UJI AKTIVITAS ANTI LITHIASIS EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
ANGGARA ALDOBRATA HERNAS SAPUTRA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Anti Lithiasis Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) Pada Tikus Putih Jantan” adalah karya sendiri di bawah pengarahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi.
Bogor, September 2009
Anggara Aldobrata Hernas Saputra NRP B04051929
ABSTRACT
ANGGARA ALDOBRATA HERNAS SAPUTRA. The Anti Lithiasis Activity of Avocado Leaf Ethanol Extract (Persea americana Mill) on White Male Rats. Under direction of IETJE WIENTARSIH and RINI MADYASTUTI This study aims was to determine the anti lithiasis activity of avocado leaf ethanol extracts (Persea americana Mill) on white male rats nefrolithiasis model induced by ethylene glycol. Avocado leaves as a traditional medicine was believed has the potential to cure urolithiasis. The inhibitory effect of the avocado leaf ethanol extract was examined on the formation of calcium oxalate crystals. At the end of experiment the kidneys of all treated rats were removed and laboratory analyzed for calcium and phosphorus level. The parameters include kidney weight and its ratio to the body weight. The results showed that the amount of calcium in the kidney treated groups were significantly reduced compared with the control group of rats without treatment (p < 0,05). The result is ethanol extract of avocado leaves could be use as an alternative medicine for urolithiasis. Key word : Persea americana Mill; anti lithiasis; kidney stone; ethylene glycol.
ABSTRAK
ANGGARA ALDOBRATA HERNAS SAPUTRA. Uji Aktivitas Anti Lithiasis Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) Pada Tikus Putih Jantan. Dibimbing oleh IETJE WIENTARSIH dan RINI MADYASTUTI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti lithiasis dari ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) pada tikus putih jantan model nefrolithiasis dengan induksi etilen glikol. Daun alpukat dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengatasi batu ginjal. Aktivitas anti lithiasis yang terdapat pada ekstrak etanol daun alpukat diperiksa dengan melihat daya hambatnya terhadap pembentukan kristal kalsium oksalat. Pada akhir perlakuan ginjal tikus diambil dan dianalisis kadar kalsium dan fosfornya. Parameter ginjal meliputi bobot ginjal dan rasio terhadap bobot badan tikus. Hasilnya menunjukan kadar kalsium pada kelompok tikus perlakuan secara signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok tikus kontrol tanpa perlakuan (p < 0,05). Ini membuktikan ekstrak etanol daun alpukat dapat menjadi alternatif pengobatan batu ginjal. Kata kunci : Persea americana Mill; anti lithiasis; batu ginjal; etilen glikol.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tujuan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
UJI AKTIVITAS ANTI LITHIASIS EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
ANGGARA ALDOBRATA HERNAS SAPUTRA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul
: Uji Aktivitas Anti Lithiasis Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) Pada Tikus Putih Jantan.
Nama
: Anggara Aldobrata Hernas Saputra
NRP
: B04051929
Disetujui
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Hj. Ietje Wientarsih, M. Sc, Apt NIP. 19530211 198503 2 002
Rini Madyastuti P, S.Si, Apt NIP. 19780608 200604 2 001
Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Dr. Nastiti Kusumorini M.Si NIP. 19621205 198703 2 001
Tanggal lulus :
PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ”Uji Aktivitas Anti Lithiasis Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) pada Tikus Putih Jantan” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan baik moral, spiritual maupun materi dari pihak-pihak dibalik kehidupan dan pembentukan jati diri sang penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang begitu dalam kepada: 1. Keluargaku tersayang, Papah, Mamah dan Mbak Ratna yang tiada hentinya memberikan doa dan dukungan seumur hidup kepada penulis. 2. Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, M.Sc, Apt dan Rini Madyastuti Purnomo, S.Si, Apt sebagai pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Drh. Sri Murtini, M.Si sebagai pembimbing akademik yang telah membantu penulis selama menjalankan masa studi di FKH IPB. 4. Segenap staf dan keluarga besar IPB pada umumnya dan FKH pada khususnya, serta Mas Wawan foto copy yang selalu setia menemani. 5. Guru TK, SD, SMP, SMU, Bimbel dan Guru Ngaji yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat tanpa tanda jasa. 6. Afu dan Mencit, teman satu penelitian dan teman-teman FKH 42 “ GOBLET” yang telah bersama-sama berjuang dalam menempuh studi di FKH IPB, tidak lupa teman-teman terdekat di luar kampus. 7. Amir, Izul, Karo, teman-teman satu kontrakan yang telah berjuang bersama-sama dalam menyelesaikan pendidikan di IPB dan melewati suka duka dalam mengarungi bahtera kehidupan. 8. Venty Oktovani S, ITP 42 sebagai tujuan hidup yang selalu memberikan inspirasi dan kebahagiaan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saran dan kritik tetap penulis harapkan untuk menjadikan tulisan ini lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun sebagai tambahan informasi untuk memperkaya ilmu di kemudian hari.
Bogor, September 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 30 September 1987 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Heru Anto, BA. dan Ibu Kusdiyatni, SH. Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak di TK YPWKS III Cilegon pada tahun 1993 dan Sekolah Dasar di SD YPWKS IV Cilegon pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Cilegon dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005, penulis telah menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri I Serang dan diterima menjadi mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) IPB. Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis aktif dalam organisasi internal kampus menjabat sebagai ketua divisi internal Himpunan Minat Profesi (HIMPRO) Satwa Liar FKH IPB. Penulis juga pernah aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Keluarga Mahasiswa Banten (KMB). Selain itu penulis juga aktif pada berbagai kegiatan dan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi di IPB. Pada tahun 2009 Penulis lolos seleksi Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3 1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alpukat ........................................................................................................ 4 2.2 Hewan Percobaan ........................................................................................ 6 2.3 Ginjal ........................................................................................................... 8 2.4 Batu ginjal ................................................................................................... 9 2.5 Etilen glikol ............................................................................................... 12 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 14 3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 14 3.3 Determinasi dan Pengumpulan Daun Alpukat .......................................... 14 3.4 Pembuatan Serbuk / Simplisia Daun Alpukat ........................................... 14 3.5 Pembuatan ekstrak etanol Daun Alpukat .................................................. 15 3.5 Pengujian aktivitas penghambatan batu ginjal .......................................... 15 3.6 Analisis sampel ......................................................................................... 16 3.6.1 Preparasi sampel............................................................................... 16 3.6.2 Analisis Kalsium .............................................................................. 16 3.6.3 Analisis Fosfor ................................................................................. 17 3.7 Teknik analisis data ................................................................................... 18 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan, Bobot Ginjal dan Rasio ...................................................... 19 4.2 Kadar Kalsium dan Fosfor ........................................................................ 21 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 26 5.2 Saran .......................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
