PENGATURAN TERHADAP PEMBANGUNAN GEDUNG SARANG WALET DI DAERAH PERMUKIMAN BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU
(Skripsi)
Oleh Agung Devry Prasetyo
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT THE REGULATION FOR BUILDING SWALLOW NEST IN RESIDENTIAL AREA BASED ON REGIONAL SPATIAL PLANNING PRINGSEWU REGENCY By AGUNG DEVRY PRASETYO Zoning regulation in Pringsewu regency is stated in Regional Regulation of Pringsewu Regency Number 02 Year 2012 focusing on spatial regional planning Pringsewu Regency 2011-2031. Zonation management is aimed to create a beneficial spatial which will support the utilization of its circumtances. One of the regulated spatial is the process of building the swallow nest. The Swallow nests in Pringsewu regency are mostly placed in residential and agricultural area. The research questions in this study are: 1) How does the regulation of swallow nest building in residential area based on the spatial planning in Pringsewu Regency work? 2) What are the factors which potentially be the obstacle in managing the swallow nest building in residential area based on spatial planning in Pringsewu regency? The problem of identification which is used in this reasearch are normative and emphirical approach. The sources in this research are primary, secondary, and tertiary data. The data analysis was done by qualitative description. The result of this research showed that the building of swallow nest for cultivation has possitively impacted towards the life of swallow. If there is a clear regulation, the tax from the swallow nest will be the beneficial income for the region. It is not allowed to be built in residential area since the waste of its fases will contaminate the water and environtment of the residents. While in fact, the swallow nest is easily found in residential area. Swallow nest will optimally run if it is built in appropriate distribution of zoning location for farming area. The obstructed factor in regulating the swallow nest in residential area is because Pringsewu is the new regency which is officially established on April 3rd 2009, the owner of swallow nests are no longer living there, the socialization of the regional regulation by the government of its regency has not been optimal, there are lack of participation from the residents in monitoring action. Key words : Building, Pringsewu Regency, Farming, Swallow Nest
ABSTRAK PENGATURAN TERHADAP PEMBANGUNAN GEDUNG SARANG WALET DIDAERAH PERMUKIMAN BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU Oleh AGUNG DEVRY PRASETYO Peraturan Daerah Kabupaten Pringsewu Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu Tahun 2011 – 2031 mengatur mengenai pengaturan zonasi wilayah Kabupaten Pringsewu. Pengaturan zonasi bertujuan supaya terjadi pemanfaatan ruang yang saling mendukung terhadap pemanfaatan ruang disekitarnya. Salah satu pemanfaatan ruang yang diatur adalah pembangunan gedung sarang walet. Penyebaran bangunan gedung sarang walet banyak terdapat diwilayah permukiman dan pertanian Kabupaten Pringsewu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah pengaturan terhadap pembangunan gedung sarang walet di daerah permukiman berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pringsewu? Serta 2) Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pengaturan terhadap pembangunan gedung sarang walet di daerah permukiman berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pringsewu? Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Sumber data dari penelitian ini adalah data primer, data skunder, dan data tersier. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembangunan gedung sarang walet untuk budidaya sarang burung walet berdampak positif bagi keberlangsungan hidup burung walet dan jika terdapat pengaturan yang jelas, pajak sarang burung walet menjadi sumber pendapatan menjanjikan bagi daerah. Bangunan gedung sarang walet tidak boleh dibangun didaerah permukiman karena limbah kotoran burung walet dapat mencemari sumber air dan mengotori permukiman masyarakat. Fakta dilapangan bahwa gedung sarang walet banyak dijumpai dikawasan permukiman. Gedung sarang burung walet akan berjalan optimal jika dibangun sesuai dengan lokasi pembagian zonasi kawasan peruntukan peternakan. Faktor penghambat pengaturan pembangunan gedung sarang walet didaerah permukiman adalah Kabupaten Pringsewu adalah kabupaten baru yang diresmikan pada tanggal 3 april 2009, pemilik gedung sarang walet tidak berdomisili di Kabupaten
Pringsewu, sosialisasi peraturan daerah oleh pemerintah daerah Kabupaten Pringsewu belum maksimal, dan kurang partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan. Kata Kunci: Gedung, Kabupaten Pringsewu, Permukiman, Peternakan, Sarang Walet
PENGATURAN TERHADAP PEMBANGUNAN GEDUNG SARANG WALET DI DAERAH PERMUKIMAN BERDASARKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU
Oleh Agung Devry Prasetyo
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM Pada Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Agung Devry Prasetyo dilahirkan di Kecamatan
Punggur,
pada
tanggal
04
Desember
1993,
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Fx. Eko Setianto dan Ibu Esti. Penulis dibesarkan di Desa Bratasena Adiwarna, PT. Central Pertiwi Bahari, dengan keharmonisan dan kesederhanaan keluarga kecil yang bahagia. Karena doa, semangat dan motivasi dari keluarga sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
Penulis mengawali pendidikan di TK Bratasena 1 yang diselesaikan pada tahun 2000, dilanjutkan dengan pendidikan dasar di SDN 1 Bratasena Adiwarna lulus pada tahun 2006. Sekolah menengah pertama dijalani di SMPN 1 Dente Teladas lulus pada tahun 2009. Menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Kota Gajah dan lulus pada tahun 2012. Selanjutnya penulis diterima menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis aktif dikegiatan kemahasiswaan dan bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa
Fakultas
(UKM-F)
Mahasiswa
Pengkaji
Masalah
Hukum
(MAHKAMAH) dan Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKM-F) Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara (HIMA-HAN). Di lingkup Universitas,
penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Katolik Universitas Lampung (UKM Katolik Unila). Dalam lingkup eksternal kampus, penulis aktif di dalam wadah paguyupan Komunitas Mahasiswa Katolik Lampung (KMKL) dan bergabung dalam organisasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Bandar Lampung.
Bulan Januari - Februari 2015 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Margo Makmur, Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Mesuji dan menjabat sebagai Koordinator Desa selama 40 hari. Dengan demikian penulis mendapatkan pengalaman luar biasa dengan belajar langsung berinteraksi dengan masyarakat dan mengamalkan ilmu hukum di tengah masyarakat awam.
