PEMANFAATAN CYBER EXTENSION MELALUI TELEPON GENGGAM OLEH PETANI ANGGREK DI TAMAN ANGGREK RAGUNAN JAKARTA SELATAN
AIRA PUTRI ERI DASLI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari peneliti lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Juli 2015
Aira Putri Eri Dasli NIM I351130191
RINGKASAN AIRA PUTRI ERI DASLI. Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan Jakarta Selatan. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan DJOKO SUSANTO. Cyber extension merupakan salah satu media penyuluhan berbasis teknologi modern yang dapat dimanfaatkan oleh petani, penyuluh dan pelaku usaha untuk memperoleh informasi dan mengembangkan usaha pertanian. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet) untuk mendukung kegiatan usahatani serta manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek menggunakan cyber extension. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan metode survei. Penelitian dilaksanakan di Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta selama bulan Februari sampai Maret 2015. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh petani tanaman anggrek sebanyak 35 orang dengan syarat minimal memiliki telepon genggam. Perilaku petani dalam menggunakan media cyber extension terkhusus pada pemanfaatan telepon genggam. Hal ini juga memberikan manfaat yang positif dalam pengembangan usahatani terutama dalam memasarkan tanaman anggrek ke dalam maupun luar kota. Hubungan yang positif dengan memiliki dan memanfaatkan telepon genggam dalam usahatani oleh petani adalah meningkatnya keuntungan, konsumen dan kualitas produk dari usahatani tersebut. Artinya, ketika pemanfaatan telepon genggam oleh petani meningkat, maka keuntungan, jumlah konsumen dan kualitas produk dari usahatani mengalami peningkatan. Hubungan negatif terjadi pada implikasi kebijakan dalam pemanfaatan cyber extension dimana sosialisasi kebijakan masih minim dilakukan, sehingga persepsi petani masih rendah. Kata kunci: cyber extension, penyuluh dan petani anggrek
SUMMARY AIRA PUTRI ERI DASLI. Utilization of Cyber Extension via Mobile Phones by Farmers in Ragunan Orchid Park, South Jakarta. Supervised by PUDJI MULJONO and DJOKO SUSANTO. Cyber extension is one of the modern technology which can be utilized by the farmers, extension workers, and Business actors to obtain informations and develop agricultural business. The purpose of this study was to analyze relationship between characteristics of petanits and environmental with the farmers behavior in utilizing cyber extension (Hp and internet) to support farming activities as well as the utilized mobile phones on farm orchid plants. This study is descriptive correlational type of survey method. Research conducted at the Ragunan Orchid Park, South Jakarta, Jakarta Province during February to March 2015. The sample were all growers of orchids as many as 35 people with a minimum requirement have a mobile phone. The behavior of farmers for using cyber media, especially utilized of mobile phones. It also had a positive utilized in the development of farming, especially in marketing orchids in town and out of town. A positive relationship with the own and use a mobile phone in farming by farmers is increasing profits, consumer and quality of products from the farm. It means, when the use of mobile phones by farmers increases, the profit, quantity of konsumen and quality products on farm has increased. The negative relationship occurs on the policy implications in the use of cyber extension where the socialization of policies is still minimal, so the perception of farmers is still low. Keywords: cyber extension, extension workers, and orchid farmer
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penelitian karya ilmiah, penyusunan laporan, penelitian kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN CYBER EXTENSION MELALUI TELEPON GENGGAM OLEH PETANI ANGGREK DI TAMAN ANGGREK RAGUNAN JAKARTA SELATAN
AIRA PUTRI ERI DASLI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA
Judul Tesis Nama NIM
: Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan Jakarta Selatan : Aira Putri Eri Dasli : I351130191
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Pudji Muljono, MSi Ketua
Prof (Ris) Dr Ign. Djoko Susanto, SKM Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 19 Juni 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan. Penyusunan tesis ini dilatarbelakangi oleh pentingnya media penyuluhan berbasis teknologi informasi seperti pemanfaatan telepon genggam untuk dapat mengakses informasi pertanian, namun pemanfaatannya masih terbatas pada komunikasi interpersonal. Oleh sebab itu, penelitian tentang pemanfaatan cyber extension melalui telepon genggam dipilih sebagai topik dalam tesis. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian, oleh sebab itu kritik, pendapat dan saran sangat diharapkan. Atas semuanya peneliti mengucapkan terima kasih. Selama penelitian tesis berlangsung banyak pihak yang telah membantu. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Prof (Ris) Dr Ign. Djoko Susanto, SKM selaku komisi pembimbing yang dengan sabar dan ikhlas meluangkan waktu, pemikiran, arahan dan bimbingannya kepada peneliti. 2. Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran. 3. Prof Dr Ir Sumardjo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, atas masukannya dalam penelitian karya ilmiah peneliti. 4. Dr Ir Dyah Gandasari, MSi atas bantuan berupa masukan dan saran dalam penelitian karya ilmiah peneliti. 5. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah mengajar peneliti selama ini. Kepala Taman Anggrek Ragunan beserta staf, Petani Taman Anggrek 6. Ragunan, Kementerian Pertanian serta Dirjen Hortikultura atas kesediaannya berbagi informasi dengan peneliti. 7. Kedua orang tua peneliti, Papa Drs. Eri Dasli dan Mama Nurhayati. Kepada kedua adik peneliti, Harvi Dasnoer, dan Ike Mai Suri Guci, dan kepada seluruh keluarga besar di Jakarta dan di Padang yang telah membantu peneliti sehingga dapat menyelesaikan sekolah pascasarjana. Bivon Dusakluh, SE atas kesabaran, keikhlasan dan perhatiannnya dalam 8. menemani peneliti selama ini. 9. Indah Listiana, SP. MSi, Tiara A.P Hernanda, SP, M.Si dan Riana, SIP, dan rekan-rekan di PPN 2013 atas diskusi dan masukannya selama ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka dan semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat. Bogor, Juli 2015
Aira Putri Eri Dasli
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
vi vi vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Media Penyuluhan Cyber Extension Karakteristik Cyber Extension Lingkungan yang Mendukung Pemanfaatan Cyber Extension Perilaku Pengguna dalam Memanfaatkan Cyber Extension Hasil Penelitian yang Telah Dilakukan dan State of The Art Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
5 5 6 9 13 14 18 20
3 METODE Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Teknik Pengumpulan Data Uji Validitas dan Reliabilitas Analisis Data Definisi Operasional
23 23 23 23 24 25 27 27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 Deskripsi Umum Taman Anggrek Ragunan 36 Profil Gapoktan Primatara 41 Karakteristik Petani 42 Lingkungan 46 Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber Extension 49 Hubungan Karakteristik Petani dengan Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber Extension 50 Hubungan Lingkungan dengan Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber Extension 52 Analisis Manfaat sebelum Menggunakan Telepon Genggam 53 Hubungan Karakteristik Petani dengan Manfaat sebelum Menggunakan Telepon Genggam 55 Hubungan Lingkungan dengan Manfaat sebelum Menggunakan Telepon Genggam 56 Analisis Manfaat setelah Menggunakan Telepon Genggam 57 Hubungan Karakteristik Petani dengan Manfaat setelah Menggunakan Telepon Genggam 59
Hubungan Lingkungan dengan Manfaat setelah Menggunakan Telepon Genggam 60 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
61 61 62
DAFTAR PUSTAKA
62
LAMPIRAN
66
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Nilai hasil uji validitas instrumen penelitian Nilai hasil uji reliabilitas instrumen penelitian Definisi operasional dan parameter kelompok peubah karakteristik petani Definisi operasional dan parameter kelompok peubah lingkungan Definisi operasional dan parameter kelompok peubah perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension Definisi operasional dan parameter kelompok peubah manfaat menggunakan telepon genggam Sebaran petani berdasarkan kategori peubah karakteristik petani Sebaran petani berdasarkan kategori peubah lingkungan ketersediaan media komunikasi konvensional Sebaran petani berdasarkan kategori peubah lingkungan ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi Sebaran petani berdasarkan perilaku dalam memanfaatkan cyber extension Koefisien korelasi karakteristik petani dengan perilaku dalam memanfaatkan cyber extension Koefisien korelasi lingkungan dengan perilaku dalam memanfaatkan cyber extension Sebaran petani berdasarkan kategori peubah tingkat pengetahuan dalam berusahatani (sebelum) Sebaran petani berdasarkan kategori peubah sikap dalam berusahatani (sebelum) Sebaran petani berdasarkan kategori peubah keuntungan relatif menggunakan cyber extension (sebelum) Sebaran petani berdasarkan kategori peubah tingkat pengetahuan dalam berusahatani (setelah) Sebaran petani berdasarkan kategori peubah sikap dalam berkegiatan usahatani tanaman anggrek (setelah) Sebaran petani berdasarkan kategori peubah keuntungan relatif menggunakan cyber extension (setelah)
26 27 28 30 32 33 43 47 48 49 51 52 53 54 54 57 58 59
DAFTAR GAMBAR 1 2
Kerangka berpikir penelitian Struktur organisasi Taman Anggrek Ragunan
22 37
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Koefisien korelasi karakteristik petani dengan manfaat sebelum menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek Koefisien korelasi lingkungan dengan manfaat sebelum menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek Koefisien korelasi karakteristik petani dengan manfaat setelah menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek Koefisien korelasi lingkungan dengan manfaat setelah menggunakan telepon genggam Dokumentasi Peta lokasi Daftar riwayat hidup
67 68 69 70 71 73 74
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dan negara Asean menghadapi pasar bebas Asean atau Asean Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2015, di mana seluruh negara yang bergabung dalam Asean dapat melakukan transaksi perdagangan secara bebas. Berdasarkan kondisi tersebut, Indonesia merupakan salah satu pasar yang menjadi incaran para pengusaha negara Asean untuk mengembangkan usaha. Hal ini menjadi peluang bagi pengusaha dari Indonesia maupun petani untuk dapat mengembangkan usaha dan bersaing. Pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dapat digunakan sebagai senjata dalam bersaing dengan negara Asean lainnya. Pemanfaatan teknologi dan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia merupakan salah satu keunggulan yang dapat dikembangkan menjadi senjata dalam bersaing. Keragaman hayati yang dimiliki Indonesia menjadi nilai jual yang sangat tinggi, seperti pada komoditi tanaman hias khususnya tanaman anggrek. Tanaman anggrek memiliki komunitas pencinta yang sangat tinggi. Indonesia memiliki jenis-jenis tanaman anggrek yang sangat langka dan unik sehingga dapat bersaing didunia Internasional. Salah satu cara untuk dapat bersaing dengan pasar dunia adalah dengan belajar memanfaatkan teknologi informasi sebagai media. Susanto (2008), tidak ada cara yang lebih tepat untuk meningkatkan kualitas SDM selain melalui belajar. Petani, penyuluh dan stakeholders dapat belajar untuk menggunakan teknologi. Pemanfaatan teknologi dapat digunakan untuk melihat bagaimana perkembangan tanaman anggrek yang sedang di minati, pembudidayaan dan pemanenan bahkan dapat melakukan transaksi jual beli oleh penyuluh, petani, maupun pengusaha tanaman anggrek. Pelaksanaan penyuluhan, teknologi informasi dan komunikasi terutama di bidang pertanian merupakan hal yang sangat penting. Keberadaan teknologi informasi, petani dan penyuluh lebih di mudahkan dalam memperoleh informasi baik berupa inovasi teknologi maupun kelembagaan. Penyuluhan merupakan salah satu bentuk keterlibatan individu/kelompok dalam melakukan komunikasi informasi yang dilakukan secara sadar dengan membawa pesan penyuluhan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi sehingga dapat memberikan sebuah keputusan. Taragola dan Gelb (2009), berdasarkan survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural Sciences (ISHS) hambatan-hambatan dalam mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) oleh petani khususnya petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan, kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan manfaat TIK, waktu, biaya dari teknologi yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Petani dari negara-negara berkembang, lebih menekankan pentingnya “biaya teknologi TIK” dan “kesenjangan infrastruktur teknologi. Leeuwis (2004) menyatakan bahwa pesan dan teknologi (inovasi) pertanian yang dipromosikan oleh agen penyuluhan sering tidak sesuai dan tidak mencukupi. Hal ini memberikan implikasi bahwa informasi yang ditujukan pada
2 petani dan agen penyuluh sangat terbatas karena beberapa faktor, di antaranya adalah: staf universitas dari disiplin yang berbeda, peneliti yang terlibat, politisi, pengambil kebijakan, agroindustri dan birokrat yang memainkan peranan dalam proses promosi inovasi pertanian tersebut. Konsekuensinya, inovasi yang terpadu hanya dapat diharapkan muncul ketika berbagai aktor (termasuk petani) yang dapat mempengaruhi kecukupan pengetahuan dan teknologi, bekerja sama untuk memperbaiki kinerja kolektif. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki fungsi dari sistem pengetahuan dan informasi pertanian (FAO(Agricultural Knowledge and Information System–AKIS), 2000). Dewasa ini kemajuan teknologi informasi yang canggih seperti jaringan internet dapat dijadikan sarana untuk memperoleh informasi, sebagai sarana penyampaian informasi dan teknologi pertanian melalui sistem jaringan berbasis internet (website) yang diberi nama cyber extension. Dalam rangka meningkatkan kompetensi penyuluh dan produktivitas sumber daya penyuluhan maka Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Departemen Pertanian pada tahun 2009 mengembangkan cyber extension yang dikelola dari pusat sampai ke Kabupaten/Kota bahkan sampai ke tingkat BPP model. Cyber extension adalah sistem informasi penyuluhan pertanian melalui media internet yang mendukung penyediaan materi dan informasi penyuluhan bagi penyuluh sebagai bahan untuk memfasilitasi proses pembelajaran petani dan kelompok tani, agar usahataninya lebih produktif dan efisien. Cyber extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan komunikasi informasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif dengan mengimplementasikan teknologi, informasi dan komunikasi dalam sistem komunikasi inovasi atau penyuluhan pertanian. Cyber extension juga merupakan salah satu mekanisme komunikasi inovasi pertanian yang dapat difungsikan untuk mempertemukan lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian dengan diseminator inovasi (penyuluh), pendidik, petani, dan kelompok stakeholders lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk informasi yang berbeda sehingga dapat berperan secara sinergis dan saling melengkapi (Sumardjo et al, 2009). Meskipun masih terdapat beberapa kendala, sehingga pemanfaatan cyber extension menjadi sangat kompleks dan sulit untuk diadopsi, cyber extension sebenarnya dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar untuk mencapai suatu tingkatan tertentu yang lebih baik bagi petani apabila didukung oleh kompetensi pelaku komunikasi yang terkait. Hal ini ditunjukkan ketika beberapa lembaga penelitian dan pengembangan menyampaikan studi kasus yang mendeskripsikan bagaimana cyber extension telah dimanfaatkan oleh petani dan stakeholders usahawan pelaku bidang pertanian sehingga memperoleh peluang yang lebih besar untuk memajukan kegiatan usahataninya. Keberhasilan pemanfaatan cyber extension oleh petani sayuran di Indonesia dalam memajukan usahataninya ditunjukkan oleh beberapa kelompok tani yang telah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi hasil produksinya dengan menggunakan fasilitas yang disediakan Community Training and Learning Centre (CTLC) di Pancasari (Bali) dan Pabelan (Salatiga) yang dibentuk Microsoft bekerja sama dengan lembaga non profit di bawah program Unlimited Potential. Petani mengenal teknologi budi daya paprika dalam rumah kaca melalui internet. Sejak mengirimkan profil produksi di internet, permintaan
3 terhadap produk pertanian yang diusahakan terus berdatangan. Promosi melalui internet dapat memutus hubungan petani dengan tengkulak yang sering memberikan harga jauh di bawah harga pasar (Sigit et al, 2006). Melalui Unit Pelayanan Informasi Pertanian tingkat Desa – Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (UPIPD-P4MI) yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian, petani di sekitar lokasi UPIPK sudah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi hasil pertanian yang diusahakan (UPIPD Kelayu Selatan - P4MI 2009). Cyber extension merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang digunakan untuk dapat memperoleh informasi yang dapat diakses tanpa terikat waktu. Salah satu contoh pemanfaatan cyber extension adalah melalui pemanfaatan telepon genggam. Dalam penelitian ini, pemanfaatan cyber extension difokuskan untuk melihat manfaat dari telepon genggam dalam mengakses informasi dan manfaat terhadap usahatani. Penggunaan telepon genggam bagi petani di Taman Anggrek Ragunan sudah menjadi barang kebutuhan utama dalam keseharian. Telepon genggam digunakan untuk berkomunikasi dengan konsumen dan mencari informasi yang dibutuhkan. Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat informasi, memiliki pasar tanaman hias khususnya tanaman anggrek, yang menjadi daya tarik wisatawan. Pemerintah DKI memiliki Taman Anggrek Ragunan yang terletak di Jakarta Selatan. Taman Anggrek Ragunan merupakan sentral tanaman hias khususnya anggrek yang berfungsi sebagai agrowisata dan sekaligus sebagai pasar tanaman hias terutama anggrek yang melayani pembelian baik eceran maupun grosir. Taman Anggrek Ragunan merupakan aset Pemerintah DKI Jakarta yang dikelola oleh Gabungan Kelompok Tani (Prima Tani) dengan luas ± 5 Ha dan terbagi dalam 45 kavling, yang berupa Screen House yang dikelola oleh 1 orang petani dan dibantu oleh 3 orang karyawan. Namun, terdapat beberapa kavling yang dimiliki oleh satu orang, sehingga jumlah penyewa kavling sebanyak 35 orang. Petani anggrek menyewa lahan kepada Pemerintah DKI Jakarta dan MOU dengan jangka waktu 5 tahun dapat diperpanjang dengan pembayaran setiap bulan. Dalam mengembangkan usahatani, akses informasi dan pemanfaatan teknologi, serta pemanfaatan cyber extension melalui telepon genggam membantu dalam memasarkan tanaman anggrek dan mengetahui komoditas yang sedang berkembang. Komoditi tanaman anggrek yang dikembangkan di taman ini terdiri dari beberapa jenis, namun yang menjadi unggulan adalah jenis anggrek dendrobium dan anggrek bulan. Rumusan Masalah Analisis pemanfaatan cyber extension melalui telepon genggam merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan peran teknologi informasi dan komunikasi dalam mengembangkan sistem informasi pertanian. Penelitian tentang analisis cyber extension sebagai media penyuluhan bagi petani tanaman anggrek dilakukan karena adanya dua alasan utama. Pertama, melihat kondisi lapangan yang menggunakan telepon genggam dalam keseharian namun belum memanfaatkan telepon genggam sebagai sarana promosi tanaman anggrek yang belum strategis. Kedua, belum terdapat penyusunan dan penyebaran media informasi yang spesifik di lokasi.
