KOLOM: Fathur Rochman “Regulasi Harus Dibenahi”
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
KPS edisi 9 - november 2009
laporan khusus:
Perlu Badan Khusus
Kelola Infrastruktur Penghubung Jawa Sumatera Identifikasi 3 Proyek KPS
IPJS Dari Kacamata TAS IRSDP
Mengapa Jembatan Lebih Baik?
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Dorong Sektor Riil
1
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dari redaksi KPS DALAM PROGRAM 100 HARI
P
rogram 100 hari sejatinya adalah serangkaian crash program yang harus selesai sebelum 1 Februari 2010 nanti. Program ini dibiayai dari alokasi tahun anggaran 2009, tanpa anggaran belanja tambahan. Program jangka pendek ini diarahkan terutama untuk menyelesaikan permasalahan yang sudah lama menggantung, dan tindakan segera untuk meningkatkan mutu dan kelancaran pelayanan publik. Penghilangan sumbatan (debottle-necking) merupakan tema utama Program 100 hari. Dari perspektif KPS, berikut beberapa tindakan segera tersebut. Pertama, perubahan Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Materi revisi antara lain pembedaan antara jaminan dan dukungan Pemerintah, penyempurnaan prosedur tender untuk mempercepat proses pengadaan, serta perpanjangan masa financial close. Selain itu, definisi contracting agency diperluas, yang tadinya ha nya pemerintah saja namun sekarang juga mencakup BUMN/D. Hanya saja BUMN/D dapat bertindak sebagai penanggung jawab proyek, ke cuali tugas dan kewenangan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang bersifat publik yang tidak dapat dilimpahkan. Pemberian jaminan dan dukungan misalnya, tetap harus dari pemerintah. Kedua, lembaga pembiayaan infrastruktur akan ditingkatkan modalnya. Pembiayaan infrastruktur memang merupakan masalah sangat serius di negara ini. Tingkat modal sekarang dirasakan tidak mencukupi untuk mendorong tumbuh kembangnya proyek KPS. Masih jauh dari tingkat optimal. Ketiga, akan ditetapkan skema co-financing untuk program pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan kata lain cost-sharing antar sesama unit pemerintah akan didorong, antara lain melalui skema Kerjasama Daerah. Kalau ini berjalan dengan baik, pemberian dukungan pemerintah kepada proyek KPS akan semakin lancar. Keempat, akan dibentuk Tim Penyiapan Insfrastruktur Penghubung Jawa – Sumatera (IPJS). Infrastruktur strategis ini rencananya berbentuk jembatan yang menghubungkan kedua pulau tersebut, diulas tersendiri dalam edisi ini. Kelima, RUU Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum. Penyediaan tanah yang timely, sesuai jadwal, memang merupakan masalah yang sangat penting. Tadinya rencananya akan diterbitkan Perpu, namun akhirnya diputuskan akan disusun RUU. 100 hari tidak lama, ini merupakan ajang test case pertama Pemerintahan SBY – Boediono.
2
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
KPS PENASIHAT/PELINDUNG
Deputi Bidang Sarana & Prasarana, Bappenas PENANGGUNG JAWAB
Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah & Swasta Bappenas PEMIMPIN REDAKSI
Yudo Dwinanda Priaadi DEWAN REDAKSI
Jusuf Arbi, Rachmat Mardiana, Sunandar, Eko Wiji Purwanto, Gunsairi, Novie Andriani, Moh.Taufiq Rinaldi REDAKTUR PELAKSANA
Ahmed Kurnia Gusti Andry REPORTER/RISET
Fauzi Djamal, Bambang Mustaqim, Lies Pandan Wangi FOTOGRAFER
R Langit M DESIGN GRAFIS
F Imelda L
ALAMAT REDAKSI Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP) BAPPENAS Jl. Tanjung No.47 Jakarta 10310 www.irsdp.org Tel. (62-21) 3925392 Fax. (62-21) 3925290
2 DARI REDAKSI LAPORAN UTAMA
4 Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dorong Sektor Riil
6 Hapus Sumbatan Infrastruktur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah segera menghilangkan sumbatan-sumbatan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur. Langkah ini sangat diperlukan agar tercipta iklim usaha yang kondusif.
16
8 Faisal H Basri: Kuncinya Regulasi, Pembiayaan dan Pricing Policy
KOLOM KEMITRAAN Regulasi Harus Dibenahi
LAPORAN KHUSUS
10 Perlu Badan Khusus Kelola Infrastruktur
daftar isi
Penghubung Jawa Sumatera
12 Identifikasi 3 Proyek KPS IPJS
November 2009
Dari Kacamata TAS IRSDP
4
laporan utama
Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dorong Sektor Riil
14 Mengapa Jembatan Lebih Baik? Sejak 1997, pemerintah melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), telah memutuskan solusi terbaik untuk infrastruktur penghubung Jawa Sumatera (IPJS) adalah jembatan. Wiratman & Associates memiliki 15 argumentasi yang melandasinya.
KOLOM
16 Regulasi Harus Dibenahi oleh Fathur Rochman - Ketua Komite Tetap Prasarana Jalan Tol Kadin DINAMIKA
18 Clean and Renewable Energy Pemerintah Harus Prioritas 19 Seminar PPP Kawasan Asia Pemerintah Beri Dukungan Pasti
18
20
Mengkaji Efektivitas KKPPI
DINAMIKA SOROT
22 New Doha International Airport
22 SOROT NEW DOHA INTERNATIONAL AIRPORT
Libatkan Kontraktor Swasta Dari AS
24 Membersihkan Kran Investasi Irigasi INFO KPS
26 Bagan Proses Prakualifikasi 27 Bagan Proses Pelelangan
10
laporan khusus
Perlu Badan Khusus Kelola Infrastruktur Penghubung Jawa Sumatera
28 BAGAN ALIR PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN PROYEK KERJASAMA
3
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama Pembangunan infrastruktur merupakan topik utama yang dibahas pada National Summit 29-31 Oktober 2009 di Gedung Bidakara, Jakarta. Selain infrastruktur, bidangbidang lain yang menjadi perhatian di antaranya transportasi, revitalisasi industri, pangan dan energi, usaha kecil dan mene ngah serta jasa. Menurut Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI), yang juga Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian M Hatta Rajasa, program kerja 100 hari para menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II adalah memastikan semuanya dapat berjalan dengan koordinasi dari Kementerian Koordinator Perekonomian. “Kami membahas program-proram kerja para menteri sesuai kontrak kinerja di hadapan Presiden. Di situ sudah ada program-program yang harus dicapai. Terutama untuk program-program terkait infrastruktur, transportasi, revitalisasi industri, pangan dan energi, UKM serta jasa,” kata Hatta di Jakarta. Kendala-kendala (bottle neck) dalam pembangunan infrastruktur dibahas dalam National Summit. Demikian pula di bidang pangan, energi, transportasi, UKM, industri dan jasa. Mengatasi kendala-kendala itu misalnya dengan penyesuaian regulasi, hubungan antara pusat-daerah serta persoalan birokrasi.
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Dorong Sektor Riil Insentif harus dilihat tidak secara general, tapi secara case by case
4
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Pemerintah akan meningkatkan kerjasama pembangunan infrastruktur dengan pihak swasta (Public Private Partnership/ PPP) sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan lima tahun mendatang. Tujuan kerjasama ini guna mendorong pertumbuhan di sektor riil.
LAPORAN utama “Tadi kami juga membicarakan co-financing pembangunan infrastruktur. Kalau hanya mengandalkan pemerintah saja, itu tidak cukup. Jadi swasta kami ajak dengan skema PPP. Nanti kami lihat yang diperlukan stakeholder itu apa saja dalam PPP. Apakah mereka membutuhkan peraturan pemerintah yang kuat untuk menjamin co-financing. Itu salah satu contohnya,” ujar Menko.
Menjadi Prioritas Infrastruktur menjadi salah satu prioritas, karena pemerintah fokus pada upaya menggerakkan sektor riil. Meski demikian, terkait insentif yang akan diberikan dalam PPP, pemerintah akan melihatnya secara case by case. “Insentif tidak bisa kita pukul rata, harus case by case. Kami lihat persoalannya apa, di sektor apa? Jadi saya tidak ingin mengatakan secara general,” ujar Menko. Pemerintah dan Kadin Indonesia menyepakati setiap pemberian insentif untuk menggerakkan dunia usaha perlu dikaji secara mendalam. Tujuannya, agar tidak mengganggu kebijakan fiskal. Pemberian insentif yang telah berjalan tidak akan ditunda. “Kami sepakat bahwa pemberian insentif harus melalui pengkajian yang mendalam. Sebab kami tidak ingin fiskal kita terganggu. Tetapi kami juga, tidak ingin kalau tidak ada insentif, pengusahanya tidak jalan. Jadi terkait insentif harus dilihat tidak secara general, tapi melihat secara case by case,” jelasnya. Terkait pemberian insentif, hal itu akan terus dipantau dan dibahas dalam forum rakor antarmenteri di bidang perekonomian. Pemerintah akan terus berkoordinasi guna mengatasi kendalakendala teknis di lapangan, yang juga mungkin berdampak pada sektor finansial. Usulan Kadin yang tertuang dalam Roadmap Kadin mengenai perekonomian cukup banyak memiliki kesamaan dengan pemerintah. Tingkat kesamaan cara pandang melihat masalah dan solusi dalam Roadmap Kadin, 90% sesuai dengan Roadmap Pemerintah. Dengan demikian, masukan Kadin dalam roadmap itu akan menjadi tugas para menteri dalam program 100 hari. ”Setiap satu bulan sekali, kami
akan mengadakan rapat dengan para stakeholder. Ini dalam konteks melakukan antisipasi terhadap perkembangan ekonomi global, maupun yang berdampak terhadap perekonomian nasional,” katanya.
Penjaminan Pemerintah Konferensi PPP di Korea Selatan menyepakati setiap negara peserta memberikan dukungan secara pasti kepada proyek-proyek dengan skema PPP. Dukungan terutama adalah masalah kepastian pembebasan lahan dan jaminan pemerintah agar perbankan dalam negeri mau memberikan kredit. ”Dalam kondisi krisis finansial global, dukungan pemerintah dituntut lebih besar, karena bank sangat selektif dalam memberikan kredit. Kalau pemerintah tidak memberikan dukungan, sulit bagi investor masuk. Itu sebab, sangat penting peran pemerintah mendukung investor,” kata Direktur Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) Bappenas Bastary Pandji Indra usai menghadiri ASEM Conference on Public-Private Partnerships in Infrastructure di Korea Selatan. Penjaminan pemerintah lebih menguatkan pelaksanaan PPP menghadapi global financial crisis. Konferensi juga mencarikan kiat-kiat untuk mendorong percepatan skema PPP, saat terjadi krisis global. Hatta Rajasa
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan anggaran insentif akan diberikan sepanjang perhitungannya sudah ada dalam APBN. “Sebagian insentif yang diminta Kadin sudah ada di dalamnya. Sedangkan untuk yang belum ada akan kami lihat seperti apa benefit and cost-nya,” katanya. Depkeu akan menampung masukan dari Kadin Indonesia terkait permintaan pemberian insentif. Sekitar 90 persen program di roadmap ekonomi Kadin sudah sesuai dengan pemerintah. Hanya saja, dari sisi fiskal perlu diketahui secara pasti. ”Hal itu termasuk untuk mengetahui biaya perpajakan, bea masuk, pendapatan negara bukan pajak, atau dari sisi alokasi belanja,” jelas Anggito.
