e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF BERBASIS LINGKUNGAN SEKOLAH BERPENGARUH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD GUGUS I ABIANSEMAL Ni Luh Indah Purwita Sari1, I.B. Surya Manuaba2, I Ketut Ardana3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Generatif berbasis lingkungan sekolah dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional siswa kelas V SD Gugus I Abiansemal. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian yaitu nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas V di Gugus I Abiansemal berjumlah 185 siswa. Sampel penelitian dilakukan dengan teknik random sampling. Siswa kelas V SD No. 2 Sangeh yang berjumlah 36 siswa sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SD 1 Blahkiuh yang berjumlah 32 siswa sebagai kelompok kontrol. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berupa tes hasil belajar IPA. Hasil test selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pengujian statistik yaitu uji-t. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan uji-t, didapat thit = 3,67 sedangkan ttab = 2,00 pada taraf signifikansi 5% dengan dk = 66, jadi thit = 3,67 > ttab = 2,00. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Generatif berbasis lingkungan sekolah dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus I Abiansemal. Nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran Generatif berbasis lingkungan sekolah lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional yaitu 82,78 > 69,34. Hal ini berarti terdapat pengaruh model pembelajaran Generatif berbasis lingkungan sekolah terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD gugus I Abiansemal siswa kelas V SD Gugus I Abiansemal. Kata Kunci: Pembelajaran generatif, hasil belajar IPA Abstract This research aimed to determine the significant differences of students’ science learning output by the students who are learning science through generative learning model based school environment to the students who are learned using conventional learning of the fifth grade student of elementary school cluster 1 Abiansemal. This research was a quasi experimental research design with nonequivalent control group design. The populations in this study were all fifth grade students in cluster 1 Abiansemal totaled 185 students. The research sample was collected by random sampling technique. The fifth grade students of SD No 2 Sangeh that totaled 36 students were collected as the experimental group and the fifth grade students of SD no 1 Blahkiuh that totaled 32 students were collected as the control group. The data in this study were collected using an instrument such a science achievement test. Test results were then analyzed using the t-test statistical test. After the hypothesis were done with t-test the result showed that tvalue = 3.67 and ttable = 2.00 at the significant level 5% with dk = 66 so tvalue = 3.67 > ttable
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 = 2.00. This meant that there were significant differences of students’ science achievement between the students who learned using generative learning model based school environment with students who learned using conventional learning model by the fifth grade students cluster 1 Abiansemal. The averages students’ science achievement who are learned using generative learning model based school environment was higher than the students who are learned using conventional learning model that was 82,78 > 69,34. It’s meant that there was influenced of generative learning model based school environment to the students’ science achievement by the fifth grade students cluster 1 Abiansemal. Keywords : Generative learning, students’ science achievement.
PENDAHULUAN Pendidikan memiliki peran yang sangat penting terhadap kualitas generasi bangsa Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Depertemen Pendidikan Nasional untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Salah satunya menyusun dan menyempurnakan kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diterapkan pada tahun 2004 dan hingga kini telah diadakan penyempurnaan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas, 2003). Dari sekian upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional tidak terlepas juga dari peran guru sebagai pelaksana pendidikan. Seorang guru dituntut mampu mengimlementasikan metode – metode pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan sesuai dengan kondisi siswa dilapangan sehingga pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan mutu pendidikan nasional. Guru merupakan salah satu komponen yang memegang peranan penting dan utama, karena keberhasilan proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh faktor guru. Dalam kegiatan pembelajaran guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual peserta didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis, agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap peserta didik secara individual. Keberhasilan guru dalam menyampaikan materi sangat tergantung pada kelancaran interaksi komunikasi antara guru dengan siswanya. Sanjaya, (2009:10) menyatakan “bahwa guru memiliki tiga peran utama untuk meningkatkan proses pembelajaran yakni
