FENOMENA KEJUT KAPILER AIR TANAH PADA LAHAN PENGGUNA IRIGASI AIR TANAH DI TAKALAR
1)
Capillary Shock Phenomena of Groundwater in Land of Irrigatioan Groundwater Users in Takalar By : D a r w i s 2)
I. PENDAHULUAN Air merupakan substansi yang paling umum diatas bumi dan diperlukan untuk semua kehidupan. Tanah terletak di daerah atmosfer. Ligosfer memainkan peranan penting dalam menentukan jumlah presivitasi yang mengaliri lahan dan jumlah yang meresap ke dalam tanah untuk disimpan serta digunakan dimasa mendatang kadar air tanah ialah perbandingan berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah tersebut. Kadar air tanah dapat digunakan untuk menghitung parameter sifat-sifat tanah (Henry D. Foth, 1994). Proses masuknya air dari permukaan tanah kedalam tanah disebut infiltrasi. Sedangkan gerakan air di dalam tanah karena ada gaya gravitasi disebut perkolasi. Tanah pada kedalaman tertentu selalu dijenuhi air yang disebut dengan air tanah. Melalui profil, kedalamann air tanah yang diduga berdasarkan tinggi muka air tanah yang selalu mengalami periode naik turun sesuai dengan keadaan musim atau faktor lingkungan luar lainnya. Air tanah telah diklasifikasikan sebagai air higroskopis, kapiler, dan gravitasi. Air higrokopis adalah pada permukaan butir tanah dan tidak dapat bergerak secara berarti oleh kekuatan gravitasi atau kapilaritas. Air kapiler adalah yang merupakan bagian kelebihan air higroskopis yang ada didalam rongga tanah dan tertahan oleh gaya gravitasi dalam tanah sehingga membolehkan tidak terhalangnya drainase. Air gravitasi merupakan bagian kelebihan air higroskopis dan kapiler yang akan siap bergerak keluar tanah jika drainase yang baik tersedia. Air tanah adalah air di bawah permukaan tanah dimana rongga-rongga di dalam tanah pada hakekatnya terisi oleh air. Pergerakan air tanah ke atas oleh kapilarisasi dari permukaan air tanah ke dalam daerah akar dapat merupakan suatu sumber air yang utama untuk pertumbuhan tanaman. Supaya cukup efektif tanpa membatasi dengan serius pertumbuhan tanaman-tanaman, air tanah harus dekat tetapi dibawah kedalaman dari mana sebagian besar kebutuhan air untuk tanaman-tanaman di ambil. Air kapiler merupakan air tanah yang ditahan akibat adanya gaya kohesi dan adhesi yang lebih kuat dibandingkan gaya gravitasi Air ini bergerak ke samping atau ke atas karena gaya kapiler. Air kapiler ini menempati pori mikro dan dinding pori makro, ditahan pada tegangan antara 1/3 – 15 atm (pF 2,52 – 4,20). Air kapiler melapisi butiran tanah, diikat longgar oleh partikel tanah, dapat dilepaskan oleh perakaran, dapat diserap akar.
II. KERANGKA TEORITIS 2.1. Tekanan Kapiler. Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “wetting fasa” (Pw) atau :
Pc Pnw Pw
.....................(2.1)
1)
Makalah disajikan dalam Seminar NasionalFGDT-PTM se-Indonesia di Makassar, 2015
2)
Head Lecture of Geotechnical Engineering
1
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan :
Pc
2 . cos .g.h .....................(2.2) r
Yang mana : Pc = tekanan kapiler σ = tegangan permukaan antara dua fluida cos q = sudut kontak permukaan antara dua fluida r = jari-jari lengkung pori-pori Δρ = perbedaan densitas dua fluida g = percepatan gravitasi h = tinggi kolom Tekanan kapiler mempunyai pengaruh yang penting dalam reservoir minyak maupun gas, yaitu : 1) Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir. 2) Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau mengalir melalui pori-pori reservoir dalam arah vertikal. Tekanan kapiler dapat timbul karena adanya tarikan lapisan tipis permukaan air sebelah atas. Kejadian ini disebabkan oleh adanya pertemuan antara dua jenis material yang berbeda sifatnya. Pada prinsipnya, tarikan permukaan adalah hasil perbedaan gaya tarik antara molekul-molekul pada bidang singgung pertemuan dua material yang berbeda sifatnya. Kejadian tarikan permukaan dapat dilihat dari percobaan laboratorium pada pipa kapiler yang dicelupkan dalam bejana berisi air. Ketinggian air dalam pipa kapiler akan lebih tinggi dari pada tinggi air dalam bejana (Gambar 2.1.a). Permukaan air dalam cairan membentuk sudut α terhadap dinding pipa. Tekanan pada permukaan air dalam pipa dan tekanan pada permukaan air pada bejana akan sama dengan tekanan atmosfer. Tidak adanya gaya luar yang mencegah air dalam pipa dalam kedudukannya menunjukan bahwa suatu gaya tarik bekerja pada lapisan tipis permukaan air dalam pipa kapiler.
