Kerjasama Pemerintah dan Swasta
KPS edisi 11 - des 2009
KOLOM: Sigit Pramono “Pemerintah Harus Pastikan Iklim Investasi Kondusif”
laporan khusus:
Kinerja CMNP
Makin Mulus
KPS
Terkendala Masalah Tanah
Investor Butuh
Regulasi memadai
1
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dari redaksi KESEIMBANGAN URUSAN TANAH
K
esimbangan nampaknya menjadi prinsip untuk urusan pertanahan. Melalui UU 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, negara menyatakan memiki hak menguasai atas bumi, air dan ruang kasa atas dasar pengu asaan tersebut, negara menjamin dapat memberikan hak-hak atas tanah kepada warganegara Indonesia. Antara lain adalah Hak Milik dan Hak Guna Usaha. Setahun kemudian terbit UU 20/1961 tentang Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di atasnya. UU ini memungkinkan pencabutan hak atas tanah. Pencabutan ini dapat dilaksanakan - meminjam istilah dalam UU 20/1961 - “dalam rangka melaksanakan usaha-usaha pembangunan negara”. UU 20/1961 mungkin sudah banyak yang lupa. Bahwa hak atas tanah yang diberikan negara dapat dicabut, mungkin banyak juga yang tidak percaya. Yang jelas, sebagian orang berpendapat UU ini tidak sesuai perkembangan jaman. Pengadaan tanah merupakan elemen penting dalam persiapan KPS. Kegagalan pengadaan tanah yang tepat waktu dengan sendirinya menunda seluruh proses transaksi, konstruksi, dan operasi infrastruktur. Ketidakjelasan tuntasnya pengadaan tanah menjadi masalah utama bagi investor dan penyedia kredit. Mereka sangat memperhatikan peluang dan momentum bisnis. Meleset berarti berkurang atau bahkan hilang kesempatan bisnis. Untuk pemerintah, konsekuensinya jelas. Pelayanan infrastruktur akan terhambat. Namun pembebasan tanah tidak dapat juga dilaksanakan secepat-cepatnya semata-mata untuk memenuhi tenggat waktu bisnis. Pasal 6 UU 5/1960 menegaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Namun ini juga berarti bahwa adanya keseimbangan antara kepentingan pemegang hak atas tanah (“pemilik” tanah) dengan kepentingan umum. Pemerintah mempersiapkan RUU Pengadaan Tanah. Ide dasarnya adalah mempercepat proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum. UU ini diposisikan akan menggantikan UU 20/1960. Salah satu aspek utama adalah menjaga kesimbangan tersebut. Kesimbangan diperlukan antara menyediakan kepentingan umum, melindungi hak-hak masyarakat pemegang hak atas tanah. Aspek penting lain adalah melindungi proses pengadaan tanah dari dinamika yang tidak perlu. Hal ini dimitigasi dengan mekanisme land freezing, yaitu melarang perpindahan hak atas tanah setelah ditetapkan lokasi pembangun an, kecuali atas ini Bupati/Walikota. Artinya, setiap tanah yang masuk rencana pembangunan tak dapat diperjualbelikan, tanpa izin tertulis Bupati/Walikota. RUU memuat kewajiban melakukan musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dengan masyarakat pemegang hak atas tanah. Panitia Peng adaan Tanah (P2T) bertindak sebagai fasilitator. Yang dimusyawarahkan adalah alternatif bentuk ganti rugi. Nilanya sendiri ditentukan Lembaga Penilai, yaitu pihak professional yang akan mengkaji nilai tanah, bangunan, dan tanaman. Sebelum musyawarah, wajib dilakukan penyuluhan pada masyarakat. Penyuluhan dilakukan oleh P2T yang menyampaikan rencana, manfaat dan tujuan pembangunan, tata cara pengadaan tanah, kebijakan dan bentuk ganti rugi, pelaksanaan pemberian ganti rugi, dan tata cara pengajuan keberatan. Penyuluhan dilakukan setelah adanya kepastian lokasi proyek. Apabila pemilik tanah tidak setuju dengan nilai dan bentuk ganti rugi, maka dijamin adanya mekanisme pengajuan keberatan. Supaya adil, pengadilan dimanfaatkan sebagai penentu keadilan. Apapun putusannya harus diterima oleh semua pihak. Untuk memenuhi kepentingan umum diperlukan tanah, dan atas nama pemenuhan kepentingan umum pengadaannya memang harus dipercepat. Mudah-mudahan prinsip keseimbangan tetap dapat terjaga. Mudah-mudahan KPS dapat semakin semarak setelah adanya UU ini.
2
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
KPS PENASIHAT/PELINDUNG
Deputi Bidang Sarana & Prasarana, Bappenas PENANGGUNG JAWAB
Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah & Swasta Bappenas PEMIMPIN REDAKSI
Yudo Dwinanda Priaadi DEWAN REDAKSI
Jusuf Arbi, Rachmat Mardiana, Sunandar, Eko Wiji Purwanto, Gunsairi, Novie Andriani, Moh.Taufiq Rinaldi REDAKTUR PELAKSANA
Ahmed Kurnia Gusti Andry REPORTER/RISET
Fauzi Djamal, Bambang Mustaqim, Lies Pandan Wangi FOTOGRAFER
R Langit M DESIGN GRAFIS
F Imelda L
ALAMAT REDAKSI Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP) BAPPENAS Jl. Tanjung No.47 Jakarta 10310 www.irsdp.org Tel. (62-21) 3925392 Fax. (62-21) 3925290
2 DARI REDAKSI LAPORAN UTAMA
4 investor butuh regulasi memadai Pemerintah memastikan akan terlibat dalam pembebasan lahan bagi proyek-proyek infrastruktur. Pasalnya, infrastruktur merupakan salah satu prioritas pemerintah dalam lima tahun mendatang.
4
laporan utama
Investor Butuh Regulasi Memadai
6 MENTERI PU JABARKAN PROGRAM 100 HARI 8 SBY Fokuskan Bidang Infrastruktur KOLOM
11 Pemerintah harus pastikan iklim investasi kondusif oleh Sigit Pramono, Ketua Perbanas
22
Laporan khusus
LAPORAN KHUSUS
12 Kinerja CMNP Makin Mulus
18
DINAMIKA
daftar isi
16 KPS Terkendala Masalah Tanah Meski Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam pembangunan dan pengelolaan jalan tol sudah dijalankan, tapi masalah pembebasan lahan kerap masih jadi kendala. Lantas, apa solusinya?
DINAMIKA
Desember 2009
18 Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Di Palu Meski pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa regulasi tentang penyediaan infrastruktur dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), tapi pemerintah daerah belum memahaminya dengan baik. 20 Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Di Palembang 22 Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Di Lamongan SOROT
24 Sejak Lama, AS Bangun Tol Bermitra Swasta Beberapa Negara Bagian di Amerika Serikat ikut ambil bagian dalam pembangunan tol dengan kerjasama yang melibatkan pihak swasta.
INFO KPS
26 Update Proyek KPS Yang Dibantu Oleh PDF-IRSDP per Desember 2009
24
Sorot Sejak Lama, AS Bangun Tol Bermitra Swasta
3
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama
Investor Butuh
Regulasi memadai
Pemerintah memastikan akan terlibat dalam pembebasan lahan bagi proyek-proyek infrastruktur. Pasalnya, infrastruktur merupakan salah satu prioritas pemerintah dalam lima tahun mendatang.
Upaya untuk menarik investor swasta harus melalui regulasi yang memadai
4
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
“Memang, anggaran nega ra tidak memadai dalam pembiayaan infrastruktur. Karena itu, peran swasta sangat diharapkan,” kata Wakil Presiden Boediono saat memberikan pengarahan kepada seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota se-Indonesia pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), di Jakarta, JumatMinggu (11-13 Desember 2009). Menurut Wapres, anggaran negara tidak akan cukup untuk membiayai pembangun an infrastruktur pemerintah. Itu sebabnya diperlukan upaya untuk menarik partisipasi dunia usaha, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. “Jangan sampai ada kegagalan
untuk merangkul mereka yang mampu mendukung pembiayaan pembangunan,” tegas Wapres. Upaya menarik investor swasta, kata Wapres, harus melalui regulasi yang memadai. Karena itu, Undang-Undang (UU) yang sudah ada harus dijabarkan dengan aturan pelaksana yang komplit, sehingga aturan main menjadi jelas. “Kalau UU yang sudah ada, tetapi ketentuan pelaksana belum lengkap, ya harus dilengkapi,” ujar dia. Salah satu regulasi yang sedang dalam proses perbaikan adalah Perpres Nomor 67 Tahun 2005, tentang kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Revisi aturan tersebut merupakan salah
LAPORAN utama
Dalam 100 hari, Perpres baru harus sudah selesai, sehingga bisa menjadi acuan untuk memberikan kepastian berinvestasi
satu prioritas pemerintah dalam Program 100 hari. “Perpres Nomor 67 Tahun 2005 sedang dikaji, apa yang menjadi hambatanhambatannya,” tambah Wapres.