peran sebagai perencana pembelajaran, peran sebagai pengelola pembelajaran dan peran sebagai penilai keberhasilan belajar siswa”. Dalam merancang pembelajaran, seorang guru harus memperhatikan tujuan diselenggarakannya pembelajaran itu sendiri, termasuk didalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ). IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Bila diajarkan menurut cara yang tepat, IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan latihan berpikir kritis kepada siswa. Mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) seharusnya merupakan suatu pelajaran yang ditunggutunggu, disenangi, menantang dan bermakna bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar mengandung arti interaksi dari berbagai komponen, seperti guru, siswa, bahan ajar, media dan sarana lain yang digunakan pada saat kegiatan berlangsung. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPA guru masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional. Penggunaan pembelajaran konvensional yang didominasi metode ceramah masih banyak digunakan oleh guru. Hal ini menyebabkan siswa merasa bosan mendengarkan penjelasan dari guru, sehingga siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Pengetahuan hanya dipindahkan secara utuh dari pikiran guru kepikiran siswa. Siswa tidak diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Selain itu guru kurang memperhatikan penggunaan atau pemanfaatan media dalam pembelajaran IPA. Siswa sulit memahami dan kurang tertarik dengan apa yang akan dipelajari sehingga pembelajar menjadi kurang
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 bermakna. Dalam pembelajaran IPA diperlukan pemahaman konsep yang mendalam bukan menghafal konsep yang ada. Dalam belajar IPA siswa banyak menghadapi konsep – konsep penting yang harus dikuasai, dimaknai agar dapat diingat lebih lama oleh otak. Tanpa menghubungkan pengalaman baru dengan skema yang ada, pembelajaran akan berlangsung kurang bermakna sehingga materi yang diperoleh mudah dilupakan, yang pada akhirnya bermuara pada rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Apabila pembelajaran konvensional dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal. Selain itu pemilihan model pembelajaran yang tepat juga sangat memberikan peranan dalam pembelajaran. Berdasarkan observasi dan informasi yang diperoleh dari kepala sekolah dan guru wali kelas V mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan di SD No. 1 Blahkiuh dan di SD No. 2 Sangeh Tahun Pelajaran 2013/2014 masih berorientasi pada pola pembelajaran yang didominasi oleh guru. Pengembangan potensi siswa khususnya kreativitas berpikir selama pembelajaran belum optimal, sehingga berakibat pada perolehan hasil belajar siswa. Kriteria Ketuntasan Minimal untuk mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah 65. Berdasarkan hasil tes ulangan semester I pada mata pelajaran IPA, ada beberapa siswa yang memperoleh nilai di bawah standar ketuntasan. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa agar dapat memenuhi standar ketuntasan diperlukan suatu aktivitas dan kreativitas guru dalam memperbaiki proses pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran diharapkan dapat membuat siswa belajar dengan kondisi yang rileks dan menyenangkan. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memberi semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Sehingga akan bermuara pada peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Teori – teori belajar kontruktivisme menyatakan bahwa siswa yang harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. (Bahariddin dan Wahyuni, 2010:116). Teori belajar ini menyatakan siswa harus mengkontruksi pengetahuan dibenak siswa sendiri, dengan dasar itu maka belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses kontruksi, bukan menerima pengetahuan. Salah satu model pembelajaran yang bersifat kontriktivis adalah model pembelajaran generatif. Menurut Suyatno (2009:80) menyatakan “Model pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pengintegrasian secara aktif materi baru dengan skemata yang ada di benak siswa, sehingga siswa mengucapkan dengan kata-kata sendiri apa yang telah di dengar”. Model pembelajaran generatif mempunyai kelebihan. Adapun kelebihan dari model pembelajaran generatif menurut Wena (2009:184) yaitu sebagai berikut: 1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pikiran/pendapat/ pemahamannya terhadap konsep, 2) Melatih siswa untuk mengkomunikasikan konsep, 3) Melatih siswa untuk menghargai gagasan orang lain, 4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk perduli terhadap konsepsi awalnya (terutama siswa yang miskonsepsi), siswa diharapkan menyadari miskonsepsi yang terjadi dalam pikirannya dan bersedia memperbaiki miskonsepsi tersebut, 5) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, 6) Dapat menciptakan suasana kelas yang aktif karena siswa dapat membandingkan gagasannya dengan gagasan siswa lainnya serta intervensi guru, 7) Guru mengajar menjadi kreatif dalam mengarahkan siswanya untuk mengkonstruksi konsep yang akan dipelajari, 8) Guru menjadi terampil dalam memahami pandangan siswa, dan mengorganisasi pembelajaran. Model Pembelajaran Generatif terdiri atas 4 fase atau tahap pembelajaran, yaitu eksplorasi, pemusatan atau pemfokusan, tantangan, penerapan konsep, Wena ( 2009:177-180). Adapun penjelasan dari tiap-tiap fase model pembelajaran generatif adalah sebagai berikut: 1) Eksplorasi yang disebut juga tahap pendahuluan. Pada tahap eksplorasi guru membimbing siswa
