i
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP AKTIVITAS DIURETIK TIKUS PUTIH JANTAN SPRAGUE-DAWLEY
ANDI CITRA ADHA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ii
ABSTRACT
ANDI CITRA ADHA. The Influence of Avocado Leaves Ethanol Extract (Persea americana Mill) on Diuretic Activity of Sprague-Dawley Male White Rats. Under Direction of BAYU FEBRAM PRASETYO and RINI MADYASTUTI. The aim of this research is to study the influence of avocado leaves ethanol extract on diuretic activity. The active substance of avocado leaves are flavonoide, tannine, and quinon.Twenty five Sprague-Dawley male rats were divided into five groups, each group was composed of aquadest as normal, furosemide as positive control, dose of avocado leaves ethanol extract 100 mg/kg bw, dose of avocado leaves ethanol extract 200 mg/kg bw, and dose of avocado leaves ethanol extract 300 mg/kg bw. Lipschitz method was used in this research by orally administration (dose for each groups 1 ml/100gr bw). The diuretic activity was monitored by excretion of urine total volume in 24 hours. Diuretic activity increases was observed on the giving of avocado leaves ethanol extract. The dose of avocado leaves ethanol extract 100 mg/kg bw was the most optimum diuretic activity. The increasing of dose of avocado leaves ethanol extract did not show a better result. Based on this result, it assumed that the avocado leaves ethanol extract could increases the diuretic activity. Keyword: extract, ethanol, avocado leaves, diuretic activity.
iii
RINGKASAN ANDI CITRA ADHA. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan SpragueDawley. Dibimbing oleh BAYU FEBRAM PRASETYO dan RINI MADYASTUTI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun alpukat terhadap aktivitas diuretik. Penapisan fitokimia terhadap daun alpukat diperoleh bahan aktif yang terkandung adalah flavonoid, tanin dan kuinon. Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan strain Sprague-Dawley dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: kelompok normal yang diberi aquadest; kelompok kontrol positif yang diberi furosemid dosis 1.8 mg/kg bb; kelompok ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg bb; kelompok ekstrak etanol daun alpukat dosis 200 mg/kg bb; dan kelompok ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 mg/kg bb. Metode yang digunakan adalah Lipschitz dengan cara mencekokan setiap bahan dengan dosis pemberian 1 ml/100 gram bb. Pengujian terhadap aktivitas diuretik dilakukan dengan melihat volume urin yang dikeluarkan selama 24 jam. Aktivitas diuretik meningkat pada pemberian ekstrak etanol daun alpukat. Ektrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg bb menunjukan aktivitas diuretik yang paling optimum. Peningkatan dosis ekstrak etanol daun alpukat tidak menunjukan hasil yang lebih baik. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun alpukat meningkatkan aktivitas diuretik. Kata kunci: ekstrak, etanol, daun alpukat, aktivitas diuretik.
iv
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atatu seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atatu seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
v
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) TERHADAP AKTIVITAS DIURETIK TIKUS PUTIH JANTAN SPRAGUE-DAWLEY
ANDI CITRA ADHA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
vi
Judul
: Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan Sprague-Dawley
Nama
: Andi Citra Adha
NRP
: B04050004
Disetujui
Bayu Febram Prasetyo. S.Si, M.Si, Apt
Rini Madyastuti P, S.Si, Apt
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 19621205 198703 2001
Tanggal lulus :
vii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga tugas akhir dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul ”Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea amerciana Mill) terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan Sprague-Dawley”. Penyelesaian penelitian dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Wahyuddin Latunreng dan Ibu Andi Haswiati, serta saudara-saudara ku yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Bayu Febram Prasetyo, S.Si, M.Si, Apt dan Ibu Rini Madyastuti P, S.Si, Apt selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Drh. Razak Achmad Hamzah, MS dan Ibu Dr. Drh. Susi Soviana, M.Si sebagai dosen penguji pada Ujian Akhir Sarjana Kedokteran Hewan. 3. Bapak Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PaVet sebagai pembimbing akademik 4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Bagian Farmasi, departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB, 6. Pak Edi Sukma (Farmakologi), Pak Endang Haerudin (Patologi), Pak Kosasih (Klinik), Mas Puji Handoko (Farmasi) dan Pak Wawan (Fisiologi) yang telah membantu di kandang, 7. Teman sepenelitianku, Akhmad Fuadi dan Anggara A. Hernas. Teman-teman GOBLET 42, Pondok An-Nisa (Linda, Putus, Phita, Nono, Mega, Tety, Tiara, Indri, dll), UKM Uni Konservasi Fauna (Erry, Syifa, Kokol, Putri, Jojo, Saphie, Mafri), serta teman-teman lain yang telah banyak membantu, mendoakan dan memotivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dikemudian hari bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2009 Andi Citra Adha
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 13 Agustus 1987. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Wahyuddin Latunreng dan Ibu Andi Haswiati. Pada umur 4 tahun, penulis memasuki jenjang Taman Kanak-kanak Amaliah, Jakarta Selatan. Tahun 1999 penulis lulus dari SDN Pondok Cina II, Depok kemudian pada tahun 2002 penulis lulus dari SLTPN 276 Jakarta Selatan. Penulis melanjutkan studi di SMUN 5 Makassar, namun pada tahun ketiga penulis pindah pada SMAN 1 Depok dan lulus tahun 2005. Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Setahun kemudian penulis masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB setelah melalui seleksi Tingkat Persiapan Bersama. Saat Tingkat Persiapan Bersama penulis bergabung menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKF). Tahun 2006-2007 penulis bergabung pada Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwaliar. Pada tahun 2007-2008 penulis merupakan Sekretaris Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna. Selain itu penulis juga aktif pada berbagai kegiatan dan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi di IPB. Pada tahun 2009, proposal PKM (Pekan Kreativitas Mahasiswa) penulis berhasil lolos seleksi pendanaan oleh DIKTI.
