Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang
Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012
Outline I.
Isu Terkait Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Hutan
II.
Konsep Penyelenggaraan Penataan Ruang
III. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang dengan Bidang Kehutanan IV. Penyelesaian Konflik Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Hutan
V. Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan VI. Penutup
BHK-DJPR
2
I. Isu Terkait Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Hutan
BHK-DJPR
3
Isu Terkait Pemanfaatan Ruang untuk Kawasan Hutan (draft white paper KPK) 1. Harmonisasi Kebijakan dalam Pengaturan Ruang untuk Pengelolaan Sektor Sumberdaya Alam
2. Penyelesaian Konflik Kawasan Hutan
3. Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan
BHK-DJPR
4
II. Konsep Penyelenggaraan Penataan Ruang
BHK-DJPR
5
Sistem Penyelenggaraan Penataan Ruang (UUPR) PENGATURAN
Pemanfaatan Ruang
Perencanaan Taru Ruang
PEMBINAAN
BHK-DJPR
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
PENGAWASAN
15 6
Rencana Tata Ruang Akomodasi Semua Kepentingan • RTR merupakan alokasi ruang untuk semua kepentingan baik Pemerintah dan pemerintah daerah (termasuk kepentingan instansi sektoral, seperti kehutanan, pertambangan, perkebunan, dll), maupun masyarakat luas yang disusun atas dasar kesepakatan untuk memanfaatkan ruang wilayah secara optimal • RTR mencakup suatu wilayah administratif (termasuk kawasan hutan) • RTR disusun melalui suatu proses dan prosedur penyusunan RTR berdasarkan input dari para pemangku kepentingan, termasuk sektor kehutanan • RTR memuat indikasi program utama acuan penyusunan program pemanfaatan ruang dalam rangka pembangunan Nasional, melalui sinkronisasi program sektoral dan kewilayahan.
BHK-DJPR
7
Perencanaan Sektor Kehutanan Sebagai Bagian Integral dari Perencanaan Tata Ruang
• Muatan RTR mengakomodasi seluruh kepentingan sektor maupun daerah, termasuk hasil perencanaan kehutanan (berupa pengukuhan kawasan hutan) • Penetapan raperda RTRW dilakukan apabila peruntukan ruang wilayah secara keseluruhan telah memperoleh persetujuan peruntukan ruangnya, termasuk peruntukan ruang untuk kawasan hutan • Apabila dalam penyusunan RTRW terdapat usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, maka terlebih dahulu perlu dilakukan penetapan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan tersebut oleh Menteri Kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, yang selanjutnya diintegrasikan dalam perubahan rencana tata ruang wilayah (Pasal 31 ayat (1) dan (2) PP 15/2010).
BHK-DJPR
16 8
III. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Penataan Ruang dengan Bidang Kehutanan
BHK-DJPR
9
Harmonisasi PP 15/2010 dengan PP 10/2010 dan PP 24/2010
PP 15/2010 Pelaksanaan pemanfaatan ruang harus mengacu pada rencana tata ruang (Ps.94 ayat (1))
RTRW Diperlukan kesepakatan dan persetujuan peruntukan ruang (Ps.29)
PP 24/2010
Lokasi lahan kompensasi ditetapkan sesuai dengan atau diintegrasikan dalam proses perubahan rencana tata ruang (Penj. Ps.6 ayat (2) a) bhk-djpr BHK-DJPR
setelah berlakunya UU 26/2007 PP 10/2010 Ketentuan zonasi sektoral ditetapkan oleh menteri terkait sesuai kewenangannya (Ps.151 ayat (6))
Perubahan peruntukan kawasan hutan dilakukan berdasarkan usulan dari gubernur kepada Menteri (Ps.30 ayat (1))
Bagian kawasan hutan dlm wil provinsi yg belum memperoleh persetujuan peruntukan ruangnya diintegrasikan ke dlm RTRWP yang akan ditetapkan dgn mengacu pada ketentuan peruntukan&fungsi kaws hutan serta penggunaan kawasan hutan berdasarkan RTRWP sebelumnya (Ps.30 ayat (2))
Ketentuan perubahan peruntukan&fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan berlaku ketentuan PerUUan di bidang kehutanan (Ps.31 ayat (1))
Usulan perubahan peruntukan kawasan hutan diintegrasikan oleh gubernur dalam revisi rencana tata ruang wilayah provinsi (Ps.30 ayat (2))
Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan (Ps. 6 ayat (1))
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis termasuk kegiatan pertambangan) (Ps. 4 ayat (1))
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan diintegrasikan dalam perubahan RTRW (Ps.31 ayat (2))
Keputusan Menteri tentang perubahan peruntukan kawasan hutan diintegrasikan oleh gubernur dalam revisi rencana tata ruang wilayah provinsi (Ps.32)
Izin pinjam pakai kawasan hutan dapat dilakukan dengan kompensasi lahan, kompensasi membayar PNBP Pengggunaan Kaw. Hutan dan penanaman, dan/atau tanpa keduanya (Ps.6 ayat (2) a)
