Kerjasama Pemerintah dan Swasta
KPS
KOLOM: Bambang Bintoro Soedjito, PhD “MERAJUT KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA”
laporan khusus:
Kerjasama Swasta Tingkatkan Layanan Tirtanadi Tirtanadi Raih Citra Pelayanan Prima
edisi 12 - des 2009-jan 2010
Pengembangan Infrastruktur
1
Butuh Komitmen Pemerintah Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dari redaksi MELESETNYA JADWAL PERSIAPAN KPS
K
ita tahu proses persiapan KPS memakan waktu panjang. Tendernya dan negosiasinya pun panjang. Ancar-ancar memakan waktu minimal 2 tahun. Yang harus kita pahami betul, melesetnya persiapan KPS berarti terlambatnya tender dan negosiasi, terlambatnya konstruksi. Ujung-ujungnya pelayanan infrastruktur –pelayanan air minum misalnya- yang diidam-idamkan masyarakatpun tertunda-tunda. Investasi yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan bahkan bisa menghilang. Maklum saja investor juga punya hitung-hitungan sendiri mau dikemanakan uangnya. Apalagi kalau uangnya pinjaman dari bank, jadwal konstruksi dan operasi ketat dipantau. Mundurnya jadwal operasi berarti mundurnya terjadinya cashflow. Di mata kreditur, ancaman keterlambatan pembayaran cicilan langsung tampak nyata. Proyek KPS tentu harus disiapkan matang. Untuk banyak orang di Indonesia, KPS merupakan hal yang baru. Kemampuan persiapan proyek KPS perlu ditingkatkan. Aturan KPS perlu dipahami. Pembelajaran bersama perlu difasilitasi untuk mengurangi kesenjangan. Untuk negara sebesar Indonesia, masalah peningkatan kemampuan dari Sabang – Merauke menjadi masalah yang serius. Fokus peningkatan kapasitas persiapan harus diletakan pada daerah yang memang sudah mulai dilirik investor. Bukannya pilih kasih, tetapi kita juga harus mengikuti selera pasar. Kepastian otoritas merupakan masalah yang harus jelas di awal proses. Apakah ide proyek KPS merupakan otoritas sepenuhnya pemda atau pusat? Bagaimana relasi otoritas (perijinan misalnya), hak, kewajiban, dan tanggung jawab asset dan anggaran di antara kedua tingkatan pemerintahan ini? Kalau sudah terpetakan dengan baik, penentuan siapa contracting agency –unit pemerintah yang akan bekerjasama langsung dengan swasta- lebih mantap dilakukan. Kesiapan komitmen menjadi masalah utama lainnya. Studi KPS memerlukan dana yang harus dianggarkan. Keinginan melakukan KPS tanpa sumber dana yang cukup untuk mempersiapkannya malah mengundang pertanyaan. Komitmen juga harus disediakan untuk beberapa hal prasyarat. Dalam banyak hal pemerintah harus menyediakan tanah. Terkadang harus merelakan gedungnya dipinjam atau bahkan dirombak. Atau ada beberapa regulasi yang harus dikeluarkan dahulu, sebelum KPS beroperasi. Masalah tanah merupakan masalah serius. Infrastruktur jalan tol memerlukan lahan luas. Untuk lahan dikota sangat mahal harganya. Dengan sendirinya anggaran pengadaan tanah pun harus disediakan dalam jumlah memadai. Anggaran untuk pengadaan tanah harus dialokasikan, Panitia Pengadaan Tanah harus dilakukan, transaksi dengan pemilik lahan harus dilakukan. Tak ada yang meragukan kalau hal-hal ini merupakan pekerjaan yang besar dan rumit. Namun untuk lancarnya persiapan KPS tetap harus dilakukan. Keterlambatan jadwal pengadaan tanah merupakan momok tersendiri baik untuk pemerintah maupun investor. Tapi ini harus dilakukan, karena umumnya investor enggan melakukan pengadaan tanah sendiri. Kalau semua sudah dapat diperkirakan, alokasi resiko lebih enak dilakukan. Apa yang ditanggung investor, apa yang ditanggung pemerintah. Tentunya lalu didiskusikan dengan dewan perwakilan masing-masing, dikonsultasikan dan kalau perlu dimintakan persetujuan mereka. Idealnya semua komitmen yang akan disediakan untuk sudah siap sebelum tender dimulai. Bila tidak mampu dipenuhi seluruh, dibuat perkiraan kapan akan dipenuhi. Namun ini berarti, bola kembali di tangan pemerintah. Jadwal penyediaan komitmen menunggu untuk dipenuhi. Mudah-mudahan kita semua semakin tangguh dan mampu bahu membahu menyediakan komitmen dalam menyiapkan proyek KPS.
2
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
KPS PENASIHAT/PELINDUNG
Deputi Bidang Sarana & Prasarana, Bappenas PENANGGUNG JAWAB
Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah & Swasta Bappenas PEMIMPIN REDAKSI
Yudo Dwinanda Priaadi DEWAN REDAKSI
Jusuf Arbi, Rachmat Mardiana, Sunandar, Eko Wiji Purwanto, Gunsairi, Novie Andriani, Moh.Taufiq Rinaldi REDAKTUR PELAKSANA
Ahmed Kurnia Gusti Andry REPORTER/RISET
Fauzi Djamal, Bambang Mustaqim, Lies Pandan Wangi FOTOGRAFER
R Langit M DESIGN GRAFIS
F Imelda L
ALAMAT REDAKSI Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP) BAPPENAS Jl. Tanjung No.47 Jakarta 10310 www.irsdp.org Tel. (62-21) 3925392 Fax. (62-21) 3925290
4 LAPORAN UTAMA
2 DARI REDAKSI LAPORAN UTAMA
4 Pengembangan Infrastruktur Butuh Komitmen Pemerintah
6 8 Proyek KPS Tahun 2009, Batal Ditenderkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memastikan delapan proyek infrastruktur yang siap tender pada tahun 2009, batal ditenderkan. Seluruh proyek tersebut bernilai US$4,52 miliar atau setara dengan Rp45 triliun dan diperkirakan memiliki multiplier effects yang besar terhadap perekonomian masyarakat. KOLOM
8 MERAJUT KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA Oleh Bambang Bintoro Soedjito, PhD (PPP Development Specialist/Team Leader) LAPORAN KHUSUS
daftar isi
10 Kerjasama Swasta Tingkatkan Layanan Tirtanadi
Des-Jan 2009
12 SUEZ Group Gandeng 4 PDAM
Tirtanadi Raih Citra Pelayanan Prima
DINAMIKA
14 Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur di Aceh Kota Serambi Makkah baru bangkit dari musibah tsunami yang menghancurkan 1/3 infrastruktur kota. Karenanya, kota ini membutuhkan dana sangat besar yang tidak mungkin jika hanya menggandalkan APBD Kota Banda Aceh saja. 16 2010, Bappenas Selenggarakan APMC 17 Depkeu Besut PII dan SMI Diharapkan Mampu Dukung KPS
10
18 Jasa Non Komersial (NCS) dalam Tata Kelola
LAPORAN KHUSUS
Perhubungan
14 DINAMIKA
20 Chemistry Jasa Marga, Bank dan Kontraktor 22 Bappenas Persiapkan Konferensi APMC dan IA 2010
SOROT
24 Kiprah Dua Budaya Penyelamat Nil 26 China Railway Highspeed Lesatkan Warga China
3
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama Pembangunan infrastruktur di Indonesia membutuhkan komitmen kuat pemerintah dalam mewujudkannya. Selain mampu menciptakan multiplier effects dalam menumbuhkan perekonomian Indonesia, infrastruktur juga menjadi persyaratan utama bagi masuknya investasi di Indonesia. “Komitmen serius pemerin tah sangat diperlukan dalam mendorong perce patan pembangunan in frastruktur di seluruh wilayah Indonesia. Khususnya,
Pengembangan Infrastruktur Butuh Komitmen Pemerintah 4
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
masalah pembebasan lahan yang seringkali menghambat proyek infrastruktur,” kata Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy Supriadi Priatna pada acara Forum Bisnis bertema Prospek Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur 2009-2014, di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (17/12). Menurut Deddy, dampak akhir dari ke giatan industri konstruksi adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi bangsa sebagai indikator makro dari seberapa besar pemerin tah mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga, kegiatan pembangun an infrastruktur akan selalu ditujukan untuk memfasilitasi masyarakat dalam pemenuhan akses berupa penyediaan prasarana umum sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat guna mendukung kegiatan ekonomi. “Selain itu, infrastruktur yang mendukung proses produksi dan supply chain me
LAPORAN utama rupakan salah satu faktor yang dapat mendorong peningkatan investasi swasta di berbagai sektor,” jelasnya.
Kendala Serius
2010 akan lebih baik dan pasti bagi investor
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto meng akui bahwa masalah pembebasan lahan merupakan kendala serius yang seringkali menghambat penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah. Apalagi di era otonomi daerah (otda) yang saat ini telah berjalan. Menurut dia, kesulitan daerah untuk membebaskan lahan seringkali berujung pada terhambatnya pembangunan infrastruktur. Salah satunya adalah pembangunan tol trans Jawa, yang proses pembebasan lahannya baru 26% dari total kebutuhan 4.500 hektar. Meski demikian, kata dia, pemerintah pusat akan membantu proses pembebasan lahan tersebut, sehingga bisa mempercepat pembangunan proyek-proyek infrastruktur. “Jika pemerintah daerah (pemda) kesulitan membebaskan lahan dan menghambat pembangunan, maka pemerintah pusat akan masuk dan mengintervensi. Seper ti untuk proyek jalan tol, nanti kami bicarakan. Namun memang, tidak bisa secara general, sebab harus dilihat case by case,” ujar dia. Menurut Djoko, pemerintah telah berkomitmen menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas dalam masa pemerintahan 20092014. Penetapan prioritas pembangunan pada sektor ini dipandang sebagai langkah yang paling efektif dilakukan pemerintah, karena pengembangan infrastruktur akan berdampak langsung pada peningkatan aktivitas ekonomi di sektor riil. Dalam rangka mengatasi keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah untuk pembangunan infrastruktur serta untuk menjamin tercapainya tujuan pemerintah dalam percepatan pembangun an, pemerintah memutuskan untuk melibatkan partisipasi swasta dengan skema public private partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).
