PENDEKATAN WALKABILITY DI SEKITAR KAWASAN STASIUN TANAH ABANG JAKARTA Albertus Yudi Prasetyo, Riyadi Ismanto, Wangindjaja Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara, Kampus Syahdan Jl. K.H.Syahdan No.9, Kemanggisan, Jakarta Barat 1480, Telp. (62-21) 534 5830,
[email protected]
ABSTRACT The study describes the creation of an environment that is not walkable in the field, this is based on the persistence of the gap between the criteria walkable neighborhood with neighborhood conditions , particularly related to aspects of the pathways are not constantly pathways condition and the many distractions in the form of street vendors on track pathways, making this region is not walkable. In the surounding area of Tanah Abang Station Jakarta that has blocks of a lively market, and have a lot of potentsion bring the visitors to this area with highly number of crowds. The problems that did arise were many street vendors and infrastructure are not properly maintained so that it was concluded that the condition of the area is still yet to be walkable, due to the lack of supporting facilities, therefore the need for additional support facilities, as well as improving interference related aspect on pathways by relocating street vendors in an integrated area.(AYP) Keyword : Walkability Concept, Walkability Aspect, Tanah Abang Jakarta.
ABSTRAK Penelitian ini menjelaskan bahwa belum terciptanya suatu lingkungan yang walkable pada lapangan, hal ini didasarkan masih adanya gap antara kriteria lingkungan yang walkable dengan kondisi kawasan, khususnya terkait pada aspek pathways, kondisi pathways yang tidak menerus serta banyaknya gangguan berupa pedagang kaki lima pada jalur pathways, menjadikan kawasan ini tidak bersifat walkable. Kawasan sekitar Stasiun Tanah Abang Jakarta memiliki blok-blok pasar yang hidup, dan berpotensi mendatangkan pengunjung ke Tanah Abang dengan potensi akan keramaian yang tinggi. Permasalahan yang memang timbul adalah banyaknya PKL dan infrastruktur yang tidak terjaga dengan baik sehingga disimpulkan, bahwa kondisi kawasan saat ini masih belum bersifat walkable, dikarenakan minimnya fasilitas penunjang, oleh karena itu perlu adanya penataan dan penambahan fasilitas penunjang, serta pembenahan terkait aspek gangguan pada pathways dengan merelokasi pedagang kaki lima dalam suatu area terpadu.(AYP) Kata Kunci: Konsep walkability, Aspek Walkability, Tanah Abang Jakarta
1
PENDAHULUAN United Nation. (1996). The Habitat Agenda: Chapter IV: C. Sustainable human settlements development in an urbanizing world, menjelasakan sistem transportasi merupakan kunci untuk pergerakan barang, orang, informasi, ide-ide, dan akses menuju pasar, pekerjaan, sekolah dan fasilitas kegiatan ekonomi. Mengurangi perjalanan yang tidak perlu melalui penggunaan lahan dan kebijakan yang tepat, serta mengembangkan kebijakan transportasi alternatif yang menekankan mobilitas selain kendaraan bermotor dan meningkatkan kinerja moda transportasi umum pada lingkungan. Hal ini perlu menjadi suatu prioritas utama dalam pengembangan sistem transportasi berkelanjutan. Di Jakarta terdapat beberapa kawasan pasar yang memiliki peranan penting bagi kota Jakarta yang juga sangat berpotensi untuk lebih ditingkatkan lagi perekonomian kawasannya, salah satunya adalah kawasan pasar Tanah Abang yang merupakan salah satu kawasan pusat belanja grosir terbesar di Asia Tenggara yang memiliki sarana berbelanja yang menawarkan berbagai macam komoditas dagangan dengan blok-blok bangunan yang dipisahkan menjadi beberapa bagian, dari Blok A hingga Blok H dan memiliki akses dari dalam dan luar Jakarta dengan padatnya kendaraan umum seperti Bus dan Kereta Api yang berhenti di Stasiun Besar Tanah Abang yang mendatangkan banyak sekali penjual dan pembeli untuk masuk ke dalam kawasan pasar sekitar stasiun Tanah Abang ini. Walaupun kawasan Tanah Abang ini telah menjadi sebuah kawasan yang selalu dipadati pengunjung, pada kenyataanya, untuk menuju ke blok-blok pasar di Tanah Abang tidak mudah karena harus berdesakan dengan pengguna jalan raya juga pejalan kaki