Perbaikan Fiskal Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik Hariyadi Sukamdani mengatakan salah satu usulan Kadin dalam masalah insentif adalah perbaikan fiskal di kepabeanan. Dalam hal ini, kata dia, perlu ada pemisahan yang jelas antara fungsi legislatif, yudikatif dan eksekutif di kepabeanan dan pajak. “Salah satunya mencakup perbaikan fiskal di kepabeanan. Kami minta ada pemisahan fungsi yudikatif, legislatif dan eksekutif di kepabeanan dan pajak. Kami harap kepabeanan dan pajak hanya sebagai eksekutif. Legislatif untuk membuat aturan baru. Sedangkan yudikatif untuk proses keberatan ditangani oleh lembaga terpisah, tapi masih tetap di Departemen Keuangan,” kata dia. Hariyadi juga menyampaikan satu masukan ke pemerintah mengenai insentif di bidang pariwisata dan infrastruktur. Pemerintah perlu menghapus kebijakan Visa on Arrival (VOA). Terkait pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah perlu membuat semacam peraturan pengganti undang-undang. Usulan Kadin dalam roadmap ekonomi di bidang-bidang prioritas tidak jauh berbeda dengan pemerintah. Kadin merekomendasikan prioritas pembangunan infrastruktur, UKM, transportasi, industri dan jasa, pertahanan, pangan dan pertanian.
5
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama
Hapus Sumbatan Infrastruktur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah segera menghilangkan sumbatan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur. Langkah ini sangat diperlukan agar tercipta iklim usaha yang kondusif. Percepatan pembangunan infrastruktur diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Infrastrukur Lukman Purnomosidi dalam Sidang Komisi Bidang Ekonomi National Summit 2009, Kamis (29/9), di Jakarta, mengatakan salah satu sumber sumbatan pembangunan infrastruktur adalah pengadaan lahan. Ia mencontohkan proyek pembangunan jalan tol. Dari rencana pembangunan jalan tol sepanjang 1.700 Km, baru terealisasi 690 Km atau 23 Km per tahunnya selama tahun 1978 sampai tahun 2009. Berarti sisa jalan tol yang belum terbangun sepanjang 1.010 Km. Khusus tahun 2004 sampai 2009, realisasi pembangunan jalan tol sepanjang 101
6
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Km yang terdiri dari ruas tol Waru Juanda sepanjang 13 Km, Jembatan Suramadu sepanjang 5 Km, Makassar seksi IV sepanjang 12 Km, JORR E sepanjang 13 Km, dan Cipularang sepanjang 58 Km. Ironisnya, ada 21 dari 23 Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) yang sudah ditandatangani tetapi pembangunannya belum bisa terlaksana. Penyebabnya adalah pengadaan lahan yang berlarut-larut. Adapun total nilai 21 ruas tol yang belum terlaksana sebesar Rp95 triliun. Meskipun sudah ada dukungan kebijakan pemerintah seperti Perpres Nomor 36 Tahun 2005, Perpres Nomor 65 Tahun 2007, penerapan sistem BLU Dana Talangan Pembebasan Lahan dan Land Capping, pelaksanaan pengadaan tanah ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
“Masalah utama pada rumitnya melaksanakan UU Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah yang menyebutkan penetapan pembebasan tanah harus berdasarkan musyawarah. Akibatnya, pemerintah tidak dapat mengendalikan risiko waktu dan biaya pengadaan tanah,” ungkap Lukman. Dari 21 ruas jalan tol, hanya 1 ruas yang tanahnya sudah bebas 100%. Sedangkan dari total kebutuhan tanah 6.734 hektar, yang sudah terbebaskan 939 hektar atau sekitar 14% saja selama tiga tahun. Dampak keterlambatan pengadaan tanah adalah naiknya harga yang diikuti bertambahnya biaya konstruksi dan biaya operasi, sehingga sistem jaringan tidak terhubung tepat waktu. Bahkan, proyek pembangunan ikut mengalami penurunan kategori dari layak menjadi tidak layak.
LAPORAN utama Rekomendasi Kadin Selain masalah tanah, Lukman menduga keterbatasan akses investasi dan belum sinkronnya regulasi turut memperlambat pembangunan infrastruktur. Hal ini terjadi pada sektor pelabuhanan, kereta api, telekomunikasi, listrik dan gas, serta air bersih. Untuk mengatasinya, pihaknya telah mengeluarkan beberapa rekomendasi. Pertama, perlunya UU atau Perpu tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang akan mengubah UU Nomor 20 Tahun 1961, terutama pasal 3 dan 6. Perubahan itu meliputi, pencabutan hak tanah secara otomatis bila tanah tersebut digunakan untuk kepentingan umum, ganti rugi dilakukan secara musyawarah berdasarkan appraisal kedua belah pihak, apabila terjadi sengketa diselesaikan melalui pengadilan, dan pembangunan dapat terus berjalan. Kedua, peningkatan peran dan tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan menjadi Badan Pelaksana Pembebasan Lahan untuk kepentingan umum. Sedangkan pelaksanaan pengadaan tanah dapat menggunakan jasa dari pihak ketiga. Ketiga, revisi Perpres Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang berisi adanya dukungan pemerintah agar investasi infrastruktur yang tidak layak menjadi layak; dimungkinkan insentif fiskal dengan syarat tertentu; penyedia an lahan dilakukan pemerintah dengan dana APBN; biaya pengadaan tanah bukan bagian investasi; sistem tender disederhanakan dan dimungkinkan penunjukkan langsung serta ide proyek dari investor; dibuat ketentuan peralihan yang berisi bagi badan usaha yang telah menandatangani Perjanjian Kerjasama sebelum berlakunya Perpres baru dan mengalami penurunan kelayakan investasi maka dikenakan pemberlakuan Perpres yang baru. Keempat, untuk jangka panjang, perlu dibuat model Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang lebih independen dan bersifat one stop service; dibangunnya persamaan persepsi terhadap manfaat investasi di tingkat pusat maupun daerah; besarnya dukung
an pemerintah bergradasi dari nol sampai dengan pemerintah membangun terlebih dahulu lalu dijual kepada investor; perlu alternatif pembiayaan khusus infrastruktur seperti bank loan, bond, SMI atau IPO. Kelima, perbaikan iklim usaha infrastruktur non tol di antaranya dibentuknya badan atau regulator semacam BPJT yang mengatur infrastruktur non tol dan mengindentifikasi proyek-proyek yang layak dikerjasamakan antara pemerintah dan swasta seperti bandara, pelabuhan, dan kereta api. Di sektor perkeretaapian dan pelabuhan laut perlu dibuka kesempatan investasi lebih luas dan pembebasan lahan oleh pemerintah. Di sektor air bersih, perlu dibentuknya regulator untuk pengaturan kerja sama investasi dan pembebasan tanah oleh pemerintah serta adanya kepastian mekanisme kenaikan tarif berdasarkan inflasi. Untuk sektor kelistrikan, diperlukan kepastian ketersediaan jaringan transmisi yang disinergikan dengan rencana pembangunan pembangkit dan adanya peraturan pelaksana UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Terhadap sektor telekomunikasi, perlunya perubahan dan peninjauan kembali UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pemanfaatan Penghasilan Negara bukan Pajak bagi Pembangunan Infrastuktur di Daerah Tertinggal, serta Penyelarasan Regulasi antara Pusat dan Daerah. Sedangkan sektor minyak dan gas memerlukan realisasi rencana pembangunan jaringan pipa gas nasional yang terintegrasi dengan Trans ASEAN Gas Pipeline (TAGP). Upaya ini harus didukung sinkronisasi kebijakan antar instansi di lingkungan ESDM dan pemerintah pusat/daerah untuk mensinergikan infrastruktur transmisi pipa gas antara hulu dan hilir.
Desakan Jasa Marga PT Jasa Marga Tbk mengingatkan pemerintah agar masalah pembebasan lahan menjadi prioritas dalam pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia. Pasalnya, kendala utama terlambatnya pembangunan jalan tol maupun infrastruktur lainnya disebabkan Frans Sunito
oleh pembebasan lahan yang berlarut-larut. “Pemerintah harus segera mencari solusi agar permasalahan pembebasan lahan tidak mengganggu pembangunan infrastruktur. Salah satunya dengan melakukan pembaharuan regulasi terkait pembebasan lahan,” kata Direktur Utama Jasa Marga Frans S Sunito. Masalah inti dari pembebasan lahan, adanya aturan yang menyebut pembebasan lahan bagi kepentingan publik harus didasarkan pada azas musyawarah. Hak atas tanah baru berpindah apabila tercapai kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemerintah. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya. “Solusinya diperlukan pembaharuan UU yang menetapkan pembebasan lahan bagi kepentingan umum adalah eminent domain pemerintah. Perlu dijelaskan hak atas lahan otomatis kembali ke pemerintah pada saat pemerintah menetapkannya sebagai lahan untuk kepentingan umum. Pemilik lahan diberikan kompensasi yang adil berdasarkan penilaian appraisal independen yang tidak bisa dinegosiasikan,” ungkapnya. Kompensasi dapat berupa pembayaran tunai ataupun re-settlement dengan membangun suatu pemukiman baru lengkap dengan fasilitasnya, atau kombinasi keduanya. Perlu juga alternatif opsi bagi pemilik lahan untuk menjadi pemegang saham senilai lahan yang dibebaskan. Polanya bisa secara sendiri-sendiri ataupun kolektif.
7
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama Pengamat ekonomi universitas indonesia
Faisal H Basri
Kuncinya Regulasi, Pembiayaan dan Pricing Policy
Faisal H Basri mengungkapkan Indonesia membutuhkan dana investasi sekitar Rp2.900 triliun untuk mencapai target pertumbuhan rata-rata 7 persen. Jumlah itu jauh lebih besar dari perhitungan Wakil Presiden Boediono yang memperkirakan sekitar Rp2.000 Triliun.
