PENGARUH KEPRIBADIAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA JURUSAN DESAIN GRAFIS DAN MULTIMEDIA UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh : Shavinaz Sawqy NIM : 106070002307
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2010
i
PENGARUH KEPRIBADIAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA JURUSAN DESAIN GRAFIS & MULTIMEDIA UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh : SHAVINAZ SAWQY NIM : 106070002307
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing I
Pembimbing II
Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP. 19821214 200801 2 006
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2010
ii
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “PENGARUH KEPRIBADIAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA JURUSAN DESAIN GRAFIS DAN MULTIMEDIA UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 08 Desember 2010 Sidang Munaqasyah Dekan/Pembimbing I/
Pembantu Dekan/
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP.19561223 198303 2 001
Anggota :
Drs.Sofiandy Zakaria, M.Psi
Miftahuddin, M.Si. NIP. 19730317 200604 1 001
Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP. 19821214 200801 2 006
iii
PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NIM
: Shavinaz Sawqy : 106070002307
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH KEPRIBADIAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA JURUSAN DESAIN GRAFIS DAN MULTIMEDIA UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undangundang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain. demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya. Jakarta, 26 Oktober 2010 Yang Menyatakan
Shavinaz Sawqy NIM 106070002307
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“ Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang, sebelum orang itu sendiri yang mengubahnya ”
“Jika Kekhawatiran mengenai kemampuan membuat kita membatasi apa yang akan kita kerjakan, maka sebenarnya kita telah membatasi apa yang mungkin kita capai” (Mario Teguh)
PERSEMBAHAN : Skripsi ini ku persembahkan untuk diriku dan masa depanku.
v
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) Desember 2010 (C) Shavinaz Sawqy (D) Pengaruh Kepribadian terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta (E) xv + 163 halaman (termasuk lampiran) (F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian (kebutuhan akan prestasi/need for achievement, kebutuhan akan kemandirian/need for autonomy, dan faktor kepribadian big five) terhadap intensi berwirausaha mahasiswa. Intensi berwirausaha merupakan prediktor terbaik dalam menggambarkan kemunculan perilaku berwirausaha di masa depan. Dalam memunculkan intensi berwirausaha, mahasiswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kepribadian, demografis dan lingkungan. Kepribadian merupakan faktor internal seseorang yang mempengaruhi munculnya intensi berwirausaha. Diduga kepribadian Big Five extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Emotional Stability, Openness to Experiences/ Intellect, kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian dapat mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa, dikarenakan kepribadian-kepribadian tersebut merupakan latar belakang dari munculnya intensi berwirausaha pada seseorang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan populasi dan sampel mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta, dimana populasinya berjumlah 525 mahasiswa dengan jumlah sampel yang diambil 200 mahasiswa yang ditentukan dengan menggunakan teknik accidental sampling. Disebut accidental karena menggunakan sampel berdasarkan siapa yang mungkin didapat. Artinya teknik ini memungkinkan peneliti memilih anggota sampel yang mudah ditemui. Untuk instrumen pengumpulan data, digunakan skala intensi berwirausaha, kebutuhan akan prestasi/need for achievement, kebutuhan akan kemandirian/need for autonomy dan Skala IPIP Kepribadian big five. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda dengan menggunakan program SPSS versi 17. Sedangkan untuk pengujian validitas konstruk menggunakan LISREL 8.7 Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan R square sebesar 0,017 hal ini berarti 1,7% variabel intensi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 7 variabel yaitu kebutuhan akan prestasi/need for achievement, kebutuhan akan kemandirian/need for autonomy, extraversion, agreeableness,
vi
conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience/intellect dengan indeks signifikansi sebesar 0,849 yang berarti P>0,05. Sehingga hipotesis mayor (H1) yang menyatakan ada pengaruh kepribadian terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta ditolak. Berdasarkan proporsi varian dari masing-masing independen variabel, tidak ada satupun yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha, sehingga hipotesis minor (H2,H3,H4,H5,H6,H7,H8) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari masing-masing independen variabel terhadap intensi berwirausaha ditolak. Hal ini disebabkan keseluruhan dari 7 independen variabel tidak memiliki pengaruh secara signifikan. Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran yang dapat dijadikan bahan masukan dan informasi positif bagi mahasiswa dan instansi pendidikan yang terkait dalam penelitian ini. Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan kepribadian tidak mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa, namun intensi berwirausaha tetap perlu untuk dimunculkan, karena intensi berwirausaha merupakan awal dari munculnya perilaku berwirausaha. Hanya saja, faktor-faktor psikologis selain kepribadian perlu untuk ditingkatkan seperti sikap, persepsi, pengalaman kerja dan kemampuan kewirausahaan, karena faktor-faktor tersebut secara teoritis pun menentukan kemunculan dari intensi berwirausaha. (G) Bahan Bacaan 51 (1975-2010) : 10 buku, 1 desertasi, 28 jurnal, 2 personal communication
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahiim Alhamdulillahhi rabbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah Swt, hanya dengan izin-Nya terlaksana segala macam kebajikan dan diraih segala macam kesuksesan. Dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Saw, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang setia. Tentunya dalam proses terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak luput dari arahan, bimbingan, dorongan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi, pembimbing I, atas bimbingan, arahan, kesabaran, koreksi, saran dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi. 2. Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pembantu Dekan I, atas pertemuan yang singkat namun sangat berarti dalam memberikan arahan dan dukungan pada penulis khususnya pada proses sidang skripsi. 3. Desi Yustari Muchtar, M.Psi, pembimbing II, atas bimbingan, arahan, pengertian, perhatian, waktu, kesediaan dan kesabarannya membaca dan mengoreksi skripsi dengan detail dan teliti untuk kesempurnaan skripsi penulis. 4. Neneng Tati Sumiati, M.Si.Psi, Dosen pembimbing akademik, atas dukungan yang tidak pernah berhenti untuk selalu membuat penulis bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Sofiandy,M.Psi dan Miftahuddin M.Si, Penguji I dan II atas pengertian dan kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan arahan demi kesempurnaan skripsi. 6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membimbing dan memberikan ilmu pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan. 7. Staf bagian Akademik, Umum, Keuangan dan perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Edy Muladi, Ir. Msi, Ketua program studi Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana jakarta, atas izin penelitian yang diberikan kepada penulis. Penulis merasa sangat beruntung karena mendapatkan kemudahan dalam proses penyelesaian skripsi ini. 9. Ayah dan Mama yang sangat penulis cintai, atas kesabaran, kasih sayang, pengertian, doa yang tidak pernah berhenti, serta dukungan baik materi, moral dan tenaga.
viii
10. Ghaida Muthi, Adik tercinta, atas dukungan walau tidak banyak kata yang diucapkan namun senantiasa mendoakan penulis. 11. Kusnadi, atas kesetiaan, rasa kasih dan sayang, perhatian, doa dan pengorbanannya untuk selalu mendukung dan memahami penulis, sehingga penulis merasa mampu melalui proses skripsi ini dengan mudah dan berakhir dengan indak. 12. Nyak Soraya Rizkina, Siti Rosmalia, Adiyo, Teman sesama pembimbing I, atas bantuannya dalam membimbing guna memberikan kesempurnaan skripsi penulis khususnya mengarahkan penulis dalam menganalisa data. 13. Rahmi Ulfah, teman seperjuangan skripsi, semoga kebersamaan kita disaat melalui masa-masa skripsi dapat menuai kenangan indah yang tidak terlupakan. 14. Presti Ameliawati dan Om Adyt, Sahabat setia, atas dukungan, hiburan, saran, semangat, dan doa tiada henti kepada penulis, sehingga perjuangan skripsi terasa ringan untuk dijalani 15. Budi, Fajar, Sevi, Erna, etna, Tim sukses, atas waktu, ilmu, tenaga, dan kesediaannya dalam mendukung kelancarang proses penyelesaian skripsi. 16. Sahabat-sahabat Kelas D Fakultas Psikologi 2006 Reguler, atas kebersamaan yang indah melalui masa-masa kuliah bersama. Untukmu, Awe,wirdha,rahmah,suci atas doa dan kesediaanya berbagi pengalaman bekerja yang dapat menciptakan warna lain dikehidupan penulis. Ricka atas doa yang selalu menjadi obat dikala penulis merasa putus asa, Pipin, Rudhi, aji, dan pras yang dapat memberikan keceriaan di hari-hari perkuliahan selama empat tahun bersama. Akhirnya penulis memohon kepada Rabb Pencipta Alam Semesta agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak di balas oleh Allah Swt dengan sebaik-baiknya balasan. Amin.
Jakarta, 26 November 2010
Shavinaz Sawqy
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................................................. v ABSTRAK .................................................................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................................ x DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv
BAB 1
PENDAHULUAN ................................................................................ 1-15 1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1 1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah ................................................ 12 1.3.1. Perumusan Masalah ................................................................. 12 1.3.2. Pembatasan Masalah ............................................................... 13 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 13 1.4.1. Tujuan Penelitian ..................................................................... 13 1.4.2. Manfaat Penelitian ................................................................... 13 1.4.2.1. Manfaat Teoritis ......................................................... 13 1.4.2.2. Manfaat Praktis .......................................................... 14 1.5. Sistematika Penulisan ........................................................................ 15
BAB 2
LANDASAN TEORI.......................................................................... 16-92 2.1. Intensi Berwirausaha .......................................................................... 16 2.1.1. Definisi Intensi ........................................................................ 16 2.1.2. Komponen-komponen intensi ................................................. 17 2.1.3. Teori-teori Intensi .................................................................... 18 2.1.4. Definisi Berwirausaha ............................................................. 23 2.1.5. Definisi Intensi Berwirausaha ................................................. 24 2.1.6. Indikasi Intensi Berwirausaha ................................................. 25
x
2.2. Teori-Teori Model Intensi Berwirausaha ........................................... 26 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Berwirausaha ................ 62 2.4. Karakteristik Entrepreneur ................................................................ 84 2.5. Kerangka Berpikir Penelitian ............................................................. 87 2.6. Hipotesis Penelitian............................................................................ 92
BAB 3
METODE PENELITIAN ............................................................... 94-115 3.1. Populasi dan Sampel .......................................................................... 94 3.2. Variabel Penelitian ............................................................................ 96 3.2.1 Definisi Operasional Variabel ................................................. 97 3.3. Instrumen Pengumpulkan Data ......................................................... 99 3.4. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................ 107 3.5. Metode Analisa Data ........................................................................ 109 3.5.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ....................... 109 3.5.2 Metode Analisa Data Pengujian Hipotesis Mayor ...................112 3.5.3 Metode Analisa Data Pengujian Hipotesis Minor ....................115
BAB 4
METODE PENELITIAN .............................................................. 116-152 4.1. Analisis Deskriptif.............................................................................116 4.2. Validitas Konstruk dari masing-masing faktor ................................ 122 4.3. Uji Hipotesis ................................................................................... 147 4.3.1 Pengujuan Hipotesis mayor dan Minor ................................... 148 4.3.2 Analisa Proporsi Varian Pada Masing-Masing Independent Variabel............................................................... 152
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN .................................... 157-173 4.4. Kesimpulan ...................................................................................... 157 5.1. Diskusi ............................................................................................. 160 5.2. Saran................................................................................................. 172 5.1. Saran metodologis ...................................................................... 172 5.2. Saran praktis............................................................................... 175
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 176-179 LAMPIRAN ............................................................................................................ 180
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat pendidikan pertahun
Tabel 3.1
Tabel Skor untuk Pernyataan Setiap Skala pada Delapan variabel
Tabel 4.1
Distribusi populasi penelitian berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.3
Distribusi Populasi Penelitian Berdasarkan Program Kelas
Tabel 4.4
Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Program Kelas
Tabel 4.5
Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan rentang usia
Tabel 4.6
Uji Beda Intensi Berwirausaha
Tabel 4.7
Muatan Faktor Item IPIP untuk Intensi Berwirausaha
Tabel 4.8
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Intensi Berwirausaha
Tabel 4.9
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item kebutuhan akan prestasi (need for achievement)
Table 4.10
Muatan Faktor Item IPIP untuk kebutuhan akan prestasi (need for achievement)
Tabel 4.11
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy)
Table 4.12
Muatan Faktor Item IPIP untuk kebutuhan akan prestasi (need for autonomy)
Table 4.13
Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Extraversion
Tabel 4.14
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Extraversion
Table 4.15
Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Agreeableness
Tabel 4.16
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Agreeableness
xii
Tabel 4.17
Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Conscientiousness
Tabel 4.18
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Conscientiousness
Table 4.19
Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Emotional Stability
Tabel 4.20
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Emotional Stability
Table 4.21
Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Intellect/ Openness to Experience
Tabel 4.22
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Intellect/ Openness to Experience
Table 4.23
Koefisien Regresi
Tabel 4.24
Model Summary
Table 4.25
Tabel Anova
Tabel 4.26
Proporsi Varian Oleh masing-Masing Independen Variabel
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Background factor dalam theory planned behavior
Gambar 2.2
Elemen-elemen yang mempengaruhi intensi berwirausaha
Gambar 2.3
Sebuah model konseptual dari proses pengambilan keputusan kewirausahaan Nikolaus Franked & Christian Luthje (2008)
Gambar 2.4
Shapero’s model of the entrepreneurial event (SEE) (Linan, 2008)
Gambar 2.5
Model trait kepribadian yang mempengaruhi seseorang untuk memunculkan intensi berwirausaha Nikolaus & Christian Luthje (2004)
Gambar 2.6
Background factor Theory Planned behavior(Ajzen, 2005)
Gambar 2.7
Model Intensi Berwirausaha _arrack_o Linan (2005)
Gambar 2.8
Model dasar dari Intensi berwirausaha Davidson (Erkko Autio, 1997)
Gambar 2.9
Model Intensi Berwirausaha menurut Jukka Vesalainen
Gambar 2.10 Model Intensi Berwirausaha dan determinan berwirausaha Boris Urban (2004) Gambar 2.11 Model Intensi Berwirausaha Keith M.Hemieleski (2006) Gambar 2.12 Skema kombinasi toeri Intensi Berwirausaha Gambar 2.13 Skema The Big Three Motive McClelland Gambar 2.14 Skema Kerangka Berpikir Penelitian Gambar 4.1
Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Extraversion
Gambar 4.2
Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Agreeableness
Gambar 4.3
Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Conscientiousness
Gambar 4.4
Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Emotional Stability
Gambar 4.5
Analisis faktor konfirmatorik untuk kepribadian Intelect/ Openness to Experience
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian dari Kepala program Studi Desain grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta
Lampiran 2
Blue Print Alat Ukur Penelitian
Lampiran 3
Output Confirmatory Factor Analisis (CFA) tiap-tiap skala penelitian
Lampiran 4
Output SPSS analisa regresi berganda
xv
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan suatu aktivitas yang penting dalam kehidupan setiap
individu. Jika dalam khazanah pendidikan Islam dikenal adanya jargon wajib belajar seumur hidup, maka sejajar dengan itu sebenarnya diperlukan pula jargon ’wajib bekerja’. Sebab, Islam memberikan ruang yang demikian luas dan menganggap penting semua kerja yang produktif. Hal ini dapat dilihat dari ayat dalam Al-Qur’an: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)
Al-Qur’an menyebutkan perintah kerja dengan frekuensi yang sedemikian banyak. Islam menghapus semua perbedaan kelas antar umat manusia dan menganggap kerja sebagai parameter peringatan kualitas seseorang (konsekuensi dari takwa sebagai proses kerja) (Tim Multitama Communications, 2006). Berdasarkan hal tersebut, sudah sepantasnya setiap individu berusaha untuk melakukan suatu usaha demi terlaksananya aktivitas bekerja yang berguna bagi kehidupan. Dengan bekerja, seseorang dapat menentukan posisi dan statusnya dalam kehidupan. Namun pada kenyataannya tingginya angka pengangguran merupakan fenomena empiris yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2004 lebih dari 40 juta
2
orang
Indonesia
tidak
memiliki
pekerjaan
(Wijaya,2008).
Sementara
pengangguran terus melanda negara Indonesia, beberapa perusahaan semakin selektif menerima karyawan baru bersamaan dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi. Akibat dari hal tersebut, banyak pengangguran yang bermunculan. Jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2008 mencapai 10.011.142 juta orang. Dari jumlah tersebut, 20% diantaranya adalah lulusan perguruan tinggi (www.suarasurabaya.net). Selain itu menurut Tony Wijaya (2008), jumlah ini diprediksi akan semakin meningkat apabila tidak segera disediakan lapangan pekerjaan baru. Tabel 1.1 Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat 2004 2005 2006 Pendidikan (Nop) (Agust) 1 Tidak sekolah 1.004.296 937.985 781.920 2 Sekolah Dasar 2.275.281 2.729.915 2.589.699 3 Sekolah Menengah 2.690.912 3.151.231 2.730.045 Pertama 4 Sekolah Menengah 3.695.504 5.106.915 4.156.708 Atas 5 Diploma/Akademi 237.251 308.522 278.074 6 Universitas 348.107 395.538 395.554 Total 10.251.351 12.630.106 10.932.000 Sumber: BPS 2008 (dalam Tony Wijaya, 2008)
2007 (Agust) 532.820 2.179.792 2.264.198
2008 (Agust) 528.195 2.179.792 2.166.619
4.070.553
3.369.959
397.191 566.588 10.011.142
519.867 626.202 10.011.142
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 di atas, jumlah pengangguran di tingkat universitas dari tahun 2004 hingga 2008 semakin meningkat. Di tahun 2008 pengangguran di universitas menunjukan angka 626.202 orang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat ini pengangguran tidak hanya berstatus lulusan sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA) saja, melainkan salah satunya berasal dari kelompok ”educated people” atau kaum terdidik yang biasa disebut dengan sarjana atau lulusan dari perguruan tinggi. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah tidak ada jaminan seorang
3
sarjana mudah memperoleh pekerjaan (Teddy Oswari, 2005). Menurut Sukamdani S. Gitosardjono, untuk mengatasi keterbatasan lapangan pekerjaan, diharapkan lulusan dari perguruan tinggi juga mampu membuka usaha sendiri (dalam H. Moko P. Astamoen, 2005) Sedangkan hasil informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menunjukkan
bahwa
terdapatnya
penurunan
angka
pengangguran
(www.bps.go.id). Fakta tersebut menunjukkan kenyataan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun, tetap saja fenomena pengangguran selalu tidak dapat dihapuskan Sehingga, Teddy Oswari (2005) menegaskan bahwa solusi untuk mengatasi pengangguran khususnya dikalangan educated people adalah dengan memunculkan intensi berwirausaha pada diri mahasiswa. Dengan mengetahui intensi seseorang untuk berwirausaha, maka secara umum dapat diprediksi kemungkinan orang tersebut untuk memulai suatu usaha atau berwirausaha di masa depan (Krueger, Reilly & Casrud, 2000). Menurut Bird, Katz dan Gartner (Jean Pierre Boissin, 2009) intensi merupakan kunci dari sebuah perilaku berwirausaha. Selanjutnya, berwirausaha adalah perilaku yang terencana, oleh karena itu sangat tepat bila dijelaskan melalui intensinya. Krueger, Reilly dan Casrud (Jean Pierre Boissin, 2009) mencoba model teori Ajzen yaitu variabel sikap, norma subjektif dan persepsi terhadap perilaku yang dikontrol pada sembilan puluh tujuh alumni sekolah bisnis di United States dan hasilnya adalah signifikan terhadap prediksi intensi. Sedangkan Kennedy et al (Jean Pierre Boissin, 2009) menunjukkan bahwa pada sampelnya yang berjumlah
4
seribu tujuh puluh lima orang mahasiswa Austria, hampir 53% sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku menggambarkan variasi intensi (niat) dalam menciptakan suatu bisnis baru, dengan sikap yang cenderung ditunjukkan hampir sama dengan faktor-faktor intensi berwirausaha. Munculnya intensi berwirausaha pada diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti karakteristik demografis, karankteristik lingkungan dan juga karakteristik kepribadian dari orang tersebut (Indarti dan Rostiani, 2008). Dalam hal ini, salah satu karakteristik kepribadian yang memberikan pengaruh cukup penting terhadap intensi berwirausaha adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement) (David Pistrui, 2003; Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004; Keith M Hmieleski dan Andrew C Corbett, 2006; Jukka Vesalainen dan Timo Pihkala, 2003; Kelly G. Shaver dan Linda R Scott, 1991; Errko Autio et.al, 1997), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) (Keith M Hmieleski dan Andrew C Corbett, 2006; David Pistrui, 2003; Errko Autio et.al, 1997), faktor kepribadian big five extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, openness to experience/intellect (Ciavella et al. 2004; Jeff Brice,JR. 2003; Hao Zhao dan Scott E Seibert. 2006) , self-efficecy (Espen J Isaksen, 2006; Anurandha Basu dan Meghna Virick, 2008; Linan et.al, 2004), dan locus of control (Shaver dan Linda R Scott, 1991; Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004). Selanjutnya dijelaskan bahwa kebutuhan akan prestasi (need for achivement) dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) merupakan bagian dari suatu kepribadian yang menjadi latar belakang kemunculan suatu perilaku. Beberapa pendekatan kepribadian modern menggunakan konsep motif
5
(kebutuhan) dalam memahami kepribadian, namun para tokoh membahasnya secara lebih sederhana Sebagai contoh, mahasiswa mungkin menganalisis tujuantujuan tertentu atau “tugas dalam hidup” seperti berhasil dalam sekolah (Cantor dkk dalam Friedman dan Schustack, 2008). Banyak mahasiswa yang menjadikan hal itu sebagai motivasi utama dalam hidup mahasiswa. Kebutuhan
dianggap
sebagai
dorongan
(motif)
seseorang
untuk
memunculkan tingkah laku. Dorongan tersebut dapat berubah-ubah karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan sosial. Murray memandang perlunya memperhatikan dan menganalisis berbagai interaksi antara individu dengan situasi yang ditemuinya di sepanjang hidupnya. Murray menggunakan konsep motivasi tidak sadar dari Freud, Jung, Adler, di samping konsep tuntutan lingkungan dari Lewin serta konsep trait yang canggih dari Allport (Friedman dan Schustack, 2008). Kemudian Friedman dan Schustack (2008) mengartikan motif Sebagai dorongan psikobiologis internal yang membantu munculnya pola perilaku tertentu. Konsep motif menunjukkan pemikiran adanya dorongan dalam diri manusia yang mendorong munculnya perilaku untuk memenuhi kebutuhan. Kemudian Murray menggunakan istilah kebutuhan (need) yang merujuk pada kesiapan untuk merespon dengan cara tertentu dalam kondisi tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian menurut beberapa peneliti dianggap sebagai latar belakang kerpibadian yang mempengaruhi kemunculan intensi berwirausaha seseorang. Selanjutnya faktor yang memunculkan intensi berwirausaha pada diri seseorang selain karakteristik kepribadian adalah karakteristik demografi seperti
6
umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja seseorang juga diperhitungkan sebagai penentu bagi intensi kewirausahaan (Nurul Indarti dan Rokhima Rostiani, 2008). Sebagai contoh, penelitian dari India yang dilakukan loleh Sinha menemukan bahwa latar belakang pendidikan seseorang menentukan tingkat intensi seseorang dan kesuksesan suatu bisnis yang dijalankan. Selanjutnya, Kristiansen menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan (Nurul Indarti dan Rokhima Rostiani, 2008). Namun fenomena yang terjadi adalah intensi berwirausaha dikalangan mahasiswa masih tergolong rendah. Rendahnya intensi berwirausaha disebabkan oleh persepsi atau keyakinan yang berasal dari nilai negatif (budaya) terhadap kegiatan wirausaha. Kristiansen (Riyanti dan Rosini, 2008) menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan. Menurut Riyanti (2008) faktor budaya dapat terlihat jelas pada nilai dan belief yang dianut oleh anggota dari kelompok budaya tersebut. Sebagai contoh belief mengenai locus of control, ada beberapa budaya yang menekankan pada internal locus of control sedangkan ada juga yang tidak. Orang-orang yang hidup dengan budaya internal locus of control mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terdorong menjadi wirausahawan karena mereka percaya bahwa mereka dapat mempunyai kesempatan untuk sukes apabila mereka berusaha dengan keras. Contoh berikutnya mengenai image atau status apabila menjadi seorang wirausahawan. Pada beberapa budaya menjadi wirausahawan dapat dipandang
7
sebagai suatu pekerjaan yang positif sedangkan pada budaya yang lain wirausaha dapat dipandang sebagai sesuatu yang negatif (Riyanti, 2008). Persepsi mahasiswa yang sudah terbentuk sejak lama akibat nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga adalah menganggap berwirausaha sebagai suatu solusi dalam mengatasi masalah pengangguran tetapi solusi tersebut tidak memberikan keamanan dan kepastian kerja. Menurut Riyanti (2010), indikasi mengapa kewirausahaan belum berkembang di Indonesia karena hanya sedikit orang yang berminat menekuni dunia wirausaha. Sedikitnya jumlah wirausaha di Indonesia mungkin karena mayoritas masyarakatnya masih berada dalam struktur dan cara pikir agraris. Nilai agraris lebih menekankan pada tekun bekerja, yaitu terus-menerus mengerjakan hal yang sama namun tidak menekankan pola pikir kreatif. Selanjutnya Riyanti (2010) menekankan bahwa masyarakat Indonesia masih cenderung mencari pekerjaan yang menciptakan rasa aman. Oleh karena itu, masyarakat indonesia cenderung lebih sering menjadi pegawai. Kemudian dimensi budaya di Indonesia yaitu collectivism-individualism cenderung menganggap bahwa masyarakat Indonesia
memiliki
sikap
kompromistis.
Karakteristik
ini
menghambat
kewirausahaan dalam hal kemunculan-kemunculan gagasan-gagasan baru. Perilaku masayarakat Indonesia dengan budaya collectivism-individualism merupakan perilaku yang muncul karena ditentukan oleh leader yang mengarahkan anggotanya ke arah suatu perilaku. Sehingga kemandirian dalam menentukan karir untuk berwirausaha menjadi rendah dikarenakan budaya
8
collectivism-individualism merupakan kebiasaan yang telah menjadi tradisi di lingkungan masyarakan Indonesia. Selain itu, berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anabela Dinis et.al (2010), didapatkan bahwa tujuh puluh lima sampel mahasiswa fakultas bisnis dan ekonomi pada Universitas Beira Interior di Portugal memiliki intensi berwirausaha yang rendah. Rendahnya intensi berwurausaha mahasiswa disebabkan oleh kebutuhan akan prestasi (need for achievement) yang juga rendah. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Errko Autio (1997) menggambarkan bahwa intensi berwirausaha mahasiswa cukup tinggi dikarenakan pengaruh dari tingginya kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy), jaringan network serta fasilitas di lingkungan universitas. Errko Autio menggunakan sampel dengan jumlah sebanyak seribu sembilan ratus lima puluh enam orang mahasiswa yang berasal dari kombinasi antara mahasiswa Universitas Teknologi Helsinki di Finland, Universitas Linkoping di Swedia, Universitas Colorado di USA, dan Institute Teknologi Asia di Thailand. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Jeff Brice J.R. (2003) memaparkan bahwa intensi berwirausaha dipengaruhi oleh faktor kepribadian Big Five extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional Stability, dan opennes to experience. Selanjutnya, menurut Barbara J. frazier dan Linda S. Niehm (2010), sejak dekade terakhir, beberapa dari universitas telah mengadakan kurikulum kewirausahaan tidak hanya pada jurusan bisnis tetapi juga pada jurusan non
9
bisnis. Hal tersebut dianggap penting untuk dilakukan karena diharapkan seluruh mahasiswa khususnya pada jurusan non-bisnis juga dapat memiliki intensi berwirausaha yang sama dengan mahasiswa jurusan bisnis. Sehingga diharapkan seluruh mahasiswa dapat bekerja secara mandiri. Berdasarkan literatur tersebut, beberapa Universitas di Indonesia khususnya di Jakarta, terbukti banyak yang telah mengadakan program kelaskelas kewirausahaan, pelatihan, seminar
serta lomba tentang kewirausahaan
(entrepreneurship). Namun berdasarkan hasil survey, Universitas Mercu Buana Jakarta termasuk kategori universitas yang telah menyediakan kurikulumkurikulum kewirausahaan pada seluruh fakultas dan jurusan non bisnis. Kelas kewirausahaan yang diadakan di Universitas Mercu Buana Jakarta Barat merupakan bentuk dari sikap proaktif pihak universitas dalam rangka memunculkan intensi berwirausaha serta meningkatkan jiwa berwirausaha pada diri mahasiswa mereka. Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa Universitas Mercu Buana merupakan salah satu Universitas yang baik dalam usahanya mewujudkan jiwa kewirausahan pada mahasiswamahasiswanya. Berikut merupakan kutipan visi dari Universitas Mercu Buana yaitu: ”sebagai perguruan tinggi untuk menghasilkan tenaga profesional dan berjiwa wirausaha yang mampu menguasai teknologi informasi dan mampu berbahasa inggris dan beretika” (www.mercubuana.ac.id). Universitas Mercu Buana yang terletak di Meruya Jakarta Barat terdiri dari tujuh fakultas yang kesemuanya telah dilengkapi dengan program kelas kewirausahaan. Ke tujuh Fakultas tersebut adalah Fakultas Teknik, Ilmu
10
Ekonomi, Ilmu Komunikasi, Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Menejemen Agribisnis,
Fakultas
Psikologi,
dan
Fakultas
Ilmu
Komputer
(www.mercubuana.ac.id) Fenomena yang peneliti temukan di universitas mercu buana jakarta khususnya pada mahasiswa Fakultas Desain Grafis dan Multimedia adalah beberapa diantara mereka ada yang bersemangat untuk berwirausaha dan ada yang tidak bersemangat untuk berwirausaha. Fenomena tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apalagi jurusan yang mereka ambil lebih cocok untuk berwirausaha ketimbang bekerja kepada orang lain (menjadi karyawan). Selain itu fasilitas serta lingkungan Universitas Mercu Buana Jakarta sudah cukup mendukung bagi mahasiswa agar memiliki kesadaran berwirausaha dan memilih wirausaha menjadi pilihan karir mereka. Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan beberapa fasilitas pendukung kegiatan wirausaha mahasiswa jurusan desain grafis Universitas Mercu Buana Jakarta diantaranya; mata kuliah yang mendukung
keahlian
desain
grafis
dan
multimedia
mahasiswa,
kelas
kewirausahaan, studio green sebagai tempat praktek potografi, ruang sablon, ruang 3D, program-program pameran karya dan kewirausahaan setiap bulan, serta seminar-seminar kewirausahaan yang sengaja di buat untuk meningkatkan kesadaran berwirausaha mahasiswa universitas mercu buana Jakarta. Kemudian untuk melengkapi informasi mengenai sampel penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta pada tanggal 22 September 2009. Adapun beberapa hasil wawancaranya sebagai berikut :
11
1. Menurut Anita, ia bersemangat untuk berwirausaha butik karena selain yakin akan kemampuannya, ia juga ingin selalu berusaha menunjukan karya yang terbaik. Ia mengaku sering mendapatkan nilai baik sehingga memacunya untuk terus berkarya. Selain itu, ia bercita-cita ingin berwirausaha butik setelah lulus. 2. Menurut Kusnadi, berwirausaha memberikan keuntungan bagi banyak pihak. Selain tidak menjadi pengangguran, dengan menjadi wirausahawan, banyak terbuka lahan pekerjaan baru sehingga setiap orang memiliki banyak kesempatan untuk bekerja. Menurut Kusnadi, berwirausaha dianggap sebagai lahan untuk mengapresiasikan karya dan melatih diri menjadi individu yang mandiri, dapat terus mengasah kemampuan mendisain, pantang menyerah dan selalu terbuka terhadap saran-saran yang diberikan orang lain. Apabila telah memiliki semua sifat-sifat tersebut, tentu setiap mahasiswa yang ingin menjadi wirasuahawan akan mampu bersaing di pasar fashion. 3. Sedangkan menurut Andi, ia ingin bekerja distasiun televisi dan menjadi editor film dengan memanfaatkan ilmu yang dimilikinya. Ia merasa kurang percaya diri dan menganggap berwirausaha kurang meyakinkan untuk mendapatkan penghasilan. Dari hasil survey yang dilakukan terhadap empat puluh lima mahasiswa desain grafis menunjukkan bahwa, 45% diantaranya memiliki dorongan yaitu kebutuhan yang membuat mereka berniat untuk berwirausaha meskipun diantara mereka tetap memiliki keinginan untuk bekerja menjadi web desain di perusahaan. Sedangkan 55% mahasiswa tidak memiliki dorongan (kebutuhan) dan
12
keinginan untuk berwirausaha dan memilih menjadi karyawan di perusahaan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut Errko Autio dkk (1997) dapat dianggap sebagai faktor penentu ada atau tidaknya keinginan berwirausaha. Dorongan tersebut berupa kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian. Sedangkan Kolvreid dan Casrud (2000) menganggap faktor sikap, norma subjektif, dan persepsi perilaku yang dikontrol (perceived behavior control) serta trait kepribadian yang dimiliki mahasiswa memberikan pengaruh sehingga seseorang memiliki keinginan untuk memulai suatu usaha (Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004). Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Pengaruh Kepribadian terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta” sebagai judul penelitian. Namun pada penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian hanya pada sampel mahasiswa saja karena yang peneliti teliti hanya sampai pada taraf niat berwirausaha bukan pada perilaku wirausahanya.
1.2
Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1. Rumusan Masalah Intensi berwirausaha merupakan hal yang penting. Intensi berwirausaha pada mahasiswa dapat muncul karena sikap, norma subyektif, PBC, faktor kepribadian baik trait Kepribadian Big Five maupun motivasi seperti kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian dan faktor demografi serta lingkungan. Namun karena ketidaktersediaan waktu, dan tenaga, maka peneliti
13
hanya merumuskan beberapa masalah dalam penelitian. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Apakah ada pengaruh kebutuhan akan prestasi (need for achievement) terhadap intensi berwirausaha Jurusan Desain Grafis & Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta Barat?
2.
Apakah ada pengaruh yang kebutuhan akan mandiri (need for autonomy) terhadap intensi berwirausaha Jurusan Desain Grafis & Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta Barat?
3.
Apakah ada pengaruh faktor kepribadian Big Five extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience terhadap intensi berwirausaha Jurusan Desain Grafis & Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta Barat?
1.2.2
Pembatasan Masalah
Supaya permasalahan tidak meluas, maka pembatasan ini akan difokuskan dalam ruang lingkup sebagai berikut : 1.
