ABSTRACT TJIPTA PURWITA. Community Based Protection Forest Management Program in Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bandung Selatan : Analysis of Economic Household Behaviors (HARIANTO as the Head, BONAR M. SINAGA and HARIADI KARTODIHARDJO as the members of the Supervisory Commission). The Island of Java is inhabited by more than 60 % of Indonesian population. Imbalanced redistribution of population and land control has caused pressure to the environment, particularly the natural resources. A breakthrough to overcome the degradation of environment resulted from the population desperate need for land is a Community Based Forest Management Program (CBFMP) which provides the community with opportunity to develop agroforestry activities in the forest. The objectives of this research consist of : (1) to analyze the factors that influence the economic decision by households in time allocation for work, production, income, and expenditure, (2) to make a simulation of the effect of changes in the external and internal factors on households’ economic behaviors, and (4) to analyze the institutional aspects related to partnership contract in CBFMP. The analysis consisted of two household economic models, namely, CBFMP for Coffee and CBFMP for Grass & Cattle. Alternative policies were simulated in econometric models in the form of simultaneous equations consisting of 13 structural equations and 15 identity equations for the model of Coffee CBFMP, and 14 structural equations and 20 identity equations for the model of Grass and Cattle CBFMP. The method of Two-stage Least Squares (2 SLS) was used to estimate the parameters of structural equations. The research analyzed 12 simulation scenarios consisting of 12 external factors change (policy factors) impact. In general, Scenario 9 (the combined scenarios of the decreased debt rate with the increased price of input and labor wages) and Scenario 5 (the combined scenarios of the increased price of output with the increased price of input and labor wages) can be recommended as the best policy to empower the community around the forest (CBFMP for Coffee and CBFMP for Grass & Cattle) for the reason that it can accommodate the interests of various parties, namely: (1) the interest of community by increasing income and welfare, (2) government’s interest by improving agricultural productivity and securing vital projects in the upstream downstream of watershed area, (3) the interest of Perum Perhutani by preserving its protection forest, and (4) the importance of environment by the reduction of natural resource degradation. In addition, from the results of institutional analysis, it is recommended that the institution of CBFMP require improvement at the micro level, i.e. building a more mutually beneficial partnership contract between farmers taking part in CBFMP and Perum Perhutani. Key words : economic behaviors, community around the forest, empowerment, protection forest, institutional empowerment.
ABSTRAK TJIPTA PURWITA. Pengelolaan Hutan Lindung Bersama Masyarakat di Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bandung Selatan : Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga (HARIANTO sebagai Ketua, BONAR M. SINAGA dan HARIADI KARTODIHARDJO sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Pulau Jawa dihuni oleh lebih dari 60 persen penduduk Indonesia. Redistribusi penduduk dan penguasaan lahan yang tidak seimbang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan, khususnya sumberdaya hutan. Salah satu terobosan untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan akibat tekanan penduduk yang lapar lahan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan kegiatan agroforestry di kawasan hutan. Tujuan penelitian ini terdiri atas : (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga menyangkut alokasi tenaga kerja, produksi, pendapatan dan pengeluaran, (2) menganalisis dampak perubahan faktor eksternal terhadap perilaku ekonomi rumahtangga, serta (4) menganalisis aspek kelembagaan kontrak kerjasama kemitraan PHBM. Analisis dibangun untuk 2 (dua) model ekonomi rumahtangga, yaitu : PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Alternatif kebijakan disimulasi dengan menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri atas 13 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas pada Model PHBM Kopi; serta 14 persamaan struktural dan 20 persamaan identitas pada Model PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Metode Two Stage Least Squares (2SLS) digunakan untuk menduga parameter persamaan struktural. Penelitian menganalisis 12 skenario simulasi terdiri atas 12 dampak perubahan faktor eksternal (faktor kebijakan). Secara umum Skenario 9 (kombinasi penurunan suku bunga kredit dengan kenaikan harga input dan upah tenaga-kerja) dan Skenario 5 (kombinasi kenaikan harga output dengan kenaikan harga input dan upah tenaga-kerja) dapat disarankan sebagai kebijakan yang terbaik untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah, dengan pertimbangan mampu mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, yaitu : (1) kepentingan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, (2) kepentingan pemerintah melalui peningkatan produktivitas usahatani dan pengamanan proyek-proyek vital di wilayah DAS, (3) kepentingan Perum Perhutani melalui makin lestarinya hutanlindung yang dikelolanya, serta (4) kepentingan lingkungan melalui menurunnya perusakan sumberdaya alam. Disamping itu, dari hasil analisis kelembagaan direkomendasikan perlunya penguatan kelembagaan PHBM di tingkat mikro, yaitu membangun kontrak kerjasama kemitraan yang lebih saling menguntungkan antara petani peserta PHBM dengan Perum Perhutani. Kata kunci : perilaku ekonomi, masyarakat sekitar hutan, pemberdayaan, hutan lindung, penguatan kelembagaan.
