PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA KENDARI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo
OLEH ISHAR C1A110018
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015 i
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo, atas: : PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Judul
PADA
DINAS
PENDAPATAN
DAERAH
KOTA
KENDARI Nama
: ISHAR
No. Stambuk
: C1A110018
Jurusan
: Ilmu Administrasi Kendari,
Juli 2015
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. H. Mustakim, M.Si. NIP. 19570715 198403 1 001
Sartono, S.Sos.,M.Si. NIP. 19690514 199202 1 001 Mengetahui:
Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Koordinator Program Studi Administrasi Negara
Dr. Adrian Tawai, S.Sos.,M.Si. NIP. 19801014 200801 1 001
Dr. H. Muh. Amir, M.Si. NIP. 19630316 198903 1 001 ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI Judul: PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA KENDARI Disusun Oleh: ISHAR C1A1 10 018 Telah diperiksa dan dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Administrasi Negara, pada tanggal 14 Juli 2015 dan dinyatakan telah memenuhi syarat serta dinyatakan lulus. PANITIA UJIAN Ketua
: Drs. H. Mustakim, M.Si.
(.................................. )
Sekretaris : Sartono, S.Sos.,M.Si.
(.................................. )
Anggota
(.................................. )
: 1. Drs. Abdul Salam Rasak, M.Si. 2. Sahrun, SE.,M.Si.
(.................................. )
3. Dr. H. Muh. Amir, M.Si.
(.................................. )
4. Dr. Adrian Tawai, S.Sos.,M.Si.
(.................................. ) Kendari,
Juli 2015
Disahkan Oleh: Dekan FISIP UHO
Dr. Bahtiar, M.Si. NIP. 19640919 199103 1 001
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli, merupakan hasil karya sendiri, tidak pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di perguruan tinggi manapun, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam skripsi ini dan disebutkan sumber kutipan dan daftar pustakanya. Apabila di kemudian hari ditemukan bahwa dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan adanya unsur-unsur plagiasi, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Sarjana) dibatalkan, serta diproses menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kendari, Juli 2015 Penulis,
ISHAR NIM. C1A1 10 018
iv
ABSTRAK
ISHAR (2015). ”Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari”. Pembimbing: (1) Mustakim, (2) Sartono Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimana Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari? (2) Bagaimana kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari? Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui bagaimana pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari, (2) untuk mengetahui bagaimana kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari. Penelitian ini dilakukan pada kantor Pemerintah Kota Kendari yang khususnya dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari yang berlokasi di kota Kendari. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian ini adalah mulai bulan November 2014 sampai dengan selesai. Populasi dalam penelitian ini adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan data. Populasi penelitian adalah Seluruh Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari. Sampel penelitian yaitu Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari yang mengurusi bidang Pajak Bumi dan Bangunan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Lapangan (Field Research) dan Penelitian Kepustakaan (Library Research). Analisa data dilakukan dengan mengemukakan hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan membahas pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari. Kesimpulan penelitian ini adalah: pengelolaan pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kendari dilakukan melalui pendaftaran, pendataan, penilaian, penetapan dan penagihan. Melalui pengelolaan yang baik, maka Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat memberikan kontribusi rata-rata sebesar 10,38% terhadap Pendapatan Daerah pada Pemerintah Kota Kendari.
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan taufik-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai seperti sekarang ini.Penulis menghadapi hambatan selama penyusunan skripsi ini, berkat doa dan dorongan dari berbagai pihak, hambatan tersebut dapat diatasi. Pada kesempatan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ayahanda tercinta Rasyid Abdul Gani dan Ibunda Marwia Ibrahim Dg. Mangati yang telah memberikan motivasi dan semangat, juga kepada saudara-saudariku tercinta, Ayu Rasmi, Sebriyanto, Firda, dan Prima yang telah memberikan dukungan selama ini. Selanjutnya penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Mustakim, M.Si., selaku Pembimbing I dan Bapak Sartono, S.So.,M.Si., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang langsung maupun tidak langsung membantu penulis, terutama kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S., selaku Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Bapak Dr. Bahtiar, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. 3. Bapak Dr. Adrian Tawai, S.Sos.,M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo.
vi
4. Bapak Dr. H. Muh. Amir, M.Si. selaku Koordinator Program Studli Administrasi Negera Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. 5. Bapak/Ibu Dosen serta Staf Administrasi jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. 6. Bapak/Ibu Dosen serta Staf Administrasi dalam lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. 7. Teman-teman angkatan 2010 pada Jurusan Ilmu Administrasi, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya. Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis pada khususnya. Kendari, Juli 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ PERNYATAAN KEASLIAN........................................................................ ABSTRAK ...................................................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... BAB
i ii iii iv v vi viii x
I
PENDAHULUAN........................................................................ 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian..................................................................
1 1 5 6 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Pajak ...................................................................................... 2.1.1. Pengertian Pajak .......................................................... 2.1.2. Fungsi Pajak ................................................................ 2.1.3. Syarat Pemungutan Pajak ............................................ 2.1.4. Pengelompokan Pajak.................................................. 2.1.5. Sifat Perpajakan ........................................................... 2.1.6. Sistem Pemungutan Pajak ........................................... 2.2. Pajak Bumi dan Bangunan ..................................................... 2.2.1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan ........................ 2.2.2. Objek Pajak.................................................................. 2.2.3. Subjek Pajak ................................................................ 2.2.4. Tarif Pajak ................................................................... 2.2.5. Cara Menghitung PBB................................................. 2.5.6. Bagi Hasil Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 2.3. Pendapatan Daerah................................................................. 2.3.1. Pendapatan Asli Daerah............................................... 2.3.2. Dana Perimbangan....................................................... 2.3.3. Lain-Lain Pendapatan yang Sah .................................. 2.4. Pengelolaan PBB.................................................................... 2.5. Kerangka Penelitian ...............................................................
7 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 19 21 23 23 23 24 27 29 30 33
BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................... 3.1. Lokasi Penelitian .................................................................... 3.2. Populasi dan Sampel ............................................................. 3.2.1. Populasi ....................................................................... 3.2.2. Sampel ........................................................................
35 35 35 35 35
viii
3.3. Jenis Penelitian ...................................................................... 3.4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 3.5. Definisi Konsep dan Operasional Variabel ........................... 3.5.1. Definisi Konsep .......................................................... 3.5.2. Operasional Variabel .................................................. 3.6. Analisa Data ........................................................................... BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ..................................................................... 4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 4.1.2. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari .............................................................................. 4.1.3. Visi dan Misi serta Arah dan Kebijakan Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari ..................................... 4.1.4. Perencanaan Strategik Dinas Pendapatan Kota Kendari .............................................................................. 4.1.5 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Kendari ................................................. 4.1.6 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Dinas Pendapatan Daerah ........................................................... 4.2. Pengeolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari...................................... 4.2.1. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kendari ................................................ 4.2.2. Pengeolaan Piutang PBB .................................................. 4.3. Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Daerah Kota Kendari......................................
BAB V
35 36 37 37 38 39
40 40 45 46 46 49 51 61 71 77 82
PENUTUP 5.1. Kesimpulan ............................................................................ 5.2. Saran .....................................................................................
91 93
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
95
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.l Operasionalisasi Variabel, Indikator Variabel, Sub Indikator Variabel ........................................................................... Tabel 4.l Target dan Realisasi Penerirnaan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Kendari dari Tahun Anggaran 2010 s/d Tahun Anggaran 2014 (dalam Rupiah)........................................... Tabel 4.2 Persentase Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari 2010 s/d Tahun Anggaran 2014 (dalam Rupiah) ......................................................
x
38 83 87
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemerintah adalah entitas masyarakat dalam suatu negara yang diberi kewenangan untuk menjalalankan pemerintahan. Pelaksanaan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan adanya beberapa unsur pendukung, salah satunya adalah tersedianya dana yang memadai. Sebab tanpa dukungan dana, semua program pemerintah tidak akan dapat dilaksanakan dan itu berarti fungsi pemerintah dalam suatu negara tidak dapat berjalan secara optimal. Dana yang digunakan untuk pembiayaan penyelenggarakan pemerintahan pusat dan daerah adalah APBN dan APBD. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dibiayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang dikonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah daerah dan/atau dalam rangka tugas pembantuan. Sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah dibiayai dari APBD. Pelaksanaan
otonomi
daerah
di
Indonesia
dimulai
dengan
ditetapkannya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini merupakan perwujudan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab 1
2
kepada daerah secara proporsional diwujudkan dalam bentuk pembagian, pemanfaatan
sumber
daya
nasional
yang
berkeadilan
serta
adanya
pemerintah
daerah
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam
rangka
pelaksanaan
kewenangan
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efektif, efesien, termasuk
kemampuan
perangkat
daerah
meningkatkan
kinerja,
mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasnya maupun kepada publik/masyarakat. Kota Kendari adalah salah satu Kota di provinsi Sulawesi Tenggara yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan pembangunan dan pendapatan daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakankebijakan yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah daerah Kota Kendari,
3
pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara, maupun oleh pemerintah pusat. Adapun upaya peningkatan daerah tersebut adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah melalui penerimaan pajak. Pajak memiliki potensi untuk memberikan sumbangan pendapatan asli daerah yang besar, salah satu sektornya adalah Pajak Bumi dan Bangunan. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan akan besar bila objek pajak dikelola secara maksimal melalui pemungutan yang lebih ketat dan teliti. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Pemerintah Daerah diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur rumah tangga sendiri melalui sistem otonomi daerah. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom ataupun berotonom yaitu yang terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengolah dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah, sehingga Pendapatan asli Daerah (PAD) khususnya pajak dan retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan yang terbesar. Salah satu sumber PAD berasal dari pajak daerah. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan guna pembiayaan daerah sebagai badan hukum publik yang diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dimana pajak daerah terbagi menjadi dua jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pajak provinsi terdiri dari: pajak kendaraan dan kendaraan di atas air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air, pajak bahan bakar
4
kendaraan bermotor, dan pajak pengambilan dan pemanafaatan air bawah tanah dan air permukaan. Sedangkan pajak kabupaten/kota terdiri dari: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C, dan pajak parkir. Masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah daerah adalah masih lemahnya kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. Dimana pendapatan daerah suatu Kota tergantung pada besarnya pajak yang diterima daerah. Salah satu sumber perolehan pendapatan daerah yang berasal dari sektor pajak adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sumber dana atau tabungan pemerintah serta penerimaan devisa bagi pemerintah daerah, dan merupakan salah satu unsur penerimaan negara di bidang perpajakan. Dengan demikian keberadaan PBB cukup diperhitungkan dalam penambahan peningkatan pendapatan daerah. Selain itu tiap tahunnya akan terus ada penambahan jumlah bumi dan bangunan yang didirikan, yang berdampak pada meningkatnya jumlah obyek PBB yang dikenakan atas perolehan manfaat yang dirasakan oleh subyek pajak bumi dan bangunan. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tiap tahun mengalami peningkatan dan memberikan pemasukan yang cukup besar terhadap Pajak Daerah Kota Kendari, seperti ditunjukkan pada tabel berikut.
5
Tabel 1. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Kendari Tahun 20102013 No
Tahun
PBB
1 2 3 4
2011 2012 2013 2014
35,356,327,826.00 39,210,684,684.00 49,275,558,141.00 54,153,426,815.00
Pajak Daerah Kota Kendari 86,401,737,608.50 94,994,040,539.00 113,520,005,817.25 121,875,210,333.75
% 40.92 41.28 43.41 44.43
Tabel di atas menunjukkan bahwa selama kurun waktu 4 tahun, Pajak Bumi dan Bangunan memberikan kontribusi persentase yang besar terhadap penerimaan Pajak Daerah Kota Kendari. Pajak bumi dan bangunan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah untuk membiayai penyelenggaaraan pemerintahan
daerah
untuk
meningkatkan
pemerataan
kesejahteraan
masyarakat. Kontribusi yang dihasilkan dari pajak bumi dan bangunan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah di Kota Kendari pada tahun 2013 adalah Rp. 54,153,426,815.00 dan ditingkatkan pada tahun 2014 menjadi Rp. 56,861,098,155.75. Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan dengan judul: “Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari” 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari?
6
2. Bagaimana kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari. 2. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah tentang Pemerintah Daerah terutama mengenai pengelolaan pajak bumi dan bangunan serta hubungannya dengan pendapatan daerah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi kepada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari tentang pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan guna membantu manajemen dalam pengambilan keputusan. 3. Sebagai referensi bagi peneliti yang tertarik dalam topik Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pajak Pajak merupakan gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri. Sedangkan Negare adalah masyarakat yang mempuuyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat yang masingmasing diperlukan biaya. Biaya hidup individu menjadi beban dari individu yang bersangkuntan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara dan seterusnya dan harus dibiayai dari penghasilan negara. Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak dan/atau dari hasil kekayaan alam yang ada dalam negara itu (natural resources). Dua sumber itu merupakan sumber yang terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi dimana ada kepentingan masyarakat, disitu timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa kepentingan umum. Pungutan pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan 7
8
individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pengeluaran-pengeluaran pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar pajak maupun tidak. 2.1.1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemahamidjaja yang kemudian dikutip oleh Suandy (2005:10) adalah sebagai berikut: "Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan normanorma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umumt”. Pengertian pajak meurut Smeets yang kemudian dikutip oleh Suandy (2005:10) adalah sebagai berikut: "Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan kepada lembaga atau individu, yang berfungsi untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Sedangkan pengertian pajak menurut Soemitro yang kemudian dikutip oleh Mardiasmo (2006:1) adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi). Yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat digunakan untnk membayar pengeluaran umum".
