PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) OLEH MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR
JULIANA A. SIHOMBING
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
1
i
RINGKASAN JULIANA ANGGRAINI SIHOMBING. E14070027. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kabupaten Samarinda, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh SUDARYANTO. Hasil hutan bersifat multi komoditas yang berupa barang, yaitu: hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta jasa lingkungan. Hasil hutan bukan kayu telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan. Selain karena HHBK mudah diperoleh dan tidak membutuhkan teknologi yang rumit untuk mendapatkannya juga karena HHBK dapat diperoleh gratis dan mempunyai nilai ekonomi yang penting. Hal ini menjelaskan bahwa keberadaan HHBK diyakini paling bersinggungan dengan kepentingan masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, mengetahui tingkat pemanfaatannya terhadap hasil hutan, dan mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya hutan yang lestari. Metode pengambilan sample dilakukan dengan purposive sampling dengan kriteria responden yang dipilih adalah responden yang langsung memanfaatkan HHBK. Responden yang dipilih berasal dari 2 desa, yaitu: Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan masing-masing berjumlah 30 responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, studi literatur, dan data statistik. Analisis data yang digunakan adalah analisis tabulasi secara kualitatif, metode penilaian berdasarkan harga dan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat dilakukan dengan persentase dan skala likert. Jenis-jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan adalah HHBK nabati, meliputi: rotan, getah karet, pasak bumi, akar kuning, anggrek, gingseng, sarang semut, jamur dan HHBK hewani, seperti: babi hutan, rusa, kijang, kancil, landak,lebah madu, dan monyet beruk. Nilai manfaat HHBK yang diperoleh responden di Desa Mamahak Teboq sebesar Rp. 1.834.800.000,- /tahun dan di Desa Lutan nilai manfaat yang diperoleh adalah sebesar Rp. 744.690.000,/tahun. Kontribusi pemanfaatan HHBK terhadap pendapatan total Rumah Tangga yang diperoleh responden Desa Mamahak Teboq sebesar 86,1%, sedangkan responden di Desa Lutan 76,3%. Besarnya kontribusi pemanfaatan HHBK tersebut menunjukkan bahwa masih besarnya tingkat pemanfaatan dan ketergantungan mayarakat terhadap HHBK. Pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya hutan yang lestari berdasarkan skala likert tergolong tinggi dengan rata-rata skor sebesar 2,78. Masyarakat memahami bahwa dengan memanfaatkan sumber daya hutan secara terus-menerus dapat mempengaruhi ketersediaan sumber daya yang dimanfaatkan. Untuk itu, perlu dilakukannya pemanfaatan sumber daya hutan yang lestari dengan mengikuti kaidah atau peraturan-peraturan yang berlaku dan mencari alternatif lain untuk menambah pendapatan.
Kata kunci: Pemanfaatan, Hasil Hutan Bukan Kayu, Pemahaman, Skala Likert i
ii
SUMMARY JULIANA ANGGRAINI SIHOMBING. E14070027. Non Timber Forest Products (NTFPs) Utilization by village society around forest in IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Samarinda, East Borneo. Supervised by SUDARYANTO. Forest products in the form of multi-commodity goods namely timber forest products, non-timber forest products (NTFPs), and services. Non-timber forest products have been used by communities around the forest. Besides NTFPs being readily available and does not require complicated technology to get it also because of NTFPs can be obtained free of charge and has an important economic value. This explains the existence of most NTFPs are believed to intersect with the interests of forest communities to fulfil their alive need. The objectives of this research are: to determine the types of forest products is utilized by the people, to know the level of public utilization of forest products, and to know the level of understanding of rural communities around the forests about sustainable utilization of forest resources. Sampling method was performed using purposive sampling method. Respondents were selected two villages namely Mamahak Teboq Village and Lutan Village each number 30 respondents. Data collection is obtained from interviews, literature studies, field observation, and statistical data. Data calculation on value of forest product by tabulated in a qualitative analysis, based on the price, and community understanding using percentage and Likert scale. The types of non-timber forest products (NTFPs) are utilized by people living around forest are the plant NTFPs, include: rattan, rubber, earth peg, yellow root, orchid, ginseng, ant nests, fungal, and the animal NTFPs, such as: wild boar, deer, antelope, deer, porcupines, monkeys, and honey. The value of the benefits of non-timber forest products (NTFPs) obtained by the respondents in the Village Mamahak Teboq Rp. 1.8348 billion, - / year and in the Village Lutan Rp. 744.69 million, -/tahun. Contribution of NTFP utilization of total revenue earned Household respondents Mamahak Teboq Village for 86.1% and respondents in the Lutan Village for 76.3%. The amount of the contribution of NTFPs indicate the level utilization of NTFPs still high and sustain community still dependence on NTFPs. People's understanding of the utilization of forest resources liqueur based Likert scale is high which is an average score of 2.78. People understand that by utilizing forest resources can constantly affect the availability of resources utilized. For that, the utilization of the resources needed to do sustainable forest by following the rules or regulations and seek other alternatives to increase revenue. Key words: Utilization, Non-Timber Forest Products, Understanding, Likert Scale
PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) OLEH MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR
JULIANA A. SIHOMBING
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
i
iii
PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi berjudul Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) oleh masyarakat Desa Sekitar Hutan di IUPHHKHA PT. Ratah Timber, Samarinda, Kalimantan Timur adalah benar-benar hasil karya penulis sendiri dengan Dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, September 2011
Juliana A. Sihombing NRP E14070027
iv
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) oleh Masyarakat Desa sekitar Hutan di IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER Samarinda, Kalimantan Timur
Nama Mahasiswa
: Juliana A. Sihombing
NIM
: E14070027
Menyetujui, Pembimbing Akademik
Ir. Sudaryanto NIP 194803101980031001
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 196304011994031001
Tanggal Lulus :
v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih sayang dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Samarinda, Kalimantan Timur” ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Skripsi ini. Penulis juga berharap semoga penelitian ini dapat menjadi sumbangan informasi yang bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Bogor, September 2011
Penulis
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Siborongborong, Tapanuli Utara pada tanggal 17 Juli 1989 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara pasangan Bapak S. Sihombing dan Ibu E. Simamora. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 2 No. 173271 Siborongborong pada Tahun 1995-2001, SMP Negeri 1 Siborongborong Tahun 2001-2004. Pada Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Siborongborong dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutana IPB, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di CikeongBurangrang pada Tahun 2009 dan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada Tahun 2010. Pada Tahun 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam beberapa organisasi diantaranya menjadi Anggota Komisi Pelayanan Anak UKM PMK-IPB, Seksi Kerohanian di Persekutuan Fakultas Kehutanan dan Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah GAMASINTAN serta ikut menjadi panitia di beberapa acara yang diadakan di lingkungan kampus. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan Skripsi dengan judul Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Samarinda, Kalimantan Timur .
vii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih karunia-Nya sehingga penulisan Skripsi ini telah berhasil diselesaikan. Keberhasilan penulis tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang telah membantu proses penulisan Skripsi ini. pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan kepada terima kasih kepada: 1. Orang tuaku tersayang S. Sihombing dan E. Simamora atas segala kasih sayang, dukungan spiritual dan material, perhatian, dan doa yang diberikan kepada penulis. Skripsi ini dipersembahkan untuk Mama dan Bapak. 2. Ir. Sudaryanto selaku dosen Pembimbing yang telah baik dan sabar membimbing penulis mulai dari penyusunan Proposal penelitian hingga Skripsi ini dapat selesai. Terimakasih untuk arahan dan dukungan yang telah diberikan. 3. Kakak tercinta Indra Hayati Sihombing dan adik-adikku tersayang Nora Waty, Henny Berlianti, Lucky Boy, Ranapan Alex, dan Reinaldi untuk perhatian dan semangat yang telah diberikan. 4. Bapak Wahyul, Bapak Djatmiko, Bapak Wasis, Bapak Wahyudi dan kepada seluruh pihak PT. Ratah Timber yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT. Ratah Timber dan menyediakan segala keperluan penelitian selama di lapangan. 5. Karyawan di PT. Ratah Timber khususnya Bapak Hajang, Pak Kurnia, Pak Samusi, Mas Adi, Mas Muji, Ka Irvan, Om Paulus, Pak Ading, Pak Huvat, Pak Koko atas bantuan yang diberikan selama penelitian di lapangan. 6. Teman-teman tersayang di Istana BILO, Yusenda Sitompul, Tio Panta Sihombing, Lisbet Girsang, Renatalia Parhusip, Jenny Sianipar, Anette Sihombing atas semangat, dukungan, dan bantuannya. 7. Untuk yang terkasih Ribkha Sinaga untuk semangat dan bantuannya, untuk Johan, Jimmy, Adi, Christa, Marisa, Kristi, Grace, Nia, Monika dan teman-teman MNH 44 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. 8. Untuk James Siahaan, Charles Sianturi, Fernando Hasudungan Sianturi dan bang Sahat Simamora untuk dukungan, semangat dan doanya.
viii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ v DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ..................................................Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3
Tujuan ....................................................................................................... 4
1.4
Manfaat ..................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5 2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ................................................................ 5 2.2 Karakteristik Masyarakat ............................................................................ 10 2.3 Pemberdayaan Masyarakat .......................................................................... 11 2.4 Focus Group Discussion ............................................................................. 14 BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 15 3.1 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 15 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 18 3.3 Objek Penelitian .......................................................................................... 18 3.4 Ruang Lingkup ............................................................................................ 18 3.5 Metode Penelitian ........................................................................................ 18 3.5.1
Metode Pengambilan Contoh .......................................................... 18
3.5.2
Metode Pengumpulan Data ............................................................. 19
3.5.3
Metode Analisis Data ...................................................................... 19
3.5.4
Jenis Data yang Diperlukan ............................................................ 21
ix
BAB IV KONDISI UMUM .................................................................................. 22 4.1 Kondisi Biofisik .......................................................................................... 22 4.2 Kondisi Sosial dan Ekonomi ....................................................................... 32 4.3 Gambaran Umum Desa Penelitian .............................................................. 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 41 5.1 Karakteristik Reponden ............................................................................... 41 5.2 Pemanfaatan Hasil hutan Bukan Kayu ........................................................ 51 5.2.1 Pemanfaatan Hasil hutan Bukan Kayu Nabati...................................... 53 5.2.2 Pemanfaatan Hasil hutan Bukan Kayu Hewani .................................... 59 5.3 Pendapatan dari Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu ............................ 66 5.4 Pendapatan di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu ....................... 67 5.5 Pengeluaran Rumah Tangga untuk Berbagai Kebutuhan............................ 69 5.6 Kontribusi Hasil Hutan terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga .......... 70 5.7 Pemahaman Masyarakat terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Hutan ........ 71 5.8 Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................................... 83 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 84 6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 84 6.2 Saran ............................................................................................................ 85 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 86 LAMPIRAN .......................................................................................................... 88
x
DAFTAR TABEL Tabel 1 Jenis data penelitian yang diperlukan ................................................... 21 Tabel 2 Batas-batas wilayah pengusahaan hutan IUPHHK PT.RATAH TIMBER ............................................................................................... 22 Tabel 3 Luas areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER berdasarkan fungsi hutan ..................................................................................................... 23 Tabel 4 Luas Real IUPHHK PT. RATAH TIMBER berdasarkan jenis tanah .. 23 Tabel 5 Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT.RATAH TIMBER ............ 24 Tabel 6 Data curah hujan dan hari hujan bulanan rata-rata di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER ......................................................... 25 Tabel 7 Luas Sub DAS, Debit sungai dan kandungan sedimen dari beberapa titik sungai di areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER ........................ 26 Tabel 8 Sub-sub DAS di DAS PT. RATAH TIMBER ...................................... 27 Tabel 9 Kondisi penutupan lahan di areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER .... 27 Tabel 10 Perkiraan kondisi penutupan lahan di Areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER pada akhir 2010 .................................................................... 28 Tabel 11 Sediaan Tegakan di Areal berhutan IUPHHK PT RATAH TIMBER berdasarkan hasil IHMB ....................................................................... 29 Tabel 12 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Laham dan Long Hubung 30 Tabel 13 Desa yang berada di sekitar areal IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER .............................................................................................................. 32 Tabel 14 Jumlah kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER ............................................................................................... 33 Tabel 15 Komposisi penduduk menurut jenis kelamin di desa sekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah timber................................................................... 34 Tabel 16 Jumlah sarana pendidikan di sekitar areal PT. RATAH TIMBER ....... 36 Tabel 17 Persentase responden berdasarkan kelompok umur.............................. 42 Tabel 18 Persentase responden menurut tingkat pendidikan ............................... 43 Tabel 19 Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga................. 44 Tabel 20 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan ................................ 45 Tabel 21 Distribusi responden berdasarkan jarak tempat tinggal dari hutan ....... 47 Tabel 22 Persentase penggunaan lahan berdasarkan jenis lahan ......................... 48 Tabel 23 Distribusi responden berdasarkan luas kepemilikan lahan ................... 49 Tabel 24 Persentase responden berdasarkan jenis tanaman ................................. 49 Tabel 25 Distribusi responden berdasarkan pemanfaatan areal hutan dalam kegiatan usaha tani................................................................................ 50 Tabel 26 Persentase hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh responden 52
xi
Tabel 27 Persentase responden berdasarkan tujuan pemanfaatan Sumber daya hutan ..................................................................................................... 53 Tabel 28 Persentase pemanfaatan tumbuhan dari hutan ...................................... 58 Tabel 29 Persentase pemanfaatan satwa liar oleh responden............................... 63 Tabel 30 Pendapatan dari pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu ...................... 66 Tabel 31 Pendapatan di luar pemanfaatan hasil hutan bukan kayu ..................... 67 Tabel 32 Pengeluaran rumah tangga untuk berbagai kebutuhan ......................... 69 Tabel 33 Kontribusi manfaat hasil hutan ............................................................. 70 Tabel 34 Tingkat pemahaman berdasarkan interval nilai tanggapan ................... 71 Tabel 35 Pemahaman responden mengenai pemanfaatan hasil hutan ................ 72 Tabel 36 Pemahaman responden tentang SDH sebagai salah satu sumber pendapatan ............................................................................................ 74 Tabel 37 Pemahaman Responden tentang kerusakan dan kondisi hutan ............. 75 Tabel 38 Pemahaman responden tentang ladang berpindah ................................ 78 Tabel 39 Pemahaman Responden tentang kelestarian hutan ............................... 81
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. ......................................................... 17 Gambar 2 Diagram persentase jumlah keluarga pertanian di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER. ...................................................... 35 Gambar 3 Rotan mentah yang dipungut dari hutan. .......................................... 54 Gambar 4 Pemanfaatan rotan; (a) Lanjung; (b) Anjat ukuran sedang; (c) Anjat ukuran besar. ...................................................................................... 55 Gambar 5 Pemanfaatan rotan yang dikombinasikan dengan daun Kajang dan daun biru; (a) Seraung; (b) Tas gendong dan Tampi beras. ............... 55 Gambar 6 Pemanfaatan getah karet; (a) Lahan masyarakat yang ditananami Karet; (b) Getah karet yang ditores. ................................................... 57 Gambar 7 Pohon Kempas (Koompassia excelsa) sebagai sarang madu hutan. . 60 Gambar 8 Jenis-jenis satwa liar yang dimanfaatkan dan diburu oleh masyarakat. ............................................................................................................ 61 Gambar 9 Jerat yang dipasang di dalam hutan.................................................... 62 Gambar 10 (a) Kerusakan hutan akibat pembukaan jalan sarad (b)Kerusakan hutan akibat penebangan pohon. ...................................................... 76 Gambar 11 Kerusakan hutan akibat perladangan berpindah................................ 79
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Peta areal konsesi PT. RATAH TIMBER ....................................... 89 Lampiran 2 Identitas responden Desa Lutan....................................................... 90 Lampiran 3 Identitas responden Desa Mamahak Teboq ..................................... 92 Lampiran 4 Identitas responden Desa Mamahak Teboq Lanjutan...................... 93 Lampiran 5 Kepemilikan lahan responden Desa Lutan ...................................... 94 Lampiran 6 Kepemilikan lahan responden Desa Lutan Lanjutan ....................... 95 Lampiran 7 Kepemilikan lahan responden Desa Mamahak Teboq .................... 96 Lampiran 8 Kepemilikan lahan responden Desa Mamahak Teboq Lanjutan ..... 97 Lampiran 9 Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh responden Desa Lutan .. 98 Lampiran 10 Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh responden Desa Mamahak Teboq .......................................................................... 100 Lampiran 11 Pendapatan dari pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh responden Desa Lutan ................................................................. 102 Lampiran 12 Pendapatan dari pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh responden Desa Mamahak Teboq ............................................... 104 Lampiran 13 Pengeluaran responden Desa Lutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berdasarkan BPS........................................................ 106 Lampiran 14 Pengeluaran responden Desa Mamahak Teboq untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berdasarkan BPS ...................................... 108 Lampiran 15 Tingkat kesejahteraan responden Desa Lutan menurut indikator kemiskinan Sajogyo..................................................................... 110 Lampiran 16 Tingkat kesejahteraan responden Desa Mamahak Teboq menurut indikator kesejahteraan Sajogyo .................................................. 112 Lampiran 17 Pemahaman responden Desa Lutan dan Desa Mamahak Teboq mengenai pemanfaatan SDH yang lestari.................................... 114 Lampiran 18 Hasil uji validitas dan uji reliabilitas pemahaman pemanfaatan SDH dengan lestari ...................................................................... 115 Lampiran 19 Daftar dan status jenis satwa liar di PT. RATAH TIMBER ....... 117
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem pada hamparan lahan yang luas yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan yang berperan sangat penting bagi kehidupan di muka bumi ini. Paradigma baru sektor kehutanan telah memandang hutan sebagai multi fungsi, baik fungsi ekonomi, ekologi dan sosial. Selain multifungsi, sumber daya hutan juga bersifat multi komoditas berupa barang dan jasa. Adapun komoditas barang yaitu manfaat yang dapat dirasakan secara langsung berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Sedangkan, komoditas jasa adalah manfaat yang dirasakan secara tidak langsung. Sebagai negara mega biodiversity, Indonesia memiliki kekayaan hayati yang sangat beragam sekitar 30.000 - 40.000 jenis tumbuhan yang tersebar di hutan tropis di tiap pulau. Dari jenis tersebut yang tersebar di hutan tropis, 5% diantaranya memberikan hasil hutan berupa kayu dan selainnya justru memiliki potensi memberikan hasil hutan bukan kayu. Selain itu, Indonesia memiliki fauna berupa satwa liar yang juga sangat beranekaragam. Hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disebut dengan HHBK adalah hasil yang bersumber dari hutan selain kayu baik berupa benda-benda nabati seperti rotan, nipah, sagu, bambu, getah-getahan, biji-bijian, daun-daunan, obatobatan dan lain-lain maupun berupa hewani seperti satwa liar dan bagian-bagian satwa liar tersebut (tanduk, kulit, dan lain-lain). Pemanfaatan sumber daya hutan dengan tujuan utama ekstraksi kayu (timber management) masih mendominasi. Meski demikian, HHBK juga tidak dapat diabaikan begitu saja karena HHBK menjadi salah satu peluang yang tepat untuk dikembangkan dan hal ini tentu saja dapat mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan kayu. HHBK telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan baik secara langsung maupun tidak. Selain karena HHBK mudah diperoleh dan tidak membutuhkan teknologi yang rumit untuk mendapatkannya juga karena HHBK
1
2
dapat diperoleh gratis dan mempunyai nilai ekonomi yang penting. Hal ini menjelaskan bahwa keberadaan HHBK diyakini paling bersinggungan dengan kepentingan masyarakat sekitar hutan dalam memenuhi kebutuhan pangan, papan maupun ritual dan lain-lain. Tingkat pemanfaatan
masyarakat yang tinggi terhadap hasil hutan
diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran memelihara kawasan hutan. Tentu saja dengan bantuan tindakan pengelolaan sosial oleh perusahaan untuk memberikan jaminan akses pemanfaatan sumber daya hutan bagi kehidupan masyarakat. Supaya hutan tetap memberikan manfaat yang optimal bagi perusahaan maupun masyarakat di sekitarnya maka dibutuhkan pengelolaan hutan lestari untuk pemanfaatan yang berkelanjutan. Pengelolaan hutan lestari tersebut dapat terwujud dengan adanya kesadaran masyarakat yang diikuti dengan pemahaman mereka terhadap pemanfaatan sumber daya hutan. Dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan memperhatikan kondisi sosial masyarakat sekitar hutan maka IUPHHK diwajibkan mengadakan program kelola sosial yang salah satunya adalah Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH). Program ini merupakan salah satu program yang dilakukan oleh IUPHHK untuk memberdayakan masyarakat yang hidup dan bertempat tinggal di dalam dan di sekitar hutan. 1.2 Perumusan Masalah Secara sosiologis, keberadaan HHBK diyakini sepenuhnya paling bersinggungan dengan kepentingan masyarakat di sekitar hutan. HHBK terbukti menjadi penopang kelangsungan hidup masyarakat secara lintas generasi, sekaligus memberi dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan memanfaatkan sumber daya hutan berupa hasil hutan bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan lain-lain. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dipungut maupun dibudidayakan merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat sekitar hutan baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan.
3
Keberadaan perusahaan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) sebagai penghasil produksi kayu melalui kegiatan penebangan serta kegiatan lainnya akan berperan negatif terhadap ketersediaan hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan mengancam kelestarian sumber daya hutan. Selain oleh IUPHHK, pemanfaatan HHBK oleh masyarakat yang tidak diikuti dengan pengelolaan secara berkelanjutan juga akan mempengaruhi ketersediaan HHBK yang ada. Pengurangan hasil hutan yang disebabkan oleh kegiatan tersebut tentu akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih mengandalkan HHBK sebagai sumber pendapatannya. Dari permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan kajian mengenai tingkat pemanfaatan dan pemahaman masyarakat terhadap sumber daya hutan sehingga dapat merupakan dasar penentuan kebijakan pengembangan HHBK selanjutnya. Jika tingkat pemanfaatan masyarakat terhadap sumber daya hutan cukup tinggi maka dibutuhkan tindakan pengembangan HHBK yang sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Adanya pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan dan pelestarian sumber daya hutan juga sangat dibutuhkan demi terwujudnya sumber daya hutan yang lestari. Hal ini karena pelestarian hutan tidak hanya berkaitan dengan kegiatan penebanganan, pemeliharaan, dan pemulihan ekosistem hutan tetapi juga menyangkut kehidupan masyarakat tradisional yang secara alamiah diakui sebagai faktor penentu dalam pelestarian hutan. Masyarakat yang menyadari pentingnya fungsi hutan bagi keseimbangan ekosistem akan selalu berusaha mempertahankan keberadaan dan peran serta sumber daya hutan bagi kehidupannya. Mengukur dan menetapkan pemanfaatan masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan terhadap hasil hutan bukan kayu merupakan suatu kajian yang perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data mengenai perananan dan pengaruh hutan serta fungsinya terhadap ketergantungan hidup masyarakat.
4
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar hutan 2. Mengetahui tingkat pemanfaatan masyarakat desa sekitar hutan terhadap hasil hutan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya 3. Mengetahui tingkat pemahaman masyarakat desa sekitar hutan terhadap pemanfaatan sumber daya hutan yang lestari.
1.4 Manfaat Memperoleh informasi dan data pengaruh hutan dan fungsinya terhadap masyarakat kepada PT. RATAH TIMBER dan seberapa besar tingkat pemanfaatan HHBK oleh masyarakat sekitar hutan sehingga mampu untuk melakukan kebijakan dan kelola sosial yang berkaitan dengan HHBK
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Menurut Peraturan Menteri No. P35/ Menhut-II/ 2007, hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu sebagai segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dimanfatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable forest management, hasil hutan bukan kayu (HHBK) atau Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) yang tertuang pada Pasal 1 (13) dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007, adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran. Klasifikasi dan Jenis-jenis Hasil Hutan bukan Kayu (HHBK) HHBK dari ekosistem hutan sangat beragam jenis sumber penghasil maupun produk serta produk turunan yang dihasilkannya. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/ Menhut-II / 2007 tentang Hasil Hutan Bukan
6
Kayu, maka dalam rangka pengembangan budidaya maupun pemanfaatannya HHBK dibedakan dalam HHBK nabati dan HHBK hewani. 1. Kelompok Hasil Hutan dan Tanaman a. Kelompok Resin: agatis, damar, embalau, kapur barus, kemenyan, kesambi, rotan jernang, tusam. b. Kelompok minyak atsiri: akar wangi, cantigi, cendana, ekaliptus, gaharu, kamper, kayu manis, kayu putih. c. Kelompok minyak lemak: balam, bintaro, buah merah, croton, kelor, kemiri, kenari, ketapang, tengkawang. d. Kelompok karbohidrat : aren, bambu, gadung, iles-iles, jamur, sagu, terubus, suweg. e. Kelompok buah-buahan: aren, asam jawa, cempedak, duku, durian, gandaria, jengkol, kesemek, lengkeng, manggis, matoa, melinjo, pala, mengkudu, nangka, sawo, sarikaya, sirsak, sukun. f. Kelompok tannin: akasia, bruguiera, gambir, nyiri, kesambi, ketapang, pinang, rizopora, pilang. g. Bahan pewarna: angsana, alpokat, bulian, jambal, jati, kesumba, mahoni, jernang, nila, secang, soga, suren. h. Kelompok getah: balam, gemor, getah merah, hangkang, jelutung, karet hutan, ketiau, kiteja, perca, pulai, sundik. i. Kelompok tumbuhan obat: adhas, ajag, ajerar, burahol, cariyu, akar binasa, akar gambir, akar kuning, cempaka putih, dadap ayam, cereme. j. Kelompok tanaman hias: angrek hutan, beringin, bunga bangkai, cemara gunung, cemara irian, kantong semar, pakis, palem, pinang merah. k. Kelompok palma dan bambu: rotan (Calamus sp, Daemonorops sp, Korthalsia sp), bambu (Bambusa sp, Giganthocloa sp, Euleptorhampus viridis, Dendrocalamus sp), agel, lontar, nibung. l. Kelompok alkaloid: kina, dll. 2. Kelompok Hasil Hewan a. Kelompok hewan buru : 1. Kelas mamalia: babi hutan, bajing kelapa, berut, biawak, kancil, kelinci, lutung, monyet, musang, rusa.
7
2. Kelas reptilia: buaya, bunglon, cicak, kadal, londok, tokek, jenis ular 3. Kelas amfibia: bebagai jenis katak 4. Kelas aves: alap-alap, beo, betet, kakatua, kasuari, kuntul merak, nuri perkici, serindit b. Kelompok hasil penangkaran: arwana irian, buaya, kupu-kupu, rusa c. Kelompok hasil hewan: burung wallet, kutu lak, lebah, ulat sutera HHBK dalam pemanfaatannya memiliki keunggulan dibanding hasil kayu, sehingga HHBK memiliki prospek yang besar dalam pengembangannya. Adapun keunggulan HHBK dibandingkan dengan hasil kayu adalah sebagai berikut: 1. Pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan kerusakan yang besar terhadap hutan dibandingkan dengan pemanfaatan kayu. Karena pemanenannya tidak dilakukan dengan menebang pohon, tetapi dengan penyadapan, pemetikan, pemangkasan, pemungutan, perabutan dll. 2. Beberapa HHBK memiliki nilai ekonomi yang besar per satuan volume (gaharu). 3. Pemanfaatan HHBK dilakukan oleh masyarakat secara luas dan membutuhkan modal kecil sampai menengah. Dengan demikian pemanfaatannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan usaha pemanfaatannya dapat dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat. 4. Teknologi yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah HHBK adalah teknologi sederhana sampai menengah. 5. Bagian yang dimanfaatkan, yaitu: daun, kulit, getah, bunga, biji, kayu, batang, buah, dan akar cabutan. Dengan demikian pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan kerusakan ekosistem hutan. Walaupun HHBK memiliki keunggulan dibandingkan dengan hasil kayu, tetapi pemanfaatan HHBK belum dilaksanakan secara optimal. Beberapa permasalahan yang terkait dengan pemanfaatan HHBK adalah sebagai berikut: 1. Belum ada data tentang potensi, sebaran dan pemanfaatan HHBK baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui manfaatnya. Hal tersebut menyebabkan perencanaan pemanfaatan HHBK tidak dapat dilakukan.
