Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI PTLR BATAN M. Cecep Cepi Hikmat, L. Kwin Pudjiastuti., Arie Budiarti Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI PTLR BATAN. Telah dilakukan kajian diri terhadap penerapan budaya keselamatan di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) BATAN Serpong dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang penerapan budaya keselamatan sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh manajemen PTLR, dan untuk mengetahui tingkat tahapan pengembangan budaya keselamatan yang telah dikembangankan dalam kegiatan pengelolaan limbah radioaktif. Sampel diambil secara Proportional Random Sampling terhadap bidang/unit di PTLR yaitu pada tingkat manajer, peneliti dan teknisi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, data yang terkumpul diolah dengan menggunakan skala linkert. Materi pertanyaan didasari pada TECDOC IAEA No.1329 yang terbagi dalam 17 karakteristik budaya keselamatan. Hasil kajian menunjukkan bahwa karakteristik pada tingkat artefak yaitu hubungan antara manajer dengan staf dengan skor 241 yang merupakan suatu kelemahan. Skor 296 untuk karakteristik kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur yang merupakan suatu kekuatan. Karakteristik pada tingkat asumsi mendasar yaitu pandangan terhadap keselamatan memperoleh skor 325. Skor rata-rata dari 17 karakteristik budaya keselamatan tersebut adalah 278. Dapat disimpulkan bahwa kinerja budaya keselamatan dalam manajemen organisasi masih pada tahap pertama, yaitu masalah keselamatan masih berdasarkan pemenuhan peraturan, sehingga diperlukan langkahlangkah kongkrit yang konstruktif untuk menyempurnakan budaya keselamatan yang terus menerus. ABSTRACT DEVELOPMENT and APPLYING of SAFETY CULTURE of RADIOACTIVE WASTE MANAGEMENT IN RADIOACTIVE WASTE TECHNOLOGY CENTRE (RWTC)- NATIONAL NUCLEAR ENERGY AGENCY. Have been done to apply of safety culture in RWTC Serpong as a mean to get the information about safety culture applying of knowable weakness and strength owned by management RWTC, and to know the safety culture developmented step level in activity of radioactive waste management. Sample were taken based on Proportional Random Sampling to departments in RWTC that is manager, researcher and technician. Data were collected by using a questionaire and a linkert scale was used to processing the data. The quesions were based on IAEA TECDOC No. 1329 and devided into 17 characteristics of safety culture. Assesment result shows that characteristic of artefact level is relationship between managers and staff (researchers and technicians) which have score 241 representing weakness. The score of 296 for the characteristic of compliance to regulation and procedure representing strength.. The Characteristic of elementary assumption level that is view to safety obtain the score of 325. Average score of 17 characteristics of safety culture is 278. Based on analisys result, it could be concluded that safety culture performance in organizational management still on first stage, that is safety problem still pursuant to regulation accomplishment, so that needed a constructive concrete steps to complete the continuous safety culture.
Kegiatan pengoperasian IPLR tidak dapat dipungkiri akan timbulnya penerimaan dosis radiasi pada pekerja. Untuk menjamin bahwa kegiatan nuklir aman dan terkendali, maka diperlukan sistem proteksi radiasi yang sesuai dengan jenis kegiatan, yang direncanakan secara hati-hati dan mengacu pada regulasi yang telah ditetapkan baik secara nasional maupun internasional seperti rekomendasi maupun dokumen teknis IAEA, peraturan BAPETEN serta budaya keselamatan baik ditingkat individu maupun organisasi.
PENDAHULUAN Tinjauan terhadap kecelakaan nuklir menunjukan bahwa masalah budaya keselamatan sanga berperan penting baik di negara-negara maju maupun Negara-negera berkembang. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) merupakan salah satu unit di BATAN yang bertugas melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif dalam rangka mendukung pengembangan industri nuklir dan aplikasi IPTEK nuklir dalam berbagai bidang pembangunan. PTLR juga merupakan pelaksana pengelolaan limbah radioaktif dari seluruh wilayah Indonesia.