9
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Pajak peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah. b. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta atuan pelaksanaannya sehingga dapat dipaksakan. c. Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
ditunjukkan
adanya
kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah. d. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. e. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. f. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah. g. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung. 1. Fungsi Pajak Agar pelaksanaan pajak dapat berjalan dengan baik, maka pajak memiliki fungsi. Dimana fungsi pajak menurut Mardiasmo (2006:1) dibagi menjadi dua, yaitu: a. Fungsi bugetair (anggaran), adalah pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
10
b. Fungsi regulerend (mengatur), adalah pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. 2.1.2. Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:2) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis) c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Berdasarkan syarat pemungutan pajak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. UndangUndang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangaa diartaranya mengenakan pejak secara umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengaiukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
11
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. c. Tidak mergganggu perekononrian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh menggangu kelancaran kegiaran produksi maupun
perdagangan
sehingga
tidak
menimbulkan
kelesuan
perekonomian masyarakat. d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-Undang perpajakan yang baru. 2.1.3. Pengelompokan Pajak Pembagian pajak rnenurut Mardiasmo (2006:5) dapat dilakukan berdasarkan
golongan,
wewenang
pemungut,
maupun
sifatnya.
Berdasarkan golongannya pajak dibagi meujadi dua yaitu: a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
12
Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua yaitu: a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau herdasarkan pada subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Menurut lembaga pemungutnya atau berdasarkan wewenangnya pajak dibagi menjadi dua yaitu: a. Pajak pusat, yaitu yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas: (a) Pajak daerah TK. I (propinsi) dan (b) Pajak daerah TK. II (Kota/Kabupaten) 2.1.4. Sifat Perpajakan Menurut Suparmoko (2000:56) sebagai sumber pendapatan pajak harus memenuhi Smith's Canons yang meliputi: a. Unsur Keadilan (eqatry) b. Unsur Kepastian (certainly) c. Unsur Kelayakan (convenience) d. Efisien (ecanoruy) e. Unsur Ketetapan (dequacy) Dari kelima sifat perpajakan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
13
a. Unsur Keadilan (equity) Yang dimaksud dengan keadilan dalam perpajakan adalah bahwa pajak harus adil secara vertikal maupun horizontal. Adil secara vertikal artinya pajak harus dikenakan sedemikian rupa sehingga dirasakan adil di antara berbagai tingkat atau golongan pendapatan yang berbeda. Sedangkan adil secara horizontal artinya pajak dikenakan sedemikan rupa sehingga dirasakan adil di antara berbagai sektor yang berbeda pada tingkat atau golongan pendapatan sama. b. Unsur Kepastian (certainty) Yang dimaksud unsur kepastian adalah bahwa pajak hendaknya dikenakan secara jelas, pasti dan tegas kepada setiap wajib pajak. c. Unsur Kelayakan (convenience) Yang dimaksud dengan unsur kelayakan dalam memungut pajak adalah bahwa wajib pajak harus dengan senang hati membayar pajak kepada pemerintah karena pajak yang dibayarnya layak dan tidak memberatkan wajib pajak. d. Efisien (economy) Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak melebihi pemasukan pajaknya. e. Unsur Ketetapan (adequacy) Yang dimaksud dengan unsur ketetepatan bahwa pajak tersebut dipungut tepat pada waktunya.
14
2.1.5. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2006:7) terdiri dari: a. Official Assessment System b. Self Assessment System c. With Holding System Berdasarkan ketiga sistem pemungutan pajak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Cri-cirinya adalah: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2) Wajib pajak bersilat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah: 1) Wewenang untuk rnenentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.
15
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang teutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk mementukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. 2.2. Pajak Bumi dan Bangunan Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah UndangUndang No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1994. Sedangkan asas Pajak Bumi dan Bangunan menurut Mardiasmo (2006:295) adalah sebagai berikut: 1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan. 2. Adanya kepastian hukum. 3. Mudah dimengerti dan adil. 4. Menghindari pajak berganda. 2.2.1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Pengertian bumi menurut Mardiasmo (2006:295) adalah sebagai berikut: Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yarg ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman
16
(termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serla laut wilayah Republik Indonesia. Pengertian bangunan menurut Mardiasrno (2006:295) adalah sebagai berikut: Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan. b. Jalan tol. c. Kolam renang. d. Pagar mewah. e. Tempat olahraga. f. Galangan kapal, dermaga. g. Taman mewah. h. Tempat penampungan kilang minyak, air dan gas, pipa minyak. i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaann merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaraa Pajak Bumi dan Bangunan.
17
1. Objek Pajak Yang dimaksud dengan objek pajak yang dimiliki atau dikuasai atau digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, Mardiasmo (2006:297) diantaranya: a. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan. b. Klasifikasi bumi dan bangunan c. Pengecualian objek pajak d. Objek pajak yang digunakan oleh negara e. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak KenaPajak (NJOPTKP) Dari kelima objek pajak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Yang menjadi objek pajak pada PBB adalah bumi dan/atau bangunan. b. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang. c. Pengecualian objek pajak Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang: 1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain: a) Di bidang ibadah. b) Di bidang kesehatan. c) Di bidang pendidikan.
18
d) Di bidang sosial. e) Di bidang kehudayaan nasional. 2) Digunakan untuk kuburan, peniggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu. 3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang helum dibebani suatu hak. 4) Digunakan
oleh
perwakilan
rakyat,
diplomatik,
konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik. 5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi Internasional, yaitu antara lain: a) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) b) Badan-badan Internasional dari PBB c) Kerjasama teknik bilateral d) Colombo Plan e) Kerjasama kebudayaan f) Organisasi ASEAN 6) Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelengaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 7) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKPJ ditetapkan sebesar Rp. 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak,
19
yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP. Menteri Keuangan diberi wewenang
untuk
menentukan
besarnya
NJOPTKP
dengan
mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum objek pajak setiap tahunnya. 2. Subjek Pajak Menurut Mardiasmo (2006:300) yang menjadi subjek pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah: a. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran atau pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. b. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak. c. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1 sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menentukan subjek wajib pajak apabila suatu objek pajak belum jelas wajib pajaknya. d. Subjek yang ditetapkan sebagaimaua dimaksud dalam No. 3 dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak yang dimaksud.
20
e. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no. 4 disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan pendapatan sebagai wajib pajak sebagaimana dalam no. 3 dalam jalgka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan di maksud. f. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya. g. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dalam No. 4 Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui. Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak. 2.2.2. Tarif Pajak Mardiasmo (2006:301) menjelaskan bahwa Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (limaper sepuluh persen). Berdasarkan tarif pajak tersebut maka dasar pengenaan pajak adalah sebagai berikut: a. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak.
21
b. Besarnya nilai objek pajak yang ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya, c. Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak. d. Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan peraturan pemeriutah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. Pada dasarnya penetapan Nilai JuaI Objek Pajak adalah 3 tahun sekali. Namun demikian untuk daerah terentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan kenaikan nilai jual objek pajak cukup besaf, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkau nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan asas self assessment. Yang dimaksud Nilai Jual Kena Pajak (assessrnent value) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu membebani wajib pajak di daerah pedesaan, tetapi dengan tetap memperhatikan penerimaan, khususnya bagi Pemerintah Daerah, maka telah ditetapkan besarnya persentase untuk menentukan besamya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu:
22
a. Sebesar 40% dan NJOP untuk: 1) Objek Pajak perkebunan; 2) Objek Pajak kehutanan; 3) Objek Pajak lainnya, yang wajib Pajaknya perorangan dengan NJOp atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). b. Sebesar 20%, dari NJOP untuk: 1) Objek Pajak Pertambangan 2) Objek
Pajak
lainnya
yang
NJOP-nya
kurang
dari
Rp.
1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah). 2.1.3. Cara Menghitung PBB Agar pembayaran PBB dapat berjalan dergan baik sesuai dengan ketentuan pembayarannya, maka menurut Mardiasmo (2006:302) cara penghitungan PBB dapat dilakukan dengan rumus berikut: PBB
= Tarif Pajak x NJKP = 0,5% x [Persentase NJKPx (NJOP-NJOPTKP)]
2.1.4. Bagi Hasil Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebagaimana dimaksud dalam UU No. 33 tahun 2004 pasal 11 ayat (2), dibagi antara daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan pemerintah
pusat. Menurut
Mardiasmo (2006:302) adalah sebagai berikut: Dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut:
23
a. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Umum Daerah provinsi. b. 64,8% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Kota. c. 9% untuk biaya pemungutan Dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebesar 10% dibagikan kepada seluruh daerah kahupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: 1) 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota. 2) 3,5% dibagikan secara intensif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai atau melampaui rencana penerimaan sektor tertentu. 2.3. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah menurut Ketentuan Urnum Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 poin 15 adalah: "Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sedangkan pendapatan menurut Abdul HaIim (2004:69) adalah: "Pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan".
24
Atau dengan kata lain pendapatan daerah merupakan semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Struktur pendapatan daerah terdiri dari: a. Fendapatan Asli Daerah. b. Dana Perimbangan. c. Lain-lain Pendapatan yang Sah. 2.3.1. Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut: "Pendapatan AsIi Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peratnran perundarg-undangan". Sedangkau Pendapatan Asli Daerah menurut Abdul Halim (2004:267) adalah: “Pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah". Berdasarkan pengertian PAD tersebut menurut Abdul Halim (2004:67) kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat Jenis Pendapatan, yaitu: a. Pajak Daerah. b. Retribusi Daerah.
25
c. Hasil Perusahaan milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan. d. Lain-lain PAD yang Sah Dari keempat jenis pendapatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pajak Daerah Menurut Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang N4.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikemukakan bahwa: “Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Jenis-jenis pajak daerah adalah: 1) Pajak hotel 2) Pajak restoran dan rumah makan 3) Pajak hiburan 4) Pajak reklame 5) Pajak penerangan jalan 6) Pajak bahan galian golongan C
26
b. Retribusi Daerah Pasal 1 ayat 26 Undang-Undang No.34 Tahun 2010 yaitu Perubahan Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah menyatakan retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi, yaitu: “Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan''. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1) Bagian laba atas penyertaan modd pada perusahaan milik daerah atau BUMD. 2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan miiik pemerintah atau BUMN. 3) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. d. Lain-lain pendapatan yang sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lainlain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan.
27
2) Jasa giro. 3) Pendapatan bunga 4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah. 5) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 6) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 7) Pendapatan denda pajak. 8) Pendapatan denda retribusi. 9) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah. 10)Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan. 11)Pendapatan dari pengembalian. 12)Fasilitas sosial dan fasilitas umum. 13)Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14)Pendapatan dari angsuran atau cicilan penjualan. 2.3.2 Dana Perimbangan Dana perimbangan menurut Abdul Halim (2004:69) merupakan “Dana yang bersumber dari dana penerimaan Anggaran Pendapatan dau Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
28
a. Dana bagi hasil Bagi hasil pajak terdiri dari: 1) Bagi hasil pajak, terdiri dari atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan pasal 21. 2) Bagi hasil bukan pajak, terdiri atas Provinsi Sumber daya Hutan (PSDH), pemberian hak atas tanah negara, landrent, dan penerimaan dari iuran eksplorasi. b. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk
membiayai
kebutuhan
pengeluarannya
dalam
rangka
pelaksanaan desentralisasi. Estimasi untuk perhitungan anggaran DAU dihitung berdasarkan UU No.25 Tahun 1999 dan PP No.104 Tahun 2000. c. Dana Alokasi Khusua (DAK) Dana alokasi khusus yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah unfuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Berdasarkan pasal 19 ayat 1 PP No.104 Tahun 2000 tentang data perimbangan, disebutkan bahwa DAK dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN.
29
2.3.3. Lain-Lain Pendapatan yang Sah Menurut Abdul Halim (2004:69) sebelum munculnya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, "Pendapatan ini diklasifikasikan dalam Dana Perimbangan". Dengan adanya Kepmendagri tersebut, pendapatan ini digolongkan
tersendiri.
