Potensi Ragam pemanfaatan……. Ady Suryawan & Anita Mayasari
POTENSI RAGAM PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU EKOSISTEM MANGROVE DI DESA AIR BANUA1 Ady Suryawan dan Anita Mayasari Balai Penelitian Kehutanan Manado Jl. Raya Adipura, Kima Atas, Mapanget, Manado
[email protected]
ABSTRAK Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Ekosistem ini mensuplai rantai makanan biota laut. Namun ekosistem ini terganggu dengan adanya praktek pemanfaatan kawasan mangrove hingga mengubah fungsinya, sehingga diperlukan peringatan tegas terhadap kegiatan tersebut. Salah satu potensi hutan mangrove yang cukup penting di Sulawesi Utara terletak di Pulau Talise. Penelitian bertujuan untuk memberikan data potensi mangrove di Desa Air Banua Pulau Talise dan ragam potensi pemanfaatan mangrove hasil hutan bukan kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kawasan hutan mangrove terdapat 5 (lima) jenis dengan urutan dominasi tertinggi Brugueira gymnorriza, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Avecennia spp dan Rhizophora apiculata. Produksi buah paling tinggi adalah R. mucronata mencapai 3.210 bh/ha/th. Ragam potensi pemanfaatan baik dari bunga, buah, daun maupun kulit mangrove antara lain : sebagai tepung roti dan produk olahannya, pengganti beras, aneka produk camilan seperti emping, dodol, permen, lempok, wajik, aneka minuman jus, cocktail. Sebagai bahan obat-obatan dapat digunakan sebagai obat rematik, cacar, borok, aphrodiasiac, diuretic, hepatitis, leprosy, anti tumor, beri-beri, febrifuge, hematuria dan penghenti pendarahan. Pemanfaatan untuk bahan baku industri sebagai sol dan pembuatan sabun cair. Fungsi hutan mangrove secara ekologis adalah sebagai peredam ombak, mampu menjaga kestabilan tebing sungai dan pantai, serta sebagai sumber pakan ternak dan satwa. Kata Kunci : Potensi, Air Banua, Pemanfaatan, Mangrove, Hutan.
1
Makalah disampaikan dalam seminar dan pameran hasil-hasil penelitian dengan tema “Prospek Pengembangan Hutan Tanaman (Rakyat), Konservasi dan Rehabilitasi Hutan” diselenggarakan oleh BPK Manado bekerjasama dengan BPK Manokwari, BPDAS Tondano, ITTO, SEAMEO BIOTROP, Burung Indonesia, dan Harian Manado Post. Manado 24 Oktober 2012.
71
I. Pendahuluan Hutan mangrove di Sulawesi Utara memiliki peranan yang vital terhadap kelangsungan hidup masyarakat khususnya di daerah pesisir. Fungsi utama mangrove adalah sebagai pelindung kawasan pesisir dari terjadinya abrasi, intrusi, gelombang air laut dan masuknya uap garam ke pemukiman masyarakat. Menurut Halidah dkk 2008, masyarakat Sinjai Timur memanfaatkan hutan mangrove secara langsung dengan mengambil kayu (67%), buah (20%) dan daunnya (13%). Sedangkan pemanfaatan tidak langsung berupa hasil tangkapan ikan (30%), kepiting (27%), kerang (23%), benur (50%), nener (40%), dan kelelawar (7%). Fungsi ekologis hutan mangrove sebagai tempat bertelur/pemijahan, mencari makan ikan merupakan fungsi vital untuk masyarakat nelayan. Sulawesi Utara merupakan provinsi pengekspor ikan terutama ke Jepang. Data ekspor perikanan Sulut ke berbagai negara di dunia pada tahun 2011 tercatat 31.000 ton dan mampu menghasilkan devisa sebanyak 135 juta dolar AS (Antara, 2012). Besarnya potensi tangkapan ikan ini tidak akan pernah lepas oleh pengaruh adanya hutan mangrove. Permasalahan yang sekarang ada yaitu telah terjadinya abrasi dan degradasi hutan mangrove pada hampir di seluruh wilayah pesisir Sulawesi Utara yang mencapai 14.463 ha karena alih fungsi lahan (Sasmitohadi, 2011). Faktor dominan penyebab kerusakan mangrove adalah lemahnya penilaian atau valuasi ekonomi hutan mangrove (Harahab, 2010). Konsep dasar dalam valuasi hutan mangrove didasarkan atas dua aspek yaitu potensi yang ada di dalam dan di luar ekosistem dan potensi yang memiliki pasar atau tidak memiliki pasar. Peran hutan mangrove di Sulawesi Utara sangat vital sebagai perlindungan dan habitat biota laut yang merupakan kebanggaan Provinsi Sulawesi Utara. Kerusakan mangrove merupakan tanggung jawab bersama, sehingga ketergantungan terhadap pemanfaatan yang menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove harus beralih pada pemanfaatan hutan yang berkelanjutan. Penelitian bertujuan untuk memberikan data potensi
72 | Seminar dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2012
Potensi Ragam pemanfaatan……. Ady Suryawan & Anita Mayasari
mangrove di Desa Air Banua Pulau Talise dan ragam potensi pemanfaatan mangrove hasil hutan bukan kayu. II. Metodologi Penelitian A. Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan hutan mangrove di Desa Air Banua di Pulau Talise, sedangkan peralatan yang digunakan yaitu peta skala, tallysheet, clipboard, pensil, tambang berukuran 50 meter, phiband, dan alat dokumentasi. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk inventarisasi tegakan menggunakan metode random sampling transek dengan ukuran 50 x 200 meter penempatan plot sejajar garis pantai. Penaksiran buah dilakukan dengan menghitung jumlah buah yang masih menggantung di pohon. Pengukuran dilakukan terhadap diameter, tinggi dan jumlah buah di setiap pohon. Penelitian dilakukan pada bulan April 2012 atau disaat mangrove berbuah. Penghitungan taksiran produksi mangrove dilakukan dengan menghitung jumlah buah yang ada di pohon. C. Analisa data Untuk mengetahui kondisi ekologi mangrove maka dilakukan analisa indeks nilai penting dengan rumus sesuai Indriyanto (2006) sebagai berikut : INP (Indeks Nilai Penting ) = FR + KR + DR FR (frekuensi relatif)
=
KR (Kerapatan relatif)
=
DR (dominasi relatif)
=
Penaksiran produksi buah dilakukan dengan mengkonversi jumlah bibit persatuan hektar dan potensi diperoleh dengan mengkaji berbagai referensi.
73
III. Hasil dan Pembahasan A. Kondisi dan Potensi Hutan Mangrove di Desa Air Banua Penelitian dilakukan di ekosistem mangrove pada blok Labuan Merendung dan Wowunian. Hasil inventarisasi menunjukkan bahwa pada blok Labuan Merendung masih lebat dibanding pada blok Wowunian. Pada blok Labuan memiliki kharakteristik yang lebih gelap, terdapat jumlah anakan alam berbagai jenis mangrove lebih banyak dibanding dengan Blok Wowunian. Hasil wawancara masyarakat mengatakan bahwa pada beberapa tahun yang lalu masih sering dilakukan penebangan kayu dan pengambilan kulit batang untuk bahan pengawet jaring ikan sehingga pada blok Wowunian kerapatan tegakan berkurang drastis.
Hal ini selaras
dengan penelitian Wantasen (2002) yang menyatakan bahwa permintaan kayu bakar mangrove pertahun mencapai 8,5 m3. Hasil perhitungan dan analisa rekapitulasi data disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Hasil perhitungan dan analisa data pada plot pengamatan Desa Wowunian dan Labuan Merendung. Jenis Mangrove
n/ha
n buah/ha/th
INP
Bruguiera gymnorriza
28
1.963
129%
Rhizophora mucronata
41
3.210
115%
4
560
Soneratia alba
56%
Pada kedua blok diketahui bahwa sedang terjadi musim buah yang tidak merata. Dalam satu pohon terdapat variasi umur buah ditunjukkan oleh adanya bunga, buah muda dan buah masak dalam satu pohon. Hal ini menunjukan bahwa produksi buah terjadi setiap tahun. Kharakteristik habitat kedua blok yaitu daerah berlumpur cukup tebal berkisar antara 30 – 50 cm, frekuensi pasang surut air laut berkisar 30 – 45 kali/bulan, sangat sedikit batu ataupun karang. Saat dilakukan penelitian kondisi ombak relatif tenang, namun pada bulan Nopember hingga Pebruari ombak terjadi sangat kuat. Hasil inventarisasi dalam plot pengamatan dijumpai hanya ada 3 (tiga) jenis mangrove sebagaimana Tabel 1. Namun pada daerah yang berkarang
