e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENGARUH MODEL SFAE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPA KELAS V SD Eva Roosyana Dewi1, I Md Citra Wibawa 2, Ni Nym. Garminah 3 1Jurusan
PGSD, 2Jurusan PGSD, 3Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected] 2,
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SFAE dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V SD di Gugus II Sahadewa tahun pelajaran 2015/2016 Kecamatan Negara. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah kelas V di Gugus II Sahadewa Kecamatan Negara tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 226 orang. Sampel penelitian ini yaitu kelas VB di MI Mujahidin yang berjumlah 24 orang dan kelas VA SDN 2 Lelateng yang berjumlah 22 orang. Data dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda dengan jumlah soal sebanyak 40 soal. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thit = 3,44 dan ttab (pada taraf signifikansi 5%) = 2,0153. Hal ini berarti bahwa thit > ttab, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar dalam mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran SFAE (Student Facilitator And Explaining) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Kata-kata kunci: SFAE, Hasil Belajar, pelajaran IPA
Abstract The aimed of this study was to know the difference of students achievement between the students’ group which was taught by using SFAE model and the students’ group which was taught by using conventional model in learning science of fifth grade sudents in elementary schools of Sahadewa Cluster in academic year 2015/2016, Negara district. This research was quasi experimental design. The population of this research was 226 fifth grade students in Elementary schools of Sahadewa Cluster in academic year 2015/2016. The sample was 24 fifth grade students in VB class of MI Mujahidin and 22 fifth grade students in VA of SDN 2 Lelateng. The data was collected by using instruments in form 40 questions of multiple choise test. The data collected was analized using statistic descriptive analysis and inferential statistic (t-test). Based on the data analysis, it was obtained = 3.44 and ttable (in significant level of 5%)= 2.0153. It means that there is significant different of students achievement between students’ group which was taught by using SFAE model and students’group which was taught by using conventional model in learning science because tobserved > ttable. Keywords: SFAE, student achievement, science.
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah merumuskan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan dilakukan agar mendapatkan tujuan yang diharapkan bersama yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU No. 20, 2003: 7) Pada era globalisasi, setiap manusia didunia dituntut memiliki kemampuan yang baik agar dapat berjuang di masyarakat. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan (Trianto, 2009:1). Mudyahardjo (dalam Sagala, 2009:3) yang menyatakan bahwa “pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal”. Pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan kemampuan dan memperoleh berbagai keterampilan serta pengalaman agar dapat berkompetensi. Kompetisi ini dapat dilihat dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh suatu negara terutama kualitas generasi muda. SDM yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan
bangsa, khususnya pembangunan di bidang pendidikan. Keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan tidak lepas dari perkembangan IPTEKS. IPA adalah salah satu ilmu disiplin yang memegang peranan strategis dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional yang berkaitan langsing dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Koenecke & Debella (dalam Suantara, 2013) mengemukakan bahwa, peranan penting IPA dilihat secara nyata dalam kehidupan yaitu 1) teknologi modern berasal dari IPA, 2) IPA diperlukan untuk memahami konsep ilmu lainnya, 3) IPA mengembangkan kemampuan matematis dan verbal, 4) IPA membawa kesuksesan dalam bidang virtual, computer, permesinan, dan kesehatan, 5) IPA mengasah kemampuan berfikir, dan 6) lapangan pekerjaan yang sangat luas bagi orang-orang yang menguasai IPA Dalam pembelajaran IPA untuk menggugah pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi pelajaran haruslah menggunakan lingkungan sekitar sebagai acuan. Untuk itu, guru harus mampu merancang pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum, yaitu menciptakan suasana belajar yang aktif, kreatif dan produktif sehingga tujuan pembelajran tercapai dengan maksimal dan pembelajaran lebih bermakna. Namun pada kenyataannya, pembelajaran IPA di SD belum dapat berlangsung sesuai dengan tuntutan kurikulum. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 16 – 17 November 2016 di kelas V SD Gugus II Sahadewa Kecamatan Negara. Pembelajaran IPA yang berlangsung belum mampu mengajak siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Selain itu, interaksi siswa dengan lingkungan, objek nyata, dan hal konkrit lainnya belum terlihat. Pembelajaran yang berlangsung masing terfokus pada kegiatan siswa untuk menghafal sejumlah informasi yang diberikan gurunya terkait dengan materi IPA. Keadaan ini membuat siswa tidak bersemangat dalam pembelajaran, apalagi melakukan penemuan. Namun pada kenyataannya, nilai rata-rata hasil UTS IPA pada siswa kelas V SD Gugus II Sahadewa, Kecamatan 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Negara masih sangat rendah. Berdasarkan hasil tes tersebut diketahui bahwa rata-rata UTS IPA di SDN 1 Lelateng adalah 72.85, di SD Negeri 2 Lelateng kelas VA adalah 67.70 dan kelas VB adalah 67.05 , di SD Negeri 3 Lelateng adalah 74.35, di SD Negeri 4 Lelateng adalah 74.35, di SD Negeri 1 Loloan Barat adalah 73.38, di SD Negeri 2 Loloan Barat adalah 74.79, dan di MI Mujahidin VA adalah 65.62 dan VB adalah 65.67. Untuk mengetahui penyebab rendahnya hasil belajar IPA siswa tersebut, maka dilakukan observasi terhadap proses pembelajaran dan wawancara kepada beberapa guru kelas. Berdasarkan kegiatan tersebut, ada beberapa faktor yang diyakii menjadi penyebab rendahnya hasil belajar IPA siswa yaitu: 1) proses pembelajaran yang kurang menarik minat dan motivasi siswa dalam belajar; 2) pembelajaran menggunakan model konvensional yang masih berpusat pada guru yang dominan menggunakan metode ceramah selama proses pembelajaran; 3) minimnya penggunaan media sehingga pembelajaran kurang menarik dan menggugah keingintahuan siswa. Masalah rendahnya hasil belajar siswa perlu dicarikan solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan mampu memberikan hasil yang optimal dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan menerapkan model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan hasil belajarnya . Model inovatif yang dipilih sesuai dengan permasalahan yang terjdi adalah model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFAE). Model pembelajaran SFAE dilakukan dalam lima tahapan (1) Penyajian Informasi, (2) pembentukan kelompok dan diskusi; (3) menyusun laporan kelompok (4) kegiatan presentasi dan tanya jawab (5) menyimpulkan (Weda dalam Prasetyo, 2010). Pada tahapan pertama Penyajian Informasi mengarahkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali dalam apersepsi, sehingga terjadinya proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan
sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Siswa mulai membangun konsep-konsep baru materi IPA dengan media yang dijelaskan oleh guru. Pada tahapan kedua Pembentukan Kelompok dan Diskusi Kelompok mengarahkan siswa siswa akan memiliki kesempatan untuk mengevaluasi sebuah pengetahuan berdasarkan bukti seperti praktikum, pengamatan lingkungan dan dapat membandingkan pengetahuan dengan konsidi nyata di lingkungan sekitar. Pada fase ketiga Menyusun Laporan Diskusi mengarahkan siswa mulai diaktifkan dengan memberikan pertanyaan berupa LKS yang dikerjakan secara berkelompok guna mengembangkan konsep-konsep yang dimiliki oleh mereka dan dapat mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dengan bersikap terbuka terhadap pertanyaan, pengetahuan, dan pengalaman orang lain melalui mendengar, bertanya, atau bertukar pendapat dalam suatu kelompok tersebut. Pada fase keempat Kegiatan Presentasi dan Tanya Jawab mengarahkan siswa dalam penyampaian jawaban oleh siswa setelah melakukan praktikum maupun sesi tanya jawab. Guru akan menilai keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan jawaban-jawaban kelompok tersebut. Dan Tahapan yang terakhir yaitu Menyimpulkan dimana siswa dapat berfikir dalam memaknai pengalaman, mengevaluasi infomasi/pengetahuan, melahirkan gagasan baru dan memecahkan masalah. Melalui tahapan pembelajaran tersebut, siswa diberi ruang untuk berpendapat, mencari solusi, serta membangun pengetahuannya sendiri dengan mengaitkan pengetahuan awalnya dengan pengetahuan baru yang didapat melalui proses belajar. Hal tersebut akan memberikan pengalaman yang berbeda bagi setiap siswa, model ini diharapkan akan mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap berbagai macam konsep yang mereka pelajari. Suatu model pembelajaran pelaksanaanya akan lebih bermakna, apabila selama proses pembelajaran guru memberikan pembelajaran yang konkrit dalam arti aktif untuk membangun pengetahuannya dengan media yang konkrit. 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Jika dilihat dari tahapan model pembelajaran SFAE tersebut, maka siswa mampu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, menggabungkan informasi dalam diskusi saat pembelajaran Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa antara model pembelajaran SFAE sangat berbeda dengan model pembelajaran konvensional yang diterapkan oleh guru-guru di sekolah. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses penerapannya. Dengan melihat perbedaan antara model pembelajaran SFAE dan model pembelajaran konvensional diyakini memberikan efek yang berbeda terhadap hasil belajar IPA. Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan hasil belajar dalam mata pelajaran IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran SFAE dan model konvensional perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Di Sekolah Dasar Gugus II Sahadewa Tahun Pelajaran 2015/2016 Kecamatan Negara”.
