UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS KADAR BORAKS PADA KURMA YANG BEREDAR DI PASAR TANAH ABANG DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
SKRIPSI
QAFFAH SILMA AZAS NIM. 109102000021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2013/ 1434H
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS KADAR BORAKS PADA KURMA YANG BEREDAR DI PASAR TANAH ABANG DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
QAFFAH SILMA AZAS NIM. 109102000021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2013/ 1434H
ii
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama NIM Tandatangan
: Qaffah Silma Azas : 109102000021 :
Tanggal
: Jakarta, September 2013
iii
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA
:QAFFAH SILMA AZAS
NIM
:109102000021
PROGRAM STUDI : FARMASI JUDUL SKRIPSI
:ANALISIS KADAR BORAKS PADA KURMA YANG BEREDAR
DI
PASAR
TANAH
ABANG
DENGAN
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
LinaElfita, M.Si., Apt.
Supandi ,M.Si., Apt.
NIP.197312122011012002
NIP.
iv
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh
:
Nama
: QaffahSilmaAzas
NIM
: 109102000021
Program Studi
: Farmasi
Judul
: Analisis Kadar Boraks Pada Kurma yang Beredar di Pasar Tanah Abang dengan Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: LinaElfita, M.Si., Apt.
(
)
Pembimbing II
: Supandi ,M.Si., Apt.
(
)
Penguji I
:IsmiarniKomala, PhD,M. Sc, Apt.
(
)
Penguji II
:YuniAnggraeni, M.Farm, Apt.
(
)
Ditetapkan di
:Ciputat
Tanggal
:
September 2013
v
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama NIM Program Studi Judul
: Qaffah Silma Azas : 109102000021 : Farmasi :Analisis Kadar Boraks pada Kurma yang Beredar di Pasar Tanah Abang dengan Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Telah dilakukan penelitian analisis boraks dalam kurma dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan melakukan penetapan kadar, menggunakan metode kualitatif dengan uji nyala api, pereaksi kurkumin cair, dan kertas kunyit; dan kuantitatif dengan spektrofotometer Uv-vis. Hasil penelitian diperoleh panjang gelombang maksimum 549,05nm. Hasil validasi yang telah dilakukan diperoleh linieritas pada rentang konsentrasi 0,1-1,6 µg/mL dengan nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,9998; perolehan nilai LOD adalah 0,0392 µg/ mL dan LOQ 0,1309 µg/ mL; nilai akurasi atau persenperolehan kembali yaitu 97,73%; presisi atau hasil simpangan baku dan simpangan baku relative atau koefisienvariasi (KV) adalah0,271 % dan 0,278%. Dari uji validasi tersebut menunjukkan bahwa semua metode yang telah dilakukan valid, sehingga dapat dilakukan penetapan kadar boraks pada sampel. Dari hasil penelitian ini sebanyak 13 sampel kurma yang diperiksa, 9 sampel yang diuji secara kualitatif positif ditemukan adanya boraks dan dengan pengujian kuantitatif diperoleh kadar terendah 84,25 µg/gram dan kadar tertinggi 559,10 µg/gram.
Kata kunci: boraks, kurma, kurkumin, spektrofotometer UV-vis.
vi
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name NIM Program Study Judul
: Qaffah Silma Azas : 109102000021 : Pharmacy :Determination of boraks contain in date palm which distributed in Tanah Abang market using UV-Vis spectrophotometer
Analysis of borax in date palm has been done on research for identification and determine content of borax using qualitative method by flame test, curcumin liquid reagen and turmeric paper and also with quantitative method by UV-Vis spectrophotometry. The result of this research obtained the maximum wave length in 549,05 nm. Validation value has been know in range concentration 0,1-1,6 µg/ml with the correlation coefficient value were 0.9998, LOD value were 0,0392 µg/ml and LOQ value were 0,1309 µg/ml; acuratation value were 97,73%; precision value and variation coefficient value respectively were 0,271% and 0,278%. The parameters of validation test showed that all method were validated and can be used for determine content of borax on sampel. The result of this research 13 samples were examined, 9samples were identified by quantitative method showed positive content on samples. The result showed 9 out of 13 samples were identified qualitatively were positive containing borax and quantitative the lower content of boraks on 84,25 µg /gram and the largest content of boraks on 559,10 µg/gram. Keywords: borax, date palm, curcumin, UV-Vis spectrophotometer
vii
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR Bismillahirahmaanirrahiim Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Kadar Boraks pada Kurma yang Beredar di Pasar Tanah Abang dengan Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. dan bapak Supandi, M.Si., Apt. Selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, bimbingan serta motivasi kepada penulis selama penelitian.
2.
Prof. DR (hc). Dr. M. K Tadjudin, Sp. And. Selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.
3.
Drs. Umar Mansur, M.Sc. Selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.
4.
Dosen-dosen, staff, karyawan Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.
5.
Kakak-kakak laboran Ka pipit, Ka prita, Ka Eris, Ka Lisna, Ka Tiwi, Ka Liken, Ka Rahmadi yang telah memberi bantuan kepada penulis pada saat penelitian di kampus.
6.
Teruntuk kedua orang tuaku tercinta Ibunda Zamni Sa’adah S.Pd dan ayahanda Azwar Danuar, serta adikku tersayang rintul kiting Arifia Azas dan saudaraku dr.Latifahni Salinaz yang telah melimpahkan segenap tenaga baik batin maupun lahiriah dan mengucurkan doa yang tak pernah berhenti serta cinta dank asih sayangnya yang tak tergantikan dalam setiap langkah penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
7.
Teruntuk orang tua keduaku Dr. Anwar Abbas MM., M.Ag dan Nurlaili S.Pd dan kakak-kakaku Uda Hero, Uni Dini, Uni Rika, dan Ka Nuki serta sanak saudara lainnya terima kasih atas bantuan semangat dan do’anya.
8.
Yoga Dwidingga atas segala pengertian, semangat dan bantuannya.
9.
Sahabat-sahabat tersayang Bella, Chairunisa, Cimo Nadya, Indah Fadlul, Widya, Chacha, Ziah, Isti, Liza, Vivi, Gian Pertela, Arif, Irsyad, Agung, Mutia, Dina, Nova, Risda, Hissi, Ahda, Puput. Terima kasih untuk tambahan ilmu, semangat, motivasi, canda tawa dan kasih sayang selama ini, semoga persahabatan kita selalu selamanya.
10.
Sahabat-sahabat 7 cm yang hebat untuk motivasi semangat berjuang bersama dan lulus bersama Indah Fadlul Maula, Faris Biladi, Alm. Danu Saputro, Lutfi Destianto S.P., Rusdi S.P., Dewi AntariksaS.Pd.
11.
Teman-teman seperjuangan jurusan Farmasi angkatan 2009 kelas A dan B. Terima kasih atas kebersamaan kita dari awal masuk sampai akhir ini, semoga silaturahmi kita bisa tetap terus terjaga, karena kita adalah keluarga.
12.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima segala saran dan kritik.
Semoga
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai amal ibadah dan dibalas oleh Allah SWT dan penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Aamiin. Jakarta, September 2013 Penulis
ix
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: QaffahSilmaAzas
NIM
: 109102000021
Program studi
: Farmasi
Fakultas
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
JenisKarya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya dengan judul
ANALISIS BEREDAR
KADAR
DI
PASAR
BORAKS
PADA
TANAH
KURMA
ABANG
YANG
DENGAN
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Nama NIM Tandatangan
: Qaffah Silma Azas : 109102000021 :
Tanggal
: Jakarta, September 2013
x
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................... HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ABSTRAK ............................................................................................... ABSTRACT ............................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. DAFTAR ISI ............................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1. Latar belakang .............................................................................. 1.2. Perumusan masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2.1. Bahan Tambahan Makanan .......................................................... 2.2. Bahan Pengawet ........................................................................... 2.3. Kurma (Phoenix dactylifera) ........................................................ 2.4. Boraks ........................................................................................... 2.5. Kurkumin ..................................................................................... 2.6. Spektrofotometer UV- Vis ........................................................... 2.7. Validasi Metode Analisis ............................................................. 2.8. Teknik Sampling .......................................................................... BAB 3METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 3.1. Pengambilan Sampel .................................................................... 3.2. Tempatdan Waktu Penelitian ....................................................... 3.3. Alat dan Bahan ............................................................................. 3.4. Prosedur Penelitian ...................................................................... BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 4.1. Preparasi Sampel Uji .................................................................... 4.2. Uji Kualitatif ................................................................................ 4.3. Uji Kuantitatif .............................................................................. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 5.2. Saran............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
xi
ii iii iv v vi vii viii x xi xii xiii xiv 1 1 4 4 4 5 5 5 9 10 13 13 18 23 26 26 26 26 26 32 33 33 35 42 42 42 43
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Rumus Struktur Boraks.............................................................. Gambar 2.2 Rumus Struktur Kurkuminoid utama rimpang kunyit ............... Gambar 2.3 Berkas sinar melewati medium .................................................. Gambar 2.4 Skema kerja alat spektroskopi ................................................... Gambar 2.5 Skema Spektrofotometer tipe Single beam................................ Gambar 2.6 Skema Spektrofotometer tipe double beam ............................... Gambar 2.7 Proses Penyerapan cahaya ......................................................... Gambar 4.1 Sampel kurma curah yang diperoleh dari pasar tanah abang .... Gambar 4.2 Uji nyala api serbuk boraks yang dibakar berwarna hijau .........
xii
11 13 14 15 16 16 17 37 38
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Pembagian daerah spektrum secara garis besar ..................................... 14 Tabel 4.1 Hasil kadar boraks yang diperoleh pada sampel kurma curah menggunakan Spektrofotometer Uv-vis ................................................ 33 Tabel 4.2 Nilai absorbansi larutan boraks dengan menggunakan spektrofotometer .................................................................................... 38 Tabel 4.3 Perhitungan presisi dan akurasi kurmasimulasi..................................... 39 Tabel 4.4 Hasil kadar boraks yang diperoleh pada sampel kurma curah menggunakan Spektrofotometer Uv-vis ................................................ 41
xiii
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5.
Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13.
