1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional sejak tahun 1978 telah dijadikan isu nasional, dengan tujuan untuk memacu terjadinya pemberagaman dalam peran perempuan di kancah nasional. Fakta empiris menunjukkan bahwa perempuan melakukan dua pekerjaan sekaligus yaitu, pekerjaan publik yang menghasilkan pendapatan dan pekerjaan domestik. Fenomena ini sangat umum ditemui, baik di daerah perdesaan maupun di perkotaan. Perempuan memiliki peran nyata dalam memberikan kontribusi ekonomi dan membawanya pada status yang setara dengan pria (Vitayala 2010). Pekerjaan domestik atau pekerjaan rumahtangga dalam struktur sosial bermula dan bersamaan dengan berlangsungnya peradaban kehidupan manusia. Pada semua anggota masyarakat dengan budayanya, sebagian besar orang hidup terikat dalam hubungan kekeluargaan terkait dengan kewajiban dan hak setiap individu yang berlangsung di dalamnya. Tugas-tugas kekeluargaan seperti kegiatan ekonomis dan produktif merupakan tanggungjawab langsung setiap pribadi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat untuk menjamin kelangsungan hidup. Laki-laki dan perempuan yang terikat pernikahan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas kekeluargaan sesuai peran dan fungsinya. Becker (1965) menyatakan bahwa tanggungjawab utama perempuan menikah dalam pandangan tradisional adalah pengasuhan dan pekerjaan domestik lain, sedangkan suami bertanggungjawab pada wilayah publik. Suami dan istri melaksanakan tugas yang berbeda, tetapi sebagai pasangan mereka bekerja sama dalam menata rumahtangga dan menata kehidupan (Newman & Grauerholz 2002). Penatalaksanaan rumahtangga yang mencakup tugas-tugas rumahtangga dan pengasuhan anak semula ditangani langsung oleh keluarga, namun bersamaan dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat penanganan jasa rumahtangga berpindah pada pihak lain. Pelayanan jasa rumahtangga berkembang secara
2
komersial karena didukung oleh adanya pergeseran peran dalam keluarga yang mendorong perempuan bekerja di ranah publik. Meskipun tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan relatif rendah (52.5%) dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 83.3 persen, perempuan kebanyakan masih bertahan dalam lingkup domestik (ILO 2011). Hal ini menggambarkan bahwa pekerjaan di rumah masih digeluti kaum perempuan sampai sekarang, dengan alokasi waktu lebih besar daripada laki-laki. Pernyataan ini didukung oleh hasil studi terkait yang dilakukan di Indonesia maupun di Barat. Studi tentang alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga dan kegiatan ekonomi rumahtangga di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat menunjukan bahwa perempuan mengalokasikan waktu untuk pekerjaan rumahtangga antara 39.1 jam sampai 41.3 jam/minggu, sedangkan waktu yang dialokasikan laki-laki untuk pekerjaan rumahtangga antara 1.9 jam sampai 9.6 jam/minggu (Mangkuprawira 1985). Studi tentang weekly position pada 50 pasangan menikah (separuhnya ibu bekerja) yang dilakukan Fletchers seperti yang dikutip Birks (1994) menunjukkan bahwa kontribusi waktu perempuan untuk pekerjaan dibayar lebih rendah, dibandingkan dengan kontribusi waktu untuk pekerjaan tidak dibayar. Istri bekerja melaksanakan 65 persen dari jam pekerjaan rumahtangga dan perawatan anak, rata-rata 1,8 jam lebih besar dari suaminya. Istri sebagai ibu rumahtangga melaksanakan 76 persen dari jam pekerjaan rumahtangga dan perawatan anak, rata-rata bekerja 11-61 jam per minggu lebih sedikit dari suami. Pembagian kerja dengan domain berbeda antara laki-laki dan perempuan terpisah secara jelas dalam keluarga dengan kultur patriarki. Laki-laki melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang dan perempuan melakukan serangkaian tugas domestik. Perubahan tenaga kerja laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada wilayah publik dan domestik terjadi karena industrialisasi (Newman & Grauerholz 2002). Namun demikian, perempuan tetap mendapat bagian pekerjaan di rumah dengan porsi yang paling besar (Rowatt & Rowatt 1990). Rata-rata waktu kerja di rumah untuk perempuan menikah pada tahun 1900an di Amerika mencapai 12 jam per hari (Bryant 1990).
