PEMERINTAH KOTA SORONG KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN REMU
(KPH REMU) Alamat : Jalan Maleo Remu Utara Sorong
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL MODEL REMU DI KOTA SORONG PROVINSI PAPUA BARAT
DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL REMU
SORONG, FEBRUARI 2015
BUKU RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL MODEL REMU KOTA SORONG Digandakan dan dijilid oleh : Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IV Tahun 2015
HALAMAN JUDUL
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KPHL MODEL REMU DI KOTA SORONG PROVINSI PAPUA BARAT
Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : SK. 470/Menhut-II/Reg.4-1/2015 Tanggal : 26 Februari 2015
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
RINGKASAN EKSEKUTIF Rencana Jangka Panjang Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (RPJP-KPHL) Model RemuKota Sorong bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi produksi dan jasa sumberdaya hutan di wilayah kerja KPHL Model Remu, yang dilakukan melalui kegiatan pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat, serta pelestarian lingkungan yang merupakan satu kesatuan kegiatan. Dengan demikian, rencana pengelolaan jangka panjang ini diharapkan dapat memberi arah pengelolaan hutan dan kawasannya, yang melibatkan semua pihak dalam upaya pengembangan KPHL Model Remu Kota Sorong di Kota Sorong Provinsi Papua Barat. Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL Model Remu Kota Sorong
(dimaksudkan agar proses pembangunan KPHL Model berjalan secara
sistimatis dan terarah menuju pencapaian target pembangunan KPHL model. Tujuan penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL Model Remu Kota Sorong di Kota Sorong adalah untuk memberikan arahan kegiatan pembangunan KPHL Model berupa rencana kelola berjangka 10 tahun, dan sekaligus menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek pembangunan KPHL model. Kesatuan Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong yang secara administratif berada di Kota Sorong, berada antara 0o46’38” – 0o56’04" Lintang Selatan (LS) dan 131o11’05” - 131o24’01" Bujur Timur (BT) dengan luas mencapai ± 11.864 ha. Berdasarkan fungsi hutan, kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong terdiri atas Kawasan Hutan Lindung seluas 6.581 ha dan Hutan Produksi Terbatas seluas 5.283 ha. Operasionalisasi pengelolaan wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong selama sepuluh tahun kedepan, UPTD KPHL Model Remu Kota Sorong
perlu
didukung sarana-prasarana perkantoran yang memadai, peningkatan SDM, serta pembiayaan yang memadai baik yang bersumber dari dana-dana APBD, APBN maupun dari hasil kerjasama kemitraan serta bantuan lembaga donor Nasional maupun Internasional.
Diharapkan selama jangka waktu pengelolaan periode
sepuluh tahun pertama, KPH ini sudah dapat menjadi KPH yang mandiri.
iii
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
PETA SITUASI
iv
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
KATA PENGANTAR
Pengelolaan hutan dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPHL) meliputi kegiatan tata hutan, penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi
hutan,
perlindungan
hutan
dan
konservasi
alam.
Untuk
mengimplementasikan pengelolaan hutan tersebut, maka perlu disusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Model Remu Kota Sorong . Rencana Pengeloaan Hutan Jangka Panjang KPHL Model Remu Kota Sorong memuat: tujuan yang akan dicapai KPHL, kondisi yang dihadapi, strategi dan kelayakan
pengembangan
pengelolaan
hutan,
yang
meliputi:
tata
hutan,
pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam. Melalui rencana jangka panjang ini potensi dan kondisi sumberdaya hutan, kondisi sosial ekonomi dan pengembangan KPHL jangka panjang di Kota Sorong dapat diketahui. Data dan informasi yang digunakan dalam rencana ini mengacu pada hasil kegiatan inventarisasi kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan sosial budaya di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong. Dengan tersusunnya Rencana Jangka Panjang Pengelolaan Hutan KPHL Model Remu Kota Sorong ini diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan rencana ini. Mudah-mudahan rencana ini dapat menjadi acuan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong . Sorong,
Februari 2015
Kepala KPHL Model Remu Kota Sorong,
INA ROSELINA SIKIRIT, S.Hut NIP. 19730603 200212 2 004
v
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan 1.3. Sasaran 1.4. Ruang Lingkup 1.5. Batasan Terminologi BAB 2 DESKRIPSI KAWASAN 2.1. Risalah Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong 2.1.1. Letak dan Luas 2.1.2 Topografi 2.1.3. Geologi 2.1.4. Tanah 2.1.5. Keadaan Iklim 2.1.6. Daerah Aliran Sungai 2.1.7. Aksesibilitas Kawasan 2.1.8. Batas-Batas 2.1.9. Sejarah PembentukanWilayah KPHL Model Remu Kota Sorong 2.1.10. Pembagian Blok Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong 2.2. Potensi Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong 2.2.1. Penutupan Lahan 2.2.2. Potensi Kayu 2.2.3. Potensi Flora 2.3. Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat 2.4. Perijinan dan Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan 2.5. KPHL dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah 2.6. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan 2.6.1. Isu Strategis 2.6.2. Kendala dan Permasalahan BAB 3 VISI DAN MISI 3.1. Visi, Misi dan Tujuan Pengelolaan Hutan KPHL Model Remu Kota Sorong 3.1.1.Visi 3.1.2. Misi 3.1.3. Tujuan Pengelolaan 3.2. Pendekatan Strategi Pengelolaan
Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error!
iii v vi ix xi Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def
Error! Error! Error! Error! Error!
Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def
Error! Error! Error! Error! Error!
Bookmark not Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def vi
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
BAB 4 ANALISIS DAN PROYEKSI Error! 4.1. Faktor Internal (kekuatan/strength) Error! 4.1.1. Legalitas dan Struktur Organisasi KPHL Remu yang jelas Error! 4.1.2. Potensi Sumberdaya Hutan tinggi Error! 4.2. Faktor Internal (Kelemahan/Weakness) Error! 4.2.1. Tata Batas Perlu Direkonstruksi Error! 4.2.2. Kapasitas SDM Error! 4.2.3. Dana Terbatas Error! 4.2.4. SOP Pengelolaan Tingkat Tapak Belum Tersedia Error! 4.2.5. Sarana Perkantoran dan Sistem Informasi Masih Terbatas Error! 4.3. Faktor Eksternal (Peluang/Opportunities) Error! 4.3.1. Posisi Kota Sorong sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional) Error! 4.3.2. Pasar Jasa Ekosistem (Air, Karbon, Wisata, Biodiversitas) Error! 4.3.3. Dukungan Para Pihak Error! 4.4. Faktor Eskternal (Ancaman/Threats) Error! 4.4.1. Tekanan Terhadap Lahan Tinggi Error! 4.4.2. Kegiatan Non Kehutanan Yang Menimbulkan Degradasi Lingkungan Hidup Error! 4.4.3. Persepsi terhadap Pengelolaan KPHL Error! 4.4.4. Tingkat Ketergantungan Terhadap Hutan Error! 4.5. Proyeksi Error! BAB 5 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN Error! 5. 1. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola Serta Penataan Hutannya Error! 5.1.1. Inventarisasi Hutan Error! 5.1.2. Pembagian Blok dan Petak Error! 5.1.3. Tata Batas Dalam Wilayah KPHL Berupa Penataan Batas Blok dan Petak Error! 5.1.4. Pemetaan Error! 5. 2. Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu Error! 5. 3. Pemberdayaan Masyarakat Error! 5. 4. Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) Pada Areal KPHL Yang Telah Ada Ijin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutannya Error! 5. 5. Penyelenggaraan Rehabilitasi Pada Areal Di Luar Izin Error! 5. 6. Pembinaan Dan Pemantauan (Controlling) Pelaksanaan Rehabilitasi Dan Reklamasi Pada Areal KPHL Model Sorongyang Sudah Ada Izin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan Error! 5. 7. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Error! 5.7.1. Perlindungan Hutan Error! 5.7.2. Konservasi Alam Error! 5. 8. Penyelenggaraan Koordinasi Dan Sinkronisasi Antar Pemegang Ijin Error! 5. 9. Koordinasi Dan Sinergi Dengan Instansi Dan Stakeholder Terkait Error!
Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def
Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def
Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def
Bookmark not def Bookmark not def
Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def vii
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
5. 10. Penyediaan Dan Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia (SDM) 5.10.1. Pemantapan Kebijakan Pengelolaan KPHL 5.10.2. Penambahan Staf Pengelola KPHL 5.10.3. Penyusunan Prosedur Kerja (SOP) dan Mekanisme Kolaborasi Atau Kerjasama. 5.10.4. Peningkatan Sarana dan Prasarana 5. 11. Penyediaan Pendanaan 5. 12. Pengembangan Database 5. 13. Rasionalisasi Wilayah Kelola 5. 14. Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) 5. 15. Pengembangan Investasi 5.15.1. Tujuan 5.15.2. Mitra yang Terlibat Dalam Desain Dan Pelaksanaan Rencana Investasi 5.15.3. Konsultasi dengan Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal 5.15.4. Bidang Investasi Strategis Di KPHL Model Remu Kota Sorong 5.15.5. Kebijakan Yang Mendukung Dan Lingkungan Peraturan Khususnya Terkait REDD+. BAB 6 PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN 6.1. Pembinaan 6.2. Pengawasan 6.3. Pengendalian BAB 7 PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN 7.1. Pemantauan 7.2. Evaluasi 7.3. Pelaporan BAB 8 PENUTUP
Error! Bookmark not def Error! Bookmark not def Error! Bookmark not def Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error!
Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def
Error! Bookmark not def Error! Bookmark not def Error! Bookmark not def Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error! Error!
Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not def Bookmark not
viii
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Fungsi Kawasan Hutan dan Administrasi Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong............................... Error! Bookmark not defined. Tabel 2 Kemiringan Lahan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong ................................................ Error! Bookmark not defined. Tabel 3 Jenis Tanah di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not define Tabel 4 Banyaknya Curah Hujan di Stasiun Meteorologi Sorong Tahun 2009-2013 (mm) ................................. Error! Bookmark not defined. Tabel 5 Banyaknya Hari Hujan Di Stasiun Meteorologi Sorong Tahun 2009-2013 (hari) ................................. Error! Bookmark not defined. Tabel 6 Rata-rata Tekanan Udara di Stasiun Sorong Tahun 2009-2013 (mb) ................................................... Error! Bookmark not defined. Tabel 7 Rata-rata Kelembaban Di Stasiun Meteorologi Sorong Udara di Stasiun Sorong Tahun 2009-2011 (%)Error! Bookmark not defined. Tabel 8 Rata-Rata Parameter Iklim Bulanan Kota Sorong Dan Sekitarnya (Lima Tahun Terakhir) ......... Error! Bookmark not defined. Tabel 9 DAS di Wilayah KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not defined. Tabel 10 Aksesibilitas Dalam Kawasan Hutan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong ..................... Error! Bookmark not defined. Tabel 11 Penutupan Lahan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong ................................................ Error! Bookmark not defined. Tabel 12 Blok HL Jasa Lingkungan dan PenutupannyaError! Bookmark not defined. Tabel 13 Blok Pemanfaatan HL di KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not defined. Tabel 14 Blok Pemberdayaan dan Penutupan LahannyaError! Bookmark not defined. Tabel 15 Blok Pemanfaatan HP di KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not defined. Tabel 16 Blok Pemberdayaan HP KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not defined. Tabel 17 Potensi Permudaan Pohon di KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not defi Tabel 18 Potensi Tegakan di KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not defined. Tabel 19 Potensi keanekaragaman FaunaKPHL Model Remu Kota Sorong ................................................ Error! Bookmark not defined. Tabel 20. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal KPHL Model Remu Kota Sorong ........................................ Error! Bookmark not defined. Tabel 21. Strategi Kombinasi Strength (Kekuatan) dan Opportunity (Peluang) Dalam Analisa SWOT ............ Error! Bookmark not defined. Tabel 22 Pembagian Blok sesuai dengan fungsi hutan pada areal KPHL Model Remu Kota Sorong ..................... Error! Bookmark not defined. Tabel 23 Pembagian Blok dan Rencana Kegiatan Pemanfaatan Areal KPHL Model Remu Kota Sorong ............ Error! Bookmark not defined. Tabel 24 Jenis Pemanfaatan dan Kegiatan Usaha di Wilayah TertentuError! Bookmark not defin Tabel 25 Pemanfaatan Hutan Lindung pada Wilayah Tertentu di Areal KPHL Model Remu Kota Sorong ............ Error! Bookmark not defined. Tabel 26 Pemanfaatan Hutan Produksi pada Wilayah Tertentu di Areal KPHL Model Remu Kota Sorong ............ Error! Bookmark not defined. Tabel 27. Kekritisan Lahan dan Penutupan Lahan di Blok Rehabilitasi Areal Kerja KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not defined. Tabel 28. Prioritas Kegiatan Rehabilitasi di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong............................... Error! Bookmark not defined. ix
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Tabel 29. Tabel 30 Tabel 31. Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
32. 33. 34 35 36 37
Rencana Kegiatan Rehabilitasi Untuk Jangka Waktu 10 TahunError! Bookmark not def Bentuk Peran Dan Kontribusi Para Pihak Didalam Pembangunan Pengelolaan KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not define Kebutuhan Dana Investasi dan Kemungkinan Sumber Pendanaan .......................................... Error! Bookmark not defined. Matrik rencana evaluasi ....................... Error! Bookmark not defined. Mitra Kerjasama Investasi .................... Error! Bookmark not defined. Ringkasan Usulan Pendanaan ............... Error! Bookmark not defined. Waktu Persiapan Proposal Investasi ...... Error! Bookmark not defined. Rencana pertemuan dengan para pihak Error! Bookmark not defined. Bidang Investasi Strategis di KPHL Model Remu Kota SorongError! Bookmark not defin
x
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
DAFTAR GAMBAR Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1 Peta Wilayah Kerja KPHL Remu Kota Sorong ................................... Error! 2 Peta Batuan di Wilayah Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong............. Error! 3 Peta Jenis Tanah di Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong .............. Error! 4 Peta Hujan di Wilayah Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong .............. Error! 5Peta Aksesibilitas Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong ................. Error! 6 Skema Pembagian Blok KPHL Model Remu Kota Sorong ................... Error! 7 Peta Pembagian Blok KPHL Model Remu Kota Sorong ...................... Error! 8Sebaran Penutupan Lahan di KPHL Model Remu Kota Sorong .............. Error! 9 Potensi Tegakan di HL dan HPT KPHL Model Remu Sorong .............. Error! 10Pembagian Blok KPHL Model Remu Kota Sorong ............................... Error! 11 Peta Pembagian Blok di KPHL Model Remu Kota Sorong ................... Error! 12Peta Blok HL Jasa Lingkungan KPHL Model Remu Kota Sorong .......... Error! 13 Peta Blok Pemanfaatan di HL pada KPHL Model Remu Kota Sorong .......................................................................................... Error! Gambar 14 Peta Blok Pemberdayaan HL di KPHL Model Remu Kota Sorong .......................................................................................... Error! Gambar 15 Peta Blok Pemanfatan HP KPHL Model Remu Kota Sorong ................ Error! Gambar 16 Peta Blok Pemberdayaan HP di KPHL Model Remu Kota Sorong .......................................................................................... Error! Gambar 17Luas Kegiatan Pemanfaatan Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong .................................................................................. Error! Gambar 18 Luas Kegiatan Pemanfaatan Menurut Fungsi Kawasan Hutan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong ................................. Error! Gambar 19 Rencana Blok Pemanfaatan/Pemungutan HHBK di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong ...................................................... Error! Gambar 20 Rencana Blok Pemanfaatan/Pemungutan Jasa Lingkungan Karbon di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong ...................... Error! Gambar 21 Rencana Blok Jasa Lingkungan Air di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong......................................................................... Error! Gambar22 Rencana Blok Rehabilitasi di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong .................................................................................. Error! Gambar 23. Luas Rencana Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong ................................................... Error! Gambar 24 Peta Prioritas Kegiatan Rehabilitasi di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong......................................................................... Error!
xi
Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n Bookmark n
Bookmark n
Bookmark n Bookmark n
Bookmark n
Bookmark n Bookmark
Bookmark n
Bookmark n
Bookmark n
Bookmark n
Bookmark n
Bookmark n
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
12
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG BAB
PENDAHULUAN
1.1.
1
Latar Belakang
Hutan merupakan salahsatu modal alamiah (natural capitals) yang sangat penting sebagai
sumberdaya
alam
(natural
resources) dan sumber beragam jasa
ekosistem/lingkungan (ecosystem services) yang dibutuhkan manusia dan makhluk hidup lainnya. Produk dan jasa yang disediakan hutan seperti kayu, hasil hutan bukan kayu, air, biodiversitas, udara bersih, serapan karbon, wisata alam, dan sebagainya menjadi bagian dari kebutuhan penting kehidupan manusia. Uniknya produk dan jasa ekosistem hutan tersebut sangat dipengaruhi oleh kelestarian ekosistem hutannya, dimana apabila ekosistemnya mengalami degradasi maka produk dan jasa ekosistem hutan tentunya akan terdegradasi juga. Oleh karena itu mengelola hutan secara berkelanjutan menjadi keniscayaan karena hutan adalah modal alamiah yang sangat penting sebagai penyangga sistem kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia beserta lingkungan hidupnya. Bagi masyarakat di Kota Sorong, hutan dinilai sebagai ibu dari kehidupan masyarakat sepanjang waktu. Hutan menyediakan berbagai kebutuhan hidupnya, seperti air bersih, hasil hutan kayu dan bukan kayu, pangan, obat tradisional, serta perlindungan ekosistem wilayahnya. Di sisi lain dengan makin berkembangnya Kota Sorong sebagai salahsatu pusat pertumbuhan ekonomi wilayah di Provinsi Papua Barat, maka peranan hutan terutama dalam menyediakan jasa lingkungannya seperti sumber air bersih dan perlindungan lingkungan hidupnya makin penting dan strategis. Untuk menjamin eksistensi hutannya dapat dikelola secara berkelanjutan, maka diperlukan penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak. Unit pengelolaan tersebut adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan 1
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari, yang kemudian disebut KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), antara lain dapat berupa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHL), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK).KPH menjadi pusat informasi mengenai kekayaan sumberdaya hutan dan menata kawasan hutan menjadi bagianbagian yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai ijin dan/atau dikelola sendiri pemanfaatannya, melalui kegiatan yang direncanakan dan dijalankan sendiri. Apabila peran KPH dapat dilakukan dengan baik, maka KPH menjadi garis depan untuk mewujudkan harmonisasi pemanfaatan hutan oleh berbagai pihak dalam kerangka pengelolaan hutan lestari. Unit kelola hutan di Kota Sorong yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor Nomor : SK.995/Menhut-II/2013 tentang Penetapan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Remu (Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Unit II) yang Terletak di Kota Sorong Provinsi Papua Barat seluas +12.775 Haterdiri dari hutan lindung (HL) + 6.602 Ha dan hutan produksi terbatas (HPT) + 6.173 Ha adalah KPHL Model Remu Kota Sorong. Berdasarkan hasil analisis mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.710/Menhut-II/2014 tanggal 27 Agustus 2014, luas wilayah KPHL Remu menjadi +11.864 Ha, yang terdiri dari HL+ 6.581 Ha dan HPT+ 5.283 ha. Penyelenggaraan kegiatan kehutanan di wilayah tersebut agar berjalan secara terencana, sistematis, dan efisien maka perlu didukung oleh kegiatan perencanaan yang baik. Perencanaan memegang peranan penting, karena tanpa perencanaan yang baik tidak mungkin kegiatan akan berjalan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu rencana pengelolaan hutan di Kota Sorong menjadi tahapan penting dalam penyelenggaraan KPHL Model Remu Kota Sorong. Rencana jangka panjang KPHL Model Remu Kota Sorong ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai: (1) potensi dan kondisi sumberdaya hutan, letak KPHL Model Remu dalam DAS, kondisi sosial ekonomi dan pengembangan wilayah, (2) bobot fungsi hutan yang akan diwujudkan dan sasaran para pihak untuk mewujudkan pemanfaatan hutan secara efisien dan adil, (3) ketersediaan prakondisi maupun potensi hambatan ditinjau dari kepastian wilayah, permintaan hasil hutan, investasi dan sumber pendanaan, dan sumberdaya manusia, serta (4) kelayakan 2
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
pengembangan yang ditelaah selain dari segi manfaat dan biaya juga dari ketersediaan prakondisi, kekuatan dan kelemahan institusi dan organisasi.
1.2.
Tujuan
Menyediakan rencana pengelolaan (management plan) jangka panjang kurun waktu 10 tahun untuk memberikan arahan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan kehutanan pada setiap blok dan petak di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong , sehingga memiliki kerangka kerja yang terpadu dan komprehensif di dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan yang lebih efektif, efisien dan manfaat yang berkeadilan.
1.3.
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)KPHL Model Remu Kota Sorong
adalah tersusunnya kerangka
formal pengelolaan kawasanuntuk jangka waktu sepuluh tahun ke depan sebagai acuan bagi rencana pengelolaan jangka menengah (5 tahunan), dan
rencana
pengelolaan jangka pendek (1 tahun) dalam mewujudkan kelestarian fungsi dan manfaat kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong. Sasaran kegiatan pengelolaan selama 10 tahun jangka waktu RPHJP KPHL Model Remu Kota adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan hutan lindung dalam areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong seluas + 6.581ha, yang akan dialokasikan sebagai Blok Jasa Lingkungan seluas 4.200 ha, Blok Pemanfaatan seluas 1.400 ha dan Blok Pemberdayaan seluas 981 ha; 2) Pengelolaan hutan produksi terbatas (HPT) dalam areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong seluas + 5.283 ha, yang akan dialokasikan sebagai sebagai Blok Pemanfaatan seluas 4.095 ha dan Blok Pemberdayaan seluas 1.188 ha.
1.4.
Ruang Lingkup
Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL Model Remu Kota Sorong untuk jangka waktu sepuluh tahun berdasarkan kajian aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya dengan memperhatikan partisipasi, aspirasi, budaya masyarakat dan 3
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
rencana pembangunan daerah/wilayah. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang ini menjadi dasar bagi penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Menengah, dan Jangka Pendek dalam bentuk matriks strategi pengelolaan yang memuat program-program dan usulan kegiatan operasional. Lingkup substansi RPJP-KPHL Model Remu Kota Sorong secara sistematik sebagai berikut : a. Pendahuluan, berisi : latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, dan batasan pengertian. b. Deskripsi Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong , yang terdiri atas : a). Risalah wilayah (letak, luas, aksesibilitas kawasan, batas-batas, sejarah wilayah, dan pembagian blok), b). Potensi wilayah (penutupan vegetasi, potensi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu, keberadaan flora dan fauna langka, potensi jasa lingkungan dan wisata alam), c). Data dan informasi sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitar hutan termasuk keberadaan masyarakat hukum adat, d). Data dan informasi ijin-ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di dalam wilayah kelola, e). Kondisi posisi KPHL Model Sorong dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah, dan f). Isu strategis, kendala dan permasalahan. c. Mendeskripsikan kondisi wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong baik berdasarkan aspek biofisik, sosial, ekonomi, budaya, dan pembangunan wilayah;
d. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, berisi ; pernyataan visi dan misi, kebijakan dan strategi pencapaian . e. Analisis dan Proyeksi, meliputi : a). Analisis data dan informasi yang tersedia saat ini (baik data primer maupun data sekunder), b). Proyeksi kondisi wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong di masa yang akan datang dan c). Analisa dan proyeksi core business. f. Rencana Kegiatan, terdiri dari : a). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan
hutan,
b).
Pemanfaatan
hutan
pada
wilayah
tertentu,
c).
Pemberdayaan masyarakat, d). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPHL yang telah dibebani ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, e). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, f). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah
ada
ijin
pemanfaatan
dan
penggunaan
kawasan
hutan,
g). 4
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, h). Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, i). koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, j) penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, k). Penyediaan pendanaan, l). pengembangan database, m). Rasionalisasi wilayah kelola, n). Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) dan o). Pengembangan investasi g. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian h. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan i. Penutup
1.5.
Batasan Terminologi
Dalam dokumen ini yang dimaksud dengan : 1. Kawasan Hutan adalah Wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap; 2. Hutan Tetap adalah kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap 3. Hutan Konservasi yang selanjutnya disebut HK adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragam tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 4. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 5. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 6. Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaraan hutan yang meliputi perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan. 7. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam; 5
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
8. Tata Hutanadalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari; 9. Inventarisasi hutan pada wilayah KPHL adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumberdaya hutan dan lingkungannya secara lengkap; 10. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari; 11. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah Rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPHL; 12. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah Rencana Pengelolaan Hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak dan/atau blok; 13. Pemanfaatan Hutanadalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya; 14. Penggunaan Kawasan Hutanmerupakan penggunaan untuk kepentingan pembangunan diluar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan; 15. Perencanaan Kehutananadalah proses penetapan tujuan, penetuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan
pedoman
dan
arah
guna
menjamin
tercapainya
tujuan
penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
6
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
16. Penggunaan Kawasan Hutan adalah kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 17. PemanfaatanHutanadalahkegiatan untuk memanfaatkan memanfaatkan
jasa lingkungan, memanfaatkan
kawasan hutan,
hasil hutan kayu dan bukan
kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 18. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari; 19. Kesatuan pengelolaan Hutan Konservasiselanjutnya disebut KPHK adalah KPH yang luas wilayah seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan konservasi; 20. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayah seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung; 21. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksiselanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayah seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan produksi; 22. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPHL yang merupakan bagian dari wilayah KPHL yang dipimpin oleh Kepala Resort KPHL dan bertanggung jawab Kepada Kepala KPHL; 23. Blok Pengelolaan pada wilayah KPHL adalah bagian dari wilayah KPHL yang dibuat
relatif
permanen
untuk
meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi
pengelolaan; 24. Petakadalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang sama; 25. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya atau belum dibebani izin pemanfaatannya 26. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut sebagai pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan RI yang tediri dari Presiden beserta Menteri; 7
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
27. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan; 28. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah; 29. Dinas
adalah
Dinas
Propinsi/Kabupaten/Kota
yang
menangani
bidang
kehutanan; 30. Kolaborasi Pengelolaan Kawasan adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 31. Peran serta para pihak adalah kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh para pihak yang timbul atas minat, kepedulian, kehendak dan atas keinginan sendiri untuk bertindak dan membantu dalam mendukung pengelolaan KPHL; 32. Kelembagaan Kolaborasi dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan KPHL adalah pengaturan yang meliputi wadah (organisasi), sarana pendukung, pembiayaan
termasuk
mekanisme
kerja
dalam
rangka
melaksanakan
pengelolaan kolaborasi yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak; 33. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan suatu alat yang berisi kerangka dasar bagi upaya pengalokasian ruang berdasarkan fungsi, struktur dan hirarki ruang, serta sebagai pengendalian pemanfaatan ruang; 34. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) merupakan salah satu struktur tata ruang yang merupakan bentuk sasaran dalam penetapan kebijaksanaan penataan ruang wilayah.
8
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG BAB
DESKRIPSI KAWASAN
2
BAB 2 DESKRIPSI KAWASAN 2.1.
