan selama 10 tahun terakhir (2001 – 2010) terlihat bahwa, Kota Semarang mempunyai bulan basah (bulan dengan rata-rata CH > 200 mm/bln) selama 3 bulan berturut-turut, dan bulan kering (bulan dengan CH < 100 mm/bln) selama 4 bulan berturut-turut, sehingga berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman termasuk ke dalam tipe iklim D3, sedangkan berdasarkan klasifikasi ilkim Schmidt & Fergsson termasuk ke dalam tipe iklim C, dan berdasarkan klasifikasi Koppen termasuk ke dalam tipe iklim AM. Hidrologi 1. Air Permukaan Kota Semarang dalam suatu sistem hidrologi, merupakan kawasan yang berada pada kaki bukit Gunung Ungaran, mengalir beberapa sungai yang tergolong besar seperti yaitu Kali Besole, Kali Beringin, Kali Silandak, Kali Siangker, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali Garang, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Kedungmundu, Kali Penggaron. Sebagai Daerah Hilir, dengan sendirinya merupakan daerah limpasan debit air dari sungai yang melintas dan mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan. Kondisi ini diperparah oleh karakteristik kontur wilayah berbukit dengan perbedaan ketinggian yang sangat curam sehingga curah hujan yang terjadi didaerah hulu akan sangat cepat mengalir ke daerah hilir. Kesemua kali tersebut mempunyai sifat aliran perenial yaitu sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun, dan mengalir ke arah utara yang akhirnya bermuara di Laut Jawa. Pola aliran sungai-sungai yang ada adalah pararel. Kali Garang sebagai sungai utama yang membelah kota Semarang, bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai Pengandaan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran kali Kreo dan kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota Semarang bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelokbelok dengan aliran yang cukup deras. Berdasarkan data yang ada debit Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7 % selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena itu, kali Garang memberikan airnya yang cukup dominan bagi kota Semarang, dan merupakan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air minum warga kota Semarang.
45
Sistem jaringan drainase kota Semarang dibagi menjadi 2 yakni Banjir Kanal Barat, dan Banjir Kanal Timur. Banjir Kanal Barat merupakan gabungan dari beberapa sungai yakni: sungai Garang, Kreo dan Kripik, yang berasal dari Gunung Ungaran, merupakan sistem sungai terbesar di kota Semarang. Sedangkan Banjir Kanal Timur merupakan gabungan dari sungai Babon, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Kedungmundu, Kali Penggaron. 2. Air Tanah Air tanah di kota Semarang terdapat pada 2 (dua) lapisan pembawa air (aquifer), yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal (unconfined aquifer), dan air tanah dalam atau air tanah tertekan (confined aquifer). Keberadaan kedua lapisan bembawa air tanah tersebut berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air adalah Cekungan air tanah (CAT). Berdasarkan pasal 1 ayat 12 CAT adalah: suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis,
tempat
semua
kejadian
hidrogeologis
seperti
proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Air tanah kota Semarang berdasarkan Permen ESDM No. 13 Tahun 2009 berada pada CAT Semarang – Demak, dan CAT Ungaran. Untuk jenis air tanah pertama yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air (aquifer), dimana bagian atasnya tidak tertutup oleh lapisan kedap air, tetapi bagian bawahnya dilapisi oleh lapisan tanah yang kedapair, sehingga permukaan air tanah bebas (muka air tanah) ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m. Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m. Kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) di kota Semarang bervariasi antara 0 meter sampai 20 meter dibawah muka laut, ke arah Utara atau ke arah laut kedudukan muka air tanahnya makin dalam yaitu ± 20 meter, dan makin ke arah atas atau daerah perbukitan muka air tanah (mat) makin tinggi. Untuk lebih jelasnya kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) disajikan disajikan dalam Lampiran 2.
46
Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan pembawa air yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air, sehingga debitnya hampir selalu tetap. Disamping itu, kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air bersih. Debit air tanah dalam (tertekan) ini sedikit sekali dipengaruhi oleh musim dan keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang bawah lapisan aquifer di dapat dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan pada mulut sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok aquifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat tawar. Untuk daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan terdapat air tanah artesis yang terletak pada endapan pasir dan konglomerat formasi damar yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan kondisi artesis masih mungkin ditemukan karena adanya formasi damar yang permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung. Pengambilan air tanah baik air tanah bebas maupun air tanah tertekan /dalam di kota Semarang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pengambilan air diakibatkan oleh: 1. Bagi penduduk: PDAM Tirta Moedal tidak mampu melayani kebutuhan air bersih penduduk. Jangkauan pelayanan PDAM hanya mampu melayani 56,1% 2. Bagi industri: a. Pajak pengambilan air tanah dalam lebih murah dibandingkan dengan tarif PDAM (SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003) yaitu sebesar Rp. 161,-/m3. b. Monitoring dari pihak yang berwajib (Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah) kurang ketat. Terbukti dengan inkonsistensi data tentang pengguna air tanah dari industri maupun hotel per bulan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka jumlah sumur bor dalam dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada periode tahun 1996 jumlah sumur bor sebanyak 230 buah, dan meningkat cukup tajam pada tahun 2003, jumlah sumur bor mencapai 540 buah dengan volume pengambilan mencapai 15,31 x 106 m3/tahun, dan terus mengalami kenaikan hingga pada tahun 2005 yaitu sebesar 8.315 sumur bor, namun jumlah pengambilan air tanahnya malah turun
47
yaitu 8,5 x 106 m3/tahun. Setelah periode tersebut yaitu mulai periode tahun 2006 hingga tahun 2008. Tercatat pada tahun 2008 jumlah sumur dalam sebanyak 544 buah dan volume pengambilan sebesar 9,6 x 106 m3/tahun. Perkembangan jumlah sumur dan pengambilan pengambilan air tanah di kota Semarang disajikan dalam Tabel 9, dan Gambar 9. Tabel 9 Perkembangan jumlah sumur dan volume pengambilan di kota Semarang Volume yang Jumlah NPA No. Tahun diambil Sumur (Rp.) (m3) 1. 1996 230 2. 2003 543 15.310.000 3. 2004 3.111 6.198.635 6.670.280.595 4. 2005 8.315 8.539.940 24.022.100.840 5. 2006 5.409 12.115.193 22.951.798.869 6. 2007 449 7.137.555 17.753.863.855 7. 2008 544 9.617.198 26.412.586.708
18.000 1
10.000
15.000 12.000 1
7.500
9.000 5.000 6.000
Jumlah Pompa (unit)
3
Vol. Pemompaan (1000 m /th)
Sumber: Dinas ESDM Jawa Tengah, 2009
2.500 3.000
2003
2004
2005
2006
2007
Vol. Pengambilan air tanah
2008
Jumlah sumur
Gambar 9 Grafik Volume Pengambilan Air Tanah dengan Jumlah Sumur Pengambilan air tanah yang terus meningkat tanpa memperhatikan aspek daya dukungnya dalam hal ini adalah safe yield nya, maka akan mengakibatkan resiko lingkungan yaitu penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah dapat
48
terjadi karena pengambilan air tanah yang jauh melebihi kapasitas akuifernya, maka terjadilah penurunan muka air tanah yang mencapai 15 hingga 22 m dbpts (1996). Penurunan muka air tanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif pada tanah, dan apabila besarnya tegangan efektif melampaui tegangan yang diterima tanah sebelumnya maka tanah akan mengalami konsolidasi dan kompaksi yang mengakibatkan amblesan tanah pada daerah konsolidasi normal. Amblesan tanah yang terjadi di dataran pantai Semarang diperkirakan disebabkan oleh dua faktor, yaitu: (a) penurunan muka air tanah akibat pemompaan dan (b) peningkatan beban karena pengurugan tanah. Penimbunan tanah urug untuk reklamasi daerah pantai di daerah penelitian dimulai pada tahun 1980, yaitu meliputi kompleks PRPP, Tanah Mas, Bandarharjo, pelabuhan Tanjung Mas dan Tambaklorog yang diikuti oleh daerah - daerah lainnya secara tersebar pada tahun 1996. Ketebalan timbunan tanah tersebut berkisar antara 1 - 5 m, dan diikuti pembangunan perkantoran atau kompleks perumahan. Daerah-daerah yang mengalami penurunan muka air tanah disajikan dalam Gambar 10.
Sumber: Direktorat Tata Lingkungan Geologi Kawasan Pertambangan, Departemen ESDM, 2004
Gambar 10 Laju penurunan permukaan tanah kota Semarang periode 2001- 2003
49
4.3. Kondisi Sosial Ekonomi Kota Semarang 4.3.1. Kependudukan Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2008 berjumlah 1.481.644 jiwa yang terdiri dari 735.460 laki-laki dan 746.184 perempuan dengan kepadatan rata-rata 7.449 jiwa/km2. Penyebaran penduduk di masing-masing kecamatan belum merata,. Daerah yang paling tinggi kepadatannya adalah kecamatan Candisari yaitu sebesar 14.016 jiwa/km2, sedangkan kecamatan Mijen adalah yang paling rendah kepadatannya yaitu 775 jiwa/km2. Tingkat pertumbuhan pendudk sebesar 1.30%. Bila dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka dapat dilihat bahwa rata-rata setiap keluarga di Kota Semarang memiliki 4 anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh Kecamatan yang ada. Kondisi kependudukan kota Semarang disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Kondisi kependudukan Kota Semarang tahun 2009 No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Mijen Gunungpati Banyumanik Gajah Mungkur Semarang Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Ngaliyan Jumlah
Jumlah penduduk Perempuan Jumlah 24.119 48.193 32.745 65.465 61.208 121.732 30.705 61.589 42.748 85.577 39.555 77.930 62.877 127.002 82.289 163.491 40.381 80.600 35.770 70.778 41.620 81.582 65.375 126.748 37.870 73.772 80.337 159.397 13.527 26.976 54.574 109.098 735.460 746.184 1.481.644
Laki-laki 24.804 32.720 60.524 30.884 42.829 38.375 64.125 81.202 40.219 35.008 39.962 61.343 35.902 79.060 13.449 54.524
Kepadatan 775 1.1212 4.844 7.220 10.092 14.016 2.873 8.236 2.944 11.129 10.595 12.117 12.194 6.678 862 3.402
Sumber: Semarang Kota dalam angka. 2009
Sekitar 74.01% penduduk kota Semarang berumur produktif yaitu umur antara 15 – 65 tahun, sehingga angka beban ketergantungan yaitu perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif (0 – 14 dan 65 tahun keatas) sebesar 32,16 yang berarti 100 orang penduduk usia produktif
50
menanggung 32 orang penduduk usia tidak produktif. Untuk mengetahui beban ketergantungan penduduk disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kota Semarang Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 1. 0–4 26.391 25.360 2. 5–9 60.627 57.914 3. 10 – 14 61.850 59.911 4. 15 – 19 59.807 57.771 5. 20 – 24 62.758 61.138 6. 25 – 29 79.437 78.669 7. 30 – 34 73.916 75.236 8. 35 – 39 71.344 73.122 9. 40 – 44 60.086 63.164 10. 45 – 49 51.893 54.114 11. 50 – 54 42.555 40.593 12. 55 – 59 28.107 26.588 13. 60 – 64 16.364 18.999 14. > 65 40.325 53.605 Total 735.460 746.184 Sumber: Semarang Kota dalam Angka, 2009. No.
Kelompok Umur
Jumlah 51.751 118.541 121.761 117.578 123.896 158.106 149.152 144.466 123.250 106.007 83.148 54.695 35.363 93.930 1.481.644
4.3.2. Tenaga kerja Jumlah tenaga kerja di Kota Semarang 617.507 orang yang bekerja tersebar pada 9 (sembilan) sektor, dan sektor yang paling dominan adalah sektor buruh industri yaitu sebesar 24,70%, dan sektor yang paling kecil adalah nelayan yaitu sebesar 0,40%. Distribusi lapangan pekerjaan kota Semarang disajikan dalam Tabel 12, dan Gambar 10. 4.3.3. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup, dimana semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, maka semakin baik kualitas sumberdaya manusianya. Dan hal tersebut dapat tercapai melalui pembangunan pendidikan. Seperti tujuan pembangunan pendidikan di kota-kota lain di Indnesia, pembangunan pendidikan di kota Semarang juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kota Semarang yang cerdas dan terampil yang kemudian diikuti oleh rasa percaya diri serta sikap dan perilaku yang
51
inovatif. Disamping itu, pembangunan pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung di dalam keluarga maupun masyarakat. Tabel 12 Distribusi Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang tahun 2009 No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan pekerjaan Petani a. Petani Sendiri b. Buruh tani c. Nelayan Pengusaha Buruh industri Buruh bangunan Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-lain Jumlah
Jml Tenaga Kerja 47.464 26.203 18.783 2.478 52.514 152.606 72.771 73.457 22.195 86.949 32.867 76.684 617.507
Prosen 7,32 4,24 3,04 0,04 8,50 24,70 11,78 11,90 3,60 14,10 5,32 12,42 100,00
Sumber: Semarang Kota dalam Angka, 2009
Petani Pengusaha 12,42 5,32 14,1 3,6 11,9
Buruh industri
7,32 8,5
Buruh bangunan 24,7
11,78
Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-lain
Gambar 11 Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang Perkembangan tingkat pendidikan harus diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, karena sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan pendidikan. Untuk mengetahui tingkat pendidikan kota Semarang disajikan dalam Tabel 13.
52
Tabel 13 Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Semarang No. 1, 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tingkat Pendidikan Tdk/belum pernah sekolah Tdk/belum tamat SD SD/MI SLTP/MTs SMU/MA/SMK Akademi Universitas Jumlah
Jml. Penduduk L+P % 293.487 6.54 291.363 20.38 326.847 22.86 298.915 20.28 301.658 21.10 62.136 4.35 64.484 4.51 1.429.890 100.00
Sumber: Semarang Kota dalam Angka. 2009
4.3.4. Kesehatan Kesehatan
merupakan
salah
satu
komponen
utama
dalam
index
pembangunan manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya SDM yang sehat, cerdas,
terampil
dan
ahli
menuju
keberhasilan
pembangunan
kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai dan dapat terpenuhi. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan cara pandang dari paradigma sakit menuju paradigma sehat sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010. Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana yang memadahi. Sarana dan prasarana kesehatan kota Semarang disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kota Semarang No.
Sarana dan Prasarana Kesehatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Rumah sakit Rumah bersalin (BKIA) Puskesmas Puskesmas pembantu Puskesmas keliling Posyandu Apotik Laboratorium kesehatan Klinik 24 jam Tokoobat Dokter praktek Dokter spesialis Bidan
Sumber: Profil kesehatan kota Semarang.2008
Tahun 2007 2008 35 33 23 23 37 37 33 33 57 37 1.454 1.454 316 174 33 40 20 20 78 74 1.552 1.836 662 923 517 569
53
4.3.5. Kondisi Perekonomian Uraian sektoral di Kota Semarang mencakup ruang lingkup dan definisi dan masing-masing sektor dan sub sektor yang berperan secara dominan yang meliputi: 1. Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti, padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah sayur-sayuran, buah-buahan, kacang hijau, tanaman pangan lainnya, dan hasil-hasil produk ikutannya. Data produksi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, sedangkan data harga seluruhnya bersumber pada data harga yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik Tanaman Perkebunan Besar Sub sektor ini mencakup semua jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan yang berbentuk badan hukum. Komoditi yang dihasilkan adalah karet Baik data produksi maupun harga diperoleh dari Dinas Perkebunan dan Badan Pusat Statistik. Sub sektor ini mencakup produksi temak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil temak, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, telur dan susu segar. Produksi temak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi temak dan ekspor temak neto. Data mengenai jumlah temak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telur serta hasil-hasil temak diperoleh dari Dinas Peternakan 2. Peternakan dan Hasil-hasilnya Sub Sektor ini mencakupn produksi ternak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil -hasil ternak, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, telur dan susu segar. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak neto. Data mengenai jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telor serta hasil-hasil ternak diperoleh dari Dinas Peternakan
54
3. Kehutanan Sub sektor kehutanan mencakup tiga jenis kegiatan seperti penebangan kayu
dan
pengambilan
hasil
hutan
lainnya.
