PENGARUH PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIK SISWA
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh: Rimanita Khairunnisa NIM.1110017000098
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016
ABSTRAK
Rimanita Khairunnisa (1110017000098), Pengaruh Pendekatan Metaphorical Thinking terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa, Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis; (1) kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajarkan dengan pendekatan Metaphorical Thinking dan (2) perbandingan antara kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajarkan dengan pendekatan Metaphorical Thinking dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 5 Jakarta pada kelas IX A dan IX B semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode quasi eksperimental dengan rancangan penelitian randomized post-test only control group design. Subjek penelitian ini adalah 46 siswa yang terdiri dari 24 siswa untuk kelas eksperimen dan 22 siswa untuk kelas kontrol. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling pada siswa kelas IX. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan pendekatan Metaphorical Thinking lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan pendekatan Metaphorical Thinking sebesar 61,50 dan nilai rata-rata hasil tes penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional sebesar 45,59 (thitung = 3,18 dan ttabel = 1,68). Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung dengan menggunakan pendekatan Metaphorical Thinking berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan penalaran analogi matematik siswa dibandingkan dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Kata kunci: pendekatan Metaphorical Thinking, kemampuan penalaran analogi matematik siswa.
i
ABSTRACT
Rimanita Khairunnisa (1110017000098), The Effects of Metaphorical Thinking Approach to The Analogical Reasoning Ability of Mathematics of Student, Thesis of Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, June 2016. The study aims to analyze; (1) The analogical reasoning ability of mathematics of students who taught with Metaphorical Thinking approach and (2) A comparison between the analogical reasoning ability of mathematics of students who taught with Metaphorical Thinking approach with students who taught with conventional learning. The research conducted at SMP Muhammadiyah 5 Jakarta in class IX A and IX B of the odd semester for academic year 2015/2016. The method used in this research is quasi experimental method with Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subjects for this research are 46 students consist of 24 students for class of experimental group and 22 students for class of control group. To determine sample used cluster random sampling technique in IX class. The data collection after the treatment is done by using test of mathematical analogical reasoning ability students. Result of the research revealed that the analogical reasoning ability of mathematics students who is taught with Metaphorical Thinking approach is higher than students who is taught with conventional learning. This matter visible from the mean score of mathematical analogical reasoning ability test students who taught with Metaphorical Thinking approach is at 61,50 and the average value of mathematical analogical reasoning ability test students who taught with conventional learning is at 45,59 (tcount = 3,18 and ttable = 1,68). The conclusion of this research is that learning mathematics on the subjects of Sequences and Series by using Metaphorical Thinking approach are significantly affect students mathematical analogical reasoning abilities compared with the conventional learning. Keywords: Metaphorical Thinking approach, The analogical reasoning ability of mathematics.
ii
KATA PENGANTAR ﺑﺳﻢﺍﷲﺍﻟﺭﺤﻣﻦﺍﻟﺭﺤﻳﻢ Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam tak lupa senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. Abdul Muin, S.Si, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan, kesabaran, arahan, waktu, nasihat, dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak Firdausi, S.Si., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, kesabaran, arahan, waktu, nasihat, dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, selaku Dosen Penasehat Akademik yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, nasihat, dan semangat dalam membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan. 7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada
iii
penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. 8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat. 9. Ibu Rr. Evi Kusuma Indriati, M.Pd., kepala SMP Muhammadiyah 5 Jakarta yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut. 10. Bapak Drs. Afdhol, selaku guru pamong yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung. 11. Siswa dan siswi kelas IX SMP Muhammadiyah 5 Jakarta tahun ajaran 2015/2016, khususnya kelas IX A dan IX B yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian. 12. Keluarga besar tercinta, terutama kepada bapak, mamah, mamas eta dan adek rijal yang selalu memberikan kasih sayang, do’a, dukungan dan semangat kepada penulis. 13. Sahabat seperjuangan selama perkuliahan, Wardatul Uyun, Indah Yunita dan Kholifah yang sudah memberi semangat, nasihat dan bantuan kepada penulis selama perkuliahan. 14. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’10, terutama Cuspid (PMTK Kelas C). Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Aamiin yaa robbal’alamin. Demikianlah,
betapapun
penulis
telah
berusaha
dengan
segenap
kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai
iv
macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka. Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesarbesarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.
Jakarta, Juli 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI ABSTRAK .........................................................................................................
Hal i
ABSTRACT ........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .........................................................................
8
C. Pembatasan Masalah ........................................................................
8
D. Rumusan Masalah ............................................................................
9
E. Tujuan Penelitian..............................................................................
9
F. Manfaat Penelitian............................................................................ 10 BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS .......................................................................................... 11 A. Kajian Teori...................................................................................... 11 1. Penalaran Analogi Matematik ..................................................... 11 2. Pendekatan Metaphorical Thinking ............................................ 17 3. Pembelajaran Konvensional ........................................................ 27 B. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................... 28 C. Kerangka Berpikir ............................................................................ 30 D. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 34 A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 34 B. Metode dan Desain Penelitian .......................................................... 34 C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 35 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 36
vi
E. Instrumen Penelitian ......................................................................... 36 1. Validitas Instrumen ..................................................................... 37 2. Reliabilitas Instrumen .................................................................. 39 3. Taraf Kesukaran .......................................................................... 40 4. Daya Pembeda ............................................................................. 41 F. Teknik Analisis Data ........................................................................ 43 1. Uji Prasyarat ................................................................................ 43 a. Uji Normalitas ........................................................................ 43 b. Uji Homogenitas ..................................................................... 44 2. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 47 A. Deskripsi Data ................................................................................. 47 1. Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen .................................................................................. 47 2. Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Kontrol ......................................................................................... 49 3. Perbandingan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.......................................... 51 B. Analisis Data Hasil Penelitian .......................................................... 55 1. Uji Normalitas ............................................................................. 55 2. Uji Homogenitas .......................................................................... 56 3. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 57 C. Pembahasan ...................................................................................... 58 D. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 71 A. Kesimpulan....................................................................................... 71 B. Saran ................................................................................................. 72 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 77
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Rancangan Desain Penelitian ..............................................
Tabel 3.2
Kriteria Penilaian Instrumen Tes Kemampuan Penalaran
Hal 35
Analogi Matematik ..............................................................
37
Tabel 3.3
Kriteria Koefisien Reabilitas ...............................................
40
Tabel 3.4
Indeks Taraf Kesukaran .......................................................
41
Tabel 3.5
Kriteria Daya Pembeda Soal ...............................................
42
Tabel 3.6
Rekapitulasi Analisis Butir Soal ..........................................
42
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Kelas Eksperimen..............................................
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Kelas Kontrol ....................................................
Tabel 4.3
50
Perbandingan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .......................
Tabel 4.4
48
52
Perbandingan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Penalaran Analogi ................................................
54
Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas ............................................................
56
Tabel 4.6
Hasil Uji Homogenitas Varians ...........................................
56
Tabel 4.7
Hasil Uji Hipotesis ..............................................................
57
viii
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1
Peta Konsep Kerangka Berpikir ..........................................
Gambar 4.1
Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi
32
Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Kelas Eksperimen .......................................................................... Gambar 4.2
49
Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Kelas Kontrol .................................................................................
Gambar 4.3
51
Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ...............
53
Gambar 4.4
Kurva Uji Hipotesis .............................................................
57
Gambar 4.5
Siswa Berdiskusi dalam Menyelesaikan LKS dengan Model Pendekatan Metaphorical Thinking .........................
60
Gambar 4.6
Contoh Komponen Grounding Metaphor pada LKS 2 .......
62
Gambar 4.7
Contoh Komponen Redefinitional Metaphor pada LKS 2 ..
63
Gambar 4.8
Contoh Komponen Linking Metaphor pada LKS 2 ............
65
Gambar 4.9
Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Kontrol ........................
66
Gambar 4.10 Cara Menjawab Nomor 4 Siswa Kelas Eksperimen............
67
Gambar 4.11 Cara Menjawab Nomor 4 Siswa Kelas Kontrol ..................
68
Gambar 4.12 Cara Menjawab Siswa Kelas Eksperimen yang Nilainya di Bawah Rata-rata .................................................................
69
Gambar 4.13 Cara Menjawab Siswa Kelas Kontrol yang Nilainya di Bawah Rata-rata ..................................................................
ix
69
DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1
RPP Kelas Eksperimen ........................................................
77
Lampiran 2
RPP Kelas Kontrol ..............................................................
86
Lampiran 3
LKS Kelas Eksperimen .......................................................
92
Lampiran 4
Kisi-Kisi Uji Instrumen Tes ................................................
114
Lampiran 5
Uji Validitas Instrumen Tes.................................................
116
Lampiran 6
Rekapitulasi Hasil Penilaian dan Validitas Instrumen Tes dengan Metode CVR ...........................................................
119
Lampiran 7
Hasil Uji Coba Instrumen Tes .............................................
120
Lampiran 8
Perhitungan Uji Validitas ....................................................
121
Lampiran 9
Validitas Instrumen Tes ......................................................
122
Lampiran 10 Perhitungan Uji Reabilitas ...................................................
123
Lampiran 11 Reabilitas Instrumen Tes .....................................................
124
Lampiran 12 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ........................................
125
Lampiran 13 Taraf Kesukaran Instrumen Tes ..........................................
126
Lampiran 14 Perhitungan Daya Pembeda .................................................
127
Lampiran 15 Daya Pembeda Instrumen Tes .............................................
128
Lampiran 16 Instrumen Tes ......................................................................
129
Lampiran 17 Kunci Jawaban Instrumen Tes.............................................
132
Lampiran 18 Hasil Tes ..............................................................................
136
Lampiran 19 Perhitungan Daftar Distribusi Kelas Eksperimen................
137
Lampiran 20 Perhitungan Daftar Distribusi Kelas Kontrol ......................
140
Lampiran 21 Perhitungan Data Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Penalaran Analogi ...............................................................
143
Lampiran 22 Perhitungan Data Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Penalaran Analogi ...............................................................
145
Lampiran 23 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ...................
147
Lampiran 24 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol .........................
149
x
Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas .............................................
151
Lampiran 26 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik .....................................
152
Lampiran 27 Tabel Minimum Values of CVR ...........................................
154
Lampiran 28 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment ..........
155
Lampiran 29 Tabel Daftar Nilai Kritis untuk Uji Lilliefors......................
156
Lampiran 30 Tabel Nilai Kritis Distribusi F .............................................
157
Lampiran 31 Tabel Nilai Kritis Distribusi t ..............................................
159
xi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupan sehari-harinya pastilah mempunyai masalah. Pengambilan keputusan oleh seseorang terhadap masalah yang dihadapinya tidak terlepas dari aspek-aspek yang mempengaruhinya. Pengambilan keputusan tersebut hadir melalui pertimbangan atas proses membangun dan membandingkan gagasan-gagasan dari beragam situasi yang dihadapi. Terdapat salah satu kemampuan yang harus dimiliki seseorang dalam proses membangun dan membandingkan
gagasan-gagasan
yang
diperolehnya,
yaitu
kemampuan
penalaran. Kemampuan penalaran bisa timbul pada diri seseorang jika sebelumnya diperkenalkan dengan situasi-situasi permasalahan yang berhubungan dengan penalaran. Dalam hubungannya dengan situasi permasalahan matematika, penalaran dapat membantu siswa melihat matematika sebagai sesuatu yang logis dan masuk akal, sehingga dapat membantu mengembangkan keyakinan siswa bahwa matematika merupakan sesuatu yang bisa dipahami, dipikirkan dan dievaluasi. Melalui penalaran, siswa dapat lebih memaknai apa yang telah mereka pahami mengenai suatu konsep matematika. Sebagaimana yang diungkapkan Nasution dalam Tatag bahwa salah satu manfaat penalaran dalam pembelajaran matematika adalah membantu siswa meningkatkan kemampuan dari yang hanya sekedar mengingat fakta, aturan, dan prosedur kepada kemampuan pemahaman.1 Hal tersebut dapat diperoleh siswa melalui pendidikan, diantaranya melalui pembelajaran matematika.
1
Tatag Yuli Eko Siswono dan Suwidiyanti, “Proses Berpikir Analogi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matmatika”, Surabaya: FMIPA UNESA, Februari 2009, h. 2.
1
2
Matematika merupakan ilmu dasar dari pengembangan ilmu lain seperti sains, ekonomi, dan lain-lain, serta sangat berguna bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, penguasaan matematika secara tepat dan tuntas sangatlah diperlukan oleh siswa, agar di masa depan siswa dapat menerapkan matematika sesuai bidang yang akan mereka tekuni masing-masing dengan baik. Hal inilah yang akhirnya memicu pemerintah maupun pendidik untuk terus mengupayakan peningkatan mutu pendidikan matematika di berbagai Negara, termasuk di Indonesia. Pendidikan matematika di Indonesia berkembang sejalan dengan perkembangan pendidikan matematika dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas, selain dipengaruhi oleh adanya tuntutan sesuai perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan juga seringkali diawali dengan adanya perubahan pandangan tentang hakekat matematika serta pembelajarannya. Untuk menjawab tantangan ini, maka pemerintah melakukan berbagai upaya dengan salah satunya merumuskan tujuan pembelajaran matematika, yang bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 2 1.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
2.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4.
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
2
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: BSNP, 2006), h. 346.
3
5.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas, kemampuan
penalaran merupakan salah satu poin yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, upaya pendidikan yang diberikan di sekolah haruslah mampu mengoptimalkan kemampuan tersebut. Salah satunya melalui pembelajaran matematika. Selain itu, strategi pembelajaran yang sesuai yang diterapkan
pada
pembelajaran
matematika
juga
harus
bisa
memicu
berkembangnya kemampuan penalaran pada diri siswa. Jika kita melihat fakta di lapangan, ternyata terdapat beberapa kendala yang dihadapi siswa terkait dengan kemampuannya dalam menghadapi persoalan matematika. Diantaranya Wahyudin yang dikutip oleh Gusni menemukan lima kelemahan dalam menghadapi persoalan matematika yang ada pada siswa antara lain : kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik, kurang memilki pengetahuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah,teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak dan mengenali sebuah persolaan tertentu atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, kurang memilki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak) dan kurang memiliki penalaran yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soalsoal matematika.3 Hal-hal inilah yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya hasil belajar matematika yang diperoleh siswa. Berdasarkan temuan tersebut, ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan belum tercapai, terutama dalam hal kemampuan penalaran. Menurut pandangan kontruktivisme, belajar matematika memerlukan penalaran. Siswa yang belajar matematika dianggap sebagai subjek yang memiliki 3
Gusni Satriawati, Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar (Sebuah Antologi), (Jakarta: UIN Jakarta, 2007), h. 157.
4
potensi untuk dikembangkan sesuai dengan penalaran sendiri.4 Dengan penalaran tersebut siswa dapat membentuk pengetahuan matematikanya dengan baik. Penalaran merupakan komponen matematika yang memerlukan alasan secara argumentatif dalam memecahkan masalah matematika. Artinya, untuk belajar matematika dalam aliran kontruktivisme diperlukan alasan yg argumentatif sehingga terbentuk pola pikir seseorang dalam belajar matematika.5 Berdasarkan pemaparan tersebut, maka strategi pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran matematika haruslah mengarah kepada pandangan kontruktivisme agar kemampuan penalaran matematik siswa dapat semakin berkembang. Pada kemampuan penalaran matematik terdapat kemampuan penalaran analogi yang merupakan salah satu dari unsur penalaran. Menurut Shadiq, analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua atau lebih peristiwa khusus yang memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya.6 Sejalan dengan itu, Sumarmo mendefinisikan Analogi sebagai penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.7 Dengan demikian, penalaran analogi merupakan kemampuan bernalar dalam membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan keserupaannya, kemudian ditarik kesimpulan atas dasar keserupaan tersebut. Penalaran analogi berfungsi sebagai penjelas atau dasar dari penalaran. Seperti yang kita ketahui bahwa penalaran merupakan unsur yang sangat penting dalam pembentukan pola pikir seseorang dalam belajar matematika, karena dengan penalaran siswa dapat memahami dan kemudian dapat memecahkan persoalan matematika. Melihat fungsinya sebagai penjelas atau dasar dari penalaran, serta dampaknya yang hingga mampu memecahkan persoalan matematika, maka 4
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 129. 5 Ibid., h. 128. 6 Fadjar Shadiq, Penalaran dengan Analogi? Pengertiannya dan Mengapa Penting?, 7 September 2014, h. 2, ( http:// p4tkmatematika.org/ file/ ARTIKEL/ Artikel Matematika Penalaran dengan Analogi fadjar shadiq.pdf/) 7 Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen untuk Mengukur High Order Mathematical Thinking dan Affective Behavior”, Handout disajikan pada Workshop Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 22 Oktober 2014, h. 37.
5
penalaran analogi perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Namun faktanya, proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan di banyak sekolah masih belum mengupayakan terbentuknya kemampuan ini pada diri siswa. Hal ini menyebabkan masih rendahnya kemampuan penalaran, khususnya penalaran analogi siswa. Rendahnya kemampuan penalaran analogi matematis siswa ditunjukkan pada beberapa hasil penelitian yang menemukan bahwa kemampuan tersebut masih rendah. Hasil penelitian Priatna dalam Harry menemukan bahwa kualitas kemampuan penalaran analogi siswa rendah, karena skor yang diperoleh hanya 49% dari skor ideal.8 Sementara itu hasil penelitian Herdian dalam Anik menemukan bahwa kemampuan penalaran analogi matematis siswa yang memiliki kemampuan rendah berada pada kualifikasi kurang.9 Permasalahan lain ditunjukkan pada hasil penelitian Tatag yang menemukan hanya 2 siswa (5 %) yang mampu menyelesaikan soal Tes Penalaran Analogi Matematik (TPAM) dengan baik. Sedangkan siswa yang berkemampuan analogi sedang cenderung mengalami hambatan dibeberapa langkah proses berpikir analogi. Untuk siswa yang berkemampuan analogi rendah, langkah-langkah proses bepikir analogi belum dapat dilakukan dengan baik.10 Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut, maka kemampuan penalaran analogi matematik siswa masih perlu diperhatikan perkembangannya, karena kemampuan tersebut cenderung tergolong rendah dan siswa pun masih kesulitan dalam menghadapi persoalan yang berkaitan dengan penalaran analogi. Kesulitan dalam menghadapi persoalan penalaran analogi matematik yang berdampak pada rendahnya kualitas kemampuan tersebut pada siswa pastilah disebabkan oleh beberapa faktor yang menyertainya. Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi tersebut adalah penerapan strategi pembelajaran yang 8
Harry Dwi Putra, “Pembelajaran Geometri dengan Pendekatan SAVI Berbantuan Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMP”, Proseding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol.1, h. 2-3. 9 Anik Yuliani, “Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing”, Tesis pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2011, h. 5, tidak dipublikasikan. 10 Tatag Yuli Eko Siswono dan Suwidiyanti, op. cit., h. 1.
6
kurang tepat dalam proses belajar-mengajar. Proses pemilihan dan penerapan strategi pembelajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, serta penerapan yang dilaksanakan haruslah sejalan dengan bagaimana belajar matematika yang baik. Faktor lain diantaranya masih banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika yang abstrak. Menurut Dienes dalam Ruseffendi, konsep (struktur) matematika dapat dipelajari dengan baik bila representasinya dimulai dengan benda-benda kongkrit yang beraneka ragam (prinsip penjelmaan banyak). Dienes percaya bahwa semua abstraksi yang berdasarkan pada situasi dan pengalaman konkrit, prinsip penjelmaan banyak (multiple embodiment principle) adalah suatu prinsip yang bila diterapkan oleh guru untuk setiap konsep yang diajarkan akan menyempurnakan penghayatan siswa terhadap konsep itu. 11 Karena itu maka sistem pengajaran matematika dari Dienes lebih berbobot kepada memanipulasi benda kongkrit. Hal lain yang menjadi faktor permasalahannya ialah merujuk pada hasil temuan Wahyudin yang menyatakan bahwa siswa kurang memilki pengetahuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak dan mengenali sebuah persolaan tertentu atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, serta kurang memiliki penalaran yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika. Dari permasalahan tersebut bisa dilihat bahwa siswa masih sulit bernalar dalam hal melihat atau menganalisa keterkaitan atau hubungan antar konsep atau persoalan matematika. Dengan demikian, berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan serta faktor-faktor yang menjadi pemicunya, maka kemampuan penalaran analogi matematik siswa perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Untuk mendukung hal tersebut, dalam 11
E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru dan SPG, (Bandung: Tarsito, 1979), h. 135 .
7
merencanakan pembelajaran matematika, sebaiknya guru menggunakan strategistrategi pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Pendekatan
metaphorical
thinking
merupakan
suatu
pendekatan
pembelajaran yang menggunakan metafora-metafora untuk menjelaskan suatu konsep. Metafora yang digunakan pada pendekatan ini merupakan proses pemindahan arti dan asosiasi baru dari satu objek atau gagasan yang abstrak ke objek atau gagasan yang lain yang sudah lebih dikenal.12 Melalui proses bermetafora siswa dilatih untuk melihat hubungan-hubungan antara pengetahuan (konsep) yang telah mereka peroleh dengan pengetahuan (konsep) yang akan diperolehnya, serta siswa juga dilatih untuk menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun. Kedua proses tersebut merupakan bagian dari penalaran, sehingga melalui proses bermetafora diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar, khususnya dalam penalaran analogi matematik. Karakteristik dari pendekatan metaphorical thinking ialah menjembatani konsep-konsep yang abstrak menjadi hal yang lebih konkrit. Konsep-konsep tersebut dijelaskan melalui visualisasi dan analogi dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna. Metaphorical thinking merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuannya dalam belajar matematika, dan melalui metaphorical thinking proses belajar siswa menjadi lebih bermakna karena siswa dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang telah dikenalnya. Pendekatan Metaphorical thinking membangun pemahaman dengan menggunakan metafora yang mengaitkan pengetahuan yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah diketahui, kemudian solusi yang tercipta dari pengaitan tersebut dapat digunakan pada persoalan lain. Hal ini relevan dengan 12
Indira Sunito, dkk., Metaphorming: Beberapa Strategi Berpikir Kreatif, (Jakarta: Indeks, 2013), h. 60.
