PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP KORBAN TRAFFICKING (Studi Kasus di Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur)
Oleh : Rodiah Almarkah Fiani NIM : 106011000160
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP KORBAN TRAFFICKING (Studi Kasus di Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) Program Strata 1
Oleh : Rodiah Almarkah Fiani NIM : 106011000160 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA TERHADAP KORBAN TRAFFICKING (STUDI KASUS RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL KARYA WANITA “MULYA JAYA” PASAR REBO-JAKARTA TIMUR) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd. I) Program Strata I
Oleh: Rodiah Almarkah Fiani 106011000160 Dibawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Faridal Arkam, M. Pd. Dr. H
Abdul Ghofur. MA.
NIP: 19500307 197903 1 004
NIP: 19681208 199703 1 003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011M/ 1432 H
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Rodiah Almarkah Fiani
NIM
: 106011000160
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwas skripsi saya bukan asli karya saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan undang-undang yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 September 2011 Penulis
Rodiah Almarkah Fiani NIM:106011000160
i
ABSTRAK
Nama : Rodiah Almarkah Fiani NIM : 106011000160 Judul : Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Tehadap Korban Trafficking Perdagangan orang yang mayoritas perempuan dan anak, merupakan jenis perbudakan pada era modern dan merupakan dampak krisis multidimensional yang di alami Indonesia, perdagangan orang saat ini sudah dinyatakan sebagai masalah global yang serius dan bahkan telah menjadi bisnis global yang telah memberikan keuntungan besar kepada pelaku perdagangan orang. Maraknya isu perdagangan orang diawali dengan semakin meningkatnya pencari kerja baik laki-laki maupaun perempuan bahkan anak-anak untuk bermigrai ke luar daerah sampai ke luar negeri guna mencari pekerjaan. Berbagai penyebab yang mendorong terjadi hal tersebut diantaranya adalah: faktor kemiskinan, pendidikan yang masih rendah, keinginan cepat kaya, faktor budaya dan sebagainya. Kini perdagangan orang merupakan masalah yang menjadi perhatian luas bahkan di Asia dan seluruh dunia. Perdagangan orang tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga di negara-negara lain, (dalam wujud yang illegal dan terselubung melalui berbagai cara, diantaranya yaitu: melalui bujukan, ancaman, jeratan hutang, penipuan, rayuan untuk direkrut dan di bawa ke daerah lain bahkan ke luar negeri untuk diperjualbelikan dan dipekerjakan di luar kemauannya sebagai pekerja seks, pekerja paksa, perbuatan transplasi tubuh untuk tujuan komersial, penjualan bayi atau bentuk-bentuk eksploitasi lainnya dan tak jarang para korban perdagangan orangpun sering mengalami penyimpangan mental, luka pisik dan psikologis, trauma, stress bahkan tak jarang dari mereka yang memilih jalan pintas yaitu melakukan bunuh diri. Penelitian ini dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Karya-Wanita "Mulya Jaya" yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap korban trafficking. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskrirtir yaitu menggali dari teori-teori yang digunakan terhadap datadata real lapangan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan berdasarkan teori dan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pelaksanaan pendidikan agama terhadap korban trafficking ini merupakan salah satu bimbingan yang diberikan kepada korban Trafficking selama masa pemulihan atau masa pembinaan. Adapun pendidikan agama yang diberikan selama masa pemulihan atau pembinaan yaitu: fiqih lslam dasar, mengaji, shalat berjamaah, membaca dan menulis, aqidah Islam, salawat-salawat Nabi, ceramah-ceramah yang menerangkan tentang kesabaran, keikhlasan, keduniawian. tujuan hidup, kemasyarakatan, kehidupan sederhana dan sebagainya.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah dan tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta seluruh umat manusia. Sebagai rasa syukur atas selesainya skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pendidikan Agama Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya : 1.
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Dosen Pembimbing I (Faridal Arkam, M. Pd. Dr. H) dan Dosen Pembimbing II (Abdul Ghofur, M.A)
yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. 4.
Dosen pembimbing seminar proposal skripsi (Dr. Hj. Nurlena Rifai, M.A Ph.D) yang telah banyak memberikan kontribusi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5.
Dosen pembimbing akademik (Dr. Zaimmuddin, M.A) yang telah banyak membantu penulis dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.
6.
Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT, Amin.
7.
Seluruh Staff Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
8.
Bapak Ahmad selaku pembimbing korban trafficking yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data yang penulis butuhkan dari Rumah Perlindungan Sosial Karya wanita
9.
Bapak Abdul Rahman selaku staf di bidang advokasi sosial dan juga pembimbing di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” beserta Istrinya yang telah memberikan dukungan, informasi dan respon baiknya yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian.
10. Teristimewa untuk Ayahanda Parta dan Ibunda tercinta Muniroh yang telah membesarkan penulis, menyayangi dan mendidik penulis dengan ikhlas dan penuh kesabaran. 11. Teristimewa untuk anakku tercinta dan tersayang Khaidar Nazmi Khairullah yang telah membangkitkan motivasi saya untuk secepatnya menyelesaikan skripsi. 12. Teristimewa untuk suamiku tersayang Ismail yang selalu mengerti dengan keadaan penulis dan selalu memberikan semangat dan motivasi dalam keadaan suka dan duka. 13. Kakak-kakaku tercinta yang selalu membantu dan memberikan motivasi kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas skripsi ini. 14. Teman-teman seperjuangan Rahmah Khairunnisa, Retno Septiyani, Rizka Khoerinnisa, Rury Fitriah akhiryah, Neni Ernawati yang banyak memberikan bantuan dan motivasi yang sangat berarti selama masih kuliah. Semoga kita selalu kompak dan sukses buat kita semua, Amin. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak disebutkan satu persatu hingga penelitian ini bisa diselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan menjadi amal shaleh yang memperberat timbangan kebaikan kita di akhirat kelak. Pintu kritik, saran dan ide terkait dengan penelitian akan selalu peneliti buka dengan pintu penuh suka cita. Jakarta, 27 September 2011 Penulis
Rodiah Almarkah Fiani
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... i ABSTRAK................................................................................................................. ii KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii DAFTAR ISI ............................................................................................................. v DAFTAR TABEL .................................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A. Latar Belakang .............................................................................................. 1 B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ........................................ 9 1. Identifikasi Masalah ................................................................................. 9 2. Pembatasan Masalah ................................................................................ 9 3. Perumusan Masalah ................................................................................ 10 C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ................................................................ 10 1. Tujuan Penelitian.................................................................................... 10 2. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 12 A. Pendidikan Agama Islam ............................................................................. 12 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ....................................................... 12 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................................ 15 3. Dasar Pendidikan Agama Islam .............................................................. 17 4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ............................................... 20 5. Fungsi Pendidikan Agama Islam ............................................................. 20 B. Trafficking .................................................................................................. 21 1. Pengertian Trafficking ............................................................................ 21 2. Bentuk Praktik Trafficking ..................................................................... 26 3. Faktor Penyebab Trafficking ................................................................... 30 4. Faktor Penarik Trafficking ...................................................................... 39
v
5. Strategi Menjerat Korban Trafficking ..................................................... 40 6. Ruang Lingkup Tindak Pidana Perdagangan Orang ................................ 41 7. Tanda-Tanda Kegiatan Tindakan Trafficking .......................................... 41 C. Kerangka Berfikir .......................................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 44 A. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................................... 44 B. Metode Penelitian ....................................................................................... 44 C. Populasi dan Sampel ................................................................................... 45 D. Tahap-TahapPenelitian................................................................................ 46 E. Proses Pencatatan ........................................................................................ 47 F. Analisa Data ................................................................................................ 47 G. Tehnik Analisa Data.................................................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................................. 49 A. Gambaran Umum Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita ................... 49 1. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Karya Wanita ...................................... 50 2. Visi dan Misi ........................................................................................ 52 3. Landasan Hukum.................................................................................. 52 4. Maksud dan Tujuan .............................................................................. 53 5. Komponen Rumah Perlindungan Sosial ................................................ 53 6. Sasaran Pelayanan ................................................................................ 55 7. Proses Rehabilitasi ............................................................................... 58 B. Struktur Organisasi ................................................................................... 60 C. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di RPSW ....................................... 64 D. Media Pembelajaran.................................................................................. 65 E. Evaluasi Pembelajaran .............................................................................. 65 F.
Tujuan Pembelajaran................................................................................. 65
G. Hambatan Yang Di Hadapi Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam ............................................................................................................... 67 H. Solusi Yang DI Upayakan Dalam Menghadapi Hambatan-Hambatan........ 67
vi
I.
Tata tertib Penghuni Asrama ..................................................................... 69
J.
Analisa Data ............................................................................................. 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 76 A. Kesimpulan ............................................................................................ 72 B. Saran ...................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 75 LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Kerangka Perdagangan Orang ............................................................... 25 Tabel 2 Mekanisme dan Alur Pelayanan ............................................................ 57 Table 3 Struktur Organisasi Rumah Perlindungan Sosial Wanita ........................ 60 Table 4 Jumlah Pertugas .................................................................................... 62 Tabel 5 Pembimbing Agama Islam di RPSW Mulya Jaya………………………62 Tabel 6 Jaringan Kerjasama ............................................................................... 63 Tabel 7 Daftar Bimbingan dan Nama Petugas Bimbingan .................................. 68
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Allah tidak menciptakan wanita dari kepala laki-laki untuk dijadikan atasannya, tidak juga Allah menciptakan wanita dari kaki laki-laki untuk dijadikan bawahannya. Tetapi Allah menjadikan wanita dari tulang rusuk laki-laki, dekat dengan lengannya untuk dilindungi, dan dekat dengan hatinya untuk dicintai.1 Allah tidak menciptakan wanita sebagai komplementer atau substitusi, apalagi sekedar objek buat laki-laki, tetapi Allah menciptakan wanita sebagai teman yang mendampingi hidup adam tatkala kesepian disurga, juga Allah menciptakan wanita sebagai pasangan hidup laki-laki untuk menyempurnakan hidupnya, sekaligus penyebab kelahiran generasi, disamping tunduk dan beribadah kepada Allah tentunya. 2 Namun mengapa tetap saja ada laki-laki yang menganggap rendah wanita, wanita dinista dan dihina. Kesuciannya dijadikan objek tak berharga, tenaga dieksploitasi bagai kuda. Kelembutannya dijadikan transaksi murahan, wanita dijadikan sebagai pemuas nafsu belaka. Sehingga banyak kaum wanita
1
Majalah bulanan, Perkawinan dan keluarga, Jakarta pusat: Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan, no 417/XXXIV/2007, h. 3 2 Majalah bulanan, …, h. 3
1
2
yang jadikan sebagai bahan dagangan
oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab yang sekarang dikenal dengan istilah trafficking. Sejarah perdagangan manusia (trafficking) senantiasa mendapatkan respon serius dari berbagai negara dari masa ke masa, sebab perdagangan manusia merupakan pelanggaran terhadap pelaksanaan hak asasi manusia. Tuntutan yang begitu kuat untuk melawan dan menghapuskan perdagangan manusia mencerminkan betapa permasalahan tersebut dipandang sebagai tindakan yang merugikan dan bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang dapat dikatagorikan sebagai kejahatan kemanusiaan yang perlu diberantas keberadaannya. Perdagangan manusia atau disebut dengan Human Trafficking merupakan problematika lama dan telah menyebar diberbagai negara. Perdagangan manusia memiliki definisi dan ruang lingkup yang sangat luas, yaitu segala bentuk pemindahan orang dengan sistem jeratan, baik itu disadari atau tanpa disadari korban yang menyebabkan korban tereksploitasi haknya. Sebagai contoh seorang tenaga kerja luar negeri yang tidak memiliki perlindungan yang jelas mengalami kesulitan ekonomi di negara asing, sehingga ia melakukan jual beli organ tubuh dan melakukan pelacuran. Praktek trafficking meliputi anak-anak dan orang dewasa baik laki-laki atau perempuan yang kebanyakan dari mereka terjerat kemiskinan. Meskipun demikian, kebanyakan korban trafficking adalah perempuan dan anak-anak, karena posisi mereka lemah dan rentan. Dan yang akan penulis bahas disini adalah lebih kepada korban trafficking terhadap perempuan. Istilah Trafficking sendiri diperkenalkan oleh PBB sebagai trafficking in person dengan definisi sebagai berikut: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekerasan, atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.3 3
Gadis Arivia. “Feminisme Sebuah Kata Hati.” Jakarta: maret 2006, h.250
3
Seiring
dengan
berjalannya
waktu,
berbagai
upaya
untuk
menghapuskan perdagangan manusia senantiasa muncul kepermukaan dengan modus yang berbeda dengan kompleksitas permasalahan yang cenderung semakin memprihatinkan. Ada berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan dalam trafficking, seperti pemalsuan dokumen, upah yang tidak standar atau yang tidak dibayar, dipekerjakan tidak manusiawi, pemalsuan penempatan kerja dan bahkan korban diperjualbelikan sebagai penjajah seks atau penjualan organ tubuh secara terpaksa, sehingga tidak jarang para korban tersebut dengan membawa anak dan bahkan ada yang meninggal ditempat kerja. Sebuah definisi konkret yang dapat diterima di tingkat internasional. Protokol perserikatan bangsa-bangsa untuk mecegah, memberantas dan menghukum perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak (2000), suplemen konvesi perserikatan bangsa-bangsa untuk melawan Organisasi Kejahatn Lintas Batas, mendefinisikan perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak,
sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan, atau memberi, atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain dari tujuan eksploitasi.4 Kejahatan trafficking adalah kejahatan global dan sistemis yang melibatkan banyak kalangan. Masalah perdagangan manusia, khususnya perdagangan perempuan dan anak menjadi sorotan internasional terutama di negara-negara berkembang dan terbelakang dan miskin. Banyak kalangan yang membicarakan untuk menanggulangi kejahatan kemanusia ini,
4
Sulistyowati Irianto, Lim Sing Meij, Firliana Purwanti, Luki Widiatuti. “perdagangan Perempuan Dalam Jaringan Pengedaran Narkotika ” (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.12.
