PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN SEKITAR HUTAN MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah)
TRIYOGO WIDODO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian pengembangan masyarakat dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat, Studi Kasus di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah”, adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian tugas akhir ini.
Bogor,
Nopember 2006
TRIYOGO WIDODO NRP. A154050025
ABSTRAK TRIYOGO WIDODO, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Dibimbing oleh ENDRIATMO SOETARTO dan PUDJI MULJONO. Desa Tonjong termasuk dalam tipologi desa sekitar hutan dengan sebagian besar penduduknya berada dalam kondisi miskin. Kondisi masyarakat miskin di Desa Tonjong digambarkan dengan tidak memiliki faktor produksi sendiri serta tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, tingkat pendidikan dan keterampilan pada umumnya rendah dan tidak memiliki fasilitas. Dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat miskin sekitar hutan melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Tujuan yang ingin dicapai dari kajian ini adalah dapat mengetahui dan menganalisis kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan kapasitas individu masyarakat miskin sekitar hutan, mengkaji performa kelembagaan PHBM, menganalisis dan menggali potensi lokal dan modal sosial, serta merumuskan strategi dan program yang tepat dalam upaya pengembangan kelembagaan PHBM di Desa Tonjong. Hasil penelitian menunjukkan kondisi masih rendahnya kapasitas LMDH. Rendahnya kapasitas LMDH ditunjukkan dari tidak aktifnya kepengurusan, kepemimpinan (ketua LMDH) yang tidak dapat menjalankan perannya, belum diterapkannya AD/ART menjadi panduan dan peraturan bagi pengurus dan anggota, serta jaringan kerjasama yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sementara itu, kapasitas individu masyarakat miskin sekitar hutan juga tergolong rendah, yang ditandai dengan rendahnya pengetahuan dan keterampilan, minimnya sumber pendapatan dan terbatasnya kepemilikan aset. Hasil penelitian juga menunjukkan performa kelembagaan PHBM yang digambarkan dengan tidak terrealisasinya program kerja yang telah disusun bersama antara masyarakat (LMDH) dan Perum Perhutani serta masih rendahnya tingkat partisipasi pengurus dan jaringan mitra kerja LMDH. Sementara itu, partisipasi masyarakat tergo long tinggi dalam bentuk ikut mengolah lahan sekitar hutan serta memelihara dan mengamankan tanaman pokok hutan (jati). Potensi lokal yang ada di Desa Tonjong yaitu adanya lahan hutan dan tersedianya tenaga kerja. Sedangkan perwujudan modal sosial ditunjukkan dari adanya solidaritas diantara warga masyarakat miskin sekitar hutan, adanya kepercayaan (trust) Perum Perhutani kepada masyarakat, serta adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara masyarakat dan Perum Perhutani. Berdasarkan ident ifikasi masalah bersama disimpulkan bahwa permasalahan pokok yang dihadapi adalah rendahnya kapasitas kepengurusan LMDH dan rendahnya kapasitas individu masyarakat miskin sekitar hutan. Melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dilakukan penyusunan program secara partisipatif yang melibatkan unsur masyarakat (LMDH), aparat desa dan Perum Perhutani. Dari kegiatan tersebut dapat disusun Program Aksi Pengembangan Kelembagaan PHBM di Desa Tonjong, yaitu Penguatan Kapasitas LMDH dan Penguatan Kapasitas Individu Masyarakat Miskin Sekitar Hutan.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN SEKITAR HUTAN MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah)
TRIYOGO WIDODO
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Nama : Triyogo Widodo NIM : A154050025
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Endriatmo Soetarto, MA. Ketua
Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Djuara P. Lubis, MS.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa karena atas berkat dan rahmat-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Judul kajian pengembangan masyarakat ini adalah “Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat, Studi Kasus di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada : 1. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. selaku Ketua Komisi Pembimbing. 2. Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing. 3. Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Sosial Departemen Sosial RI. 4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). 5. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB). 6. Ir. Fredian Tonny, MS. selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing. 7. Dra. Neni Kusumawardhani, MS. selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. 8. Dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan STKS Bandung. 9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Angkatan III Tahun 2005-2006. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi bagi penyelesaian tugas akhir ini. Atas segala perhatian, bantuan dan kerjasamanya sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga kebaikan Bapak dan Ibu memperoleh imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Mahaesa. Penulis dengan senang hati menerima saran dan masukan dari para pembaca, dalam upaya penyempurnaan tugas akhir ini. Akhirnya, semoga kajian ini bermanfaat. Bogor,
Nopember 2006
Triyogo Widodo
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 13 Agustus 1974, sebagai anak ketiga dari pasangan Mashoedoen dan Djuriyah. Pendidikan yang ditempuh oleh penulis adalah SD Negeri IX Brebes lulus tahun 1987, SMP Negeri II Brebes lulus tahun 1990, SMA Negeri I Brebes lulus tahun 1993 dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung lulus tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) ditempatkan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Selanjutnya, pada tahun 2005 penulis diberi kesempatan untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xii
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................... Rumusan Masalah ............................................................................... Tujuan Kajian ..................................................................................... Kegunaan Kajian .................................................................................
1 6 7 7
KERANGKA KAJIAN ..............................................................................
9
Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Pekerjaan Sosial .................................................................................. Kemiskinan ......................................................................................... Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial ................................ Penguatan Kapasitas dalam Pengembangan Kelembagaan ................ Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat ............................................ Kerangka Pemikiran ........................................................................... Definisi Operasional ...........................................................................
12 15 17 19 21 24
METODOLOGI KAJIAN .........................................................................
26
Metode Kajian ..................................................................................... Lokasi dan Waktu Kajian ................................................................... Teknik Kajian ..................................................................................... Teknik Analisis Data .......................................................................... Disain Program Pengembangan Masyarakat ......................................
26 26 28 32 32
PETA SOSIAL KOMUNITAS .................................................................
33
Data Geografis, Demografis, dan Kondisi Kemiskinan ..................... Sistem Ekonomi .................................................................................. Struktur Komunitas ............................................................................. Kelembagaan dan Organisasi Sosial ................................................... Sumberdaya Lokal ..............................................................................
33 37 41 44 45
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS ..................
47
Deskripsi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) ....................... Deskripsi Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat .............
47 51
9
ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) ....................................................
54
Kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ...................... Kapasitas Individu Masyarakat Miskin .............................................. Performa Kelembagaan PHBM .......................................................... Potensi Lokal ...................................................................................... Modal Sosial .......................................................................................
54 69 76 84 86
PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) .....
90
Proses Penyusunan Rencana Program ................................................ Identifikasi Masalah, Penyebab dan Potensi ....................................... Alternatif Pemecahan Masalah ........................................................... Program Aksi ......................................................................................
90 91 93 99
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................
104
Kesimpulan ......................................................................................... Rekomendasi .......................................................................................
104 106
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
108
LAMPIRAN ................................................................................................
111
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat ......
27
2 Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ...................
29
3 Sumber Data, Tipe dan Jumlah Responden/Informan .........................
30
4 Jenis Data, Indikator dan Sub Indikator Kajian ...................................
30
5 Penduduk Desa Tonjong Menurut Umur dan Jenis Kelamin ..............
34
6 Penduduk Desa Tonjong Menurut Tingkat Pendidikan .......................
36
7 Distribusi Jumlah Keluarga Miskin di Desa Tonjong ..........................
36
8 Penduduk Desa Tonjong Menurut Jenis Mata Pencaharian .................
38
9 Matrik Kapasitas Individu Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes ..................
72
10 Rencana Kerjasama Pengelolaan Hutan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong Tahun 2005-2009 ..........................................................
77
11 Data Luas dan Potensi Hutan Pangkuan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong .......................................................................................
85
12 Identifikasi Masalah, Penyebab, Potensi dan Alternatif Pemecahan Masalah Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Desa Tonjong ......................................
98
13 Program Aksi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Desa Tonjong .................................................
103
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Pendekatan Dualistik Pekerjaan Sosial dalam Pemberdayaan ...............
11
2
Skema Kerangka Pemikiran Pengembangan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan di Desa Tonjong ..............................................................
23
3
Piramida Penduduk Desa Tonjong .........................................................
35
4
Sistem Pelapisan Sosial Penduduk Desa Tonjong .................................
42
5
Jejaring Sosial dalam Komunitas di Desa Tonjong ...............................
43
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Desa Tonjong ...................................................................................
111
2 Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD dan Observasi) ...........
112
3 Dokumentasi Kegiatan Penelitian ............................................................
129
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi dan politik yang terjadi sejak akhir tahun 1997 telah menghancurkan struktur bangunan ekonomi dan pencapaian hasil pembangunan di bidang kesejahteraan sosial selama rezim Orde Baru (1967-1998). Salah satu penyebab terjadinya krisis tersebut adalah kenyataan bahwa meningkatnya angkaangka statistik pertumbuhan ekonomi selama orde baru tidak benar-benar merefleksikan terjadinya pemerataan kesempatan dan perolehan kesejahteraan secara bermakna. Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan hanya melahirkan peningkatan kesejahteraan semu (pada sekelompok kecil orang yang sangat kaya), daripada yang secara riil dirasakan oleh mayoritas penduduk (penduduk miskin). Kondisi kesejahteraan sosial dewasa ini dibuktikan dengan tingginya angka kemiskinan, angka pengangguran, angka putus sekolah, dan meningkatnya jumlah anak kekurangan gizi. Pada tahun 2004, sekitar 30 sampai 40 juta angkatan kerja menganggur atau bekerja secara tidak teratur. Laporan Biro Pusat Statistik (Desember 2004) menunjukkan bahwa 37,4 % Warga Negara Indonesia mengalami kemiskinan absolut (dibawah garis kemiskinan) dan sebanyak 20 % yang lain sangat rentan jatuh kebawah garis kemiskinan. Semua bukti tersebut menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia selama ini ternyata mengalami
distorsi
(distorted
development).
Menurut
Midgley
(2005),
pembangunan yang terdistorsi adalah ketika pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan, atau kurang berdampak pada, peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat secara luas. Dengan kata lain, usaha pembangunan mengalami distorsi apabila keuntungan yang dicapai tidak mampu atau tidak diciptakan agar menyentuh dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan menurunkan jumlah orang miskin secara bermakna. Kedudukan manusia dalam proses pembangunan, terutama pembangunan di pedesaan, adalah sumberdaya yang diunggulkan, mengingat sumber daya alam dan jumlah penduduk desa yang potensial. Wilayah pedesaan umumnya ditandai
2 oleh
karakteristik
penduduk
yang
berpendapatan,
produktifitas,
tingkat
pendidikan, kesehatan, gizi serta kesejahteraan hidup yang lemah. Keadaan inilah yang menjadi sasaran pembangunan, karenanya kehidupan mereka perlu ditingkatkan, terutama untuk mengatasi kemiskinan masyarakat di pedesaan. Pengentasan kemiskinan merupakan kegiatan multidimensi, tidak hanya terkait dengan sasaran bidang pendidikan, tetapi juga sasaran pemenuhan kebutuhan dasar manusia (human basic needs) yang harus ditangani secara terpadu. Ada tiga faktor kritis yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan di pedesaan, yaitu cepatnya laju pertumbuhan penduduk, semakin sempitnya lahan pertanian, dan semakin sempitnya kesempatan kerja yang ada dan terbuka. Terjadinya ketimpangan antara tenaga kerja dan faktor tanah disebabkan oleh tekanan pertambahan penduduk yang tinggi dengan sumberdaya alam yang terbatas. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya pemerataan pendapatan dan pembagian kekayaan di pedesaan. Selanjutnya akan terjadi kecenderungan polarisasi komunitas petani, yaitu petani terbagi atas petani komersial yang luas dan petani yang tidak memiliki tanah. Emil Salim dalam Supriatna (1997), mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin. Kelima karakteristik penduduk miskin tersebut adalah : 1) tidak memiliki faktor produksi sendiri, 2) tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, 3) tingkat pendidikan pada umumnya rendah, 4) banyak diantara mereka yang tidak memiliki fasilitas, 5) diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. Berdasarkan konsep diatas, maka kondisi masyarakat miskin di Desa Tonjong dapat digolongkan dalam penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi bahwa sebagian besar penduduk tidak memiliki faktor produksi sendiri serta tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Berdasarkan data dalam buku “Kecamatan Tonjong dalam Angka 2004” yang didasarkan pada laporan monografi desa-desa di seluruh Kecamatan Tonjong, maka luas lahan Desa Tonjong yaitu + 672 hektar. Komposisi penggunaan lahan tersebut secara umum dapat dibagi atas lahan sawah seluas 301 hektar (44,79 %), tanah tegalan/ladang seluas 125 hektar (18,60 %),
3 pemukiman seluas 98 hektar (14,58 %), tanah hutan (hutan produksi) seluas 115 hektar (17,11 %), lain- lain (fasilitas umum, kantor desa, Puskesmas, sekolah, lapangan olah raga) seluas 33 hektar (4,91 %). Berdasarkan komposisi penggunaan lahan tersebut, maka sebagian besar wilayah Desa Tonjong dimanfaatkan sebagai lahan sawah. Akan tetapi, sebagian lahan tersebut hanya dimiliki oleh sebagian masyarakat kaya (pemilik lahan). Para pemilik lahan tersebut menyewakan kepada para petani (buruh tani) untuk menggarap lahan sawahnya dengan dengan sistem “mertelu” (hasil pertanian 2/3 untuk pemilik sawah, 1/3 untuk penggarap/buruh tani). Dengan sistem pembagian hasil tersebut, mengakibatkan rendahnya kondisi penghasilan buruh tani, sehingga mengakibatkan mereka semakin miskin. Semakin rendahnya hasil pendapatan dari usaha pertanian dan kurang baiknya saluran irigasi, mengakibatkan pemilik lahan menjual sawahnya dan beralih
fungsi
menjadi
bangunan/pemukiman
penduduk.
Kondisi
ini
mengakibatkan hilangnya sumber penghasilan para buruh tani yang miskin. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah desa mengambil kebijakan kepada para buruh tani untuk mengolah/menggarap ”tanah bengkok” dengan sistem sewa Rp. 400.000,00/hektar/pertahun. Sementara untuk masyarakat miskin di sekitar wilayah hutan (Dukuh Pecangakan, Dukuh Karang Anjog, Dukuh Mingkrik), mereka diberi kesempatan untuk mengolah lahan disekitar hutan sebagai sumber penghasilan mereka. Kondisi masyarakat miskin di Desa Tonjong juga ditunjukkan dengan tingkat pendidikan dan keterampilan mereka yang pada umumnya rendah. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku, kemampuan berpikir dan usaha dalam memperoleh pekerjaan. Data yang diperoleh dari hasil Pemetaan Sosial, menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Tonjong Tidak/Belum Tamat SD sebanyak 2.187 jiwa (50,50 %) dan sebanyak 1.480 jiwa (34,17 %) penduduk Desa Tonjong hanya berpendidikan tamat SD. Hal ini berpengaruh pada jenis mata pencaharian penduduk, dimana karena tingkat pendidikan dan keterampilan rendah sebagian besar penduduk hanya bekerja sebagai petani (buruh tani) dan buruh bangunan. Rendahnya penghasilan penduduk yang bekerja
4 sebagai petani serta buruh tani dan bangunan juga menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah masyarakat miskin di Desa Tonjong. Salah satu karakteristik yang menunjukkan Desa Tonjong sebagai wilayah pedesaan adalah sebagian besar mata pencaharian penduduk tergantung pada sektor pertanian. Hal ini ditunjukkan dari data yang menjelaskan bahwa jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani sebanyak 803 orang (28,66 %) dan buruh tani sebesar 1.413 orang (50,43 %).
Petani yang berjumlah tersebut pada
kenyataannya bukan pemilik lahan pertanian, mereka sebagai penyewa atau penyawah dari para pemilik tanah. Sebagian dari mereka juga merupakan penyewa atau penyawah dari tanah Bengkok dan lahan- lahan kosong di sekitar hutan. Kondisi penduduk Desa Tonjong yang bermata pencaharian sebagai buruh tani sebagian besar berada pada kondisi miskin. Hal ini diakibatkan rendahnya penghasilan dari sektor pertanian yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Semakin sempitnya lahan pertanian juga mengakibatkan makin rendahnya penghasilan mereka. Akibat semakin sempitnya lahan pertanian dan sedikitnya penghasilan/ pendapatan dari sektor pertanian, menyebabkan sebagian penduduk berupaya untuk mencari pekerjaan lain di kota-kota besar. Di antaranya menjadi buruh bangunan sebanyak 448 jiwa (15,98 %) dan buruh pabrik/industri sebanyak 81 orang (2,89 %). Sebagian penduduk ada juga yang bekerja menjadi Tenaga Kerja di Luar Negeri (TKI) sebanyak 15 orang (0,53 %). Bahkan, kecenderungannya akan semakin banyak penduduk yang ingin menjadi TKI. Kondisi masyarakat miskin di Desa Tonjong juga ditunjukkan dengan kurang tersedianya fasilitas- fasilitas (transportasi serta pelayanan pemerintahan dan kesehatan) bagi masyarakat. Berdasarkan gambaran dalam peta Desa Tonjong terlihat bahwa akses untuk menuju wilayah dukuh di pusat desa sangat terjangkau karena dilalui jalan raya dengan sarana transportasi berupa bus, mobil, motor dan dokar/andong. Akan tetapi untuk menuju dukuh-dukuh yang jauh dari pusat desa hanya dapat dilalui dengan kendaraan bermotor (ojeg) melalui jalan desa yang sempit. Sementara untuk menuju wilayah Dukuh Pecangakan, Karang Anjog dan Dukuh Mingkrik (kondisi wilayahnya termasuk wilayah sekitar hutan) hanya
5 dapat dilalui dengan jalan kaki karena kondisi jalan yang berbatu dan sulit dilalui dengan kendaraan bermotor. Kondisi yang terpencil dan tidak terjangkau sarana transportasi mengakibatkan rendahnya kondisi perekonomian masyarakat di wilayah tersebut, karena barang-barang kebutuhan pokok dan hasil pertanian sulit untuk diangkut menuju atau keluar wilayah tersebut. Sehingga kondisi masyarakat di 3 dukuh tersebut sebagian besar miskin, dengan kondisi wilayah berupa kebun dan lahan hutan. Disamping akses sarana jalan, kondisi masyarakat miskin di 3 dukuh (Dukuh Pecangakan, Dukuh Karang Anjog dan Dukuh Mingkrik) juga jauh dari sarana/fasilitas perekonomin seperti : pasar dan pertokoan yang menyediakan bahan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat miskin di wilayah tersebut kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan pokok. Pemenuhan
kebutuhan
pokok
sebagian
besar
diperoleh
dari
hasil
ladang/pekarangan penduduk. Disamping itu, kondisi wilayah yang jauh dari pusat
desa
mengakibatkan
masyarakat
kurang
mendapatkan
pelayanan
pemerintahan dan kesehatan. Karena, sarana/fasilitas pemerintaha n dan kesehatan berada di pusat desa. Upaya pengembangan masyarakat di pedesaan didasarkan pada kebijakan pembangunan daerah/pedesaan ya ng menggunakan sumber daya lokal (sumber daya alam, fisik dan lingkungan) serta kelembagaan dan modal sosial yang ada ditingkat
lokal/pedesaan.
Permasalahan
yang
dihadapi
dalam
proses
pengembangan masyarakat di pedesaan adalah rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan masyakarat. Hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan akses sumber daya yang tersedia. Adi (2001), mengemukakan bahwa strategi pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mengembangkan partisipasi aktif dan meningkatkan prakarsa masyarakat dalam menentukan arah tujuan yang dicapai dalam kelembagaan yang dibentuk bersama oleh masyarakat, dan pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan untuk meningkatkan taraf hidup yang meliputi berbagai kegiatan pembangunan tingkat lokal baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun non pemerintah.
6 Dengan demikian, pengembangan masyarakat merupakan suatu aktivitas pembangunan
yang
berorientasi
pada
kerakyatan.
Syarat
pembangunan
kerakyatan menurut Corten (1990) adalah tersentuhnya aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumber daya alam dan adanya partisipasi masyarakat. Dalam konteks seperti ini maka pembangunan adalah proses dimana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya untuk menghasilkan perbaikanperbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri. Rumusan Masalah Dalam rangka mengentaskan masyarakat miskin di sekitar hutan di Desa Tonjong dari kondisi kemiskinan, maka diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan melalui upaya pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Oleh karena itu pertanyaan kajian ini adalah : “Bagaimana langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam upaya Pemberdayaan
Masyarakat
Miskin
di
Sekitar
Hutan
Melalui
Upaya
Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat”. Upaya
pengembangan
kelembagaan
Pengelolaan
Hutan
Berbasis
Masyarakat (PHBM) didukung oleh adanya unsur Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang menjadi perwakilan masyarakat miskin di sekitar hutan dalam kelembagaan tersebut. Namun demikian, kendala yang dihadapi adalah adanya permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kapasitas LMDH dan kapasitas masyarakat miskin di sekitar hutan. Permasalahan lainnya adalah berkaitan dengan performa kelembagaan PHBM, dimana selama ini aktifitas dan program kerja yang dijalankan belum menyentuh tujuan utamanya yaitu pemberdayaan masyarakat miskin di sekitar hutan. Kurangnya peranserta LMDH dan masih lemahnya jaringan kerjasama dalam kelembagaan tersebut juga mempengaruhi performa kelembagaan PHBM.
7 Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi ol kal dan modal sosial di tingkat lokal yang dapat mendukung upaya pengembangan kelembagaan PHBM. Selain itu, strategi dan program yang tepat juga perlu disusun dan dirumuskan bersama dalam upaya pencapaian tujuan pengembangan kelembagaan PHBM yaitu pemberdayaan masyarakat miskin di sekitar hutan. Tujuan Kajian Secara umum tujuan kajian ini adalah mengkaji dan merumuskan strategi yang tepat dalam upaya Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Secara khusus, tujuan kajian adalah : 1. Mengetahui dan menganalisis kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan kapasitas individu masyarakat miskin di sekitar hutan di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong ? 2. Mengkaji performa kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong ? 3. Menganalisis dan menggali potensi lokal dan modal sosial yang ada di masyarakat yang dapat mendukung upaya pengembangan kelembagaan PHBM di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong ? 4. Merumuskan strategi dan program yang tepat dalam upaya pengembangan kelembagaan PHBM di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong ? Kegunaan Kajian 1. Kegunaan praktis, diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah dan Dinas Kehutanan Kabupaten Brebes dalam upaya Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.
8 2. Kegunaan strategis, diharapkan dapat memberikan kontribusi atas penyusunan program dan strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. 3. Kegunaan akademis, diharapkan dapat memperkaya tentang praktek-praktek Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.
KERANGKA KAJIAN Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Pekerjaan Sosial Konsep pemberdayaan dalam wacana pengembangan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasarnya pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial (komunitas). Menurut Rappaport dalam Hikmat (2004), pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak- haknya menurut undang-undang. Sementara itu, Mc Ardle dalam Hikmat (2004) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekwen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriaannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Gunardi dkk (2003) mendefinisikan makna pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan untuk menentukan masa depan sendiri dan untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi kehidupan komunitasnya. Dalam kaitanya
dengan
pengembangan
masyarakat,
pemberdayaan
masyarakat
merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. Ciri-ciri masyarakat yang telah berdaya menurut Sumarjo dkk (2004) adalah sebagai berikut : a) mampu memahami diri dan potensinya, b) mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan kedepan) dan mengarahkan dirinya sendiri, c) memiliki kekuatan untuk berunding dan bekerjasama secara saling menguntungkan dengan ”bargaining power” yang memadai, d) bertanggung jawab atas tindakan sendiri. Menurut Brokensha dan Hodge dalam Adi (2001), pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat.
10 Dalam pengembangan masyarakat, menurut Ife (2002) pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu prinsip yang juga harus menjadi tujuan dari pengembangan masyarakat. Dengan demikian jelaslah bahwa pengembangan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam terminologi pekerjaan sosial, menurut Dubois-Milley (1992) pemberdayaan masyarakat merupakan suatu strategi dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan keberfungsian sosial. Keberfungsian sosial diartikan sebagai suatu situasi dimana orang bisa melaksanakan peran sesuai dengan status yang dimilikinya untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupannya sebagai individu, anggota kelompok maupun anggota masyarakat secara luas. Salah satu upaya untuk mengatasi disfungsi sosial adalah melalui strategi pemberdayaan. Menurut Kartasasmita (1996) pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk
membangun
membangkitkan
aksi
daya yang
saing
dengan
dimiliki
mendorong,
masyarakat
serta
memotivasi berupaya
dan untuk
mengembangkannya. Suharto (1997) juga mengungkapkan bahwa pemberdayaan juga menunjuk pada kemampuan orang/kelompok/masyarakat yang rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, kebodohan dan kesakitan, b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan, c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Manurut Siporin (1975), pekerjaan sosial menganggap kliennya adalah subyek dan bukan obyek dalam pemecahan masalah. Selain itu pekerjaan sosial juga menganggap bahwa masalah bukanlah atribut dari klien melainkan situasi dan kondisi yang mempengaruhi dan menimpa klien : “Problem in living generally are caused by many systemic factors : therefore blaming, faulting and scapegoating of people are unhelpful and are to be avoid”. Berdasarkan asumsi tersebut, dapat digunakan pendekatan dualistik (yaitu dengan merubah klien dan juga merubah lingkungan dalam pemecahan masalah klien) dalam pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan, khususnya masyarakat miskin di sekitar hutan.
11 Pendekatan dualistik pekerjaan sosial dalam pemberdayaan masyarakat miskin dilaksanakan seperti gambar di bawah ini :
Masyarakat Lainnya
Pemerintah Desa
Kapasitas Individual
Kapasitas Komunitas
Perguruan Tinggi
Kapasitas Organisasi
Lembaga Swasta
Gambar 1 : Pendekatan Dualistik Pekerjaan Sosial dalam Pemberdayaan
Berdasarkan konsep-konsep diatas, dari berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Masya rakat miskin (khususnya masyarakat miskin di sekitar hutan di Desa Tonjong) merupakan kelompok masyarakat yang rentan dan lemah serta tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berdaya. Melalui upaya pemberdayaan masyarakat, diharapkan mereka dapat memiliki kemampuan dan kekuatan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi mereka dan keluarganya sehingga terbebas dari kemiskinan (kondisi kebodohan, kelaparan dan kesakitan). Melalui upaya pemberdayaan diharapkan mereka juga dapat menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan bagi mereka untuk meningkatkan pendapatan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan.
12 Kemiskinan Kemiskinan merupakan suatu masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi yang lebih tinggi. Menurut SMERU dalam Suharto (2005), kemiskinan memiliki beberapa ciri : 1) ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan), 2) ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi), 3) ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga), 4) kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal, 5) rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam, 6) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, 7) ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan, 8) ketidakmampuan untuk berusaha, 9) ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial. Selanjutnya dalam Suharto (2005), Friedman mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasi basis kekuatan sosial yang meliputi : (a) modal produktif atau aset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan), (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang dan jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup. Menurut Schiller dalam Ala (1996), kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas. Dan oleh Salim, dikatakan bahwa, kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk meningkatkan kebutuhan hidup yang pokok. Lebih lanjut Salim menyatakan bahwa aktor kemiskinan atau mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki lima ciri, yaitu :
13 1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal ataupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas. 2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha. Sedangkan syarat yang terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan, seperti adanya jaminan kredit dan lain- lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat pelunasan yang berat dan memungut bunga yang tinggi. 3. Tingkat pendidikan mereka masih rendah, tak sampai tamat sekolah dasar. Waktu mereka tersisa habis untuk mencari nafkah sehingga secara turun temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan di bawah garis kemiskinan. 4. Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah, kalaupun ada maka kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar pertanian. Karena pertanian bekerja secara musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin, sehingga banyak diantara mereka lalu menjadi “pekerja bebas” (self employed) dengan berusaha apa saja. 5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai ketrampilan (skill) dan pendidikan, sedangkan kota dibanyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa ini. Sharp dkk dalam Kuncoro (1997) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi, antara lain : a. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitas yang rendah. b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya
14 manusia ini disebabkan karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. c. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan tersebut bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan rendahnya pendapatan. Rendahnya pendapatan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya. Menurut Ala (1996), kemiskinan pada masyarakat di pedesaan merupakan fenomena yang multi-dimensional karena banyak sekali nilai- nilai yang dibutuhkan atau kebutuhan manusia itu bermacam- macam, maka kemiskinanpun memiliki banyak aspek. Menurut Friedman (1992), bila dilihat dari segi public policy maka terdapat dua aspek kemiskinan, yakni : 1) aspek primer terdiri dari : aset-aset, organisasi sosial dan politik, dan pengetahuan dan keterampilan; 2) aspek sekunder, terdiri dari : jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi. Kemiskinan merupakan fenomena multi dimensional, disamping karena tingkat pendapatan yang rendah, juga dikarenakan dimensi-dimensi lain, yaitu : 1. Kurang atau tidak adanya kesempatan : rendahnya tingkat konsumsi/pendapatan, biasanya bersifat relatif terhadap garis kemiskinan. Hal ini secara umum berkaitan dengan tingkat dan distribusi aset fisik (lahan, modal manusia dan sosial), serta peluang/kesempatan pasar. 2. Kemampuan atau kapabilitas yang rendah : sedikit atau hampir tidak ada perbaikan dalam indikator kesehatan dan pendidikan diantara kelompok sosial ekonomi tertentu. 3. Tingkat jaminan keamanan yang rendah : terhadap resiko dan bencana yang muncul di tingkat nasional, lokal maupun rumah tangga dan individu. 4. Kurangnya pemberdayaan : kapasitas golongan masyarakat miskin atau akses untuk memberikan pengaruh terhadap lembaga pemerintah dan proses sosial, yang membentuk alokasi sumberdaya dan pilihan kebijakan umum.