8
kemampuan penalaran analogi yang ingin dibangun yaitu mengidentifikasi hubungan dan struktur antara masalah sumber dengan masalah target, sehingga masalah target dapat terpecahkan berdasarkan kesamaan struktur, data atau proses dengan masalah sumber. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa pendekatan metaphorical thinking dapat dijadikan alternatif bagi permasalah rendahnya kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut, maka penelitian ini akan mencoba menjawab atas permasalahan yang telah dipaparkan, yaitu dengan judul “Pengaruh Pendekatan Metaphorical Thinking Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Belum adanya upaya pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penalaran matematik pada siswa. b. Siswa cenderung kurang memahami dan mengenal konsep dasar matematika dengan baik. c. Siswa kurang bisa memahami konsep-konsep matematika yang abstrak d. Kemampuan penalaran analogi matematik siswa relatif rendah, khususnya pada kemampuan penalaran analogi matematik. e. Hasil belajar yang diperoleh siswa relatif masih rendah.
C. Pembatasan Masalah 1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan metaphorical thinking, yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan halhal konkrit untuk memahami dan menjelaskan konsep-konsep abstrak dengan cara memilih dan mengorganisasikan hubungan-hubungan antara pengetahuan yang telah diperoleh siswa dengan pengetahuan yang akan diperolehnya.
9
2. Kemampuan penalaran yang dilihat yaitu kemampuan penalaran analogi matematik. 3. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IX di SMP dengan pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah diajarkan dengan pendekatan metaphorical thinking? 2. Bagaimana kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah diajarkan dengan pembelajaran konvensional? 3. Apakah kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan pendekatan metaphorical thinking lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional?
E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menjelaskan kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah diajarkan dengan menggunakan pendekatan metaphorical thinking.
2.
Menjelaskan kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
3.
Membandingkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
10
F.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan dan mengetahui pengaruh kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah memperoleh pembelajaran metaphorical thinking. 2. Memberikan alternatif pembelajaran matematika bagi guru melalui pendekatan metaphorical thinking. 3. Membantu siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan penalaran, khususnya penalaran analogi matematik melalui pendekatan metaphorical thinking.
11
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori 1. Penalaran Analogi Matematik Pada setiap jenjang pendidikan, matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang dipelajari siswa di sekolah. Sekolah pun memberikan proporsi waktu yang lebih pada mata pelajaran ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya matematika untuk dipelajari siswa. Mempelajari matematika dapat meningkatkan proses berpikir (bernalar)
siswa, sehingga siswa dapat
memecahkan persoalan melalui proses berpikirnya. Selain itu, matematika merupakan ilmu yang dapat diterapkan di berbagai bidang seperti sains, ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, mempelajari matematika merupakan hal yang perlu bagi siswa, agar matematika dapat berguna bagi kehidupannya sehari-hari maupun di masa mendatang. Matematika merupakan ilmu pengetahuan mengenai ide-ide atau konsep yang saling berkaitan, yang mencakup aritmatika, aljabar, geometri dan analisis. Matematika diperoleh dengan cara bernalar. Selain itu, mempelajari matematika bertujuan untuk mengembangkan cara berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Secara bahasa, Matematika berasal dari akar kata mathema artinya pengetahuan, mathanein artinya berpikir atau belajar. Secara istilah, matematika adalah ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenali kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat.1 Berdasarkan definisi tersebut, matematika berarti ilmu pengetahuan 1
Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 48.
11
12
yang didapat dengan berpikir (bernalar). Karena matematika lebih ditekankan pada aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Menurut Ruseffendi, Matematika itu penting baik sebagai alat bantu, sebagai ilmu, sebagai pembimbing pola berpikir, maupun sebagai pembentuk sikap.2 Matematika merupakan cara berpikir yang digunakan untuk memecahkan berbagai jenis persoalan. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Depdiknas dalam Fadjar Shadiq menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.3 Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika dan penalaran saling berkaitan. Untuk itu tujuan mata pelajaran matematika mencantumkan penalaran sebagai salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa guna mengembangkan dan mengekspresikan berbagai informasi yang didapat, menyusun pembuktian atau menjelaskan gagasan dari pernyataan matematika kemudian menarik kesimpulannya, serta melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi. Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia di saat memecahkan masalah ataupun di saat menentukan keputusan. Penalaran mengantarkan seseorang kepada berfikir logis dan sistematis. Melalui cara berfikir inilah seseorang dapat memecahkan persoalan secara tepat, teliti dan teratur. Sehingga kesimpulan atau keputusan yang didapat dari persoalan tersebut mencapai kebenaran yang rasional. Penalaran berasal dari kata “nalar” yang berarti “kegiatan yang memungkinkan seseorang berpikir logis”. Sedangkan arti kata “penalaran” itu sendiri yaitu “cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir sesuai 2
E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matmatika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru dan SPG (Bandung: Tarsito, 1979), h. 39. 3 Fadjar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, (Yogyakarta: Depdiknas, 2004), h. 3.
13
akal (logika)”.4 Menurut Surajiyo, penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain (proposisi) yang telah diketahui.5 Jadi, penalaran adalah cara berpikir logis dengan langkahlangkah tertentu dalam menarik suatu kesimpulan berdasarkan hubungan proposisi-proposisi yang memiliki sifat-sifat atau hukum-hukum yang diakui kebenarannya. Dengan demikian, penalaran matematik adalah cara atau proses berpikir logis dalam menarik kesimpulan dari suatu permasalahan matematika yang diakui kebenarannya dengan langkah-langkah tertentu. Menurut Sumarmo, penalaran matematik dibagi menjadi dua golongan yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Sedangkan penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama.6 Salah satu karakteristik matematika adalah sifatnya yang menekankan pada proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik, yang diawali dengan proses induktif
yang meliputi penyusunan konjektur, model
matematika, analogi dan/atau generalisasi, melalui pengamatan terhadap sejumlah data.7 Dengan kata lain penalaran induktif dapat mengantarkan siswa menemukan pola berpikir deduktif. Selain itu penalaran induktif banyak dijadikan sebagai pijakan untuk mendapatkan konsep matematika. Sehingga penarikan kesimpulan melalui proses induktif ini akan menjadi sangat penting, salah satunya adalah penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan dari dua hal yang berbeda yang disebut penalaran analogi. 4
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gitamedia Press), h. 547. Surajiyo, dkk., Dasar-dasar Logika, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 20. 6 Utari Sumarmo, “Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik”, dalam Makalah Matematika FMIPA UPI, Januari 2010, h. 56. 7 Utari Sumarmo, dkk., Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan, (Bandung: UPI Press, 2008), h. 679. 5
14
Kata “Analogi” berarti “persamaan antara dua benda atau hal yang berlainan; sesuatu yang sama dalam bentuk, susunan atau fungsi tetapi berlainan asal-usulnya sehingga tidak ada hubungan kekerabatan”.8 Soekardijo dalam Tatag, mengatakan bahwa analogi adalah berbicara tentang suatu hal yang berlainan, dua hal yang berlainan itu diperbandingkan. Selanjutnya ia mengatakan jika dalam perbandingan hanya diperhatikan persamaan saja tanpa melihat perbedaan, maka timbullah analogi.9 Sejalan dengan hal tersebut, Dwirahayu mengatakan bahwa analogi artinya membandingkan satu hal dengan yang lainnya, ketika kita melakukan penalaran analogi artinya kita menarik kesimpulan tentang sesuatu hal berdasarkan kesamaan yang ada dalam pengetahuan dan pemahaman kita.10 Analogi yang menjelaskan perbandingan dapat berperan bagi pemahaman dengan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan latar belakang yang sudah terbentuk dengan baik. Dengan kata lain, analogi dapat membantu siswa mempelajari informasi baru dengan menghubungkannya dengan konsep yang telah mereka ketahui.11 Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut, maka penalaran analogi adalah proses bernalar dengan membandingkan dua hal yang berlainan dengan melihat kesamaannya, kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan persamaan (keserupaan) tersebut. Isoada dan Katagiri yang dikutip oleh Fadjar Shadiq menyatakan bahwa: “Analogical thinking is an extremely important method of thinking for establishing perspectives and discovering solutions.” Artinya, kemampuan berpikir analogi adalah sangat penting dalam membentuk perspektif dan menemukan pemecahan masalah.12 Selain itu, pentingnya kemampuan penalaran analogi juga diungkapkan oleh Lawson dengan beberapa keuntungan analogi 8
Tim Prima Pena, Op.Cit., h. 51. Tatag Yuli Eko Siswono dan Suwidiyanti, “Proses Berpikir Analogi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matmatika”, Surabaya: FMIPA UNESA, Februari 2009, h. 2. 10 Gelar Dwirahayu, “Pengaruh Pendekatan Analogi terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP”, Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, ALGORITMA, Vol.1, No.1, 2006, h. 61. 11 Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Terj. Drs. Marianto Samosir, S.H, (Jakarta: Indeks, 2011), h. 261. 12 Fadjar Shadiq, Penalaran dengan Analogi? Pengertiannya dan Mengapa Penting?, 7 September 2014, h. 6 ( http:// p4tkmatematika.org/ file/ ARTIKEL/ Artikel Matematika Penalaran dengan Analogi fadjar shadiq.pdf/). 9
15
dalam pengajaran antara lain:13(a)Dapat memudahkan siswa dalam memperoleh pengetahuan baru dengan cara mengaitkan atau membandingkan pengetahuan analogi
yang
dimiliki
siswa;
(b)Pengaitan
tersebut
akan
membantu
mengintegrasikan struktur-struktur pengetahuan yang terpisah agar terorganisasi menjadi struktur kognitif yang lebih utuh. Dengan organisasi yang lebih utuh akan mempermudah proses pengungkapan kembali pengetahuan baru; (c)Dapat dimanfaatkan dalam menanggulangi salah konsep. Holyoak mengatakan bahwa penggunaan analogi dalam memecahkan masalah matematika melibatkan masalah sumber dan masalah target.14 Masalah sumber merupakan masalah yang sudah diketahui struktur penyelesaiannya oleh siswa, sehingga masalah sumber digunakan untuk membantu siswa memecahkan masalah target. Dalam hal ini, siswa menyelesaikan masalah target dengan memperhatikan masalah sumber dan menerapkan struktur masalah sumber pada masalah target tersebut. Dengan kata lain, masalah target dapat terselesaikan berdasarkan keserupaan struktur (data atau proses) dengan masalah sumber. Dalam menyelesaikan masalah sumber, siswa akan menggunakan strategi yang diketahui, konsep-konsep yang dimilikinya, sedangkan dalam menyelesaikan masalah target siswa akan menjadikan masalah sumber sebagai pengetahuan awal untuk menyelesaikan masalah target. Berdasarkan pemaparan di atas, kemampuan penalaran analogi matematik adalah kemampuan bernalar dalam membandingkan dua hal yang berlainan dengan melihat kesamaan data, sifat atau proses, dimana perbandingan tersebut dibangun berdasarkan pengetahuan matematik yang dimiliki pada masalah sumber untuk menyelesaikan masalah target dengan memperhatikan kesimpulan dari kesamaan hubungan antara masalah sumber dengan masalah target. Adapun indikator penalaran analogi yang digunakan pada penelitian ini adalah 13
Risqi Rahman dan Samsul Maarif, “Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan Paramacitan Kabupaten Ciamis Jawa Barat”, Infinity, Vol 3, No.1, Februari 2014, h. 39. 14 Lindsey E. Richland, Keith J. Holyoak, and James W. Strigler, Analogy Use in EightGrade Mathematics Classrooms, Department of Psychology University of California, Los Angeles. Cognition and Instruction, 22(1), pp. 38.
16
menyelesaikan masalah target berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses dengan masalah sumber. Berikut merupakan contoh soal penalaran analogi matematik untuk siswa SMP/Mts: 30 m
1. 30 m
30 m
10 m
10 m
30 m
10 m Taman B
Taman A
Taman A dan taman B akan ditanami sejumlah pohon dengan jarak yang sama. Hubungan antara taman A dengan 60 pohon serupa dengan hubungan antara taman B dengan ..... pohon. Jawaban untuk pertanyaan di atas adalah hubungan antara taman A dengan 60 pohon serupa dengan hubungan antara taman B dengan 15 pohon. Sebab 60 pohon didapat dengan mengalikan keliling persegi dengan 0,5 m yang merupakan jarak antar pohon. Dengan demikian banyaknya pohon pada taman B juga didapat dengan mengalikan keliling segitiga sama sisi dengan 0,5 m yang merupakan jarak antar pohon yaitu 15 pohon.
2. 15 cm
Serupa dengan
12 cm
10 cm 7 cm
Hubungan bangun ruang di atas dengan 4,71 liter.
Hubungan bangun ruang di atas dengan …… liter.
Jawaban untuk pertanyaan di atas adalah hubungan antara bangun ruang tabung dengan 4,710 liter serupa dengan hubungan antara bangun ruang kerucut dengan 0,616 liter. Sebab 4,710 liter merupakan volume dari
17
tabung. Dengan demikian pada soal target juga menghitung volume dari kerucut yaitu 0,616 liter.
2. Pendekatan Metaphorical Thinking Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan merupakan langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian. Pendekatan ini akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk menggambarkan perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau objek kajian yang akan ditangani.
15
Untuk memperoleh hasil yang optimal dari perlakuan
objek kajian atau penyelesaian masalah pada proses pembelajaran, maka diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dan tepat. Metafora merupakan proses yang dimulai dengan memindahkan arti dan asosiasi baru dari satu objek atau gagasan yang sudah diketahui (konkret) ke objek atau gagasan yang lain (abstrak).16 Kata “Metafora” merupakan “gaya bahasa yang menggunakan kata-kata bukan arti sesungguhnya, melainkan sebagai kiasan (lukisan) yang berdasarkan persamaan dan perbandingan.17 Metafora adalah pengalihan citra, makna, atau kualitas sebuah ungkapan (kiasan) kepada suatu ungkapan lain. Pengalihan tersebut dilakukan dengan cara merujuk suatu konsep kepada suatu konsep lain untuk mengisyaratkan kesamaan, analogi atau hubungan kedua konsep tersebut. Sebagai contoh, dalam metafora “Pelanggan adalah raja,” berbagai citra atau kualitas seorang raja, seperti kekuasaan, pengaruh, posisi, dan sebagainya dipindahkan kepada pelanggan.18 Dalam karya sastra, metafora sering digunakan untuk memperindah karya tersebut. Namun kenyataannya metafora bukan sekedar hiasan belaka. Ada konsep
15
Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru (Edisi Kedua), (Depok: Rajagrafindo Persada, 2012), h. 380. 16 Indira sunito, dkk., Metaphorming: Beberapa strategi berpikir Kreatif, (Jakarta: Indeks, 2013), h. 60. 17 Tim Prima Pena, Op.Cit., h. 863. 18 Zantoichi Fay Ahmed, Pengertian, Teori, dan Klasifikasi Metafora, 8 Februari 2015, h. 1, (https://www.academia.edu/pengertian_umum_teori_dan_klasifikasi_metafora_nda).
18
yang tercakup dalam suatu metafora. Berikut merupakan teori mengenai konsep metafora menurut berberapa ilmuwan, diantaranya menurut Aristoteles, metafora merupakan sarana berpikir yang sangat efektif untuk memahami suatu konsep abstrak, yang dilakukan dengan cara memperluas makna konsep tersebut dengan cara membandingkannya dengan suatu konsep lain yang sudah dipahami. Melalui perbandingan itu terjadi pemindahan makna dari konsep yang sudah dipahami kepada konsep abstrak. Sejalan dengan hal tersebut, Richards berpendapat bahwa metafora merupakan proses kognitif yang dilakukan untuk memahami suatu gagasan yang asing (vehicle) melalui interaksi gagasan tersebut dengan gagasan lain yang maknanya secara harfiah sudah lebih dikenal (tenor).19 Dengan kata lain, konsep Aristoteles dan Richards sama-sama menekankan bahwa konteks yang terdapat dalam metafora sama-sama menekankan fungsi metafora sebagai bahasa figuratif. Metafora digunakan untuk membentuk pemahaman melalui hubungan internal elemen-elemen kontekstual. Menurut teori kongnitif Lakoff dan Johnson, proses pemahaman/penyusunan konsep yang abstrak melalui pengalaman yang konkrit disebut metafora. Selanjutnya Lakoff dan Johnson mengemukakan bahwa metafora menghubungkan dua ranah konseptual, yang disebut ranah sumber dan ranah sasaran. Ranah sumber merupakan elemen-elemen kontekstual yang terdiri dari sekumpulan entitas, atribut atau proses yang terhubung secara harfiah, dan tersimpan dalam pikiran. Ranah sasaran cenderung bersifat lebih abstrak dan mengikuti struktur yang dimiliki ranah sumber melalui pemetaan. Oleh karena itu, entitas, atribut, dan proses dalam ranah sasaran diyakini berhubungan satu sama lain seperti pola yang dipetakan dari hubungan antara entitas, atribut, dan proses dalam ranah sumber. 20 Dengan kata lain, konsep abstrak secara khusus dipahami lewat proses metafora, yang berkenaan dengan konsep-konsep yang lebih konkrit. Menurut Kövecses, metafora berdasarkan pada variasi pengalaman manusia, yang mencakup korelasi dalam pengalaman, berbagai macam kesamaan
19 20
Ibid., h. 2-8. Ibid., h. 8-12
19
nonobjektif yang terbagi oleh dua konsep, dan kemungkinan lainnya.
21
Dengan
demikian, metafora merupakan proses pemindahan sebuah konsep yang dikenal yang bersifat kontekstual kepada konsep lain yang masih asing atau abstrak agar konsep yang asing itu dapat dipahami. Pemindahan konsep itu bisa melalui perbandingan, interaksi, atau pemetaan. Berdasarkan definisi dan teori yang telah dipaparkan, dapat dikatakan bahwa unsur-unsur dari metafora erat kaitannya dengan hal-hal yang bersifat kontekstual. Jadi, untuk memaknai sesuatu yang abstrak bisa dilakukan dengan mengaitkan hal-hal yang abstrak tersebut dengan hal-hal yang sudah dikenal terlebih dahulu atau hal yang konkrit yang erat kaitannya dengan kehidupan atau pengalaman manusia. Dalam kehidupan sehari-hari metafora terjadi jika dua daerah yang berbeda dari fungsi otak diaktifkan bersamaan. Sebagai contoh orang yang ramah disebut orang yang hangat. Kiasan ini muncul karena dalam otak secara bersamaan diaktifkan pengalaman tentang kehangatan ruangan yang membuat orang merasa nyaman di dalamnya, dan pengalaman tentang perasaan nyaman saat bersama dengan seorang yang ramah. Kedua pengalaman ini dihubungkan oleh perasaan nyaman. Pengaktifan kedua pengalaman yang berbeda ini memunculkan hubungan antara kedua pengalaman yang berbeda itu sehingga muncullah kiasan „orang yang hangat‟. Sama halnya dengan berfikir metaforik, dapat terjadi jika pada saat yang bersamaan diaktifkan pengalaman tentang dua konsep yang berbeda sehingga muncul hubungan antara konsep tersebut. Akibat selanjutnya konsep yang satu dapat dirasakan melalui konsep yang lain. Jika pemikiran ini
diterapkan dalam pembelajaran maka dapat
dibayangkan bagaimana konsep yang abstrak dipahami melalui konsep yang lebih konkrit. Yaitu dengan mengaktifkan konsep abstrak tersebut bersamaan dengan konsep yang lebih konkrit, yang berkorespondensi dengan konsep abstrak tersebut. Kemudian membangun hubungan antar kedua konsep sehingga konsep 21
Zoltán Kövecses, Metaphor: a practical introduction, Second Edition, (New York: Oxford University Press, 2010), pp. 79.
20
yang abstrak tadi dapat dirasakan lewat konsep yang lebih konkrit. Dengan cara ini metafora dapat dipandang sebagai pemetaan dari satu daerah pengalaman ke daerah yang lain. Perlu ditekankan bahwa pemilihan daerah pengalaman yang lebih konkrit tidak sembarangan, tetapi tetap harus memiliki korespondensi logis dengan konsep abstrak yang akan dipahami. Sebagai contoh konsep penjumlahan dan pengurangan dapat dipahami menggunakan koleksi benda. Diberikan masalah kepada siswa sebagai berikut: “dalam sebuah kantong terdapat 5 kelereng, ada sekelompok anak yang terdiri dari 8 orang ingin bermain kelereng. Apakah kelereng yang tersedia cukup untuk sekelompok anak tersebut? Apa yang dilakukan agar masing-masing anak mendapat satu kelereng?” Dalam hal ini siswa berhadapan dengan masalah dua himpunan yang berkorespondensi
satu-satu.
