e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONFLIK KOGNITIF BERBANTUAN PETA KONSEP TERHADAP HASIL BELAJAR IPA KELAS IV SD A.A. Km. Candra Ayuni Dewi1, Ni Nym. Garminah2, Ndara Tanggu Renda3 1,2,3
Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV Semester 2 SD No.1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan menggunakan desain Non Equivalent Post-test Only Kontrol Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD No. 1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 56 orang. Sampel penelitian ini yaitu kelas IVA SD No. 1 Sangsit yang berjumlah 29 orang dan kelas IVB SD No. 1 Sangsit yang berjumlah 27 orang. Data hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV Semester 2 SD No.1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai t hitung > ttabel (7,35 > 2,021). Kata kunci: model pembelajaran konflik kognitif, peta konsep, hasil belajar IPA Abstract This research attemped to determine the significant differences science learning outcomes between learn student with conflict cognitve learning model help concept map th th and learn student with conventional learning model in 4 grade 2 semester elementary school No. 1 Sangsit Sawan subdistrict Buleleng regency academic year 2014/2015. This research is a quasi experiment reseach with using design Non Equivalen Post-test Only th Control Group Design. The population in this study were all student off 4 grade elementary school No. 1 Sangsit Sawan subdistrict Buleleng regency academic year th 2014/2015 the number off student 56. The samples in this study were all student off 4 grade elementary school No. 1 Sangsit which consists of two classes, namely the number off students IVA class 29 and class IVB that the number of students 27. Science learning outcomes file student of understanding with instrument multiple choice tests. The file collected were analyzed using descriptive statistik and inferential statistics (t-test). The result indicated that there was significant differences science learning outcomes between learn student with conflict cognitve learning model help concept map and learn student th th with canventional learning model in 4 grade 2 semester elementary school No. 1 Sangsit Sawan subdistrict Buleleng regency academic year 2014/2015. This is proved by the results of value tobserve > ttable (7,35 > 2,021).
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 Keywords: conflict cognitive learning model, concept map, science learning outcomes
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa. Melalui pendidikan, seseorang menjadi lebih mampu dalam beradaptasi dengan lingkungan dan mampu mengantisipasi arus globalisasi. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan menjadi suatu keharusan, guna untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam melakukan proses belajar mengajar di dalam kelas. Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, tentunya yang berpusat pada siswa (student center) bukan berpusat pada guru (teacher center). Dengan demikian guru hanya memegang peranan penting sebagai motivator, fasilitator, memberi bimbingan kepada siswa-siswanya dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Dengan pembelajaran seperti itu dapat membuat siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran Salah satunya upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran adalah penyempurnaan kurikulum. Pemerintah telah mengganti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan dilakukan pembaharuan kurikulum yaitu KTSP menjadi kurikulum 2013. Namun terjadi beberapa permasalahan saat pelaksanaan kurikulum 2013 yang menjadi dasar dalam penghentian sementara kurikulum 2013 dan mencanangkan kembali menggunakan KTSP. Dengan diterapkannya KTSP, telah menjadi perubahan pembelajaran yaitu dari teacher center menjadi student center. Guru tidak hanya berperan sebagai pemberi informasi saja akan tetapi guru juga berperan sebagai pendorong belajar siswa agar siswa dapat mengkontruksi pengetahuannya sendiri melalui aktivitas siswa. Dalam hal ini, siswa
dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian akan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa. Thobroni dan Arif (2011:24) menyatakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.” Perubahan perilaku inilah yang merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Dengan terjadinya perubahan perilaku yang terjadi pada siswa dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang diberikan pada di SD yaitu IPA. Menurut Samatowa (2010:4), “Ilmu pengetahuan alam (IPA) disebut sebagai ilmu tentang alam.” Dengan belajar IPA, anak dapat mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Pelajaran IPA sangat penting diajarkan di SD. Dengan belajar IPA di SD, anak mampu mengenal dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya serta mampu memahami dan mengerti konsep-konsep IPA sebagai bekal dasar sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah melakukan observasi di SD No. 1 Sangsit yaitu di IVA dan IVB, guru masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam pembelajaran IPA. Pada saat melakukan wawancara dengan 2 orang guru mata pelajaran IPA menyatakan bahwa siswa kurang serius saat mengikuti pembelajaran sehingga beberapa siswa masih memperoleh nilai dibawah KKM yaitu 68. Rata-rata nilai Ulangan Umum mata pelajaran IPA semester 1 siswa di kelas IVA adalah 65,34 dan IVB SD No. 1 Sangsit adalah 65,19. Rendahnya hasil belajar siswa terjadi karena guru dalam pembelajaran masih terpaku pada penggunaan metode ceramah dan tanya jawab saja. Pembelajaran seperti itu akan mengakibatkan siswa menjadi kurang aktif dan pembelajaran cenderung akan membosankan. Selain itu juga guru kurang memanfaatkan media pembelajaran dan tidak memperhatikan pengetahuan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
awal siswa. Padahal melalui pengalaman sehari-hari dalam diri siswa memiliki pengetahuan awal tentang materi yang akan diajarkan guru. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang bervariasi dan memanfaatkan media pembelajaran yang mendukung serta memperhatikan pengetahuan awal siswa. Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna karena siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu alternatif agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konflik kognitif. Menurut Suastra (2009) model pembelajaran konflik kognitif adalah model pembelajaran inovatif yang menekankan pada partisifasi dan aktivitas siswa guna untuk mengubah miskonsepsinya menuju konsepsi ilmiah. Zimrot dan Ashkenazi (dalam Putra, 2013:16) menyatakan bahwa “konflik kognitif adalah sebuah kondisi yang penting untuk perubahan konseptual. Siswa tidak mengharapkan penjelasan belaka yang cukup untuk membuat mereka mengubah konsep melainkan membuat sebuah proses yang terus berlangsung sampai mereka menyimpulkan sendiri.” Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konflik kognitif merupakan suatu model yang mengarahkan perubahan konseptual yang fokus pada kondisi dimana konsep yang memiliki siswa menjadi jelas. Dalam mengubah miskonsepsi-miskonsepsi siswa menuju konsepsi ilmiah diperlukan strategi pengubahan konseptual yang tepat dan diberikan pada saat yang tepat pula. Pengubahan konseptual dapat dilakukan dengan menyajikan konflik kognitif. Konflik kognitif yang diberikan harus mampu menggoyahkan stabilitas miskonsepsi tersebut. Jika siswa sudah menjadi ragu terhadap gagasannya maka dapat diharapkan mereka akan mau merekontruksi gagasannya. Selain itu, model pembelajaran konflik kognitif ini juga menekankan pentingnya aliran informasi dua arah antara guru dan siswa. Dalam hal ini, pembelajaran tidak didominasi oleh guru
saja, tetapi siswa juga ikut berperan aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran konflik kognitif lebih efektif jika diterapkan dengan menggunakan media yang mendukung. Salah satu media yang mendukung model ini adalah peta konsep. Dahar (2011) mengemukakan peta konsep merupakan suatu pendekatan yang dapat dilaksanakan dan dikembangkan baik oleh pelajar atau guru secara sadar dan bebas. Peta konsep memperlihatkan bagaimana konsep-konsep saling terkait. Menurut Suastra (2006) untuk menyusun peta konsep diperlukan konsep-konsep, kejadian-kejadian, kata-kata penghubung yang akan mengaitkan konsep-konsep menjadi proposisi yang bermakna. Proposisi-proposisi inilah yang akan disimpan dalam struktur kognitif. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa peta konsep adalah suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual, herarki generalisasigeneralisasi untuk mengekspresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsepkonsep yang saling berhubungan. Novak dan Gowin (dalam Suastra, 2006:77) menyatakan “untuk mengetahui pengetahuan awal siswa sebelum melakukan pembelajaran atau melakukan penyelidikan dapat dilakukan dengan bantuan peta konsep.” Siswa dapat menuliskan konsep-konsep relevan yang ada dalam struktur kognitif siswa waktu pelajaran baru akan dimulai dalam bentuk peta konsep. Banyak kemungkinan yang terjadi pada konsep awal siswa tersebut, salah satunya tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Penggunaan peta konsep dapat membantu guru dalam mengungkap miskonsepsi siswa. Dengan demikian, konsepsi awal yang didapat dari pengalaman siswa dapat diklarifikasi menjadi konsepsi ilmiah. Model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep ini, miskonsepsi pada siswa mengenai suatu permasalahan dapat diatasi dan diluruskan menuju konsepsi yang benar yaitu konsepsi ilmiah. Model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Model pembelajaran ini menekankan pentingnya aliran informasi dua arah antara guru dan siswa. Model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep memiliki lima fase dalam pelaksanaan pembelajaran yakni: (1) orientasi siswa pada konflik. Dalam fase ini siswa memfokuskan pikirannya pada konflik yang telah diberikan oleh guru. (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, dalam fase ini siswa menyelesaikan konflik yang sudah diberikan oleh guru. (3) membimbing penyelidikan individu meupun kelompok. Dalam fase ini, siswa mengumpulkan informasi dalam bentuk peta konsep terkait dengan konflik yang sudah diberikan oleh guru dan melakukan diskusi kelompok untuk menyelesaikan konflik tersebut. (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Dalam fase ini, siswa menyajikan hasil diskusinya di depan kelas. (5) menganalisis dan mengevaluasi. Dalam fase ini, siswa menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari. Dari keseluruhan rangkaian kegiatan pembelajaran IPA dengan model
pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep, diketahui bahwa model ini memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV Semester 2 SD No.1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah esperimen semu (quasi experiment). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Equivalent Post-test Only Kontrol Group Design. Rancangan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rancangan penelitian Kelompok Eksperimen Kontrol
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SD No. 1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD No. 1 Sangsit. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD No. 1 sangsit yang berjumlah 56 orang terbagi menjadi 2 kelas yakni kelas IVA dan kelas IVB. Dari 2 kelas tersebut dilakukan uji kesetaraan dengan uji-t untuk menentukan setara atau tidaknya sampel. Berdasarkan hasil analisis uji kesetaraan diperoleh thitung sebesar 0,13 dan ttabel sebesar 2,021 dengan db = 54 pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan thitung < ttabel (0,13 < 2,021), ini berarti kelas IVA dan IVB setara dengan
Variabel X -
Post-test Te Tp (Sanjaya, 2013)
rata-rata nilai di kelas IVA sebesar 65,34 dan di kelas IVB sebesar 65,19. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling. Agung (2011:48) menyatakan “teknik random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi baik secara sendirisendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel”. Berdasarkan hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol diperoleh yakni siswa kelas IVA yang berjumlah 29 orang sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IVB yang berjumlah 27 orang sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