P
erbedaan tersebut, ungkap Faisal, karena Boediono menggunakan harga konstan. “Kalau saya menggunakan harga yang berlaku serta asumsi-asumsi lain,” katanya. Kebutuhan dana ini diakui tidak sedikit jumlahnya, apalagi dana yang dapat disediakan pemerintah hanya berkisar 13 persen dari total kebutuhan dana. Beberapa waktu lalu, KPS menemui dosen Universitas Indonesia ini untuk menggali prospek investasi infrastruktur termasuk upaya pelibatan swasta. Berikut wawancaranya: Apa yang menjadi persoalan lemahnya investasi di sektor infrastruktur? Masalahnya adalah belum ada aturan yang menjamin kenyamanan dan keadilan dalam berinvestasi! Kita tahu pemerintah tidak mungkin membangun infrastruktur sendiri karena uangnya terbatas, sehingga satu keharusan adanya Public Private Partnership. Tapi, fakta sekarang ini swasta juga tidak berani melangkah terlalu jauh karena risiko terlalu tinggi. Masalahnya peraturan investasi kita masih labil. Untuk infrastruktur strategis, pembelinya adalah pemerintah juga. Misalnya, rencana membangun power plant, tapi menjualnya ke PLN juga. Begitu juga dengan jalan tol, harga ditentukan pemerintah. Air minum pemerintah juga yang menentukan harganya. Meskipun harus diingat jangan sampai kebablasan, swasta diberi jaminan agar tidak memberlakukan harga suka-suka. Harus ada upaya institusional yang memungkinkan terjadinya Public Private
8
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Partnership yang membuat private happy dan pemerintah juga happy, sehingga pemerintah tetap menjalankan tugasnya untuk mendistribusi fungsi-fungsi pokok yang dibutuhkan masyarakat seperti air bersih, listrik, transportasi. Kerangka tersebut yang tidak dikerjakan selama ini. Kalau ini tidak jalan, lantas apa bedanya Infrastruktur Summit I, Infrastruktur Summit II dan National Summit? Meskipun National Summit kemarin sudah membuat list masalah-masalah yang menyebabkan proyek-proyek tersendat. Mereka bikin matriksnya, pemaparan solusi sampai hal-hal detil. Ini bisa menjadi angin segar jika ada komitmen pemerintah untuk menindaklanjuti. Bagaimana dengan proyek yang sudah terealisasi? Nyatanya jauh dari harapan. Proyek pembangunan tidak jalan atau tidak pernah diselesaikan. Misalnya, pembangunan jalan tol dalam lima tahun terakhir cuma terealisasikan 43 km, sementara yang direncanakan 1700 km. Di China dalam setahun, terealisasi 1600 km. Padahal sejarah jalan tol kita lebih lama dari pada China. Semua sudah sadar, penyebabnya pembebasan tanah. Kalau untuk jalan tol, seharusnya pemerintah yang melakukan pembebasan tanah. Tapi selama ini tidak, bahkan membantu membebaskan (tanah) juga tidak. Harus ada mekanisme. Tujuan kita mengefektifkan dan efisiensi. Mekanisme yang membuat yang
tadinya tidak feasible dikerjakan swasta menjadi feasible tanpa harus membebani anggaran negara. Lalu untuk menyelesaikan masalah lahan? Belajar dari negeri tetangga. Kalau di Malaysia ada namanya Land acquisition act, aturan pembebasan tanah yang diatur secara jelas untuk kebutuhan publik. Tapi kan pertanyaannya, kenapa negara lain bisa, kita tidak bisa. Seberapapun rumit persoalan, tentu bisa diselesaikan jika ada good will untuk mengurai masalahnya. Bagaimana dengan regulasi yang sudah ada? Saya bahkan mengatakan sekarang ini belum ada regulasi yang jelas. Belum ada aturan main yang membuat investor nyaman, terutama untuk proyek infrastruktur yang membutuhkan uang banyak dan jangka panjang.
belum ada aturan main yang membuat investor nyaman, terutama untuk proyek infrastruktur yang membutuhkan uang banyak dan jangka panjang Bukankah undang-undang penanaman modal sudah jelas mengatur? Itukan secara umum, tapi aturan mainnya? Karena siapapun yang ingin menanam uang, pasti butuh kepastian. Kalau ada investor yang mau masuk dalam suasana ketidakpastian, itu namanya bandit, pendekatan sana-sini. Jangan seperti nasib proyek monorel di Jakarta. Dibikinlah asumsi-asumsi yang merugikan publik. Misalnya kapasitasnya mampu mengangkut 70 ribu penumpang perhari. Mana mungkin monorel mengangkut penumpang sebesar itu dalam sehari. Rupanya itu cara untuk mempercepat menghitung break event point. Selain itu pemerintah juga harus fair. Tidak mungkin infrastruktur dibiayai oleh bank, karena dananya jangka pendek.
Bank-bank komersial biasa tidak mungkin membiayai proyek jangka panjang. Jadi, harus ada skema pembiayaan yg benar. Artinya terdapat tiga hal pokok: regulasi, pembiayaan dan pricing policy. Jadi, masih ada prospek untuk swasta terlibat dalam proyek jangka panjang? Indonesia itu pasarnya gede. Apalagi sejak krisis dunia lalu, investor mulai beralih ke pasar-pasar domestik negara berkembang. Di sini, lihat saja semua bandara selalu sesak, tidak ada yang lengang? Atau contoh pelabuhan. Kita kan negara kepulauan, transportasi laut jelas membutuhkan pelabuhan. Indonesia negara besar, makanya kita jadi anggota G-20. Secara umum Indonesia memang miskin, tapi kan dikalikan 240 juta penduduknya. Sekaya-kayanya Singapura, hanya dikalikan tiga juta (penduduknya). Karena itu proyek long term juga harusnya dilirik swasta. Tentu kalau proyek yang long term, return-nya juga harus lebih tinggi. Tapi itu kembali lagi kepersoalan kepastian. Jangan sampai saat pemerintahan berubah, aturan juga ikut berubah. Sekarang justru ada ketakutan pemerintah terlalu berpihak pada investor? Jebakan itu memang akan selalu ada, karena itu harus ada kontrol. Misalnya listrik di Batam dinaikkan tarifnya sampai 60 persen. Ini kan namanya keuntungan sepihak buat investor. Kita juga harus menciptakan Regulation Commision, itu yang menjamin kepentingan publik. Contohnya air minum di Jakarta, kan ada sebetulnya regulator independen. Misalnya, swasta minta kenaikan tarif karena alasan inflasi. Regulation Commision punya hitungan juga apakah benar alasan inflasi tersebut. Jadi harus berani bicara kepada swasta bahwa we work to protect our people. Itu gunanya negara. Mungkinkah ada atmosfer baru sesudah National Summit kemarin? Saya sih tidak mau bicara banyak kecuali harapan. Harapannya itu, pertama, sekarang makin disadari dan ada keinginan untuk mengurai masalah dan menyelesaikan masalah. Kedua, kewenangan yang tersebar di berbagai tempat ini ditata ulang atau dibawa ke satu otoritas agar yang tumpang tindih kewenangannya bisa diselesaikan.
9
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN khusus
Aktivitas penyeberangan JawaSumatera selama ini dilayani dengan kapal-kapal ferry.
Perlu Badan Khusus
Kelola Infrastruktur Penghubung Jawa Sumatera Rencana pembangunan infrastruktur penghubung Jawa Sumatera (IPJS) terus digodok pemerintah. Belajar dari masa lalu, pemerintah harus secara dini memikirkan bentuk pengelolaan infrastruktur yang akan dibangun dalam bentuk jembatan itu.
Kawasan Selat Sunda merupakan lalulintas perdagangan internasional sebagai penghubung kegiatan ekonomi 10
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama instansi terkait menggelar rapat evaluasi pembangunan infrastruktur penghubung Jawa Sumatera, Selasa 13 Oktober 2009, di Hotel Borobudur, Jakarta. Deputi Bidang Sarana dan Prasana Bappenas Dedy Supriadi Priatna mengatakan pentingnya bagaimana cara pengelolaan infrastruktur Selat Sunda jika sudah dioperasikan. Deputi mengusulkan agar dibentuk badan khusus yang bertugas mengembangkan dan mengelola infrastruktur Selat Sunda dan kawasan di sekitarnya. Masalah ini harus dapat diputuskan sebelum pembangunan berjalan. Tujuannya agar tercipta kesinambungan pembangunan. Isu kelembagaan pengelola infrastruktur Selat Sunda juga menjadi perhatian khusus
Staf Ahli Menteri Negara Percepatan Pembangunan Nasional (PPN) Son Diamar. Menurutnya, keberadaan badan khusus Selat Sunda sangat diperlukan mengingat fungsi dan peran strategisnya. Kawasan Selat Sunda merupakan lalu lintas perdagangan internasional yang menghubungkan kegiatan ekonomi antara pulau Jawa dan Sumatera, sehingga perlu ada penataan kawasan secara khusus agar memberi kan keuntungan yang berlipat. Singkatnya, bagaimana keberadaaan jembatan Selat Sunda memberikan dampak ekonomis bagi kawasan di sekitarnya. Karenanya keberadaan badan khusus mutlak diperlukan. Pakar Konstruksi Wiratman Wangsadinata, secara terpisah, juga berharap agar pemerintah sejak awal sudah memikirkan
bagaimana model pengelolaan itu. Ia berharap apa yang terjadi di Jembatan Suramadu, Jawa Timur, tidak terulang. Pada kasus Suramadu, pemerintah akhirnya harus memikirkan membentuk BUMN baru untuk mengelola jembatan yang dibangun oleh sinergi antar BUMN itu. “Mulai sekarang harusnya pemerintah, terutama Kementerian Negara BUMN, sejak awal dapat menyinergikan beberapa BUMN yang terlibat nantinya untuk mencari model pengelolaan jembatan itu,” sarannya. Pilihan konsep jembatan untuk IPJS --bukan terowongan-- telah diputuskan dalam rapat koordinasi antara Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri PU Djoko Kirmanto, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi dan Wakil Menteri PU Hermanto Dardak. “Yang kami putuskan adalah jembatan, bukan terowongan,” ujar Hermanto, usai rapat, Selasa (17/11).
Jembatan Tahan Gempa Deputi Bidang Sarana dan Prasana Bappenas Dedy Supriadi Priatna, dalam rapat evaluasi, mengungkapkan wacana usulan pembangunan infrastrukur Selat Sunda Dedy S Priatna
tidak hanya jembatan. Opsi terowongan juga turut dipertimbangkan. Bappenas terus melakukan kajian intensif mengenai studi kelayakan proyek tersebut. “Berdasarkan kajian awal, rencana pembangunan jembatan Selat Sunda jauh lebih feasible ketimbang pembangunan terowongan. Mengingat sumber pendanaannya. Jika membangun jembatan peluang kerjasama pemerintah swasta (KPS) lebih besar ketimbang membangun terowongan. Hal itulah yang dibahas dalam rapat evaluasi ini dan hasilnya akan disampaikan kepada Presiden,” ujar Bapak Dedy. Hal senada dijelaskan Wiratman kepada KPS yang menemuinya di Kantor Wiratman & Associates, bulan lalu. Ada beberapa alasan mengapa konsep jembatan lebih unggul dibanding terowongan. Salah satunya adalah keamanan dari ancaman gempa bumi. Konsep jembatan gantung yang ditawarkan tidak peka terhadap pergerakan geoseismotektonik yang terjadi di Selat Sunda. Sedangkan terowongan sangat peka terhadap setiap gerakan yang dapat menyebabkan peretakan beton sebagai awal proses keboco ran. Wiratman banyak terlibat dalam pembangunan beberapa gedung tinggi di Jakarta yang memakai perhitungan konstruksi tahan gempa. Antara lain, Gedung Balai Kota, Ba krie Tower, Menara BCA dan Menara BNI. Sejak dekade 1960-an, gedung-gedung tinggi yang berdiri di Jakarta sudah menerapkan konstruksi tahan gempa. “Diawali dengan pembangunan Wisma Nusantara pada 1963 bersama perusahaan Jepang. Yang saya sangat bersyukur terlibat dalam proyek pampasan perang ini adalah bisa mendapatkan tentang perencanaan tahan gempa,” ujar Presiden Direktur PT Wiratman & Associates itu. Ia mengungkapkan, semua gedung di Jakarta paling tidak sudah direncanakan tahan gempa. Jakarta termasuk
berdasarkan kajian awal, rencana pembangunan jembatan selat sunda jauh lebih feasible ketimbang terowongan kota yang paling aman dari gempa. “Jadi kalaupun terjadi gempa seperti di Padang, menurut saya gedung-gedung di Jakarta tidak akan ambruk. Mungkin rusak iya, tapi tidak akan ambruk,” yakinnya. Uniknya, meski Jepang dikenal sebagai negara yang banyak wilayahnya berstatus rawan gempa, ternyata pembangunan konstruksi Wisma Nusantara adalah pilot project dalam membangun konstruksi tahan gempa bagi mereka. Setelah keberhasilan di Indonesia, barulah pemerintah Jepang mulai membangun gedung-gedung tinggi dengan perhitungan konstruksi yang diadopsi dari Wisma Nusantara. Gempa suatu gejala dalam ilmu teknik probabilistik, bukan deterministik. Artinya, mempunyai satu kemungkinan untuk terjadi. Kapan terjadinya, bisa nanti, sore, bisa besok atau lima tahun lagi. Jadi, dalam standar sudah dinyatakan risiko-risikonya yang harus diperhitungkan mendesain infrastruktur. Kalau semua perhitungan diikuti, maka suatu bangunan akan tahan gempa ditinjau dalam perencanaan. “Jadi yang tahan gempa itu yang tahan terhadap gempa rencana sesuai peraturan. Kalau terjadi gempa di luar yang ditentukan oleh perhitungan, nah itu kehendak Tuhan,” kata Wiratman.