Pembebasan Lahan
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, kesulitan daerah untuk membebaskan lahan seringkali berujung pada terhambatnya pembangunan infrastruktur. Salah satunya adalah pembangunan tol trans Jawa, yang proses pembebasan lahannya baru 26% dari total kebutuhan 4.500 hektar. Menurut Djoko, jika pemerintah daerah (pemda) kesulitan membebaskan lahan dan menghambat pembangunan, maka pemerintah pusat akan masuk dan mengintervensi. “Kalau pembebasan lahan benar-benar menjadi masalah pembangun an infrastruktur penting, seperti jalan tol, nanti kami bicarakan. Namun memang, tidak bisa secara general, sebab harus dilihat case by case,” terangnya. Seiring pemberlakuan otonomi daerah (otda), pembebasan lahan untuk proyek infrastruktur merupakan kewenangan daerah. Namun, daerah masih sulit melaksanakan kewenangan itu secara maksimal. “Pembebasan lahan memang masalah dari dulu, yang menjadi penyebab terhambatnya pembangunan infrastruktur. Sementara itu, kalau pemerintah pusat mau masuk, sudah tidak diperbolehkan lagi,” paparnya. Saat ini, hanya enam hal yang masih menjadi wewenang pemerintah pusat, yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, serta agama. Djoko menambahkan, saat pihaknya ingin mengintervensi masuk dalam hal pembebasan lahan dan meminta anggar an untuk itu, Departemen Keuangan dan Bappenas tidak mengizinkan. “Karena, masalah pembebasan lahan sudah menjadi urusan daerah,” kata dia.
2005 sudah hampir selesai. “Tinggal membutuhkan satu kali rapat lagi,” ujarnya. Dengan revisi itu, kata Hatta, investor akan mendapatkan kejelasan dalam partisipasi pembangunan infrastruktur. “Dalam 100 hari, Perpres baru harus sudah selesai, sehingga bisa menjadi acuan untuk memberikan kepastian berinvestasi,” tambah dia. Sedangkan Wakil Ketua KADIN Sandiaga Uno mengatakan pembebasan lahan memang merupakan kendala utama dalam pembangunan infrastruktur. Menurut dia, pada tahun 2007 lalu ada sindikasi kredit dari beberapa perbankan sebesar Rp5 triliun, untuk pembangunan jalan tol. “Namun, hingga saat ini tidak ada satu kilometer pun yang terbangun dan satu rupiah kredit terkucurkan,” ungkapnya. Menurut dia, penyebab terhambatnya proyek itu adalah masalah pembebasan lahan. Dan dalam hal itu, bank dan dunia usaha sama-sama dirugikan. “Untuk itu, masalah pembebasan lahan harus menjadi prioritas,” harap dia. Boediono
Payung Hukum
Senada dengan itu, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa menjelaskan bahwa revisi Perpres Nomor 67 Tahun
5
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama Departemen Pekerjaan Umum akan memastikan penyelesaian pembebasan tanah proyek infrastruktur PU untuk kepentingan umum, seperti pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol dan Banjir Kanal Timur.
MENTERI PU JABARKAN
PROGRAM 100 HARI Dalam jangka pendek, pendekatan dengan masyarakat dan pemda tetap dilakukan. Namun, bila tidak ada kesepakatan meskipun harga tanah sudah dinilai tim appraisal independen, maka akan dilakukan konsinyasi. Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dalam coffee morning bersama wartawan di Gedung
lam Revisi UU Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-benda diatasnya, diusulkan adanya pasal yang mengatur bahwa tanah yang telah ditetapkan untuk kepentingan umum maka hak kepemilikannya tercabut demi hukum. Namun penetapannya tentunya sudah melalui konsultasi publik. Masalah tanah menjadi hambatan utama dalam penyelesaian pembangunan infrastruktur
masalah tanah menjadi hambatan utama Departemen PU, Jakarta (12/11), yang turut dihadiri oleh pejabat eselon I Departemen PU. Menteri PU Djoko Kirmanto mengakui masalah tanah menjadi hambatan utama dalam penyelesaian pembangunan infrastruktur. Untuk jangka panjang, Departemen PU memberikan masukan terhadap Revisi UU Nomor 20 Tahun 1961 dan Perubahan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo Perpres Nomor 65 Tahun 2006. Da-
6
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
Sementara itu, pada Perubahan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo Perpres Nomor 65 Tahun 2006 diusulkan beberapa hal yakni, percepatan waktu musyawarah dari 120 hari menjadi 60 hari. Konsinyasi dapat dilakukan bila tanah yang bebas telah mencapai 51% dari sebelumnya 75%. Pelaksanaan pekerjaan sudah dapat dilakukan setelah konsinyasi dan keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah yang diisi oleh pejabat yang bisa bekerja
LAPORAN utama
penuh. Kemudian, insentif diberikan kepada Lurah atau Camat, termasuk Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan, di bidang Sumber Daya Air, yang menjadi program 100 hari Departemen PU yakni menyelesaikan audit teknis kondisi embung, waduk, bendung dan bendungan serta jaringan irigasi di seluruh Indonesia. Kegiatan ini dilakukan pada 31 Balai Besar dan Balai yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan ditargetkan selesai pada Januari 2010. Menyelesaikan prasarana pengendalian banjir Banjir Kanal Timur dengan target dapat mengalirkan air ke laut pada masa 100 hari ini. Di bidang Bina Marga adalah meningkatkan kapasitas jalan lintas Sumatera dan Sulawesi sepanjang 695 Km. ”Kontraknya memang harus sudah selesai akhir tahun ini dan pada Desember nanti saya minta Dirjen Bina Marga untuk melakukan pengecekan” kata Menteri PU Djoko Kirmanto. Membentuk Tim Nasional Penyiapan Pembangunan Infrastruktur Penghubung Jawa–Sumatera (IPJS). Menurut Djoko Kirmanto, Perpres pembentukan tim yang bertugas mempersiapkan pembangunan termasuk penyusunan studi kelayakan tengah dalam penyelesaian. Pilihan infrastruktur penghubung baik berupa jembatan bentang panjang, berupa terowongan maupun pe-
ningkatan peran pelabuhan saat ini tengah dipertimbangkan mana yang terbaik. Penerapan kontrak berbasis kinerja (KBK) pada pembangunan jalan di Pantura Jawa dan pembentukan quality assurance unit sektor jalan. Sebagai tahap awal, KBK rencananya akan diterapkan pada ruas Demak–Tringguli (12 Km) dan Ciasem– Pamanukan (21 Km). Saat ini, dokumen tender dua ruas tersebut tengah disiapkan dan akan mulai ditenderkan pada akhir Bulan November ini. Di bidang Tata Ruang yakni menyelesaikan konsep penyelesaian konflik tata ruang. Menteri PU memberi contoh suatu daerah yang telah berubah menjadi stadion Sepak Bola dan bangunan lainnya, namun masih bersatatus kawasan hutan lindung. “Oleh karena itu kita akan lakukan audit tata ruang untuk mencocokan antara peta Departemen Kehutanan dengan kenyataan di lapangan” jelasnya. Di bidang Cipta Karya yakni melakukan koordinasi dengan kementerian lain terkait program pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan Departemen PU pada daerah terdepan dan terluar Indonesia berupa permukiman di 250 kawasan perbatasan dan pulau kecil terluar. Departemen PU juga akan memberi dukungan penyediaan air minum untuk pelabuhan di 44 titik.
Menteri PU Djoko Kirmanto yakin mampu menjalankan Program 100 Hari
7
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama
SBY Fokuskan Bidang
Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum telah menyusun sejumlah program kerja yang dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, program 100 hari dan kedua program lima tahun. Terkait penerapan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), Presiden SBY pertama kali setelah dilantik menjadi Presiden Periode 2009-2014, sangat menekankan masalah infrastruktur.
