PEMANFAATAN AIR TANAH DANGKAL SEBAGAI SUMBER IRIGASI PERTANAMAN KEDELAI DAN KACANG TANAH DI LAHAN TADAH HUJAN Fitria Zuhaedar dan Ahmad Suriadi BPTP Nusa Tenggara Barat Jln. Raya Peninjauan Narmada PO Box 1017 Mataram Kode Pos 83371 Telp/Fax: (0370) 671312 – 671620 Email:
[email protected]
ABSTRAK Air merupakan salah satu unsur terpenting yang menentukan produktivitas tanaman. Kedelai dan kacang tanah merupakan tanaman yang sepanjang fase pertumbuhannya selalu membutuhkan air, sehingga kondisi kekurangan air akan mempengaruhi produksi dan pendapatan petani. Kabupaten Dompu memiliki luas lahan tadah hujan 4.076 ha yang hanya dapat ditanami sekali dalam setahun, dan 197 ha di antaranya berada di Kecamatan Pajo. Sejak tahun 2007 petani di Kecamatan Pajo telah memanfaatkan air tanah dangkal guna mengoptimalkan intensitas pertanaman yang semula dengan IP 100% menjadi 200–300%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak penggunaan sumur dangkal sebagai sumber pengairan tanaman kedelai dan kacang tanah meningkatkan indeks pertanaman dan pendapatan petani. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan perlakuan kombinasi antara sumber air dan cara tanam pada MK I untuk kedelai, sedangkan pada MK II untuk kacang tanah dengan perlakuan kombinasi antara sumber air dengan pengolahan tanah. Hasil penelitian menunjukkan hasil kedelai dengan perlakuan sumur bor dan cara tanam ditugal (SBT) memiliki produktivitas paling tinggi yaitu 1,27 t/ha, sedangkan perlakuan sumur bor dengan disebar (SBS) tidak berbeda nyata dengan perlakuan pengairan dari curah hujan dengan cara tanam ditugal (CHT), masing-masing 1,13 t dan 1,16 t/ha. Produktivitas kedelai yang paling rendah dan berbeda nyata dengan 3 perlakuan lainnya diperoleh pada sumber air curah hujan dengan cara tanam disebar (CHS) yaitu 1,07 t/ha. Untuk kacang tanah, produktivitas yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan sumur bor dengan olah tanah (SBOT) yaitu 1,10 t/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Meskipun demikian, produktivitas kacang tanah yang menggunakan sumur bor dan perlakuan TOT masih lebih tinggi dibanding perlakuan curah hujan dengan olah tanah. Kata kunci: lahan tadah hujan, air tanah dangkal, kedelai, kacang tanah.
ABSTRACT The use of shallow ground water as a source of irrigation for soybean add groundnut grown in rainfed areas. Water is one of the most important elements that determine crop productivity. Soybean and groundnut are crops where during their lives requires water. As a result, water shortage will affect their productivity, production and further more farmers’ incomes. Dompu Region has 4,076 ha of rainfed areas that can be planted once a year only. Among those areas, around 197 ha are located in Pajo Sub-district. Since 2007, farmers in those areas have been using shallow ground water to increase the cropping intensity from 100% to 200-300%. The purpose of this study was to determine the impact of shallow wells as a source of irrigation for soybean and groundnut crops on its production and farmers' income. A randomized block design was applied. Soybean was grown early dry season, and groundnut was grown after soybean was harvested. The treatment for soybean was combinations of source of water and planting method, while combinations of source of water and soil tillage were performed for groundnut. The results showed that soybean where water was supplied from
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
203