Kegiatan
penebangan
kayu
menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu. Sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa kulit kayu, kopal, akar-akaran dan sebagainya 4. Perikanan Komoditi yang dicakup adalah semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan umum, tambak, kolam, sawah dan karamba. Data mengenai produksi, dan nilai produksi diperoleh dari laporan Dinas Perikanan Kotamadya Semarang 5. Pertambangan Dan Penggalian Merupakan bagian dari sumberdaya alam dari jenis sumberdaya mineral, yaitu semua cadangan bahan galian yang dijumpai di muka bumi dan dapat dipakai bagi kebutuhan manusia. Sumberdaya mineral ini dalam bentuk zat padat yang sebagian besar terdiri dari kristal, mempunyai sifat homogen, merupakan unsur atau senyawa kimia anorganik alamiah dengan susunan kimia yang tetap dan terdapat di bagian kerak bumi sebagai material penyusun atau bahan pembentuk batuan yang mempunyai nilai ekonomi. Menurut data Metropolitan Semarang dalam Angka (1998), sumberdaya mineral ini mempunyai nilai ekonomi dan memberikan sumbangan terhadap PDRB Metropolitan Semarang sebesar 0,22 %. Menurut laporan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (SDM) Propinsi Jawa Tengah. Tahun Anggaran 1993/1994 dan Neraca Sumberdaya Alam Spasial Metropolitan Semarang Tahun 1998, jenis sumberdaya mineral yang terdapat di wilayah Kota Semarang hanya termasuk bahan mineral non logam (Nir Strategis dan Nir Vital). Dari hasil pendataan bahan mineral non logam tersebut, termasuk pada tingkat keyakinan perolehan cadangan tereka antara 20 - 30 %, yaitu berada pada klasifikasi cadangan tereka dan dari 32 penggolongan sumberdaya mineral non logam ini Kota Semarang memiliki 8 jenis bahan mineral non logam, antara lain: Andesit, Basalt, Batugamping, Pasir dan Batu (Sirtu), Tanah liat (Lempung), Tras
55
dan Tanah Urug, sedangkan bahan mineral logam kota Semarang tidak ditemukan deposit. 4.4. Sarana dan Prasarana Kota Semarang 4.4.1. Air bersih Kota Semarang bagian bawah, seperti Semarang Utara, Genuk, Manyaran, dll, tidak dapat memanfaatkan air permukaan sebagai sumber air bersih, airnya payau. Penyebaran air payau kota Semarang semakin luas dan kadar garam semakin
tinggi,
sehingga
untuk
memenuhi
kebutuhan
air
bersih
dengan
pemanfaatan air tanah melalui sumur gali dan sumur pompa. Namun hingga saat ini pemanfaatan air tanah di kawasan pantai Semarang yang dilakukan berlebihan atau melebihi potensinya, dan tanpa memperhitungkan dampak yang akan terjadi, yaitu: air laut begitu mudah meresap ke darat (rob), dan bahkan terjadi intrusiair laut. Kondisi menyolok terjadi di sekitar Tawangsari, Tambaklorog, Genuksari, Wonosari, Tambaksari, dan Bedono. Pada daerah-daerah tersebut, sampai kedalaman 40 meter air tanah sudah payau. Air tanah dengan kualitas yang bagus, baru didapat pada kedalaman lebih dari 60 meter. Disamping itu, wilayah kota Semarang mempunyai salinitas air laut tinggi. Salinitas tertinggi terletak di Tambaksari dengan nilai daya hantar listrik (DHL) mendekati 1.000 mΩ/cm. Hampir semua air tanah dangkal di kawasan Semarang bagian utara, terutama sumur gali dengan kedalaman sampai 10 meter memiliki salinitas tinggi. Secara umum memiliki DHL di atas 1.000 mΩ/cm. Bahkan untuk kawasan-kawasan tertentu, yang masuk zona banjir pasang surut mencapai 9.000 mΩ/cm. Penyebaran air payau ke wilayah selatan mencapai Kalijati dan Kalimas di Semarang Selatan. Di kawasan tersebut nilai DHL 4.500 mΩ/cm. Penurunan kualitas air tanah bukan hanya karena kandungan garam, tetapi juga dari jumlah koloid yang ikut, sehingga air berwarna merah kecoklatan. Akibatnya beberapa sumur pompa dan bahkan sumur bor menjadi tidak layak untuk minum, hanya untuk MCK. Air tanah dangkal di kawasan Kalisari, Tapak, Beji dan kompleks Pertamina mengandung unsur CaCO3 522 mg/l, Mg 177,7 mg/l dan Fe 11,7 mg/l. Kekeruhan tersebut melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Kekeruhan dan kelebihan unsur-unsurnya begitu jelas sehingga air berwarna kecoklatan dan terasa asin.
56
Disamping memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih, penduduk juga memanfaatkan jasa PDAM Moedal. PDAM Moedal mempunyai kapasitas terpasang total dari sumber-sumber air PDAM Kota Semarang sebesar 3.770,75 liter/detik, dengan debit rata-rata produksi sebesar 2.272,53 liter/detik. Sumber air berasal dari mata air, sumur dalam dan terbesar dari air permukaan. Kapasitas dari masing-masing sumber air dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15 Kapasitas dan Debit Rata-Rata Sumber Produksi PDAM Tirta Moedal No.
Sumber Produksi
1. 2.
Jml. Lokasi
15,55
Kapasitas terpasang (lt/det) 512,00
1,47 15,13 67,85 100
59,75 769,00 2.430,00 3.770,75
Kontribusi (%)
Mata air 11 Air tanah dalam a. sumur kota 21 b. sumur peg. 28 3. Air permukaan 6 Total 66 Sumber: PDAM Kota Semarang, 2009
Debit rata-rata (lt/det) 382,58 22,15 305,33 1.733,16 2.272,53
Air terjual pada tahun 2008 sebanyak 50.336.603 m3, dengan nilai penjualan total sebesar Rp 27.572.278.000,00. Jumlah sambungan rumah sebanyak 111.324 sambungan. Jumlah sambungan terbanyak adalah sambungan rumah tangga sebanyak 102.707 pelanggan. Berikut ini adalah tabel jumlah sambungan rumah, jumlah air terjual dan nilai penjualan dari setiap kategori pelanggan. Tabel 16 Jumlah Pelanggan Air Minum Di Kota Semarang Selama Tahun 2008 Air Minum yang disalurkan Jml pelanggan Volume (m3) Nilai (Rp) 1. Sosial 2.253 1.239.590 792.118.000 2. Rumah tangga 102.707 26.101.918 20.231.567.000 3. Niaga 5.406 1.832.247 4.162.241.000 4. Industri 171 165.849 605.361.000 5. Lembaga pendidikan 0 0 0 6. Warung air 0 0 0 7. Instansi pemerintah 785 1.183.476 1.703.848.000 8. Pelabuhan 2 17.734 77.143.000 9. Lain-lain 0 0 0 10. Susut/hilang 19.795.789 JUmlah 111.324 50.336.603 27.572.278.000 Sumber: PDAM Kota Semarang, Semarang Kota dalam Angka 2008 No.
Katagori pelanggan
Dengan asumsi kebocoran yang diperbolehkan untuk Kota Metropolitan sebesar 15%, dan kebutuhan ideal adalah 150 L/orang/hari, maka kebutuhan air bersih untuk Kota Semarang disajikan dalam Tabel 17 berikut ini.
57
Tabel 17 Kebutuhan Sarana Prasarana Air Bersih Kota Semarang Kapasitas produksi eksisting L/dt L/hari 1. 1.481.644 2.272,2 196.346.592 Sumber: Laporan Tahunan PDAM Moedal 2009 No.
Jumlah Penduduk
Kebutuhan (L/dt) 150
Kebutuhan Total (L/hari) 222.246.600
Selisih (L/hari) 26.900.008
Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 150 liter/orang/hari,
Kota
Semarang
dengan
jumlah
penduduk
1.481.644
jiwa,
membutuhkan 222.246.600 liter/hari.Namun PDAM Kota Semarang baru dapat memproduksi sebanyak 196.346.592 liter/hari, sehingga masih dibutuhkan kapasitas produksi sebanyak 26.900.008 liter/hari. 4.4.2. Fasilitas persampahan Timbulan sampah di Kota Semarang setiap harinya mencapai 4.274 m3 yang berasal dari rumah-rumah penduduk, pasar maupun fasilitas lainnya. Berikut ini adalah tabel timbulan sampah yang dirinci menurut sumbernya. Tabel 18 Timbulan Sampah Di Kota Semarang Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sumber Rumah tangga Pasar Komersial Fasilitas umum Sapuan jalan Kawasan industri Saluran Jumlah
Jml. Timbunan 3 per hari (m ) 2.850 482 198 98 179 376 93 4.274
Prosentase (%) 66,69 11,27 4,63 2,24 4,18 8,81 2,18 100,00
DPU Kota Semarang Subdinas Kebersihan dan Pertamanan. 2009.
Sarana pengumpulan dan pengangkutan sampah di Kota Semarang, secara umum dalam kondisi baik dan layak pakai. Hanya ada beberapa alat angkut yang kondisinya rusak dan tidak bisa dipergunakan, yaitu 1 unit backhoe dan 1 unit bulldozer. Pemusnahan sampah Kota Semarang saat ini berada di TPA Jatibarang, yang berlokasi di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Yang beroperasi mulai bulan Maret 1992. Luas area TPA Jatibarang adalah 46,18 hektar, dengan rincian 27,71 ha (60%) untuk lahan buang dan 18,47 ha (40%) untuk infrastruktur kolam lindi (leachate) sabuk hijau dan lahan cover.
58
TPA Jatibarang memiliki daya tampung sebanyak 4,15 juta m3, dengan kedalaman rata-rata 40 m. Jarak dari pusat kota ± 11,4 km, dan jarak terdekat dan terjauh dengan TPS masing-masing ± 4 km dan ± 25 km. Kondisi topografi TPA Jatibarang adalah: daerah berbukit dan bergelombang dengan kemiringan lereng sangat curam (lebih dari 24%), dengan ketinggian bervariasi antara 63 sampai 200 meter dari permukaan air laut, dan bagian bawah (terendah mengalir Sungai Kreo). Sampai dengan tahun 2005, timbunan sampah sudah mencapai 5,75 juta m3 sampah, padahal daya tampung TPA hanya 4,15 juta m3 sampah. Dengan demikian sudah melebihi daya tampung TPA sekitar 1,6 juta m3 sampah. Dengan kondisi tersebut menyebabkan air lindi sulit dikendalikan, sarana penanganan sampah (alat berat, dump truck) semakin kurang mencukupi (tidak imbang), Sanitary Landfill sulit dilaksanakan, akibatnya terjadi pencemaran udara dan bau sampah semakin meluas. Hal ini mengundang protes masyarakat akibat pencemaran yang pada akhirnya dapat berakibat ditutupnya TPA Jatibarang. Selain itu dapat terjadi sampah longsor yang kemungkinan akan masuk Sungai Kreo dan menyebabkan pencemaran air. Keberadaan TPA Jatibarang yang kondisinya sekarang sudah dianggap mengkhawatirkan karena sudah mulai penuh, perlu dicarikan alternatif lain. Dan sekarang sudah diadakan studi untuk mencari alternatif lokasi baru. Namun untuk mencari calon TPA yang baru sekarang ini Pemerintah Kota mengalami kendala, karena cukup sulit dan mahalnya mencari lokasi baru, maka upaya yang ditempuh adalah mengoptimalkan TPA yang ada, dengan cara membuat tanggul, menambah jumlah sarana dan prasarana yang kurang, dan bekerjasama dengan Pihak Swasta dalam pengelolaan sampah TPA, misalnya sampah diolah menjadi pupuk cair dan padat. Teknologi Pembuangan akhir adalah Teknologi Open Dumping (1992-1993) Namun karena teknologi ini tidak dianjurkan karena tidak ramah lingkungan dan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit maka pada tahun 1993/1994 ditingkatkan menjadi Controlled Land fill. Kemudian pada bulan Maret 1995 sistem Sanitary Landfill diterapkan untuk TPA Jatibarang. Pelapisan tanah dilakukan setiap hari pada setiap akhir hari operasi.
59
4.4.3. Sanitasi Lingkungan Institusi yang terlibat dalam penyediaan dan pengelolaan sistem sanitasi antara lain PDAM, sebagai pengelola sistem jaringan sanitasi, Pembentukan badan otoritas di daerah (PMO dan PMU) serta Bapedalda Kota. Permasalahan utama sistem sanitasi di Kota Semarang adalah belum adanya sistem perpipaan air limbah sebagai sistem gabungan yang mengumpulkan baik air hujan dan air limbah. Pembuangan limbah industri cair ke Sungai Tapak oleh beberapa perusahaan yang berada di daerah aliran Sungai Tapak telah menyebabkan air sungai tercemar, begitu juga air sumur milik penduduk. Sungai Tapak bukan satu-satunya sungai di Kota Semarang yang airnya tercemar. Data Bapedal Kota Semarang, ada enam sungai lain yang juga tercemar limbah industri, yaitu Sungai Tenggang, Sungai Banger, Sungai Karanganyar, Sungai Plumbon, Sungai Sedari, dan Sungai Bringin. Kondisi ini menyebabkan keadaan sanitasi dan pencemaran sungai dan air tanah menimbulkan bahaya bagi kesehatan umum. Permasalahan lainnya berkaitan dengan sistem sanitasi kota adalah tingginya tingkat kepadatan penduduk serta kondisi tanah dan air yang tidak cocok untuk penggunaan septic tank, karena muka air tanah yang tinggi dan tanah kedap air. Kondisi ini menyebabkan sistem sanitasi on site tidak begitu cocok. Sedangkan pada daerah lain dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah maka akan lebih cocok menggunakan sistem on site. Sejauh ini penanganan yang sudah ada di Kota Semarang yaitu: 1. Waste Water Master Plan for City of Semarang, Burns and Mc Donel, 1976 2. Pekerjaan pengembangan Sistem Perencanaan Pembuangan Air Limbah di Kota Semarang , PT Yodya Karya, 1988 dan berbagai studi mengenai Sistem Sanitasi Kota Semarang. 3. Pembangunan sistem sanitasi off site pada permukiman-permukiman padat dan kumuh. 4. Pengadaan tempat pengolahan air limbah seluas 15 Ha (kolam oksidasi) di Kelurahan Genuk, termasuk pengadaan tanah. 5. Pembangunan inseptor air limbah di Kali Semarang Timur. 6. Pembangunan pipa air limbah untuk mengangkut limbah dari interseptor Kali Semarang ke tempat pengolahan
60
7. Pengolahan sistem air limbah terpisah yang lengkap di daerah pilot project seluas 59 Ha. 8. Pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan fasilitas sanitasi on site melalui pemberian kredit. 9. Consultancy Services for Initial Community Consultation Works and Preparation for Pilot Sanitation Project in City of Semarang, yang langsung dilaksanakan dengan konstruksi sistem sanitasi off site di kelurahan Panggung Kidul dan Kelurahan Kuningan. 10. Peningkatan kapasitas SDM untuk operasi dan pemeliharaan.
4.4.4. Drainase Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena tidak terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (recharge area) serta diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input – output pada saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di Kota Semarang, yang mencakup sekitar muara Kali Plumbon, Kali Siangker sekitar Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali Semarang, di Genuk dari Kaligawe sampai perbatasan Demak Persoalan yang sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di beberapa bagian di wilayah penelitian yang menjadi langganan genangan akibat rob. Saluran drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi sebaliknya (terjadi Backwater), sehingga sistem drainase yang ada tidak dapat berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga terjadi luas genangan yang semakin besar dan semakin tinggi.