ix
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 Tujuan Penelitian....................................................................................... 2 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 Alpukat ..................................................................................................... 3 Hewan Percobaan ...................................................................................... 4 Ginjal ........................................................................................................ 6 Aktivitas Urinasi ....................................................................................... 7 Diuretikum ................................................................................................ 9 Furosemid ............................................................................................... 11 METODE PENELITIAN................................................................................. 11 Lokasi dan Waktu.................................................................................... 12 Alat dan Bahan ........................................................................................ 12 Metodologi .............................................................................................. 12 Persiapan ................................................................................................. 12 Penapisan Fitokimia ................................................................................ 13 Perlakuan ................................................................................................ 14 Analisis Data ........................................................................................... 15 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 16 Penapisan Fitokimia ................................................................................ 16 Uji Aktivitas Diuretik ............................................................................. 17 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 23 Kesimpulan ............................................................................................. 23 Saran ....................................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24 LAMPIRAN .................................................................................................... 27
x
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Hasil uji penapisan fitokimia daun alpukat (Persea americana Mill) ............ 16 2. Aktivitas diuretik tikus pada tiap perlakuan selama 24 jam .......................... 18 3. Nilai pH pada jam pertama pada tiap perlakuan ........................................... 22
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Persea americana Mill ................................................................................. 4 2. Tikus jantan galur Sprague-Dawley ............................................................... 5 3. Mekanisme dasar ekskresi ginjal ................................................................... 9 4. Aktivitas diuretik selama 6 jam. ................................................................... 19 5. Aktivitas diuretik pada tiap perlakuan selama 24 jam ................................... 20 6. Warna urin pada tiap perlakuan .................................................................... 21
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Uji Statistik One Way ANOVA.................................................................... 27 2. Uji Duncan (P<0.05) .................................................................................... 29 3. Hasil Determinasi Tumbuhan ....................................................................... 32
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah. Beraneka ragam tanaman dapat ditemukan di Indonesia. Hal tersebut didukung oleh iklim tropis dan posisi strategis Indonesia yang dilewati olah garis khatulistiwa. Kekayaan flora yang dimiliki tersebut kemudian banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan hidup sehari-hari diantaranya sebagai tanaman obat. Masyarakat Indonesia sejak dahulu kala telah melakukan serangkaian upaya penanggulangan penyakit menggunakan bahan-bahan dari alam sebagai pengobatan tradisional. Menurut Departemen Kesehatan RI, tanaman obat yaitu tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu; tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai formula bahan baku obat; atau tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksikan, dan ekstraksi tersebut digunakan sebagai obat (Siswanto 1997). Banyak orang beranggapan bahwa penggunaan dari obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan dengan obat sintetis atau buatan pabrik. Penggunaan obat tradisional semakin meningkat diantaranya juga dikarenakan krisis ekonomi yang berpengaruh kepada daya beli masyarakat terhadap obat sintetis atau buatan pabrik. Namun demikian bukan berarti obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan. Untuk itu perlu diketahui kandungan dan penggunaan yang optimal dari obat tradisional tersebut. Berbagai jenis tanaman dengan berbagai tujuan pengobatan telah dijadikan alternatif pengobatan bagi masyarakat yang kemudian didukung oleh penelitian dari berbagai instansi. Beberapa tanaman yang telah populer antara lain temulawak sebagai hepatitis dan entritis, kunyit sebagai antiseptik dan untuk arthritis serta hepatitis, kumis kucing sebagai diuretik, dan banyak lainnya (Katno dan S. Pramono 2009). Pohon alpukat merupakan salah satu tanaman yang populer di Indonesia selama ini dikenal hanya buahnya saja yang dapat dimanfaatkan sedangkan daunnya hanya dianggap sebagai limbah oleh masyarakat. Namun ternyata, daun
2
alpukat merupakan salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Daun ini secara empiris dipercaya sebagai diuretik yaitu menambah volume urin yang dihasilkan saat urinasi untuk mengurangi tekanan darah dan masalah batu ginjal (Yuniarti 2008). Penelitian tentang daun alpukat sendiri masih kurang. Penelitian yang ada baru sebatas uji efek ekstrak etanol daun alpukat terhadap kadar gula darah mencit oleh Sulastri, N (1994). Diuretik dipercaya menjadi salah satu cara yang ampuh untuk menangani masalah hipertensi dan batu ginjal dan merupakan salah satu rekomendasi antihipertensi dari WHO tahun 2003 dan JNC (Japan Nuclear Cycle Development Institute) VII (Anonim 2005a). Selain itu, penelitian dan pengembangan tumbuhan obat yang berkhasiat diuretika ini merupakan salah satu prioritas Departemen Kesehatan Republik Indonesia didalam penggalian, pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia (Hembing 1992). Untuk itu, penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan nilai tambah bagi daun alpukat untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun alpukat terhadap aktivitas diuretik meliputi volume urin, pH dan warna urin terhadap tikus putih jantan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat di bidang kedokteran khususnya kedokteran hewan sebagai landasan untuk menjadi bahan alternatif pengobatan selain itu juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat akan khasiat dari daun alpukat serta nilai tambah bagi pohon alpukat secara ekonomis.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Alpukat Pohon alpukat merupakan tanaman yang berasal dari divisi spermatophita, anak divisi angiospermae, kelas dikotiledonae, ordo renales, famili lauraceae, genus persea, dan jenisnya adalah Persea americana Mill, mempunyai sinonim Persea gratissima Gaertn. Tanaman ini sering disebut sebagai avokat, advokat, apokat, adpokat, alpokat (Sumatera); apuket, alpuket (Sunda); apokat, avokat (Jawa); apokad, apuket, plokat (Hutapea et al. 2001). Pohon alpukat berasal dari Amerika Tengah, tumbuh liar di hutan-hutan, dapat juga ditanam di kebun dan di pekarangan yang lapisan tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Pohon ini dapat berbuah di dataran rendah, namun hasil akan memuaskan bila ditanam pada ketinggian 200-1.000 m di atas permukaan laut (dpl), pada daerah tropik hingga subtropik yang memiliki curah hujan tinggi (Yuniarti 2008). Pohon alpukat memiliki ketinggian 3-10 m, berakar tunggang, batang berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, bercabang banyak, serta ranting berambut halus. Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, kotor, letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti kulit, ujung dan pangkal runcing, namun terkadang agak rmenggulung ke atas, bertulang rnenyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda berwarna kemerahan dan berambut rapat, serta daun tua berwarna hijau dan gundul (Yuniarti 2008). Pohon ini berbunga majemuk, berkelamin dua, tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting, warnanya kuning kehijauan. Buah alpukat adalah buni, bentuk bola atau bulat telur, panjang 5-20 cm, warnanya hijau atau hijau kekuningan, berbintik-bintik ungu atau ungu sama sekali, berbiji satu, daging buah masak memiliki konsistensi lunak, warnanya hijau, kekuningan. Biji bulat seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan. Buah alpukat yang masak daging buahnya lunak, berlemak, biasanya dimakan sebagai es campur atau dibuat juice. Minyaknya digunakan antara lain untuk keperluan kosmetik (Yuniarti 2008).
4
Bagian yang dapat dipakai dari pohon alpukat antara lain daging buah, daun, dan biji. Sifat kimiawi dari masing-masing bagian untuk buah mengandung saponin, alkaloida dan flavonoid, selain itu juga buah mengandung tanin dan daunnya mengandung polifenol, quersetin, dan gula alkohol persiit. Kegunaan dari masing-masing bagian yaitu daging buah dapat digunakan untuk sariawan dan melembabkan kulit kering. Daun alpukat dapat digunakan untuk mengatasi kencing batu, darah tinggi, sakit kepala, nyeri syaraf, nyeri lambung, saluran napas membengkak (bronchial swellings), dan menstruasi tidak teratur. Biji dapat digunakan untuk sakit gigi dan kencing manis (Yuniarti 2008). Gambar I menunjukan gambaran dari daun dan buah alpukat (Persea Americana Mill).