Risalah Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong
2.1.1. Letak dan Luas Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong secara administratif berada di Kota Sorong, berada antara 0o46’38” – 0o56’04" Lintang Selatan (LS) dan 131o11’05” - 131o24’01" Bujur Timur (BT) dengan luasmencapai ± 11.864 ha. Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong di sebelah Utara beratasan dengan Selat Dampir dan Kota Sorong, sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Sorong dan Kabupaten Raja Ampat, sebelah Timur Berbatasan denagan Kota Sorong, dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Dampir. Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong mencakup lima distrik, yaitu Distrik Sorong Utara, Distrik Sorong Barat, Distrik Sorong, Distrik Maladomes, dan Distrik Sorong Kepulauan. Peta Wilayah Kerja KPHL Model Sorong disajikan pada Gambar 1. Tabel 1Fungsi Kawasan Hutan dan Administrasi Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong Fungsi Kawasan/Kecamatan Hutan Lindung
Luas (Ha) 6.581 119
Maladomes
41
Sorong Sorong Barat
701
Sorong Kepulauan
520 5.221
Sorong Utara Hutan Produksi Terbatas
5.2283 3.380
Maladomes Sorong Barat
549
Sorong Utara
1.333 11.864
Luas Total (Ha)
9
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 1Peta Wilayah Kerja KPHL Remu Kota Sorong
10
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
2.1.2 Topografi Kondisi fisiografi di wilayah KPHL Remu beragam, mulai agak curam sampai dengan sangat curam sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Kondisi hutan bervariasi mulai lebat, rawa, semak belukar sampai ilalang. Tabel 2Kemiringan Lahan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong Fungsi Kawasan Hutan
Kemiringan Lahan
Luas (Ha)
>45%
0-8%
8-15%
HL
2.316
261
4.005
6.581
HPT
4.258
434
590
5.283
6.574
695
4.595
11.864
Luas (Ha)
2.1.3. Geologi Kondisi geologi Kota Sorong dan secara umum Papua bagian barat terletak di atas pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Filipina dan Lempeng Pasifik yang merupakan lempeng-lempeng bumi aktif. Selain itu, di daerah tersebut juga terbentuk jalur-jalur patahan batuan atau sesar, yang dikenal dengan nama Sesar Sorong. Struktur geologi ini memanjang relatif barattimur mulai dari sebagian Pulau Sulawesi, Pulau Maluku sampai Jayapura bagian utara. Batuan sedimen merupakan jenis batuan yang ada di areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong sebagaimana disajikan pada Gambar 2. 2.1.4. Tanah Karakteristik Tanah di wilayahKPHL Model Remu Kota Sorong terdiri dari tekstur halus, sedang, kasar, dan gambut. Mayoritas tanah di wilayah areal KPH memiliki tekstur halus. Jenis tanah di Kawasan KPHL terdiri dari Alluvial, Complex Podsolik dan Gray Brown Podsolikdengan kedalaman efektif
tanah bervariasi antara
kedalaman 0-25 centimeter, 25-50 centimeter, dan 51-100 centimeter. Tabel 3Jenis Tanah di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong Jenis Tanah
Fungsi Kawasan Hutan HL
HPT
Alluvial Complex Podsolik Gray Brown Podsolik
1.975
Luas (Ha)
6.581
1.921
Luas (Ha) 758
4.504
2.706
2.733 6.425 2.706
5.283
11.864
11
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 2Peta Batuan di Wilayah Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong
12
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 3Peta Jenis Tanah di Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong
2.1.5. Keadaan Iklim Berdasarkan atas tipe iklim Schmidt dan Ferguson, wilayah Kota Sorong termasuk dalam tipe iklim A. Tipe iklim tersebut ditandai dengan curah hujan banyak dengan penyebaran hampir merata sepanjang tahun. Dalam periode 5 tahun terakhir jumlah curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.139,2 mm dengan jumlah rata-rata hari hujan sebesar 247 hari per tahun. Secara rinci curah hujan di wilayah Kota Sorong disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 serta sebaran curah hujannya pada Gambar 4. Tabel 4Banyaknya Curah Hujan di Stasiun Meteorologi Sorong Tahun 2009-2013 (mm) 13
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Bulan
2009
2010
2011
2012
2013
Januari
176
63
123
219
221
Februari
200
77
301
195
200
Maret
274
61
467
582
155
April
371
193
187
276
357
Mei
126
100
133
179
661
Juni
296
80
205
444
171
Juli
391
358
600
456
491
Agustus
150
592
469
348
284
September
132
471
399
191
221
Oktober
86
345
176
119
122
November
281
231
243
175
247
Desember
74
339
243
150
219
Jumlah
2557
2910
3546
3334
3349
Rata-Rata
213.1
242.5
295.5
277.8
279.1
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sorong (2014)
Tabel 5Banyaknya Hari Hujan Di Stasiun Meteorologi Sorong Tahun 2009-2013 (hari) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
2009 17 22 20 20 20 18 21 18 10 10 14 20 210
2010 12 16 20 20 20 26 20 27 26 22 20 22 251
2011 12 20 24 19 26 25 20 18 26 21 16 16 243
2012 16 18 26 19 22 25 28 26 17 15 20 25 257
2013 18 20 15 28 28 23 29 26 21 19 22 25 274
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sorong (2014)
14
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 4Peta Hujan di Wilayah Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong
Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan dalam setahun, maka dapat diketahui bahwa intensitas curah hujan harian sebesar 12.71 mm/hh. Intensitas curah hujan harian di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong tergolong dalam klasifikasi ringan. Tabel 6Rata-rata Tekanan Udara di Stasiun Sorong Tahun 2009-2013 (mb) Bulan
2009
2010
2011
2012
2013
Januari
1.008,4
1.009,1
1.007,1
1.008,0
1.008,4
Februari
1.007,8
1.010,0
1.007,6
1.007,8
1.008,0
Maret
1.009,2
1.009,7
1.007,7
1.007,7
1.009.0
April
1.008,7
1.009,5
1.008,5
1.009,6
1.008,7
15
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Mei
1.008,5
1.008,1
1.008,9
1.008,5
1.008,9
Juni
1.009,9
1.009.5
1.009,3
1.009,7
1.008,1
Juli
1.009,4
1.009,1
1.009,4
1.008,8
1.008,7
Agustus
1.009,6
1.009,3
1.009,9
1.010,3
1.009,7
September
1.009,1
1.008,8
1.008,4
1.009,8
1.009,1
Oktober
1.009,3
1.008,0
1.009,2
1.008,8
1.009,1
November
1.007,6
1.007,8
1.007,8
1.008,4
1.007,7
Desember
1.008,8
1.006,2
1.006,9
1.007,7
1.007,5
1.008,9
1.008,8
1.008,4
1.008,8
1.008,6
Rata-rata
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sorong (2014)
Tabel 7
Rata-rata Kelembaban Di Stasiun Meteorologi Sorong Udara di Stasiun Sorong Tahun 2009-2011 (%)
Bulan
2009
2010
2011
Januari
84
83
83
Februari
85
81
84
Maret
86
81
84
April
86
82
78
Mei
85
88
88
Juni
87
87
89
Juli
87
84
85
Agustus
86
88
86
September
86
87
87
Oktober
82
83
86
November
85
84
80
Desember
83
86
87
85,2
84,5
84,4
Rata-rata
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sorong (2014)
16
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Tabel 8 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Rata-Rata Parameter Iklim Bulanan Kota Sorong Dan Sekitarnya (Lima Tahun Terakhir) Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata
Curah Hujan (mm) 160.4 194.6 307.8 276.8 239.8 239.2 459.2 368.6 282.8 169.6 235.4 205.0 3,139.2 261.6
Hari Hujan (hh) 15.0 15.0 19.2 21.0 21.2 23.2 23.4 23.6 23.0 20.0 17.4 18.4 21.6 247.0
Suhu (o C) 27.6 26.6 26.8 26.7 27.0 26.1 26.0 26.1 26.1 27.1 26.9 27.0 320.2 26.7
Kelembaban (%) 83 84 82 87 88 85 87 87 84 83 85 1,018 85 83
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Sorong (2014)
Meskipun telah banyak terjadi perubahan komposisi tutupan lahan basah dan lahan kering di Kota Sorong akibat berbagai faktor alami dan non alami. tetapi secara makro iklim di wilayah Kota Sorong tidak mengalami perubahan. 2.1.6. Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai yang ada di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong disajikan pada Tabel 2. DAS yang berada di kawasan HL lebih luas dibandingkan dengan DAS yang berada di wilayah HPT. Tabel 9DAS di Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong DAS Remu
Kawasan Hutan HL
Luas (Ha)
HPT 5.308
Rufei
867
6.175
568
568
Sadina
52
52
Sahasra
72
72
3
3
Sakama
13
13
Sakta
Saka Dua
18
18
Sakunta
6
6
Samagata
5
5
42
42
Samaja
17
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
DAS
Kawasan Hutan HL
Samba Sambara
Luas (Ha)
HPT 50
50
267
267 1.445
Sorong Warsamson Luas Total (Ha)
1.445
766
2.383
3.148
6.581
5.283
11.864
2.1.7. Aksesibilitas Kawasan Aksesibilitas menuju kawasan dapat ditempuh dari Kota Sorong. Dari pusat Kota Sorong ke batas luar kawasan terdekat dapat dicapai dengan perjalanan + 15 menit. Namun akses di dalam kawasan umumnya relatif rendah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5. Tabel
10Aksesibilitas Dalam Kawasan Hutan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong
Aksesibilitas dalam Kawasan Hutan Rendah
Fungsi Kawasan Hutan HL
HPT 6.581
4.296 987
987
6.581
5.283
11.864
Sedang Luas (Ha)
Luas (Ha) 10.877
2.1.8. Batas-Batas Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong secara administratif berada di Kota Sorong, berada antara 0o46’38” – 0o56’04" Lintang Selatan (LS) dan 131o11’05” 131o24’01" Bujur Timur (BT) dengan luasmencapai ± 11.864 ha. Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong di sebelah Utara beratasan dengan Selat Dampir dan Kota Sorong, sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Sorong dan Kabupaten Raja Ampat, sebelah Timur Berbatasan denagan Kota Sorong, dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Dampir. Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong mencakup lima distrik, yaitu Distrik Sorong Utara, Distrik Sorong Barat, Distrik Sorong, Distrik Maladomes, dan Distrik Sorong Kepulauan.
18
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 5Peta Aksesibilitas Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong
2.1.9. Sejarah PembentukanWilayah KPHL Model Remu Kota Sorong Pembentukan KPHL Model Remu Kota Sorong KPHL model Remu Kota sorong dengan luas areal ± 12.775 Ha. Kawasan ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.995/Menhut II/2013 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Remu pada tanggal 27 Desember 2013.Selain itu berdasarkan Peraturan Walikota Sorong Nomor 11 Tahun 2013 telah ditetapkan Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Kota Sorong sebagai dasar hukum pembentukan kelembagaan KPHL Model Remu Kota Sorong.
19
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 wilayah pengelolaan KPHL Remu termasuk dalam kategori Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) karena didominasi oleh fungsi hutan Lindung. Konsekuensi dari penetapan sebagai KPHL
adalah
pengelolaan
hutan
yang
dititik
beratkan
pada
upaya
mempertahankan fungsi lindung serta melakukan usaha-usaha produksi pada areal hutan produksi tanpa mengubah fungsi lindung dari kawasan tersebut. 2.1.10. Pembagian Blok Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pembagian wilayah dalam
blok-blok
didasarkan
pada
ekosistem,
tipe,
fungsi
dan
rencana
pemanfaatan. Ketentuan ini yang mendasari pembentukan Blok-blok pada kawasan hutan, baik pada hutan produksi, hutan lindung maupun kawasan konservasi. Pembagian Blok dilaksanakan untuk setiap fungsi hutan. Selain itu, tata hutan dan rencana pengelolaan hutan pada KPH telah dituangkan dalam Permenhut Nomor P6/Menhut-II/2011 tentang Norma Standar Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan KPHL. Sebagai pedoman dalam kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pembagian Blok di kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong mengacu pada Peraturan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan No. P.5/VII-WP3H/2012. Pembentukan Blok-blok di kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong
juga
didasarkan pada hasil inventarisasi biogefisik dan inventarisasi Sosial Eknomi dan Budaya sebagai dasar penyusunan dokumen tata hutan yang didalamnya terdapat peta, data, dan informasi potensi wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong . Blok sebagai bagian dari wilayah KPH dengan persamaan karakteristik biogeofisik dan sosial budaya, bersifat relatif permanen yang ditetapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan demikian pembentukan Blok didasarkan faktor biogefisik dan sosial budaya. Faktor-faktor biogeofisik yang berpengaruh antara lain: penutupan lahan, potensi sumber daya hutan, bentang alam, topografi dan ekosistem. Faktor sosial budaya yang berpengaruh antara lain: jumlah penduduk, mata pencaharian, pemilikan lahan, jarak pemukiman, pola-pola pemanfaatan hutan oleh masyarakat, keberadaan hutan adat, dan sebagainya.
Pembagian
Blok
tentunya
mempertimbangkan
peta
arahan 20
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
pemanfaatan sebagaimana diarahkan oleh Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2013,, Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Papua Barat dan RPJM Pemerintah Kota Sorong. Skema pembagian bagian blok KPHL Model Remu Kota Sorong disajikan pada Gambar 6. 6
Gambar 6Skema Skema Pembagian Blok KPHL Model Remu Kota Sorong Sesuai
Lampiran
PerDirjen
Planologi
Kehutanan
No
P.5/VIIP.5/VII-WP3H/2012,
Pembagian blok dalam kawasan KPHL Model dibuat memiliki kriteria tertentu sehingga dikategorikan ke dalam blok yang sama. sama Blokarahan dapat dilihat pada Gambar 7.
21
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 7Peta Pembagian Blok KPHL Model Remu Kota Sorong
22
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
2.2.
Potensi Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong
2.2.1. Penutupan Lahan Penutupan kawasan areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong didominasi oleh Hutan Lahan Kering, terutama hutan lahan kering sekunder (Tabel 11 dan Gambar
8).
Penutupan
lahan
lainnya
adalah
pertanian
lahan
kering,
semak/beluksr, pemukiman, dan hutan mangrove primer. Tabel 11Penutupan Lahan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong Fungsi Kawasan Hutan/ Penutupan Lahan HL
Kecamatan Maladomes
Sorong
Sorong Barat
119
43
681
Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Pemukiman
97
Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Semak / Belukar
22
HPT Hutan Lahan Kering Sekunder Pemukiman Permukiman Pertanian Lahan Kering Campur Luas (Ha)
Sorong Kepulauan 528
197
Sorong Utara 5.210 3.604
353 50 43
484 52
Luas (Ha) 6.581 3.897 353
299
350
1.011
1.560
296
348
72
72
3.378
573
1.332
5.283
2.911
12
1.332
4.255
65
65
12
112
124
390
449
839
3.496
43
1.254
528
6.543
11.864
Sumber : Hasil Analisis Penutupan Lahan 2012, Direktorat Planologi Kehutanan
2.2.2. Potensi Kayu Potensi kayu di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong disajikan pada Gambar 9. Volume kayu di HPT lebih tinggi dibandingkan dengan di HL. Tegakan yang lebih muda cenderung lebih banyak dibandingkan dengan tegakan yang lebih tua.
23
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 8Sebaran Penutupan Lahan di KPHL Model Remu Kota Sorong
24
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
VOLUME KAYU DALAM METER KUBIK
8,000 6,677 6,258
7,000 6,000 5,000 4,000
5,437 4,427
4,204 3,933 3,422
Sum of V20_UP
3,587
Sum of V30_UP
2,786 2,265
3,000
Sum of V40_UP Sum of V50_UP
2,000
Sum of V60_UP
1,000 HL
HPT
FUNGSI KAWASAN HUTAN
Gambar 9Potensi Potensi Tegakan di HL H dan HPT KPHL Model Remu Sorong
A. Pembagian Blok Hutan Lindung di Areal Kerja KPHL Model Remu Pembagian blok hutan linudng di areal kerja KPHL Model Remu Kota Sor Sorong sebagaimana disajikan pada Gambar berikut ini.
4,500
4,200
4,095
4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,400
1,500
1,188
981
1,000 500 HL-BLOK JASA LINGKUNGAN
HL-BLOK PEMANFAATAN HL
HL-BLOK PEMBERDAYAAN
HP-BLOK PEMANFAATAN
HP--BLOK PEMBERDAYAAN
HPT
Gambar 10Pembagian Pembagian Blok KPHL Model Remu Kota Sorong
25
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 11Peta Pembagian Blok di KPHL Model Remu Kota Sorong
a. Blok Jasa Lingkungan Blok Jasa Lingkungan adalah blok yang ada di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong yang direncanakan untuk kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan antara lain pemanfaatan air, pemanfaatan aliran air dan penyimpanan karbon. Luas Blok Jasa Lingkungan yang mencapai 4.200 ha dengan tutupan lahan saat ini berupa hutan lahan kering sekunder dan pertanian lahan kering berada dekat dengan pusat Kota Sorong. Secara alami wilayah Blok jasa lingkungan merupakan daerah tangkapan air dari sumber-sumber mata air dan aliran sungai yang 26
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Sorong. Oleh karena itu wilayah ini penting untuk dikembangkan sebagai Blok Jasa Lingkungan. Wilayah ini makin penting dengan makin berkembangnya Kota Sorong sebagai pusat perekonomian strategis di Papua Barat sekaligus juga sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional).Kontribusi jasa lingkungan yang dikontribusikan oleh blok ini perlu dikelola secara baik. Tabel 12Blok HL Jasa Lingkungan dan Penutupannya HL-BLOK JASA LINGKUNGAN
Penutupan Lahan
Pemanfaatan Air
Penyerapan Karbon
1.661
Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer
1.759
Pertanian Lahan Kering 1.661
Luas (Ha)
Luas (Ha) 3.420
73
73
707
707
2.539
4.200
b. Blok Pemanfaatan Luas Blok Pemanfaatan Hutan Lindung di wilayah kerja KPHL Model Sorong mencapai 1.400 ha
dengan penutupan lahan berupa hutan lahan kering
sekunder, hutan mangrove primer, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur dan semak belukar. Blok pemanfaatan ini direncanakan untuk kegiatan pemanfaatan
jasa
lingkungan,
antara
lain
untuk
penyerapan
dan
atau
penyimpanan karbon. Kegiatan ini direncanakan akan bekerjasama dengan mitra yang terlibat dengan perdagangan karbon. Sebagian dari blok pemanfaatan HL ini harus dilakukan rehabilitasi hutan.
27
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 12 Peta Blok HL Jasa Lingkungan KPHL Model Remu Kota Sorong
Tabel 13 Blok Pemanfaatan HL di KPHL Model Remu Kota Sorong HP-BLOK PEMANFAATAN Penutupan Lahan Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Semak / Belukar
Penyerapan Karbon
Rehabilitasi untuk Penyerapan Karbon 477
280
72
Luas (Ha) 477 280
275
275
296
296 72
28
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Luas (Ha)
352
1.048
1.400
Untuk kegiatan rehabilitasi selain bersumber dari anggaran pemerintah/daerah juga bekerjasama dengan mitra lainnya seperti perusahaan yang memiliki komitmen dan program rehabilitasi hutan dan lahan. Program rehabilitasi yang dilakukan diintegrasikan dengan pemberdayaan masyarakat, sehingga manfaat social, ekonomi dan lingkungan dari kegiatan rehabilitasi tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat.
29
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 13Peta Blok Pemanfaatan di HL pada KPHL Model Remu Kota Sorong
c. Blok Pemberdayaan Blok pemberdayaan yang di hutan lindung di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong yang luasnya mencapao 981 ha, umumnya merupakan wilayah yang relatif terbuka dengan kegiatan budidaya. Oleh karena itu pada blok ini harus dilakukan rehabilitasi untuk memulihkan kondisi lahan sehingga produktifitas lahan terpulihkan. Kegiatan rehabilitasi di blok pemberdayaan selain menggunakan dana pemerintah dan atau pemerintah daerah, juga dana yang bersumber dari mitra (perusahaan, donor, dan lembaga lainnya) yang berkomitmen terhadap kegiatan 30
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi untuk areal yang telah digunakan untuk pertambangan perlu dilakukan upaya reklamasi lahan. Reklamasi lahan bekas tambang dilakukan dengan pendekatan rekayasa sumberdaya lahan dengan target terpulihkannya nilai-nilai ekosistem lahan hutan yang rusak atau mengalami degradasi. Dalam hal ini apabila lahan di hutan lindung yang rusak, maka rencana reklamasi diarahkan untuk memulihkan nilai fungsi utama hutan lindung tersebut dalam perlindungan tata hidrologis kawasan dan perlindungan biodiversitas. Pada blok
pemberdayan
HP
ini
direncanakan
untuk
pengembangan
Hutan
Kemasyarakatan (HKm) seluas + 981 Ha.
Tabel 14 Blok Pemberdayaan dan Penutupan Lahannya Penutupan Lahan
HP-BLOK PEMBERDAYAAN Rehabilitasi untuk Pengembangan HKm
Luas (Ha)
Permukiman
350
350
Pertanian Lahan Kering
579
579
Pertanian Lahan Kering Campur Luas (Ha)
52
52
981
981
31
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 14 Peta Blok Pemberdayaan HL di KPHL Model Remu Kota Sorong
B.
Pembagian Blok Hutan Produksi Terbatas di Areal Kerja KPHL Model Remu
Pembagian blok di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) pada areal kerja JPHL Model Remu Kota Sorong terdiri dari Blok Pemanfaatan dan Blok Pemberdayaan. Luas Blok Pemanfaatan adalah + 4.905 ha dan luas Blok Pemberdayaan adalah 1.188 ha sebagamana berikut ini.
a.
Blok Pemanfaatan
32
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Blok Pemanfaatan pada Hutan Produksi (HP) di KPHL Model Remu Kota Sorong yang tutupan
vegetasinya
berupa
hutan
lahan
kering
sekunder
dialokasikan
untuk
pengembangan/pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Tabel 15 Blok Pemanfaatan HP di KPHL Model Remu Kota Sorong HP-BLOK PEMANFAATAN
Penutupan Lahan Hutan Lahan Kering Sekunder
Hasil Hutan Bukan Kayu 4.095 4.095
Luas (Ha)
Luas (Ha) 4.095 4.095
Potensi ragam hayati (biodiversity) yang termasuk HHBK yang ada di kawasan HPT KPHL Remu Kota Sorong apabila dikembangkan dengan baik memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti pengembangan untuk obat-obatan (biofarmaka) dan bahan baku industri lainnya. Pengetahuan dan kearifan local yang telah berkembang secara turun temurun di dalam kehidupan masyarakat setempat terkait informasi potensi HHBK dan peluang pemanfaatannya perlu digali dan dikembangkan. Pengembangan potensi HHBK didorong dengan dikembangkan sentra industri HHBK berbasis potensi sumberdaya local yang dimiliki. Dengan dikembangkannya potensi HHBK dan proses pengolahannya tersebut diharapkan terjadi
peningkatan
nilai
tambah
ekonomi
masyarakat
setempat.
Selain
pengembangan potensi HHBK dan proses pengolahannya, juga dikembangkan penguatan akses pasar yang makin luas.
33
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 15 Peta Blok Pemanfatan HP KPHL Model Remu Kota Sorong
b. Blok Pemberdayaan Blok pemberdayaan di kawasan HP KPHL Model Remu Kota Sorong seluas 1.188 ha selain penutupan lahannya berupa hutan lahan sekunder, juga berupa penutupan lahan yang lebih terbuka berupa pertanian lahan kering campur dan sebagian permukiman. Tabel 16Blok Pemberdayaan HP KPHL Model Remu Kota Sorong
Penutupan Lahan
HP-BLOK PEMBERDAYAAN HHBK pada
Penyimpanan Karbon pada
Luas (Ha)
34
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Penutupan Lahan
HKm Hutan Lahan Kering Sekunder
Luas (Ha)
HP-BLOK PEMBERDAYAAN HKm 48
112
160
Permukiman
189
189
Pertanian Lahan Kering Campur Luas (Ha)
839
839
1.076
112
1.188
Blok pemberdayaan HP ini seluas + 1.188 Ha direncanakan untuk pengembangan HKm. HKm pada hutan lahan sekunder direncanakan untuk pengembangan komoditi HHBK dan jasa lingkungan karbon. Pada areal dengan tutupan berupa pemukiman dapat diarahkan untuk pengembangan komoditi HHBK, hal yang sama juga dilakukan pada areal yang penutupan lahannya berupa pertanian lahan kering. Strategi ini perlu dilakukan selain untuk memulihkan kondisi ekosistem hutan yang telah mengalami degradasi sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
35
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar 16Peta Blok Pemberdayaan HP di KPHL Model Remu Kota Sorong 2.2.3. Potensi Flora A.
Permudaan
Sediaan anakan atau permudaan tingkat semai dan pancang di areal KPHL Model Remu Kota Sorong dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Potensi Permudaan Pohon di KPHL Model Remu Kota Sorong Fungsi Kawasan
Potensi (m3) 1.737
HL
5.661
HPT Luas Total (Ha)
7.398
36
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
B.
Potensi Pohon
Kawasan hutan KPHL Model Remu Kota Sorong sebagian besar tergolong tipe hutan primer dengan potensi yang disajikan pada Tabel 18. Tabel 18Potensi Tegakan di KPHL Model Remu Kota Sorong Kelas Diameter 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 -
29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 -
39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9
Jenis Balam Bintanggur Cempedak Damar Dela Di Gili Jambu Kamun Kayu Kuku Lain Manis Mawi Merbau Nyatoh Pala Hutan Rao Saan Slang Smamat Smarik Sumu Suwo Welek Wom Yum 20 - 29,9 Total Balam Buwo Cempedak Damar Di Fulum Jambu Kamun Kayu Bugis Kayu Kuku Kayu Siri Loos Mawi
V/Ha 0,10 0,20 0,19 3,71 0,10 0,08 0,20 0,41 0,25 0,05 0,12 0,06 0,34 0,08 0,17 0,44 0,21 0,29 0,13 0,09 0,11 0,17 0,10 0,10 0,07 0,54 8,28 0,32 0,30 0,20 6,92 0,56 0,34 0,70 0,57 0,12 0,20 0,14 0,17 0,16
37
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Kelas Diameter 30 30 30 30 30 30 30 30 30 -
39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 -
49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9 49,9
50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up 50 up
Jenis Merbau Pala Hutan Sabin Sini Sumu Telek Wollo Yamuk Yum 30 - 39,9 Total Balam Cempedak Damar Dela Gili Jambu Lain Matoa Merbau Musuwes Nyatoh Pala Hutan Slang Tebe Telek Yum 40 - 49,9 Total Balam Damar Di Fulum Gili Jambu Kamun Kayu Cina Labak Lain Linggua Matoa Merbau Rao Sar Telek 50 up Total Luas Total (Ha)
V/Ha 0,22 0,16 0,22 0,25 0,37 0,58 0,22 0,15 0,61 13,49 0,60 0,87 5,52 0,47 0,48 0,92 0,32 1,78 1,29 0,47 1,21 0,88 0,41 0,31 0,82 0,38 16,75 0,52 3,09 1,46 0,86 1,21 8,71 0,62 0,58 0,77 0,77 0,88 1,43 2,01 1,47 7,14 2,09 33,60 72,12
Sumber: Laporan Inventarisasi Biogeofisik Hutan KPHL Model Remu Kota Sorong (2013)
38
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
a.
Potensi Tegakan Komersil
Dari plot inventarisasi diperoleh 72 jenis pohon dari seluruh tingkat pertumbuhan pohon. Pada tingkat pohon didominasi oleh jenis Damar dengan INP sebesar 89,92 %, Jambu (26,50 %), Merbau (13,01 %) dan Telek (12,68 %). Pada tingkat tiang didominasi oleh Damar dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 73,78 %, Jambu (19,66 %) dan Pala Hutan (17,12%). Pada tingkat pancang didominasi oleh jenis Damar dengan INP sebesar 40,60 % dan Pala Hutan (18,60 %). Pada tingkat anakan juga didominasi oleh jenis Damar dengan INP sebesar 55,09 % dan Sumu (13,06 %). Jenis meranti termasuk jenis komersial satu. Dimana jenis dari famili Dipterocarpace ini paling banyak di beberapa wilayah di Indonesia terutama di wilayah hutan hujan tropis. Selain jenis meranti kelompok yang memiliki jumlah dan volume yang tinggi di KPHL Model Remu Kota Sorong adalah jenis kelompok lainnya dan jenis rimba campuran antara lain seperti jenis jambu-jambu, kedongdong hutan dan lainnya.
Jenis rimba campuran termasuk ke dalam
komersial dua.
b.
Potensi Fauna
Keanekaragamanfauna yang terdiri dari kelompok Mamalia, Reptil, Aves dan Amphibi disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19Potensi keanekaragaman FaunaKPHL Model Remu Kota Sorong No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Famili
Status
MAMALIA 1
Babi Hutan
Sus scorva
Suidae
TD
2
Kanguru Tanah
Thylogale sp
Macropodidae
D
3
Kanguru Pohon
Denrolagus ursinus
4
Kuskus Timur
Phalanger orientalis
Phalangerdidae
D
5
Kuskus Bertotol
Spilocuscus maculatus
Phalangerdidae
D
6
Kelelawar
Cynopterus sp
Cynopteridae
TD
7
Soa-Soa
Hydrosaurus amboinensis
Agamidae
D
39
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Famili
Status
8
Musang
Paradoxurus sp.
Viverridae
TD
9
Rusa
Cervus timorensis
Tragulidae
D
10
Tikus
Rattus sp
Murridae
TD
11
Tikus Besar Berduri
Rattus preator
Murridae
D
12
Tupai
Tupaia sp
Tupaidae
TD
13
Tupai Kecil
Tupaia javanica
Tupaidae
TD
14
Walabi Garis Putih
Dorcopsis hegeni
Macropodidae
TD
15
Kalong Minor
Dobsonia minor
Pteropodidae
TD
16
Codot
Hidung
Dua
Nyctimene aillo
Pteropodidae
TD
Dua
Nyctimene albiventer
Pteropodidae
TD
18
Codot Hidung Biasa Codot Roset
Ruosettus amplexicaudatus
Pteropodidae
TD
19
Kalong Liat
Pteropus electo
Pteropodidae
TD
20
Kalong Kacamata
Pterophus conspicilatus
Pteropodidae
TD
21
Layang Biasa
Petaurus breviceps
22
Kalubu Rufescens
Echymipera rufescens
Peroryctidae
TD
23
Kalubu Kaki Panjang
Echymipera clara
Peroryctidae
TD
24
Bandekut Raffray
Peroryctes raffrayana
Peroryctidae
TD
1
Python Hijau
Chodropython viridis
Boidae
D
2
Python Karpet
Morelia amethistina
Boidae
D
3
Ular Tali
Stegonotus cucullatus
Colubridae
TD
4
Ular Tanah
Stegonotus cf parvus
Colubridae
TD
5
Biawak Monitor
Varanus indicus
Varanidae
D
6
Biawak Hijau
Varanus prasimus
Varanidae
D
7
Buaya Papua
Crocodylus novaguineae
Crocodilidae
D
8
Bunglong Sisir
Hypsilurus dilophus
Agamidae
D
9
Kadal Ekor Biru
Emoia caeruleocauda
Scincidae
TD
10
Kadal Coklat
Emoia sp.
Scincidae
TD
11
Bengkarung
Lamprolepis smaragdina
Scincidae
TD
12
Ular Kaki Empat
Tiliqua gigas
Scincidae
D
13
Tokek
Gecko vitatus
Gekkoni-dae
TD
1
Elang-alap Coklat
Accipiter fasciatus
Accipitridae
D
2
Elang-alap cina
Accipiter soloensis
Accipitridae
D
3
Baza pasifik
Aviceda subcristata
Accipitridae
D
Besar 17
Reptil
AVES
40
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Famili
Status
4
Elang Bondol
Haliastur Indus
Accipitridae
D
5
Elang Siul
Haliastur sphenurus
Accipitridae
D
6
Cangak laut
Ardea sumatrana
Ardeidae
D
7
Kuntul kerbau
Egretta ibis
Ardeidae
D
8
Kuntul perak
Egretta intermedia
Ardeidae
D
9
Bambangan Hitam
Ixobrychus flavicollis
Ardeidae
D
10
Cekakak rimba
Halcyon macleayii
Alcedinidae
D
11
Cekakak suci
Halcyon sancta
Alcedinidae
D
12
Mambruk ubiaat
Goura cristata
Casuariidae
D
13
Delimukan zamrud
Chalcophaps indica
Casuariidae
TD
14
Delimukan puyuh
Trugon terestris
Casuariidae
TD
15
Walik elok
Ptilinopus pulchellus
Casuariidae
TD
16
Pergam ekor ungu
Ducula infigaster
Casuariidae
TD
17
Pergam pinon
Ducula pinon
Casuariidae
TD
18
Srigunting lencana
Dicrurus hottentottus
Dicruridae
TD
19 20
Cikrak peri bahu putih Gosong Kelam
Malurus alboscapulatus Megapodius freycinet
Maluridae Megapodiidae
TD D
21
Maleo Kerah coklat
Talegalla jobiensis
Megapodiidae
D
22
Meliphaga Reichenbach
Meliphaga analoga
Meliphagidae
D
23
Melilestes megarhynchus
Meliphagidae
D
24
Isap madu paru panjang Paruh kodok Papua
Podargus papuensis
Podargi-dae
D
25
Kakatua Koki
Cacatua galerita
Psittacidae
D
26
Kakatua Raja
Probosciger aterrimus
Psittacidae
D
27
Nuri hitam
Chalchopsitta atra
Psittacidae
D
28
Nuri bayan
Eclectus roratus
Psittacidae
D
29
Perkici pipi merah
Charmosyna rubrigularis
Psittacidae
TD
30
Kasturi kepala hitam
Lorius lory
Psittacidae
TD
31
Nuri Kabare
Psittrichas fulgidus
Psittacidae
TD
32
Tikusan tukar
Rallina tricolor
Rallidae
TD
33
Pungok rimba
Ninox theomacha
Strigidae
TD
34
Julang papua
Rhyticeros plicatus
Buceroti-dae
D
Threskiornithidae
D
35
Ibis suci
Treskiornis aethiopicus
AMFIBI 1
Katak serasah
Platymantis papuensis
Ranidae
TD
2
Katak rawa
Rana daemeli
Ranidae
TD
3
Katak pohon
Litoria infrafrenata
Hylidae
TD
41
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG No 4
C.
Nama Daerah Katak pohon
Nama Ilmiah
L. sanguinolenta
Famili
Status
Hylidae
TD
Potensi Jasa Lingkungan
Wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong memiliki peranan yang strategis dalam mendukung perkembangan wilayah Kota Sorong. Beberapa nilai penting dari potensi jasa lingkungan di wilayah kerja KPHL Remu Kota Sorong, terutama terkait dengan keberadaan lahan hutannya sebagai daerah tangkapan air bagi sumber-sumber mata air dan aliran sungai yang dimanfaatkan sebagai air baku minum, pertanian, dan industri.
2.3.
Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat
Berdasarkan hasil Pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Sorong adalah 190.341 jiwa, yang terdiri atas 99.898 laki-laki dan 90.446 perempuan. Jumlah penduduk terbanyak di Distrik Sorong Utara sebanyak 44.774 jiwa dan jumlah penduduk terkecil berada di Distrik Sorong Kepulauan dengan Jumlah penduduk 9.710 jiwa.Perbandingan laki-laki dan perempuan atau sex ratio di Kota Sorong adalah sebesar 110,45 persen. Dari enam distrik yang ada di Kota Sorong, angka Sex Ratio tertinggi berada di Distrik Sorong Timur yaitu sebesar 114,97 persen.Laju pertumbuhan penduduk Kota Sorong sebesar 7,02 persen per tahun. Distrik yang laju pertumbuhan penduduknya tertinggi adalah Distrik sorong Timur yakni 14,07 persen dan yang terendah adalah Distrik Sorong Kepulauan yakni sebesar 3,54 persen.Dengan Luas wilayah 1.105 km² yang didiami penduduk 190.341 jiwa, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kota Sorong adalah sebesar 91 jiwa/km2. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatannya adalah Distrik Sorong Manoi yakni sebesar 313 jiwa/km², sedangkan yang paling terendah Distrik Sorong Kepulauan yakni 49 jiwa/km². Struktur formal pemerintah kampung terdiri dari kepala desa dan sekretaris desa, ketua RW, serta Ketua RT. Kantor kepala desa tersedia baik sehingga kebutuhan pelayanan masyarakat dapat dijalankan secara teratur di kantor kelurahan. Selain untuk pelayanan
administrasi, rapat desa, keberadaan kantor kelurahan juga
digunakan untuk praktek dokter yang sewaktu-waktu melakukan pengobatan.