3
Streotipi pada perempuan terkait dengan jenis pekerjaan perempuan yang lebih aman bekerja di rumah, pada saat bersamaan didefinisikan sebagai bukan pekerjaan karena berada dalam lingkup domestik dan bersifat informal. Pekerjaan rumahtangga dinilai tidak produktif, sebaliknya sektor publik diletakkan sebagai fungsi yang bernilai tinggi dibanding sektor domestik karena lebih produktif menghasilkan kapital. Tugas domestik dianggap sebagai pekerjaan yang tidak produktif secara ekonomi (LBH Perempuan 1993 dalam OPI 2006). Pekerjaan domestik dalam keluarga tradisional dianggap sebagai tugas dan tanggungjawab utama perempuan. Sidoarjo yang sangat kental dengan nilai tradisonal, merupakan salah satu kabupaten yang terletak di daerah Jawa Timur dengan karakteristik yang khas. Kabupaten Sidoarjo dikenal sebagai daerah industri dengan tenaga kerja (buruh) kebanyakan perempuan, dan merupakan daerah segitiga emas yang diapit oleh kota Surabaya, Mojokerto dan Malang. Sebagian besar penduduk Sidoarjo merupakan pendatang dari berbagai daerah di Jawa Timur. Kegiatan ekonomi di kabupaten Sidoarjo lebih banyak didominasi oleh usaha kecil menengah yang dikembangkan dalam skala rumahtangga, antara lain usaha pembuatan tempe, kerupuk, juadah, telur asin, jamu beras kencur dan budidaya jangkrik. Sektor pertanian di kabupaten Sidoarjo lebih banyak perkebunan tebu dan perikanan tambak. Berdasarkan karakteristik yang khas tersebut, Sidoarjo dijadikan pertimbangan peneliti sebagai tempat untuk mengkaji kegiatan rumahtangga yang difokuskan pada aktivitas pekerjaan rumahtangga atau aktivitas sektor domestik.
Perumusan Masalah Rumahtangga sebagai sistem unit produksi menghasilkan barang dan jasa dengan menggunakan kombinasi sumberdaya. Satu diantara sumberdaya yang menjadi kendala bagi rumahtangga adalah waktu. Pengalokasian waktu dapat dipengaruhi oleh preferensi anggota rumahtangga (Thomas & Frankenberg 1999). Preferensi yang dimaksud adalah pilihan yang dilakukan anggota rumahtangga berdasarkan hubungan antara waktu luang dengan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan (Bryant 1990). Menurut Mangkuprawira (1985), setiap anggota
4
rumahtangga berusia kerja mempunyai pilihan untuk melakukan kegiatan, apakah bekerja mencari nafkah atau bekerja di rumah. Pekerjaan rumahtangga sebagai pekerjaan sektor domestik kurang mendapat perhatian dari masyarakat maupun pemerintah. Pada sebagian budaya masyarakat pekerjaan ini dipandang kurang berharga, karena dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan dan tidak pantas dikerjakan laki-laki. Menurut Sumardjo (1988), kebanyakan perempuan di Klaten-Jawa Tengah diposisikan seperti pembantu keluarga, karena mereka mencurahkan tenaga dan waktunya lebih banyak di rumah untuk mengurus dan melayani suami serta anaknya. Pada masa sekarang perubahan yang sangat jelas terlihat ialah perempuan yang semula bekerja di dalam rumah, bekerja pula di luar rumah. Meskipun perempuan bekerja di publik, semua hal yang berhubungan dengan penata laksanaan rumahtangga masih tetap menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Hyman & Baldry (2003) yang menyatakan bahwa perempuan yang bekerja baik penuh maupun paruh waktu di sektor publik, masih bersedia mengerjakan tugas-tugas rumahtangga dan pengasuhan anak. Faktor pendorong perempuan bekerja di luar rumah adalah alasan ekonomi dan non ekonomi, sedangkan di sisi lain laki-laki melaksanakan tugas rumahtangga karena sosialisasi budaya. Pekerjaan rumahtangga secara kultural masih dianggap porsi perempuan, dan sebagian laki-laki beranggapan mengerjakan pekerjaan rumahtangga dapat menurunkan tingkat maskulinitas. Sebagian kaum laki-laki menganggap bahwa pekerjaan yang dilakukan ibu di rumah bukanlah pekerjaan yang menghasilkan sehingga seringkali dinilai secara sepihak. Anggapan tersebut mempunyai kesan negatif terhadap peran atau tugas ibu dan pekerjaan itu sendiri, padahal pekerjaan di rumah cenderung dapat terbengkalai tanpa peran ibu dan tidak terhitung berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk menggantikan tugas ibu di rumah, seperti membersihkan rumah, menyiapkan pakaian, memasak, menyiapkan makanan atau mengasuh anak. Hal terpenting lain yakni kebutuhan perhatian, cinta dan kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya yang tidak bisa tergantikan dan digantikan, selain kebahagiaan yang dirasakan ibu dengan memiliki anak dan merawatnya penuh kasih.
