Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH LINGKUNGAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD GUGUS MAYOR METRA Pt. Ida Rosmala Dewi1, Ni Wyn. Suniasih2, I Kt. Ardana3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected] ,
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelas V SD Gugus Mayor Metra Kecamatan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan desain nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus Mayor Metra Kecamatan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjumlah 510 siswa. Sampel penelitian ini berjumlah 90 siswa yang terdiri dari 45 siswa pada masing-masing kelompok. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes hasil belajar IPA. Analisis data menggunakan analisis statistik uji-t. Berdasarkan kriteria pengujian diperoleh t hitung = 6,734 > ttabel(α= 0.05:88) = 2,000 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Didukung oleh perolehan rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen 65,76 yang lebih dari rata-rata hasil belajar IPA kelompok kontrol 50,91. Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus Mayor Metra Kecamatan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Kata Kunci : Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Masalah Lingkungan, Hasil Belajar IPA Abstract The present research was undertaken in order to know the significant difference of learning result of Science between group of subject that learned with Contextual learning based environmental problem and that learned with conventional learning on the fifth grade of Mayor Metra Cluster in north districts of Denpasar in academic year 2013/2014. The research design using nonequivalent control group design. The population of this research was all of the fifth grade students of Mayor Metra Cluster in north districts of Denpasar in academic year 2013/2014 with 510 students. The sample of this research were 90 students which consisted of 45 students in each groups. Data collection methods used were evaluation test of Science. Data analyzed using t-test statistic. Based on terting criteria, it was gotten tcount = 6,734 > ttable(α= 0.05:88) = 2,000 therefore Ho was rejected and Ha was accepted. It supported from the average learning result of Science of the experimental group 65,76 more than the average learning result of Science of the control group 50,91. It is proved that there are the significant difference of learning result of Science between group of subject that learned with Contextual learning based environmental problem and that learned with conventional learning. Therefore can be concluded that the application of the Contextual approach learning based envorinmental
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
problem affects to the Science learning result of fifth grade of Mayor Metra Cluster in north districts of Denpasar in academic year 2013/2014. Keywords: Contextual approach learning based envorinmental problem, Science Learning result
PENDAHULUAN Pendidikan adalah “suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat” (Hamalik, 2004:79). Pendidikan tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar yang merupakan suatu interaksi yang bernilai edukatif “Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran” (Sardiman, 2009:1). Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, pemerintah telah mengusahakan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan mutu pada berbagai jenis dan jenjang. Salah satu jenjang pendidikan formal yang di atur dalam UU SISDIKNAS tahun 2003 adalah pendidikan dasar. Bentuk satuan pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD) yang menyelenggarakan program pendidikan selama enam tahun. Tujuan pendidikan di SD adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara serta mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Menurut Darmojo dan Kaligis (1992:6) untuk mencapai tujuan tersebut “diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu, agama, kesenian dan keterampilan. Salah satu ilmu itu adalah IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)”. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri beserta alam sekitar. “Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan siswa terhadap dunia mereka dimana mereka hidup” (Samatowa, 2011:2).
Tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran IPA terlihat pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar mencakup tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. “Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak di nilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran” (Sudjana, 2005:23). Hasil belajar pada ranah kognitif dapat ditunjukkan melalui nilai tes yang diberikan guru. Hasil belajar tersebut memiliki arti penting bagi guru, karena dapat membantu mengdiagnosis kesulitan belajar siswa, dapat memperkirakan hasil dan kemajuan belajar selanjutnya misalnya dalam penentuan KKM. KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) merupakan suatu kriteria yang dijadikan sebagai tolak ukur sekolah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah harus mencapai/melebihi KKM yang telah ditentukan. Menurut Djamarah (2011:176) menyatakan “ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor lingkungan, faktor instrumental, kondisi fisiologis dan kondisi psikologis”. Sedangkan menurut Sudjana (2005:39) menyatakan “hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa”. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa dapat berupa kemampuan yang dimiliki, motivasi, minat dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa atau yang biasa disebut faktor lingkungan adalah kualitas pengajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sudjana (2005:40) “salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran”. Kualitas pengajaran berkaitan erat dengan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
menyangkut cara/metode yang digunakan. Metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran hendaknya mampu menciptakan situasi yang kondusif dan bermakna sehingga siswa dapat memahami materi yang diberikan. Dengan demikian, hasil belajar yang telah direncanakan akan tercapai secara optimal. Namun dalam kenyataannya dari hasil observasi di SD Gugus Mayor Metra umumnya proses pembelajaran yang diterapkan guru di dominasi metode ceramah atau yang sering disebut dengan strategi ekspositori. Guru hanya menyampaikan materi yang umumnya sudah ada pada buku panduan tanpa mengaitkan materi tersebut dengan kehidupan nyata siswa. Hal tersebut memicu lemahnya kemampuan siswa dalam menghubungkan antara apa yang dipelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan/diterapkan pada kehidupan sehari-harinya. Selain itu, pemanfaatan lingkungan pun jarang dilakukan dalam proses pembelajaran, padahal sesungguhnya lingkungan dapat digunakan sebagai sumber dalam pembelajaran. Pemanfaatan yang dimaksud bukan hanya dari segi fisik benda-benda yang ada pada lingkungan saja namun juga dari segi permasalahan yang ada pada lingkungan. Misalnya untuk membangun pengetahuan awal siswa, guru dapat memanfaatkan masalah yang ada di lingkungan sekitar sehingga siswa lebih dapat menghubungkan kegunaan dari materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-harinya. Kurang efisiennya metode/strategi ceramah (ekspositori) yang diterapkan guru menjadikan proses pembelajaran dirasakan kurang bermakna oleh siswa dan tentunya akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar terutama pada pelajaran IPA. Hal tersebut dapat terlihat pada hasil belajar IPA yang di ambil dari nilai ulangan harian dan ulangan umum siswa kelas V di SD Gugus Mayor Metra yang rata-rata belum sesuai harapan dan sebagian besar siswa belum mampu mencapai KKM yang ditentukan oleh sekolah.
Berdasarkan paparan di atas perlu adanya suatu inovasi pembelajaran yang membantu guru dalam mewujudkan proses pembelajaran yang kondusif dan bermakna. Dalam upaya memudahkan siswa memahami materi pelajaran serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dan tentunya akan memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar IPA. Alternatif pembelajaran yang diperlukan adalah suatu pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi belajar siswa dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat serta untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa yang juga memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yaitu pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan. Pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan berangkat dari filosofi pembelajaran kontekstual yang berakar dari paham progresivisme John Dewey “Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila segala sesuatu yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah” (Nurhadi, dkk, 2004:8). Pembelajaran Kontekstual merupakan salah satu konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. “Pembelajaran ini merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu siswa memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat” (Suprijono, 2009:80). Menurut Sanjaya (2011:255) Pembelajaran Kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Trianto (2008:25) menyatakan pembelajaran Kontekstual pada dasarnya dapat diterapkan pada kurikulum apa saja, bidang apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pembelajaran Kontekstual merupakan pembelajaran autentik (real world learning). “Pembelajaran autentik dimaksudkan sebagai pembelajaran yang mengutamakan pengalaman nyata, pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata” (Suprijono, 2009:82). Pembelajaran autentik tersebut juga terdapat pada pembelajaran berbasis masalah. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pembelajaran kontekstual berasosiasi dengan salah satu strategi yang menggunakan masalah dunia nyata untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam pemecahan masalah yaitu pembelajaran berbasis masalah. Menurut Sanjaya (2002:216) menyatakan “hakikat masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu”. Masalah atau persoalan yang dipelajari dalam IPA menyangkut gejalagejala alam yang ada dan terjadi disekeliling kehidupan manusia. Obyek yang dipelajari dalam IPA adalah alam seperti misalnya lingkungan sekitar termasuk ekosistem didalamnya. Alam sekitar mencakup lingkungan sekitar yang secara umum menurut Uno dan Mohamad (2012:137) terbagi atas dua jenis, yaitu lingkungan alam dan buatan. Sedangkan menurut Hamalik (2004:196) lingkungan belajar terdiri dari “lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan personal dan lingkungan kultural”. Lingkungan yang dimaksudkan dalam hal ini merupakan sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan/ atau pengaruh tertentu kepada individu. Jadi dapat dikatakan bahwa permasalahan yang sebaiknya dipelajari dalam pembelajaran IPA merupakan
masalah lingkungan yang ada di sekitar siswa. Melalui penggunaan masalah lingkungan dalam membangun pengetahuan siswa diharapkan dapat menanamkan sikap serta rasa mencintai dan menghargai segala ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup bersama. Dari uraian di atas, dapat dijelaskan secara terpadu mengenai pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang membantu mengaitkan materi pelajaran dengan situasi kehidupan nyata siswa. Dalam penerapannya, pembelajaran kontekstual didasarkan pada masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar siswa. Pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan ini menggunakan masalah nyata di lingkungan sekitar sebagai suatu konteks/dasar pembelajaran sehingga siswa dapat belajar berpikir kritis dalam melakukan pemecahan masalah serta menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan. Dalam hal ini, pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual yang didasari oleh masalahmasalah lingkungan yang dibahas terkait dengan pelajaran IPA. Dalam proses pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan ini, langkah-langkah yang digunakan adalah tahapan dari pembelajaran kontekstual namun pengimplementasian masalah lingkungan dimasukkan ke dalam salah satu komponen pembelajaran kontekstual. Penerapan pembelajaran Kontekstual dalam kelas secara garis besar tahapannya adalah sebagai berikut (Nurhadi, dkk, 2004). (a) Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya (Konstruktivisme); (b) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik (Inkuiri); (c) Kembangkan sifat ingin tahu siswa
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
dengan bertanya (Bertanya); (d) Ciptakan belajar dalam kelompok-kelompok (Masyarakat Belajar); (e) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (Pemodelan); (f) Lakukan refleksi di akhir pertemuan (Refleksi); (g) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Penilaian Autentik). Dengan demikian, melalui penerapan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan ini siswa dapat memahami materi pelajaran IPA karena dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-harinya serta siswa juga terlatih untuk berpikir kritis memecahkan
masalah dalam konteks lingkungan sekitarnya sehingga pada akhirnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa sesuai dengan harapan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelas V SD Gugus Mayor Metra Kecamatan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014.
METODE Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu (quasi eksperimen) dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Kelompok yang terdiri dari dua kelas diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan dijadikan dasar untuk penyetaraan kemampuan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut di dukung oleh pendapat Dantes (2012:97) yang menyatakan bahwa “pemberian prates biasanya digunakan untuk mengukur ekuivalensi atau penyetaraan kelompok”. Untuk data hasil belajar IPA dalam penelitian ini diambil dari nilai posttest saja yang dilaksanakan pada akhir penelitian. Pada penelitian ini terdapat langkahlangkah yang di tempuh terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengakhiran eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V semester 1 di SD Gugus Mayor Metra Kecamatan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjumlah 510 siswa. Dalam pemilihan sampel, pada penelitian ini tidak dilakukan dengan cara mengacak individu, namun mengacak kelas yang ada di SD Gugus Mayor Metra yaitu sebanyak 15 kelas. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sukardi (2011:57) yang menyatakan “Pada penelitian kuantitatif, memilih sampel dengan cara probabilitas adalah sangat