Presiden SBY menekankan pembangunan infrastruktur
Dalam pidatonya, Presiden SBY memasukkan bidang in frastruktur ke dalam 15 pro gram kerja yang segera dilakukan selama 100 hari pertama. Dalam 100 hari pertama ini akan ada cetak biru sekaligus memikirkan pendanaannya, sehingga semua bisa dijalankan. Dalam merumuskan ini, pemerintah pusat akan bekerjasama seerat-eratnya dengan pemerintah daerah dan dunia usaha. Karena banyak sekali infrastruktur yang mesti dijalankan dengan skema Public Private Partnership (PPP). Dalam acara jumpa wartawan, Kamis (12/11), Menteri Pekerjaan Umum Djoko
8
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
Kirmanto bersama jajarannya, menjelaskan program 100 hari Kementerian Pekerjaan Umum. Dalam sambutannya, Djoko Kirmanto kembali menekankan bahwa masalah infrastruktur memang sangat penting sekali, sehingga instansi yang ditanganinya telah memasukkan proyekproyek infrastruktur baik untuk program 100 hari maupun lima tahun. Termasuk itu masalah infrastruktur yang dijalankan dengan skema KPS. ”Kami akan terus meneruskan proyek-proyek infrastruktur, termasuk dengan skema KPS.” ujarnya. Wakil Menteri PU Hermanto Dardak juga menekankan masalah infrastruktur tetap
LAPORAN utama dijalankan, termasuk dengan pola KPS. ”Kami menyerahkan skema KPS berjalan terus di instansi kami, seperti di Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM),” imbuhnya. Di BPPSPAM sendiri, sejumlah proyek infrastruktur dengan skema KPS masih menumpuk dikerjakan. Dari semua proyek itu, BPPSPAM membaginya ke dalam tiga kategori. Pertama KPS yang telah beroperasi. Kedua KPS yang masih berpeluang dan yang ketiga KPS Pilot Project. KPS
tanggal 28 November 2007. Pekerjaan konstruksi proyek tol ruas cibitung-Cilincing direncanakan akan mulai dilakukan pada tahun 2008. Pendanaan: Dana berasal dari CIMB
Jalan Tol Cimanggis-Cibitung Kemajuan proyek: Perusahaan patungan PT Bakrie & Brothers Tbk, PLUS Expressways Berhad dan Global Financindo (Capitalinc) mengalahkan pesaingnya, konsorsiun Thiess-Waskita. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menandatangani surat penetapan pemenang pada 17 September 2007. Dengan tarif tol Rp500/km untuk golongan I dan Rp750/km untuk golongan IIA dan Rp1.000/km untuk golongan IIB pada saat mulai dioperasikan 2010 mendatang. Pekerjaan konstruksi proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung direncanakan akan mulai dilaksanakan pada 2009 dan diperkirakan selesai pada 2011. Pendanaan: Sumber pendanaan 30% berasal dari ekuitas sedangkan sisanya adalah pinjaman.
Departemen pu masih harus menyelesaikan rencana pembuatan jalan dengan pola kps air minum yang ditangani BPPSPAM yang statusnya sedang beroperasi terdapat 25 proyek yang tersebar di seluruh Indonesia. Status yang masih berpeluang ada 10 proyek dan yang termasuk pilot project terdapat di tiga daerah, masing-masing di Kabupaten Tangerang, Kota Dumai dan Kabupaten Bandung. Sementara KPS infrastruktur jalan juga masih terus digenjot. Departemen PU masih harus menyelesaikan rencana pembangunan jalan tol dengan menggunakan pola KPS. Statusnya ada yang sedang beroperasi dan berpeluang.
KPS SEKTOR TRANSPORTASI JALAN TOL YANG MELIBATKAN PU Jalan Tol Cibitung-Cilincing Kemajuan proyek: Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) ruas tol Cibitung-Cilincing ditandatangani antara Departemen Pekerjaan Umum (PU) dengan PT MTD CTP Expressway pada tanggal 29 Januari 2007. Masa konsesi 35 tahun sejak ditandatanganinya PPJT. Masa pembebasan tanah dan masa konstruksi direncanakan masing-masing selama dua tahun. Tarif tol awal pada 2011 disepakati per kilometer Rp600 untuk golongan I, Rp900 untuk golongan II A, dan Rp1.200 untuk golongan II B. Financial close untuk ruas tol Cibitung-Cilincing dilaksanakan pada
Jalan Tol Pejagan-Pemalang Kemajuan proyek: Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) ditandatangani pada tanggal 21 Juli 2006. Sedangkan financial closure untuk ruas tol Pejagan-Pemalang dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2007. Sebelumnya pemerintah sempat memberi peringatan berupa ancaman pemutusan kontrak pengusahaan jalan tol bila investor gagal menunjukkan jaminan pendanaan dari bank hingga 21 Juli 2007. Pendanaan: PT Pejagan-Pemalang Tol Road mendapat kredit US$264 juta (Rp2,38 triliun) dari Credit Suisse. PT Pejagan Pemalang telah membayarkan jaminan pelaksanaan (performance bond) sebesar Rp30,467 miliar untuk ruas PejaganPemalang. Jumlah itu merupakan 1% dari investasi dikurangi nilai tanah sebagaimana yang diminta Departemen Pekerjaan Umum.
Jalan Tol Pemalang-Batang Kemajuan proyek: Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) ditandatangani pada tanggal 21 Juli 2006. Sedangkan financial closure untuk ruas tol Pemalang-Batang dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2007. Sebelumnya pemerintah sempat memberi peringatan berupa ancaman pemutusan kontrak pengusahaan jalan tol bila investor gagal
9
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN utama menunjukkan jaminan pendanaan dari bank hingga 21 Juli 2007. Sampai dengan 21 juli 2008, sedang diupayakan kemungkinan pemindahan/ pergeseran trase jalan tol, yang melewati kelurahan Pekajangan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. Hal tersebut dilakukan karena rute yang dilewati tidak sesuai dengan peta lokasi yang telah disosialisasikan selama ini, dimana seharusnya trase jalan tol melewati Desa Ambokembang Kec. Kedungwuni. Pendanaan: pinjaman dari Credit Suisse, PT Pemalang-Batang Tol Road mendapat kredit US$182 juta atau Rp1,64 triliun. PT Pemalang Batang telah membayarkan jaminan pelaksanaan (performance bond) sebesar Rp21,585 miliar. Jumlah itu merupakan 1% dari investasi dikurangi nilai tanah sebagaimana yang diminta Departemen Pekerjaan Umum.
Jalan Tol Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran Kemajuan proyek: Permohonan dukungan pemerintah sudah diusulkan Departemen Pekerjaan Umum, khususnya menyangkut pembagian alokasi risiko (land capping). Pekerjaan konstruksi proyek tol ruas ini direncanakan akan mulai dilakukan pada 2009 dan diperkirakan akan selesai pada 2011. Pendanaan: NA
Jalan Tol Pasar Minggu- Cassablanca
Departemen PU masih harus menyelesaikan rencana pembuatan jalan dengan pola KPS
10
Kemajuan proyek: Pemerintah akan membentuk tim kecil yang melibatkan unsur Departemen PU dan pemprov DKI Jakarta yang akan merumuskan mengenai persiapan pelaksanaan tender jalan tol Pasar Minggu-Cassablanca tersebut, termasuk pembentukan panitia tendernya. Pekerjaan
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
konstruksi proyek tol Pasar Minggu-Cassablanca direncanakan akan mulai dilakukan pada 2011. Pendanaan: NA
Jalan Tol Rawa Buaya-Sunter Kemajuan proyek: Pemerintah akan membentuk tim kecil yang melibatkan unsur Departemen PU dan pemprov DKI Jakarta yang akan merumuskan mengenai persiapan pelaksanaan tender jalan tol Rawa Buaya-Sunter tersebut, termasuk pembentukan panitia tendernya. Pekerjaan konstruksi proyek tol Rawa BuayaSunter direncanakan akan mulai dilakukan pada 2011. Pendanaan: NA
Jalan Tol Semarang-Batang Kemajuan proyek: Penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) ruas SemarangBatang dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 2006. Financial closure dilakukan pada tanggal 20 Juli 2007. Penandatanganan kredit Pembiayaan dari Credit Suisse Bank dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2007 di Jakarta. Penandatanganan kredit merupakan langkah maju setelah sebelumnya pemerintah sempat memberi ultimatum untuk memutuskan kontrak pengusahaan jalan tol bila ketiga investor gagal menunjukkan jaminan pendanaan dari bank hingga 21 Juli 2007. PT Marga Setia Puri Utama telah membayar jaminan pelaksanaan (performance bond) sebesar Rp31,4 miliar atau 1% dari investasi dikurangi nilai tanah sebagaimana yang diminta pemerintah (Departemen PU). Pekerjaan konstruksi proyek tol Semarang-Batang direncanakan akan mulai dilakukan pada 2010. Pendanaan: Dana berasal dari kredit Suisse Bank sebesar US$274 juta (Rp2,47 triliun).