4
khususnya untuk menjerat para pelaku tindak kejahatan kemanusiaan meskipun sangat susah dan rumit untuk menjerat pelakunya. Trafficking atau perdagangan manusia di Indonesia yang termasuk tinggi dapat dengan mudah lolos karena pengawasannya yang kurang ketat. Mereka diangkut keluar negeri melalui beberapa pintu keluar. Diantaranya yang sering disorot adalah Surabaya, Batam, Cilacap, dan Entikong di Kalimantan Barat. Pintu keluar ini disesuaikan dengan daerah asal para korban trafficking/perdagangan manusia yang sekaligus sebagai tempat transit sebelum diangkut menuju Negara tujuan. Negara-negara di Asia yang menjadi tujuan diantaranya adalah Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina dan Thailand selain itu terdapat negara-negara daerah tujuan yang ramai semisal di timur tengah seperti Arab Saudi, dan Iran. Masih ditambah negara-negara di Asia Timur seperti Taiwan, Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan serta Australia dan Amerika Selatan.5 Kasus trafficking di Indonesia merupakan kasus terbesar kedua setelah masalah Narkoba, hal ini dapat dilihat bahwa tiap tahunnya angka trafficking semakin meningkat, menurut perkiraan PBB, sebanyak 600-800 ribu orang diperjualbelikan menyebrangi perbatasan-perbatasan nasional di dunia saat ini. Penelitian komisi nasional (Komnas) Anak pada tahun 2004 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan pemasok perdagangan anak dan perempuan terbesar di Asia Tenggara. Terdapat sekitar 200-300 ribu pekerja seks komersial yang berusia di bawah 18 tahun.6 Sementara berdasarkan data Internasional Organization For Migration (IOM) jumlah korban perdagangan orang terbanyak dari Indonesia, mereka berasal dari Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat. Perdagangan orang itu berkedok kegiatan ilegal dan tersembunyi sehingga laporan yang diterima merupakan fenomena gunung es,
5
Http://newspaper.pikiranrakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=111712(alamat trauma trafficking), Minggu, 13 April, 2008 6 Artikel dari Departemen Sosial RI
5
di mana gambaran yang sebenarnya jauh lebih besar dari apa yang dilaporkan. Salah satu bentuk perdagangan manusia dalam dekade terakhir ini adalah perdagangan perempuan, dengan tujuan untuk eksploitasi tenaga kerja, seksual, maupun tindak kriminal berupa perdagangn organ tubuh manusia yang sangat tidak meguntungkan korban, bahkan perdagangan perempuan sudah menjadi isu global yang juga mengundanng keprihatinan masyarakat dunia seperti dikeluarkannya resolusi PBB tahun 1994, koalisi perempuan internasional maupun konferensi perempuan sedunia IV tahun 1995 yang mengutuk praktek perdagangan manusia sekaligus mencari solusi atas permasalahan tersebut. Faktor penyebab utama sehingga korban terjebak sindikat perdagangan orang adalah karena ingin bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Jumlah penduduk indonesia yang sangat banyak dengan wilayah indonesia yang tidak mencukupi sehingga indonesia jadi lahan bisnis bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang dengan memanfaatkan lemahnya pengawasan daerah. Untuk menanggulangi fenomena tersebut diperlukan pengawasan dan penguatan wilayah perbatasan, seperti Kalimantan, Papua, dan Kepulauan Riau. Perdagangan manusia adalah bentuk modern dari perbudakan yang seharusnya tidak boleh ada di muka bumi ini lagi. Mereka ada yang di jadikan pelacur, penghibur bayaran dan pemuas nafsu majikan mereka Para korban Perdagangan Manusia (trafficking) mengalami banyak hal yang mengerikan. Luka fisik dan psikologis, termasuk penyakit dan pertumbuhan yang terhambat, seringkali meninggalkan pengaruh permanen yang mengasingkan para korban dari keluarga dan masyarakat mereka. Para korban perdagangan manusia (trafficking) seringkali kehilangan kesempatan penting mereka untuk menglami perkembangan sosial, moral dan spiritual. 7
7
Http://sehatjiwa.blogspot.com/2009/11/kondisi-kejiwaan-korban-perdagangan, Jum’at, 13 November 2009
6
Para korban perdagangan seringkali mengalami kondisi yang kejam yang mengakibatkan trauma fisik, seksual dan psikologis. Infeksi-infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit inflammatori pelvic, dan HIV/AIDS seringkali merupakan akibat dari prostitusi yang dipaksakan. Kegelisahan, insomnia, depresi dan penyakit pasca traumatis stres adalah wujud psikologis umum di antara para korban. Terkadang banyak pula dari mereka yang berputus asa sehingga mengambil jalan pintas seperti bunuh diri. Kondisi hidup yang tidak sehat dan sesak, ditambah makanan yang miskin nutrisi, membuat korban dengan mudah mengalami kondisi kesehatan yang sangat merugikan seperti kudis, TBC, dan penyakit menular lainnya. Anak-anak menderita masalah pertumbuhan dan perkembangan dan menanggung derita psikologi kompleks dan syaraf akibat kekurangan makan dan hak-haknya serta mereka sering kali mengalami rasa trauma yang sangat sulit untuk dihilangkan.8 Penyimpangan mental atau gangguan kejiwaanpun sering mereka alami. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa mental adalah hal yang bersangkutan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga. Yusak Burhanuddin dalam bukunya Kesehatan Mental, menjelaskan, apabila ditinjau dari etomologis, kata mental berasal dari kata latin “mens” atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. 9 Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai kata ganti personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap dan perasaan dalam keseluruhan dan kebulatan akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengesankan atau menggembirakan, menyenangkan, dan sebagainya. Dari pengertian inilah dapat diketahui bahwa mental merupakan gejala sesuatu yang berhubungan dengan batin, watak, dan perasaan, sedangkan kegiatannya disebut mentalis, yaitu keadaan aktivitas 8 Http://sehatjiwa.blogspot.com/2009/11/kondisi-kejiwaan-korban-perdagangan, Jum’at, 13 November 2009 9 Sohari Sahrani.. Peran erndidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja grafindo Persada.2008. h.153-154
7
jiwa, cara berpikir dan persaan. Seseorang dapat dikatakan bermental sehat apabila dalam kehidupan sehari-hari ia memperlihatkan tingkah lakunya yang baik.10 Gangguan kejiwaan adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagianbagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik. Keabnormalan itu terlihat dalam berbagai macam-macam gejala, yang terpenting diantaranya adalah: ketegangan batin, rasa putus asa dan murung, gelisah/cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dan sebagainya. Semua itu mengganggu ketenangan hidup.11 Korban trafficking, baik di tingkat kota maupun trafficking tingkat provinsi, jumlahnya semakin meningkat. Mereka memerlukan perlindungan atau pertolongan dari berbagai pihak agar dapat meringankan bebannya. Dengan memberikan bantuan baik berupa material maupun siraman rohani dan keterampilan. Dalam menangani korban trafficking perlu disusun suatu kebijakan pemerintah
yang
melibatkan
beberapa
departemen
sesuai
dengan
TUPOKSInya sehingga dapat membantu korban trafficking secara maksimal. Pelayanan (social service) adalah segala bentuk kegiatan dan pertolongan yang tersedia di lembaga pelayanan sosial yang ditunjukan kepada proiritas penanganan masalah klien. Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo merupakan rumah yang disiapkan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo untuk membantu wanita korban trafficking yang mengalami kekerasan seksual dan trauma. Rumah Perlindungan Sosial Wanita melindungi wanita dari berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi serta secara khusus memberikan layanan untuk 10 11
Drs. Sohari Sahrani,…,h.153-154 Zakiah Darajat. Kesehatan Mental. Jakarta: PT Toko Gunung Agung 2001. H 26
8
wanita yang membutuhkan perlindungan (protection), pemulihan dan perbaikan (recovery) terhadap kondisi trauma dan stress yang dialaminya, menjaga kerahasiaan, melakukan bimbingan mental, sosial dan pelatihan keterampilan. Rumah Perlindungan Sosial Wanita berpedoman pada prinsip kepentingan terbaik kelayanan dan menjamin terpenuhinya hak-hak wanita akan perlindungan dari upaya “perdagangan” dan eksploitasi seksual12 Pendidikan adalah perbaikan, perawatan dan pengurusan terhadap pihak yang didik dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan didalam jiwanya, sehinga ia menjadi matang dan mencapai puncak kesempurnaan yang sesuai dengan kemampuannya, yang didalamnya terkandung unsur-unsur pendidikan rohani, pendidikan akhlak, pendidikan akal, pendidikan jasmani, pendidikan agama, pendidikan sosial, pendidikan politik, ekonomi, pendidikan estetika dan pendidikan jihad.13 Pendidikan adalah sebuah sistem sosial yang menetapkan pengaruh adanya pengaruh efektif guna membentuk generasi muda dari aspek jasmani, akal, dan akhlak. Sehingga dengan pendidikan tersebut seseorang mampu hidup dengan baik dalam lingkungannya. Pendidikan merupakan proses yang menyeluruh untuk membuat seseorang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.14 Agama adalah bagian hidup manusia yang sangat penting. Agama adalah universal. 15 Agama sebagai nilai yang diwahyukan oleh tuhan untuk kehidupan manusia, ia diyakini sebagai jalan keselamatan, dengan bimbingan agama diharapkan mausia mempunyai pegangan yang pasti dan benar, agama tidak sekedar mengajarkan keyakinan kepentingan akhirat semata akan tetapi mengajarkan juga kehidupan di dunia. Pembinaan masyarakat melalui
12
Departemen Sosial RI. Profil Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW “Mulya
Jaya”
13
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Jakarta: Gema Insani 2004. Cet 1 Ali Abdul Halim Mahmud, …, Cet 1 15 Djam’Annuri, Agama Kita Persfektif Sejarah Agama-Agama, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta 2002) 14
9
pendekatan agama akan menjadi pedoman kegiatan dalam berbagai pranata yang ada di dalam masyarakat (keluarga, ekonomi, politik dan pendidikan). 16 Berdasarkan uraian diatas dan mengingat pentingnya pendidikan agama maka penulis merasa terdorong untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai pelaksanaan agama islam terhadap korban trafficking/perdagangan manusia dalam bentuk penelitian yang berjudul: “Pelaksanaan
Pendidikan
Agama
Islam
Terhadap
Korban
Trafficking” Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita
B. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dalam penulisan proposal ini adalah: 1. Bagaimanakah
keadaan
mental
korban
Trafficking
yang
parah
membutuhkan pendekatan pendidikan agama Islam? 2. Banyak korban Trafficking yang tidak mengetahui pendidikan agama Islam 3. Kurangnya Pendidikan Agama Islam terhadap korban Trafficking 4. Upaya yang dilakukan consultan Pendidikan Agama Islam dalam membina mental korban Trafficking 5. Keadaan mental korban Trafficking yang berbeda-beda yang menjadi kendala utama dalam kendala bimbingan Pendidikan Agama Islam C. Pembatasan Masalah Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah pada Pelaksanaan Pendidikan agama islam terhadap keadaan mental korban trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” dan Upaya yang dilakukan consultan pendidikan agama Islam dalam membina mental korban trafficking/perdagangan manusia. Pendidikan agama yang dimaksud adalah pendidikan agama yang lebih
16
menekannkan
kepada
mental
dan
kejiwaan
dari
korban
Ali nurdin, Islam dan prospek keberagamaan di Indonesia, Jakarta, UIN Jakarta press 2006 cet 1
10
trafficking/perdagangan manusia agar para korban tersebut tidak mengalami krisis kepercayaan diri dan krisis iman. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan diatas maka permasalahan dapat dirumuskan” 1. Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam terhadap korban Trafficking di RPSW Mulya Jaya? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi ketika menerapkan Pendidikan Agama Islam kepada korban Trafficking? 3. Bagaimana solusi yang harus diupayakan dalam mengatasi kendala tersebut? E. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan PAI di Rumah Perlindungan Sosial Wanita terhadap korban Trafficking
2
Untuk mengetahui hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan bimbingan Agama Islam terhadap korban Trafficking
3
Untuk mengetahui bagaimana cara menanggulangi permasalahanpermasalahan yang ada dalam bimbingan agama Islam
F. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1
Untuk menambah wawasan serta pengalaman penulis mengenai penelitian, baik dalam merencanakan maupun dalam melaksanakan suatu penelitian.
2
Untuk menambah perbendaharaan kepustakaan bagi UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan ( FITK ). 3
Bagi para pekerja sosial, sebagai media untuk dapat lebih meningkatkan pengajarannya sebagai pendidik, sehingga dapat terus membimbig para korban trafficking, agar senantiasa memiliki semangat dan mental yang kuat dalam kehidupannya.
11
4
Bagi para korban trafficking, sebagai media untuk mendapatkan pelajaran agama Islam alam kehidupan sehari-hari, selain itu agar dapat membentuk kemampuan yang baik bagi dirinya dan berguna dalam kehidupan masyarakat.