x
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Persea americana Mill........................................................................................ 4 2. Rattus sp. ............................................................................................................. 7 3. Metabolisme Etilen Glikol ................................................................................ 12 4. Bobot Badan Harian .......................................................................................... 19 5. Bobot Ginjal dan Rasio ..................................................................................... 20 6. Kadar Kalsium .................................................................................................. 21 7. Kadar Fosfor...................................................................................................... 24
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi batu ginjal ....................................................................................... 11 2. Rataan Bobot badan, Bobot ginjal dan Rasio.................................................... 20 3. Rataan Kadar Kalsium dan Fosfor .................................................................... 22
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Uji Statistik One Way ANOVA ........................................................................ 30 2. Uji lanjut Duncan (p < 0,05) ............................................................................. 31
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan di bidang pengobatan maju pesat seiring dengan kemajuan teknologi, namun penggunaan obat tradisional masih banyak digemari oleh masyarakat (Back to nature). Hal tersebut disebabkan obat tradisional mempunyai banyak keuntungan, antara lain: harga yang relatif murah sehingga dapat dijangkau masyarakat luas, praktis dalam pemakaian, bahan baku yang mudah diperoleh dan disamping itu efek samping penggunaan obat tradisional yang sejauh ini dianggap lebih kecil daripada efek samping obat sintetik. Secara tradisional dan sudah umum digunakan adalah dengan menggunakan tanaman obat. Salah satu penyakit yang banyak diobati dengan tanaman secara empiris adalah batu ginjal. Contoh tanaman yang digunakan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit ini adalah Kumis Kucing, Meniran, Pecut Kuda, Sambiloto, Ketimun dan Pare. Batu ginjal merupakan salah satu masalah kesehatan yang menempati urutan ketiga setelah infeksi saluran kemih dan kelainan prostat pada sekian banyak penyakit saluran kemih. Akibat terburuk dari adanya batu ginjal adalah kerusakan ginjal secara permanen dan berdampak pada uremia (Wijaya dan Darsono 2005). Batu ginjal adalah partikel padat seperti kerikil yang terdapat diberbagai bagian dari saluran urin. Terbentuk akibat kelebihan garam di dalam aliran darah yang kemudian mengkristal di ginjal. Ukuran dan bentuk batu bermacam-macam, berkisar dari partikel sangat kecil yang dapat lewat tanpa diketahui sampai batu yang berukuran sekitar 5 cm. Selama tidak bergerak, adanya batu tidak diketahui. Tetapi batu yang kecil sekalipun dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat ketika berjalan keluar dari ginjal. Perdarahan ringan dapat terlihat akibat luka pada dinding saluran kemih. Proses pembentukan batu terjadi di dalam ginjal di bagian muara dari saluran kecil yaitu di bagian yang disebut piramid. Terbentuknya batu dipengaruhi oleh berbagai hal fisika dan kimia antara lain mula-mula kadar suatu zat, misalnya asam urat berlebihan dalam urin disebut supersaturasi sehingga mengendap menjadi kristal, zat-zat lain adalah kalsium oksalat dan strufit. Faktor lain adalah bila zat inhibitor (zat pencegah terjadinya kristal) kadarnya berkurang,
2
misalnya sitrat, faktor keasaman urin (pH) serta infeksi. Jenis batu yang sering terdapat dalam ginjal ada empat, yaitu kalsium oksalat (70-75 %), strufit (20 %), asam urat (5 %) dan sistin (1 %). Biasanya batu kalsium oksalat dan asam urat akan terbentuk karena makanan dan minuman yang banyak mengandung kalsium oksalat dan purin, sedangkan batu strufit sering terjadi karena ada infeksi di ginjal. Batu sistin akan terjadi bila ada gangguan metabolisme (Coe 2003). Pemeriksaan batu ginjal dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain ultrasound, CT-scans, X-ray dan urin tampung 24 jam untuk memastikan jenis batu penyebab dan bagaimana strategi terapinya (Stockham dan Scott 2008). Terapi batu ginjal dapat dilakukan dengan mengubah pola makan, penggunaan obat-obatan seperti diuretik, kalium sitrat dan operasi. Pengangkatan batu ginjal dengan cara operasi memiliki resiko yang cukup tinggi selain mengeluarkan biaya yang mahal, masyarakat enggan untuk melakukan operasi karena takut akan trauma pasca operasi yang berkepanjangan. Batu ginjal tidak dapat larut hanya dengan mengatur asupan makanan dan minuman obat tertentu. Obat-obatan yang digunakan hanya akan mencegah agar batu tersebut tidak bertambah besar dan membantu pengeluaran batu ginjal secara spontan. Untuk itu dapat dipilih obatobatan yang dapat menurunkan kadar kalsium dalam urin dan meningkatkan frekuensi buang air kecil (diuresis). Salah satu obat yang sering digunakan dalam pengobatan batu ginjal adalah preparat diuretikum. Diuretik umumnya digunakan pada pengobatan hipertensi dan gangguan lain yang berhubungan dengan pengeluaran cairan dan natrium dari tubuh. Pohon alpukat selama ini dikenal hanya buahnya saja yang biasa dikonsumsi masyarakat. Ternyata daun alpukat merupakan salah satu bahan alami yang bisa digunakan sebagai obat tradisional. Daun ini secara empiris telah digunakan sebagai diuretik, analgesik, anti radang, hipertensi, hipoglikemia, diare, sakit tenggorokan dan perdarahan (Brai et al. 2007). Namun penelitian tentang daun alpukat sendiri masih jarang dilakukan. Penelitian ini difokuskan pada aktivitas anti lithiasis dari tanaman tersebut untuk melihat sejauh mana daya hambat ekstrak etanol daun alpukat terhadap pembentukan batu ginjal.
3
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti lithiasis ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) dalam mengurangi dan menghambat pembentukan batu ginjal dengan melihat kadar kalsium dan fosfor dalam ginjal. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat di bidang kedokteran khususnya kedokteran hewan sebagai landasan untuk menjadi alternatif pengobatan. Pengobatan batu ginjal yang paling utama dilakukan dengan cara mekanik atau operasi dan membutuhkan biaya mahal. Selain itu, obat batu ginjal yang banyak digunakan umumnya berasal dari bahan-bahan kimia yang memiliki efek samping yang cukup serius dan berbahaya. Dengan penggunaan obat herbal ini, pengobatan tidak lagi mahal dan dapat mengurangi resiko toksik dari bahan-bahan kimia tersebut sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarkat. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat akan khasiat dari daun alpukat serta nilai tambah bagi pohon alpukat secara ekonomis.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alpukat Taksonomi alpukat menurut Prihatman (2000): Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Ranales
Famili
: Lauraceae
Genus
: Persea
Spesies
: Persea americana Mill
Gambar 1 Persea americana Mill (Prihatman 2000) Tanaman ini merupakan pohon buah kecil yang telah banyak dikenal, berasal dari Amerika Tengah, saat ini dapat ditemukan di semua negara beriklim panas. Tanaman ini dibudidayakan dari biji di daerah pegunungan rendah. Buah yang berwarna hijau pada umumnya berat rata-rata tidak lebih dari 200 gram. Buah yang sudah matang kalau digerakan terdengar suara biji, kemudian buah dibiarkan beberapa hari agar menjadi lunak. Buah ini hampir tidak berasa karena hampir tidak memiliki kandungan gula, tetapi daging buah yang praktis tidak berserat dan berwarna hijau dapat menghasilkan bubur (Moes) (Heyne K 1987).
