e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD Kd. Mahendra1, Md. Sumantri2, I Gd. Margunayasa3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected] [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain post test only control group desain. Populasi penelitian adalah siswa kelas V SD di gugus XV Kecamatan Buleleng pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Sampel ditentukan dengan teknik random sampling dan diperoleh SD N 2 Anturan sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 30 orang siswa dan SD N 1 Anturan sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 32 orang siswa. Data hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan menggunakan metode tes. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial uji-t. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan mengenai hasil belajar IPA antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional. Jadi, model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD di gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 Kata-kata kunci : pembelajaran berbasis masalah, hasil belajar Abstract This study aims to determine significant differences between students science learning outcomes are taught using problem based learning model and students taught with conventional teaching. This study is a quasi-experimental study the design of post-test only control group design . The study population was a fifth grade elementary school students in District XV gugus Buleleng in the second semester of academic year 2013/2014 . Samples was determined by random sampling technique and SD N 2 Anturan obtained as the experimental group were 30 elementary students and SD N 1 Anturan as a control group numbering 32 students. Student science learning outcomes data collected using test methods. The data analyzed using descriptive statistical analysis techniques and inferential statistical t-test. Our research found that there are significant differences regarding science learning outcomes between students who are taught using problem based learning model and students who were taught using conventional. Problem based learning model influents the result in studying science on students in grade V elementary school in gugus XV Buleleng regency of academic year 2013/2014. Key words : problem based learning, learning outcomes
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Hasil belajar merupakan salah satu indikator mutu pendidikan di Sekolah Dasar (SD). Hasil belajar ini ditentukan oleh nilai akademik yang dicapai oleh siswa sehingga masalah hasil belajar siswa menjadi salah satu problem yang tidak pernah habis dibicarakan dalam dunia pendidikan. Menurut Sudjana (1990), banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, antara lain faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, meliputi minat, kecerdasan, perhatian, cita-cita, dan kondisi fisik. Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa atau lingkungan, meliputi kurikulum, sarana pembelajaran, strategi dan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam kelas, dan lingkungan belajar siswa. Faktor internal mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap hasil belajar yang dicapai siswa. Clark (dalam Sudjana, 1990) mengemukakan bahwa ”70% hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan”. Untuk mencapai hasil belajar siswa, berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga pendidik, serta perbaikan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar. Sebagaimana yang diungkap Muslich (2007 :11) bahwa, “berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terus dilakukan, melalui dari berbagai penelitian untuk meningkatkan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum secara periodik, perbaikan sarana dan prasarana pendidik, sampai dengan peningkatan mutu manajemen sekolah”. Pada kenyataannya, sederet usaha yang dilakukan pemerintah ternyata belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan masih jauh dari harapan. Pada kenyataannya mutu pendidikan kita khususnya pada bidang studi IPA dalam dasa warsa terakhir hasil yang dicapai masih belum maksimal saat proses pembelajaran, hal itu disebabakan