drilled well and seeds were planted in the dibbled hole gave the highest seed yield (1.27 t ha-1). Whilst broadcasting the seeds with drilled well as source of irrigation gave the same soybean yield as seed yield of soybean grown by dibbling system with rainfall as source of irrigation (1.13 t and 1.16 t ha-1 respectively). The lowest productivity (1.07 t ha-1) was obtained when soybean was broadcasted under rainfed condition. There was no effect of tillage and source of water on groundnut pod yield. The highest pod yield (1.1 t ha-1) was obtained from groundnut grown in tilled soil and water was supplied with drilled well. Key words: rainfed, shallow ground water, soybean, peanut
PENDAHULUAN Air merupakan salah satu faktor yang paling menentukan pertumbuhan tanaman. Seperti halnya sinar matahari, air juga merupakan penentu dalam proses fotosintesis, mulai dari pembentukan karbohidrat sampai berlangsungnya reaksi kimia di tanaman. Air berfungsi sebagai pengontrol suhu dalam tanaman pada saat matahari terik. Namun dalam kondisi kelebihan air dapat menjadi penghambat pertumbuhan tanaman. Jika terlalu banyak, pengairan tanaman menimbulkan genangan atau seluruh pori makro dan mikro terisi, sehingga terjadi cekaman aerasi atau kandungan lengas tanah di atas kapasitas lapang. Kerusakan tanaman sebagai dampak genangan bergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Genangan pada fase perkecambahan dapat menurunkan jumlah biji yang berkecambah karena proses perkecambahan memerlukan O2, sementara genangan yang terjadi pada fase pembungaan dan pengisian menyebabkan banyak bunga dan buah yang gugur (Buckman dan Brady 1982). Kebutuhan air bagi tanaman dan tingkat kelembaban tanah berasal dari air permukaan, air tanah, dan hujan (Kartasapoetra dan Sutedjo 1991). Air permukaan adalah air yang terkumpul di atas tanah yang berasal dari hujan, mata air, sungai, danau, dan laut, sedangkan air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah di bawah permukaan tanah (Buckman dan Brady 1982). Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan bergantung pada kondisi geologi suatu daerah, fisiografi, dan vegetasi di daerah setempat. Pertumbuhan tanaman kedelai dan kacang tanah tidak lepas dari ketersediaan air. Kedua jenis tanaman kacang-kacangan ini merupakan komoditas unggulan nasional yang tidak kalah pentingnya dengan padi dan jagung. Supriadi (2011) menyatakan bahwa hingga saat ini kebutuhan kedelai sebagian masih harus dipenuhi dari impor karena produksi dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat. Kedelai banyak digunakan untuk industri pangan, antara lain industri tahu dan tempe yang telah menjadi menu utama masyarakat. Untuk menekan volume impor yang terus membengkak diperlukan upaya percepatan peningkatan produksi kedelai. Salah satunya adalah dengan optimalisasi lahan tadah hujan dengan memanfaatkan air tanah dangkal sebagai sumber pengairan. Di bidang industri, kacang tanah digunakan sebagai bahan untuk membuat keju, mentega, sabun, dan minyak goreng. Hasil sampingan dari minyak dapat dibuat bungkil (ampas kacang yang sudah dipipit/diambil minyaknya) dan oncom melalui fermentasi jamur. Manfaat daunnya selain dibuat sayuran mentah atau direbus, juga digunakan sebagai pakan ternak dan pupuk hijau. Salah satu kendala pengembangannya adalah masalah ketersediaan air pada budi daya di lahan tadah hujan. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah berkisar antara 800−1300 mm/tahun. Hujan yang terlalu keras
204
Zuhaedar dan Suriadi: Air Tanah Dangkal Sumber Irigasi Kedelai dan Kacang Tanah Tadah Hujan