74 | Seminar dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2012
Potensi Ragam pemanfaatan……. Ady Suryawan & Anita Mayasari
banyak dijumpai jenis Avicennia alba dan Avicennia marina serta sering dijumpai buah dari Rhizophora apiculata dan Nypah fruticant. Namun dari kedua jenis buah yang dijumpai tersebut tidak ditemukan tegakannya. Berdasar penghitungan dalam plot pengamatan, jenis B. gymnorrhiza merupakan jenis dominan. Tingkat dominasi ini dipengaruhi oleh jumlah dan diameter tegakan, dimana rata-rata mencapai 39,4 cm, R. muconata berdiameter rata-rata 22,7 cm sedangkan jenis S. alba memiliki diameter rata-rata paling besar yaitu mencapai 48,2 cm. Hal ini menunjukkan bahwa struktur tegakan yang sedang bertumbuh adalah jenis R. mucronata karena memiliki n/ha paling tinggi. Kondisi diameter besar sangat dipengaruhi oleh jenis suatu mangrove. R. mucronata memiliki fenotip yang diameter paling kecil bila dibanding dengan B. gymnorrhiza dan S. alba. Kondisi yang stag atau tidak bertumbuh adalah S. alba, dijumpai dalam diameter yang besar namun tidak dijumpai satupun anakannya. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tapak, kondisi yang berlumpur merupakan daerah yang sangat cocok untuk pertumbuhan mangrove jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. Sedangkan jenis-jenis Sonneratia spp. sangat cocok pada daerah yang terdapat pasir dan batu-batuan. Hasil perhitungan potensi produksi buah tertinggi dihasilkan dari jenis R. mucronata. Pada saat survey bulan Pebruari, jenis ini didapati buah yang matang namun dalam jumlah relatif sedikit, sedang saat penelitian masih didapati buah yang matang, tengah bertumbuh, kuncup bahkan sedang berbunga.
Hal ini menunjukkan bahwa R. mucronata
berbuah secara tidak serentak.
di kawasan ini
Kondisi ini masih dalam monitoring
sehingga nanti akan diketahui kharakteristik fenologinya. Bentuk buah R. mucronata tergolong dalam
kelompok
vivipar yaitu benih yang
berkecambah terjadi sejak masih menggantung di pohon, bentuk ini juga dijumpai pada jenis Bruguiera spp. Dimensi buah/propagul R. mucronata yang dijumpai memiliki panjang tertinggi mencapai 95 cm dengan diameter terbesar 36 mm dan panjang terpendek 58 cm dengan diameter 24 mm. Produksi buah perhektar pertahun diduga mencapai 3.210 propagul, angka ini mungkin lebih karena masih ada yang berbunga.
75
B. Potensi Ragam Pemanfaatan Mangrove yang Mengahasilkan Produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Potensi buah mangrove berdasarkan berbagai referensi antara lain sebagai bahan makanan dan obat-obatan. Hasil studi banding di Desa Nguling, Kabupaten Pasuruan pemanfaatan buah mangrove sebagai produk makanan. Pemanfaatan yang dilakukan masih dalam tahap uji coba belum dikembangkan secara komersil. Beberapa jenis mangrove yang berpotensi sebagai HHBK anatara lain :
1. B. gymnorriza Pohon ini selalu hijau dengan ketinggian kayu mencapai 30 m. Memiliki buah bertipe vivipar lurus dan tumpul bewarna hijau tua keunguan, memiliki kelopak buah berwarna merah dan lebih banyak dikenal dengan buah lindur. Buah matang ditandai dengan perubahan warna menjadi kecoklatan kehijauan. Panjang buah lindur berkisar 12 – 30 cm dengan diameter 1,5 – 2 cm. Habitat B. gymnorriza yang ada di Desa Air Banua banyak dijumpai pada daerah berlumpur Banyak
dan
berpasir.