Kelompok
Pendapatan
ini
meliputi
jenis
Pendapatan berjkut: a. Bantuan Dan Kontijensi/Penyeimbang dari Pemerintah. b. Dana Darurat, Menurut Permendagri No.13 Tahun 2005 mengenai kelompok lainlain pendapatan yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup: a. Hibah,
berasal
badan/lembaga
dmi
pemerintah,
organisasi
swasta
pemerintah dalam
daerah
negeri,
lainnya, kelompok
masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/ atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. b. Dana darurat, dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban atau kerusakan akibat bencana alam. c. Dana bagi hasil pajak dari pemerintah dari provinsi kepada kabupaten/kota. d. Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah. e. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
30
2.4. Pengelolaan Pajak Bumi Bangunan Pengelolaan dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengelola; proses melakukan kegiatan tertentu dengan mengerakkan tenaga orang lain; proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; proses yang memberikan pengawasan dan pencapaian tujuan sebagai perangkat unsur yang secara teratur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yang teratur. Dengan demikian pengelolaan Pajak Bumi Bangunan dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: (Marihot Siahaan, 2005 : 317 -319) a. Pemungutan Pemungutan
pajak
adalah
suatu
rangkaian
mulai
dari
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya (Prakosa, 2003:79). Pemungutan Pajak Bumi Bangunan tidak dapat diserahkan kepada pihak yang ketiga, walaupu demikian dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak yang ketiga dalam proses pemungutan pajak antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat kepada wajib pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak terutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak. Pemungutan pajak daerah termasuk salah satunya Pajak Bumi Bangunan dilaksanakan dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipergunakan. Adapun dasar pemungutan
31
pajak daerah adalah: a) Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar; b) Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan; c) Surat tagihan pajak daerah; d) Surat keputusan pembetulan; e) Surat keputusan keberatan; f) Putusan banding. Dalam pengelolaan Pajak Bumi Bangunan, fungsi dari masingmasing seksi yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemungutan pajak Bumi Bangunan dapat dilihat pada bagan berikut:
Seksi Pendataan dan Pemeriksaan Pendataan dan pemeriksaan Pemantauan dan perkembangan
Seksi penagihan Penatausahaan piutang, pembayaran dan tunggakan pajak Penagihan pasif Penerbitan pelunasan
Penyelenggaraan Pemungutan Pajak Bumi Bangunan
Seksi Penetapan Nota perhitungan Penatausahaan Penetapan pajak hiburan
Seksi penatausahaan Dan pendapatan daerah Pembuatan daftar subjek dan objek pajak Pembuatan perhitungan hasil penetapan Proses usul pengukuhan wajib pajak baru
b. Pembukuan Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
32
harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir. Pembukuan atau pencatatan diselenggarakan dengan sebaikbaiknya yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya. Pembukuan yang berhubungan dengan usaha atau perusahaan wajib pajak harus disimpan selama lima tahun. Tata cara pencatatan ditetapkan oleh bupati/ walikota atau pejabat yang ditunjuk. c. Pemeriksaan Pajak Bumi Bangunan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan darah
tentang
Pajak
Bumi
Bangunan.
Pelaksanaan
pemeriksaan
dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh bupati/walikota atau pejabat yang berwenang 2.5. Kerangka Penelitian Pemerintah
daerah
bertanggung
jawab
untuk
melaksanakan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya. Untuk mewujudkan tugasnya tersebut maka pemerintah daerah harus rnemiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai karena untuk pelaksanaan pembangunan daerah itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan pembangunan daerah adalah dari dana perimbangan yang mana salah satunya merupakan dana bagi hasil pajak yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
33
Sehubungan dengan pentingnya sumber keuangan tersebut, menurut Soemitro yang kemudian dikutip oleh Mardiasmo (2006:1) menyatakan bahwa “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kotraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian yang terkandung dalam Pajak Bumi dan Bangunan menurut Mardiasmo (2006:295) adalah sebagai berikut: Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tauah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut wilayah Repuhlik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yaug ditanam atan dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan". PBB merupakan pajak pusat karena dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) termasuk dalam dana perimbangan. PBB juga merupakan azas pembantuan karena dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut: 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas umum daerah provinsi, 64,8% untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas umum daerah kabupaten, 9% untuk biaya pemungutan. Sedangkan sisa 10% bagian pemerintah yang dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan dengan imbangan sebagai berikut: 6,5% dibagikan
34
secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota dan 3,5% dibagikan secara intensif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai atau melampaui rencana penerimaan sektor tertentu. Nominal 64,8% ini memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah. Wajib pajak menyetorkan PBB pada suatu badan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk kemudian dikelola lebih lanjut oleh Kantor Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB). Instansi ini bertanggung jawab pada pemerintah pusat. Dalam penelitian ini akan dibahas pajak bumi dan bangunan yang menitikberatkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan Pajak Bumi Bangunan. Dalam hal ini jika faktor-faktor tersebut berpengaruh baik terhadap pengelolaan Pajak Bumi Bangunan maka pendapatan asli daerah dari sektor pajak akan meningkat. Kerangka pikir penelitian selengkapnya dapat digambarkan seperti bagan berikut ini.
Pengeloloaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari
Pendaftaran
Pendataan
Penilaian
Penetapan
Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari
Penagihan
35
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada kantor Pemerintah Kota Kendari yang khususnya dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari yang berlokasi di kota Kendari. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian ini adalah mulai bulan November 2014 sampai dengan selesai. 3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan data. Populasi penelitian adalah Seluruh Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari. 3.2.2. Sampel Sampel penelitian yaitu Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari yang mengurusi bidang Pajak Bumi dan Bangunan. 3.3. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Pengertian metode deskriptif menwut Moh. Nazir (2003:54) adalah sebagai berikut: Metode desktiptif adalah suatu metode dalarn meueliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari. Data yang penulis kumpulkan 35
36
meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian diolah, dianalisis dan diproses lebih lanjut berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian. Data primer ini diperoleh dengan menggunakan cara: a. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung dengan pejabat yang berwenang yang ada kaitannya dengan objek penelitian, yaitu Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari. Penulis mengumpulkan data mengenai Dinas Pendapatan Daerah untuk memperoleh gambaran secara umum dan masalah khusus yang diteliti. Adapun data yaug diperoleh diharapkan dapat menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan PBB pada Dinas Pendapatan Kota Kendari. b. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap aktivitas Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari yang erat kaitannya dengan dokumen yang dibutuhkan. Data yang dikumpulkan antara lain mengenai pengelolaan PBB dan besarnya Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari.
37
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan PBB, serta literatur/sumber tertulis yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mendapatkan landasan teoritis yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis atas data yang diperoleh dalam penelitian lapangan, sehingga menghasilkan kesimpulan serta saran untuk memecahkan masalah yang ada. 3.5. Definisi Konsep dan Operasional Variabel 3.5.1. Definisi Konsep Defenisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti (Singarimbun, 1993:33). Selain itu tujuan adanya konsep adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti. Maka untuk mendapatkan batasan yang jelas, penulis menggunakan defenisi konsep dalam penelitian ini adalah: a. Pengelolaan adalah kebijakan mengenai perubahan sistem perpajakan yang sesuai dengan perkembangan, tujuan ekonomi, politik dan sosial pemerintah dalam rangka peningkatan penerimaan daerah dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan. Pengelolaan PBB meliputi empat aspek yakni: pendaftaran, pendataan, penilaian, penetapan, dan penagihan.
38
b. Pengelolaan Pajak Bumi Bangunan adalah proses pengelolaan Pajak Bumi Bangunan yang dilakukan dengan kegiatan pengelolaan, yang pertama pemungutan, yaitu suatu rangkaian mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. Kedua pembukuan, yaitu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan. Ketiga pemeriksaan pajak bumi bangunan, yaitu menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan daerah tentang pajak bumi bangunan. 3.5.2. Operasional Variabel Untuk memudahkan pengukuran/pengkajian variabel penelitian, perlu dikemukakan opersionalisasi variabel. Sesuai dengan judul penelitian yang penulis ajukan yaitu Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari, maka operasional variabel penelitian ini dijabarkan pada tabel 3.1. berikut. Tabel 3.l Operasionalisasi Variabel, Indikator Variabel, Sub Indikator Variabel Operasional Sub Indikator Indikator Variabel Pengeloloaan Perencanaan Merencanakan semua proses Pajak Bumi pemungutan pajak sesuai dengan dan Bangunan peraturan perundang-undangan pada Dinas yang berlaku. Pendapatan Pengorganisasian Mengorganisasi Individu atau Daerah Kota lembaga yang akan melakukan Kendari pemungutan pajak bumi dan bangunan. Penggerakan Menggerakan seluruh kemampuan yang ada dalam rangka optimalisasi
39
Pengawasan
pemungutan pajak. Mengawasi seluruh kegiatan yang dilakukan individu maupun lembaga yang berkaitan dengan pengelolaan pajak bumi dan bangunan pada dinas pendapatan daerah kota kendari.
Berkaitan dengan kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari, maka operasional variabelnya dijabarkan seperti tabel berikut. Operasional Variabel Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Indikator Variabel Jumlah Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Jumlah Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Sub Indikator Variabel Target dan Realisasi Penerimaan PBB Pajak Daerah. Retribusi Daerah. Hasil Perusahaan milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan. Lain-lain PAD yang Sah
Skala Pengukuran Rasio
3.6. Analisa Data Analisa data dilakukan dengan mengemukakan hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan membahas pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari.
40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kendari adalah ibu kotaProvinsiSulawesi Tenggara, Indonesia. Kendari diresmikan sebagai kotamadya (kini kota) dengan UU RI No. 6 Tahun 1995 tanggal 27 September1995. Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari berubah menjadi Kota Kendari. Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2003 telah dimekarkan menjadi 10 kecamatan dengan jumlah kelurahan setelah pemekaran pada bulan Oktober 2006 sebanyak 64 kelurahan. Kota Kendari memiliki luas ± 295,89 km² atau 0,70 persen dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara dan merupakan dataran yang berbukit dan dilewati oleh sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Kendari. Kota Kendari terletak di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Wilayah daerahnya sebagian besar terdapat di daratan, mengelilingi Teluk Kendari dan terdapat satu pulau, yaitu Pulau Bungkutoko, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, berada di antara 3º54’30” - 4º3’11” Lintang Selatan dan 122º23’ - 122º39’ Bujur Timur. Wilayah Kota Kendari berbatasan dengan: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan dan Laut Banda 40
41
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Konda dan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe Selatan Terbentuknya Kota Kendari diawali dengan terbukanya Teluk Kendari menjadi pelabuhan bagi para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis yang datang berdagang sekaligus bermukim di sekitar Teluk Kendari.Fenomena ini juga didukung oleh kondisi sosial politik dan keamanan di daerah asal kedua suku bangsa tersebut di kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone. Pada awal abad ke-19 sampai dengan kunjungan Vosmaer (seorang Belanda) pada tahun 1831, kendari merupakan tempat penimbunan barang (pelabuhan transito).Kegiatan perdagangan kebanyakan dilakukan oleh orang Bajo dan Bugis yang menampung hasil bumi dari pedalaman dan dari sekitar Teluk Tolo (Sulawesi Tengah).Barang-barang tersebut selanjutnya dikirim ke Makassar atau ke kawasan Barat Nusantara sampai ke Singapura. Berita tertulis pertama Kota Kendari diperoleh dari tulisan Vosmaer (1839) yang mengunjungi Teluk Kendari untuk pertama kalinya pada tanggal 9 Mei 1831 dan membuat peta Teluk Kendari. Sejak itu Teluk Kendari dikenal dengan nama Vosmaer’s Baai (Teluk Vosmaer). Vosmaer kemudian mendirikan Lodge (Loji = kantor dagang) di sisi utara Teluk Kendari. Pada tahun 1832 Vosmaer mendirikan rumah untuk Raja Laiwoi bernama Tebau, yang sebelumnya bermukim di Lepo-lepo.
42
Mengacu pada informasi tersebut, maka Kota Kendari telah ada pada awal abad ke-19, dan secara resmi menjadi ibu kota Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832, ditandai dengan pindahnya istana Kerajaan Laiwoi di sekitar Teluk Kendari; dengan demikian, Kota Kendari sebagai ibu kota sudah berusia sekitar 176 tahun, dan jauh sebelum itu telah ada perkembangan sejarah masyarakat di wilayah Kota Kendari sekarang ini. Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kota Kendari hanya dikenal dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Keadaan musim sangat dipengaruhi oleh arus angin yang bertiup diatas wilayahnya. Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Maritim Kendari tahun 2010 terjadi 258 hari hujan dengan curah hujan 2.859,3 mm.Wilayah Kota Kendari merupakan daerah bersuhu tropis. Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Maritim Kendari selama tahun 2010 suhu udara maksimum 32,4 0C. Tekanan udara rata-rata 1.011,158 milibar dengan kelembaban udara rata-rata 85,08 %. Kecepatan angin di Kota Kendari selama tahun 2010 pada umumnya berjalan normal, mencapai 1,814167 m/detik. Kota Kendari Merupakan perpaduan antara daerah perbukitan, datar dan pesisir pantai dengan ketinggian antara 0 – 472 m diatas permukaan laut (dpl). Pegunungan Nipa-nipa dengan kemiringan lebih dari 40 % dan ketinggian tertinggi 472 mdpl serta Teluk Kendari sebagai kawasan pesisir dengan kemiringan 0 – 3%, memberikan ciri yang menonjol bagi wilayah kota kendari
43
Penduduk kota Kendari berdasarkan Sensus Penduduk 2000 berjumlah 205.240 jiwa. Ketika dilakukan Survei Penduduk Antarsensus (Supas) pada tahun 2005, diketahui jumlah penduduk kota Kendari meningkat menjadi 226.056 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 tercatat sebanyak 289.966 jiwa. Jumlah Penduduk Tahun 2014 adalah sebesar 304.862 jiwa.Penduduk tersebut tersebar dengan persebaran yang tidak merata. Pada tahun 2014, sebanyak 14,80 persen penduduk kota Kendari tinggal di wilayah Kendari Barat, hanya 6,68 persen tinggal di Kecamatan baruga, dan selebihnya tersebar pada 8 kecamatan dengan persebaran yang bervariasi. Di samping itu, dilakukan penghitungan
kepadatan
penduduk
pada
masing-masing
wilayah
Kecamatan.Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per km persegi. Kadia merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi yaitu sebesar 6.149 jiwa per km2 sedangkan Baruga merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah yaitu sebesar 424 jiwa per km2. 1. Ketenagakerjaan Penduduk dapat dikelompokkan menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Dalam hal ini di Kota Kendari pada tahun 2014 terdapat 200.332 jiwa yang tergolong dalam penduduk usia kerja. Selanjutnya penduduk usia kerja dikelompokkan ke dalam penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara
44
tidak bekerja dan pengangguran. Ada sejumlah 119.144 jiwa yang tergolong penduduk angkatan kerja. Dari sejumlah angkatan kerja tersebut, terdapat 110.900 jiwa yang bekerja. Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit selama satu jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi). Jumlah jam kerja seluruhnya adalah jumlah jam kerja yang digunakan untuk bekerja (tidak termasuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja digunakan untuk hal-hal diluar pekerjaan). Adapun status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam unit usaha/ kegiatan dalam melakukan pekerjaan. 2. Penduduk Berdasarkan Golongan Umur Komposisi penduduk Kota Kendari dalam tingkat umur didominasi oleh kelompok remaja yang berusia antara 16-21 tahundengan jumlah 621 jiwa yang terdiri dari 308 jiwa laki-laki dan 313 jiwa perempuan. Jumlah penduduk terkecil adalah kelompok umur di atas 60 tahun yakni 327 jiwa yang terdiri dari 162 jiwa laki-laki dan 165 jiwa perempuan. 3. Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan pada suatu wilayah dapat dijadikan indikator untuk mengukur kualitas sember daya manusia di wilayah tersebut, selain itu juga pendidikan juga merupakan suatu perkembangan suatu wilayah.