Sampel uji yang diperoleh dari pasar Tanah Abang .............. Hasil uji kualitatif .................................................................. Hasil uji warna dengan menggunakan kurkumin cair ........... Hasil identifikasi boraks dengan menggunakan kertas kurkumin ................................................................................ Nilai Absorbansi dan kurva kalibrasi larutan deret standard boraks yang diperoleh menggunakan spektrofotometer UVVis .......................................................................................... Perhitungan nilai LOD dan LOQ dari deret standard boraks dengan y=0,0553+0,33x ........................................................ Skema Pencampuran larutan boraks ke dalam kurma ........... Absorbansi yang diperoleh dari simulasi kurma berboraks dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis .................. Presentasi perolehan kembali simulasi kurma berboraks ..... Perhitungan nilai LOD dan LOQ dari kurva kalibrasi yang menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis .................. Perhitungan presisi dan akurasi kurma simulasi................... Absorbansi sampel kurma menggunakan spektrofotometer UV-Vis................................................................................... Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan ......................................
xiv
46 46 47 48
49 50 51 52 52 53 54 56
57
UIN SyarifHidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh
kualitas pangan yang dikomsumsinya. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa pangan yang dikomsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud adalah bebas dari cemaran biologi, kimia, dan cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Depkes, 1996). Cemaran yang terdapat pada pangan umumnya berasal dari bahan tambahan yang dapat diduga digunakan sebagai pengawet, pewarna, pemanis, dan aroma. Berdasarkan permenkes RI No. 1168/MENKES/PER/X/1999, bahan makanan yang dilarang digunakan dalam bahan makanan tambahan salah satunya adalah asam borat (boric acid) dan senyawanya (Depkes, 1999). Permenkes tersebut dapat dilihat pada lampiran 13. Boraks berasal dari bahasa arab yaitu bouraq, pada awalnya dikenal mempunyai aktivitas sebagai bahan antiseptik yang digunakan sebagai bahan pembersih, pengawet kayu, dan herbisida. Namun saat ini boraks tidak digunakan sebagai pembersih, tetapi digunakan sebagai pengental atau pengawet makanan. Dengan adanya boraks, adonan dapat lebih lentur dan elastis, sehingga tidak cepat melebar atau sagging. Boraks banyak digunakan oleh industri kecil atau industri rumah tangga, dalam pembuatan adonan mie, gendar, atau kerupuk gendar (kerupuk nasi) (Winarno et al., 1994). Dalam air, boraks merupakan campuran natrium metaborat dan asam borat. Sedangkan dalam suasana asam, boraks terurai menjadi asam borat. Gejala keracunan boraks akut meliputi rasa mual, muntah–muntah, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous, bahkan dapat menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak dosis 5-6 gram. Asam borat dan senyawanya akan memberikan dampak kronis mulai dari dosis 0,2 mg/kg/hari (USDA, 2006).
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait penggunaan boraks pada makanan. Penelitian terhadap mie basah di kota Padang menyatakan bahwa 5 dari 10 sampel yang diuji mengandung boraks dengan kadar tertinggi adalah 557,14 ppm (Elmatris et al., 2006). Data Survei Keamanan Pangan Badan POM RI tahun
2010 menyatakan penyalahgunaan formalin sebesar 4,89% dan penyalahgunaan boraks sebesar 8,80%. Analisis boraks pada lontong yang dilakukan oleh Anisyah Nasution di Medan tahun 2009 menyatakan bahwa 62,5% lontong yang beredar di kelurahan Padang Bulan Kota Medan mengandung boraks. Di Jakarta Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta memeriksa sampel berupa kue basah, krupuk, mie, tahu, asinan dan minuman seperti es buah dan es doger di pasar Bendungan Hilir yang positif mengandung boraks dan bahan yang berbahaya lainnya (Afifah, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun pemerintah telah melarang pengunaan boraks, ternyata sebagian masyarakat produsen makanan masih menggunakannya. Bahan pangan yang cukup digemari di Indonesia salah satunya adalah kurma, terlebih saat musim haji dan saat bulan Ramadhan tiba. Banyak masyarakat muslim yang mengonsumsi kurma karena selain disunnahkan untuk berbuka puasa dengan kurma, kurma juga mempunyai kadar glukosa yang tinggi sehingga mengembalikan energi bagi tubuh yang berpuasa menahan makan dan minum sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Telah diriwayatkan dari Salman bin ‘Amir radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian berbuka, hendaklah berbuka dengan kurma, karena dia adalah berkah, apabila tidak mendapatkan kurma maka berbukalah dengan air karena dia adalah bersih.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud). Dan Ibnu Katsir berkata, ”Allah menyebutkan buah kurma ini secara khusus karena kemuliaan dan manfaat yang dikandungnya, baik ketika masih basah maupun ketika telah kering”. Di industri biasanya menyimpan kurma pada suhu -3° C selama satu tahun. Setelah masa pengemasan tersebut, kurma di sebar ke pasaran. Buah kurma memiliki umur simpan sampai 2 tahun pada suhu kamar (25° C). Kualitas kurma
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan, karena karakteristik pada kurma dapat berbeda setelah ditangan konsumen (Biglari, 2009). Masa simpan kurma yang hanya bertahan 2 tahun, pada suhu kamar (25°C) dan masa laris penjualan hanya pada momen-momen tertentu tersebut, memungkinkan para produsen mengolah kurma agar mempunyai masa simpan yang lebih lama lagi. Hal ini diberitakan tim Reportase Investigasi di salah satu stasiun TV Swasta. Tim Reportase Investigasi mengendus adanya penggunaan boraks pada kurma dengan melakukan studi kasus. Sampel uji 4 dari 8 sampel studi kasus positif mengandung boraks. Kurma yang mengandung boraks tersebut dibeli di toko khusus buah ternama dan supermarket. Studi kasus yang dilakukan oleh tim Reportase Investigasi tersebut dapat disimpulkan bahwa harga, tampilan, atau kemasan penjualan bukan patokan sebuah kurma aman dikonsumsi. Dalam harian kompasiana-kesehatan online pada tanggal 14 November 2012 menyatakan bahwa dengan bahan kurma yang mutu dan masa simpan lebih dari 2 tahun, biasanya para pedagang/distributor mendaur ulang kurma dengan cara mencampurkan boraks dan minyak kelapa, kurma-kurma yang nyaris busuk dibuat menjadi kurma yang menarik minat untuk dikonsumsi. Minyak kelapa berfungsi untuk memisahkan buah kurma agar tidak saling lengket satu sama lain. Kurma tersebut kemudian dijual ke konsumen dengan harga yang murah. Tujuan menyulap kurma yang hampir busuk dan kadaluarsa tersebut agar terlihat segar dan layak konsumsi. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis boraks pada kurma yang dijual di pasar Tanah abang. Pasar Tanah Abang dipilih karena terdapat banyak penjual kurma yang di-import langsung dari Saudi Arabia. Identifikasi adanya boraks dilakukan dengan metode kualitatif dengan uji nyala api, pereaksi kurkumin cair, dan uji kertas kunyit sedangkan penetapan kadar
boraks
dilakukan
dengan
metode
kuantitatif
menggunakan
Spektrofotometer UV- Vis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.2.
Perumusan Masalah
1.
Apakah
validasi
metode
penetapan
kadar
boraks
menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis memenuhi persyaratan. 2.
Apakah kurma yang beredar di pasar Tanah Abang mengandung boraks sebagai bahan pengawetnya.
1.3.
Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan boraks
pada kurma.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pada beberapa produk kurma ternyata mengandung boraks sebagai pengawet,
2.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat pada produk yang mengandung boraks, khususnya buah kurma.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bahan Tambahan Makanan Pengertian atau definisi bahan tambahan makanan (BTM) cukup
bervariasi. Secara umum yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan tertentu (Depkes, 1999). Pemberian bahan tambahan pada makanan dan minuman sudah menjadi hal biasa dilakukan oleh masyarakat. Bahan tambahan makanan berarti bahan apapun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk teknologi termasuk (organoleptik) dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan atau penanganan makanan atau dapat diharapkan (secara langsung atau tidak langsung) terhadap makanan itu atau hasil sampingannya menjadi bagian komponen makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu (Depkes, 1999). Peranan BTM pada dasarnya sebagai senyawa yang ditambahkan dalam bahan pangan untuk memperbaiki penampilan, cita rasa, tekstur, atau sifat-sifat penyimpanannya serta untuk mempengaruhi kualitas yang dikehendaki. BTM digunakan di industri-industri makanan untuk meningkatkan mutu pangan olahan. Bahan tambahan makanan tersebut hanya dibenarkan jika ditujukan untuk keperluan berikut: 1. Mempertahankan nilai gizi makanan Sebagai contoh, penambahan bahan antioksidan seperti BHA (butil hidroksianisol) dalam pengolahan vitamin A akan mempertahankan potensi vitamin tersebut bila ditambahkan pada makanan. 2. Sebagai konsumsi segolongan orang tertentu yang memerlukan makanan diet. Misalnya penambahan bahan pemanis buatan seperti sakarin ke dalam makanan atau minuman, sehingga tidak menambahkan kalori ke dalam makanan tersebut.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
3. Mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat-sifat organoleptiknya sehingga tidak menyimpang dari sifat alamiahnya, dan dapat membantu mengurangi makanan yang dibuang. Bahan pengawet memegang peranan penting dalam memperpanjang daya simpan makanan, sehingga memungkinkan bagi makanan-makanan tersebut ditransportasikan dalam jarak yang jauh, disimpan untuk waktu yang lama, tetapi masih dapat dikonsumsi secara aman. 4. Sebagai
keperluan
pembuatan,
pengolahan,
penyediaan,
perlakuan,
pewadahan, pembungkusan, pemindahan, atau pengangkutan. Beberapa makanan dalam proses pengolahannya membutuhkan penggunaan bahan-bahan seperti bahan pengstabil bahan penjernih, dan bahan pengikat logam. Penggunaan bahan-bahan tersebut memungkinkan bagi industri dalam skala besar memproduksi makanan dengan komposisi dan mutu yang konstan sepanjang tahun. 5. Membuat makanan menjadi lebih menarik penggunaan bahan tambahan makanan, seperti pewarna dan bahan pemantap tekstur memperbaiki bahan baku
yang
bervariasi
sehingga
nantinya
produk
akhir
mempunyai
penampakan, rasa, serta penampilan yang selalu sama setiap waktu (Winarno, Titi, 1994; Des Rosier, 1998).
2.2
Bahan Pengawet Bahan Pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengemasan, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Akan tetapi tidak jarang produsen menggunakan zat tersebut pada pangan dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur. Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman, seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap, dan lain-lain (Cahyadi, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda, sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya pun juga berbeda. Saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin (Cahyadi, 2008). Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebakan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang non-patogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya. Kerugian tersebut dapat bersifat langsung, misalnya keracunan, maupun yang bersifat tidak langsung atau kumulatif, misalnya bila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik. Kebanyakan bahan pengawet memiliki ciri sebagai senyawa kimia yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya yang diperlukan untuk memberikan tingkat toksisitas yang selektif (Cahyadi, 2008). Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian, penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman, atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap pangan disebabkan oleh mikroorganisme. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. Aktivitas-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2008). Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan peradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan, jagung. Demikian pula pengawetan dengan menggunakan garam, asam, dan gula telah dikenal sejak dulu kala. Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut: a.
menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen
b.
memperpanjang umur simpan pangan
c.
tidak menurunkan kualitas gizi, warna, citra rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan
d.
tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
e.
tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan
f.
tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Keamanan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu
diperhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan di luar bahan pangan maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan itu sendiri. Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya, selain persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan, antara lain: a.
memberi
arti
ekonomis
dari
pengawetan
(secara
ekonomis
menguntungkan) b.
digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia
c.
memperpanjang umur simpan dalam pangan
d.
tidak menurunkan kualitas (warna, citra, rasa, dan bau) bahan pangan yang diawetkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
e.
mudah dilarutkan
f.
menunjukkan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pH bahan pangan yang diawetkan
g.
aman dalam jumlah yang diperlukan
h.
mudah ditentukan dengan analisis kimia
i.
tidak menghambat enzim-enzim pencernaan
j.
tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik
k.
mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan
l.
mempunyai spektra antimikrobia yang luas, meliputi macam-macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan (Cahyadi, 2008).