Intensi berwirausaha yang akan diteliti adalah seberapa besar niat mahasiswa untuk mencoba dan merencanakan berwirausaha dimasa yang akan datang.
2.
Kepribadian yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah trait kepribadian big five extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience..Kemudian motivasi yang terdiri dari kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kemandirian.
14
3.
Sampel penelitian adalah kalangan mahasiswa.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepribadian terhadap intensi berwirausaha mahasiswa.
1.3.2.
Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur bagi khazanah kajian psikologi, yaitu psikologi industri dan organisasi.dan khususnya psikologi individual tentang kemampuan entrepreneurship
1.3.2.2 Manfaat Praktis Adapun manfaat secara praktisnya adalah memberikan informasi tentang kepribadian dan intensi berwirausaha mahasiswa.
1.4
Sistematika Penulisan
BAB I :
Merupakan pendahuluan yang berisi; latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
BAB II:
Merupakan kajian pustaka yang memuat tentang hal- hal mengenai teori- teori mengenai intensi perilaku; intensi, Intensi berwirausaha;
15
faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha, kerangka berpikir dan hipotesis BAB III:
Merupakan metodologi penelitian yang mencakup populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen data, prosedur penelitian dan analisa data.
Bab IV:
Merupakan presentasi dan analisis data yang berisi tentang analisa deskriptif, uji validitas konstruk, dan uji hipotesis.
Bab V :
Merupakan kesimpulan, diskusi dan saran.
16
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Intensi Berwirausaha 2.1.1. Definisi Intensi Berikut definisi intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975) : “we have defined intention as a person’s location on a subjective probability dimention involving a relation between himself and some action. A behavioral intention, therefore, refers to a person’s subjective probability that the will perform some behavior.” Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang mengenai seberapa besar kemungkinannya untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Artinya, mengukur intensi adalah mengukur kemungkinan seseorang dalam melakukan perilaku tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. 2.1.2.
Komponen Intensi
Fishbein & Ajzen (1975) mengemukakan bahwa terdapat empat elemen penting dalam pembentukan intensi: 1. Tingkah laku. Pada tingkat yang paling spesifik, seseorang akan menampilkan perilaku tertentu tergantung objeknya dalam situasi dan waktu tertentu. Untuk mengukur sikap
17
terhadap niat (intensi) menurut Fishbein dan Ajzen sama dengan mengukur perilaku itu sendiri. Karena menurut mereka, hubungan antara niat dan perilaku adalah yang paling dekat. Setiap perilaku yang bebas, yang ditentukan oleh kemauan sendiri selalu didahului oleh niat. Dan sebaliknya, perilaku itu jika berulang dalam context yang sama pada waktu yang berbeda-beda akan menunjukkan sikap terhadap target. Kemudian intensi dapat diarahkan pada objek tertentu, sekumpulan objek atau objek apapun. 2. Situasi dimana tingkah laku ditampilkan Sama halnya dengan situasi, seseorang mungkin saja berintensi untuk menampilkan suatu perilaku pada situasi atau lokasi tertentu, kumpulan lokasi atau lokasi apapun. 3. Waktu saat tingkah laku ditampilkan Intensi juga bisa muncul pada waktu tertentu, periode waktu khusus atau periode waktu tanpa batas (waktu di masa akan datang). Masing-masing elemen tersebut memiliki variasi pada tingkat kespesifikan dimensinya. Sehingga untuk dapat meramalkan perilaku secara akurat, maka intensi berwirausaha dapat diuraikan melalui empat komponen intensi dimana intensi berwirausaha merupakan perilaku yang spesifik, dan berwirausaha adalah target objek dilakukannya perilaku. Sedangkan situasi dan waktu adalah saat dilakukannya perilaku.
18
2.1.3. Teori-Teori Intensi 2.1.3.1 Determinan Intensi Berdasarkan Theory of Planned Behavior, intensi ditentukan oleh tiga determinan, yaitu satu bersifat personal yaitu sikap, yang kedua merefleksikan pengaruh sosial yang biasa disebut norma subjektif dan ketiga berhubungan dengan isu kontrol yang disebut perceived behavioral control (Ajzen, 2005). Berikut adalah bagan yang menggambarkan tentang hubungan variable-variabel dalam Theory Planned Behavior (Ajzen, 2005). Gambar2.1 Skema hubungan variable dalam theory of planned behavior Attitude Toward the Behavior Subjective Norm
Intention
Behavior
Perceived Behavioral Control
Berdasarkan gambar 2.1, ada dua karakteristik utama dari theory of planned behavior. Pertama, teori ini berasumsi bahwa perceived behavioral control mempunyai implikasi motivasional terhadap intensi. Individu yang percaya bahwa ia tidak mempunyai sumber atau kesempatan untuk menampilkan tingkah laku, maka kemungkinan ia tidak akan membentuk intensi berperilaku yang kuat meskipun mereka mempunyai sikap yang positif terhadap perilaku dan eprcaya bahwa significant others mendukung mereka untuk menampilkan perilaku. Karakteristik kedua adalah adanya kemungkinan hubungan yang langsung antara perceived
19
behavioral control dengan perilaku. Dalam beberapa hal, menampilkan tingkah laku tidak hanya tergantung pada motivasi untuk melakukan, tetapi juga tergantung pada adanya kontrol yang cukup terhadap perilaku. Dari kedua karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa perceived behavioral control dapat mempengaruhi perilaku secara tidak langsung, yaitu melalui intensi dan juga dapat digunakan untuk memprediksi perilaku secara langsung, melalui ada tidaknya kontrol individu terhadap perilaku (Ajzen, 2005). Meskipun begitu, intensi berperilaku dapat berubah dari waktu ke waktu, semakin panjang interval waktu semakin besar pula kemungkinan bahwa suatu kejadian atau peristiwa tertentu akan menghasilkan perubahan pada intensi (Ajzen, 1991). 2.1.3.2 Pengukuran Intensi Berdasarkan Theory of Planned Behavior tersebuut, intensi berperilaku ditentukan oleh sikap, norma subyektif dan perceived behavioral control yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku (Fishbein dan Ajzen, 1975). Dari sini intensi berperilaku tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : B~I = (AB) W1 + (SN) W2 + (PBC) W3 B
= behavior
I
= Intention
AB
= Sikap (attitude) terhadap perilaku
SN
= subjective norm
PBC
= perceived behavioral control
W1,W2 & W3 = weight/bobot/skor
20
Fishbein dan Ajzen (1975) mengatakan bahwa seberapa kuat intensi seseorang menampilkan suatu perilaku ditunjukkan dengan penilaian subjektif seseorang (subjectivity probability) apakah ia akan melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa cara yang paling sederhana untuk memprediksi apakah seseorang akan melakukan sesuatu adalah dengan menanyakan apakah mereka berniat atau mempunyai intensi untuk melakukannya. Oleh karena itu, intensi diukur dengan meminta seseorang untuk menempatkan dirinya dalam sebuah kontinum dimensi yang bersifat subjektif yang meliputi hubungan antara individu dengan perilaku (Ajzen, 1975). Berdasarkan hal tersebut, maka intensi dalam penelitian ini akan diukur dengan cara yang sama yaitu dengan memberikan pertanyaan apakah subjek ingin atau tidak ingin berwirausaha. Alat ukur intensi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enam item yang menanyakan apakah subyek berintensi atau tidak berintensi untuk berwirausaha.
2.1.3.3 Theory of Planned Behavior Pada awalnya, penelitian-penelitian sebelumnya mengukur intensi berperilaku dengan mengukur sikap seseorang terhadap suatu perilaku. Namun, dalam kenyataannya tidak selalu suatu sikap tertentu dapat meramalkan munculnya tingkah laku
yang
sesuai
dengan
sikap
tersebut.
Adanya
ketidaksesuaian
dan
ketidakkonsistenan antara sikap dan tingkah laku ini mendorong Fishbein dan Ajzen mengembangkan teori yang disebut Theory of Reasoned Action. Berdasarkan Theory of Reasoned Action, suatu tingkah laku ditentukan oleh intensi berperilaku,
21
dan intensi berperilaku ini dipengaruhi oleh dua faktor, yang satu bersifat personal yaitu sikap dan yang lain merefleksikan pengaruh sosial yang biasa disebut norma subjektif (Ajzen, 1991). Akan tetapi, penelitian-penelitian selanjutnya menemukan bahwa intensi untuk berperilaku tidak dengan sendirinya akan langsung menjadi tingkah laku. Hal tersebut disebabkan karena selain sikap dan norma subyektif, intensi masih tergantung oleh faktor lain yaitu kendala-kendala yang dipersepsikan oleh individu dapat menghambat perilakunya serta adanya keyakinan apakah kita mempunyai sumber atau kemampuan yang diperlukan untuk menampilkan intensi tingkah laku. Dari sinilah kemudian disimpulkan bahwa Theory of Reasoned Action ini hanya akurat untuk mengukur intensi pada perilaku-perilaku yang sepenuhnya dibawah kontrol individu. Oleh karena itu, ditambahkan satu faktor yaitu faktor perceived behavior control, sehingga model teori ini kemudian dikenal sebagai Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991). Menurut Theory of Planned Behavior ini, seseorang dapat bertindak berdasarkan intensinya hanya jika ia mempunyai kontrol penuh terhadap perilaku. Teori ini yidak hanya menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada belief bahwa target tingkah laku berada di bawah kontrol kesadaran individu. Suatu tingkah laku tidak hanya tergantung pada intensi seseorang, tetapi juga pada faktor lain yang tidak di bawah kontrol individu, seperti ketersediaan sumber dan kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Dari sinilah kemudian Ajzen (2005) memperluas teorinya dengan menekankan
22
peranan dari kemauan (volution) yang kemudian disebut sebagai perceived behavioral control. Berdasarkan theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan, yang satu bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh sosial dan ketiga berhubungan dengan isu kontrol (Ajzen, 2005). Berikut akan dibahas lebih rinci mengenai variable-variabel utama dari Theory of Planned Behavior selain dari intensi, yaitu; sikap, norma subyektif, dan perceived behavioral control.
2.1.3.4 Background Factors Sebagaimana dijelaskan dalam theory of planned behavior,determinan utama dari intensi dan perilaku dapat dijelaskan dengan belief behavioral, belief normative, dan belief control. Variable-variabel lain yang mungkin berhubungan atau mempengaruhi belief iindividu antara lain usia, gender etnis, status sosial ekonomi, pendidikan, kebangsaan, agama, kepribadian, mood, emosi, sikap, dan nilai yang bersifat umum, intelegensi, pengalaman masa lalu, dan dukungan sosial. Berikut adalah skema tentang background factors (Ajzen, 2005) :
23
Gambar 2.1 Tabel background Factors dalam Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005)
Background Factors 1. Personal - General attitudes - Personality Traits - Values - Emotions - Intelligence 2. Social - Age, Gender - Race, ethnicity - Education - Income - Religion 3. Information - Experience - Knowledge
Behavioral Beliefs
Attitude toward the Behavior
Normative Believe
Subjective
Control Beliefs
Perceived Behavioral Control
Norms
Intention
Behavior
Selanjutnya, berdasarkan teori intensi yang dikemukakan oleh Fizbein dan Ajzen diatas, dibawah ini akan dipaparkan mengenai definisi serta beberapa teori intensi berwirausaha yang salah satunya merupakan aplikasi dari teori intensi Fisbein dan Ajzen yang akan diuraikan lebih rinci dibawah ini: 2.1.4. Definisi Berwirausaha (Entrepreneurship) Berikut definisi entrepreneurship menurut Jeffrey A. Timmons (dalam Sim, 2006) : “Entrepreneurship is a way of thinking, reasoning, and acting that is opportunity obsessed, holistic in approach, and leadership balanced.”
24
Dalam definisi ini berwirausaha dipandang sebagai kemampuan memburu kesempatan tanpa menghiraukan keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Pengertian konsep tersebut meliputi kemampuan dan keberanian untuk mengambil resiko dan keahlian yang dimiliki untuk memimpin orang lain kearah wawasan yang telah ditentukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berwirausaha merupakan tindakan kreatif manusia membangun sesuatu yang bernilai dari tiada satu apapun. Sedangkan definisi Entrepreneur menurut Sim (2006) : “An entrepreneur is a person who spots opportunities and starts his or her own business, using personal creativity, skill, knowledge, resources and effort. The entrepreneur may operate on his or her own at the start-up of a company but may employ other people when the business grows” Wirausahawan merupakan seorang dengan sekumpulan kesempatan untuk memulai bisnis melalui kemampuan kreativitas, keterampilan, sumber daya dan usaha yang dimilikinya. Wirausahawan mungkin akan mengelola perusahaan yang dibangunnya dengan cara memperkerjakan orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang wirausahawan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi negara untuk memperbanyak kesempatan bekerja bagi masyarakat. Definisi lain dari entrepreneur menurut Meredith et al.(dalam Sim, 2006) : “See entrepreneurs as people who have the ability to see and evaluate business opportunities; to gather the necessary resources to take advantage of them; and to initiate appropriate action to ensure success”.
Wirausahawan didefinisikan sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mengevaluasi arah usaha yang dijalankan bersama dengan sumber
25
daya lainnya untuk diambil manfaatnya dan melalui pendekatan tindakan guna mencapai kesuksesan. Seorang wirausahawan (entrepreneur) yang sukses menurut Hornaday dan Aboud (dalam Sim, 2006) adalah seorang yang memulai usaha dari titik nol, yang memilih membangun suatu pekerjaan dengan kemampuan sendiri sehingga usahanya mampu berdiri kurang lebih untuk lima tahun. 2.1.5. Definisi Intensi Berwirausaha Menurut Bird, Katz dan Gartner (Jean-Pierre Boissin et al.,2009) intensi telah sebelumnya dianggap sebagai kunci dari proses kewirausahaan. Menurut Ajzen (Jean-Pierre Boissin et al., 2009) intensi diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi kemunculan suatu perilaku Sehingga karakteristik dari intensi merupakan seluruh kapasitas tindakan individu. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa intensi berwirausaha adalah indikasi dari seberapa kuatnya seseorang memiliki niat dalam mencoba dan merencanakan perilaku berwirausaha. 2.1.6. Indikasi dari Intensi Berwirausaha Jean-Pierre Boissin et al (2009) memaparkan bahwa indikasi dari intensi berwirausaha adalah : 1) Seberapa keras seseorang mencoba berwirausaha 2) Seberapa kuat seseorang merencanakan untuk berwirausaha.
26
Kedua indikasi tersebut berasal dari teori intensi Fishbein dan Ajzen (JeanPierre Boissin et al, 2009) yang tidak terlepas dari peran situsi baik lokasi, waktu tertentu atau waktu tak terbatas (di masa yang akan datang) dan perilaku (sikap).
2.2. Teori-teori Model Intensi Berwirausaha 2.2.1 Teori Model Intensi Berwirausaha Dari berbagai literature psikologi, ditemukan bahwa intensi telah terbukti menjadi prediktor terbaik dari perilaku yang terencana, khususnya jika perilaku tersebut tergolong jarang, sulit diobservasi, atau melibatkan jangka waktu yang tidak terprediksi (Krueger, Reilly & Casrud, 2000). Lebih lanjut, Krueger, Reilly dan Casrud (2000) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah jenis perilaku terencana yang sangat tepat bila dijelaskan menggunakan teori intensi. Selain itu, merencanakan dan memulai suatu usaha baru merupakan suatu perilaku yang sullit diobservasi dan hasil yang diperoleh akan terlihat dalam jangka waktu yang tidak terprediksi. Oleh sebab itu, kewirausahaan sangat tepat untuk dijelaskan dengan menggunakan teori intensi. Pada pembahasan berikutnya, akan dibahas lebih jelas mengenai model intensi berwirausaha berdasarkan beberapa teori dari berbagai tokoh. 2.2.2. Model Intensi berwirausaha menurut Krueger, Reilly dan Casrud (2000) Keputusan untuk berwirausaha merupakan suatu keputusan yang diambil oleh individu secara sengaja dan sadar (Krueger, Reilly dan Casrud, 2000), oleh karena itu merupakan hal yang mendasar untuk menganalisa bagaimana keputusan tersebut
27
dapat diambil oleh individu. Dalam hal ini, intensi berwirausaha dapat menjadi langkah awal dalam pembentukan suatu usaha yang baru (Lee dan Wong dalam Linan dan Chen, 2006). Sebagai tambahan, adanya intensi terhadap suatu perilaku merupakan satu-satunya prediktor terbaik terhadap munculnya perilaku tersebut (Krueger, Reilly dan Casrud, 2000). 2.2.3. Model Intensi berwirausaha menurut Linan dan Chen (2006) dan Linan (2008) Dengan mengetahui intensi seseorang untuk berwirausaha, maka secara umum dapat dilakukan prediksi bahwa kemungkinan orang tersebut akan memulai suatu usaha atau berwirausaha di masa depan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari kolvereid, Fayolle, dan Gailly (Linan dan Chen, 2006) yang menyatakan dengan adanya intensi untuk memulai dapat menjadi elemen yang menentukan bagi seseorang dalam menampilkan perilaku berwirausaha. Lebih lanjut berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah menunjukkan bahwa teori perilaku terencana (planned behavior) dari Ajzen (1991) dapat digunakan untuk menjelaskan intensi berwirausaha dengan sangat baik.. Teori perilaku terencana merupakan suatu teori yang dapat diaplikasikan untuk menjelaskan semua perilaku yang dilakukan secara sengaja dan hal tersebut menghasilkan hasil yang cukup baik pada bidang yang cukup luas, termasuk di dalamnya masalah pemilihan karir (Linan dan Chen, 2006). Dalam hal ini, keputusan untuk berwirausaha merupakan suatu keputusan yang diambil oleh individu secara sengaja
28
dan sadar, oleh karena itu dapat dijelaskan dengan baik oleh teori perilaku terencana. Berdasarkan teori tersebut, nantinya akan ditemui hubungan antara intensi berwirausaha dengan performa yang akan ditampilkannya. Intensi dalam hal ini menjadi elemen fundamental dalam menjelaskan perilaku. Adanya intensi berwirausaha merupakan indikasi dari seberapa besar usaha yang akan dikeluarkan individu untuk menampilkan perilaku berwirausaha (Linan, 2008). Dengan mengadaptasi teori planned behavior dari Ajzen (1991), Linan (2008) menjelaskan bahwa intensi berwirausaha mencakup tiga faktor motivasional yang akan mempengaruhi munculnya perilaku, yaitu sikap terhadap kewirausahaan, kendali tingkah laku yang dipersepsikan, dan juga norma subjektif yang dipersepsikan. Penjelasan mengenai ketiga faktor motivasional tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sikap terhadap kewirausahaan (attitude towards star-up/personal attitude) Sikap terhadap kewirausahaan merujuk pada derajat penilaian sejauh mana individu memiliki penilaian positif atau negatif untuk menjadi seorang wirausaha. Dalam hal ini tidak hanya mncakup aspek afektif saja, tetapi juga mencakup aspek penilaian evaluatif beerwirausaha. 2. Kendali tingkah laku yang dipersepsikan (perceived behavioral control) Hal ini menunjukkan persepsi yang dimiliki individu terhadap kompetensinya dalam mengendalikan tingkah laku tertentu, yang dalam hal ini adalag perilaku berwirausaha. Faktor ini sering disebut dengan self-efficacy, yang merupakan persepsi seseorang akan kemudahan dan kesukaran menjadi seorang wirausaha
29
(Linan, Urbano dan Guerrero, 2008). Hal ini dapat dipengarhi oleh berbagai proses yang berbeda, seperti penguasaan materi, adanya role model, adanya perusasi sosial, dan juga penilaian (Bandura dalam linan, 2008). 3. Norma-norma Subjektif (subjective norms) Norma sosial yang dimaksud adalah persepsi individu mengenai tekanan sosial yang diberikan oleh keluarga, teman atau orang-orang terdekat terhadap keputusannya dalam menampilkan perilaku berwirausaha. Dalam hal ini persepsi akan penilaian sosial tersebut menjadi acuan bagi individu untuk menyetujui atau tidak menyetujui keputusannya dalam menjadi seorang wirausaha (Ajzen dalam Linan, 2008). Dalah hal ini, apabila individu yakin bhawa orang-orang terdekatnya mengharapkannya untuk menampilkan perilaku berwirausaha, individu tersebut cenderung untuk menampilkan perilaku berwirausaha. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka individu akan cenderung menghindari untuk menampilkan perilaku berwirausaha.
Berdasarkan model intensi berwirausaha di atas, dapat dikatakan bahwa individu memutuskan untuk mendirikan suatu usaha yang baru dengan berdasarkan pada tiga elemen, yaitu sikapnya terhadap kewirausahaan, norma sosial yang dipersepsikan terkait pilihannya untuk menjadi wirausahawan dan kemampuan dalam berwirausaha yang dipersepsikan dimiliki olehnya. Selain faktor motivasional tersebut, Linan (2008) juga menambahkan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam berwirausaha. Faktor
30
tersebut adalah faktor lingkungan sosial dan individu. Faktor lingkungan (environment value) sendiri merupakan dinamika sosial dari kewirausahaan, yaitu tingkat penghargaan sebuah komunitas teerhadap perilaku kewirausahaan (Bygrave dan Minniti dalam Linan, 2008). Faktor lingkungan ini memberi pengaruh yang cukup kuat terhadap intensi berwirausaha dari individu, dimana penilaian positif dan negatif dari komunitas tempat individu berada dapat ikut menentukan intensi berwirausaha dari Individu (Linan, 2008). Faktor lingkungan tersebut mencakup faktor nilai sosial (social value) dan faktor nilai lingkungan terdekat individu (closer valuation). Seseorang menerima pengaruh dari lingkungan terdekat di sekitarnya, yaitu keluarga dan teman-teman, yang dapat mempengaruhi secara langsung kepada persepsi seseorang terhadap pemilihan karir (Linan, 2008). Kennedy (Linan, 2008) menyatakan bahwa penilaian lingkungan tersebut berpengaruh terhadap daya tarik pribadi (personal attraction) dan juga norma subjektif (subjective norms) individu terhadap perilaku berwirausaha. Dalam jurnalnya, Linan (2008) juga menambahkan faktor kemampuan wirausaha (entrepreneurial skill) ke dalam teori planned behavior untuk membahas intensi berwirausaha. Kemampuan berwirausaha tersebut mengindikasikan seberapa besar keyakinan diri individu bahwa dirinya memiliki level kemampuan-kemampuan tertentu yang cukup tinggi, yang dibutuhkan berkaitan dengan kewirausahaan (Linan, 2008). Dengan memiliki kemampuan tersebut, dapat membuat individu merasa lebih mampu untuk memulai suatu usaha (Denoble et al, dalam Linan, 2008). Oleh sebab itu, faktor kemampuan berwirausaha juga turut diperhitungkan. Secara lebih jelas,
31
penjabaran intensi berwirausaha oleh Linan (2008) tersebut berdasarkan teori planned behavior, secara umum dapat digambarkan dalam skema berikut : Skema 2.4.2 Model Intensi Berwirausaha dari Linan (2008) Closer Valuation
Entrepreneurial Skill
Social valuation
Personal attitude
Subjective norms
Entrepreneurial Intention
Perceived Behavioral Control
Francisco Linan berusaha untuk mengintegrasikan diantara variabel-variabel teori ‘entrepreneurial event’ Shapero dan ‘planned behavior’ Ajzen (dalam Linan, 2008). Menurut Fancisco Linan (2008), Semakin banyak ilmu pengetahuan kewirausahaan dimiliki seseorang, maka semakin baik pula tingkat kesadarannya tentang pentingnya memiliki pilihan karir yang professional dan akan membuat individu tersebut memiliki niat untuk menjadi wirausahawan berkredibilitas. 2.2.4 Model Konseptual dari Proses Intensi Berwirausaha Nikolaus Franke dan Christian Luthje (2004) Menurut Nikolaus Franke dan Christian Luthje (2004), hampir dari setiap pendekatan mengenai penelitian tentang intensi berwirausaha menjelaskan dua faktor yaitu faktor internal dan external (lingkungan) yang mempengaruhi proses intensi
32
berwirausaha. Internal faktor pada model menggambarkan pilihan karir seseorang yang didominasi oleh pendekatan trait kepribadian. Selain itu, pendekatan dari sudut pandang kepribadian sudah sejak lama menjadi landasan penelitian intensi kewirausahaan (Nikolaus Franke & Christian Luthje, 2004). Berikut model dari proses pengambilan keputusan untuk berwirausaha yang didahului dengan munculnya intensi berwirausaha : Gambar 2.3 Sebuah model konseptual dari proses pengambilan keputusan kewirausahaan Nikolaus Franke dan Christian Luthje (2004) Faktor internal / kepribadian
Other factors
• kebutuhan untuk mandiri • Locus of control • Siap mengambil risiko
Faktor eksternal / lingkungan • pasar • Pembiayaan • Masyarakat • Universitas - Inspirasi - Pelatihan - Jaringan
Sikap terhadap kerja mandiri
Entrepreneurial Intention
Entreprene urial Activity
Dalam beberapa tahun terakhir, kewirausahaan menjadi topik utama khususnya bagi negara industri. Menurut Robinson, Sexton dan Bruderl (Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004),.hal tersebut tidak terlepas dari peran penting pendidikan kewirausahaan. Hasil penelitian menemukan bahwa self-employed
33
(keinginan diri menjadi karyawan) lebih sering dimiliki oleh mahasiswa yang telah lebih dulu melalui masa pendidikan formal yang berorientasi agar mendapatkan salary yang besar sebagai karyawan di perusahaan. Meskipun begitu, para alumni dari berbagai universitas secara signifikan memberikan pengaruh terhadap perekonomian negara terbukti dengan terciptanya lapangan pekerjaan (Dietrich, Richert dan Schiller dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004). Menurut Vesper, McMullan, Hills, Morris dan Fiet (Nikolaus Franke dan Christian Luthje,2004) awal dari adanya pendidikan kewirausahaan di instansi pendidikan ditandai dengan berdirinya kursus kewirausahaan di sekolah bisnis Harvard pada tahun 1930, yang kemudian bertambah atensi dari berbagai pihak hingga tahun 1970. Kemudian dari tahun 1990, sebanyak 400 universitas di Amerika mulai dipersiapkan untuk aktif dalam pendidikan kewirausahaan dan jumlah universitas yang ikut serta didalamnya semakin bertambah hingga mencapai 700 universitas. Pada akhirnya menurut Kohfner, Menges dan Schmidt (Nikolaus Franke dan Christian Luthje,2004), masing-masing universitas telah memiliki konsep pendidikan dan program pelatihan kewirausahaan. Nikolaus Franke dan Christian Luthje (2004) dalam penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa intensi untuk menciptakan suatu usaha mahasiswa Jerman dan Austria secara signifikan rendah apabila dibandingkan dengan mahasiswa Institute Teknologi Massacusette. Variabel internal meliputi kepribadian dan sikap terhadap memperkerjakan diri (self-employment) dianggap memiliki peran dalam mempengaruhi seseorang untuk menjadi seorang wirausahawan. Perbedaan antara
34
sikap terhadap memperkerjakan diri (self-employment) dan trait kepribadian diantara kedua mahasiswa tersebut tidak terlepas dari perbedaan persepsi mahasiswa terhadap lingkungan. . Hampir dari beberapa pendekatan dijelaskan melalui faktor internal dan external (lingkungan). Berikut penjelasannya : 1.
Faktor internal Pembahasan mengenai faktor internal dapat dijelaskan melalui determinan
bahwa pemilihan karir seseorang didominasi oleh kendali dari stabilnya kepribadian dan sikap orang tersebut. Pendekatan kepribadian yang menjelaskan peran kewirausahan telah lama menjadi kajian dari penelitian kewirausahaan, tradisi tersebut berasal dari penelitian yang dilakukan oleh McClelland pada tahun 1950. Sejak saat itu, sejumlah trait kepribadian seperti berani mengambil resiko (Hisrich dan Peters dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004), kebutuhan akan prestasi (Johnson dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004), dan locus of control (Bonnett dan Fuhrmann dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004) mulai diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi seseorang untuk terispirasi memulai suatu usaha atau berwirausaha. Namun, menurut Brockhaus, robinson, Huefner dan Hunt (Nikolaus Franke dan Christian Luthje ,2004) adanya interaksi antara karakteristik kepribadian dengan lingkungan dimana seseorang bertindak Sehingga perbedaan anatar teori kepribadian dengan hasil penelitain dapat saja terjadi. Sebagai contohnya karakteristik kepribadian berani mengambil resiko secara instan dapat muncul tergantung dari lingkungan wirausahanya.
35
2.
Faktor External Sebagai penjelasan pada skema, bahwa faktor external sering digunakan
sebagai cara dalam menjelaskan alasan yang menghubungkan kepribadian dan sikap dengan aspirasi karir yang muncul tidak dengan sendirinya. Fokusnya adalah pada aspek sosial, ekonomi, dan variabel context yaitu pendidikan yang berkemungkinan mempengaruhi seseorang untuk menjadi wirausahawan. Menurut Bechard dan Toulouse (Nikolaus Franke dan Christian Luthje ,2004) faktor external yang dapat mempengaruhi mahasiswa dalam mengambil keputusan untuk menjadi wirausahawan adalah universitas dan aktifitas didaktik. Menurut Nikolaus Franke & Christian Luthje (2004), trait kepribadian yang dapat memberikan pengaruh terhadap munculnya intensi berwirausaha pada mahasiswa adalah need for achievement (kebutuhan berprestasi) dan locus of control (Bonnet dan Fuhrmann dalam Nikolaus Franke & Christian Luthje, 2004). 2.2.5
Shapero’s Model Of The Entrepreneurial Event (SEE) Model ‘Entrepreneurial Event’ milik Shapero merupakan implikasi dari
model
intensi
yang
dispesifikasikan
pada
ruang
lingkup
wirausaha
(entrepreneurship). Dalam SEE, intensi untuk memulai suatu bisnis (wirausaha) akan muncul didukung oleh adanya perceptions of desirability dan feasibility serta propensity to act (Krueger, Reilly dan Casrud,2000). Berikut skemanya :
36
Gambar 2.4 Shapero’s model of the entrepreneurial event (SEE) (Krueger, Reilly dan Casrud,2000) Perceptions of desirability Intensi berwirausaha Perceptions of feasibility
Prospensity to act
Dalam teorinya mengenai intensi, Shapero & Sokol mengadaptasi teori Planned behavior dari Fishbein & Ajzen (1975) dan mengaplikasikan secara khusus dalam dunia wirausaha. Menurut Shapero & Sokol intensi dipengaruhi oleh tiga dimensi (Krueger, Reilly dan Casrud,2000).: 1. Perceived desirability Perceived desirability adalah bias personal seseorang yang memandang penciptaan usaha baru sebagai sesuatu yang menarik dan diinginkan. Bias ini tumbuh dari pandangan atas konsekuensi personal pengalaman kewirausahaan (misalnya baik atau buruk), dan tingkat dukungan dari lingkungan (keluarga, teman, kerabat, sejawat, dsb.) Variabel ini merefleksikan afeksi individu terhadap kewirausahaan. 2. Perceived feasibility Elemen ini menunjukkan derajat kepercayaan dimana seseorang memandang dirinya mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya
37
(manusia, sosial, finansial) untuk membangun usaha baru (Krueger, Reilly dan Casrud,2000).. 3. Propensity to act Propensity to act menunjukkan dorongan dalam diri seseorang untuk bertingkah laku dan intensitasnya sangat bervariasi bagi tiap individu. Determinan ini tidak hanya mempunyai pengaruh langsung terhadap intensi tetapi juga mempunyai pengaruh tidak langsung. Ketika propensity to act individu rendah, intensi untuk berwirausaha mempunyai kemungkinan yang kecil untuk berkembang, dan perceived desirability menjadi prediktor satu-satunya intensi. Tetapi, jika propensity to act individu tinggi, kuantitas pengalaman berwirausaha sebelumnya sebagai tambahan pada perceived feasibility dan desirability secara langsung mempengaruhi intensi (Krueger, Reilly dan Casrud,2000)
Ketiga dimensi di atas disebutkan oleh Shapero sebagai anteseden langsung terhadap intensi individu untuk menciptakan suatu usaha. Shapero kemudian berpendapat bahwa sikap seseorang terhadap wirausaha dapat secara tidak langung dipengaruhi oleh ‘prior exposure’ atau pengalaman sebelumnya orang tersebut dalam hal kewirausahaan. Pengalaman ini bisa didapat dari pengalaman kerja sebelumnya atau melalui keberadaan role model (Krueger, Reilly dan Casrud,2000)..
Krueger, Reilly dan Casrud (2000) kemudian menguji hipotesa ini dan melihat posisinya pada model intensi Entrepreneurial Event Shapero. Dalam usahanya untuk menyingkap model ini Krueger lalu menemukan bahwa ‘prior entrepreneurial
38
experience’ (pengalaman kewirausahaan sebelumnya) adalah anteseden dari persepsi, baik itu persepsi terhadap keinginan (perceived desirability) maupun persepsi terhadap kemungkinan
(perceived
feasibility).
Lebih
lanjut
pengalaman
kewirausahaan
sebelumnya ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu kuantitas dan kualitas. Kuantitas berkaitan dengan pegalaman sebelumnya dalam suatu bisnis keluarga, keterlibatan anggota keluarga dalam bisnis, atau partisipasi dalam pemulaian usaha baru. Kuantitas ini kemudian disebut sebagai breadth of experience. Sedangkan segi kualitas adalah persepsi seseorang terhadap pengalaman tersebut, apakah baik atau buruk. Segi kualitas ini akhirnya disebut juga sebagai positiveness of experience. Pengalaman kewirausahaan sebelumnya ini mempunyai pengaruh langsung terhadap perceived feasibility dan perceived desirability sehingga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi.