15 Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial Kelembagaan sosial merupakan terjemahan langsung dari istilah “social institution”. Akan tetapi ada pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk istilah “social institution” tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Koentjaraningrat (1997) menyatakan bahwa kelembagaan sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat
kepada
aktivitas-aktivitas
untuk
memenuhi
kompleks-kompleks
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya Polak dalam Tonny (2005) mengungkapkan bahwa kelembagaan sosial merupakan suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai- nilai yang penting. Kelembagaan itu memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting. Menurut Wiriatmaja (1978) secara ringkas lembaga merupakan pola-pola aktifitas yang sudah tersusun dengan baik. Suatu masyarakat telah menyusun pola-pola untuk pemenuhan kebutuhan dasar ekonominya (seperti : makanan, pakaian, perumahan dan lain- lainnya). Uphoff (1993) juga menegaskan bahwa institutions, whether organizations or not, are complexs of norms and behaviors that persist by serving collectively valued purposed. Sedangkan organisasi adalah structures of recognized and accepted roles. Meskipun kedua batasan tersebut berbeda, namun keduanya merupakan suatu yang stabil, mantap dan berpola serta berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat. Kelembagaan sosial pada dasarnya menyangkut seperangkat norma atau tata laku. Sejalan dengan konsep tersebut, maka kelembagaan sosial memiliki fungsi antara lain : a. Memberi pedoman berperilaku pada individu/masyarakat : bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah- masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan, b. Menjaga keutuhan : dengan adanya pedoman yang diterima bersama, maka kesatuan dalam masyarakat dapat dipelihara,
16 c. Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan kontrol sosial (social control) : artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya, d. Memenuhi kebutuhan pokok manusia (masyarakat). Syahyuti (2003) berpendapat bahwa kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu “aspek kelembagaan” dan “aspek keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial, dimana inti kajiannya asalah tentang value, norm, custom, mores, folksway, usage, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain- lain. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran (role). Konsepsi modal sosial merupakan konsepsi yang cukup luas. Colleta-Cullen (2000) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum, kepercayaan, pertukaran timbal balik, petukaran ekonomi dan informasi, kelompok-kelompok formal dan informal serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal- modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Modal sosial memiliki empat dimensi, yaitu : 1) integrasi (integration) yaitu ikatan yang kuat antar anggota keluarga, keluarga dengan tetangga sekitarnya dan ikatan- ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik dan agama; 2) pertalian (linkage) yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal dalam bentuk jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi
bersifat
kewargaan
(civic
associations);
3) integritas organisasional (organizational integrity) yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan; 4) sinergi (sinergy) yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations). Konsepsi modal sosial merupakan konsep yang luas. Putnan dalam Tonny (2005) mendefinisikan modal sosial sebagai elemen-elemen dalam masyarakat yang digunakan untuk memudahkan tindakan kolektif. Elemen-elemen tersebut berupa kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan (network). Hal ini senada
17 dengan Fedderke (1999) yang menyatakan bahwa modal sosial berarti ciri-ciri dari organisasi sosial seperti jaringan, norma dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan bersama. Komunitas membangun modal sosial melalui pengembangan hubunganhubungan aktif, partisipasi demokrasi dan penguatan pemilikan komunitas dan kepercayaan. Sumber-sumber modal sosial itu muncul dalam bentuk tangung jawab dan harapan-harapan yang tergantung pada kepercayaan dari lingkungan sosial, kemampuan aliran informasi dalam struktur sosial dan norma-norma yang disertai sanksi. Dasgupta dan Serageldin (1999) menjelaskan bahwa wujud modal sosial belum sejelas wujud modal manusia atau modal fisik, pemahamannya lebih ditekankan pada hubungan timbal balik antara modal sosial dan sifat sosial. Sifat sosial dalam modal sosial adalah : 1) adanya saling menguntungkan paling kurang antara dua orang, kelompok, kolektifitas, atau manusia pada umumnya, 2) diperoleh melalui proses sosial, 3) menunjuk pada hubungan sosial, instritusi, struktur sosial, 4) semua sifat berhubungan dengan rasa percaya (trust), hubungan timbal balik (resiprositas), hak dan kewajiban, dan jejaring sosial. Penguatan Kapasitas dalam Pengembangan Kelembagaan Penguatan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang (pihak) memiliki hak yang sama terhadap sumber daya, dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Menurut Eade dalam Tonny (2005), pengembangan kapasitas terfokus pada lima isu pokok sebagai berikut : 1. Penguatan kapasitas sering digunakan secara sederhana untuk menjadikan suatu lembaga lebih efektif mengimplementasikan proyek pembangunan. Kelembagaan merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Penguatan kapasitas dapat juga menunjuk pada upaya yang mendukung organisasi untuk menjadi katalis dialog dan atau memberikan kontribusi dalam mencapai alternatif pembangunan. Pandangan mendemokratisasikan
organisasi
pemerintah
masyarakat dalam masyarakat madani.
ini dan
menekankan organisasi
peran
berbasis
18 3. Jika penguatan kapasitas adalah suatu cara untuk mencapai tujuan, kemudian tujuan yang dimaksudkan oleh lembaga- lembaga yang ikut serta, maka harus dinyatakan secara eksplisit agar dapat membandingkan berbagai pilihan atau mengevaluasi kemajuannya. Fokusnya adalah mengembangkan hubungan antara struktur, proses dan kegiatan organisasi yang menerima dukungan dan kualitas dan jumlah dari hasilnya dan efeknya. Kriteria efektifitas terkonsentrasi pada dampaknya di tingkat lokal. 4. Jika penguatan kapasitas merupakan tujuan akhir (misalnya memperkuat kualitas suatu pengambilan keputusan), maka pilihan tersebut membutuhkan tujuan yang jelas dan analisis kontektual terhadap unsur-unsur kelembagaan. Fokusnya adalah misi organisasi yang berimbang, dan keterkaitannya dengan lingkungan eksternal, struktur dan aktifitasnya. Kriteria efektifitasnya akan berhubungan dengan faktor luar dimana misi itu dirasakan tepat, masuk akal dan terpenuhi. 5. Jika penguatan kapasitas adalah suatu proses penyesuaian untuk merubah dan proses penegasan terhadap sumber daya untuk mengatasi tantangan maupun keinginan untuk aksi berkelanjutan. Fokusnya adalah membantu mitra kerja untuk menjadi lebih mandiri dalam hubungan jangka panjang. Menurut Sumpeno (2002), penguatan kapasitas adalah suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang terleh ditetapkan secara efektif dan efisien. Penguatan kapasitas adalah perubahan perilaku untuk : 1) meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap; 2) meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, finansial dan kultur; 3) meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan dan mengantisipasi perubahan. Menurut Sumpeno (2002), hasil yang diharapkan dengan adanya penguatan kapasitas adalah : 1) penguatan individu, organisasi dan masyarakat; 2) terbentuknya model pengembangan kapasitas dan program; 3) terbangunnya sinergisitas pelaku dan kelembagaan.
19 Mengacu berbagai pendapat diatas, terdapat dua fokus dalam penguatan kapasitas, yaitu : 1) perubahan perilaku, 2) strategi dalam penguatan kelembagaan untuk mengatasi masalah dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya strategi penguatan kapasitas kelembagaan diharapkan pemberdayaan masyarakat secara institusional maupun individual dapat terwujud. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Sejalan dengan perubahan paradigma pengelolaan hutan dari “Timber Management” menjadi “Forest Resources Management” dan “State Based Forest Management” dan kemudian menjadi “Community Based Management” serta sejalan dengan visi dan misi perusahaan, Perum Perhutani kemudian mensosialisasikan Program “Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM)” pada semua lapisan masyarakat dan instansi terkait. Sebenarnya model- model PHBM telah dilaksanakan Perhutani dan berjalan sejak berdirinya Perum Perhutani tahun 1972, bahkan sebelum itu, dengan melibatkan dan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan, antara lain dengan Program Perhutanan Sosial, Agroforestry, Sylofishery, Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), Pembangunan Masyarakat Desa Hutan Terpadu (PMDH-T) yang implementasinya dilaksanakan pada kegiatan tumpangsari, insus tumpangsari, penanaman di bawah tegakan, Perhutanan Sosial, tebangan, pemasaran, pembangunan sarana dan prasarana dan lain- lain. Kegiatan tersebut berkelanjutan dan sudah menjadi budaya dan ladang kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat dan stakeholders, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemandirian melalui peningkatan pendapatan dan produksi pangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.01/Menhut-II/2004, Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari. PHBM dilaksanakan berdasarkan pengelolaan hutan berbasis pember-
20 dayaan masyarakat dengan memperhatikan prinsip-prinsip : manfaat dan lestari, swadaya, kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan antar sektor, bertahap, berkelanjutan, spesifik lokal dan adaptif. Pengembangan PHBM dilaksanakan dalam kerangka pengelolaan hutan lestari melalui strategi pokok yaitu : 1. Kelola kawasan merupakan rangkaian kegiatan prakondisi yang dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan social forestry dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya hutan, 2. Kelola Kelembagaan merupakan rangkaian upaya dalam rangka optimalisasi pelaksanaan social forestry melalui penguatan organisasi, penetapan aturan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, 3. Kelola usaha merupakan rangkaian kegiatan yang mendukung tumbuh dan berkembangnya usaha di areal kerja social forestry melalui kemitraan dengan perimbangan hak dan tanggung jawab. Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (2005) menyatakan bahwa jiwa dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) adalah berbagi yang meliputi berbagi dalam pemanfaatan lahan dan atau ruang, pemanfaatan waktu, pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional. Tujuannya adalah : a. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat. b. Meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya hutan. c. Meningkatkan mutu sumber daya hutan, produktifitas dan keamanan hutan. d. Mendorong dan menyelaraskan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan dinamika sosial masyarakat desa hutan.
21 Sedangkan
menurut
WARSI
(2002)
Pengelolaan
Hutan
Berbasis
Masyarakat diartikan sebagai Community Based Forest Management (CBFM) atau sistem hutan kerakyatan yang merupakan sistem pengelolaan sumber daya alam hutan yang dikembangkan oleh masyarakat di lingkungannya bagi kesejahteraannya. Dimana hutan bukan sekedar tegakan pohon melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan wilayah hukum adat yang ele mennya terdiri atas hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, ladang, kebun, pemukiman, tanah keramata dan komunitas serta sistem ekologinya. Sistem ini memberikan syarat bagi berlangsungnya kehidupan. Misalnya sebagai penyedia air, menjaga kesuburan tana h, penyedia bahan makanan, papan, sandang, obat-obatan dan religi. Dalam pengembangan konsep CBFM, masyarakat terlibat secara aktif, berakar di masyarakat dan bersendikan adat istiadat maupun norma- norma yang berlaku di masyarakat pula. Dimana penguasaan lahan, distribusi, pemanfaatan dan pengusahaannya tidak terlepas dari adat dan kebiasaan setempat. Bahkan dikontrol oleh pranata sosial dan budaya lokal. Artinya pengembangan CBFM bukan untuk tujuan ekonomi semata, karena sistem ini secara tegas menekan bahwa aktor utamanya adalah rakyat yang berada pada komunitas-komunitas lokal. Kerangka Pemikiran Upaya pemberdayaan masyarakat miskin di sekitar hutan didasari dari adanya kondisi bahwa masyarakat miskin (khususnya masyarakat miskin di sekitar hutan di Desa Tonjong) merupakan kelompok masyarakat yang rentan dan lemah serta tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berdaya. Melalui upaya pemberdayaan masyarakat, diharapkan mereka dapat memiliki kemampuan dan kekuatan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi mereka dan keluarganya sehingga terbebas dari kemiskinan. Melalui upaya pemberdayaan diharapkan mereka juga dapat menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan bagi mereka untuk meningkatkan pendapatan, pengetahuan dan keterampilan serta ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan.
22 Pemberdayaan masyarakat miskin di sekitar hutan dilaksanakan melalui pengembangan kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Aktifitas (program kerja) PHBM adalah melakukan pengelolaan hutan secara lestari dengan melibatkan masyarakat miskin (melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan/LMDH) dan mengembangkan jaringan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan tersebut. Performa kelembagaan PHBM antara lain didukung oleh komponen masyarakat miskin dan LMDH sebagai target sasaran dari upaya pemberdayaan masyarakat.
Namun,
permasalahan
utama
dalam
upaya
pengembangan
kelembagaan PHBM adalah masih rendahnya kapasitas masyarakat miskin dan LMDH itu sendiri. Rendahnya kapasitas masyarakat miskin disebabkan rendahnya pengetahuan dan keterampilan, sumber pendapatan serta kepemilikan aset. Demikian pula, LMDH sebagai representasi masyarakat miskin dalam kelembagaan PHBM menghadapi kendala-kendala yang berkaitan dengan kepengurusan, kepemimpinan, norma/aturan dan jaringan mitra kerja. Pengembangan kelembagaan PHBM dilakukan dengan menggali dan memanfaatkan potensi lokal dan modal sosial yang ada di tingkat lokal. Potensi yang ada di tingkat lokal antara lain lahan hutan dan tenaga kerja. Sedangkan modal sosial yang ada di tingkat lokal antara laian : solidaritas, kepercayaan, dan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan kelembagaan PHBM. Strategi pengembangan kelembagaan PHBM yang dapat dilakukan antara lain adalah : penguatan kapasitas individu, penguatan kapasitas LMDH dan pengembangan program. Sehingga diharapkan dapat tercapai tujuan dari upaya pemberdayaan masyarakat miskin di sekitar hutan, yaitu : peningkatan pendapatan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, serta partisipasi masyarakat dalam program.
23
24 Definisi Operasional 1. Pemberdayaan adalah upaya pemberdayaan yang dilakukan pihak Perum Perhutani melalui upaya pengelolaan sumberdaya hutan secara bersama-sama dengan masyarakat miskin sekitar hutan (LMDH) dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Melalui program ini diharapkan masyarakat miskin sekitar hutan dapat mewujudkan kemandirian, partisipasi dan jaringan kerjasama baik dengan Perum Perhutani, LMDH-LMDH desa lain dan pihak berkepentingan lainnya. 2. Masyarakat Miskin Sekitar Hutan adalah orang-orang yang berdomisili di sekitar kawasan hutan yang termasuk wilayah administrasi Desa Tonjong dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. 3. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi antara
Perum
Perhutani,
masyarakat
desa
hutan
dan
pihak
yang
berkepentingan, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. 4. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga masyarakat desa yang menjadi perwakilan masyarakat miskin sekitar hutan yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat desa sekitar hutan yang mempunyai kepedulian terhadap sumberdaya hutan. 5. Kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) merupakan gambaran kondisi LMDH Desa Tonjong yang dilihat dari kondisi kepengurusan, kepemimpinan, jaringan mitra kerja dan kapasitas individu masyarakat miskin. 6. Kapasitas Individu Masyarakat Miskin merupakan gambaran kondisi individu masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong yang dilihat dari pengetahuan dan keterampilan, sumber pendapatan, kepemilikan aset.
25 7. Performa Kelembagaan PHBM merupakan gambaran kondisi kelembagaan PHBM yang menunjukkan aktifitas (program kerja), peranserta LMDH (masyarakat miskin sekitar hutan) dan jaringan kerjasama yang dimiliki kelembagaan PHBM. 8. Potensi Lokal adalah potensi-potensi yang terdapat di wilayah Desa Tonjong yang dapat dikembangkan bagi upaya pemberdayaan masyarakat miskin sekitar hutan di Desa To njong. Potensi lokal tersebut meliputi potensi lahan hutan dan tenaga kerja. 9. Modal Sosial adalah modal sosial yang terdapat dalam masyarakat di Desa Tonjong yang dapat dikembangkan bagi upaya pemberdayaan masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong. Modal sosial tersebut meliputi solidaritas, kepercayaan (trust) dan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. 10. Pengembangan
Kelembagaan
PHBM
adalah
upaya pengembangan
kelembagaan PHBM yang dilakukan bersama-sama antara masyarakat (LMDH) dan Perum Perhutani dengan merumuskan program-program bersama untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi yaitu rendahnya kapasitas LMDH dan kapasitas individu masyarakat miskin. Program yang dirumuskan bersama masyarakat dengan Perum Perhutani yaitu Program Penguatan kapasitas LMDH dan Program Penguatan Kapasitas Individu Masyarakat Miskin.
§ § § § §
KAPASITAS LMDH Kepengurusan Kepemimpinan Norma/aturan Jaringan mitra kerja Kapasitas individu masyarakat miskin (pengetahuan dan keterampilan, sumber pendapatan, kepemilikan asset
PERFORMA KELEMBAGAAN PHBM § Aktivitas (program kerja) § Peranserta LMDH (masyarakat miskin) dalam pengambilan keputusan secara partisipatif (dari tahap perencanaan sd. pelaporan) § Jaringan kerjasama
POTENSI LOKAL § Lahan hutan § Tenaga kerja
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PHBM § Penguatan kapasitas individu § Penguatan kapasitas LMDH
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN SEKITAR HUTAN § Peningkatan pendapatan § Peningkatan pengetahuan dan keterampilan § Partisipasi dalam program PHBM
MODAL SOSIAL § Solidaritas § Kepercayaan (trust) § Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan
Gambar 2 : Skema Kerangka Pemikiran Pengembangan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan di Desa Tonjong.
Tabel 9 Matrik Kapasitas Individu Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes
Identitas Responden No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tanggungan Umur Pendidikan Nama Pekerjaan keluarga (Thn) (jiwa) Walim 49 Buruh tani 5 SD Sachroni 53 Buruh tani 4 SD Miun 39 Buruh tani 3 SMP Daryatun 42 Buruh bangunan 4 SD Suryo 38 Buruh tani 4 SD Kasim 55 Buruh tani 4 SD Mujahid 50 Buruh tani 5 SD M. Arifin 48 Buruh tani 5 SD Tasdik 40 Beternak 5 SMP Sail 51 Buruh tani 4 SMP
Keterampilan Pokok Pertanian Pertanian Pertanian Bangunan Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Peternakan Pertanian
Tambahan
Sumber Pendapatan Utama
Tambahan
Peternakan Usaha tani Serabutan 1) Pertukangan Usaha tani Buruh bangunan Perdagangan Usaha tani Dagang (istri) Pertanian Buruh bangunan Buruh tani Peternakan Usaha tani Ternak kambing Usaha tani Serabutan 1) Usaha tani Serabutan 1) Peternakan Usaha tani Ternak ayam Usaha ternak Perkebunan Usaha tani Buruh perkebunan
Kepemilikan Aset Rumah Lahan Aset lain Ada 2) Ada 2) Ada 2) Ada 2) Ada 2) Ada 2) Ada 2) Ada 2) Ada 2) Ada 2)
-
Sumber : Hasil wawancara dengan responden. Keterangan : 1) Pekerjaan serabutan oleh responden dilakukan antara lain mengumpulkan ranting kayu dan daun jati untuk dijual kepasar atau juga menjadi buruh tanam Perum Perhutani. 2) Kondisi rumah responden sebagian besar masih semi permanen. 3) Aset lainnya berupa alat-alat produksi pertanian, seperti cangkul, arit, dll.
Ada 3) Ada 3) Ada 3) Ada 3) Ada 3) Ada 3) Ada 3) Ada 3) Ada 3) Ada 3)
Tabel 12 : Identifikasi masalah, penyebab, potensi dan alternatif pemecahan masalah Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Desa Tonjong. No.
Masalah yang dihadapi
1.
Kondisi kepengurusan LMDH yang tidak aktif
2.
Rendahnya kapasitas individu masyarakat miskin
Faktor penyebab
§ Kurangnya komitmen ketua dalam memajukan LMDH dan ketidakaktifan yang disebabkan kesibukan dalam melakukan aktivitas pekerja an dan kepengurusan koperasi. § Program kerja tidak dapat terrealisasikan sebagaimana mestinya. § Belum adanya penerapan AD/ART sebagaimana mestinya. § Adanya jaringan mitra kerja belum dimanfaatkan secara optimal. § Rendahnya pengetahuan dan keterampilan § Rendahnya kepemilikan aset dan sumber pendapatan
Potensi yang dimiliki
Alternatif pemecahan masalah
§ Kepengurusan melibatkan berbagai unsur yaitu aparat desa, organisasi lokal (LPM, BPD) dan perwakilan masyarakat di sekitar hutan.
§ Reorganisasi kepengurusan (pemilihan ketua baru). § Bimbingan dan pendampingan pengurus LMDH oleh KSS PHBM-Binling dan PLPS/LSM Pendamping.
§ Tersusunnya program kerja dalam renstra yang melibatkan kerjasama kedua belah pihak (pengurus LMDH dan Perum Perhutani). § Sudah tersedianya AD/ART.
§ Pembahasan ulang program kerja dan komitmen kerjasama kedua belah pihak dalam merealisasikan program.
§ Mitra kerja Perum Perhutani § Forum Komunikasi LMDH § Solidaritas diantara warga masyarakat § Adanya LMDH § Adanya Program PHBM § Potensi lahan hutan § Program UEP LMDH
§ Sosialisasi, pembahasan dan penerapan AD/ART bagi pengurus dan anggota. § Optimalisasi jaringan mitra kerja dengan studi banding dan kerjasama dengan LMDH lain. § Pemberian pelatihan keterampilan usaha tani dan pemeliharaan hutan. § Kebijakan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola lahan sekitar hutan. § Pengembangan progrm UEP bagi masyarakat.
Tabel 13 : Program Aksi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Desa Tonjong. No
Strategi
1.
Penguatan Kapasitas LMDH
Program/Langkahlangkah kegiatan Pemilihan ketua baru
Pertemuan rutin pengurus & anggota
Bimbingan dan pendampingan oleh pihak terkait
2.
Penguatan kapasitas individu masyarakat miskin
Pelatihan keterampilan usaha tani & pengolahan hasil Pemberian modal bergulir bagi kegiatan usaha ekonomis produktif
Tujuan Terpilihnya ketua yg meme nuhi kriteria, berkualitas & memiliki komitmen pada pengembangan LMDH. Mempererat hubungan keke rabatan, kerjasama & me nyusun langkah pelaksanaan program kerja bersama.
Indikator
Kepemimpinan & dukungan dlm menggerakkan LMDH. Meningkatnya kerjasama & keberhasilan pelaksanaan program kerja. Meningkatkan kemampuan & Meningkatnya kemandirian LMDH dalam Kemandirian mengembangkan LMDH LMDH serta menyusun dan merealisasikan program. Meningkatkan pengetahuan Meningkatnya & keterampilan masyarakat pengetahuan, mengenai usahatani & peng- ketrampilan dan olahan hasil usahataninya pendapatan sehingga lebih bernilai. masyarakat Memberikan kesempatan & Meningkatnya peluang usaha bagi masyamodal & keperakat. milikan aset masyarakat.
Sasaran Pelaksana - Pengurus - Anggota
Pendukung
Rencana Biaya Perhutani
Waktu
- Aparat desa - Perhutani
- Pengurus - Anggota
- Aparat desa - Perhutani
LMDH
1 bln sekali secara berkelanjutan
- Pengurus - KSS PHB Bin ling/LSM Pendamping
- Aparat desa - Perhutani
Perhutani
3 bln sekali
- Pengurus - Anggota
- Aparat desa - Perhutani - Instanasi terkait
- LMDH - Perhutani
- Pengurus - Anggota
- Aparat desa - Perhutani - Instanasi terkait
- LMDH secara ber- Perhutani kelanjutan
1 bln
1 bln
METODOLOGI KAJIAN Metode Kajian Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga jumlah responden dan informan bukan menjadi pertimbangan pokok, namun lebih ditekankan pada pendalaman serta kedalaman dan kecukupan informasi (representatif). Alasan menggunaan penelitian kualitatif adalah karena studi ini membahas aspek perilaku dan dinamika kelompok yang sangat kompleks. Kajian ini menggunakan strategi studi kasus. Para ahli penelitian menyatakan bahwa studi kasus adalah penelitian terhadap kesatuan sosial yang dipilih sebagai bahan kajian terhadap agregat sosial yang lebih luas, tetapi hubungan antara kesatuan sosial tersebut dengan total populasi tidak dapat ditaksir. Kesimpulan yang dihasilkan dalam kajian ini hanya akan berlaku pada komunitas desa yang dikaji atau lokasi yang memiliki kondisi yang sama dengan lokasi kajian. Walaupun demikian diharapkan kesimpulan-kesimpulan yang akan dihasilkan dapat memberikan arti penting dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan berbasis masyarakat baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat. Unit analisis dalam kajian ini berada pada aras subjektif- mikro yaitu individu kepala keluarga rumah tangga miskin di sekitar hutan yang merupakan sasaran upaya pemberdayaaan dalam kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Individu kepala keluarga rumah tangga miskin adalah kepala keluarga rumah tangga miskin di lokasi kajian yang melakukan usaha pengelolaan lahan sekitar hutan. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi kajian dilakukan di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan terhadap desa tersebut dilakukan secara ”purposive” yakni pemilihan secara sengaja dengan maksud menemukan desa
27 yang relevan dengan tujuan penelitian. Sedangkan komunitas yang dipilih didasarkan alasan ketertarikan penulis kepada program pengembangan masyarakat yang telah ada dalam masyarakat yaitu Program PHBM dan alasan-alasan lain : § Merupakan kategori desa yang berada di sekitar wilayah hutan. § Merupakan lokasi pelaksanaan Praktek Lapangan 1 dan 2. § Telah banyak mengenal warga desa, tokoh masyarakat dan aparat pemerintah desa. § Adanya masyarakat (komunitas) yang tergolong masyarakat miskin, khususnya lebih banyak terdapat di wilayah-wilayah desa yang berada di sekitar hutan. Kajian pengembangan masyarakat dilakukan dalam serangkaian kegiatan yang terdiri dari 3 (tiga) tahap. Tahap pertama dilakukan pada saat Praktek Lapangan I (Pemetaan Sosial), tahap kedua dilakukan pada saat Praktek Lapangan II (Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat), dan tahap ketiga berupa kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat. Jadwal kegiatan pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat NO.
JENIS KEGIATAN
1.
Pemetaan Sosial Desa (PL 1)
2.
Evaluassi Program (PL 2)
3.
Penyusunan Proposal Kajian
4.
Seminar Proposal Kajian/ Kolokium
5.
Penulisan Laporan
6.
Pengumpulan Data di Lapangan
7.
Analisis Data
8.
Bimbingan Penulisan
9.
Seminar dan Ujian
10.