8
2. Pemanfaatan HHBK hanya terfokus pada HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga mengancam kelimpahan populasi HHBK. 3. Budidaya HHBK belum seluruhnya diketahui secara pasti. Karena selama ini pemanfaatan HHBK berasal dari hutan alam dan upaya untuk melakukan budidaya belum dilakukan. Sehingga perlu dilakukan upaya mendapatkan teknologi budidaya HHBK. 4. Pemanfaatan HHBK hanya dilakukan secara tradisional. Karena sifatnya tradisional maka kualitas produk masih rendah. 5. Tata niaga HHBK masih banyak yang tersembunyi dan ketiadaan akses informasi pasar sehingga tidak memberikan margin pemasaran yang besar pada petani/pengambil HHBK. Untuk itu perlu dilakukan analisis pemasaran untuk memberikan margin pemasaran yang besar bagi petani. 6. Pemerintah kurang memberikan kebijakan yang bersifat insentif baik pada aspek pemanfaatan HHBK maupun pengembangannya. Pengembangan HHBK Meskipun potensi hasil hutan bukan kayu cukup berlimpah tidak semua hasil hutan bukan kayu tersebut dapat dikembangkan. Ada beberapa strategi pengembangan yang harus dilakukan untuk memilih jenis prioritas hasil hutan bukan kayu yang diunggulkan dan layak untuk dikembangkan. Strategi pengembangan yang harus dilakukan harus sesuai dengan kriteria, indikator, dan standar yang ditetapkan. Tersedianya jenis komoditas HHBK unggulan maka usaha dan pemanfaatannya dan dapat dilakukan lebih terencana sehingga pengembangan HHBK dapat berjalan dengan baik, terarah, dan berkelanjutan. Jenis HHBK unggulan adalah jenis hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan budidaya maupun pemanfaatannya di wilayah tertentu sesuai kondisi biofisik setempat guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang dipilih berdasarkan kriteria dan indikator tertentu yang ditetapkan. HHBK unggulan ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria mencakup kriteria ekonomi, biofisik dan lingkungan, kelembagaan, sosial dan kriteria teknologi. Jenis HHBK unggulan dikelompokkan dalam 3 (tiga) unggulan, yaitu: unggulan nasional, unggulan provinsi, dan unggulan lokal (kabupaten/kota setempat). HHBK unggulan tersebut dapat dipergunakan sebagai
9
arahan dalam mengembangkan jenis HHBK di tingkat pusat dan daerah. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P 21/Menhut-II/2009 kriteria dan indikator HHBK unggulan adalah sebagai berikut: 1.
Kriteria ekonomi Kriteria ekonomi adalah aspek yang mengukur besaran ekonomi dari jenis
HHBK yang sedang dievaluasi. Parameter ekonomi mempunyai bobot terbesar (35%) dalam pemilihan komoditas unggulan HHBK mengingat pengembangan HHBK diarahkan untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Besaran ekonomi meliputi 7 (tujuh) indikator sebagai berikut: a. Nilai perdagangan ekspor b. Nilai perdagangan dalam negeri c. Lingkup pasar d. Potensi pasar internasional e. Mata rantai pasar f. Cakupan pengusahaan g. Investasi usaha 2.
Kriteria biofisik dan lingkungan Biofisik dan lingkungan merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan
dalam pengembangan suatu jenis HHBK. Indikator-indikator pada kriteria biofisik dan lingkungan adalah sebagai berikut: a. Potensi tanaman b. Penyebaran c. Status konservasi d. Budidaya e. Aksesbilitas ke sumber HHBK 3.
Kriteria kelembagaan Kelembagaan
merupakan
aspek
penting
dalam
penentuan
tingkat
keunggulan suatu komoditas HHBK karena menyangkut unsur pelaku dan tata aturan produksi dan perdagangan HHBK tersebut. Enam indikator pada kriteria kelembagaan yang dipergunakan dalam penentuan tingkat keunggulan suatu komoditas HHBK adalah sebagai berikut: a. Jumlah kelompok usaha (produsen/koperasi)
10
b. Asosiasi kelompok usaha c. Aturan tentang komoditas bersangkutan d. Peran institusi e. Standar komoditas bersangkutan f. Sarana/fasilitas pengembangan bersangkutan 4.
Kriteria sosial Dipilihnya aspek sosial sebagai salah satu kriteria dalam penentuan tingkat
keunggulan komoditas HHBK merupakan keberpihakan kepada masyarakat lokal dalam pengusahaan HHBK. Indikator yang dipilih berupa keterlibatan dan kepemilikan masyarakat dalam usaha HHBK adalah sebagai berikut: a. Pelibatan masyarakat b. Kepemilikan usaha 5.
Kriteria teknologi Aspek teknologi dipilih sebagai kriteria penentuan unggulan komoditas
HHBK karena memiliki peran dalam pengembangan HHBK tersebut baik dalam menjamin pasokan HHBK sebagai bahan baku maupun dalam peningkatan nilai tambah HHBK tersebut. Indikatornya adalah sebagai berikut: a. Teknologi budidaya b. Teknologi pengolahan hasil Berdasarkan pengelompokannya HHBK terdiri dari 9 kelompok yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan. Namun, saat ini hanya terdapat 5 jenis HHBK yang ditetapkan pemerintah yang mendapat prioritas pengembangannya. Kelima komoditas HHBK unggulan tersebut,yaitu: rotan, bambu, lebah, sutera, dan gaharu. 2.2 Karakteristik Masyarakat Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.01/Menhut-II/ 2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau Sekitar Hutan Dalam Rangka Social Forestry, masyarakat di dalam dan atau sekitar hutan adalah kesatuan komunitas sosial didasarkan pada mata pencaharian yang bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan. Masyarakat perdesaan di sekitar
11
hutan adalah masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan, kesejahteraan, inisiasi, dan daya kreasi yang relatif rendah. Pengelolaan sumber daya hutan dan komponen masyarakat sekitarnya merupakan hal penting dalam menjaga kelastarian hutan. Masyarakat lokal yang tinggal, hidup, dan mencari makan di sekitar hutan, kehidupannya telah menyatu dengan alam lingkungan yang saling mempengaruhi. Disisi lain, kehidupan masyarakat lokal sekitar hutan belum juga terangkat secara ekonomi dan masih tetap miskin. Masyarakat lokal sekitar hutan tidak hanya memandang hutan sebagai penghasil produksi atau ekonomi saja, tetapi juga memandang sebagai sumber manfaat lain baik dari aspek ekologis maupun dari aspek cultural. Kepentingan masyarakat lokal sekitar hutan yang menyangkut sendi kehidupannya itu menimbulkan komitmen yang kuat guna memanfaatkan sumber daya hutan sebaik-baiknya yang tentunya, dengan kearifan lokal yang mereka punyai dalam pengelolaan hutan. Dengan demikian kelestarian hutan dan manfaat hutuan, kehidupan mereka secara individu dan kelompok serta dapat menjaga hubungan baik mereka dengan alam. 2.3 Pemberdayaan Masyarakat Subejo dan Supriyanto (2004) memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Okupasi dan enclave tidak dapat dipisahkan dari kawasan hutan, bukan hanya disebabkan oleh luasnya kawasan hutan namun juga dipengaruhi oleh cepatnya pertambahan penduduk dan pembangunan diluar kehutanan yang menggunakan lahan. Sementara itu, pengelolaan sumber daya yang lestari tentu
12
saja bertujuan untuk mendapatkan manfaat yang optimal. Sesuai perkembangan paradigma pengelolaan kawasan hutan dalam Peraturan pemerintah RI No. 3 Tahun 2008 yang merupakan revisi dari Peraturan pemerintah RI No. 6 Tahun 2007 cenderung melibatkan masyarakat melalui pemberdayaan sehingga okupasi dan enclave dapat diselesaikan. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui pembentukan hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan atau hutan kemitraan. Pada hutan lindung dan produksi pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan membangun hutan desa. Pemberian hak pengelolaan hutan desa baik oleh pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya memberikan fasilitas sebagai berikut: 1. Pengembangan kelembagaan dan Pengembangan usaha (Pembentukan kelompok tani dan fasilitasi) 2. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM (Bimbingan teknologi, pendidikan, magang, dan latihan) 3. Peningkatan akses dan asset sosial(regulasi) Terdapat 2 (dua) cakupan pada kelola sosial atau pemberdayaan masyarakat yaitu program pengembangan masyarakat yang terdiri dari PMDH (Pembinaan Masyarakat Desa Hutan), CSR (Corporate Social Responsibility), dan CD (Community
Development)
serta
pengelolaan
dan
pemantauan
dampak
lingkungan. PMDH merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang HPH/HPHTI dengan menyumbang dan menyisihkan sebagian keuntungannya (sebagai biaya sosial) untuk membantu kesejahteraan masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan yang berdekatan dengan areal kerja HPH mereka. Sesuai dengan Kepmenhut No. 69/Kpts-II/1995 tentang kewajiban HPH dan HPHTI, Pembinaan Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan bertujuan untuk : 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan 2. Meningkatkan kualitas sumber daya hutan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah bentuk tanggung jawab perusahaan, tidak saja HPH atai HPHTI tetapi semua perusahaan terhadap pemberdayaan masyarakat sekitar. Prinsip sebuah CSR adalah menyeimbangkan
13
unsur ekonomi dan sosial. Perusahaan dituntut tidak saja mengejar keuntungan ekonomi namun disisi lain perusahaan dituntun untuk memperhatikan kesejahteraan terhadap kondisi lingkungan. Giarci (2001) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan, dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Program Community Development memiliki tiga karakter utama yaitu berbasis masyarakat (community based), berbasis sumber daya setempat (local resource based) dan berkelanjutan (sustainable). Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa perusahaan melakukan kegiatan community development, antara lain adalah: 1. Izin lokal untuk beroperasinya perusahaan dalam mengembangkan hubungan dengan masyarakat lokal. 2. Mengetahui sosial budaya masyarakat lokal. 3. Mengatur dan menciptakan strategi ke depan melalui program community development. Reputasi hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat lokal dan community development dapat menciptakan kesempatan usaha yang baru. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, maupun sosial budaya , serta kelestarian hutan Dan kawasan hutan. 2. Mengaktualisasikan akses masyarakat terhadap hutan dan kawasan hutan dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. 3. Melibatkan masyarakat desa setempat dalam pengelolaan hutan, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan hingga monev, khususnya PMDH. 4. Meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai pendukung utama dalam pembangunan kehutanan melalui peningkatan ekonomi kerakyatan di sekitar kawasan hutan.
14
2.4 Focus Group Discussion FGD (Focus Group Discussion) adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. FGD merupakan bentuk penelitian kualitatif, dimana sekelompok orang yang bertanya tentang sikap mereka terhadap suatau permasalahan. Pertanyaan diminta dalam group pengaturan interaktif dimana peserta bebas untuk bicara dengan anggota kelompoknya. Menurut Irwanto (2006) keberhasilan FGD ditentukan oleh peranan moderator. Adapun prinsip-prinsip pada FGD adalah: 1. FGD merupakan kelompok diskusi interaktif, hidup, dan dinamis 2. FGD adalah group bukan individu 3. FGD adalah diskusi terfokus bukan diskusi bebas Beberapa kelebihan dalam pengumpulan informasi dengan menggunakan metode FGD adalah sebagai berikut: 1. Interaksi anggota kelompok bermanfaat menggali tanggapan, pendapat, dan saran selama diskusi 2. Prosedur penelitian berorientasi sosial 3. Biaya lebih rendah dan depth interview (wawancara mendalam) 4. Face validity tinggi 5. Responden bisa bersikap lebih tinggi Adapun kelemahan dalam pengumpulan informasi dengan metode FGD adalah sebagai berikut: 1. Efek dari peserta/anggota yang kemungkinan mendominasi diskusi 2. Sulitnya mengelompokkan responden yang pertanyaan atau pendapatnya ingin digali lebih dalam 3. Datanya bersifat kualitatif sehingga sangat tergantung kepada daya tafsir moderator 4. Memerlukan moderator yang pakar dan berpengalaman
15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Pada awalnya, kegiatan pengelolaan hutan Indonesia didominasi oleh ekstraksi hutan berupa hasil hutan kayu. Pemanfaatan hutan dengan ekstraksi kayu telah mengakibatkan degradasi hutan sehingga menyebabkan kerusakan habitat hutan yang berdampak negatif terhadap ketersediaan HHBK.
Namun
paradigma tersebut telah bergeser menjadi sebuah paradigma pengelolaan hutan yang baru. Paradigma pengelolaan hutan yang semula terpusat pada ekstraksi kayu (timber management) kini telah berubah menjadi pengelolaan hutan sebagai sebuah ekosistem (forest resource based management) yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Paradigma baru sektor kehutanan berorientasi pada dimensi ekologi yang bertujuan mempertahankan sumber daya, dimensi ekonomi yang mencakup komoditi dan jasa serta dimensi sosial yang mencakup manusia yang membuat proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Adanya pandangan tersebut maka diharapkan pengembangan pengelolaan hutan dilakukan
dengan
berbasiskan
pengelolaan
sumber
daya
hutan
yang
berkesinambungan (Sustainable Forest Management). Paradigma baru sektor kehutanan menuntut adanya keterlibatan oleh semua pihak, yaitu pihak pengelola atau pemegang hak pengelolaan hutan, pemerintah dan bahkan keterlibatan masyarakat yang hidup dan tinggal di sekitar hutan yang secara nyata paling berinteraksi langsung dengan hutan. Pengelolaan hutan menyangkut multi kepentingan, dimana pengelolaan hutan tidak lepas dari kepentingan antara pemerintah dan kepentingan masyarakat yang dapat mengakibatkan terabaikannya kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Untuk mewujudkan paradigma hutan yang multi fungsi, maka dibutuhkan peran serta masyarakat secara langsung dalam pengelolaan hutan yang lestari.
16
Menurut Sumadiwangsa dan Gusmailina (2006), pengembangan sumber daya hutan yang berkesinambungan membuka peluang pengembangan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) karena memiliki keunggulan yang komparatif serta sangat bersentuhan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) mampu memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara. Karena pada kenyataannya, keanekaragaman hayati yang terkandung di dalam ekosistem hutan hanya sekitar 5% saja yang memberikan hasil hutan berupa kayu dan bagian terbesar yakni 95% justru memiliki potensi memberikan hasil hutan bukan kayu. Dalam pengelolaan HHBK sebaiknya melibatkan pemberdayaan masyarakat. Sehingga dengan adanya pemberdayaan masyarakat terhadap pengembangan HHBK tentu saja akan membuka lapangan kerja baru dan hal tersebut tidak hanya bermanfaat bagi pihak pemerintah saja namun juga ikut menguntungkan masyarakat dan terutama terhadap kelestarian sumber daya hutan. Langkah awal yang harus dilakukan dalam pengembangan HHBK adalah dengan menginventarisasi dan memetakan potensi jenis komoditas HHBK yang ada di suatu daerah kawasan hutan termasuk mengetahui seberapa besar tingkat pemanfaatan HHBK oleh masyarakat sekitar hutan terhadap HHBK tersebut. Dari hasil analisis pemanfaatan dan survei potensi HHBK akan diketahui jenis apa saja yang berkontribusi terhadap pendapatan masyarakat dan apakah HHBK yang dimanfaatkan layak untuk dikembangkan. Tingkat pemanfaatan masyarakat dianalisi dari seberapa besar kontribusi pemanfaatan HHBK terhadap pendapatan total rumah tangga. Dengan adanya pergesaran dari pengelolaan hutan yang berorientasi kayu menjadi HHBK akan memberikan kesempatan regenerasi alam kembali membaik. Dari keterlibatan masyarakat secara langsung terhadap pemanfaatan HHBK juga diharapkan pemahaman mereka terhadap kelestarian sumber daya hutan tinggi. Sehingga partisipasi mereka terhadap suksesnya pengelolaan hutan yang lestari tercapai.
17
PENGELOLAAN HUTAN Multi fungsi
Multi guna
Kesadaran magis
Multi kepentingan
Kesadaran Kritis
Kesadaran Naif
Pemberdayaan masyarakat
Kriteria ekonomi
Pengembangan HHBK Pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan SDH yang lestari
Kriteria sosial Kriteria kelembagaan Kriteria Biofisik
Pemanfaatan HHBK oleh masyarakat
Peningkatan pendapatan masyarakat dari pemanfaatan HHBK Kontribusi pemanfaatan HHBK terhadap pendapatan RT dan kesejahteraan masyarakat Keterangan : Penggolongan kesadaran manusia menurut Freire : Batasan penelitian : Pengaruh langsung : Pengaruh tidak langsung Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
18
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) oleh masyarakat desa sekitar hutan dilakukan di desa-desa sekitar kawasan hutan PT. RATAH TIMBER Kabupaten Samarinda, Kalimantan Timur. Penelitian dilakukan selama 2 bulan, mulai Bulan April sampai Bulan Mei 2011. 3.3 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah masyarakat desa sekitar kawasan hutan PT. RATAH TIMBER, yaitu: Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan yang berada di Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Samarinda, Kalimantan Timur. 3.4 Ruang Lingkup 1. Penelitian ini difokuskan pada tingkat pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat desa hutan di wilayah kerja IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER Samarinda, Kalimantan Timur. 2. Responden yang dipilih adalah masyarakat desa yang bertempat tinggal di sekitar hutan PT. RATAH TIMBER yaitu masyarakat Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan. 3. Hasil hutan bukan kayu adalah hasil yang bersumber dari hutan selain kayu baik berupa benda-benda nabati seperti rotan, nipah, sagu, bambu, getahgetahan, biji-bijian, madu, daun-daunan, obat-obatan dan lain-lain maupun berupa hewani seperti satwa liar dan bagian-bagian satwa liar tersebut (tanduk, kulit, dan lain-lain). 3.5 Metode Penelitian 3.5.1
Metode pengambilan contoh Responden dipilih dengan metode Purposive Sampling melalui pemilihan
yang disengaja dengan tujuan tertentu. Kriteria pengambilan responden adalah masyarakat yang terlibat langsung dalam pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Pemilihan lokasi penelitian dipilih juga didukung berdasarkan desa yang lebih dekat dengan wilayah konsesi PT. RATAH TIMBER dan memiliki akses
19
yang mudah menuju desa tersebut. Setiap desa dipilih 30 responden sehingga total responden kedua desa berjumlah 60 responden. 3.5.2
Metode pengumpulan data
1. Pendekatan Untuk pengambilan data penelitian dilakukan dengan pendekatan FGD 2. Metode pengambilan data dan ragam data a.
Wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur/bebas pada responden
b.
Observasi lapang
c.
Studi literatur untuk menambah kelengkapan data yang diperoleh dengan cara mempelajari, mengutip buku dan laporan yang berkaitan dengan penelitian
d. 3.5.3
Pengumpulan data statistik yang ikut membantu dalam penelitian Metode analisis data
1. Karakteristik pemanfaatan sumber daya hutan dan non pemanfaatan sumber daya hutan Pengolahan data mengenai karakteristik pemanfaatan sumber daya hutan dan non pemanfaatan sumber daya hutan dianalisis tabulasi secara kualitatif. Analisis kualitatif digunakan dalam menghubungkan karakteristik masyarakat, meliputi: nama, umur, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, jenis kelamin, agama, dan mata pencaharian. 2. Penentuan jenis-jenis pemanfaatan sumber daya hutan dan kontribusinya Pengolahan data pemanfaatan sumber daya hutan dilakukan dengan analisa data kuantitatif analisis tabulasi dengan menggunakan perhitungan statistik sederhana. a. Nilai manfaat hasil hutan oleh masyarakat HKB = │V X Hk X f│ dan Total pendapatan = ∑ HKBi Dimana: HKB V
: Nilai hutan yang diambil masyarakat dari hutan (Rp/tahun) : Jumlah hasil hutan yang diperoleh dalam 1 kali pengambilan (ikat, kg, ekor, m3, batang)
20
Hk F I
: harga hasil hutan (Rp/ikat, Rp/kg, Rp/m3, Rp/batang) : frekuensi pengambilan hasil hutan (tahun) : jenis hasil hutan (1,2,..., n)
b. Kontribusi sumber daya hutan terhadap pendapatan total rumah tangga Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan dari pekerjaan pokok maupun sampingan berupa pemanfaatan hasil hutan non kayu dan pendapatan non pemanfaatan sumber daya hutan. Persentase pendapatan masyarakat dari kegiatan pemanfaatan hasil hutan terhadap total pendapatan dihitung dengan persamaan sebagai berikut: k = dh/ (dh+dl) x 100% Dimana: K = persentase pendapatan dari manfaat hasil hutan Dh = pendapatan dari manfaat hasil hutan Dl = pendapatan dari luar manfaat hasil hutan Pengeluaran perkapita (Rp/bulan/orang) = Rp Bulan Jumlah tanggungan keluarga orang
Total pengeluaran Rumah tangga
c.
Metode penilaian pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya hutan Metode yang digunakan untuk menilai pemahaman masyarakat terhadap
pemanfaatan sumber daya hutan adalah dengan metode Skala Likert. Metode Skala Likert dilakukan dengan memberikan skor untuk mengukur tingkat pemahaman dengan memberikan nilai pada setiap pertanyaan yang memiliki kisaran dari 1 sampai 3. Data pemahaman masyarakat tersebut akan diuji validitas dan reabilitas dengan menggunakan software SPSS 14.0 for windows.
21
3.5.4
Jenis Data yang Diperlukan
Tabel 1 Jenis data penelitian yang diperlukan No 1
Jenis data Data Primer
Klasifikasi Data identitas responden
Data pendapatan ekonomi Rumah tangga Data pendapatan RT Pemanfaatan HHBK
Rincian data • • • • • • • • • • • •
Nama responden Alamat (desa, Kec, dusun) Umur Jenis kelamin Pendidikan Jumlah anggita keluarga Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan Luas Kepemilikan lahan hutan Usaha pertanian Usaha peternakan Berdagang dll
• • • •
Sumber pendapatan Jumlah pendapatan Jenis HHBK yang dimanfaatkan Tujuan pemanfaatan HHBK (konsumsi,kayu bakar,dijual) Pemahaman terhadap pemanfaatan dan pengelolaan HHBK Biaya kebutuhan sehari-hari (kebutuhan makan, kesehatan, transportasi, dll) Kebutuhan insidentil dalam jumlah besar (biaya untuk naik haji, sunatan, pendidikan, pernikahan, pajak, listrik, dll) Frekunsi waktu pengeluaran Letak Luas topografi Iklim Jumlah penduduk Pendidikan Mata pencaharian Potensi lokal tempat penelitian
• Data pengeluaran • Rumah tangga •
2
Data sekunder
Data Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Data Sosial Ekonomi Masyarakat
• • • • • • • •
Data pemanfaatan • Jenis HHBK yang dimanfaatkan HHBK oleh • Tujuan pemanfaatan masyarakat
Sumber data
Responden
Responden
Responden
Responden
Responden
Potensi desa & Perusahaan
22
BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Biofisik 1.
Letak dan luas IUPHHK Secara geografis areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER terletak pada
114o55’ – 115o30’ Bujur Timur dan 0o2’LS – 0o15’LU. Berdasarkan letak administrasi pemerintahan, areal tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Long Hubung dan Kecamatan Laham, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan wilayah pemangkuan hutan IUPHHK PT. RATAH TIMBER termasuk dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Mamahak Besar, Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Menurut pembagian wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER berada dalam wilayah DAS Mahakam yang tersebar pada Sub DAS Ratah. Adapun batas-batas areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 2 Batas-batas wilayah pengusahaan hutan IUPHHK PT.RATAH TIMBER No
Lokasi
1
Utara
Berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL) dan IUPHHK-HA PT Seroja Universum Narwastu
2
Timur
APL dan IUPHHK PT. Kedap Sayaaq
3
Selatan
Hutan Negara (Non IUPHHK) dan Hutan Lindung Batu Buring Ayok
4
Barat
Hutan Negara (Non IUPHHK) dan IUPHHK Agro City Kaltim
Sumber: RKUPHHK PT. RATAH TIMBER 2010
Hasil super-impose antara Peta Areal Kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER dengan Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi Kalimantan Timur disajikan pada tabel di bawah ini.
23
Tabel 3 Luas areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER berdasarkan fungsi hutan Luas
No
1 2
Fungsi hutan
Jumlah
Blok I
Blok II
(Ha)
Hutan Produksi Tetap (HP)
66.610
6.810
73.420
Hutan
20.005
-
20.005
86.615
6.810
93.425
Produksi
Terbatas
(HPT) Jumlah
Sumber: 1. Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi Kalimantan Timur 1:250.000 2. Peta lampiran perpanjangan IUPHHK PT. Ratah Timber
2.
Jenis tanah dan geologi Berdasarkan peta tanah tinjau Kalimantan skala 1:250.000 tahun 1976, areal
kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER , memiliki tiga jenis tanah, yaitu podsolik merah kuning, latosol, dan aluvial. Luas masing-masing jenis tanah secara rinci disajikan pada tabel berikut: Tabel 4 Luas Real IUPHHK PT. RATAH TIMBER berdasarkan jenis tanah Luas No 1
Jenis tanah
Podsolik Merah
Blok I
Blok II
Total
Ha
%
Ha
%
Ha
%
75.095
86,7
3.228
47,4
78.323
84
Kuning 2
Latosol
9.354
10,8
3.582
52,6
12.936
14
3
Aluvial
2.165
2,5
-
-
2.165
2
86.615
100
6810
100
93.425
100
Jumlah
Sumber: Pengukuran Planimetris Peta Tanah Tinjau, skala 1:250.000 (Badan Pertahanan Nasional Unit Kalimantan Timur)
Tanah Podsolik Merah Kuning terbentuk di atas wilayah berlereng datar, landai dan agak curam. Tanah Latosol terbentuk di atas formasi Batu Ayau, sedangkan tanah Aluvial terbentuk dari endapan aluvial yang terdapat pada kelerengan datar yang terdapat di sekitar tepi Sungai Mahakam.
24
Tanah Podsolik merah kuning terbentuk di areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER sbagian besar adalah formasi Ujoh Bilang, yaitu mencakup areal seluas 76.418 Ha atau 81,8%. 3.
Topografi Hasil analisis kelas lereng berdasarkan peta garis bentuk dari potret udara
skala 1:25.000 menunjukkan bahwa sebagian besar areal kerja (±71,9%) tergolong datar hingga landai. Di samping itu juga terdapat areal dengan kelerengan > 40% (sangat curam) seluas 496 ha. Kondisi topografi areal kerja selengkapnya disajikan pada tabel di bawah. Tabel 5 Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT.RATAH TIMBER Blok I Klasifikasi Kelas Lereng
Blok II (ha)
Jumlah
(ha) HP
HPT
HP
Ha
A : 0 – 8 % Datar
37.348
4.553
2.125
44.026
47,1
B : 9 – 15 % Landai
16.992
4.685
1.498
23.175
24,8
C : 16 – 25 % Agak curam
8.446
4.303
2.186
14.935
16,0
D : 26 – 40 % Curam
2.785
3.347
885
7.017
7,5
380
116
496
0,5
E : > 40 % Sangat curam Tidak ada data Jumlah
1. 039
2.737 20.005
3.776 6.810
%
4,0
93.425 100,0
Sumber: Pengukuran Digitasi Peta Kelas Lereng IUPHHK PT.RATAH TIMBER yang didasarkan pada peta garis bentuk skala 1:25.000
4.
Iklim
a.
Curah hujan Menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim, di areal IUPHHK
PT.RATAH TIMBER termasuk iklim sangat basah atau tipe A dengan jumlah bulan basah adalah 12 bulan dengan nilai Q = 0% ( tidak ada bulan kering dengan curah hujan < 60 mm ). Curah hujan tahunan di wilayah ini sebesar 3.748 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 123 hari, dan suhu udara rata-rata 26, 7oC. Data tentang curah hujan rata-rata bulanan dan hari hujan bulanan disajikan pada tabel berikut.
25
Tabel 6 No
Data curah hujan dan hari hujan bulanan rata-rata di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER Bulan
Curah hujan (mm)
1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Jumlah Rata-rata
399 147 348 372 310 159 170 80 404 407 552 400 3.748 312
Hari hujan 11 4 6 11 9 8 9 5 17 12 17 14 123 10
Sumber : Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Long Iram Tahun 1999, dikutip dari RKUPHHK PT. RATAH TIMBER 2010
b. Suhu dan kelembapan udara Kecepatan angin tertinggi tercatat sebesar 17 – 22 knot dengan frekuensi rata-rata 23 kali setahun, bertiup dari arah Timu Laut dan umumnya berlangsung antara bulan Januari – Maret. Selain bulan-bulan tersebut, angin bertiup dengan kecepatan antara 4 – 6 knot dari arah Utara ke Timur Laut atau Barat Laut. 5.