4 Berdasarkan latar belakang tersebut, secara rinci permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Sejauhmana hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet) untuk mendukung kegiatan usahatani? 2. Bagaimana hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan manfaat telepon genggam dalam usahatani petani tanaman anggrek? Tujuan Penelitian Berdasarkan pembatasan dari permasalahan di atas, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet) untuk mendukung kegiatan usahatani. 2. Mengkaji hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat menghasilkan keragaman pentingnya peranan cyber extension sebagai media penyuluhan. Secara spesifik, kegunaan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Kegunaan dalam lingkungan akademis/keilmuan 1. Memberikan informasi dan pemahaman bahwa aplikasi cyber extension dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memanfaatkan teknologi dan informasi dalam berusahatani. 2. Mengembangkan peranan cyber extension sebagai media penyuluhan yang berbasis teknologi dan informasi sebagai media penyuluhan yang baru sesuai dengan perkembangan zaman. Kegunaan dalam lingkungan praktis 1. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi untuk mengambil kebijakan atau keputusan dalam memanfaatkan media penyuluhan terutama cyber extension. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu stakeholders terkait untuk mengembangkan program dan media yang sesuai dengan kebutuhan petani. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pemanfaatan cyber extension melalui telepon genggam oleh petani anggrek di Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan. Fokus utama penelitian adalah dengan melakukan analisis hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet) untuk mendukung kegiatan usahatani dan melakukan kajian hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Media Penyuluhan Media penyuluhan dapat digambarkan sebagai sarana untuk menghubungkan penyuluh dengan petani sebagai sasaran, sehingga terjadi perpindahan materi ilmu dan teknologi pertanian dari penyuluh ke petani. Media komunikasi penyuluhan berdasarkan jenisnya dapat dibagi menjadi media perorangan (PPl, petugas), media forum (ceramah, diskusi), media cetak (folder, poster, komik dan lain – lain) dan media dengar pandang (TV, Radio dan Film) (Leeuwis, 2004). Media secara harfiah sering diartikan sebagai perantara atau pengantar. Media juga sering diartikan sebagai sarana komunikasi untuk mengantarkan pesan. Media komunikasi adalah semua sarana yang dipergunakan untuk memproduksi, mereproduksi mendistribusikan atau menyebarkan dan menyampaikan informasi (Suranto, 2005). Berdasarkan fungsinya, media komunikasi pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu fungsi produksi, reproduksi, dan penyampaian informasi. Fungsi produksi ialah media komunikasi yang berguna untuk menghasilkan informasi, misalnya komputer dan pengolah kata word processor. Fungsi reproduksi ialah media komunikasi yang kegunaannya untuk memproduksi ulang dan menggandakan informasi, misalnya audio tapes recorder dan video tapes. Fungsi penyampaian informasi, ialah media komunikasi dipergunakan untuk menyebarluaskan dan menyampaikan pesan. Sedangkan berdasarkan bentuknya, media komunikasi dibagi menjadi media cetak, media visual atau media pandang, media audio, dan media audio-visual. Media audiovisual ialah media komunikasi yang dapat dilihat sekaligus dapat didengar. Mc Luhan (Budiargo, 2004) membagi media ke dalam tiga kategori, yaitu 1) presentation media, 2) representation media, dan 3) electronic media. Presentation media adalah bentuk komunikasi yang sifatnya face to face seperti: pidato, ceramah, atau bentuk-bentuk komunikasi dengan lebih dari dua orang tetapi masih face to face. Representation media adalah media yang pesannya diwujudkan dalam bentuk simbol yang dicetak, disampaikan melalui jarak jauh dan menggunakan teknologi untuk mereproduksi pesan-pesannya, misalnya surat kabar dan majalah. Electronic media atau mechanical media adalah media yang penggunaannya hampir sama dengan representation media namun ada proses encoding dan decoding pesan pada saat penerimaan dan pengiriman pesan, misalnya: radio, telepon, dan televisi. Pemanfaatan akses informasi dan teknologi pertanian memiliki peranan dalam proses pembangunan pertanian. Ketersediaan sumber informasi mampu menyebarkan, menyampaikan dan memproses informasi teknologi pertanian sehingga mempercepat kemajuan usaha pertanian di pedesaan maupun di perkotaan. Informasi adalah sesuatu yang disampaikan, dapat berupa berita, kata, atau pengetahuan; pengetahuan tersebut diperoleh dari investigasi, studi, atau instruksi. Informasi merupakan susunan fakta atau data yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
6 Schramm (1973) mengemukakan bahwa informasi adalah segala sesuatu yang dapat membantu seseorang dalam mengorganisasikan segala aspek dari lingkungannya yang relevan dengan situasi di mana orang tersebut harus bertindak, informasi akan membantu dirinya dalam mengambil keputusan secara lebih mudah. Dengan demikian, informasi merupakan pengetahuan tertentu yang dipilih untuk memecahkan suatu masalah. Penyebarluasan informasi teknologi penelitian kepada petani merupakan salah satu peran yang harus dijalankan oleh penyuluh pertanian. Oleh karena itu, informasi pertanian dibutuhkan oleh penyuluh dalam melakukan kegiatannya. Informasi yang disebarkan kepada petani umumnya berupa teknologi pertanian sehingga hasil penelitian merupakan sumber utama materi penyuluhan. Materi penyuluhan pada hakekatnya merupakan segala pesan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang penyuluh kepada sasarannya. Ada dua macam tipe pesan, yakni pesan ideologis dan pesan informatif. Havelock dalam Mardikanto (1993) membedakan peran informatif dalam empat macam tipe pesan, yakni pengetahuan dasar, hasil riset terapan dan pengembangan, pengetahuan praktis, dan pesan dari penggunanya. Dari keempat tipe pesan tersebut, tiga pesan pertama merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh sumber (misalnya lembaga penelitian), sedangkan pesan terakhir merupakan umpan balik yang disampaikan oleh sasaran penyuluhan. Penyuluh pertanian sebagai “ujung tombak” pembangunan pertanian memiliki tingkat pengetahuan tertentu, dan untuk keperluan kegiatannya mungkin masih memerlukan tambahan pengetahuan atau masukan baru. Masukan baru tersebut antara lain berupa informasi teknologi hasil penelitian yang dapat diperoleh dari berbagai media penyebarluasan informasi. Dengan demikian, media tersebut merupakan sumber informasi bagi penyuluh untuk mendukung kegiatannya, antara lain menyusun programa dan rencana penyuluhan, membuat petunjuk teknis, serta menyusun materi penyuluhan atau materi pengajaran pada kursus tani. Seseorang akan memilih alur penyampaian informasi yang paling memenuhi kebutuhannya, paling menyenangkan baginya, dan paling cepat. Dengan demikian, penyuluh akan memilih media yang sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti informasi sesuai dengan kebutuhan atau mendukung tugasnya. Cyber Extension Cyber extension memberikan peluang yang lebih besar bagi petani untuk pengembangan sistem jaringan komunikasi dan berbagi pengetahuan/akses informasi tanpa batas sesuai dengan minat dan kebutuhannya sehingga tercipta konvergensi komunikasi untuk mendukung usahataninya. Teori konvergensi dari Rogers dan Kincaid (1981) merupakan dasar analisis dalam proses konvergensi komunikasi yang terjadi dengan pemanfaatan cyber extension. McMillan (2004) menyatakan, media komunikasi baru yang mensinergikan aplikasi teknologi informasi (cyber extension) memungkinkan sebuah media memfasilitasi komunikasi interpersonal yang termediasi. Sifat interactivity dari penggunaan media konvergen telah melampaui kemampuan potensi umpan balik (feedback), karena seorang pengguna pengakses media
7 konvergen secara langsung memberikan umpan balik atas pesan yang disampaikan. Analisis sistem berdasarkan tujuh elemen sistem, yaitu 1) batasan, 2) lingkungan, 3) masukan, 4) keluaran, 5) komponen, 6) penyimpanan, dan 7) penghubung serta analisis sistem dengan teori kotak hitam (black box theory) sebagaimana disampaikan oleh Eriyatno (1996) diharapkan mampu mengimbangi salah satu karakteristik cyber extension. Sebagai media baru, teori kotak hitam untuk analisis sistem diharapkan mampu menjawab kegamangan masyarakat dalam pemanfaatan cyber extension. Dengan mengetahui output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki, petani dan pengambil kebijakan dapat memposisikan diri untuk berperan dan bersinergi mewujudkan optimalisasi pemanfaatan cyber extension untuk peningkatan keberdayaan petani. Cyber extension adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber extension ini juga memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan. Pengertian ini sebagaimana disampaikan oleh Wijekoon et al (2009) “Cyber extension is an agricultural information exchange mechanism over cyber space, the imaginary space behind the interconnected computer networks through telecommunication means. It utilizes the power of networks, computer communications and interactive multimedia to facilitate information sharing mechanism”. Kelemahan keterkaitan antara penyuluhan, penelitian, jaringan pemasaran serta keterbatasan efektivitas penelitian dan penyuluhan bagi petani memberikan kontribusi lambatnya pembangunan pertanian. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, mekanisme cyber extension sudah mulai diterapkan di banyak negara dalam tahun - tahun ini sebagai suatu mekanisme penyaluran informasi yang dapat diupayakan untuk memenuhi kebutuhan petani di pedesaan terhadap informasi untuk mendukung kegiatan usahataninya. Cyber extension memfokuskan pada keseluruhan pengembangan usahatani termasuk produksi, manajemen, pemasaran, dan kegiatan pembangunan perdesaan lainnya. Sebuah sistem komunikasi inovasi pertanian melalui pemanfaatan cyber extension memberikan dukungan pada keseluruhan pengembangan usahatani termasuk produksi, manajemen, pemasaran, dan kegiatan pembangunan perdesaan lainnya. Model komunikasi inovasi melalui pemanfaatan cyber extension adalah menghimpun atau memusatkan informasi yang diterima oleh petani dari berbagai sumber yang berbeda maupun yang sama dan disederhanakan dalam bahasa lokal disertai dengan teks dan ilustrasi audio visual yang dapat disajikan atau diperlihatkan kepada seluruh masyarakat desa khususnya petani semacam papan pengumuman (bulletin board) pada kios atau pusat informasi pertanian. Dalam model komunikasi cyber extension, transmisi informasi dari sumber ke pusat informasi komunitas akan menjadi milik umum, sedangkan dari pusat informasi komunitas ke petani, informasi tersedia di wilayah pribadi (milik pribadi). Keuntungan yang potensial dari komunikasi cyber extension adalah ketersediaan yang secara terus menerus, kekayaan informasi (informasi nyaris tanpa batas), jangkauan wilayah internasional secara instan, pendekatan yang
8 berorientasi kepada penerima, bersifat pribadi (individual), dan menghemat biaya, waktu, dan tenaga (Adekoya, 2007). Cyber extension merupakan salah satu saluran komunikasi yang mensinergikan aplikasi teknologi informasi dengan beragam sistem komunikasi. Cyber extension juga merupakan tipe khusus dari suatu inovasi. Istilah saluran merupakan sebuah terminologi yang penting untuk pembelajaran inovasi karena memiliki beragam aplikasi yang sangat luas, namun memiliki makna yang sangat spesifik (Browning et al, 2008). Sejak sepuluh tahun terakhir, dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, Indonesia sudah mulai mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pembangunan dan pengembangan masyarakat, bahkan sudah pula beberapa program dilaksanakan khusus untuk mendukung kegiatan pertanian, yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai rintisan cyber extension. Beberapa program tersebut di antaranya adalah: Community Training and Learning Centre (CTLC) Program Unlimited Potential (UP), Proyek Partnerships for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP), dan Pengembangan Sumber Informasi Pertanian Nasional dan Lokal – P4MI. Adopsi pemanfaatan cyber extension, khususnya dalam aplikasi teknologi informasi dan komunikasi di tingkat petani biasanya tidak spontan, teknologi harus diajarkan, dipelajari, diadopsi untuk pengalaman yang ada dan diintegrasikan ke dalam proses produksi (usahatani). Di beberapa negara di mana penelitian adopsi teknologi informasi dan komunikasi dilakukan, sebagian besar difokuskan terutama pada adopsi komputer untuk produksi pertanian umum. Batte et al. (1990) dan Warren et al (2000) menyatakan bahwa penerapan teknologi informasi dan komunikasi sangat terkait dengan tingkat pendidikan, ukuran (skala) usaha pertanian dan efek negatif dari umur petani. Dinyatakan pula bahwa terdapat perbedaan dalam adopsi teknologi informasi dan komunikasi antara berbagai ukuran luas dan jenis lahan. Gelb dan Bonati (Mulyandari, 2011) mengungkapkan bahwa kehadiran internet sangat berguna untuk pertanian saat ini. Beberapa contoh yang baik untuk adopsi teknologi informasi dan komunikasi untuk sektor pertanian di antaranya adalah pada Kenya Agricultural Commodity Exchange (KACE) dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menyebarluaskan informasi pasar dan intelijen. Di Filipina ada banyak portal, aplikasi e-commerce dan teknologi inovatif yang digunakan untuk menyediakan informasi pertanian yang relevan untuk daerah pedesaan. Di Thailand terdapat portal Internet multi bahasa, Agricultural Information Network (AIN) memungkinkan petani Thailand, petugas lapangan, pembuat kebijakan dan pemerintah untuk berkomunikasi dan mengakses informasi pertanian yang relevan dan berguna. Petani di India menggunakan e-Choupal yang merupakan salah satu dari portal untuk membuat sebuah jaringan kios yang menyediakan akses informasi yang telah melalui proses mediasi kepada mereka. E-Choupal sudah menjadi inisiatif terbesar di antara semua intervensi berbasis Internet di pedesaan India (Anon, 2006). Anggota Kredit Pertanian Primer Masyarakat atau Primary Agricultural Credit Societies (PACS) di India Selatan dapat mengakses harga input produksi dan informasi pasar melalui aplikasi teknologi informasi dan komunikasi. Petani dapat memperoleh akses terbaik terhadap nasihat di bidang pertanian di seluruh dunia dengan menggunakan DSS/Sistem Pakar.
9 Beberapa sistem pakar yang telah dikembangkan untuk digunakan di bidang pertanian di antaranya adalah: COMAX – yang menyediakan informasi mengenai pengelolaan tanaman terpadu untuk kapas. POMME menyediakan informasi tentang manajemen hama dan kebun untuk komoditas apel, dan SOYEX - merupakan sistem pakar untuk ekstraksi minyak kedelai (Jayathilake et al, 2010). Menurut Iddings (Mulyandari, 2011) dalam berbagai penelitian, secara jelas menunjukkan bahwa kompleksitas usahatani, tingkat dukungan eksternal (lingkungan), usia, waktu pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pengalaman, jaringan, ketersediaan informasi, kepribadian dan pendekatan proses pembelajaran memberikan pengaruh pada peningkatan atau pengurangan terhadap penggunaan komputer atau teknologi informasi dan komunikasi. Di samping itu, faktor-faktor seperti kurangnya kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, kurangnya kesadaran akan manfaat teknologi informasi dan komunikasi, terlalu sulitnya untuk digunakan, kurangnya infrastruktur teknologi, tingginya biaya teknologi, rendahnya tingkat kepercayaan terhadap sistem teknologi informasi dan komunikasi, kurangnya pelatihan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi, integrasi sistem dan rendahnya ketersediaan perangkat lunak membatasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di tingkat petani (Taragola dan Gelb 2009). Kurtenbach (Mulyandari, 2011), faktor lain yang banyak mempengaruhi adopsi dan penggunaan teknologi informasi dalam organisasi pertanian dapat dikelompokkan menjadi lima kategori seperti akses terhadap teknologi informasi, demografi, pelatihan/pendidikan bidang teknologi informasi, tingkat kepercayaan terhadap teknologi informasi, dan waktu atau lama menggunakan teknologi informasi. Hal ini dimungkinkan untuk menjadi faktor adopsi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi masuk ke dalam lebih dari satu kategori tipe pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, Gelb (Mulyandari, 2011). Faktor pembatas yang paling penting di negara berkembang adalah terkait dengan keterbatasan infrastruktur dan biaya teknologi yang tidak lagi masuk dalam ambang batas untuk diadopsinya teknologi informasi dan komunikasi di negara maju (Mulyandari, 2011). Karakteristik Cyber Extension Teknologi informasi dan komunikasi seperti internet telah merevolusi cara kita bekerja dengan informasi dan mengkomunikasikannya dengan orang lain. Tingginya tingkat adopsi teknologi tersebut, telah mengubah kebiasaan kita baik di tempat kerja maupun di lingkungan rumah tangga menjadi arena yang semakin bergantung pada teknologi informasi dan komunikasi dalam tugas sehari-hari. Penggunaan Short Message Service (SMS) maupun Web sudah biasa ditujukan untuk mempublikasikan informasi tentang produk, perusahaan, pelatihanpelatihan/kursus dari Universitas. Internet merupakan salah satu teknologi komunikasi dan informasi yang baru untuk praktek komunikasi. Secara lebih spesifik, teknologi informasi dan komunikasi dianggap lebih efisien, lebih murah, lebih cepat, dan boleh jadi merupakan cara yang lebih akurat untuk membantu tugas kita sehari - hari (Browning et al. 2008). Teknologi informasi dan komunikasi adalah salah satu saluran atau media komunikasi,
10 sehingga dapat dinyatakan bahwa cyber extension yang mensinergikan teknologi informasi dan komunikasi dalam komunikasi inovasi merupakan media baru atau sebagai suatu inovasi. Sebagaimana dinyatakan oleh Rogers (2003) dan diperjelas oleh Browning et al (2008) terkait dengan karakteristik cyber extension sebagai suatu inovasi adalah: 1. Keuntungan relatif teknologi informasi dalam implementasi cyber extension adalah derajat seberapa lebih baiknya sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension yang digunakan dibandingkan dengan saluran atau media yang digantikan. Keuntungan relatif dapat direpresentasikan dengan nilai ekonomi. 2. Kompatibilitas dari sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension merupakan derajat di mana suatu inovasi dapat konsisten dengan praktik, nilai, dan pengalaman masa lalu dari pengadopsi potensial. Dalam kasus tertentu, alat web yang lebih memungkinkan pengguna untuk meng-upload dokumen yang sebelumnya telah dibuat dalam pengolah kata akan lebih cenderung mudah diadopsi dibandingkan dengan alat web yang masih membutuhkan instruktur untuk materi kursus yang perlu diketik ulang. 3. Kompleksitas cyber extension adalah sejauh mana sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension dianggap sulit dipahami, diterapkan, dan digunakan. Teknologi informasi cenderung akan diadopsi dalam lingkungan proses pembelajaran apabila mudah beradaptasi (kompleksitasnya rendah). 4. Kemudahan cyber extension untuk dapat dicoba yaitu seberapa besar kemungkinan sinergi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension informasi dapat dicoba dalam lingkungan yang terbatas. Dalam satu kasus, untuk mempelajari dasar - dasar website memerlukan periode waktu yang singkat. Namun untuk mempelajari dan memanfaatkan perangkat lunak secara penuh perlu waktu yang lebih lama dibandingkan dengan aplikasi biasa. 5. Kemudahan sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension untuk dilihat hasilnya yaitu seberapa besar sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension mampu memberikan hasil yang dapat dilihat. Hasil dari beberapa ide mudah diamati dan dikomunikasikan kepada orang lain, sedangkan beberapa inovasi sulit untuk diamati dan dideskripsikan. Kursus secara online dengan mensinergikan aplikasi teknologi informasi tampaknya sangat mudah dilihat hasilnya dan lebih menguntungkan sehingga lebih cenderung untuk diadopsi. Gandasari (2015), karakteristik khusus pada sektor agribisnis seperti ketergantungan yang kuat antara sub sektor menuntut kolaborasi tim agribisnis yang harmonis. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga agribisnis, lembaga penelitian dan pengembangan serta asosiasi merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan daya saing agribisnis. Proses kolaboratif melalui pendekatan interaktif diperlukan untuk menghasilkan komunikasi yang efektif. Berbagai pola jaringan komunikasi dalam proses kolaboratif diantaranya dapat berupa informasi dan pesan. Infrastruktur komunikasi merupakan salah satu sarana yang dapat dibangun sebagai strategi kolaborasi. Menurut Rosenberg (Mulyandari, 2011), teknologi akan memberikan implikasi terhadap perubahan pelatihan yang tradisional, yaitu 1) menekankan
11 bukan pada proses tetapi pada output pelatihan yang memberikan efek positif bagi kinerja, 2) belajar dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dengan kebutuhan dan kecepatan belajar yang fleksibel, 3) dari kertas ke online, 4) dari fasilitas fisik ke fasilitas jaringan, dan 5) materi pelatihan akan berganti cepat sesuai dengan kebutuhan sasaran yang nyata (real) dalam kehidupannya. Jenis teknologi media yang berkembang dalam masyarakat di antaranya adalah media massa. Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Aspek penting yang menjadi bahan kajian teori media massa sebagaimana disampaikan oleh Tan (Mulyandari, 2011) adalah "The communicator is a social organization capable or reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who are spatially separated". Bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu media massa tradisional (konvensional) dan media massa modern dengan aplikasi teknologi informasi yang bersifat konvergen dan dapat interaktif. Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas dengan ciri - ciri sebagai berikut : 1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan. 2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu. 3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima. 4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit. Beberapa media massa yang termasuk dalam kategori media massa konvensional meliputi : 1. Media cetak yang terdiri atas: surat kabar, majalah, dan 2. Media elektronis yang terdiri atas radio, televisi, dan film (layar lebar). Koran merupakan media massa cetak yang berkembang seiring kemajuan jaman. Koran lebih mengutamakan pemberitaan yang bersifat lebih mendalam disertai dengan investigasi yang lebih akurat. Adanya pergeseran perubahan media massa ini menurut Cole (Mulyandari, 2011) menyebabkan perbedaan antar media menjadi samar, koran-koran menjadi lebih mirip dengan majalah-majalah dan penyiaran. Majalah cenderung lebih memfokuskan pada pemuasan audien sehingga muncul majalah dengan sasaran yang lebih spesifik, misalnya: remaja, wanita, pendidikan, dan pertanian (Sinar Tani, Trubus, Trobos). Radio merupakan media yang banyak dimanfaatkan masyarakat, khususnya petani untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Sejumlah kekuatan radio menurut Astuti (Mulyandari, 2011) antara lain: 1. Dapat mendidik khalayak yang spesifik karena radio memiliki kemampuan untuk memfokuskan pada kelompok demografis yang dikehendaki. Radio juga lebih fleksibel untuk mengubah atau mempertajam segmen audien yang dituju dibandingkan dengan media komunikasi massa lainnya.
12 2. Radio bersifat mobile dan portable. Radio mudah dibawa ke mana - mana dan sumber energinya kecil sehingga mudah terjangkau karena harganya relatif murah. Radio dapat menyatu dengan fungsi alat penunjang kehidupan lainnya (senter, mobil, telepon genggam). 3. Radio bersifat intrusif dan memiliki daya tembus yang tinggi. Radio dapat menembus ruang - ruang di mana media lain tidak dapat masuk. 4. Radio bersifat fleksibel karena dapat menciptakan program, mengirim pesan, dan membuat perubahan dengan cepat dan mudah. 5. Radio bersifat sederhana karena mudah dalam mengoperasikan, mengelola, dan isinya juga sederhana. Televisi dapat menyampaikan pesan audio visual dan unsur gerak. Dengan karakteristik tersebut, media ini dapat berfungsi sebagai media informasi, media hiburan, dan media pendidikan. Dalam bidang pertanian, RRC misalnya, melalui Central Agricultural Broadcasting and Television School (CABTS) di bawah departemen pemberdayaan petani China mengembangkan dan menyiarkan program pendidikan yang target utamanya adalah petani perdesaan di seluruh China (Pustekkom, (Mulyandari, 2011)). Di Indonesia, siaran televisi dengan substansi pertanian melalui media televisi juga pernah ditayangkan, di antaranya adalah dari desa ke desa pada tahun 1980-an, kuis asah terampil untuk para kelompok tani, dan Saung tani yang disiarkan di TVRI pada tahun 2007 dan pada tahun terakhir 2011 melalui program pelangi desa. Film melalui layar lebar (layar tancap) merupakan media yang banyak digunakan untuk komunikasi massa pada masa pemerintahan orde baru. Media massa baru/modern merupakan media massa yang telah menggunakan aplikasi teknologi informasi multimedia, di antaranya adalah komputer, telepon genggam, dan jaringan internet. Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri - ciri: 1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya). 2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual. 3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada masing - masing individu. 4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam. 5. Penerima yang menentukan waktu interaksi. Media massa menurut teori agenda-setting dari McCombs (Mulyandari, 2011) memiliki pengaruh dan penekanan informasi tertentu terhadap masyarakat. Teori ini diimbangi oleh teori Uses and Gratifications dari Katz (Mulyandari, 2011) bahwa pengguna (uses) media atau khalayak adalah aktif dan selektif dalam menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Dalam konteks pembangunan, media massa memiliki peran penting. Menurut Open, media massa tidak hanya berperan dalam menimbulkan dan memberikan informasi, tetapi lebih lanjut dapat mengarahkan untuk tujuan penyuluhan dan pembangunan (Mulyandari, 2011). Dalam perkembangannya, dengan berkembangnya teknologi informasi, terutama munculnya internet, media massa memiliki fungsi interaktif dan bersifat konvergen, termasuk dalam melakukan transaksi bisnis.