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 untuk melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya. 2) Pemfokusan, pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis melalui kegiatan laboratorium atau dalam model pembelajaran yang lain. Pada tahap ini guru bertugas sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian siswa dapat melakukan proses sains. 3) Tantangan disebut juga tahap tahap pengenalan konsep. Setelah siswa memperoleh data selanjutnya menyimpulkan dan menulis dalam lembar kerja. Para siswa diminta mempresentasikan temuannya melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan terjadi proses tukar pengalaman diantara siswa. 4) Penerapan, pada tahap ini, siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi baru yang berkaitan dengan hal – hal praktis dalam kehidupan sehari – hari. Pemberian tugas rumah atau tugas proyek yang dikerjakan siswa diluar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan baik untuk dilakukan. Pada tahap ini, siswa perlu diberi banyak latihan – latihan soal. Dengan adanya latihan soal, siswa akan semakin memahami konsep ( isi pembelajaran ) secara lebih mendalam dan bermakna. Pada akhirnya konsep yang dipelajari siswa akan masuk kememori jangka panjang, ini berarti tingkat retensi siswa semakin baik. Model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah belum pernah diterapkan di sekolah dasar, maka dari itu perlu diterapkan karena selain siswa menjadi lebih aktif, sehingga pembelajaran menjadi berpusat pada siswa atau student center, siswa tidak akan merasa bosan dalam belajar karena model pembelajaran yang digunakan guru bervariasi. Dalam hal ini model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah, lingkungan sekolah juga sangat mendukung baik dari segi sarana dan prasana sehingga memungkin diterapkannya model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah.
Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar mengarahkan anak pada peristiwa atau keadaan yang sebenarnya atau keadaan yang alami sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan lingkungan sekolah ini adalah : (1) menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak, (2) memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna (meaningful learning), (3) memungkinkan terjadinya proses pembentukan kepribadian anak, (4) kegiatan belajar akan lebih menarik bagi anak, dan (5) menumbuhkan aktivitas belajar anak (learning aktivities). (Hamzah,2012). Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran dimana seluruh kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru, guru membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok, (Trianto, 2010: 58). Pada pembelajaran konvensional, saat pelaksanaan proses pembelajaran lebih memusatkan pada penggunaan metode ceramah dalam penyampaian materi pelajaran. Menurut Taniredja (2011: 45), metode ceramah merupakan sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Pada pembelajaran konvensional komunikasi yang terjadi hanya satu arah. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa menjadi pasif karena tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau bertanya. Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan kreativitas bagi mahasiswa dan guru, yang menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajarannya (Khan, 2010: 16). Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru di dalam kelas yang didominasi dengan ceramah, pemberian catatan, tanya jawab, dan latihan soal dan dalam kegiatan pembelajaran model konvensional hanya menggunakan beberapa sumber belajar
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 yang sudah tersedia didalam kelas tanpa adanya interaksi dengan lingkungan sekitar siswa. Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kelebihan, begitu pula dengan model pembelajaran konvensional. Adapun kelemahan dan kelebihan dari model pembelajaran konvensional menurut Nugroho (2010) adalah sebagai berikut. Kelemahan : tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan, sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis, pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi, kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities), pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung, para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu, penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas, dan daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal. Kelebihan: berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan, dan mudah digunakan dalam proses belajar mengajar. Menurut Sanjaya (2008: 256) Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi dari upaya yang telah dilakukan sehingga terjadi perubahan perilaku pada yang bersangkutan baik prilaku dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Umumnya hasil belajar itu ditunjukan melalui nilai atau angka yang diperoleh siswa setelah melakukan serangkaian proses evaluasi. Sedangkan Aronson dan Briggs (dalam Solihatin, 2011:6) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perilaku yang dapat diamati dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki seseorang. Hasil belajar ini sering dinyatakan dalam bentuk-bentuk pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional siswa kelas V SD gugus I Abiansemal Tahun Pelajaran 2013/2014. METODE Jenis penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian menggunakan desain eksperimen semu (quasi eksperimen) dengan rancangan eksperimen yaitu Noneqivalent Control Group Design. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 117). Berdasarkan pernyataan dari ketua gugus I Abiansemal, dinyatakan bahwa seluruh siswa kelas V SD Gugus I Abiansemal setara secara akademik,sehingga tidak terdapat kelas unggulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Gugus 1 Abiansemal Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 185 siswa. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011:118). Dalam melakukan pemilihan sampel penelitian, tidak dapat dilakukan pengacakan individu karena tidak bisa mengubah kelas yang terbentuk sebelumnya. Kelas dipilih sebagaimana telah terbentuk tanpa adanya campur tangan peneliti dan tidak dilakukan pengacakan individu, dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan subjek mengetahui dirinya dilibatkan dalam penelitian sehingga penelitian ini benarbenar menggambarkan pengaruh perlakuan yang diberikan.