kebutuhan
yang penting di
dalam
45
4.1.2. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari pada mulanya merupakan salah satu bagian dari Biro Keuangan Kota Kendari dengan nama Sub Bagian Sumber Penghasilan
yang
dikepalai
oleh
seorang
kepala
sub
bagian
yang
bertanggungjawab mengolah penghasilan Asli Daerah dalam membiayai kelancaran roda pemerintahan daerah. Sejalan deagan program pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dana dari masyarakat serta semakin besarnya volume tugas yang menjadi tanggung jawab Biro Keuangan, oleh karena itu strukur organisasi diubah mengingat pesatnya perkembangan Sub Biro Keuangan tersebut, diantaranya dalam peningkatan sumber penghasilan daerah menjadi perkembangan seluas dinas. Perubahan
struktur
organisasi
bertujuan
untuk
mengadakan
penyempurnaan, hal ini tersusun dalam organisasi Dinas Pendapatan Kota Kendari Tanggal 12 Maret 1998 dan Peraturan Daerah Kota Kendari No. 39 Tahun 1998 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Kota Kendari. Memasuki era otonomi daerah Dinas Pendapatan Kota Kendari kembali mengalami perubahan dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2001 dan Peraturan Daerah No. 34 Tahun 2004. Dinas Pendapatan Kota Kendari secara teknis administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Wali Kota Kendari serta mempunyai tugas mengambil sumber Pendapatan Daerah dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
46
4.1.3. Visi dan Misi serta Arah dan Kebijakan Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari Visi Kota Kendari adalah terwujudnya masyarakat Kota Kendari sejahtera yang didukung pemerintah yang bersih dan berwibawa. Sehingga untuk dapat melaksauakan visi tersebut, Kota Kendari memiliki misi sebagai berikut: 1. Memantapkan kualitas kehidupan beragama. 2. Meningkukan mutu sumber daya manusia. 3. Mengembangkan ekonomi masyarakat. 4. Menegakkan keamanan dan ketertiban. 5. Meningkarkan peran dan fungsi kelembagaan. 4.1.3. Perencanaan Strategik Dinas Pendapatan Kota Kendari Berdasarkan Visi dan Misi Kota Kendari, Dinas Pendapatan Kota Kendari dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya memiliki perencanaan strategik yang terdiri dari: 1. Penetapan visi dan misi Dinas Pendapatan Kota Kendari. 2. Penetapan tujuan dan sasaran Dinas Pendapatan Kota Kendari. 3. Penetapan cara pencapaian tujuan dan sasaran. Berdasarkan kutipan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Visi dan Misi Dinas Pendapatan Kota Kendari Dalam rangka menggali dan meningkatkan sumber-sumber yang menjadi potensi pendapatan daerah di Kota Kendari, maka Dinas Pendapatan yang tugas pokoknya melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang pendapatan daerah dan tugas lainnya yang diserahkan oleh bupati dianggap perlu untuk membuat visi dan telah menetapkan visinya sebagai berikut: Dinamisasi
47
Pendapatan Daerah Sebagai Tulang Punggung Otonomi Daerah. Selanjutnya berdasarkau Visi tersebut, maka telah dirumuskan Misi Dinas Pendapatan daerah Kota Kendari sebagai berikut: a. Meningkatkan Sumber Daya Manusia dan kesejahteraannya. b. Meningkafkan penggalian dan kesadaran masyarakat sebagai subjek pajak dan retribusi. c. Menigkatkan pengawasan dan pemeriksaan. d. Meningkarkan aktualisasi perangkat lunak maupun perangkat keras 2. Tujuan dan Sasaran Dinas Pendapatan Kota Kendari Penetapan tujuan dimaksudkan sebagai arah perumusan sasaran, kebijakan, prograrn, dan kegiatan dalam rangka merealisasikan Visi dan Misi. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah: a. Meningkatkan Suurber Daya Manusia. b. Meningkatkan Kinerja Dinas. c. Meningkatkan Penerimaan Daerah. Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, sasaran yang akan dicapai adalah: 1. Terwujudnya Sumber Daya Manusia professional 2. Terwujudnya peningkatan sarana dan prasarana kerja. 3. Terwujudnya peningkatkan penerimaan pajak daerah. 4. Terwujudnya dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak serta pendapatan lain.
48
3. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran Sesuai dengan visi dinas pendapatan kota kendari yaitu dinamisasi pendapatan daerah sebagai tulang punggung otonorni daerah, maka perlu untuk didukung upaya penetapan kebijakan, penyusunan progmm dan pelaksanaan kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Adapun kebijakan, program, dan kegiatan yang akan mendukung pencapaian tujuan dan sasaran organisasi adalah: 1. Kebijakan a. Penataan pengelolaan administrasi pendapataa keuangan daerah. b. Peningkatan kemampuan pendapatan keuangan daerah. c. Peningkatan kualitas sumber daya pengelola pendataan daerah serta sarana dan prasarana penunjangnya. 2. Program Kerja a. Peningkatan penerimaan pajak daerah. b. Peningkatan dan bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak serta pendapatan lain. c. Peningkatan sarana dan prasarana kerja. d. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraannya. 3. Kegiatan a. Penggalian potensi pajak daerah. b. Penyuluhan melalui spanduk maupun tatap muka. c. Penyusunan rancangan peraturan daerah. d. Pemeriksaan dan evaluasi UPTD dan WP.
49
e. Penjmingan Pajak Daerah. f. Pengamanan penerimaan pajak daerah. g. Penyempurnaan/pelaksanaan SIMPADA. h. Monitoring dan evaluasi pnogram/ kegiatan dan penerimaan pajak. i. Penggalian potensi PBB. j. Pengamaaan penerimaan PBB, BPHTB, dan perimbangan SDA. k. Pengawasan penerimaan PPh. l. Pengadaan sarana dan pasarana melalui penyediaan komputer, kendaraan dinas roda 2 dan 4. m. Penyusunan RASK dan DASK Dinas. n. Penyusunan rencana pendapatan dinas. o. Penyusunan RESENTRA dan LAKIP. p. Pemberian ijin belajar/tugas belajar melalui pendidikan formal. q. Pengusulan pendidikan dan pelatihan teknis, fuugsional, dan penjenjangan. r. Mengikutsertakan dalam kegiatan seminar/simposium. s. Disiplin kerja melalui absensi kehadiran, apel pagi dan sore. t. Pengusulan kenaikan gaji dan pangkat. u. Intensif tiap bulan. v. Menjalin Kemitraan (studi banding). 4.1.5. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Kendari Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan, berdasarkan Peraturan Daerah No. 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut:
50
1. Kedudukan Kedudukan Dinas Pendapatan adalah Unsur Pelaksana Tugas Pemerintah Daerah di bidang Pendapatan. Dinas pendapatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. 2. TugasPokok Dinas
Pendapatan
Kota
Kendari
mempunyai
tugas
pokok
"Melaksanakan Kewenangan Otonomi Daerah di Bidang Pendapatan Daerah". 3. Fungsi Untuk melaksanakan Tugas Pokok Dinas Pendapatan mempunyai fungsi: a. Pengelola urusan ketatausahaan Dinas b. Perumusan Kebijakan teknis di bidang pendapatan. c. Pemberian perijinan dan pelayanan umum di bidang pendapatan daerah) d. Perencanaan, penggalian dan pengendalialr serta evaluasi di bidang pendapatan. e. Pengkoordinasian dan pelaksanaan pelayanan di bidang pendapatan. f. Pembinaan dan pengawasan terhadap unit pelaksana teknis Dinas Pendapatan g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan kewenangannya.
51
4.1.6. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Dinas Pendapatan Daerah Untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran setiap bagian dalam melaksanakan tugasnya yang dilaksanakan pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari perlu adanya penyusunan struktur organisasi. Struktur organisasi pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari diatur berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 32 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tupoksi, dan Struktur Dinas Pendapalan. Berdasarkan Struktur tersebut DIPENDA Kota Kendari dipimpin oleh seorang Kepala Dinas dan secara langsung bertanggung jawab kepada Walikota Kendari. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya maka Kepala Dinas mengadakan kerjasama dengan instansi dan dinas lain yang ada di dinas pemerintatran Kota Kendari. Berikut ini adalah uraian struktur organisasi DIPENDA Kota Kendari: 1. Kepala Dinas a. Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang langsung berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. b. Kepala Dinas mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan dinas dalam menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah di bidang pendapatan. c. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Dnas memprnyai fungsi: 1) Menyelenggarakan koordinasi, pengawasan dan pengendalian semua kegiatan dinas. 2) Pembuatan Program kerja dalam pelaksanaan tugasnya.
52
3) Pemberian informasi mengenai situasi pendapatan daerah, saran dan pertimbangan kepada Walikota. 4) Penyelenggraan
pertanggungjawaban
tugas
dinas
secara
taktis
operasional dan teknis administratif kepada Walikota. 5) Penyelenggaraan koordinasi dengan semua instansi baik pemerintah maupun swasta untuk kepentingan pelaksanaan tugas. 6) Pembinaan terhadap cabang dinas dan unit pelaksana teknis dinas. 7) Penyiapan bahan untuk penetapan di bidang kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan kewenangan bidang tugasnya. 2. Bagian TataUsaha a. Bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Bagian adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah langsung dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. b. Bagian Tata Usaha mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan dan umum. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut bagian Tata Usaha mempunyai fungsi: a. Pengelolaan administrasi umum meliputi surat-menyurat, kearsipan, pengadaan, perlengkapan, kerumahtanggaan hubungan masyarakat dan keprotokolan Dinas. b. Pengelolaan urusan administrasi kepegawaian di lingkup Dinas.
53
c. Pengelolaan urusan administrasi keuangan Dinas. d. Pengelolaan pengadaan barang dan jasa Dinas. e. Pengelolaan penyusunan perencanaan dan program Dinas. f. Penyelenggaraan pengumpulan, penyusunan, penyajian data dan evaluasi dan pelaporan di lingkup Dinas. Bagian Tata Usaha Membawahi 2 Sub Bagian, yaitu: a. Sub Bagian Umum Sub Bagian Umum mempunyai tugas pokok membantu kelancaran pelaksanaan tugas bagian tata usaha di bidang pengelolaan administrasi umum, perlengkapan dan kepegawaian serta penyusunan program kerja dan pelaporan kegiatan/kinerja dinas. b. Sub Bagian Program Sub Bagian Program mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan penyusunan perencanaan dan program Dinas. Dan mempunyai fungsi pelaksanaan kegiatan pengumpulan, pengolahan dan menyiapkan data guna petryusutraa perencatraan dan program Dinas dan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan program dinas. 3. Bidang Pendataan dan Penetapan a. Seksi Pendaftaran dan Pendataan 1) Selai pendaflaran dan pendataan dipimpin oleh seorang kepala seksi adalah
unsur
staf
yang
langsung
berada
di
bawah
bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan.
dan
54
2) Seksi
Pendaftaran
dan
pendataan
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan pendaftaran dan pendataan wajib pajak daerah dan retribusi daerah. 3) Untuk melaksanakan tugas tersebut seksi pendaftaran dan pendataan mempunyai fungsi: a) Pendistribusian dan Penerimaan kembali formulir pendaftaran yang telah diisi oleh Wajib Pajak daerah dan retribusi daerah. b) Penetapan Nomor pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). c) Penyusun, pengolah dan pencatatan data objek dan subjek pajak daerah dan retribusi daerah. d) Pelaksanaan pemeriksaan lapangan/lokasi terhadap wajib pajak daerah guna penetapan pajak yang sebaik-baiknya dan pencegahan pengunduran diri dari wajib pajak daerah. e) Penyusunan daftar mengenai formulir Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). f) Pembuatan, pendistribusian kartu pengenal NPWPD kepada wajib Pajak Daerah. g) Pelaksanaan penyimpanan arsip yang berkaitan dengan masalah pendaftaran dan pendataan wajib pajak daerah dan retribusi daerah. b. Seksi Penetapan 1) Seksi penetapan dipimpin oleh seorang kepala seksi adalah unsur staf yang langsung berada dibawah dan bertanggungjawab terhadap Kepala Bidang Pendaftaran dan Penetapan.