V. HASIL DAN ANALISIS 5.1. Potensi Air Tanah Kota Semarang Ketersediaan air tanah di kota Semarang ditentukan oleh laju pemanfaatan air tanah dan laju imbuhan. Laju pemanfaatan air tanah meliputi: penggunaan untuk domestik, industri, dan hotel, sedangkan laju imbuhan meliputi imbuhan dari air hujan. Namun hal yang perlu diketahui bahwa air hujan yang jatuh di daerah imbuhan (recharge) tidak semuanya akan menjadi air tanah, tetapi ada yang kembali ke atmosfer melalui evaporasi, dan sebagian lagi mengalir di permukaan sebagai run-off dan langsung mengalir ke laut. Keberadaan air tanah berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 berada dalam suatu Cekungan Air Tanah (CAT), dan berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 13 tahun 2009 tentang pedoman penyusunan rancangan penetapan CAT, air tanah kota Semarang tersusun atas 2 CAT yakni: (a) CAT Semarang Demak, dan (b) CAT Ungaran. 5.1.1. Cekungan Air Tanah (CAT) Semarang Demak Air hujan yang jatuh diatas permukaan tanah, kemudian masuk ke tanah melalui infiltrasi, dan perkolasi, akhirnya berkumpul membentuk air tanah. Keberadaan air tanah disebut Cekungan Air Tanah (CAT) (PP No. 43 tahun 2008). Pasal 1 ayat 3 PP No. 43 tahun 2008 menyebutkan bahwa CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasdan air tanah berlangsung. CAT Semarang Demak berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 13 tahun 2009, merupakan salah satu cekungan air tanah lintas Kabupaten di Jawa Tengah yang secara geografis terletak pada koordinat antara 110013’35" dan 111021’50" Bujur Timur serta 06046’18” dan 07014’33" Lintang Selatan, dengan luas kurang lebih 1.915 km2. Wilayahnya meliputi 7 (tujuh) daerah administratif, yaitu: Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Blora, dan Kudus. Letak CAT Semarang Demak disajikan dalam Lampiran 3. CAT Semarang Demak merupakan salah satu dari 4 (empat) CAT yang ditetapkan sebagai CAT kritis, yang meliputi: CAT Jakarta Tangerang, Bandung, Semarang Demak, dan CAT Pasuruan (Ditjen Minerba. 2003). CAT Semarang Demak dijumpai 2 (dua) sistem akuifer yakni sistem akuifer tidak tertekan atau akuifer bebas (unconfined aquifer) dan sistem akuifer tertekan (confined aquifer). Kedudukan sistem akuifer tidak tertekan umumnya kurang dari 30 m bmt (bawah
62
muka tanah), dan sistem akuifer tertekan dengan kedalaman antara 30 - 150 m bmt. Daerah imbuhan air tanah tidak tertekan meliputi seluruh wilayah cekungan. Sedangkan daerah imbuhan air tanah tertekan menempati daerah kaki Gunung Ungaran yang terletak dibagian barat daya cekungan pada ketinggian antara 50 – 300 m dpl (diatas permukaan laut), meliputi daerah Sumberejo, Kecamatan Kaliwungu (Kabupaten Kendal), daerah Manyaran di Kecamatan Semarang Barat, daerah-daerah di Kecamatan Ngalian, Kecamatan Mijen,
Kecamatan
Candisari,
Kecamatan
Tembalang,
dan
Kecamatan
Banyumanik serta Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Jumlah imbuhan air tanah ke dalam sistem akuifer tidak tertekan (bebas) yang diprediksikan secara kumulitatif dengan metode prosentase curah hujan di cekungan ini terhitung 783 x 106 m3, sedangkan jumlah aliran air tanah pada sistem akuifer tertekan dihitung dengan jejaring aliran (flow net) dan melalui persamaan Darcy terhitung sebanyak 91,00 x 106 m3. 5.1.2. CAT Ungaran CAT Ungaran wilayahnya lebih kecil dibandingkan dengan CAT Semarang Demak. Wilayahnya meliputi: Boja, Cangkiran, Gunung Pati, dan Genuk, dengan luas 340 km2. Seperti CAT Semarang Demak, CAT Ungaran juga terdiri dari 2 akuifer, yakni akuifer bebas atau air tanah bebas, dan akuaifer tertekan atau air tanah dalam. Berdasarkan peta cekungan air tanah propinsi jawa tengah dan daerah istimewa Yogyakarta (2006), volume air tanah bebas sebesar 145 x106 m3, sedangkan volume air tanah tertekan atau air tanah dalam sebesar 8,00 x 106 m3. Akuifer bebas (air tanah dangkal) kedalamannya kurang dari 10 m bmt, kualitas airnya umumnya baik dan layak digunakan sebagai sumber air bersih, sedangkan akuifer dalam (air tanah tertekan) kedalamannya antara 75 – 100 m bmt, dan bahkan lebih dari 100 m bmt, kualitas airnya umumnya baik dan layak digunakan sebagai sumber air bersih (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan Departemen ESDM. 2006). Kedudukan CAT Ungaran disajikan dalam Lampiran 4. Konservasi di air tanah di kota Semarang bertumpu pada aspek teknis antara lain dapat dilakukan dengan membatasi daerah pengambilan. Konservasi air tanah di daerah Semarang dan sekitarnya dapat dibagi menjadi 6 (enam) zonasi konservasi air tanah yaitu (Wahid, H. 1996):
63
a. Zona konservasi air tanah I (Zona I) Pada zona ini kedudukan muka air tanah statis lebih dari 10 m dml (dari muka laut). Penyebarannya terutama pada Semaang Utara mulai dari muara kali Garang sampai ke sebelah barat kali Ongko Rawe berbentuk melingkar kearah selatan. Umumnya pada daerah pusat perdagangan, perkantoran, industri. Akuifer yang disadap dari endapan delta Garang dengan kedudukan muka air tanah 10 – 20 meter dml. Terdapat indikasi penurunan tanah (land subsident), intrusi air laut yang sudah sampai pada Tanah Mas,Tugu muda, Jl. Pandanaran, dan Simpang Lima. Untuk zona ini dilarang melakukan pemboran baru bagi sumur produksi bagi keperluan industri. b. Zona konservasi air tanah II (Zona II) Pada zona ini kedudukan muka air tanah statis bervariasi, umumnya kurang dari 10 meter dml. Penurunan muka air tanah cukup bervariasi, umumnya kurang dari 1 meter setiap tahun. Penyebarannya dari zona I kearah timur sepanjang pantai utara dan menyempit di bagian tengah sekitar selatan Simpang Lima, dan melebar kearah timur sampai ke Demak. Akuifer yang diijinkan untuk disadap pada kedalaman > 75 m dengan debit pengambilan maksimum 216 m3/hari untuk 1 sumur bor produksi. c. Zona konservasi air tanah III (zona III) Pada zona ini kedudukan muka air tanah statis umumnya cukup dalam sekitar 50 meter dari muka tanah setempat dan pada daerah-daerah yang serasi dijumpai pemunculan mata air berdebit cukup besar. Penyebarannya meluas kearah timur dan barat dari zona I, dan menyempit di bagian tengah atau selatan kota Semarang. Pemanfaatan air tanah dalam dengan membuat sumur bor produksi dengan kedalaman > 60 m debit maksimal 200 L/menit atau 216 m3/hari (pemompaan selama 18 jam/hari) setiap1 sumur bor dan berjarak minimal 1 km antar sumur bor. d. Zona konservasi air tanah IV (zona IV) Pada zona ini mempunyai kandungan air tanah bebas maupun tertekan dengan kualitas yang kurang baik karena akuifer berasal dari endapan tersier yang berupa lempung napalan yang banyak mengandung cangkang kerang yang mencerminkan lingkungan pengendapan marin, sehingga airnya payau sampai asin. Penyebarannya bagian tengah dan timur dari zona I, atau timur kali Blorong, pertemuan kali Kripik dan Paranasan atau barat Jatingaleh, dan sepanjang kali Garang.
64
e. Zona konservasi air tanah V (Zona V) Pada zona ini penyebarannya meliputi daerah puncak dan lereng bagian utara gunung Ungaran, dengan ketinggian umumnya lebih dari 225 m dpl. Di beberapa tempat banyak dijumpai mata air dengan debit cukup besar (± 280 L/dt atau 24.192 m3/hari). Secara hidrogeologi zona ini merupakan wilayah resapan (imbuhan) dari air tanah, sehingga dihimbau tidak dilakukan pembuatan sumur bor baru. f.
Zona konservasi air tanah VI (zona VI) Pada zona ini penyebarannya di bagian selatan yang tersusun atas batuan tufa (tersier). Secara hidrogeologi zona ini termasuk wilayah dengan air tanah produktivitas kecil sampai langka, dan mutu air tanah kurang baik, sehingga perlu dipertimbangkan sebagai wilayah resapan (imbuhan) dan tidak dapat dikembangkan.
5.1.3. Volume Air Tanah Dalam Kota Semarang Volume air tanah dalam di kota Semarang dihitung berdasarkan hasil penelitian dari Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan Bandung (Peta Cekungan Air Tanah Jawa Tengah 2006), menunjukkan bahwa potensi air tanah dalam di kota Semarang tersusun atas 2 CAT yaitu CAT Semarang Demak dan CAT Ungaran. Volume CAT Semarang Demak adalah 91,00 x 106 m3, sedangkan kedudukan kota Semarang terhadap CAT Semarang Demak adalah 19%, sehingga berdasarkan interpolasi, maka potensi atau volume air tanah dalam (tertekan) di kota Semarang hasil sumbangan dari CAT Semarang Demak adalah sebesar 17,29 x 106 m3. Volume CAT Ungaran adalah 8,00 x 106 m3, sedangkan kedudukan kota Semarang terhadap CAT Ungaran adalah 15%, sehingga berdasarkan interpolasi, maka volume air tanah dalamnya adalah 1,20 x 106 m3. Jadi total volume air tanah dalam kota Semarang adalah 17,29 x 106 m3 + 1,20 x 106 m3 = 18,49 x 106 m3. 5.1.4. Nilai Aman (Safety Yield) Pemanfaatan Air Tanah Nilai aman air tanah dalam (Safety yield) adalah angka yang menunjukkan batas maksimum pengambilan air tanah dalam disuatu daerah, sehingga tidak semua cadangan air tanah dalam di kota Semarang bisa dieksploitasi, agar supaya tidak menimbulkan dampak yang sangat luas, antara lain: amblesan tanah (subsident), intrusi air laut, dan rob, yang kesemuanya akan
65
mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar, maka diperlukan aturan atau tata cara agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Menurut David K.Todd (1980), menyebutkan bahwa batas maksimum air tanah yang dapat diambil (Safety yield) adalah: 0.5 dikalikan volume air tanah atau dengan formula: Nilai aman (SY) = 0.5 x (volume air tanah). Berdasarkan hasil perhitungan, menunjukkan bahwa nilai aman air tanah (safety yield) di kota Semarang adalah sebesar 18,49 x 106 m3 x 0,5 = 9,245 x 106 m3. 5.1.5. Imbuh Air tanah Ketersediaan air tanah dalam kota Semarang berasal dari daerah imbuhan air tanah yaitu air hujan yang jatuh di atas daerah lereng utara pegunungan Ungaran. Berdasarkan PP No. 43 tahun 2008, pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa daerah imbuhan adalah daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah (CAT). Sumber utama imbuhan air tanah adalah curah hujan. Daerah tangkapan hujan untuk daerah penelitian tidak berada diatas kota Semarang, melainkan dari air hujan yang jatuh di daerah Ungaran. Oleh karena itu dalam perhitungan volume air tanah dan ketersediaan air tanah faktor imbuh air tanah sangat diperhitungkan, dan berdasarkan formula 3 (tiga) diketahui besarnya imbuh air tanah dalam di kota Semarang adalah 3,28 x 106 m3.
5.2. Identifikasi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Kota Semarang Dalam pemanfaatan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih seperti di kota-kota lain di Indonesia yaitu dengan memanfaatkan potensi air tanah melalui Cekungan Air Tanah, demikian juga pemanfaatan air tanah di kota Semarang melalui potensi cekungan air tanah Semarang Demak dan CAT Ungaran. Dalam pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih telah diatur dalam
peraturan
perundangan,
mulai
dari
Undang-undang,
Peraturan
Pemerintah, sampai ke Surat Keputusan Gubernur, dan bahkan Peraturan Wali Kota Semarang. Banyak peraturan perundangan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya air, namun yang berkaitan dengan konservasi pemanfaatan air khususnya air tanah di kota Semarang hanya ada 5 (lima) peraturan perundangan yang digunakan sebagai acuan, yaitu:
66
1. Undang undang No. 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air, 2. Undang undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah, 3. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah, 4. SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003 tentang nilai perolehan dan harga dasar untuk menghitung pajak pengambilan air bawah tanah, dan 5. Peraturan Wali Kota Semarang No. 32 tahun 2008 tentang penjabaran tugas dan fungsi dinas pengelolaan sumberdaya air dan energi sumberdaya mineral kota Semarang. Untuk mengetahui kaitan antara peraturan perundangan dengan konservasi pemanfaatan air tanah disajikan dalam Tabel 19.
5.3. Ketersediaan Air Tanah di Kota Semarang Air tanah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kota Semarang bersumber dari 2 (dua) air tanah, yaitu: air tanah bebas atau tanah dangkal, dan air tanah tertekan atau air tanah dalam. Air tanah dalam kota Semarang berasal dari imbuhan (recharge) dari pegunungan Ungaran di sebelah barat yang mengalir mengikuti pola aliran DAS Garang dan sebelah timur yang mengalir mengikuti pola aliran DAS Babon. Sedangkan air tanah bebas atau air tanah dangkal imbuhannya berasal dari curah hujan yang jatuh di atas kota Semarang, sehingga potensinya lebih besar, dan sebagian besar (80%) masyarakat kota Semarang memanfaatkan jenis air tanah bebas ini, karena disamping mudah dan murah untuk memperolehnya juga kualitasnya lebih baik. Penggunaan air tanah di kota Semarang meliputi: penggunaan untuk domestik (penduduk dan fasilitas umum), industri, dan hotel. 5.3.1. Kebutuhan Air untuk Domestik Penggunaan air tanah untuk kebutuhan domestik sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan fasilitas umum. a. Kebutuhan Air Penduduk Jumlah penduduk di kota Semarang yang meliputi 16 Kecamatan pada tahun 2008 adalah sebesar 1.481.644 jiwa. Kota Semarang dengan jumlah penduduk > 1,4 juta jiwa adalah termasuk kategori Kota metropolitan, dengan syarat kebutuhan air bersih
sebesar 150 - 200 liter per orang per hari
(Kimpraswil, 2003) dan berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk diketahui bahwa kebutuhan air bersih penduduk kota Semarang adalah sebesar :
67
Tabel 19 Penerapan Indikator Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dalam Peraturan Perundangan No.
Peraturan Perundangan
Pasal
1.
UU No.7 th. 2004, tentang sumberdaya air
37 ayat 1 &2
2.
3.
UU No. 28 th 2009, tentang pajak dan retribusi daerah PP No.43 th 2008, tentang air tanah
69 ayat 2
35
SK Gub Jateng No. 5 th 2003, tentang nilai perolehan & 4. Lampiran harga dasar unt menghitung pengambilan air tanah Peraturan Wali Kota Semarang No. 32 th Bab 2, 2008, pasal 2 5. tentang: dan penjabaran pasal 8 tupoksi Dinas SDA dan SDM kota Semarang Sumber: Hasil analisis 2010.
