KOLOM: Pengalaman TOT-IDPPP di Jepang
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
KPS edisi 7 - september 2009
laporan khusus:
ADISUCIPTO BUTUH ANEKA STIMULUS DANA Infrastructure Asia 2010 Conference & Exhibition
Bebas Hambatan Investasi Infrastuktur
UU PENERBANGAN
LEPAS LANDAS
INVESTASI
1
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 1
9/14/09 5:34:30 PM
dari redaksi BUBU
U
U Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan membuat satu terminologi baru yaitu Badan Usaha Bandar Udara. Izinkan saya menyingkatnya dengan BUBU. UU tersebut memaknai BUBU sebagai BUMN/BUMD/ perseroan terbatas/koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan bandar udara untuk pelayanan umum. Dengan demikian UU ini sudah membuka lebar peluang pengoperasian bandara oleh swasta (BUBU). UU ini menjamin bahwa BUBU dapat melakukan apa yang disebut sebagai kegiatan pengusahaan, yaitu pelayanan jasa baik kebandarudaraan maupun jasa terkait bandar udara. Yang pertama antara lain mencakup pelayanan pendaratan dan fasilitas terminal baik penumpang, kargo maupun pos. Sedangkan yang kedua misalnya pemberian pelayanan yang diperlukan penumpang, kargo dan pesawat. Hotel transit, parkir dan poliklinik merupakan contoh pelayanan pada penumpang. Khusus untuk pelayanan jasa kebandarudaraan, penyelenggaraannya yang dilaksanakan oleh BUBU didasarkan pada konsesi dan/atau bentuk lainnya. Sayang tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang konsesi. Umumnya konsesi diintrepretasikan sebagai hak pengelolaan selama masa tertentu, sesuai perjanjian kerjasama. Bentuk lainnya adalah kerjasama, yaitu build operate own (BOO), build operate transfer (BOT) dan contract management. Untuk BOT, swasta yang membangun, mengoperasikan bandara, lalu menyerahkan kembali kepada pemerintah. Untuk contract management, diintepretasikan pemerintah yang membangun fasilitas bandara, lalu swasta merawat dan mengoperasikannya. Dibolehkannya BOO merupakan perspektif sangat maju. BOO berarti bandara dibangun oleh swasta, fasilitas dan isinya dimiliki oleh swasta, dan dioperasikan secara komersial oleh swasta untuk pelayanan umum. BOO umumnya digunakan untuk pembangkit listrik yang sepenuhnya dimiliki swasta. Masa konsesi untuk PLTU biasanya terkait dengan lifetime peralatan dan ketersediaan batu bara. Setelah masa konsesi berakhir, turbin dan bangunan biasanya sudah hampir melewati periode pakainya dan cadangan batubara sudah menipis. Untuk lahan, UU ini mensyaratkan status lahan sudah harus clear saat bandara dibangun. Izin pembangunan bangunan bandara baru akan dikeluarkan setelah terpenuhi beberapa syarat, antara lain adanya bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan. Dalam menentukan lokasi bandara pun pasal 291 mengamanahkan bahwa penetapan lokasi bandara harus mempertimbangkan kelayakan finansial, yang dideskripsikan sebagai kelayakan yang dinilai akan memberi keuntungan bagi BUBU. Mari kita berdoa tumbuh kembangnya BUBU yang berkualitas di negeri ini. Sekali lagi kami ucapkan Selamat hari Raya Idul Fithri 1430H/2009M, mohon dibukakan pintu maaf atas kesalahan jajaran redaksi Majalah KPS.
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
KPS PENASIHAT/PELINDUNG
Deputi Bidang Sarana & Prasarana, Bappenas PENANGGUNG JAWAB
Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah & Swasta Bappenas PEMIMPIN REDAKSI
Yudo Dwinanda Priaadi DEWAN REDAKSI
Jusuf Arbi, Rachmat Mardiana Sunandar, Eko Wiji Purwanto REDAKTUR PELAKSANA
Ahmed Kurnia Gusti Andry REPORTER/RISET
Fauzi Djamal, Bambang Mustaqim, Lies Pandan Wangi FOTOGRAFER
R Langit M DESIGN GRAFIS
F Imelda L
ALAMAT REDAKSI Infrastucture Reform Sector Development Program (IRSDP) BAPPENAS Jl. Tanjung No.47 Jakarta 10310 Tel. (62-21) 3925392 Fax. (62-21) 3925290
2
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 2
9/14/09 5:34:30 PM
daftar isi
18
KOLOM KEMITRAAN Pengalaman TOT– IDPPP dI Jepang
September 2009
25
dinamika
Pemerintah Tuntaskan Revisi Perpres 67
16
SOROT
Bandara Internasional Lombok Ujicoba 17 Desember 2009
12
4
LAPORAN UTAMA
LAPORAN KHUSUS
UU Penerbangan. Lepas Landas Investasi
Trans Jogja. Menanti Investor Baru
2 DARI REDAKSI LAPORAN UTAMA
4 UU Penerbangan
Lepas Landas Investasi
7 Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal ”Silakan, Jika Swasta Mampu Tangani Semua” 8 Bandara Kertajati dan Tol Cisumdawu Dua Proyek Satu Paket Jawa Barat menanti hadirnya sebuah bandar udara yang mampu memenuhi kebutuhan global dan regional. Terwujudnya harapan tersebut tergantung infrastruktur penunjangnya.
LAPORAN KHUSUS
10 Adisutjipto Butuh Aneka Stimulus Dana Masih butuh upaya yang lebih serius untuk perluasan lahan di sekitar bandara. Kerjasama yang baik dalam pemanfaatan aset merupakan prasyarat awal.
16 Bandara Internasional Lombok Ujicoba 17 Desember 2009
KOLOM
18 PENGALAMAN TOT– IDPPP DI JEPANG DINAMIKA
12
Trans Jogja Menanti Investor Baru
22 Infrastructure Asia 2010 coference & EXHIBITION Bebas Hambatan Investasi Infrastruktur
13 Centang Perenang Bandara Kulon Progo
24 WORKSHOP PKPS “Perlu Success Fee Untuk Proyek KPS”
SOROT
25 WORKSHOP PKPS Pemerintah Tuntaskan Revisi Perpres 67
14 Bandara Kuala Namu
Bandara Terbesar Kedua di Indonesia
15 Bandara Juwata Tarakan Potensi Strategis Geografis
INFO KPS
26 Pengaruh UU Keterbukaan Informasi Publik dan KPS 3
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 3
9/14/09 5:34:45 PM
LAPORAN utama
UU Penerbangan
Lepas Landas Investasi UU Penerbangan telah disahkan. Gerbang investasi bagi swasta dan pemerintah daerah telah terbuka selebar-lebarnya untuk menjadi operator kebandarudaraan. Sebuah langkah besar bagi Indonesia untuk meningkatkan iklim investasi di bidang infrastruktur. Semenjak Undang-undang (UU) Penerbangan sebagai revisi dari UU Nomor 15 Tahun 1992 disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI, Rabu 16 Desember 2008, peluang swasta dan pemerintah daerah untuk masuk dalam pengelolaan bandar udara (bandara) menjadi terbuka. Menurut Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, terbukanya bagi investasi swasta dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan bandar udara adalah upaya pemerintah untuk membangun pola bisnis serta penyeimbang pelaksanaan otonomi daerah (otda). Pemerintah mendorong pertumbuhan investasi di industri penerbangan yang sehat. Melalui UU Nomor 1 Tahun 2009, ada pe-
luang kepada swasta atau pemerintah daerah mengelola bandara. “Jadi, yang bisa siapapun mulai pemda atau siapapun,” tegasnya. Sementara itu, untuk pengelolaan pemanduan navigasi penerbangan (air traffic service/ATS), sepenuhnya dikendalikan pemerintah sebagai pengelola tunggal (single provider) guna memudahkan koordinasi. Selama ini, pengelolaan navigasi dilakukan PT Angkasa Pura I dan II, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dephub, Otorita Batam dan beberapa swasta murni seperti di Lhok Seumawe dan Lhok Sukon di Aceh serta Timika, Papua. Maka, dengan UU Penerbangan ini, nasib PT Angkasa Pura nantinya hanya berfungsi sebagai operator murni.
pemerintah mendorong pertumbuhan investasi di industri penerbangan yang sehat
4
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 4
9/14/09 5:34:48 PM
LAPORAN utama
CAPA: Permasalahan sejumlah bandara di Asia, termasuk Indonesia, tergolong akut.
UU Penerbangan yang baru merupakan bagian dari policy reform yang tengah diupayakan Departemen Perhubungan untuk mengatasi permasalahan dan tantangan meningkatkan kapasitas dan kualitas penyelenggaraan transportasi. Sebelumnya, policy reform di sektor perhubungan telah menghasilkan dua revisi undang-undang, yaitu UU Perkeretaapian yang disahkan pada 27 Maret 2007 dan UU Pelayaran pada 8 April 2008. Menhub menegaskan, kendati dalam UU Penerbangan telah dibuka ruang seluas-luasnya bagi investasi swasta dan pemerintah daerah, namun pemerintah tetap melakukan pengawasan penuh, karena investasi tidak lepas dari tanggungjawab pemerintah di
Selebihnya, lanjut Jusman, banyak aspek teknis yang harus dipenuhi, karena ini menyangkut masalah keselamatan penerbangan. Terlebih saat ini Indonesia sedang mendapatkan sorotan dunia internasional soal keselamatan penerbangan setelah penerbitan larangan penerbangan oleh Komisi Uni Eropa. Merujuk pada data yang dikemukakan oleh Center for Asia Pacific Aviation (CAPA), perusahaan konsultan yang berbasis di Sidney, Australia, bahwa permasalahan sejumlah bandar udara (bandara) di Asia, termasuk Indonesia, tergolong akut. Disebutkan, bahwa kongesti terutama menyangkut kepadatan di jalur udara yang padat penerbangan. Hal itu seharusnya bisa diatasi dengan peningkatan prasarana di menara pengawas yang membuat petugas bisa menangani sejumlah penerbangan sekaligus. Jika hal itu tidak dilakukan, maka pelayanan pada pesawat yang sedang lepas landas, sedang terbang dan hendak mendarat menjadi kurang. Mengacu CAPA, kepadatan arus penerbang an juga akan makin meningkat di masa datang, dan semua bandara harus meningkatkan kapasitas karena hal itu sangat vital. Jika itu tidak dilakukan, maka kenyamanan penumpang akan makin hilang. Kapasitas bandara, dalam hal ini, juga menyangkut perluasan dan penambahan landasan serta penambahan bangunan yang bisa menampung keberadaan penumpang yang sedang menunggu untuk terbang atau menampung penumpang yang mendarat.
pendanaan proyek infrastruktur berskala besar bukanlah hal yang mudah bidang keselamatan penerbangan. Pemerintah daerah dan swasta tidak bisa secara membabi buta melakukan pembangunan bandara, karena ada aturan main yang harus dijalankan. “Pemerintah akan menetapkan hirarki dan tatanan bandara. Nanti akan ada otoritas bandara yang memantau. Pemerintah pusat akan sangat selektif dalam memberikan izin lokasi bandara umum,” tuturnya. Ada tiga hal yang harus dipenuhi swasta dan pemda. Pertama, memenuhi standar tatanan kebandarudaraan nasional Indonesia. Kedua, bandara baru harus sudah dimasukkan dalam tatanan transportasi wilayah (tatrawil) atau tatanan transportasi lokal (tatralok). Dan ketiga, tidak menggunakan anggaran dalam APBN, baik pada saat pembangunan maupun perawatan atau pemeliharaannya.