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Sebelum penulis membahas tentang pengertian agama islam, terlebih dahulu penulis akan mengemukakan tentang pendidikan secara umum yang selanjutnya akan dibahas pula tentang pendidikan agama islam. Kata “pendidikan” merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kehidupan manusia. John Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Menurut Hasan langgulung pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang individu dan sudut pandang masyarakat. Dari sudut pandang pertama, pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu, sedangkan menurut pandangan kedua, pendidikan adalah usaha untuk mewariskan nilai-nilai budaya oleh generasi tua kepada generasi muda, agar nilai-nilai budaya tersebut terus hidup dan berlanjut dimasyarakat. Karena itu pendidikan merupakan aktivitas yang sudah terprogram dalam suatu sistem.1 Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang teologis, bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, 1
Jalaluddinn, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h 67-
69
12
13
kematangan. Sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah pertumbuhan menuju tingkat kedewasaan. Kematangan. Kondisi ini akan terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan, misalnya iklim, makanan, kesehatan, keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia. .2 Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, dikatakan bahwa. “pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama” Dari beberapa kutipan diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, dan mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya baik yang berbentuk jasmani maupun rohani agar dapat memenuhi fungsi hidupnya sebagai manusia yang beriman dan bertakwa serta mengantarkannya pada cita-cita yang diharapkan. Adapun pengertian agama dari segi bahasa menurut uraian yang diberikan oleh Harun Nasution. Menurutnya, dalam masyarakan Indonesia selain kata agama dikenal pula kata din dari bahasa arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya agama berasal dari kata Sanskrit.menurut satu pendapat, Demikian menurut Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a=”tidak” dan Gama= “pergi”, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun menurun. Hal demikian menunjukan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun menurun dari generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada lagi yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Dan agama-agama memang mempunyai kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntunan, pengertian ini
2
Muhammad Noor Syam. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya, Usaha Nasional 1988
14
Nampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntunan bagi kehidupan manusia.3 Masih ada lagi. paling tidak ada dua pola merumuskan pengertian agama tidak melalui deskripsi (working definition), atau perlambangan (tactical definition), tetapi melalui “akar kata” dengan mencari pengertian ‘agama’ berasal dari kata sansekerta ‘a’ yang berarti ‘tidak’ dan ‘gama’ yang berarti kacau. ‘Agama’, dengan demikian, berarti aturan atau tatanan untuk mecegah kekacauan dalam kehidupan manusia. Atau bahasa barat ‘religion’ yang berakar pada kata latin ‘relegere’ yang berarti ‘membaca ulang’ dan ‘religere’ yang berarti mengikat erat-erat. Agama merupakan pengikat kehidupan manusia yang diwariskan secara berulang dari generasi ke generasi.4 Menurut etimologis, Islam berasal dari bahasa Arab, diambil dari asal kata salima berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa, dan berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Kata aslama itu menjadi pokok kata islam, sebab itu orang yang melakukan aslama atau masuk Islam dinamakan muslim,karena orang itu telah menyatakan dirinya telah taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah. Dengan melakukan aslama selanjutnya orang itu terjamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. 5 Islam dalam pengertian umum berarti ketundukan dan ketaatan semua makhluk terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan Tuhan Sang Pencipta.6 Islam itu berarti menyerahkan diri dengan penuh ketaatan pada Allah. Allah yang menciptakan manusia, memiliki manusia dan Allah mampu berbuat apa saja terhadap manusia
3 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2003), cet 8, h 9 4 Romadhon, dkk, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kali Jaga, Press 1988), hal 18 5 Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung:PT, Al Maarif, 1973), cet ke-1, h. 77 6 Djam’annuri, Agama Kita, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2002), cet. Ke-2, h.111
15
Berdasarkan definisi yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, pendidikan agama islam adalah kegiatan pendidika yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani yang bertujuan untuk membentuk mereka agar dapat meyakini, memahami, menghayati dan megamalkan seluruh ajaran islam sehingga mendapat kebahagiaan hidup baik didunia maupun di akhirat. 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Islam adalah cara hidup, bukan hanya upacara persembahan dan pendidikanpun adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada orang yang sedang dididik.7. Segala usaha yang dilakukan tentu memiliki tujuan, sebab tujuan merupakan salah satu yang diharapkan setelah usaha atau kegiatan selesai di lakukan. Tujuan merupakan faktor yang penting dalam suatu kegiatan atau usaha. Demikian pula dengan proses pendidikan, tanpa adanya suatu tujuan akan menimbulkan ketidak tentuan dalam prosesnya. Menurut Ramayulis secara umum, pendidikan agama islam bertujuan untuk “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama islam, sehingga menjadi manusia yang muslim, yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara” Sedangkan menurut Azyumardi Azra bahwa “ pendidikan islam itu sendiri hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup seorang muslim”.8 Dengan demikian tujuan pendidikan agama islam tidak terlepas dari tujuan hidup seorang muslim adalah untuk menyembah kepada Allah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-dzariat ayat 56 sebagai berikut:
7
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan. (Jakarta: PT. Al Husna Zikra 1995) cet III, h 32 8 Azyumardi Azra, Esai-esai intelektual muslim dan pendidikan islam, (Jakarta: PT. logos wacana Ilmu, 1992,) h. 7
16
Artinya “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Q.S. Al-Dzariyat: 56)9 Tujuan hidup muslim sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an di atas adalah menjadi tujuan akhir pendidikan agama islam, yakni untuk menciptakan pribadi-paribadi hamba Tuhan yang selalu bertakwa dan mengabdi kepada-Nya. Pendidikan agama Islam adalah bagian integral dari pendidikan nasional. Tujun pendidikan nasional yang tercantum dalam UUSPN No 20 tahun 2003 sebagai berikut: “Pendidikan nasional bertujuan untuk agar berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”10 Dari rumusan tujuan pendidikan agama Islam yang telah dikemukakan di atas terlihat bahwa tujuan pendidikan agama Islam mempunyai cakupan yang lebih luas, yang pada akhirnya tertumpu pada penyerahan diri secara total hanya pada Allah SWT dan terbentuknya kepribadian yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam yang disebut dengan kepribadian muslim atau terbentuknya insan kamil sebagai tujuan akhir dari pendidikan agama Islam. 3. Dasar Pendidikan Agama Islam Pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia mempunyai dasardasar yang cukup kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari segi : a. Yuridis / hukum b. Religius
9
Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), h. 862 Depdiknas, Undang-Undang RI No 20 Tahun2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Cemerlang Publiser, 2007), cet I, hal 69 10
17
c. Sosial psikologi 11 a. Dasar Hukum (Yuridis) Yang dimaksud dasar hukum (yuridis) dalam pelaksanaan pendidikan agama adalah berasal dari peraturan undang-undang yang secara langsung ataupun secara tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Adapun dasar dari segi Yuridis tersebut ada tiga macam, yakni dasar ideal,dasar konstitusional dan dasar operasional. 12 Adapun yang dimaksud dengan dasar ideal yaitu Pancasila, di mana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, berarti menjamin setiap warga Negara untuk memeluk, beribadah serta menjalankan aktivitas yang berhubungan dengan pengembangan agama, termasuk pelaksanaan pendidikan agama. 13 Dengan
demikian
Pancasila
merupakan
dilaksanakannya pendidikan agama,
tiang
penegak
untuk
karena untuk mewujudkan dan
mengamalkan sila pertama tersebut perlu usaha-usaha melalui pendidikan. Sedangkan dasar konstitusional adalah UUD 1945 dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.”14 Dan yang dimaksud dengan operasional adalah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah Indonesia seperti yang ditetapkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan kembali dengan Tap MPR No. IV/MPR/ 1978 jo. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983, di perkuat oleh Tap MPR No. 11
Zuhairini,. Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiah IAIN Sunan Ampel, 1981) h. 2 12 Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Bandung: CV. Armico, 1986), h. 56 13 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, 14 Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, h. 22
18
II/MPR/1993 tentang GBHN, yang pada pokoknya dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah Dasar sampai dengan Universitas-universitas Negeri.15 b. Dasar agama ( Religius ) Yang dimaksud dasar religius dalam uraian ini adalah dasar-dasar yang bersumber dari ajaran agama Islam yang tertera dalam ayat al Q.S Annur ayat 33.
Artinya: dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi, dan barang siapa yang memaksa mereka.
Maka
sesungguhnya
Allah
maha
pengampun
lagi
maha
penyayang(kepada mereka sesudah mereka dipaksa (itu). “ (Annur:33)16 Dari ayat tersebut di atas memberikan pengertian bahwa Allah mengampuni mereka yang di paksa untuk melakukan suatu pelacuran. Islam menghormati wanita dalam penghormatan yang sangat luhur, mengangkat martabatnya dari sumber keburukan dan kehinaan serta dari
15
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, h. 23 Muhammad Albar. Wanita Karir dalam Timbangan Iislam, (Jakarta pustaka azzam, 1998) ,cet pertama hal 12 16
19
penguburan hidup-hidup dan perlakuan buruk ke kedudukan yang terhormat. Sebab wanita itu selaku ibu, dibawah kakinya terletak surga17 Q.S At-Tahrim: 6
ﯾﺎﯾﮭﺎاﻟﺬﯾﻦ اﻣﻨﻮااﻗﻮاﻧﻔﺴﻜﻢ واھﻠﯿﻜﻢ ﻧﺎرا “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. (Q.S. At- Tahrim : 6)18 Dari ayat tersebut diatas memberikan pengertian kepada kita bahwa dalam ajaran islam memang diperintahkan untuk melaksanakan pendidikan agama. Ini secara langsung dipahami untuk menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka. Maka dengan kata lain pendidikan agama harus dapat kita terapkan dalam kehidupan kita baik terhadap keluga kita maupun diri sendiri. c. Dasar Sosial Psikologis Semua manusia dalam hidupnya di dunia ini selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya dzat yang maha kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Mereka akan merasa tenang dan tenteram hatinya jika mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada dzat yang Maha Kuasa. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-Ra’du ayat:28 yang berbunyi:
( 28:اﻻﺑﺬﻛﺮاﷲ ﺗﻄﻤﺌﻦ اﻟﻘﻠﻮب) اﻟﺮﻋﺪ “ Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram”. ( Q.S. Ar-Ra’du: 28)19 Karena itu manusia akan terus berusaha mendekatkan diri pada Tuhan hanya saja cara mereka mengabdi dan mendekatkan diri kepada Tuhan itu berbeda-beda sesuai dengan ajaran agama yang dianut, itulah sebabnya bagi orang-orang muslim diperlukan adanya pendidikan agama Islam, agar dapat mengarahkan fitrah mereka ke arah yang benar sehingga mereka akan dapat mengabdi dan beribadah sesuai dengan ajaran Islam. Tanpa adanya 17
Muhammad Albar. Wanita Karir dalam Kimbangan Islam, cet pertama hal 12 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an: 1993), h. 951 19 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 373 18
20
pendidikan agama Islam dari suatu generasi ke generasi berikutnya, maka orang akan semakin jauh dari agama yang benar.20 4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara : a.
Hubungan manusia dengan Allah SWT
b.
Hubungan manusia dengan sesama manusia
c.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
d.
Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya. 21
5. Fungsi Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam selain memiliki tujuan juga memiliki fungsi. Adapun fungsi pendidikan agama adalah untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan tugas-tugas hidupnya di muka bumi, baik sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan dan kehendak-Nya serta mengabdi kepada-Nya, maupun sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.22 Adapun fungsi lain dari pendidikan agama Islam adalah pembentukan kebiasaan dalam melaksanakan amal ibadah serta akhlak yang mulia dan menumbuhkan semangat untuk menguasai alam sekitar dan mengolahnya sebagai anugerah yang Allah SWT berikan pada manusia.23 Serta berfungsi untuk membentuk manusia pembangunan yang bertakwa kepada Allah SWT, memiliki
20
ilmu
pengetahuan
dan
keterampilan
serta
kemampuan
Zuhairini, et. al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, h. 25 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia), cet. IV, h.
21
21 22
Muhaimin,. Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),
h. 24 23
Baihaqi, AK, Agama, Perilaku, dan Pembangunan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1983/1984), h. 62
21
mengembangkan diri, bermasyarakat dan bertingkah laku sesuai dengan norma susila yang berdasarkan ajaran Islam.24 B. Trafficking 1. Pengertian Trafficking Perdagangan manusia merupakan kejahatan yang sistematis dan sulit diberantas. Masyarkat internasional menyebutnya sebagai perbudakan masa kini yang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Praktek perdagangan manusia sudah lama terjadi dan modusnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu bahkan jumlah korbannya setiap tahun mengalami peningkatan. Pada esensinya, trafficking berbeda dengan perdagangan manusia. Perdagangan manusia adalah sebuah transaksi penjualan antara penjual dan pembeli dengan harga yang disepakati, sedangkan (trafficking)perdagangan manusia mengandung unsur paksaan, penipuan, ancaman, kekrasan serta penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan-tujuan eksploitasi.25 Human trafficking adalah suatu perdagangan manusia, ini telah ada dalam sejarah bangs Indonesia. Pada jaman raja-raja Jawa dahulu, perempuan di jadikan pelengkap dari sistem pemerintahan feodal. Pada masa itu, konsep kekuasaan seorang raja digambarkan sebagai yang agung dan mulia. Raja mempuanyai kekuasaan penuh, antara lain tercermin dari selir yang dimilikinya, beberapa orang dari selir tersebut adalah putri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lagi merupakan persembahan dari kerajaan lain, tetapi ada juga dari lingkungan kelas bawah yang di “JUAL” atau diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga tersebut mempunyai keterkaitan langsung dengan keluarga istana. Sistem feodal ini belum nenunjukan keberadaan suatu industri seks tetapi telah membentuk landasan dengan meletakan perempuan sebagai
24 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang 1978), h. 18 25 Syarif Darmoyo dan Adi rianti, Trafficking Anak Untuk Pekerja rumah Tangga, (Jakarta: PKPM Unika Atmajaya, 2004), h.9.
22
barang dagangan atau memenuhi nafsu lelaki dan untuk menunjukan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Pada masa penjajahan belanda, industri seks menjadi lebih terorganisir dan berkembang pesat. Pada masa pendudukan jepang (1941-1945), komersialisasi seks terus berkembang. Selain memaksa perempuan pribumi dan perempuan belanda menjadi pelacur, jepang juga membawa banyak perempuan ke Jawa dan, Singapura, Malaysia, dan Hong Kong untuk melayani para perwira tinggi jepang. Fenomena mengalami
perdagangan manusia
perkembangan
hingga
(trafficking) kemudian terus
kini,
terutama
dinegara-negara
berkembang. Negara berkembang dijadikan target empuk operasi para mafia trafficking dalam melakukan aksinya. Kemajuan
teknologi
informasi,
komunikasi,
dan
transportasi
dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk menyelubungi perbudakan kedalam bentuk baru, yaitu Perdagangan Manusia yang beroperasi secara tertutup dan bergerak di luar jalur hukum yang ada. Pelaku Perdagangan Manusia dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas Negara secara halus sehingga para korban tidak berdaya. 26 Definisi (trafficking) perdagangan manusia yang dipakai oleh beberapa negara sebagian besar mengambil dari protokol PBB pada tahun 2000 Indonesia mengadopsi definisi (trafficking) perdagangan manusia kedalam keputusan presiden RI No. 88 tahun 2000 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A). dalam protokol PBB, definisi trafficking adalah: perkrutan, pengengkatan, pemindahan, penampunan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk paksaan lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun member atau meneima bayaran atau menerima bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas 26
Majalah Penyuluhan Sosial, SINAR, Kekerasan disekitar Kita, Pusat Penyuluhan Sosial, Departemen Sosila RI, Edisi 3 / 2009/ nomor 143
23
orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi setidaknya meliputi eksploitasi lewat memprostitusikan orang lain atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, karja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain yang serupa denga perbudakan, penghambatan atau pengambilan organorgan tubuh .27 Ada beberapa fakta yang cukup memperihatinkan tak kurang dari ratusan ribu anak-anak Indonesia rentan terhadap situasi kekerasan. lebih dari 3 juta anak terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya. Bahkan sekitar sepertiga pekerja seks komersil berumur kurang dari 18 tahun. Sementara 40.000 sampai 70.000 anak lainnya telah menjadi korban eksploitasi seksual. Ditambah lagi sekitar 10.000 wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya.28 Internasional labour Organisation (ILO) mendefinisikan trafficking sebagai kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menculik, menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan iming-iming) korban, menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang, memanfaatkan ketidak tahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidak berdayaan dan adanya perlindungan terhadap korban atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan ijin dan persetujuan dari orang tua, wali atau orang yang mempunyai wewenang atas diri korban, dengan tujuan untuk mengisap dan memeras tenaga (mengekploitasi) korban.29 Adapun definisi trafficking menurut Undang-Undang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) No. 21 tahun 2007 adalah tindakan
perekrutan,
penampungan,
pengiriman,
pemindahan
atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
27 28
Syarif Darmoyo dan Adi rianto,…,h. 9 Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Info Care. Edisi II 2009
Jakarta 29
Fentiny nugroho dan Johana debola Imelda, perdagangan Anak Indonesia ,(Jakarta: ILO, 2001), h. 9
24
pencilikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas diri orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalam negara, dengan tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. 30 Sedangkan kategori anak trafficking/perdagangan manusia sesuai dengan Konpeksi Hak Anak PBB adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun.31 Tabel: Kerangka Perdagangan Orang Proses/Cara
Jalan
Tujuan
Perekrutan
Ancaman
Prostitusi
Pengiriman
Pemaksaan
Pornografi
Penampungan
Penculikan
Kekerasan/Eksploitasi Seksual
Penerimaan
Penipuan
Kerja Paksa
Kebohongan
Perbudakan/Praktik Serupa
Penyalahgunaan kekuasan
Pengambilan Organ Tubuh
Jika salah satu faktor dari ketiga unsur ini terpenuhi, maka terjadilah perbuatan perdagangan manusia. Menurut protocol PBB menetapkan bahwa persetujuan korban menjadi tidak relevan atau diabaikan, jika cara-cara yang sudah disebutka diatas telah digunakan.32 Setiap tindakan rekrutmen, pengiriman, pemindahan,penempatan atau penerimaan seorang anak dengan maksud eksploitasi, dianggap sebagai perdagangan orang walaupun cara-cara pemaksaan ataupun penipuan dalam pengertian diatas tidak digunakan. Hal ini tegas bahwa untuk korban 30 31 32
ke-1, h. 23
UU PTPPO No. 21 Tahun 2007, h.2. Syarif Darmoyo dan Adi rianto,…, h. i. Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang , (Jakarta:Sinar Grafika, 2010), cet
25
perdagangan anak, tanpa terpenuhinya unsur kedua, yaitu menggunakan cara ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, atau kedudukan rentan atau pemberian, atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang-orang ini sudah merupakan bentuk perdagangan orang Dalam kasus Trafficking menggunakan istilah perdagangan karena hal ini sebagaimana layaknya kegiatan ekonomi yang didalamnya terdapat transaksi permintaan dan penawaran (Supply and Demand). Permintaan pasar tenaga kerja (khususnya pekerja rumah tangga) diluar negeri disebut supply dan kebutuhan para pencari kerja untuk menopang perekonomian mereka disebut demand, telah dimanfaatkan oleh para mucikari untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya dengan cara menipu dan memalsukan data atau identitas korban yang dikomoditaskan tersebut Sehingga praktek (Trafficking) perdagangan manusia dikategorikan sebagai kejahatan pidana transnasional, yaitu kejahatan yang melintas batas dan kepentingan suatu negara.33 Mendorong upaya pemenuhan hak anak untuk memerangi eksploitasi anak ditingkat lokal, nasional dan regional, anggota asosiasi negara-negara Asia Tenggara (Asean) melakukan tindakan untuk melindungi anak dan menghukum para pelaku. Menyadari pentingnya kerjasama regional dan internasional untuk menjamin proses peradilan bagi para pelaku kejahatan seks terhadap anak, mengindentifikasi tantangan-tantangan utama sebagai berikut, kemiskinan tetap menjadi akar penyebab pariwisata seksual anak. 34 Faktor lainnya meliputi keterbatasan akses terhadap pendidikan dan lemahnya
terhadap kapasitas penegak hukum, kemajuan teknologi,
khususnya penggunaan internet yang semakin meluas dan gambar-gambar yang melecehkan anak, telah meningkatkan praktek seksual anak. 33 Komnas Perempuan, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan, (Jakarta: KP, 2007), Vol, I, h. 2. 34 Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Info Care. Edisi II 2009 Jakarta
26
Hukum yang menegaskan akan larangan untuk memperbudak hak manusia dan merugikan kehidupannya sangat dilarang oleh Negara sehingga peraturan demi peraturan diterapkan dan dikeluarkan dalam: UU No 39 tahun 1999 tetang hak asasi manusia. Pasal 20 menentukan: 1. Tidak seorangpun boleh diperbudak dan diperhambat 2. Perbudakan atau penghambatan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.35 2. Bentuk Praktik Trafficking Dilihat dari praktek yang terjadi sangat beragam bentuk dan bermacam cara yang dilakukan dalam menjalankan praktek trafficking untuk menjerat korbannya biasanya merayu dengan janji-janji yang dapat menggiurkan korban, dikarenakan korban dalam keadaan terdesak persoalan ekonomi. Berikut adalah beberapa bentuk praktik trafficking: a. Pembantu rumah tangga (PRT) b. Prostitusi/Pelacuran Perempuan memasuki dunia pelacuran dalam tiga cara berbeda yaitu: Suka rela, sukarela mengindikasi bahwa perempuan tersebut yang dengan sendirinya mendatangi pengelola dari sebuah tempat yang menjajakan seks (agennya). Sukarela adalah keikutsertaannya tidak berdasarkan paksaan dan dilakukan oleh orang dewasa dalam prostitusi tidak dimasukan kategori trafficking Terjerat hutang, memasuki dunia pelacuran dengan jeratan hutang, mengacu kepada keterlibatan orang tua, wali ataupun orang-orang yang menerima uang dari seorang agen atau pemilik rumah bordil untuk menjual ataupun menyewakan anak perempuan mereka atau
35
1984
Achie Sudiarti Luhulima, Bahan Ajaran Tentang Hak Perempuan, UU No 7 tahun
27
perempuan-perempuan
muda
yang dijanjikan
akan
diberi
pekerjaan. Prostitusi dengan jeratan hutang dapat juga terjadi dalam situasi ketika seorang perempuan setuju untuk bekerja dalam industri pelacuran tetapi tidak mengetahui dan tidak menyetujui bahwa penghasilan dan kebebasannya akan diambil darinya dan saat ia bekerja ia tidak diperbolehkan untuk pergi. Dalam kasus seperti ini, ia merupaka korban Trafficking untuk tujuan eksploitasi melalui pelacuran Dengan tidak suka rela. Cara ketidak sukarelaan menggunakan penipuan dan pemaksaan terhadap perempuan tersebut yang dilakukan seorang agen atau pemilik rumah bordil, perempuan tersebut diiming-imingi, ditipu, diculik atau dengan cara apaun dijebak masuk dalam dunia pelacuran. “keikutsertaan” dengan cara seperti ini temasuk kedalam trafficking.36 c. Pekerja berat: pertambangan, jermal, perkebunan Pekerjaan berat yaitu memperkerjakan anak-anak yang belum berusia 18 tahun dengan pekerjaan yang seharusnya tidak mereka lakukan seperti pertambangan, perkebunan, bekerja dijalan, pemulung sampah, jermal, pembantu rumah tangga dan lain sebagainya. d. Adopsi palsu Indonesia sudah dinyatakan sebagai kawasan potensial untuk perdagangan
anak
dan
perempuan
sepanjang
2003-2004
ditemukan sedikitnya 80 kasus perdagangan anak berkedok adopsi yang melibatkan jaringan dalam negeri. Dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui diadopsi untuk diambil organ tubuhnya dan sebagian besar bayi yang diadopsi
36 Margaretha
Hanita, dkk, Buku Panduan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Pemenuhan Hak-Hak Bagi Korban, (Jakarta: pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2009), cet ke-1, h.8-9
28
tersebut dikirim kesejumlah Negara di antaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda, Swedia dan Prancis. 37 e. Tentara anak f. Pengemis jalanan g. Pengantin pesanan Salah satu modus operadi perdagangan orang yang lain adalah pengantin pesanan yang merupakan pernikahan paksa, yang penikahannya diatur oleh orang tua, perkawinan pesanan ini menjadi perdagangan orang apabila terjadi eksploitasi secara seksual maupun ekonomi melalui penipuan, penyengsaraan, penahanan dokumen, sehingga tidak dapat melepaskan diri dari eksploitasi, serta ditutupnya akses informasi dan komunikasi dengan keluarga. Ada dua bentuk perdagangan melalui perkawinan, yaitu pertama, perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan tersebut dan membawa kewilayah lain yang sangat asing, namun sesampai diwilayah tujuan perempuan tersebut dimasukan dalam prostitusi. Kedua, adalah perkawinan untuk memasukan perempuan kedalam rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sangat eksploitatif bentuknya.38 h. Drug trafficking yaitu melibatkan anak-anak dalam penjualan, produksi dan pengedar narkotika. i.
Eksploitasi seksual: paedopfilia, pornografi Eksploitasi seksual adalah partisipasi seseorang dalam pelacuran, penghambaan secara seksual, atau produksi barang-barang pornografi sebagai akibat dari ketiadaan pilihan terhadap ancaman, penipuan, pemaksaan,
penculikan secara paksa,
kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, dan jeratan hutang, 37 38
Dra. Farhana, …, h. 51 Dra. Farhana, …, h. 51
29
meskipun dengan ketiadaan salah satu dari factor-faktor tersebut, jika seseorang yang belum berumur 18 tahun berpartisipasi dalam pelacuran,
penghambaan
eksploitasi seksual. j.
seksual,
tetap
dianggap
sebagai
39
Penari penghibur, pertukaran budaya
k. Trafficking bayi, dan lain-lain Perdagangan bayi untuk diadopsi juga merupakan tidak pidana perdagangan orang. Adopsi anak yang melawan hukum juga bisa dipidana
dengan
Undang-Undang
perlindungan
anak.
Di
Indonesia perdagangan bayi dan penculikan bayi yang kemudian diperdagangkan untuk diadopsi atau bahkan untuk keperluan lain banyak terjadi.40 Untuk membujuk korbannya biasanya melakukan berbagai macam cara, dapat dengan cara menjerat korbannya agar mau ikut pada bujuk rayunya dan iming-iming yang dijanjikan pada korbannya, sehingga korban terbujuk dengan iming-iming yang menggiurkan tersebut tanpa berpikir panjang lagi. Dan dengan cara rekrutmen, dimana yang terdapat banyak calo- -calo yang mengatasnamakan Penyalur Jaringan Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), dengan proses rekrutmen ini biasanya menggunakan penipuan, pembujukan, pemalsuan, dan lain-lain. Kemudian penampungan, penampungan adalah titik yang sangat rawan, menurut peraturan, rumah penampungan adalah tempat sementara untuk kegiatan pemberangkatan termasuk kegiatan orientasi atau pendidikan dan kegiatan penyelesaian dokumen kerja untuk keluar negeri. Tetapi dalam kenyataannya, rumah penampungan lebih menyerupai gudang tertutup. TKI atau TKW tidak merasakan adanya persiapan
39 40
Margaretha Hanita, dkk, …, h. 9-10 Margaretha Hanita, dkk,…, h. 9-10
30
pemberangkatan yang memadai, tidak ada kepastian berapa lama mereka menunggu.41 Dan salah satu bentuk modus perdagangan orang yang lain adalah pengantin pesanan (Mail Order Bride) yang merupakan pernikahan paksa dan pernikahan ini diatur oleh orang tua. Perkawinan pesanan ini menjadi perdagangan orang apabila terjadi eksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi melalui penipuan, penyengsaraan, penahanan dokumen, sehingga tidak dapat melepaskan diri dari eksploitasi, serta ditutupnya akses informasi dan komunikasi dengan keluarga.42 Modus lain dari perdagangan orang adalah Implantasi Organ, yaitu perdagangan anak berkedok adopsi yang melibatkan jaringa dalam negeri, dan kemudian dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui diadopsi untuk diambil organ tubuhnya dan sebagian besar bayi yang diadopsi tersebut dikirim kesejumlah Negara, diantaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda, Swedia, dan Perancis.43 Indonesa telah terkenal sebagai salah satu negara pengirim terbesar pekerja migrant ke berbagai negara (Timur tengah, Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan dan Korea). Jumlah tenaga kerja yang dikirim ke Asia pasifik terus meningkat selama lima tahun terahir. Pada kenyataannya dari tahun 1980-1983 jumlah tenaga kerja migrant meningkat dari 10.000 hingga 230.000 orang.44 3. Beberapa Faktor Penyebab Terjadinya Trafficking Merujuk data Komisi Nasional Perlindungan Anak ada sekitar 34 jua anak dari 33 provinsi mengalami tindak kekerasan. Tindakan kekerasan itu bisa berupa fisik, psikis maupun seksual. Bahkan Komnas PA menyebut angka ini telah naik sebesar 59% dibandingka tahun sebelumnya. Keadaan ini sungguh mengerikan. Sebab bagaimana pula anak-anak yang jumlahnya
41
Farhana, …, h. 36 Farhana, …, h. 47 43 Farhana, S.H., M.H., M.Pdi. Aspek Hukum Perdagangan Orang , (Jakarta:Sinar Grafika, 2010), cet ke-1, h. 51 44 Irwanto dkk, Perdagangan anak Indonesia, (Jakarta: ILO, 2001), h. 45. 42
31
demikian tinggi ini bisa hidup layak, mendapat hak pemenuhan anak berupa pendidikan, kesehatan maupun tumbuhkembangnya secara wajar dan berkelanjutan Berikut Beberapa faktor terjadinya trafficking adalah sebagai berikut45: a. Faktor Kemiskinan Ini adalah salah satu motifasi untuk keluar dari keadaan dan dorongan untuk memperbaiki nasib ditempat lain. Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi di dalam dan keluar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarga mereka sendiri. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai37,7 juta jiwa termasuk 13,2 juta di daerah perkotaan dari 213 juta penduduk Indonesia pada saat ini hidup dibawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan penghasilan kurang dari Rp 9000,00 per hari dan pengangguran di Indonesiapun semakin meningkat jumlah per harinya.46 Krisis ekonomi saat ini akan meningkatkan kerentana anak menjadi korban trafficking. Para pelaku kejahatan mulai mengunjungi masyarakt dan daerah-daerah yang masih terpencil dan dianggap miskin dan tingkat pendidikan dan kesadaran di daerah-daerah yang sangat rendah, seperti daerah-daerah tertentu di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara sehingga mudah bagi sang pelaku kejahat untuk mencari korban-korban selanjutnya. b. Faktor Pendidikan Yang Masih Rendah Faktor kedua yang mungkin masih berkaitan dengan faktor ekonomi adalah tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan hasil
45
Majalah Penyuluhan Sosial, SINAR, Kekerasan disekitar Kita, Pusat Penyuluhan Sosial, Departemen Sosila RI, Edisi 3 / 2009/ nomor 14 46 Farhana, …, h. 47
32
SUSESNAS 2006 tiga daari empat perempuan diperdesaan hanya menamatkan pendidikan SD, sedangkan separuh penduduk perkotaan adalah lulusan SMP/Sekolah Menengah Pertama, karena tingkat pendidikan yang masih rendah inilah memberikan kontribusi pada ketidak terampilan dan rendahnya pengetahuan seseorang sehingga membuat mereka mudah tertipu. Akibatnya saat mereka mendapatkan perlakuan yang tidak adil atau semesa-mena hanya bisa diam tanpa banyak berbuat atau bertindak atas ketidakadilan yang didapatnya. Karena Faktor pendidikan yang masih rendah ini pulalah yang dapat mengantarkan seorang wanita menjadi korban trafficking, karena pendidikan yang masih rendah ini mereka tidak dapat membedakan mana perusahaan penyalur tenaga kerja yang legal dan ilegal Ditambah dengan masih adanya ketidak cocokan antara hukum adat dan hukum negara terutama dalam konteks batas usia perkawinan dan pendidikan. Sementara tumbuh stigma bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi cukup sampai SD saja, karena hukum adat masih meyakini bahwa setinggi apapun wanita tingkat pendidikannya tatap akan kembali kedapur juga bila sudah berkeluarga. Karena itu untuk menyesuaikan perangkat hukum adat tersebut dengan perangkat hukum nasional perlu adanya kerjasama dengan KHA/Konvensi Hak Anak dan bila perlu, membicarakan dengan pemuka agama atau adat yang berpengaruh di tempat tersebut untuk menyelesaikan ketidak cocokan untuk antara hukum adat atau hukum agama dan hukum negara. c. Penipuan Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja (di dalam negeri di luar negeri) tidak mengetahui adannya bahaya didalam proses perekrutan para pencari pekerjaan. Tidak mengetahui cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan. Sebuah fakta yang sungguh tragis, bahwa rakyat kecillah yang selalu dirugikan paling tidak beruntung. Mereka menjadi korban para
33
mafia (Human Trafficking) perdagangan manusia dengan iming-iming pekerjaan dengan hasil melimpah di negeri seberang. Padahal kemudian mereka dijadikan perempuan pemuas nafsu para hidung belang sesampai di tempat tujuan. d.
Keinginan Cepat Kaya Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dari desa ke kota. Dengan bekal ala kadarnya atau bisa dikatakan modal nekad, para urban ini sangat rentan terhadap trafficking. Dan menjadi TKI/Tenaga Kerja Indonesia di luar negeripun menjadi sebuah pilihan bagi sebagian orang. Hal ini terjadi karena kondisi sosial ekonomi pula yang begitu menindih kehidupan sehari-hari dan terus berkepanjangan. Maka keputusan untuk menjadi TKI/Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri tidak hanya sekedar alternatif melainkan sudah menjadi pilihan dengan segala pertimbangan yang matang. Mereka
berkeyakinan
bahwa
dengan
pengorbanan
yang
sedemikian besar bukan hanya tidak sia-sia, tetapi tentunya dengan harapan
bahwa
mereka
akan
mampu
membawa
serta
mempersembahkan hasil jerih payahnya untuk dirinya sendiri atau seluruh keluarganya di kampung halaman. e.