Gambar 2.1. Analogi Tekanan Air Kapiler dalam Lapisan Tanah dan Kedudukannya (Holtz & Kovacs, 1981) Bila hc adalah tinggi air dalam pipa kapiler, d adalah diameter pipa, γw adalah berat volume air dan tekanan atmosfer diambil sebagai bidang referensi (tekanan udara sama dengan nol), maka dapat dibentuk persamaan gaya vertikal pada puncak dari kolom air sebagai berikut : Dalam keadaan air kapiler berhenti bergerak, maka berat air dalam kolom tabung, adalah :
Ww 0,25. .d 2 .hc . w Sedangkan jumlah gaya vertikal akibat tegangan permukaan, adalah :
FTSw .d.TsCos 2
Dalam keadaan seimbang maka
Ww FTSw
0,25. .d 2 .hc . w .d .Ts .cos ; didapat :
hc
4.Ts . cos w .d
....................(2.3)
Seperti yang telah diterangkan, u adalah negatif yang berarti bahwa air di dalam pipa pada kedudukan tertarik atau terhisap. Nilai tekanan maksimum adalah γwhc, terjadi pada puncak kolom. Distribusi tekanan sepanjang pipa , dapat dilihat pada Gambar 2.1c. Persamaan ketinggian air hc di dalam pipa diperoleh dengan cara substitusi u = γw.hc dan d = 2.r = 2.rm.cos, ke persamaan (1.3), didapat :
hc
4.Ts . cos 2.Ts w .2rm .cos w .rm
u = w.hc =
u=
2.Ts rm
w
2.Ts w .rm .....................(2.4)
Dari persamaan (1.3) dan (1.4) dapat dilihat bahwa nilai hc dan u bertambah jika radius pipa (r) berkurang (kecil).
2.2. Pengaruh Tekanan Kapiler Akibat tekanan kapiler, air tanah tertarik ke atas melebihi permukaannya dan mengisi ruang (pori) diantara butiran tanah. Pori-pori tanah sebenarnya bukan sistem pipa kapiler, tapi teori kapiler dapat diterapkan guna mempelajari kelakuan air pada zone kapiler. Air dalam zone kapiler ini dapat dianggap bertekanan negative, yaitu mempunyai tekanan di bawah tekanan atmosfer.
Gambar 2.2. Diagram Kapilaritas Air dalam Tanah Diagram kapilaritas suatu lapisan tanah, dapat dilihat pada gambar 2.2. Tinggi minimum dari hc(min) dipengaruhi oleh ukuran maksimum pori-pori tanah. Di dalam batas antara hc(min) dan hc(mak), tanah dapat bersifat jenuh sebagian (partially saturated). Terzaghi dan Peck (1948) memberikan hubungan pendekatan antara hc(mak) dan diameter butiran, sebagai berikut:
hc
C (mm) ....................(2.5) e.D10
Yang mana : hc = tinggi air dalam pipa kapiler (mm) C = konstanta (C bervariasi antara 10-50 mm2 ) D10 = diameter efektif (mm) e = angka pori tanah
3
Tinggi air kapiler untuk berbagai macam tanah diberikan oleh Hansbo (1975), dapat dilihat dalam penyajian pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Ketinggian air kapiler (hansbo, 1975) Macam Tanah
Kondisi Longsor
Konisi padat
Pasir Kasar
0,03 - 0,12 m
0,04 – 0,15 m
Pasir Sedang
0,12 – 0,50 m
0,35 – 1,10 m
Pasir Halus
0,30 – 2,00 m
0,40 – 3,50 m
Lanau
1,50 – 10,0 m
2,50 – 12,0 m
Lempung
> 10 m
Pengaruh tekanan kapiler pada tanah adalah menambah tegangan efektif. Jika tekanan kapiler membesar, maka tegangan kontak diantara partikel membesar pula. Akibatnya, ketahanan tanah terhadap geser atau kuat geser tanah bertambah.