Tingkatkan KPS Sumber pendanaan yang kuat sangat dibutuhkan untuk pengembang an kebandarudaraan yang ideal dan berkelas dunia. Namun, diakui oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, pendanaan proyek infrastruktur berskala besar bukanlah hal yang mudah. Karena itu, Public-Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) perlu ditingkatkan.
5
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 5
9/14/09 5:34:50 PM
LAPORAN utama “Salah satu tujuan utama implementasi PPP adalah peningkatan secara signifikan investasi swasta dalam proyek-proyek infrastruktur. Sebab, kemampuan pendanaan pemerintah untuk pembangunan proyek infrastruktur hanya 30%,” ”kata Paskah dalam pembukaan Asia Pacific Ministerial Conference on PPP for Infrastructure Development (1415 April 2010), di Jakarta, Kamis, 20 Agustus 2009. Dalam Konferensi Tingkat Menteri tersebut nantinya secara paralel diselenggarakan pula Infrastructure Asia Conference & Exhibition.” Pemerintah perlu mendorong iklim investasi yang melibatkan swasta guna mempercepat penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha yang sehat. Terkait dengan kondisi tersebut, pemerintah melakukan reformasi guna menarik minat pihak swasta, baik dari dalam maupun luar negeri, dalam berinvestasi di sektor infrastruktur. Maka, melalui Kementerian Negara PPN/Bappenas, pemerintah membentuk Pusat Kerjasama Pemerintah Swasta (PKPS) untuk memfasilitasi terlaksananya transaksi kerjasama proyek-proyek infrastruktur antara pemerintah dan swasta. Menurutnya, PKPS memiliki fungsi yang penting sebagai pusat informasi proyek infrastruktur di Indonesia, mulai dari persiapan, kajian komersial, perencanaan, pendanaan, eksekusi, dokumentasi, hingga evaluasi. Dengan cakupan data yang lengkap, minat investor mendanai proyek diharapkan meningkat. “Tujuan utama dalam implementasi KPS adalah peningkatan investasi swasta secara signifikan. Diperkirakan, kebutuhan investasi infrastruktur dalam RPJMN 2010–2014 mencapai Rp1,429 triliun atau
3,94% dari Produk Domestik Bruto. Nilai investasi itu diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 4–5% per tahun,” tuturnya. Sehingga, Paskah menambahkan, tak tanggung-tanggung Indonesia menargetkan proyek KPS mencapai US$37 miliar. “Angkanya untuk Indonesia, kita harapkan sekitar US$35 miliar sampai US$37 miliar.” Dengan investasi sebesar itu, tentunya diharapkan percepatan pembangunan infrastruktur akan dapat diwujudkan, pelayanan dan kenyamanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan, sekaligus mampu mendukung percepatan pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
Percepat RPP Dephub berjanji mempercepat penyelesaian empat rancangan peraturan pemerintah (RPP) UU Penerbangan. Percepatan RPP tersebut agar implementasi kebijakan pemerintahan mendatang lebih fokus. “Kita akan tetap mengupayakan agar RPP yang telah disahkan dapat segera diselesaikan,” kata Menhub Jusman Syafii Djamal. Yang dihadapi dalam menyelesaikan RPP bukan semata masalah administratif, melainkan adanya tarik-menarik antar stakeholder. Semisal tentang aset yang mencakup sarana dan prasarana. Disahkannya UU Penerbangan memberikan pengaruh luas terhadap industri transportasi nasional. Pasalnya, dalam UU yang baru, terbuka peluang bagi swasta untuk ikut serta menanamkan investasinya di sektor transportasi nasional.
Lahan Subur di Aerocity UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan memberikan peluang besar bagi swasta untuk terlibat dalam pembangunan kebandarudaraan. Saat ini, sekurangnya ada 34 bandara yang sudah disetujui pembangunannya. Beberapa bandara saat ini telah dilaksanakan pembangunannya, seperti Kuala Namu (Sumatera Utara). Bandara lain yang belum dibangun antara lain Tempuling (Riau), Pagar Alam (Sumatera Selatan), Majalengka (Jawa Barat), Banyuwangi, Jember, Bawean (Jawa Timur), serta Bone (Sulawesi Selatan). Pembangunan dilakukan agar arus transportasi udara semakin baik di masa mendatang, sehingga dapat menyokong meningkatkan perekonomian antardaerah. Pembangunan ini diharapkan dapat menampung kebutuhan transportasi masyarakat sekitarnya. Sebelum disetujui proyek pembangunan ini, Departemen Perhubungan telah melakukan studi terlebih dahulu. “Kelak, daerah yang akan dijadikan lokasi bandara, oleh pemerintah akan dijadikan aerocity, yaitu sebuah kawasan penerbangan. Industri-industri yang terkait dengan bisnis penerbangan juga dipindahkan ke sana,” terang Kepala Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Departemen Pehubungan Juaksa Siahaan. Karena itu, lanjutnya, diharapkan pihak swasta dapat terlibat dalam penggarapannya demi menghidupkan perekonomian setempat.
Meskipun demikian, untuk membangun dan pengelolaan bandara secara umum, peran swasta dan Pemda harus memenuhi sejumlah persyaratan sebagaimana yang diatur dalam UU Penerbangan. Banyak aspek teknis yang harus dipenuhi, karena ini menyangkut masalah keselamatan penerbangan. Terlebih saat ini Indonesia sedang mendapatkan sorotan dunia internasional soal keselamatan penerbangan. Setidaknya, ada tiga hal yang harus dipenuhi. Yaitu memenuhi standar tatanan kebandarudaraan nasional Indonesia. Kemudian, bandara baru harus sudah dimasukkan ke dalam tatanan transportasi wilayah atau tatanan transportasi lokal. Dan tidak menggunakan anggaran dalam APBN, baik pada saat pembangunan maupun perawatan atau pemeliharaannya. Saat ini, peran swasta dalam pembangunan kebandarudaraan masih sangat kurang. Namun hal ini dimaklumi kare na nilai investasinya yang cukup besar. Karena itu ke depan, pemerintah akan terus meningkatkan program promosi untuk menarik investor, khususnya investor besar dari luar negeri. “Meskipun demikian, pemerintah akan menjadi tulang punggung dari semua proyek pembangunan. Sebab sudah menjadi tugas pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,” tandas Juaksa.
6
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 6
9/14/09 5:34:50 PM
LAPORAN utama
Menteri Perhubungan
Jusman Syafii Djamal Terbukanya peluang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah dan swasta untuk berinvestasi dalam pengusahaan kebandarudaraan merupakan tantangan tersendiri. Berikut petikan wawancara Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal.
”silakan, jika swasta Mampu Tangani Semua” UU Penerbangan memberikan lebih luas kepada swasta berinvestasi. Apa pandangan Anda? UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan memang memperbaharui UU sebelumnya tentang pelibatan pihak swasta dalam pengusahaan kebandarudaraan. Jika sebelumnya investasi harus melalui PT Angkasa Pura I dan AP II, kini dibuka peluang seluas-luasnya kepada pihak asing untuk ber investasi. Tapi, tentu harus tetap dilandasi prinsip kesetaraan dan sesuai dengan kesepakatan antarpemerintahan. Maksudnya? Sesuai dengan protokol perjanjian Bali Concord pada tahun 2003, setiap negara berhak menanamkan modal hingga 51% di negara lain, tetapi negara tujuan juga harus diperbolehkan menanamkan modal dengan persentase yang sama. Jadi inti nya, peluang investasi itu sangat besar. Bagaimana prospek investasi kebandarudaraan di Indonesia? Yang pasti ke depan, kebutuhan angkutan udara akan terus meningkat. Misalnya saat ini banyak sekali kabupaten-kabupaten yang menghendaki adanya lapangan terbang yang lebih baik. Termasuk juga adanya bandara yang memang mengalami kondisi saturated, atau lahan untuk mengembangkan sudah
tidak memungkinkan, karena misalnya berada di perkotaan. Dan yang harus dipahami, bangsa kita adalah bangsa archipelago. Jadi kebutuhan angkutan udara sangat vital, karena yang paling memungkinkan untuk menghubungkan antarwilayah. Peluang prospek bisnisnya? Kalau prospek bisnis itu tergantung pihak investornya sendiri. Tentu mereka punya perhitungan, bagaimana visibilitasnya, pengembalian investasinya dan sebagainya. Memang, investasi untuk jasa kebandarudaraan ini membutuhkan dana yang sangat besar. Karena ini terkait dengan lahan, penyediaan infrastruktur lapangan, penyimpanan pesawat dan sebagainya. Swasta itu kan berbeda dengan pemerintah. Mereka pure bisnis, ada hitung-hitungan komersilnya. Sementara pemerintah itu kan menjalankan fungsi pemerintahan, yaitu bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bagaimana kondisi investasi sekarang? Untuk sementara ini pemerintah masih menjadi motor penggerak. Jadi pemerintah membangun landasannya, sementara swasta pada pelayanan jasa pendukung lainnya. Karena ba nyak sekali jasa-jasa yang terkait dengan kebandarudaraan, seperti fasilitas terminal, pergudangan, perbengkelan, katering dan sebagainya. Tapi ya silakan saja, jika swasta memang merasa mampu untuk menangani semua.
7
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 7
9/14/09 5:34:52 PM
LAPORAN utama Bandara Kertajati dan Tol Cisumdawu
Dua Proyek Satu Paket
Sejalan dengan visi dan misi Jawa Barat 2010 sebagai provinsi termaju dan terdepan di Indonesia, proyek Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) adalah sebuah keperluan yang sangat mendesak. Alasannya, pertama, terbatasnya kapasitas Bandara Hussein Sastranegara, kedua, kebutuhan baik global maupun regional. Dan ketiga, pesatnya kemajuan di segala bidang di Jawa Barat. Bandara Kertajati diproyeksikan seluas 1.800 hektar. Pembangunannya akan didukung oleh prasarana industri, properti dan turisme dalam bentuk aerocity. Dana yang dibutuhkan diprediksi akan menelan biaya senilai Rp25,4 triliun. Lahan untuk Bandara Kertajati dan prasarananya membutuhkan sekitar 5.000 hektar, dengan peruntukan 1.200 hektar untuk BIJB dan 2.800 hektar untuk aerocity. Proyeksi di aerocity sebanyak 15% dibangun untuk kawasan industri, 10% untuk kawasan wisata, 13% untuk kawasan perdagangan, 40% untuk perumahan dan sisanya untuk prasarana jalan, jembatan, serta konservasi lingkungan hidup. Dengan adanya proyek ini diharapkan beberapa jenis usaha perawatan pesawat terbang, interior dan turbin gas untuk industri yang ada di Jabar bisa lebih berkembang jika eksistensi Bandara Kertajati sudah terwujud. Tidak hanya itu, juga beberapa anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia, seperti PT Nusantara Turbin dan Propulsi bisa lebih mengembangkan portofolio usahanya di kawasan Aerocity Bandara Kertajati. Expected Time of Implementation Kertajati International Airport
NO
ACTIVITIES
TARGET
1
Project Preparation
2009-2011
2
Tender
2011
3
Contract Signing
2012
4
Construction
2013-2017
5
Operation
2017
Jawa Barat menanti hadirnya sebuah bandar udara yang mampu memenuhi kebutuhan global dan regional. Meski demikian, terwujudnya harapan tersebut juga tergantung infrastruktur penunjangnya, yakni keterbukaan akses jalan tol menuju bandara. Akankah kedua proyek, bandara dan jalan tol, dapat berjalan mulus?