KOLOM KEMITRAAN oleh Sigit Pramono, Ketua Perbanas
Pemerintah Harus Pastikan
Iklim Investasi
Kondusif
Pemerintah harus memastikan agar iklim investasi di Indonesia kondusif, sehingga pelaksanaan pembiayaan dengan skema Public Private Partnership bisa berjalan dengan efektif.
P
ublic Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) adalah skema yang relatif baru bagi investor maupun pemerintah. Karena itu, harus dikemas dengan efektif dan tepat. Skema PPP ini juga membutuhkan jangka waktu yang relatif lama untuk bisa diimplementasikan secara efektif terhadap investor dan pemerintah. Sehingga kemudian, investor bisa melihat bahwa skema itu baik atau tidak bagi mereka untuk mendapatkan profit atas investasinya. Secara umum, skema PPP cukup baik diterapkan di Indonesia, apalagi pemerintah pada dasarnya tidak mempunyai dana cukup untuk mengembangkan dan mempercepat proyek infrastrukturnya. Karena itu, pemerintah harus menjaga dengan serius ketertarikan investor terhadap sektor infrastruktur. Jadi, saya kira skema PPP itu positif-positif saja, asalkan memang diarahkan untuk meningkatkan minat investor masuk ke dalamnya. Lalu, untuk meningkatkan peran swasta di sektor infrastruktur, maka pemerintah diharuskan untuk memberikan berbagai insentif dan stimulus yang menarik. Jika hal itu diabaikan, maka investor akan memilih masuk ke negara lain yang memberikan berbagai tawaran stimulus dan insentif lebih menarik daripada Indonesia. Sementara itu, bagi pemerintah sendiri, peran swasta sangat diperlukan untuk bersa-
ma-sama membangun perekonomian Indonesia, terutama melalui sektor infrastruktur. Sektor infrastruktur merupakan prasyarat mutlak bagi masuknya suatu investasi ke Indonesia. Dengan infrastruktur yang memadai, maka investasi dipastikan akan masuk ke Indonesia. Seperti misalnya, jalanan di beberapa daerah di Pulau Jawa yang masih banyak rusak, akan sangat mengganggu masuknya suatu investasi di wilayah itu, Termasuk dengan krisis listrik yang terjadi akhir-akhir ini. Langkah untuk menarik masuknya investasi adalah dengan memastikan berku-
pemerintah harus menjaga ketertarikan investor terhadap sektor infrastruktur
rangnya risiko-risiko yang akan dihadapi investor. Misalnya, masalah pembebasan lahan yang seringkali menjadi penghambat utama pelaksanaan proyek infrastruktur, harus segera dituntaskan. Artinya, pemerintah harus mampu menyelesaikan masalah pembebasan lahan yang menjadi penghambat utama proyek infrastruktur pemerintah. Dan jika masalah itu bisa diselesaikan pemerintah, maka otomatis iklim investasi Indonesia semakin menarik nantinya ke depan. Pasalnya, masalah tanah itu menjadi sangat prioritas dan mendesak untuk dibebaskan. Karena itu, pemerintah harus bersikap tegas dan semakin jelas dalam melaksanakan pembebasan lahan. Sehingga, dengan pembenahan iklim investasi itu, maka secara otomatis akan menarik minat perbankan untuk terlibat dalam pembiayaannya. Sebab proyek-proyek infrastruktur yang ditawarkan akan semakin menarik dan capable, karena adanya dukungan penuh pemerintah dalam pembebasan lahan. ”Dengan demikian, perbankan akan berani mengambil risiko untuk membiayai proyek itu. Apalagi, iklim yang kondusif akan meningkatkan rasa percaya diri investor untuk menggarap proyek dengan jangka panjang dan ditambah dengan dukungan perbankan serta pemerintah. Jadi, intinya pemerintah harus segera membenahi iklim investasi agar kondusif, seperti kepastian hukum, masalah lahan, dan dukungan pemerintah.
11
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN khusus
Kinerja CMNP Makin Mulus Kendala klasik, soal pembebasan tanah, masih menghantui bisnis jalan tol. Tapi dalam setahun terakhir, PT Citra Marga Nusaphala Persada berhasil meningkatkan pendapatan dan laba perusahaan. Apa strateginya?
Bisnis infrastruktur di tanah air da lam beberapa tahun terakhir kemba li menggeliat. Tumbuhnya bisnis di sektor ini terjadi sejak terbetuknya pemerintahan baru hasil Pemilu 2004, dan terus bergairah hingga saat ini. Pasalnya, pemerintah memiliki komitmen kuat untuk menggerakkan kembali pembangunan infrastruktur di tanah air yang sejak dihantam krisis ekonomi tahun 1997, infrastruktur Indonesia semakin tertinggal dibanding negara tetangga. Apalagi, Bank Dunia pada saat itu juga menyarankan agar pemerintah memulai kembali pembangunan infrastrukturnya.
12
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
Dalam laporan berjudul Averting an Infrastructure Crisis: A Frame Work for Policy and Action, lembaga dunia ini menyebutkan, setelah stabilitas ekonomi makro tercapai, saatnya pemerintah memprioritaskan pembangunan infrastruktur fisik di semua bidang secara nasional. Faktanya, sejak 2005 hingga akhir Desember 2009, pembangunan berbagai sarana infrastruktur di tanah air kembali tumbuh. Tak hanya proyek pemerintah di pusat dan beberapa daerah, proyek-proyek swasta juga mulai marak. Salah satu indikasi kebangkitan sektor ini adalah Bnk Mandiri, bank terbesar di negeri ini, telah meningkatkan kucuran kredit pada
bidang ini. Menurut Ventje Rahardjo, Direktur Bank Mandiri, infrastruktur merupakan salah satu sektor yang pesat perkembangannya sejak 2005 seiring meningkatnya kepastian usaha di Indonesia. Kondisi ini tentu saja menjadi angin segar bagi semua pelaku bisnis dan stakeholder di bidang infrastruktur. Salah satunya adalah PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Perseroan yang bergerak di bidang konstruksi, pengoperasian dan pengelolaan sistem jalan tol ini, dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kinerja yang semakin positif. Hal ini bermula pada awal 2005, CMNP berhasil mendapatkan kontrak dari Pemerintah untuk menggarap Jalan Tol Lingkar Luar Kota Bogor sepanjang 6,3 kilometer. Jalan tol yang menghubungkan Jl Soleh Iskandar dan Jl Raya Bogor di kawasan Kedung Halang dengan Tol Jagorawi di Sentul City ini, pengoperasiannya sudah dimulai sejak awal Desember 2009. Jauh sebelumnya, perusahaan yang masuk dalam Group Bhakti ini telah menggarap dan mengoperasikan sebagian besar ruas Tol Dalam Kota Jakarta. Jalan tol terpadat di Indonesia ini, merupakan mesin pencetak uang terbesar sepanjang tahun bagi CMNP. Belum lagi dengan proyek jalan tol lainnya. Di Surabaya misalnya, melalui anak per usahaannya yang bernama PT Citra Marga Surabaya (CMS), CMNP terlibat dalam pembangunan dan pengoperasian jalan Tol Bandara Juanda sepanjang 12,3 kilometer. Tak tanggung-tanggung, di perusahaan yang memiliki aset sekitar Rp1,4 triliun dengan hak konsesi hingga 2040 ini, CMNP memegang mayoritas saham hingga 95%. Pembangunan Jalan Tol Depok–Antasari sepanjang 22,8 kilometer juga dipegang oleh CMNP. Bersama empat investor lainnya yakni, PT Waskita Karya, PT Hutama Karya, Goup Bosowa, dan Pembangunan Perumahan (PP), CMNP menempatkan 62,5% saham pada proyek ini. Sedangkan di Manila, CMNP juga memiliki sekitar 11% saham di Citra Metro Manila Tollways Corporation (Citra Mani-
cmnp juga melakukan diversifikasi usaha untuk mendongkrak perusahaan dengan sektor telekomunikasi la). Perusahaan yang beraset sekitar US$500 juta ini, telah menggarap proyek jalan tol di Filipina sejak 1990 dan mengoperasikan Jalan Tol South Metro Manila Skyway (SMMS) sepanjang 9,5 kilometer dari kota Buendia ke Bicutan.