Gambar 1 Persea americana Mill (Anonim 2005b) Hewan Percobaan Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole & Pramono 1989). Untuk digunakan dalam penelitian, hewan percobaan harus memenuhi kriteria tertentu, antara lain kemiripan fungsi fisiologis dengan manusia, perkembangbiakan cepat, cenderung mudah didapat dan dipeliraha, memiliki galur genetis murni, serta murah secara ekonomis (Subahagio et al. 1997). Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian farmakologi dan toksikologi adalah mencit dan tikus putih. Hewan ini dipilih karena murah,
5
mudah didapat, dan mudah ditangani. Mencit dan tikus putih memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah pembanding toksisitas zat-zat kimia (Lu 1995). Tikus putih telah digunakan secara luas untuk tujuan penelitian, karena hewan ini telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian (Malole & Pramono 1989). Taksonomi tikus putih dalam Robinson (1979) : Kingdom
: Animalia
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodensia
Subordo
: Myomorpha
Superfamili
: Muroidae
Famili
: Muridae
Subfamili
: Murinae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus sp.
Terdapat 3 galur tikus putih yang umum dikenal, galur Sprague-Dawley, galur Winstar, dan galur Long-Evans. Galur Sprague-Dawley yang umum digunakan untuk penelitian, mempunyai ciri berwarna putih albino, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang dari badannya (Malole & Pramono 1989). Tikus putih jantan galur Sprague-Dawley seperti yang terlihat pada Gambat 2.
Gambar 2 Tikus jantan galur Sprague-Dawley Penelitian dalam bidang toksikologi dan farmakologi memerlukan serangkaian percobaan terhadap hewan percobaan untuk mengetahui tingkat
6
toksisitas dan keamanan obat untuk manusia. Penggunaan berbagai tingkat dosis obat terhadap hewan percobaan dilakukan untuk mendapatkan dosis terbesar yang tidak menimbulkan efek merugikan atau dosis yang sangat besar yang dapat menimbulkan kelainan jaringan atau efek toksik yang jelas. Waktu observasi akan jauh lebih pendek bila kita menggunakan dosis yang lebih besar, sehingga akan mengurangi biaya pemeriksaan. Pada waktu tertentu sebagian hewan percobaan perlu dibunuh untuk mengetahui pengaruh obat terhadap organ. Pemeriksaan kimia darah, urin, dan tinja dilakukan untuk mengetahui kelainan yang timbul (Darmansjah 1995).
Ginjal Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan tubuh. Produk-produk ini meliputi urea, kreatinin, asam urat, produk akhir pemecahan hemoglobin, dan metabolit dari berbagai hormon. Ginjal juga membuang banyak toksin dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh atau pencernaan, seperti pestisida, obat-obatan, dan makanan tambahan (Guyton & Hall 1997). Peran penting ginjal adalah membuang bahan-bahan sampah tubuh dari hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme dan fungsi lainnya mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh (Guyton & Hall 1997). Fungsi pengaturan ginjal ini untuk memelihara kestabilan lingkungan sel-sel yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas. Unit terkecil dari ginjal adalah nefron, yang terdiri dari sebuah glomerolus dan sebuah tubulus. Nefron memiliki fungsi dasar membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari substansi yang tidak diinginkan oleh tubuh. Biasanya substansi tersebut berasal dari hasil metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan ion-ion natrium, kalium, klorida serta ion-ion hidrogen dalam jumlah yang berlebihan (Guyton 1994). Proses filtrasi terjadi di glomerolus dan substansi dengan ukuran kecil sampai sedang dapat melewati dinding kapilernya. Substansi yang besar seperti protein plasma tidak dapat melewati dinding kapiler sehingga tidak terfiltrasi.
7
Substansi darah yang dapat terfiltrasi antara lain natrium, kalium, klorida, fosfat inorganik, glukosa, kreatinin dan asam urat (Strukie 1976).
Aktivitas Urinasi Proses pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerolus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerolus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsul Bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorbsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kepiler peritubulus ke dalam tubulus (Guyton & Hall 1997). Filtrat hasil dari glomerolus saat memasuki tubulus ginjal akan melalui bagian-bagian tubulus sebagai berikut; tubulus proksimalis, ansa Henle, tubulus distalis, tubulus kolingentes, dan akhirnya duktus kolingentes, sebelum akhirnya dieksresikan sebagai urin. Disepanjang perjalanannya, beberapa zat direabsorbsi kembali secara selektif dari tubulus dan kembali ke dalam darah, sedangkan yang lain disekresikan dari darah ke dalam lumen tubulus. Hasil dari urin yang terbentuk dan semua zat yang terdapat dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal; filtrasi glomerolus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Kecepatan ekskresi urin suatu zat sama dengan laju dimana zat tersebut difiltrasi dikurangi laju reabsorbsinya ditambah laju dimana zat tersebut diekskresi dari kapiler peritubular darah ke dalam tubulus (Guyton & Hall 1997). Adapun mekanisme transport pada tubulus proksimalis, ansa Henle, tubulus distalis, dan tublus kolingentes dapat disajikan sebagai berikut. Tubulus Proksimalis Tubulus proksimalis merupakan tubulus nefron pertama yang dilewati oleh filtrat glomerolus setelah proses filtrasi glomerolus. Tubulus proksimal akan mereabsorbsi elektrolit, air dan mereabsorbsi sekitar 65% natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium yang difiltrasi serta semua glukosa dan semua asam amino yang telah difiltrasi secara aktif (Guyton & Hall 1997). Tubulus proksimal juga
8
mensekresikan asam-asam organik, basa, dan ion hidrogen ke dalam lumen tubulus. Ansa Henle Ansa Henle merupakan lanjutan dari nefron tubulus proksimalis. Ansa Henle nefron juxtaglomerolus memanjang sampai ke piramid medula ginjal sebelum mengalirkan cairannya ke tubulus kontortus distalis di korteks (Ganong 2002). Ansa Henle memiliki tiga segmen fungsional yaitu segmen tipis desenden, segmen tipis asenden, dan segmen tebal asenden. Bagian desenden segmen tipis sangat permiabel terhadap air dan sedikit permeable terhadap kebanyakan zat terlarut, termasuk ureum dan natrium. Fungsi segmen nefron ini terutama untuk memungkinkan difusi zat-zat secara sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa Henle, dan hampir semuanya tejadi di lengkung tipis desenden karena lengkung asenden dan segmen tebal asenden tidak permeabel terhadap air (Sirupang 2007). Segmen tebal asenden ansa Henle mereabsorbsi sekitar 25% dari muatan natrium, klorida, dan kalium yang difiltrasi, serta sejumlah besar kalsium bikarbonat, dan magnesium (Guyton & Hall 1997). Akan tetapi pada segmen tebal asenden ansa Henle tidak mereabsorbsi air, sehingga cairan pada lumen berubah menjadi hipotonis (Septi et al. 2007). Tubulus distalis Tubulus distalis merupakan lanjutan ansa Henle asenden bagian tebal. Segmen tubulus distalis relatif tidak permeabel tehadap air, sehingga berperan dalam pengenceran urin. Reabsorbsi NaCl pada tubulus distalis lebih sedikit jumlahnya dibanding tubulus proksimal dan ansa Henle (Katzung 2001). Tubulus kolingentes Tubulus kolingentes terdiri dari dua bagian, yaitu kortikal dan bagian medula yang mengalirkan cairan filtrat dari daerah korteks menuju pelvis renalis. Sel-sel pada epitel tubulus kolingetes terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel utama (principal cell) dan sel interkalasi (intercalated cell). Sel utama akan mereabsorbsi ion natrium dari lumen dan mensekresikan ion-ion kalium ke dalam lumen. Sel interkalasi berperan dalam mereabsorbsi HCO 3- dari lumen dan mensekresikan H+ ke dalam lumen (Guyton & Hall 1997).
