i HUBUNGAN LAMANYA PERAWATAN DENGAN STATUS GIZI BAYI BERAT LAHIR RENDAHDI RUANG PERINATOLOGI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : Dwiyanti Agustina Khristiningrum NIM. ST. 14016
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
ii
iii
iv KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat tuntunan dan pimpinanNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: ”Hubungan Lamanya Perawatan dengan Status Gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa dorongan, bimbingan dan motivasi dari semua pihak, penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada : 1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta sekaligus sebagai pembimbing utamayang telah memberi izin penelitian kepada penulis serta memberikan saran dan koreksinya. 2. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan yang
telah
memberikan
dukungan
serta
motivasi
kepada
semua
mahasiswanya. 3. GalihPriambodo, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku penguji utama yang telah memberikan koreksi dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
iv
v 5. dr. Setyorini, M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis. 6. Semua dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Keluarga yang telah memberikan dukungan, doa, nasihat, kasih sayang dan semangat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 8. Teman Angkatan/Kelas ST14 yang telah memberikan dukungan dan bantuannya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tiada kata yang pantas penulis sampaikan kepada semuanya, kecuali ucapan terima kasih yang tak terhingga serta iringan doa semoga
kebaikan
Bapak/Ibu/Saudara mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Surakarta,
Januari 2016
Dwiyanti Agustina Khristiningrum NIM. ST. 14016
v
vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL .............................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN ..........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
iv
DAFTAR ISI ............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xi
ABSTRAK ... ............................................................................................
xii
ABSTRACT ............................................................................................... BAB
BAB
xiii
I. PENDAHULUAN ...................................................................
1
1.1 Latar Belakang ................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori ..................................................................
7
2.2. Keaslian Penelitian ...........................................................
33
2.3 Kerangka Teori .................................................................
34
2.4 Kerangka Konsep .............................................................
35
2.5 Hipotesis ...........................................................................
35
vi
vii BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan RancanganPenelitian .........................................
35
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .........
35
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................
36
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .....
38
3.5 Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data ...................
38
3.6 Teknik Pengumpulkan data ..............................................
40
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .............................
40
3.8 Etika Penelitian ...............................................................
43
BAB IV. HASIL PENELITIAN
BAB V.
4.1 Analisis Univariat .............................................................
45
4.2 Analisis Bivariate .............................................................
47
PEMBAHASAN 5.1Hasil Analisis Univariate ...................................................
49
5.2 Hasil Analisis Bivariate ....................................................
55
BAB VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan ......................................................................
58
6.2 Saran .................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
vii
viii DAFTAR TABEL Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1
Keaslian Penelitian ..................................................................
33
3.1
Definisi Operasional Variabel .................................................
38
3.2.
KategoriSatusGiziBayi .............................................................
40
4.1.
DistribusiFrekuensiJenisKelamin ............................................
46
4.2.
DistribusiFrekuensiBeratBadanBayi ........................................
46
4.3.
DistribusiFrekuensiTinggiBadanBayi ......................................
47
4.4.
Distribusi Frekuensi tentang LamanyaPerawatan ....................
47
4.5.
Distribusi Frekuensi tentang Status GiziBayi ..........................
48
viii
ix DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Kerangka Teori ........................................................................
34
2.2
Kerangka Konsep .....................................................................
35
ix
x DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Lampiran 1
Usulan Topik Penelitian
2
Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi
3
Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
4
Surat Kesbangpolinmas Ijin Pendahuluan
5
Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan RSUD dr. Soediran MS
6
Pengajuan Ijin Penelitian
7
Surat Kesbangpolinmas Ijin Penelitian
8
Surat Balasan Ijin Penelitian RSUD dr. Soeduran MS
9
Lembar Persetujuan Responden
10
Lembar Permohonan Responden
11
Lembar Observasi
12
Rekapitulasi hasil Penelitian
13
Output SPSS
14
Lembar Konsultasi
15
Jadwal Penelitian
x
xi PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Dwiyanti Agustina Khristiningrum HUBUNGAN LAMANYA PERAWATAN DENGAN STATUS GIZI BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANG PERINATOLOGI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI Abstrak
Salah satu indikator dalam melakukan efisiensi kegiatan rumah sakit adalah dengan melihat lama hari rawat.Bayi Prematur atau BBLR rentan terhadap kekurangan nutrisi karena reflek hisap dan menelannya masih lemah akan berdampak pada perkembangan status gizinya dan akan berpengaruh terhadap lamanya hari rawat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan lamanya perawatan dengan status gizi BBLR di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Metode yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 30 responden dan teknik pengambilan sampel dengan accidental sampling. Data dianalisis menggunakan korelasi rank spearman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik responden sebagian besarberat badan 2,19 kg dan tinggi badan 41,07 cm; (2) Sebagian besar responden mempunyai lama perawatan bayi kurang dari 7 hari atau termasuk cepat/pendek; (3) Status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebelum perawatan semuanya mempunyai status gizi kurang; (4) Terdapat hubungan yang signifikan lamanya dirawat dengan status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (rxty = 0,513; p-value = 0,001). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan lamanya dirawat dengan status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Kata kunci: Lama perawatan, Status gizi, BBLR.
Daftar Pustaka: 43 (2005 – 2014)
xi
xii
BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Dwiyanti Agustina Khristiningrum The Relationship between Treatment Duration and Nutritional Status of Low Birth Weight (LBW) Infants at Perinatology Room of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri ABSTRACT
One of indicators in maintaining efficiency of hospital activities is by looking at the treatment duration. Premature or low birth weight (LBW) infants are vulnerable to malnutrition due to their weak suck-swallow reflex, and thereby this will give effect to the development of their nutritional status and treatment duration. This research aims at analyzing the relationship between the treatment duration and nutritional status of low birth weight infants at perinatology room of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri. The research employed descriptive correlational method with cross sectional approach. The total number of samples is 30 respondents selected using accidental sampling. The data were then analyzed using Spearman’s rank correlation. The research findings indicate that: (1) most of the respondents are characterized with 2.19 kilograms of weight and 41.07 centimeters of height, (2) most of their treatment duration is less than 7 days. This is considered as shorttreatment duration, (3) prior to treatment, all of the low birth weight infants are attributable to low nutritional status, and (4) there is a significant relationship between the treatment duration and the nutritional status of low birth weight infants (rxty = 0.513 and p-value = 0.001). This research concludes is a significant relationship between the treatment duration and the nutritional status of low birth weight infants at perinatology room of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri. Keywords : treatment duration, nutritional status, low birth weight infants Bibliography : 43 (2005-2014)
xii
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang Salah satu indikator dalam melakukan efisiensi kegiatan rumah sakit adalah dengan melihat lama hari rawat. Lama perawatan merupakan salah satu unsur atau aspek asuhan dan pelayanan dirumah sakit yang dapat dinilai dan diukur. Bila seseorang dirawat dirumah sakit, maka yang diharapkan ada perubahan akan derajat kesehatannya. Apabila yang diharapkan baik oleh tenaga medis maupun penderita sudah tercapai maka tentunya tidak ada seorangpun yang ingin berlama-lama di rumah sakit. Semakin lama hari dirawat yang dibutuhkan pasien maka semakin tinggi pula biaya yang dikeluarkan oleh pasien (Heryati, 2005). Prevalensi BBLR (bayi berat lahir rendah) secara global hingga saat ini masih tetap berada di kisaran 10-20% dari seluruh bayi yang lahir hidup setiap tahunnya. WHO (2011) memperkirakan sekitar 25 juta bayi mengalami BBLR setiap tahun dan hampir 5% terjadi di negara maju sedangkan 95% terjadi di negara berkembang. Prevalensi BBLR di India mencapai 26%, dan Amerika Serikat mencapai 7%. Kematian bayi adalah 20 kali lebih besar pada bayi yang mengalami BBLR dibandingkan dengan yang tidak BBLR diseluruh dunia (Jayant, 2011). Indonesia memiliki prevalensi BBLR tahun 2013 diperkirakan mencapai dari 18.948 bayi (11,1%) yang ditimbang dalam kurun waktu 6-48 jam setelah melahirkan. Prevalensi ini menyebar secara tidak merata antara 1
2 satu provinsi dengan provinsi lainya dengan prevalensi tertinggi berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar 19.2%, dan terendah berada di Provinsi Sumatera Barat yakni 6,0% (Riskesdas, 2013). Masalah gizi balita telah dinyatakan sebagai masalah utama kesehatan dan berkaitan dengan banyaknya angka kematiandan penyakit yang disebabkan oleh masalah gizi, khususnya bagi bayi dengan premature atau bayi berat lahir rendah.Bayi premature/BBLR rentan terhadap kekurangannutrisi karena reflek hisap dan menelannya masih lemah selama menyusui sehingga berdampak pada perkembangan status gizinya.Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi dibanding dengan negara-negara di ASEAN.Angka kematian bayi di Indonesia tercatat 36 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2006. Penyebab kematian bayi terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Sekitar 2 - 27% kematian perinatal disebabkan karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 - 14% yaitu sekitar 459.200 900.000 bayi (Depkes RI, 2013). BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang, sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. BBLR adalah salah satu akibat dari ibu hamil yang menderita energi kronis (KEK) (Depkes RI, 2010). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR antara lain kurangnya gizi pada ibu hamil, ibu hamil perokok, ibu hamil pekerja berat, sosial ekonomi rendah dan faktor janin (Prawirohardjo, 2008). Joeharno (2008), menambahkan bahwa BBLR juga dapat terjadi
3 pada ibu dengan paritas tinggi. Ibu dengan paritas tinggi berisiko (50%) melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah. BBLR merupakan masalah kesehatan yang cukup menonjol di Indonesia, karena pada bayi BBLR mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 prevalensi BBLR sekitar 21,573 (3,75%), prevalensi BBLR termasuk dalam kategori rendah apabila dibandingkan dengan provinsi lain yang berada di Indonesia. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2012 menunjukan bahwa angka prevalensi BBLR di Sumatera Utara sekitar 76 dari 928 bayi (8,2%) yang ditimbang. Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Wonogiri (2013), di Kabupaten Wonogiri ditemukan angka kejadian BBLR sebanyak 133 kasus dari 17.296 bayi lahir hidup (0,77%) dan jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2007 yakni 94 kasus dari 16.976 bayi lahir hidup (0,55%). Faktor yang mempengaruhi status gizi bayi berat lahir rendah diantaranya adalah lamanya perawatan di rumah sakit. Pada BBLR biasanya mempunyai status gizi sedang sampai kurang sehingga mempunyai resiko tinggi untuk kematian, kecenderungan menderita ISPA, diare, respon imunitas yang rendah dan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan maka diperlukan waktu perawatan yang lama untuk meningkatkan berat badannya. Perawatan bayi di rumah sakit untuk bayi yang bermasalah dengan berat badan adalah perawatan intensif agar bayi dapat memperoleh berat badan yang ideal. Perawatan dilakukan di ruang khusus yaitu di ruang
4 perinatologi dan NICU (Neonatus Intensive Care Unit) karena pada dasarnya BBLR selalu merujuk pada upaya menstabilkan tanda-tanda kehidupan. Kasus BBLR di ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso tahun 2014 sebanyak 155 kasus dengan lama perawatan tercepat 3 hari dan terlama 83 hari.
