UNIVERSITAS INDONESIA
PELAKSANAAN PROSES KONSELING PADA REHABILITASI PSIKOSOSIAL TERHADAP WANITA YANG MENJADI KORBAN TRAFFICKING (Studi Kasus Pada Tiga Wanita Korban Trafficking Di Rumah Perlindungan Trauma Center Bambu Apus, Jakarta)
SKRIPSI
ETIKA PRABANDARI 0806463920
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL DEPOK 2012
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PELAKSANAAN PROSES KONSELING PADA REHABILITASI PSIKOSOSIAL TERHADAP WANITA YANG MENJADI KORBAN TRAFFICKING (Studi Kasus Pada Tiga Wanita Korban Trafficking Di Rumah Perlindungan Trauma Center Bambu Apus, Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial
ETIKA PRABANDARI 0806463920
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM SARJANA ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL DEPOK 2012
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
TIAI,AMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama
Etika Prabandarr
NPM
0806463920
Tanda Tangan
Tanggal
27 Juni2012
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama
Etika Prabandari
NPM
0806463920
Program Studi
Ilmu Kesej aht eraan Sosial Pelaksanaan Proses Konseling Pada Rehabilitasi Psikososial Terhadap Wanita Yang Menjadi Korban Trfficking (Studi Kasus Pada Tiga Wanita Korban Trfficking Di Rumah Perlindungan Trauma Center Bambu Apus, Jakarta)
Judul Skripsi
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesejahteraan Sosial pada Program Studi IImu Kesejahteraan Sosialo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
Dra. Djoemeliarasanti Djoekardi, M. A
Penguji
Dra. Farida Hayati, M. Kes
Penguji
Dra. Ety Rahayu, M. Si
Penguji
Arif Wibowo, S. Sos, S. Hum, M.
di Tanggal
Ditetapkan
,{'fr*NW&f Hum
(
: FISIP UI : 2l Juni 2012
llt
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
)
)
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirrobil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dalam pembuatan skripsi ini 1. Kedua orang tua saya, Bapak Bambang Priyono dan Ibu Tri Wulandari dalam memberi support khususnya Ibu yang tidak pernah lelah untuk menyemangati dan selalu berdoa untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa, terima kasih juga ditujukan kepada kakak penulis, Ibnu Adiwena yang selalu memberikan advice dan meluangkan waktunya untuk bertukar pikiran. 2. Ketua Program S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial, Ibu Dra. Ety Rahayu, M. Si yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan. 3. Kepada Ibu Dra. Djoemeliarasanti Djoekardi M. A selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya menjadi pembimbing, memberi semangat, dan memberikan ilmunya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 4. Kepada Bapak Prof. Isbandi Rukminto Adi Ph. D selaku pembimbing akademik, terima kasih atas arahan akademik selama perkuliahan. 5. Seluruh staf dan tim pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI yang telah memberikan bimbingan, ilmu, dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. 6. Keluarga besar Rumah Perlindungan Trauma Center, Ibu Isni, Mbak Rara, Mas Ariyana, Mbak Priska, Mbak Lela, dan lain-lain yang telah membantu dan mempermudah penulis dalam pengumpulan data. 7. Staf IOM, Mbak Anna Sakreti dan Mbak Mia Fitri Lestari yang memberikan support serta pengalama praktikum yang luar biasa dan kemudahan dalam pengumpulan data. 8. Teman-teman terbaikku, Ade Syafitri, Efron Gisyard Apituley, Isa Trisyasuma, Miranti Dwiputri, dan Priliana Ramadhani yang selalu menjadi penyemangat dan berbagi suka serta duka selama masa perkuliahan empat tahun.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
9. Teman-teman Kesejahteraan Sosial FISIP UI angkatan 2008 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini Nofan, Shinta, Madina, Icha, Selvi, Gino, Afra, Uchi, Avi, Ayu, Randi, Steven, dan lain-lain. 10. Teman-teman sepermainan yang sudah menjadi pendengar semua keluh kesah penulis dan selalu menyemangati penulis selama penulisan skripsi ini walaupun hanya lewat sms Anna Agustina, Anitia, Emma R. Subekti, Luk Lukul Hamidah, Mina Mustika, Muhammad Amri Satria, Sarah Nurul, dan Sartika Damayanti. Penulis berharap dnegan adanya skripsi ini dapat membantu menambah pengetahuan baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca yang tertarik dengan bahasan tentang proses konseling. Atas kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Depok, 15 Juni 2012
Etika Prabanadari
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
I{AI,AMAN PERI\YATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda tangan dibawah
ini
:
Etika Prabandari
Nama NPL4
080646392A
Program Studi Departemen Fakultas
Sarjana Reguler Ilmu Kesejahteraan Sosial
Ilmu Kesejahteraan Sosial Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
Skripsi
pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free
Demi
Pelaksanaan Proses Konseling Pada Rehabilitasi Psikososial Terhadap Wanita Yang Menjadi Korban Trafficking (Studi Kasus Pada Tiga Wanita Korban Trafficking Di Rumah Perlindungan Trauma Center Bambu Apus, Jakarta) Beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/memformatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 27 Juni 2012
Yang Menyatakan,
(Etika Prabandari)
vl
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Etika Prabandari : Ilmu Kesejahteraan Sosial : Pelaksanaan Proses Konseling Pada Rehabilitasi Psikososial Terhadap Wanita Yang Menjadi Korban Trafficking (Studi Kasus Pada Tiga Wanita Korban Trafficking Di Rumah Perlindungan Trauma Center Bambu Apus, Jakarta)
Skripsi ini membahas tentang proses konseling yang dilakukan oleh Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) dalam rehabilitasi psikososial. Penelitian ini menggunakan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus deskriptif. Hasil penelitian mengungkapkan pelaksanaan konseling pada rehabilitasi psikososial bagi klien wanita korban trafficking cukup berpengaruh terhadap terjadinya perubahan perilaku secara positif pada diri klien, yang mencakup baik sikap terhadap dirinya sendiri maupun sikapnya terhadap lingkungan. Kata kunci : Konseling, rehabilitasi psikososial, trafficking
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Etika Prabandari : Social Welfare : The Implementation Of The Process Of Counseling On The Psychosocial Rehabilitation Of Women Victims Of Trafficking (Case Studies In Three Women Victims Of Trafficking On The Home Protection Trauma Center Bambu Apus, Jakarta)
Thesis discusses about the process of counseling conducted by Home Protection Trauma Center (RPTC) in psychosocial rehabilitation. This research uses qualitative with the kind case studies types. Research results reveal the implementation of psychosocial rehabilitation counseling on women victims of trafficking for clients quite influential on the occurrence of a change behavior positively on the self client, which includes good attitude towards himself and his attitude towards the environment. Keyword: Counseling, Psychosocial Rehabilitation, Trafficking
vii
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... iv HALAMAN PERRNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........... vi ABSTRAK DAN ABSTRACT ............................................................. vii DAFTAR ISI ......................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiii 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang............................................................................... 1 1.2 Rumusan Permasalahan ................................................................. 8 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 11 1.4 Signifikansi Penelitian ................................................................. 11 1.4.1 Signifikansi Akademis ........................................................ 11 1.4.2 Signifikansi Praktis ............................................................. 11 1.5 Metode Penelitian ........................................................................ 12 1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ......................................... 12 1.5.2 Lokasi Penelitian ................................................................. 12 1.5.3 Teknik Pemilihan Informan ................................................ 13 1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data ............................... 15 1.5.5 Teknik Analisa Data ........................................................... 17 1.5.6 Strategi Meningkatkan Kualitas Penelitian dan Keterbatasan Penelitian................................................ 18 1.6 Sistematika Penulisan .................................................................. 19 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 21 2.1 Trafficking ................................................................................... 21 2.1.1 Kesejahteraan Sosial dan Trafficking ................................. 21 2.1.2 Korban Trafficking ............................................................. 23 2.2 Konseling ..................................................................................... 25 2.2.1 Pengertian Konseling.......................................................... 25 2.2.2 Tujuan Konseling ............................................................... 28 2.2.3 Proses Konseling ................................................................ 30 2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konseling .................. 32 2.3 The Person-in-Environment System (PIE) ................................... 42 2.4 Genogram dan Ecomap ............................................................... 44 2.5 Prinsip Dasar dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial .......................... 45 2.6 Psikososial ................................................................................... 48 2.6.1 Pengertian Psikososial ......................................................... 48 2.6.2 Pendamping dalam Rehabilitasi Psikososial ...................... 49 3. PROFIL RUMAH PERLINDUNGAN TRAUMA CENTER (RPTC) .............................................................................................. 51 viii Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
3.1 Sejarah Berdirinya Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC)......................................................................................... 3.2 Maksud dan Tujuan 3.2.1 Maksud ............................................................................... 3.2.2 Tujuan ................................................................................. 3.3 Sasaran ......................................................................................... 3.4 Pokok-pokok Kegiatan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC)......................................................................................... 3.5 Pengorganisasian Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC)......................................................................................... 3.5.1 Struktur Organisasi Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC)................................................................................ 3.5.2 Pengorganisasian ................................................................ 3.5.3 Sumber Daya ...................................................................... 3.6 Prinsip-prinsip dan Bentuk-bentuk Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan Berdasarkan Standar Kementerian Sosial ..... 3.6.1 Prinsip-prinsip Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan ........................................................................... 3.6.2 Bentuk-bentuk Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan ........................................................................... 3.7 Jejaring.........................................................................................
51 52 53 53 54 60 62 63 65 66 66 68 69
4. PELAKSANAAN PROSES KONSELING TERHADAP WANITA YANG MENJADI KORBAN TRAFFICKING SERTA FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN KONSELING ................................... 71 4.1 Temuan Lapangan Pelaksanaan Proses Konseling Terhadap Wanita Yang Menjadi Korban Trafficking Serta Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Konseling .................... 71 4.1.1 Identitas Informan............................................................... 71 4.1.2 Pelaksanaan Proses Konseling Yang Dilakukan Pihak Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kepada Wanita Korban Trafficking .......................................................................... 91 4.1.2.1 Pemahaman Pihak RPTC tentang Korban Trafficking .............................................................. 91 4.1.2.2 Pelaksanaan Konseling ........................................... 95 4.1.2.3 Assessment .............................................................. 98 4.1.2.4 Identifikasi Tujuan................................................ 100 4.1.2.5 Eksplorasi ............................................................. 101 4.1.2.6 Membangun Komitmen dengan Klien ................. 103 4.1.2.7 Terminasi .............................................................. 104 4.1.2.8 Jangka Waktu Lamanya Pelayanan Konseling yang Diberikan RPTC Terhadap Klien Wanita Korban Trafficking ............................................................ 106 4.1.2.9 Nilai atau Prinsip Dasar yang Diterapkan Dalam Pelaksanaan Proses Konseling.............................. 109 4.1.3 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Proses Konseling .............................................................. 117 ix Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
4.1.3.1 Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Konseling 117 4.1.3.2 Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Konseling ............................................................... 118 4.1.3.3 Upaya dalam Menghadapi Hambatan Pada Pelaksanaan Proses Konseling.............................. 120 4.2 Pembahasan ............................................................................... 122 4.2.1 Pelaksanaan Proses Konseling yang Dilakukan Pihak Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kepada Wanita Korban Trafficking ........................................................................ 122 4.2.1.1 Pemahaman Tentang Trafficking .......................... 122 4.2.1.2 Pelaksanaan Konseling ......................................... 125 4.2.1.3 Assessment ............................................................ 127 4.2.1.4 Identifikasi Tujuan................................................ 129 4.2.1.5 Eksplorasi ............................................................. 130 4.2.1.6 Membangun Komitmen dengan Klien ................. 133 4.2.1.7 Terminasi .............................................................. 134 4.2.1.8 Jangka Waktu Lamanya Pelayanan Konseling yang Diberikan RPTC Terhadap Klien Wanita Korban Trafficking ............................................................ 136 4.2.1.9 Nilai atau Prinsip Dasar yang Diterapkan Dalam Pelaksanaan Proses Konseling.............................. 136 4.2.2 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Proses Konseling .............................................................. 140 4.2.2.1 Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Proses Konseling .............................................................. 140 4.2.2.2 Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Proses Konseling .............................................................. 141 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 144 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 144 5.2 Saran .......................................................................................... 148 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 150
x Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Jumlah Korban Trafficking Berdasarkan Provinsi ................ 2 Tabel 1. 2 Angka Trafficking Berdasarkan Jenis Kelamin .................... 4 Tabel 1. 3 Klien Berdasarkan Jenis Kasus Kekerasan Januari 2005 s/d April 2011 ............................................................................. 7 Tabel 1. 4 Kerangka Sampel Informan ................................................ 14 Tabel 1. 5 Kerangka Waktu Pengumpulan Data .................................. 17 Tabel 2. 1 Identifikasi Korban Trafficking........................................... 24 Tabel 2. 2 Bentuk Resistansi ................................................................ 36 Tabel 4. 1 Rangkuman Pelaksanaan Proses Konseling yang Dilakukan di RPTC.............................................................................. 116 Tabel 4. 2 Rangkuman Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Proses Konseling ............................... 121 Tabel 4. 3 Perbandingan Proses Konseling RPTC dan Teori Thompson ................................................................ 138
xi Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Teknik Analisa Data ........................................................ 18 Gambar 3. 1 Mekanisme Pelayanan RPTC .......................................... 60 Gambar 3. 2 Struktur Organisasi RPTC............................................... 63 Gambar 4. 1 Ecomap Klien PR ............................................................ 77 Gambar 4. 2 Genogram Klien PR ........................................................ 78 Gambar 4. 3 Ecomap Klien WN .......................................................... 83 Gambar 4. 4 Genogram Klien WN ...................................................... 84 Gambar 4. 5 Ecomap Klien FT ............................................................ 89 Gambar 4. 6 Genogram Klien FT ........................................................ 90
xii Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Verbatim Klien P
Lampiran 2
Verbatim Klien WN
Lampiran 3
Verbatim Klien FT
Lampiran 4
Verbatim Pekerja Sosial AR
Lampiran 5
Verbatim Pekerja Sosial PS
Lampiran 6
Verbatim Pendamping RS
Lampiran 7
Verbatim Sekretaris IN
Lampiran 8
Pedoman Wawancara Klien
Lampiran 9
Pedoman Wawancara Pekerja Sosial dan Pendamping
Lampiran 10 Pedoman Wawancara Sekretaris RPTC
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perdagangan manusia atau istilahnya Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut-sebut oleh masyarakat internasional sebagai bentuk perbudakan masa kini dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi yang sangat menghargai Hak Asasi Manusia (HAM), masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh keberadaannya. Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara lima sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP). Kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang mengakselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang baru yaitu perdagangan orang (trafficking in person), yang beroperasi secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan orang (trafficker) dengan cepat menjadi sindikasi lintas negara dan dengan sangat halus menjerat mangsanya, tetapi sangat kejam mengekploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban tidak berdaya untuk membebaskan diri (Barbara Sullivan, Trafficking in Human Being” dalam Jurnal Perempuan, 2010, hal: 25). Di dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai daerah sumber dalam perdagangan orang. Berdasarkan berbagai studi, ditenggarai bahwa ada beberapa propinsi di Indonesia yang utamanya merupakan daerah sumber (Modul IOM Identifikasi Korban Trafficking, 2010). Berikut merupakan jumlah korban trafficking berdasarkan wilayah provinsi:
1
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
2
Tabel 1.1 Jumlah Korban Trafiking Berdasarkan Provinsi Provinsi
Total
%
Jawa Barat
882
22,97%
Kalimantan Barat
722
18,80%
Jawa Timur
471
12,27%
Jawa Tengah
436
11,35%
Sumatera Utara
255
6,65%
Nusa Tenggara Barat
252
6,56%
Lampung
191
4,97%
Nusa Tenggara Timur
162
4,22%
Banten
86
2,24%
Sumatera Selatan
72
1,88%
DKI Jakarta
62
1,61%
Sulawesi Selatan
61
1,59%
Aceh
28
0,73%
Sulawesi Tengah
24
0,63%
D.I Yogyakarta
19
0,49%
Jambi
15
0,39%
Sulawesi Tenggara
12
0,31%
Sulawesi Barat
11
0,29%
Kepulauan Riau
11
0,29%
Daerah lainnya
50
1,33%
No Data (foreigner)
18
0,48%
3.840
100%
TOTAL
Sumber: IOM Indonesia pada Maret 2005-Desember 2010
Tabel diatas memperlihatkan provinsi yang paling besar korban traffickingnya adalah Jawa Barat sebesar 22,97%, disusul provinsi Kalimantan Barat sebesar 18,80%, Jawa Timur 12,27%, dan Jawa Tengah 11,35%. Keempat provinsi tersebut presentasinya diatas 10% dan digolongkan menjadi wilayah asal terbesar korban trafficking. Selain menjadi negara sumber, baru-baru ini muncul
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
3
indikasi bahwa Indonesia menjadi negara penerima dan atau transit untuk perdagangan orang internasional. Jakarta Post pada 13 Desember 2002 melaporkan bahwa 150 pekerja seks asing beroperasi di luar hotel-hotel Batam, Propinsi Riau. Para perempuan itu kabarnya berasal dari Thailand, Taiwan, Cina, Hongkong dan beberapa negara Eropa termasuk Norwegia. Media Indonesia pada 11 Maret 2004 kembali melaporkan ditangkapnya warga negara Republik Rakyat Cina yang diduga sebagai otak penyelundupan dan perdagangan manusia. Dia menyelundupkan ratusan orang Cina ke Indonesia dengan iming-iming gaji besar namun ternyata hanya dijadikan pedagang barang-barang buatan Cina. Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam kondisi rentan seperti yang diungkapkan oleh Sagala, R. Valentina, Kerangka HAM Mengenai Perdagangan Orang dalam Jurnal Perempuan (2010, hal: 85). Misalnya, laki-laki, perempuan, anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan, mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas, para pencari kerja (termasuk buruh migran), korban penculikan bahkan pekerja seks yang menganggap bahwa bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih. Modus operandi rekruitmen terhadap kelompok rentan tersebut biasanya dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atas janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, menculik, menyekap, atau memperkosa (Subono, Nur Iman. 2010, hal: 28). Pada kasus trafficking, perempuan menjadi yang berisiko sebagai salah satu korban trafficking karena kondisi lemahnya pengawasan pemerintah (Sadli, 2006, hal: 114). Pernyataan tersebut dibuktikan dengan data dari International Organization for Migration (IOM) di Indonesia yang memperlihatkan wanita menjadi korban trafficking terbanyak. Tabel dibawah ini menunjukkan lebih dari 50% korban trafficking adalah wanita baik dewasa maupun anak-anak.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
4
Tabel 1.2 Angka trafficking berdasarkan jenis kelamin Sex
Age of Trafficked Persons Children
Adults
Female
83%
92%
Male
17%
8%
Total
100%
100%
Sumber: IOM Indonesia pada Maret 2005-Desember 2010
Angka korban trafficking juga seringkali menimbulkan masalah. Hal ini berhubungan dengan bagaimana kita mendefinisikannya, dan ukuran-ukuran seperti apa yang digunakan. Bahkan lebih jauh lagi, dari sudut hak asasi manusia, angka-angka ini terasa menyakitkan, jika tidak mau dikatakan sangat merendahkan martabat kemanusiaan (Subono, Nur Imam. 2010, hal: 22). Korban satu orang sudah lebih dari cukup untuk mengatakan telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia atau adanya kejahatan terhadap kemanusiaan, dan selebihnya hanyalah angka-angka saja. Trafficking perempuan merupakan kejahatan di zaman kini yang mengakibatkan
kesengsaraan
bagi
si
korban,
karena
perempuan
yang
dipedagangkan tidak diperlakukan sebagai sumber daya manusia yang mempunyai potensi dan hak-hak pribadi melainkan sebagai barang dagangan yang dapat diperjual belikan (Sadli, 2010, hal: 117). Korban direkrut, dijual, dipindahkan serta dijual kembali disertai berbagai kejahatan seperti penipuan, kekerasan, dan eksploitasi. Perempuan dirampas hak asasinya, dikurung, dipukul, diperkosa, sehingga berakibat mereka mengalami penderitaan fisik, mental bahkan trauma yang dalam dan berkepanjangan, menderita penyakit berbahaya bahkan berisiko kematian. Sebelumnya
terdapat
penelitian
trafficking
tentang
Faktor-Faktor
Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Program Bantuan Reintegrasi Terhadap Korban Trafiking Anak Di Counter Trafiking Unit (CTU) IOM Bekerjasama Dengan Yayasan Dinamika Indonesia (YDI) yang dilakukan oleh Armeilia Rizki Dianti (2007). Dalam penelitian ini dilihat tentang faktor-faktor pendorong dan penghambat yang dilihat dari sisi internal (klien) dan eksternal (IOM, NGO
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
5
partner, dan keluarga) pada pelaksanaan program bantuan reintegrasi terhadap korban trafficking di CTU IOM yang bekerjasama dengan YDI. Posisi YDI adalah sebagai NGO partner dan NGO local yang dirujuk oleh IOM, berperan sebagai pendamping klien untuk menjalankan program bantuan reintegrasi. Penelitian lainnya mengenai penanganan korban perdagangan manusia yang dilakukan oleh Pingkan (2009) dengan judul Implementasi Rehabilitas Psikososial dalam Program Bantuan Sosial Terhadap Korban Trafficking dengan studi deskriptif di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC), Bambu Apus, Jakarta digambarkan tentang implementasi dari rehabilitasi psikososial yang disediakan dapat membantu memulihkan kondisi psikososial korban perdagangan manusia sehingga dapat melanjutkan kehidupannya kembali dan dapat mengembalikan keberfungsian sosial mereka. Pemfokusan pada pelayanan konseling dikarenakan konseling merupakan salah satu bentuk layanan dari rehabilitasi psikososial. Konseling adalah cabang keilmuwan yang telah berdiri sejak mendapatkan pengukuhan dari American Psychological Association (APA) pada tahun 1952 (Lubis, 2011, hal: 15). Beranjak dari arti sempit konseling sebagai “hubungan membantu”, maka sepanjang terdapat interaksi sosial antar-individu di segala aspek kehidupan, maka konseling akan memainkan perannya. Hubungan membantu dalam praktik konseling diharapkan benar-benar membantu individu yang bermasalah dapat keluar dari masalahnya. Selain itu, keterkaitan konseling dengan ranah keilmuwan lain tidak akan terpisahkan karena akan memperkaya ruang lingkup konseling sendiri. Trafficking yang dialami oleh wanita meninggalkan trauma yang mempengaruhi psikosial dari korban (Geru, 2010, hal 166-167). Secara sederhana psikososial merupakan singkatan dari dua kata yaitu psiko dan sosial, dimana arti dari psiko merupakan psikis yaitu adalah keadaan kondisi kejiwaan seseorang, dan sosial merupakan tempat dimana individu hidup dan beraktivitas dengan individu lainnya atau dengan kata lain tatanan kehidupan dalam masyrakat, kedua hal ini saling mempengaruhi individu dalam kehidupannya, yaitu jika individu dalam sisi kejiwaan tidak baik atau terganggu maka akan mempengaruhi dirinya maupun lingkungan sosialnya demikian juga sebaliknya jika lingkungan sosialnya Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
6
terganggu maka akan mempengaruhi kondisi pribadi individu tersebut (Ahmadi. 2007, hal: 12). Ketika korban mengalami kejadian yang tidak mengenakan maka psikososialnya akan mengalami ketidakseimbangan. Program pelayanan sosial bagi klien wanita korban trafficking sebagai wujud dari pembangunan kesejahteraan sosial pada dasarnya diarahkan untuk memulihkan fungsi sosial melalui rehabilitasi psikososial yang berupa pemberian konseling untuk berperan aktif di masyarakat atau mampu melaksanakan fungsi psikososialnya secara wajar dalam kehidupan lingkungan masyarakat. Salah satu pelayanan sosial dalam upaya memberfungsikan kembali klien wanita yang menjadi korban trafficking melalui pelayanan rehabilitasi psikososial . Tujuannya adalah untuk merefungsionalisasikan dan mengembangkan kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya melalui bimbingan sosial yang disebut pelayanan konseling. Di seluruh penjuru dunia, konseling dianggap mutlak diperlukan untuk memberikan penanganan pada setiap permasalahan psikologis individu (Namora. 2011, hal: 4). Perkembangan konseling diwujudkan dengan dibentuknya lembagalembaga konsultasi yang disusul oleh merebaknya buku, jurnal, dan hasil penelitian yang berfokus pada kasus-kasus konseling. Hal itu pada akhirnya menjadikan konseling sebagai media alternatif yang paling diminati oleh kebanyakan orang untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya secara ilmiah dan rasional. Mengingat kompleksitas permasalahan, dalam pelaksanaan pelayanan konseling pada klien korban trafiking diperlukan adanya koordinasi dan keterpaduan antar berbagai instansi pemerintah terkait serta kerjasama dengan masyarakat yang melibatkan
berbagai profesi dan disiplin ilmu (Hikmawati.
2010, hal: 38). Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) merupakan suatu lembaga yang memberikan layanan dan perlindungan awal dan pemulihan kondisi traumatis yang dialami oleh korban tindak kekerasan. RPTC merupakan organisasi pemerintah yang menjadi partner dari IOM. Berikut merupakan datadata jenis tindak kekerasan yang ditangani oleh RPTC:
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
7
Tabel 1. 3 Klien Berdasarkan Jenis Kasus Kekerasan Januari 2005 s/d April 2011 NO
Jenis Kasus Kekerasan
Jumlah
Total
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1.
KDRT
8
14
28
24
18
18
2
112
2.
Anak Korban
0
0
0
0
0
4
0
4
KDRT 3.
Perkosaan
19
1
5
2
4
2
0
33
4.
Terlantar
6
3
0
7
15
16
7
54
5.
Trafficking
6
18
245
249
623
303
131
1575
6.
Anak Klien
0
0
0
0
10
3
14
27
0
0
0
247
445
304
158
1154
0
0
0
0
61
42
31
134
Korban Trafficking 7.
Pekerja Migran Bermasalah
8.
Anak klien PM Bermasalah
9.
Kekerasan Psikis
0
0
15
45
6
0
0
66
10.
Paspor Umroh
0
0
0
0
0
22
0
22
11.
Pelecehan
0
0
0
0
0
2
0
2
39
36
293
574
1182
716
343
3183
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Total
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Klien KTK
39
36
293
327
676
348
154
1873
Klien PM
0
0
0
247
506
368
189
1310
Seksual Total
KTK/PM
Sumber: Rumah Perlindungan Trauma Center Jakarta bulan Januari 2005 – April 2011
Jenis kasus kekerasan yang ditangani oleh RPTC ada sebelas (11) yaitu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), anak korban KDRT, perkosaan, pekerja migran terlantar, trafiking, kekerasan psikis, pekerja migran bermasalah (PM Bermasalah), anak klien PM Bermasalah, anak klien korban trafiking, pasport umroh, dan pelecehan seksual. Dari tahun ke tahun trafiking menempati posisi
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
8
pertama pada jenis kasus kekerasan yang ditangani oleh RPTC kemudian terbanyak kedua adalah pekerja migrant bermasalah. Tabel diatas memperlihatkan pada tahun 2005 sampai dengan 2009 kasus trafiking mengalami kenaikan setiap tahunnya sedangkan pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 jumlah kasus trafiking sudah mulai berkurang. Selain itu di RPTC terdapat pula Unit Rehabilitasi Psikososial yang bertanggung jawab atas kontrak dan kontrak sosial, penerimaan awal, clinical assessment, konseling, mengadakan terapi sosial, pengalihan pelayanan dan home visit serta pendampingan.