Hidrologi Areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER berada di dalam satu Daerah
Aliran Sungai (DAS) dengan beberapa Sub DAS, yaitu: Sub DAS Mahakam Ulu, Sub DAS Ratah, Sub DAS Hubung, Sub DAS Long Gelawang, Sub DAS Benturak, Sub DAS Nyerubungan, Sub DAS Pari dan Sub DAS Jerumai. Berdasarkan studi SEMDAL diperoleh data bahwa kondisi debit sesaat dan kandungans edimen dari beberapa titik sungai-sungai di areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER tersebut di atas dan prediksi laju erosi pada masing-masing Sub DAS, disajikan pada tabel berikut.
26
Tabel 7 Luas Sub DAS, Debit sungai dan kandungan sedimen dari beberapa titik sungai di areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER No 1
Stasiun Pengamatan S. Mahakam
Debit (m3/detik) *)
Residu total (mg/l) 17,0
Sedimen (ton/th) -
2
S. Benturak
1.290
8,0
0,89
3
S. Benturak Ilir
5.435
24,0
11,27
4
S. Nyerubungan Hilir
19.210
12,0
19,82
5
S. Ratah Hulu
26.540
7,0
17,20
6
S. Ratah Hilir
30.784
120,0
319,17
7
S. Pari
7.184
8,5
5,28
Sumber: RKUPHHK-HA PT. Ratah Timber Tahun 2010
Sekitar 88,7% luas areal PT. RATAH TIMBER berada di DAS Ratah. Jika merujuk pada luas DAS Ratah, maka luasan tersebut merupakan 26,14% dari keseluruhan luas DAS. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa setiap usaha atau kegiatan pengelolaan lahan yang merubah tutupan lahan di areal PT. RATAH TIMBER akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi DAS Ratah. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk menjelaskan mengenai kondisi dan karakteristik DAS Ratah. Sebagian besar wilayah DAS Ratah yang berada di bagian Selatan merupakan areal PT. RATAH TIMBER. Sub DAS - Sub DAS yang berada di bagian Selatan ini mulai dari Barat sampai dengan Timur, yaitu: Sub DAS Jerumai, Pariq, Nyerbungan, Nyerbungan Ding, Benturak, Batu, dan Muring. Sedangkan untuk wilayah DAS Ratah bagian Utara yang masuk dalam areal PT. Ratah Timber, yaitu: Sub DAS Dason, Danumpare, Titi Kecil, Titi Besar, dan Ulin.
27
Tabel 8 Sub-sub DAS di DAS PT. RATAH TIMBER No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Sub DAS Nyerubungan Pari
Luas Sub DAS (ha) 80458.11 40547.79
No
Nama Sub DAS Muring
Luas Sub DAS (ha) 21378.33
14 15 16 17 18 19 20
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
28244.54 1202.04 5423.76 2497.23 13398.21 2170.80 1706.67 1245.78
Jerumai Dason Danumparoy Titi kecil Titi besar Ulin Nyerubungan Ding Banturak Batu Total
23771.07 34156.89 9165.89 1035.99 3334.77 4250.88 2241.27 15459.66 19869.30
21 22
S8 S9 331411.34
12 13
Sub DAS-sub DAS kecil sekitar S. Ratah
17722.80 2130.30
Sumber: Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi PT. Ratah Timber, Kalimantan Timur
6. Kondisi hutan a.
Penutupan lahan dan fungsi hutan
Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM+ Band 542 Path/Row 117/60 liputan 11 Februari 2010 yang di-mozaick dengan Path/Row 118/60 liputan tanggal 2 Februari 2009, kondisi penutupan lahan areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER sebagian besar berupa hutan bekas tebangan yakni meliputi 75.123 ha (80,4 %), dan sisanya berupa hutan primer seluas 7.149 ha (7,6 %), non hutan 9.144 ha (9,8 %), dan areal tertutup awan 2.009 ha (2,2 %), sebagaimana disajikan pada tabel. Tabel 9 Kondisi penutupan lahan di areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER No Penutupan lahan 1
Hutan primer
2 3
Hutan bekas tebangan Non-hutan
4
Tertutup awan Jumlah
Fungsi dan peruntukan hutan ( ha) HPT 2.487
HP 4.330
BZHL 332
Jumlah 7.149
% 7,6
14.422
58.269
2.432
75.123
80,4
477
8.464
233
9.144
9,8
0
2.009
0
2.009
2,2
73.072
2.997
93.425
100,0
17.356
Sumber: Peta penafsiran citra Landsat Path/Row 117/60 liputan 11 Februari 2010 yang dimozaick dengan Path/Row 118/60 liputan tanggal 2 Februari 2009; (Lampiran surat direktur inventarisasi dan pemantauan sumber daya hutan No. S.300.IPSDH-2/2010 Tgl.25 Juni 2010)
28
Perkiraan kondisi penutupan lahan areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER setelah dilakukan analisi dan koreksi terhadap areal yang tertutup awan serta prognosa realisasi tebangan sampai dengan akhir tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10 Perkiraan kondisi penutupan lahan di Areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER pada akhir 2010 Penutupan lahan
No
Fungsi dan peruntukan hutan (Ha) HPT
HP
BZ HL
Jumlah
%
1
Hutan primer
2.487
4.330
332
7.149
7,6
2
Hutan bekas tebangan
16.431
58.269
2.432
75.123
82,6
3
Non hutan
477
8.464
233
9.144
9,8
17.356
73.072
2.997
93.425
1000
Jumlah
Sumber: Peta penafsiran citra Landsat Path/Row 117/60 liputan 11 Februari 2010 yang di-mozaick dengan Path/Row 118/60 liputan tanggal 2 Februari 2009, dengan koreksi terhadap areal yang tertutup awan dan prognosa realisasi tebangan sampai dengan RKT 2010
Areal tidak berhutan lokasinya berada dalam satu hamparan yang relatif kompak, yang lokasinya berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL) di luar areal IUPHHK. Areal tersebut dalam kenyataanya di lapangan, sebagian besar merupakan lahan garapan masyarakat dalam bentuk ladang atau sawah tadah hujan. b. Sediaan Tegakan Hutan Hutan alam pada areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER merupakan hutan hujan tropika basah dengan ekologi hutan tanah kering yang ditumbuhi berbagai jenis vegetasi dari kelompok Dipterocarpaceae, antara lain: Meranti, Kapur, Bangkirai, Mersawa dan jenis Non Dipterocarpaceae, antara lain: Bintangur, Benuang, Nyatoh, dan lain-lain. Hutan areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER ini merupakan habitat berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh secara alami, yang terdiri dari berbagai jenis hasil hutan baik kayu maupun nir kayu. Tegakan yang ada merupakan tegakan campuran yang terdiri dari berbagai jenis pohon dengan komposisi jenis dan kerapatan tegakan yang cukup bervariasi sesuai kondisi tempat tumbuh dan kerapatan tegakan yang cukup bervariasi sesuai kondisi tempat tumbuh dan faktor
29
lingkungan lainnya. Tegakan yang ada pada umumnya adalah jenis-jenis pohon berdaun lebar, baik jenis komersil maupun non komersil. Berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang dilakukan pada November 2008-Januari 2009 diperoleh rata-rata sediaan tegakan (Standing stock) per hektar pada areal berhutan jenis komersil dengan kelas diameter 10-19 cm sebanyak 209,26 batang/ha, dan kelas diameter 40 cm ke atas adalah 136,02 m3/ha dengan jumlah pohon 32,69 batang/ha. Tabel 11 Sediaan Tegakan di Areal berhutan IUPHHK PT RATAH TIMBER berdasarkan hasil IHMB No Kelompok Jenis 1 2 3
Ø 10-19 cm N (Btg)
Ø 20-39 cm
Ø >40 cm up
N (Btg)
V (M3)
N (Btg)
V (M3)
Meranti
10,368,106
3,617,947
2,345,957.39
1,597,826
7,173,354.29
Rimba
3,504,298
1,719,463
1,131,052.48
569,201
1,877,237.70
382,177
179,203
108,284.91
59,470
215,292.79
14,254,580
5,516,613
3,585,294.78
2,226,497
9,265,884.79
209,26
80.98
52.63
32.69
136.02
campuran Kayu indah
Jumlah Rata-rata/ha
Sumber: RKUPHHK-HA PT. Ratah Timber Tahun 2010
Berdasarkan hasil IHMB tersebut diketahui bahwa di areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER masih cukup baik dan layak untuk dikelola dan diusahakan secara berkelanjutan, yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari, khususnya dalam hal pengaturan hasil hutan yang didasarkan pada sediaan tegakan dan kemampuan regenerasi dari hutan di areal tersebut. c.
Hasil Hutan Bukan Kayu Mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar adalah petani (ladang)
yang diwariskan secara turun temurun dan bisa dinyatakan sebagai Keluarga Pertanian. Kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat di sebagian wilayah seperti di Datah Bilang Ulu yang memiliki areal pertanian/ladang cukup luas dan cukup ekspansif sudah terintegrasi dengan ekonomi pasar dan berorientasi pada surplus. Areal ladang pertanian menunjukkan mereka telah menanam berbagai komoditas pertanian, antara lain: kakao, nenas, wijen, pisang dan sebagian dari mereka bahkan ada yang lahannya konflik dengan masyarakat Sirau.
30
Tabel 12 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Laham dan Long Hubung Mata Pencaharian Bertani Berdagang Swasta Cari hasil hutan PNS beternak Jumlah
Desa Lutan
Danum Paroy
Orang 204 7 4 -
% 94 3 2 -
Orang 110 5 20 -
% 80 4 15 -
3 218
1 100
2 137
1 100
Long Gelawang Orang % 108 88 2 2 10 8 3 123
2 100
Mamahak Teboq Orang % 305 80 19 5 38 10 11 3 8 381
2 100
Sumber: Data primer dari Studi PRA WWF Indonesia, 2010
Sebagian besar masyarakat masih memiliki ketergantungan dengan sumberdaya hutan dan sumberdaya alam. Pola perladangan (gilir balik) lahan kering untuk memenuhi kebutuhan pokok (padi, buah-buahan, sayur mayur), mencari ikan di sungai, mencari produk-produk non kayu seperti rotan dan gaharu menunjukkan mereka masih sangat kuat keterikatannya terhadap hutan. Namun sebagian masyarakat memperlakukan hutan sebagai tempat yang tidak secara langsung menyediakan karbohidrat, protein, dan obat-obatan tradisional tetapi sebagai sumber mata pencaharian yang dapat menghasilkan uang tunai. Pohon tengkawang masih banyak di jumpai dilapangan dan dinyatakan sebagai pohon yang dilindungi. Hasil minyak dari biji tengkawang digunakan sebagai bahan kosmetik dan campuran makanan seperti untuk campuran coklat. Tengkawang ini memiliki pola musim perbuahan yang cukup lama sekitar 3-7 tahun. Suku Dayak Kalimantan mempunyai kebiasaan dan sering mengumpulkan biji tengkawang ini untuk dijual sebagai penghasilan mereka. Berdasarkan data HCVF oleh PT. RATAH TIMBER beberapa jenis tumbuhan obat yang biasa diambil oleh di areal perusahaan diantaranya adalah pasak bumi, urat bumi, akar kuning, tapak barito, sarang semut, putik mambo, dan daun berubung. Pasak bumi biasanya digunakan untuk menyembuhkan penyakit demam dan sakit pinggang.
Akar kuning biasanya digunakan untuk menyembuhkan penyakit
malaria, perut kembung dan liver. Sedangkan sarang semut biasanya digunakan untuk menyembuhkan penyakit maag (lambung). Obat-obatan ini banyak
31
dijumpai dan dimanfaatkan oleh masyarakat pada saat hutan baru dibuka pada kegiatan penebangan. Selain sebagai sumber protein, masyarakat juga memanfaatkan satwa liar hasil buruan sebagai sumber pendapatan mereka. Seirng sekali mereka melakukan perburuan liar seperti pemasangan jerat. Awalnya jerat diperuntukan untuk babi namun beberapa jenis satwa lainnya ikut terjerat didalamnya seperti payau atau ayam butan. Beberapa jenis satwa liar yang terdapat dan masih ditemui di kawasan hutan PT. RATAH TIMBER, antara lain: babi hutan, rusa/payau, kijang, ayam hutan, kancil, banteng, kera, landak, musang,owa, burung enggang, burung merak, burung sempidan, burung pelatuk, beruang madu, kucing hutan, musang, bajing, tupai, dan beberapa jenis satwa liar lain.1) Berdasarkan identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di areal konsesi PT. RATAH TIMBER, sebagian besar penduduk setempat takut ular, sekalipun dengan yang berukuran kecil.
Selain spesies phyton yang mereka
makan, penduduk setempat enggan untuk menangkap ular yang lain. Di antara spesies kadal, hanya biawak (Varanus salvator) yang dikenal dan diburu oleh penduduk setempat. Seluruh spesies kura-kura dimakan oleh penduduk setempat, khususnya labi-labi (suku kura-kura yang berperisai lunak), yang berukuran besar, sering ditangkap dengan menggunakan pancing berumpan.
Empedu labi-labi
memiliki nilai yang sangat tinggi bagi masyarakat setempat karena reputasinya sebagai obat-obatan yang berkhasiat. Sementara buaya senyulong (Tomistoma schlegelii), hidup di sungai-sungai di dalam dan sekitar areal konsesi PT. RATAH TIMBER. Saat ini buaya sangat jarang ditemukan di wilayah ini, meskipun penduduk setempat menyatakan bahwa buaya masih dapat di temukan di daerah hulu Sungai Dason, Sungai Ratah dan Sungai Pariq. Sejumlah masyarakat mengungkapkan bahwa setidaknya ada satu buaya berukuran besar masih hidup di sekitar muara Sungai Pariq dan Sungai Dason. Satwa cenderung berpindah ke tempat (migrasi) yang dirasa aman atau tempat lain yang cukup menyediakan kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh di sungai batu sebelum dilakukan pemanenan secara besar-besaran dan merata, masih sering di jumpai kawanan banteng (Bos javanicus) berendam dan minum di
1) Sumber: Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di areal konsesi PT. RATAH TIMBER Tahun 2010
32
sungai tersebut. Namun pada saat ini banteng sulit ditemukan dan bahkan tidak dijumpai lagi di wilayah ini. Oleh karena itu perlu dilakukan inventarisai kawasan yang dapat mendukung konservasi keanekaragaman jenis di seluruh kawasan IUPHHK PT. RATAH TIMBER. 4.2 Kondisi Sosial dan Ekonomi a.
Kependudukan Menurut administrasi pemerintah, areal kerja IUPHHK PT. RATAH
TIMBER berada di kecamatan Long Hubung dan Kecamatan Laham, Kabupaten kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Kecamatan Long Hubung pada saat ini terdiri atas 10 desa (2 Desa diantaranya merupakan hasil pemekaran), sedangkan kecamatan Laham terdiri atas 5 desa (satu desa merupakan desa hasil pemekaran). Dari ke-15 desa di kedua wilayah kecamatan tersebut, 11 desa di antaranya berada di sekitar areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER, sebagai berikut: Tabel 13 Desa yang berada di sekitar areal IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER Kecamatan Long Hubung
Kecamatan Laham
1. Desa Mamahak Teboq
1. Desa Muara Ratah
2. Desa Sirau 1)
2. Desa Long Gelawang
3. Desa Lutan
3. Desa Danum Paroy
4. Desa Datah Bilang Ilir
4. Desa Nyerubungan3)
Catatan: merupakan hasil pemekaran Desa 6. Desa Datah Bilang Baru2) Mamahak Teboq 2) merupakan hasil pemekaran Desa 7. Desa Long Hubung Datah Bilang Ilir dan Datah Bilang Ulu 3) merupakan hasil pemekaran dari Desa Danum Paroy Sumber: RKUPHHK PT. RATAH TIMBER Tahun 2010
5. Desa Datah Bilang Ulu
1)
Desa Mamahak Teboq adalah desa terdekat dengan kegiatan (base camp) IUPHHK PT. RATAH TIMBER. Di wilayah kecamatan LongHubung, suku bangsa Dayak Bahau merupakan etnik terbesar, yang mendiami seluruh desa di kecamatan tersebut selain itu mendiami Desa Datah Bilang Ilir, Datah Bilang Ulu, dan Datah Bilang Tengah. Etnis terbesar yang mendiami kedua desa tersebut adalah Suku Dayak Kenyah yang berasal dari Long Apun dan Long Boh di daerah hulu Sungai Mahakam. Sedangkan di Kecamatan Laham, etnis terbesar yang
33
mendiami desa-desa di wilayah tersebut terdiri dari suku Dayak Bahau (di Desa Long Gelawang), Dayak Punan (Desa Muara Ratah dan Laham), serta suku Bakumpai (di Desa Danum Paroy dan Nyerubungan). Suku pendatang di 11 desa yang terdapat di dalam dan di sekitar areal kerja IUPHHK PT. RATAH TIMBER terdiri dari suku Banjar (Kalimantan Selatan), suku Jawa dan Sunda (Pulau Jawa), suku Madura, suku Makasar/Bugis (Sulawesi) dan Cina. Para pendatang pada umumnya tinggal di daerah-daerah pusat perdagangan atau bekerja di IUPHHK PT. RATAH TIMBER maupun perusahaan sejenis di sekitar wilayah tersebut. Jumlah total penduduk di desa-desa yang merupakan desa binaan PT. Ratah Timber sebanyak 8.588 orang dengan 2.072 kepala rumah tangga. Untuk mengetahui situasi kependudukan di masing-masing desa kajian bisa dilihat pada Tabel 13. Tabel 14 Jumlah kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER Penduduk Luas 2 (jiwa) (Km ) I KEC. LONG HUBUNG 1 MamahakTeboq 76,17 1.433 2 Sirau 42,84 * 3 Lutan 137,32 861 4 Datah Bilang 21,24 1,729 Ilir 5 Datah Bilang 73,24 1,881 Ulu 6 Datah Bilang 15,38 * Baru 7 Long Hubung 27,46 1,320 Sub jumlah 393,65 7224 II KEC. LAHAM 1 Muara Ratah 197,75 661 2 Long 137,32 499 Gelawang 3 Danum Paroy 45,77 204 4 Nyerubungan1) Sub jumlah 380,84 1364 Jumlah 774,49 8588 No
Desa
Keluarga (KK)
Kepadatan (jiwa/Km2) (jiwa/KK)
371 * 203 399
18,81 * 5,47 81,40
3,86 * 4,24 4,33
432
25,68
4,35
*
*
*
328 1733
48,07 179,43
4,02 20,8
155 132
3,34 3,63
4,26 3,78
52
4,46
3,92
339 2072
11,43 190,86
11,96 32,76
Sumber: Kecamatan Long Hubung Dalam Angka Tahun 2010, Kecamatan Laham dalam Angka Tahun 2010 Keterangan:* Desa-desa tersebut belum tercantum dalam data Kecamatan Long Hubung Dalam Angka 2010 dan Kecamatan Laham Dalam Angka 2010
34
Berdasarkan data pada Kecamatan Long Hubung dalam Angka dan Kutai Barat dalam Angka terdapat komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin. Jumlah total penduduk laki-laki sebesar 4.601 orang dan jumlah total penduduk perempuan sebesar 3.987 orang sehingga sex ratio adalah 951,78. Untuk mengetahui komposisi kependudukan di masing-masing desa kajian berdasarkan jenis kelamin bisa dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Komposisi penduduk menurut jenis kelamin di desa sekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah timber No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Desa Mamahak Teboq Lutan Datah Bilang Ilir Datah Bilang Ulu Long Hubung Datah Bilang Baru Sirau Long Gelawang Muara Ratah Danum Paroy Nyerubungan Jumlah
Laki-laki 752 469 903 1.040 694 * * 271 351 121 * 4.601
Perempuan 681 392 826 841 626 * * 228 310 83 * 3.987
Sex Ratio 110,43 119,64 109,32 123,66 110,86 * * 118,86 113,23 145,78 * 951,78
Sumber: Kecamatan Long Hubung dalam Angka 2010 dan Kecamatan Laham dalam Angka 2010 Keterangan: * Desa-desa tersebut belum tercantum dalam data Kecamatan Long Hubung Dalam Angka 2010 dan Kecamatan Laham dalam Angka Tahun 2008
b. Kehidupan Sosial Ekonomi Sebagaimana karakteristik sosial ekonomi masyarakat pedalaman di pulau Kalimantan pada umumnya, masyarakat di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER sebagian besar (± 90%) mengggantungkan sumber kehidupan dari alam di sekitarnya yang berupa sungai dan hutan. Pola berladang berpindah, usaha mencari ikan serta mencari rotan merupakan bentuk ketergantungan masyarakat terhadap alam sekitarnya. Masuknya beberapa perusahaan industri kayu (IUPHHK) serta tenaga kerja pendatang mempengaruhi pola berpikir dan pola hidup masyarakat Dayak lokal, dan mengakibatkan cukup banyak anggota masyarakat yang menerjuni sektor mata pencaharian non pertanian seperti berdagang, penyedia jasa angkutan atau bekerja di IUPHHK. Kehidupan masyaraat ditandai dengan pola pemukiman yang mengelompok atau pola desa (rural resetlement type) dan terpusat dalam kampung-kampung
35
hunian yang berada di sekitar sungai Mahakam atau sungai Ratah. Komunikasi antara daerah dilakukan antar air. Rumah-rumah masyarakat desa tersebut umumnya didirikan di tepi jalan yang sejajar dengan sungai, sungai, didirikan di atas
tonggak setinggi 2 – 2,5 meter. Rumah-rumah mereka beratap sirap sebagian kecil beratap seng. Dinding rumah umumnya terbuat dari kayu meranti (shorea spp)
dan keruing (Dipterocarpus spp). Suku dayak membuat rumah dengan cara mengambil kayu dari hutan atau
kadang-kadang mendapat bantuan bahan baku dari perusahaan IUPHHK PT. RATAH TIMBER. Salah satu hak sosial masyarakat yang hingga sekarang masih dijunjung tinggi dan dilestarikan keberadaannya secara non-formal adalah hak
ulayat. Berdasarkan mata pencahariannya, masyarakat desa di dalam dan di sekitar IUPHHK sebagian besar hidup dengan matapencaharian sebagian petani, berdagang dan berusaha di bidang pertambangan emas tradisional. Berdasarkan data yang terdapat dalam kecamatan Long Hubung Hubung Dalam Angka dan Kecamatan Laham Dalam Angka Tahun 2009, persentase keluarga di delapan desa di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER yang bermata pencaharian di bidang pertanian mencapai 90%. Usaha tani yang dilakukan penduduk setempat umumnya berupa berladang gilir balik yang merupakan kegiatan bertani secara turun temurun dari pengalaman tani orang tua mereka terdahulu. Perladangan penduduk banyak ditemukan berada di sisi kanan atau kiri sungai di sekitar daerah pemukiman dengan komoditas yang
ditanam seperti padi, jagung, ketela/singkong, sayuran dan tanaman perkebunan (kakao, karet) serta tanaman buah. 70%
92%
90%
94%
90%
75%
91%
75%
Mamahak Teboq Lutan Datah Bilang Ilir
Gambar 2 Diagram persentase jumlah keluarga pertanian di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER.
36
c. Sarana Pendidikan Fasilitas pendidikan masyarakat di delapan desa di sekitar areal IUPHHK PT. RATAH TIMBER relatif masih terbatas. Tabel 16 Jumlah sarana pendidikan di sekitar areal PT. RATAH TIMBER No 1 2 3 4 5 6 7 8
Desa Mamahak Teboq Lutan Datah Bilang Ilir Datah Bilang Ulu Long Hubung Muara Ratah Long Gelawang Danum Paroy Jumlah
SD (unit) 1 1 1 1 1 1 1 1 8
SMP (unit) 1 1 2 1 5
SMA (unit) 2 1 3
Sumber: Kecamatan Long Hubung Dalam Angka Taun 2009, Kecamatan Laham Dalam Angka Tahun 2009
Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), terdapat di semua desa, sedangkan untuk tingkat SD dan SMA, belum di semua desa terdapat sarana tersebut. Untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMP dan SMA, anak didik harus bersekolah ke desa terdekat atau ke ibukota kecamatan, ibukota kabupaten ataupun ibukota Provinsi Kalimantan Timur (Samarinda). d. Masalah tenurial dalam kaitannya dalam kaitannya dengan kegiatan IUPHHK Pemilikan tanah ulayat sering kali menimbulkan konflik, khususnya antara masyarakat adat dengan perusahaan IUPHHK. Bagi masyarakat, tanah garapan/ladang/pemukiman mereka pandang sebagai tanah ulayat, namun secara administrrasi berada dalam areal IUPHHK. Selain itu, penduduk juga mempunyai kebun rotan dan buah-buahan. Pemilikan kebun lebih jelas dibanding dengan pemilikan ladang karena sistem perladangan adalah pola perladangan tidak menetap. Dalam melaksanakan kegiatan pengusahaan hutan, IUPHHK PT. RATAH TIMBER tetap mengakui hak-hak perladangan mereka. Di samping hak-hak perladangan, perusahaan juga mengakui hak-hak masyarakat untuk memungut hasil hutan ikutan, antara lain: rotan, getah jelutung, tengkawang, durian dan berburu berbagai jenis binatang yang tidak dilindungi undang-undang seperti babi.
37
Meskipun data secara pasti tentang jumlah perambahan hutan tidak tercatat, tetapi kegiatan ini sangat dirasakan akibatnya oleh perusahaan, berupa berkurangnya areal yang dapat diproduksi terutama pada lokasi yang berdekatan dengan Sungai Ratah dan anak sungainya. Untuk mengendalikan perambahan hutan yang dilakukan masyarakat, PT. RATAH TIMBER telah merencanakan untuk melakukan pemetaan partisipatif, didahului dengan kegiatan pengkajian Desa Secara Partisipatif atau Participatory Rural Appraisal (PRA). 4.3 Gambaran Umum Desa Penelitian 1.
Desa Mamahak Teboq
a.
Posisi Desa Mamahak Teboq adalah salah satu desa yang terletak di dalam Kecamatan
Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur dan berada di dalam kawasan konsesi perusahaan perkayuan PT. RATAH TIMBER. Desa Mamahak Teboq juga merupakan salah satu desa binaan dari 11 desa binaan PT. RATAH TIMBER. Desa Mamahak Teboq berbatasan dengan desa-desa yang ada di sekitar kawasan PT. RATAH TIMBER yaitu di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sirau, di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Ujoh Halang, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kelian, dan di sebelah barat berbatasan dengan arah batas Provinsi Kalimantan Tengah. b.
Topografi desa Wilayah Desa Mamahak Teboq sebagian besar bergelombang sampai
berbukit dengan kelerengan landai samapai curam. c.
Jumlah penduduk Berdasarkan data dari Kepala Desa Mamahak Teboq, jumlah penduduk
yang berdomisili di desa Mamahak Teboq adalah 371 kepala keluarga dengan rincian 752 laki-laki dan 681 perempuan atau berjumlah 1.433 jiwa penduduk dengan kepadatan penduduk 18.81 jiwa/km2. d.
Penyebaran penduduk Pola penyebaran penduduk desa Mamahak Teboq mengikuti daerah aliran
sungai Mahakam. Mereka bermukim di sisi tepi sungai hingga ke darat.
38
e.
Mata pencaharian penduduk Mata pencaharian desa Mamahak Teboq sebagian besar berladang atau
bertani sekitar 80% dan selebihnya memanfaatkan hasil hutan kayu 3%, buruh swasta 10%, pedagang 5% dan Pegawai Negeri Sipil 2%. f.
Keragaman penduduk Penduduk desa Mamahak Teboq bersifat heterogen dan didominasi oleh
suku Dayak Bahau Umaq (Bahau Busang) sebesar 90% yang merupakan penghuni pertama di desa ini, selain itu sudah ada sebagian penduduk pendatang seiring beroperasinya perusahaan perkayuan di sekitar kampung diantaranya suku Jawa 2%, dan suku lainnya sekitar 8%. Sebagian besar penduduk desa Mamahak Teboq bergama Kristen 9 % dan beragama Islam 10%. g.
Pendidikan Pendidikan masyarakat desa Mamahak Teboq relatif baik, hal ini ditunjang
dengan tersedianya sarana belajar yang tersedia di desa seperti taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP). Sementara untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi anak didik bersekolah di luar desa Mamahak Teboq yaitu di daerah Kabupaten. Penduduk desa Mamahak Teboq 95% bisa membaca dan 5% saja yang belum bisa membaca dan menulis yang didominasi oleh orang tua dan lanjut usia. h.
Sarana perhubungan/transportasi Sarana transportasi menuju desa Mamahk Teboq dilalui dengan transportasi
darat dan atau transportasi sungai. Meski transportasi darat sudah ada, masyarakat desa Mamahak Teboq lebih memilih menggunakan transportasi melalui sungai baik berupa kapal maupun perahu bermotor (ces). Hal ini karena biaya yang dikeluarkan lebih murah dibanding dengan menggunkan transportasi darat. 2.