Angka kejadian pada Januari – Mei 2015
sebanyak 101 bayi dengan 79 bayi tidak lama kemudian pulang, 17 bayi meninggal dan 5 pulang atas permintaan sendiri atau belum seijin dokter, dengan lamanya waktu perawatan tersebut akan berdampak pada status gizi bayi. Berdasarkan
latar
belakang
tersebut
maka
peneliti
tertarik
mengadakan penelitian dengan judul “hubungan lamanya perawatan dengan status gizi bayi berat lahir rendah (BBLR) ruang perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
1.2 RumusanMasalah “Apakah ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri?”. 1.3 TujuanPenelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lamanya perawatandengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
5 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1.3.2.1
Mendeskripsikan lamanya perawatan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
1.3.2.1
Mendeskripsikan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. 1.3.2.4 Mengetahui karakteristik Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. 1.4 ManfaatPenelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah : 1.4.1 Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan Rumah Sakit, terutama pelayanan keperawatan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan anak untuk dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
6 1.4.3 Bagi peneliti lain Sebagai acuan untuk peneliti lebih lanjut yang melakukan penelitian khususnya mengenai lamanya perawatan hubungannya dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ruang perawatan rumah sakit. 1.4.4 Bagi peneliti Mengaplikasikan teori metodologi penelitian untuk diterapkan dalam kegiatan nyata di lapangan seperti rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya. 1.4.5 Bagi Masyarakat Sebagai
tambahan
informasi
tentang
pentingnya
peran
masyarakat, khususnya ibu dalam memperhatikan status gizi.
keluarga/
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010). Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) antara lain menurut harapan hidupnya bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram, berat lahir 1000- 1500 gram, berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir
8 kemih, menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung, penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol. 2. Ibu biasanya angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia< 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (< dari 1 tahun), mempunyai riwayat BBLR sebelumnya. 3. Keadaan sosial ekonomi biasanya kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah.Akibat keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang, aktivitas fisik yang berlebihan, perkawinan yang tidak sah 4.Faktor janinmeliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar. 2.1.1.3 Faktor plasenta disebabkan oleh
hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini. 2.1.1.4 Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun. 2.1.1.5 Permasalahan pada BBLR BBLR
memerlukan
perawatan
khusus
karena
mempunyai
permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk., 2002). 1. Ketidakstabilan suhu tubuh dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C- 37°C dan segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini
9 memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas. 2. Gangguan pernafasan akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu.Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi. 3. Imaturitas imunologis pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu.Kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi. 4.
Masalah gastrointestinal dan nutrisi lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan
10 kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Penyebab nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi. 5. Imaturitas hati adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang. 6. Hipoglikemi kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40 mg/dl karena cadangan glikogen yang belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadaroksigen darah berkurang bisa menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan
glikogen
lebih
banyak
sehingga
terjadi
hipoglikemi.Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.
11 2.1.2 Lama Perawatan 2.1.2.1 Lama hari rawat sebagai indikator pelayanan medis Rumah Sakit Rumah sakit termasuk “organization of non profit making corporation”, artinya suatu kegiatan usaha yang bertujuan bukan untuk mencari keuntungan belaka. Untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan dan pengembangannya
diperlukan
suatu
kegiatan
untuk
memperoleh
pendapatan dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi. Sehingga dengan demikian rumah sakit menjadi suatu unit yang bersifat sosio-ekonomi yang berarti bahwa rumah sakit disamping menerapkan fungsi sosial juga menerapkan fungsi ekonomi didalam penyelenggaraan kegiatannya (Barbara, J. 2006). Sehubungan dengan hal tersebut ditambah dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit, maka mengharuskan pihak rumah sakit untuk bekerja secara efektif dan efisien (Solekhah, 2009). WHO Expert Committee on Health, menetapkan pengertian efektifitas dan efisiensi sebagai berikut : 1.
Efisiensi adalah pencapaian usaha dalam bentuk hasil akhir dibandingkan dengan penggunaan uang, waktu dan sumber daya yang lain.
2.
Efektifitas adalah pencapaian usaha dalam bentuk hasil akhir, manfaat, keuntungan dan hasil-hasil lain dibandingkan dengan hasil-hasil yang ingin dicapai sebagaimana yang telah ditetapkan dalan tujuan yang direncanakan sebelumnya.
12 Berdasarkan pengertian tersebut di atas efisiensi pengelolaan rumah sakit secara garis besar dapat dilihat dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi medis (dengan meninjau efisiensi mutu pelayanan) dan dari segi ekonomi(dengan meninjau efisiensi dari sudut pemanfaatan sumber daya yang ada). Indikator yang sering digunakan untuk menilai efisiensi pengelolaan rumah sakit ditunjukkan dengan empat parameter (Barbara J., 2006; Chriswardani, 2006) yaitu lamanya rata-rata pasien dirawat, atau rata-rata lama hari rawat (Average Length of Stay) yang disingkat ALOS, lamanya rata-rata tempat tidur tidak terisi (Turn Over Interval) yang disingkat TOI, persentase tempat tidur yang terisi atau persentase tingkat hunian tempat tidur (Bed Occupancy Rate ) yang disingkat BOR, pasien yang dirawat keluar (discharge) dalam keadaan hidup dan mati per tempat tidur yang tersedia dalam periode tertentu (Bed Turn Over) yang disingkat BTO. Penilaian terhadap efisiensi rumah sakit ke empat parameter tersebut tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus merupakan interpretasi dari keseluruhannya. Adapun dari beberapa indikator dari Barber Johnson tersebut ada beberapa kelemahan yaitu tidak diperhitungkan pasien rawat jalan dalam menentukan efisiensi rumah sakit yang bersangkutan, penggunaan angka rata-rata untuk variabel variabel yang dipakai dalam rumus Barber Johnson tersebut tanpa mempertimbangkan standar deviasi. Lama hari rawat merupakan salah satu indikator mutu pelayanan medis yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien (quality of patient
13 care). Cara perhitungan rata-rata lama hari rawat menurut Departemen Kesehatan RI (2005), adalah sebagai berikut : Rata-rata lama hari rawat (Average Length of Stay) = X : Y Dimana : X : Jumlah hari perawatan pasien rawat inap (hidup dan mati) di rumah sakit pada suatu periode tertentu Y : Jumlah pasien rawat inap yang keluar (hidup dan mati) di rumah sakit pada periode waktu yang sama. Penghitungan jumlah pasien rawat inap yang keluar rumah sakit (hidup atau mati) dalam periode tertentu diperlukan catatan setiap hari pasien yang keluar rumah sakit (hidup atau mati) dari tiap-tiap ruang rawat inap dan jumlah lama perawatan dari pasien–pasien tersebut.Diperoleh catatan perhitungan jumlah pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit (hidup atau mati) dan jumlah total hari rawatnya. 2.1.2.2 Istilah dan pengertian berkaitan lama hari rawat LOS (Length of Stay =Lama Hari Rawat) adalah menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu periode perawatan. Satuan untuk lama rawat adalah hari, sedangkan cara menghitung lama rawat adalah dengan menghitung selisish antara tanggal pulang (keluar dari rumah sakit, baik hidup ataupun meninggal) dengan tanggal masuk rumah sakit. Umumnya data tersebut tercantum dalam formulir ringkasan masuk dan keluar di Rekam Medik (Barbara J., 2006).