Mafia Lahan Sementara itu, Direktur Utama Jasa Marga Frans Sunito mengatakan, meski pemerintah pusat masuk dalam proses pembebasan lahan namun masalah pembebasan lahan tetap sulit dilakukan. Pasalnya, terlalu banyak mafia-mafia lahan yang selalu menghambat proses tersebut.
Misalnya, kata dia, ketika pemerintah memutuskan untuk membangun suatu proyek infrastruktur di suatu wilayah, maka para spekulan yang berperan sebagai mafia lahan, akan segera memberikan informasi kepada masyarakat untuk menaikkan harga tanahnya. Akibatnya, rencana pembiayaan awal yang disusun investor menjadi membengkak “Implikasinya jelas, investor menjadi tidak mau melanjutkan proyek itu. Tapi akibat seriusnya adalah, perekonomian masyarakat di wilayah itu menjadi terhambat juga. Jadi bagi kami, pemerintah harus menuntaskan masalah mafia-mafia itu,” ujar dia. Frans mendorong agar pemerintah dan DPR segera menyelesaikan Undang-Undang (UU) Pembebasan Lahan bagi kepentingan publik, se hingga memberikan kepastian bagi investor terha dap masalah lahan. “Kami harapkan, pertengahan 2010 UU itu sudah terbit. Sehingga masalah tanah menjadi jelas bagi investor,” terangnya. Dedy menambahkan, sesuai target pemerintah maka UU Pembebasan Lahan harus sudah terbit pada akhir 2010. Meski demikian, pihaknya berharap penyelesaian UU itu bisa diselesaikan lebih cepat. “Kalau bisa pertengahan 2010, akan lebih baik dan pasti bagi investor,” ucap dia. Sementara itu, Presiden Direktur/CEO PT Saratoga Capital Sandiaga Salahuddin Uno menilai, banyak hal yang dapat dilakukan untuk me ningkatkan keterlibatan swasta dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur. Diantaranya adalah memanfaatkan keunggulan komoditas daerah atau peningkatan hasil alam, untuk menarik pihak swasta agar mereka tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur di daerah yang menunjang aktivitas distribusi dan proses produksi mereka. Selain itu, lanjut Sandi, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan program berupa insentif-insentif fiskal, dukungan regulasi pemerintah, dukungan iklim usaha dan kemudahan berusaha, pencitraan negara, dan keterbukaan informasi. “Terkait keterbukaan informasi, Pemerintah ha rus dapat memberikan gambaran kepada investor mengenai proyek-proyek infrastruktur yang potensial untuk investasi sesuai program pembangunan pemerintah, feasibility objek investasi, regulation and policy clarity, dan gambaran dukungan lembaga-lembaga keuangan,” ungkap Sandi.
5
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama
8 Proyek KPS Tahun 2009,
Batal Ditenderkan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memastikan delapan proyek infrastruktur yang siap tender pada tahun 2009, batal ditenderkan. Seluruh proyek tersebut bernilai US$4,52 miliar atau setara dengan Rp45 triliun dan diperkirakan memiliki multiplier effects yang besar terhadap perekonomian masyarakat. “Jadi, dari delapan proyek infrastruktur yang siap tender pada tahun 2009, tidak ada satupun yang berjalan seperti yang diharapkan,” kata Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah-Swasta Bappenas Bastary Pandji Indra kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (22/12). Bastary menjelaskan, untuk ketiga proyek jalan tol yaitu Medan-Binjai senilai
6
US$129 juta, Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi (US$ 476 juta), dan Cileunyi-Sumedang-Dawuan (US$395 juta), terhambat pada masalah-masalah dukungan pembebasan lahan oleh pemerintah yang belum tersedia. Sementara itu, untuk proyek pelabuhan kapal pesiar Tanah Ampo Cruise Terminal, Karangasem Bali (US$24 juta), terhambat karena belum selesainya dokumen tender
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
proyek itu. Demikian juga untuk proyek railway Palaci-Bangkuang (US$740 juta) dan Soekarno-Hatta Airport-Manggarai (US$700 juta). Sedangkan Proyek Water Supply Ban dung Municipal (Cimenteng) (US$54 juta), terhambat karena berubahnya komitmen pemerintah Kota Bandung terhadap pelaksanaan proyek tersebut. Dan proyek tenaga listrik Central Java Coal Fired Steam Power Plant hingga 2.000 MW (US$2,9 miliar), terhambat karena ketidakjelasan status pe nanggungjawab proyek tersebut, dan belum diperolehnya izin prinsip penjaminan dari Departemen Keuangan (Depkeu).
Pasti 2010 Bastary melanjutkan sedikitnya empat proyek infrastruktur berskema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) di luar kategori siap ditawar-
LAPORAN utama kan kepada investor, akan menjalani proses tender pada 2010. Keempat proyek tersebut dipastikan siap tender pada 2010. Pertama, pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS) di Gede Bage Bandung. Kedua, penyediaan air di Klungkung Bali. Ketiga, penyediaan air di Maros Sulsel. Dan keempat, pembangunan stasiun Malioboro di Yogyakarta. “Ini di luar proyek-proyek yang kami pikir bisa ditender pada 2010. Mungkin ada juga proyek jalan tol yang bisa kita kejar,” terang dia. Bastary juga memastikan dan optimistis terdapat tiga proyek lain yang memang siap tender, akan ditenderkan pada tahun 2010. Pertama,terminal pelabuhan kapal pesiar Tanah Ampo di Karangasem Bali senilai US$ 24 juta. Kedua, rel kereta api batubara Palaci-Bangkuang di Kalimantan Tengah US$ 740 juta. Ketiga, PLTU batubara di Pemalang Jawa Tengah US$ 2 miliar. Menurut dia, rel kereta api di PalaciBangkuang, saat ini tinggal persiapan dokumen tender dan prakualifikasi serta penyelesaian dukungan dan jaminan. Menurut dia, tender sebenarnya bisa dimulai lebih cepat, tetapi ada hambatan dalam hal rekrutmen konsultan yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB). “Rekrutmen konsultan prosesnya berlanjut, karena harus mendapat approval dari ADB. Jadi, mobilisasi konsultan untuk penyiapan dokumen tender jadi terlambat, sampai sekarang masih dalam proses,” terang dia.
Sedangkan PLTU di Pemalang, selain masih menunggu status penjaminan dalam revisi Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Penyediaan Infastruktur, proyek PT PLN ini juga masih dalam tahap studi detail engineering untuk menentukan letak dibangunnya PLTU. “Swasta yang akan menentukan titiknya. Tender diperkirakan pada Januari 2010, kemudian pada Juli akan diumumkan pemenang. Investor pemenang akan menentukan detail engineering dan konstruksi mungkin baru tahun 2011,” paparnya. Menanggapi itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi UI Bambang Brodjonegoro mengatakan, tidak adanya realisasi KPS pada 2009 merupakan berita buruk. Karena, bottle neck belum juga terpecahkan dan masih akan membuat pembangunan infrastruktur terhambat. “Padahal, itulah kunci percepat an pertumbuhan ekonomi,” tegas dia.
Masalah Berulang Sementara itu, Ketua Umum HIPMI Erwin Aksa menuturkan sebenarnya masalah tersebut sangat klasik dan berulang muncul kembali. Karena itu, pemerintah harus segera me-review seluruh aturan, baik yang ada di daerah maupun di pusat agar tidak terjadi overlapping. Seharusnya, kata Erwin, baik pemda maupun pemerintah pusat harus sering-
sering mengkaji dan duduk diskusi untuk membahas hal ini. Menurut dia, untuk masalah lahan, memang tidak lain pemerin tah harus turun tangan langsung memberi garansi bagi investor. Dan gagalnya pelaksanaan PPP ini menjadi bukti bahwa pemerintah belum fokus pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur. “Dan ini sa ngat mengganggu bagi pencapaian ekonomi. Karena itu, ke depan harus dibuat aturan, target dan pencapaian yang jelas. Dan bagi daerah yang tidak komit, harus diberikan tindakan tegas,” keluh dia. Senada dengan itu, Direktur Eksekutif INDEF Ahmad Erani Yustika mengatakan tidak adanya proyek infrastruktur pemerin tah dengan skema PPP yang berhasil dijalankan, merupakan masalah klasik yang selalu terulang. Erani meyakini, tidak ada cara lain bagi pemerintah selain menjadikan masalah lahan menjadi prioritas pemerintah. Di China, ia mencontohkan, ganti rugi lahan sekitar dua kali lipat dari nilai jual objek pajak (NJOP) sehingga menguntungkan dan memberi kepastian semua pihak. “Di luar itu, soal lahan bisa didekati dengan cara pemindahan pemukiman dengan kelayakan yang berlipat, apabila suatu proyek harus menerabas kawasan pemukiman penduduk. Daerah juga harus diberi penalti apabila ingkar dengan kesepakatan yang dibuat, misalnya dengan mengurangi DAU/DAK,” usul Erani.
Proyek Infrastruktur Pemerintah Yang batal Ditenderkan Pada Tahun 2009 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Proyek
Toll Road Medan – Binjai Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi Cileunyi – Sumedang – Dawuan Marine Transportation Tanah Ampo Cruise Terminal, Karangasem Railway Palaci – Bangkuang Soekarno – Hatta Airport – Manggarai Water Supply Bandung Municipal (Cimenteng) Power
Biaya (US$ juta)
129 476 395 24
Alasan Terhambat
Dukungan pembebasan lahan oleh pemerintah belum tersedia Lambatnya proses pengadaan tanah
Dokumen tender belum selesai
740 700
Dokumen tender belum selesai
54
Komitmen daerah berubah
Central Java Coal Fired Steam Power Plant (up to 2.000 MW)
2.900
Ketidakjelasan status penanggungjawab proyek dan ijin prinsip penjaminan
Total
4.518
7
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
KOLOM KEMITRAAN
Oleh Bambang Bintoro Soedjito, PhD (PPP Development Specialist/Team Leader)
MERAJUT KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA
Karena dana pembangunan infrastruktur terbatas, maka pemerintah menjalin kerjasama dengan swasta. Belum adanya aturan dan mekanisme yang jelas, sejumlah proyek terancam batal ditawarkan ke swasta.