Desa Lutan
a.
Posisi Desa Sama halnya seperti desa Mamahak Teboq, desa Lutan juga merupakan
salah satu desa binaan dari 11 desa binaan PT. RATAH TIMBER. Posisi batas desa Lutan adalah di sebelah utara berbatasan dengan Desa Matalibaq, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sirau, di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Datah Bilang, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tukul.
39
b.
Topografi desa Desa Lutan masuk ke dalam kecamatan Long Hubung Kabupaten Kutai
Barat yang sebgain besar dengan topografi bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam. c.
Jumlah penduduk Berdasarkan data dari kantor desa Lutan, penduduk desa Lutan berjumlah
203 Kepala Keluarga yang terdiri dari 469orang laki-laki dan 392orang perempuan sehingga total penduduk di desa Lutan adalah 861 jiwa penduduk dengan kepadatan penduduk 627 jiwa/km2. d.
Penyebaran penduduk Pola penyebaran penduduk Desa Lutan Kecamatan Long Hubung mengikuti
daerah aliran Sungai Mahakam dan Sungai Ratah. Pemukiman penduduk berada di sisi tepi sungai hingga ke daratan. e.
Mata pencaharian penduduk Dari 219 rumah tangga di Desa Lutan Kecamatan Long Hubung sebesar
92% mata pencaharian berladang atau bertani lahan kering, selebihnya pedagang 4%, Pegawai Negeri Sipil 1%, beternak 1%, dan buruh swasta 2%. f.
Keragaman penduduk Penduduk Desa Lutan bersifat heterogen dan didominasi oleh suku Dayak
Bahau Umaq (Bahau Busang) sebesar 95% yang merupakan penghuni pertama di desa ini, selain itu sudah ada sebagian penduduk pendatang seiring beroperasinya perusahaan perkayuan di sekitar kampung diantaranya suku Kutai 2%, suku Banjar 2%, dan suku Jawa 1%. Sebagian besar penduduk desa Mamahak Teboq bergama Kristen 50% dan beragama Islam 50%. g.
Pendidikan Pendidikan masyarakat desa Mamahak Teboq relatif baik, hal ini ditunjang
dengan tersedianya sarana belajar yang tersedia di desa seperti taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP). Sementara untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi anak didik bersekolah di luar Desa Mamahak Teboq, di daerah Kabupaten Kutai Barat ataupun ibukota Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Penduduk Desa Lutan 85% bisa membaca dan
40
15% yang belum bisa membaca dan menulis yang didominasi oleh orang tua dan lanjut usia. h.
Sarana perhubungan/transportasi Sarana transportasi menuju Desa Mamahk Teboq dilalui dengan transportasi
sungai. Namun demikian, transportasi darat yang merupakan penghubung antara desa di Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat sedang berlangsung. Masyarakat Desa Mamahak Teboq lebih memilih menggunakan transportasi melalui sungai baik berupa kapal maupun perahu bermotor (ces). Hal ini karena biaya yang dikeluarkan lebih murah dibanding dengan menggunkan transportasi darat.
41
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Reponden Responden yang dipilih berasal dari dua desa yaitu Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan yang berada di sekitar wilayah kerja PT. RATAH TIMBER. Jumlah responden yang diambil adalah 60 responden yang terdiri dari 30 responden dari Desa Mamahak Teboq dan 30 responden dari Desa Lutan. Responden yang dipilih adalah masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu. Akses menuju Desa Mamahak Teboq ditempuh hanya dengan berjalan kaki karena desa tersebut sangat dekat dan berada di sekitar basecamp PT. RATAH TIMBER sedangkan untuk menuju Desa Lutan harus menggunakan perahu mesin (cess) atau melalui darat (mobil, motor) karena jaraknya cukup jauh dari basecamp. Hasil penelitian mengkaji karakteristik responden yang meliputi komposisi umur berdasarkan angkatan kerja, pendidikan, jumlah anggota keluarga, mata pencaharian utama dan sampingan, jarak tempat tinggal dari hutan, jenis penggunaan lahan, luas kepemilikan lahan, suku, dan agama responden. 1.
Komposisi umur Distribusi umur responden berdasarkan kelas umur angkatan kerja dapat
dilihat pada Tabel 17. Hasil penelitian menunjukkan komposisi umur responden dengan persentase terbesar di Desa Mamahak Teboq maupun di Desa Lutan tergolong kedalam umur produktif masing-masing pada interval umur 35-39; 4044 tahun, 45-49 tahun, 50-54 Tahun, dan 55-60 Tahun.
42
Tabel 17 Persentase responden berdasarkan kelompok umur Umur 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 ≥ 60
Desa Mamahak Teboq N % 0 0,0 2 6,7 2 6,7 2 6,7 5 16,7 5 16,7 2 6,7 4 13,3 2 6,7 6 20 30 100,0
Desa Lutan N 0 1 1 4 5 5 6 2 3 3 30
% 0,0 3,3 3,3 13,3 16,7 16,7 20,0 6,7 10,0 10,0 100,0
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Berdasarkan indikator BPS, angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja atau sementara tidak bekerja, dan yang sedang mencari pekerjaan. Masing-masing persentase responden yang tergolong kedalam umur produktif (15-59 tahun) angkatan kerja adalah 80% pada Desa Mamahak Teboq dan 90% pada Desa Lutan. Sementara itu, terdapat juga umur responden yang tergolong kedalam umur non produktif tua ( ≥ 60 tahun). Persentase responden yang tergolong kedalam umur non produktif tua di ke dua desa adalah 20% Desa Mamahak Teboq dan 10% Desa Lutan. Komposisi responden menurut kelas umur angkatan kerja tersebut menunjukkan bahwa rata-rata responden yang memanfaatkan sumber daya hutan merupakan angkatan kerja yang tergolong optimum dan produktif dalam mencari nafkah hidup bagi keluarganya. Umur mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengambil hasil hutan karena kemampuan kerja produktif akan rendah jika semakin lanjutnya usia seseorang. 2.
Distribusi tingkat pendidikan Tingkat pendidikan yang terdata dalam penelitian ini adalah tingkat
pendidikan terakhir responden yang memanfaatkan hasil hutan. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan disajikan pada Tabel 18.
43
Tabel 18 Persentase responden menurut tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Tidak Lulus SD Lulus SD/SR Lulus SMP Lulus SMA/SLTA sjdt PT
Desa Mamahak Teboq N % 4 13,3 7 23,3 7 23,3 12 40,0 0 0,0 30 100,0
Desa Lutan N 1 11 8 9 1 30
% 3,3 36,7 26,7 30,0 3,3 100,0
Rata-rata N 2,5 9 7,5 10,5 0,5 30
% 8,3 30,0 25,0 35,0 1,7 100,0
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Dari hasil penelitian rata-rata persentase tertinggi tingkat pendidikan responden di kedua desa adalah berada pada tingkat SMA/SLTA/SMK/SMEA yaitu sebesar 35% sedangkan persentase tingkat pendidikan terendah berada pada tingkat PT yaitu 1,7%. Responden yang tidak lulus SD di dua desa tersebut sebesar 8,3%, tingkat pendidikan SD/SR dengan persentase 30% dan tingkat pendidikan SMP sebesar 25%. Guhardja et al. (1992) dalam Nani Sufiani et al. (2009) menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi biasanya identik dengan orang yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan dan tingkat kesejahteraan adalah dua aspek yang saling mempengaruhi. Tingkat pendidikan akan menentukan kemampuan sebuah keluarga untuk mengakses kebutuhan hidupnya. Rumah tangga yang dikepalai oleh seseorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin dibandingkan dengan rumah tangga yang dikepalai oleh mereka yang lebih berpendidikan. Tingkat pendidikan adalah salah satu aspek yang dapat menilai dan menentukan status sosial seseorang dalam masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi juga status sosialnya di dalam lingkungan masyarakat. Ada kecenderungan juga bahwa masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memperoleh upah dan gaji yang relatif tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan responden memperlihatkan pergeseran ke arah yang lebih baik karena kecenderungan mereka untuk melanjutkan ke tingkat SMP (25%), SMA (35%) bahkan ada yang ke tingkat PT (1,7%).
44
3.
Jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga yang dimaksud adalah banyaknya anggota yang
terdiri dari ayah, ibu, dan anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan disajikan pada Tabel 19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase anggota keluarga terbesar di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan adalah 70% dengan jumlah 2-4 orang anggota keluarga yang termasuk dalam rumah tangga kecil. Selain itu, terdapat jumlah anggota keluarga antara 5-7 orang yang termasuk rumah tangga sedang sebesar 18,3% dan rumah tangga besar lebih besar dari 7 orang anggota keluarga adalah 11,7%. Tabel 19 Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
No
Desa
1
Mamahak Teboq 2 Lutan Jumlah Rata-rata
Jumlah anggota keluarga (orang) Kecil Sedang Besar (2-4) (5-7) (>7) N % N % N % 24 80 5 16,7 1 3,3
N 30
% 100,0
18 42
30 60
100,0
60 70,0
6 11
20,0 18,3
6 7
20,0 11,7
Jumlah
100,0
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Data tersebut menunjukkan bahwa setiap keluarga yang memiliki 2 orang anak (2-4orang) telah sesuai dengan program pemerintah dalam rangka pengendalian jumlah penduduk. Responden yang memiliki jumlah anggota keluarga dengan kategori kecil (2-4orang), sedang (5-7orang) maupun besar (>7orang) mencerminkan semakin besar dan atau semakin kecilnya jumlah anggota keluarga mempengaruhi jumlah konsumsi rumah tangga yang harus dipenuhi dan menuntut kepala keluarga untuk menghasilkan pendapatan yang sesuai dengan kebutuhannya. Jika pekerjaan utamanya memanfaatkan sumber daya hutan, maka responden yang memiliki jumlah anggota rumah tangga besar dituntut untuk menghasilkan sumber daya hutan yang dimanfaatkan tersebut lebih besar dibanding dengan responden yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih kecil.
45
Tenge (1989) dalam Nani Sufiani et al. (2009) menyatakan bahwa besarnya jumlah anggota rumah tangga dapat menjadi potensi tenaga kerja untuk menambah penghasilan keluarga sehingga kebutuhan minimum dapat terpenuhi. Namun, disamping mampu menambah penghasilan keluarga jumlah anggota keluarga juga mepengaruhi jumlah pengeluaran rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka pengeluaran baik kuantitas dan kualitas terhadap pangan akan semakin meningkat. 4.
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan Distribusi responden menurut pekerjaan utama dan sampingan disajikan
dalam Tabel 20. Tabel 20 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan No
Pekerjaan
Pekerjaan utama 1 Petani 2 Guru 3 Pedagang 4 Kontraktor 5 Pengurus BPK 6 PNS 7 Karyawan 8 Pengurus adat 9 Pemburu Pekerjaan sampingan 1 Pedagang 2 Pemburu 3 Petani 4 Pengrajin 5 Pandai besi 6 Tukang 7 Penores Karet 8 Pemungut rotan 9 Peternak 10 Nelayan 11 Tidak ada 12 Lain-lain
Desa Mamahak Teboq N %
Desa Lutan N
%
Jumlah N
Ratarata %
11 0 4 0 0 0 12 1 2
36,7 0,0 13,3 0,0 0,0 0,0 40,0 3,3 6,7
19 4 1 1 3 1 0 1 0
63,3 13,3 3,3 3,3 10,0 3,3 0,0 3,3 0,0
30 4 5 1 3 1 12 2 2
50,0 6,7 8,3 1,7 5,0 1,7 20,0 3,3 3,3
0 18 3 0 1 3 0 1 1 1 2 0
0,0 60,0 10,0 0,0 3,3 10,0 0,0 3,3 3,3 3,3 6,7 0,0
5 8 3 1 0 0 5 1 0 1 4 2
16,7 26,7 10,0 3,3 0,0 0,0 16,7 3,3 0,0 3,3 13,3 6,7
5 26 6 1 1 3 5 2 1 2 6 2
8,3 43,3 10,0 1,7 1,7 5,0 8,3 3,3 1,7 3,3 10,0 3,3
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
46
Dari hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 20 tersebut menunjukkan bahwa responden dari Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan memiliki pekerjaan utama sebagai petani sebesar 50%. Dari total responden, 30 responden diantaranya memiliki pekerjaan utama sebagai petani baik sebagai petani sawah, petani lahan kering terutama ladang berpindah, petani kebun dengan jenis tanaman keras (sengon dan meranti), petani kebun karet dan rotan, petani palawija, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa sumber mata pencaharian responden masih bergantung pada pertanian. Selain menjadi petani, pekerjaan utama rata-rata responden di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan adalah Guru (6,7%), sebagai pedagang kecil-kecilan dengan membuka warung di rumah (8,3%), kontraktor (1,7%), sebagai pengurus BPK (5%), PNS (1,7%), Karyawan (20%), pengurus adat (3,3%), dan pemburu satwa liar (3,3%). Sementara itu responden Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan memiliki pekerjaan sampingan dengan persentase terbesar yaitu berburu hewan liar sebesar 43,3 %. Selain berburu hewan liar, responden di dua desa tersebut rata-rata memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang kecil-kecilan, yaitu: membuka warung di rumah (8,3%), petani (10%), pengrajin rotan (1,7%), pandai besi (1,7%), tukang (5%), penores karet (8,3%), pemungut rotan (3,3%), peternak (1,7%), nelayan (3,3%), lain-lain (3,3%) dan selainnya tidak memiliki pekerjaan sampingan (10%). Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa 50% responden memiliki jenis pekerjaan utama ataupun pekerjaan sampingan yang sangat bervariasi. Hal ini menjelaskan bahwa alternatif sumber mata pencaharian di dua desa tersebut tidak terfokus hanya pada pertanian saja tapi sudah terdapat alternatif pekerjaan lain yang bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Susilowati et al. (2002) dalam Nani Sufiani et al. (2009) menyebutkan bahwa secara umum rata-rata rumah tangga yang tinggal di pedesaan tidak tergantung pada satu sumber mata pencaharian. Hal-hal yang membuat diversifikasi kegiatan untuk memperoleh pendapatan adalah karena dengan satu sumber pendapatan rumah tangga tersebut tidak dapat memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan, mengurangi resiko kegagalan yang apabila salah satu sumber pendapatan tidak berhasil masih ada sumber pendapatan lain yang dapat
47
diharapkan. Oleh karena alasan tersebut mereka berusaha mendapatkan pendapatan selain dari pekerjaan utama merka dengan memiliki pekerjaan sampingan. 5.
Jarak tempat tinggal dari kawasan hutan Distribusi responden berdasarkan jarak tempat tinggal dari kawasan hutan
dari tempat tinggal tercantum pada Tabel 21. Tabel 21 Distribusi responden berdasarkan jarak tempat tinggal dari hutan
No 1
Desa
Mamahak Teboq 2 Lutan Jumlah Rata-rata
Jarak tempat tinggal Dekat Sedang Jauh (≤ 1 km) (>1-2 km) (>2 km) N % N % N % 2 6,7 21 70,0 7 23,3
N 30
% 100,0
4 6
30 60
100,0
13,3
4 25
10,0
13,3 41,7
22 29
73,3 48,3
Jumlah
200,0
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Dari Tabel 21 yang telah disajikan, menunjukkan bahwa jarak tempat tinggal responden di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan dari hutan yang dimanfaatkan mereka tergolong dekat (≤ 1 km) yaitu sebesar 10%, tergolong sedang (> 1-2 km) sebesar 41,7%, dan tergolong jauh (> 2 km) sebesar 48,3%. Data tersebut menunjukkan bahwa jarak tempat tinggal responden yang paling banyak tergolong jauh yaitu sebesar 48,3%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memanfaatkan hasil hutan, masyarakat menempuh jarak yang cukup jauh dan membutuhkan transportasi atau mereka harus menempuh perjalanan menuju lokasi pemanfaatan dengan berjalan kaki. 6.
Jenis penggunaan lahan Tabel 22 menunjukkan distribusi responden di Desa Mamahak Teboq dan
Desa Lutan menurut kategori jenis penggunaan lahan.
48
Tabel 22 Persentase penggunaan lahan berdasarkan jenis lahan No. 1 2 3 4 5 6
Jenis lahan Sawah Ladang Kebun Pekarangan Belukar Tanah kosong
Desa Mamahak Teboq N % 1 3,3 25 83,3 80,0 24 7 23,3 14 46,7 12 40,0
Desa Lutan N % 2 6,7 25 83,3 26 86,7 24 80,0 15 50,0 8 26,7
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Kepemilikan lahan berupa kebun dan pekarang berada pada persentase paling besar penggunaannya oleh responden. Sebanyak 80% responden di Desa Mamahak Teboq dan 86,7% responden di Desa Lutan menguasai mengelola lahan berupa kebun yang ditanami dengan tumbuhan keras maupun palawija. Sedangkan kepemilikan ladang adalah 83,3% di Desa Mamahak Teboq maupun di Desa Lutan yang ditanami dengan padi. Persentase kepemilikan sawah berada pada urutan paling rendah yaitu di Desa Mamahak Teboq adalah 3,3% sedangkan di Desa Lutan sebesar 6,7%. Responden lebih memilih menanam padi di ladang kering dari pada sawah karena rata-rata masyarakat di desa tersebut masih menerapkan pertanian ladang kering dan tidak menggunakan sistem intensifikasi pertanian. Selain itu pertanian mereka lakukan dengan berladang berpindah. 7.
Luas pemilikan lahan Distribusi responden berdasarkan luas pemilikan lahan di Desa Mamahak
Teboq dan Desa Lutan disajikan pada Tabel 23. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas pemilikan lahan responden di dua desa tersebut di bawah termasuk dalam kategori pemilikan lahan sempit (≤ 1 ha), kategori sedang (2-4 ha), dan kategori luas (> 4 ha).
49
Tabel 23 Distribusi responden berdasarkan luas kepemilikan lahan Luas pemilikan lahan (ha) Sempit (≤ 1) Sedang (2 − 4) Luas (> 4)
Mamahak Teboq Lutan N % N % 3 10,0 3 10,0 8 26,7 8 26,7 19 63,3 19 63,3 30 100,0 30 100,0
Total responden N % 6 10,0 16 26,7 38 63,3 60 100,0
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Berdasarkan kepemilikan lahan responden masyarakat desa sekitar kawasan hutan yang termasuk kedalam kategori luas (> 4 ha), kategori sedang (2-4 ha), dan kategori sempit (≤ 1 ha) di Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan memiliki persentase yang sama yaitu berturut-turut sebesar 63,3%, 26,7%, dan 10%. Menurut Sajogyo (1984) dalam Nani Sufiani et al. (2009) bahwa semakin luas usaha tani maka akan semakin besar penghasilan rumah tangga pertanian. Penghasilan yang rendah memaksa petani untuk bekerja mencari tambahan pendapatan rumah tangga dari sektor di luar pertanian. Rata-rata pemilikan lahan responden dengan kategori luas karena mereka menerapkan
sistem ladang
berpindah dalam mengelola lahannya. Setelah tanaman yang ditanam di ladang sudah mereka panen, bekas ladang tersebut ada yang ditinggal begitu saja hingga menjadi belukar. Namun beberapa saat setelah ditinggal akan ditanam dengan tanaman seperti karet dan sengon. Lahan tersebut ditanami dengan jenis-jenis tanaman seperti yang disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Persentase responden berdasarkan jenis tanaman Jenis tanaman Padi Buah-buahan Sayur-sayuran Rotan Coklat Karet Sengon Kayu kapur Meranti
Desa Mamahak Teboq N % 25 83,3 12 40,0 3 10,0 1 3,3 8 26,7 17 56,7 10 33,3 0 0,0 1 3,3
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Desa Lutan N 22 7 3 2 2 23 16 1 0
% 73,7 23,3 10,0 6,7 6,7 76,7 53,3 3,3 0,0
Rata-rata N 47 19 6 3 10 40 26 1 1
% 78,3 31,7 10,0 5,0 16,7 66,7 43,3 1,7 1,7
50
Sebanyak 83,3% responden menanami lahannya dengan jenis tanaman padi. Luas lahan yang ditanami padi di ladang kering adalah 0,5 – 5 Ha sedangkan luas lahan yang ditanami padi di sawah adalah antara 0,2-1 Ha. Berdasarkan hasil wawancara pada setiap responden tanaman padi dengan luas 1 ha, petani dapat menghasilkan maksimal sebanyak 100 kaleng padi. Namun hanya sebagian petani yang beruntung yang mendapat hasil panen sebanyak 100 kaleng, karena sebagian besar responden menghasilkan padi kurang dari 100 kaleng bahkan tidak lebih dari setengahnya. Hal ini terjadi karena tahun ini mereka gagal panen. Menurut mereka, gagal panen tahun ini disebabkan hama padi seperti monyet yang banyak menghabiskan hasil panen mereka dan musim yang tidak menentu. 8.
Pemanfaatan areal hutan dalam kegiatan usaha tani Distribusi responden berdasarkan status pemanfaatan areal hutan dalam
kegiatan usaha tani disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Distribusi responden berdasarkan pemanfaatan areal hutan dalam kegiatan usaha tani
No 1
Desa
Membuka lahan hutan N % 15 50
Asal-usul lahan (Ha) Warisan Tanah adat keluarga N % N % 16 53,3 3 10,0
Mamahak Teboq 2 Lutan 15 50 14 46,7 1 Jumlah 30 30 14 Rata-rata 50 50 Sumber: Hasil wawancara dengan responden
3,3 23,33
Membeli
Menyewa
N 3
% 10
N 0,0
0 3
0
0,0 0
10
% 0 0
0
Responden memiliki lahan tidak hanya dari satu sumber saja. Hampir semua responden memiliki lahan yang berasal dari membuka lahan, warisan, dan membeli dari orang lain. Asal-usul pemanfaatan lahan di Desa Mamahak Teboq didominasi dari warisan keluarga 53,3%, diikuti dengan membuka lahan hutan sebesar 50%, dari tanah adat 10%, dan membeli sebesar 10%. Sedangkan di Desa Lutan, asal-usul kepemilikan lahan didominasi dengan membuka lahan hutan sebesar 50% diikuti dari warisan keluarga 46,7%, dan dari tanah adat sebesar 3,3%.
51
Status penggunaan lahan di Desa Mamahak Teboq yang umumnya dengan sifat ladang berpindah masih sangat tinggi. Sedangkan, usaha tani yang dilakukan oleh penduduk Desa Lutan umumnya berupa berladang gilir-balik yang merupakan kegiatan bertani secara turun temurun dari pengalaman tani orang tua mereka terdahulu. 5.2 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Hasil hutan bukan kayu adalah segala bentuk produk yang dihasilkan dari ekstraksi dan pemanfaatan sumber daya hutan, baik yang bersumber dari tumbuhan (selain produk kayu) dan hewan serta jasa hutan (FAO 1995). HHBK dapat dimanfaatkan berupa produk primer maupun produk antara yang memiliki fungsi khusus dan sangat beragam baik jenis, bentuk dan jumlahnya sehingga mampu mengangkat keberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Pemanfaatan hutan oleh masyarakat mencakup berbagai aspek kehidupan dapat berupa ketergantungan ekonomi, kawasan buru untuk kebutuhan protein, areal perladangan, bahan bangunan, dan fungsi lain yang berhubungan dengan hasil hutan. Jenis hasil hutan bukan kayu yang banyak dimanfaatkan responden Desa Mamahak Teboq didominasi oleh pemanfaatan satwa liar, antara lain: babi hutan, rusa, kijang, kancil, ayam hutan, landak, monyet dan ada juga yang memanfaatkan rotan (memungut dari hutan maupun budidaya), getah karet yang dibudidayakan, madu lebah, tumbuhan obat, dan buah-buahan. Sedangkan HHBK yang banyak dimanfaatkan oleh responden Desa Lutan juga didominasi oleh satwa liar, anatara lain: babi hutan, rusa, kijang, dan kancil serta getah karet budidaya, rotan, tumbuhan obat, madu, daun kajang, daun biru, dan buah-buahan. Berdasarkan hasil wawancara, jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan disajikan pada Tabel 26.
52
Tabel 26 Persentase hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh responden No.
Jenis Sumber daya hutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rotan Karet Daun biru Daun kajang Madu Babi hutan Rusa Kijang Kancil Landak Ayam hutan Monyet
Desa Mamahak Teboq N % 16 53,3 1 3,3 0 0,0 0 0,0 2 6,7 14 46,7 14 46,7 10 33,3 5 16,7 1 3,3 2 6,7 2 6,7
Desa Lutan N 15 8 4 2 1 8 7 1 2 0 0 0
% 50,0 26,7 13,3 6,7 3,3 26,7 23,3 3,3 6,7 0,0 0,0 0,0
Total responden N 31 9 4 2 3 22 21 11 7 1 2 2
Ratarata % 51,7 15,0 6,7 3,3 5,0 36,7 35,0 18,3 11,7 1,7 3,3 3,3
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Dari hasil penelitian yang disajikan tersebut, jenis hasil hutan bukan kayu yang paling banyak dimanfaatkan oleh responden Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan adalah rotan. Responden di Desa Mamahak Teboq memanfaatkan rotan sebesar 53,3%, getah karet 3,3%, madu beruang 6,7%, babi hutan 46,7%, rusa 46,7%, kijang 33,3%, kancil 16,7%, landak 3,3%, ayam hutan 6,7%, dan monyet sebesar 6,7%. Sedangkan responden Desa Lutan memanfaatkan rotan sebesar 50%, getah karet 26,7%, madu beruang 3,3%, daun biru 13,3%, daun kajang 6,7%, babi hutan 26,7%, rusa 23,3%,kijang sebesar 3,3%, dan kancil sebesar 6,7%. Meskipun persentase pemanfaatan rotan berada pada posisi paling tinggi, responden banyak memanfaatkan rotan tersebut hanya untuk kebutuhan rumah tangga saja (konsumsi). Selain rotan, hasil hutan bukan kayu lainnya juga dimanfaatkan oleh responden dengan tujuan konsumtif ataupun untuk dijual (produktif). Berdasarkan wawancara, berikut disajikan tabel tujuan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh responden di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan.
53
Tabel 27 Persentase responden berdasarkan tujuan pemanfaatan Sumber daya hutan Jenis Sumber No daya hutan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rotan Karet Madu Daun biru Daun kajang Babi hutan Rusa Kijang Kancil Landak Ayam hutan Monyet
Desa Mamahak Teboq Konsumtif Produktif N % N % 9 56,3 7 43,8 0 0,0 1 100,0 0 0,0 2 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 16 100,0 1 5,6 17 94,4 2 22,2 7 77,8 2 40,0 3 60,0 0 0,0 1 100,0 0 0,0 2 100,0 1 50,0 1 50,0
Desa Lutan Konsumtif Produktif N % N % 3 20,0 12 80,0 0 0,0 9 100,0 1 100,0 0 0,0 0 0,0 4 100,0 0 0,0 2 100,0 3 37,5 5 62,5 1 14,3 6 85,7 1 100,0 0 0,0 1 50,0 1 50,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
5.2.1 Pemanfaatan Hasil hutan Bukan Kayu Nabati 1.
Rotan Responden yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berupa rotan di
Desa Mamahak Teboq sebanyak 53,3%. Dari 53,3% pemanfaat rotan tersebut hanya 43,8% responden yang menjualnya sedangkan 56,3% lagi dimanfaatkan sendiri oleh responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga pada waktu dibutuhkan untuk membuat pijakan padi pada saat panen. Sedangkan responden Desa Lutan memanfaatkan rotan sebanyak 50%. Dari 50% tersebut 20% responden memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sesaat saja pada saat panen atau keperluan lainnya sedangkan 80% lagi dijual baik pada pedagang pengumpul maupun dijual oleh mereka sendiri. Jenis rotan yang dimanfaatkan di Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan adalah rotan sega (Calamus caesius), rotan pulut, rotan merah, dan rotan jepung. Rotan yang dijual adalah rotan mentah maupun rotan yang sudah diolah oleh pengrajin. Dari semua responden yang memanfaatkan rotan, 5% diantaranya telah membudidayakan rotan di lahan miliknya.