PERSEMBAHAN
Berkat rahmat Allah Tri Tunggal, Tuhan Yang Maha Esa dan doa Bunda Maria sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Kedua orang tuaku tercinta Bapak Fx. Eko Setianto dan Ibu Esti Yang terus memberikan cinta, kasih sayang, motivasi, pengorbanan, dan doa untuk keberhasilanku
Almamater tercinta Universitas Lampung Tempat menimba ilmu dan sarana menggapai mimpi menuju kesuksesan
MOTTO
“Saya bisa melakukan hal-hal yang anda tidak bisa, anda bisa melakukan hal-hal yang saya tidak bisa; bersama-sama kita bisa melakukan hal yang besar.” (Bunda St. Teresa)
“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemampuan serta memperhalus perasaan.” (Tan Malaka)
“Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu” (St. Maria)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Raja semesta alam penguasa langit dan bumi serta seluruh isinya, dan empunya kerajaan surga serta hakim Yang Maha Adil. Karena, hanya dengan rahmat belaskasih dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul “Pengaturan Terhadap Pembangunan Gedung Sarang Walet di Daerah Permukiman Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu” yang merupakan salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari berbagai pihak dan terutama pembaca demi tercapainya maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini. Selama proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan, dukungan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H. selaku Pembimbing I atas kesediaan dan kesabarannya meluangkan waktu dan mencurahkan pemikiran, saran, ide, dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang mencurahkan segenap pemikiran dan bersedia memberikan motivasi dan saran bagi penulis dan dalam proses penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang memberikan kritik dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini. 4. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini. 5. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung dan sekaligus selaku Pembimbing Akademik, yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi. 6. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung. 7. Seluruh Dosen dan karyawan/I Fakultas Hukum Universitas Lampung, yang memberikan ilmu bermanfaat dan segala bantuan administratif bagi penulis selama menyelesaikan studi. 8. Teristimewa kepada kedua orang tua ku Bapak FX. Eko Setianto dan Ibu Esti yang menjadi orang tua terhebat dan tiada lelahnya memberikan dukungan moril dan materiil serta kasih sayang, motivasi dan doa demi kebahagiaan dan kesuksesan penulis. 9. Adik Tersayang Karolus Lwanga Roy Savero atas kasih sayang, semangat, dan penghiburan. 10. Seseorang yang istimewa C. Heni Widyaningsih yang memberikan semangat dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi.
11. Romo Thomas Aquino Imam Mursid, Yang memberikan motivasi, saran dan nasehat secara rohani dan intelektual bagi penulis. 12. Para teman, sahabat, dan saudara di Komunitas Mahasiswa Katolik Lampung KMKL: Yogi, Panggo, Edit, Probo, Anton, Vita, Lia, Lucia, Dedi, Tinus, Martin, Lintar, Didit, Piko, Teja, Dody, Arum, Vigi, Atin, Vania, Emil, Bagus, Rani, Albet, Banu, Dina, Wilda, Eilin, Tendi, Tii, Yulius, Agus, Ferrari, Berliana, Lusi, Prapti, dan seluruh teman yang berdinamika bersama penulis. 13. Para sahabat di Hukum Universitas Lampung: Sandi, Aldi, Iko, Clara, Benny, Apri, Aji, Ari, Nanda, Anggun, Ayu, Ardi, Andre, Andri, Arya, Nur, Adnan, Diaz, Denis, Budi dan seluruh teman yang memberi warna di kehidupan penulis selama menembuh studi. 14. Para Sahabat di Asrama Banyu Biru: Yuyut, Niko, Wayan, Nyoman, Eko, Riki, Shinta, Ayu, Citra dan Novi yang selalu membantu penulis. 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, trimakasih atas semua bantuan dan dukungannya. Semoga Tuhan Yang Maha Adil memberikan balasan atas jasa dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, terkhusus bagi penulis sendiri untuk mengembangkan dan mengamalkan Ilmu Hukum yang telah didapat. Bandar Lampung,
Juni 2016
Agung Devry Prasetyo
DAFTAR ISI
Halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian ........................... 8 1.2.1 Rumusan Masalah ................................................................... 8 1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian....................................................... 8 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... 8 1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................... 8 1.3.2 Kegunaan Penelitian ............................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaturan....................................................................... 10 2.2 Penataan Ruang ................................................................................. 10 2.2.1 Pengertian Tata Ruang ............................................................ 10 2.2.2 Asas dan Tujuan Penataan Ruang ........................................... 12 2.2.3 Klasifikasi Penataan Ruang .................................................... 13 2.2.4 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).................................. 14 2.2.5 Kewenangan Daerah dalam Penataan Ruang.......................... 16 2.3 Permukiman ...................................................................................... 18 2.4 Burung Walet .................................................................................... 19 2.4.1 Definisi Burung Walet ............................................................ 19 2.4.2 Sarang Burung Walet .............................................................. 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah .......................................................................... 26 3.2 Sumber Data ...................................................................................... 26 3.3 Pengumpulan dan Pengelolahan Data ............................................... 28 3.3.1 Pengumpulan Data .................................................................. 28 3.3.2 Pengolahan Data ..................................................................... 29 3.4 Analisis Data ..................................................................................... 29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu .......................................... 30 4.1.1 Sejarah Pendirian ..................................................................... 30 4.1.2 Keadaan Geografis ................................................................... 31 4.2 Pengaturan Pembangunan Gedung Sarang Walet di Daerah Permukiman ...................................................................................... 34 4.2.1 Pengaturan Zonasi Kabupaten Pringsewu ................................ 34 4.2.2 Pengembangan Kawasan Peternakan ....................................... 36 4.2.3 Pengembangan Kawasan Permukiman .................................... 41 4.3 Faktor Penghambat Pengaturan Pembangunan Gedung Sarang
Walet di Daerah Permukiman ........................................................... 48 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 53 5.2 Saran .................................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Kecamatan dan Ibukota Kecamatan di Kabupaten Pringsewu ........ 31 2. Batas Wilayah Kabupaten Pringsewu 2014 ..................................... 32 3. Luas Kabupaten Pringsewu perkecamatan 2014 ............................. 32 4. Persebaran Penduduk Kabupaten Pringsewu 2015 .......................... 33 5. Pembagian Pusat Kegiatan Kabupaten Pringsewu........................... 35 6. Penjabaran Pengaturan Zonasi Kawasan Peruntukan Peternakan ... 37 7. Penjabaran Pengaturan Zonasi Kawasan Peruntukan Permukiman . 42
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Sumber daya alam adalah segala sesuatu dibumi yang dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumber daya alam yang terdapat diindonesia dapat dikelompokkan menjadi sumber daya alam hayati seperti hewan, tumbuhan dan mikroorganisme dan sumber daya alam non-hayati seperti air, tanah, dan berbagai bahan tambang lainnya. Keanekaragaman sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh kawasan Negara Indonesia. Dari zaman dulu nenek moyang Bangsa Indonesia telah memanfaatkan alam sebagai sumber kehidupan. Pemanfaatan tersebut dilakukan dengan cara berburu hewan maupun mengambil kayu hutan. Cara yang dilakukan untuk mengambil bahan dari alam tersebut dengan tehnik yang sederhana dan tanpa merusak alam.
Pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan manusia terhadap hasil alam semakin meningkat. Eksploitasi besar-besaran dilakukan karena pertumbuhan alami hasil hutan tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah manusia yang memanfaatkan alam. Pemanfaatan alam besar - besaran mengakibatkan hasil hutan semakin memprihatinkan. Kejadian ini yang mendorong manusia terus
2
menciptakan pembaharuan dan perkembangan teknologi. Teknologi yang dikembangkan manusia antara lain pembudidayaan dan pelestarian burung walet.
Burung walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung walet merupakan burung penghuni goa batu yang terdapat di tebing laut atau hutan lebat. Secara fisik goa merupakan pelindung bagi burung walet, karena walet menggunakan langit - langit goa untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berkembang biak. Hampir semua kegiatan burung walet dilakukan di udara. Sehingga burung walet juga disebut sebagai burung layang. Burung walet membuat sarang didalam goa dengan menggunakan air liurnya. Air liur burung walet inilah yang menjadi daya tarik dari burung walet. Sudah sejak ratusan tahun manusia memanfaatkan air liur burung walet sebagai obat untuk berbagai penyakit. Manusia berburu sarang burung walet dengan cara memanjat tebing - tebing didalam goa.
Pengelolaan sarang walet secara alami memiliki banyak resiko, mulai dari resiko kecelakaan hingga sulitnya mengkontrol sarang walet yang letaknya jauh berada tempat pengelola sarang walet tinggal. Untuk menghindari resiko dari pengelolaan sarang walet secara alami, dilakukan dengan membuat bangunan gedung sarang walet. Gedung sarang walet dibuat menyerupai habitat alami burung walet. Mulai dari suhu, kelembapan, hingga intensitas cahaya didalam gedung sarang walet dibuat sesuai dengan habitat aslinya. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar burung walet dapat tinggal nyaman di gedung tersebut dan dapat berkembang biak, hingga akhirnya membuat sarang dari air liurnya. Banyak keuntungan yang didapat dari pembangunan gedung sarang walet bagi pengusaha sarang walet,
3
seperti; Mutu sarang walet yang dihasilkan lebih bersih dan baik, pengelolaan dan pengawasan dapat dilakukan lebih mudah, dan resiko kecelakaan saat memanen dan merawat sarang walet lebih sedikit. Namun, terdapat kerugian dari pengelolaan sarang walet didalam gedung sarang walet, yaitu: burung walet tidak dapat dengan mudah tertarik untuk mendiami gedung baru, harus dengan usahausaha yang lebih lagi untuk menarik minat dari burung walet untuk tinggal dan berkembang biak didalam gedung sarang walet.
Pembangunan gedung sarang walet bukan sesuatu hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Pembangunan gedung sarang walet sudah mulai banyak berkembang di Indonesia. Penyebaran bangunan gedung sarang walet banyak di jumpai di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan bali. Karena populasi burung walet diwilayah barat Indonesia sangat banyak, dan juga harga sarang burung walet yang mahal sehingga membuat usaha ini cukup menjanjikan sebagai investasi yang besar. Banyak pemilik modal dan pengusaha diindonesia menggunakan pengelolaan sarang urung walet sebagai bagian dari usaha mereka. Hal inilah yang membuat gedung sarang burung walet sangat pesat perkembangan jumblahnya diindonesia.
Provinsi Lampung adalah provinsi yang terletak dipulau Sumatera bagian selatan. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di wilayah barat indonesia yang menjadi incaran bagi pengusaha walet untuk membuat gedung sarang walet sebagai salah satu investasi mereka. Penyebaran bangunan gedung sarang walet di Provinsi Lampung antara lain terletak diwilayah Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pringsewu dan Kota Metro. Wilayah-
4
wilayah tersebut menjadi lokasi pembangunan gedung sarang walet karena mengingat populasi burung walet yang tinggi. Penyebab dari tingginya populasi burung walet dilokasi - lokasi tersebut dikarenakan mayoritas wilayah Provinsi Lampung adalah area persawahan dan perikanan yang memiliki sumber makanan banyak bagi burung walet serta memiliki tingkat suhu dan kelembapan yang sesuai dengan habitat yang disukai oleh burung walet.
Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu tujuan pembangunan sarang burung walet di Provinsi Lampung. Kabupaten yang memiliki luas 625 km2 dan memiliki iklim agak basah1 dan iklim tersebut yang membuat Kabupaten Pringsewu merupakan daerah untuk lahan pertanian. Banyak lahan pertanian membuat burung walet mudah dalam mencari makanannya. Ditahun 2000 banyak bermunculan gedung - gedung yang diperuntukkan sebagai budidaya sarang burung walet. Harga sarang burung walet yang tinggi membuat investor berdatangan ke Kabupaten Pringsewu untuk menanamkan modalnya dalam bisnis penangkaran sarang burung walet dengan membuat gedung-gedung sarang burung walet. Pembangunan gedung sarang walet banyak terdapat dilokasi Persawahan dan Permukiman milik warga. Lokasi gedung sarang walet yang paling menonjol terdapat di Kecamatan Gading Rejo dan Kecamatan Pringsewu. Gedung sarang walet banyak dijumpai dipermukiman warga dan area pasar Kecamatan Gading Rejo. Bangunan Gedung Sarang walet ini dapat berupa bangunan tersendiri yang berada di sekitar permukiman warga maupun di lantai atas dari rumah warga serta bangunan toko.
1
Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Masgar 2015
5
Bentuk gedung sarang walet menyerupai menara pendek hingga tinggi. Pada dasarnya pembangunan gedung sarang walet memiliki dampak positif terhadap keberlangsungan hidup burung walet. Selain mencitakan peluang bisnis yang berpenghasilan besar, pembangunan gedung sarang walet ini dapat melestarikan perkembang biakan burung walet. Karena dialam liar burung walet harus mencari lokasi yang nyaman untuk berkembang biak. Sedangkan, gedung sarang walet dalam pembangunannya dibuat sedemikian rupa agar menyerupai habitat asli dari burung walet. Besarnya keuntungan dari budidaya burung walet yang menguntungkan manusia dan burung walet sendiri membuat penyebaran pembangunan gedung sarang walet menjadi tak terkontrol jumblahnya. Bangunanbangunan tinggi ini terkadang membuat pemandangan menjadi kurang indah dan terkesan kumuh. Menara tinggi juga membuat tatanan kota semakin terlihat sempit. Seperti di komplek pertokoan Kecamatan Gading Rejo yang banyak dibangun gedung sarang walet baik disekitar lokasi permukiman maupun diatas rumah toko.
