ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAERAH PADA PAJAK HOTEL DI DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA CILEGON (Studi Kasus Rumah Kos Lebih Dari 10 Kamar Di Kelurahan Kotabumi) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh : NONA ROSITA NIM. 6661101142
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, Desember 2014
ABSTRAK
Nona Rosita. NIM. 6661101142. Skripsi. Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos Lebih Dari 10 Kamar di Kelurahan Kotabumi). Pembimbing I: Anis Fuad., M.Si dan Pembimbing II: Deden M. Haris., M.Si
Kota Cilegon merupakan salah satu daerah industri yang memiliki pelabuhan dan tempat pariwisata. Maka dengan itu pajak hotel untuk rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh adalah salah satu pendapatan yang sangat potensial untuk pembangunan Kota Cilegon. Kelurahan Kotabumi adalah salah satu wilayah yang sangat berpotensi untuk pendirian rumah kos lebih dari 10 kamar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana administrasi perpajakan daerah pada pajak hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos Lebih Dari 10 Kamar di Kelurahan Kotabumi). Peneliti menggunakan teori tahapan administrasi perpajakan oleh M. Ikhsan dan Roy V. Salomo. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan potensi pajak rumah kos dengan jumlah lebih dari sepuluh kamar pada Kelurahan Kotabumi belum terealisasikan secara optimal. Hal ini didukung dengan kurangnya sosialisasi, terbatasnya sumber daya manusia yang berkompeten dibidangnya dan kurang tegasnya sanksi yang berlaku. Peneliti menyarankan agar pemerintah terkait akan pajak daerah ini mengupayakan sosialisasi secara maksimal kepada masyarakat Kota Cilegon khususnya Kelurahan Kotabumi agar Pendapatan Asli Daerah akan potensi rumah kos meningkat.
Kata Kunci: Pajak Hotel, Rumah Kos
ABSTRACT
Nona Rosita. 6661101142. Thesis. Administration Of Taxation Area The Hotel Tax At Departement Of Revenue And The Financial Management Area In Cilegon City (Case Studies Boarding Houses More Than 10 Rooms In Kotabumi Subdistrict). Advisior I : Anis Fuad., M.Si, Advisior II: Deden M. Haris., M.Si.
Cilegon city is one of the industrial area that has port and tourist places. Therefore, the hotel tax for boarding houses more than 10 rooms is one of potential income for development of Cilegon city. Kotabumi urban village is one of districts that potential to build the boarding houses building more than 10 rooms. The purpose of this research is to know about how the administration of taxation area on the hotel tax in department of revenue and the financial manajement area in Cilegon city (case studies boarding houses more than 10 rooms in Kotabumi subdistrict). The resercher used the theory of administration stage from M. Ikhsan and Roy V. Salomo. Research methodology that is used in this research is methodology descriptive with qualitative appoarch. The result of this research showed the potential boarding houses more than 10 rooms tax in Kotabumi subdistrict not been implemented optimal. This is supported by a lack of socialization, limited human resources who competent and lack of sanction. Researchers suggested that government will related this area tax seek socialization maximally to Cilegon society especially in Kotabumi subdistrict so original income area of potential boarding houses will be increase.
Key word: Hotel Tax, Boarding Houses
Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu ( HR. Thabrani )
Barang siapa tidak berani mengambil resiko maka ia tidak akan pernah mencapai apa pun dalam hidupnya ( Muhammad Ali )
Skripsi ini kupersembahkan untuk: Ama, Apa, Nenek, Uda-uda serta keluarga besar Sidi Basa Sahabat-sahabatku Dan Special untuk Ivan E.A
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan jalan bagi penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini di susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelengkapan dalam menempuh ujian sarjana program studi S-1 pada program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul: ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAERAH PADA PAJAK HOTEL DI DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA CILEGON (STUDI KASUS RUMAH KOS LEBIH DARI 10 KAMAR DI KELURAHAN KOTABUMI). Dalam penyusunan skripsi ini penulis melibatkan banyak pihak yang senantiasa memberikan bantuan, baik berupa bimbingan, dukungan moral dan materil,maupun keterangan-keterangan yang sangat berguna hingga tersusunnya skripsi ini. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada: 1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Dr. Agus Safari, S.Sos, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 4. Mia Dwiana, M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Gandung Ismanto, S.Sos, MM., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 6. Rahmawati, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Ipah Ema J., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Maulana Yusuf, S.IP, M.Si., Dosen Pembimbing akademik Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 9. Anis Fuad, M.Si., Dosen Pembimbing I Skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 10. Deden M. Haris, M.Si., Dosen Pembimbing II Skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 11. Yeni Widyastuti, M.Si., Ketua Penguji Sidang Skripsi. Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 12. Titi Stiawati, M. Si., Anggota Penguji Sidang Skripsi. Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 13. Seluruh Dosen dan Staf Tata Usaha Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
14. Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
15. Seluruh pihak yang terkait dalam pengerjaan skripsi ini, yaitu: Lembaga Badan Kesbangdanlinmas dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon, dan Kelurahan Kotabumi yang telah membantu dan meluangkan waktunya dalam proses pengerjaan skripsi ini berlangsung.
16. Kedua orangtuaku yang selalu memberikan dorongan baik moril maupun materil dan senantiasa mengajarkan arti di setiap kehidupan yang ada.
17. Nenek dan kakak-kakak tersayang yang senantiasa mendoakan dan mendukung dalam berkuliah.
18. Sahabat-sahabatku: Achmad Fahrur Rozi Hakim (ojai), Dina Fariani (dinot), Nafisaturrohmah (empis), Susi Lestari Agustina (susay), Hesty Febri Emaninta Sitepu (echy), Nisyah Azzahra, Mayabela Rengganis, Dian Novita Sari, dan Ade Irfan.
19. Teman-teman Ane B 2010 yang telah memberikan kehangatan dalam kekeluargaan di dalam perbedaan baik ras maupun pemikiran.
20. Badan Eksekutif Mahasiswa Fisip Untirta (BEM FISIP 2012).
21. Serta semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Selain itu, penulis sebagai penyusun menyadari akan adanya kekurangan yang dimiliki, oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Disisi lain peneliti berharap semoga penelitian skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Wassalamualaikum wr.wb Serang Desember 2014
Nona Rosita
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ABSTRACT LEMBAR PERSETUJUAN PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ........................................................................ i DAFTAR ISI ....................................................................................... v DAFTAR TABEL .............................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ............................................................ 12 1.3 Batasan Masalah ................................................................. 13 1.4 Rumusan Masalah ............................................................... 13
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................ 13 1.6 Manfaat Penelitian .............................................................. 14 1.6.1 Manfaat Teoritis ........................................................ 14 1.6.2 Manfaat Praktis ......................................................... 14 1.7 Sistimatika Penulisan .......................................................... 14 BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1 Deskripsi Teori .................................................................... 17 2.1.1 Teori Tahapan Administrasi Perpajakan .................. 17 2.1.2 Konsep Pajak Daerah .............................................. 19 2.1.3 Tarif Pajak Daerah ................................................... 25 2.1.4 Pengenaan Pajak ...................................................... 26 2.1.5 Definisi Pajak Hotel ................................................. 27 2.1.6 Hukum Pemungutan Pajak Hotel ............................. 29 2.1.7 Cara Pemungutan Pajak Hotel ................................. 30 2.1.8 Analisis Potensi Pajak Hotel .................................... 31 2.2 Definisi Rumah Kos ........................................................... 32 2.3 Penelitian Terdahulu .......................................................... 33 2.4 Kerangka Pemikiran........................................................... 37 2.5 Asumsi Dasar ..................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian .............................................................. 43 3.2 Fokus Penelitian ................................................................. 44 3.3 Lokasi Penelitian ................................................................ 44 3.4 Fenomena Yang Diamati ................................................... 45 3.4.1 Definisi Konsep ....................................................... 45 3.4.2 Definisi Operasional ................................................ 46 3.5 Instrumen Penelitian .......................................................... 47 3.6 Informan Penelitian ............................................................ 47 3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................... 49 3.7.1 Teknik Pengumpulan Data ....................................... 49 3.7.2 Teknik Analisis Data................................................ 51 3.8 Pengujian Keabsahan Data ................................................. 54 3.9 Jadwal dan Lokasi Penelitian .............................................. 54 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ................................................ 56 4.1.1 Gambaran Umum Kota Cilegon .............................. 56 4.1.2 Gambaran Umum Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon ...................... 58 4.1.3 Gambaran Umum Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Cilegon ..................................................................... 58 4.1.3.1 Visi dan Misi DPPKD Kota Cilegon .......... 59 4.1.3.2 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi DPPKD Kota Cilegon ................................. 60 4.1.3.3 Susunan Organisasi DPPKD Kota Cilegon ........................................................ 62 4.1.3.4 Sumber Daya Manusia DPPKD Kota Cilegon ........................................................ 63 4.1.3.5 Sarana dan Prasarana Kerja DPPKD Kota Cilegon ............................................... 64 4.1.3.6 Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan DPPKD Kota Cilegon ................................. 65 4.2 Informan Penelitian ............................................................ 68 4.3 Deskripsi Data dan Analisis Data ...................................... 70 4.4 Analisis Data ...................................................................... 73 4.4.1 Analisis Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel Di DPPKD Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos Lebih Dari 10 Kamar di Kelurahan Kotabumi ................................................ 73
4.4.2 Mengidentifikasi subjek dan atau objek pajak daerah penentuan wajib pajak .................................. 73 4.4.3 Melakukan Penilaian (Assessment) dan Penetapan Nilai Pajak Terhutang ............................. 83 4.4.4 Melakukan Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak......................................................................... 90 4.4.5 Melakukan Pembukuan Penerimaan Pajak .............. 95 4.4.6 Menegakkan Hukum atau Aturan Perpajakan ......... 98 4.5 Pembahasan........................................................................ 101 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ........................................................................ 109 5.2 Saran ................................................................................... 110 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 111 LAMPIRAN ........................................................................................ 113
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Realisasi Pajak Hotel Kota Cilegon .................................... 6 Tabel 1.2 Realisasi Pajak Hotel Terhadap Rumah Kos ...................... 7 Tabel 1.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Rumah di Kota Cilegon Tahun 2012 ................................................... 8 Tabel 1.4 Data Wajib Pajak Hotel/ Rumah Kost/ Kontrakan Tahun 2014 ..................................................................................... 9 Tabel 3.1 Daftar Informan ................................................................... 48 Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ................................................................. 55 Tabel 4.1 Data Wajib Pajak Hotel/ Rumah Kost/ Kontrakan Tahun 2013 ..................................................................................... 76 Tabel 4.2 Data Wajib Pajak Hotel/ Rumah Kost/ Kontrakan Tahun 2014 ..................................................................................... 77 Tabel 4.3 Target dan Realisasi Pajak Hotel Pada Tahun 2013-2014 .. 93 Tabel 4.4 Target dan Realisasi Untuk Rumah Kos Lebih Dari 10 Kamar Pada Tahun 2013-2014 ............................................ 94 Tabel 4.5 Data Wajib Pajak Hotel/ Rumah Kost/ Kontrakan Tahun 2014 ..................................................................................... 102
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ............................................................ 41 Gambar 3.1 Teknis Analisis Data Model Interaktif Miles and Huberman ........................................................................ 52 Gambar 4.1 Peta Kota Cilegon ............................................................ 57 Gambar 4.2 Profil Perkembangan Penduduk Kota Cilegon 2013 (Data Kelurahan Kotabumi) ............................................ 82
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat permohonan ijin mencari data kepada Kesbanglinmas Kota Cilegon
Lampiran 2
Surat rekomendasi penelitian dari Badan Kesbanglinmas Kota Cilegon.
Lampiran 3
Surat ijin penelitian Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon
Lampiran 4
Surat permohonan ijin mencari data Kepada Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta.
Lampiran 5
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010 Tentang Jenis
Pajak Daerah Yang Dipungut
Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayarsendiri Oleh Wajib Pajak. Lampiran 6
Peraturan Walikota Cilegon No. 26 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Cilegon No.49 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Hotel
Lampiran 7
Draf pertanyaan
Lampiran 8
Catatan lapangan
Lampiran 9
Member Check
Lampiran 10
Surat Keterangan
Lampiran 11
Matrik wawancara setelah reduksi data
Lampiran 12
Data wajib pajak hotel tahun 2013
Lampiran 13
Data wajib pajak hotel tahun 2014
Lampiran 14
Data Target dan Realisasi Pajak Hotel
Lampiran 15
Data Potensi Pajak Hotel Untuk Rumah Kost Di Kelurahan Kotabumi
Lampiran 16
Struktur organisasi DPPKD
Lampiran 17
Struktur organisasi bidang pajak daerah DPPKD Kota Cilegon
Lampiran 18
Daftar nominatif pegawai bidang pajak daerah DPPKD Kota Cilegon
Lampiran 19
Rekapitulasi diklat/bintek bidang pajak daerah DPPKD Kota Cilegon.
Lampiran 20
Struktur
organisasi
Kelurahan
Purwakarta Kota Cilegon Lampiran 21
Daftar Hadir Bimbingan Skripsi
Lampiran 22
Dokumentasi
Lampiran 23
Daftar Riwayat Hidup
Kotabumi
Kecamatan
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pada era desentralisasi pelaksanaan pembangunan hanya terpusat
pada pembangunan perkotaannya saja sehingga terjadinya kesenjangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan. Dalam masa otonomi saat ini diharapkan setiap daerah di Indonesia dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk mewujudkan pembangunan yang merata pemerintahan
daerah
dituntut
agar
dapat
mencari
sumber-sumber
pendapatan dan membiayai setiap pengeluaran pemerintahan daerahnya untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerahnya dengan lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Selain pemerintahan daerah dituntut dapat membiayai segala kebutuhan daerahnya sendiri namun hak yang diberikan kepada pemerintah daerah tidak terlepas dari Undang-Undang yang telah ada.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang mana pemerintah berharap setiap daerah di Negara Indonesia dapat membangun daerahnya sendiri agar merata ke segala aspek kehidupan yang ada. Dengan peraturan tersebut
diharapkan adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah untuk mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya. Sumber pembiayaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) ini dimana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen pajak daerah, contohnya saja pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah dalam hal sarana dan prasarana (perbaikan jalan, jembatan, rumah sakit) dan lain-lain sesuai dengan program pemerintah daerahnya.
Pendapatan daerah itu sendiri tergantung pada kondisi yang dimiliki setiap daerah, misalnya saja jumlah penduduk, kekayaan daerah, luas wilayah, tingkat pertumbuhan ekonominya mempengaruhi pendapatan daerahnya. Dengan adanya sumber daya alam dan potensi yang menonjol pada daerah tersebut dan dapat dikelola dengan baik, pemerintah daerah dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan dapat meningkatkan pembangunan daerahnya.
Untuk melakukan pembangunan daerah tersebut maka pemerintah melakukan pemungutan pajak yang telah diatur dalam perundang-undangan atau peraturan daerah yang berlaku untuk dapat dipahami dan ditaati oleh masyarakatnya sebagai sumber penerimaan asli daerah yang dibutuhkan oleh daerahnya itu sendiri. Pemungutan pajak tersebut dapat meningkatkan dan membangun kesejahteraan masyarakat pada daerah tersebut. Semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mentaati pembayaran pajak, maka
besarnya
kemungkinan
kegiatan
pemerintah
daerah
untuk
menyejahterakan masyarakatnya terlaksana tepat waktu dan berjalan semestinya. Pembayaran pajak daerah oleh masyarakatnya merupakan suatu bukti bahwa masyarakat ikut serta membangun daerahnya.
Untuk mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah itu sendiri, maka pemerintah beserta DPR mengeluarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Undang- undang ini menjadi landasan hukum dalam pemungutan pajak dan retribusi daerah yang memberikan kewenangan kepada setiap daerah untuk memungut pajak dan untuk tidak memungut suatu jenis pajak dan retribusi pajak pada daerahnya. Pemungutan pajak haruslah dilakukan dengan adil, berdasarkan Undang-Undang yang ada dan tidak mengganggu perekonomian, efisien, dan sederhana.
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (Mardiasmo, 2009:12). Jadi pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang cukup memberikan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah. Setiap daerah dituntut supaya dapat meningkatkan sumber pendapatan asli daerahnya agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan melakukan pemerataan pembangunan dengan baik dalam segala bidang.
Retribusi Daerah yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi ataupun badanbadan yang berkepentingan. Dalam peningkatan pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan upaya meningkatkan efisiensi sumber daya yang terbatas serta mengoptimalkan potensi yang ada dan menggali sumbersumber pendapatan yang baru.
Kota Cilegon merupakan pintu gerbang pulau Jawa dari pulau Sumatera dengan luas daerah 175,50 km² dengan jumlah penduduk Kota Cilegon sebanyak 442.556 jiwa yang mana diantaranya terdapat 441.787 jiwa berstatus Warga Negara Indonesia dan 769 jiwa berstatus Warga Negara Asing. Kota Cilegon memiliki 8 kecamatan dan 43 kelurahan dengan ruas jalan sepanjang 280,20 km2, dan 350,199 Ha diantaranya merupakan luas wilayah Kelurahan Kotabumi dengan jumlah penduduk 11.943 jiwa (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tahun 2012). Adapun jumlah penduduk versi data profil potensi Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon adalah sebanyak 10.007 jiwa. Selain itu kota
Cilegon juga merupakan daerah tujuan investasi yang menarik bagi calon investor. Semakin berkembangnya zaman, maka akan terlihat adanya perbedaan kebutuhan terutama akan tempat tinggal. Tempat tinggal atau rumah penginapan termasuk fasilitas tempat tinggal jangka pendek, adapun yang setara yaitu; cottage, motel, pesanggarahan (hostel), losmen. Adapun jenis tempat tinggal yang dimaksud disini yaitu rumah kost yang jumlah kamarnya 10 (sepuluh) atau lebih dikenakan pajak hotel yang besarnya 10%. Untuk itu dikeluarkannya Peraturan Walikota Cilegon No. 26 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Cilegon No. 49 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Hotel. Peraturan tersebut mengubah pasal 1 angka 12 dan menghapus pasal 1 angka 22 yang mana diantaranya menjelaskan bahwa pasal 1 angka 9 adalah pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun pasal 1 angka 12 yang telah diubah berbunyi hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/ peristrirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubug pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya atau dengan istilah seperti
Penginapan Remaja (Youth Hostel), Home Stay, Guest House, Town House, Villa, Cottage serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Pajak hotel di Kota Cilegon merupakan salah satu pendapatan yang potensial untuk perkembangan pembangunan dengan mengingat Kota Cilegon merupakan daerah industri dan memiliki pelabuhan dan pariwisata. Jadi tidak heran bila disetiap sudut Kota Cilegon banyak sekali tempat penginapan untuk para wisatawan baik itu berupa rumah kontrakan maupun rumah kosan. Adapun sebagian dari mereka lebih banyak memilih rumah kontrakan ataupun rumah kost karena selain murah dari penginapan juga telah dilengkapi fasilitas dan dekat dengan tempat kerja mereka. Apabila dikelola dengan baik (efektif dan efisien) sektor ini mempunyai prospek yang sangat bagus bagi penerimaan daerah kota Cilegon.
Secara geografis Kota Cilegon merupakan jalur transit antara pulau Sumatera dan pulau Jawa, yang mana dituntut agar dapat memaksimalkan segala sumber daya yang ada pada daerahnya baik dari sumber daya alamnya maupun sumber daya manusianya sehingga Pemerintah Kota Cilegon diberikan tanggung jawab terhadap pembangunan daerahnya. Dengan adanya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Cilegon maka pertumbuhan ekonomi dalam penerimaan pajak daerah seharusnya semakin meningkat setiap tahunnya terutama dari sektor pajak hotelnya. Peningkatan penerimaan pajak tersebut ditandai dengan semakin
banyaknya para investor dari luar daerah baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang menanamkan modal usahanya seperti pembangunan hotel dan sebagainya di Kota Cilegon.
Tabel 1.1 Realisasi Pajak Hotel Kota Cilegon NO. TAHUN ANGGARAN 1. 2011 Rp. 3.700.000.000,00 2. 2012 Rp. 4.595.000.000,00 3. 2013 Rp. 6.350.000.000,00 4. 2014 (Triwulan II) Rp. 6.360.000.000,00 Sumber: DPPKD Kota Cilegon 2014
REALISASI Rp. 4.850.177.829,00 Rp. 5.259.350.214,00 Rp. 7.013.839.457,00 Rp. 4.441.671.803,00
Penerimaan pajak daerah memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap perolehan PAD (Pendapatan Asli Daerah) suatu daerah. Salah satunya yaitu kontribusi penerimaan pajak daerah terhadap perolehan PAD di Kota Cilegon. Penerimaan pajak daerah terhadap hotel di Kota Cilegon setiap tahunnya meningkat yang mana hal tersebut tidak terlepas dari kesadaran masyarakat/ wajib pajak. Hal tersebut diperkuat dengan data yang diperoleh dari Dinas pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Cilegon pada tahun 2014 yang mana menyatakan bahwa pada tahun 2013 realisasi pajak hotel Kota Cilegon telah mencapai Rp. 7.013.839.457,00 dari anggaran yang diperkirakan sebesar Rp.6.350.000.000,00. Walaupun begitu perolehan atas pajak hotel tersebut dirasakan masih jauh dari kenyataannya dengan menjamurnya rumah kos yang memiliki lebih dari sepuluh kamar di
kawasan Kota Cilegon. Berikut akan disajikan tabel realisasi pajak hotel padaLosmen/ Rumah penginapan/ Pesanggrahan/ Hostel/ Rumah Kos pada Kota Cilegon dari tahun 2011 sampai tahun 2014 triwulan II pada Juni 2014 : Tabel 1.2 Realisasi Pajak Hotel Terhadap Rumah Kos NO. TAHUN REALISASI 1. 2011 Rp. 28.599.963,00 2. 2012 Rp. 33.307.356,00 3. 2013 Rp. 58.707.400,00 4. 2014 (Triwulan II) Rp. 39.173.469,00 Sumber: DPPKD Kota Cilegon 2014 Dengan adanya perbaikan infrastruktur jalan, transportasi dan kawasan wisata maka pertumbuhan ekonomi dalam penerimaan pajak semakin meningkat terutama di sektor pajak hotel khususnya rumah kos, peningkatan penerimaan pajak pada rumah kos ditandai dengan banyaknya pengelola rumah kos yang sadar akan kewajibannya melaporkan wajib pajaknya. Pada Kelurahan Kotabumi (Kecamatan Purwakarta) terdapat rumah kosan yang memiliki lebih dari 10 (sepuluh) kamar. Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan penjaga/ pengelola rumah kos yang bernama Rusmadi pada 5 April 2013 penghuni rumah kosan yang berada di kawasan Kelurahan Kotabumi yaitu para karyawankaryawan pabrik, pegawai bank dan mahasiswa.
Berdasarkan data dari Inkestra Kota Cilegon Tahun 2012, persentase Rumahtangga menurut Kualitas Rumah di Kota Cilegon adalah : Tabel 1.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Rumah di Kota Cilegon Tahun 2012 NO 1. 2. 3. 4. 5.
STATUS TEMPAT PERSENTASE TINGGAL 2010 2011 2012 Milik Sendiri 71,20 72,66 82,87 Kontrak 3,71 3,48 1,91 Sewa 17,09 12,74 13,40 Bebas Sewa 1,48 Dinas/ Lainnya 8,00 11,13 0,34 Sumber: BPS Kota Cilegon 2012 dan Inkestra Kota Cilegon Tahun 2012 Dilihat dari data persentase rumah tangga menurut kualitas rumah di
Kota Cilegon diatas terlihat sekali angka signifikan dari bangunan tempat tinggal berstatus milik sendiri dari tahun 2011 ke tahun 2012 sebanyak 10,21 persen, hal ini dipengaruhi dari bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja didaerah Cilegon yang mengharuskan untuk tinggal dalam jangka panjang. Walaupun persentase status bangunan dengan status tempat tinggal milik sendiri naik signifikan tapi tidak hal tersebut tidak berlaku mempengaruhi persentase tempat tinggal dengan status kontrak dan sewa. Adapun presentase tempat tinggal dengan status kontrak yang mana presentasenya terus menurun dari tahun 2011 hingga tahun 2012 penurunannya sebanyak 1,57 persen. Persentase tempat tinggal dengan status sewa sendiri pada tahun 2011 mengalami penurunan dari tahun 2010
sebanyak 4,35 persen dan persentasenya naik sebesar 0,66 persen pada tahun 2012.
Perkembangan Kota Cilegon yang semakin meningkat menyebabkan banyaknya pembangunan penginapan khususnya rumah kos. Namun kenyataan dilapangan masih ada para wajib pajak yang tidak melaporkan pajaknya sehingga penerimaan pajak masih belum optimal. Hal ini didukung oleh data diatas yang mana presentase status tempat tinggal dengan kategori kontrak dan sewa mengalami penurunan dan kenaikan yang tidak begitu menonjol. Adapun realisasi yang dicapai masih rendah dari objek pajak hotel lainnya. Berdasarkan observasi awal, peneliti menjumpai berbagai masalah yang terjadi dalam administrasi perpajakan daerah melalui pajak hotel terhadap rumah kost lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta
Kota
Cilegon,
diantaranya
yaitu:
pertama,
kurangnya
pemahaman dari pemilik kosan akan sadar pajak, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya objek pajak rumah kost lebih dari sepuluh kamar yang belum dilaporkan oleh wajib pajak. Untuk Kelurahan Kotabumi di Kecamatan Purwakarta sendiri terdapat sekitar 21 rumah kos yang belum melaporkan omset pajaknya. Hal ini dipengaruhi dengan belum efektifnya sosialisasi yang dilakukan dinas yang bersangkutan. Dimana dari data yang diperoleh sampai tahun 2014 baru hanya delapan wajib pajak yang terdata di
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Adapun data jumlah wajib pajak hotel untuk rumah kos/ kontrakan pada tahun 2014 untuk Kota Cilegon sebanyak delapan wajib pajak yaitu:
Tabel 1.4 Data Wajib Pajak Hotel/ Rumah Kos/ Kontrakan Tahun 2014 NO.
NAMA WAJIB PAJAK
1.
Ibu Sari Kontrakan
2.
Maimunah, Hj.Kontrakan
3. 4. 5. 6. 7. 8.
ALAMAT Link. Kalanganyar RT.001/001
Jl.Tengku Umar, Kalanganyar, RT.006/001, Kedaleman, Cibeber, Cilegon Masitah Kontrakan Link. Kadipaten RT.006/002 Masnuni, H. Kontrakan Jl.Sambiranggon RT.002/005 Mubarok Kontrakan Jl.Tengku umar RT.01/01 Puri Pavilliun Kontrakan Jl.Jombang Kali. No.12A RT. 02/09 Rochili Soleh, H. Jl.Tengku Umar Link. Kalanganyar Kontrakan RT.005/001 Rumah Abah Kontrakan Jl. G. Pulosari No. 1 Damkar Ks Cilegon Sumber: Kasi Pendapatan dan Dokumentasi DPPKD Kota Cilegon
2014 Dari delapan wajib pajak tersebut terdapat salah satu wajib pajak yang berada dikawasan Kelurahan Kotabumi di Kecamatan Purwakarta mana mayoritas huniannya dijadikan tempat usaha rumah kos namun hanya baru satu wajib pajak yang telah melaporkan pajaknya. Menurut informasi yang telah didapat dari Hadi Permana selaku Kepala Seksi Penagihan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode 20112014, menjelaskan bahwa telah dilakukannya sosialisassi penyuluhan akan pajak hotel untuk rumah kos melalui media elektronik seperti TV lokal,
media cetak dan bioskop. Adapun sosialisasi secara langsung baru dilakukan dengan cara mengundang calon wajib pajak rumah kost dari daerah Pulomerak, Jombang dan Cibeber. Dengan kurangnya sosialisasi langsung dari petugas ke setiap Kecamatan di Kota Cilegon, wajar saja banyak dari masyarakat yang kurang mengetahui adanya perubahan pada pasal 1 angka 12 pada Peraturan Walikota Cilegon No. 49 Tahun 2011 dan yang terbaru Peraturan Walikota Cilegon No.26 Tahun 2012 yang mana usaha rumah kos yang melebihi sepuluh kamar dikenakan pajak hotel. Kedua, terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten dan berpendidikan tinggi. Dari 44 orang pegawai pelaksana yang didapat dari proses pengumpulan data awal masih terdapat 17 orang pegawai berstatus pendidikan tamatan Sekolah Menengah Atas, tiga diantaranya berpendidikan ijazah Sekolah Menengah Atas dengan berpangkat golongan Pengatur Muda/ IIa dibidang pelaksana (Profil DPPKD Kota Cilegon, 2010). Adapun data terbaru yang di diperoleh terdapat 6 (enam) orang yang berpendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas dan bahkan tidak ada satupun yang berpendidikan dengan lulusan perpajakan. Terkait dengan hal tersebut kualitas pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan yang dilakukan khususnya dibidang pajak daerah baik itu dalam melakukan penagihan dan penerimaan setoran pajak karena harus memiliki pengalaman dan pembelajaran khusus. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan dapat melaksanakan pekerjaannya secara terperinci dan terarah.
Ketiga, ketidaktegasan pemerintah dalam pemberian sanksi kepada petugas dan wajib pajak. Hal ini didukung tidak adanya kegiatan sidak sadar wajib pajak oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Menurut kepala seksi pendapatan dan dokumentasi bidang pajak daerah DPPKD Kota Cilegon periode 2008-2014 beliau menerangkan bahwa wajib pajak menyetorkan sendiri pajaknya melalui Petugas Dinas Luar (PDL), setiap akhir bulan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) kepada wajib pajak kemudian wajib pajak mengisi dengan benar dan lengkap jumlah omset/ pendapatan selama 1 bulan kalender pada masa pajak bulan tersebut dan disampaikan ke dinas selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak dan apabila tidak melaporkan pajaknya akan diberikan teguran secara tertulis untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dalam waktu tujuh hari dan apabila tidak mengembalikan, maka dari Kasi Pendataan akan menerbitkan memo internal dan apabila sampai tanggal 30 belum memberikan SPTPDnya maka Kasi Pendataan akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB). Adapun sanksi yang diberikan untuk pegawai menurut kepala seksi penetapan bidang pahak daerah DPPKD Kota Cilegon periode 2011-2014, sanksi yang diberikan untuk pegawai hanya berupa teguran hingga tiga kali saja dan seterusnya diserahkan kepada pimpinan tertinggi. Seperti yang dijelaskan diatas, sanksi
yang diberikan kepada pegawai dirasakan kurang begitu tegas dengan jumlah wajib pajak yang kurang dari yang diharapkan. Berdasarkan data diatas, maka peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti tentang “Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi)”, sehingga peneliti dapat mengkaji lebih jauh upaya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak hotel.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan hasil observasi awal
di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon dan pengelola rumah kos di Kelurahan Kotabumi, maka peneliti mengidentifikasi masalah diatas yang terkait dengan: 1. Kurangnya pemahaman dari pemilik kosan akan sadar pajak.
2. Terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten dan berpendidikan tinggi.
3. Ketidaktegasan pemerintah dalam pemberian sanksi kepada petugasnya dan wajib pajak.
1.3
Batasan Masalah Mengingat masalah yang diteliti merupakan masalah yang komplek
dan telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 dan Peraturan Walikota Cilegon No. 26 Tahun 2012 seharusnya telah berjalan dengan baik berapa tahun belakangan. Maka dengan itu peneliti membatasi ruang lingkup kajian penelitian pada aspek yang berkaitan dengan “Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi)”.
1.4
Rumusan Masalah Berdasarkan
pemaparan
pada
pendahuluan
diatas
dan
memperhatikan fokus penelitian pada batasan masalah, maka rumusan masalah yang menjadi kajian peneliti adalah: Bagaimana Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi)?
1.5
Tujuan Penelitian Dalam sebuah penelitian, peneliti harus menentukan tujuan yang
ingin dicapai sebab tanpa adanya tujuan yang jelas maka seorang peneliti akan mengalami kesulitan. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Untuk mengetahui tentang bagaimana administrasi
perpajakan daerah pada pajak hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Derah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi).
1.6
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dilakukan dengan memiliki tujuan untuk
“Mengetahui Bagaimana Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi)”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1.6.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta dapatmenambah pengetahuan juga wawasan dan pemahaman lebih tentang pajak daerah umumnya dan pajak hotel dengan objek rumah kost pada khususnya.
1.6.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) dalam merumuskan kebijakan untuk mengoptimalkan pendapatan daerah khususnya disektor pajak hotel.