mengalami
asosiasi
dengan R. mucronata dengan sebaran mendekati
pada
areal
pantai
yang
atau
di
Gambar 1. Buah Lindur B. gymnorriza
belakang R. mucronata. Masyarakat Pulau Talise telah memanfaatkan kulit batang untuk mengawetkan jaring ikan karena pada bagian ini memiliki kandungan Tanin yang tinggi. Sedangkan buahnya atau lindur mengandung tanin dalam jumlah sedikit yang dapat mengurangi sakit perut, namun dalam jumlah banyak akan menjadi racun. Menurut Priyono et. al. (2010), buah Lindur B. gymnorriza dapat dijadikan sebagai kue, cake, pengganti karbohidrat karena mengandung energi yang cukup tinggi mencapai 371 kalori per 100
76 | Seminar dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2012
Potensi Ragam pemanfaatan……. Ady Suryawan & Anita Mayasari
gram bahkan lebih tinggi dibanding beras, jagung, singkong atau sagu. Menurut Purnobasuki (2004), kulit batang dapat dijadikan sebagai obat penahan pendaharan. Pemanfaatan buah lindur dapat dijadikan berbagai produk makanan seperti manisan (bagian dalam buah dicampur dengan gula), serta tepung dan beras. Pembuatan tepung akan memiliki banyak manfaat karena masa simpan buah lebih lama. Cara pembuatan sederhana yaitu melalui pencincangan, perendaman selama 3 (tiga) hari, peremasan dan perebusan selama 30 menit diseratai dengan pengadukan, selanjutnya digiling, dijemur kering dan diayak. Tepung yang lembut dapat sebagai bahan pembuatan roti sedangkan yang kasar dapat ditanak sebagai pengganti nasi. Selain itu, tepung yang telah jadi tersebut dapat dicampur dengan tepung tapioka dan bumbu-bumbu untuk bahan pembuatan kerupuk dan cireng.
Menurut
Priyono et. al (2010), tepung buah lindur yang telah diolah telah memenuhi kriteria tepung konsumsi dan telah memenuhi standar SII untuk Tepung. Contoh resep pembuatan roti berbahan tepung lindur menurut Anonim (2010) sebagai berikut : a). Bahan : Tepung 1 gelas, telur 6 biji, mentega cair 250 gram, gula pasir 1 gelas, susu bubuk 1 saset, vanili 2 bungkus dan ditambah ovalet. b). Cara pembuatannya sebagai berikut : Tambahkan ovalet, gula, vanili dan telur kemudian diaduk / mixer hingga berwarna putih mengembang. Kemudian ditambah susu bubuk tepung, boleh ditambah pewarna coklat diaduk dan dimasukkan mentega cair 1 ons, selanjutnya dimasukkan ke Loyang dan dioven + 20 menit roti sudah siap untuk disajikan. Kelimpahan buah lindur di Pulau Talise tergolong tinggi mencapai 1.963 buah/hektar. Namun buah lindur tidak bertahan lama, sehingga dengan adanya pengolahan menjadi tepung akan lebih tahan lama dan dengan pemanfaatan menjadi produk olahan buah lindur dapat menyerap lapangan pekerjaan.
77
2. R. mucronata R. mucronata memiliki buah bertipe vivipar lonjong, panjang antara 60 – 90 cm dan berdiamater 2 - 3 cm. Berwarna hijau kecoklatan saat matang leher kotiledon akan membentuk cincin berwarna kuning. Jenis R. mucronata di Desa Air Banua merupakan jenis dominan, tumbuh pada areal berlumpur dan memiliki pertumbuhan paling bagus pada areal berlumpur dalam dan berombak tenang.
Gambar 2. Foto buah dan bunga R. mucronata saat muda (kiri) dan buah matang (kanan terdapat cincin kuning di bawah kotiledon).
Pemanfaatan non kayu R. mucronata oleh masyarakat Desa Air Banua masih terbatas sebagai tanaman rehabilitasi. Pemanfaatan kayu yang telah dilakukan adalah sebagai arang karena memiliki nilai kalor yang tinggi. Pada kulit batang juga memiliki Tanin yang dapat digunakan sebagai bahan pewarnaan. P emanfaatan dari bagian buah masih belum banyak dilakukan. Menurut Noor et al. (2006), tanin dari kulit kayu dapat digunakan sebagai obat hematuria (pendarahan pada air seni).
Purnobasuki (2004)
mengatakan bahwa khasiat kulit batang R. mucronata adalah untuk mengobati beri-beri, febrifuge, haematoma, borok sedangkan kulit batang, bunga, daun dan akar dapat mengobati hepatitis. Namun Purnobasuki tidak mengatakan bagaimana cara mengkonsumsinya.
78 | Seminar dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2012
Potensi Ragam pemanfaatan……. Ady Suryawan & Anita Mayasari
Beberapa tambak yang ada di pantai utara Probolinggo menggunakan jenis ini sebagai vegetasi greenbelt atau sabuk hijau laut dan pelindung tambak-tambak.