9
Perubahan-perubahan osmolalitas dan volume di duktus kolingentes bergantung pada banyaknya vasopresin yang bekerja pada duktus. Hormon antidiuretik ini berasal dari kelenjar hipofise posterior dan akan meningkatkan permeabilitas duktus kolingentes terhadap air. Cairan lumen tubulus yang awalnya hipotonis maka dengan adanya vasopresin dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan berpindahnya cairan lumen tubulus ke interstisium korteks, sehingga cairan lumen tubulus kembali isotonik. Dengan cara ini, sebanyak 10% air yang difiltrasi akan direabsorbsi kembali pada tubulus kolingentes (Ganong 2002). Tubulus kolingentes merupakan tempat terakhir penentuan konsentrasi Na+ dalam urin. Hormon aldosteron memiliki peranan dalam meningkatkan reabsorbsi Na+ dan sekresi K+ pada tubulus kolingentes. Hormon aldosteron meningkatkan reabsorbsi Na+ dengan cara meningkatkan aktivitas kanal ion pada membran apikal tubulus. Semakin banyak aldosteron dibebaskan maka semakin banyak kanal ion natrium yang tersedia (Mutscher 1991). Banyaknya air yang diabsorbsi pada bagian tubulus ini tergantung pada permeabilitas membran sel lumen terhadap air yang nantinya akan menentukan konsentrasi akhir urin. Gambaran mekanisme dasar dari kerja ginjal dapat terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Mekanisme dasar ekskresi ginjal (Guyton & Hall 1997) Diuretikum
10
Diuretikum adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuretik mempunyai dua pengertian, pertama menunjukan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan kedua menunjukan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Diuretikum bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan retensi abnormal garam dan air dalam kompartemen ekstraseluler, dapat disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, toksemia kehamilan, atau akibat sampingan obat (Foye 1995). Diuretikum bekerja terutama dengan meningkatkan ekskresi ion-ion natrium, Cl -, atau HCO3-, yang merupakan elektrolit utama dalam cairan luar sel. Selain itu, diuretikum juga menurunkan penyerapan kembali elektrolit di tubulus renalis dengan melibatkan proses pengangkutan aktif (Siswandono & Bambang 1995). Menurut Siswandono dan Bambang (1995), berdasarkan efek yang dihasilkan diuretikum dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Diuretikum yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi kadar elektrolit tubuh (diuretik osmotik) contohnya gliserol, urea, dan manitol. 2. Diuretikum yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (natriuretik) contohnya HCT (Hydro Cloro Thiazid), triklormetiazid, butizida, politiazida, dan bendroflumetiazida. 3. Diuretikum yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (saluretika) contohnya furosemid dan bumetanid. Golongan obat diuretik yang lain adalah obat penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal dengan cara menghambat karbonik anhidrase contohnya asetazolamid dan diklorpenamid. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalis reaksi CO2 + H2O
H2CO3. Di dalam tubuh, H2CO3
berada dalam keseimbangan dengan H+ dan HCO3- yang sangat penting dalam sistem buffer darah. Ion ini juga penting pada proses reabsorbsi ion tetap dalam tubuli ginjal, sekresi lambung dan beberapa proses lain dalam tubuh. Diuretikum terutama digunakan untuk mengurangi sembab (oedema) diantaranya oedema akut, oedema kronik, hipertensi, dan insufisiensi jantung selain itu indikasi sampingan sebagai diuresis dipaksakan pada keracunan,diabetes
11
insipidus, dan glaukoma. Walaupun demikian, diuretik hanya mempunyai kemampuan sebagai terapi penunjang dari terapi yang khusus. Efek samping dari penggunaan diuretik dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Pada penggunaan diuretik ansa Henle dan tiazid dapat menyebabkan kehilangan kalium, disamping itu ekskresi ion magnesium juga bertambah (Mutscher 1991).
Furosemid Furosemid merupakan diuretik turunan sulfonamid, memiliki aktivitas diuresis saluretik yang kuat, aktivitasnya 8-10 kali diuretik tiazid. Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja yang relatif pendek 6-8 jam. Penyerapan furosemid dalam saluran cerna cepat, ketersediannya 60-69% pada subyek normal, dan 91-99% obat terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian secara oral, dengan waktu paruh biologis 2 jam. Furosemid digunakan untuk pengobatan hipertensi ringan dan moderat karena dapat menurunkan tekanan darah (Siswandono & Bambang 1995). Furosemid meliputi semua segmen tubulus, khususnya pada segmen asenden simpul Henle atau diuretik simpul (Wattimena 1990). Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretics. Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit di ansa Henle asenden bagian epitel tebal; tempat kerjanya dipermukaan sel epitel bagian luminal. Golongan obat diuretik kuat menyebabkan peningkatan ekskresi K+ dan kadar asam urat plasma. Ekskresi Ca2+ dan Mg2+ juga ditingkatkan sebanding dengan peninggian ekskresi Na+. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian furosemid gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, terutama ion natrium dan kalium. Kedua ion ini banyak yang diekskresikan sehingga bisa menimbulkan hiponatremia dan hipokalemia (Imelda & Andani 2006).
METODE PENELITIAN
12
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi, Bagian Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertania Bogor mulai bulan Juni sampai Agustus 2008.
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sonde lambung, gelas ukur, timbangan digital, maserator, evaporator, oven, ayakan 20 Mesh, gelas piala 100 ml, gelas piala 1 L, batang pengaduk, spuit 1cc, spuit 3cc, kandang metabolit. Bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol 70% daun alpukat, tikus putih jantan galur Sprague-Dawley dengan bobot badan berkisar 200 gram- 300 gram, aquadest, furosemid, PGA 2%, dan pH-Indikator.