55
2) Selai penetapan mempunyai tugas pokok melaksanakan penelitian, perhitungan dan penetapan pajak daerah dan retribusi daerah. 3) Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut seksi penetapan mempunyai fungsi: a) Pelaksanaan Penelitian, perhitungan dan penetapan pajak daerah dan retribusi daerah. b) Pelaksanaan penetapan pajak daerah dan retribusi daerah secara jabatan. c) Pelaksanaan penetapan tambahan pajak dan retribusi daerah. d) Pembuatan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Surat ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), dan perjanjian angsuran dan surat-surat ketetapan pajak lainnya. e) Penerimaan surat permohonan angsuran pajak daerah dan retribusi daerah. f) Pelaksanaan
perhitungan
junlah
angsuran
pemungutan/
pembayaran/penyetoran atas permohonan wajib pajak yang disetujui. g) Pelaksanaan penyimpanan arsip yang berkaitan dengan masalah ketetapan pajak daerah dan retribusi daerah. 4. Bidang Penagihan dan Pembukuan Bidang penagihan dan pembukuan membawahi 2 seksi, yaitu:
56
a. Seksi Penagihan Seksi penagihan mempunyai tugas pokok melaksanakan pendistribusian, penagihan dan penyetoran hasil penagihan serta mendokumentasikan surat-surat penagihan pajak daerah dan retribusi daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, seksi penagihan mempunyai fungsi pelaksanaan pendistribusian surat-surat penagihan, pelaksanaan penagihan pajak daerah dan retribusi daerah, pelaksanaan penyetoran hasil penagihan pajak daerah dan retribusi daerah serta pelaksanaan pendokumentasian surat-surat penagihan. b. Seksi Pembukuan Seksi pembukuan mempunyai tugas pokok melaksanakan penghitungan dan penetapan pajak daerah dan retribusi daerah serta penghitungan jumlah angsuran pajak daerah dan retribusi daerah, melayani, menerima serta memproses surat keberatan dan surat permohonan banding. Adapun fungsi bidang penagihan dan pembukuan antara lain: 1) Pengelolaan kegiatan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lainnya berikut administrasi. 2) Pengelolaan berupaya pelayanan keberatan, permohonan banding dan angsuran sesuai dengan batas kewenangannya. 3) Pengelolaan pencatatan mengenai penetapan dan penerimaan dari pemungutan/pembayaran/penyetoran pajak daerah dan retribusi daerah, dan pendapatan lainnya.
57
4) Pengelolaan kearsipan yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan lainnya. 5) Pengelolaan evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan penagihan dan pembukuan. 5. Bidang Perimbangan dan Pendataan Lain-Lain a. Sub bidang perimbangan dan pendapalan lain-lain dipimpin oleh seorang kepala sub bidang adalah unsur pembantu pimpinan yang langsung berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. b. Sub bidang perimbangan dan pendataan lain-lain mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengelolaan bagi hasil pajak perimbangan sumber daya alam pendapalan lainnya. c. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut bidang perimbangan dan pendataan lain-lain mempunyai fungsi : 1) Pengelolaan penerimaan PBB, BPHTB, PPh, dan pendapatan lainnya. 2) Pengelolaan pembinaan kepada masyarakat tentang PBB, BPHTB, PPh dan pendapatan lainnya. 3) Pengelolaan koordinasi dan konsultasi dengan instansi atau unit kerja terkait rangka pelaksanaan proses penerimaan dan perimbangan dari pemerintah Pusat dan Provinsi yang menjadi hak daerah. 4) Pengelolaan pengumpulan dan pengolahan data bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak dan pendapatan lainnya. 5) Pengelolaan evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan bidang perimbangan dan pendapatan lainnya.
58
d. Bidang perimbangan dan pendapalan lain mebawahi 2 seksi, yaitu: 1) Seksi Bagi Hasil Pajak Mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan yang berkaitan deugan bagi hasil pajak Dan mempunyai fungsi: 1) Pelaksanaan pengamanan penerimaan PBB, BPHTB, PPh. 2) Pelaksanaan koordinasi dan konsultasi dengan Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Direktorat Jenderal Pajak, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kantor Pelayanan PBB, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksa Pajak tentang PBB, BPHTB dan PPh serta memfasilitasi permasalahannya. 3) Pelaksanaan penyerahan Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) kepada kecamatan dan desa atau kelurahan serta Wajib Pajak 4) Pelaksanaan pemantauan dan penagihan secara langsung PBB kepada Wajib Pajak yang bukan menjadi kewajiban desa atau kelurahan. 5) Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan secara berjenjang dari Tingkat desa dan kelurahan, kecamatan dari bank persepsi atau tempat pembayaran mengenai realisasi penerimaan PBB. 2) Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak dan Pendapatan Lain Mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan bagi hasil bukan pajak dan pendapatan lainnya. Dan mempunyai fungsi:
59
a) Pelaksanaan pengajuan usulan kepada pemerintah pusat atas dana perimbangan baik berasal dari bagi hasil pajak maupun bagi hasil bukan pajak. b) Pelaksanaan koordinasi dan konsultasi proses penerimaan bagi hasil bukan pajak yang berasal dari pemerintah pusat dan provinsi. c) Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan atas realisasi penerimaan bagi hasil bukan pajak dan pendapatan lainnya. d) Pelaksanaan pembinaan dan koordinasi teknis administrasi di bidang pendapatan khususnya pada unit kerja yang melaksanakan pungutan atau unit kerja yang melaksanakan pungutan pendapatan lainnya. e) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan hasil kegiatan bagi hasil bukan pajak dan pendapatan lainnya. 6. Bidang Penggalian dan Pengendalian a. Seksi Penggalian Potensi Dipimpin oleh seorang Kepala Seksi adalah staf yang langsung berada di bawah dan bertanggungjawab kepada bidang penggalian dan pengendalian. Mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan potensi pendapatan daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut seksi penggalian potensi memiliki fungsi: 1) Perumusan rancangan peraturan daerah dan keputusan Walikota tentang Pajak Daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.
60
2) Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data potensi sumber pendapatan daerah dari perangkat daerah pengelola pendapatan daerah. 3) Pelaksanaan penelitian dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan daerah sesuai deugan ketentuan yang berlaku. 4) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan hasil kegialan penggalian potensi. b. Seksi Pengendalian Pendapatan Dipimpin oleh seorang Kepala Seksi adalah unsur pelaksana yang langsung berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala bidang Penggalian dan Pengendalian. Mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan
pengendalian
dan
penyuluhan
pendapatan
daerah.
Dan
mempunyai fungsi: c. Pelaksanaan koordinasi, pembinaan dan peagawasan terhadap mekanisme kerja Dinas. 1) Pelaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2) Pelalaanaan pembinaan teknis operasional pemungutan pendapatan daerah kepada perangkat daerah pengelola pendapatan daerah. 3) Pelaksanaan
pemantauan
secara
berkala
mengenai
penerimaan
pendapatan asli daerah kepada dinas/instansi/unit kerja pengelola pendapatan daerah. 4) Pelaksanaan penyuluhan pendapatan daerah. 5) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan hasil kegiatan pengendalian pendapatan.
61
d. Unit Pelaksana UPTD 1) Dipimpin oleh seorang Kepala UPTD yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. 2) Mempunyai
tugas
pokok
memimpin,
mengkoordinasikan
dan
mengendalikan pelaksanaan tugas UPTD di bidang pendapatan. Kepala UPTD mempunyai fungsi: 1) Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pendapatan. 2) Pelaksanaan penyuluhan bagi wajib pajak daerah. 3) Pelaksanaan kerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta di bidang pendapatan. 4) Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan rumah tangga UPTD. 5) Pelaksanan evaluasi dan pelaporan hasil kegiatan UPTD Pendapatan. 7. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional adalah kelompok Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan profesinya dalam rangka mendukung kelancaran tugas pokok Dinas. 4.2. Pengelolaan PBB pada Dinas Pendapatan Kota Kendari Proses pengelolaan PBB mempunyai peranan strategis dalam keberhasilan pemungutan PBB. Proses tersebut antara lain: 1. Pendaftaran adalah serangkaian kegiatan untuk menghimpun informasi secara komprehensif terkait objek dan subjek PBB dengan cara mengisi formulir isian tertentu;
62
2. Pendataan adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi dan menatausahakan data objek dan subjek PBB sebagai salah satu bahan yang digunakan dalam menetapkan besarnya PBB terutang; 3. Penilaian objek PBB adalah kegiatan guna menentukan nilai ekonomis atas suatu properti pada saat tertentu atau NJOP yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, dengan menggunakan pendekatan data pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan kapitalisasi pendapatan dalam bentuk pendapat tertulis; 4. Penetapan adalah kegiatan yang dilakukan oleh fiskus untuk menentukan besaran pajak terutang antara lain: Penetapan NJOP, SPPT, SKPD, dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB). 1. Pendaftaran Pada prinsipnya setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib melakukan pendaftaran pada kantor pengelola Pajak Daerah yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (bagi Wajib Pajak Orang Pribadi) atau tempat kedudukan (bagi Wajib Pajak Badan) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan/atau Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD). Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
63
Persyaratan subjektif pada PBB adalah orang pribadi/badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Persyaratan objektif pada PBB adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Persyaratan objektif pada pendaftaran objek pajak menjadi faktor yang dominan dalam pengelolaan PBB. Dalam UU No. 28 Tahun 2009, Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan atau mendaftarkan data subjek dan objek PBB. Tata cara pelaporan atau pendaftaran data subjek dan objek PBB secara khusus tidak diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 dan peraturan dibawahnya, karena itu Perkada dapat mengaturnya. Perkada dapat mengatur tata cara pendaftaran objek dan subjek PBB dan SOP untuk SKPD pelaksana sesuai dengan kondisi pemda masingmasing. Perkada juga dapat memodifikasi bentuk-bentuk dan isian formulirformulir yang digunakan dalam proses pendaftaran PBB. Agar lebih mudah dalam membuat Perkada tersebut, pemda dapat mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan atau Peraturan Dirjen Pajak pada saat PBB masih dikelola oleh Pemerintah. pemda dapat mengacu pada Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-533/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam Rangka Pembentukan dan/atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) jo. Keputusan Dirjen Pajak Nomor
64
KEP-115/PJ/2002 tentang Perubahan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP533/PJ/2000. Dalam Keputusan Dirjen Pajak tersebut dijelaskan bahwa tujuan dari proses pendaftaran objek PBB adalah untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja dengan cara memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak serta meningkatkan
potensi
penerimaan
PBB
secara
nasional
dengan
mempertimbangkan perkembangan kondisi dan perekonomian terkini. Prosedur umum kegiatan pelayanan pendaftaran pada Dispenda/DPPKAD dapat dilihat sebagai berikut: 1. Wajib pajak mengajukan permohonan pendaftaran objek pajak baru ke Dispenda/DPPKAD; 2. Petugas penerima berkas meneliti kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran objek pajak baru. Dalam hal berkas permohonan pendaftaran sudah lengkap, petugas akan memberikan Bukti Penerimaan Surat (BPS) kepada wajib pajak, dan meneruskan kepada petugas pendaftaran; 3. Petugas pendaftaran meneruskan berkas permohonan pendaftaran kepada Pejabat Fungsional Penilai untuk dilakukan penelitian kantor dan/atau penelitian la pangan; 4. Pejabat Fungsional Penilai menerima berkas permohonan pendaftaran, melakukan penelitian kantor dan/atau penelitian lapangan, dan membuat konsep berita acara penelitian; 5. Pejabat yang menangani pendaftaran mempelajari dan memaraf konsep berita acara penelitian, kemudian menyampaikan kepada pejabat terkait yang berwenang menetapkan berita acara penelitian;
65
6. Pejabat terkait mereview, menetapkan dan menandatangani berita acara penelitian, kemudian menyampaikan kepada pejabat yang menangani pemutakhiran data dan selanjutnya menugaskan petugas terkait untuk melakukan proses t ersebut; 7. Petugas terkait melakukan pemutakhiran data, perekaman data SPOP/LSPOP, mencetak Daftar Hasil Rekaman (DHR), melakukan pencocokan antara SPOP/LSPOP dan DHR, dan men-generate produk keluaran (spooling SPPT, DHKP dan STTS) serta meneruskan berkas permohonan pendaftaran kepada pejabat terkait untuk dicetak dalam bentuk konsep produk hukum; 8. Pejabat terkait menyetujui dan memaraf konsep produk hukum, kemudian menyampaikan kepada Kepala Dispenda/DPPKAD atau pejabat lainnya yang ditunjuk; dan 9. Kepala Dispenda/DPPKAD atau pejabat lainnya yang ditunjuk mereview, menetapkan, dan menandatangani produk hukum. 2. Pendataan a. Alternatif Pendataan Pendataan merupakan upaya dari pemda untuk menginventarisasi objek dan wajib pajak. Pendataan objek dan subjek PBB dilaksanakan oleh Dispenda/DPPKAD dengan menggunakan formulir SPOP/LSPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan, dengan menggunakan/memilih salah satu dari empat alternatif sebagai berikut: a. Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP.
66
Pendataan dengan alternatif ini hanya dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta, merupakan daerah terpencil, atau mempunyai potensi PBB relatif kecil. Pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut: 1) Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP perorangan. Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP secara perorangan dilakukan dengan menyebarkan SPOP langsung kepada subjek pajak atau kuasanya dengan berpedoman pada sket/peta blok yang telah ada. 2) Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP kolektif. Untuk daerah yang potensi PBB relatif lebih kecil, namun cakupan wilayah dan objek pajaknya luas, dapat digunakan alternatif pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Kolektif. Dengan alternatif ini, SPOP disebarkan melalui aparat desa/kelurahan setelah terlebih dahulu membuat sket/peta blok. Metode pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan penguasaan wilayah dari petugas. Untuk menghindari kelemahan alternatif ini (rendahnya tingkat akurasi data) sangat ditekankan kemampuan penguasaan wilayah bagi petugas yang bertanggung jawab. b. Pendataan dengan identifikasi objek pajak Pendataan dengan alternatif ini dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto yang dapat menentukan posisi relatif objek pajak tetapi tidak mempunyai data administrasi pembukuan PBB. c. Pendataan dengan verifikasi data objek pajak.