RINGKASAN
Pulau Jawa dihuni oleh lebih dari 60 persen penduduk Indonesia. Redistribusi penduduk dan penguasaan lahan yang tidak seimbang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan yang menimbulkan banjir, tanah longsor, dan bencana kekeringan. Salah satu terobosan Perum Perhutani untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan akibat tekanan penduduk yang lapar lahan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Melalui program ini, masyarakat diberi akses untuk mengelola lahan kawasan hutan secara lebih optimal. Satu dari banyak lokasi program PHBM adalah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, Propinsi Jawa Barat. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diterapkan di lokasi penelitian dimaksudkan sebagai upaya penanganan terhadap perambahan kawasan hutan secara arif dengan mempertimbangkan 3 (tiga) kepentingan, yaitu : (1) kepentingan ekonomis masyarakat sekitar hutan melalui alih-profesi dari petani sayuran menjadi petani agroforestry dengan pemilihan komoditas yang tepat, (2) kepentingan ekologis melalui penerapan pola pertanian yang lebih ramah-lingkungan, dan (3) kepentingan sosial melalui peningkatan kesejahteraan petani sekitar hutan. Wilayah Pangalengan memiliki kekhususan karena merupakan kawasan hutan lindung di DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum sebagai sumber air bagi 3 (tiga) bendungan strategis, yaitu Jatiluhur, Cirata, dan Saguling. Karena itu, studi kasus mengenai perilaku ekonomi rumahtangga masyarakat sekitar hutan-lindung di wilayah ini perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini terdiri atas : (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga menyangkut alokasi waktu tenaga kerja, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, (2) menganalisis dampak perubahan faktor eksternal perilaku ekonomi rumatangga, serta (3) menganalisis aspek kelembagaan kontrak kerjasama kemitraan PHBM. Lokasi penelitian adalah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan. Fokus penelitian adalah kegiatan PHBM pada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kubangsari. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan, bahwa LMDH Kubangsari merupakan LMDH yang terbaik di KPH Bandung Selatan dan wilayah hutannya berada di hulu DAS Citarum yang sangat vital sebagai sumber air bagi proyek-proyek penting, sehingga dapat menjadi benchmark bagi lokasi lain. Sampel dalam penelitian ini adalah rumahtangga sekitar hutan sebagai unit analisis, terdiri atas 59 rumahtangga peserta PHBM-Kopi dari populasi sebanyak 321 rumahtangga dan 31 rumahtangga peserta PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah dari populasi sebanyak 200 rumahtangga.
Analisis dibangun untuk 2 (dua) model ekonomi rumahtangga, yaitu PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Alternatif kebijakan disimulasi dengan menggunakan pendekatan ekonometrik dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri atas 13 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas pada model PHBM Kopi, serta 14 persamaan struktural dan 20 persamaan identitas pada model PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Metode Two Stage Least Squares (2SLS) digunakan untuk menduga parameter persamaan struktural. Hasil identifikasi karakteristik masyarakat sekitar hutan peserta PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah menunjukkan ciri-ciri spesifik sebagai-berikut : (1) masyarakat umumnya tidak memiliki lahan sendiri (landless), tetapi menjadi penggarap yang bergantung pada faktor lahan (landbase agriculture); (2) masih terjadi pengangguran terselubung pada PHBM Kopi; (3) petani PHBM Kopi berada di atas batas garis kemiskinan menurut Standar BPS, namun masih berada di bawah garis kemiskinan menurut Standar Bank Dunia; (5) lebih dari 60 % pendapatan rumahtangga PHBM Kopi berasal dari aktivitas non-usahatani, dan sisanya dari usahatani kopi, sedangkan petani Rumput-gajah & Sapi-perah lebih 80 % pendapatannya berasal dari usahatani rumput-gajah dan sapi-perah dan sisanya ditopang oleh aktivitas non-usahatani; serta (6) dilihat dari pola konsumsi masyarakat, lebih dari 60 % anggaran masih dibelanjakan untuk konsumsi pangan. Secara umum, aktivitas PHBM belum sepenuhnya mampu mengatasi kemiskinan masyarakat, khususnya pada PHBM