oleh siswa jarang melihat fenomena nyata atau media yang berhubungan dengan materi yang dibahas. Sebagian besar materi dan penyampaian materi bersifat berpusat pada buku, siswa jarang diajak untuk melihat langsung kejadian atau fenomena yang nyata, ataupun media– media yang representatif dengan fenomena yang berkaitan. Hal ini membuat siswa kurang mampu dapat memahami konsep– konsep yang sebagian besar masih abstrak, sehingga siswa akan kurang termotivasi untuk mempelajarinya. Selain itu juga metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih belum bisa menumbuhkan motivasi belajar dari sebagian siswa dan belum dapat mengaktifkan siswa secara keseluruhan sehingga nantinya berdampak pada hasil belajarnya. Masalah rendahnya hasil belajar IPA tersebut perlu dicarikan suatu solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang maksimal dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Wina putra (dalam Sumatoa, 2010:3) menyatakan bahwa, IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur,berlaku umum dan berupa kumpulan dari hasil observasi eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam satu sistem,tidak berdiri sendiri,satu dengan yang lainnya saling berkaitan,saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh,sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten. Pembelajaran IPA di SD selama ini masih berpusat pada guru. Hal ini terjadi karena pengetahuan dianggap dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Guru masih cenderung menggunakan metode ceramah daripada memberikan kesempatan seluas–luasnya kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep–konsep yang dipelajari. Sedangakan peserta didik sebagai objek yang bersifat pasif hanya mendengarkan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) dan menghafal serta menyimak pengetahuan yang ditransfer oleh guru. Akibat dari pembelajaran tersebut siswa menjadi terbiasa menerima apa saja yang diberikan oleh guru tanpa mau berusaha menemukan sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari. Disamping itu guru juga jarang melakukan praktik dalam pembelajaran IPA dan kurangnya pemberian tugas atau diskusi kelompok sehingga siswa kurang memahami konsep mengenai materi yang diajarkan. Hasil-hasil studi pendahuluan (Redhana, 2007) menunjukkan bahwa “sebagian besar guru masih menerapkan model pembelajaran konvensional dalam mengajarkan materi IPA (teachercentered)”. Guru biasanya mengawali pembelajaran dengan menjelaskan suatu konsep tertentu, dilanjutkan dengan latihan soal-soal yang diambil dari buku pegangan siswa. Pada umumnya, model pembelajaran ini dipilih karena guru ingin mengejar target kurikulum, yaitu dari waktu yang ada semua materi harus dapat diselesaikan. Namun, tanpa disadari bahwa pembelajaran seperti ini akan membuat siswa menjadi pasif. Siswa hanya bisa menerima dan mengingat apa yang diberikan oleh guru sehingga siswa cenderung manghafal konsep-konsep yang telah diajarkan tanpa mamahami bagaimana dan mengapa konsep itu yang cenderung hanya melatih skill dasar (basic skill) secara terbatas dan terisolasi, yang akhirnya berujung pada rendahnya hasil belajar siswa. Akibatnya, siswa mudah melupakan konsep-konsep yang telah dipelajari sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna. Saat ini, hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA masih rendah. Berdasarkan observasi awal dan hasil wawancara di gugus XV Kecamatan Buleleng pada tanggal 8-12 Maret 2013, diperoleh keterangan bahwa guru–guru masih mengalami kesulitan dalam menyelenggarakan pembelajaran yang efektif khususnya mata pelajaran IPA. Pembelajaran yang tidak efektif sudah tentunya berdampak pada hasil belajar siswa. nilai ulangan umum IPA kelas IV di 8 SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng menunjukkan hasil belajar IPA siswa masih
tergolong rendah. Hal itu dikarenakan oleh proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru sehingga siswa kurang antusias dalam menerima pelajaran IPA, siswa sulit memahami materi yang diberikan oleh guru dikarenakan siswa tidak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Siswa hanya sebagai pendengar dan mencatat apa yang diberikan oleh guru. Itulah yang menyebabkan hasil belajar IPA masih rendah Redhana (dalam Sudarminingsih, 2010:12) menyatakan bahwa, “ternyata tidak semua sekolah melaksanakan praktikum dan bahkan beberapa sekolah tidak mempunyai laboratorium. Kalaupun suatu sekolah sudah mempunyai laboratorium, umumnya guru-guru IPA jarang melaksanakan praktikum dengan alasan terbatasnya waktu dan minimnya alat dan bahan IPA yang tersedia”. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru yang mengajar mata pelajaran IPA di sejumlah SD di gugus XV, ternyata kegiatan pembelajaran IPA masih dilakukan dengan model ceramah tanpa dipadukan dengan metode lain. Proses pembelajaran yang dilakukan seolah-olah sebagai suatu proses pentransferan konsep materi, bukan proses membelajarkan siswa. Sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman dan pengetahuan yang diperoleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bersifat hafalan tanpa memahami materi yang dipelajarinya dan hal itu hanya bertahan dalam waktu yang relatif singkat pada ingatan siswa. Secara otomatis hal itu akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal tersebut dibuktikan dari hasil observasi dokumen nilai IPA siswa, hasil belajar IPA siswa rata-rata masih rendah. Ini merupakan suatu indikasi tingkat pemahaman konsep IPA di SD gugus XV masih sangat rendah. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa tersebut di atas, perlu dilakukan inovasi terhadap proses pembelajaran. Inovasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan, strategi, metode dan model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang telah banyak diterapkan adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Based Learning. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pembelajaran alternatif yang berpusat pada siswa (student-centered) yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini. Pembelajaran ini diturunkan dari teori belajar konstruktivis, yaitu siswa yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Berdasarkan uraian di atas, dalam proses pembelajaran siswa yang memiliki karakteristik yang berbeda dalam menghadirkan solusi pemecahan masalah terhadap suatu permasalahan. Hal ini diduga nantinya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Begitu juga dengan model pembelajaran berbasis masalah dan konvensional yang berbeda, yang memiliki karakteristik teoretik dan langkah-langkah pembelajaran yang berbeda, diduga akan memberikan dampak yang berbeda terhadap siswa untuk memahami topik yang disajikan dan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, namun sejauh pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA belum dapat diungkapkan. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. METODE Penelitian ini merupakan quasi eksperimen karena pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA dengan memanipulasi variabel bebas pendekatan pembelajaran berbasis masalah, sedangkan variabel lainnya tidak dapat diamati. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain eksperimen posts test only control group design rancangan penelitian ini memberikan gambaran bahwa sampel penelitian diperoleh dari hasil randomisasi
serta perlakuan model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah pada kelas eksperimen dan pada kelompok kontrol dilakukan model pembelajaran konvensional. Kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diberi materi pokok bahasan IPA yang sama. Setelah 8 kali pertemuan, pada pertemuan ke 9 diadakan tes hasil belajar IPA. Sugiyono (2006:55) menyatakan, “populasi adalah wilayah generalisai yang terdiri atas objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Koyan (2012:30) bependapat bahwa “populasi adalah himpunan dari unsur-unsur yang sejenis. Unsur-unsur sejenis tersebut bisa berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, benda-benda, zat cair, peristiwa, dan sejenisnya”. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V semester 1 di Gugus XV Kecamatan Buleleng yang terdiri dari 8 SD antara lain SD No. 1 Anturan, SD No. 2 Anturan, SD No. 3 Anturan, SD No. 1 Kalibukbuk, SD No. 2 Kalibukbuk, SD No. 3 Kalibukbuk, SD No. 4 Kalibukbuk, dan SD Tri Amerta tahun pelajaran 2012/2013. Sebagaimana yang diungkap Agung (2011 :45) “Sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu”. Suharsimi dan Arikunto (2002 :109) menekankan bahwa sampel hanya wakil dari populasi atau keseluruhan dari objek yang diteliti. Mengacu pada dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel adalah wakil dari populasi penelitian yang dianggap dapat mewakili seluruh populasi dan ditentukan dengan teknik tertentu. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik kelas random sampling. Untuk mengetahui apakah kemampuan siswa kelas V masingmasing sekolah setara atau tidak, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Berdasarkan hasil analisis dengan ANAVA A pada taraf signifikansi 5% diperoleh nilai Fhitung sebesar 6,07 sedangkan nilai Ftabel pada dbantara = 7 dan dbdalam = 239 yaitu diperoleh Ftabel sebesar 2,05. Dengan demikian, maka terlihat Ftabel < Fhitung sehingga Ho ditolak. Dari