1. 2. Rumusan Permasalahan Dalam hal melaksanakan kegiatan perlindungan dan rehabilitasi sosial, RPTC merupakan salah satu lembaga milik pemerintah di bawah kementerian sosial, memiliki salah satu fungsi sebagai tempat rehabilitasi sosial bagi korban trafficking. RPTC adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk memberikan perlindungan awal sebagai upaya penyelamatan dan merupakan pusat peredaman (penurunan atau penghilangan) kondisi traumatis yang dialami korban dimana keberadaan korban tersebut karena kesadaran sendiri maupun rujukan dari pelayanan sebelumnya. Adapun program RPTC antara lain program pencegahan dan penyuluhan, program perlindungan dan pemulihan, dan program pemulangan. Semua program ini merupakan program berkesinambungan antara program yang satu dengan yang lainnya, sebagai langkah perlindungan awal dan penghilang traumatic yang dialami korban. Dalam menjalankan fungsinya RPTC berkoordinasi dengan pihak-pihak seperti keluarga korban, RT/RW, PKT/RS, POLRI, Instansi sosial, instansi NAKERTRANS, intitusi hukum, pendidikan dan pers/media dalam prosesnya, program ini diharapkan mampu mengembalikan korban kekerasan kembali ke kondisi mereka sedia kala. Perdagangan manusia menjadi kasus yang paling banyak ditangani oleh RPTC. Hal ini ditunjukkan dengan data tahunan yang ada di RPTC (lihat tabel 1.2 tentang angka trafiking berdasarkan jenis kelamin) tentang jenis kasus kekerasan beserta jumlah klien yang ada di RPTC dari Januari 2005 sampai dengan April Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
9
2011. Faktanya dari tahun ke tahun kasus trafiking memiliki jumlah klien yang terbanyak dibandingkan dengan kasus lainnya dan seperti yang diketahui pada data korban trafficking terbanyak menimpa para wanita. Fokus dalam penelitian ini melihat data pada tahun 2011, kasus trafficking yang memiliki jumlah klien paling banyak yaitu 131 orang dibandingkan dengan kasus kekerasan lainnya. Meskipun kasus trafficking ini mengalami naik turun dalam jumlah korban seperti yang terlihat dalam tabel klien RPTC yang mengalami tindak kekerasan, hal ini harus tetap dicegah supaya terus korban trafiking bisa berkurang. Pengalaman yang dialami korban trafficking khususnya perempuan tampak adanya berbagai perlakuan kejam, penderitaan, diinjak-injak harkat serta martabat, dan perlakuan serupa perbudakan lainnya yang dialami perempuan korban trafiking. Selain itu sekembali di tempat asalnya, cemoohan masyarakat menjadi beban yang masih harus dipikulnya dan ada keluarga yang menolak menerimanya kembali di rumah karena malu. Penanganan kasus trafficking melalui RPTC akan memberikan rasa aman dari pengalaman tidak mengenakan yang pernah dirasakan oleh klien korban trafficking. Konseling menjadi salah satu layanan yang ada di RPTC, digunakan untuk mengatasi masalah klien dan nantinya diharapkan korban trafiking ini bisa dikembalikan psikologi sosialnya supaya korban menjadi berfungsi kembali seperti sedia kala. Manusia adalah makhluk yang memiliki biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi. Sehingga menjadi penting supaya individu menjaga psikosialnya untuk tetap seimbang karena apabila keseimbangan dari psikososial terganggu maka terganggu pula keseimbangan dalam hidup individu tersebut. Keseimbangan ini perlu dipertahankan
oleh
setiap
individu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya. Psikososial dimulai dengan pembahasan mengenai persepsi dan sikap, bagaimana seseorang mempersepsi orang lain, bagaimana dia mengartikan perilaku orang lain, serta bagaimana ia membentuk dan mengubah sikapnya. Dari hasil wawancara dengan Dra. Sita Widyawati, M. Si diketahui korban trafficking yang mendapatkan pelayanan rehabilitasi psikososial di Rumah Perlindungan dan Trauma center (RPTC), diharapkan dapat pulih dari trauma psikososial dan dapat menjalankan fungsi sosialnya kembali dimasyarakat. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
10
Korban trafficking yang telah ditangani RPTC merupakan rujukan dari IOM, KBRI Malaysia, Satgas Tanjung Priok, dan Bareskrim Polri. Rehabilitasi psikososial adalah pemulihan korban dari gangguan kondisi psikososial akibat tindak pidana perdagangan orang dan pengembalian keberfungsian sosial secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Rehabilitasi psikosial ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual korban tindak pidana perdagangan orang sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar. Konseling sebagai salah satu layanan yang ada di RPTC diberikan oleh pekerja sosial dengan tujuan untuk pendekatan secara individu dalam penanganan masalah psikososial. Kriteria korban yang masuk ke dalam konseling adalah mereka mengalami kekerasan pada fisik dan mental, mengalami kesulitan dalam mengungkapkan keinginan, pikiran, perasaanya pada orang lain karena merasa rendah diri, cemas, dan takut dikucilkan. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara terhadap salah satu pekerja sosial yang berada di RPTC:
“Kalau waktu assessment si korban susah diajak ngomong dan ada luka serta bekasnya yang nunjukin dia pernah dapat kekerasan, pasti dia masuk ke konseling karena biasanya mereka masih nyimpen rasa takut juga dan belum berani terbuka sama orang lain” (Informan peksos, PS)
Namun tidak semua kegiatan konseling berjalan dengan baik terkadang sikap klien yang kurang kooperatif menyebabkan proses konseling berjalan lama. Banyak klien di RPTC yang meminta untuk dipulangkan dengan alasan ingin bertemu keluarganya tetapi terkadang tidak semua alasan yang dikemukakan oleh klien benar, parahnya klien justru kembali lagi ke agen untuk bekerja di luar negeri. Konseling pekerja sosial dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang mencakup identitas diri klien, proses dan cara terjadinya trafiking serta eksploitasi yang diterima klien serta rencana kedepan/pemulangan klien. Permasalahan lainnya yang didapat dari hasil praktikum adalah banyaknya klien yang silih berganti dan terbatasnya pekerja sosial sampai melibatkan tenaga yang bukan berlatarbelakang pendidikan pekerjaan sosial menjadikan proses Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
11
konseling tidak berjalan maksimal. Klien yang silih berganti menyebabkan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping Korban Tindak Kekerasan [KTK]) memegang beberapa klien dan pelayanannya pun bisa dipersingkat. Melihat permasalahan tersebut, timbul pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan proses konseling yang dilaksanakan terhadap klien wanita korban trafiking di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Jakarta? 2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling pada pelaksanaan rehabilitasi psikososial terhadap klien wanita korban trafiking di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Jakarta?
1. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menggambarkan pelaksanaan proses konseling yang dilaksanakan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Jakarta. 2. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksaan proses konseling pada pelaksanaan rehabilitasi psikososial terhadap klien wanita korban trafiking di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Jakarta
1. 4. Signifikansi Penelitian 1. 4. 1 Signifikansi Akademis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam penggunaan teori dan teknik konseling untuk mata kuliah intervensi mikro dan metode intervensi sosial. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian tentang peran pekerja sosial, khususnya sebagai konselor, dalam pelaksanaan konseling.
1. 4. 2 Signifikansi Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pekerja sosial dalam menentukan suatu metode konseling yang Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
12
berorientasi terhadap meningkatkan kondisi psikososial klien perempuan korban trafficking.
1. 5. Metode Penelitian 1. 5. 1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilandaskan pada pemahaman mengenai realitas atau fenomena sosial. Menurut Neuman (2006, hal: 157), pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang memandang kehidupan sosial dari berbagai sudut pandang dan menjelaskan bagaimana masyarakat membentuk suatu konstruksi sosial. Penelitian kualitatif mendapatkan data dari berbagai orang-orang yang peneliti temui dan teliti, yang selanjutnya disebut informan. Pada pendekatan kualitatif, teori dibangun berdasarkan kumpulan data yang telah diperoleh dan diolah dengan melakukan perbandingan (grounded theory). Pendekatan kualitatif menjabarkan dan menginterpretasi datanya secara kompleks dalam bentuk cerita dengan memperhatikan detail dari tiap peristiwa. Sementara itu, jenis penelitian ini berdasarkan dimensi waktunya termasuk dalam jenis penelitian studi kasus. Menurut Neuman (2006, hal: 40) penelitian studi kasus adalah merupakan penelitian yang meneliti kejadian dalam suatu kasus yang berlangsung dalam durasi waktu tertentu. Kasus dapat bersifat individual, kelompok, organisasi, pergerakan, kejadian atau unit geografis. Dalam hal ini dilakukan cara intensif menginvestigasi satu atau dua kasus atau membandingkan suatu kasus yang fokus kepada beberapa faktor. Studi kasus ini dapat menghubungkan level mikro atau aksi individu masyarakat pada level makro atau struktur sosial masyarakat yang lebih besar. Adapun yang menjadi kasus dalam penelitian ini adalah pelaksanaan proses konseling yang dilakukan oleh tim profesi RPTC ke tiga wanita yang menjadi korban trafficking serta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pemberian pelayanan.
1. 5. 2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksananakan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC), Bambu Apus, Jakarta Timur, dipilih sebagai lokasi penelitian dengan alasan sebagai berikut: Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
13
1. RPTC
adalah
satu-satunya
lembaga
yang
memberikan
layanan
perlindungan awal dan pemulihan psikososial serta pemulihan kondisi traumatis yang dialami oleh korban tindak kekerasan. 2. RPTC Jakarta merupakan pioneer karena keberadaan RPTC telah menjadi kebutuhan nyata di berbagai daerah, mengingat selama ini para korban di sejumlah daerah hanya mendapat layanan medis dan pendampingan hukum. Sedangkan kebutuhan layanan psikososial untuk memulihkan tekanan traumatik yang dialami korban belum tersedia. 3. RPTC merupakan shelter (rumah perlindungan) milik Kementerian Sosial yang menangani korban tindak kekerasan dan pekerja migrant termasuk trafiking. Ketika klien korban trafiking masuk ke RPTC, mereka diberikan rehabilitasi sosial dan salah satunya adalah konseling. Hal ini merupakan bantuan pertama terhadap korban.
1. 5. 3 Teknik Pemilihan Informan Penelitian ini berupaya memperoleh informasi mengenai pelaksanaan konseling bagi kondisi psikososial pada klien wanita korban trafiking di RPTC, Bambu Apus, Jakarta Timur. Informasi yang diperlukan meliputi pelaksanaan pemberian konseling yang dilakukan oleh pekerja sosial terhadap kliennya dan faktor pendukung serta faktor penghambat yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah mereka yang dianggap mengetahui dan memahami kondisi nyata di lapangan. Berikut ini adalah penetapan informan berdasarkan informasi yang ingin diperoleh dapat dilihat dalam tabel:
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
14
Tabel 1.4 Kerangka Sampel Informan Informasi Yang Dicari • Pelaksanaan
Informan
dan Pimpinan RPTC (Manager 1
Identifikasi
assessment terhadap calon klien
Kasus)
• Kondisi psikososial klien ketika Pekerja Sosial masuk ke RPTC • Pelaksanaan
konseling
Jumlah
2
Pendamping KTK
1
Klien
3
terhadap Pekerja Sosial Pendamping KTK
klien
• Kondisi psikososial klien ketika Klien dilaksanakannya konseling • Faktor
pendukung
dan
faktor Pekerja Sosial
penghambat pelaksanaan konseling Pendamping KTK oleh
pekerjas
sosial
(petugas Pimpinan RPTC
fungsional) Total Informan
7
Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini. Sampel bertujuan menurut Arikunto (1992, hal: 13) tidak dilaksanakan dengan cara mengambil subjek berdasarkan atas strata, random, atau daerah, tetapi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu. Sedangkan menurut Soehartono (1999, hal: 63), teknik purposive sampling adalah siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang menurut dia sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Data penelitian ini diperoleh dari informan kunci, yaitu: 1. Pelaksanaan identifikasi dan assessment terhadap calon klien serta kondisi psikososial klien ketika masuk ke RPTC didapatkan dari informan pimpinan RPTC, pekerja sosial, dan klien. 2. Informasi tentang pelaksanaan konseling terhadap klien dan kondisi psikososial klien ketika berada dalam pembinaan diperoleh dari pekerja sosial Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
15
dan klien. Pekerja sosial yang dijadikan informan memiliki kriteria yaitu informan yang sudah bekerja minimal satu (1) tahun dan secara langsung mengetahui perkembangan klien. Data yang dibutuhkan dari informan ini adalah kondisi psikososial klien ketika dilaksanakannya konseling. Pemilihan informan klien dipilih langsung oleh petugas yang mengetahui perkembangan klien secara langsung. Klien yang dipilih adalah wanita. Wanita yang akan menjadi fokus pada penelitian ini adalah wanita berusia 20-55 tahun. 3. Informasi tentang faktor pendukung dan faktor penghambat pada pelaksanaan konseling diperoleh dari pekerja sosial di RPTC.
1. 5. 4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data Teknik mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, observasi langsung, wawancara, dan foto. Menurut Lofland (1984, hal: 47) yang dikutip dalam Moleong (2007, hal: 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. 1.
Studi Kepustakaan Studi kepustakaan diarahkan dalam upaya memperoleh data sekunder. . Data sekunder tersebut dimaksudkan sebagai penunjang bagi data primer. Studi kepustakaan yang berupa sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan jurnal ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Sumber buku atau skripsi peneliti gunakan melalui bahan-bahan literatur di perpustakaan yang terkait dengan penelitian ini dan sebagai bahan untuk menyusun kerangka konsep dalam penelitian ini. Selain itu, case record mengenai kasus klien, dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan program, gambaran umum RPTC serta dokumen pribadi yang berasal dari hasil praktikum juga peneliti gunakan sebagai data tambahan dalam memperoleh informasi.
2. Observasi Langsung Teknik pengumpulan data melalui observasi yang dilaksanakan melalui pengamatan langsung pada hal-hal yang menjadi sasaran observasi meliputi: Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
16
a.
Gambaran umum RPTC Yang diperhatikan adalah kondisi fasilitas baik sarana maupun prasarana lainnya
b.
Para partisipan Partisipan yang menjadi sasaran obeservasi utamanya klien RPTC dan petugas fungsional sebagai pekerja sosial dan pendamping Korban Tindak Kekerasan (KTK) yang melaksanakan konseling.
c.
Kegiatan atau aktivitas Yang diobservasi adalah kegiatan konseling yang dilakukan oleh tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK) kepada klien wanita korban trafficking.
d.
Sikap dan tanggapan Berupa sikap dan pandangan para klien yang ditujukan melalui body language yang mereka tunjukkan.
3. Wawancara Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut
Moleong
(2007,
hal:
159)
wawancara
mengharuskan
pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan digunakan dalam proses wawancara. Teknik wawancara yang digunakan adalah in depth interview (wawancara mendalam). Alston dan Bowles (1998, hal: 120) mengemukakan bahwa wawancara mendalam bertujuan untuk melihat dunia dari pandangan responden, untuk menyelidiki pemikiran dan perasaan mereka dan untuk memahami secara seksama sudut pandang mereka. Wawancara diliakukan dengan mengadakan pertemuan secara intensif dengan informan untuk mendapat informasi yang diperlukan. Proses wawancara juga memperhatikan bahasa nonverbal yang diekspresikan informan. Wawancara dilakukan dengan informan yang telah dipilih, dilaksanakan kepada informan, yaitu kepala RPTC selaku manajer kasus, petugas fungsional (pekerja sosial), dan klien wanita korban trafiking. Melalui wawancara mendalam dimaksudkan untuk mencari informasi tentang proses pelaksanaan konseling dan dampak pelaksanaan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
17
konseling. Dalam proses wawancara digunakan tape recorder sehingga seluruh data yang dipaparkan informan tercatat secara seksama. Waktu penelitian dilaksanakan selama lima bulan, yaitu bulan Januari sampai dengan Mei Tabel 1.5 Kerangka Waktu Pengumpulan Data Kegiatan 1
Januari 2 3
4
Waktu Penelitian Februari Maret 1 2 3 4 1 2 3
4
1
April 2 3
Perizinan Studi Kepustakaan dan Dokumentasi Wawancara Pimpinan RPTC (Manager Kasus) Pekerja Sosial Klien Observasi Analisa Data dan Penyusunan Laporan Sumber: Hasil Olahan Penelitian
1. 5. 5 Teknik Analisa Data Data yang diperoleh di lapangan selanjutnya disajikan secara analitis deskriptif, yaitu mendeskripsikan temuan penelitian secara sistematis, faktual, dan akurat disertai dengan petikan hasil wawancara dari tiap informan. Sarantakos, sebagaiman dikutip oleh Alston dan Bowles (1998, hal: 195), mengemukakan bahwa dalam analisi data kualitatif terdapat tiga tahapan, yaitu: 1. Reduksi data (data reduction), yaitu membuat data berdasarkan instrument penelitian dan memasukkan serta memilih jawaban masingmasing informan berdasarkan reman. Data yang berasal dari hasil wawancara dengan informan (kepala RPTC, pekerja sosial, dan klien) dipilih berdasarkan tema dari penelitian ini. 2. Menggabungkan data (data organization), yaitu mengelompokkan jawaban dari tiap-tiap informan berdasarkan teman yang sama. Data yang
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
4
18
telah dipilih dari tiap informan kemudian dikelompokkan berdasarkan tema yang sama. 3. Menjelaskan data (data interpretation), yaitu membuat kesimpulan dari jawaban-jawaban yang diberikan informan mengenai suatu tema. Setelah data diorganisir berdasarkan suatu tema maka dilakukan pembuatan kesimpulan dari jawaban-jawaban yang diberikan informan.
Reduksi Data
Data 1
Data Organization
Data 2
Data 3
Interpretasi
Gambar 1.1 Teknik Analisa Data Sumber: Alston dan Bowles, 1998: 195
Data 1 merupakan data yang berasal dari literatur kepustakaan mengenai data-data trafficking, masalah-masalah yang timbul berdasarkan kepustakaan yang diperoleh. Selain itu juga data ini berisi kerangka teori yang dapat digunakan untuk menganalisa hasil temuan lapangan. Data 2 merupakan data hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dengan informan yang telah dipilih-pilih berdasarkan kriteria dan tujuan penelitian sedangkan data yang tidak terpakai disisihkan. Kemudian data yang terpilih diorganisasikan dan dianalisa beradasarkan teori yang digunakan sebagai literatur atau kepustakaan. Data 3 merupakan hasil analisa dari penelitian guna menjawab permasalahan dan tujuan dari penelitian.
1. 5. 6 Strategi Meningkatkan Kualitas Penelitian Dan Keterbatasn Penelitian Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan data pemeriksaan dengan cara trianggulasi
berdasarkan
sejumlah
criteria
tertentu.
Trianggulasi
adalah
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data itu untuk Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
19
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut atau dengan kata lain trianggulasi adalah strategi untuk meningkatkan kualitas dari penelitian khusunya credibility dengan cara mengecek ulang data yang diperoleh (Guba, 1981, hal: 29). Ada empat criteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan
(credibility),
keteralihan
(transferability),
kebergantungan
(dependebality), dan kepastian (confirmability) Teknik trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber data dan trianggulasi pengumpulan data. Data yang sudah dikumpulkan dibandingkan dengan data yang diperoleh dari studi literatur, wawancara, pengamatan, dan data-data sekunder lembaga. Dalam melakukan trianggulasi dengan melihat dari hasil wawancara mendalam, yaitu dengan membandingkan jawaban antara informan yang satu dengan informan lainnya, begitu juga dengan membandingkan studi literatur (dokumentasi) yang diperoleh. Misalnya dengan membandingkan
hasil
wawancara
dengan
pekerja
sosial,
kemudian
membandingkan lagi dengan informan dari klien yang menerima pelayanan. Kemudian dilakukan kroscek lapangan dengan membandingkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan. Apabila masih ada data-data yang kurang atau kurang jelas maka yang dilakukan adalah mencari informasi kembali ke lapangan untuk melengkapi data-data yang kurang, baik dengan menambah jumlah informan ataupun dengan informan sebelumnya serta melakukan pengamatan ulang. Adapun keterbatasan penelitian yang ditemukan ketika melakukan penelitian adalah tidak mengikuti proses konseling yang dilakukan oleh tim profesi dengan klien. Hal tersebut dikarenakan banyaknya klien baru yang datang dan butuh penanganan cepat sehingga proses konseling untuk klien lama tertunda. Selain itu tidak ditemukannya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur tentang pelaksanaan proses konseling sehingga tidak ada tolak ukur yang menjadi acuan dalam pelaksanaan proses konseling untuk di RPTC sendiri.
1. 6. Sistematika Penulisan Dalam pemaparannya, penelitian ini akan dibagi menjadi lima (5) bab, yang terdiri dari:
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
20
Bab I Pendahuluan Menguraikan tentang kerangka acuan penelitian yang terdiri dari latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan yang berisi pertanyaan penelitian, tujuan penelitian yang sesuai dengan pertanyaan penelitian, manfaat penelitian yang terbagi atas manfaat praktis dan akademis, metode penelitian meliputi pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pemilihan informan, teknik pengolahan data, teknik analisa data, serta strategi meningkatkan kualitas penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Kerangka Pemikiran Bab ini memuat kerangka konseptual dan teoritis dari para ahli yang mendasari pemikiran penulisa berkaitan dengan fokus kajian. Kerangkan konseptual bertujuan memperluas wawasan dan kajian teoritis digunakan untuk menganalisa data.
Bab 3 Gambaran Umum Lembaga Menguraikan tentang gambaran umum lembaga, tugas dan fungsi lembaga, struktur organisasi dan pembagian tugas, serta sumber daya manusia.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan Menguraikan temuan-temuan di lapangan dan pembahasan selama penelitian berlangsung tentang pelaksanaan konseling serta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan konseling di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC).
Bab 5 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan berisi mengenai rangkuman secara singkat penelitian yang dilakukan dan saran diberikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan lembaga.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Trafficking 2.1.1 Kesejahteraan Sosial dan Trafficking Perdagangan manusia (human trafiking) dipahami sebagai seseorang yang melakukan penipuan atau kekerasan untuk tujuan eksploitasi melalui cara menjadikan orang lain menjadi PSK dan buruh secara paksa, atau bentuk perbudakan lainnya (Chalke, 2009, hal: 10). Di sini jelas bahwa memang, setelah bertahun-tahun berjalan, trafficking tidak hanya bicara atau merujuk pada sex trafficking semata karena memang nyatanya wanita tidak hanya objek untuk dijadikan pekerja seks saja, tapi mereka juga diperdagangkan untuk kebutuhan yang lain seperti menjadi pekerja domestik atau buruh di pertanian. Pengertian lainnya tentang perdagangan orang (trafficking) menurut Pasal 3 Protokol PBB, yaitu: “Perdagangan orang berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.”
Dari definisi diatas, eksploitasi termasuk, paling tidak, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan
paksa,
perbudakan
atau
praktek-praktek
serupa
perbudakan,
penghambaan atau pengambilan organ tubuh. Pasal 3 Protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum trafiking manusia, khususnya wanita dan anak-anak. 21
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
22
Undang-Undang No. 21/2007 Pasal 1 ayat 1 menyatakan tindakan perekrutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereskploitasi. Selain definisi di atas Global Alliance Against Trafficking in Women (GAATW) (Modul IOM Identifikasi Korban Trafiking, 2010), mendefinisikan trafiking sebagai pengangkutan dan pengiriman orang di dalam dan menyeberang batas wilayah negara untuk pekerjaan atau pelayanan dengan menggunakan caracara kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan otoritas dari orang yang mempunyai posisi dominan, penghambaan, penipuan atau bentuk-bentuk pemaksaan lain. Menyimak beberapa terminologi/definisi perdagangan orang yang sangat luas tersebut, maka guna memudahkan pemahaman, ada beberapa hal yang dapat dicatat. Pertama, definisi tersebut sebenarnya mengakui segala bentuk trafiking manusia dan tidak hanya sebatas pada eksploitasi seksual. Definisi ini juga mengakomodir sejumlah kondisi pemberian layanan paksa, penghambaan, perbudakan, dan praktik-praktik serupa perbudakan. Kedua, definisi tersebut tidak terfokus pada perempuan dan anak-anak perempuan saja, tetapi juga mengakui bahwa kaum perempuan, lelaki, anak perempuan dan anak laki-laki semua dapat menjadi korban. Ketiga, definisi tersebut tidak mensyaratkan bahwa korban selalu menyeberang tapal batas yang diakui secara internasional, mengingat bahwa orang juga dapat menjadi korban trafiking manusia secara internal dari satu daerah tertentu ke daerah lain dalam batas wilayah sebuah negara (Modul pelatihan memerangi perdagangan manusia melalui penegakan hukum oleh tim program trafiking, US Departement of Justice International Criminal Investigative Training Asistance Program (US DOJICITAP) , 2008, hal: 12-13).
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
23
Trafiking melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) padahal HAM menghendaki harkat dan martabat manusia sebagai ciri khas kemanusiaan tidak lagi dihormati dan diakui. Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan dan situasi psikologis inilah menjadi salah satu penyebab yang tidak disadari sebagai peluang munculnya human trafficking atau perdagangan manusia. Istilah yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia dengan kata trafiking ini, sampai saat ini belum mendapat perhatian
yang maksimal dari
pihak-pihak terkait. Tidaklah
mengherankan jika korban trafiking terus berjatuhan, bahkan, rentetan korban demi korban masih mungkin akan terus bertambah dan kesejahteraan sosial mereka pun tidak dapat terpenuhi. Pengertian Kesejahteraan Sosial tidak dapat dilepaskan dari apa yang telah di rumuskan dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1974 tentang ketentuanketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1 (dalam Adi, 2005, hal: 16): “Kesejahteraan Sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”. Rumusan di atas menggambarkan Kesejahteraan Sosial sebagai suatu keadaaan di mana digambarkan secara ideal adalah suatu tatanan (tata kehidupan) yang meliputi kehidupan material maupun spiritual, dengan tidak menempatkan satu aspek lebih penting dari yang lainnya, tetapi lebih mencoba melihat pada upaya mendapatkan titik keseimbangan, Titik keseimbangan yang dimaksud adalah
keseimbangan
antara
aspek
jasmaniah
dan
rohaniah,
ataupun
keseimbangan antara aspek material dan spiritual.
2.1.2 Korban Trafiking Definisi perdagangan manusia (human trafficking) yang dipaparkan oleh Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) disarikan melalui sebuah tabel. Tabel dibawah Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
24
ini, adalah alat yang berguna untuk menganalisis masing-masing kasus untuk menentukan apakah kasus tersebut termasuk trafiking atau tidak. Agar suatu kejadian dapat dikatakan sebagai trafiking, kejadian tersebut harus memenuhi paling tidak satu unsur dari ketiga kriteria yang terdiri dari proses, jalan/cara dan tujuan. Tabel 2.1 Identifikasi Korban Trafficking Proses
+
Cara/Jalan
+
Tujuan (Eksploitasi)
Perekrutan
Ancaman
Prostitusi
Pengiriman
Pemaksaan
Pornografi
Pemindahan
DAN Penculikan
DAN
Kekrasan/Eksploitasi
Penampungan
Penipuan
Seksual
Penerimaan
Kebohongan
Kerja
Kecurangan
upah yang tidak layak
Penyalahgunaan
Perbudakan/Praktek-
Kekuasaan
praktek
Paksa/dengan
lain
serupa
perbudakan Sumber: Modul IOM
Tabel diatas menjelaskan jika ada orang yang mengalami salah satu unsur dari ketiga kriteria tersebut maka dia merupakan korban trafiking. Unsur pertama, yaitu proses atau pergerakan pelaku dengan cara perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, dan penerimaan korban. Ketika mengidentifikasi korban, harus ditanya bagaimana proses atau pergerakannnya apabila korban menyebutkan salah satu diantaranya maka lihat unsur kedua. Unsur kedua yaitu cara atau jalan dari pelaku bisa mengajak korban. Cara/jalan tersebut adalah ancaman, pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, kecurangan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Jika korban mengiyakan maka lihat unsur ketiga tetapi jika jawabannya tidak dan korban dewasa, maka ia bukan korban trafiking. Terakhir adalah unsur tujuan dan apabila korban mengalami eksploitasi maka ia adalah korban tarfiking. Eksploitasi disini termasuk prostitusi, pornografi, kekerasan
seksual,
kerja
paksa/dengan
upah
yang
tidak
layak,
dan
perbudakan/praktek-praktek lain serupa perbudakan.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
25
Jika satu unsur dari masing-masing ketiga kategori di atas muncul, maka hasilnya adalah trafiking. Adapun indikator umum lainnya untuk menentukan korban trafiking (Modul IOM Identifikasi Korban Trafiking, 2010): 1. Orang tersebut tidak dapat pindah ke lokasi baru atau meninggalkan pekerjaan mereka. 2. Orang tersebut tidak mengelola uang mereka sendiri. 3. Orang tersebut tidak menguasai dokumennya sendiri, seperti paspor, kartu pengenal, dll. 4. Orang tersebut tidak dibayar untuk pekerjaannya atau dibayar sangat rendah. 5. Orang tersebut tinggal bersama beberapa orang lainnya dalam kondisi tidak bersih atau tinggal bersama majikannya (mungkin mucikarinya). 6. Orang tersebut jarang sendirian dan tampaknya selalu memiliki pendamping. 7. Orang tersebut tampak memiliki luka fisik dan bekas luka, seperti goresan, memar, atau luka bakar. 8. Orang tersebut menunjukkan sikap penurut. 9. Orang tersebut memperlihatkan gejala tekanan emosional dan masalah psikologis seperti depresi, kegelisahan, luka yang dibuat sendiri, cenderung ingin bunuh diri.