13 Lingkungan yang Mendukung Pemanfaatan Cyber Extension Lingkungan merupakan segala hal yang ada di sekitar manusia yang dapat dibedakan menjadi benda - benda yang mati dan benda - benda yang hidup. Hal ini berarti ada lingkungan yang bersifat kealaman atau lingkungan fisik dan ada lingkungan yang mengandung kehidupan atau lingkungan sosial (Walgito, 2003). Kedua jenis lingkungan ini secara nyata akan mempengaruhi perilaku individu sebagaimana dinyatakan Delgado (Rakhmat, 2002) bahwa respon otak dan perilaku individu dipengaruhi oleh setting atau suasana yang melingkupi individu tersebut. Sedangkan Sarwono (1984), menyatakan bahwa individu akan merespon stimulus yang datang dari lingkungan dengan cara - cara tertentu. Sumaryanto dan Siregar (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan tidak dapat dikendalikan oleh seseorang. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada dua faktor eksternal yaitu faktor eksternal yang berada di luar kendali seseorang (strictly external) dan faktor eksternal yang seseorang dapat mengendalikannya dengan bantuan orang lain (quasi external). Faktor lingkungan yang dikaji dalam penelitian ini seluruhnya termasuk dalam kategori quasi external di mana lingkungan ini dapat diperbaiki kualitasnya melalui bantuan atau intervensi pihak lain atau pemerintah. Terkait dengan pentingnya faktor sosial, disimpulkan dalam hasil penelitian Santosa (1992), bahwa lingkungan sosial memiliki pengaruh besar terhadap perilaku adaptif petani tepian hutan. Hasil penelitian Tamba (2007) menunjukkan bahwa lingkungan sosial merupakan faktor sosial yang kondusif. Lingkungan sosial yang dilihat dalam penelitian ini meliputi ketersediaan lembaga dan media komunikasi konvensional serta jangkauan terhadap fasilitas training. Ketersediaan lembaga dan media komunikasi konvensional meliputi ada dan tidaknya serta apakah petani dapat beraktivitas dalam menggunakan lembaga dan metode komunikasi konvensional yang ada di lingkungannya. Lembaga yang dikaji dalam penelitian ini adalah pertemuan dalam kelompok tani dan kelompok lainnya. Sedangkan media komunikasi konvensional meliputi media cetak dan media elektronis searah (siaran radio dan televisi). Keterjangkauan terhadap fasilitas training merupakan salah satu aspek lingkungan sosial yang penting. Hal ini karena sangat diperlukan sebagai upaya untuk mensosialisasikan dan memperkenalkan pemanfaatan cyber extension kepada petani mengingat cyber extension merupakan media komunikasi baru yang perlu diperkenalkan secara luas kepada pengguna. Fasilitasi training yang dikaji dalam penelitian ini adalah beragam jenis pelatihan yang dapat diakses oleh petani dengan materi pelatihan meliputi pemanfaatan teknologi informasi untuk pengelolaan dan akses informasi. Selain keberadaan fasilitasi training yang dapat diakses oleh petani, dalam aspek keterjangkauan terhadap fasilitasi training juga diperhatikan aspek tingkat manfaat dari kegiatan training yang telah dilaksanakan. Berkaitan dengan lingkungan fisik, Tamba (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor keberhasilan petani dalam berusahatani adalah lingkungan fisik di antaranya adalah infrastruktur, sarana angkutan, saluran pengairan, dan modal usaha. Aspek lingkungan fisik dalam penelitian ini dipilih berdasarkan jenis lingkungan fisik yang berkaitan dengan implementasi cyber extension khususnya dalam aplikasi teknologi informasi. Oleh karena itu, faktor lingkungan fisik yang
14 dikaji dalam penelitian ini adalah ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi berbasis teknologi informasi dan ketersediaan sarana atau fasilitas yang dapat digunakan untuk akses informasi berbasis teknologi informasi. Ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi adalah keberadaan dan kondisi infrastruktur yang dapat mendukung operasional sarana teknologi informasi dan komunikasi untuk akses informasi berbasis teknologi informasi. Infrastruktur jaringan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi: jaringan listrik, jaringan telepon rumah, jaringan telepon genggam, dan jaringan internet. Survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural Sciences (ISHS) telah mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi oleh petani khususnya petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan; kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan manfaat teknologi informasi, waktu, biaya dari teknologi yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Sedangkan petani dari negara - negara berkembang menekankan pentingnya “biaya teknologi informasi” dan “kesenjangan infrastruktur teknologi” (Taragola dan Gelb, 2009). Perilaku Pengguna dalam Memanfaatkan Sarana Teknologi Informasi Pengertian perilaku yang sangat umum menunjukkan tindakan atau respon dari sesuatu atau sistem apapun dalam hubungan dengan lingkungan atau situasi komunikasi yang ada. Rogers dan Shoemaker (1986) menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu tindakan nyata yang dapat dilihat atau diamati. Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai ada penentuan sikap untuk bertindak atau tidak bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indera. Perilaku atau tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri atas pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Lebih jauh dikatakan bahwa perilaku itu terjadi karena adanya penyebab tingkah laku (stimulus), motivasi tingkah laku, dan tujuan tingkah laku. Terdapat tiga komponen yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen afektif merupakan aspek emosional. Komponen kognitif merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak (Rakhmat, 2002). Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003) mengartikan perilaku sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Terdapat tiga teori yang menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan individu sehingga membentuk perilakunya yaitu nativisme, teori empirisme, dan teori konvergensi. Teori nativisme (pembawaan atau heredity) mengemukakan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh pembawaan sejak lahir. Tiap individu dianggap memiliki pembawaan sendiri yang sulit diubah dan akan berkembang secara kodrati. Aliran ini mengutamakan kehidupan individu saja tanpa memperhatikan pengaruh lingkungan. Melalui pandangan ini, segala pengaruh dari luar dianggap tidak mampu mengubah kekuatan yang dibawa sejak lahir. Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhaurer, Plato, Rene Descartes, dan
15 Lombroso (Abror, 1993). Argumentasi teori ini adalah terdapat kesamaan antara anak –anak dengan orang tuanya. Hal semacam ini tidak sepenuhnya benar, sebab seseorang tidak dapat terlepas dari lingkungan sekitar terutama dari lembaga pendidikan. Teori empirisme merupakan lawan dari teori nativisme. Teori ini menganggap bahwa perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan, pengaruh luar, pengalaman, termasuk pendidikan, faktor bawaan dikatakan sama sekali tidak berperan. Aliran ini disebut juga sebagai sosiologisme karena menekankan pengaruh luar. Tokoh teori ini adalah John Locke (Salkind, 1985). Teori ini menggambarkan seolah-olah individu yang lahir seperti kertas yang bersih (tabularasa) dan lingkunganlah yang mempengaruhi pola perilaku individu. Teori ini tidak sepenuhnya benar, baik secara biologis maupun realita dalam masyarakat. Misalnya dua orang yang memperoleh perlakuan pendidikan yang sama, perilakunya belum tentu sama karena perbedaan beberapa faktor. Teori konvergensi memadukan teori nativisme dan empirisme. Teori ini menyebutkan bahwa perkembangan individu adalah perpaduan antara bawaan dengan pengaruh luar. Kekuatan internal dan eksternal saling berinteraksi dan saling mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. William Stern merupakan tokoh utama teori ini (Abror, 1993). Interaksi lingkungan dengan faktor bawaan tidak selalu tetap dan bergantung pada sifat faktor hereditas, sifat lingkungan, dan intensitas pengaruh luar. Sifat - sifat jasmani tubuh manusia merupakan ciri seseorang, dan sulit diubah sedangkan kemampuan berbicara, berbahasa, bersikap, dan berperilaku dapat diubah melalui interaksi antara sifat bawaan dan lingkungan luar. Lewin mengemukakan bahwa perilaku individu merupakan fungsi dari individu dan situasi yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. B = f (P, S), dalam hal ini B = behavior, P = person, dan S = situation (Hersey et al, 1996). Seseorang berperilaku dipengaruhi oleh sesuatu dalam diri orang (yang memotivasi individu untuk bertindak) dan oleh sesuatu di luar orang itu (situasi), antara individu dengan situasi akan saling bergantung. Perilaku dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai hasil tertentu dan dipengaruhi oleh tujuan. Tujuan atau sasaran tidak selamanya disadari oleh individu tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya alam bawah sadar atau unconscious mind yang menurut Freud dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Lunadi (1981), unsur-unsur perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga unsur, yaitu pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap mental (afeksi). Sebagai contoh kecakapan memahami sesuatu masalah, toleransi, kecakapan mempertimbangkan sesuatu dan kemampuan menggerakkan otot - otot tubuh merupakan unsur perilaku. Semua hal tersebut dapat diamati oleh orang lain, seperti dapat didengar, dapat dilihat atau dirasakan oleh orang lain. Dengan demikian, perilaku adalah segala tindak tanduk seseorang yang dapat diamati oleh orang lain. Kemampuan atau kecakapan mengetahui, mengerti, menggunakan, dan menganalisis sesuatu yang dipelajari, kemampuan mengembangkan kreasi baru dan menilai setelah mempelajari sesuatu adalah termasuk dalam unsur perilaku yang berhubungan dengan mengingat suatu materi (Heckerson dan Middleton, 1975) dan kemampuan mengembangkan intelegensia. Unsur-unsur perilaku ini dapat dimasukkan dalam golongan aspek perilaku pengetahuan (knowledge
16 behavior). Padmowihardjo (1994) mengemukakan konsep Bloom yang membagi aspek perilaku pengetahuan menjadi enam level, yaitu: 1. Pengetahuan (knowledge) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat atas apa yang telah dilakukan dan dipelajari. 2. Pengertian (comprehension) yaitu dapat menerangkan atau menyebutkan dengan kata-katanya sendiri. 3. Penggunaan (application) adalah menggunakan pengertian yang sudah dimilikinya untuk memecahkan masalah konkret yang dihadapi. 4. Analisis (analysis) yaitu dapat menguraikan materi yang telah dipelajari sehingga jelas unsur-unsur dan strukturnya. 5. Sintesis (mengembangkan kreasi baru). 6. Evaluasi (mampu menilai suatu ide). Unsur perilaku selanjutnya adalah afektif (sikap mental). Sikap adalah keadaan batin yang merupakan kecenderungan dan kesiapan untuk bertindak atau merespon, bukan merupakan tindakan atau respon itu sendiri. Gerungan (1986) menyatakan bahwa sikap adalah pandangan atau sikap perasaan yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan persepsinya terhadap objek tersebut. Unsur-unsur pembentuk sikap umumnya berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi sesuatu melalui cara tertentu. Sikap seseorang terhadap suatu objek berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain. Sikap berhubungan dengan latar belakang dan karakteristik individu yang bersangkutan. Dalam sikap mental (afektif) terdapat unsur kecenderungan untuk bertindak dan setelah bertindak nanti akan merupakan perilaku. Jadi perilaku merupakan manivestasi atau perwujudan dari sikap mental seseorang. Kemampuan untuk bersikap tidak berprasangka dan berani mencoba hal-hal yang belum dikenal disebut unsur perilaku, karena akan mempengaruhi tindak tanduk selanjutnya. Sikap untuk mudah menerima anjuran dan mau mencoba hal-hal baru ini termasuk dalam perilaku yang berkaitan dengan sikap kejiwaan yaitu mencakup perasaan dan emosi (Heckerson dan Middleton, 1975). Unsur-unsur perilaku ini akan dapat digolongkan dalam akpek perilaku sikap mental (feeling behavior). Dengan demikian, sikap mental (afektif) adalah aspek perilaku yang berhubungan dengan sikap kejiwaan seperti kecenderungan, nilai, dan minat. Bloom (Mulyandari, 2011) menyebutkan bahwa sikap mental seseorang ada lima, yaitu: 1) menerima (receiving) yaitu kemamuan seseorang yang sedang belajar untuk menerima hal-hal yang baru, 2) bereaksi menanggapi (responding yaitu memberikan reaksi berupa tanggapan, 3) penilaian (valuing), melakukan persepsi terhadap kenyataan atau objek yang sudah diajarkan, 4) pengorganisasian (organization) yaitu mengubah tata nilai yang dimiliki atau aktif mengkonsepsikan nilai dalam dirinya, menjaga agar nilai menjadi aktif dan stabil, dan 5) pengaturan (characterization by a value or value complex) adalah menyusun berbagai macam sistem nilai menjadi nilai yang mapan dalam dirinya, predisposisi nilai, dan internalisasi nilai. Unsur perilaku berikutnya adalah keterampilan (doing behavior) atau psikomotor yang diartikan debagai pelaksanaan pekerjaan badaniah (Wiriaatmadja, 1973). Dengan demikian keterampilan berkaitan dengan pekerjaan otot tubuh.
17 Winkel (1989) mengemukakan ranah tujuan instruksional di bidang psikomotor ada tujuh yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan yang terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Unsur perilaku psikomotor dapat pula dikelompokkan menjadi lima, yaitu: peniruan (imitation) yaitu meniru gerak yang telah diamati, penggunaan (manipulation) yaitu menggunakan konsep untuk melakukan gerak, ketepatan (precision) yaitu melakukan gerak dengan teliti dan benar, perangkaian (articulation) adalah merangkaikan berbagai gerakan secara simultan, dan naturalisasi (naturalization) yaitu melakukan gerak secara wajar dan efisien. Terkait dengan perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi, beberapa model telah dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi informasi, di antaranya yang tercatat dalam berbagai literatur dan referensi hasil riset di bidang teknologi informasi adalah seperti Theory of Reasoned Action (TRA), Theory of Planned Behavior (TPB), dan Technology Acceptance Model (TAM) (Ramayah dan Jantan, 2002). Model TAM diadopsi dari model The Theory of Reasoned Action (TRA), yaitu teori tindakan yang beralasan yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (Mulyandari, 2011), dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Teori ini membuat model perilaku seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku. Tujuan perilaku ditentukan oleh sikap atas perilaku tersebut (Sarana, 2000). Dengan demikian dapat dipahami reaksi dan persepsi pengguna teknologi informasi akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan teknologi informasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah persepsi pengguna atas kemanfaatan dan kemudahan penggunaan teknologi informasi sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi informasi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan teknologi informasi menjadikan tindakan orang tersebut dapat menerima penggunaan teknologi informasi. Model TAM yang dikembangkan dari teori psikologis menjelaskan perilaku pengguna komputer, yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), intensitas (intention) dan hubungan perilaku pengguna (user behavior relationship). Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pengguna teknologi informasi terhadap penerimaan penggunaan teknologi informasi itu sendiri. Dalam perkembangan terakhir, muncul UTAUT yang merupakan salah satu model penerimaan teknologi terkini yang dikembangkan oleh Venkatesh et al. (2003). UTAUT menggabungkan fitur - fitur yang berhasil dari delapan teori penerimaan teknologi terkemuka menjadi satu teori. Kedelapan teori terkemuka yang disatukan di dalam UTAUT adalah theory of reasoned action (TRA), technology acceptance model (TAM), motivational model (MM), theory of planned behavior (TPB), combined TAM and TPB, model of PC utilization (MPTU), innovation diffusion theory (IDT) dan social cognitive theory (SCT). UTAUT terbukti lebih berhasil dibandingkan kedelapan teori yang lain dalam menjelaskan hingga 70 persen varian pengguna. Setelah mengevaluasi kedelapan model, Venkatesh et al (2003) menemukan enam konstruk sebagai determinan langsung yang nyata terhadap
18 behavioral intention atau use behavior dalam satu atau lebih di masing-masing model. Konstruk-konstruk tersebut adalah performance expectancy, effort expectancy, social influence, facilitating conditions, attitude toward using technology, dan self-efficacy. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan perilaku pemanfaatan sarana teknologi informasi (intention behavior) adalah aspek intensitas akses terhadap cyber extension (peralatan yang digunakan) dan intensitas jumlah waktu yang digunakan untuk mengakses cyber extension. Sedangkan konstruk yang menjadi determinan langsung adalah karakteristik individu petani dan faktor lingkungan. Hasil Penelitian yang telah Dilakukan dan State of The Art Akses terhadap komunikasi digital membantu meningkatkan akses terhadap peluang pendidikan, meningkatkan transparansi dan efisiensi layanan pemerintah, memperbesar partisipasi secara langsung dari ”used to-be-silentpublic” (masyarakat yang tidak mampu berpendapat) dalam proses demokrasi, meningkatkan peluang perdagangan dan pemasaran, memperbesar pemberdayaan masyarakat menciptakan jaringan komunikasi dan peluang pendapatan, serta akses terhadap informasi pengobatan untuk masyarakat yang terisolasi dan meningkatkan peluang tenaga kerja (Servaes, 2007). Berkaitan dengan bagaimana teknologi informasi dan komunikasi dapat mempromosikan pertanian yang berkelanjutan dan memberdayakan petani, Alemna dan Sam (2006) menyatakan bahwa dengan adanya pertukaran informasi melalui pemanfaatan peralatan elektronis telah merevitalisasi peranan dari layanan penyuluhan dalam penyiapan informasi, pendidikan, dan membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk produsen pertanian di India. Temuan Alemna dan Sam (2006) diperkuat oleh Mauren (2009) yang menyatakan bahwa pengembangan sumber informasi dengan sinergi aplikasi teknologi informasi dan komunikasi seperti telecenter, radio komunitas, dan telepon genggam (melalui pengiriman pesan singkat atau SMS) dapat dioptimalkan untuk meningkatkan akses petani ke sumber informasi. Integrasi teknologi informasi untuk mengelola, mengakses, dan mendiseminasikan informasi pertanian seperti di pusat penelitian Kabarole (Kabarole Research Centre/KRC) dan pusat informasi Kubere (Kubere Information Centres/KIC), mampu menyiapkan atau mendiseminasikan informasi pertanian sehingga selalu dapat diakses dalam bentuk tercetak, audio, maupun visual yang dibutuhkan dan mudah dipahami petani di Uganda. Media ini memiliki peran yang besar untuk dijadikan sebagai media berbagi informasi dan pengembangan jaringan sehingga membantu petani maupun masyarakat umum, serta memberikan kesempatan pemerintah dan kementerian terkait merespon kebutuhan petani yang mendesak. Jayathilake et al, (2010) menyatakan bahwa faktor pembatas terpenting yang mempengaruhi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pertanian adalah biaya untuk akses teknologi informasi dan komunikasi. Ketiadaaan training atau pelatihan bagi petani dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor kedua yang mempengaruhi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Faktor - faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi adalah
19 kepercayaan terhadap teknologi informasi dan komunikasi serta keterbatasan infrastruktur. Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa penggunaan telepon genggam merupakan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi yang sangat dikenal baik oleh petani dibandingkan dengan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi lainnya semacam internet. Hasil penelitian yang terkait dengan implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang pertanian, khususnya cyber extension telah dilakukan di Indonesia oleh Mulyandari (2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa, cyber extension dimanfaatkan oleh petani sayuran sebagai sarana komunikasi dan berbagi informasi, promosi usahatani, serta untuk akses informasi produksi dan teknologi pertanian. Namun demikian, secara umum tingkat pemanfaatan cyber extension baik di Jabar maupun di Jatim masih relatif rendah, selain karena kurangnya kesadaran petani terhadap keberadaan dan manfaat cyber extension dan kurang berfungsinya kelompok sebagai media berbagi informasi dan pengetahuan, juga ketidaksiapan penyuluh sebagai pendamping petani dalam memanfaatkan cyber extension. Berdasarkan hasil kajian Sumardjo et al, (2010) diketahui bahwa beberapa permasalahan yang dihadapi stakeholders untuk mensinergikan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam mengimplementasikan cyber extension pada umumnya adalah: 1) Manajemen (komitmen dan kebijakan belum konsisten dan terbatasnya kemampuan manajerial di bidang teknologi informasi dan komunikasi), 2) Infrastruktur/sarana (kurang stabilnya pasokan listrik dan keterbatasan jaringan komunikasi, luasnya wilayah jangkauan, dan terbatasnya anggaran), 3) Sumberdaya Manusia (terbatasnya kapasitas pelaku dan pengguna dalam aplikasi teknologi informasi dan komunikasi), dan 4) Budaya, yaitu rendahnya kultur berbagi dan rendahnya kesadaran untuk mendokumentasikan data. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penyebab lemahnya peranan cyber extension sebagai suatu sistem informasi pertanian, terutama bidang hortikultura di antaranya adalah: 1) kualitas sumber informasi pertanian umumnya masih rendah dan terbatasnya kemampuan sumber informasi dalam menyediakan informasi pertanian yang relevan dan tepat waktu karena belum ada institusi/lembaga yang bertanggung jawab mengolah dan menyediakan informasi pertanian bagi petani dan kurangnya komitmen pemerintah dalam menyediakan informasi pertanian bagi petani (Anwas, 2009), 2) rendahnya tingkat interaksi petani dengan kelompok tani, penyuluh inovator, dan masyarakat luas, rendahnya penggunaan saluran komunikasi melalui media massa tercetak maupun elektronis/teknologi informasi dan komunikasi lainnya (telepon genggam, komputer, dan internet) untuk akses informasi, dan 3) karena informasinya belum sesuai dengan kebutuhan petani, tidak tepat waktu, dan masih bersifat parsial serta masih kurangnya sarana teknologi informasi, sehingga diperlukan analisis dampak pengembangan access point dalam meningkatkan pemanfaatan cyber extension (Mulyandari, 2011). Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang lebih memfokuskan pada masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan teknologi informasi. Maka penelitian ini menganalisis hubungan antara karakteristik petani dan lingkungan petani tanaman anggrek dengan perilaku dalam memanfaatkan cyber extension, dan manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek.
20
Kerangka Berpikir Teknologi informasi yang semakin berkembang, harus diimbangi oleh kemampuan petani/masyarakat untuk dapat menggunakan teknologi dan informasi tersebut, sehingga mereka mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Seiring berkembangnya teknologi, cyber extension menjadi salah satu media yang dapat membantu petani sehingga mampu bersaing. Penyuluhan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk merubah perilaku, pengetahuan dan sikap petani menjadi tau, mau dan mampu. Dalam penyuluhan terdapat proses komunikasi, baik melalui komunikasi langsung maupun komunikasi tidak langsung seperti dengan menggunakan media penyuluhan untuk menambah pengetahuan dan kemampuan petani. Hal ini dilakukan supaya petani dapat melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan meningkatkan produktivitas. Proses komunikasi dilakukan melalui penyampaian pesan, melalui kejelasan pesan dan adanya pemahaman terhadap penyampaian pesan. Komunikasi harus berlangsung sebagai suatu pola yang berkesinambungan (Dasli, 2012). Dalam penelitian ini, studi penyuluhan pembangunan yang digunakan merupakan pemanfaatan media penyuluhan sebagai saluran penyuluhan dengan menggunakan teknologi dan informasi. Perilaku petani dalam memanfaatkan saluran penyuluhan untuk memperoleh informasi dalam memecahkan masalah. Perilaku petani dalam mengakses cyber extension dan meluangkan waktu untuk memperoleh informasi memberikan manfaat dalam berusahatani. Perilaku petani dalam memanfaatkan telepon genggam berhubungan dengan peningkatan konsumen dan keuntungan. Salah satu saluran penyuluhan melalui cyber extension yang digunakan oleh petani adalah telepon genggam. Media penyuluhan dilihat sebagai kesatuan dalam meningkatkan pengetahuan,sikap dan perilaku petani. Karakteristik petani dalam memanfaatkan cyber extension khususnya telepon genggam memiliki karakter yang berbeda satu sama lain. Karakteristik petani merupakan faktor sosial yang dapat berhubungan dengan perilaku petani dalam menggunakan cyber extension khususnya telepon genggam. Karakteristik petani terdiri dari umur, tingkat pendidikan, kepemilikan teknologi informasi, lama menggunakan teknologi informasi, jenis pelatihan yang pernah diikuti, persepsi terhadap teknologi informasi, dan motivasi menggunakan teknologi informasi. Karakteristik petani menggambarkan profil petani dalam memanfaatkan telepon genggam yang berhubungan dengan perilaku petani dalam berusahatani. Venkatesh et al (2003) menyatakan bahwa faktor perantara yang berpengaruh terhadap perilaku pengguna memanfaatkan teknologi informasi diantaranya adalah: umur, gender, pengalaman atau lama menggunakan teknologi informasi. Sedangkan perilaku pengguna dalam pemanfaatan teknologi informasi dimanifestasikan dalam peubah pengetahuan terhadap aplikasi teknologi informasi, sikap terhadap aplikasi teknologi informasi, dan keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi.
