PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN PASIEN PENYAKIT KARDIOVASKULAR DENGAN AMI (ACUT MIOCARD INFARK) DI IGD RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI Risa Gustiyanti1), Wahyu Rima Agustin2), Galih Setia Adi 2) 1) 2)
Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK
Infark Miokard Akut telah menjadi penyebab utama kematian dewasa ini. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat lebih dari 7 juta orang meninggal akibat AMI di seluruh dunia pada tahun 2002. Petugas kesehatan harus mampu menunjukkan kemampuan dalam memberikan pelayanan pada pasien dalam mengatasi masalah kegawatdaruratan. Hasil wawancara dengan 2 perawat IGD mengemukakan bahwa penangan kegawatdaruratan AMI di IGD dengan cara pengkajian yang akurat dan cepat tentang penyakit IMA disertai pemeriksaan EKG serta perumusan diagnosa yang tepat untuk menentukkan intervensi dan implementasi yang segera dalam menurunkan rasa nyeri yang dialami. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengalaman perawat dalam penanganan pasien penyakit kardiovaskular dengan AMI (Acute Miocard Infark) di IGD RSUD DR. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 3 partisipan dengan kriteria : perawat di Ruang IGD RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, pernah melakukan penanganan pasien penyakit kardiovaskular dengan AMI dan masa jabatan atau lama bekerja 2 tahun atau lebih. Hasil penelitian menunjukkan 3 partisipan memiliki pengalaman yang sama tentang pengkajian, penentuan diagnosa, intervensi tindakan, pelaksanaan dan evaluasi pada penyakit kardiovaskular dengan AMI. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengkajian berfokus pada nyeri dada, diagnosa nyeri akut, intervensi dengan posisi semi fowler dan oksigenasi, pelaksaan memberikan posisi semi fowler dan oksigensi 3 liter/menit, evaluasi berdasarkan skala nyeri. Kata Kunci Kepustakaan
: Pengalaman, AMI, Perawat : 28 (2006-2013)
Nurses’ Experiences in Handling the Cardiovascular Clients with Acute Myocardial infarction (AMI) at Emergency Room of dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri Risa Gustiyanti1), Wahyu Rima Agustin2), Galih Setia Adi 2) 1) 2)
Student of Bachelor’s Degree Program in Nursing Science, Kusuma Husada Health Science College of Surakarta 2016 Lecturer of Bachelor’s Degree Program in Nursing Science, Kusuma Husada Health Science College of Surakarta
ABSTRACT AMI has been the primary cause of mortality. World Health Organization (WHO), recorded that more than 7 million people had died due to the AMI in 2002. Therefore, the health practitioners should be able to extend their services to deal with emergency problems of the clients. The results of interview to two nurses employed at the Emergency Room of dr. Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri show that the AMI emergency at the Emergency Room was done by assessing the AMI problem accurately and promptly, and it was also followed with ECG examination and appropriate diagnosis formulation so as to determine quick intervention and implementation to decrease the pain the clients experienced. The objective of this research is to investigate the nurses’ experiences in handling the cardiovascular clients with the AMI at Emergency Room of dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri. This research used the qualitative research method with the phenomenological approach. Its samples consisted of three participants with the following criteria: Having been as a nurse at Emergency Room of dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri; having ever handled the cardiovascular clients with the AMI; having been employed at least 2 years. The result of research shows that the three participants had the same experiences in assessment, diagnosis determination, intervention, implementation, and evaluation of cardiovascular disease with the AMI. Thus, the result of research was focused on the chest pain assessment, acute pain diagnosis, semi fowler intervention and oxygenation, semi fowler position intervention and oxygenation of 3 liters/minute, and pain-scale-based evaluation. Keywords Reference
: Experience, AMI, nurses : 28 (2006-2013)
penurunan aliran darah koroner (Baughman
A. PENDAHULUAN
dalam Widodo, 2010).