dianjurkan”. Salah satu tekniknya adalah dengan Random Sampling (teknik acak). Random Sampling dilakukan sebanyak dua kali. Pertama untuk menentukan sampel penelitian dan yang kedua untuk menentukan sampel terpilih yang dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil random, dua kelas yang muncul sebagai sampel pada penelitian ini adalah kelas VA SD N 29 Pemecutan sebagai kelompok eksperimen dan kelas VA SD N 21 Pemecutan sebagai kelompok kontrol. Kemudian kedua kelas yang terpilih diberikan pretest untuk meyakinkan bahwa kedua kelas setara. Berdasarkan hasil pemetaan (matching) nilai pretest diperoleh sampel pada kelompok eksperimen sejumlah 45 orang dan di kelompok kontrol sejumlah 45 orang. Dengan demikian, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 90 orang siswa. Variabel yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang diteliti adalah Pembelajaran Kontekstual Berbasis Masalah Lingkungan yang akan diterapkan pada kelompok eksperimen. Sedangkan pada kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Pengumpulan data dilakukan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
menggunakan metode tes. Tes yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar IPA adalah tes hasil belajar IPA jenis objektif bentuk pilihan ganda biasa. Tes ini terdiri dari 30 butir dan telah divalidasi. Tujuan validasi instrumen adalah untuk mengetahui apakah instrumen tersebut layak digunakan untuk menilai hasil belajar IPA pada penelitian ini. Tes yang divalidasi tersebut diujikan kepada 70 orang testee dengan jumlah butir tes yang diujikan sebanyak 60 butir. Dalam validasi instrumen ini terdapat beberapa uji yang dilakukan yaitu (1) Uji Validitas Isi yang dilakukan dengan berkonsultasi untuk memperoleh pertimbangan serta saran dari expert, (2) Uji Validitas Butir menggunakan koefisien korelasi point biserial (rpbi) karena hasil tes sifatnya dikotomi, hasilnya diperoleh dari 60 butir soal yang diujikan diperoleh 49 butir soal yang valid, (3) Uji Daya
HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil belajar diperoleh setelah melaksanakan penelitian pada masingmasing kelompok sebanyak 9 kali pertemuan yang terdiri dari 1 kali pemberian pretest, 7 kali pemberian perlakuan (treatment) dan 1 kali pemberian posttest. Berdasarkan pemberian posttest di pertemuan akhir, diperoleh nilai siswa yang digunakan sebagai data hasil belajar IPA pada penelitian ini. Berdasarkan data hasil belajar IPA yang diperoleh, selanjutnya di analisis dengan beberapa tahap yaitu melakukan uji prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat terdiri dari dua bagian yaitu uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk mengetahui sebaran data hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak, menggunakan analisis Chi-Square. Berdasarkan hasil perhitungan pada kelompok eksperimen diperoleh = 1,041 < = 11,070, maka Ho diterima. Ini berarti sebaran data hasil belajar IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal.
Pembeda dari 49 butir yang diujikan hanya 39 butir soal yang memiliki kriteria daya pembeda yang layak digunakan, (4) Uji Tingkat Kesukaran dari 39 butir soal yang diujikan diperoleh 6 butir soal sukar, 22 butir soal sedang, 11 butir soal mudah, dan (5) Uji Reliabilitas dilakukan hanya pada 30 butir soal yang digunakan saat posttest karena soal-soal tersebut sudah mewakili seluruh indikator yang dirancang serta berdasarkan konsultasi dengan guru SD disarankan untuk menggunakan 30 butir soal saja dengan mempertimbangkan waktu yang tersedia.. Dalam menganalisis data dilakukan pengujian prasyarat analisis sebelum uji hipotesis, karena analisis data menggunakan analisis statistik uji-t. Uji prasyarat tersebut terdiri dari uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians.
Sedangkan perhitungan diperoleh
berdasarkan pada kelompok = 5,634 <
hasil kontrol =
11,070, maka Ho diterima. Ini berarti sebaran data hasil belajar IPA kelompok kontrol juga berdistribusi normal. Kemudian dilakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji F dari Havley. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1,64 sedangkan Ftabel = 1,66 pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = 44 dan db penyebut = 44. Ini berarti Fhitung = 1,64 < Ftabel(α = 0,05; 44,44) = 1,66 maka Ho diterima (varians-varians homogen). Selanjutnya karena jumlah sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama, maka untuk menguji hipotesis digunakan analisis statistik uji-t dengan rumus separated varians. Dengan kriteria pengujian jika thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima sebaliknya jika thitung < ttabel maka Ha ditolak dan Ho diterima pada taraf signifikansi 5% dan dk = 88. Hasil perhitungan uji hipotesis disajikan pada tabel 1 berikut.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Tabel 1. Tabel Uji Hipotesis No. 1. 2.