Faktor Budaya Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki dan perempuan telah memperoleh pembagian peran, tugas, nilai-nilai serta aturan-aturan yang berbeda.perempuan karena fungsi reproduksi ditempatkan domestik (Rumah tangga), sedangkakn laki-laki ditempatkan pada ruang public.pembagian peran, tugas dn nilai serta aturan-aturan diberikan melalui aturan sosial masyarakat dan adat. Pembagian peran ternyata berdampak luas serta mempengaruhi pola pengasuhan dan kesempatan bagi anak laki-laki dan perempuan. Hamper di seluruh Indonesia, terutama dipedesaan, orang tua lebih memberikan kesempatan pendidikan kepada anak laki-laki, karena
34
suatu hari anak laki-laki harus mencari nafkah bagi anak dan istrinya, sedangkan anak perempuan dianggap tidak terlalu membutuhkan pendidikan karena kelak akan mengikuti suami. Dalam sebuah keluarga perempuan selalu diberikan pendidikan agar rela berkorban untuk keluarga, sehingga banyak perempuan yang bekerja bukan untuk mengaktualisasikan dirinya atau melaksanakan haknya, tetapi sekedar untuk membantu keluarga atau menambah penghasilan keluarga,oleh sebab itu perempuan lebih rentan terhadap perdagangan orang f.
Peran Anak Dalam Keluarga Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafficking. Dengan dalih untuk membantu keluarga atau karena jeratan hutang maka anak dianggap sebagai salah satu upaya strategi untuk mencari nafkah guna membantu mengatasi masalah orang tuanya.
g.
Perkawinan Dini Dari banyak penelitian bahwa banyak perempuan yang menjadi korban, hal ini karena dalam masyarakat terjadi perkawinan usia muda yang dijadikan cara untuk keluar dari kemiskinan. Dalam keluarga anak perempuan seringkali menjadi beban ekonomi keluarga, sehingga dikawinkan dalam usia muda. Mengawinkan anak dalam usia muda telah mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial karena tingkat kegagalan pernikahan semacam ini sangat tinggi, sehingga terjadi perceraian dan rentan terhadap perdagangan orangSelain memiliki
resiko
bahaya
kesehatan,
putus
sekolah,
gangguan
perkembangan kepribadian perkawinan dini sangat berisiko terutama pada perceraian. Anak-anak yang sudah bercerai harus menghidupi diri sendiri walaupun mereka masih anak-anak. Pendidikan rendah karena setelah menikah mereka berhenti sekolah dan rendahnya keterampilan mengakibatkan tidak banyak pilihan yang tersedia, baik dari segi mental
35
biasanya sangat rapuh dan ini dijadikan modal oleh para oknum untuk menipu korban.47 h.
Jeratan Hutang Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan
i.
Faktor Penegak Hukum Faktor-faktor yang mempengaruhi faktor penegak hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat. 1) Faktor hukumnya sendiri Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang, tidak ada peraturan perundang-undangan yang dengan tegas mengatur hal ini.
Kebanyakakn
pelaku
perdagangan
orang
yang
tertangkappun tidak semuanya dijatuhi hukuman yang setimpal dengan jenis dan akibat kejahatan tersebut, akibat lemahnya piranti hukum yang tersedia selama itu ketentuan hukum positif yang mengatur tentang larangan perdagangan orang yang selama ini tersebar dlam berbagai peraturan perundangundangan seperti pasal 297 KUHP. Pasal tersebut tidak menyebutkan dengan jelas tentang definisi perdagangan orang, sehingga tidak dapat dirumuskan dengan jelas unsur-unsur tindak pidana yang dapat digunakan penegak hukum untuk melakukan penuntutan dan pembuktian adanya tindak pidana. Pasal ini dapat dikatakan mengandung tindak diskriminasi terhadap jenis kelamin karena pasal ini hanya menyebutkan wanita dan anak laki-laki dibawah umur. Artinya hanya 47
Farhana, …, h. 47
36
perempuan dan anak laki-laki yang masih dibawah umur yang mendapat perlindungan hukum.48 2) Faktor penegak hukum Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafficking untuk tidak memperdulikan kegiatan-kegiatan
yang
bersifat
kriminal.
Para
pejabat
pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migrant lebih rentan terhadap trafficking karena migrasi illegal, kuranggnya budget/anggaran dana dan negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafficking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerat dan menuntut pelaku trafficking. Bahkan Orang tanpa pengenal lebih mudah menjadi mangsa trafficking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi, anak-anak yang ditraffic, misalnya lebih mudah diwalikan ke orang dewasa maupun memintanya Ditambah lagi dengan lemahnya pemerintah terhadap penjagaan perbatasan membuat maraknya PJTKI illegal. Jika penjagaan di perbatasan ketat, tidak mungkin ada peluang PJTKI illegal untuk mengirim tenaga kerja. Contohnya seperti holipah yang ikut menjadi TKI karena melihat keberhasilan saudaranya bekerja di Brunei tanpa mengetahui
apakah
perusahaan
PJTKI
yang
dipilihnya
merupakan penyalur yang sah atau tidak, sehingga holipah disana mengalami banyak penyiksaan seperti diperkosa oleh ayah dan adik dari majikan perempuannya, hilopah telah melaporkan kejadian ini kepada majikannya, tetapi dia malah dimarahi dan dianggap memfitnah, bahkan holipah juga sudah
48
Farhana, …, h. 66
37
melapor kepada polisi, tetapi oleh polisi dikatakan kasus ini tidak dapat diteruskan karena tidak adanya bukti dan saksi. 49 Ketidak jeraan dalam melaksanakan aksinya karena hukum di negara kita masih sangat lemah serta memberikan kebebasan bagi yang kuat. Kebanyak dari korban adalah pada posisis yang lemah yang tidak mampu berbuat sesuatu untuk membela diri melalui jalur hukum, korban juga lebih banyak menutup diri karena takut akan sebuah ancaman yang diberikan oleh pelaku.50 Kasus penyangkut Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang yang jelas menunjukan keberpihakan Negara yang melindungi anak yang mengalamieksploitasi
seksual,
tetapi
dalam
penerapan
dilapangan tidak sensitif pada kepentingan perempuan dan anak. Contohnya provinsi DKI Jakarta, melalui Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 2007 justru menempatkan pekerja seks komersial, termasuk yang berusia anak-anak, sebagai pelanggar ketertiban umum. Perda ini gagal melihat mereka sebagai korban eksploitasi ekonomi dan seksual, korban perdagangan manusia.51 3) Faktor sarana atau fasilitas Sarana atau fasilitas mempengaruhi penegak hukum. Tidak mungkin penegak hukum akan berlangsung dengan lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas. Sarana atau fasilitas antara lain mencakup sumber daya manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup. Terjadinya perbedaan interprestasi pada penegak hukum tentang definisi perdagangan orang sangat berpengaruh terhadap 49
Kompas Kamis 2 Desember 2010, h 26 Majalah Penyuluhan Sosial, SINAR, Kekerasan disekitar Kita, Pusat Penyuluhan Sosial, Departemen Sosila RI, Edisi 3 / 2009/ nomor 14 51 Kompas, Jum’at 3 Desember hal 38 50
38
penuntutan, pembuktian dan penghukuman. Sering terjadi kasus kejahatan perdagangan manusia lepas dari penuntutan karena adanya
perbedaan interprestasi.
Hal
ini terjadi
karena
terbatasnya pemahaman dan keahlian penegak hukum dalam menangani kasus perdagangan manusia, sehingga berdampak luas pada prosesnya. Dapat dikatakan juga bahwa kurangnya pelatihan pada penegak hukum mengenai perdagangan manusia, ketiadaan prosedur baku
yang khusus dirancang untuk
menangani tindakan pidana ini, sehingga sangat tergantung pada persepsi dan kemampuan penegak hukum. Sistem pendataan dan dokumentasi kasus dan penanganan perdagangan manusia yang tidak memadai, sehingga data tidak terdokumentasi secara lengkap. Ini mengakibatkan adanya anggapan bahwa upaya perdagangan manusia tidak merupakan prioritas. Ruang Pelayanan Khusus (RPK) dalam struktur organisasi Polri bagian terdepan Polri dalam menangani perempuan korban kekerasan dan eksplotasi. Peranan RPK belum digunakan secara maksimal oleh masyarakat. Masih banyak masyarakat yang belum terdorong mengadu ke RPK bila mengalami eksploitasi ekonomi atau seksual. Apabila korban datang, mereka ingin segera pulang apabila RPK menahan korban lebih lama, maka diperlukan dana operasional, sedangkan dana belum dimasukan anggara.52 4) Faktor masyarakat Kesadaran masyarakat terhadap hukum belum terbangun dengan baik. disamping itu, sebagian masyarakat masih mengalami krisis kepercayaan kepada hukum dan aparat penegak hukum. Hal ini sangat berpengaruh terhadap ketaatan terhadap hukum dan jaminan pelaksanaan hak asasi manusia, 52
Farhana, … h. 68
39
khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan tindak kejahatan perdagangan orang terutama perempuan dan anak. 53 4. Faktor Penarik Trafficking Adapun faktor penarik terjadinya trafficking disebabkan oleh: a. Konsep Pekerjaan enak Para perempuan khususnya yang bekerja diluar dengan tujuan wilayah perkotaan dan negara maju, sewaktu pulang kekampung halamannya membawa berbagai macam keberhasilan dan merka menceritakan
pekerjaannya
kepada
tetangga
dan
para
gadis
dikampungnya. Merka menceritakan betapa mudah dan enak bekerja disana dengan gaji yang besar. Konsep pekerjaan yang enak menjadikan Patokan untuk para wanita lain bekerja mengikuti jejak mereka, sehingga pekerjaan yang mudah
dan
enak
ini
menjadi
umpan
yang
sangat
mudah
menarikperekrutan. b. Gaya hidup Modern Bagi sebagian orang, khususnya dipedesaan sering melihat tetangga mereka yang bekerja diluar negeri (migran) mengalami kemajuan perkonomiannya. Mereka memperlihatkan hasil kerjanya kepada tetangganya, seperti adanya perubahan gaya hidup modern yang diperoleh dari pengalaman bekerja dikota besar, mulai dari pakaian, pergiasan, makanan, handphone sampai gaya bicara dan kebebasan bergaul. Belum lagi jika memperoleh keberhasilan yang lebih besar seperti memiliki: sepeda motor, mobil, rumah yang lebih baik serta perabotan yang
lebih mahal.
Ini semua
dapat menimbulkan
kecemburuan sosial kepada tetangga disekitarnya, sehingga mendorong para tetangga khususnya perempuan (dewasa dan anak-anak) untuk
53
Farhana, …, h. 68
40
mengikuti jejaknya yang sukses dan berhasil setelah bekerja di luar negeri ataupun dikota-kota besar54 5. Strategi Menjerat Korban Trafficking Biasanya modus operandi rekrutmen terhadap kelompok rentan tersebut dengan cara rayuan menjanjikan berbagai kesenangan, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawini atau memacari (pemesanan pengantin/mempelai perempuan atau permintaan dari tempat-tempat tertentu untuk dijadikan istri kontrak). Menculik, menyekap atau memperkosa. Modus lain berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis entertainment, kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah besar. Ibuibu hamil yang kesulitan biaya untuk melahirkan atau membesarkan anak dibujuk dengan jeratan hutang supaya anaknya boleh diadopsi agar dapat hidup lebih baik (Adopsi pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan prosedur atau diperjual belikan kepada warga negara sendiri atau warga negara asing), namun kemudian dijual kepada yang menginginkan atau lebih buruk lagi adalah adopsi untuk tujuan pengambilan organ tubuh. Melibatkan anak-anak dalam perdagangan obat-obatan terlarang. Anak-anak yang dipekerjakan diperkebunan, eksploitasi pedophilia seksual.
Pornografi
perempuan
dan
anak
untuk
kerja
paksa.
Memperkerjakan perempuan dan anak untuk pekerjaan pengemisan atau meminta-minta, memperkerjakan perempuan dan anak dalam kerja seks atau kegiatan pelacuran. 3 hal penting indikasi Trafficking: a. Dicabut dari akar keluarganya, misalnya dibawa pergi jauh untuk waktu yang tidak ditentukan. b. Dengan cara pemaksaan, penipuan dan iming-iming,
54
Komnas Perempuan, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan, (Jakarta: KP, 2007), Vol, I, h. 25
41
c. Adanya eksploitasi, bekerja tidak sesuai waktu, misaltidak diberi waktu istirahat, umurnya dituakan (14 tahun menjadi 20 tahun) atau di make up supaya terlihat dewasa. 6. Ruang Lingkup Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Pelaku tindak pidana perdaganga orang dapat digolongkan menjadi empat kelompok, sebagai berikut: a. Orang perseorangan, yaitu setiap individu/perorangan yang secara langsung bertindak melakukan perbuatan pidana perdagangan orang. b. Kelompok, yaitu kumpulan dua orang atau lebih yang bekerja sama melakukan perbuatan pidana perdagangan orang. c. Korporasi, yaitu perkumpulan atau organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subjek hukum yang bergerak dibidang usaha yang dlam pelaksanaannya melakukan penyalahgunaan izin yang diberikan d. Aparat, yaitu pegawai negeri atau pejabat pemerintah yang diberi wewenang tertentu namun melakukan penyalahgunaan dari yang seharusnya dilakukan55 7. Tanda-Tanda (Indikasi) Kegiatan Tindakan Trafficking a. Iming-iming gaji besar b. Pemaksaan bekerja dikota yang tidak diinginkan c. Pemindahan kota, tempat atau agency tanpa pemberitahuan terlebih dahulu d. Larangan berkomunikasi dengan keluarga selama diasrama e. pemungutan biaya administrasi yang besar f. tidak ada kontrak kerja yang jelas g. penempatan tempat kerja yang berubah-ubah h. penundaan mulai kerja dengan alasan yang tidak jelas i.
pemotongan gaji secara sepihak. 56
55
Dra. Farhana, …, h. 68
42
C. Kerangka Berfikir Fungsi lain dari pendidikan agama Islam adalah pembentukan kebiasaan dalam melaksanakan amal ibadah serta akhlak yang mulia dan menumbuhkan semangat untuk menguasai alam sekitar dan mengolahnya sebagai anugerah yang Allah SWT berikan pada manusia. 57 Serta berfungsi untuk membentuk manusia pembangunan yang bertakwa kepada Allah SWT, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan mengembangkan diri, bermasyarakat dan bertingkah laku sesuai dengan norma susila yang berdasarkan ajaran Islam.58 Sedangkan korban trafficking adalah suatu Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan
atau
bentuk-bentuk
lain
dari
pemaksanaan,
penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan exploitasi Para korban Perdagangan Manusia mengalami banyak hal yang mengerikan. Luka fisik dan psikologis, termasuk penyakit dan pertumbuhan yang terhambat, seringkali meninggalkan pengaruh permanen yang mengasingkan para korban dari keluarga dan masyarakat mereka. Para korban Perdagangan Manusia seringkali kehilangan kesempatan penting mereka untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual Sehingga para korban sering sekali mengalami trauma yang sangat berkepanjangan sehingga mereka tidak dapat mengembangkan diri dan bakat mereka, bahkan sering kali mereka slalu mengasingkan diri sehingga
56
Profile RPSW Mulya Jaya Baihaqi, AK, Agama, Perilaku, dan Pembangunan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1983/1984), h. 62 58 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang 1978), h. 18 57
43
hilanglah kesempatan mereka untuk mengalami perkembangan sosial, moral dan spiritual. 59 Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas dan berkaitan dengan judul penulis bahwa pelaksanaan pendidikan agama islam mempunyai pengaruh yang kuat terhadap para korban trafficking sehingga mereka tidak mudah putus asa, dapat menjaga kestabilan emosinya dan agar dapat bersosialisasi dengan teman-teman dan berlaku baik dengan dan dapat mengembangkan bakat-bakat potensi yang ada dalam diri mereka yang sempat terpendam dan agar mereka menjadi manusia yang sabar dan bertakwa kepada Allah dan berkepribadian muslim serta mempunyai akhlak yang mulia, diperlukan bebrapa tahap yang harus dilalui di antaranya: Menanamkan dasar-dasar agama dan nilai-nilai keagaman
59
Http://sehatjiwa.blogspot.com/2009/11/kondisi-kejiwaan-korban-perdagangan.html, Jum’at, 13 November, 2009
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita RPSKW “Mulya Jaya” di Jalan Tat Twam Asi. Komplek Desos Pasar Rebo Jakarta Timur. B. MetodePenelitian Metode penelitia merupakan suatu metode yang digunakan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Tujuan dari penggunaan metodologi ini adalah untuk mengumpulkan data yang akurat dan menganalisis data tersebut agar dapat terungkap atau menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang diteliti. 1 Dalam penyusunan proposal ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan masalah-masalah sebagaimana adanya, disertai dengan argument-argumen, gambar dan bukan angka-angka. Dan biasanya data-data tersebut mungkin berasal dari wawancara, catatan lapangan, dan dokumen resmi lainnya. 1
Sanapiah Faisal, Format-Formmat Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992). H.
