e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 MELAYA I Gd. Nesa Suardita1, Ndara Tanggu Renda2, Kt. Suarni3 1,2
Jurusan PGSD, 3Jurusan BK FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected]; Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V semester I SD Negeri 1 Melaya tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menerapkan eksperimen semu dengan menggunakan rancangan penelitian non-equivalent post test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 1 Melaya yang berjumlah 75 siswa. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes. Tes yang digunakan untuk menjaring data adalah tes hasil belajar IPA. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan satistik deskriptif. Uji hipotesis menggunakan analisis uji-t. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan analisis uji-t, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model konvensional. Dimana thit > ttabel (4,14>2,000). Dengan demikian berarti pembelajaran model kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA. Kata kunci: model pembelajaran kontekstual, hasil belajar.
Abstract This study was intended to find out the significance difference of Natural Science learning outcome between the students who attend the learning using contextual learning model based and the students who attend the learning with conventional learning model of the fifth grade elementary students of SD Negeri 1 Melaya academic year 2013/2014. This study belongs to quasi experiment with non-equivalent post test only control group design. The population of this study was all the fifth class students of SD Negeri 1 Melaya were 75 students. The sample of this study was taken from random sampling technique. The instrument used of this study was test. The data of students’ learning outcomes were collected by using test. The test came from the outcome learning of Natural Science. The data obtained were analyzed by using descriptive statistic were analyzed by using descriptive statistic analysis and t-test. Based on the analysis result using t-test analysis, there was a significance learning outcomes different between the group of students who learned using contextual learning model and the group of students who learned using conventional learning model. The result was indicated tvalue > ttable (4.14 >2.000). It means that contextual learning model gave positive influence to the learning outcome of Natural Science. Key words: contextual learning model, learning outcomes.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 PENDAHULUAN Pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengembangkan fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional di Indonesia harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan. Sebab, pendidikan nasional merupakan salah satu perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti pendidikan terjadi secara terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Dengan kata lain, pentingnya peningkatan mutu pendidkan diarahkan untuk meningkatkan kulitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah batin (aspek transendensi), olah pikir (aspek kognisi), olah rasa (aspek afeksi), dan olah kinerja (aspek psikomotoris) agar memiliki daya saing dalam mengadapi tatangan global. Untuk mengantisipasi perubahan pendidikan dalam mengadapi tatangan global dipandang perlu adanya perubahan kurikulum pendidikan. Arti kurikulum merupakan aktivitas yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi peserta didik dalam belajar, termasuk juga proses mengajar, mengatur strategi dalam pembelajaran, cara mengevaluasi program, pengembangan pengajaran dan sejenisnya. Koestantoniah (dalam Trianto, 2007:14) menyatakan, “Curriculum shall
mean here all the experiences which students have under the auspices of the school” arti kurikulum yang dimagsud dalam suatu pembelajaran adalah semua pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa dengan bantuan sekolah. Dari definisi tersebut, sebenarnya merupakan sesuatu pengertian yang cukup luas menyangkut sebagian besar aspek yang berhubung dengan kegiatan di sekolah pada umumnya. Maka, dapat disimpulkan bahwa kurikulum diartikan tidak secara sempit atau terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi lebih luas penjabarannya. Sehingga kurikulum merupakan aktivitas yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi peserta didik dalam belajar, termasuk juga proses mengajar, mengatur strategi dalam pembelajaran, cara mengevaluasi program, pengembangan pengajaran dan sejenisnya. Banyak kritik yang ditunjukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada pengusaan sejumlah informasi atau konsep belaka. Penumpukan informasi atau konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti menuang air ke dalam gelas. Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Dalam kondisi demikian, faktor kompetensi guru dituntut harus mampu meramu wawasan pembelajaran yang lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Arti kompetensi yang dimagsud dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat di ukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengelaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual (Depdiknas, 2003:4)
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Bruner (dalam Trianto, 2009:7) menyatakan bahwa “berusaha sendiri untuk mencari pemecahan serta pengetahuan yang menyertainya, mengasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Sesuatu kosekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman kongkret, melalui pengalaman tersebut dapat digunakan pola memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik. Apabila ingin meningkatkan prestasi peserta didik dan mempunyai pengalaman terhadap penguasaan materi pembelajaran, tentunya tidak akan terlepas dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Berlakunya kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di dalam kelas ataupun di luar kelas). Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered). Satu hal lagi bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai hasil pembaruan Kurikulum Berbasis Kompotensi (KBK) tersebut juga mengendaki bahwa suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan fakta melainkan juga aplikasinya dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi, dan sintesis. Sejatinya, pembelajaran IPA menghubungankan tentang teori, konsep, dan fakta pada kehidupan sehari-hari bagi peserta didik dalam belajar. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang wajib dipelajari oleh
siswa mulai dari siswa tingkat sekolah dasar (SD). Samatowa (2006:3) menyebutkan, terdapat berbagai alasan yang menyebabkan mata pelajaran IPA dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah, yaitu (1) bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materiil suatu bangsa banyak sekali tergantung kepada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi. Sedangkan teknologi disebutsebut sebagai tulang punggung pembangunan. Suatu teknologi tidak akan berkembang pesat bila tidak didasari pengetahuan dasar yang memadai. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah IPA; (2) bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis; (3) bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA bukanlah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka; (4) mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka IPA dipandang perlu diajarkan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Hasil observasi pada saat pelaksanaan pembelajaran di kelas V SD Negeri 1 Melaya menunjukkan beberapa kelemahan-kelemahan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPA, yaitu: (1) guru cenderung menggunakan model konvensional yang didominasi dengan metode ceramah saat proses pembelajaran, (2) guru tidak memanfaatkan media pembelajaran yang terdapat di sekolah mapun di luar kelas, (3) guru kurang membangun pengetahuan awal siswa dengan menghubungkan situsi dunia nyata saat proses pembelajaran berlangsung. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu suatu upaya untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA, yaitu melalui penerapan model pembelajaran kontekstual. Model Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 yang dapat membantu siswa dalam belajarnya. Sebab, model pembelajaran kontekstual dapat dipergunakan di dalam maupun di luar kelas sebagai salah satu cara membantu siswa untuk aktif belajar, bukan bersifat pasif. Menurut Trianto (2009:107) mendefinisikan bahwa “pembelajaran kontekstual pembelajaran dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan”. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruangan kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berati bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks di mana materi tersebut digunakan, serta berhubung dengan cara siswa belajar. Konteks memberikan arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar. Pembelajaran ini menjadikan guru menjadi fokus ketertarikan siswa selama proses belajar. Siswa akan bereaksi aktif dalam pembelajaran jika guru mampu menjadi daya tarik bagi siwa untuk aktif mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Melalui model pembelajaran kontekstual siswa akan dihadapkan pada kenyataanya suatu ilmu pengetahuan yang mereka miliki yang dihubungkan dengan kenyataan dilingkungan sekitar, bukan hapalan saja, tetapi lebih ketingkat pemahaman, khususnya pembelajaran IPA. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 1 Melaya Tahun Pelajaran 2013/2014”. METODE Penelitian ini dirancang sesuai prosedur penelitian eksperimen semu dengan rancangan Non-equivalen post test only control group design karena dalam penelitian ini hanya ingin mengetahui
perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti model konvensional. Variabel dalam penelitian ini dipilah menjadi 2 yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan adalah model pembelajaran yang terdiri dari model pembelajaran kontekstual dengan model pembelajaran konvensional. Sementara, variabel terikat yang digunakan adalah hasil belajar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 1 Melaya, Kecamatan melaya, Kabupaten Jembrana yang berjumlah 75 orang siswa yang telah terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan dengan Uji-t. Kemudian dilanjutkan dengan cara menentukan sampel kelas melalui pengundian untuk menentukan kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol. setelah itu, menyusun perangkat pembelajaran serta instrument penelitian, mengkonsultasikan instrument penelitian dengan dosen pembimbing instrument, mengadakan uji coba instrument penelitian, melakukan bembingan perangkat pembelajaran kepada dosen pembimbing, melaksanakan proses pembelajaran sebanyak 8 kali pertemuan, memberikan post test kepada kedua kelompok secara bersamaan, dan menganalisis data hasil penelitian. Saat menganalisis data hasil penelitian, terlebih dahulu mencari distribusi frekuensi skor data hasil belajar kelompok ekseperimen dan kontrol. Dilanjutkan menentukan modus, median, dan mean, varian, standar deviasi, mencari hubungan modus, median, mean kedua kelas eksperimen dan kontrol. Kemudian, mencari uji normalitas, dan uji homogenitas varian serta uji hipotesis. Untuk menentukan modus, median, dan mean dapat diketahui dari skor hasil belajar IPA siswa antara kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol dengan terlebih dahulu dibuatkan tabel distribusi frekuensi hasil belajar IPA siswa. Setelah diketahui hasilnya, dilanjutkan membandingkan rata-rata hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan kurva polygon. Fungsi dari kurva polygon untuk mengetahui hubungan kedua kelompok
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 kelas antara kelas yang menggunakan model kontekstual yang disebut dengan kelas eksperimen dan kelas yang menggunakan model konvensional yang disebut kelas kontrol. Hubungan yang bisa diketahui dari kurva polygon bisa berjuling negatif maupun positif. Untuk mencari kurva berjuling positif maupun negatif dapat diketahui dari rendah maupun tinggi skor kedua kelompok eksperimen dan kontrol pada suatu penelitian. Kemudian, dilanjutkan dengan mencari uji prayarat analisis data. Dalam uji prasyarat analisis data terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas varian. Uji normalitas dilakukan untuk menguji suatu distribusi empirik mengikuti ciri-ciri distribusi normal atau untuk menyelidiki f 0 (frekwensi observasi) dari gejala yang diselidiki tidak menyimpang secara signifikan dari f h (frekwensi harapan) dalam distribusi normal. Uji normalitas data dilakukan terhadap data post-tes hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan rumus chi kuadrat. Kemudian, uji homogenitas varians juga dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan rumus uji fisher, yaitu kelompok siswa dibelajarkan dengan model kontekstual dan kelompok siswa dibelajarkan dengan model konvensional, sehingga kriteria pengujian uji normalitas,
hitung tabel jika dengan taraf signifikasi 5% (db = jumlah kelas dikurangi parameter, dikurangi 1), maka data berdistribusi normal. Sedangkan, jika 2
2
2 hitung 2 tabel ,
maka data tidak berdistribusi normal. Sedangkan pengujian untuk uji homogenitas varians menggunakan uji-F dengan kriteria data
F
F
tabel homogen, jika hitung . Untuk mengetahui model pembelajaran yang digunakan mempunyai pengaruh posif terhadap hasil belajar IPA dipergunakan uji-t. Fungsi dari uji-t merupakan hasil akhir dari kecendrungan
antara dua model pembejaran yang digunakan yaitu model pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran konvensional. Hasil dari uji-t dapat berupa hipotesis penelitian, yaitu H0 : μA1 μA 2 artinya tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional Sedangkan H1 :
μA1 μA 2 artinya terdapat perbedaan
hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian, dapat diketahui terdapat tidaknya perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 1 Melaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana Tahun Pelajaran 2013/2014. HASIL DAN PEMBAHASAN Data dalam penelitian adalah skor hasil belajar IPA siswa SD Kelas V semester I setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran konvensional. Rekapitulasi perhitungan skor hasil belajar IPA dapat dilihat pada Tabel 1.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar IPA Data statistik
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Modus (M)
25
17
Median (Me)
24
18
Mean (M) Varian Standar Deviasi
23 17,19 4,15
19 17,94 4,24
Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kontekstual cendrung lebih tinggi daripada kelompok kontrol dengan pembelajaran model konvensional yaitu 23 dan 19. Pada kelompok eksperimen Mo > Md > M (25 > 24 > 23) hal ini berarti sebagian besar skor kelompok eksperimen cenderung tinggi. Apabila divisualisasikan ke dalam bentuk grafik, maka tampak pada Gambar 1. Gambar 2. Grafik Plygon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol Selanjutnya, dilakukan uji prasyarat sebaran data, yaitu: uji normalitas data dan homogenitas varians. Uji normalitas dilakukan untuk menguji suatu distribusi empirik mengikuti ciri-ciri distribusi normal
f 0 (frekwensi atau untuk menyelidiki observasi) dari gejala yang diselidiki tidak
Gambar 1. Grafik Polygon Belajar IPA Eksperimen
Data Hasil Kelompok
Sementara itu, pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa Mo < Md < M (17 < 18 < 19) yang berarti sebagian besar skor kelompok kontrol cenderung rendah. Apabila divisualisasikan ke dalam bentuk grafik, maka tampak pada Gambar 2.
menyimpang secara signifikan dari f h (frekwensi harapan) dalam distribusi normal. Uji normalitas data dilakukan terhadap data post-tes hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kemudian, uji homogenitas varians juga dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol, yaitu kelompok siswa dibelajarkan dengan model kontekstual dan kelompok siswa dibelajarkan dengan model konvensional. Kriteria pengujian uji normalitas, jika
2 hitung 2 tabel dengan taraf signifikasi 5% (db = jumlah kelas dikurangi parameter, dikurangi 1), maka data berdistribusi normal. Sedangkan, jika
2
hitung
2 tabel ,
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 maka data tidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi–kuadrat, diperoleh
2
hitung
hasil
post–test
kelompok
eksperimen adalah 4,586 dan tabel dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 2
adalah 7,815. Hal ini berarti, hitung hasil post–test kelompok eksperimen lebih kecil 2
dari tabel ( hitung tabel ), sehingga data hasil post–test kelompok eksperimen 2
2
2
berdistribusi normal. Sedangkan, hitung hasil post–test kelompok kontrol adalah 2
3,08 dan tabel dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti, 2
2 hitung hasil post–test kelompok kontrol 2 tabel lebih kecil dari
homogenitas varians menggunakan uji-F dengan kriteria data homogen, jika
Fhitung Ftabel
. Sehingga berdasarkan analisis data menggunakan uji-F diketahui
Fhitung
hasil post–test kelompok eksperimen
F
dan kontrol adalah 1,04. Sedangkan tabel dengan dbpembilang = 37, dbpenyebut = 36, dan taraf signifikansi 5% adalah 1,72. Hal ini berarti, varians data hasil post–test kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, hasil analisis data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen. Sehingga untuk pengujian H1 dan H0 digunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus separated varians. Rangkuman hasil perhitungan uji-t, dapat dilihat pada Tabel 2.
2 hitung 2 tabel ), sehingga data hasil post–test kelompok kontrol berdistribusi normal. Sedangkan pengujian untuk uji Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji-t Data
Kelompok
N
X
s2
Hasil
Eksperimen
38
23
17,2
Belajar
Kontrol
37
19
17,94
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh
t hitung
sebesar 4,14.
t
Sedangkan, tabel dengan db = 38 + 37 – 2 = 73 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,000.
(X )
thit
ttab (t.s. 5%)
4,14
2,000
hitung,
diketahui
Kesimpulan thitung > tTabel H1 diterima
X
kelompok
eksperimen adalah 23 dan X kelompok kontrol adalah 19. Hal ini berarti,
ttabel
X eksperimen lebih besar dari X kontrol ( X eksperimen > X kontrol). Berdasarkan
tabel ( hitung ), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kontekstual dan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Untuk mengetahui adanya pengaruh model pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa, dapat dilihat dari rata–rata hasil belajar IPA antara kedua kelompok sampel. Dari rata–rata
hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Melaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana Tahun Pelajaran 2013/2014 Model Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam belajarnya. Sebab, model pembelajaran kontekstual dapat dipergunakan di dalam maupun di luar kelas sebagai salah satu cara membantu siswa untuk aktif belajar,
Hal ini berarti,
t
t
t hitung
lebih besar dari
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 bukan bersifat pasif. Melalui model pembelajaran kontekstual siswa akan dihadapkan pada kenyataanya suatu ilmu pengetahuan yang mereka miliki yang dihubungkan dengan kenyataan dilingkungan sekitar, maupun di tempat mereka belajar. Menurut Trianto (2009:107) mendefinisikan bahwa “pembelajaran kontekstual pembelajaran dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan”. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruangan kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berati bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks di mana materi tersebut digunakan, serta berhubung dengan cara siswa belajar. Konteks memberikan arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar. Sedangkan Model pembelajaran konvensional adalah suatu model pembelajaran yang cenderung menekankan guru sebagai pusat informasi (teacher centered). Model pembelajaran tersebut masih didasarkan atas asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindah secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Burowes (dalam Purnamiyati, 2011) menyatakan bahwa model konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya atau menerapkan pada kehidupan nyata. Sejalan dengan pendapat di atas Sudjana (dalam Suryanti, 2010) menyatakan bahwa “model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang menekankan penyampaian materi dari guru kepada siswa”. Pembelajaran ini lebih didominasi oleh guru dan siswa bersifat pasif selama pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini, kebenaran terhadap perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran model konvensional dapat dinyatakan melalui hipotesis penelitian. Kebenaran hipotesis ini berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kontekstual hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar siswa. Rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran kontekstual adalah 23 dan rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional adalah 19. Berdasarkan analisis data menggunakan uji–t, diketahui
t hitung
= 4,14
t dan tabel (db = 38 + 37 – 2 = 73 dan taraf signifikansi 5%) = 2,000. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
t
t
t
t hitung
lebih
tabel besar dari tabel ( hitung ), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kontekstual dan siswa yang mengikuti pembelajaran model konvensional. Perbedaannya terletak dari langkahlangkah pembelajaran dan penyampaian materi antara model pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran model kontekstual langkahlangkah yang digunakan, yaitu : (1) kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, (2) hadirkan model sebagai contoh pembelajaran, (3) kembangkan sifat ingin tau siswa dengan bertanya dan kegiatan inkuri untuk semua topik, (4) ciptakan masyarakat belajar, (5) lakukan refleksi di akhir pertemuan, (6) lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Sedangkan langkah-langkah model pembelajaran konvensional, yaitu : (1) materi pembelajaran disampaikan oleh guru menggunakan metode ceramah, (2) materi
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 pembelajaran hanya diperoleh dari buku teks dan guru, (3) siswa hanya terpaku pada penjelasan guru, (4) keterlibatan siswa dalam belajar bersifat pasif, (5) pembelajaran hanya mengejar ketuntasan materi, (6) evaluasi pembelajaran hanya menekankan pada evaluasi formal. Di sisi lain, hasil penelitian sebelumnya tentang penerapan model kontekstual adalah sebagai berikut. Widya Mahadiani (2013), melakukan penelitian dengan judul” Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Mnemonic Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Gugus III Sukawati Gianyar”. Rata-Rata Skor Hasil Belajar IPS dengan Model Kontekstual sebesar=74,75. Vony Hendriani (2012), melakukan penelitian dengan judul” Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Tri Hita Krana Terhadapat Hasil Belajar Pkn Pada Siswa Kelas V Semester II di Gugus X Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. ”. Rata-Rata Skor Hasil Belajar Pkn dengan Model Kontekstual sebesar= 20,03. Wedaguna (2013), melakukan penelitian dengan judul” Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbantuan Media Gending Bali Sekar Rare Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas IV Semester Ganjil SD Negari 2 Bila Kecamatan Kubutabahan, Kabupaten Buleleng”. Rata-Rata Skor yang di dapat dengan Model Kontekstual sebesar= 11,56 Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, ternyata model pembelajaran kontekstual sangat berpengaruh positif terhadap proses belajar, hal semacam ini dapat diketahui dari hasil rata-rata belajar siswa dengan model pembelajaran kontekstual yang sudah dilakukan, yaitu melalui hasil skor rata-rata pembelajaran dengan model kontekstual cendrung lebih tinggi. Harapannya juga menunjukan terhadap penelitian ini yang telah di lakukan dengan judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negari 1 Melaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana”. Hasil nilai rata-rata juga cendrung lebih tinggi melalui penerapan model pembelajaran kontekstual, dan hasil perhitungan melalui analisis data dengan
uji–t,
t
bahwa
t
t hitung
lebih besar dari
t
ttabel t
tabel ( hitung ), yaitu hitung = 4,14 dan tabel (db = 38 + 37 – 2 = 73 dan taraf signifikansi 5%) = 2,000. Berdasarkan uraian di atas, melalui penerapan pembelajaran dengan model kontekstual terhadap hasil belajar IPA di SD Negeri 1 Melaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa tahun pelajaran 2013/2014.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Hasil rata-rata belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran kontekstual dengan model pembelajaran konvensional, yaitu = 23, sehingga berada pada kategori tinggi, (2) Hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional dengan =19, sehingga berada pada kategori rendah, (3) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kontekstual dengan pembelajaran model konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 1 Melaya. Hal ini dilihat dari rata-rata kelompok eksperimen lebih besar dari rata-rata kelompok kontrol ( ), (4) adanya perbedaan yang signifikan yang berpengaruh antara pembelajaran model kontekstual dengan model pembelajaran konvensional melalui uji-t, yaitu thit > ttabel (4,14>2,000) artinya, model pembelajaran kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa. Bertolak dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. (1) Kepala sekolah, diharapkan mampu memberikan arahan kepada rekan-rekan guru lainnya agar mampu menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih inovatif untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih efektif, khususnya pembelajaran IPA, (2) Kepada siswa, diharapkan dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik agar pembelajaran menjadi lebih
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 bermakna, (3) Kepada guru, dalam proses pembelajaran diharapkan agar mampu membedakan pendekatan pembelajaran yang lebih inovatif maupun media pembelajaran yang tepat untuk membantu proses belajar siswa dalam belajar agar lebih baik, (4) Kepada peneliti lainnya, diharapkan mencoba kembali untuk melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual agar lebih teruji lagi kebenarnya. Sebab, model pembelajaran kontekstual tidak saja mampu menghubungan ilmu pengetahuan siswa dengan kenyataan, tapi model pembelajaran kontekstual juga mampu membaut siswa untuk belajar bermakna. DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Djojosoediro, Wasih. 2008. Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Eka, I
P. A. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VIII SMP N 1 Tabanan Tahun Pelajaran 2008/2009. Tesis (tidak diterbitkan). Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Ganesha.
Koyan, I W. 2007. Statistik Terapan (Teknik Analisis Data Kualitatif). Buku Ajar (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Mahendra. 2009. “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dan Motivasi belajar berprestasi terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam” . Tesis (tidak diterbitakan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Muslich, M. 2007. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Nurkancana, Wayan dan PPN. Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Sudjana, Nana.1989. Penilaian Hasil Proses Belajar mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. .