e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE BERBANTUAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA KELAS V SD SEMESTER GANJIL Ni Md. Erni Sumastini1, Md. Sumantri 2, Ni Wyn. Rati3 123
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan post-test 0nly control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah populasi 140 siswa. Sampel diambil dengan cara random sampling yang berjumlah 65 orang siswa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA. Bentuk tes hasil belajar IPA yang digunakan adalah pilihan ganda. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji–t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh (thitung = 4,072 > ttabel = 2,000) dan didukung oleh perbedaan skor rata-rata yang diperoleh antara siswa yang mengikuti model pembelajaran CLIS berbantuan nilai-nilai kearifan lokal yaitu 24,35, yang berada pada kategori baik dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu 19,76 berada pada kategori cukup. Kata kunci: model CLIS, hasi belajar IPA Abstract The aimed of this research is to know the difference of science learning achievement between student groups that following Children Learning In Science model assistance of local wise values and student groups that following conventional learning model. The kind of this research is quasi-experiment research by design of post-test only group control design. The population of the research is all of students of fifth grade of Elementary School in cluster I of Kubutambahan District of Buleleng Regency in Academic Year 2013/2014 by amount of population 140 students. The sample was taken by random sampling with total 65 students. The collected data in this research is science learning achievement. The test form of science learning achievement is multiple choices. The data is analyzed by using descriptive and inferential statistic (test-t). The result of the research indicates that there are the significant of difference in learning achievement between student groups that following Children Learning In Science model assistance of local wise values and student groups that following conventional learning model. This matter is shown by (tvalue= 4.072 > ttable = 2.000) and it is supported by difference of obtained mean score between student that following CLIS model assistance of local wise values is 24,35, residing in good category and student that following conventional learning model is 19,76 residing in enough category. Key words: model CLIS, science learning achievement
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan akan berdampak pada peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan sumber daya yang berkualitas, manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingku-ngan dan mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Selain itu, seseorang juga diharapkan dapat mengua-sai teknologi sehingga dapat bersaing seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu aset penting negara. Sumber daya manusia yang dimiliki suatu negara akan menentukan berkembang atau tidaknya suatu negara. Peningkatan sumber daya manusia merupakan syarat untuk mencapai pembangunan Indonesia. Salah satu wahana untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah peningkatan mutu pendidikan yang berkualitas. Sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan, maka kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mencapai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga pendidik, serta perbaikan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar. Sebagaimana yang diungkap Muslich (2007:11) bahwa: Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terus dilakukan, melalui dari berbagai penelitian untuk meningkatkan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum secara periodik, perbaikan sarana dan prasarana
pendidik, sampai dengan peningkatan mutu manajemen sekolah. Melalui berbagai upaya yang telah dilakukan, pemerintah beserta segenap elemen bangsa mengharapkan visi misi dan tujuan pendidikan nasional bisa terwujud, yakni meningkatkannya mutu pendidikan di Indonesia. Namun pada kenyataannya, sederet usaha yang dilakukan pemerintah ternyata belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan masih jauh dari harapan. Hal yang sama terjadi di sekolah dasar di gugus I Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng bahwa masih rendahnya hasil belajar IPA. Belum optimalnya proses pembelajaran dan rendahnya mutu pendidikan pada dasarnya dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar dan kemampuan siswa dalam menyerap materi pembelajaran. Mulyana (2004) menyatakan bahwa penurunan mutu pendidikan diakibatkan oleh empat faktor yaitu, (1) masih kukuhnya pengaruh paham behaviorisme dalam sistem pendidikan, (2) kapasitas mayoritas pendidik dalam mengangkat struktur dasar bahan ajar masih relative rendah, (3) tuntutan jaman yang makin pragdimatis, dan (4) adanya sikap dan pendirian menguntungkan bagi tegaknya demokrasi pendidikan. Depdiknas (2008) mengungkapkan bahwa rendahnya kualitas pendidikan terlihat dari (1) kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan guru tidak maksimal, (2) kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh siswa, dan (3) rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung siswa terutama di tingkat dasar. Berkaitan dengan yang diungkap Mulyana dan Depdiknas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah lemahnya proses pembelajaran. Padahal proses pembelajaran merupakan kegiatan utama pendidikan di sekolah. Beberapa pendapat tentang lemahnya proses pembelajaran di sekolah antara lain seperti yang di kemukakkan oleh Tilaar (dalam Yus, 2006) bahwa pengajaraan saat ini banyak dinilai oleh berbagai pihak belum kondusif dalam menyiapkan peserta didik