11
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN khusus
Identifikasi 3 Proyek KPS
IPJS Dari Kacamata TAS IRSDP Tim TAS IRSDP telah mengidentifikasikan sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Permasalahan itu diharapkan mampu terselesaikan dalam waktu singkat agar pembangunan dapat segera terwujud. Perencana Madya Direktorat Pengembangan KPS Bappenas Yudo
proyek jss diputuskan menjadi salah satu potentiaL PROJECT DALAM PPP BOOK 12
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Dwinanda Priaadi, selepas Seminar Monitoring dan Evaluasi Usulan PDF, Selasa (13/10), di Hotel Borobudur, Jakarta, mengatakan hasil seminar akan disampaikan kepada Menko Perekonomian sebagai bentuk progress report mengenai pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur berbasis KPS. Setidaknya ada tiga proyek KPS yang telah dianalisis Tim TAS IRSDP, yaitu Infrastruktur Penghubung Jawa-Sumatera (IPJS), Coal Railway Kalimantan Tengah dan Jakarta Monorail. Ketiga proyek itu memiliki permasalahan yang berbeda dan perlu penanganan tersendiri. Di proyek IPJS, Tim TAS IRSDP menerima dua usulan pembangunan kawasan Jawa-Sumatera yaitu Jembatan Selat Sunda (JSS) yang disampaikan PT Bangungraha Sejahtera Mulia (Artha Graha Network) dan Terowongan Nusantara (TN) oleh PT Nusantara Tunnel Indonesia. Tim TAS IRSDP telah menerima hasil prastudi kelayakan proyek JSS dari Gubernur Lampung dan Banten. Panjang jembatan sekitar 29 Km dengan bentang terpanjang antartiang mencapai 2,2 Km. Jembatan dirancang mampu menampung enam jalur kendaraan dan dua jalur kereta api, dengan segala utilitas di bawahnya. Biaya proyek diperkirakan sebesar Rp100 triliun (US$100 miliar). Pelaksanaan pembangunan diperkirakan 8-10 tahun, termasuk menyusun detail desain dalam dua tahun pertama. Hadirnya jembatan ini mempersingkat jarak tempuh Jawa-Sumatera menjadi 30 menit dari kondisi saat ini yaitu 2,5-3 jam dengan menggunakan kapal feri. Dari hasil evaluasi Tim TAS IRSDP, proyek JSS diputuskan menjadi salah satu potential project dalam PPP Book. Namun, untuk meningkatkan kesiapan proyek JSS menjadi priority project, masih perlu dilakukan studi kelayakan yang memadai, antara lain format kerjasama dengan pemerintah serta kajian dampak sosial, ekonomi dan lingkungan secara mendalam dan terinci. Selain JSS, sebelumnya studi untuk membangun terowongan antara Jawa-Sumatera juga dilakukan. Sama seperti jembatan, Terowongan Nusantara didesain multiguna, tidak
hanya untuk lalu lintas, tetapi juga untuk transportasi minyak, batu bara, transmisi listrik dan telekomunikasi. Terowongan juga digunakan untuk kereta listrik (electric car). Kendaraan akan naik ke atas kereta ini dan bergerak menuju ujung terowongan, selanjutnya kendaraan akan turun dari kereta ini pula (sama seperti bongkar muat pada kapal feri). Panjang terowongan direncanakan 33 Km, yang berada 40 meter di bawah permukaan laut. Jarak tempuh diperkirakan satu jam. Sebuah terowongan diperkirakan memakan biaya sebesar US$2 miliar. Apabila nantinya lalu lintas meningkat, dapat dibangun lagi terowongan baru. Namun, untuk menampung kapasitas yang sama dengan JSS, diperlukan paling tidak 4 terowongan dengan biaya yang setara dengan biaya proyek JSS. Yudo juga mengingatkan bukan berarti pembangunan JSS tidak memerlukan dukungan dari pemerintah (dana publik). Pengalaman internasional menunjukkan bahwa kontribusi pendanaan pemerintah dalam pembangunan jembatan antarpulau/ negara umumnya cukup besar, bahkan dapat saja mayoritas. Analisis yang dilakukan Tim TAS IRSDP menunjukkan proyek JSS tidak dapat mengandalkan dari pendapatan tol untuk mengembalikan investasi yang telah ditanamkan. Untuk itu, masih perlu dilakukan kajian lanjutan untuk merumuskan potensi pendapatan lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh swasta, termasuk kemungkinan untuk mengintegrasikan pembangunan proyek JSS dengan pengembangan wilayah (property development). “Tim TAS IRSDP pun yakin kesiapan JSS lebih maju dari TN. Berdasarkan dokumen yang telah dievaluasi, mereka merekomendasikan membangun JSS sebagai infrastruktur penghubung Jawa-Sumatera, pembangunan dilakukan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) serta mengeluarkan dasar hukum pembentukan tim persiapan pembangunan JSS,” papar Yudo.
KA batubara Sedangkan untuk proyek Coal Railway Kali-
mantan Tengah, Tim TAS IRSDP mengungkapkan urgensi pembangunan angkutan kereta batu bara di Kalimantan Tengah (Kalteng). Sebab provinsi itu memiliki cadangan batu bara yang sangat besar, mencapai minimal 1,4 miliar ton. Namun, ketiadaan sarana transportasi merupakan hambatan yang terbesar. Kereta api batubara menjadi moda transportasi barang yang lebih efektif secara biaya, andal dan dapat digunakan sepanjang tahun. Rencana kereta api merupakan bagian integral program pengembangan kereta api Kalteng.
Pengalaman internasional menunjukkan kontribusi pendanaan pemerintah dalam pembangunan negara cukup besar Saat ini, Pemprov Kalteng sedang mempersiapkan proyek rel KA batubara untuk mengangkut batubara dari wilayah tambang menuju pelabuhan di tepi laut. Rencana ini dibagi menjadi lima tahap. Untuk Tahap 1 dibangun rel kereta api untuk ruas antara Puruk Cahu–Bangkuang sepanjang 185 km. Proyek ini sangat potensial untuk dikerjasamakan dengan swasta. Proyeksi batu bara yang diangkut 10 juta ton per tahun untuk 10 tahun pertama dan 20 juta ton per tahun untuk 20 tahun kemudian.
Sebagian besar lahan sekitar 70% berada di koridor jalur KA dimiliki oleh Departemen Kehutanan, yang sudah memberikan status Area Penggunaan Lainnya (APL) kepada Pemprov Kalteng. Sisanya 30% dimiliki oleh masyarakat/swasta. DPRD Kalteng telah menyetujui rencana proyek itu dan Pemprov Kalteng bersedia untuk mengadakan tanah dan menyediakan biayanya. “Bappenas melalui PDF-IRSDP akan membantu Pemprov Kalteng berupa bantuan teknis untuk mengkaji dukungan pemerintah dan menyiapkan dokumen pengadaan serta memproses pengadaan sampai tercapainya transaksi proyek dan financial closing. Diharapkan bantuan teknis PDF yang dilakukan selama 10 bulan akan menghasilkan transaksi proyek KPS sesuai Perpres 67 Tahun 2005 sekitar Juli 2010,” ujar Yudo.
Monorail Khusus proyek Jakarta Monorail, ada kendala financial closing. Hal ini berdasarkan permohonan surat PT Jakarta Monorail, selaku inisiator proyek, kepada Gubernur DKI Jakarta yang meminta untuk tidak dapat melanjutkan proyek dan bersedia menyerahkan kembali proyek tersebut kepada Pemprov DKI Jakarta dengan syarat PT Jakarta Monorail memperoleh ganti rugi atas seluruh pengeluaran yang terkait dengan proyek dan bersedia untuk diaudit oleh pihak independen yang ditunjuk Pemprov DKI Jakarta, yaitu BPKP. “BPKP bertugas mengaudit proyek itu dan pelaksanaannya telah selesai dengan rekomendasi agar dilakukan uji tuntas (due diligence) dan negosiasi pengambilalihan proyek monorail dengan nilai penggantian pekerjaan (historical cost),” ujar Yudo. Untuk melengkapi audit, BPKP meminta bantuan Bappenas untuk melakukan analisis teknis, finansial, dan hukum terkait dengan perbedaaan pendapat antara Pemprov DKI Jakarta dan investor dalam menindaklanjuti rekomendasi audit BPKP. Guna memenuhi permintaan itu, Bappenas akan menyediakan Tim Pendampingan Ahli Hukum dan Appraisal yang diharapkan mulai bekerja pada bulan November 2009.
13
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN khusus
Mengapa Jembatan Lebih Baik?
Sejak 1997, pemerintah melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), telah memutuskan solusi terbaik untuk infrastruktur penghubung Jawa-Sumatera (IPJS) adalah jembatan. Wiratman & Associates memiliki 15 argumentasi yang melandasinya.
Konsep Wiratman & Associates untuk IPJS adalah
jembatan yang terbagi dalam lima seksi. Seksi 1, 3 dan 5 berupa jembatan beton konvensional untuk perairan dangkal. Sedangkan seksi 2 dan 4 berupa jembatan gantung ultra panjang. “Masing-masing untuk melangkahi palung laut yang lebar dan dalam, sekaligus mengakomodasi alur laut internasional,” ujar Wiratman Wangsadinata kepada KPS, beberapa waktu lalu. Berikut beberapa argumentasi yang melandasi mengapa konsep jembatan tergolong lebih baik ketimbang terowongan dalam rencana mewujudkan IPJS: 1.
14
Jembatan lebih murah daripada terowongan, karena dibangun di atas permukaan dan di udara terbuka dengan panjang total yang dapat dibuat sependek mungkin. Se-
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
dangkan terowongan harus dibangun di bawah palungpalung yang dalamnya lebih dari 100 meter dan harus dibuat panjang sekali untuk memenuhi kelandaian lintasan kereta api yang tidak boleh lebih dari 1 persen. 2. Waktu pelaksanaan jembatan lebih pendek daripada terowongan, karena berbagai-bagai seksi dapat dilaksanakan bersamaan. Sedangkan pelaksanaan terowongan hanya dapat dimulai dari kedua ujungnya menuju ke tengah. Pembangunan jembatan pengembalian investasi akan lebih cepat. 3. Tenaga kerja dalam jumlah yang besar akan diserap dalam waktu yang lebih singkat pada pembangunan jembatan ketimbang terowongan, sehingga akselerasi penghapusan pengangguran, pengentasan kemiskinan dan peningkatan PDB regional maupun nasional akan terjadi lebih cepat. 4. Risiko kerja bagi para tenaga kerja pada pembangunan jembatan jauh lebih kecil dibandingkan terowongan, kare na pekerjaan dilakukan di atas permukaan dan di udara terbuka. Sedangkan terowongan pekerjaan dilakukan pada kedalaman yang besar dengan system ventilasi dan drainase yang harus berjalan terus-menerus, disertai risiko terjadinya longsoran tanah dan runtuhan batuan serta banjir. 5. Jembatan dapat dilalui setiap saat oleh kendaraan bermotor dan kereta api. Sedangkan pada terowongan kendaraan bermotor harus naik di atas formasi kereta api, sehingga perjalanan kendaraan bermotor ditentukan oleh jadwal perjalanan kereta api yang kapasitas angkutnya juga terbatas. 6. Dengan tingkat pertumbuhan lalulintas yang ada, jangka waktu (umur) pemakaian sampai tercapai kapasitas (daya tampung) maksimum, pada jembatan dapat mencapai 100 tahun. Sedangkan pada terowongan hanya 20 tahun. 7. Jembatan praktis tidak memerlukan biaya operasi, karena lalulintas berjalan di udara terbuka. Sedangkan terwong an memerlukan biaya operasi yang sangat besar untuk menjalankan system ventilasi, drainase dan penerangan terus-menerus siang dan malam. 8. Jembatan tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang besar, karena komponen-komponen jembatan dibuat dari bahan tahan lama (galvanized steel dan beton). Sedangkan terowongan memerlukan pemeliharaan sulit dan mahal.