Kegiatan yg mempunyai tujuan strategis kegiatan yg diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yg sangat penting secara nasional thd kedaulatan, hankam, pertumbuhan ekonomi, sosbud, dan/atau lingkungan (Penj. Ps. 4)
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan dapat dilaksanakan sebelum ditetapkan perubahan RTRW (Ps.31 ayat (3))
Setiap perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial yang memperoleh keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menteri dapat melakukan kegiatan (Ps.27)
Bagian kawasan hutan yang belum memperoleh persetujuan peruntukan ruang dikembalikan ke rencana tata ruang wilayah provinsi sebelumnya (Ps.30 ayat (1))
Peninjauan kembali rencana tata ruang dilakukan 1 (satu) kali dlm 5 (lima) thn (Ps.82 ayat (1))
Peninjauan kembali rencana tata ruang dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun (Ps.82 ayat (2))
10
Harmonisasi PP 15/2010 dengan 2 PP Bidang Kehutanan (… lanjutan) • Terkait dengan izin kegiatan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah atas dasar rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ditetapkan sebelum berlakunya UU 26/2007, maka telah dilakukan harmonisasi melalui: -
Ketentuan Pasal 51A dan Pasal 51B PP 60/2012 tentang Perubahan Atas PP 10/2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, yang menyatakan bahwa kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, hutan produksi tetap, dan/atau hutan produksi terbatas dapat dilepaskan untuk kegiatan usaha perkebunan yang izinnya diterbitkan oleh pemerintah daerah berdasarkan RTRW provinsi atau kabupaten/kota dengan memenuhi ketentuan dalam PP dimaksud.
-
Pasal 25A PP 61/2012 tentang Perubahan Atas PP 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, yang menyatakan bahwa izin pinjam pakai kawasan hutan dapat diberikan untuk kegiatan usaha pertambangan pada kawasan hutan produksi yang izinnya diterbitkan oleh pemerintah daerah berdasarkan RTRW provinsi dengan memenuhi ketentuan dalam PP dimaksud.
• Setelah ditetapkannya UU 26/2007, mengingat RTR merupakan matra spasial pembangunan Nasional, yang penyusunannya melibatkan seluruh sektor, maka semua pemanfaatan ruang harus mengacu pada RTR.
BHK-DJPR
16 11
IV. Penyelesaian Konflik Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Hutan
BHK-DJPR
12
Percepatan Penyusunan dan Penetapan RTRW: sebagai Resolusi Konflik Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Hutan •
RTR merupakan matra spasial pembangunan Nasional yang harus digunakan sebagai dasar perizinan pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan dalam rangka mengoptimalkan ruang yang terbatas, sehingga tumpang tindih izin pemanfaatan ruang antarsektor tidak terjadi lagi.
•
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hukum dan landasan spasial bagi pelaksanaan pembangunan dilakukan upaya percepatan penyelesaian perda RTRW antara lain melalui: - sosialisasi peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang dan peraturan perundangundangan sektoral terkait bidang penataan ruang; - pemberian bimbingan teknis, bantuan teknis, dan pendampingan dalam penyusunan dan penetapan RTRW; - fasilitasi konsultasi peta RTRW ke Badan Informasi Geospasial; - fasilitasi penyelesaian permasalahan penataan ruang daerah melalui forum BKPRN; dan - sinkronisasi RTRW, khususnya dalam rangka pemberian persetujuan substansi RTRW.
Peningkatan Peran BKPRN • Fasilitasi penyelesaian permasalahan pemanfaatan ruang di kawasan hutan melalui pembahasan pada Pokja IV Bidang Koordinasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Penataan Ruang, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN).
BHK-DJPR
13
Pentingnya Aturan Zonasi Sektoral • Untuk melaksanakan ketentuan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan yang efektif ke depan, diperlukan pengaturan zonasi sektoral kehutanan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 151 dalam PP PPR yang disusun oleh Menteri Kehutanan sesuai dengan kewenangannya
• Pengaturan zonasi sektor kehutanan memuat arahan mengenai halhal yang diperbolehkan, yang diperbolehkan dengan syarat, dan yang dilarang dalam kawasan hutan, termasuk peruntukan untuk kegiatan pertambangan dan perkebunan. • Pengintegrasian arahan zonasi sektoral kehutanan dan ketentuan zonasi sektoral lainnya ke dalam penyusunan perda RTRW sehingga kemudian investasi terkait sektor kehutanan sesuai dengan arahan/ketentuan zonasi sektor dan terakomodasi dalam RTRW.