Diversifikasi Sepanjang hampir lima tahun ini, CMNP juga melakukan diversifikasi usaha untuk mendongkrak pertumbuhan. Sektor yang mulai dimasuki adalah bisnis solusi infrastruktur di sektor telekomunikasi. Dalam bidang ini, CMNP bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Di ketiga daerah ini kebutuhan akan pembangunan infrastruktur telekomunikasi cukup besar. Direktur Keuangan CMNP, I Ketut
13
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN khusus Mardjana menyatakan, jika tidak melakukan ekspansi, perusahaannya hanya akan tumbuh sekitar 5%. Tak heran jika ekspektasi laba bersih CMNP hingga akhir Desember 2009 mencapai Rp139 miliar. Laba ini mengalami kenaikan hingga 88,9% dibanding periode yang sama pada 2008 yang hanya Rp72 miliar. Sedangkan total pendapatan perusahaan menjadi Rp630 miliar, meng alami kenaikan sekitar 11% dibanding tahun lalu yang hanya Rp 568,96 miliar. Padahal pada kuartal ketiga 2009, CMNP baru merilis laba bersih Rp74 miliar, atau turun 19% dari Rp92 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh beban usaha perusahaan yang naik 4,4% menjadi Rp236 miliar dari Rp226 miliar. Biaya pinjaman naik signifikan menjadi Rp117 miliar dari sebelumnya Rp83 miliar. Sedangkan pendapatan naik tipis 3,5% dari Rp428 miliar menjadi Rp443 miliar. Kenaikan pendapatan perusahaan berasal dari penyesuaian pendapatan jalan tol Surabaya. Pendapatan utama CMNP berasal dari proses gerbang tol, pembangunan berbagai proyek ongkos manajemen, dan jasa-jasa sejenis. Apalagi, CMNP memi-
14
liki ’mahkota permata’ yakni Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Seksi tol ini menghubungkan jantung Kota Jakarta dengan tingkat lalulintas yang sangat padat sepanjang hari. Tak heran jika Danareksa Sekuritas mengestimasikan jalan tol dalam kota ini bisa menyumbang nilai discaunted cash flow (DCF) sebesar Rp780 per saham bagi CMNP. Dengan posisi keuangan bersih utang, jalan tol dalam kota ini akan menjadi mesin uang bagi CMNP. Kemilau jalan tol dalam kota ini makin bersinar pasca kenaikan tarif sebesar 15% September 2009.
pendapatan utama cmnp berasal dari proses gerbang tol
Kendala Klasik Meski begitu, laju pertumbuhan bisnis jalan tol masih menghadapi kendala klasik yakni, masalah tanah, termasuk bagi CMNP. Direktur Teknik dan Operasi PT Citra Waspphutowa (anak perusahaan CMNP yang menggarap Tol Depok– Antasari) Ir Tri Agus Riyanto menuturkan, masalah utama dalam bisnis jalan tol adalah tanah. Pada tahun 1978 sampai 1996, 90% tanah dibebaskan oleh pemerintah hingga 600 kilometer. Apalagi, tanah yang digunakan umumnya milik
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
Aktivitas lalulintas di gerbang tol Sentul Baratyang baru beroperasi
Keberadaan jalan tol sangat membantu mengatasi kepadatan lalulintas
pemerintah. ”Tapi sekarang sulit sekali membebaskan tanah,” ujarnya. Padahal, lanjut Agus, proyek jalan tol baru bisa berjalan jika tanahnya sudah beres. Karenanya, tata cara pembebasan tanah harus dibereskan oleh pemerintah agar investor, kontraktor dan pihak lain yang terlibat bisa menyelesaikan sesuai target. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan iklim investasi yang kondusif, terutama 22 ruas tol yang sedang diproses pengadaan tanahnya. Diantaranya Jalan Tol Trans Java dan beberapa proyek di Jawa Barat dan sekitarnya. ”Untuk konstruksi sudah banyak ahlinya tapi masalah membebaskan tanah belum ada ahlinya,” tambah Agus. Kendala soal tanah ini dirasakan CMNP ketika terlibat dalam pembangunan Tol Depok–Antasari melalui anak perusahaanya yang bernama PT Citra Wasphutowa. Ruas tol sepanjang 22,8 kilometer ini, menurut Agus secara financial tidak layak.
Pasalnya, pada saat penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Mei 2006, biaya tanah masih sekitar Rp700 miliar. Tapi saat ini beban tanah diperkirakan mencapai Rp2 triliun dan biaya konstruksi mencapai Rp1,2 triliun. Nilai investasi ini naik 160% dari estimasi awal. Maklum, proyek yang direncanakan untuk mempercepat akses transportasi dari kawasan Depok dan sekitarnya menuju Jakarta ini, melintasi area padat penduduk. Akibatnya, kenaikan biaya akuisisi lahan dari 24% dari nilai total proyek menjadi 52% membuat kebutuhan investasi membengkak dari alokasi awal sekitar Rp2,9 triliun, menjadi hampir Rp5 triliun. Untuk itu, harus ada titik temu antara investor dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini, agar target pembangunan tercapai dan geliat bisnis infrastruktur di tanah air juga kian meroket.
Harus ada titik temu antara pemerintah dan investor agar target pembangunan tercapai
15
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
LAPORAN khusus
PT Jasamarga adalah satu-satunya BUMN operator jalan tol. Operator lainnya adalah investor swasta.
KPS Terkendala Masalah Tanah Meski Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam pembangunan dan pengelolaan jalan tol sudah dijalankan, tapi masalah pembebasan lahan kerap masih jadi kendala. Lantas, apa solusinya? Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Rote sampai Pulau Penyengat, jelas sangat membutuhkan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai. Belum lagi dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi, khususnya di perkotaan sejak dekade 80–an hingga saat ini, juga menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan akan infrastruktur. Salah satu sarana infrastruktur yang sangat dibutuhkan negeri ini adalah pembangunan dan pengelolaan jalan, termasuk jalan tol. Apalagi, pertumbuhan dan mobilitas penduduk di perkotaan juga terus bertambah. Hal ini menyebabkan terus bertambahnya kebutuhan akan penambahan ruas jalan arteri dan jalan tol baru di kota-kota besar di berbagai daerah. Seiring tingginya kebutuhan akan infrastruktur, investasi di sektor inipun terus meng alami kenaikan. Sementara anggaran negara sangat terbatas, karena harus membiayai sektor-sektor vital lainnya. Sepanjang 2005–2009 misalnya, kebutuhan investasi di sektor infrastruktur rata-rata mencapai US$13 milliar per tahun. Padahal, anggaran negara hanya mampu untuk memenuhi sekitar 38% dari total kebutuhan investasi itu. Karenanya, pemerintah pun melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga kesenjangan antara kebutuhan dan pelayanan dapat dimini-
16
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
skema kps kian terbuka setelah keluarnya uu 38/2004, perpres 67/2005 dan pp 15/2005 tentang jalan
malkan. Salah satu caranya adalah dengan mengajak pihak swasta terlibat dalam investasi, pembangunan dan pengelolaan jalan tol di seluruh tanah air. Untuk mengatur keterlibatan dan partisipasi pihak swasta, pemerintah pun membuat skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Dengan skema ini, pihak swasta memung kinkan untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur yang bernilai ekonomi. Jika pola KPS ini berjalan lancar, pemerintah akan memfokuskan pada pembangunan infrastruktur yang tidak komersial tapi vital bagi masyarakat, seperti pembangunan jalan arteri, drainase, infrastruktur pedesaan, dan lainnya. Skema KPS kian terbuka setelah dikeluarkannya UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Perpres No 67 Tahun 2005 dan PP No 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Dalam regulasi ini, terbuka peluang besar melakukan kerjasama antara pemerintah dengan investor swasta, baik dari dalam maupun luar negeri untuk membangun dan mengelola jalan tol. Hasilnya, saat ini pun mulai terasa. Di antaranya, pembangunan jalan tol di Indonesia mulai tumbuh dan meningkat. Dari data yang ada, saat ini terdapat sekitar 647 kilometer jalan tol yang sudah beroperasi di Indonesia. Dari data ini, 499 kilometer di antaranya dioperasikan oleh PT Jasa Marga dan sisanya, sekitar 148 km dioperasikan oleh investor swasta. Sayangnya, meski skema KPS sudah berjalan, tapi menurut Direktur Teknik dan Operasi PT Citra Waspphutowa (anak perusahaan PT Citra Marga Nusaphala Persada yang menggarap pro yek Tol Depok–Antasari), Ir Tri Agus Riyanto, terdapat kendala yang menghambat berjalannya skema KPS di sektor pembangunan jalan tol. Kendala utamanya adalah turunnya nilai kelayakan bisnis dan masalah pembebasan lahan. ”Semua ini berawal dari kelayakan tanah yang terlambat diselesaikan, yang sebenarnya menjadi tugas pemerintah,” ujarnya. Karenanya, Agus pun mengusulkan agar dicari jalan keluar secara bersama. Pihaknya melihat, lebih baik jika persoalan tanah dibebaskan terlebih dulu oleh pemerintah, baru kemudian diganti oleh swasta yang terlibat dalam proyek tersebut. Setelah itu, lanjutnya, pemerintah dan swasta harus duduk bersama menentukan tarif yang bisa disepakati bersama secara optimal. ”Untuk itu, payung hukumnya harus segera dibentuk. Apalagi dalam National Summit lalu, juga sudah disampaikan agar revisi Perpres No 67 Tahun 2005 bisa masuk dalam program 100 hari pemerintahan SBY– Budiono,” jelasnya. Meski begitu, Agus membocorkan bahwa ke depannya persoalan tanah memang akan menjadi domain pemerintah untuk membebaskannya terlebih dahulu. Setelah itu, proyek baru ditawarkan pada swasta, yang akan mengerjakan konstruksinya. ”Contohnya proyek Tol Cipularang dan W1 Kebon Jeruk–Penjaringan yang Desember 2009 dijadwalkan selesai. Demikian juga dengan proyek tol di Makassar yang tanahnya sudah dibebaskan oleh pemerintah,” terang Agus. Memang betul. Pemerintah seharusnya memang berperan dalam membebaskan tanah untuk mengurangi faktor komersil dalam pandangan masyarakat. Sehingga, tarif jalan tolnya pun bisa libih murah, investasi menjadi turun, dan perbankan pun lebh mampu membiayai proyek ini dengan jangka kredit yang lebih pendek. Solusinya, soal pengadaan dan pembebas an tanah harus diatur secara jelas dalam UU Pembebasan Tanah yang akan segera diajukan pemerintah. Semoga.