P
ercepatan pembangunan infrastruktur dengan melibatkan peran swasta, belum berjalan maksimal. Salah satu penyebabnya karena belum adanya jaminan seperti yang diharapkan investor. Akibatnya keikutsertaan swasta dalam pembangunan infrastruktur nasional sangat minim. Kondisi itu juga didukung persiapan pemerintah yang kurang optimal, dalam menyiapkan proyek yang akan ditawarkan ke pihak swasta. Padahal, partisipasi swasta sangat dibutuhkan, di tengah keterbatasan dana pembangunan infrastuktur yang masih jauh dari harapan. Ketidaksiapan dalam menawarkan proyek terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai analisis proyek yang akan dikerjasamakan dengan swasta. Seperti pemerintah daerah, yang masih me-
8
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
nilai kemitraan pemerintah dan swasta (KPS), sebagai alternatif, jika anggaran daerah (APBD) tidak bisa menyediakan pendanaan untuk membangun infrastruktur. Padahal salah satu unsur pola kemitraan, adalah saling menguntungkan dan saling mendukung. Untuk mendorong keikutsertaan swasta dalam pembangunan, pemerintah perlu menyusun langkah dan strategi yang bertujuan menarik investor menanamkan modalnya sekaligus membantu pemerintah menjalankan kewajiban publik. Karenanya pemerintah perlu menginformasikan secara lengkap, terkait proyek yang akan ditawarkan, dengan memberikan dokumen detil setiap proyek, se perti rencana pembiayaan, agenda realisasi, dokumen tender, dan kejelasan peran pemerintah.
Sebelum menjalin kemitraan dengan swasta, pemerintah perlu menentukan jenis proyek yang akan dikerjakan, melalui pola (KPS). Caranya dengan mempertimbangkan beberapa kriteria seperti pendanaan, efisiensi dan lain sebagainya. Langkah selanjutnya menyiapkan aturan kemitraan termasuk di dalamnya membentuk tim yang bertugas menyeleksi mitra swasta, kriteria evaluasi, dan strategi komunikasi publik, termasuk menilai proposal yang diajukan. Pemerintah juga perlu mengawasi selama proyek tersebut bejalan dan mengevaluasi kerjasama itu pada tahap akhir, untuk merumuskan dan memperbaiki pada kemitraan berikutnya. Beberapa pola kemitraan yang telah berjalan, dan tidak bisa memberikan hasil yang maksimal, harus menjadi pegangan pemerintah, untuk memperbaiki kerjasama dengan swasta. Belum optimalnya keikutsertaan swasta dalam proyek pembangunan nasional, salah satunya akibat terbatasnya analisis awal, mengenai prospek atau kelangsungan proyek yang akan ditawarkan. Hingga saat ini banyak proyek yang menurut pemerintah meng untungkan, namun belum ada investor yang tertarik. Salah satunya proyek pembangunan jalan bebas hambatan atau jalan tol. Untuk itu pemerintah perlu memberikan informasi terbaru yang diperlukan swasta, seperti peraturan dan jaminan hukum, ketentuan menyangkut kepastian usaha, pajak sampai masalah buruh atau tenaga kerja. Karena target kemitraan dengan swasta adalah penghematan biaya pembangunan.
Berbagi risiko Dalam setiap kerjasama ada pembagian beban risiko antara pemerintah dan swasta. Pemerintah perlu memberikan insentif, untuk memastikan semua proyek layak dibiayai perbankan. Jika ada yang tidak layak dibiayai bank, tapi dibutuhkan masyarakat, perlu adanya insentif sehingga layak dikerjakan dari sudut pandang swasta. Insentif dapat diberikan pemerintah berupa dukungan finansial atau non finansial. Insentif lain yang tak kalah pentingnya adalah kepastian hukum dan kejelasan regulasi yang kondusif. Hingga kini aturan sektor maupun lintas sektor yang ada, belum saling mendukung. Peme rintah perlu melakukan pembenahan regulasi untuk memperjelas fungsi dan kewenangan regulator dan pelaku operasi.
Harga lahan untuk jalan tersebut yang jauh di atas perkiraan dan proses yang panjang merupakan bentuk ketidakpastian nilai dan waktu proyek tersebut. Akibatnya biaya yang dibutuhkan membengkak dan kurang menarik minat swasta. Tidak salah jika swasta meminta berbagai macam jaminan pemerintah, comfort letter atau government guarantee untuk keamanan dan kepastian pengembalian atas dana yang telah diinvestasikan pada proyek itu. Terkait jaminan pemerintah atas risiko proyek, sebenarnya hal itu sudah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 67 tahun 2005 serta Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 38 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksana Pengendalian dan Penge lolaan Risiko atas Penyediaan Infrastruktur. Namun jaminan ini hanya bersifat risk sharing yang diberikan khusus pada proyek kerjasama antara pemerintah dan BUMN, BUMD maupun koperasi. Selain itu, jamin an tersebut hanya berlaku pada pekerjaan penyiapan sampai konstruksi, tapi untuk pekerjaan jangka panjang belum terpenuhi. Sebaiknya risiko yang dijamin pemerintah mencakup risiko politik, kinerja proyek, dan risiko permintaan. Misal risiko politik, terkait perubah an regulasi yang berdampak merugikan proyek infrastruktur. Risiko kinerja misalnya jika harga lahan lebih tinggi dari harga kontrak, maka selisihnya akan ditanggung pemerintah dalam persentase yang disepakati. Sedangkan risiko permintaan terjadi jika hanya pengelolan infrastrktur lebih rendah dari rencana bisnis semula. Beberapa risiko memang telah dicakup dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) misalnya masalah lahan. Pemerintah akan menanggung sebagian kelebihan harga lahan, namun aturan itu tidak otomatis menyelesaikan masalah lahan. Karena ketidakpastian masalah lahan ada pada proses pembebasannya. Investor akan bersedia menanamkan modal jika tidak ada hambatan untuk mengimplementasikan. Model partisipasi dengan mitra swasta sangat diharapkan pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur nasional. Banyaknya permintaan jaminan, menunjukan bahwa risiko proyek infrastuktur masih tinggi, sementara tidak semua risiko dapat dijamin pemerintah, karena keterbatasan anggaran. Namun risiko itu harus dipertimbangkan dalam menjalin kemitraan dengan swasta.
9
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN khusus Kesulitan mendapatkan modal untuk membangun infrastruktur air minum, justru berbuah manis ketika pilihan dijatuhkan pada membangun kerjasama dengan pihak swasta. Pelayanan air bersih pun berhasil ditingkatkan, meski target optimal masih harus dikejar.
Kerjasama Swasta Tingkatkan Layanan Tirtanadi Harus diakui, pelayanan kebutuhan akan air ber sih di Kota Medan, Sumatera Utara, me ningkat berkat kerjasama Perusahaan Dae rah Air Minum (PDAM) Tirtanadi dengan pihak swasta. “Sampai saat ini kami hanya bisa melayani sekitar 78 persen kebutuhan air bersih di Kota Medan, itupun sudah meningkat, karena ada beberapa kerjasama dengan pihak swasta. Kalau hanya mengandalkan dana kami, itu tidak mungkin,” ung kap T Fahmi Johan, Direktur Operasional PDAM Tirtanadi Medan. Krisis moneter di tahun 1998 adalah awal mula dampak kepada PDAM Tirtanadi. Meningkatnya kebutuhan akan air bersih berbanding terbalik dengan tidak adanya dana membangun infrastruktur aim minum untuk mengatasi tingginya permintaan. Awalnya, PDAM Tirtanadi meminjam sejumlah dana dari Asian Development Bank (ADB). Namun, disadari hal ini tidak bisa menjadi solusi jangka panjang. Akhirnya, pilihan terbaik saat itu adalah mencari investor atau pihak swasta yang ingin bekerjasama dalam penyediaan air bersih. Salah satu investor yang mengajukan
10
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
tawaran adalah PT Lyonnaise. Setelah melalui beberapa proses, pada tahun 2001, PDAM Tirtanadi resmi bekerjasama dengan perusahaan asal Perancis itu dengan sistem build operation transfer (BOT) untuk jangka waktu 25 tahun. Di areal seluas 6,8 hektar di daerah Tanjung Morawa, diba ngun lokasi pengelolaan air minum yang bernama PT Tirta Lyonnaise Medan. Dalam kerjasama ini PT Tirta Lyonnaise Medan mampu menghasilkan 500 liter air per detiknya yang diambil dari Sungai Belumai, masih di lokasi yang sama. “Walaupun tidak mencapai target, namun jumlah itu sudah sangat membantu kami dalam penyediaan air bersih untuk masyarakat,” tegas Fahmi. Ia menuturkan target pencapaian awal adalah penyediaan 3.000 liter air per detik. Namun, dengan jumlah yang dihasilkan oleh perusahaan gabungan itu sudah sangat membantu masyarakat untuk dapat menikmati air bersih. Dalam kerjasama ini, Fahmi mengatakan pembagian saham di perusahaan tersebut yaitu PDAM Tirtanadi 15 persen dan PT Lyonnaise 85 persen. Dalam perjanjian kerjasama ini, pihak Tirtanadi membeli air bersih dari PT Tirta Lyonnaise Medan dengan harga yang cukup murah selama 25 tahun. Setelah itu, PT Tirta Lyonnaise Medan seutuhnya akan menjadi milik PDAM Tirtanadi untuk dikelola sendiri.
Selain bekerjasama dengan PT Lyonnaise, PDAM Tirtanadi melakukan kerjasama dengan pihak swasta lainnya se perti perusahaan dari Malaysia. Namun, Fahmi mengatakan dalam proses kerjasama ini pihaknya mengalami masalah dalam penerapan Perpres Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Pemerintah dalam Penyediaan Infrastruktur. Ia mengungkapkan pihaknya merasa bingung dengan peraturan yang disebutkan dalam Perpres 67 tersebut. Misalnya, dalam hal pemilihan investor tidak dijelaskan apakah dilakukan proses tender atau penunjukan langsung. Kemudian, tambahnya, apabila diadakan tender, fungsi daripada inisiator cukup rancu. “Saya harap bisa lebih diperjelas dan dipertegas lagi Perpres 67 itu. Karena kami merasa bingung dengan fungsi inisiator. Selain itu banyak lagi yang cukup membingungkan dalam Perpres itu,” paparnya. Apabila Perpres itu lebih diperjelas dan dipertegas, menurutnya, akan lebih mudah bagi perusahaannya untuk membangun kerjasama lainnya dengan pihak swasta. Ia mengatakan PDAM Tirtanadi sampai saat ini masih berusaha untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Target ke depan adalah penyediaan 1.000 liter air bersih per detiknya.