akan mengakibatkan daun rontok dan bunga tidak terserbuki oleh serangga. Hujan terusmenerus juga meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. Pada budi daya kedelai dan kacang tanah di lahan tadah hujan, sumber air yang paling memungkinkan adalah air tanah, baik air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Air tanah dangkal atau yang biasa disebut air freatik berada di atas lapisan kedap air yang dekat dengan permukaan tanah, kedalamannya bergantung pada kondisi lahan, jenis tanah setempat, dan curah hujan. Banyak sedikitnya air tanah dangkal dipengaruhi oleh resapan air di sekitarnya. Selain jenis tanah, curah hujan juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kuantitas air tanah dangkal, sehingga semakin tinggi curah hujan semakin banyak air tanah dangkal. Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, memiliki lahan tadah hujan seluas 4.073 ha dan 197 ha di antaranya berada di Kecamatan Pajo. Lahan tadah hujan ini hanya dapat ditanami satu kali dalam setahun, bahkan pada kondisi curah hujan yang tidak menentu dan sebarannya tidak merata, tanaman yang diusahakan sering mengalami kegagalan (Badan Pusat Statistik 2011). Sejak tahun 2007 beberapa petani di Desa Ranggo Kecamatan Pajo sudah memanfaatkan air tanah dangkal sebagai sumber irigasi dengan menggunakan pompa air, sehingga indeks pertanaman yang semula hanya 100% meningkat menjadi 200–300%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari penggunaan sumur dangkal sebagai sumber pengairan tanaman kedelai dan kacang tanah dalam upaya peningkatan indeks pertanaman dan pendapatan petani.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat, pada bulan April sampai Oktober (MK I dan MK II) 2011. Lokasi penelitian hampir 100% merupakan lahan tadah hujan untuk budi daya kacang-kacangan seperti kedelai dan kacang tanah. Kedelai ditanam pada MK I pada lahan petani yang ditata dengan rancangan acak kelompok, dengan empat perlakuan kombinasi yaitu: sumur bor dan ditugal (SBT), sumur bor dan disebar (SBS), curah hujan dan ditugal (CHT), dan curah hujan dan disebar (CHS). Masing-masing perlakuan diulang tujuh kali, petani sebagai ulangan. Tanah dibajak dan digaru satu kali dan drainase dibuat pada jarak 10 m dengan kedalaman 25 cm. Pemupukan dilakukan pada fase vegetatif dengan menggunakan Urea dan Phonska masing-masing 100 kg/ha. Setiap petani menggunakan benih kedelai varietas Anjasmoro dosis 40 kg/ha untuk sistem tanam ditugal dan 80 kg/ha untuk sistem tanam disebar. Pengairan tanaman dilakukan tiga tahap yaitu pada saat pengolahan tanah, fase vegetatif, dan pengisian polong yang masing-masing diairi 50 mm. Pada MK II dibudidayakan kacang tanah. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok, dengan empat kombinasi perlakuan yaitu: sumur bor dan tanpa olah tanah (SBOT), sumur bor dengan tanpa olah tanah (SBTOT), curah hujan dengan olah tanah (CHOT), dan curah hujan tanpa olah tanah (CHTOT). Masing-masing perlakuan diulang lima kali, petani sebagai ulangan. Pada tanah yang diolah, dilakukan pengairan selama 3 hari sebelum tanah diolah, kemudian dibajak dan digaru serta dibuatkan saluran drainase pada jarak 10 m. Pemupukan dilakukan pada fase vegetatif menggunakan Urea dan Phonska masing-masing 100 kg/ha. Setiap petani menggunakan bibit kacang tanah varietas lokal sebanyak 40 kg/ha untuk sistem tanam ditugal sebanyak dan 80 kg/ha untuk
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
205
sistem tanam disebar. Pengairan tanaman dilakukan tiga tahap, yaitu pada saat pengolahan tanah, fase vegetatif, dan pengisian polong yang masing-masing diairi 50 mm.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu merupakan lahan tadah hujan yang dapat ditanami hanya pada musim hujan (MH), sehingga indeks pertanaman (IP) di wilayah ini rata-rata 100%. Kelompok Tani “Ale III” merupakan salah satu kelompok tani di Desa Ranggo Kecamatan Pajo yang sudah memanfaatkan air tanah dangkal untuk mengairi tanaman dengan menggunakan pompa air. Sejak cara pemanfaatan air tanah ini dilakukan pertama kali pada tahun 2007, IP yang semula hanya 100% meningkat menjadi 300%. Tabel 1.