54
Responden di Desa Mamahak Teboq menjual rotan mentah dengan harga dari kisaran harga Rp 5000–Rp 8000 per kg dan biasanya dijual kepada pedagang pengumpul. Lain halnya di Desa Lutan, harga jual rotan mentah di desa ini dijual oleh responden dengan harga rata-rata Rp 1000/kg. Namun ada juga yang menjual dengan harga Rp 5000 bahkan Rp 15.000/kg. Perbedaan harga rotan ini dapat disebabkan karena sempitnya informasi mengenai harga rotan di desa tersebut, kualitas rotan yang dijual, dan dapat disebabkan alur pemasaran rotan. Responden ada yang langsung menjual kepada pedagang pengumpul dan ada yang juga menjual langsung ke kabupaten dengan membuat rakit. Perbedaan alur pemasaran ini menyebabkan terjadinya kesenjangan harga jual. Alat yang digunakan untuk mengambil rotan adalah parang/mandau atau kapak. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke lokasi pengambilan rotan sekitar 1 -3 jam dengan mengendarai motor atau perahu mesin dan 1 hari dengan berjalan kaki. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan rotan dalam sekali pengambilan dibutuhkan 6 jam bahkan sampai 1 harian sehingga harus menginap di hutan. Penjualan rotan mentah dapat mencapai 50 kg–1 ton per bulan dan ada juga yang menjual hanya 60 batang/bulan. Namun penjualan ini tergantung pada permintaan pedagang pengumpul yang akan datang ke desa tersebut. Sehingga penjualan rotan mentah belum dilakukan secara berkesinanbungan.
Gambar 3 Rotan mentah yang dipungut dari hutan. Selain menjual berupa rotan mentah, ada juga yang menjual rotan dalam bentuk kerajinan tangan yang dibentuk dengan kombinasi rotan, daun kajang, dan daun biru untuk membuat seraung dan tampi beras selain itu juga rotan dapat dijadikan tas seperti tas gendong, anjat,tikar, dan lanjung yang biasa dipakai oleh
55
masyarakat di desa tersebut. Harga per satuan lanjung Rp 50.000- Rp 150.000 per lanjung, harga anjat Rp 50.000 –Rp 100.000 per anjat, dan harga seraung berkisar antara Rp 15.000-Rp 25.000.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Pemanfaatan rotan; (a) Lanjung; (b) Anjat ukuran sedang; (c) Anjat ukuran besar.
(a) (b) Gambar 5 Pemanfaatan rotan yang dikombinasikan dengan daun Kajang dan daun biru; (a) Seraung; (b) Tas gendong dan Tampi beras. Hasil wawancara pada responden, kendala yang mereka hadapai dalam pemungutan rotan yaitu sebagian besar dari mereka mengeluh dengan harga rotan yang semakin rendah. Harga rotan mentah terkadang tidak sesuai dengan tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengumpulkannya. Selain menuju lokasi pengambilan rotan sangat jauh, waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkannya juga dibutuhkan waktu yang lama. Hal ini membuat sebagian mereka tidak mau lagi mengumpulkan dan menjual rotan dan apabila mereka mengambil rotan tersebut hanya digunakan untuk kepentingan mereka saja. Selain itu, pedagang pengumpul (tengkulang) yang datang untuk mengumpulkan rotan tidak menentu
56
sehingga terkadang mereka harus menjualnya ke kabupaten. Sistem pengangkutan terkendala pada saat menjual ke kabupaten yang apabila sungai meluap rakit rotan akan hanyut. Keterbatasan modal, pengetahuan dan keterampilan untuk diversifikasi usaha serta kebutuhan untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat membuat masyarakat memanfaatkan potensi hutan secara langsung dan menjualnya tanpa proses pengolahan. Padahal sebenarnya, pengembangan pengrajin rotan di Desa Lutan sudah pernah dilakukan namun karena kendala tersebut saat ini sudah tidak aktif lagi. Padahal jika pemanfaatan sumber daya hutan dilakukan secara langsung maka dapat mengakibatkan peningkatan eksploitasi terhadap hutan. sebaliknya, jika proses pengolahan seperti membuat kerajinan mampu menyerap tenaga kerja dan mampu mengurangu eksploitasi hutan besar-besaran. 2.
Karet Persentase rata-rata responden yang menanami lahan kebunnya dengan jenis
tanaman karet di Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan sebesar 66,7%. Sebagian dari tanaman karet tersebut sudah dapat dipanen, namun sebagian lagi masih baru ditanam sehingga belum bisa dipanen. Bagian tanaman karet yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah getah karet. Dari 66,7% responden yang menanam karet, hanya 15% saja yang sampai saat ini yang dapat memanen getah karet yang ditanamnya. Hal ini karena sebagian besar karet yang dimiliki masih belum cukup umur untuk dipanen. Semua getah karet yang dihasilkan oleh responden diambil untuk dijual kepada pedagang pengumpul dan tidak ada satupun yang memanfaatkannya sendiri. Responden yang memanfaatkan getah karet di Desa Mamahak Teboq hanya ada 2 orang saja (3,3%) dengan harga jual getah karet Rp 9.000/kg, sedangkan responden yang memanfaatkan getah karet di Desa Lutan sebanyak 8 orang (26,7%) dengan harga jual Rp 11.000-Rp 15.000/kg. Terdapat kesenjangan harga antara 2 desa ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh pedagang pengumpul berbeda sehingga harga yang diberikan juga berbeda.
57
Gambar 6 Pemanfaatan getah karet; (a) Lahan masyarakat yang ditananami Karet; (b) Getah karet yang ditores. Perbedaan yang nyata tentang pemanfaatan getah karet antara Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan sangat jelas terlihat dari jumlah responden yang memanfaatkannya. Dari penelusuran informasi yang didapat dari PT. RATAH TIMBER, di Desa Lutan telah dilakukan penanaman kembali lahan kosong milik masyarakat dengan jenis tanaman karet yang merupakan bagian dari program bina desa perusahaan. Pihak perusahaan memfasilitasi kegiatan ini dan menyediakan bibit tanaman karet sementara penanaman karet di Desa Mamahak Teboq masih dalam tahap rencana (sosialisasi) saja namun sudah ada nota kesepahaman (MoU) oleh perusahaan dengan Desa Mamahak Teboq. Bibit karet yang ditanam oleh responden ada yang berasal dari anakan alam yang dicari dari hutan, ada yang dibeli, dan ada juga dari perusahaan. Getah karet ditores dengan menggunakan pisau tores (lading tores) oleh responden. Penyadapan getah karet dilakukan oleh responden selama 6 hari kerja dan dilakukan setiap minggu. Hasil penyadapan getah karet dapat mencapai 10-35 kg/minggu. Sebelum dijual penyadap terlebih dahulu mengumpulkan getah karet sehingga pada saat dijual bisa mencapai 40-120 kg/bulan. Jika sudah terkumpul getah karet akan dikumpulkan kepada pedagang pengumpul dan akan dipasarkan ke kabupaten. Tidak ada target pengumpulan getah karet oleh responden karena kendala iklim. Jika hari hujan maka penyadap tidak bisa menyadap karet dengan produktif. Harga getah karet yang lumayan tinggi membuat penyadap bersemangat untuk menyadap karet. Tidak sedikit masyarakat disana yang
58
menanami kebun yang mereka miliki dengan tanaman karet karena harganya lumayan tinggi. Tumbuhan obat, sayur-sayuran dan buah-buahan Jenis tumbuhan obat, sayur-sayuran dan buah-buahan yang sering dimanfaatkn oleh responden di desa Mamahak Teboq dan desa Lutan disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Persentase pemanfaatan tumbuhan dari hutan No. Jenis Sumber daya hutan 1 Pasak bumi 2 Akar kuning 3 Anggrek 4 Gingseng 5 Sarang semut 6 Jamur
Desa Mamahak Teboq N % 3 10,0 2 6,7 1 3,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Desa Lutan N % 7 23,3 5 16,7 0 0,0 2 6,7 1 3,3 5 16,7
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Dari hasil tabulasi di atas menunjukkan tumbuhan obat masih dimanfaatkan oleh beberapa responden yang diambil dari hutan. sebanyak 10% responden Desa Mamahak Teboq masih memanfaatkan pasak bumi dan 23,3% responden Desa Lutan juga memanfaatkan jenis yang sama. Pasak bumi dimanfaatkan oleh responden untuk obat sakit malaria dan sakit pinggang. Selain pasak bumi, tumbuhan obat yang masih dimanfaatkan, yaitu: akar kuning, anggrek, gingseng, dan sarang semut. Persentase pemanfaatan oleh responden Desa Mamahak Teboq pada pemanfaatan pasak bumi dan akar kuning berturut-turut adalah 6,7%, dan 3,3% sedangkan responden Desa Lutan memanfaatkan akar kuning, gingseng, kayu sarang semut, yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 16,7%, 6,7%, dan 3,3%. Tumbuhan akar kuning dimanfaatkan untuk obat sakit kuning, anggrek hutan dimanfaatkan untuk obat sakit demam, gingseng dimanfaatkan sebagi obat kuat, dan kayu sarang semut dapat digunakan untuk obat kanker. Responden Desa Lutan sebanyak 16,7% memanfaatkan jamur yang diambil dari batang kayu dengan jenis jamur kulat (nama daerah) dan jamur lung yang tumbuh di tanah pada saat musim dingin yang ada di hutan yang dimanfaatkan untuk disayur.
59
Dari hasil diskusi dengan beberapa responden, selain tumbuhan yang disebutkan di atas terdapat beberapa tumbuhan yang masih dimanfaatkan mereka dan berasal dari hutan. Tumbuhan yang masih dimanfaatkan yaitu cengkeh hutan, durian hutan, manggis hutan, mangga hutan, buah rotan yang dapat diambil pada musim panen, paku hati sebagai penawar racun, damar sebagai perekat pada perahu, bambu untuk menjemur padi dan menangkap ikan. Tumbuhan obat, buah-buahan, jenis sayur dan yang lainnya hanya digunakan oleh responden pada saat dibutuhkan dan pada saat tumbuhan hutan tersebut sedang bermusim. Sehingga mereka memanfaatkannya hanya untuk dikonsumsi saja. 5.2.2 Pemanfaatan Hasil hutan Bukan Kayu Hewani 1.
Madu Responden yang memanfaatkan madu di Desa Mamahak Teboq memiliki
persentase sebesar 6,7%. Dari persentase tersebut, 100% memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berupa madu dengan tujuan untuk dijual dan sebagai salah satu sumber pendapatan. Sedangkan di Desa Lutan yang memanfaatkan madu hanya sebesar 3,3% dan tujuan pemanfaatannya hanya dikonsumsi sendiri. Sesuai hasil wawancara dengan responden, potensi madu di dua desa tersebut sudah terbilang sedikit atau kuantitasnya sudah menurun. Menurut mereka, pohon Banggeris atau yang biasa disebut pohon Kempas (Koompassia excelsa) sebagai pohon madu sudah semakin langka sehingga ketersediaan madu juga semakin langka. Selain karena kelangkaannya, masyarakat juga tidak berani memanjat pohon Banggeris tersebut karena pohonnya sangat tinggi dan licin.
60
Gambar 7 Pohon Kempas (Koompassia excelsa) sebagai sarang madu hutan. Pada umumnya madu bisa dipanen pada saat musim buah. Harga jual madu hutan yang dimanfaatkan responden adalah Rp 150.000/liter. Biasanya madu dapat diperoleh 5-10 liter/minggu jika sedang musimnya. Pengambilan madu dilakukan dengan memanjat pohon Banggeris dengan membuat tangga pijakan di batangnya. Mencari madu hutan bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mendapatkannya, selain memanjat batang pohon yang licin pemanfaat madu juga harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menemukan pohon banggeris tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulka madu juga dibutuhkan waktu 1 harian. 2.
Satwa Liar Sebagian besar responden di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan
memiliki pekerjaan utama (3,3%) atau pekerjaan sampingan (43,3%) sebagai pemburu satwa liar. Potensi hewan buruan di sekitar kawasan hutan tempat mereka tinggal masih terbilang banyak. Pemanfaatan hewan buruan sebagian untuk dikonsumsi dan atau dijual. Beberapa jenis satwa liar yang diburu oleh responden di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan, yaitu: Babi hutan (Sus barbatus), Rusa sambar (Cervus unicolor), Kijang (Muntiacuc muntcak), Pelanduk/Kancil (Tragulus javanicus), Monyet beruk (Macaca nemestrina), Ayam hutan (Gallus gallus), dan Landak
61
raya (Hystrix brachyura). Semua jenis satwa liar ini masih ditemukan di kawasan hutan. Meski sebagian diantaranya sudah langka masyarakat masih sering berburu satwa liar tersebut sebagai alternatif sumber pemenuhan protein dan sumber pendapatan keluarga.
(a) Landak
(b) Kijang
(c) Kancil/Pelanduk
(d) Babi hutan
(e) Rusa sambar Gambar 8 Jenis-jenis satwa liar yang dimanfaatkan dan diburu oleh masyarakat. Kegiatan berburu yang dilakukan oleh responden secara berkelompok oleh pemburu menggunakan anjing dan tombak. Biasanya dengan menggunakan cara
62
ini hasil yang didapat lebih cepat dan tidak memerlukan biaya yang banyak. Anjing yang dibawa ke dalam hutan bertujuan untuk mencium bau mangsa. Pada saat anjing telah menyalak itu menandakan bahwa hewan mangsa sudah terlihat olehnya, dengan begitu pemburu dapat menangkap hewan buruan dengan menggunakan tombak yang digunakan untuk melemahkan hewan buruan tersebut. Berburu dengan cara menggunakan anjing ini efisien dalam hal waktu tapi kurang efektif dilakukan pada semua jenis buruan. Jika menggunakan anjing, hewan buruan yang didapat terbatas hanya hewan berjenis babi hutan, rusa sambar (biasa disebut payau), dan kijang. Sementara hewan buruan lain agak susah memburunya apabila menggunakan anjing. Selain menggunakan anjing dan tombak, para pemburu juga dapat menggunakan jerat tali untuk mendapatkan hewan buruannya. Jerat yang dipasang terbuat dari tali tambang yang dibuat melingkar dan ditancapkan di atas tanah dan kemudian dikaitkan ke batang kayu yang melengkung. Jumlah jerat yang dipasang bisa mencapai 30-700 jerat. Jerat dapat dipasang sekaligus maupun secara bertahap. Rata-rata jerat yang dipasang tersebut akan diperiksa 3 hari sekali. Adanya selang waktu 3 hari ini dilakukan agar jejak kaki manusia tidak tercium oleh hewan yang diburu sehingga hewan yang menjadi target buruannya bisa terjerat. Jika beruntung, pembuat jerat akan memperoleh hasil dan hasil tersebut tidak selalu sama jumlahnya pada sekali pengambilan yaitu antara 1-5 ekor per minggu. Kadang kala, para pemburu tidak mendapatkan hasil buruan meski sudah menunggu hingga 3 hari atau lebih.
Gambar 9 Jerat yang dipasang di dalam hutan.
63
Alat yang digunakan untuk berburu selain yang telah disebutkan di atas adalah senapan angin. Senapan angin biasanya digunakan untuk memburu hewan liar seperti kancil dan landak. Alat ini digunakan karena hewan tersebut jarang ditemukan pada jerat yang dipasang. Hewan tersebut biasanya diburu pada saat malam hari karena menurut wawancara, kancil beraktifitas pada malam hari. Biasanya satwa liar yang terperangkap pada jerat adalah satwa yang berukuran besar seperti pada babi hutan, rusa, kijang, ayam hutan, dan lain-lain. Frekwensi berburu pada setiap responden berbeda-beda. Beberapa responden ada yang berburu dengan teratur setiap 2 kali seminggu, ada yang sebulan sekali dan ada juga yang berburu pada saat dibutuhkan (jarang berburu). Persentase jumlah pemanfaatan setiap jenis satwa liar telah disajikan kembali pada Tabel 29. Tabel 29 Persentase pemanfaatan satwa liar oleh responden No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Satwa liar Babi hutan Rusa Sambar Kijang Kancil Landak Ayam hutan Monyet B.
Nama latin Sus barbatus Cervus unicolor Muntiacuc muntcak Tragulus javanicus Hystrix brachyura Gallus gallus Macaca nemestrina
Desa Mamahak Teboq 14 46,7 14 46,7 10 33,3 5 16,7 1 3,3 2 6,7 2 6,7
Desa Lutan 8 7 1 2 0 0 0
26,7 23,3 3,3 6,7 0,0 0,0 0,0
Total responden 22 21 11 7 1 2 2
36,7 35,0 18,3 11,7 1,7 3,3 3,3
Sumber: Hasil wawancara dengan responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar jenis satwa liar yang dimanfaatkan oleh responden di Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan adalah Babi hutan sebesar 36,7%. Banyaknya responden yang memburu hewan ini karena selain untuk dikonsumsi sendiri, mereka menganggap bahwa babi hutan adalah salah satu hama yang merusak dan menyerang tanaman padi di ladang masyarakat. Selain babi hutan, monyet yang memiliki persentase 3,3% juga dianggap sebagai hama padi mereka. Sehingga, untuk mehindari gagal panen yang dapat terjadi masyarakat memasang jerat selain di dalam hutan juga di sekitar ladang-ladang milik mereka. Satwa liar yang juga diburu oleh responden, yaitu: rusa (35%), kijang (18,3%), kancil (11,7%), landak (1,7%), dan ayam hutan (3,3%). Sesuai hasil
64
wawancara dengan responden, semua satwa ini masih cukup banyak dan berlimpah di kawasan hutan hanya saja kendalanya, jenis satwa liar seperti rusa dan
kijang
keberadaannya
sudah
mulai
berkurang
dan
lebih
susah
mendapatkannya dibanding satwa lain. Hal ini mungkin disebabkan karena semakin berkurangnya potensi satwa liar ini karena sudah sering diburu, jumlah jerat yang semakin banyak didalam hutan, dan jumlah penduduk yang semakin banyak berburu. Sedangkan babi hutan keberadaannya masih melimpah karena menurut responden babi hutan cepat berkembang biak karena sekali beranak bisa mencapai 4-5 ekor pada musim beranak. Satwa liar hasil buruan yang dijual oleh responden beberapa diantaranya ada yang hanya dikonsumsi saja dan ada juga yang dijual. Persentase responden berdasarkan tujuan pemanfaatan dapat dilihat kembali pada Tabel 27. Satwa liar hasil buruan dijual kepada masyarakat setempat yang ada di desa tertentu tapi ada juga yang dijual ke luar desa. Seperti responden di Desa Mamahak Teboq, hasil buruannya ada yang dijual ke Desa Datah Bilang, Desa Tering, Desa Lutan, Kecamatan Long Hubung, Long Gelawang, dan Long Iram. Sedangkan responden di Desa Lutan lebh banyak menjual hasil buruannya di sekitar desa tersebut baik dijual olehnya sendiri maupun melaui tengkulak (pedagang pengumpul). Jika hasil buruan banyak maka responden akan menjualnya ke luar desa, tapi jika hasil buruan hanya sedikit cukup dijual di masyarakat desa tempat responden tinggal. Hasil buruan satwa liar oleh pemburu dijual dengan harga yang berbedabeda antara desa yang satu dengan desa yang lain. Seperti rusa dijual dengan harga Rp 30.000/kg oleh seorang responden, namun responden yang lain ada juga yang menjual rusa dengan harga yang lebih rendah, yaitu: Rp 25.000/kg dan Rp 27.000/kg di Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan. Perbedaan harga ini dapat terjadi karena pasar yang mereka tuju berbeda-beda. Tapi sebenarnya terdapat keputusan kampung yang dimusyawarahkan bersama untuk menentukan harga jual hasil buruannya tersebut seperti yang tertera di Tabel 30. Menurut hasil wawancara, responden menganggap hutan merupakan tempat yang bernilai penting sebagai sumber satwa buruan. Salah satu lokasi perburu dan adalah lokasi tanaman padi dan singkong di ladang yang mereka miliki karena
65
dapat memikat binatang buruan hanya saja dampak negatifnya berpengaruh nyata terhadap hasil panen mereka. Menurut Moira Moeliono et al. (2009) mengatakan bahwa spesies terpenting untuk meningkatkan perburuan adalah spesies tumbuhan buah (terutama jenis Dipterocarpaceae, oak, beringin, serta palem) yang bisa memikat satwa buruan. Mata air asin dan daerah berlumpur juga dianggap daerah terpenting yag disukai hewan. Hal ini memang sesuai dengan pernyataan beberapa responden bahwa hasil buruan akan banyak diperoleh pada saat musim buah karena hewan buruan akan berkeliaran pada saat musim buah tiba. Penebasan tumbuhan bawah bisa menurunkan nilai kesesuaian hutan sebagai tempat berburu untuk kebutuhan pangan serta mengurangi fungsi pelindung bagi berbagai jenis hewan. Jenis satwa liar, antara lain: Kijang, Rusa Sambar, monyet beruk, Kancil, dan Landak yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber protein dan sumber pendapatan mereka merupakan jenis satwa liar yang dilindungi oleh negara. Monyet beruk merupakan jenis satwa liar yang termasuk dalam daftar IUCN yang tergolong Vulnerable (rentan) dan termasuk dalam daftar spesies Apendix II dalam CITES, rusa juga termasuk dalam daftar spesies Vulnerable dalam IUCN dan jenis satwa liar yang dilindungi negara berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999, kijang dan landak raya jenis satwa liar yang dilindungi negara berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999, babi hutan berada pada daftar IUCN sebagai spesies Vulnerable, kancil/pelanduk dalam daftar IUCN yang tergolong Data Deficient (Informasi Kurang) dan dilindungi oleh negara berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 dan ayam hutan termasuk kedalam daftar IUCN yang tergolong Least Concern (Berisiko Rendah). Keterangan dapat dilihat padda Lampiran 19. Pemanfaatan
masyarakat yang tinggi dan secara terus-menerus terhadap
satwa liar yang termasuk dalam kategori rentan dan yang dilindungi oleh negara tersebut dapat berdampak negatif terhadap keberadaan satwa liar yang bisa mengakibatkan kepunahan. Berburu satwa liar yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan tanpa adanya izin resmi dari perusahaan sehingga masyarakat pun dapat secara bebas melakukan pemburuan satwa liar. Oleh karena itu perusahaan telah membuat himbauan berupa plang dan poster untuk mencegah perburuan dan
66
pemanfaatan satwa liar yang dilindungi oleh negara. Namun meski demikian, masyarakat masih tetap melakukan perburuan terhadap satwa liar meski peraturan tentang perburuan satwa liar telah dibuat. 5.3 Pendapatan dari pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh dari HHBK yang dimanfaatkan oleh responden untuk dijual. Pendapatan dari pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Pendapatan dari pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Mamahak Teboq Rata-rata Total No Sumber Harga pendapatan % Daya hutan (Rp/kg) (Rp/Tahun) 1 Rotan 110880000 6,0 5.000-8.000 2 Karet 9.000 19872000 1,1 Sub Total 130752000 3 Madu 150000/L 2988000 0,2 4 Babi hutan 20.000 1152000000 62,8 5 Rusa 30.000 328200000 17,9 6 Kijang 30.000 70500000 3,8 7 Kancil 50000/ekor 146400000 8,0 2400000 0,1 8 Landak 50000/ekor 9 Ayam hutan 50000/ekor 1200000 0,1 360000 0,02 10 Monyet 30.000 Sub total 1704048000 Total 1834800000 100 Jenis
Lutan
Rata-rata Harga (Rp/kg)
Total pendapatan (Rp/Tahun) 80970000 1.000 11.000 278280000 359250000 0 0 20.000 302640000 75600000 30.000 0 0 75.000 7200000 0 0 0 0 0 0 385440000 744690000
% 10,9 37,4 0,0 40,6 10,2 0,0 1,0 0,0 0,0 0,0 100
Sumber: Data primer diolah
Dari hasil perhitungan pendapatan dari pemanfaatan HHBK oleh semua responden dapat dilihat bahwa persentase pemanfaatan yang lebih banyak adalah babi hutan, yaitu: Desa Mamahak Teboq sebesar 62,8% diikuti dengan rusa sebesar 17,9%, kancil 8,0%, rotan sebesar 6,0%, kijang 3,8%, madu 0,2%, karet 1,1%, ayam hutan dan landak masing-masing sebesar 0,1%, serta monyet 0,02%. Sedangkan Desa Lutan juga memanfaatkan
babi hutan sebesar 40,6%, karet
37,4%, rotan 10,9%, rusa 10,2%, dan kancil sebesar 1,0%.
67
Pendapatan total yang diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di Desa Mamahak Teboq adalah Rp 1.834.800.000/tahun yang terdiri dari nilai manfaat HHBK nabati sebesar Rp 130.752.000,-/tahun dan nilai manfaat HHBK hewani Rp 1.704.048.000,-/tahun sedangkan di Desa Lutan nilai manfaat yang diperoleh adalah sebesar Rp 744.690.000,-/tahun yang terdiri dari nilai manfaat HHBK nabati sebesar Rp 359.250.000,-/tahun dan nilai manfaat HHBK hewani Rp 385.440.000,-/tahun. Jika dibandingkan, Desa Mamahak Teboq memanfaatkan HHBK lebih banyak dibandingkan Desa Lutan yang dilihat dari total pendapatan mereka. Selain dari segi pendapatannya, responden di Desa Mamahak Teboq juga memanfaatkan HHBK yang lebih beragam jika dibandingkan dengan responden di Desa Lutan. Sangat nyata terlihat bahwa beberapa jenis hasil hutan baku kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat memberikan sumbangan cukup besar bagi pendapatan keluarga. 5.4 Pendapatan di luar pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh responden yang bersal dari pemanfaatan di luar hasil hutan. Pendapatan tersebut dapat berasal dari usaha pertanian,berdagang, peternakan, karyawan dan lain-lain sesuai dengan mata pencaharian mereka. Pendapatan responden Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 31 Pendapatan di luar pemanfaatan hasil hutan bukan kayu Pendapatan di luar hasil hutan (Rp/tahun) 1 <1.000.000 2 >1.000.000-5.000.000 3 >5.000.000-10.000.000 4 >10.000.000-15.000.000 5 >15.000.000-20.000.000 6 >20.000.000 Total Sumber: Data primer diolah No
Jumlah pemanfaat (orang) Total Persentase % Mamahak Teboq Lutan 15 25 7 8 14 23,33 6 8 7 11,67 3 4 10 16,67 5 5 10 16,67 7 3 4 6,67 2 2 30 30 60 100
68
Hasil penelitaian yang disajikan pada Tabel 31 menunjukkan bahwa 23,33% responden memiliki pendapatan antara > Rp 1.000.000-Rp 5.000.000 per tahun. Sebagian besar responden yang memiliki pendapatan tersebut memperoleh pendapatannya berasal dari beternak dan sebagai karyawan. Berdasarkan Keputusan Direktorat Pengupahan dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, upah minimal regional (UMR) masyarakat di Kabupaten Kutai Barat 2011 adalah sebesar Rp 1.085.000/Bln. Dari data responden, dapat dilihat bahwa dengan indikator UMR tersebut sebanyak 83,3% pendapatan responden di Desa Lutan dan 46,73% di Desa Mamahak Teboq berada di bawah UMR. Menurut Hartono dan Arnicun Azizi (2008), klasifikasi atau penggolongan seseorang/masyarakat dikatakan miskin ditetapkan dengan menggunakan tolok ukur yang umum dipakai adalah tingkat pendapatan dan kebutuhan relatif. Tingkat pendapatan merupakan salah satu tolok ukur yang digunakan Indonesia untuk menentukan besarnya jumlah orang miskin. Besarnya jumlah orang miskin adalah batasan tingkat pendapatan per waktu kerja (Rp 30.000,-per bulan atau lebih rendah) yang dibuat pada tahun 1976/1977, selain itu juga dibuat berdasarkan batas minimal jumlah kalori yang dikonsumsi yang diambil persamaannya dalam beras. Menurut Sajogyo (1996) menyatakan bahwa batas minimal kemiskinan adalah mereka yang mengkonsumsi beras kurang dari 240-320 kg beras di desa dan 360-480 kg di kota per tahun. Berdasarkan data dari hasil penelitian, sesuai indikator garis kemiskinan Sajogyo responden di Desa Mamahak Teboq sebanyak 3,3% tergolong miskin (M) dan 96,7% responden tergolong tidak miskin (TM). Di Desa Lutan, sebanyak 33,33% responden tergolong miskin (M) dan 66,77% responden tergolong tidak miskin (TM). Sedangkan garis kemiskinan masyarakat yang tinggal di pedesaan di Kalimantan Timur yang dibuat oleh BPS tahun 2011 adalah Rp. 248.583/bulan. Berdasarkan garis kemiskinan tersebut didapat bahwa responden di Desa Mamahak Teboq sebanyak 6,67% responden tergolong miskin (M) dan 93,33% responden tergolong tidak miskin (TM) sedangkan di Desa Lutan sebanyak 50% tergolong miskin (M) dan 50% tergolong tidak miskin (TM). Selain tingkat pendapatan, Hartono dan Arnicun Azizi (2008) juga menyatakan bahwa tolok ukur kemiskinan dapat diukur dari kebutuhan relatif per
69
keluarga yang batasannya dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus dipenuhi sehingga sebuah keluarga dapat melangsungkan kehidupannya secara sederhana tapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Kebutuhankebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan sewa rumah dan mengisi rumah dengan peralatan rumah tangga yang sederhana tapi memadai, biaya untuk memelihara kesehatan dan untuk pengobatan, biaya untuk menyekolahkan anakanak, biaya untuk sandang dan pangan sederhana tetapi mencukupi dan memadai. 5.5 Pengeluaran rumah tangga untuk berbagai kebutuhan Pengeluaran responden terhadap kebutuhan hidup mereka sehari-hari dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Pengeluaran rumah tangga untuk berbagai kebutuhan Jenis Pengeluaran
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Pangan Sandang Papan Transportasi Pendidikan Kesehatan Rekreasi Sumbangan Lain-lain
Mamahak Teboq Rata-rata pengeluaran Persentase (Rp/Tahun) (%) 5128040 30,1 2310000 13,6 808000 4,7 2150000 12,6 4813400 28,2 3,3 564000 5,3 900000 212000 1,2 160000 0,9 17045440 100
Lutan Rata-rata pengeluaran Persentase (Rp/Tahun) (%) 6597400 29,1 2091666,7 9,2 3470000 15,3 2864000 12,6 2200000 9,7 3440000 15,2 1723333,3 7,6 219200 1,0 57600 0,3 22663200 100
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan hasil tabulasi di atas ditemukan bahwa total pengeluaran keluarga responden Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya rata-rata masing-masing adalah Rp 17.045.440 dan Rp 22.663.200 per tahun. Pengeluaran terbesar di Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan adalah pengeluaran terhadap kebutuhan pangan. Kebutuhan responden terhadap pangan
(beras) diperoleh dari hasil panen yang dikelola mereka.