Kelompok Eksperimen Kontrol
N 45 45
dk 88
65,76 50,91
Keterangan: N= jumlah siswa, dk = derajat kebebasan, Berdasarkan hasil analisis data diperoleh thitung = 6,734, pada taraf signifikansi 5% dan dk = 88 diperoleh ttabell = 2,000. Berarti thitung = 6,734 > ttabel(α = 0,05;88) = 2,000 maka hipotesis nol yang diajukan ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelas V SD Gugus Mayor Metra Kecamatan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014 Berdasarkan hasil pemetaan (matching) menunjukkan keadaan sampel setara yang artinya sebelum diberi perlakuan kedua kelompok sampel mempunyai kemampuan awal yang sama. Kemudian diberikan treatment dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan pada kelompok eksperimen dan dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Untuk memperoleh data hasil belajar IPA, pada pertemuan akhir diberikan posttest. Dari hasil perhitungan uji prasyarat diketahui bahwa sebaran data hasil belajar IPA pada kedua kelompok telah berdistribusi normal serta kedua kelompok memiliki varians yang homogen. Hasil analisis data menunjukkan rata-rata hasil belajar IPA pada materi pernapasan dan pencernaan yang dicapai oleh kelompok eksperimen adalah 65,76 sedangkan rata-rata nilai hasil belajar IPA pada materi pernapasan dan pencernaan
S2 136,097 82,764
thitung 6,734
ttabel 2,000
= rata-rata, S² = varians
yang dicapai oleh kelompok kontrol adalah 50,91. Dengan demikian dapat disampaikan bahwa, rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen lebih dari ratarata hasil belajar IPA kelompok kontrol. Dari hasil uji-t diperoleh thitung = 6,734 dan ttabel = 2,000 dalam taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan = 88. Dengan membandingkan hasil thitung dan ttabel dapat disimpulkan bahwa thitung = 6,734 > ttabel(α = 0,05;88) = 2,000 maka Ha diterima Ho ditolak. Berdasarkan perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus Mayor Metra Kecamatan Denpasar Utara. Perbedaan perolehan rata-rata hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disebabkan karena adanya perbedaan pemberian perlakuan (treatment). Pada kelompok eksperimen yaitu siswa kelas VA SD N 29 Pemecutan diberi perlakuan dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan dan pada kelompok kontrol yaitu siswa kelas VA SD N 21 Pemecutan diberi perlakuan dengan pembelajaran konvensional. Pada saat pembelajaran IPA berlangsung dengan pembelajaran
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
kontekstual berbasis masalah lingkungan, siswa lebih dapat memahami materi karena dihubungkan dengan kehidupan nyata siswa melalui pemberian suatu masalah yang berkaitan dengan lingkungan sehari-harinya. Siswa dapat mengetahui manfaat dari materi pembelajaran pada kehidupan sehariharinya, sehingga proses pembelajaran dirasakan bermakna oleh siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sanjaya (2011:255) yang menyatakan “Pembelajaran Kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”. Dalam pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan tersebut, siswa diberikan LKS yang dikerjakan melalui diskusi berkelompok. Pemberian LKS tersebut bertujuan untuk membiasakan siswa memecahkan masalah-masalah yang sesuai dengan tujuan pembelajaran berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Bekerja dalam diskusi kelompok tersebut memungkinkan siswa untuk dapat menyampaikan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain serta dapat mengkonstruksikan pengetahuan secara bersama-sama. Hal tersebut di dukung oleh pendapat Johnson (dalam Nurhadi, dkk, 2004) yang menyatakan salah satu karakteristik pembelajaran kontekstual yaitu “siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi”. Hal tersebut juga menandakan adanya interaksi dua arah sehingga pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru. Adanya pemodelan juga dapat membuat siswa lebih memahami penyelesaian masalah, serta dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam mengungkapkan apa yang mereka alami dan apa yang mereka lihat dalam