1.7
Sistimatika Penulisan Penulisan penelitian ini tersusun atas sitematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini terdiri dari latar belakang yang menerangkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari lingkup yang paling umum sehingga menukik ke masalah paling khusus atau spesifik. Kemudian selanjutnya yaitu identifikasi masalah, dalam hal ini identifikasi maslah mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari tema/ topik/ judul penelitian atau masalah. Kemudian terdapat juga kegunaan penelitian yang akan diteliti, dan yang terakhir yaitu sistematika penelitian yang menjelaskan dari bab per bab yang ada dalam penelitian. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini menjelaskan mengenai uraian sistematika tentang teori dan (bukan sekedar pendapat dari para para ahli ataupun penulis buku) dan hasil- hasil penelitian yang relevan dengan variable dan kemudian disusun secara teratur dan rapi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Terdiri dari metode penelitian yang menjelaskan tentang penggunaan
metode
yang
digunakan.
Instrumen
penelitian
menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data. BAB IV HASIL PENELITIAN Menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian dimana berisikan tentang penjelasan dari lokus penelitian, deskripsi data merupakan penjabaran dari data-data yang sudah di dapat, interpretasi hasil penelitian dan pembahasan merupakan penjabaran lebih lanjut dari hasil penelitian yang sudah didapat. BAB V PENUTUP Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai; kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kemudian memberikan saransaran yang bersifat konstruktif pada instansi yang terkait dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Memuat
daftar
pustaka
dipergunakan dalam penelitian. LAMPIRAN
(literature
lainnya)
yang
Menyajikan lampiran-lampiran yang dianggap perlu untuk penelitian yang berhubungan dengan data penelitian dan tersusun secara berurutan.
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1
Deskripsi Teori Deskripsi teori digunakan untuk memperkuat uraian sebelumnya.
Pada bab ini peneliti menggunakan beberapa teori untuk mendukung masalah dalam penelitian. Teori berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi panduan dalam penelitian. Maka dari itu, pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini. 2.1.1 Teori Tahapan Administrasi Perpajakan Menurut M. Ikhsan & Roy V. Salomo (2002:109), tahapan administrasi perpajakan daerah terhadap efektivitas perpajakan adalah: 1. Mengidentifikasi Subjek dan Objek pajak daerah/ penentuan wajib pajak; 2. Melakukan penilaian (assessment) dan penetapan nilai pajak terhutang; 3. Melakukan penagihan atau penerimaan setoran pajak; 4. Melakukan pembukuan penerimaan pajak; 5. Menegakkan hukum atau aturan perpajakan.
Tahap pertama, penentuan wajib pajak yang perlu dilakukan adalah identifikasi wajib pajak secara cermat, terutama terhadap objek pajak yang relatif mudah untuk disembunyikan, sehingga wajib pajak tidak mudah untuk melakukan penghindaran pembayaran pajak. Identifikasi wajib pajak dilakukan upaya untuk menjaga akurasi dan aktualitas data objek dan subjek pajak yang mana dibutuhkannya updating data atau pembaharuan data mengingat jumlah objek pajak sangat rentan terhadap kondisi ekonomi yang terus berubah. Tahap kedua, instansi yang berwenang mengadministrasikan suatu jenis pajak (misalnya Dinas Pendapatan Daerah) melakukan penilaian kembali terhadap keberadaan subjek dan atau objek pajak yang telah teridentifikasi. Penilaian kembali ini memiliki dua tujuan yaitu sebagai suatu cara untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang akan diterima dari suatu objek pajak tertentu dan sebagai suatu cara untuk melakukan penetapan pajak terutang bagi objek pajak yang tidak terdata dengan baik karena subjek pajak belum atau tidak melakukan pembukuan dengan baik. Pada tahap ini seringkali diperlukannya keterlibatan wajib pajak, terutama bila informasi yang dibutuhkan untuk menilai objek pajak tidak dimiliki oleh petugas pajak Tahap ketiga, cara pemungutan pajak dapat lebih mudah bila tarif pajak ditetapkan secara otomatis atau dengan cara menagitkan pembayaran pajak dengan suatu layanan tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Dalam tahap penagihan pajak ini petugas pajak yang menagih tidak boleh sama dengan petugas pajak yang melakukan penetapan pajak terhutang. Yang tidak kalah pentingnya penerimaan pajak sebaiknya dapat direalisasikan tepat pada waktunya, karena jika tidak akan dapat mengakibatkan terjadinya tunggakan pajak yang mana akan membawa implikasi pada bertambahnya aktivitas dalam administrasi perpajakan yang pada gilirannya dapat menambah cost. Untuk mencegah terjadinya tunggakan pajak dan penghindaran pajak maka yang perlu dilakukan adalah melakukan penyuluhan yang terus menerus kepada para wajib pajak. Tahap keempat, pembukuan menyangkut bagaimana penerimaan pajak tersebut dicatat dan masuk dalam kas daerah atau rekening pendapatan pajak daerah. Dalam hal ini pegawai tidak perlu harus memiliki tingkat keahlian yang tinggi, namun yang lebih dibutuhkan adalah pegawai dengan tingkat kejujuran yang tinggi dan diperlukannya sistem akuntansi yang baik, yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum, mudah dilaksanakan, transparan, serta mudah menjamin keutuhan hasil pendapatan dari pajak yang sudah diterima. Penegakan aturan perpajakan tidak saja diperlukan terhadap wajib pajak yang belum membayar pajak, memiliki tunggakan pajak, maupun mereka yang dengan sengaja melakukan upaya penghindaran pajak, namun juga perlu dilakukan terhadap para petugas pajak sendiri agar melakukan tugasnya secara bertanggung jawab.
Menurut M. Ikhsan & Roy V. Salomo (2002:122), faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas perpajakan adalah : 1. Penghindaran pajak oleh wajib pajak. 2. Kolusi antara wajib pajak dengan petugas pajak.
3. Penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak.
2.1.2 Konsep Pajak Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Brajakusumah dan Solihin, 2004:169). Pendapatan asli daerah merupakan sumber penerimaan yang sangat penting dan harus ditingkatkan untuk dapat membiayai penyelenggaraan/ wewenang pemerintah daerah dalam pembangunan daerahnya untuk dapat mandiri menjalankan pemerintahannya disegala aspek yang ada. Dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang termasuk kedalam sumber Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah. Pada kenyataannya pajak dianggap sebagai salah satu cara
yang paling efektif untuk mendistribusikan beban pemerintah kepada rakyatnya. Zain (2008:11) mengemukakan pengertian pajak sebagai berikut: Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sector swasta ke sector pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapatkan imbalan yang langsung dan proposional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Adapun pengertian pajak menurut Sumirat (2005:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Marihot (2005:7), pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang- undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/ balas jasa) langsung, yang hasilnya
digunakan
penyelenggaraan
untuk
pemerintah
membiayai dan
pengeluaran
pembangunan.
negara
dalam
Pengertian
diatas
menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan secara paksa. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan ciri-ciri yang terkait tentang pajak, yaitu:
1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas Negara, yaitu kas pemerintah pusat atau kas pemerintah daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut) 3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si pembayar pajak). Tidak adanya hubungan langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu. 4. Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasi kontra prestasi dari Negara kepada para pembayar pajak. 5. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang menurut peraturan perundang-undang an pajak dikenakan pajak. 6. Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan, artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pembayaran pajak, dapat dikenakan sanksi, baik sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Slamet (2009:241), ada beberapa unsur pajak yang disimpulkan oleh Isnanto (2001:16) sebagai berikut ini:
Pertama, pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara dalam arti bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah Negara. Dengan alasan apapun swasta atau partikelir tidak boleh memungut pajak. Kedua, berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dalam arti bahwa walaupun Negara mempunyai hak dan untuk memungut pajak, tetapi dalam pelaksanaanya harus memperoleh persetujuan dari rakyat, yaitu melalui undang-undang. Ketiga, tanpa jasa timbalbalik (prestasi) dari Negara yang dapat langsung ditunjuk, dalam arti bahwa jasa timbal-balik atau kontraprestasi yang diberikan oleh Negara kepada rakyatnya tidak boleh dihubungkan secara langsung
dengan besarnya pajak. Keempat, untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum, dalam arti bahwa pengeluaranpengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum”. Ditinjau dari lembaga pemungutan pajaknya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat (pajak negara) dan pajak daerah. Pembagian ini di Indonesia dikarenakan hierarki pemerintahan yang berwenang menjalankan pemerintahan dan memungut sumber pendapatan Negara, khusunya pada masa otonom daerarah saat ini. Pajak neagara seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Bea Masuk, Bea Keluar (Pajak Ekspor) dan Cukai. Pada pajak daerah, pemungutan pajak yang dilakukan berupa pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerahnya sendiri (daerah Otonom). Menurut Mardiasmo (2009:12), pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Jadi pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang cukup memberikan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah yang mana setiap daerah dituntut agar dapat meningkatkan sumber pendapatan asli daerahnya agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan melakukan pemerataan pembangunan dengan baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan sebagainya. Untuk dapat membiayai dan memajukan daerahnya tersebut, antara lain dapat ditempuhsuatu kebijaksanaan yang mewajibkan setiap orang untuk membayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Sumber pendapatan daerah yaitu; 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi; pajak daerah, retribusi daerah termasuk didalamnya hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah, lain-lain PAD yang sah.
2. Dana
perimbangan,
merupakan
dana
yang
bersumber
dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Menurut Undang-Undang Pajak Daerah Nomor 34 Tahun 2000 yang kemudian diubah kedalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis Pajak Propinsi terdiri dari
1. Pajak Kendaraan Bermotor;
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4. Pajak Air Permukaan; dan
5. Pajak Rokok
Jenis Pajak Kabupaten/ Kota terdiri dari 11 jenis pajak, yaitu; Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Adapun fungsi pajak menurut Waluyo (2009:6), terbagi atas dua, yaitu: Fungsi Penerimaan (Budgeter) yang mana pajak berfungsi sebagai
sumber
dana
yang
diperuntukkan
bagi
pembiayaan
pengeluaran-
pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimaksukkan pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. Yang kedua yaitu Fungsi Mengatur (Reguler)
yang
mana
pajak
berfungsi
sebagai
alat
untuk
mengatur/melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata). Taatbestand adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak. Kewajiban pajak dari seseorang terjadi apabila orang/ masyarakat tersebut memenuhi hal tersebut. Penentuan yang menjadi objek pajak daerah saat ini dapat dilihat pada Permen No. 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah yang merupakan pengganti dari Permen No. 19 Tahun 1997 tentang pajak daerah. Hal ini merupakan penentuan objek pajak daerah secara garis umum, yang mana dilihat pemberlakuan suatu jenis pajak daerah pada suatu propinsi atau kabupaten/ kota ditetapkan dengan peraturan daerah yang mana untuk mengetahui apa saja yang menjadi objek pajak yang harus dilihat, dan apa yang ditetapkan peraturan daerah sebagai objek pajak daerahnya. Dalam hal pemungutan pajak daerah terdapat dua istilah yang berbeda yaitu subjek pajak dan wajib pajak. Subjek pajak adalah orang prbadi atau badan yang dapat dikenakan pajak, sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 22.Tarif Pajak Daerah Menurut Waluyo (2009:17) tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar). Tarif pajak daerah dapat dipungut oleh pemerintah daerah yang mana telah diatur dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 yang ditetapkan dengan pembatasan atas tarif paling tinggi, yang berbeda-beda untuk setiap jenis pajaknya, yaitu:
1. Pajak Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi pertama paling besar 2% dan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya paling besar 10%. 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, ditetapkan paling tinggi penyerahan pertama 20% dan peyerahan kedua dan seterusnya 1% 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi 10% 4. Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10% 5. Pajak Rokok ditetapkan paling tinggi 10% 6. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10% 7. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10% 8. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35%
9. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25 % 10. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10% 11. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan paling tinggi 25% 12. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30% 13. Tarif Pajak air tanah ditetapkan paling tinggi 20% 14. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi 10% 15. Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi 0,3% 16. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5% Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sepuluh persen dan ditetapkan dalam peraturan daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Dengan adanya penetapan tarif pajak ini dimaksudkan agar pemerintah Kabupaten/ Kota dapat berkreasi dan leluasa dalam menetapkan tarif pajak sesuai dengan kondisi daerahnya sendiri.
2.1.4 Pengenaan Pajak Dasar pengenaan pajak Kabupaten/ Kota adalah sebagaimana disebutkan di bawah ini: 1. Pajak Hotel dikenakan atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istemewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga
pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel/ yang termasuk dalam jenis pajak hotel.
2. Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran.
3. Pajak Hiburan dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan.
4. Pajak Reklame dikenakan atas nilai sewa reklame yang didasarkan atas nilai jual objek pajak reklame dan nilai strategis pemasangan reklame.
5. Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga listrik yang terpakai.
6. Pajak Parkir dikenakan atas penerimaan penyelenggaraan parker yang berasal dari pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir kendaraan bermotor.
2.1.5 Definisi Pajak Hotel Menurut Marihot (2005:245) pajak hotel adalah pajak atas pelayaan hotel. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 :
Hotel adalah fasilitas penyediaan jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Pemungutan pajak hotel saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh Kabupaten/ Kota yang ada di Indonesia. Pada dasarnya pemerintah daerah terlebih dahulu harus menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel. Peraturan yang diterbitkan tersebut akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hotel didaerah Kabupaten/ Kota yang bersangkutan.
Menurut Marihot (2005:246), ada beberapa terminology yang perlu diketahui dalam pemungutan pajak hotel, yaitu: 1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu dikelola, dan dimiliki oleh pertokoan dan perkantoran. 2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi apapun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umum. 3. Pengusaha hotel adalah pribadi atau badan bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dalam bidang penginapan. 4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai pembayaran kepada pemilik hotel.
5. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekalipun sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan atas jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak. Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk:
1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Yang dimaksud disini adalah rumah penginapan termasuk rumah kost dengan jumlah kamar sepuluh atu lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan/fasilitas jangka pendek antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan.
2. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tingkat jangka pendek yang bersifat memberikan kemudahan dan kenyamanan, antara lain telepon, facsimile, teleks, fotocopy, pelayanan cuci, setrika, taksi, pengangkutan lainnya yang disediakan dan dikelola oleh hotel.
3. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel bukan umum.
4. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel ataupun penginapan baik itu rumah kos, losmen, motel dan lainnya. Menurut Muljono (2009), wajib pajak adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pengusaha dibidang jasa penginapan. Dalam menjalankan kewajibannya/ perpajakannya sebagai wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak hotel, dan bertanggung jawab secara pribadi dalam pembayaran pajak terutang. Wajib pajak juga dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa
khusus
untuk
menjalankan
hak
dan
memenuhi
kewajiban
perpajakannya.
2.1.6 Hukum Pemungutan Pajak Hotel Pemungutan pajak hotel di Indonesia didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak terkait. Dasar hukum pemungutan pajak hotel pada suatu Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah danm Retribusi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
3. Peraturan Pemerintah Nomo 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153);
4. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota yang mengatur pajak hotel. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 6 Tahun 2011 tentang tatacara pemungutan pajak hotel. 5. Keputusan Bupati/ Walikota yang mengatur tentang pajak hotel sebagai aturan pelaksana peraturan daerah tentang pajak hotel pada Kabupaten/Kota yang dimaksud. Peraturan Walikota Cilegon No. 26 Tahun 2012 tentang tatacara pemungutan pajak hotel.
2.1.7 Cara Pemungutan Pajak Hotel Setiap pengusaha hotel (yang menjadi wajib pajak) wajib menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak hotel yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Ketentuan ini menunjukkan system pemungutan pajak hotel pada dasarnya merupakan Self Assessment System yaitu suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang dengan ciri-ciri:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri;
2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang;
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi (Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kota, yang ditunjuk oleh Bupati/ Walikota menjadi fiskus).
Penetapan
pajak
setiap
daerah
tidak
semuanya
diserahkan
sepenuhnya kepada wajib pajak, tetapi ditetapkan oleh kepala daerah.Pada daerah yang wajib pajaknya ditetapkan oleh Bupati/ Walikotanya, jumlah pajak terutang ditetapkan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Daerah (SKPD), yang mana wajib pajak tetap memasukan SPTPD tanpa perhitungan pajak.Berdasarkan SPTPD yang disampaikan tersebut dan pendataan yang dilakukan oleh fiskus, Bupati/ Walikota/pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/ Walikota menetapkan pajak hotel yang terutang dengan menerbitkan SKPD. SKPD tersebut harus dilunasi oleh wajib pajak paling lama tiga puluh hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib pajak yang bersangkutan. Namun tidak semua kegiatan pemungutan pajak hotel dapat diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak.
2.1.8 Analisis Potensi Pajak Hotel Potensi adalah sesuatu yang sebenarnya sudah ada, hanya belum didapatkan atau diperoleh di tangan (Mahmudi, 2010:48). Untuk memperoleh potensi tersebut, misalnya saja potensi sumber daya tambang perlu upaya eksplorasi dan eksploitasi, untuk potensi pajak perlu dilakukan upaya pajak (tax effort). Potensi pendapatan masing-masing daerah pastilah tidak sama karena adanya perbedaan faktor demografi, ekonomi, sosiologi, budaya geomorfologi dan lingkungan wilayahnya. Walaupun adanya potensi yang sama antara satu daerah dengan daerah yang lain pastinya sumber daya manusia yang mengolahnya berbeda kemampuan dan pemikiran sehingga berpengaruh terhadap pendapatannya. Suatu daerah potensi dan kemampuannya dalam mengelola potensi dikategorikan atas empat macam, yaitu;
1.
Memiliki potensi dan kemampuan mengelola yang tinggi;
2.
Memiliki potensi yang tinggi namun kemampuan mengelolanya rendah;
3.
Memiliki potensi yang rendah namun kemampuan mengelola yang tinggi
4.
Memiliki potensi yang rendah dan kemampuan mengelolanya rendah. Perhitungan potensi pendapatan dibagi atas dua pendekatan,
pendekatan basis makro, misalnya dilakukan melalui teknik estimasi dengan modal regresi ekonometrik yang menggunakan variabel makro ekonomi sebagai proksi, pendekatan basis mikro dilakukan dengan cara melakukan survey dan observasi terhadap objek dan subjek kemudian dilakukan perhitungan (assessment) potensi pendapatan yang ada. Adapun cara menghitung potensi pajak hotel menurut Mahmudi (2010:66) adalah:
Rumus: Potensi Pajak Hotel : Rata-rata Hunian Kamar x Tarif Rata-rata x 360 hari x Tarif Pajak
2.2
Definisi Rumah Kost Menurut Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta adalah: Perumahan pemondokan/ rumah kos adalah rumah yang penggunaannya sebagian atau seluruhnya dijadikan sumber pendapatan oleh pemiliknya dengan jalan menerima penghuni pemondokan minimal 1 (satu) bulan dengan pungutan uang
pemondokan. Kos-kosaan dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian yang bersifat sementara dengan sasaran pada umumnya adalah mahasiswa dan pelajar yang berasal dari luar kota atau luar daerah. Walaupun sasaran dari rumah kos adalah mahasiswa dan pelajar, tidak sedikit pula rumah kos ditempati oleh masyarakat umum yang tidak memiliki
rumah
pribadi
dan
menginginkan
berada
pada
lokasi
beraktifitasnya sehari-hari.
2.3
Penelitian Terdahulu Untuk menunjang penelitian ini, peneliti menggunakan tiga
penelitian terdahulu, yaitu: 1. Penelitian dengan judul “Pelaksanaan Administrasi Pemungutan Pajak Hotel di Dinas Pendapatan Kota Depok pada tahun 2001/2002”, yang diteliti oleh Hendra Prawira W. Siregar dalam Program Sarjana Ekstensi Universitas Indonesia pada tahun 2004. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan administrasi Pajak Hotel berdasarkan ketentuan
perundang-undangan
Pajak
Hotel
dan
untuk
mengetahui bagaimana efektivitas administrasi pemungutan Pajak Hotel di Dispenda Depok. Permasalahan pokok pada penelitian terdahulu adalah bagaimana pelaksanaan administrasi pemungutan Pajak Hotel berdasarkan ketentuan perundang-
undangan mengenai Pajak Hotel dan bagaimana efektivitas pemungutan Pajak Hotel di Dispenda Depok. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu efektivitas administrasi pemungutan Pajak Hotel di Dispenda Depok dapat dikatakan efektif walaupun masih ada wajib pajak yang belum terdaftar dan terdata terutama wajib pajak SKP. Hal ini dikarenakan kurangnya usaha Dispenda Depok dalam sosialisasi baik itu melalui penyuluhan secara lengsung/ aktif, maupun tidak langsung/ pasif. Selain itu adanya aparat pajak yang sekaligus melaksanakan tugas pendataan dan penagihan yang dapat memperbesar peluang untuk “berunding” dengan wajib pajak.
Dalam
pelaksanaan
penetapan
pajak
terhutang
memungkinkan adanya negosiasi negatif antara wajib pajak dan aparat pajak. Dan dalam pelaksanaan penagihan aparat pajak masih kurang tegasnya penerapan pengenaan sanksi-sanksi administrasi terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Persamaan
penelitian
terletak
pada
bahasan
terhadap
administrasi perpajakan. Selain itu persamaan penelitian terdapat pada identifikasi masalah, yaitu kurangnya sosialisasi terhadap calon wajib pajak dan kurang tegasnya penerapan
sanksi-sanksi administrasi terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Perbedaan penelitian terletak pada lokus penelitian. Perbedaan lainnya terletak pada sistem pemungutan pajak yang dipakai. Pada penelitian terdahulu sistem yang dipakai adalah Semi Self Assessmet System dan sistem yang dipakai di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Cilegon adalah Self Assessment System. Pada dasarnya Semi Self Assessment System merupakan gabungan antara Official Assessment System dan Self Assessment System. Dimana Wajib Pajak menghitung pajaknya sendiri di tahun berjalan, dan pada akhir tahun aparat pajak melakukan penghitungan pajak yang aktual pada tahun tersebut. 2. Penelitian dengan judul “Efektifitas Pengelolaan Pajak Hotel di Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Serang”, yang diteliti oleh Andi Jamjani pada tahun 2011. Tujuan penelitian tersebut berfokus pada mengetahui efektivitas pengelolaan pajak hotel di Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Serang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kuantitatif. Hasil penelitian terdahulu dari Andi Jamjani yaitu efektifitas pengelolaan pajak hotel di Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Serang belum efektif, dimana hanya
mencapai angka 63% yang mana hipotesis penelitian dapat diterima apabila mencapai angka 65%. Persamaannya terletak pada identifikasi masalah yang dibahas yaitu pertama, rendahnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas penagihan pajak dalam hal seksi penetapan pajak dan penagihan di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Serang sehingga ada beberapa hotel yang tidak taat pajak. Kedua, tidak adanya sanksi yang tegas terhadapwajib pajak hotel yang tidak taat pajak. Ketiga, masih ditemukannya hotel di Kabupaten Serang yang belum terdata secara rinci, sehingga belum terdaftar secara wajib pajak. Perbedaan penelitian ini terletak pada lokus penelitian dan fokus penelitiannya yaitu pada efektivitas pengelolaan pajak hotel sedangkan penelitian yang peneliti pada faktor-faktor pada administrasi perpajakan itu sendiri, yang mana yang diteliti adalah objek pajak hotel berupa rumah kos lebih dari 10 kamar. 3. Selain itu peneliti juga mengambil kajian penelitian terdahulu dari jurnal perpajakan “Siapkah Pusat Melepas Pajak Daerah?” dengan
tahun
terbitan
2007.
Jurnal
tersebut
berjudul
Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa dan Pengadilan Pajak. Pembahasan jurnal tersebut terkait dengan
kebijakan penagihan pajakyang menyangkut Surat Paksa, Penagihan,
Pencegahan
dan
penyanderaan,
Pelanggaran.
Dengan adanya UU No. 19/1997 dan UU No.19/2000, dirjein pajak selaku pemungut pajak dapat lebih mudah menghimpun pajak dari masyarakat, karena dengan undang-undang tersebut upaya wajib pajak untuk mangkir dari kewajiban pajaknya menjadi sangat kecil. Selain itu undang-undang tersebut dapat menjadi payung hukum bagi aparat didalam menjalankan tugasnya mengumpulkan pajak dari masyarakat. Putusan pengadilan memuat penerapan besarnya Pajak Terutang dari wajib pajak berupa hitungan secara teknis perpajakan sehingga wajib pajak langsung memperoleh kepastian hukum tentang besarnya
pajak
terutang
yang
dikenakan
kepadanya.
Kenyataannya praktik dari kekuasaan kehakiman itu masih dilaksanakan dengan mendapat pengaruh dari kekuasaan pemerintah yaitu Pengadilan Pajak dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Ketika wajib pajak mengajukan upaya hukum keberatan, wajib pajak sering sekali beranggapan bahwa wajib pajak tidak perlu melunasi utang pajaknya dan tidak akan dilakukan penagihan pajak, padahal menurut pasal 25 ayat (7) UUKUP menegaskan bahwa keberatan tidak menunda pembayaran pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak. Walaupun wajib pajak diberikan kesempatan untuk mengajukan banding 30 hari sejak tanggal diterimanya putusan, namun dalam hal Undang-Undang Pengadilan Pajak tidak menetapkan jangka waktu penyelesaian sengketa banding.
Apabila keputusan pengadilan pajak
mengabulkan sebagian atau seluruh banding, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24% bulan karena hanya diakui perhitungan bunga 2% selama 24% bulan, maka dapat merugikan wajib pajak. Persamaan dengan penelitian yang sekarang adanya pembahasan terkait dengan penagihan pajak namun perbedaannya, penelitian terdahulu lebih terfokus pada penagihan pajak dengan surat paksa dan pengadilannya saja.
2.4
Kerangka Pemikiran Kerangka berfikir menurut Sugiyono (2008:91), merupakan model
konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting.
Pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya memerlukan sumber pembiayaan yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), yaitu pajak daerah yang mana merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi terhadap APBD. Pada masa otonomi saat ini diharapkan setiap daerah untuk dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam mencari sumber-sumber penerimaan dan membiayai pengeluaran pemerintahan daerahnya dalam hal menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerahnya dengan baik. Pemerintah daerah dituntut agar bisa merancang dan mengelola sumber daya alam (potensi) yang ada dan sumber daya manusia yang tinggi sehingga
terjadinya
pertumbuhan
ekonomi
yang
bisa
membiayai,
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerahnya.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, maka penerimaan pajak daerah akan semakin meningkat, peningkatan pajak daerah ini disebabkan oleh dua hal, yaitu: pertama, karena semakin meningkatnya dasar pajak dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajibannya. Kedua, karena adanya pemungutan pajak yang semakin baik dan perbaikan administrasi aparat perpajakannya itu sendiri/ Dinas Pendapatan Daerah masing-masing.
Dalam penelitian ini terdapat tiga masalah dalam administrasi perpajakan daerah pada pajak hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon dengan studi kasus rumah kos lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi, yaitu:
1. Kurangnya pemahaman dari pemilik kosan akan sadar pajak.
2. Terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan berpendidikan tinggi.
3. Ketidaktegasan
aparatur
dalam
pemberian
sanksi
kepada
petugasnya dan wajib pajak. Adapun teori yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dengan memakai teori dari M. Ikhsan dan Roy V. Salomo (2002:109) dengan mengidentifikasi subjek dan/atau objek pajak daerah yang mana tahap ini instansi yang berwenang memungut pajak daerah harus mengidentifikasi subjek atau objek dari masing-masing jenis pajak daerah yang akan dipungut. Dalam peningkatan penerimaan pajak daerah, petugas pajak haruslah melakukan sosialisasi pada semua wilayah di daerahnya secara langsung maupun tidak langsung agar mudah dimengerti terutama masyarakat awam yang berada di pelosok namun berpenghasilan terutama dirumah kos. Dengan adanya sosialisai secara langsung maka masyarakat dapat menerima informasi yang jelas dan petugas dapat langsung mendata wajib pajak yang tepat sasaran. Terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan berpendidikan tinggi. Dari data yang didapat dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon terdapat 44 orang berjabatan
pelaksana pada bidang pajak daerah, namun hanya delapan orang yang berpendidikan terakhir sarjana ekonomi dan masih terdapatnya jabatan pelaksana maupun berpangkat pengatur muda yang lulusan Sekolah Menengah Atas. Adapun diklat atau bintek yang diikuti oleh bidang pajak daerah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon diikuti oleh 13 orang. Hal berpengaruh pada kualitas kerja baik itu secara penagihan dan penerimaan setoran pajak Menegakkan hukum atau aturan perpajakan, hal ini sangat penting dalam mengatur konsistensi dalam melaksanakan tugas dengan baik dan bertanggung jawab agar dapat mencegah kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hak dan kewajiban masing-masing. Hal ini agar tercapainya kinerja adaministrasi perpajakan daerah yang optimal. Berikut ini adalah bagan dari penjabaran yang telah dipaparkan diatas:
Identifikasi Masalah 1. Kurangnya pemahaman dari pemilik kosan akan sadar pajak 2. Terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten dan berpendidikan tinggi. 3.
Kurangnya ketegasan aparatur dalam pemberian sanksi kepada petugasnya dan wajib pajak.
Sumber: Peneliti, 2014
Tahapan Administrasi Perpajakan Daerah 1. Mengidentifikasi subjek dan atau objek pajak daerah/ penentuan wajib pajak. 2. Melakukan penilaian (assessment) dan penetapan nilai pajak terhutang. 3. Melakukan penagihan atau penerimaan setoran pajak. 4. Melakukan pembukuan penerimaan pajak. 5.
Menegakkan hukum atau aturan perpajakan.
Sumber: M. Ikhsan & Roy V. Salomo hal 109-116
Tercapainya kinerja administrasi perpajakan daerah yang optimal Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
2.5
Asumsi Dasar Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang dipaparkan diatas,
peneliti sudah melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi bahwa penelitian tentang “Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan DaerahKota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi)”, belum berjalan dengan optimal.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Metode penelitian sangat erat dengan tipe penelitian yang digunakan
karena tiap-tiap dan tujuan penelitian yang didesain memiliki konsekuensi pada pilihan metode penelitian yang tepat guna mencapai tujuan penelitian tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, yang mana peneliti menggambarkan dan menjelaskan situasi dan kondisi yang terjadi, setelah peneliti melakukan observasi dan wawancara yang berkaitan dengan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon.
Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif, istilah penelitian kualitatif dikemukakan oleh Moleong (2005:4). Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini mengarah pada latar dan individu atau organisasi kedalam variable atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Dengan menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Seperti yang dikemukakan oleh Alwasilah (2006:154), yaitu :
“… metode kualitatif lebih mudah diadaptasikan dengan realitas yang beragam dan saling berinteraksi. Penelitian kualitatif juga dinilai lebih sensitiveterhadap segala aspek dan perubahan yang saling mempengaruhi yang bakal dihadapi”
Adapun pengertian Metode Penelitian Kualitatif menurut Sugiyono (2012:1) adalah :
Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data sebagai induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. 3.2
Fokus Penelitian Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif juga disebut sebagai
batasan masalah, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum (Sugiyono, 2012:32). Adapun fokus dari penelitian ini adalah terkait rumah kos lebih dari sepuluh kamar yang ada di Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah pegawai Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota.
3.3
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil adalah Kelurahan Kotabumi yang
terletak pada kawasan Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon. Adapun alasan peneliti memilih lokus penelitian pada Kelurahan Kotabumi tersebut dari enam jumlah Kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Purwakarta dikarenakan Kelurahan Kotabumi adalah wilayah yang termasuk sangat potensial dan strategis untuk membangun usaha dalam bentuk tempat penginapan. Namun dari banyaknya potensi yang sangat mencolok di Kelurahan tersebut, untuk potensi khususnya rumah kos lebih dari sepuluh kamar tersebut sangat disayangkan baru hanya satu yang terdata pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah. 3.4
Fenomena Yang Diamati
3.4.1 Definisi Konsep Fenomena yang diamati dalam penelitian ini adalah bagaimana administrasi perpajakan daerah pada pajak hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kost lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi) apakah berjalan dengan optimal. Konsep tahapan administrasi perpajakan daerah merupakan hal yang sangat penting dalam pendapatan daerah Kota Cilegon. Administrasi perpajakan daerah merupakan suatu proses yang saling terkait satu sama lain dalam rangka menghasilkan pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah. Administrasi Perpajakan merupakan salah satu
komponen dari tiga unsur sistem perpajakan. Administrasi perpajakan mengandung tiga kompenen, yaitu pertama, instansi atau badan yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemungutan pajak, kedua, orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instansi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak. Dan ketiga, kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak oleh suatu instansi atau badan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dalam kebijaksanaan perpajakan, berdasarkan sarana hukum yang ditentukan oleh undang-undang perpajakan.
Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerahnya dan tidak dapat langsung dirasakan hasilnya namun hasil pungutannya digunakan pemerintah untuk membiayai rumah tangga daerahnya sendiri dengan terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel. Agar mampu menghasilkan penerimaan yang baik dan memadai dari berbagai jenis pajak yang ada maka dibutuhkan administrasi perpajakan yang baik pula. Dasar-dasar administrasi perpajakan yang baik adalah dengan adanya kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan undang-undang yang memudahkan bagi administrastor dan wajib pajak. Selain itu administrasi yang baik harus dapat memberikan sanksi yang sesuai dan tegas bagi seluruh administrator dan wajib pajaknya.
3.4.2 Definisi Operasional Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa fenomena yang akan peneliti amati dalam penelitian ini yaitu mengenai administrasi perpajakan daerah pada pajak hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Pada penelitian ini wilayah Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon cocok sebagai objek penelitian karena kurangnya pemahaman dari pemilik kosan akan sadar pajak sehingga masih banyaknya objek pajak rumah kost lebih dari sepuluh kamar yang belum dilaporkan ke Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon, selain itu masih terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten dan berpendidikan tinggidengan lulusan akuntansi dan perpajakan dan kurang ketidaktegasan pemerintah dalam pemberian sanksi kepada petugasnya dan wajib pajak.
3.5
Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan datadalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri. Menurut Irawan (2006), dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi instrument terpenting adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai instrument peneliti memiliki ciri tersendiri, seperti yang disebutkan dalam Sugiono (2005:61) yaitu :
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian 2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus. 3. Tiap situasi merupakan keseluruhan, tidak ada suatu instrument berupa test/ angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia 4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata. 5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang diperoleh dan dapat menafsirkannya. 6. Manusia sebagai instrumentdapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan dan digunakan dengan segera untuk perbaikan. 7. Manusia sebagai instrument, respon yang aneh dan menyimpang dapat diberi perhatian, bahkan yang bertentangan digunakan untuk meningkatkan kepercayaan dengan tingkat pemahaman yang diteliti. 3.6
Informan Penelitian Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi yang
diperlukan selama proses penelitian. Informan ini terbagi menjadi dua, yaitu informan kunci (key informan) dan informan sekunder (secondary informan).
Adapun dalam penentuan informan dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive yaitu teknik pengambilan data dari informan dengan pertimbangan bahwa orang yang dijadikan informan penelitian
merupakan orang yang kaya informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dilapangan. Dalam penelitian ini peneliti mencari dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan melalui informan yang telah ada, namun peneliti tidak menutup kemungkinan jika nantinya dalam proses pengerjaan penelitian ini, peneliti menemukan/ mendapatkan informan lain yang mampu memberikan informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh peneliti, diantaranya yaitu: Tabel 3.1 Daftar Informan No
Jabatan/ Status Sosial
Kode Informan I1
Keterangan Key Informan
1.
Kepala Bidang Pajak DPPKD Kota Cilegon
2.
Kepala Seksi Pendapatan dan Dokumentasi DPPKD Kota Cilegon (2008-2014) Kepala Seksi Pendapatan dan Dokumentasi DPPKD Kota Cilegon (2014-sekarang) Kepala Seksi Penetapan DPPKD Kota Cilegon (2011-2014)
I2-1
Key Informan
I2-2
Key Informan
I3-1
Key Informan
5.
Kepala Seksi Penetapan DPPKD Kota Cilegon (2014-sekarang)
I3-2
Key Informan
6.
Kepala Seksi Penagihan DPPKD Kota Cilegon (2011-2014)
I4-1
Key Informan
3. 4.
7.
Kepala Seksi Penagihan DPPKD Kota Cilegon (2014-sekarang)
I4-2
Key Informan
8.
Kasi Pemasyarakatan Kelurahan Kota Bumi
I5
Key Informan
9.
Kasi Trantib Kelurahan Kotabumi
I6
Key Informan
10.
Pengelola/penjaga rumah kos di jalan Gunung Kupak no. 22 dengan jumlah kamar 16 pintu. Pengelola/penjaga rumah kos handayani dengan jumlah kamar 30 pintu.
I7-1
Secondary Informan
I7-2
Secondaru Informan
Pengelola/penjaga rumah kos gunung karang no. 20 dengan jumlah kamar 30 pintu Sumber: Peneliti, 2014
I7-3
Secondary Informan
11. 12.
3.7
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data Ada dua sumber atau teknik pengumpulan data, yaitu: sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti, sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti. Sebagian data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dari hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data-data sekunder yang didapatkan berupa dokumen tulis, gambar dan foto-foto. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data adalah dengan menggunakan teknik:
1. Wawancara
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewancara dan informan dengan menggunakan pedoman wawancara (Nazir, 2009: 193). Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indepth interview) adalah data yang diperoleh
terdiri
dari
kutipan
langsung
dari
orang-orang
berpengalaman, pendapat perasaan dan pengetahuan informan penelitian.
2. Observasi Partisipatif Pasif
Peneliti langsung datang ke tempat objek penelitian tetapi pada proses penelitian ini peneliti tidak terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
3. Dokumentasi
Peneliti melakukan pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis, baik berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekamaan).
Adapun alat pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Buku catatan/ notebook: untuk mencatat setiap informasi dari sumber data pada saat wawancara dengan sumber data dan mencatat perkembangan penelitian di lapangan.
b. Kamera: untuk memotret kegiatan yang berkaitan dengan penelitian, berupa foto lokasi penelitian ataupun sumber data.
c. Alat Rekam: untuk keakuratan data bahwa informan pernah menjelaskan atau memberikan saksi sehingga tidak ada penggelakan atas saksi-saksi atau keterangan yang diajukan. Dan alat rekam juga sangat efektif bagi peneliti, hal ini digunakan karena ketakutan atas hilangnya data yang mana peneliti lupa.
4. Studi kepustakaan
Peneliti melakukan pencarian data-data yang bersumber dari bukubuku literature sebagai bahan acuan, kelengkapan data dan sebagai pendukung teori dari permasalahan pada penelitian.
3.7.2 Teknik Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan penelitian selesai. Dalam prosesnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles dan Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan penting, diantaranya; pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan (verification). Apabila digambarkan proses tersebut akan nampak seperti berikut ini:
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Kesimpulan
Gambar 3.1 Teknis Analisis Data Model Interaktif menurut Miles dan Huberman (Sumber: Sugiyono, 2012:92)
Adapun penjelasan dari gambar diatas adalah: a. Pengumpulan Data Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data mentah seperti wawancara mendalam, observasi lapangan, dokumentasi maupun studi kepustakaan. b. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukanan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data
akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti computer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
c. Penyajian Data (Data Display)
Setelah
data
direduksi,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (1984) menyatakan “the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narrative tex”. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
d. Verifikasi / Penarikan Kesimpulan (Verification)
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak dikemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
3.8
Pengujian Keabsahan Data Data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang
dilaporkan oleh peneliti dengan yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Dalam penelitian kualitatif data bersifat majemuk dan dinamis, sehingga tidak ada data yang bersifat konsisten dan berulang seperti semula. Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, pada penelitian ini dilakukan dengan triangulasi sumber dan tekniknya, yaitu:
1. Triangulasi sumberyaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. 2. Triangulasi teknik yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama namun dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2009:274). 3.9
Jadwal dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang “Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak
Hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Pajak Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kost lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi)”, maka lokus penelitian telah ditetapkan yaitu pada DPPKD Kota Cilegon. Adapun jadwal penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian NO.
Kegiatan
1.
Penelitian Awal
2.
Pengumpulan Data
3.
Analisis Data
4.
Penyusunan Proposal
5.
Bimbingan Proposal
6.
Penyerahan Proposal
7.
Seminar Proposal
8.
Revisi Bab 1- Bab 3
9.
Penelitian Lapangan
10.
Penyusunan Skripsi
11.
Bimbingan Skripsi
12.
Sidang Skripsi
13.
Revisi Skripsi Sumber : Peneliti 2014
Okt’ 13
Nov’13
Des’ 13
Jan’ 14
Feb’ 14
Mar’14
Waktu Pelaksanaan Penelitian Apr’ Mei’ Jun’ 14 14 14
Jul’ 14
Agus’14
Sept’14
Okt’ 14
Nov’ 14
Des’ 14
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1
Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kota Cilegon Kota Cilegon merupakan kota otonomi yang secara yuridis dibentuk berdasarkan UU No. 15/1999. Kota Cilegon
merupakan daerah strategis dan sangat potensial di Provinsi
Banten. Kota Cilegon terletak pada jalur pintu masuk Pulau Jawa- Sumatera. Berdasarkan letak geografisnya, Kota Cilegon terletak antara 105º54’05” - 106º05’11” Bujur Timur dan 5º52’24” - 6º04’07” Lintang Selatan.
Gambar 4.1 Peta Kota Cilegon
Dengan luas 175,50 Km², Kota Cilegon memiliki 8 kecamatan dan 43 kelurahan dengan ruas jalan sepanjang 280,20 km, beriklim tropis dengan temperatur berkisar antara 21,1 ºC – 34,1 ºC dengan curah hujan rata-rata 114 mm per bulan. Delapan kecamatan itu adalah Kecamatan Pulomerak, Cilegon, Cibeber, Ciwandan, Grogol, Purwakarta, Jombang, dan Citangkil. Kota Cilegon mempunyai batas-batas wilayah : 1. Sebelah Utara
: Kecamatan Bojonegara Kab. Serang
2. Sebelah Timur
: Kecamatan Kramatwatu Kab. Serang
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Anyer dan Kecamatan Mancak Kab. Serang 4. Sebelah Barat
: Selat Sunda
Secara umum lahan di wilayah Kota Cilegon awalnya berorientasi pada kegiatan pertanian. Namun dengan berjalannya perkembangan Kota Cilegon, pembangunan secara fisik berlangsung pesat sehingga terbentuknya kegiatan-kegiatan dengan jenis penggunaan lahan baru dan adanya penggeseran jenis penggunaan lahan sebelumnya. Saat ini makin tumbuhnya kegiatan perindustrian yang cukup mendominasi pada Kota Cilegon, hal ini berdampak pula pada perubahan penggunaan lahan yang ada terutama bertambahnya penggunaan lahan untuk pemukiman/ tempat tinggal. Pemanfaatan lahan di Kota Cilegon sebagian besar masih berupa lahan tegalan (39,74%), dan lahan untuk pemukiman (23,62%). Pemanfaatan lahan lainnya terdiri atas pertanian (17,24%), industri (15.44%), kehutanan (1,50%), perkebunan ( 0,57%), rawa (0,06%) dan lain-lain (1,82%). 4.1.2 Gambaran Umum Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon Berdasarkan data kependudukan tahun 2012, jumlah penduduk di Kecamatan Purwakarta sebanyak 44.322 jiwa yang mana diantaranya yaitu 11.943 jiwa merupakan penduduk dikawasan Kelurahan Kotabumi dengan jumlah laki-laki 6.169 jiwa dan perempuan 5.774 jiwa. Adapun pengurus RT/RW yaitu sebanyak 38 RT dan 10 RW. Mayoritas penduduk Kelurahan Kotabumi memeluk agam islam dan bekerja dikawasan Karakatau Steel. Luas Kelurahan Kotabumi 350,199 Ha dengan batas wilayah: Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pabean, Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Purwakarta, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Kebon Dalem dan sebelah barat berbatasan dengan Kotasari. 4.1.3 Gambaran Umum Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Cilegon. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Cilegon berada di Kompek Sukmajaya Mandiri Kavling 7 Jl. A. Yani-Link Priuk RT. 06/03 Kelurahan Sukma Jaya- Jombang- Kota Cilegon. Awalnya lembaga yang menangani pendapatan daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Cilegon,sedangkan lembaga pengelolaa keuangan daerah adalah Bagian Keuangan pada Sekretariat Daerah Kota Cilegon. Atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 2 Tahun 2007, tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Cilegon, maka sebagai implementasi dari peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangn sehingga disatukanlah kedua lembaga itu menjadi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah. Dasar hukum pembentukan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah baik itu Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi DPPKD Kota Cilegon diatur dalam Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 7), dan Peraturan Walikota Cilegon Nomor 46 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja di Lingkungan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintahn Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 4.1.3.1 Visi dan Misi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon Sebagai unsur pelaksana pemerintah kota di bidang pengelolaan keuangan daerah, dan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran organisasi, atas dasar Peraturan Walikota Cilegon Nomor 46 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja di Lingkungan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon, maka Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon menerapkan Visi dan Misi yang dapat dijadikan pedoman dan penuntun arah organisasi agar dapat bekerja dengan baik. Visi ini juga sebagai suatu gambaran menantang dimasa depan yang berisikan cita-cita dan citra organisasi dan sebagai inspirator dan motivatordalam aktivitas kerjanya. Misi adalah suatu penjabaran dari visi yang telah diterapkan yaitu sebagai titik tolak bagi perumusan strategi organisasi dan sebagai pedoman dalam menentukan skala prioritas kebijakan organisasi, penyusunan programdan penentuan alokasi sumberdaya. Adapun Visi dari DPPKD Kota Cilegon yaitu: “Menjadi Pengelola Pendapatan dan Keuangan yang Handal serta Terdepan Dalam Mewujudkan Masyarakat Cilegon yang Sejahtera”. Sebagai pendukung Visinya DPPKD Kota Cilegon menerapkan misinya sebagai berikut:
1. Meningkatkan pelayanan prima baik internal maupun eksternal pengelolaan pendapatan dan keuangan;
2. Meningkatkan penerimaan pajak daerah;
3. Meningkatkan pengembangan kemitraan pembiayaan pembangunan daerah;
4. Meningkatkan akuntabilitas kinerja keuangan daerah;
5. Meningkatkan perencanaan dan pengendalian dana perimbangan dalam pencapaian pendapatan daerah.
4.1.3.2 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon Kedudukan, tugas pokok dan fungsi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Cilegon sebagai berikut:
a. Kedudukan
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Daerah (DPPKD) Kota Cilegon
merupakan unsure pelaksana Otonomi Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretariat Daerah.
b. Tugas Pokok
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Cilegon mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan Daerah dibidang Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan.
c. Fungsi
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Daerah (DPPKD) Kota Cilegon
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan Daerah;
kebijakan teknis bidang Pendapatan dan Pengelolaan Keungan
2. Penyelenggaraan teknis operasional pendapatan dan pengelolaan Keuangan Daerah;
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah;dan
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. 4.1.3.3 Susunan Organisasi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Daerah
(DPPKD) Kota Cilegon. Susunan Organisasi DPPKD Kota Cilegon, berdasarkan Peraturan
Daerah Kota
Cilegon Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 7) terdiri dari:
1.
Kepala Dinas
2.
Sekretaris, membawahkan:
a. Sub Bagian Program dan Evaluasi;
b. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
c. Sub Bagian Keuangan;
3.
4.
Bidang Perencanaan, Pengendalian, dan Dana Perimbangan, membawahkan:
a.
Seksi Perencanaan dan Pengendalian;
b.
Seksi Dana Perimbangan;
c.
Seksi Evaluasi dan Pelaporan Pendapatan
Bidang Pajak Daerah, membawahkan:
a. Seksi Pendapatan dan Dokumentasi;
b. Seksi Penetapan;
c. Seksi Penagihan;
5.
Bidang Pembiayaan, membawahkan:
a. Seksi Penganggaran;
b. Seksi Perbendaharaan;
c. Seksi Pelayanan Kas Daerah;
6.
Bidang Akuntansi, membawahkan:
a. Seksi Akuntansi Penerimaan;
b. Seksi Akuntansi Pengeluaran;
c. Seksi Pelaporan
7.
Unit Pelaksanaan Teknis
8.
Kelompok Jabatan Fungsional
9.
Stakeholders
Stakeholdes-individu/ pihak yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah didefinisikan sebagai berikut:
a. Walikota Cilegon;
b. DPRD Kota Cilegon;
c. Pembayar Pajak/ Retribusi;
d. Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pengelola PAD;
e. Dinas/ Instansi/ Badan baik vertikal maupun horizontal;
f. Pemasok Barang dan Jasa;
g. Kelompok Masyarakat (Lembaga/Asosiasi);
h. Lembaga Keuangan/Bank Persepsi. 4.1.3.4 Sumber Daya Manusia Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Cilegon Dalam bagan struktur organisasi pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon, untuk mendukung pelaksanaan tugas DPPKD Kota Cilegon memiliki pegawai sebanyak 177 orang (per-Mei 2014), dengan 39 orang bertugas dibagian UPTD Pajak Daerah. Dengan jumlah 138 orang pegawai yang berada di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon 27 diantaranya merupakan pegawai bidang pajak daerah. 4.1.3.5 Sarana dan Prasarana Kerja DPPKD Kota Cilegon 1. Sarana
Gedung Kantor DPPKD Kota Cilegon diresmikan oleh Bapak Walikota Cilegon tanggal 27 Juli 2011, yang bertempat di Komplek Sukmajaya Mandiri Kavling 7 Jl. A. Yani-Link Priuk RT.06/03 Kelurahan Sukma Jaya – Jombang – Kota Cilegon.
2. Prasarana
Pada tahun 2010, Kendaraan Dinas/Operasional Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon sudah cukup memadai Kendaraan Dinas/ Operasional ini terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Kendaraan Dinas/Operasional Roda 2 (dua), yaitu:
- 41 unit yang tersebar di Esselon IV dan Staff
- 1 Unit Tidak Layak Pakai
- 1 Unit untuk PT. PLN
- 1 Unit dihibahkan ke Kelurahan Grogol sebagai penghargaan lunas pembayaran PBB
b. Kendaraan Dinas/Operasional Roda 4 (empat), yaitu:
- 10 Unit Kendaraan Dinas, yang tersebar untuk Esselon II, III, IV;
- 4 Unit Kendaraan Dinas Operasional;
- 5 Unit Kendaraan Dinas yang dipinjam-pakaikan pada, KPP Pratama Cilegon dan PT. PLN Cilegon.
c. Untuk Tahun 2011-2015, Kendaraan Dinas/ Operasional Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon perlu penambahan seiring dengan semakin tingginya volume pekerjaan di bidang pendapatan dan pengelolaan keuangan.
d. Pada Tahun 2010, peralatan perlengakapan kantor (Komputer, Printer, AC, Meubelair, Almari, dan Rak Arsip) sudah cukup memadai.
e. Untuk Tahun 2011-2015, Peralatan Perlengakapan kantor (Komputer, Printer, AC, Meubelair, Almari, dan Rak Arsip) perlu penambahan seiring dengan penggunaan gedung baru dan tingginya volume pekerjaan dalam hal administrasi keuangan disetiap tahunnya.
4.1.3.6 Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan DPPKD Kota Cilegon Untuk mencapai misi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon yang telah ditetapkan, maka tujuan umum yang ingin dicapai adalah : 1. Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan prima internal dan eksternal dalam pengelolaan pendapatan dan keuangan; 2. Meningkatkan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah;
3. Meningkatkan Pengembangan Kemitraan Pembiayaan Pembangunn Daerah; 4. Meningkatkan Kinerja Laporan Keuangan yang sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku; 5. Meningkatkan Perencanaan dan Pengendalian serta Peneriamaan Dana Perimbangan dalam pemcapaian pendapatan daerah. Adapun sasaran yang hendak dicapai sesuai dengan visi dan misi dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon adalah : 1. Terciptanya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan dalam pengelolaan pendapatan dan keuangan baik internal maupun eksternal; 2. Terwujudnya peningkatan pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah; 3. Terciptanya koordinasi yang baik seluruh unit kerja serta stake holders yang terkait dengan sistem Peraturan Perundangan yang berlaku; 4. Tercapainya kinerja Perencanaan dan Pengendalian serta Penerimaan Dana Perimbangan dalam membentuk Pendapatan Daerah. Untuk menjalankan tujuan sasaran, maka strategi yang dilakukan dalam pencapaian visi dan misi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon adalah: 1. Meningkatkan pengelolaan keuangan daerah dengan melaksanakan tugas pokok dan fungsi, memanfaatkan pegawai yang sudah cukup memadai dan berdisiplin, memanfaatkan peraturan yang ada dan memanfaatkan iklim investasi yang kondusif serta dengan memanfaatkan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2. Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang, meningkatkan kualitas SDM, dan meningkatkan manajemen sistem pengelolaan keuangan daerah; 3. Meningkatkan tingkat akurasi pertanggung jawaban keuangan, persamaan persepsi mengenai pengelolaan keuangan daerah serta kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak (WP). 4. Pemanfaatan sarana dan prasarana, pemanfaatan kendaraan dinas yang ada, management Pengelolaan Keuangan Daerah serta meningkatkan koordinasi antar bidang untuk meningkatkan Pengelolaan Keuangan Daerah. Untuk mengantisipasi perubahan dimasa yang akan datang selain membuat atau merencanakan strateginya perlu disusun langkah-langkah pengamanan dalam bentuk kebijakan yang tentunya harus dapat membedakan antara kepentingan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai komponen pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah dengan kepentingan masyarakat Kota Cilegon sendiri yang membutuhkan pelayanan dengan tidak
mengabaikan kepentingan lainnya, adapun kebijakan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon yaitu: a. Meningkatkan kapasitas (ketersediaan dan kualitas) kelembangaan SKPD;
b. Meningkatkan kinerja pencapaian (realisasi) penerimaan pendapatan Pajak Daerah;
c. Mengadakan kemitraan dengan seluruh unit kerja serta stake holders yang terkait dengan sistem dan prosedur pembiayaan;
d. Penyajian yang wajar dalam laporan keuangan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
e. Meningkatkan kinerja perencanaan dan pengendalian serta penerimaan dana perimbangan dalam pencapaian daerah. 4.2
Informan Penelitian Pada penelitian mengenai Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel Di Dinas
Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kost Lebih Dari 10 Kamar Di Kelurahan Kotabumi, peneliti menggunakan teknik purposive. Teknik purposive merupakan metode penentuan informan dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan. Adapun informan-informan yang peneliti tentukan adalah informan yang kaya akan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti pada penelitian ini. Adapun nforman-informan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang, diantaranya adalah: 1. Bagus Nurtajaya, S. IP., MM (I1). Beliau adalah Kepala Bidang Pajak DPPKD Kota Cilegon. Usia 46 tahun.
2. Rahmatullah, S. Sos (I2-1). Beliau adalah Kepala Seksi Pendapatan dan Dokumentasi DPPKD Kota Cilegon (2008-2014). Usia 43 tahun.
3. Ardiano Setyawan, S. Ip (I2-2). Beliau adalah Kepala Seksi Pendapatan dan Dokumentasi DPPKD Kota Cilegon (2014-sekarang) Usia 33 tahun.
4. Anwaryanto, SE, MM (I3-1). Beliau adalah Kepala Seksi Penetapan DPPKD Kota Cilegon (2011-2014). Usia 52 tahun.
5. Akhmad Khotib, SE (I3-2). Beliau adalah Kepala Seksi Penetapan DPPKD Kota Cilegon (2014-sekarang). Usia 42 tahun.
6. Hadi Permana, S. STP, M. Si (I4-1). Beliau Kepala Seksi Penagihan DPPKD Kota Cilegon (2011-2014). Usia 36 tahun.
7. Ratu Rahmawati, SE. MM (I4-2). Beliau adalah Kepala Seksi Penagihan DPPKD Kota Cilegon (2014-sekarang). Usia 33 tahun.
8. Wiwik Puji Hartuti, SE (I5). Beliau adalah Kasi Pemasyarakatan Kelurahan Kota Bumi. Usia 39 tahun.
9. Bambang A. Ulama (I6). Beliau adalah Kasi Trantib Kelurahan Kotabumi. Usia 39 tahun.
10. Eliyah (I7-1). Beliau adalah Pengelola/penjaga rumah kos di jalan Gunung Kupak no. 22 dengan jumlah kamar 16 pintu. Usia 42 tahun.
11. Muhamad Yadi (I7-2). Beliau adalah Pengelola/penjaga rumah kos handayani dengan jumlah kamar 30 pintu. Usia 28 tahun.
12. Deni (I7-3). Beliau adalah Pengelola/ penjaga rumah kos gunung karang no. 20 dengan jumlah kamar 30 pintu. Usia 29 tahun.
4.3
Deskripsi Data dan Analisis Data Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data-data yang telah
didapatkan peneliti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian mengenai Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel di
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (studi kasus rumah kost lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi) ini, peneliti menggunakan teori tahapan administrasi perpajakan daerah dari M. Ikhsan & Roy V. Salomo (109-116), yang meliputi: 1. Mengidentifikasi subjek dan atau objek pajak daerah/ penentuan wajib pajak. 2. Melakukan penilaian (assessment) dan penetapan nilai pajak terhutang. 3. Melakukan penagihan atau penerimaan setoran pajak. 4. Melakukan pembukuan penerimaan pajak. 5. Menegakkan hukum atau aturan perpajakan. Data yang didapatkan peneliti selama penelitian dilapangan lebih banyak berupa katakata dan kalimat yang berasal baik dari hasil wawancara dengan key informan maupun secondary informan penelitian, hasil observasi di lapangan, catatan lapangan penelitian seperti hasil dokumentasi yang sesuai dengan fokus penelitian ini. Pada proses penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada sejumlah informan yang terkait dengan masalah yang ada dalam penelitian ini. Adapun data-data yang diperolah dari penelitian ini yang berkaitan dengan administrasi perpajakan daerah pada pajak hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan daerah yang berkaitan dengan rumah kost lebih dari sepulah kamar yang khususnya berada di Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon. Seperti yang telah dikemukakan dalam bam sebelumnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles & Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan penting, diantaranya: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan verifikasi (counclutions drawing/ verifying). Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mereduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dilapangan, observasi lapangan dan kajian pustaka ini kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan dan diberikan kode pada pada aspek-aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan pembahasan terhadap permasalahan penelitian ini. Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan reduksi data, peneliti memberikan kode-kode pada aspek tertentu, yaitu: 1. Kode Q untuk menunjukkan item pertanyaan, 2. Kode A untuk menunjukkan item jawaban,
3. Kode I1 menunjukkan daftar informan dari Kepala Bidang Pajak Daerah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon, 4. Kode I2-1 menunjukkan daftar informan dari Kepala Seksi Pendapatan dan Dokumentasi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode (2008-2014), 5. Kode I2-2 menunjukkan daftar informan dari Kepala Seksi Pendapatan dan Dokumentasi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode (2014-sekarang), 6. Kode I3-1 menunjukkan daftar informan dari Kepala Seksi Penetapan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode (2008-2014), 7. Kode I3-2 menunjukkan daftar informan dari Kepala Seksi Penetapan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode (2014sekarang), 8. Kode I4-1 menunjukkan daftar informan dari Kepala Seksi Penagihan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode (2011-2014), 9. Kode I4-2 menunjukkan daftar informan dari Kepala Seksi Penagihan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode (2014sekarang), 10.
Kode I5 menunjukkan daftar informan dari Kasi Pemasyarakatan Kelurahan Kotabumi,
11.
Kode I6 menunjukkan daftar informan dari Kasi Trantib Kelurahan Kotabumi,
12.
Kode I7-I3 menunjukkan daftar informan dari pengelola/penjaga rumah kos lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi.
Langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data (data display). Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau teks naratif, bagan, matriks, hubungan antar kategori, network dan sejenisnya. Langkah ketiga adalah melakukan penarikan kesimpulan setelah data yang didapat bersifat jenuh, artinya telah ada pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat dijadikan jawaban atas masalah penelitian.
Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis terhadap Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel Di Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon Dengan Studi Kasus Rumah Kost Lebih Dari 10 Kamar Di Kelurahan Kotabumi. Analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan beberapa tahapan-tahapan administrasi perpajakan daerah yang telah disebutkan sebelumnya.
4.4
Analisis Data
4.4.1 Administrasi Perpajakan Daerah Pada Pajak Hotel Di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kost Lebih Dari 10 Kamar Di Kelurahan Kotabumi) Untuk tercapainya kinerja administrasi perpajakan daerah yang optimal, peneliti menggunakan tahapan administrasi perpajakan daerah oleh Ikhsan & Salomo, yang mana tahapan-tahapan administrasi perpajakan daerah secara garis besar mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 4.4.2 Mengidentifikasi subjek dan atau objek pajak daerah/ penentuan wajib pajak Tahap ini sering dinamakan dengan tahap pendataan, aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah mengidentifikasi objek pajak dan atau subjek pajak daerah. Tahap ini instansi yang berwenang memungut pajak daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah yang mana harus mengidentifikasi subjek atau obyek dari masing-masing jenis pajak daerah yang akan dipungut. Tahap ini merupakan salah satu tahapan yang sangat penting karena pada tahap inilah jumlah objek dan subjek pajak sangat diperlukan terhadap pajak daerah yang obyek pajaknya relatif rendah mudah disembunyikan, sehingga wajib pajaknya mudah untuk melakukan penghindaran pajaknya. Dalam hal ini siapa target objek dan atau subjek dan siapa wajib pajak dari Pajak Hotel. Dalam mengidentifikasi subjek dan/atau objek pajak daerah harus adanya sosialisasi terlebih dahulu terhadap subjek maupun objek pajaknya tersebut terlebih dahulu. Adapun sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah terkait perubahan terhadap Perwal tersebut adalah dengan cara mengundang langsung wajib pajak hotel tersebut dan melakukan sosialisasi secara tidak langsung dengan membuat iklan masyarakat baik itu dengan media elektronik maupun media cetak. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Bapak Ardiano Setyawan Selaku Kasi Pendataan dan Dokumentasi, yaitu:
“kalau sosialisasi sudah sih, seperti mengundang wajib pajak dan sosialisasi melalui media”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB) Berdasarkan wawancara selanjutnya, hal yang hampir sama juga disampaikan oleh Bapak Akhmad Khotib selaku Kasi Penetapan, yang menyatakan bahwa: “sosialisasinya lewat radio, televisi, media koran dan secara langsung khusus pajaknya secara global kita mengambil tempat di hotel atau rumah makan seperti Grand Mangkuputra dan Sari Kuring (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 14:00 WIB). Dari hasil pernyataan tersebut peneliti masih kurang puas dengan jawaban yang diberikan oleh kedua informan tersebut, peneliti mendatangi Bapak Anwaryanto selaku Kasi Penetapan periode 2011-2014, yang mana pernyataan dari beliau :
“udah kita laksanakan, kita undang wajib pajak ngak secara sekaligus, dilakukan setiap tahunnya. Bukan berarti Wajib Pajak baru juga, yang dilakukan masih penongkrongan dan audit (masih menghimbau). Sudah semua wajib pajak di Sari Kuring Indah “. (Wawancara di kantor UPTD 1 Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 15:10 WIB). Untuk memperkuat pernyataan tersebut, peneliti mendatangi Bapak Bagus Nurtajaya selaku Kepala Bidang Pajak Daerah DPPKD Kota Cilegon yang mana penjelasannya berikut: “sosialisasinya mengundang langsung/penyuluhan langsung pada wajib pajak hotel dan tidak langsungnyamembuat iklan layanan masyarakat seperti media elektronik maupun media cetak. Di satu kota kita adakan di gedung pertemuan hotel, tapi tidak tetap satu hotel. Di lain itu kita memberikan penghargaan kepada hotel yang patuh”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 30 September 2014 pukul 10:20 WIB) Dari pernyatakan-pernyataan diatas, dapat dianalisis bahwa jawaban yang diberikan rata-rata berbeda, walaupun pada intinya sama menyatakan bahwa sudah ada dilakukannya sosialisasi baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Adapun sosialisasi langsung yang dilakukan oleh pemerintah terkait yaitu Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon dengan cara mengundang calon wajib pajak/ kelurahan terkait di hotel maupun restoran. Sosialisasi langsung yang pernah dilakukan dengan mengundang calon wajib pajak telah dilakukan sebanyak dua kali setelah adanya perubahan terhadap Perwal Kota Cilegon tersebut. Selain itu pemerintah terkait juga melakukan sosialisasi secara tidak langsung dengan memasang iklan di media elektronik maupun media cetak. Namun dari data yang di dapat dilapangan, sosialisasi yang dilakukan tidaklah maksimal dimana dari data yang diperoleh jumlah wajib pajak tahun 2013 dan tahun 2014 di
triwulan dua untuk kategori rumah kos/ kontrakan hanya mengalami penambahan dua wajib pajak, yang mana datanya sebagai berikut: Tabel 4.1 Data Wajib Pajak Hotel/ Rumah Kos/ Kontrakan Tahun 2013 No.
Nama Wajib Pajak
Alamat
1.
Ibu Sari Kontrakan
Link. Kalanganyar RT.001/001
2.
Masitah Kontrakan
Link. Kadipaten RT.006/002
3.
Masnuni, H. Kontrakan
Jl.Sambiranggon RT.002/005
4.
Mubarok Kontrakan
Jl.Tengku umar RT.01/01
5.
Puri Pavilliun Kontrakan
Jl.Jombang Kali. No.12A RT. 02/09
6.