Jelas
bahwa
kedelapan
anak
tidak
dapat
berkorespondensi satu-satu dengan kelima kelereng, akan ada anak yang tidak mendapat bagian. Dengan demikian dapat disimpulkan kelereng yang tersedia tidak cukup. Pertanyaan kedua mengarahkan pada operasi penjumlahan atau pengurangan tergantung cara pandang siswa. Jika siswa mengatakan ambil kelereng lagi berikan kepada anak yang belum mendapat bagian masing-masing satu berarti siswa mengarah pada konsep penjumlahan (5 + 3 = 8). Namun jika siswa berpendapat ada 8 anak dan 5 kelereng maka ada 3 anak yang tidak mendapat jatah berarti anak lebih dekat pada pengurangan (8 – 5 = 3). Dalam hal ini penjumlahan yang dipahami oleh siswa adalah menggabungkan anggota dari dua himpunan beranggota sama ke dalam satu himpunan (himpunan 5 kelereng dengan 3 kelereng agar diperoleh 8 kelereng). Sementara pengurangan adalah mengeluarkan himpunan yang lebih kecil dari himpunan yang lebih besar (diambil lima orang yang telah memiliki kelereng dari delapan orang anak seluruhnya sehingga yang sisa adalah tiga orang anak). Selanjutnya guru tinggal mengarahkan pada konsep yang bersesuaian. Inilah salah satu contoh metafora dasar untuk membangun konsep operasi penjumlahan atau pengurangan.
21
Silver, dkk. berpendapat bahwa metafora dapat membantu para murid membentuk hubungan-hubungan antara materi yang belum diketahui dan materi yang sudah diketahui. Metafora juga dapat digunakan untuk membantu para murid memperoleh suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang sesuatu yang sudah diketahui dengan memikirkannya melalui suatu cara baru.22 Selain itu, metafora juga
dapat
dijadikan
sebagai
alat
untuk
berfikir,
menjelaskan
atau
menginterpretasikan mengenai ide-ide matematika dan prosesnya melalui langkah-langkah peristiwa nyata, dengan menyertakan objek dan proses seharihari atau dengan hal-hal yang telah dikenal.23 Berfikir metaforik atau metaphorical thinking merupakan cara berpikir dengan menggunakan metafora-metafora untuk memahami suatu konsep. Di dalam pembelajaran matematika, penggunaan metafora oleh siswa merupakan suatu cara untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan konsepkonsep yang telah dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari, dimana siswa mengungkapkan konsep matematika tersebut dengan bahasanya sendiri yang menunjukkan pemahamannya terhadap konsep tersebut. Hendriana berpendapat bahwa berpikir metaforik didefinisikan sebagai suatu proses berpikir untuk memahami dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak dalam matematika menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal yang berbeda makna, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan24. Sejalan dengan hal tersebut, Lakoff dan Nunez menjelaskan bahwa ide-ide abstrak dalam pikiran diorganisir melalui metaphorical thinking yang dikonseptualisasikan dalam bentuk konkret melalui kesimpulan yang tepat dan cara bernalar yang didasari oleh sistem sensori motori. Metaphorical thinking
22
Harvey F. Silver, dkk., Strategi-Strategi Pengajaran: Memilih Strategi Berbasis Penelitian yang Tepat untuk Setiap Pelajaran.. Terj. Ellys Tjo, (Jakarta: Indeks, 2012), h. 145. 23 Mun Ye Lai, Constructing Meanings of Mathematical Registers Using Metaphorical Reasoning and Models, Mathematics Teacher Education and Development Journal, Adelaide, South Australia: Flinders University. Vol. 15.1, pp. 32. 24 Heris Hendriana, “Pembelajaran Matematika Humanis dengan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa”, Infinity, Vol 1, No.1, Februari 2012, h. 7.
22
merupakan mekanisme kognitif
yang fundamental yang memungkinkan
pemahaman konsep-konsep abstrak dalam bentuk konsep-konsep konkret.25 Menurut Holyoak dan Thagard, metafora pada metaphorical thinking bergerak dari suatu konsep yang diketahui siswa menuju konsep lain yang belum diketahui atau sedang dipelajari siswa.26 Melalui proses bermetafora dalam metaphorical thinking, siswa dilatih untuk melihat hubungan antara pengetahuan yang telah mereka peroleh dengan pengetahuan yang akan diperolehnya, sehingga siswa lebih memahami interelasi antar konsep-konsep yang dipelajari. Selanjutnya melalui metafora ide-ide siswa dapat dipetakan secara kuat dan bermakna ke dalam berbagai konteks yang berbeda.27 Dengan kata lain, dalam metaphorical thinking, siswa dilatih untuk berfikir dengan melihat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengetahuan yang akan mereka peroleh. Selain itu, siswa juga dilatih untuk menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun berdasarkan metaforametafora. Carreira dalam penelitiannnya menyatakan bahwa fokus pada mekanisme yang terlibat dalam metaphorical thinking, asumsi pertama yang harus dibuat yaitu kemungkinan mengidentifikasi dua topik yang berbeda, topik utama (target) dan topik tambahan (asal). Tiap topik bekerja sebagai sistem konseptual ketimbang hanya sebuah elemen yang terputus. Asumsi kedua menyatakan kemungkinan terjadinya pengembangan koneksi dan hubungan antara kedua sistem. Kehadiran topik utama dalam pernyataan metaforik menginduksi atribut khusus pada topik kedua, yang mana membentuk dan menghasilkan kompleks implikasi yang diproyeksikan dalam topik utama. Hasil yang pokok dari metafora adalah memilih, menegaskan, menekankan, dan mengorganisasikan karakteristik dari topik target dengan mengusulkan dan menekankan ide tentang hal-hal yang 25
Francesca Ferrara, Bridging Perception and Theory: What‟s Role Can Metaphors and Imagery Play, European Research In Mathematics Education III, pp. 2. 26 M. Afrilianto, “Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking”, Infinity, Vol 1, no.2, September 2012, h. 106. 27 A. G. Schink. et al., Structures, Journeys, and Tools: Using Metaphors to Unpack Student Beliefs about Mathematics, School Science and Mathematics, 2008, pp. 594.
23
biasanya berlaku pada topik asal.
28
Lebih lanjut Carreira menjelaskan bahwa
pernyataan metaforik mencetuskan analogi, akan tetapi ketimbang menjadi penyebab atau alasannya, analogi merupakan hasil dari metafora.29 Berpikir metaforik dalam matematika digunakan untuk memperjelas jalan pikiran seseorang yang dihubungkan dengan aktivitas matematiknya. Konsepkonsep abstrak yang diorganisasikan melalui berfikir metaforik dinyatakan dalam hal-hal konkrit. Berfikir metaforik atau metaphorical thinking memiliki tiga komponen yang meliputi:30 a. Grounding Metaphors, merupakan konseptual metafor yang menyoroti pengalaman sehari-hari terhadap konsep-konsep abstrak. b. Redefinitional Metaphors, merupakan metafora-metafora yang pada umumnya menggantikan konsep dalam teknik pemahaman. c. Linking Metaphors, merupakan metafora-metafora dalam matematika yang menyediakan konsep matematika ke dalam konsep matematika yang lain. Menurut Siler, berfikir metaforik merupakan aktivitas yang merujuk kepada kegiatan yang mengubah sesuatu dari keadaan materi dan makna yang satu ke keadaan yang lain. Proses berfikir metaforik atau metaphorical thinking ini dimulai dengan memindahkan arti dan asosiasi baru dari satu objek atau gagasan ke objek atau gagasan yang lain.31 Dalam hal ini, objek atau gagasan baru yang akan dipelajari dihubungkan dengan objek atau gagasan lain yang lebih dikenal yang berhubungan dengan permasalahan kontekstual, sehingga hal yang baru tersebut dapat lebih dipahami dan dapat diterapkan pada konteks permasalahan lain yang berkaitan. Terdapat empat tahap metaphorical thinking yang dikemukan oleh Siler, diantaranya:32
28
Susana Carreira, “Where There‟s a Model, There‟s a Metaphor: Metaphorical Thinking in Students‟ Understandning of a Mathematical Model”, Mathematical Thinking and Learning, Portugal: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2001, pp. 265. 29 Ibid. 30 R. Nunez, Mathematical Idea Analysis: What Embodied Cognitive Science can Say about the Human Nature of Mathematics, Proceedings of PME 24, Vol. 1, pp. 9. 31 Todd Siler, Think Like a Genius. (New York: Bantam Book, 1999), pp. 7. 32 Ibid., pp. 26-31.
24
1. Koneksi (Connection) Menghubungkan dengan membandingkan dua atau lebih hal/ide-ide yang akan dipelajari dengan pengalaman sehari-hari atau dengan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya yang memiliki tujuan untuk memahami sesuatu. 2. Penemuan (Discovery) Mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan menemukan sesuatu yang baru, serta memecahkan persoalan berdasarkan hubungan atau keterkaitan tersebut dengan cara melibatkan pengamatan dan pengalaman dan mengorganisasikan karakteristik dari topik utama dengan didukung oleh topik tambahan dalam bentuk pernyataan-pernyataan metaforik. 3. Penciptaan (Invention) Menciptakan sesuatu dan membuat pemahaman baru berdasarkan pada tahap koneksi
(connection)
dan
penemuan
(discovery).
Suatu
penemuan
memerlukan suatu proses dari menghubungkan sesuatu dengan yang lain, dan juga memerlukan pengamatan. Dalam hal ini, konsep abstrak dihubungkan dan dipahami melalui proses metafora. Kemudian metafor-metafor tersebut didefinisikan kembali sehingga menghasilkan suatu produk atau hasil yang mana merupakan konsep yang sedang dipelajari. 4. Aplikasi (Application) Menerapkan produk atau hasil pada persoalan atau konteks lain. Jadi, dapat dikatakan bahwa pada metaphorical thinking materi atau ideide matematika yang bersifat abstrak dipindahkan dan dihubungkan dengan materi atau ide-ide yang bersifat konkret (masalah kontekstual), kemudian dibangun keterkaitan diantara keduanya dengan cara memilih dan mengorganisasikan karakteristik masalah kontekstual yang sesuai untuk menjelaskan konsep matematika yang bersifat abstrak. Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, pendekatan metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan metafora-metafora untuk menjelaskan dan memahami suatu konsep. Pendekatan metaphorical
25
thinking yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan permasalahan kontekstual yang disusun untuk dipahami, dijelaskan dan diinterpretasikan ke dalam konsep matematis atau sebaliknya, dengan cara menghubungkan dan membandingkan konsep konkrit yang sesuai dengan konsep matematis yang akan dipelajari; mengeksplorasi perbandingan tersebut secara mendalam, membangun keterkaitan dan menemukan konsep yang dimaksud; menghasilkan
suatu
pemahaman
baru
berdasarkan
hasil
temuan;
dan
mengaplikasikan konsep yang ditemukan ke dalam persoalan atau konteks lain. Adapun tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Grounding Metaphors 1. Connection (Koneksi) a. Guru merancang penyampaian materi yang dimulai dari pemberian masalah kontekstual yang disajikan dalam LKS b. Siswa diminta untuk menghubungkan atau membandingkan permasalahan tersebut dengan konsep yang akan dipelajari 2. Discovery (Penemuan) a. Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep-konsep utama dari masalah kontekstual yang telah diberikan 3. Invention (Penciptaan) a. Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari b. Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut 4. Application (Aplikasi) a. Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep yang telah disimpulkan pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa.
26
Redefinitional Metaphors 1. Connection (Koneksi) a. Guru menyajikan konsep yang sedang dipelajari b. Siswa diminta untuk membuat metafora mereka sendiri berdasarkan konsep yang disajikan 2. Discovery (Penemuan) a. Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep 3. Invention (Penciptaan) a. Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari b. Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut 4. Application (Aplikasi) a. Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep yang telah disimpulkan pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa. Linking Metaphors 1. Connection (Koneksi) a. Siswa diminta untuk membandingkan dua soal berbeda yang telah disajikan b. Siswa diminta mengidentifikasi dan mencari keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut 2. Discovery (Penemuan) a. Siswa diminta untuk menemukan dan memecahkan persoalan yang disajikan tersebut 3. Invention (Penciptaan) a. Siswa diminta untuk menuliskan hasil temuan yaitu berupa rumus atau konsep dari kedua soal
27
4. Application (Aplikasi) a. Siswa mengaplikasikan konsep yang telah disimpulkan pada tahap sebelumnya pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa
3. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran
yang umum
digunakan di sekolah-sekolah. Pembelajaran konvensional biasanya merupakan pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan yang sifatnya berpusat pada guru. Dalam hal ini, pembelajaran konvensional yang biasa digunakan di sekolah tempat peneliti akan melaksanakan penelitian dan sifatnya berpusat pada guru yaitu strategi pembelajaran ekspositori. Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa. Dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.33 Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran ekspositori:34 a. Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran.
33
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2010), h. 179 34 Ibid., h. 185-190.
28
b. Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran
sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. c. Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pembelajaran. d. Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan. e. Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan dari guru.
B. Hasil Penelitian Relevan 1. M. Afrilianto dengan judul penelitian “Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi
Strategis
Matematis
Siswa
SMP
dengan
Pendekatan
Metaphorical Thinking” menemukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Selain itu, siswa menunjukkan respon positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking, serta terhadap soal-soal pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis. Hal ini dikarenakan penggunaan metaphorical thinking dalam proses belajar siswa menjadikan belajar siswa menjadi lebih bermakna (meaningful), karena siswa dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang diketahuinya, sehingga siswa menyadari bahwa matematika bukanlah pelajaran yang sulit, tidak menarik dan membosankan, tetapi sebaliknya matematika merupakan pelajaran yang sangat menarik dan menyenangkan.35 2. Risqi Rahman dan Samsul Maarif dengan judul penelitian “Pengaruh Metode Discovery terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan 35
M. Afrilianto, Op. Cit., h. 201.
29
Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat” menemukan bahwa berdasarkan data penelitian, diketahui bahwa skor rerata kemampuan analogi matematis siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol secara berturut-turut adalah 15,00 dan 14,00. Kemudian hasil pengujian uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol pada taraf signifikansi α = 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan analogi matematis siswa yang belajar menggunakan metode discovery lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan metode ekspositori. Hal ini dikarenakan melalui metode Discovery siswa dituntut untuk membuat analogi dalam menemukan konsep, prosedur dan prinsip matematika. Selain itu siswa mengaitkan kesamaan (analogi) konsep yang telah mereka dapatkan/ketahui sebelumnya dengan konsep yang sedang dipelajari guna menemukan konsep baru tentang materi yang sedang dipelajari, sehingga sejak awal siswa yang belajar dengan metode discovery telah terlatih menggunakan analogi dalam menyelesaikan masalah matematika. 36 3. Nurbaiti Widyasari dengan judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking” menemukan bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui pendekatan mendapatkan
metaphorical
thinking
pembelajaran
lebih
konvensional,
baik
daripada
khususnya
kemampuan analogi memperoleh perbedaan rata-rata
siswa
pada
yang
indikator
N-Gain terbesar
diantara indikator yang lain yaitu sebesar 0,77. Hal tersebut menunjukkan kemampuan analogi kelas Metaphorical Thinking lebih baik dibandingkan kelas konvensional. Hal ini dikarenakan melalui pendekatan Metaphorical Thinking siswa belajar menganalogikan suatu model dan interpretasi atas
36
Risqi Rahman, Op. Cit., h. 53.
30
pengetahuan yang mereka bangun. Proses dalam penganalogian tersebut cukup berpengaruh besar terhadap peningkatan kemampuan analogi.37
C. Kerangka Berpikir Pendekatan metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan metafora-metafora untuk menjelaskan dan memahami suatu konsep. Pendekatan metaphorical thinking yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan permasalahan kontekstual yang disusun untuk dipahami, dijelaskan dan diinterpretasikan ke dalam konsep matematis atau sebaliknya, dengan cara menghubungkan dan membandingkan konsep konkrit yang sesuai dengan konsep matematis yang akan dipelajari; mengeksplorasi perbandingan tersebut secara mendalam, membangun keterkaitan dan menemukan konsep yang dimaksud; menghasilkan suatu pemahaman baru berdasarkan hasil temuan; dan mengaplikasikan konsep yang ditemukan ke dalam persoalan atau konteks lain. Pendekatan Metaphorical thinking memiliki tiga komponen yaitu grounding metaphors, redefinitional metaphors dan linking metaphors. Ketiga komponen ini dapat dibentuk melalui empat tahapan proses metaphorical thinking yang dikemukakan oleh Siler, yaitu connection (koneksi), discovery (penemuan), invention (penciptaan), application (aplikasi). Pada grounding metaphor, tahapan pertama yaitu connection (koneksi). Pada tahap ini, guru merancang penyampaian materi yang dimulai dari pemberian masalah kontekstual.
Selanjutnya siswa diminta untuk
menghubungkan
permasalahan yang diberikan dengan konsep yang sedang dipelajari. Tahapan kedua yaitu discovery (penemuan), siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsepkonsep utama dari masalah kontekstual yang telah diberikan. Tahapan ketiga yaitu invention (penciptaan), merupakan hasil temuan siswa berupa konsep yang 37
Nurbaiti Widyasari, “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Metaphorical Thinking”, Tesis pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2013, h. 74 & 77, tidak dipublikasikan.
31
sedang dipelajari berdasarkan eksplorasi metafora pada tahapan sebelumnya. Tahapan keempat yaitu application (aplikasi), siswa menerapkan konsep yang ditemukan. Komponen redefinitional metaphors merupakan kebalikan dari grounding metaphors. Siswa diminta untuk membuat metafora mereka sendiri berdasarkan konsep yang sedang dipelajari (abstrak). Pada kedua komponen ini siswa berlatih menginterpretasikan suatu model dengan analogi yang mereka bangun, sehingga diharapkan kemampuan analogi mereka dapat terasah. Kemudian pada komponen linking metaphors, tahapan connection (koneksi) siswa diminta untuk membandingkan dua soal berbeda yang telah disajikan, serta siswa diminta mengidentifikasi dan mencari keserupaan pada kedua soal. Tahapan discovery (penemuan), siswa diminta untuk menemukan dan memecahkan persoalan yang disajikan. Tahapan invention (penciptaan), siswa diminta untuk menuliskan hasil temuan yaitu berupa rumus atau konsep dari kedua soal. Kemudian tahapan application (aplikasi), siswa mengaplikasikan konsep yang telah disimpulkan pada tahap sebelumnya pada konteks permasalahan
lain
yang serupa.
Melalui
komponen
ini
siswa
dilatih
menyelesaikan masalah matematika berdasarkan keserupaan data atau proses pada soal, sehingga kemampuan analogi matematik siswa diharapkan menjadi lebih berkembang, karena kemampuan penalaran analogi matematik merupakan kemampuan dalam melihat keserupaan dalam dua hal yang berbeda dalam konteks matematika. Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, pendekatan metaphorical thinking ini melatih siswa untuk menemukan kesamaan pada dua hal atau lebih yang berbeda. Hal ini relevan dengan kemampuan penalaran analogi yang ingin dibangun, yaitu kemampuan bernalar dalam membandingkan dua hal yang berlainan dengan melihat kesamaan data, sifat atau proses, dimana perbandingan tersebut dibangun berdasarkan pengetahuan matematik yang dimiliki pada masalah sumber untuk menyelesaikan masalah target dengan memperhatikan kesimpulan dari kesamaan hubungan antara masalah sumber dengan masalah
32
target. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa pendekatan metaphorical thinking dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa.
Pendekatan Metaphorical Thinking
Komponen Grounding Metaphors (metafor yang menyoroti konsep konkret terhadap konsep abstrak)
Linking Metaphors (metafor yang menyediakan konsep matematika ke dalam konsep matematika yang lain
Redefinitional Metaphors (metafor yang menyoroti konsep abstrak terhadap konsep konkret) Tahapan
Connection (Menghubungkan dan membandingkan hal-hal yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah diketahui)sebelum nya
Discovery (mengeksplorasi perbandingan secara mendalam, membangun keterkaitan dan menemukan konsep yang dimaksud)
Invention (menghasilkan suatu pemahaman baru berdasarkan hasil temuan)
Application (mengaplikasik an konsep yang ditemukan ke dalam persoalan atau konteks lain yang serupa)
Meningkatkan
Penalaran Analogi Matematik (menyelesaikan masalah berdasarkan keserupaan data atau proses) Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir
33
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan pemaparan kajian teoritik dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan pendekatan Metaphorical Thinking lebih tinggi daripada kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional”.
34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 5 Jakarta yang beralamat di Jl. KH. Ahmad Dahlan, Matraman, Jakarta Timur, pada kelas IX semester ganjil tahun ajaran 2015/ 2016 yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015.
B. Metode dan Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi Eksperiment (eksperimen semu). Metode Quasi Eksperiment pada dasarnya sama dengan eksperimen murni, bedanya adalah dalam pengontrolan variabel. Pengontrolannya hanya dilakukan terhadap satu variabel saja, yaitu variabel yang dipandang paling dominan.1 Metode ini dilakukan apabila peneliti tidak dapat mengontrol secara penuh faktor lain yang dapat mempengaruhi variabel penelitian dan peneliti tidak dapat membuat ketentuan pembagian subjek, maka diperbolehkan
menggunakan
subjek
sebagaimana
adanya.
Dalam
pelaksanaannya, diperlukan dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Radomized Subjects PostTest Only Control Group Design. Dalam penelitian ini terdapat dua kelas yang dipilih secara acak yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan treatment berupa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metaphorical Thinking. Sedangkan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Berikut merupakan tabel dengan rancangan penelitian Radomized Subjects Post-Test Only Control Group Design:2
1
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), cet. VIII, h. 59. 2
Juliansyah Noor, Metode Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 116.
