e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MEDIA KONKRIT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NO. 3 KEROBOKAN Ni Ayu Kristha Novalina1, Dr. I Gede Meter, M.Pd2, Dr. IGA Agung Sri Asri, M.Pd3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Untuk pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik random sampling. Sampel penelitian yaitu siswa kelas V-A yang berjumlah 42 orang siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelas V-B yang berjumlah 43 orang siswa sebagai kelompok kontrol. Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan menggunakan tes objektif bentuk pilihan ganda biasa. Selanjutnya data dianalisis dengan uji-t. Berdasarkan hasil ujiprasyarat data yang didapat dari kelompok eksperimen dan control berdistribusi normal dan homogen. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan uji-t dan menunjukan thit = 6,608 danttabel =2,00 dengan dk = 83 (n1+n2-2 = 42+43-2 =83) pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil pengujian, thitung>ttabel (6,608 > 2,00). Ini berarti bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa belajar dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan. Kata Kunci :
pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit, pembelajaran konvensional, hasilbelajar IPA ABSTRACT
This study was an experimental study that aims to identify and analyze the differences in learning outcomes between students who learned with contextual learning approach with students who learned with conventional learning in class V SD No. 3 Kerobokan. This type of research is a quasi-experimental research with the draft Post Test Only Control Group Design. For sampling using random sampling techniques. The research sample is graders VA, amounting to 42 students as experimental group and VB classes totaling 43 students as a control group. Science learning outcome data were collected using a multiple-choice objective test usual form. Furthermore, the data were analyzed by t-test. Based on the test results prerequisite data obtained from the experimental group and the control normal distribution and homogeneous. Furthermore hypothesis test using t-test and shows thit = 6.608 and table = 2.00 with df = 83 (n1 + n2-2 = 42 + 43-2 = 83) at a significance level of 5%. Based on test results, t count> t table (6.608> 2.00). This means that there is a significant difference in learning outcomes between students learning with media-assisted contextual approach concrete with conventional learning in class V SD No. 3 Kerobokan. Based on these results we can conclude that there is the influence of
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 the media-assisted concrete contextual approach to the learning outcomes fifth grade science students SD No. 3 Kerobokan.
Keywords: contextual approach, concrete media, conventional teaching, learning outcomes IPA
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan inovasi di berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Inovasi pendidikan yang dimaksud adalah ide dan metode yang dirasakan atau diamati sebagai sesuatu yang baru oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Di samping itu, perubahan juga terjadi pada komponen-komponen pendidikan lainnya seperti dari kurikulum yang berbasis isi (content) ke kurikulum berbasis kompetensi, dari pendekatan penilaian konvensional ke pendekatan penilian otentik, pengelolaan sekolah tidak lagi bersifat sentralistik, tetapi lebih bersifat otonom dengan manajemen berbasis sekolah. Semua inovasi dalam bidang pendidikan diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan. Berlakunya Kurikulum 2013 menuntut perubahan paradigma pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di dalam kelas ataupun di luar kelas). Salah satu perubahan paradigma
pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada siswa (student centered); metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik segi proses maupun hasil pendidikan (Depdiknas, 2003). Mata pelajaran IPA memiliki karakteristik sangat kompleks.Belajar IPA melibatkan kemampuan dan keterampilan interprestasi fisis, transformasi besaran dan satuan, logika matematika dan kemampuan numerasi yang akurat (Santyasa, 2004). IPA mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam pengembangan teknologi masa depan. IPA sebagai salah satu dari ilmu-ilmu dasar memiliki pengaruh terhadap kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi dan industri yang sekarang kita rasakan hampir semuanya sebagai akibat adanya terobosan baru dalam ilmu-ilmu dasar (Sembiring, 1996 : 3). Bahkan dikatakan bahwa IPA merupakan ujung tombak perkembangan teknologi. Teknologi tidak akan berkembang tanpa dukungan ilmu-ilmu dasar yang kuat, demikian juga ilmu-ilmu dasar tanpa menghasilkan teknologi ibarat pohon tanpa buah. Hubungan ini sering dinyatakan sebagai: “Tecnology without science is rootless, while science without technology is fruitless” (dalam Suastra, 1996: 1). Pendekatan kontekstual “merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat” (Trianto, 2008:10). Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Pendekatan kontekstual membutuhkan penilaian yang jelas (Asesmen Autentik). Artinya, perlu disusun seperangkat evaluasi keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, instrumen serta teknik penilaian yang tepat. Untuk melihat keterlaksanaan pendekatan kontekstual guru perlu mengetahui cara mengukur, menilai dan memutuskan apakah siswa telah bekerja sebagaimana yang diinginkan atau belum. Melalui alat ukur yang jelas guru akan mudah mengetahui apakah siswa benar-benar telah menguasai materi pembelajaran, kurang menguasai atau tidak menguasai sama sekali. Salah satu bentuk alat ukur atau penilaian dalam pendekatan kontekstual adalah penilaian/asesmen autentik. Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalahmasalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa, dan tenaga kerja. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Pendekatan kontekstual akan lebih berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik dengan adanya media pembelajaran yang mendukung. Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap proses belajarmengajar akan mencakup beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode, dan media serta evaluasi. Penggunaan metode dan media dalam proses belajar mengajar
sangat diperlukan dalam usaha membuat proses belajar mengajar yang efektif. Penggunaan metode dan media ini bertujuan agar siswa dapat belajar lebih efektif dan efisien sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap proses belajarmengajar akan mencakup beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode, dan media serta evaluasi. Penggunaan metode dan media dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan dalam usaha membuat proses belajar mengajar yang efektif. Penggunaan metode dan media ini bertujuan agar siswa dapat belajar lebih efektif dan efisien sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. “Media adalah bentukbentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya” (Sadiman, dkk., 1984: 6). Media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk: memotivasi belajar peserta didik, memperjelas informasi/pesan pengajaran, memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting, memberi variasi pengajaran, memperjelas struktur pengajaran. Media pendidikan memegang peranan penting dalam pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan lebih mudah dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan. Sebagai salah satu komponen pembelajaran, media tidak bisa luput dari pembahasan sistem pembelajaran secara menyeluruh. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagaian yang harus mendapatkan perhatian guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Namun kenyataannya bagian inilah yang masih sering terabaikan dengan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
berbagai alasan. Alasan yang sering muncul antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Hal ini sebenarnya tidak terjadi jika setiap guru telah membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam hal media pembelajaran. Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Akhir dari pemilihan media adalah penggunaaan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih. Apabila kita telah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya adalah sudah tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran? Jika media yang kita butuhkan temyata belum tersedia, mau tak mau kita harus membuat sendiri program media sesuai keperluan tersebut. Jadi, pemilihan media dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah alat untuk mempermudah guru dalam pembelajaran serta dapat mempermudah guru IPA dalam pembelajaran, serta peserta didik kelas V SD No. 3 Kerobokan dalam menangkap pelajaran. Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap proses belajarmengajar akan mencakup beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode, dan media serta evaluasi. Penggunaan metode dan media dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan dalam usaha membuat proses belajar mengajar yang efektif. Penggunaan metode dan media ini bertujuan agar siswa dapat belajar lebih efektif dan efisien sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Pemanfaatan pendekatan kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pendekatan kontekstual akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja. Jadi yang dimaksudkan pendekatan kontekstual berbantuan media konkret adalah pembelajaran dan pengajaran kontekstual yang melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi dengan menggunakan media sebagai alat bantu guru yang bertujuan untuk memotivasi belajar peserta didik, memperjelas informasi/pesan pengajaran, memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting, memberi variasi pengajaran, memperjelas struktur pengajaran.Media pendidikan memegang peranan penting dalam pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan lebih mudah dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan. Dengan mengaitkan keduanya, para siswa melihat makna di dalam tugas sekolah. Ketika para siswa menyusun proyek atau menemukan permasahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka menemukan makna. Ciri-ciri pembelajaran kontekstual antara lain: 1) adanya kerja sama antar semua pihak; 2) menekankan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