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Berdasarkan karakteristik populasi dan tidak bisa dilakukan pengacakan individu, maka pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random sampling, yang dirandom adalah kelas. Sebelum menentukan sampel terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat untuk penyetaraan kelompok. Setelah ditemukan dua kelompok yang setara dilanjutkan dengan penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah SD No 2 Sangeh sebagai kelompok eksperimen dan SD No 1 Blahkiuh sebagai Kelompok Kontrol. Kelas yang terpilih sebagai kelompok eksperimen terdiri dari 36 siswa dan kelas yang terpilih sebagai kelompok kontrol terdiri dari 32 siswa. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Generatif berbasis lingkungan sekolah dan kelompok kontrol diberikan perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independen) merupakan variabel penyebab (Arikunto, 2010:162). Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Generatif berbasis lingkungan sekolah dengan pembandingnya pembelajaran konvensional. Variabel terikat (dependen) merupakan variabel akibat (Arikunto, 2010:162). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA.
Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar IPA adalah tes hasil belajar dengan tes pilihan ganda satu jawaban benar dimana butir pertanyaan berjumlah 30 soal. Tes ini mengungkapkan tentang penguasaan siswa terhadap pelajran IPA yang mereka peroleh di kelas V. Setiap soal disertai dengan empat alternative jawaban yang dipilih siswa (alternatif a, b, c, dan d). Setiap item akan diberikan skor satu bila siswa menjawab dengan benar (jawaban dicocokkan dengan kunci jawaban). Serta skor nol untuk siswa yang menjawab salah. Skor setiap jawaban kemudian dijumlahkan dan jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA. Rentang skor hasil belajar IPA yaitu 0-100. Skor 0 merupakan skor minimal ideal dan 100 merupakan skor maksimal tes hasil belajar IPA. Tes disusun oleh mahasiswa dan guru bidang studi IPA serta melalui bimbingan pembimbing. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji normalitas data dilakukan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menggunakan Chi-Square pada taraf signifikansi 5%. Data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa kelas V SD Gugus 1 Abiansemal Tahun Pelajaran 2013/2014. Nilai rata-rata, standar deviasi, dan banyak subyek kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil belajar IPA Statistik Rata-rata Standar Deviasi Banyak Subyek
Hasil belajar IPA Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol 82,78 69,34 7,14 8,50 36 32
Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah sebaran data hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini digunakan analisis ChiSquare. Setelah dilakukan proses perhitungan diperoleh nilai untuk kelompok eksperimen sebesar 10,78
sedangkan untuk taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk)= 5, diperoleh = 11.070, karena < . Ini berarti sebaran data hasil belajar siswa Kelas V SD No 2 Sangeh pada kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan untuk kelompok kontrol setelah
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 dilakukan proses perhitungan diperoleh = 10,44, sedangkan untuk taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (dk)= 5 diperoleh = 11.070, karena < . Ini berarti sebaran data hasil belajar siswa Kelas V SD No 1 Blahkiuh pada kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas varians ini dilakukan berdasarkan data hasil belajar IPA pada siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Generatif berbasis lingkungan sekolah dan pembelajaran konvensional. Uji homogenitas varians antar kelompok menggunakan Uji F. Untuk menetukan homogen, terlebih dahulu ditentukan nilai varians masing-masing kelompok. Setelah dilakukan proses perhitungan didapat nilai varians kelompok eksperimen sebesar 51,03 dan nilai varians kelompok kontrol sebesar 72,23. Setelah ditentukan nilai varians maka dicarilah Fhitung. Besarnya nilai Fhitung = 1,42, nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai Ftabel . Derajat kebebasan pembilang (n1-1) = 32-1 = 31 dan derajat kebebasan penyebut (n2-1) = 36-1=35 dengan taraf signifikansi 5%, maka diperoleh Ftabel =
1,80. Ini berarti nilai Fhitung < Ftabel , maka data dinyatakan homogen Uji hipotesis dapat dilakukan jika dari hasil uji normalitas dan homogenitas varians, diketahui bahwa sampel berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesisnya digunakan uji t dengan taraf signifikansi 5%. Uji signifikansinya adalah jika thitung < ttabel. Dengan kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika thit t(1 ) , di mana t (1 ) didapat dari tabel distribusi t pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05) atau taraf kepercayaan 95 % dengan derajat kebebasan db = (n1 + n2 2). Setelah dilakukan proses perhitungan didapat nilai thitung = 3,67. Setelah memperoleh thit, selanjutnya harus ditentukan besar ttabel. Tabel dapat ditentukan dengan menentukan terlebih dahulu dk (derajat kebebasan). dk = n1 + n2 – 2 = 36 + 32 – 2 = 66. Sehingga diperoleh nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 66 adalah 2,000. Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima (gagal ditolak) dan Ha ditolak, sebaliknya jika thitung ≥ ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil uji hipotesis disajikan Tabel 2.