2015/2016. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas V SD di Gugus II Sahadewa, Kecamatan Negara, Tahun Pelajaran 2015/2016, yang terdiri atas SD Negeri 1 Lelateng, SD Negeri 2 Lelateng, SD Negeri 3 Lelateng, SD Negeri 4 Lelateng, SD Negeri 1 Loloan Barat, SD Negeri 2 Loloan Barat, dan MI Mujahidin. Jumlah populasi adalah 226 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling, yang dirandom adalah kelas. Hal ini disebabkan karena tidak memungkinkan diadakannya pengambilan subjek penelitian secara acak dari populasi yang ada, karena subjek (siswa) secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok (satu kelas). Teknik random sampling dilakukan dengan sistem undian. Berdasarkan hasil pengundian pertama, diperoleh dua kelas sampel yaitu kelas VB MI Mujahidin dan kelas Va SD Negeri 2 Lelateng. Kelas V MI Mujahidin dengan jumlah 24 siswa dan kelas VA SD Negeri 2 Lelateng dengan jumlah 22 siswa. Berdasarkan hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh kelas VA SD Negeri 2 Lelateng sebagai kelas eksperimen dan kelas V MI Mujahidin sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran SFAE dan kelas kontrol tidak diberikan perlakuan (model pembelajaran konvensional). Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah non equivalent posttest only control group design, dapat dilihat pada tabel berikut.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah kelas V SD di Gugus II Sahadewa, Kecamatan Negara. Adapun waktu penelitian ini yaitu pada rentang waktu semester genap tahun pelajaran
Tabel 1 Desain Penelitian Non Equivalent Post-test Only Control Group Design Kelompok Perlakuan Tes akhir (posttest) Eksperimen X Y1 Kontrol Y2 Sugiyono (2008) Keterangan: X : penerapan model pembelajaran SFAE Y1 : pemberian tes akhir pada kelompok eksperiemn setelah penerapan model pembelajaran SFAE Y2 : pemberian tes akhir pada kelompok kontrol tanpa diberikan suatu perlakuan (treatment). : tidak ada treatment
4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar dalam mata pelajaran IPA siswa kelas V SD. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal tes pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal. Post-test IPA yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan pada indikator silabus mata pelajaran IPA semester II. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif yang digunakan meliputi mean, median, modus, standar deviasi, dan varians. Hasil perhitungan mean median
modus disajikan dalam bentuk histogram yang bertujuan untuk menafsirkan sebaran data post-test siswa dalam mata pelajaran IPA kelas V baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Adapun analisis statistik inferensial dalam penelitian ini adalah uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Sebelum menguji hipotesis penelitian, maka dilakukan uji prasarat yang meliputi uji normalitas dengan uji Chi-Square dan uji homogenitas varians dengan uji-F. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Hasil analisis statistik deskriptif data penelitian ini disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Analisis Data dengan Statistik Deskriptif Statistik Mean Median Modus Standar Deviasi Varians
Kelompok Eksperimen 20,68 21,93 23,30 4,11, 16,89
(Mo>Md>M) yaitu 23,3>21,93>20,68. Dengan demikian, histogram di atas menggambarkan kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Sedangkan distribusi frekuensi posttest siswa kelas kontrol disajikan pada gambar 2 berikut. Frekuensi
Frekuensi
Berdasarkan data pada tabel di atas, skor rata-rata post-test IPA kelas eksperimen adalah 20,68. Jika dikonversikan ke dalam PAP skala lima, maka berada pada kategori sangat tinggi. Distribusi frekuensi post-test siswa kelas eksperimen disajikan pada gambar 1 berikut.