2. 2 Konseling 2. 2. 1 Pengertian Konseling Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan, tetapi merupakan teknik inti atau teknik kunci (Hikmawati, 2010 hal: 2). Hal ini dikarenakan konseling dapat memberikan perubahan yang mendasar yaitu mengubah sikap. Sikap mendasari perbuatan, pemikiran, pandangan, dan perasaan. Menurut Leona E. Taylor dalam Hikmawati (2010, hal: 2), ada lima karakteristik yang sekaligus merupakan prinsip-prinsip konseling. Kelima karakteristik tersebut adalah: 1. Konseling tidak sama dengan pemberian nasihat (advicement), sebab di dalam pemberian nasihat proses berpikir ada dan diberikan oleh penasihat, sedang dalam konseling proses berpikir dan pemecahan ditemukan dan dilakukan oleh klien sendiri.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
26
2. Konseling mengusahakan perubahan-perubahan yang bersifat fundamental yang berkenaan dengan pola-pola hidup. 3. Konseling lebih menyangkut sikap daripada perbuatan atau tindakan. 4. Konseling lebih berkenaan dengan penghayatan emosional daripada pemecahan intelektual. 5. Konseling menyangkut juga hubungan klien dengan orang lain. Menurut Burks and Stefflre (1979) dalam Komalasari (2011, hal: 7), konseling merupakan hubungan profesional antara konselor terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individu ke individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu orang. Konseling didesain untuk menolong klien untuk memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk membantu mencapai tujuan penentuan diri (self-determination). Rogers (1971) dalam Komalasari (2011, hal: 7-8) mendefiniskan konseling sebagai hubungan yang membantu (helping relationship). Dalam hubungan yang membantu terdapat dua kata yang memiliki definisi tersendiri dan saling berhubungan. Hubungan (relationship) dalam proses konseling merupakan suatu hubungan yang sedikitnya satu dari pihak terkait mempunyai tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kedewasaan dan juga meningkatkan fungsi serta kemampuan untuk menghadapi hidup yang lebih baik dari pihak yang lain. Selanjutnya, bantuan atau helping berarti menyediakan kondisi untuk individu agar dapat memenuhi kebutuhan untuk cinta dan respek, harga diri, dapat membuat keputusan dan aktualisasi diri. Menurut The American Psychological Association, Division of Counseling Pyschology, Committee on Definition (1956) dalam Komalasari (2011, hal: 9), mendefinisikan konseling sebagai sebuah proses membantu individu untuk mengatasi masalah-masalahnya dalam perkembangan dan memantau mencapai perkembangan yang optimal dengan mengunakan sumber-sumber dirinya. Selanjutnya the National Conference of State Legislatures and the American Counseling Association mendefinisikan bahwa konseling adalah suatu proses di mana konselor profesional yang telah dilatih membentuk hubungan yang penuh dengan kepercayaan dengan orang yang membutuhkan bantuan. Hubungan
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
27
ini berfokus pada pengalaman-pengalaman, perasaan, tingkah laku, alternatif, konsekuensi dan tujuan-tujuan personal. Konseling didefinisikan seperti yang dikemukakan oleh Aftekar (1975, hal: 110), seperti berikut: “Counseling is personal help directed toward the solution of a problem which a person finds he cannot solve himself and on which he therefore seeks the help of a skilled person whose knowledge, experience, and general orientation can be brought into play in an attempt to solve that problem”.
Konseling adalah bantuan pribadi yang diarahkan kepada solusi suatu masalah seseorang yang tidak dapat dipecahkan oleh dirinya, sehingga dengan konseling tersebut ia mendapat bantuan dari seseorang yang memiliki pengetahuan, berpengalaman dan orientasinya secara umum bermanfaat dalam upaya memecahkan masalah tersebut.
Pengertian konseling sebagaimana yang dikemukakan Surya (1988, hal: 24) konseling mencakup semua bentuk hubungan antara dua orang dimana seorang klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Suasana hubungan konseling ini meliputi penggunaan wawancara untuk memperoleh dan membagikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kemampuan dan kematangan serta memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan dan usaha-usaha terapi dan rehabilitasi. Cavanagh (1982) dalam Komalasari (2011, hal: 8) menguraikan tujuh unsur pokok dalam konseling yaitu: (1) Pemberi bantuan (konselor) adalah orang yang terlatih secara profesional, (2) Konselor berada dalam hubungan dengan orang yang dibantu atas dasar saling memahami, mempercayai, menerima, dan kerja sama dalam derajat yang memadai, (3) Konselor profesional membutuhkan keterampilan konseling dan kepribadian yang bersifat membantu, (4) Konselor membantu seseorang untuk memahami dirinya sendiri, (5) Konselor membantu individu untuk berhubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
28
kebutuhan diri, (6) Dalam upaya memahami dirinya sendiri, maka konseling ditujukan untuk perkembangan kepribadian yang ditujukan tidak hanya pada orang yang menghadapi gangguan psikologis, tetapi juga pada orang-orang normal yang menghadapi hambatan dalam perkembangannya, (7) Konseling mengandung arti suatu hubungan antara konselor dengan seseorang yang mencari bantuan.
2.2.2 Tujuan Konseling Menurut McLeod (2010, hal: 13-14) tujuan konseling dilandasi oleh fondasi dari keragaman model teori dan tujuan sosial masing-masing pendekatan konseling. McLeod mengatakan bahwa beberapa tujuan konseling yang didukung secara eksplisit dan implisit oleh para konselor adalah: 1.
Pemahaman, yaitu adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan.
2.
Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain. Misalnya, dalam keluarga atau di tempat kerja.
3.
Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan selama ini ditahan atau ditolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.
4.
Penerimaan diri, pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan.
5.
Aktualisasi diri atau individuasi, pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau
penerimaan
integrasi
bagian
diri
yang
sebelumnya
saling
bertentangan. 6.
Pencerahan, membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
7.
Pemecahan masalah, menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. Dengan kata lain, menuntut kompetensi umum dalam pemecahan masalah. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
29
8.
Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku.
9.
Memiliki
keterampilan
sosial
yaitu
mempelajari
dan
menguasai
keterampilan sosial dan inter-personal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif, atau pengendalian kemarahan. 10. Perubahan kognitif, memodifikasi atau mengganti kepercayaan yang tidak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku yang merusak diri sendiri. 11. Perubahan tingkah laku, memodifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang merusak ke arah yang lebih adaptif dan diterima secara sosial. 12. Perubahan sistem, memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial seperti keluarga dan masyarakat sekitar. 13. Penguatan
yaitu
berkenaan
dengan
keterampilan,
kesadaran
dan
pengetahuan yang membuat klien mampu mengontrol kehidupannya. 14. Restitusi, membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak. 15. Reproduksi (generativity) dan aksi sosial yaitu menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli terhadap orang lain, membagi
pengetahuan
dan
mengkontribusikan
kebaikan
bersama
(collective good) melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.
Tujuan konseling menurut Winkel (1997, hal: 69) adalah membantu orang yang dilayani untuk mengambil keputusan dalam mengatur hidupnya sendiri untuk memiliki pandangannya sendiri dan tidak sekedar menerima pendapat orang lain dalam mengambil sikap sendiri dan berani menanggung akibatnya sendiri dan konsekuensi dari keputusan yang diambilnya. Selanjutnya seorang konselor memberikan bantuan hanya berupa bantuan yang bersifat psikologis karena berperan langsung terhadap alam pikiran dan perasaan seseorang serta mendorongnya untuk meninjau dirinya sendiri serta posisi di dalam lingkungan hidupnya. Dalam kegiatan konseling, penetapan tujuan konseling tidak mencakup seluruh tujuan konseling, tujuan konseling ditetapkan berdasarkan permasalahan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
30
yang dialami oleh konseli serta pendekatan konseling yang digunakan oleh konselor (McLeod, 2010, hal: 14).
2.2.3 Proses Konseling Konseling merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan sistematis. Proses konseling dibagi menjadi tiga bagian yaitu proses awal, tengah dan akhir. Pada setiap bagian proses ini memiliki aktivitas-aktivitas spesifik yang generic sehingga dapat diintegrasikan dengan berbagai pendekatan dan teori konseling. 1. Langkah 1: Mendefinisikan masalah melalui mendengar aktif Awal dari sebuah konseling selalu ditandai dengan assessment. Assessment dapat dilakukan untuk berbagai jenis tujuan, termasuk mengevaluasi apakah orang tersebut akan mendapatkan manfaat dari konseling yang tersedia, memberikan informasi yang cukup kepada klien agar ia dapat membuat keputusan dan menyetujui waktu serta jadwal (McLeod, 2010, hal: 368). Selanjutnya bila proses assessment sudah dilakukan dan klien menyetujui untuk mengikuti proses konseling, konseling dapat dilakukan. Pada tahap awal konseling, konselor mendengarkan dengan aktif dalam rangka membangun rapport dengan klien. Postur tubuh yang terbuka dan santai mengundang klien untuk terbuka. Pada tahap ini juga disepakati lamanya waktu konseling. Ketika klien telah terbuka untuk mendiskusikan masalahnya dengan konselor, konselor perlu memperhatikan tiga poin penting masalah yang belum terpecahkan, perasaan terhadap masalah tersebut, harapan-harapan terhadap apa yang
harus konselor lakukan
untuk mengatasi masalah (Thompson, et.al., 2004, hal: 42).
2. Langkah 2: Mengklarifikasi ekspektasi klien Konselor mendiskusikan kemungkinan pencapaian ekspektasi klien dalam konseling. Ekspektasi-ekspektasi klien harus realistis dengan kondisi dirinya dan lingkungannya. (Thompson, et.al., 2004, hal: 42-43). Sering kali, ketidaksesuaian harapan dan definisi antara konselor dan klien baru disadari ketika klien tidak kembali lagi untuk melanjutkan sesi konseling. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
31
Klien
tidak
kembali
karena
dia
tidak
mendapatkan
apa
yang
diingingkannya (McLeod, 2010, hal: 367-368). Dalam mengklarifikasi ekpektasi klien, konselor harus hati-hati serta dapat memilih waktu dan kata-kata yang tepat agar klien tidak justru menjadi menutup diri atau mengembangkan pertahanan dirinya. Untuk itu, klarifikasi dan penafsiran hendaknya bersifat hipotetik, bukan menyatakan fakta, mendekati kesadaran klien, dimulai dari yang sifatnya permukaan menuju ke arah yang mempunya bobot emosional yang lebih mendalam, serta dilakukan dengan terlebih dahulu menunjukkan pertahanan diri klien sebelum ke hal-hal yang dianggap mendasarinya (Thompson, et.al., 2004, hal: 42-43).
3. Langkah 3: Mengeksplorasi hal-hal yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah Konselor mendiskusikan usaha-usaha yang telah dilakukan klien dalam mengatasi
masalah
yang
dihadapinya.
Dalam
hal
ini
konselor
menggunakan pernyataan (statements) dari pada pertanyaan (questions) untuk menghindari suasana seperti menginterogasi (Thompson, et.al., 2004, hal: 43).
4. Langkah 4: Mengeksplorasi hal-hal baru yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah Langkah ke empat adalah sesi brainstorming di mana konselor mendorong klien untuk mengembangkan alternatif penyelesaian masalah sebanyakbanyaknya kemudian menilai semua alternatif tersebut. Thompson dan Poppen (1992) merekomendasikan untuk menggunakan kertas untuk membuat daftar alternatif penyelesaian masalah. Proses ini sangat penting bagi klien karena ia belajar untuk mencari penyelesaian masalah secara mandiri (Thompson, et.al., 2004, hal: 43).
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
32
5. Langkah 5: Membuat komitmen untuk mencoba alternatif kegiatan yang dipilih untuk mengatasi masalah Setelah klien mempertimbangkan alternatif terbaik dan yang paling sesuai dengan dirinya dan lingkungan, konselor membangun komitmen klien untuk melaksanakan alternatif tersebut. Pada tahap ini mungkin akan terjadi penolakan dari klien untuk melaksanakan alternatif pemecahan masalahnya. Banyak klien yang mengikuti konseling untuk kemudian tidak melakukan apa-apa untuk mengubah perilakunya dan tetap hidup dengan pola seperti sedia kala. Untuk itu konselor mendiskusikan alternatif penyelesaian masalah yang paling mudah dilakukan terlebih dahulu (Thompson, et.al., 2004, hal: 44).
6. Langkah 6: Menutup wawancara konseling Tantangan bagi konselor di fase akhir ini adalah menggunakan tahap konseling ini demi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi klien. Tujuan tahap ini adalah konsolidasi dan pemeliharaan apa yang telah diraih, generalisasi pembelajaran ke dalam situasi baru, dan menggunakan pengalaman
kehilangan
dan/atau
kekecewaan
yang
dipicu
oleh
pengakhiran konseling sebagai fokus pengetahuan baru mengenai cara klien menangani perasaan tersebut dalam situasi lain (McLeod, 2010, hal: 375). Setelah klien melaksanakan alternatif penyelesaian masalah, konselor mendiskusikan
dan
mereview
pencapaian
penyelesaian
masalah.
Kemudian bersama-sama membuat kesimpulan dan membuat rencana tindak lanjut konseling (Thompson, et.al., 2004, hal: 44).
2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Konseling Sejumlah faktor dapat mempengaruhi proses konseling, membuatnya menjadi lebih baik atau lebih buruk. Hal yang dibahas disini adalah keseriusan masalah yang dipaparkan, stuktur, inisiatif, latar fisik, kualitas klien, dan kualitas konselor.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
33
1. Keseriusan Masalah yang Dipaparkan Konseling dipengaruhi oleh keseriusan masalah yang dipaparkan klien. “Bukti menunjukkan adanya hubungan antara seberapa besar masalah yang dipaparkan klien dengan perkembangan pengobatan. Jadi, klien yang melaporkan tingkat gangguan yang tinggi menjalani lebih banyak sesi untuk mencapai kemajuan yang signifikan daripada klien yang melaporkan tingkat gangguan yang lebih rendah” (Leibert, 2006) dalam (Gladding, 2012, 2012, hal: 148).
2.
Struktur Klien dan konselor kadang-kadang mempunyai persepsi yang berbeda mengenai tujuan dan sifat konseling. Klien sering kali tidak tahu apa yang dapat diharapkan dari proses yang dijalaninya atau bagaimana harus menanggapinya.
Menemui
konselor
adalah
upaya
terakhir
bagi
kebanyakan orang. Mereka akan lebih dulu mencari pertolongan dari sumber-sumber yang lebih familiar, seperti teman, sanak saudara, rohaniawan, atau bahkan guru (Hinson & Swanson, 1993) dalam (Gladding, 2012, hal: 149). Oleh karena itu, banyak klien yang menjalani konseling secara terpaksa dan enggan. Ketikdapastian ini dapat menghambat pengenalan di awal proses konseling jika tidak disertai struktur tertentu (Ritchie, 1986) dalam (Gladding, 2012, hal: 149). Struktur dalam konseling didefinisikan sebagai ”kesepahaman bersama antara konselor dan klien mengenai karakteristik, kondisi, prosedur, dan parameter konseling” (Day & Sparacio, 1980) dalam (Gladding, 2012, hal: 149). Struktur membantu memperjelas hubungan antara konselor dan klien dan memberikan arah yang benar, melindungi hak, peran, dan kewajiban baik dari konselor maupun klien dan memastikan suksesnya konseling (Brammer, Abrego, & Shostrom, 1993) dalam (Gladding, 2012, hal: 149). Panduan praktis merupakan bagian dari pembangunan struktur. Panduan ini mencakup batas waktu (misalnya 50 menit setiap sesi), batas kegiatan (untuk mencegah adanya perilaku yang dapat merusak), batas peran (yang diharapkan dari masing-masing partisipan), dan batas Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
34
procedural (klien diberikan tanggung jawab untuk berusaha mencapai tujuan atau kepentingan tertentu) Brammer & MacDonald (2003) dalam (Gladding, 2012, hal: 149). Panduan juga memberikan informasi tentang jadwal pembayaran dan hal-hal yang harus diperhatikan oleh klien. Secara umum, struktur membantu meningkatkan perkembangan konseling dengan memberikan kerangka mengenai proses yang akan dijalani. “Hal ini membantu menyembuhkan dari dalam dan luar” (Day & Sparacio, 1980) dalam Gladding (2012, hal: 149). Struktur diberikan di setiap tahapan konseling dan berperan sangat penting di awal konseling. Dorn (1984) dalam Gladding (2012, hal: 149) menyatakan bahwa “klien biasanya menjalani konseling karena mereka berada dalam kondisi statis”. Yaitu, klien merasa buntu dan kehilangan kendali untuk mengubah tingkah lakunya. Untuk dapat membantu klien menemukan arah baru dalam kehidupannya, konselor menyediakan pedoman konstruktif. Keputusan bagaimana membangun stuktur ini didasarkan pada orientasi teoritis dari konseling, kepribadian klien, dan bidang permasalahan utama yang akan ditangani. Terlalu banyak struktur sama berbahayanya dengan terlalu sedikit (Welfel & Patterson, 2005) dalam Gladding (2012, hal: 149). Oleh karena itu, konselor harus tetap fleksibel dan terus menerus menegosiasi sifat struktur ini dengan klien. Pentingnya struktur sangat terlihat saat klien datang ke konseling dengan harapan yang tidak realistis (Welfel & Patterson, 2005) dalam Gladding (2012, hal: 149). Konselor harus secepatnya menetapkan struktur pada keadaan semacam ini. Salah satunya adalah dengan menyediakan informasi tentang proses konseling tersebut dan diri mereka sendiri, melalui pernyataan-pernyataan pembuka yang profesional termasuk detail mengenai sifat konseling, apa yang diharapkan dari konseling tersebut, tanggung jawab, metode-metode yang digunakan, dan etika konseling (Gladding, 2012, hal: 150).
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
35
3. Inisiatif Inisiatif dapat disebut juga sebagai motivasi untuk berubah. Kebanyakan konselor dan teori konseling menganggap bahwa klien akan bersifat kooperatif. Memang benar, banyak klien yang datang untuk konseling secara sukarela atau berdasarkan keinginan sendiri. Mereka merasa tegang dan khawatir mengenai diri mereka sendiri ataupun orang lain, tetapi berkeinginan kuat untuk menjalani sesi konseling. Namun, ada juga klien yang tidak ingin berpartisipasi dalam konseling. Vriend dan Dyer (1973) dalam Gladding (2012, hal: 153) memperkirakan adanya keengganan dalam berbagai tingkatan pada mayoritas klien yang datang ke konselor. Jika konselor bertemu dengan klien yang sepertinya kurang berinisiatif, dia sering kali tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan klien, apalagi bagaimana memulai konseling. Oleh karena itu, sebagian konselor merasa tidak sabar, terganggu, dan bahkan langsung menyerah menghadapi orang-orang seperti itu. Hasilnya bukan hanya terminasi hubungan namun juga mengkambing-hitamkan klien artinya menyalahkan klien atas kesalahan yang bukan berasal dari pihaknya. Banyak konselor yang akhirnya menyalahkan diri sendiri atau klien, jika konseling yang mereka lakukan tidak berhasil. Tuduhan semacam itu seharusnya tidak terjadi jika konselor memahami dinamika yang terlibat dalam bekerja dengan klien yang enggan. Sebagian dari pemahaman ini termasuk pura-pura berperan sebagai klien yang datang tidak secara sukarela dan membayangkan bagaimana rasanya menjalani konseling. Latihan berganti peran juga dapat meningkatkan empati konselor. Klien yang enggan adalah seseorang yang dirujuk pihak ketiga dan sering kali “kurang mempunyai motivasi untuk mencari pertolongan” (Ritchie, 1986) dalam Gladding (2012, hal: 154). Klien yang enggan atau setengah mati adalah seseorang yang tidak berkeinginan, tidak siap, atau menolak untuk berubah (Otanis, 1989; Ritchie, 1986) dalam Gladding (2012, hal: 154). Orang demikian mungkin saja aktif menjalani konseling Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
36
tetapi tidak mempunyai keinginan untuk menjalani proses emosional yang menyakitkan, perubahan dalam sudut pandang, atau meningkatkan kesadarannya, yang menjadi tuntutan dari konseling (Cowan & Presbury, 2000) dalam Gladding (2012, hal: 154). Alih-alih, klien mempertahankan tingkah laku yang sudah ada, meskipun perilaku tersebut tidak produktif dan disfungsional. Beberapa klien yang enggan, menolak untuk membuat keputusan, kurang pandai dalam menangani masalah, dan melakukan segala macam tindakan untuk memecahkan masalah (misalnya, melakukan apa yang diminta oleh konselor). Otani (1989) dalam Gladding (2012, hal: 154) memperkenalkan empat kategori perlawanan yang utama: “banyaknya verbalisasi, isi pesan, gaya komunikasi, dan sikap perlawanan terhadap konselor dan sesi konselingnya. Perhatikan tabel dibawah ini: Tabel 2.2 Bentuk Resistansi Kategori A. Perlawanan terhadap kuantitas B. Perlawanan isi
Definisi Klien membatasi jumlah informasi yang dikomunikasikan kepada konselor Klien melarang tipe informasi tertentu untuk dibicarakan oleh konselornya
Bentuk - Membisu - Sedikit berbicara - Bahasa isyarat -
C. Perlawanan gaya
Klien memanipulasi cara memberikan informasi kepada konselornya
-
Pembicaraan intelektual Simptom melamun Sedikit berbicara Penampilan emosional Melamunkan masa lalu/depan Pertanyaan yang berulang-ulang Penurunan Berhati-hati dalam menuangkan pikiran Menebak-nebak Tidak terbuka Membuka diri pada menit-menit terakhir Memberikan batasanbatasan Eksternalisasi
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
37
Kategori
Definisi -
D. Logistik perlawanan manajemen
Klien melanggar aturan-aturan dasar konseling
-
Bentuk Menjatuhkan konselor Sengaja menjadi seolaholah pelupa Ingkar janji Jarang menghadiri pertemuan Menolak/menunda pembayaran Permintaan pribadi
Sumber : Hasil Olahan Penelitian
Konselor dapat membantu klien untuk memenangkan pertempuran mengenai masalah inisiatif ini, dan mendapatkan kesuksesan dalam konseling dengan beberapa cara. Pertama dengan mengantisipasi kemarahan, frustasi, dan ketertutupan yang ditunjukkan oleh beberapa klien. Konselor yang menyadari bahwa ada sejumlah klien yang enggan atau melawan akan dapat menghadapi individu-individu ini, karena dia tidak kaget melihat mereka maupun perilakunya. Cara kedua untuk menghadapi kurangnya inisiatif adalah dengan menunjukkan penerimaan, kesabaran, dan pengertian termasuk perilaku umum yang tidak menghakimi. Langkah ini meningkatkan kepercayaan, yang merupakan dasar-dasar hubungan antar pribadi. Tingkah laku tidak menghakimi juga membantu klien untuk dapat lebih memahami perasaan dan pikirannya tentang konseling. Jadi, penerimaan membuat klien lebih terbuka terhadap orang lain, diri mereka sendiri, dan terhadap proses konseling. Cara ketiga untuk memenangkan pertempuran perihal inisiatif adalah dengan menggunakan metode persuasif (Kerr, Claiborn, & Dixon, 1982; Senour, 1982) dalam Gladding (2012, hal: 154). Semua konselor mempunyai pengaruh terhadap kliennya, dan begitu juga sebaliknya (Dorn, 1984; Strong, 1982) dalam Gladding (2012, hal: 154). Bagaimana konselor menanggapi klien, secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap apakah klien tersebut akan mengambil insiatif untuk membuat perubahan atau tidak. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
38
Cara keempat yang dapat digunakan konselor untuk membantu klien dalam mendapatkan inisiatif adalah melalui konfrontasi. Dalam prosedur ini konselor hanya menunjukkan kepada klien secara langsung apa yang sedang dilakukan kliennya, seperti misalnya dia tidak konsisten. Konfrontasi dapat memberi hasil bermanfaat berupa klien melakukan sesuatu yang berbeda atau mendapat sudut pandang yang baru terhadap suatu masalah, khususnya jika apa yang sudah dilakukan sebelumnya tidak berhasil (Gladding, 2012, hal: 156). Konselor juga dapat memakai bahasa, khususnya metafora, untuk meluluhkan perlawanan atau keengganan. “Metafora dapat digunakan untuk member ajaran dan mengurangi tingkat ancaman dengan cara memberikan cerita, menyajikan lukisan, memberi pemandangan yang menyegarkan, menantang pemikiran yang kaku, memberikan toleransi atas kepercayaan baru, dan dengan mengurangi ketegangan yang sering ada antara konselor dan klien yang melawan atau enggan” (James & Hazler, 1998) dalam Gladding (2012, hal: 156). Cara keenam yang dapat digunakan konselor untuk membantu klien yang melawan dan enggan, bahkan semua klien, dan memperkuat hubungan konseling adalah dengan ”mattering”, seperti misalnya persepsi bahwa sebagai manusia, kita memiliki arti penting dan signifikan bagi dunia sekeliling kita dan bagi orang lain dalam kehidupan kita (Rayle, 2006) dalam Gladding (2012, hal: 156). Penelitian menunjukkan bahwa mattering terhadap orang lain secara langsung memengaruhi kehidupan dan hubungan seseorang. Akhirnya,
Sack
(1998)
dalam
Gladding
(2012,
hal:
156)
menyarankan penggunaan teknik pragmatis, seperti misalnya diam (atau membisu), refleksi (atau empati), member pertanyaan, menggambarkan, menilai, berpura-pura, dan berbagai perspektif konselor, sebagai cara untuk mengatasi klien yang melawan. Dari sudut pandang tersebut, perubahan dianggap tidak terelakkan dan klien dipandang bersifat kooperatif. Alasan belum terjadinya perubahan adalah karena konselor belum menemukan cara untuk membantu klien yang menemui jalan buntu, Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
39
agar dia dapat melakukan cukup upaya untuk melepaskan diri dari hal-hal yang membuatnya terganggu (Gladding, 2012, hal: 157).
4.
Latar Fisik Konseling dapat dilakukan hampir di mana pun juga, tetapi ada beberapa latar fisik yang meningkatkan proses ini lebih baik daripada yang lainnya. Dari sekian banyak faktor penting yang membantu atau menghambat proses, salah satunya adalah tempat dimana konseling tersebut dilakukan. Erdman dan Lampe (1996) dalam Gladding (2012, hal: 157) menyakini bahwa fitur-fitur tertentu dalam ruangan konseling dapat meningkatkan tampilan umumnya dan memfasilitasi konseling dengan cara tidak membuat klien merasa terganggu. Fitur-fitur tersebut adalah pencahayaan yang lembut, warna yang tidak mencolok, jauh dari kebisingan, perabotan yang serasi dan nyaman serta artifak-artifak kultural yang beragam. Mereka menambahkan, jika memberikan konseling pada keluarga yang membawa anak atau anak yang dipisah dari keluarganya, konselor perlu memiliki furniture ukuran anakanak. Jarak antara konselor dan klien (fitur spasial lingkungan, atau kedekatan) juga dapat memengaruhi hubungan konseling dan sudah dipelajari. Tingkat kenyamanan yang dirasakan dalam berinteraksi dengan orang lain berbeda-beda untuk setiap orang (Gladding, 2012, hal: 157). Tingkat kenyamanan dipengaruhi oleh latar belakang kultural, perbedaan kelamin, dan sifat hubungan tersebut, selain hal lain. Jarak 7597,5 cm terbukti merupakan kisaran jarak rerata (rata-rata) yang memberi kenyamanan dalam hubungan antara konselor dan klien baik untuk pria maupun wanita, di Amerika Serikat (Haase, 1970) dalam (Gladding, 2012, hal: 158). Jarak optimal ini dapat bervariasi bergantung pada ukuran ruangan dan penataan furniturnya (Haase & DiMattia, 1976) dalam (Gladding, 2012, hal: 158). Cara penataan furnitur terserah pada konselor. Beberapa konselor lebih senang duduk di belakang meja selama sesi berlangsung, namun kebanyakan tidak demikian. Alasan mengapa meja umumnya ditiadakan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
40
oleh konselor adalah bahwa meja digambarkan secara fisik dan simbolik sebagai penghalang untuk perkembangan hubungan yang lebih dekat (Gladding, 2012, hal: 158). Benjamin (1987) dalam Gladding (2012, hal: 158) menyarankan agar konselor menyediakan dua kursi dan sebuah meja kecil yang diletakkan di dekatnya. Kedua kursi tersebut sebaiknya diatur menyudut tegak lurus satu sama lain, sehingga klien dapat melihat ke arah konselor atau memandang lurus ke depan. Sedangkan meja tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk meletakkan tempat tissue. Gagasan Benjamin berdasarkan pengalamannya sendiri, masing-masing konselor harus mencari tata susunan fisik yang paling tepat bagi dirinya sendiri. Terlepas dari cara penataan tempat di dalam ruangan, konselor tidak boleh terganggu saat melakukan konseling. Semua panggilan telepon harus ditunda. Jika perlu, konselor harus memasang tanda “jangan diganggu” di pintu, untuk mencegah orang lain masuk ke dalam ruang konseling. Privasi dan ketenangan adalah kode etik profesional yang utama dan mendorong pengungkapan diri yang maksimal dari klien (Gladding, 2012, hal: 158).