Gedung sarang walet merupakan inovasi yang baik dalam mengeksploitasi dan melestarikan burung walet. Pembangunan gedung sarang walet juga merupakan salah satu wujud fisik dari pemanfaatan ruang. Karena jika tidak diatur dengan baik, penyebaran gedung sarang walet didaerah permukiman akan berdampak pada pencemaran limbah kotoran walet yang jatuh di atap rumah warga dan di sumber air warga sekitar bangunan gedung sarang walet. Sehingga pengaturan bangunan gedung sarang walet tetap harus mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjamin kepastian hukum dan ketertiban hukum
6
dalam penyelenggaraan bangunan gedung, karena setiap pembangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung yang harus diselenggarakan secara tetib.2
Permasalahan penyebaran pembangunan Gedung Sarang Walet tidak hanya terjadi Dikabupaten Pringsewu. Kota-kota lain diindonesia seperti Kota Balikpapan yang pemerintah daerahnya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2010 tentang Pajak Sarang Burung Walet. Kabupaten Pringsewu merupakan kabupaten muda di Provinsi Lampung, sehingga pemerintah daerah Kabupaten Pringsewu belum mengeluarkan peraturan daerah yang kuhusus dikeluarkan untuk pajak dan retribusi maupun persyaratan teknis dalam pembangunan gedung sarang walet. Secara Yuridis, aturan yang digunankan untuk pembangunan gedung sarang walet dikabupaten Pringsewu menggunakan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung, untuk menentukan pajaknya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, karena pajak memiliki peran yang penting dalam keberlangsungan suatu pemerintahan. Dalam pengaturan pajak sarang burung walet Kabupaten Pringsewu memiliki Fungsi Regulerend atau Fungsi Mengatur. Artinya, pajak digunakan untuk mengatur dan mengerahkan masyarakat kearah yang dikehendaki pemerintah. Oleh karenanya fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk dapat mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah.3 Sedangkan untuk penentuan lokasinya berdasarkan konsultasi dari
2
Marihot Pahala Siahaan, S.E., M.T. Hukum Bangunan Gedung di Indonesia.(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008) hlm. 3 3
Dr. Yuswanto, S.H., M.H. Hukum Pajak. (Bandar Lampung: PKKPUU FH UNILA. 2013) hlm 12.
7
Bagian Tata Ruang Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pringsewu berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu Tahun 2011-2031.
Pembangunan gedung sarang walet sebagai upaya pelestarian burung walet harus tetap dilestarikan. Pembangunan sarang walet ini jika dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku. Besarnya keuntungan dari budidaya walet diharapkan juga dapat menambah pendapatan asli daerah melalui pajak dari budidaya sarang burung walet. Dengan demikian perlunya dilakukan pengaturan yang jelas oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu agar pembangunan gedung sarang burung walet dapat sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten Pringsewu.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: “Pengaturan Terhadap Pembangunan Gedung Sarang Walet Didaerah Permukiman Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu”.
8
1.2
Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian
1.2.1
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah pengaturan terhadap pembangunan gedung sarang walet didaerah permukiman berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pringsewu? b. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pengaturan terhadap pembangunan gedung sarang walet didaerah permukiman berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pringsewu?
1.2.2
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup dari penelitian ini masuk didalam kajian Hukum Administrasi Negara pada umumnya dan Hukum Penataan Ruang pada khususnya, yang lebih spesifiknya didalam bidang Hukum Penataan Ruang mengenai pembangunan sarang walet dalam Rencana Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Pringsewu.
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
9
a. Untuk mengetaui dan menganalisis apakah pembangunan sarang walet didaerah pemukiman Kabupaten Pringsewu sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu. b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi penghambat dalam pengaturan terhadap pembangunan gedung sarang walet didaerah permukiman Kabupaten Pringsewu
1.3.2
Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian ini adalah: a. Secara Teoritis, untuk mengembangkan wawasan dan mengembangkan konsep teori dan analisis Hukum Penataan Ruang, khususnya pemahaman terhadap pemahamana terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu. b. Secara Praktis, untuk menambah pengetahuan pemerintah dan masyarakat akan pentingnya keterpaduan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu dan bagi para mahasiswa Fakultas Hukum untuk menambah pengetahuan dan pedoman bagi yang ingin melakukan penelitian dibidang Hukum Penataan Ruang.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengaturan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengaturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima setiap warga masyarakat harus menaati peraturan yang berlaku, atau ukuran kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.4 Sedangkan pengaturan perupakan sebuah proses dan cara untuk menjalankan sebuah peraturan, sehingga pengaturan juga merupakan perbuatan yang mengatur.
2.2 Penataan Ruang 2.2.1 Pengertian Tata Ruang
Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, ruang merupakan wujud fisik wilayah dalam dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak.5 Sedangkan yang tertuang didalam Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang 4
Drs. Suharso dan Dra. Ana Rednoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Revisi. (Semarang: Widya Karya. 2014) hlm. 574 5 Asep Warlan Yusuf, Pranata Pembangunan,(Bandung:Universitas Parahayangan, 1997) hlm. 6
11
didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Arti ruang daratan dalam hal ini adalah ruang yang terletak diatas dan dibawah permukaan daratan termasuk perairan darat dan garis laut terendah. Arti ruang lautan dalam hal ini adalah ruang yang terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut garis laut terendah termasuk dasar dan bagian bumi dibawahnya, dimana Republik Indonesia mempunyai hak yuridiksinya. Arti ruang udara dalam hal ini adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan disekitar wilayah Negara dan melekat pada bumi, dimana Republik Indonesia mempunyai hak yuridiksinya.6
Ruang merupakan suatu tempat bagi manusia untuk melangsungkan hidupnya dan juga sebagai tempat bagi mahluk hidup dibumi untuk hidup layak sesuai kodratnya. Ruang juga berfungsi sebagai suatu karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang didalamnya terdapat berbagai kekayaan alam dan sumber daya yang berlimpah. Atas karunia tersebut, menjadikan ruang sebagai aset yang begitu berharga yang harus dirawat dan dilestarikan dengan baik. Ruang dapat dimanfaatkan sebagai penunjang aktifitas manusia dengan memperhatikan beberapa faktor seperti; sosial, ekonomi, budaya, hukum, dan keamanan serta lingkungan. Dengan demikian, perlu dibuat peraturan dan penataan ruang.