Indikator Konservasi Komponen Komponen Jenis Konservasi Kebutuhan Ayat (1) Air tanah - penghematan Reduce Domestik keberadaannya - muka air Industri sangat terbatas dan tanah Hotel kerusakannya dpt mengakibatkan dampak yg luas dan pemulihannya sulit dilakukan Ayat (2) Ayat (2) - penghematan Reduce Domestik pengemb air tanah - muka air Industri di CAT tanah Hotel dilaksanakan secara terpadu dlm pengemb. SDA dlm wilayah sungai dlm upaya pencegahan thd kerusakan air tanah NPA mempertimbangkan Industri tingkat kerusakan Penghematan Reduce Hotel yang diakibatkan oleh pengambilan - perlindungan dan pengawetan Industri - pengelolaan Penghematan Reduce Domestik kualitas dan pencemaran Pemanfaatan Aspek Konservasi
Pengenaan pajak
Pembagian bidang dan seksi, dimana terdapt seksi konservasi dan eksploitasi SDA. Terdapat kasi monitoring sumberdaya air
Penghematan
Reduce
Industri Hotel
Penghematan
Reduce
Industri Hotel Domestik
68
150 L/orang/hari, sehingga kebutuhan air untuk domestik pada tahun 2008 sebesar 80,01 x 106 m3/th.
Berdasarkan hasil proyeksi eksponensial, maka
jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah sebesar 1.520.417 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,68%, sedangkan besarnya jumlah penduduk pada tahun 2050 sebesar
2.548.828 jiwa, sehingga besarnya
kebutuhan air bersih warga kota Semarang sebesar 137,64 x 106 m3/tahun. Untuk mengetahui proyeksi pertumbuhan penduduk beserta kebutuahn air bersih kota Semarang disajikan dalam tabel 20. Untuk memenuhi kebutuhan domestik air bersih kota Semarang, disamping memanfaatkan air tanah, juga memanfaatkan air permukaan melalui sungai Garang, sungai Babon, dan bendung Kudu. Tabel 20 Proyeksi Jumlah Penduduk beserta Kebutuhan Air Kota Semarang No.
Tahun
Jml Penduduk
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
2008 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
1.481.644 1.520.417 1.621.847 1.730.044 1.845.459 1.968.574 2.099.901 2.239.990 2.389.425 2.548.828
Kebutuhan air 6 3 ( 10 m /th) 80,01 82,10 87,58 93,42 99,65 106,30 113,39 120,96 129,03 137,64
Sumber: Hasil analisa. 2010 Selain itu, pemerinah telah membangun PDAM Tirta Moedal. PDAM Kota Semarang mentargetkan jumlah pelanggan 185.000 di tahun 2007, namun baru dapat terealisasi 153.000 pelanggan, dengan cakupan pelayanan saat ini 56,10% (Selayang Pandang PDAM Kota Semarang, 2008) Tidak tercapainya target jumlah pelanggan disebabkan terjadi penurunan pasokan air produksi di beberapa IPA, dari 900 liter per detik saat musim hujan hanya 600 liter per detik saat kemarau, diantaranya IPA Kudu, dan IPA Pucang Gading, sedangkan penurunan produksi pada IPA Gajah Mungkur disebabkan karena faktor usia (PDAM kota Semarang, 2008). Dalam melayani kebutuhan air bersih kota Semarang, PDAM Tirta Moedal telah memanfaatkan air tanah dalam, air kali Garang, kali Babon, sungai Klambu dengan bendung Kudu, dan mata air (Ditjen Cipta Karya. 2007) dengan perincian:
69
1. Pemanfaatan air tanah dalam yaitu dengan membuat sumur bor yang jumlahnya mencapai 30 buah yang terletak di Kecamatan Candisari. Dari 30 buah sumur dalam tersebut, 6 sumur tidak beroperasi karena kualitas airnya kurang memenuhi syarat sebagai sumber air bersih (kandungan Fe melebihi standar kualitas). Debit pengambilan air tanah masing-masing sumur adalah 10 L/dt atau volume mencapai 62.208 m3/tahun dengan lama pemompaan ± 24 jam. Kontribusi air tanah untuk memasok sumber air baku PDAM Tirta Moedal adalah 19%.
2. Kali Garang: selain memanfaatkan air tanah, PDAM juga memanfaatkan air kali Garang yang membelah kota Semarang dengan alirannya sepanjang tahun. Kali Garang dibagi menjadi 4 unit produksi (IPA) dengan total kapasitas terpasang 1.130 L/dt, dan debit rata-rata 915,79 L/dt,
3. Kali Babon; pengambilan air kali Babon melalui intake Pucang Gading yaitu pada waktu musim kemarau intake yang digunakan berkapasitas 50 L/dt, sedangkan pada waktu musimpenghujan digunakan intake berkapasitas 70 L/dt,
4. Instalasi Pengolah Air (IPA) Kudu yang terletak di kelurahan Kudu, Kecamatan Genuk. Air IPA Kudu sumber airnya dari bendungan Kedung Ombo yang dialirkan melalui saluran terbuka (sungai Klambu). Kapsitas IPA ini adalah 1.250 L/dt dan masih bisa ditingkatkan lagi, dengan debit rata-rata 759,29 L/dt,
5. Mata air yang terletak di kecamatan Candisari, dan Banyumanik, dengan volume pengambilan 382,58 L/dt, dengan jumlah mata air adalah 11 buah. b. Kebutuhan Air untuk Fasilitas Umum Kota Semarang disamping menjadi ibu kota propinsi Jawa Tengah, juga menjadi kota metropolitan, maka kota Semarang fungsi kotanya menjadi pusat pemerintahan,
kegiatan
industri,
perdagangan,
transportasi,
pendidikan,
pariwisata dan lingkungan permukiman. Perkembangan kota tersebut perlu ditunjang dengan tersedianya sarana dan prasarana seperti pelabuhan udara, pelabuhan laut, dan terminal bus antar kota, sehingga arus barang maupun orang yang keluar dan masuk kota Semarang sangat lancar. Disamping sarana dan prasarana taransportasi, untuk memperlancar kegiatan perekonomian kota Semarang diperlukan fasilitas-fasilitas lainnya, yang meliputi: tempat ibadah, pendidikan, fasilitas umum, komersial, dan institusional,
70
hotel, rumah sakit, dan sekolah,
Fasilitas tersebut tentunya membutuhkan air
bersih. Menurut Sarwoto, dalam Setyanto, Oky. 2006, menyebutkan bahwa kebutuhan air bersih untuk fasilitas umum dihitung dengan pendekatan jumlah KK. Diperkirakan rata-rata penggunaan air untuk fasilitas umum sekitar 10 – 15% dari penggunaan air untuk satu rumah tangga (KK) (Oky Setyanto. 2006). Berdasarkan hasil perhitungan Dinas Kesehatan kota Semarang (2009), bahwa rata-rata dalam 1 KK terdiri dari 4 jiwa, sehingga besarnya penggunaan air untuk fasilitas umum diambil rata-rata tertimbang yaitu sebesar 12,5 % dari penggunaan satu rumah tangga. Tipikal konsumsi air untuk fasilitas umum disajikan dalam Tabel 21. Tabel 21 Tipikal Konsumsi Air untuk Fasilitas Umum No. 1.
Katagori Kebutuhan Air Tempat Ibadah Masjid/Musolla 30 L/kapita/hari Gereja 10 L/kapita/hari Vihara 10 L/kapita/hari Pura 10 L/kapita/hari 2. Pendidikan SD 10 L/kapita/hari SMP 20 L/kapita/hari SMU 25 L/kapita/hari Perguruan Tinggi 50 L/kapita/hari 3. Umum Terminal 15 L/kapita/hari Rumah Sakit 250 L/kapita/hari Bank 25 L/kapita/hari Puskesmas 1.000 L/kapita/hari 4. Komersial Bioskup 15 L/kapita/hari Restoran 70 L/kapita/hari Toko 20 L/kapita/hari Pasar 1.000 L/kapita/hari 5. Institusional Kantor 30 L/kapita/hari LP 50 L/kapita/hari Sumber: Sarwoto, dalam Oky Setyanto. 2006
Jumlah Air 200 Orang 150 Orang 50 Orang 50 Orang 250 Orang 150 Orang 250 Orang 500 Orang 100 Orang 100 Orang 500 Orang 100 Orang 100 Orang 20 Orang 100 Orang
Berdasarkan tabel 5.4. terlihat bahwa kebutuhan air untuk fasilitas umum pada tahun 2008 sebanyak 10,00 x 106 m3/tahun, dan berdasarkan proyeksi eksponensial, maka kebutuhan air bersih fasilitas umum pada tahun 2050 sebanyak 17,20 x 106 m3/tahun. Sedangkan kebutuhan air domestik pada tahun 2008 sebesar 74,01 x 106 m3/tahun, dan pada tahun 2050 sebesar 127,31 x 106
71
m3/tahun. Hasil perhitungan jumah kebutuhan air bersih fasilitas umum dan domestik disajikan dalam Tabel 22. Tabel 22 Kebutuhan Air Fasilitas Umum dan Domestik di kota Semarang Keb.Air Kebutuhan air Fas.Umum penduduk (106 m3/th) ( 106 m3/th) 1. 2008 10,00 80,01 2. 2010 10,26 82,10 3. 2015 10,95 87,58 4. 2020 11,68 93,42 5. 2025 12,46 99,65 6. 2030 13,29 106,30 7. 2035 14,17 113,39 8. 2040 15,12 120,96 9. 2045 16,13 129,03 10. 2050 17,20 137,64 Sumber : Hasil Analisis. 2010 No.
Tahun
Kebutuhan air Domestik (106 m3/th) 90,01 92,37 98,53 105,10 112,11 119,59 127,57 136,08 145,16 154,84
5.3.2. Kebutuhan Air untuk Industri Sesuai dengan visi kota Semarang yaitu sebagai kota investasi, maka perdagangan
dan
industri
pengolahan
berperan
amat
dominan
dalam
perekonomian Kota Semarang. Kontribusi kedua sektor tersebut terhadap PDRB lebih dari 65 persen. Kota Semarang merupakan pusat industri besar dan sedang terbesar di Propinsi Jawa Tengah. Klasifikasi Industri di Kota Semarang menurut bidang usahanya pada tahun 2008 didominasi industri yang bergerak dibidang usaha pengolahan yang beragam jenisnya. Begitu pula halnya dalam penyerapan atau jumlah tenaga kerja. baik untuk industri besar, sedang maupun kecil pada tahun 2008. Pada tahun 2009 keadaannya hampir tidak berubah dimana industri pengolahan masih mendominasi baik ditinjau dari jumlah unit usahanya maupun penyerapan tenaga kerjanya. Industri di kota Semarang dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu industri besar/sedang dan industri kecil. Berdasarkan Laporan tahunan Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Semarang (2009) diketahui bahwa jumlah industri besar/sedang adalah sebesar 781 unit, sedangkan jumlah industri kecil adalah 15.347 unit, namun dalam analisa penelitian ini penggunaan air bersihnya tidak dibedakan antara industri besar/sedang dan industri kecil. Perkembangan jumlah unit usaha atau industri ini tentu tidak lepas dari adanya berbagai insentif yang ada di Kota Semarang, selain memilki beberapa
72
Kawasan Industri yang siap huni juga insentif lainnya baik dari faktor keamanan, kelancaran distribusi, maupun kemudahan dalam perijinan dan lain-lain. Berdasarkan hasil perhitungan (proyeksi) eksponensial, untuk tahun 2010, jumlah industri di kota Semarang adalah 17.514 unit.dengan tingkat pertumbuhan 6%, dan jumlah industri untuk tahun 2050 adalah 177.777 unit. Kebutuhan air untuk industri besar/sedang adalah sebesar 222.5 m3/unit/tahun, sedangkan untuk industri kecil sebesar 180 m3/unit/tahun. Dalam analisa penelitian ini tidak dibedakan kebutuhan air antara industri besar/sedang dan industri kecil, karena air digunakan sebagai bahan proses industri, bukan sebagai bahan baku industri, sehingga kebutuhan akan air hampir sama. Kebutuhan air untuk industri ditentukan berdasarkan rata-rata timbang kebutuhan air antara kedua jenis industri tersebut dan berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku industri yaitu sebesar 201,25 m3/unit/tahun, sehingga kebutuhan air bersih untuk industri pada tahun 2008 sebesar 3,33 x 106 m3/unit/tahun, dan pada tahun 2050 sebesar 35,78 x 106 m3/unit/tahun. Untuk lebih jelasnya kebutuhan air industri beserta proyeksinya disajikan dalam Tabel 23. Tabel 23 Kebutuhan Air untuk Industri di Kota Semarang No.
Tahun
Jml Industri
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
2008 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
16.528 17.514 23.399 31.262 41.766 55.800 74.549 99.599 133.065 177.777
Kebutuhan air 6 3 (10 m /th) 3,33 3,52 4,71 6,29 8,41 11,23 15,00 20,04 26,78 35,78
Sumber: Hasil analisis. 2010
5.3.3. Kebutuhan Air untuk Hotel Untuk memperlancar kegiatan perekonomian kota Semarang yang telah dicanangkan sebagai kota investasi, diperlukan fasilitas-fasilitas yang memadai, yang salah satunya adalah hotel. Berdasarkan data yang ada, jumlah hotel di kota Semarang pada tahun 2008 adalah
83 buah dengan klasifikasi 27
berbintang dan 56 kelas melati. Jumlah kamar adalah 3.280, dan jumlah tempat tidur adalah 6.248 buah.
73
Dalam pemakaian air bersih hotel, diasumsikan bahwa hotel terisi 75%, dan tiap kamar memiliki 2 tempat tidur. Jumlah kebutuhan air bersih untuk penghuni hotel dianggap sama dengan kebutuhan air bersih penduduk yaitu sebesar 150 L/orang/hari, sehingga kebutuhan air bersih hotel pada tahun 2008 sebesar 253.044 m3/tahun. Untuk perencanaan selanjutnya diasumsikan bahwa perkembangan tingkat pertumbuhan hotel di kota Semarang adalah 2% per tahun, maka berdasarkan hasil proyeksi eksponensial jumlah hotel pada tahun 2010 sebesar 86, dan pada tahun 2050 sebesar 191 buah, sehingga kebutuhan air pada tahun 2010 adalah sebesar 263.267 m3/th, dan pada tahun 2050 sebesar 581.304 m3/th. Hasil analisa disajikan dalam Tabel 24. Tabel 24 Kebutuhan air bersih hotel di kota Semarang Jml Hotel 1. 2008 83 2. 2010 86 3. 2015 95 4. 2020 105 5. 2025 116 6. 2030 128 7. 2035 142 8. 2040 156 9. 2045 173 10. 2050 191 Sumber:Hasil analisis. 2010 No.
Tahun
Jml Kamar 3.124 3.187 3.280 3.520 3.700 3.889 4.087 4.296 4.515 4.745
Jml Tempat Tidur 6.248 6.374 6.699 7.040 7.400 7.777 8.174 8.591 9.029 9.489
Kebutuhan air 3 (m /th) 253.044 263.267 290.668 320.921 354.323 391.201 431.917 476.872 526.505 581.304
5.3.4. Ketersediaan Air Tanah Asumsi Kebutuhan Air Domestik disupali dari PDAM (19% dari air tanah), dan hotel maupun industri 90% dari Air Tanah. Kebutuhan air bersih total kota Semarang ditentukan oleh tiga sektor (pelaku), yaitu: sektor domestik, industri, dan hotel seperti terlihat dalam Lampiran 3. Apabila kebutuhan air tanah dari setiap pelaku tersebut seluruhnya disuplai dari air tanah dalam, maka kota Semarang sudah mengalami kekeringan sejak tahun 2008, karena kebutuhan air tanah setiap tahun terus meningkat, namun kenyataan di lapangan (eksisting) menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih untuk domestik tidak ada yang memanfaatkan air tanah dalam karena disamping biayanya terlalu tinggi juga pengambilannya sangat sulit, dan untuk memenuhi
kebutuhan
air
bersih
masyarakat
kota
Semarang
dapat
memanfaatkan air tanah dangkal melalui sumur gali maupun sumur pantek, air permukaan dalam hal ini air sungai Garang, dan dari PDAM Tirta Moedal.