5
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Pohon buah dari Amerika Tengah, tumbuh liar di hutan-hutan, banyak juga ditanam di kebun dan di pekarangan yang lapisan tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Walau dapat berbuah di dataran rendah, tapi hasil akan memuaskan bila ditanam pada ketinggian 200-1.000 m di atas permukaan laut (dpl), pada daerah tropik dan subtropik yang banyak curah hujannya (Prihatman 2000). Pohon kecil, tinggi 3-10 m, berakar tunggang, batang berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, banyak bercabang, ranting berambut halus. Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata kadang-kadang agak menggulung ke atas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda warnanya kemerahan dan berambut rapat, daun tua warnanya hijau dan gundul (Prihatman 2000). Bunganya majemuk, berkelamin dua, tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting, warnanya kuning kehijauan. Buahnya buah buni, bentuk bola atau bulat telur, panjang 5-20 cm, warnanya hijau atau hijau kekuningan, berbintik-bintik ungu atau ungu sama sekali, berbiji satu, daging buah jika sudah masak lunak, warnanya hijau, kekuningan. Biji bulat seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan. Buah alpukat yang masak daging buahnya lunak, berlemak, biasanya dimakan sebagai es campur atau dibuat jus (Prihatman 2000). Bagian yang dapat dipakai dari pohon alpukat antara lain daging buah untuk konsumsi, daun dan biji mempunyai efek pengobatan. Sifat kimiawi dari masing-masing bagian untuk buah dan daun mengandung saponin alkaloida dan flavanoid, selain itu juga buah mengandung tanin dan daunnya mengandung polifenol, quersetin dan gula alkohol persit. Kegunaan dari masing-masing bagian yaitu daging buah dapat digunakan untuk sariawan, melembabkan kulit kering, daun alpukat dapat digunakan untuk mengatasi kencing batu dan darah tinggi, sakit kepala, nyeri syaraf, nyeri lambung, saluran napas membengkak (bronchial
6
swellings), menstruasi tidak teratur dan biji dapat digunakan untuk sakit gigi dan kencing manis. Daun mempunyai aktivitas antibakteri dan menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus strain A dan B. Staphylococcus albus, Pseudomonas sp; Proteus sp; Escherichea coli dan Bacillus subtilis (Prihatman 2000). Penggunaan biasanya pada buah alpukat untuk dikonsumsi sedangkan daun dan biji alpukat dirasa kurang aman karena mengandung toksik. Aktivitasnya antara lain sebagai anti penuaan, anti bakteri, anti radang, antiseptik, astringensia, COX-2 Inhibitor, deobstruksi usus, diuretik, emolien, ekspektoran, hematonik, hepatoproteksi, hipertensi, hipokolesterolemia, laksatif, anti parasit, rodentisida, rubefasiensia. Indikasinya untuk alopesia, Alzheimer disease, anemia, arthrosis, atherosclerosis, perdarahan, kalkuli, kanker, flu, batuk, ketombe, penyakit kulit, diabetes, diare, disentri, enterosis, demam, frigid, kembung, asam urat, sakit kepala, hematom, hepatosis, impoten, infeksi, malaria, neuralgi, pulmonosis, rematik, skabies, gigitan ular, sakit tenggorokan, nyeri sendi, sakit gigi, hingga memperlancar menstruasi. Kontraindikasi, interaksi dan efek sampingnya belum ditemukan. Daun alpukat mengandung dopamin dan minyaknya mengandung methyl chavicol. Ingesti dari daun, ranting atau keduanya menyebabkan mastitis pada sapi, kuda, kelinci dan kambing. Di samping itu dosis tinggi sangat fatal pada kambing. Daun alpukat yang terendam di kolam dapat membunuh ikan di dalamnya. Dikatakan buah alpukat mentah itu beracun, burung kenari mati setelah memakan buah yang matang. Dua jenis getah yang berasal dari kulit buah, memiliki sifat racun bagi marmut melalui suntikan secara subkutan dan peritonial. LD50 ekstrak daun alpukat lebih besar dari 8828 mg/kg secara intraperitonial dan lebih besar dari 12500 mg/kg secara oral pada tikus percobaan sedangkan LD50 ekstrak buah lebih besar dari 12500 mg/kg secara oral (Duke et al. 2002). 2.2 Hewan Percobaan Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole et al. 1989). Untuk digunakan dalam penelitian, hewan percobaan harus
7
memenuhi kriteria tertentu, antara lain kemiripan fungsi fisiologis dengan manusia, perkembangbiakan cepat, cenderung mudah didapat dan dipelihara, memiliki galur genetis murni serta murah secara ekonomis (Subahagio et al. 1997). Taksonomi tikus putih dalam Robinson (1979) : Kingdom
: Animalia
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Subordo
: Myomorpha
Famili
: Muridae
Subfamili
: Murinae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus sp.
Gambar 2 Rattus sp. (data pribadi) Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian farmakologi dan toksikologi adalah mencit dan tikus putih. Hewan ini dipilih karena murah, mudah didapat dan mudah ditangani. Mencit dan tikus putih memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah pembandingan toksisitas zat-zat kimia. Tikus putih telah digunakan secara luas untuk tujuan penelitian, karena hewan ini telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian (Lu 1995).
8
Tikus putih mempunyai 3 galur yang umum dikenal yaitu, galur SpragueDawley, galur Winstar dan galur Long-Evans. Galur Sprague-Dawley yang umum digunakan untuk penelitian, mempunyai ciri berwarna putih albino, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya (Malole et al. 1989). Penelitian dalam bidang toksikologi dan farmakologi memerlukan serangkaian percobaan terhadap hewan percobaan untuk mengetahui tingkat toksisitas dan keamanan obat untuk manusia. Penggunaan berbagai tingkat dosis obat terhadap hewan percobaan dilakukan untuk mendapatkan dosis terbesar yang tidak menimbulkan efek merugikan atau dosis yang sangat besar yang dapat menimbulkan kelainan jaringan atau efek toksik yang jelas. Waktu observasi akan jauh lebih pendek bila kita menggunakan dosis yang lebih besar, sehingga akan mengurangi biaya pemeriksaan. Pada waktu tertentu sebagian hewan percobaan perlu dibunuh untuk mengetahui pengaruh obat terhadap organ. Pemeriksaan kimia darah, urin dan tinja dilakukan untuk mengetahui kelainan yang timbul (Darmansjah 1995). 2.3 Ginjal Ginjal adalah organ tubuh yang berperan utama dalam memelihara keseimbangan cairan serta elektrolit dan mengatur tekanan darah (Hartono 1992). Salah satu organ yang sering menderita karena adanya zat-zat yang bersifat toksik adalah ginjal. Hal ini berkaitan dengan fungsi ginjal yang tercermin pada sistem pembuluh darah kompleks. Peran utama ginjal adalah ekskresi sebagian besar hasil akhir metabolisme tubuh melalui urin dan mengatur konsentrasi unsur-unsur yang terdapat dalam cairan tubuh (Guyton 1994). Selain itu ginjal berfungsi memetakan toksikan pada filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus dan mengaktifkan senyawa racun tertentu, menyebabkan ginjal sebagai organ sasaran utama dari efek toksik (Lu 1995). Sebuah ginjal dengan potongan melintang memberi gambaran dua daerah yang cukup jelas. Daerah perifer yang beraspek gelap disebut korteks (cortex) dan selebihnya yang agak cerah disebut medula (medulla), berbentuk piramid terbalik (Hartono 1992). Unit terkecil dari ginjal adalah nefron, yang terdiri dari glomerolus, kapsula Bowman dan tubulus renalis. Nefron memiliki fungsi dasar membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari substansi yang tidak
9