Perbaikan Laporan
2005 11
12
2006 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
28 Teknik Kajian Data yang akan dipergunakan dalam kajian adalah menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari (responden dan informan) dan hasil pengamatan lapangan. Data sekunder, ialah data yang diperoleh dari data statistik, litetarur dan laporan yang diperoleh dari instansi terkait dan data pendukung yang ada di tingkat desa maupun kecamatan. Data primer bersumber dari responden, yaitu kepala keluarga rumah tangga miskin sekitar hutan di Desa Tonjong dan juga bersumber dari informan baik formal maupun informal. Informan formal seperti kepala desa dan perangkatnya, Ketua dan pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Perum Perhutani. Sedangkan informan yang berupa informal adalah tokoh masyarakat, pelaku sektor usaha dan masyarakat setempat. Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data primer, dilakukan dengan menggunakan metode : 1. Wawancara Mendalam (WM) Merupakan cara pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan kajian melalui kegiatan temu muka dilakukan pengkaji dengan responden. Pertanyaan yang diajukan tidak berstruktur tetapi terpusat pada satu pokok. 2. Observasi (OB) Merupakan metode perolehan informasi yang menggandalkan pengamatan langsung dilapangan, baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat. 3. Diskusi Kelompok (DK) Merupakan metode pengumpulan data yang biasa terbuka, meluas dan tidak terkontrol, dimana hasil dari kegiatan diskusi kelompok digunakan untuk mengevaluasi dan melengkapi data sebelumnya. 4. Focus Group Discussion (FGD) Merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling memb agi informasi dan pengalaman diantara para peserta diskusi dalam satu kelompok untuk membahas satu masalah khusus yang telah terdefinisikan sebelumnya.
29 Data sekunder diperoleh dari melakukan kegiatan studi kepustakaan atau dokumentasi yang bersumber dari instansi- instansi terkait serta data pendukung dari data desa. Tabel 2 : Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Kajian Lapangan di Desa Tonjong, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes.
No.
Jenis Data
1. Kapasitas LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) : - Kepengurusan - Kepemimpinan - Norma/aturan - Jaringan mitra kerja Kapasitas individu (masyarakat Miskin) : - Pengetahuan & keterampilan - Sumber pendapatan - Kepemilikan aset 2. Performa Kelembagaan PHBM : - Aktifitas (program kerja) - Peranserta LMDH & Masyarakat - Jaringan kerjasama
3. Potensi lokal : - Lahan hutan - Tenaga kerja Modal Sosial : - Solidaritas - Kepercayaan - Hubungan saling menguntungkan 4. Strategi dan Program - Penguatan kapasitas individu - Penguatan kapasitas LMDH - Pengembangan program
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data WM OB DK FGD SD
Pengurus LMDH, masyarakat miskin, Perum Perhutani Pengurus LMDH, masyarakat miskin, Perum Perhutani Pengurus LMDH, masyarakat miskin, Perum Perhutani Pengurus LMDH, masyarakat miskin, Perum Perhutani
V
V
V
V
V
V
V
V
Masyarakat miskin Masyarakat miskin Masyarakat miskin
V V V
Pengurus LMDH, Perum Perhutani Pengurus LMDH, masyarakat miskin, Perum Perhutani Pengurus LMDH, Perum Perhutani
V
V
V
V
V
V
Perum Perhutani, aparat desa Perum Perhutani, aparat desa
V V
Masyarakat miskin, pengurus LMDH, aparat desa, Perum Perhutani
V V V
Masyarakat miskin, pengurus LMDH, aparat desa, Perum Perhutani
Keterangan : 1. WM = Wawancara Mendalam 2. OB = Observasi 3. DK = Diskusi Kelompok 4. FGD = Focus Group Discussion 5. SD = Studi Dokumentasi
V
V
V V
V
V
V
V V V
V V V
30 Penentuan mengenai sumber data, tipe responden/informan dan jumlah responden/informan, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3 : Sumber data, tipe dan jumlah responden/informan Sumber data Masyarakat Pengurus LMDH Aparat Desa Perum Perhutani
Tipe Responden/Informan Masyarakat miskin di sekitar hutan yang mengolah lahan hutan (dari 3 Dukuh : Mingkrik, Pecangakan, Karang Anjog) Ketua dan Sekretaris LMDH serta pengurus lainnya Kepala Desa dan Sekretaris Desa Administratur Perhutani (ASPER) BKPH Pengarasan, Matri Kehutanan (RPH) Tonjong dan Petugas Penyuluh Lapangan Perhutanan Sosial (PLPS)
Jumlah Responden/ Informan 10 orang 6 orang 2 orang 3 orang
Untuk mempermudah mendapatkan data-data yang lengkah, maka disusun jenis data, indiktor dan sub indikator kajian yang digambarkan pada tabel berikut : Tabel 4 : Jenis Data, Indikator dan Sub Indikator Kajian No. 1 1.
Jenis Data 2
Indikator 3
Kapasitas LMDH
§ Kepengurusan
§ Kepemimpinan
§ Norma/aturan § Jaringan mitra kerja
Kapasitas Individu (masyarakat miskin)
§ Pengetahuan & Keterampilan
§ Sumber pendapatan § Kepemilikan aset
Sub Indikator 4 • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Struktur kepengurusan Unsur-unsur kepengurusan Kondisi kepengurusan Peran dan tanggung jawab pengurus Tipe kepemimpinan Pemilihan pemimpin Peran & tanggung jawab pemimpin Aturan organisasi Aturan keanggotaan Kerjasama dengan Perum Perhutani Kerjasama dengan aparat desa Kerjasama dengan LMDH lainnya Pendidikan terakhir Keterampilan yang dimiliki (pengolahan lahan pertanian) Keterampilan lain Sumber pandapatan utama Sumber pendapatan tambahan Aset fasilitas perumahan Aset lahan Aset lainnya
31
1
2
2.
Performa Kelembagaan PHBM
3 § Program kerja § Peranserta LMDH & masyarakat miskin
§ Jaringan kerjasama
3.
Potensi Lokal
§ Lahan hutan
§ Tenaga kerja Modal Sosial
§ Solidaritas § Kepercayaan (trust)
§ Hubungan saling menguntungkan
4.
Strategi dan Program
§ Penguatan kapasitas Individu § Penguatan kapasitas LMDH
4 • Proses penyusunan program kerja • Program kerja • Peranserta pada setiap tahap (Perencanaan, Pembiayaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi, Pelaporan) • Bentuk-bentuk peranserta LMDH dan masyarakat miskin • Kerjasama dengan pihak pemerintah • Kerjasama dengan swasta dan stakeholder lainnya • • • • • • • •
Luas lahan hutan Kepemilikan lahan hutan Pengelolaan lahan hutan Kwantitas dan kwalitas tenaga kerja Pemanfaatan tenaga kerja lokal Bentuk/tipe solidaritas Tingkat solidaritas Trust diantara pihak-pihak dalam LMDH (pengurus dan masyarakat miskin sekitar hutan) • Trust diantara unsur-unsur dalam kelembagaan PHBM (masyarakat miskin/LMDH, aparat desa, perum perhutani) • Hubungan saling menguntungkan diantara unsur-unsur dalam kelembagaan PHBM (masyarakat miskin/ LMDH, aparat desa, perum perhutani) • Hubungan saling menguntungkan dengan swasta dan stakeholder lain. • Program Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan • Program Peningkatan Partisipasi • Program Pelatihan Manajemen Keorganisasian • Reorganisasi LMDH • Program Pengembangan Jaringan Mitra Kerja
32 Teknik Analisa Data Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari wawancara mendalam, diskusi dan observasi, diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi yang kemudian disajikan secara deskriptif. Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh dari penelusuran data sekunder diolah dan disusun dalam bentuk matriks, grafik, bagan maupun tabel. Disain Program Pengembangan Masyarakat Disain program pengembangan masyarakat dilakukan dengan menggunakan metode PRA (Participatory Ru ral Appraisal), dengan langkah- langkah kegiatan sebagai berikut : 1. Identifikasi masalah, potensi dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat miskin sekiar hutan di Desa Tonjong melalui wawancara, pengamatan dan penelusuran data sekunder. 2. Hasil identifikasi tersebut dikonfirmasikan melalui diskusi kelompok terfokus untuk menentukan dan menganalisis prioritas masalah. 3. Setelah terpilih prioritas masalah, selanjutnya masalah didiskusikan dengan menganalisis faktor penyebab dan potensi yang dimiliki serta alternatif pemecahan masalah. 4. Penyusunan rencana program aksi dengan menentukan strategi, program/ langkah kegiatan, tujuan, indikator, sasaran pelaksana kegiatan dan pendukung, rencana biaya dan waktu kegiatan.
PETA SOSIAL KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 1 telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah melakukan pemetaan sosial dan masalah sosial yang penting dan sangat dirasakan oleh masyarakat sehingga perlu dicari jalan pemecahannya. Masalah sosial yang dominan terjadi di Desa Tonjong adalah masalah kemiskinan di pedesaan khususnya kemiskinan para komunitas masyarakat desa yang bermukim di sekitar wilayah hutan. Data Geografis, Demografis dan Kondisi Kemiskinan Desa Tonjong termasuk dalam wilayah Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes. Jarak terdekat ke ibukota kecamatan adalah 2 kilometer dengan waktu tempuh + 30 menit dengan menggunakan ojeg dengan biaya + Rp. 2.500,-. Jarak terdekat ke ibukota kabupaten sejauh 60 kilometer dengan waktu + 120 menit dengan menggunakan kendaraan umum (bus) dengan biaya + Rp. 12.000,-. Desa Tonjong termasuk dalam tipologi desa sekitar hutan yang memiliki luas lahan yaitu + 672 hektar, dengan topografi dan bentang wilayah berbukit dan suhu udara rata-rata harian 30-32 derajat celsius. Batas Desa Tonjong meliputi, sebelah
Utara berbatasan dengan Desa
Karang Jongkeng Kecamatan Tonjong, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Galuh Timur Kecamatan Tonjong, sebelah
Barat berbatasan dengan Desa
Kutamendala Kecamatan Tonjong dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Linggapura Kecamatan Tonjong. Secara administratif, Desa Tonjong terbagi dalam 10 dusun/dukuh (meliputi : Dukuh Mingkrik, Dukuh Karang Anjog, Dukuh Pecangakan, Dukuh Timbang, Dukuh Tonjong Lebak, Dukuh Tonjong Timur, Dukuh Kauman, Dukuh Tonjong Krajan, Dukuh Karangjati Timur, Dukuh Karangjati Barat) dan terbagi dalam 10 wilayah RW dan 42 RT. Jumlah penduduk Desa Tonjong berdasarkan Kecamatan Tonjong dalam Angka 2004 sebanyak 8.625 jiwa yang terdiri dari 2.004 KK, dengan komposisi jumlah penduduk laki- laki sebanyak 4.280 jiwa (49,62 %) dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.345 jiwa (50,38 %) dengan perbandingan sex ratio sebesar
34 98. Ini berarti bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 98 orang penduduk laki- laki. Artinya, kemungkinan mortalitas penduduk laki- laki lebih tinggi daripada penduduk perempuan, atau bisa juga karena faktor migrasi penduduk laki- laki lebih tinggi dari penduduk perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5 Penduduk Desa Tonjong Menurut Umur dan Jenis Kelamin No.
Komposisi Umur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 tahun keatas Jumlah
Jenis Kelamin L P 405 379 513 518 596 519 497 428 289 278 254 344 273 277 248 286 224 249 220 259 245 204 156 143 144 165 216 296 4.280 4.345
Jumlah 784 1.031 1.115 925 567 598 550 534 473 479 449 299 309 512 8.625
Sex Ratio 106 99 114 116 103 73 98 86 89 84 120 109 87 72 98
Sumber : Kecamatan Tonjong dalam Angka 2004.
Berdasarkan data di atas, maka Tingkat Rasio Beban Ketergantungan (RBT) penduduk pada masyarakat Desa Tonjong yaitu sebesar 66,41 %, artinya tiap 100 orang yang produktif menanggung 66 orang yang tidak produktif. Tinggi rendahnya rasio beban ketergantungan penduduk akan sangat menentukan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan, apalagi bila usia produktif tersebut mempunyai tingkat penghasilan rendah, maka akan sangat sulit bagi pemerintahan desa dalam memperoleh partisipasi yang optimal dari masyarakat desa. Kondisi tersebut dapat pula merupakan indikasi dari beratnya beban tanggungan penduduk yang produktif untuk menanggung yang tidak produktif. Berdasarkan indikator rasio beban tanggungan ini, maka penduduk Desa Tonjong dapat digambarkan struktur penduduknya masih merupakan beban pembangunan.
35 Apabila digambarkan dalam bentuk piramida penduduk, maka jumlah penduduk Desa Tonjong berdasarkan umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut:
Laki-laki Perempuan Usia 65+ 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 6
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
Keterangan : Penduduk dalam 100 Jiwa Gambar 3 : Piramida Penduduk Desa Tonjong
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku, kemampuan berpikir dan usaha dalam memperoleh pekerjaan. Data yang diperoleh dari hasil Pemetaan Sosial, menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Tonjong Tidak/Belum Tamat SD sebanyak 2.187 jiwa (50,50 %) dan sebanyak 1.480 jiwa (34,17 %) penduduk Desa Tonjong hanya berpendidikkan tamat SD. Hal ini berpengaruh pada jenis mata pencaharian penduduk, dimana karena tingkat pendidikan dan keterampilan rendah sebagian besar penduduk hanya bekerja sebagai petani (buruh tani) dan buruh bangunan. Rendahnya penghasilan penduduk yang bekerja sebagai petani serta buruh tani
36 dan bangunan juga menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah masyarakat miskin di Desa Tonjong. Komposisi penduduk Desa Tonjong menurut tingkat pendidikan dapat di lihat pada tabel berikut ini : Tabel 6 Penduduk Desa Tonjong Menurut Tingkat Pendidikan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat Pendidikan Tidak/belum tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Diploma/Sarjana Jumlah
Jumlah 2.187 1.480 411 125 128 4.331
Prosentase (%) 50,50 34,17 9,49 2,89 2,96 100,00
Sumber : Kecamatan Tonjong dalam Angka 2004.
Masyarakat miskin di pedesaan merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang penting untuk diberdayakan, sebab mereka mempunyai banyak keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara maksimal. Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes merupakan desa miskin dengan jumlah penduduk 8.625 jiwa ya ng terdiri dari 2.004 KK. Dari 2.004 jumlah KK yang ada tersebut 69,96 % (1.402 KK) tergolong dalam keluarga miskin. Gambaran distribusi jumlah keluarga miskin di 10 dusun di Desa Tonjong dapat digambarkan dalam tabel berikut : Tabel 7 Distribusi Jumlah Ke luarga Miskin di Desa Tonjong No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Wilayah/Dukuh Mingkrik Karanganjok Pecangakan Timbang Tonjong Lebak Tonjong Timur Kauman Tonjong Kraja n Karangjati Timur Karangjati Barat Jumlah
Sumber : Kantor Balai Desa Tonjong
Jumlah 224 210 196 168 154 140 84 42 86 98 1.402
Persentase 15,98 14,98 13,98 11,98 10,98 9,99 5,99 3,00 6,13 6,99 100,00
37 Dari tabel tersebut terlihat jelas begitu banyaknya penduduk miskin di Desa Tonjong. Dari distribusi jumlah keluarga miskin tersebut terlihat 3 wilayah Desa Tonjong memiliki jumlah penduduk miskin terbesar di antara wilayah lain yaitu wilayah Dukuh Mingkrik, Karanganjog dan Pecangakan (yaitu sebanyak 630 KK dari 1.402 KK atau 44,94%). Ketiga wilayah tersebut merupakan wilayah Desa Tonjong yang merupakan wilayah-wilayah yang berada di sekitar hutan. Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar jumlah penduduk miskin di Desa Tonjong merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah hutan. Sistem Ekonomi Berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur, bahwa penduduk Desa Tonjong sebagian besar memiliki mata pencaharian pokok adalah pertanian. Pertanian disini dapat dikategorikan sebagai buruh tani, karena para petani di Desa Tonjong adalah petani pengarap. Akan tetapi, dikarenakan makin tidak berfungsinya irigasi desa dan kurangnya penghasilan di bidang pertanian, maka sebagian penduduk yang bekerja sebagai petani (buruh tani) banyak yang beralih pekerjaan menjadi pedagang serta buruh pabrik dan bangunan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Semarang dan kota-kota kabupaten seperti Tegal dan Purwokerto. Lahan yang mereka miliki dijual dan beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk. Sebagian petani yang telah menjual lahannya dan tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk bekerja di kota, akhirnya diberi kesempatan oleh perangkat desa untuk mengolah tanah bengkok seluas 22 hektar berdasarkan sistem sewa dengan harga sewa Rp. 400.000,00/hektar/pertahun. Selain itu, masyarakat juga diberi kesempatan untuk mengo lah lahan di sela-sela tanaman hutan untuk menambah penghasilan mereka. Mereka diperbolehkan mengolah lahan sekitar hutan, dengan catatan mereka juga harus ikut merawat dan menjaga tanaman hutan. Komposisi jumlah penduduk Desa Tonjong berdasarkan berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian, dapat digambarkan dalam tabel berikut :
38 Tabel 8 Penduduk Desa Tonjong Menurut Jenis Mata Pencaharian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Mata Pencaharian Petani Buruh Tani dan bangunan Pengusaha Buruh Industri Pedagang Jasa Transportasi PNS/TNI/POLRI Pensiunan Lain-Lain Jumlah
Jumlah 803 1.413 74 81 155 45 171 45 15 2.802
Prosentase (%) 28,66 50,43 2,64 2,89 5,53 1,61 6,10 1,61 0,54 100,00
Sumber : Kecamatan Tonjong dalam Angka 2004.
Dari tabel di atas jelas mengambarkan bahwa mata pencaharian penduduk tergantung kepada sektor pertanian, dengan jumlah petani sebanyak 803 orang (28,66 %) dan buruh tani sebesar 1.413 orang (50,43 %). Petani yang berjumlah tersebut pada kenyataanya bukan pemilik lahan pertanian, mereka sebagai penyewa atau panyawah dari para pemilik tanah. Sebagian dari mereka juga merupakan penyewa atau penyawah dari tanah Bengkok dan lahan- lahan kosong di sekitar hutan. Berdasarkan Tabel 4 disebutkan bahwa mata pencaharian pokok masyarakat Desa Tonjong adalah petani (buruh tani). Oleh karena itu, hasil pertanian menjadi sangat dominan pada masyarakat Desa Tonjong. Hasil pertanian Desa Tonjong antara lain : padi, jagung, ubi kayu (singkong) dan kacang tanah. Hasil pertanian tersebut hanya dipasarkan di pasar Desa Tonjong dan pasar-pasar di desa tetangga. Hasil pertanian tersebut dijual melalui pedagang dan tengkulak dengan harga yang rendah, sehingga pendapatan petani (buruh tani) tersebut sangatlah rendah. Selain hasil pertanian di atas, masyarakat Desa Tonjong juga menanam komoditas buah-buahan (seperti : pepaya, sawo, pisang dan nangka), tanaman obat-obatan (seperti : kunyit, lengkuas dan mengkudu), dan perkebunan kelapa. Akan tetapi, komoditas tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan desa tetangga dan pemasarannya juga dilakukan oleh para pedagang dan tengkulak.
39 Komoditas peternakan di Desa Tonjong antara lain : kerbau, kuda, kambing/ domba, itik/bebek dan ayam kampung merupakan salah satu sumber penghasilan dan
harta
bagi
masyarakat
yang
sewaktu-waktu
dapat
dijual
melalui
pedagang/tengkulak jika mereka me mbutuhkan uang. Sedangkan ternak kuda digunakan sebagai sarana/alat transportasi berupa dokar/andong sebagai sumber pengasilan tambahan. Kondisi wilayah Desa Tonjong yang dilalui perlintasan jalan jalur Tegal Purwokerto, membuat warga desa berupaya untuk membuka usaha perdagangan (warung), rumah makan, wartel dan angkutan. Akan tetapi usaha ini tidak mengalami kemajuan yang berarti bagi peningkatan penghasilan warga desa. Wilayah Desa Tonjong sebenarnya juga memiliki potensi sumberdaya ekonomi yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat. Potensi-potensi sumber daya ekonomi tersebut antara lain : 1. Lahan Lahan adalah sumberdaya ekonomi yang paling dominan dapat dikontrol oleh komunitas. Tanah menjadi sumberdaya ekonomi yang sangat penting, untuk ditanami padi, palawija, buah-buahan, dll. Sehingga tanah merupakan suatu potensi dalam mendukung sistem perekonomian di Desa Tonjong. Kondisi lahan yang ada ternyata tidak memberikan penghasilan sesuai yang diharapkan petani. Usaha pertanian menjadi makin kurang diminati masyarakat karena memerlukan modal dan tenaga yang besar, tetapi hasilnya rendah dan tidak mencukupi kebutuhan masyarakat petani. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola penggunaan lahan. Sawah yang dimiliki masyarakat petani sedikit demi sedikit dijual dan beralih fungsinya menjadi tempat pemukiman (dibangun perumahan). Hal ini perlu diwaspadai oleh aparat pemerintah, karena jika hal ini tidak diatasi, maka lahan pertanian bisa makin berkurang dan habis sehingga lahan pertanian sebagai sumber mata pencaharian masyarakat desa yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian menjadi makin berkurang.
40 2. Hutan Sebagai tipologi desa sekitar hutan, 115 hektar (17,11 %) luas wilayah Desa Tonjong berupa lahan hutan negara (hutan produksi) yang bisa memproduksi kayu sebanyak 666 M3 pertahun. Akan tetapi kepemilikan dan pengelolaan hasil kayu merupakan kewenangan instansi kehutanan, sehingga masyarakat sekitar tidak menikmati hasil hutan tersebut. Hal ini menimbulkan permasalahan, dimana sebagian kecil masyarakat miskin di sekitar wilayah hutan akhirnya terpaksa mencuri kayu hutan untuk menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk mengurangi terjadinya kasus pencurian kayu hutan, akhirnya aparat desa dan pihak instansi kehutanan mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan kosong disekitar hutan untuk diolah/dikelola masyarakat. Lahan kosong tersebut akhirnya dikelo la/diolah masyarakat dengan ditanami jagung dan tanaman lain yang menghasilkan. Potensi wilayah hutan dengan hasil kayu tersebut seharusnya merupakan sumber potensi yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat desa/lokal. Usaha pengelolaan hasil kayu hutan bisa merupakan alternatif sumber mata pencaharian masyarakat. Akan tetapi, menurut Kepala Desa sangat sedikit penduduk Desa Tonjong yang memiliki keahlian dalam bidang pengolahan kayu (pertukangan). 3. Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja yang menganggur yang berada di Desa Tonjong cukup banyak. Kondisi ini disatu sisi menjadi beban namun disatu sisi apabila dilatih dan dikembangkan akan menjadi tenaga kerja potensial dalam sistem perekonomian di Desa Tonjong. 4. Sungai Berdasarkan Peta Desa Tonjong, terlihat bahwa terdapat 3 sungai (yaitu : Kali Glagah, Kali Kalong, Kali Pedes). Aliran air dari 3 sungai ini dapat dimanfaatan sebagai sumber pengairan untuk lahan sawah. Batu-batu sungai dan pasir juga merupakan potensi yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, yang dapat digali dan dimanfaatkan sebagai bahan-bahan bangunan.
41 Struktur Komunitas Pembahasan mengenai struktur komunitas
tentu tidak terlepas dari
pelapisan sosial dalam masyarakat, unsur utama pelapisan sosial, kepemimpinan dan sumbernya, respon masyarakat terhadap kepemimpinan, serta jejaring sosial dalam komitas. Hal ini merupakan dasar untuk mengetahui bagaimana masyarakat lokal membangun suatu komunikasi. Lapisan sosial yang pertama (paling atas) di Desa Tonjong adalah kepimpinan formal (Kepala Desa) selanjutnya kepimpinan informal kelompok seperti tokoh agama, (ustad/kyai) dan tokoh masyarakat. Tokoh agama berpengaruh dalam lingkungan dan dapat menentukan keberlangsungan suatu pembangunan, hal ini dikatakan oleh Kepala Desa, bahwa tokoh agama (ustad/kyai) merupakan tokoh panutan masyarakat dan juga sebagai kepanjangan tangan dari aparat pemerintah. Lapisan selanjutnya adalah aparat pemerintah seperti PNS (antara lain adalah guru yang bagi sebagian masyarakat dijadikan sebagai panutan/teladan sesuai istilah “Guru : digugu dan ditiru”) dan sebagian masyarakat yang mempunyai kekayaan, lapisan selanjutnya paling bawah adalah masyarakat. Pelapisan sosial di Desa Tonjong sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan kharismatik dan keterlibatan seseorang dala m kemasyarakatan Seperti halnya dalam kepemimpinan formal Kepala Desa Tonjong dari dulu selalu berasal dari tokoh masyarakat atau dari keluarga yang pernah menjabat kepala desa dan merupakan orang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Sehingga sistem pelapisan sosial penduduk Desa Tonjong dapat digambarkan sebagai berikut:
42
Tokoh Formal/ kepimimpinan formal Tokoh Informal Ustad/Kyai dan Tokoh Masyarakat
PNS dan Kekayaan
Masyarakat
Gambar 4 : Sistem Pelapisan Sosial Penduduk Desa Tonjong
Unsur-unsur pelapisan sosial yang ada di masyarakat Desa Tonjong, pada umumnya hampir sama dengan pelapisan sosial masyarakat lainnya yang didasarkan pada: 1) kepemimpinan kharismatik; 2) kekayaan yang dimiliki; 3) tingkat pendidikan formal; 4) status pekerjaan; 5) keaktifan dalam kegiatan kemasyarakatan/keagamaan. Dari sumber-sumber tersebut di atas, maka lahirlah tokoh-tokoh pemimpin dengan kriteria seperti : 1) tokoh formal (kepala desa, ketua BPD, ketua LPM); 2) tokoh agama (ustad/kyai); 3) tokoh wanita; 4) tokoh pemuda; 5) tokoh petani. Kepala Desa sebagai pemimpin formal dipilih langsung secara demokratis oleh warga masyarakat desa yang telah memiliki hak pilih. Biasanya masyarakat memilih berdasarkan pada kharisma yang dimiliki, kedekatan kepada masyarakat dan upaya yang dilakukan dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai konsekuensinya masyarakat sangat percaya dan patuh terhadap pemimpin (kepala desa) yang telah dipilihnya. Pemimpin informal yang banyak berperan dalam masyarakat adalah tokohtokoh yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Peranan tokoh agama dan tokoh masyarakat ini dianggap cukup berarti dalam pembangunan wilayah desa baik secara fisik maupun mental. Biasanya kepala desa bekerja sama
43 dengan tokoh agama dan masyarakat untuk mensosialisasikan dan menggali dukungan masyarakat dalam program pembangunan desa. Kerjasama di antara pemimpin formal dan informal ini mendapatkan dukungan dan respon yang baik dari masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan kemasyarakatan yang digerakan pimpinan/panutan mereka. Salah satu bukti tingginya tingkat partisipasi dan swadaya masyarakat ditunjukkan pada kegiatan pembangunan masjid “Baabussalaam” yang dibiayai swadaya masyarakat dan pembangunan jalan dan jembatan desa yang dibiayai dana dari Program Penge mbangan Kecamatan (PPK) dan swadaya masyarakat. Jejaring sosial yang ada di Desa Tonjong dalam upaya pelaksanaan Program Pembangunan Desa dan pengentasan masalah kesejahteraan sosial diupayakan melalui pengembangan kegiatan “Musyawarah Desa“. Gambaran mengenai jejaring sosial tersebut dapat dijelaskan melalui gambar berikut :
Aparat Desa LPM
Tokoh Masyarakat
BPD
Musyawarah Desa
Warga Masyarakat
Stakeholder : - Pihak swasta - Perum Perhutani
Gambar 5 : Jejaring Sosial dalam Komunitas di Desa Tonjong.