42
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Berdasarkan hasil observasi lapangan, kantor Pemerintah Desa pada masingmasing lokasi terdapat personil pegawai yang aktif bekerja mulai jam 09.00-14.00 kondisi ini didukung dengan sarana prasarana gedung, komputer, listrik PLN yang memadai serta fasilitas ekonomi, fasilitas komunikasi dan fasilitas lainnya. Dari segi struktur non formal pemerintahan di seluruh kampung terdapat pengurus dewan adat tingkat kampung. Secara vertikal kepengurusan dewan adat berada di level Kota, distrik dan kampung. Lembaga adat tingkat Kota dan distrik dipimpin oleh seorang tokoh adat dari suku yang dominan di Kota Sorong. Fungsi lembaga adat ini yaitu mengatur berbagai hukum dan peraturan adat termasuk hak-hak ulayat masing-masing kampung atas hak tanah yang tersebar di Kota Sorong. Masyarakat desa mempunyai wilayah adat atau dapat disebut hak ulayat yang batas-batasnya dapat ditelusuri dari wilayah kerajaan Sailolof sebagai organisasi kekuasaan suku malamoi. Disamping hak ulayat di tingkat suku malamoi, dalam sejarah suku ini dijumpai juga adanya hak ulayat pada tingkat Gelet/Keret. Hak ulayat Gelet merupakan wilayah adat yang nyata karena di dalamnya terdapat sumber daya alam termasuk tanah yang menjadi sumber hidup dan tempat yang menyediakan kebutuhan hidup bagi warga Gelet/Keret pengaturan kepemilikan dan pemanfaatan sumber daya alam itu dilaksanakan oleh Ketua Gelet/Keret yang disebut ”Usilio”. Seorang usilio bertanggung jawab baik ke luar maupun ke dalam, tanggung jawab keluar yaitu berkaitan dengan kedudukannya sebagai pembantu Raja Sailolof. Dengan mendasarkan pada tanggung jawab kedalam dari Ketua Gelet (Ulisio) yaitu mengatur kepemilikan dan pemanfaatan sumber daya alam di wilayah ulayatnya bagi kepentingan masing-masing keluarga yang menjadi anggota geletnya menunjukkan bahwa pada awalnya hak ulayat Gelet besifat publik. Hutan mana yang boleh dibuka dan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya dikoordinir dan diatur oleh Ketua Gelet. Namun tampaknya dalam perkembangannya karena berbagai faktor baik internal maupun eksternal terdapat kecenderungan semua tanah dan hutan bahkan termasuk wilayah perairan tertentu dalam wilayah ulayat Gelet terbagi secara habis kepada semua keluarga yang menjadi warga Gelet. Jika jumlah keluarga bertambah, maka dilakukan pengaturan kembali kepemilikan tanah di bawah koordinasi anak tertua 43
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
dalam Gelet yang menjalankan fungsi Ketua Gelet sehingga memungkinkan keluarga yang baru mempunyai tanah. Sebaliknya jika jumlah keluarga semakin berkurang, maka keluarga yang ada akan menata kembali pemilikan tanah kepada keluarga yang ada. Seiringnya perkembangan waktu dan berkembangnya pola peradaban manusia warga masyarakat yang tinggal di keenam desa tersebut pada saat ini tidak hanya penduduk asli yang merupakan anggota masyarakat persekutuan hukum adat Malamoi, tetapi juga terdiri dari para pendatang. Para pendatang ini kemudian saling berinteraksi dengan melakukan perkawinan dengan para warga masyarakat persekutuan adat Malamoi. Perkawinan yang terjadi tidak hanya menyatukan individu yang berbeda, tetapi antara satu dengan yang lainnya membawa dan menyerap kebudayaan yang berbeda-beda. Dari perkawinan ini lahir generasi yang merupakan percampuran dari kebudayaan tersebut. Kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pada keaslian pola kehidupan warga masyarakatpersekutuan hukum
adat Malamoi. Dengan berjalannya waktu
perbedaan antara keaslian pola kehidupan warga masyarakat persekutuan hukum adatnya dengan warga pendatang kian hari semakin tidak terlihat, karena dipengaruhi
pola
kehidupan
yang
semakin
modern
yang
menyebabkan
melemahnya ikatan ulayat antara warga masyarakat persekutuannya. 1. Hak Ulayat Tanah Bagi masyarakat suku Malamoi, tanah adalah seorang ibu atau mama orang Malamoi yang menyediakan segalanya. Pandangan masyarakat Malamoi terhadap tanah ini sudah lama berlangsung dari waktu ke waktu, sehingga jelas
bahwa
kepemilikan
tanah adatmerupakan sepenuhnya milik
masyarakat adat. Hak ulayat pada kampung di sekitar kawasan Hutan lokasi KPHL Model Remu merupakan kewenangan yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun 44
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Menurut UU No 21 Tahun 2001, Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hukum adat ini dipakai untuk membagi wilayah tanah adat kepada margamarga yang ada di setiap kampung. Batas-batas wilayah kepemilikan tanah marga ditandai dengan berbagai tanda alam, pohon kayu, sungai, batu, gunung dan
sebagainya. Setiap
marga
pada setiap kampung telah
mengetahui batas tanah mereka, sehingga tidak bisa sembarangan masuk ke tanah ulayat marga lain. Setiap marga biasanya memiliki wilayah atau benda keramat masing-masing yang menjadi tanda tak terbantahkan atas kepemilikan tanah tersebut. Di antara beberapa marga, terdapat satu marga yang memiliki tanah besar, biasanya mereka keturunan anak kepala suku pada masa lampau. Margamarga yang memiliki tanah luas ini secara otomatis akan menempati kelas yang penting, berpengaruh dan dihormati dalam lembaga adat (mereka disebut sebagai orang kaya). Fungsi dari hak ulayat dapat dibedakan menjadi dua garis besar, yaitu : a. Persona, adalah hak ulayat yang dimaksud sebagai hak tanah komunal itu berfungsi untuk memberinya manfaat dari tanah, hutan, air, dan isinya kepada individu yang tergabung kedalam hak ulayat tersebut. Ia dapat mengelola tanah itu, menjadikannya sebagai mata pencarian (Berkebun atau bertani). b. Publik, adalah hak ulayat yang dimaksudkan sebagai hak atas tanah komunal berfungsi sebagai pengendali sosial, keakraban, serta kekeluargaan. Maksudnya, mereka yang tergabung kedalam hak ulayat tentu akan berinteraksi antar sesama anggota, interaksi tersebut tentu didasari pada hukum adat yang tidak tertulis, selanjutnya, mereka akan senantiasa berpikir dan 45
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
bertindak sesuai dengan peraturan yang mengikat antar anggota tersebut.
2. Kelembagaan Adat Secara umum struktur kepemimpinan adat di Desa Saoka, Klawasi Soop, Malanu, Matamalagi dan Giwu menganut sistem kepemimpinan kepala suku. Sistem kepemimpinan adat mempunyai kekuasaan yang sama dengan seorang pimpinan pemerintah, sedangkan ketua RT/RW dan Kepala Desa/Lurah sebatas sebagai pelaksana administrasi pemerintahan Desa. Walaupun sebagiannya juga merangkap sebagai pengurus adat di desa setempat. Namun perlu diketahui bahwa Kelembagaan adat memiliki jabatan terstruktur yang berbeda pada setiap masing-masing kampung. Struktur kelembagaan terdiri atas pengurus harian (eksekutif) dan dewan adat (Legislatif). Adapun struktur organisasi Lembaga masyarakat
Adat
Malamoi yang telah terbentuk sejak tahun 1998 dapat dilihat pada lampiran 1. Pengurus harian merupakan pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi Lembaga Masyarakat
Adat Malamoi
Sorong
keputusan Musyawarah Organisasi Adat
berdasarkan AD
ART,
dan keputusan Sidang Adat.
Keputusan sidang/rapat pada organisasi LMA disemua tingkatan pada dasarnya diambil berdasarkan musyawarah/mufakat dan votting apabila dianggap perlu. khusus untuk sidang adat keputusan diambil berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada adat suku Malamoi. Dewan Adat dibentuk oleh pengurus harian dan diketuai oleh seorang Kepala Suku yang mewakili 15 sub suku. Dewan Adat bertugas memberikan pertimbangan dan saran kepada pengurus harian baik diminta maupun atas inisiatif
sendiri,
serta
memimpin
upacara-upacara
adat.
Mengurus
permasalahan dan menyelesaikan sengketa adat serta menyelenggarakan sidang adat dan memimpin rapat-rapat adat. Sistem kelembagaan adat yang dibentuk dapat dikategorikan sebagai organisasi paguyuban yang mempunyai kewenangan mengatur hubungan antar warga masyarakat adat dan hubungan masyarakat adat dengan lingkungannya. Lembaga masyarakat adat tersebut telah memiliki embrio 46
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
sejak dahulu. Hal ini dapat diketahui dari adanya sejarah seperti pendidikan inisiasi didalam Rumah Adat (kambik) yang berlangsung selama 7 bulan untuk menghasilkan para Dewan Adat (Wofli). Selain itu sudah terdapat struktur organisasi adat dengan fungsi dan tanggungjawab yang jelas, seperti: Neligin (kepala suku), Newok (hakim Adat), Mombri (panglima perang) dan Nevulus (penasehat) Neligin Kepala Suku
3. PenyelesaianKonflik Mombri
Nevulus Penasehat Adat
Panglima Perang
Newok Hukum Adat
Masyarakat Malamoi yang merupakan suku asli dari Keenam desa sebagian besar warganya bermata pencaharian di bidang pertanian dan peternakan. Dengan
bermata
merupakan
pencaharian
hal yang
sangat
tersebut, penting
maka bagi
tanah
bagi
kelangsungan
mereka hidupnya
khususnya di bidang ekonomi yang pada akhirnya dalam pemanfaatannya sering atau mudah terjadi benturan kepentingan antara pengguna tanah. Secara umum daerah Kota Sorong pada awalnya sebagian besar merupakan kawasan hutan yang banyak ditumbuhi semak belukar yang kemudian dibuka dan digarap oleh warga atau para perantau untuk ditanami dengan tanaman pangan terutama tanaman umbi-umbian, sagu, buah-buahan dan sebagainya. Masyarakat tersebut dapat mempunyai hak milik atas tanah ini melalui pembukaan tanah hutan untuk dijadikan kebun. Pada mulanya kebun merupakan usaha “Gelet/Keret” yang di dalamnya terdapat bagian masing-masing keluarga yang dikerjakannya sendirisendiri, karena segala sesuatu mengenai penyelenggaraan adat adalah milik “Gelet/Keret”, maka kepala Gelet/Keret mempunyai hak dan wewenang untuk menentukan, penggunaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah-tanah
47
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
di wilayah “Gelet/Keret”. Kepala Geletlah yang menentukan kapan dan di mana semua warga secara bersama-sama membuka tanah untuk berkebun. Di Kota Sorong, tanah adalah milik Gelet atau dalam bahasa setempat disebut “Ulisio”. Kepala Gelet yaitu “Ulisio” membagi-bagikan tanahnya lagi kepada anggota pria yang sudah dewasa. Tanah milik seorang ayah dibagikan kepada putra-putrinya bila mereka sudah menikah atau bila sang ayah meninggal. Walaupun kebun tersebut ditinggalkan oleh pemiliknya, tidak diurus karena pergi untuk beberapa lama, tetapi menurut adat gelet ia tetap mempunyai hubungan hak dengan tanah tersebut. Dalam pemahaman masyarakat terhadap tanah hak ulayat khususnya di Kota Sorong, adalah tanah adat terdiri atas tanah yang masih bersifat komunal (dikuasai secara bersama) dan tanah adat yang sudah bersifat perorangan yang cenderung penguasaannya dikuasai oleh Kepala Gelet. Dengan berjalannya waktu pada tahun enam puluhan mulai banyak orang yang berasal dari luar pulau Papua Barat yang berdatangan ke wilayah dan kemudian mulai membuka serta membersihkan kawasan semak belukar untuk dijadikan tempat berkebun/berladang bahkan dijadikan daerah permukiman. Pada umumnya para perantau tersebut datang ke wilayah tersebut secara berkelompok yang semuanya berasal dari berbagai daerah, yang pada akhirnya
mereka
semua
menetap
di
sana
dan
menjadi
suatu
perkampungan. Dengan berjalannya waktu demi memberikan kepastian status kepemilikan atas bidang tanah yang digarapnya maka kepada penggarap tanah diberikan surat tanda kepemilikan tanah yang berupa “alas hak” tanah yang dibuat atau dikeluarkan oleh Kelurahan yang diketahui kepada Kepala Distrik (Kecamatan), dan berfungsi sebagai surat tanda bukti kepemilikan tanah. Akhir-akhir ini di daerah tersebut seringkali terjadi sengketa tanah dalam hal kepemilikan dan penguasaan tanah. Sengketa yang sering kali muncul di daerah tersebut adalah sengketa perdata yang berkenaan dengan masalah tanah di antara warganya dalam hal pemilikan dan penguasaan tanah. Sengketa tersebut bersumber dari tanah-tanah hak ulayat, atau 48
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
obyeknya hak ulayat. Dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi tersebut mereka mempunyai cara sendiri yang mereka anggap lebih efektif. Meskipun telah ada lembaga pengadilan yang disediakan oleh Pemerintah untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, mereka memilih cara lain yaitu melalui penyelesaian di luar pengadilan. Hukum
Adat yang paling
keras adalah
soal tanah
adat. Jika ada
pelanggaran batas wilayah, bisa terjadi perang suku. Demikian juga antar marga. Konflik besar bisa terjadi jika sebuah marga mengklaim tanah milik marga lain. Konflik antar marga biasanya diselesaikan dengan cara mengundang para orang tua adat yang paham tentang hukum adat dan sejarah tanah. Struktur kekerabatan dan sejarah pewarisan selalau digunakan sebagai cara untuk menelusuri siapa pemilik sah atas tanah. Namun jika para orang tua tetap tidak bisa menyelesaikan, karena masing-masing marga bertikai tetap mempertahankan keyakinannya, maka jalan terakhir kedua belah pihak diminta menunjukkan benda keramat sebagai bukti sah kepemilikan atas tanah. Suku Malamoi percaya pada penyelesaian adat daripada hukum formal. Bagi mereka pengadilan versi pemerintah dengan mudah bisa dipermainkan dan dibeli oleh pihak pemilik uang karena keputusan alam yang tidak bisa ditawar oleh apa pun. Sistem kepemilikan dan penguasaan lahan dan sumberdaya alam di Papua sebagian besar menganut hak kepemilikan komunal berdasarkan gabungan klen dan berdasarkan klen. Kedua pola kepemilikan dan penguasaan lahan tersebut diperoleh melalui dua proses. Pada sistem kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam oleh komunitas adat mengganggap bahwa tanah, hutan dan air merupakan milik masyarakat adat yang diatur oleh pemimpin adat berdasarkan aturan adat yang dianutnya.
Pada sistem
pemilikan dan penguasaan sumberdaya alam kelompok marga mengangap bahwa tanah, hutan dan air adalah milik marga yang diwariskan turuntemurun pada suatu marga (klan). Sistem pemilikan tersebut menunjukkan bahwa ada dua tipe perolehan kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam di Papua, yaitu (1) 49
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
berdasarkan penemuan pertama suatu wilayah oleh suku/marga tertentu dan (2) berdasarkan pewarisan kepada keturunan atau hibah. Suku atau marga yang pertama kali datang dan bermukim di suatu tempat dengan seluruh wilayah yang dijelajahinya menjadi milik suku/marga pemukim pertama tersebut.
Mereka memiliki hak atas tanah dan seluruh
sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Kelompok suku atau marga lain yang datang kemudian dan bermukim bersama pemukim pertama dapat memanfaatkan tanah berdasarkan aturan yang telah ditetapkan oleh pemukim pertama. Hak kepemilikan diperoleh melalui warisan, umumnya hak kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam diturunkan kepada anak laki-laki tertua. Pola ini hampir berlaku bagi seluruh suku yang ada di Papua termasuk wilayah kepala burung.
Namun pada beberapa suku
pewarisan mengandung hukum ambilineal, yaitu anak laki-laki berhak atas tanah atau dusun milik ayah atau ibunya. Seperti halnya dalam kepemimpinan adat, hak kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam yang saat ini berlaku adalah pola perwarisan kepada anak laki-laki tertua melalui hukum Patrineal dan Ambilineal. Anak laki-laki tertua inilah yang akan menjadi ketua marga dan mengatur pembagian dan pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang tersedia untuk keperluan hidupnya terutama untuk kegiatan meramu (ekstrasi sumberdaya alam) maupun pemanfaatan untuk kegiatan perladangan. Berdasarkan nilai adat yang dianut oleh masyarakat
adat Papua pada
umumnya, bahwa lahan ataupun hutan memiliki nilai sosial, nilai ekonomi dan nilai budaya (religius) yang sangat dijunjung tinggi. Nilai atau fungsi hutan menurut pandangan masyarakat adat sebagai berikut : 1. Nilai ekonomi: Wilayah ulayat/hutan sebagai sumber hewan buruan, sebagai tempat bercocok tanam, sebagai tempat mengambil kayu, buah-buahan, biji-bijian dan sayursayuran dan sebagai sumber tumbuhan obat. Hasil hutan tersebut dapat menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup dan sumber keuangan rumah tangga.
1. Nilai sosial: Wilayah ulayat/hutan sebagai sarana pengikat hubungan sosial antar warga dalam satu suku maupun antar suku.
Sebagai
instrumen untuk mengukur status sosial seseorang atau komunal dalam satu marga atau klan atau suku 50
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG 2. Nilai budaya dan adat: Wilayah ulayat/hutan sebagai tempat untuk upacara keagamaan dan upacara adat terkait dengan pemujaan terhadap leluhur yang dibuktikan dengan adanya tempat keramat, tempat pamali yang dipercayai dan dihormati oleh anggota
suatu suku atau antar suku.
Tempat-tempat tertentu di
dalam hutan yang dianggap memiliki nilai religius atau ritual adalah mata air, gua, pohon-pohon tertentu yang dalam budayanya harus dijaga dan dilindungi.
Masyarakat secara adat beranggapan bahwa tanah dan hutan bagaikan “ibu kandung” yang dapat memberi makan anak-anaknya.
Berdasarkan
nilai adat tersebut tanah tidak dapat diperjual-belikan, karena jika mereka menjualnya sama halnya dengan menjual ibu kandungnya. Demikian pula dengan hutan, orang luar tidak boleh dengan sembarangan masuk untuk merusak hutan tanpa seizin kepala suku atau kepala marga, mereka akan marah karena menganggap datang membunuh ibu kandung mereka. Masyarakat adat memandang bahwa tanah dan hutan merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Pandangan masyarakat adat akan tanah merupakan suatu proses yang berkembang dari diri mereka sebagai pemilik adat. Tanah telah dianggap sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
komunitas
adat mereka.
Karenanya komunitas
adat
(suku/marga) selalu berusaha untuk memiliki tanah seluas-luasnya untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup komunitasnya dan diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Masyarakat Papua umumnya hidup di dalam dan di sekitar hutan. Secara tradisionil mereka menerapkan praktek-praktek pengelolaan hutan melalui kearifan tradisional yang didalamnya mengandung aspek-aspek konservasi. Hutan bagi masyarakat adat papua telah berkembang dan menyatu dengan sistem sosial budaya yang dianut. Mereka menerapkan kearifan tradisional yang
dipercaya
dapat
mempertahankan
hutan
sebagai
sumber
penghidupan mereka. Hutan tidak lagi dianggap hanya sekedar memberi nilai ekonomi, tetapi juga memiliki nilai sosial budaya. 2.4.
Perijinan dan Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan
Di dalam Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong tidak ada ijin pemanfaatan kawasan hutan maupun ijin usaha pemanfaatan hasil hutan. 51
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
2.5.
KPHL dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah
Kebijakan dan strategi penataan ruang Kota Sorong merupakan penjabaran dari tujuan penataan ruang seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Berdasarkan tujuan tersebut, maka kebijakan dan strategi penataan ruang Kota Sorong terdiri atas: 1. Meningkatkan peran Kota Sorong sebagai pusat distribusi dan koleksi barang di
Pulau Papua yang melayani kawasan Indonesia bagian Timur. Strategi : a.
Meningkatkan kapasitas dan kualitas terminal angkutan barang di Kota Sorong
b.
Mengembangkan terminal barang/peti kemas di Rufei, dan di Kawasan Industri Klasaman;
c.
Meningkatkan kualitas pelayanan dan keintegrasian antar moda;
2. Peningkatan pelayanan transportasi perkotaan dalam mendukung pergerakan
orang dan jasa. Strategi : a.
Mengembangkan ruas-ruas jalan yang menghubungkan antar pusat-pusat pelayanan kota;
b.
Mengembangkan sistem transportasi umum untuk melayani antar pusatpusat pelayanan kota
3. Pemantapan fungsi Kota Sorong sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional).
Strategi : a. Pengembangan,
dan
peningkatan
fungsi
prasarana
utama
serta
meningkatkan aksesibilitas Kota Sorong dengan wilayah yang dilayaninya. b. Menetapkan peran dan fungsi pusat-pusat kegiatan dalam mengembangkan wilayah Kota Sorong secara menyeluruh.
52
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
c. Mengembangkan pusat pelayanan kota dengan tetap menjaga kearifan lokal; d. Mendorong pemerataan pelayanan dengan mengembangkan sub pusat pelayanan kota secara merata; e. Mengembangkan pusat lingkungan secara tersebar sampai ke kawasan pinggir kota; 4. Pengembangan prasarana kota secara merata terutama pada wilayah-wilayah
yang perlu didorong perkembangannya. Strategi : a. Mengembangkan prasarana energi listrik. b. Memperluas jaringan transmisi dan distribusi listrik di seluruh wilayah Kota Sorong; c. Menambah kapasitas Gardu Induk d. Mengembangkan jaringan listrik ke Kawasan Industri; e. Mengembangkan
jaringan
telekomunikasi
sampai
ke
Desa
Pusat
Pertumbuhan; f. Mengembangkan
jaringan
telekomunikasi
untuk
mendukung
pengembangan kawasan-kawasan prioritas; g. mengembangkan pusat bisnis dengan konsep water front yang dipadukan dengan ruang publik di sepanjang pantai; h. Mengembangkan prasarana pendukung upaya penyediaan air baku dan juga energi kelistrikan. i. Mengembangkan jaringan pipa air bersih di pusat kegiatan dan pusat permukiman di Kota Sorong; 5. Pelestarian
kawasan
lindung
dan
kawasan
yang
mempunyai
limitasi
pengembangan; Strategi :
53
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
a. Mempertahankan
dan
menjaga
kelestarian
kawasan
hutan
lindung
sebagaimana ditetapkan didalam penatapan kawasan hutan lindung di Kota Sorong. b. Meningkatkan dan mengendalikan fungsi kawasan lindung; c. Memulihkan kawasan lindung yang telah menurun ataupun berubah fungsinya; d. Meningkatkan nilai ekonomi kawasan lindung tanpa mengabaikan fungsi perlindungan melalui kegiatan pariwisata berkelanjutan; e. Mengatur pola penggunaan lahan di sekitar kawasan lindung; f. Meningkatkan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung; g. Melaksanakan penetapan batas kawasan hutan secara terkoordinasi sesuai ketentuan perundang-undangan. h. Menegaskan batas kawasan lindung secara jelas di lapangan dan mensosialisasikannya
kepada
masyarakat,
sehingga
masyarakat
mengetahuinya. i. Mengembalikan dan mengatur penguasaan dan penggunaan tanah sesuai peruntukan fungsi lindung secara bertahap untuk negara. 6. Strategi Perlindungan kawasan rawan bencana alam untuk melindungi manusia
dan kegiatannya dari bencana alam; Strategi : a.
Mengembangkan jalur evakuasi bencana di masing-masing distrik;
b.
Menetapkan zona bahaya dan zona aman pada kawasan rawan bencana;
c.
Mengembangkan perencanaan sesuai zona kerawanan bencana; dan
d.
Mengembangkan sistem adaptasi dan mitigasi bencana.
7. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan.
Strategi :
54
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
a.
Menyediakan ruang terbuka hijau publik di kawasan perkotaan seluas 20% dari kawasan perkotaan;
b.
Mengembangkan taman kota dan hutan kota sebagai bagian dari ruang terbuka hijau;
c.
Mengembangkan dan meningkatkan jalur hijau di Kota Sorong; dan
d.
Menyediakan ruang terbuka hijau privat.
8. Strategi Pengembangan kawasan budidaya.
Strategi: a. Mempertahankan dan mengendalikan perubahan fungsi kawasan hutan produksi; b. Mengembangkan budi daya tanaman industri di hutan produksi; dan c. Mengembangkan kawasan peruntukan permukiman yang aman, nyaman, dan seimbang ke arah selatan, timur dan utara kota sorong. d. Mengembangkan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa secara terpadu pada skala kota maupun skala distrik. e. Meningkatkan kualitas pusat-pusat perdagangan yang sudah ada; f. Mengembangkan kawasan peruntukan perkantoran pemerintah dengan kemudahan aksesibilitas; g. Mengembangkan kawasan peruntukan industri yang terpadu h. Mengembangkan kawasan peruntukan pariwisata yang terpadu i. Mengembangkan ruang terbuka non hijau j. Mengembangkan kawaan peruntukan sektor informal k. Mengembangkan disektor pertanian, perikanan, peternakan dan lain-lain. 9. Strategi penetapan kawasan strategis kota yang mempunyai pengaruh sangat
penting terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, pendayagunaan sumberdaya alam, serta pertahanan keamanan dalam wilayah Kota Sorong, strategi: 55
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
a. Mengembangkan kawasan strategis pertahanan dan keamanan. b. Mengembangkan kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi 10. Strategi Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara,
strategi: a. Mendukung Pengembangan LANAL Sorong Menjadi LANTAMANAL Sorong. b. Mendukung Penetapan Kawasan Strategis Nasional Dengan Fungsi Khusus Pertahanan Dan Keamanan. c. Mengembangkan Budi Daya Secara Selektif Di Dalam Di Sekitar Kawasan Pertahanan Dan Keamanan Untuk Menjaga Fungsi Pertahanan Dan Keamanan; d. Mengembangkan Kawasan Lindung Dan/Atau Kawasan Budi Daya Tidak Terbangun Di Sekitar Kawasan Pertahanan, Sebagai Zona Penyangga Yang Memisahkan Kawasan Tersebut Dengan Kawasan Budi Daya. e. Turut Serta Memelihara Dan Menjaga Aset-Aset Pertahanan/TNI. 11. Strategi Penataan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, lebih lanjut
diatur dalam perturan daerah tersendiri. Mencermati rencana tata ruang Kota Sorong sebagaimana tersebut sebelumnya, keberadaan KPHL Model Remu Kota Sorong memiliki peranan penting terutama terkait dengan upaya perlindungan ekosistem Kota Sorong, dimana wilayah kerja KPHL Model Sorong menjadi bagian dari kawasan strategis Kota Sorong. Selain memberikan sejumlah jasa lingkungan penting yang menyangga kehidupan masyarakat, kawasan hutan di KPHL Model Sorong berfungsi sebagai kawasan perlindungan terhadap ancaman bencana alam, ruang terbuka hijau, dan fungsi lainnya. Oleh karena itu di dalam rencana tata ruang Kota Sorong maka upaya untuk mengelola hutan lindung merupakan salahsatu kebijakan tata ruang yang penting. Di samping memberikan fungsi perlindungan ekosistem wilayah dan penyediaan jasa lingkungan, hutan yang ada akan dimanfaatkan tanpa mengganggu jasa ekosistemnya. Untuk itu pola pengaturan ruang hutan yang diatur dalam tata ruang Kota Sorong merupakan keniscayaan, sehingga dengan 56
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
adanya KPHL Model Remu maka upaya untuk mengatur pola ruang hutan lindung dan hutan produksi dapat dilakukan lebih efektif. Oleh karena itu keberadaan KPHL Model Remu dinilai sesuai dengan Rencana tata ruang wilayah kota Sorong.
2.6.
Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan
2.6.1. Isu Strategis Isu strategis dalam pembangunan KPHL Model Remu Kota Sorong
adalah terkait
dengan revitalisasi kehutanan di Kota Sorongdiantaranya adalah: 1. Posisi strategis Kota Sorong sebagai Pusat Kegiatan Nasional yang memerlukan dukungan ekosistem hutan sebagai penyangga ekosistem wilayah; 2. Tekanan terhadap lahan hutan sebagai dampak dari pertumbuhan jumlah penduduk dan kegiatan sosial ekonomi yang terus tumbuh di Kota Sorong; 3. Pemanfaatan dan pengolahan hasil hutan bukan kayu dan jasa ekosistem hutan di
Kota
Sorong
yang
berpeluang
meningkatkan
pendapatan
ekonomi
masyarakat belum berkembang dengan baik. 2.6.2. Kendala dan Permasalahan Hal-hal yang sering menjadi permasalahan dalam merencanakan dan membangun KPH secara umum dan KPHL Model Remu Kota Sorong
secara khusus adalah
sebagai berikut: a) Konsep KPH belum sepenuhnya dipahami oleh stakeholders; b) Kesepakatan dan mekanisme kolaborasi pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong belum terbangun; c) Ketegasan kewenangan terkait tugas pokok dan fungsi (tupoksi), tata hubungan kerja (tahubja), koordinasi, sinkronisasi, jejaring untuk tukar pembelajaran. Dalam hal ini peran pemerintah pusat masih perlu ditingkatkan; d) Potensi konflik tenurial dan batas kepemilikan hak ulayat dilapangan yang belum dijabarkan dalam blok dan petak; e) Adanya keterbatasan pengetahuan, arahan/pedoman, dan pendanaan;
57
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
f) Persyaratan administrasi, kompetensi dalam pengembangan SDM, pengadaan pegawai, bekal pendidikan teknis, dan kecocokan kompetensi profesi tidak mudah dipenuhi; g) Prioritas antara manfaat jasa lingkungan dan peluang ekonomi dari kayu ataupun hasil hutan bukan kayu belum dipahami secara benar. Data dan informasi mengenai potensi jenis flora unggulan, spesies kunci, spesies baru, dan keanekaragaman fauna harus terus-menerus diperbaharui sehingga pemilihan prioritas antara manfaat lingkungan, dan ekonomi dapat dilakukan secara tepat; h) Rendahnya kapasitas masyarakat dalam meningkatkan kemampuan ekonomi, tingkat pendidikan dan pendapatan masih rendah, tingkat ketergantungan kepada hutan masih tinggi, potensi usaha ekonomi masyarakat lokal belum tergali, rendahnya sinkronisasi kegiatan peberdayaan lintas sektoral, dan nilainilai lokal masih belum di akomodir dalam adopsi dan adaptasi pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong . i) Pendanaan dalam operasional KPH dan penguatan kelembagaan serta peningkatan SDM.
58
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
BAB
VISI DAN MISI
3
BAB 3 VISI DAN MISI
3.1.
Visi, Misi dan Tujuan Pengelolaan Hutan KPHL Model Remu Kota Sorong
3.1.1.Visi
Visi KPHL Model Remu Kota Sorong adalah “Visi KPHL Model Remu adalah
“Mewujudkan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang Mandiri dan Profesional dalam Menyangga Kelestarian Ekosistem Wilayah untuk Kesejahteraan Masyarakat Kota Sorong Tahun 2025” Pengelolaan KPHL, merupakan suatu wujud satuan pengelolaan kawasan tingkat tapak yang tertata dan terorganisir dalam kerangka penerapan prinsipprinsip pengelolaan hutan produksi lestari.
Profesional,
merupakan
prinsip
yang
mengendepankan
aspek
profesionalisme dan kompetensi SDM serta kerja bersama dan saling menerima di antara pelaku pembangunan
Mandiri, Pengelolaan kawasan hutan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya internal maupun eksternal. Sepanjang perjalanan waktu, ketergantungan kepada sumber daya eksternal sedikit demi sedikit dikurangi sampai akhirnya tercapai kemandirian. Lestari adalah suatu keadaan yang terus-menerus dapat dipertahankan dari waktu ke waktu
Kesejahteraan Masyarakat, suatu kondisi dimana masyarakat dapat memenuhui kebutuhan dasar yang bersifat material dan spriritual. Indikator yang dipergunakan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat diataranya meningkatnya pendapatan masyarakat, lama sekolah, derajat kesehatan, angka kemiskinan dan akses masyarakat terhadap layanan publik.
59
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG 3.1.2. Misi
Dalam langkahnya untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, diperlukan bentuk nyata implementasinya sebagai gambaran tentang tahapan pelaksanaan. Dengan demikian, ditetapkan misi pengelolaan KPHL Sorong sebagai berikut : 1. Memantapkan status kawasan KPHL Model Remu 2. Memantapkan dan memperkuat kelembagaan organisasi, personil dan infrastruktur KPHL Model Remu 3. Mengoptimalkan
potensi
ekosistem
hutan
sesuai
dengan
rencana
pemanfataannya 4. Membangun dan memperkuat pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan dan pelestarian ekosistem hutan yang terintegrasi dengan kegiatan ekonomi kreatif 5. Membangun dan mengembangkan kemitraan dengan para pihak dalam pengelolaan produk hasil hutan dan jasa lingkungan hutan
Untuk mengimplementasikan Visi dan Misi tersebut disusun rencana strategis pengelolaan hutan KPHL Model Remu Kota Sorong selama 10 (sepuluh) tahun berikut ini. Misi 1 Memantapkan Status Kawasan KPHL Model Remu RENCANA STRATEGIS Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan KPHL Remu Sosialisasi Batas Wilayah Pengelolaan KPHL Remu Pelaksanaan Tata Batas Kawasan KPHL Remu Penyelenggaraan koordinasi dengan para pihak Penyelenggaraan pengamanan hutan
Tata Waktu 2015-2019 2020-2025 √ √ √ √
√
√
√
60
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Misi 2 Memantapkan dan Memperkuat Kelembagaan Organisasi, Personil dan Infrastruktur KPHL Model Remu Tata Waktu
RENCANA STRATEGIS
2015-2019 Penguatan tugas pokok dan fungsi KPHL Model Remu Penambahan jumlah personil KPHL Model Remu Peningkatan profesionalisme personil KPHL Model Remu Pengembangan infrastruktur fisik KPHL Model Remu Pengembangan Sistem Informasi dan Promosi Pengelolaan Potensi Hutan KPHL Model Remu
2020-2025
√ √ √
√
√ √
√
Misi 3 Mengoptimalkan Potensi Ekosistem Hutan Sesuai Dengan Rencana Pemanfataannya Tata Waktu RENCANA STRATEGIS 2015-2019 2020-2025 Inventarisasi secara berkala potensi ekosistem hutan di wilayah kerja KPHL √ √ Model Remu Penyusunan Business Plan sesuai dengan √ rencana pemanfaatan Rehabilitasi hutan untuk pemulihan ekosistem hutan yang mengalami √ √ degradasi Pengembangan sistem informasi potensi sumberdaya hutan di wilayah kerja KPHL √ Model Remu Peningkatan pengetahuan dan penguasaan teknologi personil KPHL √ √ Model Remu dalam pengelolaan potensi sumberdaya hutan
Misi 4 Membangun dan Memperkuat Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan dan Pelestarian Ekosistem Hutan yang Diintegrasikan Dengan Kegiatan Ekonomi Kreatif Tata Waktu RENCANA STRATEGIS 2015-2019 2020-2025
61
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Misi 4 Membangun dan Memperkuat Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan dan Pelestarian Ekosistem Hutan yang Diintegrasikan Dengan Kegiatan Ekonomi Kreatif Tata Waktu RENCANA STRATEGIS 2015-2019 2020-2025 Sosialisasi sistem pengelolaan hutan KPHL Model Remu kepada masyarakat di sekitar √ areal KPHL Model Remu Pengembangan dan penguatan kelembagaan masyarakat dalam √ √ perlindungan, pelestarian dan rehabilitasi hutan di wilayah KPHL Model Remu Penyelenggaraan pelatihan dan keterampilan bagi masyarakat dalam √ √ pengelolaan potensi sumberdaya hutan berkelanjutan Pengembangan potensi ekonomi kreatif √ masyarakat yang bernilai tinggi Pengembangan sentra produksi pengolahan hasil hutan bukan kayu √ (HHBK) yang benilai ekonomi tinggi
Misi 5 Membangun dan Mengembangkan Kemitraan dengan Para Pihak dalam Pengelolaan Produk Hasil Hutan Dan Jasa Lingkungan Hutan Tata Waktu RENCANA STRATEGIS 2015-2019 2020-2025 Penyelenggaraan koordinasi dan jejaring kerjasama dengan para pihak dalam √ √ pengembangan potensi ekosistem hutan di wilayah KPHL Model Sorong Penyelenggaraan promosi potensi ekosistem hutan yang berada di wilayah √ √ kerja KPHL Model Sorong Penyelenggaraan pelatihan dan keterampilan bagi masyarakat dalam √ √ pengelolaan potensi sumberdaya hutan berkelanjutan Pengembangan potensi ekonomi kreatif √ masyarakat yang bernilai tinggi
3.1.3. Tujuan Pengelolaan
Berdasarkan visi dan misi diatas maka pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong mempunyai tujuan pengelolaan sebagai berikut:
62
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
a) Tertatanya penataan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong , Blok dan Petak yang pengelolaannya dilakukan secara partisipatif dan kolaboratif dalamperlindungan perlindungan,
dan
pengawasan
pelestarian
dan
ditujukan
pengawetan
untuk
menjaga
keanekaragam
fungsi
hayati
dan
ekosistemnya;. b) Terwujudnya kepastian hukum, meminimalkan terjadinya sengketa lahan, menyediakan
lahan
bagi
masyarakat
untuk
mendukung
pengelolaan
KPHLserta peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan penataan batas; c) Terjadinya peningkatan SDM dan pemantapan aspek kelembagaan sehingga terbentuk staf pengelola KPHLyang mampu bekerja secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan tata hubungan yang baik dengan para pihak diluar pengelola kawasan tersebut; d) Terehabilitasinya DAS prioritas dan peningkatan DAS yang terbentang memanjang dari hulu ke hilir pada Dua kabupaten e) Terbangunnya data base potensi SDH dan Kawasan Hutan KPHL f) Terbanggunnya berbagai skema kerjasama antara KPHL dan masyarakat serta pemegang ijin dalam pengelolaan kawasan hutan. g) Terjadinya
peningkatan
kelembagaan
Kelompok
Tani
Hutan
dalam
memanfaatkan hasil hutan dan meningkatnya jumlah kelompok binaan pengelolaan kawasan hutan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan h) Terbangunnya core businessuntuk tanaman Kehutanan dan tanaman MPTS serta HHBK yang dapat dimanfaatkan hasil kayu dan non kayunya i) Terwujudnya pengelolaan jasa lingkungan dalam peningkatan pemahaman dan ketrampilan masyarakat dalam melakukan usaha upaya konservasi ekosistem pelestarian alam dan peningkatan pendapatan masyarakat.
3.2.
Pendekatan Strategi Pengelolaan Pendekatan strategi yang akan dipergunakan untuk mewujudkan visi dan
misi serta tujuan pengelolaan tersebut memerlukan analisis, tahapan, serta prakondisi melalui pendekatan antara lain : 63
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
a. Manajemen Kolaborasi Kerjasama akan mengatur dan membagi
peran dari masing-masing pihak
dalam pengelolaan bersama. Peran beberapa pihak tersebut harus bersinergi dalam memperkuat program yang ada, mulai dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi dapat dilakukan bersama-sama, sehingga hasil yang diharapkan dapat maksimal dan bermanfaat bagi pencapaian tujuan bersama.
b. Membuka Jaringan (networking) Jaringan kerjasama yang dibangun akan memperkuat program-program yang berdampak pada pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong . Kerjasama dapat dibangun dengan pihak luar yang memiliki visi dan misi sejalan dengan visi, misi pembangunan KPHL Model Remu Kota Sorong .
c. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Bersama Kegiatan ini ditujukan untuk menjaga keutuhan fungsi kawasan, keragaman hayati
beserta
ekosistemnya,
menjaga
agar
kawasan
terbebas
dari
perambahan, perusakan dan gangguan baik langsung maupun tidak langsung. Dalam memperkuat perlindungan dan pengamanan kawasan diperlukan strategi-strategi yang melibatkan peran serta semua pihak berdasarkan kewenangan yang dimiliki masing-masing pihak, baik di internal KPHL Model Remu Kota Sorong , maupun pihak-pihak eksternal seperti Kepolisian, Dinas Kehutanan, pihak swasta yang bekerja di sekitar kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong , serta masyarakat di sekitar kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong . Selain memperkuat pengamanan bersama, diperlukan juga partisipasi masyarakat yang berada di sekitar kawasan, partisipasi ini dapat diperkuat dengan membangun pengamanan swakarsa masyarakat yang berada di sekitar kawasan.
d. Legalitas Kawasan Penataan
kawasan
ditujukan
untuk
memperoleh
kepastian
hukum,
menghindari sengketa yang bersumber dari tumpang tindihnya perizinan dan areal kawasan serta menyediakan wadah bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan baik dalam rangka mendukung program KPHL Model Remu Kota Sorong , maupun program pembangunan daerah Kota Sorong dan
64
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Propinsi Papua Barat, dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
e. Pengembangan Daerah sekitar kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong Pengelolaan daerah sekitar KPHL Model Remu Kota Sorong haruslah didukung oleh sistem yang cukup baik. Sistem tersebut harus dibangun sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di masyarakat. Untuk mengurangi tekanan
yang
besar
terhadap
kawasan,
salah
satunya
diperlukan
pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong . Pemberdayaan ini dapat berupa pengembangan ekonomi, budaya, wisata, kesadartahuan mengenai lingkungan dan lain-lain, yang diadopsi dan diadaptasi dari potensi dan kekuatan yang ada di masyarakat.
f.
Sinergisitas Program Antar Pihak Pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong tidak hanya dilakukan oleh unit pengelola saja, namun perlu melibatkan berbagai pihak. Keterlibatan antar pihak dapat diwujudkan dengan memperkuat sinergisitas program para pihak. Pemerintah Pusat dan daerah memiliki program-program pembangunan Kehutanan dapat bersinergi dan dapat dikerjasamakan dengan program di KPHL Model Remu Kota Sorong . Untuk memperkuat dan sinergisitas program dengan pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perusahaan maupun investor harus disesuaikan dengan rencana dan tujuan KPHL Model Remu Kota Sorong , maupun pemerintah daerah, mulai dari perencanaan, impleamentasi, monitoring dan evaluasi.
65
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
BAB
ANALISIS DAN PROYEKSI
4
BAB 4 ANALISIS DAN PROYEKSI Analisis yang digunakan dalam peyusunan rencana pengelolaan ini adalah analisis SWOT. Analisis ini merupakan suatu metoda untuk menyusun rencana strategis dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi termasuk dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL Model Remu Kota Sorong . Analisis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi faktor internal
dan
eksternal. Faktor internal terdiri dari Strength (Kekuatan) dan Weakness (kelemahan), sedangkan faktor eksternal terdiri dari Oportunity (Peluang) dan
Threat (Ancaman). Apabila keempat hal tersebut diidentifikasikan maka akan terlihat faktor-faktor yang akan membantu dan menghambat pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong untuk mencapai tujuan. Analisa ini menghasilkan strategi pencapaian tujuan dengan memaksimalkan Strengths (kekuatan) dan
Opportunities (peluang), namun secara bersamaan meminimalkan Weaknesses (kelemahan) dan Threats (ancaman). Dengan begitu akan dapat ditentukan berbagai kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan. Dari hasil identifikasi faktor internal dan eksternal menghasilkan data sebagai berikut: Tabel
20. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal KPHL Model Remu Kota Sorong
Faktor Eksternal Kelemahan Peluang Kekuatan (Strength) Ancaman (Threats) (Weakness) (Opportunities) Tata Batas perlu Posisi Kota Srong Tekanan terhadap direkonstruksi sebagai PKN lahan tinggi Legalitas dan Struktur Kegiatan non Organisasi KPHL Remu yang Pasar jasa ekosistem kehutanan yang jelas Kapasitas SDM (air, karbon, wisata, menimbulkan biodiversitas) degradasi lingkungan hidup Persepsi terhadap Dana terbatas Dukungan para pihak Pengelolaan KPHL SOP Pengelolaan Tingkat Potensi Sumberdaya Hutan tinggi tingkat Tapak belum ketergantungan tersedia terhadap hutan Sarana Perkantoran dan Sistem Informasi masih terbatas Faktor Internal
66
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
4.1.
Faktor Internal (kekuatan/strength)
4.1.1. Legalitas dan Struktur Organisasi KPHL Remu yang jelas KPHL Model Remu Kota Sorong telah memiliki legalitas dan struktur organisasi yang jelas dan menjadi kekuatan bagi manajemen untuk melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan hutan di wilayah kerjanya.
4.1.2. Potensi Sumberdaya Hutan tinggi Potensi sumberdaya hutan yang masih tinggi dan posisinya yang berada di Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan pintu masuk ke wilayah Provinsi Papua Barat menjadikan wilayah kerja KPHL Model Remu strategis. Potensi sumberdaya hutan selain menghasilkan hasil hutan juga berperan penting dalam menyediakan jasa lingkungan, terutama jasa lingkungan air yang memasok kebutuhan masyarakat di Kota Sorong.
4.2.
Faktor Internal (Kelemahan/Weakness)
4.2.1. Tata Batas Perlu Direkonstruksi Adanya perubahan kawasan hutan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat mengharuskan wilayah kerja KPHL Model Remu segera untuk direkonstruksi tata batas. Selain karena perubahan penunjukkan kawasan hutan di Provinsi Papua Barat, tekanan penduduk terhadap lahan relatif tinggi. Tingginya tekanan penduduk terhadap lahan ini disebabkan oleh perkembangan Kota Sorong sebagai pusat kegiatan ekonomi yang penting di Provinsi Papua Barat sekaligus Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Oleh karena itu salahsatu prasyarat penting yang menjamin kelestarian fungsi kawasan hutan di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong adalah penyelesaian tata batas. 4.2.2. Kapasitas SDM Sebagai unit pengelolaan hutan yang baru, kapasitas sumberdaya manusia (SDM) masih terbatas, baik dalam jumlah dan kualitasnya. Kompetensi SDM yang diperlukan sesuai dengan P.42/Menhut-II/2011 adalah sebagai berikut : 67
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
a) Pengelolaan sarpras dan keuangan b) Pengelolaan program dan kegiatan c) Pengelolaan
parapihak
(komunikasi,
negosiasi,
konsultasi,
fasilitasi,
pengelolaan konflik dll.) d) Pengelolaan usaha/bisnis e) Penyelenggaraan tata hutan dan penyusunanrencana pengelolaan hutan: i.
Inventarisasi hutan
ii.
Penataan hutan
iii.
Penyusunan pengaturan hasil
iv.
Penyusunan rencana pengelolaan hutan
f) Penyelenggaraan pemanfaatan hutan i.
Pemanfaatan kawasan
ii.
Pemanfaatan jasa lingkungan
iii.
Pemanfaatan hasil hutan kayu
iv.
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
v.
Pemungutan hasil hutan kayu
vi.
Pemungutan hasil hutan non kayu
g) Penyelenggaraan penggunaan kawasan hutan h) Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan i) Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasialam j) Pengelolaan informasi dan pengendalian manajemenhutan
4.2.3. Dana Terbatas KPHL Model Remu Kota Sorong sebagai unit pengelolaan baru tentunya memiliki keterbatasan dana, sehingga kemampuan manajemen KPHL dalam meningkatkan penerimaan anggaran yang berasal dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Kota perlu ditingkatkan. Selain itu peningkatan jaringan dan kemitraan dengan para pihak dalam membantu pengelolaan hutan di KPHL Model Remu harus terus dilakukan.
68
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
4.2.4. SOP Pengelolaan Tingkat Tapak Belum Tersedia Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pengelolaan hutan di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong perlu didukung oleh SOP (Standard
Operating Procedures) yang memadai. SOP menjadi panduan bagi pelaksana untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya. SOP dilakukan mulai dari tingkat tapak sampai dengan tingkat manajemen, sehingga pengendalian kegiatan dan program dapat dilakukan secara terukur dan sistematis. 4.2.5. Sarana Perkantoran dan Sistem Informasi Masih Terbatas Sarana perkantoran saat ini dirasakan masih kurang, sehingga perlu ditambah sesuai dengan perkembangan frekuensi kegiatan dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH Model Remu Kota Sorong. Selain itu untuk mempercepat lalu lintas informasi secara internal dan internal perlu didukung oleh sisten informasi yang memadai. Sistem informasi yang makin baik diharapkan akan meningkatkan kinerja pengelolaan hutan di wilayah KPHL Model Sorong. Sistem informasi yang dibangun diharapkan menjadi menjadi komunikasi internal dan eksternal, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan jauh lebih cepat. Sistem informasi yang dibangun tentunya perlu didukung dengan ketersediaan perangkat keras dan perangkat lunak yang memadai, termasuk kemampuan jaringan informasi dari lapangan ke pusat komunikasi yang ada di kantor KPHL Model Remu Kota Sorong.
4.3.
Faktor Eksternal (Peluang/Opportunities)
4.3.1. Posisi Kota Sorong sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional) Kota Sorong merupakan wilayah yang diproyeksikan menjadi pusat kegiatan nasional, dimana kegiatan perekonomian dan pembangunan akan banyak dilakukan. Dengan posisinya sebagai kawasan yang strategis di Provinsi Papua Barat menjadikan dinamika ekonomi dan sosial masyarakat dinamis. Dinamika sosial dan ekonomi ini menjadi peluang untuk pasar hasil hutan dan jasa
69
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
lingkungan yang disediakan oleh ekosistem hutan di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong. 4.3.2. Pasar Jasa Ekosistem (Air, Karbon, Wisata, Biodiversitas) Jasa ekosistem hutan di KPHL Model Remu Kota Sorong, seperti jasa lingkungan air, biodiversitas, wisata alam, dan serapan karbon bernilai penting dalam mendukung kehidupan masyarakat di Kota Sorong. Dengan makin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan jasa ekosistem hutan misalnya air akan makin besar. Oleh karena itu air dan aliran air yang selama ini dihasilkan ekosistem hutan harus tetap terpelihara dengan baik. Kontinuitas, kuantitas, dan kualitas air yang keluar dari kawasan hutan KPHL Model Remu harus tetap dipertahankan dalam menjamin kebutuhan air. Selain air, tingginya ragam hayati di hutan-hutan wilayah kerja KPHL Model Remu sangat berpotensi menjadi bahan baku biofarmaka, makanan, dan industri lainnya. Pengetahuan masyarakat yang telah menjadi kearifan lokal dalam memanfaatkan potensi sumberdaya hayati menjadi nilai penting untuk terus dikembangkan secara baik melalui proses pengolahannya yang lebih baik. Eksplorasi dan penelitian untuk mengidentifikasi kandungan senyawa penting dalam spesies tumbuhan yang ada di hutan-hutan di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong penting untuk diintensifkan. Jasa ekosistem lainnya adalah karbon dan wisata alam. Jasa ekosistem karbon berpeluang untuk masuk dalam skema perdagangan karbon yang banyak ditawarkan oleh berbagai lembaga mitra nasional dan internasional. Adapun untuk jasa wisata alam berpotensi untuk dikembangkan terkait dengan kebutuhan ruang hijau sebagai tujuan wisata. Kegiatan wisata sendiri menjadi bagian penting dari Trade, Investment and
Tourism, dimaana ketika perdagangan dan investasi berkembang senantiasa diikuti oleh permintaan terhadap kegiatan wisata.
70
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
4.3.3. Dukungan Para Pihak Sejak
awal dirintis
pengembangannya,
KPHL
Model Remu Kota Sorong
mendapatkan dukungan luas dari berbagai pihak. Pemerintah Kota Sorong, Provinsi Papua Barat, UPT Kehutanan, lembaga masyarakat adat, akademisi, dan para pihak lainnya memberikan dukungan yang positif terhadap pengelolaan hutan dengan model KPHL ini. Antusiasme yang cukup tinggi menjadi dorongan sangat berharga bagi pihak pengelola untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutannya yang lebih baik. 4.4.
Faktor Eskternal (Ancaman/Threats)
4.4.1. Tekanan Terhadap Lahan Tinggi Perkembangan Kota Sorong sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pertumbuhan nasional telah meningkatkan kebutuhan lahan, seperti untuk permukiman, pertanian, pertambangan galian C (pasir dan batu) dan sebagainya. Beberapa areal dalam KPHL Model Remu yang terbuka dan diokupasi merupakan contoh bentuk tekanan masyarakat terhadap lahan yang tinggi. Dengan makin berkembangnya Kota Sorong tentunya tekanan terhadap lahan termasuk lahan yang menjadi wilayah kerja KPHL Remu Kota Sorong makin tinggi pula. Oleh karena itu upaya untuk mengurangi tekanan terhadap lahan harus dilakukan secara cepat dan tepay. 4.4.2. Kegiatan Non Kehutanan Lingkungan Hidup
Yang
Menimbulkan
Degradasi
Kegiatan non kehutanan yang masih ada seperti pertanian dan penggalian bahan tambang galian C (batu dan pasir) di dalam dan sekitar wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong menjadi ancaman serius terhadap kelestarian hutan. Kegiatan galian tambang sesungguhnya merupakan kegiatan yang merusak bentang lahan di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong, sehingga pemulihannya tidak cukup dengan kegiatan revegetasi tetapi diperlukan teknik rekayasa lingkungan yang memungkinkan nilai ekosistem yang sebelumnya ada seperti kemampuan resapan dan simpanan air dapat dipulihkan. Rekayasa lanskap dalam reklamasi
71
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
bekas galian tambang menjadi pilihan teknologi penting dalam kegiatan rehabilitasi/reklamasi di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong tersebut. 4.4.3. Persepsi terhadap Pengelolaan KPHL Belum utuhnya pemahaman para pihak terhadap bentuk pengelolaan KPHL menjadi tantangan dalam pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong ini. Para pihak masih banyak yang belum mengerti tentang sistem pengelolaan KPHL yang akan dilakukan, terutama masyarakat yang memiliki hak ulayat. Komunikasi secara persuasif dibutuhkan untuk meningkatkan persepsi dan apresi para pihak terhadap pengelolaan KPHL. Persepsi yang selama ini menyamakan pengelolaan hutan seperti pemanfaatan kayu oleh perusahaan HPH harus dapat diluruskan oleh manajemen KPHL Model Remu Kota Sorong. 4.4.4. Tingkat Ketergantungan Terhadap Hutan Kehidupan masyarakat secara turun temurun bergantung pada hasil hutan, baik hasil hutan kayu, bukan kayu dan jasa lingkungan hutan. Bagi masyarakat yang tidak peduli dengan kelestarian hutan, ketergantungan terhadap sumberdaya hutan seringkali diartikan secara sempit yaitu mengambil potensinya tanpa mempedulikan kelestariannya. Akibat tindakan ini telah menyebabkan degradasi ekosistem hutan yang sangat serius di beberapa titik lokasi di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong. Ketergantungan terhadap sumberdaya hutan terutama pemungutan kayu menjadi ancaman kelestarian ekosistem hutan di daerah tersebut. Selain itu dengan adanya sumber galian tambang pasir dan batu di dalam dan sekitar wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong menjadi ancaman terhadap perubahan lanskap ekosistem hutan. Perubahan lanskap tersebut menyebabkan fungsi lahan hutan sebagai resapan dan simpanan air terganggu serta habitat berbagai spesies tumbuhan dan hewan rusak. 4.5.
Proyeksi
Berdasarkan atas keempatbelas faktor internal dan faktor eksternal tersebut, maka dilakukan pembobotan faktor internal dan eksternal guna memproyeksikan rangking nilai keterkaitan faktornya sebagaimana disajikan pada Tabel 21.
72
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Hasil pembobotan dan keterkaitan antar faktor internal dan eksternal dengan tabel SWOT tersebut menunjukkan bahwa dalam pengelolaan hutan di wilayah kerja KPHL Model Remu Kota Sorong isu penting sesuai dengan urutan rangking nilai dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut : Rangking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Faktor Posisi Kota Sorong sebagai PKN Dukungan para pihak SOP Pengelolaan tingkat Tapak belum tersedia Legalitas dan Struktur Organisasi KPHL Remu yang jelas Dana terbatas Pasar jasa ekosistem (air, karbon, wisata, biodiversitas) Kegiatan non kehutanan yang menimbulkan degradasi lingkungan hidup Tata Batas perlu direkonstruksi Potensi Sumberdaya Hutan tinggi Tekanan terhadap lahan tinggi Persepsi terhadap Pengelolaan KPHL Kapasitas SDM Tingkat ketergantungan terhadap hutan Sarana Perkantoran dan Sistem Informasi masih terbatas
Nilai 1,51 1,49 1,31 1,31 1,22 1,22 1,22 1,20 1,15 1,11 1,07 0,73 0,70 0,64
73
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Tabel 21. Strategi Kombinasi Strength (Kekuatan) dan Opportunity (Peluang) Dalam Analisa SWOT Faktor Internal
NU
BF
ND
Nilai Keterkaitan NBD 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
11
12
13
14
4 5 5 4 5 4 4 3
Jumlah NK NRK
NBK
TNB
Kekuatan (Strength) Legalitas dan Struktur Organisasi KPHL Remu yang jelas
4
14,29
5
0,714
5
5
5
5
4
58
4,1
0,59
1,31
Potensi Sumberdaya Hutan tinggi
4
14,29
4
0,571 4
4 5 4 3 3 5 5
5
5
5
4
5
57
4,1
0,58
1,15
Tata Batas perlu direkonstruksi
4
14,29
4
5
5
5
5
62
4,4
0,63
1,20
3
10,71
3
5 5 5 5 4 4 0,571 5 4 4 4 4 3 5 0,321 5 5 5
5
Kapasitas SDM
4
4
3
4
3
53
3,8
0,41
0,73
Dana terbatas
5
17,86
3
4
4
4
4
4
54
3,9
0,69
1,22
4
4 4 4 4 0,536 4 5 5 4 5 3 5 4 4 3 3 4 0,714
3
3
3
4
3
47
3,4
0,60
1,31
10,71
3
0,321 4 3 5 4 4 3
4 3
3
2
2
2
2
41
2,9
0,31
0,64
17,24
5
4
5
4
4
4
53
3,8
0,65
1,51
4
5
5
4
4
54
3,9
0,53
1,22
5
5
5
5
51
3,6
0,63
1,49
4
4
4
57
4,1
0,56
1,11
4
4
54
3,9
0,53
1,22
5
53
3,8
0,52
1,07
53
3,8
0,39
0,70
Kelemahan (Weakness)
SOP Pengelolaan tingkat Tapak belum tersedia Sarana Perkantoran dan Sistem Informasi masih terbatas Faktor Eksternal
5 3
17,86
28
Peluang (Opportunities) Pasar jasa ekosistem (air, karbon, wisata, biodiversitas)
4
13,79
5
5 0,862 4 5 4 3 4 3 4 3 5 4 5 4 3 3 5 0,69
Dukungan para pihak
5
17,24
5
0,862 5 5 5 4 4
4
13,79
4
0,552 5 5 5 4 4 4 3 5 5
5
Posisi Kota Srong sebagai PKN
5
4 4
Ancaman (Threats) Tekanan terhadap lahan tinggi Kegiatan non kehutanan yang menimbulkan degradasi lingkungan hidup
4
13,79
5
0,69 5 5 5 4 4 3 2 4 5
5
4
Persepsi terhadap Pengelolaan KPHL
4
13,79
4
0,552 5 4 5 4 4 3 2 4 4
5
4
4
3
0,31 4 5 5 4 4 3 2 4 4
5
4
4
Tingkat ketergantungan terhadap hutan
3
10,34
5
74
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Dari empat belas (14) faktor internal dan eksternal yang dikaji ternyata posisi Kota Sorong sebagai PKN diproyeksikan dapat menjadi faktor pendorong keberhasilan
terhadap
KPHL
Model
Remu
Kota
Sorong.
Sebagai
pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah dan PKN maka dukungan penyediaan jasa lingkungan hutan, terutama air yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat sangat penting untuk selalu tersedia. Oleh karena itu proyeksi keberhasilan pengelolaan KPHL Remu Sorong adalah tersedianya sumber air secara terus menerus di Kota Sorong. untuk
Dengan demikian visi pengelolaan KPHL Model Remu yang berupaya mewujudkan
pengelolaan
hutannya
sebagai
penyangga
kelestarian
ekosistem wilayah perkotaan sudah tepat. Dukungan para pihak pun menjadi nilai penting bagi terwujudnya visi dan misi dari KPHL Model Remu Kota Sorong tersebut.
Faktor
selanjutnya
yang
diproyeksikan
menjadi
pendorong
keberhasilansehingga perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong adalah ketersediaan SOP pengeloaan tingkat tapak dan penguatan kelembagaan KPHL. Dengan antipasi terhadap keempat faktor yang diproyeksikan tersebut, maka manajemen KPHL diharapkan akan mampu menangani kelemahan, ancaman, dan peluang yang dihadapinya. Mengelola peluang dengan kekuatan yang dimilikinya tampaknya menjadi titik fokus penting yang diproyeksikan sebagai pendorong keberhasilan
pengelolaan KPHL Model
Remu Kota Sorong.