pentingnya pemecahan masalah atau kreatif; 12) dinding kelas dan lorongproblem; 3) bermuara pada keragaman lorong penuh dengan hasil karya murid konteks kehidupan murid yang berbedapeta-peta, gambar, artikel, humor, dan beda; 4)saling menunjang; 5) sebagainya; 13) laporan kepada orang menyenangkan tidak membosankan; 6) tua bukan hanya rapor, tetapi hasil belajar dengan bergairah;7) pembelajarn karya murid, laporan hasil pratikum, terintegrasi; 8) menggunakan berbagai karangan murid, dan sebagainya. sumber; 9) murid aktif; 10) sharing Sintaks Pembelajaran Kontekstual dengan teman; 11) murid kritis, guru Berbantuan Media Konkret. No Aktivitas Guru Aktivitas Siswa 1 Orientasi Siswa Pada Masalah a. Memfokuskan perhatian siswa dengan cara Siswa menjawab pertanyaan Tanya jawab berkaitan dengan materi dalam guru kehidupan sehari-hari atau cerita yang relevan b. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan Siswa mempersiapkan logistik logistik yang diperlukan yang diperlukan 2 Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar: a. Guru membagi siswa dalam kelompok yang Siswa menuju kelompoknya beranggotakan 4-5 orang yang bersifat masing-masing heterogen (jenis kelamin, kemampuan, gaya berpikir) No Aktivitas Guru Aktivitas Siswa b. Guru membagikan LKS Siswa bekerja dalam kelompok c. Guru membimbing siswa dan memfasilitasi siswa dalam menyelasaikan masalah d. Guru senantiasa mengajukan pertanyaan Siswa menjawab pertanyaan untuk menggali apa yang dipikirkan siswa guru 3 Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya: Guru meminta kelompok menyajikan hasil kerja Siswa mempresentasikan kelompok hasil kerja kelompoknya 4 Mengevaluasi dan Membuat Kesimpulan Siswa menyimpulkan materi yang dipelajari 5 Memberikan Pekerjaan Rumah Siswa mencatat pekerjaan rumah (PR) yang diberikan (Sumber: Kardi. S. Nur. M, 2000:18) Menurut Johnson (2002), akademis mereka dengan konteks ini, pembelajaran dan pengajaran semakin banyak makna yang akan kontekstual didefinisikan sebagai mereka dapatkan dari pelajaran sebuah sistem mengajar, didasarkan tersebut. Mampu mengerti makna dari pada pikiran bahwa makna muncul dari pengetahuan dan keterampilan akan hubungan antara isi dan konteksnya. menuntun pada penguasaan Konteks memberikan makna pada isi. pengetahuan dan keterampilan. Semakin banyak keterkaitan yang Pendekatan kontekstual atau ditemukan siswa dalam suatu konteks Contextual Teaching and learning (CTL) yang luas, semakin bermaknalah isinya merupakan suatu konsepsi yang bagi siswa. Jadi, sebagian besar tugas membantu guru mengaitkan konten seorang guru adalah menyediakan mata pelajaran dengan situasi dunia konteks. Semakin mampu para siswa nyata dan memotivasi siswa membuat mengaitkan pelajaran-pelajaran hubungan antara pengetahuan dan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja (US. Departement of Education the National School-to-Work Office (Trianto, 2008). Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pendekatan kontekstual, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic assessment). Pendekatan kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Pendekatan kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar. Konteks memberikan arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar. Jadi jelaslah bahwa pemanfaatan pendekatan kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pendekatan kontekstual akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk
hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja. Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap proses belajarmengajar akan mencakup beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode, dan media serta evaluasi. Penggunaan metode dan media dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan dalam usaha membuat proses belajar mengajar yang efektif. Penggunaan metode dan media ini bertujuan agar siswa dapat belajar lebih efektif dan efisien sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sebagai salah satu komponen pembelajaran, media tidak bisa luput dari pembahasan sistem pembelajaran secara menyeluruh. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagaian yang harus mendapatkan perhatian guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Namun kenyataannya bagian inilah yang masih sering terabaikan dengan berbagai alasan. Alasan yang sering muncul antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Hal ini sebenarnya tidak terjadi jika setiap guru telah membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam hal media pembelajaran. Pembelajaran konvensional atau tradisional merupakan pembelajaran yang berfilosofi pada penyampaian atau pentransmisian informasi dari guru ke siswa. Arah penyampaian informasi ini hanya terjadi satu arah saja dan tidak pernah dua arah. Siswa dianggap belum mengetahui pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Akibatnya guru akan selalu berceramah di dalam memberikan pelajaran atau pembelajaran akan berpusat pada guru bukan berpusat pada siswa. Dampak dari terpusatnya aktivitas pada guru adalah siswa bersikap pasif. Siswa hanya menunggu
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