Tokoh Agama
44 Kelembagaan dan Organisasi Sosial Secara konseptual dikatakan bahwa kelembagaan sosial adalah tata abstraksi yang lebih tinggi dari kelompok, organisasi dan sistem sosial. Kelembagaan sosial biasa diistilahkan sebagai pranata sosial yang merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktifitas-aktifitas untuk memenuhi kebutuhan kompleks-kompleks khusus dalam kehidupan masyarakat. Kerjasama dan kebersamaan serta gotong royong antar penduduk masih terlihat di Desa Tonjong. Kondisi ini didasarkan atas kebutuhan bersama, contohnya membangun Mesjid BaabusSalaam di Dukuh Karangjati Timur hanya. dalam waktu + 12 bulan dengan prakarsa dan dana swadaya masyarakat. Kelompok kekerabatan yang terdapat di Desa Tonjong adalah keluarga luas (extended family). Kelompok kekerabatan ini terdiri dan lebih dari satu keluarga inti, tetapi merupakan satu kesatuan sosial yang erat. Tidak semua keluarga hidup bersama dalam satu rumah, namun ada yang tinggal hidup di rumah yang berdampingan dengan keluarga inti. Sistem jejaring sosial yang ada dan paling dominan adalah sistem kekerabatan (saudara), tetangga, kelompok pengajian (jamiahan). Menurut beberapa penduduk, apabila terjadi kesulitan maka pihak/orang yang pertama diminta bantuan adalah keluarga terdekat, jika keluarga/saudara tidak dapat memenuhinya, maka tetangga menjadi akses berikutnya. Salanjutnya, jia tetangga tidak bisa membantu, maka akses selanjutnya kelompok pengajian/jamiahan. Jika kelompok tersebut tidak dapat membantu, selanjutnya permasalahan tersebut diserahkan kepada pemerintah desa. Organisasi sosial yang ada di Desa Tonjong antara lain : Badan Perwakilan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), PKK, Karang Taruna, Kelompok Pengajian/Jamiahan, Remaja Masjid serta Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Secara umum belum ada peningkatan kegiatan organisasi dan kelembagaan sosial yang ada di Desa Tonjong yang sangat terkait secara langsung dengan upaya penanganan masalah keluarga miskin di desa. Kegiatan-kegiatannya masih terbatas pada kegiatan rutin dan belum ada dorongan maupun motivasi untuk berupaya dan meningkatkan diri guna membantu menanggulangi
45 permasalahan kemiskinan di desa. Padahal sebenarnya kelembagaan dan organisasi sosial tersebut merupakan potensi/sumber yang dapat dimanfaatkan dan menjadi basis bagi upaya pemberdayaan masyarakat. Penguatan potensi kelembagaan
dan
organisasi
sosial
dapat
dilakukan
mengingat
masih
terlembaganya nilai- nilai kerjasama, gorong royong dan kepercayaan (trust) dalam masyarakat sebagai modal sosial. Sumberdaya Lokal Hubungan masyarakat Desa Tonjong dengan ekosistemnya beranggapan alam sebagai sumber penyedia kebutuhan hidup. Pandangan ini dapat dilihat dari aktivitas yang masih memanfaatkan sumber alam bagi kebutuhan keluarga seperti pemanfaatan lahan sawah dan hutan, hasil- hasil hutan, dan sungai. Akan tetapi seperti yang telah dikemukan sebelumnya, bahwa lahan pertanian yang mereka
kelola, bukan milik pribadi tetapi milik orang lain,
sehingga mereka tidak leluasa untuk mengolah dan menggarap lahan tersebut. Sementara itu, semakin berkurangnya lahan sawah karena dijual dan beralih fungsi menjadi pemukiman/bangunan mengakibatkan buruh tani yang miskin menjadi berkurang sumber pendapatan/penghasilannya. Sebagai akibat rendahnya penghasilan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, masyarakat miskin sekitar hutan akhirnya berupaya mencari tambahan penghasilan dengan mencuri kayu-kayu hutan. Untuk mengurangi terjadinya kasus pencurian kayu hutan, akhirnya aparat desa dan pihak instansi kehutanan mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan kosong di sekitar hutan untuk diolah/dikelola masyarakat. Lahan kosong tersebut akhirnya dikelola/diolah masyarakat dengan ditanami jagung dan tanaman lain yang menghasilkan. Potensi sumber daya alam lainnya yang ada di Desa Tonjong adalah sungai yang dapat digali dan dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan masyarakat berupa batu dan pasir kali untuk dijadikan bahan-bahan bangunan. Penggalian material sungai secara terus menerus juga akan mengakibatkan habisnya meterial
46 sungai (berupa batu dan pasir), karena merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Disamping sumber daya lokal, berupa sumber daya alam, juga terdapat potensi sumber daya manusia (tenaga kerja). Jumlah tenaga kerja yang menganggur yang berada di Desa Tonjong cukup banyak. Kondisi ini disatu sisi menjadi beban na mun disatu sisi apabila dilatih dan dikembangkan akan menjadi tenaga kerja potensial dalam sistem perekonomian di Desa Tonjong.
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di desa dalam rangka pengentasan masalah kemiskinan yait u Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang dikelola oleh Perum Perhutani. Deskripsi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Penanggulangan kemiskinan dengan menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasional, merupakan wujud komitmen pemerintah
dalam
merealisasikan
kesejahteraan
sosial
bagi
masyarakat.
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program nasional penanggulangan kemiskinan, yang salah satu bentuknya adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK) atau Kecamatan Development Project (KDP). Tujuan umum PPK adalah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui
pengembangan
kapasitas
masyarakat
dan
kelembagaan
dalam
penyelenggaraan pembangunan desa atau antar desa agar dapat mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri serta peningkatan penyediaan infrastruktur sosial ekonomi masyarakat. Secara khusus tujun PPK yaitu : 1) mengembangkan kemampuan para pelaku pembangunan dalam memfasilitasi proses pambangunan secara partisipatif, 2) mengembangkan kapasitas masyarakat dalam ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan, 3) memperkuat kelembagaan pembangunan di desa atau antar desa, 4) meningkatkan penyediaan infrastruktur sosial ekonomi bagi masyarakat pedesaan, 5) meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin dalam bidang pendidikan dan kesehatan, 6) memperluas kesempatan berusaha dan peluang pengembangan usaha bagi masyarakat miskin. Untuk mendukung pelakasanaan PPK-II maka dibentuk Tim Koordinasi sebagai pembina diberbagai tingkatan. Di tingkat pusat dibentuk Tim Koordinasi yang terdiri dari Bappenas, Depdagri, Kepkeu, Depkimpraswil, dan departemen/
48 lembaga lain terkait. Di tingkat provinsi dibentuk tim koordinasi yang ditetapkan gubernur dan terdiri dari berbagai instansi pemerintah terkait. Di tingkat kabupaten dibentuk tim koordinasi yang ditetapkan oleh bupati dan terdiri dari berbagai instansi pemerintah terkait. Di tingkat kecamatan dan desa dibentuk Tim Pelaksana/Pengelola Kegiatan (TPK) yang akan memfasilitasi proses kegiatan PPK-II di lapangan. Kriteria kecamatan yang berhak mendapatkan dana PPK-II adalah kecamatan yang memiliki karakteristik : 1) memiliki jumlah penduduk miskin yang relatif lebih besar di kabupaten, 2) memiliki peringkat kemiskinan yang relatif lebih tinggi di kabupaten, 3) memiliki indeks kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan yang relatif rendah di kabupaten, dan 4) memiliki indeks kualitas pelayanan prasarana dan sarana ekonomi yang relatif rendah. PPK-II merupakan program pembangunan yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat sesuai azas “Dari, Oleh dan Untuk Masyarakat (DOUM)”, melalui : 1) keberpihakan pada masyarakat miskin dimana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pema nfaatan hasil ditujukan bagi penduduk miskin, 2) otonomi dan desentralisasi dimana masyarakat memperoleh kesempatan, kepercayaan dan kewenangan yang luas dalam kegiatan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan maupun pemanfaatan hasilnya, 3) partisipatif dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan, 4) keswadayaan dimana kemampuan daya dukung masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan setiap kegiatan, 5) keterpaduan pembangunan dimana kegiatan yang dilaksanakan memiliki sinergi dengan kegiatan pembangunan yang lain. Pelaksanaan dan pengelolaan PPK-II juga menerapkan prinsip-prinsip, antara lain : 1) acceptable, dimana semua pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan masyarakat, 2) transparants, dimana pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat, 3) accountable,
dimana
pengelolaan
kegiatan
harus
dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, 4) sustainable, dimana pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan, baik
49 dalam lingkungan eksternal maupun internal, 5) responsiveness, dimana pengelolaan kegiatan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta pelaku pembangunan lainnya, 6) strategic vision, dimana pelaksanaan kegiatan berdasarkan perspektif dan pertimbangan dan sumberdaya di masyarakat dengan perencanaan pembangunan pada tingkat yang lebih tinggi, 7) efectiveness and efficiency, dimana pelaksanaan kegiatan memanfaatkan sumber
daya
alam
yang
tersedia
dan
pengelolaannya
sesuai
dengan
perencanaannya. Sumber pembiayaan PPK-II berasal dari pemerintah (Rupiah Murni APBN, Pinjaman Luar Negeri, dan APBD) dan juga kontribusi dari masyarakat (swasta dan swadaya masyarakat). Dalam pembiayaan PPK-II ini, keberhasilan pelaksanaan PPK-II sangat tergantung pada komitmen dukungan dari pemerintah daerah. Pelaksanaan PPK-II tahun 2003-2005 di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong digunakan untuk kegiatan simpan pinjam dan pengerjaan sarana dan prasarana fisik (berupa jalan desa dan jembatan). Pelaksanaan PPK-II di Desa Tonjong dari Tahun 2003-2005 diarahkan pada pembangunan fisik berupa pengaspalan jalanan dan pembuatan jembatan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan sarana jalan bagi masyarakat sehinga mempermudah masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari- hari maupun kegiatan perekonomian masyarakat. Dengan terrealisasinya kegiatan PPK ini maka jalur transportasi dari Jalan Raya Tonjong (Pusat Desa) menjadi terhubung baik dengan wilayah-wilayah dari Dukuh Tonjong Lebak, Dukuh Timbang, Dukuh Pecangakan, Dukuh Karang Anjog dan Dukuh Mingkrik. Manfaat secara ekonomis juga sangat dirasakan oleh masyarakat khususnya yang menjadi petani maupun buruh tani dan pedagang bahan-bahan kebutuhan pokok, khususnya di wilayah Dukuh Pecangakan, Karang Anjog dan Mingkrik. Masih banyak lagi pihak-pihak yang merasa terbantu dan merasakan manfaat dari kegiatan PPK ini. Manfaat yang dirasakan oleh petani dan buruh tani adalah meningkatnya penghasilan dikarenakan berkurangnya pengeluaran dari komponen pengangkutan benih, pupuk dan hasil panen. Demikian pula, dirasakan oleh para pedagang yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk ongkos angkut barang sehingga pendapatannya meningkat.
50 Walaupun masih belum bisa dibuktikan secara kuantitatif, namun meningkatnya harga tanah di sepanjang jalan tersebut merupakan salah satu bukti lain dari bertambahnya kemampuan ekonomi warga. Keberhasilan lainnya dapat dilihat dari meningkatnya mobilitas penduduk yang melewati jalan tersebut, baik mobilitas masyarakat yang menuju pusat desa untuk mendapatkan pelayanan pemerintahan maupun kesehatan, juga dalam melakukan aktifitas ekonomi, maupun anak-anak sekolah yang berangkat menuju sekolahnya setiap hari. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan PPK di Desa Tonjong juga didukung oleh adanya pemanfaatan potensi ekonomi lokal yang ada di desa tersebut. Hasil Praktek Lapangan 1 (Pemetaan Sosial) di Desa Tonjong menunjukkan bahwa potensi sumberdaya ekonomi yang ada di wilayah tersebut antara laian adalah : adanya lahan baik pertanian maupun areal perhutanan, jumlah tenaga kerja yang berasal dari masyarakat yang cukup banyak, dan potensi sungai dengan bahanbahan materialnya seperti batu-batu kali dan pasir. Selama pelaksanaan kegiatan PPK di Desa Tonjong, ada beberapa catatan yang menunjukkan adanya upaya untuk memanfaatkan dan mengembangkan modal sosial dan gerakan sosial dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat tersebut. Hal tersebut didukung adanya unsur struktur komunitas dan organisasi/kelembagaan yang ada dalam masyarakat (sesuai hasil Pemetaan Sosial/PL-1). Adanya kepemimpinan lokal (baik formal dan informal) yang mengarahkan dan mengorganisasikan kegiatan. Dukungan dan kepercayaan (trust) masyarakat terhadap pemimpin menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam mendukung program, baik dalam bentuk tenaga maupun materi. Keterlibatan kelembagaan/organisasi sosial (LPM, PKK, Karang Taruna, Kelompok Pedagang Pasar) membuat Musyawarah Desa berjalan optimal dengan munculnya berbagai macam ide/gagasan program yang akhirnya mengkerucut pada kesimpulan program yang disepakati secara musyawarah dan mufakat oleh berbagai unsur dalam masyarakat.
51 Deskripsi Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan “stakeholder” dengan jiwa berbagi ”shareholder”, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. PHBM merupakan kebijakan Direksi Perum Perhutani yang dituangkan dalam Keputusan Nomor : 136/PRTS/DIR/2001 tanggal 29 Maret 2001 dan lebih diperkuat dengan adanya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.01/Menhut-II/2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau Sekitar Hutan dalam Rangka Social Forestry. Semua biaya-biaya pelaksanaan program PHBM dibebankan pada anggaran Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dan dana-dana lain yang sah. Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Desa Tonjong telah dimulai sejak akhir tahun 2003 dalam bentuk pola kerjasama pengelolaan hutan antara Perum Perhutani (Administratur Perum Perhutani Pengarasan/Tonjong) dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Wana Bhakti” Desa Tonjong. Tahaptahap pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain : 1. Pengenalan Program (Sosialisasi), dilaksanakan Perum Perhutani (Administratur Perum Perhutani Pengarasan/Tonjong) yang dihadiri aparat desa, BPD, LPM, dan komponen masyarakat desa sekitar hutan di Desa Tonjong. 2. Persiapan Prakondisi Sosial, dilaksanakan dengan membentuk kelembagaan berupa Lembaga Masya rakat Desa Hutan (LMDH) “Wana Bhakti” Desa Tonjong. 3. Perencanaan dan Pelaksasanaan Program, dilaksanakan melalui musyawarah diantara LMDH dan Perum Perhutani untuk menyusun rancangan dan pelaksanaan program PHBM. 4. Pengembangan ekonomi kerakyatan, yang dilaksanakan dalam bentuk upayaupaya untuk menggali peluang-peluang usaha bagi pengembangan ekonomi kerakyatan di Desa Tonjong.
52 5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan, dalam bentuk pemantauan proses PHBM yang dilakukan oleh Perum Perhutani, Masyarakat Desa Hutan dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam PHBM. Evaluasi terhadap PHBM dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali dengan sasaran : perkembangan kegiatan PHBM, tingkat kesejahteraan Kelompok Tani Hutan (KTH) dan LMDH, tingkat kelestarian sumber daya hutan, serta pelaksanaan peran dan tanggung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam PHBM. Dalam rangka merealisasikan salah satu tujuan PHBM yaitu meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat, pihak Perum Perhutani Pengarasan/Tonjong (melalui Administratur Perum Perhutani Pengarasan/Tonjong dan Penyuluh Lapangan Perhutanan Sosial/ PLPS) merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sasarannya adalah masyarakat sekitar hutan di Desa Tonjong, antara lain : 1. Melibatkan
masyarakat
dalam
kegiatan-kegiatan
seperti
pembenihan,
penanaman, perawatan dan pemanenan. Dari kegiatan ini diharapkan ada penghasilan tambahan bagi masyarakat dari Perum Perhutani. 2. Bersama LMDH berupaya mencari alternatif usaha ekonomis produktif bagi masyarakat. 3. Bersama LMDH mengupayakan kegiatan simpan pinjam kepada masyarakat desa di sekitar hutan. 4. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengolah lahan kosong di sekitar hutan. Masyarakat biasanya mengolah lahan sekitar hutan tersebut dengan tanaman padi, jagung, kacang tanah, pisang, singkong dan tanaman lain yang bernilai ekonomis dan menghasilkan bagi masyarakat. Program PHBM merupakan program Perum Perhutani dalam upaya pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Melalui program ini sebenarnya banyak manfaat dan peluang-peluang usaha di bidang pengelolaan lahan dan hasil hutan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat di Desa Tonjong dala m upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
53 Akan tetapi, peluang ini tidak sepenuhnya bisa dimanfaatkan karena tidak aktif/berjalannya LMDH sebagai motor penggerak masyarakat desa sekitar hutan. Untuk itu diperlukan restrukturisasi dan penguatan kapasitas kelembagaan LMDH, sehingga diharapkan LMDH dapat menjadi motor penggerak dan penyalur aspirasi kepentingan-kepentingan warga masyarakat sekitar hutan dalam program PHBM. Melalui program PHBM, diharapkan LMDH juga dapat mengembangkan kerjasama dengan Perum Perhutani, serta dapat mengembangkan jejaring dan kolaborasi dengan LMDH-LMDH lain dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam upaya mencari dan mengembangkan peluang-peluang usaha ekonomis produktif. Dengan adanya kendala dan masalah di atas maka diperlukan suatu upaya perbaikan bagi pelakasanaan program sehingga bisa berjalan dengan lebih baik dan berkelanjutan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain : 1. Tetap melaksanakan sosialisasi secara berkelanjutan kepada masyarakat tentang maksud dan tujuan program PHBM, agar masyarakat memiliki persepsi yang sama terhadap program dan manfaat program yang bisa dirasakan masyarakat sekitar hutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya. Melalui
kegiatan
sosialisasi
secara
berkelanjutan
diharapkan
dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan program. 2. Melakukan penguatan kapasitas terhadap kelembagaan LMDH di Desa Tonjong sehingga dapat melaksanakan perannya dalam mengorganisir masyarakat desa hutan dan bekerjasama dengan Perum Perhutani. 3. Meningkatkan kerjasama antara LMDH dan Perum Perhutani dalam mengembangkan program PHBM, terutama dalam menggali dan mengembangkan peluang-peluang usaha ekonomis produktif. 4. Meningkatkan kolaborasi dan jejaring dengan lembaga- lembaga informal dan formal, khususnya dengan LMDH- LMDH desa lain yang sudah maju dan pihak swasta serta lembaga keuangan mikro dalam pengembangan usaha pengolahan lahan dan hasil- hasil hutan.
ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kegiatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat dilakukan dengan jiwa berbagi yang meliputi berbagi dalam pemanfaatan lahan dan atau ruang, berbagi dalam pemanfaatan waktu, berbagi dalam pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung. Dalam mewujudkan visi dan missi Perum Perhutani sebagai pihak pengelola sumber daya hutan maka dalam rangka meningkatkan keberhasilan pengelolaan hutan pihak Perum Perhutani membutuhkan partisipasi aktif berbagai pihak, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan melalui program PHBM. Keterlibatan masyarakat desa sekitar hutan dalam program PHBM diwujudkan dalam wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang dibentuk oleh aparat desa dan masyarakat desa dengan difasilitasi oleh pihak Perum Perhutani. Dalam upaya untuk memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat desa di sekitar hutan, wadah LMDH sangat berperan dalam : a. memfasilitasi masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam proses penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan PHBM, b. menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah dan kondisi serta karakteristik sosial masyarakat desa hutan sebagai tujuan mensejahterakan masyarakat desa hutan, c. meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan dan keberlangsungan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, d. meningkatkan pendapatan negara, desa dan masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan secara simultan.
55 Berdasarkan hasil penelitian, maka kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Desa Tonjong dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Kepengurusan Kepengurusan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Desa Tonjong dibentuk setelah melalui berbagai tahapan kegiatan, yaitu : - Tahap awal yaitu sosialisasi program PHBM yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani yang dihadiri oleh aparat desa, LPM, BPD dan perwakilan masyarakat desa di sekitar hutan. Kegiatan ini dilakukan pada awal bulan Juli 2004 yang bertujuan untuk membuka wawasan masyarakat desa tentang program PHBM. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan DS selaku ASPER/BKPH Pengarasan yang menjelaskan : Pelaksanaan PHBM di Desa Tonjong diawali dengan kegiatan sosialisasi tentang Program PHBM yang dihadiri berbagai unsur dalam masyarakat yang terkait dengan Program PHBM. Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat memahami tentang program PHBM dan peran serta tanggung jawabnya dalam program ini. Setelah kegiatan sosialisasi ini juga diharapkan masyarakat dapat membentuk LMDH tingkat Desa. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Ks yang merupakan PJS Kepala Desa dan Penasehat LMDH Desa Tonjong yang menyatakan ..... pembentukkan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong ..... bahwa pada awalnya dilaksanakan kegiatan sosialiasi tentang program PHBM oleh Perum Perhutani yang dilaksanakan kalau tidak salah pada sekitar Bulan Juli 2004 ...... - Kegiatan selanjutnya berupa pertemuan yang diselenggarakan aparat desa pada pertengahan Bulan Juli 2004 yang dihadiri oleh LPM, BPD dan perwakilan masyarakat desa di sekitar hutan. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk LMDH Desa Tonjong dan memilih kepengurusan LMDH Desa Tonjong. Kegiatan ini berhasil membentuk LMDH Desa Tonjong dengan nama LMDH “Wana Bhakti” dan menyusun kepengurusan LMDH. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Ks yang menjelaskan bahwa :
56 Pembentukkan LMDH dilakukan pertengahan Juli 2004 yang dihadiri oleh aparat desa, tokoh masyarakat (pengurus LPM dan BPD), kepada dukuh dan perwakilan masyarakat (Dukuh Pecangakan, Karanganjog, Mingkrik). - Pembentukkan LMDH “Wana Bhakti” dan kepengurusan tersebut kemudian dikukuhkan
dalam
Surat
Keputusan
Kepala
Desa
Tonjong
Nomor
140/01/8/2004 tanggal 29 Juli 2004 dan selanjutnya dengan difasilitasi pihak Perum Perhutani dikukuhkan dengan Akta Notaris Nomor : 36/L/2004 tanggal 29 Desember 2004. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Tonjong Nomor 140/01/8/2004 tanggal 29 Juli 2004 tentang Pembentukkan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Susunan Keanggotaan Pengurus Lembag Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Wana Bhakti” antara lain : Pelindung
: Kepala Desa
Penasehat
: Kusnadi
Ketua
: Wasto
Wakil Ketua
: Rojikin
Sekretaris
: Syahroni
Bendahara
: Slamet
Seksi-seksi a. Perencanaan
: Abdul Salam
b. Sarana dan prasarana
: Toyib
c. Tanaman/pemeliharaan tanaman
: Sail
d. Budidaya hutan
: Mardi
e. Keamanan
: Siswanto
f. Membagi hasil
: Roipin
Anggota/Pembantu Umum :
- Toyibin
- Sukiman
- Duki
- Dakir
- Rosidi
- Jamal
- Sachroni
- Rohidin
57 - Sulemi
- Sutarno
- Warno
- Dakim
- Kastubi
- Suardi
Berkaitan dengan struktur kepengurusan beberapa informan menyatakan bahwa struktur kepengurusan dalam LMDH “Wana Bhakti” telah mewakili unsurunsur yang ada dalam masyarakat. Ks selaku PJS Kepala Desa Tonjong menyatakan : Pengurus LMDH diambil dari semua unsur dalam masyarakat. Dari unsur aparat bertujuan agar dapat berhubungan dengan pemerintah di tingkat kecamatan atau kabupaten. Dari unsur organisasi LPM dan BPD diharapkan dapat memimpin dan mengorganisir masyarakat. Dari unsur kepala dusun dan masyarakat sekitar hutan karena merupakan sasaran utama dari program PHBM. Wt selaku Ketua LMDH juga menyatakan bahwa : Berkaitan dengan personel kepengurusan informan menjelaskan bahwa secara umum sebenarnya personel kepengurusan sudah lengkap, artinya semua unsur yang terkait dalam pengelolan sumberdaya hutan sudah terlibat. Perwakilan dari aparat desa dan organisasi lokal sudah ada, sedangkan yang menyangkut sasaran utama program yaitu masyarakat sekitar hutan sudah terwakili dengan adanya kepala dukuh dan sebagian masyarakat yang terlibat dalam kepengurusan. Berdasarkan pernyataan kedua informan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa struktur kepengurusan dalam LMDH “Wana Bhakti” ternyata telah mewakili unsur- unsur yang ada dalam masyarakat Desa Tonjong. Unsur-unsur yang terlibat dalam kepengurusan tersebut antara lain : - Kepala Desa sebagai pelindung dalam kepengurusan bersumber dari unsur kepemimpinan formal (aparat desa) di Desa Tonjong. Dengan keterlibatan Kepala Desa tersebut diharapkan dapat menjembatani kepentingan masyarakat desa dengan pihak pemerintah baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten serta dengan pihak Perum Perhutani. - Unsur organisasi di tingkat lokal diwakili oleh adanya pengurus Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Unsur BPD dalam kepengurusan diwakili oleh Bapak Kusnadi (sebagai penasehat LMDH) yang juga merupakan Ketua BPD yang diharapkan dapat
58 memberikan dukungan bagi pengembangan LMDH. Sedangkan Bapak Wasto (sebagai ketua LMDH) merupakan pengurus LPM yang diharapkan dapat memimpin dan mengorganisir kepengurusan LMDH dan masyarakat desa sekitar hutan dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam Program PHBM. - Unsur masyarakat desa di sekitar hutan diwakili oleh kepala dukuh dan masyarakat desa sekitar hutan (yaitu di wilayah Dukuh Mingkrik, Karanganjok dan Pecangakan) yang menjabat sebagai seksi-seksi dan anggota/pembantu umum. Dengan posisi tersebut diharapkan mereka dapat berperan penting dan memberikan kontribusi/peranserta yang besar dalam pengelolaan sumberdaya hutan melalui program PHBM. Adanya keterlibatan semua unsur dalam masyarakat seharusnya dapat mendukung pelaksanaan kegiatan dan program kerja LMDH. Namun demikian, kenyataan dilapangan menunjukkan saat ini kondisi kepengurusan LMDH dapat dikatakan tidak aktif. Hal tersebut didasari oleh : - Pertemuan pengurus yang direncanakan dilaksanakan setiap bulan sudah tidak berjalan lagi. Pertemuan pengurus hanya dilaksanakan pada bulan-bulan awal pembentukkan pada saat perencanaan program. Tidak berjalannya kegiatan pertemuan bulanan pengurus dikarenakan kesibukan kegiatan pengurus (khususnya ketua LMDH) dan tidak adanya pendanaan untuk kegiatan tersebut. Kondisi tersebut sejalan dengan pernyataan Wt yang menyampaikan : Memang pada awal pendirian LMDH pernah beberapa kali diadakan pertemuan pengurus dalam rangka membahas rencana program kerja. Pertemuan dengan masyarakat juga pernah dilakukan pada saat persiapan kegiatan pamswakarsa. Namun sekarang pertemuan tersebut tidak bisa lagi dilaksanakan disamping karena kesibukan aktifitas saya juga karena untuk melakukan pertemuan juga kan memerlukan biaya. - Program kerja yang telah direncanakan sebagian besar tidak terlaksana karena berbagai kendala. Program kerja yang dapat dilaksanaan hanya sosialisasi dan penerangan kepada warga masyarakat tentang pelestarian hutan yang dilaksanakan pengurus melalui media pengajian dan jamiaahan. Namun demikian kegiatan tersebut hanya dilaksanakan pada awal terbentuknya LMDH. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ks, yaitu :
59 Pengurus mengambil langkah awal untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang LMDH dan pentingnya menjaga kelestarian dan keamanan hutan dari pencurian dan pengrusakan. Sosialisasi itu dilaksanakan selama 2 (dua) bulan melalui media pengajian dan jamiahan, karena pertimbangan tidak mengeluarkan biaya. Kenyataan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Wt yang menyampaikan bahwa : Kegiatan awal yang dilakukan pengurus adalah melakukan sosialisasi tentang pelestarian hutan kepada masyarakat (Dukuh Mingkrik, Karanganjog dan Pecangakan). - Administrasi kepengurusan, kas organisasi dan buku anggota tidak berjalan, hal ini disebabkan tidak adanya pendanaan baik dari internal anggota dan belum bisanya pengurus dalam mengakses dana-dana yang bersumber dari pihak Perum Perhutani. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Wt yang menyatakan bahwa : Pada awal kepengurusan telah dilakukan pendataan masyarakat yang dimungkinkan bisa menjadi anggota yang dilakukan oleh Bapak Syahroni selaku sekretaris LMDH. Berkas tersebut sekarang masih tersimpan pada sekretaris. Sedangkan mengenai buku anggota dan agenda kegiatan sekarang masih disimpan di informan dan belum diapa-apakan karena kondisi kepengurusan tidak aktif sehingga pengelolaan administrasi juga tidak berjalan. Walaupun secara umum kondisi kepengurusan LMDH tidak aktif, namun ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh anggota pengurus, antara lain : - Aktifitas perwakilan pengurus dalam menghadiri undangan kegiatan yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani dan kegiatan rutin pertemuan Forum Komunikasi Tingkat Kecamatan yang dilaksanakan setiap 2 bulan sekali. Biasanya setiap pertemuan tersebut dihadiri oleh Ks selaku penasehat LMDH. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ks yang menyebutkan : Jangankan untuk menjalankan roda kepengurusan LMDH, untuk menghadiri undangan kegiatan Perum Perhutani ataupun Forum Komunikasi LMDH tingkat Kecamatan kadang-kadang harus diwakili oleh saya.