75
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
BAB
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN
5
BAB 5 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN Kegiatan pengelolaan hutan yang bertujuan memproduksi hasil hutan pada umumnya melibatkan kegiatan-kegiatan seperti inventarisasi hutan; Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan; penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan reklamasi hutan; perlindungan hutan dan konservasi alam. Selain kegiatan tersebut diatas dalam sebuah KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), manajemen sumberdaya hutan tidak terbatas pada kegiatankegiatan tersebut karena KPH berjalan menuju kemandirian dan profesional dan kelompok masyarakat pengelola hutan. Demikian juga dalam areal KPHL Model Remu Kota Sorong, rencana kegiatan jangka panjang ini diselaraskan dengan tujuan Pemerintah baik Pemerintah Pusat Provinsi Papua Barat maupun Kota Sorong. Sehingga melalui rencana jangka panjang ini kegiatan para pihak yang terkait dengan kegiatan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong dapat diintegrasikan. Rencana jangka panjang KPHL Model Remu Kota Sorong
telah
mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan para pihak seperti aksesibilitas dan infrastruktur, tenaga kerja, penyelesaian konflik, pendampingan masyarakat, pengelolaan database, rencana pendanaan, monitoring dan evaluasi. Partisipasi para pihak sangat diperlukan dalam penyusunan rencana jangka panjang dan rencana kerja tahunan sehingga semua pihak mampu bersinergi satu sama lain untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan dalam organisasi KPHL Model Remu Kota Sorong. Rencana kegiatan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong tersebut diuraiakan secara lengkap berikut ini. 5. 1. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola Serta Penataan Hutannya Kegiatan inventarisasi dan penataan hutan dilakukan bersama antara Kepala dan Staf KPHL Model Remu Kota Sorongdan BKPH Wilayah XVII. Kegiatan inventarisasi hutan berkala bertujuan untuk: (1) Mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan 76
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
(timber standing stock) secara berkala, (2) Bahan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong
sepuluh tahunan (untuk
lebih detail periode 5 tahunan dan rencana tahunan), dan (3) Bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal KPHL Model Remu Kota Sorong . Penyusunan rencana kegiatan inventarisasi berkala wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong
dilengkapi dengan: (1) Peta areal kerja digital serta hasil cetak
(hardcopy) dari areal yang akan di survey, (2) Data penginderaan jauh resolusi spasial sedang (10 m - 30 m) dengan umur perekaman data tidak lebih dari 2 tahun terakhir serta mempunyai kualitas citra yang baik dengan maksimum tutupan areal sebesar 5%, (3) Peta areal kerja, peta jalan, sungai dan lokasi pemukiman atau perkampungan baik dalam bentuk digital maupun hasil cetak (hardcopy), (4) Rencana bagan sampling dan bentuk plot contoh, (5) Rencana alat dan perlengkapan di lapangan, (6) Tata waktu pelaksanaan, (7) Rencana penyediaan tenaga kerja dan organisasi, (8) Rancangan pengolahan analisis data dan pelaporan hasil dan (9) Rencana luaran (output). Rencana kegiatan penataan hutan di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong, meliputi : Inventarisasi hutan, Pembagian blok dan petak, Tata batas dalam wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong berupa penataan batas blok dan petak, dan Pemetaan. 5.1.1. Inventarisasi Hutan Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan ini diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi tentang: (1) Status penggunaan dan penutupan lahan, (2) Jenis tanah, kelerengan lapangan/topografi, (3) Iklim, (4) Hidrologi (tata air), (5) bentang alam dan gejala-gejala alam, (6) Kondisi sumber daya manusia dan demografi, (7) Jenis, potensi dan sebaran flora, (8) Jenis, populasi dan habitat fauna dan (9) Kondisi sosial,
ekonomi,
budaya masyarakat. Kegiatan
inventarisasi ini terdiri atas: (1) Inventarisasi biogeofisik, (2) Inventarisasi sosial, ekonomi, dan budaya. Kegiatan inventarisasi biogeofisik dan inventarisasi sosial, ekonomi dan budaya sudah dilaksanakan (data hasil inventarisasi di Bab II). 77
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Kegiatan inventarisasi akan diulang setiap 5 tahun sehingga data potensi biogeofisik, sosial, ekonomi dan budaya areal pengelolaan selalu terbarukan (up to
date). 5.1.2. Pembagian Blok dan Petak Pembuatan rencana blok-blok kawasan dilakukan secara partisipatif dengan para pemangku kepentingan untuk menghindarkan permasalahan di masa depan. Penyusunan blok-blok pada dasarnya adalah proses perencanaan dan pembuatan kesepakatan secara partisipatif antara KPHL Model Remu Kota Sorong Kota Sorong dengan para pemangku kepentingan misalnya masyarakat sekitar kawasan, Pemerintah Kota Sorong, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan lain-lain. Hasil proses ini dituangkan dalam dokumen tertulis mengenai tata ruang atau blok-blok dalam kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong. Karena pembagian blok-blok ini merupakan hasil kerja para pihak, maka dibuat dokumen yang mengikat secara hukum sehingga dokumen tersebut memiliki akuntabilitas dan legitimasi yang kuat. Pembuatan blok-blok kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong merupakan upaya untuk memastikan terwujudnya penataan ruang yang secara jelas mengatur tata hak yang secara konsiten ditegakkan dan harus dipatuhi oleh para pihak. Oleh karena itu pembagian blok-blok sudah memperhatikan dan mempertimbangkan konstruksi sosial masyarakat. Setelah blok-blok terbentuk dan diterima oleh para pihak maka dibuat peraturan atau regulasi blok-blok yang disepakati bersama. Aturan blok adalah aturan tentang aktivitas-aktivitas yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam blok tertentu. Aturan dibuat bersama dan bersifat mengikat antara pihak KPHL Model Remu Kota Sorong dengan para pihak diluar pengelola. Aturan mengenai sanksi dan insentif serta mekanisme pelaksanaannya juga dibuat dan disepakati, dan setiap pihak terikat secara norma dan hukum atas kesepakatan bersama tersebut. Aturan yang telah disepakati akan disosialisasikan, diujicobakan dan dievaluasi serta bila perlu akan direvisi. Jenis kegiatan yang diijinkan dalam setiap blok telah mempertimbangkan fungsi KPHL Model Remu Kota Sorong sebagai wadah yang dapat dipergunakan untuk 78
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
memperbaiki tata kelola kehutanan dan mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat,
sehingga akses dan hak masyarakat adat terhadap pemanfaatan
hutan yang berkelanjutan menjadi fokus utama. Aturan ini merupakan kontrak sosial antara masyarakat adat dengan pihak KPHL Model Remu Kota Sorong. a.
Pembagian Blok
Pembagian Blok dalam wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong melalui tahapan kegiatan antara lain: a. Persiapan. Kegiatan pada tahap persiapan meliputi pembentukan tim kerja, penyusunan rencana kerja identifikasi mitra kerja/pemangku kepentingan. b. Pengumpulan dan analisis data. Pengumpulan dan analisa data tentang potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya antara lain berupa data dan informasi antara lain : keanekaragaman hayati, nilai obyek daya tarik wisata, nilai potensi jasa lingkungan, serta data spatial: tanah, geologi, iklim, topografi, geomorfologi, keanekaragaman hayati, penggunaan lahan, berikut kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang ada kaitannya dengan kepentingan penataan blok kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong . c. Menyusun rancangan blok. Kegiatan pada tahap rancangan merupakan penyusunan konsep blok dengan memplotkan blok-blok yang perlu ada di peta sesuai hasil analisa data termasuk uraian potensi global, disertai dengan datadata geografis dari batas blok, termasuk kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada masing-masing blok yang dituangkan dalam bentuk konsep keputusan blok yang terdiri dari uraian mengenai deskripsi blok berikut peta blok. d. Konsultasi dan komunikasi publik. Berdasarkan blok yang telah dibagi/ditata, selanjutnya dilakukan konsultasi dan komunikasi publik untuk mendapatkan tanggapan dari para pihak (masyarakat, pemerintah daerah, LSM dll) yang akan menjadi masukan bagi berkepentingan penyempurnaan dan finalisasi konsep blok di kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong . e. Penyempurnaan. Berdasarkan masukan dari hasil konsultasi dan komunikasi publik maka dilakukan penyempurnaan terhadap konsep penataan blok kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong, menjadi konsep final dalam bentuk 79
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
konsep penataan blok yang diketahui oleh Pemerintah Daerah terkait. Dengan demikian penataan blok telah mempertimbangan: (1) Hasil inventarisasi hutan yang menghasilkan peta, data dan informasi potensi wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong , (2) Karakteristik biofisik lapangan, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, potensi sumberdaya alam, dan keberadaan hak-hak atau izin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, (3) Pembagian blok telah mempertimbangkan peta arahan pemanfaatan seperti: Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN)/Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)/Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota (RKTK), dan fungsi kawasan hutan produksi di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong , (4) Konsultasi dan komunikasi publik, dan (5) Pengesahan oleh kepala KPHL Model Remu Kota Sorong . f. Sosialisasi Blok. Penataan blok yang telah disahkan oleh Kepala KPHL Model Remu Kota Sorong , atau BKPH harus disosialisasikan kepada masyarakat dan pihak-pihak
yang
berkepentingan
agar
kepentingan
pengelolaan
dan
pendayagunaan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong dapat dilakukan secara optimal. g. Penandaan Batas Blok. Kegiatan ini terdiri atas: (1) Berdasarkan peta blok dan data geografis dilakukan pemasangan tanda batas pada garis-garis batas blok pada setiap jarak 5 km, pada titik-titik perpotongan batas, dan titik-titik persimpangan dengan jalan trail dan jalan mobil, (2) Tanda batas blok berupa plat seng ukuran 30 cm x 50 cm yang berisi informasi tentang nomor pal tanda batas, titik kordinat pal batas, jenis blok, (3) Pemasangan tanda batas blok pada sisi pohon yang mengarah ke dalam blok yang dimaksud. Sebagai contoh, penulisan kode pada tanda batas blok adalah sebagai berikut: Blok perlindungan (Plat seng diberi cat dengan warna merah, kode yang digunakan Bpl); Blok pemberdayaan masyarakat (Plat seng diberi cat dengan warna kuning, kode yang digunakan Bpm); Blok pemanfaatan (Plat seng diberi cat dengan warna ungu, kode yang digunakan BPI); Blok khusus (Plat seng diberi cat dengan warna hijau, kode yang digunakan BPK; Blok Rehabilitasi (Plat seng diberi cat dengan warna biru. Inisial/kode yang digunakan Bre; Blok Wisata dan Pendidikan (Plat seng diberi cat dengan warna putih. Inisial/kode 80
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
yang digunakan BWP) (4) Tulisan untuk tanda batas menggunakan warna hitam, dan (5) Pemberian nomor dibuat secara berurutan sesuai dengan hasil pengukuran pada jarak tertentu. h. Pembagian Blok dilakukan pada wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong berdasarkan fungsi Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas, yang dibagi menjadi 5 blok sebagaimana disajikan pada Tabel 15. Pembagian blok pada kawasan KPHL Model mengikuti fungsi hutan yang ada, kemudian disesuaikan dengan peta peta lain seperti kelerengan, peta tutupan lahan, dan peta lainnya yang relevan serta mempertimbangkan draft Tata Ruang Propinsi Papua Barat. Pembagian Blok masih akan mempertimbangkan hasil konsultasi publik sebelum ditetapkan oleh kepala KPHL dan disosialisasikan kepada para pihak.
Rencana pembagian Blok dan rencana kegiatan di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong disajikan pada Tabel 22, Gambar 17 dan Gambar 18. Tabel
22Pembagian Blok sesuai dengan fungsi hutan pada areal KPHL Model Remu Kota Sorong Kawasan Hutan
Pembagian Blok
HL
Luas (Ha)
HPT
Blok-Blok di Hutan Lindung HL-BLOK JASA LINGKUNGAN
4.200
4.200
HL-BLOK PEMANFAATAN
1.400
1.400
981
HL-BLOK PEMBERDAYAAN
981
Blok-Blok di Hutan Produksi 4.095
HP-BLOK PEMANFAATAN HP-BLOK PEMBERDAYAAN Luas (Ha)
6.581
4.095
1.188
1.188
5.283
11.864
Sumber : Laporan Penyusunan Tata Hutan KPHL Model Remu Kota Sorong
Tabel 23 Pembagian Blok dan Rencana Kegiatan pada Areal KPHL Model Remu Kota Sorong Rencana Kegiatan pada Areal KPHL Remu Kawasan Hutan/ Blok KPHL/ Penutupan Lahan HL HL-BLOK JASA
Hasil Hutan Bukan Kayu
Pemanfaata n Air
Penyimpana n Karbon
Rehabilitas i
1.661
2.891
2.029
1.661
2.539
Luas (Ha) 6.581 4.200
81
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Rencana Kegiatan pada Areal KPHL Remu Kawasan Hutan/ Blok KPHL/ Penutupan Lahan
Hasil Hutan Bukan Kayu
Pemanfaata n Air
Penyimpana n Karbon
1.661
1.759
Rehabilitas i
Luas (Ha)
LINGKUNGAN Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer
3.420
73
73
Pertanian Lahan Kering
707
707
HL-BLOK PEMANFAATAN
352
Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer
1.048
1.400
477
477
280
280
Pertanian Lahan Kering
275
275
Pertanian Lahan Kering Campur Semak / Belukar
296
296
72
72 981
981
Permukiman
350
350
Pertanian Lahan Kering
579
579
52
52
HL-BLOK PEMBERDAYAAN
Pertanian Lahan Kering Campur HPT
5.171
112
5.283
HP-BLOK PEMANFAATAN
4.095
4.095
Hutan Lahan Kering Sekunder HP-BLOK PEMBERDAYAAN
4.095
4.095
Hutan Lahan Kering Sekunder Permukiman Pertanian Lahan Kering Campur Luas (Ha)
1.076
112
1.188
48
112
160
189
189
839
839
5.171
1.661
3.003
2.029
11.864
82
Rencana Kegiatan pada KPHL
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Rehabilitasi
2,029
Jasa Lingkungan Karbon
3,003
Jasa Lingkungan Air
1,661
Hasil Hutan Bukan Kayu
5,171
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Luas (Ha)
Gambar 17 Luas Kegiatan pada Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong
Gambar 17 menunjukkan bahwa kegiatan pada wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong berupa pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) paling luas dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya. Luasan kegiatan setelah HHBK menurut luasannya adalah jasa lingkungan karbon, rehabilitasi, dan jasa lingkungan air. 6,000
5,171
Luas (Ha)
5,000 4,000
2,891
3,000 2,000
2,029
1,661
1,000
112
Jasa Lingkungan Jasa Lingkungan Air Karbon
Rehabilitasi
Hasil Hutan Bukan Kayu
HL
Jasa Lingkungan Karbon HPT
Kegiatan pada KPHL Model Remu
Gambar 18Luas Kegiatan Pemanfaatan Menurut Fungsi Kawasan Hutan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong Pemanfaatan/pemungutan HHBK diselenggarakan di kawasan HPT (Gambar 19). Jenis-jenis HHBK yang ditemui pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa 83
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
sebagian besar sesuai dengan HHBK golongan nabati berdasarkan Permenhut No. P35/MENHUT-II/2007. Jenis HHBK yang potensial untuk dimanfaatkan umumnya merupakan golongan obat, tanaman hias, minyak lemak, pati dan buah, tanin, palem serta mintak atsiri. HHBK berpotensi obat sering digunakan oleh penduduk setempat sebagai obat-obat tradisional, sehingga penduduk setempat dinilai memiliki pengetahuan yang luas dalam penggunaan tumbuhan dan hewan sebagai bahan untuk pengobatan untuk suatu penyakit. Sampai saat ini belum ada kajian yang mendalam di dalam areal KPHL Model Remu Kota Sorong terkait dengan identifikasi dan potensi pengembangan HHBK tersebut. Namun demikian sebagai informasi awal Tukede (2013) menyebutkan bahwa jumlah jenis tumbuhan obat di wilayah Papua Barat yang telah teridentifikasi jenisnya mencapai 44 jenis dari 28 famili, diantaranya adalah Alstonia scholaris, Carica
papaya L., Psidium guajava, Cinamomum culilawan, dan Laportea sp.Pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan ini dapat secara langsung maupun tidak langsung. Jenis tumbuhan yang digunakan secara langsung, yaitu bagian tumbuhan diambil langsung dimanfaatkan misalnya Giawas (Psidium guajava), Umetia (Baringtonia
asiatica). Sedangkan tumbuhan yang dimanfaatkan secara tak langsung yaitu dengan cara direbus. Adapula yang dipanaskan diatas api lalu dioleskan dengan minyak kelapa kemudian di letakan pada bagian yang sakit. Penggunaan tumbuhan sebagai obat masih sangat sederhana, yaitu digunakan dalam bentuk tunggal dan gabungan lebih dari satu jenis secara bersama-sama.Besarnya potensi tumbuhan sebagai bahan baku obat tradisional tersebut, maka pengembangan HHBK tumbuhan obat menjadi industri obat tradisional layak dikembangkan. Untuk membangun sistem industri obat tradisional di tahap awal dapat dilakukan dalam skala kecil terlebih dahulu. Adapun sistem industri obat tradisional meliputi subsistem budidaya tanaman obat, subsistem pengolahan pasca panen, subsistempemasaran obat herbal. Keseluruhan dari sistem pengendalian kebijakan didesain untuk pencapaiancustomer satisfaction. HHBK yang dimanfaatkan masyarakat dibagi menjadi 2 kategori
yaitu : (a)
produktif, yakni yang dapat diperjualbelikan di pasar, dan (b) konsumtif, yakni yang dikonsumsi sendiri dan tidak dijual. Berdasarkan keterlibatan dalam proses pemasaran lembaga pemasaran untuk setiap jenis HHBK berbeda, tetapi dapat 84
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
dikategorikan menjadi : Pengumpul/petani, Pedagang Pengumpul, Pedagang Besar, Pengencer, dan Konsumen Akhir.
Gambar 19 Rencana Blok Pemanfaatan/Pemungutan HHBK di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong Jenis kegiatan jasa lingkungan karbon dilakukan di wilayah daratan dan kepulauan yang ada di dalam areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong (Gambar 20). Ketentuan tentang pemanfaatan karbon di hutan lindung mengacu kepada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.20/Menhut-II/2012 Tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan nomor :
P.36/Menhut-II/2009
tentang
Tata
Cara
Perijinan
Usaha
Pemanfaatan
Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan 85
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Lindung. Kegiatan karbon hutan di hutan lindung dapat berupa penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, yang terdiri atas: (1) Pembibitan, penanaman, pemeliharaan hutan dan lahan yang menerapkan prinsip pengelolaan lestari; (2) Perlindungan keanekaragaman hayati; (3) Pengelolaan hutan lindung lestari; Pemrakarsa
mengajukan
permohonan
tertulis
pelaksanaan
demonstration
activities kepada Menteri, dengan melampirkan : (1) Rancangan demonstration activities yang materinya antara lain status dan lokasi berikut peta lokasi calon areal, bentuk dan jangka waktu kerja sama, perkiraan nilai kegiatan, dan manajemen resiko. (2) Dalam hal pemrakarsa adalah perorangan yang pembiayaannya bersumber dari dana sendiri (swadana), maka pemrakarsa wajib melampirkan surat pernyataan
kesediaan
untuk
membiayai
pelaksanaan
demonstration
activities. (3) Dalam hal pemrakarsa bekerja sama dengan mitra dan seluruh atau sebagian pembiayaannya bersumber dari mitra, maka pemrakarsa wajib melampirkan dokumen kerja sama Dalam rangka meningkatkan potensi pertambahan karbon hutan, pemegang izin penyelenggaraan karbon hutan wajib menjaga potensi hutan yang ada di areal kerjanya dari kerusakan hutan, kebakaran hutan, perambahan hutan, dan tidak melakukan pemanenan hutan secara berlebihan, serta melakukan pengelolaan hutan secara lestari. Dalam rangka pengembangan jasa lingkungan karbon di hutan lindung, pengelola KPHL perlu melakukan beberapa kegiatan, diantaranya adalah : (1) Menentukan kembali luas areal yang akan diusulkan untuk pemanfaatan jasa lingkungan karbon; (2) Menentukan kajian untuk menentukan potensi karbon yang ada di dalam kawasan yang diusulkan untuk penyerapan karbon; (3) Mempersiapkan
dokumen-dokumen
yang
diperlukan
dalam
rangka
pemanfaatan jasa karbon di hutan lindung sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 86
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Pemanfaatan jasa lingkungan karbon dimungkinkan dilakukan melalui keerjasama dengan pihak pengembang perdagangan karbon. Kerjasama ini menjadi pilihan apabila pengelola KPHL belum memiliki sumberdaya dan dana yang cukup dan memadai. Oleh karena itu di dalam kurun waktu awal pembentukan KPHL Model Remu Kota Sorong pemanfaatan jasa lingkungan karbon difokuskan pada proses persiapan (readiness phase) sekaligus proses pembelajaran pemanfaatan jasa lingkungan karbon.
Gambar 20 Rencana Blok Pemanfaatan/Pemungutan Jasa Lingkungan Karbon di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong Arahan kegiatan pemanfaatan di dalam areal KPHL Model Remu Kota Sorong lainnya adalah jasa lingkungan air dengan rencana lokasi disajikan pada Gambar 87
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
21. Jasa lingkungan air yang dihasilkan dari kawasan hutan di dalam areal KPHL Model Remu Kota Sorong memiliki nilai penting dalam penyediaan air bersih bagi penduduk di Kota Sorong, dimana kawasan hutan tersebut menjadi daerah resapan air yang penting dalam melayani kebutuhan air penduduk di bagian hilirnya. Aliran air tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, rumah tangga, pertanian, industri, transportasi laut, dan sebagainya. Bahkan dengan berkembangnya kegiatan perekonomian di Kota Sorong seiring dengan dijadikannya Sorong sebagai pusat kegiatan nasional, maka diperkirakan kebutuhan air bersih akan meningkat. Peluang untuk pengembangan jasa lingkungan air diperkirakan lebih cepat untuk diimplementasikan sebagai kegiatan usaha unggulan bagi KPHL Model Remu Kota Sorong. Untuk itu di dalam pemanfaatan jasa lingkungan air yang berasal dari kawasan hutan KPHL Model Remu Kota Sorong perlu dilakukan beberapa program berupa : a) Melakukan inventarisasi potensi sumberdaya air di dalam kawasan hutan KPHL Model Remu Kota Sorong dan menyusun rencana bisnis pemanfaatan jasa lingkungan air; b) Menyusun rancangan kebijakan Pemerintah Kota Sorong dalam pengaturan pemanfaatan jasa lingkungan air yang berasal dari kawasan hutan KPHL Model Remu Kota Sorong; c) Menetapkan peta daerah tangkapan air untuk setiap titik sumber mata air di dalam kawasan hutan KPHL Model Remu Kota Sorong; d) Menginventarisir dan memetakan kelompok-kelompok pengguna air dari setiap titik sumber air yang berasal dari kawasan hutan KPHL Model Remu Kota Sorong; e) Melakukan negosiasi dan kerjasama pemanfaatan sumber air yang berasal dari kawasan hutan KPHL Model Remu Kota Sorong dengan kelompokkelompok pengguna untuk mengimplementasikan model pembayaran jasa lingkungan air antara Manajemen KPHL Model Remu Kota Sorong dengan kelompok pengguna air. Dalam hal ini ditentukan kesepakatan besarnya dana kontribusi/kompensasi dari pengguna air kepada pengelola kawasan hutan (KPHL Model Remu Kota Sorong) untuk membiayai upaya-upaya
88
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
konservasi ekosistem hutan yang menjadi daerah resapan air dari air dan aliran air yang digunakan oleh pengguna air. f) Membangun unit/instalasi pengolahan air bersih, diantaranya dengan membangun pabrik air minum dalam kemasan (AMDK). Di tahap awal untuk meningkatkan hasil pemasaran AMDK, pengelola diharapkan dapat memasok kebutuhan AMDK di kantor-kantor instansi Pemerintah Kota Sorong selain dijual ke pasar.
Gambar 21 Rencana Blok Jasa Lingkungan Air di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong
89
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Blok Rehabilitasi di dalam areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong disajikan pada Gambar 22. Adapun uraian detil rencana kegiatan rehabilitasi yang akan dilakukan
disampaikan
pada
Sub
Bab
5.5
yang
membahas
tentang
penyelenggaraan rehabilitasi. Blok-blok tersebut diatas selanjutnya akan menjadi “kelas-kelas hutan” sesuai dengan arahan pengelolaan ke depan, dan jabaran “kelas hutan” tersebut akan dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan “kelas perusahaan” dari suatu KPHL pada saat menyusun Rencana Pengelolaan Hutan.Penetapan blok pada KPHL tersebut tidak bersifat permanen, karena akan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan kebutuhan pengelolaan kawasan KPHL, kondisi potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem, dan kepentingan interaksi dengan masyarakat. Dengan demikian minimal tiga sampai lima tahun sekali akan ada kajian/review terhadap perkembangan dan efektivitas penataan blok pada kawasan KPHL. Sehingga jika dikemudian hari ditemukan adanya situs budaya, situs keagamaan, dan situs lain yang memiliki nilai sejarah penting bagi masyarakat adat, maka akan dilakukan penyesuaian atau akan dibuat blok khusus lainnya.
90
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Gambar22 Rencana Blok Rehabilitasi di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong b.
Pembagian petak.
Pembagian petak di KPHL Model Remu Kota Sorong ini sudah memperhatikan (1) Produktivitas dan potensi areal/lahan, (2) Keberadaan kawasan lindung seperti: resapan air,
Sempadan sungai,
dan Kawasan sekitar mata air,
dan (3)
Rancangan areal yang direncanakan, antara lain: areal pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, areal rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta areal pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan Pembagian petak dilakukan setelah Blok ditentukan dan dengan mempertimbangkan kondisi pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang ada dalam wilayah KPHL. Pada Blok di wilayah KPHL Model
Sorong yang telah ada ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan 91
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
kawasan hutan,
pembagian petak dilakukan oleh pemegang ijin. Pada blok di
wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong yang tidak ada ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, terlebih dahulu dilakukan identifikasi sebagai berikut : (1) Areal dalam Blok yang telah ada pemukiman masyarakat. Pada areal ini tidak dilakukan pembagian ke dalam petak, namun diberi identifikasi khusus untuk memperoleh arahan penanganan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, (2) Areal dalam Blok selain areal pemukiman, Pada areal ini yang akan dilakukan pembagian petak sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada, serta dengan memperhatikan arahan pengelolaan hutan jangka panjang yang telah disusun. 5.1.3. Tata Batas Dalam Wilayah KPHL Berupa Penataan Batas Blok dan Petak Penataan batas blok dalam wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong dilaksanakan untuk memberi kepastian hukum dan termasuk kedalam areal yang direncanakan dan dikelola.
Tahapan kegiatan penataan batas blok dan petak terdiri atas:
Persiapan peta penataan batas, berdasarkan hasil pembagian blok dan petak yang telah dilaksanakan serta dipetakan; Penyiapan trayek-trayek batas; Pelaksanaan penataan batas berdasarkan trayek batas; dan Penyajian peta tata batas dalam wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong, berdasarkan hasil penataan batas. 5.1.4. Pemetaan Berdasarkan kegiatan inventarisasi hutan, pembagian blok dan petak serta penataan batas wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong
kemudian dilanjutkan
pemetaan. Unsur-unsur yang dipetakan meliputi: (1) Batas wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong, (2) Pembagian Blok dan petak di dalam KPHL Model Remu Kota Sorong, dan (3) Skala 1 : 25.000. Selain itu peta-peta tematik yang digunakan dalam Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan turut dipetakan.
5. 2. Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu Luas areal wilayah tertentu pada areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong + 9.695 Ha, terdiri dari HL + 5.600 Ha (blok jasling HL + 4.200 Ha dan blok 92
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
pemanfaatan HL + 1.400 Ha) dan HPT + 4.095 Ha (blok pemanfaatan HP). Wilayah tertentu antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada di luar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan (Peraturan Menteri Kehutanan Republik IndonesiaNomor : P.47/MENHUT-II/2013TentangPedoman, Kriteria Dan Standar Pemanfaatan Hutan Di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi). Kriteria lahan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu tidak ada rencana investasi lain dan layak diusahakan. Berdasarkan Permenhut tersebut jenis-jenis pemanfaatan dan kegiatan usaha di wilayah tertentu disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Jenis Pemanfaatan dan Kegiatan Usaha di Wilayah Tertentu Pemanfaatan Wilayah Tertentu Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Kawasan Hutan Hutan Lindung Hutan Produksi Pemanfaatan Kegiatan Usaha Pemanfaatan Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa a) Pemanfaatan Pemanfaatan Jasa a) Pemanfaatan Lingkungan aliran air; Lingkungan aliran air; b) Pemanfaatan b) Pemanfaatan air; air; c) Wisata alam; c) Wisata alam; d) Perlindungan d) Perlindungan keanekaragama keanekaragama n hayati; n hayati; e) Penyelamatan e) Penyelamatan dan dan perlindungan perlindungan lingkungan; lingkungan; atau atau f)
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
-
Penyerapan dan atau penyimpan karbon.
-
f)
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
Penyerapan dan atau penyimpan karbon.
1. Kegiatan pemanfaatan rotan, sagu, nipah dan bambu, meliputi kegiatan: penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil. 2.Kegiatan pemanfaatan getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi
93
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Pemanfaatan Wilayah Tertentu
Kawasan Hutan Hutan Lindung Hutan Produksi Pemanfaatan Kegiatan Usaha Pemanfaatan Kegiatan Usaha kegiatan: pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Sumber : Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.47/MENHUT-II/2013 Tentang Pedoman, Kriteria Dan Standar Pemanfaatan Hutan Di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
Pemanfaatan kawasan hutan lindung dan hutan produksi pada wilayah tertentu di areal KPHL Model Remu Kota Sorong masing-masing disajikan pada Tabel 17 dan Tabel 25.
Tabel 25 Pemanfaatan Hutan Lindung pada Wilayah Tertentu di Areal KPHL Model Remu Kota Sorong
Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu
HL-BLOK JASA LINGKUNGAN
Rencana Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Rehabilitasi untuk Pemanfaatan Penyimpanan Pemanfaata Air Karbon n Air / Penyimpana n Karbon 1.661
HL-BLOK PEMANFAATAN Luas (Ha)
1.661
2.539
Luas (Ha)
4.200
352
1.048
1.400
2.891
1.048
5.600
94
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Tabel 26 Pemanfaatan Hutan Produksi pada Wilayah Tertentu di Areal KPHL Model Remu Kota Sorong Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu
Rencana Kegiatan Pemanfaatan HHBK Hasil Hutan Bukan Penyimpanan Karbon Kayu
HP-BLOK PEMANFAATAN Luas (Ha)
Luas (Ha)
4.095
-
4.095
4.095
-
4.095
5. 3. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering,
and sustainable.Pelaksanaan kegiatan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong senantiasa melibatkan peranserta masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitara areal kerja. Paradigma pemberdayaan (empowerment) adalah pemberian kesempatan kerja kelompok untuk merencanakan kemudian melaksanakan program pembangunan yang mereka pilih sendiri. Maksud dari pemberdayaan itu adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian kelompok. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur utama/dasar yang memungkinkan suatu masyarakat itu dapat bertahan dan mengembangkan diri dalam mencapai tujuan. Proses pemberdayaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Secara individual 2. Secara kolektif/kelompok.Proses pemberdayan dengan pendekatan individual akan lebih lambat berkembang dan cakupannya lebih sempit dibanding dengan pendekatan secara kolektif dan kelompok. Hal ini disebabkan karena didalam kelompok terjadi proses interaksi yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas. Disamping itu pula perubahan pola pikir masyarakat lokal melalui aktifitas individu biasanya lebih lambat dibanding dengan masyarakat yang aktif dalam kegiatan 95
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
kelompok. Demikian pula penerapan inovasi baru melalui aktifitas kelompok akan lebih cepat dan lebih meluas dibanding jika disampaikan melalui pendekatan individu. Ikatan dalam kelompok terbentuk karena adanya pandangan dan kebutuhan yang sama yang hendak dicapai.Untuk memperkuat kesadaran dan solidaritas maka kelompok harus menumbuhkan identitas seragam dalam mengenali kepentingan dan tujuan mereka bersama. Bila anggota kelompok belum seragam mengenali kepentingan dan tujuan bersama yang hendak dicapai bahkan sering samar, tidak jelas atau tidak diketahui maka kelompok itu tidak dinamis bahkan lambat laun akan bubar dengan sendirinya. Beberapa kegiatan yang direncanakan dalam pemberdayaan masyarakat di areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong melalui rencana pengembangan HKm adalah sebagai berikut : 1) Penyelenggaraan Pelatihan Dan Keterampilan Bagi Masyarakat Dalam Pengelolaan Potensi Sumberdaya Hutan Berkelanjutan. Potensi sumberdaya hutan yang akan dimanfaatkan senantiasa melibatkan masyarakat. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
mengelola
potensi
sumberdaya
hutan
tersebut,
maka
perlu
ketrampilannya perlu ditingkatkan. Pelatihan-pelatihan bagi masyarakat diselenggarakan secara spesifik untuk setiap jenis kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan.