67
Pendataan ini dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto dan sudah mempunyai data administrasi pembukuan PBB secara lengkap. d. Pendataan dengan pengukuran bidang objek pajak. Alternatif ini dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan (misalnya dari Badan Pusat Statistik atau instansi lain) dan/atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif objek pajak. b. Tahapan Pendataan Setelah dilakukan proses pendaftaran berupa penyampaian SPOP kepada wajib pajak, pengisian SPOP, serta pengembalian SPOP, maka dilakukan tahapan berikutnya yaitu proses pendataan PBB. Proses pendataan dilakukan oleh instansi yang berwenang mengelola perpajakan PBB. Pada dasarnya pendataan merupakan semua kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh, mengumpulkan, melengkapi dan menatausahakan data objek dan subjek PBB sebagai salah satu bahan yang digunakan dalam menetapkan besarnya PBB terhutang. Adapun tahapan kegiatan pendataan adalah sebagai berikut: a. Pekerjaan Persiapan 1) Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan pada dasarnya merupakan proses inventarisasi semua bahan dan dimaksudkan untuk menentukan data dan informasi yang diperlukan, baik dalam rangka penyusunan rencana kerja maupun untuk menentukan sasaran dan daerah/wilayah mana yang akan diadakan kegiatan
68
pendataan dengan memperhatikan potensi pajak dan perkembangan wilayah. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian pendahuluan antara lain adalah: a) luas wilayah; b) perkiraan luas tanah yang dapat dikenakan PBB; c) luas tanah yang sudah dikenakan PBB; d) luas bangunan yang sudah dikenakan PBB; e) jumlah penduduk; f) jumlah wajib pajak yang sudah terdaftar; g) jumlah objek pajak yang sudah terdaftar; h) jumlah pokok ketetapan pajak tahun sebelumnya; i) perkiraan harga jual tanah tertinggi dan terendah per m2 dalam satu desa/kelurahan; j) harga bahan bangunan dan standar upah yang berlaku; dan k) peta dan data pembukuan PBB. 2) Penyusunan Rencana Kerja Data yang berhasil dikumpulkan dalam kegiatan penelitian pendahuluan terlebih dahulu dianalisis dan selanjutnya dijadikan bahan untuk menyusun rencana kerja. Materi yang perlu dituangkan dalam rencana kerja tersebut antara lain adalah: a) sasaran dan volume pekerjaan; b) alternatif kegiatan; c) standar prestasi petugas; d) jadwal pelaksanaan pekerjaan;
69
e) organisasi dan jumlah pelaksana; f) jumlah biaya yang diperlukan; dan g) hasil akhir. 3) Pembentukan Organisasi Pelaksana Bentuk organisasi pelaksana berkaitan dengan jumlah objek pajak yang akan didata. Bentuk organisasi bisa dibagi dalam beberapa tingkatan jumlah objek pajak, misal besar, sedang, dan kecil. Besar kecilnya organisasi dipengaruhi tingkatan
tersebut.
Misal
untuk
kategori
kecil
cukup
ditangani
dan
dikoordinasilkan oleh unit eselon IV (Kepala Seksi), kategori sedang dikoordinasi oleh eselon III (Kepala Bidang), dan lain-lain. Apabila jumlah tenaga pelaksana tidak memadai dibandingkan dengan jumlah objek pajak yang akan didata, maka petugas pendata dapat diambil dari tenaga lulusan SMU atau STM jurusan bangunan/mesin. Hal yang perlu dilaksanakan sehubungan dengan pengadaan tenaga lapangan sebagaimana dimaksud di atas adalah: a) Penerimaan dan seleksi calon petugas lapangan; b) Penentuan jadwal dan materi latihan; c) Pelaksana pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan; d) Pembuatan surat perjanjian kerja antara petugas lapangan Dispenda/DPPKAD; dan pelatihan selain diberikan kepada petugas lapangan sebaiknya juga diberikan kepada pengawas petugas lapangan. 4) Pengadaan Sket, Peta Desa/Kelurahan, dan Sarana Pendukung Lainnya. 5) Pembuatan Konsep Sket/Peta Desa/Kelurahan
70
3. Penilaian Dalam menentukan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB, dilakukan kegiatan penilaian. Berdasarkan UU 28/2009, NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan pedalaman, serta laut wilayah Kabupaten/Kota) dan/atau bangunan yang melekat di atasnya. 1. Jenis-Jenis Objek Pajak Dalam rangka penilaian, perlu diketahui klasifikasi objek pajak terlebih dahulu yang mempengaruhi cara dan metode penilaian, yaitu: a. Objek Pajak Umum Objek pajak umum adalah objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Objek pajak umum terdiri atas: 1) Objek Pajak Standar Objek pajak standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: Tanah : < 10.000 m2 Bangunan : Jumlah lantai < 4 Luas bangunan : < 1.000 m2 2) Objek Pajak Non Standar
71
Objek pajak non standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi salah satu dari kriteria-kriteria sebagai berikut: Tanah : > 10.000 m2 Bangunan : Jumlah lantai > 4 Luas bangunan : > 1.000 m2 b. Objek Pajak Khusus Objek pajak khusus adalah objek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau keberadaannya memiliki arti yang khusus seperti: lapangan golf, pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan tol, pompa bensin dan lain-lain. 2. Cara Penilaian Mengingat jumlah objek pajak yang sangat banyak sedangkan jumlah tenaga penilai dan waktu penilaian dilakukan yang tersedia sangat terbatas, maka pelaksanaan dengan dua cara, yaitu: a. Penilaian Massal Dalam sistem ini NJOP bumi dihitung berdasarkan NIR yang terdapat pada setiap ZNT, sedangkan NJOP bangunan dihitung berdasarkan DBKB. Perhitungan
penilaian
massal
dilakukan
terhadap
objek
pajak
dengan
menggunakan program komputer konstruksi umum (Computer Assisted Valuation/CAV). b. Penilaian Individual Penilaian Individual diterapkan untuk objek pajak dengan kriteria: 1) Luasan Objek Pajak: a. Luas tanah > 10.000 M2;
72
b. Jumlah lantai > 4 lantai; atau c. Luas bangunan > 1.000 M2. 2)
Objek
Pajak
yang nilainya
sama
dengan
atau
lebih
besar
dari
Rp.1.000.000.000,00. 3) Objek Pajak khusus. Pelaksanaan pendaftaran dilakukan dengan menggunakan SPOP dan LSPOP, sedangkan untuk data-data tambahan dengan menggunakan LKOK ataupun dengan lembar catatan lain untuk menampung informasi tambahan sesuai keperluan penilaian masing-masing Objek Pajak. 4. Penetapan Sesuai Pasal 79 UU 28/2009, dasar pengenaan PBB adalah NJOP. NJOP ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun. Keputusan Kepala Daerah dapat mencantumkan tabel klasifikasi nilai tanah dan bangunan dan tabel DBKB sebagai dasar penetapan NJOP tanah dan bangunan. Tabel klasifikasi dimaksud merupakan pengelompokan nilai jual rata-rata atas permukaan bumi berupa tanah dan/atau bangunan. Sedangkan tabel DBKB merupakan daftar yang dibuat untuk memudahkan perhitungan nilai bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponen utama dan/atau biaya komponen material bangunan dan/atau biaya komponen fasilitas bangunan. Selanjutnya untuk perhitungan PBB terutang, pertama kita hitung NJOP sebagai dasar perhitungan PBB terutang. Caranya adalah mengurangkan NJOP total dengan NJOPTKP. NJOPTKP ditetapkan paling rendah Rp10.000.000,00
73
dan kemungkinan berbeda di setiap daerah. Setelah itu, kita bisa menghitung besarnya PBB terutang dengan cara mengalikan NJOP dasar perhitungan dengan tarif PBB. Untuk lebih memahami, perhatikan contoh di bawah ini. Contoh Kasus Andi Agus memiliki sebuah rumah di kawasan Wua-Wua, dari data PBB tahun sebelumnya diketahui luas tanah 700 m2 dengan nilai jual setelah diklasifikasi sebesar Rp. 800.000/m2, sedangkan luas bangunan 300 m2 dengan nilai jual setelah diklasifikasi sebesar Rp. 900.000/m2. Pada bulan Mei 2013, Andi Agung menambah luas bangunan sebesar 100 m2 dengan perkiraan nilai jual yang sama dengan bangunan lainnya. Hitungan PBB tahun 2014 untuk tanah dan bangunan tersebut. a. Diketahui: dari data PBB tahun 2013 - Nilai jual bumi setelah diklasifikasi = Rp800.000/m2 NJOP Bumi = 700 m2 × 800.000 = Rp560.000.000 - Nilai jual bangunan setelah diklasifikasi = Rp900.000/m2 NJOP Bangunan = 300 m2 × 900.000 = Rp 270.000.000 (+) - NJOP Bumi dan Bangunan = Rp 830.000.000 - (-) NJOPTKP (asumsi Rp10.000.000,00) = Rp10.000.000 (-) - NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 820.000.000 - PBB terhutang (asumsi tarif 0,3%): 0,3% × Rp820.000.000,00 = Rp2.460.000 b. Berhubung tambahan bangunan dilakukan pada Bulan Mei 2013, maka tidak masuk dalam perhitungan PBB tahun 2013 melainkan untuk PBB terhutang tahun 2014.
74
c. Jadi PBB yang harus dibayar tahun 2013 sebesar Rp2.460.000 Untuk mengenakan dan memberitahukan besarnya PBB yang terutang, pemda menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Selain itu, pengenaan PBB terutang juga dapat dilakukan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dalam hal-hal sebagai berikut: a. SPOP tidak disampaikan dan setelah wajib pajak ditegur secara tertulis oleh kepala daerah sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; b. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak. 4.2.1. Pelaksanaan Pemungutan PBB di Kota Kendari 1. Pelaksanaan: a. T ahap Persiapan: 1) Persiapan Regulasi: a. telah ditetapkan Perda Kota Kendari Nomor 11 Tahun 2011 Tentang PBB yang telah melalui proses evaluasi oleh Kementerian Keuangan RI dan diundangkan tanggal 28 Juni 2011; b. Kota Kendari melaporkan kesiapan untuk melaksanakan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Pajak Daerah kepada Kementerian Keuangan dengan melampirkan Perda tentang PBB sebagai persyaratan; c. kemudian Kota Kendari menerbitkan Peraturan Bupati 55 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan diundangkan tanggal 21 Desember 2011;
75
d. SOP yang telah ditetapkan meliputi: - SOP Klasifikasi dan Penetapan NJOP; - SOP Penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB; - SOP Penerbitan dan Penandatanganan SPPT; - SOP Pendistribusian SPPT PBB; - SOP Pelayanan; - SOP Pemberian Pengurangan PBB; dan - SOP Pengembalian Kelebihan Bayar PBB. 2) Persiapan Personil: a. telah dilaksanakan Bimbingan Teknis Implementasi Pendaerahan PBB terhadap 20 personil DPPKA Kota Kendari selama 4 bulan mulai bulan Juli dan berakhir bulan Nopember 2011; b. pemagangan peserta pelatihan pada Ditjen Pajak untuk memperdalam proses bisnis PBB serta pengolahan data PBB berbasis teknologi informasi; c. 20 personil merupaan pelaksana pelayanan pemungutan PBB baik sebagai Analis Bisnis maupun Operator Console; d. dari 20 personil yang mengikuti bimbingan teknis, 2 orang telah mengikuti workshop Proses Bisnis PBB selama seminggu dan 2 orang programmer melanjutkan untuk mengikuti proses kustomisasi aplikasi sistem PBB selama 2 minggu dan berakhir tanggal 30 September 2011 yang diselenggarakan oleh Ditjen Pajak.
76
e. telah dikirim 2 personil untuk mengikuti pendidikan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) bidang perpajakan di Lemdik Polri pusdik reskrim Mega Mendung Cipayung Bogor. f. telah dikirim 3 orang personil untuk mengikuti pendidikan penilai property (Appraisal) pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) jenjang Diploma . 3) Persiapan Sarana dan Prasarana: a. Sebagaimana Ketentuan Peraturan Bersama Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.07/2010 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 58 Tahun 2010 bahwa dalam kaitan penyiapan sarana dan prasarana dapat dilakukan dengan mengutamakan pemanfaatan sarana dan prasarana yang dimiliki pemda; b. dalam kaitan ini, sarana dan prasarana yang telah tersedia yang saat ini digunakan untuk pemungutan PBB terdiri dari: - 2 Perangkat PC server PBB; (satu buat backup) - 1 Perangkat PC server PBB; - 1 Perangkat server BPHTB; - 1 Perangkat server Pajak Daerah; - 13 PC sebagai Klien untuk pelayanan P ajak Daerah; - 5 Komputer jinjing sebagai alat sosialisasi distribusi dan kontrib usi data; - 6 PC sebagai pendukung administrasi. c. sampai dengan akhir tahun 2013 sarana dan prasarana semakin bertambah dan berkembang untuk mendukung kelancaran pemungutan PBB sehingga enjadi: - 1 Perangkat PC server PBB; - 1 Perangkat PC server BPHTB;
77
- 1 Perangkat PC server Pajak Daerah; - 5 PC sebagai klien untuk pendukung administrasi PBB ruang OC; - 8 PC sebagai klien untuk pendukung administrasi PBB di UPTD; - 18 PC sebagai klien untuk pelayanan pajak daerah; - 18 Komputer jinjing sebagai alat sosialisasi distribusi dan kontrib usi data; - 10 PC sebagai Klien sebagai pendukung administrasi pelayanan PB B-P2. - Masing-masing 1 buah distometer, plotter, GPS, Total station, dan Scanner d. telah dibentuk rekening pembantu masing-masing jenis pajak untuk memudahkan verifikasi penerimaan pembayaran masing-masing jenis pajak daerah. 4.2.2. Pengelolan Piutang PBB Piutang PBB yang diserahkan oleh Ditjen Pajak terdiri atas piutang netto dan penyisihan piutang PBB yang tidak tertagih beserta dokumen pendukungnya. Dokumen pendukung tersebut dapat berupa daftar SPPT yang belum lunas, SKP, STP, dokumen penagihan yang sedang dilakukan penagihan aktif, atau Kertas Kerja Penyisihan Piutang PBB yang tidak tertagih. Dalam penyerahan data piutang PBB, Ditjen Pajak mempunyai tanggung jawab untuk menyerahkan data dan saldo piutang PBB yang seakurat mungkin. Untuk itu, sebelum penyerahan data piutang, Ditjen Pajak telah melaksanakan kegiatan pemeliharaan basis data PBB. Maksud dilakukannya kegiatan ini adalah untuk pemutakhiran data pembayaran PBB dan memverifikasi data objek dan/atau subjek PBB pada basis data PBB yang diindikasi tidak benar.