gurunya untuk melaksanakan tugas, tidak ada inisiatif sendiri dari siswa untuk mencari informasi, siswa tidak bersemangat dan merasa bosan untuk belajar karena kegiatan di dalam kelas didominasi oleh guru. Kemungkinan siswa akan cenderung melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak baik di dalam kelas sehingga dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam pendekatan konvensional, pola pembelajaran atau urutan sajian materi khususnya dalam pembelajaran adalah (1) pembelajaran diawali dengan penjelasan materi secara singkat oleh guru, siswa diajarkan teori, definisi, teorema yang harus dihafal, (2) pemberian contoh soal dan (3) diakhiri dengan latihan soal. Dalam fase latihan soal, siswa diberi kesempatan untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase ini pula, guru jarang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya ke dalam situasi kehidupan nyata. Dalam pembelajaran konvensional metode cemarah merupakan pilihan utama sebagai metode pembelajaran. Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran konvensional diatas, maka yang dimaksud dengan model belajar konvensional dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang tidak dilandasi oleh paham konstruktivisme, dimana kegiatan pembelajaran terpusat pada guru (teacher oriented) yang dimulai dari penyajian informasi, pemberian ilustrasi dan contoh soal, dan latihan-latihan soal sampai pada akhirnya guru merasakan apa yang diajarkan dimengerti oleh siswa. Menurut Purwanto (2011:44) hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan
diantara kategori-kategori. Adapun hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan keterampilan. Sedangkan menurut Suprijono (2009: 5-6), hasil belajar berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Pendapat lain mengemukakan bahwa hasil belajar mencerminkan sejauhmana siswa telah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada setiap bidang studi. Gambaran hasil belajar siswa dapat dinyatakan dengan angka dan 0 sampai dengan 10 (Arikunto, 1988:62). Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), “bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain);2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain)”. Hasil belajar dalam ranah kognitif terdiri dari enam kategori yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Pengetahuan dan pemahaman merupakan ranah kognitif tingkat rendah. Sedangkan aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi merupakan ranah kognitif tingkat tinggi.Sedangkan ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni menerima, menanggapai, menilai, mengelola, dan menghayati. Dan yang terakhir ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yakni menirukan, memanipulasi, pengalamiahan, dan artikulasi. Pada kurikulum 2013, Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Ada banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Faktorfaktor tersebut antara satu dengan yang
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
lain saling berkaitan dan mempengaruhi. Rusman (2012:124) ”mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal)”. Faktor luar terdiri atas lingkungan, meliputi: lingkungan alami dan lingkungan sosial, dan instrumental (kurikulum, program, sarana dan prasarana, serta guru). Faktor dalam terdiri atas faktor fisiologis (kondisi fisik secara umum dan kondisi panca indera), dan faktor psikologis (minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan gaya berpikir). Sofyatiningrum (2001) ”mengungkapkan bahwa salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor sekolah, yang mencakup model pembelajaran”. Agar hasil belajar dapat optimal, maka guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat dan mengelolanya dengan baik. Berdasarkan permasalahan yang dijumpai di lapangan yaitu rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V SD dipandang perlu untuk mendapat perhatian serius. Banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya nilai IPA siswa antara lain: motivasi belajar siswa yang kurang, kurangnya peran aktif orang tua, rasa kurang percaya diri siswa (rasa takut salah dan takut bertanya saat mengalami kesulitan), pembelajaran yang masih konvensional, model dan metode pembelajaran yang kurang tepat, guru kurang mendampingi siswa yang kurang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni berupa minat, motivasi, bakat, sikap, kecerdasan. Sedangkan faktor eksternal yakni lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk itu, perlu dicarikan solusi yaitu dengan menggunakan suatu strategi, model, metode yang mengkondisikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Pendekatan kontekstual akan lebih berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik dengan
adanya media pembelajaran yang mendukung. Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk: memotivasi belajar peserta didik, memperjelas informasi/pesan pengajaran, memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting, memberi variasi pengajaran, memperjelas struktur pengajaran. Jadi, pemilihan media dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah alat untuk mempermudah guru dalam pembelajaran serta dapat mempermudah peserta didik dalam menangkap pelajaran. sehingga dapat diduga bahwa ada pengaruh Pendekatan Kontekstual Berbantuan Media Konkrit Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa. METODE Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan “Non-equivalent Control Group Design”. Terdapat tiga tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu persiapan, pelaksanaan dan pengakhiran eksperimen. Adapun tahapan adalah sebagai berikut. 1) Persiapan Eksperimen Pada tahap persiapan eksperimen langkah-langkah yang dilakukan yaitu: a) mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan selama proses belajar mengajar pada kelompok eksperimen, b) menyusun instrument penelitian yang berupa tes hasil belajar untuk mengukur hasil belajar siswa, c) mengadakan validasi rehabilitas instrumen penelitian yaitu tes hasil belajar IPA,
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
d)