14 Lama hari rawat merupakan salah satu unsur atau aspek asuhan dan pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai atau diukur. Pasien yang dirawat di rumah sakit, maka yang diharapkan tentunya ada perubahan akan derajat kesehatannya. Apabila yang diharapkan baik oleh tenaga medis maupun oleh penderita itu sudah tercapai maka tentunya tidak ada seorang pun yang ingin berlama-lama di rumah sakit. Lama hari rawat secara signifikan berkurang sejak adanya pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan diagnosa yang tepat. Penentukan apakah penurunan lama hari rawat itu meningkatkan efisiensi atau perawatan yang tidak tepat, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berhubungan dengan keparahan atas penyakit dan hasil dari perawatan (Indradi, 2007). Penghitungan statistik pelayanan rawat inap di rumah sakit dikenal istilah yang lama dirawat (LD) yang memiliki karakteristik cara pencatatan, penghitungan, dan penggunaan yang berbeda. LD menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode perawatan. Satuan untuk LD adalah hari. Cara menghitung LD yaitu dengan menghitung selisih antara tanggal pulang (keluar dari rumah sakit, hidup maupun mati) dengan tanggal masuk rumah sakit. Pasien yang masuk dan keluar pada hari yang sama, lama dirawatnya dihitung sebagai 1 hari dan pasien yang belum pulang atau keluar belum bisa dihitung lama dirawatnya (Indradi, 2007). Sedangkan pembagian lama hari rawat menurut Budiningsari (2004) yaitu : panjang ( ≥ 7 hari ) dan pendek ( < 7 hari ). Fokus rumah sakit dalam pemberian pelayanan perawatan yang berkualitas bertujuan untuk memulangkan pasien lebih awal dengan aman
15 kerumahnya. Hari rawat yang pendek akan memberi keuntungan antara lain penghematan biaya dan sumber yang lebih sedikit terhadap rumah sakit terutama bagi pasien sendiri (Imbalo S., 2007). Beberapa istilah yang berkaitan dengan indikator LOS atau Lama Hari Rawat, antara lain; 1. Penerimaan Pasien (Inpatient admission) Adalah penerimaan secara resmi seorang penderita oleh pihak rumah sakit dimana yang bersangkutan diberi fasilitas berupa ruangan, tempat tidur, pelayanan perawatan yang terus menerus serta fasilitas lain di rumah sakit dimana penderita tersebut umumnya tinggal paling sedikit satu malam. 2. Pemulangan pasien Pelepasan secara resmi seorang penderita oleh pihak rumah sakit sebagai batas akhir waktu ia dirawat di rumah sakit. 3. Lama hari rawat seorang pasien (Length of Stay for One Patient) Jumlah hari perawatan (sesuai dengan kalender) mulai saat penerimaan sampai saat pemulangan pasien yang bersangkutan. 4. Diagnosa Adalah suatu istilah dalam dunia kedokteran yang lazim digunakan oleh tenaga medis untuk mengenal suatu penyakit yang diderita oleh pasien, atau kondisi yang menyebabkan pasien menginginkan, mencari atau menerima perawatan medis.
16 2.1.2.3 Faktor yang berpengaruh terhadap LOS Beberapa faktor baik yang berhubungan dengan keadaan klinis pasien, tindakan medis, pengelolaan pasien di ruangan maupun masalah adminstrasi rumah sakit bisa mempengaruhi terjadinya penundaan pulang pasien. Ini akan mempengaruhi LOS. Terutama untuk pasien yang memerlukan tindakan medis atau pembedahan, faktor-faktor yang berpengaruh tersebut antara lain; 1.
Komplikasi atau infeksi luka operasi Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi dan komplikasi pada umumnya menurut Fakhrul, 2011 yaitu waktu / lama operasi.Makin lama waktu yang dibutuhkan untuk operasi maka akan mempengaruhi terhadap penyembuhan luka operasi dan juga akan meningkatkan terjadinya infeksi luka operasi, sehingga lama hari rawat akan lebih panjang.
2. Jenis operasi Pada jenis operasi elektif pasien dipersiapkan secara optimal, sedangkan pada operasi yang berjenis cyto persiapannya tidak sebaik seperti pada operasi yang bersifat elektif,karena dengan ditundanya tindakan operasi akan membahayakan jiwa pasien. Sehingga dengan persiapan yang kurang optimal terutama pada operasi yang bersifat cyto, resiko untuk terjadinya infeksi luka operasi menjadi lebih besar (Erbaydar, 2004).
17 3. Jenis kasus atau penyakit Kasus yang akut dan kronis akan memerlukan lama hari rawat yang berbeda, dimana kasus yang kronis akan memerlukan lama hari rawat lebih lama dari pada kasus-kasus yang bersifat akut.Demikian juga penyakit yang tunggal pada satu penderita akan mempunyai lama hari rawat lebih pendek dari pada penyakit ganda pada satu penderita (Barbara J, 2008). 4. Tenaga dokter yang menangani atau pelaksana operasi Faktor tenaga dokter yang menangani pasien cukup berperan dalam menentukan memanjangnya lama hari rawat, dimana perbedaan ketrampilan
antar
dokter
akan
mempengaruhi
kinerja
dalam
penanganan kasus, juga waktu memutuskan untuk melakukan tindakan (Lacy, Antonio M, 2008). 5. Hari masuk rumah sakit Pasien yang masuk rumah sakit menjelang hari minggu akan memperpanjang lama hari rawat, karena kesibukan menjelang hari libur dimana pemeriksaan oleh dokter dan pemeriksaan penunjang diundur sampai hari kerja biasa dimana pegawai rumah sakit bagian tertentu sudah bekerja seperti biasa.Perpanjangan lama hari rawat juga terjadi apabila pasien masuk diluar jam kerja rumah sakit atau saat terjadi pergantian jaga. Perpanjangan lama hari rawat terjadi karena adanya perpanjangan dari lama hari rawat pra bedah, yang akan berdampak pada perpanjangan jumlah keseluruhan lama hari rawat (Barbara J., 2008)
18 6. Hari pulang dari rumah sakit Pernyataan beberapa praktisi rumah sakit mengemukakan bahwa pasien yang pulang dari rumah sakit yang jatuh hari senin mempunyai lama hari rawat lebih panjang dari pada pasien yang pulang pada hari lain. Ini lantaran banyak dari pasien tersebut sebenarnya sudah bisa pulang di akhir pekan sebelumnya yang terhambat oleh urusan adminstrasi karena tidak pada hari kerja. 7. Umur penderita Usia dalam kamus bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau sejak dilahirkan. Menurut pertimbangan pembedahan pengelompokan umur dibagi menjadi usia anak-anak (umur antara 0 sampai 18 tahun), usia dewasa (umur antara 19 sampai 45 tahun), usia tua (usia yang dari
45
tahun).