diinginkan oleh tubuh. Biasanya substansi tersebut berasal dari hasil metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan ion-ion natrium, kalium, klorida serta ionion hidrogen dalam jumlah yang berlebihan (Guyton 1994). Proses filtrasi terjadi di glomerulus dan substansi dengan ukuran kecil sampai sedang dapat melewati dinding kapilernya. Substansi yang besar seperti protein plasma tidak dapat melewati dinding kapiler sehingga tidak terfiltrasi. Substansi darah yang dapat terfiltrasi antara lain natrium, kalium, klorida, fosfor anorganik, glukosa, kreatinin dan asam urat (Strukie 1976). Ginjal dalam tubuh berfungsi sebagai filter untuk membersihkan darah atau cairan lainnya. Fungsi ini bertujuan agar bahan-bahan kimia yang terkandung dalam darah atau cairan tubuh lainnya tidak terbawa kembali oleh darah dan beredar ke seluruh tubuh. Sebagian kotoran hasil penyaringan ini akan dikeluarkan melalui ginjal bersama urin. Namun sebagian lagi mungkin tertinggal dan mengendap menjadi batu ginjal. Apabila endapan ini tidak dikeluarkan, maka akan menetap di ginjal atau berpindah ke kantung kemih. Cairan yang menyerupai plasma difiltrasi melalui dinding kapiler glomerolus ke tubulus renalis di ginjal. Dalam perjalanannya sepanjang tubulus ginjal, isi cairan filtrat akan berkurang dan susunannya berubah akibat proses reabsorbsi tubulus dan proses sekresi tubulus untuk membentuk urin yang akan disalurkan ke dalam pelvis renalis. Air serta elektrolit dan metabolit penting lainnya akan diserap kembali. Dari pelvis renalis, urin dialirkan ke dalam kandung kemih untuk kemudian dikeluarkan melalui proses berkemih (Ganong 1995). 2.4 Batu ginjal Pembentukan batu hasil sedimentasi di saluran kemih disebut dengan urolithiasis atau kalkuli. Kalkuli biasa ditemukan di kantung kemih, pelvis renalis, atau bahkan ditemukan di tubulus renalis. Urolith yang berada di ureter, menghasilkan rasa sakit yang bukan main dikenal dengan kolik ureter. Kalkuli di kantung kemih dikeluarkan bersama urin biasanya tersangkut di uretra pada hewan jantan, termasuk fleksura sigmoidea pada ruminan, hasilnya obstruksi yang fatal jika tidak diobati. Pada betina sangat jarang karena bentuk uretra yang lebih pendek dan lebar. Kalkuli yang ditemukan di dalam ginjal dinamakan nefrolith. Urolith berukuran dari yang kecil seperti partikel pasir sampai yang berukuran
10
besar seperti batu yang mengisi pelvis ginjal dan kantung kemih. Batu tersebut bisa padat, lunak, berwarna putih, kekuningan, halus, kasar, bulat atau persegi (Smith dan Jones 1962). Hewan herbivora sering ditemukan batu yang didominasi bentukan silikat dan sangat sedikit ditemukan bentukan fosfat, karbonat, kalsium oksalat, amonium dan magnesium. Bentukan batu ginjal sangat dipengaruhi makanan yang dikonsumsi. Tanaman yang tumbuh di daerah gersang banyak ditemukan unsur silika. Pada daerah lain ditemukan derivat xanthine dilaporkan sebagai penyebab kalkuli pada domba. Pada karnivora dan omnivora urolith yang ditemukan pun berbeda. Kalkuli yang ditemukan mirip dengan yang ada pada manusia, dikarenakan karakteristik urin yang asam kontras dengan karakteristik urin pada herbivora yang lebih alkalis. Batuan kalsium oksalat sangat keras, berwarna putih kekuningan dan berduri. Biasa ditemukan satuan di kantung kemih dan ukuran diameternya mencapai beberapa sentimeter. Kalkuli asam urat sebagian besar terdiri atas amonium (dari dekomposisi urea) dan sodium urat. Biasa ditemukan pada anjing ras dalmatian yang mengekskresikan banyak asam urat pada urinnya. Kalkuli fosfat seperti kalkuli pada herbivora, berwarna putih dan lebih rapuh seperti kapur. Batuan sistin lebih kecil, bentuknya lebih bervariasi dan tidak umum, jarang ditemukan (Smith dan Jones 1962). Kejadian urolithiasis selama 15 tahun di Royal Veterinary College, Copenhagen ditemukan kalkuli 0,6 % dari keseluruhan penyakit anjing. Sebagian besar berupa magnesium-amonium fosfat, kalsium oksalat, batuan asam urat dan sistin. Banyak pendapat, yang menyebabkan kalkuli karena infeksi saluran kemih dan kekurangan vitamin A. Beberapa kasus menyebutkan pembentukan kalkuli karena kristalisasi dari suatu partikel yang akan menjadi inti dari batuan. Inti batuan bisa berupa leukosit yang mati, sel epitel yang runtuh, atau gumpalan fibrin (Smith dan Jones 1962). Pemeriksaan urolith secara reaksi kimia untuk mendeteksi adanya kation dan anion memiliki kelemahan sehingga tidak dipakai. Pemeriksaan ini tidak menunjukan data kuantitas, tidak menyediakan jumlah relatif antar unsur pembentuk batuan, kehilangan beberapa jumlah ion secara signifikan, tidak bisa mendeteksi silika dan sistin, beberapa komponen sering menunjukan positif palsu
11
dan batu ginjal campuran tidak bisa diklasifikasikan. Batu ginjal jenis dan komposisinya bermacam-macam seperti yang terlihat pada Tabel 1. Pemeriksaan tersebut telah digantikan dengan pemeriksaan secara fisik, yaitu dengan kristalografi optikal, X-ray dan yang jarang dilakukan seperti microprobe electron, scanning electron microscopy (SEM) dan mikroskop inframerah (Stockham dan Scott 2008). Tabel 1 Komposisi batu ginjal Kelompok Karbonat Sistin Oksalat
Nama Senyawa
Kalsium karbonat Sistin Kalsium oksalat monohidrat Kalsium oksalat dihidrat Fosfat Kalsium fosfat Hidroksiapatit Karbonit-apatit Kalsium hidrogen fosfat dihidrat Trikalsium fosfat Oktakalsium fosfat Magnesium amonium fosfat heksahidrat Magnesium hidrogen fosfat trihidrat Silika Silikon dioksida Asam urat Asam urat Asam urat dihidrat Urat Amonium asam urat Sodium asam urat monohidrat (Stockham dan Scott 2008)
Rumus Kimia CaCO3 S CH2 CH(NH2)COOH CaC2O4.H2O CaC2O4.2H2O Ca5(PO4)3(OH) Ca10(PO4)6(OH)2 Ca10(PO4,CO3OH)6(OH)2 CaHPO4.2H2O Ca3(PO4)2 CaH(PO4)3.2.5H2O MgNH4PO4.6H20 MgHPO4.3H2O SiO2 C5H4N4O3 C5H4N4O3.2H2O C5H4N4O3NH4 C5H3N4O3Na.H2O
Patogenesa dari pembentukan batu ginjal merupakan proses yang kompleks, melibatkan banyak faktor yang meningkatkan pembentukan batuan dan yang menghambat. Tahap-tahap pembentukan kalkuli diantaranya kation dan anion dari urolith terbentuk dari konsentrasi urin yang sudah jenuh. Kation dan anion bersatu membentuk kristal yang unik. Faktor seperti pH, suhu dan flow rate juga mempengaruhi pembentukan kristal. Kristal tersebut dapat terlihat di sedimen urin dan tidak akan berkembang menjadi batuan yang besar apabila dapat dikeluarkan bersama urin terlebih dahulu. Antara kristal-kristal kecil yang terbentuk dapat bersatu menjadi agregat dan berkembang menjadi batuan yang besar relatif cepat. Pembentukan kristal dihambat oleh beberapa zat seperti sitrat
12
yang dapat mengikat kalsium. Protein Tamm-Horsfall merupakan penghambat alami yang dihasilkan tubulus renalis (Stockham dan Scott 2008). 2.5 Etilen glikol Etilen glikol adalah senyawa kimia turunan yang dibuat dari sekian banyak produk kimia komersial, termasuk polietilen tereftalat (PET) resin, poliester resin tak jenuh, serat poliester dan poliester lapis. Etilen glikol digunakan sebagai cairan anti pembekuan, penghilang es, pelapis permukaan, pemindah panas, pendingin industri, hidrolik, surfaktan dan pengemulsi. Khalayak umum atau konsumen sering terpapar etilen glikol dari penggunaannya sebagai anti pembekuan dibidang otomotif. Keracunan akut pada manusia dan hewan pelihara banyak terjadi secara tidak sengaja mengkonsumsi cairan tersebut karena rasanya yang manis. Ginjal merupakan organ yang paling peka terhadap etilen glikol dan merupakan target organ primer. Tata cara pengobatan keracunan etilen glikol akut diatur untuk mencegah metabolit asam yang sangat toksik masuk, mengatasi asidosis dan mencegah kerusakan ginjal permanen (Cruzan et al. 2004).