SEKILAS PERPRES 67 Perpres 67/2005 lahir dari amanat pada pasal 51 Keppres 80/2003. Untuk itu, Perpres 67/2005 memasukkan Keppres 80/2005 dalam konsideran. Apakah Perpres 67/2005 mendorong pemilihan investor melalui tender atau penunjukan langsung? Jawabannya adalah tender. Dalam pasal 7 tercantum “Peng adaan Badan Usaha dalam rangka Perjanjian Kerjasama dilakukan melalui pelelang an umum.” Bagaimana kalau ide proyek tersebut datangnya dari swasta ? Idealnya memang pemerintah siap dengan daftar proyek yang akan dikerjasamakan dengan swasta. Daftar tersebut pada dasarnya merupakan rencana pemerintah, namun pendanaannya dari swasta. Dengan sendirinya masuk dalam dokumen perencanaan pemerintah. Namun swasta umumnya sangat jeli melihat peluang bisnis, sehingga meng usulkan proyek yang tidak ada dalam rencana pemerintah. Perpres 67/2005 sebe-
narnya memiliki 1 bab tersendiri (pasal 10 – 14) yang mengatur tentang proyek kerjasama atas prakarsa badan usaha. Pada dasarnya Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa proyek (pasal 10). Namun prakarsa tersebut tidak cukup hanya ide saja. Badan usaha yang bersangkutan juga harus melengkapi dengan studi kelayakan, rencana bentuk kerjasama, rencana pembiayaan proyek dan sumber dana nya, rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilai an (pasal 11). Perpres 67/2005 mengatur bahwa walaupun proyek merupakan prakarsa badan usaha, proses kerjasama tetap melalui proses pelelangan umum (pasal 12). Dengan kata lain, Perpres 67/2005 tetap mendorong upaya agar pemerintah tetap dapat memilih mitra kerjasama, bukan hanya satu pilihan saja. Dengan melakukan pelelangan, opsi mendapatkan mitra yang terbaik semakin terbuka.
Prakarsa badan usaha dihargai, dalam bentuk penambahan nilai maksimum 10% (pasal 13 dan 14). Besaran pastinya ditentukan oleh tim lelang. Pihak pemrakarsa karena telah memulai berbagai upaya persiapan tentunya boleh dikatakan paling siap diantara semua peserta lelang. Kompensasi tersebut juga dapat dilakukan pembelian prakarsa termasuk Hak Kekayaan Intelektual (pasal 13), baik oleh pemerintah maupun pemenang tender (kalau prakarsa tersebut tidak menjadi pemenang pelelangan umum). Namun perlu diingat bahwa Perpres 67/20056 mengatur kerjasama pemerintah dan badan usaha (PT, BUMN, BUMD, dan koperasi). Kerjasama antara sesama badan usaha – misalnya antara BUMD dengan PT yang berkompeten - tentu di luar lingkup Perpres 67/2005. Ketentuan tentang prakarsa badan usaha ini akan diperjelas dan diperluas dalam revisi Perpres 67/2005 yang sedang dilaksanakan.
11
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN khusus
SUEZ Group Gandeng 4 PDAM
Tirtanadi Raih Citra
Pelayanan Prima
SUEZ Group adalah satu dari sedikit pemain air dunia. Sepak terjangnya di Indonesia cukup member angin segar dalam penyelenggaraan pelayanan air bersih bagi masyarakat. Bahkan, Tirtanadi mampu meraih penghargaan Citra Pelayanan Prima berkat peran swasta asal Perancis tersebut. 12
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi didirikan pada tanggal 23 September 1905 dengan nama NV Water Leiding Maatschappij Ajer Beresih. Kantor pusatnya dulu jauh di Amsterdam, Negeri Belanda. Setelah dikeluarkannya Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 11 Tahun1979, perusahaan ini resmi menggunakan nama PDAM Tirtanadi. Perkembangan berikutnya, pada tahun 1985, Peraturan Daerah Nomor 11 disempurnakan dengan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 25 Tahun 1985 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Selanjutnya, pada 1991, diadakan perubahan pertama Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 1985 dengan Nomor 6 Tahun 1991. Dalam Perda ini PDAM Tirtanadi di samping menangani air bersih juga ditugaskan mengelola air limbah. Selanjutnya pada 29 April 1999, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1991
diperbaharui lagi dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 3 Tahun 1999. Saat ini, PDAM Tirtanadi tidak hanya melayani pelanggan di Medan, tapi juga telah berupaya menjawab kebutuhan air bersih di beberapa daerah kabupaten di Sumatera Utara antara lain Deli Serdang, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal (Madina), Simalungun, Nias Selatan dan lain-lain. Peningkatan pelayanan air bersih bagi masyarakat di berbagai daerah kabupaten merupakan realisasi dari Kerjasama Operasi (KSO) dengan PDAM Tirtanadi. PDAM Tirtanadi memiliki 10 Cabang di Kota Medan sekitarnya dan sebagian di kabupaten lain yang melayani lebih dari 309.000 pelanggan. Dalam kiprahnya PDAM Tirtanadi telah memperoleh berbagai penghargaan dari beberapa Instansi seperti memperoleh penghargaan Sertifikat ISO 9002 pada Tahun 2001 dan penghargaan Citra Pelayanan Prima pada Tahun 2002.
Berkat Joint Venture Kepala Divisi Humas PDAM Tirtanadi Delviyandri mengungkapkan beberapa waktu lalu Anggota De wan Pengawas PDAM Tirtanadi melakukan kunjung an kerja ke Perwakilan SUEZ Group di Kuala Lumpur Malaysia. Diceritakan, seorang unsur pimpinan SUEZ Group bernama Zulkipli mengatakan SUEZ Group telah melakukan kerjasama pengelolaan air bersih dengan empat PDAM di Indonesia. Kerjasama itu dilakukan dengan PAM Jaya Jakarta, PDAM Tanggerang, PDAM Tirtanadi Sumatera Utara dan PDAM Gajah Mungkur Semarang. Menurut Zulkipli, kerjasama terbaik selama ini adalah dengan PDAM Tirtanadi yang ditandai de ngan beberapa penghargaan. Hal tersebut tak lama berselang setelah terjadi krisis ekonomi di awal tahun 2000 yang mengakibatkan terjadinya permasalahan keuangan di berbagai perusahaan di Indonesia. Guna menyeimbangkan antara suplai dan tingginya permintaan akan air bersih, PDAM Tirtanadi bekerjasama dengan perusahaan SUEZ Group, sepakat untuk mendirikan suatu perusahaan joint venture PT Tirta Lyonnaise Medan. Komposisi kepemilikan saham 85 persen SUEZ dan 15 persen PDAM Tirtanadi. Perjanjian Kerjasama ditandatangani pada 18 Juli 2000 oleh Direktur Utama pada waktu itu Ir Kumala Siregar dan pihak SUEZ Group, sebagai katalisator guna meningkatkan investasi langsung
dari negara asing dalam bentuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Wujud kesepakatan itu ditandai dengan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Belumai, berlokasi di Desa Limau Manis, Tanjung Morawa Deli Serdang dengan kapasitas 500 l/d dan pemasangan pipa transmisi sepanjang + 5,7 km dengan Sistem Bangun Kelola Alih Milik (build operate transfer-BOT) dengan jangka waktu 25 tahun. Setelah 25 tahun, instalasi itu akan diserah kan kepada PDAM Tirtanadi. Dengan selesainya instalasi itu, PT Tirta Lyon naise Medan mempunyai kontribusi sekitar 10 persen dari total produksi air PDAM Tirtanadi. Keuntungan yang diperoleh dari Kerjasama Peme rintah dan Swasta antara lain adalah mengurangi beban biaya pemerintah, pengalihan risiko ke perusahaan swasta, pengalihan efisiensi manajemen, teknologi dan riset serta pengembalian aset setelah kontrak berakhir. Diharapkan, PDAM Tirtanadi dapat terus memperjuangkan visinya Menjadi salah satu perusahaan air minum unggulan di Asia Tenggara. PDAM Tirtanadi ingin lebih meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat Sumatera Utara dengan memberikan pelayananan air bersih seting
pdam tirtanadi ingin memberikan pelayanan air bersih setingkat operator kelas dunia kat operator kelas dunia dengan menjadi salah satu PDAM terbaik di Asia Tenggara. Pemilihan wilayah Asia Tenggara dianggap strategis dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan negara Indonesia dan memiliki banyak persamaan karakteristik dengan negara Indonesia. PDAM Tirtanadi juga memberikan pelayanan pengelolaan air limbah selain sebagai perusahaan penyedia air minum. Pengelolaan air limbah juga akan dilakukan dengan mengacu kepada standar nasional yang berlaku di Indonesia maupun internasional. Dengan kata lain, PDAM Tirtanadi juga memiliki visi menjadi perusahaan pengelola air limbah terbaik di Indonesia.
13
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur di Aceh Kota Serambi Makkah baru bangkit dari musibah tsunami yang menghancurkan 1/3 infrastruktur kota. Karenanya, kota ini membutuhkan dana sangat besar yang tidak mungkin jika hanya menggandalkan APBD Kota Banda Aceh saja.
P
emerintah pusat, baru-baru ini, melakukan sosialisasi tata cara pelaksanaan Kerjasama Pemerin tah dan Swasta (KPS) dalam penyediaan berbagai sektor infrastruktur berdasarkan Perpres Nomor 67 Tahun 2005 di Kota Banda Aceh. Asisten III Sekretaris Kota Banda Aceh Alfah Salwa menegaskan pen tingnya pemahaman tentang KPS saat membuka ‘Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta Sesuai Perpres Nomor 67 Tahun 2005’. Acara yang diagendakan Direktorat Peningkatan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS), Deputi Bidang Sarana dan Prasarana (BSP), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
14
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
(Bappenas) bekerjasama dengan Pemerintah Kota Banda Aceh ini, berlangsung pada Jum’at (20/11/2009). Menurut Alfah, PAD Kota Banda Aceh untuk sepuluh tahun ke depan hanya Rp40 miliar sampai Rp50 milar. Pemerintah kota sangat kesulitan membangun infrastuktur yang dibutuhkan masyarakat karena hanya mampu membayar pengeluaran rutin, seper ti gaji pegawai, biaya operasional kantor, ATK, listrik, dan air. “Ini pun sudah dibantu oleh dana DAK, dana dari Depkeu, dana otonomi khusus dan dana Dekon, tapi masih saja mengalami kekurangan,” jelasnya. Karena itu, mewakili Pemerintah Kota Banda Aceh, Alfah menyambut baik program
sosialisasi yang dilaksanakan Bappenas ini. Ia berharap melalui acara ini berbagai regulasi yang dibuat pemerintah pusat dapat dipahami dengan baik oleh Pemda, pihak swasta, dan pihak lain yang terkait di daerah. Sebaliknya, berbagai kendala yang dihadapi Pemda juga bisa diketahui pusat sehingga akan ditemukan solusi yang tepat. “Bantuan dan kerjasama ini mudah-mudahan berjalan baik dan bermanfaat bagi masyarakat Banda Aceh,” tambahnya.