2.3
Kurma (Phoenix dactylifera) Kurma merupakan kebutuhan utama dan menjadi salah satu sektor
ekonomi di Timur Tengah. Karena sejarah pembudidayaannya sudah lama sekali, asal-usulnya yang pasti tidak diketahui, namun diduga pohon ini berasal dari oasis padang pasir di Afrika Utara. Kurma (Phoenix dactylifera) atau dalam bahasa Arab biasa disebut tamr tergolong dalam kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, Kelas liliopsida, ordo arecales, keluarga arecaceae, genus phoenix, dan spesies Phoenix dactylifera (FAO, 2004). Terdapat empat tahap dalam pematangan buah kurma yaitu tahap kimri, tahap khalal, tahap rutab, dan tahap tamr (Aji, 2009). Buah kurma, juga dikisahkan dalam Al- Quran Surat Maryam ketika akan melahirkan nabi Isa a.s “Maka Jibril menyeru ke arahnya dari tempat yang rendah: 'Janganlah kamu takut/bermuram durja, sesungguhnya Tuhanmu menjadikan anak sungai di bawahmu dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon tersebut akan menggugurkan buah yang masak kepadamu." (Al-Quran; Surah Maryam ayat 24-25). Berdasarkan kisah tersebut dapat dianalisis makna tersirat di dalamnya, bahwa mengonsumsi kurma sangat baik untuk tubuh bahkan dianjurkan oleh agama islam. Kadar gula pada kurma sangat tinggi, yaitu mencapai 50-57%. Kadar gulanya yang tinggi sangat baik bila dijadikan sebagai sumber energi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
tubuh. Gula ini diperoleh dari penyerapan makanan utama karbohidrat oleh mukosa usus halus. Gula banyak terdapat dalam plasma darah yang juga menjaga keseimbangan hematokrit darah. Pada plasma darah glukosa berbentuk glukosa-6fosfat dan glukosa-1-fosfat (Lehninger, 1980). Buah kurma kaya dengan protein, serat, glukosa, dan vitamin A ( karoten), vitamin B1 ( tiamin), vitamin B2 (riboflafin), vitamin C (asam askorbat), biotin, niasin, dan asam folat, juga terdapat zat mineral seperti besi, kalsium, sodium, dan potassium. Selain itu kadar protein pada buah kurma sekitar 1,8-2%, kadar glukosa sekitar 50-57%, dan kadar serat 2-4% (Aji, 2009). Biji kurma juga mengandung sejumlah senyawa fenolik seperti hidroksitiroson, dan tirosol, senyawa sterol seperti kolesterol, stigmasterol, dan -sitosterol, selain itu juga terdapat senyawa tokoferol seperti α-tokoferol, δ-tokoferol, dan -tokoferol (Aji, 2009). Unsur makanan yang paling cepat untuk dicerna dan paling cepat masuk ke dalam darah adalah zat gula, khususnya yang mengandung monosakarida (sukrosa) dan disakarida (glukosa) karena tubuh manusia dapat dengan mudah dan cepat menyerapzat tersebut dalam waktu beberapa detik saja. Terlebih apabila lambung dan usus-usus sedang dalam keadaan kosong sebagaimana kondisi orang yang berpuasa. Kurma memiliki kadar gula yang tinggi (semi-kering kurang lebih 60% setelah panen) dan kadar air yang rendah (kadar air pada kurma dari 81,3381,77% mengalami penurunan menjadi 15% setelah panen). Hal inilah yang membuat kurma itu tahan terhadap pembusukan mikroba setelah panen (Tafti, 2006). Berdasarkan kadar air, kurma dapat dibagi menjadi tiga macam yakni kurma lunak (soft) dengan kadar 18-22% ; setengah kering (semi-dry) dengan kadar 11-15% ; dan kering (dry) 7-9% (Biglari, 2009).
2.4
Boraks Rumus Molekul
: Na2B4O7. 10H2O
Nama Kimia
: Natrium tertaborat
Berat Molekul
: 381,37
Berat Jenis
: 1,68- 1,72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
Titik Leleh
: 175oC
Struktur molekul
[Sumber: http://pubchem.ncbi.nlm.nihgov/summary/summary.cgi?cid=6432057]
Gambar 2.1 Struktur molekul boraks
Boraks merupakan senyawa kimia yang mengandung unsur boron (B). Boraks merupakan kristal lunak tidak berwarna, terjadi dalam suatu deposit hasil proses penguapan hot spring (pancuran air panas) atau danau garam. Boraks termasuk kelompok mineral borat, suatu jenis senyawa kimia alami yang terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O2). Beberapa jenis boraks jarang ditemui, dan terjadi pada daerah tertentu saja, sebaliknya beberapa di antaranya, misalnya boraks, kernite (Na2B4O74H2O) dan colemanite (Ca2B6O11.5H2O) secara komersil ditambang untuk pembuatan boraks, asam borat serta berbagai garam boron sintesis (Winarno, Titi, 1994). Boraks mempunyai ciri hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih dan tidak berbau. Larutannya bersifat basa terhadap fenoftalen. Pada udara kering merapuh. Hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Larut dalam 20 bagian air; 0,6 bagian air mendidih dan 1 bagian gliserol, praktis tidak larut dalam etanol (Reynold, 1982; Farmakope IV, 1995; Farmakope III, 1979). Sifat Farmakologis a.
Absorpsi Boraks diabsorpsi secara cepat oleh saluran cerna, kulit yang terbakar, dan
pada kulit yang terluka. Namun boraks tidak diabsorpsi secara baik pada kulit yang utuh. Boraks didistribusikan ke seluruh tubuh dan memiliki afinitas yang besar terhadap hati, otak, dan ginjal, sehingga dapat terakumulasi pada organ tersebut (Goodman, 1975; Winarno, 1994; Haddad et al., 1990).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Pada keadaan normal, konsentrasi boraks di dalam serum sebesar 7 mg/l, tetapi pada keracunan konsentrasinya 20-150 mg/l. Sedangkan
pada kasus
kematian dapat terjadi pada konsentrasi 200-15000 mg/l (Flanaga et al., 1995). b.
Ekskresi Boraks diekskresikan sebagian besar melalui ginjal. Lebih dari 50% dosis
oral diekskresikan tanpa perubahan melalui ginjal selama 24 jam dan 90% setelah 96 jam. Sebagian kecil dikeluarkan melaui kelenjar keringat. Waktu paruh dilaporkan bervariasi, antara 5-21 jam (Haddad et al., 1990). c.
Toksisitas Keracunan boraks terjadi absorpsi yang berlangsung dengan segera dari
saluran pencernaan makanan, kulit yang terluka, lecet, atau terbakar yang mendapat pengobatan secara berulang-ulang dengan serbuk atau larutan asam borat. Selain itu, ekskresi boraks yang lambat juga memperbesar terjadinya akumulasi akibat penggunaan berulang. Pada bayi dan anak-anak keracunan lebih mudah terjadi dibandingkan orang dewasa, dan kematian dapat terjadi setelah penggunaan topikal dari serbuk boraks untuk mengobati ruam. Keracunan dapat bersifat akut maupun kronis dengan manifestasi yang utama adalah kulit mengelupas, demam, dan anuria. Gejala keracunan boraks akut meliputi rasa mual, muntah-muntah, diare, kejang perut, bercak-bercak pada kulit, temperatur tubuh menurun, ruam eritema kulit yang menyerupai campak, kerusakan pada ginjal, gelisah dan lemah juga dapat terjadi akibat kolap pernafasan. Sedangkan pada keracunan kronik dapat menyebabkan demam, anoreksia, kerusakan ginjal, depresi, dan bingung (Haddad et al., 1990; Dreisbach, 1974; Gosselin et al). Untuk boraks nilai LD50 (Letal Death 50) pada tikus melalui penggunaan oral adalah 3,0 g/kg berat badan. Uji yang dilakukan terhadap 10 orang dewasa menunjukkan bahwa dengan penyuntikan 20 g boraks tidak menimbulkan kematian, tetapi
mengakibatkan mual, muntah-muntah, diare, atau gangguan
mental selama beberapa hari (Winarno dan Titi, 1994).
2.5
Kurkumin (FAO, 2004) Nama kimia
:1,7- bis- (4- hidroksi- 3- metoksifenil)- 1,6- heptadien3,5- dion
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
Rumus molekul
:C21H20O6
Berat molekul
:368, 67
Titik lebur
:183oC
Sifat
:kurang larut air dan eter tapi larut dalam pelarut organik seperti etanol dan asam asetat glasial
Rumus struktur
[Sumber: SEAFAST center. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan]
Gambar 2.2. Rumus struktur kurkuminoid utama rimpang kunyit
2.6
Spektrofotometer UV- Vis Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah UV-Vis (FI edisi IV, 1995). Jangkauan
panjang
gelombang
yang
tersedia
untuk
pengukuran
membentang dari panjang gelombang pendek ultraviolet sampai ke garis inframerah. Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet-sinar tampak adalah dalam analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak penggunaannya cukup luas. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorbsi pada panjang gelombang maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorbsi tertinggi untuk setiap konsentrasi (Kokasih et al., 2004) . Kromofor berasal dari kata Chromophorus, yang berarti pembawa warna. Dalam pengertian yang dikembangkan, kromofor merupakan suatu gugus fungsi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
yang menyerap radiasi elektromagnetik apakah gugus itu berwarna atau tidak. Kromofor digunakan untuk menyatakan gugus tidak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah-daerah ultraviolet dan sinar tampak.
Gambar 2.3 Berkas sinar melewati medium
Dimana : T
= Transmitansi
P
= Intensitas sinar setelah melewati medium/larutan
Po
= Intensitas sinar sebelum melewati medium/larutan
B
= Tebal medium
Tabel 2.1 Pembagian daerah spektrum secara garis besar No.
Daerah Spektrum
Panjang Gelombang
1.
ultraviolet jauh
100nm- 190nm
2.
ultraviolet dekat
190nm- 380nm
3.
cahaya tampak
380nm- 780nm
4.
inframerah dekat
780nm- 3000nm
5.
inframerah
2,5µm- 40µm atau 4000 cm-1 250cm -1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
[Sumber: wocono.wordpress.com]
Gambar 2.4 Skema kerja alat spektroskopi Spektrofotometer sederhana terdiri dari: 1.