Gambar 3 Metabolisme Etilen Glikol (Cox et al. 2004) Metabolisme dari etilen glikol terdiri dari empat tahap, berawal dari perombakan senyawa tersebut di hati (Gambar 3). Tahap pertama etilen glikol
13
dimetabolisme menjadi glikol aldehid oleh alkohol dehidrogenase. Glikol aldehid selanjutnya diubah menjadi glikolat oleh aldehid dehidrogenase pada tahap kedua. Lebih jauh lagi glikolat diubah menjadi glioksilat yang hasil metabolisme selanjutnya adalah oksalat. Senyawa tersebut mengendap bersama kalsium dalam tubuh membentuk kristal kalsium oksalat (Cox et al. 2004). Hipokalsemia dapat terjadi karena kalsium membentuk batuan sehingga tidak dapat direabsorpsi kembali oleh ginjal. Etilen glikol juga merusak mukosa saluran cerna menghasilkan lesio hemoragi. Etilen glikol merupakan depresan bagi sistem susunan syaraf pusat dan dapat menimbulkan edema otak. Depresi otot jantung mungkin terjadi akibat deposisi kalsium oksalat di otot tersebut tetapi hal ini terjadi lebih karena metabolisme yang kacau dari tubuh yang keracunan etilen glikol (Cox et al. 2004). Keracunan etilen glikol memperlihatkan perbedaan kepekaan antar spesies dan jenis kelamin setelah pemberian jangka panjang, dimana tikus lebih peka daripada mencit dan jenis kelamin jantan lebih peka daripada jenis kelamin betina. Etilen glikol menginduksi nefrotoksik pada tikus yang kemungkinan berpengaruh terhadap resiko kesehatan manusia. Kerusakan ginjal tersebut diakibatkan oleh pembentukan kristal kalsium oksalat pada tubulus ginjal (Cruzan et al. 2004).
14
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Juni sampai Agustus 2008. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak etanol daun alpukat, persiapan kandang, pakan dan hewan percobaan sedangkan tahap pelaksanaan meliputi perlakuan, pengamatan dan analisis data. 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sonde lambung, gelas ukur, timbangan digital, maserator, rotary evaporator, instrumen AAS, spektrofotometer, oven, gelas piala 100 ml, cawan penguap, batang pengaduk, ayakan nomor 20, seperangkat alat bedah tikus dan tabung mikro (Eppendorf®). Bahan yang digunakan adalah daun alpukat, etanol 70 %, etilen glikol 0,75 %, amonium klorida 2 %, eter, tikus putih jantan galur Sprague Dawley, asam nitrat 0,4 N dan akuades. 3.3 Determinasi dan Pengumpulan Daun Alpukat Daun alpukat diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) dan dilakukan determinasi daun alpukat di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong untuk memastikan bahwa bahan coba benar-benar jenis Persea americana Mill. Bagian yang digunakan adalah daun yaitu daun yang sudah tua dan terletak di tengah ranting. 3.4 Pembuatan Serbuk / Simplisia Daun Alpukat Daun alpukat kemudian dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan ditiriskan, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan atau dijemur di bawah sinar matahari dengan ditutup plastik hitam. Setelah kering kemudian dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tertinggal saat pencucian. Setelah bersih dari kotoran,
15
maka simplisia kering diserbukan dan diayak dengan ayakan nomor 20 sehingga didapat serbuk daun alpukat, disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat (Ditjen POM 2000). 3.5 Pembuatan ekstrak etanol Daun Alpukat Pembuatan ekstrak etanol daun alpukat dilakukan dengan menambahkan etanol 70 % ke dalam serbuk daun alpukat. Perbandingan jumlah pelarut dengan serbuk adalah 1 : 10, direndam selama 2 x 24 jam dan sesekali diaduk kemudian ditampung dalam suatu wadah dengan selalu mengganti pelarut tiap hari. Hasil dari maserasi berupa ekstrak etanol daun alpukat yang kemudian dilakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator (40o C dan 50 rpm) untuk menguapkan pelarutnya sehingga didapat ekstrak kental dari daun alpukat (Ditjen POM 2000). 3.5 Pengujian aktivitas penghambatan batu ginjal Penelitian mengenai aktivitas penghambatan batu ginjal oleh ekstrak etanol daun alpukat ini dilakukan dengan menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley. Untuk uji aktivitas ekstrak etanol daun alpukat pada percobaan ini digunakan 20 tikus sehat dengan berat badan sekitar 200 gr – 300 gr yang terbagi dalam 4 kelompok dan masing-masing kelompok 5 tikus, yaitu: 1. Kelompok kontrol normal (N): tikus diberi air minum normal ad libitum 2. Kelompok kontrol negatif (K): tikus diberi inducer 3. Kelompok perlakuan 1 (P1) : tikus diberi inducer dan dicekok ekstrak etanol daun alpukat dosis 100 mg/kg 4. Kelompok perlakuan 2 (P2) : tikus diberi inducer dan dicekok ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 mg/kg Inducer mengandung etilen glikol 0,75 % dan amonium klorida 2 % untuk menginduksi batu ginjal dan mempercepat proses pembentukan. Dosis cekok ekstrak daun alpukat adalah 3 ml/200gr BB dicekok dengan menggunakan sonde lambung. Pengamatan bobot badan juga dilakukan dan perhitungan rasio terhadap bobot ginjal. Perlakuan selama 10 hari dan pada hari ke-11 dilakukan nefroktomi. Tikus dimatikan dengan menggunakan eter. Bagian abdomen dibuka kemudian diambil ginjalnya untuk dianalisis kadar kalsium dan fosfor.
16
3.6 Analisis sampel 3.6.1 Preparasi sampel Ginjal tikus ditaruh ke dalam cawan penguap dan dimasukan ke dalam oven 100o C selama 24 jam. Setelah itu ginjal kering dicincang kemudian dimasukan ke dalam gelas piala 100 ml berisi 7 ml asam nitrat 0,4 N untuk melarutkan kalsium. Dilakukan pemanasan sampai cairan berubah menjadi kekuningan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: Ca(s) + 2HNO3(aq) → Ca(NO3)2(aq) + H2(g). Cairan tersebut dimasukan ke dalam mikrotub untuk selanjutnya dianalisis menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) atau spektrofotometer. Sebelumnya dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan faktor pengenceran
yang
dibutuhkan
dan
penambahan
bahan
kimia
untuk
menghilangkan ion-ion pengganggu dengan reagen Cl3La.7H2O (Lanthanum trichloride heptahydrate) (Reitz et al. 1960). Untuk analisis kalsium preparasi AAS dengan memipet 0,5 ml cairan sampel ditambah 0,05 ml reagen dalam akuades 5ml kemudian divorteks baru bisa dilanjutkan dengan prosedur AAS sedangkan untuk analisis fosfor dengan memipet 0,5 ml cairan sampel ditambah akuades sampai 3 ml dan 2 ml larutan C (molibdovanadat) kemudian dikocok baru bisa dilanjutkan dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm (Suzanne 1998). 3.6.2 Analisis Kalsium Untuk menganalisis material biologi seperti kalsium digunakan instrumen AAS adalah suatu teknik analisis untuk menetapkan konsentrasi suatu unsur (logam) dalam suatu sampel. Terdapat dua langkah, yaitu atomisasi sampel dan absorpsi radiasi dari sumber sinar oleh atom bebas. Sampel berupa hasil ekstraksi ginjal kering diubah menjadi atom oleh perangkat atomisasi (berupa nyala atau tungku grafit). Selama proses absorpsi sinar UV-Vis, atom bebas akan mengalami transisi elektronik dari ground stated ke exited stated. Banyaknya atom yang mengalami transisi elektronik bergantung pada temperatur, dirumuskan dalam persamaan Boltzmann. 𝑁𝑞 𝑁𝑇
(Suzanne 1998).
