REVITALISASI STASIUN KERETA API JAKARTA KOTA DI KAWASAN KOTA TUA Karina Mecca, Riyadi Ismanto, Welly Wangidjaja Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara, Kampus Syahdan Jl. K.H. Syahdan No.9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480, Telp. (62-21) 534 5830,
[email protected]
ABSTRACT Revitalization of Jakarta Kota train station is an alternative design for Jakarta Kota train station as a heritage building and also the gate of Kawasan Kota Tua, can be seen representative and also become a pride. The research method that is used is descriptive qualitative, where variables will come out to interpret the reality of its real condition. Analysis including conservation building aspect, environment aspect, and also human aspect. In revitalization, conservation is not the only main work, but economic value is also has to be added by re-functioning the building program that meet today’s needs. The choosing of the re-function program has to be beneficial for everyone around the building, so it could be a living learning space for its people. As a train station, this building must be integrated with the development of train station users so it can also support Jakarta Old Town revitalization program by government. (KM) Keywords: Revitalization, conservation, train station
ABSTRAK Revitalisasi Stasiun Jakarta Kota ini merupakan suatu alternatif desain agar Stasiun Jakarta Kota sebagai bangunan cagar budaya sekaligus gerbang menuju Kawasan Kota Tua, mampu tampil representatif dan menjadi kebanggaan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dimana akan muncul variabel-variabel untuk menginterpretasikan realitas dari keberadaannya. Analisa mencakup aspek bangunan konservasi, lingkungan, serta manusia. Dalam revitalisasi, tidak hanya akan dilakukan tindak konservasi saja namun juga harus memberikan nilai ekonomi, yaitu merubah fungsi sesuai dengan kebutuhan masa kini. Pemilihan jenis penggunaan harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, sehingga bangunan cagar budaya ini dapat menjadi ruang belajar yang hidup bagi masyarakat kotanya. Sebagai stasiun kereta, bangunan ini harus mampu terintegrasi dengan perkembangan pengguna stasiun dan kereta sehingga dapat mendukung program revitalisasi kawasan cagar budaya di Kota Tua Jakarta oleh pemerintah. (KM) Kata kunci: Revitalisasi, konservasi, stasiun kereta.
1
PENDAHULUAN Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 mengenai cagar budaya, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada umumnya masyarakat awam masih menganggap bahwa peninggalan sejarah dan bendabenda cagar budaya tidak memiliki arti dan manfaat bagi kehidupan langsung masyarakat. Masyarakat di sekitar lokasi tempat benda cagar budaya sadar atau tidak sadar, sebenarnya telah menikmati hasil dari keberadaan benda cagar budaya tersebut. Namun pada kenyataannya masyarakat seringkali tidak terlibat dalam upaya pelestarian benda cagar budya tersebut. Stasiun Jakarta Kota ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993. Sesuai Undang Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, kelestarian bangunan cagar budaya perlu dijaga. Stasiun Jakarta Kota adalah stasiun jenis terminus (akhir) dan masih aktif digunakan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai stasiun komuter dan kereta jarak jauh. Untuk menjaga kelestarian dan eksistensi bangunan stasiun Jakarta Kota, penataan ulang keseimbangan program penataan BCB guna pemenuhan kebutuhan ruang publik dan ruang komersial di dalam stasiun diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan pengguna stasiun. (Sumber: PT. Kereta Api Indonesia) Sejak kepindahan kantor Daop I dari Stasiun Jakarta Kota ke Stasiun Cikini pada Juni 2014 lalu, area lantai 2 di bangunan Stasiun Jakarta Kota menjadi kosong dan tidak berpenghuni. Walaupun ditinggalkan dalam waktu tidak sampai setahun, kondisinya saat ini sangat tidak terawat dan terdapat beberapa elemen arsitektural bangunan yang sudah mulai rusak. Menurut staff unit pelestarian, perawatan, dan desain arsitektur PT. Kereta Api Indonesia, saat ini belum ada perencanaan untuk penggunaan kembali ruang-ruang tersebut. Dengan adanya pengembangan pariwisata Kota Tua yang semakin meningkat, diharapkan fungsi-fungsi baru dapat dimasukkan ke dalam ruang di lantai 2 Stasiun Jakarta Kota untuk menghabiskan waktu dan berekreasi di dalamnya. Mengarah kepada Rencana Induk Kawasan Kota Tua bagian skenario umum, daerah sekitar Stasiun Jakarta Kota masuk di dalam Kawasan Kota Tua serta merupakan landmark dan