Sumber radiasi Sumber radiasi monokromator kuvet detektor amplifier rekorder 21 Sumber
cahaya berasal dari lampu Deutrium (HO) untuk UV dengan panjang gelombang 180- 400nm dan lampu Tungsten (wolfran) untuk Vis dengan panjang gelombang 400- 800nm. 2.
Monokromator Monokromator merupakan alat yang berfungsi sebagai penyeleksi cahaya
dengan panjang gelombang tertentu. Monokromator akan memisahkan radiasi cahaya putih yang polikromatis menjadi cahaya monokromatis (mendekati monokromatis). 3.
Kuvet Pada umumnya spektrofotometer melibatkan larutan, dengan demikian
diperlukan wadah /cell untuk menempatkan larutan. 4.
Detektor Fungsinya mengubah energi radiasi yang jatuh mengenainya menjadi suatu
besaran yang dapat diukur. 5.
Amplifier Fungsinya untuk memperkuat sinyal listrik.
6.
Recorder Alat untuk mencatat, dapat berupa gambar/ angka-angka.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
Tipe instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis (Harmita, 2006): 1.
Spektrofotometer Single Beam Pada spektrofotometer UV- Vis tipe single beam absorbsi berdasarkan
pada sinar tunggal dimana sampel akan ditentukan jumlahnya pada satu panjang gelombang atau fix wave length. Hasil biasanya dibandingkan dengan blangko (biasanya pelarut).
Gambar 2.5. Skema Spektrofotometer tipe ingle beam Keterangan gambar skema spektrofotometer tipe single beam:
2.
1)
dari celah mengeluarkan satu sinar monokromatis
2)
wadah atau kuvet yang dapat dilalui sinar hanya satu
3)
setiap perubahan panjang gelombang, alat harus dinolkan
Spektrofotometer Double Beam Pada Spektrofotometer UV-Vis tipe double beam absorbansinya biasanya
mempunyai variable panjang gelombang atau “multi wave length”. Hasilnya bisa langsung dibandingkan dengan blanko.
Gambar 2.6 Skema Spektrofotometer tipe double beam Keterangan gambar skema Spektrofotometer tipe double beam: 1)
dari celah mengeluarkan dua sinar monokromatis
2)
sinar melalui 2 wadah atau kuvet yang sekaligus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
3)
alat hanya di auto zero satu kali dengan cara mengisi kedua kuvet dengan larutan blanko.
Persyaratan suatu sampel dapat dianalisa menggunakan Spektrofotometer UVVis adalah: 1.
bahan mempunyai gugus kromofor
2.
bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna
3.
bahan tidak mempunyai gugus kromofor dan tidak berwarna, maka ditambahkan pereaksi warna (Vis)
4.
bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunannya yang mempunyai gugus kromofor (UV) Dasar dari metoda ini karena adanya perubahan sifat fisikokimia dari
bahan yang diperiksa dengan jalan mengamati sifat serapannya terhadap energi cahaya atau radiasi elektromagnetik. Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dengan molekul. REM merupakan bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton). Karena bersifat sebagai gelombang maka beberapa parameter perlu diketahui, misalnya panjang gelombang (λ), Frekuensi (v), bilangan gelombang, dan serapan (A). Bila suatu cahaya monokromatis atau bukan monokromatis jatuh pada medium homogen, maka sebagian dari cahaya ini akan dipantulkan, sebagian akan diabsorbsi dan sisanya akan diteruskan , sehingga dalam hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Gambar 2.7 Proses Penyerapan cahaya Io = Ir + Ia +It……………………………..…..……………………..(2.1) Dimana,
Io
= intensitas cahaya yang datang
Ir
= intensitas cahaya yang dipantulkan
Ia
= intensitas cahaya yang diserap
It
= intensitas cahaya yang diteruskan (Basset, 1994)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Pengaruh Ir dapat dihilangkan dengan menggunakan blanko/kontrol, sehingga: Io=Ia+Ir…………………………………………..……....……………(2.2) Gabungan dari hukum Lambert- Beer menurunkan secara empiris hubungan antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan, dan hubungan intensitas tadi dengan konsentrasi zat (Depkes, 1995). Rumus: A = log ( Io / I1 ) = a b c……………………………………………..(2.γ) Keterangan : Io = Intensitas sinar datang I1 = Intensitas sinar yang diteruskan a = Absorbsivitas b = Panjang sel/kuvet c = konsentrasi (g/l) Sampel yang sering dianalisis dengan metode spektrofotometer UV-Vis adalah senyawa organik. Senyawa organik yang dapat memberikan serapan adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom. Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang memberikan serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Hampir semua kromofor mempunyai ikatan rangkap seperti alkena (C=C), C=O, -NO2, benzene, dan lain-lain. Sedangkan auksokrom adalah gugus fungsional seperti –OH, -NH2, -X, yaitu gugus yang mempunyai elektron nonbonding dan tidak mengabsorbsi radiasi pada λ di atas 200nm, akan tetapi mengabsorbsi radiasi UV jauh (Harmita, 2006). 2.7.
Validasi Metode Analisis Validasi Metode menurut United States Pharmacopeia (USP)
yang
dikemukakan pada buku Ibnu Gholib (2007) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mangatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika: 1)
metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
2)
metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi
3)
penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya waktu
4)
metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda
5)
untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru dan metode baku (Gandjar, 2007).
Adapun parameter-parameter tersebut adalah: a)
Akurasi (Accuracy)
b)
Presisi (Precision)
c)
Selektivitas (Specificity)
d)
Linearitas (Linearity) dan Rentang (range)
e)
Batas kuantitas (Limit of Detection) dan Batas Deteksi (Limit of Quantification)
Parameter tersebut adalah: a)
Akurasi (Accuracy) Akurasi adalah hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil sebenarnya.
Akurasi dinyatakan sebagai hasil perolehan kembali dari unit analit yang ditambahkan. Cara penentuan akurasi dapat dilakukan dengan cara absolut dan cara audisi. Syarat akurasi yang baik: 98-102%, untuk sampel hayati (biologis atau nabati): ± 10%. Beberapa pendapat mengatakan antara 96-105% dan beberapa berpendapat antara 80-120%. Hal ini dikarenakan semakin kompleks penyiapan sampel dan semakin sulit metode analisis yang digunakan, maka nilai perolehan kembali yang diperbolehkan semakin rendah atau kisarannya semakin lebar. Perhitungannya sebagai berikut: .................(2.4) Dianjurkan untuk melakukan penentuan akurasi dengan 5 konsentrasi berbeda (Harmita, 2006). b)
Presisi (Precision)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relative (koefisien variasi). Presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatablility) atau ketertiruan (reproducibility). Kriterian seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relative atau koefisien variasi 2% atau kurang. Presisi dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: a.
Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,…….xn
Maka simpangan bakunya adalah:
………………………………………(2.5) b.
Simpangan baku relative atau koefisien variasi (KV) adalah :
……………………………..………..(2.6) dimana :
SB
= Simpangan baku
KV
= Koefisien variansi
X
= Konsentrasi rata-rata larutan standar terukur
(Harmita, 2006) c)
Selektivitas (Specificity) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Pada metode analisa yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusi (Rs). Pemisahan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
kromatogram yang baik diperoleh bila nilai resolusinya lebih besar dari 1,5 (Harmita, 2006). d)
Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas rendah dan tinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan akurasi , presisi, dan linearitas yang dapat diterima. Penentuan linearitas dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50-150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0-200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang- kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bx. Untuk memperoleh nilai a dan b digunakan metode kuadrat terkecil (least square) :
………………………………......…………(2.7)
……………..……………………..…………..(2.8)
Linieritas ditentukan berdasarkan nilai koefisien (r) [
]
.......…………………..………..(2.9)
Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b= 0 dan r = +1 atau – 1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrument yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). √
………………………………………………..……..(2.10)
Dimana Y’ = a +bx……………….……………………..……………………(2.11)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
Sxo =
……………………………………………………...….......(2.12)
Vxo = Sxo x
……………………………………...…...……….(2.1γ)
Sxo = standar deviasi dari fungsi Vxo = koefisien Variasi dari fungsi e)
Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrai analit terendah dalam
kuantitasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Pada analisis instrument batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko dan formula (Harmita, 2006).
2.8.
Teknik Sampling Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian (sampel
sendiri secara harfiah berarti contoh). Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut: keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya; lebih cepat dan lebih mudah; memberi informasi yang lebih banyak dan dalam; dapat ditangani lebih teliti (Nasution, 2009). Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data. Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representif (mewakili), yang dapat menggambarkan populasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi atas 3 kelompok besar, yaitu: 1.
Sampel acak atau Random Sampling/Probability Sampling: pada
pengambilan sampel secara random, setiap unit populasinya mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling adalah sebagai berikut: 1)
derajat kepercayan terhadap sampel dapat ditentukan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
2)
beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapat diperkirakan.
3)
besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statisik.
Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu sebagai berikut: a.
Sampel random sederhana ( Simple Randoom Sampling) Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang
sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Ada pun keuntungan dari pengambilan sampel secara random sederhana yaitu mudah dan sederhana. Namun kerugiannya adalah membutuhkan daftar seluruh anggota populasi, biaya transportasi besar. b.
Sampel random sistematik (Sistematic Random Sampling) Proses pengambilan sampel, setia urutan dari titik awal yang dipilih secara
random. Keuntungan dari pengambilan sampel secara random sistematik adalah perencanaan dan penggunaannya mudah dan sampel tersebar di daerah populasi. Namun kerugiannya membutuhkan daftar populasi . c.
Sampel random berstrata (Stratified Random Sampling) Populasi dibagi strata- strata (sub populasi), kemudian pengambilan
sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara sistematik random sampling. Keuntungan dari pengambilan sampel secara random berstrata ini adalah taksiran mengenai karakteristik populasi lebih tepat. Namun memiliki kerugian yaitu diperlukannya daftar populasi setiap strata. d.
Sampel random berkelompok (Chaster Sampling) Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling
unitnya terdiri dari satu kelompok (Cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Keuntungan dari pengambilan sampel random berkelompok adalah tidak memerlukan daftar populasi dan kerugiannya adalah prosedur yang sedikit sulit untuk dikerjakan. e.
Sampel bertingkat (Multi Stage Sampling) Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat dua
maupun lebih. Mempunyai keuntungan yaitu transportasi yang dikeluarkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
sedikit. Namun kerugian yaitu prosedur sulit, prosedur pemgambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih cermat. 2.
Non Probability Sample (Selected Sample): Pemilihan sampel tidak secara
random. Cara ini digunakan bila biaya sangat sedikit, hasil yang diminta segera, tidak memerlukan ketepatan yang tinggi. Ada 3 cara yang dikenal: a.
Pusposive Sampling: Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitian saja yang menganggap unsur- unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.
b.
Accidental Sampling: Sampel siambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih dahulu. Juga jumlah sampel yang dikehendaki dipertanggung
tidak
berdasarkan
jawabkan
asal
pertimbangan memenuhi
yang
keperluan
dapat saja.
Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan sementara. c.