5
Pekerjaan rumahtangga seharusnya dinilai berharga, baik secara ekonomi maupun secara psikologis. Hasil studi di Amerika menunjukkan bahwa secara ekonomi pekerjaan rumahtangga menyumbang pendapatan negara cukup besar, yaitu sekitar 9 persen-35.6 persen dari GNP yang disumbang oleh perempuan. (Murphy 1982, Robeyns 2000, Champ & Brown 2003). Pekerjaan ini secara psikologis dapat memberikan kepuasan dalam bentuk penghargaan diri. Studi tentang kontribusi pekerjaan rumahtangga secara ekonomi di Indonesia belum mendapatkan perhatian yang besar. Hal ini terlihat dari terbatasnya data-data kuantitatif yang mendukung studi tersebut. Beberapa hasil kajian studi yang ada mengungkap lebih pada aspek sosio budaya, yang ditemukan terutama di daerah perdesaan Jawa. Berdasarkan pemaparan tersebut, beberapa permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan istri tentang pekerjaan rumahtangga, apakah pekerjaan yang dikerjakan secara rutin dalam rumah dinilai positif? 2. Siapa sebenarnya yang mengambil keputusan dalam keluarga untuk tugas pekerjaan rumahtangga, apakah diputuskan oleh istri saja, suami saja atau istri dan suami setara? 3. Berapa banyak waktu yang dicurahkan istri untuk pekerjaan rumahtangga? 4. Berapa besar nilai pekerjaan rumahtangga yang dihasilkan istri? 5. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap nilai penggunaan waktu istri dalam pekerjaan rumahtangga?
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai ekonomi dan non-ekonomi pekerjaan rumahtangga yang didasarkan pada perbedaan tipologi wilayah (perkotaan dan perdesaan). Perhatian lebih khusus diberikan pada analisis: 1. Persepsi istri tentang pekerjaan rumahtangga. 2. Pengambilan keputusan istri-suami dalam tugas pekerjaan rumahtangga. 3. Curahan waktu istri dalam pekerjaan rumahtangga. 4. Nilai ekonomi dan non-ekonomi pekerjaan rumahtangga istri
6
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai penggunaan waktu istri dalam pekerjaan rumahtangga.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk segi akademis dan implikasi praktis sebagai berikut: 1. Segi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan perbendaharaan teori ekonomi keluarga khususnya tentang nilai ekonomi dan non-ekonomi pekerjaan rumahtangga. 2. Segi implikasi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para penentu kebijakan terkait dengan pengupahan tenaga kerja sektor jasa yang tidak dibayar.
Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada penggunaan waktu untuk pekerjaan rumahtangga dan produksi yang dihasilkan. Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut: 1. Lokasi perkotaan dan perdesaan ditentukan hanya pada dua kecamatan dari delapan belas kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sidoarjo. Penentuan dua kecamatan yaitu Sidoarjo sebagai lokasi perkotaan dan Krembung sebagai lokasi perdesaan karena dua kecamatan tersebut secara arbitari (jarak dari kecamatan ke pusat kota), tata ruang atau luas lahan dan jumlah penduduk memenuhi persyaratan sebagai tipe kota dan desa, sebagaimana yang dirujuk dari narasumber di Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo. 2. Penggunaan instrumen penelitian ditanyakan hanya pada istri yang dianggap dapat merepresentasikan keluarga, karena istri sekaligus ibu dianggap orang yang paling mengetahui dan memahami kebutuhan anggota keluarganya. Meskipun idealnya kuisioner juga ditanyakan pada suami atau anak sebagai anggota keluarga. 3. Pembobotan dilakukan pada setiap jenis pekerjaan rumahtangga dan indikator pekerjaan
rumahtangga dengan
menggunakan matriks bobot (rataaan
tertimbang. Unsur subjektivitas peneliti berpengaruh terhadap besaran bobot.