60 Pernyataan tersebut juga diperkuat penjelasan Wt yang menyatakan bahwa : Pak Kusnadi merupakan salah satu pengurus yang masih aktif dan sering mewakili LMDH Tonjong untuk menghadiri undangan Perum Perhutani dan pertemuan dengan LMDH-LMDH lain di kecamatan. - Aktifitas beberapa pengurus dan anggota (masyarakat desa sekitar hutan) dalam melakukan pemeliharaan dan pengamanan tanaman hutan. Aktifitas tersebut dilakukan masyarakat karena mereka juga sekaligus mengelola lahan sekitar hutan dengan tanaman palawija (singkong, pisang, kacang tanah, jagung). Masyarakat desa sekitar hutan disamping mengolah lahan sekitar hutan juga sekaligus ikut merawat dan menjaga tanaman hutan. Hal tersebut seperti diungkapkan Sl yang merupakan salah satu pengurus LMDH (seksi tanaman/pemeliharaan tanaman) dan merupakan Ketua Dukuh Karanganjog) yang menyatakan : Saya bersama sebagian masyarakat di dukuh saya masih melakukan aktifitas dalam mengolah lahan sekitar hutan. Seperti dikatakan Pak Sekdes bahwa pada awalnya yang mengolah lahan kurang lebih sekitar 60 orang. Pada awalnya mereka juga dulunya pernah dilibatkan sebagai buruh tanam oleh Perum Perhutani. Seiring tanaman makin besar diantara mereka ada yang masih mengolah khususnya dengan tanaman singkong, jagung, dll. Pernyataan tersebut juga diperkuan penjelasan Ks yang mengatakan bahwa : Melalui program PHBM Perum Perhutani telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan dan hasilnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tambahan pendapatan bagi mereka. Disamping itu juga Perum Perhutani mengharapkan kepada masyarakat agar ikut menjaga dan merawat hutan. Karena masyarakat merasakan me ndapat manfaat maka mereka secara bertanggung jawab dan sukarela ikut menjaga dan merawat hutan. 2. Kepemimpinan Berdasarkan Laporan Praktek Lapangan 1 dijelaskan bahwa unsur-unsur pelapisan sosial yang ada di masyarakat Desa Tonjong, pada umumnya hampir sama dengan pelapisan sosial masyarakat lainnya yang didasarkan pada :
61 1) kepemimpinan kharismatik, 2) kekayaan yang dimiliki, 3) tingkat pendidikan formal, 4) status pekerjaan, 5) keaktifan dalam kegiatan kemasyarakatan/keagamaan. Berdasarkan unsur- unsur tersebut maka lahirlah tokoh-tokoh pemimpin yang diakui dan didukung oleh masyarakat seperti : 1) tokoh formal (kepala desa, ketua BPD, ketua LPM); 2) tokoh agama (ustadz/ kyai); 3) tokoh wanita; 4) tokoh pemuda; 5) tokoh petani; dll. Sebagai suatu kelembagaan lokal yang ada di Desa Tonjong, pemilihan pemimpin (ketua LMDH) tentunya didasarkan pada unsur- unsur tersebut diatas. Selain itu juga didasarkan pada persyaratan untuk menjadi pengurus dan ketua LMDH yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong, yaitu : a. Anggota LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong, b. mempunyai sifat-sifat kepemimpinan, c. jujur, d. bersedia dipilih, e. berdedikasi tinggi, f. sehat jasmani dan rohani, g. tidak terlibat dalam tindak pidana. Berdasarkan hasil pertemuan yang dilaksanakan pada pertengahan Bulan Juli 2004 yang digagas oleh Aparat Desa Tonjong yang bertujuan untuk membentuk LMDH dan memilih ketua dan kepengurusan LMDH Desa Tonjong, maka terpilihlah kepengurusan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong yang diketuai oleh Bapak Wasto. Terpilihnya Bapak Wasto sebagai ketua LMDH
62 didasari oleh adanya pertimbangan-pertimbangan seperti tersebut diatas, antara lain : - Berdasarkan AD/ART memenuhi persyaratan untuk menjadi ketua dan pengurus LMDH. - Merupakan salah satu figur tokoh masyarakat yang telah diakui dan dipercaya kepemimpinannya oleh masyarakat, karena beliau telah berhasil dalam memimpin dan mengembangkan koperasi di tingkat dukuh di wilayahnya (Dukuh Timbang). - Memiliki tingkat pendidikan yang dianggap tinggi dalam masyarakat yang berprofesi sebagai guru yang dianggap merupakan tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat. Pertimbangan-pertimbangan di atas juga diperkuat pernyataan Ks yang menyatakan bahwa : Pada pertemuan tersebut akhirnya terpilih Bapak Wasto sebagai ketua LMDH. Pemilihan tersebut didasari karena beliau merupakan figur tokoh masyarakat yang diakui dan dipercayai kepemimpinannya oleh masyarakat. Beliau merupakan pengurus LPM dan merupakan ketua koperasi di Dukuh Timbang. Beliau juga memiliki pendidikan yang tinggi dan pekerjaanya sebagai guru menjadikanya tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat. Walaupun
ketua
dan
pengurus
sudah
terbentuk
dengan
kondisi
kepemimpinan ketua yang dianggap representatif dan didukung oleh semua unsur dalam masyarakat, namun kondisi LMDH tidak dapat berkembang dan berjalan dalam waktu lama. Berdasarkan informasi dari berbagai pihak (aparat desa, Perum Perhutani, anggota dan pengurus LMDH) menunjukkan bahwa semua pihak menyatakan kondisi ketidakaktifan kepengurusan LMDH disebabkan karena katidakaktifan ketua LMDH dikarenakan kesibukannya dalam melaksanakan aktifitas profesinya sebagai guru dan kesibukannya sebagai Ketua Koperasi. Beberapa pernyataan tersebut antara lain : § DS (ASPER/KBKPH Pengarasan) : setelah 2 (dua) tahun pelaksanaan kerjasama, hampir semua program kerja tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut disebabkan karena kepengurusan LMDH yang tidak aktif, khususnya Pak Wasto sebagai Ketua LMDH tidak bisa mengorganisir kegiatan karena kesibukan sebagai guru.
63 § PR (Mantri Kehutanan/KRPH Tonjong) ..... sangat disayangkan karena kondisi kepengurusan LMDH sekarang ini tidak aktif. Menurut beberapa pihak katanya sih karena Pak Wasto tidak lagi bisa konsentrasi dalam memimpin LMDH, mungkin karena kesibukan pekerjaan. § Ks (PJS Kepala Desa Tonjong) : Dengan tidak berjalannya program kerja tersebut, menjadikan semangat pengurus (ketua LMDH) menjadi berkurang dan karena kesibukan pekerjaan dan aktifitas lain mengakibatkan kondisi LMDH akhirnya menjadi tidak aktif. § Sy, Sw, Sl dan St (Pengurus LMDH) ..... kondisi kepengurusan memang tidak aktif, hanya pada awalnya semangat karena adanya harapan akan adanya manfaat yang dirasakan baik oleh pengurus maupun masyarakat. Tapi kenyataannya sampai saat ini tidak ada program kegiatan yang dilaksanakan, bahkan saat ini karena kesibukannya Pak Wasto sebagai ketua tidak lagi bisa memiliki waktu lagi untuk menggerakkan LMDH. Kondisi tersebut diakui oleh Ketua LMDH dimana beliau memang belum bisa berkonsentrasi secara penuh dalam kepengurusan LMDH. Memang saat ini kondisi kepengurusan LMDH dapat dikatakan tidak aktif lagi. Saat ini saya tidak bisa lagi berkonsentrasi dalam LMDH, karena kegiatan pokoknya sebagai guru dan karena saat ini saya banyak disibukkan dalam kegiatan mengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di wilayahnya (Dukuh Timbang) yang saat ini kondisinya sedang mulai berkembang dan maju karena makin banyak warga masyarakat didukuhnya maupun di luar Dukuh Timbang yang berminat menjadi anggota tersebut. Walaupun dukungan dan partisipasi pengurus dan anggota besar, namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam mengembangkan LMDH antara lain : - Pertemuan rutin bulanan pengurus tidak dapat dijalankan (hanya dapat dilaksanakan dalam beberapa bulan saja) karena tidak adanya dana kas LMDH yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan tersebut. Pengurus belum bisa menggali dan menggalang dana anggota serta mengakses dana-dana yang bisa diperoleh dari Perum Perhutani. - Sebenarnya pihak pengurus pernah mencoba menggerakkan masyarakat dalam upaya melakukan Pamswakarsa Patroli Pengamanan Hutan sebanyak 20 orang.
64 Tetapi, kegiatan ini akhirnya tidak terlaksana karena dana operasional yang disediakan pihak Perum Perhutani sebesar Rp. 600.000,00 dianggap tidak mencukupi untuk biaya operasional kegiatan tersebut. - Pihak pengurus pernah berrencana untuk mengajukan proposal pengajuan dana untuk kegiatan Usaha Ekonomis Produktif (UEP) kepada pihak Perum Perhutani. Namun kegiatan ini tidak bisa terlaksana karena pihak Perum Perhutani hanya bisa menyediakan dana bergulir sebesar Rp. 5.000.000,00 untuk setiap LMDH yang sudah aktif berjalan. 3. Norma/aturan Norma/aturan dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Wana Bhakti” diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong. Dalam AD/ART tersebut diatur mengenai hak dan kewajiban serta sanksi bagi pengusus dan anggota LMDH. § Hak, kewajiban, sanksi bagi pengurus LMDH Pengurus berkewajiban : - memimpin dan memajukan LMDH, - melaksanakan dengan konsekwen AD/ART dan semua keputusan Rapat Anggota, - merencanakan, mengatur dan melayani dalam pemanfaatan hutan secara adil kepada anggota, - merencanakan dan mengatur pelaksanaan kegiatan yang termasuk dalam tanggung jawabnya, - menyediakan buku daftar anggota dan pengurus, - menyampaikan semua instruksi dan keputusan pemerintah tentang pengelolaan hutan kepada anggota untuk melaksanakannya, - bertanggung jawab atas kerugian LMDH yang timbul karena kelalaian atau penyalahgunaan wewenang, - menyimpan, memelihara dan menjaga keselamatan semua milik dan kekayaan anggota,
65 - membuat laporan pertanggungjawaban secara periodik bulanan, triwulan, dan akhir tahunan serta menyusun Rencana Kerja kedepan dan anggaran LMDH, - menyelenggarakan Rapat Anggota jika dianggap perlu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Pengurus mempunyai hak dalam hal : - mendapatkan balas jasa atas jerih payah yang telah dicurahkan yang macam dan besarnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga, - memilih dan dipilih sebagai pengurus LMDH. Sanksi bagi pengurus : - pengurus LMDH yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar LMDH dapat dimintai pertanggungjawabannya dalam Rapat Anggota Tahunan/Rapat Anggota Luar Biasa/Istimewa. § Hak, kewajiban, sanksi bagi anggota LMDH Kewajiban anggota adalah : - bertanggung
jawab
atas
keselamatan,
keamanan,
kelestarian
dan
pemeliharaan seluruh tegakan pada kawasan hutan, - bertanggung jawab melaksanakan AD/ART dan semua hasil keputusan rapat anggota, - membayar iuran dan dana-dana lain yang diputuskan rapat anggota, - menjaga keselamatan dan keutuhan LMDH dari unsur-unsur perpecahan baik datang dari luar maupun dari dalam, - menghadiri rapat-rapat anggota dan pertemuan lainnya, Setiap anggota mempunyai hak yang sama yaitu : - mendapatkan pelayanan dan pemanfaatan kawasan hutan, - mendapatkan hasil usaha sesuai dengan jerih payahnya yang nilainya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga, - menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggota atau pertemuan lain, - mengawasi jalannya kepengurusan LMDH,
66 - memilih dan dipilih sebagai pengurus. Sanksi anggota : - anggota LMDH yang tidak mengelola lahan dalam kegiatan budidaya pertanian semusim, maka tidak mendapatkan bagian dari usaha tersebut, - jika terjadi sengketa antar anggota LMDH, maka pengurus memanggil pihak-pihak yang bersengketa untuk dimusyawarahkan guna mencapai mufakat. Karena kondisi LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong saat ini dalam kondisi tidak aktif, maka pelaksanaan aturan-aturan dalam AD/ART tersebut belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. AD/ART tersebutpun dapat dikatakan belum mencerminkan seluruh aspirasi pengurus dan anggota LMDH, karena baru merupakan format yang bersumber dari Perum Perhutani dan baru dibahas/ diketahui pada tingkat pengurus (sebagian) saja. 4. Jaringan mitra kerja Dalam pelaksanaan program PHBM, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Wana Bhakti” Desa Tonjong, bekerjasama dengan berbagai pihak dalam mengelola sumberdaya hutan. Kerjasama tersebut dilakukan dengan berbagai pihak, antara lain : a. Kerjasama dengan Perum Perhutani Kerjasama antara LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat antara Perum Perhutani KPH Balapulang dengan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong Nomor : 64/059.9/SL/BPL/2004 tanggal 29 Desember 2004. Perjanjian ini merupakan kegiatan kerjasama Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat secara menyeluruh pada petak-petak pangkuan dalam wilayah Desa Tonjong seluas 112,40 hektar. Dalam perjanjian kerjasama tersebut juga disebutkan hak dan kewajiban dari masing- masing pihak (LMDH dan Perum Perhutani) dan mekanisme berbagi dengan nilai dan proporsi berbagi yang telah ditentukan dari hasil pengelolaan sumber daya hutan.
67 § Hak dan kewajiban Perum Perhutani Perum Perhutani berhak : - menerima pengembalian modal dan hasil sharing, - menentukan cara penanaman dan pemeliharaan tanaman hutan dan tanaman pertanian (semusim dan hortikultura), - menghentikan dan mencabut secara sepihak jika LMDH melalaikan kewajiban dan melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku baik sebagai akibat perorangan maupun kelompok, - mengalihkan pekerjaan yang telah dicabut kepada pihak lain setelah meminta pertimbangan kepada pengurus LMDH. Perum Perhutani berkewajiban : - memberikan kegiatan pembuatan tanaman yang berlokasi di hutan pada petak-petak wilayah administrasi desa, penjarangan sampai dengan pemeliharaan dan tebangan kepada LMDH, - memberikan lahan garapan tanaman pada LMDH, - memberikan kegiatan kepada LMDH terhadap kegiatan pengamanan hutan, pemeliharaan tanaman dan tebangan dengan pola bagi hasil, - memberikan bimbingan teknis cara bertanam, baik tanaman kehutanan maupun tanaman pertanian. § Hak dan kewajiban LMDH LMDH berhak atas : - hasil tanaman pertanian semusim, - pengelolaan dan pemilikan hasil tanaman holtikultura, kecuali pohon (kayu), - menerima pembagian hasil kayu sesuai perhitungan bagi hasil yang telah ditentukan. LMDH berkewajiban atas : - mentaati petunjuk-petunjuk teknis dan non teknis dari Perum Perhutani, - mengelola tanaman kehutanan, membersihkan bidang tanaman dan sisasisa kotoran tanaman pertanian yang ada dan menatanya dengan teratur,
68 - turut menjaga keamanan hutan baik di lokasi maupun di sekitarnya. Walaupun surat perjanjian tersebut telah diputuskan secara bersama-sama antara pengurus LMDH dengan pihai Perum Perhutani, namun dalam pelaksanaannya kerjasama tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dikarenakan kondisi LMDH dan kepengurusan LMDH yang vakum (tidak aktif). Sehingga akhirnya pihak Perum Perhutani memutuskan untuk menyerahkan
kegiatan
pemeliharaan
dan
pengamanan
hutan
kepada
masyarakat miskin yang berdomisili di wilayah sekitar hutan. Perum Perhutani memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin di sekitar hutan untuk menanam lahan kosong di sekitar hutan dengan tanaman palawija (pisang, singkong, jagung, kacang tanah) dengan catatan masyarakat harus ik ut memelihara dan menjaga keamanan tegakan pohon kayu hutan. b. Kerjasama dengan aparat desa Kerjasama yang dilakukan oleh LMDH dengan aparat desa pernah dilakukan pada awal-awal pendirian LMDH. Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah kerjasama dalam upaya me ngakses sumber-sumber yang berasal dari pemerintah daerah. Kegiatan yang pernah dilakukan adalah bersama-sama menghubungi dan mendatangkan petugas-petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Brebes untuk meneliti tanaman-tanaman yang kira-kira cocok dan lebih banyak menghasilkan untuk ditanam pada lahan- lahan di sekitar hutan. c. Kerjasama dengan LMDH lainnya Kerjasama yang dilakukan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong dengan LMDH-LMDH lainnya dilakukan dalam Forum Komunikasi PHBM tingkat kecamatan yang dilakukan secara rutin setiap 2 bulan sekali. Forum ini difasilitasi oleh Perum Perhutani sebagai ajang untuk berkomunikasi dan bertukar informasi tentang perkembangan LMDH-LMDH desa-desa se Kecamatan Tonjong. Namun demikian, tingkat kehadiran LMDH “Wana Bhakti” dalam pertemuan tersebut masih sangatlah rendah, hal ini disebabkan karena tidak aktifnya LMDH dan kepengurusan LMDH. Kehadiran perwakilan LMDH “Wana Bhakti” dalam pertemuan tersebut biasanya diwakili oleh Bapak Kusnadi (Penasehat LMDH) dikarenakan ketua
69 tidak bisa hadir karena kesibukan dinas sebagai guru (biasanya pertemuan dilaksanakan pada saat jam kerja). Informasi hasil pertemuan tersebut juga hanya disampaikan pada ketua sehingga semua pengurus lainnya tidak mengetahuinya karena tidak adanya forum pertemuan pengurus LMDH “Wana Bhakti”. Kapasitas individu masyarakat miskin Yang dimaksud dengan individu masyarakat miskin adalah kepala keluarga kelompok masyarakat (orang) yang bertempat tinggal di desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan atau di sekitar kawasan wilayah hutan. Pada awal pendirian LMDH “Wana Bhakti” telah terdaftar sekitar 60 orang warga masyarakat Desa Tonjong yang berada di sekitar wilayah hutan. Namun, sampai saat ini jumlah yang masih aktif dalam mengolah lahan sekitar hutan hanya berjumlah 20-25 orang saja. Masyarakat di sekitar wilayah hutan ini biasanya berada dalam kondisi miskin dan melakukan kegiatan-kegiatan sehari- hari yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Aktifitas-aktifitas yang mereka lakukan biasanya adalah mencari kayu bakar dan mengumpulkan daundaun jati untuk dijual dipasar. Secara umum kondisi kemiskinan pada masyarakat miskin di Desa Tonjong disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Rendahnya pendidikan tersebut menyebabkan mereka tidak dapat bersaing dalam lapangan pekerjaan yang tersedia. Sebagian besar diantara mereka hanya bekerja sebagai buruh pertanian maupun bangunan. Hasil pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan sebagai buruh ternya ta masih rendah dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga maka sebagian besar diantara mereka berada dalam kondisi kemiskinan. Kondisi diatas diperkuat berdasarkan informasi di lapangan dari beberapa responden diantaranya yang menyatakan :
70 • Wlm Selama ini penghasilan saya sebagai buruh tani sangat kecil dan terkadang tidak mencukupi untuk membiayai keperluan keluarga. Ya maklumlah pendidikan saya cuma sampai SD saja, jadi tidak bisa mencari pekerjaan lain yang lebih bagus. Apalagi sekarang ini usaha tani dan lahan pertanian di Tonjong makin kurang, jadi penghasilan saya juga jadi ikut berkurang. • Sr Pekerjaan sebagai buruh tani itu sekarang ini hasilnya tidak tentu karena lahan pertanian sekarang banyak menjadi perumahan sehingga jadi berkurang. Apalagi jumlah tanggungan keluarga saya banyak (4 orang) jadi terkadang penghasilan saya kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sementara untuk mencari pekerjaan lain susah karena saya hanya tamatan SD. Pekerjaan masyarakat sebagai buruh tani tentunya memerlukan lahan sebagai faktor produksi. Sebagai buruh tentunya mereka mengolah lahan yang bukan milik sendiri. Mereka biasanya mengolah lahan milik pemilik tanah dengan sistem mertelu (hasil pertanian 2/3 untuk pemilik lahan dan 1/3 untuk penggarap/buruh tani). Dengan sistem pembagian hasil tersebut, mengakibatkan rendahnya kondisi penghasilan buruh tani, sehingga pada akhirnya menyebabkan mereka semakin terpuruk dalam kondisi kemiskinan. Semakin rendahnya hasil pendapatan dari usaha pertanian dan kurang baiknya saluran irigasi, mengakibatkan pemilik lahan menjual sawahnya dan beralih
fungsi
menjadi
bangunan/pemukiman
penduduk.
Kondisi
ini
mengakibatkan hilangnya sumber penghasilan para buruh tani yang miskin. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah desa mengambil kebijakan kepada para buruh tani untuk mengolah/menggarap ”tanah bengkok” dengan sistem sewa Rp. 400.000,00/hektar/pertahun. Sementara untuk masyarakat miskin di sekitar wilayah hutan (Dukuh Pecangakan, Dukuh Karang Anjog, Dukuh Mingkrik), mereka diberi kesempatan untuk mengolah lahan disekitar hutan sebagai sumber penghasilan mereka.
71 Melalui Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), Perum Perhutani melalui LMDH memberikan kesempatan kepada masyarakat di sekitar hutan untuk mengolah lahan- lahan di sekitar tegakan tanaman hutan dengan tanaman-tanaman palawija seperti jagung, singkong, pisang dan kacang tanah. Akan tetapi karena tidak aktifnya kepengurusan LMDH, pihak Perum Perhutani mengambil kebijakan untuk secara langsung memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengolah lahan dengan catatan mereka juga harus ikut merawat dan menjaga kelestarian tegakan tanaman hutan. Rendahnya kapasitas individu masyarakat miskin di sekitar hutan dapat digambarkan dalam tabel berikut :
72
73 Berdasarkan tabel tersebut maka secara garus besar, rendahnya kapasitas individu masyarakat miskin di sekitar hutan dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok dengan masyarakat miskin di sekitar hutan menunjukan bahwa sebagian besar memiliki pendidikan yang tergolong rendah. Sebagian besar di antara mereka berpendidikan sekolah dasar dan hanya sedikit yang berpendidikan menengah keatas. Dari 10 orang responden 7 orang berpendidikan SD dan sisanya 3 orang berpendidikan SMP. Rendahnya pendidikan warga masyarakat miskin di sekitar hutan berpengaruh pada mata pencaharian mereka. Sebagian besar bekerja di bidang pertanian (buruh tani). Dari 10 orang responden 8 orang bekerja sebagai buruh tani, 1 orang sebagai buruh bangunan dan sisanya 1 orang sebagai peternak kambing. Oleh karena itu, sebagian besar di antara mereka hanya memiliki keterampilanketerampilan di bidang pertanian. Ketrampilan yang dimiliki warga masyarakat di bidang pertanian juga hanya terbatas pada penanaman, perawatan dan pemanenan tanaman yang hasilnya langsung dijual. Hal tersebut didukung pernyataan beberapa responden yaitu : • Wlm Pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki hanya berkaitan dengan pekerjaan sebagai buruh tani, seperti memacul, menanam dan memanen padi. Dengan bekal pengetahuan dan keterampilan tersebut saya melakukan pekerjaan sebagai buruh tani dengan membantu menggarap sawah dari para pemilik tanah. • Sr Disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan bidang pertanian, saya juga memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pertukangan (bangunan). Pada saat setelah tanam dan menunggu panen biasanya saya mencari pekerjaan tambahan dengan pergi ke kota untuk menjadi buruh bangunan. • Mj Karena pekerjaan saya sebagai buruh tani maka pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki adalah yang berkaitan dengan pengolahan lahan dan penanaman, perawatan dan pemanenan tanaman khususnya padi. Saya juga pernah dipekerjakan Perum Perhutani menjadi buruh
74 tanam sehingga memiliki sedikit pengetahuan tentang pananaman dan perawatan pohon jati. Sementara itu melalui Program PHBM, masyarakat mengharapkan agar pihak Perum Perhutani memberikan pelatihan keterampilan pengolahan hasil pertanian agar nilai jualnya menjadi bertambah sehingga penghasilan mereka dapat meningkat. Salah seorang responden bernama Mn menyatakan bahwa : Saya mengharapkan adanya program kerja LMDH yang memberikan pelatihan wirausaha pembuatan keripik singkong atau opak singkong serta mamberikan modal usaha bagi kami sehingga dapat menerapkan keterampilan berdagangnya untuk memasarkan hasil usahanya tersebut. b. Terbatasnya sumber pendapatan Rendahnya pengetahuan dan keterampilan warga masyarakat mengakibatkan mereka hanya bisa menggantungkan sumber pendapatannya di bidang pertanian
(buruh
tani).
Rendahnya
penghasilan
sebagai
buruh
tani
mengakibatkan mereka berada dalam kondisi miskin, apalagi berkurangnya lahan pertanian di Desa Tonjong mengakibatkan makin rendahnya penghasilan mereka yang makin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Beberapa pernyataan responden yang menjelaskan rendahnya penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga, antara lain : • Mn Saat ini saya menjadi buruh tani dengan mengerjakan sawah yang dimiliki oleh paman saya. Dari pekerjaan sebagai buruh tani, penghasilan saya masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anak-anak. Untung saja istri saya membantu memperoleh penghasilan tambahan dari berjualan warung kecilkecilan. • Sur Karena penghasilan dari buruh tani tidak tentu dan hasil dari hewan ternak baru bisa diperoleh dalam jangka waktu lama, maka penghasilan yang saya peroleh belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk itu, saya memanfaatkan kesempatan yang diberikan pihak Perum Perhutani untuk mengolah lahan sekitar hutan. Karena kebetulan saya juga sering ke hutan untuk mencari rumput untuk hewan ternak. Jadi sambil mencari rumput saya juga bisa merawat tanaman. Pendapatan yang saya peroleh dari tanaman yang saya tanam
75 di sekitar hutan juga lumayan dan bisa untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk menambah penghasilan/pendapatan warga masyarakat, maka melalui Program PHBM pihak Perum Perhutani memberikan kesempatan kepada warga masyarakat di sekitar hutan untuk mengolah lahan- lahan sekitar hutan. Selain itu, biasanya jika tidak sedang mengolah lahan, warga masyarakat biasanya mencari sumber penghasilan lain dengan mengumpulkan kayu bakar dan daun-daun jati dari hutan, mencari pekerjaan-pekerjaan serabutan lainnya atau mencari pekerjaan di kota-kota besar dengan menjadi buruh bangunan. c. Terbatasnya kepemilikan aset Berdasarkan hasil observasi terhadap kondisi kehidupan masyarakat miskin di sekitar hutan menunjukkan bahwa warga masyarakat memiliki aset-aset yang sangat terbatas. Kondisi rumah mereka sebagaian besar semi permanen dengan kondisi antara lain : - sebagian diantara mereka hanya memiliki rumah gubug dan sebagian hanya tembok di bagian ruang tamu dan kamar sementara dapur masih gubug, - sebagian di antara mereka rumahnya berlantai tanah dan sebagian lagi berlantai keramik dalam kondisi rusak di ruang tamu dan kamar, - di ruang tamu ada meja kursi sederhana dan tidak terdapat televisi, - sebagian di antara mereka memiliki fasilitas MCK sementara sebagian lagi tidak memiliki fasilitas MCK, - dapur masih menggunakan kayu bakar, - di belakang/samping rumah ada yang memiliki kandang kambing, tetapi dengan kondisi kosong karena sudah tidak memiliki kambing lagi. - Aset-aset lainnya berupa alat-alat produksi pertanian, seperti : cangul, arit, dll.