Quota
Sampling:
Pengambilan
sampel
hanya
berdasarkan
pertimbangan peneliti saja, hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu. Cara ini dipergunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan situasi daerah dimana penelitian akan dilakukan. 3.
Investigatif Sampel: Pemilihan sampel diambil secara acak dan dilihat dari
nomor registrasi yang berbeda untuk setiap sampel serta peminatan masyarakat yang cukup tinggi terhadap produk tersebut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Pengambilan Sampel Berdasarkan hasil survei, jumlah pedagang kurma curah di daerah pasar
Tanah Abang ±31 pedagang. Dari jumlah tersebut, sampel kurma curah yang diambil adalah 13 sampel dari pedagang yang berbeda. Kurma curah yang diambil berdasarkan teknik purposive sample di mana pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitian saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Bahan Pangan Pusat Laboratorium
Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini berlangsung dari bulan April sampai Juli 2013.
3.3.
Alat dan Bahan
3.3.1. Alat Instrument spektrofotometer UV-Vis (perkin elmer), oven (mammet), tanur/furnance (barnstead thermolyne), waterbath (hitachi), hotplate (Maspion), sentrifuge, blander (Miyako), timbangan elektrik (ohaus), kertas saring, dan alat gelas yang umum terdapat di laboratorium. 3.3.2. Bahan Boraks proanalisa (Merck), kurkumin pa (proanalisa) (Merck), metanol pa (Merck), etanol absolute (Merck), natrium karbonat, asam klorida pa (Merck), asam oksalat, asam asetat pa, NaOH 10%, asam sulfat pekat (Merck), asam nitrat pekat, kertas saring, kertas whatman No.40, aqua destilata, sampel kurma yang diperoleh dari pasar Tanah Abang, dan sampel kurma yang dibeli di toko buah kurma khusus “thamra” yang bersertifikat sebagai kontrol negatif.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
3.4.
Prosedur penelitian
3.4.1. Penyiapan bahan baku dan pereaksi 1. Pembuatan kertas turmerik (kunyit) (Vogel, 1985) Dilarutkan sebanyak 1,5 gram serbuk kurkumin ke dalam 100 mL etanol 80% dalam gelas beker dan diaduk perlahan. Kemudian larutan kurkumin tersebut disaring dan dipindahkan ke dalam wadah yang lebih luas dan lebar. Pada larutan kurkumin tersebut dicelupkan beberapa kertas whatman No. 40, dan kertas whatman tersebut dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. 2. Pembuatan larutan kurkumin 0,125% (FSSAI, 2012) Ditimbang dan dilarutkan kurkumin sebanyak 125 mg ke dalam labu ukur 100 mL dengan ±50 mL asam asetat (Merck), setelah larut ditambahkan asam asetat tersebut sampai garis batas. 3. Pembuatan larutan asam sulfat pekat:asam asetat (1:1) Diukur 50 mL larutan asam asetat pekat dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian diukur asam sulfat pekat sebanyak 50 mL dan dicampurkan sedikit-sedikit pada asam asetat pekat yang ada dalam labu ukur sambil diaduk perlahan. Larutan dikocok sampai homogen. 4. Pembuatan larutan NaOH 10% Ditimbang NaOH 10 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan dengan air suling ±50 mL sampai larut. Setelah larut ditambahkan aquadest sampai garis batas. 5. Ekstraksi boraks dari sampel kurma a) Sentrifugasi (Panjaitan, 2010) Sebanyak 5 gram sampel kurma ditambahkan dengan 20 mL aqua destilata lalu diblender sampai halus. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi. Alat dihidupkan selama 2 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Diambil bagian supernatannya, kemudian selanjutnya disaring dan kemudian diuji untuk kualitatif dan kuantitatif. b) Pengabuan (Panjaitan, 2010) Sebanyak 5 gram sampel kurma ditambahkan dengan 1 gram kapur lalu di keringkan di dalam oven dengan suhu 1000C selama lebih kurang 1 jam. Lalu diabukan di dalam tanur dengan suhu 6000C selama lebih kurang 5 jam. Sampel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
yang diabukan akan menjadi abu berwarna putih. Abu kemudian dikeluarkan dari tanur, setelah suhu turun dan ditunggu hingga dingin kemudian abu dilakukan uji kualitatif. 3.4.2.
Analisis sampel
3.4.2.1. Uji kualitatif Metoda analisa boraks/asam borat secara kualitatif dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut (Vogel, 1985): a)
Penambahan asam sulfat pekat dengan bantuan panas Supernatan sampel kurma yang sudah disentrifugasi diambil sebanyak 1
ml atau sampel yang telah diabukan diambil sebagian kemudian ditambahkan dengan 1 ml asam sulfat pekat. Kemudian dipanaskan dan apabila suatu sampel mengandung boraks maka akan terbentuk endapan putih. Dalam buku Vogel dinyatakan bahwa tak terjadi sesuatu reaksi yang dapat dilihat dalam keadaan dingin, meskipun asam ortoborat, H3BO3, dibebaskan. Ketika dipanaskan, asap putih asam borat dilepaskan. Jika asam klorida pekat ditambahkan kepada larutan boraks yang pekat, asam borat akan mengendap. Berikut adalah reaksi yang terjadi: Na2B4O7 + H2SO4 + 5 H2O b)
4 H3BO3 + 2 Na+ + SO42-
Uji nyala api
Uji nyala api dilakukan dengan penambahan 1 ml asam sulfat pekat dan 1 ml etanol pada supernatan sampel kurma yang telah disentrifugasi ataupun yang diabukan. Etanol yang bereaksi dengan adanya boraks akan terbakar dengan nyala hijau yang disebabkan oleh pembentukan etil borat atau metal borat. c)
Uji kertas kunyit (Turmerik)
Identifikasi boraks dengan menggunakan sehelai kertas kunyit yang dicelup ke dalam supernatan sampel kurma yang telah diasamkan dengan HCl 5N sebanyak 1 ml, kemudian kertas kunyit tersebut dikeringkan. Apabila suatu sampel mengandung boraks dan diidentifikasi menggunakan kertas kurkumin dilihat melalui perubahan warna kertas dari kuning menjadi hijau biru gelap setelah ditambah ammonia encer.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
3.4.2.2.Uji kuantitatif a)
Optimasi metode ekstraksi Dilakukan optimasi metode ekstraksi dengan tujuan untuk memastikan
bahwa metode ekstraksi boraks pada kurma dengan cara blender dan menggunakan sentrifuge sudah optimal. Dibuat larutan induk boraks 500 µg/ml, dengan menimbang 50 mg serbuk boraks dalam 100 mL aquadest. Dilakukan pengenceran dari larutan induk boraks 500 µg/ml tersebut menjadi larutan standard boraks 10, 20, 30, 40, 50, 60, 80 µg/ml dengan mengambil sebanyak 0,2 ml untuk 10 µg/ml; 0,4 ml untuk 20 µg/ml; 0,6 ml untuk 30 µg/ml; 0,8 ml untuk 40 µg/ml; 1 ml untuk 50 µg/ml; 1,2 ml untuk 60 µg/ml; dan 1,6 ml untuk 80 µg/ml yang kemudian ditambahkan 10 ml aquadest dalam labu ukur ukuran 10 ml. Selanjutnya sebanyak 1 mL larutan boraks dari masing-masing konsentrasi yang sudah dibuat dimasukkan ke dalam cawan porselin, ditambahkan 1 mL larutan NaOH 10% kemudian dipanaskan di atas penangas air sampai larutan kering. Kemudian pemanasan dilanjutkan dengan oven pada suhu 100o±5oC selama 5 menit, didinginkan. Ditambahkan 3 mL larutan kurkumin 0,125% dipanaskan sambil diaduk selama 5 menit, didinginkan lagi. Kemudian ditambahkan 3 mL larutan asam sulfat-asetat (1:1) sambil diaduk sampai tidak ada warna kuning baik pada cawan maupun pada pengaduk. Didiamkan selama 15 menit. Pada larutan ditambahkan sedikit etanol kemudian larutan disaring dengan kertas penyaring lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan diencerkan dengan etanol sampai garis tanda. Adapun konsentrasi dari larutan standard boraks tersebut setelah pengenceran dengan etanol sebanyak 50 ml konsentrasinya menjadi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml; 1,0 µg/ml; 1,2 µg/ml; dan 1,6 µg/ml. b)
Pembuatan simulasi kurma dengan penambahan boraks Sebanyak 5 gram kurma thamra tanpa biji ditimbang masing-masing untuk
ditambahkan sebanyak 0,5 mg, 2 mg, 4 mg, 5 mg, dan 8 mg serbuk boraks sehingga akan diperoleh konsentrasi 5 µg/ml, 20 µg/ml, 40 µg/ml, 50 µg/ml, dan 80 µg/ml. Tiap-tiap 5 gram kurma tersebut pertama-tama dilumuri dengan minyak kelapa secukupnya, lalu ditaburi dengan serbuk boraks sesuai perhitungan ke seluruh permukaan kurma. Kemudian kurma diaduk hingga tercampur rata, lalu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
didiamkan dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruangan lebih kurang selama 24 jam. Setelah dikeringkan kurma diblender dengan menambahkan 100 mL aquadestilata sampai halus. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, alat dihidupkan selama 2 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Lalu diambil bagian atas yaitu supernatannya selanjutnya disaring dan kemudian diuji untuk validasi metode analisis. c)
Penentuan panjang gelombang maksimum Dari larutan standar boraks 1,0 µg/ml pada preparasi simulasi kurma
berboraks, dilakukan untuk menentukan panjang gelombang maksimum. Hasil saringan larutan yang sudah dipreparasi tersebut dikumpulkan dan diamati serapannya pada panjang gelombang antara 400 sampai 600 nm pada alat spektrofotometer UV- Vis. d)
Uji validasi metode analisis i) Akurasi (Accuracy) ii) Presisi (Precision) iii) Linearitas (Linearity) dan rentang (range) vi) Batas kuantitas (Limit of Detection) dan batas deteksi (Limit of Quantification) Dilakukan uji validasi metode analisis untuk kurva kalibrasi dari larutan
hasil preparasi simulasi kurma berboraks, pada 5 titik yaitu 0,1 µg/mL; 0,4 µg/mL; 0,8 µg/mL; 1 µg/mL; dan 1,2 µg/mL. Pada titik 0,4 µg/mL; 1,0 µg/mL; dan 1,6 µg/mL dilakukan perhitungan nilai akurasi, presisi, nilai linearitas, LOD dan LOQ. e)
Identifikasi kuantitatif/ penetapan kadar sampel kurma curah Sebanyak 5 gram sampel kurma ditambahkan dengan 20 mL aqua destilata
lalu diblender sampai halus. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, alat dihidupkan selama 2 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Lalu diambil bagian atas yaitu supernatannya. Dari hasil ekstraksi sampel kurma yang diperoleh dari pasar tanah abang dengan ekstraksi cara sentrifugasi tersebut, dipipet sebanyak 1 mL kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan ditambahkan 1 mL larutan NaOH 10%. Cawan tersebut dipanaskan di atas penangas air sampai kering, kemudian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
pemanasan dianjurkan dengan oven pada suhu 100o±5oC selama 5 menit, didinginkan. Ditambahkan 3 mL larutan kurkumin 0,125% dipanaskan sambil diaduk selama 5 menit, lalu didinginkan kembali. Kemudian ditambahkan 3 mL larutan asam sulfat pekat (1:1), sambil diaduk sampai tidak ada warna kuning baik pada cawan maupun pada pengaduk, didiamkan selama 15 menit. Ditambahkan sedikit etanol kemudian disaring dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan etanol sampai tanda garis. Hasil saringan dikumpulkan untuk diamati serapannya pada panjang gelombang maksium yang telah diperoleh.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Preparasi Sampel Uji Telah dilakukan identifikasi boraks pada 13 sampel uji buah kurma curah
yang, dibeli di pasar Tanah Abang sekitar Jl. H. Fachrudin Depan Blok B Tanah Abang Jakarta Pusat. Metode pengambilan sampel yaitu metode purposive sampling, dimana pemilihan sampel tidak dilakukan secara random. Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitian saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki ada dalam anggota sampel yang diambil. Adapun kriteria sampel yang diambil bercirikan permukaan kurma yang licin dan terdapat butiran-butiran halus berwarna putih pada permukaannya. Permukaan kurma yang licin diduga telah dilumuri dengan minyak kelapa sebagai bahan untuk memisahkan kurma-kurma yang tidak layak konsumsi. Adapun butiran-butiran halus yang berwarna putih diduga adalah serbuk boraks yang ditambahkan pada kurma rekondisi tersebut. Ekstraksi sampel menggunakan blender di mana pelarut yang digunakan adalah air. Diharapkan boraks akan terlarut dalam pelarut air sesuai dengan kelarutan dari boraks yaitu larut dalam 20 bagian air. Metode sentrifugasi dipilih karena mudah, efektif serta menggunakan alat yang lebih sederhana. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan antara supernatan dan ampas dari hasil ekstraksi sampel kurma. Supernatan yang diperoleh diduga mengandung boraks sehingga dapat diidentifikasi. Identifikasi boraks dalam supernatan tersebut dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan uji reaksi warna yaitu: (1) uji nyala dengan menggunakan asam sulfat dan metanol, (2) pereaksi kurkumin cair yaitu pereaksi asam oksalat dan larutan kurkumin dalam metanol, (3) kertas kurkumin; dan secara kuantitatif menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Pada beberapa sampel dilakukan pula metode pengabuan sebagai pembanding untuk memastikan metode sentrifugasi yang dikerjakan benar-benar dapat mengekstraksi boraks dari sampel yang diuji.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
4.2.