5. Kualitas Klien Hubungan konseling diawali sejak kesan pertama. Cara konselor dan klien saling berkenalan merupakan hal yang vital dalam membangun sebuah hubungan yang produktif. Beberapa klien kemungkinan besar lebih sukses dalam menjalani konseling, daripada yang lainnya. Kandidat paling sempurna untuk pendekatan tradisional cenderung datang dari kalangan YAVIS: young (muda), attractive (atraktif), verbal (berani berbicara), intelligent (cerdas), successful (sukses) (Schofield, 1964) dalam (Gladding, 2012, hal: 159). Kandidat yang kurang sukses dikenal sebagai HOUNDs (homely [jarang pergi], old [tua], unintelligent [kurang cerdas], nonverbal [jarang berbicara], dan disadvantaged [kurang kemampuan]) atau DUDs (dumb [bodoh], unintelligent [kurang cerdas], dan disadvantaged [kurang kemampuan]) (Allen, 1977) dalam (Gladding, 2012, hal: 159).
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
41
Sejumlah stereotip dihubungkan dengan daya tarik fisik dan sterotip tersebut digeneralisasikan pada klien. Orang yang fisiknya menarik dianggap paling sehat dan member respons lebih positif daripada yang lain. Konselor cenderung lebih memberi dukungan dan tertarik dengan klien yang atraktif. Oleh karena itu, klien yang sudah berumur dan klien yang mempunyai kekurangan fisik akan menghadapi dinding penghalang yang kuat tetapi tidak kelihatan, pada situasi konseling terbaru (Gladding, 2012, hal: 159). Ponzo (1985) dalam Gladding (2012, hal: 159-160) menyarankan agar konselor menyadari kuatnya ketertarikan fisik dalam kehidupannya dan memonitor tingkah laku reaksionalnya, ketika bekerja dengan klien yang atraktif. Jika tidak, stereotip dan asumsi tanpa dasar dapat “mengarah pada perkiraan yang memuaskan diri sendiri”. Konselor harus mempertimbangkan gesture tubuh klien, kontak mata, ekspresi wajah, dan kualitas vokal sebagai hal yang sama pentingnya dengan komunikasi verbal dalam hubungan konseling (Gladding, 2012, hal: 160). Yang tak kalah penting adalah mempertimbangkan latar belakang kultural seseorang yang bahasa tubuhnya sedang dievaluasi dan menerjemahkan pesan-pesan nonverbal secara seksama (Sielski, 1979) dalam (Gladding, 2012, hal: 160).
6. Kualitas Konselor Kualitas pribadi dan profesional seseorang konselor sangatlah penting dalam memfasilitasi hubungan yang sifatnya memberi bantuan. Lima karakteristik yang harus dimiliki penolong, adalah mawas diri, jujur, selaras, mampu berkomunikasi, dan berpengetahuan. Konselor yang terusmenerus mengembangkan kemampuan mawas dirinya selalu bersentuhan dengan nilai-nilai, pikiran, dan perasaannya (Gladding, 2012, hal: 160). Dia mempunyai persepsi yang jernih tentang kebutuhan klien dan diri sendiri, dan menilai keduanya secara akurat. Mawas diri semacam itu dapat membantu konselor jujur terhadap diri sendiri maupun orang lain. Konselor dapat lebih selaras dan membangun rasa saling percaya secara Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
42
berkelanjutan. Konselor yang mempunyai pengetahuan tersebut lebih dapat berkomunikasi secara jelas dan akurat. Tiga karakteristik lain yang membuat konselor di awalnya menjadi lebih berpengaruh adalah keahlian, ketertarikan, dan dapat dipercaya (Strong, 1968) dalam Gladding (2012, hal: 160). Keahlian adalah tingkat dimana seorang konselor digambarkan sebagai orang yang berpengetahuan dan melek informasi mengenai spesialisasinya. Ketertarikan adalah fungsi dari kesamaan yang terasakan antara klien dan konselor selain fitur fisik. Konselor dapat membuat dirinya menarik dengan berbicara dalam kalimatkalimat yang jelas, simple, tanpa jargon, dan menawarkan pengungkapan diri yang tepat (Watkins & Schenider, 1989) dalam Gladding (2012, hal: 161). Sifat yang dipercaya dihubungkan dengan ketulusan dan konsistensi konselor.
Konselor
harus
memiliki
kepedulian
yang
tulus
dan
menunjukkannya terus-menerus dengan cara menjalin hubungan yang erat (Gladding, 2012, hal: 161). Banyak konselor pemula yang membuat kesalahan yaitu menangani permasalahan yang tampak di permukaan, tanpa melihat permasalahan yang sebenarnya. Seperti pada orang dewasa, kepercayaan pada anak-anak dibangun dengan cara mendengarkan terlebih dahulu dan memberikan kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya secara terbuka baik verbal maupun nonverbal, sebelum konselor mulai memberi tanggapan (Erdman & Lampe, 1996) dalam Gladding (2012, hal: 161).
2.3 The Person-in-Environment System (PIE) Sistem PIE didesain untuk membantu pekerja sosial dan berfokus pada konsep keberfungsian sosial dan konstruksi individu dalam lingkungan (the person-in-environment construct). Sistem PIE dalam kelompok klien bermasalah mempunyai empat faktor. Faktor tersebut adalah kategori dari tipe masalah. Faktor I (masalah keberfungsian sosial) dan Faktor II (masalah lingkungan) adalah suatu masalah yang unik untuk bidang pekerjaan sosial. Faktor III (masalah kesehatan jiwa) memanfaatkan sindrom klinis dan kepribadian serta Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
43
gangguan perkembangan terminologi yang ditemukan dalam DSM-IV. Faktor IV (masalah kesehatan fisik) berupa catatan penyakit dan masalah kesehatan yang telah didiagnosa oleh dokter atau dilaporkan oleh klien atau orang lain (Sheafor, dkk. 1999, hal: 372-373). Berikut ada kategori dan subkategor Faktor I dan Faktor2 : PIE Faktor I : Masalah Keberfungsian Sosial 1. Peran sosial yang memiliki masalah didefinisikan sebagai berikut a. Peran keluarga (orang tua, istri, anak, saudara kandung, anggota keluarga lainnya, dan keluarga lain yang dianggap penting) b. Peran orang lain (kekasih, teman, tetangga, kerabat, dan lain-lain) c. Occupational roles (pegawai, worker-home, perkerja sukarela, pelajar, dan lain-lain) d. Special life situation roles (konsumen, klien rawat inap, klien rawat jalan, tawanan, imigran legal, imigran tanpa dokumen, pengungsi, dan lain-lain. 2. Jenis masalah dalam peran sosial, yaitu kekuasaan, ambivalance, tanggung jawab, ketergantungan, kehilangan, isolasi, penipuan, mixed, dan lain-lain 3. Keparahan masalah 4. Duration of problem 5. Kemampuan klien untuk mengatasi masalah
PIE Faktor II : Masalah Lingkungan 1. Sistem sosial yang memiliki masalah, yaitu a. Ekonomi atau masalah sistem kebutuhan dasar b. Pendidikan dan masalah sistem pelatihan c. Peradilan dan masalah sistem hukum d. Kesehatan, keamanana, dan masalah pelayanan sosial e. Voluntary association system problems f. Masalah sistem dukungan 2. Jenis masalah tertentu dalam sistem sosial (kurangnya pasokan makanan, diskriminasi, tidak adanya tempat tinggal, kurangnya pendidikan budaya yang relevan, kurangnya pelayanan polisi, dan lain-lain). 3. Keparahan masalah Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
44
4. Duration of problem
2.4 Genogram dan Ecomap Genogram adalah diagram yang mirip dengan pohon keluarga. Genogram dapat mendeskripsikan hubungan keluarga dua atau tiga generasi yang sangat complex (Sheafor, dkk. 1999, hal: 312). Bagi konselor yang menangani seseorang dalam konteks sistem keluarga mereka, bisa jadi merupakan suatu hal yang sulit untuk menangkap dan memahami kompleksitas hubungan antar-anggota keluarga. Teknik yang dipakai secara luas dalam konseling keluarga dan pasangan untuk memberikan gambaran pola hubungan intergenerasional adalah genogram (McLeod, 2010, hal: 221). Teknik ini mirip dengan pohon keluarga atau sejarah keluarga. Biasanya informasi dikumpulkan oleh konselor dan chart-nya dikonstruksi bersama oleh konselor dana anggota keluarga. Meskipun sebenarnya dimungkinkan untuk memberikan instruksi kepada klien berkenaan dengan cara melengkapi genogram yang diatur sendiri. Ada beberapa simbol konvensional yang digunakan dalam genogram (Sheafor, dkk. 1999, hal: 312), misalnya pria diwakili oleh kotak dan wanita oleh lingkaran. Hubungan yang akrab didesain dengan garis berganda antar individual, sedangkan hubungan yang konfliktual diwakili oleh garis terputus-putus. Genogram digunakan untuk memetakan bagaimana masalah dapat muncul dari waktu ke waktu, atau dapat dihubungkan dengan dinamika keluarga. Genogram juga dapat membantu menandai peristiwa yang memiliki nilai penting bagi keluarga. Genogram bukan hanya metode untuk mengumpulkan informasi tapi juga untuk melakukan intervensi, karena berpartisipasi dalam mengkonstruksi genogram akan memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh pemahaman (McLeod, 2010, hal: 221). Pemahaman yang lebih besar tentang peran yang mereka mainkan dalam keluarga dan peran yang dimainkan oleh anggota keluarga lain. Berbeda dengan ecomap yang mengambarkan individu atau sebuah keluarga dengan lingkungan sosialnya (Sheafor, dkk. 1999, hal: 312). Ecomap menempatkan keluarga atau klien dalam konteks sosial dengan menggunakan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
45
lingkaran untuk mewakili faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan mereka. Simbol-sombol yang bervariasi digunakan untuk menggambarkan interaksi di kehidupan sosial mereka (Sheafor, dkk. 1999, hal: 312-314). Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan dalam ecomaps dan genograms (Sheafor, dkk. 1999, hal: 313): 70
Wanita, Usia 70 Pria, Usia 15
15
Pria Meninggal di
Orang tua dengan dua anak perempuan dan anak kembar laki-laki Anak Adopsi
78
Usia 78 Menikah
Hubungan Renggang Bercerai
Hubungan Persaudaraan
Keguguran atau Aborsi
Konflik
Hubungan Lemah atau Tidak Pasti Hubungan Kuat Pengaruh Intervensi
Keluarga Inti
2. 5 Prinsip Dasar dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial Dalam perkembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial, prinsip dasar yang diadopsi masih sangat terkait dengan prinsip-prinsip pekerjaan sosial dan berbagi helping profession lainnya (Adi, 2005, hal: 78). Maas (1977) dalam Adi (2005, hal: 78) mengemukakan enam prinsip dasar yang menjadi landasan praktisi kesejahteraan sosial yang bergerak di level mikro. Berikut uraian prinsip-prinsip dasar yang dibuat oleh Maas dalam (Adi, 2005, hal: 80-86) 1. Penerimaan (acceptance) Prinsip ini secara mendasar melihat bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus berusaha menerima klien (client) mereka apa adanya, tanpa
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
46
‘menghakimi’ klien tersebut. Kemampuan praktisi kesejahteraan sosial untuk menerima klien (pihak yang membutuhkan ‘bantuan’) - nya dengan sewajarnya akan dapat banyak membantu perkembangan relasi antara mereka. Berdasarkan prinsip acceptance ini penerimaan seorang praktisi harus berusah meredam perasaan ‘suka’ dan ‘tidak suka’ yang terlihat dari penampilan fisik seseorang. Karena dengan adanya sikap acceptance maka klien akan dapat merasa lebih percaya diri dan tidak ‘kaku’ dalam berbicara dengan praktisi kesejahteraan sosial, sehingga klien dapat mengungkapkan berbagai macam perasaan dan permasalahan yang mengganjal di hatinya. Dengan cara seperti ini maka relasi antara praktisi kesejahteraan sosial dan klien dapat dikembangkan dengan baik.
2. Komunikasi (communication) Prinsip komunikasi ini berkaitan erat dengan kemampuan praktisi kesejahteraan sosial untuk menangkap informasi ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien. Pesan yang disampaikan klien dapat berbentuk pesan verbal dan pesan non verbal. Bila suatu ketika klien tidak dapat mengungkapkan perasaan apa yang dirasakannya, praktisi kesejahteraan sosial diharapkan dapat membantu klien tersebut mengungkapkan apa yang ia rasakan. Dengan berkembangnya komunikasi antara praktisi kesejahteraan sosial dan kliennya, maka praktisi dapat menelaah permasalahan yang dihadapi klien secara lebih jelas. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh praktisi kesejahteraan sosial adalah menyadari harapan (ekspektasi) klien, sehingga komunikasi antara praktisi kesejahteraan sosial dengan kliennya dapat tetap terjaga. Ekspektasi klien biasanya dapat pula ditangkap dari pesan yang dikomunikasikan oleh klien tersebut. Karena itu, praktisi kesejahteraan sosial diharapkan tetap meng-explore perasaan apa yang dirasakan klien dan harapan apa yang klien ingin wujudkan setalah ia menjalani proses diskusi dengan praktisi kesejahteraan sosial. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
47
3. Individualisasi (individualisation) Prinsip individualisasi, pada intinya menganggap setiap individu berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga seorang praktisi kesejahteraan sosial haruslah berusaha memahami keunikan (uniqueness) dari setiap klien. Dengan adanya prinsip individualisasi ini maka praktisi kesejahteraan sosial diharapkan tidak menyamaratakan klien. Sehingga pendekatan dalam melakukan terapi lebih diutamakan dengan penanganan kasus per kasus dan bukannya generalisasi cara penanganan masalah. Selain itu dari prinsip ini juga muncul pandangan agar praktisis kesejahteraan sosial tidak memasukkan kliennya ke dalam stereotype tertentu tanpa melakukan observasi yang mendalam.
4. Partisipasi (participation) Pada prinsip ini, praktisi kesejahteraan sosial di dorong untuk menjalankan peran sebagai fasilitator. Dari peran ini, praktisi diharapkan akan mengajak kliennya untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Karena tanpa peran aktif dari klien, maka tujuan dari terapi tersebut sulit untuk tercapai. Dalam prinsip ini, tergambar bahwa ‘perbaikan’ kondisi seseorang bukanlah hasil kerja dari praktisi kesejahteraan sosial itu sendiri. Tetapi rasa tanggung jawab dan keinginan yang serius dari klien untuk memperbaiki kondisinya justru menjadi kunci keberhasila dari proses pemberian bantuan ini.
5. Kerahasiaan (confidentiality) Dalam prinsip ini, praktisi kesejahteraan sosial harus menjaga kerahasiaan dari kasus yang ditanganinya. Sehingga kasus itu tidak dibicarakan dengan sembarang orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus tersebut. Dengan dijaminnya kerahasiaan ini, maka klien akan dapat lebih bebas mengungkapkan permasalahan yang ia hadapi ataupun perasaan yang ia rasakan. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
48
6. Kesadaran diri Petugas (worker self-awareness) Prinsip kesadaran diri (self awareness) ini menuntut praktisi kesejahteraan sosial untuk bersikap profesional dalam menjalin relasi dengan kliennya. Dalam arti bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak terhanyut oleh perasaan ataupun permasalahan yang dihadapi oleh kliennya. Praktisi kesejahteraan sosial di sini haruslah tetap rasional, tetapi mampu untuk menyelami perasaan kliennya secara objektif. Dengan kata lain, praktisi kesejahteraan sosial haruslah menerapkan sikap empati dalam menjalin relasi dengan kliennya.
2.6 Psikososial 2.6.1 Pengertian Psikososial Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. Sekarang, pendekatan psikososial yang dilakukan kepada individu bertujuan untuk mencapai keseimbangan di antara biologis, psikologis, antar perseorangan, lingkungan, dan faktor kebudayaan. Awalnya model casework dipakai secara umum dengan klien sukarela atas dasar terus-menerus, model psychosocial sekarang meliputi perseorangan, keluarga, dan intervensi diperpanjang, dan bekerja dengan tingkat masalah yang lebih berat (Goldstein, 1995, hal: 1948). Pekerja yang melakukan pendekatan psikosial harus mengetahui kondisi, situasi, dan interaksi di antara klien agar nantinya dapat menghilangkan rasa sakit dari klien. Psychosocial model memasukkan dan mencoba untuk synthesize teori tentang manusia yang memiliki kelakuan dan lingkungan sosial bermacam-macam (Goldstein, 1995, hal: 1949). Kekuatan pendekatan ini adalah keterbukaan praktisinya sampai pengetahuan baru dalam tahun-tahun dan kerelaan mereka untuk membuang gagasan yang tidak berguna, sekarang lebih sulit secara persis membatasi pengetahuannya dan menimbulkan pemandangan landasan teoretisnya yang diintegrasikan sepenuhnya.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
49
2.6.2 Pendamping dalam Rehabilitasi Psikososial Rehabilitasi psikososial khususnya konseling yang ada di RPTC dilakukan oleh pendamping. Tugas pendamping dalam rehabilitasi psikososial adalah sebagai berikut (Departemen Sosial RI, 2007, hal: 15-16): 1. Melakukan penyelamatan (evakuasi) lanjutan. Dalam rangka penyelamatan dengan cara memindahkan korban dari kondisi dan situasi yang dinilai menjadi sumber masalah ke tempat yang lebih kondusif. Pendamping pun menjamin rasa aman dan keselamatan kepada korban. 2. Melakukan penerimaan dan registrasi. Dalam rangka pencacatan terhadap identitas korban, sebagai penertiban administrasi sebagai calon penerima bantuan sosial korban tindak kekerasan. 3. Melakukan
perlindungan
sementara
selama
di
RPTC.
Proses
penyelenggaraan perlindungan awal korban sebelum dirujuk ke lembaga lain yang diperkiran mampu memberikan pelayanan yang memadai atau pelayanan lanjutan melalui rehabilitasi psikososial. 4. Melakukan analisis masalah dan kebutuhan. Proses pengungkapan masalah secara mendalam dan identifikasi yang diperoleh dapat menggambarkan akar masalah dan upaya masalah yang akan dipecahkan. 5. Melakukan bimbingan atau konseling dan motivasi. Dalam rangka pertolongan yang dilakukan secara terarah dan terencana untuk membantu memecahkan masalah, kebutuhan dan identifikasi sumber yang diperlukan korban, sehingga mampu menemukan berbagai alternative pemecahan, memilih, memutuskan dan menetapkan berbagai alternative serta berusaha untuk menyelesaikannya. 6. Mengadakan terapi psikososial. Dalam rangka sebagai upaya pemulihan traumatik korban dalam jangka waktu tertentu melalui teknik dan pendekatan terapi psikososial, yang bertujuan agar korban mampu menghilangkan traumatik yang dialaminya. 7. Melakukan pengalihan pelayanan. Pengalihan korban dari proses pemulihan dan penyembuhan didasarkan pada kebutuhan strategis dan langkah-langkah program lanjutan yang disediakan. Pengalihan pelayanan ini dilakukan dalam
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
50
bentuk antara lain pelayanan yang tidak dapat diperoleh dari RPTC seperti pemeriksaan medis maupun bantuan hukum.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
51
BAB 3 PROFIL RUMAH PERLINDUNGAN TRAUMA CENTER (RPTC)
3.1 Sejarah Berdirinya Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kekerasan adalah setiap perbuatan yang melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana, terhadap fisik atau psikis, yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau terampasnya kemerdekaan seseorang, begitulah setidaknya yang diatur dan dijelaskan oleh pasal 1 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO). Kekerasan yang terjadi kerap menempatkan wanita dan anak sebagai korban, walau tak selalu seperti itu tetapi kekerasan yang terjadi tak sampai ke tangan pihak yang berwajib, dengan segudang sebab dan alasan. Keadaan seperti ini lah yang membuat peristiwa demi peristiwa kekerasan yang terjadi terkubur begitu rapih dan jauh dari jangkauan hukum, padahal sudah ada aturan dan instrument hukum yang melindungi warga negara Indonesia dari tindak kekerasan dan hukuman setimpal bagi pelakunya. Rentetan kisah suram memang membutuhkan perhatian yang sungguhsungguh dan segera dari pemerintah. Pemerintah melalui instansi terkait, yakni Departemen Sosial, merasa perlu untuk segera membuat langkah-langkah yang signifikan dalam menanggulangi masalah ini, terutama dalam proses rehabilitasi orang-orang yang sudah terlanjur menjadi korban kekerasan tersebut. Pada tahun 2004 Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran terus berupaya mengadakan RPTC, melalui kerjasama dengan Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DKI Jakarta, telah memiliki Rumah perlindungan dan Trauma Center sebagai tempat perlindungan dan rehabilitasi psikososial bagi korban tindak kekerasan dan Pekerja Migran bermasalah Sosial. Pada tanggal 30 Agustus 2008 RPTC telah melakukan pindahan gedung yang tadinya berlokasi di Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DKI sekarang telah memiliki gedung sendiri dan sudah mulai ditempati. Meningkatnya jumlah korban yang mengalami masalah psikososial baik akibat tindak kekerasan maupun bukan akibat tindak kekerasan membutuhkan strategi pemecahan yang komprehensif dan mendasar. Bantuan sosial merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mencegah, merehabilitasi dan revitalisasi bagi Universitas Indonesia
51 Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
52
korban tindak kekerasan yang terjadi, salah satu diantaranya melalui pelayanan pada Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC). RPTC (Rumah Perlindungan Trauma Center) adalah suatu lembaga yang memberikan layanan perlindungan awal dan pemulihan kondisi traumatis yang dialami oleh korban tindak kekerasan. Program ini memiliki sarana dan prasarana yang memadai bagi proses rehabilitasi para korban. Dalam menjalankan fungsinya RPTC berkoordinasi dengan pihak-pihak seperti keluarga korban, RT/RW, PKT/RS, Polri, instansi sosial, instansi NAKERTRANS, institusi hukum, pendidikan dan pers/media dalam prosesnya, program ini diharapkan mampu mengembalikan korban kekerasan kembali ke kondisi mereka sedia kala. Dengan mekanisme yang mumpuni, diharapkan para klien dari RPTC ini bisa menjadi manusia baru yang memiliki kemampuan memotivasi diri untuk meredam gejala traumatic dan kemampuan menjalankan fungsi sosialnya. Rumah Perlindungan adalah lembaga yang bertujuan untuk menyediakan tempat dan memberikan bantuan perlindungan awal kepada korban sebelum dirujuk ke lembaga lain yang diperkirakan mampu memberikan pelayanan lebih memadai. Trauma Center (Pusat Trauma) adalah suatu lembaga yang menjadi pusat peredaman (penurunan atau penghilangan) kondisi traumatis yang dialami korban atau keluarganya sebagai akibat tindak kekerasan. Rumah Perlindungan Trauma Center yang selanjutnya disingkat RPTC adalah suatu lembaga yang menjadi wahana rehabilitasi psikososial dan pemulihan kondisi traumatis sebagai akibat permasalahan yang dialami oleh korban tindak kekerasan dan/atau keluarga. RPTC berada di Jakarta dan di Daerah-daerah seperti Tanjung Pinang, Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan lain-lain serta RPTC yang diinisiasi oleh Orsos/LSM di daerah.
3.2 Maksud dan Tujuan 3.2.1 Maksud Penanganan korban tindak kekerasan pada Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) memiliki maksud sebagai berikut: 1. Panduan proses penyelenggaraan pelayanan kepada korban tindak kekerasan melalui Rumah Perlindungan Trauma Center Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
53
2. Memudahkan instansi terkait, baik pusat maupun daerah, organisasi sosial dan lembaga swadaya masyarakat serta berbagai pihak dalam memahami, mendalami, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan bantuan sosial korban tindak kekerasan. 3.2.2
Tujuan Tujuan penyelenggaraan RPTC adalah:
1. Terlaksana penyelenggaraan pelayanan korban tindak kekerasan melalui RPTC sesuai dengan standar yang telah ditentukan. 2. Terhindarnya berbagai penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan korban tindak kekerasan melalui RPTC. 3. Terwujudnya efektifitas penyelenggaraan pelayanan korban tindak kekerasan melalui RPTC.
3.3 Sasaran Sasaran pelayanan di RPTC adalah individu atau kelompok masyarakat yang rentan mengalami tindak kekerasan atau tidak memiliki daya untuk mempertahankan atau melindungi diri yaitu: 1. Sasaran utama yang terdiri dari korban dari anak-anak sampai dengan lanjut usia (0 – 60 tahun ke atas) dan pelaku tindak kekerasan. 2. Sasaran pendukung a. Lingkungan sosial korban tindak kekersan Lingkungan sosial (significant others) merupakan faktor penting yang sangat berperan dalam pemecahan masalah korban. 1) Keluarga (yang bukan pelaku) Keluarga baik keluarga biologis maupun keluarga pengganti dijadikan sasaran dengan harapan lingkungan sosial signifikan ini dapat mempersiapkan diri untuk menerima kembali kehadiran korban setelah mendapat pelayanan di RPTC. 2) Kelompok sepermainan Lingkungan terdekat sebagai kelompok seusia dalam pergaulan seharihari juga merupakan salah satu kelompok sasaran pendukung karena kelompok ini biasanya merupakan lingkungan tempat korban biasa Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
54
berkumpul dan berinteraksi, sehingga merasa senasib sepenanggungan. Oleh karena itu kelompok sangat tepat sebagai sasaran pemecahan masalah, termasuk dalam mempersiapkan kembalinya korban ke lingkungannya. 3) Komunitas (masyarakat) Masyarakat juga merupakan sasaran pendukung karena di lingkungan ini diharapkan dapat membantu pemecahan masalah tindak kekerasan, terutama peran kontrol sosial yang dimilikinya. b. Institusi dan pilar kesejahteraan sosial Institusi dan pilar kesejahteraan sosial yang peduli terhadap korban tindak kekerasan, seperti tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (antara lain relawan sosial, aktivitis sosial, petugas sosial masyarakat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat), organisasi sosial/LSM, lembaga bantuan hukum, kalangan dunia usaha, organisasi profesi, perguruan tinggi, sekolah, pers (media massa), serta rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat.
3.4 Pokok-pokok Kegiatan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) 1.
Kegiatan pokok Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bantuan sosial KTK (korban tindak kekerasan) pada RPTC yang pelaksanaannya disesuaikan dengan program dan dana di masing-masing daerah, misalnya kegiatan bimbingan motivasi, kegiatan case conference dan lain-lain. Maksudnya adalah pelaksanaan RPTC di masing-masing daerah tidak sama satu sama lain tergantung dengan kebijakan di RPTC masing-masing daerah tersebut. Meskipun demikian setiap kegiatan yang dijalankan di laporkan ke Pusat (Direktorat KTK PM, Kementerian Sosial).
2.