peta konsep dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini melibatkan 2 variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dan model pembelajaran konvensional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar IPA yang diukur menggunakan metode tes berbentuk tes pilihan ganda. Tes tersebut kemudian diuji coba lapangan untuk mencari validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya bedanya. Berdasarkan uji validitas isi menggunakan rumus Gregory diperoleh koefisien validitas sebesar 0,82 yang berada pada kriteria sangat tinggi. Berdasarkan uji validitas item pada taraf signifikan 5% dengan responden 63 orang, diperoleh 40 butir soal yang valid dan 5 butir soal yang gugur. Dari 40 butir soal yang valid, diambil 30 butir soal yang digunkan sebagai post-test. Pada hasil uji reliabilitas tes, diperoleh koefisien sebesar 0,86. Hal ini berarti, tes yang diuji termasuk ke dalam kriteria reliabilitas sangat tinggi. Berdasarkan hasil uji taraf kesukaran perangkat tes diperoleh hasil 0,374. Hal ini berarti, tingkat kesukaran perangkat tes tergolong sedang. Hasil uji daya beda perangkat tes diperoleh hasil 0,46. Hal ini berarti, daya beda perangkat tes berada pada kriteria baik. Hasil dari tes uji lapangan tersebut akan diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kontrol pada saat post-test. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskritif dan statistik inferensial (uji-t). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskritif yang artinya bahwa data dianalisis dengan menghitung mean, median, modus dan standar deviasi. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t
dengan rumus polled varians. Namun sebelum menguji hipotesis menggunakan uji-t diawali dengan analisis prasyarat yaitu uji normalitas menggunakan analisis Chikuadrat (X2) dan uji homogenitas menggunakan uji F. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil post-test terhadap 29 orang siswa yang belajar dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dalam kelompok eksperimen, menunjukkan skor tertinggi adalah 29 dan skor terendah adalah 19. Dari perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil mean, median, modus dan standar deviasi nilai hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen yakni, Mean (25,02), Median (25,14), Modus (25,26) dan Standar deviasi (2,29). Berdasarkan kriteria skala lima dan disesuaikan dengan hasil analisis data bahwa mean pada hasil belajar IPA kelompok eksperimen atau siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep adalah 25,02. Oleh karena itu, hasil belajar IPA kelas IVA SD No. 1 Sangsit berada pada kategori sangat tinggi. Dari hasil post-test terhadap 27 orang siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol, menunjukkan nilai tertinggi adalah 25 dan nilai terendah adalah 15. Dari perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil mean, median, modus dan standar deviasi nilai hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol yakni, Mean (20,46), Median (20,2), Modus (19,7) dan Standar deviasi (2,43). Berdasarkan kriteria skala lima dan disesuaikan dengan hasil analisis data bahwa mean pada hasil belajar IPA kelompok kontrol atau siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah 20,46. Oleh karena itu, hasil belajar IPA kelas IVB SD No. 1 Sangsit berada pada kategori tinggi. Deskripsi perhitungan data hasil penelitian tentang hasil belajar IPA dapat dilihat pada Tabel 2.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Tabel 2.Deskripsi data hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol 25,02 20,46 25,14 20,2 25,26 19,7 2,29 2,43
Mean Median Modus Standar Deviasi
Selanjutnya data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan ke dalam grafik poligon seperti pada Gambar 1 dan 2. 12
Frekuensi
10
12 10
Frekuensi
Statistik
8 6 4
8
2
6
0 15 - 16
17 - 18
4
19 - 20
21 - 22
23 - 24
25 - 26
Kelas Interval
2
Modus = 19,7 Median = 20,2
0 19 – 20
21 – 22
23 – 24
25 – 26
27 – 28
29 – 30
Kelas Interval Mean = 25,02
Mean = 20,46
Gambar 2. Grafik Poligon Data Post-test Kelompok Kontrol
Modus = 25,26
Median = 25,14
Gambar 1. Grafik Poligon Data Post-test Kelompok Eksperimen Sesuai dengan hasil perhitungan di atas, diperoleh mean 25,02, median 25,14 dan modus 25,26, maka dapat diketahui bahwa nilai modus lebih besar dari median dan mean (Mo > Md > M). Dengan demikian, sebaran data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah kurve juling negatif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar skor yang diperoleh siswa cenderung tinggi.
