e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENGARUH MODEL HEURISTIK VEE DENGAN PETA PIKIRAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD 1
Ni Km. Tirta Yoga Pramoda Wardani, 2Md. Sulastri, 3I Gd. Margunayasa
1,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2 Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, semester genap, tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini merupakan quasi experiment dengan rancangan post test only control group design. Populasi penelitian ini adalah kelas V SD di Gugus III Kecamatan Kubu. Sampel penelitian ini yaitu kelas V SD N 4 Tianyar dan kelas V SD N 10 Tianyar, yang ditentukan dengan teknik random sampling. Instrumen pada penelitian ini yaitu tes hasil belajar IPA. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial melalui uji- t. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dilihat dari rata-rata skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran lebih besar daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional yaitu 22,13 > 16,22. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Kubu, semester genap, tahun pelajaran 2014/2015. Kata-kata kunci : model heuristik vee, peta pikiran, hasil belajar Abstract The aims of the research is determine the differences of the science learning result among students who learnt by using Heuristik Vee teaching with mind mapping and students who learnt by using conventional teaching in fifth grade elementary school students in cluster III Kubu district,karangasem regency, second semester, in 2014/2015 school year. The research was quasi experiment with post test only control group design. The population was fifth grade in cluster III Kubu district. The sample of this research were fifth grade students in SD N 4 Tianyar and fifth grade students in SD N 10 Tianyar, involved by random sampling technique. The instrument of this research is test. Data were analyzed using descriptive statistics and inferential statistic through t-test. The result of the analyses showed that there were differences of the science learning result among students who learnt by using Heuristik Vee teaching with mind mapping and students who learnt by using conventional teaching. Judging from the average score of a group of students that learned with Vee heuristic learning with Mind Maps larger than the group of students that learned with conventional learning models, namely 22.13> 16.22.Based on the result, can be concluded that Heuristik Vee teaching with mind mapping influence the science learning result in fifth grade cluster III Kubu distric, second semester, in 2014/2015 school year. Key words : heuristik vee model, mind mapping, learning result
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), persaingan dalam berbagai bidang kehidupan menjadi semakin ketat yang menuntut manusia untuk menjadi pemenang dalam mempertahankan kehidupannya. Keberadaan sumber daya manusia (SDM) merupakan komponen yang sangat menentukan nasib suatu bangsa, sehingga setiap bangsa menuntut agar memiliki wawasan terhadap ilmu pengetahuan, dan dapat mengembangkannya dalam kehidupan. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat dihasilkan salah satunya melalui pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan sumber daya manusia. Menyadari akan pentingnya peran pendidikan dalam suatu negara, penataan pendidikan di Indonesia terus diupayakan ke arah yang lebih baik. Hal ini termuat dalam Permendiknas 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (2007:1) yang menyatakan bahwa “prinsip pendidikan saat ini adalah pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat”. Prinsip ini selanjutnya berimplikasi terhadap paradigma pendidikan secara lebih luas. Proses transfer ilmu melalui pengajaran telah bergeser ke arah proses transfer ilmu melalui pembelajaran. Prinsip ini juga sesuai dengan konsep dasar teori konstruktivisme yang memandang pembelajaran menekankan pada proses interaksi peserta didik. Selain itu berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Upaya yang dilakukan antara lain: wajib belajar 9 tahun, penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran, penataran guru-guru dalam penguasaan materi, pengembangan dan pengadaan materi ajar, mengadakan musyawarah guru