yang saling bersinggungan dengan PKL pada kawasan ini. Blok bangunan pasar di kawasan ini memang sudah menjadi tempat favorit oleh banyak pedangang dan pembeli seperti contohnya bangunan blok A dan blok B, juga Blok F begitupun dengan Blok G yang memang sepi pengunjung dikarenakan masalah akses unutk menuju bangunan Blok G tergolong sulit. Disimpulkan bahwa permasalahan utama kawasan ini adalah sirkulasi kendaraan dan pedestrian yang tidak nyaman karena yang terjadi adalah jalur pedestrian yang menjadi akses utama untuk pengunjung masuk ke dalam bangunan ini kerap kali dipadati oleh pedagang kaki lima yang memenuhi sirkulasi menuju pasar blok-blok di tanah abang sehingga mobilias terhabat dan secara tidak langsung area sirkulasi kendaraan bermotor dengan pejalan kaki kerap kali tercampur. Bercampurnya para pejalan kaki dengan kendaraan bermotor akibat jalur pedestrian yang tersita oleh para pedagang kaki lima serta terjadinya crossing yang tidak sesuai kriteria menjadi indikator bahwa kawasan ini belum bersifat ramah terhadap para pejalan kaki. Sehingga jika dilihat dari kondisi area sekitar stasiun Tanah Abang saat ini, dapat dikatakan masih jauh dari lingkungan yang bersifat ramah terhadap para pejalan kaki, hal ini terlihat dari adanya gap antara teori kriteria walkability dengan kondisi pada lapangan. Belum tersedianya fasilitas pendukung bagi pedestrian serta banyaknya jumlah PKL yang berjualan pada kawasan, khususnya pada bahu jalan dan jalur pedestrian turut menjadi masalah pada kawasan ini, tercatat jumlah PKL di Tanah Abang yang telah terverifikasi terdapat 942 PKL. Banyaknya PKL yang beraktivitas pada jalur pedestrian menyebabkan timbulnya obstrcution atau halangan bagi para pedestriant untuk berjalan kaki pada kawasan, keberadaan PKL pada jalur pedestrian menyebabkan para pedestrian harus turun ke bahu jalan, dengan konsekuensi mereka bercampur menjadi satu dengan kendaraan bermotor, kondisi diatas merupakan salah satu contoh gap antara teori walkability dengan lapangan. Kondisi tersebut menjadi alasan diperlukannya pendekatan konsep walkability pada kawasan sebagai langkah dalam menciptakan lingkungan yang walkable di kawasan pasar Blok G Tanah Abang, khususnya yang dapat mendorong penggunaan kendaraan non bermotor serta bersifat ramah terahadap mereka sebagai upaya dalam mencapai transportasi berkelanjutan juga menghidupkan kembali bangunan blok G Tanah Abang yang semakin sepi. Berdasarkan penjabaran mengenai pointpoint dalam mencapai transportasi berkelanjutan serta dengan melihat kondisi pada lapangan, dapat dibuat sebuah hipotesis, bahwa pendekatan konsep walkability adalah satu cara dalam mencapai serta meningkatkan nilai walkability kawasan guna mencapai transportasi berkelanjutan yang bersifat ramah serta mendukung penggunaan moda non bermotor. Rumusan Masalah. Dengan mengacu pada aspek-aspek lingkungan yang walkable berdasarkan walkability audit forms, secara umum peramasalahan pada kawasan dapat disimpulkan berikut: 1. Bagaimana menciptakan/ meningkatkan suatu kawasan pasar dengan tingkat walkability yang tinggi berdasarakan aspek-aspek walkability? 2. Bagaimana mengakomodasi kegiatan acitivity support berupa pedagang kaki lima sebagai dampak dari adanya pendekatan konsep walkability? Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah menciptakan dan meningkatkan kualitas kawasan sekitar pasar Tanah Abang dengan tingkat walkability yang tinggi
2
berdasarkan aspek-aspek yang ada. Ruang lingkup penelitian akan dibatasi pada lingkup pembahasan mengenai walkability. State of the Art. Gusnita, D.