Kegiatan pelayanan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) a. Tahapan penerimaan korban tindak kekerasan (difokuskan pada front office). Rumah perlindungan dan trauma center menerima korban tindak kekerasan yang datang sendiri (droping), rujukan dari instansi terkait, penjangkauan (outreach), melalui pengaduan pelayanan telepon Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
55
(hotline service), maupun yang diantar oleh keluarga atau masyarakat termasuk instansi terkait (kepolisian, lembaga perlindunga, RT/RW, kelurahan, dan lain-lain). Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1) Konsultasi Konsultasi ini dilakukan oleh petugas RPTC terhadap korban tindak kekerasan, keluarga, masyarakat yang mengantar. Bentuk kegiatannya adalah menyediakan dan memberikan informasi secara tepat tentang program bantuan sosial korban tindak kekerasan dan keluarganya bersedia serta siap menjalani program bantuan sosial di RPTC tanpa adanya pemaksaan. 2) Registrasi Kegiatan ini dilakukan oleh petugas front office RPTC terhadap korban tindak kekerasan. Tekanan utama kegiatan ini adalah pencatatan terhadap identitas korban tindak kekerasan. Tujuannya adalah penertiban administrasi sebagai calon penerima bantuan korban tindak kekerasan dan langkah awal untuk mengetahui kondisi psikologis klien. 3) Evakuasi Kegiatan evakuasi dilakukan oleh petugas RPTC didampingi oleh petugas keamanan atau polisi terhadap korban tindak kekerasan dengan cara memindahkan korban dari kondisi dan situasi yang dinilai menjadi sumber masalah ke tempat yang lebih kondusif. Tujuannya adalah perlindungan dan penyelamatan korban dari situasi yang kurang kondusif ke situasi aman serta menjamin rasa aman dan keselamatan kepada korban. b. Tahapan pelayanan rumah perlindungan : 1) Orientasi dan Konsultasi Kegiatan ini ditujukan kepada korban tindak kekerasan agar dapat segera berorientasi dengan lingkungan rumah perlindungan sehingga memperlancar proses bantuan sosial korban tindak kekerasan. Sedangkan kegiatan konsultasi lebih diarahkan agar Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
56
korban tindak kekerasan lebih terbuka kepada petugas tanpa harus merasa khawatir. 2) Identifikasi Identifikasi masalah ditekankan pada proses mengenal, memahami, mengolah, dan menganalisis berbagai kebutuhan atau masalah yang dihadapi oleh korban. Identifikasi ini dimaksud untuk menetapkan kebutuhan yang dianggap sesuai bagi korban yang bersangkutan. 3) Motivasi Kegiatan motivasi diarahkan agar petugas dapat memberikan motivasi mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga timbul keinginan korban untuk dapat mengatasi akibat tindak kekerasan yang dialaminya. 4) Rujukan Rujukan dilakukan melalui pengalihan korban tindak kekerasan dan penyelamatan, perlindungan, pengamanan ke arah pemulihan dan penyembuhan. Rujukan didasarkan pada kebutuhan kritis yang diutamakan dan perlu dipenuhi, masalah yang perlu diselesaikan, dan program lanjutan yang perlu disediakan. 5) Pendampingan Kegiatan pendampingan ini ditekankan pada penyelenggaraan pendampingan kepada korban dalam rangka penyelamatan, pengamanan, pemulihan, dan penyembuhan yang berkaitan dengan medis, advokasi, konseling, konsultasi sosial serta menjadi perantara bagi korban dengan pemilik sumber. c. Tahapan pelayanan trauma center : 1) Registrasi Kegiatan ini ditekankan pada proses pencacatan identitas korban tindak kekerasan guna keperluan tertib administrasi. 2) Identifikasi Diarahkan pada proses mengenal, memahami, mengolah dan menganalisa berbagai kebutuhan atau masalah yang dihadapi oleh
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
57
korban tindak kekerasan. Identifikasi juga untuk menetapkan kebutuhan yang dianggap sesuai dengan korban. 3) Assessment Kegiatan ini merupakan proses memprediksi, memahami dan mengungkapkan masalah, kebutuhan dan alternatif pemecahan yang dianggap ideal bagi korban tindak kekerasan. Tujuannya adalah untuk menemukan akar permasalahan serta kebutuhan yang dianggap paling mendesak yang diperlukan oleh korban tindak kekerasan. 4) Penempatan Kegiatan ini diarahkan pada upaya menempatkan korban pada jenis pelayanan sesuai kebutuhan korban di lingkungan trauma center. Tujuannya
adalah
mempercepat
proses
pemulihan
dan
penyembuhan korban. 5) Konseling Kegiatan konseling ini diarahkan pada proses pertolongan yang dilakukan
secara
terarah
dan
terencana
untuk
membantu
memecahkan berbagai masalah, kebutuhan dan identifikasi pemilik sumber yang diperlukan bagi korban. Sehingga yang bersangkutan berkemauan untuk menemukan berbagai alternatif pemecahan, memilih, memutuskan menetapkan alternatif pemecahan yang dianggap efektif dan berusaha untuk meyelesaikan. 6) Konsultasi Sosial Kegiatan konsultasi sosial diarahkan agar korban tindak kekerasan dapat memanfaatkan jenis pelayanan yang disediakan oleh trauma center secara optimal. Kegiatan konsultasi bersangkutan dengan penyampaian informasi, berdialog, pemberian saran-saran, nasihat dan masukan yang diperlukan oleh korban dalam memecahkan dan menyelesaikan berbagai kebutuhan, permasalahan, kesulitan atau hambatan yang dirasakan yang bersangkutan. 7) Mediasi
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
58
Kegiatan ini merupakan upaya mengidentifikasi potensi yang dimiliki oleh korban dan kemudian menghubungkannya dengan pemilik sumber yang diperlukan untuk mendukung penyelesaian masalah korban. 8) Pendampingan Merupakan serangkaian tindakan kegiatan yang diberikan kepada korban
tindak
penyelematan,
kekerasan pengamanan,
selama
berada
pemulihan
dan
dalam
proses
penyembuhan.
Pendampingan dilakukan antara lain dengan bimbingan, konseling, dan terapi psikososial. 9) Rujukan a) Rujukan dilakukan melalui pengalihan korban dari pemulihan dan penyembuhan ke arah pemberdayaan. b) Rujukan didasarkan pada kebutuhan strategis yang ditemukan dan perlu dipenuhi langkah-langkah yang perlu diselesaikan serta program lanjutan yang perlu disediakan. c) Rujukan dilakukan dalam bentuk antara lain pelayanan bantuan sosial korban tindak kekerasan yang tidak dapat diperoleh pada RPTC seperti pemeriksaan medis maupun hukum. 10) Terminasi Terminasi merupakan tahap pengakhiran bantuan sosial kepada korban. Kegiatan ini dilakukan jika korban meninggal dunia, korban tidak membutuhkan bantuan sosial lagi kepada lembaga ini, korban membutuhkan bantuan sosial dari lembaga lain, korban telah selesai dan dinyatakan sembuh oleh lembaga, atau korban memutuskan kontrak dengan lembaga ini. 11)
Evaluasi Kegiatan ini memerlukan proses untuk mengukur, menilai, dan memutuskan apakah proses dan hasil yang telah dicapai sesuai dengan tujuan dan rencana yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan terhadap proses bantuan yang diberikan serta hasilnya. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
59
12)
Bimbingan Lanjut Bimbingan lanjut merupakan revitalisasi korban sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan lanjutan yang dirasakan oleh korban pasca yang bersangkutan memperoleh bantuan dari RPTC.
13)
Pelaporan Setiap bantuan sosial yang diberikan kepada korban, perlu diakhiri dengan penyusunan laporan. Fungsi laporan disamping untuk
mendokumentasikan
bantuan
yang
diberikan,
juga
berfungsi untuk mempertanggung jawabkan serta sumber informasi untuk penanganan lebih lanjut.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
60
Input Calon Klien KTK dan Bukan KTK Melalui
hotline service, sendiri, datang diantar keluarga, hasil penjangkauan, rujukan dari instansi/LSM/orsos/ unit terkait
Unit Informasi dan Advokasi - Pusat data dan informasi - Upaya pencegahan dan penyuluhan - Penjangkauan dan bimbingan sosial - Pendampingan dan pembelaan - Penyelenggaraan hotline service
Output
Unit Perlindungan Sosial - Penyelamatan korban - Mengadakan penerimaan dan registrasi - Perlindungan awal - Melakukan quick assessment - Pendampingan dan bimbingan - Melakukan terapi psikososial awal - Melakukan sidang kasus - Melakukan pengalihan pelayanan
Klien memiliki kemampuan memotivasi diri untuk meredam gejala traumatic dan mejalankan fungsi sosialnya
Proses Terminasi - Kembali ke keluarga - Unit/instansi terkait - Orsos/LSM
Unit Resosialisasi dan Rujukan - Melakukan after care assessment - Mengadakan home visit - Melakukan upaya reunifikasi
Unit Rehabilitasi Psikososial - Mengadakan kontak dan kontrak sosial - Melakukan intake - Melakukan clinical assessment - Melakukan konseling - Melakukan terapi psikososial - Mengadakan home visit - Pendampingan dan bimbingan - Melakukan sidang kasus - Melakukan pengalihan pelayanan
Bagan 3. 1 Mekanisme Pelayanan Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Sumber: Pedoman Pendamping Pada Rumah Perlindungan dan Trauma Center
3. Penyediaan sarana dan prasarana perlengkapan Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC), antara lain berupa perlengkapan kantor, perlengkapan memasak, tempat tidur, lemari, kamar mandi, perlengkapan ibadah, perlengkapan
kesehatan,
perlengkapan
kesenian
dan
rekreasi,
alat
komunikasi, kendaraan roda dua, dan kendaraan roda empat.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
61
4. Kegiatan pengendalian di RPTC a.
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan 1) Pemantauan Setiap hari dilakukan pemantauan terhadap klien RPTC yang dilakukan oleh tim profesi dan petugas RPTC mengenai kondisi fisik, mental dan sosial mereka selama mendapatkan pelayanan rehabilitasi psikososial. 2) Evaluasi Evaluasi keadaaan dan kemajuan kondisi fisik, mental dan psikososial klien dilaksanakan setiap bulan atau pada saat yang diperlukan dalam bentuk evaluasi rutin maupun case conference.
b.
Klien yang berada di RPTC akan mendapatkan permakanan atau konsumsi dan sandang.
c.
Proses rekruitmen 1) Outreach
atau
penjangkauan
(klien
dijemput
dari
tempat
tinggalnya) 2) Datang sendiri atau diantar keluarga 3) Rujukan: a) RPK (Ruang Pelayanan Khusus) b) PKT (Pusat Krisis Terpadu) c) Orsos atau LSM d) Instansi terkait e) Rumah sakit f) d.
Perorangan atau masyarakat
Kontrak sosial : Bantuan sosial pada RPTC dilaksanakan berdasarkan kontrak sosial, antara lain: 1) Permakanan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku. 2) Menyepakati aturan-aturan yang ada di RPTC. 3) Mengikuti kegiatan keterampilan sesuai dengan bakat dan minat klien dengan alat keterampilan yang tersedia di RPTC.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
62
4) Penampungan sementara (perlindungan atau tanggap darurat) selama 7 (tujuh) hari. Untuk kasus trauma psikososial cukup berat klien dapat ditampung RPTC dalam jangka waktu yang ditentukan berdasarkan rekomendasi tim profesi, hasil assessment dan penanganan kasus yang dilakukan. 5) Klien mendapatkan pengobatan jika menderita sakit dari petugas medis RPTC dan akan mendapat rujukan ke rumah sakit jika tidak dapat ditangani petugas medis RPTC. 6) Bimbingan dan konsultasi dalam rangka penguatan kondisi psikososial. 7) Sandang dalam konteks tanggap darurat. e.
Rujukan Klien yang datang ke RPTC dapat berasal (merupakan rujukan dari) dan dapat dirujuk ke rumah sakit, ruang pelayanan khusus atau polisi, lembaga bantuan hukum (LBH), dunia usaha, instansi terkait atau panti, dan keluarga atau masyarakat.
f.
Hotline service Untuk menunjang kegiatan operasionalisasi RPTC diperlukan alat komunikasi yang dapat menghubungkan klien dengan petugas RPTC, antara lain melalui hotline service.
3.5 Pengorganisasian Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) 3.5.1 Struktur Organisasi Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Struktur organisasi pada Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) terinci melalui bagan struktur sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
63
PIMPINAN RPTC
SEKRETARIS RPTC
SUBDIT INFORMASI & ADVOKASI
SUBDIT PERLINDUNGAN
SOSIAL
SUBDIT REHABILITASI PSIKOSOSIAL
SUBDIT RESOSIALISASI & RUJUKAN
KELOMPOK FUNGSIONAL PROFESI
Bagan 3.2 Struktur Organisasi RPTC Sumber: Pedoman Pengeolaan Rumah Perindungan dan Trauma Center
3.5.2 Pengorganisasian Struktur organisasi terdiri dari pimpinan Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) yang memabawahi lima unit, yaitu unit secretariat, unit informasi dan advokasi, unit perlindungan sosial, unit rehabilitasi psikososial, dan unit resosialisasi dan rujukan 1. Pimpinan, bertanggung jawab atas penyelenggaraan RPTC yang melaksanakan tugas dan fungsi manajerial terhadap keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan pada lembaga tersebut.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
64
2. Sekretaris, bertindak selaku pimpinan sekretariat yang melaksanakan tugas dan fungsi administrasi, yaitu urusan umum, perencanaan, keuangan, serta kepegawaian. 3. Unit sekretariat rumah perlindungan dan trauma center (RPTC), terdiri dari sub bagian umum, sub bagian perencanaan, sub bagian keuangan, dan sub bagian kepegawaian. 4. Unit informasi dan advokasi bertugas sebagai pusat data dan informasi, pencegahan dan penyuluhan, penjangkauan dan bimbingan sosial, pengalihan pelayanan serta stimulasi dan penguatan kebijakan. Seksi pengelolaan informasi bertugas untuk penghimpunan. Pengolahan dan penyajian data mengenai korban tindak kekerasan. Seksi pelayanan advokasi
bertugas
untuk
menyelenggarakan
hotline
service,
pendampingan, dan advokasi kepada korban yang tidak memenuhi syarat memperoleh pelayanan melalui RPTC. 5. Unit perlindungan sosial yang memiliki tugas melakukan penyelamatan korban, penerimaan dan registrasi, pendampingan dan pengalihan pelayanan. Unit ini terdiri dari sub unit penerimaan dan assessment, serta sub unit perlindungan sementara. Seksi penerimaan dan assessment mencakup kegiatan intake process, pengungkapan dan pemahaman masalah serta potensi, penentuan rencana pemecahan masalah dan persiapan rujukan. Kelompok fungsional atau tim profesi yang bertugas dalam menjalankan proses perlindungan sosial adalah pekerja sosial, psikolog, dokter, dan petugas administrasi. 6. Unit rehabilitasi psikososial yang bertanggung jawab atas kontak dan kontrak sosial, penerimaan awal, clinical assessment, konseling, mengadakan terapi sosial, pengalihan pelayanan dan home visit serta pendampingan. 7. Unit resosialisasi dan rujukan yang bertanggung jawab atas after care assessment, home visit, reunifikasi keluarga, resosialisasi serta pelayan dan rujukan. Sub unit resosialisasi korban agar dapat kembali ke masyarakat secara normal. Sub unit rujukan bertugas menyediakan pelayanan rujukan setelah korban ditangani di unit rehabilitasi psikososial. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
65
8. Kelompok fungsional atau tim profesi yaitu tim ahli yang bertanggung jawab secara profesional dan teknis terhadap penyelenggaraan pelayanan RPTC. Tim ahli adalah individu yang karena keahlian atau kompetensi profesionalnya ditunjuk, dipilih dan ditetapkan sebagai anggota tim melalui keputusan pimpinan RPTC. Kelompok fungsional sekurangkurangnya terdiri dari unsur medis, psikologi, pekerjaan sosial, rohaniawan, pendidikan, dan hukum.
3.5.3 Sumber Daya Kelengkapan sumber daya bantuan sosial tindak kekerasan yang berada di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) adalah sebagai berikut: 1. Sumber Daya Manusia di RPTC Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) berisikan pimpinan RPTC, tim profesi dan pramu sosial. Tim Profesi sendiri terdiri dari 7 orang Peksos, 1 orang pendamping KTK, 1 orang psikolog, 1 orang tokoh agama, 1 orang perawat dan 1 orang dokter sedangkan untuk pramu sosial terbagi menjadi 3 orang Satpam, 2 orang juru masak, 3 orang cleaning service, 2 orang tukang kebun dan 2 orang sopir beserta 1 orang pendamping Pekerja Migran. 2. Sumber Dana (Anggaran) Anggaran RPTC didapatkan dari dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Akan tetapi di Direktorat KTK PM sendiri sudah memiliki anggaran yang dinamakan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran). Pada DIPA ini sendiri segala sesuatunya sudah tercantum untuk RPTC antara lain adalah uang makan, uang kebersihan, uang pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien seperti untuk pasta gigi, shampoo, dan sabun serta untuk keperluan lainnya. Pihak RPTC mengajukan dana yang diperlukan terlebih dahulu lalu nanti dana tersebut akan turun. Uang yang didapatkan oleh pihak RPTC setiap bulannya karena tergantung kebutuhan. Dikarenakan RPTC menganut azas sentralisasi sehingga keluar masuknya uang harus dlaporkan kepada Direktur Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
66
3. Sarana Kelengkapan Sarana kelengkapan yang ada di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) terdiri dari: a. Ruang Dit. BS KTK dan PM b. Ruang Manager Kasus- Sekretaris c. Ruang Unit Informasi dan Advokasi (ruang hotline service, data dan informasi, advokasi hukum). d. Ruang Unit Perlindungan Social (ruang penerimaan dan registrasi, konsultasi, kamar tidur sementara, dapur dan makan). e. Ruang Unit Rehabilitasi Psikososial (ruang assessment, ruang case conference, ruang konseling, ruang terapi psikososial, ruang relaksasi, ruang
medis,
ruang
rekreasi,
ruang
makan
bersama,
ruang
perpustakaan, kamar tidur, dapur umum, pengelola asrama, ruang mushola, gudang, ruang olahraga tenis meja, sarana olah raga volley dan lapangan bola, dan garasi). f. Ruang Unit Resosialisasi dan Rujukan.
3.6 Prinsip-prinsip dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan Berdasarkan Standar Kementerian Sosial Dalam buku pedoman tentang perlindungan sosial korban tindak kekerasan dipaparkan tentang prinsip-prinsip dan bentuk-bentuk perlindungan sosial korban tindak kekerasan yang dijadikan acuan dalam penanganan korban tindak kekerasan. 3.6.1 Prinsip-prinsip Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan Prinsip-prinsip ini merupakan prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang teguh oleh setiap pihak yang terlibat dalam perlindungan korban tindak kekerasan, adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Prinsip dasar pekerja sosial dalam perlindungan sosial korban tindak kekerasan. a. Pengakuan akan harkat dan martabat manusia Keyakinan harkat dan martabat setiap manusia bahwa cara pendekatan dan hubungan antara pekerja sosial dan korban, saling menghargai dan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
67
memberi perhatian baik sebagai individu, anggota kelompok maupun anggota masyarakat. b. Hak untuk menentukan diri sendiri Korban tindak kekerasan dan pekerja migrant sebagai manusia memiliki hak untuk menentukan dirinya sendiri, sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, pekerja sosial memberikan alternative pilihan kepada korban untuk menentukan “menerima” atau “tidak menerima” pelayanan. c. Kesempatan yang sama bagi semua orang Korban mempunyai kesempatan untuk memulihkan diri sesuai dengan kemampuannya dalam menerima layanan rehabilitasi psikososial. d. Tanggung jawab sosial Setiap orang mempunyai tanggung jawab sosial, baik kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun Tuhan Yang Maha Esa. Ini berate bahwa apapun yang dilakukan sesuai dengan kepentingan dirinya harus dapat dipertanggung jawabkan dihadapan manusia dan Tuhan. 2. Prinsip pendekatan perlindungan sosial korban tindak kekerasan. a. Prinsip Penerimaan: menghargai keberadaan korban tindak kekerasan sebagaimana kondisi dan situasinya saat diterima dan tetap sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabatnya untuk dihormati. b. Prinsip Individualisasi: menyadari bahwa setiap korban tindak kekerasan memiliki ciri-ciri masalah yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu perlu ditangani secara khusus sesuai karakteristik masalah yang dihadapi masing-masing klien. c. Prinsip Kerahasiaan: apapun yang dilakukan dan diperbuat korban tindak kekerasan harus dirahasiakan, terkecuali bagi para pelaksanan untuk kepentingan perlindungan sosial, rehabilitasi psikososial atau proses penyelesaian kasus yang dihadapi. d. Prinsip Partisipatif: pekerja sosial yang menangani harus mampu mengidentifikasi diri korban, mengenalkan serta tidak mendikte kegiatannya sehingga ia dapat berperan aktif dalam kegiatan. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
68
e. Prinsip Komunikatif: mengadakan komunikasi timbale balik dengan pendekatan keakraban dan diwujudkan dalam bentuk dinamika kelompok. f. Prinsip Mawas Diri: bahwa penyelenggaraan layanan perlindungan sosial, rehabilitasi psikososial, dan rujukan harus didasarkan atas kaidah
profesional
bukan
emosional,
dimana
kedudukan
penyelenggara dengan korban berada pada batas dan kaidah profesi. 3. Prinsip pelaksanaan perlindungan sosial korban tindak kekerasan. a. Keamanan: perlindungan dilaksanakan di tempat khusu yang dapat member rasa aman terhadap korban dalam jangka tertentu. b. Efektifitas: korban ditangani segera tanpa prosedur yang berbelit-belit. c. Profesional: penanganan korban dilakukan secara tepat, sistematis dan terukur oleh tenaga profesional. d. Keterpaduan: rehabilitasi psikososial dilaksanakan secara terpadu dan lintas sektoral. 3.6.2 Bentuk-bentuk Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan Bentuk perlindungan sosial korban tindak kekerasan yang dilakukan menurut jenis tindak kekerasan yang dialami korban, yang diberikan oleh negara melalui Kementerian Sosial RI, Kementerian Kesehatan RI, kepolisian dan aparat pemerintah daerah mencakup: 1. Perlindungan atas korban tindak kekerasan fisik a. Penanganan medis (contoh: visum et repertum dan pemeriksaan serta perawatan kesehatan) b. Penanganan dalam bentuk manajemen kasus, terapi psikososial dan psikiatris serta berbagai konseling oleh petugas sosial dan penanganan mental spiritual oleh tokoh agama c. Pelayanan melalui rumah perlindungan atau shelter dibawah Kementerian Sosial d. Penindakan hukum oleh kepolisian 2. Perlindungan atas korban tindak kekerasan emosional a. Penanganan media-psikiatris
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
69
b. Penanganan dalam bentuk manajemen kasus, terapi psikososial dan psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual c. Pelayanan melalui Pusat Trauma (trauma center) 3. Penanganan tindak kekerasan seksual atau reproduksi a. Penanganan medis (contoh: visum et repertum, pemeriksaan dan perawatan kesehatan) b. Penanganan dalam bentuk manajemen kasus, terapi psikososial dan psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual c. Pelayanan melalui Pusat Rehabilitasi Psikososial atau Trauma Center d. Penindakan hukum 4. Penanganan tindak kekerasan sosial a. Penanganan medis-psikiatris b. Penanganan dalam bentuk manajemen kasus, terapi psikososial dan psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual c. Pelayanan melalui Pusat Rehabilitasi Psikososial atau Trauma Center d. Penindakan hukum 5. Penanganan tindak kekerasan ekonomi a. Pemberdayaan ekonomi (pemberian bantuan usaha, penyediaan bengkel kerja terlindungi) b. Penanganan dalam bentuk manajemen kasus, terapi psikososial dan psikiatris serta berbagai konseling mental spiritual c. Penindakan hokum
3.7 Jejaring RPTC memiliki mitra dengan berbagai lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah yang berguna sebagai tempat menjalin kerja sama untuk kepentingan klien. Apabila ada klien yang menjadi korban trafiking, IOM biasanya merujuk ke RPTC begitu pun sebaliknya, bila RPTC mendapatkan klien korban trafiking maka RPTC akan menghubungi IOM. Pemberian bantuan yang dilakukan IOM kepada korban trafiking berupa medical check up dan bantuan reintegrasi sebesar tiga juta rupiah. Akan tetapi tidak semua klien diberikan bantuan reintegrasi tersebut, pemilihan klien yang Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
70
mendapatkan bantuan reintegrasi dipilih oleh IOM sendiri. Bila sudah dipilih klien yang akan mendapatkan dana reintegrasi maka IOM akan memberitahu kepada RPTC. Namun uang tiga juta rupiah tersebut harus bisa bermanfaat untuk kehidupan klien dan karena alasan tersebut klien dibantu oleh pendamping untuk memikirkan rencana ke depan dengan uang yang ada. Kemudian kerjasama lainnya berasal dari PELNI/DAMRI yang digunakan untuk memfasilitasi transportasi klien. Apabila klien telah dijemput pulang oleh PELNI/DAMRI, maka klien tersebut menjadi tanggung jawab PELNI/DAMRI untuk mengantarkan pulang klien sampai kampung halamannya. Klien juga diberikan uang oleh PELNI/DAMRI kurang lebih sebesar sepuluh ribu atau lima belas ribu rupiah untuk ongkos pejalanan pulang mereka.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
71
BAB 4 PELAKSANAAN PROSES KONSELING TERHADAP WANITA YANG MENJADI KORBAN TRAFFICKING SERTA FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN KONSELING Pada bab ini diuraikan mengenai pembahasan dari hasil temuan di lapangan yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) mengenai pelaksanaan proses konseling terhadap wanita korban trafficking. Pembahasan ini meliputi tahapan identifikasi korban trafficking, pelaksanaan proses konseling sampai terminasi serta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksaan konseling kepada klien.
4.1 Temuan Lapangan Pelaksanaan Proses Konseling Terhadap Wanita Yang Menjadi Korban Trafficking Serta Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Konseling 4.1.1 Identitas Informan 1. Identitas Tim Profesi yang Bertugas Dalam Pelaksanaan Proses Konseling di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) a. Informan AR (Pekerja Sosial) AR merupakan salah satu pekerja sosial yang telah bekerja di RPTC semenjak bulan Agustus tahun 2010. AR memiliki latar belakang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial dari Universitas Pasundan, Bandung. Ia bertugas sebagai pekerja sosial yang bertanggung jawab di lapangan terhadap penanganan klien dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi psikososial yang dilakukan oleh RPTC. b. Informan PS (Pekerja Sosial) PS memiliki latar belakang pendidikan Kesejahteraan Sosial lulusan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung. Informan PS merupakan pekerja sosial yang telah bekerja di RPTC semenjak Januari tahun 2010. Selain memiliki tugas terhadap penanganan klien dan pelaksaan kegiatan rehabilitasi psikososial, informan PS juga dipercaya
untuk
menangani
masalah
keluar masuknya
uang
operasional dikarenakan di RPTC sendiri kekurangan orang dalam penanganan masalah seperti itu. Sehingga tugas dari informan PS 71 Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
72
lebih merangkap dibandingkan dengan yang pekeja sosial yang lainnya. c. Informan RS (Pendamping KTK [Korban Tindak Kekerasan]) Informan RS sudah bekerja di RPTC pada tahun 2008, sebelum RPTC pindah ke Bambu Apus, RS sudah bekerja di RPTC. Akan tetapi waktu itu namanya masih belum bernama RPTC, namanya masih bernama Rumah Aman yang bertempat di Kebun Kosong dan bekerja sama dengan Dinas Sosial DKI Jakarta. Lama kerja RS di RPTC kurang lebih sudah lima tahun. Awalnya RS hanya berlatar belakang pendidikan SMK kemudian melanjutkan kuliah D3 Hubungan Masyarakat (Public Relations) di Bina Sarana Informatika (BSI). Menurut pengakuan RS, kalau di Surat Keputusan (SK) RS memang sebagai pendamping Korban Tindak Kekerasan (KTK) termasuk juga tugas untuk mengintervensi klien tetapi sebagian besar tugas dari informan RS ini pada bidang kesekretariatan yang berfokus pada penginputan data klien 2.
Identitas Pimpinan RPTC yang Bertanggung Jawab dalam Pelayanan yang Diberikan Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) a.
Informan IN Informan IN merupakan sekretaris di RPTC. Pada tahun 2011, IN menggantikan posisi manager kasus yang tidak berada di RPTC. Segala sesuatu yang berhubungan dengan klien dan kebutuhan di RPTC sendiri dilaporkan kepada IN dan oleh beliau akan dilaporkan kepada manager kasus. Informan IN memiliki latar belakang pendidikan Psikologi dengan kekhususan Psikologi Pendidikan, strata satu (S1) serta srata duanya (S2) diambil di Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
73
3.