Menurut Gunarto (2010), daun R. mucronata dapat
dimanfaatkan sebagai pakan alternatif udang windu. Reboisasi yang dilakukan di Nguling Kab. Pasuruan diawali dengan membuat greenbelt rapat dan tebal pada titik terluar pantai menggunakan jenis R. mucronata. Jeni ini dianggap paling sesuai karena memiliki propagul paling panjang sehingga pada tapak khusus dapat langsung ditanam di lapangan tanpa harus dilakukan persemaian. Menurut Setyawan dan Winarno (2006), Jenis R. mucronata merupakan jenis mangrove yang memiliki fungsi ekologis yang tinggi diantaranya mampu memperluas area mangrove melalui penyerapan dan pengendapan lumpur, mampu menahan hempasan ombak, mampu menjaga stabilitas tebing sungai dan garis pantai serta mampu mengembalikan fungsi ekologi mangrove pada area yang sudah rusak. Selain itu, ternak seperti kambing sangat suka terhadap daun mudanya, hal ini terbukti dengan adanya bekas gigitan kambing pada tanaman R. mucronata, sehingga sebagai HMT (hijauan makanan ternak).
3. Sonneratia alba Memiliki
tipe
buah
normal
sebagaimana buah pada normal atau bulat yang mengalami menyebarkan benihnya setelah jatuh di air dan pecah. Setiap buah mengandung biji (150 – 200 buah).
Bentuk buah
seperti bola dan terbungkus kelopak bunga, buah berdiameter 3,5 – 4,5 cm. Buah S. alba sering disebut dengan Pedada, saat jatuh ke air tidak akan tenggelam, rasa buahnya masam dan dapat dimakan.
Gambar 3. Foto buah dan daun Sonneratia alba.
Habitat S. alba di Desa Air Banua yaitu areal yang berlumpur dan berpasir, pada areal berbatu dan berkarang. Kelimpahan jenis ini relatif
79
sangat kecil, ditemukan secara soliter dengan diameter paling besar dibandingkan dua jenis sebelumnya. Ditemukan lebih banyak pada lokasi pesisir yang terlindungi dari hempasan ombak, dan sedikit ditemukan di daerah berombak kuat. Menurut Priyono et. al. (2010), buah Pedada S. alba dapat dijadikan bahan pembuatan dodol pedada, permen pedada, lempok pedada, wajik pedada, jus pedada, jus cocktail pedada, sabun cair pedada. Beberapa resep tersebut dijelaskan sebagai berikut : Dodol pedada dibuat dari daging pedada diblender kemudian disaring dan diambil airnya saja. Kemudian tepung beras dan ketan dicampur dan diaduk dengan air santan hingga rata, kemudian ditambah air gula merah dan dimasak hingga mengental. Selanjutnya adonan dicetak dan didinginkan. Permen pedada dibuat dari daging buah kemudian dicampur dengan gula, agar-agar dan air secukupnya. Adonan dimasak hingga mengental, setelah dingin kemudian dicetak dan dibungkus. Lempok pedada dibuat dari daging buah yang telah bersih kemudian diblender. Setelah halus diperas dan dicampur dengan gula, vanili dan garam. Selanjutnya dipanaskan hingga mengental. Kemudian diangkat, dibentuk bulat dan dibungkus Jus pedada dibuat sangat sederhana yaitu buah pedada yang sudah matang diblender dan ditambah daun mint. Sabun pedada dibuat dari campuran rebusan 500 gram buah pedada yang telah dihaluskan, rebusan 500 gram lidah buaya dan 8 butir ragi tape. Setelah dicampur bahan disimpan selama 3 hari ditempat teduh hingga menjadi pasta dan tidak berbau atau proses fermentasi telah berhasil. Buah-buahan S. alba juga dapat digunakan sebagai obat untuk keseleo dan bengkak. Daun-daun S. alba juga merupakan hijauan makanan ternak (Setyawan dan Winarno, 2006) dijelaskan lebih lanjut bahwa jenis ini dapat dijadikan bahan industri sol sepatu yaitu dari bagian pneumatofora.
80 | Seminar dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2012
Potensi Ragam pemanfaatan……. Ady Suryawan & Anita Mayasari
Namun sampai saat ini, budidaya dan pemanfaatan jenis S. alba masih sangat terbatas di Sulawesi Utara.