Usia
mempunyai
hubungan
dengan
lebih tingkat
keterpaparan, besarnya resiko, serta sifat resistensi tertentu. Usia juga mempunyai hubungan yang erat dengan beragam sifat yang dimiliki oleh seseorang. Perbedaan penyakit menurut umur mempunyai pengaruh
yang
akan
berhubungan
dengan
perbedaan
tingkat
keterpaparan dan kerentanan menurut umur, proses pathogenesisdan pengalaman terhadap penyakit tertentu Makin besar umur penderita maka akan memerlukan lama hari rawat lebih lama. Pada beberapa penelitian, faktor umur mempengaruhi panjang lama hari rawat pasien bedah. Pasien yang sudah lanjut usia (diatas 45 tahun) cenderung lebih panjang lama hari rawatnya dibandingkan dengan pasien usia muda. Afif & Ahmad (2008)
19 menemukan bahwa pasien usia 65 tahun keatas berpotensi memiliki lama hari rawat yang lebih panjang. Bertambahnya usia akan mempengaruhi kemampuan sistem kekebalan tubuh seseorang untuk menghancurkan bakteri dan jamur berkurang. Disfungsi sistem imun dapat diperkirakan menjadi faktor di dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler serta infeksi. (Herman C., 2009). 8. Pekerjaan Pekerjaan tidak secara langsung mempengaruhi lama hari rawat pasien, namun mempengaruhi cara pasien dalam membayar biaya perawatan. Pekerjaan menentukan penghasilan serta ada atau tidaknya jaminan kesehatan untuk menanggung biaya selama perawatan di rumah sakit (Anggraini, 2008). 9. Jenis Penanggung biaya Hasil penelitian Adriani (2008) dan Angraini (2008), disimpulkan bahwa penderita yang biaya perawatannya dibayar oleh perusahaan atau asuransi kesehatan akan mempunyai lama hari rawat lebih lama dari pada penderita yang biaya perawatannya dibayar sendiri, ini dikarenakan proses penyelesaian administrasi pembayaran dengan pihak penjamin akan memakan waktu terutama jika pasien belum melengkapi syarat-syarat administrasinya. Kondisi sosioekonomi yang rendah akan berdampak terhadap lama hari rawat. Negara yang sedang berkembang dan bagi masyarakat yang kurang beruntung dan biasanya
20 dengan jumlah anak yang cukup banyak, biaya untuk perawatan atau pengobatan anaknya yang sakit tentunya sangat memberatkan, sehingga mereka berusaha untuk mempercepatlama hari rawatnya. 10. Alasan keluar dari rumah sakit Secara lege artis pasien akan pulang/keluar dari rumah sakit apabila telah mendapat persetujuan dari dokter yang merawatnya. Beberapa penderita walaupun telah dinyatakan sembuh dan boleh pulang, oleh karena masih harus menunggu pengurusan pembayaran oleh pihak penanggung biaya (perusahaan/ asuransi kesehatan) atau surat keterangan tidak mampu, Jamkesmas dari pihak yang berwenang khususnya untuk pasien-pasien yang tidak mampu membayar, sehingga kepulangan pasien juga tertunda yang mengakibatkan lama hari rawat menjadi lebih lama. Sebaliknya ada beberapa pasien yang pulang atas permintaan sendiri/keluarga (pulang paksa) hal ini akan memperpendek lama hari rawat (Anggraini, 2008). 11. Pemeriksaan Penunjang Medis Banyak pemeriksaan penunjang diagnostik yang sebenarnya tidak dibutuhkan dalam menegakkan diagnose bagi penderita, pemeriksaan yang berlebihan inilah yang menyebabkan penderita berada di rumah sakit lebih lama sehingga berakibat juga pada perpanjangan lama hari rawat. Ketidaklengkapan tenaga dan fasilitas di unit penunjang (laboratorium, radiologi dan lain-lain) juga berpengaruh terhadap lama hari rawat yang disebut hospital bottle neck (Andriani, 2008).
21 12. Pemilikan, Kebijakan dan Kegiatan Administrasi Rumah sakit Pre admission testing yang dijalankan dengan baik di poliklinik rumah sakit untuk pasien yang operasinya termasuk kelompok yang elektif akan sangat bermanfaat dalam memperpendek lama hari rawat pra bedah, dimana cara ini harus menjadi kebijakan dalam penatalaksanaan masuknya pasien ke rumah sakit yang ditetapkan dalam manajemen rumah sakit (Chriswardani S., 2006) 13. Kelas Perawatan yang dipilih Pasien yang dirawat pada kelas yang lebih tinggi akan mempunyai lama hari rawat lebih pendek dari pada pasien yang dirawat pada kelas yang lebih rendah. Kebanyakan mereka yang dirawat di kelas atau vip merupakan pasien dengan diagnosa yang lebih jelas, pasien sudah dapat memprediksi lama rawatnya dan kebetulan golongan pasien ini lebih berpendidikan (Adriani, 2008). 2.1.2.4 Pengukuran lamanya hari rawat Pengukuran lamanya perawatan merupakan lamanya hari rawat inap seorang bayi dengan berat lahir rendah yang dihitung dengan jumlah hari perawatan (sesuai dengan kalender) mulai saat penerimaan sampai saat pemulangan pasien yang bersangkutan. Lama perawatan di sini secara umum dapat diukur dengan skala ordinal, yaitu cepat / pendek (< 7 hari) dan lama / panjang (≥ 7 hari) 2.1.3 Status Gizi Bayi Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama
22 untuk anak balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu berbeda karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran yang dicapai yaitu pertumbuhan yang optimal tanpa disertai oleh keadaan defisiensi gizi. Status gizi yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh kembang anak yang optimal (Depkes RI, 2008). Status gizi bayi adalah keadaan gizi pada bayi yang dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur dan panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan.Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, maka disebut gizi baik. Gizi sedikit di bawah standar, maka disebut gizi kurang.Apabila jauh di bawah standar maka disebut gizi buruk (Proverawati, 2010). 2.1.3.1 Penilaian status gizi Secara umum peniliaan status gizi dapat dilihat dengan metode langsung dantidak langsung (Proverawati, 2010). 1.
Metode langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: a.Antropometri Secara
umum
antropometri
artinya
ukuran
tubuh
manusia.Ditinjau darisudut pandang gizi, maka antropometri gizi
23 berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dariberbagai tingkat umur dan tingkat gizi.Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Pemeriksaan fisik antropometri yang bertujuan untuk penilaian status gizi termasuk hal-hal yang berhubungan dengan berat badan saat ini, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan pengukuran ketebalan kulit. Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilai status nutrisi karena ini mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan stunting atau perawatan pendek. Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak diperlukannya faktor umur, yang sering kali tidak diketahui secara tepat. BB/TB dinyatakan dalam presentase dari BB standar yang sesuai dengan TB terukur individu tersebut. Cara penghitungannya adalah sebagai berikut : BB/TB(%) =
ሺ ሻ
x 100%
ሺ ሻ
24 Interpretasi : - Penilaian status gizi berdasarkan persentase BB/TB > 120 %
: Obesitas
110 – 120%
: overweight
90 – 110%
: normal
70 – 90%
: gizi baik
< 70%
: gizi kurang
-
Nilai BB/TB di sekitar sentil ke 50 menunjukkan kesesuaian atau normal. Makin jauh deviasi, akan semakin besar pula kelebihan atau kekurangan pada individu tersebut. Penilaian antropometri juga dapat dilakukan dengan banyak cara seperti: pengukuran berat dan tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, tebal lipatan kulit, tinggi badan per umur, berat badan per tinggi badan, berat badan per lingkar kepala, berat badan per umur, lingkar dada dan Indeks Masa Tubuh (IMT) (Soekirman, 2010). Data penilaian antropometri ini akan disajikan dalam bentuk Indeks Masa Tubuh (IMT) yang dapat dihitung dengan rumus:
IMT =
BB(kg) , atau TB2 (m)
IMT =
Berat Badan (kg) Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
Batas ambang IMT menurut usia 0 - 6 0 bulan untuk masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:
25 Tabel 2.1. IMT (Indek Masa Tubuh) anak usia 0-60 bulan Kategori Status Ambang Batas Indeks Gizi (Z - Score) Berat Badan menurut Sangat Kurus <-3 SD PanjangBadan (BB/PB atau Kurus -3 SD s/d < 2SD BeratBadan menurut Tinggi Normal -2 SD s/d +2 SD Badan(BB/TB) anak umur 0- Gemuk > +2 SD 60 bulan. Sumber: Istianty dan Rusilanti (2014) b.Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilaistatus gizi masyarakat.Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahanyang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosaoral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya digunakan untuk survei klinissecara tepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untukmendeteksi secara cepat tandatanda klinis umum dari kekurangan salahsatu atau lebih zat gizi.Disamping itu, digunakan untuk mengetahuitingkat gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda(sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. c. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
26 seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik. d. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status
gizidengan
melihat
kemampuan
fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur.Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentuseperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes).Carayang digunakan adalah tes adaptasi gelap. 2.
Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga (Proverawati,2010) yaitu : a.
Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yangdikonsumsi.Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengindentifikasikan kelebihan dan kekurangan gizi.
27 b.
Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
c.
Faktor Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan
keadaanekologi
yang
seperti
tersedia iklim,
sangat
tanah,
tergantung
irigasi,
dan
dari lain-
lain.Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi. 2.1.3.2Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu : makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas makanan seorang anak tergantung pada kandungan zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik ibu tentang makanan dan kesehatan. Keadaan kesehatan anak juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan (Nyoman, 2010).
28 Defisiensi zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di kalangan anak-anak ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makanan dan hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein yang digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh. Kekurangan zat gizi pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan anak atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif (Nyoman, 2010). Menurut Supariasa, dkk (2014), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi yaitu : 1. Pendapatan keluarga Pendapatan keluarga adalah penghasilan orang tua baik bapak maupun ibu dalam setiap bulan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jateng Nomor; 560/60 Tahun 2013 tentang UpahMinimum Kabupaten/Kota (UMK) 2014, UMK untuk Kabupaten Banyumas yaitu sebesar Rp 1.000.000,00. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isnansyah (2006) melalui uji korelasi Spearman, menunjukkan adanya hubungan yang positif dan sangat signifikan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita. Pendapatan
yang rendah
berpengaruh terhadap asupan makanan yang dikonsumsi karena penghasilannya terbatas.