Identitas Informan Klien yang Menerima Pelayanan Konseling Informan PR Tempat dan tanggal lahir
: Lombok Tengah, 8 Desember 1977
Status Pernikahan
: Janda dengan dua orang anak
Asal daerah
: Lombok Tengah, NTB
Pekerjaan
: Pekerja Rumah Tangga
Pendidikan
: SD Kelas 6 tamat
Suku
: Sasak Informan PR berasal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
(NTB). Ia bersatus janda dengan dua anak karena sudah dua tahun suaminya telah tiada. Almarhum suaminya bekerja di dealer motor dan ia memiliki teman bernama Bapak MD. Sebelum meninggal, almarhum pernah menitip pesan kepada Bapak MD untuk menjaga istri dan kedua anaknya, beliau pun menjalankan amanah tersebut. Bapak MD sering memberikan informan PR uang dengan nominal dari Rp 35.000,- s/d Rp 150.000,-. PR pun sering diajak ke Bali untuk berkunjung ke rumah Bapak MD sekaligus liburan. Bapak MD ini tinggal di Bali tetapi bekerjanya di Lombok jadi beliau sering bolak-balik Bali – Lombok. Pada suatu ketika, Bapak MD melamar PR untuk menjadi istrinya tetapi tanpa menceraikan istri pertamanya. Informan PR akan dijadikan istri kedua dari Bapak MD. Istri dari Bapak MD sendiri menyuruh PR untuk mau menikah dengan Bapak MD. Namun PR belum bisa memutuskan karena perbedaan agama antara keduanya. Jika PR menikah dengan Bapak MD maka PR harus mengikuti keyakinan yang dianut oleh Bapak MD sedangkan PR berharap sebaliknya. Dahulu, almarhum suaminya juga menganut agama yang berbeda dengan PR tetapi ketika menikah dengan PR, almarhum suaminya berpindah keyakinan mengikuti PR. PR berharap Bapak MD pindah agama mengikuti keyakinan agamanya jika mereka menikah. Selain dengan Bapak MD, PR juga memiliki kedekatan dengan RF. RF merupakan pria keturunan Jawa yang bekerja di Lombok sebagai pemborong kelapa sawit. Menurut pengakuan PR, RF sering datang ke rumahnya walaupun tidak Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
74
sesering Bapak MD. RF pun pernah membelikan PR sebuah telepon genggam untuk digunakan PR. Namun, PR bingung ketika RF menyatakan keinginannya untuk menikahi PR. Alasannya adalah usia RF yang jauh lebih muda ketimbang usia PR. Setelah Bapak MD dan RF yang mendekati PR, lalu ada RZ pria asal Malaysia yang berprofesi sebagai polisi. Ketika PR kabur dari majikan ditempatnya bekerja saat di Malaysia, ia bertemu RZ yang berprofesi sebagai polisi. RZ membantu PR selama ia kabur dari rumah majikannya dengan memberi tumpangan, mencarikan kapal serta memberi ongkos untuk pulang ke Indonesia. Keberangkatan informan ke Malaysia dari daerah asalnya (NTB) karena dibujuk oleh sponsor. Informan meninggalkan desanya pada tahun 2011 secara diam-diam tanpa memberitahukan anaknya. Informan ditawari bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji besar dengan beban kerja yang tidak berat. Setelah meninggalkan kampung halamannya, PR pergi ke Malaysia kemudian sesampainya disana ia ditampung terlebih dahulu oleh agen untuk diberikan pelatihan kerja sebelum disalurkan kepada majikan. Dalam jangka waktu 11 bulan, informan telah bekerja pada tiga majikan tanpa kepastian pembayaran. Selama bekerja, informan mendapat kekerasan fisik berupa tamparan dan tendangan dari majikan ketiga. Selain itu majikan ketiga juga pernah menggunakan kekerasan verbal berupa kata-kata yang kasar kepada informan. Informan juga dipaksa untuk bekerja secara terus menerus dan ada pelarangan ibadah. Ketika informan sakit, ia tidak pernah diberikan pelayanan kesehatan oleh majikan. Akhirnya informan kabur dan ditolong oleh seorang Polisi kemudian informan diantar sampai pelabuhan untuk naik kapal menuju Batam. Kemudian informan juga diingatkan oleh Polisi tersebut sesampainya di Batam agar mencari Dinas Sosial setempat. Lalu informan mencari Dinas Sosial Tanjung Pinang dan sempat tinggal disana selama satu bulan sebelum akhirnya ia dibawa ke Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC). Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
75
Saat di RPTC, PR memiliki seorang pendamping bernama AR. Namun ketika mengisi data tentang informan dan melakukan assessment awal, AR meminta tolong kepada rekannya dikarenakan ia harus mengantar seorang klien pulang ke kampung halamannya. Ketidakhadiran AR ketika pengisian data awal membuat PR bingung tentang siapa yang menjadi pendampingnya. Dari hasil wawancara terungkap PR merasa tidak diperhatikan padahal pekerja sosial AR berusaha memperhatikannya dan mengajak berbicara tetapi PR bersikap acuh. Mengetahui hal tersebut, IN berusaha membantu AR untuk mengobrol dengan PR. IN pun mengobrol dengan PR sekaligus mencari data tentang diri PR. Dengan alasan masih banyak keterangan yang belum bisa terungkap dari PR maka PR pun di rujuk ke psikolog Bapak TR. Bapak TR memberikan terapi-terapi penenangan diri kepada PR. Lalu menurut psikolog, PR mengalami Traumatic Depression berupa kegelisahan serta klien merasa tidak tenang dan menurut Bapak TR, PR membutuhkan teman bercerita. AR pun mencoba mengobrol dengan PR namun terkadang sifat PR yang tempramen membuat orang pun menjadi sulit untuk mendekatinya. Akan tetapi sedikit demi sedikit AR terus mencoba untuk mengobrol dengan PR dan PR pun menanggapi AR meskipun seadanya saja. Sifat tempramen dan traumatic depression yang dimiliki oleh PR berdampak kepada dirinya sendiri, empat dari lima teman satu kamarnya memiliki konflik dengan PR. PR pun menganggap ke empat temannya tersebut tidak memiliki sifat yang baik. Ia memiliki kecurigaan kepada empat temannya tersebut. PR menganggap ke empat temannya itu keras kepala, sering berbicara dibelakang terkait diri PR, dan sombong. PR hanya dekat dengan satu orang saja yaitu klien WR, namun hubungan mereka pun tidak terlalu dekat lebih cenderung ke biasa saja maksudnya tidak menceritakan kehidupan pribadinya. Namun klien WR cukup sering menemani klien PR. Obrolan yang biasa dibicarakan oleh PR
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
76
adalah ia ingin segera dipulangkan supaya bisa bertemu dengan anakanaknya.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
77
4. Informan WN Tempat dan tanggal lahir
: Indramayu, 18 Juni 1982
Status Pernikahan
: Cerai/ Janda tanpa anak
Asal daerah
: Indramayu, Jawa Barat
Pekerjaan
: Pekerja Rumah Tangga
Pendidikan
: SD Kelas 5 tidak tamat
Suku
: Jawa
WN adalah klien asal Indramayu, Jawa Barat. Ia merupakan anak ke dua dari lima bersaudara. Menurut cerita WN, ke empat saudaranya adalah lulusan Perguruan Tinggi dengan jurusan agama. WN pernah membina rumah tangga namun pernikahannya berakhir dengan peceraian pada tahun 2005. Lalu diketahui sebelum bekerja menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), WN adalah mantan psikotik. Meski sudah sembuh tetapi informan masih tetap minum obat. Setelah sembuh informan membantu orang tuanya dengan bekerja menjadi TKI. Awal mulanya informan ditawarkan kerja PRT di Abudabi oleh sponsor yang bernama RZ asal Indramayu. Informan berangkat dari rumah tanggal 6 Agustus 2007 membawa KTP asli dan fotocopy Kartu Keluarga (KK). Perjalanan informan diawali dari rumah dan dijemput oleh sponsor RZ menuju PT Bina Hasan Trisula Bintang Mandiri Indramayu, informan tinggal selama satu bulan. Kegiatan informan selama di PT antara lain pelatihan PRT, difoto, medical check up dengan hasil informan dinyatakan sehat. Kemudian informan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bis dari PT Bina Hasan Trisula Bintang Mandiri Indramayu menuju PT Bina Hasan Trisula Bintang Mandiri Cipinang Jakarta Timur, informan tinggal satu bulan. Kegiatan informan selama di PT antara lain memasak, piket. Informan dibuatkan papsor kerja oleh pihak PT, klien menandatangani kontrak kerja selama dua tahun tetapi informan tidak mengetahui isi kontrak kerja karena informan dipaksa untuk menandatangani kontrak kerja tersebut.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
78
Dari PT Cipinang Jakarta Timur informan berangkat naik mobil PT bersama 40 teman informan menuju bandara Soekarno Hatta dilanjutkan naik pesawat Garuda menuju Qatar. Biaya perjalanan informan ditanggung oleh pihak PT. Tiba di Qatar pukul 06.00 naik pesawat menuju bandara Yordan. Informan dijemput oleh agen bernama JK dibawa ke kantor agen lalu dijemput majikan dan dibawa ke rumah majikan. Informan bekerja pada majikan informan pertama, majikan bernama SH, kerja PRT selama 7 bulan, jam kerja mulai pukul 05.00-22.00, tidak digaji, ketika itu informan meminta gaji informan dibayar tapi pada kenyataannya klien malah disiksa oleh majikan (tangan kiri informan disetrika oleh majikan). Informan dikembalikan ke agen oleh majikan karena informan malas bekerja. Informan bekerja pada majikan klien yang kedua, majikan bernama Jakaria, kerja PRT selama 5 bulan, tidak digaji, ibunda dari JK meninggal dunia karena lumpuh akhirnya informan dipindahkan kerja oleh majikan ke majikan informan yang ketiga. WN bekerja pada majikan informan yang ketiga, majikan bernama Abdul Jalil masih saudara dengan majikan kedua, klien kerja PRT selama 3 tahun, jam kerja pukul 08.00-05.00, informan mengerjakan pekerjaan lain antara lain memandikan ibu AS (Ibunda JK) karena lumpuh, tidak ada istirahat, makan pagi: roti, siang: nasi/roti, sore: roti/daging. Ibu Aisyah sering marah-marah terhadap informan dengan alasan informan tidak pandai bekerja. Dua gigi bagian depan atas informan patah akibat dipukul dengan tongkat oleh Ibu Aisyah hingga berdarah. Ketika informan sakit, informan tidak pernah diberikan pelayanan kesehatan oleh majikan. Ketika informan membutuhkan obat, informan hanya bisa menitip untuk dibelikan obat kepada anak majikan informan karena informan tidak diperbolehkan oleh majikan untuk keluar rumah. Informan tidur di kamar dengan fasilitas kasur yang tipis. Setelah tiga tahun informan bekerja, informan dibelikan tiket pulang ke Indonesia oleh majikan dengan alasan kontrak kerja informan sudah habis. Selama informan bekerja pada tiga majikan, informan hanya menerima upah Rp. 2. 500.000,- + $ 60. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
79
Informan diantar ke bandara Yordan naik pesawat menuju bandara Soekarno Hatta, dipulangkan oleh BNP2TKI ke Indramayu. Setelah 6 bulan tinggal dirumah, informan meminta pertolongan kepada pihak Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Indramayu melalui saudara sepupu informan bahwa informan mengalami sakit luka fisik dan ingin sekali ada bantuan pengobatan. Pihak SBMI segera menghubungi pihak International Organization for Migrant (IOM) untuk meminta bantuan pelayanan kesehatan, akhirnya informan pun dirujuk ke RPTC oleh pihak SBMI pada tanggal 30 Januari 2012 untuk mendapatkan pemulihan psikososial. Selama di RPTC informan menganggap semua orang yang ada di RPTC sebagai keluarga. Namun sayangnya informan juga memiliki konflik dengan klien lainnya yaitu PR karena WN tidak menyukai sifat PR yang marah-marah tidak jelas. WN pun memiliki teman cukup dekat selama berada di RPTC yaitu MR dan ST. Kemudian informan WN juga menjelaskan kalau ia memiliki hubungan dekat (pacaran) dengan salah satu klien laki-laki bernama IN secara diam-diam. Peraturan di RPTC mengatakan kalau klien perempuan dan klien lakilaki tidak boleh memiliki hubungan diluar hubungan pertemanan dan hubungan suami istri. WN bercerita kalau klien IN ditinggal istrinya menikah lagi tanpa proses perceraian. Klien IN ditinggalkan oleh istrinya karena ia sudah cacat secara fisik akibat kecelakaan kerja sewaktu bekerja di Malaysia. Akhirnya klien IN pun mendekati WN dan mengajak menikah. Namun WN masih bingung karena adiknya sudah mengenalkan dirinya dengan teman adiknya yang bernama MH. MH pun bersedia menikahi WN dengan segala kondisi yang ada. WN belum bisa memutuskan pria mana yang akan dipilihnya karena yang menjadi pikiran utamanya sekarang adalah operasi. WN sedang menunggu operasi saraf tangannya untuk memulihkan kondisi fisiknya yang telah dianiaya oleh majikannya ketika ia bekerja di Jordan.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
80
Pendamping WN pun selalu memberikan semangat supaya WN tidak berkecil hati dengan kondisi yang ada sekarang. Rencana operasi akan dilakukan pada bulan April karena menunggu dana dari IOM. Mendekati bulan operasi, WN rajin kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisinya. Pendampingnya pun menyarankan agar WN tidak banyak pikiran dan jangan terlalu lelah. Setelah operasi WN sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kedua orangtuanya dan berkumpul dengan keluarganya. WN pun memiliki rencana, kalau mempunyai modal ia akan berdagang ikan asin.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
81
5. Informan FT Tempat dan tanggal lahir
: 1957
Status Pernikahan
: Janda
Asal daerah
: Bandung, Jawa Barat
Pekerjaan
: Pekerja Rumah Tangga
Pendidikan
: SD Kelas 4 tidak tamat
Suku
: Sunda
Informan FT memiliki banyak pengalaman kerja semenjak ia masih muda. Ia sudah bekerja di pabrik konfeksi ketika usianya masih 14 tahun. Kemudian pada usia 16 tahun ia menikah dengan seorang pria bersuku Batak. Setelah menikah informan FT berhenti bekerja dan ia fokus untuk mengurusi rumah tangga dan ketiga anaknya. Beberapa tahun kemudian suaminya meninggal dan FT harus menghidupi ketiga anaknya yang masih membutuhkan biaya. Lalu dengan pertolongan seorang teman, ia bekerja di salah satu cafe yang ada di Batam kemudian ia bertemu toke (bos) asal Singapura dan toke tersebut mengajak klien makan untuk menawarkan pekerjaan. Informan ditawari bekerja di rumah toke tersebut selama dua tahun dengan gaji yang standar. Awalnya informan curiga apa ia bisa mempercayai atau tidak orang yang baru dikenalnya lalu toke menyakinkan kalau ia tidak ada niatan untuk berbuat jahat maka informan pun percaya. Kemudian informan pun menyetujui untuk bekerja di Singapura akan tetapi informan hanya bertahan satu setengah tahun karena tidak tahan dengan sikap dari majikan perempuannya. Majikan perempuan dari awal informan datang selalu memiliki kecurigaan kepadanya kalau FT merupakan istri simpanan dari suaminya. Pulang dari Singapura, klien diberitahu oleh adik iparnya kalau anak ketiganya meninggal akibat disentri namun mertuanya seakan menutup-nutupi kematian anaknya. Akhirnya Informan FT diantar oleh adik iparnya ke tempat peristirahatan terakhir anak ketiganya. Lalu klien bekerja lagi sebagai pembantu rumah tangga di Kuala Lumpur, Taman Samelin, Malaysia. Majikan informan baik sehingga ia Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
82
bisa bertahan tiga tahun. Setelah tiga tahun FT menjenguk anak perempuannya yang tinggal bersama dengan mertuanya. Sayangnya, anak perempuan FT sudah meninggal akibat disentri namun kali ini mertuanya tidak menutup-nutupi kemantian anak FT. Jawa Barat. Pulang dari menengok anaknya yang tinggal bersama mertuanya, FT bekerja di Komplek Pabean Asri, Surabaya. Namun sebelum bekerja di Surabaya, FT menyempatkan diri untuk pulang ke Ciranjang supaya bertemu dengan anak laki-lakinya yang telah lulus dari SMA. Ternyata anak laki-lakinya kabur ke Tapanuli dan entah bagaimana, anak laki-laki FT bertemu dengan pendeta dan hendak sekolah ABRI asal anak laki-laki FT mau menikah dengan anak pendeta tersebut. Kemudian di kejar sama kakak perempuan dan suaminya untuk dibawa pulang. Lalu sewaktu informan FT tinggal lagi kerja ke daerah Tangerang, anak lakilakinya meninggal tanpa diketahui penyebabnya. Dugaan dari klien FT tentang meninggalnya anak laki-lakinya adalah tekanan batin. Sekarang informan mengadopsi cucu kakak pertamanya. Kakak informan mempunyai lima anak, salah satu anaknya bekerja di Saudi dan menikah dengan pria yang bekerja sebagai gali pasir. Lalu keponakannya tersebut (anak dari kakak informan) memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan. Keponakan informan yang bekerja di Saudi dipulangkan karena ia sakit-sakitan dan akhirnya meninggal. Tidak lama istrinya meninggal, suaminya yang bekerja sebagai tukang gali pasir pun meninggal karena tertimpa pasir. Sebelum meninggal, suami dari keponakan informan menitipkan kedua anak tersebut kepada informan. Akhirnya sampai sekarang ke dua anak tersebut tinggal di rumah informan FT. Almarhum ayah dari kedua anak yang diadposi oleh FT berkata kepada FT kalau kedua anak ini sudah dewasa, FT diminta untuk ikut kedua anak tersebut. Namun FT merasa bersalah karena ia bekerja tidak benar di Tanjung Pinang yang menyebabkan informan tertampung di RPTC dan belum bisa pulang. Pada pekerjaan yang terakhir FT lakukan, informan memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan. Berawal dari ia bekerja di Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
83
Kebayoran sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji Rp 500.000,-. Lalu informan ditawari oleh seorang teman untuk bekerja di Tanjung Pinang karena ada salah seorang Ibu-ibu yang sedang mencari pembantu rumah tangga untuk anaknya. Teman informan pun memberitahukan kalau gaji yang diterima lebih besar dari
yang didapatkan sekarang, tergiur
tawaran yang diberitahukan oleh temannya akhirnya informan menerima pekerjaan tersebut. Setelah itu, informan pun diperkenalkan dengan Ibu berinisial MM dan sebelum pergi ke Tanjung Pinang, FT disuruh bekerja dulu di rumah Ibu tersebut selama dua minggu. Selama dua minggu FT bekerja, ia hanya diberikan gaji Rp 50.000,dan itu digunakan juga sebagai ongkos ke Tanjung Pinang, kebetulan tiket kapal sudah dibelikan oleh Ibu MM ini. Pergilah informan FT ke Tanjung Pinang, sesampainya disana ia dijemput oleh anak Ibu MM yang bernama MN. MN memiliki suami dan empat orang anak, suami dari MN ini memiliki karir sebagai seorang Angkatan Laut. Informan FT hanya diperlakukan baik selama dua minggu saja selebihnya ia mendapatkan perlakuan kasar dari majikannya bahkan mata informan disiram menggunakan air molto dan menyebabkan kerusakan mata pada informan. Selain menerima perlakuan kasar, informan juga tidak dibayarkan gajinya, mendapatkan kata-kata yang tidak mengenakan dan informan tidak boleh makan hanya diberikan minum kopi saja. Informan meminta pulang kepada majikannya akhirnya informan diantar sampai pelabuhan oleh majikannya namun sayangnya informan tidak dibelikan tiket oleh majikan sedangkan informan tidak memiliki uang. Petugas pelabuhan pun melarang informan untuk naik ke kapal karena tidak ada tiket dan memarahi majikan informan karena memaksa informan untuk pulang tanpa membelikan informan tiket padahal gaji dari informan belum dibayarkan. Akhirnya informan diajak pulang kembali oleh majikannya dan selama di perjalanan informan bertengkar dengan majikannya sampai akhirnya informan diturunkan di tengah jalan. Beruntung ada orang baik hati yang mau mengantarkannya ke pos polisi terdekat. Sesampainya di Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
84
pos polisi kemudian informan melaporkan kejadian yang menimpanya, selesai melapor, informan dipersilahkan untuk membersihkan diri dan makan oleh polisi tersebut. Lalu selesai makan, polisi menelpon majikan dari informan FT untuk segera ke kantor polisi untuk mengintograsi apakah yang dilaporkan oleh informan benar atau tidak. Selesai dikroscek ternyata perkataan yang diucapkan oleh informan FT akhirnya polisi menyuruh MN membayar gaji dan membelikan tiket kapal untuk pulang. Namun dengan berdalih kalau MN tidak membawa uang, ia meminta izin untuk mengambil uang terlebih dahulu sayangnya setelah lama menunggu MN tidak muncul lagi. Informan FT akhirnya meminta kepada polisi tersebut untuk segera dipulangkan dan polisi memutuskan untuk mengantar informan ke Dinsos Tanjung Pinang. Informan berada di Dinsos Tanjung Pinang selama 17 hari sebelum akhirnya ia di bawa ke RPTC untuk mendapatkan pemulihan psikososial dan bantuan kesehata selama dua setengah bulan. Selama tinggal di RPTC, tidak banyak yang dilakukan oleh informan FT selain makan dan tidur saja. Hal ini yang menyebabkan darah tinggi FT sering kambuh dan berdampak pada kondisi kedua matanya yang memerah dan berkaca-kaca. Menurut dokter, sebelum operasi dilaksanakan darah tinggi FT harus turun dan ia tidak boleh stress. Namun di RPTC sendiri pun informan merasa stress karena dua klien (PR dan WN) membuat dirinya kesal akibat sifat dan perilaku mereka yang kurang menyenangkan seperti suka mencari masalah atau membuat keributan. Dilain pihak walaupun informan tidak terlalu dekat dengan pendampingnya tetapi ia merasa berterima kasih atas perhatian dari pendampingnya.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
85
4.1.2 Pelaksanaan Proses Konseling yang Dilakukan Pihak Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kepada Wanita Korban Trafficking Pada bagian ini dijelaskan pelaksanaan proses konseling yang dilakukan oleh Rumah Perlindungan dan Trauma Center. Gambaran umum ini diperoleh melalu hasil wawancara dengan pekerja sosial, pendamping KTK, sekretaris RPTC, dan klien yang menerima pelayanan konseling. Gambaran umum ini terdiri dari definisi tentang korban trafficking, identifikasi korban trafficking, pengertian konseling, tujuan konseling, proses konseling, jangka waktu pelayanan konseling, dan nilai atau prinsip dasar dalam pelaksanaan konseling. 4.1.2.1 Pemahaman Pihak RPTC tentang Korban Trafficking Pelayanan di RPTC disediakan untuk berbagai macam kasus dan korbannya karena pada dasarnya RPTC merupakan rumah perlindungan untuk siapapun yang menjadi korban tindak kekerasan. Pendefinisiaan korban trafficking menurut PS adalah sebagai penjualan manusia dan atas dasar suatu paksaan “Trafficking itu kan penjualan manusia ya. Kalau untuk klien trafficking gak semua yang pergi atas kemauannya sendiri biasanya mereka dapat dorongan pergi itu karena paksaan dari orang tua atau rayu bujuk yang benar-benar kuat dari si agen. Terus nanti dari si agen, korban akan disalurkan sama orang yang ada di atas mereka. … kalau mau bekerja ke luar negeri kan sebaiknya karena kemauan sendiri bukan karena paksaan tapi dia…” (PS, PS, 9 Maret 2012).
Trafficking menjadi suatu perbuatan yang tidak manusiawi karena hak-hak sebagai seorang manusia direbut “… Trafficking sebagai bentuk pelanggaran HAM berat. Bayangkan saja, masa manusia dijual dan di eskploitasi buat kerja, tanpa gaji pula. Yang kayak gini nih… bikin emosi karena pelakunya gak pernah tau soal HAM…” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012). Sedangkan AR juga menyatakan trafficking sebagai suatu perbuatan keji yang merugikan korbannya : “…Perdagangan manusia itu menurut saya salah satu perbuatan keji. Pelakunya pasti gak pernah mikir tentang kerugian yang ditanggung Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
86
sama
korbannya,
yang
dipikirin
cuman
keuntungannya
saja.
Ketidaktahuan klien karena pengetahuan mereka yang masih awam tentang kerja di luar negeri sering dimanfaatkan oleh para sponsor untuk memanfaatkannya apalagi pendidikan mereka rata-rata hanya tamatan SMP. Tidak cukupnya penghasilan di kampung membuat mereka terayu oleh bujukan para sponsor untuk mencari uang lebih apalagi mereka diiming-iming gaji besar dan majikan yang baik” (AR, PS, 9 Maret 2012).
Eksplotasi secara fisik dan ekonomi tidak jarang dialami oleh klien yang bekerja di luar negeri selain itu klien juga mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari majikannya “…klien disini yang menjadi korban trafficking sering mengalami kekerasan secara fisik, yahh… tangannya disetrika, dipukul pake benda tumpul, ditendang sama majikan, pokoknya banyak deh, dan nyampe sini mereka ngalamin luka yang cukup serius pas dibawa ke dokter. Bahkan beberapa bulan lalu ada yang meninggal di Rs. Koja karena sudah parahnya” (PS, PS, 9 Maret 2012).
Selain itu pekerja sosial harus dapat membedakan antara klien Pekerja Migran Bermasalah (PMB) dan klien korban trafficking “Berhubung disini kliennya banyak, kita harus tau apa bedanya klien PMB sama trafficking. Kelengkapan dokumen PMB biasanya gak selengkap dari korban trafficking kalau di PMB untuk paspor bukan paspor pekerja tapi malah paspor pelancong, ada juga malahan yang gak bawa paspor sama sekali…” (AR, Pekerja Sosial, 9 Maret 2012).
Sedangkan RS mengungkapkan, pekerja migran bermasalah adalah mereka yang datangnya secara tidak resmi kemudian mereka tertangkap oleh kepolisian atau pekerja migran setempat karena memasuki wilayah negara orang secara illegal. “… gara-gara klien PMB biasanya tuh gak punya dokumen yang Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
87
resmi makanya dia ketangkep sama kepolisian atau pekerja migran disana. Sebelum dipulangkan ke Indonesia mereka di penjarakan dulu baru setelah itu pulang ke Indonesia” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012). Informan PR klien korban trafficking yang menceritakan tentang proses dan cara calo/sponsor mengajaknya bekerja
“Diajak sama calo, dirayu-rayu dengan gaji besar, majikan gak cerewet, kerja santai terus saya dikasih uang lima ratus ribu sama calonya dan ternyata pas saya kerja disana uang yang dia kasih waktu itu dihitung utang jadi saya harus kerja. Calonya dari Medan, memang biasanya di desa saya banyak calo yang mencari-cari orang untuk dipekerjakan” (PR, klien RPTC, 5 Maret 2012).
Adapun FT merasa ditipu oleh temannya, seperti yang diungkapkan sebagai berikut
“… neng, saya ngerasa ditipu sama temen saya. Kalo aja saya gak kemakan omongannya gak akan saya tinggalin tempat kerja lama saya. Pas saya dikenalin sama Ibu MM ibunya dari majikan yang bakal jadi tempat saya kerja, saya malah disuruh kerja sama dia…” (FT, klien RPTC, 6 Maret 2012).
Berbeda
dengan
kedua
rekannya,
Klien
WN
mengatakan
keberangkatannya bekerja di luar negeri karena paksaan dari orang tua dengan alasan kebutuhan ekonomi “… kan saya kerja di Yordan karena disuruh-suruh terus sama Ibu Bapak, Mbak. Katanya dari pada nganggur dan untuk biaya benerin rumah juga, yaudah akhirnya saya berangkat” (WN, klien RPTC, 7 Maret 2012). Klien di eksploitasi secara ekonomi dimana gaji tidak dibayarkan sama sekali oleh majikan dan klien pun disiksa oleh majikannya dengan tidak manusiawi. “… Neng, saya tuh tidak menerima gaji sedikit pun malahan mata saya disiram sama air molto makanya mata saya jadi berair dan merah. Kata Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
88
dokternya pas saya periksa disini, mata saya tuh harus cepet-cepet operasi kalau gak nanti saya bisa buta…” (FT, klien RPTC, 6 Maret 2012). Tidak hanya dilakukan oleh para majikan, eksploitasi juga dilakukan oleh pihak agen yang dipaparkan oleh klien PR “Saya sudah gonta ganti majikan banyak, Mbak. Kalau saya dikembalikan ke tempat agen sama majikan, saya kena marah dan kata-katanya juga kasar. Saya juga dihukum, gak dikasih makan… Akhirnya saya kabur dari majikan dan agen…” (PR, klien 5 Maret 2012). Sebelum memberikan pelayanan lanjutan kepada klien, tim profesi melakukan pengidentifikasian korban. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh pekerja sosial AR
“... pertama dilihat dari proses, cara, dan tujuannya sewaktu melakukan assessment. Dari proses, cara dan tujuannya memenuhi syarat kalau dia itu trafficking, dia bisa melaju ke konseling dan kita gali apa sih yang dibutuhkan sama mereka serta apa sih yang bisa mereka kembangkan” (AR, PS, 9 Maret 2012)
Suatu kejadian dapat dikatakan sebagai trafficking, kejadian tersebut harus memenuhi paling tidak satu unsur dari ketiga kriteria yang terdiri dari proses, cara/jalan, dan tujuan “... kalau klien ngalamin paling tidak dua unsur maka dikategorikan trafficking tapi biasanya kalau korban trafficking ngalamin tiga-tiganya dari proses, cara, dan tujuan. Kita juga nanya gimana dia berangkat karena direkrut sponsor atau gak, ada paksaan atau dijebak atau gak.Kalau misalnya ada klien mengalami penipuan berarti proses dan cara sudah cocok dengan kriteria. Nah, yang terakhir diliat tujuannya, klien bekerja sesuai gak sama perjanjiannya terus dia disana pernah dikasarin ato gak. Misalnya si klien ngalamin itu semua, dia adalah korban trafficking” (PS, PS, 9 Maret 2012).