2.3. Hubungan tekstur tanah dan kadar air tanah. Tekstur tanah yang berbeda mempunyai kemampuan menahan air yang berbeda pula. Tanah bertekstur halus, contohnya: tanah bertekstur liat, memiliki ruang pori halus yang lebih banyak, sehingga berkemampuan menahan air lebih banyak. Sedangkan tanah bertekstur kasar, contohnya: tanah bertekstur pasir, memiliki ruang pori halus lebih sedikit, sehingga kemampuan manahan air lebih sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi. Karena adanya gaya-gaya tersebut maka air dalam tanah dapat dibedakan menjadi : (1) Air hidroskopik, adalah air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat digunakan tanaman, kondisi ini terjadi karena adanya gaya adhesi antara tanah dengan air. Air hidroskopik merupakan selimut air pada permukaan butir-butir tanah. (2) Air kapiler, adalah air dalam tanah dimana daya kohesi (gaya tarik menarik antara sesama butirbutir air) dan daya adhesi (antara air dan tanah) lebih kuat dari gravitasi. Air ini dapat bergerak secara horisontal (ke samping) atau vertikal (ke atas) karena gaya-gaya kapiler. Sebagian besar dari air kapiler merupakan air yang tersedia (dapat diserap) bagi tanaman. Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut. Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut di dalam tanah. Tegangan diukur dalam bar atau atmosfir atau cm air atau logaritma dari cm air yang disebut pF. Satuan bar dan atmosfir sering dianggap sama karena 1 atm = 1,0127 bar. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi beberapa faktor antara lain : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
banyaknya curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya evapotranspirasi (penguapan langsung melalui tanah dan melalui vegetasi), tingginya muka air tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi atau kandungan garam-garam, dan kedalaman solum tanah atau lapisan tanah.
Jadi banyaknya air yang dapat diikat oleh tanah tergantung kepada tekstur, struktur, dan kandungan bahan organik. Terikatnya air di dalam pori-pori dan agregat tanah dapat terjadi karena adanya gaya kohesi (daya ikat antar molekul air) dan gaya adhesi (daya ikat antara molekul air dan partikel tanah). Daya ikat tanah terhadap air dinyatakan dengan istilah pF. Harga pF adalah logaritma dari tinggi pipa air dalam cm yang ditahan oleh tanah. Harga pF berkisar antara 0 pada tanah jenuh dan 7 pada tanah kering.