Pengeluaran pangan rumah tangga responden
Desa Mamahak Teboq adalah
30,1% sedangkan di Desa Lutan adalah 29,1%. Besarnya pengeluaran terhadap kebutuhan pangan dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang ditanggung.
70
Pada umumnya, apabila porsi pengeluaran untuk makanan (terutama makanan pokok) makin besar, maka semakin besar pula peluang keluarga tersebut tidak sejahtera karena dengan demikian porsi untuk menikmati kegiatan lain (hiburan atau partisipasi dalam kegiatan sosial di luar kegiatan memberi nafkah) selain makanan menjadi sedikit. Rata-rata proporsi pengeluaran terbesar dalam rumah tangga responden adalah pengeluaran untuk kebutuhan pangan. Hal ini didukung oleh Hukum Engel yang menyatakan bahwa proporsi terbesar dari anggaran rumah tangga adalah untuk makanan, proporsi pengeluaran total untuk makanan menurun dengan meningkatnya pendapatan, dan proporsi pengeluaran total untuk pakaian dan perumahan diperkiran konstan, sementara proporsi pengeluaran untuk barang-barang mewah bertambah ketika pendapatan mulai meningkat. 5.6 Kontribusi Hasil Hutan terhadap Pendapatan total Rumah Tangga Tingkat pemanfaatan masyarakat terhadap sumber daya hutan dihitung berdasarkan seberapa besar kontribusi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh responden terhadap total pendapatan rumah tangga. Kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan total rumah tangga responden disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Kontribusi manfaat hasil hutan Sumber No Pendapatan 1
Desa Mamahak Teboq Rata-rata Kontribusi pendapatan (Rp/tahun) %
Desa Lutan Rata-rata Kontribusi pendapatan (Rp/tahun) %
Hasil hutan
58.762.466,7
86,1
22.913.933,3
74,3
2 Non Hasil hutan Total
9.451.333,3 68.213.800,0
13,9 100
7.913.000,0 30.826.933,3
25,7 100
Sumber: Data primer diolah
Dari hasil tabulasi di atas menunjukkan total pendapatan responden di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan baik yang berasal dari pemanfaatan hasil hutan maupun diluar pemanfaatan hasil hutan yang memiliki kontribusi yang paling tinggi adalah dengan memanfaatkan hasil hutan dengan persentase 86,1% di Desa Mamahak Teboq sebesar Rp 58.762.466,- dan 74,3% di Desa Lutan yaitu sebesar Rp 22.913.933,-. Besarnya kontribusi tersebut menunjukkan bahwa pendapatan
71
responden yang memanfaatkan hasil hutan memperoleh sumber pendapatan yang lebih besar. Dari data ini dinyatakan bahwa tingkat pemanfaatan dan ketergantungan responden terhadap hasil hutan tergolong tinggi dimana kontribusi yang didapat melebihi persentase pendapatan yang diperoleh di luar pemanfaatan hasil hutan. Selain itu dapat dilihat bahwa kecilnya pendapatan yang diperoleh dari usaha non hasil hutan menunjukkan bahwa hutan memang merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang nyata bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. 5.7 Pemahaman Masyarakat terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Pemahaman masyarakat terhadap sumber daya hutan yang dimaksud adalah pemahaman masyarakat terhadap fungsi hutan dalam kaitannya dengan sumber daya hutan yang lestari. Sebagai masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan memanfaatkan hutan langsung maupun tidak langsung maka perlu diketahui seberapa besar pemahaman mereka terhadap keberadaan hutan. Pemahaman tersebut mengacu pada apakah dengan tingkat pemanfaatan masyarakat terhadap hasil hutan yag cukup tinggi diikuti dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan mereka mengenai sumber daya hutan yang lestari. Pemahaman responden dikaji dari beberapa aspek yaitu bagaimana pemahaman responden tentang pemanfaatan hasil hutan, tentang sumber daya hutan sebagai salah satu sumber pendapatan, perkembangan kondisi dan kerusakan hutan, ladang berpindah, dan tentang kelestarian hutan. Kriteria tingkat pemahaman responden terhadap sumber daya hutan dibuat berdasarkan interval skala Likert dan nilai skala Likert tersebut dimasukkan sesuai tingkat pemahamannya berdasarkan tabel di bawah ini. Tabel 34 Tingkat pemahaman berdasarkan interval nilai tanggapan No 1 2 3
Interval nilai tanggapan 1 - 1,67 1,67 - 2,33 2,33 - 3,00
Tingkat pemahaman Rendah Sedang Tinggi
72
1.
Pemahaman responden tentang pemanfaatan hasil hutan Keanekaragaman hayati yang terkandung dalam sumber daya hutan terdiri
dari flora dan fauna yang memiliki nilai dan kegunaan tertentu. Selain multi fungsi, hutan juga dipandang sebagai multi komoditi yaitu berupa barang dan jasa. Adapun komoditas hutan berupa barang yaitu manfaat yang dapat dirasakan secara langsung berupa hasil hutan kayu (HHK) dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Sedangkan, komoditas jasa adalah manfaat yang dirasakan secara tidak langsung. Disamping itu, hutan juga merupakan penyangga sistem kehidupan yang terdiri dari unit-unit sumber daya yang saling berpengaruh. Tabel 35 Pemahaman responden mengenai pemanfaatan hasil hutan
No
Pernyataan
Distribusi Pemahaman (%) Mamahak Teboq Lutan TS
1
2 3 4 5
Hutan dapat memberikan manfaat berupa manfaat langsung maupun tidak langsung Hutan dapat memberikan hasil hutan bukan kayu Hutan berfungsi sebagai penyedia air Hutan merupakan sumber obat-obatan Hutan merupakan sumber kayu bakar
Ket: TS = Tidak Setuju,
R= Ragu-ragu,
R
S
TS
R
S
0,00
6,67 93,33 3,33 13,33
83,33
3,33
6,67 93,33 0,00
3,33
96,67
0,00 3,33 96,67 3,33 3,33 3,33 93,33 0,00 13,33 0,00 86,67 0,00
3,33 0,00 0,00
93,33 100,00 100,00
S= Setuju
Sebanyak 93,3% responden Desa Mamahak Teboq dan 83,3% responden Desa Lutan menyatakan bahwa hutan dapat memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan wawancara diperoleh bahwa pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan hasil hutan sudah tinggi. Hal ini terlihat dari sebanyak 93,3% responden Desa Mamahak Teboq dan 96,67% responden Desa Lutan menyatakan bahwa hutan mampu memberikan hasil hutan bukan kayu dan sumber obat-obatan. Hal ini karena sebagian besar responden memanfaatkan HHBK sebagai salah satu sumber pendapatan mereka dan mereka juga sering kali mengambil tumbuhan obat dari hutan sebagai obat tradisional. Sementara 96,6% responden Desa Mamahak Teboq dan 93,33% responden Desa Lutan menyatakan bahwa hutan merupakan salah satu sumber penyedia air. Pendapat tersebut nyata
73
sekali dilihat dari masyarakat di kedua desa menggunakan akses sungai sebagai sarana transportasi mereka. Sebanyak 86,67% responden Desa Mamahak Teboq dan 100% responden Desa Lutan menyatakan bahwa hutan merupakan sumber kayu bakar. Dari hasil wawancara semua responden menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar. Kayu bakar diambil baik dari hutan, sisa-sisa kayu yang tidak dimanfaatkan lagi oleh perusahaan, serta dari
kayu bakar yang mengapung yang terbawa arus
sungai. Meskipun telah ada bantuan kompor gas dari pemerintah pada kedua desa, namun mereka masih tetap menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar utama untuk memasak sedangkan kompor gas subsidi yang diberikan digunakan hanya sebagai sampingan saja. Alasan masyarakat menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi disebabkan karena kayu mudah diperoleh dan murah bahkan dapat dikatakn gratis. Jenis-jenis kayu bakar yang biasa dimanfaatkan oleh responden, yaitu: kayu laban, andikara, sentop, dan kayu semut (jati hutan). Jawaban responden mengenai beberapa pertanyaan pemanfaatan sumber daya hutan menurut skala Likert tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman responden tergolong tinggi. Hal ini karena sebagian besar responden memanfaatkan sumber daya hutan secara langsung maupun tidak langsung berupa air, kayu bakar HHBK dan lain-lain. 2.
Pemahaman responden tentang sumber daya hutan sebagai salah satu sumber pendapatan Secara garis besar terdapat dua sumber pendapatan rumah tangga di
pedesaan yaitu dari sektor pertanian dan sektor non pertanian. Besarnya pendapatan dari sektor pertanian diperoleh dari usaha tani baik sebagai pemilik maupun sebagai buruh tani sedangkan pendapatan dari sektor non pertanian berasal dari berburu satwa liar, pemanfaatan rotan dan HHBK lainnya, karyawan, pedagang, dan lainnya di sektor non pertanian.
74
Tabel 36 Pemahaman responden tentang SDH sebagai salah satu sumber pendapatan No 1 2 3
4
Pernyataan Hasil sumber daya hutan merupakan sumber pendapatan Penjualan sumber daya hutan sebagai pendapatan keluarga untuk ditabung Perusahaan memberikan pelatihan agar dapat mengolah SDH menjadi barang yang memiliki harga jual yang tinggi Perlu adanya usaha pengembangan HHBK untuk meningkatkan jumlah pendapatan
Ket: TS = Tidak Setuju,
R= Ragu-ragu,
Distribusi Pemahaman (%) Mamahak Teboq Lutan TS 3,33
R 3,33
S 93,33
TS 10,00
20,00 6,67
73,33
13,33 10,00 76,67
53,33 6,67
76,67
46,67 10,00 43,33
0,00
0,00 100,00
6,67
R 0,00
3,33
S 90,00
90,00
S= Setuju
Sebanyak 93,33% responden Desa Mamahak Teboq dan 90% responden di Desa Lutan menyatakan bahwa hasil sumber daya hutan merupakan sumber pendapatan khususnya hasil hutan bukan kayu. Hal ini terbukti dari kontribusi sumber daya hutan yang dimanfaatkan sangat besar terhadap pendapatan total rumah tangga. Penjualan sumber daya hutan dapat digunakan sebagai pendapatan keluarga untuk ditabung. Sebesar 73,33% responden Desa Mamahak Teboq dan 76,67% responden di Desa Lutan menjawab setuju atas pernyataan tersebut. Namun, sebanyak 20% menjawab tidak setuju dengan alasan setiap pendapatan yang mereka peroleh tidak pernah disisihkan untuk ditabung. Hal ini karena setiap memperoleh pendapatan akan selalu habis untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka setiap harinya. Untuk meningkatkan jumlah pendapatannya, sebanyak 100% responden Desa Mamahak Teboq dan 90% responden di Desa Lutan setuju perlu diadakannya usaha pengembangan HHBK. Menurut Sumadiwangsa (2006), pengelolaan hutan bagi masyarakat sekitar hutan mutlak diperlukan sebagai sumber pangan, bahan obat, bahan bangunan dan lainnya bagi masyarakat yang hidup di kawasan hutan. Bagi masyarakat yang hidup dan tinggal di dalam maupun di sekitar hutan, hutan adalah jaringan pengaman ekonomi ketika menghadapi gagal panen atau tidak ada pekerjaan lain.
75
Bagi banyak keluarga, berjualan hasil hutan dan hasil wanatani (agroforest) merupakan sumber pendapatan utama untuk dapat membiayai kehidupan, sarana produksi, sekolah dan kesehatan. Jawaban responden mengenai beberapa pertanyaan tentang sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan menurut skala Likert tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman terhadap sumber daya hutan sebagai salah satu sumber pendapatan responden tergolong tinggi. Hal ini karena sebagian besar responden memperoleh pendapatan mereka dengan memanfaatkan hasil dari sumber daya hutan. 3.
Pemahaman responden tentang kerusakan dan kondisi hutan Kebanyakan komunitas yang hidup dan bergantung dengan keberadaan
hutan tidak menyebabkan deforestasi, karena umumnya, komoditi yang dipungut hanya sekedar memenuhi kebutuhan. Kerusakan hutan dapat terjadi apabila sumber daya hutan dimanfaatkan tanpa diikuti dengan pemeliharaannya. Tabel 37 Pemahaman Responden tentang kerusakan dan kondisi hutan No 1 2
3
4
5 6
Pernyataan Keadaan hutan semakin rusak tahun dibanding sebelumnya Persediaan SDH yang Anda manfaatkan semakin berkurang di hutan Perambahan hutan merupakan salah satu faktor terjadinya kerusakan hutan Pemanfaatan hasil hutan yang terusMenerus dapat mempengaruhi ketersediaan hasil hutan tersebut Ketersediaan kayu di hutan semakin Terbatas Luas hutan di daerah anda semakin Berkurang
Ket: TS = Tidak Setuju,
R= Ragu-ragu,
Distribusi Pemahaman (%) Mamahak Teboq Lutan TS R S TS R S 13,33 0,00 86,67 0,00 6,67 93,33 16,67
3,33
6,67
90,00
0,00 96,67 10,00
3,33
86,67
13,33 10,00 76,67 10,00
0,00
90,00
6,67
0,00
93,33
0,00
10,00 90,00
23,33
3,33
73,33
0,00
20,00 80,00
3,33
6,67 76,67
S= Setuju
Sebanyak 86,67% responden Desa Mamahak Teboq dan 93,33% responden Desa Lutan mengatakan bahwa keadaan hutan semakin rusak dibanding tahun
76
sebelumnya. Alasan mereka setuju dengan pernyataan tersebut karena hutan di sekitar tempat tinggal mereka dirasakan semakin rusak dengan keberadaan pemegang hak pengusaahaan hutan (IUPHHK). Sesuai hasil wawancara pada responden, adanya kegiatan penebangan dan pembukaan hutan untuk penyaradan kayu mengakibatkan menurunnya potensi sumber daya hutan yang mereka manfaatkan termasuk HHBK berupa satwa liar. Menurut mereka, habitat saywa liar telah terganggu dengan adanya aktifitas perusahaan, sehingga menurunkan hasil buruan dari jenis satwa liar. Selain menurunkan potensi HHBK, aktifitas perusahaan juga berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya hutan.
Gambar 10 (a) Kerusakan hutan akibat pembukaan jalan sarad (b)Kerusakan hutan akibat penebangan pohon. Semakin banyak hutan yang rusak maka semakin banyak juga komoditi HHBK yang hilang. Persediaan sumber daya hutan yang dimanfaatkan akan semakin berkurang di hutan. Sebanyak 76,67% responden Desa Mamahak Teboq dan 90% responden Desa Lutan setuju dengan pernyataan tersebut dengan alasan bahwa HHBK yang biasanya mereka manfaatkan yang dulu cukup berlimpah kini semakin berkurang keberadaannya dan bahkan ada yang sudah langka. Hal ini menyulitkan mereka dalam memanfaatkan sumber daya yang mereka butuhkan. Namun terdapat 3,33% responden tidak setuju persediaan sumber daya hutan semakin berkurang di hutan dengan alasan persediaan SDH yang mereka manfaatkan akan selalu berkesinambungan. Apabila ada yang dimanfaatkan maka akan berkembang biak lagi sehingga tidak akan pernah habis. Masyarakat juga menyadari bahwa perambahan hutan merupakan salah satu terjadinya kerusakan hutan, sebanyak 96,67% responden Desa Mamahak Teboq dan 86,67% responden Desa Lutan setuju dengan pernyataan tersebut. Jawaban
77
responden mengenai beberapa pertanyaan tentang sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan menurut skala Likert tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman responden terhadap kerusakan hutan tergolong tinggi. Luas hutan semakin lama semakin berkurang karena banyaknya terjadi degradasi dan deforestasi yang merupakan bukti lemahnya konsep pengelolaan hutan di Indonesia. Sampai tahun 2009 kerusakan hutan Indonesia telah merambah ke hutan lindung dan hutan konservasi secara serius. Kualitas kehidupan masyarakat terasa semakin menurun dengan nuansa ketertinggalan. Sebanyak 73,33% responden Desa Mamahak Teboq dan 80% Desa Lutan menyatakan bahwa luas hutan di daerah tempat tinggal mereka semakin berkurang. Tapi ada juga beberapa orang responden yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut dengan alasan perusahaan telah menerapkan program penanaman bibit pohon di lahan kosong. Hanya beberapa responden yang mengetahui informasi tersebut. Eksploitasi hutan yang terus menerus tanpa diikuti pemeliharaan tentu akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan kayu di hutan. Sebanyak 76,67% responden Desa Mamahak Teboq dan 90% Desa Lutan memahami bahwa pemanfaatan hasil hutan yang terus menerus dapat mempengaruhi ketersediaan hasil hutan tersebut. Responden banyak yang menilai bahwa hasil hutan yang biasa mereka manfaatkan banyak mengalami penurunan kuantitas, terutama satwa buruan sebagai sumber protein andalan mereka dan sumber pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka untuk dijual. Namun ada beberapa responden yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut dengan alasan meski hasil hutan dimanfaatkan secara terus-menerus hasil hutan tersebut akan kembali tumbuh dengan sendirinya. Sebanyak 93,33% responden Desa Mamahak Teboq dan 90% Desa Lutan menyatakan bahwa ketersediaan kayu di hutan semakin terbatas. Mereka setuju dengan pernyataan tersebut dengan alasan bahwa mereka semakin kesulitan untuk mendapatkan dan memanfaatkan kayu dari hutan. Dari beberapa pertanyaan tentang perkembangan kondisi hutan menurut skala Likert adalah tinggi. Sebagian besar responden menjawab setuju dari setiap pertanyaan sehingga memiliki tingkat pemahamn yang tinggi.
78
4.
Pemahaman responden tentang ladang berpindah Perambahan hutan yang tak terkendali berupa konversi hutan menjadi lahan
pertanian merupakan salah satu faktor terjadinya kerusakan hutan. Sistem ladang berpindah biasanya dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang bersinggungan langsung dengan pemanfaatan hutan. Sistem ladang berpindah merupakan tradisi yang sudah ada sejak dulu yang telah turun temurun. Tabel 38 Pemahaman responden tentang ladang berpindah No 1 2 3
4
Pernyataan Sistem ladang berpindah merupakan tradisi yang sudah ada sejak dulu Sistem ladang berpindah dapat merusak hutan Pertanian yang menggunakan sistem ladang berpindah merupakan sistem yang kurang baik Sistem ladang berpindah rawan terjadi konflik sosial antar masyarakat
Ket: TS = Tidak Setuju,
R= Ragu-ragu,
Distribusi pemahaman (%) Mamahak Teboq Lutan TS 0,00
R S TS 3,33 96,67 10,00
R 0,00
S 90,00
20,00
0,00 80,00 16,67
3,33
80,00
16,67
0,00 83,33 13,33
3,33
83,33
16,67
0,00 83,33 43,33
3,33
53,33
S= Setuju
Sebanyak 80% responden Desa Mamahak Teboq dan 90% responden Desa Lutan memahami bahwa sistem ladang berpindah dapat merusak hutan. Meski masyarakat memahami bahwa dengan membakar hutan dapat berdampak negatif terhadap hutan dan meskipun mereka menyadari bahwa dengan sistem ladang berpindah dapat merusak hutan tapi mereka tetap saja melakukan aktivitas tersebut dengan alasan mereka tidak ada pilihan lain dan mereka mengkonversi hutan menjadi lahan pertanian untuk mengklaim lahan tersebut menjadi hak milik mereka. Aktifitas perladangan berpindah yang terjadi di hutan-hutan yang merupakan daerah tangkapan air seperti yang ada di hulu Sungai Muring, sempadan Sungai Pariq dan Sungai Benturak. Ladang berpindah merupakan sistem yang sudah mereka lakukan turun temurun karena dengan sistem tersebut mereka dapat meperoleh hasil panen yang mampu mencukupi kebutuhan pangan mereka. Masyarakat mengolah lahan tanpa menggunakan pupuk sehingga apabila tanah yang diolah dimanfaatkan pada rotasi
79
berikutnya tidak akan memperoleh hasil panen yang memuaskan bahkan dapat terjadi gagal panen.
(a) Hutan berubah menjadi ladang padi (b) Kerusakan hutan akibat perladadan berada di kawasan hutan produksi. ngan berpindah.
(c) Pembukaan hutan menjadi kebun.
(d) Pembukaan hutan dengan cara membakar hutan untuk dijadikan perladangan. Gambar 11 Kerusakan hutan akibat perladangan berpindah.
Kegiatan perladangan berpindah berkembang pada areal yang kaya lahan dan kekurangan tenaga kerja. Waktu yang dibutuhkan untuk membuka ladang cukup lama dan terdiri dari beberapa tahapan kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah memeriksa tanah (menebas) pada bulan April-Juni, kegiatan mencincang pada bulan Juli, kegiatan membakar dan menugal/tanam pada bulan AgustusOktober, kegiatan merumput pada bulan November-Desember dan panen pada bulan Februari sampai Maret.
80
Biasanya petani harus berusaha lebih bekerja keras meningkatkan produktivitas tenaga kerja manusia daripada mengintensifkan produksi lahan per unit. Terlihat dari tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilakukan untuk membuka hutan untuk membuat ladang mereka. Sebanyak 83,33% responden di kedua desa setuju bahwa sistem ladang berpindah merupakan sistem yang kurang efektif. Hal ini karena selain membutuhkan waktu yang cukup lama, mereka juga harus mengeluarkan biaya yang sangat besar dalam pembukaan lahan. Meskipun panen telah berakhir, ladang yang telah dimanfaatkan tidak ditinggalkan begitu saja. Beberapa dari mereka kembali menanami ladangnya dengan berbagai jenis tanaman buah-buahan, sayur-sayuran bahkan tanaman keras seperti sengon dan karet. Namun, ada juga beberapa dari mereka membiarkan bekas ladang tersebut menjadi belukar sehingga hutan tumbuh kembali (masa bera lahan). Menurut Carol dan Richard (1997), meski terdapat dampak negatif ladang berpindah terhadap kerusakan hutan terdapat juga dampak positifnya terhadap kelestarian hutan yaitu masa bera mempunyai fungsi ekologi yang penting dalam melestarikan kesuburan tanah dan kualitas serta ketersediaan air, mengurangi rumput, hama, dan masalah penyakit. Sebanyak 83,33% responden Desa Mamahak Teboq dan 53,33% Desa Lutan menyatakan bahwa sistem ladang berpindah rawan terjadi konflik sosial antar masyarakat. Namun terdapat beberapa responden yang tidak setuju dengan hal tersebut karena menurut mereka apabila pembukaan lahan dilakukan dengan baik dan diketahui oleh tetangga yang memiliki ladang berdekatan dengan kawasan yang akan dibuka akan mengindari konflik. Jawaban responden mengenai beberapa pertanyaan tentang ladang berpindah menurut skala Likert tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman responden terhadap kerusakan hutan akibat ladang berpindah tergolong tinggi.
81
5.
Pemahaman responden tentang kelestarian hutan Hutan sebagai salah satu sumber pendapatan dan devisa negara mendapat
perhatian khusus terutama dalam pengelolaan dan pemanfaatannya sehingga diharapkan dapat dinikmati seoptimal mungkin dengan tetap mengacu pada pemanfaatan yang lestari. Pemanfaatan hutan yang kurang bijaksana dan mengabaikan
aspek-aspek
pemanfaatan
hutan
yang
berkesinambungan
dikhawatirkan akan dapat mengurangi fungsi hutan. Selain pemegang izin pengelolaan hutan sebagai komponen penentu pengelolaan hutan yang lestari, maka masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan yang melakukan aktifitas hidupnya paling bersinggungan dengan pemanfaatan hutan. Sehingga, untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari akan dibutuhkan peranan masyarakat. Apabila tingkat pemahaman mereka terhadap kelestarian hutan semakin tinggi, maka semakin besar pula peluang mereka turut dalam memanfaatkan hutan secara bijaksana dan lestari. Tabel 39 Pemahaman Responden tentang kelestarian hutan No 1 2 3 4 5
Pernyataan Hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat Keberadaan hutan sangat penting bagi Masyarakat Kelestarian hutan harus dijaga agar tidak punah Hutan dapat lestari jika dikelola dengan baik Adanya peraturan yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya hutan
Ket: TS = Tidak Setuju,
R= Ragu-ragu,
Distribusi pemahaman (%) Mamahak Teboq Lutan TS 0,00
R 6,67
S 93,33
TS 0,00
R 3,33
S 96,67
0,00
0,00 100,00
0,00
0,00
100,00
0,00
0,00 100,00
0,00
3,33
96,67
0,00
0,00 100,00
0,00
0,00
100,00
3,33
6,67
10,00 10,00
80,00
90,00
S= Setuju
Hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Menurut Moeliono et. al. (2009) masyarakat lokal bersifat pragmatis, mereka menyukai hutan dan bisa sangat nostalgis tentang masa lalu, tetapi juga akan memanfaatkan setiap peluang baru. Sebanyak 100% responden di Desa Mamahak Teboq maupun Desa Lutan beranggapan bahwa keberadaan hutan sangat penting bagi masyarakat karena
82
tanpa adanya hutan mereka akan mengalami hidup sulit dan hutan dapat lestari jika dikelola dengan baik. Sebanyak 96,67% responden di Desa Mamahak Teboq dan 100% responden di Desa Lutan mengatakan bahwa kelestarian hutan harus dijaga agar tidak punah. Hal tersebut dipahami karena masyarakat di dua desa penelitian masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya hutan. Hasil wawancara pada responden menyatakan bahwa tanpa adanya hutan mereka tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Apabila hutan tidak dikelola dengan baik maka hutan dapat rusak dan HHBK yang biasa dimanfaatkan akan semakin berkurang ketersediaanya di hutan. Apabila hutan tidak dijaga kelestariannya otomatis mereka tidak akan mampu lagi memperoleh pendapatan dari hasil memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam hutan. Oleh karena responden setuju bahwa kelestarian hutan harus dijaga agar tidak punah, maka sebanyak 80% responden di Desa Mamahak Teboq dan 90% responden di Desa Lutan menyadari untuk menghindari kerusakan hutan pada sumber daya hutan perlu adanya peraturan yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya hutan. Berbagai peraturan dan himbauan mengenai larangan berburu dan membuka hutan dengan membakar hutan untuk dijadikan ladang sudah ada berupa plang yang dibuat oleh PT. RATAH TIMBER. Namun, beberapa responden juga tidak setuju apabila ada peraturan dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Sebagian dari mereka berpendapat apabila ada peraturan tersebut maka mereka tidak akan bebas lagi mengambil dan memanfaatkan hasil hutan yang biasa mereka manfaatkan. Mereka khawatir proses dalam pengambilan hasil hutan akan semakin dipersulit. Mereka menyadari bahwa kegiatan berburu dan membakar hutan untuk dijadikan ladang telah melanggar hukum, akan tetapi aktifitas tersebut masih terus dilakukan karena kebutuhan yang harus dipenuhi mereka. Jawaban responden mengenai beberapa pertanyaan tentang kelestarian sumber daya hutan menurut skala Likert tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman responden terhadap kelestarian hutan tergolong tinggi.