29 Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan keluarga. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan. Keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi (Sajogyo, 2006). Umumnya tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik tetapi mutu makanan tidak selalu membaik. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi keadaan gizi. 2. Karakteristik ibu Status gizi yang dipengaruhi oleh masukan zat gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karakteristik
keluarga.
Karakteristik
keluarga
khususnya
ibu
berhubungan dengan tumbuh kembang anak. Ibu sebagai orang yang terdekat dengan lingkungan asuhan anak ikut berperan dalam proses tumbuh kembang anak melalui zat gizi makanan yang diberikan. Karakteristik ibu juga ikut menentukan keadaan gizi anak. 3. Penyakit Infeksi Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan suatu
30 hubungan timbal balik. Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh faktor agent (penyebab infeksi), host (induk semang), dan route of transmission (jalannya penularan). Faktor agen penyebab penyakit infeksi antara lain virus, bakteri, jamur, riketsia, dan protozoa. Berbagai agen infeksi tersebut akan menyebabkan seseorang mengalami penyakit-penyakit infeksi seperti influenza, cacar, typhus, disentri, malaria, dan penyakit kulit seperti panu. Suatu penyakit infeksi juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang ada pada induk semang itu sendiri, tergantung dari kekebalan atau resistensi orang yang bersangkutan. Penyakit infeksi ini merupakan penyakit yang menular dan penularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu masalah gizi yaitu KEP (Kurang Energi Protein), yang dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi energi dan protein dalam jangka waktu yang lama. Menyebabkan pertumbuhan balita terhambat dan rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi (Almatsier, 2010). 4. Pengetahuan dan Pendidikan Pendidikan dan pengetahuan merupakan kunci keberhasilan menanamkan kebiasaan makan yang baik adalah tergantung pada pengetahuan dan pengertian ibu bagaimana cara menyusun yang memenuhi syarat gizi (Suhardjo, 2008). Salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang anak yaitu pendidikan orang tua. Tingkat pendidikan yang ditempuh ibu balita akan mempengaruhi
31 penerimaan pesan dan informasi gizi serta kesehatan anak. Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati, 2006). Tingkat pendidikan terdiri dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Menurut Sajogjo et al (1994) dalam Rahmawati (2006), pengetahuan ibu tentang gizi secara tidak langsung akan mempengaruhi status gizi anak sehingga gizinya dapat terjamin. Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tersebut, maka ibu dapat mengasuh dan memenuhi zat gizi balitanya.
2.1.4 Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh peneliti belum pernah ditemukan pada penelitian yang sama, tetapi ada kemiripan judul dengan metode, hasil dan populasi yang berbeda sehingga dapat dijadikan acuan, disajikan dalam tabel berikut :
32 Tabel 2.1.Hasil-Hasil Penelitian Terkait Nama Peneliti Judul Faktor resiko Amalita kejadian bayi (2011) berat lahir rendah (BBLR)..
Eddyman (2011)
Hubungan status gizi ibu berdasar- kan ukuran lingkar atas (LILA) dengan berat badan lahir bayi di RSUD Daya Kota Makkasar.
Maulidiyah, dkk (2012)
Hubungan Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Kadar Hemoglobin (Hb) dengan Berat Bayi Lahir.
Metode Jenis penelitian observational analitikdengan rancangan case control. Alat analisis yang digunakan uji odds dan multivariate logistic regresi. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Alat analisis yang digunakan dengan uji kore-lasi koefisien kontingensi dengan tingkat signifikansi p< 0,05. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan retrospektif. Alat analisis uji chi-square.
Hasil Faktor resiko yang paling besar risikonya terhadap kejadian BBLR adalah keterpaparan asap rokok dengan OR = 5,385.
Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi ibu berdasarkan ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dengan berat badan lahir bayi
Ada hubungan antara LILA dan kadar Hb dengan berat bayi lahir ditunjukkan melalui uji chi square dengan nilai p-value 0,001 dan < 0,05.
33 2.1.5Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut:
1. Karakteristik Ibu 2. Penyakit Infeksi 3. Pengetahuan dan Pendidikan 4. Penghasilan orang tua
Faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi bayi Terapi Medis
Lama Hari Perawatan
Status Gizi Bayi
-
Bayi : 1. Pertumbuhan 2. Perkembangan
Penilaian Status gizi : Status gizi Sangat Kurus Status gizi Kurus Status gizi Normal Status gizi Gemuk
Keterangan : : Tidak Diteliti : Yang Diteliti Gambar 1. Kerangka Teori Sumber: Almatsier (2008), Nyoman (2010), Supariasa, dkk (2014).
34 2.1.6Kerangka Konsep Untuk memperjelas alur pemikiran secara jelas, maka dapat dibuat suatu kerangka konsep seperti tampak pada gambar berikut:
Variabel Bebas :
Variabel Terikat :
Lama Perawatan
Status Gizi Bayi
Gambar 2.Kerangka Konsep
2.1.7 Hipotesis Ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Ruang perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. H0 :
Tidak ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
H1:
Ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitin deskriptif korelational yaitu suatu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor resiko dengan faktor efek. Adapun pendekatan yang digunakan dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu waktu (Nursalam, 2009).
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1.
Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang berjumlah kurang lebih 46 bayi tiap tiga bulannya.
3.2.2.
Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel pada penelitian ini
36 diambil dari sebagian pasien yaitu BBLR di ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Kriteria sampel : 3.2.2.1 Kriteria Inklusi : berat badan bayi < 2500 gram,bayi yang tidak lahir di rumah sakit / rujukan dari rumah bersalin atau rumah sakit lain,BBLR yang tidak ada diagnosa penyerta lain misalnya asfiksia,lama perawatan dihitung
setelah hari pertama masuk
rumah sakit. 3.2.2.2 Kriteria Eksklusi : berat badan bayi < 2500gram dengan diagnosa penyerta. Berdasarkan syarat sampel di atas, maka dalam penelitian ini diketahui jumlah sampel sebanyak 30 bayi. 3.2.3.
Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan accidental sampling. Metode pengambilan sampel
dalam
penelitian
inimenggunakan
metodeaccidental
samplingadalah teknik penentuan sample berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sample, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sember data ( Sugiyono, 2012) dalam arti pasien BBLRdi ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang menjalani perawatan yang memenuhi syarat kriteria inklusi diatas.
37 3.3. Waktu dan Tempat Penelitian 3.3.1.
Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober–Desember 2015.
3.3.2.
Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
3.4. Variabel, Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat (Setiadi, 2007) dan merupakan variabel bebas, dalam penelitian ini adalah lamanya perawatan.Adapun variabel yang lain adalah variabel terikat yaitu variabel yang diduga nilainya akan berubah karena pengaruh dari variabel bebas (Setiadi, 2007), variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi BBLR. Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007).
38 Definisi operasional dalam penelitian inidikemukakan dalam tabel berikut : Tabel 3.1. Definisi Operasional Lamanya Perawatan dan Status Gizi Bayi Berat Lahir. Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Indikator Penilaian
Skala
Lamanya Perawatan
Lama hari rawat adalah periode lama pasien dirawat di rumah sakit (dalam hari), dihitung mulai dari bayi setelah dilahirkan dan menjalani perawatan sampai pasien tersebut pulang dari rumah sakit yang dihitung berdasarkan hari rawat di ruang Perinatologi Status gizi merupakan ukuran derajat pemenuh-an gizi yang dibutuhkan bayi yang di peroleh dari nutrisi yang dampak fisiknya diukur secara antropometri yaitu indeks BB/TB
Lembar Observasi
1. Cepat : <7 hari 2. Lama : ≥ 7 hari
Ordinal
Lembar Observasi
1.Gizikurang:< 70% Ordinal 2.Gizibaik :70-90% 3. Normal : 90-110% 4.Overweight:110120%
Status Gizi
3.5.Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah (Suharsimi, 2006). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi, yaitu: 3.5.1 Instrumen lamanya hari perawatan Berupa lembar observasi yang berupa ceklist ini berisi tentang waktu dan tanggal lahir setelah dilahirkan sampai tanggal keluar dari rawat inap di
39 ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.Cara penghitungan lama dirawat adalah jumlah hari pasien dirawat dihitung satu hari setelah tanggal masuk sampai dengan keluar. Indikator penilaian : Cepat / pendek
: < 7 hari
Lama / panjang: ≥ 7 hari
( Budiningsari, 2004 )
3.5.2 Instrumen Status Gizi BBLR Untuk mengukur status gizi BBLR, alat yang digunakan untuk mengukur berat badan dengan alat timbangan yang sudah ada di ruang Perinatologi, setelah dilakukan penimbangan akan diketahui berat badan bayi, di samping itu diperlukan juga tinggi badan bayi, sehingga akan diketahui status gizi anak tersebut. Adapun status gizi balita dapat dihitung berdasarkan BB/TB yang dinyatakan dalam presentase dari BB standar yang sesuai dengan TB terukur individu tersebut. Cara penghitungannya adalah sebagai berikut :(Proverawati, 2010) BB/TB(%) =
ሺ ሻ
x 100%
ሺ ሻ
Interpretasi penilaian status gizi berdasarkan persentase BB/TB adalah : 110 – 120%
: overweight
90 – 110%
: normal
70 – 90%
: gizi baik
< 70%
: gizi kurang
40 3.6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpilan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara : 3.6.1
Peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepadaProgram Studi Ilmu Keperawatan STIKes Kusuma Husada,selanjutnya menyerahkan kepada Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Wonogiri untuk mendapatkan persetujuan penelitian selanjutnya diteruskan kepada Direktur RSUD dr Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
3.6.2
Setelah mendapatkan surat persetujuan dari Direktur RSUD dr Soediran Mangun Sumarso wonogiri, selanjutnya peneliti mulai melakukan penelitian.
3.6.3
Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2015. Proses pengumpulan data terhadap responden dilakukan sendiri oleh peneliti dengan cara memeriksa rekam medis pasien BBLR yang dirawat di Ruang Perinatologi sesuai kriteria inklusi.
3.6.4
Pengumpulan data dilakukan setiap hari sampai sample yang diinginkan peneliti terpenuhi. Setelah semua data terkumpul kemudian dianalisis dengan bantuan program SPSS 20,0 untuk memudahklan penghitungan.
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data, perlu diolah dulu. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan sebagai berikut:
41 1. Editing Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian lembar kuesioner sudah lengkap atau belum. Editing dilakukan di tempat pengumpulan data, sehingga apabila ada kekurangan dapat segera di lengkapi. 2. Coding Coding merupakan usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban/ hasilhasil yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan manandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, kemudian dimasukkan
dalam
lembaran
tabel
kerja
guna
mempermudah
membacanya. a. Lama hari perawatan : Cepat / pendek:< 7 hari kode 1 Lama / panjang : ≥ 7 hari kode 2
(Budiningsari, 2004)
b. Status Gizi Gizi kurang
kode 1
Gizi baik
kode 2
Normal
kode 3
Overweight
kode 4
(Proverawati, 2010)
3. Scoring Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penilaian yang telah ditentukan.
42 4.
Tabulating Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai kriteria sehingga didapatkan jumlah data sesuai dengan kuesioner.
5.Entry Data Untuk memasukkan data akan menggunakan alat bantu berupa program komputer pengolah data statistik yaitu program SPSS 20,0 (Statistical Package for Social Science) 3.7.2
Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis:
3.7.2.1
Analisis Univariate Analisis univariate yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis univariat ini untuk melihat distribusi frekuensi data jenis kelamin, berat badan lahir, tinggi badan lahir
dan
mendeskripsikan
lamanya
hari
perawatan
serta
mendeskripsikan status gizi bayi berat lahir rendah di ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. 3.7.2.2
Analisis Bivariate Analisis bivariate dilakukan terhadap tiap dua variabel yang diduga ada perbedaan yang signifikan. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dua variabel yang diduga ada hubungan keeratan (Sugiyono, 2008). Uji bivariat dilakukan melalui pengujian statistik
43 dengan uji korelasi rank spearman karena data dari kedua variabel berbentuk ordinal dengan kriteria penilaian lebih dari 2. Berdasarkan uji statistik maka dapat diinterpretasikan : 1. Bila hasil nilai p> 0,05, artinya bahwa tidak ada hubungan lamanyaperawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. 2. Bila hasil nilai p< 0,05, artinya bahwa ada hubungan lamanya perawatan dengan status gizi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. 3.7.3 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Uji validitas dan reabilitas tidak dilakukan karena penilaian status gizi sudah menggunakan standar penilaian yang telah dibakukan secara nasional. Sedangkan instrumen lama perawatan merupakan data tunggal. 3.8
Etika Penelitian Prinsip etika dalam penelitian ini meliputi:
3.8.1Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberi lembar persetujuan untuk menjadi responden. Hal ini bertujuan agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampak yang ditimbulkan.
44 3.8.2
Anonimity (tanpa nama) Identitas responden tidak perlu dicantumkan pada lembar pengumpulan data, cukup menggunakan kode pada masing-masing lembar pengumpulan data.
3.8.3
Confidentialty (kerahasiaan) Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.
45 BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1Analisis Univariat 4.1.1 Karakteristik responden Karakteristik klien dalam penelitian ini membahas tentang jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. 4.1.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (%) Laki-laki 17 56,7 Perempuan 13 43,3 Jumlah 30 100,0 Tabel
4.1.menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
klien
mempunyai jenis kelamin laki-laki (56,7%) dan sebagian kecil mempunyai jenis kelamin perempuan (43,3%). 4.1.1.2 Karakteristik responden berdasarkan berat badan Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Berat Badan (kg) Jumlah (%) 1,5 – 1,8 5 16.7 1,9 – 2,2 15 50.0 2,3 – 2,5 10 33.3 Jumlah 30 100,0 Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai berat badan antara 1,9-2,2 kg sebanyak 15 responden (50,0%), berat badan antara 2,3 – 2,5 gr sebanyak 10 responden (33,3%) dan
46 paling sedikit mempunyai berat badan antara 1,5-1,8 kg sebanyak 5 responden (16,7%), adapun rata-rata berat badan responden 2,10 kg dengan berat badan terendah 1,5 kg dan tertinggi adalah 2,5 kg. 4.1.1.3 Karakteristik responden berdasarkan tinggi badan Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Tinggi Badan Tinggi Badan (cm) 38 - 40 41 - 43 44 - 46 Jumlah
Jumlah 14 11 5 30
(%) 46.6 36.7 16.7 100,0
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai tinggi badan antara 38-40 cm sebanyak 14 responden (46,6%), tinggi badan antara 41-43 cm sebanyak 11 responden (36,7%) dan paling sedikit responden yang mempunyai tinggi badan antara 44-46 cm sebanyak sebanyak 5 responden (16,7%), adapun rata-rata tinggi badan responden adalah 41,07 cm dengan tinggi badan terendah 38 cm dan tertinggi 46 cm. 4.1.2 Lama Perawatan Hasil distribusi frekuensi tentang lamanya perawatan di rumah sakit disajikan dalam tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi tentang Lamanya Perawatan Lamanya Perawatan Frekuensi Persentase (%) Cepat/Pendek 17 56,7 13 43,3 Lama/Panjang Jumlah Sumber: Data primer yang diolah, 2015.
30
100,0
47 Distribusi data tentang lamanya perawatan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar mempunyai lama perawatan bayi di rumah sakit yaitu tergolong cepat/pendek yaitu sebanyak 17 orang (69,2%), sedangkan lama perawatan yang dimiliki BBLR paling lama/panjang yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). 4.1.3 Status Gizi Hasil distribusi frekuensi tentang status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dapat disajikan dalam tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi tentang Status Gizi Bayi Status Gizi Bayi Frekuensi Persentase (%) Kurang 30 100,0 Baik 0 0,0 Jumlah 30 100,0 Sumber: Data primer yang diolah, 2015. Distribusi data tentang status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri semuanya mempunyai status gizi kurang (100,0%). 4.2Analisis Bivariat Penelitian ini menggunakan uji korelasi rank spearman (t) untuk mengetahui hubungan lamanya perawatan dengan status gizi pada pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Berdasarkan hasil penelitian diketahui nilai korelasi Rank Spearmansebesar -0,513 dengan nilai probabilitas 0,001(p value < 0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan yang negatif antara lamanya dirawat dengan status gizi pada Bayi
48 Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, artinya bahwa semakin lama/panjang bayi tersebut dirawat maka semakin menurun status gizi yang ada pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri tersebut. Adapun sifat hubungan adalah cukup erat, karena nilai korelasi (rxy = 0,513) berada diantara 0,51 - 0,75.
49 BAB V PEMBAHASAN
5.1Hasil Analisis Univariat 5.1.1
Karakteristik Responden
5.1.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar bayi dengan BBLR yang menjalani perawatan di
Ruang Perinatologi RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri mempunyai jenis kelamin laki-laki (56,7%) dan sebagian kecil mempunyai jenis kelamin perempuan (43,3%). Angka kelahiran yang ada di ruang Perinatologi tersebut sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwaidah (2010) yang menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin bayi laki-laki lebih banyak dibandingkan yang perempuan baik pada kelompok inkubator (59,1%) maupun pada kelompok metode kanguru (59,1%). Jenis kelamin bayi bukan termasuk salah satu faktor yang berpengaruh terhadap bayi BBLR.Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar bayi BBLR berjenis kelamin laki-laki dapat disebabkan karena bayi yang lahir selama berlangsungnya penelitian berjenis kelamin laki-laki.Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya bayi dengan BBLR.Faktor yang berhubungan secara langsung dengan faktor ibu yaitu adanya penyakit pada ibu saat kehamilan.Faktor janin yang
50 dapat menyebabkan BBLR yaitu hidramnion, kehamilan ganda, kelainan bawaan atau kelainan kromosom dan infeksi kronis (Nelson, 2006). 5.1.1.2 Karakteristik responden berdasarkan berat badan Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai berat badan antara 1,9-2,2 kg sebanyak 15 responden (50,0%), rata-rata berat badan bayi adalah 2,19 dengan berat badan terendah 1,5 kg dan berat badan tertinggi adalah 2,5 kg. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) < 2,5 kg adalah sebesar 18,95 %. Angka BBLR ini lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan pada sasaran program Indonesia Sehat 2010 yaitu 7% (Depkes RI, 2000). Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberi gambaran tentang massa tubuh, yaitu otot dan lemak (Riyadi, 2005). Menurut Gibson (2007) berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral tulang didalam tubuh, tetapi tidak dapat menggambarkan perubahan yang terjadi pada keempat komponen tersebut.Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya malnutrisi akut dan digunakan secara luas untuk menilai Kekurangan Energi Protein (KEP) dan gizi lebih. Bayi dengan berat lahir yang normal terbukti mempunyai kualitas fisik, intelegensia maupun mental yang lebih baik dibanding bayi dengan berat lahir kurang, sebaliknya bayi dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram) akan mengalami hambatan perkembangan dan kemunduran pada fungsi intelektualnya. karena bayi BBLR memiliki berat otak yang lebih rendah, menunjukkan
51 defisit sel-sel otak sebanyak 8-14 % dari normal, yang merupakan pertanda anak kurang cerdas dari seharusnya (Mutalazimah, 2007). Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Rahmadhani
(2014)
menerangkan bahwa normalnya berat badan (BB) bayi baru lahir harus mencapai 2.500 gram.Tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.Sebab kalau terlalu kecil, dikhawatirkan organ tubuhnya tidak dapat tumbuh sempurna sehingga dapat membahayakan bayi sendiri.Sebaliknya, terlalu besar juga ditakutkan sulit lahir dengan jalan normal dan meskipun lewat operasi sesar. Menurut Shelov (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan lahir yaitu : lama kehamilan sebelum persalinan, ukuran orang tua, komplikasi selama kehamilan, nutrisi selama kehamilan, ibu merokok atau minum-minuman beralkohol atau menggunakan obat terlarang selama kehamilan. 5.1.1.3 Karakteristik responden berdasarkan tinggi badan Tinggi badan antara 38 – 40 cm sebanyak 14 responden (46,6%), tinggi badan antara 41 – 43 cm sebanyak 11 responden (36,7%) dan tinggi badan antara 44 – 46 cm sebanyak 5 responden (16,7%). Ratarata tinggi badan bayi adalah 41,07 cm dengan tinggi badan terendah 38 cm dan tinggi badan tertinggi adalah 46 cm. Tinggi badan ini dapat digunakan untuk mengukur status gizi bayi. Dengan indeks tunggal TB/BB atau BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi masa kini, dan biasanya digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Karena indeks ini dapat menggambarkan proporsi
52 BB relatif terhadap TB, maka indek ini merupakan indikator kekurusan atau yang lebih dikenal dengan wasting. Indeks ini digunakan untuk mengevaluasi dampak gizi dan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek (Suparyanto, 2013). 5.1.2Lamanya Dirawat Hasil penelitian diketahui distribusi data tentang lamanya perawatan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar tergolong cepat/pendek yaitu sebanyak 17 orang (69,2%), sedangkan lama perawatan yang dimiliki BBLR paling lama/panjang yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). Sebagian bayi yang dirawat tergolong lama ini disebabkan karena pasien yang masuk kebetulan menjelang hari minggu atau hari libur. Hal ini bagi bayi yang masuk rumah sakit menjelang hari minggu akan memperpanjang lama hari rawat, karena kesibukan menjelang hari libur dimana pemeriksaan oleh dokter dan pemeriksaan penunjang diundur sampai hari kerja biasa dimana pegawai rumah sakit bagian tertentu sudah bekerja seperti biasa. Perpanjangan lama hari rawat juga terjadi apabila pasien masuk di luar jam kerja rumah sakit atau saat terjadi pergantian jaga. Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Barbawa J (2008), bahwa perpanjangan lama hari rawat terjadi karena adanya perpanjangan dari lama hari rawat pra bedah, yang akan berdampak pada perpanjangan jumlah keseluruhan lama hari rawat. Lama hari rawat merupakan salah satu indikator mutu pelayanan medis yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien (quality of patient
53 care). Lamanya hari perawatan di rumah sakit bagi BBLR menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu periode perawatan. Satuan untuk lama rawat adalah hari, sedangkan cara menghitung lama rawat adalah dengan menghitung selisih antara tanggal pulang (keluar dari rumah sakit, baik hidup ataupun meninggal) dengan tanggal masuk rumah sakit. Umumnya data tersebut tercantum dalam formulir ringkasan masuk dan keluar di Rekam Medik (Barbara J., 2006). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indradi (2008) yang menyatakan bahwa lama rawatan merupakan salah satu bagian dari manajemen Rumah Sakit yang menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode perawatan terhadap berbagai penyakit yang diderita oleh pasien. Adapun satuan yang digunakan dalam lama rawatan yaitu “hari”. Lama perawatan dapat diketahui dari status gizi pasien terutama pada balita, dan adanya perubahan terhadap penyembuhan penyakit yang diderita. 5.1.3Status Gizi BBLR Hasil penelitian diketahui bahwa distribusi data tentang status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri semuanya mempunyai status gizi kurang. Dilihat dari rata-rata berat badan bayi adalah 2,109 kg dengan berat badan terendah 1,5 kg dan berat badan tertinggi adalah 2,5 kg. Menurut pengamatan peneliti diketahui bahwa di ruang Perinatologi ini memang dikhususkan bagi pasien atau bayi yang mempunyai kelahiran dengan berat
54 badan lahir rendah, sehingga orientasi rumah sakit adalah menyediakan ruang khusus dalam perawatannya. Menurut Proverawati (2010), bahwa status gizi bayi merupakan keadaan gizi pada bayi yang dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur dan panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan.Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, maka disebut gizi baik. Gizi sedikit di bawah standar, maka disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar maka disebut gizi buruk. Status
gizi
bayi
dipengaruhi
oleh
banyak
faktor.Dalam
pengklasifikasiannya, status gizi dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik.Yang termasuk dalam faktor instrinsik adalah genetik, hormon, kehidupan intrauterine, sedangkan yang termasuk dalam faktor ekstrinsik adalah asupan gizi, morbiditas, pola makan, pengetahuan ibu dan pengaruh lingkungan.Oleh karena itu, faktor-faktor ini harus diperhatikan dalam melakukan perbaikan status gizi bayi.Bukan dari hanya asupan gizi saja, tetapi faktor-faktor lain seperti pola makan dan morbiditas perlu diperhatikan (Pudjiadi S, dkk. 2010). Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2012), yang meneliti tentang faktor-faktor resiko kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di RSUP dr. Kariadi Semarang, hasil penelitian menjelaskan bahwa sebagian besar balita dengan gizi buruk sebanyak 64,1%, dan faktor yang paling dominan terhadap terjadinya gizi buruk adalah penyakit penyerta pada balita.
55 5.2 Hasil Analisis Bivariat Hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang negatif antara lamanya dirawat dengan status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, artinya bahwa semakin lama/panjang bayi tersebut dirawat maka semakin menurun status gizi yang ada pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri tersebut (p-value = 0,001). Adapun sifat hubungan adalah cukup erat, karena nilai korelasi (rxy = 0,513) berada diantara 0,51 - 0,75. Menurut hasil observasi juga diketahui bahwa lamanya hari rawat yang terjadi pada bayi yang menjalani perawatan di ruang Perinatologi ratarata 5-8 hari, namun juga ada lebih dari 5 hari dan lebih lama sampai 20 hari karena faktor berat badan yang rendah sekali dengan tinggi badan juga tidak normal, dengan berat badan yang minim yaitu rata-rata berat badan bayi adalah 2,19 kg dengan berat badan terendah 1,5 kg dan berat badan tertinggi adalah 2,5 kg. Penemuan di lapangan diketahui bahwa dari 30 bayi yang diamati terdapat bayi yang mempunyai berat badan antara 1,5-1,8 kg sebanyak 5 responden (16,7%), dari kelima bayi tersebut ternyata mempunyai lama rawat tergolong lama/panjang perawatannya. Lamanya hari rawat di rumah sakit bagi bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) akan berdampak pada status gizi bayi. Bayi dengan berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang, sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. BBLR adalah
56 salah satu akibat dari ibu hamil yang menderita energi kronis (KEK) (Depkes RI, 2010). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR antara lain kurangnya gizi pada ibu hamil, ibu hamil perokok, ibu hamil pekerja berat, sosial ekonomi rendah dan faktor janin (Prawirohardjo, 2008). Joeharno (2008), menambahkan bahwa BBLR juga dapat terjadi pada ibu dengan paritas tinggi.Ibu dengan paritas tinggi berisiko (50%) melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah.BBLR merupakan masalah kesehatan yang cukup menonjol di Indonesia, karena pada bayi BBLR mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, berdampak pada perawatan yang lama di rumah sakit. Selain itu, lamanya perawatan bayi BBLR di rumah sakit juga dipengaruhi oleh faktor tenaga dokter yang menangani pasien cukup berperan dalam menentukan memanjangnya lama hari rawat, dimana perbedaan ketrampilan antar dokter akan mempengaruhi kinerja dalam penanganan kasus, juga waktu memutuskan untuk melakukan tindakan (Lacy, Antonio M, 2008). Sebagaimana diutarakan oleh Prawirohardjo (2008), bahwa faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya BBLR antara lain kurangnya gizi pada ibu hamil, ibu hamil perokok, ibu hamil pekerjaberat, sosial ekonomi rendah dan faktor janin. Joeharno (2008) menambahkan bahwa BBLR juga dapat terjadi pada ibu dengan paritas tinggi.Ibu dengan paritas tinggi berisiko (50%) melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah.BBLR merupakan masalah kesehatan yang cukup menonjol di Indonesia, karena pada bayi BBLR mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
57 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eddyman (2011) yang meneliti tentang hubungan status gizi ibu berdasarkan ukuran lingkar atas (LILA) dengan berat badan lahir bayi, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi ibu berdasarkan ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dengan berat badan lahir bayi. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulidiyah, dkk (2012) yang meneliti tentang hubungan Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Kadar Hemoglobin (Hb) dengan Berat Bayi Lahir, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan antara LILA dan kadar Hb dengan berat bayi lahir ditunjukkan melalui uji chi square dengan nilai p-value 0,001 dan < 0,05.
58 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
6.1.1 Sebagian besar responden mempunyai lama perawatan bayi di rumah sakit tergolong cepat/pendek. 6.1.2 Status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) semuanya mempunyaistatus gizi kurang. 6.1.3 Terdapat hubungan signifikan lamanya dirawat dengan status gizi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri (rxty = -0,513; p-value = 0,001). Adapun sifat hubungan tergolong cukup erat. 6.1.4 Dilihat dari karakteristik responden diketahui : sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin laki-laki (56,7%), umur kurang dari 5 hari sebanyak 12 responden (40,0%), berat badan antara 1,9-2,2 kg sebanyak 15 responden (50,0%), dan tinggi badan antara 38-40 cm sebanyak 14 responden (46,6%). 6.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa saran :
59 6.2.1 Bagi Rumah Sakit Diharapkan untuk rumah sakit maupun tenaga kesehatan lain lebih meningkatkan pelayanan kesehatan baik berupa pemeriksaan kehamilan dan penyuluhan tentang gizi sehingga kejadian BBLR dan anemia dapat diatasi sejak dini sehingga lamanya perawatan di rumah sakit juga dapat dipecepat. 6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat mempergunakan sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan dalam menyusun panduan perkuliahan terutama yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak agar di kemudian hari tidak terjadi adanya BBLR dan perawatan bayi yang lama di rumah sakit. 6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor yang mempengaruhi status gizi bagi BBLR tidak hanya lamanya perawatan di rumah sakit misalnya pengetahuan ibu dan lingkungan, serta meneliti cakupan sampel yang lebih luas. 6.2.4 Bagi Peneliti Bagi peneliti dapat menerapkan teori ke dalam kegiatan nyata di lapangan terutama penerapan metode penelitian berkaitan dengan lamanya hari perawatan bayi yang dirawat di rumah sakit dengan status gizi bayi BBLR.
60 DAFTAR PUSTAKA Almatsier. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Amalita. 2011. Faktor Resiko Kejadian Bayi Terlahir Rendah. Afif, Ahmad. 2008. Hubungan Faktor Komorbid, Usia dan Status Gizi dengan Lama Rawat Inap pada Pasien Hernia Inguinalis Lateralis Reponibilis yang Dioperasi Herniorepair Tanpa Mesh di RS PKU Muhammadiyah Surakarta Periode 2005 – 2007. Anggraini, Dian. 2008. Perbandingan Kepuasan Pasien Gakindan Pasien Umum di Unit Rawat Inap RSUD Budi Asih Tahun 2008. FKMUI. Adriani, Elvi Rhida. 2008. Pengaruh Persepsi Tentang Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Peserta Askeskin Rawat Inap Di RSU dr. Pirngadi Medan Tahun 2006. Barbara J, Billie F., Brahm Pendit. 2006. Buku Ajar Perawatan Perioperatif. Volume 2. Praktik. Cetakan I. . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Budiningsari , Dwi R., 2004. Pengaruh Perubahan Status Gizi Pasien Dewasa terhadap Lama Rawat Inap dan Biaya Rumah Sakit. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. i-lib.ugm.ac.id/jurnal. Chriswardani S. 2006. Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Managemen Pelayanan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2005. Standar Pelayanan Minimal, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008. Standar Pelayanan Minimal, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Depkes RI. 2013. Hasil RISKESDAS Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Depkes. 2014. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Semarang: Departemen Kesehatan Jawa Tengah. Dinkes Kabupaten Wonogiri. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Wonogiri. Wonogiri: Dinkes Kab. Wonogiri. Eddyman. 2011. Hubungan status gizi ibu berdasar- kan ukuran lingkar atas (LILA) dengan berat badan lahir bayi di RSUD Daya Kota Makkasar. Jurnal Alam dan Lingkungan, Vol 2 (3) Maret 2011.
Erbaydar, Akgun, at all. 2004. Estimation of increased hospital stay due to nosocomial infections in surgical patients: comparison of matched groups. Istanbul University Medical School, Çapa, Istanbul, Turkey.
61 Fakhrul, Razi. 2011. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perawat terhadap Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUD Kota Langsa Tahun 2011. Tesis (tidak dipublikasikan). Jakarta: UI. Herman C., Karolak W.,at all. 2009. Predicting Prolonged Intensive Care Unit Length of Stay in Patients Undergoing Coronary Artery Bypass Surgery Development of An Entirely Preoperative Scorecard. Current Opinion in Critical Care. Heryati. 2008. Peranan Rehabilitasi Medik dalam Menurunkan Lama Hari Rawat (LOS). Diambil pada tanggal 25 Juni 2015, dari http://www.kalbe.co.id/ files/cdk/files/22_RehabilitasiMedikdlmLamaRawat91.pdf/22_Rehabilita si MedikdlmLamaRawat91.htm Indradi, Rano. 2007. Antara Lama Rawat dan Hari Perawatan. 23 Juni 2015, diunduh dari www.ranocenter.net Imbalo S Pohan. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Dasar–Dasar Pengertian dan Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cetakan I, Jakarta. Istianty dan Rusilanti. 2014. Gizi Terapan. Jakarta: Rosda Karya. Jayant D, Phalke DB, Bangal BV, Peeyuusha D, Sushen B. 2011. Maternal risk factor for low birth weight neonates: a hospital based case-control study in rural area of Western Maharshtra, India. Natl J Community Med. Joeharno, Zaenab, R.,. 2008. Beberapa Faktor Risiko Kejadian BBLR di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon Periode Januari-Desember Tahun 2006. Available From: file://localhost/G:/berat-badan-lahir-rendah-bblr.html [Accesed 19 Februari 2015]. Kemenkes RI, 2013. Riskesdas tahun 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan Repuiblik Indonesia. Maulidiyah, Afif & Ardiani Sulistiani. 2012. Hubungan Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Kadar Hemoglobin (Hb) dengan Berat Bayi Lahir. Jurnal Kebidanan, Vol. IV, No. 01, Juni 2012. Boyolali: STIEKS Estu Multo. Notoadmodjo. S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta ; Rineka Cipta. Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nyoman, I. 2010. Keseimbangan Gizi Dalam Tubuh . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
62 Prawirohardjo. 2008. Buku Saku Obsteteri dan Ginekologi. Edisi 9. Cetakan I. Jakarta: Penerbit EGC. Proverawati, A dan Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika. Pudjiadi S, dkk. 2010. Ilmu Gizi Klinik pada Anak. Jakarta: BP FK UI. Rahmawati. 2006. Status gizi dan perkembangan anak usia dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri [skripsi/Tidak dipublikasikan]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Solekhah, Fema B. 2009. Mutu Pelayanan Kesehatan, Perspektif Internasional. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Surasmi, Asrining dkk. 2005. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: Buku Kedokteran ECG. Soegiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suhardjo. 2008. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Tinjauan Praktek. Jakarta: Rine Cipta. Supariasa, dkk. 2014. Pengukuran Antropometri Tubuh. Jakarta: Rineka Cipta. Soekirman, 2010. Pedoman Pengukuran Index Masa Tubuh, Jakarta: Buku Pedoman Kedokteran, ECG.