21 Selain karakteristik individu yang dimiliki oleh petani, petani melakukan interaksi dengan lingkungan. Petani memiliki kehidupan sosial dengan lingkungan yang mendukungnya, terutama dalam usahatani. Petani biasanya bergabung dalam kelompok tani. Petani juga memiliki sarana prasarana untuk membantu dalam berusahatani. Sarana prasarana yang tersedia di lingkungan petani terdiri dari sarana prasarana yang konvensional dan modern. Faktor lingkungan, khususnya ketersediaan media konvensional dan ketersediaan media berbasis teknologi informasi akan diperhatikan secara khusus dalam penelitian ini. Ketersediaan media konvensional dalam penelitian ini merupakan kecenderungan petani dalam menggunakan media tradisional yang sudah lama ada di lingkungan petani. Media ini terdiri dari keberadaan penyuluh, keberadaan kelompok tani dan keberadaan media cetak. Seiring berkembangnya teknologi, ketersediaan media berbasis teknologi modern mulai berkembang di lingkungan petani. Hal ini membuat petani berpikir untuk memanfaatkan teknologi modern untuk mengembangkan usahatani. Dalam penelitian ini, ketersediaan media berbasis teknologi informasi terdiri dari ketersediaan telepon rumah, telepon genggam, komputer, komputer berinternet dan warung internet. Perilaku petani dalam memanfaatkan telepon genggam merupakan akses dan waktu yang dilakukan oleh petani untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan. Akses informasi yang dilakukan oleh petani diiringi dengan intensitas waktu yang dimanfaatkan untuk memperoleh informasi. Hal ini berhubungan dengan karakteristik petani dan lingkungan dalam memanfaatkan cyber extension khususnya telepon genggam. Manfaat telepon genggam bagi petani dalam berusahatani dapat dilihat dari meningkatnya keuntungan, meningkatnya jumlah konsumen dan meningkatnya kualitas produk. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh karakteristik petani dan lingkungan sehingga manfaat telepon genggam dapat dirasakan oleh petani sebelum maupun sesudah adanya telepon genggam. Penyusunan kerangka berpikir penelitian secara umum didasarkan atas teori penyuluhan pertanian, media penyuluhan, komunikasi dan efek media. Secara khusus, penelitian dilakukan dengan pengumpulan dan pengolahan datadata yang diperoleh dari temuan dan kajian yang dilakukan di lapangan. Pengukuran secara empirik dilakukan terhadap petani tanaman anggrek sebagai data pokok melalui metode survei dengan kuesioner. Selanjutnya dilakukan analisis data secara deskriptif dan korelasional. Sebagai pelengkap hasil analisis data deskriptif dan korelasional, digunakan data kualitatif yang dikumpulkan melalui mekanisme dokumentasi, observasi, dan indept interview. Permasalahan yang dijawab dalam penelitian ini yang pertama adalah sejauhmana hubungan antara karakteristik petani dan lingkungan petani tanaman anggrek dengan perilaku dalam memanfaatkan cyber extension. Kedua adalah bagaimana hubungan antara karakteristik petani dan lingkungan dengan manfaat sebelum dan setelah adanya telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek. Penelitian ini menggunakan metode survei terhadap responden individu yaitu petani tanaman anggrek yang secara langsung memiliki akses terhadap teknologi informasi, khususnya telepon genggam.
22 Berdasarkan hal tersebut, berikut kerangka berpikir yang disajikan dalam Gambar 1 : Karakteristik Petani (X1) 1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Kepemilikan TI 4. Lama menggunakan TI 5. Jenis Pelatihan yang pernah diikuti 6. Persepsi terhadap TI 7. Motivasi menggunakan TI Lingkungan (X2) 1. Ketersediaan media komunikasi konvensional (keberadaan penyuluh, keberadaan kelompok tani dan keberadaan media cetak) 2. Ketersediaan sarana / akses informasi berbasis TI (telepon rumah, telepon genggam, komputer, komputer berinternet dan warnet)
Perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet) (Y1) 1. Akses cyber extension 2. Intensitas pemanfaatan
Manfaat telepon genggam terhadap usaha tani tanaman anggrek (Y2) 1. Tingkat pengetahuan dalam berusaha tani 2. Sikap dalam usaha tani tanaman anggrek. 3. Keuntungan menggunakan cyber extension
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik petani dan lingkungan dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet). 2. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik petani dan lingkungan dengan manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek.
23
3 METODE Desain Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006) penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penelitian ini mendeskripsikan peubah yang berupaya menjelaskan hubungan antara peubah bebas yaitu karakteristik petani dan lingkungan dalam memanfaatkan cyber extension. Peubah tidak bebasnya adalah perilaku dalam pemanfaatan cyber extension dan manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan. Wilayah yang dijadikan lokasi penelitian merupakan sentra produksi tanaman hias khususnya tanaman anggrek di DKI Jakarta. Wilayah yang dekat dengan pusat Ibukota, menjadikan alasan menarik dalam penelitian ini, karena dengan jarak akses informasi dan komunikasi yang dekat dengan pusat Kementerian Pertanian, pemanfaatan cyber extension masih belum optimal dilakukan, sehingga penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemanfaatan cyber extension di lokasi tersebut. Pengumpulan data primer dan data sekunder di lapangan serta pengolahan data dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Februari sampai Maret 2015. Populasi dan Sampel Populasi adalah kumpulan objek penelitian (Rakhmat, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani yang terlibat langsung dalam Gapoktan dan memiliki akses terhadap informasi (minimal handphone). Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin melihat pemanfaatan cyber extension. Sebagai media komunikasi, cyber extension mensinergikan teknologi informasi dalam pengembangan sistem informasi pertanian. Oleh karena itu secara ringkas, persyaratan dari petani dalam penelitian ini adalah: 1. Petani tanaman (petani yang menguasai lahan untuk berusahatani tanaman hias) 2. Memiliki kesempatan untuk memanfaatkan sarana teknologi informasi atau sarana untuk akses sistem informasi berbasis teknologi informasi dari lingkungan sekitar. 3. Menggunakan sarana teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani. Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Arikunto, 1998). Populasi dari penelitian ini terdiri dari 35 orang petani yang telah disesuaikan dengan kategori populasi. Karena jumlah petani lebih kecil dari 100 petani, maka semua petani diambil sebagai sampel. Model penelitian seperti ini dinamakan penelitian populasi atau sensus (Arikunto, 1998).
24 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner sebagai pedoman wawancara secara terstruktur. Instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu peubah. Dalam bidang penelitian, instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai peubah-peubah penelitian untuk kebutuhan penelitian (Djaali dan Muljono, 2004). Bentuk pertanyaan adalah pertanyaan tertutup dan beberapa pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang telah disiapkan jawabannya sehingga petani tinggal memilih yang sesuai. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memungkinkan petani menguraikan secara bebas dalam menjawab pertanyaan untuk memperjelas jawaban pertanyaan tertutup. Secara rinci, cara pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Pengamatan (observation), yaitu data dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap fenomena - fenomena yang terjadi di lokasi penelitian, khususnya terkait dengan proses interaksi dalam knowledge sharing antar petani, antara petani dengan pendamping/fasilitator, dan antara petani dengan tokoh masyarakat. 2. Kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertutup dalam mengukur peubah penelitian untuk diisi petani. 3. Wawancara (interview), yaitu melakukan tanya jawab lisan secara langsung dengan petani penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Wawancara dilakukan terhadap petani tanaman anggrek dan juga tokoh masyarakat yang terkait dengan kelembagaan lokal. 4. Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu melakukan tanya jawab lisan secara langsung dan mendalam guna memperdalam informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Wawancara mendalam juga dilakukan terhadap penyuluh/pendamping. 5. Dokumentasi (documentation), yaitu mengumpulkan data dengan cara penelusuran dan pencatatan data, dokumen, arsip, maupun referensi yang relevan di instansi yang ada kaitannya dengan penelitian. Data primer yang dituangkan dalam kuesioner dan dikumpulkan dari petani adalah: 1. Karakteristik petani yang meliputi: umur, pendidikan formal, kepemilikan sarana teknologi informasi, lama menggunakan sarana teknologi informasi, jenis pelatihan yang pernah diikuti, persepsi terhadap TI dan motivasi menggunakan TI. 2. Lingkungan yang meliputi: ketersediaan media komunikasi konvensional, dan ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi. 3. Perilaku petani dalam memanfaatkan cyber extension yang terdiri dari akses dan intensitas petani dalam memanfaatkan cyber extension. 4. Manfaat penggunaan cyber extension dalam usahatani tanaman anggrek.
25 Data sekunder yang dihimpun dalam penelitian ini meliputi dokumen data dan informasi yang terdapat di: 1. Instansi lingkup Kementerian Pertanian, yaitu: Direktorat Jenderal Hortikultura. 2. Instansi lingkup Pemerintah Daerah: Dinas Pertanian Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan, Kecamatan termasuk Balai Penyuluhan Pertanian di lokasi penelitian. Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang diperkuat dengan data kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan secara survei yang datanya dikumpulkan dari petani dengan menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner sebagai pedoman dalam melakukan wawancara atau alat pengumpulan data primer dan sekunder. Kuesioner disusun sedemikian rupa sebelum digunakan saat penelitian, alat pengukur atau instrumen yang digunakan sudah teruji kesahihan (validity) dan keterandalannya (reliability) untuk memperoleh data dan informasi yang relevan dengan topik penelitian. Dalam penelitian kuantitatif keterpercayaan ditandai dengan adanya validitas dan reliabilitas. Validitas instrumen atau kesahihan kuesioner berkaitan dengan mengukur apa yang seharusnya diukur. Alat ukur dikatakan valid atau sahih apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang sebenarnya ingin diukur. Validitas instrumen yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construct validity). Validitas isi dilakukan dengan mengkaji peubah - peubah penelitian melalui konsep dan teori yang relevan dan selanjutnya diturunkan menjadi definisi operasional dan indikator pengukuran. Berdasarkan validitas isi yang telah dilakukan, substansi alat ukur yang digunakan telah mencerminkan seluruh isi yang dimiliki, serta informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Dapat disimpulkan bahwa dari analisis konsep dan teori serta hasil diskusi dengan dosen maka instrumen penelitian telah memenuhi validitas isi. Validitas konstruk menggambarkan kemampuan sebuah alat ukur untuk menjelaskan suatu konsep (Ferdinand 2006). Uji validitas konstruk dalam penelitian ini dilakukan uji coba kuesioner terhadap beberapa orang petani yang relatif sama dengan objek penelitian sesungguhnya. Langkah-langkah cara menguji validitas konstruk menurut Ancok (1989) adalah: 1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur 2. Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah petani 3. Menyiapkan tabel tabulasi jawaban 4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan teknik korelasi Rank Spearman Berdasarkan uji validitas konstruk dengan menggunakan SPSS Versi 20 dapat diketahui bahwa instrumen penelitian terbukti valid (Tabel 1) dengan nilai koefisien validitas rata-rata untuk masing-masing peubah antara 0,43 - 0,87 yang berarti bahwa instrumen dapat dipercaya karena nilai r koefisien > r tabel.
26 Tabel 1. Nilai hasil uji validitas instrumen penelitian Peubah 1. Karakteristik petani 2. Lingkungan 3. Perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension 4. Sebelum memanfaatkan cyber extension (telepon genggam) 5. Setelah memanfaatkan cyber extension (telepon genggam) Keterangan: nyata pada p<0,05
Koefisien r 0,43 – 0,87 0,48 – 0,92 0,46 – 0,66
r tabel 0,33 0,33 0,33
Keterangan Valid Valid Valid
0,37 – 0,89
0,33
Valid
0,42 – 0,92
0,33
Valid
Ancok (1989) menyatakan bahwa reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Ini berarti bahwa uji reliabilitas ditujukan untuk mengetahui dan mengukur tingkat akurasi atau konsistensi dari jawaban petani. Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang dapat dipercaya, dan konsisten mengukur suatu konsep. Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen itu secara konsisten memunculkan hasil yang sama setiap kali dilakukan pengukuran. Hasil uji coba instrumen diolah dan diuji reliabilitasnya dengan teknik Cronbach’s Keterangan Alpha menggunakan SPSS 20. Menurut Hadjar (1999), teknik Cronbach’s Alpha merupakan teknik yang paling cocok untuk menguji reliabilitas instrumen yang masing-masing butirnya lebih dari satu alternatif jawaban yang mungkin terjadi (tidak ada jawaban yang salah atau benar). Hal ini juga sesuai dengan ciri dari pilihan jawaban kuesioner yang bukan merupakan skor 1 dan 0, melainkan dalam bentuk kategori dan uraian sebagaimana dinyatakan pula oleh Arikunto (1998). Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Dalam penelitian ini dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha diukur berdasarkan skala Cronbach’s Alpha 0 sampai 1. Jika skala tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut. 1. Nilai Cronbach’s Alpha 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel 2. Nilai Cronbach’s Alpha 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel 3. Nilai Cronbach’s Alpha 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel 4. Nilai Cronbach’s Alpha 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel 5. Nilai Cronbach’s Alpha 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliabel (Triton 2006). Uji reliabilitas dilakukan terhadap 10 orang petani yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian yang sesungguhnya. Hasil uji coba instrumen diolah dan diuji reliabilitasnya dengan teknik Cronbach’s Alpha menggunakan SPSS 20. Berdasarkan hasil analisis reliabilitas instrumen pada Tabel 2 dengan menggunakan SPSS 20, diketahui bahwa instrumen yang disiapkan untuk keperluan penelitian sudah reliabel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai reliabilitas (Cronbach’s Alpha) adalah 0,7 - 0,9 yang berdasarkan kategori sudah reliabel. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa instrumen penelitian secara empirik sudah reliabel dan dapat digunakan untuk memperoleh data yang akurat.
27 Tabel 2. Nilai hasil uji reliabilitas instrumen penelitian Peubah 1. Karakteristik individu petani 2. Lingkungan 3. Perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension 4. Sebelum memanfaatkan cyber extension (telepon genggam) 5. Setelah memanfaatkan cyber extension (telepon genggam) Keterangan: nyata pada p<0,01
Nilai Cronbach Alpha 0,9 0,8 0,7
Keterangan Sangat Reliabel Reliabel Reliabel
0,8
Reliabel
0,8
Reliabel
Analisis Data Data dan informasi dijabarkan dan diinterpretasikan menurut alur logika melalui penerapan statistik induktif (Bailey, 1992) dan deskriptif dengan menerapkan pendekatan dan analisis sistem. Analisis data digunakan untuk menjawab pertanyaan - pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis. Menurut Dey (Mulyandari, 2011), pengolahan data digunakan analisis kuantitatif dan untuk mendukung dan mempertajam analisis kuantitatif dilengkapi dengan informasi berdasarkan data kualitatif. Analisis kuantitatif menggunakan statistik yang meliputi analisis statistik deskriptif (Kusnendi, 2008). Sedangkan peubah-peubah yang dianalisis dan alat analisisnya dengan menggunakan analisis sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis peubah karakteristik individu petani dan faktor lingkungan. 2. Analisis koefisien korelasi pearson product moment (r) digunakan untuk mengetahui hubungan peubah independen dengan peubah dependen sehingga dapat digunakan pula untuk menguji hubungan antar peubah. Definisi Operasional Untuk mengukur peubah yang telah ditetapkan dalam penelitian maka masing-masing peubah tersebut lebih dahulu diberi batasan atau diberi definisi operasional. Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu peubah atau memanipulasinya (Kerlinger, 1993). Dengan adanya definisi operasional dapat ditentukan indikator pengukurannya dan batasanbatasan yang digunakan dalam mendapatkan data serta menganalisisnya sehubungan dengan penarikan kesimpulan. Karakteristik Petani Karakteristik petani adalah ciri-ciri yang melekat dan sumberdaya yang dimiliki pada individu petani yang membedakan dirinya dengan orang lain. Terkait dengan tujuan penelitian, indikator dari karakteristik petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, kepemilikan sarana teknologi informasi, lama menggunakan sarana teknologi informasi, jenis pelatihan yang pernah diikuti, persepsi terhadap TI dan motivasi menggunakan TI.
28 Tabel 3. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah karakteristik petani (X1) No. 1.
2.
3.
4.
Peubah Umur
Tingkat Pendidikan
Kepemilikan TI
Lama menggunakan TI
Definisi Operasional Usia petani dihitung sejak tahun kelahiran sampai waktu penelitian dilaksanakan, dalam satuan tahun
Lamanya petani memperoleh pendidikan formal yang telah diikuti
Jenis teknologi informasi dan komunikasi yang dimiliki untuk mendukung kegiatan usahatani
Rentang waktu petani menggunakan sarana teknologi informasi untuk akses informasi sampai dengan saat wawancara dilakukan
Parameter Dihitung berdasarkan jumlah tahun dari usia petani lahir sampai dengan ulang tahun kelahiran terdekat saat menjadi petani Diukur berdasarkan jumlah tahun petani mengikuti pendidikan formal yang pernah ditempuh sampai jenjang pendidikan terakhir yang telah dan sedang diikuti. Dihitung berdasarkan jumlah sarana teknologi informasi dan komunikasi yang dimiliki (telepon rumah, telepon genggam, telepon genggam berinternet, Komputer, komputer berinternet, radio, televisi, dan VCD/DVD) pada saat dilakukan wawancara. Jumlah waktu (bulan) sejak pertama kali petan menggunakan salah satu dari sarana teknologi informasi (telepon rumah, telepon genggam, komputer)
Pengukuran 1. <18 tahun
Kategori 1. Muda
2. 18-50 tahun
2. Dewasa
3. >50 tahun
3. Tua
1. SD
1. Rendah
2. SMP
2. Sedang
3. > SMA
3. Tinggi
1. HP
1. Rendah
2. HP dan komputer
2. Sedang
3. HP, telepon rumah dan komputer
3. Tinggi
1. < 5 bulan
1. Rendah
2. 5-12 bulan
2. Sedang
3. > 12 bulan
3. Tinggi
29 No.
5.
6.
Peubah
Definisi Operasional
5Jenis pelatihan yang pernah diikuti
Lamanya petani memperoleh pendidikan non formal/pelatihan yang telah diikuti
Persepsi terhadap TI
Pandangan petani terhadap aplikasi teknologi informasi dalam pemanfaatan cyber extension.
Parameter yang dihitung sejak bulan pertama kali menggunakan salah satu sarana teknologi informasi Diukur berdasarkan jumlah pendidikan non formal/pelatihan yang pernah ditempuh sampai pelatihan terakhir yang telah dan sedang diikuti. Diukur berdasarkan :
Motivasi menggunakan TI
Dorongan dari dalam dan luar diri pribadi petani ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai Tujuan
Kategori
1. 1-3 kali
1. Rendah
2. 3-7 kali
2. Sedang
3. > 7 kali
3. Tinggi
1. < 33%
1. Kurang sesuai
1.Kesesuaian dengan kebutuhan
2. 33-66 %
2. Sesuai
3. > 66%
2.Kemudahan untuk diaplikasikan
1.Menerapkan kurang dari 5 kali
3. Sangat sesuai 1. Sulit
3.Kebijakan terhadap cyber extension.
7.
Pengukuran
Diukur berdasarkan : Dorongan dasar yang dimiliki petani
2.Menerapkan 5-10 kali
2. Mudah
3.Menerapkan lebih dari 10 kali 1.Dapat diakses < 5 kali
3.Sangat Mudah
2.Dapat diakses 5-10 kali 3.Dapat diakses lebih dari 10 kali 1. Diri sendiri
2. Mudah
2. Diri sendiri dan keluarga
2. Sedang
3. Diri sendiri, keluarga dan lingkungan
3. Tinggi
1. Sulit
3.Sangat Mudah
1. Rendah
30 Lingkungan Lingkungan adalah kondisi faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada paradigma pemanfaatan cyber extension. Terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam implementasi cyber extension, maka lingkungan dalam penelitian ini diukur melalui: ketersediaan media komunikasi konvensional, dan ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi. Definisi operasional dan parameter dari masing-masing indikator tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah lingkungan (X2) No. 1.
Peubah Ketersediaan media komunikasi konvensional
Definisi Operasional Jenis saluran komunikasi baik secara tatap muka maupun melalui media tercetak dan elektronis satu arah yang dapat dijangkau dan diakses untuk mendukung kegiatan usahatani.
Parameter Diukur melalui identifikasi: 1. Keberadaan pertemuan dengan penyuluh
2. Keberadaan pertemuan dengan kelompok tani
3. Keberadaan media cetak (surat kabar, majalah, brosur) yang dapat dimanfaatkan dan intensitas pemanfaatan nya untuk mendukung kegiatan usahatani
Pengukuran
Kategori
1. 1 kali dalam 3 bulan
1. Kurang
2. 2-6 kali dalam 3 bulan
2. Cukup
3. lebih dari 6 kali dalam 3 bulan 1. 1 kali dalam 3 bulan
3.Sangat cukup
2. 2-6 kali dalam 3 bulan
2. Cukup
3. lebih dari 6 kali dalam 3 bulan 1. 1 kali dalam sebulan
3.Sangat cukup
2. 1-4 kali dalam sebulan
2. Cukup
3. lebih dari 5 kali dalam sebulan
3.Sangat cukup
1. Kurang
1. Kurang
31 No.
Peubah
2.
Ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi
Definisi Operasional Jenis saluran atau tempat yang memungkinkan petani menggunakan media komunikasi berbasis teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani.
Parameter
Pengukuran
Diukur berdasarkan jumlah jenis sarana yang ada di lingkungan dan dapat digunakan untuk akses informasi berbasis TI, yaitu: 1. Telepon rumah
1. < 4 kali sebulan
1.Kurang memadai
2. 4-8 kali sebulan
2.Memadai
3. > 8 kali sebulan 1. < 4 kali sebulan
3.Sangat Memadai 1.Kurang memadai
2. 4-8 kali sebulan
2.Memadai
3. > 8 kali sebulan 1. < 4 kali sebulan
3.Sangat Memadai 1.Kurang memadai
2. 4-8 kali sebulan
2.Memadai
3. > 8 kali sebulan 1. < 4 kali sebulan
3.Sangat Memadai 1.Kurang memadai
2. 4-8 kali sebulan
2.Memadai
3. > 8 kali sebulan
3.Sangat Memadai
2. Telepon genggam
3. Komputer dan, komputer berinternet
4.Warnet/telecenter
Kategori
Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber Extension (Hp dan internet) Perilaku dalam pemanfaatan cyber extension merupakan kecenderungan petani memanfaatkan teknologi informasi dalam sistem informasi pertanian melalui cyber extension yang ditunjukkan dengan kecenderungan petani untuk menggunakan media komunikasi (berbasis teknologi informasi maupun konvensional) untuk akses dan pengelolaan informasi pertanian. Indikator dalam penelitian ini meliputi : akses sarana teknologi informasi dan intensitas pemanfaatan teknologi informasi. Definisi operasional dan parameter perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi disajikan pada Tabel 5.
32 Tabel 5. Definisi operasional dan parameter perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Y1) No. 1.
2.
Peubah Akses cyber extension
Intensitas pemanfaatan
Definisi Operasional Peralatan berbasis teknologi informasi yang biasa digunakan petani untuk mendukung kegiatan usahatani.
Curahan waktu yang dikeluarkan untuk menggunakan sarana teknologi informasi mendukung kegiatan usahatani.
Parameter
Pengukuran
Kategori
Saluran atau media komunikasi yang paling sering dimanfaatkan untuk mencari informasi pertanian atau komunikasi inovasi pertanian pada tahun terakhir
1.Dominan media konvensional
1. Dasar
2.Dominan dengan HP
2. Menengah
3. Dominan menggunakan HP dan komputer atau internet
3. Lanjut
Dihitung berdasarkan: 1. Jumlah waktu yang dicurahkan untuk pemanfaatan telepon genggam/HP untuk mendukung kegiatan usahatani dalam satu bulan terakhir
1.