Penggunaan lahan kelompok Tani “Ale III” yang memanfaatkan air tanah dangkal di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, NTB.
Petani
Luas lahan (ha)
Luas tanam per tahun sebelum 2007 (ha) MH MK I MK II
Abdul Gani M. Amin Juraid Arifin H. Manan H. M. Saleh Muhtar Jumlah
1,5 1,0 1,5 0,5 1,5 4,0 1,0 11,0
1,5 1,0 1,5 0,5 1,5 4,0 1,0 11,0
0 0 0 0 0 0 0 0,0
0 0 0 0 0 0 0 0,0
(ha)
Luas tanam per tahun 2007−2011 (ha) MH MK I MK II
1,5 1,0 1,5 0,5 1,5 4,0 1,0 11,0
1,5 1,0 1,5 0,5 1,5 4,0 1,0 11,0
Jumlah
1,5 1,0 1,5 0,5 1,5 4,0 1,0 11,0
1,5 1,0 1,5 0,5 1,5 4,0 1,0 11,0
Jumlah (ha) 4,5 3,0 4,5 1,5 4,5 12,0 3,0 33,0
Sumber: data primer yang diperoleh dari wawancara langsung dengan petani (2012).
Sejak dimanfaatkannya air tanah dangkal untuk mengairi tanaman, luas tanam meningkat menjadi tiga kali lipat. Sebelum tahun 2007 pada MK I dan MK II lahan tidak ditanami sama sekali (Tabel 1). Terdapat tujuh titik sumur bor di masing-masing lahan petani. Satu titik sumur bor mampu mengairi 3–4 ha lahan secara bergilir, disesuaikan dengan kebutuhan tanaman pada fase pertumbuhannya. Air sumur bor tidak hanya digunakan pada musim tanam kedua dan ketiga, tetapi juga pada awal musim tanam pertama, yaitu pada persemaian benih karena tidak menentunya curah hujan. Kabupaten Dompu pada umumnya memiliki curah hujan yang hampir merata di seluruh kecamatan, rata-rata 110-140 mm/bulan dengan 3-5 bulan basah. Pada lahan yang memiliki sumur pompa air dangkal, pada MK I dan MK II lahan tadah hujan ditanami dengan kedelai dan kacang tanah. Lahan yang hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber irigasinya, pada MH dimanfaatkan untuk tanaman palawija (kedelai/kacang tanah) jika tidak memungkinkan untuk menanam padi. Curah hujan di Kecamatan Pajo pada MH, MK I, MK II pada MT 2010-2011 tercatat 1.405 mm dengan 125 hari hujan yang sebagian besar terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Kedelai Petani pengguna sumur bor maupun yang hanya memanfaatkan curah hujan sebagai sumber pengairan melakukan budi daya kedelai dengan dua sistem tanam, yaitu ditugal dan disebar. Pada musim tanam kedua (MK I), curah hujan rata-rata 425 mm dengan 47 hari hujan. Pada kondisi ini, petani yang tidak menggunakan sumur bor mendapatkan
206
Zuhaedar dan Suriadi: Air Tanah Dangkal Sumber Irigasi Kedelai dan Kacang Tanah Tadah Hujan
pasokan air yang cukup dari hujan, terutama pada awal tanam di mana sebaran curah hujan pada bulan Maret, April, dan Mei berturut-turut 137 mm, 216 mm, dan 72 mm dengan jumlah hari hujan masing-masing 19, 22, dan 6 hari. Tabel 2.
Rata-rata produktivitas kedelai di lahan tadah hujan pada MK I di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, NTB.
Sumber irigasi Sumur bor Sumur bor Curah hujan Curah hujan
Sistem tanam
Hasil kedelai (t/ha)
Tugal Sebar Tugal Sebar
1,27a 1,13b 1,16b 1,07c
Angka yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata berdasar DMRT pada taraf 0,05.