menentukan sampel penelitian berupa kelas dari populasi yang tersedia, dan e) kedua sampel telah disetarakan dan kemudian dipilih secara acak untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2) Pelaksanaan Eksperimen Langkah-langkah pelaksanaan eksperimen yang dilakukan yakni. a) Melaksanakan penelitian yaitu memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen berupa model pendekatan kontekstual berbantuan media konkritdan memberikan perlakuan kepada kelas kontrol berupa pembelajaran konvensional. 3) Tahap akhir Eksperimen Pada tahap mengakhiri eksperimen dilakukan tes secara serentak untuk mengetahui dampak dari perlakuan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya dilakukan analisis untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V semester 1 SD No.3 Kerobokan tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari dua kelas. Dari dua kelas yang diambil sebagai sampel penelitian, selanjutnya memilih masing-masing satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas sebagai kelompok kontrol dengan dua tahap lottery. Kelompok eksperimen akan mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dan kelompok kontrol mengikuti pembelajaran menggunakan strategi pendekatan konvensional. Dalam penelitian ini variable bebasnya adalah pendekatan yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendekatan kontekstual dan pendekatan konvensional, pendekatan kontekstual dikenakan pada kelompok eksperimen sedangkan pendekatan konvensional dikenakan pada kelompok kontrol.Variabel terikat adalah variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan
oleh variabel bebas. Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan Non-equivalent Control Group Designyang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dibelajarkan dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit dan kelompok kontrol diajarkan dengan pendekatan konvensional. Pemberian treatment dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan baik di kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Sebelum diberikan treatment diberikan pre-tes untuk mengetahui kemampuan awal siswa, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Setelah diberikan treatment sebanyak 6 kali, di akhir penelitian diberikan post-test untuk memperoleh hasil belajar IPA siswa, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Data yang diperoleh kemudian di analisis untuk mengetahui tendensi sentral (rata-rata), ukuran penyebaran data (standar deviasi dan varians), modus, median, skor maksimum, dan minimum. Berdasarkan hasil analisis t hitung sebesar 6,608 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 5 % dengan derajat kebebasan (db) = 83 diperoleh t tabel sebesar 2,000. Di hasil t hitung dan t tabel tampak bahwa t hitung >t tabel ini berarti , hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan media konkret dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan ditolak. Jadi, Tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa belajar dengan pendekatan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
pembelajaran kontekstual berbantuan media konkret dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan. Hasil uji hipotesis memperoleh t hitung sebesar 6,608 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 5 % dengan derajat kebebasan (db) = 83 diperoleh t tabel sebesar 2,000. Di hasil t hitung dan t tabel tampak bahwa t hitung >t tabel ini berarti, hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan media konkret dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan ditolak. Jadi, Tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan media konkret dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan. Rata-rata nilai hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit = 83,024 dan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pelajaran dengan pembelajaran konvensional = 73,674. Secara keseluruhan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit lebih baik daripada pembelajaran konvensional (83,024 > 73,674). Hal ini mengandung arti siswa yang mengikuti pelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit hasil belajarnya lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pelajaran dengan pembelajaran konvensional. Kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya dewasa ini cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, contohnya IPA. Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi positif dengan rata-rata nilai raport siswa pada pelajaran IPA yang masih rendah. Beberapa
penyebabnya adalah pembelajaran di sekolah khususnya IPA, lebih menekankan pada aspek kognitif dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu pengetahuan, bukan mengembangkan keterampilan berpikir siswa, mengembangkan aktualisasi konsep dengan diimbangi pengalaman konkret dan aktivitas bereksperimen. Pembelajaran IPA berlangsung dengan hanya menyangkut substansi, tanpa mengembangkan kemampuan melakukan yang berhubungan dengan proses-proses mental seperti penalaran dan sikap ilmiah. Salah satu penyebab hal ini adalah temuan Slimming (1998) yang menemukan bahwa perilaku mengajar guru di Indonesia cenderung bersifat belajar pasif dengan menggunakan metode ceramah hampir di sebagian besar aktivitas proses belajar mengajarnya di kelas. Pembelajaran masih didominasi oleh pendekatan konvensional.Pembelajaran inilah yang diterapkan pada kelas kontrol. Pada pembelajaran tersebut para siswa selalu diposisikan sebagai pemerhati ceramah guru, laksana botol kosong