Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
APLIKASI TINGKAT KLIRENS DALAM PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI BATAN
Syahrir Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15310, Indonesia
ABSTRAK APLIKASI TINGKAT KLIRENS DALAM PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI BATAN. Seiring dengan perkembangan konsep klirens (clearance), BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) akan mengeluarkan ketentuan yang berkenaan dengan konsep tersebut. Hal ini akan berdampak terhadap sistem pengelolaan limbah di BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional), yakni dalam mengklasifikasikan limbah padat yang dapat dilepas ke lingkungan mengikuti aturan limbah konvensional (nonradioaktif). PTLR (Pusat Teknologi Limbah Radioaktif) merupakan institusi yang diberi tugas untuk mengelola limbah radioaktif yang ada di Indonesia termasuk yang berasal dari lingkungan BATAN. Limbah padat yang datang dari hasil pemanfaatan zat radioaktif di daerah kerja radiasi dikelompokkan dan diinventaris menurut sifat fisis, radiologik maupun dari riwayat penggunaannya. Pada dasarnya limbah ini masih bisa diklasifikasikan sebagai limbah radioaktif atau limbah bebas lepas yang konsentrasi aktivitasnya di bawah tingkat klirens. Suatu alternatif penerapan tingkat klirens disajikan untuk mengelola limbah yang datang maupun limbah lain yang sebelumnya telah tersimpan di tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif PTLR. Penerapan tingkat klirens ini mengacu pada publikasi IAEA Safety Guide RSG1.7. Teknik klirens yang diajukan meliputi penilaian (assessment), klasifikasi dan pelepasan limbah dengan penekanan pada prosedur operasi dan inventaris limbah yang ada di PTLR. Spektroskopi gamma, serta pemindaian manual dan pemantauan limbah bebas lepas memenuhi syarat untuk penilaian dan klasifikasi limbah hingga pembuangannya (disposal). Spektrometri gamma memberikan penilaian keselu ruhan konsentrasi total tiap radionuklida dalam gugus limbah yang dibandingkan terhadap batas konsentrasi yang ditetapkan untuk klirens. Sistem Pemantau Radiasi Kendaraan melaksanakan penilaian akhir atas limbah bebas lepas dari kedua proses sebelumnya.
ABSTRACT APPLICATION OF CLEARANCE LEVELS IN RADIOACTIVE WASTE MANAGEMENT IN BATAN. In line with the development of clearance, exemption and exclusion concepts, the regulatory body BAPETEN will issue decree on this concepts. The concepts affect radioactive waste management in National Nuclear Energy Agency (BATAN), i.e. in classifying free release solid waste. Radioactive Waste Management Center (PTLR) is responsible to manage radioactive waste in Indonesia which includes one generated by BATAN nuclear facilities. Incoming solid waste results from use of radioactive materials in radiation working area is segregated and registered according to its physical and radiological properties, and process knowledge. In principle, this waste can be classified as radioactive waste or free release waste with concentration activity below its clearance level. An alternative of applying clearance levels is given to manage the new incoming waste and the historical waste available in interim storage of PTLR. The application of clearance levels refers to IAEA Safety Guide RSG1.7 publication. The clearance tech nique proposed includes assessment, classification and release of solid waste from BATAN giving emphasis to operational procedures and the available waste inventories in PTLR. Gamma spectroscopy, in conjunction with manual scanning and bulk waste
305
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
consignment monitoring has fulfilled the requirements for assessment and classification of waste for free release. Gamma spectroscopy provides an overall assessment of total concentration in bulk waste against clearance levels. Vehicle Radiation Monitoring System gives a final assessment of waste released from the initial two processes.
PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan konsep klirens (clearance), terutama publikasi IAEA Safety Guide RSG1.7 [1] tentang penerapan konsep eksklusi, eksemsi dan klirens (exclusion, exemption and clearance), BAPETEN akan mengeluarkan ketentuan yang berkenaan dengan ketiga konsep tersebut. Hal ini akan berdampak terhadap sistem pengelolaan limbah di BATAN, yakni dalam mengklasifikasikan limbah padat yang dapat dilepas ke lingkungan mengikuti aturan limbah konvensional (nonradioaktif). PTLR merupakan institusi yang diberi tugas untuk mengelola limbah radioaktif yang ada di Indonesia baik yang berasal dari lingkungan BATAN sendiri maupun yang dari luar BATAN seperti pemanfaat zat radioaktif di bidang industri, kesehatan dan penelitian. Limbah radioaktif yang datang dikelola mulai dari pengumpulan limbah hingga pembuangan akhir (ultimate disposal). PTLR juga dilengkapi fasilitas dekontaminasi dan dekomisioning. Dalam kurun waktu hampir dua dekade PTLR melaksanakan tugas telah terkumpul limbah radioaktif, baik yang belum maupun yang sudah diolah, di dua gedung tempat penyimpanan sementara (interim storage). Limbah radioaktif yang yang tersimpan terentang mulai dari yang beraktivitas tinggi, seperti sumberterbungkus bekas, hingga limbah radioaktif beraktivitas atau berkonsentrasi aktivitas sangat rendah. Akan dibahas konsep klirens terkait dengan pengelolaan limbah radioaktif padat, dilanjutkan dengan proses inventaris limbah dari penghasil yang diteruskan ke PTLR. Pada dua bagian akhir akan dibahas alternatif metode penerapan tingkat klirens di Indonesia beserta kesimpulan dan saran sebagai penutup. Tingkat Klirens Klirens merupakan pembebasan sumber radiasi mengion dari skema pengawasan untuk dibuang (dispose) atau digunakan kembali (reuse). Safety Guide RS G1.7 memberikan batas nilai konsentrasi aktivitas generik tiap radionuklida yang terkandung dalam limbah yang berlaku umum untuk eksklusi, eksemsi dan klirens. Batasan generik ini untuk selanjutnya, dalam lingkup makalah ini, disebut tingkat klirens. Pengalaman menunjukkan sejumlah signifikan limbah yang dihasilkan dari penanganan zat radioaktif tergolong limbah yang dapat dikeluarkan dari klasifikasi limbah radioaktif, yakni limbah klirens. Untuk mengantisipasi dikeluarkannya peraturan tentang tingkat
306
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
klirens, disampaikan alternatif penerapan tingkat klirens di Indonesia, khususnya BATAN sebagai penghasil sekaligus pengelola limbah radioaktif hingga pembuangan akhir. Tingkat klirens untuk berbagai radionuklida diberikan pada Basic Safety Standards IAEA [2]. Ada keterbatasan jumlah limbah padat yang dibebaskan dalam standar ini, yakni tidak melebihi 3 ton. Untuk limbah yang lebih dari 3 ton dianjurkan untuk menurunkan batasan dengan faktor 10 [3]. Pada 2004, IAEA mempublikasikan tingkat klirens yang lebih ketat yang tertuang pada Safety Guide RSG1.7 [1]. Tingkatan ini hendaknya menjadi kriteria utama untuk semua limbah besar (bulky atau lebih dari 3 ton). Walaupun demikian RSG1.7 juga merekomendasikan pendekatan peralihan (graded approach), yakni bila konsentrasi aktivitas suatu material beberapa kali di atas tingkat kli rens (hingga sepuluh kali), Badan Pengawas bisa memutuskan (bahwa supaya optimum) untuk tidak menerapkan ketentuan kepada orang yang bertanggungjawab terhadap mate rial tersebut. Inventaris Limbah Radioaktif di PTLR Limbah radioaktif yang tiba di PTLR sebelum diolah mengalami proses identifikasi kandungan radionuklida, pengelompokan sesuai dengan jenis dan sifatnya, dan preparasi dan analisis kimia dan fisika. Kemudian limbah tersebut diolah sesuai dengan pengelompokkannya (evaporasi, insenerasi, kompaksi dan imobilisasi). Limbah hasil akhir olahan dikemas dalam bungkusan drum 200L atau Shell 950L. Pada limbah hasil olahan dapat diidentifikasi asal limbah, tanggal pengolahan, estimasi kandungan radionuklida, aktivitas gross (terkadang), dan laju paparan kontak serta jarak 1 m. Bungkusan tersebut disimpan di interim storage (IS) 1 dan 2. Selain itu beberapa sumber bekas beraktivitas tinggi dengan waktu paruh panjang diimobilisasi dan dikemas tersendiri dan disimpan di Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT). Sumber bekas ini tidak akan dibahas lebih lanjut. IS 1 dan 2 masingmasing berkapasitas 1500 drum 200L dan Shell 950L. Hingga tahun 2006, sekitar separuh kapasitas IS 1 dan 2 telah terisi limbah praolah dan olah. Estimasi hasil olah limbah radioaktif ratarata per tahun di luar sumberbekas aktivitas tinggi adalah 3 shell 950L, 5 shell 950L dan 15 drum 200L untuk masingmasing sementasi konsentrat, resin dan limbah padat terkompaksi. Berikut diberikan inventaris limbah olah drum dan shell yang disimpan di IS 1 dan IS 2 (Tabel 1 dan Tabel 2). Tabel 1. Limbah Hasil Olahan Dalam Shell 950L* Asal Komposisi Radionuklida 14 Reaktor riset resin bekas C, 32P, 35S, 54Mn, 56Mn, 60Co, 65Zn, 85Sr, 90Sr, 127mTc, 123m BATAN Te, 137Cs, 176mLa, Thnat, 241Am 60 PRSG, PPR Konsentrat Co, 65Zn,109Cd, 137Cs, 144Ce, 226Ra
307
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
*
Sumber: Bidang Pengolahan Limbah Radioaktif, PTLR BATAN
Tabel 2. Limbah Olah Dalam Drum 200L† Asal
Komposisi umum
Prakiraan radionuklida
Instalasi nuklir BATAN (lab Sarungtangan, kertas penelitian, produksi sotop, reaktor, tambang dll.) batuan, koral, tanah, pasir, abu, blok semen karpet keramik HEPA filter (PTLR) Rumah Sakit (Dep. jarum radium Kesehatan) terapi lab Industri (tambang, pabrik Limbah kaos lampu (bubuk) kertas, rokok, pupuk, penangkal petir tekstil dsb.) gauge
H, 32P, 45Ca, 65Zn, 75Se, 125I, I, 99Mo dsb. 90 Sr, 137Cs, Unat, Thnat 3
131
U unknown unknown 226 Ra 137 Cs, 60Co unknown Thnat, 40K 241 Am, 226Ra 85 Kr, 55Fe, 60Co, 90Sr, 137Cs, 192 Ir dsb. † Sumber: Bidang Pengolahan Limbah Radioaktif, PTLR BATAN 238
Untuk memprakirakan radioaktivitas tiap drum/ shell, pada Gambar 1 disajikan laju paparan kontak drum/shell yang diukur setelah dikemas. 250 R esin bekas Konsentrat D rum 200 L
212
Jumlah Drum/Shell
200
150 112 100
89
89
50
80
31 12
17
0 x ≤ 0.05
0.05<x≤ 0.1
7
5
1 1 0.1< x ≤1
1< x ≤10
10<x≤100
Pap aran ko ntak, m rem /jam
Gambar 1. Distribusi laju paparan kontak pada drum/shell hasil olah.
308
x >100
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Dari inventori limbah radioaktif PTLR beserta proyeksi kegiatan ke depan diperoleh gambaran sebagai berikut:
1. Tidak ada rincian data hasil pengukuran kandungan dan distribusi radionuklida limbah olah dalam drum/ shell. Bahkan beberapa kemasan tidak memiliki riwayat kandungan radionuklida sama sekali. 2. Banyak limbah praolah maupun hasil olah dengan konsentrasi aktivitas sangat rendah. 3. Data laju paparan diambil saat limbah selesai dikemas (1990 – 2005), banyak radionuklida, terutama yang berwaktu paruh pendek, meluruh secara signifikan. 4. Keberlangsungan kedatangan limbah untuk dikelola di PTLR merupakan hal yang pasti, sementara tidak ada kebijakan yang pasti dalam “mengeluarkan” lim bah dari IS 1 dan IS 2.
Teknik Klirens pada Pengelolaan Limbah Radioaktif BATAN memiliki sejumlah daerah kerja radiasi dimana semua penanganan zat radioaktif harus memenuhi ketentuan keselamatan radiasi termasuk tempat penyimpanan semen tara limbah radioaktif. Semua limbah dari daerah kerja diasumsikan radioaktif kecuali tingkat aktivitas terukur di bawah tingkat klirens. Limbah yang memenuhi batas klirens dibebaskan untuk pembuangan takterbatas (unconditional). Pada bagian ini akan diuraikan karakteristik limbah berdasarkan sifat fisis dan alat utama yang digunakan untuk menentukan profil radionuklida dalam limbah. Selanjutnya diajukan alternatif teknik klirens yang meliputi penilaian (assessment), klasifikasi dan pelepasan limbah padat dari BATAN dengan penekanan pada prosedur operasi dan inventaris limbah yang ada di PTLR. Pengelompokkan Limbah Padat Limbah padat dikelompokkan sebagai limbah lunak (misal kain, plastik, pecah belah lab), limbah keras (misal logam, kayu, residu olah limbah cair) dan limbah besar (misal struktur besar, bahan bangunan, tanah). Pengelompokan berdasar sifat fisis ini berguna untuk penanganan, pemrosesan dan penilaian (assessment). Limbah nonradioaktif dibebaskan untuk daurulang atau pembuangan. Limbah yang digolongkan radioaktif dikemas dalam drum 200L untuk penyimpanan sementara. Limbah lunak diiris dan dikompaksi ke dalam drum sedangkan limbah besar dibongkar dan dipotongpotong menjadi bagian yang lebih kecil untuk pengemasan ke dalam drum.
309
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Berdasarkan pengalaman ANSTO [4], pemberlakuan tiap gugus limbah yang memberikan laju cacah beta/ gamma lebih dari dua kali radiasi latar sebagai limbah radioaktif mengakibatkan ketidaktepatan klasifikasi limbah dengan sejumlah besar limbah untuk standar sekarang lebih sesuai untuk pembuangan takterbatas (unconditional). Spektrometri Gamma Limbah Teknik spektrometri gamma terutama berguna untuk radioaktivitas yang tidak tersebar merata pada sampel yang besar. Salah satu peralatan yang luas pemakaiannya untuk klirens adalah Canberra Q2 lowlevel waste assay sistem. Alat ini dirancang untuk memindai drum 200L berisi limbah dengan tingkat radioaktivitas sangat rendah. Drum ini berputar sambil memapari tiga detektor HPGe yan terpasang secara vertikal. Data yang masuk dianalisis melalui software dengan menggunakan kalibrasi efisiensi empirik untuk menentukan konsentrasi tiap radionuklida yang memancarkan gamma dalam drum. Sistem tersebut dilengkapi timbangan sehingga konsentrasi radionuklida dapat ditetapkan. Sistem juga dilengkapi shielding yang menyeluruh sehingga meningkatkan batas deteksi secara berarti bagi hampir semua nuklida pemancar gamma. Pada umumnya, aktivitas yang dapat dideteksi suatu radionuklida (MDA) dalam 200L drum yang diukur oleh sistem Q2 pada orde 0,01 Bq/g atau kurang. Dari pengalaman ANSTO [4], semua nuklida yang diperkirakan ada dalam drum dapat dideteksi pada konsentrasi jauh dari tingkat klirens yang bersangkutan. Sertifikasi Limbah dan Pengawasan Pelepasan Berikut diberikan tahapan klasifikasi limbah (aktif atau bebas) melalui sertifikasi beserta pengawasan pelepasannya ke lingkungan. Metode pendekatan ‘pertahanan berlapis’ dari ANSTO ini merupakan alternatif BATAN dalam menerapkan ketentuan konsep klirens dengan memperhatikan ketentuan serta kondisi pengelolaan limbah yang ada di Indonesia. Dalam metode ini dibedakan pendekatan untuk limbah yang telah ada sebelum metode ini diterapkan (limbah lama) dan limbah yang datang setelah metode klirens ini diadopsi (limbah baru). Sebelum pelepasan ke lingkungan, limbah yang datang dari berbagai pengguna harus menempuh proses penilaian (assessment) tigatahap dengan menggunakan teknik karakterisasi radiologik dan pengetahuan proses. Penilaian dan Pelepasan Limbah Baru
310
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Tahap awal penilaian limbah yang dihasilkan dari operasi seharihari dilaksanakan pada titik penghasil. Limbah diklasifikasikan sebagai limbah radioaktif (aktif) atau limbah yang sementara dapat dilepas (putih) oleh penghasil limbah berdasarkan pengetahuan proses dan pengukuran laju dosis. Limbah yang tidak menunjukkan dosis radiasi yang dapat diukur di atas radiasi latar digolongkan sebagai limbah putih, kecuali pengalaman operasi atau pengetahuan proses menunjukkan limbah tersebut diperkirakan termasuk limbah aktif. Bagi limbah yang berpotensi terkontaminasi tritium, limbah tersebut hanya diproses sebagai limbah putih bila laju cacah beta total kurang dari dua kali tingkat aktivitas latar. Hal serupa, bila ada ketidakpastian mengenai asal limbah, seperti limbah yang mengandung sumber berperisai (shielded), uranium logam, atau plutonium atau aktinida dalam bentuk apa pun, maka limbah tersebut selalu diperlakukan sebagai limbah aktif. Limbah yang digolongkan limbah aktif dikelompokkan dan diproses secara terpisah dari limbah putih untuk menghindarkan kontaminasi silang. Pada tahap kedua, limbah putih dari daerah kerja radiasi yang bisa dibebaskan dipindahkan ke tempat penyimpanan dengan aktivitas latar yang rendah. Setelah limbah disimpan selama 3 hingga 6 bulan untuk meluruhkan sejumlah radionuklida umur pendek, limbah dipindai kembali dengan menggunakan pemantau genggam (hand held monitor). Limbah yang tidak menunjukkan tingkat radioaktivitas yang dapat diukur pada tahap ini dikemas dalam drum 200L untuk penilaian selanjutnya dengan spektrometri gamma. Bila pemindaian gama tidak memungkinkan karena sifat fisis dari limbah, penilaian dapat dilakukan dengan pemantau kontaminasi atau pencacah beta/ gamma total. Drum limbah putih yang masih menunjukkan tingkatan radioaktivitas yang dapat diukur pada tahap ini dikompaksi dan disimpan di penyimpanan sementara limbah radioaktif padat. Pada fasilitas spektrometri gamma, tiap drum dicacah untuk mengukur aktivitas radionuklida yang terkandung di dalamnya. Konsentrasi radionuklida radionuklida yang terdeteksi kemudian dibandingkan dengan tingkat klirens [1] dan spektrokopis gamma yang kompeten akan mengeluarkan sertifikat klasifikasi limbah sebagai bebas lepas atau limbah radioaktif. Bila hasil penilaian menunjukkan menunjukkan keberadaan radionuklida umur pendek pada tingkatan di atas batas klirens, limbah kemudian disimpan untuk meluruh hingga siap untuk dilepaskan ke lingkungan. Drum yang akan dilepaskan untuk pembuangan dibawa ke fasilitas pemrosesan dimana isinya dituangkan ke truk pembuangan limbah atau bak angkut yang besar. Drum limbah yang tidak patut untuk pembebasan dikembalikan ke gugus limbah radioaktif, untuk diproses sebagi limbah radioaktif tingkat rendah. Penilaian ketiga atau tahap akhir dari limbah yang muncul adalah penggunaan Sistem Pemantauan Radiasi Kendaraan untuk memindai limbah yang akan diangkut
311
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
sebelum pembuangan akhir. Bila tidak ada radioaktivitas abnormal yang terdeteksi, limbah diizinkan untuk diangkut ke fasilitas pembuangan limbah yang ditunjuk. Penilaian dan Pelepasan Limbah Lama Salah satu tujuan utama dari penilaian ini adalah untuk memperoleh limbah lama menjadi limbah bebas lepas (limbah dengan konsentrasi aktivitas di bawah tingkat klirens). Limbah lama yang dimaksud disini adalah limbah yang sebelum penerapan konsep klirens sudah ada dan disimpan serta diinventaris. Pengalaman klasifikasi limbah sebelumnya dari ANSTO, yang didasarkan pada pengukuran laju cacah beta/ gamma gross, menunjukkan bahwa inventaris limbah radioaktif lama mengelompokkan limbah yang semestinya bebas lepas secara tidak tepat diidentifikasi sebagai limbah radioaktif. Selain itu, beberapa limbah yang sebelumnya digolongkan aktif dan mengandung radionuklida berumur pendek telah meluruh dalam penyimpanan ke tingkat yang layak untuk pelepasan dengan bebas. Mayoritas limbah ANSTO yang layak untuk pelepasan dengan bebas ini disimpan di LowLevel Solid Waste Store [4]. Hal serupa di BATAN, limbah padat yang belum dan sudah diolah disimpan di tempat penyimpanan sementara yang akan secara sistematik dinilai kelayakannya sebagai limbah bebas lepas. Limbah ini akan diproses melalui penilaian tigatahap dan proses klasifikasi, dengan mengunakan teknik karakterisasi radiologik dan pengetahuan proses, sebagaimana proses penilaian yang dilakukan untuk limbah baru terdahulu. Pada tahap awal penilaian, diidentifikasi limbah lama yang potensial sebagai limbah putih dengan menyelidiki inventaris limbah (pengetahuan proses dan perkiraan kuantitas radionuklida ) dan mengukur kembali laju cacah beta/ gamma gross. Juga perlu eliminasi limbah yang mengandung radionuklida yang tidak terdeteksi oleh spektrometri gamma yang digunakan (3H, 32P, 241Am, 210Pb dst.). Setelah pemeriksaan awal ini, drum drum limbah dikeluarkan dari tempat penyimpanan untuk penilaian tahap kedua. Penilaian tahap kedua melibatkan pemeriksaan fisik kemasan atau isi limbah dan karakterisasi radiologik dengan menggunakan pemantau kontaminasi genggam atau spektrometri gamma. Bagi limbah praolah, isi dan sifat fisik limbah dibandingkan dengan catatan riwayat limbah untuk mengidentifikasi dan menegaskan asal limbah. Limbah yang heterogen diperiksa radioaktivitasnya dengan menggunakan pemantau kontaminasi atau teknik pencacahan beta/ gamma total. Perlu diperhatikan untuk mengidentifikasi pemancar beta murni dan potensi keberadaan aktinida. Limbah yang dominan pada satu komposisi (contoh tanah, pasir dan puing beton) dikemas kembali ke dalam drum 200L sesudah mengeliminasi bahan yang berbeda (bungkusan plastik, perlengkapan perlindungan personal dst.) untuk analisis spektrometeri gamma. Limbah olah langsung
312
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
dianalisis dengan spektrometri gamma tanpa membuka kemasan. Klasifikasi limbah hasil analisis didasarkan kriteria klirens RSG1.7 [1] dengan penggolongan limbah bebas lepas atau limbah radioaktif. Pada akhir penilaian tahap kedua, baik limbah olah maupun praolah yang memenuhi kriteria klirens dipersiapkan untuk pembuangan. Sebagaimana perlakuan pada limbah yang baru muncul, penilaian tahap ketiga dari limbah lama melibatkan Sistem Pemantau Radiasi Kendaraan. Bak angkutan yang berisi limbah bebas lepas harus dipindai dengan sistem ini dan bila tidak ada radioaktivitas abnormal yang terdeteksi, limbah diizinkan untuk diangkut ke fasilitas pembuangan limbah yang ditunjuk. Kendali Mutu dan Keterunutan Limbah Sistem klirens limbah di BATAN harus disertifikasi sebagai bagian dari sistem jaminan mutu (JM) pengelolaan limbah radiaoktif yang tersertifikasi. Sejalan dengan sistem JM, prosedur operasi yang terinci dan petunjuk pelaksanaan yang jelas dikembangkan untuk mengatur semua segi penanganan, pengangkutan, klasifikasi dan pelepasan limbah bebas lepas. Instrumen yang digunakan dalam penilaian limbah secara rutin diperiksa, dikalibrasi dan diuji untuk maksud jaminan mutu dalam kerangka kerja pengelolaan limbah. Hasilhasil spektrometri gamma dan dokumentasi lainnya tentang pelepasan limbah untuk pembuangan takterbatas disimpan di tapak untuk maksud keterunutan (traceability). Pembuangan Akhir Setelah lepas dari ketentuan pengawasan dari segi radiologik, limbah dipisahkan dan dikemas untuk pembuangan. Sifat dan asal limbah, bahaya dan potensi non radiologik untuk daurulang atau penggunaan kembali dipertimbangkan dalam menentukan pilihan pembuangan. Sebagian besar limbah logam yang dilepaskan akan dikirim ke fasilitas daur ulang logam. Selama penilaian tahap kedua, komponen logam dibongkar menjadi bagianbagian utamanya dan dipantau dengan pemantau kontaminasi genggam untuk menjamin bahwa shielding sumber bekas atau uranium depleted tidak dilepaskan bersama dengan besi tua (metal scrap) yang ditujukan untuk daurulang. Limbah yang tidak dapat didaurulang digolongkan atas kategori limbah lembam, pejal, industri atau B3. Limbah yang diklasifikan sebagai lembam atau pejal dibuang sesuai dengan tapak pembuangan limbahnya. Limbah yang diklasifikasikan sebagai industri atau B3, karena
313
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
adanya kontaminan kimia (seperti arsenik, Pb dan Cr, kimia organik dst.) dibuang sesuai jenisnya, ke fasilitas pembuangan limbah berizin.
KESIMPULAN DAN SARAN Spektroskopi gamma, serta pemindaian manual dan pemantauan limbah siap buang memenuhi syarat untuk penilaian dan klasifikasi limbah hingga pembuangannya. Pemindaian manual menggunakan pemantau kontaminasi beta/ gamma gross mendeteksi ‘hotspot’ radioaktivitas dalam limbah. Spektrometri gamma memberikan penilaian keseluruhan konsentrasi total tiap radionuklida dalam gugus limbah dibandingkan terhadap batas konsentrasi yang ditetapkan untuk klirens. Sistem Pemantau Radiasi Kendaraan melaksanakan penilaian akhir atas limbah bebas lepas dari kedua proses sebelumnya. Penilaian tiga tahap untuk karakterisasi limbah dan penerapan tingkat klirens dapat secara definitif memisahkan limbah radioaktif dari limbah bebas lepas. Berdasarkan pengalaman negara yang menerapkan konsep klirens, metode tiga tahap ini menunjukkan jumlah yang signifikan limbah dengan tingkat radioaktivitas yang lebih rendah dari tingkat klirens yang dianut. Karakterisasi limbah atas kandungan radionuklida dengan spektrometri gama dapat diterapkan untuk limbah praolah maupun limbah olah yang sudah dikemas dalam drum 200L maupun shell 900 L yang ada di IPLR. Penentuan kandungan ini dipahami diperlukan dalam pensortiran/pengelompokan maupun maksud pembuangan (penyimpanan tanah dangkal). Dengan ditetapkan tingkat klirens, kebutuhan ini makin relevan dan menuntut akurasi pengukuran yang lebih tinggi; perlu teknik analisis limbah yang didedikasikan untuk klirens. Penentuan ini tidak hanya diterapkan untuk limbah pra olah, tapi juga untuk limbah hasil olah mengingat prakiraan banyaknya radionuklida berwaktu paruh relatif pendek. Lebih jauh lagi penerapan tingkat klirens memerlukan sistem jaminan mutu untuk pengelolaan limbah yang dianggap layak untuk free release.
314
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
ACUAN 1. “Application of the Concepts of Exclusion, Exemption and Clearance”, Safety Guide RSG1.7, IAEA, Vienna, 2004.
2. “International Basic Safety Standards for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources”, Safety series No. 115 (BSS), IAEA, Vienna, 1996.
3. “Clearance of Materials Resulting from the Use of Radionuclides in Medicine, Industry and Research”, Technical Document No. 1000, IAEA, Vienna, 1998.
4. “Exemption and Clearance of Waste from ANSTO”, Fernando, K., et. al., ANSTO, Australia.
5. “Practical Use of the Concepts of Clearance and Exemption”, Radiation Protection 122, European Commission, 2000.
6. “Inventori Limbah Radioaktif PTLR, Bidang Pengolahan Limbah Radioaktif, PTLR BATAN, 2005.
315