Pemanfaatan air tanah dangkal sebagai sumber irigasi pada budi daya kedelai dengan sistem tanam ditugal memberikan hasil tertinggi 1,27 t/ha, karena pengairan diatur berdasarkan kebutuhan tanaman pada setiap fase pertumbuhan (Tabel 2). Pemberian air secara efektif dan efisien sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil kedelai. Pada saat pertumbuhan awal, pemberian air dengan komposisi yang tepat sangat penting karena akan menentukan berhasil tidaknya proses perkecambahan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong, karena kedua fase ini menentukan proses kimiawi pada tanaman. Polong mulai terbentuk 7–10 hari setelah munculnya bunga pertama. Jika pada masa ini terjadi kekurangan air maka waktu pengisian polong akan lebih pendek akibat gugurnya daun sehingga biji yang dihasilkan berukuran kecil. Pada stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji seragam. Pada lahan tadah hujan yang mengandalkan curah hujan sebagai sumber pengairan, produktivitas kedelai dipengaruhi oleh waktu tanam yang tepat, sehingga pola distribusi curah hujan dapat memenuhi kebutuhan air tanaman pada setiap fase pertumbuhan. Kondisi curah hujan yang tidak merata sepanjang musim tanam, mengakibatkan kurang optimalnya hasil kedelai. Kekurangan air pada saat pertumbuhan akan menurunkan hasil, namun yang paling besar pengaruhnya adalah kekurangan air pada waktu pengisian polong. Pada bulan Juni hingga September di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, tidak terjadi hujan, sehingga petani yang sumber irigasinya dari air hujan mengalami penurunan hasil kedelai karena kurangnya air pada masa pengisian polong. Budi daya kedelai dengan sistem ditugal memberikan hasil nyata lebih tinggi dibanding sistem tanam disebar. Dibandingkan dengan lahan yang memiliki sumur bor pada sistem tanam disebar, produktivitas kedelai pada sistem tanam tugal yang hanya mengandalkan air hujan masih lebih tinggi dengan selisih 300 kg/ha. Produktivitas kedelai yang ditanam dengan sistem tanam disebar dan air irigasinya bersumber dari curah hujan memiliki produktivitas paling rendah. Hal ini karena ketidakpastian curah hujan sepanjang musim tanam kedelai dan pengaruh sebaran benih yang tidak merata dengan jarak tanam yang tidak teratur, sehingga pertumbuhan kedelai dan pengisian polong tidak optimal.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
207
Dengan jarak tanam yang diatur dan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah, penggunaan benih lebih hemat sehingga mempengaruhi Benefit Cost Ratio (BCR). Nilai BCR budi daya kedelai yang menggunakan sumur bor sebagai sumber irigasi dengan sistem tanam ditugal adalah 2,35 (Tabel 3), sehingga dapat dikatakan layak. Tabel 3.
Analisis usahatani kedelai di lahan tadah hujan (0,5 ha) pada MK I di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, NTB.
Kegiatan Pengeluaran Pembelian benih Budidaya - Roundup - Upah kerja - Urea - NPK - Sewa pompa Panen - Upah kerja - Pembelian karung - Biaya pengangkutan Pendapatan Penjualan benih B/C
SBT
Biaya pengeluaran dan pendapatan (Rp) SBS CHT
CHS
150.000 1.237.500 32.500 690.000 125.000 140.000 250.000 348.000 300.000 8.000 40.000
300.000 1.147.500 32.500 600.000 125.000 140.000 250.000 348.000 300.000 8.000 40.000
150.000 1.147.500 32.500 600.000 125.000 140.000 250.000 348.000 300.000 8.000 40.000
300.000 1.147.500 32.500 600.000 125.000 140.000 250.000 342.000 300.000 7.000 35.000
1.735.500
1.795.500
1.735.500
1.789.00
4.080.000
3.450.000
3.600.000
3.300.000
1,92
2,07
2,35
1,84
SBT: sumur bor dan ditugal, SBS: sumur bor disebar, CHT: curah hujan ditugal, CHS: curah hujan disebar.
Budi daya kedelai yang menggunakan sumur bor dengan cara tanam ditugal, dan cara disebar, tanpa menggunakan sumur bor dengan cara ditugal memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan petani. Dari hasil analisis usahatani diperoleh nilai BCR masing-masing 2,35; 1,92 dan 2,07 (Tabel 3). Cara tanam ditugal memberikan pengaruh paling baik terhadap peningkatan hasil dan pendapatan petani. Sedangkan budi daya kedelai yang sumber irigasinya dari air hujan dengan cara tanam disebar memiliki nilai produksi dan produktivitas yang lebih rendah, dan pendapatan petani juga lebih rendah dari biaya produksi. Produksi kedelai yang menggunakan cara tanam disebar dengan sumber irigasi dari air hujan rata-rata 6,9 t dengan produktivitas 1,07 t/ha dan BCR 1,84 sehingga dari sisi kelayakan usaha, cara tanam disebar pada musim hujan tidak dapat direkomendasikan. Dengan cara disebar maka penggunaan benih akan semakin banyak sehingga mengakibatkan bertambahnya biaya produksi. Selain itu, dengan jarak tanam yang tidak teratur, pertumbuhan gulma cenderung lebih banyak dan respirasi tanaman lebih rendah sehingga menurunkan bobot biji. Kacang Tanah Pada MK II (kacang tanah), pada lahan yang menggunakan sumur bor dan dengan cara olah tanah, pengairan dilakukan sebanyak empat kali, yaitu pada saat pengolahan
208
Zuhaedar dan Suriadi: Air Tanah Dangkal Sumber Irigasi Kedelai dan Kacang Tanah Tadah Hujan
tanah (awal tanam), menjelang pertumbuhan dengan cara dikocor, pada saat pembungaan pertama dengan cara digenang, dan menjelang panen. Tabel 4.
Rata-rata produktivitas tanaman kacang tanah pada lahan tadah hujan di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, pada MK II.
Sumber irigasi Sumur bor Sumur bor Curah hujan Curah hujan
Pengolahan tanah Olah tanah Tanpa olah tanah Olah tanah Tanpa olah tanah
Produktivitas (t/ha) 1,31 a 1,10 ab 1,03 b 0,88 b
Angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 0,05.
Produktivitas kacang tanah pada lahan yang memiliki sumur bor dan pengolahan tanah tidak berbeda nyata dengan tanpa olah tanah, tetapi berbeda nyata dengan yang menggunakan air hujan, baik dengan olah tanah maupun tanpa olah tanah (tabel 4). Produktivitas kacang tanah di lahan yang memiliki sumur bor dengan tanpa olah tanah tidak berbeda nyata dengan yang menggunakan air hujan sebagai sumber pengairan, baik dengan olah tanah maupun tanpa olah tanah, tetapi produktivitas lebih tinggi yaitu 1,10 t/ha dari 1,03 t/ha dan 0,88 t/ha. Dengan penggunaan sumur bor, ketersediaan air bagi tanaman lebih efektif dan efisien karena waktu dan cara pengairan dapat diatur. Pada dasarnya semua jenis kacangkacangan, terutama kacang tanah, membutuhkan pengairan terutama pada fase vegetatif. Selain menghambat pertumbuhan, kekurangan air juga mengakibatkan tanaman kurus, kerdil, layu, dan akhirnya mati. Pada lahan yang hanya mengandalkan curah hujan sebagai sumber irigasinya, tanaman seringkali tidak mendapatkan air pada fase vegetatif dan pengisian polong yang tidak boleh kekurangan air. Tidak dapat dihindari pada saat tanaman tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak justru mendapatkan curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat tercapainya populasi dan hasil polong yang optimal. Dengan pengolahan tanah, pertumbuhan dan perkembangan akar pada fase vegetatif lebih optimal karena tanaman kacang tanah membutuhkan tanah yang gembur. Dari hasil analisis usahatani, yang paling tinggi kelayakan usahanya adalah kacang tanah dengan sumber irigasi sumur bor tanpa olah tanah 2,20 (Tabel 5). Tingginya nilai B/C ratio pada perlakuan tanpa olah tanah disebabkan oleh adanya penekanan biaya pengolahan tanah dimana ongkos alat yang harus dikeluarkan untuk pengolah tanah Rp 700.000 diganti dengan penggunaan herbisida yang nilainya Rp 65.000. Hasil tanaman kacang tanah pada lahan yang memiliki sumur bor sebagai sumber pengairan dengan sistem olah tanah (SBOT) rata-rata 1,31 t/ha. Sedangkan yang ditanam pada lahan dengan sumur bor dan tanpa olah tanah (SBTOT) memiliki hasil rata-rata 1,10 t/ha (Tabel 4). Pada tanah yang diolah, pertumbuhan tanaman lebih baik dan polong lebih besar. Aerasi tanah yang baik menunjang perkembangan akar dan keefektifan penyerapan air bagi tanaman. Pengaturan pemberian air pada masing-masing periode pertumbuhan kacang tanah meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman. Curah hujan di Kecamatan Pajo pada periode Juni hingga September tercatat 0 mm. Hal ini sangat mempengaruhi pertumbuhan kacang tanah pada MK II, terutama pada lahan yang tidak memiliki sumur bor. Hasil kacang tanah pada lahan yang tidak memiliki sumur bor rata-rata 1,03 t/ha untuk tanah yang diolah, dan 0,88 t/ha untuk tanah yang tidak diolah (Tabel 4). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
209
Tabel 5.
Analisis usaha tani kacang tanah di lahan tadah hujan pada MK II di Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, NTB .
Kegiatan
SB0T
Biaya Pengeluaran dan Pendapatan (Rp) SBTOT CHOT
CHTOT
Pengeluaran 300.000 2.330.000 700.000 600.000 250.000
300.000 1.695.000 65.000 600.000 250.000
300.000 2.330.000 700.000 600.000 250.000
300.000 1.695.000 65.000 600.000 250.000
280.000 500.000
280.000 500.000
280.000 500.000
280.000 500.000
Panen - Upah kerja
3.450.000 3.180.000
3.450.000 3.180.000
- Pembelian karung - Biaya Pengangkutan
50.000 250.000 6.080.000
50.000 250.000 5.445.000
1.650.000 1.500.000 25.000 125.000
1.320.000 1.200.000 20.000 100.000
4.280.000
3.315.000.
12.500.000 2,06
12.000.000 2,20
7.000.000
4.300.000
1,64
1,30
Pembelian benih Budi daya - Herbisida - Upah kerja - Urea - Phonska - Sewa pompa :
Pendapatan Penjualan benih B/C
KESIMPULAN Pemanfaatan air tanah dangkal sebagai sumber irigasi memberikan dampak nyata pada peningkatan indeks pertanaman, dari 100% menjadi 200–300%. Kedelai yang dibudidayakan dengan cara tanam ditugal dan pengairan dari sumur bor memiliki produktivitas paling tinggi, dan secara ekonomi layak dikembangkan. Kacang tanah yang dibudidayakan pada lahan yang diolah dan pengairan dari sumur bor memberikan hasil paling tinggi dan secara ekonomi layak dikembangkan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. MIG Crop. Badan Pusat Statistik. 2011. Dompu Dalam Angka 2011. BPS Kabupaten Dompu. Buckman, Hary O., Nyle C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bharatara Karya Aksara, Jakarta. Kartasapoetra, A.G. dan Mul Mulyani Sutedjo. 1991. Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara, Jakarta. Supriadi, Hendi. 2009. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Kedelai. Agro Inovasi.
210
Zuhaedar dan Suriadi: Air Tanah Dangkal Sumber Irigasi Kedelai dan Kacang Tanah Tadah Hujan