1. Dasar
2. Jumlah waktu yang dicurahkan untuk pemanfaatan komputer untuk mendukung kegiatan usahatani dalam satu bulan terakhir
< 4 kali dalam sebulan
2. 4-8 kali dalam sebulan
2. Menengah
3. > 8 kali dalam sebulan
3. Lanjut
1. < 4 kali dalam sebulan
1. Dasar
2. 4-8 kali dalam sebulan
2. Menengah
3. > 8 kali dalam sebulan
3. Lanjut
Manfaat Telepon Genggam dalam Usahatani Tanaman Anggrek Manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek merupakan manfaat sebelum dan sesudah yang dirasakan petani dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam sistem informasi pertanian melalui cyber extension (telepon genggam) yang ditunjukkan dengan tingkat pengetahuan dalam berusahatani, sikap dalam usahatani tanaman anggrek dan keuntungan/kerugian menggunakan cyber extension. Definisi operasional dan parameter manfaat terhadap usahatani petani tanaman anggrek disajikan pada Tabel 6.
33 Tabel 6. Definisi operasional dan parameter manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek (Y2) No. 1.
Peubah Tingkat pengetahuan dalam berusahatani
Definisi Operasional Jenis teknologi informasi dan komunikasi yang dimiliki untuk mendukung kegiatan usahatani
Parameter Diukur berdasarkan jumlah skor total dari: 1. Pengetahuan petani terhadap fungsi telepon genggam 2. Pengetahuan petani terhadap fungsi telepon genggam berinternet
3. Pengetahuan petani terhadap fungsi komputer
4. Pengetahuan petani terhadap fungsi komputer berinternet
Pengukuran 1. digunakan satu kali seminggu 2. digunakan 2-4 kali seminggu 3. digunakan lebih dari 4 kali seminggu 1. digunakan satu kali seminggu 2. digunakan 2-4 kali seminggu 3. digunakan lebih dari 4 kali seminggu 1. digunakan satu kali seminggu 2. digunakan 2 -4 kali seminggu 3. digunakan lebih dari 4 kali seminggu 1. digunakan satu kali seminggu 2. digunakan 2-4 kali seminggu 3. digunakan lebih dari 4 kali seminggu
Kategori 1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
34 No. 2.
Peubah Sikap dalam usahatani tanaman anggrek
Definisi Operasional Kecenderungan keberpihakan (setuju tidaknya) petani terhadap penggunaan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani.
Parameter Diukur melalui keberpihakan petani terhadap: 1. Kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon rumah untuk mendukung kegiatan usahatani 2. Kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon genggam untuk kegiatan usahatani
3. Kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon genggam berinternet untuk mendukung usahatani
4. Kecenderungannya sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan
Pengukuran 1. tidak menggunakan telepon rumah 2. menggunakan telepon rumah jarang (<3 kali seminggu) 3. menggunakan telepon rumah sering (>3 kali dalam seminggu) 1. tidak menggunakan telepon genggam 2. menggunakan telepon genggam jarang (<3 kali seminggu) 3. menggunakan telepon genggam sering (>3 kali dalam seminggu) 1. tidak menggunakan telepon genggam berinternet 2. menggunakan telepon genggam berinternet jarang (<3 kali seminggu) 3. menggunakan telepon genggam berinternet sering (>3 kali dalam seminggu) 1. tidak menggunakan komputer 2. menggunakan
Kategori 1. Tidak setuju
2. Setuju
3. Sangat setuju
1. Tidak setuju
2. Setuju
3. Sangat setuju
1. Tidak setuju
2. Setuju
3. Sangat setuju
1. Tidak setuju
2. Setuju
35 No.
Peubah
Definisi Operasional
Parameter komputer untuk mendukung kegiatan usahatani
5. Kecenderungannya sikap setuju tidaknya terhadap aplikasi atau pemanfaatan komputer berinternet untuk mendukung kegiatan usahatani
3.
Keuntungan relatif menggunakan cyber extension
Kecenderungan nilai ekonomis dari penggunaan cyber extension dalam usahatani tanaman anggrek
Diukur dengan mengidentifika-si aspek: 1. Peningkatan Konsumen
2. Peningkatan produk
3. Profit keuntungan
Pengukuran komputer (<3 kali seminggu) 3. menggunakan komputer sering (>3 kali dalam seminggu) 1. tidak menggunakan komputer berinternet 2. menggunakan komputer berinternet (<3 kali seminggu) 3. menggunakan komputer berinternet sering (>3 kali dalam seminggu) 1. kenaikan jumlah konsumen < 33% 2. kenaikan jumlah konsumen 33-66% 3. kenaikan jumlah konsumen > 66% 1. kenaikan jumlah produk < 33% 2. kenaikan jumlah produk 33-66% 3. kenaikan jumlah produk naik > 66% 1. kenaikan keuntungan < 33% 2. kenaikan keuntungan 33-66% 3. kenaikan keuntungan > 66%
Kategori
3.Sangat setuju
1.Tidak setuju
2. Setuju
3. Sangat setuju
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
36
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Daerah Penelitian Taman Anggrek Ragunan berdiri pada tahun 1973 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 3 tahun 1973, yang berisi tentang pemberian izin kepada koperasi anggrek Jakarta untuk mengelola Taman Anggrek Ragunan. Taman Anggrek Ragunan merupakan milik Pemda DKI Jakarta, yang bertujuan sebagai wadah bagi para petani untuk melakukan usaha-usaha agribisnis anggrek. Pengelolaan Taman Anggrek Ragunan dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta Cq. Dinas Pertanian dan Kehutanan berdasarkan Surat Gubernur KDKI Jakarta Nomor : 223/-1.853.2 tanggal 20 Juli 1993, dan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1435 tanggal 19 Oktober 1994. Dalam Rencana Induk Pola Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPPD) DKI Jakarta, kawasan wisata Ragunan mempunyai peranan dalam mendukung wisata flora dan fauna di DKI Jakarta. Karakter dominan lingkungan wisata Ragunan adalah taman margasatwa, taman anggrek, graha pemuda, balai benih induk, dan bumi perkemahan. Berdasarkan RIPPPD DKI Jakarta, Taman Anggrek Ragunan selanjutnya diarahkan pengembangannya menjadi suatu kawasan agrowisata. Fungsi Taman Anggrek Ragunan Dalam menjalankan kegiatannya Taman Anggrek Ragunan mempunyai tiga fungsi utama, yaitu : 1. Sebagai tempat wisata Berdasarkan RIPPPD DKI Jakarta, Taman Anggrek Ragunan sebagai salah satu bagian dari kawasan wisata Ragunan berperan dalam mendukung wisata flora dan fauna di DKI Jakarta. 2. Sebagai tempat berlangsungnya agribisnis anggrek baik dalam bentuk tanaman maupun bunga potong. Fungsi di atas sesuai dengan tujuan dari berdirinya Taman Anggrek Ragunan yaitu sebagai wadah atau tempat bagi para petani untuk melakukan usaha agribisnis anggrek. Dengan adanya wadah bagi para petani dalam mengembangkan agribisnis anggrek, diharapkan Taman Anggrek Ragunan menjadi sentra agribisnis anggrek dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani-petaninya. 3. Sebagai sarana untuk mempelajari seluk beluk pemeliharaan anggrek, Taman Anggrek Ragunan juga berfungsi sebagai sarana untuk mempelajari seluk beluk anggrek, sehingga bagi para pengunjung yang ingin mengetahui tentang budidaya dan pemeliharaan anggrek dapat berkunjung ke Taman Anggrek Ragunan. Keberadaan Taman Anggrek Ragunan Taman Anggrek Ragunan terletak di Jl. Harsono RM, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Bagian selatan dari Taman Anggrek Ragunan adalah Kebun Binatang Ragunan dan bagian timur adalah Gelanggang Olah Raga Ragunan. Taman Anggrek Ragunan berada pada ketinggian 15-40 meter di atas permukaan laut. Kelembaban udara berkisar antara 70-80 % dengan
37 curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan September dan suhu rata-rata berkisar 24-28oC. Lokasi Taman Anggrek Ragunan berada di tepi daerah aliran kali Mampang, terletak di dasar lembah dengan titik ketinggian berkisar antara 30-50 meter dari permukaan laut. Areal lahan Taman Anggrek Ragunan sendiri cukup landai dengan kemiringan 0-1 % ke arah utara. Taman Anggrek Ragunan menempati lahan seluas ± 5 hektar. Luas tersebut terdiri dari 45 petak lahan atau kavling dan disewakan kepada petani. Struktur Organisasi Struktur organisasi Taman Anggrek Ragunan dapat dilihat pada Gambar 2.
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kepala Subdinas Usaha dan Pemasaran
Kepala Pengelola TAR
Bidang Umum dan Keuangan
Bidang Produksi
Bidang Sarana dan Perlengkapan
Pengelola Kavling/ petani anggrek
Sumber : Taman Anggrek Ragunan, 2015 Ket -------- : tidak secara langsung mengurusi Taman Anggrek Ragunan Gambar 2. Susunan Struktur Organisasi Taman Anggrek Ragunan Sebagai sebuah agrowisata dan tempat agribisnis anggrek, Taman Anggrek Ragunan memiliki struktur organisasi yang terdiri dari beberapa unsur atau bagian yang bertugas mengelola dan mengorganisasikan segala aktifitas di dalamnya. Dalam struktur organisasinya, Taman Anggrek Ragunan berada di bawah naungan Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. Struktur organisasi Taman Anggrek Ragunan terdiri dari :
38 a. Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, bertugas menetapkan kebijakan yang akan diambil dan memberikan pengarahan terkait dengan aktifitas di Taman Anggrek Ragunan. b. Kepala Subdinas Pemasaran dan Usaha, bertugas merencanakan dan menetapkan kegiatan pemasaran yang akan dilakukan di Taman Anggrek Ragunan. Salah satu kegiatan pemasaran yang menjadi tanggung jawab dari Kepala Subdinas Pemasaran dan Usaha adalah mengadakan upaya-upaya promosi untuk lebih memperkenalkan agrowisata Taman Anggrek Ragunan c. Kepala Pengelola Taman Anggrek Ragunan, bertugas mengkoordinasikan dan mengawasi jalannya kegiatan yang ada di Taman Anggrek Ragunan serta memberikan pembinaan kepada pengelola kavling. Kepala Pengelola juga bertugas memberikan laporan rutin mengenai aktifitas yang dijalankan di Taman Anggrek Ragunan kepada Kepala Subdinas Pemasaran dan Usaha. d. Bidang Umum dan Keuangan, bagian umum bertugas mendata jumlah pengunjung, menghitung volume penjualan anggrek, dan menangani urusan administrasi. Sedangkan bagian keuangan bertugas mengawasi keluar masuk uang dan membuat laporan keuangan yang nantinya akan dilaporkan kepada Kepala Pengelola Taman Anggrek Ragunan. e. Bidang Produksi, bertugas memperbanyak bibit tanaman anggrek, memberikan informasi kepada pengunjung mengenai teknik budidaya anggrek, pemeliharaan anggrek, dan teknik persilangan anggrek. Selain itu, bidang produksi juga bertugas sebagai pemandu (guide) bagi pengunjung yang datang dengan tujuan untuk mengetahui seluk beluk anggrek. f. Bidang Sarana dan Perlengkapan, bertugas menyiapkan segala perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan oleh Taman Anggrek Ragunan, serta menjaga kebersihan dan keamanan. g. Pengelola kavling, merupakan petani anggrek yang menyewa kavling di Taman Anggrek Ragunan. Pengelola kavling bertugas mengelola kavlingnya masing masing dan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh manajemen Taman Anggrek Ragunan. Saat ini terdapat 35 petani anggrek yang tergabung di Taman Anggrek Ragunan. Jenis-jenis Anggrek di Taman Anggrek Ragunan Selain anggrek, para petani di Taman Anggrek Ragunan juga membudidayakan dan menjual tanaman hias seperti : Aglonema, Euphorbia, Adenium, Anthurium, Bromeliads, Mawar, Melati dan tanaman hias lainnya. Pada saat sekarang, jumlah tanaman hias yang dibudidayakan dan dijual relatif sama jumlahnya dengan tanaman anggrek. Selain untuk dibudidayakan dan dijual, tanaman hias tersebut juga di rentalkan ke beberapa perusahaan, hotel, bank dan beberapa unit usaha lainnya. Terdapat beberapa jenis anggrek yang banyak dicari dan digemari oleh pengunjung, yaitu : 1. Dendrobium Dendrobium berasal dari kata dendro yang berarti pohon dan bios yang berarti hidup. Anggrek ini merupakan jenis yang populer, baik di kalangan hobbies maupun pengusaha pembesaran anggrek. Pada umumnya, para pecinta anggrek memulai usaha dengan menanam anggrek jenis ini, karena pangsa pasarnya sekitar 50 persen dari total pasar anggrek (satuan tanaman dalam pot).
39 Dengan kata lain, 1 dari 2 tanaman anggrek yang dijual di pasar adalah jenis Dendrobium. Selain itu, banyaknya pengusaha anggrek yang melakukan penyilangan Dendrobium menyebabkan bibit tanaman ini sangat mudah diperoleh. 2. Phalaenopsis Phalaenopsis berasal dari bahasa Yunani, phalaina artinya kupu-kupu, dan opsis artinya menyerupai. Jadi, Phalaenopsis berarti menyerupai kupukupu atau di Indonesia dikenal dengan nama Anggrek Bulan. Saat ini anggrek Phalaenopsis mengalami peningkatan permintaan pasar yang cukup besar. Banyak florist yang mempergunakannya sebagai rangkaian bunga. Karena penampilan dan warnanya yang anggun, maka anggrek jenis ini “dijuluki” sebagai bunga nasional. Pangsa pasar Phalaenopsis kurang lebih sebesar 20 persen dari total pasar anggrek. 3. Vanda Pola pertumbuhan anggrek Vanda sama dengan pola pertumbuhan Phalaenopsis. Sebenarnya penggemar anggrek Vanda cukup banyak, tetapi karena penyediannya masih terbatas dan harganya yang cukup mahal, sehingga anggrek jenis ini kurang populer di masyarakat. Bunga anggrek Vanda sangat indah dengan bentuknya yang bulat dan kombinasi warna yang serasi. Bunga Vanda memiliki daya tahan mekar yang cukup baik, yaitu lebih dari 14 hari setelah dipotong. Oleh karena itu, bunga anggrek Vanda dapat digunakan untuk rangkaian bunga. 4. Cattleya Anggrek Cattleya dapat tumbuh dengan baik pada lokasi yang sama seperti Dendrobium dan Vanda. Tanaman ini sebaiknya ditempatkan dengan cara digantung karena anggrek Cattleya menyukai kondisi kering. 5. Oncidium/Golden Shower Panjang tangkai bunga anggrek Oncidium bisa mencapai sekitar 80 cm, bercabang, dan dengan jumlah bunga yang banyak (lebih dari 50 kuntum) sehingga sangat meriah. Oleh karenanya, anggrek Oncidium cukup banyak penggemarnya. Namun, penyediaannya masih terbatas karena harganya cukup mahal. 6. Anggrek-anggrek jenis lain/ anggrek koleksi lainnya Selain anggrek jenis Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda, Cattleya, dan Oncidium Taman Anggrek Ragunan juga mengkoleksi berbagai jenis anggrek lain seperti Coelogyne, Grammatophyllum, Cymbidium, Paraphalaenopsis, Paphiopedilum, Phragmipedium, dan sebagainya. Para petani di Taman Anggrek Ragunan melakukan usaha pembesaran pada beberapa tingkatan, yaitu : 1. Kompot (community pot) Kompot merupakan kumpulan bibit atau tanaman muda sebanyak 30-40 bibit di dalam satu pot. Bibit tersebut berasal dari bibit yang baru dikeluarkan dari botol. Kompot siap dikomersialkan atau dijual setelah berusia 3-4 bulan. 2. Pot tunggal Pot tunggal dibagi menjadi dua jenis, yaitu : • Pot tunggal berukuran 5-8 cm. Tanaman muda yang ditanam dalam pot ini disebut benih (seedling) dan siap dijual pada usia 3-4 bulan.
40 • Pot tunggal berukuran 12-15 cm. Tanaman muda yang ditanam dalam pot ini disebut tanaman ukuran sedang (medium size). Tanaman ini siap dijual pada usia 3-4 bulan setelah dipindahkan dari pot ukuran 5-8 cm. 3. Tanaman bunga Tanaman berukuran sedang dalam pot ukuran 12-15 cm yang telah dipelihara selama 3-4 bulan (untuk jenis dendrobium) akan segera berbunga. Selain dalam pot berukuran 12-15 cm, tanaman juga dapat dipindahkan ke pot berukuran 18 cm. Pada umumnya dengan pot yang berukuran 18 cm, tanaman yang akan dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila tanaman itu tetap pada pot ukuran 12-15 cm. Pengunjung Taman Anggrek Ragunan Taman Anggrek Ragunan mengklasifikasikan pengunjung menjadi lima kelompok sesuai dengan tujuannya, yaitu : 1. Hobbies adalah pengunjung yang merupakan pecinta dan penggemar anggrek. Kelompok ini berusaha untuk mengoleksi setiap jenis anggrek baik species baru maupun hasil silangan. Kalangan hobbies lebih mementingkan kualitas dibanding harga, sehingga kelompok hobbies mempunyai anggrek yang sangat berkualitas dan bervariasi. 2. Pedagang adalah pengunjung yang datang untuk tujuan bisnis. Pada umumnya kelompok ini membeli anggrek di Taman Anggrek Ragunan kemudian menjualnya kembali kepada konsumen akhir. 3. Wisatawan adalah pengunjung yang datang ke Taman Anggrek Ragunan untuk tujuan wisata dan untuk mengetahui seluk beluk anggrek. Wisatawan yang datang ke Taman Anggrek Ragunan terdiri dari wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara. 4. Peneliti, mahasiswa, dan siswa adalah pengunjung yang datang ke Taman Anggrek Ragunan untuk tujuan pendidikan seperti studi banding siswa, PKL (Praktek Kerja Lapang), penelitian tugas akhir, dan sebagainya. 5. Asosiasi/instansi, pada umumnya asosiasi/instansi yang datang ke Taman Anggrek Ragunan berasal dari Pemda dari berbagai provinsi yang bertujuan melakukan studi banding. 6. Perental tanaman, yaitu pihak atau kumpulan orang yang merental tanaman hias untuk menghiasi ruangan kantor, ruangan aula, meja resepsionis, dan untuk acara-acara tertentu. Fasilitas Taman Anggrek Ragunan mempunyai beberapa fasilitas yang dapat digunakan untuk menunjang agrowisata, agribisnis anggrek, pembibitan, dan pengembangan anggrek, seperti : 1. Laboratorium pembibitan, berfungsi sebagai tempat budidaya anggrek seperti pembuatan kompot, persilangan anggrek, perbanyakan dengan kultur jaringan, dan lain- lain. Laboratorium pembibitan terletak di depan kantor administrasi dan informasi dengan luas sekitar 50 m2. 2. Kantor informasi dan administrasi, berfungsi memberikan informasi kepada pengunjung dan sebagai kantor administrasi dan pemasaran anggrek.
41 3. Balai pertemuan (aula), berfungsi sebagai tempat seminar anggrek, pertemuan anggota koperasi, dan penyuluhan petani. Balai pertemuan (aula) terletak di lantai 1 kantor informasi dan administrasi. 4. Kios anggrek sebagai ruang pamer/promosi, berfungsi sebagai tempat jual beli anggrek, bibit, dan lain-lain. Selain sebagai tempat jual beli, kios anggrek juga berfungsi sebagai ruang pamer anggrek (showroom). Pada beberapa tahun terakhir keberadaan kios anggrek tidak difungsikan karena jumlah pengunjung yang relatif rendah. 5. Kantin, pada awalnya Taman Anggrek Ragunan dilengkapi dengan kantin untuk memberikan kenyamanan dan kepuasaan kepada pengunjung. Namun, karena jumlah pengunjung yang relatif rendah keberadaan kantin sudah tidak berfungsi. Saat ini, pihak manajemen Taman Anggrek Ragunan merencanakan untuk membuka dan memfungsikan kembali keberadaan kantin di Taman Anggrek Ragunan. 6. Kavling anggrek, kavling terdiri dari dari rumah penjaga dan green house, berfungsi sebagai tempat penanaman anggrek dan jual beli anggrek. Dalam perencanaan awal, luas perkavling yang disarankan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta seluas 2500 m2 dan terdiri dari 16 buah kavling. Namun, saat ini jumlah kavling yang terdapat di Taman Anggrek Ragunan sebanyak 45 kavling dengan luas perkavling 1000 m2. 7. Toilet umum, Taman Anggrek Ragunan dilengkapi dengan fasilitas toilet umum yang terletak di dekat pintu gerbang utama bagian selatan. Walaupun jumlah toilet umum di Taman Anggrek Ragunan hanya dua buah yang terdiri dari satu toilet pria dan satu toilet wanita, namun dari segi kebersihan sudah cukup baik. 8. Tempat parkir, terdapat dua areal parkir di Taman Anggrek Ragunan yaitu areal parkir di bagian selatan dan areal parkir sebelah timur. Luas areal parkir bagian selatan lebih luas dibandingkan areal parkir bagian timur. Untuk areal parkir bagian selatan cukup untuk menampung 20 buah mobil. 9. Pos penjagaan, berfungsi untuk mengawasi keluar- masuk pengunjung dan tempat pembelian tiket masuk. Namun pada saat sekarang untuk memasuki Taman Anggrek Ragunan tidak membeli tiket. Terdapat dua buah pos penjagaan yang terletak di dekat pintu gerbang bagian selatan dan di dekat pintu gerbang bagian timur. 10. Pedestrian, berada di sepanjang jalan menuju tiap-tiap kavling. Kondisi dari pedestrian ini sudah cukup baik, pada beberapa sudut pedestrian juga dilengkapi dengan kursi tempat duduk. 11. Pintu gerbang, untuk memasuki kawasan Taman Anggrek Ragunan bisa melewati dua pintu gerbang yaitu pintu gerbang utama bagian selatan dan pintu gerbang bagian timur. Profil Gapoktan Primatara Taman Anggrek Ragunan memiliki Gapoktan yang bernama Gapoktan Primatara. Gapoktan ini terletak di desa Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Kodya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Gapoktan ini berdiri atas rekomendasi dinas pertanian Jakarta Selatan pada tanggal 5 Agustus 2008 dengan jumlah anggota 41 orang yang tergabung dalam 3 kelompok tani (kelompok dendrobium, kelompok cattleya dan kelompok anggrek bulan).
42 Berikut ini gambaran geografis desa Ragunan : - Letak wilayah : Taman Anggrek Ragunan, Jl. RM Harsono, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta - Batas Wilayah : Sebelah selatan : gelanggang olahraga Ragunan Sebelah utara : diklat kejaksaan agung dan Bank BRI Sebelah timur : Jl. Kebagusan raya Sebelah barat : Jl. RM Harsono - Luas Wilayah : ± 5 Ha
1. 2. 3. 4.
5.
-
Tujuan berdirinya Gapoktan adalah sebagai berikut ini : Mewujudkan kehidupan keluarga anggota dan masyarakat di lingkungan sekitarnya yang penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan. Memfasilitasi anggota dalam penyediaan/pemenuhan kebutuhan sarana produksi usahatani yang ditekuni Meningkatkan kredibilitas dan profesionalisme kelembagaan standard operating procedure (SOP) Meningkatkan kinerja dan kompetensi kelembagaan dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang amanah dan profesional dalam pelayanan jasa keuangan Meningkatkan kinerja dan kompetensi kelembagaan dengan menjalin kerja sama dengan lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta. Kegiatan yang dilakukan oleh Gapoktan saat ini adalah : Unit Riil, yaitu pengadaan sarana produksi pertanian seperti bibit anggrek, agloenema ataupun tanaman hias lainnya, pupuk, pestisida dan sebagainya. Kegiatan anggota pada umumnya budidaya / perdagangan tanaman hias dan anggrek Unit simpan pinjam Usaha kemitraan Suku Dinas Usaha lainnya, yang terdiri dari pelatihan budi daya anggrek dan tanaman hias, menyelenggarakan pameran dan bazar untuk anggota, menyelenggarakan kontes tanaman hias dan anggrek, menyelenggarakan workshop/pelatihan dan pertemuan rutin Gapoktan setiap bulan pada Minggu ke dua. KARAKTERISTIK PETANI DAN LINGKUNGAN Karakteristik Petani
Karakteristik petani memiliki karakter yang khas, berbeda dan unik antara petani yang satu dengan petani lainnya. Karakteristik petani yang dilihat dalam penelitian ini terdiri dari tujuh peubah yaitu : umur, tingkat pendidikan, kepemilikan TI, lama menggunakan TI, jenis pelatihan yang pernah diikuti, persepsi terhadap TI, dan motivasi menggunakan TI. Karakteristik petani secara keseluruhan dapat dilihat dalam Tabel 7.
43 Tabel 7. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah karakteristik petani No. Karakteristik Kategori Karakteristik Petani Jumlah Petani Petani (orang) 1. Umur 1. Muda (<18 tahun) 0 2. Dewasa (18 – 50 tahun) 29 3. Tua (>50 tahun) 6 2. Tingkat Pendidikan 1. SD (rendah) 1 2. SMP (sedang) 1 3. > SMA (tinggi) 33 3. Kepemilikan TI 1.HP (rendah) 18 2.HP dan computer (sedang) 13 3.HP, telepon rumah dan komputer (tinggi) 4 4. Lama 1.< 5 bulan (rendah) 0 menggunakan TI 2.5 – 12 bulan (sedang) 4 3.> 12 bulan (tinggi) 31 5. Jenis pelatihan 1. 1 – 3 kali (rendah) 10 yang pernah diikuti 2. 3 – 7 kali (sedang) 17 3. > 7 kali (tinggi) 8 6. Persepsi terhadap a.kesesuaian dengan kebutuhan TI 1. < 33% (kurang sesuai) 5 2. 33 – 66 % (sesuai) 25 3. > 66% (sangat sesuai) 5 b.kemudahan untuk diaplikasikan 1.Menerapkan kurang dari 5 kali (sulit) 2.Menerapkan 5 – 10 kali (mudah) 3.Menerapkan lebih dari 10 kali (sangat mudah)
7.
Motivasi menggunakan TI
c. Kebijakan terhadap cyber extension. 1. Dapat diakses < 5 kali (sulit) 2. Dapat diakses 5 – 10 kali (mudah) 3. Dapat diakses lebih dari 10 kali (sangat mudah) 1. Diri sendiri (rendah) 2. Diri sendiri dan keluarga (sedang) 3. Diri sendiri, keluarga dan lingkungan (tinggi)
Persentase (%) 0 83 17 3 3 94 52 37 11 0 20 80 29 48 23 14 72 14
7 22 6
20 63 17
22 11 2
63 31 6
7 19 9
20 54 26
Usia merupakan umur petani yang dihitung sejak tahun kelahiran sampai waktu penelitian dilaksanakan dalam satuan tahun. Petani digolongkan menjadi tiga kelompok usia, yaitu muda : (< 18 tahun), dewasa (18 – 50 tahun ) dan tua (> 50 tahun). Sebagian besar petani (29 orang) berada pada kategori usia dewasa, petani dengan usia dewasa tampak lebih aktif dalam memanfaatkan teknologi untuk pertanian (tanaman hias) seperti hp untuk pengembangan usaha tanaman hias dan memperluas jaringan pemasaran. Petani yang berumur dewasa termasuk dalam golongan usia produktif pada kegiatan memiliki semangat dan kreatif untuk mencari berbagai alternatif usaha yang dapat menambah penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya. Warren et al, (2000) menyatakan bahwa penerapan teknologi informasi dan komunikasi sangat terkait
44 dengan tingkat pendidikan, ukuran (skala) usaha pertanian dan efek negatif dari umur petani. Tingkat pendidikan adalah lamanya petani memperoleh pendidikan formal yang telah diikuti. Diukur berdasarkan jumlah tahun petani mengikuti pendidikan formal yang pernah ditempuh sampai jenjang pendidikan terakhir yang telah dan sedang diikuti. Berdasarkan Tabel 7 tingkat pendidikan petani sebanyak 33 orang sudah memiliki pendidikan kategori tinggi (>SMA). Petani yang memanfaatkan teknologi informasi seperti hp, cenderung memiliki pendidikan yang relatif tinggi karena memahami pentingnya penggunaan media teknologi tersebut. Pendidikan yang memadai akan membantu petani dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan usahatani. Adhawati (1997), menyatakan bahwa tingkat pendidikan responden adalah salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan cara berfikir dalam pengambilan keputusan tentang pengelolaan usahataninya guna meningkatkan pendapatan. Kepemilikan TI berada pada kategori rendah karena hanya memiliki telepon genggam saja. Meskipun berada pada kategori rendah, pemanfaatan telepon genggam dimanfaatkan secara optimal sesuai kebutuhan. Pemanfaatan dan aplikasi cyber extension yang maksimal digunakan petani adalah telepon genggam. Telepon genggam digunakan oleh petani dalam berkomunikasi di keseharian, terutama untuk mengecek kondisi kavling. Selain itu, telepon genggam dimanfaatkan untuk menerima orderan baik dari dalam maupun dari luar kota. Dengan memanfaatkan teknologi telepon genggam yang sudah berinternet, efektivitas yang dirasakan petani adalah dapat mengakses informasi berbasis teknologi untuk membantu pengembangan usahatani lebih cepat dan lebih simpel hanya dengan genggaman tangan. Efisiensi dari segi waktu dan biaya juga dirasakan oleh petani ketika menggunakan telepon genggam, dibandingkan menggunakan komputer dan telepon rumah. Mulyandari (2011) menyatakan bahwa sarana teknologi informasi yang terbanyak dimiliki oleh petani adalah telepon genggam yaitu sebanyak 85 persen petani petani telah memilikinya. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan petani, diketahui bahwa sebenarnya jenis atau tipe telepon genggam yang dimiliki petani sebagian besar sudah merupakan media konvergen yang dapat digunakan untuk mendengarkan radio, mengakses internet, sebagai kamera maupun video, bahkan ada beberapa di antaranya yang sudah dapat digunakan untuk menonton siaran televisi. Menurut petani E, “.... saya telah lama menggunakan telepon genggam, sejak telepon genggam yang masih kecil, hingga sekarang yang besar, mulai dari yang ada keypad sampai yang layarnya disentuh, saya pernah memilikinya dan sering berganti telepon genggam. Saya menyesuaikan dengan kebutuhan saya sehingga telepon genggam yang saya gunakan sekarang bisa juga internet karena saya membutuhkan kecepatan dalam mengakses informasi...”
Jenis pelatihan yang pernah diikuti oleh petani berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 3 – 7 kali pernah mengikuti pelatihan. Berdasarkan pengalaman petani dalam mengikuti pelatihan, hampir sebagian besar pelatihan yang diikuti mengenai tanaman hias. Sedangkan pelatihan mengenai cyber extension masih belum banyak petani yang mengetahui, karena minimnya
45 informasi terkait penggunaan cyber extension. Turere (2013) menyatakan bahwa manfaat pelatihan antara lain: 1) meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas; 2) menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan; 3) mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan agar mencapai standar-standar kinerja yang dapat diterima; 4) memenuhi kebutuhankebutuhan perencanaan sumber daya manusia; dan 5) membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka. Tabel 7 menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap tiga karakteristik cyber extension pada umumnya sudah cukup baik dengan uraian untuk masing masing karakteristik cyber extension sebagai berikut. 1. Sebanyak 25 petani menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dalam komunikasi inovasi pertanian (cyber extension) sudah sesuai dengan kebutuhan. Teknologi informasi yang digunakan, terutama telepon genggam telah menjadi sarana pokok dalam berkomunikasi untuk mendukung kegiatan usahatani mengelola usahatani dan proses pemasaran. petani khususnya untuk Kebijakan pemerintah pada undang – undang RI nomor 29 tahun 2000 tentang perlindungan varietas tanaman menunjukkan bahwa untuk memenuhi berbagai keinginan di dalam negeri dan antisipasi perubahan lingkungan strategis internasional, sektor pertanian harus mampu meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Peningkatan daya saing ini bukan hanya penting bagi komoditas berorientasi ekspor, tetapi juga bagi komoditas untuk kebutuhan domestik. Upaya peningkatan daya saing dapat dilakukan antara lain dengan peningkatan produktivitas, mutu dan pengembangan sistem agribisnis secara terpadu. Peningkatan produktivitas dan mutu sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pengembangan inovasi, terutama dalam memperbaiki potensi genetik varietas tanaman. 2. Sebanyak 22 petani mengatakan bahwa mereka dapat dengan mudah mengaplikasikan sarana teknologi informasi yang digunakan khususnya telepon genggam. Telepon genggam digunakan untuk berkomunikasi baik menelepon, mengirimkan pesan bahkan mengirim email. Sebaliknya, untuk jenis sarana teknologi informasi dengan menggunakan telepon rumah, komputer dan internet, sebagian besar petani merasa belum mudah mengaplikasikannya karena harus memerlukan kemampuan dan membutuhkan biaya untuk pembelian komputer. Mulyandari (2011) juga diketahui bahwa hampir seluruh (93%) persen petani menyatakan bahwa aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension mudah dan sangat mudah dilihat hasilnya. Hal ini berbanding lurus dengan keuntungan relatif yang dapat dirasakan dengan adanya cyber extension. Petani yang belum mampu mengakses cyber extension pun sudah dapat melihat bahwa dengan adanya cyber extension, informasi yang dibutuhkan dapat lebih cepat diakses dan dapat memperluas jaringan pemasaran. Berikut ini pernyataan petani C, “….Saya sudah lama memiliki telepon genggam, saya berkomunikasi dengan pembeli terutama pelanggan tetap menggunakan telepon genggam. Berkomunikasi dengan petugas di kavling juga menggunakan telepon genggam, biasanya petugas di kavling mengatur kavling dari pagi sampai sore, saya biasanya datang siangan, sehingga untuk mengecek kondisi kavling, saya bisa telepon petugas di kavling....”
46 3. Sebanyak 22 orang menyatakan kebijakan masih sulit untuk dipahami. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi cyber extension di tingkat petani. Selain itu, kebijakan terkait tanaman hias, baik perlindungan, pembudidayaan, pemasaran dan yang lainnya masih sangat minim di kalangan petani. Banyak petani yang tidak mengetahui adanya kebijakan tersebut, terutama semenjak penyuluhan pertanian menjadi otonomi daerah. Mawardi (2004) mengidentifikasi beberapa kendala penyuluhan pertanian era otonomi daerah: (1) adanya perbedaan pandangan birokrasi dan DPRD terhadap peran penyuluhan pertanian dalam pembangunan pertanian, (2) kecilnya alokasi anggaran pemerintah daerah untuk kegiatan penyuluhan pertanian, (3) ketersediaan dan dukungan informasi pertanian sangat terbatas, (4) makin merosotnya kemampuan manajerial penyuluh. Kondisi ini memberikan keragaman kondisi penyuluhan di tiap daerah. Motivasi dalam menggunakan TI sebanyak 19 orang (sedang) berasal dari diri sendiri dan keluarga. Keluarga merupakan salah satu faktor yang memotivasi petani dalam memanfaatkan teknologi untuk dapat membantu dalam berusahatani. Bahkan terdapat petani yang juga dibantu oleh keluarganya dalam melakukan usahatani. Relasi dan rekanan dari petani juga memotivasi untuk menggunakan TI, karena dalam berkomunikasi dengan relasi, petani lebih banyak menggunakan telepon genggam dibandingkan bertatap muka secara langsung. Berbeda dengan Amin (2013), menyatakan bahwa motivasi petani untuk menggunakan ekstensi cyber extension dianggap rendah karena rendahnya kemampuan petani untuk mengakses ICT, kurangnya keterampilan dan pengetahuan di atasnya. Kondisi ini harus dimotivasi diri sendiri untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang teknologi. Teori motivasi kerja Herzberg (Pace dan Faules, 1993) menegaskan dua hal yang memuaskan kebutuhan manusia, yaitu, (1) kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja seperti prestasi, penghargaan, tanggungjawab, kemajuan/promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi; dan (2) kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja seperti gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, hubungan antara pribadi baik atasan, rekan kerja, maupun bawahan. Lingkungan Lingkungan terdiri dari ketersediaan media komunikasi konvensional dan ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam memanfaatkan cyber extension. Dengan tersedianya media komunikasi baik konvensional maupun media berbasis teknologi, petani dapat mengakses informasi yang dibutuhkan. Ketersediaan media komunikasi yang di teliti adalah media komunikasi konvensional dan media informasi berbasis teknologi informasi. Sumaryanto dan Siregar (2003), faktor eksternal (pengaruh lingkungan luar) tidak dapat dikendalikan oleh seseorang, karena berada di luar kendalinya maka perilaku faktor eksternal tersebut dianggap “given”. Lebih jauh dikemukakan bahwa, ada dua faktor eksternal yaitu : (1) berada di luar kendali seseorang
47 (strictly external), dan (2) seseorang bisa mengendalikan dengan bantuan orang lain (quasi external). Berikut ini merupakan tabel jumlah petani berdasarkan kategori peubah lingkungan : Tabel 8. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah lingkungan ketersediaan media komunikasi konvensional Kategori peubah lingkungan ketersediaan media komunikasi konvensional a. Keberadaan pertemuan dengan penyuluh b. Keberadaan pertemuan dengan kelompok tani c. Keberadaan media cetak yang dapat dimanfaatkan
10
Jumlah kategori lingkungan % cukup % sangat (orang) cukup (orang) 28 23 66 2
11
31
18
52
6
17
5
14
26
74
4
12
kurang (orang)
%
6
Ketersediaan media komunikasi konvensional terdiri dari keberadaan kegiatan pertemuan dengan penyuluh, keberadaan kegiatan pertemuan dengan kelompok tani dan keberadaan media cetak yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan Tabel 8 keberadaan pertemuan dengan penyuluh 23 petani menyatakan cukup. Menurut salah satu petani B, menyatakan bahwa, “.....kegiatan pertemuan dengan penyuluh biasanya dilakukan setiap sekali dalam dua minggu, namun akhir – akhir ini pertemuan jarang dilakukan. Biasanya hanya perwakilan ketua kelompok yang mengikuti pertemuan dengan penyuluh di balai penyuluhan pertanian. Setelah itu, ketua menyampaikan hasil pertemuan kepada anggota kelompok tani....”
Keberadaan pertemuan dengan kelompok tani 18 petani menyatakan cukup. Hal ini dikarenakan pertemuan dengan kelompok tani rutin dilaksanakan. Keberadaan kelompok tani, membantu dalam usahatani tanaman hias yang dijalankan oleh anggota kelompok tani. Kelompok tani membantu dalam hal informasi, pembibitan, pupuk dan bantuan modal. Dengan adanya bantuan tersebut, anggota kelompok tani menjadi termotivasi dalam menjalankan usahanya. Selain itu, kelompok tani juga sering mengadakan dan mengikuti perlombaan dan pameran tanaman hias yang bekerja sama dengan pemerintah, swasta, kelompok hobbi dan yang lainnya. Keberadaan media cetak yang dapat dimanfaatkan oleh petani berada pada kategori cukup. Keberadaan media cetak merupakan media konvensional yang paling banyak digunakan oleh petani dibandingkan dengan media konvensional lainnya seperti pertemuan dengan penyuluh dan pertemuan dengan kelompok tani. Keberadaan media cetak lebih tinggi nilainya karena intensitas keberadaan media cetak yang hampir tiap hari terbit. Dari media cetak tersebut, petani dapat memperoleh informasi perkembangan terkait usahatani dan berita-berita lainnya. Petani E menyatakan bahwa, “.....saya berlangganan koran xxx setiap hari, sehingga saya mendapatkan informasi terkini dari koran tersebut. Saya juga berlangganan majalah xxx untuk mendukung informasi tanaman hias, sehingga saya selalu mengupdate tanaman hias yang saya pasarkan dan mengetahui tanaman hias yang sedang banyak dicari komunitas pencinta tanaman hias....”
48 Tabel 9 menunjukkan ketersediaan media berbasis teknologi informasi yang terdiri dari telepon rumah, telepon genggam, komputer berinternet dan warnet memiliki nilai yang berbeda-beda. Ketersediaan telepon rumah sangat kurang karena petani lebih nyaman menggunakan telepon genggam. Menurut petani A, “.....telepon rumah sudah jarang digunakan karena memiliki telepon genggam yang lebih mudah digunakan dan mudah di bawa ke mana saja berada. Selain itu, telepon genggam juga sudah di modifikasi bahkan memiliki banyak jenis yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan zaman seperti telepon yang bisa internet juga....” Tabel 9. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah lingkungan ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi
Kategori ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi a. Telepon rumah b. Telepon genggam c. Komputer d. Komputer berinternet e. Warnet
kurang memadai (orang) 23 0 16 16 25
Jumlah kategori lingkungan % memadai % sangat (orang) memadai (orang) 66 8 23 4 0 28 80 7 46 15 43 4 46 15 43 4 1 9 6 1
%
11 20 11 11 3
Ketersediaan komputer juga memiliki nilai yang masih kurang memadai bagi 16 orang petani, hal ini dikarenakan sedikitnya petani yang memiliki dan memanfaatkan komputer untuk mendapatkan informasi. Petani lebih banyak memanfaatkan telepon genggam untuk memperoleh informasi karena keberadaan telepon genggam selalu di bawa ke mana petani berada. Berbeda dengan komputer yang biasanya selalu di tempat yang sama seperti berada di ruangan kantor. Petani D mengatakan bahwa, “.....saya memiliki komputer di ruangan kantor, tapi digunakan untuk menyimpan data pemesanan dan penjualan, sedangkan untuk memperoleh informasi baik informasi pemesanan maupun info bibit baru, saya lebih sering menggunakan telepon genggam karena selalu saya bawa dan lebih cepat dalam aksesnya....”
Terkait dengan fasilitas untuk akses sistem informasi berbasis teknologi informasi berupa warnet, sebanyak 25 petani menyatakan masih sangat tidak memadai. Hal ini dikarenakan jauhnya warnet di sekitar Taman Anggrek Ragunan. Di sisi lain, untuk mengakses internet, petani lebih memilih menggunakan telepon genggam yang lebih mudah digunakan dan tidak terlalu membuang waktu untuk ke warnet terlebih dahulu. Cyber extension adalah media komunikasi yang baru dengan menggunakan teknologi informasi untuk memperoleh informasi atau pembelajaran. Oleh karena itu, pemerintah melakukan sosialisasi dan memberikan bantuan satu set komputer beserta internet untuk dapat dimanfaatkan oleh penyuluh, petani dan pelaku lainnya. Di Taman Anggrek Ragunan, media komunikasi untuk mengakses cyber extension tersebut sudah ada, namun belum digunakan karena belum tersedianya jaringan internet. Hal ini juga dikarenakan gedung kantor yang baru selesai di renovasi dan terjadinya pergantian kepengurusan di Taman Anggrek Ragunan.
49 Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber Extension Perilaku petani dalam penelitian ini merupakan perilaku dalam mengakses dan memanfaatkan cyber extension. Perilaku petani dilihat dari kategori akses dan intensitas pemanfaatan cyber extension. Berikut ini tabel jumlah petani berdasarkan perilaku dalam pemanfaatan cyber extension. Tabel 10. Sebaran petani berdasarkan perilaku dalam memanfaatkan cyber extension Kategori perilaku dalam Jumlah kategori perilaku petani memanfaatkan cyber No. dasar % menengah % lanjut % extension (<4kali) (4-8kali) (>8kali) 1. Akses cyber extension 5 14 22 63 8 23 2. Intensitas pemanfaatan a. jumlah waktu yang dicurahkan untuk 0 0 13 37 23 63 pemanfaatan telepon genggam b. jumlah waktu yang 23 66 8 23 4 11 dicurahkan untuk pemanfaatan computer
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa, akses cyber extension petani sudah berada pada kategori menengah (22 petani). Hal ini dikarenakan petani yang sudah mengetahui peranan dari cyber extension dalam membantu komunikasi dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Cyber extension juga telah memudahkan petani dalam memasarkan tanaman hias dan melakukan usaha perentalan tanaman hias. Selain itu, dengan adanya cyber extension, petani juga memiliki pasar yang tidak hanya berada di DKI Jakarta, tapi juga di daerah lain. Seperti yang dikatakan oleh petani F berikut, “....Saya menggunakan telepon genggam untuk dapat mengakses informasi dan memasarkan tanaman hias saya. Saya memiliki konsumen yang berasal dari berbagai daerah, seperti sekarang ini, saya sedang melakukan packing tanaman anggrek untuk dikirimkan ke Sulawesi dan Aceh. Harga untuk konsumen juga bervariasi, tergantung jumlah pemesanan dan ongkos biaya kirim tanaman. Saya juga memasarkan tanaman dengan menggunakan BBM (blackberry messanger), biasanya tiap hari saya memajang foto tanaman anggrek dan nanti jika ada konsumen berminat, maka akan BBM saya. Misalnya untuk harga tanaman anggrek persatuan biasanya kisaran dari Rp. 30.000 – jutaan rupiah, tergantung dari jenis tanaman anggrek tersebut.
Intensitas pemanfaatan yang dicurahkan untuk pemanfaatan telepon genggam oleh petani pada tabel dapat diketahui bahwa sudah 23 petani berada kategori lanjut. Artinya sudah sebagian besar petani menggunakan telepon genggam. Dengan intensitas waktu yang dapat dikatakan sering tersebut, petani menjadikan telepon genggam sebagai alat komunikasi yang digunakan sehari-hari dan menjadi kebutuhan utama dalam berkomunikasi. Seperti petani G yang menyatakan bahwa, “....Saya sudah memiliki telepon rumah sejak tahun 90an, yang saya gunakan untuk berkomunikasi. Seiring berkembangnya alat komunikasi, telepon genggam pun lahir dan saya ikut menggunakannya, mulai dari telepon genggam yang biasa, hingga
50 sekarang yang sudah multifungsi. Telepon genggam yang saya gunakan sekarang, bisa menghubungkan saya dengan pembeli atau konsumen. Selain itu, telepon genggam juga membantu saya mengecek uang masuk dari konsumen sehingga saya dapat melakukan transaksi jual beli melalui telepon genggam. Oleh karena itu, saya setiap hari menggunakan telepon genggam untuk mencari informasi dan melakukan pemasaran tanaman saya.
Intensitas pemanfaatan yang dicurahkan untuk pemanfaatan komputer oleh petani masih berada pada kategori dasar (23 petani). Hal ini menjelaskan bahwa intensitas pemanfaatan komputer oleh petani masih sangat sedikit. Pemanfaatan komputer bagi petani masih dimanfaatkan untuk menginput data jual beli maupun data perentalan tanaman hias. Masih sangat sedikit petani yang menggunakan komputer untuk mencari informasi dan melakukan transaksi jual beli yaitu 4 petani. Alasan petani tidak menggunakan komputer adalah karena komputer tidak fleksibel dibawa dengan ukurannya yang besar, selain itu penggunaan laptop/netbook pun jarang digunakan karena susah untuk menggunakannya. Berbeda dengan telepon genggam karena mudah dibawa dan digunakan. Selain itu telepon genggam juga memiliki fungsi yang sama dengan komputer pada saat sekarang, sehingga petani lebih memilih menggunakan telepon genggam. Petani T dan S menyatakan bahwa, “....Saya memiliki komputer di kavling dan di rumah, komputer di kavling biasanya digunakan untuk administrasi kavling, sedangkan yang di rumah biasanya digunakan oleh anak-anak. Saya jarang menggunakan komputer untuk mencari informasi atau melakukan transaksi jual beli. Biasanya kalau ada yang memesan via email, saya membukanya melalui telepon genggam, karena telepon genggam saya sudah canggih dan bisa untuk internet. Sehingga tidak perlu repot membuka komputer terlebih dahulu....” “....Saya memiliki komputer di rumah dan dipasang jaringan internet juga. Tetapi karena saya lebih banyak menghabiskan waktu di luar dan juga di kavling, saya jarang menggunakan komputer, biasanya banyak digunakan oleh anak-anak. Untuk mengakses informasi dan melakukan pemasaran, saya lebih banyak menggunakan telepon genggam karena lebih fleksibel dan gampang digunakan. Selain itu, konsumen yang membutuhkan tanaman dalam waktu cepat juga lebih mudah menghubungi melalui telepon....”
Hubungan Karakteristik Petani dengan Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber Extension Secara umum, seluruh peubah karakteristik petani yaitu umur, tingkat pendidikan, kepemilikan teknologi informasi, lama menggunakan sarana teknologi informasi, jenis pelatihan yang pernah diikuti, persepsi terhadap TI dan motivasi memiliki hubungan yang nyata dengan perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi khususnya pada aspek akses cyber extension seperti pada Tabel 11.
51 Tabel 11. Koefisien korelasi karakteristik petani dengan perilaku dalam memanfaatkan cyber extension Intensitas pemanfaatan telepon genggam 0,152 0,126 -0,066 -0,226
Intensitas pemanfaatan komputer -0,284 -0,286 0,075 0,134
-0,067
0,396(*)
0,111
-0,077
0,036
0,167
-0,042
-0,059
-0,023
0,435(**)
Akses CE Umur 0,479(**) Tingkat pendidikan 0,165 Kepemilikan TI -0,443(**) Lama menggunakan TI -0,308 Jenis pelatihan yang -0,409(*) pernah diikuti Persepsi petani (kesesuaian dengan 0,000 kebutuhan) Persepsi petani (kemudahan untuk 0,162 diaplikasikan) Persepsi petani (kebijakan 0,056 terhadap CE) Motivasi petani -0,082 ** Korelasi sangat nyata pada tingkat p ≤ 0,01 * Korelasi nyata pada tingkat p ≤ 0,05
Adanya hubungan yang negatif antara umur dengan perilaku dalam pemanfaatan teknologi komputer dapat dipahami karena dalam menggunakan komputer dibutuhkan kemampuan untuk memahami dan tahu bagaimana cara mengoperasikan komputer dengan lancar, sementara petani yang mayoritas berusia tua cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan negatif antara umur dengan tingkat pendidikan, persepsi terhadap kesesuaian terhadap kebutuhan, dan persepsi terhadap kebijakan, sebagaimana disajikan dalam Tabel 10. Hal ini sejalan dengan penelitian Amin (2013) bahwa usia para petani berada pada kategori usia produktif tetapi latar belakang pendidikan formal mereka adalah lulusan SMP, sehingga pendidikan yang relatif rendah dari petani. Secara umum, orang-orang yang dapat menggunakan akses untuk ICT adalah lulusan SMA atau mereka yang berhasil untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Berdasarkan tabel hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension, yang memiliki nilai negatif menunjukkan bahwa jika salah satu indikator naik, maka indikator lainnya turun, seperti pada usia dimana ketika usia semakin tua, maka pemanfaatan komputer semakin menurun. Hal ini juga terjadi kepada indikator yang memiliki tanda negatif. Sebaliknya untuk tanda positif, apabila indikator yang satu naik, maka indikator lainnya juga ikut naik. Indikator persepsi kesesuaian dengan kebutuhan terhadap indikator pemanfaatan telepon genggam yang bernilai positif, artinya ketika kebutuhan semakin meningkat, maka penggunaan telepon genggam juga meningkat (Tabel 11). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk menjembatani informasi dan pengetahuan yang tersebar di antara yang menguasai informasi dan yang tidak. Akses terhadap komunikasi digital membantu
52 meningkatkan akses terhadap peluang pendidikan, meningkatkan transparansi dan efisiensi layanan pemerintah, memperbesar partisipasi secara langsung dari ”used to-be-silent-public” (masyarakat yang tidak mampu berpendapat) dalam proses demokrasi, meningkatkan peluang perdagangan dan pemasaran, memperbesar pemberdayaan masyarakat menciptakan jaringan komunikasi dan peluang pendapatan, serta akses terhadap informasi pengobatan untuk masyarakat yang terisolasi dan meningkatkan peluang tenaga kerja (Servaes, 2007). Hubungan Lingkungan dengan Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber Extension Data yang disajikan pada Tabel 12 merupakan hasil dari nilai hubungan antara lingkungan dengan perilaku dalam pemanfaatan cyber extension. Oleh karena itu, pengembangan media belajar secara terprogram melalui pelatihan dan sosialisasi sangat diperlukan sehingga petani dapat memanfaatkan teknologi informasi yang tersedia dengan optimal (Mulyandari, 2011). Secara keseluruhan, hubungan antar indikator memiliki hubungan korelasi secara nyata. Hal ini dapat tercermin lebih jelas dari Tabel 12 berikut ini : Tabel 12. Koefisien korelasi lingkungan dengan perilaku dalam memanfaatkan cyber extension Akses CE
Intensitas pemanfaatan telepon genggam
Keberadaan pertemuan 0,060 0,003 dengan penyuluh Keberadaan pertemuan 0,169 -0,074 dengan kelompok tani Keberadaan media cetak 0,008 -0,043 Ketersediaan telepon -0,043 -0,005 rumah Ketersediaan telepon 0,308 0,059 genggam Ketersediaan komputer -0,279 -0,391(*) Ketersediaan komputer 0,070 0,046 berinternet Ketersediaan warnet -0,267 -0,443(**) ** Korelasi sangat nyata pada tingkat p ≤ 0,01 * Korelasi nyata pada tingkat p ≤ 0,05
Intensitas pemanfaatan komputer -0,257 -0,104 0,201 -0,079 -0,186 0,460(**) 0,185 0,632(**)
Adanya hubungan yang negatif antara keberadaan pertemuan dengan penyuluh terhadap perilaku dalam pemanfaatan teknologi komputer dapat dipahami karena pertemuan dengan penyuluh merupakan salah satu bentuk komunikasi tatap muka yang langsung terjadi, berbeda ketika menggunakan komputer, maka komunikasi yang terjadi tetap bisa dua arah, namun menggunakan komputer sebagai media. Petani menyatakan bahwa lebih mudah berkomunikasi langsung dengan penyuluh dibanding menggunakan komputer terlebih dahulu. Sehingga tanda negatif pada nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan yang tidak searah. Hal ini juga terjadi pada indikator lain yang bernilai negatif.
53 Pada Tabel 12 terdapat indikator yang bernilai positif, seperti pada indikator ketersediaan telepon genggam dengan akses cyber extension, dan intensitas pemanfaatan telepon genggam. Hal ini berarti bahwa ketika ketersediaan telepon genggam meningkat, maka akses cyber extension dan penggunaan telepon genggam juga meningkat, begitu pun indikator lain yang memiliki nilai positif. Sebagaimana dinyatakan oleh Browning et al, (2008) bahwa pemanfaatan teknologi informasi merupakan media baru dalam komunikasi inovasi pertanian. Internet merupakan salah satu bentuk revolusi terkait dengan bagaimana kita dapat bekerja mengelola informasi dan berkomunikasi dengan orang lain secara lebih cepat dan tanpa terkendala ruang dan jarak. Dengan menggunakan surat elektronik atau email dan Short Message Service (SMS) kita dapat berkomunikasi langsung secara cepat dan berbagi informasi maupun dokumen. Analisis Manfaat sebelum Menggunakan Telepon Genggam dalam Usahatani Tanaman Anggrek Berdasarkan Tabel 13 manfaat sebelum menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek dilihat dari tingkat pengetahuan dalam berusahatani, sikap dalam berkegiatan usahatani tanaman anggrek, dan keuntungan relatif menggunakan cyber extension. Tingkat pengetahuan dalam berusahatani, terdiri dari pengetahuan petani terhadap fungsi telepon genggam yang berada pada kategori sedang. Pengetahuan petani terhadap fungsi telepon genggam berinternet sudah tinggi, karena sebanyak 23 petani sudah mengetahui manfaat dan fungsi dari telepon genggam berinternet sehingga petani memiliki telepon genggam berinternet dalam menjalankan usahatani tanaman hias. Pengetahuan petani terhadap fungsi komputer berada pada kategori rendah, karena untuk memahami fungsi komputer dibutuhkan kemampuan dan keahlian. Pengetahuan petani terhadap fungsi komputer berinternet juga berada pada kategori rendah. Hal ini terjadi karena petani lebih banyak menggunakan telepon genggam untuk berinternet. Penggunaan telepon genggam di rasa petani lebih mudah dan lebih cepat. Tabel 13. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah tingkat pengetahuan berusahatani (sebelum) Jumlah tingkat pengetahuan Kategori peubah tingkat pengetahuan rendah % sedang % tinggi dalam berusahatani (orang) (orang) (orang) a.pengetahuan petani terhadap fungsi 3 9 18 51 14 telepon genggam b.pengetahuan petani terhadap fungsi 3 8 9 26 23 telepon genggam berinternet c.pengetahuan petani terhadap fungsi 17 49 11 31 7 komputer d.pengetahuan petani terhadap fungsi 19 54 9 26 7 komputer berinternet
dalam
% 40 66 20 20
Kecenderungan sikap petani terhadap pemanfaatan telepon rumah (Tabel 14) untuk mendukung kegiatan usahatani sebanyak 20 petani menyatakan tidak setuju, hal ini dikarenakan sebagian besar petani tidak memasang telepon rumah
54 di kavling tempat usahatani. Kecenderungan sikap petani terhadap pemanfaatan telepon genggam untuk kegiatan usahatani menyatakan setuju sebanyak 28 petani, petani sudah memiliki telepon genggam rata-rata lebih dari 10 tahun. Kecenderungan sikap petani terhadap pemanfaatan telepon genggam berinternet untuk mendukung usahatani menyatakan setuju (31 petani), petani memanfaatkan telepon genggam berinternet untuk menjalankan usaha dengan menggunakan media sosial seperti facebook dan BBM. Kecenderungan sikap terhadap pemanfaatan komputer dinyatakan setuju sebanyak 18 orang petani, sikap petani dalam memanfaatkan komputer untuk menyimpan data transaksi jual beli. Komputer digunakan sebatas untuk mengelola data pengadministrasian yang terlaksana di kavling. Kecenderungan sikap terhadap aplikasi atau pemanfaatan komputer berinternet sebanyak 31 petani tidak setuju, karena lebih memilih menggunakan telepon genggam berinternet yang fungsinya hampir sama. Tabel 14. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah sikap dalam berusahatani (sebelum) Jumlah kategori sikap kategori peubah sikap dalam tidak % setuju % sangat % berusahatani setuju (orang) setuju a. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon rumah untuk mendukung kegiatan usahatani b. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon genggam untuk kegiatan usahatani c. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon genggam berinternet untuk mendukung usahatani d. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan komputer e. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap aplikasi atau pemanfaatan komputer berinternet
(orang) 20
40
(orang) 1
57
14
3
0
0
28
80
7
20
1
3
31
88
3
9
13
37
18
52
4
11
31
88
2
6
2
6
Keuntungan relatif (tabel 15) menggunakan cyber extension terdiri dari peningkatan yang di alami oleh petani. Peningkatan konsumen sebelum menggunakan cyber extension berada pada kategori rendah (30 orang). Konsumen yang membeli tanaman hias berasal dari kunjungan/kedatangan ke Taman Anggrek Ragunan. Tabel 15. Sebaran petani berdasarkan kategori cyber extension (sebelum) Keuntungan relatif menggunakan cyber extension rendah (orang) a. peningkatan konsumen 30 b. peningkatan produk 7 c. profit keuntungan 12
peubah keuntungan relatif menggunakan Jumlah kategori keuntungan % sedang % Tinggi (orang) (orang) 86 2 6 3 20 27 77 1 4 22 3 1
% 8 3 3
55 Pada lima tahun terakhir, konsumen yang datang ke Taman Anggrek Ragunan mengalami penurunan, sehingga petani berpikir untuk mencari jalan pemasaran yang lain. Salah satu cara yang dilakukan oleh petani adalah dengan merentalkan tanaman hias kepada perusahaan maupun instansi lainnya. Peningkatan produk berada pada kategori sedang. Sebelum menggunakan cyber extension, kualitas produk sudah baik, hal ini karena di Taman Anggrek Ragunan juga melakukan pembudidayaan dan perawatan tanaman hias sehingga kualitas tetap terjaga. Profit keuntungan yang di terima petani berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan petani memiliki konsumen tetap baik di dalam maupun diluar kota sehingga kestabilan keuntungan dapat terjaga dengan baik. Hubungan Karakteristik Petani dengan Manfaat sebelum Menggunakan Telepon Genggam dalam Usahatani Tanaman Anggrek Berdasarkan hasil analisis korelasi yang disajikan pada Lampiran 1, diketahui bahwa seluruh peubah karakteristik individu petani berhubungan secara nyata dengan manfaat sebelum menggunakan cyber extension. Terdapat beberapa indikator yang memiliki hubungan korelasi positif dan korelasi negatif, bahkan terdapat indikator yang tidak memiliki hubungan korelasi. Umur memiliki hubungan korelasi negatif terhadap peningkatan produk dan terhadap profit keuntungan. Artinya, ketika umur bertambah tua, peningkatan produk dan profit keuntungan menurun. Pada indikator kepemilikan TI dalam peningkatan produk juga memiliki korelasi positif. Hal ini dikarenakan kepemilikan terhadap TI meningkat, peningkatan produk menjadi meningkat karena peningkatan produk dapat dilakukan melalui komunikasi dengan telepon genggam terutama bagi pelanggan dari luar kota. Sehingga kepemilikan TI berbanding lurus dengan peningkatan produk. Kepemilikan TI terhadap pengetahuan telepon genggam memiliki korelasi positif. Artinya, semakin tinggi kepemilikan TI petani, maka semakin tinggi juga pengetahuan petani terhadap telepon genggam. Hal ini terlihat karena petani memahami peran dan fungsi telepon genggam sehingga menjadikan telepon genggam sebagai salah satu kebutuhan utama. Indikator jenis pelatihan yang pernah diikuti memiliki korelasi positif dengan peningkatan konsumen. Hal ini mencerminkan bahwa dengan seringnya petani mengikuti pelatihan, bertambah kemampuan dan pengetahuan sehingga memiliki kemampuan yang lebih untuk memasarkan tanaman hiasnya sehingga terjadi peningkatan konsumen. Persepsi petani berdasarkan kebutuhan tidak memiliki korelasi terhadap kecenderungan sikap pemanfaatan komputer, komputer berinternet, peningkatan konsumen dan peningkatan profit keuntungan. Persepsi petani berdasarkan kebutuhan dengan kecenderungan sikap terhadap pemanfaatan telepon genggam memiliki hubungan korelasi negatif. Persepsi petani berdasarkan kebijakan terhadap pengetahuan petani terhadap komputer berinternet berkorelasi negatif. Persepsi petani berdasarkan kebijakan terhadap kecenderungan sikap terhadap pemanfaatan telepon rumah berkorelasi positif. Hal ini terjadi karena kebijakan terhadap penggunaan telepon rumah belum memiliki aturan yang spesifik, sehingga ketika kebijakan semakin meningkat, maka penggunaan telepon rumah meningkat. Persepsi terhadap
56 kebijakan dengan kecenderungan sikap pemanfaatan telepon genggam tidak ada korelasi yang nyata (0). Artinya antara kebijakan dengan sikap untuk memanfaatkan telepon genggam tidak memiliki hubungan, sehingga kebijakan yang ada belum berkorelasi dengan baik terhadap penggunaan telepon genggam. Hubungan Lingkungan dengan Manfaat sebelum Menggunakan Telepon Genggam dalam Usahatani Tanaman Anggrek Hasil penelitian pada Lampiran 2, menunjukkan hubungan antara lingkungan dengan manfaat sebelum menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek. Berdasarkan tabel tersebut, lingkungan memiliki hubungan korelasi nyata dari indikator ketersediaan telepon genggam dan komputer berinternet. Lampiran 2 menjelaskan hubungan peubah lingkungan dengan manfaat sebelum menggunakan telepon genggam terhadap usahatani tanaman anggrek. Indikator keberadaan pertemuan dengan kelompok tani memiliki hubungan korelasi positif dengan kecenderungan sikap terhadap pemanfaatan telepon rumah. Keberadaan kelompok tani dapat membantu petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Biasanya untuk menghubungi kelompok tani dan berkomunikasi dengan kantor gapoktan, gapoktan memiliki telepon rumah sehingga petani lebih mudah berkomunikasi dengan kelompok tani tanpa harus datang ke kantor Gapoktan. Keberadaan media cetak terhadap kecenderungan sikap terhadap pemanfaatan telepon rumah memiliki korelasi negatif. Media cetak merupakan media yang dimiliki oleh petani, dengan cara berlangganan baik harian, mingguan maupun bulanan. Dengan adanya media cetak, biasanya petani tidak menggunakan telepon rumah untuk memperoleh informasi karena media cetak dirasa sudah cukup. Selain itu, dengan adanya media cetak petani dapat mempromosikan tanaman yang dibudidayakan. Ketersediaan telepon genggam berhubungan negatif dengan kecenderungan sikap terhadap pemanfaatan telepon rumah. Semakin banyak penggunanan telepon genggam maka penggunaan telepon rumah semakin menurun. Hal ini dikarenakan telepon genggam yang lebih mudah dibawa kemana saja petani berada. Selain itu model dan fungsi telepon genggam sudah semakin canggih dan lebih modern sehingga dapat dijadikan beberapa fungsi. Berbeda dengan telepon rumah yang lebih bersifat diam dan tidak fleksibel, sehingga penggunaan telepon rumah menjadi berkurang. Ketersediaan telepon genggam memiliki korelasi positif dengan peningkatan konsumen, peningkatan produk serta peningkatan profit keuntungan. Dengan meningkatnya telepon genggam, petani memanfaatkan fungsi telepon genggam secara maksimal. Telepon genggam digunakan untuk memasarkan tanaman hias dan memperoleh informasi perkembangan tanaman yang sedang di minati pasar. Sehingga dengan meningkatnya penggunaan telepon genggam, meningkat juga konsumen, produk dan keuntungan. Ketersediaan komputer dan komputer berinternet berkorelasi positif dalam peningkatan produk. Komputer merupakan salah satu alat berbasis teknologi yang digunakan oleh petani untuk menyimpan data penjualan dan permintaan konsumen. Dengan adanya komputer, petani dapat menganalisis tanaman yang di
57 minati oleh konsumen, sehingga petani dapat meningkatkan produk agar tetap diminati oleh konsumen. Analisis Manfaat setelah Menggunakan Telepon Genggam dalam Usahatani Tanaman Anggrek Dalam penelitian ini, manfaat setelah menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi pada petani setelah menggunakan cyber extension yang dilihat dari kategori pengetahuan, sikap dan keuntungan relatif yang diperoleh oleh petani. Setelah menggunakan cyber extension, petani memiliki pengetahuan, sikap dan keuntungan yang secara umum mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Beberapa petani memiliki keuntungan yang meningkat dan peningkatan konsumen. Tabel 16. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah tingkat pengetahuan dalam berusahatani (setelah) Jumlah tingkat pengetahuan % sedang % tinggi (orang) (orang)
%
2
6
18
51
15
43
0
0
9
26
26
74
2
6
21
60
12
34
10
28
16
46
9
26
Tingkat pengetahuan dalam berusahatani
rendah (orang)
a. pengetahuan petani terhadap fungsi telepon genggam b. pengetahuan petani terhadap fungsi telepon genggam berinternet c. pengetahuan petani terhadap fungsi komputer d. pengetahuan petani terhadap fungsi komputer berinternet
Berdasarkan Tabel 16, tingkat pengetahuan dalam berusahatani, terdiri dari pengetahuan petani terhadap fungsi telepon genggam yang berada pada kategori sedang. Perubahan kenaikan terjadi pada kategori tinggi, hal ini mencerminkan bahwa pengetahuan petani terhadap telepon genggam setelah memanfaatkan cyber extension mengalami kenaikan sebanyak 3%. Pengetahuan petani terhadap fungsi telepon genggam berinternet setelah memanfaatkan cyber tinggi sudah tinggi, karena mengalami kenaikan. Mayoritas petani memiliki telepon genggam berinternet dan menggunakan media sosial untuk memasarkan tanaman hias. Pengetahuan petani terhadap fungsi komputer berada pada kategori sedang, dengan memanfaatkan cyber extension pengetahuan petani mengalami peningkatan. Pengetahuan petani terhadap fungsi komputer berinternet juga berada pada kategori sedang, angka ini juga mengalami kenaikan dari jumlah petani sebelum memanfaatkan cyber extension. Sikap dalam berkegiatan usahatani tanaman anggrek, dilihat dari sisi kecenderungan sikap petani (Tabel 17). Kecenderungan sikap petani terhadap pemanfaatan telepon rumah untuk mendukung kegiatan usahatani setelah memanfaatkan cyber extension tidak mengalami perubahan, sebanyak 20 petani menyatakan tetap tidak setuju, hal ini dikarenakan pemanfaatan cyber extension tidak memiliki hubungan dengan telepon rumah. Kecenderungan sikap petani
58 terhadap pemanfaatan telepon genggam untuk kegiatan usahatani menyatakan sangat setuju sebanyak 20 petani, hal ini mengalami kenaikan dari yang sebelum menggunakan cyber extension. Petani menggunakan telepon genggam untuk berkomunikasi dengan konsumen karena lebih cepat. Kecenderungan sikap petani terhadap pemanfaatan telepon genggam berinternet untuk mendukung usahatani setelah menggunakan cyber extension menyatakan sangat setuju (20 petani). Terjadi peningkatan sikap sangat setuju dalam memanfaatkan telepon genggam berinternet ketika menjalankan usahatani. Petani biasanya memajang poto tanaman untuk dijual atau mungkin sekedar sharing mengenai tanaman baru, unik dan langka. Kecenderungan sikap terhadap pemanfaatan komputer dinyatakan setuju sebanyak 16 petani, angka ini mengalami penurunan, dan kenaikan di kategori sangat setuju. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran petani dalam menggunakan komputer untuk mengolah data dan menyimpan data. Kecenderungan sikap terhadap aplikasi atau pemanfaatan komputer berinternet sebanyak 26 petani tidak setuju, terjadi penurunan sikap tidak setuju pada petani karena petani sudah mulai mengetahui adanya internet yang dapat digunakan untuk mencari informasi, sehingga kategori setuju mengalami kenaikan 14%. Tabel 17. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah sikap dalam berkegiatan usahatani tanaman anggrek (setelah) Sikap dalam berkegiatan usahatani tanaman anggrek a. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon rumah untuk mendukung kegiatan usahatani b. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon genggam untuk kegiatan usahatani c. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan telepon genggam berinternet untuk mendukung usahatani d. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap pemanfaatan komputer e. kecenderungan sikap setuju tidaknya terhadap aplikasi atau pemanfaatan komputer berinternet
%
Jumlah kategori sikap setuju % sangat (orang) setuju (orang) 14 40 1
tidak setuju (orang) 20
%
57
0
0
15
43
20
57
0
0
15
43
20
57
14
40
16
46
5
14
26
74
7
20
2
6
3
Keuntungan relatif menggunakan cyber extension terdiri dari peningkatan yang dialami oleh petani (Tabel 18). Peningkatan konsumen sebelum menggunakan cyber extension berada pada kategori rendah yang mengalami
59 penurunan dari jumlah sebelum menggunakan cyber extension, sedangkan pada kategori sedang dan tinggi mengalami kenaikan. Dengan adanya pemanfaatan cyber extension, jumlah konsumen dari petani mengalami kenaikan. Hal ini dibantu dengan pemanfaatan cyber terutama media sosial seperti facebook dalam memasarkan tanamannya. Seperti yang dikatakan oleh petani H, “... Saya memiliki akun facebook dan BBM untuk memasarkan tanaman hias saya. Akun facebook saya, biasanya saya gunakan untuk memamerkan tanaman dan menjual tanaman tersebut. Di facebook saya juga bergabung dengan beberapa grup facebook dibidang florikultura. Terdapat grup yang terdiri dari macam-macam jenis tanaman dan ada juga grup yang khusus untuk satu jenis tanaman seperti grup facebook aglonema. Dengan adanya facebook dan bbm, konsumen yang belum pernah transaksi dengan saya dapat melihat tanaman yang saya jual dan bertanya – tanya terkait tanaman tersebut, sehingga konsumen saya bertambah...”