Metodologi Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan, penapisan fitokimia dan pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak etanol daun alpukat, dan persiapan kandang, pakan, dan hewan percobaan. Tahap pelaksanaan meliputi perlakuan, pengamatan dan analisis data.
Persiapan Pembuatan Simplisia Daun alpukat diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) dan dilakukan determinasi di Pusat Penelitian LIPI Cibinong. Bagian yang digunakan adalah daun yaitu daun yang sudah tua. Daun alpukat dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dicuci dengan air
mengalir sampai bersih dan ditiriskan. Daun alpukat dikeringkan
dengan lemari pengering pada suhu 400C selama empat hari. Daun yang telah kering dipisahkan dari pengotornya kemudian digiling dan diayak sehingga diperoleh serbuk simplisia dengan ukuran Mesh 20. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Alpukat
13
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain (Depkes RI 2000). Menurut Harbone (1987) ekstraksi adalah proses mengisolasi senyawa dari tanaman, hewan, maupun mineral. Ragam ekstraksi bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi pada jenis senyawa yang diisolasi. Ekstraksi juga amat bergantung pada jenis dan komposisi dari cairan pengekstraksi. Untuk memperoleh sediaan obat yang cocok umumnya digunakan campuran etanol-air sebagai cairan pengekstraksi (Voight 1994). Pembuatan ekstrak etanol daun alpukat dilakukan dengan metode maserasi yaitu menambahkan etanol 70% ke dalam simplisia daun alpukat, direndam selama 2x24 jam kemudian ditampung dalam suatu wadah. Perbandingan banyaknya alkohol dengan daun alpukat sebanyak 10:1. Kemudian, hasil maserasi dari ekstrak etanol dilakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator (40oC dan 50 rpm) yang bertujuan untuk menguapkan pelarutnya hingga berupa ekstrak kental. Maserasi adalah cara ektraksi yang paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam larutan penyari untuk menyari kandungan zat aktif dari simplisia. Keuntungan dari cara ekstraksi dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Depkes 1989).
Penapisan Fitokimia Setiap tanaman obat mengandung beragam senyawa organik yang terbentuk dan terkandung di dalam tanaman tersebut. Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan dapat diketahui melalui perlakuan metode pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan di dalam tanaman dengan penapisan fitokimia (Harbone 1987). Kandungan senyawa organik yang umum diidentifikasi adalah alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, steroid, dan triterpenoid
14
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak daun alpukat ditambah metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah NaOH 10% atau H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH 10% menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukan adanya flavonoid. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram ektrak etanol daun alpukat ditambahkan 5 ml kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak etanol daun alpukat ditambahkan 5 ml aquadest kemudian dididihkan selama 5 menit kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1%(b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin. Uji Kuinon. Sebanyak 5 ml larutan ekstrak etanol daun alpukat ditambahkan gelatin kemudian disaring kemudian filtrat ditambahkan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna merah berarti mengandung kuinon. Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak etanol daun alpukat ditambahkan 5 ml aquadest lalu dipanaskan 5 menit kemudian dikocok selama 5 menit. Busa yang terbentuk setinggi kurang lebih 1 cm dan tetap stabil setelah didiamkan selama 10 menit menunjukan adanya saponin.
Perlakuan Penelitian aktivitas diuretik dari daun alpukat ini dilakukan dengan menggunakan tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang telah dipuasakan minimal selama 18 jam. Untuk uji aktivitas daun alpukat pada percobaan ini digunakan 25 tikus sehat dengan berat badan berkisar 200 gram- 300 gram yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu : 1. Kelompok kontrol normal (P1): tikus dicekok aquades. 2. Kelomok kontrol positif (P2): tikus dicekok furosemid.
15
3. Kelompok perlakuan I (P2): tikus dicekok ekstrak daun alpukat dosis 100 mg/kg bb. 4. Kelompok perlakuan II (P3): tikus dicekok ekstrak daun alpukat dosis 200 mg/kg bb. 5. Kelompok perlakuan III (P4): tikus dicekok ekstrak daun alpukat dosis 300 mg/kg bb (Antia et al. 2005). Sebelum perlakuan, tikus dipuasakan minimal selama 18 jam. Pengujian ini menggunakan metode Lipschitz (Lipschitz 1943). Sebelum dilakukan pengujian, tikus diberikan loading dose berupa aquadest hangat sebanyak 50 ml/kg bb baru kemudian dicekokan masing-masing perlakuan dengan dosis pemberian 1 ml/100 gram bb. Pengamatan dilakukan terhadap volume urin yang dikeluarkan setiap jam selama 6 jam kemudian dilanjutkan selama 18 jam dan diukur pH urin pada jam pertama, selain itu diamati pula warna urin. Hewan di tempatkan dalam kandang metabolit dan urin ditampung dengan gelas piala 100 ml.
Analisis Data Analisis data menggunakan metode ANOVA dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat kepercayaan 95% untuk melihat adanya perbedaan volume urin antara setiap perlakuan.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan Fitokimia Pada uji penapisan fitokimia diperoleh hasil berupa kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill). Berikut ini disajikan data berupa hasil penapisan fitokimia dari ekstrak etanol daun alpukat.
Tabel 1 Hasil uji penapisan fitokimia daun alpukat (Persea americana Mill) Metabolit Sekunder Hasil Flavonoid Positif Tanin Positif Kuinon Positif Saponin Negatif Alkaloid Negatif Hasil uji penapisan fitokimia terhadap daun alpukat (Persea americana Mill) terlihat pada Tabel 1 menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, tanin, dan kuinon. Flavonoid memiliki beberapa fungsi, salah satunya sebagai penghasil pigmen berwarna kuning, merah dan biru pada bunga. Flavonoid banyak terdapat pada tanaman. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan akan tetap berada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan hidrokarbon (Harbone 1987). Flavonoid juga mempunyai efek anti tumor, immunostimulan, analgesik, anti radang (antiinflamasi), anti virus, anti bakteri, anti HIV, anti diare, anti hepatotoksik, antihiperglikemik dan sebagai vasodilatator (De padua 1999). Tanin menurut batasannya dapat bereaksi dengan protein membentuk polimer mantap yang tak larut dalam air (Harbone 1987). Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang membentuk kompleks dengan protein dan merupakan senyawa terbesar kedua yang menyusun etanol. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Aktivitas biologis dan farmakologis yang telah diketahui antara lain penghambatan karsinogenitas, anti tumor, anti oksidasi, anti hipertensi, anti bakteri dan jamur, anti diabetes, dan antelmentik.