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) untuk dapat menghadapi tantangan globalisai. Selain itu Suwarna (dalam Uno, 2011) mengemukakan bahwa kondisi pendidikan di Negara kita dewasa ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitik beratkan pada pembelajaran konvensional seperti ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Metode ceramah adalah cara mengajar yang paling popular dan banyak dilakukan oleh guru. (Sumantri dan Permana, 1999) menyatakan bahwa metode ceramah adalah penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan penjelasan secara lisan kepada siswa. Senada dengan pendapat di atas, (Abimanyu, 2008) menyatakan bahwa metode ceramah adalah cara guru menyampaikan informasi secara lisan kepada siswa. Informasi itu berupa konsep, prinsip, dan pengertian yang telah diolah oleh guru, sehingga siswa tinggal menerima saja. Proses pembelajaran seperti ini tentu saja menimbulkan kejenuhan pada pribadi siswa karena mendorong siswa untuk menghapal informasi. Selain itu, ceramah dapat menimbulkan verbalisme serta tidak merangsang berkembangnya kreaktivitas siswa. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yang didominasi oleh metode ceramah hampir terjadi pada semua mata pelajaran, termasuk juga mata pelajaran IPA. IPA merupakan ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang cara mencari tahu alam sekitar secara sistematis untuk memahami fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Menurut Chandra (dalam Suadnyana, 2012) sesuai dengan hakikatnya, IPA merupkan ilmu pengetahuan yang terdiri dari sekumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori yang terbentuk melalui proses kreaktif yang sistematis melalui inkuiri yang dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara terus menerus. Pendidikan IPA sangat bermanfaat bagi siswa, yaitu sebagai wahana untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan mema-
hami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Dalam proses pembelajaran IPA sebaiknya diarahkan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah siswa serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecapakan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD harus lebih menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Berdasarkan pendapat Chandra (dalam Suadnyana, 2012) tersebut di atas, maka intisari dari pembelajaran IPA adalah keterampilan proses. Ciri-ciri utama yang membedakan pembelajaran IPA dengan kebanyakan mata pelajaran yang lain adalah sifatnya yang menuntut siswa untuk melibatkan secara aktif dalam kegiatan ilmiah, dan dengan demikian mengembangkan sikap ilmiah. Oleh karena itu pemebalajaran IPA harus dilandasi oleh teori belajar kontruktivisme. “konsep dasar belajar menurut teori belajar kontruktivisme yaitu pengetahuan baru dikontruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengatahuan yang telah diperoleh sebelumnya” (Lapono, dalam Suadnyana, 2012). Dalam proses pembelajaran IPA guru harus mampu merancang kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pengetahuan awal siswa serta menerapkan suatu model pembelajaran yang memfasilitasi siswa melakukan kegiatan-kegiatan percobaan dan pengamatan benda dan gejala alam yang dapat memperjelas konsepkonsep yang dipelajari. Melalui penerapan model pembelajran yang tepat, diharapkan siswa akan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran IPA sehingga akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Kurangnya pemahaman guru tentang berbagai model pembelajaran inovatif menyebabkan guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional dalam proses belajar mengajar. (Komalasari, 2010) menyatakn bahwa sebagian besar pembelajaran di persekolahan di Indonesia masih menerapkan ciri-ciri sistem pembelajaran konvensional. Hasil observasi
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) di SD gugus I kubutambahan menunjukan bahwa dalam mengajarkan konsep IPA, guru masih menggunakan model pembelajaran konvesional. Guru menyampaikan materi pembelajaran yang ada pada buku paket lembar demi lembar dengan mengunakan model ceramah yang diselingi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa. Setelah itu, siswa ditugaskan untuk mengerjakan soal-soal yang ada pada buku paket atau pada lembar kerja siswa (LKS) yang telah dimiliki siswa. Kegiatan tanya jawab hanya didominasi oleh siswa yang lebih pintar. Bahkan siswa tidak sunguhsungguh mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru sehingga hasil yang diperoleh kurang maksimal. Tentu saja kegiatan pembelajaran seperti ini kurang mampu membangkitkan kemampuan berpikir kritis serta sikap ilmiah siswa. Penerapan model pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajaran IPA secara tidak langsung akan padat menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki kelemahan yang