Kelompok Kontrol 16,00 15,64 15,37 5,11 26,17
8 7 6 5 4 3 2 1 0
8 7 6 5 4 3 2 1 0 10.5 13.5 16.5 19.5 22.5 24.5
Mo=15,37 13.5 17
M = 20,68
20
23
26
29.5
Titik Tengah
M=16,00 Me= 15,64
Gambar 2. Histogram Skor Post-test Siswa IPA Kelompok Kontrol
Titik TengahMo = 23,3
Me = 21,93 Gambar 1. Histogram Skor Post-test Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean
Berdasarkan histogram di atas, diketahui mean lebih besar dari median dan modus lebih besar dari modus (M>Md>Mo) yaitu 16,00>15,64>15,37. Dengan demikian, histogram di atas 5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
menggambarkan kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Skor rata-rata IPA kelas kontrol adalah 16,00. Jika dikonversikan ke dalam PAP skala lima, maka berada pada tinggi. Setelah melakukan analisis statistik deskriptif, selanjutnya dilakukan uji prasyarat untuk menguji hipotesis.
Uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas sebaran data post-test siswa dalam mata pelajaran IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Post-Test siswa pada mata pelajaran IPA. No 1 2
Kelompok Data Hasil Belajar Post-test Eksperimen Post-test Kontrol
χ2 2,549 5,561
Kriteria pengujian, jika hit tab dengan taraf signifikasi 5% (dk = jumlah kelas dikurangi parameter, dikurangi 1), maka data berdistribusi normal. 2 2 Sedangkan, jika hit tab , maka data tidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan 2 rumus chi-kuadrat, diperoleh hit hasil post-test kelompok eksperimen adalah 2 2,549 dan tab dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti, 2 hit hasil post-test kelompok eksperimen 2
eksperimen Sedangkan,
2
2
2
Status Normal Normal
berdistribusi normal. hit hasil post-test kelompok
kontrol adalah 5,561 dan tab dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 2 7,815. Hal ini berarti, hit hasil post-test 2
kelompok kontrol lebih kecil dari
2 tab
( hit tab ), sehingga data hasil posttest kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil uji homogenitas varians antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada tabel berikut ini. 2
tab ( hit tab ), lebih kecil dari sehingga data hasil post-test kelompok 2
Nilai Kritis dengan Taraf Signifikansi 5% 7,815 7,815
2
2
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Sumber Data
Fhit
Ftab dengan Taraf Signifikansi 5%
Status
Post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
1,667
2,0356
Homogen
Uji homogenitas varians yang digunakan adalah uji F dengan kriteria data homogen jika Fhit < Ftab. Berdasarkan tabel di atas, diketahui Fhit hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 1,667. Sedangkan Ftab dengan dbpembilang = 22, dbpenyebut = 24, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,0356. Hal ini berarti, varians data hasil post-test
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians dengan kriteria H0 tolak jika thit > ttab dan H0 terima jika thit < ttab.
Rangkuman hasil perhitungan uji-t antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada tabel di berikut ini.
Tabel 5. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t Data Post-test
Kelompok Eksperimen
N 22
20,68
s2 16,89
Kontrol
24
16,00
26,17
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t diatas, diperoleh thit sebesar 3,44. Sedangkan ttab dengan dk = 22+24-2 = 44 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,0153. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar dalam mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran SFAE dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus II Sahadewa Tahun Pelajaran 2014/2015 Kecamatan Negara.