83
5.8 Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil dari setiap pertanyaan yang telah dijawab oleh responden dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Pertanyaan valid apabila dari pengolahan data statistik diperoleh r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari r-tabel. Dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 60, maka nilai r-tabel dapat diperoleh melaui df (degree of freedom) = n – k. K merupakan jumlah butir pertanyaan dalam suatu variabel yaitu sebanyak 24 pertanyaan, maka r-tabel = 0,320 (α = 5%). Analisi output dapat dilihat pada lampiran. Dari uji validitas dapat dilihat bahwa pertanyaan yang valid hanya 10 pertanyaan dari 24 pertanyaan yang dipakai. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian pertanyaan saja yang layak dijadikan sebagai daftar pertanyaan dalam mendefinisikan variabel yang dipakai. Pernyataan yang valid tersebut adalah keadaan hutan semakin rusak dibanding tahun sebelumnya, luas hutan di dareah anda semakin berkurang, persediaan sumber daya hutan yang anda manfaatkan semakin berkurang di hutan, pemanfaatan hasil hutan yang terus menerus dapat mempengaruhi ketersediaan hasil hutan tersebut, perambahan hutan merupakan salah satu faktor terjadinya kerusakan hutan, ketersediaan kayu di hutan semakin terbatas, sistem ladang berpindah merupakan tradisi yang sudah ada sejak dulu, sistem ladang berpindah dapat merusak hutan, pertanian yang menggunakan sistem ladang berpindah merupakan sistem yang kurang efektif, dan hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat. Uji reliabilitas (keandalan) adalah ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuisioner. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Crobach’s Alpha > 0,60. Cronbach Alpha adalah ukuran dari konsistensi internal, yaitu, seberapa erat terkait satu set item sebagai suatu kelompok. Dari uji reliabilitas didapat bahwa nilai Crobach’s Alpha sebesar 0,7013. Hal ini menunjukkan bahwa konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi variabel pemanfaatan sumber daya hutan adalah reliabel.
84
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1.
Jenis-jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan adalah HHBK nabati, yaitu: rotan, getah karet, pasak bumi, akar kuning, anggrek, gingseng, sarang semut, jamur dan HHBK hewani, yaitu: babi hutan, rusa, kijang, kancil, landak, monyet beruk, dan madu. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kedua desa penelitian, tingkat pemanfaatan pada HHBK nabati, yaitu: jenis rotan lebih tinggi dibanding jenis HHBK nabati lainnya sebesar 51,7% sedangkan untuk HHBK hewani, satwa liar berupa babi hutan pemanfaatannya sebesar 36,7%.
2.
Nilai manfaat Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang diperoleh responden di Desa Mamahak Teboq sebesar Rp 1.834.800.000,- /tahun yang terdiri dari nilai manfaat HHBK nabati sebesar Rp 130.752.000,-/tahun dan nilai manfaat HHBK hewani Rp 1.704.048.000,-/tahun sedangkan di Desa Lutan nilai manfaat yang diperoleh adalah sebesar Rp 744.690.000,-/tahun yang terdiri dari nilai manfaat HHBK nabati sebesar Rp 359.250.000,-/tahun dan nilai manfaat HHBK hewani Rp 385.440.000,-/tahun
3.
Kontribusi pemanfaatan HHBK terhadap penerimaan/pendapatan total Rumah Tangga yang diperoleh responden Desa Mamahak Teboq sebesar 86,1% sedangkan responden di Desa Lutan 74,3%. Besarnya kontribusi sumber daya hutan tersebut menyatakan bahwa masih besarnya tingkat pemanfaatan dan ketergantungan mereka terhadap sumber daya hutan.
4.
Pemahaman masyarakat di desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan terhadap pemanfaatan hasil hutan, kerusakan dan kondisi hutan, sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan, tentang ladang berpindah dan kelestaraian hutan menurut skala Likert tergolong tinggi dimana rata-rata skor yang diperoleh adalah sebesar 2,78.
85
6.2 Saran 1. Perlu dilakukan inventarisasi hasil hutan bukan kayu di kawasan konsesi IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER untuk mengetahui potensi HHBK secara pasti sehingga dapat melakukan pengembangan jenis HHBK yang diminati oleh masyarakat untuk dikembangkan lebih lanjut. 2. Konsumsi masyarakat di Desa Mamahak Teboq dan Desa Lutan terhadap pemanfaatan HHBK khususnya satwa liar secara terus-menerus dapat mengakibatkan potensi HHBK semakin menurun. Oleh sebab itu perlu dilakukan penyuluhan dan himbauan secara terus menerus dan adanya alternatif kegiatan selain memburu satwa liar karena beberapa jenis satwa liar yang dimanfaatkan oleh responden termasuk satwa yang dilindungi oleh negara. 3. Perlu dilakukan penelitian di desa lain yang berada di dalam kawasan hutan IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER, sehingga dapat dibandingkan tingkat pemanfaatan masyarakat terhadap hasil hutan bukan kayu (HHBK) di desa yang berada dalam kawasan hutan dengan di desa yang berada di luar kawasan hutan.
86
DAFTAR PUSTAKA Birgantoro Bakti A. 2008. Studi pemanfaatan sumber daya hutan oleh masyarakat desa sekitar hutan (studi kasus di RPH Sumberwaru dan RPH Sumberejo, BKPH Asembagus, KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Carol J. Pierce Colfer, Richard G. Dudley. 1997. Peladang berpindah di Indonesia: Perusak atau pengelola hutan?. Samarinda: GTZ SFMP Indonesia-German Development Coorperation. [CIFOR] Center for International Forestry Research. 2006. Ketergantungan, persepsi, dan partisipasi masyarakat terhadap sumber daya hayati hutan: studi kasus di dusun pampli kabupaten luwu utara sulawesi selatan. Jakarta:Iintiprima karya. Giarci. 2001. Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. http://www.pemberdayaan.com/pembangunan/pemberdayaanmasyarakatdan-pembangunan-berkelanjutan.html. [1 Februari 2011]. Girsang Resman E. 2006. Pemanfaatan Sumber Daya Hutan oleh masyarakat sekitar hutan jati di BKPH Bancar, KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Gunawan R, Thamrin J, Suhendar E. 1998. Industrialisasi kehutanan dan dampaknya terhadap masyarakat adat: Kasus Kalimantan Timur. Bandung: AKATIGA. Hartono, Aziz Arnicun. 2008. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Irwanto. 2006. Focus group discussion (FGD): Sebuah pengantar praktis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moeliono Moira, Wollenberg Eva dan Limberg Godwin. Desentralisasi tata kelola hutan: Politik, Ekonomi dan perjuangan untuk menguasai hutan di Kalimantan, Indonesia. Jakarta :Harapan Prima. Nasendi, B.D dan Mas’ud Fauzi. 1996. Kajian Pemasalahan lokal dan nasional hutan dan kehutanan di Indonesia: Tinjauan, prospek dan strategi menuju pengelolaan hutan dan pemangunan kehutanan berkelanjutan. Bogor : CV. Sinar Jaya. Peraturan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2007, Tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P 21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan. Jakarta
87
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jakarta Rahmanita Dini. 2006. Nilai ekonomi satwa liar berdasarkan preferensi masyarakat di sekitar hutan: Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari bumi Kusuma, Kalimantan Tengah. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Setyani Irma S. 2010. Pemanfaatan hasil hutan non kayu dan persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya hutan (kasus: di IUPHHK-HA PT.Austral Byna, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M , Effendi S. 1987. Metode Penelitian Survei. Yogyakarta: LPEES Sajogyo. 1996. Memahami dan menanggulangi kemiskinana di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Subejo, Supriyanto. 2004. Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.http://www.pemberdayaan.com/pembangunan/pemberdaya an-masayrakat-dan-pembangunan-berkelanjutan,html. [1 Februari 2011]. Suhanda Nani S, Amalia L, Sukandar D, Khairunisa. 2009. Gold Standar dan Indikator Garis Kemiskinan Rumah Tangga petani di Subang. Bogor: PPMKP dan NHF Suhartono Tonny, Mardiastuti Ani. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT). Sumadiwangsa, E.S dan Gusmailina. 2006. Teknologi budidaya, pemanfaatan dan pengembangan hasil hutan bukan kayu. Bogor: CV Sinar Jaya.
88
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta areal konsesi PT. RATAH TIMBER
89
Lampiran 2 Identitas responden Desa Lutan Status No. Resp L/P Dlm Kel. Umur Agama 1 L KK 47 Islam 2 L KK 45 Islam 3 L KK 55 Katolik 4 L KK 41 Islam 5 L KK 67 Islam 6 L KK 70 Islam 7 P IRT 41 Islam 8 P IRT 40 Katolik 9 L KK 35 Katolik 10 L KK 38 Katolik 11 P IRT 29 Katolik 12 L KK 36 Katolik 13 L KK 60 Islam 14 L KK 37 Katolik 15 L KK 42 Katolik Keterangan: KK : Kepala Keluarga IRT : Ibu Rumah Tangga JAK : Jumlah Anggota Keluarga JTT : Jarak Tempat Tinggal dari hutan
Suku Banjar Dayak Bahau Dayak Bahau Jawa Bakumpai Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Bakumpai Dayak Bahau Jawa
Status Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin Kawin
Pendidikan SMA SD SD SMP SMA SR/SD SMA PT SMA SMA SMP SMP SD SMA SMA
Pekerjaan Utama Petani Petani Petani Petani Petani Petani Guru Guru Pedagang PNS Staf BPK Petani Petani Wakil BPK Petani
Pekerjaan Sampingan Pedagang Wakil RT BPK/Kaur Umum Bisnis Pedagang tidak ada Petani Petani tidak ada Penores Penores Pemburu Nelayan, Berburu Petani Penores
JAK 8 4 12 5 4 6 4 4 3 4 3 7 7 4 4
JTT (Km) 10 10 10 7 1 7 10 10 1 2 1 3 3 1 2
90
Lampiran 2 Identitas responden Desa Lutan Lanjutan Status No. Umur Agama Resp L/P Dlm Kel. 16 L KK 60 Islam 17 P IRT 36 Katolik 18 P IRT 20 Katolik 19 P IRT 43 Katolik 20 P IRT 23 Katolik 21 L KK 70 Katolik 22 P IRT 51 Katolik 23 L KK 31 Katolik 24 P IRT 54 Katolik 25 L KK 80 Katolik 26 P IRT 26 Katolik 27 P IRT 55 Katolik 28 L KK 50 Katolik 29 L KK 33 Islam 30 P IRT 51 Islam Keterangan: KK : Kepala Keluarga IRT : Ibu Rumah Tangga JAK : Jumlah Anggota Keluarga
Suku Bakumpai Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Kalteng Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Banjar Banjar JTT TS
Status Pendidikan Kawin SMP Kawin SMP Kawin SD Kawin TS SMP Kawin Kawin SD Kawin SD Kawin SD Kawin SD Kawin SMA Kawin SD Kawin SD SMP Kawin Kawin SMP Kawin SMA
Pekerjaan Utama BPK Petani Petani Petani Petani Ka. Adat Petani Petani Petani Guru Petani Petani Petani Kontraktor Guru
Pekerjaan Sampingan Pemburu Penores Penores Pengrajin tidak ada Pemburu Pemburu Pemburu Pemburu Pemburu Tidak ada Pedagang Tidak ada petani, berburu Pedagang
JAK 3 3 2 8 4 9 7 3 10 8 2 3 4 6 4
JTT (Km) 10 7 7 10 10 10 10 10 10 10 2 2 5 7 5
: Jarak Tempat Tinggal dari hutan : Tidak Sekolah
91
Lampiran 3 Identitas responden Desa Mamahak Teboq Status No. Resp L/P Dlm Kel Umur 1 L KK 40 2 L KK 52 3 L KK 70 4 L KK 46 5 L KK 66 6 L KK 71 7 L KK 47 8 L KK 40 9 L KK 30 10 L KK 39 11 L KK 49 12 L KK 46 13 L KK 55 14 L KK 49 15 L KK 26 Keterangan: KK : Kepala Keluarga IRT : Ibu Rumah Tangga
Agama Katolik Islam Katolik Islam Islam Katolik Katolik Islam Islam Katolik Katolik Katolik Islam Katolik Islam
Suku Dayak Bahau Kalteng Dayak Bahau Bugis Jawa Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Kalteng Bugis Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Kalteng Dayak Bahau Dayak Bahau JTT JAK
Pekerjaan Status Pendidikan Utama Kawin SMA Pedagang Kawin SMP Petani Kawin SR/SD Ag. L.Adat Kawin SD Petani Kawin SD Petani Kawin SD Petani Kawin SMA Petani Kawin SMP Karyawan Kawin SD Pedagang Kawin SLTA Karyawan Kawin SMP Karyawan Kawin SMP Pemburu Kawin SD Petani SMA Petani Kawin Kawin SMK Karyawan
Pekerjaan Sampingan
JAK Petani 3 Nelayan 10 Petani 3 Tukang 5 Pandai besi 7 Pemburu,tukang,nelayan 3 Pemburu 6 Petani,Pemburu 4 Pemburu 4 Pemburu 5 Pemburu 3 Petani,nelayan 5 Beternak,Pemburu 5 Pemburu 5 Pemburu 5
JTT (Km) 0,5 1 2 3 2 2 5 1 2 2 2 2 8 1 1
: Jarak Tempat Tinggal dari hutan : Jumlah Anggota Keluarga
92
Lampiran 4 Identitas responden Desa Mamahak Teboq lanjutan Status No. Resp L/P Dlm Kel. Umur Agama 16 L KK 24 Islam 17 L KK 43 Katolik 18 L KK 35 Katolik 19 L KK 37 Katolik 20 L KK 30 Katolik 21 P IRT 57 Katolik 22 L KK 41 Katolik 23 L KK 46 Katolik 24 P IRT 41 Katolik 25 L KK 34 Katolik 26 L KK 32 Islam 27 L KK 38 Islam 28 L KK 52 Katolik 29 L KK 36 Katolik 30 L KK 55 Katolik Keterangan: KK : Kepala Keluarga IRT : Ibu Rumah Tangga JAK : Jumlah Anggota Keluarga JTT : Jarak Tempat Tinggal dari hutan TS : Tidak Sekolah
Suku Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Kayan Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau Bugis Bakumpai Dayak Bahau Dayak Bahau Dayak Bahau
Pekerjaan Status Pendidikan Utama Kawin SMP Pemburu Kawin SMA Karyawan Kawin SMP Karyawan Kawin SMA Karyawan Kawin SMP Karyawan Kawin TS Petani Kawin SMEA Petani Kawin SMA Petani Kawin SMA Petani Kawin SLTA Pedagang Kawin SMA Karyawan Kawin TS Pedagang Kawin SD Karyawan TS Karyawan Kawin Kawin PS Karyawan
Pekerjaan Sampingan Tidak ada Pemburu Pemburu Pemburu Pemburu Pemungut rotan Tukang Tukang Tidak ada Pemburu,nelayan Peternak Pemburu Pemburu Pemburu Pemburu
JAK 3 5 4 3 5 8 3 5 8 5 4 3 4 5 6
JTT (Km) 3 8 6 2 2 2 2 2 2 2 2 1 5 2 200m
93
Lampiran 5 Kepemilikan lahan responden Desa Lutan Kepemilikan Lahan (Ha)
No. Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Sawah Ladang 0 2 0 2 0 1 0 1,5 0 2 0 0 0 0 0,5 2 0 0 0 2 0 0 0 1 0 1 0 2 0,5 2 0 1 0 1 0 1
Kebun 1 4 6 1 0,5 5 2 2 2 4 1 4 1 8 2 0,5 2 2
Pekarangan Belukar 0 6 0 1 0,032 1 0,005 2,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,028 2 0 0 0 6 0 1 0 0 0 0 0 1 0,02 1 0,02 1
Tanah kosong 0 12 3 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 2
Membuka Lhn. hutan √ √ √ √ √ √ √ √ -
Asal-usul lahan Warisan Tanah keluarga adat Membeli Menyewa √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
94
Lampiran 6 Kepemilikan lahan responden Desa Lutan lanjutan No. Resp 19
Kepemilikan Lahan (Ha) Sawah Ladang 0 3
Asal-usul lahan
Kebun 2
Pekarangan 0
Belukar 0
Tanah kosong 0
Membuka Lhn. hutan -
Warisan keluarga √
Tanah adat -
Membeli Menyewa -
20
0
3
0
0
0
0
-
√
-
-
-
21
0
1,5
1
0
5
0
√
-
-
-
-
22
0
0,5
1
0
1
2
√
√
-
-
-
23
0
1
0,5
1
1
0
-
√
-
-
-
24
0
1
1
0
0
0
√
√
-
-
-
25
0
2
0
0
3
0
√
-
-
-
-
26
0
1
0
0
0
0
√
-
-
-
-
27
0
2
2
0
3
0
√
-
-
-
-
28
0
2
0
0
0
0
√
-
-
-
-
29
0
5
3
0
0
0
-
-
-
-
-
30
0
0
0
0
0
0
-
-
-
-
-
Total
2
25
26
24
15
8
15
14
1
0
0
95
Lampiran 7 Kepemilikan lahan responden Desa Mamahak Teboq No.
Kepemilikan Lahan (Ha)
Resp Sawah Ladang Kebun Pekarangan Belukar 1 0 1 2 0 2 2 0 2 1 2 2 3 0 2,5 0 0 4 4 0 5 0 0 0 5 0,2 0 0,02 0 0 6 0 2 2 4 0 7 0 2 0 0 0 8 1 1 1 0,01 0 9 0 1 0 0 0 10 0 1 2 0 0 11 0 1 1 0,1 0 12 0 0,5 1 0 1 13 0 3 1 0 10 14 0 1 1 3 0 15 0 0 1 0 2 16 1 5 3 0 0 17 0 5 0,5 0 0 18 0 3 3,5 1 2,5
Tanah kosong 2 2 0 0 0 8 0 3 0 0 0 1 0 1 4 2 0 4
Membuka Lhn. Hutan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asal-usul lahan Warisan Tanah keluarga adat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Membeli √ -
Menyewa -
-
-
-
96
Lampiran 8 Kepemilikan lahan responden Desa Mamahak Teboq lanjutan No.
Kepemilikan Lahan (Ha)
Resp Sawah Ladang Kebun Pekarangan Belukar 19 0 4 4 0,25 2 20 0 0 0 0 0 21 0 0,5 1 0 20 22 0 0,5 3,5 0 0 23 0 3 2 0 0 24 0 0 2 0 0,5 25 0 1 6 0 2 26 0 4 0,5 0 2,2 27 0 0 1,5 0 2 28 0 5 1 0 0 29 0 2 2 0 1 30 0 4 0 0 0 2,2 60 43,52 10,36 53,2 Total
Tanah kosong 7 0 0 0 0 0 2 4 0 0 0 0 40
Membuka Lhn. Hutan √ √ √ √ √ 15
Asal-usul lahan Warisan Tanah keluarga adat √ √ √ √ √ √ √ √ 16 3
Membeli Menyewa √ √ 3 0
97
Lampiran 9 Pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Lutan No.
HHBK Nabati Pasak Bambu bumi (kg)/bulan (batang) 2 −
Rotan
Damar
Jamur
Resp. 1
Getah Karet kg/minggu −
(kg/bulan) 50
(kg/minggu) −
(kg) −
2
−
50
−
−
1 batang
−
3
−
3m
−
−
30 cm
4
10
TT
−
−
5
−
TT
−
6
−
−
7
25−35
8
HHBK Hewani Akar kuning (kg) −
Madu
Babi hutan
Rusa/Payau
Kijang
Kancil
−
(Liter) −
(ekor/minggu) −
(ekor/bulan) −
(ekor/bulan) −
(ekor/minggu) −
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
2−3
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
2
2
−
2
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
2
5
−
−
−
−
−
−
−
−
−
10
35
−
−
3
2
−
−
−
−
−
−
−
−
−
11
25
−
−
TT
−
−
TT
−
−
−
−
−
−
−
12
20
−
−
−
−
−
−
−
−
−
1
4
−
−
13
−
−
−
−
−
−
−
−
−
1
−
12
−
2
14
−
50
K
−
−
−
−
−
−
K
−
−
−
−
15
30
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
16
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
1−2
1−2
−
−
17
30
50
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
18
30
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
Daun kajang
Daun biru
−
1 batang
−
−
−
−
−
20−25
9
98
Lampiran 9 Pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Lutan lanjutan HHBK Nabati Pasak Jamur Bambu bumi
HHBK Hewani
No.
Getah Karet
Rotan
Damar
Resp.
kg/minggu
(kg/bulan)
(kg/minggu)
(Kg)
(kg)/bulan
(batang)
(kg)
19
−
60 batang
−
−
−
−
20
−
60 batang
−
−
−
21
−
−
−
−
22
−
−
−
23
−
−
24
−
25
Akar kuning
Madu
Babi hutan
Rusa/Payau
Kijang
Kancil
(Liter)
(ekor/minggu)
(ekor/bulan)
(ekor/bulan)
(ekor/minggu)
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
2−5
−
−
−
−
−
−
−
−
2
1
−
−
−
−
−
−
−
−
1−2
1
−
−
−
−
−
−
−
−
−
1
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
2
2
2
−
2m
−
−
−
−
−
60 lbr
60 lbr
−
−
−
−
−
−
2m
−
−
−
−
−
140
50kg
−
−
−
−
−
28
−
50 kg
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
29
−
375 kg
−
−
−
−
TT
−
−
−
−
1/tahun
−
1 ekor/thn
30
−
100 kg
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
Daun kajang
Daun biru
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
60 batang
−
−
−
26
−
27
99
Lampiran 10 Pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Mamahak Teboq HHBK Nabati
HHBK Hewani No Resp.
Madu
Babi hutan
Rusa/Payau
Kijang
Monyet
Kancil
Ayam hutan
Landak
Getah Karet
Rotan
(Liter)
(ekor/minggu)
(ekor/bln)
(ekor/bln)
(ekor/bln)
(ekor/minggu)
(ekor/bln)
(ekor/minggu)
kg/minggu
(ikat/bln)
Pasak bumi
Bambu
(kg/minggu)
(kg)/bln)
(batang)
−
Damar
1
−
−
−
−
−
−
−
−
−
1
−
−
2
−
2
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
3
10
−
−
−
−
−
−
−
−
− 25
−
−
−
4
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
− 1
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
5
−
−
−
−
−
−
−
−
−
6
−
2
−
−
−
−
−
−
−
7
−
3
4
−
−
−
−
−
−
−
−
4
−
−
1
−
1
−
− 3 pot(1/2 ikat)
8
−
−
9
−
−
4−12
4
−
−
−
−
−
−
−
−
−
10
−
3−4
1
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
11
−
1−3
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
12
−
1−5
4
1
−
−
−
−
−
−
−
−
−
13
−
−
1
1
−
3−5
1
−
−
−
−
−
−
4
2
−
−
2
−
−
− *
−
14
2
−
80
15
−
3
1
−
−
1
−
−
−
1−2ton
10
−
−
16
−
5
4
jarang
−
3
1
3
−
−
−
−
−
17
−
4
−
−
1
−
−
−
−
−
−
−
−
18
−
2
4
−
−
2−3
−
−
−
−
−
−
−
100
Lampiran 10 Pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Mamahak Teboq lanjutan HHBK Hewani No Resp.
(ekor/ minggu)
(ekor/bln)
(ekor/ bln)
(ekor/ bln)
(ekor/ minggu)
Ayam hutan (ekor/ bln)
19
2−6
4−8
1−3
−
4−5
−
−
−
20
2
4
4
1
−
1
−
−
−
21
−
−
−
−
−
−
−
−
22
−
−
−
−
−
−
−
−
23
−
−
−
−
−
−
−
24
−
−
−
−
−
−
25
3−4
1
−
−
−
26
−
−
−
−
−
27
−
1−3
1
−
−
28
−
−
Babi hutan
Rusa/ Payau
Kijang
Monyet
Kancil
Landak
Madu
(ekor/ minggu)
(Liter)
Getah Rotan Karet (kg/ (ikat/bln) Minggu) 1−3 −
HHBK Nabati Pasak Damar bumi (kg/ming gu) (kg)/bln)
Bambu
Akar kuning
(btng)
(kg)
Buahbuahan
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
− 8
−
−
−
−
−
−
8
−
−
−
−
−
−
20
−
−
2
−
1
−
−
−
30
−
−
−
−
−
−
−
−
5−10
−
1ton
−
−
−
−
−
−
−
−
−
1
1−2krng
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
1/bulan
jarang
29
1−5
1
1
3
1
−
2−3
−
−
−
−
−
−
−
−
30
1 ekor/bln
1
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
−
101
Lampiran 11 Pendapatan dari pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Lutan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Rotan 50000 200000 − − − − − − − − − − − 240000 − − 330000 −
Getah karet − − − − − − 1320000 990000 − 3520000 4400000 1320000 9000000 − − − 1320000 1320000
Babi hutan − − − 580000 − 4800000 − − − − − 3040000 − − − 3200000 − −
Pendapatan pemanfaatan SDH (Rp/tahun) Rusa Kancil Pendapatan kotor − − 600000 − − 2400000 − − 0 − − 6960000 − − 0 − − 57600000 − − 15840000 − − 11880000 − − 0 − − 42240000 − − 52800000 − − 52320000 600000 115200000 − − 2880000 − − 0 3600000 81600000 − − 19800000 − − 15840000
Pengeluaran kotor 0 840000 0 576000 0 3600000 576000 576000 576000 960000 13200000 4300000 50000 2704000 996000 576000
Pendapatan bersih 600000 1560000 0 6384000 0 54000000 15264000 11304000 0 41664000 51840000 39120000 110900000 2830000 0 78896000 18804000 15264000
102
Lampiran 11 Pendapatan dari pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Lutan lanjutan No
Pendapatan pemanfaatan SDH (Rp/tahun) Rotan
Getah karet
Babi hutan
Rusa
Kancil
Pendapatan kotor
Pengeluaran kotor
Pendapatan bersih
19
100000
−
−
−
−
1200000
600000
600000
20
100000
−
−
−
−
1200000
600000
600000
−
−
−
0
21
−
−
0
22
−
−
3200000
1800000
−
60000000
672000
59328000
23
−
−
9600000
900000
−
126000000
3424000
122576000
24
77500
−
800000
−
−
10530000
1350000
9180000
25
−
−
−
−
−
0
0
26
1200000
−
−
−
−
14400000
0
14400000
27
1200000
−
−
−
−
14400000
0
14400000
28
1200000
−
−
−
−
14400000
4800000
9600000
29
1800000
−
−
−
−
21600000
16128000
5472000
30
250000
−
−
−
−
3000000
168000
2832000
103
Lampiran 12 Pendapatan dari pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Mamahak Teboq Pendapatan pemanfaatan SDH No. Resp.
Rotan
Karet
Madu
Babi hutan
Rusa
Kijang
Kancil
Landak
Ayam hutan
Monyet
Pendapatan kotor (Rp/tahun)
Pengeluaran kotor (Rp/tahun)
Pendapatan bersih (Rp/tahun)
1
0
−
−
−
−
−
−
−
−
−
0
0
0
2
0
−
−
−
−
−
−
−
−
−
0
0
0
3
250000
−
1.500.000
−
−
−
−
−
−
−
4.500.000
0
4.500.000
4
0
−
−
−
−
−
−
−
−
−
0
0
0
5
0
−
−
−
−
−
−
−
−
−
0
0
0
6
150.000
−
−
4.800.000
−
−
−
−
−
−
59.400.000
870.000
58.530.000
7
−
−
−
7.200.000
2.000.000
−
−
−
−
−
110.400.000
2.976.000
107.424.000
8
−
−
−
−
1.400.000
−
200.000
200.000
−
−
21.600.000
3.246.000
18.354.000
9
−
−
−
−
6000000
3000000
−
−
−
−
108.000.000
1152000
106.848.000
10
−
−
−
7200000
750000
−
−
−
−
−
95.400.000
7584000
87.816.000
11
−
−
−
4800000
−
−
−
−
−
−
57.600.000
3060000
54.540.000
12
−
−
−
7200000
2000000
500000
−
−
−
−
116.400.000
5208000
111.192.000
13
−
−
−
−
500000
500000
9600000
−
50000
−
127.800.000
3000000
124.800.000
14
−
−
−
−
6000000
500000
−
−
−
−
78.000.000
0
78.000.000
15
100000
−
−
7200000
500000
−
2400000
−
−
−
122.400.000
9348000
113.052.000
16
−
−
−
12000000
3200000
−
−
−
−
−
182.400.000
4980000
177.420.000
17
−
−
−
9600000
−
−
−
−
−
−
115.200.000
8328000
106.872.000
18
−
−
−
4800000
−
−
−
−
−
−
57.600.000
4800000
52.800.000
104
Lampiran 12 Pendapatan dari pemanfaatan HHBK oleh responden Desa Mamahak Teboq lanjutan Pendapatan pemanfaatan SDH No. Resp.