2) Pengembangan Potensi Ekonomi Kreatif Masyarakat yang Bernilai Tinggi Potensi ekonomi kreatif yang berkembang di tengah masyarakat dan memiliki nilai ekonomi tinggi akan dikembangkan sebagai upaya peningkatan nilai tambah produk dan jasa tersebut. Beberapa bentuk produk dan jasa yang tumbuh dari kearifan lokal akan dicoba dikembangkan, diantaranya adalah potensi biofarmaka yang berkembang sejak lama di tengah masyarakat. 3) Pengembangan Sentra Produksi Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang Benilai Ekonomi Tinggi Hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dihasilkan dari wilayah kerja KPHL Model Remu akan diusahakan untuk dapat dipasarkan setelah melalui proses 96
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
pengolahan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan nilai produknya di pasar. Di dalam tahap awal pengembangan sentra industri HHBK perlu didukung oleh kerjasama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Di dalam tahap awal, kerjasama pengembangan sentra HHBK dapat dilakukan dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Lokasi rencana pengembangan HKm adalah pada blok pemberdayaan HL seluas + 981 Ha dan pada blok pemberdayaan HP seluas + 1.188 Ha, dengan demikian luas areal rencana pengembangan HKm pada wilayah kerja KPHL Remu Kota Sorong adalah + 2.169 Ha.
5. 4. Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) Pada Areal KPHL Yang Telah Ada Ijin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutannya Di dalam areal KPHL Model Remu Kota Sorong sampai saat ini tidak ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, sehingga tidak ada rencana kegiatan
pembinaaan
dan
pemantauan
terhadap
ijin
pemanfaatan
dan
penggunaan kawasan hutan. 5. 5. Penyelenggaraan Rehabilitasi Pada Areal Di Luar Izin Kegiatan utama didalam rencana pemulihan hutan dan lahan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan
vegetatif
baik
diluar
kawasan
maupun
didalam
kawasan.Didalam rencana pemulihan hutan dan lahan dengan kegiatan vegetatif pada prinsipnya terbagi pertama kegiatan reboisasi dan atau pengkayaan tanaman pada kawasan hutan baik Hutan Lindung, Hutan Konservasi maupun Hutan Produksi, kedua kegiatan penghijauan dan atau pengkayaan tanaman pada kawasan lindung diluar hutan maupun kawasan budidaya.Rencana pemulihan hutan dan lahan di areal KPHL Model Remu Kota Sorong ditujukan untuk : 1) Pemulihan Hutan Lindung diarahkan guna memulihkan fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan memulihkan kesuburan tanah termasuk didalamnya sebagai pengatur tata air. Didalam pemulihan Hutan Lindung supaya dapat mengembalikan lagi fungsi Hutan Lindung yang ada, 97
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
maka jenis tanaman yang digunakan dalam reboisasi maupun pengkayaan adalah jenis-jenis dengan ciri berdaun panjang, mempunyai perakaran dalam dan tingkat evapotranspirasi rendah dan menghasilkan getah, kulit dan buah. 2) Pemulihan Hutan Produksi diarahkan guna memulihkan fungsi pokok Hutan Produksi yakni untuk meningkatkan produktifitas kawasan Hutan Produksi. Didalam pemulihan Hutan Produksi supaya dapat memulihkan kembali produktifitas kawasan Hutan Produksi yang ada, maka jenis tanaman yang digunakan dalam reboisasi maupun pengkayaan tanaman adalah jenis dengan ciri-ciri yang mempunyai pertumbuhan cepat, nilai komersialnya tinggi, teknik silvikultur-nya telah dikuasai, mudah pengadaan benih dan bibit yang berkualitas, diorientasikan sesuai dengan kebutuhan pasar.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan khususnya pada kawasan KPHL, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sistem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degradasi fungsi hutan dan lahan. Kegiatan RHL di areal kerja KPHL Remu Kota Sorong selama 10 tahun dilakukan di kawasan hutan lindung seluas +2.209 ha (Gambar 17), yaitu pada blok pemanfaatan HL seluas + 1.048 Ha dan pada blok pemberdayaan HL seluas + 981 Ha. Kegiatan pemulihan hutan tersebut dinilai cukup berat karena penutupan lahannya menunjukkan telah terjadinya pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya, seperti pertanian lahan kering, pertanian lahan lahan kering campur dan permukiman. Dengan penutupan lahan seperti itu, maka di dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi harus melibatkan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan. Rehabilitasi di hutan lindung terutama difokuskan pada pemulihan ekosistem hutan tersebut sebagai regulator tata air dan perlindungan tanah (lahan).
98
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Rehabilitasi
HL
Pertanian Lahan Kering Campur
348
Pertanian Lahan Kering
853
Permukiman
350
Hutan Lahan Kering Sekunder
477
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Gambar 23.Luas Rencana Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong
Rehabilitasi hutan dan lahan akan diimplementasikan pada blok yang mengalami deforestasi dan degradasi fungsi hutan dan lahannya. Sistem RHL yang akan dilaksanakan dapat dicirikan oleh komponen sebagai berikut: (1) komponen obyek rehabilitasi hutan dan lahan, (2) komponen teknologi, dan (3) komponen institusi. Dasar aturan yang dijadikan sebagai pedoman penyelenggaran RHL adalah: a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2000 yang kemudian diperbaharui dengan PP Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. c.
Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS.
d. Permenhut Nomor P.1/Menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan Perbenihan tanaman Hutan.
99
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
e. Permenhut Nomor P.35/Menhut-II/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kehutanan
Nomor
P.32/Menhut-II/2009
tentang
Tata
Cara
Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS. f. Permenhut Nomor P.37/Menhut-V/2010 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. g. Permenhut Nomor P.59/Menhut-II/2011 tentang Hutan Tanaman Hasil Reboisasi. h. Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.14/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2012. i. Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor : P.9/Menhut-II/2013
tentang Tata
Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung dan Pemberian Insentif Kegiatan rehabilitasi Hutan dan Lahan;
Landasan hukum terhadap kegiatan perbenihan (untuk memenuhi kebutuhan bibit yang baik dan berkualitas untuk kegiatan rehabilitasi) adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang No.12 tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman 2. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun1995 tentang Perbenian Tanaman 3. Peraturan
Menteri
kehutanan
No.
P.01/Menhut-II/2009
tentang
Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.72/Menhut-II/2009. 4. Permenhut No. 03/MENHUT-V/2004 tentang Pedoman pembuatan tanaman reboisasi Hutan Lindung.dan Hutan Produksi GNRHL 5. Permenhut No. P.10/Menhut-V/2007 tentang Perbenihan Tanaman Hutan 6. Peraturan Dirjen RLPS No. P.05/V-SET/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Standar Sumber Benih 7. Pedoman teknis perbanyakan vegetatif yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan; 8. Pedoman teknis sarat-sarat pohon induk yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan;
100
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Standar perbenihan yang dijadikan sebagai pedoman pengelola KPHL Model adalah adalah: 1. SNI 01-5006.14-2003. Sumber benih pohon hutan 2. SNI 7514-2008 Pengumpulan buah tanaman hutan 3. SNI 7514-2008. Pengumpulan buah tanaman hutan. 4. SNI 01-7135-2005. Sumber benih jati (Tectona grandis.Linn f.) 5. SNI 01-5006.1-2006: Mutu bibit: Bagian 1: Mangium. Ampupu. Gmelina. Sengon. Tusam. Meranti. Tengkawang; 6. SNI 01-7138-2005 tentang Mutu bibit jati (Tectona grandis Linn f.) 7. SNI 01-5006.12-2003. Tanaman Kehutanan-Bagian 12: Penanganan benih generatif pohon hutan. 8. SNI 01-7497-2008. Penanganan benih dan bibit cendana (Santalum album L.). 9. SNI 7516-2008. Dokumentasi benih dan bibit tanaman hutan. Istilah dan
definisi. 10. SNI 7628.2:2010 Uji benih tanaman hutan - Pengambilan contoh 11. SNI 7628.1:2010 Uji benih tanaman hutan - Istilah dan definisi. 12. SNI 7628.2:2010 Uji benih tanaman hutan - Pengambilan contoh 13. SNI 7628.3:2010 Uji benih tanaman hutan - Analisis kemurnian 14. SNI 7516-2008.Dokumentasi benih dan bibit tanaman hutan 15. SNI 7628.4:2010 Uji benih tanaman hutan - Penentuan berat. 16. SNI 7516-2008.Dokumentasi benih dan bibit tanaman hutan 17. SNI 7628.1:2010.Uji benih tanaman hutan - Istilah dan definisi. 18. SNI 7628.2:2010.Uji benih tanaman hutan - Pengambilan contoh 19. SNI 7628.6:2010.Uji benih tanaman hutan - Daya berkecambah 20. SNI 7628.5:2010 Uji benih tanaman hutan - Penentuan kadar air 21. SNI 01-5006.4-2001. Mutu benih mahoni daun lebar 22. SNI 01-5006.5-2001. Mutu benih tusam 23. SNI 01-5006.6-2001. Mutu benih sengon 24. SNI 01-5006.8-2002. Cara uji mutu fisik dan fisiologis benih gmelina 25. SNI 01-5006.9-2002. Cara uji mutu fisik dan fisiologis benih ampupu 26. SNI 01-5006.10-2002. Cara uji mutu fisik dan fisiologis benih leda 27. SNI 01-5006.11-2002. Cara uji mutu fisik dan fisiologis benih akasia 101
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
28. SNI 01-7223.-2006. Cara uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon 29. SNI 7516-2008. Dokumentasi benih dan bibit tanaman hutan 30. SNI 01-5006.4-2001. Mutu benih mahoni daun lebar 31. SNI 01-5006.5-2001. Mutu benih tusam 32. SNI 01-5006.6-2001. Mutu benih sengon 33. SNI 01-5006.8-2002. Cara uji mutu fisik dan fisiologi benih gmelina 34. SNI 01-5006.9-2002. Cara uji mutu fisik dan fisiologi benih ampupu 35. SNI 01-5006.10-2002. Cara uji mutu fisik dan fisiologi benih leda 36. SNI 01-5006.11-2002. Cara uji mutu fisik dan fisiologi benih akasia 37. SNI 01-7136-2005. Mutu fisik dan fisiologis benih jati (Tectona grandis Linn.f); 38. SNI 01-5006.13-2003: Penanganan bibit melalui pembiakan generatif (biji); 39. SNI 01-7139-2005: Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn f.); 40. SNI 01-7200-2006: Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn f.) dengan perbanyakan stek pucuk; 41. SNI 01-7199-2006: Penanganan bibit mangium (Acacia mangium) dengan perbanyakan generatif (biji); 42. SNI
01-7202-2006:
Penanganan
bibit
meranti
(Shorea
spp.)
dengan
perbanyakan generatif (biji); 43. SNI 01-5006.1-2006: Mutu bibit: Bagian 1: Mangium, Ampupu, Gmelina, Sengon, Tusam, Meranti, Tengkawang; 44. SNI 01-7138-2005 tentang Mutu bibit jati (Tectona grandis Linn f.) 45. SNI 7516-2008. Dokumentasi benih dan bibit tanaman hutan 46. SNI 01-5006.3-1999: Pembuatan persemaian permanen tanaman hutan; 47. SNI 01-5006.12-2003: Penanganan benih generatif pohon hutan 48. SNI 01-5006.13-2003: Penanganan bibit melalui pembiakan generatif
Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang mengalami proses kerusakan fisik. kimia dan biologi karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya. yang akhirnya membahayakan fungsi hidroorologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dan daerah lingkungan pengaruhnya. Menurut Permen Kehutanan RI No.P. 14 Tahun 2012, Rehabilitasi Hutan dan Lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatan fungsi hutan dan lahan 102
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem kehidupan tetap terjaga. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan diselenggarakan melalui kegiatan Reboisasi, Penghijauan, Pemeliharaan, Pengayaan tanaman, atau Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif.
Upaya untuk mencegah terjadinya perluasan kerusakan kawasan pada setiap Blok, maka terlebih dahulu diperlukan pembagian tingkatan kekritisan pada masingmasing Blok untuk mempermudah pelaksanaan rehabilitasi berdasarkan tingkat kekritisannya. Dengan pembagian tingkat kekritisan, maka akan diketahui lahan yang akan di rehabilitasi. Areal rencana rehabilitasi lahan kritis berada di Hutan Lindung dengan tingkat kekritisan lahan dan penutupan lahannya disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Kekritisan Lahan dan Penutupan Lahan di Blok Rehabilitasi Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong Tingkat Kekritisan Lahan Penutupan Lahan Hutan Lahan Kering Sekunder Pemukiman
Agak Kritis
131
Kritis
136
Potensial Kritis 477 82
Luas (Ha) 477 350
Pertanian Lahan Kering
439
87
328
853
Pertanian Lahan Kering Campur Luas (Ha)
76
95
177
348
646
318
1.064
2.029
Tabel 27 menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi untuk 10 tahun pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong berada di kawasan hutan lindung dengan luas mencapai 2.029 ha. Upaya rehabilitasi lebih difokuskan pada rehabilitasi secara vegetatif dengan tujuan pokok memulihkan kondisi ekosistem hutan/lahan yang telah mengalami kekritisan, sehingga fungsi hutannya dalam perlindungan ekosistem wilayah khususnya tata air dan tanah (hidroorologis) dapat berjalan 103
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
kembali. Prioritas pelaksanaan RHL selama 10 dilakukan didasarkan atas tingkat kekritisn lahan, dimana Prioritas I (2015-2019) dilakukan pada lahan dengan tingkat kekritisan agak kritis dan kritis; serta Prioritas II (2020-2024) dilakukan pada lahan dengan tingkat kekritisan potensial kritis sebagaimana disajikan pada Tabel 28 dan Gambar 24. Tabel 28.
Prioritas Kegiatan Rehabilitasi di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong
Arahan Pemanfaatan/ Kekritisan Lahan/ Penutupan Lahan HL-BLOK PEMANFAATAN
Prioritas Rehabilitasi PRIORITAS 2015-2019
PRIORITAS 2020-2024
Luas (Ha)
172
876
1.048
76
Agak Kritis
76
76
76
95
95
Pertanian Lahan Kering
0
0
Pertanian Lahan Kering Campur
95
95
Pertanian Lahan Kering Campur Kritis
876
876
Hutan Lahan Kering Sekunder
477
477
Pertanian Lahan Kering
274
274
Pertanian Lahan Kering Campur
125
125
188
981
Potensial Kritis
HL-BLOK PEMBERDAYAAN
792 570
570
Pemukiman
131
131
Pertanian Lahan Kering
439
439
222
222
Pemukiman
136
136
Pertanian Lahan Kering
86
86
Agak Kritis
Kritis
Potensial Kritis
188
188
104
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Arahan Pemanfaatan/ Kekritisan Lahan/ Penutupan Lahan
Prioritas Rehabilitasi PRIORITAS 2015-2019
PRIORITAS 2020-2024
Luas (Ha)
Pemukiman
82
82
Pertanian Lahan Kering
54
54
Pertanian Lahan Kering Campur
52
52
Luas (Ha)
964
1.064
2.029
Gambar 24 Peta Prioritas Kegiatan Rehabilitasi di Areal Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong Khusus untuk lahan yang telah digunakan untuk kegiatan pertambangan, terutama galian pasir dan batu yang ada di rencana rehabilitasi maka
105
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
penanganannya harus dilakukan secara lebih komprehensif. Dalam hal ini tidak cukup ditangani dengan revegetasi saja, tetapi perlu dilakukan dengan pendekatan melalui reklamasi yang utuh. Reklamasi secara utuh tersebut harus dilakukan karena kegiatan penambangan galian pasir dan batu sesungguhnya merubah bentang alam. Perubahan bentang alam tentunya mengurangi atau menghilangkan
nilai
manfaat
ekosistem
lahan
hutan
tersebut,
seperti
kemampuannya dalam pengaturan tata air. Hal yang sangat sulit atau bahkan tidak mungkin mengembalikan bentang alam yang telah rusak, tetapi memulihkan kembali nilai manfaatnya dapat dilakukan. Misalnya lahan hutan yang berada di hutan lindung tersebut berfungsi sebagai resapan air, maka ketika bentang alamnya rusak akan mengurangi atau menghilangkan nilai manfaatnya sebagai resapan air. Tentunya kalau tindakan rehabilitasi hanya revegetasi maka akan sulit memulihkan nilai manfaatnya sebagai resapan air. Oleh karenanya pendekatan rekayasa teknologi lingkungan perlu dilakukan, sehingga fungsinya sebagai resapan air bisa dipulihkan. Pendekatan teknologi pemulihan lingkungan tersebut diantaranya dilakukan dengan teknik sipil teknis yang diintegrasikan dengan revegetatif. Sebagai contoh adalah pembangunan bangunan teknis sipil seperti dam penahan, dam pengendali, terasering, embung dan sebagainya dijadikan sebagai usulan teknis sipil dalam kegiatan rehabilitasi. Singkatnya, untuk hutan dan lahan yang mengalami perubahan bentang alam akibat sesuatu kegiatan maka tindakan rehabilitasinya perlu memperhatikan hal-hal berikut ini : a) Rehabilitasi
dilakukan
dalam
kerangka
pemulihan
nilai
ekosistem
(ecosystem values recovery) dari nilai manfaat suatu bentang alam yang telah berubah atau rusak karena sesuatu kegiatan; b) Nilai-nilai manfaat ekosistem yang rusak, terdegradasi, atau hilang diestimasi besaran fungsi dan nilai manfaatnya sebagai pertimbangan dalam menentukan tindakan pemulihan ekosistem yang tepat. Beberapa nilai manfaat ekosistem yang rusak, terdegradasi atau hilang akibat suatu kegiatan yang merubah bentang alam diantaranya adalah nilai manfaat resapan air, habitat spesies tumbuhan dan hewan sebagai sumber biodiversitas, pengaturan iklim mikro, serta perlindungan terhadap resiko bencana khususnya longsor dan banjir; 106
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
c) Kegiatan pemulihan ekosistem hutan/lahan dilakukan dilakukan dengan mengkombinasikan pendekatan vegetatif dan teknik sipil dengan target utamanya
adalah
bagaimana
memulihkan
kembali
nilai-nilai
yang
mengalami gangguan, degradasi dan atau hilang. Dengan terpulihkannya nilai-nilai tersebut melalui rehabilitasi tersebut, maka kawasan tersebut secara fungsional akan kembali memberikan kontribusi nilai-nilai manfaat ekosistem untuk menyangga kebutuhan masyarakat beserta lingkungan hidupnya secara berkelanjutan; Rehabilitasi lahan kritis pada kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong
akan
berdampak positif pada aspek hidrologi, ekologi, ekonomi dan sosial masyarakat. Rehabilitasi lahan kritis memerlukan perencanaan yang matang dari aspek teknologi spesifik lokasi yang akan digunakan, jenis tanaman pilihan, pola budidaya yang akan digunakan, pola pemberdayaan masyarakat setempat, perangkat hukum yang diperlukan untuk membuat gerakan lebih terarah serta mencegah meluasnya lahan kritis baru. Kegiatan rehabilitasi pada hutan produksi ditujukan untuk memulihkan tingkat potensi hutan dalam rangka mendukung industri kehutanan. Dengan kegiatan rehabilitasi yang akan dilakukan pada areal yang kritis dan sangat kritis diharapkan hutan dapat berfungsi dengan baik sesuai peruntukan lahan tersebut dan kerusakan yang terjadi tidak terus meluas yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan produktifitas lahan tersebut. Rencana rehabilitasi hutan dan lahan yang sudah ditetapkan diproyeksikan setiap tahun dan dikelompokkan menjadi: (1) Rencana Pemulihan Hutan dan Lahan, (2) Pengendalian Erosi dan Sedimentasi, dan (3) Pengembangan Sumberdaya Air. Kebijakan dan strategi meliputi (1) Kebijakan pembangunan bidang RHL, (2) Kebijakan pendanaan, dan (3) Kebijakan operasional. Pengembangan kelembagaan RHL ke depan meliputi penyiapan tenaga pelaksana dan pengendalian kegiatan RHL, baik aparat maupun masyarakat, penyiapan organisasi pemerintahan/masyarakat/kelompok tani, penyiapan kelembagaan antar stakeholders, dan perumusan tata hubungan kerja antar unit kerja dan pelaksanaannya. Pengembangan kelembagaan diarahkan kepada organisasi,
107
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
sumberdaya manusia, kewenangan serta tata hubungan kerja dalam setiap dimensi penyelenggaraan program RHL yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta pengendalian. Komponen penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong
meliputi: Perencanaan, Pelaksanaan, Organisasi dan
Pemantauan (monitoring). a. Perencanaan rehabilitasi di areal KPHL. Perencanaan rehabilitasi didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya: (1) Sinkronisasi rencana dengan rencana pengelolaan Daerah Aliran Sungai sebagai kesatuan ekosistem, (2) Perencanaan lokasi rehabilitasi hutan dan lahan diidentifikasi melalui kawasan yang
mengalami
Mempertimbangkan
degradasi
dan
deforestasi
fungsi
lindung,
dan
di
kawasan
produksi,
(4)
KPHL,
(3)
Pertimbangan
karakteristik fisik dan biologis yang terdapat pada kawasan KPHL, dimana Peta kinerja
disusun
berdasarkan
blok-blok
kawasan
rehabilitasi
yang
mencerminkan kondisi fisik, biologis, status dan fungsi kawasan serta rencana penerapan teknologi yang sesuai dengan karakteristik kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong , (5) Teknologi yang dipilih mempertimbangkan ciri dan karakter kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong (fisik, biologis, sosial dan ekonomi), (6) Perencanaan rehabilitasi dibuat oleh tenaga/SDM yang kompeten dalam bidang kehutanan, hidrologi, ekonomi sumberdaya, sosial dan ekologi serta sistem informasi manajemen/geografis, (7) Penyusunan rancangan rehabilitasi telah mempertimbangkan karakter sosial dan budaya masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan KPHL, dan (8) Mengupayakan
adanya
mekanisme
pendanaan
yang
kontinyu
melalui
mekanisme insentif terhadap para pihak. b. Organisasi pelaksana, (1) Pelaksanaan rencana rehabilitasi hutan dan lahan akan didukung dan ditangani oleh tenaga-tenaga teknis fungsional, (2) SDM yang
kompeten
dalam
bidang
monitoring
dan evaluasi serta
dapat
mempertanggungjawabkannya secara publik (public accuntability), dimana organisasi rehabilitasi ini dirancang dengan mengakomodasikan kewenangan pemerintah, pranata sosial dan kelembagaan masyarakat setempat, (3) 108
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Organisasi didesain agar memiliki hubungan dengan para pihak yang terkait serta memiliki mekanisme kerja yang mampu memberikan motivasi dan insentif pada para pihak, (4) pertimbangan
kemampuan
Struktur organisasi RHL disusun dengan
penerapan
teknologi
setempat,
dan
(5)
terbangunnya kelembagaan RHL yang solid, dan (6) membentuk organisasi yang mampu mengatur distribusi manfaat dan biaya. c. Pelaksanaan. Pelaksanaan rencana rehabilitasi hutan dan lahan pada kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong tersebut, terdiri atas: (1) Kegiatan koordinasi dengan
para
pihak
yang
terkait
dengan
KPHL,
(2)
Memanfaatkan
kelembagaan penguasaan hutan dan lahan, (3) Disesuaikan dengan aspirasi stakeholder, (4) Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan telah berbasiskan kepentingan masyarakat sesuai dengan fungsi hutan dan lahan, (5) Teknis pelaksanaanya akan menggunaan kaidah yang melekat pada fungsi blok yang bersangkutan, (6) akan diupayakan tersedianya paket teknologi yang sesuai dengan karakter, status, fungsi dan peruntukan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong, (7) Adanya mekanisme distribusi kompensasi bagi investasi profit yang memberikan dampak positif terhadap kinerja RHL, dan (8) Berusaha meminimalkan terjadinya konflik pelaksanaan RHL diantara para pihak. d. Kegiatan pengendalian: kegiatan yang terkait adalah sebagai berikut: (1) konflik tenurial yang masih dan diprediksi terjadi akan diidentifikasi serta akan diselesaikan secara adil melalui mekanisme kelembagaan yang disepakati oleh para pihak, (3) Monitoring RHL akan dikelola menurut fungsi hutan dan lahan, (4) Pelaporan dan pengawasan dilaksanakan dengan alat, sarana dan metode yang telah dikuasai, baik melalui pemanfaatan perangkat keras maupun lunak, (5) adanya perubahan/modifikasi struktur sosial sesuai dengan teknologi yang dipilih, (6) mengupayakan keterlibatan para pihak dalam tindakan monitoring dan evaluasi, (7) Memberi masukan kepada pemerintah (pusat, propinsi, Kabupaten) terkait penyusunan peraturan-perundangan yang konsisten dan seimbang dalam hal mekanisme insentif dan disinsentif termasuk penegakan aturan main dan sistem nilai secara konsisten, dan (8) mengupayakan
109
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
terbangunnya sosial kontrol dan budaya organisasi yang bertanggung-gugat (accountable). Rencana jangka panjang rehabilitasi akan disesuaikan dengan luas lahan kritis yang ada di KPHL Model Remu Kota Sorong . Ada 3 bentuk kegiatan rehabilitasi (biologi, fisik dan kimia). Masing-masing kegiatan tersebut adalah sebagai berikut. a. Kegiatan Vegetaif Kegiatan biologi merupakan upaya-upaya yang dilakukan dengan cara melakukan penanaman. Penanaman ini dimaksudkan untuk membentuk struktur vegetasi yang bertingkat, Struktur pada level I untuk jenis intoleran, struktur level II jenis intoleran dan struktur level III jenis toleran dan level IV jenis-jenis herba, tanaman obat, tanaman umbi-umbian dan untuk lapisan bawah jenis semak belukar ataupun rumput –rumputan.
b. Kegiatan Sipil Teknis. Kegiatan sipil teknis dimaksudkan untuk mengurangi kekuatan erosivitas. Bentukbentuk kegiatan sipil teknis antara lain teras gulud, teras kebun, teras bangku, trucuk,
saluran pembuangan air, gully plug, gully drop, dam penahan, dam
pengendali, embung, rorak, sabuk gunung, bangunan perlindungan tebing dan lain-lain. Pemillihan pembuatan teras sipil ini merupakan pertimbangan yang harus diperhitungkan dengan baik. Hal ini disebabkan kesalahan penentuan teknis dapat membuat kegagalan fungsi sebagai penahan erosi. Rencana kegiatan rehabilitasi di areal KPHL Model Remu Kota Sorong disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29. Rencana Kegiatan Rehabilitasi Untuk Jangka Waktu 10 Tahun
Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Luas (Ha)
Tahun 2015 200
Tahun 2016 118
146
125
346
243
Tahun 2017 125
125
Tahun 2018 125
125
Tahun 2019
Tahun 2020
Tahun 2021
Tahun 2022
Tahun 2023
Tahun 2024
125
125
215
215
215
215
204
215
215
215
215
205
110
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
5.
6.
Pembinaan Dan Pemantauan (Controlling) Pelaksanaan Rehabilitasi Dan Reklamasi Pada Areal KPHL Model Sorongyang Sudah Ada Izin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan
Karena di dalam areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong tidak ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, maka tidak ada rencana kegiatan pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal KPHL Model Remu Kota Sorong yang sudah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan.
5. 7. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Salah satu faktor yang menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan adalah karena adanya berbagai kepentingan yang berbeda atas sumber daya hutan sehingga mempengaruhi pilihan tindakan yang berbeda-beda pula. Misalnya para pengusaha, pilihan tindakannya cenderung berorientasi untuk kepentingan memperbesar kepentingan
modal lain,
yang
seperti
dalam
pelaksanaannya
mengabaikan
asas
justru
konservasi
mengkorbankan atau
kelestarian
lingkungan, merebut kepemilikan lahan hutan yang sebelumnya dikuasai rakyat setempat, atau penggunaan hutan dan lahan oleh masyarakat akibat tidak tersedianya lahan pekerjaan, kemiskinan, dan penguasaan keterampilan yang rendah,
telah
meningkatkan
ketergantungan
masyarakat
terhadap
hutan
(sandang, pangan, dan papan). Untuk mengurangi kerusakan akibat degradasi dan deforestasi maka diperlukan penyelenggaraan perlindungan dan konservasi alam tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar hutan. 5.7.1. Perlindungan Hutan Dasar hukumnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah: (1) UU RI No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (2) Permenhut P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHL, (3) PP Nomor 60 tahun 2009 tentang Perubahan PP Nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, dan (4) Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja 111
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah. Terdapatbeberapa hal yang dicermati dan atau ditambahkan terkait aturan pada pengelolaan hutan lindung/blok perlindungan, sehingga pihak Pengelola KPHL Model Remu Kota Sorong tidak ragu dalam menentukan Blok perlindungan pada KPHL Model, yaitu: (1) Penetapan jangka waktu perencanaan hutan lindung pada Permenhut P.6/Menhut-II/2010 yaitu rencana pengelolaan Hutan Lindung untuk KPHL terdiri dari jangka panjang 10 tahun dan jangka pendek (tahunan). Sedangkan berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2007 perencanaan jangka panjang selama 20 tahun, jangka menengah selama 5 tahun, dan jangka pendek/ tahunan. (2) penetapan blok Blok Perlindungan pada KPHL Model sebaiknya memasukan kriteria kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung sebagai berikut: Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas kelas intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) 175 atau lebih besar; Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan 40 % atau lebih; dan Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas permukaan laut 2.000 m atau lebih, (3) Apabila menyimpang dari ketentuan butir (2) di atas, kawasan hutan perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan lindung/blok perlindungan, apabila memenuhi salah satu atau beberapa syarat sebagai berikut: Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol dan renzina; lereng lapangan lebih besar (>) 15%; Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air; sekurangkurangnya 100 meter di kiri dan kanan sungai/aliran air tersebut;
merupakan
pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut; Guna keperluan/’kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai hutan lindung (hal ini untuk memperkuat Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012, tentang pembagian Blok di KPH). Perlindungan hutan dilaksanakan dengan tujuan melindungi kawasan hutan dan proses produksi dapat berjalan dengan baik. Prinsip pelaksanaan perlindungan hutan adalah (1) upaya penanganan diutama secara preventif, (2) Perlakuan represif dilakukan dengan mempertimbangkan hasil proses inteljen yang akurat, 112
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
(3) Sosialisasi seluruh peraturan perundangan senantiasa dilakukan oleh seluruh aparat, (4) Pelatihan fisik petugas polisi kehutanan dilakukan secara rutin sekurang-kurangnya setiap minggu sekali, (5) Operasi dilakukan melalui operasi fungsional dan operasi gabungan, (6)
Penanganan kebakaran diupayakan
bersama dengan masyarakat secara bersama-sama, (7) Persediaan makanan ternak diupayakan dengan memanfaatkan jenis tanaman sela ataupun tanaman inti, dan (8) Permasalahan penggunaan tanah diselesaikan sesuai aturan hukum yang berlaku. 5.7.2. Konservasi Alam Rencana teknis konservasi alam merupakan penjabaran dari salah satu atau beberapa kegiatan teknis yang telah tersusun dalam rencana pengelolaan. Untuk setiap kegiatan dalam rencana pengelolaan yang memerlukan penjabaran lebih rinci, masing-masing dapat disusun rencana teknisnya, misalnya rancangan untuk bangunan tertentu, pembinaan habitat, pembinaan populasi dan rancangan pengambilan sumber genetik. Pembinaan Habitat dan Populasi Untuk memperbaiki atau memulihkan kerusakan tumbuhan, satwa, atau ekosistem dapat dilakukan pembinaan habitat yang pelaksanaannya harus tetap memperhatikan prinsip konservasi. Agar kualitas dan kuantitas jenis tumbuhan dan satwa tetap berada dalam keadaan seimbang dan dinamis, di setiap kawasan konsenvasi pada dasarnya dapat dilakukan pembinaan populasi yang pelaksanaannya harus tetap memperhatikan prinsip konservasi; Pembinaan habitat dan populasi pada pengelolaan tumbuhan dan satwa serta habitatnya meliputi kegiatan berupa: (1) pembinaan padang rumput untuk satwa, (2) penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon yang dapat meningkatkan fungsi konservasi, (3) pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa, (4) penjarangan jenis tumbuhan dan atau populasi satwa, (5) penambahan tumbuhan dan satwa asli, dan (6) pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu. Rehabilitasi dan restorasi hutan dan lahan adalah kegiatan pemulihan kondisi sebagian
kawasan
hutan menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alami, 113
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan, pengkayaan jenis atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, dan perbaikan lingkungan untuk memulihkan fungsi ekosistem alami yang rusak. Pelaksanaan restorasi dan rehabilitasi di kawasan hutan mempunyai tujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekosistem yang rusak agar dapat berfungsi kembali secara optimal sesuai daya dukung, dan peranannya sebagai habitat suatu jenis tumbuhan/satwa dalam mendukung sistem penyangga kehidupan. Tujuan dari proses
rehabilitasi
dan
restorasi
adalah
mengembalikan
struktur,
fungsi
keanekaragaman dan dinamika suatu ekosistem yang menghadapi degradasi tersebut. Terdapat empat tipe utama untuk mengembalikan/memulihkan komunitas hayati dan ekosistem yang mengalami degradasi, yaitu: (1) Tanpa tindakan, karena upaya pemulihan terlalu mahal dan selalu gagal, pengalaman menunjukkan bahwa ekosistem akan dapat pulih dengan sendirinya, (2) Restorasi, merupakan pemulihan melalui suatu reintroduksi secara aktif dengan spesies yang semula ada, sehingga mencapai struktur dan komposisi spesies
seperti semula, (3)
Rehabilitasi, merupakan pemulihan dari sebagian fungsi-fungsi ekosistem dan spesies asli, seperti memperbaiki hutan yang terdegradasi melalui penanaman, dan (4) Penggantian, merupakan upaya penggantian suatu ekosistem terdegradasi dengan ekosistem lain yang lebih produktif, seperti menganti hutan yang terdegradasi dengan padang rumput dan sebagainya. Konservasi alam dibagi menjadi konservasi ex-situ (konservasi tumbuhan dan atau satwa yang dilakukan di luar habitat alaminya) dan konservasi in situ (konservasi tumbuhan atau satwa yang dilakukan di dalam habitat alaminya). Peraturan yang terkait dengan kegiatan konservasi ini adalah: (1) Undang-undang RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, (2) Permenhut Nomor P.53/Menhut-II/2006 tentang Lembaga Konservasi. Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi (UU No 5 Tahun 1990), yaitu:
114
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
a. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan). b. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah); c. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal,baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari).
5. 8. Penyelenggaraan Koordinasi Dan Sinkronisasi Antar Pemegang Ijin Di dalam areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong tidak terdapat ijin pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan, sehingga
koordinasi
dan
sinkronisasi antar pemegang ijin tidak perlu dilakukan. Oleh karena itu koordinasi dan sinkronisasi difokuskan pada pengembangan dan penguatan koordinasi dengan para pihak di dalam pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong sebagaimana diuraikan pada Sub Bab 5.9. 5. 9. Koordinasi Dan Sinergi Dengan Instansi Dan Stakeholder Terkait Pengembangan program bersama akan tercapai jika konsultasi dan koordinasi antar para pihak berjalan dengan baik (bersinergi).
Konsultasi dan koordinasi
mengambil peran yang signifikan dalam mengontrol berjalan atau tidaknya tujuan program, baik di internal maupun di eksternal KPHL Model Remu Kota Sorong. Konsultasi dan koordinasi di internal akan lebih mengacu kepada standar operasional prosedur (SOP) yang akan dibangun, sedangkan konsultasi dan
115
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
koordinasi di eksternal dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan antar pihak. Untuk menjamin konsultasi dan koordinasi lebih baik, maka akan dilaksanakan kegiatan antara lain: a. Membentuk
kelembagaan
Kelembagaan
yang
kolaboratif
kolaboratif
dan
yang
melibatkan
masyarakat, pemda,
LSM dan
pihak
memudahkan
konsultasi
dan
proses
melibatkan
lain yang koordinasi
para
para
pihak.
pihak
seperti
relevan, antar
sehingga
para
pihak.
Kelembagaan kolaboratif berdasarkan kesetaraan dari masing-masing pihak dalam mengakomodir kepentingan dan keinginan bersama yang tertuang dalam perencanaan bersama. Perencanaan dan implementasi kegiatannya, juga akan dibangun berdasarkan kepentingan bersama sehingga proses konsultasi dan koordinasi terus berjalan. b. Membangun kolaborasi pengelolaan blok pemanfaatan dan blok lainnya dengan
para
pihak.
Blok
pemanfaatan,
blok
khusus,
dan
blok
pemberdayaan sebagai bagian dari kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong akan menjadi perhatian dalam pengelolaan, karena ada interaksi manusia pada wilayah tersebut. Disatu sisi, mengurangi tekanan terhadap kawasan perlindungan dan disisi lain memberi manfaat langsung kepada masyarakat.
Pengelolaan dan pemanfaatan blok-blok tersebut berbasis
masyarakat, sehingga kepentingan lain yang mungkin masuk seperti investor ataupun pihak swasta juga akan diarahkan untuk memberi manfaat langsung atau tidak langsung kepada masyarakat. Nilai penting yang lain adalah meredam konflik sumber daya alam yang ada di masyarakat. c.
Membangun media komunikasi bersamasebagai salah satu cara untuk menyampaikan informasi terhadap para pihak. Media dan instrumen yang tepat sangat diperlukan untuk menjembatani komunikasi ini termasuk laporan perkembangan program kegiatan. Bentuk media komunikasi tersebut adalah jurnal, majalah, radio, leaflet, booklet, web-site dan lainlain. Semakin intensif penyampaian informasi dan komunikasi ke target yang dituju, maka semakin banyak pemahaman tehadap kegiatan yang dilakukan sehingga kesadaran masyarakat terhadap kawasan menjadi semakin penting. Disamping itu, media komunikasi langsung yang dapat 116
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
membangun dan memperkuat opini bersama misalnya dengan membentuk forum bersama para pihak. Forum bersama dapat dibentuk atas dasar kebutuhan bersama misalnya dalam mengantisipasi konflik, revitalisasi kearifan lokal maupun dalam hal pengawasan dan pengendalian program pengelolaan. d. Pertemuan reguler
para pihak.
Pertemuan regular para pihak menjadi
program yang terencana dan disepakati bersama, sehingga memudahkan proses evaluasi dan monitoring program bersama, selain itu membangun kesepamahaman kerja bersama menjadi bagian signifikan dalam pertemuan regular, Pertemuan regular juga menjadi ajang saling berbagi pengalaman dan informasi antar pihak mengenai kemajuan dan pengembangan program yang ada. e. Matrik keterlibatan para pihak dalam pembangunan dan pengelolaan KPH (Supratman 2011). Dari Tabel 30. dapat digambarkan bentuk peran dan kontibusi para pihak dalam pembangunan KPH, karena untuk melaksanakan strategi pembangunan dan kegiatan-kegiatan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong, diperlukan dukungan lembaga-lembaga pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan lembaga pendukung seperti Perguruan Tinggi, LSM, dan lembaga keuangan. Dukungan lembaga-lembaga tersebut dapat secara individu lembaga atau berkolaborasi dengan lembaga lain yang terkait, melalui konvergensi kegiatan sesuai potensi yang dimiliki masing-masing lembaga,
117
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Tabel 30
Bentuk Peran Dan Kontribusi Para Pihak Didalam Pembangunan Pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong
5. 10. Penyediaan Dan Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia (SDM) Bila dilihat dari data sekunder KPHL Model Remu Kota Sorong , beban kerja SDM dibanding dengan luas areal pengelolaan belum memadai, apalagi saat ini KPHL Model tersebut baru memiliki 1 SDM yaitu Kepala KPH, sehingga KPHL Model Remu Kota Sorong masih membutuhkan penambahan staf yang cukup banyak, supaya pelaksanaan pengelolaan berjalan secara efektif. Pengusulan penambahan staf untuk pengembangan organisasi dilakukan berdasarkan kajian wilayah, jarak dan tingkat koordinasi dengan instansi terkait. Usulan penambahan jumlah SDM di KPH diajukan ke Kementerian Kehutanan, usulan tersebut kemudian dilanjutkan
118
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
oleh Kemenhut ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan terakhir pertimbangan dari Kementerian Keuangan. Pengembangan staf organisasi yang tepat akan berdampak terhadap efektifitas dan
efisiensi
pengelolaan
KPHL
Model
Remu
Kota
Sorong.
Program
pengembangan SDM KPHL Model Remu Kota Sorong, mencakup beberapa kegiatan umum antara lain: (1) Analisa beban kerja dan kebutuhan personil, dan (2) Analisa penyesuaian struktur organisasi KPHL Model Remu Kota Sorong, Program pengembangan tersebut akan didukung kegiatan lainnya, seperti: pemantapan kebijakan pengelolaan KPHL Model; penambahan staf pengelola KPHL Model; penyusunan prosedur kerja dan mekanisme kolaborasi atau kerjasama; terakhir adanya peningkatan sarana dan prasana. 5.10.1.
Pemantapan Kebijakan Pengelolaan KPHL
Pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong akan melihat kondisi saat ini dan kondisi harapan pada masa yang akan datang. Permasalahan pokok yang ada saat ini, sedini mungkin akan diselesaikan dan disesuaikan dengan kondisi yang ada, terutama pada hal yang sangat prinsip yaitu legalitas formal penetapan kawasan yang bebas
konflik. Kemudian aturan-aturan sebagai dasar dalam pengelolaan
yang dapat mendukung kebijakan pengelolaan jangka panjang. Langkah strategis yang lebih terinci sebagai penjabaran dari rencana pengelolaan jangka panjang (RPJP) akan tergambar dalam pengelolaan jangka pendek secara kualitatif dan kuantitatif, yang akan dituangkan sebagai langkah pengelolaan yang bersifat teknis operasional. Dengan visi dan misi yang telah dirumuskan, maka KPHL Model Remu Kota Sorong dapat memantapkan pengelolaan dengan rumusan kebijakan yang tepat serta mampu menjawab tantangan pada pengelolaan ke depan dengan langkah yang sudah ditetapkan. Untuk pencapaian rencana pengelolaan jangka panjang tersebut, maka dirumuskan upaya-upaya yang akan ditempuh dan tertuang secara makro dalam Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) KPHL Model Remu Kota Sorong pengelolaan
tahun 2014-2023,
Program
pemantapan
KPHL Model Remu Kota Sorong tersebut.
kebijakan
mencakup beberapa 119
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
kegiatan jangka panjang antara lain : (1) Surat Keputusan penetapan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong. (2) Evaluasi kebijakan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong. (3) Review rencana pengelolaan jangka panjang. (4) Penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek/tahunan dan (5) Peningkatan kapasitas personil pengelola kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong. Pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong sangat membutuhkan dukungan dan kemampuan personil yang memadai. Kapasitas personil menentukan berhasil tidaknya pengelolaan. Untuk itu dalam rencana jangka panjang ini akan dimasukan upaya pengembangan dan peningkatan bagi staf pengelola KPHL Model Remu Kota Sorong dalam berbagai bidang. seperti: pendidikan. pelatihan-pelatihan penunjang berupa keahlian pada bidang-bidang tertentu, dan penggalian informasi dari luar yang dapat menambah pengalaman dan wawasan. Beberapa rencana kegiatan jangka panjang dalam rangka peningkatan kapasitas staf pengelola, antara lain: (1) Perbaikan jenjang pendidikan, (2) Pemetaan kompetensi staf, (3) Diklat SDM pengelola KPHL Model Remu Kota Sorong, (4) Pertukaran kunjungan staf pengelola, (5) Studi banding, dan (6) Magang pegawai. 5.10.2. Penambahan Staf Pengelola KPHL Peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong dapat dilakukan dengan penambahan staf untuk mengisi kekurangan formasi yang ada. Dengan jumlah personil yang memadai maka diharapkan pelaksanaan tugas tidak akan dijabat secara rangkap, sehingga target pengelolaan dapat tercapai dengan baik dan tepat waktu. Kegiatan makro dalam jangkap panjang mencakup penambahan formasi pegawai dan rekruitmen petugas lapangan. Jumlah personil ditambah sesuai dengan lingkup kerja dan kompetensi yang dibutuhkan. Penambahan personil diajukan sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan ketersediaan formasi pegawai yang disediakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua Bart, dan Pemrintah Kota Sorong. Sesuai prosedur yang ada, maka pengusulan untuk penambahan formasi pegawai akan disampaikan ke pusat karena domainnya Kementerian Kehutanan, sedangkan rekruitmen petugas lapangan sedapat mungkin berasal dari masyarakat di sekitar kawasan dengan sistim penggajian sebagai tenaga upah/kontrak. 120
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Pada perekrutan tenaga kerja lapangan akan memperhatikan kedekatannya dengan hutan dan masyarakat, kedekatan bukan hanya dari aspek fisik tetapi juga spiritnya. Tanggung jawab masing-masing tenaga kerja dijelaskan secara tegas dalam job descriptions, dimana bagian administrasi dipisahkan dengan bagian pengelolaan, dan setiap pelatihan akan selalu berorientasi pada pelayanan, sehingga setiap staf dapat berlaku profesional dalam melayani dan berupaya meminimalkan
kekecewaan
pihak
lain
yang
melakukan
kerjasama
atau
memanfaatkan jasa di KPHL Model Remu Kota Sorong . Organisasi yang dibangun untuk membuat rencana pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong sudah sesuai dengan landasan yang termaktub dalam PP 41 tahun 2007 pasal 45 tentang organisasi perangkat daerah.
Tipe organisasi KPHL Model
Remu Kota Sorong belum mengacu peraturan menteri dalam negeri (Permendagri no 61. Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Organisasi KPH). 5.10.3. Penyusunan Prosedur Kerja (SOP) dan Mekanisme Kolaborasi Atau Kerjasama. Pelaksanaan tugas lingkup KPHL Model Remu Kota Sorong akan lebih maksimal apabila ada kejelasan mengenai tata kerja dan tanggung jawab pada masingmasing bidang tugas.
Penyelesaian suatu kegiatan dilakukan melalui prosedur
dan tahapan yang mantap dari alur pelaksanaan dan ketepatan waktu yang efisien. Secara legal formal tata organisai dan uraian tugas pada KPHL Model Remu Kota Sorong
tersebut adalah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.33/Menhut-II/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan.
Peraturan ini merupakan pedoman yang digunakan untuk lingkup
Kementerian Kehutanan.
Sedangkan untuk pelaksanaan tugas sebagai Unit
Pelaksana Teknis mengacu kepada Peraturan Bupati tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis KPHL Model Remu Kota Sorong. Dasar hukum penyusunan prosedur kerja mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan N0.2734/Kpts-II/2002 tanggal 30 April 2002 tentang Pedoman Penyusunan Prosedur kerja Lingkup Kementerian Kehutanan. Sedangkan untuk pelaksanaan tugas-tugas yang bersifat teknis operasional sesuai dengan bidang tugas dan 121
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
kegiatan tertentu, disusun petunjuk teknis yang akan menjadi pedoman pelaksanaan tugas di lapangan. Untuk pencapaian program ini dalam rencana jangka panjang, mencakup beberapa kegiatan makro antara lain: (1) Penyusunan Prosedur Kerja KPHL Model, (2) Penyusunan Prosedur Kerja Seksi Pengelolaan Wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong, dan (3) Penyusunan Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan kegiatan. 5.10.4. Peningkatan Sarana dan Prasarana Dalam kegiatan pengelolaan, sarana dan prasarana berfungsi untuk menunjang kelancaran kegiatan. Agar pengelolaan berjalan lebih efektif dan efisien maka dukungan sarana dan prasarana yang memadai yang sesuai dengan jenis dan jumlah kebutuhan sangat diperlukan. Sarana dan prasarana di KPHL Model Remu Kota Sorong terdiri dari sarana prasarana perkantoran pada kesekretariatan KPHL Model Remu Kota Sorong. Satuan Pengelolaan Wilayah (blok), sarana prasarana penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta sarana prasarana kegiatan dalam menunjang perlindungan dan pengamanan kawasan. Kelengkapan sarana dan prasarana yang diperlukan diperoleh dengan pengadaan baru maupun pemeliharaan yang telah ada. Sarana prasarana
diperoleh dari pengusulan dalam setiap tahun anggaran
kegiatan. Kebutuhan sarana prasarana penunjang pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong mencakup : (1) Pembangunan rumah jabatan dan mess lapangan, (2) Pembangunan kantor resort lapangan, pondok kerja, pondok jaga dan pos jaga, (3) Pengadaan kendaraan roda 4 dan 2, (4) Pengadaan alat transportasi air, (5) Peningkatan peralatan kantor, (6) Peningkatan perlengkapan kerja personil, (7) Pengadaan peralatan komunikasi lapangan, (8) Penyediaan sarana penunjang dan pelayanan pengelolaan wisata alam, (9) Pembangunan mini hidro dan instalasi air bersih, dan (10) Pemeliharaan, perbaikan dan rehabilitasi sarana dan prasarana.
122
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
5. 11. Penyediaan Pendanaan Pendanaan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong dipenuhi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong yang optimal membutuhkan dana yang cukup besar. Dana tersebut tidak mungkin dicukupi hanya dari keuangan negara (APBN dan APBD). Pemenuhan kebutuhan pendanaan untuk melengkapi kekurangan dana pengelolaan dari APBN dan APBD akan dipenuhi dari berbagai sumber, diantaranya: a. Pembayaran imbal jasa lingkungan air yang berasal dari pengguna air, seperti perusahaan air minum, kelompok pengguna air. Kawasan hutan di KPHL Model Remu Kota Sorong merupakan hulu banyak sungai dan anak sungai yang mengalir di Kota Sorong.
Kemungkinan pemanfaatan air baku untuk
masyarakat luas dan pengembangan perusahaan air minum dalam kemasan menjadi sebagai alternatif sumber dana; b. Pembayaran imbal jasa tegakan melalui mekanisme perdagangan karbon. Skema perdagangan karbon juga bisa direalisasikan melalui pengembangan program pengelolaan hutan berbasis masyarakatatau pengelolaan hutan alam tanpa ada rencana penebangan (untuk program REDD+); c. Bermitra dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam penelitian dan pengembangan produk HHBK yang memiliki peluang pasar tinggi. Khusus untuk HHBK sebagai bahan baku obat, kemitraan dapat dilakukan dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang farmasi; d. Dana kemitraan untuk kegiatan rehabilitasi dan pemberdayaan masyarakat yang berasal dari perorangan, badan usaha, LSM, lembaga donor dan sebagainya; e. Keragaman hayati, keunikan spesies
flora dan fauna, keindahan bentang
alam dan sosial budaya masyarkat lokal dapat dikemas dalam paket wisata yang memiliki nilai tinggi selain untuk tujuan penelitian dan pendidikan; f. Kontribusi/retribusi/pembagian keuntungan dari perorangan atau badan usaha yang bekerjasama dalam melakukan pemanfaatan HHBK dari blok tertentu di
123
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
dalam kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Keuntungan penjualan produk-produk yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan HHBK; Untuk mendukung program ini dipersiapkan kegiatan umum untuk jangka panjang yang mencakup: a. Membangun mekanisme penggalangan dana yang menguntungkan para pihak. Secara sederhana mekanisme ini dapat berupa kesepakatan yang memungkinkan untuk dilaksanakan, dan tidak menyimpang dari aturan main yang ada. b. Penyusunan proposal untuk memperoleh dukungan pendanaan. Proposal dibuat
berdasarkan kemampuan KPHL Model Remu Kota Sorong saat ini
kemudian dibandingkan dengan kekurangan yang ada.
Gap yang terjadi
antara kondisi pendanaan saat ini dan kekurangan dana yang masih harus dipenuhi, dijadikan sebagai dasar penyusunan proposal untuk memperoleh dukungan pendanaan dari pihak lain. Penyusunan proposal dan mencari dukungan pendanaan dapat dilakukan secara sendiri atau bersama-sama dengan pihak lain seperti konsultan, LSM, BUMN, dan perusahaan swasta. c. Membangun perencanaan program bersama. Perencanaan program bersama merupakan salah satu langkah strategis untuk mencari dana. Penyusunan perencanan dibuat secara bersama-sama dengan para pihak di luar KPHL Model Remu Kota Sorong . Pendanaan tidak hanya berupa uang tetapi juga berupa kerjasama program, misalnya NGO maupun pihak swasta yang tertarik pada sesuatu issue ataupun obyek tertentu. Kebutuhan pendanaan dalam pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong secara umum terdiri dari : 1) Biaya umum dan Biaya Khusus penyelenggaraan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong yang ditetapkan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan keuangan negara;
124
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
2) Biaya investasi untuk pengembangan kegiatan pemanfaatan yang dilakukan di dalam areal kerja KPHL Model Remu Kota Sorong. Gambaran kebutuhan dana investasi di KPHL Model Remu Kota Sorong disajikan pada Tabel 31 Tabel 31. Kebutuhan Dana Investasi dan Kemungkinan Sumber Pendanaan Kegiatan Pemanfaatan 1. Hasil Hutan Bukan Kayu
Unit 5.17 1
Biaya per Unit
Biaya Investasi
Sumber Pendanaa n
ha
a. Industri Obat Tradisional 2
unit
1.500.000.000
3.000.000.000
2
unit
1.000.000.000
2.000.000.000
b. Industri Kerajian Kreatif
Swasta APBN APBD Swasta APBN APBD
2. Jasa Lingkungan Air a. Konservasi Resapan Air 1.66 1 b. Pabrik Air Minum Dalam Kemasan 3. Jasa Lingkungan Karbon
1
3.00 3
ha
unit
ha
13.271.000
22.049.302.879
2.000.000.000
2.000.000.000
14.760
44.322.105
Carbon Buyers
26.920.428.320
APBN APBD Swasta LSM
4. Rehabilitasi 2.02 9 Total Biaya Investasi (Rp)
ha
APBN APBD Swasta LSM
13.271.000
APBD
56.014.053.304
5. 12. Pengembangan Database Database yang lengkap dan tidak kadaluwarsa terkait kawasan pengelolaan sangat berguna untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong. Selain itu database juga bermanfaat bagi pihak luar yang membutuhkan informasi tentang KPHL Model Remu Kota Sorong seperti misalnya para peneliti dari universitas atau lembaga penelitian, LSM, instansi pemerintah, dan individu. Database dan informasi dapat dikumpulkan dari unit-unit pengelola di lapangan dan juga dari luar. Pemberian atau pertukaran data dan informasi khususnya dengan pihak luar akan diatur oleh Standar Operasional Prosedur (SOP). Database yang ada dapat dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk analog atau manual (peta, dokumen, laporan, data penelitian dan lain-lain), data digital
125
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
(dokumen-dokumen, data GIS dan data digital lainnya). Unit yang secara khusus mengelola database ini pada organisasi KPHL Model Remu Kota Sorong merupakan Division Support System (DSS) atau pendukung sistem organisasi yang diperlukan sebagai dasar untuk mengambil keputusan pengelolaan baik, oleh manajemen pusat KPHL Model Remu Kota Sorong, maupun pengelola pada unit terkecil
di
lapangan.
Beberapa
rencana
kegiatan
yang
mendukung
pengembangan database di KPHL Model Remu Kota Sorong, antara lain: (1) Pelatihan staf pengelola database, (2) Penyiapan perangkat database,
(3)
Penyusunan dan pengelolaan sistem database, dan (4) Membangun manajemen sistem pusat informasi.
5. 13. Rasionalisasi Wilayah Kelola Rasionalisasi wilayah kelola mencakup duaaspek
yaitu aspek kawasan (fisik)
mencakup intervensi silvikultur, dan aspek non fisik mencakup kelembagaan pengelolaan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong mencakup organisasi, pengaturan kewenangan dan personil. Rasionalisasi wilayah kelola khususnya berkaitan dengan aspek kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong khusus blok rehabilitasi, misalnya melalui perumusan perlindungan dan pengawetan hutan berbasis DAS, pembenahan hutan lindung sekunder melalui perbaikan kualitas lahan dan penanaman pada lokasi-lokasi yang mengalami kerusakan, penyelesaian konflik (jika ada), mengembangkan silvikultur khusus yang engakomodir kepentingan ekologi, dan sosial ekonomi masyarakat. Pembenahan KPHL Model paling tidak memerlukan waktu 5 tahun. Rasionalisasi wilayah kelola khususnya yang berkaitan dengan kelembagaan KPHL Model Remu Kota Sorong mencakup: (1) Aspek politik, diperlukan komitmen dari para pihak (pemerintah, pengusaha, dan masyarakat) untuk secara bersama-sama melaksanakan perbaikan wilayah kelola melalui pengurusan hutan secara rasional sesuai amanat UU Kehutanan No 41 tahun 1999. Misalnya komitmen pemerintah untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan yang dimanfaatkan dan dikelola secara permanen, dan tanpa ada gangguan oleh alih fungsi lahan lainnya, dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat lokal (sosial, ekonomi, dan 126
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
budaya masyaraka lokal), (2) Aspek kelembagaan pengelola KPHL Model Remu Kota Sorong. Aspek ini mencakup aturan main yang mengatur lembaga pengelola dan pemenuhan kekurangan personil (staf pengelola) dengan kualifikasi sesuai dengan yang dipersyaratkan. Aturan main antara pengelola KPHL Model Remu Kota Sorong dengan Dinas yang menangani Kehutanan di Kota Sorong, dan Dinas Kehutanan Propinsi Papua Barat harus jelas sehingga hubungan ketiga lembaga menjadi sinergis. Demikian juga dengan aspek pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong yang memiliki dampak terhadap masyarakat, baik aspek pengelolaan maupun aturan main akan melibatkan peran aktif para pihak (partisipatif, terbuka, berkeadilan dan memiliki akuntabilitas yang tinggi). Tugas pokok, fungsi dan peran serta dari para pihak harus dijabarkan secara jelas untuk menekan resiko konflik pengelolaan dikemudian hari. Di antara para pihak perlu dibangun komunikasi dan koordinasi yang baik, termasuk membuat kesepakatan terkait mekanisme pembagian tugas, fungsi dan peran serta dari masing-masing pihak. Mekanisme tersebut dituangkan ke dalam aturan main yang mengikat para pihak untuk melaksanakan tugas, fungsi dan perannya masing-masing. Adanya aturan ini akan meningkatkan komitmen para pihak dalam pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong . 5. 14. Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) Review rencana pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi. Tujuan review ini adalah agar kegiatan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong
dapat dilaksanakan sebagaimana
perencanaan yang telah disusun, Kegiatan monitoring ini dilakukan dalam rangka mengawasi, mengamati, atau melakukan pengecekan dengan cernat apakah pelaksanaan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong sesuai dengan perencanaan
telah dilaksanakan
pegelolaan yang telah dibuat, atau apakah
pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong
tersebut masih dalam koridor
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan di awal. Fungsi dari monitoring adalah untuk mencatat atau mengetahui apa yang terjadi dalam pelaksanaan suatu pengelolaan hutan ‘tanpa’ mempertanyakan mengapa 127
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
hal tersebut terjadi dan tidak melihat adanya hubungan sebab-akibat mengapa hal tersebut terjadi.
Sedangkan tujuan dari evaluasi dalam pengelolaan hutan
dimaksudkan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari rencana kegiatan yang ditetapkan. Evaluasi juga dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai
secara
obyektif
terhadap
pencapaian
hasilhasil
yang
direncanakan
sebelumnya. Hasil-hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi kegiatan-kegiatan perencanaan selanjutnya. Evaluasi pada hakekatnya bermakna mempertanyakan aktualitas atau validitas secara teknis dari rencana sesudah dilaksanakan. Evaluasi bersifat teknis dan berorientasi pada pencapaian tujuan dan atau pemecahan masalah, yang berbeda dengan pemeriksaan. Evaluasi sering digunakan untuk menunjukkan capaian pada setiap tahapan dalam siklus pengelolaan hutan. Evaluasi dimaksudkan untuk memperoleh umban balik untuk menjadi bahan dalam upaya perbaikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaaan selanjutnya. Evaluasi dilakukan terhadap semua komponen penyelenggaraan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong
yang mencakup
seluruh kegiatan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong yang telah direncanakan di awal, Supaya pelaksanaan evaluasi dapat berlangsung dengan baik, maka dibuat suatu rencana evaluasi untuk menjadi pedoman atau petunjuk dan pemberi arah bagi pelaksana dalam berpikir dan bertindak. Rencana evaluasi disajikan dalam bentuk pertanyaan yang perlu dijawab melalui pelaksanaan evaluasi. Berikut disajikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan evaluasi: a. Waktu. Waktu melakukan evaluasi dibagi menjadi: (1) Evaluasi tahunan dilaksanakan untuk pelaksanaan kegiatan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong
seperti yang tercantum dalam RKT, (2) evaluasi 5 tahunan untuk
kegiatan yang tercantum dalam Rencana pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong , dan (3) evaluasi 10 tahunan untuk kegiatan yang tercantum dalam rencana pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong .
128
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
b. Kegiatan evaluasi dilakukan melalui pengamatan terestris, penggunaan citra, kombinasi terestris dan citra, penelusuruan dokumen, dan wawancara. c. Pihak yang melakukan evaluasi adalah pengelola Kawasan KPHL Model, pihak ke-3 seperti konsultan dan universitas, dan pemerintah (pusat, propinsi dan Kabupaten). d. Biaya untuk melakukan evaluasi. Evaluasi dalam pengelolaan hutan dilakukan dengan pendekatan goal oriented dan bukan budget-oriented. Evaluasi, secara umumdibagi menjadi tiga kategori, sebagai berikut: (1) Evaluasi tahap perencanaan, yaitu evaluasi dilakukan dalam rangka memilih dan menentukan skala prioritas terhadap beberapa alternatif atau kemungkinan yang dapat ditempuh / dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya, (2) Evaluasi tahap pelaksanaan, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan atau tingkat kemajuan pelaksanaan pekerjaan, dibanding dengan target rencana yang telah disusun. Evaluasi pada tahapan ini digunakan untuk menilai apakah tujuan perencanaan masih tetap akan dapat dicapai, (3) Evaluasi setelah pelaksanaan, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk membandingkan hasil akhir pelaksanaan rangkaian kegiatan pengelolaan dengan perencanaan (hasil akhir yang direncanakan). Kegiatan tersebut diatas kemudian dituangkan ke dalam matrik evaluasi sebagaimana disajikan pada Tabel 32. Tabel 32. Matrik rencana evaluasi Deskripsi komponen evaluasi Jadwal evaluasi tahun)
Evaluasi pertama
Evaluasi kedua
......