Terjadi Gap Yusuf Arbi dari Direktorat PKPS Bappenas dalam pemaparannya tentang Perpres Nomor 67 Tahun 2005 menyatakan Kota Banda Aceh mengalami gap antara infrastruktur yang tersedia dengan kebutuhan. Jika pertumbuhan kebutuhan infrastruktur mencapai 6%, maka dibutuhkan investasi sekitar Rp 1.400 triliun untuk lima tahun mendatang. Sementara kemampuan pemda hanya sekitar 40%-nya saja. “Alternatif yang paling memungkinan adalah melakukan kerjasama dengan pihak swasta menggunakan skema KPS,” ujarnya. Sementara itu, Asisten II Sekretaris Kota Banda Aceh Said Yulijal, dalam pemaparannya, mengatakan selama masa rehabilitasi dan rekonstruksi, Aceh sangat terbuka, banyak lembaga, dan negara yang datang membantu. Meski tugas BRR sudah kelar, masih banyak juga NGO yang mengulurkan bantuannya. Tapi, bantuan untuk infrasturktur sangat sedikit. “Saat ini, ada kerjasama dengan CDIA yang sudah
2007 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Usaha yang Terbuka Di Bidang Penanaman Modal oleh Ahmad Wahyudi dari Direktorat Transportasi Departemen Perhubungan. Kedua, Permendagri No 22 Tahun 2009 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kerjasama Daerah oleh Tri Murjoko dari Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama Depdagri. Ketiga, Siklus Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) oleh Andi Alifwansyah dari Consultan TAS–IRSDP BAPPENAS. Keempat, Manajemen Risiko dan Dukungan Pemerintah Dalam Proyek KPS oleh Yoga dari Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Departemen Keuang an. Kelima, Bentuk-Bentuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PPP Modalities) oleh Koentjah yo P dari Konsultan TAS–IRSDP BAPPENAS. Berdasarkan hasil pemaparan dan diskusi selama acara bisa disimpulkan beberapa hal. Pertama, adanya peraturan daerah yang belum sin kron dengan regulasi yang dibuat pemerintah pusat. Kedua, regulasi yang sudah dibuat pemerintah pusat belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh Pemda dan swasta sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan penyiapan proyek PPP. Ketiga, semua permasalahan di daerah akan dibahas lebih lanjut di tingkat pusat.
Pemko Banda Aceh kesulitan membangun infrastruktur karena hanya mampu bayar pengeluaran rutin diajukan ke Bappenas dalam bentuk PPP. Mudah-mudahan Bappenas secepatnya bisa menfasilitasi dalam bentuk kontrak dan membantu mencari swasta yang bersedia terlibat dalam projek ini,” harapnya. Selain mensosialisasikan Perpres Nomor 67 Tahun 2005, acara ini juga membahas beberapa regulasi lain. Pertama, UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan serta Perpres No 111 Tahun
15
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
2010, Bappenas
Selenggarakan APMC Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akan menyelenggarakan Asia Pacific Ministrial Conference (APMC) on PPP in Infrastructure dan Infrastructure Asia Exhibition pada tahun 2010.
H
al itu diungkapkan Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta Bappenas Bastary Pandji Indra, di Jakarta, Kamis (17/12). Ia mengatakan acara itu merupakan komitmen pemerin tah Indonesia kepada UNESCAP dan negara-negara di Asia Pasifik sesuai yang dideklarasikan pada pertemuan yang sama di Seoul, Korsel pada 2009. Dimana Indonesia sepakat menyelenggarakan pertemuan tingkat Menteri Asia Pasifik di bidang kerjasama infrastruktur pada tahun 2010 mendatang. “Forum ini juga didesain sebagai forum interaksi antara pemerintah dan para investor di kawasan itu. Jadi, pada dasarnya agenda dibagi dalam tiga bagian, yaitu Public Private Leadership Forum for Infrastructure, Indonesian Day dimana pemerintah Indonesia bisa mempresentasikan progres pelaksanaan kerjasama di bidang infrastruktur. Dan yang paling penting adalah pertemuan tingkat menteri se-Asia Pasifik,” paparnya.
16
Menurut dia, target pertemuan tersebut akan mengeluarkan apa yang disebut Deklarasi Jakarta dalam hal pembangunan infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta. Dan beberapa menteri dipastikan hadir pada kegiatan tersebut. “Kegiatan ini juga didukung oleh Bank Dunia dan ADB,” tambah dia. Bappenas akan melangsungkan acara tersebut pada 14-17 April 2010, dan direncanakan akan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan acara exhibition akan dibuka oleh Wakil Presiden Boediono. Beberapa Menteri KIB II dipastikan, yaitu Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa, Menteri ESDM Darwin Saleh, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Menteri PU Djoko Kirmanto, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Men-
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
teri Kesehatan Endang Rahayu Sedya ningsih, dan Menteri Pendidikan Muhammad Nuh. Pembicara dari luar negeri juga dipastikan hadir, seperti Executive Secretary of UNESCAP and Undersecretary of United Nation Noeleen Heyzer, dan Presiden Asian Development Bank (ADB) Haruhiko Kuroda. Tema-tema yang akan dibahas mencakup masalah-masalah infrastruktur dan pembiayaannya. Diantaranya adalah the need for increased in investments in infrastructure and for making infrastructure management and maintenance more efficient and more effective. Berikutnya, policy regime for PPP Indonesia PPP framework, local government PPP, SOE PPP, Unsolicited PPP, Land Acquisition for PPP Project. Yang lainnya adalah Financing and Guarantee for PPP Project in Indonesia, Direct Support and Mechanism, Land Fund, PDF, IGF, IIFF. Selain itu, tema Indonesia PPP Project Model, Implementation and Outlook of Deal Projects.
Depkeu Besut PII dan SMI
Diharapkan Mampu Dukung KPS Awal tahun 2010, Departemen Keuangan akan meresmikan beroperasinya PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Kehadiran kedua perusahaan ini diharapkan dapat membantu percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
“K
edua perusahaan ini diharapkan dapat bekerjasama dan mendukung pemerintah dan swasta untuk membangun infrastruktur yang lebih baik di masa depan,” ujar Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, saat menjadi pembicara Seminar Peranan BUMN dalam Pembangunan Infrastruktur, Rabu (9/12). Kehadiran PII yang mendapat dana injeksi awal sebesar Rp1 triliun oleh pemerintah, akan menjadi penjamin risiko krusial yang selama ini tidak bisa ditanggung swasta dan BUMN. Sedangkan SMI diharapkan dapat membantu mendapatkan pinjaman untuk pembangunan infrastruktur. Untuk tahun 2009-2014, dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur diperkirakan mencapai Rp1.430 triliun. Dalam list project yang dimiliki pemerintah, terdapat 87 proyek senilai US$34 juta untuk pembangunan infrastruktur. Dari seluruh proyek itu ada yang siap dilepas kepada investor dan masih ada yang perlu ditindaklanjuti. Untuk mengatur pola kerjasama yang ditawarkan, pemerintah sedang menggodok aturan-aturan yang menunjang dan kepastian hukumnya. “Inilah yang akan ditawarkan kepada investor, sehingga mereka mau bekerjasama. Di sini BUMN diberi ruang lebih luas untuk membuka kerjasama karena mempunyai pasar sendiri,” ujar Bambang. Pembicara lainnya, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) RJ Lino mengatakan pelabuhan tidak saja menjadi mata rantai seluruh logistik, tapi juga mempunyai arti penting untuk menguasai daratan dan lautan. Lino mengimbau agar pemerintah dapat mempromosikan
angkutan laut dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa. Alasannya, penggunaan angkutan laut paling murah dibandingkan dengan angkutan lainnya. Anggaran infrastruktur yang hanya ter-cover 27% dari dana APBN menjadi tantangan yang cukup berat bagi pengembangan pelabuhan. Namun, di tahun 2010 Pelindo II sudah menginvestasikan US$150 juta untuk membangun Jakarta Hub Port. Saat ini Jakarta sudah bisa dikatakan sebagai Hub Port untuk barangbarang ke China, Jepang dan Hongkong. Sementara itu Pelindo juga akan merubah desain Pelabuhan Sunda Kelapa yang akan memisahkan kapal besi dengan kapal-kapal nelayan. Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, Pelindo II tidak akan membangun dermaga --jika kerja di pelabuhan belum 24 jam. Yang selama ini terjadi, di pelabuhan proses bongkar muat hanya berlangsung hingga pukul lima sore, padahal kebutuhan untuk bongkar muat bisa sampai malam hari.
17
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Jasa Non Komersial (NCS)
dalam Tata Kelola Perhubungan Mengingat masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap sarana dan fasilitas perhubungan di negeri ini, pemerintah bertekad melakukan pembenahan. Salah satunya dengan menerapkan Jasa Non Komersial (NSC).
K
ementerian Perhubungan bertekad menyediakan akses untuk semua jasa transportasi bagi masyarakat, demi meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik. Selain itu, hal ini juga dilakukan demi meningkatkan efektifitas layanan. Salah satu hal yang dilakukan demi mewujudkan semua ini adalah dengan melakukan rasionalisasi kesenjangan tarif dalam rangka meningkatkan fiscal space.