Pelaksanaan identifikasi awal terhadap korban trafficking, dilakukan dengan cara assessment awal dan dari assessment awal ini akan diberikan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
89
pelayanan lanjutan, seperti yang diungkapkan pekerja sosial PS dan pendamping KTK RS. “ Awalnya itu kan di assessment ya. Assessment itu kan penggalian masalah tapi baru gambaran umumnya saja. Hanya… nanti dari situ bisa keliatan kalau dia korban trafficking atau bukan” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012). Selain itu pengidentifikasian korban trafficking dilakukan guna pemberian layanan lanjutan kepada klien. Hal ini diungkapkan oleh informan IN“… setelah klien diidentifikasi selanjutnya kita mulai memikirkan langkah intervensi yang nantinya bisa jadi… bahan buat pemecahan masalah. Jadi semuanya disesuaikan oleh kebutuhan dari klien itu sendiri...” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012). Pengidentifikasian klien korban trafficking menggunakan screening form yang diadaptasi dari form oleh International Organization for Migration (IOM) “… setelah kontrak sosial, pemenuhan kebutuhan klien berupa pemberian pakaian dan alat mandi, kita disini melakukan assessment kepada klien. Kalau memang dia korban trafficking kami akan lanjutkan dengan mengajukan pertanyaan yang dari form IOM” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
4.1.2.2 Pelaksanaan Konseling Setelah melakukan identifikasi korban selanjutnya adalah konseling. Konseling dilakukan untuk penggalian informasi lebih dalam setelah proses assessment awal dilakukan “… kalau konseling yang dilakuin disini itu bentuknya ngobrol-ngobrol kan, ngobrolnya bisa dilakuin dimana aja gak ada aturan harus konseling disitu atau disini, pokoknya senyaman mungkin. Konseling ini kan dilakukan buat gali informasi sama klien dan hmm… nanti dari hasil konseling dikembangin rencana intervensinya. Soalnya kalau di assessment awal gak semua klien bisa ngungkapin informasi yang kita butuhin. Konseling tuh susah-susah gampang, dek. Gimana ya, kadang ada klien yang suka menolak…” (AR, PS, 26 Maret 2012).
Sedangkan menurut RS, konseling merupakan pelayanan bantuan untuk klien yang ada di RPTC “Konseling sendiri itu kan… bagian dari pelayanan bantuan untuk klien yang memiliki masalah tetapi masalahnya tidak dapat Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
90
diselesaikan sendiri oleh klien tersebut…” (RS, Pendamping KTK, 23 Maret 2012). Konseling tidak sama dengan pemberian nasihat “… pemberian nasihat proses berpikir ada dan diberikan oleh penasihat sedangkan dalam konseling proses berpikir dan pemecahan ditemukan dan dilakukan oleh klien sendiri…” (PS, PS, 23 Maret 2012). Seperti yang diketahui kalau konseling adalah bentuk pelayanan dan bagian dari rehabilitasi psikososial diantara berbagai pelayanan yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial kepada klien. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh sekretaris RPTC, IN “Kalau dibuku pedoman ini kan dijelasin tentang konseling yang intinya konseling itu proses pertolongan yang dilakukan secara terarah dan terencana untuk membantu memecahkan masalah dan pemenuhan kebutuhan. Itu yang selalu kita pegang kalau kita melakukan konseling sebenernya di Kessos sendiri saya tau pasti udah punya pembekalan tentang konseling. Konseling ini digunakan sebagai cara alternatif untuk menyelesaikan masalah klien baik dan diharapkan dari konseling ini semuanya bisa tergali tapi balik lagi ke kliennya apakah dia mau dibantu atau tidak dan tentunya pendekatan petugas disini” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012).
Bila dilihat dari tujuannya, konseling diarahkan agar seseorang atau klien bisa membuat sesuatu keputusan pada saat penting dan benar-benar dibutuhkan “Konseling bantu klien untuk paham bukan aja tentang kemampuan atau minat dan kesempatannya dia, tetapi ini juga bersangkutan sama emosi serta sikapnya dia yang bisa berpengaruh menentukan pilihan dan pengambilan keputusan. Awalnya mungkin kita ngasih pilihan untuk mengambil keputusan itu tapi… pada akhirnya klien yang nentuin sendiri. Kalau keputusan udah diambil berarti klien harus nerima dan bertanggungjawab atas pilihannya” (RS, Pendamping KTK, 23 Maret 2012).
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
91
Sedangkan PS mengatakan konseling sebagai penguatan diri dari klien sendiri, berikut pernyataannya: “…maksudnya dari hasil konseling itu bisa terlihat ternyata ini kebutuhan klien seperti ini, yang dirasakan klien ini, klien menginginkan ini. Misalnya si klien ingin bertemu sama keluarganya, otomatis saya harus kroscek keluarganya dia. Tapi ternyata keluarganya gak menerima dia tapi dia juga gak mau disini terus atau dirujuk ke panti. Yasudah, melalui konseling saya buat penguatan untuk dia dan saya... menyuruh dia banyak bersosialisasi saja sama orang-orang disini biar gak banyak murung atau mengucilkan diri” (PS, PS, 23 Maret 2012).
Tidak jauh berbeda dengan kedua rekannya informan AR juga memaparkan dalam konseling ia lebih banyak mendengarkan klien sebagai pemecahan masalah. “… seperti yang pernah saya sebutkan kemarin ya dek, saya teh didalam konseling itu lebih banyak mendengarkan. Karena kalau kita konselingnya bener-bener pastinya semuanya akan tergali maka dari itu kalau di konseling saya selalu berusaha menjadi pendengar yang baik. Dari konseling kita bisa nemuin pemecahan masalah dari masalah si kliennya yang gak bisa diselesein oleh klien seorang diri…” (AR, PS, 26 Maret 2012).
Selain itu, konseling juga membantu untuk memandirikan klien dalam mengembangkan potensi-potensi mereka (klien) secara optimal “… ketika konseling beri mereka motivasi supaya mereka bisa mandiri. Kalau… mereka sudah bisa mandiri tentunya akan banyak sekali potensi yang bisa klien kembangkan secara optimal. Tentunya apa yang akan mereka kembangkan bisa bermanfaat untuk kehidupan mereka selanjutnya” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012). Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
92
Sedangkan dari klien mempunyai pandangan terhadap pelayanan konseling. Klien menyatakan ada perubahan yang dirasakan selama mereka mengikuti proses konseling yang ada di RPTC seperti yang diungkapkan oleh klien WN
“… Mbak, disini aku seneng punya banyak temen, orangnya baik-baik soalnya dulu waktu di kampung aku orangnya minder karena aku dicap orang gila. Yahh… terus waktu kerja di Yordan kan aku stress apalagi pas aku balik ke Indonesia aku jadi jelek, gigiku patah, tangan ku juga begini banyak bekas lukanya tapi kata Mbak PR aku disuruh pede, gak boleh minder…” (WN, klien, 7 Maret 2012).
Selain itu, klien FT juga mengungkapkan selama ia berada di RPTC, ia mendapatkan pencerahan “Neng, walopun saya apa namanya tuh..., udah ngalamin hal yang berat tapi Alhamdulillah saya dikasih pencerahan sama pendamping saya jadi saya nya juga tenang pikirannya, udah enggak terlalu stress lagi. Lagian sayanya juga gak boleh stress mulu, kalo stress saya gak bisa operasi-operasi…” (FT, klien, 6 Maret 2012).
Berbeda dengan kedua temannya, klien PR memiliki pandangan yang berbeda tentang konseling “… saya tidak terlalu merasakan manfaat dari ngobrol sama pendamping karena mereka juga gak bisa bantu saya. Sekarang saya cuman kepikiran pulang, pulang, dan pulang…” (PR, 5 Maret 2012).
4.1.2.3 Assessment Dalam rangka pengungkapan masalah secara mendalam dan upaya untuk memecahkan suatu masalah maka diperlukan proses lanjutan dengan cara konseling
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
93
“Awalnya dilakukan assessment terlebih dahulu untuk data awal dan sebagai observasi awal juga buat penentuan klien dikonseling atau tidak. Kalau dari RPTC sendiri, sewaktu klien di konseling kita berusaha mendapatkan data atau informasi yang kita butuhkan untuk penanganan kasus… Kita lakukan semampu kita tapi kalau sudah pada porsi khusus tim profesi yang lain kita serahkan ke psikolog” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012)
Untuk melakukannya, tidak ada tempat khusus namun lebih baik pendamping yang akan melakukan konseling memulainya dengan membuat klien merasa nyaman. “Dek, saya ngelakuin konselingnya gak hanya di dalam ruangan tapi menurut saya konseling itu bisa dilakuin dimana saja yang penting si kliennya bisa nyaman dulu sama kitanya. Setelah si klien keliatannya nyaman, timbulin rasa kepercayaan untuk klien agar klien bisa nyeritain semua masalahnya, gak akan ada yang tau kecuali dari si klien sendiri yang bocorin. …Kalau kliennya udah percaya sama kita kan enak yah, jadinya kita sama klien akrab. Klien pun pastinya merasa didengerin sama kita karena rasa percayanya mereka ke kita sebagai petugas disini. Lagian disini semuanya udah saya anggep kayak keluarga sendiri…” (AR, PS, 26 Maret 2012).
Pada konseling pendamping mendengarkan masalah klien melalui proses mendengar aktif
“… konseling itu kan layanan lanjutan setelah assessment kan. Jadi setelah melakukan konseling beberapa kali untuk penggalian masalah, saya bisa nangkep apa yang jadi masalahnya. Terus saya dengan suara halus dan jelas berusaha menguatkan dia atas segala masalah yang lagi dihadepin sama dia…” (PS, PS, 9 Maret 2012).
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
94
Pernyataan dari tim profesi didukung oleh pernyataan dari informan PR. Informan PR senang kalau ada yang mengajak ngobrol dan menanyakan serta mendengarkan keluhannya
“… saya seneng kalo ada yang ngajak ngobrol dan nanya-nanya saya, Mbak. Kita kan orang susah jadi penginnya didenger. Kalo kita disini diem-diem doank gak diajak ngobrol atau sekedar ditanya-tanya kita jadi jenuh, kepala saya langsung sakit, Mbak (klien memegang kepalanya) ”. Akan tetapi gak semuanya saya obrolin palingan sekedar ngeluh soal temen sekamar atau sakit-sakit apa gitu...” (PR, klien RPTC, 5 Maret 2012).
Tidak berbeda dengan rekannya, WN merasa senang karena pendampingnya memberikan perhatian kepada dirinya ‘’Pendamping saya baik banget, Mbak. Perhatian dan sayang sama saya. Walaupun saya kangen sama Ibu Bapak ya Mbak … tapi saya bisa betah disini karena petugasnya baik (sambil menepuk-nepuk tangan)” (WN, klien RPTC, 7 Maret 2012).
4.1.2.4 Identifikasi Tujuan Setelah mendengarkan, pendamping membuat klien melihat kehidupannya secara berbeda dan berpikir, merasa, dan berperilaku yang benar
“… saya selalu bilang sama klien disini. Kalo kehidupan mereka gak berakhir disini, ibarat jendela kalau diliat kan bayangannya kita tapi kalau kita buka jendela itu banyak yang kita liat, luas. Jadi… yahh begitulah, saya ngajak mereka buat bepikir luas…” (AR, PS, 9 Maret 2012).
Lalu pendamping juga mencoba untuk mengkonsep ulang tentang ekspektasi dari masalah yang dihadapi oleh klien
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
95
“… pandangan tentang diri klien, misal gini si klien ini dianggap sebagai sumber dari semua masalah istilahnya dikambing hitamkan lah ya. Tetapi dengan membantu mengonsep ulang dapat membantu keluarga untuk mengubah fokus mereka. Jadi seluruh anggota keluarga bertanggung jawab atas masalah yang ada” (PS, PS, 9 Maret 2012).
IN mengatakan konsep ulang membuat klien melihat diri sendiri dan lingkungan dengan akurasi dan pencerahan yang lebih besar.
“Kita harus paham keinginan klien dan harapannya dia tapi… kalau harapannya gak realistis… yahh, kita aja untuk berpikir ulang. Kasian kalau dipaksain sama suatu hal yang mungkin saja belum cocok sama dia atau memang sama sekali gak mungkin. Jadi kami petugas disini yang menangani klien mengajak klien untuk berpikir realistis dan juga logis” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012).
Adapun FT merasa mendapatkan pencerahan setelah berbicara dengan pendampingnya, sebagai berikut
“…, saya katanya pendamping saya kalau nanti pulang disuruh gak usah kerja lagi jadi pembantu. Kata pendamping, kalau saya mau jadi kerja disuruh kerja yang gak terlalu berat kayak jualan atau bikin kue tapi kata saya modal dari mana dan yahh… kalo saya gak kerja, saya makan apa. Terus pendamping ngasih masukan sama saya, manfaatin bahan-bahan kayak singkong, ubi yang ada di kampung saya buat dijadiin makanan jadi biar bisa dijual...” (FT, klien RPTC. 6 Maret 2012).
4.1.2.5 Eksplorasi Ketika pendamping mendengarkan tentang masalah klien, mereka menanyakan kepada klien apa yang pernah dilakukan oleh klien untuk mengatasi masalahnya Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
96
“… Saya tanya dia pernah ngelakuin sesuatu gak buat nyelesein masalahnya. Soalnya ini patokan juga buat saya waktu nanti saya buat rencana intervensi. Jawabannya bermacam-macam ada yang belum pernah berbuat apa-apa dan ada juga yang udah usaha buat nyelesein masalahnya tapi berhenti di tengah jalan. Disini kan kita bekerja dengan klien jadi saya pasti nanya ke klien tentang apa yang pernah dia lakuin untuk nyelesein masalahnya yang pernah dia hadepin” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
Hal ini didukung dengan pernyataan informan WN “Saya kesini buat minta pertolongan karena ingin operasi tangan supaya cepet sembuh. Soalnya saya gak ada biaya buat ngelakuin operasi tangan…” (WN, Klien, 7 Maret 2012). Selesai mendengarkan, pendamping memperhatikan dengan cermat ketika klien menceritakan bagaimana cara ia mengatasi masalahnya seperti yang diungkapkan oleh PS sebagai berikut
“Sebagai pendamping kita harus dapat mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien. Pengungkapan masalah dan bagaimana cara sebelumnya klien menghadapi masalah tersebut harus bisa kita tanggapi secara cermat. Tujuannya… agar tidak terjadi kekeliruan sewaktu membuat rencana intervensi untuk klien…” (PS, PS, 9 Maret 2012).
Selain untuk mengetahui kemampuan klien, pendamping mengajak klien untuk belajar mencari penyelesaian masalah secara mandiri dan berpikir panjang.
“… dari kita mendengar dan sudah tau masalah si klien kita mencoba ngasih masukan ke klien. Masukannya ini berupa pemecahan masalah yang solutif dan yang belum pernah klien lakukan. Misalkan gini ya, … dia mantan sex worker ya, terus dia minat sama bidang tata rambut tapi dia belum punya kemampuan. Terus saya tawarin ke dia kalo mau kursus tata rambut bisa di rujuk ke RPSW disana kan ada macemmacem kursus. Tapi kalo dia gak mau karena pikirannya pengin pulang Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
97
terus saya bujuk dia dengan ngajak klien berpikir panjang, kalo klien udah punya keterampilan nanti pas dipulangin enak, siapa tau klien mau buka salon atau apa. Jadi, saya ngajak klien berpikir jangka panjang lah” (AR, PS, 9 Maret 2012).
Tidak lupa, klien juga diajak untuk mencari alternatif pendekatan yang sesuai dengan klien “Pendamping disini bekerja dengan klien artinya gak hanya… pendamping yang mencarikan solusi buat klien. Klien juga diajak untuk nyari solusi permasalahannya…” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012). Hal ini didukung dengan pernyataan informan WN “… Saya ditanya sama pendamping tentang rencana saya, Mbak. Saya bilang, yang sekarang saya kepenginin operasi tangan saya biar cantik kayak dulu nanti setelah itu saya mau dagang ikan asin kalau ada modalnya…” (WN, Klien, 7 Maret 2012). Selain itu, klien diajak untuk memprediksi akibat-akibat dari setiap rencana yang diambil berserta risiko yang harus diterima klien “... Sewaktu mau buat rencana intervensi, saya dan klien mikirin dulu tentang resiko-resiko yang harus ditanggung sama klien…” (PS, PS, 9 Maret 2012). Namun, terkadang timbul beberapa masalah yang menghalangi untuk mengeksplorasi hal-hal baru dalam mengatasi masalah misalnya ocehan klien dan terlalu banyak energi serta waktu yang dicurahkan untuk melihat ke masa lalu
“… kadang klien susah untuk diajak mengenal hal-hal baru… Maksudnya klien udah disaranin yang baik untuk nyelesein masalahnya tapi klien menolak terus padahal saya udah ngasih tau prospek jangka panjangnya. Saya sadar sih, itu balik lagi ke pola pikir kliennya...” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
4.1.2.6 Membangun Komitmen dengan Klien Selesai dengan tahap eksplorasi, selanjutnya pendamping membangun komitmen klien untuk melaksanakan alternatif tersebut “saya sudah ngasih masukan sama klien dan klien menyetujui, nahh… sekarang tinggal lebih
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
98
menyakinkan klien untuk jalanin pilihan yang dia ambil biar gak mundur lagi…” (PS, PS, 9 Maret 2012). Setelah rencana dan strategi dipersiapkan dengan baik dan komitmen sudah dibangun, maka langkah selanjutnya adalah memulai tindakan yang berasal dari data-data hasil assessment “… klien cenderung lebih gampang untuk menjalankan rencana yang sudah dipilihnya sendiri. Misalnya pun rencana intervensi itu berasal dari pendamping, klien menentukan rencana mana yang harus dijalankan terlebih dahulu. Nah disini… kita mengamati dan melakukan penilaian terhadap tindakan yang akan dilakukan klien apakah sesuai atau tidak dengan tujuan konseling. Tidak lupa juga rencana tindakan diambil dari data-data hasil assessment” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
Akan tetapi rencana yang sudah disusun tidak semua berjalan mulus begitu saja. Ada klien yang tiba-tiba batal menjalankan rencana atau komitmen yang sudah pilihnya, baik secara faktor internal maupun faktor eksternal
“… gak semua nya berjalan mulus, dek. Kadang-kadang tuh klien batalin gitu aja sama keputusan yang dia ambil. Banyak lah yang mempengaruhi dia… Misalnya karena omongan temennya, kalau nanti dia ngambil kursus pulangnya bakal lebih lama lagi dan malah makin lama juga buat ketemu keluarga. Terus dianya juga angot-angotan, pola pikirnya tiba-tiba mundur lagi, yah… kita juga maklum lah ya sama kliennya tapi kita tetep berusaha biar klien jalanin pilihan yang udah dia ambil” (AR, PS, 9 Maret 2012).
4.1.2.7 Terminasi Tahap terakhir dalam pelaksanaan proses konseling adalah terminasi. Terminasi mengacu pada keputusan untuk menghentikan konseling, keputusan dapat dibuat sepihak atau bersama Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
99
“terminasi ya… yaitu sesuai dengan keputusan yang klien ambil, klien seperti apa. Maksudnya dari hasil konseling itu bisa terlihat ternyata ini kebutuhan klien seperti ini, yang dirasakan klien ini, klien menginginkan ini misalnya. Terminasinya kita kembalikan ke klien, kalau dia butuh pulang dan ingin bertemu keluarganya, saya mencoba berkoordinasi dengan keluarganya…” (PS, PS, 9 Maret 2012).
Menurut informan AR, terminasi adalah titik awal untuk mempraktikan kemandirian dari klien
“Ketika bertemu klien kita memberikan masukan-masukan bahwa dia bisa berdiri sendiri dan dia bisa mandiri jadi individunya lebih dimandirikan gitu. Makanya kalo pas terminasi, klien saya sudah gak tergantung lagi sama saya karena selama proses konseling saya juga melakukan terapi realita biar klien pada ngerti hidup dia gak berenti karena masalah yang dia hadepin” (AR, PS, 9 Maret 2012).
Kemudian jika ada klien yang memiliki ketergantungan dengan pendamping maka pendamping akan menghindari klien untuk sementara waktu
“… kalau dia masih tetap ketergantungan sebisa mungkin kita harus bisa menghindar tapi dengan cara baik. Menghindarnya mungkin dengan mengurangi intensitas ketemu jadi walaupun kita sama-sama tinggal disini tapi saya berusaha menghindar dari klien, lebih… lebih apa ya? … lebih ngurangin waktu ketemu, diusahakan biar gak ketemu klien tiap hari” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
Hasil dari terminasi dilaporkan kepada sekretaris RPTC sebagai bentuk laporan monitoring petugas ke klien
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
100
“… Petugas yang sudah melakukan terminasi ke klien akan melapor kepada saya dan saya akan melaporkan kembali ke manager kasus. Laporannya berbentuk tertulis dan tidak lupa diselipkan juga case record (CR) klien supaya saya juga mengetahui kasus dari klien tersebut. Laporannya itu berdasarkan konseling yang sudah dilakukan oleh petugas dan hasil pengamatan petugas kepada klien” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012).
4.1.2.8 Jangka Waktu Lamanya Pelayanan Konseling yang Diberikan RPTC Terhadap Klien Wanita Korban Trafficking Jangka waktu lamanya pemberian layanan oleh tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK) untuk setiap klien tidak sama, seperti yang diungkapkan oleh informan IN
“... Nah, untuk proses konselingnya setelah di assessment mereka biasanya… sudah tahu, apa sih permasalahan, permasalahan dari masing-masing klien itu. Dan konseling dilakukan sesuai dengan kasus yang dialami klien dan kebutuhan dari masing-masing klien tersebut jadi gak ada batasnya satu kali, dua kali atau tiga kali jadi tergantung dari kebutuhan klien dan kapasitas atau waktu dari tim profesi untuk memberikan konseling itu. Jadi… konseling dilakukan oleh tim profesi yang memiliki klien itu tapi tidak menutup kemungkinan misalkan saya yang kemudian memberikan konseling atau dirujuk lagi ke psikolog untuk pelaksanaan konseling lanjutan, tergantung kebutuhan kasusnya” (IN, sekretaris RPTC, 12 Maret 2012).
Sebelum melakukan konseling kepada klien, tim profesi melihat terlebih dahulu kondisi dari klien,
“Kalau kita melakukan konseling, kita liat dulu kondisi klien. Kalau memang klien butuh pendampingnya untuk melakukan curhatancurhatan, ya… kita melakukan konseling. Maksudnya kita sesuaikan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
101
dengan kondisi klien atau klien sedang mengalami kesedihan atau yang awalnya mereka gembira tapi mereka tiba-tiba jadi sedih, murung. Nah, kita sebagai pekerja sosial tentunya kan kita nanya ‘kenapa’ pada saat itu kita melakukan konseling ke klien, kita memberikan penguatanpenguatan sama klien supaya tidak sedih lagi misalkan begitu” (PS, PS, 9 Maret 2012).
Hal ini didukung dengan pernyataan dari RS bahwa kondisi klien menentukan dalam pelaksanaan konseling itu sendiri “… waktu tertentu paling diliat dari kondisi kliennya aja sih. Kalau diliat kondisi kliennya belum bisa diajak komunikasi ya… kita kasih waktu dulu ya supaya dia nyaman, percaya sama kita. Jadi tanpa kita minta, nanti dia bakal cerita sendiri (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012). Klien paling lama tinggal di RPTC selama enam bulan dan hal tersebut dikarenakan menunggu pemulangan serta pelayanan yang belum selesai karena kondisi klien yang masih belum bisa untuk dipulangkan.
“Klien berada di sini paling lama enam bulan karena menunggu pemulangan sehingga terkadang tidak ada estimasi kapan konseling atau kapan harus ini karena dari peksos sendiri tidak tahu pemulangan itu kapan. Karena info pemulangan itu kan datangnya dari pusat dan kalo kita gak dikabarin info pemulangan bisa-bisa klien nunggu lama lagi buat datengnya kapal. Jadi untuk konseling sendiri kalau saya sendiri, contohnya dalam seminggu itu saya mengambil konseling itu dua kali karena untuk selanjutnya saya bukan sebagai petugas, saya lebih menjadi teman dan saudara disini buat mereka. Waktu itu soalnya pernah, ada miskomunikasi sm orang pusat, ehh… kitanya gak dapet info jadinya si klien harus nunggu lama lagi buat pulang. Terus ada lagi kenapa sih klien lama disini… kemungkinan karena si klien punya sakit tertentu dan harus pengobatan disini atau emang klien harus operasi dan pasca operasi klien harus berobat dulu. Bisa juga karena kliennya udah gak punya keluarga kayak si klien SL, dia harus nunggu panti yang mau Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
102
jadi tempat rujukannya atau si klien SS keluarganya kan gak nerima dia makanya kita usahain cari panti biar dia bisa dikasih keterampilan di panti itu nanti pas keluar dari panti dia bisa kerja yang bener. Lumayan kan kalau klien SS itu punya keterampilan paling gak… dia bisa ngidupin dirinya sendiri lah tapi tetep juga kita usahain biar keluarganya mau nerima dia” (AR, PS, 9 Maret 2012).
Alasan yang sering terdengar diucapkan oleh mereka untuk meminta segera dipulangkan adalah mereka ingin bertemu dengan keluarga mereka
“Mereka tidak sabar untuk pulang padahal mereka masih harus disini karena kita liat mereka butuh kita tolong. … habisan mereka sebelum kesini juga dijanjiin sama petugas di pelabuhan atau bandara kalau mereka langsung dipulangin, ehh… tau-taunya mereka dibawa ke sini, kan orang siapa yang gak kesel dibohongin, saya ngerti perasaan mereka gimana. Waktu itu pernah saya tanya sebenernya mereka gak apa-apa dibawa kesini asal petugasnya gak bohong pakai acara ngomong dipulangin cepet, yahh… akhirnya kita disini yang repot dan dengerin marah-marah mereka. Klien pengin cepet pulang kan soalnya mereka udah lama gak ketemu keluarga bahkan ada klien yang udah tiga tahun belum pernah ketemu keluarga makanya mereka berontak pengin pulang…” (PS, PS, 23 Maret 2012).
Berhubungan dengan permintaan klien untuk segera dipulang secepatnya juga dijelaskan oleh informan RS bahwa hal tersebut menjadi hak klien untuk melanjutkan pelayanan atau tidak
“Kalau klien gak mau menerima pelayanan di RPTC, pastinya gak maksain. Kita bikinin dia surat… apa namanya kok saya jadi lupa, oo iya… ingat namanya surat pulang paksa. Itu artinya dia menolak pelayanan yang ada di RPTC karena gak mungkin kita memaksakan
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
103
memberikan pelayanan sedangkan si kliennya tersebut merasa gak butuh untuk di tolong” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
Adapun klien PR yang memberitahukan bahwa ia ingin cepat pulang karena ingin bertemu dengan anak-anaknya “Mbak, saya ingin segera pulang, pengin ketemu anak-anak sudah lama gak ketemu anak, kan saya juga jadi kepikiran gimana kabarnya anak. Walaupun anak sama Ibu saya tapi kan Ibu saya juga udah tua kasian juga...” (PR, klien, 5 Maret 2012). Selain itu, klien FT ketika diwawancara juga menanyakan waktu kepulangannya karena ia sudah tidak sabar ingin segera dipulangkan
“… saya sudah tidak betah disini. Neng, kalo masalahnya nunggu jemputan biar saya pulang sendiri, kalau untuk sekedar ongkos pulang saya punya. Saya gak tegel kalau inget anak masih pada kecil-kecil di rumah, disini saya cuman makan, tidur nah kalau mereka gimana. Sudah satu bulan di Tanjung Pinang dan hampir 23 hari saya disini, masa saya belum dipulang-pulangkan…” (FT, klien, 6 Maret 2012).