4
Gerakan air kapiler yaitu proses pengisian lengas tanah yang berasal dari tanah bagian bawahnya. Gerakan ini dapat berupa hubungan langsung dengan air tanah (groundwater) atau gerakan kapiler dari bagian bawah ke lapisan lebih atasnya. Sedangkan gaya yang menyebabkan pergerakan air kapiler adalah karena adanya pembentukan tekanan pF akibat penguapan dan absopsi air oleh tanaman dan apabila tidak ada penambahan air oleh hujan atau irigasi maka lapisan tanah bagian atas kandungan airnya lebih kecil dari kandungan air dibawahnya sehingga terdapat perbedaan tekanan. Pergerakan air kapiler terjadi dari lapisan tanah yang mempunyai pF rendah ke lapisan tanah yang mempunyai pF tinggi.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian selama 3 tahun yang dilakukan dengan metode field experiment pada lahan pertanian pemakai irigasi air tanah di Kabupaten Takalar, didapatkan fenomena yang menunjukkan bahwa pada awal musim hujan, terjadi penurunan muka air tanah (jenuh) yang besarnya berkisar antara 30 sampai 50 cm. Fenomena ini dapat berlangsung antara 7 sampai 10 hari, tergantung pada intensitas curah hujan pada awal musim penghujan. Fenomena ini yang penulis sebut “kejut kapiler” (capillary shock), belum pernah terungkap selama ini, dan merupakan temuan baru yang masih membutuhkan kajian dan eksperimen mendalam. Namun sebagai langkah awal dalam mendiskripsikan fenomena ini, dapat dikemukakan beberapa sintesa yang dapat menjadi dasar ilmiah sebagai berikut : 1. Volume air yang berinfiltrasi belum melebihi kapasitas daya ikat tanah terhadap air di zone aerasi, sehingga aliran air dalam tanah belum ada yang memasuki proses perkolasi. 2. Bahwa akibat adanya infiltrasi air permukaan ke dalam lapisan tanah yang belum mencukupi daya ikat tanah terhadap air akan memicu peningkatan nilai pF pada lapisan tanah di zone aerasi, sehingga memungkinkan air bergerak dari zone saturasi ke zone aerasi. 3. Peningkatan kadar air tanah di lapisan permukaan memperkecil pori udara, yang dapat mengakibatkan peningkatan daya ikat partikel tanah terhadap air pada lapisan tanah di bawahnya, sehingga tekanan kapiler dalam lapisan tanah pada zone aerasi meningkat, dan megakibatkan resources air tanah jenuh akan terisap ke lapisan air. 4. Kondisi tekstur tanah yang berbutir halus (clay), sehingga pori tanah yang kecil, memungkinkan tekanan air kapiler dalam lapisan tanah cukup tinggi, sehingga mampu menggerakkan air tanah dari zone saturasi ke zone aerasi. Dengan sintesa di atas, fenomena tersebut dapat dijelaskan secara skematis seperti rangkaian illustrasi di bawah ini :
Sebelum turun hujan (kemarau), muka air tanah (water table) tergambar terisah secara nyata dengan lapisan tanah tidak jenuh (zone aerasi).
5
Selanjutnya ketika awal musim hujan dengan intensitas yang masih rendah, terlihat bahwa infiltrasi air limpasan (runoff) baru menembus sebagian dari kedalaman lapisan tanah zone aerasi. Kecuali pada tanah sekeliling lubang sumur bor, kondisi tanah semakin lengas, karena pengaruh dari bukaan dinding sumur. Hal ini mengakibatkan muka air tanah dalam sumur bor mengalami penurunan, dan karena ini disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler maka penulis menyebutnya sebagai “kejut kapiler”.
Pada hujan yang berulang masih dengan intensitas yang rendah, terlihat bahwa infiltrasi air limpasan (runoff) semakin dalam menembus lapisan tanah zone aerasi, namun belum menembus secara menyeluruh. Bahkan dalam kondisi ini muka air taah dalam sumur bor semakin terdegradasi.
Pada hujan yang berulang selanutnya dengan intensitas yang lebih tinggi, terlihat bahwa infiltrasi air limpasan (runoff) telah menembus seluruh lapisan tanah zone aerasi dan sudah terjadi perkolasi ke dalam air tanah, namun belum membuat jenuh lapisan tanah pada zone aerasi. Akan tetapi muka air tanah jenuh telah kembali pada posisi sebelum adanya fenomena “kejut kapiler”.
6
Pada hujan selanjutnya dengan intensitas dan frekuensi yang lebih tinggi, terlihat bahwa infiltrasi air limpasan (runoff) telah semakin banyak memberikan perkolasi ke dalam lapisan tanah, sehingga lapisan yang jenuh air (saturation) semakin menebal ke atas.