Rochili Soleh, H. Jl.Tengku Umar Link. Kalanganyar Kontrakan RT.005/001 Sumber: Kasi Pendapatan dan Dokumentasi DPPKD Kota Cilegon 2013 Untuk data wajib pajak rumah kos/ kontrakan pada tahun 2014 ini adalah data pada triwulan pertama pada 31 Maret 2014. Adapun data per enam lebih tidak mengalami kenaikan calon wajib pajak untuk pajak hotel apalagi untuk pajak rumah kos/ kontrakan. Adapun data terakhir wajib pajak rumah kos/ kontrakan pada tahun 2014, yaitu: Tabel 4.2 Data Wajib Pajak Hotel/ Rumah Kos/ Kontrakan Tahun 2014 No.
Nama Wajib Pajak
Alamat
1.
Ibu Sari Kontrakan
Link. Kalanganyar RT.001/001
2.
Rochili Soleh, H. Kontrakan
Jl.Tengku Umar RT.005/001
3.
Masitah Kontrakan
Link. Kadipaten RT.006/002
4.
Masnuni, H. Kontrakan
Jl.Sambiranggon RT.002/005
5.
Mubarok Kontrakan
Jl.Tengku umar RT.01/01
6.
Puri Pavilliun Kontrakan
Jl.Jombang Kali. No.12A RT. 02/09
7.
Maimunah, Hj.Kontrakan
Jl.Tengku Umar, Kalanganyar, RT. 006/001, Kedaleman, Cibeber, Cilegon
Link.
Kalanganyar
8. Rumah Abah Kontrakan Jl. G. Pulosari No. 1 Damkar Ks Cilegon Sumber: Kasi Pendapatan dan Dokumentasi DPPKD Kota Cilegon 2014 Berdasarkan tabel diatas, hanya terdapat dua nama wajb pajak baru dari data wajib pajak hotel/ rumah kos/ kontrakan pada periode sebelumnya. Dapat dianalisis bahwa belum maksimalnya kinerja yang dilakukan oleh para pegawai Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Daerah Kota Cilegon Bidang Pajak Daerah dalam memberikan sosialisasi terhadap wajib pajak hotel/ rumah kos/ kontrakan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Bapak Hadi Permana selaku Kasi Penagihan periode 2011-2014 menyatakan bahwa:
“kemaren itu baru di Kecamatan Cibeber dan Jombang dan sudah ada yang jadi wajib pajak, kitakan ada delapan Kecamatan yang harusnya tahun ini. Untuk Kelurahan Kotabumi rasanya sih belum”. (Wawancara di kantor Sekretariat Daerah Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 16:20). Berdasarkan dari wawancara yang dilakukan dengan Kasi Penagihan periode 20112014, pantas saja kalau jumlah wajib pajak rumah kos/ kontrakan hanya mengalami kenaikan dua wajib pajak dari tahun 2013. Hal ini dikarenakan belum maksimal dan meratanya sosialisasi yang dilakukan pada masa jabatan beliau. Dilain itu semua, mengajak para pengelola untuk menjadi wajib pajak daerah memang bukan hal yang mudah. Apalagi kurangnya sosialisasi langsung dari dinas terkait kemasyarakat maupun lingkungannya. Selain itu, sosialisasi sebenarnya telah dilakukan oleh Kelurahan Kotabumi kapada warganya namun belum ada kelanjutan dari sosialisasi tersebut, yang disampaikan oleh Bapak Bambang A. Umala, yang menyatakan bahwa:
“pernah ada, kita kumpulkan di Aula Kelurahan Kotabumi dan memanggil ketua RT/RWnya. Namun saya lupa kapan tepatnya dilakukan dan setelah diadakan tidak ada laporan balik akan data rumah kos dari para pengelola”. (Wawancara di kantor Kelurahan Kotabumi. Rabu, 17 September 2014 pukul 14:15 WIB). Selain itu sangat disayangkan bahwa sosialisasi hanya dilakukan satu kali dengan hanya memanggil ketua RT/ RW dan tidak dilanjutkan kembali. Dari pernyataan tersebut timbul pertanyaan kenapa tidak adanya perubahan data wajib pajak periode 31 Maret 2014 hingga per bulan September sedangkan waktunya sudah berjalan enam bulan. Selalu Kasi Pendataan dan Dokumentasi Bapak Ardiano Setyawan mengatakan bahwa:
“data wajib pajak untuk rumah kos atau rumah kontrakan masih sama dengan data yang diberikan oleh Bapak Rahmat, belum ada perubahan. Belum ada yang melaporkan pajaknya”. (Wawancara di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 30 September 2014 pukul 11:10). Hal ini memberikan pengakuan bahwa tidak adanya kinerja yang dilakukan ataupun yang dihasilkan dalam enam bulan belakangan ini. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya perubahan akan data wajib pajak periode 31 Maret 2014 dengan periode bulan Juni maupun hingga bulan September bahkan hingga bulan Oktober pada tahun 2014 ini. Padahal dari hasil observasi peneliti, terdapat beberapa rumah kos/ kontrakan lebih dari 10 kamar yang berada dikawasan bagian barat Kota Cilegon tepatnya pada Kelurahan Kotabumi Kecamatan
Purwakarta Kota Cilegon, namun sangat disayangkan dari data yang diperoleh di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon hanya satu wajib pajak yang terdata menjadi wajib pajak yaitu Rumah Abah Kontrakan. Adapun alasan kurangnya sosialisasi langsung akan perubahan pada Perwal No. 26 Tahun 2012 ini oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon, yang disampaikan oleh Bapak Akhmad Khotib selaku Kasi Penetapan adalah: “mungkin karena petugas pajak ini bukan satu pajak, kan banyak juga pajak yang lainnya, hal ini juga bisa disebabkan beban kerjanya, lingkungan wajib pajaknya yang jauh-jauh selain itu wajib pajaknya juga susah ditemui”. (Wawancara di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 2014) Karena banyaknya pengelola atau wajib pajak rumah kos lebih dari sepuluh kamar yang sulit ditemui atau bahkan berpura-pura tidak sebagai pemiliknya memang menjadi kendala dalam pemberian sosialisasi langsung. Sedangkan pada Peraturan Walikota Cilegon No. 26 Tahun 2012 tetang Tatacara Pemungutan Pajak Hotel pada pasal 1 angka 12 menyebutkan bahwa hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/ peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubug pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya atau dengan istilah Penginapan Remaja (Youth Hostel), Home Stay, Guest House, Town House, Villa, Cottage serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).Hal ini sangatlah disayangkan mengingat banyak rumah kos lebih dari sepuluh kamar belum menjadi wajib pajak hanya dikarenakan kurangnya sosialisasi maupun kesadran dari wajib pajaknya. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Bapak Hadi Permana selaku Kasi Penetapan periode 2011-2014 yaitu:
“faktor-faktor kendala untuk sosialisasi rumah kost itu, adanya resistensi dari wajib pajak yang tidak mengetahui kos-kosannya lebih dari 10 kamar dikenakan pajak hotel, mungkin lokasi seperti yang mojok-mojok atau lokasi yang sulit diketahui kalau adanya kos-kosan dan data kecamatan dan kelurahan yang tidak lengkap”. (Wawancara di kantor Sekretariat Daerah Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 16:20 WIB) Faktor beban kerja, lokasi maupun data terkait yang tidak lengkap atau bahkan tidak ada menjadi permasalahan yang umum dalam sosialisasi terhadap masyarakat. Mengingat jumlah pegawai yang di kategorikan cukup sepertinya hal beban kerja tidak begitu menjadi alasan kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat dikarenakan banyaknya jadwal longgar dan tidak diharuskan pada bulan khusus saja. Hal ini dibuktikan pada saat peneliti datang berkali-kali ke kantor tersebut banyak diantaranya yang mempunyai waktu kosong. Di lain itu beban kerja juga tidak mungkin dirasakan apabila pegawainya menggunakan waktunya sebaik mungkin dan
bermanfaat. Adapun alasan lokasi menjadi faktor penghambat dirasakan alasan mengada-ada padahal wilayah tersebut terlihat jelas di jalur masuk pintu tol Serang Barat dan bisa diakses oleh kendaraan roda empat. Walaupun iya alasannya mungkin yang punya rumah kosan tersebut tidak berada di wilayah tersebut sehingga sulit untuk ditemui. Selain itu memang adanya kesulitan data yang bisa diperoleh dari kecamatan maupun kelurahan terkait mengenai kurang lengkapnya data yang dibutuhkan hal ini dibuktikan oleh Bapak Bambang A. Umala selaku Kasi Trantib Kelurahan Kotabumi, yang menyatakan bahwa: “paling kita untuk kos-kosan belum kita data, soalnya saya masih baru paling pendataan dilakukan untuk warga baru”. (Wawancara di kantor Kelurahan Kotabumi. Rabu, 17 September 2014 pukul 14:15 WIB) Pernyataan tersebut telah mengungkapkan bahwa baru terbentuknya trantib di wilayah Kelurahan Kotabumi itu sendiri. Mengingat hal ini wajar saja belum adanya pendataan akan potensi pajak rumah kost sepuluh kamar di Kelurahan Kotabumi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bapak Fatoni selaku Kasi Tapem Kelurahan Kotabumi, yaitu:
“bukan kita ngak ngerjain yah neng, kan sekarang sistem online. Udah kita kerjain ilang lagi, kalau ngerjain siang ngak bisa kita ngerjainnya malam. Ya kalau tentang potensi usaha rumah kos merekanya ngak lapor ke kita. Kalau data tentang itu coba minta kepusatnya ajah “. (Wawancara di kantor Kelurahan Kotabumi. Jum’at, 17 Oktober 2014 pukul 14:00 WIB).
Gambar 4.2 Profil Perkembangan Penduduk Kota Cilegon 2013 (Data Kelurahan Kotabumi)
Dari hasil wawancara dan data yang diperoleh di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak dilakukannya pendataan akan potensi usaha rumah kos oleh Kelurahan Kotabumi. Hal ini didukung dengan tidak adanya pelaporan dari Kepala RT/ RW maupun wajib pajak sendiri
akan jenis usaha penginapan yang mereka miliki. Wajib pajak langsung melaporkan omset penghasilan rumah kosnya sendiri ke pusat. Sebagian masyarakat yang mengetahui adanya sosialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung tidak ada yang terketuk hatinya untuk melaporkan pajaknya, hal ini diutarakan oleh pengelola/ penjaga rumah kost lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi yaitu Ibu Eliyah selaku penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar:
“pernah dikasih tau sama pak RT, tapi kitanya aja yang ngak datang kesana, kalo dari media ibu ngak pernah dengar baru dari adek”.(Senin, 22 September 2014 pukul 16:00 WIB) Hal serupa juga didapat dari, Bapak Muhamad Yadi selaku penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar: “kalo itu ngak tau yah ada apa ngaknya, ya pernah dengar sih di radio”. (Jum’at, 26 September 2014 pukul 18:30 WIB) Kurangnya sosialisasi langsung dari pemerintah pajak terkait akan penyampaian informasi dikenakannya pajak hotel sebesar 10% untuk pajak kosan lebih dari sepuluh kamar terhadap masyarakat. Dilain itu kurangnya kesadaran akan bayar pajak dari diri masyarakat itu sendiri. Hal seperti ini adalah pekerjaan rumah untuk pemerintah terkait untuk mengatur strategi kepada masyarakatnya agar sadar pentingnya membayar pajak. Hal ini merupakan kewajiban masyarakatnya juga untuk membangun daerah mereka.
4.4.3 Melakukan Penilaian (Assessment) Dan Penetapan Nilai Pajak Terhutang Tahap ini instansi yang berwenang mengadministrasikan suatu jenis pajak melakukan penilaian kembali terhadap keberdaan subjek dan atau subjek pajak yang telah teridentifikasi. Penilaian kembali ini memiliki tujuan utama yaitu pertama sebagai suatu cara untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang akan diterima dari suatu objek pajak tertentu, dan kedua sebagai suatu cara untuk melakukan penetapan pajak terutang bagi objek pajak yang tidak terdata dengan baik karena subjek pajak belum atau tidak melakukan pembukuan yang baik, misalnya rumah kost yang belum memiliki mesin kas register yang mana pada umumnya hanya kwitansi atau pembukuan biasa. Untuk itu timbul pertanyaan bagaimana cara petugas memperkirakan jumlah pajak terhutang bagi wajib pajak tersebut, sedangkan wajib pajak tersebut tidak melakukan pembukuan yang tepat seperti mesin kas register. Berdasarkan hasil
wawancara, berikut cara pembukuan dari pengelola/penjaga rumah kost tersebut oleh Ibu Eliyah selaku penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar: “bayarnya ke ibu, dan ditulis tangan di buku kalo orang bersangkutan telah bayar kosan”. (Senin, 22 September 2014 pukul 16:00 WIB)
Hal yang serupa juga dinyatakan melalui wawancara kepada Bapak Muhamad Yadi selaku penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar, berikut hasil wawancaranya :
“pembukuannya secara manual, ditulis dibuku khusus pembayaran kosan gitu”. (Jum’at, 26 September 2014 pukul 18:30 WIB) Demikian juga pernyatakaan dari wawancara dengan Bapak Deni selaku penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar, yaitu: “pembukuan masih pakai buku ngak pakai mesin kas seperti di hotel (Sabtu, 27 September pukul 11:05 WIB)
Dari pernyataan-pernyataan diatas, jawaban yang diberikan sama semua. Dan dapat diprediksikan bahwa semua rumah kosan tidak memiliki mesin kas register dan melakukan pembukuan secara manual. Biasanya pembukuan manual/ dengan buku tidak efektif dan dapat hilang atau dirubah dan sebagainya yang dapat hilang atau musnah seperti terbakar atau terkena air. Sedangkan pajak hotel dikenakan atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel/ yang termasuk dalam jenis pajak hotel. Adapun menurut Marihot (2005:246) menyatakan bahwa hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/ istirahat, memperoleh pelayanan, dan/ fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu dikelola, dan dimiliki oleh pertokoan dan perkantoran. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk da klasifikasi apapun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umum. Untuk kasus yang semacam ini maka sebelum penetapan nilai pajak terhutang yang harus dibayar oleh subjek pajak dapat dilakukan dengan diperlukannya assessment oleh fiskus atau petugas pajak. Namun sistem perpajakan yang dipakai adalah Self Assessment yang mana WP menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terhutang tanpa campur tangan fiskus hal ini guna memberikan kepercayaan yang sebesar-
besarnya bagai wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan pajaknya. Oleh karena itu kejujuran dan kesadaran dari wajib pajak tersebut sangatlah dibutuhkan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas tersebut menimbulkan pertanyaan kepada secondary informan akan berapa jumlah kamar kostan yang ada di dalam satu bangunan/ pemilik tersebut, berikut pernyataan dari Ibu Eliyah Penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar:
“semuanya ada 16 kamar, terdiri dari 3 wc diluar, rencananya mau dibongkar semua dan dibikin yang baru. Ibu kesini tu pada tahun 92 berarti udah 22 tahun yang lalu. Harga perkamar saat ini itu Rp. 350.000,- dengan fasilitas lemari, kasur dan meja”. (Senin, 22 September 2014 pukul 16:00 WIB) Adapun pernyataan dari pengelola/ penjaga rumah kost yang lainnya yaitu Bapak Muhamad Yadi menerangkan bahwa:
“ini bangunannya ada dua yang semuanya berjumlah 32 kamar, yang disini itu ada 30 kamar. Tipenya ada tiga, yaitu tipe ekonomi ada 8 kamar dengan ukuran kamar 2x3 yang mana isinya tempat tidur dan meja dengan biaya Rp. 450.000,-/perbulan. Yang kedua tipe akenomi ac yang berjumlah 20 kamar dengan ukuran 3x4 dengan fasilitas tempat tidur dengan biaya perbulan sekitar Rp. 1.100.000,- hingga Rp. 1.500.000,yang isinya dilengkapi kamar mandi dalam dan lemari. Dan tipe VIP jumlahnya 2 kamar dengan ukuran kamar 4x4 yang isinya seperti tipe ekonomi ac namun ditambah kulkas dan televisi didalamnya lengkap dengan full service seperti alas kasur dan bersih-bersih kamar 2x sehari”.(Jum’at, 26 September 2014 pukul 18:30 WIB)
Tidak jauh dari pernyataan dari informan diatas, Bapak Deni juga menerangkan jumlah rumah kost yang dijaganya itu: “disini ada 30 kamar, 13 kamar biasa dengan Rp.750.000,/-/perbulan, ac dengan wc diluar sebanyak 7 kamar dengan kisaran Rp.1.100.000,/-perbulan, dan ac dengan kamar mandi didalam Rp.1.300.000,-/ perbula”.(Sabtu, 27 September pukul 11:05 WIB) Dari pernyataan diatas, jumlah kamar kosan yang ada dalam satu bangunan dengan satu nama sangatlah banyak begitu pula dengan harga kamar perbulannya, namun tidak ada satupun diantaranya yang membayar pajak. Hal ini menimbulkan pertanyaan lain di fikiran peneliti, apakah ada faktor lain yang menyebabkan tidak bayar pajak apa bagaimananya. Adapun pernyataan dari para penjaga/ pengelola rumah kos Ibu Eliyah: “kalo soal itu ibu ngak tau jelas yah yang punyanya di Jakarta, yang ibu tau rumah kosan ini belom bayar pajak. Ya bangunannya juga masih bangunan lama dan kosannya ini rencananya mau dibangun ulang yang ini mau dirobohin. Harganya juga murah dari kosan lain yah, mungkin nanti dibayar pas udah dibikin yang baru. Kalo yang kosong saat ini sekitar 2 kamar dibawah”. (Senin, 22 September 2014 pukul 16:00 WIB)
Untuk lebih meyakinkan lagi peneliti menanyakan hal yang sama dengan penjaga/ pengelola rumah kosan yang lain yaitu Bapak Muhamad Yadi, sebagaimana berikut: “untuk sekarang mungkin belom yah mbak, kan peraturannya juga masih baru. Ya kalau mau nanya yang jelasnya mungkin bisa nanya ama yang punyanya ajah nanti, tapi ya itu yang punya lagi ngak ada disini mbak”. (Jum’at, 26 September 2014 pukul 18:30 WIB) Berdasarkan keterangan yang telah disampaikan oleh para penjaga/ pengelola rumah kosan dirasa sudah cukup untuk mewakili para penjaga/ pengelola rumah kosan lainnya yang berada di Kelurahan Kotabumi. Dimana masih banyak yang belum membayar pajaknya kepada pemerintah. Rata-rata pemilik rumah kosan ini kebanyakan orang yang berada di ibu kota Jakarta dan membuka bisnis rumah kosan di wilayah Banten khususnya Kota Cilegon. Hal ini diperkuat dengan data yang peneliti temukan pada dinas terkait yang telah diterangkan pada keterangan sebelumnya. Ketika peneliti mewawancarai kasi penetapan Bapak Akhmad Khotib, berikut petikan hasil wawancaranya: “diperkirakan dari tarif kosan-kosan dari jumlah kos-kosan dan rata-rata penghuni. Paling kita per 6 bulan sekali kita melakukan uji lapangan dengan menanyakan ke wajib pajaknya. Kalau ada penghuninya kita tanya, itu juga tergantung yah. Kalau tidak kita tanya pada orang-orang di sekitarnya, apa bayar perbulan, pertiga bulan apa bayar pertahun”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 14:00 WIB) Tidak jauh berbeda dengan pernyataan informan diatas Bapak Ardiano Setyawan selaku Kasi Pendataan dan Dokumentasi, yaitu: “menggunakan pembukuan laporan harian dan bulanan yang diberikan sebelumnya kepada wajib pajak. Paling kita tanya dari 10 kamar tersebut berapa penuh dan kosongnya. Kita kasih standar harga perkamar kosan”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB) Pertanyaan yang sama dilontarkan kepada Ibu Ratu Rahmawati selaku Kasi Penagihan, yang menyatakan bahwa: “caranya yaitu dengan melihat jumlah kamar yang terisi pada bulan tersebut dikalikan dengan tarif kamar dikalikan dengan tarif pajak hotel”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 30 September 2014 pukul 08:40 WIB) Begitu juga dengan jawaban yang diberikan oleh Bapak Anwaryanto selaku Kasi Penetapan periode 2011-2014 menyangkut pertanyaan yang sama, yaitu: “kita tentukan dengan hasil sewa atau uang kontrakan atau penghasilannya. Kita ngak bisa paling kita menerima pengakuannya (wajib pajak) pada saat pas
audit”.(Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 15:10 WIB)
Berdasarkan pernyataan diatas menerangkan bahwa petugas pajak dapat memperkirakan jumlah pendapatan dan besaran pembayaran pajak oleh wajib pajak tersebut dengan cara menerima pengakuan dari wajib pajak itu sendiri dengan cara jumlah kamar yang terisi pada bulan tersebut dikalikan dengan tarif kamar dikalikan dengan tarif pajak hotel. Untuk hal lainnya petugas pajak akan melakukan audit dan uji lapangan per enam bulannya dan menanyakan kepada penghuni dan masyarakat sekitar.
Dalam meningkatkan penerimaan daerah proses pemutakhiran data sangatlah dibutuhkan. Pemutakhiran data dilakukan untuk mempermudah pengevaluasian terhadap penerimaan pajak dari tahun ke tahun/periode. Selain untuk evaluasi dalam peningkatan penerimaan pajak, pembaharuan data juga mempermudah pencarian data-data yang telah ada sebelumnya sehingga kecilnya kemungkinan duplikat data atau data yang tidak sesuai. Sistem akuntansi yang baik mencakup pengawasan baik itu eksternal audit maupun internal audit dan sistem pelaporannya, sehingga dapat mengungkap informasi mengenai potensi pajak yang sebenarnya serta kelemahan-kelemahan yang masih terdapat dalam sistem perpajakan daerah. Dari pernyataan tersebut memunculkan sebuah pertanyaan baru mengenai dengan jumlah wajib pajak yang terus berubah apa ada upaya pembaharuan data, berapa jangka waktu pembaharuan data yang dikemukakan oleh bapak Ardiano Setyawan, yaitu:: “kita ada kegiatan pemutahiran data namanya dilakukan per enam bulan sekali. Apakah dulunya ada service-service apa seperti apa ada penambahan-penambahan dari yang sebelumnya. Untuk pemutahiran pajak hotel digabungkan dengan pajak lain. Berbeda dengan pajak restoran karena jumlahnya yang banyak. Untuk pemutahiran data itu dilakukan selama 5 hari dalam saja”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB) Untuk menjamin tersajinya data terbaru Kasi Pendataan dan Dokumentasi pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon melakukan kegiatan pemutahiran data per enam bulan sekali guna mengaudit kembali data yang terdahulu untuk memastikan apa adanya penambahan data terbaru. Namun pada kenyataannya, peneliti melihat kegiatan pemutahiran tidak begitu membawa perubahan dari data yang sebelumnya. Misalnya belum adanya penambahan akan jumlah wajib pajak hotel maupun dengan objek pajak rumah kost. Hal ini sangat disayangkan mengingat banyaknya rumah kos-kosan yang menjamur di wilayah Kota Cilegon. Yang mana sebelumnya peneliti telah melakukan observasi secara langsung dan
melihat bahwa perkembangan rumah kos-kosan lebih dari sepuluh kamar terutama di Kelurahan Kotabumi cukup pesat. Hal ini mengingat juga kalau wilayah Kelurahan Kotabumi yang berada di kawasan Kecamatan Purwakarta ini sangat strategis dan pemukiman yang lumayan padat. Dengan posisi wilayah berdekatan dengan pintu tol Cilegon Barat dan tempat yang strategis untuk mencapai pusat industry, sekolah dan berada ditengah-tengah antara jantung Kota Cilegon dan pelabuhan Merak.
4.4.4 Melakukan Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak Dalam tahap ini instansi yang berwenang melakukan pemungutan pajak dari wajib pajak atau menerima setoran pajak sesuai dengan besarnya nilai pajak terutang yang harus dibayarkan. Namun hal ini perlu juga diingat bahwa petugas pajak yang menagih tidak boleh sama dengan petugas pajak yang melakukan penetapan pajak terhutang. Penerimaan pajak sebaiknya dapat direalisasikan tepat pada waktunya, karena jika tidak akan dapat mengakibatkan terjadinya tunggakan pajak.Untuk itu timbul pertanyaan apakah pembayaran pajak telah tepat waktu, yang mana Bapak Akhmad Khotib menyatakan bahwa:
“ada beberapa sih yang tidak tepat waktu, ada yang bandel juga. Ngak terlalu banyak sih, sedikit doang persentasenya 0,1-0,5 % lah”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 14:00 WIB) Hal yang senada juga diutarakan oleh Bapak Hadi Permana, yang menyatakan bahwa: “ya ngak semua, ada sekitar satu hingga dua wajib pajak yang terlambat”. (Wawancara di kantor Sekretariat Daerah Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 16:20 WIB) Pernyataan yang sama diungkapkan juga oleh Ibu Ratu Rahmawati, sebagai berikut: “ada terdapat beberapa wajib pajak hotel yang melakukan pembayaran belum tepat pada waktunya”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 30 September 2014 pukul 08:45 WIB) Selain itu mengingat potensi sumber daya alam yang sangat besar di Kota Cilegon, maka makin banyak pula jenis pajak yang ada. Bagaimana dengan potensi penerimaan pajak rumah kost hingga periode terakhir. Berikut penjelasan yang disampaikan oleh Bapak Anwaryanto selaku Kasi Penetapan periode 2011-2014, beliau menyatakan bahwa: “potensinya cukup signifikan atau lumayanlah pas saya tinggalkan diantara lainnya, pajak hotel dan pajak restoran dan pajak penerangan jalan dari sebelum pajak bumi dan bangunan. Sementara ini kita data, yang menambah pajak kosan perlu pendekatan, karena jadi wajib pajak perlu pendekatan sosialisasi. Manfaatnya apa sih?, harus banyak kita pengaruhi harus dikoordinasi. Saat ini sudah masuk tapi belum
optimal”.(Wawancara di kantor UPTD 1 Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 15:15 WIB) Berdasarkan pernyataan dari Bapak Anwaryanto diatas menjelaskan bahwa potensi penerimaan pajak rumah kost lebih dari 10 kamar tinggi, namun hal ini terkendala dikarenakan pada saat jabatan mereka undang-undang maupun peraturan wilayah Kota Cilegon akan tata cara pemungutan pajak tersebut masih baru dan baru dalam tahapan sosialisasi untuk menarik simpati dan penjelasan akan manfaat adanya pajak tersebut. Adapun hasil wawancara dengan Bapak Ardiano Setyawan selaku Kasi Pendapatan dan Dokumentasi, yang menyatakan bahwa: “menurut saya objek rumah kost ini belum maksimal dikarenakan ini undang-undang masih baru di pajak hotel. Masih banyak yang harus digali, menurut saya lebih baik di hitungnya dari omset, karena akan menimbulkan kecemburuan sosial dan ditambah kosan yang 10 kamar ada yang bernilai sederhana. Kalau bisa dinilai melalui omsetnya, kalo bisa seperti pajak restoran. Khususnya di Cilegon sendiri masih belum maksimal jujur saja saya sendiri harus menggali kembali. Kalau di daerah lain mungkin bisa, kalau bisa undang-undangnya direvisi kembali”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB)
Penjelasan dari beliau menyatakan bahwa potensi penerimaan pajak rumah kost lebih dari 10 kamar masih belum maksimal dikarenakan undang-undang tersebut masih baru dan adanya hambatan untuk cepat terlaksana. Adapun kendala yang ditemui berupa wajib pajak yang menyembunyikan jumlah potensi rumah kosnya dan lokasi. Selain itu tidak adanya data pendukung dari kantor Kecamatan maupun Kelurahan akan potensi usaha penginapan di wilayah tersebut.
Tidak jauh berbeda dari pernyataan diatas, Ibu Ratu Rahmawati selaku Kasi Penagihan menjelaskan bahwa: “kita masih dalam sosialiasi pada pajak rumah kos-kosan ini jadi potensinya masih kecil. Akan tetapi tetap kedepan potensinya akan meningkat”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 16:20 WIB) Dilain kesempatan peneliti menanyakan hal yang sama terhadap Bapak Hadi Permana selaku Kasi Penagihan periode 2011-2014, sebagai berikut:
“Target dan realisasi pada tahun 2013 sudah tercapai dan melebihi target diatas 100% dihitung per tiga triwulan yaitu triwulan 1 pada bulan maret, triwulan 2 pada bulan juni dan triwulan 3 pada bulan desember”. (Wawancara di kantor Sekretariat Daerah Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 16:20 WIB)
Pernyataan yang sama dan terperinci dilontarkan oleh Ibu Ratu Rahmawati, yang menyatakan: “pada tahun 2013 target pajak hotel sebesar Rp. 3.650.000.000,- terealisasi sebesar Rp. 7.013.839.457,- atau 110,45%, sedangkan untuk pajak losmen/penginapan/rumah kos dari target sebesar Rp. 38.000.000,- terealisasi sebesar Rp.58.707.400,- atau 154,49%”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 30 September 2014 pukul 08:45 WIB) Berdasarkan wawancara diatas, target dan realisasi pajak pajak hotel dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Target dan Realisasi Pajak Hotel Pada Tahun 2013-2014 No.
Tahun
Target
Realisasi
1.
2011
Rp. 3.700.000.000,00
Rp. 4.850.177.829,00
2.
2012
Rp. 4.595.000.000,00
Rp. 5.259.350.214,00
3.
2013
Rp. 6.350.000.000,00
Rp. 7.013.839.457,00
4.
2014
Rp. 6.360.000.000,00
Rp. 4.441.671.803,00
Sumber: Bagian Akuntansi DPPKD Kota Cilegon Tahun 2014 Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa pajak hotel selalu memenuhi target setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon sudah berhasil dalam mengelola/ dan memungut pajak hotel. Dengan angka yang selalu melebihi target tersebut, apakah target yang ditetapkan mencerminkan potensi yang sebenarnya dan apakah realisasi yang diperoleh apakah yang real dilapangan?. Adapun target dan realisasi pajak hotel untuk rumah kos lebih dari sepuluh kamar, yaitu: Tabel 4.4 Target dan Realisasi Pajak Hotel Untuk Rumah Kos Lebih Dari Sepuluh Kamar 20132014 No.
Tahun
Target
Realisasi
1.
2013
Rp. 38.000.000,00
Rp. 58.707.400,00
2.
2014
Rp. 50.000.000,00
Rp. 39.173.469,00
Sumber: Bagian Akuntansi DPPKD Kota Cilegon Tahun 2014 Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa pajak rumah kos juga mengalami peningkatan hingga triwulan dua, yang mana pada triwulan pertama hanya mencapai angka Rp. 18.957.700,-. Berdasarkan target diatas, peneliti berasumsi bahwa target yang ditetapkan masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan potensi pajak yang sebenarnya dimiliki oleh Kota Cilegon. Peneliti menggunakan asumsi sederhana seperti berikut ini: Kota Cilegon memiliki beberapa potensi penunjang hadirnya potensi usaha penginapan terutama untuk rumah kos lebih dari sepuluh kamar. Adapun potensi yang cukup jelas terlihat pada kawasan Kelurahan
Kotabumi di Kecamatan Purwakarta. Peneliti mengambil kawasan ini dikarenakan wilayah ini termasuk kawasan yang cukup berpotensi akan usaha rumah kost lebih dari sepuluh kamar. Adapun rumah kosan yang lebih dari sepuluh kamar di Kelurahan Kotabumi yaitu terdapat sekitar dua puluh satu rumah kosan. Peneliti menggunakan data rumah kos tersebut dikarenakan jumlah tingkat hunian perbulannya selalu diatas sepuluh kamar. Berdasarkan perhitungan dari keseluruhan rumah kos yang lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi terdapat lebih kurang dua puluh satu rumah kos. Adapun potensi pajaknya apabila terisi penuh dari dua puluh satu rumah kos tersebut adalah sebesar Rp. 302.500.000,per tahun dan potensi untuk perkiraan pada tahun 2014 sebesar Rp. 294.220.000,- per tahun. Dengan itu potensi pajak yang akan didapat dari pajak rumah kos lebih dari sepuluh kamar saja di Kelurahan Kotabumi adalah sebesar Rp. 25.208.333,- per bulan. Sedangkan Pemerintah Kota Cilegon menargetkan perolehan pajak untuk jenis Losmen/ Rumah Penginapan/ Pesanggraha/ Hostel/ Rumah Kos sebesar Rp. 50.000.000,- per tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa angka untuk target perolehan pajak untuk jenis Losman/ Rumah Penginapan/ Pesanggrahan/ Hostel/ Rumah Kos tersebut adalah jumlah yang sangat jauh untuk target seluruh Kota Cilegon, apalagi jumlah ini baru untuk rumah kos lebih dari sepuluh kamar di Kelurahan Kotabumi yang berada di Kecamatan Purwakarta. 4.4.5 Melakukan Pembukuan Penerimaan Pajak Tahap ini dilaksanakan oleh petugas pembukuan pajak pada instansi yang berwenang. Dalam hal ini pegawainya tidak perlu harus mempunyai tingkat keahlian yang tinggi, yang dibutuhkan adalah pegawai yang mempunyai tingkat kejujuran yang tinggi, namun yang menjadi masalah sejauh ini adalah pembukuan yang tidak transparan.