78
1. Timbulnya Piutang PBB Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, Piutang Negara didefinisikan sebagai jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah. Berdasarkan definisi tersebut, maka piutang negara merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan kepada negara sehingga negara wajib mengupayakan untuk menagihn ya. Salah satu jenis piutang negara adalah piutang pajak termasuk piutang PBB. Saat PBB dikelola oleh Ditjen Pajak, PBB terutang setiap tahun berdasarkan SPPT yang disampaikan oleh petugas kepada wajib pajak. PBB terutang dapat pula timbul berdasarkan penerbitan SKP atau STP. Sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyatakan bahwa basis akuntansi untuk aset adalah basis akrual, maka piutang PBB terjadi pada saat hak negara/daerah untuk menagih timbul. Adapun jumlah piutang PBB meliputi pokok pajak dan/atau denda administrasi berdasarkan SPPT/SKP/STP. 2. Kurangnya kesadaran/kepatuhan wajib pajak Pembayaran pajak erat kaitannya dengan kesadaran/kepatuhan untuk membayar pajak. Semakin kecil tingkat kesadaran/kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak, maka semakin besar pula jumlah pajak terutang yang tidak dilunasi/dibayar, yang pada akhirnya akan menimbulkan piutang pajak. Tingkat kesadaran/kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kurangnya pengetahuan perpajakan termasuk sanksi-sanksi di bidang
79
perpajakan, kurangnya informasi mengenai peran dan fungsi pajak bagi pembangunan negara, dan tingkat pendapatan wajib pajak yang tidak sebanding dengan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. 3. Kurang akuratnya penetapan pajak terutang Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, PBB merupakan jenis pajak yang dipungut berdasarkan sistem official assessment. Dalam sistem ini, pajak yang terutang ditetapkan oleh fiskus melalui kegiatan pendataan yang dilakukan secara berkala. Dengan demikian, fiskus mempunyai kewajiban untuk selalu memperbaharui data yang terkait dengan objek pajak, sehingga jumlah pajak yang ditetapkan dalam SPPT sesuai dengan keadaan objek pajak terkini dan pajak tersebut dibebankan kepada pemilik objek pajak yang sesungguhnya. Saat pemungutan PBB masih dilakukan oleh Ditjen Pajak, dasar perhitungan pajak terutang yang tercantum dalam SPPT seringkali tidak sesuai dengan keadaan objek terkini. Kesalahan lain yang ditemui adalah nama pemilik/wajib pajak yang tercantum dalam SPPT tidak sesuai dengan nama pemilik/wajib pajak sebenarnya, objek pajak yang tercantum dalam SPPT tidak ditemukan fisiknya, dan penerbitan SPPT ganda atas objek pajak yang sama dengan nama pemilik yang berbeda. Akibat kesalahan-kesalahan tersebut, wajib pajak menjadi enggan untuk membayar sejumlah nilai pajak terutang yang ditetapkan. Keakuratan penerbitan SPPT tentu sangat dipengaruhi dengan kemampuan Ditjen Pajak untuk memperbaharui data objek pajak. Untuk melakukan
80
pembaharuan data objek pajak, Ditjen Pajak akan sangat tergantung pada jumlah sumber daya manusia yang menangani urusan PBB dan kerja sama yang baik dengan pemda yang bersangkutan. 4. SPPT yang tidak sampai ke wajib pajak Sebagai sarana pemungutan PBB, SPPT harus disampaikan langsung kepada wajib pajak yang bersangkutan. Dalam menyampaikan SPPT, Ditjen Pajak akan melakukan kerjasama dengan kelurahan/kantor desa dimana objek pajak berada untuk menyampaikan SPPT kepada wajib pajak. Kendala yang terjadi adalah SPPT tersebut tidak dapat disampaikan kepada wajib pajak karena lokasi tempat tinggal wajib pajak yang tidak dapat dijangkau, wajib pajak tidak lagi menempati atau menghuni objek pajak yang dimilikinya, dan tidak tersedianya biaya operasional untuk menyampaikan SPPT kepada wajib pajak yang berdomisili di luar kota. 5. Kurang optimalnya tindakan penagihan pajak Penagihan pajak merupakan suatu proses agar wajib pajak melunasi utang pajaknya. Proses penagihan menjadi proses yang penting dalam alur pemungutan PBB. Agar penerimaan PBB optimal, maka penagihan juga harus berjalan optimal. Kendala yang terjadi dalam penagihan PBB adalah karakteristik piutang PBB yang berbeda dengan jenis pajak lainnya. Nilai piutang PBB untuk setiap wajib pajak pada umumnya berjumlah kecil, sehingga jumlah piutang yang harus ditagih oleh Ditjen Pajak kurang signifikan apabila dibandingkan dengan biaya operasional yang dikeluarkan Ditjen Pajak untuk melakukan seluruh tahap-tahap
81
penagihan. Masalah ini yang menyebabkan kurang optimalnya tindakan penagihan piutang kepada wajib pajak. 6. Permasalahan administrasi pembayaran PBB Dalam hal pembayaran, wajib pajak dapat membayar sendiri ke bank atau kantor pos dan giro yang ditunjuk atau membayar melalui aparat pemungut PBB kelurahan/desa yang resmi. Masalah sering timbul saat wajib pajak melakukan pembayaran melalui aparat pemungut PBB kelurahan/desa, terutama apabila pembayaran tersebut ternyata tidak disetor oleh aparat pemungut PBB ke bank/kantor pos tempat pembayaran. Permasalahan lainnya adalah pembayaran gelondongan yang dilakukan oleh lurah/kepala desa. Pembayaran gelondongan adalah pembayaran PBB atas lebih dari satu objek pajak dengan satu bukti pembayaran. Dari beberapa kasus yang terjadi, lurah/kepala desa sering membayar di muka secara gelondongan sejumlah SPPT sesuai dengan sejumlah target penerimaan PBB yang dibebankan kepadanya. Pembayaran secara gelondongan ini dilakukan dalam rangka pencapaian target penerimaan PBB untuk mendapatkan insentif pemungutan dari Pemerintah. Masalah terjadi saat akan dilakukannya pembayaran di bank, untuk pembayaran gelondongan tersebut pihak bank tidak mencocokkan pembayaran tersebut dengan NOP masing-masing objek pajak. Akibatnya, sistem yang ada di Ditjen Pajak tidak mencatatnya sebagai pembayaran/pelunasan karena tidak diketahui wajib pajak mana saja yang melakukan pembayaran.
82
7. Tidak lancarnya eksekusi penghapusan piutang PBB Sebelum piutang PBB dihapuskan, maka piutang tersebut harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan perpajakan. Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan memenuhi persyaratan, maka Ditjen Pajak wajib melakukan penelitian administrasi atau penelitian setempat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan proses penelitian tersebut, sering terjadi permasalahan yang pada akhirnya akan menghambat keseluruhan proses eksekusi penghapusan piutang PBB. Permasalahan yang sering terjadi dalam proses eksekusi penghapusan piutang PBB, antara lain: a. Belum dilaksanakannya tindakan penagihan secara optimal, sebagai syarat suatu piutang PBB bisa diusulkan untuk dihapus. b. Tidak lengkapnya data piutang PBB yang telah kedaluwarsa pada sistem informasi di Ditjen Pajak. Ketidaklengkapan data ini termasuk tidak tercatatnya penerapan tahapan tindakan penagihan, keterangan mengenai pembayaran maupun angsuran untuk beberapa kasus piutang yang akan kedaluwarsa. 4.3. Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ilmt membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
83
Fungsi PBB adalah sebagai azas pembantuan terhadap Pendapatan Asli Daerah untuk peningkatan dan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan perhitungan persentase untuk Kabupaten/Kota sebesar 64,8%, sedangkan untuk Provinsi dan Pemerintah Pusat sebesar 32,2%. Pemerintah Daerah Kota Kendari mendapatkan alokasi dana Pajak Bumi dan Bangunan dari Pemerintah Pusat sebesar 64,8% sesuai dengan UndangUndang Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah” pasal 12 ayat (2). Berikut ini data mengenai perkembangan PBB Kota Kendari selama 5 tahun yang diterima oleh Pemerintah daerah Kota Kendari dari Pemerintah Pusat yaitu dari tahun anggaran 2010 sampai dengan tahun anggaran 2014: Tabel 4.l Target dan Realisasi Penerirnaan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Kendari dari Tahun Anggaran 2010 s/d Tahun Anggaran 2014 (dalam Rupiah) Tahun Anggaran Target Realisasi 20010 11.229.025.466 10.199.394.646 20011 11.933.025.466 15.391.801.786 20012 14.268.838.970 17.526.552.783 20013 15.487.603.200 15.547.146.445 20014 18.358.085.934 19.522.512.573 Sumber : Bagian Pendapatan Daerah pada Dispenda Kota Kendari
% 99.85 115.77 113.42 116.60 103.041
Pendapatan daerah adalah semua hak Daerah yaug diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sumber penerimaan/pendapatan Daerah Kota Kendari berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
84
1. PendapatanAsli Daerah Pendapatan asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan Asli Daerah di Kota Kendari adalah bersumber dari: a. Pajak Daerah Berdasarkan Pasal I Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 2001 Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh oratrg pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipalaakan berdasarkan peraturan perundangurdangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah. b. Retribusi Daerah Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.66 Tahun 2001 retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pos retibusi Daerah ini merupakan sumber penerimaan yang cukup potensial dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari. c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan selama lima tahun terakhir realisasinya menunjukkan peningkatan yang sangat berarti.
85
Sekarang ini Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan di Kota Kendari terdiri dari: 1) Perusahaan Daerah Bank Sultra 2) Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyar (PD BPR) Perusahaan Daerah baru 2 (dua) yang telah memberikan kontribusi terhadap PAD yaitu PD BPR dan PD Bank Sultra, sedangkan PDAM sampai saat ini belum memberikan Kontribusi. d. Lain-lain Pendapalan Asli Daerah yang Sah Penerimaan Pos Lain-lain PAD yang Sah dalam 5 (ima) tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan Penerimaan dari Pos Lain-lain PAD yang Sah meliputi: 1) Hasil Penjualan Asset Daerah yang tidak dipisahkan. 2) Retribusi Jasa Giro Kas Daerah dan Rehibusi Jasa Giro dan Pemegang Kas. 3) Penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah. 4) Penerimaan bunga deposito. 5) Lain-lain PAD lainnya. 2. Dana Perimbangan Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari dana penerimaan Anggaran Pendapatau dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah- Berdasarkan Pasal 159 UU No. 32 Tahun 2004 Dana Perimbangan terdiri dari:
86
a. Bagi Hasil yang bersumber dari pajak, terdiri dari: 1) Pajak Bumi dan Bangunau (PBB) 2) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 3) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, 25 dan 29 Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri. Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam terdiri dari: 1) Iuran hasil Hutan Provinsi Sumber Daya Hutan 2) Pemberian Hak atas Tanah Negara 3) Ijin Peredaran Hasil Hutan 4) Pemberian Hak atas Tanah Negara (Pertambangan Umum) 5) Pemberian Hak atas Tanah Negara pertambangan Minyak Bumi) 6) Pemberian Hak atas Tanah Negara (Pertambangan Gas AIam) 7) Pemberian Hak atas Tanah Negara (Perikanan) b. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhannya dengan memperhatikan aspek potensi daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk serta tingkat pendapatan perkapita masyarakat di daerah. Dana Alokasi Umum dialokasikan ke daerah mulai tahun 2001. c. Dana Alokasi Khusus Dana alokasi khusus ini terdiri dari: 1) PKB-BBNKB/SURIP 2) PBB-KB
87
3) Pemeriksaan kesehatan hewan/check point 4) Pajak Air 3. Lain-lain Pendapatan Yang Sah Lain-lain pendapatan yang sah terdiri dari: a) Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Provinsi, b) Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, dan c) Bagian Penerimaan yang Sah PBB sebagai salah satu sumber penerimaan tidak mengalami peningkatan, maka penerimaan Daerahpun tidak akan mengalami peningkatan. Untuk itu dilakukan suatu usaha peningkatan pendapatan. Usaha meniugkatkan pendapatan daerah tidak lepas dari suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi mobilitas sumber-sumber pendapatan Daerah sebagai suatu upaya peningkatan penyerapan yang ada dengan cara memperbaiki dan meningkatkan sistem pemasukan, perhitungan dan penerapan tarif, meningkatkan sistem pemantauanlpengawasan, memelihara dasar-dasar petrgetr&m yang satr serta memperkenalkan jenis sumber pendapatan. Persentase Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari 2010 sampai dengan Tahun Anggaran 2014 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2 Persentase Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari 2010 s/d Tahun Anggaran 2014 (dalam Rupiah) Realisasi Tahun Pendapatan Pendapatan Daerah % Anggaran Asli Daerah dari PBB 20010 119.570.863.376 10.199.394.646 8,53 20011 166.038.854.218 15.391.801.786 9,27 20012 167.238.099.074 17.526.552.783 10,48 20013 138.074.124.734 15.547.146.445 11,26 20014 158.205.126.199 19.522.512.573 12,34
88
Tabel di 4.2 menggambarkan bahwa kontribusi PBB terhadap pendapatan asli daerah Kota Kendari dari tahun 2010 sampai tahun 2014 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2014 yakni sebesar 12,34%. Adapun langkah-langkah Pemerintah Kota Kendari dalam meningkatkan pendapatan dari sumber pendapatan yang ada pada saat ini, antara lain: 1. Dibentuknya tim intensifikasi PAD dan tim intensifikasi PBB. 2. Peningkatan sosialisasi terhadap wajib Pajak/Wajib Retribusi Daerah, baik melalui tatap muka maupun melalui media masa dan media lainnya. 3. Diadakan rapat evaluasi penerimaan PAD, PBB, BPHTB dan PPh secara rutin setiap bulan. 4. Melaksanakan pelayanan di tempat di setiap Kecamatan dalam rangka memperbaiki SPPT PBB yang salah. 5. Melaksanakan operasi terpadu dengan instansi terkait terhadap wajib pajak yang menunggak maupun kepada wajib pajak yang tidak taat pajak. 6. Diadakan rapat kerja dengan DPRD khususnya Komisi B. 7. Diadakan kegialan penggalian potensi PAD dan PBB, BPHTB dan PPh. 8. Mengadakan perubahan peraturan daerah yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. 9. Mengadakan study banding ke daerah lain apabila terdapat peraturan yang tidak ada daerah Kota Kendari dan kalau memungkinkan kita membuat peraturan daerah yang baru tersebut. 10. Meningkatkan pengawasan terhadap petugas maupun wajib pajak.