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) pernyataan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho yang menyatakan ada perbedaan yang signifikan nilai ulangan umum IPA siswa kelas V semester 1 di SD No. 1 Anturan, SD No. 2 Anturan, SD No. 3 Anturan, SD No. 1 Kalibukbuk, SD No. 2 Kalibukbuk, SD No. 3 Kalibukbuk, SD No. 4 Kalibukbuk, dan SD Tri Amerta tahun pelajaran 2012/2013 adalah ditolak. Oleh karena harga f itu signifikan, maka perlu dilanjutkan dengan uji antar kelompok dengan t-scheffe. Dari uji antar kelompok tersebut diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan nilai ulangan umum IPA siswa kelas V semester 1 di SD No. 1 Anturan, SD No. 2 Anturan, SD No. 3 Anturan, SD No. 1 Kalibukbuk, SD No. 2 Kalibukbuk, SD No. 3 Kalibukbuk, dan SD Tri Amerta tahun pelajaran 2012/2013, hanya satu sekolah yang tidak dapat disetarakan dengan sekolah lain yaitu SD No. 4 Kalibukbuk, sehingga SD No. 4 Kalibukbuk tidak dapat diikutsertakan dalam pemilihan sampel. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan metode tes hasil belajar IPA berupa pilihan ganda. Metode tes dilakukan dengan membagikan sejumlah tes untuk mengukur hasil belajar IPA. Pemberian post-test merupakan teknik pengumpulan data tentang hasil belajar IPA siswa kelas V SD semester I di gugus XV Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Di dalam penelitian ini, diperlukan data tentang hasil belajar IPA siswa. Hasil belajar IPA adalah kemampuankemampuan dalam bidang IPA pada ranah kognitif yang dimiliki oleh siswa sebagai akibat setelah menerima pengalaman belajar IPA berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Hasil belajar IPA siswa diukur dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar IPA. Tes ini berupa plilihan ganda dengan 4 pilihan yang diberikan setelah diberikan perlakuan pembelajaran (posttest). Bloom (dalam Sudjana, 1989) berpendapat bahwa ada tiga ranah dalam hasil belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotor. Tes hasil belajar dikembangkan berdasarkan jenjang taksonomi Bloom pada ranah kognitif, yang meliput pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3) dan analisis (C4).
Langkah-langkah dalam menyusun instrumen tes hasil belajar yaitu meliputi, (1) mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) mengidentifikasi dan memaparkan indikator pencapaian siswa, (3) menyusun kisi-kisi (Blue Print) tes hasil belajar pada materi materi alat pernapasan pada manusia, pencernaan makanan pada manusia, alat peredaran darah, pembuatan makanan pada tumbuhan, ketergantungan manusia dan hewan terhadap lingkungannya, penyesuaian diri mahluk hidup dengan lingkungannya, (4) menentukan kriteria penilaian, (5) menyusun butir-butir tes hasil belajar sesuai dengan materi materi alat pernapasan pada manusia, pencernaan makanan pada manusia, alat peredaran darah, pembuatan makanan pada tumbuhan, ketergantungan manusia dan hewan terhadap lingkungannya, penyesuaian diri mahluk hidup dengan lingkungannya, (6) uji ahli, (7) uji coba instrumen di lapangan, (8) analisis uji lapangan, (9) revisi butir, dan (10) finalisasi instrumen. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar IPA siswa. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif berfungsi untuk mengelompokkan data, menggarap, memaparkan serta menyajikan hasil olahan. Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mean (rata-rata) dan standar deviasi. Sedangkan statistik inferensial berfungsi untuk menggeneralisasikan hasil penelitian yang dilakukan pada sampel bagi populasi. Statistik inferensial ini digunakan untuk menguji hipotesis melalui uji-t yang diawali dengan analisis prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil belajar siswa yang diperoleh melalui post–test terhadap 30 orang siswa menunjukkan bahwa skor tertinggi adalah 27 dan skor terendah adalah 12. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dapat dideskripsikan mean (M), median (Md), modus (Mo), varians, dan standar deviasi (s) dari data hasil belajar kelompok eksperimen, yaitu: mean (M) =
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) 21,70, median (Md) = 22,21, modus (Mo) = 24,25, varians (s2) = 16,56, dan standar deviasi (s) = 4,07. Data hasil belajajar kelompok eksperimen, dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada Gambar 1.
Mo= 10,39 Md = 11,92
Gambar 2. Kurva poligon data hasil belajar kelompok kontrol
M = 21,70 Md = 22,21
M = 12,72
Mo= 24,25
Gambar 1. Kurva poligon data hasil belajar kelompok kontrol Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif, yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif pada tabel distribusi frekuensi. Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata–rata lebih besar dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata–rata. Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata–rata hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen, dengan M = 21,70 tergolong kriteria baik. Data hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA yang diperoleh melalui post– test terhadap 32 orang siswa menunjukkan bahwa, skor tertinggi adalah 23 dan skor terendah adalah 6. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi , dapat dideskripsikan mean (M), median (Md), modus (Mo), varians, dan standar deviasi (s) dari data hasi belajar kelompok kontrol, yaitu: mean (M) = 12,72, median (Md) = 11,92, modus (Mo) = 10,39, varians (s2) = 21,03, dan standar deviasi (s) = 4,59. Data hasil belajar kelompok kontrol dapat disajikan ke dalam bentuk kurva polygon, seperti pada Gambar 2.
Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif, yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif pada tabel distribusi frekuensi. Frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata–rata lebih besar dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di atas rata–rata. Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata–rata hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol, dengan M = 12,72, tergolong kriteria cukup. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional, maka dilakukan pengujian terhadap H0. Sebelum uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dan homogenitas terhadap data hasil belajar IPA siswa. Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Jika berdistribusi normal maka uji hipotesis dapat dilakukan. Uji normalitas data dilakukan terhadap data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol.
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Kriteria
pengujian, jika hitung tabel pada taraf signifikansi 5% (dk = jumlah kelas dikurangi parameter, dikurangi 1), maka data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus chi–kuadrat, diperoleh 2 hitung hasil belajar kelompok eksperimen 2
2
adalah 2,755 dan tabel pada taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,815. 2 Hal ini berarti, hitung hasil belajar kelompok eksperimen lebih kecil dari 2 tabel ( 2 hitung 2 tabel ), sehingga data hasil belajar kelompok eksperimen 2 berdistribusi normal. Begitu pula, hitung hasil belajar kelompok kontrol adalah 3,460 dan 2 tabel pada taraf signifikansi 5% dan 2
db = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti, hitung hasil belajar kelompok kontrol lebih kecil 2 2 2 dari tabel ( hitung tabel ), sehingga data hasil belajar kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas varians antar kelompok bertujuan untuk memeriksa kesamaan varians antar kelompok perlakuan. Dalam penelitian ini uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan tabel di atas, diketahui Fhitung hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,27, sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 31, dbpenyebut = 29, dan taraf signifikansi 5% adalah 1,80. Hal ini berarti, varians data hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan variannya homogen. Setelah diperoleh hasil uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan menggunakan uji–t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Kriteria tolak H0 jika thitung > ttabel dan terima H0 jika thitung < ttabel. 2
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji–t di atas, diperoleh thit sebesar 8,16, sedangkan ttab dengan db = 60 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,00. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran PBL dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata–rata skor hasil belajar siswa. Rata–rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah 21,70, sedangkan rata– rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional adalah 12,72. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model konvensional disebabkan karena beberapa hal. Pertama, perbedaan Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah menekankan aktivitas siswa lebih banyak dibandingkan guru melalui pembelajaran
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) antar kelompok dengan pemberian masalah. Dengan demikian, keaktifan siswa dalam belajar membuat mereka mendapatkan pengetahuan secara bermakna dan tidak membosankan. Agar aktifitas-aktifitas tersebut dapat berjalan dengan baik, maka siswa dirangsang untuk berpikir dan dihadapkan pada suatu masalah, seperti memberikan pertanyaan konseptual di awal pembelajaran untuk menggali pengetahuan awal siswa yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Keaktifan dalam memecahkan masalah-masalah tersebut muncul melalui langkah-langkah yaitu: 1) Menginventarisasi dan mempersiapkan logistic yang diperlukan dalam proses pembelajaran, 2) Membatasi permasalahan yang akan dikaji, 3) Siswa melakukan inkuiri, investigasi, dan bertanya untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang dihadapi, 4) Menyusul laporan dalam kelompok dan menyajikan di hadapan kelas dan berdiskusi dalam kelas, dan 5) Mengikuti tes dan menyerahkan tugas-tugas sebagai bahan evaluasi dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menganut paham konstruktivistik di mana siswa menggali pengetahuannya sendiri. Paradigma konstruktivistik akan mengakomodasi pengetahuan awal sebagai starting point. . Oleh karena itu, siswa dapat saling berbagi pengetahuan dan berusaha menggali informasi secara mandiri dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini juga sejalan dan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Purnami mengenai pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah. Purnami (2009), menyatakan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada kelompok siswa yang belajar dengan model problem based learning lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan model direct instruction. Hasil belajar siswa meningkat yaitu mencapai nilai rata-rata 74,9% dan ketuntasan klasikal rata-rata sebesar 88,1%.
Penelitian yang dilakukan oleh Warmadewi dengan judul implementasi model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran fisika juga dapat meningkatkan kompetensi dasar fisika dan berpikir kritis siswa kelas VIIIA SMP Negeri 2 Sukawati tahun ajaran 2007/2008 bahwa terjadi peningkatan pada kompetensi dasar fisika dan berpikir kritis. Hal ini dilihat dari hasil tes pada siklus II lebih tinggi dari pada siklus I. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar fisika dengan nilai rata-rata persentase pada siklus I adalah 70,90% dan meningkat pada siklus II dengan nilai rata-rata persentase 81,80%. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh yasa (2009), yang mengemukakan bahwa bahwa hasil belajar dan kualitas pembelajaran fisika dapat ditingkatkan melalui pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan kelompok kooperatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan siklus I berhasil meningkatkan hasil belajar siswa yang sebelumnya 64,7 menjadi 69,41 pada siklus I atau terjadi peningkatan sebesar 4,71%, dan pada siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa yang sebelumnya 69,41 pada siklus I menjadi 84,11 pada siklus II atau menjadi peningkatan sebesar 14,7%. Berdasarkan paparan di atas, maka dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaranber basis masalah dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus XV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensional pada siswa kelas V SD di gugus XV Kecamatan Buleleng Tahun Ajaran 2013/2014. Rata-rata model
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) pembelajaran berbasis masalah = 21,70 > rata-rata konvensional = 12,72. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan model konvensional. Jadi, berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. Bagi kepala sekolah sekolah diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan kurikulum serta sebagai perbandingan dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran sehingga pembelajaran berlangsung lebih efektif, kemudian bagi siswa SD diharapkan mampu mengembangkan motivasi dan sungguhsungguh berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga pengetahuan yang diperoleh benar-benar dipahami dan melekat dalam ingatan. Selain kepala sekolah dan siswa bagi guru SD juga diharapkan mencoba menerapkan model pembelajaran berbasis masalah maupun model pembelajaran inovatif lainnya sesuai dengan materi pelajaran dan karakteristik siswa sehingga berpengaruh positif pada peningkatan hasil belajar siswa, Kemudian bagi peneliti lain hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber informasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran berbasis masalah dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kendalakendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Agung, 2011.“Penelitian Konvensional (Ex Post Facto dan Eksperimental) Makalah disampaikan dalam Seminar dan Pelatihan tentang Penelitian Ex Post Facto dan Eperimental. Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja 14 April 2011.
Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif. Singaraja: Undiksha Singaraja. Muslich,
Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Purnami, N. L. S. 2009. Pengaruh Model Problem Based Learning dan Kemampuan Penalaran Formal Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Singaraja Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dal Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Redhana, I W. 2007. Chemistry Teachers’ Views towards Teaching and Learning and Assessment of Critical Thinking Skills. Proceeding of The First International on Science Education. Oktober 27, 2007. (Terjemahan) Sudarminingsih, Desak Made. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terbimbing (MPBMT) Terhadap Hasil dan Minat Belajar Siswa. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Sudjana, N. 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta. Suharsimi dan Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sumatoa, Usman. 2010. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Indonesia
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Warmadewi, I. A. P. N. 2007. Implentasi Model Pemblelajaran Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Kompetensi Dasar Fisika dan Berfikir Kritis Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 2 Sukawati Tahun Ajaran 2007/2008. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Yasa,
P. 2009. Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) dengan Pendekatan Kelompok Kooperatif Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SLTP Negeri 2 Singaraja. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.