dihadapi oleh guru pada saat proses pembelajaran di kelas, maka perlu diterapkan satu model pembelajaran untuk mengoptimalkan proses pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya model pembelajaran yang digunakan yang akan diterepkan untuk diteliti adalah model Children Learning In Science “Model CLIS merupakan model pembelajaran yang mempunyai karakteristik yang dilandasi paradigma kontruktivisme dengan memperhatikan pengetahuan awal siswa” (Wijayanti, 2010:2). Model CLIS terdiri atas lima tahapan utama, yakni orientasi, pemunculan gagasan, penyusunan ulang gagasan, penerapan gagasan, dan pemantapan gagasan. Pada tahap penyusunan ulang gagasan dibedakan lagi menjadi tiga bagian yaitu pengungkapan dan pertukaran gagasan, pembukaan pada situasi konflik, dan konstruksi gagasan baru dan evaluasi. Pemilihan model pembelajaran CLIS berdasarkan pertimbangan bahwa model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang kegiatan belajarnya melibatkan peran aktif siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuannya
sendiri berdasarkan pengetahuan awa yang telah dimilikinya. Selain itu, (Nurhayati, 2009) menyatakn bahwa: Dalam model pembelajaran CLIS, siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan berbagai gagasan tentang topik yang dibahas dalam pembelajaran, mengungkapkan gagasan serta membandingkan gagasan dengan gagasan siswa lainnya dan mendiskusikannya untuk menyamankan persepsi. Selajutnya siswa diberi kesempatan merekontruksi gagasan setelah membandingkan gagasan tersebut dengan hasil percobaan observasi atau hasil mencermati buku teks. Di samping itu, siswa juga mengaplikasikan hasil rekonstruksi gagasan dalam situasi baru. Berbicara tentang model pembelajaran khususnya model Children Learning In Science tidak terlepas dari pembelajaran yang dikaitkan dalam nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat. Pembelajaran tidak hanya dapat diperoleh di sekolah saja melainkan, juga dapat diperoleh di masyarakat. Di dalam masyarakat siswa langsung dapat memperoleh informasi secara lebih real karena berhadapan langsung dengan situasi nyata. Hal tersebut senada dengan pendapat (Komalasari, 2010) yang menjelaskan bahwa pemanfaatan masya-rakat sebagai sumber belajar akan meperjelas keterkaitan antara materi pembelajaran dengan faktafakta, atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingku-ngan masyarakat. Memanfaatkan masya-rakat sebagai sumber dan media dalam pelajaran selain dapat membantu pembelajaran lebih inovatif, juga dapat meningkatkan hubungan sosial siswa dengan masyarakat, dan memberikan peluang kepada siswa untuk tahu secara lebih mendalam mengenai masyarakat. Melalui pembelajaran nilai-nilai luhur dalam masyarakat, siswa menjadi tahu landasan dalam berperilaku di masyarakat yang padat membantu membentuk karakter siswa. Hal tersebut di atas di perkuat oleh pendapat Mudjito (dalam Swastari, 2011:47) menyatakan bahwa “Kearifan Lokal adalah nilai-nilai yang ada dan dianut masyarakat di lingkungan siswa berada. Kearifan lokal yang dianut dapat membe-rikan konstribusi yang signifikan dalam pembangunan pendidikan”. Nilai-nilai yang diyakini
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) keberadaannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari masya-rakat setempat. Di samping itu banyak hal dalam masyarakat yang dapat diangkat untuk dijadikan bahasan dalam pembela-jaran. Segala sesuatu yang ada dalam masyarakat termasuk budaya masyarakat setempat dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam proses pemahaman materi. Kearifan budaya lokal masyarakat setempat juga dapat diperkenalkan melalui peman-faatan masyarakat sebagai sumber belajar, sehingga kearifan lokal budaya setempat sejak dini dapat di transpormasikan kepada siswa. Hal ini dapat membantu dalam pelestarian budaya dan nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat setempat. Tukijan (2009) menyatakan bahwa hasil cipta, karsa, dan karya manusia yang dimiliki nilai dan dijunjung tinggi tidak dengan sendirinya dimiliki oleh anak didik tanpa diajarkan (ditransmisikan) kepada anak atau dipelajari oleh anak tersebut. Berdasarkan pendapat tersebut maka dipandang perlu untuk melibatkan kearifan lokal yang ada di masyarakat didalam pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, dalam proses pembelajaran siswa yang memiliki karakteristik yang berbeda dalam menghadirkan solusi pemecahan terhadap suatu permasalahan. Hal ini diduga nantinya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Begitu juga dengan model pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dan konvensional) yang berbeda, yang memiliki karakteristik teoritik dan langkah-langkah pembelajaran (sintaks) yang berbeda, diduga akan memberikan dampak yang berbeda terhadap cara siswa untuk memahami topik yang disajikan dan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Namun, seberapa jauh pengaruh model pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal terhadap hasil belajar IPA kelas V SD Semester Ganjil di Gugus I Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014 belum dapat diungkapkan. Untuk itu, ingin diangkat masalah ini melalui suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Children Learning In Science Berbantuan Nilai-nilai Kearifan Lokal terhadap Hasil Belajar IPA”.