191
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran diatur pula mengenai budaya keselamatan yaitu sifat dan sikap dalam organisasi dan individu yang menekankan pentingnya keselamatan. Oleh karena itu, budaya keselamatan mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama dan bertanggungjawab.
merupakan konsep kompleks yang harus dianalisis pada setiap tingkatannya sebelum dapat dimengerti. Dengan analisis seperti ini maka dapat dinyatakan bahwa budaya tersebut kuat atau lemah lemah [1]. Terdapat beberapa definisi keselamatan, secara sederhana keselamatan didefinisikan sebagai ke-tidak-ada-an bahaya. Hal ini disebutkan pula dalam ensiklopedi Amerika yang menyatakan bahwa ” safety is the satte of condition of freedom from danger and risk. Dari sisi teknik keselamatan bisa dicapai melalui penguasaan teknologi [2].
Beberapa sifat umum budaya keselamatan yang dapat diterapkan pada semua kegiatan yaitu kesadaran individu, pengetahuan dan kompetensi, komitmen terhadap pentingnya budaya keselamatan, motivasi, pengawasan dan tanggungjawab. Adanya budaya keselamatan di tempat kerja dapat dilihat dari pola pikir, pola sikap dan pola tindak personil terhadap hal-hal yang terkait dengan keselamatan. Keselamatan yang tinggi akan tercapai bila para personil dalam instalasi tersebut menerapkan budaya keselamatan.
Setiap organisasi memiliki persepsi yang bervariasi terhadap konsep-konsep budaya keselamatan, dan perlu tindakan positif untuk mempengaruhi pemahaman tesebut. ”Budaya keselamatan adalah gabungan karakteristik dan sikap yang terbentuk dalam organisasi dan individu yang menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama dan mempertimbangkannya sesuai dengan arti pentingnya, definisi lain, yaitu, ”Budaya keselamatan yang baik dalam instalasi nuklir adalah refleksi dari tata nilai yang terdapat dalam semua tingkatan dalam organisasi dan didasarkan pada keyakinan bahwa keselamatan adalah penting dan menjadi tanggung jawab semua orang [3].
Dalam memahami budaya keselamatan diperlukan pendekatan dan pemahaman tentang konsep budaya. Menurut Edgar Schein ”Budaya adalah pola asumsi mendasar yang ditemukan, diperoleh, atau dikembangkan oleh sekelompok orang sebagai hasil dari proses belajar untuk menyelesaikan masalah adaptasi eksternal (bagaimana untuk bertahan hidup) dan integrasi internal (bagaimana untuk hidup bersama), yang tersusun dari waktu ke waktu dan diwariskan dari generasi ke generasi. Definisi ini memuat karakteristik atau sifatsifat kunci dari budaya, dalam bentuk tingkatan, mulai yang tampak dan dapat dirasakan hingga pada tingkat yang tidak diucapkan dan dapat dilihat. Dengan pengertian seperti tersebut di atas, budaya
Tingkatan Artefak : - Objek - Bahasa - Ritual - Perilaku Tata Nilai :
Asumsi-asumsi dasar :
ISSN 1410-6086
Untuk mengerti budaya keselamatan secara menyeluruh, terlebih dahulu perlu diidentifikasi artefak, tata nilai yang dianut dan asumsi mendasar yang membentuk konsep budaya keselamatan. Artefak yang paling mudah diamanti, tetap paling sulit untuk ditafsirkan maknanya. Pengetahuan tentang tata nilai akan membantu dalam mengerti maknanya, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan apabila asumsi mendasar telah dimengerti, sehingga makna komponen pada tingkat artepak akan lebih jelas. Contoh
Penyataan kebijakan keselamatan. Kecelakanaan yang tidak menumbilkan kerugian signifikan Pemberian penghargaan keselamatan. Penggunaan alat keselamatan. Keselamatan adalah prioritas utama Tidak ada toleransi terhadap penurunan kualitas keselamatan Lingkunan kerja yang sehat Kesalahan adalah kesempatan untuk belajar. Kecelakaan disebabkan oleh kecerobohan Keselamatan dapat selalu ditingkatkan Kecelakaan pada dasranya dapat dihindari
192
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Model tiga tingkatan budaya menurut IAEA TECDOC 1329 dibagi tiga mulai dari sesuatu yang tampak jelas secara visual hingga sesuatu yang tidak diucapkan dan tidak dapat dilihat.
ISSN 1410-6086
PTLR, dan untuk mengetahui pada posisi dimana tingkat tahapan pengembangan budaya keeselamatan yang telah dikembangankan. Dari data yang diperoleh dapatlah dijadikan evaluasi untuk meningkatkan kesadaran budaya keselamatan yang merupakan dasar untuk penyempurnaan dan untuk memantau efek perubahan atau penyempurnaan dalam periode waktu yang lebih panjang.
