Hotel Kapsul Menggunakan Sistem Rainwater Harvesting Di Tanah Abang Jakarta Gilang Raspati Marta Adi Subrata Binus University, Jakarta, Indonesia
Abstrak Kawasan Tanah Abang Jakarta Pusat merupakan kawasan yang sibuk, padat, dan dikenal sebagai pusat perdagangan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Popularitas Tanah Abang tersebut tidak diimbangi dengan kondisi eksisting dimana perancangan kawasan tersebut tidak sesuai dengan perencanaan yang semestinya. Pemukiman-pemukiman liar yang memenuhi kawasan semakin memperburuk keadaan karena tidak dirancang dengan drainase yang baik sehingga sering mengakibatkan banjir ketika musim hujan. Disamping menjadi malapetaka, Tanah Abang yang berada di wilayah dengan curah hujan tinggi tanpa disadari mampu menjadi potensi tersendiri. Fasilitas Hotel kapsul dengan menggunakan sistem rainwater harvesting merupakan salah satu respon terhadap isu mobilitas dan permasalahan lingkungan yang terjadi di kawasan tersebut khususnya banjir.
Kata Kunci: Hotel Kapsul, Rainwater Harvesting, Tanah Abang
1.
Pendahuluan
I.1. Latar Belakang Berkurangnya permukaan tanah di kawasan Jati Baru diakibatkan oleh padatnya pemukiman-pemukiman kumuh yang tidak menganut kepada pedoman penataan tata kota. Hal ini sudah barang pasti membuat area resapan air hujan pun ikut berkurang karena semuanya sudah tertutup oleh bangunan dan perkerasan. Belum lagi masalah drainase yang juga tidak dirancang dengan semestinya hanya memperburuk situasi saja. Karena situasi tersebut, air hujan yang turun di wilayah beriklim tropis serta memiliki curah hujan tinggi seperti di Indonesia ini menjadi tidak dapat dikelola dan
pada akhirnya mengakibatkan musibah banjir. Salah satu banjir besar yang pernah dialami oleh perkampungan kumuh Jatibaru adalah banjir pada tahun 2007. Hujan yang terus menerus turun di Jakarta khususnya di kawasan Tanah Abang Jakarta Pusat membuat kawasan pemukiman kumuh di Jatibaru tergenang banjir setinggi dada orang dewasa atau sekitar 1,5 meter. Bahkan musibah banjir tersebut sampai memakan korban jiwa karena ikut menyebarnya penyakit diare karena keberadaan air bersih semakin menipis.
Gambar I.1.1: Stasiun Tanah Abang Tergenang Banjir
Sumber: Liputan6.com
Dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan suatu tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaiki ketimpangan yang sudah terjadi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan air hujan itu sendiri. Curah hujan tinggi yang dimiliki Indonesia memberikan kesempatan kita sebagai penghuni kota Jakarta untuk sedikit kreatif memanen air hujan dan menggunakannya untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat. Selain mengurangi kemungkinan banjir, air hujan yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga dan juga berguna untuk pengairan taman agar lebih intensif yang bahkan pada nantinya secara tidak langsung akan sangat bermanfaat dalam memperbaiki masalah urban heat island effect.
I.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari perencanaan dan perancangan proyek hotel kapsul di Tanah Abang ini antara lain adalah: •
Memfasilitasi pendatang dari luar kawasan Tanah Abang baik itu pendatang dari dalam negeri maupun pendatang dari luar negeri yang hendak
menjalankan bisnis perdagangannya atau hanya sekedar berbelanja dengan tempat peristirahatan yang compact, efisien, ramah lingkungan serta tetap memenuhi kebutuhan fungsional. •
Penggunaan sumber daya terbarukan seperti air hujan sebagai elemen utama dalam pemenuhan kebutuhan akan air bersih pada hotel kapsul ini juga diharapkan mampu menjadi solusi alami dan sustainable sebagai respon terhadap isu lingkungan dan penghematan energi.
I.3. Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan dalam penelitian ini antara lain adalah: •
Kualitas air Kualitas air yang akan digunakan untuk keperluan menyiram tanaman tidak menjadi masalah yang cukup berarti. Namun untuk keperluan mandi kualitas air harus sesuai dengan ketentuan dasar yang ada sehingga air yang digunakan akan memberikan manfaat yang baik dan tidak merugikan penggunanya nanti.