Meski banyak akan membawa impak positif, tapi ada sekitar 9,957 kepala keluarga dari 11 desa akan terkena penggusuran. Rencananya, mereka akan direlokasi ke tempat lain yang tidak jauh dari bandara.
Tiga Tahap Pembangunan proyek Bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka tersebut akan dibangun dalam tiga tahap. Tahap pertama akan dibangun landasan pacu dan bangunan bandara senilai Rp4,6 triliun. Kedua dan ketiga pendirian bangunan-bangunan untuk kelengkapan bandara senilai Rp2,3 triliun dan Rp3 triliun. Sedang aerocity akan menelan biaya sebesar Rp15,5 triliun. Semula, ketiga tahap tesebut dilakukan mulai 2008. Banyak investor asing yang berminat untuk menanamkan modalnya pada proyek Bandara Internasional ini, seperti Inggris, Jerman, Malaysia, Cina, UEA, Arab Saudi dan Jepang.
8
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 8
9/14/09 5:34:52 PM
Meski begitu, banyak kendala yang masih menjegal terwujudnya bandara berskala international ini. Tender tidak bisa dilaksanakan dengan mulus, karena kendala terkait petunjuk sistem tender (public-private partnership) yang belum lengkap dan peraturan presiden tentang tender yang dianggap tidak jelas. “Kendala saat ini adalah petunjuk teknis sistem public-private partnership yang dikembangkan di Indonesia belum lengkap. Sehingga, daerah itu selalu harus berinterpretasi,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat Deni Juanda kepada wartawan, beberapa waktu lalu. Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) harus dipersiapkan serius. Semakin besar skala proyek, maka semakin serius dan panjang persiapannya. Tentu saja pembebasan lahan menjadi tumpuhan utama dan harus segera diselesaikan Pemprov. Bandara Kertajati yang pada plan-nya akan dimulai 2008 dan ditarget pada 2010 bisa terwujud oleh Gubernur Jawa Barat H Danny Setiawan, akhirnya harus molor karena pada Februari 2009 baru bisa terealisasi tahap pembebasan lahan. Pemprov Jabar menganggarkan Rp150 miliar dalam APBD 2009 untuk ganti rugi lahan dua proyek infrastruktur besar di Jawa barat. Dana Rp50 miliar akan dipergunakan sebagai ganti rugi pembebasan lahan proyek Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu). Dan, Rp100 miliar dipakai untuk pembebasan lahan Bandara Internasional Kertajati. Tol Cisumdawu merupakan infrastruktur utama dalam terwujudnya Bandara Kertajati di Majalengka Jabar. Sampai saat ini, hanya ada satu investor yang benar-benar berminat dalam mengikuti tender tol tersebut. Belum terwujudnya Tol Cisumdawu ini, juga merupakan kendala lain kenapa proyek bandara Kertajati sampai saat ini belum bisa dilaksanakan. Tol Cisumdawu dan Kertajati adalah dua proyek dalam satu paket yang saling melengkapi.
Master Plan Bandara Kertajati
Tol Cisumdawu dan Kertajati merupakan satu kesatuan. Karena, pada master plan ke depan, Tol Cisumdawu merupakan jalan yang akan menghubungkan langsung dengan Bandara Kertajati. Sehingga, ke depan diharapkan masyarakat tidak lagi mengeluhkan akses jalan untuk meraih bandara internasional itu. Ruas Tol Cisumdawu, yang diharapkan bisa secepatnya dibangun itu, sepanjang 52 kilometer. Rentetan dua proyek yang saling berhubungan ini, akan dilakukan pembebasan lahan lebih dahulu untuk jalan Tol Cisumdawu. Setelah itu baru akan dilangsungkan tender bagi investor jalan Tol Cisumdawu pada 2010. Bila jalan tol sudah selesai dibangun, selanjutnya akan dilanjutkan dengan tender investor Bandara Kertajati. Sebelum tender, dukungan pemerintah harus jelas dengan clear-nya status lahan. Investor enggan masuk jika masalah lahan ini belum tuntas. Kedua proyek ini sangat besar dan prasyarat tumbuh kembang juga besar. Harus ada pertahapan sesuai kapasitas pemprov. Sedangkan Bappenas menyesuaikan persiapan step by step sesuai aturan yang pada akhirnya melintasi jalan panjang dan berliku mewujudkan proyek KPS yang baik dan bankable.
Bappenas menyesuaikan persiapan step by step sesuai aturan yang pada akhirnya mewujudkan proyek KPS yang baik dan bankable 9
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 9
9/14/09 5:34:52 PM
LAPORAN khusus
Adisutjipto Butuh Aneka Stimulus Dana Boleh jadi Bandara Adisutjipto memang terus berbenah. Namun, apa yang berlaku sekarang masih jauh dari idealnya pengembangan bandara tersebut. Masih butuh upaya yang lebih serius untuk perluasan lahan di sekitar bandara. Kerjasama yang baik dalam pemanfaatan aset merupakan prasyarat awal.
Kenyamanan fasilitas bandara bagi penumpang menjadi harapan pengelola.
pembenahan yang tampak sekarang masih sebatas peningkatan pelayanan pada fasilitas yang sudah ada saja
Bandar Udara Adisutjipto di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau kita berjalan ke arah utara, ada pintu masuk khusus penumpang yang dilengkapi eskalator. Infrastruktur penunjang juga tampak sudah berjalan cukup baik di sana, semisal adanya halte bis Trans Jogja di depan pintu masuk bandara. Sayangnya, pembenahan yang tampak sekarang masih sebatas peningkatan pelayanan pada fasilitas yang sudah ada saja. Sedangkan terkait perluasan areal bandara masih terkendala persoalan klasik, yaitu centang perenang masalah lahan di sekitar kawasan bandara. Sebenarnya, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah meminta persetujuan percepatan pencairan anggaran mendahului Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2009 sebesar Rp7,9 miliar dari Rp8,3 miliar dari dana yang dianggarkan oleh pemda pada tahun 2008. Pencairan di depan itu seyogyanya untuk pembiayaan ganti
rugi tanah milik warga yang akan dipakai sebagai perpanjangan landasan pacu bandara. Menurut Harun Rosjid, Kepala Bidang Angkutan Udara Dinas Perhubungan DIY, dari dana APBD sebesar Rp7,9 miliar itu hanya dapat membebaskan tanah di sekitar bandara seluar 1,1 hektar saja. “Padahal pengembangan bandara ini akan memakai lahan seluas 11 hektar,” ujar Harun ketika ditemui di kantornya di Yogyakarta, Senin 24 Agustus 2009. Masih menurut Harun, pihaknya mengaku sulit melakukan pembebasan tanah, karena warga meminta harga yang sangat tinggi, yaitu sebesar Rp6 juta untuk satu meter tanah. “Padahal harga tanah di sekitar bandara sebenarnya hanya Rp200 ribu per meter. Nilai jual objek pajak (NJOP) dari tanah di sana kan hanya sebesar Rp82 ribu sesuai PPAT. Tapi sekarang mereka meminta Rp6 juta per meter, karena mereka tahu kalau Bandara Adisujipto akan dibangun menjadi bandara internasional,” jelas Harun.
10
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 10
9/14/09 5:34:52 PM
Pengadaan lahan ini sangat penting. Dalam UU no 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, diatur bahwa Izin mendirikan bangunan bandar udara baru dapat diterbitkan oleh Pemerintah, tersedianya bukti kepemilikan bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan. Sebelumnya, saat-saat awal melakukan negosiasi, pemerintah daerah hanya menganggarkan Rp700 ribu untuk setiap satu meternya. Berdasarkan perhitungan awal tersebut, artinya kemampuan pemerintah daerah saat ini hanya bisa membebaskan tanah seluas 1,1 hektar selama setahun ini.
Butuh Terowongan Kepala Bappeda DIY Setyoso Hardjowisastro mengungkapkan, terkait masalah pembebasan lahan di kawasan bandara, itu merupakan kehendak pemerintah pusat yang ingin menjadikan Adisutjipto sebagai bandara bertaraf internasional. “Maka, pemda berkorban mau mengembangkan bandara dengan membebaskan lahan, yaitu yang sebelah utara rel untuk pengembangan areal bisnis dan perpanjangan runway. Tentunya Dephub membangunkan runway dan taxiway-nya,” ujar Setyoso kepada Majalah KPS di ruang kerjanya, Selasa 25 Agustus 2009. Persoalan lain dalam rencana pengembangan Bandara Adisutjipto, yaitu belum adanya kesepakan tertulis antara pihak terkait, selaku pengelola dan pengembang bandara. Mereka yang terkait dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi DIY, PT Angkasa Pura I dan TNI Angkatan Udara. Menurut Harun, salah satu persoalan bisa saja terjadi. Misalnya, ketika akan dibuat jalan masuk menuju kawasan Akademi Angkatan Udara. “Kalau diperluas jalan masuk menuju ke sana, tentu akan melewati jalan masuk ke bandara. Nah, pihak AU minta dibuatkan terowongan yang harganya sampai Rp300 miliar,” ujar Harun. Terkait hal tersebut, jika ditarik ke belakang, bagaimana sebenarnya kiprah masing-masing pihak yang mengelola Bandara Adisutjipto selama ini. Harun mengungkapkan ada empat pihak yang berkompeten
dalam pengembangan bandara --yang berstatus militer ini. Mereka adalah TNI AU sebagai pemilik lahan, Kementerian BUMN sebagai pengelola lewat PT Angkasa Pura I, Departemen Perhubungan sebagai departemen teknis dan Pemerintah Provinsi DIY sebagai instansi yang melakukan pembebasan lahan untuk pengembangan itu. Menyoal bantuan dari APBN untuk pengembangan Bandara Adisucipto, sebenarnya Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah memberikan komitmen percepatan pengembangan bandara untuk memenuhi standar sebagai bandara internasional. Untuk itulah, saat JK berkunjung pada Januari 2009, pemerintah pusat sudah berkomitmen akan mengalokasikan dana sebesar Rp62 miliar di Tahun Anggaran 2009. Terkait persoalan di atas, Harun Rosjid mengatakan kalau komitmen itu belum terealisasi sampai saat ini. “Memang pertama kita diberi, dijanjikan dana untuk pembebasan tanah dan juga untuk pembangunan infrastrukturnya. Tapi, ketentuan dari Bappenas tidak boleh kalau stimulus fiskal digunakan untuk pembebasan tanah,” aku Harun. Dana stimulus memang tidak ditujukan untuk hal seperti ini. Sekilas tentang keberadaan Bandara Adisutjipto, sejak tanggal 1 April 1992, sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 1992, Adisutjipto secara resmi masuk ke dalam pengelolaan Perum Angkasapura I. Tanggal 2 Januari 1993 statusnya diubah menjadi PT (Persero) Angkasapura I Cabang Bandar Udara Adisutjipto sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1993. Pengembangan Bandara Adisutjipto yang menelan dana Rp62 miliar mencakup rencana perpanjangan landasan pacu Bandara Adisucipto yang akan diperpanjang 300 meter. Saat ini, landasan pacu baru sepanjang 2.200 meter. Selain itu, juga akan ada pembangunan terminal serta fasilitas penunjang lainnya. Sementara itu, untuk perluasan bandara tersebut, harus dilakukan pembebasan lahan dari masyarakat. Perpanjangan landasan pacu akan dilakukan ke arah timur, karena tidak memungkinkan lagi diperpanjang ke arah barat.