Evaluasi ke-n
dan frekwensi (1, 5 dan 10
Alasan evaluasi Objek evaluasi Metode evaluasi Evaluator Anggaran evaluasi
129
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Pengendalian kegiatan meliputi monitoring dan evaluasi kegiatan. Monitoring merupakan kegiatan untuk memantau kegiatan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong, yang dilakukan secara periodik sesuai dengan jenis dan jangka waktu perijinannya. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, dilakukan tindak lanjut berupa upaya penyempurnaan kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan hutan. Dalam perencanaan suatu kegiatan, penyelenggara kegiatan selalu diperhadapkan pada keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Atas dasar itu maka suatu rencana haruslah sedapat mungkin didasarkan dan berorientasi pada efisiensi penggunaan waktu, tenaga dan biaya tersebut. Perencanaan kegiatan dapat memberi informasi dan pemahaman tentang waktu dimulai serta prakiraan dan realisasi waktu selesainya setiap tahapan kegiatan serta hubungan dan saling ketergantungan antara setiap tahapan kegiatan proyek. Dengan demikian, akibat yang muncul apabila salah satu tahapan kegiatan proyek terlambat dimulai dan atau terlambat selesai, dapat diketahui. Dengan demikian kemungkinan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan secara tepat waktu (jika terjadi kesalahan yang berkonsekuensi pada keterlambatan dimulainya atau selesainya suatu tahapan kegiatan tertentu) dapat dilakukan dengan segera. Setiap perencanaan kegiatan di KPHL Model Remu Kota Sorong
akan
menggunakan network planning (CPM/Critical path method, PERT/Program Evaluation and Review Technique, dan Metode PM (Presedence Method). Network planning merupakan teknik perencanaan menggunakan diagram atau grafik, yang sekaligus dapat menggambarkan hubungan dan saling ketergantungan antara satu tahapan kegiatan dengan tahapan kegiatan lainnya dari suatu proyek. Diagram atau grafik termaksud dianalisis dengan waktu sebagai unit analisis dan hasil analisnya digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. 5. 15. Pengembangan Investasi Untuk dapat dikenal, KPHL Model Remu Kota Sorong akan memperkenalkan diri kepada publik (masyarakat umum, lembaga keuangan, perusahaan yang membutuhkan hasil hutan bukan kayu (HHBK), instansi pemerintah diluar Kementerian Kehutanan, dan LSM). Untuk itu akan dibangun karakter citra diri atau profile KPHL Model Remu Kota Sorong yang solid, profesional, aman untuk 130
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
berinvestasi, dan memiliki kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan dengan pembentukan karakter positif tersebut, maka KPHL Model Remu Kota Sorong dapat menarik publik untuk melakukan kerjasama dan berinvestasi. Kerjasama dapat berwujud investasi pihak swasta atau perusahaan HHK dan HHBK di KPHL Model Remu Kota Sorong, sementara dukungan dari pihak pemerintah berupa kebijakan yang kondusif terhadap pengelolaan dan pengembangan KPHL Model Remu Kota Sorong untuk tujuan konservasi dan kemandirian.
Outreach akan dilakukan untuk peningkatan pemahaman, pengetahuan dan kesadaran para pihak untuk mengembangkan dukungan terhadap KPHL Model Remu Kota Sorong. Program outreach akan dikemas dalam kegiatan kunjungan terhadap para pihak. Pengelolaan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong bisa dilakukan dengan melibatkan pihak luar. Oleh karena itu pengembangan kerjasama atau kolaborasi pengelolaan kawasan akan dipertimbangkan. Untuk hal ini diperlukan serangkaian upaya promosi kepada pihak yang dituju. Kajian untuk mengidentifikasi investor potensial untuk bermitra dalam pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong akan dilakukan. Beberapa kegiatan yang dapat mendukung program pengembangan investasi di KPHL Model Remu Kota Sorong, antara lain: a. Membangun protokol komunikasi antar pihak. Permasalahan yang sering terjadi dalam membangun jaringan kemitraan antar pihak adalah pada implementasi program dan klaim terhadap hasil kegiatan. Untuk mengatasi persoalan tersebut diakankan protokol komunikasi yang disepakati antar pihak. Protokol komunikasi ini berisikan perjanjian-perjanjian mengenai peran dari masing-masing pihak dalam bermitra dengan KPHL Model Remu Kota Sorong. Peran-peran tersebut akan disesuaikan juga dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Protokol komunikasi ini memudahkan pola kerja dan pencapaian manajemen KPHL Model Remu Kota Sorong
dalam
membangun implementasi program kegiatan, sehingga mulai dari screening sampai ke implementasi program dapat berjalan di jalur kesepakatan, dan b. Membangun
profiling
kelembagaan
KPHL
Model
Remu
Kota
Sorong
membangkitkan minat dan membuat pihak lain tertarik. KPHL Model Remu 131
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Kota Sorong
memerlukan profiling kelembagaan dan potensi-potensi yang
dapat dijadikan andalan bagi pihak yang ingin bekerjasama, Profiling ini penting sebagai nilai tambah pihak lain yang ingin lebih tahu mengenai KPHL Model Remu Kota Sorong . Profiling KPHL Model Remu Kota Sorong bentuknya bisa berupa leaflet, booklet, website dan lain-lain, dan akan dilakukan updating secara terus- menerus. 5.15.1.
Tujuan
Tujuan pengembangan Rencana Investasi adalah untuk mengurangi hambatan dalam
pelaksanaan pengelolaan KPHL
Model Remu Kota Sorong
dan
meningkatkan kapasitas pengelola serta melakukan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan-kegiatan akan berfokus pada tiga tema terpadu berikut ini: (1) Pengembangan kelembagaan untuk pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong secara berkelanjutan, (2) Investasi pada usaha kehutanan dan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong berbasis masyarakat, dan (3) Peningkatan kapasitas staf pengelola
KPHL
Model
Remu
Kota
Sorong
dan
masyarakat
sekaligus
pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan mata pencaharian. Tema 1. Pengembangan kelembagaan untuk pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong secara berkelanjutan. a. Penguatan kelembagaan ditujukan terhadap investasi yang difokuskan kepada masyarakat untuk meningkatkan kondisi pendukung tata guna lahan yang berkelanjutan,
dan kegiatan yang ada akan mendukung KPHL Model Remu
Kota Sorong, terutama yang berkaitan dengan perencanaan partisipatif, penataan ruang serta sosialisasi kepada masyarakat dan pengembangan rencana pengelolaan dan bisnis terkait. b. Intervensi akan didasarkan pada kebutuhan pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan untuk memperbaiki proses perencanaan dalam rangka memenuhi kebutuhan di tingkat tapak yang spesifik dan kebutuhan masyarakat. Kegiatan intervensi akan bekerja sama dengan program-program lokal dan memanfaatkan kegiatan-kegiatan yang ada dan sedang berjalan serta terstruktur dalam proses masyarakat yang ada di tingkat lokal.
132
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
c. Bidang-bidang utama di mana investasi dapat mendukung pengembangan kapasitas kelembagaan meliputi: (1) Pemberian dukungan ke pemerintah daerah untuk memadukan lembaga KPHL Model Remu Kota Sorong ke dalam struktur
pemerintah
daerah
dan
nasional,
(2)
Peningkatan
kapasitas
kelembagaan KPHL Model Remu Kota Sorong, termasuk pelatihan pegawai, (3) Mendukung
partisipasi
pemangku
kepentingan
dalam
pengembangan
kelembagaan KPHL Model Remu Kota Sorong , dan (4) Mendukung kegiatan pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh KPHL Model Remu Kota Sorong (Pengembangan rencana pengelolaan hutan,
Rehabilitasi hutan dan lahan,
Pemberdayaan masyarakat, Sosialisasi dan penyuluhan,
Perencanaan dan
pemetaan partisipatif di tingkat masyarakat dan sasaran KPHL Model Remu Kota Sorong, (5) Menetapkan mekanisme pengajuan dan penanganan komplain yang melibatkan pemerintah Kabupaten, masyarakat lokal dan KPHL Model Remu Kota Sorong, (6) Pengelolaan dan pertukaran pengetahuan antar Kabupaten, provinsi dan negara di bidang pengelolaan hutan dan penataan ruang partisipatif.
Tema 2.Investasi pada usaha kehutanan dan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong berbasis masyarakat. a. Usaha kehutanan yang beroperasi di lahan privat dan pemerintah (kelompok
petani kecil, koperasi, usaha kecil dan menengah, pemegang izin usaha kehutanan, dan lainnya) seringkali terhambat oleh kemampuan bisnis yang lemah, akses ke pembiayaan yang terbatas dan kurangnya informasi mengenai keterkaitan nilai produk akhir dari sektor bersangkutan. b. Usaha sekala menengah dan besar yang mengelola konsesi hutan alam, hutan
tanaman dan restorasi ekosistem yang mempunyai izin konsesi kawasan yang lebih luas, dihadapkan kepada berbagai tantangan seperti beban persyaratan perizinan, konflik tenurial lahan dan masyarakat, pembatasan sertifikasi kehutanan, integrasi dengan petani kecil dan masyarakat serta hubungan dengan rantai nilai produk akhir. c. Usaha yang bergerak di bidang sumber daya alam lain seperti agribisnis dan
pertambangan juga mempunyai tanggung jawab pengurusan hutan. 133
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Tema 3.Peningkatan kapasitas staf pengelola KPHL Model Remu Kota Sorong dan
masyarakat
sekaligus
pemberdayaan
masyarakat
melalui
pengembangan mata pencaharian Dukungan kepada masyarakat akan dilaksanakan melalui kerjasama yang erat dengan program-program yang dapat memberikan investasi untuk mata pencaharian yang dibutuhkan oleh masyarakat, seperti PNPM dan mekanisme hibah kecil lainnya.
Ruang lingkup kegiatan yang dilakukan mencakup bidang-
bidang berikut ini: a. Perencanaan pembangunan desa yang difokuskan pada pemetaan dan perencanaan tata guna hutan partisipatif untuk pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. b. Dukungan kepada lembaga-lembaga desa untuk melaksanakan pendataan secara partisipatif dan perencanaan tata guna hutan dan lahan. c. Pengembangan kapasitas agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan pengelolaan hutan berbasis KPHL Model Remu Kota Sorong . d. Pengembangan mata pencaharian masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam. e. Pelatihan staf pengelola KPHL Model Remu Kota Sorong
sesuai dengan
kompetensi yang dibutuhkan.
5.15.2.
Mitra yang Terlibat Dalam Desain Dan Pelaksanaan Rencana Investasi
Selain dengan pemerintah daerah dan propinsi, desain rencana investasi dikonsultasikan dengan stakeholder lain yang mewakili beberapa masyarakat sipil, akademisi, termasuk lembaga penelitian, dan sektor swasta. Mereka akan terus terlibat dalam pelaksanaan proyek-proyek yang diidentifikasi dalam rencana investasi.Mitra kerjasama dalam pembiayaan investasi difokuskan pada kegiatankegiatan yang akan dilaksanakan di dalam KPHL Model Remu Kota Sorong sebagaimana disajikan pada Tabel 33.
134
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Tabel 33. Mitra Kerjasama Investasi Investasi
Dukungan Pembiayaan
Calon Mitra 5.171 ha
Hasil Hutan Bukan Kayu a. Industri Obat Tradisional
Perusahaan farmasi
Kerjasama usaha
b. Industri Kerajian Kreatif
Pemprov/Pemkot Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) KADIN Swasta Perguruan tinggi
Bantuan/Hibah Kerjasama Promosi
Kementerian LH dan Kehutanan Pemprov dan Pemkot Pengguna Air
APBN/APBD/DAK
Kerjasama usaha Kerjasama usaha Kerjasama riset
1.661ha
Jasa Lingkungan Air a. Konservasi Resapan Air
Dilakukan secara Mandiri
Imbal jasa lingkungan Kerjasama usaha dan imbal jasa lingkungan APBD
Perusahaan Air Minum b. Pabrik Air Minum Dalam Kemasan Jasa Lingkungan Karbon
3.003 ha
Carbon Buyers BP REDD+
Biaya transaksi perdagangan karbon
Rehabilitasi
2.029 ha
Kementerian LH dan Kehutanan Pemprov dan Pemkot Swasta
APBN/APBD/DAK CSR perusahaan untuk pembiayaan lingkungan hidup
Jenis kegiatan pengelolaan Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong dan jumlah dana yang akan dialokasikan serta diusulkan sebagai bagian pendanaan bersama diringkas pada Tabel 34. Tabel 34Ringkasan Usulan Pendanaan Kegiatan Pemanfaatan
Biaya Investasi
1. Hasil Hutan Bukan Kayu a. Industri Obat Tradisional
3.000.000.000
b. Industri Kerajian Kreatif
2.000.000.000
2. Jasa Lingkungan Air a. Konservasi Resapan Air b. Pabrik Air Minum Dalam Kemasan 3. Jasa Lingkungan Karbon 4. Rehabilitasi
22.049.302.879 2.000.000.000 44.322.105 26.920.428.320
Total Biaya (Rp)
56.014.053.304
135
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Usulan proposal dan perkiraan persetujuan bantuan pendanaan untuk pengelolaan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong adalah sebagai berikut (Tabel 35) Tabel 35Waktu Persiapan Proposal Investasi Tahapan
Langkah-langkah
Tahun indikatif
Persiapan
Misi persiapan. persiapan dokumen proyek
2015-2016
Evaluasi
Peninjauan dokumen oleh para pihak.perbaikan dokumen proyek
2015-2016
Diketahui oleh Kepala KPHL Model Remu Kota Sorong
Mengajukan permohonan penilaian
2015-2016
Disetujui lembaga pembiayaan
Mengajukan permohonan persetujuan proyek
2015-2016
Pencairan dana
Penandatangan kesepakatan hibah/pembiayaan bersama/utang
2015-2016
Diskusi dilakukan dengan para pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda beda. diantaranya: pemerintah. masyarakat sipil. sektor swasta. dan mitra pembangunan. untuk memperoleh masukan tentang rencana pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong (Tabel 36): Tabel 36Rencana pertemuan dengan para pihak Acara
Lokasi
Jumlah Peserta (Org)
Pertemuan dengan kementerian kehutanan
Kantor Kementerian Kehutanan
10
Pertemuan dengan lembaga finansial
Kantor Bank yang bersangkutan
5
Pertemuan dengan masyarakat adat atau lokal
Kantor KPHL
40
Pertemuan dengan para pihak
Kantor Dinas Kehutanan
100
Pertemuan dengan swasta
Kantor pihak swasta tersebut
20
Pertemuan dengan donor pembiayaan
Kantor perwakilan donor di Jakarta
10
Pertemuan dengan mitra pembangunan
Kantor KPHL
7
136
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Acara pertemuan dibuat berdasarkan kesepakatan dengan para pihak, sehingga tanggal, dan tempat pertemuan dapat berubah. Rencana pertemuan dibuat untuk memberikan arahan kegiatan bagi pengelola kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong dalam menjalankan kegiatannya.
5.15.3.
Konsultasi dengan Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal
Berbagai diskusi akan diselenggarakan dalam tahap awal Rencana Investasi ini untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang paling utama. mendapatkan perspektif mereka mengenai penyebab deforestasi dan degradasi hutan. langkahlangkah yang diambil. masalah yang dihadapi dan harapan/ekspektasi mereka. Serangkaian pertemuan diselenggarakan dan difasilitasi oleh KPHL Model Remu Kota Sorong. Keterlibatan para pemangku kepentingan akan terus berlanjut selama tahap mendesain proyek-proyek tertentu. sesuai dengan kebijakan perlindungan dan prosedur yang sudah dianut oleh masing-masing Bank Pembangunan Multilateral (MDB) untuk persiapan proyek. Para pemangku kepentingan. termasuk masyarakat adat dan masyarakat lokal akan terlibat selama fase awal setiap proyek. 5.15.4.
Bidang Investasi Strategis Di KPHL Model Remu Kota Sorong
Bidang investasi strategis yang terbuka untuk pendanaan khususnya terkait pengelolaan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong disajikan pada Tabel 37.
Tabel 37 Bidang Investasi Strategis di KPHL Model Remu Kota Sorong Bidang Investasi Strategis 1. Hasil Hutan Bukan Kayu
Mitra Strategis 5.171 ha
a. Industri Obat Tradisional
Perusahaan farmasi
b. Industri Kerajian Kreatif
Pemprov/Pemkot Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekrasda) KADIN Swasta Perguruan tinggi LSM
2. Jasa Lingkungan Air a. Konservasi Resapan Air
b. Pabrik Air Minum Dalam Kemasan
1.661ha Kementerian LH dan Kehutanan Pemprov dan Pemkot Pengguna Air Perusahaan Air Minum Dilakukan secara Mandiri
137
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG Bidang Investasi Strategis
Mitra Strategis
3. Jasa Lingkungan Karbon
3.003 ha
Carbon Buyers BP REDD+
4. Rehabilitasi
2.029 ha
Kementerian LH dan Kehutanan Pemprov dan Pemkot Swasta
5.15.5.
Kebijakan Yang Mendukung Dan Lingkungan Peraturan Khususnya Terkait REDD+.
Kebijakan tentang REDD+ perlu didukung oleh kebijakan yang kondusif sehingga rencana pengelolaan memiliki kepastian untuk dilaksanakan. khususnya dalam kerangka mekanisme pendanaan REDD+. dimana selama hutan di biarkan atau tidak diambil manfaatnya dan tidak bekontribusi terhadap masyarakat. maka perlu dicarikan solusi pengembangan usaha bagi masyarakat. oleh karena itu adanya kerangka peraturan dan peraturan turunan. khusunya mengenai REDD+ lebih dapat memberikan kepastian hukum. Adapun Kerangka fiskal dan peraturan serta peraturan turunannya yang mendukung REDD+ adalah sebagai berikut: a. Kerangka hukum untuk mengelola lahan hutan negara dan status sumber daya hutan adalah UUD 45 Pasal 33 yang menetapkan dasar kewenangan negara atas lahan dan sumber daya alam; serta UU Kehutanan (UU No. 41/1999). yang menetapkan prinsip dasar dan tujuan dari administrasi kehutanan negara. b. Ketetapan MPR tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (No. IX/2001) yang berisi prinsip-prinsip dan pendekatan yang dapat mengurangi konflik antar undang-undang maupun antar pengguna sumber daya alam. c. Undang-Undang Pokok Agraria (No. 5/1960)yang mempengaruhi pengelolaan lahan dan proses penetapan hak atas lahan; d. Kerangka Kebijakan Pertanahan Nasional (NLPF) yang dirumuskan oleh Pemerintah pada tahun 2004 dan 2005 untuk meninjau dan memperbaharui kebijakan pertanahan menyempurnakan peraturan perundang-undangan pertanahan
yang
ada
(termasuk
Undang-Undang
Pokok
Agraria).
138
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
menyelesaikan
masalah
pertanahan
yang
semakin
bertambah
dan
melaksanakan Ketetapan MPR Nomor IX/2001; e. Undang-undang desentralisasi. f. Undang-undang Sumber Daya Air (No. 7/2004). yang mengintegrasikan tanggung jawab lintas kementerian (dengan tanggung jawab utama pada Kementerian Pekerjaan Umum) untuk memperbaiki pengelolaan dan alokasi sumber daya air di tingkat nasional. g. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Administrasi Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah h. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik No. 14/2008. yang berlaku pada tahun 2010. Undang-undang tersebut mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk menyediakan dan mempublikasikan informasi publik sesuai dengan kewenangannya.
Kementerian Kehutanan mendukung UU tersebut
pada tahun 2011 dengan mengeluarkan sebuah peraturan pelaksanaan. i. Peraturan Presiden Nomor 61/2011 tentang RAN GRK; Instruksi Presiden Nomor 10/2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru bagi Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut serta Penyempurnaan Tata Kelola Hutan dan Gambut. j. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca k. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional; l. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2013 m. Keputusan Presiden Nomor 19/2010 yang menetapkan Satuan Tugas (Satgas) Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+. n. Pembentukan Kelompok Kerja Perubahan Iklim di Kementerian Kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 64/Menhut-II/2010. o. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.36/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Perijinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan. 139
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
p. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). q. Peraturan
Menteri
Kehutanan
No.
P.68/Menhut-II/2008
tentang
Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.
140
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
BAB
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
6
BAB 6 PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong akan didukung oleh kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh aspek kegiatan pengelolaan. 6.1.
Pembinaan
Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian agar KPHL Model Remu Kota Sorong
dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan dilakukan terhadap sumber daya manusia pelaksana pengelolaan dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong . Dalam rangka pembinaan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut : a. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pengelola
KPHL Model
Remu Kota Sorong dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan kawasan, baik berupa pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi
maupun
pendidikan non formal berupa pendidikan dan pelatihan lainnya yang dapat meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian guna mendukung jalannya pengelolaan. b. Terbentuknya suatu kondisi yang dapat menguatkan kerangka semangat kerjasama
diantara
pihak
pengelola,
pemerintah
daerah,
mitra
dan
masyarakat dalam pelaksanaan pengelolan KPHL Model Remu Kota Sorong . c. Pengembangan sistem informasi yang baik agar dapat menyajikan hal-hal baru yang bermanfaat bagi semua pihak di dalam pengelolaan. d. Pembinaan
dalam
rangka
meningkatkan
kesadaran
dan
pemahaman
masyarakat mengenai arti pentingnya pengelolaan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong
mengingat masyarakat di sekitar kawasan KPHL Model
141
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Remu Kota Sorong
merupakan bagian dilaksanakan dengan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh aspek kegiatan pengelolaan. Pembinaan
adalah
kegiatan
untuk
memberikan
pedoman
dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian agar KPHL Model Remu Kota Sorong
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna dan
berhasil guna. Pembinaan dilakukan terhadap sumber daya manusia pelaksana pengelolaan dan masyarakat di sekitar kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong . Dalam rangka pembinaan tersebut perlu dilakukan upayaupaya sebagai berikut : a. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pengelola
KPHL Model
Remu Kota Sorong dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan kawasan, baik berupa pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi
maupun
pendidikan non formal berupa pendidikan dan pelatihan lainnya yang dapat meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian guna mendukung jalannya pengelolaan. b. Terbentuknya suatu kondisi yang
dapat menguatkan kerangka semangat
kerjasama diantara para pihak yaitu: pengelola,
pemerintah daerah, mitra
dan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan
KPHL Model Remu Kota
Sorong . c. Pengembangan sistem informasi, dan penyajian infornasi tersebut secara menarik dan komunikatif agar pesan yang ingin disampaikan tidak ditafsirkan secara beragam oleh para pihak dan agar sosialisasi program yang dilaksanakan oleh KPHL Model Remu Kota Sorong
sampai dan dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh para pihak. d. Pembinaan
dalam
rangka
meningkatkan
kesadaran
dan
pemahaman
masyarakat mengenai arti pentingnya pengelolaan kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong , mengingat masyarakat di sekitar kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong merupakan bagian dari pengelolaan. Sehingga partisipasi para pihak khususnya masyarakat sangat diperlukan. 6.2.
Pengawasan
Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kinerja KPHL Model Remu Kota Sorong , agar KPHL Model dapat mengevaluasi pelaksanaan 142
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
tugas dan fungsinya dengan baik. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong Selatan dilakukan oleh pihak internal pengelola maupun para pihak yang berkompeten dan dilakukan secara
langsung
agar
pelaksanaan pengelolaan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Maksud dan tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana pengelolaan. Fungsi dari pengawasan dalam hal ini adalah sebagai penghimpun informasi yang nantinya
bermanfaat
dalam penilaian, sehingga dapat diketahui
perubahan yang terjadi terhadap fungsi dan kelestarian kawasan
perubahanKPHL Model
Remu Kota Sorong serta perubahan pada sosial ekonomi masyarakat. Disamping sebagai penghimpun informasi, pengawasan juga dapat berfungsi pemeriksaan terhadap
ketepatan dan kesesuaian
sasaran pengelolaan. Pada pemeriksaan
dimungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan terhadap sasaran dan program yang tidak tepat. 6.3.
Pengendalian
Pengendalian adalah segala upaya untuk menjamin dan mengarahkan agar kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai sasaran sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Didalam instansi pemerintahan, pengaturan pengendalian terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Sistem
Pengendalian Intern (SPI) menurut
peraturan ini adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.Sedangkan yang dimaksud dengan
Sistem
Pengendalian
Intern
Pemerintah
(SPIP)
adalah
Sistem
Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan pengendalian intern. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu instansi pemerintah dapat 143
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
berbeda dengan pengendalian
yang diterapkan pada instansi pemerintah lain.
Penyebab terjadinya perbedaan metode pengendalian pada berbagai instansi atau lembaga, salah satunya disebabkan oleh perbedaan visi, misi, dan tujuan dari masing-masing lembaga, instansi atau kementerian, selain karena adanya perbedaan lingkungan, sejarah dan latar belakang budaya dan resiko yang dihadapi oleh instansi, lembaga dan kementerian itu sendiri. Untuk menjadikan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan, tersedianya informasi yang terbuka pada tingkat manajemen KPHL Model Remu Kota Sorong , mitra pengelolaan, pemerintah daerah dan masyarakat sangat diperlukan.
Oleh karena itu perlu dilakukan
pengendalian pada unit pengelola sehingga visi, misi dan tujuan dari pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong dapat tercapai, serta memberikan jaminan agar seluruh proses pengelolaan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Lingkup pengendalian dilakukan pada tingkat pimpinan manajemen (kepala KPHL Model Remu Kota Sorong ) sampai kepada staf teknis pelaksana di lapangan sehingga tanggung jawab di dalam
pelaksanaan pengelolaan berjalan berdasarkan
prosedur operasional dan tata kerja organisasi pengelola KPHL Model Remu Kota Sorong.
144
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
BAB
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN
7
BAB 7 PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Pada rencana pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong , kegiatan pemantauan dan evaluasi kegiatan merupakan kegiatan penting yang direncanakan akan dilaksanakan.
Tujuannya
agar
seluruh
kegiatan
yang
direncanakan
dan
dilaksanakan mengarah pada tercapainya visi, misi dan tujuan pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong
Selatan yang sudah ditetapkan di awal. Selain itu
kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan juga termasuk ke dalam kegiatan yang direncanakan, untuk melihat sejauh mana tingkat pencapaian dan keberhasilan dari suatu program pengelolaan yang dilaksanakan. 7.1. Pemantauan Pemantauan adalah kegiatan pengamatan secara terus menerus terhadap pelaksanaan suatu tugas dan fungsi satuan organisasi. Kegiatan pemantauan yang dilanjutkan dengan evaluasi dapat dilakukan oleh unsur internal KPHL maupun unsur eksternal baik oleh instansi pemerintah maupun masyarakat. Pemantauan atau pemantauan terhadap jalannya pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh internal KPHL Model Remu Kota Sorong bersama-sama dengan instansi terkait dan pihak ke-3 sebagai mitra. Pemantauan
dilaksanakan
dengan
melakukan
penilaian
terhadap
seluruh
komponen kegiatan pengelolaan. Hasil yang diperoleh dari pemantauan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi pengelolaan. Jangka waktu pemantauan dapat dilakukan secara berkala. Evaluasi dilakukan dengan melihat ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan, yang dikategorikan kedalam kelompok masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan manfaat (benefits).
Pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi mencakup : 145
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
1. Pemantauan dan evaluasi oleh internal KPHL Model Remu Kota Sorong . 2. Pemantauan dan evaluasi oleh institusi lain. 3. Pemantauan dan evaluasi oleh masyarakat. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan guna menjamin jalannya proses pengelolaan dan tercapainya tujuan yang diharapkan. Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana pencapaian seluruh kegiatan yang sudah dilaksanakan. Pemantauan dan evaluasi dimulai dari pembinaan pada tingkat manajemen KPHL Model Remu Kota Sorong dengan pengawasan pada tingkat internal sebagai penilai dan pengontrol sampai kepada proses di lapangan. 7.2. Evaluasi Hasil yang diperoleh pada kegiatan pemantauan dan evaluasi akan menjadi masukan kepada kepala KPHL Model Remu Kota Sorong sebagai bahan dalam menentukan kebijakan di rencana dan pelaksanaan kerja periode berikutnya. Kegiatan pemantauan dan evaluasi ini dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut : 1. Membangun mekanisme pelaporan yang efektif dan efisien. 2. Rapat pembinaan reguler. 3. Sistem Pengawasan Internal Instansi.
Evaluasi keberhasilan program pengelolaan Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong dapat diukur dari : a. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan Kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong semakin menurun. b. Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang disekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi kawasan KPHL Model Remu Kota Sorong dari gangguan keamanan kawasan serta berkembangnya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan. c. Berhasilnya program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan sebagai upaya alternatif dalam peningkatan perekonomian masyarakat. d. Meningkatknya partisipasi pengelolaan
kawasan oleh seluruh stakeholder
yang memiliki kepedulian terhadap keberhasilan pembangunan KPHL Model 146
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Remu Kota Sorong , para pihak dimaksud yaitu: Pemerintah Pusat, Kepala KPHL Model Remu Kota Sorong
sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah
pengelola KPHL Model. Pemerintah Daerah propinsi dan Kabupaten, dan investor, LSM, masyarakat dan mitra pendukung lainnya. e. Tersedianya data dan informasi mengenai potensi kawasan. 7.3. Pelaporan Pelaporan
merupakan
bentuk
pertanggung-jawaban
kegiatan
mulai
dari
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi. Pada instansi pemerintah, pelaporan seluruh kegiatan yang dilaksanakan disampaikan dalam Laporan. Pelaporan kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja dari suatu instansi pemerintah dalam satu tahun anggaran, yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan sasarannya. Penyampaian laporan disampaikan kepada pihak yang memiliki hak atau yang berkewenangan meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Pada kegiatan pelaporan, kepala KPHL Model Remu Kota Sorong melaporkan hasil akhir seluruh kegiatan secara berkala khususnya terhadap kegiatan pengelolaan yang telah direncanakan sebelumnya dan realisai pelaksanaan kegiatannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Acuan yang digunakan dalam pelaporan adalah berdasarkan standar prosedur operasional yang berlaku pada lingkup Kementerian Kehutanan. Pelaporan disusun dengan mengacu kepada Prosedur Kerja pelaporan berdasarkan standar prosedur operasional yang berlaku pada lingkup Kementerian Kehutanan. Pelaporan disusun dengan mengacu kepada Prosedur Kerja KPHL Model Remu Kota Sorong . Tahapan dari penyampaian laporan dimulai dari penyiapan format laporan, penyusunan bahan laporan dan resume telaahan bahan laporan sampai ke pada tahap penyusunan Laporan Bulanan, Laporan Triwulanan, Laporan Semesteran, dan Laporan Tahunan. Seluruh laporan yang telah tersusun ditandatangani oleh Kepala KPHL Model Remu Kota Sorong
dan disampaikan kepada Menteri
kehutanan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten dan Propinsi.
147
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
BAB
PENUTUP
8
BAB 8 PENUTUP
Penentu keberhasilan pembangunan KPHL adalah adanya komitmen para pihak untuk ikut berpartisipasi secara aktif terhadap pengelolaan KPHL Model Remu Kota Sorong , tercukupinya staf pengelola baik administrasi maupun teknis lapangan yang sesuai dengan beban kerja yang dimiliki, konsistensi kebijakan, dan adanya kepastian hukum atas kawasan yang dikelola melalui penataan batas yang partisipatif, dan adanya pengakuan hak-hak masyarakat atas sumber daya hutan sebagai bentuk insentif yang mampu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu pengelolaan dan mengawasi setiap gangguan dan ancaman yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan hutan di wilayah KPHL Model Remu Kota Sorong.
148
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG(KPHL) MODEL REMU KOTA SORONG
Lampiran PETA
149