76 Performa Kelembagaan PHBM Di dalam kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) terdapat beberapa pihak yang terlibat di dalamnya yaitu Perum Perhutani, LMDH dan masyarakat di sekitar hutan serta aparat pemerintah desa. Berdasarkan hasil penelitian performa kelembagaan PHBM dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu : 1. Program kerja Program kerja disusun dengan melibatkan berbagai unsur yang terlibat dalam kelembagaan PHBM yang tentunya didasarkan pada kondisi dan potensi pangkuan hutan dan karakteristik masyarakat setempat. Program kerja disusun dalam upaya untuk mengelola secara menyeluruh setiap tahapan kegiatan pengelolaan hutan selama 1 (satu) daur tanaman jati (40 tahun) dari tahap penanaman, penjarangan dan tebang habis tegakan pohon hutan. Akan tetapi dikarenakan kondisi hutan di Desa Tonjong merupakan tanaman muda (penanaman tahun 2000, 2001, 2003) maka dari ketiga tahapan tersebut hanya tahap penjarangan tanaman yang bisa dilaksanakan. Keterlibatan berbagai unsur terkait dalam penyusunan program kerja disampaikan beberapa informan antara lain : § DN (Asper/KBKPH Pengarasan) Pengurus dan Perum Perhutani bersama-sama menyusun Program Kerja yang dituangkan dalam Renstra. Kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah Desa Tonjong kemudian diformalkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani dan LMDH yang kemudian dikukuhkan dalam Akta Notaris. § Ks (PJS Kepala Desa Tonjong/Penasehat LMDH) Pada Bulan Desember 2004 dilaksanakan kegiatan penyusunan program kerja bersama yang dihadiri Perum Perhutani (Asper dan Mantri Kehutanan), aparat desa dan pengurus LMDH. Pada pertemuan tersebut banyak rencana program kerja yang disampaikan pengurus. Setelah disesuaikan dengan kegiatan Perum Perhutani maka program kerja yang dirumuskan antara lain : pamswakarsa, penjarangan hutan, penggemukan kambing dan tumpangsari. Program kerja tersebut sudah mewakili kepentingan kedua belah pihak dan yang terpenting diharapkan manfaat yang dirasakan amat besar dapat diperoleh masyarakat miskin yang tinggal di sekitar hutan.
77 § Wt (Ketua LMDH Desa Tonjong) Proses penyusunan program kerja dilakukan bersama-sama antara LMDH dengan Perum Perhutani. Pada saat itu beberapa program kerja banyak ditawarkan oleh pengurus akan tetapi harus juga disesuaikan dengan kepentingan Perum Perhutani, sehingga diharapkan kepentingan kedua belah pihak dapat terwakili. Program kerja yang disepakati : pamswakarsa, penjarangan hutan, penggemukan kambing dan tumpangsari. Penyusunan program kerja PHBM dilaksanakan pada awal Bulan Desember 2004 yang melibatkan Perum Perhutani dan Pengurus LMDH “Wana Bhakti”. Program kerja tersebut kemudian dituangkan dalam “Rencana Strategi Lima Tahun (Renstra) Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Tahun 2005-2009. Secara terinci program kerja 5 (lima) tahun tersebut dijelaskan dalam tabel berikut : Tabel 10 Rencana Kerjasama Pengelolaan Hutan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong Tahun 2005-2009
No. Tahun
Kegiatan
Volume
Sumber Dana
1.
2005
- Pamswakarsa - Penjarangan - Penggemukan Kambing - Tumpangsari
20 orang 9,60 hektar 12 ekor -
- Perum Perhutani - Bagi hasil - Swadaya & PUKK - Masyarakat
2.
2006
- Penjarangan - Tumpangsari
69,10 hektar - Bagi hasil - Masyarakat
3.
2007
- Penjarangan
25,60 hektar - Bagi hasil
4.
2008
- Penjarangan
9,60 hektar
5.
2009
- Penjarangan
69,10 hektar - Bagi hasil
- Bagi hasil
Sumber : Renstra LMDH “Wana Bhakti”
Walaupun program kerja telah tersusun dalam renstra dan disusun dengan melibatkan berbagai pihak LMDH dan Perum Perhutani, namun pada pelaksanaannya setelah berjalan 2 tahun (2005-2006) tidak dapat terlaksana dengan baik sesuai rencana. Hal tersebut disebabkan berbagai kendala yaitu tidak aktifnya kepengurusan LMDH dan potensi tanaman hutan di wilayah pangkuan Desa Tonjong yang masih muda sehingga belum dapat menghasilkan sesuai yang diharapkan.
78 Penjelasan tentang pelaksanaan program kerja dan kendala yang dihadapi dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Pamswakarsa Berkaitan
dengan
kegiatan
pamswakarsa
beberapa
informan
menyatakan : § DN (Asper/KBKPH Pengarasan) Pada awal 2005 Pak Mantri pernah menyampaikan kalau Pengurus LMDH (Pak Wasto) pernah mengajukan dana pamswakarsa tetapi tidak dilanjutkan lagi karena dananya terlalu kecil katanya. § Ks (PJS Kepala Desa Tonjong/Penasehat LMDH) Upaya pengurus selanjutnya adalah merealisasikan kegiatan pamswakarsa, namun sepertinya gagal dan tidak berlanjut karena dana yang bersumber dari Perum Perhutani sepertinya tidak cukup untuk operasionalisasi kegiatan bagi 20 orang pertugas pamswakarsa. § Wt (Ketua LMDH Desa Tonjong) Berkaitan dengan pamswakarsa, saya dengan seksi keamanan pernah mengumpulkan 20 orang yang tinggal di sekitar hutan dan mereka bersedia. Selanjutnya saya menghubungi Perum Perhutani untuk menyampaikan kesediaan masyarakat. Perum Perhutani mendukung kesediaan masyarakat dan siap memberikan pengarahan tentang tata cara pengamanan hutan. Perum Perhutani juga menyediakan dana bagi masyarakat sebesar Rp. 600.000,00 perbulan. Namun, ketika informasi dari Perum Perhutani disampaikan kepada masyarakat, sebagian besar menganggap dana tersebut tidak sebanding dengan beratnya beban dan tanggung jawab. Dan akhirnya kegiatan ini tidak bisa dijalankan. § PR (Mantri Kehutanan/KRPH Tonjong) Memang pada awal pelaksanaan kegiatan (sekitar awal 2005), Pak Wasto pernah menemui saya untuk merealisasikan program pamswakarsa. Pada saat itu saya menyatakan siap mendukung dan membantu. Untuk pelaksanaan kegiatan tersebut Perum Perhutani menyediakan dana operasional sebesar Rp. 600.000,00 tentunya dengan syarat kegiatan tersebut harus dilaksanakan dahulu. Namun pada saat itu juga, menurut pemikiran dan perhitungan Pak Wasto sepertinya sangat sedikit dan sulit untuk dikelola. Dan ketika Pak Wasto menyampaikan kepada warga, sebagian juga menganggap terlalu kecil dibandingkan dengan tanggung jawabnya. Dan akhirnya kegiatan tersebut tidak dilanjutkan.
79 Untuk pelaksanaan kegiatan pamswakarsa pengamanan hutan, pihak pengurus telah menunjuk dan memilih 20 orang yang berdomisili di sekitar hutan untuk melakukan kegiatan patroli pengamanan hutan. Pendanaan kegiatan tersebut berasal dari Perum Perhutani yaitu sebesar Rp. 600.000,00 perbulan. Pada tahap selanjutnya pengurus mengumpulkan 20 orang yang telah ditunjuk guna menginformasikan tugas dan dana operasiona l kegiatan. Namun, setelah mendapat informasi tersebut sebagian besar menganggap dana tersebut terlalu kecil dibanding dengan beratnya kegiatan dan tanggung yang mereka emban, sehingga selanjutnya mereka mundur. Karena berbagai pertimbangan tersebut, selanjutnya pengurus memutuskan untuk tidak melaksanakan kegiatan tersebut dan tidak mengajukan dana pamswakarsa kepada Perum Perhutani. b) Penggemukan kambing Berkaitan dengan program kegiatan penggemukan kambing beberapa informan menyatakan : § DN (Asper/KBKPH Pengarasan) Pengurus LMDH juga pernah menanyakan bagaimana prosedur pengajuan dana PUKK, kemudian disampaikan bahwa persyaratan pengajuan dana PUKK adalah LMDHnya harus aktif dulu atau ada beberapa program kerja yang sudah dijalankan (misalnya pamswakarsa). Sela njutnya pengurus mengajukan proposal kegiatan usaha ekonomis produktif dan dana yang tersedia sebesar Rp. 5.000.000,00-an untuk pengajuan awal. Karena belum ada kegiatan yang terrealisir akhirnya pengurus tidak jadi mengajukan proposal. § Ks (PJS Kepala Desa Tonjong/Penasehat LMDH) Tidak terlaksananya kegiatan pamswakarsa mengakibatkan pengurus tidak bisa mengakses dana bergulir untuk penggemukan kambing, karena kepengurusan dianggap tidak aktif dan tidak ada program yang terealisir. § Wt (Ketua LMDH Desa Tonjong) Program kegiatan penggemukkan kambing tidak bisa dilaksanakan karena sumber dana berasal dari swadaya dan dana PUKK dari Perum Perhutani. Sementara LMDH belum ada pendanaan (kas) dan tidak bisa mengakses dana PUKK karena kondisi kepengurusan yang tidak aktif dan tidak ada program yang sudah dilaksanakan.
80 § PR (Mantri Kehutanan/KRPH Tonjong) Beberapa bulan kemudian Pak Wasto juga menemui saya dan Asper untuk menanyakan tentang prosedur dana PUKK. Kemudian dijelaskan kalau untuk mengajukan proposal dan PUKK syaratnya harus ada program yang sudah dijalankan LMDH (seperti : pamswakarsa). Dan juga paling tidak pihak LMDH harus mengajukan proposal usaha dan sudah ada kegiatan usaha yang dijalankan oleh LMDH. Kegiatan penggemukkan kambing
merupakan program Usaha
Ekonomis Produktif yang bertujuan untuk memupuk keswadayaan LMDH dan meningkatkan penghasilan tambahan bagi pengurus dan anggota LMDH. Namun demikian, pada pelaksanaannya program ini tidak dapat dilaksanakan karena belum adanya pendanaan (kas) yang dimiliki oleh LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong. Sebenarnya dari pihak Perum Perhutani tersedia dana dalam bentuk Bantuan Pinjaman Dana Bergulir (PUKK) yang biasanya pada tahap awal tersedia dana Rp. 5.000.000,00 setiap LMDH. Namun, pengurus LMDH tidak dapat mengakses dana tersebut karena kondisi kepengurusan yang tidak aktif dan belum ada program kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh LMDH. c) Penjarangan Program ini bertujuan untuk mengatur jarak tanaman dengan melakukan penjarangan tanaman sehingga jaraknya menjadi lebih lebar dan teratur sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat. Namun program ini belum bisa direalisasikan karena tidak aktifnya kepenguran LMDH dan pertimbangan kondisi tanaman yang masih berumur muda dan belum memerlukan penjarangan. d) Tumpangsari Berkaitan dengan kegiatan tumpangsari informan DS menyatakan : Kebetulan kondisi tanaman jati di hutan di wilayah Desa Tonjong merupakan tanaman muda, sehingga lahan- lahan di sekitarnya masih bisa menghasilkan jika ditanami tanaman palawija. Sehingga kami mengambil kebijakan memperbolehkan masyarakat untuk mengolah lahan tersebut dengan tanaman yang menghasilkan, dengan catatan mereka juga harus ikut merawat dan mengamankan tanaman jati kami.
81 Sementara itu, informan Wt juga menjelaskan bahwa : Kegiatan ini telah dilakukan oleh warga masyarakat di sekitar hutan. Hal ini dikarenakan mereka sebagian besar buruh tani yang tidak memiliki lahan. Sementara itu, dalam upaya memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat sekitar hutan, pihak Perum Perhutani memperbolehkan dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan. Selain itu, pihak Perum Perhutani juga mengharapkan agar masyarakat ikut juga memelihara dan menjaga keamanan hutan. Informan Sl yang merupakan masyarakat sekitar hutan yang melakukan kegiatan tumpangsari menyatakan : Seperti halnya warga masyarakat di dukuh saya, saya juga ikut mengelola lahan sekitar hutan. Hal tersebut saya lakukan selain untuk mencari tambahan penghasilan, juga sekaligus mengawasi dan mengkoordinir warga saya dalam pelaksanaan kegiatan tersebut............ Selain memberi kesempatan untuk mengolah lahan sekitar hutan, pihak Perum Perhutani (melalui Mantri Kehutanan) juga selalu mengingatkan agar warga masyarakat ikut menjaga dan merawat kelestarian hutan. Untuk itu saya juga selalu menyampaikan hal tersebut kepada warga masyarakat yang mengolah lahan sekitar hutan. Program ini bertujuan untuk membantu masyarakat miskin yang berada di sekitar hutan agar memperoleh pendapatan/penghasilan dari tanaman yang mereka kelola di lahan- lahan kosong sekitar hutan. Biasanya masyarakat menanami lahan kosong sekitar hutan dengan tanaman palawija seperti singkong, pisang, kacang tanah, pisang. Biasanya mereka dapat memanen hasil tanaman mereka setiap 4 (empat) bulan sekali. Hasil panen tersebut biasanya sebagian digunakan untuk keperluan makan sehari- hari dan sebagian dijual untuk menambah penghasilan mereka untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan lain- lain. Selain melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman palawija mereka, masyarakat juga dapat berperan serta/berpartisipasi dalam memelihara dan menjaga keamanan tegakan tanaman hutan. Hal ini mereka lakukan karena mereka juga merasa ikut bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian dan keamanan hutan serta karena mereka juga merasa mendapatkan manfaat dari hutan tersebut.
82 2. Peranserta LMDH dan masyarakat Salah satu peranan LMDH adalah dalam rangka meningkatkan peranserta (partisipasi) LMDH dan warga masyarakat serta pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya hutan. Peranserta (partisipasi) pengurus LMDH dan warga masyarakat dapat diwujudkan dalam setiap tahapan kegiatan (tahap perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan). Bentuk partisipasinya dapat diwujudkan dengan kehadiran dalam setiap kegiatan; ide, gagasan, usulan pendapat dalam perencanaan program; kesediaan menjadi pengurus, dan partisipasi secara tidak langsung yang dilakukan oleh warga masyarakat dala m mengolah lahan sekitar hutan dan ikut menjaga keamanan hutan. a. Peranserta pengurus LMDH Berdasarkan kenyataan di lapangan dapat dijelaskan peranserta pengurus LMDH diwujudkan hanya baru sebatas pada tahapan perencanaan (dengan menghadiri dan memberikan pendapat pada pertemuan perumusan rencana program kerja), pengorganisasian (dengan kesediaan untuk menjadi pengurus
LMDH).
Namun,
peranserta
(partisipasi)
mereka
tidak
berlangsung lama (hanya pada tahap-tahap awal pembentukkan LMDH) karena saat ini kondisi kepengurusan tidak aktif. Kondisi di atas didasarkan pernyataan informan DS selaku Asper/KBKPH Pengarasan yang menyatakan : Pada saat sosialisasi memang terlihat respon dan harapan yang besar dari masyarakat pada Program PHBM. Kesediaan beberapa orang untuk menjadi pengurus juga sangat dihargai. Apalagi pada saat penyusunan program kerja bersama (Perum Perhutani dan LMDH), terlihat semangat yang besar dari beberapa pengurus dalam mengajukan usulan program kerja. Namun pada pelaksanaannya, setelah ada kendala /hambatan semangat mereka sepertinya mulai mengendur dan menjadikan LMDH Desa Tonjong tidak aktif. b. Peranserta warga masyarakat Berdasarkan kenyataan di lapangan menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dari warga masyarakat. Partisipasi tersebut diwujudkan secara tidak langsung dalam kegiatan mengelola dan mengolah lahan kosong disekitar
83 dengan tanaman palawija. Disamping itu, mereka juga ikut merawat dan menjaga keamanan tanaman tegakan kayu hutan. Partisipasi itu diwujudkan secara sadar dan sukarela karena mereka juga merasa mendapat manfaat dari hutan di sekitarnya. Kondisi di atas didasarkan pernyataan informan Ks selaku Penasehat LMDH yang menyatakan : Dalam program PHBM Perum Perhutani mengharapkan kepada masyarakat agar ikut menjaga dan merawat hutan. Karena masyarakat merasakan telah mendapat manfaat dari hutan di sekitarnya maka mereka secara bertanggung jawab dan sukarela ikut menjaga dan merawat hutan. Saya berharap agar hal ini bisa terus berlangsung karena ini sangat bermanfaat baik bagi masyarakat karena mandapat penghasilan dari tanaman mereka maupun bagi pihak Perum Perhutani karena tanaman kayu jatinya jadi terawat dan aman dari kerusakan dan pencurian. Pernyataan di atas juga didukung oleh pernyataan informan Wt selaku Ketua LMDH yang menyatakan : Justru saat ini masyarakatlah yang lebih banyak berperan dalam memelihara dan menjaga kelestarian hutan. Hal itu mereka lakukan karena mereka juga melakukan aktifitas mengolah lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan. Dan mudahmudahan kondisi ini bisa tetap berlangsung karena memberikan keuntungan bersama baik bagi masyarakat maupun Perum Perhutani. 3. Jaringan kerjasama Adanya jaringan kerjasama dengan pihak-pihak lain sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan program dan kegiatan LMDH. Kerjasama yang bisa dilakukan antara lain dengan pihak-pihak pemerintah daerah dan dinasdinas terkait (Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan). Selain itu juga dapat dilakukan kerjasama dengan pihak-pihak swasta pemilik kendaraan angkutan yang dapat digunakan dalam mengangkut kayu-kayu hasil hutan. Dalam kenyataannya kondisi di lapangan menunjukkan belum terbinanya kerjasama yang intensif dan mendalam yang dilakukan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong. Kerjasama dengan pihak swasta belum pernah dilaksanakan, sedangkan kerjasama dengan pihak pemerintah atau dinas terkait pernah
84 dilakukan yaitu dengan Dinas Pertanian dalam rangka mengidentifikasi potensi-potensi tanah dan tanaman yang cocok (produktif) untuk ditanam pada lahan sekitar hutan di wilayah administratif Desa Tonjong. Kerjasama dengan Dinas Pertanian ini hanya dilakukan pada awal-awal pembentukkan LMDH dan belum ada tindak lanjut lagi. Belum terbinanya kerjasama yang intensif yang dilakukan oleh LMDH disebabkan kendala tidak aktifnya kepengurusan. Disamping itu, pertimbangan kondisi hutan dengan tanaman masih muda mengakibatkan LMDH merasa kesulitan untuk menggali kerjasama dalam pengelolaan hutan muda tersebut. Potensi Lokal 1. Lahan hutan Di pedesaan lahan merupakan aset produktif yang penting untuk mempertahankan mata pencaharian. Akses masyarakat pada lahan sangat penting bagi kesejahteraan rumah tangga, petumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan secara berkelanjutan. Akses pada lahan bagi golongan masyarakat miskin di pedesaan dapat mendorong rumah tangga miskin untuk bekerja secara produktif. Kondisi lahan pertanian di Desa Tonjong sebagai sumber mata pencaharian masyarakat saat ini mengalami pergeseran fungsi, sehingga lahan pertanian semakin berkurang. Lahan pertanian beralih fungsi menjadi areal pemukiman masyarakat (dibangun perumahan). Oleh karena itu, maka lahan di sekitar hutan menjadi salah satu alternatif potensi lokal yang bisa dijadikan sumber penghasilan masyarakat. Saat ini pengelolaan hutan di Desa Tonjong dikuasakan kepada Perum Perhutani. Sejarah kepemilikan/penguasaan hutan Desa Tonjong dulunya merupakan tempat bagi masyarakat desa yang menyediakan sumber-sumber bagi kebutuhan masyarakat akan kayu, sumber air, sumber makanan dan binatang buruan. Pada zaman penjajahan Belanda penguasaan dan pengelolaan sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka kepemilikan lahan tersebut dikuasai penuh oleh pemerintah Indonesia
85 sebagai hutan negara. Dan, pada masa selanjutnya dengan didirikannya Perum Perhutani, maka pengelolaannya dialihkan kepada Perum Perhutani. Lahan hutan di Desa Tonjong merupakan hutan negara yang pengelolaannya dilakukan oleh Perum Perhutani KPH Balapulang. Luas lahan hutan di Desa Tonjong adalah 183 hektar. Melalui Program PHBM pihak Perum Perhutani bermitra dengan LMDH “Wana Bhakti” dan masyarakat di sekitar hutan di Desa Tonjong. Tabel 11 Data Luas dan Potensi Hutan Pangkuan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong
No.
Tahun Tanam
Jenis Tanaman
Luas (Hektar)
1.
2000
Jati
78,70
2.
2001
Jati
25,60
3.
2003
Jati
78,70
Jumlah
183,00
Sumber : Renstra LMDH “Wana Bhakti” & RPH Tonjong
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan adanya potensi lahan yang dapat dikembangkan dalam rangka pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan dalam bentuk kerjasama antara Perum Perhutani dan LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong. Namun demikian, hasil dari kayu hutan baru dapat diperoleh dalam jangka waktu yang panjang (selama 40 tahun). Hasil jangka pendeknya dapat diperoleh berupa kayu hasil penjarangan yang dilakukan setiap 10 tahun sekali yang hasilnya dibagi diantara kedua belah pihak berdasarkan perhitungan yang telah ditentukan sesuai perjanjian. Pemanfaatan lahan hutan tersebut dalam jangka pendek adalah dari tanaman tumpangsari yang dikelola oleh warga masyarakat miskin di sekitar hutan. Dengan menanam tanaman palawija (pisang, singking, jagung, kacang panjang), masyarakat dapat memperoleh hasil panenan minimal 4 (empat) bulan sekali dengan hasil yang dapat digunakan untuk menambah penghasilan untuk keperluan sehari- hari warga masyarakat.
86 2. Tenaga kerja Di pedesaan sebagian besar tenaga kerja masih bertumpu pada sektor pertanian. Mereka adalah para petani (buruh tani) yang sebagian besar merupakan golongan tenaga kerja tak terampil atau semi terampil dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah. Potensi tenaga kerja yang berasal dari warga masyarakat Desa Tonjong dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan sumberdaya hutan dalam setiap kegiatan baik penanaman, penjarangan maupun penebangan disamping ikut membantu dalam perawatan dan pengamanan hutan sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal. Tenaga kerja yang berasal dari warga masyarakat juga dapat dimanfaatkan dalam mengolah lahan di sekitar hutan dengan tanaman palawija. Selama ini pemanfaatan tenaga kerja dalam pengelolaan sumberdaya hutan masih sangat terbatas. Dari tahap awal sekitar 60 orang yang masih bertahan sampai saat ini hanya sekitar 20-25 orang. Padahal potensi jumlah tenaga kerja yang berasal dari warga masyarakat miskin di sekitar hutan (3 dukuh : mingkirik, karanganjog, pecangakan) masih sangatlah banyak. Modal Sosial Berdasarkan kenyataan di lapangan, terdapat perwujudan modal sosial yang ada dalam kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) diantara berbagai pihak yaitu LMDH (masyarakat) dan Perum Perhutani. Perwujudan modal sosial tersebut ditunjukkan dari adanya solidaritas diantara warga masyarakat miskin, adanya kepercayaan (trust) Perum Perhutani kepada masyarakat miskin serta hubungan saling menguntungkan diantara kedua pihak tersebut. 1. Solidaritas Bukti dari adanya solidaritas yang ditunjukkan diantara warga masyarakat miskin yang mengolah lahan sekitar hutan antara lain ditunjukkan dari beberapa pendapat responden/informan antara lain :
87 § Wt (Ketua LMDH Desa Tonjong) Diantara warga masyarakat juga muncul rasa solidaritas diantara mereka yang didasari adanya kesamaan kondisi mereka yang miskin dan tidak memiliki lahan, juga adanya kebutuhan bersama akan lahan sekitar hutan sebagai sumber penghasilan tambahan bagi mereka. Sehingga diantara mereka saling menjaga dan membantu dalam pengolahan lahan dan hasilnya. Diantara mereka juga memiliki harapan agar Perum Perhutani tetap dan terus memberikan kesempatan agar mereka dapat ikut mengolah lahan sekitar hutan dan mereka akan bertanggung jawab untuk ikut memelihara dan menjaga kelestarian hutan. § Sr (masyarakat miskin sekitar hutan) Dalam pengolahan lahan khususnya pada saat penanaman dan pemanenan singkong biasanya memerlukan tenaga yang lebih. Biasanya saya bersama warga lainnya yang mengolah lahan sekitar hutan bergantian dan saling membantu. Tentunya bagi yang membantu diberikan sebagian dari hasil panen. § Sl (Kepala Dukuh Mingkrik/masyarakat miskin sekitar hutan) Biasanya dalam pengolahan lahan sekitar hutan diantara warganya saling kerjasama (bantu- membantu) khususnya pada saat penanaman atau pemanenan hasil tanaman. Biasanya kepada yang membantu pemilik tanaman memberikan sedikit hasil tanamannya. Hal tersebut dilakukan secara berganti- ganti. Adanya solidaritas dan kerjasama (gotong royong) diantara warga didasari adanya kesamaan nasib dan kondisi kehidupan masyarakat yang miskin. Solidaritas yang ada dalam masyarakat ditunjukan di antara warga masyarakat miskin di sekitar hutan yang ikut mengolah lahan sekitar hutan. Munculnya rasa solidaritas tersebut didasari perasaan senasib sepenanggungan berada dalam kondisi kemiskinan dan adanya kebutuhan akan lahan sebagai sumber penghasilan mereka. Diantara mereka secara bersama-sama saling menjaga dan membantu dalam pengelolaan dan pengolahan lahan di sekitar dengan berbagai tanaman palawija yang menghasilkan. Diantara mereka juga muncul adanya keinginan dan harapan bersama agar pihak Perum Perhutani terus memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat mengolah lahan sekitar hutan. Dikarenakan mereka ikut mendapat manfaat dari hutan, mereka juga merasa ikut bertanggung jawab dalam memelihara dan menjaga kelestarian hutan di desa mereka.
88 2. Kepercayaan (trust) Adanya perwujudan kepercayaan (trust) ditunjukkan dari adanya kepercayaan
Perum
Perhutani
kepada
masyarakat
sehingga
memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk ikut mengolah lahan sekitar hutan. Pemberian kesempatan kepada masyarakat sebagai perwujudan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani dalam memberdayakan dan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di sekitar hutan dengan menyediakan sumber-sumber penghasilan bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Kenyataan di atas diperkuat dengan pernyataan PR selaku Mantri Kehutanan (KRPH Tonjong) yang menyatakan : Kebijakan Perhutani yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengolah lahan sekitar hutan merupakan kebijakan sementara dimana masyarakat diberi kesempatan tersebut paling tidak selama 2-3 tahun. Akan tetapi selama ini sudah lebih dari 5 (lima) tahun mereka tetap kami beri kesempatan karena kami juga memahami kondisi mereka yang berada dalam kesusahan. Akan tetapi kami juga selalu memberi pengarahan kepada mereka agar ikut juga merawat dan menjaga kelestarian tanaman pokok (jati). Dan selama ini mereka juga mengikuti himbauan kami jadi selama ini belum terjadi masalah. Pernyataan di atas juga didukung pernyataan Wl selaku masyarakat miskin sekitar hutan yang menyatakan : Saya merasakan manfaat hutan yang diperoleh dari hasil tanaman yang saya kelola. Oleh karena itu, ketika Pak Mantri memberikan pengarahan agar ikut menjaga dan marawat hutan, maka secara sukarela dan bertanggung jawab saya menyanggupinya. 3. Hubungan saling menguntungkan Adanya kerjasama dan kepercayaan diantara masyarakat dan Perum Perhutani menimbulkan adanya hubungan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak. Masyarakat mendapatkan manfaat (penghasilan) dari hasil tanaman yang mereka olah di lahan sekitar hutan. Sementara Perum Perhutani mendapat manfaat dimana masyarakat ikut merawat dan menjaga keamanan hutan sehingga produktifitas hasil hutan dapat lebih meningkat.