=
𝑔𝑞 𝑒 −(𝐸 𝑞 /𝑘𝑇 ) (𝑔 𝑖 𝑒 −(𝐸 𝑖 /𝑘𝑇 ) )
17
3.6.3 Analisis Fosfor Determinasi fosfor digunakan prosedur kolorimetri (AOAC Method 986.24). Intensitas warna dari fosfomolibdovanadat bisa diukur secara kuantitatif menggunakan prinsip spektrofotometri. Prosedur tersebut menghasilkan stabilitas warna yang lebih baik sehingga umum digunakan. Daerah cahaya tampak dalam spektrum elektromagnetik, beberapa panjang gelombang diserap dan sebagian dipantulkan. Panjang gelombang yang dipantulkan adalah warna yang kita lihat. Pada metode kolorimetri, reaksi kimia harus menghasilkan warna yang stabil yang dikembangkan dengan cepat dan hanya terbentuk satu jenis warna. Reaksi pembentukan warna tersebut dipilih berdasarkan jenis mineral yang akan dianalisis. Selama intensitas warna meningkat, cahaya yang dapat menembus suatu larutan sangat sedikit. Begitu pula saat cahaya menembus jalur yang panjang dalam larutan, sedikit cahaya yang dapat diteruskan. Kemampuan menghitung cahaya yang dapat diteruskan melewati suatu larutan atau sebaliknya, cahaya yang diserap oleh suatu larutan, sangat mungkin ditentukan konsentrasi dari substansi yang bereaksi. Transmittance (T) dari suatu larutan adalah perbandingan P dengan Po ditunjukan persamaan sebagai berikut. 𝑇 = 𝑃 𝑃𝑜 Transmittance juga dinyatakan dalam persen ditunjukan persamaan sebagai berikut. % 𝑇 = 𝑃 𝑃𝑜 × 100 T = Transmittance Po = kekuatan sinar yang dipancarkan masuk melewati absorption cell P = kekuatan sinar yang dipancarkan keluar dari absorption cell Untuk menghitung nilai Absorbance (A) dari nilai T maka hubungan persamaan sebagai berikut. 𝐴 = log 𝑃𝑜 𝑃 = − log 𝑇 = 2 − log % 𝑇 A = Absorbance
18
Hubungan antara nilai Absorbance suatu larutan dengan konsentrasi terlarut dinyatakan dengan hukum Beer. 𝐴 = 𝑎𝑏𝑐 a = absorbtivity (konstanta) b = jarak yang ditempuh melewati suatu larutan (cm) c = konsentrasi zat terlarut (mg/ml, %) (Suzanne 1998). 3.7 Teknik analisis data Hasil disajikan sebagai Rataan + standard deviation (St Dev) dan ANOVA satu arah digunakan untuk menentukan perbedaan yang nyata atau tidak diantara kelompok perlakuan. Dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) α : 0,05 . Perangkat lunak komputer digunakan untuk perhitungan statistik. H0: X1 = X2 (tidak berbeda nyata) H1: X1 ≠ X2 (berbeda nyata) Nilai probabilitas (p) < 0,05 diterima sebagai hal yang berbeda nyata, sedangkan apabila (p) > 0,05 maka diterima sebagai hal yang tidak berbeda nyata (Mattjik dan Sumertajaya 2000).
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan, Bobot Ginjal dan Rasio 350
Bobot badan (gram)
325 300
N K
275
P1 250
P2
225 200 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Waktu (hari)
Gambar 4 Bobot Badan Harian. N: Normal, K: Kontrol negatif, P1: Perlakuan 1 dosis 100 mg/kg, P2: Perlakuan 2 dosis 300 mg/kg Berdasarkan hasil percobaan didapatkan data rataan bobot badan tikus perhari. Terlihat pada Gambar 4 bobot badan (BB) tikus mengalami peningkatan pada kelompok kontrol normal (N) atau kelompok tikus tanpa perlakuan. Semua kelompok tikus yang diberi inducer baik kelompok kontrol negatif (K), kelompok perlakuan 1 (P1) maupun kelompok perlakuan 2 (P2) mengalami penurunan BB. Walaupun kelompok K, P1 dan P2 mengalami penurunan terlihat perbedaan yang cukup bermakna diantara ketiganya. P1 dan P2 lebih tidak stabil dan cenderung naik pada hari ke-8 sedangkan K terus menurun secara konsisten. Secara statistik nilai rataan bobot badan P1 dan P2 berbeda nyata dengan K (Tabel 2). Ekstrak etanol dari daun alpukat (Persea americana Mill) sedikit banyak berpengaruh pada tingkat kecuraman grafik dari penurunan bobot badan dibandingkan dengan kelompok kontrol normal yang tidak diberi perlakuan (p < 0,05). Dalam hal ini jika dibandingkan dengan penurunan BB yang diakibatkan kelompok perlakuan yang diberi etilen glikol saja Brai et al. (2007) menyatakan bahwa ekstrak etanol daun alpukat meningkatkan katabolisme lemak dalam
20
jaringan adiposa menyebabkan penurunan bobot badan tetapi tidak menurunkan lemak dalam hati pada tingkatan tikus percobaan sehingga terdapat perbedaan tingkat kecuraman yang ditunjukan pada Gambar 4. Rataan BB tikus semua kelompok menurun pada hari terakhir percobaan karena tikus dipuasakan. 1.20
1.07
1.10 0.97
1.12 1.00
Bobot (gram)
0.86
0.90
Bobot Ginjal 0.77
0.80
0.76 Rasio / 200 gr BB
0.70 0.72
0.71
0.60 0.50 0.40
N
K
P1
P2
Kelompok
Gambar 5 Bobot Ginjal dan Rasio. N: Normal, K: Kontrol negatif, P1: Perlakuan 1 dosis 100 mg/kg, P2: Perlakuan 2 dosis 300 mg/kg Tabel 2 Rataan Bobot badan, Bobot ginjal dan Rasio Parameter N
K c
P1 b
P2 a
BB (gr)
314,98 + 7,97
278,80 + 23,63
238,45 + 18,47
253,72 + 17,64a
BG (gr)
1,12 + 0,08
1,07 + 0,24
0,86 + 0,26
0,97 + 0,26
Rasio
0,71
0,77
0,72
0,76
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukan hal yang berbeda nyata (p < 0,05) Walaupun rataan bobot ginjal (BG) dan ratio bobot ginjal per 200 gram bobot badan tikus menunjukan hal yang tidak berbeda nyata antar kelompok (p > 0,05) tetapi P1 cenderung menunjukan penurunan BG mencapai 19 % dibandingkan K yang lebih tinggi jumlahnya (Gambar 5) mengingat besarnya ginjal tikus yang menderita nefrotoksik tidak akan melebihi 2 kalinya besar ginjal normal. Sekilas terlihat BG kelompok normal (N) lebih tinggi dari kelompok induksi (K) tetapi dengan perhitungan rasio BG/200 gram BB menunjukan N
21
lebih rendah dari K. Rasio digunakan untuk menyetarakan atau mengkoreksi faktor bobot badan yang lebih besar akan memiliki bobot ginjal yang besar pula begitu juga sebaliknya. Dosis ekstrak etanol daun alpukat lebih tinggi (300 mg/kg) yang digunakan pada P2 justru tidak menurunkan bobot ginjal seperti P1 (100 mg/kg). Menurut Baker et al. (1979) besarnya ukuran relatif dan ketebalan daerah di ginjal dipengaruhi oleh perbandingan bobot ginjal dan bobot badan tikus dan akan membentuk grafik garis horizontal berapapun umur tikus pada keadaan normal. Bobot badan rata-rata 314,98 gram memiliki bobot ginjal 1,12 gram pada kelompok normal memiliki rasio 0,71 sedangkan apabila ada kelainan di ginjal berupa peradangan dan deposit mineral akan menaikan bobot ginjal 1,07 gram relatif terhadap bobot badan 278,8 gram sebesar 0,77. Aktivitas anti radang dari ekstrak etanol daun alpukat menurunkan bobot ginjal relatif mendekati normal sebesar 0,72 seperti yang terlihat pada Tabel 2. Nefrotoksik secara otomatis meningkatkan bobot ginjal karena kebengkakan akibat reaksi radang selain kadar mineral yang tinggi dalam ginjal. Cruzan et al. (2004) menyatakan tikus putih mengalami penurunan bobot badan akibat keracunan etilen glikol dosis tinggi dan menaikan bobot ginjal serta rasio bobot ginjal relatif terhadap bobot badan. 4.2 Kadar Kalsium dan Fosfor 0.160 0.139
0.140 0.120 0.100 0.080
0.075 0.060
0.067
Kalsium
0.060 0.040 0.020 0.000 N
K
P1
P2
Gambar 6 Kadar Kalsium. N: Normal, K: Kontrol negatif, P1: Perlakuan 1 dosis 100 mg/kg, P2: Perlakuan 2 dosis 300 mg/kg
22
Etilen glikol (EG) dimetabolisme dalam hati menghasilkan senyawa metabolit oksalat sehingga menyebabkan hiperoksaluria yang dapat berikatan dengan kalsium dalam darah membentuk kristal kalsium oksalat (CaOx) dan terdepo di ginjal (nefrolithiasis) (Green et al. 2005). Kadar kalsium yang diukur pada kelompok normal (N) sebesar 0,075 mg tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan P1 (0,060 mg) dan P2 (0,067 mg). Tetapi sangat signifikan secara statistik berbeda dibandingkan dengan kadar kalsium kelompok kontrol negatif (K) sebesar 0,139 mg (p < 0,05) (Tabel 3). Hiperoksaluria kalsium dialami kelompok K yang diinduksi EG. Walaupun demikian kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanol daun alpukat mampu mengurangi kadar kalsium dalam pembentukan batuan di ginjal (nefrolithiasis). Kelompok perlakuan P1 menurunkan grafik dengan tingkat kecuraman yang tinggi dari K (Gambar 6). P1 lebih baik dalam mencegah pembentukan CaOx dibandingkan dengan P2. Tabel 3 Rataan Kadar Kalsium dan Fosfor Parameter
N
K
P1
P2
Kadar Ca
0,075 + 0,013
0,139 + 0,079a 0,060 + 0.012
0,067 + 0,009
Kadar P
0,540 + 0,023
0,872 + 0,095a 0,512 + 0.143
0,568 + 0,137
Keterangan : Superskrip menunjukan hal yang berbeda nyata (p < 0,05) Tikus yang terinduksi nefrolithiasis menunjukan deposit kristal kalsium oksalat di dalam tubulus ginjal. Perlekatan kristal CaOx dengan sel-sel di tubulus dipertimbangkan sebagai faktor potensial dalam pembentukan kalkuli (Touhami et al. 2007). Kristal CaOx menempel pada reseptor anion dari permukaan membran sel. Kristal CaOx dapat melisiskan membran epitel sel menggunakan protease yang ditemukan dalam urin. Perlekatannya sangat cepat dan bergantung pada konsentrasi jumlah kristal. Ini sangat berbeda dengan pembentukan kristal batuan lainnya. Hal tersebut menunjukkan mengapa jenis batuan yang paling sering ditemukan pada kejadian batu ginjal adalah kalsium oksalat. Pertahanan sel pertama melawan kalkulogenesis adalah dengan membentuk protein penghambat kristal (Protein Tamm-Horsfall), merupakan protein fagolisosom yang dapat memfagosit kristal-kristal batuan dan menghancurkannya dengan enzim-enzim lisosom yang terkandung di dalam protein tersebut (Grover et al. 2007). Faktor
23
penghambat batu ginjal lainnya adalah asam sitrat yang dapat memecah kristal dengan
mengikat
kalsium.
Dengan
perhitungan
sungguh-sungguh
yang
mempertimbangkan kecepatan pertumbuhan kristal dan kecepatan arus cairan di tubulus memberi kesan bahwa satu kristal menjadi tidak cukup besar untuk menahan atau mengobstruksi lumen tubulus. Lebih jauh lagi ini membuktikan bahwa kristal CaOx dapat dicegah perlekatannya dengan permukaan dari sel epitel di ginjal (Atmani et al. 2004). Komposisi kimia daun alpukat mengandung saponin, alkaloida, flavonoid, polifenol, quersetin, gula alkohol persit, vitamin A, B, C dan E (Prihatman 2000). Flavonoid merupakan unsur mikro yang terkandung dalam hampir semua varietas tanaman. Pada tanaman tersebut flavonoid berfungsi sebagai pigmen warna buah atau daun, pengusir serangga dan molekul pemberi isyarat. Polifenol dan quersetin termasuk ke dalamnya. Quersetin merupakan antioksidan yang kuat, mampu mencegah peroksidasi lemak (Sampson et al. 2002). Fungsi dalam tubuh dari flavonoid menunjukan adanya aktivitas anti bakteri, anti peradangan, anti alergi, anti mutagenik, anti viral, anti neoplasma, anti trombus dan vasodilatasi. Potensi aktivitas antioksidan dari flavonoid adalah kemampuannya dalam mengumpulkan radikal bebas seperti hidroksil, anion superoksida dan radikal peroksidasi lemak yang mungkin merupakan fungsi terpenting dari flavonoid (Painter 2000). Oksalat dapat mencegah proliferasi sel epitel tubulus renalis melalui peningkatan reaksi oksidatif sel yang memproduksi radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel tersebut (Han et al. 2004). Selain memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, ekstrak etanol daun alpukat memiliki kandungan vitamin E yang juga merupakan antioksidan yang kuat dan bisa mencegah perlekatan CaOx pada membran sel epitel tubulus di ginjal dengan menghambat kerusakan sel akibat hiperoksaluria peroksidatif pada permukaan membran tubulus renalis (peroksidasi lemak) (Touhami et al. 2007). Khasiat antioksidan yang dimiliki ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) mampu mencegah perlekatan kristal CaOx dan rangkaian proses selanjutnya dalam pembentukan batu ginjal. Kalsium yang terdepo di ginjal dalam bentuk CaOx menyebabkan hipokalsemia karena kalsium tersebut tidak dapat direabsorpsi kembali melalui
24
tubulus renalis. Vander et al. (1990) menyebutkan bahwa secara normal penurunan plasma kalsium dalam darah menginduksi kelenjar paratiroid untuk mensekresikan paratiroid hormon (PTH). PTH mengembalikan plasma kalsium normal dengan cara meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal, meningkatkan absorpsi kalsium di usus dan demineralisasi kalsium dari tulang. Homeostasis tubuh meregulasi agar kadar mineral dalam tubuh jumlahnya selalu normal dan seimbang. Menurut Last (2007) jumlah perbandingan normal kadar kalsium dan kadar fosfor dalam darah adalah 10 : 4. Efek lain dari PTH adalah menurunkan plasma fosfor dengan cara menurunkan reabsorpsi fosfor di ginjal dan meningkatkan ekskresi fosfor dalam urin untuk menjaga rasio plasma Ca : P selalu seimbang. 1.000 0.872
0.900 0.800 0.700 0.600
0.540
0.512
0.568
0.500
Fosfor
0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 N
K
P1
P2
Gambar 7 Kadar Fosfor. N: Normal, K: Kontrol negatif, P1: Perlakuan 1 dosis 100 mg/kg, P2: Perlakuan 2 dosis 300 mg/kg Rataan kadar fosfor N sebesar 0,540 mg. Peningkatan yang signifikan ditunjukan pada kelompok P2 yang diinduksi etilen glikol mencapai 0,872 mg. Hal tersebut cukup bermakna secara statistik dengan p < 0,05 (Tabel 3). Tren grafik rataan kadar fosfor yang ditunjukan sama dengan tren grafik pada rataan kadar kalsium (Gambar 7). Pada kelompok perlakuan P1 kadar fosfor menurun hingga dibawah normal mencapai 0,512 mg. Hal ini menunjukan efek dari ekstrak etanol daun alpukat berpengaruh nyata pada dosis 100 mg/kg (P1) dibandingkan
25
dengan dosis 300 mg/kg (P2) yang hanya menurunkan kadar fosfor dengan selisih 0,028 di atas kontrol normal (N). Efek dari pemberian EG adalah menurunkan kadar kalsium dan fosfor tulang, plasma kalsium, ekskresi fosfor dan asam sitrat serta meningkatkan plasma fosfor dan ekskresi kalsium. Peningkatan kadar fosfor disebabkan karena gangguan fungsi ginjal akibat nefrotoksik yang tidak mampu mengekskresikan fosfor sehingga terjadi peningkatan kadar fosfor dalam darah (Rajagopal et al. 2004) terlihat pada kelompok tikus yang diinduksi etilen glikol (K). Dalam darah fosfor dikenal dengan fosfat (H2PO4- dan HPO42-). Hiperfosfatemia menyebabkan gejala metabolik asidosis oleh karena ion H+ meningkat bersamaan dengan peningkatan fosfat (HPO42- + H+ → H2PO4-). Metabolik asidosis pada umumnya menginduksi hiperfosfaturia (Vander et al. 1990). Pencegahan nefrotoksik oleh ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) mengembalikan fungsi ginjal dalam mengatur homeostasis mineral dalam tubuh.
26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Data hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian ekstrak etanol Persea americana Mill pada tikus percobaan dengan etilen glikol yang menginduksi nefrolithiasis, mengurangi dan mencegah perkembangan dari pembentukan batuan di ginjal, mendukung pengobatan herbal yang ada di masyarakat berkenaan dengan aktivitas anti lithiasis tanaman tersebut. Mekanisme dibalik efek yang ditunjukan berkaitan dengan efek diuresis yang ditingkatkan, aktivitas antioksidan dan menurunkan konsentrasi faktor pembentuk kalkuli dalam saluran kemih. 5.2 Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut dan studi klinik untuk menjelaskan teori dari unsur-unsur kimia pokok yang terkandung di dalam ekstrak dan mekanismenya terhadap aktivitas farmakologi dalam upaya pengembangan obat herbal menjadi obat herbal terstandar hingga mencapai taraf fitofarmaka.
27
DAFTAR PUSTAKA AOAC International. 1995. Official Methods of Analysis. 16th Ed. AOAC International. Gaithersburg. MD. Atmani F, Gerald F, John L. 2004. Extract from herniaria hirsuta coats calcium oxalate monohydrate crystals and blocks their adhesion to renal epithelial cells. The Journal of Urology, 172(4 Pt 1):1510-4. Baker HJ, Lindsey JR, Weisbroth SH. 1979. The Laboratory rat: Biology and Disease. Vol 1. New York : Academic Press Inc. Brai BIC, Odetola AA, Agomo PU. 2007. Effects of persea americana leaf extracts on body weight and liver lipid in rats fed hyperlipidaemic diet. African Journal of Biotechnology, 6(8):1007-1011. Coe FL. 2003. Kidney stone in Adults. http://www.kidney.niddk.nih.gov/ Kudisease/pus/kidneyfaillure/index.htm [3 Juni 2009] Cox RD, Phillips WJ. 2004. Ethylene glycol toxicity. Military Medicine, 169(8):660-663. Cruzan G, Corley RA, Hard GC, Mertens JJWM, McMartin KE, Snellings WM, Gingell R, Deyo JA. 2004. Subchronic toxicity of ethylene glycol in wistar and F-344 rats related to metabolism and clearance of metabolites. Toxicological Sciences, 81(2):502-511. Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Duke JA, Bogenschutz-Godwin MJB, duCellier J, Duke PK. 2002. Handbook of Medicinal Herbs. 2nd Ed. Florida : CRC Press LLC. Darmansjah I. 1995. Toksikologi Dasar dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 14. Jakarta : Penerbit buku kedokteran. Green ML, Hatch M, Freel RW. 2005. Ethylene glycol induces hyperoxaluria without metabolic acidosis in rats. AJP-Renal Physiology, 289(3):536-543. Guyton AG. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGJ. Grover PK, Thurgood LA, Fleming DE, Bronswijk W, Wang T, Ryall RL. 2007. Intracrystalline urinary proteins faacilitate degradation and dissolution of calcium oxalate crystals in cultured renal cells. AJP-Renal Physiology, 294:355-361.
28
Han HJ, Lim MJ, Lee YJ. 2004. Oxalate inhibits renal proximal tubule cell proliferation via oxidative stress, p38 MAPK/JNK, and cPLA2 signaling pathways. AJP-Renal Physiology, 287:1058-1066. Hartono R. 1992. Histologi Veteriner. Edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia. Hlm 392-444. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Jakarta : Yayasan Sarana Wana Jaya. Last W. 2007. The calcium-phosphorus ratio. http://www.health-sciencespirit.com/calcium.html [4 September 2009] Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Terjemahan Edi Nugroho. Jakarta : UI Press. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Pengantar Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor : Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Mattjik A, Sumetajaya M. 2000. Perencanaan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor : IPB Press. Painter, FM. 2000. Antioxidant flavonoids: structure, function and clinical usage. Alternative Medicine Review, 1(2):103-111. Prihatman K. 2000. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. Jakarta : BAPPENAS. Rajagopal G, Venkatesan K, Ranganathan P, Ramakrishnan S. 1977. Calcium and phosphorus metabolism in ethylene glycol toxicity in rats. Toxicology and Applied Pharmacology, Vol. 39(3): 543-547 Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1960. A simple wet oxidation procedure for biological materials. Analytical chemistry, Vol. 32: 1728. Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Sampson L, Rimm E, Hollman PC, de Vries JHM, Katan MB. Flavonol and flavone intakes in US health professionals. 2002. Journal of The American Dietetic Association, 102(10):1414-1420. Smith HA, Jones T C. 1962. Veterinary Pathology. 2nd Ed. Texas: Lea & Febiger. Subahagio, Rahman I, Ibnusahni, Sutarjo, Sulaksono ME. 1997. Pengaruh faktor keturunan dan lingkungan terhadap sifat-sifat biologis terlihat pada hewan percobaan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan Pengembangan Kesehatan, Vol. VII No.1. Suzanne N. 1998. Food Analysis. 2nd Ed. West Lafayette. Indian : Purdue University. Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamental of Veterinary Clinical Pathology. 2nd Ed. Iowa : Blackwell Publishing.
29
Strukie PDB. 1976. Kidney, Exterenal Salt Exretion and Urine. In: Avian Physiology. 3rd Ed. New York: Heidebeg, Springer-Verlag. Touhami M, Laroubi A, Elhabazi K, Loubna F, Zrara I, Eljahiri Y, Oussama A, Grases F, Chait A. 2007. Lemon juice has protective activity in a rat urolithiasis model. Pubmed Central, 7:18. Vander AJ, Sherman JH, Luciano DS. 1990. Human Physiology: The Mechanisms of Body Function. 5th Ed. New York : McGraw-Hill Inc. Wijaya S, Darsono FL. 2005. Uji daya anti kalkuli perasan buah ketimun (Cucumis sativus) terhadap tikus putih jantan dengan metode kalkuli. Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3): 173-176.
30
Lampiran 1. Uji Statistik One Way ANOVA ANOVA Sum of Squares P
Ca
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Bobot Badan Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 8313.425 10887.86 19201.29
Mean Square
df
0.413928
3
0.19424 0.608168
15 18
0.019792
3
0.026403 0.046195
15 18
df
Mean Square
F
0.137976 10.65508
0.000526
0.012949
0.006597 3.748003 0.00176
F
Sig.
2 4156.713 10.30792 0.000472 27 403.2541 29
Sig.
0.034324
31
Lampiran 2. Uji lanjut Duncan (p < 0,05) Duncan P perlakuan N 3 1 4 2 Sig. Ca perlakuan N 3 4 1 2 Sig.
Subset for alpha = .05 1 5 0.512 4 0.54 5 0.568 5 0.485588731
Subset for alpha = .05 1 5 0.06028 5 0.06674 4 0.074575 5 0.627920849
2
0.872 1
2
0.13912 1
Bobot Badan perlakuan N 3 4 2 1 Sig.
Subset for alpha = .05 1 2 3 10 238.44 10 253.7203 10 278.82 10 313.87 0.064025 1 1