9.
Jembatan gantung tidak peka terhadap pergerakan geoseimotektonik yang terjadi di Selat Sunda. Sedangkan terowongan sangat peka terhadap setiap pergerakan yang dapat menyebabkan peretakan beton sebagai awal proses kebocoran. 10. Pada jembatan, kemacetan lalulintas karena kecelakaan atau kerusakan kendaraan dapat diatasi dengan mudah karena adanya banyak jalur kendaraan yang untuk sementara dapat dipakai sebagai jalur darurat. Sedangkan pada terwongan, kereta yang rusak atau mogok tidak dapat dipindahkan ke jalur lain dan hanya dapat ditarik ke stasiun-stasiun di ujung terowongan, sehingga menyebabkan kemacetan lalulintas yang lama. 11. Bila terjadi kebakaran pada jembatan, api dengan mudah dapat dipadamkan dan temperatur tinggi de ngan cepat akan mereda di udara terbuka. Sedangkan pada terowongan tidak mudah untuk memadamkan api dan dengan cepat temperature akan meningkat (bisa sampai 1.000 derajat celcius) yang mengancam keselamatan jiwa manusia. 12. Jembatan sangat memberi kenyamanan dan kenik matan pada penyeberang dengan melihat lingkung an yang asri dan pemandangan yang indah selama perjalanan. Sedangkan pada terwongan, sepanjang perjalanan para penumpang kereta api tidak dapat melihat dunia luar dan akan mengalami kecemasan karena berada cukup lama di bawah tanah.
13. Jembatan sangat kondusif bagi industri pariwisata, pembangunan fasilitas rekreasi dan pengembangan wilayah di sekitar dan di daerah ujung jembatan serta pulau-pulau yang dilaluinya. Sedangkan pada terowongan, kemungkinan pengembangan wilayah hanya terbatas pada areal di kedua ujungnya saja. 14. Jembatan gantung ultra panjang mempunyai pilon-pilon yang sangat tinggi, sehingga merupakan landmark yang kasat mata, menjadikan ciri khas yang membangkitkan rasa bangga bagi seluruh bangsa Indonesia. Sedangkan terowongan tidak menimbulkan kebanggaan emosional.
indonesia sudah pernah membangun jembatanjembatan panjang 15. Dari segi pengalaman, Indonesia sudah pernah membangun jembatan-jembatan panjang, seperti jembatan Barelang, Barito, Membrano dan terakhir Suramadu. Sedangkan dalam pembangunan terowongan panjang untuk lalulintas kendaraan, Indonesia belum punya pengalaman sama sekali.
PU Rampungkan Rancangan Perpres IPJS Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai persiapan pembangunan infrastruktur penghubung Jawa Sumatera (IPJS) sudah selesai. Rancangan tersebut telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan tembusan Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. “Rancangan Perpres tersebut saat ini tinggal menunggu tanda tangan Presiden untuk pengesahannya,” ungkap Menteri Pekerjaan Umum (PU)
Djoko Kirmanto kepada wartawan saat Coffee Morning, Kamis (12/11), di Jakarta. Penyelesaian rancangan Perpres tersebut masuk dalam program kerja 100 hari Departemen PU. Diharapkan, Perpres yang nantinya menjadi dasar pembentukan Tim Nasional penyiapan pembangunan IPJS, dapat ditandatangani Presiden pada akhir Desember 2009. Perpres tersebut. “Tim tersebut antara lain bertugas penyusunan studi kelayakan mengenai pembangunan penghubung
pulau Jawa-Sumatera,” sebut Djoko Kirmanto. Tim Nasional juga bertugas untuk mengembangkan kawasan sekitar Selat Sunda yang mencakup aspek teknis, pengembangan wilayah dan lingkungan, ekonomi, keuangan dan kelembagaan. “Tim nasional tidak akan memulai bekerja dari nol, karena kita juga sudah punyai data dan informasi kajian awal mengenai rencana pembangunan infrastruktur penghubung tersebut,” kata Menteri PU.
15
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
KOLOM KEMITRAAN
Regulasi Harus
Dibenahi
oleh Fathur Rochman - Ketua Komite Tetap Prasarana Jalan Tol Kadin
Pencapaian pembangunan infrastruktur selama lima tahun terakhir secara fisik kecil sekali. Baik pencapaian di prasarana jalan tol maupun non tol, juga pada pembangkit listrik atau pengairan. Contohnya di jalan tol kurang dari 10 persen. Sedangkan di jalan non tol, saya melihat dari kualitas jalan yang tidak meningkat. Buktinya, setiap tahunnya kita cenderung melakukan perbaikan-perbaikan.
S
eharusnya pemerintah mengubah pola bangun jalan. Dulu kebijakannya dengan uang yang ada jalan dibangun sepanjang mungkin, sehingga terkesan asal lewat dan tersambung, tetapi akibatnya jalan menjadi cepat rusak. Metode atau cara seperti itu terlihat boros. Lebih baik pemerintah membangun jalan dengan kualitas yang baik dan memadai. Memang pencapaian kilometernya terlihat kurang tapi kualitasnya bagus dan menjamin umur dari jalan tersebut, sehingga nantinya akan menjadi lebih murah. Sekarang ini sepertinya jalan selalu rusak. Setiap tiba Lebaran, pemerintah selalu ribut dalam membuat crash program untuk perbaikan. Itu membuktikan kualitas jalan yang tidak baik. Lebih baik, membangun jalan yang bagus dengan pengawasan yang ketat, dengan kontraktor yang baik, sehingga jalan jadi lebih awet dan biaya maintenance juga rendah. Di sisi lain, user harus dibenahi, khususnya melalui Departemen Perhubungan. Karena jalan yang rusak juga diakibatkan oleh peran pemakai jalan yang melebihi kapasitas. Beban yang dibawa overload. Ditambah lagi law enforcement juga lemah. Selain itu, desain jalan harus ditingkatkan kapasitasnya. Dulu, kapasitas jalan hanya untuk ban berukuran 10, tapi sekarang banyak truk besar masuk. Artinya, kondisi jalan belum cocok dengan perkembangan transportasi saat ini. Untuk jalan tol, hambatan utama ada pada pembebasan lahan dan regulasi yang jelek. Akibatnya tidak efisien, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang direncanakan dan terlambat. Dari 1.700 Km yang ditargetkan, baru tercapai 690 Km saja dan masih tersisa 1.100 Km lagi. Lima tahun mendatang sisanya saja yang dikerjakan, tidak perlu ditambah lagi. Soal pembebasan lahan, regulasinya mengatakan harus dilakukan dengan musyawarah. Inilah kata kunci yang menjadikan lambannya
16
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
pembangunan, karena semuanya diselesaikan secara musyawarah, sehingga tidak tuntas. Saat dilakukan musyawarah, ada pihak yang setuju maupun yang tidak setuju. Jadi, jika harga tidak sesuai penyelesaianya menjadi tertunda. Selain itu, tarif tol juga cenderung rendah. Lahan juga jangan dijadikan bagian dari investasi saja, karena akan menambah beban investasi. Jika dikeluarkan, otomatis beban dapat turun. Konsesi yang terlalu juga tidak menarik investor maupun bank, karena tenor yang panjang tidak menarik bagi perbankan. Regulasi harus dibenahi dan di-review. Yang benar adalah begitu lahan ditetapkan sebagai proyek untuk kepentingan umum, maka lahan yang berada di dalamnya tercabut haknya oleh UU, tetapi tidak menghilangkan hak kompensasinya dan tetap melekat. Besarnya kompensasi ditetapkan oleh independent appraisal. Jika pemilik tanah setuju, datang saja ke kantor bendahara negara dengan menunjukkan bukti-bukti dan nantinya akan dibayar. Jika pemilik tidak setuju, dia harus pergi dari lahannya, sehingga pembangunan tidak terganggu. Proses negosiasi harga diakukan melalui pengadilan. Diharapkan proses negosiasinya berjalan dengan cepat, sehingga pembayarannya menjadi cepat juga. Seharusnya, yang menjadi komandan pembebasan lahan adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN), karena mereka yang tahu persis kondisi lahan itu, siapa pemiliknya, bagaimana statusnya, apakah terdapat sengketa atau tidak. Saat ini, BPN bukan menjadi kepala melainkan anggota, sehingga responsibility dan sifatnya hanya sebatas administrasi. Oleh karena itu, wewenang dan tanggungjawab BPN harus ditingkatkan, jika perlu dinaikkan setingkat menteri. Mengembangkan lahan jangan dianggap perkara enteng, tetapi harus berani. Mekanisme ini harus diatur, karena investor sangat membutuhkan kepastian dan harga pembebasan lahan. Selama ini mekanismenya tidak lugas. Contohnya, proyek banjir kanal timur (BKT) bertahun-tahun lahannya belum beres. Kontraktornya sudah siap tapi lahannya belum. Pemerintah yang baru ini harus lugas. Di negara lain, kalau untuk kepentingan publik warga harus rela. Sekarang ini, karena regulasinya tidak mantap, maka minat investor untuk membangun infrastruktur menjadi kendur. Jujur, investasinya kendur. Misalnya lahan masuk dalam cost investasi, tetapi
lahan belum siap. Tidak mungkin investor yang membebaskannya, harus negara, karena lahan milik negara. Dari 690 Km jalan tol yang sudah terbangun, 90% tanahnya sudah dibebaskan sebelumnya. Padahal, bank sudah siap. Untuk proyek tol yang ada saat ini, bank sudah menyiapkan Rp30 triliun, tapi hingga kini belum dikucurkan dananya karena tanahnya belum selesai. Komitmen perbankan juga sudah ada. Negara mengatakan tidak punya anggaran untuk membangun, tidak mau keluar uang sama sekali. Padahal, ada bagian yang harus diambil, yaitu masalah lahan. Masalah lahan harus diambil alih pemerintah. Selain itu, pemerintah harus berperan pada ruas tol yang tidak menguntungkan seperti tol Cisumdawu. Jalan tol itu harus dibuat, karena menyambungkan jalan Jakarta-Surabaya. Tapi ruas itu cenderung tidak menguntungkan. Jadi, pemerintah harus menyerap sebagian kontruksinya. Contoh lain, jalan tol Medan-Kualanamu. Kalau perlu jalan tol itu dibangun sendiri oleh pemerintah daripada diributkan terus menerus dan terbengkalai. Jika anggaran terbatas, harus dilihat urgensinya. Misalnya pemerintah juga harus membangun jalan tol Solo-Mantingan, padahal dananya hanya cukup untuk satu proyek. Pemerintah harus memilih mana yang lebih penting antara tol Medan-Kualanamu atau tol Solo-Mantingan. Pemerintah harus memutuskan mengerjakan tol Medan-Kualanamu dahulu, karena tol digunakan sebagai support bandara. Sedangkan tol Solo-Mantingan tidak, karena masih ada jalan lama yang layak digunakan. Apalagi Departemen PU mengatakan, tol tersebut belum feasible, sedangkan negara perlu untuk airport sehingga harus segera dibangun. Pemerintah tidak bakal rugi membangun, karena ekonomi bakal tumbuh. Setelah dibangun, pengoperasiannya ditenderkan. Ternyata dalam beberapa tahun prospeknya bagus, maka tol itu ditenderkan untuk dijual kepada investor swasta agar uangnya kembali. Pemerintah harus berani melakukan terobosan ini dan jangan katakan tidak ada uang. Padahal di BI sekian triliun uang menganggur. Menurut APBN tidak ada uang, tapi triliunan uang menganggur di BI. Kenapa pemerintah tidak menggunakannya? Tetapi teknisnya agak sulit dipahami, apakah boleh atau tidak. Jika memang peraturannya menghambat, harus diperbaiki. Yang membuat aturan kita dan kita sendiri yang mengatakan menghambat, mengapa tidak diperbaiki? Proyek lain juga begitu. Misalnya kereta api, jika Pemda hanya menyediakan tanah saja, sedangkan semua prasarana termasuk rel diserahkan kepada swasta, dijamin tidak akan jalan. Hal ini dinilai karena tidak menguntungkan dan hitungan secara bisnis tidak masuk. Di negara manapun sudah disetujui untuk prasarana kereta api tidak mungkin seluruhnya ditanggung swasta. Padahal, harga di luar negeri jauh lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Sekali lagi, benahi regulasinya. Lima tahun lalu tidak bisa mantap. Kalau perlu, dalam tiga bulan sudah bisa diatasi oleh pemerintah yang baru, sehingga mempunyai empat tahun lagi untuk menyelesaikannya.