74
Penggunaan air tanah dalam dilakukan oleh industri dan hotel, yang masingmasing pemanfaatannya sebesar 90%. Akibatnya adalah terjadi penurunan muka air tanah (MAT), yang setiap tahun terus mengalami penurunan, hingga saat ini telah mencapai 8,0 – 9,5 meter, dan apabila hal ini diteruskan, maka akan terjadi kerusakan lingkungan yang berupa turunnya tanah (subsident). Subsiden di kota Semarang menunjukan selama 2000 - 2001 dengan kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah pantai utara Demak (Mamlucky Susana, 2008). Disamping itu, dengan turunnya muka tanah, maka air laut akan mudah masuk ke daratan (rob), dan intrusi air laut. Kerusakan lingkungan tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, sehingga apabila tidak diikuti dengan konservasi pemanfaatannya akan terjadi defisit air air tanah. Kondisi tersebut apabila dibiarkan, maka akan terjadi penurunan muka air tanah. Hasil perhitungan kebutuhan air total di Kota Semarang disajikan dalam Lampiran 5, sedangkan hasil analisis ketersediaan air tanah di kota Semarang disajikan dalam Lampiran 6 dan Gambar 12. Dalam perhitungan ketersediaan air untuk domestik digunakan asumsi bahwa layanan PDAM untuk sumber air bersih domestik hanya 56.1%, dan menggunakan air tanah dalam hanya 19%, sedangkan untuk kebutuhan air bersih industri dan hotel menggunakan 90% dari air tanah. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa ketersediaan air tanah secara keseluruhan pada tahun 2030 telah mengalami defisit air tanah dalam, karena ketersediaan air tanah telah melampaui volume air tanahnya, sedangkan sejak tahun 2010 pemanfaatan air tanah dalam telah melampai nilai amannya, seharusnya sejak tahun 2010 pemerintah kota Semarang sudah harus membatasi pengambilan air tanah dalam yaitu dengan jalan ijin pengambilan air tanah dihentikan, dan pajak air tanah dinaikkan agar dapat dikembalikan pada air tanah, karena telah melampaui kapasitasnya. Dengan adanya pegambilan air tanah yang melebihi kapasitas tersebut secara terus menerus juga akan berdampak pada penurunan muka air tanah (MAT), yang terlihat dari tahun ke tahun turun semakin besar. Pada tahun 2008 kedudukan muka air tanah dalam berkisar antara 7,68 meter dari dasar akuifer, dan berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada tahun 2030 MAT dalam sudah sampai dasar akuaifer,
75
artinya daerah kota Semarang cadangan air tanahnya betul-betul sudah mempunyai dasar akuifer, tidak ada air sama sekali yang ada hanyalah lumpur.
Gambar 12 Ketersediaan Air Tanah Dalam dengan kebutuhan domestik 56,1% dari PDAM, dan industri serta Hotel 90% dari Air Tanah
5.4. Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang 5.4.1. Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah Dalam penilaian air tanah dalam di kota Semarang apakah masih layak untuk diekstrak/dieksploitasi sebagai sumber air bersih atau tidak, dilakukan analisis kualitatif diskritif keberlanjutan pemanfaatan air tanah yaitu dengan menguraikan elemen-elemen/indikator penting dalam pemanfaatan air tanah. Penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan pakar, yaitu dengan menggunakan skoring antara 1 – 4. Angka 1 menunjukkan air tanah tidak baik, 2 menunjukkan kurang baik, 3 menunjukkan sedang, dan 4 menunjukkan baik. Untuk mengetahui keberlanjutan pemanfaatan air tanah digunakan indikator: 1 baik, 2 rusak ringan, dan 3 rusak berat. Penilaian masing-masing indikator disajikan dalam Tabel 25. Berdasarkan analisis keberlanjutan pemanfaatan air tanah menunjukan bahwa air tanah di kota Semarang telah mengalami kerusakan berat (skor 3) akibat eksploitasi yang melampuai daya dukungnya yaitu sebesar 12,12 x 106 m3/tahun dengan jumlah sumur 5.409 buah, sehingga diperlukan konservasi baik konservasi untuk daerah tangkapan (recharge area) maupun konservasi dalam pemanfaatannya.
76
Tabel 25 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang No. 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Indkator Debit pengambilan masingmasing sumur pompa Lama pemompaan Jarak antar sumur pompa Volume WTP Kebutuhan air bersih dari air tanah Penuruan muka air tanah Penuruan tanah (amblesan) Sumur resapan Sumur pantau Jumlah
Nilai > 10 L/dt
Skor 4
18 jam/hari 500 meter
3 3 3 3 3
Rp. 2.750/m 81%
3
< 12 m 3 cm/tahun -
3 3 4 4 33
Sumber: Hasil analisis.2010. 5.4.2. Nilai Ekonomi Manfaat atau nilai air tanah kota Semarang dapat dihitung dengan pendekatan produktivitas yaitu dengan menghitung volume air yang digunakan oleh masyarakat kota Semarang dengan subsitusi nilai harga pasar air sesungguhnya yaitu dari PDAM Tirta Moedal kota Semarang. Berdasarkan
data
sebaran
penduduk
dari
16
kecamatan
secara
keseluruhan terdapat 370.411 KK. Rata-rata pemanfaatan air apabila mengacu pada kota metropolitan bahwa pemakaian air adalah 150 L/orang/hari (Kimpraswil. 2003), maka dalam 1 KK adalah 600 L/hari atau 18.0 m3/bulan dan 216 m3/tahun yang digunakan untuk memasak, minum, mandi, mencuci dan lainlain. Apabila pemanfaatan air tersebut dilakukan pendekatan dengan tarif harga air yang bertlaku di PDAM Tirta Moedal kota Semarang, serta berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk, maka kesediaan membayar (WTP) penduduk terhadap air termasuk kedalam golongan II A yaitu klasifikasi langganan rumah tangga II, dan hasil perhitungannya disajikan dalam Tabel 26. Berdasarkan Tabel 5.8. terlihat bahwa, jumlah nilai air yang dirasakan oleh masyarakat kota Semarang adalah sebesar Rp. 229.514.063.820,- per tahun, dan apabila di hitung sampai dengan tahun 2050 dengan nilai diskon rate 10%
(sesuai
dengan
suku
bunga
bank),
maka
mencapai
335.343.581.206,-. Hasil analisanya disajikan dalam Table 27.
nilai
Rp.
77
Tabel 26 Nilai Ekonomi Air Tanah dalam 1 tahun kota Semarang GOL
Klasifikasi Langganan NON NIAGA
II
A Rumah Tangga I Nilai Ekonomi Air Per Bulan
Jumlah Rata-Rata 3 Penggunaan m 3
18,00 m /Bulan
3
0 -1
Tingkat Pemakaian (m ) 11-20 Jumlah
2.165
49.470
51.635 51.635
Penggunaan Air Selama 1 tahun 216 m /Thn JUMLAH PENGGUNA AIR SEBANYAK 370.411 KK
619.620 229.514.063.820
3
Sumber: Hasil Laporan tahunan PDAM Moedal. 2010, dan hasil perhitungan 2010 Asumsi : 1) Penduduk yang memanfaatkan air adalah 370.411 KK 3 2) Harga Air 0 – 1 m = Rp. 2.165,3 3) Harga Air 11 – 20 m = Rp. 2.910,3
4) Harga Air > 30 m = Rp. 4.125,-
Apabila nilai ekonomi tersebut dikonversikan dengan nilai perolehan air (NPA) dari Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 sebesar Rp. 26.412.586.708,- dengan volume pengambilan sebesar 9.617.198 m3/tahun (Nilai NPA tersebut berdasarkan pada SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003), maka NPA tersebut masih jauh lebih kecil dari pada nilai ekonomi air tanah. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan pajak pengambilan air bawah tanah di kota Semarang belum memikirkan jasa lingkungan, tetapi hanya untuk kepentingan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tabel 27 Nilai Ekonomi Air Tanah kota Semarang dengan Discont Rate10% Pengguna Air Tanah (KK) 1. 2008 370.411 2. 2010 380.104 3. 2015 405.461 4. 2020 432.511 5. 2025 461.365 6. 2030 492.143 7. 2035 524.975 8. 2040 559.997 9. 2045 597.356 10 2050 637.207 Sumber: Hasil perhitungan. 2010. No.
Tahun
Nilai Ekonomi Air Tanah (Rp) 229.514.063.820 235.520.040.480 251.231.744.820 267.992.465.820 285.870.981.300 304.941.645.660 325.285.009.500 346.985.341.140 370.133.724.720 394.826.201.340
Diskon rate 10% (Rp) 206.562.657.438 211.968.036.432 226.108.570.338 241.193.219.238 257.283.883.170 274.447.481.094 292.756.508.550 312.286.807.026 333.120.352.248 355.343.581.206
Disamping mempunyai manfaat ekonomi, pemanfaatan air tanah yang berlebihan seperti kota Semarang yang mencapai 80%, akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan mengakibatkan dampak ekonomi yang besar. Menurut Neher (1990) dalam Ahmad Fauzi (2006) melihat deplesi air tanah akibat eksploitasi yang berlebihan akan mengakibatkan dampak ekonomi, yaitu:
78
1.
Air tanah akan menjadi langka (extind) melalui pemanfaatan yang berlebihan (overuse) yang pada gilirannya akan mengakibatkan keringnya sumur-sumur penduduk dan aliran air sungai yang bisa berakibat pada biaya ekonomi yang sangat mahal.
2.
Air tanah dapat diibaratkan uang di bank yang dapat dijadikan cadangan pada saat curah hujan menurun (kecil) akibat musim kemarau. Jika cadangan ini habis karena deplesi, hal ini akan mengakibatkan bencana yang menimbulkan biaya ekonomi yang sangat mahal.
3.
Ketika ketersediaan air tanah habis, biaya ekstraksi akan meningkat. Dalam rejim pengelolaan yang tidak terkendali, biaya ini sangat mahal, sehingga salah satu tujuan utama konservasi pemanfaatan air tanah adalah bagaimana mengendalikan biaya tersebut.
5.4.3. Kelembagaan Analisa kelembagaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Interpretatif structural Model (ISM), karena merupakan suatu proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana modelmodel struktural dihasilkan guna memotret perihal kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik dan kalimat (Eriyatno. 2007). Disamping itu, sesuai dengan salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun strategi kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah, maka elemen yang dipilih adalah elemen Lembaga yang terkait dengan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. Berdasarkan pendapat pakar, dan tupoksi masing-masing subelemen ditemukan 12 sub elemen, yaitu: (1) Pemerintah Pusat, (2) Pemerintah Propinsi, (3) Pemerintah Kota, (4) Dinas ESDM Propinsi, (5) PDAM, (6) Industri, (7) Hotel, (8) Masyarakat pemakai air tanah, (9) Dispenda, (10) Dinas Tata kota, (11) LSM, dan Perguruan Tinggi (12).
Hasil analisis lembaga yang terkait dengan
konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang disajikan dalam Lampiran 7, dan posisi setiap subelemen hasil analisis dengan menggunakan ISM seperti terlihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13 terlihat bahwa subelemen Lembaga pemerintah kota Semarang (3), Dinas ESDM propinsi Semarang (4), dan PDAM (5) terletak pada sector III (Linkage) yang merupakan subelemen pengait (linkage) dari subelemen lainnya. Subelemen pada sektor ini memiliki kekuatan pendorong (driver power) yang besar terhadap suksesnya program konservasasi pemanfaatan air tanah
79
kota Semarang, dan memiliki ketergantungan (dependent) yang besar pula terhadap lembaga lainnya terutama terhadap lembaga pemerintah.
Sektor IV Independence
Driver Power
• E 6,7
Sektor III Linkage • E 3,4,5
• E 1,2,8,9,10,11,12
Sektor I Automous
Sektor II Dependence
Dependence
Gambar 13 Driver Power dari Lembaga yang terkait dalam Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang. Namun demikian, setiap perubahan terhadap tujuan pada subelemen ini akan mempengaruhi suksesnya program konservasi pemanfaatan air tanah, dan sebaliknya apabila subelemen ini mendapat perhatian yang kurang, maka dapat berpengaruh terhadap kegagalan program konservasi pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan. Kedua lembaga ini merupakan obyek dan sekaligus subyek dalam konservasi pemanfaatan air tanah. PDAM merupakan pemanfaat terbesar dibandingkan 2 sektor lain (industri dan hotel), sedangkan ESDM merupakan lembaga yang mengeluarkan ijin pengambilan air tanah, dan Pemkot Semarang merupakan penerima dampak dan sekaligus pengontrol dari pemanfaat air tanah, sehingga sub elemen ini merupakan subelemen kunci terhadap lembaga yang terkait dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. Sedangkan subelemen Industri (6), hotel (7) terletak pada sector IV (independence). Subelemen ini mempunyai kekuatan penggerak (driven power) yang
besar
dalam
konservasi
pemanfaatan air
tanah,
tetapi
memiliki
ketergantungan (dependent) yang besar terhadap lembaga lainnya terutama terhadap pemerintah baik pemerintah propinsimaupun kota. Dan subelemen Pemerintah Pusat (1), Pemerintah Propinsi (8), masyarakat (9), Dispenda (10),
80
Dinas Tata Kota (11), dan Perguruan Tinggi (12), terletakdi Sektor I (Automous). Subelemen ini mempunyai keterkaitan dengan konservasi pemanfaatan air tanah yang sangat kecil, keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat, dan perguruan tinggi bisa penting karena dapat berperan dalam memberikan pengawasan perjalanan kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. Struktur hierarkhi hubungan subelemen lembaga yang terkait dalam konservasi pemanfaatan air tanah d kota Semarang secara rinci disajikan dalam Gambar 14.
Level 5
E8
E9
E10
E11
Level 4
E1
E2
Level 3
E6
E7
Level 2
Level 1
E3
E5
E12 Keterangan: E1 = Pemerintah Pusat E2 = Pemerintah Propinsi E3 = Pemerintah Kota E4 = Dinas ESDM E5 = PDAM E6 = Industri E7 = Hotel E8 = Masyarakat pemakai air tanah E9 = Dispenda E10 = Dinas Tata Kota E11 = LSM E12 = Perguruan Tinggi
E4
Gambar 14 Struktur Hierarkhi Subelemen Lembaga yang Terkait dalam Konservasi Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan di Kota Semarang. Pada Gambar 14 terlihat bahwa terdapat lima tahap atau level keterlibatan setiap lembaga dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. Lembaga yang diharapkan sangat berperan dalam konservasi pemanfaatan air tanah adalah pemerintah Kota yang kemudian disusul Dinas ESDM, dan PDAM. Ketiga subelemen tersebut merupakan elelem kunci yang sangat diharapkan perannya untuk mendukung keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah. Peran yang diharapkan adalah komitmen yang kuat dari pemerintah propinsi melalui penerapan kebijakan pemanfaatan air tanah, melalui penerapan pajak air tanah yang tinggi, memperketat ijin pembuatan sumur pompa, pengawasan pengambilan air tanah yang ketat, dan mengusulkan kepada Bappeda dan Dinas Tata Ruang bahwa zona kritis untuk pemanfaatan air tanah menjadi kawasan konservasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Semarang untuk periode 2010 - 2020, karena hal ini sesuai dengan
81
bunyi pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penatataan Ruang yang berbunyi ”Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya”, sehingga sangat tepat untuk memasukkan zona konservasi air tanah ke dalam kawasan konservasi. Peran masing-masing subelemen tersebut dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang apabila dihubungkan dengan komponen konservasi yaitu reuse, reduse, recycle, dan recharge (4 R) dapat dijelaskan dalam Tabel 28. Tabel 28 Peran masing-masing subelemen dalam konservasi pemanfaatan air tanah dalam di kota Semarang No. 1. 2.