17
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Di Palu Meski pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa regulasi tentang penyediaan infrastruktur dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), tapi pemerintah daerah belum memahaminya dengan baik. Akibatnya, penyiapan proyek PPP di berbagai daerah masih sangat rendah.
H
al tersebut disampaikan oleh Jusuf Arby dari Direktorat PKPS Bappenas dalam “Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta Sesuai Perpres No 67 Tahun 2005” di Ruang Pertemuan Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (22/10/09). Acara yang digelar oleh Direktorat Peningkatan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS), Deputi Bidang Sarana dan Prasarana (BSP) Bappenas bekerjasama dengan Pemerintah Kota Palu
18
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
ini, bertujuan untuk memberikan arah an serta masukan tentang tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dan swasta di berbagai sektor infrastuktur berdasarkan Perpres No 67 tahun 2005. Dalam pemaparannya, Yudo D Priaadi dari Direktorat PKPS menyatakan, sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005–2009, pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang direncanakan pemerintah memiliki beberapa tujuan. Di antaranya, mempercepat pertumbuhan GDP menjadi 7,6%, meningkatkan rasio investasi/
GDP menjadi 28.4%, mengurangi tingkat pengangguran menjadi 5.1%, dan mengurangi tingkat kemiskinan menjadi 8.2%. “Agar target RPJM terpenuhi, minimal 5% dari GDP harus disalurkan untuk investasi infrastruktur, karena infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan merupakan prasyarat sekaligus kebutuhan mendesak,” tambahnya. Yudo juga menjelaskan jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan swasta. Di antaranya, transportasi (pelabuhan laut, sungai, danau,
bandar udara, dan jaringan rel KA), jalan tol dan jembatan tol, pengairan (air baku), air minum (sarana pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan instalasi pengolahan), sampah dan air limbah, jaringan telekomunikasi, listrik (pembangkit, transmisi, dan distribusi), migas (pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan distribusi). “Kebutuhan investasinya pun cukup besar. Sesuai Infrastructure Summit 2005, pada periode 2005–2009 kebutuhan investasi diperkirakan mencapai US$145 miliar,” ujarnya. Untuk itu, pihaknya menjamin bahwa pelaksanaan kerjasama dalam Perpres No 67 tahun 2005 mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, keterbukaan, transparan, bersaing, bertanggung-gugat, saling menguntungkan dan mendukung. Sedangkan tata cara pengadaan badan usaha bisa terlibat dalam proyek kerjasama dilaksanakan dalam beberapa tahap. Pertama, melalui pelelangan umum. Kedua, pemerintah membentuk panitia pengadaan dan menetapkan pemenang lelang berdasarkan pada rekomendasi panitia pengadaan. Ketiga, rincian pelaksanaan dijelaskan lebih lanjut dalam Lampiran Perpres Nomor 67 Tahun 2005. Terkait tugas dan wewenang Peme rintah Daerah dalam pelaksanaan KPS,
semua permasalahan di daerah akan dibahas lebih lanjut di tingkat pusat Yudo memaparkan beberapa hal. Pertama, Pemda menjadi penanggungjawab pelaksanaan proyek kerjasama yang cakupannya di daerah. Kedua, melakukan identifikasi, penetapan, dan penyiapan proyek yang akan dikerjasamakan. Ketiga, mengevaluasi proposal proyek atas prakarsa badan usaha, menetapkan besarnya pertambahan nilai (bonus) dan kompensasi hak intelektual bagi badan usaha. Keempat, melaksanakan pengadaan melalui lelang, membentuk Panitia Lelang, dan menetapkan pemenang berdasarkan rekomendasi Panitia Lelang. Kelima, menetapkan tarif dan mekanisme penyesuaiannya. Keenam, menetapkan kompensasi tarif untuk proyek
yang mempunyai kepentingan sosial, berdasarkan hasil lelang. Ketujuh, mengkaji, mengelola risiko, dan menyetujui/ menolak usulan pemberian Dukungan Pemerintah. Kedelapan, melaksanakan negosiasi dan menandatangani Perjanjian Kerjasama. Kedelapan, mengeluarkan Izin Pengusahaan. Selain itu, acara ini juga mensosialisasikan regulasi lain. Yakni, Peraturan Pemerintah tentang air minum yang disampaikan oleh Amri Dharma dari BPP SPAM. Siklus Proyek KPS oleh Eko Wiji Purwanto. Manajemen Risiko dan Dukungan Pemerintah Dalam Proyek KPS oleh Dadang Jusron dari Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Departemen Keuangan. Serta, Bentuk-Bentuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PPP Modalities) oleh Susongko dari Lembaga Konsultan. Berdasarkan hasil pemaparan dan diskusi dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, adanya beberapa peraturan daerah yang belum sinkron dengan regulasi yang dibuat pemerintah pusat. Kedua, regulasi yang sudah dibuat pemerintah pusat belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh pemerintah daerah dan swasta sehingga menyebabkan rendahnyanya kemampuan penyiapan proyek PPP. Ketiga, semua permasalahan di daerah akan dibahas lebih lanjut di tingkat pusat.