Semua organisasi yang terlibat dalam kegiatan nuklir memiliki perhatian yang sama terhadap pemeliharan dan peningkatan keselamatan. Tetapi ada keragaman mendasar yang diperlukan untuk mempengaruhi secara positif. Keragaman ini dapat mencerminkan perbedaan tingkat kesadaran dalam organisasi teknis yang komplek terhadap dampak keselamatan, perilaku dan sifat manusia. Menurut TECDOC IAEA No. 1329, ada tiga tahapan dalam pengembangan budaya keselamatan, yaitu:
METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan di PTLRBatan Serpong pada bulan Oktober hingga Desember 2008. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber dan digunakan untuk menunjang informasi yang diperlukan dalam kajian.
Tahap 1 : Keselamatan berdasar peraturan (Compliance)
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai PTLR yang bertugas dalam kegiatan pengelolaan limbah radioaktif baik manajer maupun staf (peneliti/fungsional/teknisi). Populasi dalam penelitian ini sebesar 130 personil. Jumlah sampel personil didapatkan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut [4]:
Pada tahapan ini, keselamatan hanya dipandang sebagai persyaratan eksternal. Kesadaran terhadap aspek kinerja keselamatan sangat rendah dan keselamatan hanya dipandang sebagai masalah teknis. Tahap 2 : Keselamatan menjadi tujuan organisasi (Performance) Pada tahapan ini, kinerja keselamatan dianggap penting walaupun tidak ada tekanan dari pihak pengawas. Kesadaran terhadap aspek keselamatan sangat tinggi sehingga keselamatan dijadikan prioritas dalam setiap kegiatan kerja. Kinerja keselamatan dilakukan untuk mencapai sasaran & tujuan organisasi.
N n = --------------( N*e2)+1
n N e
Tahap 3 : Keselamatan Selalu Ditingkatkan (Learning Organization)
= Jumlah sampel yang diambil = Jumlah populasi = prosentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
Nilai presisi yang diambil dalam penelitian ini adalah 95 % berarti e = 5 %. Dari rumus tersebut didapatkan jumlah sampel yang harus diambil minimal 98 personil. Jumlah kuesioner yang disebar adalah 98 eksemplar. Sampel disebar ke semua Bidang dan Unit di PTLR yaitu Bidang Pengolahan Limbah (BPL) , Bidang Keselamatan dan Lingkungan (BKL), Bidang Operasi dan Sarana Penunjang (BOSP), Bidang Radioekologi Kelautan (BRK), Bidang Teknologi Penyimpanan Lestari (BTPL), Bidang Teknologi Pengolahan Limbah, Dekontaminasi dan Dekomisioning (BTPLDD), Unit Jaminan Mutu (UJM), dan Unit Pengamanan Nuklir (UPN).
Pada tahap ini, manajemen organisasi sudah menerapkan gagasan terus menerus untuk meningkatkan kinerja keselamatan. Manajemen organisasi yang sudah sampai pada tahap ini tercermin dengan adanya penekanan kuat terhadap komunikasi, pelatihan, gaya kepemimpinan, dan meningkatkan effisiensi & efektifitas setiap personil dalam organisasi. TUJUAN PENELITIAN Pengkajian budaya keselamatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penerapan budaya keselamatan sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh manajemen
193
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Apabila dibuat secara kontinum maka terlihat sebagai berikut :
Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan Proportional Random Sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak dari populasi, jumlah sampel dibagi secara proporsional sesuai dengan segmentasinya. Sehingga setiap bidang/unit di PTLR atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel dengan jumlah yang proporsional.
Dengan demikian maka semua karakteristik mendapat skor dengan rentang antara 97 sampai 485. Skor untuk setiap indikator diperoleh dari jumlah personil yang memilih dikalikan dengan skala likert sedangkan skor total untuk setiap karakteristik diperoleh dari jumlah rata-rata skor masing-masing indikator.