METODE Populasi menurut Agung (2011:45) adalah “keseluruhan subjek dalam penelitian”, dan Sugiyono (2011:215) mengatakan “populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan keseluruhan subjek atau objek dalam penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu. “Sampel adalah sebagaian dari populasi yang diambil, yang anggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu” (Agung, 2011:45). Pemilihan sampel pada penelitian dilakukan dengan teknik simple random sampling. Riduwan (2006:58) menyatakan bahwa “simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak tanpa memperhatikan stara (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut”. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi homogen (sejenis). Dalam peneitian ini menggunakan sampel kelas karena tidak mungkin mengubah kelas yang ada. Berdasarkan ke empat sekolah dasar yang ada di gugus 1 Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng. Dilakukan dengan pengundian diambil dua kelas untuk dijadikan sampel. Selanjutnya memilih masing-masing satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan sebagai kelompok kontrol dengan dua tahap lotery. Sebelum menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dilakukakan terlebih dahulu pengujian kesetaraan kelas. Uji kesetaraan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil belajar IPA siswa dari nilai UAS. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan menggunakan rumus uji-t Selanjutnya memilih masing-masing satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan sebagai kelompok kontrol dengan dua tahap lotery. Pada kelompok eksperimen, diberikan pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal sedangkan pada kelompok kontrol dilakukan pembelajaran konvensional yang masing-masing untuk mendapatkan data prestasi belajar IPA. Penelitian ini merupa-
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) kan quasi eksperimen karena pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal terhadap hasil belajar IPA dengan memanipulasi variabel bebas pendekatan pembelajaran Learning In Science, sedangkan variabel lainnya tidak dapat diamati. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain eksperimen posts test only control group design, Rancangan penelitian ini memberikan gambaran bahwa sampel penelitian diperoleh dari hasil randomisasi serta perlakuan model pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dilakukan pada kelas eksperimen dan pada kelompok kontrol dilakukan model pembelajaran konvensional. Kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diberi materi pokok bahasan IPA yang sama. Setelah 7 kali pertemuan, pada pertemuan ke 8 diadakan tes hasil belajar IPA. Dalam penelitian ini data tentang hasil belajar IPA digunakan tes hasil belajar yang berbentuk tes objektif (pilihan ganda) yang terdiri atas 3 pilihan yang diberikan sesudah perlakuan. Soal pilihan ganda dengan skor 1 bila menjawab dengan benar, dan skor 0 jika menjawab salah. Tes hasil belajar yang dikembangkan berdasarkan jenjang taksonomi Bloom pada ranah kognitif, yang meliputi ingatan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3). Langkah-langkah dalam penyusunan istrumen tes hasil belajar yaitu meliputi, (1) mengidentifikasi stándar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) mengidentifikasi dan memaparkan indikator pencapaian siswa, (3) menyusun kisi-kisi (Blue Print) tes hasil belajar pada materi, (4) menentukan kriteria penilaian, (5) menyusun butir-butir tes hasil belajar sesuai dengan materi, (6) uji ahli, (7) uji instrumen di lapangan, (8) análisis uji lapangan, (9) revisi butir, dan (10) finalisasi instrumen Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari hasil belajar siswa, baik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal maupun yang menggunakan metode konvensional. Untuk
menentukan tinggi atau rendahnya hasil belajar digunakan kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi ideal. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (separated varians). Sebelum dilakukan pengujian untuk menda-patkan simpulan, maka data yang diperoleh perlu diuji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesisnya. Uji normalitas dimaksud-kan untuk meyakinkan bahwa populasi sudah terdistribusi normal Data yang baik adalah data yang mempunyai pola distribusi menurut kurva normal. Uji homogenitas varians untuk kedua kelompok digunakan uji F. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan stasistik deskriptif dan statistisk inferensial yaitu uji-t. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi data hasil belajar IPA kelompok eksperimen, maka dapat dideskripsikan Modus (Mo) = 24,3, Median (Me) = 26, dan Mean (M) =24,35 dari hasil post-test Mean, Median, Modus. Hasil belajar IPA siswa kelompok ekperimen selanjutnya disajikan ke dalam grafik poligon seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik poligon data hasil belajar IPA kelompok eksperimen Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan mengikuti kriteria tersebut maka diperoleh hasil 52,94% berada pada kategori sangat baik, 38,24% berada pada katergori baik, 8,82% berada pada kategori cukup, 0,00% berada pada kategori tidak
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) baik. Berdasarkan kategori tersebut dan sesuai dengan nilai rata-rata siswa yaitu Mean = 24,35, maka hasil belajar IPA siswa setelah dibelajarkan dengan model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal pada kategori baik, yaitu pada rentangan skor 20,42 < X ≤ 26,25 sebanyak 13 orang atau 38,24%. distribusi frekuensi data hasil belajar IPA kelompok kontrol maka dapat dideskripsikan Modus (Mo) =18,15, Median (Me) = 19, dan Mean (M) =19,76 dari hasil post-test. Mean, Median, Modus hasil belajar siswa kelompok kontrol selanjutnya disajikan ke dalam grafik poligon seperti pada Gambar 2.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan mengikuti kriteria tersebut maka diperoleh hasil 11,76% berada pada kategori sangat baik, 26,47% berada pada katergori baik, 52,94% berada pada kategori cukup, 8,82% berada pada kategori tidak baik, dan 0,00% berada pada kategori sangat tidak baik. Berdasarkan kategori tersebut dan sesuai dengan nilai rata-rata siswa yaitu Mean = 19,76 maka hasil belajar IPA siswa setelah dibelajarkan dengan model pembelajaran Konvensional pada kategori cukup, yaitu pada rentangan skor 14,59 < X ≤ 20,42 sebanyak 18 orang atau 52,94%. Dari data rata-rata hasil belajar (M) dan standar deviasi (SD) kedua kelompok disajikan pada Tabel 1.
Gambar 2. Grafik poligon data hasil belajar IPA kelompok kontrol Tabel 1. Perbandingan rerata dan standar deviasi hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Variabel Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Berdasarkan tabel di atas bahwa skor rata-rata (M) pada hasil belajar IPA dengan menggunakan model model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal adalah 24,77 sedangkan skor rata-rata (M) pada hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran konvensional adalah 19,42. Hal ini menjukkan bahwa hasil belajar menggunakan model pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional.
Rerata (M)
Standar Deviasi (SD)
24,77 19,42
5,294 5,118
Sebelum data penelitian ini dianalisis dengan statistik inferensial (uji-t), terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap persyaratan-persyaratan yang diperlukan terhadap sebaran data hasil penelitian. Pengujian prasyarat analisi dilakukan untuk memperoleh fakta apakah data memenuhi prasyarat homogenitas varians dan normalitas sebaran. Uji prasyarat analisis dilakukan untuk memperoleh fakta tentang : (1) normalitas distribusi data dan (2) homogenitas varians antar kelompok. Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk meyakinkan bahwa data hasil penelitian benar-benar berdistribusi
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan terhadap data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol. Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka
diperoleh hasil uji coba sebaran data menggunakan rumus Chi-Square tersebut seperti Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji normalitas sebaran data No. 1 2
Sampel Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
2 hitung 2.4896 1.8496
Adapun kaidah pengujian adalah jika hit <2tab maka data berdistribusi normal, sedangkan jika 2hit >2tab maka data tidak berdistribusi normal. Berdasar-kan hasil perhitungan uji normalitas post-test kelompok eksperimen diperoleh 2hit = 2.4896 dan 2tab = 7,82 pada taraf signifikansi 5% dan db= 6-2-1 = 3. Ini berarti bahwa 2hit <2tab, maka data hasil posttest siswa kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan hasil perhitungan uji normalitas post-test kelompok kontrol, diperoleh 2hitung = 1.8496 dan 2 tab = 7,82 pada taraf signifikansi 5% dan db = 6-2-1 = 3, ini berarti bahwa 2hit<2tab maka data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. 2
2 tabel 7,82 7,82
Status Normal Normal
Berdasarkan data hasil post-test kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dan konvensional. Untuk menghitung uji homogenitas menggunakan rumus uji-F. Dengan kriteria pengujian data homogen jika Fhitung < Ftabel pengujian dilakukan dengan taraf signikan 5% dengan derajat kebebasan untuk pembilang V1 = n1- 1 dan derajat kebebasan untuk penyebut V2 = n2 – 1. Untuk hasil ringkasan uji homogenitas disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Ringkasan uji homogenitas varians Kelas penelitian Post test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa diperoleh Fhitung = 1,275 sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5% serta dk pembilang = 27-1=26 dan dk penyebut = 38-1= 37 adalah 1,82, ini berarti Fhitung < Ftabel sehingga data homogen. Berdasarkan uji asumsi statistik, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh hasil bahwa data dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan bersifat homogen. Berdasarkan hal tersebut, maka akan dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0). pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi). Karena
Fhitung
Ftabel (5%)
Keterangan
1,275
1,82
Homogen
ukuran sampel sama (n1=n2) maka dipergunakan analisis uji t (t-test) dengan rumus separated varians dengan kriteria H0 ditolak jika thitung > ttabel dan H 0 diterima jika thitung < ttabel dengan taraf signifikansi 5% dan db = n1 + n2 – 2. Hasil analisis uji-t untuk hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dengan rumus separated varians, diperoleh thitung = 4,072. Sedangkan ttabel untuk db = 64 (db = n1 + n2 - 2) dengan taraf signifikan 5% menunjukan ttabel = 2.000. Hal ini berarti thitung > ttabel. Berdasarkan kriteria pengujian, maka H1 ditolak dan H0 diterima artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan
Kubutambahan Kabupaten Buleleng. Ringkasan analisis hipotesis uji-t sampel independent dengan rumus separated varians disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Ringkasan prestasi uji hipotesis Kelompok
Varians
N
Eksperimen
28,026
27
Kontrol
26,1963
38
Db
thitung
ttabel
63
4,072
2.000
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji-t, diketahui nilai thitung = 4,072 dengan db = n1 + n2 – 2 = 27 + 38 – 2 = 63 pada taraf signifikan 5% diperoleh nilai ttabel = 2,000. Dari hasil perhitungan tersebut pada taraf signifikansi 5% diketahui thitung > ttabel, ini berarti bahwa hasil penelitian adalah signifikan. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji-t diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Kubu-tambahan Kabupaten Buleleng. Perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dengan siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensioanl disebabkan oleh adanya perlakuan pada kegiatan pembelajaran dan proses penyampaian materi. Dalam model pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan pengetahuannya di dalam pembelajaran. Pembelajaran IPA jika ditinjau dari segi keterampilan prosesnya merupakan wahana model Children Learning In Science. Model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran IPA, tidak lepas dari substansi bidang IPA itu sendiri. Bidang IPA adalah
Kesimpulan thitung > ttabel H1 diterima
disiplin ilmu yang tidak hanya berisi produk keilmuwan berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori tetapi juga memuat proses bagaimana produk itu diperoleh. Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh tidak cukup hanya dengan transfer pengetahuan lewat berbagai aktivitas berpikir. Proses kons-truksi pengetahuan nampaknya lebih terkondisikan dalam model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal. Dalam proses pembelajaran konvensional, guru masih berusaha memindahkan pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa. Guru menjelaskan materi secara urut, kemudian siswa diberi kesempatan untuk bertanya dan mencatat. Selanjutnya guru memberikan contoh soal dan cara menjawabnya. Kemudian guru membahas soal yang diberikan dengan meminta bebrapa siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Di akhir pembelajaran guru membantu siswa untuk merefleksi kembali materi yang telah dipelajari kemudian memberikan pekerjaan rumah (PR). Situasi pembelajaran tersebut cenderung membuat siswa pasif dalam menerima pelajaran, sehingga daya pikir siswa tidak berkembang secara optimal. Hal ini menyebabkan rendahnya hasil belajar IPA siswa. Dengan adanya kesesuaian antara hakikat pembelajaran IPA dengan pembelajaran Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal, maka wajar kalau terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal dengan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Berdasarkan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) uraian di atas, tampaknya hasil penelitian yang diperoleh telah sesuai dengan teori yang ada dan didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Dengan demikian hasil penelitian yang diperoleh melengkapi penemuan bahwa model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Temuan hasil penelitian tersebut di atas sesuai dengan temuan Wiguna (2011) melakukan penelitina yang berjudul “penerapan model pembelajaran Children Learning In Scince dengan menggunakan media CD pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berpikir rasional dan hasil belajar ilmu pengetahuan alam siswa kelas V semester genap tahun ajaran 2010/2011 di SD Negeri 1 Banyuasri Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran Children Learning In Scince memberikan pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan meningkatkan keterampilan berpikir rasional dan hasil belajar ilmu pengetahuan alamyang signifikan. Relevansinya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang model pembelajaran Children Learning In Scince (CLIS). Suadnyana (2012) melakukan penelitina yang berjudul “pengaruh model pembelajaran Children Learning In Scince dan yang konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V sekolah dasar di gugus V kecamatan abang kabupaten karangasem tahun pelajaran 2011/2012. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pombelajaran Children Learning In Scince dengan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Relevansinya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang model pembelajaran Children Learning In Scince (CLIS). Diana (2010) dengan judul penelitian “ Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran CLIS (Children Learning In science) SMPN I Tanjungraja Semester Genap Tahun Ajaran 2010/2011”. Hasil penelitian ini menunjuk-kan bahwa penerapan model pembelajaran CLIS pada
pelajaran IPA kelas VIIa dapat meningkatkan prestasi belajar yang dibuktikan dengan meningkatkan prestasi belajar siswa dari siklus I sebesar 62,3%, siklus II sebesar 73,95% dan siklus III sebesar 100%. PENUTUP Berdasarkan hasil pengujian dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar mengikuti Terdapat perbedaan hasil belajar antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal. Kelompok siswa yang belajar mengikuti Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal menunjukkan prestasi belajar IPA lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar mengikuti pembelajaran konvensional. Jadi ada pengaruh yang signifikan dari model Children Learning In Science berbantuan nilai-nilai kearifan lokal terhadap hasil belajar IPA Kelas V SD Semester Ganjil Di Gugus I Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2012/2013. DAFTAR RUJUKAN Abimanyu, Soli, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Agung.
A.A. Gede. 2011. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Depdiknas. 2008. Rancangan Penelitian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep Dan Alikasi. Bandung : Refika Aditama.
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Lapono, Nabisi, dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Mulyana, R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Nurhayati, Airin. 2009. “model pembelajaran CLIS (Children Learning In Science)” tersedia pada: http://airinnurhayati.blogspot.com/2009/12/m odel-pembelajaran-clis-children.html (diaksestanggal 28 maret 2013). Suadnyana, I Made Putra . 2012. Pembelajaran Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) dan yang Konvensional terhadap Hasil Belajar IPA pada siswa kelas IV SD di gugus V Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2011/2012 skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Jurusan pendidikan guru sekolah dasar Undiksha.
Sumantri, Mulyani dan Johar Permana. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R n D. Bandung: Alfabeta. Swastari Ningsih, Ni Ketut. 2011. Pengaruh Pembelajaran Tematik Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Literasi Siswa Kelas III SD Laboratorium UNDIKSHA Singaraja. Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha. Program Pascasarjana. Tukijan, Eddy. 2009. Sosiologi Pendidikn. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Uno, Hamzah B. 2011. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wijayanti, Rafika, dkk. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) dengan Mengunakan Media Pembelajaran Untuk Meningkatakan Pemahaman Pada Pembelajaran TIK. Laporan penelitian (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Undiksaha.