•
Prinsip-prinsip dasar rainwater harvesting Sistem rainwater harvesting sebagai komponen utama dalam perancangan proyek ini tentu saja harus ditelaah lebih lanjut sesuai prosedur mendasar agar pada pengaplikasiannya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Mengacu kepada prinsip-prinsip dasar yang sudah didapat, penerapan dan perancangan sistem rainwater harvesting ini dapat berkembang sesuai karakteristik proyek dan aspek arsitektural yang berkaitan.
•
Kebutuhan air Berdasarkan kapasitas minimum unit hotel kapsul yang disarankan yaitu sebanyak 150 unit, kebutuhan air untuk mandi dan toilet serta keperluan lain seperti menyiram tanaman di area tapak harus disesuaikan berdasarkan ratarata penggunaan umum agar jumlah air yang terbuang dan jumlah air yang diperlukan dapat diketahui.
•
Penggunaan dan maintenance Tidak hanya pengaplikasian, setelah sistem rainwater harvesting berjalan tentu saja dibutuhkan maintenance dan perawatan pada sistem tersebut secara teratur untuk tetap membuat sistem rainwater harvesting dapat berjalan
dengan baik seiring berjalannya waktu. Penting untuk diketahui dibutuhkan setidaknya metode tetap dan teratur dalam perawatan.
I.4. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan merupakan sebuah karya tulis yang mengawali proses perencanaan dan digunakan sebagai acuan dalam Perancangan Hotel Kapsul Menggunakan Sistem Rainwater Harvesting Di Tanah Abang Jakarta. Karya tulis ini tersusun dari beberapa bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi uraian tentang latar belakang perlunya melakukan Perancangan Hotel Kapsul Menggunakan Sistem Rainwater Harvesting Di Tanah Abang Jakarta, maksud dan tujuan dari perancangan, lingkup pembahasan perancangan menggunakan sistem rainwater harvesting, sistematika pembahasan karya tulis, dan kerangka berpikir perancangan. BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI Tinjauan teoritis umum terhadap proyek hotel kapsul dan tinjauan khusus mengenai topik/tema arsitektur sustainable design sebagai pendekatan perancangan arsitektur, disertai beberapa studi literatur dan studi kasus terhadap proyek sejenis sebagai pembanding yang relevan. BAB III PERMASALAHAN Identifikasi dan rumusan permasalahan-permasalahan arsitektural yang timbul berkenaan dengan aspek manusia, aspek bangunan, dan aspek lingkungan yang digali dan dikaji dari hasil tinjauan referensi dan landasan teori. BAB IV ANALISIS Analisa permasalahan dalam beberapa aspek yang dirumuskan melalui pendekatan perancangan dan topik arsitektur sustainable design. Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh, akan dihasilkan output berupa konsep serta poin-poin solusi penting yang akan dijadikan landasan dan pedoman dalam merencanakan dan merancang proyek hotel kapsul baik dari aspek bangunan, landscape, serta lingkungannya. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep perencanaan dan perancangan merupakan output berupa solusi terhadap permasalahan yang telah diidentifikasi dan dirumuskan pada
bab permasalahan serta merupakan hasil dari analisa pada bab sebelumnya. Konsep perencanaan dan perancangan inilah yang menjadi landasan dalam merencanakan dan merancang karya arsitektur untuk menghasilkan karya yang baik, benar, indah, kuat, serta fungsional. Konsep perancangan dilengkapi dengan skematik desain sebagai alur pemikiran dalam perancangan.
I.5. Kerangka Berpikir Latar Belakang Kebutuhan akan fasilitas transit. Kurangnya air bersih. Minimnya area resapan dan area hijau.
Pendekatan Sustainable Design
Tinjauan Umum
Studi Lapangan Studi Literatur
Rainwater Harvesting
Hotel Kapsul di Tanah Abang
Pokok Permasalahan
Maksud dan Tujuan
Analisa
Memfasilitasi pendatang dari luar kawasan Tanah Abang dengan tempat peristirahatan yang murah dan ramah lingkungan.
Menganalisa permasalahan untuk mencari solusi yang akan diterapkan dalam proses perancangan
Konsep
Skematik Desain
Perancangan
2.