VI. REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan Dari pembahasan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penurunan muka air tanah yang terjadi pada awal musim hujan, merupakan fenomena peningkatan tekanan kapiler di dalam lapisan tanah, sehingga penulis memberikan nama “kejut kapiler”. 2. Peningkatan tekanan kapiler di dalam lapisan tanah yang mendapatkan infiltrasi awal terjadi akibat tertutupnya sebagian pori tanah di lapisan permukaan, sehingga meningkatkan daya ikat tanah terhadap air (pF) dan mengakibatkan terjadinya pergerakan air kapiler dari lapisan tanah jenuh ke lapisan tanah tak jenuh. 3. Pemulihan muka air tanah ke kondisi semula baru dapat terjadi ketika proses infiltrasi air permukaan sudah ada yang mengalami perkolasi, sehingga dapat mencapai/mengisi air tanah pada zone saturasi. Bahkan muka air tanah akan terus meningkat seiring dengan proses perkolasi yang berlanjut akibat curah hujan dengan intensitas dan frekuensi yang lebih tinggi.
4.2. Saran Oleh karena penelitian tentang “kejut kapiler” ini merupakan riset awal yang belum sempurna, maka diharapkan di masa mendatang, penelitian ini sangat penting untuk dilanjutkan dengan menggunakan peralatan dan lebih lengkap. Penelitian dapat dilakukan di lapangan maupun di laboratorium dengan alat simulasi yang memungkinkan percobaan yang lebih variatif, baik dalam hal material tanah, maupun simulasi intensitas curah hujannya.
DAFTAR PUSTAKA Bouwer Herman, 2002 “Artificial recharge of groundwater : hydrogeology and engineering”, Hydrogeology Journal (2002) 10:121–142. Darwis : ”Rekayasa Geoteknik”, Buku Ajar Teknik Sipil Universitas 45 Makassar, Tahun 2000. Darwis : ”Geologi Teknik”, Buku Ajar Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar, Tahun 2010. Darwis : ”Metodologi Penelitian”, Buku Ajar Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar, Tahun 2010. Holtz and Kovacs : “An Introduction To Geotechnical Engineering”, Printice Hall, 1981. Jumikis A.R. : “Theoritical Soil Mechanics”, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1969.
7
Karl Terzaghi & RB Peck : “Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa” Terjemahan Agus Witjaksono et.al., Penerbit Erlangga, Edisi Ke-2, 1987. Mitchell JK. : “Fundamentals of Soil Behavior”, Jhon Wiley & Sons, Inc., 1976. Richards W.H. (2010), “Estimating of groudwater recharge”, University Cambridge Press – England. Scanlon B.R. · Healy R.W. & Cook P.G., (2002) : ”Choosing appropriate techniques for quantifying groundwater recharge”, Hydrogeology Journal (2002) 10:18–39. Shirley : “Geoteknik dan Mekanika Tanah”, Penerbit Nova Bandung, 1987. Taheri A. and Zare M., 2011 : “Groundwater artificial recharge assessment in Kangavar Basin, a semi-arid region in the western part of Iran”, African Journal of Agricultural Research Vol. 6(17), pp. 43704384, 12 Sept. 2011. Taheri TA, Fryar AE, Akbari K (2007) : “Hydrogeological Framework and Groundwater Modeling of the Sujas Basin, Zanjan Province, Iran”, J. Appl. Sci. Asian Network for Scientific Information (ANSI). Van Duijvenbode SW, Olsthoorn TN (2002) A pilot study of deep-well recharge by Amsterdam Water Supply. Proceedings of the 4th International symposium on artificial recharge of groundwater, ISAR4, A.A. Balkema Publishers, Adelaide, South Australia, pp. 447-451 Verhoef P.N.W. : “Geologi Untuk Teknik Sipil”, Terjemahan E. Diraatmaja, Penerbit Erlangga, cetakan ketiga, 1994. Vries J.J. & Simmers Ian (2002) : “Groundwater recharge: an overview of processes and challenges”, Hydrogeology Journal (2002) 10:5–17 Voudouris K, Diamantopoulou P, Giannatos G, Zannis P (2005) : “Groundwater recharge via deep boreholes in the Patras Industrial Area aquifer system”, (NW Peloponnesus, Greece), Bull Eng Geol Env., 65: 297-308. DOI 10.1007/s10064-005-0036-8. Wang B., Jin M., Nimmo J.R., Yang Lei, Wang W., (2008) : “Estimating groundwater recharge in Hebei Plain, China under varying land use practices using tritium and bromide tracers”, Journal of Hydrology (2008) 356, 209– 222.
8
9
10