(2010). Green transport: transportasi ramah lingkungan dan kontribusinya dalam mengurangi polusi udara. Jurnal Berita Dirgantara Vol.11 No.2 Juni 2010: 66-71 Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor meningkat turut meningkatkan konsumsi bahan bakar minyak sehingga turut meningkatkan pencemaran udara di Indonesia, sehingga jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 20 juta dengan 60% merupakan sepeda motor dengan pertumbuhan 4% pertahunnya, sedangkan untuk mobil pertumbuhannya mencapai 3-4% pertahun sehingga untuk mengantisipasi dampak buruk yang ditimbulkan dari pertumbuhan jumlah kendaraan di perkotaan, maka perlu dikembangkan suatu konsep transportasi berkelanjutan. konsep ini dikembangkan sebagai suatu antithesis terhadap kegagalan kebijakan, praktek dan kinerja sistem transportasi yang dikembangkan selama kurang lebih 50 tahun terakhir. Midgley, P (2014). Jurnal prakasa infrastruktur Indonesia (April 2014) Untuk menciptakan lingkungan yang walkable diperlukan alat untuk menilai tingkat walkability yaitu “audit walkability” yang adalah alat untuk mengumpulkan data kuantitatif maupun kualitatif pada lingkungan pejalan kaki. yang memberikan informasi bagi pembuat keputusan mengenai apa, di mana, dan bagaimana meningkatkan kondisi pejalan kaki dan memberi dukungan dalam menetapkan prioritas investasi perbaikan dan konstruksi.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang teknik penelitiannya dengan melakukan observasi, pengamatan, terhadap status suatu kondisi, sekelompok manusia, sistem pemikiran, peristiwa, dan gejala. Alat yang digunakan untuk mendapatkan nilai-nilai walkability adalah dengan menggunakan walkabiliy audit tools yang mencakup aspek-aspek penilaian yang sudah ditentukan lebih dulu, skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert seperti contohnya : 1) sangat tidak setuju, 2) tidak setuju, 3) netral, 4) setuju, 5) sangat setuju Tahapan penelitian ini sendiri dimulai dengan tahapan pengumpulan data terlebih dahulu sebelum akhirnya data tersebut akan dianalisa menggunakan metode kualitatif deskriptif seperti pada penjelasan berikut: Metode Pengumpulan Data. Metode yang digunakan dalam teknis pengumpulan data adalah sebagai berikut: Survei/ Observasi. Tahap kedua yang dilakukan setelah studi literatur adalah survei atau pengamatan langsung terhadap objek yang berupa observasi yang mendalam terhadap objek tersebut. Perihal pokok yang harus dapat diobservasi diantaranya adalah bentuk dan tatanan tapak sekitarnya, kebutuhan ruang dari bangunannya, serta kemungkinan aksesibilitas terhadap transportasi publik sekitar. Wawancara. Dalam tahapan survei tentunya haruslah disertai wawancara kepada pihak pengelola, yakni penjaga gedungatau satpam yang berjaga sehari-hari agar dapat mengetahui lebih dalam hal- hal yang berkaitan dengan kebutuhan observasi, karenadalam beberapa hal ada pokok pengamatan yang tidak dijelaskan ataupun diperjelas oleh literatur. Pendokumentasian. Dalam tahapan observasi ini sanagtlah diperlukan kegiatan mencatat, mengambil gambar foto dan video, hingga beberapa pengukuran dimensi yang dapat memudahkan dalam pengolahan penelitian.
HASIL DAN BAHASAN Tabel 01.Hasil dan Pembahasan Walkability pada kawasan sekitar stasiun Tanah Abang Aspek Pathways Denah Kunci
3
Kondisi sebelum
Area 1: 1. Terdapat adanya obstruction berupa PKL 2. Permukaan pathway bergelombang Skor: Tidak baik tapi masih dapat diterima (2) Kondisi sebelum/ Kriteria
Kondisi sesudah
1.
Penanganan terhadap obstruction berupa PKL direlokasikan 2. Perbaikan terhadap kondisi permukaan pathway dengan street furniture Skor: Baik (3) Kondisi sesudah
1.
Area 2 1. Terdapat adanya obstruction berupa PKL 2. Lebar pathway yang tidak sesuai dengan volume pedestrian (1.5m) 3. Kondisi pathway yang discontinued. Skor: Tidak dapat diterima (1)
Area ini menjadi area pintu belakang untuk menuju blok G 2. Penataan design pathway menghubungkan dengan pathway lain yang dapat menampung volume pedestrian 3. Penyediaan pathways Skor: Baik (3)
1.
Area 3: 1. Terdapat adanya obstruction berupa PKL 2. kondisi pathway yang discontinued. Skor: Tidak baik tapi masih dapat diterima (2)
Penanganan terhadap obstruction berupa PKL direlokasikan 2. Perbaikan terhadap kondisi permukaan pathway 3. penambahan street furniture dan Halte menambah nilai dari walkability. Skor: Baik (3)
4
Area 4: 1. Pathway yang terkoneksi dengan pathway lain dijadikan area jual beli yang memakan ruas jalan 2. Terdapat obstruction berupa PKL sepanjang jalur ini Skor: Tidak dapat diterima (1) 1.
Kondisi sebelum/ Kriteria
1.
Tidak terdapat fasilitas Crossing, seluruh area 2. Tidak terdapat fasilitas ramp pada penyebrangan 3. Tidak terdapat fasilitas ubin pemandu diffable Kondisi diatas berlaku pada seluruh sehingga seluruh area mendapat skor sama: Skor area 1: Tidak dapat diterima (1) Skor area 2: Tidak dapat diterima (1) Skor area 3: Tidak dapat diterima (1) Skor area 4: Tidak dapat diterima (1) Skor area 5: Tidak dapat diterima (1)
Pathway dipindahkan ke atas sebagai skywalk untuk mengkoneksikan blo satu dengan blok lainnya, bagian komersil menjadi tempat perbelanjaan, yang juga berpotensi tinggi. 2. Penanganan terhadap obstruction berupa PKL direlokasikan ke bagian skywalk Skor: Baik (3) Crossing Kondisi sesudah
pada 1.
Akan adanya penambahan fasilitas Crossing,berupa jalur penyebrangan sebidang / zebra cross yang diletakan pada titik potensial kawasan, seperti jalur keluar dan masuk kawasan pasar/area pertokoan 2. Penambahan fasilitas ramp dan ubin pemandu bagi diffable Dengan dilakukannya kondisi diatas, maka terdapat peningkatan skor pada tiap area sebagai berikut: Skor area 1: Baik (3) Skor area 2: Baik (3) Skor area 3: Baik (3) Skor area 4: Baik (3) Skor area 5: Baik (3)
jalur bagii area, yang
Aspek Estetika, Amenitas, street furniture dan signage Kondisi sebelum/ eksisting Kondisi setelah
5
Aspek Estetika, Amenitas, street furniture dan signage Kondisi sebelum/ eksisting Kondisi setelah 1. Adanya sampah pada jalur pathway Adanya penambahan fasilitas street furniture 2. Tidak terbebasnya area dari polusi udara berupa: 3. tidak terbebasnya area dari polusi suara 1. Bangku duduk 4. tidak terdapat street furniture yang 2. Tempat sampah 3. Jalur hijau mendukung kebutuhan para pedestrian ? 4. Lampu penerangan Kondisi diatas berlaku pada seluruh area, 5. Halte/shelter sehingga seluruh area mendapat skor yang 6. Berfungsi mengatasi polusi udara, sampah sama: dan sebagai fasilitas pendukung Untuk polusi udara dan suara tidak dapat Skor area 1: Tidak dapat diterima (1) dihilangkan seluruhnya, sehingga, peningkatan skor pada tiap area menjadi sebagai berikut: Skor area 2: Tidak dapat diterima (1) Skor area 1: Masih dapat diterima (2) Skor area 3: Tidak dapat diterima (1) Skor area 4: Tidak dapat diterima (1) Skor area 2:Masih dapat diterima (2) Skor area 5: Tidak dapat diterima (1) Skor area 3:Masih dapat diterima (2) Skor area 4:Masih dapat diterima (2) Skor area 5:Masih dapat diterima (2) Personal Safety Kondisi sebelum/ Kriteria Kondisi sesudah Kondisi diatas berlaku pada seluruh area, Kondisi kemanan pada kawasan sudah baik, sehingga seluruh area mendapat skor sama: dengan tersedianya fasilitas pos keamanan pada beberapa setiap sudut pada kawasan Skor area 1: Baik (3) Skor area 2: Baik (3) Skor area 3: Baik (3) Skor area 4: Baik (3) Dengan demikian seluruh skor pada kawasan Skor area 5: Baik (3) adalah sebagai berikut: Skor area 1: Baik (3) Skor area 2: Baik (3) Skor area 3: Baik (3) Skor area 4: Baik (3) Skor area 5: Baik (3) Adjacent Traffic Kondisi sebelum/ Kriteria
Fasilitas penghambat kecepatan tidak ada Tidak ada pemisah pedestrian dengan kendaraan bermotor 3. Terhalangnya visibilitas pedestrian melihat lalu lintas akibat obstruction Akan tetapi dikarenakan kecepatan kendaraan yang relatif lambat di kawasan seluruh area mendapat skor yang sama yaitu: Skor area 1: Tidak baik tapi masih dapat diterima (2) Skor area 2: Tidak baik tapi masih dapat diterima (2) Skor area 3: Tidak baik tapi masih dapat diterima (2) Skor area 4: Tidak baik tapi masih dapat diterima (2) Skor area 5: Tidak baik tapi masih dapat
Kondisi sesudah
1. 2.
1.
signage sebagai peringatan untuk mengurangi kecepatan kendaraan 2. Untuk memisahkan jalur antara pedestrian dengan kendaraan bermotor maka dibuat jalur pathway yang memisahkan jalur pedestrian dengan kendaraan bermotor 3. Sedangkan untuk permasalahan PKL telah direlokasikan Dengan dilakukannya kondisi diatas, maka terdapat peningkatan skor pada tiap area sebagai berikut: Skor area 1: Baik (3) Skor area 2: Baik (3) Skor area 3: Baik (3) Skor area 4: Baik (3)
6
diterima (2)
Skor area 5: Baik (3)
7
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN. Peningkatan terhadap tingkat aspek walkability sebagai disimpulkan sebagai berikut: Tabel 034: Perbandingan tingkat walkability sebelum dan sesudah Sebelum Aspek Area 1 Area 2 Area 3 Area 4 Area 5 Pathways 2 2 1 2 1 Crossing 1 1 1 1 1 Street Furniture and Signage 1 1 1 1 1 Adjacent Traffic 2 2 2 2 1 Personal Safety 3 3 3 3 3 Aesthetic and amenities 1 1 1 1 1 Total 10 10 9 7 8 Sesudah Aspek Area 1 Area 2 Area 3 Area 4 Area 5 Pathways 3 3 3 3 3 Crossing 3 3 3 3 3 Street Furniture and Signage 2 2 2 2 2 Adjacent Traffic 3 3 3 3 3 Personal Safety 3 3 3 3 3 Aesthetic and amenities 3 3 3 3 3 Total 17 17 17 17 17 Simpulan lain yang dapat ditarik adalah dengan mengakomodasi para PKL ke dalam suatu area yang terencana, dapat menjadi solusi dalam menghilangkan obstruction pada Pathways, sehingga kondisi kawasan dapat bersikap lebih ramah kepada pedestrian dengan menyediakan jalur Pathways yang terbebas dari adanya gangguan atau halangan. Proses relokasi PKL dapat dilakukan pada satu lahan yang saat ini kondisinya terbengkalai, proses relokasi dapat dilakukan dengan menampung para PKL untuk kemudian dikelompokkan dalam zona area perdagangan berdasarkan sifat dan jenis dagangan mereka. SARAN. Dalam melakukan proses penelitian mengenai topik walkability, penggunaan walkability audit tool dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam proses penilaian walkability suatu kawasan, sehingga dengan mengacu kepada hasil penilaian tersebut proses pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan yang ada menjadi lebih jelas dan terarah.
REFERENSI Artikel dan Internet Business performance in walkable shopping areas Robert Wood Johnson Foundation 2013 http://activelivingresearch.org/files/BusinessPerformanceWalkableShoppingAreas_Nov2013.pdf Land transport new zealand.(2007). Pedestrian planning and design guide. http://www.nzta.govt.nz/resources/pedestrian-planning-guide/docs/pedestrian-planning-guide.pdf Organization for Economic Co- Operation & Development. (1994) Gusnita, D. (2010). green transport https://www.academia.edu/3840861/Kompatibilitas_Green_Transportation_Kota_Bogor Walkability Audit tool http://www.rollins.edu/greenspaces/orlmetroaug16/CDC%20Walkability%20Audit%20Tool.pdf http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpao/hwi/downloads/walkability_audit_tool.pdf http://www.transport.wa.gov.au/mediaFiles/activetransport/AT_WALK_P_Walkability_Audit_Tool.p df Buku Neufert, Ernst., Data Arsitek, Jakarta : PT. Gramedia Waliyullah, Geronimo Shah (2014). Sustainable Transport and Communication System: Pendekatan Konsep Walkability pada kawasan pasar kebayoran lama Jakarta Jurnal Gusnita, D. (2010). Green transport: transportasi ramah lingkungan dan kontribusinya dalam mengurangi polusi udara(Online). Berita Dirgantara Vol. 11 No. 2 Juni 2010:66-71, http://jurnal.lapan.go.id Kassen, E. (2009). Sustainable transportationan international perspective. Projections. volume 9 mit journal of planning, http://web.mit.edu Kubat, A.S. Ozer, A. (2013). Walkability: perceived and measured qualities in action. proceedings of the ninth international space syntax symposium, seoul, 2013, www.sss9.or.k
Midgley, P.(2014). Jadi, mau jalan-jalan?. jurnal prakarsa infrastruktur Indonesia, edisi April 2014, http://www.indii.co.id. Romig, Jack (2014). Walkability in the Leigh Valley. The morning call, 03 Januari 2014 http://articles.mcall.com/2014-01-03/features/mc-walkability
RIWAYAT PENULIS Albertus Yudi Prasetyo lahir di kota Sukabumi pada 6 Juli 1993. Penulisa menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara Jakarta dalam bilang Teknik Arsitektur.