Akut miokard infark (AMI) atau yang
Pemberian
lebih dikenal dengan serangan jantung adalah
terapi
cairan
dan
suatu keadaan dimana suplai darah pada
pengkolaborasian pemberian obat seperti
suatu bagian jantung terhenti sehingga sel
aspirin
otot jantung mengalami
agregasi
kematian. Akut
digunakan trombosit.
karena
mengurangi
Aspirin
terbukti
miokard sangat mencemaskan karena sering
menurunkan angka mortallitas secara bebas
berupa serangan mendadak, umumnya pada
pada pasien dengan akut miokard infark.
pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan
Pasien yang didiagnosis mengalami miokard
sebelumnya (Farissa, 2012).
infark harus terus mendapatkan aspirin dalam (AMI)
waktu yang tidak terbatas. Memberikan
disebabkan oleh penyumbatan yang tiba-tiba
terapi oksigen kanul nasal karena hipoksemia
pada salah satu cabang dari arteri koronaria.
sering terjadi pada pasien yang mengalami
Penyumbatan
dan
miokard infark karena edema paru. Jika
dan
edema
Akut
miokard
ini
mengganggu
dapat
fungsi
mengakibatkan
infark
meluas jantung
nekrosis
paru
mengalami
miokardium.
berat
terjadi
dan
pasien
distress pernapasan, intubasi
Nekrosis akan meninggalkan parut atau
mungkin diperlukan. Berikan nitrogliserin
fibrosis pada miokardium. Penyumbatan
untuk membantu meningkatkan vaso-dilatasi,
arteria koronaria dapat disebabkan oleh
tetapi relatife tidak efektif dalam meredakan
trombosis koronaria (terbentuknya embolus
nyeri pada tahap awal miokard infark.
dalam arteri koronaria), atau terjadinya
Nitrogliserin intravena direkomen-dasikan
proses arteroseklerosis pada arteri koronaria
untuk 24 sampai 48 jam pertama untuk
(Baradero, 2008).
pasien dengan akut miokard infark dan gagal jantung, infark dinding anterior yang besar,
Pada zaman sekarang banyak sekali berkembang
penyakit-penyakit
iskemia menetap, atau hipertensi (Patricia, et
yang
all. 2011).
berbahaya akibat dari gaya hidup masyarakat yang tidak sehat. Penyakit-penyakit tersebut
Infark Miokard Akut telah menjadi
seperti hipertensi, Diabetes Mellitus dan
penyebab utama kematian dewasa ini. Badan
bahkan juga penyakit jantung seperti AMI.
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari
AMI atau infark miokard akut adalah proses
7 juta orang meninggal akibat AMI di
dimana
seluruh dunia pada tahun 2002. Angka ini
jaringan
miokard
mengalami yang
diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang
mengurangi suplay darah adekuat karena
pada tahun 2020. Di Indonesia, kasus AMI
kerusakan
alam
region
jantung
1
semakin sering ditemukan karena pesatnya
penilaian penanganan yang diberikan dengan
perubahan gaya hidup. Meski belum ada data
segala resiko merupakan sikap yang paling
epidemiologis
angka
tinggi, merupakan reaksi atau respon yang
cenderung
masih tertutup dari seseorang terhadap
meningkat. Hasil Survei Kesehatan Nasional
stimulus atau obyek. Manifestasi dari sikap
tahun 2005 menunjukkan tiga dari 1.000
tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya
penduduk
ditafsirkan dari perilaku yang tertutup.
pasti,
kesakitan/kematiannya
Indonesia
terlihat
menderita
AMI
(Muzaki, 2010).
Notoatmodjo
(2007)
menjelaskan
bahwa aspek-aspek afektif petugas kesehatan
Kejadian AMI yang masih sering perlunya
menunjukkan kemampuan seorang petugas
penanganan yang efektif dan komprehensif.
kesehatan dalam memberikan pelayanan pada
Penanganan yang diberikan pada pasien AMI
pasien.
dengan tujuan untuk memperpanjang hidup
mempengaruhi
dan meringkankan gejala yang dialami serta
memberikan pelayanan kesehatan. Dengan
meningkatkan fungsi organ lain (Chan et al,
pengetahuan tersebut, seseorang akan lebih
2007). Penangangan yang diberikan oleh
mudah menyadari pentingya memberikan
perawat tergantung pada sikap, pengetahuana
pelayanan kesehatan. Hal ini sangat relevan
dan pengalaman perawat dalam menghadapi
dengan pendapat yang disampaikan oleh
pasien dengan AMI.
Notoatmodjo
terjadi
mengindikasikan
Tingkat
bahwa
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap
sikap
(2007),
dengan
pengetahuan
akan
seseorang
dalam
yang
semakin
menjelaskan
tinggi
tingkat
merupakan reaksi atau respon yang masih
pengetahuan seseorang, maka semakin tinggi
tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek.
pula
Sikap adalah pola pikir, tendensi, atau
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan.
seseorang
memahami
pentingnya
kesiapan antisipatif untuk bereaksi terhadap
Menurut Faridah (2009), bahwa ada
suatu obyek dengan caracara tertentu. Sikap
hubungan pengetahuan dan peran perawat
responden terbentuk karena adanya proses
sebagai
pertimbangan terhadap stimulus dari sikap
penanganan pasien dengan gangguan sistem
perawat dalam memberikan penanganan pada
kardiovaskuler.
pasien AMI, untuk memberikan respon
menunjukkan ada hubungan pengetahuan dan
terhadap suatu indikasi dari sikap tersebut.
peran perawat sebagai pelaksana dengan nilai
Mengajak orang lain untuk mendiskripsikan
rho hitung 0,455 dengan taraf signifikasi
suatu
0,033. Menurut penelitian widodo (2010) ada
sikap
terbentuklah
yang sikap
dilihatnya, responden
maka terhadap
hubungan 2
pelaksanan
antara
kesehatan
Hasil
pengetahuan
dalam
penelitian
perawat
tentang kegawatdaruratan AMI dengan sikap
pengetahuan
perawat dalam penanganan pasien AMI.
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Berdasarkan
statistik
dengan judul “Pengalaman perawat dalam
menunjukkan bahwa pengetahuan perawat
penanganan pasien penyakit kardiovaskular
tentang kegawatdaruratan Akut Miokard
dengan AMI (Acut Miocard Infark) di IGD
Infark mempunyai hubungan yang positif
RSUD dr. Mangun Sumarso Wonogiri”.
hasil
perhitungan
B.
terhadap sikap perawat dalam penanganan
yang
dimilikinya
sehingga
METODOLOGI
pasien Akut Miokard Infark. Hasil
studi
pendahuluan
Penelitian ini menggunakan metode
yang
dilakukan di RSUD dr.Soediran Mangun
penelitian
Sumarso Wonogiri didapatkan hasil bahwa
fenomenologis. Penelitian ini menggunakan
jumlah pasien yang mengalami
penyakit
pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi
AMI (Acut Miocard Infark) mulai bulan
penanganan pasien penyakit kardiovaskular
Januari 2015 – Januari 2016 sebanyak 84
dengan AMI DI RSUD dr. Soediran Mangun
pasien (Rekam Medis RSUD dr. Mangun
Sumarso
Sumarso Wonogiri, 2016). Hasil wawancara
pengalaman perawat. Fokus peneletian ini
dengan 2 perawat IGD mengemukakan
mengguanakn pemilihan partisipan secara
bahwa penangan kegawatdaruratan AMI di
purposive sampling dengan jumlah 3-5
IGD dengan cara pengkajian yang akurat dan
partisipan.
cepat
tentang
penyakit
AMI
kualitatif
Wonogiri
Partisipan
disertai
dengan
yang
pendekatan
sesuai
terpilih
dengan
untuk
pemeriksaan EKG serta perumusan diagnosa
mengikuti penelitian adalah individu yang
yang tepat untuk menentukan intervensi dan
memiliki kriteria sebagai berikut:
implementasi yang segera dalam menurunkan
1. Perawat di Ruang IGD RSUD dr.
rasa nyeri yang dialami. Tindakan pertama
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
yang dilakukan pada pasien AMI
2. Pernah melakukan penanganan pasien
saat di
IGD adalah dengan memberikan oksigen
penyakit kardiovaskular dengan AMI .
karena oksigen dapat memenuhi kebutuhan
3. Masa jabatan atau lama bekerja 2 tahun atau lebih
oksigen dalam jantung sehingga membantu memaksimalkan
fungsi
jantung
dan
menghindari komplikasi yang lebih berat. Dari menunjukkan
latar bahwa
belakang
diatas
perawat
mampu
C.
memberikan sikap tergantung pada tingkat
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
3
Hasil penelitian Sunaryo & Lestari (2015) menunjukkan pasien STEMI yang
1. Melakukan pengkajian ABC dan nyeri
dirawat di RSUP Dr.Kariadi sebagian
Hasil wawancara dari partisipan didapatkan
bahwa
pengkajian
besar tidak mendapat terapi reperfusi
dalam
kegawatdaruratan AMI yaitu pengkajian
(80%),
terhadap keluhan nyeri yang dirasakan
mendapat Primary PCIdan 8,6% pasien
oleh pasien. Pengkajian pada pasien AMI
yang mendapat fibrinolitik,karena pasien
kebanyakan terdapat keluhan nyeri dada
datang dengan onset nyeri dada lebih dari
dan menjalar sampai punggung, adanya
12 jam. Hal ini serupa dengan penelitian
keluhan
terdapat
yang dilakukan Zhan R dkk. bahwa
kelainan gelombang EKG dengan muncul
sebesar 88,9% pasien dengan onset nyeri
ST elevasi. Hal yang paling sering
dada 12-24 jam, tidak mendapatkan terapi
dikeluhkan pada pasien AMI adalah
reperfusi. Menurut panduan dari European
adanya
nyeri
Society of Cardiologydan 55American
menggambarkan
Heart Association,tidak disarankan untuk
sensasi tersebut seperti “seseorang duduk
memberikan terapi reperfusi pada pasien
di
dapat
STEMI tanpa gejala yang masih berlanjut
menyebar ke leher, lengan kiri, punggung,
dalam 12-48 jam setelah onset nyeri dada,
atau rahang.
hal ini dikarenakan tidak memberikan
dada.
sesak
nafas
serta
ketidak-nyamanan Pasien
atas
sering
saya”.Nyeri
atau
subternal
Pengkajian
tampak gelisah dan distress.Mereka sering suatu
11,4%
pasien
yang
hasil klinis yang lebih baik.
Pada pemeriksaan fisik, biasanya
mengambil
hanya
AMI
didapatkan
posisi
untuk
diagnosa keperawatan yaitu penurunan
pernapasan
dan
curah jantung, nyeri akut dan intoleransi
dan
aktivitas. Secara garis besar intervensi
lembab.Pernapasan mungkin sulit dan
yang dilakukan pada klien dengan Akut
cepat.Frekuensi jantung dapat bervariasi
Miocard Infark (AMI) menurut Mansjoer
dari
(2011) adalah meningkatkan oksigenasi
meningkatkan mengurangi
nyeri.Kulit
bradikardia
sampai
hangat
takikardia.
Depresi segmen ST dari 1 sampai 2 mm
dengan
atau lebih selama durasi 0,08 detik dapat
menurunkan
mengindikasikan iskemia miokardium.
istirahat
Pada EKG, tanda utama cedera akut
memperbaiki kontraktilitas otot jantung
miokard infark adalah adanya elevasi
dengan
segmen ST (Patricia et all, 2011).
menurunkan beban jantung dengan diit 4
pemberian
atau
konsumsi
oksigen O2
pembatasan
pemberian
obat
dan melalui
aktivitas,
digitalis,
jantung,
pemberian
deuretik,
dalam penanganan kegawatdaruratan AMI
dan
dengan memposisikan setengah duduk,
pemberian vasodilator.
posisi senyaman mungkin dan pemberian
2. Merumuskan diagnosa nyeri
oksigen.
Hasil wawancara dari partisipan didapatkan
bahwa
diagnosa
Menurut
dalam
penanganan kegawatdaruratan AMI yaitu
menyebutkan
nyeri.
menurunkan
Luman bahwa angka
terapi kejadian
(2007), insulin Akut
Dalam menegakkan diagnosa kita
Miokard Infark sebesar 33%. Hal ini
cari berdasarkan data obyektif dan data
menunjukkan bahwa insulin berpengaruh
subyektif
mengeluh
dalam mengurangi kejadian penyakit Akut
kesakitan dari raut wajah tampak meringis
Miokard Infark. Pemberian terapi cairan
menahan nyeri. Dalam mendiagnosis AMI
dan pengkolaborasian pemberian obat
didasar-kan atas didapatkannya dua atau
seperti
lebih dari 3 kriteria yaitu: adanya nyeri
mengurangi agregasi trombosit.Aspirin
dada,
elektro-kardiografi
terbukti menurunkan angka mortallitas
(EKG) dan peningkatan petanda biokimia
secara bebas pada pasien dengan akut
(Sargowo, 2007). Diagnosa keperawatan
miokard infark. Pasien yang didiagnosis
adalah
yang
mengalami miokard infark harus terus
ringkas.Diagnosa keperawatan menunjuk-
mendapatkan aspirin dalam waktu yang
kan kelompok batasan karakteristik yang
tidak terbatas.
gagal
missal
pasien
perubahan
frase
atau
memenuhi
pernyataan
diagnosa
digunakan
karena
yang
Memberikan terapi oksigen kanul
mengidentifikasi
nasal karena hipoksemia sering terjadi
nilai
diharapkan.Perawat
aspirin
normal
keperawatan
daftar
pada pasien yang mengalami miokard
NANDA yang mencerminkan perubahan
infark karena edema paru. Jika edema
pada status klien.Diagnosa keperawatan
paru berat terjadi dan pasien mengalami
memberikan dasar untuk membuat kriteria
distress pernapasan, intubasi mungkin
hasil
diperlukan.Berikan
asuhan
pada
keperawatan
dan
nitrogliserin
untuk
menentukan intervensi – intervensi yang
membantu meningkatkan vaso-dilatasi,
diperlukan untuk mencapai kriteria hasil
tetapi relatife tidak efektif
(Allen, 2009).
meredakan nyeri pada tahap awal miokard
dalam
infark. Nitrogliserin intravena direkomen-
3. Tindakan penanganan nyeri Hasil wawancara dari partisipan
dasikan untuk 24 sampai 48 jam pertama
didapatkan bahwa intervensi yang tepat
untuk pasien dengan akut miokard infark 5
dan gagal jantung, infark dinding anterior
revisi atau terminasi rencana asuhan
yang
keperawatan. Dalam pencapaian kriteria
besar,
iskemia
menetap,
atau
hasil catatan rencana asuhan keperawatan
hipertensi (Patricia, et all. 2011).
dilihat
4. Penatalaksanaan nyeri
kembali
pencapaian
Hasil wawancara dari partisipan
untuk
kriteria
menentukan hasil.
Tujuan
didapatkan bahwa implementasi dalam
penatalaksanaan pada pasien di unit
penanganan
AMI
perawatan intensif dan unit perawatan
dengan memposisikan setengah duduk,
intermediate untuk terus memaksimalkan
memberikan oksigen dan pemberian obat
curah jantung sambal meminimalkan kerja
AMI.
jantung secara cermat. Untuk tujuan ini,
kegawatdaruratan
Paula (2009) mengatakan tindakan
tanda – tanda vital pasien akan diperiksa
keperawatan dalam penatalaksanaan AMI
dengan sering dan monitor jantung untuk
yaitu mengurangi atau menghilangkan
pemantauan segmen ST terus dipasang
rasa nyeri serta memonitor dan mencatat
pada pasien. Sadapan yang dipilih untuk
karakteristik nyeri. Hematologi dan kimia
pemantauan
serum di pantau.Ketika pasien dengan
lokasi
kemungkinan
AMI
kedaruratan,
diagnosis
harus
infark
berdasarkan
dan
irama
pada yang
di
unit
mendasarinya. EKG serial dan evaluasi
dan
10
serial penanda jantung serum untuk
penatalaksanaan awal pasien harus cepat
memantau infark dicatat (Patricia et all,
karena manfaat terapi reperfusi paling
2011).
tiba
besar jika terapi dimulai dengan cepat (Ptricia et all. 2011).
D. SIMPULAN
5. Evaluasi nyeri Hasil partisipan
Berbagai wawancara
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
bahwa
1. Pengkajian dalam kegawatdaruratan AMI
penanganan
yaitu pengkajian terhadap keluhan nyeri
mengetahui
kegawatdaruratan
AMI
sebelumnya
kedua
diatas
mengevaluasi
pembahasan
yaitu
yang dirasakan oleh pasien.
dengan
2. Diagnosa keperawatan dalam penanganan
mengkaji adanya penurunan skala nyeri
kegawatdaruratan AMI yaitu nyeri.
atau tidak.
3. Intervensi yang tepat dalam penanganan
Allen (2009), mengatakan dalam komponen
tahap
evaluasi
pencapaian
kriteria
hasil,
kegawatdaruratan
meliputi
AMI
dengan
memposisikan setengah duduk, posisi
keefektifan
tahap – tahap proses keperawatan, dan 6
senyaman
mungkin
dan
pemberian
8. Chan et al. (2007). Acute coronary syndrome : cardiac rehabilitation programmes and quality of life.Journal of advanced nursing :591-599. 9. Dorland, Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland.Edisi 29. Jakarta : EGC. 10. Endarmoko, E. (2006). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:EGC. 11. Farissa IP. Komplikasi pada pasien infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) yang mendapatkan maupun tidak mendapat terapi reperfusi.2012 (diunduh 20 Februari. (2016). Tersediadari: URL: HYPERLINK http://eprin ts.undip.ac.id/37555/1/Inne_pratiwi_F.G2A00 8097.KTI.pdf. 12. Fenton, D.E. (2009). Myocardial Infarction. Diakses 3 Febriari 2016 dari http://emedicine.med scape.com/article/75932. 13. Kusnanto. (2008). Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC. 14. Muzaki, Al Rizal. (2010). Internet. Alternatif Terapi Penyakit Jantung Koroner. Diakses 25 Januari 2016 dari http://rizalsains. student.umm.ac.id/ 2010/02/11/ alternatifterapi-penyakit-jantungkoroner/ 15. Nigam. P.K. (2007). Biochemical Markers of Myocardial Injury. Indian Journal ofClinical Biochemistry. Diakses 02 Februari 2016 dari http://medind.nic.in/iaf/t0 7/i1/iaft07i1p10.pdf. 16. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. 17. Nurachmah, S. (2012). Persepsi Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat I terhadap Program Asuransi Kesehatan/JPKM.Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Volume 05. 18. Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: Info Medika. 19. Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan.edisi 3.Jakarta : Salemba Medika. 20. Price, A. S., Wilson M. L. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC. 21. Ramrakha, P., Hill, J. (2006). Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery Disease. 1st ed. USA: Oxford University Press.
oksigen. 4. Implementasi kegawatdaruratan memposisikan
dalam
penanganan
AMI
dengan
setengah
duduk,
memberikan oksigen dan pemberian obat AMI. 5. Mengevaluasi kegawatdaruratan
penanganan AMI
yaitu
dengan
mengkaji adanya penurunan skala nyeri atau tidak. DAFTAR PUSTAKA 1. Adnan, A.H. (2008). Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. Bandung : Angkasa. 2. Alpert, J.S., Kristian, T., MD, Allan S. J., Harvey D.W. (2010). A Universal Definition of Myocardial Infarction for the Twenty-First Century. AccessMedicine from McGraw-Hill. Diakses 3 februari 2016 dari http://www.medscape.com/viewarticle/716457. 3. Anggraeni, Saryono Mekar Dwi. (2013). Metdologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika 4. Antman, E.M., Braunwald, E. (2007). STSegment Elevation Myocardial Infarction. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill 1449145. 5. Baradero,M., Dayrit mary Wilfrid., Siswadi,Yakobus. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskular: seri asuhan keperawatan. Jakarta:EGC. 6. Beers, M.H., Fletcher A.J.,Jones,T.V. (2006). Merk Manual of Medical Information: Coronary Artery Disease. 2nd ed. New York: Simon & Shcuster. 7. Brown. R.G., Burns, T. (2006). Lecture Notes Dermatologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. 7
22. Santoso. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. 23. Selwyn, A.P., Braunwald E. (2007). Ischemic Heart Disease. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds., Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGrawHill 1434-143. 24. Sutopo. (2006).Metodologi Penelitian Kualitatif.Surakarta : UNS. 25. Suwignyo, Agus. (2007). Kurikulum dan Politik (Kebijakan) Pendidikan, (dalam Forum Mangunwijaya, Kurikulum yang
Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif). Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. 26. Syah, Muhibbin. (2013). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 27. Widodo. (2010). Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Kegawatdarurat Infark Miokard Akut Dengan Sikap Perawat Dalam Penanganan Pasien Infark Miokard Akut Di Ruang Intensif RSUD Dr Moewardi Surakarta Tahun 2010.
8