4. Avecinnia sp atau Api-api Di
sepanjang
pantai
Pulau Talise jenis ini tumbuh secara soliter pada areal berbatu
dan
berpasir,
tumbuh tinggi mencapai 1,5 meter.
Saat
penelitian
dilakukan banyak dijumpai buah
Avecinnia
sp.
dan
anakan. Ujicoba pemindahan anakan penjepitan
dengan
teknik
Gambar 4. Hamparan Avecennia spp di Lokasi Desa Air Banua.
menggunakan
batu-batuan pada areal-areal kosong mengalami kegagalan karena ombak yang cukup besar. Buah Avecinnia sp. dapat dijadikan sebagai emping. Menurut Wibowo et al. (2009), hasil analisis kandungan kimia menyimpulkan bahwa daun Avicennia spp. memiliki potensi sebagai pakan, dan bijinya sebagai bahan pangan manusia karena kandungan Fe, Mg, Ca, K, Na yang cukup tinggi. Sedangkan Avecinnia marina, A. lanata dan A. alba mempunyai potensi sebagai bahan obat karena memiliki kandungan alkaloid, saponin, dan glikosida dalam jumlah cukup tinggi dalam semua jaringan tumbuhan. Pada tahun 2004, penelitian Purnobasuki (2004) menjelaskan bahwa batang A. alba dapat dijadikan bahan obat sakit rematik, cacar dan borok. Buah A. marina dapat menjadi obat penyakit Aphrodiasiac, diuretic, hepatitis sedangkan batangnya menjadi obat leprosy. Sedangkan A. offinalis dapat menjadi obat hepatitis dari buah, daun dan akarnya, dan kulit batang sebagai anti tumor. Upaya pembibitan dan pemanfaatan jenis Avecennia spp di Sulawesi Utara masih sangat terbatas. Selain terbatasnya informasi pembibitan dan pemanfaatan, jenis ini sulit ditanam pada daerah berombak, sehingga
81
hanya mengandalkan dari alam. Pada daerah yang terdapat Avecennia spp, akan banyak dijumpai anakan secara alami.
Informasi ini menjelaskan
bahwa, jenis Avecennia spp lebih mudah ditanam disekitar daerah yang terdapat Avecennia spp daripada lokasi kosong, walaupun kondisi habitatnya sama.
5. Rhizophora apiculata Di kawasan mangrove Desa Air Banua tidak ditemukan adanya tegakan R. apiculata. Saat penelitian hanya dijumpai buah-buah yang hanyut dan sebagian telah mengalami pertumbuhan menjadi semai. Jenis ini memiliki ciri-ciri mirip seperti R. mucronata tetapi bentuk buah lebih kecil dan pendek berkisar 18 – 38 cm, bentuk daun lebih runcing dan kecil, tumbuh pada tanah berlumpur halus dan sering tumbuh dominan. Jenis ini banyak dijumpai di Desa Tambun dan Kinabuhutan yaitu desa yang terletak dibalik desa Air Banua.
a.
b.
Gambar 5. Buah R. apiculata yang ditemukan di sekitar Desa Air Banua (kiri) dan R. apiculata di sekitar Desa Kinabuhutan (kanan)
Menurut Noor et al. (2006), Rhizophora memiliki 30 % tanin pada berat kering kulit kayunya. Memiliki kekeran kayu yang tinggi, sehingga akarnya sering dijadikan jangkar, digunakan sebagai pelindung pematang tambak dan penghijauan.
Sedangkan dalam dunia medis menurut
Purnobasuki (2004) kulit batangnya dapat digunakan sebagai antiseptic, anti muntah, diare, haemostatic, typhoid dan menghentikan pendaharan, sedangkan kulit batang, bunga, daun dan buah dapat digunakan untuk mengobati hepatitis.