Metode Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk memperoleh data adalah menggunakan kuesioner tertutup yaitu menggunakan daftar pertanyaan kepada pihak – pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan metode pengamatan/observasi.. - Bentuk Kuesioner Bentuk kuesioner yang diberikan kepada responden terdiri dari 17 karakteristik budaya keselamatan dengan 68 pertanyaan yang diadopsi dari TECDOC IAEA No.1329. - Jawaban dari Kuesioner Jawaban Kuesioner bersifat tertutup, yaitu responden memilih 5 alternatif jawaban yang ada.
Dalam penentuan posisi tahapan dalam pengembangan budaya keselamatan menurut Nudia B. dalam Kajian Diri Terhadap Budaya Keselamatandi IRM – PTBN BATAN bahwa skor untuk setiap tahap adalah tahap 1 (0 - 5,5) ; tahap II (5,5 – 8) dan tahap III (8 - 10). Dari data tersebut bahwa skor terendah adalah nol dan tertinggi adalah 10. Apabila skor tersebut dikonversi terhadap skor dalam penelitian ini maka akan didapatkan skor sebagai berikut : tahap 1 (0 - 310) ; tahap II (310 – 407) dan tahap III (407 - 485). Apabila dibuat secara kontinum maka terlihat sebagai berikut :
Metode Analisis Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis dalam kajian ini menggambarkan analisis deskriptif atas jawaban yang diberikan untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis ini digambarkan untuk menguraikan tentang karakteristik dari suatu keadaan dari obyek yang diteliti. Responden dalam penelitian ini diambil sebanyak 98 orang, yaitu personil yang terlibat langsung dalam pengelolaan limbah radioaktif yang mencakup manajer maupun staf biasa. Jumlah kuesioner yang disebar adalah 98 eksemplar dengan tingkat pengembalian 99 %, sehingga kuesioner yang kembali adalah 97 eksemplar.
Dengan menggunakan skala likert, setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut : 5 : kategori sangat baik 4 : kategori baik 3 : kategori cukup 2 : kategori kurang 1 : kategori sangat kurang Jumlah skor ideal untuk setiap item karakteristik diperoleh dari perkalian antara skala likert dengan jumlah responden, dengan perhitungan sebagai berikut :[5] • •
Hasil dari survei kemudian dievaluasi guna mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari penerapan budaya keselamatan di PTLR. Hasil dari survei dapat dijadikan sebagai dasar untuk pembuatan rencana penyempurnaan dan peningkatan budaya keselamatan di PTLR.
Jumlah skor tertinggi Æ 5 * 97 = 485 (Sangat Baik/SB) Jumlah skor terendah Æ 1 * 97 = 97 (Sangat Kurang/SK)
194
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Pengolahan data hasil survei dituangkan dalam bentuk skor seperti yang terlihat pada Tabel 1.
melaksanakan tugasnya telah mematuhi prosedur atau peraturan keselamatan baik dalam kondisi operasi proses ataupun dalam proses pemeliharaan/perawatan/keadaan normal. Hal ini merupakan kekuatan yang dimiliki oleh PTLR dalam penerapan budaya keselamatan.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa penerapan budaya keselamatan di PTLR secara keseluruhan masih berada pada tingkatan cukup, namun sebenarnya tingkatan ini tidak pantas di sandang oleh instalasi yang mengelola limbah radioaktif dari seluruh wilayah Indonesia. Karena dalam pengelolaan limbah radioaktif risiko yang dapat timbul cukup besar, yang dapat menyebabkan kecelakaan baik secara internal maupun eksternal.
Namun data tersebut sedikit bertolak belakang dengan kenyataan sebenarnya di lapangan, karena dari hasil observasi di lapangan terutama dalam proses pengelolaan limbah radioaktif masih banyak personil yang melanggar aturan-aturan/prosedur-prosedur yang berhubungan dengan keselamatan, misalnya banyak personil yang bergelantungan di kendaraan forklip yang sedang berjalan atau penggunaan shoe cover tidak pada tepatnya atau membuang shoe cover habis pakai tidak pada tempatnya dan lain-lain.
Berdasarkan data hasil survei yang diperoleh dari 97 responden, maka kekuatan yang dimiliki manajemen organisasi di PTLR pada tingkatan artefak yaitu kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur yang terletak pada daerah baik dengan skor 296 atau 61% , secara kontinum dapat dilihat sebagai berikut.
Sedangkan skor terkecil dari hasil survei ini adalah hubungan antara pemimpin dengan pegawai di PTLR dengan skor 241 atau 50 % atau berada pada range cukup. Secara kontinum dapat dilihat sebagai berikut.
Data tersebut memberikan gambaran bahwa kepatuhan personil terhadap peraturan dan prosedur di PTLR telah baik. Dari data tersebut mencerminkan bahwa personil
ISSN 1410-6086
sudah dalam
Tabel 1. Skor Karakteristik Budaya Keselamatan di PTLR No Karakteritik Budaya Keselamatan Jumlah Skor % Nilai 1 2 3 4 5 Jml I Komitmen pimpinan terhadap keselamatan 6 38 137 90 18 289 60 C II Kualitas dokumen dan prosedur 4 53 134 82 7 280 58 C III Kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur 1 35 168 86 6 296 61 B IV Staf yang cakap dan mencukupi jumlahnya 6 33 159 79 11 288 59 C V Tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas 2 44 145 86 15 292 60 C VI Motivasi dan kepuasan kerja 15 54 117 52 14 252 52 C VII Keterlibatan semua pegawai 8 47 159 41 14 268 55 C VIII Pengukuran kinerja keselamatan 7 55 146 51 9 267 55 C IX Alokasi sumber daya yang tepat 3 37 167 69 13 289 60 C X Kerja sama tim 3 40 167 67 8 285 59 C XI Penanganan konflik 8 61 138 41 8 255 53 C XII Hubungan anatara pimpinan dengan pegawai 15 66 116 40 4 241 50 C XIII Kebersihan (housekeeping) yan baik 6 56 158 40 5 264 54 C XIV Keterbukaan dan komunikasi 8 58 141 45 8 260 54 C XV Pembelajaran organisasi 8 46 151 62 1 268 55 C XVI Pandangan terhadap kesalahan yang terjadi 2 24 165 96 20 307 63 B XVII Pandangan terhadap keselamatan 1 21 138 135 30 325 67 B Rata-rata 278 B
195
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Data ini merupakan suatu kelemahan bagi manajemen PTLR yaitu pada hubungan antara manajer/pimpinan dan stafnya. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pertemuan antara pimpinan dengan pegawai atau para manajer/pimpinan kurang turun ke daerah kerja untuk berkomunikasi tentang pekerjaan yang sedang dilakukan atau bisa juga terjadi adanya perasaan segan dari staf terhadap atasannya. Beberapa kemungkinan diatas bersumber pada komunikasi antara para manajer dengan staf. Oleh karena itu maka komunikasi ini perlu dilakukan lebih sering dan periodik dan sekat-sekat antara atasan dan bawahan perlu dihilangkan supaya lebih komunikatif, konstruktif dan produktif.
ISSN 1410-6086
hasil mengikuti diklat/ training /workshop/ seminar/ lokakarya yang berhubungan dengan keselamatan ataupun dari pengalaman lainnya. Pandangan yang telah baik ini diharapkan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari di insatalasi nuklir baik dalam kondisi proses/operasi maupun dalam keadaan normal. Nilai rata-rata kuesioner dari 17 karakteristik budaya keselamatan tersebut adalah 278. Secara kontinum dapat dilihat sebagai berikut.
Pada tingkatan asumsi mendasar pandangan terhadap keselamatan di PTLR terletak pada daerah baik dengan skor 325 atau 67 %, secara kontinum dapat dilihat sebagai berikut.
Data tersebut memperlihatkan bahwa karyawan PTLR sudah memahami bahwa tanggung jawab terhadap keselamatan berada pada setiap karyawan dan bukan hanya berada pada para manajer dan badan pengawas. Hal ini berarti bahwa setiap personil telah memahami bahwa keselamatan harus selalu diutamakan dan ditingkatkan.
Data tersebut menggambarkan bahwa posisi manajemen organisasi dalam pengembangan budaya keselamatan masih berada pada tahap-1. Pada tahap ini menurut TECDOC IAEA 1329 bahwa suatu organisasi memandang keselamatan masih sebagai persyaratan eksternal dan bukan sebagai aspek untuk bertindak yang dapat membantu organisasi tersebut mencapai tujuan, atau dengan kata lain bahwa kinerja keselamatan dalam organisasi masih dianggap sebagai Ada sedikit peraturan (Compliance). kesadaran sifat dan sikap terhadap aspek kinerja keselamatan, namun belum ada keinginan mempertimbangkan hal tersebut untuk peningkatan kinerja.
Pandangan terhadap kecelakaan dan keselamatan yang telah baik ini diperoleh dari perjalanan yang cukup panjang baik dari
Dari Tabel 1 di atas dapat digambarkan dalam bentuk radar chart seperti terlihat pada gambar 1 di bawah :
Komitmen pimpinan terhadap keselamatan 485
Pandangan terhadap keselamatan Pandangan terhadap kesalahan yang terjadi
289 280
291
307
296
260
292
97
Tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas
252
264 Kebersihan (housekeeping) yan baik
Staf yang cakap dan mencukupi jumlahnya 288
194
268 Keterbukaan dan komunikasi
Kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur
388
325 Pembelajaran organisasi
Kualitas dokumen dan prosedur
241
268
255 285
Hubungan anatara pimpinan dengan pegawai
Motivasi dan kepuasan kerja
267 289
Penanganan konflik
Keterlibatan semua pegawai
Pengukuran kinerja keselamatan
Kerja sama tim
Alokasi sumber daya yang tepat
Data Survei Tahap 1 Tahap 2
Gambar 1. Radar chart karakteristik budaya keselamatan di PTLR
196
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
1. tekad dan dukungan manajemen yang terus-menerus terhadap program penyempurnaan. 2. menyediakan pelatihan/seminar penyegaran tentang budaya keselamatan. 3. memasukan masalah budaya keselamatan dalam program audit. 4. menjamin bahwa pegawai yang baru bergabung dengan organisasi menyadari aspek budaya keselamatan dalam perannya dalam organisasi. 5. memasukan unsur budaya keselamatan dalam kriteria pemilihan pegawai baru dan promosi pegawai. 6. menjamin bahwa sistem manajemen keselamatan pendukung budaya keselamatan dan persyaratannya bersesuaian dengan prinsip-prinsip budaya keselamatan. 7. memasukan unjuk kerja keselamatan dan unsur-unsur budaya keselamatan dalam kriteria untuk mengevaluasi pegawai khusunya para manager. 8. menyadari dan mengikuti perkembangan budaya keselamatan organisasi lain dan bertukar informasi untuk pelaksanaannya. 9. mengintegrasikan isu budaya keselamatan ke dalam proses perencanaan bisnis untuk menekankan makna konsep budaya keselamatan dalam bisnis.
Langkah-Langkah Konstruktif Dalam Penerapan/Peningkatan/Penyempurnaan Budaya Keselamatan di PTLR Setelah pengkajian budaya keselamatan dilakukan, tahapan penting berikutnya adalah mengidentifikai penyelesaian masalah yang terdeteksi pengkajian kemudian dilakukan penyempurnaan. Solusi pemasalahan harus besifat realistis terhadap kemampuan dan keadaan organisasi. Dalam proses ini keterlibatan para pegawai sangat dibutuhkan, hal ini memungkinkan untuk terjadinya diskusi tentang perlunya penyempurnaan dan memberi kesempatan kepada para pegawai agar dapat mengajukan saran praktis mengenai pencapaian tujuan penyempurnaan itu. Setelah identifikasi langkah-langkah penyempurnaan, langkah penting selanjutnya adalah menyusun prioritas langkah-langkah tersebut, mana yang didahulukan dari yang lain kemudian diintegrasikan dalam strategi penyempurnaan menyeluruh dan dilaksanakan secara konsisten. Akan lebih baik lagi jika beberapa strategi tersebut terlebih dahulu diuji coba di bagian/bidang tertentu dalam organisasi untuk memastikan hasil yang dinginkan sesuai dengan yang dharapkan jika strategi tersebut dijalankan, sehingga pada saat diterapkan pada bagian/bidang organisasi lainnya akan lebih handal.
KESIMPULAN Hasil pengkajian diri terhadap budaya keselamatan di PTLR yang dilakukan dengan metode survei terhadap personil dari tingkat manajer maupun staf dapat disimpulkan sebagai berikut:
Keberhasilan pelakanaan rencana penyempurnaan akan tercapai jika ada manfaat nyata kepada perorangan maupun kelompok terhadap perubahan yang akan terjadi. Manfaat ini bukan berupa uang, tetapi kesempatan untuk memperoleh keterampilan, meningkatkan pengakuan harga diri atau kekuatan yang lebih besar untuk pengambilan keputusan.
• Hubungan antara manajer dengan staf di PTLR merupakan karakteristik budaya keselamatan yang terendah. Oleh karena itu komunikasi antara bawahan dan atasan perlu ditingkatkan lagi sehingga terjalin hubungan kerja yang konstruktif dan produktif. • Kepatuhan personil terhadap peraturan dan prosedur kerja pada tingkatan artefak relatif cukup baik dan perlu dipertahankan atau lebih ditingkatkan lagi. • Kinerja budaya keselamatan dalam manajemen organisasi masih dalam tahap1, yaitu masalah keselamatan masih berdasarkan pemenuhan peraturan. Untuk mencapai keselamatan yang tinggi maka keselamatan harus dipertimbangkan sebagai tujuan organisasi dan kinerja
Keberhasilan ini juga akan tercapai jika ada tekad yang kuat dari manajemen di semua tingkatan terhadap program tersebut dan adanya sumber daya yang cukup untuk melaksanakannya. Untuk mencapai penyempurnaan yang terus-menerus selama waktu yang panjang, menurut TECDOC – IAEA No. 1321 terdapat beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan yaitu :
197
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
5.
keselamatan dapat senantiasa ditingkatkan. • Diperlukan langkah-langkah kongkrit yang konstruktif untuk penyempurnaan budaya keselamatan yang terus menerus.
6.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
BAPETEN, 2004, Budaya Keselamatan dalam Instalai Nuklir : Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budaya Keselamatan (terjemahan dokumen IAEA TECDOC 1329 : Safety Culture in Nuclear Installations : Guidance for Use in the Enchancement of Safety Culture). SIGIT SANTOSO, DR., 2008, Budaya Keselamatan, National Basic Professional Training Course on Nuclear Safety, PUSDIKLAT, BATAN, Jakarta BAPETEN, 2006, No. DT-0601, Panduan Penerapan dan Pengembangan Budaya Keselamatan Nuklir, Seri Dokumen Teknis. BURHAN B., 2005, “Metodologi Penelitian Kuantitatif”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
7.
8.
9.
ISSN 1410-6086
RIDUWAN, DRS, M.B.A, 2003, DasarDasar Statistik, Alfabeta, Bandung BAPETEN, 2004, Pengembangan Budaya Keselamatan dalam Kegiatan Nuklir : Saran-saran Praktis untuk Membantu Proses. (Terjemahan IAEA Safety Report Series 11 : Developing Safety Culture in Nuclear Activities: Practical Suggestions to Assist Progress). BAPETEN, 2004, Budaya Keselamatan (terjemahan dokumen IAEA Safety Report 75-INSAG-4 : Safety Culture). BAPETEN, 2002, Pengkajian Diri Budaya Keselamatan di Instalasi Nuklir : Tinjauan dan Tata Cara Pelaksanaan Yang Baik (terjemahan dokumen IAEA –TECDOC-1321 : Self-Assesment of Safety Culture in Nuclear Installations : Highlights and Good Practices) NUDIA B, Dkk, 2007, Kajian Diri Terhadap Budaya Keselamatan di IRMPTBN BATAN, Lokakarya Budaya Keselamatan, BAPETEN, Jakarta
TANYA JAWAB 1. Penanya Instansi Pertanyaan Jawab
2. Penanya Instansi Pertanyaan Jawab
: Murdahayu : PTLR-BATAN : a. Metode yang digunakan apa? b. Bagaimana cara pengumpulan data : a. Metode yang digunakan adalah metode kuisioner tertutup dengan propotional random sampling dan metoda observasi. b. Pada pengkajian ini, kuisioner disebar ke-98 personel dan setelah diisi ditarik kembali. Dari 98 kuisioner yang disebarkan, 97 kuisioner kembali menggunakan skala Linkert : Sri widayati : PTLR-BATAN : a. Metode yang digunakan apa? b. Bagaimana hasilnya dan bandingkan dengan kenyataan di lapangan. : a. Metode yang digunakan adalah metode kuisioner tertutup dengan propotional random sampling dan metoda observasi. b. ada hal yang bertolakbelakang dengan kenyataan dilapangan seperti kepatuhan personil (terhadap prosedur keselamatan memperoleh skor tertinggi pada tingkat artefak tapi dilapangan banyak penyimpangan terhadap prosedur keselamatan)
198