19
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Di Palembang Regulasi tentang penyediaan infrastruktur dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dan peraturan terkait lainnya yang dibuat pemerintah pusat, belum dipahami dengan baik oleh pemerintah daerah dan swasta. Akibatnya, penyiapan proyek PPP di berbagai daerah, termasuk di Palembang, masih sangat rendah. Demikian diungkapkan Yudo D Priaadi dari Direktorat PKPS Bappenas dalam “Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta Sesuai Perpres No 67 Tahun 2005” di Ruang Pertemuan Kota Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (27/10). Acara yang digelar oleh Direktorat Pe ningkatan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS), Deputi Bidang Sarana dan Prasarana (BSP) Bappenas bekerjasama dengan Peme rintah Kota Palembang ini, bertujuan untuk memberikan arahan serta masukan tentang tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dan swasta di berbagai sektor infrastuktur berdasarkan Perpres No 67 tahun 2005 dan peraturan terkait lainnya. Asisten II Pemerintah Kota Palembang dalam sambutannya menyatakan, pihaknya sangat antusias terhadap acara sosialisasi ini mengingat masih banyaknya kendala yang dihadapi pemerintah daerah terkait pembangunan infrastruktur. Ia mengharapkan, melalui acara ini berbagai regulasi yang telah dibuat pemerintah pusat dapat dipahami dengan baik oleh pemerintah daerah dan semua pihak yang terkait. “Selain itu, berbagai kendala yang dihadapi pemerintah daerah dapat diketahui secepatnya oleh pemerintah pusat sehingga akan ditemukan solusi yang tepat,” harapnya. Sebagaimana yang dilakukan di Kota Palu, dalam pemaparannya, Yudo D Priaadi dari Direktorat PKPS mensosialisasikan beberapa poin penting. Di antaranya, tujuan pembangunan ekonomi dan infrastruktur, jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan pihak swasta, kerangka kukum KPS, Lampiran Perpres Nomor 67 Tahun
20
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
Pemerintahan Kota Palembang sangat antusias terhadap sosialisasi pembangunan infrastruktur melalui skema KPS
2005 tentang Tata Cara Pengadaan Badan Usaha, tugas dan wewenang pemerintah daerah dalam melaksanakan KPS, dan lainnya. Untuk itu, Yudo menjamin bahwa pelaksana an kerjasama dalam Perpres Nomor 67 Tahun 2005 mengedepankan prinsip keadilan, keterbukaan, transparan, bersaing, bertanggung-gugat, saling menguntungkan dan mendukung. Sedangkan tata cara pengadaan badan usaha bisa terlibat dalam proyek kerjasama dilaksanakan dalam beberapa tahap. Pertama, melalui pelelangan umum. Kedua, pemerintah membentuk panitia pengadaan dan menetapkan pemenang lelang berdasarkan pada rekomendasi panitia pengadaan. Ketiga, rincian pelaksanaan dijelaskan lebih lanjut dalam Lampiran Perpres 67/2005. Acara ini, juga digunakan untuk mensosialisasikan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Berkaitan dengan Perpres Nomor 111 Tahun 2007. Dalam sosialisasi UU Lalu Lintas ini, Hotma Simanjuntak dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, menjelaskan beberapa poin penting. Antara lain, tentang Perlengka-
pan Jalan (Pasal 26), Jembatan Timbang (Pasal 170), Pengujian Kendaraan Bermotor (Pasal 49, 50, 53 dan 55), Angkutan Umum (Pasal 139), Angkutan Multi Moda (Pasal 165), Terminal (Pasal 33, 35, dan 38). Selain itu, beberapa regulasi lain juga disosialisasikan pada acara ini. Yakni, Siklus Proyek KPS oleh Eko Widji Purwanto dari Direktorat PKPS Bappenas. Manajemen Risiko dan Dukung an Pemerintah Dalam Proyek KPS oleh Maman Suhendra dari Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Departemen Keuangan. Tak ketinggalan, sosialisasi tentang Bentuk-Bentuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PPP Modalities) oleh Susongko dari Lembaga Konsultan. Berdasarkan hasil pemaparan dan diskusi, kesimpulan acara ini juga sama dengan yang dilaksanakan di Palu. Pertama, regulasi yang sudah dibuat pemerintah pusat belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh pemerintah daerah dan swasta, sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan penyiapan proyek PPP. Kedua, semua permasalahan di daerah akan dibahas lebih lanjut di tingkat pusat.
21
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
dinamika
Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Di Lamongan Sosialisasi tentang tata cara pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam penyediaan berbagai sektor infrastruktur berdasarkan Perpres Nomor 67 Tahun 2005, terus diagendakan oleh Direktorat Peningkatan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS), Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), di berbagai daerah di Indonesia.
K
ali ini, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, mendapat giliran sosialisasi. Acara berlangsung di Ruang Pertemuan Kabupaten Lamongan, Kamis (29/10). Pada acara yang bertajuk “Sosialisasi Penyediaan Infrastruktur Melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta Sesuai Perpres No 67 Tahun 2005” ini, Yudo D Priaadi dari Direktorat PKPS Bappenas menyatakan, meski pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa regulasi tentang penyediaan infrastruktur dalam skema KPS, hingga saat ini pemerintah daerah dan swasta belum memahaminya dengan baik. Akibatnya, penyiapan proyek PPP di berbagai daerah, termasuk di Lamongan masih sangat rendah. Sementara itu, Sekretaris Daerah Pemerintah
22
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
Kabupaten Lamongan dalam sambutannya menyampaikan, pihaknya menyambut antusias sosialisasi ini mengingat banyaknya kendala yang dihadapi Pemda dalam pembangunan infrastruktur. Ia mengharapkan, melalui acara ini berbagai regulasi yang dibuat pemerintah pusat dapat dipahami dengan baik oleh Pemda dan semua pihak yang terkait di daerah. Sebaliknya, berbagai kendala yang dihadapi Pemda juga bisa diketahui pusat sehingga akan ditemukan solusi yang tepat. Saat memaparkan tentang Perpres Nomor 67 Tahun 2005, Yudo D Priaadi menjelaskan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005–2009, pembangunan ekonomi dan infrastruktur menargetkan pencapaian beberapa hal. Di antaranya, mempercepat pertumbuhan GDP menjadi 7,6%, meningkatkan rasio investasi/GDP menjadi 28,4%, mengurangi tingkat pengangguran menjadi 5,1%, dan mengurangi tingkat kemiskinan menjadi 8,2%. “Agar target ini terpenuhi, minimal 5% dari GDP harus digunakan untuk investasi infrastruktur, karena infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan merupakan prasyarat sekaligus kebutuhan mendesak,” tambahnya. Selanjutnya, Yudo memaparkan jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan swasta. Yakni, transportasi (pelabuhan laut, sungai, danau, bandar udara, dan jaringan rel KA); jalan tol dan jembatan tol; pengairan (air baku); air minum (sarana pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan instalasi pengolahan); sampah dan air limbah; jaring an telekomunikasi; listrik (pembangkit, transmisi, dan
distribusi); migas (pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan distribusi). “Sesuai Infrastructure Summit 2005, sepanjang periode 2005–2009 membutuhkan investasi sekitar US$145 miliar,” ujarnya. Untuk itu, pihaknya menjamin bahwa pelaksanaan kerjasama dalam Perpres No 67 tahun 2005 mengedepankan prinsip keadilan, keterbukaan, transparan, bersaing, bertanggung-gugat, saling menguntungkan dan mendukung. Apalagi, tata cara pengadaan badan usaha yang terlibat dalam proyek kerjasama dilaksanakan dengan sistem terbuka. Pertama, melalui pelelangan umum. Kedua, pemerintah membentuk panitia pengadaan. Ketiga, penetapan pemenang lelang didasarkan pada rekomendasi panitia pengadaan. Keempat, rincian pelaksanaan dijelaskan lebih lanjut dalam Lampir an Perpres 67/2005. Dalam melaksanakan KPS, Menurut Yudo, Pemda juga memiliki tugas dan wewenang. Pertama, Pemda menjadi penanggungjawab pelaksanaan proyek yang cakupannya di daerah. Kedua, melakukan identifikasi, penetapan, dan penyiapan proyek yang akan dikerjasamakan. Ketiga, mengevaluasi proposal proyek atas prakarsa badan usaha. Keempat, menetapkan besarnya pertambahan nilai (bonus) dan kompensasi hak intelektual bagi badan usaha. Kelima, melaksanakan pengadaan melalui lelang, membentuk Panitia Lelang, dan menetapkan pemenang berdasarkan rekomendasi Panitia Lelang. Keenam, menetapkan tarif dan mekanisme penyesuaiannya. Ketujuh, menetapkan kompensasi tarif untuk proyek yang mempunyai kepentingan sosial berdasarkan hasil lelang. Kedelapan, mengkaji, mengelola risiko, dan menyetujui atau menolak usulan pemberian Dukungan Pemerintah. Kesembilan, melaksanakan negosiasi dan menanda-
tangani Perjanjian Kerjasama. Kesepuluh, menge luarkan Izin Pengusahaan. Selain mensosialisasikan Perpres Nomor 67 Tahun 2005, acara ini juga mensosialisasikan beberapa regulasi lain. Antara lain, Peraturan Pemerintah tentang air minum yang disampaikan oleh Amri Dharma dari BPPSPAM, Siklus Proyek KPS oleh Eko Wiji Purwanto dari Direktorat PKPS, Manajemen Risiko dan Dukungan Pemerintah Dalam Proyek KPS oleh Dadang Jusron dari Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Departemen Keuangan. Serta, Bentuk-Bentuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PPP Modalities) oleh Anto dari Konsultan FRSDP. Berdasarkan hasil pemaparan dan diskusi selama acara disimpulkan beberapa hal. Pertama, adanya peraturan daerah yang belum sinkron de ngan regulasi yang dibuat pemerintah pusat. Kedua, regulasi yang sudah dibuat pemerintah pusat belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh Pemda dan swasta sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan penyiapan proyek PPP. Ketiga, semua permasalahan di daerah akan dibahas lebih lanjut di tingkat pusat.
sesuai infrastructure summit 2005, sepanjang periode 2005-2009 membutuhkan investasi US$145 miliar 23
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
sorot
Sejak Lama, AS Bangun Tol
Bermitra Swasta
Melibatkan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur jalan tol di Amerika Serikat (AS) sudah terjadi sejak tahun 1794. Semua pembiayaan jalan tol, yang
Penetapan tarif tol merupakan otoritas pemerintah di Florida, Amerika Serikat
24
merupakan sejarah jalan tol pertama di AS, murni didanai oleh pihak swasta. Keterlibatan pihak swasta ini terus berlangsung hingga tahun 1937. Kemudian, untuk selanjutnya, pemerintah ikut berperan mensinkronkan peran swata dalam pemba ngunan jalan bebas hambatan ini. Dikutip dari Majalah Governing, peran aktif pemerintah AS dalam hal pembiayaan ini mengikuti sekaligus membantu kelancaraan pembangunan tol, sehingga jalan bagi penduduk PhiladelphiaLancaster Turnpike dan sekitarnya semakin cepat
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
Beberapa Negara Bagian di Amerika Serikat ikut ambil bagian dalam pembangunan tol dengan kerjasama yang melibatkan pihak swasta. Tidak hanya pembangunannya, namun hingga pada tahap pengelolaan jalan tol. terpenuhi dan bisa digunakan serta dilalui oleh penduduk sekitarnya. Keterlibatan pemerintah ini diikuti oleh Negara Bagian Florida yang sedang membangun I-595 Expressway dengan menelan biaya US$1,8 miliar. Pembiayaan dari sektor swasta yang dipimpin ACS Infrastructure Development ini menggunakan skema availability payment yang merupakan model dari pembiayaan yang sangat populer di Eropa. Usai pembangunannya, selama 35 tahun, pemerintah membayar penggantiannya kepada konsorsium tersebut lebih dari US$1,8 miliar dan melanjuti pengelolaannya. Artinya, penetapan tarif merupakan otorita tunggal pemerintah, di samping Pemerintah Florida mempertahankan keseimbangan beban biaya jalan tol yang direncana akan selesai tahun 2014 itu. Sama halnya pembangunan di negara bagian Amerika lainnya, yakni Maryland. Maryland kini dalam tahap pembangunan Intercounty Connector (IC) yang merupakan tol pertama timur-barat jalan raya di pinggiran utara Washington DC. Ditargetkan, pembangunan IC menghabiskan dana sebanyak US$2,6 miliar. Dana tersebut diambil dari kendaraan bermotor pada jam sibuk. Selanjutnya usai pembangunan tol tersebut pemerintah Maryland berupaya mempertahankan keberadaan tol tersebut, sehingga pendapatan didapatkan 100 persen dari tarif tol tersebut. Yang tak kalah besar dalam hal tol ini yang memakan dana besar dalam pembangunannya di negara bagian AS lainnya adalah Virginia yang sedang mem-
bangun I-495 HOT Lanes. Dana yang dibutuhkan dalam pembangunan tol ini sebanyak US$1,9 miliar. Virgia bermitra dengan swasta untuk memperluas I-495 dan seperlima besarnya biaya proyek yakni US$400 juta ditanggung Pemerintah Virginia. Skema pembiayaan I-495 dari sektor swasta ini tidak berhenti pada pembangunannya saja, sampai pemeliharaan jalan pun dikelola oleh dua perusahaan swasta, yaitu Fluor dan Trans urban. Artinya, semua tidak lepas daripada persetujuan antara pemerintah dengan swasta. Salah satu kesepakatan dengan Virginia yakni pemeliharaan tersebut kontrak selama 75 tahun dari pendapatan tol tersebut. Swasta memegang penuh atas penetapan tarif tol, namun Virginia tetap mempertahankan 30 persen dari pendapatan tol. Lain halnya di Texas, Texas bermitra dengan per usahaan swasta yang berge rak di bidang infrastruktur dan mampu membiayai hingga US$1,4 miliar hingga pemeliharaan dan pengelolaannya. Selain itu, untuk melanjutkan kemitraannya dua perusahaan swasta, Zachry American Infrastructure dan Cintra (perusahaan dari Spanyol), yang membangun State
Highway 130 tersebut membayar uang sewanya dimuka sebesar US$26 juta selama 50 tahun ke depan kepada Texas. Untuk memicu pertumbuhan produk domestik dari segi transportasi pemerintah juga ikut mengontrol kenaikan tarif tol. Kesepakatan antara pemerintah pun tidak mutlak mengikuti kemauan dari investor. Adapun yang dihasilkan dari kesepakatan kedua belah pihak tersebut, jika swasta atau investor tidak mampu melunasi perjanjian dan penyelesaian pembangunan tol hingga 2012, maka peme rintah akan mengambil alih termasuk melunasi utang hingga menyelesaikan pembangunan tol tersebut. Belajar dari negara-negara bagian Amerika Serikat ini, dikutip dari Governing, Washington sudah membuka akses jalan bebas hambatan ini pada November 2007. California telah menyelesaikan pembangunan jalan arah selatan San Diego dengan bekerjasama pengembang infrastruktur dari Australia. Pengelolaan dan pemeliharaan South Bay Expressway pun bermitra antara pemerintah dengan swasta.
pembiayaan sektor swasta tidak terhenti pada pembangunan saja
25
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
INFO KPS Update Proyek KPS Yang Dibantu Oleh PDF-IRSDP per Desember 2009 NO 1
Integrated Solid Waste Final Disposal and Treatment Facility for Greater Bandung Area – West Java
2
Integrated Solid Waste Final Disposal and Treatment Facility for Bogor and Depok Area – West Java
3
Consolidated Urban Development for Krueng Aceh River, Banda Aceh
4
5
6
7
26
NAMA PROYEK
STATUS • Dalam proses penyiapan pengadaan konsultan untuk bantuan penyiapan proyek (PDF)
• Dalam proses penyiapan pengadaan konsultan untuk bantuan penyiapan proyek (PDF)
• Dalam proses pengadaan konsultan untuk bantuan penyiapan proyek (PDF)
Potable Water Project Kab. Maros, Sulawesi Selatan
• Konsultan bantuan penyiapan proyek PDF telah dimobilisasi untuk penyiapan Pra FS
Gedebage Integrated Terminal, Kota Bandung (Terminal Terpadu Gedebage-Kota Bandung)
• Dalam proses pengadaan konsultan untuk bantuan penyiapan proyek (PDF)
PLTU Jawa Tengah
• Pra-kualifikasi sudah dilaksanakan (7 perusahaan lolos PQ) • Saat ini masih menunggu ijin prinsip dukungan pemerintah agar bisa melanjutkan proses tender
Pre-Feasibility Study and TAS for The Margagiri-Ketapang Ferry Project
8
Peningkatan Penyediaan Air Bersih, Kota Palu
9
Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Bersih dan Perpipaan, Kabupaten Lamongan
10
Pembangunan System Penyediaan Air Minum, Kota Serang
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009
• Konsultan PDF sudah dimobilisasi untuk FS dan mereview lokasi pengganti pelabuhan
• Proses penyiapan pengadaan konsultan untuk bantuan penyiapan proyek (PDF)
11
Kertajati West Java International Airport
12
Cruise Ship Terminal Tanah Ampo – Kab. Karang Asem, Bali
13
Pembangunan Terminal Kargo Pekan Baru, Riau
14
Pembangunan Terminal Terpadu Multimoda Karya Jaya, Palembang
15
16
Malioboro Area Development
Sanitasi Komunal dan IPLT Rumah Susun Kota Palembang
• Dalam proses persiapan pengadaan konsultan bantuan penyiapan proyek (PDF)
• Dalam proses pengadaan individual konsultan untuk bantuan transaksi proyek (PDF)
• Dalam proses persiapan pengadaan konsultan bantuan penyiapan proyek (PDF)
• Dalam proses persiapan pengadaan konsultan bantuan penyiapan proyek (PDF)
• Bappenas telah mengeluarkan surat persetujuan untuk memberikan bantuan penyiapan proyek pada Tanggal 26 November 2009 • Saat ini dalam proses persiapan pengadaan konsultan bantuan penyiapan proyek (PDF)
• Bappenas telah memberikan surat persetujuan atas usulan proyek tersebut pada Tanggal 26 Mei 2009 • Sampai saat ini pemerintah daerah kota Palembang belum memberikan data-data awal terkait dengan rencana pembangunan sanitasi komunal dan IPLT rumah susun
27
Desember 2009 [Kerjasama Pemerintah & Swasta] KPS
INFO KPS
28
KPS [Kerjasama Pemerintah & Swasta] Desember 2009