kehidupan nyata. Pada penerapannya, pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah menjadikan proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membuat siswa merasa jenuh. Pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan dapat membantu siswa memahami materi pelajaran melalui kegiatan pemecahan masalah yang menghubungkan materi pembelajaran dengan dunia nyata. Dengan demikian siswa menjadi terlatih untuk berpikir kritis, dapat lebih mengembangkan pengetahuannya dan mengetahui bagaimana pengetahuan tersebut akan diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Dan tentunya dapat memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar siswa. Hal tersebut juga di dukung hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Mahayani (2012) dan penelitian yang dilaksanakan oleh Rinawati (2012), hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Namun tidak demikian dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional biasanya menggunakan strategi ekspositori, yang memiliki salah satu karakteristik yaitu “strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu orang sering mengidentikkannya dengan ceramah” (Sanjaya, 2011:179). Proses pembelajaran lebih berpusat pada guru, materi pembelajaran disampaikan melalui ceramah, tanya jawab dan hanya berpedoman pada buku paket yang kemudian dilanjutkan dengan menjawab soal-soal yang diberikan guru. Siswa menjadi tidak mengetahui manfaat dari materi pelajaran yang diberikan, pengetahuannya hanya terbatas pada apa yang disampaikan guru dan apa yang dibaca di buku paket. Hal tersebut tentunya menimbulkan rasa jenuh yang berakibat kurang pahamnya siswa terhadap materi pelajaran.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh thitung = 6,734 dan ttabel = 2,000 dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk) = 88. Berdasarkan analisis data tersebut diperoleh thitung = 6,734 > ttabel(α=0,05, 88) = 2,000 yang membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian menunjukkan perolehan rata-rata nilai hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen 65,76 sedangkan rata-rata nilai hasil belajar IPA pada kelompok kontrol 50,91. Hal tersebut menyatakan bahwa pembelajaran dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan memberikan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus Mayor Metra Kecamatan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat disampaikan yaitu, 1) Guru hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang lebih bervariasi. Salah satunya adalah pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan. Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis masalah lingkungan ini siswa lebih banyak berperan dalam proses pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami siswa, sehingga siswa lebih memahami materi pelajaran yang diberikan. 2) Sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Sarana dan prasarana yang disediakan hendaknya mampu memotivasi siswa dalam belajar dan dapat membuat siswa lebih mengembangkan pengetahuannya. Hal tersebut tentunya akan dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya. 3) Untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa, maka diperlukan penelitian sejenis. Namun pada objek yang berbeda, atau menambahkan variabel lain.
DAFTAR RUJUKAN
Kediri, Tabanan. Skripsi (tidak diterbitkan).Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Dantes, Nyoman.2012. Metode Penelitian. Yogyakarta : ANDI OFFSET. Darmojo, Hendro dan Jenny Kaligis. 1992. Pendidikan IPA 2. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Cet.3. Jakarta : PT.Bumi Aksara. Mahayani, Ni Gusti Agung Made. 2012. Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas V SD di Gugus VII
Nurhadi,
dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) dan Penerapannya Dalam KBK (edisi revisi). Cet.1. Malang : Universitas Negeri Malang.
Rinawati, Ni Wayan. 2012. Pengaruh Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Ubud Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi (tidak diterbitkan).Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta : PT.Indeks Sanjaya,
Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. -------. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Cet.8. bandung : Sinar Baru Algensindo. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Surabaya : Pustaka Pelajar. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Di Kelas. Jakarta : Cerdas Pustaka Publisher. Uno, Hamzah B. dan Nurdin Mohamad. 2012. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM : Pembelajaran Aktif Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Cet.2. Jakarta : Bumi Aksara.