11
44
45
Kemudian menguraikan susunan pembahasan kepada bagian yang kecil setelah dianalisis, dipadukan kembali unsur-unsur tersebut untuk mencapai suatu kesimpulan. C. Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu2 atau dapat juga diartikan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah para korban trafficking yang berjumlah 25 orang. Sedangkan yang menjadi sampel pada penelitian adalah para korban Trafficking yang berjumlah 7 orang untuk dijadikan sampel 1. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data atau memperoleh data yang cukup dan memadai, penulis mengumpulkan data-data sebagai berikut: a. Observasi Adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena3. Yaitu cara pengumpulan data dengan mengamati langsung obyek
penelitian,
dengan
mengadakan
pencatatan
data
yang
berhubungan dengan kegiatan bimbingan Agama Islam. Untuk memperoleh data-data yang akurat dan segala yang terkait dengan teknis pelaksanaan bimbingan agama Islam pada korban Trafficking. Jadi pengobservasian dapat dilakukan melalui penglihatan, pendengaran, merasakan dan pencatatan secara sistematis gejala-gejala yang terjadi dilapangan penelitian yaitu dengan terlibat langsung dalam kegiatan penelitian pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap korban Trafficking
2
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet. IV, h. 118-121 3 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta:1992), Cet. 2 h. 73
46
b. Interview Wawancara atau interview Adalah penulis memperoleh keterangan penelitian dengan cara Tanya jawab. Wawancara atau interview merupakan alat tukar menukar informasi yang tertua dan paling banyak digunakan dalam penelitian.4 Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai para pekerja sosial, pembingbing,
dan
tentunya
para
korban
trafficking.
Penulis
menggunakan metode interview untuk mendapatkan informasi, keterangan atau data tentang keadaan instansi yang meliputi keadaan mental, kejiwaan, fisik, sarana dan prasarana, tujuan didirikannya Rumah Perlindungan Sosial Wanita. Adapun jenis interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin, yaitu wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya tetapi tidak mengikat atau bebas disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat wawancara tengah berlangsung. Dengan kata lain, ketika penulis menanyakan pertanyaanpertanyaan pada informan, penulis tidak sepenuhnya terkait kepada pedoman wawancara (interview guide) yang telah penulis susun sebelumnya. c. Dokumentasi Untuk memperoleh data-data tertulis yang terdapat dilokasi dan berkaitan dengan pelaksanaa pendidikan agama islam dan korban trafficking yang diteliti. Maka, penulis mencari sumber-sumber yang diperluksn seperti: buku-buku yang mendukung dalam penelitian, profil-profi yang berkaitan dengan proposal, undang-undang RI/HAM, majalah, jurnal, artikel dan referensi lainnya yang berhubungan dengan masalah korban trafficking. D. Tahap-Tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian memberikan gambaran tentang keseluruhan perencanaan, pelaksanna pengumpulandata, analisis dan penafsiran data 4
Sutrisno Hadi, (Yogyakarta:1992), Cet. 2 h. 82
47
(temuan) sampai pada penulisan laporan. Tahap-tahap penelitian itu ada tiga sebagiamana penulis kutip dalam buku” Metode Penelitian Kualitatif” karangan Dr.Lexy J Moleong, M.A. adalah sebagi berikut: 1.
Tahap Pralapangan Ada enam kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini dan ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan tersebut yaitu: a. Menyusun rancangan penelitian b. Memilih lapangan penelitian c. Mengurus perizinan d. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan e. Memilih dan memanfaatkan informan f.
Menyiapkan perlengkapan penleitian
g. Etika penelitian lapangan 2.
Tahap Kegiatan lapangan
Tahap kegiatan lapangan ini dibagi ats tiga bagian, yaitu: a.
Memahami latar penelitian dan persiapan diri
b.
Memasuki lapangan, seperti keakraban hubungan, mempelajari bahasa, dan peranan peneliti.
c.
Berperan serta sambil mengumpulkan data.
E. Proses Pencatatan Setelah diketahui atau dirancang alat pengumpul data, maka perlu dirancang pula ialah pencatatan data yang pada dasarnya dapat ditinjau dari dua segi dimensi yaitu ketepatan dan struktur. “ ketepatan” maksudnya adalah kemampuan peneliti untuk bisa menghasilkn data “setepat” apa adanya. Dan struktur maksudnya dalam pencatatan data dilakuakan dengan cara terprogram atau teratur dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. F. Analisa Data Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu, wawancara, pengamatan yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen (arsip-arsip) dan lain-lain, kemudian data
48
tersebut dibaca, dipelajari dan ditelaah secara cermat. Langkah selanjutnya adalah mengolah data yang telah terkumpul dengan menguraikan data tersebut kedalam bahasa yang mudah dipahami dan logis sesuai dengan penelitian yang dibahas, lalu dihubungkan dengan hipotesis-hipotesis untuk memperoleh kesimpulan yang objektif. G. Teknik Analisa Data Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka penelitian ini merupakan penelitian non hipotesis yang bukan untuk membuktikan atau menguji suatu teori, namun hanya ingin menggambarkan fenomena yang terjadi pada objek penelitian. Maka teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis deskriptif kualitatif
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Rumah Perlindungan Sosial Wanita “Mulya Jaya” Rumah Perlindungan Sosial wanita “Mulya Jaya” merupaka salah satu unit pelaksana teknis Departemen Sosial yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada para korban trafficking yang meliputi pembinaan mental, sosial, member pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut kepada para korban trafficking agar mampu beradaptasi kembali dalam kehidupan masyarakat. Rumah Perlindungan Sosial Wanita “Mulya Jaya” ini juga dijadikan sebagai percontohan oleh Departemen sosial, didalamnya selain pelatihan juga dilakukan penelitian untuk mencari metode dan cara penanganan yang baru selain bimbingan agama, psikolog yaitu pelatihan kewirausahaan. Pembinaan yang dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita yaitu dengan menggunakan para pekerja sosial. Pada awal pembinaan dibentuk 3 tim yang terdiri dari 3 orang yakni: Pembimbing, seksi penyantunan yang melakukan assessment, dan penasehat (Psikolog). Tujuannya yaitu untuk merubah sikap dari sikap penolakan terhadap pelayanan menjadi sikap membutuhkan pelayanan. Setelah muncul sikap baru tersebut pada diri korban, baru diberikan orientasi mengenai fasilitas-fasilitas yang tersedia 49
50
dipanti tersebut dan kemudian mereka diarahkan untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas bimbingan dan keterampilan yang disediakan seperti, konsultan agama, pengurus, psikolog, dan keterampilannya seperti, ruang prngolahan pangan dan tata boga, penataan rambut dan pengantin tradisional, border dan kruistik dan juga menjahit. Korban trafficking yang telah mendapatkan pembinaan selama kurang lebih 6 bulan, panti ini memiliki program pelayanan pasca pembinaan yang berupa paket program kerja pemagangan yang sangat selektif, yang menggunakan tenaga pendampingan psikolog. Program ini bekerja sama dengan kantor Menneg yang memberikan fasilitas asrama dan lahan kerja dikawasan berikat Nusantara (KBN) Caking. Panti ini membatasi jumlah kuota siswa sebanyak 20-40 orang yang akan dikirim ketempat tersebut. Rumah Perlindungan Sosial memiliki program lain untuk pasca pembinaan yaitu biasa disebut dengan program penyaluran.maksudnya adalah setelah masa pembinaan para korban diklasifikasikan dan dikirim magang dan dikembalikan kepada keluarga. Sedangkan untuk pembekalan pasca pembinaan pihak panti memberikan bantuan modal awal berupa peralatan kerja.1 1. Sejarah Berdirinya Panti Sosial karya Wanita “Mulya Jaya” Panti Sosial Karya wanita “Mulya Jaya” merupakan salah satu lembaga yang didirikan oleh Departemen Sosial Republik Indonesia untuk menangani masalah tunasusiala. Panti yang berdiri tahun 1959, dengan status pilot proyek pusat pendidikan wanita, baru di buka oleh Menteri Sosial Bapak H. Moelyadi Djojomartono (Alm) dengan nama “Mulya Jaya” berdasarkan motto panti sendiri yaitu “Wanita Mulya Negara Pasti Jaya” panti tersebut dibuka setelah mengalami proses pembangunan dan penyempurnaan. Berdasarkan keputusan Menteri Sosial RI. Nomer; HUK/4-1-9/2005, tanggal 1 juni 1963, panti ini di resmikan menjadi Panti Pendidikan Wanita 1
Wawancara Pribadi dengan Abdurrahman, salah seorang staf di bidang advokat sosial dan juga pembimbing di Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, Jakarta, 29 Januari 2011
51
Mulya Jaya, pada saat PELITA 1, tahun 1969 Panti Pendidikan Wanita Mulya Jaya, diubah kembali namanya menjadi Panti Pendidikan dan Pengajaran Kegunaan Wanita (P3KW) Mulya Jaya. Dan pada tahun 1979 ditetapkan menjadi Panti Rehabilitasi Tuna Susila Mulya Jaya melalui surat keputusan Menteri Sosial Nomer; 41/HUK/XI/1979 tanggal 1 Nopember 1979 yang sekaligus ditetapkan struktur organisasi dan tata kerja panti diseluruh Indonesia. Berdasarkan SK Menteri Sosial diatas pula pada akhirnya tanggal 31 Desember 1982, Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila Mulya Jaya diserahkan pada kanwil Departemen Sosial DKI dan tanggal 23 April 1994 nama Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila ini menjadi Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya. Sejak tanggal 24 April 1995. Berdsarkan keputusan Menteri Sosial RI. No, 22/HUK/1995 ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya. Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) Pasar Rebo merupakan bentuk multi layanan yang didasarkan pada (SKB) 3 Menteri; antara Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, dan Menteri dalam Negeri dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Departemen Sosial memperoleh mandat sebagai berikut: a. Menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) b. Penyediaan Rumah Perlindungan (Protection Home) c. Mendorong Masyarakat, Orsos,LSM untuk peduli d. Mengembangkan Panduan, Pedoman, Standar, Prosedur, Pelayanan e. Melakukan Sosialisasi Mandat
Departemen
Sosila
tersebut
sejalan
dengan
kondisi
permasalahan wanita korban eksploitasi (fisik, psikis, dan seksual) yang menjadi korban trafficking yang membutuhkan perlindungan serta pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui institusional based yang mengacu kepada protection home (Rumah perlindungan). Dengan gambaran tersebut korban
52
membutuhkan sarana perlindungan yang belum banyak dikembangkan, dan Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) yang secara langsunng berada di bawah Organisasi Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo, Direktorat Jenderal Pelayanan dan rehabilitasi Sosial RI merupakan salah satu wujud pelaksanaan mandate Departemen sosial berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut. 2. Visi dan Misi a. Visi Menjadi pusat pelayanan dan perlindungan bagi wanita korban eksploitasi seksual yang ditrafficking secara Profesional. b. Misi Memberikan
perlindungan,
advokasi,
rehabilitasi
sosial,
pengembangan kemampuan dan keterampilan hidup dan pemenuhan hak-hak dasar wanita yang membutuhkan perlindungan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan mereka. 3. Landasan Hukum Landasan-landasan hukum yang digunakan oleh Indonesia guna memberantas perdagangan orang dan bentuk-bentuk diskriminasi, hakhak sipil dan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. a. UU No 7 Tahun1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. b. UU No 26 Tahun 2001 Tentang Pengadilan HAM c. UU RI No 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik d. UU RI No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang e. Keppres RI No. 88 Tahun 2002 Tentang RAN Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak f. Keppres Ri No. 87 Tahun 2002 Tentang RAN Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
53
g. Keputusan Menteri Pemberdayaan perempuan RI No. 17/Meneg PP/VII/
2005
Tentang
Pembentukan
Sub
Gugus
Tugas
Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak dan Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak. 4. Maksud dan Tujuan a. Maksud Kegiatan Perlindungan dan rehabilitasi sosial terhadap korban trafficking yang dilaksanakan di Rumaha Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) Pasar Rebo dengan bekerja sama dengan berbagai pihak agar tercapai hasil yang diharapkan. b. Tujuan Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial terhadap korban trafficking dengan cara memberikan bimbingan fisik, psikis, sosial, mental keagamaan dan bimbingan keterampilan kepada korban agar dapat berfungsi sosial secara wajar dalam kehidupan berkeluarga maupun masyarakat. 5. Komponen Rumah Perlindungan Sosial Wanita a. Rumah Perlindungan sosial Wanita (RPSW) Lembaga/ multi layanan yang didirikan dan langsungdibawah Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)”Mulya Jaya” yang diperuntukan untuk memberikan layanan, perlindungan dan rehabilitasi terhadap wanita yang menjadi korban eksploitasi Fisik, psikis, seksual dan di trafficking. b. Kasus Perempuan yang di Trafficking Perempuan yang dalam situasi tertentu membutuhkan, meminta bantuan pertolongan terhadap masalah yang dialaminya. c. Petugas Pelaksana Petugas pelaksana mengacu pada struktur organisasi Rumah Perlindungan Sosial Wanita yang terdiri dari: 1) Penanggung Jawab Program yaitu Pimpinan PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo.
54
2) Bendahara 3) Ketua yaitu melakukan tugas menejerial pelaksanaan Program Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) 4) Sekretariat, yang bertanggung jawab melakukan administrasi perkantoran. 5) Menejer kasus yaitu merupakan tim yang memimpin penanganan kasus mulai dari tahap penerimaan, identifikasi, asesmen, rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, reintegrasi sampai monitoring/ bimbingan lanjut, serta mengorganisir kelompok profesi bantu. 6) Pekerja sosial Merupaka profesi yang langsung melakukan penanganan kasus kelayanan dengan menggunakan tehnik dan metode yang telah ditentukan mulasi dari penerimaan sampai reintegrasi/monitoring. 7) Kelompok professional yaitu kelompok profesi yang tergabung dalam case menejemen dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu/profesi
seperti:
dokter,
psikiater,
psikolog,
guru,
pembimbingan agama, terapis, lowyer, kepolisian dan lain-lain. 8) Urusan pelayanan yaitu yang bertanggung jawab langsung terhadap pelayanan dan pengasuhan di RPSW dan dipimpin oleh seorang pekerja sosial. 9) Urusan rujukan yaitu yang bertanggung jawab langsung kepada referral/rujukan kelayan yang membutuhkan pelayanan lanjutan dan dipimpin oleh seorang pekerja sosial d. Menejemen Kasus Merupakan penanganan kasus dengan cara melakukan koordinasi dan menghubungkan kelayanan dengan sumber-sumber pelayanan yang tersedia dan melibatkan profesi-profesi tertentu seperti: dokter, psikiater, psikolog, perawat, lowyer, dan lain-lain dalam rangka penyelesaian kasus kelayan secara tuntas.