Dalam workshop yang digelar Bappenas bertema Workshop On PSO (2), pada 15 Desember 2009 lalu, problematika transportasi dibahas secara menyeluruh, baik kebijakan, pedoman pelaksanaan, anggar an maupun anggaran serta rasionalisasinya. Dalam hal kebijakan silang misalnya, dibahas tentang sub-sektor kebijakan silang dan pedoman
18
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
pelaksanaan sebagai payung yang berfungsi sebagai platform aturan dan mekanisme pengiriman sub sektor transportasi. Mengingat karakteristik sub-sektor yang bervariasi, maka payung kebijakan harus fleksibel dalam mengakomodasi variasi tersebut. Oleh sebab itu, pedoman umum implementasi layanan akan dirumuskan dan diterapkan. Demikian pula, terkait dengan kompleksitas dan variasi sub sektor (biaya jasa produksi, formula tarif, misalnya) maka langkah awal akan fokus pada formulasi dan pengujian pedoman NCS dalam pengiriman antar pulau. Dalam mengaplikasi NCS ini, memang terdapat beberapa kendala, di antaranya anggaran yang dialokasikan terbatas, di sisi lain penyedia layanan tidak diperbolehkan menolak penum pang/pengguna yang memenuhi syarat NCS dalam rangka memastikan akses bagi semua. Untuk menghindari kerugian dan jasa tidak berkelanjutan penyedia jasa, maka Menteri Perhubungan dan sub sektor direkomendasikan untuk ‘mengurangi’ jumlah kelompok sasaran dan membatasi area cakupan layanan pioneering services. Namun, ketentuan jasa tersebut dan alokasi anggarannya tidak boleh didasarkan pada usulan penyedia layanan. Pemerintah daerah lebih mengerti tentang masalah dan kebutuhan mereka, karena itu usulan untuk NCS harus datang dari pihak mereka. Proposal harus secara jelas menentukan kelompok sasaran/daerah dan mencakup garis besar kondisi bisnis. Usulan program dan anggaran PSO dari pemerintah daerah/provinsi harus dimasukkan dalam forum diskusi lokal-regional-nasional (Musrenbang)
bagi perencanaan pembangunan lokal-regional-nasional. Anggaran NCS dikelola oleh Menteri Perhubungan, yang bertanggung jawab atas kinerja layanan. Sejalan dengan Bappenas, fokus jasa pengiriman untuk kepentingan kelompokkelompok sasaran/individu harus melalui penyedia layanan. Hal ini untuk mendorong partisipasi dan persaingan sektor swasta dalam meningkatkan efisiensi dan kinerja layanan. Sektor swasta didorong untuk melakukan NCS melalui proses penawaran BUMN yang kompetitif. BUMN yang ingin berpartisipasi dalam NCS harus terlibat dalam proses penawaran individu melalui penyedia layanan.
Kontrak Jangka Panjang Bukti empiris menunjukkan bahwa kontrak jasa tahunan bagi penyedia layanan telah mengaki batkan beberapa hal seperti keterlambatan pembayaran, ketidakefektifan, inefisiensi dan jasa yang tidak berkelanjutan. Terkait dengan hal ini, maka kontrak jangka panjang NCS diusulkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan layanan berkelanjutan. Idealnya, kontrak jangka panjang itu berkisar antara 5-10 tahun. Penunjukan langsung BUMN dalam masalah NCS akan diminimalkan dan dieliminasi secara bertahap. BUMN masih diizinkan untuk berpartisipasi dalam NCS, namun mereka harus tetap mengikuti proses tender yang kompetitif. Sub sektor dan Menteri Perhubungan bertanggung jawab memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan, program, regulasi dan kinerja layanan. BAPPENAS bertanggung jawab memformulasikan kebijakan sektor silang, memprioritaskan program sektor silang, dan sektor anggaran indikatif. Menteri Keuangan bertanggung jawab mengalokasikan dan mencairkan anggar an NCS, berdasarkan pertimbangan fiskal dan kapasitas pinjaman. DPR bertanggung jawab dalam persetujuan anggaran dan pemerintah daerah atau provinsi bertanggung jawab memformulasikan dan mengajukan proposal NCS.
Rasionalisasi Kesenjangan Konsepnya adalah untuk merasionalkan perbedaan biaya antara tarif NCS dan harga komersial. Hal ini dilakukan untuk menciptakan fiscal space, menggunakan dana untuk sasar an masalah maupun untuk meningkatkan penggunaan transportasi publik. Namun rasionalisasi ini memiliki sejumlah dampak plus antara lain; efisiensi dan produktifitas yang diraih oleh sektor swasta dalam mengelola NCS dan dapat menciptakan kesempatan lebih luas untuk menyediakan services pioneer yang lebih baik. Dampak minusnya, dapat mengurangi kapasitas pengiriman ‘kebijakan akses untuk semua’, dimana orang-orang miskin mungkin tidak akan memperoleh manfaat dan kemungkinan akan munculnya pengurangan standar jasa. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubah an di masa datang. Mungkin butuh lima tahun ke depan, karena adanya perbedaan subsektor antar daerah. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan teknik ekonomi dan argumentasi finansial, tanpa harus meniadakan pengaruh politik yang muncul. Perbanyak waktu dan uang untuk memahami pasar, luasnya, kemampuan untuk membayar, survei pilihan pemerintah, break even point (BEP) komersial dan pengaruh services pioneer yang lebih baik.
19
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Chemistry Jasa Marga, Bank dan Kontraktor Pembangunan jalan tol tak lepas dari peran perbankan. Kredit perbankan dapat mempercepat penyelesaian pembangunan infrastruktur yang kerap digawangi Jasa Marga. Bisa dianalogikan, kredit perbankan ibarat darah yang mengalirkan zat makanan dan oksigen untuk kebutuhan tubuh.
T
ak pelak, pembangunan jalan tol yang digagas Jasa Marga hampir seluruhnya menggunakan kredit perbankan. Contoh terbaru adalah pembangunan jalan tol Bogor Ring Road sepanjang 7,8 kilometer yang menghubungkan Sentul Selatan de ngan Taman Yasmin. Total kredit sindikasi perbankan yang dikucurkan sebesar Rp1,05 triliun. Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Okke Merlina mengungkapkan pembangunan tol Bogor Ring Road telah melibatkan tiga bank negara dan satu bank pembangunan daerah. Mereka adalah Bank Mandiri, BNI, BRI serta Bank Jabar Banten. Ketiga bank BUMN bertindak sebagai joint lead arranger sekaligus seba-
20
gai kreditur dengan Bank Mandiri sebagai lead konsorsium. Bank Mandiri mengambil porsi 36% dari total kredit atau setara Rp379,2 miliar, BNI sebesar 31,5% atau Rp331,8 miliar, BRI sebesar 22,18% atau setara dengan Rp233,7 miliar, sedang kan Bank Jabar Banten mengambil porsi 10,32% atau setara Rp108,7 miliar. Di proyek ruas tol Surabaya-Mojokerjo, Jasa Marga melalui anak usahanya PT Marga Nujyasumo Agung (MNA), meraih kepercayaan pinjaman kredit sindikasi dari tiga bank pemerintah senilai Rp1,526 triliun. Pinjaman tersebut diperoleh dari BNI senilai Rp764 miliar yang sekaligus bertindak sebagai lead arranger, BRI senilai Rp612 miliar, serta Bank Bukopin Rp150 miliar. Pinjaman ini berjangka waktu 10 tahun.
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
Tiga Bank BUMN bertindak sebagai joint lead arranger
MNA merupakan operator ruas tol Surabaya-Mojokerto sepanjang 36,51 kilometer. Proyek ini diperkirakan akan menghabiskan dana senilai Rp2,1 triliun dengan masa konsesi 35 tahun. Tol ini akan melewati empat kabupaten, tujuh kecamatan dan 21 kelurahan di kota Surabaya, Sidoardjo dan Gresik. Pendanaan proyek tersebut menggunakan gabungan antara kas internal MNA dan pinjaman sindikasi perbankan. Porsi kepemilikan MNA dikuasai oleh PT Jasa Marga Tbk sebesar 55%, PT Moeladi 25% dan PT Wijaya Karya Tbk (Wika) 20%, dengan bidang usaha yaitu pengusahaan dan pengelolaan jalan trans Jawa ruas Surabaya-Mojokerto.