89 Kondisi di atas sesuai dengan pernyataan PR selaku Mantri Kehutanan (KRPH Tonjong) yang menyatakan : Yang terpenting dari program ini adalah adanya manfaat yang dirasakan masyarakat dari hutan yang ada disekitarnya. Dan tujuan ini bisa sedikit tercapai karena masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari tanaman yang dikelolanya di lahan sekitar hutan. Ini merupakan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan antara masyarakat dan Perum Perhutani. Karena bagi Perhutani peranserta masyarakat sangat dibutuhkan dalam ikut merawat dan menjaga tanaman kayu jati, sehingga diharapkan produktifitasnya lebih meningkat dengan berkurangnya pencurian dan kerusakan tanaman. Pendapat tersebut juga dibenarkan Wt selaku Ketua LMDH yang menyatakan : Saat ini masyarakat lebih banyak berperan dalam memelihara dan menjaga kelestarian hutan. Hal itu mereka lakukan karena mereka merasakan manfaat yang diperoleh dari aktifitas mengolah lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan. Dan mudahmudahan kondisi ini bisa tetap berlangsung karena memberikan keuntungan bersama baik bagi masyarakat maupun Perum Perhutani.
PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Proses Penyusunan Rencana Program Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tingkat Desa Tonjong ternyata menghadapi berbagai macam kendala dan masalah. Adanya kendala dan masalah baik yang dihadapi pengurus LMDH maupun masyarakat miskin di sekitar hutan mengakibatkan program kerja tidak terlaksana sesuai rencana. Sehingga manfaat dan hasil yang dicapai dari pelaksanaan kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan antara pihak Perum Perhutani dan masyarakat (LMDH) belum dapat dirasakan secara maksimal baik oleh pengurus maupun masyarakat. Berdasarkan adanya berbagai masalah yang muncul dan terungkap dari hasil wawancara, diskusi kelompok, FGD tingkat masyarakat selanjutnya pengkaji bersama pihak-pihak terkait (pengurus LMDH, aparat desa, Perum Perhutani dan masyarakat) sepakat mengadakan pertemuan untuk menyusun rencana program aksi. Pada pertemuan penyusunan rencana program aksi yang berlangsung pada hari Jumat tanggal 28 Juli 2006 pukul 14.00 – 16.00 WIB dihadiri oleh pengurus LMDH dan perwakilan masyarakat, aparat desa serta pihak Perum Perhutani. Pertemuan ini bertujuan sebagai salah satu upaya untuk Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Desa Tonjong. Pada pertemuan FGD tingkat masyarakat yang dihadiri oleh masyarakat miskin sekitar hutan yang melakukan usaha pengelolaan lahan sekitar hutan, berhasil mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat, faktor penyebab, potens i dan alternatif pemecahan masalah. Hasil pertemuan tersebut kemudian disampaikan pada saat pertemuan FGD dalam rangka menyusun rencana program aksi. Pada saat pertemuan penyusunan rencana program aksi muncul kesadaran semua pihak bahwa untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi diperlukan dukungan semua pihak sehingga alternatif pemecahan masalah dan rencana program aksi dapat dirumuskan dengan
91 lebih komprehensif dan dapat memecahkan masalah. Secara keseluruhan pertemuan tersebut menyimpulkan bahwa diperlukan strategi penguatan kapasitas LMDH sebagai sarana aspirasi dan partisipasi warga masyarakat serta penguatan kapasitas individu masyarakat miskin itu sendiri. Identifikasi Masalah, Penyebab dan Potensi Berdasarkan hasil wawancara, diskusi kelompok, FGD tingkat masyarakat dan FGD dalam rangka penyusunan program rencana aksi, dapat diidentifikasi bahwa masalah, penyebab dan potensi yang dirasakan adalah sebagai berikut : 1. Kondisi kepengurusan LMDH yang tidak aktif Permasalahan utama yang dihadapi dalam upaya pengelolaan hutan bersama masyarakat adalah kondisi kepengurusan LMDH yang saat ini tidak aktif. Padahal LMDH merupakan wadah aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam program tersebut. Penyebab utama dari ketidakaktifan pengurus tersebut adalah kurangnya
komitmen
ketua
LMDH
dalam
memajukan
LMDH
dan
ketidakaktifannya yang disebabkan kesibukan dalam melakukan aktifitas pekerjaan dan kepengurusan dalam koperasi. Hal ini seharusnya tidak terjadi jika Ketua LM DH dapat menggerakkan potensi yang dimiliki kepengurusan LMDH, dimana kepengurusan LMDH Desa Tonjong telah melibatkan berbagai unsur yang terkait dengan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yaitu aparat desa, organisasi lokal (LPM dan BPD dan perwakilan masyarakat di sekitar hutan. Ketidakaktifan kepengurusan LMDH juga disebabkan oleh tidak terlaksananya setiap program kerja yang telah disusun bersama antara LMDH (masyarakat dan Perum Perhutani). Adanya kendala dan hambatan yang dihadapi pengurus dalam upaya untuk merealisasikan program membuat semangat pengurus menjadi berkurang. Hal tersebut seharusnya tidak tidak terjadi jika semua pihak yang terlibat dapat menjalankan peran dan tanggungjawab sesuai dengan komitmen bersama yang telah dirumuskan dalam program kerja yang dituangkan dalam Rencana Strategi Lima Tahun (Renstra).
92 Penyebab lain dari ketidakaktifan pengurus juga dikarenakan belum adanya penerapan AD/ART LMDH sebagaimana mestinya. Padahal dalam AD/ART tersebut sudah jelas mengatur adanya hak, kewajian serta sanksi baik bagi pengurus maupun anggota LMDH. Ketidakaktifan pengurus LMDH juga disebabkan belum dimanfaatkannya jaringan mitra kerja LMDH secara optimal. Karena dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya hutan melalui program PHBM, LMDH merupakan mitra kerja Perum Perhutani, sehingga seharusnya adanya potensi baik pendanaan dan pembinaan yang dilakukan oleh Perum Perhutani seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pengurus LMDH. Selain itu, adanya forum komunikasi LMDH tingkat kecamatan seharusnya juga dapat dimanfaatkan oleh pengurus LMDH sebagai sarana evaluasi dan studi banding bagi pengembangan LMDH. 2. Rendahnya kapasitas individu masyarakat miskin Permasalahan utama yang dihadapi individu masyarakat miskin adalah berkaitan dengan rendahnya kapasitas mereka. Penyebab utama rendahnya kapasitas
individu
masyarakat
miskin
adalah
dikarenakan
rendahnya
pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Tingkat pendidikan yang rendah dan keterbatasan keterampilan juga mempengaruhi kapasitas mereka. Namun demikian, adanya solidaritas diantara warga masyarakat mendukung bagi mereka untuk dapat memanfaatkan potensi yang ada diantaranya adalah potensi lahan sekitar hutan yang bisa dimanfaatkan sumber penghasilan bagi mereka. Selain itu, melalui LMDH dan Program PHBM diharapkan muncul adanya berbagai program kerja yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat yang menjadi sasaran utama dari program tersebut. Rendahnya kapasitas individu masyarakat miskin juga disebabkan oleh rendahnya kepemilikan aset dan sumber pandapatan mereka. Mata pencaharian masyarakat miskin sebagai buruh tani menyebabkan rendahnya penghasilan mereka sehingga tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pemupukan aset. Adanya potensi lahan hutan merupakan kesempatan yang sangat berarti bagi masyarakat dalam meningkatkan sumber pendapatan. Selain itu, melalui program pengembangan usaha ekonomis produktif (UEP) dari
93 LMDH diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, penyebab dan potensi seperti diungkapkan di atas, maka selanjutnya disusun beberapa alternatif pemecahan masalah antara lain sebagai berikut : 1. Reorganisasi kepengurusan Upaya reorganisasi kepengurusan dilakukan dengan melakukan pemilihan ketua baru dan beberapa penyesuaian dalam kepengurusan. Kegiatan ini dilakukan dengan pertimbangan tidak aktifnya ketua sebagai motor penggerak kepengurusan. Selain itu, perlu juga diadakan beberapa penyesuaian personel kepengurusan dengan mengganti beberapa personel yang tidak bisa berperan secara aktif baik dikarenakan kesibukan maupun kondisi tempat tingga l yang jauh sehingga tidak bisa menjangkau masyarakat miskin di sekitar hutan. Pemilihan personel ketua dan bebepara pengurus baru dilakukan berdasarkan persyaratan untuk menjadi pengurus dan ketua sebagaimana tertuang dalam AD/ART yaitu : a. Anggota LMDH “Wana Bhakti” Desa Tonjong, b. mempunyai sifat-sifat kepemimpinan, c. jujur, d. bersedia dipilih, e. berdedikasi tinggi, f. sehat jasmani dan rohani, g. tidak terlibat dalam tindak pidana. Selain beberapa persyaratan tersebut, ditambahkan juga beberapa persyaratan dimana ketua dan pengurus adalah benar-benar dari masyarakat yang berdomisili di sekitar hutan, ataupun orang-orang yang berdomisili di wilayah lain di Desa Tonjong dengan syarat memiliki dedikasi dan komitmen yang tinggi bagi pengembangan masyarakat miskin di sekitar hutan.
94 Dengan adanya reorganisasi kepengurusan LMDH Desa Tonjong diharapkan selanjutnya dapat melaksanakan program kerja yang belum terlaksana sebelumnya dan mengembangkan program kerja yang sudah terlaksana agar menjadi lebih baik lagi. Diharapkan peran LMDH sebagai wadah masyarakat dalam Program PHBM dapat lebih baik lagi dalam upaya memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di sekitar hutan. 2. Bimbingan dan pendampingan pengurus LMDH Bimbingan dan pendampingan pengurus LMDH dilakukan dalam upaya untuk senantiasa
meningkatkan
kemampuan
dan
semangat
pengurus
dalam
mengembangkan LMDH. Bimbingan dan pendampingan tersebut dilakukan oleh KSS PHBM dan Binling dan PLPS/LSM Pendamping dari KPH Balapulang. Bimbingan dan pendampingan dapat dilakukan terutama dengan melakukan pembenahan administrasi LMDH seperti kepengurusan, buku anggota, kartu anggota dan lain- lain. Dan yang lebih penting lagi pendampingan diperlukan dalam membantu LMDH menyusun dan merealisasikan program kerja khususnya yang berhubungan dengan birokrasi pada Perum Perhutani sehingga dapat dibantu untuk lebih disederhanakan/dipermudah. Bimbingan dan pendampingan juga dapat dilakukan dengan membantu pengurus dan anggota untuk menggali potensi usaha ekonomis produktif yang dapat dikembangkan oleh LMDH. 3. Pembahasan ulang program kerja Upaya pembahasan ulang program kerja dilakukan berdasarkan pertimbangan beberapa program kerja yang tidak bisa dilaksanakan karena beberapa kendala yang dihadapi pengurus. Dengan adanya penyesuaian diharapkan lebih mudah untuk dilaksanakan dan program kerja Tahun 2005 dapat dilaksanakan kembali pada Triwulan IV Tahun 2006 (Oktober-Desember) atau dilaksanakan mulai Tahun 2007. Berdasarkan hasil pertemuan penyusunan program rencana aksi diputuskan adanya penyesuaian beberapa program kerja antara lain yaitu :
95 - Kegiatan Pamswakarsa direncanakan mulai dilaksanakan Bulan Oktober 2006 dengan jumlah pertugas dikurangi dari 20 orang menjadi 12 orang. Sedangkan dana yang bersumber dari Perum Perhutani sejumlah Rp. 600.000,00 tidak dibagikan secara langsung tetapi dalam bentuk barang (kambing) yang dibagikan dengan cara arisan. Untuk 3 bulan awal (Oktober-Desember) disepakati kambing tersebut menjadi milik bersama LMDH dan menjadi aset usaha dari LMDH. Selanjutnya selama Tahun 2007 (12 Bulan) dibagikan kepada petugas dengan cara arisan. Pelaksanaan patroli pengamanan hutan juga dilakukan penjadwalan dengan kegiatan yang lebih mudah dan tidak memberatkan. - Kegiatan penjarangan yang tidak bisa dilaksanakan pada Tahun 2005 akan direncanakan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan penjarangan untuk Tahun 2006. Kegiatan tersebut direncanakan dilaksanakan antara Bulan Oktober-Desember 2006. - Kegiatan penggemukan kambing direncanakan mulai dilaksanakan pada awal Tahun 2007 dengan mengajukan proposal ke Perum Perhutani. Dengan telah dilaksanakan kegiatan Pamswakarsa selama 3 bulan dan adanya modal usaha (swadaya) LMDH berupa 3 ekor kambing yang diperoleh dari kegiatan Pamswakarsa diharapkan proposal yang diajukan dapat disetujui pihak Perum Perhutani. Dana yang diperoleh dari Perum Perhutani selanjutnya dapat digunakan untuk mengembangkan kegiatan penggemukan kambing sehingga dapat lebih banyak sesuai target program yaitu 12 ekor. - Kegiatan tumpangsari yang selama ini dilakukan masyarakat masih terus dikembangkan selama masih menghasilkan. Sementara untuk lokasi hutan yang tanamannya mulai besar dan tinggi, akan diupayakan adanya budidaya penanaman tanaman jarak. 4. Sosialisasi, pembahasan dan penerapan AD/ART Kegiatan sosialisasi AD/ART dilakukan karena selama ini tidak semua pengurus belum mengetahui AD/ART sehingga belum mengetahui peran tanggung jawab serta hak dan kewajibannya sebagai pengurus maupun anggota. Kegiatan ini dilakukan melalui media pertemuan pengurus bulanan yang dilakukan secara bertahap diawali dengan adanya sosialisasi AD/ART
96 yang selama ini masih merupakan format awal dari Perum Perhutani. Tahap selanjutnya dilakukan pembahasan AD/ART disesuaikan dengan kebutuhan dan aspirasi dari seluruh pengurus dan anggota. Selanjutnya setelah dibahas dan disepakati bersama maka AD/ART tersebut dapat mulai diterapkan dan menjadi aturan main bersama yang mengatur hubungan diantara pengurus dan anggota LMDH. 5. Optimalisasi jaringan mitra kerja Optimalisasi jaringan mitra kerja dilakukan dengan memperkuat komitmen dan kerjasama dengan Perum Perhutani. Sehingga diantara kedua belah pihak dapat memberikan peran dan tanggung jawabnya sebagaimana telah tercantum dalam Surat Perjanjian Kerjasama. Selain itu, LMDH juga harus memulai memanfaatkan adanya Forum Komunikasi LMDH tingkat Kecamatan sebagai upaya untuk meningkatkan kerjasama dan saling studi banding dalam upaya mengembangkan LMDH. 6. Pelatihan keterampilan usaha tani Kegiatan pelatihan keterampilam usahatani didasari adanya kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya khususnya mengenai pertanian. Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan para petani (masyarakat miskin di sekitar hutan) dalam mengolah dan meningkatkan hasil pertaniannya. Selain itu, diperlukan juga pelatihan keterampilan pengolahan hasil usahatani mereka agar hasil yang mereka dapatkan menjadi bernilai guna. 7. Pengembangan kegiatan tumpangsari Selama ini kegiatan tumpangsari dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan dengan melakukan pengolahan lahan sekitar hutan sengan tanaman palawija seperti : singkong, jagung, kacang tanah dan lain- lain. Dari tanaman palawija tersebut masyarakat mendapatkan hasil yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari- hari. Akan tetapi, kegiatan yang dilakukan masyarakat ini tidak akan dapat bertahan lama seiring dengan perkembangan tanaman pokok hutan yaitu jati. Karena jika tanaman jatinya semakin tinggi dan besar maka produktifitas tanaman tumpangsari menjadi berkurang.
97 Untuk itu pada kesempatan pertemuan penyusunan program dicarikan upaya alternatif bagi pengembangana kegiatan tumpangsari. Dan alternatif
yang
disepakati adalah dengan berupaya untuk melakukan ujicoba dengan budidaya penanaman tanaman jarak. 8. Pengembangan program UEP Program usaha ekonomis produktif merupakan salah satu program kerja LMDH dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan bagi masyarakat miskin sekitar hutan. Program usaha ekonomis produktif yang dimiliki LMDH adalah usaha penggemukan kambing. Usaha ini dipilih karena merupakan kegiatan yang mudah dan cepat berkembang di Desa Tonjong karena adanya potensi sumber makanan bagi kambing. Usaha penggemukan kambing juga merupakan usaha yang biasa dilakukan oleh masyarakat sehingga dapat dengan mudah dilakukan. Sedangkan pengembangan program usaha ekonomis produktif yang akan dilakukan oleh LMDH bersama masyarakat adalah usaha pengolahan hasilhasil pertanian masyarakat. Di antaranya adalah usaha pengolahan hasil tanaman singkong dalam bentuk keripik singkong dan opak dari singkong. Kegiatan ini diawali dengan pelatihan keterampilan pengolahan singkong yang dilakukan pengurus LMDH dengan bekerjasama dengan dinas terkait. Melalui usaha ini diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pendapatannya. Selanjutnya gambaran tentang identifikasi masalah, penyebab, potensi dan alternatif pemecahan masalah dalam pengembangan kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Tonjong dalam dilihat pada tabel berikut ini :
98
99 Program Aksi Berdasarkan hasil identifikasi masalah, penyebab, potensi dan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya disusun program aksi bagi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Desa Tonjong adalah sebagai berikut : 1. Program Penguatan Kapasitas LMDH Program penguatan kapasitas LMDH dilakukan dengan langkah-langkah kegiatan antara lain : a. Pemilihan ketua LMDH baru Upaya pemilihan ketua baru LMDH dilakukan karena ketua lama tidak bisa aktif lagi dalam menggerakkan LMDH. Dengan adanya kegitan ini diharapkan dapat terpilih ketua LMDH baru yang memenuhi kriteria, berkualitas dan memiliki komitmen yang tinggi pada pengembangan LMDH dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin di sekitar hutan. Berdasarkan keputusan dalam pertemuan penyusunan rencana program diputuskan bahwa kriteria figur calon ketua LMDH baru adalah yang memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam AD/ART. Selain itu juga diharapkan figur yang muncul adalah yang benar-benar berasal dari masyarakat miskin sekitar hutan, atau kalaupun tidak berasal dari masyarakat miskin sekitar hutan tapi harus memiliki komitmen tinggi dalam mengembangkan LMDH. Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah terpilihnya ketua LMDH baru dengan kepemimpinan yang didukung oleh pihak perum perhutani, aparat desa, pengurus dan anggota LMDH. Dengan adanya dukungan tersebut maka diharapkan perkembangan LMDH dan realisasi program kerja dapat tercapai dengan mudah. Sasaran pelaksanaan kegiatan ini adalah pengurus dan anggota LMDH yang didukung oleh aparat desa dan pihak Perum Perhutani. Kegiatan ini diharapkan dapat dilaksanakan paling lambat pada Bulan September 2006.
100 b. Pertemuan rutin pengurus dan anggota Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempererat hubungan kekerabatan dan kerjasama diantara pengurus dan anggota. Melalui pertemuan rutin tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menyusun langkah-langkah pelaksanaan program kerja dan mencarikan solusi pemecahan masalah secara bersama-sama jika terdapat masalah/hambatan/ kendala dalam melaksanakan program kerja. Kegiatan pertemuan pengurus dan anggota ini direncanakan dilaksanakan secara rutin setiap sebulan sekali dengan tempat secara bergantian di rumah-rumah anggota pengurus LMDH Desa Tonjong. Dalam setiap kegiatan pertemuan rutin juga direncanakan akan dia wali dengan pengajian atau siraman rohani yang berkaitan dengan pelestarian hutan. Indikator keberhasilan dari kagiatan ini adalah adanya peningkatan kekerabatan dan kerjasama diantara pengurus dan anggota LMDH. Selain itu juga adanya peningkatan keberhasilan pengurus dan anggota dalam merealisasikan program kerja. Sasaran pelaksana dari kegiatan ini adalah pengurus dan anggota LMDH Desa Tonjong dan setiap 2/3 bulan sekali pertemuan juga mengundang pihak Perum Perhutani. Kegiatan ini diharapkan dapat dilaksankaan 1 bulan sekali secara berkelanjutan. c. Bimbingan dan pendampingan dari pihak terkait Kegiatan bimbingan dan pendampingan bagi pengurus LMDH dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian LMDH dalam mengembangkan LMDH serta menyusun dan merealisasikan program. Kegiatan ini dilakukan oleh Perum Perhutani dalam hal ini oleh KSS PHBM dan Binling/LSM Pendamping. Kegiatan ini dilaksanakan setiap 3 bulan sekali. Kegiatan pendampingan ini bisanya dilakukan dengan pembenahan administrasi seperti pengurus, buku anggota dan lain- lain. Selain itu, pendampingan juga dapat dilakukan dengan membantu pengurus LMDH
101 dalam merealiasikan program, khususnya kegiatan-kegiatan yang terkait dengan Perum Perhutani. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah meningkatnya kemandirian LMDH. Jika LMDH telah mandiri dan bisa merealisasikan semua program kerja, maka kegiatan pendampingan lama-kelamaan bisa dikurangi bahkan tidak perlu lagi pendampingan karena dianggap sudah mandiri. 2. Program Penguatan Kapasitas Individu Masyarakat Miskin Program penguatan kapasitas individu masyarakat miskin dilakukan dengan langkah-langkah kegiatan antara lain : a. Pelatihan keterampilan usahatani dan pengolahan hasil pertanian Kegiatan pelatihan dan keterampilan sangat diperlukan bagi masyarakat miskin di sekitar hutan dalam upaya untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga dapat lebih berdaya dan mandiri dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat mengenai usaha tani dan pengolahan hasil usaha taninya sehingga lebih bernilai secara ekonomis. Secara teknis kegiatan ini dilakukan oleh pengurus LMDH bekerjasama dengan dinas terkait seperti Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat oleh Dinas Pertanian tentang pengolahan usahatani sehingga produktifitasnya dapat meningkat. Kegiatan juga dapat disempurnakan dengan memberikan pelatihan tentang pengolahan hasil pertanian
tersebut
yang
dilakukan
oleh
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan. Berkaitan dengan potensi lahan disekitar hutan di Desa Tonjong maka tanaman yang produktifitasnya tinggi adalah tanaman singkong. Selanjutnya pengolahan hasil singkong dapat dikembangkan dengan usaha pembuatan keripik singkong dan opak singkong. Indiktor keberhasilan dari kegiatan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan keterampilan dari masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan usaha tani dan pengolahan hasil pertanian. Dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan maka masyarakat dapat melakukan usaha baru yaitu
102 pembuatan keripik singkong dan opak singkong. Dengan adanya usaha baru masyarakat tersebut maka diharapkan dapat juga meningkatkan pendapatan warga masyarakat di sekitar hutan. b. Pemberian modal bergulir bagi kegiatan usaha ekonomis produktif Selama ini program usaha ekonomis produktif yang biasa dilakukan oleh masyarakat dan saat ini sudah diprogramkan oleh LMDH adalah usaha penggemukan kambing. Selain adanya usaha tersebut, LMDH juga diharapkan
dapat
mengembangkan
potensi-potensi
usaha
ekonomis
produktif yang dapat dikembangkan bagi masyarakat miskin di sekitar hutan. Dengan adanya program pelatihan keterampilan usaha tani dan pengolahan hasil usaha tani diharapkan pula masyarakat memiliki usaha baru dalam pembuatan keripik singkong dan opak singkong. Untuk itu diharapkan juga adanya pemberian modal bergulir bagi warga masyarakat untuk kegiatan tersebut. Sehingga tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan kesempatan dan peluang usaha bagi warga masyarakat miskin di sekitar hutan. Untuk melaksanakan kegiatan ini tentunya perlu adanya kerja keras dari pengurus dalam melakukan kerjasama dan mengajukan proposal kegiatan UEP baik pada Perum Perhutani maupun pihak instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan lain- lain. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah munculnya usaha baru bagi masyarakat
sehingga
diharapkan
dapat
meningkatkan
modal
dan
kepemilikan aset bagi masyarakat. Sehingga sasaran kegiatan ini adalah warga masyarakat miskin sekitar hutan yang menjadi anggota LMDH. Selanjutnya
gambaran
tentang
program
aksi
bagi
pengembangan
kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Desa Tonjong dalam dilihat pada tabel berikut ini :
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Pemberdayaan Masyarakat Miskin Sekitar Hutan Melalui Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang menjawab masalah kajia n yang telah dirumuskan diawal. Berkaitan dengan kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Desa Tonjong, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya kapasitas LMDH. Rendahnya kapasitas LMDH tersebut ditandai dengan kondisi kepengurusan LMDH yang tidak aktif dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai perwakilan masyarakat dalam Program PHBM. Tidak aktifnya kepengurusan disebabkan karena kesibukan ketua LMDH sehingga tidak bisa berkonsentrasi dalam menggerakkan dan mengembangkan LMDH. Adanya kondisi ketidakaktifan kepengurusan tersebut menyebabkan program kerja tidak dapat direalisasikan sebagaimana mestinya. Adanya AD/ART yang menjadi panduan dan peraturan bagi pengurus dan anggota juga belum bisa diterapkan sebagaimana mestinya karena kondisi LMDH yang tidak aktif. Selain itu, adanya jaringan mitra kerja (seperti dengan : Perum Perhutani, aparat desa, dan LMDHLMDH
lainnya)
juga
belum
bisa
dimanfaatkan
dalam
upaya
untuk
mengembangkan LMDH Desa Tonjong. Berdasarkan hasil kajian juga menunjukkan masih rendahnya kapasitas individu masyarakat miskin di sekitar hutan. Rendahnya kapasitas tersebut disebabkan adanya kondisi rendahnya pengetahuan dan keterampilan, terbatasnya sumber pendapatan dan terbatasnya kepemilikan aset. Namun demikian, dalam pelaksanaan program PHBM menunjukkan adanya tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi. Aktifitas tersebut didasari adanya kebutuhan masyarakat akan sumber pendapatan dan penghasilan. Sehingga masyarakat memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh Perum Perhutani untuk ikut mengolah lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan. Karena merasa mendapatkan manfaat dari
105 hutan di sekitarnya, kemudian masyarakat secara sukarela dan bertanggung jawab ikut menjaga dan merawat kelestarian dan keamanan hutan di sekitarnya. Berkaitan dengan performa kelembagaan PHBM dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain : program kerja, peranserta LMDH dan masyarakat dan jaringan kerjasama. Berdasarkan hasil kajian menunjukkan bahwa walaupun program kerja telah disusun bersama antara LMDH dan Perum Perhutani, namun tidak dapat terlaksana sesuai rencana. Hal ini disebabkan adanya berbagai kendala dan hambatan yang mengakibatkan menurunnya semangat pengurus sehingga menjadi tidak aktif dalam menjalankan kegiatan. Adanya sumber pendanaan yang bersumber dari Perum Perhutani juga belum dapat diakses oleh LMDH karena kondisi kepengurusan yang tidak aktif dan belum dapat merealisasikan program. Kondisi ketidakaktifan pengurus LMDH tersebut juga menunjukkan masih rendahnya partisipasi mereka dalam program LMDH, sementara partisipasi masyarakat menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam mengolah lahan sekitar hutan serta memelihara dan mengamankan hutan. Hasil kajian juga menunjukkan adanya potensi lokal dan modal sosial dalam masyarakat
yang
bisa
dimanfaatkan
bagi
pengembangan
kelembagaan
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Desa Tonjong. Potensi lokal yang bisa dikembangkan adalah adanya potensi lahan hutan serta tenaga kerja yang bisa diambil dari warga masyarakat miskin di Desa Tonjong. Sementara itu, modal sosial yang terdapat dalam masyarakat adalah adanya solidaritas diantara masyarakat miskin yang merasa memiliki masalah dan kebutuha n yang sama, serta adanya kepercayaan (trust) dan hubungan yang saling menguntungkan diantara masyarakat dan Perum Perhutani dalam pemanfaatan potensi lahan hutan. Hasil kajian juga berhasil mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Desa Tonjong yaitu kondisi kepengurusan LMDH yang tidak aktif dan rendahnya kapasitas individu masyarakat miskin di sekitar hutan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka disusun program aksi dalam bentuk : 1) penguatan kapasitas LMDH dan 2) penguatan kapasitas individu masyarakat miskin.