17
Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar seperti kromofor pada benzikuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Pada benzikuinon, naftokuinon, antrakuinon biasanya terhidroksilasi dan bersifat “senyawa fenol”, sehingga diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon
bebasnya
(Harbone
1987).
Kuinon
memiliki
efek
menghilangkan rasa sakit (Anonim 2008). Senyawa yang diduga berpengaruh pada aktivitas diuretik ekstrak etanol daun alpukat adalah flavonoid. Menurut Jouad (2001), campuran flavonoid dapat meningkatkan urinasi dan pengeluaran elektrolit pada tikus normotensi. Kecepatan filtrasi glomerolus (GFR) memperlihatkan peningkatan yang signifikan setelah pemberian flavonoid. Menurut Guyton dan Hall (1997), sedikit perubahan pada filtrasi glomerolus atau reabsorbsi tubulus, maka secara potensial dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar pada ekskresi urin. GFR yang tinggi membuat ginjal mampu menyingkirkan produk buangan dari tubuh dengan cepat, selain itu dapat menyebabkan semua cairan tubuh dapat difiltrasi dan diproses oleh ginjal sepanjang waktu setiap hari serta mampu mengatur volume dan komposisi cairan tubuh secara tepat dan cepat. Identifikasi daun alpukat dengan spektrofotometer ultra lembayung menunjukan adanya empat senyawa flavonoid golongan flavonol atau flavon bentuk aglikon dengan gugus OH yang terletak pada atom C yang berbeda. (Yuliendarwati 1989). Daun alpukat selain memiliki kandungan flavonoid yang mempengaruhi pengeluaran urin juga memiliki kandungan kalium. Kalium berfungsi sebagai diuretik sehingga pengeluaran natrium cairan meningkat, jumlah natrium rendah, tekanan darah turun (Fitriani 2009). Hal tersebut seperti pada mekanisme diuretik hemat kalium yaitu dengan memblokir masuknya Na+ ke dalam saluran Na+ di membran luminal, menurunkan reabsorbsi Na+, dan menurunkan sekresi K+.
Uji Aktivitas Diuretik Pengujian diuretik ekstrak etanol daun alpukat ini menggunakan metode Lipschitz. Tikus yang digunakan terlebih dahulu dipuasakan selama kurang lebih 18 jam. Sebelum perlakuan, tikus diberikan loading dose berupa air hangat
18
sebanyak 50 ml/kg bb kemudian diberikan masing-masing perlakuan secara peroral dengan cara dicekokkan dengan sonde lambung. Dalam pengujian ini, selain volume urin dilakukan pula pengamatan terhadap warna dan pH urin. Pengujian dilakukan dengan menggunakan pembanding tikus yang dicekokkan oleh aquadest sebagai kontrol negatif atau normal, tikus yang dicekokkan furosemid sebagai kontrol positif dosis 1.8 mg/kg bb tikus. Dosis furosemid yang digunakan merupakan konversi dari dosis manusia ke tikus. Ekstrak etanol daun alpukat yang diuji pada penelitian ini dengan dosis 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb, dan 300 mg/kg bb.
Tabel 2 Aktivitas diuretik tikus pada tiap perlakuan selama 24 jam Volume urin (ml) Dosis 100 Dosis 200 Dosis 300 Jam keNormal Furosemid mg/Kg bb mg/Kg bb mg/Kg bb (1) (P2) (P3) (P4) (P5) a a a b 1 0.56±0.74 1.04±0.71 2.06±1.36 3.48±0.86 2.00±1.44a a a b a 2 4.44±1.13 5.14±1.40 8.46±1.14 8.08±0.79 6.60±1.66a bc c b a 3 7.04±0.20 8.46±0.59 10.50±0.81 8.92±0.67 7.74±0.72a 4 7.88±0.73a 9.50±1.13a 10.70±0.45a 9.30±0.41a 8.40±0.78a 5 8.12±0.21a 10.08±0.39b 10.82±0.27a 9.30±0.00a 8.46±0.09a 6 8.26±0.17ab 10.60±0.38b 11.12±0.39ab 9.44±0.17ab 8.46±0.00a 24 9.48±0.44ab 12.10±0.28b 12.74±0.27b 10.66±0.44ab 9.14±0.51a Keterangan:
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan dari pengeluaran urin pada tiap perlakuan (P<0.05).
Tabel aktivitas diuretik menunjukkan pada jam pertama terjadi perbedaan yang tidak nyata pada tiap perlakuan (p<0.05) kecuali pada pengeluaran urin pada P4. Hal ini dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol daun alpukat pada dosis tersebut memiliki onset mempengaruhi pengeluaran urin (diuretik) yaitu pada jam pertama pemberian. P3 mulai mempengaruhi peningkatan aktivitas diuretik atau memiliki onset pada jam kedua. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan tingkat pengeluaran urin P3 pada jam kedua lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada jam ketiga yang tetap memperlihatkan peningkatan pengeluaran urin adalah P2 dan P3. Menurut Guyton & Hall (1997), asupan air dan banyaknya elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan makan dan minum suatu individu sehingga mengharuskan ginjal untuk menentukan kecepatan ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai macam zat.
19
Hasil pada tabel 2 menunjukan bahwa aktivitas urinasi optimal dari tikus hanya sampai jam ke-4. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya urin yang dikeluarkan pada jam tersebut pada tiap perlakuan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan (p>0.05). Volume urin yang tidak lagi berbeda secara signifikan menunjukan bahwa efek peningkatan aliran darah ginjal relatif tidak berlangsung lama. Hasil pada jam selanjutnya yaitu pada jam kelima dan keenam yang tetap memperlihatkan peningkatan pengeluaran urin hanya pada P2, perlakuan yang diberikan furosemid. Menurut Kahn (2005), furosemid merupakan derivat dari sulfonamid yang bekerja sebagai loop diuretic yang menghambat reabsorbsi dari natrium dan klorida. Furosemid memiliki waktu paruh yang singkat (~ 15 menit) dengan onset 1-2 jam setelah pemberian secara peroral serta durasi selama 2-6 jam. Gambaran grafik dari aktivitas peningkatan volume urin pada tiap jam selama 6 jam dapat terhat pada Gambar 4.
Gambar 4 Aktivitas diuretik selama 6 jam. Persentase volume urin yang dikeluarkan selama 24 jam terhadap loading dose yang diberikan terlihat pada Gambar 5, masing-masing untuk P2 sebesar 105.4%, P3 sebesar 111.0%, P4 sebesar 92.9%, P5 sebesar 79.6%, sedangkan P1
20
sebagai kontrol negatif sebesar 82.6%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa P3 memiliki persentase volume total urin yang dikeluarkan selama 24 jam lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Dosis tersebut dapat menghasilkan volume urin yang lebih besar dari banyaknya loading dose yang diberikan serta lebih tinggi dibandingkan furosemid sebagai diuretikum.