gerbang kawasan yang perlu diperkuat. Stasiun Jakarta Kota yang sebagai gerbang menuju Kawasan Kota Tua merupakan bangunan cagar budaya harus mampu tampil representatif. Maka dengan itu tindakan revitalisasi Stasiun Jakarta Kota akan menjadi salah satu bagian pelengkap untuk memberikan semangat baru terhadap Kawasan Kota Tua, yang dapat menjadi kekuatan baru dan tempat bagi warga kota Jakarta untuk menikmati kotanya sendiri. Revitalisasi Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 pasal 80 ayat 1 dan 2 mengenai revitalisasi, revitalisasi potensi situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian. Revitalisasi dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang cagar budaya. Revitalisasi bangunan cagar budaya seyogyanya mengandung tiga unsur perlakuan, yaitu: 1. Konservasi, yaitu pemeliharaan serta perbaikan bagian-bagian yang rusak (pemugaran). 2. Pemberian nilai ekonomi, yaitu penambahan fungsi atau perubahan fungsi sesuai dengan kebutuhan manusia masa kini, sehingga alih-alih menjadi “cost centre” bangunan cagar budaya hendaknya menjadi “profit centre”. 3. Pemilihan jenis penggunaan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, dengan demikian bangunan cagar budaya tidak menjadi sarana atau wadah kegiatan yang eksklusif. Konservasi Menurut Danisworo 1995: ”Konservasi adalah upaya untuk melestarikan, melindungi serta memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti gedung-gedung tua yang memiliki arti sejarah atau budaya, kawasan dengan kepadatan pendudukan yang ideal, cagar budaya, hutan lindung dan sebagainya.” Berarti, konservasi juga merupakan upaya preservasi dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya. Langkah-langkah yang perlu ditempuh sebelum dilakukan intervensi terhadap bangunan cagar budaya, meliputi studi kelayakan suatu bangunan untuk dilakukan penanganan konservasi. Kegiatan ini mencakup kajian latar sejarah, nilai budaya, keaslian bangunan cagar budaya, dan permasalahan teknis yang dihadapi oleh bangunan tersebut. Aspek-aspek yang dikaji meliputi aspek yang terkait dengan kondisi internal dan eksternal bangunan. Selanjutnya,
2
dibuat perencanaan tindakan konservasi yang akan dilakukan, yang meliputi tahap persiapan, pembersihan, perbaikan pada seluruh komponen bangunan yang mengalami kerusakan. Secara garis besar proses pekerjaan konservasi terlihat pada bagan berikut:
Gambar 1. Tahap Pekerjaan Konservasi Sumber: Pengantar Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa Kolonial. 2011.
Kasus-kasus yang umumnya banyak terjadi adalah penambahan elemen interior baru dalam bangunan bersejarah yang masih ditinggali / difungsikan (living monument). Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam kasus seperti ini antara lain: - Elemen-elemen tambahan baru seminimal mungkin melukai bangunan (minimum intervention). Dalam hal ini elemen interior baru disarankan untuk “lepas” / tidak melekat dengan dinding, plafond atau lantai bangunan bersejarah. Dengan kata lain, prinsip ini bertujuan jika sewaktuwaktu interior akan diubah atau dilepas maka tidak akan merusak elemen asli ruangan (lantai, dinding, plafond, pintu, jendela dan ornamen) sehingga masih dapat dikembalikan ke bentuk aslinya. Teknologi seperti raised floor misalnya, memungkinkan untuk membuat lantai baru sekaligus berfungsi untuk jalur kabel dan instalasi, namun tetap mempertahankan dan tidak merusak lantai asli. Pada beberapa kasus tertentu lantai asli terlebih dahulu diberi lapisan pelindung yang mudah dilepas / tidak melekat, baru di atasnya dipasang pelapis lantai baru. Sehingga jika pelapis lantai baru akan dibongkar sewaktu-waktu, tidak akan merusak lantai aslinya. - Pengecatan dinding untuk interior baru terlebih dahulu mengecek apakah plesteran dinding berbahan dasar kapur atau sudah menggunakan plesteran semen. Hal ini untuk menentukan apakah harus menggunakan cat yang bias bernafas (non-akrilik) atau cat akrilik. - Desain interior baru harus memperhatikan keselarasan, keharmonisan, keutuhan dan kesatuan ruang dengan interior bangunan bersejarah. - Perletakan mekanikal elektrikan sedapat mungkin mempertimbangkan kemudahan dalam perawatannya, dan seminimal mungkin melukai elemen bangunan (dinding, plafond, lantai, pintu dan jendela). - Arahan dan petunjuk dari Dinas Kebudayaan setempat, Balai Arkeologi maupun Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala di kota atau wilayah setempat sangat diperlukan. Fungsi Baru Terkait Pariwisata Stasiun Jakarta Kota berhubungan langsung dengan kawasan pariwisata Kota Tua, maka bangunan ini harus mendukung kegiatan pariwisata yang ada. Kegiatan pariwisata yang terdapat di Kawasan Kota Tua termasuk jenis pariwisata untuk kebudayaan (cultural tourism). Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi, seperti keinginan untuk belajar di pusat-pusat pengajaran, untuk mempelajari adat-istiadat, cara hidup rakyat, serta mencakup semua kunjungan ke pameran, kunjungan ke instalasi teknis yang bahkan menarik orang-orang luar profesi ini. Untuk mendukung kegiatan tersebut maka muncul aspek-aspek yang dapat mendukungnya. Aspek-aspek yang tercakup dalam kegiatan pariwisata menurut Kusmayadi dan Endar Sugiarto, (2000: 6-8) antara lain: 1. Restoran, di bidang restoran dapat diarahkan pada kualitas makanan, baik dari jenis makanan maupun teknik pelayanannya. 2. Penginapan, yang terdiri atas hotel, resor, wisma-wisma.
3
3. 4. 5. 6. 7.
Pelayananan perjalanan, meliputi biro perjalanan, paket perjalanan, perusahaan incentive travel dan reception service. Transportasi, dapat berupa sarana dan prasarana angkutan wisatawan seperti mobil, bus, pesawat, kereta api, kapal dan sepeda. Pengembangan daerah tujuan wisata, dapat berupa kelayakan kawasan wisata. Fasilitas rekreasi, dapat berupa pemanfaatan taman-taman. Atraksi wisata, dapat berupa kegiatan seni budaya.
Penataan Fungsi Baru Unit-unit massa Stasiun Jakarta Kota terbagi dalam: unit massa kepala; unit massa sayap, gerbang masuk utama dan peron; unit massa menara (utama/depan, samping, dan gerbang samping). Konfigurasi massa bangunan linier secara keseluruhan membentuk huruf “U”. Denah pada Stasiun Jakarta Kota memiliki ciri bentuk ruang yang segi empat dan dominan simetris. Massa bangunan yang berbentuk “U”, memerlukan penyebaran dan peletakan fungsi ruang yang baik di dalamnya sehingga setiap bagian bangunan dapat teraktivasi kembali, selain itu agar juga memudahkan dan memberikan kenyamanan terhadap pengguna stasiun. Kesulitan pada menata fungsi ruang di dalam bangunan berbentuk “U” ini adalah sirkulasi yang berhenti pada ujung bangunan. Maka dari itu, pada bagian akhir dari sirkulasi bangunan ini diletakkan fungsi baru yang bersifat publik sehingga dapat menarik pengunjung agar mau berjalan dan mendatangi bagian ujung bangunan.
Point of interest
Gambar 2. Pola Denah Bangunan Sumber: Olahan pribadi. 2015.
METODE PENELITIAN Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan kualitatif. Penelitian deskriptif akan memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif, sistematis, dan faktual. Tahap awal penelitian ini adalah identifikasi masalah yang kemudian dianalisa. Dalam tahap analisa, variabel kemudian akan muncul untuk menginterpretasikan realitas dari Stasiun Jakarta Kota. Data yang diperoleh kemudian dianalisis guna mendapatkan dasardasar program perencanaan dan perancangan. Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Teknik Pengumpulan Data 1. Studi Literatur Sebelum mengumpulkan data di lapangan, peneliti melakukan studi literatur untuk memperoleh gambaran umum Stasiun Jakarta Kota berupa peta administratif dan kondisi geografis maupun potensi stasiun. Studi literatur juga dilakukan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai pengembangan stasiun kereta dan data-data terkait untuk memperkuat landasan dan tinjauan teori dalam merancang proyek ini. Studi literatur untuk memperoleh data data tersebut dilakukan dengan penelusuran pustaka, pencarian melalui internet dan mendatangi instansi yang memiliki data terkait. 2. Observasi Dalam proses perancangan dan perencanaan proyek ini, akan dilakukan pengamatan langsung pada lokasi yang dituju (lokasi site dan proyek sejenis) untuk mendapatkan informasi-informasi yang
4
dibutuhkan dalam proses perancangan dan perencanaan. Informasi yang akan digali seperti kebutuhan untuk pengembangan Stasiun Jakarta Kota, menentukan pembagian zoning, sirkulasi pengguna stasiun, fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, furnitur dan elemen interior yang tepat untuk sebuah stasiun, dan mencari permasalahan arsitektural yang ada. Pengamatan juga dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam Stasiun Jakarta Kota. Hasil pengamatan didokumentasikan dengan kamera. 3. Wawancara Wawancara dilakukan untuk mengetahui secara detail mengenai Stasiun Jakarta Kota. Penggalian informasi dari narasumber dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dimana peneliti menggali informasi mendalam yang dapat digunakan sebagai landasan perancangan proyek sebanyak mungkin dari narasumber yang berkaitan dengan proyek ini.
HASIL DAN BAHASAN 1.
Inventarisasi Kerusakan Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan intervensi dalam bangunan adalah identifikasi kerusakan bangunan beserta rekomendasi perbaikan kerusakannya. Stasiun Jakarta Kota merupakan bangunan cagar budaya golongan A dimana dalam pemugarannya harus mengembalikan kerusakan yang ada seperti kondisi bangunan semula. Identifikasi kerusakan ini dilakukan pada tiap elemen inti bangunan dimulai dari bagian atas sampai bawah bangunan. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada bangunan Stasiun Jakarta Kota, telah terjadi penurunan nilai arsitektural pada bangunan. Penurunan nilai arsitektural yang terjadi ialah penurunan nilai arsitektural yang berdampak kecil hingga penurunan nilai arsitektural yang berdampak sedang. Dampak kecil dan sedang tersebut tidak mengubah karakter bangunan asli. Perubahan aktif terlihat pada bagian penutup lantai bangunan, yaitu material penutup lantai dengan keramik baru. Sebagian besar area bangunan yang digunakan sebagai kantor ditambahkan dengan keramik putih. Sedangkan pada hall utama, lantai keramik masih asli, dengan beberapa penggantian pada keramik yang sudah rusak sehingga warna asli krem tidak merata pada lantai hall utama. Perubahan pasif akibat kondisi iklim dan usia elemen bangunan sering kali terjadi pada bagian dinding dan langit-langit bangunan stasiun. Pada dinding fasad banyak terjadi pengelupasan akibat kondisi usia material. Lantai yang tidak terjaga kebersihannya sehingga berdebu dan kotor, sampahsampah material banyak berserakan. Selain itu bercak-bercak dan keretakan juga dapat terlihat pada beberapa bagian dinding bangunan. 2.
Penambahan Fungsi Baru Dalam Bangunan Aspek yang dapat dikembangkan sesuai dengan kegiatan pariwisata untuk revitalisasi bangunan Stasiun Jakarta Kota meliputi restoran, transportasi, fasilitas, dan atraksi wisata. Aspek penginapan tidak dimasukkan ke dalam fungsi baru bangunan Stasiun Jakarta Kota dikarenakan ruang yang terbatas untuk penambahan fasilitas hotel. Maka dengan itu, fungsi baru yang dapat dimasukkan ke dalam bangunan adalah sebagai berikut:
Aspek Restoran Transportasi Fasilitas rekreasi
Jenis Ruang Restoran Café KRL Parkir sepeda Retail shop Studio foto Ruang workshop Meeting room Ruang serbaguna
Atraksi wisata
Museum
Tabel 1. Jenis Ruang dan Kegiatan Fungsi & Kegiatan Makan dan minum, menikmati kopi, teh, dan kudapan, bersantai, berkumpul dan mengobrol Naik dan turun dari KRL Menggunakan sepeda untuk mengunjungi Kawasan Kota Tua Kegiatan jual beli bagi penjual barang & jasa Studio foto yang dapat disewakan untuk profesional maupun umum Kegiatan berseni seperti melukis, foto, membuat keramik, dan juga kegiatan workshop lainnya Pertemuan bisnis maupun konferensi yang bersifat privat Ruang bagi kegiatan pameran, kegiatan pertunjukan, kegiatan diskusi & seminar, kegiatan rapat & konferensi Museum sejarah Stasiun Jakarta Kota Sumber: Olahan pribadi. 2015.
Dengan strategi membagi interior Stasiun Jakarta Kota menjadi unit-unit kecil untuk disewakan bagi restoran dan retail maka harga sewa akan lebih terjangkau. Penambahan fasilitas parkir sepeda dapat mendukung rangkaian tur Kawasan Kota Tua dimulai dari Stasiun Jakarta Kota bagi turis yang
5
ingin menikmatinya dengan bersepeda. Penguatan informasi mengenai bangunan cagar budaya merupakan hal penting dalam revitalisasi, penambahan museum sebagai ruang publik yang berisi informasi mengenai sejarah Stasiun Jakarta Kota dapat mendukung hal tersebut. Unit-unit massa Stasiun Jakarta Kota terbagi dalam: unit massa kepala; unit massa sayap, gerbang masuk utama dan peron; unit massa menara (utama/depan, samping, dan gerbang samping). Konfigurasi massa bangunan linier secara keseluruhan membentuk huruf “U”. Denah pada Stasiun Jakarta Kota memiliki ciri bentuk ruang yang segi empat dan dominan simetris. Massa bangunan yang berbentuk “U”, memerlukan penyebaran dan peletakan fungsi ruang yang baik di dalamnya sehingga setiap bagian bangunan dapat teraktivasi kembali, selain itu agar juga memudahkan dan memberikan kenyamanan terhadap pengguna stasiun. Kesulitan pada menata fungsi ruang di dalam bangunan berbentuk “U” ini adalah sirkulasi yang berhenti pada ujung bangunan. Maka dari itu, pada setiap bagian akhir dari sirkulasi bangunan ini harus diletakkan fungsi baru yang dapat menarik pengunjung agar mau berjalan dan mendatangi bagian ujung bangunan. Dalam perencanaan perancangan zonasi yang baru, pagar pembatas pada hall utama yang juga terdapat ticketing gate digeser mendekati peron agar sirkulasi pengunjung yang masuk dari utara dan selatan bangunan tidak terganggu oleh pembatas tersebut. Sesuai dengan kaidah konservasi, maka area yang dahulu dijadikan sebagai pagar pembatas dan ticketing gate akan ditandai dengan pola lantai yang berbeda. Kemudian hall depan difungsikan kembali sebagai area loket. Area sewa untuk restoran terdapat di sepanjang hall utama. Toilet yang terdapat di bagian samping bangunan yang tidak tertutup pagar pembatas (sisi selatan) dipertahankan dengan mushola di sebelahnya, sehingga pengunjung yang belum memiliki tiket dapat menggunakan fasilitas tersebut. Begitu juga di area utara bangunan, toilet juga dipertahankan. Area toilet dan mushola juga diperbesar, mengingat jumlah pengguna stasiun yang banyak dan terus meningkat
Gambar 3. Zonasi Baru Lantai 1 Sumber: Olahan pribadi. 2015. Tabel 2. Keterangan Zonasi Ruang Lantai 1 No. 1 2 3
Ruang Area bebas tiket Area bertiket Loket
Luasan 2820 m² 5500 m² 190 m²
4 5 6 7 8 9
Loket depan kembali diaktifkan sebagaimana fungsinya terdahulu Tangga Ruang sewa resto dll. Kantor operasional Toilet Gudang Servis Sumber: Olahan pribadi. 2015.
90 m² 1500 m² 125 m² 130 m² 500 m² 300 m²
Ruang sewa untuk retail, restoran dan café dimasukkan ke lantai dua. Ruang museum dan ruang serba guna masing-masing diletakkan di bagian ujung bangunan sebagai penarik bagi pengunjung agar mau naik ke lantai 2 dan mengakses area tersebut. Area lantai 2 merupakan area bebas tiket sehingga tidak hanya pengunjung yang memiliki tiket kereta api saja yang dapat naik. Ruang museum merupakan ruang publik yang bebas dimasuki siapa saja. Ruang serba guna juga dapat bebas dimasuki
6
jika sedang digunakan sebagai ruang pameran, namun dapat menjadi ruang yang privat jika sedang digunakan sebagai conference / discussion room.
Gambar 4. Zonasi Baru Lantai 2 Sumber: Olahan pribadi. 2015. Tabel 3. Keterangan Zonasi Lantai 2 No. 1
Keterangan
Luasan 250 m²
Museum sejarah Stasiun Jakarta Kota sebagai ruang belajar yang hidup bagi masyarakat sekitar 2
150 m²
Ruang serba guna yang dapat disewakan bagi komunitas lokal sebagai ruang pameran dan performing space akan kegiatan berkarya mereka. Selain itu ruang serba guna ini juga dapat digunakan sebagai ruang konferensi. 3
140 m²
Meeting room ini dapat digunakan bagi PT. KAI, namun juga dapat disewakan bagi pebisnis dan komunitas di sekitarnya untuk menjadi meeting / discussion room. 4
300 m²
Area retail untuk toko buku, toko souvenir, toko hobi, dan toko-toko sejenis. 5
300 m²
Ruang studio bagi komunitas lokal, terdapat studio foto dan ruang workshop 6
7 8
550 m²
Area untuk restoran & café yang buka hingga malam. Restoran dirancang dengan tema khusus untuk nostalgia para pecinta bangunan bersejarah. Serta coffee shop / tea house untuk tempat berinteraksi dan menikmati kudapan lokal. Toilet Area bebas tiket Sumber: Olahan pribadi. 2015.
80 m² 2820 m²
7
3.
Interior Pada Bangunan Dalam menambahkan elemen interior baru dalam bangunan bersejarah, elemen-elemen tambahan baru seminimal mungkin melukai bangunan (minimum intervention). Dalam hal ini elemen interior baru disarankan untuk “lepas” / tidak melekat dengan dinding, plafond atau lantai. Di dalam Stasiun Jakarta Kota, penambahan interior baru difokuskan pada lantai 2 bangunan ini. Selain perbaikan elemen arsitektur yang rusak, elemen baru pada lantai, dinding, ceiling, dan lighting juga akan ditambahkan. - Lantai Lantai yang terdapat di Stasiun Jakarta Kota secara keseluruhan masih dalam keadaan baik, hanya perlu perawatan berkala untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan cara dibersihkan. Lantai yang dinaikkan (raised floor) memungkinkan untuk membuat lantai baru sekaligus berfungsi untuk jalur kabel dan instalasi, namun tetap mempertahankan dan tidak merusak lantai asli. Teknik raised floor diterapkan pada area restoran dan café, juga pada museum. Pada area toko, ruang meeting, dan ruang serbaguna diberi lapisan pelindung yang mudah dilepas / tidak melekat, baru di atasnya dipasang pelapis lantai baru berupa vinyl flooring. Teknik ini tidak memerlukan pembongkaran pada lantai asli, karena hanya perlu dilekatkan dengan lem tertentu dan jika akan dibongkar sewaktu-waktu, tidak akan merusak lantai aslinya.
Gambar 5. Raised Floor dan Vinyl Flooring Sumber: Google.com. 2015.
Gambar 6. Denah Pemasangan Raised Floor dan Vinyl Flooring Sumber: Olahan pribadi. 2015.
-
Dinding Dinding eksisting (eksterior dan interior) yang masih dalam kondisi baik dipertahankan dan dilakukan pengecatan ulang dinding yang catnya sudah mengelupas. Kemudian penambahan wall offset berfungsi menambahkan material baru pada dinding yang diinginkan dengan tetap mempertahankan dan tidak merusak dinding asli. Juga penambahan dinding baru dengan rangka besi hollow dan papan gypsum pada beberapa ruangan untuk merubah layout yang lama ke fungsi yang baru.
Gambar 7. Rangka Wall Offset dan Dinding Gypsum Sumber: Google.com. 2015.
Gambar 8. Denah Wall Offset dan Dinding Gypsum Sumber: Olahan pribadi. 2015.
8
-
Ceiling Untuk memberikan efek dekoratif pada area-area dengan fungsi baru yang terdapat di dalam bangunan, digunakan metode drop ceiling. Drop ceiling juga digunakan untuk menegaskan keberadaan sebuah ruang. Pada ruang-ruang dengan ciri khas atap lengkung tidak ditutupi oleh drop ceiling agar keindahan dan keaslian stuktur lengkung pada bangunan dapat terlihat.
Gambar 9. Rangka Drop Ceiling Sumber: Google.com. 2015.
Gambar 10. Denah Drop Ceiling Sumber: Olahan pribadi. 2015.
-
Lighting Penambahan pencahayaan buatan pada interior bangunan dapat membantu memberikan kesan hidup pada bangunan. Tiap ruangan diberikan penambahan pencahayaan sesuai kebutuhannya. Lorong-lorong penghubung yang panjang diberi penambahan lampu-lampu bercirikan art deco. Lampu dekoratif terdapat pada area restoran, sedangkan spotlight banyak terdapat di ruang yang dijadikan museum. Spotlight berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke display objek-objek museum.
Gambar 11. Penambahan Lighting Sumber: Olahan pribadi. 2015.
Sesuai dengan gaya arsitektur bangunan Stasiun Jakarta Kota yaitu art deco, maka pemilihan gaya rancangan yang diterapkan pada dalam bangunan ini yaitu art deco dengan ciri khas linear dengan elemen kayu, besi, dan kaca patri berwarna yang merupakan elemen yang banyak ditemukan di bangunan ini serta pola pengulangan. Tema art deco dipilih agar penambahan desain interior yang baru selaras, harmonis, dan menyatu dengan bangunan Stasiun Jakarta Kota.
Gambar 12. Terapan Pola Elemen Arsitektur Stasiun Jakarta Kota Sumber: Olahan pribadi. 2015.
9
Ruang-ruang yang terdapat di dalam lantai 2 dihubungkan oleh lorong-lorong. Lebar lorong ini hanya sekitar 2 meter, sehingga masing-masing area yang akan disewakan harus memiliki signage yang jelas, ukurannya proporsional, tidak terlalu besar dan dapat terlihat oleh pengunjung tanpa merusak bangunan. Skema peletakkan signage yang akan diterapkan dalam bangunan adalah seperti gambar-gambar berikut:
Gambar 13. Peletakan Signage Sumber: Olahan pribadi. 2015.
4.
Penataan Ruang Luar dan Ruang Parkir Untuk penataan ruang luar stasiun ini, dilakukan penghijauan dengan pohon-pohon dan tanaman di sekitarnya. Selain itu, untuk menghilangkan kesan bangunan lama yang gelap dan menyeramkan, maka lampu-lampu penerangan di sekitarnya ditambahkan. Dalam menuju Stasiun Jakarta Kota, sebagian besar pengunjung menggunakan kereta. Selain itu juga terdapat busway, angkutan umum dan pengguna kendaraan pribadi. Saat ini, ruang parkir yang tersedia di sekitar kawasan Stasiun Jakarta Kota terdapat di sebelah utara bangunan stasiun, yaitu ruang parkir umum dan ruang parkir Bank BNI. Penambahan ruang parkir tidak ada dalam Stasiun Jakarta Kota, untuk mendorong para pengunjung stasiun untuk menggunakan transportasi publik. Area parkir di sebelah utara digunakan khusus bagi pengunjung dan kebutuhan servis. Sedangkan untuk area parkir di sebelah selatan bangunan ditambahkan khusus bagi staff stasiun Jakarta Kota dan PT. Kereta Api Indonesia. Dan di ruang entrance bagian barat, dijadikan area parkir bagi pengguna sepeda. Parkir untuk sepeda ini diadakan untuk mendukung penggunaan sepeda dan pejalan kaki bagi kegiatan pariwisata kota tua.
Gambar 14. Penataan Ruang Luar dan Ruang Parkir Sumber: Olahan pribadi. 2015.
SIMPULAN DAN SARAN Upaya konservasi dan revitalisasi Stasiun Jakarta Kota merupakan hal yang harus dilakukan mengingat bangunan ini merupakan bangunan landmark dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Bangunan stasiun harus mampu terintegrasi dengan perkembangan penumpang, mampu mengakomodasi kebutuhan penumpang dengan baik, serta mampu tampil representatif sebagai gerbang menuju Kawasan Kota Tua yang saat ini sedang direvitalisasi oleh pemerintah. Dalam merancang konsep revitalisasi yang tepat bagi Stasiun Jakarta Kota sebagai bangunan cagar budaya tidak hanya dengan tindakan konservasi saja namun juga harus memberikan nilai ekonomi, yaitu merubah fungsi sesuai dengan kebutuhan masa kini. Pemilihan jenis penggunaan harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, dengan demikian bangunan cagar budaya tidak menjadi sarana atau wadah kegiatan yang eksklusif. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari tindakan revitalisasi Stasiun Jakarta Kota, seluruh pihak baik pemerintah maupun swasta harus mampu bersinergi untuk menciptakan hasil yang maksimal. Sebagai bangunan cagar budaya yang memiliki nilai historis dan keindahan arsitektural yang tinggi, Stasiun Jakarta Kota merupakan aset penting dalam perkembangan kegiatan pariwisata di Kawasan Kota Tua. Banyak kota-kota di dunia yang hidup karena industri pariwisatanya mampu mengelola bangunan bersejarahnya dengan baik. Pengelolaan bangunan cagar budaya ini tidak hanya berpengaruh baik bagi industri pariwisata, namun juga kepada masyarakat yang tinggal di dalamnya. Masyarakat di dalamnya akan mampu belajar tentang sejarah kotanya langsung melalui pengalaman
10
bangunan di dalam kotanya sendiri, tidak hanya melalui foto-foto dan catatan dalam buku-buku sejarah. Maka dengan itu diharapkan untuk kedepannya, Jakarta sebagai ibu kota Negara Indonesia mampu menjadi kota yang ramah bagi bangunan bersejarah yang ada di dalamnya, mengingat bahwa sejarah Ibukota Jakarta sangat panjang dan penting sebagai pelajaran kita untuk maju ke depan. Bangunan-bangunan bersejarah ini kelak tidak hanya untuk diekspos keindahan dan eksotisme bangunannya saja, namun sebagai ruang waktu untuk mengingat sejarah dan perjalanan bangunan tersebut, dan ruang belajar yang hidup untuk dipelajari masyarakat sebagai bekal untuk bergerak maju ke depan.
REFERENSI Abieta, A., Awal, H., Febriyanti, Passchier, C., Purwestri, N., Sadirin, H., Subijono, E., Sulistiana, I. (2011). Pengantar Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa Kolonial. Jakarta: Pusat Data Arsitektur. Akhihary, A. (2006). Ir. F.J.L. Ghijsels, Architect in Indonesia. Belanda: Allard de Rooi. Antariksa, Surojo, A., Suryasari, N. (2011). Pelestarian Bangunan Stasiun Bondowoso. Antariksa, Azmi, E., Suryasari, N. (2011). Pelestarian Bangunan Stasiun Kereta Api Probolinggo. Allington-Jones, Lu. (2013). The Phoenix: The Role of Conservation Ethics in the Development of St Pancras Railway Station (London, UK). Chan, R. (2011). Old Buildings, New Ideas: Historic Preservation and Creative Industry Development as Complementary Urban Revitalization Strategies. Heffel, Nathan. (2014). Once-Dillapidated City Train Stations Enjoying A Reinassance, diakses dari http://www.npr.org/2014/08/14/340355404/once-dilapidated-city-train-stations-enjoying-arenaissance Hotes, R. (2011). From Continuity To Contrast: Diverse Approaches To Design In Historic Contexts. Kusuma Listiyawan, I. Mappajaya, Andy. (2013). Penerapan Tema Adaptasi Dalam Rancangan Konservasi Stasiun Semut Surabaya. Lancaster County Planning Commission. (2012). Lancaster Train Station Masterplan. Obarsli, A. (2008). Architectural Conservation. Inggris: Blackwell Publishing. Oxford Architects. (2014). Conventry Station Masterplan Report. Pramita, Dini. (2015). Pengguna KRL Commuter Line Tembus 200 Juta, diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2015/02/03/083639536/Pengguna-KRL-Commuter-Line-Tembus200-Juta PT. Kereta Api Indonesia. (2015). Stasiun Jakarta Kota, diakses dari http://heritage.keretaapi.co.id/?p=2644 Rencana Induk Kawasan Kota Tua. (2014). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Rosinta, F. (2014). Undang-undang Transportasi II (Kereta Api) Stasiun Kereta Api. Shin, Yekyeong. (2013). Urban Regeneration Strategies of local Metropolitan Cities’ Railway Stations and the Surroundings in Japan. Sulistyanto, Sidik. (2014). Aliran Seni Art http://syidiksulis2.blogspot.com/2014/02/aliran-seni-art-deco.html Wikipedia. (2015). Stasiun Jakarta http://id.wikipedia.org/wiki/Stasiun_Jakarta_Kota
Deco, Kota,
diakses diakses
dari dari
11
RIWAYAT PENULIS Karina Mecca, lahir di Jakarta pada 5 Juni 1993. Menyelesaikan pendidikan Strata 1 di jurusan arsitektur Universitas Bina Nusantara. Di akhir tahun 2014, Karina melakukan kerja praktek di PT. Han Awal & Partners Architects dan tergabung dalam tim projek konservasi bangunan Kerta Niaga di Kawasan Kota Tua. Selain kencintaannya di bidang arsitektur, Karina juga menjalani bisnis di bidang kuliner yang telah berjalan selama 4 tahun terakhir. Selama masa kuliah, Karina juga menemukan minat di bidang fotografi yang mempengaruhi perkembangan studi dan bisnisnya.
12