Menurut Undang - Undang Nomor 26 tahun 2007, Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Pasal 1 angka 3 menjelaskan struktur ruang adalah 6
Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum, dkk, Hukum Penataan Ruang, (Bandar Lampung:PKKPUU FH UNILA, 2013) hlm. 33
12
susunan pusat - pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan. Sedangkan dalam pasal 1 angka 5 menjelaskan bahwa penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. M. Daud Silalahi menerangkan bahwa salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang terdapat didalam Pasal 2 ayat 2 Undang - Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria. Sesuai dengan pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, tentang pengertian hak menguasai dari Negara tentang konsep tata ruang, menjabarkan wewenang Negara untuk: 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; 3. Menentukan dan mengatur hubungan - hubungan hukum antara orang dan perbuatan - perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa;7
2.2.2 Asas dan Tujuan Penataan Ruang Asas penataan ruang berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 menjelaskan bahwa penyelenggaraan penataan ruang diindonesia berdasarkan kepada asas: 1. 2. 3. 4. 7
Keterpaduan; Keserasian, keselarasan, keseimbangan; Keberlanjutan; Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
M. Daud silalahi, Hukum Lingkungan: dalam system penegakan hukum lingkungan indinesia, edisi revisi,(Bandung: Alumni, 2001) hlm. 78-79
13
5. 6. 7. 8. 9.
Keterbukaan; Kebersamaan dan kemitraan; Perlindungan kepentingan umum; Kepastian hukum dan keadilan; Akuntabilitas.
Sembilan asas penyelenggaraan diatas merupakan norma - norma yang digunakan sebagai payung perlindungan bagi semua kaidah - kaidah pengaturan hukum penataan ruang. Tujuan penataan ruang nasional berdasarkan pasal 3 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan cara: 1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan 3. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
2.2.3
Klasifikasi Penataan Ruang
Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan, kemudian didalam Pasal 5 Undang - Undang Penataan Ruang ditegaskan bahwa: 1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas wilayah dan sistem internal perkotaan; 2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya;
14
3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; 4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan; 5. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang strategis kawasan provinsi, penataan ruang strategis kawasan kabupaten/kota;
Penataan ruang dalam pelaksanaannya diatur dalam Pasal 5 Undang - Undang Penataan Ruang harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; 2. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonmi, sosial, budaya, politik, hukum, dan teknologi sebagai suatu kesatuan; dan 3. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi
2.2.4
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Perencanaan Tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan strukutur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.8 Rencana tata ruang merupakan rencana letak dari berbagai macam penggunaan dan pemanfaatan tanah yang direncanakan dalam rangka memenuhi berbagai ragam keinginan dan kebutuhan masyarakat. Tingkat pemanfaatan ruang akan 8
Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum, dkk. Op.Cit, hlm. 42
15
sangat bergantung pada pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia atau dapat disediakan secara optimal. Dengan demikian perencanaan tata ruang akan menghasilkan rencana-rencana tata ruang untuk memberikan gambaran tentang ruang mana, untuk kegiatan apa dan kapan.9 Pasal 14 ayat (2) menjelaskan bahwa secara hierarki rencana tata ruang terdiri dari: Rencana Tata Ruang wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Tiga wilayah tersebut mencakup ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi. Dalam melakukan penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi acuan dalam membuat Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan dalam membuat Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, yang menjadi pedoman dalam pembuatannya adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.
Pasal 25 Undang - Undang Penataan Ruang menjelaskan bahwa Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota harus memperhatikan: 1. Perkembangan Permasalahan Provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten; 2. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten; 3. Keselarasan apresiasi pembangunan kabupaten; 4. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; 5. Rencana pembangunan jangka panjang daerah; 6. Rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan 7. Rencana tata ruang kaawasan strategis kabupaten.
Rencana Tata Ruang Wilayah sangat penting sebagai pedomaan dalam pengelolaan kegiatan manusia di bidang pertanahan. Didalam Peraturan
9
M. Daud silalahi. Op.Cit. hlm. 81
16
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah dijelaskan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai pedoman untuk: 1. Mengatur penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan; 2. Mewujudkan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; dan 3. Menjamin kepastian hukum untuk memanfaatkan tanah bagi masyarakat. Untuk menciptakan rencana tata ruang yang serasi haruslah dilakukan kordinasi berupa penerbitan peraturan perundang - undangan mulai yang tertinggi hingga kepada peraturan daerah.
2.2.5
Kewenangan Daerah dalam Penataan Ruang
Penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah merupakan upaya pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan berupa peraturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap penataan ruang. Dalam melakukan upaya tersebut, pemerintah daerah harus berpedoman terhadap asasasas umum pemerintah yang baik. Menurut Koentjoro Purbopranoto dan SF. Marbun, asas - asas umum pemerintahan yang baik terdiri dari: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.
10
Asas kepastian hukum; Asas keseimbangan; Asas kesamaan dalam mengambil keputusan; Asas bertindak cermat; Asas motivasi untuk setiap keputusan; Asas tidak mencampuradukan kewenangan; Asas permainan yang layak; Asas keadilan dan kewajaran; Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar; Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal; Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi; Asas kebijaksanaan; dan Asas penyelenggaraan kepentingan umum.10
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011) hlm. 244245
17
Ketigabelas asas diatas menjadi pedoman pemerintah daerah dalam mengeluarkan kebijakan, khususnya dalam bidang penataan ruang. Karena penataan ruang merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan perhatian. Namun, selama ini penataan ruang belum menjadi prioritas dari program - program pemerintah daerah.
Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah didalam bidang otonomi, bukan berarti pemerintah daerah hanya dapat mengeksploitasi sumber daya alam yang ada. Tetapi juga pemerintah daerah berkewajiban pula melakukan perawatan dan perlindungan lingkungan dengan menatanya agar sesuai dengan peruntukan dan potensi disetiap masing - masing daerah. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang sesuai dengan pasal 11 Undang - Undang Penataan Ruang, meliputi: a. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota; b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota;dan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota. Sedangkan dalam pelaksanaannya, daerah kabupaten/kota memiliki wewenang yang meliputi: a. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; c. Pengendalan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Aturan diatas merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pemerintah darah secara konkrit sesuai kewenangan yang dimiliki.
18
Hasil nyata dari proses penataan ruang pemerintah daerah dituangkan dalam peraturan daerah mengenai rencana tata ruang wilayah (RTRW). Didalam tata ruang diatur mengenai tempat untuk berbagai kegiatan serta sarana dan prasarananya. Penataan ruang berarti suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.11 Tata ruang wilayah dibuat secara serasi dan sederhana, karena dengan penataan yang serasi dan sederhana maka masyarakat dapat dengan mudah memahami peraturan tersebut.
2.3 Permukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. Pengertian tersebut sesuan dengan pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Sedangkan didalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman menjelaskan bahwa kawasan permukiman adalam bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendungung prikehidupan dan penghidupan. Menurut Vernor C. Vinch dan Glenn T. Trewartha dalam R. Bintarto menyatakan permukiman adalah suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama,
11
Rahardjo adisasmita. Analisis Tata Ruang Pembangunan. (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012) hlm. 27
19
dimana mereka membangun rumah-rumah, jalan dan sebagainya guna kepentingan segala aktivitasnya.12
2.4 Burung Walet 2.4.1 Definisi Burung Walet
Walet merupakan burung kecil yang menyerupai layang-layang. Tubuhnya berpentuk kecil dengan sayap menyerupai bulan sabit, memangjang dan runcing, ekornya bercabang dua. Burung yang memiliki ukuran antara 10 - 16 cm ini masuk kedalam ordo apodiformes yang tergolong dalam keluarga apodidae. Ukurang burung walet yang tergolong ramping membuat burung layang - layang tersebut memiliki kemampuan terbang yang cepat. Burung Walet mencari makanan berupa serangga dengan cara terbang dan menangkap mangsanya dengan menggunakan paruhnya yang kecil dan kuat. Dialam bebas Burung Walet tersebar hampir diseluruh wilayah diindonesia, meliputi; Sumatera, Jawa Kalimantan, dan Sulawesi, namun untuk wilayah Indonesia bagian timur keberadaan burung ini tidak terlalu banyak.
Burung walet dahulu hidup dan berkembang biak di goa-goa, sejalan dengan perkembangan zaman, manusia membuat rumah dan mengembang biakan walet dengan cara membuat gedung-gedung yang hampir mirip dengan sarang walet di habitat aslinya.13 Dari zaman dahulu, sarang walet sudah dimnfaatkan untuk dikonsumsi dan menjadi makanan kebanggaan para bangsawan dan raja - raja. Di zaman sekarang sarang yang dihasilkan dari air liur burung waleh di percaya
12
R. Bintaro. Pengantar Geografi Kota. (Yogyakarta: UP. Spring, 1977) hlm. 67 Philip Yamin & Ferry B. Paimin.Membangun Rumah Walet Bintang 5.(Depok: Penebar Swadaya, 2002) hlm. 1 13
20
memiliki khasiat bagi kesehatan manusia sehingga membuat harga sarang burung layang-layang ini menjadi mahal.
Menurut John Mackinnon dalam bukunya yang berjudul Birds of Java and Bali menyebutkan bahwa identifikasi walet bisa berdasarkan bentuk ekor dan ukuran tubuhnya.14 Identifikasi tersebut kemudian dikelompokan menjadi 6 jenis, yaitu: 1) Walet Sarang Putih (Aerodramus ficiphagus) Ukurang walet sarang putih sekitar 12 cm, tubuh bagian atas berwarma coklat kehitam - hitaman berkombinasi warna abu-abu pucat atau coklat pada bagian bawahnya dan belahan ekornya sedikit kedalam. Burung walet sarang lebih sering membangun sarangnya dicelah-celah batu di karang bantai dam goa - goa yang berkapur. Proses perkembangbiakannya menghasilkan dua butir telur yang berbentuk memanjang dan berwarna hitam. Dalam membuat sarang, walet putih menggunakan air liurnya dengan cara meleletkan air liur tersebut hingga keras. 2) Walet Sarang Hitam (Aerodramus maximus) Walet sarang hitam bertubuh panjang dan berwarna coklat - kehitaman serta keabu - abuan pada bagian tunging dan punggun, belahan ekornya kurang dalam dan kakinya ditutupi bulu - bulu secara merata. Proses perkembang biakannya dalam satu tahun hanya sekali saja menghasilkan telur yang berbentuk seperti telur burung pipit. Dalam menghasilkan sarang, jenis walet ini membentuk sarang berwarna kehitam - hitaman yang tersusun dari bulu yang direkatkan dengan air liur pada goa - goa batu kapur. 14
Redaksi Trubus, Budi Daya Walet, Pengalawan Langsung Para Pakar & Praktisi, (Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2002) hlm. 9
21
3) Walet Sapi (Collocalia esculenta) Ukuran burung walet jenis ini hanya sekitar 10 cm, dengan tubuh bagian atas hitam agak kehijauan, bagian bawahnya abu-abu gelap, dan bagian perutnya berwarna putih, ekornya berbentuk dangkal. Ciri-ciri demikian yang membuat walet sapi disebut juga burung seriti. Walet sapi pemakan serangga, terkusus serangga jenis tawon kiara. Walet sapi senang membuat sarangnya di wilayah yang tidak terlalu gelap, di mulut-mulut goa, dan sudut bangunan. Jenis burung walet ini membuat sarangnya dengan menggunakan rerumputan yang direkatkan dengan air liurnya, sehingga membuat sarang walet sapi terlihat tidak teratur dan kotor. Dalam sekali reproduksi, walet sapi menghasilkan dua telur. 4) Walet Sarang Lumut (Aerodramus vanikorensisi) Burung Walet Sarang Lumut memiliki ukuran tubuh 12 cm dengan ciri tubuhnya menyerupai jenis walet sarang putih, perpbedaan yang tidak mencolok terletak pada warna bulu tungigingnya yang lebih gelap jika dibandingkan dengan walet sarang putih. Walet sarang lumut membuat sarang digoa yang lebih dalam dengan intensitas cahaya yang lebih rendah. Sarang walet ini berbentuk bulat dan halus serta lebih banyak terdapat lumut. 5) Walet Gunung (Aerodramus brevirostris) Ukuran tubuh burung walet gunung sekitar 14 cm dan memiliki sayap yang panjang, belahan ekornya lebih kedalam dan memiliki warna punggung abu - abu hingga hitam. Habitat walet gunung berada di puncak pegunungan yang tinggi dan tebing curam. Sarang yang dibuat untuk
22
berkembang biak walet gunung hanyalah berupa rerumputan tanpa adanya rekatan air liur. 6) Walet Besar (Hydrochous gigas) Walet besar sesuai namanya memiliki ukuran tubuh yang besar yaitu sekitar 16 cm. Tubuh walet besar berwarna hitam pada bagian atas dan coklat kehitaman pada bagian bawah, panjang rentang sayapnya bisa dua kali lipat dari panjang ekornya sedangkan ekor walet gunung berbentuk cabang. Habitat walet gunung adalah di daerah pegunungan tinggi dan sekitaran tebing - tebing air terjun. Dalam sekali melakukan reproduksi jenis walet ini hanya menghasilkan satu butir telur. Walet besar membuat sarang yang tersusun dari bulu - bulu halus, lumut dan direkatkan dengan air liurnya yang berbentuk cawan.
2.4.2 Sarang Burung Walet
Dihabitat aslinya, walet tinggal digoa - goa pantai berkarang yang terjal atau tebing bukit yang curam mulai dari datarang rendah sampai ketinggian 600 m dpl. Suhu didalam goa tempat tinggalnya berkisar antara 26 - 29oC dan kelembapannya 80-95%.15 Didalam goa, walet jantan dan betina akan membuat sarang secara bergantian menggunakan liurnya. Sebuah sarang walet biasanya berhasil diselesaikan oleh pasangan walet dalam waktu 40 - 80 hari. Sekitar 5 - 8 hari setelah kawin, betina akan bertelur. Sarang walet dibuat dilangit - angit goa yang tinggi dan gelap.
15
Philip Yamin & Ferry B. Paimin, Op.Cit. hlm. 2
23
Perkembangan waktu, teknologi dan pola pikir manusia sehingga mulai terciptanya inovasi membuat sarang walet buatan untuk mempermudah pemanfaatan sarang burung walet dengan cara membuat media sarang walet dari gedung - gedung yang didalamnya dibuat semirip mungkin dengan habitat asli burung walet. Namun, upaya pembuatan gedung sarang walet ini memiliki keuntungan dan kerugian, antara lain: a. Keuntungan pembangunan gedung sarang walet Membangun gedung sarang walet khusus sebagai tempat tinggal akan lebih menguntungkan dari pada memanfaatkan sarang walet hanya dari mengambil didalam goa dengan beberapa keuntungan seperti: 1. Mutu sarang walet lebih baik. Sarang walet yang dihasilkan dari gedung sarang walet memiliki mutu yang lebih baik dan bentuk yang lebih sempurna. Dari warnanya, sarang yang dihasilkan dari gedung sarang walet lebih berwarna putih, sedangkan sarang yang dihasilkan dari goa berwarna lebih kecoklatan dan kusam. 2. Pengelolaan dan pengawasan lebih mudah. Pengelolaan sarang walet digedung sarang walet lebih mudah daripada di goa walet. Hal ini lebih terlihat dari kemudahan letak, dan jarak antara rumah pengelola dengan sarang walet. Selain itu pengawasan terhadap keamaan dari pencurian sarang walet akan lebih mudah, karena harga sarang walet yang begitu tinggi dan juga pengawasan terhadap hama dan kebersihan sarang walet lebih mudah dikontrol.
24
3. Resiko kecelakaan berkurang. Memanfaatkan dan mengelola sarang walet di goa akan lebih beresiko saat melakukan pemanenan sarang walet. Karena goa sarang walet terletak ditebing - tebing curam dipinggir laut yang licin sehingga saat melakukan pemanenan akan lebih beresiko terhadap kecelakaan. Sedangkan pemanenan sarang walet di gedung sarang walet akan lebih kecil. b. Kerugian pembangunan gedung sarang walet. Kerugian yang didapat dari pembangunan gedung sarang walet bagi pengusaha sarang walet adalah investasi yang dibutuhkan sangat tinggi karena gedung yang telah dibangun tidak langsung dihuni oleh burung walet karena masih perlu ditambah fasilitas penunjang.
Pembangunan gedung sarang walet harus memperhatikan lokasi, lokasi tersebut dilihat dari aktifitas burung walet, seperti: 1. Daerah perburuan makanan dan minuman Daerah pemburuan untuk memperoleh makanan dan minuman burung walet dibagi dalam daerah primer dan daerah skunder. Daerah primer seperti; persawahan, kawasan hutan, dan perkebunan yang banyak terdapat pepohonan besar. Sedangkan daerah skunder seperti; kawasan peternakan, perikanan, penggilingan padi, pasar tradisional, dan tempat pembuangan sampah. Tempat walet untuk mencari minuman seperti; rawa, danau, tambak, dan sungai yang tenang. Jika, tempat - tempat tersebut terletak jauh dari sarangnya maka burung walet akan mencari lokasi baru yang lebih dekat dari tempat - tempat tersebut.
25
2. Daerah lintasan terbang Daerah lintasan terbang merupakan jalur yang digunakan burung walet dalam mencari makanan dan minumannya saat berangkat dan pulang kembali kesarangnya. Daerah lintasan walet dibagi menjadi daerah lintasan besar jika walet yang melintas diatas 30 ekor/menit, daerah lintasan sedang dilalui antara 20 - 25 ekor/menit, dan daerah lintas kecil yang dilalui oleh 5 - 10 3kor/menit.16 3. Daerah lingkungan hidup Daerah lingkungan hidup yang cocok untuk didiamin walet adalah daerah yang memiliki suhu antara 26 - 29 oC. Berdasarkan suhu tersebut, maka daerah yang sesuai untuk lokasi tempat tinggal burung walet berada didaerah dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl. Selain suhu kelembapan menjadi faktor yang penting, daerah yang cocok sebagai tempat tinggal walet adalah daerah yang memiliki tingkat kelembapan 80% - 95%. Berdasarkan tingkat kelembapan tersebut, daerah yang cocok adalah lingkungan rawa, tambak, sawah, kebun, dan hutan.
16
Philip Yamin & Ferry B. Paimin, Ibid. hlm. 12
26
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif dimaksudkan untuk mempelajari peraturan perundang - undangan yang berlaku, asas - asas hukum, teori - teori hukum, dan kaidah hukum lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini. Pendekatan empiris dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap kenyataan dilapangan dan berdasarkan fakta objektif yang berupa wawancara dengan responden dan alat bukti lainnya yang diperoleh dari narasumber.
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penulisan skripsi ini terdiri dari data primer dan data skunder. a. Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian dilokasi. Data ini diperoleh dari hasil wawancara informan yang terlibat didalam pengaturan mengenai pembangunan sarang walet dilahan pemukiman berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu. b. Data skunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data ini diperoleh dengan mempelajari literatur yang berkaitan dengan hukum
27
serta peraturan perundang - undangan yang berlaku. Sumber data skunder meliputi: a) Bahan hukum primer, yaitu bahan - bahan yang bersumber dari: 1) Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 2) Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 3) Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 4) Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentan Perumahan dan Kawasan Permukiman; 5) Peraturan Daerah Kabupaten Pringsewu Nomor 2 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu Tahun 2011 – 2031. 6) Peraturan Daerah Kabupaten Pringsewu Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah; 7) Peraturan Daerah Kabupaten Pringsewu Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung. b) Bahan hukum skunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari buku buku ilmu hukum dan literatur hukum lainnya khususnya hukum penataan ruang. c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang bersumber dari kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Majalah, Surat Kabar, dan jurnal penelitian hukum serta bagan lainnya yang bersumber dari internet.
28
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.3.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi Lapangan Dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan metode wawancara secara langsung terhadap responden yang telah ditentukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Wawancara tersebut dilakukan dengan: 1. Bapak Ivan Kurniawan S.T. selaku Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Badan Perancangan Pembangunan Daerah Kabupaten Pringsewu. 2. Bapak Fauzi, S.E., M.Kom. selaku Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pringsewu 3. Bapak Nazri S.H. selaku Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Pringsewu. 4. Bapak Adit selaku Kepala Subbagian Bagian Peraturan PerundangUndangan Pemerintah Daerah Kabupatem Pringsewu 5. Bapak Imron selaku Kepala Desa Gadingrejo Utara Kecamatan Gadingrejo sekaligus Pengusaha sarang burung walet di Kabupaten Pringsewu. 6. Bapak Hidayat selaku Warga sekitar bangunan gedung sarang walet di Kecamatan Sukoharjo b. Studi Kepustakaan Dilakukan untuk memperoleh data skunder dengan membaca, mencatat, mengutip, dan menelaah sumber - sumber seperti undang - undang yang
29
relevan dengan masalah penelitian ini, buku literature hukum serta tulisantulisan hukum lainnya yang masih relevan terhadap penelitian ini.
3.3.2 Pengolahan Data
Setelah data tersebut terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data yang dilakukan dengan cara: a. Editing, yaitu memeriksa data yang telah masuk agar dapat mengetahui kelengkapan dan kejelasannya, kemudian dikoreksi apakan data tersebut berguna atau tidak, agar data yang terkumpul benar - benar bermanfaat. b. Interpretasi, yaitu proses menghubungkan, membandingkan, menguraikan dan mendeskripsikan data yang berbentuk uraian dan selanjutnya ditarik kesimpulan dari data tersebut. c. Sistematisasi, yaitu proses penyusunan data sesuai dengan urutan masing masing hasil sesuai dengan permasalahan.
3.4 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengolah dan kemudian dianalisis dengan cara deskriptif kualitatf, yaitu dengan cara mendeskripsikan dan menguraikan data yang dihasilkan dari penelitian secara terperinci dalam bentuk penjelasan berupa kalimat - kalimat secara sistematis yang dibahas dan disimpulkan sehingga memiliki arti dan memperoleh rangkuman. Penarikan kesimpulan dari analisis data tersebut dirangkum secara deduktif yaitu cara berfikir dengan menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum terlebih dahulu kemudian dilanjutkan kedalam hal-hal khusus yang merupakan penjelasan dari permasalahan penelitian.
53
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembangunan gedung sarang walet harus berpedoman dengan pengaturan zonasi
kawasan
Kabupaten
Pringsewu
agar
terjadi
keterpaduan
pemanfaatan ruang. Pembangunan gedung sarang walet tidak boleh dilakukan dikawasan permukiman karena limbah dari kotoran burung walet dapat mencemari lingkungan sekitar gedung sarang walet
2. Kabupaten Pringsewu merupakan kabupaten baru sehingga masih banyak faktor
yang
menjadi
penghambat
dalam
mengatur
penyebaran
pembangunan gedung sarang walet didaerah permukiman. Faktor penghambat tersebut antara lain: Mayoritas pemilik gedung sarang walet bukan asli penduduk Kabupaten Pringsewu, peraturan pembangunan gedung dan pengawasan gedung kurang tersosialisasi hingga masyarakat terbawah dan kurangnya partisipasi masyarakat serta pengawasan dari pemerintah daerah dalam mengawasi penyebaran banungan gedung sarang walet didaerah permukiman.
54
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat penulis berikan terkait pengaturan terhadap pembangunan gedung sarang walet didaerah permukiman berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pringsewu adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu sebaiknya membuat peraturan daerah tentang budidaya burung walet dalam satu paket kebijakan yang berisi aturan, larangan dan sanksi yang jelas bagi pengusaha gedung sarang walet supaya pengawasan dapat berjalan efektif.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu sebaiknya membuat suatu badan khusus yang bertugas untuk mendata, mengawasi, dan memberi sanksi terhadap kegiatan – kegiatan yang memiliki potensi besar bagi pendapatan daerah Kabupaten Pringsewu.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku: Adisasmita, Rahardjo. 2012. Analisis Tata Ruang Pembangunan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Akib, Muhammad, dkk. 2013. Hukum Penataan Ruang. PKKPUU FH UNILA. Bandar Lampung. Bintaro, R. 1977. Pengantar Geografi Kota. UP. Spring. Yogyajarta HR, Ridwan. 2011. Hukum Administrasi Negara. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Redaksi Trubus. 2002. Budi Daya Walet,Pengalawan Langsung Para Pakar & Praktisi. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Siahaan, Marihot Pahala,. 2008. Hukum Bangunan Gedung di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Silalahi, M. Daud. 2001. Hukum Lingkungan: Dalam System Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, edisirevisi. Alumni. Bandung. Suharso dan Ana Maria Rednoningsih. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Revisi. Widya Karya. Semarang. Yamin, Philip dan Ferry B. Paimin. 2002. Membangun Rumah Walet Bintang 5. Penebar Swadaya. Depok. Yusuf, Asep Warlan. 1997. Pranata Pembangunan. Universitas Parahayangan. Bandung Yuswanto, dkk. 2013. Hukum Pajak. PKKPUU FH UNILA. Bandar Lampung
Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentan Perumahan dan Kawasan Permukiman; Peraturan Daerah Kabupaten Pringsewu Nomor 2 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu Tahun 2011 – 2031. Peraturan Daerah Kabupaten Pringsewu Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Pringsewu Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung