SEMINAR NASIONAL XI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 15 SEPTEMBER 2015 ISSN 1978-0176 _______________________ ________________________________________________ _____________________________________________
PEMANTAUAN TINGKAT KEBISINGAN DAERAH KERJA UNTUK MENUNJANG KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PTLR-BATAN Adi Wijayanto, L. Kwin Pudjiastuti Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN
[email protected] ABSTRAK PEMANTAUAN TINGKAT KEBISINGAN DAERAH KERJA UNTUK MENUNJANG KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PTLR-BATAN. Selain melakukan pemantauan radiasi, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) juga melakukan pemantauan non radiasi. Pemantauan Parameter Keselamatan Non Radiasi dilakukan salah satunya adalah pemantauan tingkat kebisingan daerah kerja untuk menunjang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Tujuan dari pemantauan tingkat kebisingan yaitu untuk mengevaluasi tingkat risiko akibat kebisingan bagi para pekerja di daerah kerja Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) dan Kanal Hubung-Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas (KH-IPSB3). Pengukuran tingkat kebisingan pada ruang Chiller (pendingin) mewakili tingkat kebisingan IPLR begitu juga pengukuran tingkat kebisingan pada ruang Chiller (pendingin) mewakili masing-masing instalasi IPLR dan KH-IPSB3. Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan alat Sound Level Meter dengan Weighting A untuk pengukuran intensitas kebisingan pekerja di tempat kerja. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang digunakan menurut Kepmenaker no 51 tahun 1999 adalah untuk waktu bekerja 8 jam , NAB sebesar 85 dB. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan selama tahun 2014, tingkat kebisingan di IPLR dan KH-IPSB3 masih dalam batas kewajaran, karena rata-rata tingkat kebisingan masih dibawah Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan. Kata kunci: tingkat kebisingan, K3, IPLR, KH-IPSB3
ABSTRACT NOISELEVEL MONITORING IN THE RWTC BATAN WORK AREA TO FULFILLTHE HEALTH AND SAFETY REQUIREMENT. Besides monitoring of radiation, Radioactive Waste Technology Center (RWTC) also performs non-radiation monitoring. Non Radiation Monitoring carried out one of them is monitoring the noise level work area to support the Occupational Health and Safety (OHS). The purpose of monitoring is to evaluate the noise level due to the noise level of risk for workers working in the area of Radioactive Waste Installation (RWI) and Transfer Channel Interim Storage for Spent Fuel (TCISSF). The measurement of the noise level in the Chiller room represent RWI noise levels as well as noise level measurements in space Chiller room representing each installation RWI and TC-ISSF. Noise level measurement is using a tool Sound Level Meter with ‘A Weighting‘ measuring the intensity of noise in the workplace. Threshold Limit Values (TLV) noise which is used according to Decree No. 51 of 1999 is to work 8-hour time, TLV is 85 dB. Based on the results of measurements of noise levels during 2014, the noise level in RWI and TC-ISSF still within reasonable limits, because the average noise level is below the Threshold Limit Value (TLV). Key words: noise level, OHS, RWI, TC-ISSF
radiasi secara rutin juga melakukan pemantauan non radiasi. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menunjang K3 dengan cara pemantauan tingkat kebisingan daerah kerja[1]. Pemantauan
PENDAHULUAN
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, selain melakukan pemantauan
1
_______________________ ________________________________________________ _____________________ 148
SEMINAR NASIONAL XI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 15 SEPTEMBER 2015 ISSN 1978-0176 _______________________ ________________________________________________ _____________________________________________
yang dilakukan di setiap ruangan di IPLR dan KH-IPSB3. Pada makalah ini hanya dibatasi pada ruangan Chiller (pendingin) di IPLR maupun KH-IPSB3.
parameter keselamatan non radiasi pada daerah kerja dilakukan di Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) dan Kanal Hubung Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan bakar Nuklir Bekas (KHIPSB3). Data dari hasil pemantauan daerah kerja dapat digunakan sebagai evaluasi dan perkiraan awal kemungkinan penerimaan tingkat kebisingan bagi para pekerja, sehingga apabila terjadi ketidaknormalan akan segera diketahui lebih awal untuk dilakukan penanggulangannya. Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki, yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Untuk itu kebisingan harus dihindari di daerah kerja.[2]
Tahapan dari kegiatan ini yaitu: Mengoperasikan dan Mengambil Data Pada tahapan ini dilakukan pengoperasian dan pengambilan data pengukuran tingkat kebisingan di daerah kerja. Pengambilan data/ pengukuran tingkat kebisingan daerah kerja ini menggunakan sound level meter yang dilakukan di ruangan. kemudian dicatat ke dalam Formulir Tingkat Kebisingan Daerah Kerja. Menginterpretasi Data Ukur/Survey Pada tahapan ini dilakukan penginterpretasian data pengukuran Tingkat Kebisingan di daerah kerja. Data ini diolah dan dibandingkan dengan batasan yang diijinkan permenaker atau peraturan yang sesuai.
Tujuan dari Pengukuran/ pemantauan tingkat kebisingan daerah kerja adalah untuk mendapatkan data pengukuran tingkat kebisingan daerah kerja[4] IPLR dan KH-IPSB3 yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi tingkat kebisingan dengan mengevaluasi batasan aman bagi pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tingkat kebisingan daerah kerja perlu dilakukan pengukuran secara rutin sehingga dapat diketahui lebih awal dampak dari kebisingan pada pekerja dari daerah kerja jika melebihi batasan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip pengukuran tingkat kebisingan dengan sound level meter, yaitu tingkat kebisingan diterima oleh mikropon pada sound level meter kemudian diubah menjadi gelombang listrik yang kemudian dibaca pada monitor dalam satuan decibel (dB). Alat ukur sound level meter ditunjukkan pada Gambar 1.
Pemantauan dilakukan secara rutin satu bulan sekali pada ruang-ruang yang berpotensi menimbulkan kebisingan seperti di ruang Chiller.
ALAT DAN BAHAN 1. Sound Level Meter untuk Tingkat kebisingan 2. Formulir Tingkat Kebisingan Daerah Kerja. 3. Ear Plug
METODOLOGI Pengoperasian dan pengambilan data/ pengukuran tingkat kebisingan daerah kerja ini menggunakan sound level meter,
Gambar 1. Sound Level Meter
2
_______________________ ________________________________________________ _____________________ 149
SEMINAR NASIONAL XI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 15 SEPTEMBER 2015 ISSN 1978-0176 _______________________ ________________________________________________ _____________________________________________
Pada makalah ini disajikan pengukuran menggunakan Weighting A karena untuk pengukuran potensitas kebisingan pekerja, sedangkan Weighting C digunakan untuk pengukuran potensitas kebisingan mesin.
Triwulan (TW) ini dievaluasi terhadap batasan yang diijinkan. Hasil pengukuran tingkat kebisingan daerah kerja selama tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel 1, sebagai berikut:
Untuk mengetahui lokasi tingkat kebisingan di lokasi R. Chiller IPLR, maka lokasi dibagi menjadi 9 titik pemantauan yang dianggap mewakili titik yang berpotensi kebisingan maksimal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 berikut:
Tabel 1. Pengukuran Tingkat Kebisingan IPLR Tahun 2014 (R. Chiller)
Rerata Intensitas Kebisingan (LEQ) menggunakan satuan dB (decibel).[3]. Pengukuran Tingkat Kebisingan IPLR Tahun 2014 (R. Chiller) secara grafik ditunjukkan pada Gambar 3 berikut:
Gambar 2. Lokasi Pemantauan Tingkat Kebisingan IPLR (R. Chiller) Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan pada ketinggian kurang lebih 1.5 m dan data diambil setiap 5 detik. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan pada setiap periode Triwulan (TW). Hasil setiap
NAB
Gambar 3. Grafik Pengukuran Pengukuran Tingkat Kebisingan IPLR Tahun 2014 (R. Chiller)
3
_______________________ ________________________________________________ _____________________ 150
SEMINAR NASIONAL XI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 15 SEPTEMBER 2015 ISSN 1978-0176 _______________________ ________________________________________________ _____________________________________________
Gambar 4. Lokasi Pemantauan Tingkat Kebisingan KH-IPSB3 (R. Chiller) Pada Triwulan III pada titik 2, 5, dan 9 dan Triwulan IV untuk titik 6 terpantau hasil ukurnya lebih rendah dari triwulantriwulan yang lain, karena pada saat itu sedang dilakukan perawatan Chiller
Tabel 2. Pengukuran Tingkat Kebisingan KH-IPSB3 Tahun 2014 (R. Chiller)
Untuk mengetahui lokasi tingkat kebisingan di lokasi R. Chiller KH-IPSB3, maka lokasi dibagi menjadi 9 titik pemantauan dianggap mewakili titik yang berpotensi kebisingan maksimal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 berikut:
Rerata Intensitas Kebisingan (LEQ) menggunakan satuan dB (decibel).[3]. Pengukuran Tingkat Kebisingan KHIPSB3 Tahun 2014 (R. Chiller) secara grafik ditunjukkan pada Gambar 3 berikut:
NAB
Gambar 5. Grafik Pengukuran Pengukuran Tingkat Kebisingan KH-IPSB3 Tahun 2014 (R. Chiller)
4
_______________________ ________________________________________________ _____________________ 151
SEMINAR NASIONAL XI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 15 SEPTEMBER 2015 ISSN 1978-0176 _______________________ ________________________________________________ _____________________________________________
Pada Triwulan III pada titik 6 dan 9 karena pada saat itu sedang dilakukan perawatan Chiller
TANYA JAWAB
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan menurut Kepmenaker no 51 tahun 1999 adalah Waktu bekerja 8 jam untuk NAB 85 dB Waktu bekerja 4 jam untuk NAB 88 dB Waktu bekerja 2 jam untuk NAB 91 dB Waktu bekerja 1 jam untuk NAB 94 dB.
Apakah dampak bila nilai kebisingan melebihi nilai ambang batas?
Pertanyaan
Jawaban Efeknya dapat terjadi gangguan pendengaran, stress dan bekerja menjadi kurang nyaman.
Berdasarkan hasil ukur di atas, tingkat kebisingan IPLR dan KH-IPSB3 masih dalam batas kewajaran, karena rata-rata tingkat kebisingan masih dibawah Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan. KESIMPULAN
Telah dilakukan pengukuran tingkat kebisingan daerah kerja di IPLR dan KHIPSB3 Tahun 2014. Berdasarkan batasan yang ditetapkan, maka tingkat kebisingan daerah kerja di IPLR dan KH-IPSB3 masih di bawah batasan atau dapat dikatakan aman.
DAFTAR PUSTAKA
1. UU No. No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 2. Permenaker No. PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja 3. SNI 7231:2009 Tentang Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja. 4. Permen PAN RB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan
_______________________ ________________________________________________ _____________________ 152