34
35
Tabel 3.1 Rancangan Desain Penelitian Grup Variabel Terikat
Postes
(R)
Eksperimen
X
O1
(R)
Kontrol
-
O2
Keterangan : R
: Random
X
: Perlakukan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking
O1
: Hasil Posttest kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen
O2
: Hasil Posttest kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas kontrol
C. Populasi dan Sampel Populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian.3 Sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan terhadap sekelompok anggota populasi yang mewakili populasi. Sekelompok yang mewakili populasi ini yang secara nyata kita teliti dan tarik kesimpulan daripadanya disebut sampel.4 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 5 Jakarta. Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini menggunakan teknik sampel acak klaster (Cluster Random Sampling), yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan dengan merandom kelas. Teknik ini mengambil dua kelas dari tiga kelas yang tersedia yaitu kelas IXA, IX-B dan IX-C. Satu kelas terpilih yaitu kelas IX-A dengan jumlah siswa 24 orang dijadikan kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan metaphorical thinking, dan kelas yang satu lagi yaitu kelas IX-B dengan jumlah siswa 22 orang dijadikan kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. 3 4
Sukmadinata, op. cit., h. 250. Ibid.
36
D. Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh dari hasil posttest kedua kelompok sampel yang diberikan tes kemampuan penalaran analogi matematik yang sama, yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Tes kemampuan penalaran analogi matematik diberikan kepada kelas eksperimen yaitu kelas IX-A yang diterapkan dengan pendekatan Metaphorical Thinking dan kelas kontrol yaitu kelas IX-B yang diterapkan dengan pembelajaran konvensional. Tes kemampuan penalaran analogi matematik yang diberikan terdiri dari 6 butir soal berbentuk essai dengan pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.
E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah instrumen tes
berupa tes akhir (posttest) untuk mengukur kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Intrumen tes tersebut diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung sebanyak 6 butir soal berupa tes essai, dimana tes yang diberikan kepada kedua kelas tersebut sama. Pedoman penskoran diperlukan untuk memperoleh data kemampuan berpikir analogi matematik siswa pada tiap butir soal. Adapun kriteria penskoran kemampuan penalaran analogi matematik yang digunakan diadaptasi dari penelitian Samsul Ma’arif5 seperti pada Tabel 3.2 berikut ini:
5
Risqi Rahman dan Samsul Maarif, “Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat”, Infinity, Vol. 3, No.1, Februari 2014, h. 45.
37
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Skor 4
Kriteria Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap
3
Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar
2
Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar
1
Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang analogi atau menarik kesimpulan salah
0
Tidak ada jawaban
Nilai Akhir =
Perolehan Skor x Skor Ideal (100) Total Skor
Agar soal instrumen tes dapat dikatakan memenuhi syarat soal yang baik dilakukan proses uji validasi, daya pembeda soal, taraf kesukaran dan reabilitas.
1. Validitas Instrumen Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sesuai. Sebelum dilakukan uji validitas instrumen tes penelitian ke siswa (validitas empiris), terlebih dahulu peneliti melakukan validitas instrumen tes penalaran analogi matematik siswa melalui metode validitas konten oleh para ahli dengan memberikan form penilaian instrumen tes penelitian kepada 1 dosen pendidikan matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1 guru matematika SMP Muhammadiyah 5 Jakarta, 4 guru matematika SMP Negeri 97 Jakarta, 2 guru
38
matematika SMP Negeri 7 Jakarta, 1 guru matematika SMP Negeri 3 Tangerang Selatan, 1 guru matematika SMP Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, dan 1 guru matematika MTs Islamiyah Ciputat. Komentar penilai pada form penilaian instrument tes digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki instrument tes penelitian. Apabila ada item soal instrumen yang tidak esensial ataupun tidak relevan menurut para ahli, maka instrumen tersebut tetap digunakan dengan ketentuan dilakukannya perbaikan sesuai dengan saran yang diberikan (jika item soal tersebut telah memenuhi signifikansi statistik nilai minimum CVR). Adapun perbaikan yang dilakukan diantaranya: 1) Memperbaiki soal yang redaksinya keliru atau kurang jelas 2) Mengubah soal yang kurang tepat untuk mengukur kemampuan penalaran analogi matematik Penilaian instrumen tes yang dilakukan oleh para ahli ini selain untuk perbaikan instrumen, juga dimaksudkan untuk memperoleh uji validitas konten. Adapun rumus untuk uji validitas dengan metode CVR (Content Validity Ratio) adalah sebagai berikut: 6 (
)
Keterangan: CVR : Konten validitas rasio (Content Validity Ratio) : Jumlah penilai yang menyatakan item soal esensial N
: Jumlah penilai
Validitas konten dengan metode CVR dilakukan pada tiap item soal. Jika nilai CVR tidak memenuhi signifikansi statistik yang ditentukan dari tabel nilai minimum CVR yang disajikan lawshe, maka item soal tersebut tidak valid dan 6
C. H Lawshe, A quantitative approach to content validity, By Personnel Psychology, INC, 1975, pp. 567.
39
akan dihilangkan atau dieliminasi. Berdasarkan hasil perhitungan dari 7 butir soal, diperoleh 6 butir soal valid yaitu pada no.1-6 dan 1 soal tidak valid yaitu pada no.7. Setelah dilakukan uji validitas konten dengan metode CVR, peneliti melakukan uji validitas empiris dengan mengujicobakan instrumen tes penelitian kepada 30 siswa menggunakan 6 butir soal yang memenuhi signifikansi statistik dari
nilai minimum CVR, kemudian. hasil uji coba tersebut dianalisis
kevalidannya dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson:7
=
(∑ √( ∑
) (∑ )(∑ )
(∑ ) )( ∑
(∑ ) )
Keterangan : N
: Banyaknya peserta tes
X
: Skor total tiap item
Y
: Skor total tiap pesera
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y Uji
validitas
instrumen dilakukan dengan
membandingkan hasil
perhitungan di atas dengan rtabel pada taraf signifikan 5% dengan ketentuan jika rhitung > rtabel berarti butir soal valid, sedangkan jika rhitung < rtabel berarti butir soal tidak valid. Berdasarkan hasil perhitungan validitas dari 6 butir soal, diperoleh bahwa keseluruhan soal valid (no.1-6).
2. Reabilitas Instrumen Reabilitas menunjuk pengertian bahwa sesuatu instrumen tes cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Reabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu
7
130.
Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), cet. 3, h.
40
instrumen tersebut.8 Untuk menentukan reabilitas soal berbentuk uraian, maka digunakan rumus Alpha yaitu : 9
{
}{
∑
}
keterangan : = reliabilitas instrumen ∑
= jumlah varians butir = varians total
k
= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Tabel 3.3 Kriteria koefisien Reliabilitas Interval
Kriteria
0,80
Sangat baik
0,70
r
Baik
0,40
r
Cukup
0,20
r
Rendah
r ≤ 0,20
Sangat rendah (tidak valid)
Berdasarkan hasil perhitungan reabilitas instrumen, diperoleh nilai 0,812. Jika dilihat dari kriteria reabilitas, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tes tersebut memiliki reabilitas yang sangat baik.
3. Taraf kesukaran Uji taraf kesukaran soal bertujuan untuk menujukkan apakah soal itu tergolong mudah, sedang atau sukar. Rumus yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran adalah :10 8
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 221. 9 Ibid, h. 239. 10 Subana, op. cit., h. 133-134
41
Keterangan : P
= indeks kesukaran
B
= jumlah skor yang diperoleh siswa pada item ke-i
JS
= jumlah skor maksimum item ke-i
Tabel 3.4 Indeks taraf kesukaran Interval Kriteria Sukar 0,00 0,30 Sedang 0,30 0,70 Mudah 0,70 1,00 Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran, dari 6 butir soal yang valid, diperoleh hasil 4 butir soal tergolong dalam kategori soal sedang yaitu no.1, 3, 4 dan 5 dan 2 butir soal tergolong sukar yaitu no.2 dan 6.
4. Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antar siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk mengetahui Diskriminasi tiap butir soal digunakan rumus :11
Keterangan : DP
= daya pembeda
BA
= total skor kelompok atas
BB
= total skor kelompok Bawah
JA
= jumlah skor maksimal kelompok atas
JB
= jumlah skor maksimal kelompok Bawah 11
Ibid., h. 134-135.
42
Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda Soal Interval
Kriteria Sangat baik Baik Cukup Jelek Sangat Jelek
0,70 0,40 DP 0,20 DP 0,00 DP DP ≤ 0,00
Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda soal, dari 6 butir soal valid, satu soal dikategorikan “cukup” yaitu pada no.1 dan lima soal dikategorikan “jelek” yaitu pada pada no.2-6.
Tabel 3.6 Rekapitulasi Analisis Butir Soal No. Soal
Taraf
Validitas
Kesukaran
Daya Pembeda
Keterangan
1
Valid
Sedang
Cukup
Digunakan
2
Valid
Sukar
Jelek
Digunakan
3
Valid
Sedang
Jelek
Digunakan
4
Valid
Sedang
Jelek
Digunakan
5
Valid
Sedang
Jelek
Digunakan
6
Valid
Sukar
Jelek
Digunakan
7
Tidak Valid
-
-
Tidak Digunakan 0,812
Reliabilitas
Berdasarkan
kesimpulan
hasil
uji
validitas
tersebut
penulis
memutuskan hanya 6 butir soal yang akan digunakan dalam tes yang akan dilakukan di kelas eksperimen dan kontrol pada akhir penelitian yaitu butir soal nomor 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Terdapat 4 soal yang penulis perbaiki yaitu pada butir soal nomor 1, 2, 3 dan 6. Pada semua soal tersebut penulis melakukan perbaikan atau revisi
43
berdasarkan saran yang diberikan ahli pada form penilaian CVR atas arahan dari pembimbing skripsi. Pada soal no.2 dan 6 diharapkan tingkat kesukaran pada soal tersebut menjadi sedang karena pada soal tersebut cenderung sukar sehingga hampir semua siswa menjawab salah dan atau tidak memberikan alasan analogi.
F. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Data kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diperoleh kemudian dianalisis untuk dapat menjawab hipotesis tindakan. Analisis data yang digunakan adalah pengujian hipotesis mengenai perbedaan dua rata-rata. uji yang digunakan adalah uji-t. Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis data yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kemampuan penalaran analogi matematik yang diperoleh kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji Lilliefors untuk menguji normalitas data dengan prosedur pengujiannya sebagai berikut:12 1) Pengamatan x1, x2, … , xn dijadikan bilangan baku z1, z2, … , zn dengan menggunakan rumus
̅
, dimana ̅ dan s masing-masing merupakan
rata-rata dan simpangan baku sampel. 2) Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kedian dihitung peluang F (zi) = P (z < zi). 3) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, … , zn yang lebih kecil atau sama dengan z i.
jika
proporsi
ini
dinyatakan
oleh
S
(zi),
maka
( ) 4) Hitunglah selisih F (zi) - S (zi) kemudian tentukan harga mutlaknya. 12
Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Rosemata Sampurna, 2010), h. 107-108.
44
5) Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0. Untuk menerima atau menolak Hipotesis nol, kita bandingkan L0 ini dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar nilai kritis untuk uji Lilliefors untuk taraf nyata α yang dipilih. Kriterianya adalah: tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal jika L0 yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima.
b. Uji Homogenitas Untuk mengetahui apakah data kemampuan penalaran analogi matematik yang diperoleh berasal dari populasi yang variansnya sama (homogen) atau tidak dilakukan uji-F. Adapun langkah-langkah uji-F adalah sebagai berikut:13 1) Perumusan hipotesis H0 :
=
H1 : 2) Menghitung nilai Fhitung: 3) Menentukan taraf signifikan
pada derajat bebas db1 = (
4) Menentukan db2 = (
=5%
) untuk penyebut dimana
) untuk pembilang dan
adalah banyaknya anggota kelas
5) Kriteria pengujian jika jika
maka maka
diterima, artinya varians kedua kelas homogen ditolak, artinya varians kedua kelas tidak
homogen
2. Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan uji prasyarat analisis data, jika sebaran distribusi ratarata skor kemampuan penalaran analogi matematik kedua kelas berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, selanjutnya dilakukan uji hipotesis 13 Ibid., h. 118.
45
berupa uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji-t dengan taraf signifikan
. Adapun langkah-langkah pengujian hipotesis perbedaan dua
rata-rata untuk sampel bebas yang homogen adalah sebagai berikut:14 1) Merumuskan hipotesis 2) Menghitung harga “t” observasi atau “thitung” dengan rumus:15 ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ √
, dimana:
(
√
)
(
(
) )
3) Menentukan harga “ttabel” berdasarkan derajat bebas tertentu (db), yaitu: db = n1 + n2 - 2 4) Membandingkan harga thitung dan ttabel dengan dua kriteria: Jika thitung ≤ ttabel maka hipotesis nihil (H0) diterima Jika thitung > ttabel maka hipotesis nihil (H0) ditolak 5) Kesimpulan pengujian Jika H0 diterima, berarti tidak ada perbedaan rerata antara variabel Jika H0 ditolak, berarti ada perbedaan rerata antara variabel Jika kedua kelompok berdistribusi normal namun varians datanya tidak homogen, maka uji rata-rata keduanya dapat menggunakan statistik uji-t’ dengan rumus sebagai berikut:16 ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ √
, dengan kriteria pengujian:
( )
Selanjutnya mencari ttabel dengan taraf signifikansi (α) = 5%. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Apabila uji normalitas didapat bahwa kelas eksperimen dan atau kelas kontrol tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal maka dilakukan uji non-parametrik. Adapun jenis uji statistik non-parametrik yang digunakan adalah
14
Ibid., h. 195. Subana, op. cit., h. 161-162. 16 Kadir, op. cit., h. 200-201. 15
46
Uji Mann-Whitney (Uji 'U'). karena ukuran sampel lebil besar dari 20, maka distribusi sampling U akan mendekati distribusi normal dengan rata-rata standar error17 =√
dan
(
)
Sehingga variabel normal standarnya dirumuskan:
√ (
Dimana
17
Ibid., h. 275.
)
(
)
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi data Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 5 Jakarta pada kelas IX A yang terdiri dari 24 siswa dan kelas IX B yang terdiri dari 22 siswa yang turut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Kedua kelas ini diberikan perlakuan yang berbeda, kelas IX A sebagai kelas eksperimen mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, sedangkan kelas IX B sebagai kelas kontrol mendapatkan perlakuan pembelajaran secara konvensional. Pokok bahasan matematika yang diberikan kepada kedua kelas yaitu Bangun Ruang Sisi Lengkung. Setelah diberikan perlakuan pembelajaran yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, kedua kelas diberikan tes kemampuan penalaran analogi matematik yang sama berbentuk essai yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas, reabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda pada soal tes tersebut. Tes ini dilakukan untuk mengukur kemampuan penalaran analogi matematik siswa dan membandingkan hasilnya antara kedua kelas tersebut. Analisis data hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol selanjutnya dilakukan setelah data terkumpul. Berikut disajikan analisis data hasil perhitungan akhir tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah pempelajaran diterapkan.
1. Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen Pada kelas eksperimen, diperoleh hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa memiliki nilai rata-rata (mean) 61,50; dan nilai tertinggi pada kelas ini yaitu 96 sedangkan terendah 29 dengan simpangan baku 17,43. Dibawah
47
48
ini adalah data hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen dalam bentuk distribusi frekuensi. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Kelas Eksperimen No. Interval
Frekuensi Relatif (%) 12,50
Kumulatif 3
1
29-40
Absolut (f) 3
2
41-52
4
16,67
7
3 4 5 6
53-64 65-76 77-88 89-100 Jumlah
8 4 3 2 24
33,33 16,67 12,50 8,33 100,00
15 19 22 24
Berdasarkan tabel 4.1, terlihat bahwa nilai paling banyak diperoleh siswa kelas eksperimen terletak pada interval 53-64 yaitu sebesar 33,33%. Sedangkan nilai paling sedikit terletak pada interval 89-100 yaitu sebesar 8,33%. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata kelas sebanyak 11 orang dengan prosentase 45,83%, yaitu pada kelas interval nomor 3, 4, 5 dan 6 (pada kelas interval nomor 3, siswa yang memperoleh nilai di atas rata-rata kelas sebanyak 2 orang dengan prosentase sebesar 8,33%). Siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata kelas sebanyak 13 orang dengan prosentase 54,17%, yaitu pada kelas interval nomor 1,2 dan 3 (pada kelas interval nomor 3, siswa yang memperoleh nilai di bawah ratarata kelas sebanyak 6 orang dengan prosentase sebesar 25%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang diberikan pembelajaran menggunakan pendekatan metaphorical thinking mendapat nilai di bawah ratarata kelas. Penyebaran data hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik kelas eksperimen juga dapat dilihat secara visual pada histogram dan poligon berikut ini:
49
Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Kelas Eksperimen
Pada tabel 4.1, nilai yang sering muncul terdapat pada batas interval 53-64 dengan jumlah siswa 8 orang. Begitu pula pada gambar 4.1, terlihat bahwa nilai untuk interval paling tinggi secara visual terdapat pada interval 53-64 dengan frekuensi sebanyak 8 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa modus pada kelas eksperimen terletak pada batas interval 53-64. Selain itu, berdasarkan visualisasi histogram kelas eksperimen terlihat puncak mengerucut pada interval 53-64. Hal ini menjelaskan bahwa pengumpulan nilai terjadi pada interval tersebut.
2. Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Kontrol Pada kelas kontrol, diperoleh hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa memiliki nilai rata-rata (mean) 45,59. Selain itu perolehan nilai tertinggi pada kelas ini yaitu 88 dan terendah 21 dengan simpangan baku 16,42. Berikut data hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas kontrol dalam bentuk distribusi frekuensi di bawah ini.
50
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Kelas Kontrol Frekuensi Relatif (%) Kumulatif 18,18 4
No.
Interval
1
21-32
Absolut (f) 4
2
33-44
9
40,91
13
3 4 5 6
45-56 57-68 69-80 81-92 Jumlah
5 1 2 1 22
22,73 4,55 9,09 4,55 100,00
18 19 21 22
Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa nilai paling banyak diperoleh siswa kelas kontrol terletak pada interval 33-44 yaitu sebesar 40,91%. Sedangkan nilai paling sedikit terletak pada interval 57-68 dan 81-92 yaitu masing-masing sebesar 4,55%. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata kelas sebanyak 9 orang dengan prosentase 40,91%, yaitu pada kelas interval nomor 3, 4, 5 dan 6. Siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata kelas sebanyak 13 orang dengan prosentase 59,09%, yaitu pada kelas interval nomor 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang diberikan pembelajaran konvensional mendapat nilai di bawah rata-rata kelas. Penyebaran data hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik kelas kontrol juga dapat dilihat secara visual pada histogram dan poligon berikut ini:
51
Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Kelas Kontrol
Pada tabel 4.2, nilai yang sering muncul terdapat pada batas interval 33-44 dengan jumlah siswa 9 orang. Begitu pula pada gambar 4.2, terlihat bahwa nilai untuk interval paling tinggi secara visual terdapat pada interval 33-44 dengan frekuensi sebanyak 9 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa modus pada kelas kontrol terletak pada batas interval 33-44. Selain itu, berdasarkan visualisasi histogram kelas kontrol terlihat puncak mengerucut pada interval 33-44. Hal ini menjelaskan bahwa pengumpulan nilai terjadi pada interval tersebut.
3. Perbandingan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Perbandingan hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa antara
kelas
eksperimen
yang
pembelajarannya
diterapkan
pendekatan
metaphorical thinking dengan kelas kontrol yang diterapkan pembelajaran konvensional disajikan pada tabel berikut:
52
Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Statistik Deskriptif
Kelas Eksperimen
Kontrol
Jumlah Siswa
24
22
Maksimum (Xmaks)
96
88
Minimum (Xmin)
29
21
Mean
61,50
45,59
Median (Me)
60,00
41,83
Modus (Mo)
58,50
39,17
Varians (S2)
318,14
348,30
Simpangan Baku (S)
17,43
16,42
0,17
0,39
Kemiringan (
)
Berdasarkan tabel 4.3, perolehan nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan selisih 15,91. Begitu pula pada nilai median dan modus, kelas eksperimen memeperoleh nilai yang lebih tinggi dibandingan kelas kontrol. Pada tabel terlihat nilai modus kelas eksperimen adalah 58,50, artinya pada kelas tersebut frekuensi nilai yang paling banyak diperoleh siswa mendekati angka 58,50. Sedangkan nilai modus kelas kontrol adalah 39,17, artinya pada kelas tersebut frekuensi nilai yang paling banyak diperoleh siswa mendekati angka 39,17. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa terdapat pada kelas eksperimen, sedangkan nilai terendah terdapat pada kelas kontrol. Artinya kemampuan penalaran analogi matematik siswa perorangan tertinggi terdapat di kelas eksperimen dan kemampuan penalaran analogi matematik siswa terendah terdapat di kelas kontrol. Jika dilihat nilai simpangan baku kelas eksperimen memiliki simpangan baku yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen
53
cenderung lebih menyebar dan menjauhi nilai rata-ratanya, sedangkan pada kelas kontrol cenderung lebih dekat dengan nilai rata-ratanya. Koefisien kemiringan pada kelas eksperimen maupun kontrol sama-sama berharga positif. Dengan kata lain, kedua kelas tersebut memiliki distribusi data miring positif atau landai kanan, yang artinya kedua kelas memiliki kecenderungan data mengumpul di bawah rata-ratanya masing-masing. Hal ini dapat dilihat secara visual pada grafik di bawah ini:
Gambar 4.3 Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol
Kurva di atas menunjukkan perbandingan penyebaran data di kedua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kontrol. Berdasarkan kurva tersebut, penyebaran nilai kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas eksperimen cenderung mengumpul di sisi sebelah kanan nilai kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas kontrol. Pencapaian nilai maksimun dan minimum siswa pada kelas ekperimen masih berada di atas nilai maksimum dan minimum kelas kontrol. Selain itu modus pada kelas eksperimen juga berada di sebelah kanan modus kelas kontrol. Dengan demikian, berdasarkan perbandingan data kedua kelas tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kemampuan
54
penalaran analogi matematik siswa pada kelas kontrol. Dengan kata lain kemampuan penalaran analogi kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kemampuan analogi kelas kontrol. Tabel 4.4 Perbandingan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Soal Penalaran Analogi Matematik Rata-rata (̅) Skor No.
Indikator Eksperimen
Kontrol
57,29
51,14
60,42
54,55
64,58
43,18
65,63
34,09
57,29
45,45
Menyelesaikan masalah jaring-jaring bangun ruang sisi lengkung berdasarkan 1.
kesimpulan dari keserupaan data atau proses Menyelesaikan masalah unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung (panjang sisi
2.
lengkung) berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses Menyelesaikan masalah luas selimut bangun ruang sisi lengkung berdasarkan
3.
kesimpulan dari keserupaan data atau proses Menyelesaikan masalah jari-jari alas bangun ruang sisi lengkung berdasarkan
4.
kesimpulan dari keserupaan data atau proses Menyelesaikan masalah perbandingan volume bangun ruang sisi lengkung
5.
berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses deret bilangan.
55
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perolehan nilai rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yang ditinjau dari lima indikator kemampuan penalaran analogi matematik. Pada tabel terlihat bahwa nilai rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai rata-rata kelas konvensional untuk setiap indikatornya. Artinya siswa pada kelas eksperimen memiliki kemampuan penalaran analogi matematik yang lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol.
B. Analisis Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian yang dianalisis adalah rata-rata skor kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas eksperimen dan kontrol. Data ini diolah menjadi skor rata-rata, standar deviasi dan varians. Selanjutnya untuk mengetahui apakah
perbedaan rata-rata signifikan secara statistik, maka
dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. namun sebelum menggunakan uji-t, lebih dulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai syarat dapat dilakukannya analisis data.
1. Uji Normalitas Analisis data untuk uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Lilliefors. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal apabila memenuhi kriteria Lhitung (L0) < Ltabel dengan taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. Hasil uji normalitas antara kelas eksperimen dilihat pada tabel berikut:
dan kelas kontrol dapat
56
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kelompok
Jumlah Sampel
Lhitung (L0)
Eksperimen
24
0,087
0,173
Berdistribusi Normal
Kontrol
22
0,179
0,190
Berdistribusi Normal
Kesimpulan
Ltabel (
Lhitung (L0) pada kedua kelas lebih kecil dari Ltabel, maka H0 diterima atau dengan kata lain data sampel pada masing-masing kelas berasal dari populasi berdistribusi normal. Artinya kedua data sampel tersebut dianggap bisa mewakili populasi.
2. Uji Homogenitas Setelah kedua sampel kelas pada penelitian ini masing-masing dinyatakan berasal dari populasi berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians kedua kelas tersebut dengan menggunakan uji Fisher dengan taraf signifikan
= 0,05. Dari tabel distribusi F dengan derajat kebebasan pembilang
adalah 23 dan penyebutnya 21, diperoleh nilai Ftabel = 2,05. Hasil dari uji homogenitas varians kedua sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Kelas
Jumlah Sampel
Varians (S2)
Eksperimen
24
303,65
Kontrol
22
269,61
Fhitung
Ftabel (α =0,05)
Kesimpulan
1,13
2,05
Homogen
Pada tabel di atas terlihat bahwa Fhitung lebih kecil dari Ftabel, dengan demikian H0 diterima, artinya data yang diperoleh mempunyai varians populasi yang sama atau homogen.
57
3. Pengujian Hipotesis Pada pengujian persyaratan analisis didapat hasil data kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, sehingga hal ini memenuhi persyaratan pengujian hipotesis. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dilakukan langkah selanjutnya yaitu menguji hipotesis dengan menggunakan uji-t untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen yang menerapkan pendekatan metaphorical thinking lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan ratarata kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional. Hasil uji hipotesis dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis Kelas
n
Mean
Eksperimen
24
61,50
Kontrol
22
thitung
ttabel (α = 0,05)
Kesimpulan
3,18
1,68
Tolak H0 dan terima H1
45,59
Berdasarkan hasil uji-t pada tabel 4.8 terlihat bahwa thitung > ttabel, dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima dengan taraf signifikansi 5%. Sketsa penerimaan H1 disajikan pada gambar 4.6 berikut ini:
1,68
Gambar 4.4 Kurva Uji Hipotesis
3,18
58
Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa nilai thitung
jatuh pada daerah
penolakan H0, artinya H0 ditolak dan H1 diterima dengan taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang menerapkan pendekatan metaphorical thinking lebih tinggi daripada rata-rata hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional.
C. Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terdapat perbedaan rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa antara kelas eksperimen dan kontrol. Kelas eksperimen mendapatkan nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan metaphorical thinking lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam hal mengembangkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Hal ini dikarenakan melalui pendekatan metaphorical thinking, siswa belajar menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun. Proses dalam penganalogian tersebut cukup berpengaruh terhadap pengembangan kemampuan penalaran analogi. Bahkan Presmeg menyatakan bahwa metaphor dapat didefinisikan sebagai implisit dari sebuah analogi. 1 Selain itu Carreira juga menyatakan bahwa pernyataan metaforik mencetuskan analogi, akan tetapi ketimbang menjadi penyebab atau alasannya, analogi merupakan hasil dari metafora.2 Penalaran analogi matematik merupakan salah satu bentuk kemampuan bernalar yang membandingkan dua hal atau konsep yang berlainan dengan melihat kesamaan karakteristiknya, dimana perbandingan tersebut dibangun berdasarkan pengetahuan matematik pada masalah sebelumnya (sumber) untuk menyelesaikan masalah yang lain (target), sehingga masalah yang dikerjakan 1
H. Dogan-dunlap, Reasoning with Metaphors and Constructing an Understanding of the Mathematical Function Concept, Proceedings of the 31th Conference of the International Group for the Psycology of Mathematics Education, Vol. 2, 2007, pp. 209. 2 Susana Carreira, “Where There’s a Model, There’s a Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understandning of a Mathematical Model”, Mathematical Thinking and Learning, (Portugal: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2001), h. 265.
59
tersebut terselesaikan berdasarkan kesimpulan dari kesamaan antara keduanya. Oleh sebab itu, salah satu aktivitas yang diperlukan dalam mengembangkan kemampuan penalaran analogi adalah pemberian konsep ke dalam konsep matematika yang lain yang memiliki keserupaan karakteristik, sehingga siswa lebih memahami interelasi antar konsep-konsep yang mereka pelajari. Proses pengaplikasian antar konsep ini bukan merupakan kegiatan yang mudah untuk siswa, diperlukan kemampuan berpikir yang lebih tinggi. Dengan demikian, diperlukan suatu bantuan dalam membangun pengetahuan tersebut. Salah satu bantuan tersebut melalui proses bermetafora dalam matematika yang tersaji dalam pendekatan metaphorical thinking. Melalui proses bermetafora dalam metaphorical thinking, siswa dilatih untuk melihat hubungan antara pengetahuan yang telah mereka peroleh dengan pengetahuan yang akan diperolehnya, sehingga siswa lebih memahami interelasi antar konsep-konsep yang dipelajari. Selanjutnya melalui metafora ide-ide siswa dapat dipetakan secara kuat dan bermakna ke dalam berbagai konteks yang berbeda.3 Selain dapat menghubungkan antar satu konsep dengan konsep lainnya, metafora juga membantu siswa lebih memahami matematika. Hal ini dikarenakan proses metafor dapat mentransfer ide-ide abstrak menjadi lebih konkrit, sehingga proses pentransferan ini lebih memudahkan siswa memahami konsep yang mereka pelajari. Proses pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung pada penelitian ini, siswa mengaitkan konsep yang mereka pelajari dengan pengalaman atau pengetahuan yang mereka peroleh sebelumnya. Seperti memetaforakan konsep tabung, kerucut dan bola ke dalam benda-benda yang dapat dijumpai pada dunia nyata atau keseharian yang serupa dengan konsep tersebut. Dari sinilah siswa belajar menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun (konsep abstrak) berdasarkan keserupaan dengan konsep konkrit. Proses dalam penganalogian tersebut cukup berpengaruh besar terhadap pengembangan kemampuan penalaran 3
A. G. Schink. et al., Structures, Journeys, and Tools: Using Metaphors to Unpack Student Beliefs about Mathematics, School Science and Mathematics, 2008, pp. 594.
60
analogi. Selain itu, pada pendekatan ini siswa tidak hanya sekedar menghapal suatu konsep dan prosedur saja, tetapi lebih mengeksplor pengetahuan mereka dengan cara mengkonstruk pengetahuan yang dipelajari berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang mereka peroleh sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pandangan teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang berasal dari luar yang kemudian dikonstruksi dan diinterpretasi oleh dan dari dalam diri seseorang.4 Dengan demikian melalui pendekatan ini, pembelajaran yang dialami siswa pun menjadi lebih bermakna. Pada penelitian ini, pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking siswa dikelompokkan secara heterogen dan diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama kelompoknya. Dengan adanya diskusi dengan teman sekelompok, maka akan terjadi proses bertukar pendapat antar siswa. proses bertukar pendapat ini merupakan salah satu cara yang baik untuk menambah informasi yang akan digunakan siswa untuk memikirkan berbagai kemungkinan solusi dari masalah yang disajikan.
Gambar 4.5 Siswa Berdiskusi dalam Menyelesaikan LKS dengan Pendekatan Metaphorical Thinking Seperti yang telah dijelaskan pada bab II sebelumnya, Metaphorical thinking memiliki tiga komponen, yaitu grounding, redefinitional dan linking 4
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 264.
61
metaphors. Ketiga komponen ini dapat dibentuk melalui empat tahapan proses metaphorical thinking yang dikemukakan oleh Siler, yaitu connection (koneksi), discovery (penemuan), invention (penciptaan), application (aplikasi). Komponen dan tahapan tersebut kemudian diadaptasi dan diterapkan pada pembelajaran di kelas, terutama tersaji dalam LKS yang dikerjakan siswa secara kelompok. Pada grounding metaphor, tahapan pertama yaitu connection (koneksi). Pada tahap ini, guru merancang penyampaian materi yang dimulai dari pemberian masalah kontekstual yang disajikan dalam LKS. Selanjutnya siswa diminta untuk menghubungkan permasalahan yang diberikan dengan konsep yang sedang dipelajari. Tahapan kedua yaitu discovery (penemuan), siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep-konsep utama dari masalah kontekstual
yang telah
diberikan. Tahapan ketiga yaitu invention (penciptaan), merupakan hasil temuan siswa berupa konsep yang sedang dipelajari berdasarkan eksplorasi metafora pada tahapan sebelumnya. Tahapan keempat yaitu application (aplikasi), siswa menerapkan konsep yang ditemukan. Berikut ini contoh hasil pengerjaan siswa pada LKS 2 yang merupakan komponen grounding metaphor.
62
Gambar 4.6 Contoh komponen grounding metaphor pada LKS 2
Jika pada grounding metaphor menjelaskan konsep yang sedang dipelajari melalui konsep konkrit ke konsep abstrak, maka pada redefinitional metaphor terjadi sebaliknya. Siswa diminta untuk membuat metafora mereka sendiri berdasarkan konsep yang sedang dipelajari (abstrak). Berikut merupakan contoh hasil pengerjaan siswa pada LKS 2 yang merupakan komponen redefinitional metaphor.
63
Gambar 4.7 Contoh komponen redefinitional metaphor pada LKS 2
Pada kedua komponen inilah siswa belajar menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun. Sehingga proses dalam penganalogian tersebut cukup berpengaruh besar terhadap pengembangan kemampuan penalaran analogi pada siswa. Komponen selanjutnya yaitu linking metaphor. Peneliti menyajikan komponen ini pada bagian asah kemampuan di LKS. Tahapan yang diterapkan pada asah kemampuan juga diadaptasi dari tahapan metaphorical thinking yang dikemukakan oleh Siler, yang mana pada tahapan connection (koneksi) siswa diminta untuk membandingkan dua soal berbeda yang telah disajikan, serta siswa diminta mengidentifikasi dan mencari keserupaan apa yang terdapat pada kedua
64
soal tersebut. Selanjutnya pada tahapan discovery (penemuan), siswa diminta untuk menemukan dan memecahkan persoalan yang disajikan tersebut. Pada tahapan invention (penciptaan), siswa diminta untuk menuliskan hasil temuan yaitu berupa rumus atau konsep dari kedua soal. Kemudian tahapan terakhir yaitu application (aplikasi), siswa mengaplikasikan konsep yang telah disimpulkan pada tahap sebelumnya pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa. Berikut merupakan contoh hasil pengerjaan siswa pada LKS 2 yang merupakan komponen linking metaphor.
65
Gambar 4.8 Contoh komponen linking metaphor pada LKS 2 Linking metaphor merupakan komponen metafora-metafora dalam matematika yang menyediakan konsep matematika ke konsep matematika yang lain yang memiliki keserupaan karakteristik. Melalui komponen inilah kemampuan analogi matematik siswa menjadi lebih berkembang, karena kemampuan penalaran analogi matematik merupakan kemampuan dalam melihat keserupaan dalam dua hal yang berbeda dalam konteks matematika.
66
Pada
kelas
kontrol,
pembelajarannya menggunakan
pembelajaran
konvensional. Pada pembelajaran ini, guru menyajikan dan menjelaskan materi secara langsung kepada siswa, kemudian memberikan contoh-contoh soal, melakukan tanya jawab, memberikan latihan soal di papan tulis, siswa mengerjakan latihan dan mendiskusikannya dengan teman sebangku. Setelah itu, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menuliskan hasil pekerjaannya di papan tulis, kemudian guru mengoreksi dan membahasnya bersama-sama siswa guna meluruskan jawaban dan pemahaman yang salah. Berikut aktivitas siswa kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Gambar 4.9 Kegiatan pembelajaran pada kelas Kontrol
Dari deskripsi dan ilustrasi pembelajaran kelas kontrol terlihat bahwa pembelajaran masih bersifat prosedural dengan pembelajaran berfokus pada guru. Dalam pembelajaran konvensional tidak ada tuntutan siswa untuk belajar sendiri dan
mengkontruksi
sendiri
pengetahuannya
namun
pembelajaran
lebih
mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses dan pengajaran berpusat pada guru. Dengan demikian kemampuan penalaran matematik siswa tidak diasah dan dilatih dengan baik yang berakibat tidak ada kecendrungan siswa untuk berupaya
67
mengkontruksi
sendiri
pengetahuannya,
khususnya
dalam
meningkatkan
kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Setelah dilakukannya pembelajaran dengan beberapa pertemuan pada kedua kelas, peneliti mengadakan posttest yang dilaksanakan pada akhir pertemuan. Posttest yang diberikan pada akhir proses pembelajaran kedua kelas sama dan bertujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Dalam hal ini pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung. Perbedaan kemampuan penalaran analogi matematik siswa antara kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat dari jawaban yang dikerjakan masing-masing siswa. Perbedaan cara menjawab soal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Gambar 4.10 cara menjawab nomor 4 siswa kelas eksperimen
sebagian besar siswa pada kelas eksperimen menjawab soal nomor 4 seperti gambar 4.10. Siswa dapat menuliskan informasi dari soal sebelah kiri (sumber), kemudian menemukan gagasan bahwa keserupaan dari kedua soal adalah mencari nilai jari-jari dengan menggunakan rumus luas selimut bangun ruang.
68
Gambar 4.11 cara menjawab nomor 4 siswa kelas kontrol
Sedangkan sebagian besar siswa pada kelas kontrol menjawab soal nomor 4 seperti gambar 4.11. Siswa menjawab benar namun menuliskan alasan tidak berdasarkan keserupaan data atau proses antara soal sumber dengan soal target (alasan salah). Dari gambar 4.10 dan 4.11 dapat terlihat adanya perbedaan dari cara menjawab siswa pada tes akhir kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Siswa pada kelas eksperimen menyertakan alasan yang benar dan lengkap berdasarkan keserupaan karakteristik dengan soal sumber dan selanjutnya menjawab dengan benar pertanyaan pada soal target berdasarkan keserupaan tersebut. Sedangkan pada kelas kontrol, siswa cenderung memberikan alasan yang tidak tepat walaupun jawabannya benar. Beberapa siswa pada kelas kontrol mampu memberikan alasan analogi dengan benar baik lengkap, kurang lengkap maupun tidak lengkap walaupun alasan analoginya terlihat masih kaku. Tapi Sebagian besar siswa pada kelompok kontrol tidak tepat dalam memberikan alasan analogi bahkan banyak yang tidak memberikan alasan atau salah dalam memberikan alasan. Sedangkan pada kelompok eksperimen sebagian besar siswa mampu memberikan alasan analogi dengan benar baik lengkap, kurang lengkap maupun tidak lengkap.
69
Pada kelompok eksperimen siswa yang memperoleh nilai di bawah ratarata kelas kebanyakan dikarenakan kekurangtelitian dalam berhitung dan memberikan alasan yang tidak lengkap atau kurang tepat. Setidaknya siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata pada kelompok eksperimen bisa terlihat kemampuan penalaran analoginya namun masih perlu dikembangkan lagi. Sedangkan pada kelompok kontrol siswa yang memperoleh nilai di bawah ratarata kelas dikarenakan salah dalam menjawab soal dan salah dalam memberikan alasan analogi bahkan banyak yang tidak memberikan alasan sehingga belum terlihat adanya kemampuan penalaran analogi. Seperti ditunjukan pada gambar berikut:
Gambar 4.12 cara menjawab siswa kelas eksperimen yang nilainya di bawah rata-rata
Berdasarkan gambar 4.12 terlihat bahwa siswa menjawab salah karena keliru dalam perhitungan, namun siswa dapat menuliskan alasan keserupaan dari kedua soal walaupun tidak lengkap.
Gambar 4.13 cara menjawab siswa kelas eksperimen yang nilainya di bawah rata-rata
70
Berdasarkan gambar 4.13 terlihat bahwa siswa menjawab salah karena keliru dalam menggunakan cara penyelesaian soal. Selain itu siswa juga tidak dapat menjelaskan alasan keserupaan dari kedua soal tersebut. Dari pemaparan-pemaparan diatas terlihat perbedaan antara kedua kelas dalam menjawab soal. Perbedaan dari pemahaman dan cara menjawab soal tersebut mempengaruhi kemampuan penalaran analogi matematik siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut menunjukan adanya perbedaan perlakuan pada saat pembelajaran dikelas antara kedua kelas. Dengan demikian kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking lebih baik daripada kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional.
D. Keterbatasan Penelitian Penulis menyadari penelitian ini masih belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal. Walaupun demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya.: 1.
Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.
2.
Kondisi siswa di awal yang cukup kesulitan beradaptasi dengan pendekatan metaphorical thinking, karena dalam proses pembelajaran yang biasa mereka jalani sebelumnya cenderung pasif dan berpusat pada guru.
3.
Ketersediaan waktu yang singkat menyebabkan penerapan pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking di kelas kurang optimal. Hal ini berdampak pada nilai pencapaian tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang masih banyak di bawah rata-rata kelas.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan metaphorical thinking terhadap kemampuan penalaran analogi matematik siswa di SMP Muhammadiyah 5 Jakarta, dapat disimpulkan bahwa: 1. Kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajarkan dengan pendekatan metaphorical thinking memiliki nilai rata-rata sebesar 61,50. Adapun nilai rata-rata untuk masing-masing indikator soal kemampuan penalaran analogi matematik dari yang paling tinggi yaitu menyelesaikan masalah jari-jari alas bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses sebesar 65,63, dan yang paling rendah adalah menyelesaikan masalah jaring-jaring bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses dan menyelesaikan masalah perbandingan volume bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses sebesar 57,29. 2. Kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional memiliki nilai rata-rata sebesar 45,59. Adapun nilai rata-rata untuk masing-masing indicator soal kemampuan penalaran analogi matematik dari yang paling tinggi yaitu menyelesaikan masalah unsurunsur bangun ruang sisi lengkung (panjang sisi lengkung) berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses sebesar 54,55, dan yang paling rendah adalah menyelesaikan masalah jari-jari alas bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses sebesar 34,09. 3. Kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajarkan dengan pendekatan metaphorical thinking lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan
71
72
dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian hipotesis dengan statistik uji-t, diperoleh thitung = 3,18 dan ttabel = 1,68 dengan taraf signifikan 5%, atau = 0,05 sehingga thitung lebih besar dari ttabel (3,18> 1,68). Dengan demikian, kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan pendekatan metaphorical lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan metaphorical thinking berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan penalaran analogi matematik siswa.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti merekomendasikan beberapa saran sebagai berikut: 1.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metaphorical thinking mampu mengembangkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa, sehingga pendekatan pembelajaran ini dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran matematika yang dapat diterapkan oleh guru.
2.
Pendekatan metaphorical thinking membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk itu, bagi guru yang hendak menggunakan pendekatan metaphorical thinking dalam pembelajaran matematika di kelas diharapkan dapat mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan seefektif mungkin agar pembelajaran dapat selesai tepat pada waktunya.
3.
Pengontrolan variabel dalam penelitian ini yang diukur hanya pada kemampuan penalaran analogi matematik, sedangkan aspek lain tidak dikontrol. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya melihat pengaruh penggunaan pendekatan metaphorical thinking terhadap kemampuan matematik lainnya.
73
DAFTAR PUSTAKA Afrilianto, M. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. Infinity. 1, 2012. Ahmed, Zantoichi Fay. “Pengertian, Teori, dan Klasifikasi Metafora.” Artikel diakses
pada
8
Februari
2015
dari
https://www.academia.edu/4233825/pengertian_umum_teori_dan_klasifik asi_metafora_nda Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Carreira, Susana. Where There’s a Model, There’s a Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understandning of a Mathematical Model. Mathematical Thinking and Learning. Portugal: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2001. Dunlap, H. Dogan. Reasoning with Metaphors and Constructing an Understanding of the Mathematical Function Concept. Proceedings of the 31th Conference of the International Group for the Psycology of Mathematics Education. 2,.2007. Dwirahayu, Gelar. Pengaruh Pendekatan Analogi terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika ALGORITMA.1, 2006. Ferrara,Francesca. Bridging Perception and Theory: What’s Role Can Metaphors and Imagery Play. European Research In Mathematics Education III. Hamzah, Ali dan Muhlisrarini. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Rajawali Pers, 2014. Hendriana, Heris. Pembelajaran Matematika Humanis dengan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa. Infinity. 1, 2012. Kadir. Statistika untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Rosemata sempurna, 2010.
73
74
Kövecses, Zoltán. Metaphor: a practical introduction. Second Edition. New York: Oxford University Press, 2010. Lai, Mun Ye. Constructing Meanings of Mathematical Registers Using Metaphorical Reasoning and Models. Mathematics Teacher Education and Development Journal, Adelaide, South Australia: Flinders University. 15.1, 2013. Lawshe, C. H. A quantitative approach to content validity. By Personnel Psychology, INC, 1975. Noor, Juliansyah. Metode Penelitian. Jakarta: Kencana, 2012. Nunez, R. Mathematical Idea Analysis: What Embodied Cognitive Science can Say about the Human Nature of Mathematics. Proceedings of PME 24, Vol. 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP, 2006. Putra, Harry Dwi. Pembelajaran Geometri dengan Pendekatan SAVI Berbantuan Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMP.Proseding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol.1. Rahman, Risqi dan Samsul Maarif. Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan Paramacitan Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Infinity. 3, 2014. Richland, Lindsey E., et. Al. Analogy Use in Eight-Grade Mathematics Classrooms. Department of Psychology University of California, Los Angeles. Cognition and Instruction. 22(1). Ruseffendi, E. T. Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru dan SPG. Bandung: Tarsito, 1979.
Rusman. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Depok: Rajagrafindo Persada, edisi II, 2012. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2010.
75
Satriawati, Gusni. Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar (Sebuah Antologi). Jakarta: UIN Jakarta, 2007. Schink, A. G., et al. Structures, Journeys, and Tools: Using Metaphors to Unpack Student Beliefs about Mathematics. School Science and Mathematics, 2008. Shadiq, Fadjar. Penalaran dengan Analogi? Pengertiannya dan Mengapa Penting?. 7 September 2014 ( http:// p4tkmatematika.org/ file/ ARTIKEL/ Artikel Matematika Penalaran dengan Analogi fadjar shadiq.pdf/). Siler, Todd. Think Like a Genius. New York: Bantam Book, 1999. Silver, Harvey F., dkk. Strategi-Strategi Pengajaran: Memilih Strategi Berbasis Penelitian yang Tepat untuk Setiap Pelajaran.. Penerjemah Ellys Tjo. Jakarta: Indeks, 2012. Siswono, Tatag Yuli Eko dan Suwidiyanti. Proses Berpikir Analogi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika. Jurnal Ilmiah Jurusan Matematika FMIPA UNESA, 2009 Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Penerjemah Drs. Marianto Samosir, S.H. Jakarta: Indeks, 2011. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. VIII, 2012. Subana. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia, 2009. Sumarmo, Utari. Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik.
Dalam Makalah
Matematika FMIPA UPI, 2010. Sumarmo, Utari. Mengembangkan Instrumen untuk Mengukur High Order Mathematical Thinking dan Affective Behavior. Handout disajikan pada Workshop Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 22 Oktober 2014. Sumarmo, Utari dkk. Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: UPI Press, 2008. Sunito, Indira dkk. Metaphorming: Beberapa Strategi Berpikir Kreatif. Jakarta: Indeks, 2013. Surajiyo, dkk. Dasar-dasar Logika. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
76
Surapranata, Sumarna. Analitis,Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gitamedia Press. Uno, Hamzah B. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Widyasari, Nurbaiti. Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Metaphorical Thinking. Tesis S2, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013. Yuliani, Anik. Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Tesis S2, Universitas Pendidikan Indonesia, 2011.
77
Lampiran 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KELAS EKSPERIMEN Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Pertemuan AlokasiWaktu
: SMP Muhammadiyah 5 Jakarta : Matematika : IX (Sembilan)/Ganjil :1–3 : 2 x 40 menit
A. Standar Kompetensi 2. Memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya B. Kompetensi Dasar 2.1 Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan bola C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menyebutkan unsur-unsur tabung, kerucut dan bola 2. Menyelesaikan masalah unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses D. TujuanPembelajaran Setelah proses kegiatan pembelajaran ini, siswa diharapkan mampu untuk: 1. Menyebutkan unsur-unsur tabung, kerucut dan bola 2. Menyelesaikan masalah unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses E. Materi Ajar Unsur-unsur tabung, kerucut dan bola. F. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Pendekatan Metode
: Metaphorical Thinking : diskusi kelompok dan pemberian tugas
78
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Pertama Alokasi
Langkah
Waktu
Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan Pembelajaran
Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdo’a bersama siswa
Guru mendata kehadiran siswa
Guru memberitahukan materi yang akan dipelajari kepada siswa
5 menit
Guru mengingatkan kembali mengenai materi bangun ruang yang pernah dipelajari siswa
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang pada masing-masing kelompok,
Kegiatan Inti
Guru menyajikan materi yang dimulai dari
Grounding
pemberian masalah kontekstual yang berkaitan
Metaphors
dengan unsur-unsur tabung yang disajikan dalam
Connection
LKS 1
Siswa
diminta
untuk
menghubungkan
atau
membandingkan permasalahan tersebut dengan konsep yang akan dipelajari 65 menit
Discovery
Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan
konsep-konsep
utama
dari
masalah kontekstual yang telah diberikan Invention
Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari
Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa
79
yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut Application Redefinitional
yang telah disimpulkan.
Metaphors Connection
Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep
Guru menyajikan konsep mengenai unsur-unsur tabung
Siswa diminta untuk membuat metafora mereka sendiri berdasarkan konsep yang disajikan
Discovery
Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep
Invention
Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari
Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut
Application Linking
yang telah disimpulkan
Metaphors Connection
Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep
Siswa diminta untuk membandingkan dua soal berbeda yang telah disajikan
Siswa diminta mengidentifikasi dan mencari keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut
Discovery
Siswa
diminta
untuk
menemukan
dan
memecahkan persoalan yang disajikan tersebut
80
Invention
Siswa diminta untuk menuliskan hasil temuan yaitu berupa rumus atau konsep dari kedua soal
Application
Siswa
mengaplikasikan
konsep
yang
telah
disimpulkan pada tahap sebelumnya pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa
Penutup
Guru bersama siswa menarik kesimpulan dari materi yang telah dipelajari pada pertemuan ini.
10
Guru memberitahukan materi pertemuan selanjutnya, serta menginstruksikan siswa untuk
menit
mempelajari materi tersebut sebelumnya di rumah.
Guru menutup pembelajaran dengan doa bersama dan salam penutup
Pertemuan Kedua Alokasi
Langkah
Waktu
Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan Pembelajaran
Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdo’a bersama siswa
5 menit
Guru mendata kehadiran siswa
Guru memberitahukan materi yang akan dipelajari kepada siswa
Guru mengingatkan kembali mengenai materi bangun ruang yang pernah dipelajari siswa
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang pada masing-masing kelompok,
81
Kegiatan Inti
Guru menyajikan materi yang dimulai dari
Grounding
pemberian masalah kontekstual yang berkaitan
Metaphors
dengan unsur-unsur kerucut yang disajikan dalam
Connection
LKS 1
Siswa
diminta
untuk
menghubungkan
atau
membandingkan permasalahan tersebut dengan konsep yang akan dipelajari Discovery
Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan
konsep-konsep
utama
dari
masalah kontekstual yang telah diberikan Invention
Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai
65
dengan materi yang sedang dipelajari
menit
Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut
Application Redefinitional
yang telah disimpulkan.
Metaphors Connection
Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep
Guru menyajikan konsep mengenai unsur-unsur kerucut
Siswa diminta untuk membuat metafora mereka sendiri berdasarkan konsep yang disajikan
Discovery
Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep
82
Invention
Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari
Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut
Application
Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep yang telah disimpulkan
Linking
Metaphors Connection
Siswa diminta untuk membandingkan dua soal berbeda yang telah disajikan
Siswa diminta mengidentifikasi dan mencari keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut
Discovery
Siswa
diminta
untuk
menemukan
dan
memecahkan persoalan yang disajikan tersebut Invention
Siswa diminta untuk menuliskan hasil temuan yaitu berupa rumus atau konsep dari kedua soal
Application
Siswa
mengaplikasikan
konsep
yang
telah
disimpulkan pada tahap sebelumnya pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa
Penutup
Guru bersama siswa menarik kesimpulan dari materi yang telah dipelajari pada pertemuan ini.
10
Guru memberitahukan materi pertemuan selanjutnya, serta menginstruksikan siswa untuk
menit
mempelajari materi tersebut sebelumnya di rumah.
Guru menutup pembelajaran dengan doa bersama dan salam penutup
83
Pertemuan Ketiga Alokasi
Langkah
Waktu
Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan Pembelajaran
Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdo’a bersama siswa
Guru mendata kehadiran siswa
Guru memberitahukan materi yang akan dipelajari kepada siswa
5 menit
Guru mengingatkan kembali mengenai materi bangun ruang yang pernah dipelajari siswa
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang pada masing-masing kelompok,
Kegiatan Inti
Guru menyajikan materi yang dimulai dari
Grounding
pemberian masalah kontekstual yang berkaitan
Metaphors
dengan unsur-unsur bola yang disajikan dalam
Connection
LKS 1
Siswa
diminta
untuk
menghubungkan
atau
membandingkan permasalahan tersebut dengan konsep yang akan dipelajari 65
Discovery
Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk
menit
mengilustrasikan
konsep-konsep
utama
dari
masalah kontekstual yang telah diberikan Invention
Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari
Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep tersebut
84
Application
Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep yang telah disimpulkan.
Redefinitional
Metaphors Connection
Guru menyajikan konsep mengenai unsur-unsur bola
Siswa diminta untuk membuat metafora mereka sendiri berdasarkan konsep yang disajikan
Discovery
Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep
Invention
Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari
Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut
Application Linking
yang telah disimpulkan
Metaphors Connection
Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep
Siswa diminta untuk membandingkan dua soal berbeda yang telah disajikan
Siswa diminta mengidentifikasi dan mencari keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut
Discovery
Siswa
diminta
untuk
menemukan
dan
memecahkan persoalan yang disajikan tersebut Invention
Siswa diminta untuk menuliskan hasil temuan yaitu berupa rumus atau konsep dari kedua soal
85
Application
Siswa
mengaplikasikan
konsep
yang
telah
disimpulkan pada tahap sebelumnya pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa
Penutup
Guru bersama siswa menarik kesimpulan dari materi yang telah dipelajari pada pertemuan ini.
10
Guru memberitahukan materi pertemuan selanjutnya, serta menginstruksikan siswa untuk
menit
mempelajari materi tersebut sebelumnya di rumah.
Guru menutup pembelajaran dengan doa bersama dan salam penutup
H. Sumber Belajar 1. Buku paket Matematika untuk SMP Kelas IX 2. Lembar Kerja Kelompok 1 I. Media dan Alat Pembelajaran Papan tulis, spidol, penggaris, jangka dan alat peraga J. Penilaian 1. Teknik Penilaian 2. Bentuk Instrumen 3. Instrumen
: tertulis : Uraian : (terlampir pada LKS 1)
Jakarta,
Oktober 2015
Peneliti
(Rimanita Khairunnisa)
86
Lampiran 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KELAS KONTROL
Sekolah
: SMP Muhammadiyah 5 Jakarta
Mata Pelajaran
: Matematika
Kelas/Semester
: IX (Sembilan)/Ganjil
Pertemuan
:1–3
AlokasiWaktu
: 2 x 40 menit
A. Standar Kompetensi 2. Memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya
B. Kompetensi Dasar 2.1 Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut dan bola
C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menyebutkan unsur-unsur tabung, kerucut dan bola 2. Menyelesaikan masalah unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
D. TujuanPembelajaran Setelah proses kegiatan pembelajaran ini, siswa diharapkan mampu untuk: 1. Menyebutkan unsur-unsur tabung, kerucut dan bola 2. Menyelesaikan masalah unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
87
E. Materi Ajar Unsur-unsur Tabung, Kerucut dan Bola
F. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Pendekatan
: Konvensional
Strategi
: Ekspositori
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Pertama Alokasi
Langkah
Waktu
Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan Pembelajaran
Persiapan
Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdo’a bersama siswa
5 menit
Guru mendata kehadiran siswa
Guru memberitahukan materi yang akan dipelajari kepada siswa
Guru mengingatkan kembali mengenai materi bangun ruang yang pernah dipelajari siswa
Kegiatan Inti
Penyajian
Guru menyampaikan materi pelajaran mengenai unsur-unsur tabung dan kerucut, dan siswa memperhatikan penjelasan dari guru dengan seksama
65 menit
Korelasi
Guru memberikan beberapa contoh soal mengenai unsur-unsur tabung dan kerucut agar siswa mengetahui keterkaitan antar konsep yang dipelajari dengan permasalahan yang ada sehingga mereka dapat menyelesaikan permasalahan tersebut
88
menyimpulkan
Guru kembali menyebutkan inti materi ajar
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum mereka pahami
Penutup
Guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap materi mengenai unsur-unsur tabung dan kerucut
10
Guru memberitahukan materi pertemuan selanjutnya, serta menginstruksikan siswa
menit
untuk mempelajari materi tersebut sebelumnya di rumah.
Guru menutup pembelajaran dengan doa bersama dan salam penutup
Pertemuan Kedua Alokasi
Langkah
Waktu
Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan Pembelajaran
Persiapan
Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdo’a bersama siswa
5 menit
Guru mendata kehadiran siswa
Guru memberitahukan materi yang akan dipelajari kepada siswa
Guru mengingatkan kembali mengenai materi bangun ruang yang pernah dipelajari siswa
Kegiatan Inti
Penyajian
Guru menyampaikan materi pelajaran mengenai unsur-unsur bola, dan siswa
65
memperhatikan penjelasan dari guru dengan
menit
seksama Korelasi
Guru memberikan beberapa contoh soal
89
mengenai unsur-unsur bola agar siswa mengetahui keterkaitan antar konsep yang dipelajari dengan permasalahan yang ada sehingga mereka dapat menyelesaikan permasalahan tersebut menyimpulkan
Guru kembali menyebutkan inti materi ajar
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum mereka pahami
Penutup
Guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap materi mengenai unsur-unsur bola
10
Guru memberitahukan materi pertemuan selanjutnya, serta menginstruksikan siswa
menit
untuk mempelajari materi tersebut sebelumnya di rumah.
Guru menutup pembelajaran dengan doa bersama dan salam penutup
Pertemuan Ketiga Alokasi
Langkah
Waktu
Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan Pembelajaran
Persiapan
Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdo’a bersama siswa
5 menit
Guru mendata kehadiran siswa
Guru memberitahukan materi yang akan dipelajari kepada siswa
Guru mengingatkan kembali mengenai materi sebelumnya yaitu bangun ruang sisi lengkung
90
Kegiatan Inti
Guru memberikan latihan soal kepada siswa
Penerapan
Siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan guru secara individu
65
menit
Guru dan siswa membahas latihan soal tersebut bersama-sama
Guru memberikan penilaian terhadap latihan yang mereka kerjakan
Penutup
Guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap materi mengenai unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung
10
Guru memberitahukan materi pertemuan selanjutnya, serta menginstruksikan siswa
menit
untuk mempelajari materi tersebut sebelumnya di rumah.
Guru menutup pembelajaran dengan doa bersama dan salam penutup
H. Sumber Belajar 1. Buku paket Matematika untuk SMP Kelas IX
I. Media dan Alat Pembelajaran Papan tulis, spidol, penggaris, jangka dan alat peraga
J. Penilaian 1. Teknik Penilaian
: tertulis
2. Bentuk Instrumen
: Uraian
3. Contoh Instrumen
:
1. Rina ditugaskan untuk membuat sebuah miniatur menara yang terdiri dari sebuah tabung dan kerucut. Gambarkan bentuk menara tersebut beserta jaring-jaringnya!
91
2. Gambar di bawah ini menunjukkan jaring-jaring tabung dengan jari-jari alas r = 3,5 cm, tinggi t = 10,5 cm. Jika
𝑟
𝜋𝑟
, berapakah panjang
?
𝑡
Jakarta,
Oktober 2015
Peneliti
(Rimanita Khairunnisa)
92 Lampiran 3
Tujuan Pembelajaran :
Kelompok
:
1.
Menyebutkan unsur-unsur tabung, kerucut dan bola
Nama Anggota :
2.
Menyelesaikan masalah unsur-unsur bangun ruang
1.
4.
sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari
2.
5.
keserupaan data atau proses
3.
1. Amati Gambar Berikut !
Termasuk ke dalam jenis bangun ruang apakah benda di samping?
Jika kertas label pada kaleng susu
dibuka
dan
bangun
datar
dilembarkan, apakah
berbentuk
kertas
label
tersebut? Gambarkan bangunnya!
Jika kita amati alas dan tutup kaleng tersebut,
berbentuk bangun datar apakah alas dan tutup itu? Gambarkan bangunnya!
93
Berdasarkan identifikasi sebelumnya, maka kita dapat mengetahui bahwa bangun ruang…………………tersusun dari……………buah bangun datar, yaitu: a) …………buah…………………………sebagai alas dan tutup b) …………buah…………………………sebagai bidang lengkungnya
Rangkaian dari bidang datar-bidang datar itu disebut sebagai jaring-jaring……………
Buatlah gambar sebuah tabung beserta jaring-jaringnya!
Berdasarkan gambar yang kalian buat, tunjukkan: Diameter alas atau tutup, jari-jari alas atau tutup, tinggi, dan sisi lengkung tabung!
Buatlah suatu metafora lain mengenai tabung beserta jaring-jaringnya!
94
2. Amati Gambar Berikut !
Gambar
di
samping
merupakan rumah suku indian yang dinamakan Tipi. Termasuk ke dalam jenis bangun ruang apakah Tipi tersebut?
Jika kain penutup Tipi dibuka dan dilembarkan, berbentuk bangun datar apakah kain Tipi tersebut? Gambarkan bangunnya!
Jika kita amati lantai pada Tipi tersebut,
berbentuk bangun datar apakah lantai pada Tipi itu? Gambarkan bangunnya!
Berdasarkan identifikasi sebelumnya, maka kita dapat mengetahui bahwa bangun ruang…………………tersusun dari……………buah bangun datar, yaitu: a) …………buah…………………………sebagai alas b) …………buah…………………………sebagai bidang lengkungnya
95
Rangkaian dari bidang datar-bidang datar itu disebut sebagai jaring-jaring…………… Buatlah gambar sebuah kerucut beserta jaring-jaringnya!
Berdasarkan gambar yang kalian buat, tunjukkan: Diameter alas, jari-jari alas, tinggi, garis pelukis, dan sisi lengkung kerucut!
Buatlah suatu metafora lain mengenai kerucut beserta jaring-jaringnya!
96
3. Amati Gambar Berikut ! Termasuk ke dalam jenis bangun ruang apakah benda di samping?
Apakah bola tersebut memiliki jaring-jaring? Berikan alasanmu!
Buatlah gambar sebuah bola! Berdasarkan gambar yang kalian buat, tunjukkan: Diameter dan jari-jari bola!
97
Berdasarkan ilustrasi-ilustrasi dan model-model sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
No. 1.
2.
3.
Bangun Ruang
Unsur
Sifat
98
Asah Kemampuan 1. Perhatikan gambar di bawah ini!
Gambar B
Gambar A Jelaskan maksud hubungan tanda panah pada gambar A dan gambar B!
2. Bagaimanakah bentuk jaring-jaring pada gambar di bawah ini?
3. Rina ditugaskan untuk membuat sebuah miniatur menara yang terdiri dari sebuah tabung dan kerucut. Gambarkan bentuk menara tersebut beserta jaring-jaringnya!
4. Gambar di bawah ini menunjukkan jaring-jaring tabung dengan jari-jari alas r = 3,5 cm, tinggi t = 10,5 cm. Jika
𝑟
𝜋𝑟
𝑡
, berapakah panjang
?
99
Tujuan Pembelajaran : 1.
2.
Kelompok
:
Menentukan dan menghitung luas permukaan
Nama Anggota :
tabung dan kerucut
1.
4.
Menyelesaikan masalah luas permukaan tabung dan
2.
5.
kerucut berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
3.
TABUNG 1. Menentukan Luas Permukaan Tabung Seorang relawan dari sebuah lembaga sosial akan membuat sejumlah kencleng terbuat dari karton tebal yang berbentuk tabung seperti pada gambar di samping.
a.
Untuk membuat kencleng tersebut, maka relawan itu membuat jaring-jaringnya dengan menentukan ukuran luas tiap unsurnya terlebih dahulu. Tentukan rumus luas tiap unsur! unsur Tutup dan Alas
rumus
Selimut (bidang lengkung)
b. Kemudian relawan itu menggabungkan unsur-unsur tersebut sehingga menjadi kencleng yang berbentuk tabung. Dengan demikian, rumus untuk mencari seluruh luas permukaannya menjadi:
c. Jika kencleng itu memiliki alas dan tutup berdiameter 7 cm, serta selimut kencleng berukuran 22 cm 15 cm. Hitunglah luas permukaannya!
100
KERUCUT 1. Menentukan Panjang Garis Pelukis, Tinggi dan Jari-jari Alas Kerucut Tukang bangunan akan membangun sebuah
tiang
yang
tegak
lurus
dengan lantai dan berada tepat di tengah berbentuk
lantai kerucut
gedung seperti
yang pada
gambar di samping. Tiang itu akan dibangun hingga tingginya mencapai puncak atap gedung tersebut. a. Buatlah sketsa antara tiang tersebut, tiang berwarna putih yang berada di luar gedung, dan jarak diantara keduanya! Dan hubungkanlah dengan konsep unsurunsur kerucut!
b. Jika tinggi tiang tersebut dimisalkan t, tiang berwarna putih dimisalkan s, dan jarak antara kedua tiang dimisalkan r, maka bagaimanakah cara menentukan tinggi tiang yang akan dibangun, panjang tiang berwarna putih dan jarak antara kedua tiang?
r=
t= s=
Ingat aturan Pythagoras !
101
2. Mencari Luas Selimut (Bidang Lengkung) Kerucut Perhatikan jaring-jaring kerucut di bawah ini! = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑐𝑢𝑡 = … =
… … …
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑐𝑢𝑡 =
3. Buatlah Suatu Metafora Mengenai Luas Permukaan Kerucut !
… …
………
102 Berdasarkan ilustrasi dan model sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa luas permukaan tabung dan kerucut adalah sebagai berikut: No. 1.
Bangun Ruang
Rumus
2.
Asah Kemampuan Soal 1 Jari-jari alas sebuah kaleng tempat susu adalah 7 cm dan tingginya 18 cm. Hitunglah luas selimut kaleng tempat susu tersebut! Diketahui:
Ditanya :
Soal 2 Rini akan mengadakan pesta ulang tahun. Ia akan membuat topi ulang tahun yang berbentuk kerucut seperti gambar di samping. Bila tinggi topi 16 cm dan jari-jarinya 12 cm, berapakah luas kertas yang dibutuhkan untuk membuat satu topi? Diketahui:
Ditanya :
103 Untuk menjawab kedua soal di atas, ikuti langkah-langkah berikut! a. Bandingkan kedua soal di atas, keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut!
b. Temukan luas selimut dari masing-masing soal! Soal 1
Soal 2
c. Tuliskan rumus untuk mencari luas selimut dari masing-masing soal!
d. Jika sebuah benda terdiri dari sebuah tabung dan sebuah kerucut seperti gambar di
bawah, berapakah luas selimut benda tersebut? Diketahui jari-jari alas benda tersebut 2,1 cm; Panjang benda dari ujung ke ujung yang lain 33,1 cm; dan tinggi kerucut 6 cm.
104
Tujuan Pembelajaran :
Kelompok
:
1.
Menentukan dan menghitung luas permukaan bola
Nama Anggota :
2.
Menyelesaikan masalah luas permukaan bangun
1.
4.
ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari
2.
5.
keserupaan data atau proses
3.
BOLA 1. Menentukan Luas Permukaan Bola Anisa akan membuat sebuah kerajinan tangan berbentuk bola. Sebelumnya dia sudah menyiapkan kawat untuk kerangka bola dan benang tebal untuk menutupi permukaan bola tersebut. Benang yang Anisa punya panjangnya tepat hanya menutupi tempat gulungan benang berbentuk tabung yang diameternya sama dengan tingginya. Agar benang dapat terpakai seluruhnya untuk menutupi permukaan kerangka bola, maka anisa membuat diameter bola sama dengan diameter tempat gulungan benang (tabung). a. Informasi apa saja yang kalian dapat pada ilustrasi di atas? Hubungkanlah dengan konsep matematika!
b. Berdasarkan ilustrasi di atas, bagaimanakah cara mencari luas permukaan bola tersebut? (d = 2r)
c. Jika diketahui jari-jari bola 7 cm, berapakah luas permukaannya?
105 Berdasarkan ilustrasi dan model sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa luas permukaan bola adalah sebagai berikut: No. 1.
Bangun Ruang
Rumus
Asah Kemampuan Soal 1 Sebuah bandul logam berbentuk gabungan kerucut dan setengah bola seperti gambar di samping. Jika jari-jari bola 7 cm dan tinggi kerucut 24 cm. berapakah luas permukaan bandul itu? (
)
Diketahui:
Ditanya :
Soal 2 Bangun di samping memiliki jari-jari bola 10 cm dan tinggi tabung 30 cm. ) Hitunglah luas permukaannya! ( Diketahui:
Ditanya :
Untuk menjawab kedua soal di atas, ikuti langkah-langkah berikut! a. Bandingkan kedua soal di atas, keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut!
106 b. Temukan luas permukaan dari masing-masing soal! Soal 1
Soal 2
c. Tuliskan rumus untuk mencari luas permukaan dari masing-masing soal!
d. Perhatikan gambar berikut! Luas permukaan bangun tersebut adalah…
107
Tujuan Pembelajaran : 1. Menentukan dan menghitung volume tabung dan kerucut 2. Menyelesaikan masalah volume tabung dan kerucut berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
Kelompok
:
Nama Anggota : 1. 2. 3.
4. 5.
TABUNG 1. Menentukan Volume Tabung Sebuah wadah CD berbentuk tabung akan diisi sejumlah kepingan CD. a. Alas wadah CD memiliki diameter 120 mm. Berapakah luas maksimum lingkaran kepingan CD agar dapat dimasukkan ke dalam wadah tersebut?
b. Apabila kepingan CD memiliki ketebalan 1 mm, ternyata wadah tersebut dapat memuat 80 keping CD. Dengan demikian, berapakah volume wadah CD itu?
c. Jika jumlah kepingan CD yang ditumpuk sama dengan ukuran tinggi wadah tabung dan luas lingkaran CD sama dengan ukuran luas alas wadah tabung, maka rumus untuk menentukan volume tabung adalah:
108 KERUCUT 2. Menentukan Volume Kerucut ibu hendak membuat nasi tumpeng untuk acara selamatan di rumahnya. Sebelumnya ibu telah memasak nasi di dalam langseng yang berbentuk tabung hingga penuh.
Kemudian ibu memindahkan nasi tersebut ke dalam cetakan tumpeng yang berbentuk kerucut.
Ternyata ibu bisa mendapatkan tiga cetak nasi tumpeng tanpa menyisakan nasi di langseng tabung.
Karena terlalu banyak, maka ibu memberikan 1 dari 3 nasi tumpeng untuk tetangganya. a. Informasi apa saja yang kalian dapat pada ilustrasi di atas? Hubungkanlah dengan konsep matematika!
b. Masih ingatkah kalian dengan rumus volume tabung? Berdasarkan ilustrasi di atas, bagaimanakah cara mencari volume kerucut dengan menggunakan volume tabung?
109 c. Jika diketahui jari-jari langseng tabung dan cetakan kerucut 10 cm, dan tinggi keduanya 18 cm. berapa literkah 1 nasi tumpeng yang dibuat ibu untuk tetangganya?
Berdasarkan ilustrasi-ilustrasi dan model sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa volume tabung dan kerucut adalah sebagai berikut: No. 1.
Bangun Ruang
Rumus
2.
Asah Kemampuan Soal 1 Jari-jari alas sebuah kaleng tempat susu adalah 7 cm dan tingginya 18 cm. Hitunglah volume kaleng tempat susu tersebut! Diketahui:
Ditanya :
110 Soal 2 Jari-jari tutup es krim di samping adalah 3 cm dan tingginya 14 cm. Hitunglah volume es krim tersebut! Diketahui:
Ditanya :
Untuk menjawab kedua soal di atas, ikuti langkah-langkah berikut! a. Bandingkan kedua soal di atas, keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut!
b. Temukan volume dari masing-masing soal! Soal 1
Soal 2
c. Tuliskan rumus untuk mencari volume dari masing-masing soal!
d. Jika sebuah benda terdiri dari sebuah tabung dan sebuah kerucut seperti gambar di bawah, berapakah volume benda tersebut? Diketahui jari-jari tutup benda tersebut 8 cm; Panjang benda dari ujung ke ujung yang lain 36 cm; dan tinggi kerucut 6 cm.
111
Tujuan Pembelajaran : 1. 2.
Kelompok
Menentukan dan menghitung volume bola Menyelesaikan masalah volume bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
:
Nama Anggota : 1. 2. 3.
4. 5.
BOLA 1. Menentukan Volume Bola Perhatikan gambar (1) yang menunjukkan setengah bola yang jari-jarinya r dan gambar (2) yang menunjukkan sebuah kerucut dengan panjang jari-jari r dan tingginya r. bila kerucut ini diisi dengan air penuh, kemudian dituangkan ke dalam setengah bola, maka setengah bola dapat menampung tepat dua kali volume kerucut. r
r t=r
Buatlah Suatu Metafora Mengenai Volume Bola!
112 Berdasarkan ilustrasi dan model sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa volume bola adalah sebagai berikut: No. 1.
Bangun Ruang
Rumus
Asah Kemampuan Soal 1 Sebuah bandul emas berbentuk gabungan kerucut dan setengah bola seperti gambar di samping. Jari-jari alas kerucut sama dengan jari-jari belahan bola, yaitu 4,2 mm, sedangkan tinggi kerucut 6 mm. Berapakah volume bandul itu? Diketahui:
Ditanya :
Soal 2 Bangun di samping memiliki jari-jari bola 14 cm dan tinggi tabung 40 cm. Hitunglah volumenya! Diketahui:
Ditanya :
Untuk menjawab kedua soal di atas, ikuti langkah-langkah berikut! a. Bandingkan kedua soal di atas, keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut!
113 b. Temukan volume dari masing-masing soal! Soal 1
Soal 2
c. Tuliskan rumus untuk mencari volume dari masing-masing soal!
d. Sebuah pensil berbentuk gabungan kerucut, tabung, dan setengah bola. Jika diameter pensil 14 mm, tinggi kerucut 24 mm, dan panjang seluruh pensil 18,1 cm. tentukan volume pensil tersebut!
114
Lampiran 4
KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIK SISWA Standar Kompetensi: Bangun Ruang Sisi Lengkung 2. Memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya Kompetensi Dasar
Materi Pembelajaran
2.1 Mengidentifikasi
Unsur-unsur tabung,
Menyelesaikan masalah jaring-jaring bangun ruang sisi lengkung
unsur-unsur tabung,
kerucut dan bola
berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
kerucut dan bola
Indikator Soal
No. Soal
Jumlah Soal
1*
1
2*
1
3*
1
4*
1
Menyelesaikan masalah unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung (panjang sisi lengkung) berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
2.2 Menghitung luas
Luas permukaan
Menyelesaikan masalah luas selimut bangun ruang sisi lengkung
Selimut dan volume
tabung, kerucut dan
berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
tabung, kerucut dan
bola
Menyelesaikan masalah jari-jari alas bangun ruang sisi lengkung
bola
jika luas permukaan yang diketahui berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses
115
2.2 Menghitung luas
Volume tabung,
Menyelesaikan masalah perbandingan volume bangun ruang sisi
Selimut dan volume
kerucut dan bola
lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau
tabung, kerucut dan
proses
bola 5*, 6*, 7
3
2.3 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut dan bola Jumlah
Catatan * = Valid
7
116
Lampiran 5 UJI VALIDITAS INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIK SISWA SMP KELAS IX DENGAN METODE CONTENT VALIDITY RATIO (CVR) POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG Untuk menguji validitas secara isi dari instrumen tes kemampuan penalaran analogi matematik, para penilai diharapkan memberikan penilaiannya dengan memberi tanda (√) pada kolom: E
= Esensial (soal tersebut sangat penting untuk mengukur kemampuan penalaran analogi matematik),
TE = Tidak Esensial (soal tersebut tidak terlalu penting untuk mengukur kemampuan penalaran analogi matematik), atau TR = Tidak Relevan (soal tersebut tidak ada kaitannya dengan kemampuan penalaran analogi matematik) pada masing-masing soal yang berbentuk essay di bawah ini.
No
SOAL
E
menjadi:
1. Serupa dengan
Maka menjadi……………
A
B Serupa dengan
2.
C
7 cm
D
O
Panjang CD adalah 44 cm
A
B
10 cm
O
Panjang busur AB adalah…..
TE TR
117
Hubungan bola voli di bawah ini dengan 576 cm2 .
3.
Hubungan selimut tabung di bawah dengan……cm2, jika diameter dan tingginya sama.
24 cm
20 cm
10 cm
Serupa dengan 12 cm
4.
5.
6.
12 cm
Hubungan luas selimut atap 157 cm2 dengan 5 cm.
Hubungan luas selimut atap 188,4 cm2 dengan …… cm.
Pak Ahmad membeli 1 drum penuh minyak tanah. Drum tersebut memiliki ukuran tinggi 80 cm dan diameter 42 cm
Banyak kaleng yang dibutuhkan apabila minyak tanah tersebut akan dijual kembali dalam bentuk kalengan tabung dengan ukuran tinggi 20 cm dan diameter 14 cm adalah……
Hubungan dua buah bola yang masingmasing memiliki jari-jari 1 cm dan 2 cm adalah 1 : 8
Serupa dengan
Hubungan dua buah kerucut yang memiliki tinggi dua kali jari-jarinya dan masing-masing jarijari kerucut 4 cm dan 6 cm adalah…
118
Segelas penuh air telah diminum hingga menyisakan bagian air di dalam gelas. 4 cm
7.
Serupa dengan
Tinggi air pada kerucut di bawah ini apabila diketahui volume kerucut 2.512 cm3 adalah… 10 cm
12 cm
Catatan penilai dalam menganalisis soal: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penilai,
.............................................
119
Lampiran 6 REKAPITULASI HASIL PENILAIAN DAN VALIDITAS INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIK SISWA DENGAN METODE CONTENT VALIDITY RATIO (CVR)
Penilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
No. Soal
E
TE
1 2 3 4 5 6
10 9 9 10 11 11
1 2 2 1
7
8
1
TR
2
1 E E E E E E E E E E TE
2 E E E E E E E E TE TE E
3 E E E E E E E TE E E TE
Item Soal 4 5 E E E E E E E E E E E E E E E E TE E E E E E
(
)
6 E E E E E E E E E E E
7 E E E E E E TE E TR E TR
(
)
Min. CVR skor
N
NE
11 11 11 11 11 11
10 9 9 10 11 11
5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
4.5 3.5 3.5 4.5 5.5 5.5
0.82 0.64 0.64 0.82 1 1
0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59
0.82 0.64 0.64 0.82 1 1
11
8
5.5
2.5
0.45
0.59
0.45
Kriteria Soal
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid
120
Lampiran 7
HASIL UJI COBA INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIK SISWA NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NAMA A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD
NILAI 33 50 38 25 33 42 38 21 25 29 50 33 38 79 29 38 29 21 29 21 17 21 29 21 33 33 29 38 33 71
121
Lampiran 8
Contoh perhitungan uji validitas soal nomor 1
rxy
n x1 y x1 y
n x
1
2
x1 n y 2 y 2
30547 58246
2
30146 58 302334 246 2
16410 14268 4380 336470020 60516
2142 (1016)(9504)
2
2142 9656064 2142 3107,420795 0,6893
Dengan N = 30 dan = 0,05 diperoleh rtabel = 0,361 Karena rxy > rtabel, maka soal nomor 1 valid Perhitungan validitas butir soal selanjutnya menggunakan software excel.
122
Lampiran 9
Validitas Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa SMP Kelas IX Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung No. Nama 1 A 2 B 3 C 4 D 5 E 6 F 7 G 8 H 9 I 10 J 11 K 12 L 13 M 14 N 15 O 16 P 17 Q 18 R 19 S 20 T 21 U 22 V 23 W 24 X 25 Y 26 Z 27 AA 28 AB 29 AC 30 AD ∑ rhitung rtabel kriteria
x1 2 4 3 1 1 1 3 1 2 2 2 2 2 4 1 4 2 1 1 1 0 0 2 1 2 2 3 3 2 3 58 0.689 0.361 Valid
y x2 x3 x4 x5 x6 1 2 2 1 0 8 2 2 1 2 1 12 1 2 1 2 0 9 1 2 1 1 0 6 1 2 2 2 0 8 2 2 1 1 3 10 2 1 1 1 1 9 1 1 1 1 0 5 1 1 1 1 0 6 1 1 1 1 1 7 1 2 2 3 2 12 1 1 1 2 1 8 1 2 1 2 1 9 3 3 4 2 3 19 1 2 1 1 1 7 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 0 5 1 1 1 2 1 7 1 1 1 1 0 5 1 1 1 1 0 4 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 0 5 1 1 1 2 1 8 1 1 1 2 1 8 1 1 1 1 0 7 1 1 1 2 1 9 1 1 1 2 1 8 2 4 2 3 3 17 36 44 37 45 26 246 0.793 0.789 0.743 0.663 0.798 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 Valid Valid Valid Valid Valid
123
Lampiran 10
PERHITUNGAN UJI RELIABILITAS Tentukan nilai varians skor tiap soal, misal varians skor nomor 1 X 1 X 1 N N 2
1
2
1
2
146 58 30 30
2
2
1 2 4,867 3,738
1 2 1,129
Perhitungan nilai varians skor soal yang lainnya dan varians total menggunakan software excel. Didapat jumlah varian tiap soal i 2 3,416 Varians total t 2 10,560 , sehingga reliabilitasnya diperoleh: 2 k i r11 1 t2 k 1
3,416 6 1 6 1 10,560 1,20,6765 0,812
124
Lampiran 11
Reliabilitas Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa SMP Kelas IX Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung No.
Nama
1 A 2 B 3 C 4 D 5 E 6 F 7 G 8 H 9 I 10 J 11 K 12 L 13 M 14 N 15 O 16 P 17 Q 18 R 19 S 20 T 21 U 22 V 23 W 24 X 25 Y 26 Z 27 AA 28 AB 29 AC 30 AD Jumlah si 2 Σsi2 st2 rhitung
Nomor Soal x1 x2 x3 x4 x5 x6 2 1 2 2 1 0 4 2 2 1 2 1 3 1 2 1 2 0 1 1 2 1 1 0 1 1 2 2 2 0 1 2 2 1 1 3 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 1 1 1 1 0 2 1 1 1 1 1 2 1 2 2 3 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 1 4 3 3 4 2 3 1 1 2 1 1 1 4 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 3 1 1 1 1 0 3 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 3 2 4 2 3 3 58 36 44 37 45 26 1.129 0.227 0.516 0.379 0.383 0.782 3.416 10.560 0.812
Skor Total 8 12 9 6 8 10 9 5 6 7 12 8 9 19 7 9 7 5 7 5 4 5 7 5 8 8 7 9 8 17 246 10.560
125
Lampiran 12
PERHITUNGAN UJI TARAF KESUKARAN Contoh perhitungan taraf kesukaran soal nomor 1
B JS 58 120 0,483
P
P = 0,483 berada pada interval 0,31 < P ≤ 0,70, maka soal nomor 1 memiliki taraf kesukaran dengan kriteria sedang. Perhitungan taraf kesukaran butir soal yang lainnya menggunakan software excel.
126
Lampiran 13
Taraf Kesukaran Instrumen Tes Penalaran Analogi Matematik Siswa SMP Kelas IX NO
NAMA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
N AD B K F C G M P AB A E L Y Z AC J O Q S W AA D I H R T V X U S TK Kriteria
NOMOR SOAL x1 x2 x3 x4 x5 x6 4 3 3 4 2 3 3 2 4 2 3 3 4 2 2 1 2 1 2 1 2 2 3 2 1 2 2 1 1 3 3 1 2 1 2 0 3 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 4 1 1 1 1 1 3 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 0 1 1 2 2 2 0 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 0 1 1 2 1 1 0 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 58 36 44 37 45 26 0.48 0.30 0.37 0.31 0.38 0.22 Sedang Sukar Sedang Sedang Sedang Sukar
127
Lampiran 14
PERHITUNGAN DAYA PEMBEDA Contoh perhitungan daya pembeda soal nomor 1
DP
B A BB JA JB
38 20 60 60 0,63 0,33
0,30
Dp = 0,30 berada pada interval 0,20 < Dp ≤ 0,40, maka soal nomor 1 memiliki daya pembeda dengan kriteria cukup. Perhitungan daya pembeda butir soal selanjutnya menggunakan software excel.
128
Lampiran 15
Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa SMP Kelas IX No
Nama
Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
N AD B K F C G M P AB A E L Y Z
Kelompok atas
∑ 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
AC J O Q S W AA D I H R T V X U
Kelompok bawah
∑ DP Kriteria
Nomor Soal x1 x2 x3 x4 x5 x6 4 3 3 4 2 3 3 2 4 2 3 3 4 2 2 1 2 1 2 1 2 2 3 2 1 2 2 1 1 3 3 1 2 1 2 0 3 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 4 1 1 1 1 1 3 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 0 1 1 2 2 2 0 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 38 21 27 22 28 19 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 0 1 1 2 1 1 0 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 20 15 17 15 17 7 0.30 0.10 0.17 0.12 0.18 0.20 cukup jelek jelek jelek jelek jelek
129
Lampiran 16 Nama : Kelas :
INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIK SISWA SMP KELAS IX POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG Petunjuk: 1. Tuliskan nama dan kelas pada kolom yang telah tersedia 2. Berdoalah terlebih dahulu sebelum mengerjakan dan bacalah setiap soal dengan teliti 3. Kerjakan soal secara individu 4. Periksa kembali jawaban sebelum diserahkan kepada guru 1. Perhatikan gambar di bawah ini! Jelaskan jawabanmu!
menjadi:
Serupa dengan
Maka menjadi……………
………………………………………………… ………………………………………………… ………………………………………………… ………………………………………………… ………………………………………………… ………………………………………………… ………………………………………………… ………………………………………………… ………………………………………………… ………………………………………………… …………………………………………………
2.
T B
A
B
A Serupa dengan
C
O 7 cm
Panjang CD adalah 44 cm
D
O 10 cm
Panjang busur AB adalah…
Jelaskan jawabanmu! ………………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………………
130
3. Hubungan bola voli di bawah ini dengan 576 cm2. 24 cm
Serupa dengan
20 cm
Hubungan selimut tabung di samping dengan……cm2, jika diameter dan tingginya sama.
Jelaskan jawabanmu! …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………
4. 10 cm
12 cm
Serupa dengan
Hubungan luas selimut atap 157 cm2 dengan 5 cm.
12 cm
Hubungan luas selimut atap 188,4 cm2 dengan …… cm.
Jelaskan jawabanmu! …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………
5.
Pak Ahmad membeli 1 drum penuh minyak tanah. Drum tersebut memiliki ukuran tinggi 80 cm dan diameter 42 cm.
Serupa dengan
Banyak kaleng yang dibutuhkan apabila minyak tanah tersebut akan dijual kembali dalam bentuk kalengan tabung dengan ukuran tinggi 20 cm dan diameter 14 cm adalah……
Jelaskan jawabanmu! …………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………………
131
6.
Hubungan dua buah bola yang masing-masing memiliki jari-jari 1 cm dan 2 cm adalah 1 : 8
Serupa dengan
Hubungan dua buah kerucut yang memiliki tinggi dua kali jari-jarinya dan masing-masing jarijari kerucut 4 cm dan 6 cm adalah…
Jelaskan jawabanmu! ………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………
132
Lampiran 17 KUNCI JAWABAN INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIK SISWA SMP KELAS IX POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG 1. Perhatikan gambar di bawah ini!
menjadi:
Serupa dengan
Maka menjadi…
Jawaban:
Pada soal pertama gambar bangun ruang dirubah menjadi jaring-jaringnya, maka pada soal kedua gambar bangun ruang juga dirubah menjadi jaringjaringnya. Jadi keserupaan kedua soal adalah menggambar jaring-jaring bangun ruang. T
2. A
B B
A Serupa dengan
C
7 cm
O
Panjang CD adalah 44 cm
D
10 cm
O
Panjang busur AB adalah…
133
Jawaban: Pada soal pertama panjang CD didapat dari keliling lingkaran (alasnya), maka pada soal kedua panjang busur AB juga didapat dari keliling lingkaran (alasnya). Sehingga panjang bususr AB = 2πr = 2 x 3,14 x 10 cm = 62,8 cm. Jadi keserupaan kedua soal adalah menghitung panjang sisi lengkung dengan rumus keliling lingkaran (alasnya).
3. Hubungan bola voli di bawah ini
Hubungan selimut
2
dengan 576 cm .
Serupa dengan
24 cm
tabung di samping 20 cm
dengan……cm2, jika diameter dan tingginya sama.
Jawaban: Pada soal pertama 576
cm2 merupakan luas permukaan bola voli yang
didapat dari rumus 4 r2, maka pada soal kedua juga menghitung luas permukaan selimut tabung yang memiliki diameter dan tingginya sama dengan rumus 4 r2. Sehingga luas permukaan selimut tabung = 4 r2 = 4 x 3,14 x 102 = 1.256 cm2. Jadi keserupaan kedua soal adalah menghitung luas permukaan dengan rumus 4 r2.
4. 10 cm
12 cm
Serupa dengan
12 cm
Hubungan luas selimut
Hubungan luas
atap 157 cm2 dengan
selimut atap 188,4
5 cm.
cm2 dengan …… cm.
134
Jawaban: Pada soal pertama 5 cm merupakan jari-jari lingkaran (alas), maka pada soal kedua juga menghitung jari-jari lingkaran (alas). Sehingga: 188,4 cm2 = πrs 188,4 cm2 = 3,14 x r x 10 cm r=
= 6 cm
Jadi keserupaan kedua soal adalah menghitung jari-jari alas.
5.
Banyak kaleng yang
Pak Ahmad membeli 1 drum penuh minyak tanah. Drum tersebut memiliki ukuran
dibutuhkan apabila minyak Serupa dengan
tanah tersebut akan dijual
tinggi 80 cm dan diameter 42
kembali dalam bentuk
cm.
kalengan tabung dengan ukuran tinggi 20 cm dan
diameter 14 cm adalah……
Jawaban: Pada soal pertama tidak diketahui volume 1 drum (tabung). Maka dicari terlebih dahulu volumenya. Vd = πr2t =
= 110.880 cm3
Pada soal kedua juga tidak diketahui volume tiap kaleng (tabung). Maka dicari terlebih dahulu volumenya. Vk = πr2t =
= 3.080 cm3
Untuk mencari banyaknya kaleng yang dibutuhkan maka Vd : Vk = 110.880 : 3.080 = 36 kaleng. Jadi keserupaan kedua soal adalah menghitung volume tabung dengan perbandingan banyaknya tabung.
135
6.
Hubungan dua buah bola yang masing-masing memiliki jarijari 1 cm dan 2 cm adalah 1 : 8
Serupa dengan
Hubungan dua buah kerucut yang memiliki tinggi dua kali jarijarinya dan masingmasing jari-jari kerucut 4 cm dan 6 cm adalah…
Jawaban: Pada soal pertama 1 : 8 merupakan perbandingan volume bola, maka pada soal kedua juga mencari perbandingan volume kerucut yang memiliki tinggi dua kali jari-jarinya. Sehingga Jadi keserupaan kedua soal adalah mencari perbandingan volume.
136
Lampiran 18 HASIL TES KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIK SISWA KELAS EKSPERIMEN DAN KONTROL POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG A. Kelas Eksprimen No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama AE BE CE DE EE FE GE HE IE JE KE LE ME NE OE PE QE RE SE TE UE VE WE XE
Nilai 58 54 79 54 63 92 33 58 50 42 29 46 67 54 58 63 46 67 71 75 96 88 79 29
B. Kelas Kontrol No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Keterangan: Nilai hasil tes berdasarkan hasil pembulatan
Nama AK BK CK DK EK FK GK HK IK JK KK LK MK NK OK PK QK RK SK TK UK VK
Nilai 38 29 38 79 33 42 50 50 25 79 33 29 46 33 88 50 63 42 21 54 42 42
137
Lampiran 19
PERHITUNGAN DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI, MEAN, MEDIAN, MODUS, VARIANS, SIMPANGAN BAKU, DAN KEMIRINGAN KELAS EKSPERIMEN A. Distribusi Frekuensi 1. Banyak data (n) = 24 2. Perhitungan Rentang R
= Xmaks – Xmin = 96 – 29 = 67
3. Perhitungan Banyak Kelas K
= 1 + 3,3 log (n) = 1 + 3,3 log (24) = 1 + 3,3 (1,38) = 1 + 4,555 = 5,555 6
4. Perhitungan Panjang Kelas
138
fk
Titik Tengah (xi)
xi2
fixi
fixi2
12,50
3
34,5
1190,25
103,5
3570,75
4
16,67
7
46,5
2162,25
186
8649
8 4 3 2
33,33 16,67 12,50 8,33
15 19 22 24
58,5 70,5 82,5 94,5
3422,25 4970,25 6806,25 8930,25
24
100
468 282 247,5 189 1476
27378 19881 20418,75 17860,5 97758
Frekuensi
No.
Interval
Batas Bawah
Batas Atas
fi
fi(%)
1
29-40
28,5
40,5
3
2
41-52
40,5
52,5
3
53-64 65-76 77-88 89-100
52,5 64,5 76,5 88,5
64,5 76,5 88,5 100,5
4 5 6
Jumlah
B. Perhitungan Mean
̅
∑ ∑
C. Perhitungan Median Md
=
(
) (
=
)
=
D. Perhitungan Modus Mo
= = 52 =
(
) (
)
139
E. Varians S2
∑
=
∑
= = 303,65
F. Simpangan Baku S
=√
∑
∑
=√ = 17,43
G. Perhitungan Koefisien Kemiringan ( =
)
̅
= = 0,17 Karena
> 0 atau
berharga positif, maka kurva model positif atau kurva
menceng ke kanan yaitu ekor kanan lebih panjang dari ekor kiri. Artinya data mengumpul di bawah rata-rata.
140
Lampiran 20
PERHITUNGAN DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI, MEAN, MEDIAN, MODUS, VARIANS, SIMPANGAN BAKU, DAN KEMIRINGAN KELAS KONTROL A. Distribusi Frekuensi 1. Banyak data (n) = 22 2. Perhitungan Rentang R
= Xmaks – Xmin = 88-21 = 67
3. Perhitungan Banyak Kelas K
= 1 + 3,3 log (n) = 1 + 3,3 log (22) = 1 + 3,3 (1,34) = 1 + 4,43 = 5,43 6
4. Perhitungan Panjang Kelas
11,17 12
141
fk
Titik Tengah (xi)
xi2
fixi
fixi2
18,18
4
26,5
702,25
106
2809
9
40,91
13
38,5
1482,25
346,5
13340,25
5 1 2 1
22,73 4,55 9,09 4,55
18 19 21 22
50,5 62,5 74,5 86,5
2550,25 3906,25 5550,25 7482,25
252,5 62,5 149 86,5
12751,25 3906,25 11100,5 7482,25
22
100
1003
51389,5
Frekuensi
No.
Interval
Batas Bawah
Batas Atas
fi
fi(%)
1
21-32
20,5
32,5
4
2
33-44
32,5
44,5
3
45-56 57-68 69-80 81-92
44,5 56,5 68,5 80,5
56,5 68,5 80,5 92,5
4 5 6
Jumlah
B. Perhitungan Mean ∑
̅
∑
C. Perhitungan Median Md =
(
) (
=
)
=
D. Perhitungan Modus Mo = = =
(
) (
)
142
E. Varians S2
∑
=
∑
= = 269,61
F. Simpangan Baku S
=√
∑
∑
=√ = 16,42
G. Perhitungan Koefisien Kemiringan ( =
)
̅
= = 0,39 Karena > 0 atau berharga positif, maka kurva model positif atau kurva menceng ke kanan yaitu ekor kanan lebih panjang dari ekor kiri. Artinya data mengumpul di bawah rata-rata.
143
Lampiran 21
Perhitungan Data Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Penalaran Analogi 1. Banyak data (n) = 24 2. Skor Ideal seluruh siswa : a.
Indikator Pertama
: 4 x 24
= 96
b. Indikator Kedua
: 4 x 24
= 96
c.
: 4 x 24
= 96
d. Indikator Keempat
: 4 x 24
= 96
e.
: 8 x 24
= 192
Indikator Ketiga
Indikator Kelima
3. Perhitungan Mean a.
Indikator Pertama ̅=
=
= 2,29
=
= 2,42
=
= 2,58
=
= 2,63
b. Indikator Kedua ̅= c.
Indikator Ketiga ̅=
d. Indikator Keempat ̅= e.
Indikator Kelima ̅=
=
= 4,58
144
4. Nilai Rata-rata Siswa (dalam skala 100) a.
Indikator Pertama :
x 100 = 57,29
b. Indikator Kedua
:
x 100 = 60,42
c.
:
x 100 = 64,58
d. Indikator Keempat :
x 100 = 65,63
e.
x 100 = 57,29
Indikator Ketiga
Indikator Kelima :
145
Lampiran 22
Perhitungan Data Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Kontrol Bedasarkan Indikator Penalaran Analogi 1. Banyak data (n) = 22 2. Skor Ideal seluruh siswa : : 4 x 22
= 88
b. Indikator Kedua
: 4 x 22
= 88
c.
: 4 x 22
= 88
d. Indikator Keempat
: 4 x 22
= 88
e.
: 8 x 22
= 176
a.
Indikator Pertama
Indikator Ketiga
Indikator Kelima
3. Perhitungan Mean a.
Indikator Pertama ̅=
=
= 2,05
=
= 2,18
=
= 1,73
=
= 1,36
=
= 3,64
b. Indikator Kedua ̅= c.
Indikator Ketiga ̅=
d. Indikator Keempat ̅= e.
Indikator Kelima ̅=
146
4. Nilai Rata-rata Siswa (dalam skala 100) a.
Indikator Pertama :
x 100 = 51,14
b. Indikator Kedua
:
x 100 = 54,55
c.
:
x 100 = 43,18
d. Indikator Keempat :
x 100 = 34,09
e.
x 100 = 45,46
Indikator Ketiga
Indikator Keempat :
147
Lampiran 23
PERHITUNGAN UJI NORMALITAS KELAS EKSPERIMEN A. Hipotesis H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
B. Menentukan Dari tabel Lilliefors untuk jumlah sampel 24 pada taraf signifikansi diperoleh
= 0,173.
C. Menentukan xi 29 33 42 46 50 54 58 63 67 71 75 79 88 92 96 Jumlah
= 0,05 maka
fi 2 1 1 2 1 3 3 2 2 1 1 2 1 1 1 24
(L0) zi -1,6994 -1,4728 -1,0196 -0,7930 -0,5665 -0,3399 -0,1133 0,1133 0,3399 0,5665 0,7930 1,0196 1,4728 1,6994 1,9259
F(zi) 0,0446 0,0704 0,1540 0,2139 0,2855 0,3670 0,4549 0,5451 0,6330 0,7145 0,7861 0,8461 0,9296 0,9554 0,9729
fk 2 3 4 6 7 10 13 15 17 18 19 21 22 23 24
S(zi) 0,0833 0,1250 0,1667 0,2500 0,2917 0,4167 0,5417 0,6250 0,7083 0,7500 0,7917 0,8750 0,9167 0,9583 1
|F(zi)-S(zi)| 0,0387 0,0546 0,0127 0,0361 0,0061 0,0497 0,0870 0,0799 0,0753 0,0355 0,0055 0,0289 0,0129 0,0029 0,0271
Keterangan: Pada kolom ke-1: xi adalah nilai yang diperoleh siswa diurutkan dari yang terkecil sampai kepada yang terbesar
148
Pada kolom ke-2: fi adalah banyaknya nilai ke-i yang diperoleh siswa (frekuensi) Pada kolom ke-3: Zi =
(
̅)
, contoh z1=
(
)
= -1,6994
Pada kolom ke-4: F(zi) diperoleh dari daftar distribusi normal untuk setiap nilai zi atau dari Microsoft Excel dengan menekan NORMSDIST pada fungsi statistikal. Pada kolom ke-5: fk adalah frekuensi kumulatif Pada kolom ke-6: S(zi) adalah fk/banyak siswa, misalkan S(zi)= 2/24 = 0,0833 L-hitung (L0) diperoleh dari kolom ke-7, diambil dari nilai yang terbesar.
D. Kesimpulan Karena
<
(0,087 < 0,173), maka H0 diterima dan H1 ditolak artinya
data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
149
Lampiran 24
PERHITUNGAN UJI NORMALITAS KELAS KONTROL A. Hipotesis H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
B. Menentukan Dari tabel Lilliefors untuk jumlah sampel 22 pada taraf signifikansi diperoleh
= 0,190.
C. Menentukan xi 21 25 29 33 38 42 46 50 54 63 79 88 Jumlah
= 0,05 maka
fi 1 1 2 3 2 4 1 3 1 1 2 1 22
(L0) zi -1,3944 -1,1602 -0,9261 -0,6919 -0,4577 -0,2235 0,0106 0,2448 0,4790 0,9473 1,8840 2,3524
F(zi) 0,0816 0,1230 0,1772 0,2445 0,3236 0,4116 0,5043 0,5967 0,6840 0,8283 0,9702 0,9907
fk 1 2 4 7 9 13 14 17 18 19 21 22
S(zi) 0,0455 0,0909 0,1818 0,3182 0,4091 0,5909 0,6364 0,7727 0,8182 0,8636 0,9545 1
|F(zi)-S(zi)| 0,0361 0,0321 0,0046 0,0737 0,0855 0,1790 0,1321 0,1760 0,1342 0,0354 0,0157 0,0093
Keterangan: Pada kolom ke-1: xi adalah nilai yang diperoleh siswa diurutkan dari yang terkecil sampai kepada yang terbesar Pada kolom ke-2: fi adalah banyaknya nilai ke-i yang diperoleh siswa (frekuensi) Pada kolom ke-3: Zi =
(
̅)
, contoh z1=
(
)
= -1,3944
150
Pada kolom ke-4: F(zi) diperoleh dari daftar distribusi normal untuk setiap nilai zi atau dari Microsoft Excel dengan menekan NORMSDIST pada fungsi statistikal. Pada kolom ke-5: fk adalah frekuensi kumulatif Pada kolom ke-6: S(zi) adalah fk/banyak siswa, misalkan S(zi)= 1/22 = 0,0455 L-hitung (L0) diperoleh dari kolom ke-7, diambil dari nilai yang terbesar.
D. Kesimpulan Karena
<
(0,179 < 0,190), maka H0 diterima dan H1 ditolak artinya
data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
151
Lampiran 25
PERHITUNGAN UJI HOMOGENITAS A. Menentukan Hipotesis Statistik H0 : H1 :
B. Menentukan Ftabel dan Kriteria Pengujian Dari tabel F pada taraf signifikansi
= 5% untuk db pembilang (varian
terbesar) 23 dan db penyebut (varian terkecil) 21, diperoleh Ftabel = 2,05. Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Jika Fhitung
C. Menentukan Fhitung Fhitung
=
=
= 1,13
D. Tabel hasil perhitungan Uji Homogenitas Statistik Varians (S2) F hitung F tabel
Eksperimen 303,65
Kontrol 269,61 1,13 2,05
E. Membandingkan Ftabel dengan Fhitung Dari hasil perhitungan diperoleh, Fhitung
Ftabel
1,13
2,05
F. Kesimpulan Dari pengujian homogenitas dengan uji Fisher diperoleh Fhitung
Ftabel maka
H0 diterima, artinya kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang homogen.
152
Lampiran 26
PERHITUNGAN UJI HIPOTESIS STATISTIK A. Menentukan Hipotesis Statistik H0
:
H1
:
Keterangan : : Rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas eksperimen. : Rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas kontrol H0: Rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih kecil sama dengan rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas kontrol H1: rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas kontrol
B. Menentukan Dengan dk = (
) = (24 + 22 – 2) = 44
Pada taraf signifikansi
= 0,05 diperoleh
=
C. Menentukan Statistik Rata-rata Varians
Kelas Eksperimen 61,50 303,65
Kelas Kontrol 45,59 269,61
(
)(
)
= 1,68
153
Sgab
=√
(
)
=√
(
)(
(
)
) (
)(
)
= 16,95
=
̅
̅ √
= √
= 3,18
D. Membandingkan
dengan
Dari hasil perhitungan diperoleh,
3,18 > 1,68
E. Kriteria Pengujian Jika
, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika
, maka H0 ditolak dan H1 diterima
F. Kesimpulan Dari pengujian hipotesis dengan uji-t diperoleh thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas kontrol.
154
Lampiran 27
Tabel. Minimum Values of CVR, One Tailed Test, p = .05 Number of Panelists 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 20 25 30 35 40
Minimum Value 0,99 0,99 0,99 0,78 0,75 0,62 0,59 0,56 0,54 0,51 0,49 0,42 0,37 0,33 0,31 0,29
155
Lampiran 28
Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Momen
156
Lampiran 29
Tabel Daftar Nilai Kritis untuk Uji Lilliefors Taraf Nyata (α)
Ukuran Sampel (n)
0,01
0,05
0,10
0,15
0,20
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 25 30
0,311 0,294 0,284 0,275 0,268 0,261 0,257 0,250 0,245 0,239 0,235 0,231 0,200 0,187
0,271 0,258 0,249 0,242 0,234 0,227 0,220 0,213 0,206 0,200 0,195 0,190 0,173 0,161
0,249 0,239 0,230 0,223 0,214 0,207 0,201 0,195 0,289 0,184 0,179 0,174 0,158 0,144
0,233 0,224 0,217 0,212 0,202 0,194 0,187 0,182 0,177 0,173 0,169 0,166 0,147 0,136
0,223 0,215 0,206 0,199 0,190 0,183 0,177 0,173 0,169 0,166 0,163 0,160 0,142 0,131
√
√
√
√
√
n > 30
157
Lampiran 30
Tabel Nilai Kritis Distribusi F
f0,05 (v1, v2)
158
Tabel Nilai Kritis Distribusi F (Lanjutan)
159
Lampiran 31
Tabel Nilai Kritis Distribusi t
160
Tabel Nilai Kritis Distribusi t (Lanjutan)