BHK-DJPR
14
V. Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan
BHK-DJPR
15
Progres Penyelesaian RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota
KETERANGAN
TOTAL DAERAH
PROSES DI DAERAH
SUDAH PEMBAHASAN BKPRN
PERSETUJUAN SUBSTANSI MENTERI PU
PROVINSI
33
0
0
KETERANGAN
TOTAL DAERAH
REVISI
REKOMGUB
SUDAH PEMBAHASAN BKPRN
KABUPATEN
398
4
0
8
209
52,51%
177
44,47%
KOTA
93
4
0
5
32
34,41%
52
55,91%
JUMLAH
491
8
0
13
241
49,08%
229
46,64%
19
57,58%
PERSETUJUAN SUBSTANSI MENTERI PU
SUDAH PERDA RTRW
14
42,42%
SUDAH PERDA RTRW
Status per tanggal 12 Desember 2012
BHK-DJPR
16
Progres Penyelesaian RTRW Provinsi
Status per tanggal 12 Desember 2012 BHK-DJPR
17
Progres Penyelesaian RTRW Provinsi (2)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
PERDA
PERSETUJUAN SUBSTANSI
(14 Provinsi)
(19 Provinsi)
Sulawesi Selatan (Perda No. 9 Tahun 2009) Bali (Perda No. 16 Tahun 2009) Lampung (Perda No. 1 Tahun 2010) DI Yogyakarta (Perda No. 2 Tahun 2010) Nusa Tenggara Barat (Perda No. 3 Tahun 2010) Jawa Tengah (Perda No. 6 Tahun 2010) Jawa Barat (Perda No. 22 Tahun 2010) Nusa Tenggara Timur (Perda No. 1 Tahun 2011) Banten (Perda No. 2 Tahun 2011) Gorontalo (Perda No. 4 Tahun 2011) DKI Jakarta (Perda No. 1 Tahun 2012) Bengkulu (Perda No. 2 Tahun 2012) Jawa Timur (Perda No. 5 Tahun 2012) Sumatera Barat (Perda No. 13 Tahun 2012)
a. Dalam proses pengintegrasian SK Menhut ke dalam raperda RTRW: 1. Kalimantan Selatan 2. Papua 3. Kalimantan Tengah 4. Maluku Utara b. Menunggu persetujuan DPR untuk perubahan peruntukan DPCLS/Proses penerbitan SK Menhut: 5. Sulawesi Utara c. Penelitian Terpadu sudah selesai , dalam proses penerbitan Keputusan Menhut: 6. Sulawesi Barat 7. Jambi 8. Maluku 9. Kalimantan Barat 10. Riau 11. Kepulauan Riau d. Dalam Proses Penelitian Terpadu: 12. Aceh 13. Sumatera Utara 14. Sumatera Selatan 15. Kepulauan Bangka Belitung 16. Kalimantan Timur 17. Sulawesi Utara 18. Sulawesi Tengah 19. Papua Barat
Status per tanggal 12 Desember 2012 BHK-DJPR
18
Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan • Perlu upaya percepatan pengukuhan kawasan hutan melalui proses Tim Terpadu yang berkualitas, sebagai acuan penetapan alokasi ruang dalam RTRW. • Perlunya kesamaan peta dasar dalam penyusunan rencana sektoral untuk kemudian diintegrasikan dalam RTRW • Perlu adanya sistem informasi terkait kehutanan (seperti: inventarisasi hutan, penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, penetapan kawasan hutan, dan sebagainya) agar tidak terjadi overlapping pemanfaatan ruang
BHK-DJPR
19
VI. Penutup
BHK-DJPR
20
Penutup • Ruang harus dikelola secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan antargenerasi. Penataan ruang merupakan pendekatan komprehensif dan terintegrasi dalam pengelolaan ruang dan pemanfaatan sumber daya alam serta merupakan landasan untuk kepastian hukum bagi pelaksanaan pembangunan. • Untuk mengatasi isu konflik antarkepentingan (antarsektor, termasuk sektor kehutanan) dalam pemanfaatan ruang diperlukan sinergitas rencana sektoral yang diintegrasikan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) • Perlunya sistem informasi kehutanan yang terintegrasi satu sama lain di lingkungan Kementerian Kehutaan agar tersedia informasi kehutanan yang tunggal (seiring dengan prakarsa UKP4 tentang one map movement) • UUPR, dikehendaki berperan sebagai umbrella act terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang memanfaatkan ruang, sehingga seyogyanya UUPR dijadikan landasan untuk menilai dan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi pemanfaatan ruang
BHK-DJPR
21
bersama menata ruang untuk semua
BHK-DJPR