X
thit
ttab (t.s. 5%)
3,44
2,0153
data merupakan juling positif. Artinya, sebagian besar skor siswa cenderung rendah. Selanjutnya, berdasarkan analisis sebaran data menggunakan uji-t, diperoleh nilai thit = 3,44 dan ttab = 2,0153. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab (thit > ttab). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar dalam mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran SFAE dan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus II Sahadewa Tahun Pelajaran 2015/2016 Kecamatan Negara. Perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran SFAE dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkahlangkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. Model pembelajaran SFAE menjadikan siswa merasa dalam kegiatan pembelajaran dan perannya sangat dibutuhkan. Pertama, model pembelajaran SFAE menekankan pada aspek pemahaman siswa selama pembelajaran, sehingga tercipta kondisi pembelajaran yang dapat mendorong siswa secara aktif mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui kegiatan yang ada pada model pembelajaran SFAE (penyajian informasi, pembentukan kelompok dan diskusi kelompok, menyusun laporan diskusi, kegiatan presentasi dan tanya jawab, dan
PEMBAHASAN Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran SFAE memiliki rata-rata skor hasil belajar IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran SFAE adalah 20,68 dan rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional adalah 16,00. Jika skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik histogram, tampak bahwa kurva sebaran data merupakan juling negatif. Artinya, sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Sebaliknya, jika skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol digambarkan dalam grafik histogram, tampak bahwa kurva sebaran 7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
menyimpulkan), siswa tidak bergantung pada informasi dari guru. Dengan demikian model pembelajaran SFAE merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student canter).
secara kelompok. Sehingga dapat mengembangkan konsep yang dimiliki mereka dan dapat dilihat ketika siswa mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya dan terbuka terhadap pengalaman, pengetahuan orang lain melalui mendengar atau bertukar pendapat dalam satu kelompok. Pada tahapan keempat kegiatan presentasi dan tanya jawab, kegiatan ini mengarahkan siswa dalam penyampaian hasil diskusi dan menyiapkan pertanyaan jika masih ada yang belum di mengerti. Hal ini dapat dilihat ketika siswa menyampaikan hasil diskusi tersebut dan bertanya jika ada materi yang belum dimengerti. Tahapan kelima yaitu menyimpulkan, dan siswa dapat berfikir dalam memaknai pengalaman, mengevaluasi infomasi/pengetahuan, melahirkan gagasan baru dan memecahkan masalah. Terlihat dari keantusiasan siswa dalam menyimpulkan meteri pembelajaran dan siswa secara individu menjawab tes evaluasi yang diberikan guru. Ketiga, model pembelajaran SFAE dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Safaah (2014), menyatakan kondisi belajar atau lingkungan belajar dapat mempengaruhi konsentrasi dan penerimaan informsi bagi siswa, jadi lingkungan belajar adalah lingkungan alami yang diciptakan oleh guru atau orang lain yang bisa menambah konsentrasi siwa dan pengetahuan siswa secara efisien. Model pembelajaran SFAE menekankan pada kegiatan praktikum dan diskusi kelas yang terjadi. Praktikum memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pemikirannya melalui tindakan yang bertanggung jawab yang hasilnya nanti akan disampaikan saat tahap kegiatan presentasi dan tanya jawab. Paparan tersebut menjadi pendukung bahwa model pembelajaran SFAE berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional yang hanya mentransfer ilmu pada siswa tanpa melatih kemampuan berpikir siswa. Dari hasil penelitian ini didapatkan beberapa temuan pertama, siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran SFAE interaksi siswa dalam kegiatan pembelajaran semakin aktif.
Berbeda halnya dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional yang bercirikan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Di dalam pembelajran konvensional guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran Rasana (2009:20) menyatakan, ”pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang penyampaian metrinya dilakukan melalui ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung secara terus menerus”. Kedua, model pembelajaran SFAE terdiri dari beberapa kegiatan pembelajaran yaitu: “penyajian informasi, pembentukan kelompok dan diskusi kelompok, menyusun laporan diskusi, kegiatan presentasi dan tanya jawab, dan menyimpulkan” Weda (dalam Prasetyo, 2010). Pada tahapan pertama, penyajian informasi mengarahkan siswa dalam menjawab pertanyaanpertanyaan yang sifatnya menggali dalam apersepsi dan mengamati media yang telah disiapkan guru, sehingga terjadinya proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Terbukti dari antusias siswa dengan menjawab pertanyaan dalam apersepsi dan siswa mencermati media pembelajaran yang diperlihatkan oleh guru. Tahapan kedua, pembentukan kelompok dan diskusi mengarahkan siswa siswa akan memiliki kesempatan untuk mengevaluasi sebuah pengetahuan berdasarkan bukti seperti praktikum, pengamatan lingkungan dan dapat membandingkan pengetahuan dengan konsidi nyata di lingkungan sekitar. Hal ini terlihat dari siswa aktif menggunakan media pembelajaran yang diberikan yang oleh guru dalam setiap kelompok dan siswa dapat pengalaman baru karena dalam pembelajaran tersebut siswa secara langsung membuktikannya sendiri. Tahapan ketiga adalah menyusun laporan diskusi. Tahapan ini mengarahkan siswa mulai diaktifkan dengan diberikan pertanyaan berupa LKS yang dikerjakan 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Interaksi yang terjadi merupakan interaksi multi arah, baik dari siswa ke siswa,siswa ke guru dan sebaliknya. Selain itu siswa juga mampu saling bertukar pendapat secara objektif, guna menemukan suatu kebenaran dalam kerja bersama anggota kelompoknya sehingga model pembelajaran SFAE dapat menumbuhkan tenggang rasa, mau mendengarkan, dan menghargai pendapat orang lain. Berdasarkan temuan-temuan di atas, khususnya mengenai penerapan model SFAE yang dikembangkan dalam penelitian ini tampak memiliki keunggulan dibandingkan model pembelajaran konvensional. Keunggulan hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dibandingkan kelompok kontrol yang ditunjukkan dengan rata-rata skor yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan bahwa model SFAE berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
siswa kelas V SD di gugus II Sahadewa Kecamatan Negara.. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Siswa SD agar selalu aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat mendapatkan pengetahuan baru melalui pengalaman sendiri dan dapat mengembangkan kemampuan; (2) Guru SD hendaknya lebih mengkreasikan pembelajaran dengan cara menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif, salah satunya adalah model pembelajaran SFAE dan didukung media pembelajaran yang relevan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA, sebab telah terbukti pada penelitian ini bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SFAE dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.; (3) Kepala Sekolah hendaknya mampu mengambil kebijakan-kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pengarahan kepada guru-guru sebagai fasilitator agar dapat menggunakan model pembelajatran yang lebih inovatif, salah satunya model pembelajaran SFAE; dan (4) Peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model SFAE dalam bidang ilmu Pengetahuan Alam maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.
PENUTUP Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar dalam mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran SFAE (Student Facilitator And Explaing) dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus II Sahadewa Tahun Pelajaran 2015/2016 Kecamatan Negara. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thit = 3,44 dan ttab (pada taraf signifikan 5%)= 2,0153. Hal ini menunjukkan bahwa thit > ttab sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, atau terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran SFAE dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Selain itu, diperoleh pularata-rata hitung kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran SFAE adalah 20,68 dan ratarata kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional adalah 16,00. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran SFAE berpengaruh terhadap hasil dalam mata pelajaran IPA
DAFTAR RUJUKAN Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP): Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta Eko Prasetyo (2010) Pengaruh Model Student Facilitator And Explaining Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Belajar Siswa Materi Invertebrata di SMA 1 Boja. Skripsi (Tidak diterbitkan). FMIPA Universitas Negeri Semarang 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Hidayatullah, Putunda Al Arif. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Probing-Promting terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD di Gugus Singasari Kecamatan Pekutatan Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Undiksha Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta, cv Suantara, Kd. Agus. 2013. Implementasi Teknik Tsts Pada Pembelajaran Ipa Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Aktivitas Siswa Kelas Iv Sd No. 4 Tegallinggah. Mimbar Ilmu PGSD, Vol 1 (2013). Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. _______. 2010. Statistik Peneltian.Bandung:Alfabeta.
untuk
10