Uji Kualitatif Berikut adalah data hasil identifikasi boraks pada sampel kurma secara
kualitatif, yaitu dengan pengujian uji nyala api, uji warna dengan menggunakan kurkumin cair, dan uji warna dengan menggunakan kertas kurkumin.
Tabel 4.1. Hasil identifikasi boraks pada sampel kurma secara kualitatif Sampel Kurma
Uji warna dengan Uji nyala api
kurkumin + methanol
Uji warna dengan kertas kurkumin
A
-
(+)
(+)
B
-
-
-
C
-
(+)
(+)
D
-
-
(+)
E
-
-
-
F
-
-
(+)
G
-
(+)
(+)
H
-
(+)
(+)
I
-
-
-
J
-
-
(+)
K
-
(+)
(+)
L
-
(+)
(+)
M
-
-
-
Abu F
-
-
(+)
Abu G
-
(+)
(+)
Abu H
-
(+)
(+)
Abu I
-
-
(+)
Abu J
-
(+)
(+)
Abu K
-
(+)
(+)
ThamrA
-
-
-
ThamrB
-
-
-
ThamrC
-
-
-
Catatan: tanda (+) = positif mengandung boraks; tanda (–)= tidak terdeteksi mengandung boraks
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
4.2.1. Uji Nyala Api Hasil uji nyala api menunjukkan bahwa sampel kurma tidak mengandung boraks. Data pengujian hasil uji kualitatif kurma dapat dilihat pada tabel 4.1 di atas. Uji nyala api dilakukan pada kontrol positif dan sampel. Sampel yang mengandung boraks akan menunjukkan nyala hijau yang disebabkan oleh terbentuknya metil borat B(OCH3) atau etil borat B(OC2H5)3 (Vogel, 1985). Reaksi yang terjadi seperti berikut: H3BO3 + 3CH3OH
B(OCH3)3
h
+ 3H2O
Pada kontrol positif berupa serbuk boraks menunjukkan hasil yang positif dengan adanya nyala hijau, namun pada larutan boraks 1000 ppm dan 100 ppm tidak dapat diamati nyala hijau. Hasil dari sampel uji pun yang diperoleh negatif dimana nyala hijau juga tidak terlihat. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel uji yang tidak terdapat nyala hijau bukan berarti tidak mengandung boraks. Hal ini disebabkan kadar boraks yang terlalu sedikit pada sampel, sehingga nyala hijau tidak terlalu nyata saat diamati. Nyala hijau yang nyata diperoleh dari reaksi boraks dengan alkohol yang terbakar, namun jika jumlah yang sangat kecil maka nyala hijau tidak terlalu dapat diamati. Dugaan inilah yang mengakibatkan hampir pada semua sampel yang diujikan tidak teramati secara cermat nyala hijau dari boraks tersebut.
4.2.2. Uji Kurkumin Cair (FFSAI, 2012) Dari hasil uji menunjukkan bahwa beberapa sampel teridentifikasi adanya boraks, yang diamati dari perubahan warna residu yang berwarna merah cherry berubah menjadi warna hijau dengan penambahan uap ammonia. Kurkumin merupakan zat warna alam, selain digunakan untuk pewarna makanan dan kosmetik, juga dapat digunakan sebagai penunjuk adanya boraks pada makanan. Oleh asam kuat, boraks terurai dari ikatan-ikatannya menjadi asam borat dan diikat oleh kurkumin membentuk kompleks warna rosa yang sering disebut kelat rosasianin atau senyawa Boron Cyano Kurkumin Kompleks yaitu suatu zat yang berwarna merah. Data pengujian hasil identifikasi boraks secara kualitatif tiap sampel dapat dilihat pada tabel 4.1. Dari pengujian 13 sampel kurma, diperoleh 6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
sampel teridentifikasi adanya boraks. Gambar dari proses perubahan warna saat identifikasi boraks menggunakan kurkumin cair dapat dilihat pada lampiran 3.
4.2.3. Uji Kertas Kunyit Dalam percobaan ini diperoleh hasil bahwa kertas kunyit dapat mendeteksi adanya boraks pada sampel kurma yang diuji coba. Warna jingga atau warna coklat-kemerahan yang dihasilkan pada kertas dan dapat dibedakan dengan kertas kunyit blanko yang berwarna kuning. Kertas kurkumin blanko berwana kuning yang berasal dari kurma thamra digunakan sebagai kontrol negatif sedangkan kertas kurkumin yang berwarna merah bata sebagai kontrol positif identifikasi adanya boraks. Diperoleh kesimpulan sementara yaitu 9 sampel yang teridentifikasi adanya boraks dengan menggunakan uji kertas kunyit mempunyai konsentrasi boraks lebih dari 20 µg/ml. Kurkumin akan memberikan warna coklat-kemerahan pada suasana alkali, sedangkan pada suasana asam memberikan warna kuning terang. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan asam klorida 5 N dalam analisis kualitatif selain bertujuan untuk melepaskan boraks dari ikatannya dan membentuk kompleks kelat rosasianin yang berwarna merah, juga bertujuan untuk mencegah perubahan warna dari kertas kurkumin itu sendiri.
4.3.