Beauty Contest Okke mengakui hampir mayoritas bank pemberi kredit pembangunan tol berasal dari bank BUMN. Namun, ia membantah jika pihaknya memberikan perlakukan istimewa terhadap bank BUMN. Jasa Marga menawarkannya secara terbuka melalui proses lelang yang biasa dise but beauty contest. Penawaran berlaku untuk semua bank dan ternyata yang memberikan penawaran terbaik datang dari bank-bank BUMN. “Jadi bukan kami yang memilih bank BUMN. Memang bank BUMN yang memberikan respons positif. Memang ada pula bank swasta yang terlibat seperti Bank Permata dan BCA namun porsinya masih lebih banyak bank BUMN,” katanya. Bagi emiten berkode JSMR ini, tidak sulit mendapatkan pinjaman dari perbankan. Hal ini dikarenakan reputasi dan kreditibilitas yang dimiliki. Faktor pengalaman turut pula mempengaruhi. Ditambah lagi kondisi internal keuangan Jasa Marga yang dinilai sehat oleh kalangan perbankan. Salah satu indikatornya, Jasa Marga selalu melakukan pembayaran tepat waktu. Meskipun mudah meraih kepercayaan bank untuk membangun jalan tol namun bukan berarti pembangunan jalan tol oleh Jasa Marga berlangsung
mulus. Kendala utama yang dihadapi adalah mengenai lahan. Dijelaskan Okke, saat ini biaya pembebasan lahan tidak termasuk dalam fasilitas kredit perbankan. Alasannya, biaya lahan mengandung ketidakpastian dan dapat menimbulkan kerugian sehingga perbankan tidak bersedia untuk membiayainya. Bagi investor jalan, imbuh dia, masalah lahan mengandung risiko tinggi. Pasalnya, uang investor keluar terus sementara kepastian bebasnya lahan tidak ada. Akibatnya investor mengalami masalah cashflow dan beban bunga yang tidak terkendali. Hal ini berawal dari tidak adanya kepastian biaya total pembebasan lahan. Penyelesaian pembebasan lahan yang berlarut-larut melebihi jadwal kese pakatan juga turut mempengaruhi kelayakan finansial proyek. Namun masalah itu, tandas Okke, telah berhasil dicarikan jalan luarnya. Pemerintah memberikan solusi dengan menerapkan peraturan tentang dana talangan dan sistem land capping. Dana talangan yang bersifat dana bergulir disiapkan pemerintah sebagai pembiayaan pembebasan lahan terlebih dahulu. Investor baru membayar biaya lahan dan memulai konstruksi hanya setelah lahan dibebaskan 100%. Sedangkan mekanisme land capping merupakan bentuk penjaminan pemerintah untuk membayar beban biaya harga tambahan biaya nilai objek pajak (tanah) 10% di atas harga pasar atau menjadi 110% dari nilai yang disepakati dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT). Artinya, investor harus menanggung biaya lahan hingga 110 persennya. Jika harga tanah melebihi itu, pemerintah yang menanggung sisanya. Misalnya harga di pasar Rp100 ribu per meter, dan ternyata dalam pembebasan tersebut harga tanah naik hingga Rp112 ribu. Maka investor hanya membayar Rp110 ribu dan pemerintah akan membayar sisanya yaitu Rp2.000. Skema ini diterbitkan untuk mereformasi pe-
nyelenggaraan pembangunan jalan tol pasca pemberlakukan UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang mengamanatkan pembebasan lahan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Bank membantu Okke berharap, seiring keluarnya dua kebijakan tersebut perbankan sudah tidak perlu khawatir lagi membiayai pembebasan lahan untuk proyek jalan tol. Sebab unsur ketidakpastian sudah bisa direduksi oleh kebijakan pemerintah mengenai dana talangan dan land capping. Sayangnya, hal ini belum direspons oleh pihak perbankan. “Dari sisi investor, kami mengingin kan perbankan tidak usah khwatir untuk mendanai biaya pembebasan lahan. Ke depan, diharapkan ketika menghitung biaya investasi sudah termasuk biaya lahan karena sudah ada kepastian atas biaya lahan seiring berlakunya ketentuan dana talangan dan land capping. Semuanya sudah terukur, dari sisi harga kepastian kisaran lahan sudah ada. Jadi sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari sisi perbankan,” ucapnya. Saat ini, lanjut dia, Jasa Marga sebagai investor harus mengeluarkan dana dari equity yang lebih besar untuk pembebasan lahan. Padahal jika biaya lahan sudah dimasukkan ke dalam investasi dan perbankan bersedia untuk memberikan pinjaman tentunya sangat me ringankan investor. Sebab investor tidak harus mengeluarkan biaya besar di awal. Jika tanah sudah termasuk investasi diharapkan mampu menarik minat investor lebih besar lagi utk membangun jalan tol. Diungkapkan Okke, beban investor tentunya sedikit terbantu karena ketika proses pembebasan lahan sudah mendapat pinjaman perbankan. Sebab setelah proses pembebasan lahan selesai, investor akan mulai melakukan konstruksi pembangunan jalan tol yang juga memerlukan bantuan pinjaman kredit pembangunan.
21
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Bappenas
Persiapkan Konferensi APMC dan IA 2010 Demi suksesnya acara Asia Pacific Ministerial Conference (APMC) and Infrastructure Asia (IA) 2010, Bappenas melakukan rapat koordinasi dengan UNESCAP. Apa saja hasilnya?
S
ebagai tuan rumah acara Asia Pacific Ministerial Conference (APMC) and Infrastructur Asia (IA) 2010, pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa persiapan. Persiapan ini dikoordinir oleh Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku Ketua Tim Pengarah UNESCAP– Biennial Ministerial Conference of Public Private Partnership for Infrastructure Development. Konferensi yang rencananya akan diselenggarakan pada 14–17 April 2010 di Jakarta ini, ditargetkan akan dihadiri oleh 23 negara Asia Pacific. Untuk memenuhi target ini, Bappenas telah melakukan rapat koordinasi dengan UNESCAP di Bangkok, Rabu (20/1/2010), untuk membahas persiapan acara.
22
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
Dalam rapat ini, dihasilkan beberapa kesepakatan penting demi suksesnya konferensi. Di antaranya: Pertama, UNESCAP menerima agenda acara yang diusulkan Indonesia, dengan beberapa penyesuaian kecil. UNESCAP juga akan memberi masukan terkait tema acara (Breaking Down the Barriers for Public and Private Partnership) dan topik pembahasan pada sesi sektor. Kedua, pada parallel session hari ketiga yang membahas pendidikan dan kesehatan, Indonesia belum memiliki pengalaman mengimplementasikan Public and Private Partnership (PPP) for Infrastructure Development pada kedua sektor ini. Karenanya, UNESCAP akan membantu merancang topik dan mengusulkan pembicara.
Ketiga, pada penyusunan agenda acara, Indonesia bertugas merancang rincian substansi agenda yakni, topik dan pembicara untuk IA. Acara ini berlangsung pada 15 dan 16 April 2010 yang bersifat terbuka untuk publik. Sedangkan rincian substansi agenda APMC yang berlangsung 14 dan 17 April 2010 disusun oleh UNESCAP. Untuk memastikan benang merah antara topik diskusi pada APMC dan IA, UNESCAP akan menyampaikan rincian agenda APMC pada Indonesia. Keempat, pemimpin acara pada hari terakhir (17 April 2010) diketuai oleh menteri senior dari negara penyelenggara (Indonesia). Wakilnya diduduki oleh salah satu menteri negara peserta dan sekretaris dari UNESCAP. Untuk menarik keikutsertaan negara–negara eks Uni Soviet atau Federasi Rusia seperti, Rusia, Kirgystan, Uzbekistan, Kazakhstan, dan lainnya, akan disediakan penerjemah selama acara berlangsung. Sementara itu, dukungan dan kontribusi UNESCAP hanya dalam bentuk expert, bukan finansial. Untuk menjaring partisipasi negara-negara di Asia Pacific, Bappenas telah menyampaikan surat undangan pada negara anggota UNESCAP melalui 32 kedutaan besar asing di Indonesia. Tapi sampai saat ini, baru dua negara, India dan Rusia yang memberikan konfirmasi kehadiran serta sepuluh negara yang menyampaikan akan mengikuti pameran. Untuk mendorong partisipasi negara lain menjadi peserta, UNESCAP bersedia menyampaikan surat pada negara anggota untuk mempertegas surat dari Indonesia. Selain itu, UNESCAP juga menyarankan untuk mengundang perwakilan PPP unit. Terkait usul ini, Bappenas akan mempertimbangkan keikutsertaan PPP unit karena ada batasan peserta yang akan ditanggung panitia dari masing-masing negara. Tapi yang jelas, untuk mendorong partisipasi negara anggota, Indonesia akan membiayai kedatangan dan menyediakan akomodasi delegasi dari 23 negara. Masing-masing delegasi terdiri dari satu menteri dan dua orang pendamping. Bappenas berharap, satu di antara pendamping itu merupakan pengelola PPP Unit. Selain itu, Indonesia juga akan menyediakan booth pameran gratis seluas 18 meter persegi
untuk setiap negara. Atas keseriusan Indonesia, UNESCAP pun menyambut baik. Bahkan, UNESCAP akan membantu menyebarkan informasi tentang konferensi ini, dengan cara menempatkan informasi acara pada halaman depan situs UNESCAP. Masih terkait upaya menjaring partisipasi negara-negara anggota, pada 21 Januari 2010 lalu, Bappenas juga bertemu dengan Duta Besar RI untuk Thailand. Pada kesempatan itu, Bappenas menyampaikan permohonan dukungan agar Kedutaan Besar RI terlibat aktif mempersiapkan konferensi. Keterlibatan kedutaan besar diharapkan tidak hanya terbatas pada promosi acara, tapi juga dapat menjelaskan pada forum internal UNESCAP seperti ACPR. Duta Besar RI untuk Thailand pun menyambut baik permohonan ini, mengingat acara APMC dan IA 2010 merupakan konferensi UNESCAP pertama di Indonesia. Selain itu, Bappenas juga memohon bantuan pada duta besar untuk memastikan kehadiran Executive Secretary of UNESCAP and Under Secretary of United Nation, Mrs Noeleen Heyzer, mewakili UNESCAP dalam konferensi ini.
Jakarta Declaration Salah satu hasil penting dalam konferensi internasional ini adalah akan ditandatangani nya Jakarta Declaration (JD), sebagai suatu kesamaan paham dan kesepakatan para menteri di Asia Pacific terkait pengembangan PPP. Beberapa isu yang diusulkan Indonesia agar dimasukkan dalam JD adalah: networking PPP unit; Asia-Pacific Infrastructure Fund; dan Interconnectivity Asia (bridging Asia Through Infrastructure). UNESCAP pun menanggapi positif usulan ini dan akan menjajakinya dalam forum ACPR. Sesuai dengan prosedur UNESCAP, konsep JD akan disusun oleh UNESCAP kemudian di sampaikan pada Indonesia melalui Kedutaan Besar RI di Thailand. Selanjutnya, setelah konsep JD ditanggapi oleh pemerintah Indonesia, akan dibahas dalam internal UNESCAP bersama perwakilan masing-masing negara anggota melalui Advisory Committee of Permanent Representatives (ACPR). Jika dinilai penting, JD bisa diadopsi menjadi sebuah resolusi.
23
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
sorot
The Advisory Panel for Water Management and Drainage
Kiprah Dua Budaya Penyelamat Nil Berdiri sejak 1976, The Advisory Panel for Water Management and Drainage (APPWM) merupakan perusahaan tertua di jazirah Mesir. Proyek utama perusahaan kolaborasi Belanda dan Mesir ini untuk menyelamatkan tiap tetes air Sungai Nil.
Herodotes, sejarawan tersohor asal Yunani, mengatakan Mesir adalah
TERCATAT 95 persen air yang digunakan mesir berasal dari sungAI NIL 24
hadiah Nil. Sebagai sungai terpanjang di dunia, Sungai Nil merupakan sumber kehidupan dan sejarah bagi bangsa Mesir. Membelah dan menghidupi sembilan negara dari Sudan hingga Mesir, sungai sepanjang 6.695 kilometer ini menjadi satusatunya sumber air. Tercatat 95 persen air yang digunakan Mesir berasal dari sungai Nil. Tak heran pemakaian sungai legenda ini menjadi perebutan banyak pihak. Akhir tahun 1950-an, Sudan dan Mesir membuat kesepakatan masing-masing dapat mengonsumsi 55 miliar meter ku-
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
bik per tahun. Angka yang wajar kala itu dimana populasi penduduk masih minim. Setengah abad berlalu, populasi penduduk Mesir meledak hingga lebih 70 juta orang. Terang saja hal ini tak diimbangi dengan kemampuan Nil dalam memproduksi jumlah airnya. Apalagi, tahun 2050 nanti diperkirakan jumlah penduduk Mesir akan berlipat ganda lagi. Meski Menteri Sumber Daya Air dan Irigasi Mesir Mahmud Abu Zeid, yang juga anggota dari APPWM, menolak mengatakan Mesir menghadapi krisis air, namun pada faktanya sungai legenda ini memang dalam proses menuju sekarat.