55
6. Sasaran Pelayanan Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) Jakarta sebagai pusat pemulihan diperuntukan bagi wanita yang memerlukan perlindungan khusus, seperti wanita korban trafficking yang mengalami eksploitasi (Fisik, Psikis, dan Seksual). Dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Sasaran Utama Wanita-wanita korban Trafficking yang dipaksa melacur dan mengalami penyiksaan. b. Sasaran Penunjang 1) Keluarga korban/ klien 2) Tokoh masyarakat 3) LSM atau Orsos 4) Perantara atau broker 5) Germo atau mucikari b. Persyaratan calon klien 1) Perempuan 2) Usia 15 tahun ke atas 3) Korban eksploitasi dan Trafficking 4) Tidak mengidap penyakit berat dan menular, kecuali penyakit kelamin 5) Masih memiliki atai tidak memiliki orang tua 6) Sehat jasmani dan rohani atau tidak sakit ingatan 7) Mengikuti bimbingan mental, sosial, dan fisik serta pelatihan keterampilan 8) Wajib tinggal di Rumah Perlindungan (asrama) dan memenuhi ketentuan yang berlaku c. Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya Jakarta, disusun dalam waktu 6 bulan per angkatan atau satu
56
tahun 2 angkatan, tetapi dalam pelaksanaan, lamanya proses pelaksanaan tergantung kepada perkembangan performa klien. d. Target Kriteria-kriteria indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi wanita korban trafficking: 1) Adanya perubahan perilaku dan sikap hidup yang konstruktif 2) Diterima kembali dan hidup secra normative ditengah-tengah keluarga dan masyarakat 3) Timbulnya
dorongan semangat untuk bekerja
kembali dan
mendapatkan penghasilan yang layak 4) Melakukan pekerjaan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan memperoleh penghasilan yang halal
57
Mekanisme Alur Pelayanan 1.
Sender/
Kelayan
Pengirim
Kontak
RPSW
Awal
PSKW Mulaya Jaya
DEPSOS
Wanita
Sender/
Kepolisian
Korban
Pengirim
Rumah
Trafficking
+
Sakit
yang
Kelayan
LSM
mengalami
+
Masyaraka
Eksploitai
RPSW
t
seksual
Pendekatan Awal Penerimaan Registrasi Identifikasi Pertolongan Pertama Pekerja Sosial Dokter Psikolog
Ditolak
Psikiater Dll Dikembalikan
Dirujuk Ke
Ke Sender
Panti/Orang Tua Assesmen
Rencana
t Case Conferens
Intervens Pelaksanaa
Terminasi
n Intervensi
Keluarga
Reintegrasi
Pemulihan
Bekerja
Reunifikasi
Bimb. Sosial
Masyarakat
Referal
Bimb.Mental
Monitoring/Binjut
Bimb. Keterampilan
58
7. Proses Rehabilitasi/Tahap-Tahap Pelayanan Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses Pemulihan-Reintegrasi korban trafficking a. Pendekatan Awal kegiatannya sebagai berikut: 1) Penerimaan (Registrasi Awal) Dalam registrasi awal harus ditanyakakn alasan kelayan meminta pertolongan dan menjelaskan bantuan yang akan diberikan kepada korban 2) Identifikasi Dalam identifikasi dilakukan penanganan awal, dan dilakukan pertolongan pertama. b. Assesment (Membuat Case Study) Kerangka dasar dalam membuat case study diarahkan pada: 1) Identifikasi identitas korban 2) Identifikasi masalah korban 3) Identifikasi potensi korban 4) Identifikasi
sumber-sumber
yang
akan
digunakan
dalam
profesionanl
untuk
penanganan masalah kelayan. c. Penyusunan Rencana Intervensi 1) Membuat rencana berdasarkan hasil assessment 2) Melakukan case conferensi 3) Menejer
kasus
mengundang
kelompok
membahas hal-hal sebagai berikut: a) Membahas hasil assessment b) Mengidentifikasi hasil sumberdaya yang dibutuhkan c) Merencanakan kegiatan d) Menetapkan tujuan dan indicator keberhasilan e) Membagi tugas kepada semua pihak mengenai rencana pemulihan f) Menyusun jadwal pelayanan
59
g) Menjelaskan contoh dan peran yang harus dilakukan dilakukan oleh korban di lembaga berkaitan dengan intervensi yang akan dilakukan. d. Pelaksanaan Intervensi Pelaksanaan intervensi diarahkan kepada tindakan (action) dalam pelayanan dan rehabilitasi korban, meliputi: 1) Pemenuhan kebutuhan dasar (Kebutuhan Pokok, Kesehatan dan mengembalikan korban kesekolah) 2) Pelayanan asuhan dan pendampingan (bimbingan, pertemanan, rekreasional edukatif) 3) Pelayanan untuk mengatasi trauma (Psikososial, konseling, psikiater) 4) Advokasi dan rujukan 5) Evaluasi (melihat kesesuaian pelayanan, lanjut, rujuk, akhiri penanganannya) 6) Pengakhiran pelayanan (Proses pelayanan sudah mencapai tujuan)
e. Reintegrasi 1) Penelusuran keluarga 2) Pelaksanaan reintegrasi a) Persiapan (mempersiapkan keluarga, bantuan, sosialisasi program) b) Pelaksanaan (mendampingi dan menyerahkan korban ke keluarganya) 3) Monitoring (tiga bulan sampai enam bulan setelah korban dipulangkan ke keluarga/masyarakat) 4) Terminasi Pengakhiran kegiatan secara formal atau pemutusan pelayanan dan rehabilitai sosial dengan klien RPSW.
60
8. Struktur Organisasi Struktur Organisasi Rumah Perlindungan Sosial Wanita (Pasar Rebo Jakarta Timur) Penanggung Jawab Program
Bendahara Ketua
Sekretariat
Urusan
Urusan
Pelayanan
Menejemen
Urusan Rujukan
Kasus Tenaga Profesional Pelayanan (Pekerja Sosial, Psikolog, Dokter, Psikiater, Advocate, Kepolisian)
a. Administrasi Administrasi yang dilaksanakan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) terdiri dari administrasi pelayanan dan administrasi perkantoran adalah sebagai berikut: 1) Administrasi pelayanan merupakan pelayanan langsung kepada kelayan yaitu, pembuatan, case study kelayan, file-file penanganan kasus kelayan dan lain-lain. 2) Administrasi Perkantoran terdiri dari: a) Alat Tulis Kantor (ATK)
61
b) Komputer c) Alat-alat yang mendukung pekerjaan perkantoran, dan lain-lain. b. Fasilitas Pelayanan 1. Ruang Sekretariat 2. Ruang Pekerja Sosial dan Psikolog 3. Ruang Tamu 4. Ruang Data 5. Ruang Kesehatan (Kamar Periksa) 6. Ruang Isolasi 7. Ruang Tidur (10 kamar/ 40 tempat tidur) 8. Ruang Makan dan Dapur 9. 8 Kamar Mandi 10. Ruang Mencuci 11. Ruang Mushalla 12. Gudang Berdasarkan data yang ada mengenai sarana dan prasarana yang tersedia dipanti ini maka dapat dikatakan cukup memenuhi standar kelayakan sebagai sebuah tempat pembinaan yang memiliki beberapa program pembinaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh panti ini. c. Jumlah Petugas No
Jabatan
Jumlah
1.
Penanggung Jawab Program (Kepala PSKW
1
“Mulya Jaya”) 2.
Ketua RPSW
1
3.
Bendahara
1
4.
Sekretariat
1
5.
Psikolog
1
6.
Pekerja Sosial (Urusan Manajemen Kasus)
2
62
7.
Pekerja Sosial (Urusan Pelayanan)
1
8.
Pekerja Sosial (Urusan Rujukan)
1
9.
Pengasuh
1
10.
Perawat
1
Jumlah
11
d. Pembimbing dan Karyawan Pembimbing adalah karyawan dan petugas professional yang ditunjuk atau ditugaskan untuk membimbing setiap klien. Istilah pembimbing RPSW ada 2 bagian yaitu 1. Pembimbing yang selalu mendampingi klien guna mengawasi dan mengontrol aktivitas klien. 2. Pembimbing atau pelatih yang berprofesi pada bidangnya masing-masing guna mengajar materi-materi yang akan di ajarkan pada klien, seperti bimbingan mental-spiritual, keterampilan, fisik, sosial dan kesehatan. Tabel Pembimbing Agama Islam di RPSW Mulya Jaya No
Nama Pembimbing/Ustadz
1.
Ust. Abd Rahman, S. Sos. I
2.
Ust. Nuhri
3.
Ustadzah Yatmi, S. Ag
4.
Hj. Kartini Abbas
5.
Drs. H. Abu Bakar
e. Jaringan Kerja Sama Nama Institusi IOM
Jenis Penanganan Kasus
Memberikan support pada Komitmen kelayan
bantuan Understanding
pengobatan klien Sakit Bantuan
dan
korban Memorandum Of
trafficking:
Rumah
Status
(MOU)
pengobatan Komitmen
dan
63
Polri
Dr. kelayan (baik pengobatan Realisasi
Sukanto.
Di secara
Kramat Jati
fisik
maupun
psikis) Bantuan General Chek Up
Kepolisian
Information
dan Komitmen
pengiriman
dan
korban Realisasi
bantuan hukum YKAI/ILO
Bantuan
reintegrasi, Komitmen
dan
tracing, capacity building Realisasi petugas FK UI
Bantuan pengobatan IMS/ Komitmen penyuluhan HIV/ AIDS
Realisasi
Dinas
Sosial Pengiriman
Babel
Trafficking
RPTC Depsos
Pengirim/ rujukan korban/ Komitmen
Korban Komitmen
dan
Realisasi
System
Trafficking
dan
Realisasi
reintegrasi RPSA Dirt. Anak Referal
dan
korban Komitmen
dan
pemulihan Realisasi
lanjutan korban anak Rumah
Sakit Pengiriman Korban
Engku Putri
Komitmen
dan
Realisasi
Pemerintah Kota Bantuan
reintegrasi Komitmen
dan Dinas sosial korban
/
Realisasi
Kalbar YNDN Kalbar
Dinsos Batam
Bantuan
reintegrasi Komitmen
korban
Realisasi
Pengiriman korban
Komitmen
dan
64
B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di RPSW Pelaksanaan pendidikan agama Islam adalah suatu proses pembelajaran dan pengajaran terhadap korban Trafficking yang dilakukan secara rutinitas dan terus menerus dengan cara seksama. Pelaksanaan pendidikan adakalanya dilakukan secara individu, kelompok ataupun menyeluruh. Para korban Trafficking yang memiliki keterbatasan, buta huruf, lebih mendapatkan perhatian khusus dari pembimbing dengan metode pembelajaran secara individu yaitu dengan adanya pembelajaran membaca dan menulis. 1. Metode-metode Pendidikan Metode-metode yang biasa digunakan dalam Pelaksanaan pendidikan Agama Islam yang lebih lengkap dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut: a. Metode ceramah/klasikal, Metode ceramah ini biasanya dilakukan dimushala setiap malam selasa dari selesai shalat magrib berjamaah sampai waktu isa tiba, para korban biasanya mendengarkan guru agama menyampaikan materi yang akan disampaikan biasanya berupa ceramah tentang keikhlasan, kesabaran, keduniawian, kehidupan sederhana, kemasyarakatan, tujuan hidup dan lain sebagainya, b. Metode Tanya Jawab Tanya jawab merupakan suatu metode yang dapat menghidupkan suasana antara para korban Trafficking dengan pembimbing agama. Tanya jawab biasanya dilakukan setelah pengajar selesai memberikan materi yang telah di ajarkan, fungsi diadankannya Tanya jawab ini adalah untuk mengetahui pengajar apakah klien telah memahami tentang materi yang telah diajarkan c. Metode Diskusi Pelaksanaan pengajaran dengan metode diskusi ini biasanya para klien di tuntut untuk membentuk kelompok-kelompok kecil, dan kemudian pengajar memberikan topik untuk dibahas oleh kelompokkelompok kecil tersebut, kemudian dipilih setiap diantara kelompok
65
tadi salah satu klien untuk menjelaskan kembali kepada kelompok yang lain. d. Metode Curhat Metode curhat ini dilakukan hanya antara klien dengan pengajar, yang dilakukan di satu ruangan yang disediakan untuk ruangan curhat, dalam metode curhat ini dilakukan biasanya satu minggu sekali dan diadakan pada hari jum’at, metode curhat ini digunakan untuk menanyakan sejauh mana klien sudah berhasil dalam pembelajaran dan bagaimana keadaan klien selama ada di RPSW.2 2. Media Pembelajaran Media pembelajaran merpakan alat penting yang harus ada didalam proses belajar mengajar, tanpa adanya media proses belajar mengajar akan terasa kurang efisien. Media pembelajaran merupakan alat penting yang harus ada dalam setiap pembelajaran untuk para klien karena tanpa adanya media para klien akan sangat merasa kesulitan untuk memahami setiap materi yang diajarkan, dikarenakan pendidikan mereka yang tadinya rendah ataupun yang tadinya klien kurang mendapatkan pendidikan. Media yang ada di RPSW Mulya Jaya diantaranya: sound system, whiteboard, spidol, mimbar dan buku-buku panduan untuk bahan belajar mengajar 3. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi adalah kegiatan atau proses penentuan untuk mengetahui hasil-hasil yang telah dipelajari oleh para klien, dan untuk mengetahui apakah proses pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap korban Trafficking ini sudah cukup baik atau sebaliknya. Pengevaluasian yang dilakukan terhadap korban Trafficking ada yang secara tertulis ataupun secara tanya jawab, dan bukan hanya itu, proses pengevaluasian terhadap korban traffickingpun dengan cara mengamati pola tingkah laku mereka apakah sudah mengalami perubahan atau masih sama seperti pertama kali para korban ketika datang ke RPSW . 2
Wawancara pribadi dengan Abdurrahman, salah seorang staf di bidang advokasi sosial dan juga pembimbing di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, Jakarta, 31 Januari 2011
66
Pengevaluasian terhadap para korban yang dilaksanakan dengan cara tertulis biasanya para korban ditugaskan untuk menulis biodata masingmasing dan kemudian dibaca, kemudian hasilnya akan terlihat, mana korban yang mampu menulis dan mana korban yang masih kurang mampu untuk menulis dan membaca.3 4. Tujuan Pembelajaran Maksud ataupun tujuan dari pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap korban Trafficking adalah serangkaian kegiatan untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan antara lain: tentang keagamaan, cara berfikir positif, dan keinginan untuk berprestasi sehingga merasakan kebahagiaan dunia dan akhirat. Adapun tujuan pembelajaran agama Islam yaitu: a. Agar siswa dapat mengetahui ajaran syariat Islam. b. Agar siswa memahami tentang konsep dan doktrin dalam ajaran Islam. c. Siswa memiliki kesadaran penuh untuk melaksanakan ajran Islam seperti shalat, puasa, dll. d. Dapat membaca Al-qur’an dan dapat membaca dan menulis. e. Dapat hidup bermasyarakat dan bersosialisasi kembali baik dalam kehidupan keluarga maupaun di masyarakat. f. Memiliki kebiasaan berperilaku sopan, berakhlak mulia, dll.4 5. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Dalam melaksanakan berbagai macam kegiatan bimbingan agama Islam, Rumah Perlindungan sosial wanita juga menghadapi beberapa hambatan-hambatan, diantaranya yaitu: a. Belum begitu memadainya sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses pelaksanaan pendidikan agama Islam.