Kepala Bappeda DIY: Pemerintah daerah berkorban mau mengembangkan bandara dengan membebaskan lahan.
11
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 11
9/14/09 5:34:53 PM
LAPORAN khusus
TRANS JOGJA MENANTI INVESTOR BARU Angkutan massal Trans Jogja sudah beroperasi setahun lebih. Meski demikian moda transportasi hasil kerjasama antara pemerintah dan swasta ini masih membutuhkan investasi baru guna memaksimalkan fungsinya sebagai fasilitas penunjang bagi Bandara Adisutjipto. Saat ini, Trans Jogja dikelola oleh PT Jogja TuguTrans (JTT). Perusahaan ini merupakan konsorsium gabungan dari koperasi-koperasi angkutan perkotaan yang telah ada, yakni Kopata, Puskopkar, Pemuda, Aspada dan DAMRI UBK. Sebelumnya Kobutri juga bergabung setelah kemudian koperasi ini mengundurkan diri. Pola kerjasama yang sudah terjalin selama ini mengikuti ketentuan yang berlaku. Menurut Sigit Haryanto, Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan DIY, memang tidak ada beauty contest penunjukan, melainkan hanya penunjukan langsung. Tapi prosesnya tetap melewati persetujuan dewan dan persetujuan Gubernur. “Sehingga, dalam aturan-aturan ini, hubungan antara pemerintah provinsi adalah merupakan perjanjian kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta. Nah, kita di dishub yang menindaklanjuti. Dari situ kita proses sesuai dengan ketentuan. Ya kita hanya kontrak gitu,” kata Sigit kepada Majalah KPS di ruang kerjanya, Senin 24 Agustus 2009.
Meski kerjasama sudah berjalan baik, Sigit mengakui pada tahun 2010 diupayakan pola kerjasama antara pemerintah dan swasta untuk pengelolaan Trans Jogja yang lebih terbuka. Kalau di awal tidak lakukan tender operator, ke depan akan dibuka tender untuk swasta dalam pengelolaannya. “Untuk pengembangannya nanti akan kita lelang pada tahun 2010,” jelasnya. Perihal mengapa saat ini ada lima operator yang bergabung membentuk konsorsium, dikarenakan kebetulan trayek Trans Jogja melewati jalur-jalur yang sebelumnya sudah dilewati oleh mereka. “Nah, kalau nanti pada saatnya kita hanya melewati tiga koridor, maka mungkin yang berkompetisi ya hanya tiga operator,” jelas Sigit. Keberhasilan PT JTT mengelola proyek Trans Jogja memang tidak terlepas dari kemauan lima perusahaan (koperasi) angkutan di DIY tersebut. Lebih-lebih mereka memang memilih bergabung ketimbang mengambil risiko bersaing dalam proyek itu.
“Ke depannya nanti kita akan lakukan kompetisi dengan persyaratan, tidak ada penambahan jumlah ken daraaan,” jelas Sigit lagi. Investor baru juga dipersilakan untuk berkompetisi. Syaratnya, mereka harus mempunyai kewajiban mengganti bis yang lama. Berbagai persyaratan memang akan digodok agar pengelolaan angkutan massal tersebut tidak lagi merugi seperti yang selama ini terjadi. “Kerugian kita karena para penumpang sebenarnya disubsidi oleh pemda. Kita sebenarnya hanya mendapat anggaran setiap tahun Rp10 miliar, tapi kita mengeluarkan Rp20 miliar untuk membayar operator swasta,” jelas Bappeda DIY Setyoso Hardjowisastro. Terlepas dari sejumlah masalah yang melingkupi hubungan kerjasama pemerintah provinsi dan swasta dalam pengelolaan Trans Jogja, pada tahun 2010 sudah ada rencana untuk pembuatan jalur-jalur baru yang akan dilintasi. Artinya, pemerintah setempat sangat melihat pentingnya keberadaan Trans Jogja, tinggal menunggu siapa yang berminat untuk berinvestasi.
12
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 12
9/14/09 5:34:55 PM
Daerah Istimewa Yogyakarta akan memiliki bandar udara baru bertaraf internasional di Kulon Progo. Ada dua titik yang dianggap ideal untuk lokasi pembangunannya. Namun, Pemprov DI Yogyakarta sendiri malah belum memastikan layak tidaknya bandara baru dibangun di Kabupaten Kulon Progo.
Centang Perenang Bandara Kulon Progo Studi kelayakan untuk lokasi pembangunan bandara telah dilakukan Pemerintah Cheko dengan pembuatan detail engineering design (DED). Studi kelayakan, yang menelan biaya sekitar Rp130 miliar itu, telah menetapkan kawasan Bugel dan Congot sebagai titik ideal untuk pembangunan Bandara Kulon Progo. Dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), Kabupaten Kulon Progo memastikan pembangunan bandara telah memenuhi persyaratan. Meski demikian, Pemerintah Provinsi DIY masih belum bisa memastikan apakah kabupaten tersebut layak memiliki bandara. Kepala Dinas Perhubungan Udara Provinsi DIY Harun Rosjid menandaskan kalau RTRW Kulon Progo belum dicantumkan. Bandara Kulon Progo masih sebatas wacana. Kebutuhan akan bandara baru itu masih dilihat sebagai alternatif, jika Bandara Adisutjipto kapasitasnya sudah tidak memenuhi. “Bandara Adisutjipto saja masih belum beres soal pengembangannya. Nah, kalau soal RTRW, memang Kulon Progo masih ada masalah di sana,” kata Harun kepada Majalah KPS, di ruang kerjanya, Senin 24 Agustus 2009. Perpres Nomor 67 Tahun 2005 memang menegaskan setiap proyek KPS harus sesuai dengan RTRW. Perpres ini mendorong agar proyek KPS direncanakan secara komprehensif. Kepala Bappeda Provinsi DIY Setyoso Hardjowisastro. Ia mengakui Bandara Kulon Progo belum terpenuhi dalam RTRW. “Rencana pembuatan bandara di Kulonprogo ini kan belum serius, karena belum sepengetahuan Departemen Perhubungan,” dalihnya.
Bahkan, Setyoso menambahkan Kabupaten Kulon Progo memang tidak diakomodasikan oleh sejumlah pakar tata ruang untuk membangun sebuah bandara. “Menurut para ahli tata ruang dan tentunya TNI Angakatan Udara, daerah Kulon Progo tidak mungkin dibangun bandara,” jelasnya. Meski begitu, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tetap mengambil langkah-langkah serius terkait rencana pembuatan bandara tersebut. Malahan, Bupati Kulon Progo H Toyo Santoso Dipo ikut hadir di acara penandatanganan perjanjian bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Republik Cheko. Dalam penandatangan tersebut disepakati kerjasama pengembangan infrastuktur Bandar Udara dan Stasiun Kereta Api di Kabupaten Kulon Progo. Hasil kesepakatan dicapai melalui Sidang Pertama Komisi Bersama (SKB) Indonesia-Ceko di Praha, beberapa waktu lalu. Kehadiran Bupati Kulon Progo untuk menerima hasil studi kelayakan rencana pembangunan infrastruktur bandara dan kereta api. Secara geografis, Kabupaten Kulon Progo, yang beribukota Wates, berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul di timur, Samudera Hindia di selatan, Kabupaten Purworejo di barat serta Kabupaten Magelang di utara. Bagian barat laut wilayah kabupaten ini berupa pegunungan (Bukit Menoreh), dengan puncaknya Gunung Gajah (828 m) di perbatasan dengan Kabupaten Purworejo. Sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah yang landai hingga ke pantai.
13
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 13
9/14/09 5:34:56 PM
sorot Bandara Kuala Namu
Bandara Terbesar Kedua di Indonesia Pembangunan Bandar Udara Kuala Namu, Deli Serdang, Sumatera Utara, diharapkan bisa mulai beroperasi pada awal 2010. Wapres M Jusuf Kalla menyatakan kepuasannya atas progres pembangunan bandara kedua terbesar setelah Soekarno-Hatta ini. Wapres Jusuf Kalla, awal Agustus 2009, berkunjung ke proyek Bandara Kuala Namu. Ia memperkirakan awal 2010, bandara pengganti Polonia ini sudah beroperasi sebagai angkut an udara besar yang mengangkut penumpang transit internasional untuk Sumatera dan sekitarnya. Wapres mengingatkan agar proyek ini betul-betul direncanakan dengan baik dan fasilitasnya juga harus lengkap agar jaringan internasional, investasi dan pariwisata ke Sumut bisa lebih baik. Dalam kunjungannya, Wapres didampingi Direktur PT Angkasa Pura II Bandara Polonia Medan Edy Haryoto, Gubernur Sumatera Syamsul Arifin, Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI Burhanudin Amin, Kapolda Sumatera Utara Badrodin Haiti, Pj Walikota Medan Rahudman Harahap dan Bupati Serdang Bedagai HT Erry Nuradi. Pekerjaan kontruksi Bandara Kuala Namu dibagi empat tahap investasi yang disesuaikan de ngan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Pembangunan fase 1 dan stage 1 ini diperhitungkan akan melayani kebutuhan pertahunnya sekitar 8 juta penumpang, 65.000 ton kargo dengan pesawat terbesar sejenis Boeing 747-400. Selain itu, bandara ini direncanakan dapat menampung 2250 unit mobil (parkir area) dengan luas runway 45×3750 meter dengan luas bangunan terminal 86.160 m2 pada tahap pertama. Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI H Yopie S Batubara sempat me-
nanyakan kepastian pembangunan Bandara Kuala Namu dalam Rapat Kerja Panitia Ad Hoc II DPD-RI dengan Menhub dan jajarannya di Jakarta. Wakil Ketua Panitia Ad Hoc II DPD-RI asal Sumut ini menyebutkan proses pembangunan Bandara Kuala Namu dipercepat dengan cara membagi dua bagian. Sisi udara (air side) yang merupakan kewajiban pemerintah dibangun berdasarkan pinjaman lunak (loan) dari Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank). Sedangkan sisi darat (landside) dibangun PT Angkasa Pura II secara bertahap. PT Angkasa Pusa II menyediakan dana Rp1,3 triliun. Tahap pertama untuk memenuhi kebutuhan bagi 10 juta penumpang. Tahap berikutnya baru dilakukan kerjasama dengan investor swasta. Wapres mengungkapkan progres pembangunan masih terkendala sejumlah masalah. Semisal, pendanaan yang membengkak akibat pekerjaan sisi udara mengalami penjadwalan ulang menyusul kondisi tanah di bawah landasan pacu (runway) masih labil, karena mengandung lumpur dan air. “Soal pendanaan membengkak di sisi udara itu, sehingga total pembiayaan menjadi Rp6,5 triliun dari alokasi Rp6 triliun, saya pastikan akan terjawab. Karena kendala pekerjaan di sisi udara tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah,” tukas Wapres. Bandara Kuala Namu adalah salah satu dari proyek strategis di Sumatera Utara, karena diprediksi sebagai fokus investasi prioritas yang akan menjadi pilihan para calon investor lokal maupun asing. Sehubungan dengan itu, Wapres Jusuf Kalla me minta semua pihak yang terlibat tetap bekerja dengan giat sesuai agenda. Termasuk investor bagi akses dan semua infrastruktur yang berhubungan dengan Bandara Kuala Namu diharapkan saling membantu kelancaran pembangunan itu.