yang siap diisi dengan ilmu pengetahuan. Kondisi semacam ini kurang memberdayakan para siswa untuk mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungan, sehingga kurang bisa membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Mereka juga kurang memiliki kesempatan untuk membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be), maupun kemampuan berinteraksi dengan berbagai individu atu kelompok yang beragam (learning to live together) di masyarakat. Proses pembelajaran IPA hendaknya lebih ditekankan pada pendekatan ketrampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan, yang tentunya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selama ini proses belajar mengajar IPA hanya menghafal fakta, prinsip, atau teori saja. Untuk itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang lebih inovatif yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran tersebut adalah pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). Pendekatan ini yang diterapkan pada kelas eksperimen. Pada pendekatan ini guru tidak mengharuskan siswa menghafalkan fakta-fakta tetapi guru hendaknya mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Selain itu, guru juga harus berusaha membuat siswa ikut terlibat dalam pembelajaran. Dengan demikian, melalui pembelajaran CTL siswa diharapkan belajar malaui “mengalami” bukan menghafal. Pendekatan kontekstual akan menghasilkan siswa yang inovatif serta mempunyai kecakapan hidup (life skill). Oleh karena itu, pendekatan kontekstual memfokuskan siswa sebagai pebelajar yang aktif (student centered). Pembelajaran kontekstual akan lebih berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik dengan adanya media pembelajaran yang mendukung. Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap proses belajarmengajar akan mencakup beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode, dan media serta evaluasi. Penggunaan metode dan media dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan dalam usaha membuat proses belajar mengajar yang efektif. Penggunaan metode dan media ini bertujuan agar siswa dapat belajar lebih efektif dan efisien sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Akhir dari pemilihan media adalah penggunaaan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih. Jadi dugaan yang menyatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan media konkret dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan terbukti dalam penelitian ini. SIMPULAN DAN SARAN Hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit siswa kelas 5 No. 3 Kerobokan diperoleh rerata post test = 83,024. Diketahui bahwa dari 42 siswa terdapat 39 orang (92,86%) siswa memperoleh hasil di atas KKM yaitu 75 sedangkan terdapat 3 orang (7,14%) siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM pada kelompok eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit memperoleh hasil belajar di atas KKM. Hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajran dengan pendekatan konvensional siswa kelas 5 No. 3 Kerobokan diperoleh rerata post test = 73,674. Diketahui bahwa dari 43 siswa terdapat 24 orang (55,81%) siswa memperoleh hasil di atas KKM yaitu 75 sedangkan terdapat 19 orang (44,19%) siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM pada kelompok kontrol. Hasil uji t memperoleh t hitung sebesar 6,608 sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (db) = 83 diperoleh t tabel
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
sebesar 2,000. Di hasil t hitung dan t tabel tampak bahwa t hitung >t tabel ini berarti , hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan media konkret dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan ditolak. Jadi, Tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan media konkret dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan. Rata-rata nilai hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit = 83,024 dan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pelajaran dengan pembelajaran konvensional = 73,674. Secara keseluruhan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit lebih baik daripada pembelajaran konvensional (83,024 > 73,674). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual berbantuan media konkrit berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD No. 3 Kerobokan.
DAFTAR RUJUKAN Abu Muhammad Ibnu Abdullah. 2008. Prestasi Belajar, (Online) (http://spesialistorch.com, diakses 25 Desember 2010). Agus S. 2003. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam .tersedia di http://id.wikipedia. org/wiki/Ilmu_Pengetahuan_Alam .html [Desember, 2012] Arif S. Sadiman, dkk. (2011). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Campbell, D.T. dan J.C. Stanley. 1963. Eksperimental and Quasi Eksperimental Designs for Research. Chicago: Rand Mc.Nally College Publishing Company. Darliana. 2005. Pendekatan Fenomena Mengatasi Kelemahan Pembelajaran IPA. [Online]. Tersedia http://www.p4tkipa.org. [18 Juni 2008]. Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas. Hamzah, el. al. 2001. Pengembangan Instrumen Untuk Penelitian. Jakarta: Delima Press. Ibrahim, H., Sihkabuden, Suprijanta, & Kustiawan, U. 2001. Media Pembelajaran: Bahan sajian program pendidikan akta mengajar. FIP. UM. Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasikkan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC). Suprayekti, 2007. Pembaharuan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.