Berbagai upaya dilakukan, salah satunya de ngan meningkatkan penampungan air melalui Nile Basin Initiative (inisiatif cekungan sungai Nil) yang telah berjalan sejak 1999. Pemerintah Belanda mengerahkan para penasihatnya untuk membuat banyak sumur air tanah dan memantau mutu air Sungai Nil.
Irigasi Terbesar Program dari APPWM sudah ada sejak 1975, saat itu, sejumlah pihak mulai mengkhawatirkan kondisi Sungai Nil. Awalnya, APPWM hanya fokus pada sistem drainase untuk pertanian di Mesir, hingga
misi pemerintah mesir dan appwm adalah memperluas daerah layak huni hingga tahun 2017 akhirnya sekitar tahun 1996, mereka memperkenalkan badan pengelolaan air di Mesir, yang meyatakan bahwa Mesir harus terorganisasi dalam berbagai badan pengelolaan air atau Water Users Board. Tahun 2004, USAID dan bank Dunia digandeng untuk mensponsori program irigasi nasional. Mayoritas dari 70 juta penduduk Mesir memadati daerah sekitar Delta dan Lembah Sungai Nil. Misi dari pemerintah Mesir dan APPWM adalah memperluas daerah layak huni yang semula hanya lima persen saja menjadi 25 persen di tahun 2017. Tentunya upaya tersebut bergantung dengan tersedianya infrastruktur air di daerah baru tersebut. Proyek perluasan daerah hunian ini disebut dengan Mega Project, dan dimulai di daerah Tosh-
ka di South Valley, areal kanal El Salam di Sina dan Al Oweinat di Gurun barat. Tujuan utamanya, me nurut Dr Ahmed A Goueli, Sekjen Komite Ekonomi Arab dan Mesir, adalah untuk memberikan daerah penghasilan baru, terutama daerah pertanian, untuk populasi baru masyarakat Mesir. Meliputi tujuh juta hektar, termasuk delta dan lembah sungai Nil, dapat dikatakan proyek APPWM ini merupakan proyek irigasi terbesar di dunia. Untuk daerah Toshka sendiri, dibutuhkan sekitar 300 juta pound Mesir untuk membangun sistem irigasi, sistem kanal lokal, bangunan dan area pertanian. Tugas dari APPWM dalam Mega Proyek ini lebih sebagai penasihat dan memastikan agar sistem water management teraplikasikan dalam proyek ini. Karena bagaimana pun juga, irigasi memegang peranan sangat penting dalam perluasan daerah ini. APPWM bersama dengan Kementerian Sumber Daya Air dan Irigasi Mesir mencanangkan proyek ini akan selesai tahun 2000 kemarin. Meski target tersebut gagal tercapai, Abu Zeid mampu mengemukakan sisi positifnya. ”Mesir kini dikenal sebagai negara terdepan dalam sistem irigasinya. Penting bagi kami untuk mendapat pengakuan ini.” Ya, mengingat Mesir identik dengan tanah yang tandus, diperlukan upaya khusus untuk membasahi tanah pertaniannya. Di sini APPWM mengusulkan untuk memanfaatkan air tanah asin (brackish groundwater). Selama ini air tanah asin dikenal sebagai limbah atau air yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan bila tidak ditangani dengan baik, namun APPWM yakin bahwa dengan sedikit eksperimen lagi, air tanah asin dapat dijadikan sumber pengairan irigasi. Nah, mengingat Mesir sebagai negara padang pasir namun terdepan dalam teknologi modernisasi nya, bukankah Indonesia sebagai negara agraris yang jauh dari tandus seharusnya bisa lebih baik dalam pengelolaan perairan?
25
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
sorot Dua tahun lalu, Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) memanjakan rakyatnya dalam hal transportasi jarak jauh berkecapatan tinggi yang dikenal China Railway Highspeed (CRH). Kereta canggih berkecepatan tinggi ini mulai dioperasikan pada April 2007.
China Railway Highspeed
Lesatkan Warga China
Pemerintah RRC membuat CRH tidak sendirian, namun dengan investor dari luar negeri Bombardier dan Sifang Power Transportation, dibangunlah pabrik patungan di Kota Qingdao, Shandong, RRC. Melalui Departemen Perkeretaapian RRC, diharapkan anak perusahaan Bombardier Inc yang berinduk di Berlin, Jerman dan Sifang itu memberanikan proyek cepat ini. Progres dari proyek ini sempat majumundur, meski akhirnya CHR-1 diresmikan pada tahun 2007. Pemerintahan yang didirikan tahun 1912 oleh Dinasti Qing ini pun tidak mau kalah saing dari negara tetangga, Jepang yang lebih dulu terkenal dengan Shinkansen. Negara yang diprediksikan mempunyai jumlah penduduk 1,335,705,906 jiwa pada tahun 2009 itupun kian bersema ngat untuk mengurangi kemacetan lalulintas, yakni dengan membangun kereta api bawah tanah beserta relnya di 15 kota besar. Antara lain Kota Beijing, Shanghai, Guangzhou, Chongqing, Shenzhen dan
26
beberapa ibukota provinsi lainnya. Tak tanggung-tanggung RRC membangun infrastruktur sepanjang 1.700 kilometer itu dengan menganggarkan lebih dari 620 miliar yuan atau US$82 miliar kepada Bombardier dan Sifang untuk proyek pembangunan infrastruktur tercepat dan terhebat di dunia. Sebelumnya, terdapat 22 jalur kereta api di kota dengan panjang 602,3 kilometer yang sudah berjalan atau sedang dalam tarif uji coba di China, terutama
masyarakat terdorong oleh sukses kereta super cepat
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010
di Beijing, Shanghai dan Guangzhou. Memang sebagian penduduk ada yang menginginkan layanan kereta yang memuat banyak orang dan dapat dipercaya, meski tidak terlalu cepat. Namun, sebagian lainnya menginginkan kereta yang super cepat berteknologi tinggi. Namun, masyarakat secara umum kemudian terdorong oleh sukses kereta super cepat yang berhasil memangkas waktu perjalanan dari Beijing hingga Tianjin menjadi 1 jam 30 menit. Direktur Teknik Kementerian Perkeretaapian RRC Zhang Shuguang mengungkapkan, saat usia satu tahun CHR-1 resmi dioperasionalkan, mengingat jarak antara Beijing dan Shanghai 1.318 km, jalur baru itu bakal menjadi jalur kereta cepat terpanjang yang dibangun dalam satu tahap di dunia. RRC pun mendukung pembangunan teknologi transportasinya ini dengan hukum yang melindungi investornya. Investor menciptakan kereta berkecepatan tinggi dalam beberapa tahap pemba
ngunan. CRH-1 oleh Bombardier’s Regina C2008, CRH-2 oleh Kawasaki Heavy Industries E2 Series Shin kansen, CRH-3 oleh Nokia Velaro, CRH-5 oleh Alstom ‘s Pendolino.
Teknologi Jerman Pembangunan rute Beijing-Tianjin menggunakan kereta dengan kecepatan 350 Km/jam yang menggunakan teknologi dari Siemens, buatan Jerman. Namun, pakar insinyur negeri tembok terpanjang di dunia itu, Zhang cukup ahli secara teknologi untuk meningkatkan kecepatan kereta. Pemerintah RRC waktu itu ingin menyuguhkan kepada rakyatnya, terlebih jalur Beijing-Tianjin, bahwa CRH-1 untuk membantu memeriahkan Olimpiade Beijing 2008. Alhasil dengan rekayasa teknologi canggih itu, RRC yakin akan lebih memanjakan
perjalanan penduduknya dari Beijing ke Sanghai. RRC memperkenalkan pelayanan kereta api cepat pada Maret 2004 dengan jarak tempuh 430 Km/jam dan meresmikan kereta berkecepat an tinggi pada April 2007. Batas kecepatan maksimum kereta api reguler di Cina adalah 350 km/jam di Beijing-Tianjin Intercity Rail tahun 2008. Seiring perkembangan, tahun 2009, RRC merencanakan untuk membangun 35 rute lainnya. Diharapkan semua rute itu selesai pada 2012. Sekitar 13.000 km jalur kereta api berkecepatan tinggi, yang mampu menangani kereta berkecepatan antara 200 dan 350 km/jam, akan selesai dan dimasukkan ke dalam pelayanan pada 2012 di lima rute perjalanan. Lima rute tersebut mencakup tiga rute utara-selatan: Beijing-Shanghai;Beijing-Hong
rrc mendukung pembangunan transportasi dengan hukum yang melindungi investor
Kong; dan Beijing-Harbin (melalui Shenyang dan Changchun). Dua rute lainnya ke arah timur-barat berkecepatan tinggi garis Xuzhou-Lanzhou dan Shanghai-Kunming. Lima baris bersama tiga baris lain yang dirancang dengan kecepatan antara 200 dan 350 km/jam akan menjadi garisgaris bentang target cita-cita RRC membangun hingga 2012. Rencana ke depan, Kementerian Perkeretaapian RRC akan membangun rel CRH menjadi delapan jalur utama dengan jarak sepanjang 12.000 Km. Namun, rencana tahun 2009 ini kurang dari setengahnya untuk pembangunan yang target 2020, yakni sepanjang 25.000 Km. Delapan jalur utama itu meliputi empat jalur Utara-Selatan yakni Beijing-Harbin, Beijing-Shanghai, Beijing-Hong Kong, Shanghai-Shenzen. Empat jalur lainnya Timur-Barat meliputi Qingdao-Taiyuan, Xuzhou-Lanzhou, Shanghai-Chengdu, dan ShanghaiKunming. Namun, khusus dua rute Tianjin-Qinhuangdao dan Qinhuangdao-Shenyang tidak termasuk dari pembangunan delapan jalur utama yang direncanakan. Dua rute tersebut merupakan rute penghubung Beijing-Harbin dan Beijing-Shanghai.
27
Desember 2009 - Januari 2010 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
INFO KPS
28
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009 - Januari 2010