17
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Pemerintah harus memprioritaskan pengembangan clean dan renewable energy yang terdapat di setiap wilayah Indonesia. Salah satunya, tenaga air di seluruh Indonesia bisa menghasilkan 75 ribu megawatt (MW) listrik.
Clean and Renewable Energy Pemerintah Harus Prioritas
”H
asil seminar di China merekomendasikan agar negara-negara pesertanya memperoleh informasi bagaimana mencari pembiayaan proyek-proyek clean energy dan renewable energy. Sebetulnya, Indonesia punya potensi besar di situ, namun belum tergarap baik,” kata Direktur Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) Bappenas Bastary Pandji Indra, di Jakarta, Selasa (27/10). Bastary menuturkan, saat ini negara Philipina dan Vietnam telah menggali potensi clean dan renewable energy. Mereka sudah lebih pesat daripada Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki sumber clean dan renewable energy yang cukup melimpah. Sementara di sisi lain, energi Indonesia masih tergantung dari energi fosil seperti minyak dan batubara. Jika diperhitungkan, memiliki potensi yang sama dengan clean dan renewable energy, seperti angin, tenaga matahari, tenaga air, bahkan tenaga arus laut. ”Kalau itu tergarap maksimal dengan baik, maka Indonesia punya sumber energi yang sangat besar,” ucapnya.
18
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Bastary mengakui pembiayaan untuk pengembangan clean dan renewable energy memang membutuhkan anggaran yang cukup besar. Namun, intinya adalah kesadaran masyarakat dan pemerintah yang masih rendah. Karena itu, yang paling penting adalah peningkatan capacity building. ”Misalnya, apakah ada satuan khusus yang mendorong pengembangan kedua sektor energi tersebut. Itu harusnya dijadikan task force,” kata dia. Bastary mencontohkan tenaga air di Indonesia bisa menghasilkan 75 ribu MW. tapi sekarang baru terpakai sekitar 6% atau sekitar 4000 MW. Intinya, memang belum adanya perhatian khusus pemerintah ke arah itu. Sehingga ke depan, pemerintah perlu memfokuskan diri ke sektor-sektor itu, sebab clean energy dan renewable energy merupakan sumber energi yang sangat potensial untuk dikembangkan bagi kebutuhan energi pemerintah. Jika melihat anggaran ESDM dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), pemerintah hanya mengalokasikan dana sekitar Rp8 triliun selama lima tahun untuk pengembangan renewable dan clean energy. Sementara itu, anggaran untuk sektor-sektor lain
mencapai puluhan, bahkan ratusan triliun rupiah. ”Jadi, ini lebih pada masalah kebijakan pemerintah, apakah akan fokus kepada dua hal itu, atau akan masih fokus pada batubara dan minyak bumi. Poinnya adalah Indonesia masih harus didorong untuk pengembangan clean dan renewable energy. Karena itu, perlu capacity building dan penyiapan proyekproyeknya,” jelasnya. Selain itu, tambah Bastary, juga harus ada peran daerah dalam meningkatkan clean dan renewable energy. Sebab, dari sungai yang kecil-kecil bisa menghasilkan 5 MW dan jika dikumpulkan seluruhnya bisa menghasilkan 75 ribu MW. Meski demikian, Bastary menilai konflik lain yang harus diselesaikan pemerintah adalah masalah lahan yang terkait dengan Departemen Kehutanan. Diperlukan perizinan khusus untuk itu. “Intinya, capacity building juga mencakup pemda. Dan sebaiknya pengembangan itu dilakukan oleh pemda, sedangkan peran pemerintah pusat adalah membantu menyediakan transmisi. Karena itu, daerah juga bisa mengembangkannya dengan skema PPP,” pungkasnya.
Seminar PPP Kawasan Asia Pemerintah Beri Dukungan Pasti
Konferensi Public Private Partnership (PPP) di Korea Selatan menghasilkan kesepakatan agar setiap negara peserta memberikan dukungan secara pasti kepada proyek-proyek dengan skema PPP. Dukungan terutama pada masalah kepastian pembebasan lahan dan jaminan pemerintah agar perbankan dalam negeri mau memberikan kredit.
”D
alam kondisi krisis finansial global seperti ini, peran dukungan dan penjaminan pemerintah dituntut harus lebih besar. Karena bank-bank akan sangat selektif dalam memberikan kredit. Kalau pemerintah tidak memberikan dukungan itu, maka sulit bagi investor untuk masuk. Itu sebab, sangat penting peran pemerintah mendukung investor,” jelas Direktur Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) Bappenas Bastari Pandji Indra di Jakarta, Selasa (27/10), sepulangnya menghadiri ASEM Conference on Public Private Partnerships in Infrastructure di Korea Selatan pada 15-16 Oktober 2009. Menurut Bastary, penjaminan pemerintah itu lebih menguatkan pelaksanaan PPP dalam menghadapi global financial crisis. Sehingga, konferensi itu juga mencarikan kiat-kiat terutama
di kawasan Asia untuk mendorong percepatan skema PPP, saat terjadi krisis global. Hal signifikan dari konferensi itu perlunya kerjasama di kawasan Asia, khususnya untuk pusat-pusat KPS dalam melakukan kerjasama yang lebih erat. Tujuannya, untuk sharing knowledge dan informasi mengenai pelaksanaan PPP di setiap negara peserta. Selain itu, juga ditujukan untuk saling membantu dalam memberikan tenaga ahli, dan kerjasama dalam capacity building. ”Bahkan sempat mencuat gagasan dari saya, sebaiknya ada asosiasi pusat KPS di Asia (Asosiasi PPP Centre). Karena di kawasan ini sudah terdapat 40 pusat KPS, sehingga lebih mendorong pelaksanaan KPS di Asia, dan juga menggerakkan pemerintah provinsi untuk mendorong unit-unit yang dapat melaksanakan KPS,” terangnya.
19
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Mengkaji Efektivitas KKPPI KKPPI pada dasarnya merupakan Komite untuk mengefektifkan koordinasi di tingkat tinggi. Namun, apakah KKPPI berperan efektif untuk menggenjot investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur? LAtar Belakang Saat Gus Dur menjadi Presiden RI, melalui Keppres 81/2001 beliau membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI). KKPPI boleh dikatakan merupakan komite dalam kabinet untuk merumuskan kebijakan strategi percepatan pembangunan infrastruktur. Pembentukan ini didasarkan pada pemikiran bahwa diperlukan langkahlangkah yang lebih terkoordinasi untuk memulihkan perekonomian. Sejak awal, kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) sudah merupakan tugas KKPPI. Dalam Keppres tersebut tercantum tugas KKPPI untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi peningkatan investasi swasta maupun kerja sama antara Peme rintah dengan swasta dalam pembangunan infrastruktur. KKPPI juga ditugaskan secara khusus untuk menyempurnakan Keppres 7/1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha. Tugas ini tuntas dengan dikeluarkannya Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Melalui Perpres 42/2005, Presiden SBY menyempurnakan tugas dan fungsi serta keanggotaan Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) (Lihat Kotak). Kata “penyediaan infratruktur” yang berorientasi pada tersedianya jasa infratruktur dianggap lebih tepat dari kata “pembangunan” yang kental nuansa konstruksinya. KKPPI baru ini, konsepnya juga sama sebagai komite dalam kabinet untuk mengkoordinasikan percepatan penyediaan infrastruktur. Terkait KPS, tugasnya diperluas termasuk merumuskan kebijakan public service obligation (PSO).
20
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Secara sederhana, PSO merupakan kewajiban pemerintah namun dilaksanakan oleh Badan Usaha. Beberapa program PSO merupakan tulang punggung pelaksanaan jasa infrastruktur untuk masyarakat kurang mampu atau daerah terpencil, misalnya subsidi untuk pelayaran dan penerbangan perintis.
Koordinasi KKPPI diciptakan untuk memperkuatr koordinasi. Pasca krismon pada dekade lalu, muncul kebutuhan mendesak untuk memulihkan kondisi infrastruktur. Studi Bappenas di tahun 2003 membuka mata banyak pihak bahwa penyediaan infrastruktur untuk mendukung pembangunan sudah di luar kemampuan pembiayaan Pemerintah, Pusat maupun daerah. Dilihat dari proporsi terhadap PDB, ternyata investasi pemerintah di bidang infrastruktur konsisten menurun! Solusinya, suka tidak suka, mau tidak mau, pemba ngunan infrastruktur harus melibatkan investasi swasta. Konsekuensinya kebijakan infrastuktur harus ditata dan dikoordinasikan secara rapi. Kepastian kebijakan ini merupakan prasyarat masuknya investasi swasta. Koordinasi kebijakan ini harus dimulai dari tingkat tinggi, di tingkat kabinet. Struktur KKPPI ditetapkan melalui Permenko 1/2006.