106 Rekomendasi Dalam rangka pengembangan pengembangan kelembagaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Desa Tonjong telah disusun rencana program aksi yang melibatkan unsur pengurus dan anggota LMDH, aparat desa dan Perum Perhutani. Untuk mendukung terlaksananya program aksi tersebut, maka perlu adanya rekomendasi kepada pihak-pihak tersebut, yaitu : 1. Bagi pengurus dan anggota LMDH, diharapkan agar : § Meningkatkan solidaritas dan kerjasama diantara pengurus dan anggota dalam merealisasikan dan mengembangkan program kerja LMDH. § Menggali potensi-potensi sumber daya alam (lahan hutan dengan segala potensinya ) dan sumber daya manusia (pengurus dan anggota) dala m upaya mengembangkan kegiatan usaha ekonomis produktif. § Meningkatkan dukungan dan kerjasama yang saling menguntungkan dengan Perum Perhutani dalam upaya mengembangkan LMDH. § Bersama aparat desa berupaya menggalang dukungan (baik pembinaan maupun pendanaan) dari pemerintah daerah (kecamatan dan kabupaten) serta instansi terkait (dinas pertanian, peternakan, perindustrian dan perdagangan). 2. Bagi aparat desa, diharapkan agar : § Memberikan
dukungan
kepada
LMDH
berkaitan
dengan evaluasi
pelaksanaan kerjasama dengan Perum Perhutani dalam rangka pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah administrasi Desa Tonjong. § Membantu LMDH dalam upaya menggalang dukungan (baik pendampingan maupun pendanaan) dari pemerintah daerah (kecamatan dan kabupaten) serta instansi terkait (dinas pertanian, peternakan, perindustrian dan perdagangan).
107 § Senantiasa ikut memantau pelaksanaan Program PHBM agar benar-benar dapat mencapai tujuan utamanya dalam memberdayakan masyarakat miskin sekitar hutan. 3. Bagi Perum Perhutani, diharapkan agar : § Memberikan pendampingan kepada LMDH dalam rangka mengembangkan LMDH dalam merealisasikan program kerja. § Memberikan dukungan (baik pendampingan maupun pendanaan) yang bisa diberikan Perum Perhutani bagi pengembangan LMDH. § Bersama-sama LMDH dan aparat desa melakukan upaya evaluasi pelaksanaan kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan dalam program PHBM, terutama berkaitan dengan pencapaian tujuan dalam rangka memberdayakan masyarakat miskin di sekitar hutan. § Melakukan evaluasi ulang terhadap kebijakan, prosedur dan pelaksanaan Program PHBM agar benar-benar mencapai tujuan utamanya yaitu memberdayakan masyarakat miskin di sekitar hutan.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. FE-UI. Jakarta. Adimihardja, K. dan Harry Hikmat. 2001. Participatory Research Appraisal : Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarkat. Humaniora Utama. Bandung. Ala, Andre Bayo. 1996. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Liberty. Yogyakarta. Black, James A.; Champion, Dean J. 2001. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Refika Aditama. Bandung. Colleta and Cullen. 2000. Violent Conflict and The Transformation of Social Capital. Washington DC. Craig, G. dan M. Mayo. 1995. Community Empowerment : A Reader in Participation and Development. Zed Books. London. Dasgupta, Partha; Ismail Serageldin. 1999. Social Capital, Multifaceted Perspective. World Bank. Washington DC. Dryamedia. 1996. Berbuat Bersama Berperan Setara : Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal. Studio Dryamedia. Bandung. Dubois, B. dan Miley K, K. 1992. Social Work An Empowering Profession. Allyn and Bacon. Boston. Fredderke, Johannes. 1999. Theory and Society. Kluwer Academic Publisher. Netherlands. Friedmann, John. 1992. Empowerment : The Politics and Alternative Development. Blackwell. Cambridge. Gunardi, dkk. 2003. Pengantar Pengembangan Masyarakat. Departemen IlmuIlmu Sosial dan Ekonomi Fakultas Pertanian dan Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hikmat, Harry. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama. Bandung. Ife, Jim. 2002. Community Development : Community Based Alternatives in an Age of Globalizations. Pearson Education. Australia. Irwanto. 1998. Focus Group Discussion (FGD) : Sebuah Pengentar Praktis. Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat UKI Atmajaya. Jakarta. Kartasasmita, Ginanjar. 1995. Pemberdayaan Masyarakat, Konsep Pembelajaran yang Berakar pada Masyarakat. Bappenas. Jakarta. Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Pustaka Cidesindo. Jakarta. Koentjaraningrat. 1984. Masyarakat Desa di Indonesia. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta.
109 Koentjaraningrat. 1997. Kebudayaan, Gramedia. Jakarta.
Mentalitas
dalam
Pembangunan.
Kuncoro, Mudrajat. 1997. Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah, dan Kebijakan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Moleong, LJ. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung. Midgley, James. 2005. Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial. Ditperta Islam Depag RI. Jakarta. Prasetijo, Adi. 2003. “Akses Peranserta Komuniti Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam” dalam Akses Peranserta Masyarakat : Lebih Jauh Memahami Community Development . Penerbit ICSD. Jakarta. Prijono dan Pranarka. 1996. Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan dan Implementasi. CSIS. Jakarta. Sherraden, Michael. 2006. Aset Untuk Orang Miskin : Perspektif Baru Usaha Pengentasan Kemiskinan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Singaribuan, M.dan Penny, D.H. 1976. Penduduk dan Kemiskinan, Kasus Sriharjo di Pedesaan Jawa. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Siporin, Max. 1975. Introduction to Social Work. MacMillan Publishing Co.Inc. New York. Soehartono, Irawan. 1995. Metode Penelitian Sosial : Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Remaja Rosdakarya. Bandung. Suharto, Edi. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS). Ba ndung. Suharto, Edi. 2004. Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial : Konsepsi dan Strategi. Balatbangsos Depsos RI. Jakarta. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika Aditama. Bandung. Sumarjo, dkk. 2004. Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Fakultas Pertanian dan Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Sumpeno. 2002. Capacity Building, Persiapan dan Perencanaan. Catholic Relief Services. Jakarta. Supriatna, Tjahya. 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan. Humaniora Utama Press. Bandung. Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan : Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian. IPB. Bogor. Tim Penyusun. 2001. Pedoman Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. IPB Press. Bogor.
110 Tonny, Fredian, dkk. 2005. Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Fakultas Pertanian dan Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Uphoff, Norman. 1993. Local Institutional Development. An Analytical Source Book With Cases. Kumarian Press. United Stated of America. Usman, Husaini; Akbar, Purnomo Setiadi. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Usman, Sunyoto. 2003. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Jakarta. Widodo, Triyogo. 2005. Laporan Praktek Lapangan 1. Widodo, Triyogo. 2005. Laporan Praktek Lapangan 2. Wiriatmaja S. 1978. Pokok-Pokok Sosiologi Pedesaan. Jasa Guna. Jakarta.
Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD dan Observasi) PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN SEKITAR HUTAN MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Tonjong Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Te ngah)
Komisi Pembimbing : 1. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. 2. Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si.
Oleh
TRIYOGO WIDODO A.154050025
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
113 PEDOMAN WAWANCARA KEPALA KELUARGA RUMAH TANGGA MISKIN DI SEKITAR HUTAN PETUNJUK : Untuk kegiatan wawancara mendalam dengan kepala keluarga rumah tangga miskin di sekitar hutan I. Karakteristik Responden 1. Nama
: ....................................................................................
2. Umur
: ....................................................................................
3. Agama
: ....................................................................................
4. Jenis Kelamin
: ....................................................................................
5. Jumlah Tanggungan : 1 orang, 2 orang, 3 orang, 4 orang, > 4 orang 6. Pendidikan
: Tidak sekolah, SD, SMP, SMA.
7. Pekerjaan
: ....................................................................................
II. Kapasitas Individu (Masyarakat Miskin) Pengetahuan dan Keterampilan 1. Pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang Bapak miliki berkaitan dengan pengelolaan lahan pertanian (pengetahuan dan ketrampilan di bidang usaha pertanian) ? 2. Apakah
pengetahuan
dan
keterampilan
Bapak
mencukup i
untuk
melakukan pekerjaan tersebut ? 3. Bagaimana pengalaman-pengalaman Bapak dalam melakukan usaha di bidang pertanian ? 4. Pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang Bapak miliki selain pengetahuan dan ketrampilan di bidang usaha pertanian ? 5. Bagaimana harapan dan kebutuhan Bapak berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang Bapak miliki ? Sumber Pendapatan 6. Apakah pekerjaan Bapak selama ini merupakan pekerjaan tetap ? Jika bukan pekerjaan tetap, apakah pekerjaan tambahan lainnya ? 7. Apakah penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan selama ini mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga (kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan) ?
114 8. Jika penghasilan yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan tersebut, apa yang Bapak lakukan ? Kendala apa yang Bapak hadapi ? 9. Bagaimana harapan dan kebutuhan Bapak berkaitan dengan sumber pendapatan tersebut ? Kepemilikan Asset 10. Asset (modal produksi) apa sajakah yang Bapak miliki (tanah, rumah, alat produksi, dll) ? 11. Bagaimana kondisi asset-asset yang Bapak miliki tersebut ? 12. Bagaimana harapan dan kebutuhan Bapak berkaitan dengan kepemilikan asset tersebut ? III. Kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kepemimpinan 1. Bagaimana proses pembentukkan dan pemilihan Ketua LMDH ? 2. Bagaiaman keterlibatan dan penilaian Bapak terhadap proses pemilihan tersebut ? 3. Bagaimana pelaksanaan peran dan tanggung jawab Ketua LMDH terhadap organisasi, anggota dan dalam pelaksanaan program PHBM ? 4. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak terhadap kepemimpinan Ketua LMDH dalam pelaksanaan program PHBM ? IV. Performa Kelembagaan PHBM Peranserta LMDH dan masyarakat miskin 1. Bagaimana keterlibatan/peranserta Bapak dalam setiap tahap pelaksanaan Program
PHBM
(perencanaan,
pembiayaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan) ? 2. Bagaimana bentuk-bentuk keterlibatan/peranserta yang Bapak lakukan ? 3. Bagaimana
harapan
dan
aspirasi
Bapak
berkaitan
dengan
keterlibatan/peran serta yang Bapak lakukan ? V. Modal Sosial Solidaritas 1. Bagaimana bentuk solidaritas dan gotong royong diantara para warga masyarakat miskin dalam pengelolaan lahan di sekitar hutan dan Program PHBM lainnya ?
115 2. Bagaimana wujud solidaritas yang ditampilkan baik dalam wadah LMDH maupun dalam kelembagaan PHBM ? 3. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan solidaritas tersebut ? Kepercayaan (Trust) 4. Bagaimana trust yang terjadi diantara para warga masyarakat miskin dalam pengelolaan lahan di sekitar hutan dan Program PHBM lainnya ? 5. Bagaimana wujud trust yang ditampilkan baik dalam wadah LMDH maupun dalam kelembagaan PHBM ? 6. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan trust tersebut ? Hubungan Saling Menguntungkan 7. Bagaimana pelaksanaan prinsip hubungan saling menguntungkan dalam PHBM ? 8. Keuntungan apa saja yang Bapak peroleh dari pelaksanaan PHBM ? 9. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan hal tersebut ?
Keterangan : Model pertanyaan untuk memperoleh data yang diperlukan, dapat disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut sesuai kondisi di lapangan.
116 PEDOMAN WAWANCARA PENGURUS LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) PETUNJUK : Untuk kegiatan wawancara mendalam dengan pengurus (ketua dan sekretaris ) Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) I. Identitas Informan 1. Nama
: ....................................................................................
2. Umur
: ....................................................................................
3. Agama
: ....................................................................................
4. Jenis Kelamin
: ....................................................................................
5. Pendidikan
: Tidak sekolah, SD, SMP, SMA.
6. Jabatan
: ....................................................................................
7. Pekerjaan
: ....................................................................................
II. Kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kepengurusan 1. Bagaimana struktur dan personel kepengurusan LMDH ? 2. Dari unsur mana sajakah personel kepengurusan LMDH ? 3. Bagaimana kondisi kepengurusan LMDH ? 4. Bagaimana kepengurusan LMDH dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab organis asi, terhadap anggota (masyarakat miskin), maupun dalam kelembagaan PHBM ? 5. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi kepengurusan LMDH dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab tersebut ? Kepemimpinan 6. Bagaimana proses pembentukkan dan pemilihan ketua LMDH ? 7. Bagaimana peranan kepemimpinan (ketua LMDH) dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab organisasi, terhadap anggota (masyarakat miskin), maupun dalam kelembagaan PHBM ? 8. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab tersebut ? Norma/aturan 9. Bagaimana proses penyusunan norma/aturan dalam LMDH (aturan organisasi maupun keanggotaan) ?
117 10. Unsur-unsur mana sajakah yang terlibat dalam proses tersebut ? 11. Bagaimana pelaksanaan/penerapan norma/aturan tersebut ? 12. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan/penerapan norma/aturan tersebut ? Jaringan mitra kerja 13. Bentuk kerja sama apa sajakah yang dilakukan LMDH dengan Perum Perhutani, aparat desa, LMDH desa lain, dan pihak-pihak lain ? 14. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi dalam melakukan kerjasama tersebut ? III. Kapasitas Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Program kerja 1. Bagaimana proses penyusunan program kerja PHBM (baik program kerja internal maupun eksternal ? 2. Pihak-pihak mana sajakah yang terlibat dalam proses penyusunan program kerja tersebut ? 3. Kendala/masalah apa sajakah yang dihadapi dalam proses tersebut ? 4. Bagaimana pelaksananaan program tersebut ? Kendala/masalah apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut ? Peranserta LMDH dan masyarakat miskin 5. Sebagai perwakilan masyarakat miskin dalam kelembagaan PHBM, bagaimana keterlibatan/peranserta LMDH dalam setiap tahap kegiatan (perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan) ? 6. Bagaimana bentuk-bentuk keterlibatan/peranserta yang dilakukan LMDH ? 7. Kendala/masalah apa sajakah yang dihadapi ? Jaringan kerjasama 8. Bagaimana
kegiatan
yang
dilakukan
kelembagaan
PHBM
dalam
mengembangkan jaringan kerjasama (dengan pihak pemerintah, swasta dan stakeholder lainnya) ? 9. Kendala/masalah apa sajakah yang dihadapi dalam kegiatan pengembangan jaringan kerjasama ?
118 IV. Potensi Lokal dan Modal Sosial Solidaritas 1. Bagaimana bentuk solidaritas dan gotong royong diantara para warga masyarakat miskin dalam pengelolaan lahan di sekitar hutan dan Program PHBM lainnya ? 2. Bagaimana wujud solidaritas yang ditampilkan baik dalam wadah LMDH maupun dalam kelembagaan PHBM ? 3. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan solidaritas tersebut ? Kepercayaan (Trust) 4. Bagaimana trust yang terjadi diantara para warga masyarakat miskin dalam pengelolaan lahan di sekitar hutan dan Program PHBM lainnya ? 5. Bagaimana wujud trust yang ditampilkan baik dalam wadah LMDH maupun dalam kelembagaan PHBM ? 6. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan trust tersebut ? Hubungan Saling Menguntungkan 7. Bagaimana pelaksanaan prinsip hubungan saling menguntungkan dalam PHBM ? 8. Keuntungan apa saja yang diperoleh LMDH dan masyarakat miskin dalam pelaksanaan PHBM ? 9. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan hal tersebut ?
Keterangan : Model pertanyaan untuk memperoleh data yang diperlukan, dapat disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut sesuai kondisi di lapangan.
119 PEDOMAN WAWANCARA APARAT PEMERINTAH DESA DAN PERUM PERHUTANI
PETUNJUK : Untuk kegiatan wawancara mendalam dengan : 1. Aparat Pemerintah Desa 2. Perum Perhutani
I. Identitas Informan 1. Nama
: ....................................................................................
2. Umur
: ....................................................................................
3. Agama
: ....................................................................................
4. Jenis Kelamin
: ....................................................................................
5. Pendidikan
: ....................................................................................
6. Jabatan
: ....................................................................................
7. Pekerjaan
: ....................................................................................
II. Kapasitas LMDH Kepengurusan 1. Bagaimana struktur dan personel kepengurusan LMDH ? 2. Dari unsur mana sajakah personel kepengurusan LMDH ? 3. Bagaimana kondisi kepengurusan LMDH ? 4. Bagaimana kepengurusan LMDH dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab organisasi, terhadap anggota (masyarakat miskin), maupun dalam kelembagaan PHBM ? 5. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi kepengurusan LMDH dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab tersebut ? Kepemimpinan 6. Bagaimana proses pembentukkan dan pemilihan ketua LMDH ? 7. Bagaimana peranan kepemimpinan (ketua LMDH) dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab organisasi, terhadap anggota (masyarakat miskin), maupun dalam kelembagaan PHBM ? 8. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab tersebut ?
120 Norma/aturan 9. Bagaimana proses penyusunan norma/aturan dalam LMDH (aturan organisasi maupun keanggotaan) ? 10. Unsur-unsur mana sajakah yang terlibat dalam proses tersebut ? 11. Bagaimana pelaksanaan/penerapan norma/aturan tersebut ? 12. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan/ penerapan norma/aturan tersebut ? Jaringan mitra kerja 13. Bentuk kerja sama apa sajakah yang dilakukan LMDH dengan Perum Perhutani, aparat desa, LMDH desa lain, dan pihak-pihak lain ? 14. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi dalam melakukan kerjasama tersebut ? III. Performa Kelembagaan PHBM Program kerja 1. Bagaimana proses penyusunan program kerja PHBM (baik program kerja internal maupun eksternal ? 2. Pihak-pihak mana sajakah yang terlibat dalam proses penyusunan program kerja tersebut ? 3. Kendala/masalah apa sajakah yang dihadapi dalam proses tersebut ? 4. Bagaimana pelaksananaan program tersebut ? Kendala/masalah apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut ? Peranserta LMDH dan masyarakat miskin 5. Bagaimana keterlibatan/peranserta LMDH dalam setiap tahap kegiatan (perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan) ? 6. Bagaimana bentuk-bentuk keterlibatan/peranserta yang dilakukan LMDH ? 7. Kendala/masalah apa sajakah yang dihadapi ? Jaringan kerjasama 8. Bagaimana kegiatan yang dilakukan kelembagaan PHBM dalam mengembangkan jaringan kerjasama (dengan pihak pemerintah, swasta dan stakeholder lainnya) ?
121 9. Kendala/masalah
apa
sajakah
yang
dihadapi
dalam
kegiatan
pengembangan jaringan kerjasama ? IV. Potensi Lokal dan Modal Sosial Solidaritas 1. Bagaimana bentuk solidaritas dan gotong royong diantara para warga masyarakat miskin dalam pengelolaan lahan di sekitar hutan dan Program PHBM lainnya ? 2. Bagaimana wujud solidaritas yang ditampilkan baik dalam wadah LMDH maupun dalam kelembagaan PHBM ? 3. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan solidaritas tersebut ? Kepercayaan (Trust) 4. Bagaimana trust yang terjadi diantara para warga masyarakat miskin dalam pengelolaan lahan di sekitar hutan dan Progr am PHBM lainnya ? 5. Bagaimana wujud trust yang ditampilkan baik dalam wadah LMDH maupun dalam kelembagaan PHBM ? 6. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan trust tersebut ? Hubungan Saling Menguntungkan 7. Bagaimana pelaksanaan prinsip hubungan saling menguntungkan dalam PHBM ? 8. Keuntungan apa saja yang diperoleh LMDH dan masyarakat miskin dalam pelaksanaan PHBM ? 9. Bagaimana harapan dan aspirasi Bapak berkaitan dengan hal tersebut ?
Keterangan : Model pertanyaan untuk memperoleh data yang diperlukan, dapat disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut sesuai kondisi di lapangan.
122 PEDOMAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (FOCUS GROUP DISCUSSION/FGD) TOPIK : ASSESSMENT
PETUNJUK : Untuk melakukan kegiatan FGD dengan unsur- unsur antara lain : 1. Masyarakat Miskin di Sekitar Hutan 2. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) 3. Aparat Pemerintah Desa 4. Perum Perhutani DISKUSI Tanggal
: ......................................................................................................
Jam
: ......................................................................................................
Tempat
: ......................................................................................................
Jumlah Peserta : ...................................................................................................... PETUGAS DISKUSI Pemimpin diskusi : .................................................................................................. Pencatat diskusi
: ..................................................................................................
MATERI : I. Assessment Participatory 1. Menemukenali Masalah a. Bagaimana kondisi, situasi dan masalah yang berkaitan dengan kapasitas individu
(masyarakat
miskin),
kapasitas
LMDH
dan
performa
kelembagaan PHBM ? b. Upaya-upaya apa sajakah yang sudah dilakukan masyarakat miskin di sekitar hutan, pengurus LMDH dan pihak-pihak terkait (aparat desa dan Perum Perhutani) dalam mengatasi permasalahan tersebut ? c. Kendala/hambatan apa sajakah yang mereka dihadapi dalam upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut ? 2. Menemukenali Potensi a. Bagaimana potensi lokal dan modal sosial di tingkat lokal (masyarakat miskin, LMDH, aparat desa, Perum Perhutani) yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan dalam upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut ?
123 b. Bagaimana upaya yang telah dilakukan pihak-pihak tersebut dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi lokal dan modal sosial ? 3. Menganalisis Masalah dan Potensi a. Apakah faktor- faktor yang menjadi penyebab masalah dan masalahmasalah yang dihadapi berkaitan denga n pengelolaan Program PHBM ? b. Bagaimana keterkaitan antar faktor penyebab masalah- masalah tersebut ? c. Bagaimana menentukan fokus masalah dari masalah-masalah tersebut ? d. Bagaimana menentukan potensi lokal dan modal sosial di tingkat lokal yang dapat dipergunakan dan dimanfaatkan dalam pelaksanaan pemecahan masalah ? 4. Pemilihan Solusi Pemecahan Masalah a. Bagaimana menentukan langkah- langkah yang perlu diambil untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi berkaitan dangan pengelolaan dan pengembangan kelembagaan PHBM ? b. Bagaimana menentukan potensi lokal dan modal sosial di tingkat lokal serta alternatif teknis dalam melaksanakan upaya-upaya pemecahan masalah tersebut ?
124 PEDOMAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (FOCUS GROUP DISCUSSION/FGD) TOPIK : PERENCANAAN PROGRAM
PETUNJUK : Untuk melakukan kegiatan FGD dengan unsur- unsur antara lain : 1. Masyarakat Miskin di Sekitar Hutan 2. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) 3. Aparat Pemerintah Desa 4. Perum Perhutani DISKUSI Tanggal
: ......................................................................................................
Jam
: ......................................................................................................
Tempat
: ......................................................................................................
Jumlah Peserta : ...................................................................................................... PETUGAS DISKUSI Pemimpin diskusi : .................................................................................................. Pencatat diskusi
: ...................................................................................................
MATERI : II. Perencanaan Partisipatif Program Pengembangan Kelembagaan 1. Penentuan Topik Masalah Penentuan topik serta permasalahan yang dihadapi bila kegiatan akan dilakukan. Dalam tahap ini ditentukan bagaimana hasil analisa situasi terdahulu tentang kondisi faktual dan hasil yang telah dicapai. Metode yang dipakai : curah pendapat. 2. Analisis Masalah Pada tahap ini secara bersama merumuskan masalah inti, sebab dan akibat permasalahan yang dihadapi. Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok. 3. Analisis Tujuan Bersama-sama mengidentifikasi komponen tujuan umum, tujuan khusus serta sasaran yang ingin dicapai. Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok.
125 4. Analisis Alternatif Sasaran Pemecahan Masalah Bersama-sama mengidentifikasi berbagai alternatif sasaran pemecahan masalah dan merumuskan prioritas sasaran untuk mencapai tujuan. Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok. 5. Analisis Stakeholders -
Menganalisis stakeholders yang penting, kurang penting dan tidak penting dalam kegiatan pengembangan kelembagaan PHBM.
-
Mengidentifikasi stakeholders yang berhubungan langsung dengan kegiatan pengembangan kelembagaan PHBM.
-
Mengidentifikasi stakeholders yang potensial memberikan kontribusi dalam kegiatan pengembangan kelembagaan PHBM.
Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok. 6. Merumuskan Indikator Merumuskan indikator dan sumber pembuktian yang dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan pengembangan kelembagaan PHBM dalam memberdayakan masyarakat miskin sekitar hutan. Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok. 7. Merumuskan Kebutuhan Dalam merumuskan kebutuhan tersebut mencakup :
siapa yang
melaksanakan kegiatan, waktu serta biaya yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan pengembangan kelembagaan PHBM. Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok. 8. Merumuskan Level Pendampingan Menentukan pada level mana pengkaji sebagai fasilitator menempatkan diri sebagai pendamping dalam rancangan aksi kegiatan pengembangan kelembaga-an PHBM. Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok. 9. Penyusunan Rencana Kerja Operasional Merumuskan rencana kegiatan dan hal- hal yang diperlukan dalam kegiatan pengembangan kelembagaan PHBM bagi dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan/implementasi kegiatan. Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok.
126 10. Merencanakan Monitoring dan Evaluasi kegiatan Merumuskan langkah kegiatan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan pengembangan kelembagaan PHBM dalam upaya memberdayakan masyarakat. Metode : curah pendapat dan diskusi kelompok.
127 PEDOMAN PENGAMATAN (OBSERVASI) PETUNJUK : Untuk melakukan pengamatan pada situasi dan kondisi Masyarakat Miskin di Sekitar Hutan. INFORMAN Nama
: ......................................................................................................
Alamat
: ...................................................................................................... PELAKSANAAN PENGAMATAN
Hari,tanggal
: ................................................................................................
Waktu
: ................................................................................................
Fokus pengamatan : ................................................................................................
PEDOMAN PENGAMATAN : 1. Situasi dan kondisi keluarga miskin di sekitar hutan a. Kondisi fisik - Kondisi bangunan dan luas bangunan - Sarana air bersih - Sarana pembuangan sampah - Sarana pelayanan publik - Sarana pelayanan sosial - Kepemilikan lahan dan alat-alat produksi lainnya b. Kegiatan responden dalam menjalankan tanggung jawab dan peran sosial - Mencari nafkah - Mengasuh anak - Mengerjakan kegiatan rumah tangga - Mendorong pendidikan rumah tangga - Mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan 2. Kegiatan yang dilakukan masyarakat miskin di sekitar hutan dalam kegiatan PHBM, khususnya dalam mengelola lahan di sekitar hutan.
128 PEDOMAN PENGAMATAN (OBSERVASI) PETUNJUK : Untuk melakukan pengamatan pada situasi dan kondisi berkaitan dengan potensi lokal (la han hutan). INFORMAN Nama
: ......................................................................................................
Alamat
: ...................................................................................................... PELAKSANAAN PENGAMATAN
Hari,tanggal
: ................................................................................................
Waktu
: ................................................................................................
Fokus pengamatan : ................................................................................................
PEDOMAN PENGAMATAN : 1. Situasi dan kondisi lahan hutan a. Pohon-pohon yang ditanami Perum Perhutani b. Tanaman-tanaman yang ditanami masyarakat miskin sekitar hutan 2. Aktifitas masyarakat miskin maupun pihak Perum Perhutani dalam pengolahan lahan hutan. a. Aktifitas masyarakat dalam mengolah lahan di sekitar hutan b. Aktifitas Perum Perhutani dalam mengelola lahan hutan
Dokumentasi Kegiatan Penelitian
130
Kondisi hutan jati di wilayah pangkuan Desa Tonjong
Kondisi hutan jati di wilayah pangkuan Desa Tonjong
131
Masyarakat desa mengolah lahan kosong sekitar hutan dalam program PHBM.
Masyarakat desa mengolah lahan kosong sekitar hutan dalam program PHBM.
132
Masyarakat ikut merawat dan menjaga hutan dalam program PHBM.
Masyarakat ikut merawat dan menjaga hutan dalam program PHBM.
133
Kegiatan wawancara dengan Pjs Kepala Desa Tonjong
Kegiatan wawancara dengan PLPS/LSM Pendamping
134
Kegiatan wawancara dengan Ketua LMDH Desa Tonjong
Kegiatan diskusi kelompok dengan pengurus LMDH Desa Tonjong
135
Kondisi rumah warga masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong
Kandang ternak dalam kondisi kosong di belakang rumah masyarakat miskin
136
Kondisi rumah warga masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong
Kondisi rumah warga masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong
137
Kegiatan wawancara dengan masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong
Kegiatan wawancara dengan masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong
138
Kegiatan wawancara dengan masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong
Kegiatan wawancara dengan masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong
139
Kegiatan FGD 1 dengan peserta masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong.
Kegiatan FGD I dengan peserta masyarakat miskin sekitar hutan di Desa Tonjong.
140
Kegiatan FGD II dengan peserta pengurus LMDH dan perwakilan masyarakat miskin sekitar hutan.
FGD II juga dihadiri aparat desa dan pihak Perum Perhutani