mata pelajaran (MGMP), serta menyusun dan menyempurnakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan pada tahun 2006 menjadi Kurikulum 2013. Namun dalam pengimplementasian kurikulum 2013 di lapangan masih menemui banyak kendala, sehingga pemerintah mengambil kebijakan dengan menerapkan kembali kurikulum KTSP. Dilihat dari pengembangannya selama ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari berbagai kendala. Dari berbagai kendala tersebut, banyak tujuan yang ingin dicapai mengalami hambatan. Hambatan tersebut sering terjadi pada proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, banyak guru yang mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi dan mengarahkan perhatian siswa pada pokok bahasan yang disampaikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2009) menurutnya masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Pembelajaran konvensional ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada siswa. Penggunaan metode pembelajaran yang monoton (konvensional) terjadi hampir di seluruh mata pelajaran, dimungkinkan siswa akan mengantuk dan kurang perhatian karena bosan. sistem pengajaran tersebut juga berlaku khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perolehan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang dilaporkan oleh Depdiknas masih sangat jauh dari standar yang diharapkan.. Alasan ini diperkuat setelah melakukan observasi di kelas V SD di gugus III Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem yang dilaksanakan dari tanggal 21 januari 2015 sampai dengan 3 februari 2015. Observasi dilakukan dalam
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
tiga tahap yaitu wawancara, pengamatan, dan pencatatan dokumen. Hasil wawancara dengan beberapa guru pengampu mata pelajaran IPA kelas V mengungkapkan bahwa pertama, ketika proses pembelajaran berlangsung guru merasa kesulitan dalam menyampaikan materi utamanya jika materi tersebut dirasa sulit dan harus memakai media yang relevan dengan pembelajaran. Kedua, sarana dan prasarana yang belum memadai seperti buku-buku penunjang pembelajaran dan laboratorium praktek. Ketiga, Ketika siswa diberikan tugas rumah, banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas. Dari hasil pengamatan diperoleh beberapa kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran IPA yaitu: pertama, guru belum maksimal menerapkan pembelajaran yang bersifat konstruktivis. Secara proporsi guru lebih banyak menggunakan model pembelajaran langsung, pembelajaran dimulai dengan ceramah, tanya jawab dilanjutkan dengan penugasan. Kedua, banyak siswa yang meremehkan perkataan guru saat guru menjelaskan materi. Ketiga, saat jam istirahat, siswa lebih memilih bermain dengan teman-temannya daripada
membaca buku. Keempat, ketika guru menyuruh siswa untuk mencatat materi pembelajaran, siswa banyak yang tidak mengerjakan. Kelima, saat guru meminta siswa untuk mengungkapkan gagasan awalnya tentang materi yang akan dipelajari, banyak siswa yang tidak termotivasi untuk mengungkapkan gagasannya. Keenam, guru kurang aktif mengaitkan topik yang akan dipelajari dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Ketujuh, ketika siswa selesai mengerjakan tugas yang diberikan guru terkait materi, guru jarang mengevaluasi pekerjaan siswa yang benar dan yang salah. Hasil pencatatan dokumen, dapat dilihat dari hasil belajar IPA siswa pada saat Ulangan Akhir Semester. Sebagai contoh, maka dikaji nilai ulangan umum semester I siswa kelas V di gugus III Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem pada mata pelajaran IPA tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa sebanyak 171 orang. Berikut disajikan tabel data rata-rata nilai capaian siswa pada kegiatan ulangan Akhir semester I (UAS) IPA tahun pelajaran 2014/2015 di gugus III Kecamatan Kubu.
Tabel 1. Data Nilai Rata-rata Ulangan Umum IPA Siswa Semester I Tahun Pelajaran 2014/2015 di Gugus III Kecamatan Kubu No 1 2 3 4 5 6 7
SD di Gugus III Kecamatan Kubu SD N 1 Tianyar SD N 2 Tianyar SD N 3 Tianyar SD N 4 Tianyar SD N 6 Tianyar SD N 8 Tianyar SD N 10 Tianyar
KKM Mata Pelajaran IPA Nilai Rata-rata Kelas V Kelas 65 61,6 65 62,6 65 60,8 70 62,0 65 61,4 65 59,8 68 66,6 (Sumber: Tata Usaha SD di Gugus III Kecamatan Kubu)
Berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan mengenai keberhasilan pencapaian nilai KKM IPA Kelas V SD di Gugus III Kecamatan Kubu , maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPA kelas V SD di gugus III Kecamatan Kubu selama ini tergolong masih rendah dan belum mencapai KKM.
Kenyataan tersebut merupakan implikasi dari pembelajaran IPA yang dilakukan masih berpusat pada guru. Guru seharusnya memahami bagaimana hakikat dari IPA itu sendiri. Pada dasarnya pembelajaran IPA dapat dipandang dari dua sisi yaitu IPA sebagai “produk” dan IPA sebagai “proses” (Trianto, 2010). Pertama, IPA sebagai “produk” diartikan sebagai
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau disiminasi pengetahuan. Kedua, IPA sebagai “produk” dapat berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori. Ketiga, IPA sebagai “proses” diartikan sebagai semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Selain itu, dalam belajar IPA juga dapat memupuk sikap siswa. Berdasarkan uraian tersebut diharapkan guru saat proses pembelajaran IPA berlangsung guru harus benar-benar mampu mengelola pembelajaran dengan baik. Permasalahan di atas perlu dicarikan solusi demi perbaikan kualitas pembelajaran, yaitu dengan menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif.
Salah satu bentuk model pembelajaran inovatif adalah model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran. Model pembelajaran Heuristik Vee merupakan suatu cara yang dipakai untuk memecahkan masalah dengan menggunakan prosedur-prosedur penemuan dalam ilmu pengetahuan (Suastra, 2009). Beberapa kelebihan model Heuristik Vee yaitu pertama, konstruksi Heuristik Vee dapat membantu peserta didik dalam menangkap makna pada praktek-praktek laboratorium yang sebelumnya telah diterapkan fokus-fokus pertanyaan yang menuntut peserta didik berpikir reflektif. Kedua, model Heuristik Vee membantu peserta didik menemukan konsep antara apa yang mereka miliki atau diketahui dengan pengetahuan baru yang berusaha dikonstruksi atau dipahami. Ketiga, model Heuristik Vee juga memiliki nilai psikologis sebab model Heuristik Vee tidak hanya mendorong belajar secara bermakna, tetapi juga membantu peserta didik memahami proses penemuan pengetahuan (Sudarma, 2011). Model pembelajaran Heuristik Vee mengacu pada teori David Ausubel. David Ausubel terkenal dengan teori belajar yang dibawanya yaitu teori belajar bermakna (meaningful learning). Menurut Ausubel belajar menerima dan menemukan masing-
masing dapat merupakan hafalan atau bermakna tergantung pada situasi terjadinya belajar. Hafalan hanya akan bersifat sementara jika seseorang tidak menguasai konsep materi yang dipelajarinya. Menghafal sebenarnya mendapatkan informasi yang diperoleh tersebut ke dalam struktur kognitif (Riyanto, 2010). Salah satu cara untuk mengasimilasikan konsep-konsep yang telah dipelajari yaitu dengan membuat peta pikiran. Peta pikiran merupakan suatu teknik mengorganisasikan sebuah informasi yang di dapat ke dalam bentuk gambar, symbol, atau warna secara kreatif dan efektif dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman si penerima informasi dan mengingatnya lebih lama (Buzan, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Heuristik Vee dengan peta pikiran dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Sekolah Dasar di Gugus III Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Semester Genap, Tahun Pelajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong quasi experiment karena tidak semua variabel (gejala yang muncul) dan kondisi eksperimen dalam penelitian ini dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Penelitian dilaksanakan di SD Gugus III Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem pada rentangan waktu semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang dimulai dari bulan April sampai Mei 2015. Populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas V SD yang ada di Gugus III Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem yang berjumlah 7 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 171 orang. Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan dijadikan objek penelitian, yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling tetapi yang
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
dirandom adalah kelas. Dari tujuh sekolah dasar yang ada di Gugus III Kecamatan Kubu, dilakukan pengundian tahap pertama untuk memilih dua kelas yang dijadikan sampel penelitian. Berdasarkan hasil undian tahap pertama, diperoleh sampel yaitu kelas V SD N 4 Tianyar dengan jumlah siswa 29 orang dan siswa kelas V SD N 10 Tianyar dengan jumlah siswa 27 orang. Selanjutnya, untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan undian tahap kedua. Melalui
proses pengundian tersebut, diperoleh kelas V SD N 4 Tianyar sebagai kelas eksperimen dan kelas V SD N 10 Tianyar sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran dan kelas kontrol tidak diberikan perlakuan (pembelajaran konvensional). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah posttest-only control group design.
Tabel 2. Desain Penelitian post test only control group Kelas Eksperimen Kontrol
Treatment X -
Post-test O1 O2 (Sugiyono, 2010:112)
Keterangan: O1 = post-test terhadap kelompok eksperimen O2 = post-test terhadap kelompok kontrol X = treatment terhadap kelompok eksperimen (Model Heuristik Vee dengan peta pikiran) – = treatment terhadap kelompok kontrol (model pembelajaran konvensional) Prosedur penelitian yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Melakukan uji kesetaran pada populasi dengan menggunakan uji anava. Setelah diperoleh kesetaraan, dilakukan teknik pengundian untuk menentukan sampel. Dari sampel tersebut dilakukan pengundian tahap kedua untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. (2) Menyiapkan alat dan bahan pembelajaran, yaitu: menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar kerja siswa (LKS), menyiapkan alat dan media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. (3) Menyiapkan instrumen penelitian yaitu menyiapkan tes hasil belajar sesuai dengan materi yang dikaji dan menyiapkan kunci jawaban tes yang akan digunakan. (4) Mengkonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen yang akan digunakan untuk penelitian dengan dosen IPA, kemudian menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda instrumen tersebut. (5) Memberikan perlakuan pembelajaran terhadap kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen
dengan pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran dan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. (6) Memberikan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dilaksanakan setelah perlakuan pembelajaran. (7) Melakukan analisis data hasil belajar sesuai data yang diperoleh. (8) Menyusun laporan penelitian. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data tentang hasil belajar IPA adalah tes objektif, dimana butir pertanyaannya berjumlah 30 soal. Setiap item diberikan skor 1 bila siswa menjawab dengan benar dan skor 0 bila siswa menjawab salah. Skor setiap jawaban kemudian dijumlahkan dan jumlah skor tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA. Rentang skor yang mungkin diperoleh siswa adalah 0-30. Skor 0 merupakan skor minimal ideal dan skor 30 merupakan skor maksimal ideal hasil belajar. Sebelum tes disebarkan kepada siswa, maka tes yang dibuat diuji terlebih dahulu melalui validasi pakar. Setelah direvisi, instrumen diujicobakan di
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
lapangan. Data yang diperoleh dari uji coba instrumen dianalisis menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, daya pembeda soal, dan tingkat kesukaran soal. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, berupa mean, median, modus, dan rentang data. Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk kurva polygon. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji
normalitas dan homogenitas. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji-t (polled varians). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis data dilakukan pada masing-masing kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun hasil analisis data statistik deskriptif disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Data dengan Statistik Deskriptif Statistik Mean Median Modus Standar Deviasi Varians
Kelompok Eksperimen 23,13 24,42 26,31 4,26 18,172
Kelompok Kontrol 16,22 15,71 14,64 3,92 15,384
Berdasarkan data pada tabel di atas, data hasil belajar kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk grafik polygon, seperti Gambar 1 berikut ini.
Titik Tengah Mo=14,64
M=16,22 Md=15,71
Gambar 2. Grafik Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol M=23,13
Md=24,42
Mo =26,31
Titik Tengah Gambar 1. Grafik Poligon Data Hasil Belajar IPA Siswa Kelompok Eksperimen Berdasarkan grafik poligon data hasil belajar kelompok eksperimen di atas, dapat diketahui bahwa modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian grafik poligon di atas menunjukkan juling negatif. Artinya, sebagian besar skor cenderung tinggi. Sedangkan data Hasil belajar IPA siswa kelas kontrol disajikan pada Gambar 2.
Berdasarkan grafik poligon data hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol, dapat diketahui bahwa modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian grafik di atas menunjukkan juling positif. Artinya, sebagian besar skor cenderung rendah. Setelah melakukan analisis statistik deskriptif, selanjutnya dilakukan uji prasyarat untuk menguji hipotesis. Uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas sebaran data post-test hasil belajar dalam mata pelajaran IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan dalam Tabel 4.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA No 1 2
Kelompok Data Hasil Belajar Post-test Eksperimen Post-test Kontrol
χ2
7,048 1,432
Status
tabel
7,815 7,815
Normal Normal
berdistribusi normal. Sedangkan, hitung hasil post-test kelompok kontrol adalah 2 1,432 dan tabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti, 2 hitung hasil post-test kelompok kontrol
Kriteria
pengujian, jika hitung tabel dengan taraf signifikasi 5% (dk = jumlah kelas dikurangi parameter dikurangi 1), maka data berdistribusi 2 2 normal. Sedangkan, jika hitung tabel , maka data tidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Chi-Square, diperoleh 2 hitung hasil post-test kelompok 2
χ2
hitung
2
2
lebih kecil dari tabel ( hitung tabel ), sehingga data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. Selanjutnya, uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil uji homogenitas varians antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 5. 2
eksperimen adalah 7,048 dan tabel dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 2 adalah 7,815. Hal ini berarti, hitung hasil post-test kelompok eksperimen lebih kecil 2 2 2 dari tabel ( hiung tabel ), sehingga data hasil post-test kelompok eksperimen 2
2
2
Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Ftabel dengan Taraf Sumber Data Fhitung Status Signifikansi 5% Post-test Kelompok Eksperimen dan 1,18 1,87 Homogen Kelompok Kontrol Uji homogenitas varians yang kelompok eksperimen dan kelompok kontrol digunakan adalah uji F dengan kriteria data adalah normal dan homogen. Setelah homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis tabel di atas, diketahui Fhitung hasil post-test data, dilanjutkan dengan pengujian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol adalah 1,18, sedangkan Ftabel dengan (H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dbpembilang = 26, dbpenyebut = 28, dan taraf dengan menggunakan uji-t dengan rumus signifikansi 5% adalah 1,87. Hal ini berarti, polled varians dengan kriteria H0 tolak jika varians data hasil post-test kelompok thitung > ttabel dan H0 terima jika thitung < ttabel. eksperimen dan kelompok kontrol adalah Rangkuman hasil perhitungan uji-t antara homogen. kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Berdasarkan uji prasyarat analisis disajikan pada Tabel 6. data, diperoleh bahwa data hasil post-test Tabel 6. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t Data Hasil Belajar IPA siswa
Kelompok Eksperimen
N
X
s2
thitung
29
23,13
18,17
6,37
ttabel (t.s. 5%) 2,021
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
kelas V
Kontrol
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t diatas, diperoleh thitung sebesar 6,37. Sedangkan ttabel dengan dk = 29+27-2 = 54 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada ratarata skor hasil belajar IPA dan kecenderungan skor hasil belajar IPA. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 23,13 yang berada pada kategori sangat tinggi. Sementara itu, skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 16,22 yang berada pada kategori sedang. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t yang ditunjukkan pada Tabel 6 diketahui thitung = 6,37 dan ttabel (db = dan taraf signifikansi 5%) = 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian dapat dikatakan signifikan. Berdasarkan analisis deskriptif dan uji hipotesis, dapat diambil suatu informasi bahwa ternyata model Heuristik Vee dengan peta pikiran cenderung unggul dalam menentukan hasil belajar yang diperoleh siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Terdapat beberapa hal yang dapat menjelaskan penyebab hasil belajar IPA siswa di kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan hasil belajar IPA siswa dikelompok kontrol baik secara teoritis maupun empiris. Secara teoretis model pembelajaran Heuristik Vee bernaung di bawah teori belajar konstruktivisme.Model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran membuat pembelajaran siswa lebih bermakna karena
27
16,22
15,38
selain siswa mampu membangun pengetahuannya secara mandiri, siswa juga memperoleh kebermaknaan belajar yang berimplikasi pada penerimaan berbagai informasi-informasi yang dipelajari akan lebih bertahan lama dalam memori siswa serta siswa mampu memecahkan masalah sehari-hari dengan memanfaatkan konsep yang sudah dipelajari. Suastra (2009) menyatakan bahwa pembelajaran Heuristik Vee difokuskan dalam lima tahapan penting yaitu, (1) orientasi, siswa menggali pengetahuan yang sudah dimiliknya serta mengaitkan pengalaman siswa dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. (2) Pengungkapan gagasan awal, siswa mengungkapkan gagasan, prinsip, konsep, maupun yang dibicarakan. Guru memberikan pertanyaan, berdasarkan pertanyaan tersebut siswa mengungkapkan gagasannya berdasarkan peta pikiran yang telah dibuat sebelumnya.(3) Pengungkapan permasalahan/fokus pertanyaan, guru memberikan pertanyaan kunci sesuai dengan LKS, pemberian pertanyaan kunci ini dimaksudkan untuk memfokuskan siswa dalam melakukan rekonstruksi pengetahuan serta dapat menyusun hipotesis, hipotesis inilah yang akan ditindaklanjuti dalam tahap berikutnya. (4) Rekonstruksi pengetahuan baru, siswa menindaklanjuti pertanyaan kunci yang diberikan oleh guru serta hipotesis atau dugaan yang telah disusun siswa ke dalam kegiatan praktikum. Secara fisik, konstruksi gagasan siswa tertuang pada sisi kanan diagram “V” yang berupa kesimpulan dari hasil praktikum. (5) Evaluasi gagasan siswa, siswa dilatih untuk mengungkapkan secara lisan berbagai informasi atau pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk kegiatan diskusi antar kelompok. Guru mencatat ide-ide pokok yang sesuai dengan konsep ilmiah dan mendiskusikan jawaban peserta didik yang salah. Setelah melakukan diskusi, siswa dapat menambahkan hasil temuannya ke dalam cabang peta pikiran dan membuat laporan hasil diskusi dalam bentuk diagram Vee.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Secara umum, kelima tahap belajar pada model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran sangat mendukung teori kebermaknaan belajar pada pembelajaran IPA, sehingga secara teoretis pula tahapan belajar pada model tersebut akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pencapaian hasil belajar IPA siswa. Berbeda halnya dengan model pembelajaran konvensional yang mencirikan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Secara teori, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang menekankan guru sebagai sumber informasi dan pusat aktivitas pembelajaran sehingga siswa menjadi pasif (Rasana,2009). Berdasarkan tinjauan secara empiris, perbandingan kedua model pembelajaran tersebut dapat dilihat dari perbedaan pelaksanaan pembelajaran antara kedua model. Pada model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran, siswa dilibatkan secara langsung dalam penemuan suatu konsep melalui kegiatan-kegiatan yang relevan dengan materi pelajaran seperti melaksanakan kegiatan pengamatan, diskusi, praktikum, demonstrasi dan tanya jawab multi arah. Di sisi lain siswa, sebelum melakukan praktikum, siswa diberikan fokus penyelidikan berupa pertanyaan kunci yang melatih siswa untuk membuat suatu hipotesis dan merancang prosedur penelitian sederhana serta melaksanakannya. Siswa juga dilatih untuk menggunakan alat dan bahan saat melaksanakan praktikum, membuat laporan hasil pengamatan dan hasil diskusi kelompok. Hal terpenting dalam model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran adalah yaitu siswa dilatih kemampuan berpikirnya melalui pembuatan peta pikiran. Pada kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang dalam kegiatan belajarnya lebih banyak mengarah pada metode ceramah yang mencirikan transfer ilmu dari siswa ke guru. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada saat pembelajaran peserta didik cenderung pasif dan terkesan bosan dengan situasi belajar seperti itu.
Pengetahuan yang didapat pun akan mudah terlupa karena tidak disertai dengan pemahaman oleh siswa itu sendiri. Model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran terbukti mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran secara optimal belum mampu mencapai hasil belajar IPA yang secara deskriptif dapat dikategorikan sangat baik yaitu 1) siswa belum memahami dan terbiasa belajar dengan menggunakan model Heuristik Vee dengan peta pikira . 2) Menyita waktu yang cukup banyak untuk membiasakan siswa belajar dengan menggunakan model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran. 3) Siswa belum terbiasa membuat peta pikiran sehingga memerlukan waktu relatif lama untuk siswa berlatih membuat peta pikiran. 5) Siswa belum terbiasa berdiskusi dalam kelompok sehingga penyelesaian tugas belajar dalam LKS membutuhkan waktu lebih lama. Implikasi temuan penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran dapat memberikan penguasaan konsep materi pembelajaran yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran lebih banyak menekankan keterlibatan siswa dalam menemukan sendiri konsep-konsep IPA yang dipelajari melalui penemuan atau kegiatan praktikum sedangkan guru hanya bertugas sebagai fasilitator. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian di atas, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Heuristik Vee dengan Peta Pikiran dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2014/2015. Perbedaan tersebut dilihat dari rata-rata skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran Heuristik Vee dengan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Peta Pikiran lebih besar daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional yaitu 22,13 > 16,22. Dengan demikian model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD, di gugus III Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, semester genap, tahun pelajaran 2014/2015. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah (1) Siswa disarankan untuk berlatih membuat peta pikiran yang digunakan sebagai media untuk mempermudah siswa dalam menemukan konsep-konsep IPA secara mandiri, aktif dan kreatif untuk dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep sehingga akan berimplikasi pada pencapaian hasil belajar yang lebih optimal. (2) Guru disarankan untuk menerapkan model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas dan mengembangkan aspek pemahaman konsep IPA siswa. Karena dalam model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran akan membantu siswa dalam memecahkan masalah dengan prosedurprosedur penemuan dalam ilmu pengetahuan serta mendapat catatan yang menarik sehingga membantu siswa lebih mudah mengingat serta memahami materi yang sedang dipelajari. Selain itu siswa akan terbiasa belajar dengan model tersebut sehingga waktu yang diperlukan tidak cukup banyak untuk menyelesaikan langkah-langkah pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran.(3) Guru sebaiknya membiasakan siswa untuk membuat peta pikiran tidak terbatas pada mata pelajaran IPA saja tetapi juga pada mata pelajaran lainnya sehingga siswa tidak memerlukan waktu relatif lama untuk menyelesaikan satu peta pikiran. (4) Guru sebaiknya lebih sering membentuk kelompok diskusi dalam setiap pembelajaran, agar peserta didik terbiasa memecahkan permasalahan maupun soalsoal yang berkaitan dengan materi melalui diskusi. (5) Penelitian ini terbatas membahas pada materi IPA yaitu tentang sifat-sifat cahaya, melibatkan sampel terbatas pada satu
gugus, dan mengukur satu variabel yaitu hasil belajar IPA. Kepada peneliti lain, disarankan agar mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran Heuristik Vee dengan peta pikiran dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya. Pada materi-materi IPA yang lain dan lebih luas, melibatkan sampel yang lebih besar misalnya dalam satu kecamatan atau satu kabupaten serta melibatkan variabel-variabel yang lain sehingga mendapatkan hasil yang lebih optimal. DAFTAR RUJUKAN Buzan. T. 2007. Mind Map Untuk Anak Agar Pintar di Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Permendiknas 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah 2007. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Rasana, Raka. 2009. Laporan Sabbatical Leave: Model-Model Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Suastra, I W. 2009.Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Undiksha Sudarma, I Wayan. 2011. “Implementasi Pendekatan Vee Heuristic untuk Meningkatkan Aktifitas Ilmiah dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar No. 5 Penarukan, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng”. Skripsi (tidak diterbitkan): Universitas Pendidikan Ganesha Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Trianto.2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Prenada Media Group. -------.2010.Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : PT. Bumi Aksara