Latar belakang
pendidikan pegawai menjadi hal utama, adapun oleh Bapak Akhmad Khotib yang menyatakan bahwa: “ada sih satu dua orang, kalau khusus sarjana perpajakan ngak ada kalo akuntansi sih ada 1 orang”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 15 September 2014 pukul 14:00 WIB) Pernyataan yang hampir serupa dari Bapak Ardiano Setyawan, menjelaskan: “kalau di staf sendiri kebanyakan ekonomi dengan latar yang berbeda. Gimana kitanya bisa mendengar, memperhatikan karena saya sendiri juga berbeda, saya orang sosial”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB) Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Anwaryanto, yang mengatakan bahwa:
“ada, rata-rata akuntansi, kalau untuk perpajakan paling melalui pelatihan-pelatihan seperti waktu itu ke STAN”. (Wawancara di UPTD 1 Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 15:10 WIB) Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas disimpulkan bahwa tidak ada satupun pegawai yang berpendidikan ataupun keahlian perpajakan. Dengan tingkat pendidikan yang tidak memiliki lulusan bidang perpajakan, maka tingkat kemampuan akan penyelesaian pekerjaan masih dianggap rendah. Adapun pegawai yang ada diantaranya di dominasi oleh para honorer. Hanya saja pegawai diberikan pelatihan-pelatihan baik itu berupa bintek maupun disekolahkan kembali, sebagaimana pengutaraan oleh Bapak Akhmad Khotib, yaitu: “ada, dalam bentuk bintek sama pengarahan-pengarahan. Bidang saya ngak ada yang disekolahin, ya palingan di pendataan ada yang dikirim ke STAN untuk pajak PBB dan penagihan-penagihan juru sita. Jumlah staf penetapan ada delapan orang, PNSnya ada tiga orang dan lima lainnya honorer”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 14:00 WIB) Adapun pernyataan lain yang diperoleh dari Bapak Ardiano Setyawan, sebagai berikut: “ada pelatihan istilahnya itu bintek, kita mengundang ahlinya yaitu narasumber yang sudah berkompeten untuk menangani dan memberikan masukan-masukan. Untuk disekolahkan sendiri saya yang termasuk didalamnya”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB) Dari hasil wawancara tersebut dapat peneliti analisis bahwa sumber daya manusia atau pegawai yang berada di bidang pajak daerah masih minim, untuk bidang penetapan sendiri hanya ada delapan pegawai dengan tiga pegawai tetap dan lima lainnya berstatus honorer. Untuk menutupi kekurangan yang ada, para pegawai diberikan bintek atau pelatihan-pelatihan dan juga menyekolahkan kembali para pegawainya yang berbakat. Adapun bintek yang diberikan dengan mengundang para ahli yang berkompeten agar dapat memberikan pelatihanpelatihan terhadap pegawai. Dengan harapan mereka membawa keahlian yang baru dalam bekerja maupun cara berfikirnya guna menyelesaikan persoalan yang ada dalam pekerjaan yang ada dibidangnya. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Pajak Daerah yaitu Bapak Bagus Nurtajaya beliau membenarkan dengan hal tersebut, yang mana hasil wawancara dengan beliau, sebagai berikut: “akuntansi ada, kalau perpajakan adanya disekolahkan. Ada dilakukan pelatihan semacam peningkatan kapasitas, binteklah kemudian diklat yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun pusat yang fokusnya ke perpajakan bukan akuntansi. Ada sekitar dua atau tiga kali setahun bahkan lebih. Ya paling setahun sekali bidang pajak, yang isidendilnya sekitar lima orang tergantung binteknya”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 30 September 2014 pukul 10:20 WIB)
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa memang tidak ada yang lulusan dari perpajakan, padahal dalam kesehariannya bidang tersebut berhubungan terus dengan perpajakan. Untuk menutupi kekurangan tersebut maka diadakan peningkatan kapasitas pegawai dengan cara memberikan diklat, bintek maupun tugas belajar. Adapun bintek atau diklat yang di ikuti tidak hanya diselenggarakan oleh pemerintah daerah namun juga dari pemerintah pusat dengan fokus lebih keperpajakannya. Ada sebanyak delapan pegawai yang mengikuti tugas belajar ke STAN Tangerang Selatan. Adapun delapan pegawai tersebut hanya empat orang yang bertugas di kantor DPPKD Kota Cilegon pada bidang pajak daerah, yaitu: Ardiano Setyawan, Aceng, Oktafia Isnaningsih dan Adi Cahyadi dan empat lainnya dibagi rata pada dua UPTD Kota Cilegon. Adapun evaluasi kinerja dilakukan setiap harinya dimana dilakukannya pembaharuan data. Dari informasi yang didapat tersebut masih sedikitnya jumlah pegawai yang mengikuti kegiatan pelatihan maupun tugas belajar. Hal ini tentu saja menghambat kinerja perpajakan yang ada.
4.4.6 Menegakkan Hukum Atau Aturan Perpajakan Tujuan dari adanya penegakan hukum agar seluruh tahapan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga seluruh potensi penerimaan pajak yang telah diperhitungkan akan dapat direalisasikan. Hal yang wajar memang adanya keterlambatan akan bayar pajak oleh wajib pajak yang mana hal tersebut juga masih dalam takaran wajar dan dapat dimaklumi, namun untuk meminimalisir keadaan yang tidak terduga perlu juga diberikannya sanksi yang tegas oleh pemerintah daerah tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Ardiano Setyawan, yaitu: “ada, mungkin mereka lupa, paling sanksi yang diberikan berupa surat teguran dan memberikan denda berupa persen dari pajak yang mereka bayar yaitu bunya 2%. Apabila tidak diindahkan atau masih membandel dari STPD tersebut dikenakan kenaikan pajak 25%”.(Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB) Pernyataan dari Bapak Rahmatullah selaku Kasi Pendataan dan Dokumentasiakan sanksi tersebut adalah: “bagi pegawai selama ini berupa teguran sebanyak 3 kali, apabila masih juga melanggar menyerahkannya kepada atasan tertinggi. Misalnya bawahan saya melakukan kesalahan maka saya tegur apabila masih melakukan kesalahan yang sama akan dilimpahkan kepada kepala pajak daerah. Bagi wajib pajak, wajib pajak menyetorkan sendiri pajaknya melalui PDL, setiap akhir bulan menyampaikan SPTPD kewajib pajak, kemudian wajib pajak mengisi dan melaporkan omset yang dia dapatkan paling lambat tanggal 15, dan apabila tidak melaporkan akan kita berikan surat teguran untuk mengembalikan SPTPD dalam waktu 7 hari dan apabila tidak mengembalikan, maka Kasi Pendataan akan menerbitkan memo internal. Melalui Kasi
Pendataan diterbitkan SKPDKB (sampai tanggal 30 kalau tidak stor juga”. (Wawancara di kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Cilegon. Senin, 22 September 2014 pukul 14:00 WIB) Adapun sanksi yang diberikan untuk para pegawai menurut Bapak Anwaryanto, yaitu: “Bagi pegawai, kalau sanksi mangkirnya kita panggil, ngasih arahan pertama hingga arahan ketiga, ngasih teguran, ya kalau ngak mempan diberikan kepada atasan”.(Wawancara di kantor UPTD 1 Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 15:10 WIB) Dari hasil wawancara tersebut peneliti menarik analisis bahwa aturan yang berlaku telah diterapkan dengan semestinya, seperti adanya hukuman atau sanksi berupa teguran yang diberikan kepada pegawainyan melakukan kesalahan sebanyak 3 kali dan menyerahkan kepada atasan tertinggi untuk ditentukan nasibnya. Disisi lain apabila suatu kesalahan yang berbeda tingakatnya hanya diberikan teguran sebanyak 3 kali, dirasakan sanksi itu masih kurang karena tidak akan membuat mereka jera, karena teguran bukanlah hal yang menakutkan. Dari hasil wawancara diatas timbul pertanyaan pada bulan apakah dijadikannya bulan panutan pajak. Hal ini dijawab oleh Bapak Bagus Nurtajaya selaku Kepala Bidang Pajak Daerah, yaitu:
“Untuk pajak PBB dilakukakan pada bulan Juni atau Juli. Kita memberikan penghargaan pada wajib pajak yang berpotensi di tahun sebelumnya. Itu sesuai dengan kriteria yang kita tetapkan. Untuk pajak hotel berupa penghargaan kalo penghargaan di lakukan pada triwulan 4 (antara bulan Oktober, November, Desember), konsumen kita berikan penghargaan berupa doorprice seprti sepeda motor dan televisi.”.( Wawancara di kantor DPPKD. Jum’at, 12 Desember 2014 pukul 10:35 WIB) Pernyataan dari Bapak Hadi Permana selaku Kasi Penagihan periode 2011-2014, yaitu:
“Biasanya bulan panutan PBB itu Juni or Juli. Kalo pajak hotel dan lain-lainnya tergantung kasinya. Tergantung keputusan kepala seksinya yang mengadainya maunya bulan apa gitu. Kegiatan sosialisasi pajak dulunya dibawah kasi penagihan, kalo sekarang katanya dibawah kasi pendataan.”(Wawancara via Blackbarry Messenger, Sabtu, 13 Desember 2014 pukul 15:25 WIB) Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa panutan bayar pajak untuk pajak hotel sendiri ditentukan oleh kepala seksi yang bertanggung jawab untuk hal tersebut. Untuk meningkatkan kesadaran wajib pajaknya sendiri, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon memberikan penghargaan untuk wajib pajak yang taat pajak. Selain itu diberikannya penghargaan berupa doorprice untuk para konsumen wajib pajak dengan memberikan hadiah berupa sepeda motor maupun televisi. Berdasarkan pernyataan tersebut timbul pertanyaan apa ada dilakukannya sidak sadar wajib pajak khususnya untuk rumah kos oleh Bidang Pajak, yang mana dijelaskan oleh Bapak Bagus Nurtajaya selaku Kepala Bidang Pajak Daerah, yaitu:
“Ada, tapi sekedar observasi/ intelejen sih ada, kalau sidak tidak ada. Kita kasih tahu dulu kalau memang kita ada sidak, itu dinamakan tongkrongan. Observasi itu penongkrongan, dilakukan sekitar tiga kali dalam setahun/ pertriwulan dengan lokus yang berbeda setiap triwulannya.” (Wawancara di kantor DPPKD koat Cilegon. Jum’at, 12 Desember 2014 pukul 10:35 WIB) Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa tidak adanya dilakukan sidak sadar wajib pajak secara langsung atau tiba-tiba dari bidang pajak daerah sebelum diberitahukan terlebih dahulu melalui surat pemberitahuan kepada wilayah yang terkait. Adapun nama dari kegiatan ini disebut tongkrongan atau observasi oleh bidang pajak daerah.
4.5
Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil pemaparan deskripsi obyek penelitian dan deskripsi data yang telah
didapatkan bahwa Peraturan Walikota Cilegon Nomor. 26 Tahun 2012 tentang pajak hotel dengan objek rumah kost belum berjalan dengan optimal. Hal tersebut dapat di lihat dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti selama dilapangan. Dari rumah kos yang lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi hanya terdapat 1 wajib pajak yang sadar akan pajaknya. Padahal dari data yang didapatkan dilapangan terdapat lebih kurang dua puluh satu rumah kos yang lebih dari 10 kamar yang belum bayar pajak. Dari dua puluh satu rumah kos tersebut potensi pajak hotel untuk rumah kos di Kelurahan Kotabumi mencapai Rp. 25.208.333,- perbulan atau Rp. 294.220.000,- pertahunnya. Angka ini sangat jauh dari target perolehan pajak untuk jenis Losmen/ Rumah Penginapan/ Pesanggraha/ Hostel/ Rumah Kos Kota Cilegon yang hanya ditargetnya sebesar Rp. 50.000.000,- setahunnya. Adapun data wajib pajak hotel/ rumah kost/ kontrakan yang telah didapat dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon pada tahun 2014, yaitu: Tabel 4.5 Data Wajib Pajak Hotel/ Rumah Kos/ Kontrakan Tahun 2014 NO.
NAMA WAJIB PAJAK
ALAMAT
Ibu Sari Kontrakan
Link. Kalanganyar RT.001/001
2.
Maimunah, Hj.Kontrakan
Jl.Tengku Umar, Kalanganyar, RT.006/001, Kedaleman, Cibeber, Cilegon
3.
Masitah Kontrakan
Link. Kadipaten RT.006/002
4.
Masnuni, H. Kontrakan
Jl.Sambiranggon RT.002/005
5.
Mubarok Kontrakan
Jl.Tengku umar RT.01/01
6.
Puri Pavilliun Kontrakan
Jl.Jombang Kali. No.12A RT. 02/09
7.
Rochili Soleh, Kontrakan
1.
H. Jl.Tengku Umar RT.005/001
Link.
Kalanganyar
8.
Rumah Abah Kontrakan
Jl. G. Pulosari No. 1 Damkar Ks Cilegon
Sumber: Kasi Pendapatan dan Dokumentasi DPPKD Kota Cilegon 2014 Dari data yang diperoleh diatas hanya delapan wajib pajak yang terdata dengan status sebagai kontrakan hingga tahun 2014, sedangkan dilapangan sendiri terdapat banyak rumah kost yang lebih dari 10 kamar yang berada di Cilegon khususnya sendiri pada Kelurahan Kotabumi. Namun tidak hanya di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, di Kelurahan Kotabumi sendiripun belum data terkait aktivitas kegiatan yang dilaksanakan berupa usaha rumah kos/ kontrakan pada profil potensi Kelurahan tersebut. Adapun data wajib pajak yang telah melaporkan pajaknya di Kelurahan Kotabumi yang terdata di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon sudah ada satu nama wajib pajak yang bernama “Rumah Abah Kontrakan” yang berada di jalan Gunung Pulosari No. 1 Damkar Krakatau Steel. Di sisi lain sistem perpajakan yang dipakai untuk pajak hotel adalah Self Assessment System yang mana wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terhutang tanpa campur tangan fiskus hal ini guna memberikan kepercayaan yang sebesarbesarnya bagi wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan pajaknya Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara, tentang administrasi perpajakan daerah dengan objek rumah kos disebabkan karena, pertama kurangnya pemahaman dari pemilik kosan akan sadar pajak, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya objek pajak rumah kos lebih dari 10 kamar yang belum dilaporkan. Kurangnya sosialisasi langsung dan tidak merata ke semua wilayah oleh Dinas Pendapatan Daerah yang mengakibatkan sedikitnya masyarakat yang mempunyai kesadaran untuk melaporkan wajib pajaknya terhadap usaha yang dilakukannya. Kurangnya sosialisasi yang diberikan pemerintah tentang adanya perubahan atas Peraturan Walikota Cilegon No. 49 Tahun 2011 ke Peraturan Walikota Cilegon No. 26 Tahun 2011 yang mana rumah kos dengan jumlah lebih dari sepuluh kamar dikenakan pajak hotel sebesar 10 %. Kedua, terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten dan memiliki latar belakang pendidikan perpajakan. Kualitas pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan yang dilakukan. Begitu pula dengan bidang pajak daerah yang kesehariannya bersangkutan dengan perpajakan namun tidak memiliki pegawai yang berlatar belakang pendidikan perpajakan. Untuk menutupi kelemahan yang ada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah telah melakukan peningkatan kapasitas dengan memberikan diklat/ bintek maupun memberikan tugas belajar untuk pendidikan diploma 1 untuk program
keuangan spesifikasi pajak konsentrasi PBB-P2 dan konsentrasi OC PBB-P2 selama satu tahun di STAN Tangerang Selatan. Adapun diklat maupun bintek ini telah dilakukan oleh delapan orang pegawai dari tahun 2011-2014. Berangkat dari penjelasan diatas, delapan pegawai yang disekolahkan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode 2011-2014 sebanyak delapan orang dan disekolahkan untuk diploma 1 untuk pajak PBB. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diberikan hanya dikhususkan untuk PBB saja atau bisa disebut belajar untuk menghitung pajak. Jumlah pegawai bidang pajak dirasakan tidak sebanding dengan beban kerja yang ada, yang diketahui ada banyak jenis pajak yang lain yang dikelola oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon dan semuanya juga membutuhkan perhatian khusus. Walaupun ada pelatihan-pelatihan lain yang dapat membantu pekerjaan dalam perpajakan, tentunya masih banyak hambatan-hambatan dalam prosesnya. Hambatanhambatan tersebut bisa berujung pada penumpukan pekerjaan atau bahkan tidak terperhatikannya jenis pajak lain yang sebenarnya sangat berpotensi. Hal ini terbukti kurangnya sosialisasi atau perhatian pada pajak hotel untuk rumah kos lebih dari sepuluh kamar. Dengan jenis pajak yang tergolong baru, pajak hotel akan rumah kos lebih dari sepuluh kamar ini seharusnya lebih diperhatikan baik itu berupa sosialisasi maupun penongkrongan face to face dari dinas terhadap masyarakat dikarenakan dengan sistem perpajakan yang memakai Self Assessment System, dibutuhkannya kesadaran dari wajib pajak itu sendiri untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terhutang. Untuk itu pentingnya pemerintah menjelaskan secara jelas apa saja kriteria objek pajak yang kena pajak dan manfaat dari membayar pajak guna terwujudnya kesadaran dari masyarakat/ wajib pajak itu sendiri. Ketiga, ketidaktegasan pemerintah terkait dalam pemberian sanksi kepada petugas maupun wajib pajak. Hal ini didukung dengan tidak adanya kegiatan sidak sadar wajib pajak oleh Sinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon Bidang Pajak Daerah. Permasalahan kurang tegasnya sanksi yang diberikan pemerintah tergadap petugas pajak dan masyarakat, sehingga rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan pajaknya. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja para implementor kebijakan mempunyai korelasi yang cukup signifikan, hal ini terlihat pada semakin baik kinerja dan kredibilitas para birokrat dan implementor kebijakan maka semakin baik juga tingkat kesadaran masyarakat akan peraturan yang ada, dan begitu pula sebaliknya. Selain itu tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya peraturan daerah, dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakatnya dalam menyikapi setiap peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Semakin baik tingkat
pengetahuan masyarakat tersebut semakin baik juga tingkat kesadaran masyarakat tersebut akan keberadaan peraturan daerah dan melaksanakannya dengan baik. Untuk itu penegakan hukum atau aturan perpajakan sangatlah penting untuk mengatur jalannya suatu program pemerintah dalam peningkatan penerimaan pajak daerahnya. Adanya payung hukum atau aturan yang jelas akan membuat masyarakatnya sadar akan guna bayar pajak, hal ini bisa dirasakan secara tidak langsung oleh masyarakatnya pada pembagunan daerah seperti insfrastruktur jalan, penerangan, fasilitas kesehatan dan lain-lainnya. Rendahnya sanksi hukum bagi mereka yang melanggar membuat masyarakat semakin tidak sadar akan kewajibannya sebagai warga negara dan menjadikan masyarakat tersebut tidak peduli terhadap aturan yang ada atau bahkan bersikat apatis terhadap hukum dan peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Kurang tegasnya sanksi yang diberikan mengakibatkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pelaporan wajib pajak terhadap rumah kosannya. Sehingga pemerintah akan merasakan kesulitan dalam melakukan kerjasana yang baik dengan masyarakatnya. Adapun sanksi administratif keterlambatan pengembalian SPTPD setelah ditegus akan dikenakan sanksi berupa bunga 2% sebulan dihitung dari besarnya pajak yang kurang atau terlambat dibayarkan. Dan apabila kewajiban menyampaikan SPTPD tidak dipenuhi, pajak terutang dikenakan secara jabatan ditambah sanksi administratif berupa kenaikan 25% dari pokok pajak dan ditambah sanksi administratif berupa bunga 2% sebulannya. Adapun sanksi hukum apabila tidak bayar pada waktunya dapat dilakukan penagihan dengan Surat Paksa. Surat paksa diterbitkan apabila: pertama, jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Peringatan, Surat Teguran, atau surat lain yang sejenisnya. Kedua, telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus terhadap wajib pajak. Ketiga, wajib pajak tidak memenuhi ketetentuan sebagaimana dinyatakan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Penagihan seketika dan sekaligus terhadap wajib pajak dilakukan oleh jurusita pajak apabila: wajib pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; wajib pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia ataupun memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasainya;
terdapat
tanda-tanda
wajib
pajak
akan
membubarkan
usahanya
atau
menggabungkan usahanya atau memekarkan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya atau melakukan perubahan bentu lainnya; badan usaha dibubarkan oleh Negara; terjadinya penyitaan atas barang wajib pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Penerbitan Surat Paksa dilakukan oleh pejabat setelah lewat 21
hari sejak tanggal diterima nya Surat Teguran atau Surat Peringatan. Apabila wajib pajak menolak Surat Paksa dengan alasan sedang mengajukan keberatan pajak atau lainnya, maka salinan Surat Paksa dimaksud ditinggalkan di tenpat tinggal, tempat usaha atau tempat kedudukan wajib pajak dan dicatat dalam berita acara penyampaian surat paksa bahwa wajib pajak menolak menerima salinan Surat Paksa, sehingga Surat Paksa dianggap sudah diberitahukan. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan sejak tanggal SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN dan pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan daerah diterima wajib pajak. Dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak menerima Surat Keberatan, Kepala Dinas harus memberikan keputusan atas keberatan yang dinyatakan, apabila setelah lewat 12 bulan sejak permohonan keberatan diterima dan Kepala Dinas tidak memberikan keputusan, maka permohonan keberatan dianggap diterima sepenuhnya. Untuk teguran lisan yang diberikan atasan terhadap bawahannya belum dapat meyakinkan bahwa mereka akan patuh akan peraturan yang ada. Walaupun pada dasarnya belum ada pengakuan akan adanya pegawai yang melakukan kesalahan, namun hal ini berguna untuk mengatur dan menjaga kedisiplinan pegawai itu sendiri, baik itu dalam segi jam kerja yang mestinya dimanfaatkan dengan secara bijaksana.
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil paparan di bab-bab sebelumnya tentang masalah-masalah dan temuan
di lapangan mengenai “Administrasi Perpajakan Daera Pada Pajak Hotel di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangn Daerah Kota Cilegon (Studi Kasus Rumah Kos Lebih Dari Sepuluh Kamar di Kelurahan Kotabumi)”, didapatkan kesimpulan akhir sebagai berikut: 1. Kurangnya pemahaman dari pemilik kosan akan sadar pajak yang dikarenakan kurangnya sosialisasi yang diberikan pemerintah tentang adanya perubahan atas Peraturan Walikota Cilegon No. 49 Tahun 2011 ke Peraturan Walikota Cilegon No. 26 Tahun 2012 yang mana rumah kos dengan jumlah lebih dari sepuluh kamar dikenakan pajak hotel sebesar 10 %. 2. Terbatasnya sumber daya manusia (SDM) baik yang berkompeten dan memiliki latar belakang
pendidikan
perpajakan.
Kualitas
pendidikan
seseorang
dapat
mempengaruhi kualitas pekerjaan yang dilakukan. 3. Ketidaktegasan pemerintah terkait dalam pemberian sanksi kepada petugas maupun wajib pajak, sehingga rendahnya kesadaran wajib pajak untuk melaporkan omsetnya. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja para implementor kebijakan mempunyai korelasi yang cukup signifikan, hal ini terlihat pada semakin baik kinerja dan kredibilitas para birokrat dan implementor kebijakan maka semakin baik juga tingkat kesadaran masyarakat akan peraturan yang ada dan begitu pula sebaliknya. 5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti mengajukan beberapa saran berupa
rekomendasi kebijakan, sebagai berikut: 1. Untuk upaya peningkatan kesadaran wajib pajak hotel dengan objek rumah kost lebih dari sepuluh kamar dalam melaporkan pajaknya, perlu kiranya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah melakukan sosialisasi langsung secara menyeluruh terhadap semua kelurahan ataupun kecamatan yang ada di Kota Cilegon. 2. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon juga perlu kiranya mengadakan tugas belajar D3/ SI untuk jurusan perpajakan. 3. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon juga perlu kiranya menambah jumlah pegawai untuk bagian bidang pajak daerah.
4. Pemerintah Daerah Kota Cilegon melalui dinas terkait, harus tegas dalam
melaksanakan mekanisme sanksi bagi para pegawai yang tidak disiplin jam kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Abut, Hiralius. 2005. Perpajakan. Jakarta: Diadit Media. Alwasilah, A. C. 2006. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Brajakusumah dan Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta: Garamedia. Denzim, K. Norman dan Tvonna. S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ikhsan, M & Roy V. Salomo. 2002. Keuangan Daerah di Indonesia. Jakarta: STIA LAN Press. Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu- Ilmu Sosial. DIA FISIP Universitas Indonesia. Kalnadi, Septo. 2012. Himpunan PERDA dan Peraturan Walikota Cilegon Tentang Pajak Daerah. Cilegon: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga. Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Moleong, J. Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muljono, Djoko. 2009 PPH DAN PPN untuk berbagai kegiatan usaha. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Siahaan, Marihot P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Slamet, Edi Irianto. 2009. Pajak Negara dan Demokrasi (konsep dan implementasinya di Indonesia). Yogyakarta: LaksBang Mediatama. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Bandung. ________. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Bandung. ________. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Bandung. Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.
Waluyo, 2009. Perpajakan Indonesia edisi 9. Jakarta: Salemba Empat. Zain, Mohammad. 2008. Manajemen Perpajakan Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Dokumen Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Peraturan Pemerintah No. 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak. Peraturan Walikota Cilegon No. 26 Tahun 2012 tentang Tatacara Pemungutan Pajak Hotel. Sumber Lain BPS Kota Cilegon Tahun 2011 BPS Kota Cilegon Tahun 2012 Jamjani, Andi. 2011. Efektivitas Pengelolaan Pajak Hotel di Dinas Pengelolaan dan Aset Daerah Kabupaten Serang. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jurnal. 2007. “Siapkah Pusat Melepas Pajak Daerah?”: Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pengadilan Pajak. Siregar, Hendra Prawira W. 2004. Pelaksanaan Administrasi Pemungutan Pajak Hotel di Dinas Pendapatan Kota Depok pada tahun 2001/2002. Depok: Program Sarjana Ekstensi Universitas Indonesia. Website “Kabar Banten” tanggal 27 Desember 2012 jam 14:13:31 WIB
LAMPIRAN - LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2010 T E N T A N G JENIS PAJAK DAERAH YANG DIPUNGUT BERDASARKAN PENETAPAN KEPALA DAERAH ATAU DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak;
Mengingat
:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); MEM UTUS KAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS PAJAK DAERAH YANG DIPUNGUT BERDASARKAN PENETAPAN KEPALA DAERAH
ATAU DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK. P a s a l 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. 3. Pemungutan Pajak adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek Pajak,
penentuan besarnya Pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan Pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya. 4. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah kota. P asal 2 (1) Pajak terdiri atas: a. Pajak provinsi; dan b. Pajak kabupaten/kota (2) Jenis Pajak provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. (3)
Jenis Pajak kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. d. e.
Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan;
f. g.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir;
h. i. j.
Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan; dan
k.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Perdesaan
P a s a l 3 Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d dan ayat (3) huruf d, huruf h, huruf j dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah.
dan
P a s a l 4
-5-
Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, huruf e dan ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, huruf i, huruf k dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. P a s a l 5 Pemungutan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dilarang diborongkan.
P a s a l 6 (1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan Pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (2) Pemungutan Pajak terutang berdasarkan surat ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pembayaran Pajak terutang oleh Wajib Pajak berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan: a. Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan; atau b. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang. (3) Pemungutan Pajak terutang dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pembayaran Pajak terutang oleh Wajib Pajak dengan menggunakan: a. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah; b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar; dan/atau c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan. P a s a l 7 Peraturan Pemerintah ini pada tanggal diundangkan.
mulai
berlaku
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapka n di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDO
NESI A, ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, t td. PATRI ALIS AKBA R LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 153
BERITA DAERAH KOTA CILEGON
TAHUN : 2012
NOMOR :
26
PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTA NG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 49 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang
:
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak hotel agar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, maka perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Walikota Cilegon Nomor 49 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Hotel; b.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Perubahan
Atas
Peraturan
Walikota
Cilegon
Nomor 49 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Hotel; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Republik Indonesia
Tahun
Lembaran
Negara
Surat
Paksa
1997 Republik
(Lembaran
Nomor
42,
Indonesia
Negara
Tambahan
Nomor
3686)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Indonesia
Tahun
Nomor 129, Indonesia
Negara
Republik
2000
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Nomor 3987); 2.
Undang-Undang
Nomor
15
Tahun
1999
tentang
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);
3. Undang ...
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189); 4. Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia
Nomor
4437),
sebagaimana
telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomr
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59,
Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 6. Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2011
Nomor
82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5234); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
150,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 4585); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan
Pemerintahan
antara
Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 10. Peraturan ...
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
Tahun
2010
Nomor
119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 5161); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak
Daerah
yang
Dipungut
Berdasarkan
Penetapan
Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Nomor
Negara
153,
Republik
Tambahan
Indonesia
Lembaran
Tahun
Negara
2010
Republik
Indonesia Nomor 5179); 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 13. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 13 Tahun 2002 Tentang
Penyidik
Pegawai
Negeri
Sipil
Kota
Cilegon
(Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2002 Nomor 122); 14. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 4); 15. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 7 Tahun 2008 Tentang
Pembentukan
Organisasi
Dinas
Daerah
Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 7); 16. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel
(Lembaran Daerah Kota Cilegon
Tahun 2011 Nomor 6); 17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain-lain; MEMUTUSKAN ...
MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN
WALIKOTA
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS
PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 49 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL.
Pasal I Beberapa Nomor
ketentuan
49
Tahun
dalam 2011
Peraturan
tentang
Tata
Walikota Cara
Cilegon
Pemungutan
Pajak Hotel, diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 angka 12 diubah dan angka 22 dihapus, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Peratuan Walikota ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Cilegon. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Walikota adalah Walikota Cilegon. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya dapat disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cilegon. 5. Dinas adalah Dinas yang membidangi pendapatan daerah. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi pendapatan daerah. 7. Pejabat
adalah
pegawai
yang
diberi
tugas
tertentu
dibidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 8. Bendahara Penerimaan, adalah bendahara penerimaan pada Dinas yang membidangi pendapatan dan pengelolaan keuangan
daerah
yang
ditunjuk
untuk
menerima,
mencatat pembayaran pajak yang disetor oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dan menyetorkan ke Kas Umum Daerah. 9. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan
tidak
mendapatkan
imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 10. Badan ...
10. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan,
baik
yang
melakukan
usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas,
perseroan
komanditer,
perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 11. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. 12. Hotel
adalah
peristirahatan
fasilitas termasuk
penyedia jasa
jasa
terkait
penginapan/
lainnya
dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubug pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya atau dengan istilah seperti Penginapan Remaja (Youth Hostel), Home Stay, Guest House, Town House, Villa, Cottage serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). 13. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak,
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan daerah. 14. Pajak Yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 15. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data Objek dan Subjek Pajak, penentuan besarnya pajak yang terhutang sampai kegiatan penagihan pajak
kepada
Wajib
Pajak
serta
pengawasan
penyetorannya. 16. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak daerah dan biaya penagihan pajak daerah dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan
seketika
dan
sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksana kan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. 17. Jurusita ...
17. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang
meliputi
penagihan
seketika
dan
sekaligus,
pemberitahuan Surat Paksa, dan/atau penyitaan. 18. Penyitaan
adalah
tindakan
Jurusita
Pajak
untuk
menguasai barang Wajib Pajak, guna dijadikan jaminan untuk
melunasi
utang
pajak
menurut
peraturan
perundang-undangan. 19. Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan/atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. 20. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan
penghitungan
dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau ketentuan
harta
peraturan
dan
kewajiban
sesuai
perundang-undangan
dengan
perpajakan
daerah. 21. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota. 22. Dihapus. 23. Surat
Ketetapan
Pajak
Daerah
Kurang
Bayar,
yang
selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besamya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besamya sanksi administratif dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 24. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang
selanjutnya
disingkat
SKPDKBT,
adalah
surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 25. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat
SKPDN,
adalah
surat
ketetapan
yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 26. Surat ...
26. Surat
Ketetapan
Pajak
Daerah
Lebih
Bayar,
yang
selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 27. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. 28. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan. 29. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 30. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan Wajib Pajak. 31. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak daerah dan biaya penagihan pajak daerah. 32. Pengawasan
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan menegakkan
pelaksanaan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. 33. Pemeriksaan ...
33. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah
data
dan
atau
keterangan
lainnya guna menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Perpajakan Daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 34. Berita
Acara
Hasil
Pemeriksaan,
adalah
kumpulan
pernyataan Wajib Pajak yang menerima dan atau menolak seluruh prosedur pemeriksaan. 35. Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan di tempat usaha maupun kantor Wajib pajak yang meliputi seluruh jenis pajak untuk
tahun
yang
berjalan
atau
tahun-tahun
sebelumnya. yang dilakukan dengan menerapkan teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya. 36. Pengadilan
Pajak
adalah
badan
peradilan
yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (2), ayat (3) dan ayat (7) diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan ayat baru yaitu ayat (3a), sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 (1) Setiap orang pribadi atau badan yang memiliki kewajiban untuk
membayar
berdasarkan
Pajak
peraturan
Hotel
kepada
perundang-undangan
Daerah yang
berlaku, wajib mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). (2) Bagi Wajib Pajak (WP) penyedia jasa Rumah Kos, wajib mendaftarkan diri disertai dengan bukti kepemilikan seperti Akte Jual Beli Tanah/Bangunan, Sertifikat Hak Milik/Hak Guna Bangunan atau SPPT Pajak Bumi dan Bangunan
dan/atau
izin
mendirikan
bangunan/izin
sejenisnya. (3) Bagi ...
(3) Bagi orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mendaftarkan diri, Dinas wajib mendata dan mendaftarkan untuk diberikan NPWPD. (3a) Wajib
Pajak
(WP)
Hotel
wajib
mengisi
Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) sesuai dengan masa pajaknya. (4) SPTPD yang
telah
diisi dengan benar dan lengkap
disampaikan ke Dinas selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak. (5) SPTPD
diisi
berdasarkan
jumlah
omzet/pendapatan
selama 1 (satu) bulan kalender pada masa pajak bulan tersebut. (6) SPTPD yang belum disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib ditegur secara tertulis oleh Dinas. (7) Keterlambatan pengembalian SPTPD setelah ditegur akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dihitung dari besarnya pajak yang kurang atau terlambat dibayar. (8) Apabila kewajiban menyampaikan SPTPD tidak dipenuhi, pajak terutang dikenakan secara jabatan ditambah sanksi administratif berupa kenaikan 25% (dua puluh lima persen)
dari
pokok
pajak
dan
ditambah
sanksi
administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. (9) Bentuk
dan
isi
NPWPD
dan
SPTPD
sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Walikota ini.
3. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 5 Penyetoran pajak dilakukan oleh Wajib Pajak ke Kas Daerah yang telah ditunjuk atau melalui Bendahara Penerimaan pada Dinas
berdasarkan
SPTPD
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1). 4. Ketentuan ...
4. Ketentuan Pasal 8 ayat (5) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 (1) Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar atau
Surat
Ketetapan
Pajak
Daerah
Kurang
Bayar
Tambahan yang tidak dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. (2) Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat : a. Nama wajib pajak; b. Dasar penagihan; c. Besarnya utang pajak; dan d. Perintah untuk membayar. (3) Surat Paksa diterbitkan apabila : a. Jumlah Pajak yang masih harus dibayar oieh Wajib Pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Peringatan, Surat Teguran, atau surat lain yang sejenis. b. Telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus terhadap Wajib Pajak; atau c. Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dinyatakan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. (4) Penagihan seketika dan sekaligus terhadap wajib pajak dilakukan oleh jurusita pajak apabila : a. Wajib pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya atau berniat untuk itu. b. Wajib
pajak
mengecilkan yang
menghentikan kegiatan
dilakukannya
atau
perusahaan di
secara atau
Indonesia
nyata
pekerjaan ataupun
memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasainya. c. Terdapat tanda-tanda wajib pajak akan membubarkan usahanya
atau
memekarkan perusahaan
menggabungkan
usahanya yang
atau
dimiliki
atau
usahanya
atau
memindahtangankan dikuasainya
atau
melakukan perubahan bentuk lainnya. d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara. e. Terjadi penyitaan atas barang wajib pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. (5) Penertiban ...
(5) Penertiban Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan oleh pejabat setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal diterima Surat Teguran atau Surat Peringatan. (6) Apabila Wajib Pajak menolak Surat Paksa dengan alasan sedang mengajukan keberatan pajak atau alasan lainnya, maka salinan Surat Paksa dimaksud ditinggalkan di tempat tinggal, tempat usaha atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan dicatat dalam Berita Acara Penyampaian Surat Paksa bahwa Wajib Pajak menolak menerima salinan Surat Paksa, sehingga Surat Paksa dianggap telah diberitahukan. 5. Ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Pejabat atas
SKPDKB,
pemotongan
SKPDKBT,
atau
SKPDLB,
pemungutan
oleh
SKPDN pihak
dan ketiga
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan daerah. (2) Keberatan
diajukan
secara
tertulis
dalam
Bahasa
Indonesia kepada Kepala Dinas dengan mengisi formulir dan dikirim ke Dinas disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN dan pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan daerah diterima Wajib Pajak. (4) Tanda Terima Surat Keberatan dari Kepala Dinas dan tanda bukti pengiriman melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan Wajib Pajak. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak,
paling
sedikit
sejumlah
yang
telah
disetujui
Wajib Pajak. (6) Hasil
pemeriksaan
ulang
atas
pengajuan
keberatan
dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan Tim Pemeriksa. (7) Dalam ...
(7) Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak menerima Surat Keberatan, Kepala Dinas harus memberi keputusan atas keberatan yang menyatakan : a. Keberatan diterima sepenuhnya atau sebagian; b. Keberatan ditolak; c. Kenaikan pajak sesuai Berita Acara Hasil Pemeriksaan. (8) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sejak permohonan keberatan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Dinas tidak memberikan keputusan, maka
permohonan
keberatan
dianggap
diterima
sepenuhnya.
6. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 16 (1) Walikota atau Kepala Dinas karena jabatan atau atas permohonan
Wajib
pengurangan atau
Pajak
dapat
pembatalan
memutuskan
ketetapan
pajak
atas
SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN dan STPD yang tidak benar. (2) Permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
harus
disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Wajib Pajak kepada Walikota atau Kepala Dinas paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPDKB, SKPDKBT, memberikan
SKPDLB,
SKPDN
alasan-alasan
dan
yang
STPD
jelas
dan
dengan dapat
membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. (3) Walikota atau Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(2)
diterima
sudah
harus
memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Walikota atau Kepala Dinas tidak memberikan keputusan, permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak dianggap dikabulkan. 7. Ketentuan ...
7. Ketentuan dalam Lampiran SPTPD diubah dan ditambah Lampiran baru NPWPD, yaitu sebagai berikut: a. SPTPD PEMERINTAH KOTA CILEGON
No. SPTPD Masa Pajak Tahun Pajak
DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOMPLEK SUKMAJAYA MANDIRI KAVLING 7, JL. AHMAD YANI
: : :
Tlp. (0254) 392 967 Fax. (0254) 377 594
SPTPD (SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH) PAJAK HOTEL N.P.W.P.D
Kepada Yth.
c c cccccc cc cc
KEPALA DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA CILEGON di Cilegon
PERHATIAN: 1. Harap diisi dalam rangkap dua (2) ditulis dengan huruf CETAK 2. Beri tanda V pada kotak
c yang tersedia untuk jawaban yang diberikan
3. Setelah diisi dan ditanda tangani, harap diserahkan kembali kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya 4. Keterlambatan Penyerahan dari tanggal tersebut diatas akan dilakukan Penetapan Secara Jabatan
A. DIISI OLEH PENGUSAHA HOTEL 1. Golongan Hotel :
cc
01 Bintang lima
06 Melati tiga
02 Bintang empat
07 Melati dua
03 Bintang tiga
08 Melati satu
04 Bintang dua
09 Ekonomi
05 Bintang satu
10 Lainnya : ………………..
2. Tarif dan jumlah kamar hotel :
c
3. Menggunakan kas register
1. Ya 2. Tidak
4. Mengadakan pembukuan / pencata
c
1. Ya 2. Tidak
B. DIISI OLEH PENGUSAHA HOTEL SELF ASSESSMENT 1. Jumlah Pembayaran dan Pajak Terutang untuk Masa Pajak sebelumnya (akumulasi dari awal Masa Pajak da Tahun Pajak Tertentu) : a. Masa Pajak
: Tgl ……………………..
s/d Tgl …………………….
b. Dasar Pengenaan (Jumlah pembayaran yang diterima)
: Rp. ……………………..
c. Tarif Pajak (sesuai Perda)
: …………… %
d. Pajak Terutang (b x c)
: Rp. ……………………..
2. Jumlah Pembayaran dan Pajak Terutang untuk Masa Pajak sekarang (lampirkan foto copy dokumen) : a. Masa Pajak
: Tgl ……………………..
s/d Tgl …………………….
b. Dasar Pengenaan (Jumlah pembayaran yang diterima) c. Tarif Pajak (sesuai Perda) d. Pajak Terutang (b x c) MODEL: DPD-02A `
: Rp. …………………….. : …………… % : Rp. …………………….. Dilanjutkan pada halaman 2 FM-DT-05A/Rev.0/Hal. 1 dari 2
C. DIISI ...
C. DIISI OLEH PENGUSAHA HOTEL a. Masa Pajak
:
Tgl …………………….. s/d Tgl …………………….
b. Dasar Pe nge naan (Jumlah pe mbayaran yang dite rima :
Rp. ……………………..
D. PERNYATAAN De ngan me nyadari se pe nuhnya akan se gala akibat te rmasuk sangsi-sangsi se suai de ngan ke te pe rundang-undangan yang be rlaku, saya atau yang saya be ri kuasa me nyatakan apa yang te lah be ritahukan te rse but di atas be se rta lampiran-lampirannya adalah be nar, le ngkap dan je las. …………………………Tahun………. Wajib Pajak
Nama Je las
E. DIISI OLEH PETUGAS PENERIMA DPPKD Tata cara pe nghitungan dan pe ne tapan yang dike he ndaki
c
1. Official Asse ssme nt (dihitung dan dite tapkan ole h Pe jabat DPPKD) 2. Se lf Asse ssme nt (me nghitung dan me ne tapkan pajak se ndiri)
Dite rima tanggal
:
Nama Pe tugas
:
NIP
:
(__________________) MODEL: DPD-02A
FM-DT -05A/Re v.0/Hal. 2 dari 2
Gunting disini No. SPTPD : ………………..
TANDA TERIMA
NPWPD
:
……………………………………………
Nama
:
……………………………………………
Alamat
:
……………………………………………
…………………………Tahun………. Yang Me ne rima
(…………………..) MODEL: DPD-02A
FM-DT -05A/Re v.0/Hal. 2 dari 2
b. NPWPD
Pasal ...
Pasal II Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatkannya dalam Berita Daerah Kota Cilegon.
Ditetapkan di Cilegon, pada tanggal 22 Oktober 2012 WALIKOTA CILEGON, ttd Tb. IMAN ARIYADI Diundangkan di Cilegon pada tanggal 22 Oktober 2012 SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON, ttd ABDUL HAKIM LUBIS BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2012 NOMOR 26
PETUNJUK UMUM WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI ADMNINISTRASI PERPAJAKAN DAERAH PADA PAJAK HOTEL DI DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA CILEGON (STUDI KASUS RUMAH KOS LEBIH DARI 10 KAMAR DI KELURAHAN KOTABUMI) Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah penelitian, maka disusunlah pedoman wawancara seperti di bawah ini. Peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi dalam penelitian ini. Informan 4.2
Kepala Bidang Pajak Daerah DPPKD Kota Cilegon
4.3
Kepala Seksi Pendataan dan Dokumentasi Bidang Pajak Daerah DPPKD Kota Cilegon
4.4
Kepala Seksi Penetapan Bidang Pajak Daerah DPPKD Kota Cilegon
4.5
Kepala Seksi Penagihan Bidang Pajak Daerah DPPKD Kota Cilegon
4.6
Kepala Seksi Permasyarakatan Kelurahan Kotabumi
4.7
Kepala Seksi Trantib Kelurahan Kotabumi
Pertanyaan 6. Pertanyaan Pertanyaan untuk Kabid Pajak Daerah DPPKD Kota Cilegon: 7. Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kost lebih dari 10 kamar? 8.
Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal No. 26 tahun 2012?
9.
Apakah penyetoran pajak (khususnya pajak hotel) telah tepat waktu?
10. Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berubah, apakah ada upaya pembaharuan data, berapa kali setahun? 11. Apakah tahap-tahap administrasi perpajakan daerah sudah berjalan dengan baik?
12. Apakah para kasi ,staf maupun PDL mempunyai latar belakang pendidikan perpajakan dan akutansi?, pelatihan seperti apa saja yang diberikan kepada staf? 13. Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan? 14. Bulan apa dilakukananya bulan pajutan pajak? 15. Apa ada dilakukakannya sidak sadar wajib pajak? 16. Sistem pemungutan pajak apa yang digunakan untuk pajak hotel, alasannya? 17. Apa sanksi hukum dan sanksi admnistrasi untuk yang tidak melaporkan pajaknya (omsetnya) baik yang sudah menjadi WP maupun yang tidak melaporkan pajaknya namun terbukti memiliki syarat dikenakannya pajak?
18. Pertanyaan Untuk Kasi Pendataan dan Dokumentasi, Kasi Penetapan dan Kasi Penagihan: 19. Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kost lebih dari 10 kamar? 20. Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal no. 26 tahun 2012? Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? 21. Berapa jumlah wajib pajak hotel dengan objek pajak rumah kost pada tahun 2013 dan tahun 2014 ? 22. Bagaimana dengan target dan realisasi pajak hotel, apakah sudah tercapai? Bagaimana dengan objek pajak rumah kost sendiri? 23. Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berubah, apakah ada upaya pembaharuan data, berapa jangka waktu pembaharuan data tersebut? 24. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pemungutan pajak hotel? 25. Apakah para staf/ pegawai memiliki latar belakang pendidikan perpajakan dan akutansi?
26. Apakah ada pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan kepada staf maupun PDL? 27. Apakah jumlah pegawai seimbang dengan jumlah volume pekerjaan yang ada? 28. Apakah penyetoran atau penerimaan pajak (khususnya pajak hotel) telah tepat waktu? 29. Apakah tahap-tahap administrasi perpajakan daerah sudah berjalan dengan baik? 30. Bagaimana cara petugas untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang diterima dari subjek, yang mana wajib pajak rumah kos tidak menggunakan pembukuan yang baik (Mesin)? 31. Apakah dalam hal tersebut menggunakan keahlian fiskus atau petugas pajak digunakan untuk menetapkan nilai pajak terutang yang harus dibayar? 32. Apa ada fenomena penundaan pembayaran pajak khususnya pajak rumah kost, kalau ada apa sanksi yang diberikan? 33. Apakah ada wajib pajak yang mencoba mangkir melaporkan pajaknya dan bahkan menghindar pajak dengan mencari celah-celah kelemahan dari Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan yang ada? 34. Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan?
35. Pertanyaan Kasi Pemasyarakatan Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta: 2.1.6
Apakah ada sosialisasi langsung dari DPPKD di lingkungan Kelurahan Kotabumi?, tentang apa dan apa ada sosialisasi tentang pajak hotel untuk rumah kos lebih dari 10 kamar / tentang Perwal No. 26 Tahun 2012?
2.1.7
Apa ada pendataan/ transkip data pengelola rumah kos (sejenisnya) oleh Kelurahan Kotabumi?
2.1.8
Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi?
2.1.9
Apakah ada pendataan akan jumlah rumah kos di Kelurahan Kotabumi?
2.1.10
Apa ada
sanksi yang diberikan untuk bagian yang bertanggung jawab untuk
mengurusi hal tersebut apabila terjadi pelanggaran/ ketidaksesuaian dilapangan? 2.1.11
Apa ada sanksi tegas yang dapat diberikan untuk masyarakat yang tidak melaporkan jenis usahanya/
Pertanyaan Kasi Trantib Kelurahan Kotabumi Kecamatan Purwakarta:
36.
1.6.3 Apakah ada sosialisasi langsung dari DPPKD di lingkungan Kelurahan Kotabumi?, tentang apa dan apa ada sosialisasi tentang perubahan atas PERWAL No. 49 Tahun 2011 ke PERWAL No. 26 Tahun 2012? 1.6.4 Berapa lama jangka waktu sosialisasi tersebut dilakukan? 1.6.5 Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? 1.6.6 Apakah ada pendataan akan jumlah rumah kos di Kelurahan Kotabumi? 1.6.7 Berapa jumlah trantib di Kelurahan Kotabumi?, apakah cukup untuk melakukan kegiatan dilapangan dengan jumlah tersebut? 1.6.8 Apa ada sanksi tegas yang dapat diberikan untuk masyarakat yang tidak melaporkan jenis usahanya?
37. Pertanyaan untuk Pengelola Rumah Kos: 6.
Berapa jumlah kamar kos yang ibu kelola?, berapa perbulan?
7.
Apakah semua kamar terisi penuh setiap bulannya?
8.
Apakah bapak/ ibu mengetahui tentang adanya penambahan pada Perwal Kota Cilegon No. 26 tahun 2012?
9.
Apakah bapak/ ibu mengetahui apakah di dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa rumah kos yang lebih dari 10 kamar termasuk objek pajak hotel?
10.
Apakah bapak/ ibu menyetujui adanya penambahan akan objek pajak yang dimaksudkan dalam objek pajak tersebut?.
11.
Apakah bapak/ ibu akan melaporkan wajib pajaknya kepada dinas terkait?
12.
Sebenarnya apa pendapat bapak/ ibu dengan adanya pajak terhadap rumah kos ini?
13.
Apakah ada petugas pajak yang melakukan pendataan jumlah kosan di lingkungan Kelurahan ini?
14.
Menurut bapak/ ibu pelaporan pajak itu sulit ngak si?
15.
Apakah bangunan ini memiliki IMB ?
16.
Kapan bangunan ini didirikan?
17.
Apakah rumah kos yang dikelola mempunyai pembukuan yang baik?
18.
Apa saran bapak/ ibu terkait penambahan objek pajak dengan rumah kos ini?
CATATAN LAPANGAN No. 1. 2.
TANGGAL
WAKTU
TEMPAT
HASIL
INFORMAN
02 Sep 2014
14:00
Kesbanglinmas Kota Cilegon
Mengajukan surat ijin penelitian
-
05 Sep 2014
14:15
Kesbanglinmas
Mengambil surat ijin penelitian untuk DPPKD Kota Cilegon
-
Kota Cilegon
3.
05 Sep 2014
14:35
DPPKD Kota Cilegon
Mengajukan surat ijin penelitian di bagian pajak daerah DPPKD Kota Cilegon
Ibu Nilawati
4.
09 Sep 2014
14:55
Kantor Kelurahan Kotabumi
Mengajukan surat ijin penelitian
-
5.
15 Sep 2014
13:40
Bagian Umum dan Kepegawaian DPPKD Kota Cilegon
Mengambil surat ijin penelitian di bagian pajak daerah DPPKD Kota Cilegon
Ibu Nilawati
6.
15 Sep 2014
14:00
Bagian Pajak Daerah, DPPKD Kota Cilegon
wawancara
Bapak Ahkmad Khotib
7.
15 Sep 2014
15:00
Bagian Pajak Daerah, DPPKD Kota Cilegon
wawancara
Bapak Ardiano Setyawan
8.
16 Sep 2014
10:45
Bagian Akuntansi, DPPKD Kota Cilegon
Meminta data potensi pajak hotel
Ibu Puji Wahyuningsih
9.
17 Sep 2014
14:15
Kantor Kelurahan Kotabumi
Wawancara dan meminta
Bapak Bambang U. Amala
data 10.
19 Sep 2014
10:20
Bagian Umum dan Kepegawaian DPPKD Kota Cilegon
Meminta data
Bapak Sunardi
11.
22 Sep 2014
09:20
Kantor Kelurahan Kotabumi
Wawancara
Ibu Wiwik P. H
12.
22 Sep 2014
14:00
Kantor Dinas Wawancara Pekerjaan Umum Kota Cilegon
Bapak Rahmatullah
13.
22 Sep 2014
16:00
14.
23 Sep 2014
15:10
15.
23 Sep 2014
16:20
16.
25 Sep 2014
09:45
Bagian Mengambil Umum dan data Kepegawaian DPPKD Kota Cilegon
17.
26 Sep 2014
11:30
Bagian Akuntansi DPPKD Kota Cilegon
Meminta data
Ibu Puji Wahyuningsih
18.
26 Sep 2014
18:30
Rumah kos Handayani
Wawancara
Bapak Yadi
19.
27 Sep 2014
11:05
Rumah kos ibu Neti
Wawancara
Bapak Deni
Bagian Pajak Daerah DPPKD Kota
Wawancara
Ibu Ratu Rahmawati
20.
30 Sep 2014
08:45
Rumah Kosan yang dikelola
Wawancara
Kantor Wawancara UPTD 1 Kota Cilegon Kantor Walikota/ Sekda Kota Cilegon
Wawancara
Ibu Eliyah
Bapak Anwaryanto Bapak Hadi Permana
Bapak Sunardi
Cilegon 21.
30 Sep 2014
10:20
Ruangan Kabid pajak daerah DPPKD Kota Cilegon
Wawancara
Bapak Bagus Nurtajaya
22.
15 Okt 2014
09:35
Wilayah Kelurahan Kotabumi
Survai rumah kos lebih dari 10 kamar
Kosan “A”, “Green house”, “pondok orange” dan “gunung gede no.8”.
23.
16 Okt 2014
12: 12
Wilayah Kelurahan Kotabumi
Survai rumah kos lebih dari 10 kamar
Kosan “Bu le”, “B”, “cermat”, dan”C”.
24.
17 Okt 2014
10:00
Wilayah Kelurahan Kotabumi
Survai rumah kos lebih dari 10 kamar
Kosan “D”, “E”, “ibu Evi”, “ibu Netty”.
25.
17 Okt 2014
14:00
Kantor Kelurahan Kotabumi
Meminta data
Bapak Fatoni
26.
19 Okt
16:25
Wilayah Kelurahan Kotabumi
Survai rumah kos lebih dari 10 kamar
Kosan “F”, “G”, “H”,
27.
22 Okt 2014
15:00
Wilayah Kelurahan Kotabumi
Survai rumah kos lebih dari 10 kamar
Kosan “Ibu Hj. Samsudin”, “Pak Aceng” dan “Pak Supardi”
28
12 Des 2014
10:35
Ruangan Kabid pajak daerah DPPKD Kota Cilegon
Wawancara
Bapak Bagus Nurtajaya
29
13 Des 2014
15:25
Blackbarry
Wawancara
Bapak Hadi
Messenger
Permana
MEMBER CHECK No 1.
Nama: Bagus Nurtajaya
Tanggal Wawancara : 30 Sept 2014 Tempat :DPPKD Cilegon
Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kost lebih dari 10 kamar? Trennya naik, kalo angka lihat saja ke pak ferdi atau ibu serli. Persentasenya lihat saja 1/5 x 100%.
2.
Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal no. 26 tahun 2012? Sosialisasinya mengundang langsung/penyuluhan langsung pada wajib pajak hotel dan tidak langsungnya membuat iklan layanan masyarakat seperti media elektronik maupun media cetak. Di satu kota kita adakan di gedung pertemuan hotel, tapi tidak tetap satu hotel. Di lain itu kita memberikan penghargaan kepada hotel yang patuh
3.
Apakah penyetoran pajak (khususnya pajak hotel) telah tepat waktu? Untuk penyetoran/ pembayaran pajak khususnya pajak hotel belum semuanya tepat waktu, ada beberapa yang telat. Langkah yang kita berikan berupa teguran tertulis.
4.
Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berubah, apakah ada upaya pembaharuan data, berapa kali setahun? Setiap data yang kita temukan atau setiap ada data terbaru kita langsung perbaharui, dan untuk pemutahiran datanya sendiri per enam bulan sekali.
5.
Apakah tahap-tahap administrasi perpajakan daerah sudah berjalan dengan baik? Ya baru sekitar delapan puluh persen untuk keseluruhannya. Kita tingkatkan terus.
6.
Apakah para kasi, staf maupun PDL mempunyai latar belakang
pendidikan perpajakan dan akutansi?, pelatihan seperti apa saja yang diberikan kepada staf? Akuntansi ada, kalau perpajakan adanya disekolahkan. Ada dilakukan pelatihan semacam peningkatan kapasitas, binteklah kemudian diklat yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun pusat yang fokusnya ke perpajakan bukan akuntansi. Ada sekitar dua atau tiga kali setahun bahkan lebih. Ya paling setahun sekali bidang pajak, yang isidendilnya sekitar lima orang tergantung binteknya
7.
Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan? Sampai saat ini saya belum memberikan sanksi tertulis kepada para staf, paling saya ngasih peringatan berupa teguran secara lisan saja.
8.
Bulan apa dilakukananya bulan pajutan pajak? Untuk pajak PBB dilakukakan pada bulan Juni atau Juli. Kita memberikan penghargaan pada wajib pajak yang berpotensi di tahun sebelumnya. Itu sesuai dengan kriteria yang kita tetapkan. Untuk pajak hotel berupa penghargaan kalo penghargaan di lakukan pada triwulan 4 (antara bulan Oktober, November, Desember), konsumen kita berikan penghargaan berupa doorprice seprti sepeda motor dan televisi.
9.
Apa ada dilakukakannya sidak sadar wajib pajak? Ada, tapi sekedar observasi/ intelejen sih ada, kalau sidak tidak ada. Kita kasih tahu dulu kalau memang kita ada sidak, itu dinamakan tongkrongan. Observasi itu penongkrongan, dilakukan sekitar tiga kali dalam setahun/ pertriwulan dengan lokus yang berbeda setiap triwulannya
10.
Sistem pemungutan pajak apa yang digunakan untuk pajak hotel, alasannya? Self Assessment System, karena sudah diatur dalam PP Republik Indonesia. Yang pakai Official Assessment itu: PBB, Pajak Reklame dan Pajak Air Tanah. Biar WPnya sadar sendiri, karena udah ada peraturannya, jadi kita ngak bisa melanggar aturan yang ada.
11.
Apa sanksi hukum dan sanksi admnistrasi untuk yang tidak melaporkan pajaknya (omsetnya) baik yang sudah menjadi WP maupun yang tidak melaporkan pajaknya namun terbukti memiliki syarat dikenakannya pajak? Sanksinya ada di peraturan walikota, coba lihat lagi. Terlambat pengembalian SPTPD dikenakan 2% satu bulan trus 25% adalah kenaikan dari pajak pokok dan dikenakan bunga 2% itu tidak boleh melebihi dari 4 tahun eh 2 tahun kena 48%. Kalau masih ada juga bisa dipaksa atau pidana.
MEMBER CHECK
Nama: Rahmatullah No. 1.
Tanggal Wawancara : 22 Sept 2014 Tempat : Dinas PU Kota Cilegon
Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kos lebih dari 10 kamar? Lupa, udah ngak berani jawab karena udah lepas dari sana. Tapi waktu kita ada peningkatan dan kita mengupayakan mendata kembali rumah kos yang ada di Kota Cilegon.
2.
Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal no. 26 tahun 2012? Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? -
3.
Bagaimana dengan target dan realisasi pajak hotel, apakah sudah tercapai? Bagaimana dengan objek pajak rumah kost sendiri? Pas saya tinggalkan sudah tercapai, berapa persennya saya lupa, tapi ngak tahu kalau yang triwulan sekarang gimana.
4.
Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berumah, apakah ada upaya pembaharuan data, berapa kali dalam setahun? Kita melakukan pembaharuan data setiap ada data yang baru, dan kita juga punya programnya namanya pemutahiran data dan kita lakukan setahun sekali.
5.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pemungutan pajak rumah kos? Karna ini objeknya baru, maka belum maksimalnya sosialisasi kesemua wilayah Cilegon, hanya berapa Kecamatan yang sudah.
6.
Apakah para staf/ pegawai memiliki latar belakang pendidikan perpajakan dan akutansi? Tanpa adanya pegawai dari lulusan perpajakan pegawai kita mengikuti diklat keuangan dan perpajakan juga.
7.
Apakah ada pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan kepada staf maupun PDL? Ada pelatihan bentuknya bintek, kita lakukan dua hingga tiga kali setahun.
8.
Apakah jumlah pegawai seimbang dengan jumlah volume pekerjaan yang ada? Untuk pendataan dan dokumentasi waktu itu sudah seimbang antara pegawai dan jumlah pekerjaan yang dikerjakan. Tapi kalo untuk yang sekarang saya tidak tahu persisnya bagaimana.
9.
Bagaimana cara petugas untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang diterima dari subjek, yang mana wajib pajak rumah kos tidak menggunakan pembukuan yang baik? Kalo untuk memperkirakan jumlah pendapatan untuk rumah kos itu dari jumlah huniannya yang terisi dan berapa jumlah harga perbulannya setelah itu baru kita tetapkan pajak yang harus dibayarkan.
10.
Apakah dalam hal tersebut menggunakan keahlian fiskus atau petugas pajak digunakan untuk menetapkan nilai pajak terutang yang harus dibayar? iya, kita menggunakan keahlian fiskus minimal empat atau lima orang perwilayahnya.
11.
Apa ada fenomena penundaan pembayaran pajak khususnya pajak rumah kost, kalau ada apa sanksi yang diberikan? Selama bapak disana untuk penundaan tidak ada, sudah sesuai
dengan peraturan yang ada. Tapi ya itu, yang jelasnya ditanyakan pada Kasi Penagihan persisnya bagaimana. 12.
Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan? Bagi pegawai selama ini berupa teguran sebanyak 3 kali, apabila masih juga melanggar menyerahkannya kepada atasan tertinggi. Misalnya bawahan saya melakukan kesalahan maka saya tegur apabila masih melakukan kesalahan yang sama akan dilimpahkan kepada kepala pajak daerah. Bagi wajib pajak, wajib pajak menyetorkan sendiri pajaknya melalui PDL, setiap akhir bulan menyampaikan SPTPD kewajib pajak, kemudian wajib pajak mengisi dan melaporkan omset yang dia dapatkan paling lambat tanggal 15, dan apabila tidak melaporkan akan kita berikan surat teguran untuk mengembalikan SPTPD dalam waktu 7 hari dan apabila tidak mengembalikan, maka Kasi Pendataan akan menerbitkan memo internal. Melalui Kasi Pendataan diterbitkan SKPDKB (sampai tanggal 30 kalau tidak stor juga
MEMBER CHECK
Nama: Ardiano Setyawan No. 1.
Tanggal Wawancara : 15 Sep 2014 Tempat
: DPPKD Cilegon
Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kos lebih dari 10 kamar? Menurut saya objek rumah kost ini belum maksimal dikarenakan ini undang-undang masih baru di pajak hotel. Masih banyak yang harus digali, menurut saya lebih baik di hitungnya dari omset, karena akan menimbulkan kecemburuan sosial dan ditambah kosan yang 10 kamar ada yang bernilai sederhana. Kalau bisa dinilai melalui omsetnya, kalo bisa seperti pajak restoran. Khususnya di Cilegon sendiri masih belum maksimal jujur saja saya sendiri harus menggali kembali. Kalau di daerah lain mungkin bisa, kalau bisa undang-undangnya direvisi kembali
2.
Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal no. 26 tahun 2012? Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? Kalau sosialisasi sudah sih, seperti mengundang wajib pajak dan sosialisasi melalui media
3.
Berapa jumlah wajib pajak hotel dengan objek pajak rumah kost pada tahun 2013 dan tahun 2014 ? Data wajib pajak untuk rumah kos atau rumah kontrakan masih sama dengan data yang diberikan oleh Bapak Rahmat, belum ada perubahan. Belum ada yang melaporkan pajaknya.
4.
Bagaimana dengan target dan realisasi pajak hotel, apakah sudah tercapai? Bagaimana dengan objek pajak rumah kost sendiri? Hampir tercapai, kalau untuk kosan sendiri belum tercapai karena
masih harus banyak potensi lain yang harus digali 5.
Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berumah, apakah ada upaya pembaharuan data, berapa kali dalam setahun? Kita ada kegiatan pemutahiran data namanya dilakukan per enam bulan sekali. Apakah dulunya ada service-service apa seperti apa ada penambahan-penambahan dari yang sebelumnya. Untuk pemutahiran pajak hotel digabungkan dengan pajak lain. Berbeda dengan pajak restoran karena jumlahnya yang banyak. Untuk pemutahiran data itu dilakukan selama 5 hari dalam saja
6.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pemungutan pajak rumah kos? Yang mempengaruhi kinerja untuk pemungutan maupun pendataan itu di beban kerjanya. Setiap seksi mempunyai tanggung jawab tersendiri. Namun dengan banyaknya jumlah pajak yang ada maka kinerja belum maksimal.
7.