82 | Seminar dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2012
Potensi Ragam pemanfaatan……. Ady Suryawan & Anita Mayasari
IV. Kesimpulan 1. Mangrove dis ekitar Desa Air Banua terdiri dari 5 jenis yaitu B. gymnorriza, R. apiculata, S. alba, Avecennia sp dan R. apiculata. Indeks Nilai Penting tertinggi dimiliki oleh B. gymnorriza 129%, kemudian R. mucronata dan S. alba sedangkan potensi produksi buah tertinggi didominasi oleh R. mucronata 3.210 bh/ha/th. 2. Pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu yang telah dilakukan oleh masyarakat adalah pengambilan kulit batang sebagai bahan pengawet jaring ikan. Sedangkan potensi yang dapat dikembangkan per masing-masing jenis antara lain : B. gymnorriza Buah B. gymnorriza atau disebut lindur dapat dijadikan sebagai produk makanan pengganti beras, manisan dan produk makanan olahan tepung lindur seperti cake, roti karena memiliki nilai kalori mencapai mencapai 371 per 100 gram atau lebih tinggi dibanding beras, jagung, singkong dan sagu. Kulit batang dapat digunakan sebagai obat penghenti pendarahan R. mucronata R. mucronata memiliki potensi yang tinggi dalam dunia medis. Kulit batang dapat menjadi obat beberapa penyakit beri-beri, febrifuge, haematoma, borok dan hematuria, sedangkan kulit batang, bunga, daun dan akar dapat mengobati hepatitis. Memiliki fungsi ekologis yang tinggi karena mampu memperluas area mangrove, tahan terhadap ombak, mampu menjaga stabilitas tebing dan mampu mengembalikan fungsi-fungsi ekologis mangrove yang rusak, sehingga baik untuk bahan rehabilitasi kawasan mangrove terutama daerah berombak besar.
Daun–daunnya dapat sebagai sumber
pakan ternak. S. alba Jenis S. alba terkenal dengan buah pedada ataupun bogem. Produk makanan yang dapat dihasilkan dari jenis ini sangat banyak antara lain : Dodol Pedada, Permen Pedada, Lempok Pedada, Wajik Pedada,
83
Jus Pedada, Jus Cocktail Pedada. Di bidang kosmetik untuk bahan sabun cair pedada, bidang industri sebagai bahan sol dan daundaunnya sebagai sumber pakan ternak. Avecennia spp Beberapa buah jenis ini dapat dijadikan sebagai emping. Memiliki kandungan alkaloid, saponin, dan glikosida cukup tinggi sehingga memiliki potensi sebagai obat-obatan, antara lain untuk sakit rematik, cacar dan borok, aphrodiasiac, diuretic, hepatitis, leprosy dan anti tumor. R. apiculata Memiliki potensi sebagai pelindung pematang tambak dan penghijauan. Dalam dunia medis sebagai antiseptik, anti muntah, diare,
haemostatic,
typhoid
dan
menghentikan
pendaharan,
sedangkan kulit batang, bunga, daun dan buah dapat digunakan untuk mengobati hepatitis DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010. Pemanfaatan mangrove sebagai bahan alternatif pembuatan, makanan. http://www.mangroveblog.co.cc/2010/08/pemanfaatan-mangrovesebagai-bahan.html. di publis tanggal 31 Agustus 2010. Eksposnews.com. 2012. Sulawesi Utara eksport ikan Ke Jerman. http://eksposnews.com/view/7/40217/Sulawesi-Utara-Ekspor-Ikanke-Jerman.html. Diakses tanggal 29 Agustus 2012. Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasi dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta. Halidah, Saprudin dan Anwar, C. 2008. Potensi dan ragam pemanfaatan mangrove untuk pengelolaannya di Sinjai Timur, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 5 (1) : 67-78. Bogor. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT.Bumi Aksara. Jakarta
84 | Seminar dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2012
Potensi Ragam pemanfaatan……. Ady Suryawan & Anita Mayasari
Noor. Y.R., Khazali. M., dan Suryadiputra. I.N.N. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor Priyono, A., Yuliani L.S., Ilminingtyas T., dan Hakim T.L. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. KeSEMat, Semarang. Purnobasuki, H. 2004. Potensi Mangrove sebagai Obat. Biota 9(2): 125-126.
Sasmitohadi. 2011. Pengelolaan Mangrove Lestari: Pengembangan dan Pelestarian Ekosistem Mangrove. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wil. I Denpasar. Manado (disampaikan dalam rapat Fasilitasi Pokja Mangrove (KKMD)Prop Sulut). Setyawan, A.D. dan Winarno, K. 2006. Pemanfaatan langsung ekosistem mangrove di Jawa Tengah dan penggunaan lahan di Sekitarnya ; kerusakan dan upaya restorasinya. Biodiversitas 7(3): 282-291. Wantasen. A. S. 2002. Kajian Ekologi – Ekonomi sumber daya hutan mangrove di Desa Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Institut Pertanian Bogor (Thesis). Bogor.
85