Tabel 2. Uji hipotesis Sampel Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Varians 51,03 72,23
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji penyetaraan kelompok yang dilakukan terhadap kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dengan menguji nilai ulangan umum semester 1 pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD No. 2 Sangeh dan kelas V SD No. 1 Blahkiuh gugus I Abiansemal, yang diuji menggunakan uji t diketahui bahwa kedua sampel memiliki keadaan sampel yang normal dan memiliki varians yang sama atau homogen. Ini menunjukkan sebelum diberikan perlakuan, kedua kelompok mempunyai kemampuan awal yang sama, jadi kelompok eksperimen diberikan treatment berupa
N 36 32
Dk
thitung
ttabel
66
3,67
2,000
Simpulan Ha diterima
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah dan kelompok kontrol diberikan pembelajaran berupa pembelajaran konvensional. Perlakuan diberikan sebanyak 6 kali kepada kelompok eksperimen dan 6 kali kepada kelompok kontrol. Setelah diberikan perlakuan berupa model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah, dilanjutkan dengan pemberian post-test terhadap kelompok eksperimen dan perlakuan berupa model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Melalui hasil analisis data hasil belajar IPA dari kedua kelompok maka diketahui terdapat perbedaan nilai rata-rata antara
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 kedua kelompok. Nilai rata-rata pada kelompok eksperimen yaitu 82,78 sedangkan nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu 69,34. Sebelum dilakukan uji hipotesis menggunakan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat meliputi uji normalitas dan homogenitas dengan menggunakan Microsoft Excel. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa sebaran data nilai post-test pada kedua kelompok telah memenuhi normalitas dan homogen. Karena data pada kelompok eksperimen dan kontrol telah memenuhi uji prasyarat maka dilanjutkan dengan uji t. Pada taraf signifikansi 5% dengan dk, 36+32-2 = 66. Berdasarkan tabel distribusi t, maka t tabel = 2,00 pada taraf signifikansi 5%, Dari hasil perhitungan diperoleh = 3,67. Dengan membandingkan hasil t hitung dan t tabel dapat disimpulkan bahwa nilai t hitung > t tabel , maka maka H 0 ditolak dan Ha diterima. Dari hasil perhitungan uji t dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa Kelas V SD Gugus I Abiansemal Tahun Pelajaran 2013/2014. Perbedaan yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional disebabkan karena model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam mencari, menemukan, menggali dan mengolah pengetahuannya sendiri. Siswa tidak hanya menunggu konsep-konsep yang diberikan oleh guru akan tetapi dapat aktif bertanya baik kepada guru, dengan siswa lainnya, ataupun mencari pada sumber-sumber belajar yang lainnya. Selain itu, model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan teman dikelompoknya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sehingga mereka dapat saling berbagi pengetahuan,
yang kemampuannya kurang dapat bertanya kepada teman yang lebih mengerti dikelompoknya. Dengan keaktifan siswa dalam mencari pengetahuannya sendiri maka materi yang dipelajari akan lebih lama diingat dan lebih bermakna bagi siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang lebih menekankan pada metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif. Berdasarkan pendapat Samatowa (2006) pembelajaran bermakna akan membuat siswa lebih lama mengingat materi pelajaran yang dipelajari sehingga hasil belajar siswa lebih optimal. Dalam pembelajaran IPA diperlukan pemahaman konsep yang mendalam bukan menghafal konsep yang ada. Dalam belajar IPA siswa banyak menghadapi konsep – konsep penting yang harus dikuasai, dimaknai agar dapat diingat lebih lama oleh otak. Tanpa menghubungkan pengalaman baru dengan skema yang ada, pembelajaran akan berlangsung kurang bermakna, sehingga materi yang diperoleh mudah dilupakan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Arzuani (2010), yang mengatakan bahwa penerapan model pembelajaran generatif dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD NO.4 Pecatu Kecamatan Kuta Selatan Tahun pelajaran 2009/2010. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I hingga siklus III yang mengalami peningkatan nilai rata-rata hasil belajar 17,08% dan ketuntasan belajar sebesar 33,33%. Peningkatan ini terjadi sebagai akibat diterapkannya model pembelajaran generatif. Selain itu juga dari hasil penelitian Putra (2012) yang mengatakan bahwa penerapan model pembelajaran generatif dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V A SD No. 27 Pemecutan. Pada siklus I terjadi peningkatan, rata-rata persentase aktivitas siswa mencapai 69,23%, rata-rata persentase hasil belajar mencapai 74,05%, dan ketuntasan belajar secara klasikal adalah 61,91%. Pada siklus II kembali terjadi peningkatan, rata-rata persentase aktivitas belajar siswa mencapai 83,16%, rata-rata persentase hasil belajar siswa mencapai 82,14%, dan ketuntasan belajar klasikal adalah sebesar 85,71%.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut. Dari segi uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji t diketahui bahwa t hitung = 3,67 t tabel = 2,00 pada taraf signifikansi 5 % dan dk = n 1 + n 2 – 2 = 36 + 32 – 2 = 66, sehingga H 0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada pelajaran IPA siswa kelas V SD Gugus I Abiansemal Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil belajar IPA diketahui bahwa nilai rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah lebih besar dari kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional yaitu 82,78 > 69,34. Berarti dapat dikatakan bahwa penggunaan model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus I Abiansemal Tahun Pelajaran 2013/2014. Adapun saran dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1) Kepada siswa, diharapkan siswa hendaknya aktif dalam mengikuti pembelajaran dan tidak malu mengeluarkan pendapat maupun gagasan dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sehingga proses pembelajaran berjalan dengan lancar. 2) Kepada guru diharapkan guru hendaknya menerapkan model pembelajaran generatif berbasis lingkungan sekolah dalam pembelajaran IPA sebagai variasi kegiatan pembelajaran. Siswa juga dibiasakan untuk menemukan dan menentukan sendiri penyelesaian masalah IPA dan Guru hendaknya menerapkan pembelajaran yang berpusat kepada siswa, sehingga siswa dalam belajar tidak hanya menunggu guru memberikan informasi melainkan siswa
aktif dan memiliki keberanian dan rasa percaya diri. Keberanian dan rasa percaya diri akan membantu siswa dalam pembelajaran. 3) Kepada peneliti selanjutnya diharapkan materi pebelajaran yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada materi tumbuhan hijau, sehingga untuk mengetahui kemungkinan hasil yang berbeda pada materi lainnya, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang sejenis pada materi yang lain. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, 2010 . Prosedur Penelitian,Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arzuani, Anief: 2010. Penerapan Model Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD No. 4 Pemecutan Kuta Selatan Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi (Tidak diterbitkan) : Universitas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Biologi. Baharudin dan Nur Wahyuni. 2010. Teori belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Dapertemen Pendidikan Nasional.2003. Kurikulum 2004. Jakarta : Dapertemen Pendidikan Nasional. Hamzah, Mohamad. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud. Khan, Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Belajar Anak Taman Kanak-kanak. Jakarta: Kencana Nugroho, Septian. 2010. Perbandingan Pembelajaran Konvensional dan Hypnotheaching. Tersedia pada: http://tiannugros.blogspot.com/2010/ 07/perbandingan-pembelajarankonvensional.html, diakses tanggal 16 januari 2013.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Putra, I Putu: 2012. Penerapan Model Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Siswa Kelas V A SD No. 27 Pemecutan Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi (Tidak diterbitkan) : Universitas Undiksha. Samatowa,Usman. 2006. Membelajarjan IPA Dasar. Jakarta: pendididkan nasional
Bagaimana di sekolah Depertemen
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajarn. Jakarta: Prenada Media Group. -------. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan ke-12. Bandung: Alfabeta Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka. Solihatin, Etin. 2011. Cooperatif Learning. Cetakan Ke-5. Jakarta: Bumi Aksara. Taniredja, Tukiran dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta. Trianto, 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Wena, Made. 2009. Strategi pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: Bumi Aksara