Gambar 5 Aktivitas diuretik pada tiap perlakuan selama 24 jam Peningkatan volume urin yang terjadi sesuai dengan prinsip dari diuretik yaitu obat yang dapat meningkatkan kecepatan pembentukan urin (Foye 1995). Diuretikum bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan retensi abnormal garam dan air dalam kompartemen ekstraseluler, dapat disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati, gangguan ginjal, toksemia kehamilan, atau akibat sampingan obat. P5 tidak menunjukkan hasil yang berbeda pada tingkat pengeluaran urin pada setiap jam terhadap furosemid sebagai kontrol positif maupun perlakuan lain. Hal ini membuktikan pernyataan Duryatmo (2003) bahwa beberapa tanaman mempunyai ambang batas dosis yang dapat memberikan khasiat. Jika mengkonsumsi suatu tanaman obat dengan jumlah yang banyak tanpa memperhitungkan dosis yang optimal tidak memberikan suatu mafaat yang diinginkan akan tetapi dapat membahayakan tubuh pengkonsumsi. Ketepatan ukuran dosis sangat penting, terutama untuk obat tradisional yang diekstrak.
21
Parameter yang diamati selain dari volume urin yang dihasilkan yaitu warna dan pH urin. Hasil pengujian warna urin terlihat pada Gambar 6, urin tikus dari P1 berwarna coklat. Tikus P2 dan P3 memiliki warna urin yang sama yaitu kuning sedangkan untuk P5 memiliki warna cenderung menyerupai warna urin pada P1. Warna urin dari P4 menunjukan campuran warna dari keduanya. Warna urin terutama disebabkan oleh pigmen yang terlarut di dalamnya dan zat warna normal urin sendiri berasal dari metabolisme endogen yang dari pemecahan zat warna empedu. Jadi dapat dikatakan bahwa warna urin tergantung zat yang terlarut di dalamnya (Dawiesah, 1989 dalam Suratman et al. 2003). Menurut Gandasoebrata (1992), biasanya warna urin berkisar antara kuning muda dan kuning tua. Umumnya, warna urin ditentukan oleh besarnya diuresis dan makin besar diuresis maka makin muda warna urin tersebut.
Gambar 6 Warna urin pada tiap perlakuan Hasil pengujian terhadap pH urin terlihat pada Tabel 3 diperoleh urin pada P1 memiliki pH 7, sama halnya dengan P4 dan P5. Tikus P2 memiliki pH 6 sama dengan urin pada P3. PH normal dari urin tikus berkisar 7.3 – 8.5 (Baker et al. 1979). Menurut Guyton dan Hall (1997), ginjal turut mengatur keseimbangan asam-basa, bersama dengan sistem dapar paru dan cairan tubuh, dengan mengekskresi asam dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh. Ginjal merupakan satu-satunya organ untuk membuang tipe-tipe asam tertentu dari tubuh yang dihasilkan oleh metabolisme protein, seperti asam sulfat atau fosfat. Sekresi asam oleh ginjal dapat berubah sesuai dengan perubahan konsentrasi CO2, kadar K+, kadar karbonat anhidrase, dan kadar hormon aldosteron (Ganong 2002). Penurunan pH yang terjadi pada urin melalui proses pengeluaran ion hidrogen pada sel-sel epitel tubulus proksimalis, segmen tebal asenden ansa
22
Henle, dan tubulus distalis ke dalam cairan tubulus melalui transport-imbangan natrium-hidrogen. Sekresi aktif sekunder dari ion hidrogen berpasangan dengan transport natrium ke dalam sel pada membran luminal, dan energi untuk sekresi ion hidrogen melawan gradien konsentrasi berasal dari gradien pompa natriumkalium adenosin trifosfat (ATPase) (Guyton & Hall 1997).
Tabel 3 Nilai pH pada jam pertama pada tiap perlakuan Perlakuan pH Normal (P1) 7 Furosemid (P2) 6 Dosis 100 mg/kg bb (P3) 6 Dosis 200 mg/kg bb (P4) 7 Dosis 300 mg/kg bb (P5) 7 Kedua pengujian pada pH dan warna urin menunjukan hasil yang sejalan dengan pengujian terhadap aktivitas diuretik. P3 memiliki kecenderungan hasil yang serupa dengan P2 sebagai kontrol positif sedangkan P5 memiliki hasil yang lebih mendekati P1 sebagai perlakuan negatif atau normal. P4 memiliki kecenderungan hasil yang berada diantara P3 dan P5.
23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Penapisan fitokimia terhadap ekstrak etanol daun alpukat diperoleh hasil daun alpukat mengandung flavonoid, tanin, dan kuinon. Ekstrak etanol daun alpukat berperan sebagai diuretik karena memberikan pengaruh terhadap peningkatan pengeluaran urin. Dosis optimum dari ekstrak daun alpukat dalam meningkatkan pengeluaran urin adalah dosis 100 mg/kg bb. Peningkatan dosis pada ekstrak etanol daun alpukat tidak menunjukan aktivitas yang sejalan.
Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme kerja dari senyawa utama ekstrak etanol daun alpukat yang menyebabkan diuresis. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yaitu uji toksisitas daun alpukat terhadap beberapa organ pada tikus.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005a. Anti Hipertensi. http://www.id.novartis. com/download/Obat %20antihipertensi%20Jan05.pdf [24 Juli 2009]. Anonim. 2005b. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.net.id/ind/tanamanobat-indoneisa/alpokat.htm [17 Februari 2009]. Anonim. 2008. Alkaloid Senyawa Organik Terbanyak di Alam. http://www. chemis-try.org/com. [9 Juni 2009]. Antia BS, JE Okokon, PA Okon. 2005. Hypoglicemic Activity of Aqueous Leaf Extract of Persea americana Mill. Indian J Pharmacol. 37: 325-326. http://www.ijp.online.com/article.asp?issn=202537615;year=2005;volume =37;issue=5;spage=325;epage=326;aulast=antia> [31 Juli 2009]. Baker HJ, Lindsey JR, Weisbroth SH, editor. 1979. The Laboratory Rat Vol. I Biology and Diseases. New York. Academi Press. Darmansjah I. 1995. Toksikologi Dasar dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. De Padua LS, Bunyapraphatsara N, Lemmens RHMJ, editor. 1999. Plant Resources of South East Asia (Medical and Poisonus Plant I). Bogor: Porsea. Departemen Kesehatan RI. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Duryatmo S. 2003. Aneka Ramua Berkhasiat dari Temu-Temuan Temukan Rahasia Kesehatan dari Alam. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Fitriani V. 2009. Obat Tradisional Pengidap Hipertensi Makanlah Kucai. Trubus Majalah Pertanian Indonesia. http://www.trubus-online.co.id [3 Agustus 2009]. Foye OW. 1995. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal, cetakan Pertama. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Gandasoebrata R. 1992. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. Guyton AG. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-7. Jakarta : Penertbit Buku Kedokteran. EGJ. Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
25
Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. K. Padmawinata dan I. Soediro, penerjemah. Bandung : Institut Teknologi Bandung. 13, 21, 24-25. Hembing HM. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid II. Jakarta: Pustaka Kartini. Hutapea et al. 2001. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia (I), jilid 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: 265-266. Imelda E, Andana EP. 2006. Perbandingan Efek Diuretik serta Kadar Natrium dan Kalium darah antara Pemberian Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis Linn) dengan Furosemid. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 11:76-80. Jouad H, MA Lacaille-Dubois, B Lyoussi and M Edduks. 2001. Effect of The Flavonoids Extract from Spregularia purpurea Pers. on Arterial Blood Pressure and Renal Function in Normal and Hypertensive Rats [Abstract]. Journal of Ethnopharmacology.76:159-163. http://www.sciencedirect.com /science/journal/03788741 [4Agustus 2009] Kahn CM, editor. 2005. The Merk Veterinary Manual. USA: Merk & Co, Inc. Katno, Pramono S. 2009. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. http://cintaalam.tripod.com/keamanan_obat%20 tradisional.pdf [15 Juli 2009] Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke-1. Sjabana D, Raharjo W, Sastrowardoyo, Hamzah E, Isbandiati I, Uno dan Purwaningsih, penerjemah. Jakarta : Salemba Medika. Terjemahan dari : Basic and Clinical Pharmakology. Lipschitz WL, Zareh H, Andrew K. 1943. Bioassay of Diuretics. Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics. 79:97-110.http:// www. jpet.aspetjournals.org/cgi/content/abstract. [5 Agusuts 2009] Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Terjemahan Edi Nugroho. Jakarta : UI Press. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Pengantar Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: Pusat Antara Universitas Bioteknologi IPB. Mutschler E. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Edisi ke-5. Mahyida B, Widianto, penerjemah. Bandung : Penerbit ITB. Terjemahan dari: Arzneimittelwirkungen, 5 vollig Neubearbeitee und Erweitete Auflage. Robinson DR. 1979. Eicosanoids, Inflammation, and Antiinflammatory Drugs. Clin Exp Rheumatol 7: 155-161. Septi IA et al. 2007. Mekanisme Aksi Hidrokloritiazid sebagai Diuretik. Yogyakarta. FM Universitas Sanata Dharma. http:// www.ilmukedokteran. blogspot.com/2007/11/mekanisme-aksi-hidrokloritiazid-sebagai-diuretik. htm -97k [25 Mei 2009].
26
Sirupang Y. 2007. Pola Perubahan Elektrolit pada Pemberian Obat-obat Diuretik. http://www.javedsirupang.wordpress.com/2007/08/05/pola-perubahanelektrolit-pada-pemberian-obat-obat-diuretik/ - 112k. [25 Mei 2009]. Siswandono, Bambang S. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press. Siswanto YW. 1997. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Trubus Agriwidya. Strukie PDB Jr. 1976. Kidney, Exterenal Salt Exretion and Urine. In: Avian Physiology. 3rd Edition. New York: Heidebeg, Springer-Verlag. Subahagio, Rahman I, Ibnusahni, Sutarjo, Sulaksono ME. 1997. Pengaruh Faktor Keturunan dan Lingkungan terhadap Sifat-sifat Biologis terlihat pada Hewan Percobaan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan pengembangan Kesehatan Vol. VII No.1 Sulastri N. 1994. Uji Efek Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea Americana Mill) terhadap Kadar Gula Darah Mencit [skripsi].Bandung: Program sarjana, FMIPA ITB. Suratman, Shanty L, Sutarno. 2003. Sifat Fisik dan Kandungan NaCl Urin Tikus Putih (Rattus novergicus L.) Jantan setelah Pemerian Ekstrak Rimpang Alang-alang (Imperata cylindrica L.) secara Oral. Jurnal Biofarmasi 1. 1: 7-12. Voigh R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Ed-5. Noerono S, penerjemah. Samhoedi R, editor. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Terjemahan dari Lehburch Der Pharmazeutischen Technology. Wattimena, Joke R, Sriewoelan S. 1990. Senyawa Obat Buku Pelajaran Kimia Farmasi edisi kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Yuliendarwati. 1989. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid dari Daun Persea americana Mill http://www.warintek.ristek.go.id/pangan _kesehatan/tanaman_obat/pt/buku06.pdf. [1 agustus 2009 ] Yuniarti T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: MedPress.
27
LAMPIRAN
28
Lampiran 1 Uji Statistik One Way ANOVA
ANOVA
jam1
jam2
jam3
jam4
jam5
jam6
jam24
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups Within Groups
25.206
4
6.302
5.517
.004
22.844
20
1.142
Total
48.050
24
Between Groups Within Groups
19.706
4
4.926
3.119
.038
31.588
20
1.579
Total
51.294
24
Between Groups Within Groups
20.942
4
5.236
12.921
.000
8.104
20
.405
Total
29.046
24
Between Groups Within Groups
2.302
4
.575
1.035
.414
11.124
20
.556
Total
13.426
24
Between Groups Within Groups
1.060
4
.265
4.818
.007
1.100
20
.055
Total
2.160
24
Between Groups Within Groups
.788
4
.197
2.751
.057
1.432
20
.072
Total
2.220
24
Between Groups Within Groups
2.630
4
.658
4.095
.014
3.212
20
.161
Total
5.842
24
29
Lampiran 2 Uji Duncan (P<0.05) jam1 Duncan Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
1
5
.5600
2
5
1.0400
5
5
2.0000
3
5
2.0600
4
5
Sig.
1
2
3.4800 .054
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. jam2 Duncan Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
1
5
3.8800
2
5
4.1000
4
5
4.6000
5
5
4.6000
3
5
Sig.
1
2
6.4000 .417
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. jam3 Duncan Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
4
5
.8400
5
5
1.1400
3
5
2.0400
1
5
2.6000
2
5
Sig.
1
2
3
2.6000 3.3200
.465
.180
.089
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
30
jam4 Duncan Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
3 4 5 1 2 Sig.
5 5 5 5 5
.2000 .3800 .6600 .8400 1.0400
1
.124
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. jam5 Duncan Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
4
5
.0000
5
5
.0600
3
5
.1200
1
5
.2400
2
5
Sig.
1
2
.5800 .153
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. jam6 Duncan Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05 1
5
5
.0000
1 4 3 2
5 5 5
.1400 .1400 .3000
Sig.
5
2 .1400 .1400 .3000 .5200
.118
.051
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
31
jam24 Duncan Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
5
5
.6800
1 4 2
5 5
1.2200 1.2200
5
1.5000
3
5
1.6200
Sig.
1
.056
2 1.2200 1.2200
.163
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
32
Lampiran 3 Hasil Determinasi Tumbuhan