14
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 14
9/14/09 5:34:57 PM
Bandara Juwata Tarakan
Potensi Strategis Geografis Bandar Udara Juwata Tarakan, Kalimantan Timur, diharapkan menjadi Singapura kedua untuk jasa transportasi. Sebuah ambisi besar dari pemerintah daerah setempat yang bukan tidak mungkin untuk diwujudkan melihat nilai strategis geografisnya.
Pembangunan Bandara Juwata Tarakan dibuka oleh Walikota Tarakan dr H Jusuf SK. Sejak September 2007, Bandara Juwata Tarakan ini sudah dapat didarati pesawat Boeing 727-200 dan F16. Landasan pacu bandara sudah diperpanjang hingga 2.250 meter, sehingga sangat memungkinkan untuk pendaratan pesawat yang berukuran besar. Selain itu, bandara juga telah dilengkapi teknologi instrument landing system untuk pendaratan dalam kondisi cuaca buruk Desember 2008, Bandara Juwata Tarakan dibangun dengan menggunakan konstruksi sarang laba-laba. Ini dikarenakan melihat struktur tanah bandara yang lunak. Andy Rukmono, pe rencana proyek pembangunan Bandara Juwata Tarakan, saat itu menyebutkan apabila menggunakan beton dan aspal akan membutuhkan banyak biaya perbaikan, serta akan terjadi
penurunan permukaan landasan. “Karena arealnya bekas pertambakan,” kata Andy. Sekarang, meski iklim cuaca di Tarakan yang banyak curah hujannya, permukaan landasan sangat kuat. Konstruksi sarang laba-laba ini kuat, walaupun alat pengerjaannya tidak lebih banyak jika harus dibeton dan aspal. Andy pun mengatakan, sebelum dioperasikan telah dilakukan uji coba dengan beban seberat 120 ton. Kekuatan permukaan landasan de ngan menggunakan sistem konstruksi sarang laba-laba ini dijamin. Sehingga, untuk pendaratan Boeing 727-200 yang beratnya mencapai 86 ton dan pesawat tempur F16 TNI-AU pun siap menahannya. Bandara Juwata sangat representatif, warga yang akan menuju kabupaten atau kota lainnya di Kaltim seperti Bulungan, Nunukan, Beraue, Mali nau dan yang lainnya, dapat melewati Tarakan. Dengan begitu, tentu nilai tambah akan dirasakan masyarakat dan Kota Tarakan. Pemerintahan daerah Tarakan berharap jasa layanan pengangkutan penumpang melalui bandara ini tetap bergairah, karena fasilitas bagi untuk alat transportasi udara tersebut telah disiapkan untuk kepuasan bagi pengguna bandara tersebut. Sejumlah fasilitas dan tempat sudah sangat representatif disiapkan kota yang Desember 2009 mendatang ulang tahunnya ke-12.
15
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 15
9/14/09 5:34:57 PM
sorot
Bandara Internasional Lombok
Ujicoba 17 Desember 2009 Bandara Internasional Lombok (BIL) direncanakan rampung pembangunannya pada Oktober 2009. Meski demikian, ujicoba bandara senilai Rp802 miliar itu, dijadwalkan pada 17 Desember 2009, bertepatan HUT ke-51 Pemprov Nusa Tenggara Barat.
BIL akan dioperasikan secara komersial untuk penerbangan domestik dan internasional
Saat ini, landasan pacu BIL yang sudah terba ngun sepanjang 2.500 meter dari total 2.750 meter dengan lebar 40 meter yang direncanakan. Masih tersisa 250 meter lagi yang diperkirakan rampung pembangunannya awal Desember mendatang. Sementara itu, infrastruktur pendukungnya sudah rampung 34-45%, namun diperkirakan dapat mencapai 70 persen saat penerbangan ujicoba nanti. Dinas Perhubungan setempat berkoordinasi dengan maskapai penerbangan Garuda Indone-
sia Airlines untuk mempersiapkan penerbangan ujicoba landasan BIL. Jika sampai pertengahan Desember 2009 tower peng-
atur lalu lintas penerbangan belum rampung 100%, maka penerbangan perdana itu dapat dipandu dari Bandara Selaparang Mataram. BIL mengadopsi desain bandara hijau atau green airport, BIL menawarkan kekhasan tersendiri. “Bandara ini akan menonjolkan ciri khas penghijauan dengan berbagai tanaman di lokasi bandara,” ujar Dirut AP I Bambang Darwoto, kepada Majalah KPS, beberapa waktu lalu. Bandara baru pengganti Selaparang ini akan dioperasikan secara komersial untuk penerbangan domestik dan internasional akhir tahun ini juga. PT Angkasa Pura I mendapatkan tugas untuk membangun bandara ini sejak 2005. Sebelumnya, rencana pembangunan sempat terkatung-katung selama kurang lebih 10 tahun. Saat itu, pemerintah daerah setempat sempat sekian lama berkutat dalam masalah pembebasan lahan. Di sisi lain, bandar lama, yakni Selaparang, sudah tidak layak lagi. Alhasil, Selaparang hanya mampu melayani paling besar pesawat tipe Boeing 737 atau MD. Kedua jenis itu adalah pesawat yang hanya mampu melayani penerbangan jarak sedang. Keterbatasan Selaparang menjadi salah satu penyebab sulitnya Lombok berkembang sebagai daerah tujuan wisata, layaknya Bali. Sedangkan untuk menambah panjang dan lebar landasan pacu, faktor geografisnya tidak memungkinkan. Letak Selaparang sudah sangat berbatasan dengan perbukitan di sebelah utara dan timur, sedangkan sebelah barat sudah terlalu dekat dengan laut. Hal lain yang mendasari dibangunnya BIL adalah kesepakatan Pemerintah Indonesia untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan Emaar Properties, investor asal Dubai, Uni Emirat Arab, dalam mengem-
16
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 16
9/14/09 5:35:01 PM
Spesifikasi Bandara Internasional Lombok Nama: Bandar Udara Internasional Lombok Klasifikasi Status: KELAS I /INTERNASIONAL Elevasi: 52 feet (17,3 m) Luas lahan: 68,789 ha Landasan Pacu: 2.750 X 45 m Apron: 62.074 meter persegi Terminal: 12.000 meter persegi Daya Tampung Terminal: 2 juta penumpang Kekuatan Konstruksi : PCN 34 FBXT (aspal hotmix) Helipad: 2 buah X 480 m2(beton/aspal HRS) Parkir Kendaraan: 17.500 meter persegi
bangkan dan mengelola objek-objek pariwisata di Lombok. Perusahaan tersebut akan diberi nama PT Emaar Lombok. Proyek Emaar Lombok akan memiliki pantai alami sepanjang 7 km yang mendukung pembuatan pelabuhan, perumahan mewah dan resor. Demi memuluskan pengembangan kawasan pariwisata, maka pemerintah membangun BIL. Bandara baru ini memiliki panjang landasan 2.750 meter dan lebar 45 meter. Bandara baru itu memiliki apron seluas 52.074 meter persegi dengan kapasitas terminal seluas 12.000 meter persegi yang mampu menampung dua juta penumpang. Sedangkan Selaparang hanya mampu menampung 800.000 penumpang. Bambang Darwoto menekan kan Pemerintah Provinsi NTB sangat mendukung percepatan pembangunan Bandara Internasional Lombok. Apalagi, jika bandara baru berope rasi, maka tingkat pertumbuhan kunjungan wisata dapat terlayani dengan maksimal. Sebagai catatan, pertumbuhan kunjungan wisata dalam rentang waktu antara 2002 hingga 2012 terjadi lonjakan penumpang melalui udara. Laju peningkatan jumlah angkutan udara antara lima sampai 20 persen hingga periode 2020.
Jika bandara baru beroperasi, maka kunjungan wisata dapat terlayani maksimal
Anggaran Bengkak Upaya mewujudkan BIL bukan tanpa konsekuensi. Salah satu yang menonjol adalah terjadinya pem-
bengkakan biaya pembangunan dari sebelumnya Rp665 miliar menjadi Rp802 miliar. Hal tersebut tidak bisa dihindari akibat kondisi perekonomian global yang ditandai dengan gejolak harga BBM dan beberapa komponen biaya lainnya sepanjang tahun 2008. Dampaknya adalah permintaan eskalasi harga dari kontraktor dan adanya pekerjaan baru atau tambahan yang tidak direncanakan sebelumnya, seperti terminal kargo dan fasilitas lainnya. Nilai proyek BIL semula dianggarkan Rp665 miliar dengan perincian Rp515 miliar disediakan oleh PT Angkasa Pura I, Rp110 miliar oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Rp46 miliar dari Pemkab Lombok Tengah. Akibat berbagai eskalasi harga dari kontraktor, Pemprov NTB menambah anggarannya menjadi Rp117 miliar, Pemkab Lombok Tengah Rp46 miliar dan sisanya ditanggung Angkasa Pura I sebesar Rp644 miliar. Proyek pembangunan landasan pacu dipercayakan kepada PT Hutama Karya dengan nilai proyek Rp166 miliar dari dana yang teralokasi Rp170 miliar. Proyek pembangunan terminal dikerjakan PT Slipi Raya dengan nilai proyek hampir mendekati dana teralokasi yang mencapai Rp150 miliar. Sedangkan dana tanggungan APBD NTB sebanyak Rp117 miliar dipergunakan untuk membangun airside seperti taxiway, apron dan fasilitas penunjangnya. Sedangkan dana tanggungan Pemkab Lombok Tengah sebesar Rp46 miliar untuk pembangunan landside yaitu areal parkir mobil/motor, jalan lingkungan dan fasilitas penunjangnya.
17
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 17
9/14/09 5:35:02 PM
KOLOM KEMITRAAN
oleh Simon L Himawan, Perencana Madya
PENGALAMAN TOT– IDPPP DI JEPANG
Pada awal Maret 2009, penulis mendapat kesempatan mengikuti program pelatihan TOT-Infrastructure Development Trough Public Private Private Partnership di Universitas Gajah Mada dan Universitas Miyazaki di Jepang. Berbagai kemajuan dalam penerapan PFI yang disesuaikan dengan kondisi sosiokultural masyarakat Jepang bisa dijumpai di berbagai fasilitas publik.
R
estorasi Meiji Tahun 1868 merupakan awal keterbukaan bangsa Jepang dengan semangat FUKOKU KYOHEI secara umum hal ini dapat diartikan Jepang mengejar ketertinggalan dari bangsa Barat. Hal ini mereka lakukan melalui impor teknologi dan impor pikiran barat. Pada saat itu, Jepang mengirimkan putra-putra terbaiknya untuk belajar ilmu barat dan diterjemahkan kedalam bahasa jepang. Adapun bidang-bidang yang dipelajari meliputi: 1. Teknologi, Sistem Hukum dan Penga dilan belajar dari Perancis. 2. Sistem Pendidikan dari Perancis dan Amerika Serikat. 3. Sistem Militer dari Perancis dan Inggris 4. Sistem Politik dari Inggris, Jerman dan Perancis.
FUKOKU KYOHEI telah mengubah jepang dan memodernisasi Jepang seperti yang kita lihat dewasa ini dengan mencontoh sistem yang ada di barat. Demikian halnya dengan Japanese PFI (Private Finance Initiative) dewasa ini masih tetap dengan semangat FUKOKU KYOHEI. PFI dikenalkan di Jepang (setelah belajar dari Inggris/UK) sejak era tahun 1980-an. Pada waktu itu mulai diperkenalkan mekanisme penyertaan peran swasta dalam pengelolaan fasilitas publik. Dengan cara melakukan privatisasi Japan National Railway dan Japan Airlines yang telah berlangsung sekitar satu dekade. Selanjutnya Memasuki era 1990-an ekonomi Jepang mengalami bubble yang menyebabkan dilakukannya langkah-langkah kebijakan Pemerintah dalam bentuk sluggishness of fiscal structural reform. Secara simultan di dunia swasta Jepang juga terjadi kebangkrutan dimana-mana khususnya semi-public sector.
18
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 18
9/14/09 5:35:04 PM
Dan, pada Nopember 1997, Kabinet Jepang memutuskan satu kebijakan yang dikenal dengan emergency economic package for opening up the 21 st century yang berisi antara lain menerbitkan PFI guidelines, dengan memulai pembangunan The Chubu International Airport melalui scheme PFI. Selain itu, dibentuk pula semacam study group on PFI di lingkungan kementerian terkait dan badan-badan negara. Selanjutnya, pada Mei 1998, disusun aturan yang memungkinkan pengelolaan pemeliharaan fasilitas publik dengan menggunakan dana swasta. Hal ini kemudian dikenal dengan PFI-bill (draft undang-undang PFI yang disahkan oleh Parlemen Jepang pada bulan September 1999). Pada Januari 2001, Kantor Perdana Menteri Jepang menerbitkan guidelines (buku petunjuk pelaksanaan) khususnya untuk sharing risks and agreement dan relation process. Pada bulan Juli di tahun yang sama, Pemerintah Jepang juga menerbitkan guidelines tentang relation of Value For Money (VFM). Lebih lanjut di bulan Juni 2003, Pemerintah Jepang merilis guidelines tentang kontrak kerjasama pemerintah dan swasta serta monitoring. Secara legal undang-undang PFI-Jepang terakhir dilakukan revisi pada bulan Agustus 2005.
RUANG LINGKUP JAPANESE-PFI Lingkup Japanese-PFI berdasarkan article 2 dari undang-undang PFI Jepang meliputi lima hal yaitu: 1. Public Facilities meliputi: roads, railway, port, airport, river, parks, water works, sewer, industrial water works dan lain-lain. 2. Official Facility: government facilities, lodgment dan lain- lain 3. Public Institution: public housing and educational cultural facilities, waste disposal and treatment facilities, medical facilities, facilities for social welfare, relief and rehabilita tion facilities, parking spaces, underground malls dan lain-lain. 4. Information and Communication Facilities, heat supply facilities, new energy facilities, recycle facilities (except waste disposal and treatment facilities), tourist facilities and research facilities. 5. Facilities defined as what has been set by government ordinance. Prinsip dan Doktrin Japanese-PFI Di bawah peran pemerintah yang tepat serta bertanggungjawab, jika memungkinkan perusahaan-perusahaan swasta diberikan kesempatan guna melakukan kegiatan operasi pemeliharaan fasilitas-fasilitas publik. Di dalam pelaksanaannya Japanese-PFI menerapkan lima prinsip yaitu: 1. Public Nature: proyek yang berhubungan dengan kepen tingan publik
2. Use of Private Management Resources: gunakan uang swasta melalui aplikasi sumber-sumber manajemen pihak swasta seperti kemampuan skill dan lain sebagainya. 3. Efficiency: menghormati independensi swasta dalam dalam pengelolaan secara efisien 4. Equality: Memastikan fairness dalam memilih perusahaan swasta untuk untuk melaksanakan proyek-PFI 5. Transparency: Berpegang teguh atas azas keterbukaan dari keseluruhan proses pengadaan PFI sejak awal hingga akhir
Di samping itu, Jepang juga menerapkan secara disiplin dengan apa yang mereka sebut sebagai tiga Doktrin Japanese-PFI yaitu: 1. Objective: tujuan dari evaluasi selama proyek berlangsung harus objektif dan ketika memilih perusa haan harus didasarkan pada pencapaian prestasi, operasi dan penyelesaian proyek. 2. Contract: Segala sesuatu berkaitan pengadaan PFI harus di bawah kontrak. Kontrak kerjasama antara the mana gement of public facilities (organ pemerintah) dan PFI Business Representative harus meliputi seluruh tanggung jawab serta naskah kerjasama dapat diklarifikasi dengan jelas. 3. Independence: the things to remain independent are the company responsible for the project or the department’s sec tion, and accounting.
KELEMBAGAAN JAPANESE-PFI Di dalam Japanese-PFI terdapat tiga pelaku utama yaitu: 1.Pemerintah Pemerintah sangat berkepentingan dengan tingkat kwalitas layanan kepada masyarakat yang akan menjadi dasar keputusan jalannya suatu proyek-PFI. Dalam memilih operator proyek-PFI dilakukan dengan cara tender. Dalam rangka memperoleh tingkat layanan masyarakat yang baik pemerintah menyediakan guidance untuk pelaksanaan proyek dan monitoringnya. Unsur terpenting bagi pemerintah dalam hal ini adalah Value For Money. Khusus Peran Pemerintah Pusat hanya dua hal yaitu pertama, membuat UU-PFI dan kedua, membuat guidelines of PFI. 2. Special Purpose Company (SPC) SPC merupakan konsorsium dari beberapa perusahaan yang berbeda lingkup usahanya. Konsorsium yang telah dipilih sebagai PFI-operator disyaratkan untuk menyusun perjanjian kerjasama antara pemerintah dan swasta (PFI). Dan jika diperlukan dibuat menejemen kontrak perusahaan-
19
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 19
9/14/09 5:35:05 PM
KOLOM KEMITRAAN
perusahaan yang tergabung dalam konsorsium atau perusahaan-perusahaan diluar konsorsium seperti kontraktor dan lainnya. Faktor penting lainnya bagi SPC (PFI-operator) adalah EIRR = to measure the returns from the project as an investment entity (menghitung tingkat pengembalian investasi melalui proyek PFI). Di samping itu adalah PIRR (Project IRR) = leading indicators that represent the long term profitability of the pro ject (merupakan indikator utama dari keutungan jangka panjang proyek-PFI). 3. Financial Institutions Lembaga Keuangan (LK) sangat menaruh perhatian terhadap berlangsung/berjalannya proyek berkaitan dengan pinjaman yang telah diberikan kepada SPC. LK juga berkepentingan terhadap kepastian stabilitas jalannya kontrak kerjasama pelayanan antara pemerintah dengan SPC. Pihak LK paling berkepentingan dengan DCSR (debt service coverage ratio) = before the redemption
Lembaga keuangan berkepentingan terhadap kepastian stabilitas kontrak kerjasama of principal and interest cash flows of each period, calculate how many times bigger than that of scheduled principal payments during the project.
Pengembangan Japanese-PFI Seperti halnya di Inggris yang dikenal dengan lembaga Champion-PFI yaitu Partnership UK (PUK) dengan mayoritas saham dimiliki HM Treasury/Kementerian Keuangan sebesar 45% dan The Scottish Office memiliki 4 % sisanya sebesar 51 % dibagi kepada sembilan Bank, perusahaan asuransi dan perusahaan lainnya. Di Inggris institusi keuangan merupakan pendukung utama PFI. Sedangkan di Jepang lembaga sejenis dinamakan Japan PFI Association, yang beranggotakan 829 institusi yang terdiri dari 641 Pemerintah Daerah dan 188 Perusahaan swasta seperti (real estate, general trading, consulting, design, construction, electric/gas/communication, manufactuting, maintenance/operation, bank/
securities, insurance, law, british embassy, US embassy, the Tokyo chamber of commerce and industry, Japan aerospace exploration agency), berbeda dengan di Inggris institusi keuangan Jepang hanya memiliki peran separuh atas Japan PFI Association, selebihnya diperankan berbagai sektor bisnis PFI. Fungsi Japan PFI Association mengevaluasi proposal yang diajukan perusahaan PFI/ swasta yang mencakup feasibility study, letter of intent yang dikeluarkan perbankan calon penyandang dana dan anggota konsorsium, untuk selanjutnya diteruskan kepada Pemerintah/Pemerintah Daerah guna tahapan proses pengadaan lebih lanjut. Selain hal itu, ada yang menarik dalam pengembangan Japanese-PFI, dalam rangka menurunkan lifecycle cost untuk proyek PFI dibuatlah suatu mekanisme dialog melalui consortium conference on PFI businesses yang membahas berbagai isu pelaksanaan proyek PFI. Forum conference tersebut dihadiri para pihak yang terlibat dalam PFI seperti : (1) design and supervisory, (2) construction company, (3) equipment company, (4) maintenance company, (5) operating company, (6) lawyer, (7) advisor, (8) insurance company dan (9) financial institute. Satu hal lagi yang membedakan Japanese-PFI dengan yang di Inggris adalah adanya LEMBAGA PFI Project Committee yang berfungsi dan bertindak melakukan (1) fairly deal with possible arguments (kese pakatan yang fair dengan argumentasi yang masuk akal) selama pelaksanaan proyek; (2) penilaian terhadap service monitoring outcome dan pemutusan kontrak; (3) pengukuran atas kualitas aset yang diserahkan kepada pemerintah pada akhir kontrak. Ketiga hal tersebut terkait langsung dengan kerjasama antara public sector/ pemerintah dengan SPC/PFI project company. Keanggotaan PFI project committee terdiri dari dua orang dari wakil masyarakat, dua orang dari wakil public sector/pemerintah, dua orang dari wakil PFI project company dan dua orang dari wakil pihak ketiga yaitu orang-orang yang berpengalaman atau akademisi. Esensi dari fungsi Japanese-PFI Pertama esensi dari fungsi PFI adalah Lifecycle Cost Management yang menekankan pentingnya cost reduction yang ditunjukkan melalui beberapa cara antara lain: (1) Peningkatan penyediaan infrastruktur secara efisien dan efektip dengan biaya yang rendah (cost reduction); (2) Dengan performance specification orders akan meningkatkan efisiensi (cost reduction); (3) Pengintegrasian sistem bisnis meliputi design, construction, maintenance and operation (cost reduction); (4)
20
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 20
9/14/09 5:35:05 PM
Mempromosikan efisiensi dengan jalan mengubah kontrak dari semula single year menjadi long term contract (reduction of direct cost and indirect cost); (5) Mempromosikan efisiensi melalui pengintegrasian maintenance/operasion management (reduction of labor cost); (6) Melakukan transfer risiko (cost reduction); (7) Penggunaan asuransi swasta (cost reduction); (8) Energy management khususnya penggunaan BBM, listrik dan air (cost reduction); (9) Introduction of market economy mechanism (cost reduction). Kedua, esensi lainnya dari fungsi PFI adalah Moni toring yang merupakan hal penting dalam mengukur apakah perusahaan PFI yang ditunjuk melaksanakan kewajibannya sesuai/tidak terhadap hal-hal yang telah disepakati dalam naskah perjanjian kerjasama. Monitoring juga memberikan kepastian akan ketersediaan dan kinerja pelayananan publik yang berkaitan pembayaran, penghentian pembayaran bahkan pemutus an kontrak. Ketiga, esensi dari fungsi PFI adalah Equalization of long termfund-raise and financial burden. Hal ini meliputi partisipasi perbankan di bidang sistem project finance, bankcruptcy remoteness in SPC, analisa proyek dengan PIRR, EIRR, DSCR (debt service coverage ratio) dan lainnya serta monitoring fungsi perbankan. Penambahan dana dengan melibatkan private fund. Verification of Value For Money, di Jepang verifikasi dilakukan melalui tiga hal. Pertama, evaluation of VFM dengan menggunakan Public
Sector Comparator (PSC). Hal ini yang membedakan dengan di Inggris yang sudah meninggalkan metode PSC diganti dengan Business Case. Kedua, sumber VFM meliputi dealing cost, vertically integrated profit dan decent transfer of risk. Terakhir, metode penghitungan VFM.
PENERAPAN PFI DI JEPANG Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2009 Jepang telah melaksanakan proyek dengan metode PFI sebanyak 377 proyek. Dari sejumlah tersebut pemerintah daerah merupakan kontributor terbesar, yaitu sebanyak 290 proyek, sedangkan pemerintah nasional melaksanakan 57 proyek dan sebanyak 30 proyek lainnya merupakan national university. Rata-rata 37 proyek-PFI pertahun dilaksanakan di Jepang. Salah satu sukses faktor pelaksanaan PFI di Jepang yang dominan adalah konsistensi Lembaga Champion-PFI, yaitu Japan PFI Association yang be kerja secara terus-menerus dalam menjembatani kepentingan publik/Peme rintah Jepang dengan dunia usaha Jepang dalam rangka membentuk pasar PFI. Demikian halnya di Indonesia kiranya model yang diterap kan Jepang melalui penguatan Lembaga Champion PFI (Japan PFI Association) dapat dapat dijadikan refe rensi dalam membangun pasar PFI di Indonesia.
monitoring memberikan kepastian kinerja pelayanan publik
21
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 21
9/14/09 5:35:08 PM
dinamika
Infrastructure Asia 2010 coference & EXHIBITION
Bebas Hambatan Investasi Infrastruktur Pemerintah Indonesia akan menggelar Asia Pasific Ministerial Conference Public Private Partnership 2010 dan Infrastructure Asia 2010 pada 14–17 April 2010. Pasifik, Pertemuan kedua tingkat Menteri Asia Pasifik tersebut bertujuan mempercepat program pembangunan infrastruktur di Asia.
F
orum yang akan dilaksanakan di Jakarta International Expo (JIEXPO) kawasan Kemayoran itu rencananya akan dihadiri 53 negara anggota UNESCAP. Fokus pembahasan pada lima sektor ekonomi, yaitu industri konstruksi, pembangunan gedung dan perkotaan; energi, minyak bumi dan gas alam. Selain itu, juga infrastruktur pengangkutan; teknologi informasi
dan telekomunikasi; serta penyediaan air bersih, irigasi dan pengelolaan sampah. Asia Pasific Ministerial Conference Public Private Partnership 2010, yang menjadi agenda dua tahunan para menteri dari negara-negara anggota UNESCAP, merupakan ajang untuk sa ling bertukar informasi terkait pengembangan infrastuktur melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
atau lebih dikenal dengan Public-Private Partnership (PPP) di negaranya masingmasing. Salah satu tujuan utama implementasi PPP ini adalah peningkatan secara signifikan investasi swasta dalam proyek-proyek infrastruktur. Pertemuan ini akan dipimpin oleh para menteri infrastruktur dan pembangunan, yang juga akan menyampaikan berbagai proyek infrastruktur terkini
22
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 22
9/14/09 5:35:12 PM
di kawasan Asia dan Pasifik; kawasan terbesar dan paling padat di dunia, di mana pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dianggap sebagai persoalan paling penting dan vital saat ini. Realisasi pembangunan infrastruktur yang efisien dan berkelanjutan akan tergantung pada pencapaian pendekatan koordinasi pemerintah dan swasta secara cepat, sehingga menjamin keberhasilan investasi infrastruktur yang menghasilkan pemasukan di masa mendatang. Di Indonesia, khususnya, menurut Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, pendanaan proyek-proyek infrastruktur berskala besar dengan jangka waktu lama bukanlah hal yang mudah. Kemampuan pendanaan pemerintah untuk pembangunan proyek infrastruktur sangat terbatas, terlebih di saat krisis global seperti sekarang. Diperkirakan, kebutuhan investasi infrastruktur untuk tahun 2010–2014 mencapai Rp1.429 triliun atau sekitar tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai investasi itu diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 5–7 persen per tahun. Oleh karena itu, katanya, pemerintah perlu mendorong iklim investasi yang melibatkan swasta guna mempercepat penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha yang sehat. Terkait dengan kondisi tersebut, pemerintah melakukan reformasi guna menarik minat pihak swasta, baik dari dalam maupun luar negeri, dalam berinvestasi di sektor infrastruktur. Pemerintah, melalui Kementerian Negara PPN/Bappenas, membentuk Pusat Kerjasama Pemerintah Swasta (PKPS), untuk memfasilitasi terlaksananya transaksi kerjasama proyek-proyek infrastruktur antara pemerintah dan swasta. Melalui PKPS, para investor yang ingin menanamkan modalnya dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia dapat mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat tentang berbagai proyek yang ditawarkan, mulai dari persiapan, kajian komersial, perencanaan, pendanaan, eksekusi,
Investasi diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dokumentasi, hingga evaluasi; termasuk prosedur investasi dan aturan hukumnya. Dengan cakupan data yang lengkap, minat investor mendanai proyek yang ditawarkan diharapkan akan meningkat. Selain membentuk PKPS, lanjutnya, Pemerintah juga menerbitkan Public Private Partnership Book (PPP Book), yang berisi rencana proyek-proyek infrastruktur Pemerintah yang akan ditawarkan untuk dibiayai dan dilaksanakan pembangunannya kepada pihak swasta. Proyek terbagi dalam tiga kategori, yaitu: Proyek Siap Ditawarkan, Proyek Prioritas dan Proyek Potensial. Delapan proyek siap tender senilai US$ 4,5 miliar, yang telah dimasukkan ke dalam PPP Book, dipastikan akan ditawarkan pada investor Asia. Di samping itu, Pemerintah juga masih mempunyai proyek-proyek lain dalam PPP Book. Khususnya, dalam kategori proyek prioritas dan proyek potensial yang mencapai 87 proyek senilai lebih dari US$ 34 miliar. “Dengan pelaksanaan konferensi ini, diharapkan proyek-proyek yang tadinya masuk dalam kategori potensial dan prioritas bisa naik menjadi proyek yang siap tender,” ujar Paskah optimis. Paskah berharap selain proyek yang siap tender, proyek-proyek lain dengan kriteria prioritas dan potensial dalam PPP Book juga bisa diminati oleh investor, sehingga kebutuhan pembiayaan proyek infrastruktur PPP senilai US$34 miliar atau
sekitar Rp326 triliun bisa terpenuhi. “Sesuai arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bahwa ke depannya nanti pembangunan infrastruktur bertumpu pada paduan antara peran Pemerintah dan swasta. Pemerintah membangun infrastruktur dasar, sedangkan infrastruktur bernilai komersial tinggi kita dorong dilaksanakan oleh pihak swasta lewat Public-Private Partnership,” ujar Paskah. Forum ini harus dimanfaatkan dengan baik sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan forum internasional terbesar di Asia Pasifik mengenai kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur harus disambut dengan baik sebagai suatu kehormatan yang besar. Dalam kesempatan itu, Pemerintah akan menyelenggarakan Asia Pacific Ministerial Conference Public Private Partnership 2010 sebagai forum Government to Government, dan Infrastructure Asia 2010 sebagai forum Government to Business dan Business to Business. Dengan sinergi yang maksimal antara kedua forum besar tersebut, diharapkan dapat memberikan peningkatan partisipasi pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur, khususnya yang memiliki nilai komersial tinggi, dan Indonesia akan menjadi pelopor percepatan pada program-program reformasi infrastruktur di Asia Pasifik.
23
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 23
9/14/09 5:35:16 PM
dinamika WORKSHOP PKPS
“PERLU SUCCESS FEE UNTUK PROYEK KPS” Pusat Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS) Bappenas melakukan workshop di Hotel Manhattan Jakarta, Rabu 26 Agustus 2009. Workshop, yang mengangkat tema ‘Penerapan Mekanisme Success Fee Dalam Proyek KPS Infrastruktur’ ini bertujuan mendukung percepatan program kerjasama pemerintah dan swasta untuk proyekproyek infrastruktur.
P
royek KPS harus direncanakan dengan baik. Perpektif bisnis sudah harus masuk sejak tahap awal persiapannya, sehingga apabila pihak swasta mengajukan kredit ke bank akan diterima. Secara teknis, tugas ini diembankan oleh tim konsultan yang umumnya disebut sebagai transaction advisor. Mereka merekomendasikan format kerjasama yang atraktif apabila ditawarkan ke swasta. Tentunya dengan tidak terlalu membebani pemerintah pusat atau daerah. Demikian rangkuman workshop dari beberapa presentasi yang dibawakan Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bappenas Bastary Pantji Indra, Konsultan Greg Wood, Deputi Bidang Pengembagan Strategi dan Kebijakan LKPP Agus Prabowo dan Perencana Madya Direktorat
Pengembangan KPS Bappenas Yudo Dwinanda Priaadi. Sebagai pemandu workshop Perencana Muda Direktorat Pengembagan KPS Eko Wiji Purwanto. Success Fee pada dasarnya mirip ‘komisi’. Apabila dokumen tender proyek KPS atraktif bagi investor dan akhirnya memang investor tersebut mendapatkan kredit dari bank, maka konsultan akan mendapat sekian persen dari nilai investasi. Dengan demikian, Success Fee merupakan insentif bagi konsultan untuk menyiapkan rencana proyek KPS yang mampu menjembatani kebutuhan pemerintah dan harapan investor. Ini adalah insentif untuk menyiapkan proyek KPS secara realistis. Dalam workshop tersebut juga dikupas seputar masalah-masalah status KPS, alasan pemberian Success Fee, pengalaman internasional dan
Masa depan pembangunan infrastruktur akan sangat mengandalkan investasi swasta.
24
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 24
9/14/09 5:35:17 PM
penerapan pada modalitas di Indonesia. Selain itu, juga dikupas berbagai regulasi yang melandasi Program KPS, baik Peraturan Presiden (Perpres) maupun Keputusan Presiden (Keppres) --yang berlaku saat ini, tujuan dan perubahan terhadap Keppres 80 serta adanya tambahan yang direkomendasikan. Dalam presentasinya, yang berjudul ‘Pengembangan Mekanisme Revolving Fund untuk Pengelolaan Project Development Konsep Operasionalisasi Pusat Pengembangan KPS, Perencana Madya Direktorat Pengembangan KPS Bap-
penas Yudo Dwinanda Priaadi menyatakan di masa depan pembangunan infrastruktur akan sangat mengandalkan investasi swasta. Diperkirakan, investasi infrastruktur tahun 2010 hingga 2014 sebesar 4% sampai 5% dari swasta dengan fokus pada transaksi, seleksi proyek potensial, kemampuan pemerintah untuk mempersiapkan bankable proposal, alokasi risiko antara pemerintah dengan investor, rule of thumb dengan biaya persiapan sekitar 2% nilai investasi.
Pemerintah Tuntaskan revisi perpres 67
Pemerintah siap menuntaskan Revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Revisi final sudah disetujui beberapa menteri terkait.
D Ada perubahan ketetuan pemenang tender proyek yang makin fleksibel
eputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pemba ngunan Nasional (Bappenas) Dedy S Priatna mengatakan Menteri Keuangan sekaligus Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati telah mengirimkan surat ke sejumlah kementerian/lembaga yang mengelola infrastruktur pada 11 Agustus 2009. “Dalam surat tersebut dise but jika sampai 18 Agustus 2009 tidak ada tanggapan, maka seluruh menteri dianggap setuju dengan draf yang ada,” kata Dedy di Jakarta, Kamis 20 Agustus 2009, kepada Kontan Online. Ia mengatakan, dengan disetujuinya draf final, maka beleid ini akan segera diproses di Presiden dari Menko Pereko-
nomian. Sehingga, segera bisa diterbitkan. Dalam draf final, ada beberapa poin penting yang bisa diharapkan untuk menarik investasi swasta di bidang infrastruktur. Beberapa poin per ubahan revisi yang bisa jadi insentif adalah diperbolehkannya pengalihan saham investor kepada investor pelaksana proyek lain, kejelasan jenis dukungan langsung dan jaminan dari pemerintah. Selain itu, juga ada perubahan ketentuan pemenangan tender proyek yang makin fleksibel. Dengan revisi ini, maka tender bisa dilakukan walau hanya ada dua peserta, termasuk dimungkinkannya penunjukkan langsung de ngan seizin menteri. Saat ini, ketentuan mengenai jumlah
peserta tender kerap menjadi penghalang pelaksanaan tender infrastruktur. Dalam peraturan terdahulu pemerin tah hanya bisa melakukan proses tender jika peserta yang masuk kualifikasi di atas tiga, jika di bawah tiga peserta, maka proses tender tidak bisa dilakukan. “Bila setelah prakualifikasi peserta tender kurang dari tiga, tender diulang. Kalau masih tidak ada tiga peserta, langsung dilakukan tender. Kalau yang tender cuma satu, boleh dilakukan penunjukan langsung atas seizin menteri terkait,” kata Dedi. Proses pengalihan saham kepada investor selama konstruksi berlangsung juga diperbolehkan, asalkan nilainya tidak melebihi 25% dari nilai keseluruhan.
25
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 25
9/14/09 5:35:22 PM
INFO KPS
Pengaruh UU Keterbukaan Informasi Publik dan KPS UUD 1945 menjamin bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh informasi.
Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola dan/atau diterima oleh suatu badan publik
Informasi nampaknya sudah dianggap sebagai hak asasi manusia di dalam negara yang demokratis. Untuk itulah dikeluarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) guna memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh informasi. UU ini merupakan insiatif DPR RI. Di tahun 2005 RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) diajukan kepada Pemerintah. Setelah melalui pembahasan yang alo, RUU tersebut disahkan DPR pada tanggal 30 April 2008, lalu diundangkan menjadi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Tulisan singkat ini membahas pengaruh UU KIP terhadap Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Semoga memberikan pemahaman awal tentang hal tesebut. Cetak miring merupakan substansi yang patut dicermati.
Badan Publik UU KIP mendefinisikan Badan Publik sebagai “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legis
latif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.” (pasal 1) Dalam konteks KPS, dimungkinkan adanya aliran dana dari pemerintah (pusat dan daerah) kepada perusahaan swasta operator proyek KPS (special purpose vehicle/SPV) yang memegang konsesi. Adanya aliran dana APBN/D kepada merupakan benang merah apakah perusahaan tersebut dikategorikan Badan Publik atau tidak. Aliran dana ini dapat berupa misalnya, subsidi untuk pelayanan air minum kepada orang miskin agar tarif lebih terjangkau, bantuan dana operasional contohnya sebagian jaringan pipa air diperbaiki dengan menggunakan APBD, suntikan modal dari APBD ke
26
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 26
9/14/09 5:35:26 PM
SPV (dimiliki bersama oleh pemda dan investor/joint venture) dan lain-lain. Singkatnya, apabila perusahaan menerima dana APBN/ APBD, maka tergolong sebagai Badan Publik. Dari sisi pemerintah, semua unit pemerintahan (”lembaga eksekutif”) dengan sendirinya merupakan Badan Publik. BUMN/D juga merupakan badan publik, karena modalnya berasal dari APBN/D dan seringkali menerima dana APBN/D. Perlu dicermati penggunaan asset pemerintah (tanah, bangunan, dll) oleh operator. Dibolehkannya penggunaan asset negara oleh operator memungkinkan mereka untuk menekan biaya modal, dan tarif pelayanan dapat lebih murah. Misalnya pihak swasta menggunakan tanah negara dan membangun fasilitas di atasnya. Jalan tol dengan sistem Build Operate and Transfer (BOT) merupakan contoh konkritnya. Apakah operator jalan tol merupakan Badan Publik? Mengacu pada isi teks UU KIP, frase kuncinya adalah apakah sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/D. Apabila tidak ada aliran dana APBN/D, tentunya bukan merupakan Badan Publik. Dampak tergolong Badan Publik atau tidak, terkait dengan aspek Informasi Publik berikut ini.
Informasi Publik “Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangUndang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.” (pasal 1) Informasi Publik dan Badan Publik adalah dua sisi mata uang logam yang sama. Namun proyek KPS seringkali terkait dengan kepentingan publik. Walaupun UU KIP tidak secara jelas mendefinisikan kepentingan publik, namun dapat diduga bahwa informasi tentang pengelolaan infrastruktur yang terkait dengan pelayanan publik misalnya penyediaan air minum, pengolahan sampah, penyediaan listrik merupakan Informasi Publik. Berdasarkan UU ini maka para operator/SPV dan Informasi Publik juga dua sisi mata uang logam yang sama. Keterbukaan memang menjadi “nafas” dari UU ini. Pasal 2 UU KIP menetapkan bahwa “Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.” Selanjutnya pasal 7 mengatur kewajiban Badan Publik untuk menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik. Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi: a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah
penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik; e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum UU KIP juga mengamanatkan adanya jenis Informasi Publik yang harus selalu tersedia. Terkait KPS, keputusan lelang (dan pemenangnya) pada dasarnya merupakan keputusan instansi (Badan Publik). Untuk itu keputusan dan pertimbangan dalam proses pemilihan penenang merupakan informasi yang harus tersedia setiap saat. Dokumen tender merupakan informasi publik yang harus terbuka. Perjanjian Kepala Daerah atau instansi dengan investor/SPV (pihak ketiga) contohnya, juga merupakan Informasi Publik. Konsultasi publik, yang terbuka untuk umum, juga demikian. Penjelasan yang disampaikan dalam forum konsultasi publik, katakanlah sebulan kemudian diminta oleh pemohon informasi yang kebetulan tidak hadir, harus tersedia setiap waktu. Yang dimaksud Pejabat Publik adalah orang yang menduduki posisi/jabatan (‘pejabat’) pada Badan Publik tersebut. Sama halnya dengan perjanjian kerjasama pemerintah dan swasta, perjanjian ini merupakan Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat. Semoga tulisan pendek ini bermanfaat.
27
September 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
edisi 3.indd 27
9/14/09 5:35:29 PM
INFO KPS No
Proyek PDF
Status
1
Railway Kalteng
− TAS telah menyelesaikan assesment Final Report JTC dan Info Memo − Persiapan Pre-Market Sounding
2
IPP Central Java
− PQ sudah ditutup
3
Air minum Maros
− Tender sudah selesai, sedang dilakukan negosiasi harga dan pemisahan tahap penyiapan
4
Tanah Ampo
− NOL untuk pengadaan konsultan transaksi sudah keluar
5
Air minum Cimenteng
− FS atas skema 1100l/d, 700l/d, 400l/d telah selesai dilaksanakan. Ketersediaan air baku hanya 400l/d & dinyatakan tidak layak secara finansial.
6
Klungkung
− Studi penyiapan sudah selesai − TOR individual expert sedang dibuat
7
Air minum Palu
− TOR selesai dan disetujui Pemda
8
Bandara Kertajati
− TOR sudah diperbaiki
9
Air minum Serang
− TOR sudah selesai dibuat
10
Sampah Kota Bandung
− Evaluasi sudah selesai − Penyiapan TOR
11
Sampah Provinsi Jabar
− Revisi TOR masih di TAS
12
Sampah Kota Bogor
− Revisi TOR masih di TAS
13
Terminal Terpadu Gedebage
− Pemisahan tahap pekerjaan
14
Terminal Multimoda Palembang
− TOR selesai − NOL sudah diajukan ke ADB
Terminal Terpadu Pekanbaru Kereta api Bandara Soekarno-Hatta
− − − − − −
15 16
TOR selesai NOL sudah diajukan ke ADB PQ 3 kali selesai NOL untuk individual sudah keluar Kick off di Dephub tanggal 7 Agustus 2009 Mobilisasi Konsultan
17
Margagiri-Ketapang
18
Malioboro
− Penyiapan TOR
19
Air minum Lamongan
− TOR sudah siap − Persetujuan TOR ke daerah
20
TA for BPJT
− Kontrak dengan Inacon
21
Tanjung Api-Api Seaport
− Daerah memutuskan untuk ditangani sendiri
22
Market Makasar
− Tidak feasible
23
Market Palembang
− Tidak feasible
24
Communal Sanitation Palembang
− Penyiapan TOR
25
IPAL Tangerang
− Penyiapan TOR
26
Waste Management Aceh
− Belum ditentukan apakah akan dibantu melalui PDF atau tidak karena data tidak lengkap
27
Toll Road CilegonBojonegara-Merak
− Belum ditentukan apakah akan dibantu melalui PDF atau tidak karena menunggu konfirmasi dari BPJT
28
Toll Road Serpong-BalarajaTangerang
− Belum ditentukan apakah akan dibantu melalui PDF atau tidak karena menunggu konfirmasi dari BPJT
29
Logistic, Port, Industrial Park, Power Plant Sorong
− Surat Bupati No.602/811, tanggal 3 Agustus 2009 permohonan fasilitasi pembuatan proyek
30
Jakarta Monorail Project
− Pemda DKI melalui surat 734/-075.51 tanggal 13 Agustus 2009 memohon bantuan Tenaga Ahli Bidang Hukum untuk Due Diligence
31
Simpul Transportasi Terpadu Kawasan Bojonegara
− Diusulkan Gubernur Banten Maret 2009 (surat resmi belum ada)
32
Pelabuhan/Terminal Kabupaten Kendal
− Pre FS Rencana Pembangunan Pelabuhan/Terminal Kendal − Pengajuan TOR
28
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] September 2009
edisi 3.indd 28
9/14/09 5:35:29 PM