Pembahasan 2.1.
Pertimbangan Sebelum Perancangan Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum merancang sistem rainwater harvesting pada sebuah hunian untuk keperluan domestik. Faktor-faktor tersebut antara lain: • Faktor lingkungan (khususnya iklim) • Faktor teknis • Faktor kebutuhan air
Faktor Lingkungan Menurut buku Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), curah hujan merupakan kunci utama dalam mengetahui apakah penggunaan sistem rainwater harvesting mampu bersaing dengan penggunaan sistem sumber air dari PDAM. Daerah yang berada di iklim tropis dengan musim kemarau pendek yang disertai dengan beberapa hujan badai berintensitas tinggi merupakan daerah yang memiliki kondisi yang paling cocok untuk pengaplikasian sistem rainwater harvesting.
Tabel II.2.3.4.1: Curah Hujan Rata-Rata per-Tahun Berdasarkan Iklim Kawasan
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan tahunan (dalam mm) yang dimiliki Daerah Khusus Ibukota Jakarta selama 6 tahun mulai dari 2001 – 2006 adalah:
Tabel II.2.3.4.2: Curah Hujan Bulanan Jakarta Tahun 2001 - 2006
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Januari
286
694
111
224
392
406
Februari
297
659
499
409
350
273
Maret
173
176
109
233
417
302
April
111
144
66
343
115
369
Mei
67
69
72
111
57
98
Juni
138
2
4
48
116
31
Juli
30
117
0
51
174
43
Agustus
79
0
0
0
39
10
September
10
0
23
0
30
0
Oktober
134
3
227
39
200
0
November
125
49
189
78
102
28
Desember
92
109
430
209
92
112
1542
2022
1730
1745
2084
1672
Total
1799,16 mm/tahun
Rata-Rata
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Dikarenakan tidak adanya pola perkembangan curah hujan yang konstan dan terus berubahnya rata-rata curah hujan di DKI Jakarta selama sepuluh tahun terakhir, maka data curah hujan DKI Jakarta dari tahun 2001-2006 tersebut dianggap sebagai data yang dapat digunakan. Berdasarkan jumlah dan referensi mengenai rata-rata curah hujan per-tahun berdasarkan iklim kawasan dapat disimpulkan bahwa curah hujan tahunan Kota Jakarta berada di kisaran 15002000 mm.
Faktor Teknis Selain faktor esensial seperti lingkungan, faktor lain yang mempengaruhi konstruksi dari sistem rainwater harvesting adalah tentu saja faktor teknis seperti:
•
Penggunaan material penangkap air hujan yang tentu saja kedap air seperti metal, keramik, asbestos, atau semen.
•
Ketersediaan
area
untuk
penyimpanan
air
hasil
tangkapan. •
Jumlah pengguna air dan peruntukan penggunaan air.
•
Ketersediaan sumber air lain seperti air permukaan atau air dari PDAM sebagai alternatif ketika air hasil rainwater harvesting habis.
•
Tersedianya pekerja dan material lokal yang cocok untuk perancangan dan manajemen sistem rainwater harvesting.
Menurut Janette Worm dan Tim van Hattum (2006), terdapat 4 jenis pengguna sistem Rainwater Harvesting. Antara lain: 1. Pengguna Tidak Berkala Pengguna yang menyimpan persedian air hujan dalam penyimpanan yang relatif kecil. Air yang ditangkap hanya digunakan untuk beberapa hari. 2. Pengguna Berselang Pengguna yang menggunakan sistem rainwater harvesting ketika musim hujan panjang. 3. Pengguna Sebagian Pengguna yang menggunakan air dari sistem rainwater harvesting secara terus menerus sepanjang waktu namun tidak mencukupi seluruh kebutuhan air yang diperlukan sehingga peruntukan kebutuhan airnya dibagi. 4. Pengguna Penuh Hanya menggunakan air yang berasal dari sistem rainwater harvesting sepenuhnya untuk semua keperluan rumah tangga sepanjang waktu.