89
11. Peningkatan kegiatan Administrasi Pendapatan Daerah dengan Sistem Informasi Management Pendapatan Daerah (SIMPATDA). 12. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) 13. Memberikan penghargaan kapada wajib pajak yang taat dan tepat waktu membayar pajak. Langkah-langkah dimaksud adalah tidak seperti halnya membalikkan telapak tangan, maka kondisi, situasi dan banyak komponen lain yang ikut serta mempengaruhi dalam rangka peningkatan pendapatan daerah, namun demikian upaya-upaya di atas adalah merupakan upaya yang harus terus menerus dilakukan sehingga akan tercapai apa yang menjadi harapan Pemerintah Daerah. Atas dasar pertimbangan tersebut maka tidak dapat disangkal bahwa kinerja dan produktivitas dinas pendapatan wajib ditingkatkan agar kepercayaan yang diembankan kepada dinas dapat dipertahankan demi kesinambungan otonomi daerah. Disisi lain banyak variabel yang akan mempengaruhi keberhasilan dinas dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya antara lain ketersediaan sarana dan prasarana (perangkat lunak dan keras) sumber daya manusianya yang professional dan partisipasi masyarakat dalam ketaatan dan kesadarannya selaku warga negara yang baik dalarn bentuk pemenuhan kewajiban membayar pajak dan retribusi. Dari hasil tersebut diperoleh kontribusi PBB terhadap Pendapatan daerah Kota Kendari dari tahun 2010nsampai dengan tahun 2014 memiliki rata-rata kontribusi sebesar 10,38%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kontribusi PBB terhadap Pendapatan daerah secara keseluruhan mengalami kenaikan.
90
Karena apabila penerimaan PBB meningkat maka akan mempengaruhi jumlah pendapatan daerah yang akan meningkat pula. Maka dapat disimpulkan bahwa PBB memiliki kontribusi yang cukup signifikan bagi Pendapatan Daerah. Secara keseluruhan jumlah pendapatan daerah tidak hanya dipengaruhi oleh penerimaan PBB,
karena
masih
terdapat
jumlah
penerimaan
lainnya
yang
dapat
mempengaruhi jumlah pendapatan daerah. Di antaratrya pajak daerah, penerimaan dari pajak penghasilan, bantuan keuangan dari daerah dan provinsi. Namun apabila penerimaan PBB tidak tercantum pada jumlah pendapatan daerah maka akan mempengaruhi jumlah Pendapatan daerah yang tidak optimal, karena PBB merupakan salah satu sumber dana atau tabungan pemerintah serta penerimaan devisa bagi pemerintah Daerah, dan merupakan salah satu unsure penerimaan negara di bidang perpajakan selain penerimaan migas. Sekalipun kontribusi penerimaan PBB sebesar 10,38% terhadap pendapatan daerah, tidak berarti bahwa Pemerintah Kota Kendari harus terpaku dalam ketergantungan kepada penerimaan PBB, melainkan secara bertahap dan kontinyu harus terus metrerus
meningkatkan
kemampuannya
dalam
menghimpun
Pendapatan
Daerahnya. Salah satu aspek yang akau menunjang keberhasilan pembangunan daerah melalui peningkatan penerimaan pendapatan adalah meningkatkan kinerja dan produktivitas dinas pendapatan yang antara lain unsur penunjangnya adalah Sumber Daya Manusia.
91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, tentang identifikasi masalah dapat di simpulkan bahwa: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat memberikan kontribusi tertadap Pendapatan Daerah pada Pemerintah Kota Kendari. Hal ini dapat dilihat dari: 1. Jumlah penerimaan PBB mengalami peningkatan dari tahun anggaran 2010 sampai dengan tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 19.323.117.927. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pengelolaan PBB pada Pemerintah Kota Kendari telah dilaksanakan secara memadai, dan menunjukkan keadaan perekonomian
dan
pembangunan
daerah
Kota
Kendari
mengalami
perkembangan. Terlihat akan kebutuhan fasilitas masyarakat seperti fasilitas kesehatan yang mudah tersedia dan didapat dengan baik. 2. Pendapatan Daerah yang berasal dari jumlah PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah dari tahun 2010 s/d tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar Rp. 158,205,126,199. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan daerah Kota Kendari mengalami perkembangan. Salah satunya terbukti dengan menurunnya tingkat pengangguran. 3. Besarnya kontribusi PBB terhadap Pendapatan Daerah Kota Kendari tahun 2010-2014, rata-rata sebesar 10,38% untuk setiap tahunnya. Terlihat bahwa kontribusi PBB terhadap Pendapatan Daerah mengalami fluktuasi turun naik. 91
92
Terjadinya peningkatan dan penurunan jumlah kontribusi dapat dikarenakan pengaruh dari kinerja pihak yang berwerang dalarn melakukan tugasnya. Dalam hal ini bisa saja terjadi kecurangan jumlah penerimaan pemungutan PBB yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan bedasarkan penelitian pihak yang tidak bertanggung jawab ini adalah aparat PBB dalam arti orang yang melakukan pungutan pajak dan orang yang berada di bagian pemeriksaan pajak. Kurangnya internal control yang baik dalam pemerintahan juga dapat mengakibatkan menurunnya jumlah kontribusi PBB terhadap Pendapatan Daerah. Internal control yang dimaksud adalah tenaga fungsional penilai PBB yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan PBB serta bagian pemeriksaan yang bertugas melakukan pemeriksaan dan penilaian atas semua kegiatan masih tidak dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian akan memudahkan terjadinya penyimpangan atau kecurangan, diantaranya kekeliruan yang tidak disengaja dalam pencatatan dan pemrosesan data dan pencurian aktiva atas kesengajaan karyawan dalam melaporkan fakta secara salah, yaitu penipuan atau penggelapan.
Sedangkan
adanya
kenaikan
kontribusi
PBB
terhadap
Pendapatan Daerah yaitu dapat dikarenakan penerimaan PBB yang meningkat akibat adanya nilai pasar pada bumi dan bangunan yang mengalami peningkatan pula. Karena penerimaan PBB ditetapkan berdasarkan luas tanah dan bangunan dari tiap orang yang mempunyai manfaat dari tanah dan bangunan itu sendiri. Dari keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
93
pajak bumi dan bangunan memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan daerah. 5.2. Saran Berdasarkan penelitian dan pembatrasan yang dilakukan, penulis mengajukan saran yang dapat bermadaat sebagai dasar pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Kendari yaitu : 1. Perolehan Pendapatan Daerah khususnya dari PBB secara nominal memang sangat kurang, dengan demikian diadakan upaya peningkatan yang didukung dengan program sosialisasi penerimaan PBB dan peningkatan kesadaran wajib pajak sehingga penerimaan PBB dapat dioptimalkan dan ditunjang dengan kebijakan yang bersifat intensifikasi maupun yang bersifat ekstensifikasi sehingga dapat memberikan peningkatan penerimaan PBB terhadap perolehan Pendapatan Asli Daerah Kota Kendari. Adapun kebijakan intensifikasi penerimaan PBB dapat berupa memperluas
basis
penerimaan,
memperkuat
proses
pemungutan,
meningkatkan pengawasan, meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan, meningkatkan kapasitas penerimaan melalui pereocanaan yang lebih baik. Adapun usaha ekstensifikasi penerimaan PBB ini dapat dilakukan melalui kebijakan pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. 2. PBB sebagai salah satu sumber penerimaan tidak mengalami peningkatan, maka penerimaan daerahpun tidak akan mengalami peningkatan. Untuk itu
94
dilakukan suatu usaha peningkatan pendapatan. Adapun langkah-langkah Pemerintah Kota Kendari dalam meningkatkan pendapatan dari sumber pendapatan yang ada pada saat ini, antara lain dapat dilakukan dengan: a. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), baik melalui pelatihan maupun pendidikan. b. Peningkatan pengawasan terhadap petugas maupun wajib pajak dan wajib retribusi. c. Diadakan rapat evaluasi penerimaan PAD, PBB, BPHTB dan PPh secara rutin setiap bulan. 3. Sekalipun kontribusi penerimaan PBB sebesar 10,38% terhadap pendapatan daerah, tidak berarti bahwa Pemerintah Kota Kendari harus terpaku dalam ketergantungan kepada penerimaan PBB, melainkan secara bertahap dan kontinyu
harus
terus-menerus
meningkatkan
kemampuannya
dalam
menghimpun Pendapatan Daerahnya. Salah satu aspek yang akan menunjang keberhasilan
pembangunan
daerah
melalui
peningkatan
penerimaan
pendapatan adalah meningkatkan kinerja dan produktivitas dinas pendapatan yang antara lain unsur penunjangnya adalah Sumber Daya Manusia. 4. Masyarakat luas diharapkan lebih mampu memberikan kontribusi pemikiran dan partisipasi langsung (taat sebagai wajib pajak daerah) bagi upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari dalam rangka optimalisasi Pendapatan Daerah Kota Kendari.
DAFTAR PUSTAKA
AA. Prabu Mangkunegara, 2008. Manjemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya. A Dale Timpe, 2008. Seri Manejemen Sumber Daya Manusia (Kinerja/ Performances), Cet.4 . Jakarta: PT Elek Media Kaputindo. Dajan, Anto. 1984. Pengantar Metode Statistik. Jakarta: LPES. Depdagri, 2008. Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Jakarta. Feldman, C.Daniel. (1983). Managing Individual And Group Behavior And Organisation. Japan : McGraw-hill 1 ed Gana, Fatima ,2011, The Effect Of Motifation On WorkersPerformance (A Case Study Of Maidugurifluor Mill Ltd. Borno State Nigeria). Continental J. Ivancevich M, Jhon Dkk, 2007, Perilaku Dan manajemen organisasi ,jilid 1, Edisi ke Tujuh , jakarta : Erlangga. Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rinneka Cipta. Mathis, Robert L dan Jhon H Jackson, 2006, Human Resource Management, Terjemahan, Edisi Ke Sepuluh, jakarta, Salemba Empat Social Science, WilloloudJournal 4 (2), ISSN : 2141-4265,p. 8-13. Mitchell.(1983). Sharethe Power. American school Board. ( jurnal. 177. /142-143 http://www edeek.org/ Mulyadi, 2007, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manjemen, Jakarta, Salemba Empat. Revisi. Jakarta: Salemba Empat. Koentjaraningrat. 1999. Metode-metode Penelitiaan Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia, Mardiasmo, 2006. Perpajakan. Edisi Revisi 2006. Yogyakarta: Andi. Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Darussalam: Ghalia Indonesia.
Pemerintah Daerah Kota Kendari. Peraturan Daerah Kota Kendari No.311 Tahun 2004 Tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari. Pemerintah Daerah Kota Kendari. Selayang Pandang Kota Kendari Tahun 20011 Tentang Dinas Pendapatan Daerah Kota Kendari. Suandy, Erly. 2005. Hukum Pajak. Edisi Tiga. Yogyakarta: Salemba Empat. Sudjana. 1998. Statistik Untuk Ekonami Niaga. Edisi ketiga. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabet. Undang-undang RI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang RI No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.