Uji Kuantitatif Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa 9 sampel yang diuji secara
kulitatif positif mengandung boraks dengan kadar yang berbeda-beda pada uji kuantitatif. Langkah pertama pada penelitian ini adalah penentuan panjang gelombang maksimum pada larutan yang sudah dipreparasi. Preparasi larutan boraks direaksikan dengan kurkumin karena larutan boraks merupakan larutan yang tidak berwarna, dan tidak memiliki gugus kromofor. Oleh asam kuat, boraks terurai dari ikatan-ikatannya menjadi asam borat dan diikat oleh kurkumin membentuk kompleks warna rosa yang sering disebut kelat rosasianin atau senyawa Boron Cyanon Kurkumin Kompleks. Sehingga kompleks warna tersebutlah yang dimanfaatkan untuk mengukur kadar boraks menggunakan alat spektrofotometer UV-Visible.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Senyawa kompleks Boron Cyanon bila direaksikan dengan ammonia akan membentuk anionnya yang berwarna hijau-biru gelap. Reaksi warna ini spesifik untuk boraks dan asam borat. Pada penelitian terdahulu telah diuji kespesifikan tes warna kurkumin terhadap beberapa logam berat yang mungkin terdapat juga dalam makanan. Hasilnya, warna yang diberikan oleh ion-ion logam tidak sama dengan warna yang dihasilkan oleh boraks dan asam borat (Sunaringsasi, 2005; Roth, 1978). Konsentrasi kurkumin yang digunakan adalah 0,125% berdasarkan penelitian terdahulu, bahwa pada kisaran 0,100%-0,150% kurkumin dapat larut sempurna dalam asam asetat tanpa proses penyaringan (Saadah, 2006). Pembuatan larutan kurkumin dalam alkohol selalu harus dibuat baru. Hal ini disebabkan oleh penggunaan alkohol sebagai pelarut yang memiliki sifat mudah menguap akan berpengaruh pada konsentrasi larutan. Kestabilan kompleks warna hanya dapat dipertahankan selama 2 jam setelah kompleks warna tersebut terbentuk dalam keadaan asam. Oleh karena itu, pengukuran kadar menggunakan spektrofotometer tidak lebih dari 2 jam setelah kompleks tersebut terbentuk. Penentuan nilai serapan suatu sampel harus berada pada panjang gelombang maksimum sehingga didapatkan nilai yang maksimal. Pada penelitian sebelumnya panjang gelombang maksimum boraks 545,95 nm. Namun dikarenakan kondisi preparasi sampel yang berbeda, perlu dilakukan penetapan panjang gelombang maksimum pada penelitian ini. Penetapan dilakukan dengan menggunakan simulasi kurma dengan kadar boraks sebesar 1 µg/ml. Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum boraks tersebut adalah 549,05 nm yang dipilih berdasarkan nilai serapan tertinggi. Kurva serapan panjang gelombang maksimum boraks dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Kurva panjang gelombang maksimum boraks
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
Metode analisis kuantitatif yang akan digunakan harus valid. Untuk mengetahui apakah metode tersebut valid atau tidak, maka perlu dilakukan uji validasi metode analisis. Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penelitian terhadap parameter tertentu yang bertujuan untuk menjamin bahwa metode analisa yang digunakan akurat, spesifik, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, parameter-parameter validasi yang dilakukan yaitu liniearitas, batas deteksi dan batas kuantitas, kecermatan, dan keseksamaan. Menggunakan sampel kurma dengan penambahan boraks pada kadar tertentu, hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan yang terlalu jauh. Berdasarkan data kurva kalibrasi, dapat dilakukan validasi metode yaitu linieritas, batas kuantitasi, dan batas deteksi. Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y= a +bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b=0 dan r instrument yang digunakan (Harmita, 2006). Pembuatan larutan untuk kurva kalibrasi natrium tetraboraks dilakukan dengan membuat berbagai konsentrasi pengukuran yaitu 0,1 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,8 µg/ml; 1,0 µg/ml; dan 1,6 µg/ml, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 549,05 nm. Kurva kalibrasi standar boraks dapat dilihat pada gambar 4.2. Dari kurva kalibrasi tersebut didapat persamaan regresi y= 0,310x + 0,0754 dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9998. Kriteria penerimaan dari koefisien korelasi adalah (r) sebesar ≥ 0,9990 (Harmita, 2006) yang berarti bahwa hasil kurva antara absorban dan konsentrasi tersebut terdapat hubungan yang linear.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Absorbansi y = 0,3103x + 0,0754 R² = 0,9996
0,7 0,6 0,5
Absorbansi
0,4 0,3
Linear (Absorbansi)
0,2 0,1 0 0
0,5
1
1,5
2
Gambar 4.2. Kurva kalibrasi standar boraks kurma simulasi
Pada kurva kalibrasi tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung parameter batas deteksi dan batas kuantitasi. Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linear dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linear y=a+bx, sedangkan simpang baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x) (Harmita, 2006). Adapun nilai absorban yang diperoleh dari uji kuantitatif boraks menggunakan spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Nilai absorbansi larutan boraks dengan menggunakan spektrofotometer Konsentrasi (µg/ mL) 0,1 0,4 0,8 1,0 1,6
Serapan (A) 0,107 0,197 0,329 0,382 0,572
Diperoleh persamaan kurva kalibrasi yaitu y= 0,0754 + 0,310x.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Batas deteksi dan kuantitasi dihitung secara statistik melalui garis linier dari kurva kalibrasi. Pada penelitian ini di dapat nilai LOD batas deteksi sebesar 0,0392 µg/mL LOQ Batas kuantitasi sebesar 0,1309 µg/mL. Hasil tersebut menyatakan bahwa konsentrasi boraks terkecil yang dapat dideteksi pada sampel dan masih memberikan respon signifikan yaitu sebesar 0,0392 µg/ mL dan konsentrasi boraks terkecil kuantitas terkecil yaitu sebesar 0,1309 µg/mL. Perhitungan nilai batas deteksi LOD dan LOQ dapat dilihat pada lampiran 10. Uji akurasi (accuracy) merupakan derajat kedekatan hasil yang diperoleh dengan kadar analit yang sebenarnya (Harmita, 2006). Parameter akurasi ditentukan dengan cara dibuat sampel placebo ditambahkan analit konsentrasi tertentu, kemudian dilakukan analisis dengan metode yang akan diuji validitasnya. Pada penelitian ini uji akurasi dengan mengukur absorban dari tiga konsentrasi larutan simulasi kurma berboraks yaitu 0,4 µg/mL; 1,0 µg/mL; dan 1,6 µg/mL. Kecermatan metode dapat dilihat dari persen perolehan kembali boraks pada kurma. Rata-rata Persen perolehan kembali yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 97,73%. Syarat akurasi yang baik adalah 96-105% dan beberapa berpendapat antara 80-120%. Hal ini dikarenakan semakin kompleks penyiapan sampel dan semakin sulit metode analisis yang digunakan maka nilai perolehan kembali yang diperoleh semakin rendah atau kisaran semakin lebar (Harmita, 2006). Data uji perolehan kembali kurma simulasi dapat dilihat pada tabel 4.3 dan cara perhitungan dapat dilihat pada lampiran 11.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Tabel 4.3. Perhitungan presisi dan akurasi kurma simulasi
Konsentrasi Sebenarnya (µg/ mL) 0,4
1,0
1,6
Absorbansi (A) 0,197 0,196 0,196 0,381 0,381 0,380 0,556 0,558 0,558
Konsentrasi berdasarkan pers.regresi (µg/ mL) 0,392 0,389 0,389 0,986 0,986 0,983 1,551 1,557 1,557
UPK (%) (x) 98,00 97,25 97,25 98,60 98,60 98,30 96,94 97,30 97,30 Rata-rata
̅ UPK (%)
SD (%)
KV (%)
97,51
0,4322
0,444
98,50
0,173
0,177
97,18
0,208
0,213
97,73
0,271
0,278
Pada penetapan kembali kadar boraks dengan metode spektrofotometer UV-Vis, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hilangnya kadar boraks yaitu mulai dari proses pembuatan kurma dengan tambahan boraks sampai pengamatan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis, yang mana kehilangan kadar tersebut tidak dapat dihindari. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam analisa ini dibuat keseragaman proses, diantaranya wadah yang digunakan untuk pencampuran boraks pada kurma, waktu pengeringan sampel kurma sama yaitu 1 jam setelah penambahan minyak kelapa dan bubuk boraks pada kurma, dan setelah terbentuk kompleks warna dalam larutan alkohol diamati pada waktu tidak kurang dari 2 jam. Parameter validitas berikutnya adalah presisi. Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relative (koefisien variasi). Presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatablility) atau ketertiruan (reproducibility). Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan simpangan baku relative atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2006). Parameter presisi ditentukan dengan cara mengukur absorban dari tiga konsentrasi boraks dalam kurma
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
sebanyak tiga kali dalam satu hari. Metode presisi dapat diukur dari nilai koefisien variasi dari data tersebut. Nilai koefisien yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu 0,278% . Dari semua parameter uji validitas menunjukkan bahwa semua metode ini valid, sehingga dapat dilakukan penetapan kadar boraks dalam kurma. Dalam analisis ini, digunakan kurma pembanding sebagai kontrol negatif yaitu kurma yang diperoleh dari toko kurma khusus yang mempunyai sertifikat. Adapun sampel yang dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis adalah sampel yang positif mengandung boraks berdasarkan hasil pemeriksaan kualitatif. Hasil pengukuran kadar boraks pada sampel menunjukkan bahwa dari 13 sampel kurma curah yang diperoleh di pasar tanah abang tersebut 9 sampel menunjukkan kadar positif mengandung boraks dengan kadar terendah yang ditemukan adalah 84,25 µg/gram dan kadar tertinggi yaitu 559,10 µg/gram. Pada keadaan normal, konsentrasi boraks di dalam serum sebesar 7 µg/mL, tetapi pada keracunan konsentrasinya 20-150 µg/mL. Sedangkan pada kasus kematian dapat terjadi pada konsentrasi 200-15000 µg/mL (Flanaga et al., 1995). Hasil dari penetapan kadar boraks pada semua sampel dapat dilihat pada tabel 4.4 dan grafik dan grafik pada gambar 4.3. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12.
Tabel 4.4. Hasil kadar boraks yang diperoleh pada sampel kurma curah menggunakan Spektrofotometer Uv-vis Sampel Kadar rata-rata µg/ml Kadar µg/gram A 1,370 278,95 C 1,367 273,30 D 0,421 84,25 F 0,568 113,60 G 0,831 166,20 H 1,303 260,70 J 0,581 116,25 K 1,441 288,15 L 2,796 599,10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Kadar Boraks (µg/ml)
kadar boraks 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
kadar boraks
Sampel Kurma
Gambar 4.3. Kadar boraks pada sampel kurma curah yang diperoleh dari pasar Tanah Abang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa:
1.
Berdasarkan hasil uji kualitatif dan kuantitatif kurma curah yang beredar di pasar Tanah Abang sebanyak 9 dari 13 sampel yang diuji (69,23%) positif mengandung adanya boraks.
2.
Berdasarkan hasil validasi yang telah dilakukan diperoleh linieritas pada rentang konsentrasi 0,1-1,6 µg/mL dengan nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,9998; perolehan nilai LOD adalah 0,0392 µg/mL dan
LOQ
0,1309 µg/mL; niai akurasi atau persen perolehan kembali yaitu 97,73% presisi atau hasil simpangan baku dan simpangan baku relative atau koefisien variasi (KV) adalah 0,271% dan 0,278%. 3.
Kadar boraks dalam sampel kurma yang diuji berkisar antara 2,796 µg/mL hingga 0,421 µg/mL, sedangkan batas tolerir dalam tubuh 7 µg/mL, dan pada keracunan konsentrasinya 20-150 µg/mL.
5.2
Saran Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat disarankan sebagai berikut:
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan boraks pada kurma dengan menggunakan metode atau instrument yang lain.
2.