Kopi, tetapi telah berhasil mengatasi perambahan hutan. Berdasarkan hasil analisis estimasi ekonometrika, perilaku ekonomi rumahtangga terkait keputusan alokasi tenaga kerja disimpulkan : (1) alokasi tenaga kerja keluarga pada usahatani bersifat saling-menggantikan terhadap alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani maupun tenaga kerja luar keluarga yang disewa; (2) alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani berkaitan dengan pendapatan luar usahatani, sedangkan alokasi tenaga kerja pada usahatani (baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga sewaan) berpengaruh pada pendapatan usahatani; (3) alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani pada PHBM Kopi sensitif terhadap perubahan total pengeluaran rumahtangga; Terkait dengan keputusan produksi, disimpulkan : (1) petani mengalami kendala finansial untuk mampu memperluas lahan garapan usahataninya; (2) produktivitas lahan PHBM lebih dipengaruhi oleh faktor yang terkait dengan kapasitas sumberdaya manusia daripada pemanfaatan teknologi penggunaan input produksi, sehingga pengelolaan lahan masih bersifat konvensional. Terkait dengan keputusan pengeluaran rumahtangga, disimpulkan : (1) sebagian besar pengeluaran rumahtangga dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan; (2) konsumsi non-pangan belum merupakan prioritas; dan (3) kesadaran investasi sumberdaya manusia belum sepenuhnya tumbuh di kalangan petani. Terkait dengan keputusan tabungan dan kredit rumahtangga, disimpulkan : (1) kesadaran menabung lebih tinggi pada petani PHBM Rumput-gajah & Sapiperah; dan (2) kebutuhan kredit lebih dirasakan oleh petani PHBM Kopi. Simulasi perubahan faktor eksternal masing-masing model sebanyak 12 alternatif skenario, menghasilkan kesimpulan umum : (1) Skenario 9 (kombinasi penurunan suku bunga pinjaman dengan kenaikan harga-harga input dan upah
v
tenaga-kerja) merupakan kebijakan terbaik bagi PHBM Kopi; dan (2) Skenario 5 (kombinasi kenaikan harga output dengan kenaikan harga-harga input dan upah tenaga-kerja) merupakan kebijakan terbaik bagi PHBM Rumput-gajah & Sapiperah. Hal ini dapat dipahami karena PHBM Kopi masih dalam taraf investasi sehingga masih memerlukan kredit/pinjaman bagi pengembangan usahanya. Sedangkan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah sudah pada taraf pemanenan hasil sehingga diperlukan fasilitasi untuk meningkatkan harga jual susu sapinya. Kebijakan perluasan lahan andil maupun pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) memberikan dampak positif, tetapi magnitude-nya sangat kecil. Demikian pula kebijakan penurunan nilai sharing produksi hanya kondusif untuk PHBM Kopi. Disamping faktor-faktor ekonomi di atas, dari hasil analisis kelembagaan direkomendasikan perlunya penguatan kelembagaan kontrak PHBM, yaitu membangun kondisi pemungkin (enabling-condition) bagi efektifnya implementasi kebijakan terpilih di tingkat mikro (Skenario 9 dan 5) dalam rangka meningkatkan kinerja PHBM secara berkelanjutan, diantaranya : (1) pada PHBM Kopi perlu untuk mencegah pengalihan lahan demi cash-income secara cepat, pemanfaatan lahan secara lebih optimal dan inovatif, rekalkulasi sharing produksi sesuai dengan tipologi komoditas dan siklus produksinya, sinergitas dalam membina keterampilan praktis petani (termasuk keterampilan mengelola kredit secara sehat), serta capacity building terhadap KTH/LMDH; (2) pada PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah perlu mencegah kebijakan memperluas lahan andil secara terburu-buru, pemberdayaan petani untuk meningkatkan mutu keluaran rumput-gajah, teknologi pengawetan rumput-gajah, teknologi pengolahan susu, serta menyiapkan contengency-plan untuk mencari sumber pembeli baru. Implikasi kebijakan yang perlu disiapkan antara-lain adalah : menyusun strategi jangka-panjang untuk mengatasi tekanan eksternal terhadap kawasan hutan-lindung, penggalian pengetahuan dan kearifan lokal di tingkat mikro untuk melandasi kebijakan pembangunan makro, pemberdayaan kelembagaan ekonomi rakyat (koperasi) serta KTH/LMDH, menetapkan Key Performance Indicators yang spesifik bagi pengelola hutan lindung, membangun pola-pola kolaborasi antara pengelola hutan lindung dengan masyarakat sekitar hutan, serta mencegah kebijakan ekonomi yang sifatnya instant dan adhok.
vi