3 Wawancara pribadi dengan Abdurrahman, salah seorang staf di bidang advokasi sosial dan juga pembimbing di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, Jakarta, 31 Januari 2011 4 Drs. Waskito Budi Kusumo, M. Si. Modul Bimbingan Spiritual Islam Untuk Kelayan (Jakarta) 2010
67
b. Kurangnya pembimbing ketika pelaksanaan bimbingan secara individu berlangsung. c. Kondisi klien ataupun korban Trafficking yang berbeda-beda ketika baru tiba di Rumah Perlindungan Sosial Wanita, kondisi klien yang mental dan kejiwaannya tergangguakan sulit sekali diberikan bimbinganbimbingan keagamaan, biasanya mereka harus diberi penangan khusus terlebih dahulu, dan ketika keadaan mereka sudah mulai membaik dan dapat sedikit berinteraksi dan menerima pelajaran, barulah klien diberikan bimbingan agama. d. Banyaknya klien yang buta huruf, karena kebanyakan dari para korban yang tidak sempat mengenyam pendidikan, walaupun ada sebagian dari mereka yang tamat SD, tetapi kebanyakan dari para korban adalah orang yang tidak mengenyam pendidikan ataupun tidak tamat SD.5 6. Solusi Yang Diupayakan Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan Solusi dalam perbaikan bimbingan agama harus selalu dan segera dilakukan, agar tercapainya proses belajar mengajar yang baik dan tercapainya visi, misi dan tujuan Rumah Perlindungan Sosial Wanita dengan baik, berikut adalah solusi yang akan diupayakan dalam mengatasi kendalakendala yang ada, diantaranya adalah: a. Penyediaan kelengkapan sarana dan prasarana yang cukup dan memadai, karena dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai proses bimbingan ataupun proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik. Dan proses sarana dan prasaranapun kini sedang dalam proses perbaikan ataupun penambahan bagi sarana yang tadinya memang belum ada ataupun kurang. b. Perlunya adanya penambahan pembimbing ataupun konsultan agama dan adanya kerjasama antara pembimbing-pembimbing yang lain dalam pelaksanaan bimbingan, dalam hal ini masih terus diadakan evaluasi
5
Wawancara pribadi dengan Abdurrahman, salah seorang staf di bidang advokasi sosial dan juga pembimbing di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, Jakarta, 31 Januari 2011.
68
untuk pembimbing agama yang akan ditempatkan untuk para korban Trafficking. c. Pembagian kelompok belajar yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan sekarang sedang dilakukan evaluasi untuk menentukan kelompokkelompok proses belajar mengajar. d. Memberikan penanganan khusus kepada klien yang mentalnya sudah sangat terganganggu, dan menolak untuk diberikan pembelajaran. e. Membentuk kelompok-kelompok kecil siswa yang pendidikannya lebih tinggi untuk membantu temannya dalam belajar dan mengikuti bimbingan agama Islam. Dalam hal ini sudah ada pelaksanaannya. Selain bimbingan-bimbingan agama dan psikologi, para korban juga diberi pendidikan tentang bagaimana dan apa yang harus dilakukan jika mereka hendak bekerja di luar negeri, dan bagaimana para trafficker menjerat korban agar para korban tidak lagi menjadi korban trafficking kembali. Daftar Bimbingan dan Nama Petugas dalam Bimbingan Keterampilan No
Keterampilan
Nama Petugas
1.
Menjahit Manual
Julie kusthantie, S.PD Nunung Rusmana Sugianto Bertha Doloksaribu
2.
Tatarias pengantin
Dra. Elmiwati Rasmi Siregar Drs. Susanto Asbudi Lia Artati
3.
Tatarias rambut
Lesmina Purba Anah Dra. Emelyana S.ST Bambang Suwignyo
4.
High Speed
Hasan Otoy
69
Supani Eka Wulandari Dra. Sintha Lestari 5.
Bordir
Dra. Nendah Nurhida Rumita Br Manik
6.
Olah Pangan
Sarni Nina Hendarsih Eni Dwi Hastuti
7.
Kuliner
Lusiana Dewi Hartini Ahmad Sahidin, S. ST
7. Tata Tertib Penghuni Asrama Para korban trafficking ditempatkan disebuah asrama, dan asrama inipun memiliki peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh para korban trafficking, agar dapat terwujudnya kerukunan antar sesame penghuni dan pembimbing. diantaranya: a. Mematuhi peraturan asrama sesuai dengan waktu yang ditentukan b. Bertingkah laku yang sopan dan saling menghormati sesama penghuni asrama c. Wajib berpakaian seragam yang telah ditentukan d. Tidak diperkenankan membawa senjata tajam dan narkoba e. Tidak diperkenankan membawa barang berharga f. Tidak mengambil, merusak, atau memindahkan sarana asrama g. Menjalankan shalat 5 waktu berjamaah bagi yang beragama islam h. Tidak memberikan sesuatu apaun kepada petugas asrama selama dalam proses pelayana i. Mengikuti kebaktian/doa yang dilakukan oleh pihak yang beragama Kristen dan sebagainnya j. Setiap setelah menerima kunjungan keluarga (besukan) bersedia untuk diperiksa oleh petugas
70
k. Tidak diperkenankan untuk merokok, berjudi, dan menjual barangbarang berharga pada petugas. C. Analisa Data Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita Pasar Rebo, merupakan bentuk multi layanan yang didasarkan pada Surat Keputusan Bersama 3 Menteri, dan telah memperoleh mandat dari Departemen Sosial untuk menangani segala kondisi permasalahan korban wanita yang mengalami kekerasan dan korban eksploitasi baik secara fisik, psikis dan seksual, yang menjadi korban trafficking, yang membutuhkan perlindungan serta pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui institusional based yang mengacu kepada rumah perlindungan. Rumah Perlindungan Sosial Wanita ini adalah suatu lembaga yang memberikan layanan perlindungan awal dan pemulihan kondisi traumatis yang dialami oleh korban tindak kekerasan. Rumah perlindungan ini memiliki sarana dan prasarana yang memadai dan memiliki standar kelayakan bagi proses rehabilitasi para korban. Dalam menjalankan fungsinya sebagai rumah perlindungan memiliki unit-unit yang bergerak secara spesifik dan sistematis yaitu adalah unit informasi dan advokasi yang bertugas sebagai pusat data dan informasi, pencegahan dan penyuluhan, bimbingan sosial. Unit yang lain adalah unit perlindungan sosial yang memiliki tugas melakukan penyelamatan korbandan penerimaan, pendampingan. Terdapat pula unit rehabilitasi Psikososial dan psikologi yang bertanggung jawab atas kontak dan kontrak sosial, penerimaan awal, konseling, mengadakan terapi sosial serta pendampingan. Dan unit lain yang tak kalah pentingnya adalah unit terminasi yang bertanggung jawab atas reunifikasi keluarga. Rumah perlindungan sosial dalam menjalankan fungsinya juga bekerjasama dengan RT, RW, POLRI, Rumah Sakit, PEMDA, Dinas Sosial lain, Masyarakat, Institusi hukum, Pendidikan dan Pers/media dalam prosesnya. Rumah perlindungan ini diharapkan mampu mengembalikan kondisi mental dan kejiwaan korban kembali kekondisi mereka seperti sedia
71
kala. Dengan menggunakan cara-cara, metode-metode dan proses-proses tertentu, diharapkan para klien/korban kekerasan yang telah direhabilitasi ini bisa menjadi manusia baru, yang memiliki kemampuan memotivasi diri dan agar dapat memiliki kemampuan menjalankan fungsinya kembali sebagai masyarakat sosial. Dalam melakukan perlindungan, rumah perlindungan inipun memiliki pekerja-pekerja sosial yang memiliki dasar pengetahuan, keterampilan dan ilmu sosial yang mempelajari aktivitas-aktivitas pertolongan dengan metodologi yang dapat diukur, dan para pekerja sosialpun memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial, dan para pekerja sosial inipun tidak sembarangan tetapi dipilih para pekerja sosial yang memiliki pendidikan yang baik, menguasai ilmu, metode dan keterampilan secar formal. Dalam memberikan perlindungan tidak hanya memberikan pelayananpelayanan kebutuhan pokok saja tetapi juga memberikan pelayanan bimbingan agama, psikologi dan keterampilan, sehingga ketika para korban kekerasan ini sudah pulih seperti sedia kala mereka mampu dan dapat mengaktualisasikan kemampuan mereka baik dalam lingkungan keluarga maupun
dilingkungan
sosial
ataupun
masyarakat.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, Pasar Rebo, Jakarta Timur ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pendidikan agama berjalan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat seperti materi, metode, media, tujuan dan evaluasi belajar, keinginan para korban untuk mengikuti pelaksanaan pendidikan agama sangat tinggi terutama pada pembelajaran shalawat dan ketika
diadakannya bimbingan curhat. Dan keberadaan
pembelajaran ini untuk tetap dipertahankan bahkan jika mampu harus lebih ditingkatkan lagi. Para pembimbing keagamaan sangat berarti keberadaannya, dan para pembimbinng yang lainpun tak kalah sangat berartinya dengan pembimbing agama. Dan Pendidikan agama sangat
memiliki peran yang sangat penting
terhadap kehidupan mereka untuk membangkitkan semangat dalam kehidupan mereka, sehingga mereka mampu untuk ikut berperan kembali dalam kehidupannya sehari-hari baik di keluarga maupun di masyarakat 2. Dengan adanya pendidikan agama para korban lebih mengetahui kegunaan agama yang mereka anut, dan dapat lebih mengerti dan mengetahui
72
73
tentang arti agama islam untuk mereka, dan dapat merealisasikan dalam kehidupannya sehari-hari. 3. Pekerja sosial sangat berperan bagi klien korban trafficking karena dengan adanya perlindungan yang dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita PSKW “Mulya Jaya” akan meringani permasalahan yang dihadapi klien dan hal itu sangat penting karena seandainya dibiarkan akan menambah beban dan dampak buruk pada perkembangan jiwanya 4. Peran pekerja sosial dalam melakukan pelayanan dalam bidang agama mampu merealisasikan aksi peduli sosial dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat, dukungan dan motifasi yang diberikan kepada klien korban trafficking, menjadikan para korban tidak merasa sendiri dan ada orang lain yang masih mau menerima mereka tanpa adanya penilaian negative. 5. Dalam setiap pelaksanaan pasti akan selalu ada kendala-kendala yang harus dihadapi diantaranya seperti: a. Belum begitu memadainya sarana dan prasarana. b. Kurangnya pembimbing c. Kondisi klien ataupun korban Trafficking yang berbeda-beda ketika baru tiba di Rumah Perlindungan Sosial Wanita. d. Banyaknya klien yang buta huruf. 6. Solusi-solusi yang harus ditempuhpun harus terus diupayakan, solusisolusi yang terus diupayakan dalam menghadapi hambatan-hambatan yang ada adalah sebagai berikut: a. Penyediaan kelengkapan sarana dan prasarana yang cukup dan memadai. b. Perlunya adanya penambahan pembimbing ataupun konsultan agama. c. Pembagian kelompok belajar yang sesuai dengan kemampuan mereka. d. Memberikan penanganan khusus kepada klien yang mentalnya sudah sangat terganganggu, dan menolak untuk diberikan pembelajaran. e. Membentuk kelompok-kelompok kecil siswa yang pendidikannya lebih baik.
74
B. Saran-Saran Setelah mengetahui lebih dekat tentang Rumah Perlindungan Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” dalam melakukan bimbingan, perlindungan dan pelayanan yang diberikan kepada korban trafficking, maka penulis memberikan saran: 1. Agar lebih mampu lagi mengembangkan ide-ide baru dalam proses bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi 2. Agar para Pekerja Sosial lebih meningkatkan perhatian kepada perkembangan klien, terutama dalam menghadapi perubahan klien yang kompleks 3. Rumah Perlindungan Sosial Wanita “Mulya Jaya” disarankan untuk terus mampu mempertahankan usaha dalam melakukan perlindungan terhadap klien dan dapat lebih melebarkan bentuk kerjasamanya dengan pihakpihak yang mendukung dan dengan lingkungan setempat 4. Lebih memaksimalkan kembali Sumber Daya Manusia para pekerja sosial agar lebih mampu lagi dalam membimbing para korban
75
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Bandung: CV. Armico, 1986 Albar, Muhammad Wanita Karir Dalam Timbangan Islam Jakarta pustaka azzam, cet pertama Azra, Azyumardi,
Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan islam,
Jakarta: PT. logos wacana Ilmu, 1992, Baihaqi, AK, Agama, Perilaku, dan Pembangunan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1983/1984 Darajat, Zakiah, Kesehatan Mental. Jakarta: PT Toko Gunung Agung 2001. Darmoyo, Syarif dan Rianto, Adi, Trafficking Anak Untuk Pekerja rumah Tangga, Jakarta: PKPM Unika Atmajaya, 2004 Depag RI, Al-Qur’an dan Tterjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989 Departemen Sosial RI. Profil Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW “Mulya Jaya” Depdiknas, Undang-Undang RI No 20 Tahun2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Cemerlang Publiser, 2007, cet I. Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Info Care. Edisi II 2009 Jakarta Djam’Annuri, Agama Kita Persfektif Sejarah Agama-Agama, Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta 2002 Faisal, Sanapsiah, Format-Formmat Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 1992. Hasan Langgulung, Hasan,
Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa
Psikologi, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: PT. Al Husna Zikra 1995 cet III, Http://sehatjiwa.blogspot.com/2009/11/kondisi-kejiwaan-korban-perdagangan Irwanto dkk, Perdagangan anak Indonesia, Jakarta: ILO, 2001,
76
Jalaluddinn, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet, h 67-69 Komnas Perempuan, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan, Jakarta: KP, 2007 Kompas, Jum’at 3 Desember 2010, hal 38 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang 1978 Mahmud, Abdul Halim, Ali, Akhlak Mulia, Jakarta: Gema Insani 2004. Cet pertama Majalah bulanan, Perkawinan dan Penasihatan,
Pembinaan
dan
keluarga,
Jakarta pusat: Badan
Pelestarian
perkawinan,
no
417/XXXIV/2007 Majalah Penyuluhan Sosial, SINAR, Kekerasan disekitar Kita, Pusat Penyuluhan Sosial, Departemen Sosila RI, Edisi 3 / 2009/ nomor 14 Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, Cet. IV Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT remaja Rosda Karya, 2004, cet III, Nasir, Muhammad, Metode Penelitian, Jakarta:Ghalia Indonesia,1985 Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2003 Nugroho, Fentiny dan Imelda, Debola, Johana Perdagangan Anak Indonesia Jakarta: ILO, 2001 Nurdin, Ali, Islam dan Prospek keberagamaan di Indonesia, Jakarta, UIN Jakarta press 2006 cet 1 Ramayulis, Metodilogi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, cet. IV, Romadhon, dkk, Agama-agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kali Jaga, Press 1988 Sabri, Alisuf, Ilmu Pendidikan, Jakarta CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999
77
Sahrani, Sohari, Peran Perndidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja grafindo Persada.2008. h.153-154 Syam,Noor, Muhammad Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya, Usaha Nasional 1988 Yulisi, Indrianti, Ragam Penelitian Kuantitatif: Penelitian Lapangan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik:UI, 2001 Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiah IAIN Sunan Ampel, 1981