Kinerja KKPPI KKPPI dengan Sekretariatnya sebenarnya telah menghasilkan banyak kertas kerja, dan berbagai peraturan terkait dengan percepatan penyediaan infrastruktur. Reformasi peraturan memang merupakan program utama semua kementrian infrastruktur. Sejak KKPPI berdiri tahun 2001, semua UU infrastruktur telah direvisi. Berbagai pera-
turan turunan sudah dan masih disiapkan. Dari sisi reformasi regulasi, nampaknya KKPPI cukup berperan efektif. Walaupun relatif frekuensinya agak jarang, KKPPI juga menyelenggarakan berbagai pertemuan tingkat menteri anggota KKPPI, tingkat eselon dan seterusnya. Salah satu milestone utama KKPPI adalah penyempurnaan Peraturan Presiden No 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Revisi Perpres ini malah masuk dalam program 100 hari pemerintahan SBY-Boediono. Untuk hal yang satu tersebut, boleh dikatakan KKPPI berperan efektif, dari menjaring masukan publik dan birokrat, sampai penyusunan draftnya. Paling tidak, banyak pertemuan yang diselenggarakan untuk menciptakan prosedur KPS yang baik, sesuai kondisi dan situasi di Indonesia, serta dapat dipahami semua pemangku kepentingan. Meskipun dalam hal perubahan dan perumusan regulasi dan hukum KKPPI dapat dikatakan berhasil, namun tidak demikian dengan transaksi proyek KPS. Banyak pihak dalam KKPPI sangat menyadari pentingnya KPS. Program dan regulasi apapun yang disusun, tujuan akhirnya harus menghasilkan transaksi proyek KPS. KKPPI berperan aktif dalam mempromosikan proyek KPS. Pertama, penjaringan ide proyek KPS aktif dilakukan oleh KKPPI. Ke dua, melalukan promosi proyek KPS, antara lain menyelenggarakan Infrastructure Summit I (2005) dan II (2006). Ketiga, kebijakan dukungan Pemerintah disusun untuk memuluskan masuknya investasi swasta di bidang infrastruktur. Sayangnya, sampai kini transaksi proyek KPS masih sangat minim.
Kendala Melihat struktur KKPPI yang beranggotakan menteri-menteri, dengan cepat dapat disimpulkan bahwa efektivitas KKPPI akan sangat tergantung pada kinerja Sekretariat. Kesibukan para menteri tentu menjadi permasalahan tersendiri. Hal yang mencolok dari struktur KKPPI adalah adanya 2 Ketua dan 2 Sekretaris. “Dualisme” kepemimpinan terutama tingkat Sekretaris dan ketidakjelasan pembagian tugas antara Menko Perekonomian sebagai Ketua KKPPI dengan Meneg PPN/ Kepala Bappenas sebagai Ketua Pelaksana Harian (Perpres 42/2005) tentunya menjadi masalah internal yang serius. Selain itu, KKPPI kurang didukung kelengkapan organisasi secara memadai untuk dalam melaksanakan tugas yang dibebankan, termasuk dalam hal pendanaan. Struktur KKPPI walaupun telah ditetapkan, namun belum semua unit tersedia. Unit PSO, Unit Pengembangan Kapasitas misal nya, sampai sekarang belum terbentuk. Pusat KPS (P3CU) juga belum berperan efektif. Saat ini Pusat KPS masih menempel pada salah satu Direktorat di Bappenas. Simpul-simpul KPS boleh dikatakan masih pada tahap perkembangn awal. Padahal tumbuhkembangnya persepsi yang baik tentang KPS di seluruh Nusantara, sangat tergantung pada adanya simpulsimpul KPS. Di sisi regulasi ada kendala serius. Terlepas dari aktifnya peran beberapa pihak KKPPI dalam merevisi Perpres 67/2005, kenyataannya revisi tersebut belum tuntas. Bahkan penuntasannya harus dimasukkan dalam Program 100 hari Sby-Boediono. Dalam crash program ini ada 1 revisi regulasi lagi yang sangat terkait KPS, yaitu penyusunan Perpu Pengadaan Tanah.
Mengefektifkan peran KKPPI Penegasan hubungan hubungan antara 2 Ketua dan 2 Sekretaris nampaknya merupakan hal yang sangat diperlukan untuk mengefektifkan KKPPI, Konsekuensinya, Perpres 42 harus diubah. Sekretaris nam-
paknya cukup 1 saja, yang bertanggung pada kinerja ekonomi, namun sangat berjawab atas pelaksanaan sehari-hari. Posisi pengaruh pada keberhasilan KPS. Lembaga non struktural, seperti dan kewenangan serta pembagian kerja KKPPI ternyata jumlahnya mencapai 92 Menko Perekonomian dengan Meneg PPN/ Bappenas sebagai Ketua Pelaksana Harian institusi! Ada yang sudah mapan dan berkinerja sangat baik seperti Komnas KKPPI perlu dipertegas. Peran Menko Perekonomian selaku Ke HAM. Ada pula yang “adhoc”, mirip forum tua KKPPI juga perlu didorong sebagai koordi- kerjasama dari berbagai pejabat ex-officio nator pelaksanaan penyediaan infrastruktur. terkait seperti KKPPI, Komite Privatisasi Sebagai Ketua Komite, dengan kewenang- Perusahaan Perseroan, dan Dewan Gula. Beban operasionalisasi 92 lembaga an yang dimiliki sebagai Menko, sudah tugasnya mengkordinasikan pelaksana non struktural terhadap APBN perlu an, termasuk bersama-sama membongkar dipikirkan. Kondisi keuangan negara juga sumbatan (bottle neck) yang menghambat semakin terbatas. Disadari atau tidak, kehadiran 92 lembaga ini menambah gepelaksanaan proyek-proyek infrastruktur. Berikutnya posisi dan peran Kepala Se muk birokrasi. Bagaimana meringankan beban ini? kretariat perlu dipertegas, apakah berada diatas Sekretaris I dan II atau di bawah Tentunya dengan cara menghapuskan, atau Ketua Sekretariat dan bertanggung jawab menggabungkan, atau mengembalikan langsung atau diatas Ketua Sekretariat pada Kementrian/Lembaga yang terkait. Kajian Sekretariat Negara menunjukKomite dan bertanggung jawab langsung kan ternyata ada 39 lembaga non struktural kepada Ketua Pelaksana Harian. Lalu Sekretariat KKPPI difokuskan se- yang dapat digabungkan, dan 13 lembaga bagai pelaksana tugas-tugas administratif- yang dapat dihapus. Hasil kajian yang akan operasional dan melakukan monitoring ter- dirilis tahun ini juga tentu akan berpenga ruh terhadap peta pemerintahan. hadap proyek dalam skema KPS. Ada 2 pertanyaan mendasar, apakah Mengingat visi dari KKPPI adalah mendorong terjadinya kerjasama pemerintah KKPPI sudah berkinerja baik dan efektif, dan dan swasta dalam penyediaan infrastruk- apakah KKPPI tetap ada (exist)? tur, maka Pusat KPS memiliki fungsi yang Struktur KKPPI (Perpres 42/2005) sangat penting ke depan. Mengingat peranKetua: nya yang sangat sentral Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam KKPPI maka unit Ketua Pelaksana Harian: ini sebaiknya sesegera Meneg PPN/ Bappenas mungkin direalisasikan Sekretaris I: Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menjadi unit tersendiri Bidang Koordinasi Desentralisasi Fiskal dan di Bappenas. Ekonomi dan Pengembangan Infrastruktur Namun terlepas dari Sekretaris II: beberapa pemikiran di Deputi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan atas, harus dipahami Nasional Bidang Sarana dan Prasarana bahwa saat ini terjadi Anggota: perubahan lingkungan - Menteri Dalam Negeri - Menteri Keuangan strategis yang sangat - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral cepat dan berpengaruh - Menteri Pekerjaan Umum terhadap penyediaan - Menteri Perhubungan infrastruktur. Krisis - Menteri Komunikasi dan Informatika global, walaupun tidak - Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara berdampak banyak - Sekretaris Kabinet.
21
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
sorot
New Doha International Airport
Libatkan Kontraktor Swasta Dari AS
Sebagai negara kaya di Timur Tengah, Qatar sangat berambisi membangun negerinya menyaingi negara-negara tetangga maupun Asia lainnya. Salah satunya dengan membangun bandar udara (bandara) megah di Doha.
Rancangan New Doha International Airport
Ini sebuah rencana besar membangun perekonomian Qatar dengan mendirikan bandara di ibukotanya sebagai bandara bertaraf internasional yang modern. New Doha International Airport (NDIA) direncanakan sejak lama, setelah merdeka dari Inggris pada 1971, untuk menggantikan Doha International Airport. Ambisi yang mengejutkan. NDIA giat-giatnya dipromosikan oleh salah satu maskapai penerbangannya, Qatar Airways (QA). QA mengundang seluruh wartawan luar negeri untuk berkunjung dan melihat pembangunan bandara tersebut tahun lalu.
Pembangunan NDIA menelan biaya cukup besar. Qatar tidak sungkan-sungkan mengeluarkan kocek sekitar US$5,5 miliar atau setara Rp50 triliun. Jumlah yang amat besar bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia pada bidang yang sama. Perencanaan pembangunan lebih dari 22 kilometer persegi yang setengah berada di tanah reklamasi ini pun bertahap hal ini tak luput dari campur tangan swasta untuk membangun infrastruktur pendukung lainnya pada bandara tersebut. Meskipun produk domestik bruto (PDB) Qatar per kapita termasuk tinggi ($39.607 pada 2005), taraf hidup penduduk Qatar bisa disamakan dengan negara-negara Eropa Barat dengan berbagai layanan sosial dan fasilitas modern negara ini untuk membangun NDIA memerlukan peran serta swasta lain.
Kontraktor AS Bechtel Corp, melalui Komite Pengarah NDIA (New Doha International Airport Steering Committee/NDIASC), ditunjuk Kerajaan Qatar untuk untuk mengembangkan bandara. Kontrak meliputi desain, manajemen konstruksi dan manajemen proyek fasilitas baru. Lebih dari 32 kontrak paket direncanakan akan diberikan kepada subkontraktor pada konstruksi bandara pada tahap pertama sejak tahun 2003. Pengerjaan yang dilakukan oleh perusahaan swasta bertaraf internasional yang bermarkas di San Fransisco, Amerika Serikat ini mencakup site mobilisasi, penggalian dan pembuangan sampah, reklamasi lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, terminal penumpang. Sementara Bechtel pun dalam pengerjaannya bandara tersebut menyelesaikan proyek fasilitas pengoperasian
22
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Qatar Airways ikut berpromosi pembangunan New Doha International Airport
bandara, komplek terminal untuk penumpang, parkir, tempat ibadah; pedestrian; sistim pendukung lainnya, rel, dan sistem jalan raya untuk program-program pembangunan daerah, dari gedung kantor ke taman hiburan dan resort. Bechtel membangun infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Hingga terowongan untuk para penumpang pun termasuk dalam proyeknya. Awalnya Qatar bercita-cita membangun NDIA karena dinilai Doha International Airport sangat padat lokasinya sejak dibuka untuk transportasi menuju belahan dunia Arab itu. Karena lokasi DIA sebagai pelabuhan udara sangat strategis berjarak sekitar 5 km dari pusat kota, saat ini digunakan oleh sebanyak 35 perusahaan penerbangan internasio nal dan regional untuk transit sebelum menuju ke kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Pada akhirnya Qatar bertujuan secara simultan mengejar target pengoperasian tahap pertama NDIA ini. Hasil dari proyek Bechtel pada bandara baru Doha ini nantinya akan menyatu dengan 80 pintu gerbang, termasuk 25.000 m2 ruangan untuk ritel, ruang tunggu yang nyaman, dan fasilitas parkir yang cukup luas. Berdasarkan informasi yang berhasil didapat, pengerjaan tahap kedua NDIA termasuk memperluas terminal penumpang untuk melayani 24 juta penumpang setiap tahun, dengan perluasan fasilitas bandara lebih lanjut, lebih dari 20-an gerbang dengan 40 kontak gerbang dengan fasilitas kargo kabel penanganan kargo 750.000 ton per tahun. Tak hanya di situ saja. Bechtel dalam rangka menguji keberhasilannya menerapkan gaya manajemen yang ketat di lokasi bandara, dari penunjuk an subkontraktor keamanan ke kendaraan bergerak kecepatan lokasi. Selain itu, tahap pertama dan kedua karya komplek terminal penumpang yang
dilakukan oleh TAV Turki Konstruksi dan Jepang Taisei Corporation Joint Venture, dijadwalkan selesai pada tahun ini. NDIA akan memiliki dua landasan pacu paralel. Pertama akan menjadi 4.850 m (15.900 ft) dan akan menjadi salah satu landasan pacu terpanjang di dunia. Landasan kedua, dibangun sebagai bagian dari tahap ketiga, akan menjadi 4.250 m (13.900 ft). Tahap pertama dari tiga tahap pembangunan NDIA dijadwalkan siap dioperasikan pada awal 2009 dengan kapasitas penumpang sekitar 12 juta orang per tahun. Bila proyek itu selesai secara keseluruh an pada 2015, maka daya tampungnya mencapai 50 juta orang per tahun. Pada infrastruktur ini NDIA tentunya sudah menyiapkan penerbangan very important person (VIP) untuk tamu negara dan undangan kerajaan Qatar. Selain itu, tamu VIP langsung dimanjakan langsung masuk ke terminal khusus dan disambut oleh karyawan yang sudah disiapkan NDIA. Tema oase yang tepat dibangunnya NDIA. Bangunan-bangunan dirancang sesuai tema utama NDIA, yakni air serta atap bandara seperti padang pasir. Kembali ke awal Qatar ingin membangun NDIA dengan modernitas NDIA juga dilengkapi de ngan hunian panas dan CO 2 sensor, dan atap akan berwarna untuk menghemat energi. Untuk menyambut tahap satu pembangunan NDIAyang direncanakan tahun 2009 ini, QA juga akan menyerahkan pesawat penumpang terbesar produksi terkini, yaitu Airbus A380. Selain itu, QA juga akan memindahkan kantor pusatnya di NDIA. Ada beberapa maskapai penerbangan Timur Tengah lain yang akan mendarat di NDIA seperti Emirates, Etihad, dan Saudi Arabia Airlines—yang masing-masing saling berlomba turut meramaikan bandara baru ini.
23
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
sorot Indonesia kerap dihadapkan pada banyak persoalan terkait masalah keamanan dan stabilitas politik, kehancuran ekonomi, kemiskinan serta kekurangan pangan. Keadaan ini berpengaruh terhadap pembangunan dan pengelolaan irigasi di Indonesia.
Membersihkan Kran Investasi Irigasi Dari tahun 1945 sampai dengan masa Orde Baru, hanya sedikit sistem irigasi yang dibangun. Bahkan sistem irigasi yang dibangun semenjak penjajahan Belanda banyak yang terlantar begitu saja. Akibatnya, Indonesia pun masih tetap menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menjelaskan saat ini secara nasional terdapat 6,7 juta jaringan irigasi. Dari jumlah itu, 1,5 juta sudah rusak. Maka, pada 2010 hingga 2014, Departemen Pekerjaan Umum secara bertahap akan membangun jaringan irigasi. Pembangunan jaringan irigasi itu belum termasuk membangun rawa untuk dijadikan irigasi. “Dari 6,7 juta jaringan irigasi itu hingga sekarang sudah menambah 7,2 juta hektare, di mana 49 persen ada di Jawa dan dari itu 13 persen ada di Jatim,” ujar Djoko. Selain membangun ja ringan irigasi, beberapa waduk juga akan dibangun dan diperbaiki. Pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum di bidang sumber daya air ini bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan nasional, mendukung penyedia an air baku, melindungi masyarakat dari bencana banjir dan abrasi pantai dan menjaga kelestarian dan ketersediaan air. Hal tersebut dicapai melalui berbagai program berupa pengembangan irigasi, rawa dan pantai, sungai, danau dan waduk, serta penyediaan air baku dari pemanfaatan air tanah.
24
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
Hal ini, tentu saja, memerlukan dana yang tidak sedikit. Sementara itu, tegas Djoko Kirmanto, kemampuan Pemerin tah untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia melalui dana APBN hanya 50 persen. Karena itu, sejak tahun 2005, Pemerintah mengajak partisipasi swasta pada proyek yang cost recoverable (proyek yang dapat memberikan keuntungan). “Yang betul-betul merupakan infrastruktur publik, di mana modal tidak bisa dikembalikan lewat retribusi langsung, itulah yang dikerjakan Pemerintah. Sedangkan selebihnya dikerjakan oleh swasta,” katanya. Pada paruh pertama tahun 1990an, investasi infrastruktur di Indonesia
berkisar antara 5,0 hingga 7,0% dari total PDB, namun prosentase ini berkurang secara tajam setelah krisis moneter Asia sejak 1997, menjadi 2 hingga 3% saja dalam tahun-tahun belakangan ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menjadi sangat menjanjikan (di atas 6,0%) apabila investasi infrastruktur dapat dinaikkan hingga sekurang-kurangnya 5,0% dari PDB, seperti halnya negara-negara Asia lainnya semacam Filipina (3,6%), Vietnam (9,9%), bahkan India dan China berada di atas 10%, yang membuat keduanya sebagai kontributor utama pertumbuhan Asia yang mengesankan. Investasi infrastruktur yang rendah juga menjadi penyebab merosotnya daya
saing dan daya tarik investasi Indonesia dibandingkan negara tetangga dan negara lainnya secara global. Dengan demikian, tantangan pembangunan infrastruktur ke depan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan investasi dalam pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan kinerjanya semakin dapat diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global dapat membaik. Salah satunya adalah melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk infrastruktur yang sifatnya cost recovery. Sedangkan untuk proyek-proyek yang sepenuhnya komersial dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh swasta, dan Pemerintah hanya memfasilitasi melalui instrumen regulasi, khususnya perizinan kegiatan/usaha dan lokasi. Maka itu, menurut Djoko Kirmanto, guna meningkatkan minat dan partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur tersebut, Pemerintah mesti membenahi aturan-aturan dan perizinan investasi, serta menyediakan insentif bagi swasta. Dia mengingatkan, tanpa peran swasta, percepatan pembangun an infrastruktur niscaya tak akan tercapai. “Pemerintah mengharapkan swasta lebih berperan dengan berinvestasi di bidang infrastruktur. Tidak mungkin semua mampu dipikul Pemerintah, kare na dana pemerintah sangat terbatas. Sementara kebutuhan akan irigasi, mi salnya, semakin meningkat dan mende sak,” ujar Djoko. Ia menjelaskan pembangunan infrastruktur, khususnya pengairan, meng alami permintaan yang terus meningkat. Untuk perkembangan pembangunan pengairan, terutama irigasi, meningkat dari kebutuhan bagi 6,7 juta hektare lahan pada 2007 menjadi 9,1 juta hektare pada 2025. Di masa datang, lanjutnya, sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur skala nasional akan lebih mengandalkan peran pihak swasta sebesar 55 persen. Pengurangan peran pembiayaan
Djoko Kirmanto
Pemerintah bahkan telah dimulai pada pembangunan infrastruktur di daerah, di mana saat ini anggaran yang disediakan pemerintah daerah mencapai 60 hingga 70 persen. Melalui peran swasta tersebut, diperoleh banyak manfaat dalam mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat, dan penciptaan lapangan kerja yang pada gilirannya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Maka layak, jika Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprioritaskan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
dan Keputusan Presiden (Keppres) No 80 Tahun 2003 soal pengadaan barang dan jasa menjadi program seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. “Khusus Bappenas, kita revisi dua aturan tadi,” ujar Menneg PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana. Revisi Perpres Nomor 67/2005, lanjut dia, pada intinya adalah untuk meningkatkan investasi pada bidang sarana dan prasarana infrastruktur. Karena bagaimanapun, swasta, hanya mau berinvestasi kalau iklim investasi sehat dan ada keuntungan yang jelas. Di sini, Pemerintah akan membuat aturan main yang jelas supaya investor merasa nyaman. Karenanya, Pemerin tah akan melihat kendala-kendala yang membuat investasi macet, lalu membuat terobosan dengan merevisi bagian peraturan tersebut. Dengan begitu, jika paduan antara peran Pemerintah dan swasta dapat berjalan secara ideal, diharapkan percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya pengairan dan irigasi, akan dapat diwujudkan, pelayanan dan kenyamanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan, sekaligus mampu mendukung percepatan pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
Armida Alisjahbana
25
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
26
PP No 43/2008 tentang Air Tanah
PP No 42/2008 tentang Pengelolaan SDA
PP No 38/2008 tentang Perubahan atas PP 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
PP No 1/2008 tentang Investasi Pemerintah
Peraturan Pemerintah
UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan
UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
UU No 4/2009 tentang Pertambangan
UU No 1/2009 tetang Penerbangan
UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
UU No 17/2008 tentang Pelayaran
UU No 11/2008 tentang ITE
UU No 30/2007 tentang Energi
UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian
UU No 38/2004 tentang Jalan
UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air
Undang-undang
Rekapitulasi Peraturan Perundangan-Selesai
INFO KPS
November 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
27
RPP tentang Angkutan Perairan
RPP Kenavigasian
RPP tentang Lalu Lintas Angkutan Kereta Api
RPP tentang Waduk dan Bendungan
RPP tentang Sungai
RPP tentang Rawa
RPP tentang Pengelolaan Data Strategis
RPP tentang Lawful Interception
RPP tentang Penyelenggaraan Informasi dan Transaksi Elektronik
Dalam Proses Peraturan Pemerintah
PP No 61/2095 tentang Kepelabuhan
PP No 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian
PP No 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
PP No 28/2005 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Infromatika
PP No 15/2005 tentang Jalan Tol
PP No 35/2009 tentang Penyertaan Modal Negara RI untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur
PP No 75/2008 tentang Perbahan atas PP no 66/2007 tentang Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] November 2009
28
Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Proyek Pemerintah
Dukungan Pemerintah untuk Proyek Publik Private Partnership
Reformasi Peraturan dan Kebijakan
Belum
Panduan Doing Business in Infrastructure
Berjalan Berjalan Berjalan Berjalan
Peningkatan Anggaran Pemerintah Penganggaran Tahun Jamak untuk Proyek Prioritas E-Procurrentment untuk percepatan pengadaan kontrak Penerapan Medium Term Expenditure Framework ( MTEF )
Berjalan
Project Development Facility untuk meningkatkan kualitas FS
Berjalan
Land Freezing and Independent Land Appraisal
Berjalan
Penjamin Pendanaan ( PT Penjamin Infrastruktur Indonesia )
Berjalan
Selesai
Risk Manajemen Unit di Departemen Keuangan
Land Revolving Fund dan Fasilitas Land Capping
Selesai
Pendanaan Infrastruktur ( PT Sarana Multi Infrasuruktur )
Berjalan
Peraturan Turunan dari UU sektor yang baru ( PP, Perpres, Permen)
Selesai
Berjalan
Restrukturisasi Sektor ( Pemisahan Regulator dan Operasional) Undang -Undang Sektor yang Baru
Selesai
Status
Road Map Infrastruktur 2005 - 2009 (Diharmonisasikan dengan RPJM)
Kebijakan di Bdang Infrastruktur
INFO KPS