Apakah para staf/ pegawai memiliki latar belakang pendidikan perpajakan dan akutansi? Kalau di staf sendiri kebanyakan ekonomi dengan latar yang berbeda. Gimana kitanya bisa mendengar, memperhatikan karena saya sendiri juga berbeda, saya orang sosial
8.
Apakah ada pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan kepada staf maupun PDL? Ada pelatihan istilahnya itu bintek, kita mengundang ahlinya yaitu narasumber yang sudah berkompeten untuk menangani dan memberikan masukan-masukan. Untuk disekolahkan sendiri saya yang termasuk didalamnya
9.
Apakah jumlah pegawai seimbang dengan jumlah volume pekerjaan yang ada?
Plas
plus
yah,
kita
menyesuaikan
dengan
kebutuhan
dan
memaksimalkan yang ada. Untuk itu kita juga laporkan untuk penambahan pegawai. 10.
Apakah penyetoran atau penerimaan pajak (khususnya pajak hotel) telah tepat waktu? Sudah,
khususnya
pajak
hotel
wajib
pajak
datang
sendiri
memberitahukan berapa jumlah omsetnya dan ada juga sebagian yang langsung membayarnya. 11.
Apakah tahap-tahap administrasi perpajakan daerah sudah berjalan dengan baik? Sudah dengan baik karena sudah memberikan STTPD, baru kita mengetahui omset yang harus dibayar dan apabila belum ada laporan, kita memberikan teguran kepada wajib pajak untuk bulan yang
belum
dilaporkan
omsetnya.
Dalam
15
hari
harus
melaporkannya dan bisa sekaligus membayarnya. Tapi untuk melaporkan omsetnya itu dilakukan paling lambat tanggal 15. 12.
Bagaimana cara petugas untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang diterima dari subjek, yang mana wajib pajak rumah kos tidak menggunakan pembukuan yang baik? Menggunakan pembukuan laporan harian dan bulanan yang diberikan sebelumnya kepada wajib pajak. Paling kita tanya dari 10 kamar tersebut berapa penuh dan kosongnya. Kita kasih standar harga perkamar kosan
13.
Apakah dalam hal tersebut menggunakan keahlian fiskus atau petugas pajak digunakan untuk menetapkan nilai pajak terutang yang harus dibayar?
14.
Apa ada fenomena penundaan pembayaran pajak khususnya pajak rumah kost, kalau ada apa sanksi yang diberikan? Ada, mungkin mereka lupa, paling sanksi yang diberikan berupa surat
teguran dan memberikan denda berupa persen dari pajak yang mereka bayar yaitu bunya 2%. Apabila tidak diindahkan atau masih membandel dari STPD tersebut dikenakan kenaikan pajak 25% 15.
Apakah ada wajib pajak yang mencoba mangkir melaporkan pajaknya dan bahkan menghindar pajak dengan mencari celah-celah kelemahan dari Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan yang ada? Kalo mangkir mah ngak ada, palingan penundaan bayar pajak.Ya seperti yang dijelaskan tadi.
16.
Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan? Paling kita berikan teguran, dengan menanyakan apa masalahnya. Apabila masalahnya terjadi dilapangan dan bila tidak mampu menyelesaikan sendiri, maka kita iringi kelapangan.
MEMBER CHECK
Nama: Anwaryanto No. 1.
Tanggal Wawancara : 23 Sept 2014 Tempat
: UPTD 1 Cilegon
Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kos lebih dari 10 kamar? Potensinya cukup signifikan atau lumayanlah pas saya tinggalkan diantara lainnya, pajak hotel dan pajak restoran dan pajak penerangan jalan dari sebelum pajak bumi dan bangunan. Sementara ini kita data, yang menambah pajak kosan perlu pendekatan, karena jadi wajib pajak perlu pendekatan sosialisasi. Manfaatnya apa sih?, harus banyak kita pengaruhi harus dikoordinasi. Saat ini sudah masuk tapi belum optimal
2.
Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal no. 26 tahun 2012? Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? Udah kita laksanakan, kita undang wajib pajak ngak secara sekaligus, dilakukan setiap tahunnya. Bukan berarti Wajib Pajak baru juga, yang dilakukan masih penongkrongan dan audit (masih menghimbau). Sudah semua wajib pajak di Sari Kuring Indah
3.
Bagaimana dengan target dan realisasi pajak hotel, apakah sudah tercapai? Bagaimana dengan objek pajak rumah kost sendiri? Targetnya sudah tercapai, baik itu objek pajak untuk rumah kos.
4.
Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berumah, apakah ada upaya pembaharuan data, berapa kali dalam setahun? Setiap ada data terbaru kita lakukan pembaharuan data.
5.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pemungutan pajak
rumah kos? Kadang-kadang untuk menuju tempat wajib sangat sulit menggunakan kendaraan, sehingga membutuhkan banyak waktu untuk mencapainya, Selain itu tidak sedikit juga pemilik rumah kos/ wajib pajak yang sulit ditemui dengan berbagai macam alasan, seperti rumah kosan yang jumlah kamarnya banyak namun beralasan kalau kamar kosannya itu tidak selalu penuh dan kurang dari sepuluh. 6.
Apakah para staf/ pegawai memiliki latar belakang pendidikan perpajakan dan akutansi? Rata-rata pegawai bidang pajak daerah itu lulusan akuntansi, kalau untuk perpajakan hanya melalui pelatihan-pelatihan dan di beri tugas belajar ke STAN untuk diploma 1.
7.
Apakah ada pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan kepada staf maupun PDL? Ada, kadang dilakukan satu hingga tiga kali setahun.. dua sampai tiga kalilah dalam setahunnya. Pelatihannya itu biasanya dilakukan di daerah Bandung.
8.
Apakah jumlah pegawai seimbang dengan jumlah volume pekerjaan yang ada? Sudah cukup, khusus untuk penetapan ada 5 hingga 6 pegawai didalamnya.
9.
Bagaimana cara petugas untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang diterima dari subjek, yang mana wajib pajak rumah kos tidak menggunakan pembukuan yang baik? Kita tentukan dengan hasil sewa atau uang kontrakan atau penghasilannya. Kita ngak bisa paling kita menerima pengakuannya (wajib pajak) pada saat pas audit
10.
Apakah dalam hal tersebut menggunakan keahlian fiskus atau petugas
pajak digunakan untuk menetapkan nilai pajak terutang yang harus dibayar? Sementara ini untuk pajak kos-kosan ngak perlu, paling pada penghuni sewa itu sendiri untuk menghitung besar pajaknya dan melaporkan kepada kita. 11.
Apa ada fenomena penundaan pembayaran pajak khususnya pajak rumah kost, kalau ada apa sanksi yang diberikan? Ada ngak mungkin enggak, diantaranya ada yang terlambat membayar pajaknya dan itu kita berikan denda 2 % perbulannya.
12.
Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan? Bagi pegawai, kalau sanksi mangkirnya kita panggil, ngasih arahan pertama hingga arahan ketiga, ngasih teguran, ya kalau ngak mempan diberikan kepada atasan
MEMBER CHECK
Nama: Akhmad Khotib
Tanggal Wawancara : 15 Sept 2014
No. 1.
Tempat : DPPKD Cilegon Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kos lebih dari 10 kamar? Potensi penerimaan pajak hotel untuk rumah kos yang lebih dari 10 kamar ini sangat kecil dari pajak yang lain.
2.
Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal no. 26 tahun 2012? Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? Sosialisasinya lewat radio, televisi, media koran dan secara langsung khusus pajaknya secara global kita mengambil tempat di hotel atau rumah makan seperti Grand Mangkuputra dan Sari Kuring
3.
Berapa jumlah wajib pajak hotel dengan objek pajak rumah kost pada tahun 2013 dan tahun 2014 ? Mungkin karena petugas pajak ini bukan satu pajak, kan banyak juga pajak yang lainnya, hal ini juga bisa disebabkan beban kerjanya, lingkungan wajib pajaknya yang jauh-jauh selain itu wajib pajaknya juga susah ditemui.
4.
Bagaimana dengan target dan realisasi pajak hotel, apakah sudah tercapai? Bagaimana dengan objek pajak rumah kost sendiri? Kalau untuk targetnya saya lupa
5.
Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berumah, apakah ada upaya pembaharuan data, berapa kali dalam setahun? Kalo untuk pembaharuan data, setiap ada yang baru kita langsung perbaharui. Tapi untuk jumlah wajib pajak apalagi wajib pajak rumah
kos ya itu-itu ajah sih. 6.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pemungutan pajak rumah kos? Mungkin karena petugas pajak ini bukan satu pajak, kan banyak juga pajak yang lainnya, hal ini juga bisa disebabkan beban kerjanya, lingkungan wajib pajaknya yang jauh-jauh selain itu wajib pajaknya juga susah ditemui
7.
Apakah tahapan-tahapan administrasi perpajakan daerah sudah berjalan dengan baik? Tahap-tahap administrasnya sudah berjalan dengan baik, dan kita udah ada ISO dan Perwalnya. Jadi udah ada peraturannya untuk mengatur itu semua.
8.
Apakah para staf/ pegawai memiliki latar belakang pendidikan perpajakan dan akutansi? Ada sih satu dua orang, kalau khusus sarjana perpajakan ngak ada kalo akuntansi sih ada 1 orang
9.
Apakah ada pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan kepada staf maupun PDL? Ada, dalam bentuk bintek sama pengarahan-pengarahan. Bidang saya ngak ada yang disekolahin, ya palingan di pendataan ada yang dikirim ke STAN untuk pajak PBB dan penagihan-penagihan juru sita. Jumlah staf penetapan ada delapan orang, PNSnya ada tiga orang dan lima lainnya honorer
10.
Apakah jumlah pegawai seimbang dengan jumlah volume pekerjaan yang ada? Jumlah pegawai untuk penetapan udah seimbang sama jumlah
pekerjaan yang ada. 11.
Apakah penyetoran atau penerimaan pajak (khususnya pajak hotel) telah tepat waktu? Ada beberapa sih yang tidak tepat waktu, ada yang bandel juga. Ngak terlalu banyak sih, sedikit doang persentasenya 0,1-0,5 % lah
12.
Bagaimana cara petugas untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang diterima dari subjek, yang mana wajib pajak rumah kos tidak menggunakan pembukuan yang baik? Diperkirakan dari tarif kosan-kosan dari jumlah kos-kosan dan ratarata penghuni. Paling kita per 6 bulan sekali kita melakukan uji lapangan dengan menanyakan ke wajib pajaknya. Kalau ada penghuninya kita tanya, itu juga tergantung yah. Kalau tidak kita tanya pada orang-orang di sekitarnya, apa bayar perbulan, pertiga bulan apa bayar pertahun
13.
Apakah dalam hal tersebut menggunakan keahlian fiskus atau petugas pajak digunakan untuk menetapkan nilai pajak terutang yang harus dibayar? Penetapan nilai pajaknya ya wajib pajaknya sendiri (self), kalau kita yang menetapkan ya menyalahi aturan yang ada.
14.
Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan? Bagi pegawai yang melakukan kesalahan kita beri teguran lisan.
MEMBER CHECK
Nama: Hadi Permana No. 1.
Tanggal Wawancara : 23 Sept 2014 Tempat : Sekda Kota Cilegon
Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kos lebih dari 10 kamar? Waktu itu kan masih baru, kita masih dalam dalam sosialisasi pada pajak kos-kosan jadi potensinya masih kecil. Tapi kedepannya potensinya akan meningkat seiring dilakukannya sosialisasi lebih lanjut.
2.
Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal no. 26 tahun 2012? Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? Kemaren itu baru di Kecamatan Cibeber dan Jombang dan sudah ada yang jadi wajib pajak, kitakan ada delapan Kecamatan yang harusnya tahun ini. Untuk Kelurahan Kotabumi rasanya sih belum. Faktor-faktor kendala untuk sosialisasi rumah kost itu, adanya resistensi dari wajib pajak yang tidak mengetahui kos-kosannya lebih dari 10 kamar dikenakan pajak hotel, mungkin lokasi seperti yang mojok-mojok atau lokasi yang sulit diketahui kalau adanya kos-kosan dan data kecamatan dan kelurahan yang tidak lengkap.
3.
Bagaimana dengan target dan realisasi pajak hotel, apakah sudah tercapai? Bagaimana dengan objek pajak rumah kost sendiri? Target dan realisasi pada tahun 2013 sudah tercapai dan melebihi target diatas 100% dihitung per tiga triwulan yaitu triwulan 1 pada bulan maret, triwulan 2 pada bulan juni dan triwulan 3 pada bulan desember
4.
Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berumah, apakah ada upaya
pembaharuan data, berapa kali dalam setahun? Ada dong, namanya pemutahiran data programnya bapak Rahmat dulu di bagian Pendataan dan Dokumentasi. 5.
Apakah tahapan-tahapan administrasi perpajakan daerah sudah berjalan dengan baik? Menurut saya sudah, kita sudah ada ISO 9001:2008 kan sudah diarahkan.
6.
Apakah para staf/ pegawai memiliki latar belakang pendidikan perpajakan dan akutansi? Ya ada beberapa untuk lulusan dari akuntansi, kalo untuk perpajakan saya tidak ada. Tapi diploma 1 ada, dan itu disekolahkan lagi untuk PBB. Dan kita juga ngak punya staf dengan keahlian atau bersertifikat brevat pajak A dan B.
7.
Apakah ada pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan kepada staf maupun PDL? Ya ada, pelatihan itu diadakan 1 tahun sekali, pada tahun 2013 itu pelatihan diadakan satu kali.
8.
Apakah jumlah pegawai seimbang dengan jumlah volume pekerjaan yang ada? Untuk bidang penagihan saya rasa seimbang. Tapi pada waktu itu yang masih kurang untuk PBB makanya diberikan tugas belajar.
9.
Apakah penyetoran atau penerimaan pajak (khususnya pajak hotel) telah tepat waktu? Ya ngak semua, ada sekitar satu hingga dua wajib pajak yang terlambat
10.
Bagaimana cara petugas untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang diterima dari subjek, yang mana wajib pajak rumah kos tidak menggunakan pembukuan yang baik? Kita tinggal lihat jumlah kamarnya, nah disitu kita tanya tarif perkamarnya berapa, rata-rata tingkat hunian perbulan/ pertahun. Dan kita bisa menanyakan secara tidak terang-terangan dengan menanyakan
pada
penghuni
kosan
tersebut/
pada
tetangga
disekitarnya berapa rata-rata tarif perkamar yang dipatok untuk rumah kosan tersebut dan apa benar jumlah huniannya segitu. 11.
Apakah dalam hal tersebut menggunakan keahlian fiskus atau petugas pajak digunakan untuk menetapkan nilai pajak terutang yang harus dibayar? Ya pastinya kita menggunakan keahlian fiskus, kita perlu keahlian menghitung berapa potensi-potensi perbulannya dari rumah kosan tersebut. Biasanya untuk satu wilayah kita menerjunkan 2 hingga 3 orang (pria) kelapangan.
12.
Apa ada fenomena penundaan pembayaran pajak khususnya pajak rumah kost, kalau ada apa sanksi yang diberikan? Ada beberapa diantaranya itu yang melakukan penundaan pajak, ya sanksi yang diberikan cukup tegas. Kita berikan denda/ sanksi administrative berupa bunga 2% sebulan yang dihitung dari besarnya pajak yang kurang atau terlambat dan itu max 24 bulan.
13.
Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan? Kalau melakukan kesalahan sekali akan diberikan peringatan berupa lisan, apabila masih melakukan akan diberikan peringatan berupa tulisan dan apabila masih membandel ya diberikan peringatan dan terakhir dimutasi atau dipindahkan
14.
Sistem pemungutan pajak apa yang digunakan untuk pajak hotel,
alasannya? Biasanya bulan panutan PBB itu Juni or Juli. Kalo pajak hotel dan lain-lainnya tergantung kasinya. Tergantung keputusan kepala seksinya yang mengadainya maunya bulan apa gitu. Kegiatan sosialisasi pajak dulunya dibawah kasi penagihan, kalo sekarang katanya dibawah kasi pendataan. 15.
Apa ada dilakukakannya sidak sadar wajib pajak? Kalau sidak pajak itu mirip dengan kegiatan uji kepatuhan alias audit pajak. Pemberitahuan misalnya dari tanggal 1 s.d tanggal 15, tapi pastinya ngak dikasih tau.
MEMBER CHECK
Nama: Ratu Rahmawati
Tanggal Wawancara : 30 Sept 2014
No. 1.
Tempat
: DPPKD Cilegon
Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kos lebih dari 10 kamar? Kita masih dalam sosialiasi pada pajak rumah kos-kosan ini jadi potensinya masih kecil. Akan tetapi tetap kedepan potensinya akan meningkat
2.
Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal No. 26 tahun 2012? Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? Sosialisasi Peraturan Walikota Kota Cilegon Nomor. 26 tahun 2012 kepada masyarakat telah dilakukan baik melalui media cetak maupun elektronik.
3.
Berapa jumlah wajib pajak hotel dengan objek pajak rumah kost pada tahun 2013 dan tahun 2014 ? Pada tahun 2013 jumlah wajib pajak rumah kos yaitu 7 wajib pajak sedangkan pada tahun 2014 yaitu 8 wajib pajak.
4.
Bagaimana dengan target dan realisasi pajak hotel, apakah sudah tercapai? Bagaimana dengan objek pajak rumah kost sendiri? Pada tahun 2013 target pajak hotel sebesar Rp. 3.650.000.000,terealisasi sebesar Rp. 7.013.839.457,- atau 110,45%, sedangkan untuk pajak losmen/penginapan/rumah kos dari target sebesar Rp. 38.000.000,- terealisasi sebesar Rp.58.707.400,- atau 154,49%
5.
Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berumah, apakah ada upaya
pembaharuan data, berapa kali dalam setahun? Bidang pajak daerah dalam setiap tahunnya selalu melakukan pembaharuan data. 6.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pemungutan pajak rumah kos? Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemungutan pajak hotel, yaitu: kurang sadarnya masyarakat dalam mendaftarkan/ melaporkan usahanya selain itu kurangnya kesadaran wajib pajak akan pentingnya membayar pajak.
7.
Apakah para staf/ pegawai memiliki latar belakang pendidikan perpajakan dan akutansi? Tidak ada untuk perpajakan.
8.
Apakah ada pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan kepada staf maupun PDL? Tidak ada.
9.
Apakah jumlah pegawai seimbang dengan jumlah volume pekerjaan yang ada? Selama ini masih seimbang dengan jumlah beban kerja yang ada.
10.
Apakah penyetoran atau penerimaan pajak (khususnya pajak hotel) telah tepat waktu? Ada terdapat beberapa wajib pajak hotel yang melakukan pembayaran belum tepat pada waktunya
11.
Bagaimana cara petugas untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang diterima dari subjek, yang mana wajib pajak rumah kos tidak menggunakan pembukuan yang baik? Caranya yaitu dengan melihat jumlah kamar yang terisi pada bulan tersebut dikalikan dengan tarif kamar dikalikan dengan tarif pajak
hotel 12.
Apakah dalam hal tersebut menggunakan keahlian fiskus atau petugas pajak digunakan untuk menetapkan nilai pajak terutang yang harus dibayar? Tidak perlu karena kita sistemnya sudah self assessmen system. Jadi wajib pajak menghitung, melapor dan membayarnya sendiri.
13.
Apa ada fenomena penundaan pembayaran pajak khususnya pajak rumah kost, kalau ada apa sanksi yang diberikan? Ada, untuk sanksi telah diatur dalam Perda Kota Cilegon Nomor 6 Tahun 2011 yaitu dikenakan denda/ bunga sebesar 2% perbulan.
14.
Apakah ada wajib pajak yang mencoba mangkir melaporkan pajaknya dan bahkan menghindar pajak dengan mencari celah-celah kelemahan dari Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan yang ada? Hal tersebut mah ada saja wajib pajak yang mencari celah dari kelemahan peraturan perundangan yang ada. Ya seperti susah ditemui dan beralasan jumlah kamar tidak selalu penuh perbulannya ya dalam artian kurang dari sepuluh kamar yang terisi penuh perbulannya.
15.
Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik di dalam maupun dilapangan? Sanksi yang diberikan kepada para staf maupun PDL berupa teguran ajah.
MEMBER CHECK
Nama: Wiwik Puji Hastuti
Tanggal
No. 1.
: 22 September 2014
Tempat : Kantor Kel. Kotabumi Apakah ada sosialisasi langsung dari DPPKD di lingkungan Kelurahan Kotabumi?, tentang apa dan apa ada sosialisasi tentang pajak hotel untuk rumah kos lebih dari 10 kamar / tentang Perwal No. 26 Tahun 2012? Pernah ada, dilakukan dengan cara mengundang para ketua RT di Kelurahan Kotabumi
2.
Apa ada pendataan/ transkip data pengelola rumah kos (sejenisnya) oleh Kelurahan Kotabumi? Pas minta izin IMB, para masyarakatnya cuma kasih rekomendasi membangun rumah untuk tempat tinggal dan tidak ada yang melaporkan bahwa bangunan yang didirikan untuk usaha rumah kos dan sebagainya.
3.
Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? Karena sosialisasinya tidak langsung kepada wajib pajaknya, jadi tidak ada kesadaran untuk melaporkan pajaknya.
4.
Apakah ada pendataan akan jumlah rumah kos di Kelurahan Kotabumi? Belum ada.
5.
Apa ada sanksi yang diberikan untuk bagian yang bertanggung jawab untuk
mengurusi
hal
tersebut
ketidaksesuaian dilapangan? Paling teguran
apabila
terjadi
pelanggaran/
6.
Apa ada sanksi tegas yang dapat diberikan untuk masyarakat yang tidak melaporkan jenis usahanya/ Sanksi langsung ngak ada paling untuk pelaporannya saja.
MEMBER CHECK
Nama: Bambang A. Umala No. 1.
Tanggal Wawancara : 17 Sept 2014 Tempat : Kantor Kel. Kotabumi
Apakah ada sosialisasi langsung dari DPPKD di lingkungan Kelurahan Kotabumi?, tentang apa dan apa ada sosialisasi tentang pajak hotel untuk rumah kos lebih dari 10 kamar / tentang Perwal No. 26 Tahun 2012? Pernah ada, kita kumpulkan di Aula Kelurahan Kotabumi dan memanggil ketua RT/RWnya. Namun saya lupa kapan tepatnya dilakukan dan setelah diadakan tidak ada laporan balik akan data rumah kos dari para pengelola.
2.
Berapa lama jangka waktu sosialisasi untuk hal tersebut? Acaranya kurang lebih dua jam, dan dilakukan hanya pada hari itu saja.
3.
Faktor apa saja yang menjadi kendala terhambatnya sosialisasi? Paling kita untuk kos-kosan belum kita data, soalnya saya masih baru paling pendataan dilakukan untuk warga baru
4.
Apakah ada pendataan akan jumlah rumah kos di Kelurahan Kotabumi? Untuk usaha kos-kosan belum kita data, soalnya saya masih baru. Paling sejauh ini pendataan yang dilakukan untuk warga baru di wilayah Kelurahan Kotabumi. Kita harus melakukan koordinasi dan pendataan untuk kos-kosan lebih dari 10 pintu. Karena masyarakat walaupun telah diberikan sosialisasi melalui ketua RTnya tetap tidak mau melaporkan pajaknya. Paling kita yang datang langsung kelapangan untuk mendatanya.
5.
Berapa jumlah trantib di Kelurahan Kotabumi?, apakah cukup untuk melakukan kegiatan dilapangan dengan jumlah tersebut? Trantibnya satu dan anggotanya satu, paling kita pakai trantib dari Kecamatan dan berkumpul di Satpol PP.
6.
Apa ada sanksi tegas yang dapat diberikan untuk masyarakat yang tidak melaporkan jenis usahanya? Untuk sejauh ini tidak ada sanksi yang diberikan.
MEMBER CHECK Nama: Eliyah
Tanggal Wawancara : 22 Sept 2014
No. 1.
Tempat : Kosan Berapa jumlah kamar kos yang ibu kelola?, berapa perbulan? Semuanya ada 16 kamar, terdiri dari 3 wc diluar, rencananya mau dibongkar semua dan dibikin yang baru. Ibu kesini tu pada tahun 92 berarti udah 22 tahun yang lalu. Harga perkamar saat ini itu Rp. 350.000,- dengan fasilitas lemari, kasur dan meja
2.
Apakah semua kamar terisi penuh setiap bulannya? Alhamdulillah penuh, penghuni kamarnya para pekerja dadri KE, jayabot.
3.
Apakah bapak/ ibu mengetahui tentang adanya penambahan pada Perwal Kota Cilegon No. 26 tahun 2012? Belom tahu
4.
Apakah bapak/ ibu mengetahui apakah di dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa rumah kos yang lebih dari 10 kamar termasuk objek pajak hotel? Pernah dikasih tau sama pak RT, tapi kitanya aja yang ngak datang kesana, kalo dari media ibu ngak pernah dengar baru dari adek
5.
Apakah bapak/ ibu menyetujui adanya penambahan akan objek pajak yang dimaksudkan dalam objek pajak tersebut?. Apakah bapak/ ibu akan melaporkan wajib pajaknya kepada dinas terkait? Kalo soal itu ibu ngak tau jelas yah yang punyanya di Jakarta, yang ibu tau rumah kosan ini belom bayar pajak. Ya bangunannya juga masih bangunan lama dan kosannya ini rencananya mau dibangun ulang yang ini mau dirobohin. Harganya juga murah dari kosan lain yah, mungkin nanti dibayar pas udah dibikin yang baru. Kalo yang kosong saat ini sekitar 2 kamar dibawah
6.
Sebenarnya apa pendapat bapak/ ibu dengan adanya pajak terhadap rumah kos ini? Ya kalo mau dikenakan pajak dilihat dulu kualitas rumah kos, ya kalau hotelkan lebih mewah. Jadi janganlah disamakan jumlah persen pajaknya dengan hotel.
7.
Apakah ada petugas pajak yang melakukan pendataan jumlah kosan di lingkungan Kelurahan ini? Iya ada sih waktu itu dengar para calon wajib pajak dipanggil
kekantor Kelurahan Kotabumi, ditanyain kosannya ada berapa kamar. 8.
Menurut bapak/ ibu pelaporan pajak itu sulit ngak si? Ngak tahu yah kalo yang begituan, ibu belum pernah bayar pajak soalnya.
9.
Apakah bangunan ini memiliki IMB ? Sepertinya udah, izinnya untuk tempat tinggal.
10.
Kapan bangunan ini didirikan?
11.
Tepatnya ibu ngak tahu yah kapan persisnya, ibu waktu itu kerja disini pas tahun 1992 dan bangunan ini masih bangunan pada tahun itu dan belum ada renovasi dan ini dalam waktu dekat mau di renovasi ama yang punya. Apakah rumah kos yang dikelola mempunyai pembukuan yang baik? Bayarnya ke ibu, dan ditulis tangan di buku kalo orang bersangkutan telah bayar kosan
12.
Apa saran bapak/ ibu terkait penambahan objek pajak dengan rumah kos ini? Ya menurut ibu mah yah, dilihat-lihat dulu fasilitasnya kan ngak sama yah. Ngak adil kalau dipatokin dengan jumlah kamar kosnya ajah. Ya kalau persenannya segitu harga perkamarnya juga akan naik dan disesuaikan lagi dengan fasilitasnya. Ya paling nanti habis renovasi harganya akan berubah sesuai fasilitasnya.
MEMBER CHECK No. 1.
Nama: M. Yadi
Tanggal Wawancara : 26 Sept 2014 Tempat : Kosan Handayani
Berapa jumlah kamar kos yang ibu kelola?, berapa perbulan? Ini bangunannya ada dua yang semuanya berjumlah 32 kamar, yang disini itu ada 30 kamar. Tipenya ada tiga, yaitu tipe ekonomi ada 8 kamar dengan ukuran kamar 2x3 yang mana isinya tempat tidur dan meja dengan biaya Rp. 450.000,-/perbulan. Yang kedua tipe akonomi ac yang berjumlah 20 kamar dengan ukuran 3x4 dengan fasilitas tempat tidur dengan biaya perbulan sekitar Rp. 1.100.000,- hingga Rp. 1.500.000,- yang isinya dilengkapi kamar mandi dalam dan lemari. Dan tipe VIP jumlahnya 2 kamar dengan ukuran kamar 4x4 yang isinya seperti tipe ekonomi ac namun ditambah kulkas dan televisi didalamnya lengkap dengan full service seperti alas kasur dan bersih-bersih kamar 2x sehari
2.
Apakah semua kamar terisi penuh setiap bulannya? Penuh, kebanyakan yang ngisi itu yang udah kerja. Kalau sekarang mahasiswa pada kebanyakan nyewa rumah karena disini punya peraturan tegas jam 10 malam pintu gerbang dikunci. Jadi kalau ada tugas belajar diluar terganggu. Ya paling kita ngasih kelongggaran dan pengertian saja untuk yang kerja, emang jadwal pulangnya segitu, jadi mereka tinggal nelfon yang didalem untuk buka pintu pagar.
3.
Apakah bapak/ ibu mengetahui tentang adanya penambahan pada Perwal Kota Cilegon No. 26 tahun 2012? Tidak
4.
Apakah bapak/ ibu mengetahui apakah di dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa rumah kos yang lebih dari 10 kamar termasuk objek pajak hotel? Kalo itu ngak tau yah ada apa ngaknya, ya pernah dengar sih di radio
5.
Apakah bapak/ ibu menyetujui adanya penambahan akan objek pajak yang dimaksudkan dalam objek pajak tersebut?. Apakah bapak/ ibu akan melaporkan wajib pajaknya kepada dinas terkait? Untuk sekarang mungkin belom yah mbak, kan peraturannya juga masih baru. Saya sendiri mah menyetujui dan mendukung ajah untuk
taat pajak, ya asalkan uang pajaknya digunakan tepat guna. Kan aturan pemerintah harus dijalani. Ya kalau mau nanya yang jelasnya mungkin bisa nanya ama yang punyanya ajah nanti, tapi ya itu yang punya lagi ngak ada disini mbak 6.
Sebenarnya apa pendapat bapak/ ibu dengan adanya pajak terhadap rumah kos ini? Dengan adanya pajak rumah kos semoga pembangunan kota Cilegon lebih baik lagi. Ya kalau besarnya pajak untuk rumah kos dikenakan 10 % sangat tinggi.
7.
Apakah ada petugas pajak yang melakukan pendataan jumlah kosan di lingkungan Kelurahan ini? Setahu saya mah ngak ada yang ngedata dari dinas pajak, adanya cuma pengumuman dari pak RT soal rumah kos sepuluh kamar dikenakan pajak hotel.
8.
Menurut bapak/ ibu pelaporan pajak itu sulit ngak si? Ngak sih, tapi ngak tahu kalau untuk rumah kos ini.
9.
Apakah bangunan ini memiliki IMB ? IMB sebelum dibangun sudah diurus untuk tempat tinggal.
10.
Kapan bangunan ini didirikan?
11.
Kurang lebih bangunan disini udah 10 tahun yang lalu, tapi kalo yang disebelah baru beroperasi pada tahun 2012. Apakah rumah kos yang dikelola mempunyai pembukuan yang baik? Pembukuannya secara manual, ditulis dibuku khusus pembayaran kosan gitu
12.
Apa saran bapak/ ibu terkait penambahan objek pajak dengan rumah kos ini? Besaran pajaknya jangan disamakan dengan pajak hotel, karena fasilitasnya kan jauh beda.
MEMBER CHECK Nama: Deni
Tanggal Wawancara : 27 Sept 2014
No. 1.
Tempat : Kosan Berapa jumlah kamar kos yang ibu kelola?, berapa perbulan? Disini ada 30 kamar, 13 kamar biasa dengan Rp.750.000,/-/perbulan, ac dengan wc diluar sebanyak 7 kamar dengan kisaran Rp.1.100.000,/-perbulan, dan ac dengan kamar mandi didalam Rp.1.300.000,-/ perbulan
2.
Apakah semua kamar terisi penuh setiap bulannya? Enggak juga, tapi adalah sekitar 20an kamar setiap bulannya. Untuk bulan ini sendiri penuh awal bulan ada yang kosong 2kamar tipe biasa.
3.
Apakah bapak/ ibu mengetahui tentang adanya penambahan pada Perwal Kota Cilegon No. 26 tahun 2012? Ngak tahu
4.
5.
Apakah bapak/ ibu mengetahui apakah di dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa rumah kos yang lebih dari 10 kamar termasuk objek pajak hotel? Kalo tentang rumah kos kemaren sih ada dari pak RT yang ngasih tahu kalau rumah kos yang kamarnya lebih dari 10 kamar dikenakan pajak hotel. Apakah bapak/ ibu menyetujui adanya penambahan akan objek pajak yang dimaksudkan dalam objek pajak tersebut?. Apakah bapak/ ibu akan melaporkan wajib pajaknya kepada dinas terkait? Ya saya bukan yang punya, tapi saya mah setuju ajah kalau emang hal tersebut dapat meningkatkan pembanguan Kota Cilegon. Ya kalau untuk pelaporan pajak itu mah urusan yang punya sayanya juga ngak bisa ikut campur untuk hal yang begituan.
6.
Sebenarnya apa pendapat bapak/ ibu dengan adanya pajak terhadap rumah kos ini? Ya kayak yang saya bilang tadi, ya setuju ajah.kalau bisa mah petugas pajaknya langsung mendata kelapangan dan kalau bisa mah ditingkatin lagi pemberitahuannya kepada kita-kita ini.
7.
Apakah ada petugas pajak yang melakukan pendataan jumlah kosan di lingkungan Kelurahan ini? Ngak ada
8.
Menurut bapak/ ibu pelaporan pajak itu sulit ngak si? Sepertinya mah ngak sulit, bayarnya yang sulit. Karena kan ngak tiap
bulan pengasilannya sama. 9.
Apakah bangunan ini memiliki IMB ? Punya, ini masih bangunan baru.
10.
Kapan bangunan ini didirikan?
11.
Belum 5 tahun. Apakah rumah kos yang dikelola mempunyai pembukuan yang baik? Pembukuan masih pakai buku ngak pakai mesin kas seperti di hotel
12.
Apa saran bapak/ ibu terkait penambahan objek pajak dengan rumah kos ini? Ya ditingkatkan lagi cara pemberitahuannya, petugasnya sendiri yang ngedata.
MATRIK WAWANCARA SETELAH REDUKSI DATA
Q Bagaimana sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat terkait Perwal No. 26 Tahun 2012? A Kalau sosialisasi sudah sih, seperti mengundang wajib pajak dan I2-2
sosialisasi melalui media
Sosialisasinya lewat radio, televisi, media koran dan secara I3-2
langsung khusus pajaknya secara global kita mengambil tempat di hotel atau rumah makan seperti Grand Mangkuputra dan Sari Kuring Udah kita laksanakan, kita undang wajib pajak ngak secara
I3-1
sekaligus, dilakukan setiap tahunnya. Bukan berarti Wajib Pajak baru juga, yang dilakukan masih penongkrongan dan audit (masih menghimbau). Sudah semua wajib pajak di Sari Kuring Indah. Sosialisasinya mengundang langsung/penyuluhan langsung pada
I1
wajib pajak hotel dan tidak langsungnya membuat iklan layanan masyarakat seperti media elektronik maupun media cetak. Di satu kota kita adakan di gedung pertemuan hotel, tapi tidak tetap satu hotel. Di lain itu kita memberikan penghargaan kepada hotel yang patuh. Kemaren itu baru di Kecamatan Cibeber dan Jombang dan sudah
I4-1
ada yang jadi wajib pajak, kitakan ada delapan Kecamatan yang harusnya tahun ini. Untuk Kelurahan Kotabumi rasanya sih belum.
Pernah ada, kita kumpulkan di Aula Kelurahan Kotabumi dan memanggil ketua RT/RWnya. Namun saya lupa kapan tepatnya
I6
dilakukan dan setelah diadakan tidak ada laporan balik akan data rumah kos dari para pengelola.
Q Berapa jumlah wajib pajak hotel dengan objek pajak rumah kos pada tahun 2013 dan tahun 2014? A Data wajib pajak untuk rumah kos atau rumah kontrakan masih sama dengan data yang diberikan oleh Bapak Rahmat, belum ada
I2-2
perubahan. Belum ada yang melaporkan pajaknya.
Q Faktor
apa
saja
yang
menjadi
kendala
terhambatnya
sosialisasi? A Mungkin karena petugas pajak ini bukan satu pajak, kan banyak I3-2
juga pajak yang lainnya, hal ini juga bisa disebabkan beban kerjanya, lingkungan wajib pajaknya yang jauh-jauh selain itu wajib pajaknya juga susah ditemui. Faktor-faktor kendala untuk sosialisasi rumah kost itu, adanya
I4-1
resistensi dari wajib pajak yang tidak mengetahui kos-kosannya lebih dari 10 kamar dikenakan pajak hotel, mungkin lokasi seperti
yang mojok-mojok atau lokasi yang sulit diketahui kalau adanya kos-kosan dan data kecamatan dan kelurahan yang tidak lengkap. Paling kita untuk kos-kosan belum kita data, soalnya saya masih baru paling pendataan dilakukan untuk warga baru.
I6
Q Apa ada data potensi usaha rumah kos lebih dari 10 kamar wilayah Kelurahan Kotabumi? A Bukan kita ngak ngerjain yah neng, kan sekarang sistem online. Udah kita kerjain ilang lagi, kalau ngerjain siang ngak bisa kita
I8
ngerjainnya malam. Ya kalau tentang potensi usaha rumah kos merekanya ngak lapor ke kita. Kalau data tentang itu coba minta kepusatnya ajah.
Q Apakah bapak/ ibu mengetahui apakah di dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa rumah kos yang lebih dari 10 kamar termasuk objek pajak hotel? A Pernah dikasih tau sama pak RT, tapi kitanya aja yang ngak datang I7-1
kesana, kalo dari media ibu ngak pernah dengar baru dari adek.
Kalo itu ngak tau yah ada apa ngaknya, ya pernah dengar sih di radio.
I7-2
Q Apakah rumah kos yang dikelola mempunyai pembukuan yang baik? A bayarnya ke ibu, dan ditulis tangan di buku kalo orang bersangkutan telah bayar kosan.
I7-1
Pembukuannya secara manual, ditulis dibuku khusus pembayaran kosan gitu.
I7-2
Pembukuan masih pakai buku ngak pakai mesin kas seperti di hotel.
I7-3
Q Berapa
jumlah
perbulannya? A
kamar
kos
yang
ibu
kelola,
berapa
Semuanya ada 16 kamar, terdiri dari 3 wc diluar, rencananya mau dibongkar semua dan dibikin yang baru. Ibu kesini tu pada tahun 92
I7-1
berarti udah 22 tahun yang lalu. Harga perkamar saat ini itu Rp. 350.000,- dengan fasilitas lemari, kasur dan meja. Ini bangunannya ada dua yang semuanya berjumlah 32 kamar, yang disini itu ada 30 kamar. Tipenya ada tiga, yaitu tipe ekonomi ada 8
I7-2
kamar dengan ukuran kamar 2x3 yang mana isinya tempat tidur dan meja dengan biaya Rp. 450.000,-/perbulan. Yang kedua tipe akonomi ac yang berjumlah 20 kamar dengan ukuran 3x4 dengan fasilitas tempat tidur dengan biaya perbulan sekitar Rp. 1.100.000,hingga Rp. 1.500.000,- yang isinya dilengkapi kamar mandi dalam dan lemari. Dan tipe VIP jumlahnya 2 kamar dengan ukuran kamar 4x4 yang isinya seperti tipe ekonomi ac namun ditambah kulkas dan televisi didalamnya lengkap dengan full service seperti alas kasur dan bersih-bersih kamar 2x sehari. Disini ada 30 kamar, 13 kamar biasa dengan Rp.750.000,//perbulan, ac dengan wc diluar sebanyak 7 kamar dengan kisaran
I7-3
Rp.1.100.000,/-perbulan, dan ac dengan kamar mandi didalam Rp.1.300.000,-/ perbulan.
Q Apakah bapak/ ibu menyetujui adanya penambahan akan objek pajak yang dimaksudkan dalam objek pajak tersebut?. Apakah bapak/ ibu akan melaporkan wajib pajaknya kepada A
dinas terkait? Kalo soal itu ibu ngak tau jelas yah yang punyanya di Jakarta, yang I7-1
ibu tau rumah kosan ini belom bayar pajak. Ya bangunannya juga masih bangunan lama dan kosannya ini rencananya mau dibangun ulang yang ini mau dirobohin. Harganya juga murah dari kosan lain
yah, mungkin nanti dibayar pas udah dibikin yang baru. Kalo yang kosong saat ini sekitar 2 kamar. Untuk sekarang mungkin belom yah mbak, kan peraturannya juga masih baru. Ya kalau mau nanya yang jelasnya mungkin bisa nanya
I7-2
ama yang punyanya ajah nanti, tapi ya itu yang punya lagi ngak ada disini mbak.
Q Bagaimana cara petugas untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang diterima dari subjek, yanag mana wajib pajak rumah kos tidak menggunakan pembukuan yang baik? A Diperkirakan dari tarif kosan-kosan dari jumlah kos-kosan dan rataI3-2
rata penghuni. Paling kita per 6 bulan sekali kita melakukan uji lapangan dengan menanyakan ke wajib pajaknya. Kalau ada penghuninya kita tanya, itu juga tergantung yah. Kalau tidak kita tanya pada orang-orang di sekitarnya, apa bayar perbulan, pertiga bulan apa bayar pertahun. Menggunakan pembukuan laporan harian dan bulanan yang
I2-2
diberikan sebelumnya kepada wajib pajak. Paling kita tanya dari 10 kamar tersebut berapa penuh dan kosongnya. Kita kasih standar harga perkamar kosan.
I4-2
Caranya yaitu dengan melihat jumlah kamar yang terisi pada bulan tersebut dikalikan dengan tarif kamar dikalikan dengan tarif pajak hotel.
I2-2
Kita tentukan dengan hasil sewa atau uang kontrakan atau penghasilannya. Kita ngak bisa paling kita menerima pengakuannya (wajib pajak) pada saat pas audit.
Q Mengingat jumlah wajib pajak yang terus berubah, apakah ada upaya pembaharuan data, berapa kali dalam setahun? A Kita ada kegiatan pemutahiran data namanya dilakukan per enam bulan sekali. Apakah dulunya ada service-service apa seperti apa
I2-2
ada penambahan-penambahan dari yang sebelumnya. Untuk pemutahiran pajak hotel digabungkan dengan pajak lain. Berbeda dengan pajak restoran karena jumlahnya yang banyak. Untuk pemutahiran data itu dilakukan selama 5 hari dalam saja.
Q Apakah penyetoran/ penerimaan pajak khususnya pajak rumah kos telah tepat waktu? A Ada beberapa sih yang tidak tepat waktu, ada yang bandel juga. Ngak terlalu banyak sih, sedikit doang persentasenya 0,1-0,5 % lah.
I3-2
Ya ngak semua, ada sekitar satu hingga dua wajib pajak yang terlambat.
I4-1
Ada terdapat beberapa wajib pajak hotel yang melakukan pembayaran belum tepat pada waktunya.
I4-2
Q
Bagaimana potensi penerimaan pajak khususnya pajak hotel dengan objek rumah kos lebih dari 10 kamar? A Potensinya cukup signifikan atau lumayanlah pas saya tinggalkan diantara lainnya, pajak hotel dan pajak restoran dan pajak
I3-1
penerangan jalan dari sebelum pajak bumi dan bangunan. Sementara ini kita data, yang menambah pajak kosan perlu pendekatan, karena jadi wajib pajak perlu pendekatan sosialisasi. Manfaatnya apa sih?, harus banyak kita pengaruhi harus dikoordinasi. Saat ini sudah masuk tapi belum optimal. Menurut saya objek rumah kost ini belum maksimal dikarenakan ini undang-undang masih baru di pajak hotel. Masih banyak yang harus
I2-2
digali, menurut saya lebih baik di hitungnya dari omset, karena akan menimbulkan kecemburuan sosial dan ditambah kosan yang 10 kamar ada yang bernilai sederhana. Kalau bisa dinilai melalui omsetnya, kalo bisa seperti pajak restoran. Khususnya di Cilegon sendiri masih belum maksimal jujur saja saya sendiri harus menggali kembali. Kalau di daerah lain mungkin bisa, kalau bisa undang-undangnya direvisi kembali. Kita masih dalam sosialiasi pada pajak rumah kos-kosan ini jadi
I4-2
potensinya masih kecil. Akan tetapi tetap kedepan potensinya akan meningkat. Hampir tercapai, kalau untuk kosan sendiri belum tercapai karena masih harus banyak potensi lain yang harus digali.
I2-2
Q Bagaimana dengan target dan realisasi pajak hotel, apakah sudah tercapai?, bagaimana dengan objek pajak rumah kos sendiri?
A Target dan realisasi pada tahun 2013 sudah tercapai dan melebihi target diatas 100% dihitung per tiga triwulan yaitu triwulan 1 pada
I4-1
bulan maret, triwulan 2 pada bulan juni dan triwulan 3 pada bulan desember. Pada tahun 2013 target pajak hotel sebesar Rp. 3.650.000.000,terealisasi sebesar Rp. 7.013.839.457,- atau 110,45%, sedangkan
I2-2
untuk pajak losmen/penginapan/rumah kos dari target sebesar Rp. 38.000.000,- terealisasi sebesar Rp.58.707.400,- atau 154,49%.
Q Apakah para staf/ pegawai memiliki latar belakang pendidikan perpajakan dan akuntansi? A Ada sih satu dua orang, kalau khusus sarjana perpajakan ngak ada kalo akuntansi sih ada 1 orang
I3-2
Kalau di staf sendiri kebanyakan ekonomi dengan latar yang berbeda. Gimana kitanya bisa mendengar, memperhatikan karena
I2-2
saya sendiri juga berbeda, saya orang sosial Ada, rata-rata akuntansi, kalau untuk perpajakan paling melalui pelatihan-pelatihan seperti waktu itu ke STAN.
I3-1
Q Apakah ada pelatihan-pelatihan khusus yang diberikan kepada
staf maupun PDL? A Ada, dalam bentuk bintek sama pengarahan-pengarahan. Bidang saya ngak ada yang disekolahin, ya palingan di pendataan ada yang
I3-2
dikirim ke STAN untuk pajak PBB dan penagihan-penagihan juru sita. Jumlah staf penetapan ada delapan orang, PNSnya ada tiga orang dan lima lainnya honorer. Ada pelatihan istilahnya itu bintek, kita mengundang ahlinya yaitu narasumber yang sudah berkompeten untuk menangani dan
I2-2
memberikan masukan-masukan. Untuk disekolahkan sendiri saya yang termasuk didalamnya. Akuntansi ada, kalau perpajakan adanya disekolahkan. Ada
I1
dilakukan pelatihan semacam peningkatan kapasitas, binteklah kemudian diklat yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun pusat yang fokusnya ke perpajakan bukan akuntansi. Ada sekitar dua atau tiga kali setahun bahkan lebih. Ya paling setahun sekali bidang pajak, yang isidendilnya sekitar lima orang tergantung binteknya.
Q Apa ada fenomena penundaan pembayaran pajak khususnya pajak rumah kos, kalau ada apa sanksi yang diberikan? A Ada, mungkin mereka lupa, paling sanksi yang diberikan berupa I2-2
surat teguran dan memberikan denda berupa persen dari pajak yang mereka bayar yaitu bunya 2%. Apabila tidak diindahkan atau masih membandel dari STPD tersebut dikenakan kenaikan pajak 25%.
Q Bagaimana sanksi untuk para staf atau PDL yang melakukan kesalahan baik didalam maupun diluar lapangan? A Bagi pegawai selama ini berupa teguran sebanyak 3 kali, apabila masih juga melanggar menyerahkannya kepada atasan tertinggi.
I2-1
Misalnya bawahan saya melakukan kesalahan maka saya tegur apabila masih melakukan kesalahan yang sama akan dilimpahkan kepada kepala pajak daerah. Bagi wajib pajak, wajib pajak menyetorkan sendiri pajaknya melalui PDL, setiap akhir bulan menyampaikan SPTPD kewajib pajak, kemudian wajib pajak mengisi dan melaporkan omset yang dia dapatkan paling lambat tanggal 15, dan apabila tidak melaporkan akan kita berikan surat teguran untuk mengembalikan SPTPD dalam waktu 7 hari dan apabila tidak mengembalikan, maka Kasi Pendataan akan menerbitkan memo internal. Melalui Kasi Pendataan diterbitkan SKPDKB (sampai tanggal 30 kalau tidak stor juga. Bagi pegawai, kalau sanksi mangkirnya kita panggil, ngasih arahan
I3-1
pertama hingga arahan ketiga, ngasih teguran, ya kalau ngak mempan diberikan kepada atasan.
Q Bulan apa dilakukannya bulan panutan pajak?
A
Untuk pajak PBB dilakukakan pada bulan Juni atau Juli. Kita memberikan penghargaan pada wajib pajak yang berpotensi di tahun sebelumnya. Itu sesuai dengan kriteria yang kita tetapkan. I1
Untuk pajak hotel berupa penghargaan kalo penghargaan di lakukan pada triwulan 4 (antara bulan Oktober, November, Desember), konsumen kita berikan penghargaan berupa doorprice seprti sepeda motor dan televise. Biasanya bulan panutan PBB itu Juni or Juli. Kalo pajak hotel dan lain-lainnya tergantung kasinya. Tergantung keputusan kepala
I4-1
seksinya yang mengadainya maunya bulan apa gitu. Kegiatan sosialisasi pajak dulunya dibawah kasi penagihan, kalo sekarang katanya dibawah kasi pendataan.
Q Apa ada dilakukannya sidak sadar wajib pajak?
A Ada, tapi sekedar observasi/ intelejen sih ada, kalau sidak tidak ada. Kita kasih tahu dulu kalau memang kita ada sidak, itu dinamakan tongkrongan. Observasi itu penongkrongan, dilakukan sekitar tiga I1
kali dalam setahun/ pertriwulan dengan lokus yang berbeda setiap triwulannya.
DATA ANGGARAN DAN REALISASI PAJAK HOTEL DI DPPKD KOTA CILEGON Tahun 2011
2012
2013
2014
Uraian
Pajak Hotel Hotel Bintang Tiga Hotel Bintang Dua Hotel Melati Tiga Hotel Melati Dua Hotel Melati Satu Cottage Losmen/ Rumah Penginapan/ Pesanggraha/ Hostel/ Rumah Kos Pajak Hotel Hotel Bintang Tiga Hotel Bintang Dua Hotel Melati Tiga Hotel Melati Dua Hotel Melati Satu Cottage Losmen/ Rumah Penginapan/ Pesanggraha/ Hostel/ Rumah Kos Pajak Hotel Hotel Bintang Empat Hotel Bintang Tiga Hotel Bintang Dua Hotel Melati Tiga Hotel Melati Dua Hotel Melati Satu Cottage Losmen/ Rumah Penginapan/ Pesanggraha/ Hostel/ Rumah Kos Pajak Hotel Hotel Bintang Empat Hotel Bintang Tiga Hotel Bintang Dua Hotel Melati Tiga Hotel Melati Dua Hotel Melati Satu Cottage Losmen/ Rumah
Anggaran
Realisasi
3.700.000.000,00 2.871.000.000,00 500.000.000,00 250.000.000,00 43.000.000,00 10.000.000,00 0,00 26.000.000,00
4.850.177.829,00 8.667.966.572,00 753.168.094,00 299.247.150,00 93.043.550,00 8.152.150,00 0,00 28.599.963,00
4.595.000.000,00 3.695.000.000,00 500.000.000,00 285.000.000,00 80.000.000,00 7.000.000,00 0,00 28.000.000,00
5.259.350.214,00 4.212.227.194,00 568.782.094,00 331.316.035,00 106.032.535,00 7.685.000,00 0,00 33.307.356,00
6.350.000.000,00 1.200.000.000,00 4.125.000.000,00 570.000.000,00 310.000.000,00 100.000.000,00 7.000.000,00 0,00 38.000.000,00
7.013.839.457,00 975.813.649,00 4.855.311.689,00 611.393.060,00 386.470.429,00 117.825.230,00 8.318.000,00 0,00 58.707.400,00
6.360.000.000,00 3.850.000.000,00 1.500.000.000,00 500.000.000,00 350.000.000,00 100.000.000,00 10.000.000,00 0,00 50.000.000,00
4.441.671.803,00 3.149.982.476,00 636.845.236,00 305.919.421,00 231.551.371,00 73.494.830,00 4.705.000,00 0,00 39.173.469,00
Penginapan/ Pesanggraha/ Hostel/ Rumah Kos
DATA POTENSI PAJAK HOTEL UNTUK RUMAH KOS DI KELURAHAN KOTABUMI Dari data yang peneliti dapatkan di lapangan, terdapat dua puluh satu rumah kos yang lebih dari sepuluh kamar. Peneliti menggunakan data rumah kos ini dikarenakan jumlah tingkat hunian perbulannya sangat berpotensi diatas sepuluh kamar. Untuk mempermudah penghitungan, peneliti menjabarkan satu persatu potensi akan rumah kos lebih dari sepuluh kamar tersebut. 1. Rumah Kosan Ibu Neti Rumah kosan ini terdiri dari 30 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 13 kamar dengan harga masing-masing Rp. 750.000,- / bulan, 7 kamar dengan harga Rp. 1.100.000,-/ bulan dan 10 kamar dengan harga Rp. 1.300.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 750.000 x 13 x 10 % x 12 = 11.700.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 1.100.000 x 7 x 10 % x 12 = 9.240.000
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 1.300.000 x 10 x 10 % x 12 = 15.600.000
Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 3.045.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 36.540.000,- per tahun. 2. Kosan Handayani Rumah kosan ini terdiri dari 30 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 8 kamar dengan harga masing-masing Rp. 450.000,- / bulan, 20 kamar dengan harga Rp. 1.100.000,-/ bulan dan 2 kamar dengan harga Rp. 2.500.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 450.000 x 8 x 10 % x 12 = 4.320.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 1.100.000 x 20 x 10 % x 12 = 26.400.000
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 2.500.000 x 2 x 10 % x 12 = 6.000.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 3.060.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 36.720.000,- per tahun. 3. Kosan “A”
Rumah kosan ini terdiri dari 12 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 9 kamar dengan harga masing-masing Rp. 450.000,- / bulan, 3 kamar dengan harga Rp. 1.100.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 450.000 x 9 x 10 % x 12 = 4.860.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 1.100.000 x 3 x 10 % x 12 = 3.960.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 2.385.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 8.820.000,- per tahun. 4. Kosan Ibu Eliyah Rumah kosan ini terdiri dari 16 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 16 kamar dengan harga masing-masing Rp. 350.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 350.000 x 16 x 10 % x 12 = 6.720.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 560.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 6.720.000,- per tahun. 5. Kosan green house
Rumah kosan ini terdiri dari 23 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 23 kamar dengan harga masing-masing Rp. 500.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 500.000 x 23 x 10 % x 12 = 13.800.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 1.150.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 13.800.000,- per tahun. 6. Kosan Pondok Orange Rumah kosan ini terdiri dari 17 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 12 kamar dengan harga masing-masing Rp. 750.000,- / bulan dan 5 kamar dengan harga Rp. 1.400.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 750.000 x 12 x 10 % x 12 = 10.800.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 1.400.000 x 5 x 10 % x 12 = 8.400.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 1.600.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 19.200.000,- per tahun. 7. Kosan Gunung Gede no. 8
Rumah kosan ini terdiri dari 16 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 10 kamar dengan harga masing-masing Rp. 1500.000,- / bulan dan 6 kamar dengan harga Rp. 1.700.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 1.500.000 x 10 x 10 % x 12 = 18.000.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 1.700.000 x 6 x 10 % x 12 = 12.240.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 2.520.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 30.240.000,- per tahun. 8. Kosan “B” Rumah kosan ini terdiri dari 18 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 18 kamar dengan harga masing-masing Rp. 500.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 500.000 x 18 x 10 % x 12 = 10.800.000 Berdasarkan perhitungan diatas, potensi pajak yang didapatkan dari kosan ini apabila penuh setahun adalah sebesar Rp. 10.800.000,- per tahun. Namun kenyataannya rumah kosan ini tidak selalu penuh, adapun kamar yang kosong tercatat sebanyak satu kamar.
Adapun potensi sebenarnya adalah sebanyak 17 kamar dengan besaran potensi pertahunnya yaitu Rp. 10.200.000,- pertahun. 9. Kosan Dika / Buk le Rumah kosan ini terdiri dari 34 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 21 kamar dengan harga masing-masing Rp. 600.000,- / bulan, 2 kamar dengan harga Rp. 700.000,- / bulan, 1 kamar dengan harga Rp.750.000,-/ bulan dan 10 kamar dengan harga Rp. 800.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 600.000 x 21 x 10 % x 12 = 15.120.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 700.000 x 2 x 10 % x 12 = 1.680.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 750.000 x 1 x 10 % x 12 = 900.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 500.000 x 18 x 10 % x 12 Berdasarkan = perhitungan 10.800.000diatas, potensi pajak yang didapatkan dari kosan ini apabila penuh setahun adalah sebesar Rp. 28.500.000,- per tahun. Namun kenyataannya rumah kosan ini tidak selalu penuh, adapun kamar yang kosong saat ini tercatat sebanyak dua
kamar dengan harga kamar perbulannya Rp. 700.000,-. Adapun potensi sebenarnya adalah sebanyak 32 kamar dengan besaran potensi pertahunnya yaitu Rp. 26.820.000,pertahun. 10.Kosan Cermat Rumah kosan ini terdiri dari 16 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 10 kamar dengan harga masing-masing Rp. 600.000,- / bulan, 6 kamar dengan harga Rp.800.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 600.000 x 10 x 10 % x 12 = 7.200.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 800.000 x 6 x 10 % x 12 = 5.760.000 diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Berdasarkan penghitungan Rp. 1.080.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 12.960.000,- per tahun. 11.Kosan “C” Rumah kosan ini terdiri dari 12 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 12 kamar dengan harga masing-masing Rp. 500.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar: Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 500.000 x 12 x 10 % x 12 = 7.200.000
Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp.600.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 7.200.000,- per tahun. 12.Kosan “D” Rumah kosan ini terdiri dari 16 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 16 kamar dengan harga masing-masing Rp. 500.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan Berdasarkan perhitungan diatas, potensi pajak yang didapatkan dari kosan ini apabila = 500.000 x 16 x 10 % x 12 penuh setahun adalah sebesar Rp. 9.600.000,- per tahun. Namun kenyataannya rumah kosan ini tidak selalu penuh, adapun kamar yang kosong saat ini tercatat sebanyak 3 = 9.600.000 kamar dengan harga kamar perbulannya Rp. 500.000,-. Adapun potensi sebenarnya adalah sebanyak 13 kamar dengan besaran potensi pertahunnya yaitu Rp. 7.800.000,pertahun. 13.Kosan “E” Rumah kosan ini terdiri dari 15 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 16 kamar dengan harga masing-masing Rp. 550.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 550.000 x 15 x 10 % x 12 9.900.000 diatas, potensi pajak yang didapatkan dari kosan ini apabila Berdasarkan =perhitungan penuh setahun adalah sebesar Rp. 9.900.000,- per tahun. Namun kenyataannya rumah kosan ini tidak selalu penuh, adapun kamar yang kosong saat ini tercatat sebanyak empat kamar dengan harga kamar perbulannya Rp. 550.000,-. Adapun potensi sebenarnya adalah sebanyak 11 kamar dengan besaran potensi pertahunnya yaitu Rp. 7.260.000,pertahun.
14.Kosan Ibu Evi
Rumah kosan ini terdiri dari 21 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 14 kamar dengan harga masing-masing Rp. 600.000,- / bulan, dan 7 kamar dengan harga Rp. 750.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar: Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 600.000 x 14 x 10 % x 12 = 10.080.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 750.000 x 7 x 10 % x 12 = 6.300.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 615.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 7.380.000,- per tahun. 15.Kosan Ibu Netty Rumah kosan ini terdiri dari 18 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 18 kamar dengan harga masing-masing Rp. 650.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 650.000 x 18 x 10 % x 12 Berdasarkan perhitungan diatas, potensi pajak yang didapatkan dari kosan ini apabila semua kamar= 14.040.000 penuh setahun adalah sebesar Rp. 14.040.000,- per tahun. Namun kenyataannya rumah kosan ini tidak selalu penuh, adapun kamar yang kosong saat ini
tercatat sebanyak dua kamar dengan harga kamar perbulannya Rp. 650.000,-. Adapun potensi sebenarnya adalah sebanyak 16 kamar dengan besaran potensi pertahunnya yaitu Rp. 12.480.000,- pertahun. 16.Kosan “F” Rumah kosan ini terdiri dari 13 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 13 kamar dengan harga masing-masing Rp. 350.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 350.000 x 13 x 10 % x 12 = 5.460.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 455.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 5.460.000,- per tahun.
17.Kosan “G” Rumah kosan ini terdiri dari 12 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 12 kamar dengan harga masing-masing Rp. 500.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 500.000 x 12 x 10 % x 12 = 7.200.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 600.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 7.200.000,- per tahun.
18.Kosan “H” Rumah kosan ini terdiri dari 16 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 16 kamar dengan harga masing-masing Rp. 450.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar: Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 450.000 x 16 x 10 % x 12 = 8.640.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 720.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 8.640.000,- per tahun. 19.Kosan Ibu Hj. Samsudin Rumah kosan ini terdiri dari 14 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 9 kamar dengan harga masing-masing Rp. 600.000,- / bulan, dan 5 kamar dengan harga Rp. 1.300.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar: Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 600.000 x 9 x 10 % x 12 = 6.480.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 1.300.000 x 5 x 10 % x 12 = 7.800.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 1.190.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 14.280.000,- per tahun. 20.Kosan Pak Aceng
Rumah kosan ini terdiri dari 24 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 18 kamar dengan harga masing-masing Rp. 300.000,- / bulan, dan 6 kamar dengan harga Rp. 400.000,-/ bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 300.000 x 18 x 10 % x 12 = 6.480.000 Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 400.000 x 6 x 10 % x 12 = 2.880.000 Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 780.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 9.360.000,- per tahun. 21.Kosan Pak Supardi Rumah kosan ini terdiri dari 11 kamar dengan tipe kamar, yaitu: 11 kamar dengan harga masing-masing Rp. 350.000,- / bulan. Maka dalam satu tahun akan menghasilkan pajak sebesar:
Potensi = harga kamar x jumlah kamar x 10% x 12 bulan = 350.000 x 11 x 10 % x 12 = 4.620.000
Berdasarkan penghitungan diatas, potensi yang akan didapat dari kosan adalah sebesar Rp. 385.000,- per bulan atau sebanyak Rp. 4.620.000,- per tahun. Berdasarkan perhitungan dari keseluruhan rumah kos yang lebih dari 10 kamar di Kelurahan Kotabumi, potensi pajak yang akan didapatkan dari 21 rumah kos tersebut adalah sebesar Rp. 302.500.000,- per tahun atau realnya sebesar Rp. 294.220.000,- per tahun. Dengan itu potensi pajak yang akan didapat di Kelurahan Kotabumi adalah sebesar Rp. 25.208.333,- per bulan.
DOKUMENTASI
Wawancara dengan Bapak Bagus Nurtajaya
Wawancara dengan Bapak Ardiano Setyawan
Wawancara dengan Bapak Akhmad Khotib
Wawancara dengan Ibu Ratu Rahmawati
Wawancara dengan Bapak Rahmatullah
Wawancara dengan Bapak Anwaryanto
Wawancara dengan Bapak Hadi Permana
Wawancara dengan Ibu Wiwik Puji Hastuti
Wawancara dengan Bapak Bambang A. Ulama
Wawncara dengan Ibu Eliyah
Wawancara dengan Bapak Yadi
Wawancara dengan Bapak Deni
Rumah Kos Buk le Rumah Kos Handayani
Rumah Kos “B” Rumah Kos Gunung Gede no. 8
Rumah Rumah KosKos Buk“F” Neti
Rumah RumahKos KosPak BukAceng Evi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP NONA ROSITA Link. Sukadamai RT 03/RW 07 Panggung Rawi Jombang, Cilegon – Banten Kode Pos 42400. Handphone : +62-81399257474 E-mail :
[email protected]
IDENTITAS PRIBADI
Nama
: Nona Rosita
Panggilan
: Thata
Jenis Kelamin
: Wanita
Tempat tanggal lahir
: Magek / 20 Oktober 1991
Kewarganegaraan
: Indonesia
Umur
: 23
Status
: Belum Menikah
Tinggi/ Berat badan
: 160 cm, 46 kg
Agama
: Muslim
Hobi
: Menggambar
RIWAYAT PENDIDIKAN 2010 – sekarang :
Ilmu Administrasi Negara Untirta – Serang, Banten
2007 – 2010
:
SMAN 1 Kamang Magek – Sumatera Barat
2004 – 2007
:
MTsN Kamang Magek – Sumatera Barat
1998 – 2004
:
SDN 05 Surau Panjang Magek – Sumatera Barat
-
ORGANISASI 2005 – 2006
:
Departemen Keagamaan Osis pada MTsn Kamang Magek
2008 – 2009
:
Departemen Kreatif Osis pada SMAN 1 Kamang Magek
2012 – 2013
:
BEM FISIP Kabinet Hati
PENGALAMAN KERJA
2013
: Magang di Biro Kepegawaian Kementrian Perindustrian Republik Indonesia