Subelemen
Reuse
Pemerintah Pusat Pemerintah Propinsi
3.
Pemerintah Kota
4.
Dinas ESDM
5.
PDAM
6.
Industri
Pemakaian kembali air produksi Pemakaian kembali sisa air untuk siram tanaman
Komponen konservasi Reduse Recycle Penerbitan regulasi -Pembatasan ijin -Penerbitan regulasi - Pengawasan sumur - Zonasi daerah kritis - Pengawasan sumur - Pembatasan ijin Pemanfaatan air permukaan sbg sumber air baku Memakai PDAM sebagai sumber air baku Memakai PDAM sebagai sumber air bersih
7.
Hotel
8.
Masyarakat
Pengawasan sumur
9.
Dispenda
10.
Dinas Tata Kota
Pajak air tanah Zonasi air tanah dlm RTRW (daerah kritis)
11.
LSM
Pengemb teknologi reuse Sumber: Hasil Analisis 2010.
12.
Perguruan Tinggi
Recharge
Sumur resapan Pengolah an air limbah
Sumur resapan Sumur resapan
Sumur resapan
Pengawasan Sumur Pengemb teknologi recycling
Pengemb. Teknologi sumur resapan Pengemb. Tek. sumur resapan
82
5.4.4. Skenario Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Untuk meminimalisir dampak yang sangat luas akibat pemanfaatan air tanah dalam di kota Semarang yang melampaui ambang batasnya, maka dibuatlah strategi konservasi pemanfaatan, dengan tujuan agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk konservasi sumberdaya air tanah di kota Semarang. Ada 4 (empat) strategi konservasi pemanfaatan air tanah yaitu: (a) strategi pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air, (b) strategi dengan pembatasan pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah dalam, (c) strategi dengan mengurangi satuan pemakaian air domestik, dan (d) startegi dengan peningkatan kapasitas produksi PDAM. Uraian dari masing-masing skenario adalah: a
Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah ini, ada dua jalan yang
dapat dilakukan, yaitu: cara pertama adalah dengan membatasi pertumbuhan hotel. Laju pertumbuhan hotel yang tadinya 2% per tahun, diturunkan menjadi 1% per tahun, sedangkan cara yang ke dua adalah dengan mengurangi satuan pemakaian air tamu hotel (hemat air). Pemakaian air untuk tamu hotel diturunkan yang tadinya 1 orang 150 L/hari diturunkan menjadi 120 L/orang/hari (sesuai dengan penggunaan air bersih untuk penduduk). Berdasarkan hasil analisa dan dibandingkan dengan Gambar 12 terlihat bahwa pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air tidak signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, dimana pada tahun 2030 sudah mengalami defisit air tanah, karena ketersediaan air tanah telah melampaui volume air tanahnya, dan apabila dihubungkan dengan kondisi eksisting (Gambar 5.1), dimana pada tahun 2030 juga sudah mengalami defisit air tanah. Kondisi ini bisa terjadi karena konservasi pemanfaatan air tanah tidak dibarengi dengan konservasi dari dua sektor (domestik, dan industri). Penurunan ketersediaan air tanah diikuti juga oleh penurunan muka air tanahnya (MAT) yang pada tahun 2030 juga sudah sampai pada dasar akuifernya. Hasil analisis/simulasi dengan pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air disajikan dalam Lampiran 8, dan Gambar 15.
83
Gambar 15 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air b. Strategi Konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan laju pertumbuhan industri Setelah dicanangkan kota Semarang menjadi kota investasi, maka pertumbuhan industri kota Semarang terus mengalami peningkatan, dan saat ini telah mencapai 6% per tahun, selain itu, juga ditunjang dengan berbagai insentif, yang salah satunya adalah kemudahan ijin, dan tersedianya sarana dan prasarana industri. Industri-industri tersebut hampir semua (90%) dalam mengolah dan penunjang industri menggunakan air tanah, maka berpengaruh sangat besar terhadap ketersediaan air tanah, sehingga diperlukan strategi dalam pemanfaatan air tanah agar tidak terjadi over exploited air tanah. Salah satu skenario untuk konservasi pemanfaatan air tanah adalah dengan pembatasan pertumbuhan industri. Pertumbuhan industri di kota Semarang yang semula 6% per tahun, diturunkan menjadi 3% pertahun. Dengan asumsi pembatasan pertumbuhan industri akan terjadi pengurangan (hemat) terhadap penggunaan air tanah. Berdasarkan hasil simulasi dan dibandingkan dengan Gambar 12 menunjukkan: Secara keseluruhan ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap ketersediaan air tanah, karena defisit air tanah baru akan terjadi pada tahun 2042. Kondisi seperti ini bisa terjadi, karena pemakaian air baik untuk domestik, maupun hotel tetap. Kondisi ketersediaan air tanah tersebut diikuti juga oleh turunnya muka air tanah. MAT akan mencapai dasar akuifer pada tahun 2042. Hasil simulasi konservasi pemanfaatan air tanah
84
dengan pembatasan pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah disajikan dalam Lampiran 9 dan Gambar 16.
Gambar 16 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Pembatasan pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah c. Strategi dengan mengurangi satuan pemakaian air domestik Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan pemakaian air domestik ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu cara pertama adalah dengan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk, dan cara yang ke dua adalah dengan mengurangi satuan pemakaian air atau hemat air. Kedua cara ini dilakukan dalam scenario yaitu dengan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk yang semula 1,68% per tahun diturunkan menjadi 1% per tahun, dan dengan mengurangi satuan pemakaian air (hemat air), yaitu dengan mengurangi pemakaian air yang semula 150 L/orang/hari diturunkan menjadi 120 L/orang/hari. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa pada tahun 2008 pemanfaatan air tanah total berkurang menjadi 9,80 x 106 m3/th, dan pada tahun 2010 turun menjadi 10,13 x 106 m3/th, serta pada tahun 2050 pemanfaatan air tanahnya menjadi 45,19 x 106 m3/th. Hasil perhitungan/simulasi dengan mengurangi satuan pemakaian air domestik disajikan dalam Lampiran 10. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa eksploitasi air tanah untuk memenuhi kebutuhan total air bersih dengan mengurangi satuan
85
pemakaian air domestik sampai pada tahun 2032 kota Semarang sudah mengalami devisit air tanah dan bahkan kekeringan air tanah dalam. Apabila hasil simulasi ini (Gambar 17) dibandingkan dengan pemanfaatan air tanah total (Gambar 12), dimana pada tahun 2030 kota Semarang sudah mengalami defisit air akibat eksploitasi yang besar-besaran, maka dengan mengurangi satuan pemakaian air domestik kurang berpengaruh secara signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, karena pada tahun 2032 volume air tanah sudahmengalami defisit air tanah, dan kebutuhan air tanah mencapai nilai aman pada tahun 2015. Selain itu, terjadi juga penurunan muka air tanah (MAT) akibat pengambilan air tanah yang melebihi kapasitasnya, yaitu pada tahun 2035 muka air tanah sudah sampai dasar akuifer artinya akuifer mengalami kekeringan.
Gambar 17 Ketersediaan Air Tanah dengan mengurangi satuan pemakaian air domestik d. Strategi peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dalam dengan meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: cara pertama dengan meningkatkan layanan, dan cara yang kedua adalah dengan mengurangi pemanfaatan air tanah dalam. Kedua cara tersebut dilakukan dalam skenario ini dengan tujuan untuk meminimalisir pemanfaatan air tanah dalam yang sudah merupakan barang langka. Kedua cara yang dilakukan tersebut yaitu: pertama meningkatkan layanan pelayanan kepada pelanggan yang dahulu 56,1% ditingkatkan menjadi 70%, sedangkan cara yang kedua
86
adalah dengan mengurangi pemanfaatan air tanah sebagai sumber bahan baku air bersih, dimana yang dahulu pemanfaatan air tanah dalam sebesar 19%, dikurangi menjadi 15%, sisanya dengan meningkatkan pemanfaatan air permukaan melalui kali Garang, kali Babon melalui IPA Pucang Gading, dan bendung Kudu yang sumber airnya dari bendungan Kedung Ombo. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa pada tahun 2008 pemanfaatan air tanah total berkurang menjadi 7,35 x 106 m3/th, dan pada tahun 2010 turun menjadi 7,64 x 106 m3/th, serta pada tahun 2050 pemanfaatan air tanahnya menjadi 39,64 x 106 m3/th. Hasil perhitungan/simulasi dengan peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal disajikan dalam Lampiran 11, dan Gambar 18. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa eksploitasi air tanah untuk memenuhi kebutuhan total air bersih dengan meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal sampai pada tahun 2038 kota Semarang baru mengalami defisit air tanah dalam dan bahkan kekeringan air tanah dalam. Apabila hasil simulasi ini (Gambar 18) dibandingkan dengan pemanfaatan air tanah total (Gambar 12), dimana pada tahun 2030 kota Semarang sudah mengalami defisit air akibat eksploitasi yang besar-besaran, maka dengan meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal berpengaruh sangat signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, karena baru pada tahun 2038 volume air tanah baru terlampaui. Hal lain yang bisa digambarkan adalah dengan pengambilan air tanah yang melebihi kapasitasnya terlihat juga terjadi penurunan muka air tanah, yaitu penurunan muka air tanah terus menurun sesuai dengan penggunaannya yang akhirnya pada tahun 2040 akan mencapai dasar akuifer, artinya akuifer mengalami kekeringan, dan hal ini akan berdampak pada penurunan muka tanah (subsiden).
87
Gambar 18 Ketersediaan Air Tanah dengan meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal
VI. PEMBAHASAN Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan skenario pembatasan dan peningkatan sektor-sektor pemanfaatan air tanah yaitu sektor domestik, industri, hotel, dan PDAM, seperti diuraikan dalam sub bab 5.4.4, namun dari ke empat sektor tersebut belum menunjukkan adanya pemanfaatan air tanah yang keberlanjutan, karena sampai tahun 2050 kota Semarang masih mengalami defisit air tanah, sehingga diperlukan lagi skenario agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, yaitu: 1) Strategi dengan gabungan skenario a, dan b, 2) Strategi dengan gabungan skenario a, b, dan c, 3) Strategi gabungan skenario a, b, c, dan d, dan 4) Strategi moratorium pemanfaatan air tanah. 6.1. Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan antara Skenario a dan b Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan skenario ini, pendekatan yang digunakan adalah dengan pembatasan pertumbuhan hotel dari 2% menjadi 1% per tahun, dan mengurangi pemakaian air tamu hotel dari 150 L/orang/hari menjadi 120 L/orang/hari, serta membatasi pertumbuhan industridari 6% per tahun menjadi 3% per tahun. Berdasarkan hasil simulasi dan dibandingkan dengan Gambar 12 (kondisi eksisting) terlihat bahwa pembatasan pertumbuhan hotel dan industri sangat signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, dimana pada tahun 2040 baru mengalami defisit air tanah, karena ketersediaan air tanah telah melampaui volume air tanahnya, kondisi tersebut tentunya diikuti dengan penurunan MAT yaitu pada tahun 2040 MAT sudah mencapai dasar akuifer, sehingga sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Dan apabila dilihat dari segi pemanfaatan air tanah yang keberlanjutan, maka skenario tersebut kurang signifikan, karena masih mengalami defisit air tanah yaitu pada tahun 2040. Hasil analisis/simulasi dengan gabungan antara skenario a dan b dalam Lampiran 12, dan Gambar 19.
89
Gambar 19 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan gabungan antara skenario a dan b. 6.2. Startegi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan antara skenario a, b, dan c Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah ini, pendekatan yang digunakan adalah dengan pembatasan pertumbuhan hotel dari 2% menjadi 1% per tahun, mengurangi pemakaian air tamu hotel dari 150 L/orang/hari menjadi 120 L/orang/hari, dan
membatasi pertumbuhan industri menjadi 3%, serta
mengurangi pemakaian air oleh penduduk yaitu dengan jalan pengendalian pertumbuhan penduduk dari 1,68% per tahun menjadi 1% per tahun, dan mengurangi pemakian air dari 150 L/orang/hari menjadi 120 L/orang/hari. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa: apabila dibandingkan dengan kondisi eksisting (gambar 12), maka sangat signifikan terhadap ketersediaan air tanah dalam secara total, karena volume air tanah baru akan habis (defisit) pada tahun 2050, sedangkan MAT pada tahun 2045 masih 2.5 meter, tetapi pada tahun 2050 sudah minus, sehingga apabila dilihat dari segi pemanfaatan yang berkelanjjutan, skenario ini kurang signifikan, karena pada tahun 2050 masih mengalami defisit air tanah, namun demikian pada tahun 2020 ijin pengambilan air tanah dari 3 sektor tersebut harus dihentikan agar terjadi recovery, karena ketersediaan air tanah telah mencapai nilai aman (safety yield). Untuk mengetahui hasil analisa ketersediaan air tanah dalam dengan skenario gabungan antara skenario a, b, dan c disajikan dalam Lampiran 13, dan Gambar 20.
90
Gambar 20 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan gabungan antara skenario a, b, dan c. 6.3. Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan antara Skenario a, b, c, dan d Dalam strategi konservasi pemanfaatan air tanah ini, semua parameter yang mempengaruhi ketersediaan air tanah di kota Semarang diturunkan nilainya, yaitu dengan cara semua jenis pemakaian air tanah (domestik, hotel, dan industri), diturunkan nilainya, sedangkan kapasitas produksi PDAM di tingkatkan Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa terjadi penurunan kebutuhan air yang sangat signifikan. Pada tahun 2008 kebutuahn air turun menjadi 6,37 x 106 m3/tahun, dan pada tahun 2050
juga terjadi penurunan
sebesar 16,40 x 106 m3/tahun. Dengan memperhatikan hasil simulasi tersebut terlihat bahwa eksploitasi air tanah di kota Semarang sangat signifikan terhadap ketersediaan air tanah secara keseluruhan, karena air tanah dalam tidak akan mengalami defisit sampai pada tahun 2050, namun hal yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan air bersih kota Semarang yang bersumber dari air tanah dalam telah melampaui ambang batasnya (safety yield) pada tahun 2025, sehingga diperlukan pembatasan-
91
pembatasan dalam pemanfaatan air yang dituangkan dalam Perda atau SK Gubernur. Hasil simulasi ini apabila dihubungkan dengan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan, maka sangat signifikan untuk dilaksanakan, karena sampai tahun 2050 ketersediaan air tanah tidak akan mengalami defisit. Hasil konservasi pemanfaatan
air
tanah
dengan
menurunkan
semua
parameter
yang
mempengaruhi ketersediaan air tanah dalam dan menaikkan kapasitas produksi disajikan dalam Lampiran 14, dan Gambar 21 Seperti juga dengan skenarioskenario yang lain, dalam skenario ini juga terjadi penurunan muka air tanah (MAT), namun penurunannya tidak drastis, dan dari tahun 2008 hingga tahun 2050 hanya mengalami penurunan 10 meter.
Gambar 21 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan antara Skenario a, b, c, dan d 6.4. Skenario
Strategi
Kebijakan
Pemanfaatan
Air
Tanah
dengan
Moratorium Strategi kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dengan moratorium pemanfaatan air tanah adalah dengan menyetop pengambilan air tanah dalam untuk semua sektor. Artinya tidak boleh ada lagi ijin pengambilan air tanah, sedangkan yang sudah terlanjur mempunyai ijin bisa dilanjutkan, tetapi dengan pengawasan yang ketat. Dalam simulasi ini, moratorium dilakukan mulai tahun 2015. Untuk pelaksanaan moratorium diperlukan sosialisasi, sehingga program moratorium efektif berjalan pada tahun 2020.