Sesuai dengan hasil perhitungan di atas, diperoleh mean 20,46, median 20,2 dan modus 19,7, maka dapat diketahui bahwa nilai modus lebih kecil dari median dan mean (Mo < Md < M). Dengan demikian, sebaran data hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah kurve juling positif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar skor yang diperoleh siswa cenderung rendah. Setelah melakukan analisis deskritif, selanjutnya dilakukan analisis inferensial yaitu uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh dari model pembelajaran yang diterapkan. Namun sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu normalitas dan homogenitas. Dari hasil perhitungan normalitas menggunakan rumus Chi-
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015 kebebasan 3 dan diketahui X2tabel sebesar 7,815. Ini berarti bahwa X2hitung < X2tabel, maka data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. Berdasarkan data hasil post-test, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal. Hasil uji normalitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.
Kuadrat, hasil post-test kelompok eksperimen X2hitung sebesar 7,77 pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan 3 dan diketahui X2tabel adalah 7,815. Ini berarti bahwa X2hitung < X2tabel, maka data hasil post-test siswa kelompok eksperimen berdistribusi normal. ChiKuadrat data hasil post-test kelompok kontrol adalah X2hitung sebesar 6,22 pada taraf signifikansi 5% dengan derajat
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol No 1. 2.
X2 hitung 7,77 6,22
Sampel Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Dari hasil perhitungan homogenitas hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan Uji F diperoleh Fhitung sebesar 1,13 sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5% serta dk pembilang 26 dan dk penyebut 28 adalah
X2 tabel 7,815 7,815
Status Normal Normal
1,96. Ini berarti Fhitung < Ftabel sehingga data homogen. Ini berarti bahwa varians data hasil belajar IPA pada siswa kedua kelompok sudah homogen. Untuk hasil ringkasan uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ringkasan Uji Homogenitas Kelas Penelitian Kelompok eksperiman dan kelompok kontrol
Fhitung
Ftabel (5%)
Keterangan
1,13
1,96
Homogen
Untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel IindependentI (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Rankuman hasil
perhitungan uji-t antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rangkuman hasil uji hipotesis Kelompok Eksperimen Kontrol
X 25,02 20,46
S2 5,25 5,91
Dari hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung sebesar 7,35 dan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan sebesar 54 diperoleh 2,021. Dengan demikian, thitung > ttabel yaitu 7,35 > 2,021 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal Ini berarti, hasil penelitian signifikan. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan
N 29 27
Db
thitung
ttabel
54
7,35
2,021
Kesimpulan thitung > ttabel H1 diterima
peta konsep dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV Semester 2 SD No.1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dengan siswa yang dibelajarkan dengan model
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV Semester 2 SD No.1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji-t dan nilai rata-rata hasil belajar IPA yang diperoleh kedua kelompok. Secara deskritif, hasil belajar IPA pada siswa kelas IVA di SD No.1 Sangsit yang diberi perlakuan eksperimen dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep adalah mean 25,02, median 25,14, modus 25,26 dan standar deviasi 2,29. Rata-rata skor model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep tergolong sangat tinggi. Hasil belajar IPA pada siswa kelas IVB di SD No.1 Sangsit yang dijadikan kelas kontrol dengan model pembelajaran konvensional adalah mean 20,46, median 20,2, modus 19,7 dan standar deviasi 2,43. Rata-rata skor model pembelajaran konvensional tergolong tinggi. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji-t polled varians diperoleh thitung adalah 7,35. Sedangkan ttabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar daripada ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitiannya adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Jadi, adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Perbedaan pengaruh terhadap hasil belajar IPA antara model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dan model pembelajaran konvensional dapat dibuktikan dengan analisis deskritif. Hasil analisis data deskritif yang telah dilakukan mendapatkan rata-rata nilai hasil belajar IPA kelompok eksperimen sebesar 25,02 lebih tinggi daripada kelompok kontrol yaitu 20,46. Hasil belajar IPA yang tergolong sangat tinggi pada kelas eksperimen
dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut. Faktor pertama, model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dapat mengungkap miskonsepsi pada siswa sehingga guru dapat mengklarifikasi miskonsepsi tersebut menuju konsepsi ilmiah. Ransangan konflik kognitif dalam pembelajaran sangat membantu siswa dalam pembelajaran karena siswa mengalami pergulatan intelektualitas sehingga mereka mampu menyimpulkan dan hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Faktor kedua, model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep adalah model pembelajaran yang lebih memfokuskan partisipasi dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Siswa mencari sendiri informasi tentang materi pelajaran yang dipelajari, sehingga siswa dapat terhindar dari miskonsepsimiskonsepsi dalam proses pembelajaran. Melalui suatu dialog dalam proses pembelajaran, terdapat indikasi bahwa guru-guru yang konstruksitivis selalu mempertanyakan jawaban siswa, apakah jawaban itu benar atau salah, mereka menuntut agar siswa memberi penjelasan atas jawaban yang dikemukakannya dan mendorong siswa untuk merefleksikan pengetahuannya. Faktor ketiga, model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep merupakan salah satu model pembelajaran yang inovatif yang mampu menggoyahkan prakonsepsi siswa yang mengalami miskonsepsi melalui penyajian konflik sehingga siswa menjadi ragu terhadap prakonsepsinya sendiri. Dengan demikian, prakonsepsi siswa yang mengalami miskonsepsi dapat tergoyahkan dan diharapkan menuju ke pemahaman konsepsi ilmiah (konsepsi yang benar). Ketiga faktor yang berpengaruh itu, sejalan dengan pendapat Suastra (2009) yang menyatakan bahwa model pembelajaran konflik kognitif adalah model pembelajaran yang inovatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa guna untuk mengubah miskonsepsi siswa menuju konsepsi ilmiah. Pengubahan konseptual dapat dilakukan dengan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
menyajikan konflik kognitif. Konflik kognitif yang diberikan harus mampu menggoyahkan stabilitas miskonsepsi tersebut. Jika siswa sudah menjadi ragu terhadap gagasannya maka dapat diharapkan mereka akan mau merekontruksi gagasannya. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Temuan penelitian yang menunjukkan bahwa model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa dengan kecenderungan sebagian besar siswa memperoleh nilai tinggi. Temuan penelitian tersebut, didukung oleh beberapa temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kurniawan (2012), bahwa model pembelajaran konflik kognitif berbasis keterampilan proses sains dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Penelitian yang sama dilakukan oleh Putra (2013), menyatakan bahwa model pembelajaran konflik kognitif bermuatan Tri Hita Karana dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Temuan tersebut mendukung keberhasilan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep terhadap hasil belajar IPA siswa di SD. Berdasarkan pendapat dan temuan tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengujian dari data yang diperoleh dan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV Semester 2 SD No.1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2014/2015. Hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai thitung sebesar 7,35 lebih besar dari ttabel sebesar 2,021. Ini berarti bahwa thitung > ttabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD No.1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut 1) Bagi siswa agar lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dan terus mengembangkan pemahamannya dengan berfikir secara sistematis untuk memecahkan masalah yang dihadapi serta selalu bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. 2) Bagi guru agar pintar-pintar memilih dan menggunakan model dan media pembelajaran yang sesuai, khususnya untuk mata pelajaran IPA. 3) Bagi Kepala Sekolah agar memberikan informasi dan memfasilitasi para guru agar mampu menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehingga mutu pendidikan sekolah dapat meningkat. 4) Bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran konflik kognitif berbantuan peta konsep dalam bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Agung, A A Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Undiksha Singaraja. Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Putra, I Gede Dwi Cahyadi. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Konflik Kognitif Bermuatan Tri Hita Karana terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD di Gugus I Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Samatowa, Usman. 2010. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks. Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan (Jenis, Metode dan Prosedur). Jakarta: Kencana. Suastra, I Wayan. 2006. Belajar dan Pembelajaran Sains. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. ------, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran (Pengembangan Wacana dan
Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan Nasional). Jogjakarta: Ar-ruzz Media.