2.2.6. Background Factor Intensi berwirausaha Menurut Bird (Riccardo, 2010) trait kepribadian dianggap sebagai latar belakang dari intensi berwirausaha. Berdasarkan teori Ajzen’s mengenai TPB, disebutkan bahwa background factor yang mempengaruhi intensi diantaranya terdiri dari trait kepribadian. Berikut model background factor Ajzen (2005) :
39
Gambar 2.6 background Factor dalam Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005)
Background Factors Personal - General attitudes - Personality Traits - Values - Emotions - Intelligence Social - Age, Gender - Race, ethnicity - Education - Income - Religion Information - Experience - Knowledge - Media Exposure
2.2.7
Behavioral Beliefs
Attitude toward the Behavior
Normative Believe
Subjective Norms
Control Beliefs
Intention
Behavior
Perceived Behavioral Control
Model Intensi Berwirausaha Davidsson (Erkko autio et.al, 1997) Davidsson menjelaskan dasar dari analisis model intensi berwirasuaha dalam
context sebuah pilihan karir bahwa menurutnya pendekatan untuk sebuah penelitian mengenai intensi berwirausaha yang tepat adalah pada mahasiswa di universitas (Erkko autio et.al, 1997). Sikap umum secara spesifik menggambarkan bahwa orientasi keuangan, kompetitif, kesempatan, kebutuhan akan prestasi dan kemandirian berperan besar dalam prses mencapai intensei berwirausaha seseorang. Sehingga penelitian yang dilakukan menggunakan teori berdasarkan model intensi Davidson (Erkko autio et.al, 1997)..
40
Gambar 2.8 Model Dasar Intensi berwirausaha Davidson (Erkko Autio, 1997)
Selain itu, menurut model intensi berwirausaha Davidsson, bahwa lingkungan universitas merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mahasiswa dalam memunculkan intensi berwirausaha (Erkko autio et.al, 1997). Errko Autio dkk (1997) bahwa kebutuhan akan prestasi (need for achievement) secara signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha dengan besarnya signifikan (0,0008). Errko Autio menggunakan sampel dengan jumlah mencapai 1956 orang yang berasal dari kombinasi antara mahasiswa Universitas Teknologi Helsinki di Finland, Universitas Linkoping di Swedia, Universitas Colorado di USA,
dan Institute
teknologi asia di Thailand. Sehingga sampel yang representatif itu selain dapat digeneralisasikan, juga dapat menghasilkan kasil yang signifikan. Errko Autio dkk (1997) kebutuhan akan prestasi (need for achievement) dapat muncul seandainya faktor situsi seperti lamanya pendidikan dan pengalaman bekerja ikut mendukung. Artinya bahwa mahasiswa dengan latar belakang lamanya
41
pendidikan dan pengalaman kerja yang tinggi, akan semakin tinggi juga intensi berwirausahanya dari pada mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang pengalaman kerja dan hanya sedikit waktunya dalam mendapatkan pendidikan. Selanjutnya, Errko Autio dkk (1997) menyatakan bahwa yang mempengaruhi intensi berwirausaha bukan saja trait kepribadian seseorang tetapi dibalik itu terdapat faktor konteks sosial salah satunya lingkungan universitas. 2.2.8 Self-Efficacy dan Intensi Berwirausaha Robert P. Vecchio (2003) Menurut Robert P. Vecchio (2003) individu dengan self-efficacy yang tinggi akan merasa yakin bahwa mereka mampu menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang wirausahawan sehingga hal tersebut menjadi factor penting dari munculnya intensi berwirausaha. memiliki hubungan secara teoritis dan empiris dengan fenomena kewirausahaan. Menurut Bandura (Krueger, Reilly dan Casrud, 2000), korelasi antara self efficacy dengan intensi karir menunjukkan rata-rata 0.3 hingga 0.6. korelasi ini cukup baik sebagai prediksi dalam penelitian kewirausahaan seperti halnya locus of control (Brockhaus dan Horwitz, 1986 dalam Krueger, Reilly, dan Casrud, 2000).
2.2.9. Model Intensi berwirausaha Barbara J Frazier dan Linda S Niehm (2004) Sejumlah penelitian mengalamatkan intensi berwirausaha pada mahasiswa. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Barbara J Frazier dan Linda S Niehm (2004)
42
adalah mahasiswa sekolah bisnis dengan beberapa alasan. Mahasiswa dipengaruhi oleh pipihan yang untama sebagai bagian dari pentingnya subjek, sehingga persepsi mereka terhadap suatu pekerjaan dan sikap mereka terhadap subjek tertentu relatif membentuk potensi yang penting sehingga menjadikan seseorang terinspirasi untuk berwirausaha dan memilih bisnis sebagai pilihan karir. Jurusan kewirausahaan pada universitas di United state sering diikuti oleh program bisnis. Menurut Ajzen (1991) Teori planned behavior menerangkan intensi sebagai pencetus kemunculan suatu perilaku. Dalam kasus intensi berwirausaha digunakan model sikap seseorang untuk bertindak menjadi wirausahawan, norma subjektif, dan persepsi seseorang terhadap kemampuannya untuk bertindak sebagai prediksi adanya intensi untuk memilih karir wirausahawan. Menurut Krueger dan Casrud (Barbara J Frazier dan Linda S Niehm, 2004) Teori planned behavior dianggap berhasil dalam memprediksikan niat berwirausaha dalam berbagai macam pengaplikasian. Dari penelitian, menunjukkan sikap memberikan sumbangan sebesar 50% pengaruhnya terhadap intensi dan intensi mennyumbang sebesar 30% terhadap kemunculan perilaku. Menurut Kreuger dan Brazeal (Barbara J Frazier dan Linda S Niehm, 2004) model intensi berwirausaha dianggap sebagai dasar interaksi antara karakteristik kepribadian, persepsi, nilai, keyakinan, latar belakang dan lingkungan (konteks situasi). Di dalam model ini, karakteristik kepribadian tidak hanya dapat dipelajari, tetapi dianggap sebagai penghubung antara individu dan situasi.
43
Gambar 2.6 model intensi berwirausaha menurut Barbara J Frazier dan Linda S Niehm (2004) Situasi
Karakteristik kepribadian
Individu
1. 2. 3. 4.
Persepsi Nilai Keyakinan Latar belakang
Intensi Berwirausaha
Selanjutnya Barbara J Frazier dan Linda S Niehm (2004), menganggap bahwa mahasiswa dengan latar belakang keluarga wirausahawan akan memiliki keinginan dan dorongan untuk menjadi wirausahawan juga, dan hasil penelitian signifikan. Sedangkan peneliti tidak sampai menggali informasi mengenai latar belakang keluarga mahasiswa dan melakukan penelitian mengenai faktor latar belakang keluarga. 2.2.10. Model Intensi berwirausaha Heiko Bergmann (2002) Teori planned behavior memberikan kontribusi yang penting dalam penelitian tentang kewirausahaan sebagai penghubung antara sikap wirausaha dengan kemunculan
intensi
berwirausaha
selain
akhirnya
menunjukkan
aktivitas
berwirausaha. Selain itu, perbedaan kebudayaan di setiap daerah khususnya pada aktivitas kewirausahaan, dapat mempengaruhi masyarakat untuk lebih positif sikapnya terhadap kewirausahaan dibandingkan dengan masyarakat dari daerah lain. Selanjutnya, akan lebih penting apabila dapat memahami alasan mengapa seseorang memilih untuk menciptakan suatu usaha, yaitu dengan cara memahami intensi berwirausahanya.
44
2.2.11 Model Intensi berwirausaha Lope Pihie Zaidatol Akmaliah dan Hassan Hisyamuddin (2009) Menurut Wang Wong dan Lu (Lope Pihie Zaidatol Akmaliah dan Hassan Hisyamuddin, 2009), minat berwirausaha diartikan sebagai ketertarikan yang berasal dari persepsi mahasiswa untuk menyukai atau tidak menyukai menjadi seorang wirausahawan Model dibawah ini merupakan kombinasi dari konstruk teori planned behavior milik Ajzen (1991) dan intensi self employment milik Kolvereid dan Isaken (Lope Pihie Zaidatol Akmaliah dan Hassan Hisyamuddin, 2009). Self employment diartikan sebagai : That the individual is faced with two alternatives when selecting a career-either as self-employed and employed in an organization. Individu yang menampilkan dua alternative pilihan karir yaitu menjadi pekerja dan memperkerjakan diri sendiri dengan organisasi yang dibangun secara mandiri. Sedangkan sikap terhadap self-employment diartikan sebagai persepsi individu untuk bekerja sebagai pemilik dari suatu usha. Menurut Jackson dan Rodkey (Lope Pihie Zaidatol Akmaliah dan Hassan Hisyamuddin, 2009) sikap terhadap wirausaha sangat penting sebagai aspek yang memprediksi ada tidaknya potensi wirausaha di masa depan. Sebelumnya, penelitian menunjukan bahwa sikap terhadap self-employment memiliki pengaruh terhadap intensi self-employment (Kolvereid, Isaken, Autio, dan Tkechev dalam Lope Pihie Zaidatol Akmaliah dan Hassan Hisyamuddin, 2009). Sebagai kesimpulannya, Kolvereid dan Isaken melaporkan bahwa sikap terhadap selfemployment dapat memprediksi intensi self-employment dengan taraf signifikan
45
p<0,001 dimana koefisien regresinya sebesar 0,33.
Berikut model intensi self-
employment menurut Lope Pihie Zaidatol Akmaliah dan Hassan Hisyamuddin (2009) Gambar 2.9 model intensi self-employment Independet Variabel
Dependen Variabel
Sikap terhadap self-employment
Norma subjektif
Dukungan komunitas
Intensi Self-Employment
Self-efficacy berwirausaha
Sikap terhadap self-employment Minat berwirausaha
Penelitian yang dilakukan oleh Lope Pihie Zaidatol Akmaliah dan Hassan Hisyamuddin (2009) menggunakan sampel mahasiswa yang berasal dari empat universitas di Selangor, Malaysia. Jumlah sampel adalah 1357 orang mahasiswa. Sedangkan untuk pengukuran intensi self-employment, digunakan alat ukur intensi self-employment yang berasal dari modifikasi konstruk teori intensi Fishbein dan Ajzen (1980) dan Krueger,Reilly dan Casrud (2000).
46
2.2.12 Model Intensi berwirausaha Jeff Brice,JR (2003) Menurut Sejarah penelitian mengenai trait kepribadian wirausaha memiliki hasil yang tidak mantap. Konsekuensinya, banyak percobaan-percobaan untuk memisahkan antara potensi kewirausahaan dari yang lainnya melalui dasar-dasar karakteristik psikologis yang dirasa menunjukkan suatu manfaat yang mendasar. Menurut Gartner keyakinan bahwa wirausaha memiliki karakteristik psikologis telah sejak lama menjadi tradisi penelitian kewirausahaan. Perspektif tersebut dianggap simbolik dari pengusaha sebagai pribadi yang percaya diri dan dan memilikinjiwa petualang dalam situasi yang kurang menentukan dimsa yang akan datang. The Big Five Faktor model dari kepribadian dideskripsikan sebagai lima dimensi utama yang berupa kepribadian manusia. Kepribadian manusia digunakan secara luas dalam psikologi industri sebagai dasar untuk mengukur hubungan anatar sikap, personalorganisasi, dan human resource. Salah satu faktor kepribadian yang terdiri dari Big Five adalah 1) Entraversion, dengan representasi kecenderungan menjadi seseorang yang mampu bersosialisasi, asertif, dinamik, dan memerintah, 2) Agreeableness, digambarkan sebagai kecenderungan menjadi ramah, menyenangkan, dan suportif. 3) Conscientiousness terdiri dari dua sub faktor utama, prestasi dan dapat diandalkan 4) Neuroticism, (disebut sebagai Emotional Stability) merupakan kecenderungan untuk menunjukkan penyesuaian emosi yang kurang stabil 5) Openness to Experience, dengan sifat-sifat berupa inkuisitif, kreatif, dan independen.
47
1) Conscientiousness Barrick dan Mount mendemonstrasikan faktor kepribadian conscientiousness sebagai seseorang yang memiliki orientasi kepada prestasi dan ambisius, sehingga dianggap sebagai bagian dari orang yang memiliki karakteristik wirausahawan. 2) Agreeableness Menurut Costa dan McCrae dan Goldberg Agreeableness (Jeff Brice,JR, 2003) agreeableness diasosiasikan sebagai orang yang pasif, dependen, dan tradisional. Menurut Sexton dan Bowman (Jeff Brice,JR, 2003), persepsi tradisional tentang wirausahawan adalah menganggap wirausahawan sebagai seseorang yang berani mengambil resiko. Karena agreeableness kuat dalam memiliki nilai konformitas dan memiliki sifat dependen, maka orang dengan faktor kepribadian ini mampu dalam berinovatif khususnya dalam hal kewirausahaan dan berkemungkinan memunculkan intensi berwirausaha. 3) Extraversion Menurut Costa & McCrae dan Holland (Jeff Brice,JR, 2003) extraversion dianggap sebagai orang yang positif memiliki keinginan berwirausaha dan telah sejak lama memiliki hubungan kuat dengan kegiatan kewirausahaan. Lebih dari itu, Sehingga berkemungkinan karakteristik tersebut berguna dalam prospektif wirausaha yang membutuhkan pengembangan network yang mendukung masa depan kewirausahaan.
48
4) Neuroticism Menurut Knight dan Schumpeter (Jeff Brice,JR, 2003), individu yang memiliki neurotic kurang dalam menunjang kepercayaan diri atau inovasi sebagai karakteristik wirausahawan. Kenyataannya, penelitian yang dilakukan oleh Judge dan Cable (Jeff Brice,JR, 2003) menemukan bahwa orang dengan neurotic tinggi cenderung menolak budaya inovatif sehingga berlawanan dengan karakteristik seorang wirausahawan.. 5) Openness to Experience Menurut Knigt (Jeff Brice,JR, 2003) Openness to Experience merupakan dimensi kepribadian yang menjelaskan tentang kecenderungan kuatnya intensi berwirausaha. Menurut Costa dan McCrae (Jeff Brice,JR, 2003), karakteristik kepribadian dalam dimensi ini seperti keingintahuan, memiliki pendirian, dan inteligen, berkemungkinan memiliki semangat untuk berwirausaha. Individu yang terbuka memiliki keingintahuan dan keinginan untuk memunculkan ide yang berlawanan dengan nilai-nilai yang ada. Menurut Goldberg (Jeff Brice,JR, 2003) karena individu yang terbuka juga memiliki sifat kemandirian dan nonconform, mereka seharusnya memiliki kekurangan apabila bekerja pada aturan perusahaan dan karir yang memiliki organisasi tradisional. Jeff Brice,JR, (2003) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepribadian terhadap intensi berwirausaha diketahui menggunakan sampel 315 mahasiswa yang berasal dari lulusan skolah bisnis dan Master of Business Administration (MBA) yang bergerang dalam pemasaran, manajemen, dan akutansi. Alat ukur yang digunakand
49
alam penelitiannya adalah intensi berwirausaha berdasarkan skala keputusan berwirausaha yang diadaptasi berdasarkan teori Chen, Greene, dan Crik dan MMPI Costa dan MC Crae untuk mengukur kepribadian big fivenya. Sebagai penentunya, faktor demografi dan informasi latar belakang menjadi penentu dalam penelitian yang dilakukan oleh Jeff Brice,JR. Informasi tersebut berupa usia, jenis kelamin, dan etnik serta kelas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jeff Brice,JR (2003) didapatkan bahwa orang dengan openness to experience dan agreeableness yang tinggi, memiliki intensi berwirausaha yang kuat dibandingkan dengan dimensi kepribadian yang lain. Meskipun begitu, penelitian ini dapat membantu dalam memberikan informasi untuk mengembangkan pendidikan kewirausahaan bahwa dimensi kepribadian memiliki hubungan dan potensi perilaku kewirausahaan. Berikut skema model intensi berwirausaha menurut Jeff Brice,JR,( 2003) Conscientiousness Agreeableness Extraversion Neuroticism
Intensi berwirausaha
Openness to Experience
Kemudian Jeff Brice, JR (2003) R square yang didapat dari penelitiannya menunjukkan bahwa big five memberikan kontribusi sebesar 72% terhadap intensi berwirausaha.
50
Kemudian, menurut McCrae (Jeff Brice, 2003), trait kepribadian big five oppeness
to
experience
merupakan
trait
kepribadian
dengan
karakteristik
1)keingintahuan intellectual, 2) kecenderungan mencoba pengalaman baru dan 3)menggali ide-ide unik. Seseorang dengan Openness to experience yang tinggi dapat digambarkan sebagai individu dengan karakteristik kreatif, inovatif, imajinatif, reflektif dan tidak mengikuti tradisi. Sedangkan seseorang dengan Openness to experience yang rendah memiliki karakteristik 1) konvensional 2) membatasi ruang geraknya 3) tidak berpikir analitis. McCrae (Jeff Brice, 2003) menegaskan bahwa openness to experience secara positif berkorelasi dengan intelejensi khususnya intelejensi yang berhubungan dengan kreativitas, seperti berpikir divergen. Kuatnya hasrat seseorang untuk menjadi wirausahawan didorong oleh karekteristik seseorang untuk menjadi kreatif dan inovatif. Terlebih orang tersebut mampu menciptakan produk baru yang mendukung perkembangan pasar.
2.2.13. Model Intensi berwirausaha Isfaq Ahmed.et.al (2010) Dalam waktu yang demikian sulit, orang terdidik sulit dalam mendapatkan pekerjaan, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Negara. Seperti di Negara Pakisthan, dimana pemerintah kurang memiliki dukungan dalam lahan pekerjaan guna
menyerap
sumber
daya
manusianya.
Sehingga self-employment dan
berwirausaha menjadi pilihan solusi yang baik. Tetapi berwirausaha tidak serta merta berfungsi apabila hanya ditunjang dengan semangat. Sehingga diperlukan adanya
51
sikap sebagai bagian dari kepribadian. Sikap dapat didasari oleh trait kepribadian dan karakteristik demografis dan dapat juga dibentuk melalui pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Isfaq Ahmed.et.al (2010) mengangkat inovatif sebagai trait utama seorang wirausahawan dengan sampel mahasiswa universitas di pakisthan berjumlah 289 dimana 195 laki-laki dan 81 perempuan. Kemudian Isfaq Ahmed.et.al (2010) Menemukan bahwa faktor inovatif, usia, lama pendidikan, pengalaman bisnis dan latar belakang keluarga signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha. Taraf signifikan untuk inovatif didapat sebesar 0,003<0,05, Usia 0,031<0,05, lamanya pendidikan 0,005<0,05, pengalaman bisnis 0,004<0,05, dan faktor keluarha 0,005<0,05. Berikut model intensi berusaha menurut Isfaq Ahmed et.al (2010): Tabel 2.2.13 Model Intensi berwirausaha Isfaq Ahmed et.al (2010) Pendidikan wirausaha Latar belakang keluarga
Intensi Berwirausaha
Perbedaan jenis kelamin
2.2.14. Model Intensi berwirausaha Jessica Kennedy.et.al (2003) Variabel situasi merupakan variable yang penting dalam proses pembentukan keputusan dalam memulai suatu usaha. Dalam model intensi berwirasuaha, dipaparkan bahwa variable situasi berinteraksi dengan persepsi atau sikap dalam mempengaruhi intensi memulai suatu usaha. Variabel situasi digambarkan sebagai
52
kesempatan dalam hidup dikarenakan ketiadaan pekerjaan dan komitmen terhdap rumah dan keluarga yang mendorong seseorang untuk memperkerjakan diri sendiri dari apda menjadi pekerja kantoran. Ketiadaan kerja membuat seseorang memiliki keinginan untuk memiliki self-employment. Menurut Reynolds ditemukan bahwa yang utama dari nascent entrepreneur adalah karyawan dengan adanya selfemployment yang mendorong seseorang untuk memulai suatu bisnis. Sedangkan pada keluarga ditemukan bahwa adanya keseimbangan antara dorongan dari rumah dan keluarga yang menjadikan seorang wanita dituntut untuk berkarir. Wanita kebih mudah dalam memulai suatu bisnis. Sehingga komitmen terhadap keluarga menjadikan seserang memiliki kesempatan untuk memperkerjakan diri mereka (selfemployment). Berikut skemanya :
Unemployment Situasional variabel
SelfEmployment
Intensi berwirausaha
Home dan Family komitment
2.2.15. Model Intensi Berwirausaha menurut Goldberg (1990) Big Five” faktor sejak dulu telah dinamai dengan 5 faktor, yaitu 1) Surgency atau Extraversion, 2) Agreeableness, 3) Conscientiousness 4) Emotional stability dan 5) Culture. Alternatif faktor 5 dapat diinterpretasi sebagai Intelect (Digman dan Takemoto-Chock, Peabody dalam Goldberg, 1990) dan sebagai openness to experience (McCrae dan Costa dalam Goldberg, 1990). Big five faktor ini secara
53
signifikan
mempengaruhi
intensi
berwirausaha
sikarenakan
menggambarkan
karakteristik dari seorang wirausaha (Digman dan Takemoto-Chock, Peabody dalam Goldberg, 1990).
2.2.16. Model Intensi Berwirausaha menurut Nurul Indarti dan Marja Langenberg, (2004) Menurut Nurul Indarti dan Marja Langenberg, (2004) intensi berwirausaha dipengaruhi olehkarakteristik wirausahawan yaitu karakteristik demografi seperti usia, jenis kelamin dan background faktors pendidikan serta pengalaman kerja. Gambar 2.10 Skema model penelitian intensi berwirausaha Nurul Indarti dan Marja Langenberg, (2004)
Karakteristik demografi - Usia - Jenis Kelamin - Pengalaman kerja - pendidikan
Intensi berwirausaha
Adapun penjelasan mengenai karakteristik demografi yang mempengaruhi intensi berwirausaha seseorang dapat dilihat dibawah ini : 1. Usia Menurut Reynolds et al. (Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004) individu dengan kisaran usia 25 -44 tahun memiliki kecenderungan untuk aktif dalam kegiatan kewirausahaan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sinha menemukan bahwa adanya kedekatan antara wirausahawan yang sukses dengan usia mereka yang relatif
54
muda. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kristiansen, Furuholt dan Wahid pada wirausahawan cafe dan internet di Indonesia menemukan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara usia wirausahawan dengan kesuksesan bisnis yang dijalani. Sedangkan wirausahawan yang memiliki usia diatas 25 tahun lebih memiliki kesuksesan dari pada usia yang lebih muda. 2. Jenis Kelamin Mazzarol et al (Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004) menemukan bahwa orang dengan jenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan untuk berwirausaha lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Kolvereid menyatakan bahwa laki-laki signifikan lebih tinggi intensi berwirausahanya dibandingkan dengan perempuan. 3. Pengalaman Kerja Kolvereid (Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004) menemukan bahwa individu yang memiliki pengalaman bekerja khususnya sebagai wirausahawan secara signifikan intensi berwirausahanya tinggi dari pada tanpa pengalaman kerja. Sedangkan, Mazzarol et al (Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004) menemukan bahwa seseorang yang memiliki pengalaman bekerja pada instansi pemerintahan, kecil kemungkinan untuk sukses dalam menciptakan suatu usaha. Tetapi tidak diemukan adanya hubungan antara pengalaman bekerja diinstansi pemerintahan dengan kemunculan intensi berwirausaha. 4. Pendidikan Penelitian yang dilakukan oleh Charney dan Libecap (Nurul Indarti dan Marja Langenberg,
2004)
menemukan
bahwa
pendidikan
kewirausahaan
dapat
55
meningkatkan keyakinan diri pada individu untuk berwirausaha. Selanjutnya, mereka menemukan bahwa pndidikan kewirausahaan dapat menambah formasi dari tantangan baru, seperti menumbuhkan self-employment (memperkerjakan diri), menciptakan produk baru, menciptakan pekerjaan sendiri sehingga memiliki teknologi bisnis yang lebih baik. Selain itu, dengan adanya pendidikan kewirausahaan dapat menambah jumlah pekerja yang dapat meningkatkan jumlah usaha dan sebagai aset dari para sarjana. Sedangkan menurut Sinha (Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004), latar belakang pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang lebih baik dalam memberikan apresiasi yang mendukung intuisi mahasiswa untuk berwirausaha. Selain itu dari usia, jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan, terdapat pengaruh budaya dengan trait kepribadian yang saling tumpang tindih antara yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi harus diakui bahwa kadang kala ada suatu etnis tertentu dengan budaya tertentu yang lebih unggul dalam hal membangun suatu usaha daripada anggota kelompak etnis yang lain (Lambing & Kuehl, dalam Riyanti dan Rostiani,
2008). Faktor budaya dapat terlihat jelas pada nilai dan belief yang dianut oleh anggota dari kelompok budaya tersebut. Sebagai contoh belief mengenai locus of control, ada beberapa budaya yang menekankan pada internal locus of control sedangkan ada juga yang tidak. Orang-orang yang hidup dengan budaya internal locus of control mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terdorong menjadi wirausahawan karena mereka percaya bahwa mereka dapat mempunyai kesempatan untuk sukes apabila mereka berusaha
56
dengan keras. Contoh berikutnya mengenai image atau status apabila menjadi seorang wirausahawan. Pada beberapa budaya menjadi wirausahawan dapat dipandang sebagai suatu pekerjaan yang positif sedangkan pada budaya yang lain wirausaha dapat dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Lambing dan Kuehl (Riyanti dan Rostiani,
2008) memberikan contoh tentang penelitian terhadap kaum imigran di Kanada. Kristiansen (Riyanti dan Rostiani, 2008) menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktorfaktor penentu intensi kewirausahaan dengan menggabungkan tiga pendekatan (Indarti, 2004) yaitu 1) faktor kepribadian: kebutuhan akan prestasi dan efikasi diri; 2) faktor lingkungan, yang dilihat pada tiga elemen kontekstual: akses kepada modal, informasi dan jaringan sosial; dan 3) faktor demografis: jender, umur, latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja.
2.2.17. Teori Model Intensi Berwirausaha dan Determinan Berwirausaha Boris Urban (2004) Menurut Boris Urban (2004) Self efficacy, locus of control, need for achivement, need for autonomy, berani mengambil resiko dan adaptasi menjadi salah satu trait kepribadian seseorang dalam memunculkan suatu sikap berwirausaha yang kemudian memiliki motivasi dan niat untuk berwirausaha. Berikut skemanya :
57
Gambar 2.10 Teori model intensi berwirausaha dan determinan berwirausaha Boris Urban (2004)
Trait kepribadian : - Berani mengambil resiko - LOC - Need for achievement - Need for autonomy - Self-efficacy - adaptasi
Sikap terhadap perilaku berwirausaha
Motivasi dan intensi berwirausaha
Keputusan untuk berwirausaha
2.2.18 Teori Model Intensi berwirausaha Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett (2006) Menurut Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett (2006), motivasi berwirausaha dipengaruhi dibutuhkan hingga seseorang dapat memunculkan niat berwirasuaha. Tanpa motivasi, seseorang sulit untuk memunculkan suatu tindakan khsusnya apabila didalam dinia kerja, seseorang tidak memiliki motivasi. Dibalik motivasi menjadi wirausaha, terdapan kebutuhan-kebutuhan yang mempengaruhinya yaitu self efficacy, Locus of control dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy). Sehingga didalam penelitian terdahulunya ia menyebutkan bahwa kebutuhan akan kemandirian secara signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha yaitu sebesar (0,01). Intensi berwirausaha didefinisikan sebagai intensi untuk memulai suatu usaha dan mengembangkan suatu usaha. Dewasa ini, peneliti menggunakan perspektif
58
perkembangan dalam mengetahui penyebab tumbuhnya niat seseorang untuk berwirausaha. Menurut Venkataraman et al (Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett, 2006) alasan pertama adalah dukungan lingkungan. Jenis dari lingkungan yang dimaksud adalah faktor berupa karakteristik tekanan waktu dimana frekuensi tekanan waktu tersebut menciptakan seseorang untuk menunjukkan daya juangnya mencapai sesuatu yang diinginkan. Menurut Reynolds et al (Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett, 2006) Alasan kedua adalah tingginya tantangan dalam menciptakan lahan pekerjaan baru. Dengan begitu dibutuhkan suatu pengetahuan baru yang menghubungkan anatar proses dalam menciptakan suatu tantangan baru untuk diimplikasikan dalam hubungan sosial. Alasan ketiga adalah menciptakan suatu bisnis yang kecil yang menjadi dasar lahirnya perbedaan antara tingginya tantangan dalam berinovasi, orientasi strategi, dan berani menghadapi resiko diantara setiap orang. Selanjutnya, Hmieleski dan Andrew C Corbett (2006) menganggap bahwa kebutuhan akan kemandirian menunjukkan hasil yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Individu dengan nilai kebutuhan akan kemandirian tinggi, mampu dalam mengatur tujuan dan jadwal secara mandiri dan mencari lingkungan yang peruh dengan kebebasan.
59
Skema Model Intensi Berwirausaha Menurut Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett (2006) Kepribadian : Dimensi kepribadian “Big Five” - Extraversion - Conscientiousness - Agreeableness - Emotional Stability - Openness to Experience
Motivasional : 1. Locus of Control (LOC) 2. Berani menghadapi resiko (Risk-Taking Propensity) 3. Self-efficacy 4. Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy)
Intensi Berwirausaha
Cognitive Syle : 1. inovasi 2. insting
Model Sosial
2.2.19. Model Intensi Berwirausaha Jukka Vesalainen (2003) Menurut Jukka Vesalainen (2003) pendekatan melalui trait didapatkan bahwa adanya hubungan antara kepribadian dengan wirausaha. Hubungan inipun menggambarkan bahwa trait dapat menjelaskan kekuatan dari aktivitas berwirausaha. Meskipun begitu terdapat beberapa fakta yang menyatakan bahwa untuk menggambarkan keunikan stereotype wirausaha jika hanya dilihat dari trait, sehingga yang diperlukan adalah mengetahui karakteristik dan hubungan antara trait dan perilaku berwirausahanya.
60
Selanjutnya Chell (Jukka Vesalainen, 2003) menegaskan bahwa trait sendiri terbatas dalam menjelaskan tentang kekuatan dari intensi berwirausaha. Sebagai solusinya, diperlukan adanya interaksi dari beberapa pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan perilaku wirausaha sebagai fungsi dari diri dan kondisi lingkungan. Potensi dari wirausaha pada seseorang, dapat dipahami melalui definisi wirausaha sebagai interaksi anatar identitas, sikap, trait dan intensi. Menurut Bird (Jukka Vesalainen, 2003) intensi sebagai dasar pikiran yang membentuk perhatian seseorang baik melalui pengalaman dan tindakan kepada suatu tujuan/ spesifik goal atau penentu prestasi. Intensi dapat diartikan sebagai dasar dari psikologi kognitif yang menjelaskan tentang perilaku manusia. Hal tersebut menunjukan bahwa niat perilaku merupakan hasil dari sikap dan faktor-faktor perilaku. Dalam teori Fishbein (Jukka Vesalainen, 2003), intensi dapat diilustrasikan seperti berikut ini :
Keyakinan
Sikap
Intensi
Perilaku
Intensi berwirausaha memiliki tujuan untuk menciptakan usaha baru dan menciptakan nilai baru dalam usaha. Intensi termasuk kepada rasonal / cara berpikir analitis. Faktor motivasional seperti kebutuhan akan prestasi (Mc Clelland dalam Jukka Vesalainen, 2003) dan kebutuhan akan kontrol (Brock Haus dalam Jukka Vesalainen, 2003) mempengaruhi intensi berwirausaha pada individu. Kemudian Boyd (Jukka Vesalainen, 2003) memperkenalkan self-efficacy sebagai penghambat seseorang dalam memunculkan intensi.
61
Selanjutnya,
Jukka
Vesalainen
(2003)
menyatakan
bahwa
intensi
berwirausaha dipengaruhi oleh kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Hanya saja Jukka Vesalainen menegaskan bahwa kebutuhan tersebut sebenarnya bisa saja berubah menjadi kebutuhan lain karena expektasi individu terhadap kondisi tertentu. Dorongan (need) berwirausaha tidak dapat sepenuhnya ditentukan tanpa adanya motivasi. Sehingga dalam penelitian yang dilakukan oleh Vesalainen, ia menggunakan faktor motivasi berwirausaha sebagai independen variabel yang mempengaruhi intensi berwirausaha dengan hasil signifikan, bukan pada kebutuhan akan prestasi. Motivasi berwirausaha tersebut menurut MCClelland terdiri dari gabungan antara kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuatan dan kebutuhan akan afiliasi. Sedangkan untuk penelitian ini, peneliti tidak melakukan penelitian untuk kedua kebutuhan tersebut. Menurut Jukka Vesalainen (2003) sampel yang sesuai dalam penelitian intensi berwirausaha adalah sampel yang berasal dari populasi dengan karakteristik latarbelakang pengalaman bekerja. Seperti halnya penelitian yang dilakukan Errko Autio dkk (1997), dimana 20% dari mahasiswa Universitas di Swedia telah bekerja paruh waktu dan full time, mahasiswa perwakilan Asia yaitu mahasiswa universitas di Thailand 30% yang memiliki pengalaman bekerja, 56 % dari responden yang berasal dari Finland mengaku telah bekerja paruh waktu dan full time, dan mahasiswa dari Finland tercatat 82% diantara mereka sudah memiliki pengalaman bekerja.
62
2.2.20. Intensi Berwirausaha menurut Ciavella et al (2004) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ciavella et al (2004) pada sampel mahasiswa universitas southeastern dengan latar belakang kelas pendidikan psikologi, didapatkan hasil bahwa faktor kepribadian conscientiosness secara positif memiliki pengauh terhadap intensi berwirausaha seseorang, sedangkan openness to experience memiliki arah hubungan yang negatif terhadap intensi berwirausaha. Selain itu extraversion, emotional stability dan agreeableness tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi berwirausaha.
2.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Berwirausaha
Berdasarkan beberapa teori diatas, peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha adalah trait kepribadian, sikap, norma subyektif dan persepsi terhadap perilaku yang dikontrol (PBC), dibawah ini berikut uraiannya : 2.3.1. Kepribadian 2.3.1.1.
Definisi Kepribadian Dalam penelitian ini, peneliti akan berfokus pada definisi yang disampaikan
oleh Larsen & Buss (2002), bahwa kerpibadian adalah seperangkat ciri-ciri psikologis dan mekanisme pada diri individu yang diorganisasi dan relative bertahan lama serta mempengaruhi interaksi-interaksi individu dan adaptasi-adaptasinya terhadap lingkungan. Lingkungan merupakan penentu terbentuknya kepribadian.
63
2.3.1.2. Analisis Level Kepribadian Menurut Michel, Shoda & Smith (2003) beberapa teori seperti yang dimiliki oleh
Freud
memberikan
orientasi
dan
perspektif
yang
berbeda
dalam
mengaplikasikan teorinya ke kehidupan nyata, contohnya praktek klinis dengan pengalaman psikologis seseorang dalam menghadapi masalah. Hampir dari keseluruhan penelitian yang dilakukan berbagai tokoh, tercatat bahwa berbedanya penelitian yang dilakukan menghasilkan perbedaan dalam proses terapi atau interfensi yang dimodifikasi sesuai dengan konstruk kepribadian. Sehingga mereka juga melakukan berbagai pendekatan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Hal inilah yang melahirkan perdebatan dan dilakukannya penelitian baru untukmemberikan alternatif terhadap masalah tersebut sehingga munculah sebutan analisis level sebagai suatu usaha dalam menjelaskan perbedaan dari setiap aspek kepribadian. Analisis level merupakan suatu cara dalam mempeleajari kepribadian melalui beberapa level dimana setiap level memiliki konsep, metode dan bahasan yang fokus kepada aspek kepribadian. Analisis level terdiri dari enam bagian yaitu penjelasannya adalah sebagai berikut (Michel, Shoda & Smith, 2003): 1) Level trait disposisional Level trait disposisional merupakan level yang mengidentifikasikan tipe dari kualitas kepribadian yang stabil dan disposisi kepribadian yang menggambarkan kekonsistenan dari karakteristik yang berbeda pada setiap individu. Contoh dari trait yang biasa digunakan dalam penelitian mengenai karakteristik adalah agreeableness, conscientiousness, dan keterbukaan pikiran. Pada level ini, juga diteliti mengenai
64
kestabilan dari ekspresi setiap trait dalam berbagai waktu dan situasi yang bebeda termasuk didalamnya meneliti tentang big five faktor model sebagai pendekatan dari analisis faktor guna menjelaskan tentang dimensi dari trait.. 2) Level motivasional-psikodinamik Level motivasional-psikodinamik merupakan level yang menekankan pada motivasi, konflik, dan pertahanan, tidak hanya pada satu kesadaran bahwa level ini dapat memberikan penjelasan yang kompleks secara konsisten dan inkonsisten pada kepribadian. Khusus untuk pemahaman mengenai motif, murray meyakini bahwa motif dan kebutuhan merupakan bagian dari cara mengidentifikasi dinamika kepribadian. Motif sendiri muncul dari dorongan id teori klasik freudian. Murray menamakan setiap motif ang muncul menjadi sebuah kebutuhan yang disebut dengan need (Larsen and Buss, 2002). Need tersebut terdiri dari 20 kebutuhan (Larsen dan Buss, 2002) dan diantaranya terdapat need for achivement yang dikembangkan oleh MCClleland dan need for autonomy (Errko Autio, 1997) yang digunakan sebagai variabel penelitian khususnya yang dihubungkan dengan intensi berwirausaha. 3) Level phenomenologi Level
ini
membantu
dalam
mempelajari
kepribadian
dengan
cara
mendengarkan dan mencoba untuk memahami persepsi terhadap pengalaman individu. Fokusnya adalah pada merasakan pengalaman subjektif,dan bagaimana seseorang memandang dunia dan dirinya sendiri.
65
4) Level Perilaku kondisional Analisis pada level Perilaku kondisional memiliki spesifikasi pada pola dari perilaku yang menjelaskan karakteristik individu dan situasi serta kondisi yang mengatur peristiwa dan keanehan. Level ini membantu dalam mempelajari kepribadian dengan melihat pola perilaku seperti reaksi emosi takut, kecemasan bicara didepan umum, ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi ujian. 5) Level kognitif sosial Penelitian mengenai kepribadian dalam level ini berfokus pada aturan mengenai teori tentang keyakinan, ekspektasi, motivasi dan emosi sebagai determinan dari perbedaan individu dalam perilaku sosialnya. Level ini menjelaskan tentang perbedaan inidividu dalam pengetahuannya tentang sosial yang berisi konstuk tentang diri, yaitu self-regulasi, dam self kontrol. Spesifik fokusnya adalah karakteristik dari cara berpikir dan proses informasi yang dimiliki individu dari kedua kognitif dan emosi sebagai determinan dari cara tersendiri dalam memahami pengalaman khsusnya dalam perilaku sosial. 6) Level biologikal Prinsip penting dari tujuan mempelajari kepribadian menurut level biologikal adalah mencoba untuk menspesifikasikan aturan dari determinan genetik dan lingkungan sosial dalam membentuk siapa dan menjadi apa kita dikemudian hari. Fokusnya dalam pendekatan ini adalah menjawab pertanyaan ”apakah kepribadian yang dimiliki saya merupakan adaptasi dari kedua orang tua dan gen berperan penting
66
didalamnya? Apa kepribadian yang saya miliki merupakan refleksi dari opredisposisi biologikal dasar ?” 2.3.1.3. Kepribadian Menurut Murray Henry Murray mendefinisikan kepribadian sebagai ”cabang dari psikologi yang pada prinsipnya memberikan perhatian pada studi mengenai kehidupan manusia dan berbagai faktor yang mempengaruhi jalan hidup mereka, dan yang menyelidiki tentang berbagai perbedaan individual. Sejak memandang kepribadian sebagai suatu studi mengenai kehidupan manusia di sepanjang waktu, Murray memandang perlunya memperhatikan dan menganalisis berbagai interaksi antara individu dengan situasi individu tersebut temui di sepanjang hidupnya. Murray menggunakan konsep motivasi tidak sadar dari Freud, Jung, Adler, di samping konsep tuntutan lingkungan dari Lewin serta konsep trait yang canggih dari Allport (Friedman dan Schustack, 2008). Murray menekankan hakikat individu yang terintegrasi dan dinamis sebagai suatu organisme yang kompleks yang berespon terhadap lingkungan spesifik. Kebutuhan-kebutuhan ini bersifat internal namun dapat dibangkitkan oleh tuntutan lingkungan dan menyebabkan munculnya perilaku dalam lingkungan sosial. Dengan demikian pendekatan ini bersifat interaksionis. Contoh dari tuntutan lingkungan dapat berisar dari kondisi bertahan hidup seperti meneduh saat kehujanan dan memperoleh cukup makanan, hingga ke berbagai tuntutan sosiopsikologis yang kompleks seperti mengatasi penolakan atau kompetisi (Murray dalam Friedman dan Schustack, 2008).
67
Sedangkan motif adalah dorongan psikobiologis internal yang membantu munculnya pola perilaku tertentu. Konsep motif menunjukkan pemikiran adanya dorongan dalam diri manusia yang mendorong munculnya perilaku untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, bermain, dan bersenang-senang dan sebagainya. Dalam beberapa hal, motif bisa dilihat sebagai aspek yang mendasari trait. Motif memiliki sasaran. Kebutuhan, dorongan, dan emosi terkait dengan motif. Konsep mengenai motif mempertimbangkan dinamisme emosi seseorang (Friedman dan Schustack, 2008). Henry Murray penggagas studi kepribadian yang didasarkan pada motif, menggunakan istilah “kebutuhan (need)” yang merujuk pada kesiapan untuk merespon dengan cara tertentu dalam kondisi tertentu. Kebutuhan dasar meliputi kebutuhan akan pencapaian, afiliasi, dominasi, dan eksibisi. Pendekatan Murray sangat tergantung pada situasi sosial (Murray dalam Friedman dan Schustack, 2008). Beberapa pendekatan kepribadian modern menggunakan konsep motif dalam memahami kepribadian, namun para tokoh membahasnya secara lebih sederhana Sebagai contoh, kita mungkin menganalisis tujuan-tujuan tertentu atau “tugas dalam hidup” seperti berhasil dalam sekolah (Cantor dkk dalam Friedman dan Schustack, 2008). Banyak mahasiswa yang menjadikan hal itu sebagai motivasi utama dalam hidup mahasiswa. 2.3.1.3.1. Kepribadian dari berbagai situasi Dengan penekanan pendekatan unteraksionisme pada situasi, masalah penting yang muncul adalah memutuskan bagaimana cara mengklasifikasikan situasi.
68
Perilaku individu di suatu waktu tertentu merupakan hal yang sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh berbagai situasi. Meskipun demikian, trait dapat memprediksi perilaku secara cukup baik dalam periode wakt yang lebih lama (Fleeson dalam Friedman dan Schustack, 2008). 2.3.1.3.2. Kekuatan dari Situasi Salah satu alasan mengapa kepribadian terkadang hanya dapat menjadi prediktor perilaku yang lemah adalah bahwa kekuatan situasi kadang kala demikian kuat hingga membuat kita tidak berperilaku seperti biasanya (Murray dalam Friedman dan Schustack, 2008).
2.3.1.4. Teori Pembelajaran Sosial: Dollard dan Miller Ketika Dollard dan Miller bertemu dan mulai berkolaborasi, mereka menunjukkan hampir semua tradisi penting yang relevan dengan pembelajaran kepribadian aspekaspek kognitif dan biologis, semuanya dalam konteks kerangka kerja perilaku dan pembelajaran. Sangat menarik untuk melihat apa yang muncul dari penggabungan ide dasar ini, sebuah pendekatan kepribadian yang disebut teori pembelajaran sosial (Friedman dan Schustack, 2008). Teori pembelajaran sosial menjelaskan bahwa kecenderungan kita dalam berespons dengan cara tertentu disebut ”kebiasaan” disebabkan oleh apa yang disebut sebagai hierarki dorongan sekunder. Dengan kata lain, bagi Miller dan Dollard (Friedman dan Schustack, 2008) terdapat sebuah individu mempelajari suatu hirarki kemungkinan seseorang akan membentuk respons-respons tertentu pada situasi-
69
situasi tertentu. Mereka menyebut hal ini hierarki kebiasaan (habit hierarchy). Teori pembelajaran sosial melihat bahwa peringkat yang seseorang berikan ini bertanggung jawab atas perbedaan individu yang terkadang disebut dengan kepribadian atau gaya personal (Friedman dan Schustack, 2008). Konsep dorongan sekunder berusaha menjelaskan bagaimana kepribadian manusia (dewasa), dalam segala kompleksitasnya dapat dibentuk sejak kecil, pada saat anak yang bersangkutan hanya sekedar sekumpulan dorongan respons fisiologis yang tidak terdiferensiasi. Konsep dorongan sekunder ini menjelaskan konstruk kepribadian tradisional seperti sifat ekstroversi, sebagai dorongan sekunder yang dipelajari. Gagasan seperti ini berguna dalam memahami mengapa beberapa budaya (seperti Jepang, yang mengembangkan kohesi kelompok) memiliki lebih banyak orang-orang pemalu dibanding budaya lain (misalnya Amerika Serikat dan Israel, yang mendukung aktivitas Individual dan sikap asertif). Yang terjadi adalah anakanak diasosiasikan mereka mempelajari dorongan-dorongan dan perilaku-perilaku melalui imbalan yang diberikan oleh masyarakat sekitar (Friedman dan Schustack, 2008).
70
3.3.1.1.1 Faktor kepribadian Big Five Raymond Cattell menggunakan istilah-istilah diskriptif – sifat (trait descriptive) dari Allport dan Odbert sebagai titik awal analisis struktur kepribadiannya. Cattell menggunakan daftar istilah-istilah yang mengandung 4.500 sifat-sifat tetap. Oleh karena keterbatasan kekuatan computer pada saat itu, maka ia tidak dapat mengolah istilah-istilah tersebut dengan menggunakan faktor analisis. Kemudian Cattell mengurangi daftar istilah tersebut menjadi 171 cluster (kelompok sifat) dengan menghilangkan beberapa di antaranya serta menggabungkan bersamasama yang tersisa. Ia mengakhiri kerjanya dengan 35 cluster ciri-ciri kepribadian. Ketika peneliti lainnya mengulangi analisis cattell, mereka hanya lima faktor yang dapat diandalkan. Goldberg menyatakan bahwa Cattell adalah bapak intelektual dari kepribadian Model Lima Faktor (Big Five) (dalam Larsen&Buss, 2005). Fiske & Christal (dalam Pervin&John, 2001) adalah orang yang pertama kali mengumpulkan lima faktor yang ditiru dengan menggunakan variable-variabel urutan yang diperoleh dari kerja Cattell dan menemukan lima faktor yang direplikasi melalui sampel penelitian pribadi, penilaian pengamat, dan penilaian teman sebaya. Adapun penamaan yang diberikan Cattell untuk kelima faktor temuannya yaitu: Confident Self Expression (1), Social Adaptability (2), Conformity, (3), Emotional Control (4) dan Inquiring Intellect (5). Goldberg
menemukan
5
faktor
kepribadian
yang
terdiri
dari
Surgency/extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, emotional stability, dan Intellect/Openess to Experience. Demikianlah, selama decade terakhir suatu tubuh
71
literature yang impresif telah terakumulasi, yang memberikan fakta, meski masih ada juga perbedaan atas ketegangan (robustness)model lima faktor. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Goldberg. Alasan peneliti, karena perenyataan-pernyataan kata sifat yang aa didalamnya lebih mudah dipahami dan diadministrasikan untuk struktur Big Five Personality. Serta adaptasi alat ukur IPIP yang dibuat oleh Goldberg yang selanjutnya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Goldberg (Larsen & Buss, 2002), telah melakukan penelitian secara sistematik dengan menggunakan trait kata sifat tunggal. Taksonomi Goldberg telah di uji dengan menggunakan analisa faktor, yang hasilnya sama dengan struktur yang ditemukan oleh Norman. Goldberg (Larsen&Buss, 2002) kemudian melakukan kajian lanjutan untuk menentukan penilai yang pantas untuk menilai 5 faktor kepribadian yang terdapat dalam big five dan dapat mewakili kelompok-kelompok kata sifat seperti yang terdapat dalam temuannya. Menurut Goldberg, kelima faktor dalam kepribadian Model Lima Faktor (Big Five) dapat dinilai dari skala bipolar (skala yang berisi kutub positif dan negatif).
72
Adapun penilai untuk tiap 5 faktor dari kepribadian lima faktor (Big Five) yang ditemukan dalam kajian Goldberg tersebut yaitu: (Larsen&Buss, 2002) 1. Surgency / Extraversion terdiri dari sifat-sifat: terbuka, banyak bicara, tegas, verbal, energik, berani, aktif, nekat, giat, tidak sabar, lawannya adalah introvert, malu, diam, tidak ramah, tidak banyak bicara, segan, suka menyendiri, takut, tidak suka berpetualang. 2. Aggreableness terdiri dari sifat-sifat : baik ati, suka bekerja sama /kooperatif, simpatik, ramah, dapat dipercaya, penuh pertimbangan, menyenangkan, bersedia menyeujui, suka menolong, murah hati. Lawannya adalah kejam, tidak baik hati, tidak simpati, tidak dapat dipercaya, keras, banyak permintaan, kasar, egois, tidak suka bekerja sama, tidak murah hati/tidak dermawan. 3. Conscientiousness terdiri dari sifat-sifat: teratur, sistematis, teliti, rapih, efisien, hati-hati, mantap, sungguh-sungguh, tepat waktu, lawannya adalah tidak teratur, ceroboh, tidak sistematis, tidak efisien, tidak mandiri, tidak praktis, sembrono/lalai, tidak konsisten, tanpa perencanaan, cengeng. 4. Emotional stability terdiri dari sifat-sifat: tidak cemburu, tidak emosional, santai, tenang sekali, tidak dapat di rangsang, tidak
merasa
diperlukan.
Lawannya
adalah
cemas,
suka
murung,
73
temperamental, iri hati, emosionil, mudah marah, cerewet, cemburu, mudah tersinggung, gugup, tidak aman, takut, penuh belas kasihan, mudah terganggu. 5. Intellect / Openness to Experience terdiri dari sifat-sifat: Pandai, kreatif, imajinatif, cerdas, filosofis, artistic, mendalam, inovatif, mawas diri. Lawannya adalah Tidak intelek, tidak cerdas, tidak imajinatif, tidak
kreatif, bodoh, tidak rumit, tidak berpikir mendalam, tidak lekas
mengerti, tidak ingin tahu, berpikir dangkal. Temuan seperti ini yang dilaporkan Goldberg telah mendorong pencarian penilai yang lebih pendek dan mudah diadministrasikan untuk struktur kepribadian lima faktor (bigfive) yang akan digunakan dalam konteks penelitian kepribadian traits.
2.3.1.1.2. Teori Tiga Motif Dasar McClelland Menurut McClleland (Larsen dan Buss, 2002), terdapat tiga motif dasar pada diri manusia yaitu : 1) kebutuhan akan prestasi (need for Achievement). Dalam teori dikemukakan bahwa orang dengan N-Ach tinggi memiliki kesanggupan dalam menghadapi tugas yang menantang. Kemudian, laki-laki dengan N-ach tinggi akan lebih atraktif dalam kegiatan wirausaha dibandingkan orang yang rendah kebutuhan akan prestasinya.
74
2) kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Banyak penelitian dilakukan untuk menjelaskan mengenai perbedaan kebutuhan akan kekuasaan pada diri individu. Hasilnya ditemukan bahwa mahassiwa yang telah bekerja memiliki kecenderungan mampu menghadapi resiko yang lebih besar dalam situasi yang tidak menentu, aktif dalam kelompok, dan menganggap dirinya memiliki prestige. Individu dengan N-Pow memiliki kemampuan dalam mengkontrol setioasi dan orang-orang disekitarnya. 3) kebutuhan akan intimasi (need for intimacy) Menurut MCAdam yang bersama-sama melakukan penelitian dengan McClelland mengemukakan bahwa need for intimacy adalah gambaran dari kebutuhan yang dimiliki seseorang dengan karakteristik ramah, cepat akrab, dan memiliki interaksi yang komunikatif dengan orang lain, dan expresif dibandingkan dengan orang yang rendah n-Int nya..
2.3.2.
Need for Achivement (kebutuhan berprestasi)
David McClelland mendefinisikan need for achievement sebagai berikut: “as the desire to do better, to be successful, and to feel competent (Larsen&Buss, 2002).” Need for achievement (kebutuhan berprestasi) adalah usaha untuk menjadi lebih baik, sukses dan merasa kompeten. Menurutnya, seperti halnya semua motif, need for achievement akan memberikan energy untuk bertindak atau berperilaku secara percaya diri sesuai dengan situasi (Larsen&Buss, 2002).
75
Menurut teori ‘The Big Three Motives’ yang dikemukakan David McClelland, bahwa individu dimotivasi oleh besarnya kebutuhan akan prestasi (need for achivement), yaitu termasuk kepuasan mereka dalam menyelesaikan suatu tugas atau mengantisipasi penyelesaian dari tugas-tugas. Proses yang dilalui dapat disebut sebagai aktivitas yang menantang ( Larsen&Buss, 2002). Menurut MCClelland seseorang dengan kebutuhan akan prestasi tinggi memiliki keinginan yang kuat untuk mengerjakan tugas-tugas yang menantang, memiliki tanggung jawab yang besar dengan tugas yang dikerjakan, dan ketika selesai dalam mengerjakan suatu pekerjaan, orang tersebut menginginkan umpan balik (Larsen & Buss, 2002) Menurut Murray (Friendman dan Schustack, 2008) need (kebutuhan) bagian dari internal (tetapi dapat diprovokasi atau dipengaruhi oleh tekanan lingkungan), dan mengharuskan seseorang bertindak sesuai dengan lingkungan sosialnya. Tekanan lingkungan yang dimaksud adalah situasi. Situasi membuat seseorang terpaksa untuk mengharuskan dirinya mengikuti apa yang terjadi dilingkungannya. Menurutnya, Kebutuhan terdiri dari 20 macam dan setiap kebutuhan tersebut dapat muncul karena adanya tekanan (press) yang berasal dari situasi, objek dan waktu tertentu. Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Murray, didapatkan konsep motivasi dan individual dak konstruk menegani teori formal motivasi berprestasi. Sedangkan McClelland dengan menggunakan teori motivasi berprestasi berusaha menghubungkan antara kebutuhan akan prestasi dengan kewirausahaan. Menurut Johnson, kebutuhan akan prestasi telah diasosiasikan dengan kegiatan berwirausaha
76
sejak Mcclelland berusaha menghubungkan antara kaum protestan, kebutuhan akan prestasi dan perkembangan ekonomi. Teori motivasi berprestasi McClelland menjadi dorongan utama dalam meningkatkan aktivitas kewirausahaan dalam pengembangan ekonomi sosial. Sehingga Usaha MecClelland sangat berpengaruh. Motivasi berprestasi muncul sebagai karakteristik psikologi dari wirausahawan (David Pastrui, 2003). 2.3.3
Locus Of Control
Locus of control didefisnisikan sebagai berikut: “is a concept that describes a person’s perception of responsibility for events in his or her life. More specifically, locus of control refers to whether people tend to locate that responsibility internally, within themselves, or externally, in fate, luck, or chance.” ( Larsen & Buss, 2002).
Menurut Rotter, locus of control merupakan konsep yang menggambarkan persepsi individu dalam merespon peristiwa yang terjadi didalam hidup mereka. Lebih spesifiknya, bahwa locus of control diartikan sebagai seseorang yang melokasikan kemampuan meresponnya dengan internal atau eternal dalam sebuah kesempatan dan keberuntungan ( Larsen & Buss, 2002).
2.3.4.
Self Efficacy
Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai berikut: “at the levels of confidence individuals have in their ability to execute certain courses of action, or achieve specific outcomes”
77
Menurut Bandura, Self-Efficacy dapat didefinisikan sebagai level dari kepercayaan diri individu untuk melakukan suatu aksi atau tindakan yang specific (John Lane, Andrew M. Lane & Anna Kyprianou, 2004).
2.3.5.
Need for Autonomy Menurut Murray, need for Autonomy adalah kebutuhan untuk menjadi bebas
untuk bertindak sesuai dengan keinginan (Larsen & Buss, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Murray, ia membuat suatu daftar ‘fundamental human needs’ yang masing-masing need dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu ambition needs, need to defend status, needs related to social power, social affection needs, dan needs related to information exchange. Sedangkan autonomy termasuk kedalam needs related to social power (Larsen&Buss, 2002). Menurut Murray, orang yang memiliki kebutuhan akan kemandirian tinggi mencerminkan pribadi yang menginginkan kebebasan, melawan paksaan dan hambatan, menghindari kekuasaan orang lain, mandiri, tidak terikat aturan yang mengekang, menolak kelaziman, dan mampu berdiri sendiri dalam membuat keputusan (Larsen & Buss, 2002). Menurut Hurlock (2002) penelitian-penelitian tentang hubungan keluarga menunjukkan bahwa semua hubungan keluarga merupakan faktor penting dalam perkembangan individu. Segala peristiwa pada masa kanak-kanak dan tahun-tahun kemudian begitu penting dalam menguatkan ataupun mengubah struktur kepribadian yang secara tentative sudak terbentuk pada awal masa kehidupan. Kemudian ketika
78
masa akhir kanak-akanak muncul dan mencapai tahap krisis dalam masa remaja, Menurut Erikson, “identitas diri” berarti perasaan dapat berfungsi sebagai seorang yang tersendiri tetapi yang berhubungan erat dengan orang lain. Untuk memperoleh identitas diri, anak harus mempunyai keyakinan bahwa ia harus dapat bertindak mandiri. Sebelum anak memiliki keyakinan ini, ia masih merasa kurang aman. Untuk mengatasi masalah ini, anak mencoba melepaskan diri dari kedekatan orang tua dan mendekatkan diri dengan teman-teman, yang akhirnya keinginan untuk menyendiri muncul pada masa remaja.
2.3.6
Sikap
2.3.6.1 Pengertian Sikap Berdasarkan Theory of Planned Behavior, sikap terhadap perilaku ditentukan oleh adanya belief tentang konsekuensi perilaku, yang disebut behavioral belief. Setiap behavioral belief ini menghubungkan perilaku dengan hasil atau konsekuensi tertentu dari perilaku. Seseorang yang percaya bahwa menampilkan perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasil yang positif, akan mempunyai sikap yang favourable terhadap
ditampilkannya
perilaku,
sedangkan
orang
yang
percaya
bhawa
menampilkan tingkah laku tertentu akan mengarahkan pada hasil yang negatif, maka ia akan mempunyai sikap unfavourable (Ajzen, 1991). Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai ebrikut (Ajzen, 2005) :
79
AB ∞ ∑ biei AB = sikap terhadap perilaku B bi = belief bahwa menampilkan perilaku B akan menghasilkan i ei = evaluasi terhadap hasil i 2.3.6.2
Peran Beliefs Dalam berbagai penjelasan dasar menyebutkan bahwa perilaku adalah fungsi
dari informasi penting, atau beliefs (keyakinan) yang relevan terhadap perilaku. Secara umum, belief mengacu pada kemungkinan penilaian subjektif yang dimiliki seseorang tentang beberapa aspek yang berbeda-beda dalam dunianya termasuk juga pemahaman tentang diri sendiri dan lingkungannya. Sedangkan secara khusus, belief didefinisikan sebagai kemungkinan subjektif tentang hubungan antara objek belief dengan beberapa objek lain, nilai, konsep atau atribut. Definisi ini mengimplikasikan bahwa pembentukan belief meliputi pembentukan suatu hubungan antara dua aspek dalam dunia seseorang. Salah satu sumber informasi yang jelas tentang hubungan tersebut adalah observasi langsung yang terjadi saat seseorang mempersepsikan melalui inderanya, bahwa suatu objek memiliki atribut tertentu. Hal ini disebut dengan descriptive beliefs. Dalam kerangka konseptual disebutkan bahwa saat seseorang membentuk keyakinan tentang suatu objek, maka secara otomatis dan simultan seseorang tersebut akan membentuk sikap terhadap objek tersebut. Setiap keyakinan menghubungkan
80
objek dengan beberapa atribut ; sikap seseorang terhadap objek merupakan fungsi dari evaluasinya terhadap atribut tersebut. Beliefs tersebut menunjukkan tentang informasi yang dimiliki seseorang tentang sebuah objek. Secara spesifik, suatu belief menghubungkan objek terhadap beberapa atribut. Objek belief dapat berupa seseorang, individu, sekelompok orang, lembaga, tingkah laku, kebijaksanaan, peristiwa, dan lain-lain. Atribut bisa berupa objek, trait, properti, kualitas, karakteristik, hasil atau kejadian. Selain itu, belief juga dapat terbentuk melalui proses penyimpulan, yaitu belief yang melampaui hubungan-hubungan yang dapat diobservasi secara langsung. Ini disebut dengan inferential beliefs. Jenis belief berikutnya dapat terbentuk dengan menerima informasi tentang objek dari sumber luar. Sumber luar disini termasuk koran, buku-buku, majalah, radio dan televisi, dosen, teman, relasi, rekan kerja, dan lain-lain. Jenis belief ini disebut juga informational beliefs ( Fishbein dan Ajzen, 1975).
2.3.7 Norma Subyektif 2.3.7.1 Pengertian Norma Subjektif Fishbein & Ajzen (1975) mengemukakan bahwa norma subjektif adalah : “the subjective norm is the person’s perception that most people who are important to him think he should or should not perform the behavior in question.
81
Definisi tersebut menjelaskan bahwa norma subyektif adalah persepsi individu mengenai harapan orang-orang yang penting bagi dirinya (significant others) baik perorangan ataupun kelompok untuk menampilkan perilaku tertentu atau tidak. Norma subjektif merupakan dasar determinan yang kedua dalam intensi berperilaku menurut Theory of Planned Behavior (TPB) bahwa norma subjektif juga diasumsikan sebagai fungsi dari beliefs (keyakinan- keyakinan) yang berbeda jenisnya dengan beliefs dalam sikap karena beliefs disini merupakan representasi persepsi individu terhadap significant others baik perorangan maupun kelompok yang kemudian mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak menampilkan perilaku. Keyakinan yang mendasari norma subjektif ini disebut dengan istilah normative beliefs (Ajzen, 2005).
2.3.7.2. Determinan Norma Subjektif Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), norma subjektif secara umum ditentukan oleh dua determinan berikut: 1.
persepsi atau keyakinan mengenai harapan individu atau kelompok tertentu terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau tidak. (normative beliefs)
2.
motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut (motivation to comply). Normative beliefs dapat dibentuk sebagai hasil dari sebuah proses
penyimpulan yakni jika seseorang yakin bahwa orang-orang yang penting bagi dirinya akan merasa senang jika dia menampilkan perilaku tertentu maka seseorang
82
itu akan menyimpulkan bahwa kelompok yang menjadi acuannya berkeinginan agar dirinya menampilkan perilaku tersebut. Konsep mengenai determinan motivasi individu untuk memenuhi harapan orang-orang yang penting baginya untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu bisa diartikan secara berbeda-beda. Dari dua pendekatan baik teoritis maupun empiris menunjukkan bahwa motivasi untuk memenuhi harapan paling tepat diartikan sebagai kecenderungan untuk menerima arahan dari rujukan tertentu dari seseorang ataupun kelompok (Fishbein & Ajzen, 1975). Pengukuran norma subjektif biasanya dapat diketahui secara langsung dengan meminta respondent untuk memberikan penilaian seberapa besar kemungkinan orang-orang yang penting bagi dirinya akan menyetujui
atau tidak menyetujui
mereka untuk menampilkan perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Sedangkan pengukuran terhadap norma subjektif (Fishbein & Ajzen, 1975) dapat dilakukan dengan menjumlahkan hasil perkalian normative beliefs dengan motivasi individu untuk mematuhi normative beliefs (motivation to comply). Norma subjektif tersebut dapat dirumuskan sebagai sebrikut (Ajzen, 2005) :
SN ∞ ∑ nimi SN = Subjective norm ni =
belief normative (belief seseorang behawa seseorang atau kelompok yang menjadi referensi berpikir bahwa ia seharusnya menampilkan atau tidak menampilkan perilaku)
m1 =
motivasi seseorang untuk mengikuti seseorang atau kelompok yang menjadi referensi.
83
2.3.8. Perceived Behavioral Control (PBC) Sebagaimana sikap dan norma subjektif, Perceived Behavioral control juga merupakan sebuah fungsi belief, yang biasa disebut control belief yang mengacu pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai kapasitas untuk menunjukkan perilaku. Control belief merupakan belief tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang mempermudah atau menghambat dalam menampilkan perilaku. Belief tentang kemudahan dan kesulitan dalam menampilkan tingkah laku tersebut tidak hanya didasarkan pada pengalaman masa lalu individu dengan eprilaku, tetapi juga dipengaruhi oleh informasi tidak langsung dari pihak kedua mengenai perilaku, hasil observasi terhadap pengalaman tingkah laku teman, serta faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi persepsi individu terhadap kesulitan untuk menampilkan tingkah laku. Semakin besar sumber atau kesempatan yang dimiliki seseorang untuk menampilkan tingkah laku serta semakin sedikit halangan dan rintangan yang dapat diantisipasi, maka makin besar pula persepsi seseorang terhadap kontrol untuk menampilkan perilaku (Ajzen, 2005). Perceived Behavioral control ini dapat diukur secara langsung dengan memperikan pertanyaan pada individu apakah ia mampu menampilkan suatu tingkah laku yang diinginkannya atau apakah individu tersebut percaya bahwa ia dapat melakukannya dengan sepenuhnya di bawah kontrol diri sendiri (Ajzen, 2005). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa control belief mengacu pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai kapasitas untuk menunjukkan
84
perilaku. Berdasarkan hal itu, perceived behavioral control dapat dirumuskan sebagai ebrikut (Ajzen, 2005) :
PBC ∞ ∑ cipi PBC
= Perceived Behavioral control
ci
= control belief bahwa faktor i akan ada
pi
= kekuatan faktor I untuk mempermudah atau menghambat dalam
menampilkan perilaku.
2.4.
Karakteristik Entrepreneur
Berikut dibawah ini merupakan karakteristik entrepreneur menurut beberapa tokoh, adalah sebagai berikut (Sim, 2006) : 1) McClelland Karakteristik entrepreneur adalah berani mengambil resiko dan memiliki kebutuhan akan prestasi. 2) Hornaday dan Aboud Karakteristik entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kebutuhan akan prstasi, kebutuhan akan kemandirian, agresif, kebutuhan akan kekuasaan, rekognisi dan inovatif/independent. 3) Welsh dan White Karakteristik wirausaha terdiri dari seseorang dengan kebutuhan akan kontrol, kemampuan respon yang tinggi, percaya diri, berani terhadap tantangan, berani mengambil resiko.
85
4) Timmons Menurut Timmons, seseorang dengan karakteristik percaya diri, memiliki goal oriented, berani mengambil resiko, memiliki locus of control dan creativitas/inovasi merupakan karakteristik dari seorang entrepreneur.
Berdasarkan beberapa teori dihalaman sebelumnya, teori yang peneliti pilih sebagai landasan dalam penelitian adalah kombinasi dari beberapa teori, yaitu: 1. Teori Perceived Behavior Ajzen (1991;2005) mengenai Sikap, norma subjektif, dan PBC. Teori tersebut juga menjelaskan mengenai latar belakang faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha. 2. Teori Krueger, Reilly dan Casrud (2000) mengenai intensi berwirausaha yang penting dalam mmprediksi perilaku berwirausaha. 3. Teori Davidson (Erkko Autio, 1997) mengenai model dasar intensi berwirausaha yaitu untuk mengukur need for achievement dan need for autonomy. 4. Teori Boris Urban (2004) mengenai model intensi dan determinan berwirausaha yaitu dipengaruhi oleh trait kepribadian locus of control, need for achievement, need for autonomy, self-efficacy. 5. Teori Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett (2006) mengenai model intensi berwirausaha yang dipengaruhi oleh kepribadian big five faktor, motivasional berupa kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy), dan model sosial
86
6. Teori Franke & Christian Luthje (2004) yaitu mengenai locus of control sebagai bagian dari factor internal yaitu trait kepribadian. 7. Teori Jeff Brice,JR (2003) yaitu mengenai intensi berwirausaha yang dipengaruhi oleh Kepribadian Big Five. Kelima kepribadiannya yaitu extraversion, neuroticism, aggreableness, conscientiousness, openness to experience. Berikut dibawah ini merupakan skema yang menjelaskan kesimpulan dari kombinasi teori yang peneliti gunakan : Gambar 4.7 Skema Kombinasi Teori Intensi Berwirausaha Sikap (Ajzen, 2005) Norma Subyektif (Ajzen, 2005) Perceived Behaviour Control (Ajzen, 2005) need for achievement (Davidson dalam Erkko Autio et.al, 1997) Need for autonomy (Davidson dalam Erkko Autio et.al, 1997) Sellf efficacy (Robert P. Vecchio (2003) Locus of Control (Franke & Christian Luthje; 2004) Kepribadian “big five” extraversion (JefBrice,JR,2003) Kepribadian “big five” , neuroticism (JefBrice,JR,2003) Kepribadian “big five” aggreableness (JefBrice,JR,2003) Kepribadian “big five” conscientiousness (JefBrice,JR,2003) Kepribadian “big five” openness to experience (JefBrice,JR,2003)
Intensi berwirausaha
87
2.8
Kerangka Berpikir Penelitian Peneliti menganggap bahwa banyak dari tokoh yang mencoba mengaitkan
intensi dengan bidang kewirausahaan disebabkan oleh pemahaman tentang teori planned behavior. Dengan mengaplikasikan teori fishbein, Ajzen berusaha mengembangkan teori planned behavior menjadi lebih detail dengan menambah faktor latar belakang. Sehingga penelitian tentang intensi berwirausaha tidak hanya berfokus pada sikap, norma subjektif dan perceived behavior control, tetapi juga terhadap beberapa faktor lain yang mempengaruhinya. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah trait kepribadian. Sehingga peneliti mengganggap teori planned behavior yang disempurnakan oleh Ajzen (2005) merupakan kunci dari banyaknya penelitian di bidang intensi berwirausaha yang dipengaruhi faktor kepribadian. Faktor kepribadian seperti Kepribadian Big Five menjadi salah satu latar belakang dalam memprediksikan intensi dan perilaku berwirausaha. Teori kontemporer tersebut merupakan dimensi kepribadian yang sering dimunculkan melalui sebutan “Big Five” atau Five-Factor Model (See Costa dan McCrae, 1992; Block, 1995 dalam Jeff, Brice, JR, 2003). Faktor kepribadian big five seperti extraversion, emotional stability, Agreeableness, Conscientiousness dan Openess to Experience diprediksikan mempengaruhi intensi berwirausaha seseorang. Kemudian kepribadian lain yang dianggap sebagai penentu kemunculan intensi berwirausaha adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement) dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy). Selanjutnya dijelaskan bahwa
88
kebutuhan akan prestasi (need for achivement) dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) merupakan bagian dari suatu kepribadian yang menjadi latar belakang kemunculan suatu perilaku. Beberapa pendekatan kepribadian modern menggunakan konsep motif (kebutuhan) dalam memahami kepribadian, namun para tokoh membahasnya secara lebih sederhana Sebagai contoh, mahasiswa mungkin menganalisis tujuan-tujuan tertentu atau “tugas dalam hidup” seperti berhasil dalam sekolah (Cantor dkk dalam Friedman dan Schustack, 2008). Banyak mahasiswa yang menjadikan hal itu sebagai motivasi utama dalam hidup mahasiswa. Kebutuhan dianggap sebagai dorongan (motif) seseorang untuk memunculkan tingkah laku. Dorongan tersebut dapat berubah-ubah karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan sosial. Murray memandang perlunya memperhatikan dan menganalisis berbagai interaksi antara individu dengan situasi yang ditemuinya di sepanjang hidupnya. Murray menggunakan konsep motivasi tidak sadar dari Freud, Jung, Adler, di samping konsep tuntutan lingkungan dari Lewin serta konsep trait yang canggih dari Allport (Friedman dan Schustack, 2008). Kemudian Friedman dan Schustack (2008) mengartikan motif Sebagai dorongan psikobiologis internal yang membantu munculnya pola perilaku tertentu. Konsep motif menunjukkan pemikiran adanya dorongan dalam diri manusia yang mendorong munculnya perilaku untuk memenuhi kebutuhan. Kemudian Murray menggunakan istilah kebutuhan (need) yang merujuk pada kesiapan untuk merespon dengan cara tertentu dalam kondisi tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan
89
kemandirian menurut beberapa peneliti dianggap sebagai latar belakang kerpibadian yang mempengaruhi kemunculan intensi berwirausaha seseorang. Kemudian, menurut Mcclelland (Larsen dan Buss, 2002) motif terbentuk melalui tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kekuasaan (need for power) dan kebutuhan akan afiliasi (need for affiliacy). Namun dari ketiga kebutuhan tersebut, kebutuhan akan berprestasi (need for achievement) yang dianggap paling mencerminkan karakteristik seorang entrepreneur
selain
memberikan
pengaruh
terhadap
kemunculain
intensi
berwirausaha seseorang (Boris Urban, 2004). Selanjutnya menurut Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett (2006), faktor motivasional dibutuhkan dalam memunculkan niat berwirausaha. Tanpa motivasi, seseorang sulit untuk memunculkan suatu tindakan khsusnya apabila didalam dunia kerja. Dibalik motivasi menjadi wirausaha, terdapan kebutuhan-kebutuhan yang mempengaruhinya yaitu self efficacy, Locus of control dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy).
90
Dari kesemua variable yang telah digambarkan melalui kombinasi antara beberapa trait kepribadian yang berasal dari kumpulan teori-teori, peneliti menyimpulkan kerangka berpikir penelitian sebagai berikut : Skema 4.13 Kerangka Berpikir penelitian Kebutuhan akan prestasi (need for achievement )
Kebutuhan akan kemandirian (Need for autonomy Faktor Kepribadian “big five” extraversion Faktor Kepribadian “big five” aggreableness
Intensi Berwirausaha
Faktor Kepribadian “big five” conscientiousness Faktor Kepribadian “big five” , emotional stability Faktor Kepribadian “big five” openness to experience
Kepribadian diasumsikan mempengaruhi mahasiswa untuk memunculkan keinginan berwirausaha (Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004; Keith M Hmieleski dan Andrew C Corbett, 2006). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) membuat seseorang berani mengambil keputusan khususnya dalam menentukan karirnya dibidang kewirausahaan, begitu juga dengan kebutuhan akan
91
kemandirian yang mencerminkan karakteristik seorang entrepreneur (wirausahawan) yang mandiri. Selain itu, faktor kepribadian extraversion yang mencerminkan pribadi terbuka, agreeableness yang mencerminkan pribadi seseorang yang mampu membuat orang lain merasa nyaman, conscientiousness merupakan pribadi yang memandang segala sesuatu dengan teliti, emotional stability seseorang dengan sifat yang sensitive dan tenang mengahadapi segala situasi, serta openness to experience dengan sifat imajinatif dan mempu menciptakan ide-ide yang cermelang merupakan cerminan dari karakteristik wirausahawan. Big five faktor secara signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha karenakan menggambarkan karakteristik dari seorang wirausaha (Digman dan Takemoto-Chock, Peabody dalam Goldberg, 1990). Seluruh kepribadian tersebut merupakan modal awal seseorang untuk memiliki keinginan berwirausaha.. Menurut Ajzen (2005) bahwa intensi dekat dengan kemunculan perilaku dan intensi dipengaruhi oleh berbagai latarbelakang yang menentukan salahsatunya kepribadian. Sehingga peneliti merasa tepat jika memilih kepribadian sebagai salah satu faktor penting dalam mempengaruhi intensi berwirasuaha. Apabila peneliti meneliti dengan beberapa kepribadian selain dari kepribadian big five dan kebutuhan akan prestasi dan kemandirian, dapat dimungkinkan bahwa hasil penelitian yang dicapai menjadi lebih baik namun pengujian tersebut akan menjadi lebih rumit dan memakan waktu cukup lama sehingga kurat tepat dilakukan.
92
2.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis mayor H1: Ada pengaruh yang signifikan kepribadian terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta Hipotesis Minor H2 : Ada pengaruh variabel kebutuhan akan prestasi (need for achivement) terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. H3 : Ada pengaruh variabel kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. H4 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five extraversion terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta H5 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Aggreableness terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia fakultas Universitas Mercu Buana Jakarta. H6 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Conscientiousness terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta.
93
H7 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Emotional stability terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. H8 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Openness to Experience/intellect terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia fakultas Universitas Mercu Buana Jakarta.
94
BAB 3 METODE PENELITIAN
Dalam bab tiga ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, serta teknik pengambilan sampelnya dan alasan mengapa cara seperti itu yang digunakan. Kemudian akan dibahas variabel yang dijadikan variabel penelitian serta definisi operasionalnya. Selanjutnya akan dibahas juga instrumen data, prosedr pengumpulan data serta analisis data yang digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau hipotesis penelitian.
3.1
Polulasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi Jurusan
Desain Grafis dan Multimedia Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana Jakarta yang terdaftar sebagai mahasiswa dan mahasiswi tahun ajaran 2005 sampai dengan 2009. Populasi ini mencakup dua program kelas, yaitu kelas reguler dan kelas karyawan (ekstensi). Jumlah keseluruhan populasi mahasiswa berjumlah 525 orang. Jumlah sampel yang digunakan adalah 200 orang. Alasan memilih mahasiswa sebagai sampel penelitian karena dianggap sesuai dengan tujuan penelitian yaitu hanya mengukur pada intensi berwirausaha bukan
95
pada perilaku berwirausahanya. Peneliti merasa bahwa untuk melihat niat berwirausaha dapat dilukukan pada sampel mahasiswa tidak harus memilih wirausahawan. Sedangkan pemilihan sampel penelitian juga disesuaikan dengan beberapa penelitian terdahulu yang cenderung menjadikan mahasiswa sebagai sampel penelitian intensi berwirausaha. Sehingga dalam hal ini, peneliti menganggap mahasiswa memenuhi kriteria yang sesuai sebagai sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara nonprobability karena peneliti tidak mendapatkan izin untuk melakukan penelitian di dalam kelas, dimana diharapkan dapat melalui teknik simpel random sampling. Meskipun peneliti memiliki daftar nama setiap mahasiswa, namun karena kondisi yang tidak memungkinkan maka peneliti memilih accidental sampling sebagai teknik yang tepat sesuai dengan kondisi dilapangan. Oleh sebab itu, sampel diambil hanya berdasarkan yang dapat ditemui saja, yang dari teknik tersebut peneliti berhasil mendapatkan sampel dengan jumlah sebanyak 200 orang. Teknik pengambilan sampel seperti ini disebut accidental nonprobability. Dalam Kerlinger dan Lee (2000) dijelaskan bahwa disebut nonprobability karena tidak diketahui besarnya peluang bagi masing-masing anggota populasi untuk terpilih (tidak digunakan sestem random), dan disebut accidental karena menggunakan sampel berdasarkan siapa yang mungkin didapat. Meskipun dianggap lebih mudah dalam mendapatkan sampel, teknik accidental memiliki kelemahan khususnya pada generalisasi populasi. Peneliti kurang
96
memiliki pengetahuan tentang sampel yang digunakan. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya analisa deskriptif (pada bab empat) yang digunakan sebagai cara dalam menggambarkan populasi sehingga mempermudah pembaca dalam memahami sampel penelitian ini. Dari cara tersebut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan cukup mewakili dalam menggambarkan populasi penelitian ini.
3.2
Variabel Penelitian Sebelum membahas definisi operasional penelitian, di bawah ini terdapat
beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Adapun dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai dependen variabel (DV) adalah intensi berwirausaha. Sedangkan yang dijadikan independent variable adalah beberapa variable lainnya, berikut variable yang dimaksud : 1. Intensi berwirausaha sebagai dependen variabel (DV) 2. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) sebagai independen variabel 1 (IV) 3. Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) sebagai independen variabel 2 (IV) 4. Faktor kepribadian big five extraversion sebagai independen variabel 3 (IV) 5. Faktor kepribadian big five agreeableness sebagai independen variabel 4 (IV)
97
6. Faktor kepribadian big conscientiousness sebagai independen variabel 5 (IV) 7. Faktor kepribadian big five emotional stability sebagai independen variabel 6 (IV) 8. Faktor kepribadian big five openness to experience/intellect sebagai independen variabel 7 (IV)
3.2.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian Setelah menentukan variabel mana yang menjadi fokus penelitian (dependen
variabel) dan variabel mana yang menjadi independen variabel, peneliti menentukan definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini dimana penentuannya didasarkan pada definisi konseptual yang telah dijelaskan pada bab dua. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. Intensi berwirausaha Intensi berwirausaha adalah kecenderungan untuk berwirausaha mencakup seberapa besar niat mahasiswa untuk mencoba dan merencanakan berwirausaha dimasa yang akan datang. 2. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) adalah kebutuhan yang tercermin melalui seseorang yang menyukai kegiatan yang cukup menantang, menikmati tugastugas yang memiliki tanggung jawab secara pribadi, menyukai tugas-tugas yang memiliki umpan balik.
98
3. Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) adalah
seseorang dengan
kebutuhannya untuk melepaskan diri dari aturan yang mengekang, melawan paksaan dan hambatan, menghindari dari kekuasaan orang lain, berdiri sendiri dalam membuat keputusan, dan menghindari urusan orang lain. 4. Faktor kepribadian big five extraversion Faktor kepribadian big five extraversion adalah seseorang yang pribadinya terbuka,
mudah bergaul dengan orang lain, senang berkumpul dengan orang banyak, selalu memulai percakapan, mudah berkenalan dengan orang baru, banyak bicara, senang menjadi pusat perhatian, aktif. 5. Faktor kepribadian big five agreeableness Faktor kepribadian big five agreeableness adalah seseorang yang pribadinya simpatik, dapat dengan cepat ikut merasakan perasaan orang lain, baik hati, santai, empati, selalu membuat orang lain merasa nyaman, memiliki rasa ingin tahu terhadap apa yang terjadi pada orang lain. 6. Faktor kepribadian big five conscientiousness Faktor kepribadian big five conscientiousness adalah seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatunya, memperhatikan hal-hal kecil, teratur, tepat waktu dalam mengerjakan suatu tugas, sistematis, teliti, rapih. 7. Faktor kepribadian big five emotional stability Faktor kepribadian big five emotional stabilitys adalah seseorang yang tenang dalam menghadapi berbagai situasi, sensitive, mudah tersinggung, cemas.
99
8. Faktor kepribadian Openness to experience / intellect Faktor kepribadian Openness to experience / intellect adalah seseorang yang memiliki banyak perbendaharaan kata, imajinatif, tidak tertarik dengan hal-hal yang tidak jelas, kongkrit, memiliki ide-ide yang cemerlang.
3.3
Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berbentuk kuesioner skala likert. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari delapan alat ukur. Adapun kedelapan alat ukur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Alat ukur Intensi Berwirausaha Alat ukur intensi berwirausaha merupakan sebuah skala yang digunakan untuk mengukur intensi berwirausaha mahasiswa. Intensi berwirausaha diukur melalui berbagai macam intensi yang dimiliki seseorang pada saat ingin berwirausaha berdasarkan teori Jean Piere Boissin (2009) tentang intensi berwirausaha dimana ia membuat indikasi intensi berwirausaha berdasarkan teori intensi milik Fishbein dan Ajzen (1975). Intensi berwirausaha mencakup mencakup seberapa besar niat mahasiswa untuk mencoba dan merencanakan berwirausaha dimasa yang akan datang. Skala intensi berwirausaha terdiri dari 6 item pernyataan, yang memiliki rentangan dari sangat tidak setuju (skala 1) sampai dengan sangat setuju (skala 4).
100
Peneliti membuat item berdasarkan bantuan pembimbing yang lebih ahli dan melakukan try out guna mendapatkan informasi mengenai item yang diamnggap kurang baik dengan item korelasi kurang dari 0,3. Hal tersebut peneliti lakukan didasarkan oleh asumsi bahwa pada saat try out dilakukan, peneliti dapat mengetahui item mana yang pantas diperbaiki dan item mana yang telah layak dipergunakan untuk penelitian yang sesungguhnya. Kemudian setelah item yang dinyatakan layak digunakan pada penelitian sesungguhnya, maka peneliti menggukanan 6 item yang ada. Item-item tersebut lalu di uji kevaliditasannya melalui Confirmatory Factor Analisis (CFA). Item yang dianggap memiliki muatan yang negatif harus di eliminasi. Item-item yang tidak di eliminasi tersebut digunakan dalam mendapatkan nilai skor estimasi. Contoh item intensi berwirausaha seperti berikut ini “Saya akan memilih karir sebagai wirausahawan”., item ke dua “saya bercita-cita untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri”.
2. Alat Ukur Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) Alat ukur kebutuhan akan prestasi (need for achievement) terdiri dari 12 pernyataan yang menguji kebutuhan yang tercermin melalui seseorang yang menyukai kegiatan yang cukup menantang, menikmati tugas-tugas yang memiliki tanggung jawab secara pribadi, menyukai tugas-tugas yang memiliki umpan balik. Hal ini didasarkan pada konstruk teori McClelland (Larsen dan Buss, 2002) mengenai karakteristik kebutuhan akan prestasi seseorang. Peneliti membuat item berdasarkan
101
bantuan pembimbing yang lebih ahli dan melakukan try out guna mendapatkan informasi mengenai item yang diamnggap kurang baik dengan item korelasi kurang dari 0,3. Hal tersebut peneliti lakukan didasarkan oleh asumsi bahwa pada saat try out dilakukan, peneliti dapat mengetahui item mana yang pantas diperbaiki dan item mana yang telah layak dipergunakan untuk penelitian yang sesungguhnya. Kemudian setelah item yang dinyatakan layak digunakan pada penelitian sesungguhnya, maka peneliti menggukanan 12 item yang ada. Item-item tersebut lalu di uji kevaliditasannya melalui Confirmatory Factor Analisis (CFA). Item yang dianggap memiliki muatan yang negatif harus di eliminasi. Item-item yang tidak di eliminasi tersebut digunakan dalam mendapatkan nilai skor estimasi. Dalam alat ukur ini, responden diminta untuk memilih salah satu dari empat skala yang menunjukkan tingkat pengetahuan yang dianggap paling sesuai dengan diri responden, dari sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (4).
3. Alat Ukur Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) Alat ukur kebutuhan akan kemandirian (need forautonomy) terdiri dari 18 pernyataan yang menguji seseorang apakah memiliki kebutuhan untuk melepaskan diri dari aturan yang mengekang, melawan paksaan dan hambatan, menghindari dari kekuasaan orang lain, berdiri sendiri dalam membuat keputusan, menghindari urusan orang lain. Hal ini didasarkan pada konstruk teori kebuthan Murray (larsen dan Buss, 2005) pada bab 2 mengenai karakteristik kebutuhan akan kemandirian seseorang.
102
Peneliti membuat item berdasarkan bantuan pembimbing yang lebih ahli dan melakukan try out. Kemudian setelah item yang dinyatakan layak digunakan pada penelitian sesungguhnya, maka peneliti menggukanan 18 item yang ada. Item-item tersebut lalu di uji kevaliditasannya melalui Confirmatory Factor Analisis (CFA). Item yang dianggap memiliki muatan yang negatif harus di eliminasi. Item-item yang tidak di eliminasi tersebut digunakan dalam mendapatkan nilai skor estimasi. Pada alat ukur kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) secara keseluruhan mengukur karakteristik yang didasarkan pada teori Murray. Item-item yang dibuat mengikuti konstruk yang ada sesuai dengan devinisi oprasionalnya. Subjek diminta untuk memilih salah satu dari empat skala yang menunjukan derajat kesesuaian anatar pernyataan dengan diri subjek dari sangat tidak setuju (skala 1) sampai dengan sangat tidak setuju (skala 4). Sedangkan untuk item dengan kategori unfafourable, derajat kesesuaian dari sangat setuju (1) sampai sangat tidak setuju (skala 4).
4. Alat Ukur Faktor Kepribadian Big Five Extraversion Alat ukur faktor kepribadian big five extraversion terdiri dari 10 item pernyatan. Dari 10 item tersebut, lima item merupakan item unfavourable, dan lima item lannya fafourable. Berikut penjelasannya melalui tabel 3.2 pada lampiran. Alat ukur faktor kepribadian big five extraversion didasarkan pada kuesioner big five personality IPIP buatan Goldberg yang peneliti translate item-itemnya
103
dibantu oleh pembimbing yang ahli., yang digambarkan melalui seseorang yang pribadinya terbuka, mudah bergaul dengan orang lain, senang berkumpul dengan orang banyak, selalu memulai percakapan, mudah berkenalan dengan orang baru, banyak bicara, senang menjadi pusat perhatian, aktif. Pada alat ukur faktor kepribadian big five extraversion, subjek diminta untuk menjawab pernyataan dalam skala yang menunjukkan derajat kesesuaian anatara pernyataan dengan diri subjek dari sangat setuju (skala 4) sampai sangat tidak setuju (skala 1). Sedangkan untuk yang Favourable, diberikan nilai skala yang sebaliknya yaitu (skala 4) untuk sangat tidak stuju dan (skala 1) untuk yang sangat setuju.
4. Alat Ukur Faktor Kepribadian Big Five Agreeableness Alat ukur faktor kepribadian big five extraversion terdiri dari 10 item pernyatan berdasarkan kuesioner big five personality IPIP buatan Goldberg yang peneliti translate item-itemnya dibantu oleh pembimbing yang ahli. berisi tentang gambaran seseorang yang memiliki prbadi simpatik, dapat dengan cepat ikut merasakan perasaan orang lain, baik hati, santai, empati, selalu membuat orang lain merasa nyaman, memiliki rasa ingin tahu terhadap apa yang terjadi pada orang lain. Dari 10 item tersebut, lima item merupakan item unfavourable, dan lima item lannya fafourable. Berikut penjelasannya melalui tabel 3.2 pada lampiran. Pada alat ukur faktor kepribadian big five agreeableness subjek diminta untuk menjawab pernyataan dalam skala yang menunjukkan derajat kesesuaian anatara pernyataan dengan diri subjek dari sangat setuju (skala 4) sampai sangat tidak setuju
104
(skala 1). Sedangkan untuk yang fafourable, diberikan nilai skala yang sebaliknya yaitu (skala 4) untuk sangat tidak stuju dan (skala 1) untuk yang sangat setuju.
4. Alat Ukur Faktor Kepribadian Big Five Conscientiousness
Alat ukur faktor kepribadian big five extraversion terdiri dari 10 item
pernyatan berdasarkan kuesioner big five personality IPIP buatan Goldberg yang peneliti translate item-itemnya dibantu oleh pembimbing yang ahli. berisi tentang gambaran seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatunya, memperhatikan hal-hal kecil, teratur, tepat waktu dalam mengerjakan suatu tugas, sistematis, teliti, rapih. Dari 10 item tersebut, lima item merupakan item unfavourable, dan lima item lannya fafourable. Berikut penjelasannya melalui tabel 3.2 pada lampiran. Pada alat ukur faktor kepribadian big five conscientiousness subjek diminta untuk menjawab pernyataan dalam skala yang menunjukkan derajat kesesuaian anatara pernyataan dengan diri subjek dari sangat setuju (skala 4) sampai sangat tidak setuju (skala 1). Sedangkan untuk yang fafourable, diberikan nilai skala yang sebaliknya yaitu (skala 4) untuk sangat tidak stuju dan (skala 1) untuk yang sangat setuju.
4. Alat Ukur Faktor Kepribadian Big Five Emotional Stability
Alat ukur faktor kepribadian big five Emotional Stability terdiri dari 10 item
pernyatan berdasarkan kuesioner big five personality IPIP buatan Goldberg yang peneliti translate item-itemnya dibantu oleh pembimbing yang ahli. berisi tentang gambaran seseorang yang tenang dalam menghadapi berbagai situasi, sensitive,
105
mudah tersinggung, cemas.. Dari 10 item tersebut, lima item merupakan item unfavourable, dan lima item lannya fafourable. Berikut penjelasannya melalui tabel 3.2 pada lampiran. Pada alat ukur faktor kepribadian big five Emotional Stability subjek diminta untuk menjawab pernyataan dalam skala yang menunjukkan derajat kesesuaian anatara pernyataan dengan diri subjek dari sangat setuju (skala 4) sampai sangat tidak setuju (skala 1). Sedangkan untuk yang fafourable, diberikan nilai skala yang sebaliknya yaitu (skala 4) untuk sangat tidak stuju dan (skala 1) untuk yang sangat setuju.
4. Alat Ukur Faktor Kepribadian Big Five Openness to Experience / Intellect
Alat ukur faktor kepribadian big five Openness to Experience / Intellect terdiri
dari 10 item pernyatan berdasarkan kuesioner big five personality IPIP buatan Goldberg yang peneliti translate item-itemnya dibantu oleh pembimbing yang ahli. berisi tentang gambaran seseorang yang memiliki banyak perbendaharaan kata, imajinatif, tidak tertarik dengan hal-hal yang tidak jelas, kongkrit, memiliki ide-ide yang cemerlang.Dari 10 item tersebut, lima item merupakan item unfavourable, dan lima item lannya fafourable. Berikut penjelasannya melalui tabel 3.2 pada lampiran. Pada alat ukur faktor kepribadian big five Openness to Experience/Intellect subjek diminta untuk menjawab pernyataan dalam skala yang menunjukkan derajat kesesuaian anatara pernyataan dengan diri subjek dari sangat setuju (skala 4) sampai sangat tidak setuju (skala 1). Sedangkan untuk yang fafourable, diberikan nilai skala
106
yang sebaliknya yaitu (skala 4) untuk sangat tidak stuju dan (skala 1) untuk yang sangat setuju. Untuk dapat mempermudah pembaca dalam memahami skor setiap pernyataan dari kedelapan alat ukur, maka peneliti membuat tabel 3.1 dibawah ini. Kemudian peneliti menyertakan blue print dari kepribadian big five pada tabel 3.2 dan contoh item dari variable kelima faktor kerpibadian big five untuk lebih memahami perihal item mana yang fafourable dan yang unfavourable.
Tabel 3.1 Skor untuk pernyataansetiap skala pada delapan variabel Skala
Favorable (+)
Unfavorale (-)
Sangat Setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS)
4 3 2 1
1 2 3 4
Adapun contoh dari item alat ukur kepribadian Big Five yang diadaptasi dari IPIP untuk lima variable faktor kepribadian big five, yaitu: Independen Variabel 3 : Extraversion : “Am the life of the party” Independen Variabel 4 : Agreeableness : “Am interested in people” Independen Variabel 5 : Conscientiousness : “Am always prepared” Independen Variabel 6 : Emotional Stability : “Get stressed out easily” Independen Variabel 7 : Intellect/ Openness to Experience : “Have a rich vocabulary”
107
3.4.
Prosedur Pengumpulan Data Dalam prosedur pengumpulan data, peneliti melakukan beberapa tahapan,
yaitu : 1. Sebelum melakukan pengambilan data, terlebih dahulu peneliti melakukan try out alat ukur penelitian pada mahasiswa di Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Try out tersebut dilakukan terhadap 40 orang mahasiswa yang ditemui. 2. Berdasarkan hasil try out, didapatkan item yang valid dan tidak valid. Untuk mengetahui informasi tersebut, peneliti melakukan analisa persebaran distribusi frekuensi pada masing-masing item. Perangkat lunak yang digunakan adalah LISREL 8.7. 3. Setelah peneliti mengetahui hasil analisa distribusi frekuensi pada tiap-tiap item, akhirnya peneliti menemukan item-item yang memiliki pola respon yang tidak merata. Oleh karena itu, peneliti melakukan revisi terhadap item tersebut agar dalam proses pengambilan data, item tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur dan reliabilitasnya baik. 4. Kemudian peneliti melakukan pengambilan data dengan menggunakan skala yang terdiri dari delapan kuesioner. Kuesioner-kuesioner tersebut digunakan untuk mengambil data pada sampel mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta yang berjumlah 200 orang.
108
Proses pengambilan data berlangsung selama kurun waktu enam hari pada tanggal 7, 8, 9, 10 Oktober 2010 yaitu hari kamis, jum’at, sabtu dan minggu. Alasan peneliti memilih hari-hari tersebut sebagai waktu penelitian karena dihari kamis dan jum’at peneliti dapat mengambil data pada sampel mahasiswa reguler, sedangkan sabtu dan minggu peneliti gunakan untuk mengambil
data
pada
sampel
ekstensi.
Sehingga
peneliti
berhasil
mengumpulkan data sebanyak 200 orang sampel mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. 5. Dalam proses pengumpulan data, prosedur yang digunakan adalah dengan bertemu langsung mahasiswa di Jurusan Desain Grafis Danmultimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Peneliti menjumpai subjek ketika mereka selesai melaksanakan kegiatan perkuliahan. Adapun yang dilakukan peneliti adalah menanyakan informasi tentang jurusan setiap mahasiswa dan setelah dipastikan bahwa mahasiswa yang dipilih merupakan mahasiswa desain grafis, maka peneliti meminta mahasiswa tersebut untuk mengisi skala yang telah dipersiapkan. Setelah pengisian data selesai, peneliti memberikan reward berupa pulpen dan masker kepada mahasiswa yang telah berpartisipasi sebagai responden penelitian. 6. Hasil skala yang telah diisi kemudian melalui proses scoring di tempat. Dengan menggunakan program LISREL 8.7, peneliti menguji validitas
109
konstruk dan kemudian menganalisa data dengan menggunakan sofware SPSS 17.
3.5.
Metode Analisa Data
3.5.1
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Setelah mendapatkan data dari prosedur pengumpulan data, peneliti kemudian
menguji validitas konstruk dan reliabilitas pada masing-masing alat ukur variabel. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) sebagai metode uji validitasnya sehingga dapat diketahui apakah masing-masing item pada variabel signifikan dala mengukur apa yang hendak diukur. Jika tidak ada perbedaan yang signifikan antara teori dengan data (X2 tidak sognifikan), maka disimpulkan bahwa seluruh item tersebut mengukur hal yang sama (unidimensional). Selanjutnya, dengan menggunakan software yang sama dalam penelitian ini LISREL 8.7. dapat diuji apakah masing-masing item signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur dalam hal ini menggunakan uji t (Umar, 2010). Setelah diuji validitasannya, kemudian diuji pula realibilitas dari item-item yang dimiliki peneliti. Reliabilitas adalah seberapa besar proporsi varian dari total skor yang merupakan varian dari true skor. Nilai reliabilitas nantinya didapatkan sekaligus ketika melakukan uji validitas dengan bantual software Lisrel 8.7 Diteorikan bahwa pertama-tama yang dilakukan untuk mengetahui apakah item-item yang ada pada alat ukur valid adalah dengan dicari model fit dari tiap
110
variabel yang terdiri dari item-item. Kemudian untuk melihat item yang valid dan item yang harus di eliminasi ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut : 1. pertama dilihat apakah nilai T (T-Value) pada item-item variabel terdapat tanda negatif (-). Disyaratkan bahwa nilai T (T-Value) harus (+). Jika terdapat nilai T-Value negatif pada item, maka item tersebut tidak diikutsertakan dalam pengolahan menjadi standardize score (Z-Score) yang kemudian dirubah ke dalam faktor score. 2. Kriteria lainnya adalah koefisien muatan faktor. Apabila nilai koefisien muatan faktor nilainya rendah dengan nilai t lebih kecil dari 1,96 berarti koefisien muatan faktor tidak signifikan. Maka item tersebut dengan koefisien faktor yang kecil harus di eliminasi. 3. Kesalahan pengukuran berkorelasi. Apabila ditemukan item dengan banyak melakukan kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan banyak item lain, dapat diartikan bahwa item tersebut selain mengukur satu hal, juga mengukur hal lain. Sehingga item etrsebut harus di eliminasi. Kemudian
setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data untuk mendapatkan faktor skornya. Olah data dapat menggunakan SPSS 17. Dengan ketentuan tidak mengikutsertakan score mentah dari item yang dieliminasi.
111
4. Setelah proses mendapatkan Z-score dilakukan, kemudian dikonversikan dalam skala T(T-score) yang rumus perhitungannya adalah Tx = 50 + (15*Zx) Keterangan
: Tx = T Score untuk variabel x Zx = standardized score.
Faktor score yang masih mengandung angka negatif harus dikonfersikan menjadi true-score dengan mean standar deviasi (mean SD) sebesar 15. 5. Setelah true-score (t-score) diperoleh dari masing-masing variabel, maka dilakukan analisis regresi. Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda (Multiple regression Analysis). Untuk pengujian validitas alat ukur pada penelitian ini, didapatkan 15 item tidak valid sedangkan 71 item dinyatakan valid. Berikut penjelasan mengenai variabel-variabel yang nomor-nomor itemnya tidak valid : 1. Intensi berwirausaha : item nomor 4 2. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) : 3. Kebutuhan akan lemandirian (need for autonomy) : item nomor 6 dan 16 4. Faktor kepribadian big five extraversion : item nomor 36 5. Faktor kepribadian big five agreeableness : item nomor 7, 27, 2, 12 6. Faktor kepribadian big five conscientiousness : item nomor 3, 13, 33
112
7. Faktor kepribadian big five emotional stability: item nomor 9, 24 8. Faktor kepribadian big five openness to experience : item nomor 25 dan 35. Item yang tidak valid tersebut tidak diikutsertakan dalam pengujian, untuk lebih jelasnya dibahas pada BAB 4. 3.5.2 Metode Analisa Data Pengujian Hipotesis Mayor Dalam menguji hipotesis penelitian yaitu pengujian hipotesis mayor dan pengujian hipotesis minor. secara empiris, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik statistic Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda). Untuk kebutuhan pengujian hipotesis mayor, peneliti menggunakan rumus persamaan regresi sebagai berikut : Y’ = a + b1 X1 + b2X 2 +b3 X3+ b4X4 + b5X 5 +b6 X6+ b7X7 Keterangan : Y’
: variabel dependen
a
: konstanta intersepsi; besarnya sama dengan Y’ jika X = 0
b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7 : koefisien regresi, yaitu nilai peningkatan X1, X2 ,X3, X4, X5 ,X6, X7, : variabel independen Dengan dependen variabel nya adalah intensi berwirausaha, dan independen variabelnya adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy), faktor kepribadian big five extraversion, faktor
113
kepribadian big five agreeableness, faktor kepribadian big five conscientiousness, faktor kepribadian big five emotional stability, dan faktor kepribadian big five openness to experience, maka dapat dijelaskan sebagai berikut : Y’
= intensi berwirausaha
a
= konstan intersepsi
b
= koefisien regresi
X1
= Kebutuhan akan prestasi (need for achievement)
X2
= Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy)
X3
= faktor kepribadian big five extraversion
X4
= faktor kepribadian big five agreeableness
X5
= faktor kepribadian big five conscientiousness
X6
= faktor kepribadian big five emotional stability
X7
= faktor kepribadian big five openness to experience
Dari analisis regresi berganda dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara dependen variable intensi berwirausaha dengan independent variable kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy), faktor kepribadian big five extraversion, faktor kepribadian big five agreeableness, faktor kepribadian big five conscientiousness, faktor kepribadian big five emotional stability, dan faktor kepribadian big five openness to experience. Besarnya nilai intensi berwirausaha disebabkan oleh independent variable yang telah disebutkan ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2 (R Square).
114
R2 merupakan perkiraan proporsi varians dari intensi yang dijelaskan oleh variable kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy), faktor kepribadian big five extraversion, faktor kepribadian big five agreeableness, faktor kepribadian big five conscientiousness, faktor kepribadian big five emotional stability, dan faktor kepribadian big five openness to experience. Uji R2 yang dilakukan mengindikasikan apakah regresi Y pada variable independent secara bersama-sama signifikan secara statistik.
Kemudian untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan, maka digunakan uji F. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variable-variabel independent yang diujikan memiliki pengaruh terhadap dependen variable.Rumus uji F adalah sebagai berikut (Pedhazur, 1982) : F=
R2/k (1- R2) / (N-k-1)
Keterangan : k = jumlah independent variable N = jumlah sampel.
115
3.5.3. Metode Analisa Data Pengujian hipotesis minor Sedangkan cara dalam menganalisa hipotesis minor adalah melalui penjelasan bahwa dalam menguji apakah pengaruh yang diberikan variable-variabel independent signifikan terhadap dependen variable dalam hal ini menguji hipotesis minor. Uji t akan dilakukan sebanyak tujuh kali sesuai dengan variable yang dianalisis. Uji t yang dilakukan mengunakan rumus sebagai berikut : t= b Sb Keterangan : b = koefisien regresi sb = standar eror dari b
116
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi tiga bagian yaitu, analisis deskriptif, uji validitas konstruk dan pengujian hipotesis penelitian. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
4.1 Analisis Deskriptif Dalam sub bab yang pertama, akan dideskripsikan tentang populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Sampel penelitian tidak diperoleh melalui probability sampling, tetapi digunakan accidental sampling. Oleh karena itu salah satu cara untuk melihat sejauh mana sampel yang diperoleh menggambarkan keadaan populasi adalah dengan dilakukan perbandingan antara sampel yang didapat dengan populasi yang ada. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah sampel yang digunakan oleh peneliti cukup mewakili populasi yaitu mencakup jenis kelamin, usia, program kelas dan semester (lamanya pendidikan). Setelah dilakukan perhitungan dari absensi mahasiswa Jurusan Desan Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta, maka didapatkanlah hasil sebagai berikut:
117
TABEL 4.1 Distribusi populasi penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
N 420 105 525
Persentase 80% 20% 100
Populasi mahasiswa jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta berjumlah 525 orang yang terdiri dari 420 (80%) orang lakilaki dan 105 (20%) orang perempuan. Dari data tersebut terlihat bahwa populasi penelitian ini lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Distribusi populasi tersebut kemudian dibandingkan dengan distribusi sampel penelitian yang diperoleh sebagai berikut : TABEL 4.2 Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
127
63.5%
Perempuan
73
36.5%
Total
200
100%
Responden dalam penelitian ini sebanyak 200 orang yang terdiri dari lakilaki sebanyak 127 (63,5%) dan perempuan 73 (36,5%) orang. Jika dibandingkan dengan distribusi populasi yang ada di halaman sebelumnya, maka dapat dikatakan sampel yang digunakan cukup mewakili populasi mahasiswa jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya perbedaan yang mencolok antara distribusi populasi dengan distribusi sampel. Selanjutnya dipaparkan mengenai distribusi populasi penelitian berdasrkan program kelas sebagai berikut:
118
TABEL 4.3 Distribusi populasi penelitian berdasarkan program kelas Program kelas Reguler Extensi total
N 315 210 525
Persentase 60% 40% 100%
Populasi mahasiswa jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta berdasarkan program kelas berjumlah 525 orang yang terdiri dari 315 (60%) orang program kelas reguler dan 210 (40%) orang program kelas extensi. Dari data tersebut terlihat bahwa populasi penelitian ini lebih banyak pada program kelas reguler dari pada extensi. Distribusi populasi tersebut kemudian dibandingkan dengan distribusi sampel penelitian yang diperoleh sebagai berikut : TABEL 4.4 Distribusi sampel penelitian berdasarkan program kelas Program kelas
Frekuensi
Persentase
Reguler
135
67.5%
Extensi
65
32.5%
Total
200
100%
Responden dalam penelitian ini yang termasuk kedalam program kelas reguler sebanyak 135 (63,5%) dan extensi (65%) orang. Jika dibandingkan dengan distribusi populasi yang ada di halaman sebelumnya, maka dapat dikatakan sampel yang digunakan cukup mewakili populasi mahasiswa jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya perbedaan yang mencolok antara distribusi populasi penelitian program kelas dengan distribusi sampelnya. Selanjutnya dipaparkan mengenai distribusi sampel penelitian berdasarkan usia sebagai berikut:
119
TABEL 4.5 ibusi sampel penelitian berdasarkan rentang usia Rentang Usia
Frekuensi
Persentase
17-20
81
40.5%
21-25
96
48.0%
26-30
22
11.0%
31-35
1
0.5%
Total
200
100%
Berdasarkan tabel diatas, responden dalam penelitian didominasi oleh 96 orang (48%) yang memiliki rentang usia antara 21-25 tahun. Sedangkan 81 orang (40%) memiliki rentang usia antara 17-20 tahun. Sisanya adalah responden dengan rentang usia 26 – 30 tahun berjumlah 22 orang dan 31 – 35 tahun berjumlah 1 orang. Artinya bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki rentang usia pada perkembangan remaja akhir hingga dewasa awal yaitu 17 -35 tahun, maka dapat dikatakan bahwa sampel dalam penelitian ini terdiri dari orang-orang yang usianya memenuhi syarat penelitian. Selanjutnya
dipaparkan
mengenai
uji
beda
intensi
berwirausaha
berdasarkan jenis kelamin, program kelas, rentang usia dan semester (lamanya waktu pendidikan) pada tabel 4.6 di bawah ini :
120
TABEL 4.6 Uji Beda Intensi berwirausaha Klasifikasi uji beda Intensi Berwirausaha Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Program kelas Reguler Ekstensi 17-20 tahun 21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun Semester 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10 *Signifikan pada taraf 5% (p<0,05) Rentang usia
Mean 52.3411 45.9272 50.7616
N 127 73
48.4181 48.8514 51.9111 45.2774 63.4672 51.6119 46.3837 50.7711 52.6984 45.4904
65 81 96 22 1 38 40 49 52 21
135
Std. Deviation 14.86532 10.64202 13.40942
Std. Error of Mean 1.31908 1.24555 1.15410
14.12662 13.75027 13.06214 14.87052 . 11.43383 13.65077 15.42589 11.84649 15.75957
1.75219 1.52781 1.33315 3.17041 . 1.85481 2.15838 2.20370 1.64281 3.43902
Sig .001* .001* .257 .257 .108 .108 .108 .097 .097 .097 .097 .097
Berdasarkan uji beda intensi berwirausaha pada klasifikasi jenis kelamin, program kelas, rentang usia dan semester (lamanya waktu pendidikan) di atas, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1.
Jenis Kelamin
Mahasiswa dengan jenis kelamin laki-laki memiliki intensi berwirausaha lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa berjenis kelamin perempuan. Mean yang didapat untuk jenis kelamin laki-laki sebesar 52,3411. Sedangkan mahasiswa berjenis kelamin perempuan meannya adalah 45,9272. Taraf Signifikan yang didapat sebesar 0,001 yang artinya nilai probabilitas signifikan pada taraf 5% (0,001<0,05).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan intensi
berwirausaha pada mahasiswa berdasarkan jenis kelaminnya.
121
2. Program Kelas Mahasiswa dengan program kelas reguler memiliki nilai mean sebesar 50,7616 sedangkan mahasiswa program ekstensi meannya 48,4181. Dengan siginifikan 0,257 yang artinya nilai probabilitas tidak signifikan pada taraf 5 % . Sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswa dengan program reguler dan program ekstensi tidak memiliki perbedaan secara signifikan terhadap intensi berwirausaha. 3. Rentang Usia Dilihat dari rentang usia, didapatkan bahwa perbedaan usia antara satu dengan lainnya tidak signifikan dengan taraf 0,108. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswa dengan rentang usia antara 17-20th, 20-25th, 26-30th, 31-35th tidak memiliki perbedaan intensi berwirausaha antara satu rentang usia dengan yang lainnya. 4. Semester (lama pendidikan) Dilihat dari tingkat semester yang ada, didapatkan kesimpulan bahwa mahasiswa yang berada pada masing-masing semester tidak memiliki intensi berwirausaha yang berbeda. Namun jika dibandingkan, antara mahasiswa yang berada pada tingkat semester 7-8 dengan mahasiswa pada tingkat semester 9-10 memiliki perbedaan yang cukup jauh. Mahasiswa di semester 7-8 memiliki intensi yang jauh lebih tinggi dengan nilai mean sebesar (52,6894). Sedangkan mahassiwa di semester 9-10 memiliki intensi berwirausaha yang jauh lebih rendah yaitu dengan nilai mean (45,4904). Sehingga, disimpulkan bahwa lama pendidikan tidak terlalu mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa
122
jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta.
4.2
Uji Validitas Konstruk dari Masing-Masing Faktor Untuk menguji validitas konstruk pada setiap variabel maka peneliti
melakukan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Namun agar pembaca lebih memahami apa yang dipaparkan pada subbab ini, maka penulis akan kembali menjelasan tentang kriteria dalam menentukan item-item variabel yang valid dan yang tidak valid. Diteorikan bahwa untuk mengetahui apakah item-item yang ada pada alat ukur valid adalah dengan mengkaji model unidimensional (model satu faktor) dari tiap variabel yang terdiri dari item-item. Kemudian untuk melihat item yang valid dan item yang harus di eliminasi ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut : 1. pertama dilihat apakah nilai T (T-Value) pada item-item variabel terdapat tanda negatif (-). Disyaratkan bahwa nilai T (T-Value) harus (+). Jika terdapat nilai T-Value negatif pada item, maka item tersebut tidak diikutsertakan dalam pengolahan menjadi standardize score (Z-Score) yang kemudian dirubah ke dalam faktor score. 2. Kriteria lainnya adalah koefisien muatan faktor. Apabila nilai koefisien muatan faktor nilainya rendah dengan nilai t lebih kecil dari 1,96 berarti koefisien muatan faktor tidak signifikan. Maka item tersebut dengan koefisien faktor yang kecil harus di eliminasi. 3. Kesalahan pengukuran berkorelasi. Apabila ditemukan item dengan banyak melakukan kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan banyak item lain,
123
4.2.1. Validitas Konstruk Intensi berwirausaha Dalam subbab ini peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur intensi berwirausaha. Dari hasil analisa CFA yang dilakukan, didapatkan model satu faktor adalah tidak fit, dengan ChiSquare= 77.68, df=9 P-Value= 0,0000 RMSEA=0,196. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.1 Analisis faktor konfirmatorik dari variabel intensi berwirausaha
Terlihat dari gambar 4.1, bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat
124
diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu intensi berwirausaha. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut. Tujuannya adalah untuk menghasilkan informasi perihal apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 4.8 berikut ini: Tabel 4.8 Muatan faktor item untuk intensi beerwirausaha NO
KOEFISIEN
1 2 3 4 5 6
0,82 0,75 0,76 0,47 0,71 0,50
STANDAR ERROR 0,06 0,06 0,06 0,07 0,07 0,07
NILAI T
SIGNIFIKAN
13,26 11,77 11,89 6,42 10,82 8,36
V V V V V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 6 item yang mengukur intensi berwirausaha, seluruhnya merupakan item yang baik karena koefisien muatan faktor antara satu item dengan item lainnya memiliki nilai yang hampir sama tingginya dan nilai t lebih besar dari 1,96 (absolute) yaitu item nomor 1,2,3,4,5,6. Kesemua item bermuatan positif, meskipun terdapat satu item yaitu item nomor 4 yang multidimensional. Adapun butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi disajikan pada tabel di bawah ini:
125
Tabel 4.7 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item intensi berwirausaha
1 1 2 3 4 5 6
2
3
4
5
1 V V
1
6
1 1 1 V
1
Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan perihal item yang baik dan item yang buruk. Item yang paling buruk berdasarkan kriteria adalah item nomor 4. sedangkan, item yang bagus dalam hal ini adalah item nomor 2,3,5 dan item nomor 6, dimana item tersebut tidak berkorelasi sama sekali. Meskipun item 4 memiliki muatan faktor positif yaitu sebesar 6,42, peneliti menganggap item tersebut tetap tidak diikutsertakan (dieliminasi). Dalam hal ini, peneliti menggunakan kriteria 1 dan 2 dan 3 dalam mengeliminasi item nomor 4. Kemudian item 4 tidak diikutsertakan dalam menghitung skor faktor dari variabel intensi berwirausaha. Skor faktor inilah yang akan digunakan dalam analisis regresi ketika dilakukan uji hipotesis penelitian. Skor faktor tersebut merupakan True Score” dari variabel intensi berwirausaha yang dengan demikian memiliki reliabilitas sempurna, sehingga hasil analisis regresi dapat lebih akurat dan terpercaya.
4.2.2. Validitas konstruk kebutuhan akan prestasi (Need for achievement) Dalam hal ini peneliti menguji apakah 12 item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur Need for achievement. Dari hasil yang diperoleh
126
dari variable Need for achievement, model satu faktor (unidimensional) adalah tidak fit, dengan Chi-Square = 699,03 df = 54 P value= 0,000 RMSEA= 0,245. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.2 Analisis faktor konfirmatorik dari Kebutuhan akan prestasi (need for achievement)
Terlihat dari gambar 4.2 di atas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Hanya saja, pada model
127
pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Namun demikian mengingat semua item adalah signifikan (t>1,96) dan semua bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Dalam hal ini peneliti menggunakan kriteria nomor 2 dalam mendrop item. Sehingga apabila ditemukan keseluruhan nilai t lebih besar dari 1,96, maka dapat diartikan bahwa item tersebut signifikan dan dapat digunakan dalam mendapatkan true skore untuk variabel kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini:
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 4.10 Muatan faktor item untuk kebutuhan akan prestasi (need for achievement) KOEFISIEN STANDAR NILAI T SIGNIFIKAN ERROR V 0.89 0.08 11.29 V 0.07 8.63 0.63 0.87 0,16 0.30 0.36 0.15 0.28 0.45 0.71 0.84 0.80
0.09 0.07 0,07 0.06 0.07 0.07 0.06 0.08 0.08 0,10
9.55 2.38 4.49 6.05 2.14 3.97 7.17 9.28 10.93 7.78
V V V V V V V V V V
128
Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi disajikan pada tabel di bawah ini Tabel 4.9 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item kebutuhan akan prestasi (need for achievement) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
1
2 1 3 1 V 4 V 1 5 1 6 1 7 1 V V V 8 1 V V 9 V V V 1 10 V 1 V V V 11 V V V 1 V V 12 V V V V 1 V V V V Keterangan : tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Dari tabel 4.8 di atas, dapat terlihat item yang paling banyak korelasinya dan multidimensional adalah 1,3,4,7,8,10,11,dan 12. Item-item tersebut bersifat multidimensional dikarenakan hampir setiap indikator yang digunakan sebagai konstruk pembuatan item untuk kebutuhan akan prestasi (need for achievement) memiliki kesamaan makna sehingga responden cenderung mempersepsikan setiap item sama. Sedangkan item yang paling ideal meskipun memiliki satu kali kesalahan pengukuran dan berkorelasi adalah item no 6.
4.2.1
Validitas konstruk dari Kebutuhan akan kemandirian (need for
autonomy) Cara yang digunakan dalam menguji validitas konstruk dari kepribadian kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) sama dengan cara yang digunakan pada kedua variabel di atas. Dalam hal ini, model satu faktor adalah
129
tidak fit dengan Chi-Square=791,71, df=135, P-Value=0,0000, RMSEA=0,156. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa modelnya tidak fit dengan data (hasilnya signifikan) karena P-value menunjukkan hasil lebih kecil dari 0,05. Selanjutnya dilakukan modifikasi terhadap model, sehingga menghasilkan model satu
faktor
yang
fit.
Berikut
penjelasan
gambar
4.3
:
Gambar 4.3 Analisis faktor konfirmatorik dari Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy)
Apabila dilihat dari gambar di atas, ditemukan banyak kesalahan item yang berkorelasi dengan item lainnya khususnya pada item yang paling multidimensional adalah 1,2,3,4,5,6,7,8,12,13,14,16,17, dan 18. Sedangkan item yang paling baik adalah item nomor 9,10,11 dan 15 meskipun ditemukan
130
beberapa kali berkorelasi dengan item lainnya Berdasarkan tabel muatan faktor 4.12, ditemukan dua item yang tvaluenya lebih kecil dari 1,96(absolute). Sehingga kedua item tersebut yaitu item nomor 6 dan 16 harus di eliminasi dan tidak diikutsertakan dalam mengestimasi skor faktor variabel kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy). Sedangkan 16 item lainnya dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel kebutuhan akan kemandirian. Tabel 4.12 Muatan faktor item untuk kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) NO
KOEFISIEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
0,16 0,19 0,33 0,54 0,33 0,11 0,30 0,51 0,27 0,64 0,75 0,86 0,77 0,31 0,56 0,13 0,43 0,29
STANDAR ERROR 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07
NILAI T
SIGNIFIKAN
2,34 2,63 4,87 8,02 4,67 1,54 4,18 7,24 3,85 9,87 11,00 13,14 11,25 4,23 8,51 1,95 5,99 4,00
V V V V V X V V V V V V V V V X V V
131
Berikut tabel 4.11 matrik korelasinya dibawah ini : Tabel 4.11 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy)
1
2
3
4
5
6
1
1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
V 1 V V 1 1 V V V V 1 1 V V V V
7
8
9
10
11
12
1 V V
1 V
13
14
15
1 V
1
16
17 18
1 V V
1 V
1 V 1 V V V 1 1
V V V
V V
V V V
V V V V V V
V V V V V
V
V V
V V
V
V
1 V
V
V
1
Keterangan : tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Setiap item hampir keseluruhannya melakukan kesalahan dalam pengukuran. Item-item tersebut bersifat multidimensional dikarenakan hampir setiap indikator dari butir-butir item tersebut memiliki kecenderungan untuk membuat responden mempersepsikan setiap item sama maknanya.
4.2.4 Validitas konstruk dari kepribadian big five extraversion Prosedur yang dilakukan dalam menguji validitas konstruk variabel kepribadian big five extraversion sama dengan beberapa variabel diatas. Pada variabel ini didapatkan hasil dari model tidak fit, dimana Chi Square untuk model
132
satu faktor = 169,75 df= 35 P-value = 0,0000 RMSEA = 0,139. Kemudian dilakukan modifikasi model dan didapatkan model yang fit yaitu dengan Chi Square = 37,72 df= 29 P-value = 0.12873 RMSEA = 0.039. Berikut Merupakan gambar 4.4 dari model fit variabel kepribadian big five extraversion.
Gambar 4.4 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor kepribadian big five extraversion
Terlihat dari gambar 4.4, bahwa nilai chi square menghasilkan p>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu Extraversion. Hanya saja pada model ini, kesalahan pengukuran pada beberapa item saling berkorelasi sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
133
faktor, seperti pada tabel 4.14 berikut ini. Tabel 4.14 Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Big Five Extraversion No.
Koefisien
Standar Error
T - Values
Signifikan
1
0,63
0,07
8,53
V
11
0,28
0,08
3,53
V
21
0,70
0,07
9,74
V
31
0,45
0,08
5,83
V
41
0,65
0,07
8,84
V
6
0,68
0,07
9,44
V
16
0,40
0,08
5,21
V
26
0,70
0,07
9,73
V
36
0,04
0,08
0,52
X
46
0,48
0,08
6,25
V
Keterangan: V= signifikan (t-values > 1,96)
X = Tidak signifikan
Dilihat dari model faktornya, dari 10 item yang dalam hal ini mengukur Extraversion, terdapat 1 item yang tidak signifikan (tidak bagus) dan harus di eliminasi (tidak diikutsertakan) dalam mendapatkan nilai skor estimasi, karena koefisien muatan faktor yang paling rendah dan nilai t lebih kecil dari 1, 96 (absolute) yaitu item nomor 36. Sedangkan item yang signifikan dalam arti item yang paling valid dengan koefisien muatan faktor yang paling tinggi dan nilai t lebih besar dari 1,96 adalah item nomor 1, 11, 21, 31, 41, 6, 16, 26, dan 46. yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel faktor kepribadian big five extraversion.
134
Ada pun butir-butir yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi disajikan pada tabel 4.13. Tabel 4.13 Matriks Korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item faktor kepribadian big five extraversion 1 1
11
21
1
31
V
41
V
16
26
36
46
1 1
V
1 V
16
1 V
26
46
6
1
21
36
41
1
11
6
31
V
1 1 1
Keterangan : tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Dari tabel di atas, terlihat bahwa kesalahan pengukuran item nomor 1 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 6 dan 36. Kesalahan pengukuran item nomor 21 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 31 dan 41. Kesalahan pengukuran item nomor 31 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 16. Kesalahan pengukuran item nomor 6 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 26. Oleh karena itu, item yang bersifat multi dimensional dari faktor extraversion adalah item nomor 1, 6, 16, 21, 26, 31. Hal ini terlihat atau terwakili oleh kenyataan bahwa kesalahan pengukuran pada item tersebut berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lain.
135
4.2.5. Validitas Konstruk dari faktor kepribadian big five agreeableness Dalam hal ini, peneliti menguji apakah 10 item untuk mengukur variabel faktor kepribadian big five agreeableness bersifat unidimensional. Namun karena didapatkan model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan Chi Square = 192,42, df=35, P-value=0.00000 RMSEA=0,139. Oleh karena itu, untuk mendapatkan model yang fit, maka peneliti mengeliminasi item 7, 27, 2 dan 12 dikarenakan kurang baik yaitu memiliki standar estimasi yang negatif sesuai criteria 1 dan tidak mengikutsertakan item tersebut dalam memodifikasi terhadap model. Dengan demikian, akhirnya diperoleh model fit seperti pada Gambar 4.5 berikut ini :
Gambar 4.5 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor kepribadian big five Agreeableness
Terlihat dari gambar 4.5, bahwa nilai Chi Square menghasilkan p > 0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu agreeableness. Hanya saja pada model ini, kesalahan pengukuran pada beberapa item saling berkorelasi sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut
136
sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 4.16 berikut ini: Tabel 4.16 Muatan Faktor Item IPIP untuk Kepribadian Big Five Agreeableness No.
Koefisien
Standar Error
T – Values
Signifikan
17
0,59
0,11
5,43
V
37
0,76
0,11
7,04
V
42
0,33
0,08
4,18
V
47
0,35
0,08
4,45
V
22
0,42
0,08
5,15
V
32
0,48
0,08
5,78
V
Keterangan: V= signifikan (t-values > 1,96)
X = Tidak signifikan
Dilihat dari muatan faktornya, dari enam item yang dalam hal ini mengukur Agreeableness, semuanya signifikan karena t value bermuatan positif dimana (t>1,96) yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi agreeableness.
skor
faktor
untuk
variabel
faktor
kepribadian
big
five
137
Ada pun butir-butir yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi disajikan pada tabel 4.15 : Tabel 4.15 Matriks Korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item Agreeableness 17 17
1
37
V
37
42
47
22
32
1
42
1 1
47 22 32
V
1 1
Keterangan : tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Dari tabel di atas, terlihat bahwa kesalahan pengukuran item nomor 37 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 17. Kesalahan pengukuran item nomor 22 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 42.
4.2.6. Validitas Konstruk dari faktor kepribadian big five conscientiousness Dalam hal ini, peneliti menguji apakah 10 item untuk mengukur variabel faktor kepribadian big five conscientiousness bersifat unidimensional. Namun didapatkan model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan Chi Square = 402.17, df=35, P-value=0.00000 RMSEA=0,230. Oleh karena itu, setelah dilakukan pembebasan item-item untuk berkorelasi, akhirnya di dapatkan model yang fit pada penjelasan gambar 4.6 :
138
Gambar 4.6 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor kepribadian big five conscientiousness
Terlihat dari gambar 4.6, bahwa nilai Chi Square menghasilkan p > 0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor kepribadian big five conscientiousness. Hanya saja pada model ini, kesalahan pengukuran pada beberapa item saling berkorelasi sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 4.18 berikut ini.
139
Tabel 4.18 Muatan Faktor Item IPIP untuk faktor kepribadian Big Five Conscientiousness No. 3 13 23 33 43 48 8 18 28 38
Koefisien Standar Error 0,08 0,08 0,09 0,08 0,49 0,08 0,08 0,08 0,40 0,08 0,42 0,08 0,55 0,08 0,65 0,08 0,56 0,08 0,71 0,08 Keterangan: V= signifikan (t-values > 1,96)
T – Values Signifikan 1,00 X 1,12 X 6,27 V 0,97 X 4,96 V 5,26 V 7,03 V 8,50 V 7,25 V 9,39 V X = Tidak signifikan
Dilihat dari muatan faktor pada 10 item di atas, terdapat 7 item yang signifikan karena t value bermuatan positif (t>1,96) yang berarti item-item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel faktor kepribadian big five Conscientiousness. Namun, baik item 3, 13, dan 33 harus di eliminasi mengingat ketiga item tersebut t-value lebih kecil dari 1,96 (tidak signifikan). Ada pun butir-butir yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi disajikan pada tabel 4.17 : Tabel 4.17 Matriks Korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item faktor kerpibadian big five conscientiousness 3 13 23 33 43 48 8 18 28 38
3 1 V
13
23
33
43
48
1 V
1
8
18
28
38
1 1 1 V V
1
V
1
V V
1 1
Dari tabel di atas, terlihat bahwa kesalahan pengukuran item nomor 13 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 3. Kesalahan
140
pengukuran item nomor 43 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 23. Kesalahan pengukuran item nomor 48 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 23 dan 43. Kesalahan pengukuran item nomor 8 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 1. Kesalahan pengukuran item nomor 18 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 13. Kesalahan pengukuran item nomor 28 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 8.
4.2.7. Validitas Konstruk dari faktor kepribadian big five emotional stability/intellect Dalam hal ini, peneliti menguji apakah 10 item untuk mengukur variabel faktor kepribadian big five big five emotional stability bersifat unidimensional. Namun karena didapatkan model satu faktor (unidimensional) tidak fit, dengan Chi Square = 93,26, df=35, P-value=0.00000 RMSEA=0,091. Oleh karena itu, untuk mendapatkan model yang fit, maka peneliti mengeliminasi satu item, yaitu item nomor 9 dikarenakan kurang baik berdasarkan criteria 1 dan 2. Item tersebut memiliki t-value yang rendah dari 1,96 (absolute). Dengan demikian, akhirnya diperoleh model fit seperti pada Gambar 4.7 berikut ini.
141
Gambar 4.7 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor kepribadian big five emotional stability
Dilihat dari gambar 4.7, bahwa nilai Chi Square menghasilkan p > 0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor kepribadian big five emotional stability. Hanya saja pada model ini, kesalahan pengukuran pada beberapa item saling berkorelasi sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 4.19 berikut ini.
142
Tabel 4.19 Muatan Faktor Item IPIP untuk faktor kepribadian big five emotional stability No.
Koefisien
Standar Error
T – Values
Signifikan
19
0,56
0,07
7,53
V
4
0,72
0,07
10,03
V
14
0,72
0,07
10,06
V
24
-0,18
0,08
-2,25
X
29
0,46
0,08
6,06
V
34
0,35
0,08
4,39
V
39
0,45
0,08
5,78
V
44
0,48
0,08
6,28
V
49
0,25
0,08
3,15
V
Keterangan: V= signifikan (t-values > 1,96)
X = Tidak signifikan
Dilihat dari muatan faktor pada 9 item di atas, terdapat 1 item yang tidak signifikan karena t value bermuatan positif atau lebih kecil dari 1,96 (t>1,96) yang berarti item-item tersebut tidak dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel faktor kepribadian big five emotional stability. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya item 19,4,14,29,34,39,44,dan 49 yang dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor, sedangkan item 9 dan 24 tidak diikutsertakan. Ada pun butir-butir yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi disajikan pada tabel 4.18 :
143
Tabel 4.18 Matriks Korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item faktor kerpibadian big five emotional stability 19 4 14 24 29 34 39 44 49 1 19 1 4 1 14 1 24 1 29 1 34 1 39 V 1 44 V 1 49 V V Keterangan : tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Dari tabel di atas, terlihat bahwa kesalahan pengukuran terjadi pada item nomor 34 yang berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 39 dan 49. Kesalahan pengukuran item nomor 39 berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item pada nomor 44 dan 49. Sedangkan item yang paling ideal adalah item 19,4,14,24,29,34 karena item tersebut merupakan item unidimensional, yaitu hanya mengukur satu faktor saja yaitu faktor kepribadian big five emotional stability.
4.2.8. Validitas Konstruk dari faktor kepribadian big five Openess to experience/Intellect Dalam hal ini peneliti menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur faktor kepribadian big five openness to experience. Dari hasil analisa CFA yang dilakukan, model satu faktor adalah tidak fit, dengan Chi-Square= 77.68, df=9 P-Value= 0,0000 RMSEA=0,196. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
144
diperoleh model fit seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.8 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor kepribadian big five Openess to experience/Intellect
Terlihat dari gambar 4.8, bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P>0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor kepribadian big five openness to experience. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut. Dalam hal ini, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 4.21 berikut ini:
145
Tabel 4.21 Muatan faktor item untuk kepribadian big five Openess to experience/Intellect NO
KOEFISIEN
5 15 25 35 40 45 50 10 20 30
0,43 0,40 0,06 0,08 0,65 0,34 0,40 0,43 0,70 0,56
STANDAR ERROR 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,08 0,08 0,08 0,08
NILAI T
SIGNIFIKAN
5,47 5,02 0,72 0,99 7,73 3,96 4,68 5,50 8,42 7,23
V V X X V V V V V V
Dari 10 item yang mengukur faktor kepribadian big five openness to experience, delapan diantaranya merupakan item yang baik karena koefisien muatan faktor antara satu item dengan item lainnya memiliki nilai yang hampir sama tingginya dan nilai t leboih besar dari 1,96 (absolute) yaitu item nomor 5,15,40,45,50,10,20,30. Hanya saja untuk item nomor 25 dan 35 memiliki t-value yang lebih rendah dari 1,96 (absolute), sehingga item tersebut harus di eliminasi atau tidak diikutsertakan dalam menghitung skor faktor dari variabel faktor kepribadian big five Openess to experience/Intellect.
146
Adapun butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.20 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran pada butir-butir item kepribadian big five Openess to experience/Intellect 5 15 5
35
40
45
20
30
1 V
V
40
1 1
45
1
50
20
10
1
25
10
50
1
15
35
25
1 1
V V
V
V
1
30
1
Dari tabel 4.20 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat kesalahan pengukuran pada item yang saling berkorelasi. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan perihal item yang baik dan item yang buruk. Item yang terlalu banyak dimensi yang diukur, yaitu item 20. sedangkan, item yang bagus dalam hal ini adalah item nomor 30, dimana item tersebut tidak berkorelasi sama sekali.
147
4.3
Uji Hipotesis Sebelum menjelaskan tentang uji hipotesis pada bab empat ini, peneliti
akan memaparkan kembali hipotesis penelitian baik hipotesis mayor maupun hipotesis minor dengan tujuan agar pembaca mudah dalam memahami uji hipotesisnya. Adapun hipotesis mayor dan minor yang dimaksud adalah sebagai berkut: 1. Hipotesis mayor H1: Ada pengaruh signifikan kepribadian terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa Jurusan Desain Grafis Dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta
2. Hipotesis Minor H2 : Ada pengaruh variabel kebutuhan akan prestasi (need for achievement) terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. H3 : Ada pengaruh variabel kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. H4 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five extraversion terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta H5 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five
Aggreableness
terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis &
148
multimedia fakultas Universitas Mercu Buana Jakarta. H6 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Conscientiousness terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. H7 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Emotional stability terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. H8 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five
Openness to
Experience/intellect terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia fakultas Universitas Mercu Buana Jakarta.
4.3.1 Pengujian Hipotesis Mayor dan Minor Seperti pada hipotesis mayor diatas bahwa ada pengaruh signifikan faktor kepribadian terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa Jurusan Desain Grafis Dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Untuk Mendapatkan hasil tersebut peneliti menggunakan metode regresi berganda. Dengan dependen variabel nya adalah intensi berwirausaha, dan independen variabelnya adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy), faktor kepribadian big five extraversion, faktor kepribadian big five agreeableness, faktor kepribadian big five conscientiousness, faktor kepribadian big five emotional stability, dan faktor kepribadian big five openness to experience, maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
149
Rumus persamaan regresi : Y’ = a + b1 X1 + b2X 2 +b3 X3+ b4X4 + b5X 5 +b6 X6+ b7X7 Penjelasannya adalah sebagai berikut: Y’
= intensi berwirausaha
a
= konstan intersepsi
b
= koefisien regresi
X1
= Kebutuhan akan prestasi (need for achievement)
X2
= Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy)
X3
= faktor kepribadian big five extraversion
X4
= faktor kepribadian big five agreeableness
X5
= faktor kepribadian big five conscientiousness
X6
= faktor kepribadian big five emotional stability
X7
= faktor kepribadian big five openness to experience
Sehingga setelah dilakukan olah data menggunakan software SPSS 17, didapatkan persamaan regresi sebagai berikut: Intensi berwirausaha = 42,975 + 0,066 kebutuhan akan prestasi (need for achievement) + 0,038 Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) + (-0,024) Faktor kepribadian big five extraversion + 0,057 Faktor kepribadian big five agreeableness + 0,004 Faktor kepribadian big five consciousness + (-0,063) Faktor kepribadian big five emotional stability + 0,062 Faktor kepribadian big five Openess to experience/Intellect.
Dengan menggunakan seluruh IV, diperoleh nilai R square (R2) = 0,017. hal ini berarti 1,7% dari bervariasinya intensi berwirausaha mahasiswa ditentukan
150
oleh bervariasinya tujuh variabel yang diteliti yaitu, kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kemandirian, faktor kepribadian big five extraversion, faktor kepribadian big five agreeableness, faktor kepribadian big five consciousness, faktor kepribadian big five emotional stability dan faktor kepribadian big five Openess to experience/Intellect. Sedangkan sisanya atau 98,3% ditentukan oleh sebab-sebab atau faktor lainnya. Penjelasan tersebut didukung oleh hasil olah data SPSS yang terdapat pada tabel 4.23 dan 4.24 di bawah ini :
TABEL 4..23 Koefisien regresi Model
Unstandardized Coefficients b
(Constant)
t
Sig.
Std. Error
42.975
7.593
5.660
.000
Kebutuhan akan prestasi (need for achievement)
.066
.070
.946
.345
Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy)
.038
.072
.523
.602
Faktor Kepribadian big five extraversion
-.024
.075
-.314
.754
Faktor kepribadian big five agreeableness
.057
.069
.825
.410
Faktor kepribadian big five consciousness
.004
.070
.060
.953
Faktor kepribadian big five emotional stability
-.063
.086
-.729
.467
.062
.072
.863
.389
Faktor kepribadian big five Openess to experience/Intellect
a. Dependent Variable: intensi_berwirausaha
151
Pada tabel summary terlihat bahwa R Square hanya mencapai 0,017. Hasil tersebut didapat setelah peneliti menggunakan metode analisis regresi berganda dengan menggunakan nilai true score .True-score diperoleh dari masing-masing variabel yaitu : 1. Intensi berwirausaha sebagai dependent variabel (DV) 2. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) sebagai IV1 3. Kebutuhan akan lemandirian (need for autonomy) sebagai IV2 4. Faktor kepribadian big five extraversion sebagai IV3 5. Faktor kepribadian big five agreeableness sebagai IV4 6. Faktor kepribadian big five conscientiousness sebagai IV5 7. Faktor kepribadian big five emotional stability sebagai IV6 8. Faktor kepribadian big five openness to experience sebagai IV7
Model Summary Change Statistics
Std. Error Mod el
R
1
.131a a.
R
Adjusted R
of the
R Square
F
Square
Square
Estimate
Change
Change
.017
-.019
13.78245
.017
.478
Sig. F df1
df2 7
192
Predictors: (Constant), oe, kebutuhan_akan_prestasi, kEBUTUHAN_AKAN_K EMANDIRIAN, co, ag, ex, em
Change .849
152 ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
636.235
7
90.891
Residual
36471.519
192
189.956
Total
37107.753
199
F
Sig. .478
.849a
a. Predictors: (Constant), oe, kebutuhan_akan_prestasi, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, co, ag, ex, em b. Dependent Variable: intensi_berwirausaha
Proporsi varian yang terkait dengan bervariasinya IV terhadap DV yaitu intensi berwirausaha hanya sebesar (1,7%) dengan signifikan sebesar (0,849) yang berarti bahwa tidak signifikan pada taraf 5 %. Sehingga hipotesis mayor yang menyatakan ada pengaruh faktor kepribadian terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia universitas mercu buana jakarta tidak terbukti. Ini berarti bahwa besarnya proporsi varian dari DV ( intensi berwirausaha) yang dipengaruhi secara bersama-sama oleh IV (faktor kepribadian) adalah tidak signifikan secara statistik. Dikarenakan nilai R Square yang kecil yaitu sebesar (1,7%) dan tidak signifikan maka peneliti membuat analisa tentang proporsi varians sebagai informasi tambahan mengenai sumbangan pengaruh dari masing-masing IV terhadap DV.
4.3.2. Analisa proporsi varians pada masing-masing independen variabel Peneliti menganalisis juga besarnya proporsi varian dari DV yang merupakan sumbangan/pengaruh dari masing-masing IV, hal ini dilakukan dengan menghitung pertambahan proporsi varian setiap IV baru dimasukkan dalam persamaan. Bertambahnya R square change ini dapat dilihat pada tabel 4.23 di bawah ini :
153
Tabel 4.23 Proporsi Varian Oleh Masing-Masing Independen Variabel R2 R2 change Fhitung df Ftable
IV
Signifikan
X1
0,005
0,005
1,00
1,198
3,89
Tidak signifikan
X12
0,007
0,002
0,40
1,197
3,89
Tidak signifikan
X123
0,007
0,000
0,00
1,196
3,89
Tidak signifikan
X1234
0,012
0,005
1,00
1,195
3,89
Tidak signifikan
X12345
0,012
0,000
0,00
1,194
3,89
Tidak signifikan
X123456
0,013
0,001
0,206
1,193
3,89
Tidak signifikan
X1234567
0,017
0,004
0,78
1,192
3,89
Tidak signifikan
TOTAL
0,017
Keterangan : X1 = Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) X2 = Kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) X3 = Faktor Kepribadian Big Five Extraversion X4 = Faktor Kepribadian Big Five Agreeableness X5 = Faktor Kepribadian Big Five Conscientiousness X6 = Faktor Kepribadian Big Five Emotional Stability X7 = Faktor Kepribadian Big Five Openess to Experience/Itellect
Dalam rangka mendapatkan informasi tentang berapa besar proporsi varian terhadap intensi berwirausaha yang dipengaruhi oleh masing-masing independen variabel, maka peneliti melakukan lagi tujuh kali analisis regresi. Dimulai dengan hanya satu IV yaitu variabel kebutuhan akan prestasi (need for
154
achievement). R2 yang dihasilkan menujukkan proporsi varian dari DV yang menggambarkan pengaruh kebutuhan akan prestasi (need for achievement) sebagai IV. Kemudian analisis regresi dengan dua IV yaitu kebutuhan akan prestasi (need for achievement) dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy). Selisih diantara R2 regresi dua IV dengan R2 regresi satu IV di atas adaah merupakan proporsi varian yang dihasilkan oleh pengaruh IV yang baru ditambahkan yaitu kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy). Selanjutnya dilakukan analisis regresi dengan tiga IV yaitu dengan menambahkan lagi satu IV yaitu faktor kepribadian big five extraversion, dan R2 yang dihasilkan dibandingkan dengan R2 sebelumnya yaitu dengan R2 sebelumnya yaitu dia IV. Selisihnya (R2 change) merupakan proporsi vaian dari DV (intensi berwirausaha) yang mengambarkan pengaruh dari IV yang baru ditambahkan yaitu faktor kepribadian big five extraversion. Setelah itu, dilakukan analisa regresi dengan empat IV yaitu faktor kepribadian big five agreeableness yang merupakan IV tambahan. Selanjutnya R2 yang dihasilkan dibandingkan dengan R2 hasil dari regresi dengan tiga IV. Hasil dari selisih tersebut merupakan proporsi varian dari DV yang terkait dengan pengaruh IV yang ditambahkan yaitu faktor kepribadian big five agreeableness. Kemudian dilakukan analisis regresi dengan lima IV yaitu dengan menambahkan lagi satu IV yaitu faktor kepribadian big five conscientiousness. Sama dengan prosedur sebelumnya, R2 hasil dari regresi ini dibandingkan dengan
155
R2 dari empat IV dimana selisihnya merupakan proporsi varian dari variabel intensi berwirausaha yang dipengaruhi oleh faktor kepribadian big five conscientiousness. Selanjutnya, dilakukan analisa regresi dengan enam IV yaitu faktor kepribadian big five emotional stability yang merupakan IV tambahan. Selanjutnya R2 yang dihasilkan dibandingkan dengan R2 hasil dari regresi dengan lima IV. Hasil dari selisih tersebut merupakan proporsi varian dari DV yang terkait dengan pengaruh IV yang ditambahkan yaitu faktor kepribadian big five emotional stability. Tahap akhir dalam rangka mendapatkan informasi tentang berapa besar proporsi varian dari intensi berwirausaha yang dipengaruhi oleh masing-masing independen variabel adalah membandingkan R2 yang dihasilkan dari regresi tujuh IV dengan R2 yang dihasilkan dari enam IV. Selisih yang didapat merupakan proporsi varian yang menggambarkan IV ke tujuh, yang dalam hal ini IV ke tujuh adalah faktor kepribadian big five Openess to experience/Intellect.
Dari table 4.25 pada halaman sebelumnya didapatkan informasi sebagai berikut : 1. Variabel kebutuhan akan prestasi (need for achievement) dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 Change sebesar 0,005 variabel kebutuhan akan prestasi (need for achievement) memberi sumbangan sebesar 0,5% bagi bervariasinya intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar 0,66 F = 1,00 dan df = 1, 198, maka variabel kebutuhan akan prestasi (need for achievement) tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha
156
mahasiswa dengan arah hubungan positif. 2. Variabel kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 change sebesar 0,002 yang artinya variabel kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) memberi sumbangan sebesar 0,2% bagi bervariasinya intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar 0,38 dengan F = 0,40 dan df = 1, 197, maka kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa dengan arah hubungan positif. 1. Variabel faktor kepribadian Big five extraversion dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 sebesar 0,000 yang berarti bahwa variabel faktor kepribadian hanya menyumbang 0% terhadap intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar -0,24% dengan F = 0,00 dan df = 1, 196. maka variabel faktor kepribadian Big five extraversion tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa dengan arah hubungan negatif. 2. Variabel faktor kepribadian Big five Aggreableness dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 sebesar 0,005 yang berarti bahwa variabel faktor kepribadian Big five Aggreableness memiliki kontribusi sebesar 0,5% dalam mempengaruhi intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar 0,57 dengan F = 1,00 dan df = 1, 195 maka variabel faktor kepribadian Big five Aggreableness tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa dengan arah hubungan positif. 3. Variabel Faktor Kepribadian Big Five Conscientiousness sama sekali tidak memberikan sumbangan, dengan R2 sebesar 0,000 yang berarti bahwa
157
4. Variabel variabel faktor kepribadian big five
emotional stability dengan
intensi berwirausaha diperoleh R2 sebesar 0,001 yang berarti bahwa variabel variabel faktor kepribadian Big five Emotional stability memiliki kontribusi sebesar 0,1% dalam mempengaruhi intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar -0,63 dengan F = 0,206 dan df = 1, 193, maka variabel faktor kepribadian Big five
Emotional stability tidak signifikan
mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa dengan arah hubungan negatif. 5. Variabel faktor kepribadian big five openness to experience/intellect dengan intensi berwirausaha diperoleh R2 sebesar 0,004 yang berarti bahwa variabel faktor kepribadian big five
openness to experience/intellect memiliki
kontribusi sebesar 0,4% dalam mempengaruhi intensi berwirausaha. Sedangkan koefisien regresinya sebesar 0,62 dengan F = 0,78 dan df = 1, 192, yang
artinya
variabel
faktor
kepribadian
big
five
openness
to
experience/intellect tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa dengan arah hubungan positif. Selanjutnya untuk bahasan mengenai kesimpulan penelitian dapat dilihat pada bab 5.
157
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Bab lima ini terdiri dari subbab kesimpulan, diskusi dan saran. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 5.1
KESIMPULAN Sebelum peneliti menjelaskan kesimpulan hasil penelitian yang telah
dibuktikan melalui analisa data pada subbab sebelumnya, ada baiknya peneliti memunculkan kembali pernyataan hipotesis mayor dan hipotesis minor agar pembaca lebih mudah memahami kesimpulan dari hasil penelitian. Berikut pernyataan hipotesis mayor dan hipotesis minor : 5.1.1
Hipotesis Mayor
H1 : Ada pengaruh signifikan kepribadian terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Setelah dilakukan analisa data didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan kerpibadian terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Sehingga hipotesis mayor yang menyatakan ada pengaruh faktor kepribadian terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia universitas mercu buana jakarta tidak terbukti / pernyataan hipotesis mayor ditolak.
158
5.1.2 Hipotesis Minor H2 : Ada pengaruh variabel kebutuhan akan prestasi (need for achievement) terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Setelah dilakukan analisa data, didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan kebutuhan akan prestasi (need for achievement) terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Maka hipotesis (H2) ditolak. H3 : Ada pengaruh variabel kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Setelah dilakukan analisa data, didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Maka hipotesis (H3) ditolak. H4 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five extraversion terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Setelah dilakukan analisa data, didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan faktor kepribadian Big five extraversion terhadap intensi
159
berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Maka hipotesis (H4) ditolak. H5 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Aggreableness terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia fakultas Universitas Mercu Buana Jakarta. Setelah dilakukan analisa data, didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan faktor kepribadian Big five Aggreableness terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Maka hipotesis (H5) ditolak. H6 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Conscientiousness terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Setelah dilakukan analisa data, didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan faktor kepribadian Big five
Conscientiousness terhadap intensi
berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Maka hipotesis (H6) ditolak. H7 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian Big five Emotional stability terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta.
160
Setelah dilakukan analisa data, didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan faktor kepribadian Big five Emotional stability terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Maka hipotesis (H7) ditolak. H8 : Ada pengaruh variabel faktor kepribadian big five openness to experience/intellect terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis & multimedia fakultas Universitas Mercu Buana Jakarta. Setelah dilakukan analisa data, didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan faktor kepribadian big five openness to experience/intellect terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Maka hipotesis (H8) ditolak.
5.2
DISKUSI Pada subbab ini, peneliti akan memaparkan diskusi mengenai ketujuh
independen variabel terhadap dependen variabel yaitu intensi berwirausaha. Sesuai dengan penjelasan di bab sebelumnya, akan dijelaskan kesimpulan dari isi sub bab diskusi yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan diskusi berdasarkan urutan dari independet variabel yaitu ; 1) kebutuhan akan prestasi (need for achivement), 2) kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) 3) trait kepribadian big five extraversion 4) trait kepribadian big five agreeableness 5) trait kepribadian big five
161
conscientiousness 6) trait kepribadian big five emotional stability 7) trait kepribadian big five openness to experience. Sebagai inti dari keseluruhan isi sub bab diskusi, dijelaskan bahwa beberapa penelitian terdahulu dan literatur memperlihatkan adanya pengaruh kepribadian terhadap intensi berwirausaha. Namun hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan
bahwa
kepribadian
tidak
signifikan
mempengaruhi
intensi
berwirausaha. Terdapat beberapa penyebab sehingga hasil penelitian ini menjadi tidak signifikan dan berbeda dengan penelitian terdahulu maupun literatur yang ada. Menurut Murray (Friedman dan Schustack, 2008) salah satu alasan mengapa kepribadian terkadang hanya dapat menjadi prediktor perilaku yang lemah adalah bahwa kekuatan situasi kadang kala demikian kuat hingga membuat seseorang tidak berperilaku seperti biasanya. Selain situasi, pengaruh lingkungan juga dianggap sebagai penentu kemunculan intensi berwirausaha seseorang. Menurut Kristiansen (Riyanti dan Rosini, 2008) faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan. Selain itu lingkungan juga dianggap sebagai penentu seseorang dalam memunculkan persepsi, keyakinan dan nilai-nilai budaya. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Errko Autio (1997), Jukka Vesalainen (2003), Jeff Brice (2003) dan beberapa peneliti lain menghasilkan bahwa intensi berwirausaha secara signifikan dipengaruhi oleh kepribadian. Hal tersebut dikarenakan sampel yang digunakan adalah bukan berasal dari mahasiswa Indonesia Sedangkan pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah mahasiswa Indonesia
162
yaitu mahasiswa Jurusan Desain Grafis dan Multimedia universitas Mercu Buana jakarta. Sehingga, sampel yang berbeda dengan budaya yang berbeda dapat membentuk persepsi dan keyakinan serta nilai-nilai yang berbeda juga. Mahasiswa-mahasiswa yang berada di universitas di negara lain memiliki kepribadian yang terbentuk dari lingkungan yang menanamkan nilai-nilai budaya kewirausahaan yang kuat, sehingga persepsi mereka terhadap kewirausahaan juga kuat. Sedangkan mahasiswa yang berasal dari Indonesia cenderung mempersepsikan kegiatan berwirausaha sebagai suatu hal yang negatif, dimana berwirausaha dianggap tidak memberikan jaminan dan keamanan kerja baik dari segi pendapatan dan peluang mengembangkan karir. Menurut Riyanti (2008) faktor budaya dapat terlihat jelas pada nilai dan belief yang dianut oleh anggota dari kelompok budaya tersebut. Sebagai contoh belief mengenai locus of control, ada beberapa budaya yang menekankan pada internal locus of control sedangkan ada juga yang tidak. Orang-orang yang hidup dengan budaya internal locus of control mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terdorong menjadi wirausahawan karena mereka percaya bahwa mereka dapat mempunyai kesempatan untuk sukes apabila mereka berusaha dengan keras. Pada beberapa budaya menjadi wirausahawan dapat dipandang sebagai suatu pekerjaan yang positif sedangkan pada budaya yang lain wirausaha dapat dipandang sebagai sesuatu yang negatif (Riyanti, 2008). Sehingga berkemungkinan hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian terdahulu bahwa kepribadian tidak
163
signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa Jurusan Desain grafis dan Multimedia universitas Mercu Buana jakarta. Selanjutnya akan dijelaskan isi diskusi pada masing-masing independen variabel, yaitu sebagai berikut: Pertama, kebutuhan akan prestasi (need for achievement) tidak signifikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa Jurusan Desain Grafis & Multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta. Variabel kebutuhan akan prestasi (need for achievement) hanya memberi sumbangan sebesar 0,5% pada intensi berwirausaha. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Errko Autio dkk (1997) bahwa kebutuhan akan prestasi (need for achievement) secara signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha dengan besarnya signifikan (0,0008). Sedangkan Jukka Vesalainen (2004) menyatakan bahwa intensi berwirausaha dipengaruhi oleh kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Hanya saja Jukka Vesalainen menegaskan bahwa kebutuhan tersebut sebenarnya bisa saja berubah menjadi kebutuhan lain karena expektasi individu terhadap kondisi tertentu. Dorongan (need) berwirausaha tidak dapat sepenuhnya ditentukan tanpa adanya motivasi. Sehingga dalam penelitian yang dilakukan oleh Vesalainen, ia menggunakan faktor motivasi berwirausaha sebagai independen variabel yang mempengaruhi intensi berwirausaha dengan hasil signifikan, bukan pada kebutuhan akan prestasi. Motivasi berwirausaha tersebut menurut MCClelland terdiri dari gabungan antara kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuatan dan kebutuhan
164
akan afiliasi. Sedangkan untuk penelitian ini, peneliti tidak melakukan penelitian untuk kedua kebutuhan tersebut. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Errko Autio dkk (1997) terhadap variable need for achievement signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha . Errko Autio menggunakan sampel dengan jumlah mencapai 1956 orang yang berasal dari kombinasi antara mahasiswa Universitas Teknologi Helsinki di Finland, Universitas Linkoping di Swedia, Universitas Colorado di USA, dan Institute teknologi asia di Thailand. Sehingga sampel yang representatif itu selain dapat digeneralisasikan, juga dapat menghasilkan kasil yang signifikan. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan sampel pada jurusan desain grafis dan multimedia saja dan hanya pada satu universitas, sehingga hal etrsebut mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu, menurut Errko Autio dkk (1997) kebutuhan akan prestasi (need for achievement) dapat muncul seandainya faktor situsi seperti lamanya pendidikan dan pengalaman bekerja ikut mendukung. Artinya bahwa mahasiswa dengan latar belakang lamanya pendidikan dan pengalaman kerja yang tinggi, akan semakin tinggi juga intensi berwirausahanya dari pada mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang pengalaman kerja dan hanya sedikit waktunya dalam mendapatkan pendidikan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia universitas mercu buana jakarta dengan lamanya pendidikan berkisar antar 1 tahun hingga 5 tahun. Meskipun mahasiswa telah mendapatkan pendidikan kewirausahaan dengan kurikulum yang dirancang sedemikian rupa, bisa jadi tidak semuanya kemudian menjadi wirausaha sesungguhnya yang mempraktekan
165
ilmu yang didapatnya untuk membangun usaha yang sebenarnya. Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan yang ternyata kurang mendukung pilihan karirnya sebagai wirausaha. Meskipun pada sampel penelitian yang telah dilakukan dirasa sudah memenuhi persyaratan tentang pendidikan kewirausahaan di universitas, namun penelitian ini dirasa masih kurang dalam mendapatkan hasil yang signifikan. Kemungkinan lingkungan yang paling mempengaruhi adalah lingkungan keluarga. Barbara J Frazier dan Linda S Niehm (2004),menganggap bahwa mahasiswa dengan latar belakang keluarga wirausahawan akan memiliki keinginan dan dorongan untuk menjadi wirausahawan juga, dan hasil penelitian signifikan. Sedangkan peneliti tidak sampai menggali informasi mengenai latar belakang keluarga mahasiswa dan melakukan penelitian mengenai faktor latar belakang keluarga. Kemudian, menurut Jukka Vesalainen (2004) sampel yang sesuai dalam penelitian intensi berwirausaha adalah sampel yang berasal dari populasi dengan karakteristik latarbelakang pengalaman bekerja. Seperti halnya penelitian yang dilakukan Errko Autio dkk (1997), dimana 20% dari mahasiswa Universitas di Swedia telah bekerja paruh waktu dan full time, mahasiswa perwakilan Asia yaitu mahasiswa universitas di Thailand 30% yang memiliki pengalaman bekerja, 56 % dari responden yang berasal dari Finland mengaku telah bekerja paruh waktu dan full time, dan mahasiswa dari Finland tercatat 82% diantara mereka sudah memiliki pengalaman bekerja. Dibandingkan dengan penelitian ini, dari 200 sampel penelitian, hanya 68 orang mahasiwa yang tergolong kelas karyawan (ekstensi) dan peneliti kurang menggali tentang informasi apakah mereka sudah bekerja atau tidak,
166
sedangkan sisanya merupakan mahasiswa dengan program kelas reguler yang kemungkinan tidak memiliki pengalaman bekerja. Hal tersebutlah yang juga menentukan ketidaksignifkanan dari hasil penelitian ini. Menurut Murray (Friendman dan Schustack, 2009) kebutuhan terdiri dari 20 macam dan setiap kebutuhan tersebut dapat muncul karena adanya tekanan (press) yang berasal dari situasi, objek dan waktu tertentu. Peneliti menganggap kebutuhan akan prestasi berkemungkinan besar berbeda pada masing-masing responden karena perbedaan situasi, obyek dan waktu. Kemungkinan intensi berwirausaha yang muncul pada diri responden dalam penelitian ini dikarenakan kebutuhan-kebutuhan lain (need-need tertentu) atau aspek psikologis lain yang mempengaruhinya. Menurut Keith M Hmieleski dan Andrew C Corbett (2006), need for power juga mempengaruhi seseorang untuk memunculkan niat berwirausaha. Namun dalam penelitian ini, kebutuhan tersebut tidak dilakukan penelitian. Kedua, variabel kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) tidak signifikan pengaruhnya terhadap intensi berwirausaha. Hasil tersebut bertolak belakang dengan hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Keith M Hmieleski dan Andrew C Corbett (2006) bahwa kebutuhan akan kemandirian menunjukkan hasil yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Individu dengan nilai kebutuhan akan kemandirian tinggi, mampu dalam mengatur tujuan dan jadwal secara mandiri dan mencari lingkungan yang peruh dengan kebebasan. Artinya, semakin seseorang memiliki kebutuhan akan kemandirian yang tinggi, semakin tinggi
167
juga
keinginannya
untuk
menjalankan
suatu
karir
menjadi
entrepreneur
(wirausahawan). Menurut Murray (larsen dan Buss, 2005), kebutuhan akan kemandirian merupakan karakteristik dari pribadi yang dibentuk dari ciri-ciri 1) keinginan untuk bebas, melawan paksaan dan hambatan, 2) menghindari kekuasaaan orang lain, 3)tidak terikat pada aturan, 4) menolak kelaziman, 5) berdiri sendiri dalam membuat keputusan, 6)menghindari urusan dan campur tangan orang lain. Namun sama halnya dengan kebutuhan akan prestasi (need for achievement), kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) dapat terlihat apabila ada peran press (tekanan) didalamnya. Menurut Murray tekanan seperti situasi dan faktor lingkungan yang mendukung memungkinkan seseorang untuk memunculkan hasrat kebutuhan yang mendesak dan harus dipuaskan. Sedangkan dalam dunia kewirausahaan, diperlukan karakteristik individu yang mandiri. Kemandiriaan menurut Hurlock (2004) dapat diajarkan sejak dini. Lingkungan keluarga merupakan tempat yang baik dalam memupuk kemandirian. Menurut Errko Autio dkk (2006), peran keluarga menjadi faktor penentu ada atau tidaknya keinginan seseorang untuk berwirausaha khususnya jika salah satu dari anggota keluarga memiliki suatu usaha (berwirausaha). Keluarga dengan latar belakang wirausha akan membentuk pribadi mahasiswa yang mandiri dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak memiliki latarbelakang wirausaha di keluarganya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, terlihat bahwa sampel yang diuji ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha, bisa
168
jadi rendahnya kebutuhan akan kemandirian keluarga karena latar belakang keluarga yang kurang menanamkan kemandirian. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Jeff Brice, JR (2003) pada mahasiswa universitas bisnis dan paskasarjana dari bisnis administrasi, menemukan bahwa trait kepribadian big five Extraversion secara positif dan signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha. Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan hasil yang didapat oleh peneliti sendiri, dimana extraversion tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Dari segi sampel, peneliti sama-sama meneliti dikalangan mahasiswa, namun terdapat perbedaan dari karakteristik yang digunakan dalam memilih mahasiswa sebagai sampel penelitian. Jika Jeff Brice, JR (2003) meneliti intensi berwirausaha pada mahasiswa dengan kriteria melalui masa pendidikan di universitas bisnis dan Master of Business Administration (MBA) pada bidang marketing, manajemen, dan akutansi dengan jumlah sampel 351 orang, peneliti meneliti tentang intensi berwirausaha hanya pada mahasiswa di jurusan desain grafis dan multimedia universitas mercu buana jakarta saja dengan jumlah sampel 200 orang. Kedua objek tersebut berbeda jika dilihat kategori keterlibatannya, mahaasiswa jurusan desain grafis dan multimedia universitas mercu buana jakarta dapat dikategorikan sebagai keterlibatan rendah, sedangkan mahasiswa yang dijadikan sampel penelitian oleh Jeff Brice, JR (2003) dapat dikategorikan sebagai mahasiswa dengan kualitas karakteristik serta keterlibatan yang tinggi. Perbedaan tersebut tentunya berdampak pada hasil penelitian secara umum.
169
Keempat, untuk variable trait kepribadian big five Agreeableness diperoleh hasil yang tidak signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trait kepribadian big five Agreeableness tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Hasil tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Jeff Brice, JR (2003), bahwa agreeableness tidak signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha. Selanjutnya menurut Ajzen dalam Linan (2008) bahwa Sikap merupakan penentu kemunculan intensi berwirausaha. Oleh karena itu ada tidaknya trait yang mendukung karakteristik dari wirasuaha tidak menjamin seseorang memiliki intensi berwirausaha. kemungkinan faktor sikap terhadap perilaku berwirausaha mahasiswa negatif sehingga meskipun mereka sudah memiliki traittrait kepribadian yang sesuai dan signifikan secara teori tetapi dapat tidak mempengaruhi kemunculan intensi berwirausahanya. Kelima, adalah trait kepribadian big five Conscientiousness. Hasil penelitian yang
dilakukan
peneliti
menunjukkan
bahwa
trait
kepribadian
big
five
conscientiousness tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Menurut Kennedy (2004), banyak hal yang dapat mempengaruhi intensi berwirausaha salah satunya variable situasi. Variabel situasi inilah yang menentukan ada atau tidaknya niat berwirausaha pada diri seseorang. Meskipun kepribadian yang dimiliki individu tersebut mendukung dalam kemunculan intensi berwirausaha, tetapi karena faktor situasi, niat berwirausaha dapat saja berubah dan menjadi tidak ada sama sekali di diri mahasiswa.
170
Keenam, trait kepribadian big five emotional stability tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jeff Brice, JR (2003) mengenai pengaruh trait kepribadian big five terhadap intensi berwirausaha mahasiswa, menunjukkan bahwa R square yang dimiliki big five sebesar 72% siginifikan mempengaruhi intensi berwirausaha. Kemudian menurut Penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang telah peneliti lakukan. Menurut Shapero, meskipun faktor trait kepribadian penting dalam memunculkan intensi berwirausaha, tetapi ada faktor penentu lain yang perlu diteliti yaitu perceived desirability. Perceived desirability diartikan sebagai "kecenderungan untuk bertindak" sebagai disposisi pribadi untuk bertindak atas keputusan seseorang, sehingga mencerminkan kehendak aspek niat ("Aku akan melakukannya"). Sehingga untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruhnya suatu variable terhadap intensi berwirausaha, maka yang sebaiknya harus dilihat adalah ekcenderungan seseorang untuk berwirausahanya, bukan pada traitnya. Ketujuh, independent terakhir yang tidak memilki pengaruh secara signifikan terhadap intensi berwirausaha adalah faktor kepribadian big five openness to experience. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trait kepribadian big five openness to experience tidak signifikan berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Artinya bahwa intensi berwirausaha dapat muncul tidak ditentukkan oleh sumbangan independent variable trait kepribadian big five Openness to Experience. Menurut McCrae (Jeff Brice, 2003), trait kepribadian big five oppeness to experience merupakan faktor kepribadian dengan karakteristik 1) keingintahuan
171
intellectual, 2) kecenderungan mencoba pengalaman baru dan 3)menggali ide-ide unik. Seseorang dengan Openness to experience yang tinggi dapat digambarkan sebagai individu dengan karakteristik kreatif, inovatif, imajinatif, reflektif dan tidak mengikuti tradisi. Sedangkan seseorang dengan Openness to experience yang rendah memiliki karakteristik 1) konvensional 2) membatasi ruang geraknya 3) tidak berpikir analitis. McCrae (Jeff Brice, 2003) menegaskan bahwa openness to experience secara positif berkorelasi dengan intelejensi khususnya intelejensi yang berhubungan dengan kreativitas, seperti berpikir divergen. Kuatnya hasrat seseorang untuk menjadi wirausahawan didorong oleh karekteristik seseorang untuk menjadi kreatif dan inovatif. Terlebih orang tersebut mampu menciptakan produk baru yang mendukung perkembangan pasar. Kemudian Errko Autio dkk (1997) menyatakan bahwa yang mempengaruhi intensi berwirausaha bukan saja trait kepribadian seseorang tetapi dibalik itu terdapat faktor konteks sosial salah satunya lingkungan universitas. Sedangkan menurut Larsen dan Buss (2002) lingkungan merupakan penentu terbentuknya kepribadian. Dengan mata kuliah yang ada di jurusan desain grafis dan multimedia universitas mercu buana Jakarta, berkemungkinan mahasiswa terasah kemampuan divergennya dan memiliki kreativitas yang tinggi. Kemungkinan mahasiswa memiliki sifat kreatif dan imajinatif yang disebabkan oleh pembentukan lingkungan universitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensi berwirausaha pada mahasiswa jurusan desain grafis dan multimedia Universitas Mercu Buana Jakarta dipengaruhi bukan karena faktor
172
kepribadian openness to experience yang dimiliki mereka, melainkan berasal dari pengaruh lingkungan universitas. Selain itu, kreativitas yang dimiliki mahasiswa dapat saja tergolong kedalam tingkatan yang tinggi, namun untuk mengetahui hal tersebut diperlukan pengetesan pada berpikir divergent mahasiswa dengan menggunakan alat tes berpikir divergent TTCT yang diadaptasi oleh SC. Utami Munandar, hanya saja peneliti tidak melakukan hal tersebut karena keterbatasan waktu serta biaya.
5.3
SARAN Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada
dalam penelitian yang telah dilakukan. Namun hal tersebut merupakan pembelajaran yang sangat berharga untuk dapat menjadi bahan evaluasi baik bagi peneliti sendiri maupun peneliti lain di masa yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran dibawah ini yang kiranya dapat bermanfaat, yaitu sebagai berikut : 5.3.1 Saran metodologis 1. Variasi dari ketujuh independen variabel yanga sda hanya menyumbang pengaruh 1,70%. Sisanya sebanyak 98,30% kemungkinan dipengaruhi oleh variabel lain. Oleh sebab itu disarankan untuk penelitian selanjutnya agar peneliti menganalisa pengaruh variabel-variabel lain yang mempengaruhi intensi berwirausaha khususnya yang terdapat di dalam teori yang telah dipaparkan pada bab 2, namun tidak digunakan dalam penelitian ini seperti
173
faktor sikap berwirausaha, persepsi, motivasi berwirausaha, locus of control, risk-taking, tolerance for ambiguity, kebutuhan akan kekuasaan (need for power), faktor demografi, faktor value (nilai-nilai), serta situasi. 2. Seluruh lapisan masyarakat dan khususnya mahasiswa di beberapa universitas di Indonesia tentunya cukup banyak yang memiliki keinginan untuk berwirausaha, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya pada populasi mahasiswa Jurusan Desain Grafis Dan Multimedia Unibersitas Mercu Buana Jakarta, sehingga dapat mempengaruhi tidak signifikannya hasil. Oleh sebab itu, ada baiknya penelitian intensi berwirausaha tidak hanya dilakukan pada kalangan mahasiswa saja, melainkan pada kalangan masyarakat umum dengan latar belakang pendidikan yang beraneka ragam dan perlu dilakukan proses pemilihan sampel dengan menentukan karakteristik dengan lebih selektif. 3. Peneliti tidak melakukan pengujian terhdap interaksi antar variabel yang ada, sehingga peneliti tidak dapat menyimpulkan pengaruh variabel-variabel tersebut jika diinteraksikan satu sama lain. Sebaiknya, bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan tujuan melihat interaksi antara variabel satu dengan yang lain, hingga dapat diperoleh kesimpulan yang lebih akurat dan lengkap tentang variabel yang diteliti. 4. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sampling yang bersifat nonprobability, yaitu melalui metode teknik accidental sampling. Teknik tersebut dapat mempengaruhi generalisasi dari sampel terhadap populasi
174
sehingga mengandung bias. Oleh karena itu peneliti menyarankan untuk menggunakan teknik probability sampling khususnya teknik simple random sampling sehingga sampel lebih homogenitas.
5.3.2 Saran Praktis Mengingat sumbangan kepribadian dalam penelitian ini sangat sedikit mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa, maka peneliti menyarankan hal-hal berikut : 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi positif bagi mahasiswa dan instansi pendidikan yang terkait dalam penelitian ini baik di universitas, maupun SMK, SMP dan SD bahwa intensi dan pengalaman kerja harus dimiliki pada setiap mahasiswa untuk mencegah semakin meningkatnya angka pengangguran khususnya pada lulusan perguruan tinggi . penelitian
ini
menunjukkan
kepribadian
tidak
Walaupun hasil
mempengaruhi
intensi
berwirausaha mahasiswa, namun intensi berwirausaha tetap perlu untuk dimunculkan, karena intensi berwirausaha merupakan awal dari munculnya perilaku berwirausaha. Hanya saja, faktor-faktor psikologis selain kepribadian perlu untuk ditingkatkan seperti sikap, persepsi, pengalaman kerja dan kemampuan kewirausahaan, karena faktor-faktor tersebut secara teoritis pun menentukan kemunculan dari intensi berwirausaha. 2. Hasil penelitian ini dapat membantu dalam meningkatkan intensi berwirausaha pada mahasiswa. Intensi berwirausaha dapat dikaji melalui faktor-faktor
175
kebutuhan-kebutuhan psikologis dari mahasiswa yang lebih berperan dalam memunculkan intensi berwirausaha selain dari kebutuhan akan berprestasi (need for achivement) dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy). 3. Dikarenakan dari trait kepribadian big five dan dua motivasi yaitu kebutuhan akan prestasi (need for achievement) dan kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy) tidak memberikan sumbangan yang besar terhdap intensi berwirausaha mahasiswa, maka instansi pendidikan dapat menciptakan suatu program mata kuliah yang guna meningkatkan trait kepribadian serta kebutuhan akan prestasi dan kemandirian yang ada di dalam diri peserta didik khususnya mahasiswa terhadap intensi berwirausaha. 4. Para pendidik di instansi pendidikan juga dapat membuat suatu program seminar dan kegiatan-kegiatan yang lebih baik seperti pameran karya yang dapat menggali kepercayaan diri mahassiwa bahwa produk yang dihasilkan diakui dan bernilai komersial. Hal tersebut dapat memunculkan niat berwirausaha mahasiswa. 5. Diharapkan penelitian selanjutnya tidak hanya berfokus pada intensi berwirausaha saja, namun meneliti tentang pengaruh fakor-faktor psikologis terhadap perilaku berwirausaha pada wirausahawan.
176
DAFTAR PUSTAKA
Sim, H C Matthew. 2006. Entrepreneurship in practice a practical guide. Singapore. Prentice Hall. Larsen, Randy J & Buss, David M. 2002. Personality Psychology.New York. MCGraw-Hill. Icek,Ajzen, 1991. Attitudes, personality and behavior. Buckingham. Open University Press. Friedman, Howard S & Schustack, Miriam W. 2008. Fourth edition personality classic theories and modern Research.USA.Pearson Shoda, Mischel. 2003. Seven edition introduction to personality toward an integration. USA. John Wiley & Sons, Inc. Hurlock, Elizabeth B. 2002. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta.Erlangga. Ajzen, Icek.2005. Attitudes, personality,and behaviour 2th edition.Buckingham. Open University Press. Astamoen, Moko P. 2005. Entrepreneurship dalam kondisi bangsa indonesia. Bandung. Alfabeta. Pervin A Lawrence & John, P Oliver. 2001. Personality theory and research eighth edition. USA. John Wiley &sons. Martin, Fishbein & Ajzen, Icek. 1975. Belief, attitude, intention, and behavior. Philipines. Addison-Wesley. Lope Pihie, Akmaliah Zaidatol. 2009. The journal of international social research: Choice of self-employment intentions among secondary school students. Malaysia. Universitas Putra Malaysia. Goldberg, Lewis R. 1990. Journal of personality and social psychology vol.59, no.6.American psychological association: An alternative "description of personality:the big-five factor structure.
177
Urban, Boris. 2004.Gender effect on entrepreneurial intentions: a multi-group analysis at factor and indicator level. Indarti, Nurul & Langenberg,Marja. 2004. Factor affecting business success among smes: empirical evidences from indonesia. Franke, Nikolaus & Luthje, Christian. 2004. Journal of innovation and tecnology management.Austria: Entrepreneurial intention of business students: a brenchmarking study:international. Vienna University of Economic and Business Administration. Krueger,Rielly, Casrud.at.al.2000. Competing model intentions. New York. Elsevier Science Inc.
of
entrepreneurial
Brice,JR, Jeff. 2003. The role of personality dimensions on the formation of entrepreneurial intentions.New York.Hofstra University. Ahmed, Ishfaq,at.al.2010. European journal of social sciences-volume 15, number 2 Determinants of students' entrepreneurial vareer intentions: evidence from business graduates. Pakistan. University of the Punjab. Kennedy, Jessica,at.al.2003. Annual conference of small enterprise association of Australia and New Zealand:Situational factors and entrepreneurial intentions. Australia.University of Ballarat. Ciavarella,Mark A.at,al.2003. Journal of business venturing 19: The big five and venture survival: is there a linkage?.USA. Management Departement of Bucknell University.Elsevier Inc. Hmieleski, Keith M & Corbett, Andrew C. 2006.Journal of small business management 44(1):Proclivity for improvisation as a predictor of entrepreneurial intentions Frazier, Barbara J & Niehm, Linda S.2005. Predicting the entrepreneurial intentions of non-business majors: a preliminary investigation. Western Michigan university. Dinis, Anabela,at.al.2005. Departement of business and economics journal:Startup businesses intentions among secondary students. Portugal. University of beira interior. Research Unit NECE.
178
Boissin, Jean-Pierre.at.al.2009. Journal of small business and entrepreneurship, volume.22: Student and entrepreneurship ; a comparative study of france and the United states. Kanada. Questia Media Amerika,Inc. Linan, Francisco(2008).Factor affecting entrepreneurial intention levels: 45th congress of the european regional science association. Amsterdam. Bergmann, Heiko. 2002. Work paper No 2002.01 : Entrepreneurial attitudes and start-Up attempts in ten German regions an empirical analysis on the basis of the theory of planned behavior. Cologne. University of Cologne Departement of Economic and Social Geography. Lane, John.at.al.2004. Self-efficacy, self-esteem and their impact on academic performance, social behavior and personality. UK. Middlesey University. Llewellyn, J David & Wilson, M. Kerry.2004. The controversial role of personality traits in entrepreneurial psychology. Leeds Metropolitan University. Leeds Met. Vesalainen, Jukka & Pihkala, Timo. 1993. Motivation structure and entrepreneurial intentions. Vaasa. University of Vassa. Vecchio, Robert P (2003). Human Reource management Review: Entrepreneurship and leadership: common trends and common threads. Notredame. Autio, Erkko,at.al (1997). Entrepreneurial Intent Among Students: Testing an Intent Model In Asia, Scandinavia, and USA. Universitas Helsinski. Linan,Francisco & Chen, Yi-Wen. 2006. Document de Treball: Testing the entrepreneurial intention model on a two-country sample. Universitat Autonoma de Barcelona. Indarti, Nurul & Rostiani, Rokhima. 2008. Jurnal Ekonomikan dan Bisnis Indonesia, Vol 23, No.4: Intensi kewirausahaan mahasiswa: studi perbandingan antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Jogjakarta. Universitas Gadjah Mada. Fini, Riccardo,at.al.2009. The Foundation of Entrepreneurial Intention. Denmark.
179
Oswari, Teddy. 2005. ". Hand out Proceding, Seminar Nasional Pesat: Membangun Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) "Menjadi mahasiswa Pengusaha (Entrepreneur Student) sebagai Modal untuk Menjadi Pelaku Usaha baru. Jakarta. (23-24 Agustus 2005) Wijaya, Tony. 2008. Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa Tengah. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Wijaya, Tony, 2007. Hubungan Adversity Intelligence dengn Intensi Berwirausaha Studi Empiris pada Siswa SMKN 7 Yogyakarta. Universitas Kristen Petra. Communication, Tim Multitama. 2006. Islamic Business Strategy for Entrepreneurship. Jakarta. Zikrul Media Intelektual. Pistrui, David. 2002.Growth Intentions and Expansion Plans of New Entrepreneurs in Transforming Economies: An Investigation Into Family Dynamics, Entrepreneurship and Enterprise Development: A dissertation submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of philosophy in Business Administration. Barselona. Desertasi Universitas Autonoma de Barcelona www.mercubuana.ac.id. Diunduh pada 22 September, 2009.
www.surabaya.net.2009. Diunduh pada 18 September, 2009.
www.bps.go.id Diunduh pada Mei, 2010.
Komunikasi Interpersonal : Mahasiswa Jurusan Desain grafis dan Multimedia Universitas mercu Buana jakarta, pada 22 September 2009.
Umar,jahja, November 2010.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 2 BLUE PRINT SKALA INTENSI BERWIRAUSAHA, KEBUTUHAN AKAN PRESTASI (NEED FOR ACHIEVEMENT) DAN KEBUTUHAN AKAN KEMANDIRIAN (NEED FOR AUTONOMY) BLUE PRINT SKALA INTENSI BERWIRAUSAHA No 1
2
Indikator Mencoba berwirausaha dimasa yang akan datang. Merencanakan untuk berwirausaha dimasa yang akan datang.
Item 1) Saya akan memilih karir sebagai wirausahawan. 2) Saya lebih siap menjadi wirausahawan dibandingkan menjadi karyawan. 3) Saya akan mempersiapkan segala hal demi menajdi wirausahawan. 4) Saya bersungguh-sungguh untuk memulai sendiri suatu bisnis setelah lulus kuliah. 5) Saya berniat untuk memulai bisnis suatu hari nanti.
Fav v
6) Saya bercita-cita untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Unfav
v v v v v 6
TOTAL ITEM
BLUE PRINT SKALA KEBUTUHAN AKAN PRESTASI (NEED FOR ACHIEVEMENT) No 1
2
3
Indikator Menyukai kegiatan yang cukup menantang.
Menikmati tugas-tugas yang memiliki tanggung jawab secara pribadi.
Menyukai tugas-tugas yang memiliki umpan balik.
TOTAL ITEM
Item 1) Saya mampu mengerjakan tugas baru yang lebih sulit dari pada biasanya. 2) Saya akan melakukan usaha semaksimal mungkin untuk meraih nilai sempurna. 3) Saya berani mengerjakan tugas yang penuh dengan resiko. 4) Banyaknya hambatan tidak menghalangi saya untuk menyelesaikan tugas-tugas. 5) Saya berani bertanggung jawab atas tugas-tugas yang saya kerjakan. 6) Saya berani menerima resiko atas tugas yang saya jalani. 7) Dalam mencapai prestasi di kampus, saya berusaha mencapai kesuksesan di atas rata-rata 8) Saya sering melimpahkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya kepada orang lain. 9) Saya senang menerima kritik dan saran atas pekerjaan yang saya lakukan. 10) Penilaian yang diberikan oleh orang lain atas pekerjaan saya, membuat saya lebih bersemangat. 11) Saya membutuhkan umpan balik untuk setiap pekerjaan yang saya lakukan. 12) Kritik yang diberikan oleh orang lain dapat menurunkan semangat saya untuk bekerja.
Fav
Unfav
v v v v v v v v v v v v 12
BLUE PRINT SKALA KEBUTUHAN AKAN KEMANDIRIAN (NEED FOR AUTONOMY) No 1
Indikator Melepaskan diri dari aturan yang mengekang.
Item 1) Saya menyukai pekerjaan yang membebaskan saya dalam mengexpresikan ide-ide dan opini. 2) Saya merasa senang jika melakukan segala sesuatu tanpa aturan. 3) Saya sering merasa kesal jika harus mematuhi aturan-aturan.
2
3
Melawan paksaan dan hambatan.
Menghindari kekuasaan orang lain.
4) Jika ada orang yang berusaha mengekang apa yang saya lakukan, saya akan berontak. 5) Saya mampu menghadapi berbagai masalah dalam pekerjaan.
Berdiri sendiri dalam membuat keputusan.
Menghindari urusan orang lain.
TOTAL ITEM
v v v
7) Salah satu tujuan hidup saya adalah terbebas dari kontrol orang lain.
v
11) Saya menyukai pekerjaan yang dapat saya atur sendiri waktu memulai dan menyelesaikannya. 12) Saya senang jika diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang saya inginkan. 13) Saya merasa bersemangat jika menjadi pemimpin bagi diri saya sendiri. 14) Saya merasa percaya diri jika mengambil keputusan berdasarkan kehendak hati.
5
v
v
10) Saya merasa terpaksa melakukan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang lain.
15) Dalam hidup, saya lebih mengutamakan kebebasan dalam melakukan hal apapun tanpa campur tangan orang lain. 16) Saya tidak berkeberatan jika ada orang lain yang mencampuri urusan saya.
Unfav
v
6) Saya akan marah jika ada yang menghalangi saya untuk melakukan sesuatu yang saya anggap benar.
8) Saya tidak suka jika orang lain memaksa saya untuk melakukan sesuatu yang mereka inginkan. 9) Saya akan membantah perintah orang lain yang mencoba mengatur saya.
4
Fav
v v v v v v v v v
17) Tanpa campur tangan orang lain, saya mampu mengatasi masalah sendiri.
v
18) Saya tidak melibatkan orang lain dalam memecahkan masalah yang saya hadapi.
v 18
Untuk info lebih lanjut perihal alat ukur Penelitian, dapat menghubungi penulis di: Email :
[email protected] Facebook :
[email protected]
LAMPIRAN 3 OUTPUT CFA UJI VALIDITAS SKALA INTENSI BERWIRAUSAHA DATE: 12/15/2010 TIME: 6:57 L I S R E L 8.70 BY Karl G. Jöreskog and Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\SPSSFIX kebenaran yang memang benar2\INT.LS8: DA NI=6 NO=200 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 PM SY FI=INT.COR SE 1 2 3 4 5 6/ MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK INT FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 td 6 6 FR TD 5 4 TD 4 1 TD 6 4 PD OU AD=OFF IT=500 TV SS MI LAMBDA-X ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
INT 0.82 (0.06) 13.26 0.75 (0.06) 11.77 0.76 (0.06) 11.89 0.47 (0.07) 6.42 0.71 (0.07) 10.82 0.58 (0.07) 8.36
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 6 Minimum Fit Function Chi-Square = 8.79 (P = 0.19) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 8.71 (P = 0.19) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 2.71 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 14.77) Minimum Fit Function Value = 0.044 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.014 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.074) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.048 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.11) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.45 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.19 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.18 ; 0.26) ECVI for Saturated Model = 0.21 ECVI for Independence Model = 4.12 Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 808.52 Independence AIC = 820.52
Model AIC = 38.71 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 846.31 Model CAIC = 103.18 Saturated CAIC = 132.26 Normed Fit Index (NFI) = 0.99 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.40 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.97 Critical N (CN) = 381.68 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.027 Standardized RMR = 0.028 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.95 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.28
OUTPUT CFA UJI VALIDITAS SKALA KEBUTUHAN AKAN PRESTASI (NEED FOR ACHIEVEMENT) DATE: 12/ 9/2010 TIME: 12:30 The following lines were read from file D:\SPSSFIX\ACH.LS8: DA NI=12 NO=200 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITREM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 PM SY FI=ACH.COR SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12/ MO NX=12 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK ACH FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 FR TD 10 1 TD 8 5 TD 9 6 TD 11 3 TD 11 1 TD 12 10 td 12 3 td 7 4 td 11 8 td 9 8 FR TD 12 1 TD 12 8 TD 11 5 TD 12 4 TD 10 4 TD 12 7 TD 10 7 TD 12 2 TD 9 2 TD 12 11 FR TD 7 2 TD 8 3 TD 7 3 TD 4 3 TD 10 3 TD 3 1 TD 11 2 PD OU AD=OFF IT=500 TV SS MI LAMBDA-X ACH ITEM1 0.89 (0.08) 11.29 ITEM2 0.63 (0.07) 8.63 ITEM3 0.87 (0.09) 9.55 ITEM4 0.16 (0.07) 2.38 ITEM5 0.30 (0.07) 4.49 ITEM6 0.36 (0.06) 6.05 ITEM7 0.15 (0.07) 2.14 ITEM8 0.28 (0.07) 3.97 ITREM9 0.45 (0.06) 7.17 ITEM10 0.71 (0.08) 9.28 ITEM11 0.84 (0.08) 10.93 ITEM12 0.80 (0.10) 7.78 Independence AIC = 1699.67 Model AIC = 134.45 Goodness of Fit Statistics Saturated AIC = 156.00 Degrees of Freedom = 27 Independence CAIC = 1751.25 Minimum Fit Function Chi-Square = 34.48 (P = 0.15) Model CAIC = 353.67 Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 32.45 (P = 0.22) Saturated CAIC = 491.27 Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 5.45 Normed Fit Index (NFI) = 0.98 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 23.98) Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Minimum Fit Function Value = 0.17 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.40 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.027 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.12) Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.032 Relative Fit Index (RFI) = 0.95 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.067) Critical N (CN) = 272.06 P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.77 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.045 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.68 Standardized RMR = 0.045 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.65 ; 0.77) Goodness of Fit Index (GFI) = 0.97 ECVI for Saturated Model = 0.78 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 ECVI for Independence Model = 8.54 Chi-Square for Independence Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.34 Model with 66 Degrees of Freedom = 1675.67
OUTPUT CFA UJI VALIDITAS SKALA SKALA KEBUTUHAN AKAN KEMANDIRIAN (NEED FOR AUTONOMY) DATE: 11/ 3/2010 DA NI=18 NO=200 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITREM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 PM SY FI=AUT.COR SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18/ MO NX=18 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK AUT FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 FR TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 TD 16 16 TD 17 17 TD 18 18 FR TD 2 1 TD 12 11 TD 4 2 TD 9 7 TD 18 16 TD 3 2 TD 18 6 FR TD 13 8 TD 15 14 TD 12 4 TD 16 5 TD 5 4 TD 17 11 TD 16 2 FR TD 16 4 TD 17 8 TD 3 1 TD 16 1 TD 5 1 TD 13 7 TD 10 1 TD 12 1 FR TD 18 1 TD 7 5 TD 18 8 TD 8 7 TD 9 8 TD 14 13 TD 14 10 TD 17 14 FR TD 14 4 TD 18 10 TD 15 4 TD 17 2 TD 7 4 TD 13 11 TD 12 6 TD 11 5 TD 17 12 FR TD 5 2 TD 17 16 TD 17 1 TD 18 17 TD 17 6 TD 13 12 TD 7 3 TD 9 6 TD 14 5 FR TD 18 3 TD 6 3 TD 12 3 PD OU AD=OFF IT=500 TV SS MI LAMBDA-X AUT ITEM1 0.16 (0.07) 2.34 ITEM2 0.19 (0.07) 2.63 ITEM3 0.33 (0.07) 4.87 ITEM4 0.54 (0.07) 8.02 ITEM5 0.33 (0.07) 4.67 ITEM6 0.11 (0.07) 1.54 ITEM7 0.30 (0.07) 4.18 ITEM8 0.51 (0.07) 7.24 ITREM9 0.27 (0.07) 3.85 ITEM10 0.64 (0.06) 9.87 ITEM11 0.75 (0.07) 11.00 ITEM12 0.86 (0.07) 13.14 ITEM13 0.77 (0.07) 11.25 ITEM14 0.31 (0.07) 4.23 ITEM15 0.56 (0.07) 8.51 ITEM16 0.13 (0.07) 1.95 ITEM17 0.43 (0.07) 5.99 ITEM18 0.29 (0.07)
4.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 84 Minimum Fit Function Chi-Square = 105.62 (P = 0.055) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 103.01 (P = 0.078) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 19.01 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 48.86) Minimum Fit Function Value = 0.53 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.096 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.25) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.034 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.054) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.90 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.39 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.30 ; 1.54) ECVI for Saturated Model = 1.72 ECVI for Independence Model = 10.86 Chi-Square for Independence Model with 153 Degrees of Freedom = 2125.84
Independence AIC = 2161.84 Model AIC = 277.01 Saturated AIC = 342.00 Independence CAIC = 2239.21 Model CAIC = 650.97 Saturated CAIC = 1077.01 Normed Fit Index (NFI) = 0.95 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.52 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.91 Critical N (CN) = 221.55 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.054 Standardized RMR = 0.054 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.89 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.46
OUTPUT CFA UJI VALIDITAS SKALA IPIP KEPRIBADIAN BIG FIVE EXTRAVERSION DATE: 11/ 3/2010 TIME: 15:47 DA NI=10 NO=200 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 PM SY FI=EX.COR SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10/ MO NX=10 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK EX FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 FR TD 6 1 TD 5 3 TD 8 6 TD 7 4 TD 4 3 TD 9 1 PD OU AD=OFF IT=500 TV SS MI LAMBDA-X EX ITEM1 0.63 (0.07) 8.53 ITEM2 0.28 (0.08) 3.53 ITEM3 0.70 (0.07) 9.74 ITEM4 0.45 (0.08) 5.83 ITEM5 0.65 (0.07) 8.84 ITEM6 0.68 (0.07) 9.44 ITEM7 0.40 (0.08) 5.21 ITEM8 0.70 (0.07) 9.73 ITEM9 0.04 (0.08) 0.52 ITEM10 0.48 (0.08) 6.25 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 29 Minimum Fit Function Chi-Square = 40.50 (P = 0.076) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 37.72 (P = 0.13) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 8.72 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 28.73) Minimum Fit Function Value = 0.20 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.044
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.14) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.039 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.071) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.68 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.45 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.41 ; 0.55) ECVI for Saturated Model = 0.55 ECVI for Independence Model = 5.29
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.62 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.94 Critical N (CN) = 244.63 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.046 Standardized RMR = 0.046 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.93 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.51
Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 1032.07 Independence AIC = 1052.07 Model AIC = 89.72 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 1095.06 Model CAIC = 201.47 Saturated CAIC = 346.41 Normed Fit Index (NFI) = 0.96 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98
OUTPUT CFA UJI VALIDITAS SKALA IPIP KEPRIBADIAN BIG FIVE AGREEABLENESS DATE: 11/ 3/2010 TIME: 15:05 DA NI=10 NO=200 MA=PM LA ITEM7 ITEM17 ITEM27 ITEM37 ITEM47 ITEM2 ITEM12 ITEM22 ITEM32 ITEM42 PM SY FI=AG.COR SE 2 4 5 8 9 10/ MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK AG FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 FR TD 1 2 TD 3 5 PD OU AD=OFF IT=500 TV SS MI LAMBDA-X AG ITEM17 ITEM 37 ITEM 42 ITEM4 7 ITEM 22 ITEM 32
0.59 (0.11) 5.43 0.76 (0.11) 7.04 0.33 (0.08) 4.18 0.35 (0.08) 4.45 0.42 (0.08) 5.15 0.48 (0.08) 5.78
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 30 Minimum Fit Function Chi-Square = 46.38 (P = 0.029) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 42.59 (P = 0.064) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 12.59 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 33.98) Minimum Fit Function Value = 0.23 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.063 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.17) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.046 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.075) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.56 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.47 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.40 ; 0.57) ECVI for Saturated Model = 0.55 ECVI for Independence Model = 2.25 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 428.03
Independence AIC = 448.03 Model AIC = 92.59 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 491.02 Model CAIC = 200.05 Saturated CAIC = 346.41 Normed Fit Index (NFI) = 0.89 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.59 Comparative Fit Index (CFI) = 0.96 Incremental Fit Index (IFI) = 0.96 Relative Fit Index (RFI) = 0.84 Critical N (CN) = 219.36 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.058 Standardized RMR = 0.058 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.52
OUTPUT CFA UJI VALIDITAS SKALA IPIP KEPRIBADIAN BIG FIVE CONSCIENTIOUSNESS DATE: 12/14/2010 TIME: 9:52 DA NI=10 NO=200 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 PM SY FI=CO.COR SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10/ MO NX=10 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK CO FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 FR TD 5 3 TD 2 1 TD 6 5 TD 9 7 TD 6 3 TD 7 1 TD 8 2 PD OU AD=OFF IT=500 TV SS MI LAMBDA-X CO ITEM1 0.08 (0.08) 1.00 ITEM2 0.09 (0.08) 1.12 ITEM3 0.49 (0.08) 6.27 ITEM4 0.08 (0.08) 0.97 ITEM5 0.40 (0.08) 4.96 ITEM6 0.42 (0.08) 5.26 ITEM7 0.55 (0.08) 7.03 ITEM8 0.65 (0.08) 8.50 ITEM9 0.56 (0.08) 7.25 ITEM10 0.71 (0.08) 9.39 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 28 Minimum Fit Function Chi-Square = 41.55 (P = 0.048) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 40.87 (P = 0.055) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 12.87 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 34.02) Minimum Fit Function Value = 0.21 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.065 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.17) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.048 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.078) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.51 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.48 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.41 ; 0.58) ECVI for Saturated Model = 0.55 ECVI for Independence Model = 4.60 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 894.48
Independence AIC = 914.48 Model AIC = 94.87 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 957.46 Model CAIC = 210.92 Saturated CAIC = 346.41 Normed Fit Index (NFI) = 0.95 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.97 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.59 Comparative Fit Index (CFI) = 0.98 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98 Relative Fit Index (RFI) = 0.93 Critical N (CN) = 232.24 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.036 Standardized RMR = 0.036 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.49
OUTPUT UJI VALIDITAS KONSTRUK SKALA IPIP KEPRIBADIAN BIG FIVE EMOTIONAL STABILITY DATE: 12/ 9/2010 TIME: 13:39 DA NI=10 NO=200 MA=PM LA ITEM9 ITEM19 ITEM4 ITEM14 ITEM24 ITEM29 ITEM34 ITEM39 ITEM44 ITEM49 PM SY FI=EM.COR SE 2 3 4 5 6 7 8 9 10/ MO NX=9 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK EM FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 FR TD 8 7 TD 9 7 TD 9 6 TD 7 6 TD 8 6 PD OU AD=OFF IT=500 TV SS MI LAMBDA-X EM ITEM19 0.56 (0.07) 7.53 ITEM4 0.72 (0.07) 10.03 ITEM14 0.72 (0.07) 10.06 ITEM24 -0.18 (0.08) -2.25 ITEM29 0.46 (0.08) 6.06 ITEM34 0.35 (0.08) 4.39 ITEM39 0.45 (0.08) 5.78 ITEM44 0.48 (0.08) 6.28 ITEM49 0.25 (0.08) 3.15 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 22 Minimum Fit Function Chi-Square = 30.80 (P = 0.10) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 31.42 (P = 0.088) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 9.42 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 28.41) Minimum Fit Function Value = 0.15 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.047 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.14) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.046 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.081) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.53 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.39 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.34 ; 0.48) ECVI for Saturated Model = 0.45 ECVI for Independence Model = 2.61 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 502.08
Independence AIC = 520.08 Model AIC = 77.42 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 558.76 Model CAIC = 176.28 Saturated CAIC = 283.42 Normed Fit Index (NFI) = 0.94 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.97 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.57 Comparative Fit Index (CFI) = 0.98 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98 Relative Fit Index (RFI) = 0.90 Critical N (CN) = 261.32 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.049 Standardized RMR = 0.049 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.97 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.93 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.47
OUTPUT UJI VALIDITAS KONSTRUK SKALA IPIP KEPRIBADIAN BIG FIVE OPENNESS TO EXPERIENCE/INTELLECT DATE: 11/ 3/2010 TIME: 16:19 DA NI=10 NO=200 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 PM SY FI=OE.COR SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10/ MO NX=10 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK OE FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 FR TD 9 5 TD 4 3 TD 9 7 TD 8 2 TD 9 6 TD 4 1 PD OU AD=OFF IT=500 TV SS MI LAMBDA-X ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
OE 0.43 (0.08) 5.47 0.40 (0.08) 5.02 0.06 (0.08) 0.72 0.08 (0.08) 0.99 0.65 (0.08) 7.73 0.34 (0.09) 3.96 0.40 (0.08) 4.68 0.43 (0.08) 5.50 0.70 (0.08) 8.42 0.56 (0.08) 7.25
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 29 Minimum Fit Function Chi-Square = 40.58 (P = 0.075) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 38.80 (P = 0.11) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 9.80 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 30.16) Minimum Fit Function Value = 0.20 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.049 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.15) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.041 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.072) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.64 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.46 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.41 ; 0.56) ECVI for Saturated Model = 0.55 ECVI for Independence Model = 2.95 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 568.03
Independence AIC = 588.03 Model AIC = 90.80 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 631.01 Model CAIC = 202.56 Saturated CAIC = 346.41 Normed Fit Index (NFI) = 0.93 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.97 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.60 Comparative Fit Index (CFI) = 0.98 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98 Relative Fit Index (RFI) = 0.89 Critical N (CN) = 244.15 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.050 Standardized RMR = 0.050 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.93 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.51
LAMPIRAN 4 OUTPUT SPSS 17 ANALISIS REGRESI BERGANDA IV 1 Model Summary Change Statistics R Adjusted Std. Error of R Square F Sig. F Model R Square R Square the Estimate Change Change df1 df2 Change a 1 .074 .005 .000 13.65220 .005 1.095 1 198 .297 a. Predictors: (Constant), kebutuhan_akan_prestasi b ANOVA Sum of Mean Model Squares df Square F Sig. a 1 Regression 203.998 1 203.998 1.095 .297 Residual 36903.755 198 186.383 Total 37107.753 199 a. Predictors: (Constant), kebutuhan_akan_prestasi b. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha a Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients t Sig. Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 46.416 3.560 13.039 .000 kebutuhan_akan .072 .069 .074 1.046 .297 _prestasi
IV1 2 Model Summary Change Statistics R Adjusted Std. Error of R Square F Sig. F Model R Square R Square the Estimate Change Change df1 df2 Change a 1 .085 .007 -.003 13.67440 .007 .724 2 197 .486 a. Predictors: (Constant), kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, kebutuhan_akan_prestasi
b
ANOVA Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. a 1 Regression 270.867 2 135.434 .724 .486 Residual 36836.886 197 186.989 Total 37107.753 199 a. Predictors: (Constant), kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, kebutuhan_akan_prestasi b. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha Coefficients
a
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 44.410 4.895 .069 .069 .072
t 9.073 1.010
Sig. .000 .314
.043
.598
.551
Model 1 (Constant) kebutuhan_aka n_prestasi kEBUTUHAN_A .042 .071 KAN_KEMANDI RIAN a. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
IV 123 Model Summary Change Statistics Std. Error R Adjusted of the R Square F Sig. F Model R Square R Square Estimate Change Change df1 df2 Change a 1 .086 .007 -.008 13.70825 .007 .490 3 196 .690 a. Predictors: (Constant), ex, kebutuhan_akan_prestasi, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN b
ANOVA
Sum of Mean Model Squares df Square F Sig. a 1 Regression 276.218 3 92.073 .490 .690 Residual 36831.535 196 187.916 Total 37107.753 199 a. Predictors: (Constant), ex, kebutuhan_akan_prestasi, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN b. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha Coefficients
a
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig. 44.973 5.934 7.579 .000 .068 .069 .071 .989 .324
Model 1 (Constant) kebutuhan_akan_prest asi kEBUTUHAN_AKAN_K .044 EMANDIRIAN ex -.012 a. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
.071
.044 .612 .541
.069
-.012 -.169 .866
IV 1234 Model Summary Change Statistics
Std. Error R Model
R
1
.108
Adjusted
of the
Square R Square Estimate a
.012
-.009
13.71459
R Square
F
Change
Change
.012
Sig. F df1
.572
df2 4 195
Change .683
a. Predictors: (Constant), ag, kebutuhan_akan_prestasi, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, ex
b
ANOVA
Sum of Model 1
Regression
Squares
df
Mean Square
430.182
4
Residual
36677.572
195
Total
37107.753
199
F
107.545 .572
Sig. .683
a
188.090
a. Predictors: (Constant), ag, kebutuhan_akan_prestasi, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, ex b. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
Coefficients
a
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 42.647 6.470 .071 .069 .073
Model 1 (Constant) kebutuhan_akan_prest asi kEBUTUHAN_AKAN_K .042 EMANDIRIAN ex -.025 ag .060 a. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
t Sig. 6.592 .000 1.019 .309
.072
.042
.581
.562
.071 .067
-.026 .066
-.358 .905
.721 .367
IV 12345 Model Summary Change Statistics Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F Model R R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change a 1 .108 .012 -.014 13.74990 .012 .455 5 194 .809 a. Predictors: (Constant), co, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, kebutuhan_akan_prestasi, ag, ex b
ANOVA
Sum of Model Squares df Mean Square F Sig. a 1 Regression 430.184 5 86.037 .455 .809 Residual 36677.569 194 189.060 Total 37107.753 199 a. Predictors: (Constant), co, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, kebutuhan_akan_prestasi, ag, ex b. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha Coefficients
a
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 42.636 7.144 .071 .069 .073 .042 .072 .042
Model 1 (Constant) kebutuhan_akan_prestasi kEBUTUHAN_AKAN_KEM ANDIRIAN ex -.025 ag .060 co .000 a. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
.071 .067 .068
-.026 .066 .000
t Sig. 5.968 .000 1.016 .311 .580 .563 -.357 .897 .004
.722 .371 .997
IV 123456 Model Summary Change Statistics Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F Model R R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change a 1 .115 .013 -.017 13.77335 .013 .435 6 193 .855 a. Predictors: (Constant), em, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, kebutuhan_akan_prestasi, ag, co, ex b
ANOVA
Sum of Model Squares df Mean Square F Sig. a 1 Regression 494.660 6 82.443 .435 .855 Residual 36613.093 193 189.705 Total 37107.753 199 a. Predictors: (Constant), em, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, kebutuhan_akan_prestasi, ag, co, ex b. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
Coefficients
a
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 43.951 7.503 .067 .070 .069
Model 1 (Constant) kebutuhan_akan_prest asi kEBUTUHAN_AKAN_K .040 EMANDIRIAN ex -.013 ag .066 co .011 em -.049 a. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
t Sig. 5.858 .000 .962 .337
.072
.040
.555
.579
.074 .068 .070 .084
-.014 .072 .011 -.046
-.179 .970 .151 -.583
.858 .333 .880 .561
IV1234567 Model Summary Change Statistics R Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F Model R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change a 1 .131 .017 -.019 13.78245 .017 .478 7 192 .849 a. Predictors: (Constant), oe, kebutuhan_akan_prestasi, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, co, ag, ex, em b
ANOVA
Sum of Model Squares df Mean Square F Sig. a 1 Regression 636.235 7 90.891 .478 .849 Residual 36471.519 192 189.956 Total 37107.753 199 a. Predictors: (Constant), oe, kebutuhan_akan_prestasi, kEBUTUHAN_AKAN_KEMANDIRIAN, co, ag, ex, em b. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
Coefficients
a
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 42.975 7.593 .066 .070 .068 .038 .072 .038
Model 1 (Constant) kebutuhan_akan_prestasi kEBUTUHAN_AKAN_KEM ANDIRIAN ex -.024 ag .057 co .004 em -.063 oe .062 a. Dependent Variable: intensi_berwirasuaha
.075 .069 .070 .086 .072
-.025 .062 .004 -.059 .067
t
Sig.
5.660 .946 .523
.000 .345 .602
-.314 .825 .060 -.729 .863
.754 .410 .953 .467 .389