Peningkatan produk berada pada kategori sedang, dimana hal ini mengalami penurunan setelah menggunakan cyber extension. Namun pada kategori tinggi, mengalami kenaikan 17% setelah menggunakan cyber extension. Setelah menggunakan cyber extension, informasi terkait bibit dan jenis tanaman yang sedang berkembang, lebih cepat diketahui informasinya dengan adanya cyber extension. Profit keuntungan yang diterima petani berada pada kategori sedang, mengalami jumlah yang turun, karena kategori tinggi mengalami kenaikan sebesar 26%, dengan adanya cyber extension, konsumen yang membeli dan berlangganan tanaman rental berasal dari berbagai daerah, bahkan hingga antar pulau. Cyber extension membantu petani dalam memasarkan tanaman di luar pulau Jawa. Tabel 18. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah keuntungan relatif menggunakan cyber extension (setelah) Keuntungan relatif menggunakan cyber extension a. peningkatan konsumen b. peningkatan produk c. profit keuntungan
rendah (orang) 19 3 8
Jumlah kategori keuntungan % sedang % tinggi (orang) (orang) 54 10 29 6 9 25 71 7 23 17 48 10
% 17 20 29
Hubungan Karakteristik Petani dengan Manfaat setelah Menggunakan Telepon Genggam dalam Usahatani Tanaman Anggrek Berdasarkan hasil analisis korelasi yang disajikan pada Lampiran 3, diketahui bahwa seluruh peubah karakteristik petani berhubungan secara nyata dengan manfaat setelah menggunakan telepon genggam terhadap usahatani tanaman anggrek. Faktor yang dominan berhubungan nyata positif dengan masing-masing aspek manfaat setelah menggunakan telepon genggam terhadap usahatani tanaman anggrek adalah: persepsi petani terhadap kebijakan. Umur berkorelasi negatif dengan pengetahuan petani terhadap penggunaan telepon genggam berinternet dan peningkatan produk serta kualitas produk. Semakin tua umur petani, pengetahuan telepon genggam semakin menurun karena petani yang semakin tua tidak terlalu tertarik untuk fungsi telepon yang bermacam – macam.
60 Mereka lebih menginginkan telepon genggam yang lebih simpel, bisa menelepon dan sms sudah sangat cukup dirasakan fungsinya bagi petani yang semakin tua. Sedangkan untuk peningkatan produk, semakin tua umur petani, biasanya mereka memberikan ide kepada yang lebih muda dan dewasa untuk melakukan pengembangan produk. Persepsi terhadap kemudahan diaplikasikan memiliki korelasi positif dengan kecenderungan sikap memanfaatkan telepon genggam. Di lapangan terlihat bahwa dengan adanya kemudahan aplikasi penggunaan telepon genggam, semakin tinggi minat petani untuk menggunakan telepon genggam. Persepsi terhadap kebijakan berkorelasi negatif terhadap pengetahuan komputer berinternet. Meskipun petani menggunakan komputer, petani tidak memahami kebijakan yang mengatur dari penggunaan komputer. Persepsi petani terhadap kebutuhan berkorelasi positif dengan peningkatan konsumen. Kebutuhan yang dirasakan oleh petani memiliki hubungan terhadap peningkatan konsumen karena dengan meningkatnya kebutuhan, petani harus berpikir agar keuntungan dapat meningkat melalui konsumen. Persepsi petani terhadap kebutuhan memiliki hubungan negatif dengan kecenderungan sikap memanfaatkan komputer berinternet. Kebutuhan petani dalam meningkatkan kualitas produk, cenderung berdiskusi dengan grup sesama tanaman hias yang biasanya dilakukan dengan menggunakan telepon genggam. Penggunaan komputer sangat sedikit digunakan untuk memenuhi kebutuhan karena lebih nyaman menggunakan telepon genggam. Jenis pelatihan berkorelasi positif dengan peningkatan produk serta profit keuntungan. Petani yang sering mengikuti pelatihan dan pameran tanaman hias memiliki keunggulan dalam mengetahui informasi terutama dalam pengembangan produk, sehingga dapat diaplikasikan ketika berada di kavling dan meningkatkan nilai keuntungan. Motivasi petani berkorelasi positif terhadap kecenderungan sikap dalam memanfaatkan telepon genggam dan profit keuntungan. Motivasi merupakan dorongan yang dimiliki oleh petani untuk melakukan komunikasi dan memenuhi kebutuhan. Motivasi petani untuk dapat berkomunikasi dengan petani lainnya maupun dengan konsumen menjadikan pemanfaatan telepon genggam salah satu alat yang dapat digunakan. Dengan adanya motivasi yang tinggi, rasa ingin mencukupi kebutuhan semakin meningkat sehingga memiliki inovasi untuk mendapatkan keuntungan. Hubungan Lingkungan dengan Manfaat setelah Menggunakan Telepon Genggam dalam Usahatani Tanaman Anggrek Hasil penelitian pada Lampiran 4, menunjukkan hubungan antara lingkungan dengan manfaat setelah menggunakan telepon genggam. Berdasarkan tabel tersebut, lingkungan memiliki hubungan korelasi nyata dari indikator tingkat ketersediaan telepon genggam dan komputer berinternet. Hubungan korelasi yang terjadi pada Lampiran 4, merupakan korelasi antar peubah lingkungan dengan manfaat setelah menggunakan telepon genggam. Ketersediaan telepon genggam berkorelasi positif terhadap profit keuntungan dan peningkatan konsumen. Penggunaan telepon genggam menjadi kebutuhan utama dalam berkomunikasi dengan konsumen dan juga produsen dari tanaman hias.
61 Penggunaan telepon genggam lebih efekif digunakan oleh petani untuk menerima pesanan, terutama untuk pemesanan dari luar Jakarta. Penelitian Borae dan Namke (2009) menyatakan bahwa motif interpersonal dan komunikasi tatap muka merupakan dua alasan yang dominan berhubungan nyata dengan pemanfaatan telepon genggam. Telepon genggam merupakan sarana teknologi informasi dan komunikasi yang dapat menggunakan panggilan suara dan pesan teks (menelepon dan SMS). Semakin sering seseorang terlibat dalam interaksi tatap muka positif dengan pihak lain memiliki motivasi yang tinggi untuk lebih sering menggunakan telepon genggam. Mulyandari (2011), keberadaan telepon genggam telah mendongkrak jangkauan pemasaran produk yang dihasilkannya sampai ke luar jawa. Kemudahan proses komunikasi untuk mendukung kegiatan usahatani yang dirasakan oleh petani sayuran, di antaranya adalah manfaat penggunaan telepon genggam untuk memantau harga pasar agar memperoleh harga yang menguntungkan untuk produk yang diusahakannya Kondisi Taman Anggrek Ragunan yang saat ini lebih sepi dari konsumen, penggunaan telepon genggam sangat membantu dalam peningkatan keuntungan. Hal ini juga dikarenakan pelanggan dari tiap kavling yang lebih sering menggunakan telepon genggam untuk membeli dibandingkan untuk datang langsung ke Taman Anggrek Ragunan. Ketersediaan komputer dan komputer berinternet berkorelasi positif dengan peningkatan produk dan profit keuntungan. Penggunaan komputer bagi petani adalah untuk menyimpan data penjualan dan permintaan karena beberapa petani menyatakan komputer tidak disambungkan dengan jaringan internet. Dengan adanya data tersebut, petani dapat mengalkulasikan penjualan perbulan bahkan pertahun sehingga dapat melihat bagaimana grafik konsumen serta keuntungan yang diperoleh. Selain itu, penyediaan perangkat komputer di Taman Anggrek Ragunan masih belum optimal dilaksanakan karena kurangnya dukungan pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut, Mulyandari (2011) menyatakan bahwa saat ini, penerapan teknologi informasi dan komputer di lingkungan pemerintah masih tersebar secara acak dan tidak konsisten, apalagi dengan kondisi sistem pemerintahan yang berbasis ke arah vertikal, ketidakperdulian ke bagian lain secara horisontal menyebabkan banyak hambatan dalam penerapan teknologi informasi dan komputer di lingkungan pemerintahan. Ketersediaan warnet memiliki hubungan positif dengan peningkatan produk. Ketersediaan warnet dimanfaatkan oleh petani untuk mencari informasi tentang pengembangan produk dan informasi pameran tanaman hias. Hal ini dikarenakan tidak semua petani memiliki komputer, bahkan komputer berinternet. Akibatnya, penggunaan warnet menjadi salah satu alternatif dalam memperoleh informasi.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Karakteristik individu petani secara umum memiliki hubungan nyata dengan tingkat perilaku dalam memanfaatkan cyber extension dalam
62
2.
mengembangkan usahatani. Peubah yang berhubungan nyata dengan perilaku adalah umur, kepemilikan TI dan jenis pelatihan yang pernah diikuti petani. Lingkungan memiliki hubungan nyata dengan perilaku dan manfaat sebelum maupun setelah memanfaatkan cyber extension. Peubah yang berhubungan nyata terhadap perilaku adalah tingkat ketersediaan komputer/komputer berinternet dan ketersediaan warnet. Peubah yang berhubungan nyata antara karakteristik individu petani dengan manfaat usahatani sebelum memanfaatkan cyber extension adalah kepemilikan TI, persepsi petani (kesesuaian dengan kebutuhan dan kebijakan terhadap cyber extension). Peubah yang berhubungan nyata dengan manfaat setelah memanfaatkan cyber extension adalah umur, persepsi petani (kemudahan diaplikasikan dan kebijakan terhadap cyber extension) dan motivasi petani. Selanjutnya peubah lingkungan yang berhubungan nyata dengan manfaat sebelum menggunakan cyber extension adalah keberadaan kelompok tani, keberadaan media cetak, ketersediaan telepon genggam, dan ketersediaan komputer/komputer berinternet. Peubah yang berhubungan nyata dengan manfaat setelah menggunakan cyber extension adalah ketersediaan telepon genggam, komputer berinternet dan warnet. Saran 1. Untuk dapat meningkatkan perilaku/kapasitas petani, baik petani maupun pelaku usaha, diperlukan adanya pelatihan secara berkala untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan, terutama di bidang teknologi informasi berbasis internet. 2. Agar lingkungan Taman Anggrek Ragunan lebih kondusif, diperlukan peningkatan pelayanan dan sarana prasarana untuk membantu petani/pelaku usaha di lingkungan tersebut. Peranan penyuluh dalam memfasilitasi petani sangat dibutuhkan dalam Gapoktan.
DAFTAR PUSTAKA Abror AR. 1993. Psikologi Pendidikan. Cetakan keempat. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Adekoya AE 2007. Cyber extension communication: A strategic model for agricultural and rural transformation in Nigeria. International journal of food, agriculture and environment ISSN 1459-0255. Vol. 5, no1, pp. 366-368 [3 page(s) (article)] (8 ref.) Adhawati SS. 1997. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Lahan Pertanian Dataran Tinggi di Desa Parigi (Hulu DAS Malino) Kabupaten Gowa [Tesis]. Universitas Hasanuddin Makassar. Alemna AA, J. Sam. 2006. Critical Issues in Information and Communication Technologies for Rural Development in Ghana. Information Development (ISSN 0266-6669) Copyright © 2006 SAGE Publications. Vol. 22, No. 4.
63 Amin. 2013. The effectiveness of cyber extension based information technology to support agricultural activities in Kabupaten Donggala, Central Sulawesi Province, Indonesia. International Journal of Asian Social Science, 2013, 3(4):882-889 Ancok D. 1989. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian dalam Metode Penelitian Survei. Disunting oleh M. Singarimbun dan Effendi. LP3ES, Jakarta. Anon. 2006. Information Technology & Its Impact on Agriculture in India, Available at, http://www.asianlaws.org/cyberlaw/library/india/general/agri. htm (Verified 15 th Aug 2006) Anwas EOM. 2009. Pemanfaatan Media dalam Pengembangan Kompetesi Penyuluh Pertanian (Kasus di Kabupaten Karawang dan Garut Provinsi Jawa Barat) [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka. Cipta. Bailey K. 1992. Methods of Social Research. McGraw Hill. Batte MT, Jones E, Schnitkey GD, 1990. Computer use by Ohio commercial farmers. American Journal of Agricultural Economics, 72, 935 – 945 Borae J, Namkee. 2009. In-Person Contact Begets Calling and Texting: Interpersonal Motives for Cell Phone Use, Face-to-Face Interaction, and Loneliness. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking. Volume 13, Number 6, 2010 BPPSDMP. 2009. Cyber extension. http://cybex.deptan.go.id. Diunggah pada tanggal 26-11-2014 Browning LD, AS Saetre, KK Stephens, JO Sornes. 2008. Information and Communication Technology in Action. Linking Theory and Narratives of Practice. New York and London: Routledge. Budiargo D. 2004. Media Equation dalam Pembelajaran. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pendidikan. Depdiknas. Jakarta 1 s.d. 2 Desember 2004. Dasli APE. 2012. Proses Komunikasi pada Pelaksanaan Program FEATI di Nagari Pauh Kambar, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 2003. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta. Djaali, P Muljono. 2004. Pengukuran dalam bidang pendidikan. Jakarta: Program pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Eriyatno. 1996. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press FAO, World Bank. 2000. Agricultural Knowledge and Information Systems for Rural Develompment (AKIS/RD). Strategic Vision and Guiding Principles. Washington: FAO, Rome and World Bank Ferdinand F. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gandasari D. 2015. Proses Kolaboratif Antarpemangku Kepentingan pada Konsorsium Anggrek berbasis Komunikasi. Mimbar Jurnal Sosial dan Pembangunan. Volume 31, No. 1, Tahun 2015 [Terakreditasi Dikti] Gerungan WA 1986. Psikologi Sosial. Bandung: PT Eresco
64 Hadjar I. 1999. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Heckerson FJ, John Middleton. 1975. Helping People Learn: A Module for Trainers. Hawaii: East West Center. Hersey P, Kenneth HB, Dewey EJ. 1996. Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. Edisi Ketujuh. Upper Saddle River, NY: Prentice Hall. Jayathilake, HACK, BPA Jayaweera, ECS Waidyasekera. 2010. ICT Adoption and Its’ Implications for Agriculture in Sri Lanka. Johnson, Witchern. 2002. Applied Multivariate Statistical Analysis. Fifth Edition. New Jersey: Pearson Education. Kerlinger FN. 1993. Asas-asas Penelitian Behavioral. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural. Bandung: Alfabeta. Leeuwis C. 2004. Communication for Rural Innovation. Rethinking Agricultural Extension Third Edition. Blacwell Publishing Ltd. Lunadi AG. 1981. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press Maureen. 2009. How Can ICTs Promote Sustainable Agriculture? http://www.citizenjournalismafrica.org/blog/ persen5Buser persen5D/05aug-2009/1856 Mawardi S. 2003. Persoalan Perberasan di Era Otonomi Daerah, SMERU Newsletter No.05: Jan-Mar 2003 McMillan JH. 2004. Educational research, fundamentals for the konsumer (Fourth Edition). Boston, MA: Pearson Education, Inc. Mulyandari RSH. 2011. Cyber extension sebagai media komunikasi dalam pemberdayaan petani sayuran [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pace RW, Don F. Faules. 1993. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Edisi Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya. Padmawihardjo. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Rakhmat J. 2002. Metode Penelitian Komunikasi; dilengkapi Contoh dan Analisis Statistik. Bandung; Remaja Rosda Karya. Ramayah, Jantan M. 2002. Technology Acceptance: An Individual Perspective Current and Future Research in Malaysia (www.ramayah.com/journalarticlespdf/techacceptanceindividual. pdf Rogers EM, DL Kincaid. 1981. Communication Networks. Toward a New Paradigm for Research. New York: A Division of Macmillan Publishing Co. Inc. Rogers EM. 2003. Diffusion of innovations (5 th ed). New York: The Free Press Rogers EM, Una EM, Mario AR, Cody JW. 2005. Complex Adaptive Systems and The Diffusion of Innovations. The Innovation Journal: The Public Sector Innovation Journal, Volume 10(3), article 30. Rogers EM, Shoemaker F. 1986. Communication of Inovation: A Cross Cultural Approach. London: Collier MacMillan Publishe Salkind NJ. 1985. Theories of Human Development. New York: John Wiley & Sons.
65 Santosa S. 1992. Dinamika Kelompok. Bumi Aksara, Jakarta. Sarana. 2000. Pengaruh persepsi kemudahan, perpsepsi kemanfaatan, kecemasan, sikap, dan penggunaan mikrokomputer terhadap hasl kerja akuntan pendidik. Tesis Program Studi Magister Akuntansi, Universitas Diponegoro, Semarang. Sarwono SW. 1984. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press. Schramm W. 1973. Men, Messages, and Media: A look at Human Communication. New York: Harper & Row Publ Servaes J. 2007. Harnessing the UN System Into a Common Approach on Communication for Development. International Communication Gazette 2007; 69; 483. Sigit I, Mukhlison S. Widodo, Alexander W. 2006. Laporan Khusus, Gatra Nomor 38 beredar Kamis, 3 Agustus 2006 Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Sumaryanto, M Siregar. 2003. “Determinasi Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Lahan Sawah Irigasi.” Jurnal Agro Ekonomi Volume 21 No. 1, mei 2003. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Sumardjo. 1999. ”Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani.” Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Sumardjo, Lukman M Baga, Retno SH Mulyandari. 2009. Kajian Cyber extension (Laporan Kegiatan). Departemen Pertanian. Sumardjo, Lukman M Baga, Retno SH Mulyandari. 2010. Cyber extension: Peluang dan tantangan dalam Revitalisasi Penyuluhan. Bogor: IPB Press. Suranto CAW. 2005. Komunikasi Perkantoran. Edisi 1. Yogyakarta: Media. Wacana. Susanto D. 2008. “Peran Penyuluhan Pembangunan dalam Peningkatan Kualitas SDM” Dalam Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat. Disunting oleh: Adjat Sudrajat dan Ida Yustina. Bogor: Sydex Plus Tamba M. 2007. Kebutuhan Informasi Pertanian dan aksesnya bagi Petani Sayuran: Pengembangan Model Penyediaan Informasi Pertanian dalam Pemberdayaan Petani, Kasus di Provinsi Jawa Barat. Disertasi, Pascasarjana IPB. Taragola N, Gelb E. 2009. Information and communication Technology (ICT) adoption in Horticulture: comparison of the EFITA, ISHS, and ILVO questionnaires. Triton PB. 2006. SPSS V.13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Andi Offset Turere V.N. 2013. Pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap peningkatan kinerja karyawan pada Balai Pelatihan Teknis Pertanian Kalasey. [Jurnal]. Manado (ID): Jurnal EMBA. 1(3): 10-19. UPIPD– Telecenter Kelayu Selatan. 2009. Laporan Telecenter P4MI Kelayu Selatan Bulan Juni 2009. P4MI Lombok Timur Venkatesh V, Morris MG, Davis GB, Davis FD. 2003. “User Acceptance of Informatiuon Technology toward a Unified View.” MIS Quarterly, 27 (3). P 425-478. Walgito B. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi offset.
66 Warren MF, Soffe RJ, Stone MAH, 2000. Farmers, computers and the internet : a study of adoption in contrasting regions of England. Farm Management, 10, 11, 665 - 684 Wijekoon RSEM.F, M Rizwan, RMM Sakunthalarathanayaka, HG Anurarajapa. 2009. Cyber extension: An Information and Communication Technology Initiative for Agriculture and Rural Development in Sri Lanka. Winkel WS. 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Wiriaatmadja S. 1973. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Yasaguna.