Rotan
Karet
Madu
Babi hutan
Rusa
Kijang
Kancil
Landak
19
−
−
−
4800000
1200000
625000
−
−
20
−
−
−
4800000
2000000
−
−
−
Ayam hutan 50000
Monyet 30000
Pendapatan kotor (Rp/tahun)
Pengeluaran kotor (Rp/tahun)
Pendapatan bersih (Rp/tahun)
79.500.000
2844000
76.656.000
82.560.000
1692000
80.868.000
21
70000
−
−
−
−
−
−
−
−
−
840.000
0
840.000
22
70000
−
−
−
−
−
−
−
−
−
840.000
144000
696.000
23
−
576000
−
−
−
−
−
−
−
−
6.912.000
720000
6.192.000
24
−
1080000
−
−
−
−
−
−
−
−
12.960.000
3600000
9.360.000
25
8000000
−
1488000
7200000
−
−
−
−
−
189.888.000
3828000
186.060.000
26
600000
−
−
−
−
−
−
−
−
−
7.200.000
120000
7.080.000
500000
27
−
−
−
6000000
−
750000
−
−
−
−
81.000.000
900000
80.100.000
28
−
−
−
600000
−
−
−
−
−
−
7.200.000
1800000
5.400.000
29
−
−
−
7200000
675000
−
−
−
−
−
94.500.000
1576000
92.924.000
30
−
−
−
600000
625000
−
−
−
−
−
14.700.000
150000
14.550.000
105
Lampiran 13 Pengeluaran responden Desa Lutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berdasarkan BPS
0
Sumbangan 0
Lainnya 50.000
Total pengeluaran (Rp/Bulan) 4.190.167
0
0
0
0
521.000
1000000
200000
0
0
14000
200.000
300.000
0
0
0
0
0
0
0
0
41.667
0
500000
360000
100.000
429500
50.000
100.000
100.000
50.000
8
755000
100.000
100.000
100.000
9
293000
500.000
500.000
10
369000
200.000
11
184500
12
No.
Jenis pengeluaran (Rp/bulan)
Total pengeluaran (Rp/tahun) 50282000
JAK
Pengeluaran Status
8
(Rp/kapita/ bulan) 523771
6252000
4
130250
M
2.647.667
31772000
12
220639
M
0
1.171.000
14052000
5
234200
M
8000
0
737.500
8850000
4
184375
M
41666,67
20.000
0
1.625.333
19504000
6
270889
TM
10.000
0
0
0
739.500
8874000
4
184875
M
100.000
50.000
0
50.000
0
1.255.000
15060000
4
313750
TM
200.000
150.000
300.000
0
0
0
1.943.000
23316000
3
647667
TM
500.000
150.000
400.000
300.000
0
0
0
1.919.000
23028000
4
479750
TM
200.000
200.000
50.000
100.000
50.000
0
50.000
0
834.500
10014000
3
278167
TM
779000
1.000.000
4000000
0
300.000
700.000
0
0
0
6.779.000
81348000
7
968429
TM
13
883000
0
0
350000
0
0
0
0
0
1.233.000
14796000
7
176143
M
14
269000
100.000
50.000
100.000
150.000
50.000
0
50.000
0
769.000
9228000
4
192250
M
15
755000
50.000
0
0
0
0
0
0
0
805.000
9660000
4
201250
M
16
377000
200.000
450.000
1.000.000
0
500.000
0
0
0
2.527.000
30324000
3
842333
TM
17
292500
500.000
0
300.000
100.000
100.000
1.000.000
100.000
0
2.392.500
28710000
3
797500
TM
Resp 1
Pangan 2173500
Sandang 166.667
2
371000
3
Papan
0
Transportasi 200.000
Pendidikan 600.000
Kesehatan 1.000.000
0
0
150.000
0
987000
166666,67
0
280000
4
321000
350000
0
5
429500
300.000
6
562000
7
Rekreasi
106
TM
Lampiran 13 Pengeluaran responden Desa Lutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berdasarkan BPS lanjutan
Transportasi
Pendidikan
Kesehatan
Rekreasi
Sumbangan
Lainnya
Total pengeluaran (Rp/Bulan)
0
300.000
100.000
100.000
1.000.000
100.000
0
2.284.500
27414000
2
1142250
TM
50.000
200.000
100.000
50.000
50.000
0
0
0
1.200.500
14406000
8
150063
M
538000
50.000
200.000
100.000
50.000
0
0
0
0
938.000
11256000
4
234500
M
21
293000
50.000
0
525000
0
0
0
0
0
868.000
10416000
9
96444
M
22
773500
150.000
0
0
0
20.000
0
0
0
943.500
11322000
7
134786
M
23
377000
200.000
1875000
1.000.000
0
500.000
0
0
0
3.952.000
47424000
3
1317333
TM
24
613500
100.000
500.000
200.000
500.000
500.000
0
0
0
2.413.500
28962000
10
241350
M
25
887000
100.000
0
0
250.000
0
0
0
0
1.237.000
14844000
8
154625
M
26
184500
20.000
0
375.000
30.000
30.000
0
50.000
10.000
699.500
8394000
2
349750
TM
27
429500
4166,667
0
600000
0
560000
600000
100.000
70.000
2.363.667
28364000
3
787889
TM
28
538000
41.667
0
280000
500.000
480000
0
0
0
1.839.667
22076000
4
459917
TM
29
373000
38333,33
0
0
110.000
3.000.000
1666666,7
20.000
0
5.208.000
62496000
6
868000
TM
30
321000
0
0
0
300.000
0
0
0
0
621.000
7452000
4
155250
M
No. Resp
Jenis pengeluaran (Rp/bulan) Pangan
Sandang
18
184500
500.000
19
750500
20
Papan
Total pengeluaran (Rp/tahun)
Pengeluaran JAK (Rp/kapita/bulan)
107
Status
Lampiran 14 Pengeluaran responden Desa Mamahak Teboq untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berdasarkan BPS No. Resp
Jenis pengeluaran (Rp/bulan)
Pengeluaran
Pangan
Sandang
Papan
Transportasi
Pendidikan
Kesehatan
Rekreasi
Sumbangan
1
321000
200.000
200.000
300.000
400.000
200.000
100.000
50.000
2
1184500
100.000
0
90.000
6.000
0
0
0
3
321000
100.000
0
0
0
0
0
4
345000
0
300.000
100.000
1.500.000
0
5
670500
150.000
0
100.000
200.000
6
293000
100.000
200.000
144000
7
538000
150.000
0
8
321000
200.000
9
212500
10
Lainnya
(Rp/Bulan)
Pengeluaran (Rp/Bulan)
Pengeluaran JAK
Status (Rp/kapita/bulan) TM
1771000
21.252.000
3
590333
50.000
1430500
17.166.000
10
143050
M
0
0
421000
5.052.000
3
140333
M
0
0
0
2245000
26.940.000
5
449000
TM
0
0
0
0
1120500
13.446.000
7
160071
M
0
300.000
0
50.000
0
1087000
13.044.000
3
362333
TM
0
50000
0
0
0
0
738000
8.856.000
6
123000
M
100.000
200.000
300.000
150.000
800.000
50.000
100.000
2221000
26.652.000
4
555250
TM
25000
0
210000
0
100.000
0
20.000
0
567500
6.810.000
4
141875
M
429500
150.000
0
0
0
0
0
0
0
579500
6.954.000
5
115900
M
11
317000
500.000
0
175.000
500.000
0
0
50.000
1542000
18.504.000
3
514000
TM
12
321000
0
0
36.000
15.000
0
0
0
50.000
422000
5.064.000
5
84400
M
13
321000
50000
0
0
0
0
0
0
0
371000
4.452.000
5
74200
M
14
755000
500.000
0
300.000
1.500.000
200.000
0
50.000
0
3305000
39.660.000
5
661000
TM
15
369000
800.000
500.000
90.000
300.000
0
1000000
0
0
3059000
36.708.000
5
611800
TM
16
321000
0
20.000
200.000
0
0
0
0
0
541000
6.492.000
3
180333
M
17
429500
250000
500.000
600.000
0
0
0
75000
0
1854500
22.254.000
5
370900
TM
108
Lampiran 14 Pengeluaran responden Desa Mamahak Teboq untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berdasarkan BPS lanjutan No. Resp
Jenis pengeluaran (Rp/bulan)
Pengeluaran (Rp/Bulan)
Pengeluaran (Rp/Bulan)
Pengeluaran JAK
Status
Pangan
Sandang
Papan
Transportasi
Pendidikan
Kesehatan
Rekreasi
Sumbangan
Lainnya
(Rp/kapita/bulan)
18
341000
700.000
0
300.000
500.000
200.000
100.000
50.000
0
2191000
26.292.000
4
547750
19
400200
400.000
0
400.000
0
0
150.000
0
90.000
1440200
17.282.400
3
480067
TM
20
412700
0
0
100.000
50.000
0
0
0
10.000
572700
6.872.400
5
114540
M
21
750500
50000
0
0
0
0
0
0
0
800500
9.606.000
8
100063
M
22
212500
50000
0
0
0
0
0
0
0
262500
3.150.000
3
87500
M
23
453500
0
0
1.500.000
0
0
0
50.000
0
2003500
24.042.000
5
400700
TM
24
779000
300.000
0
100.000
500.000
50.000
0
0
50.000
1779000
21.348.000
8
222375
M
25
321000
500.000
200.000
300.000
50.000
150.000
100.000
15.000
0
1636000
19.632.000
5
327200
TM
26
269000
250.000
0
30.000
0
0
0
20.000
50.000
619000
7.428.000
4
154750
M
27
243700
0
0
0
100.000
0
0
0
0
343700
4.124.400
3
114567
M
28
393000
50.000
0
0
2562500
0
0
0
0
3005500
36.066.000
4
751375
TM
29
293000
100000
0
0
0
0
0
0
0
393000
4.716.000
5
78600
M
30
481500
100.000
0
100.000
3.500.000
60.000
0
50.000
0
4291500
51.498.000
6
715250
TM
109
TM
Lampiran 15 Tingkat kesejahteraan responden Desa Lutan menurut indikator kemiskinan Sajogyo Pendapatan dari pemanfaatan SDH (Rp/Tahun) Pend. Peng. Pend. Resp kotor kotor bersih 1 600000 0 600000 2 2400000 840000 1560000 0 0 3 0 4 6960000 576000 6384000 5 0 0 0 6 57600000 3600000 54000000 7 15840000 576000 15264000 8 11880000 576000 11304000 9 0 0 0 10 42240000 576000 41664000 11 52800000 960000 51840000 12 52320000 13200000 39120000 13 115200000 4300000 110900000 14 2880000 50000 2830000 15 0 0 16 81600000 2704000 78896000 17 19800000 996000 18804000 No.
Pendapatan non pemanfaatan SDH (Rp/tahun) Pend. Peng. Pend. kotor kotor bersih 6000000 2000000 4000000 6000000 2000000 4000000 2300000 2000000 300000 300000 0 300000 9600000 2400000 7200000 6000000 5000000 1000000 12000000 5000000 7000000 13200000 0 13200000 38400000 800000 37600000 28800000 0 28800000 12000000 0 12000000 20100000 2400000 17700000 25760000 7980000 17780000 22600000 3000000 19600000 12000000 0 12000000 10200000 2000000 8200000 6140000 1320000 4820000
Total pendapatan (Rp/Tahun) 4600000 5560000 300000 6684000 7200000 55000000 22264000 24504000 37600000 70464000 63840000 56820000 128680000 22430000 12000000 87096000 23624000
JAK 8 4 12 5 4 6 4 4 3 4 3 7 7 4 4 3 3
Pendapatan pendapatan Tingkat UMR Ket. per per kapita/tahun kapita/bulan Kesejahteraan 575000,0 47916,67 82,1 M M 1390000,0 115833,33 198,6 M M 25000,0 2083,33 3,6 M M 1336800,0 111400,00 191,0 M M 1800000,0 150000,00 257,1 TM M 9166666,7 763888,89 1309,5 TM M 5566000,0 463833,33 795,1 TM M 6126000,0 510500,00 875,1 TM M 12533333,3 1044444,44 1790,5 TM M 17616000,0 1468000,00 2516,6 TM TM 21280000,0 1773333,33 3040,0 TM TM 8117142,9 676428,57 1159,6 TM M 18382857,1 1531904,76 2626,1 TM TM 5607500,0 467291,67 801,1 TM M 3000000,0 250000,00 428,6 TM M 29032000,0 2419333,33 4147,4 TM TM 7874666,7 656222,22 1125,0 TM M
110
Lampiran 15 Tingkat kesejahteraan responden Desa Lutan menurut indikator kemiskinan Sajogyo lanjutan No. Resp 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Pendapatan dari pemanfaatan SDH (Rp/Tahun)
Pendapatan non pemanfaatan SDH (Rp/tahun)
Total pendapatan
Pend. kotor
Pend. kotor
(Rp/Tahun)
Peng. kotor
Pend. bersih
15840000 576000 15264000 6140000 1200000 600000 600000 1200000 1200000 600000 600000 1200000 0 0 0 7200000 672000 59328000 5000000 60000000 126000000 3424000 122576000 1000000 10530000 1350000 9180000 3900000 0 0 0 12000000 14400000 0 14400000 300000 14400000 0 14400000 960000 9600000 300000 14400000 4800000 21600000 16128000 5472000 3600000 3000000 168000 2832000 12000000
Peng. kotor
Pend. bersih
1010000 5130000 0 1200000 0 1200000 5000000 2200000 4000000 1000000 700000 300000 1200000 2700000 0 12000000 0 300000 500000 460000 0 300000 500000 3100000 0 12000000
20394000 1800000 1800000 2200000 60328000 122876000 11880000 12000000 14700000 14860000 9900000 8572000 14832000
JAK
2 8 4 9 7 3 10 8 2 3 4 6 4
Pendapatan pendapatan Tingkat Ket. UMR per per kapita/tahun kapita/bulan Kesejahteraan M 1456,7 TM 10197000,0 849750,00 M 225000,0 18750,00 32,1 M M 450000,0 37500,00 64,3 M M 244444,4 20370,37 34,9 M M 8618285,7 718190,48 1231,2 TM TM 40958666,7 3413222,22 5851,2 TM M 1188000,0 99000,00 169,7 M M 1500000,0 125000,00 214,3 M M 7350000,0 612500,00 1050,0 TM M 4953333,3 412777,78 707,6 TM M 2475000,0 206250,00 353,6 TM M 1428666,7 119055,56 204,1 M M 3708000,0 309000,00 529,7 TM
Keterangan: TM M
: Tidak Miskin : Miskin
111
Lampiran 16 Tingkat kesejahteraan responden Desa Mamahak Teboq menurut indikator kesejahteraan Sajogyo No. Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Pendapatan pemanfaatan SDH (Rp/tahun) Pend. Peng. Pend. kotor kotor bersih 0 0 4500000 0 0 59400000 110400000 21600000 108000000 95400000 57600000 116400000 127800000 78000000 122400000 206400000 115200000 57600000
0 0 0 0 0 870000 2976000 3246000 1152000 7584000 3060000 5208000 3000000 0 9348000 4980000 8328000 4800000
K K 4500000 K K 58530000 107424000 18354000 106848000 87816000 54540000 111192000 124800000 78000000 113052000 201420000 106872000 52800000
Pendapatan non pemanfaatan SDH (Rp/tahun) Pend. Peng. Pend. kotor kotor bersih 12700000 6000000 3600000 3600000 7800000 500000 250000 21300000 21000000 14400000 16800000 700000 1100000 3900000 20400000 2000000 18900000 2535000
2500000 1500000 0 0 300000 0 1500000 6000000 3000000 0 2500000 700000 1000000 1000000 500000 900000 2000000 2400000
10200000 4500000 3600000 3600000 7500000 500000 -1250000 15300000 18000000 14400000 14300000 0 1000000 2900000 19900000 1100000 16900000 135000
Total Pendapatan
JAK
(Rp/Tahun) 10200000 4500000 24600000 3600000 7500000 58530000 106174000 33654000 124848000 102216000 68840000 110492000 124900000 80900000 132952000 178520000 123772000 51935000
3 10 3 5 7 3 6 4 4 5 3 5 5 5 5 3 5 4
Pendapatan Pendapatan Tingkat Ket. per per UMR kapita/tahun kapita/bulan kesejahteraan M 10200000,0 283333,3 1457,1 TM 450000,0 37500,0 642,9 TM M 8100000,0 225000,0 1157,1 TM M 3600000,0 60000,0 514,3 TM M 7500000,0 89285,7 1071,4 TM M 59030000,0 1625833,3 8432,9 TM TM 107474000,0 1474638,9 15353,4 TM TM 33654000,0 701125,0 4807,7 TM M 124848000,0 2601000,0 17835,5 TM TM 102216000,0 1703600,0 14602,3 TM TM 68840000,0 1912222,2 9834,3 TM TM 111192000,0 1841533,3 15884,6 TM TM 124900000,0 2081666,7 17842,9 TM TM 80900000,0 1348333,3 11557,1 TM TM 132952000,0 2215866,7 18993,1 TM TM 178520000,0 4958888,9 25502,9 TM TM 123772000,0 2062866,7 17681,7 TM TM 52935000,0 1081979,2 7562,1 TM TM
112
Lampiran 16 Tingkat kesejahteraan responden Desa Mamahak Teboq menurut indikator kesejahteraan Sajogyo lanjutan No. Resp 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Pendapatan dari pemanfaatan SDH (Rp/tahun) Pend. Peng. Pend. kotor kotor bersih 79500000 82560000 840000 840000 6912000 12960000 189888000 7200000 81000000 7200000 94500000 14700000
2844000 1692000 0 144000 720000 3600000 3828000 120000 900000 1800000 1576000 150000
76656000 80868000 840000 696000 6192000 9360000 186060000 7080000 80100000 5400000 92924000 14550000
Pendapatan non pemanfaatan SDH (Rp/tahun) Pend. Peng. Pend. kotor kotor bersih 38250000 14400000 300000 7200000 6960000 0 19750000 24400000 6000000 16800000 19050000 20000000
5200000 0 270000 1375000 5860000 0 6700000 1500000 650000 0 1000000 0
33050000 14400000 30000 5825000 1100000 0 13050000 22900000 5350000 16800000 18050000 20000000
Total Pendapatan
JAK
(Rp/Tahun) 109706000 95268000,0 870000 6521000 7292000 9360000 199110000 29980000 85450000 22200000 110974000 34550000
3 5 8 3 5 8 5 4 3 4 5 6
Pendapatan Pendapatan Tingkat Ket. per per UMR kapita/tahun kapita/bulan kesejahteraan TM 109706000,0 3047388,9 15672,3 TM 95268000,0 1587800,0 13609,7 TM TM 870000,0 5937,5 124,3 M M 6521000,0 181138,9 931,6 TM M 7292000,0 121533,3 1041,7 TM M 9360000,0 97500,0 1337,1 TM M 199110000,0 3318500,0 28444,3 TM TM 29980000,0 624583,3 4282,9 TM M 85450000,0 2373611,1 12207,1 TM TM 22200000,0 462500,0 3171,4 TM M 110974000,0 1849566,7 15853,4 TM TM 34550000,0 479861,1 4935,7 TM M
Keterangan:TM TM M
: Tidak Miskin :Miskin
113
Lampiran 17 Pemahaman responden Desa Lutan dan Desa Mamahak Teboq mengenai pemanfaatan SDH yang lestari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Pernyataan Hutan dapat memberikan manfaat berupa manfaat langsung maupun tidak langsung Hutan dapat memberikan hasil hutan bukan kayu Hutan berfungsi sebagai penyedia air Hutan merupakan sumber obat-obatan Hutan merupakan sumber kayu bakar Keadaan hutan semakin rusak dibanding tahun sebelumnya Luas hutan di daerah Anda semakin berkurang Persediaan sumber daya hutan yang Anda manfaatkan semakin berkurang di hutan Pemanfaatan hasil hutan yang terus menerus dapat mempengaruhi ketersediaan hasil hutan tersebut Hasil sumber daya hutan merupakan sumber pendapatan Penjualan sumber daya hutan sebagai pendapatan keluarga untuk ditabung Perusahaan memberikan pelatihan kepada masyarakat yang memanfaatkan sumber daya hutan agar dapat mengolah sumber daya hutan tersebut menjadi barang yang memiliki harga jual yang tinggi Perlu adanya usaha pengembangan HHBK untuk meningkatkan jumlah pendapatan Perambahan hutan merupakan salah satu faktor terjadinya kerusakan hutan Ketersediaan kayu di hutan semakin terbatas Sistem ladang berpindah merupakan tradisi yang sudah ada sejak dulu Sistem ladang beripndah dapat merusak hutan Pertanian yang menggunakan sistem ladang berpindah merupakan sistem yang kurang efektif Sistem ladang berpindah rawan terjadi konflik sosial antar masyarakat Hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat Keberadaan hutan sangat penting bagi masyarakat Kelestarian hutan harus dijaga agar tidak punah Hutan dapat lestari jika dikelola dengan baik Adanya peraturan yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya hutan Keterangan: T = Tinggi S = Sedang
Mamahak Teboq Tingkat Skor pemahaman 2,93 T 2,93 T 2,87 T 2,97 T 2,90 T 2,73 T 2,50 T 2,60 T 2,63 T 2,90 T 2,53 T
Lutan Tingkat pemahaman T T T T T T T T T T T
Skor 2,80 2,97 2,90 3,00 3,00 2,87 2,80 2,87 2,80 2,80 2,63
1,87
S
1,97
S
3,00 2,93 2,87 2,97 2,60 2,67 2,67 2,97 3,00 2,97 3,00 2,70
T T T T T T T T T T T T
2,83 2,77 2,90 2,80 2,63 2,70 2,10 2,93 3,00 3,00 3,00 2,87
T T T T T T S T T T T T
114
115
Lampiran 18 Hasil uji validitas dan uji reliabilitas pemahaman pemanfaatan SDH dengan lestari Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24
Scale Variance if Item Deleted
63,9667 63,9167 63,9833 63,8833 63,9167 64,0667 64,2167 64,1333 64,1500 64,0167 64,2833 64,9167 63,9500 64,0167 63,9833 63,9833 64,2500 64,2000 64,4833 63,9167 63,8667 63,8833 63,8667 64,0833
Corrected ItemAlpha Total if Item Correlation Deleted
21,4565 21,1285 21,3048 21,1218 20,9251 19,0124 18,8167 18,6938 17,9602 19,9828 19,4607 18,5523 21,0653 19,6777 19,2031 19,9828 18,0212 18,6373 19,0336 20,5862 21,4395 21,3590 21,4395 19,8404
-,0387 ,1300 -,0099 ,2538 ,1648 ,4168 ,3627 ,4273 ,5376 ,2588 ,2062 ,2357 ,0654 ,3275 ,5668 ,3077 ,4219 ,3447 ,1933 ,4037 ,0000 ,0535 ,0000 ,2610
,7073 ,6999 ,7089 ,6983 ,6983 ,6771 ,6808 ,6747 ,6620 ,6915 ,6992 ,7016 ,7037 ,6860 ,6721 ,6884 ,6731 ,6827 ,7060 ,6908 ,7026 ,7021 ,7026 ,6912
Reliability Coefficients N of Cases = Items = 24
60,0
N of
Alpha = ,7013
115
116
Lampiran 18 Hasil uji validitas dan uji reliabilitas pemahaman pemanfaatan SDH dengan lestari Lanjutan 1. Uji Validitas Kode Pernyataan p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 p21 p22 p23 p24
rHitung -0,0387 0,1300 -0,0099 0,2538 0,1648 0,4168 0,3627 0,4273 0,5376 0,2588 0,2062 0,2357 0,0654 0,3275 0,5668 0,3077 0,4219 0,3447 0,1933 0,4037 0,0000 0,0535 0,0000 0,2610
r-Tabel Keterangan 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Valid 0,320 Valid 0,320 Valid 0,320 Valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Valid 0,320 Valid 0,320 Valid 0,320 Valid 0,320 Valid 0,320 Tidak valid 0,320 Valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid 0,320 Tidak valid
2. Uji Reliabilitas Alpha =
,7013
Pada Cronbach's Alpha 0,7013 > 0,60 Kesimpulan : Konstruk Pertanyaan Reliabel
df= n-k df=60-24 df=36 r-Tabel = 0,320
Lampiran 19 Daftar dan status jenis satwa liar di PT. RATAH TIMBER STATUS NO
FAMILY
NAMA ILMIAH
NAMA UMUM
NAMA LOKAL
IUCN
CITES
UU RI
ENDE MIK
MAMALIA 1
CERCOPITHECIDAE
2 3 4
CERCOPITHECIDAE CERCOPITHECIDAE CERCOPITHECIDAE
5
CERCOPITHECIDAE
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
CERVIDAE CERVIDAE CYNOCEPHALIDAE DELPHINIDAE ERINACEIDAE FELIDAE FELIDAE HOMINIDAE HYLOBATIDAE HYSTRICIDAE MANIDAE MURIDAE MUSTELIDAE MUSTELIDAE MUSTELIDAE PRIONODONTIDAE
Macaca fascicularis fascicularis Macaca nemestrina Presbytis frontata Presbytis melalophos Presbytis rubicunda rubicunda Muntiacus muntjac Rusa unicolor Cynocephalus variegatus Orcaella brevirostris Echinosorex gymnurus Neofelis nebuosa Prionailurus bengalensis Pongo pygmaeus Hylobates muelleri Hystrix brachyura Manis javanica Sundamys muelleri Aonyx cinerea Lutra sumatrana Martes flavigula Prionodon linsang
kera ekor panjang
beruk uyal
LC
II
monyet beruk lutung dahi-putih lutung simpai
beruk utul
VU VU
II II II
P
lutung merah
hase/monyet pirang
LC
II
P
kijang muncak rusa sambar kubung Malaya pesut mahakam rindil bulan macan dahan kucing kuwuk orang utan owa kalawat landak raya trenggiling peusing tikus-besar lembah sero ambrang berang-berang sumatra musang leher-kuning linsang linsang
ketelu/pelanuk lirah payau kuvung
VU I
P P P P
bui
B
lavo pook hunul hirang utan owa ketung haam lavo dengan dengan dungan taana
EN LC EN EN
LC LC
I II I
II
P P P P P P
II II
P
II
P
B
117
STATUS NO 23 24 25 26 27 28
FAMILY RHINOCEROTIDAE SCIURIDAE SCIURIDAE SCIURIDAE SCIURIDAE SCIURIDAE
NAMA ILMIAH
NAMA UMUM
badak sumatera bajing kinabalu bajing kelapa bajing tiga-warna bajing-kerdil dataran-rendah bajing kerdil perut-merah bajing tanah moncong 29 SCIURIDAE Rhinosciurus laticaudatus runcing 30 SUIDAE Sus barbatus babi berjenggot 31 TARSIIDAE Tarsius bancanus borneanus krabuku ingkat 32 TRAGULIDAE Tragulus javanicus pelanduk kancil 33 TUPAIIDAE Tupaia picta tupai tercat 34 TUPAIIDAE Tupaia splendidula tipai indah 35 TUPAIIDAE Tupaia tana tupai tanah 36 URSIDAE Helarctos malayanus beruang madu 37 VIVERRIDAE Arctictis binturong binturung 38 VIVERRIDAE Paradoxurus hermaphroditus musang luwak 39 VIVERRIDAE Vivera tangalunga tenggalung malaya 40 PHASIANIDAE Gallus gallus Ayam hutan merah Sumber: Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi PT. RATAH TIMBER, Kalimantan Timur Keterangan: P : Peraturan perundang-undangan Indonesia B : Endemik Pulau Kalimantan VU: Vulnerable ( Rentan) LC: Least Concern (Berisiko Rendah) DD: Data Deficient (Informasi Kurang) Dicerorhinus sumatrensis Callosciurus baluensis Callosciurus notatus Callosciurus prevostii Exilisciurus exilis Glypotes simus
NAMA LOKAL
IUCN
tamdoh
telii hukok
LC LC DD
bavui tuaan hikau pelanduuk
VU VU DD
buwaang qitan munin
CITES
UU RI
I
P
B
II II II II I
VU LC LC LC
ENDE MIK
P P
P P
118