92
Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa: pada awalnya yaitu pada tahun 2010 ketersediaan air tanah terlihat turun, tetapi pada awal diberlakukan moratorium, ketersediaan air tanah mulai naik, dan pada tahun 2012 ketersediaan air tanah telah mencapai nilai aman. Demikian juga dengan MAT sejak tahun 2008 hingga tahun 2010 mengalami penurunan, tetapi tidak drastis, dan pada tahun 2012 mulai mengalami kenaikan dan pada tahun 2025 kedudukan MAT telah mencapai angka stabil yakni 15,6 meter dari dasar, sehingga skenario model moratorium ini sangat signifikan untuk dilaksanakan untuk konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang. Untuk mengetahui hasil simulasi ketersediaan air tanah dengan moratorium disajikan dalam Lampiran 15, dan Gambar 22.
Gambar 22 Hasil Simulasi Moratorium
Konservasi
pemanfaatan
air
tanah
dengan
6.5. Hubungan Komponen Konservasi dengan Pengguna Air Tanah Seperti telah disebutkan diatas bahwa pengguna air tanah dalam di kota Semarang meliputi 3 sektor yakni: PDAM, industri, dan hotel. Disamping ketiga sektor tersebut, masyarakat (domestik) juga ikut berperan dalam konservasi pemanfaatan air tanah, karena masyarakat disamping sebagai obyek juga dapat berperan sebagai subyek dalam konservasi pemanfaatan air tanah dalam. Hubungan komponen konservasi pemanfaatan air tanah dengan pengguna air tanah meliputi:
93
a. Hotel Konservasi pemanfaatan air tanah dari sektor hotel selain dapat dilakukan dengan penerapan kebijakan yang berupa penerapan skenario yang telah dibuat, dapat juga dilakukan
dengan menerapkan komponen-komponen konservasi
yang meliputi: reuse, reduce, recycle, dan recharge (4R) yaitu dengan jalan: 1. pemakaian kembali air kamar mandi dan wastafle untuk menyirami tanaman, mencuci mobil dan peralatan hotel (reuse) 2. tidak menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih tetapi dengan memanfaatkan PDAM Tirta Moedal (reduce) 3. membuat sumur resapan dan biopori (recharge) 4. mengolah kembali sisa air bersih untuk digunakan sebagai sumber air bersih (recycle) b. Industri Peran industri kaitannya dengan komponen konservasi adalah dengan jalan: 1. memanfaatkan kembali air limbah dari bahan baku industri yang selama ini dibuang, maka digunakan sebagai air baku untuk proses industri, seperti untuk cuci alat-alat industri, dan lain sebagainya (reuse) 2. membuat sumur resapan dan biopori disekitar industri (recharge) 3. bahan baku industri maupun proses industri menggunakan air PDAM Tirta Moedal (reduce) 4. mengolah kembali air sisa produksi menjadi bahan baku industri (recycle) c. PDAM Peran PDAM terhadap komponen konservasi (4 R) adalah dengan jalan: 1. memanfaatkan air permukaan dan bahkan kalau mungkin air laut sebagai sumber air baku, 2. mengurangi bahkan menghentikan (moratorium) pemanfaatan air tanah dalam sebagai sumber air baku
94
3. membuat sumur resapan di sekitar IPA dan sumur pompa 4. meningkatkan layanan kepada penduduk (90%) d. Domestik Selain konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan pemakaian air domestik, penduduk dapat juga melakukan kegiatan yang kaitannya dengan konservasi yang meliputi 4 R terhadap air tanah dalam. Komponen konservasi yang dapat dilakukan adalah: reduce, recharge dan reuse serta recycle, yaitu dengan: 1. membuat sumur resapan di tiap-tiap rumah baik di daerah resapan (recharge) maupun di kota Semarang (recharge) 2. membuat unit pengolah air rumah tangga yang sifatnya komunal, sehingga air hasil pengolahan dapat digunakan kembali, seperti untuk mandi, dan mencuci, mencuci mobil, dan lain-lain (reuse) 3. memanfaatkan PDAM Tirta Moedal sebaik-baiknya, tidak menggunakan air tanah baik air tanah dangkal maupun air tanah dalam sebagai sumber air bersihnya (reduce). Untuk mengetahui peran masing-masing pengguna air tanah terhadap komponen konservasi disajikan dalam Tabel 29.
6.6. Jasa Lingkungan Berdasarkan hasil analisis nilai ekonomi air tanah di kota Semarang yang menunjukkan angka Rp. 229.514.063.820,- setiap tahunnya, sedangkan berdasarkan hasil perolehan pajak air bawah tanah (ABT) yang hanya sebesar Rp. 26.412.586.708,- (11,51%), dan apabila dihubungkan dengan SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pajak air tanah sebesar Rp 116,- per m3, maka penarikan pajak air tanah yang dilakukan di kota Semarang hanya berorientasi pada pendapatan asli daerah (PAD), belum berorientasi pada upaya pemulihan air
tanah (konservasi).
Konservasi
pemanfaatan air tanah di kota Semarang selain dapat dilaksanakan dengan skenario, dapat dilakukan dengan menerapkan konsep jasa lingkungan, yaitu:
95
Tabel 29 Hubungan Konsenservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Komponen Konservasi antar sektor pengguna air tanah No.
1.
2.
3.
4.
Sektor Kegiatan
Komponen Konservasi Reuse
Reduce
Recycle
Recharge
Hotel
Air dari wastafle & kamar mandi digunakan untuk menyiram tanaman
Menggnakan PDAM sebagai sumber air baku
Industri
Menggunakan kembali air baku industri sbg air baku untuk proses industri
Menggnakan air PDAM sebagai sumber air baku produksi
Mengolah air limbah menjadi air bersih
Membuat sumur resapan di sekitar industri
Menggunakan air PDAM dalam pemenuhan air bersih
Membuat unit pengolah air dari wastafle dan kamar mandi unt. Mandi dan mencuci
Membuat sumur resapan di sekitar rumah
Meningkatkan penggunaan air permukaan sebagai sumber air baku dan mengurangi penggunaan air tanah dalam
Mengolah air laut menjadi sumber air bersih (desalinasi)
Membuat sumur resapan
Domestik
PDAM
Membuat sumur resapan di sekitar hotel
Sumber: Hasil analisis. 2010
1. menaikkan pajak ABT mengikuti WTP (Willingness to Pay) penduduk yaitu sekitar Rp. 6.000,2. Pajak tersebut selain untuk peningkatan PAD juga digunakan untuk jasa lingkungan 3. Jasa lingkungan yang dapat diterapkan di kota Semarang adalah dengan:
96
- Hasil
pajak ABT dikembalikan ke lingkungan yaitu untuk pemulihan
lingkungan yang rusak baik di daerah recharge (hulu) maupun di kota Semarang - Pemberian insentif kepada penduduk yang telah melaksanakan konservasi, baik konservasi secara ekologi maupun konservasi pemanfaatannya Pemberian finalty (disinsentif) bagi pelanggar peraturan perundangan baik yang tertulis maupun hukum-hukum adat yang berfungsi sebagai penyelamat lingkunag hidup
VII. KESIMPULAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis strategi konservasi pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan di kota Semarang, maka dapat disimpulkan; 1. Eksploitasi air tanah pada tahun 2008 sebanyak 9,62 x 106 m3 dengan memanfaatkan 544 sumur bor. Wilayah yang pemanfaatan air tanahnya terlalu ekstraktif terjadi di sepanjang pantai utara Semarang yang dimulai dari Tanjung Mas, Tambak Lorog hingga ke Genuk, sehingga mengakibatkan penurunan muka tanah (subsiden) dengan kecepatan 2 – 5 cm/tahun. 2. Kebutuhan air bersih kota Semarang meliputi 3 sektor, yaitu kebutuhan domestik, hotel, dan industri: a. Kebutuhan domestik (penduduk + fasilitas umum) adalah sebesar 90,01 x 106 m3 untuk tahun 2008, dan untuk tahun 2050 sebesar 154,84 x 106 m3. b. Kebutuhan air untuk industri, sebesar 3,33 x 106 m3 pada tahun 2008, dan pada tahun 2050 adalah 35,78 x 106 m3. c. Kebutuhan air bersih untuk hotel pada tahun 2008 adalah sebesar 253.044 m3, mengingat laju perkembangan hotel adalah 2% per tahun, maka kebutuhan air bersih pada tahun 2050 adalah 581.304 m3 Dengan kebutuhan air dari 3 sektor tersebut, maka ketersediaan air tanah di kota Semarang pada tahun 2025 sudah mengalami defisit air tanah sebesar 1,39 x 106 m3. 3. Strategi kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang meliputi 8 skenario, yang berhasil memenuhi keberlanjutan adalah: a. Gabungan antara pembatasan pertumbuhan hotel, pertumbuhan industri, mengurangi semua pemakaian air tanah baik untuk dometik, industri, maupun hotel, dan peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal, hasilnya adalah pada hingga tahun 2050 ketersediaan air tanah dalam kota Semarang tidak akan mengalami kekeringan, namun yang perlu diperhatikan adalah nilai batas aman (safety yield) sudah terlampaui pada tahun 2025.
98
b. Moratorium pemanfaatan air tanah, yaitu menghentikan ijin pemanfaatan air tanah dalam, hasilnya sangat signifikan, karena ketersediaan air tanah naik, yaitu pada tahun 2018 ketersediaan air tanah sudah mencapai nilai aman, dan pada tahun 2025 sudah mulai stabil yaitu sebesar 18,27 x 106 m3, demikian juga kedudukan muka air tanah (MAT) telah stabil pada tahun 2025 setinggi 15,82 m dari dasar akuifer. 4. Nilai
ekonomi
air
tanah
kota
Semarang
adalah
sebesar
Rp.
229.514.063.823,- untuk tahun 2008, sedangkan pada tahun 2050 dengan diskon rate sebesar 10% (sesuai dengan suku bunga bank), diperkirakan sebesar Rp. 355.343.581.206,-. Nilai ini mempunyai potensi untuk jasa lingkungan khususnya dari sektor industri dan hotel. 5. Lembaga pemerintah (Pemerintah propinsi, Kota, Dinas ESDM, Tata Kota, dan Dispenda) sebagai elemen kunci, serta mempunyai kekuatan penggerak yang besar, sedangkan PDAM, industri, hotel, dan masyarakat merupakan elemen pengait dan mempunyai kekuatan pendodrong yang besar terhadap konservasi pemanfaatan air tanah 7.2. Saran 1. Skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dalam yang dapat diterapkan di kota Semarang adalah: a. dengan menurunkan semua nilai parameter yang mempengaruhi ketersediaan air tanah di kota Semarang, yaitu dengan cara semua jenis pemakaian air tanah (domestik, hotel, dan industri), diturunkan nilainya, sedangkan kapasitas produksi PDAM di tingkatkan b. Moratorium pemanfaatan air tanah dalam 2. Memasukkan zona kritis pemanfaatan air tanah di kota Semarang kedalam kawasan konservasi dalam RTRW kota Semarang pada periode 2010 – 2015, karena hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa ruang tidak hanya ruang di darat, laut dan udara tetapi termasuk ruang di dalam bumi,
99
3. Pengawasan eksploitasi air tanah oleh Dinas ESDM lebih diperketat, mengingat banyak sumur-sumur bor ilegal 4. Pajak tentang air tanah agar dinaikkan sebesar Rp. 20.000,- hingga Rp. 30.000,- per m3, agar dapat dikembalikan kepada jasa lingkungan air tanah dalam.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad EY. 2009. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Askary M, Laksmi W. 2001. Panduan Umum Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan untuk Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL. Bapedal. Jakarta. Barrow CJ. 2006. Environment Management for Sustainable Development. Routlet Taylor & Francis Group.New York. [BPS]
Badan Statistik. 2008. Statistik Air Minum Jawa Tengah 2008. Badan Pusat Statristik Jawa Tengah. Semarang
[BPS]
Badan Pusat Statistik. 2009. Semarang Kota dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik Kota Semarang. Semarang
Darusman DW. 2004. Konservasi dan Perspektif Ekonomi Pembangunan. Direktorat Konservasi Kawasan – Ditjen PHKA Japan International Coorporation Agency (JICA). Laboratorium Politik Sosial Ekonomi Kehutanan IPB. Bogor. [Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2006. Evaluasi Cekungan Air Tanah Semarang Jawa Tengah. Laporan Tahunan. Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan. Bandung. [Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 13 tahun 2009. tentang Rancangan penyusunan CAT. Departemen ESDM. Jakarta [Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Laporan Akhir Intensifikasi Perhitungan Produksi dan Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah. Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Propinsi Jawa Tengah. Semarang. [Dep PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Profil Kota Semarang. Ditjen Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. [Dep Kimpraswil] Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Standar Penggunaan Air Bersih. Ditjen Cipta Karya. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. [Dep PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Bantek Penyehatan PDAM Kota Semarang. Ditjen Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. [Din Kes] Dinas Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Kota Semarang 2008. Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2009. Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Cetakan Kedua.
101
Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian untuk Pasca Sarjana, IPB Press, Bogor. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kartodiharjo H, Jhamtani H. 2006, Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia, PT. Equinox Publishing Indonesia, Jakarta. Kodoatie RJ. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit ANDI. Yogyakarta Kodoatie RJ, Sjarief R. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Penerbit Andi. Yogyakarta. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. [PDAM] PDAM. 2008. Selayang Pandang PDAM Semarang. PDAM Tirta Moedal Kota Semarang. Semarang. [PDAM] PDAM. 2008. Statistik PDAM kota Semarang. PDAM Tirta Moedal Kota Semarang. Semarang. [Pem Prov] Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. 2003. Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003 tentang Nilai perolehan dan harga dasar untuk menghitung pajak pengambilan air bawah tanah. Pem Propinsi Jateng. Semarang Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah Purnama S. 2002. Hasil Aman Eksploitasi Air Tanah di Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah. Majalah Geografi Indonesia. Vol. 16.No. 2 Septempber 2002. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Purnama S, Kurniawan A, Sudaryatno. 2006. Model Konservasi Air Tanah di Dataran Pantai Kota Semarang. Forum Geografi. Vol. 20 No. 2 Desember 2006. Fakultas Geografi. UGM. Yogyakarta. Sarwoto. 2005. Penyediaan Air Bersih Volume 1. Ditjen Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta Setyandito O, Wijayanti Y, Setyawan A. 2006. Rencana Tindak (Action Plan) dan Analisa Penyediaan Air Bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Teknik Sipil. Vol. 6 No. 2 April 2006. Fakultas Teknik Universitas Mataram. NTB. Sihwanto, Sukirno. 2000. Konservasi Air Tanah Daerah Semarang. Direktorat Geologi Tata Lingkunga. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Jakarta. Siradj M. 1992. Metodologi Prakiraan Dampak Pada Air Tanah. Seminar Nasional Metodologi Prakiraan Dampak dalam AMDAL. PPLH-LP IPB dan BK-PSL dan BAPPEDAL. Bogor.
102
Subastaryo. 2003. Model Pengelolaan Air Bawah Tanah pada Daerah Resapan di Cekungan Semarang Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Susana M, Harnandi D. 2008. Penelitian Hidrogeologi daerah imbuhan air tanah dengan metode Isotop dan hidrokimia di CAT Semarang Demak. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Jakarta Suxena JP. et. al. 1992. Hierarchy and Classification of Program Plan Element Using Interpretative Structural Modelling. System Practice, Vol 12. Thamrin. 2009. Model Pengembangan Kawasan Agropilitan Secara Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat (Studi Kasus Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang-Sarawak). Desertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Tietenberg TH. 1994. Environment Economic and Policy. Harper Collins College. New York Todd DK. 1980. Ground Water Hydrology. 2 New York.
nd
edition, John Willey & Sons Inc.
Undang-undang No. 7 tahun 204 tentang Sumberdaya Air. Undang-undang No.26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang Undang-undang No. 28 tahun 2009, tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Wahid H. 1996. Survei Konservasi Air Tanah Daerah Semarang Demak Jawa Tengah. Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan, Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral. Bandung. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke 3. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yakin A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. CV. Akademika Presindo. Jakarta Yin RK. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Geologi daerah Semarang dan sekitarnya
104
104
105
105
Lampiran 2
Kedudukan Muka Air Tanah Dangkal Kota Semarang
Lampiran 3
Peta CAT Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 106
106
107
107
Keterangan CAT Semarang Demak CAT Ungaran
Kedudukan Air Tanah Dalam Kota Semarang terhadap CAT Seamarang Demak dan CAT Ungaran
Lampiran 4
PETA KEDUDUKAN KOTA SEMARANG TERHADAP CAT SEMARANG DEMAK DAN UNGARAN
108
Lampiran 5 Kebutuhan Air Bersih di Kota Semarang
No. Tahun
Keb.Air
Kebutuhan air
Kebutuhan
Kebutuhan air
Industri
Domestik
Air Hotel
Total (m3/th)
(m3/th)
(m3/th)
(m3/th)
1.
2008
3.326.329,55
90.009.873,00
253.044
93.589.246,55
2.
2010
3.524.742,19
92.365.340,41
263.267
96.153.349,60
3.
2015
4.709.098,45
98.527.225,89
290.668
103.526.992,34
4.
2020
6.291.412,82 105.100.186,40
320.921
111.712.520,22
5.
2025
8.405.404,07 112.111.642,70
354.323
120.871.369,77
6.
2030
11.229.722,10 119.590.850,90
391.201
131.211.774,00
7.
2035
15.003.045,35 127.569.004,30
431.917
143.003.966,65
8.
2040
20.044.251,12 136.079.403,30
476.872
156.600.526,42
9.
2045
26.779.363,37 145.157.551,50
526.505
172.463.419,87
10.
2050
35.777.555,27 154.841.314,40
581.304
191.200.173,67
109
Lampiran 6 Kebutuhan dan ketersediaan air tanah dengan pemanfaatan domestik dari PDAM (19%), dan industri serta hotel 90% Kebutuhan Tanah (m3/th) No. Tahun
Domestik
Hotel (90%)
Kebutuhan
Ketersediaan
Industri
Air Tanah
Air Tanah
(90%)
(m3/th)
1.
2008
9.594.152,36
307.870,20
2.993.696,595
12.895.719,16
5.594.280,84
2.
2010
9.845.221,63
314.078,85
3.172.267,97
13.331.568,46
5.158.431,54
3.
2015
10.502.017,01
330.093,22
4.238.188,60
15.070.298,84
3.419.701,16
4.
2020
11.202.628,87
346.896,00
5.662.271,54
17.211.796,41
1.278.203,59
5.
2025
11.949.980,00
364.635,00
7.564.863,66
19.879.478,66
-1.389.478,66
6.
2030
12.747.188,80
383.211,67
10.106.749,89 23.237.150,36
-4.747.150,36
7.
2035
13.597.580,17
402.773,85
13.502.740,82 27.503.094,83
-9.013.094,83
8.
2040
14.504.703,60
423.321,52
18.039.826,01 32.967.851,13
-14.477.851,13
9.
2045
15.472.343,41
444.903,97
24.101.427,03 40.018.674,42
-21.528.674,42
10.
2050
16.504.535,70
467.570,47
32.199.799,74 49.171.905,92
-30.681.905,92
110
Lampiran 7 Analisis Kebijakandengan Metode ISM
Structural Self Interaction Matrix (SSIM) elemen Lembaga yang Terkait dengan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
2 A
3 A X
4 O X A
5 O A X X
6 O A X X A
7 O A X X A O
8 O A X O X O O
9 O X X X A X O O
10 O A X A O X X O O
11 O O A O A A A O O A
Reachability Matrix (RM) Lembaga yang Terkait dengan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
4 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1
5 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
6 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1
7 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1
8 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0
9 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0
10 11 12 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1
12 O O O A A A A O O A A
111
Revisi Reachability Matrix Hasil Lembaga yang Terkait dengan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DEP L
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 7
2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 2
3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 2
4 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
5 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8 3
6 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 5 5
7 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 5 5
8 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 2 9
9 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 4 6
10 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 7 4
11 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 3 7
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 9
DP 1 6 8 6 6 5 5 6 5 5 6 7
R 5 3 1 3 3 4 4 3 4 4 3 2
Ket: DP = Driver Pover, R = Rangking DEP = Dependensi, L = Level
SSIM Final yang telah memenuhi Aturan Transitivisme Elemen Lembaga yang Terkait dengan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A
A X
O X A
O A X X
O A X A V
O A X X A O
O A A O X A O
O X A X V X X O
10 O
11 O
12 O
X X A O X X O O
O A O A A A O O A
O O A A A A O O A A
112
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DEP
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9
3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9
4 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10
5 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 8
6 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 6
7 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 4
8 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 3
9 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 3
10 11 12 DP 0 0 0 1 0 0 0 4 1 1 0 11 0 0 0 6 0 0 0 6 1 0 0 6 1 0 0 5 0 0 0 4 0 0 0 5 1 0 0 5 1 1 0 6 1 1 1 6 6 3 1
113
Lampiran 8
Skenario 1 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Pembatasan Laju Pertumbuhan Hotel dan Hemat Air Th
Keb. Air hotel
2008
749.60,00
Konst. Air tanah tuk Hotel 273.574,80
2010
764.30,18
2015
Penurunan Muka Air Tanah
Kebutuah air domestic
Kebuthan air industri
Keb. Air total
Keter.air tanah
9.594.152,36
2.993.696,60
12861423,76
8.907.097,24
7,7076
279.073,65
9.845.221,63
3.172.267,97
13296563,26
8.471.957,74
7,3311
803.844,20
293.309,21
10.502.017,01
4.238.188,61
15033514,83
6.735.006,17
5,8280
2020
844.848,33
308.270,93
11.202.628,87
5.662.271,54
17173171,34
4.595.349,66
3,9765
2025
887.944,09
323.995,85
11.949.980,00
7.564.863,66
19838839,51
1.929.681,49
1,6698
2030
933.238,16
340.522,89
12.747.188,80
10.106.749,89
23194461,58
-1.425.940,58
-1,2339
2035
980.842,69
357.892,98
13.597.580,17
13.502.740,82
27458213,97
-5.689.692,97
-4,9235
2040
1.030.875,52
395.336,51
14.504.703,60
18.039.826,01
32939866,11
-11.171.345,11
-9,6669
2045
1.083.460,55
415.502,64
15.472.343,41
24.101.427,03
39989273,09
-18.220.752,09
-15,7670
2050
1.138.727,91
436.697,45
16.504.535,70
32.199.799,74
49141032,90
-27.372.511,90
-23,6863
114
Lampiran 9
Skenario 2 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Pembatasan Laju Pertumbuhan Industri Thn
Keb.air industri
Konst air tanah
2008
2.921.184,00
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
3.099.084,11 3.592.687,86 4.164.909,89 4.828.272,06 5.597.290,62 6.488.793,90 7.522.290,55 8.720.396,41 10.109.329,47
Kebut air Hotel 273.574,80
Keb air Total
Keter air tanah dalam
Penurunan MAT
2.629.065,60
Kebut.air Domestik 9.594.152,36
12.531.088,16
9.237.432,84
7,9934
2.789.175,70
9.845.221,63
279.073,65
12.948.476,18
8.820.044,82
7,6323
3.233.419,07
10.502.017,01
293.309,21
14.065.529,30
7.702.991,70
6,6656
3.748.418,90
11.202.628,87
308.270,93
15.297.943,77
6.470.577,23
5,5992
4.345.444,85
11.949.980,00
323.995,85
16.660.059,85
5.108.461,15
4,4205
5.037.561,56
12.747.188,80
340.522,89
18.167.962,03
3.600.558,97
3,1157
5.839.914,51
13.597.580,17
357.892,98
19.840.268,53
1.928.252,47
1,6686
6.770.061,49
14.504.703,60
395.336,51
21.698.086,61
70.434,39
0,0609
7.848.356,76
15.472.343,41
415.502,64
23.765.604,16
-1.997.083,16
0
9.098.396,52
16.504.535,70
436.697,45
26.070.502,70
-4.301.981,70
0
115
Lampiran 10
Skenario 3 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Mengurangi Satuan Pemakaian Air Thn
Pengurangan pem air
2008 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
61.712.055,73
Layanan PDAM 56,1% 34.620.463,26
Konstribusi thd Air Tanah 6.577.888,02
Keb. Air tanah Total 9.879.454,81
11.889.066,18
10,2880
63.096.707,77
35.397.253,06
6.725.478,08
10.211.824,90
11.556.696,10
10,0004
67.157.162,14
37.675.167,96
7.158.281,91
11.726.563,74
10.041.957,26
8,6896
71.670.641,79
40.207.230,04
7.639.373,71
13.648.541,25
8.119.979,75
7,0265
76.740.326,25
43.051.323,03
8.179.751,38
16.109.250,04
5.659.270,96
4,8971
82.501.388,91
46.283.279,18
8.793.823,04
19.283.784,61
2.484.736,39
2,1501
89.131.581,34
50.002.817,13
9.500.535,25
23.406.049,93
-1.637.528,93
-1,4170
96.865.417,47
54.341.499,20
10.324.884,85
28.788.032,38
-7.019.511,38
-6,0742
106.013.034,70
59.473.312,47
11.299.929,37
35.846.260,37
-14.077.739,37
-12,1819
116.985.445,80
65.628.835,09
12.469.478,67
45.136.848,88
-23.368.327,88
-20,22137621
Keter. Air tanah
Penurunan MAT
116
Lampiran 11 Skenario 4 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Peningkatan Kapasitas Produksi PDAM Tirta Moedal
2008
Keb. Air domestic 63.006.911,10
Layanan PDAM 70% 27.002.961,90
Kontribusi Air Tanah 4.050.444,28
7.352.011,08
Keters Air Tanah 11.137.988,92
2010
64.655.738,29
27.709.602,12
4.156.440,32
7.642.787,14
10.847.212,86
2015
68.969.058,12
29.558.167,77
4.433.725,16
9.002.006,99
9.487.993,01
2020
73.570.130,48
31.530.055,92
4.729.508,39
10.738.675,93
7.751.324,07
2025
78.478.149,89
33.633.492,81
5.045.023,92
12.974.522,58
5.515.477,42
2030
83.713.595,63
35.877.255,27
5.381.588,29
15.871.549,86
2.618.450,15
2035
89.298.303,01
38.270.701,29
5.740.605,19
19.646.119,86
-1.156.119,86
2040
95.255.582,31
40.823.820,99
6.123.573,15
24.586.720,68
-6.096.720,68
2045
101.610.286,10
43.547.265,45
6.532.089,82
31.078.420,82
-12.588.420,82
2050
108.388.920,10
46.452.394,32
6.967.859,15
39.635.229,36
-21.145.229,36
Tahun
Keb air total
Penurunan MAT 5,00 4,60 3,75 3,00 2,25 1,50 0,75 0,10 0 0
117
Lampiran 12
Skenario 5 Strategi Kebijakan Pemanfaatan air tanah dengan Gabungan antara Skenario1dan 2 Tahun
Domestik
Konst. Air tanah hotel
2008
9.594.152,36
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
9.845.221,63 10.502.017,01 11.202.628,87 11.949.980,00 12.747.188,80 13.597.580,17 14.504.703,60 15.472.343,41 16.504.535,70
Keb air tanah total 12.788.911,16
Ketersediaan Air Tanah
Penurunan Muka Air Tanah
273.574,80
Konst air tanah industri 2.921.184,00
8.979.609,84
7,7703
279.073,65
3.099.084,11
13.223.379,39
8.545.141,61
7,3944
293.309,21
3.592687,86
14.388.014,08
7.380.506,92
6,3866
308.270,93
4.164.909,89
15.675.809,69
6.092.711,31
5,2722
323.995,85
4.828.272,06
17.102.247,91
4.666.273,09
4,0379
340.522,89
5.597.290,62
18.685.002,31
3.083.518,69
2,6683
357.892,98
6.488.793,90
20.444.267,06
1.324.253,95
1,1459
395.336,51
7.522.290,54
22.422.330,65
-653.809,65
-0,5658
415.502,64
8.720.396,41
24.608.242,46
-2.839.721,46
-2,4573
436.697,45
10.109.329,47
27.050.562,62
-5.282.041,62
-4,5707
118
Lampiran 13
Skenario 6 Strategi kebijakan pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1, 2, dan 3
2008
Kebut air tanah hotel 273.574,80
Keb air tanah industri 2.921.184,00
Keb air tanah domestik 6.577.888,02
Keb air tanah total 9.772.646,82
Keter air tanah
Penurunan Muka Air Tanah
2010
279.073,65
3.099.084,11
6.725.478,08
10.103.635,84
11.995.874,18
10,3804
11.664.885,16
2015
293.309,21
3.592.687,86
7.158.281,93
10,0940
11.044.278,98
10.724.242,02
2020
308.270,93
4.164.909,89
9,2800
7.639.373,71
12.112.554,53
9.655.966,47
2025
323.995,85
8,3556
4.828.272,06
8.179.751,37
13.332.019,28
8.436.501,72
2030
7,3004
340.522,89
5.597.290,62
8.793.823,04
14.731.636,56
7.036.884,44
6,0892
2035
357.892,98
6.488.793,90
9.500.535,25
16.347.222,14
5.421.298,86
4,6912
2040
395.336,51
7.522.290,54
10.324.884,85
18.242.511,90
3.526.009,10
3,0512
2045
415.502,64
8.720.396,41
11.299.929,37
20.435.828,42
1.332.692,58
1,1532
2050
436.697,45
10.109.329,47
12.469.478,67
23.0155.05,59
-1.246.984,59
-1,0791
Tahun
119
Lampiran 14
Skenario 7 Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan antara skenario 1, 2, 3, dan 4
2008
Konser.air tanah dg pening. kapasitas & pengurangan satuan pemakaian 2.777.042,51
2.629.065,60
Konsrv. dg pembatasan pertumb Hotel & hemat air 273.574,80
2010
5.679.682,91
16.088.838,09
7,8312
2.839.351,85
2.789.175,69
279.073,65
5.907.601,20
15.860.919,80
7,7203
2015
3.022.072,30
3.233.419,07
293.309,21
6.548.800,58
15.219.720,42
7,4082
2020
3.225.178,88
3.748.418,90
308.270,93
7.281.868,71
14.486.652,29
7,0514
2025
3.453.314,68
4.345.444,85
323.995,85
8.122.755,38
13.645.765,62
6,6421
2030
3.712.562,50
5.037.561,56
340.522,89
9.090.646,95
12.677.874,05
6,1710
2035
4.010.921,16
5.839.914,51
357.892,98
10.208.728,66
11.559.792,34
5,6267
2040
4.358.943,79
6.770.061,49
395.336,51
4,9864
4.770.586,56
7.848.356,77
415.502,64
11.524.341,78 13.034.445,97
10.244.179,22
2045
8.734.075,03
4,2513
2050
5.264.345,06
9.098.396,52
436.697,45
14.799.439,04
6.969.081,96
3,3922
Thn
Konserv. Dg pemb pertumb. Industri
Keb. Air tanah Total
Keter air tanah
Penurunan Muka Air Tanah
120
Lampiran 15
Senario 8 Strategi kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dengan moratorium Tahun 2008 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050
Kebut air tanah 3 3 (10 m /th) 12.895.719,16 13.331.568,46 13.331.568,46 13.331.568,46 13.331.568,46 13.331.568,46 13.331.568,46 13.331.568,46 13.331.568,46 13.331.568,46
Keters.air tanah 3 (10 m3) 8.872.801,84 8.436.952,54 11.715.473,54 14.993.994,54 18.272.515,54 18.272.515,54 18.272.515,54 18.272.515,54 18.272.515,54 18.272.515,54
Nilai aman air tanah 3 3 (10 m ) 9,245 9,245 9,245 9,245 9,245 9,245 9,245 9,245 9,245 9,245
Penurunan muka air tanah (m) 7,6779 7,3007 10,1378 12,9748 15,8118 15,8118 15,8118 15,8118 15,8118 15,8118