Perlu dilakukan analisis kandungan pengawet lain pada kurma.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Riana. 2012, 26 Juli. Balai Besar POM Temukan Makanan Berformalin di Pasar Benhil. Koran Kompas. Aji Nara Kusuma, Mochamad. 2009. Metabolisme Sari kurma pada Pasien Demam Berdarah Dengue: Studi Hematologis. Skripsi Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Biokimia Institut Pertanian Bogor. Basset, J., Denny.R.C, Et.al,. 1994. Vogel- kimia Analisis kuantitatif anorganik. ed.IV. Jakarta: EGC, 809. Biglari, Foroogh. 2009. Assessment Of Antioxidant Potential Of Date (Phoenix Dactylifera) Fruits From Iran, Effect Of Cold Storage And Addition To Minced Chicken Meat. Tesis Sekolah Industri Teknologi dan Sains Universiti Sains Malaysia. Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, ed.II. Jakarta: Sinar Grafika Offset, 5- 12, 253. Day, Jr/ Al.Underwood. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif.Ed. IV. Jakarta: Penertbit Erlangga,383. Departemen Kesehatan RI. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168/MENKES/PER/X/1999. Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 49-50, 427-428. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1061-1063. Des Rosier, N. W,. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan , edisi III. Jakarta: UI Press, 76- 77. Dreisbach, R.H. 1972. Handbook of Poisoning, 8th ed. Lange Medical Publication, Los Altos, California, 314- 315. Elmatris ,Asterina, dan Endrinaldi. 2006. Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks pada Mie Basah yang Beredar di Beberapa Pasar di Kota Padang. Ringkasan Penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Padang dan Labor Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang. FAO. 1991. Manuals of Food Quality Control 1980,14/ 2 page 27/ Pearsons Composition and Analysis of Food 9th edn. Page 82.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Flanaga, R.J., Braithwaite, R.A. Brown,S.S., Widdop, B.,de Wolff, F.A. 1995. Basic AnalyticalToxicology, World Healt Organization. Geneval, 85. FSSAI. 2012. Manual of Methods of Analysis of Food- Food Additives. Food Safety and Standards Authority of India Ministry of Health and Family Welfare Government of India, New Delhi. Page 48. Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,463- 464. Goodman, LS., Gilman,A. 1975. The Pharmacological Basis of Therapeutic 5th ed. Macmillan Publishing Co., Inc,NY , 994- 995. Gossellin, R.E., Smith, Robert P., Hodge, H.C., Clinical Toxicology of Commercial Products, 5th ed London, 66- 68. Haddad, L.M., Winchester, J.F. 1990. Borats on Clinical Management of Poisoning and Drug Overdose. WB Saunders Co. Philadelphia- LondonMonueal- Toronto- Sydney- Tokyo; 1447- 1449. Harmita. 2006. Analisis Kuatitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA-Universitas Indonesia. Nasution , Anisyah. 2009. Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Panjaitan, Labora. 2010. Pemeriksaan dan Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso di Kota Madya Medan. Artikel Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Roth, H.J. 1979. Pharmaeutische Analytic. George thime Verlag. Sutgart. 22-23. Rusli, Raisani. 2009. Penetapan Kadar Boraks pada Mie Basah yang Beredar di Pasar Ciputat dengan Metode Spektrofotometer UV- Vis Menggunakan Pereaksi Kurkumin. Skripsi Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta. Sa’adah, Lailatus. 2006. Identifikasi Boraks dan Asam Borat pada Beberapa Jenis Mie yang Diperoleh dari Pasar Depok. Skripsi Penelitian FMIPA Departemen Farmasi Program Ekstensi Universitas Indonesia, Depok. SEAFAST center. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan, 51- 52.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Setiono, L., Pudjaatmaka, A.H. 1985. Vogel, Buku Teks Analisa Anorhanik Kualitatif Makro dan Semimakro dan Semimakro, ed. V. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka, 368. Smith, Arthur H. 1916. Boric Acid Occurring Naturally in Some Foods. The Ohio Journal of Science. v17 n2, 66- 68. The Ohio State University's institutional repository. Sunanringsasi, H. 2005. Kertas Celup Curcumin Suatu Cara yang Mudah dan Sederhana untuk Mendeteksi Boron dalam Makanan. Skripsi Farmasi FMIPA UI. 29- 30, 36. Stankovik, Ivan. 2004. Curcumin Chemical and Techical Asesment (CTA). FAO, 61st JECFA. Svehla,G. 1985. Vogel Analisis Anorganik Kualitatif ed.V. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka. Tafti, Golshan., dan M.H. Fooladi. 2006. A Study on the PhysicoChemical Properties of Iranian Shamsaei Date at Different Stages of Maturity. Agricultural Research Center of Kerman, Iran. Triastutui, Endang., dkk. 2013. Analisa Boraks pada Tahu yang Diproduksi di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi Unsrat Vol.2 no.01. Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado. USDA, Forest Service. 2006. Human Health and Ecological Risk Assessment for Borax. US Department of Agriculture. Watson, David. 2007. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi Dan Praktisi Kimia Farmasi. Jakarta: EGC, 314-315. Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Press, 224- 225. Winarno, F.G. Sulistyowati, Titi. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 6-10, 104- 105, 108. Yiu, Pang- Hung. 2008. Boric Acid Levels in Fresh Noodles and Fish Ball. American Journal of Agricultural and Biological Sciences 3 (2): 476-481, 2008 ISSN 1557-4989. Sarawak, Malaysia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sampel uji yang diperoleh dari pasar tanah abang yang bercirikan dan diduga mengandung boraks
Lampiran 2. Hasil uji kualitatif dengan uji warna nyala api
Uji nyala api serbuk boraks yang dibakar berwarna hijau.
Uji nyala api pada larutan boraks a)1000 ppm dan b)100 ppm
a)
b)
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Uji nyala api pada salah satu sampel kurma
Lampiran 3. Hasil uji warna dengan menggunakan kurkumin cair
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Lampiran 4. Hasil identifikasi boraks dengan menggunakan kertas kurkumin Uji warna dengan menggunakan kertas kurkumin pada kurma kontrol negatif.
Uji warna dengan menggunakan kertas kurkumin pada sampel kurma yang di sentrifuge
Uji warna dengan menggunakan kertas kurkumin pada sampel kurma yang diabukan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Lampiran 5. Nilai Absorbansi dan kurva kalibrasi larutan deret standard boraks yang diperoleh menggunakan spektrofotometer UV-Vis Nilai absorbansi larutan deret standard boraks Konsentrasi akhir (µg/ml) (x)
Absorbansi (y)
0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,6 Persamaan regresi linear: y= 0,0553 + 0,33x
0,121 0,192 0,246 0,318 0,397 0,444 0,585
Dengan nilai koefisien korelasi (r)= 0,9991 Berikut adalah kurva kalibrasi larutan deret standard boraks Kurva kalibrasi larutan deret standar boraks
Absorbansi y = 0,3303x + 0,0553 R² = 0,9982
0,7 0,6 0,5 0,4
absorbansi
0,3
Linear (absorbansi)
0,2 0,1 0 0
0,5
1
1,5
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 6.Perhitungan nilai LOD dan LOQ dari deret standard boraks dengan y=0,0553+0,33x Konsentrasi akhir (µg/ml) (x) 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,6
Sb =
Absorbansi (y)
y’
(y-y’) 2
0,121 0,192 0,246 0,318 0,397 0,444 0,585
0,121 0,187 0,253 0,319 0,385 0,451 0,583
0,009 x 10-5 2,209 x 10-5 5,329 x 10-5 1,690 x 10-5 14800 x 10-5 5,329 x 10-5 0,289 x 10-5 ∑ = 0,14813
= 0,172
LOD =
= 1, 565 µg/ml
LOQ =
= 5,212 µg/ml
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 7. Skema Pencampuran larutan boraks ke dalam kurma
Ditimbang tiap-tiap kurma sebanyak 5-gram sampel kurma yang bebas dari boraks
Ditambahkan minyak kelapa secukupnya untuk membantu melumuri boraks
Ditambahkan boraks (sesuai perhitungan) pada masing- masing 5-gram sampel, sehingga didapatkan deret boraks dalam kurma
0,5 mg boraks untuk 0,1 µg/mL 2,0 mg boraks untuk 0,4 µg/mL 4,0mg boraks untuk 0,8 µg/mL 5,0 mg boraks untuk 1,0 µg/mL 8,0 mg boraks untuk 1,6 µg/mL 0 boraks sebagai blangko
Diaduk hingga tercampur rata, lalu didiamkan dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruangan ± selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 8. Absorbansi yang diperoleh dari simulasi kurma berboraks dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis Konsentrasi (µg/ mL) 0,1 0,4 0,8 1,0 1,6
Serapan (A) 0,107 0,197 0,329 0,382 0,572
Lampiran 9. Presentasi perolehan kembali simulasi kurma berboraks Konsentrasi kurma simulasi (µg/ mL)
Serapan (A)
0,1 0,4 0,8 1,0 1,6
0,107 0,197 0,329 0,382 0,572
Konsentrasi yang diperoleh berdasarkan regresi linear (µg/ mL) 0,156 0,430 0,830 0,990 1,566
% UPK 156,67 % 107,35 % 103,67 % 99,00 % 97,86 %
Contoh perhitungan konsentrasi yang diperoleh berdasarkan regresi linear: Nilai serapan dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear y=0,0553+0,33x Serapan pada 0,4 µg/ml= 0,197 0,197 = 0,0553+0,33x X
=
= 0,430
Maka nilai %UPK nya adalah %UPK = %UPK =
= 107,35%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 10. Perhitungan nilai LOD dan LOQ dari kurva kalibrasi yang menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis Konsentrasi (x) 0,1 0,4 0,8 1,0 1,6
S (y/x)2
=
S (y/x)
=√
LOD
=
LOQ
Y’ 0,1064 0,1994 0,3234 0,3854 0,5710
(y-y’)2 3,6 x 10-7 57,6 x 10-7 313,6 x 10-7 115,6 x 10-7 3,6 x 10-7 ∑= 494 x 10-7
∑
=
=
Serapan (y) 0,107 0,197 0,329 0,382 0,572
= 1,6467 10-5 =
= 0,0392 µg/ mL
= =
= 0,1309 µg/ mL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 5. Perhitungan presisi dan akurasi kurma simulasi
Konsentrasi Sebenarnya (µg/ mL) 0,4
1,0
1,6
Absorbansi (A) 0,197 0,196 0,196 0,381 0,381 0,380 0,556 0,558 0,558
Konsentrasi berdasarkan pers.regresi (µg/ mL) 0,392 0,389 0,389 0,986 0,986 0,983 1,551 1,557 1,557
UPK (%) (x) 98,00 97,25 97,25 98,60 98,60 98,30 96,94 97,30 97,30 Rata-rata
̅ UPK (%) 97,51
98,50
97,18 97,73
(x- ̅
0,2401 0,0676 0,0676 0,0100 0,0100 0,0400 0,0576 0,0144 0,0144
∑(x- ̅
2
SD (%)
KV (%)
0,3753
0,4322
0,444
0,06000
0,173
0,177
0,0864
0,208
0,213
0,271
0,278
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Cara perhitungan akurasi % UPK : Persamaan garis regresi; Y= 0,0754 + 0,310x Pada konsentrasi 0,4 µg/ml , diperoleh absorbansi sebesar 0,197 A Y
= 0,0754 + 0,310x
0,197 = 0,0754 + 0,310x X
= 0,392 µg/ml
%UPK = Contoh pada 0,4 µg/ml =
Cara perhitungan presisi %SD dan %KV:
SD
=
KV
= x100%
√ ∑
Contoh pada 0,4 µg/ml diperoleh ∑(x- ̅ SD=
√ ∑
=
2
= 0,3753
= 0,4322
Maka, KV =
=
x 100% = 0,444
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 12. Absorbansi sampel kurma menggunakan spektrofotometer UVVis Sampel A C D F G H J K L
Absorbansi (y) 0,500 0,500 0,499 0,499 0,206 0,206 0,250 0,253 0,332 0,334 0,480 0,479 0,256 0,255 0,522 0,522 0,943 0,941
Kadar µg/ml (x) 1,370 1,370 1,367 1,367 0,421 0,421 0,563 0,573 0,828 0,834 1,305 1,302 0,583 0,579 1,441 1,441 2,799 2,792
Kadar ratarata µg/ml
Kadar µg/gram
1,370
278,95
1,367
273,30
0,421
84,25
0,568
113,60
0,831
116,20
1,303
260,70
0,581
116,25
1,441
288,15
2,796
559,10
Perhitung kadar dari µg/ml ke µg/gram: = =
= 278,95 µg/gram
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No.722/Menkes/ Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
BAHAN
TAMBAHAN
YANG
DILARANG DIGUNAKAN
DALAM
MAKANAN 1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya 2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC) 4. Dulsin (Dulcin) 5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol) 7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone) 9. Formalin (Formaldehyde) 10. Kalium Bromat (Potassium Bromate)
MENTERI KESEHATAN,
PROF. Dr. F. A. MOELOEK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta