1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pendekatan pembangunan yang saat ini diterapkan di Indonesia bersifat bottom up yang menggantikan pendekatan lama yang bersifat top down. Dalam konteks pembangunan ekonomi yang lebih spesifik berorientasi kepada perubahan dari paradigma “pembangunan yang berpusat pada produksi” ke paradigma “pembangunan
yang
berpusat
pada
rakyat”
(Nasdian,
2003).
Komunikasi
pembangunan berkembang sesuai dengan perkembangan pendekatan pembangunan yang dipakai. Pada saat pemerintah Indonesia melakukan pembangunan yang sentralistik, pendekatan yang digunakan bersifat top down, komunikasi pembangunan bertugas untuk membujuk masyarakat agar mengikuti apa yang dikatakan pemerintah. Model komunikasi yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah model linear. Saat ini, pembangunan banyak mempergunakan pendekatan partisipatif yang melibatkan seluruh warga dalam proses pembangunan. Pendekatan komunikasi yang dipakai untuk pembangunan dan perubahan sosial adalah model komunikasi konvergensi dengan pendekatan partisipasi masyarakat (Lubis, 2010). Kehadiran teknologi komunikasi dan munculnya beragam media komunikasi menjadikan informasi berlimpah ruah, kemungkinan saat ini terjadi ledakan informasi (information overload), sekaligus terjadi kesenjangan informasi (information gaps) di mana peningkatan pengetahuan pada kelompok tertentu akan menjauh dan meninggalkan kelompok lain. Hal ini disebabkan penyebarluasan dan pemanfaatan informasi yang belum merata. Keperluan akan informasi sudah menjadi kebutuhan, bukan jumlah informasi yang penting tetapi nilai dari informasi tersebut (Amsyah, 2005). Komunikasi
pembangunan
merupakan
proses
penyebaran
informasi,
penerangan, pendidikan dan keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku. Sebagai proses penyebaran informasi dan penerangan kepada masyarakat, titik pandang komunikasi pembangunan difokuskan pada usaha penyampaian dan pembagian (sharing) ide, gagasan dan inovasi pembangunan antara pengambil kebijakan dan masyarakat. Pada proses tersebut, informasi dibagi dan dimanfaatkan bersama-sama
dan
seluas-luasnya
sebagai
sesuatu
yang
berguna
untuk
kehidupannya (Dilla, 2007). Informasi akan mengurangi ketidakpastian dalam situasi di mana pilihan tersedia di antara sekumpulan alternatif (Rogers, 2003). Makna informasi dilihat dari dimensi ekonomi dan non-ekonomi. Manfaat informasi adalah untuk membantu memberi kejelasan dari sesuatu ketidakpastian atau mengurangi ketidakpastian tersebut sehingga manusia dapat membuat sesuatu keputusan dengan
2
kepastian yang lebih baik dan menguntungkan. Makin besar bantuannya untuk mengurangi ketidakpastian makin tinggi nilai informasi tersebut. Pemanfaatan informasi sangat penting bagi seorang individu untuk berkembang dan efeknya akan sangat berguna bila diterapkan. Akan tetapi, hal ini tidak dapat dilakukan dengan maksimal tanpa adanya kemampuan untuk mengamati lingkungan dan mendeteksi serta menangkap informasi. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau berbagi informasi dengan orang lain. Sementara itu, informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati dan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan oleh seseorang. Jenis informasi banyak sekali dan jumlahnya pun terus bertambah karena setiap saat lahir informasi baru, sehingga kita semakin tidak mudah mengikuti perkembangannya. Sumber-sumber informasi banyak jenisnya, antara lain buku, majalah, surat kabar, radio, tape recorder, video tape recorder, CD-ROM, disket komputer, brosur, pamflet, dan media rekaman informasi lainnya, merupakan tempat disimpannya informasi atau disebut sumbersumber informasi, khususnya informasi terekam. Informasi itulah yang dalam dunia komunikasi selalu melekat di dalam prosesnya. Sebab informasi dalam hal ini merupakan bagian dari proses komunikasi. Sementara itu komunikasi, seperti yang sudah kita ketahui, komunikasi ada di mana-mana, seperti antara lain di lingkungan keluarga, di lingkungan kelompok dan organisasi, di lingkungan perpustakaan, di lingkungan media, dan di lingkungan bidang studi lainnya (Amsyah, 2005). Informasi bermanfaat bagi siapa saja, baik perorangan atau kelembagaan, termasuk petani yang juga membutuhkan informasi. Sektor pertanian di Indonesia yang hingga saat ini masih dianggap sektor strategis, bukan hanya karena sektor ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan, pendorong munculnya industri baru atau kegiatan ekonomi yang lain, juga berperan sebagai sumber penyedia pangan serta mampu menyumbang devisa nasional. Intinya adalah pertanian harus menjadi basis pembangunan perekonomian Indonesia dan tidak dipandang sebagai masalah sektoral belaka (Susanto, 2009).
Relevan dengan hal tersebut, komoditas hortikultura,
khususnya
buah-buahan
sayuran
dan
juga
memiliki
peran
strategis
dalam
perekonomian nasional, yaitu : (1) merupakan bahan makanan bergizi sumber mineral dan vitamin bagi penduduk Indonesia; (2) sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk pedesaan dan kesempatan berbisnis bagi pengusaha;
(3)
sebagai
bahan
baku
agroindustri
yang
menunjang
proses
industrialisasi, di mana beberapa komoditas diolah atau diawetkan sebelum dipasarkan; (4) sebagai komoditas ekspor yang merupakan sumber devisa negara; (5)
3
sebagai pasar bagi komoditas non-pertanian seperti pupuk, pestisida, dan peralatan pertanian serta jasa angkutan, keuangan, perhubungan, dan lain-lain (Hadi, dkk dalam Ma’mir, 2001). Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia menurut data Deptan pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita /tahun dan tahun 2007 meningkat sebesar 40,90 kg/kapita/tahun, masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan standar FAO yaitu 65,75 Kg per kapita per tahun dan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kg/kapita/tahun. 1 Sehingga berdasarkan data tersebut, pertanian sayuran masih harus ditingkatkan. Salah satu faktor pendukung untuk mewujudkan pembangunan pertanian adalah pembangunan infrastruktur yang lebih baik, yang digunakan untuk aliran sumberdaya dan informasi dari dan ke sektor pertanian (Arintadisastra dkk, 2001). Sebagai contoh Pemerintah Thailand memberi insentif kepada petani dalam bentuk informasi, teknik produksi, pasar pupuk dan bibit. Informasi tentang pertanian dan agribisnis sampai ke desa-desa dalam waktu cepat, sehingga para petani menyesuaikan dan membuat rencana produksi tepat dengan sasaran. Artinya, produksi yang dihasilkan petani dijamin pemasarannya dan petani memperoleh keuntungan. Informasi yang disediakan sangat beragam, misalnya informasi tentang kecenderungan konsumen yang beralih pada produk-produk pertanian organik, sarana pendukung disiapkan, seperti pasar swalayan untuk menampung dan memasarkan produk pertanian organik itu. Pemerintah Thailand juga menginformasikan, sampai 20 tahun yang akan datang mengenai penduduk Jepang yang tetap menyukai buah mangga dan manggis. Informasi penting lainnya adalah tentang harga dan permintaan pasar ekspor. Sejalan dengan hal tersebut, saat ini kesadaran petani untuk memanfaatkan informasi dan teknologi komunikasi dalam bertani ternyata sudah menjadi kesadaran global. Tidak hanya di Indonesia saja, berdasarkan Laporan Informasi Ekonomi terbaru dari Konferensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menunjukkan dampak ekonomi yang positif bagi semua pihak yang terlibat dalam perdagangan, termasuk para petani kecil di daerah yang terpencil. Ternyata kecanggihan informasi dan teknologi tidak hanya monopoli bagi bidang industri saja. Melalui pemanfaatan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi diharapkan pertanian di suatu negara dapat maju dan berkembang.
1
http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/konsumsi-sayur-masyarakat-indonseia-dibawah-rekomendasi-fao/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2010.
4
Perumusan Masalah Pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju sistem sosial ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Perubahan bisa terjadi tanpa komunikasi dan komunikasi bisa terjadi tanpa perubahan. Komunikasi merupakan elemen penting dalam pembangunan yaitu sebagai salah satu pendorong terjadinya sebuah perubahan yang tentunya ke arah yang lebih baik, namun tentunya harus dengan memperhatikan faktor atau elemen lainnya. Rogers (1976) mengemukakan pandangan kritisnya mengenai hal tersebut bahwa komunikasi pada dasarnya bukan hanya satu-satunya penentu terjadinya perubahan, baik dalam diri kita maupun lingkungan sosial, melainkan ada faktor lain, yaitu faktor internal secara subjektif. Alasan yang dikemukakan Rogers adalah terdapat kontradiksi dan kekacauan pada analisis komunikasi dan sumber-sumber perubahan. Walaupun demikian, komunikasi bisa dan bahkan sering benar-benar memainkan peranan kunci dalam perubahan. Komunikasi berperan dalam mengubah atau mencegah terjadinya perubahan dalam struktur sosial. Informasi adalah bagian penting yang melekat dalam proses komunikasi. Sektor pertanian di Indonesia melibatkan lebih dari 50 persen tenaga kerja dan 60 juta petani, sehingga secara politis pengembangan sektor pertanian dapat dijadikan acuan untuk lebih mengukuhkan posisi sektor pertanian sebagai leading sector. Fakta lain juga menunjukkan pada saat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, justru hanya
sektor
pertanian
yang
mampu
bertahan
tumbuh
(walaupun
kecil
pertumbuhannya) dibanding bisnis besar konglomerasi yang justru terpuruk tak mampu bangkit (Susanto, 2009). Maka tak salah apabila penanganan masalah pertanian, khususnya mengenai difusi inovasi termasuk penyebaran informasi, yang kerapkali sangat dibutuhkan oleh petani di berbagai daerah, menjadi perhatian utama bagi pemerintah guna peningkatan hasil produksi pertanian dan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Seiring berkembangnya ide tentang membangun keberdayaan melalui informasi, komunikasi, dan pengetahuan masyarakat, terjadi lebih banyak inovasi yang melibatkan penggunaaan media komunikasi, baik cetak (seperti buletin atau koran desa) maupun elektronik (seperti radio komunitas atau internet masuk desa). Semakin terbangunnya pemahaman media di tingkat masyarakat, membuat masyarakat cepat menyadari dan memanfaatkan strategi komunikasi untuk menyelesaikan persoalannya, memenuhi kebutuhannya, dan mewujudkan potensinya (Afrizal, 2007). Selain itu, perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK), ledakan ilmu pengetahuan dan
5
teknologi (IPTEK) mengakibatkan adanya peningkatan dalam kebutuhan pengetahuan serta harapan masyarakat yang membutuhkan informasi yang berguna untuk menyokong pembangunan pertanian, termasuk usahatani sayuran. Saat ini para petani, termasuk petani sayuran dapat memajukan pertanian dengan memanfaatkan berbagai sumber informasi melalui komunikasi interpersonal dan beberapa media komunikasi sebagai alat komunikasi dan informasi yang menunjang usahatani sayuran mereka. Komoditi sayuran yang beragam dan memiliki sifat cepat rusak membuat petani sayuran aktif mencari, menyeleksi, dan memanfaatkan informasi melalui berbagai sumber informasi sebagai landasan untuk meningkatkan pengelolaan usahatani sayurannya. Berdasarkan paparan-paparan tersebut dapat disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pemanfaatan informasi oleh petani sayuran ? 2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik petani sayuran dengan tingkat keterdedahan sumber informasi ? 3. Apakah terdapat hubungan antara persepsi petani terhadap pelayanan pertanian dengan tingkat keterdedahan sumber informasi ? 4. Apakah terdapat hubungan antara tingkat keterdedahan sumber informasi dengan tingkat pemanfaatan informasi ? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pemanfaatan informasi oleh petani sayuran. 2. Menganalisis hubungan karakteristik petani sayuran dengan tingkat keterdedahan sumber informasi. 3. Menganalisis hubungan persepsi petani terhadap pelayanan pertanian dengan tingkat keterdedahan sumber informasi. 4. Menganalisis hubungan tingkat keterdedahan sumber informasi dengan tingkat pemanfaatan informasi.
6
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Penelitian ini untuk memperoleh gambaran umum mengenai pemanfaatan informasi oleh petani sayuran. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha pengembangan agribisnis, khususnya sayuran. 2. Pengembangan dan pengayaan kajian dalam studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. 3. Referensi
untuk
penelitian
lanjutan
yang
berhubungan
dengan
penggunaan/pemanfaatan informasi, khususnya pada komunitas petani sayuran.