Faktor Kebutuhan Air Jumlah angka kebutuhan air per orang sangat beragam. Perlu diingat pula jumlah penggunaan air juga bisa berubah secara drastis pada musim yang berbeda. Didalam Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006) dinyatakan bahwa dalam keadaan terdesak dan krisis air, sedikitnya manusia dapat menggunakan sebanyak 15 Liter air untuk mandi dan kebutuhan higienis lainnya dalam sehari. Menurut Fenty Wisnuwardhani (2006), kebutuhan air bersih di perkotaan pasti meningkat jumlahnya dari periode ke periode seiring dengan laju perkembangan dan pertambahan penduduk. Pernyataan tersebut dijabarkan kedalam tabel seperti berikut.
Tabel II.2.3.4.3: Pedoman Konsumsi Air
Kategori Kota
Jumlah
Konsumsi Air
Penduduk Metropolitan
>1.000.000
210 Liter/Orang/Hari
Besar
500.000-
170 Liter/Orang/Hari
1.000.000 Sedang
100.000-500.000
150 Liter/Orang/Hari
Kecil
20.000-100.000
90 Liter/Orang/Hari
Sumber: Kimpraswil
Sedikit berbeda dengan data berdasarkan hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya pada 2006 setiap orang Indonesia mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 144 Liter/Hari. Dari jumlah tersebut, pemakaian terbesar digunakan untuk keperluan mandi yakni sebanyak 65 Liter per Orang per Hari atau 45% dari total pemakaian air. Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui sebelum merancang sistem rainwater harvesting. Antara lain: 1. Jumlah pengguna dan rata-rata konsumsi per harinya. 2. Data curah hujan lokal dan data pola curah hujan lokal.
3. Jenis
pengguna
pada
sistem
(Tidak
berkala,
berselang, sebagian, penuh). 4. Area penangkap air hujan (dalam m2). Menurut Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), poin-poin krusial tersebut dapat dijabarkan menjadi sebuah skema dasar menyerupai kerangka berpikir yang menjadi acuan dalam perancangan awal sebuah sistem rainwater harvesting.
Gambar II.2.3.4.1: Skema Perencanaan Rainwater Harvesting
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
2.2.
Perancangan Sistem Rainwater Harvesting Berdasarkan Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), terdapat 5 langkah sistematis dalam merancang sebuah sistem rainwater harvesting. Tahap 1. Menentukan jumlah total kebutuhan air. Tahap 2. Merancang area penangkap air hujan. Tahap 3. Merancang sistem pengiriman air hujan. Tahap 4. Menentukan
ukuran
penyimpanan
air
yang
diperlukan. Tahap 5. Memilih desain penyimpanan air yang cocok untuk proyek yang bersangkutan.
Tahap 1. Menentukan Jumlah Total Kebutuhan Air Total kebutuhan air yang akan digunakan sebagai acuan adalah kebutuhan air per tahun. Untuk mengetahui jumlah tersebut didapati persamaan:
Kebutuhan Air = Rata rata konsumsi air per orang x jumlah penghuni x 365 hari
Walaupun pada kenyataannya konsumsi air tiap orang pasti berbeda, namun dengan asumsi rata-rata konsumsi harian orang, persamaan ini dapat dijadikan acuan yang valid. Selain kebutuhan air, perlu juga diketahui mengenai perkiraan jumlah air yang akan diterima. Dengan menggunakan data curah hujan yang tersedia, dan koefisien run-off, maka dapat diketahui persamaan jumlah air yang akan diterima.
Supply = Rainfall x Area x Run-off coefficient Supply
= Rata-rata air yang akan diterima dalam setahun
Rainfall
= Rata-rata curah hujan tahunan
Area
= Area penangkap air hujan
Run-off coefficient = Koefisien Run-off
Tabel II.2.3.5.1: Koefisien Run-off
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Tahap 2. Merancang Area Penangkap Air Hujan Desain area penangkap air hujan diharapkan efisien dan memenuhi luas rata-rata yang dibutuhkan agar meningkatkan jumlah air yang dapat dipanen. Selain menurut aspek teknis tersebut, desain area penangkap hujan juga diharapkan dapat menjadi komponen vocal point pada bangunan sehingga komponen tersebut terlihat menarik dan tidak mengganggu nilai estetika pada bangunan.
Tahap 3. Merancang Sistem Pengiriman Air Hujan Desain sistem pengiriman air hujan juga diharapkan berfungsi seefisien mungkin dengan mempertimbangkan jarak antara area penangkap dengan bak penyimpanan. Tidak lupa untuk tetap mempertimbangkan aspek-aspek utilitas arsitektural. Pada
umumnya,
rainwater
harvesting
pada
hunian
menggunakan sistem pengiriman dengan pengaplikasian talang air di ujung genteng. Material yang digunakan sebagai talang pada umumnya adalah Aluminium dikarenakan material Aluminium memiliki sifat anti karat. Bentuk yang dapat digunakan beragam antara lain kotak, setengah lingkaran, atau bentuk huruf “v”.
Gambar II.2.3.5.1: Contoh Jenis Talang
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Namun, pengaplikasian talang tersebut dibatasi hanya pada bangunan yang menggunakan atap miring. Lain halnya dengan bangunan yang memiliki area penangkap air hujan dengan desain khusus, sistem pengiriman tidak memerlukan talang air sebagai komponen penyambung area penangkap dengan pipa pengirim. Sedangkan untuk pipa pengirim cukup menggunakan pipa PVC berdiameter 4 Inchi yang juga digunakan pada landed house pada umumnya.
Tahap 4. Menentukan Ukuran Penyimpanan Air Ukuran penyimpanan air dapat ditentukan berdasarkan persamaan pertama pada tahap 1. Berdasarkan kebutuhan air dan prakiraan jumlah air yang akan diperoleh, dapat diketahui pula ukuran penyimpanan air yang dibutuhkan.
Tahap 5. Memilih Desain Penyimpanan Air Desain penyimpanan yang cocok untuk proyek amat sangat bergantung kepada kondisi tapak setempat dan zoning pada tapak sekaligus bangunan.
2.3.
Kebutuhan Air Mengacu kepada tinjauan pada bab II mengenai perancangan sistem rainwater harvesting, perlu dilakukan analisa berdasarkan persamaanpersamaan yang diketahui. Hal pertama yang harus diketahui adalah menentukan jumlah kebutuhan air dengan persamaan sebagai berikut:
Rata-rata kebutuhan air = Rata rata konsumsi air per orang x jumlah penghuni x 365 hari
Jumlah rata-rata konsumsi air per orang diambil berdasarkan data survey Direktorat Pengembangan Air Minum yaitu 65 Liter/Hari. Sedangkan untuk jumlah penghuni diambil berdasarkan jumlah penghuni yang didapat dari analisa program ruang yaitu 292 orang.
Rata-rata kebutuhan air
= 65 Liter/Hari x 292 Orang x 365 Hari = 6.927.700 Liter/Tahun = 18.980 Liter/Hari = 19 m3/Hari
2.4.
Perkiraan Jumlah Air Yang Akan Diterima Setelah diketahui jumlah air yang dibutuhkan, hal berikutnya yang harus diketahui adalah perkiraan jumlah air yang akan diterima.
Rata-rata air yang akan diterima/Supply = Rata-rata curah hujan tahunan x Area penangkap air hujan x Run-off coefficient
Mengacu kepada jumlah kebutuhan air yang sudah diketahui melalui pembahasan sebelumnya, jumlah rata-rata air yang akan diterima dapat diketahui sebagai perbandingan apakah jumlah air yang diterima dapat menutupi semua jumlah air yang dibutuhkan. Dengan rata-rata curah hujan tahunan di Jakarta, luas atap penangkap hujan pada desain sebagai area penangkap hujan, serta run-off coefficient atap baja ringan.
Supply
= 1,799 m/tahun x 1567 m2 x 0,9 = 2538,54 m3/Tahun = 7 m3/Hari
2.5.
Penyimpanan Air dan Skema Utilitas Berdasarkan analisa pada poin sebelumnya dapat disimpulkan bahwa jumlah air yang akan diterima tidak dapat memenuhi kebutuhan air yang diperlukan selama setahun sehingga jenis penggunaan sistem Rainwater Harvesting pada hotel kapsul ini adalah jenis penggunaan sebagian. Air hasil Rainwater Harvesting digunakan sepanjang tahun namun penggunaannya hanya diperuntukkan bagi flushing toilet dan menyiram tanaman sehingga tidak memerlukan proses filtrasi. Sedangkan untuk keperluan mandi, sumber air yang digunakan tetap berasal dari PDAM.
Gambar IV.1.7.2.1: Diagram Batang Curah Hujan
Data curah hujan yang sudah didapat pada bab sebelumnya di konversi menjadi sebuah diagram. Dapat terlihat pada diagram grafik supply air hujan untuk musim kemarau yang terbentang mulai dari bulan Mei hingga September sangat minim. Sebaliknya, pada musim hujan mulai bulan Oktober hingga April supply air hujan dirasa cukup bahkan di awal tahun supply air hujan sangat memuncak. Untuk menanggapi masalah defisit supply air pada musim kemarau diaplikasikan sistem sebagai berikut. Gambar IV.1.7.2.2: Skema Defisit Grafik Curah Hujan
Air hujan yang berlebih pada musim hujan disimpan di tangki penampungan yang berbeda dengan air yang akan digunakan untuk keperluan sehari sehari. Sehingga air yang diperuntukkan bagi musim kemarau tidak akan terpakai oleh air yang digunakan selama musim hujan. Sistem penyimpanan terbagi menjadi dua jenis yaitu Ground Tank dan Roof Tank. Masing-masing jenis tangki penyimpanan terbagi lagi menjadi dua antara lain tangki penyimpanan PDAM dan tangki penyimpanan air hujan. Dikarenakan penggunaan air hujan terbagi kedalam dua musim, maka Ground Tank air hujan tidak hanya satu, melainkan dua. Ground Tank musim hujan dan Ground Tank musim kemarau. Gambar IV.1.7.2.3: Skema Penyimpanan Air
Dengan sistem tersebut, dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan tangki penyimpanan air sebanyak 5 buah. Tiga buah Ground Tank dan dua buah Roof Tank. Secara garis besar, skema utilitas pada bangunan adalah sebagai berikut.
Gambar IV.1.7.2.4: Skema Utilitas
Jenis tangki penyimpanan yang digunakan adalah tangki penyimpanan air panel yang bersifat modular sehingga dapat dirakit pada tapak. Ukuran tangki mengacu kepada jumlah rata-rata kebutuhan air serta jumlah rata-rata air yang akan diterima. Untuk Roof Tank menggunakan tangki berukuran 24 m3 atau sama dengan 3 m x 4 m x 2 m. Sedangkan untuk Ground Tank menggunakan tangki berukuran 30 m3 atau sama dengan 3 m x 5 m x 2 m.
3.
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jenis penggunaan air hujan yang cocok dengan Hotel Kapsul di Tanah Abang Jakarta adalah jenis penggunaan sebagian. Yang berarti bahwa air hujan hanya digunakan untuk keperluan flushing toilet. Sedangkan untuk keperluan mandi dan cuci tetap menggunakan air dari PDAM. Dengan pemanfaatan air hujan tersebut, desain Hotel Kapsul juga sebisa mungkin mengadaptasi lingkungan dan sedikit banyak diharapkan mampu untuk mereduksi penyebab terjadinya banjir pada kawasan tersebut.
Referensi 2008. Organisational Guidelines for Water Quality Testing. WaterAid
Brian Edwards, David Turrent. 2000. Sustainable Housing Principles & Practice. Oxon: E & FN Spon
Fenty Wisnuwardhani, Supriharyono, Pranoto SA. 2006. Analisis Kecenderungan Penggunaan Sistem Penyediaan Air Bersih Di Perumahan Bank Tabungan Negara (BTN) Padang Harapan Bengkulu.
Fety Kumalasari, Yogi Satoto. 2011. Teknik Praktis Mengolah Air Kotor Menjadi Air Bersih. Jakarta: Laskar Aksara
Francis D. K. Ching. 1996. Architecture: Form, Space, and Order. International Thomson Publishing Inc.
Janette Worm, Tim van Hattum. 2006. Rainwater Harvesting for Domestic Use. Wageningen: Agromisa Foundation
Juwana, Jimmy. 2005. Panduan Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta: Erlangga
McLennan, J.F. 2004. The Philosophy of Sustainable Design.
Peter F. Smith. 2005. Architecture in a Climate of Change. Burlington: Architectural Press
Witono Basuki. 2008. Air Hujan dan Kita: Panduan Praktis Pemanfaatan Air Hujan. Jakarta: Kompas