Berbeda dengan klien WN yang bersabar untuk pulang karena ia ingin sembuh dari sakit yang dia derita “Yaaaa... saya kangen sama bapak sama Ibu tapi saya mau operasi tanganku dulu biar bisa sembuh, Mbak” (WN, klien, 7 Maret 2012).
4.1.2.9 Nilai atau Prinsip Dasar yang Diterapkan Dalam Pelaksanaan Proses Konseling Di RPTC Pelaksanaan proses konseling kepada korban trafficking di RPTC tidak luput dari tim profesi yang memegang nilai atau prinsip dasar. Meskipun mereka tidak terlalu hafal dengan prinsipnya tetapi setidaknya mereka mengetahui prinsip-prinsipnya seperti yang diungkapkan oleh AR “Prinsip-prinsipnya, … mungkin kurang lebih tau lah. Kayak individualisasi, penerimaan, kerahasiaan, iya kan? Yang saya ingat dan tau kurang lebih itu saja” (AR, PS, 9 Maret 2012). Hal ini juga didukung dengan pernyataan PS “Yang saya tau prinsip-prinsip pekerja Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
104
sosial itu individualisasi kemudian kerahasiaan, tidak menghakimi… kemudian empati, mawas diri, dan… apalagi ya, masih ada sebenernya tapi saya lupa” (PS, PS, 9 Maret 2012). Penerapan dari prinsip penerimaan yang dijelaskan oleh informan AR bahwa setiap tim profesi harus dapat menerima dan menjalankan tugasnya bagaimanapun kondisi kliennya tanpa membeda-bedakan klien tersebut dengan suatu alasan
“Kita sebagai seorang pekerja sosial jangan pilih-pilih klien semua orang punya tuh sama di mata Tuhan, masa kita sebagai manusia aja milih-milih. Kebetulan disini kan petugasnya gak banyak jadi klien yang udah melakukan kontrak sosial langsung dibagi-bagi ke petugas. Jadi, mau gimana kondisinya, kalau sudah dibagikan, kita tidak boleh nolak karena kita harus nerima apa pun kondisi dari klien itu…” (AR, 9 Maret 2012).
Hal ini juga didukung dengan pernyataan PS, prinsip penerimaan adalah tim profesi harus berusaha menerima klien mereka apa adanya, tanpa menghakimi klien tersebut “… Kita sebagai seorang peksos harus menolong dan menerima klien yang butuh bantuan dan kita juga gak boleh menghakimi mereka terlepas dari benar atau salahnya” (PS, PS, 9 Maret 2012). Selanjutnya adalah prinsip komunikasi yang dipakai tim profesi untuk pelaksanaan proses konseling. Komunikasi sebagai alat utama yang digunakan pekerja sosial untuk konseling “… Komunikasi itu penting apalagi buat konseling. Kalau komunikasi kita enak, yang kita sampaikan ke klien kan juga nyampe ke mereka dan itu… akan bantu buat rencana intervensi” (PS, PS, 9 Maret 2012). Informan AR juga menyatakan komunikasi yang baik dapat membuat klien percaya dengan petugas karena petugas dan klien sama-sama saling mengerti “Kalau di pelaksanaan konseling kita bisa berkomunikasi dengan baik dan gak terdengar menghakimi maka si klien pun bisa percaya dan nyaman dengan kita. Klien pun… akan cerita panjang lebar sama kita tanpa kita minta…” (AR, PS, 9 Maret 2012). Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
105
Prinsip individualisasi menurut informan AR adalah menganggap setiap individu berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga tim profesi harus berusaha memahami keunikan dari setiap klien “… Yang saya tahu dalam prinsip individualisasi tuh… intinya gini, setiap orang tuh unik begitu juga klien yang masuk sini jadi kita jangan sampai beranggapan semuanya sama…” (AR, PS, 9 Maret 2012). Perbedaan dari setiap individu membuat pelayanan konseling yang diberikan oleh tim profesi juga berbeda karena tidak semua klien memiliki masalah yang sama sehingga pada akhirnya rencana intervensinya pun berbedabeda “Klien disini semuanya datang dari latar belakang keluarga, suku, agama, pendidikan, pola pikir, dan karakter orang yang berbeda-beda. Jadi masalahnya pun berbeda-beda… yang pasti kita berusaha memberikan intervensinya sesuai dengan kebutuhannya dia…”(PS, PS, 9 Maret 2012). Kerahasiaan menjadi prinsip utama yang dipakai oleh para tim profesi RPTC meskipun demikian prinsip lainnya pun tidak dilupakan. Informan PS mengatakan pekerja sosial dan klien memiliki batasan-batasan dan batasan tersebut itu ada di prinsip sebagai seorang pekerja sosial.
“Ya… saya sebagai pekerja sosial dan mereka klien tentunya kan ada batasan-batasan dan batasan-batasan itu ada di prinsip-prinsip pekerja sosial. Dalam menerapkannya itu yaa… misal kan mereka sedang bercerita tentang masalah yang sedang mereka alami tentunya saya sebagai pekerja sosial, saya merahasiakan masalah yang dialami oleh klien. Kemudian dari segi karakter, mereka kan berbeda-beda, nah disitu muncul karakter yang berbeda-beda itu, saya menyikapinya sesuai dengan karakter itu jadi tidak membedakan dengan yang lain. Maksudnya gini… misalnya si ini keras, si ini lembut jadi harus lembut. Saya tidak seperti itu, kalau memang watak karakternya keras saya sesuaikan dengan karakternya dia, tidak memaksakan dia. Intinya saya tidak memaksa klien, kamu harus seperti ini, kamu harus bersikap lemah lembut, tidak seperti itu tetapi saya liat dulu mungkin karena
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
106
bawaannya dari kecilnya seperti itu tetapi saya tetap menyampaikan hal-hal yang baik sih” (PS, PS, 9 Maret 2012).
Prinsip partisipasi yang diketahui oleh informan AR ialah mengajak klien untuk ikut berperan aktif dalam menghadapi permasalahan yang dihadapainya,
“… Konseling berhasil kalau si klien juga ikut terlibat untuk menghadapi masalahnya, gak hanya dari petugas aja tapi kan klien juga harus dilibatkan. Bagaimanapun klien yang
berpartisipasi dalam
konseling ini diharapkan bisa merespon” (AR, PS, 9 Maret 2012). Menurut PS, prinsip partisipasi yang dijalankan oleh tim profesi melibatkan banyak pihak untuk pemulihan klien “Konseling itu sendiri tidak dilakukan hanya dilakukan oleh pendamping dari klien bisa juga dilakukan oleh tim profesi lainnya jika masih belum tergali tetapi… kalau sudah agak parah saya serahkan sama psikolog…” (PS, PS, 9 Maret 2012). Prinsip partisipasi yang dinyatakan oleh informan AR dan PS ini juga didukung dengan pernyataan informan IN yang menyatakan meskipun beliau tidak terlibat langsung tetapi beliau memantau hasil konseling melalui laporan case record dari klien “… Mereka melakukan assessment, laporannya apa. Lalu mereka melakukan konseling, konseling klien apa. Mereka kan punya case recordnya juga kan, dibaca juga dari case recordnya. Kalau ini proses konseling yang diberikan kepada klien itu apa selama proses konseling kan mereka lapor, nah… dari situ nanti biasanya saya sebutkan, monitornya apa sih, hasilnya, kan kita kalau monitor proses konseling kan juga tanya tentang apa sih yang kamu (pekerja sosial dan pendamping) bicarakan. Palingan yang ditanyakan apa sih hasil yang diperoleh dari konseling itu kemudian apa yang dikonselingkan kepada kliennya dari hasil mereka (pekerja sosial dan pendamping) melakukan konseling itu. Tiap-tiap petugas membuat laporannya…” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012). Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
107
Terakhir adalah prinsip mawas diri, menurut informan PS prinsip ini mengajarkan petugas dituntut untuk bersikap profesional ketika menjalankan tugasnya dengan klien, “… Kita harus profesional sewaktu melakukan tugas buat mengkonseling klien, yahh… diluar konseling pun kita harus tetap profesional sama klien…” (PS, PS, 9 Maret 2012). Sedangkan menurut pekerja sosial AR prinsip mawas diri adalah mampu mengendalikan diri supaya tidak terhanyut dengan cerita-cerita klien serta melakukan tugas-tugasnya berdasarkan kode etik yang ada
“Sebagai seorang pekerja sosial kita harus belajar empati, jangan simpati. Kalau kita terus-terusan bersimpati sama cerita klien, adanya kita gak akan nemu-nemu solusi dari masalah klien. Kan kita sebagai petugas pastinya udah tau kode etik nya apa jadi sewaktu ngelaksanain konseling yahh… kita harus patuh sama kode etik itu biar nemuin solusi dan kita buat klien bisa mandiri sama masalahnya…” (AR, PS, 9 Maret 2012).
Namun informan RS sebagai pendamping KTK tidak mengetahui prinsip dari seorang pekerja sosial tetapi ia hanya mengetahui tentang kode etiknya dari seorang pendamping
“Saya tidak mengetahui apa itu nilai atau prinsip-prinsip pekerja sosial tapi saya mengetauhi tentang kode etik pendamping. Saya kurang paham kalau secara teori, …karena saya bukan berlatang pendidikan peksos jadi coba nerangin menurut saya aja ya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan assessment atau hasil konseling itu hmm… gak di publish kemana-mana, hanya diketahui sesama petugas tim profesi…” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
108
Prinsip-prinsip pekerja sosial belum dapat dilakukan ketika menjalankan pelaksanaan proses konseling itu sendiri sebagaimana yang dijelaskan informan AR sebagai berikut “Untuk
disini,
gimana
ya?
…
untuk
saya
pribadi
untuk
mengembangkan ilmu kepeksosannya dan dalam mengembangkan prinsip-prinsipnya mungkin disini… sebenernya sih untuk prinsip dari mulai segala-galanya kita udah mencoba untuk mengembangkannya. Gimana sih cara mengembangkan ini untuk konselingnya, intinya disini sangat
sulit
dan
masih
belum
bisa
untuk
menerapkan
dan
mengembangkan prinsip-prinsip secara bersamaan dengan pelaksanaan proses konselingnya bukan sangat sulit tetapi belum dapat” (AR, PS, 9 Maret 2012).
Rehabilitasi psikososial khususnya konseling yang ada di RPTC dilakukan oleh pendamping dari masing-masing klien yang ada di RPTC. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan informan RS
“Tugas kami sebagai pendamping adalah melayani klien dari awal mereka masuk sampai terminasi. Pelayanan kami berikan selama 24 jam karena kebutulan kami kan tinggal disini. Kami sebagai pendamping… dirasa memiliki pengetahuan dan kecakapan dalam memberikan konseling atau memberikan terapi-terapi yang dibutuhkan klien. Jadi sebagai pendamping kami mengatur pelayanan apa saja yang dibutuhkan klien dan kami juga berupaya untuk memberikan alternatif solusi dari masalah klien” (RS, Pendamping KTK, 23 Maret 2012).
Pendamping yang ada di RPTC memiliki dua jenis pendamping yaitu pendamping fungsional dan relawan pendamping. Hal ini didukung oleh pernyataan oleh informan IN
“… pendampingan disini ada dua yaitu pendamping fungsional dan relawan pendamping. Pendamping fungsional itu pekerja sosial yang Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
109
dengan keahliannya mengerjakan tugas-tugasnya dan sesuai dengan prinsip, metode serta teknik pekerjaan sosial. Kalau… relawan pendamping itu tenaga sukarela yang mau membantu klien. Kedua kelompok pendamping ini tugas utamanya adalah mendampingi korban selama mendapat pelayanan di RPTC sejak penerimaan awal hingga terminasi atau rujukan…” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012).
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
110
Tabel 4. 1 Rangkuman Pelaksanaan Proses Konseling yang dilakukan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) No
Proses Konseling
1.
Assessment (Intake)
2.
Identifikasi Tujuan
3.
Eksplorasi
4.
Membangun
komitmen
dengan klien
5.
Terminasi
(Ketentuan
Lembaga)
Keterangan • Melakukan assessment awal kepada klien guna mendapatkan data awal dari klien • Terlebih dahulu membuat klien merasa nyaman dengan situasi dan kondisi yang ada ketika akan memulai konseling • Pendamping mengajak klien melihat kehidupannya secara berbeda • Pengkonsepan ulang tentang masalah yang dihadapi klien mendengarkan tentang • Pendamping masalah klien dan mengetahui bagaimana cara klien mengatasi masalah sebelumnya • Pendamping secara cermat mengamati bagaimana klien mengatasi masalahnya yang nantinya akan berpengaruh pada rencana intervensi • Pendamping mengajak klien untuk belajar mencari penyelesaian secara mandiri dan berpikir panjang • Klien diajak untuk mencari alternatif pendekatan yang sesuai dengan klien • Pendamping membangun komitmen klien untuk melaksanakan alternatif kegiata • Memulai tindakan berdasarkan data-data hasil assessment yang digunakan untuk rencana intervensi kepada klien • Terminasi bisa dibuat secara sepihak atau bersama ketika menghentikan konseling • Pendamping merasa klien sudah bisa mandiri tanpa bantuan pendamping lagi • Setiap pendamping akan membuat laporan tertulis untuk dimonitoring oleh sekretaris RPTC dan dilaporkan kepada manager kasus
Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
111
4.1.3 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Proses Konseling Dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan oleh tim profesi Rumah Perlindungan dan Trauman Center (RPTC) terhadap klien tentunya memiliki faktor pendukung dan faktor penghambat. Berikut ini adalah pembahasan mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan proses konseling.
4. 1. 3. 1 Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Konseling Pada saat melaksanakan proses konseling terhadap klien, disadari oleh petugas bahwa salah satu pendukung dalam pelaksanaan konseling adalah faktor sumber daya manusia (SDM), seperti yang diungkapkan oleh informan IN
“Kalau faktor pendukung yah… mungkin karena rata-rata, hmm… dari SDM dulu ya, SDM disini rata-rata memang pekerja sosial dan kalau pun bukan mereka sudah cukup berpengalaman melakukan konseling. Jadi dari SDM cukup mendukung kemudian dari tempat melakukan konseling sudah cukup memadai sesuai untuk melakukan konseling yang bagus” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012).
Faktor pendukung lainnya adalah karena faktor ruangan dan kondisi serta Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) memiliki manager kasus yang tanggap akan kebutuhan klien
“Faktor pendukung disini mungkin untuk pelaksanaan konseling sendiri yang pasti dalam segi kepeksosannya kemudian juga karena faktor pendukungnya ruangan. Ruangan kita punya yang privat, tempat untuk konseling. Kedua, faktor pendukung disini mungkin kondisi disini. Kondisi disini tidak terlalu ramai, kemudian dari lingkungan juga bisa sebagai faktor pendukung. Selain itu, disini ada manager kasus dan manager kasusnya Insya Allah memfasilitasi apa yang kita butuhkan untuk klien” (AR, PS, 9 Maret 2012). Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
112
Kemudian faktor lainnya yang menjadi pendukung pelaksanaan proses konseling adalah klien “Kalau faktor pendukung sih, hmm… secara fasilitas disini udah mendukung. Mungkin lebih mempersiapkan kliennya ya supaya si klien bisa diajak kerja sama. Kalau kliennya gampang diajak kerja sama, Insya Allah pelaksanaan proses konselingnya juga bisa lancar” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
Informan PS juga menambahkan keakraban dengan klien juga
menjadi faktor pendukung lainnya “Kalau saya dengan klien sudah akrab, otomatis mereka kan terbuka ya jadi faktor pendukungnya yah karena udah deket terus mereka terbuka…” (PS, PS, 9 Maret 2012).
4. 1. 3. 2 Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Konseling Faktor penghambat yang dapat menghambat dalam pelaksanaan konseling diantaranya adalah masalah waktu dan keterbatasan tenaga untuk melakukan pelaksanaan konseling itu sendiri.
“Kendalanya lebih pada misalkan begini kalau klien itu datang pada suatu waktu yang jumlahnya banyak sedangkan tim profesi kita hmm… tenaganya akhirnya habis pada kegiatan-kegiatan proses awal dan kemudian kalau klien banyak itu butuh mereka pulang cepat sehingga akhirnya konseling tidak terlaksana cukup optimal yang harus satu kali atau dua kali. Kalau kliennya cukup banyak, nah… membagi waktunya agak kesulitan” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012).
Kemudian dilihat dari sisi klien, informan PS mengatakan segi bahasa menjadi salah satu penghambat karena klien yang berasal dari berbagai macam daerah dan menggunakan bahasa yang berbeda-beda juga “Faktor penghambatnya yaitu dari segi bahasa ya, kan disini klien beda-beda karena dari berbagai daerah. Ketika mereka menggunakan bahasa mereka, saya selalu bertanya berulangulang…” (PS, PS, 9 Maret 2012). Menurut informan RS, klien yang susah diajak kerja sama menjadi salah satu penghambatnya “Ya… mungkin itu kalau dari si kliennya sendiri belum bisa
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
113
diajak kerja sama untuk penanganan kasusnya menjadi hambatan sendiri buat kitanya” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012). Klien yang memiliki sifat tertutup akan lebih susah untuk menjalankan konseling karena klien sudah memiliki pola pikir tertentu dan yang dipikirkan oleh klien hanya keinginan untuk cepat pulang. Seperti pernyataan dari informan IN
“…Kalau pun konseling dari sisi klien, mungkin ada klien yang tertutup atau dia sudah merasa benar sehingga tidak mau mendengar apa yang kita omongin. Kita mau ngomong apa pun tidak di dengar jadi ada kesulitan-kesulitannya lebih pada dari karakteristik klien sehingga butuh pendekatan yang lebih lama, gak bisa buru-buru untuk klien yang model seperti itu karena dia sudah punya mainset tersendiri. Konseling tidak efektif apabila klien sudah memiliki keinginan untuk cepat pulang, nah… apa dia sudah cukup lama di penampungan dan dijanjikan disini cuman sebentar sedangkan kita melihat bahwa dia butuh penguatan atau konseling tetapi karena dari jalan pikirannya sudah pulang, pulang, pulang jadi kadang-kadang apa yang kita sampaikan tuh mental. Atau konseling yang dilakukan kepada klien yang punya keterbatasan, nah… biasanya kita juga susah masuknya jadi misalkan klien ex psikotik. Tadinya kita rujuk ke psbl karena sudah selesai, sudah bisa, hmm… apa ya, katakan bersosialisasi lagi tapi kan untuk masuknya lagi kan susah untuk memberikan mereka penguatan dengan pola pikir mereka yang seperti itu, masih butuh obat sehingga susah untuk masuk konseling. Jadi konseling hanya dilakukan kepada klien-klien yang punya,… “cukup mampu mencerna” apa yang disampaikan oleh tim profesi…” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012).
Kurangnya pengetahuan tentang konseling sangat disadari oleh petugas yang bukan berlatar belakang pendidikan pekerja sosial bisa menjadi penghambat dalam pelaksanaan proses konseling seperti yang diungkapkan oleh informan RS Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
114
“Dalam memberikan konseling kepada klien, saya hanya memberikan nasehat, motivasi, dukungan-dukungan sosial. Tetapi kalau istilah konseling secara ilmu saya sendiri kurang begitu paham. Ya… pada pokoknya saya berusaha membantu klien dengan sungguh-sungguh, kasihan lah mereka” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
4.1.3.3 Upaya dalam Menghadapi Hambatan Pada Pelaksanaan Proses Konseling Hambatan bisa datang dari mana saja dan ketika hambatan itu datang maka perlu ada upaya untuk menghadapi hambatan tersebut. Apabila hambatannya berupa tempat yang kurang nyaman atau suara yang terlalu bising maka tim profesi sebagai pelaksana proses konseling harus bisa mengatasi hambatan tersebut, seperti informan PS “Masih bisa diatasi hambatannya. Upayanya saya cari tempat yang nyaman, tidak bising tapi saya liat dahulu kondisi klien mesti disesuaikan juga dengan kliennya, itu tadi saya konseling tidak hanya di ruangan bisa dilakukan di luar. Tergantung situasi dan kondisi” (PS, PS, 9 Maret 2012). Namun keinginan klien yang ingin cepat pulang dan serba cepat membuat tim profesi menjadi repot.
“… Kadang-kadang harapan dan keinginan mereka berbeda, mereka harapannya bisa cepat bertemu dengan keluarga, apa pun pokoknya cepat, apa pun yang kita omongin pokoknya cepat pulang. Jadi sebenernya pemahaman sih, lebih kepada kliennya lagi bahwa disini sebenarnya bukan menahan atau bukan ingin mereka berlama-lama disini juga tetapi agar mereka punya keterampilan atau pola pikir apa sih yang mereka harus lakukan sehingga tidak balik-balik lagi. Kalau pun balik, berusaha lebih baik untuk tidak di deportasi atau kemudian menjadi korban trafficking lagi…” (IN, Sekretaris RPTC, 12 Maret 2012). Informan RS juga menyatakan untuk menghadapi hambatan selama pelaksanaan proses konseling berlangsung, pendamping harus bisa memberikan rasa nyaman kepada klien “Upaya yang dilakukan, hmm… selain observasi, menumbuhkan rasa nyaman supaya dia mau cerita dan percaya deh kalau kita Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
115
disini untuk membantu permasalahan klien” (RS, Pendamping KTK, 9 Maret 2012).
Tabel 4.2 Rangkuman Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Proses Konseling No 1.
Kendala Petugas
2.
Klien
3.
Lingkungan
Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
daya • Sumber manusia (SDM) yang sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan pekerja sosial
• Dalam tim profesi masih ada yang belum memiliki pengetahuan dalam memberikan konseling kepada klien.
• Memiliki case manager (manager kasus) yang cepat tanggap dan siap membantu • Klien yang dapat diajak kerjasama oleh petugas
• Ruangan yang cukup privat
• Klien yang tidak bisa diajak kerjasama • Sifat klien yang tertutup • Pola pikir (mainset) klien yang sudah sulit untuk dirubah • Klien yang menggunakan bahasa daerahnya dan tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia jumlah • Keterbatasan tim profesi dalam menangani klien. • Lingkungan ramai karena banyak orang
Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
116
4.2 Pembahasan Pada sub bab ini dijelaskan mengenai analisa dari hasil temuan lapangan yang telah didapat, dengan mengaitkan teori yang telah dipaparkan di bab 2. Pembahasan disesuaikan dengan tujuan penelitian dalam penelitian ini, yaitu pertama, menggambarkan pelaksanaan proses konseling yang dilakukan tim profesi RPTC (pekerja sosial dan pendamping Korban Tindak Kekerasan [KTK]) kepada wanita korban trafficking. Kedua, mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi proses konseling.
4.2.1 Pelaksanaan Proses Konseling yang Dilakukan Pihak Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kepada Wanita Korban Trafficking 4.2.1.1 Pemahaman Tentang Trafficking Pemahaman korban trafficking yang dimengerti oleh pekerja sosial RPTC adalah mereka yang pergi keluar negeri karena adanya suatu paksaan dan diikuti dengan penipuan. Penipuan ini antara lain gaji yang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan bahkan tidak digaji sama sekali. Seperti pengakuan klien PR dan FT, dimana keduanya tidak menerima gaji seperti yang sudah dijanjikan. Selain itu dipaparkan juga oleh pekerja sosial, klien korban trafficking selama berada di tempat kerja juga mengalami eksploitasi dan kekerasan dalam bentuk fisik, verbal, dan ekonomi. Klien WN menceritakan bagaimana ia disiksa oleh majikannya hingga menyebabkan kecacatan fisik, yaitu tangan kirinya tidak bisa memegang benda karena syaraf tangan kirinya mengalami kerusakan. Berdasarkan hasil temuan lapangan, pemahaman tim profesi RPTC tentang korban trafficking pada dasarnya sesuai dengan definisi perdagangan manusia (human trafficking) Pasal 3 Protokol PBB (lihat bab 2 hal: 21) yang menjelaskan pedagangan manusia berkaitan dengan perekrutan seseorang dengan ancaman atau bentuk-bentuk lain seperti kebohongan dengan tujuan eksploitasi. Lalu pemaparan pekerja sosial dan klien tersebut juga sesuai dengan definisi Undang-undang No. 21/2007 Pasal 1 ayat 1 tentang perdagangan manusia (lihat bab 2 hal 21) dimana trafficking dimulai dengan tindakan penipuan, pemalsuan, atau penyalahgunaan posisi rentan untuk memegang kendali atas seseorang dengan tujuan mengeksploitasi ke berbagai negara. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
117
Ketika klien korban trafficking masuk ke RPTC, untuk mengetahui apakah kliennya benar-benar menjadi korban trafficking, tim profesi RPTC melakukan cek dan ricek dengan tiga elemen pokok yaitu proses, cara/jalan dan tujuan. Ada tiga elemen pokok yang terkandung dalam pengertian trafficking menurut PBB (lihat bab 2 hal: 24). Pertama, elemen perbuatan, yang meliputi: merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan, atau menerima. Kedua, elemen sarana (cara) untuk mengendalikan korban, yang meliputi: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban. Ketiga, elemen tujuannya, yang meliputi: eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, dan pengambilan organ tubuh. Dalam melakukan identifikasi kepada korban trafficking, perlu dilihat beberapa unsur/indikator yang disarikan melalui pengertian trafficking menurut PBB (lihat bab 2 hal: 21), yaitu dilihat dari perbuatan bagaimana pelaku (trafficker) merekrut korban, dilanjutkan dengan cara mengendalikan korban dan terakhir tujuan dari pelaku. RPTC menggunakan screening form yang dikeluarkan oleh IOM untuk mempermudah identifikasi. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di screening form IOM akan memperlihatkan karakteristik kasus trafficking tercakup didalamnya mengenai data diri klien, proses, cara, eksploitasi (tujuan), keputusan mengenai jenis kasus klien (trafficking atau bukan hingga rencana terminasi. Tim profesi RPTC mengidentifikasi korban perdagangan manusia (human trafficking) dengan melihat proses, cara dan tujuan dari korban. Seperti klien PR, proses keberangkatannya direkrut oleh sponsor dengan cara dijanjikan gaji besar serta majikan yang baik. Ketika sudah bekerja, ternyata klien PR tidak mendapat gaji seperti yang dijanjikan dan ia juga menerima kekerasan verbal serta non verbal. Sedangkan klien FT proses keberangkatannya yang dibohongi oleh temannya. FT merasa ditipu karena ketika bekerja ia justru menerima perlakuan yang tidak baik dari majikannya, yaitu mata yang disiram dengan air molto. Dan terlebih lagi, gaji FT tidak dibayarkan oleh majikannya. Kemudian berbeda dengan kedua temannya, proses keberangkatan klien WN Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
118
merupakan anjuran oleh orangtuanya untuk berangkat bekerja ke luar negeri dengan tujuan membantu perekonomian keluarga dan kebetulan juga ada sponsor yang menawarkan WN. Klien WN ditipu oleh sponsornya, ia diwajibkan menandatangani kontrak kerja selama dua tahun namun karena WN tidak bisa baca jadi ia tidak mengetahui isi kontrak tersebut. Selama bekerja dan bergantiganti tiga majikan, WN selalu disiksa oleh majikannya dengan alasan yang sama, yaitu tidak bisa bekerja. Penyiksaan yang dialaminya, tangan kirinya disetrika yang menyebabkan luka dalam hingga WN tidak dapat memegang benda dengan tangan kirinya. Selain itu WN juga dipukul oleh majikannya hingga giginya patah. Tidak saja kekerasan yang didapatkan tapi ia juga tidak menerima gaji seperti yang dijanjikan. Pengakuan dari klien memperlihatkan identifikasi korban trafficking yang disarikan dari pengertian PBB, dimulai bagaimana proses dan cara/jalan klien direkrut oleh sponsornya sampai eksploitasi yang diterima oleh klien tersebut. Namun ketika pendamping RPTC melakukan identifikasi kepada klien tidak semua unsur dari ketiga kriteria muncul (lihat bab 2 hal: 24). Pekerja sosial mengatakan suatu kejadian dapat dikatakan trafficking, paling tidak satu unsur dari masing-masing ketiga kategori tersebut muncul, maka hasilnya adalah trafficking. Selama ini, RPTC hanya berpatokan pada definisi PBB dalam mendefinisikan dan mengidentifikasi korban perdagangan manusia. Padahal dalam modul IOM (lihat bab 2 hal: 24-25) ada indikator umum lainnya yang bisa dipakai untuk menentukan korban trafficking. Indikator umum itu dapat berupa korban tidak menerima gaji serta tidak mengelola uang mereka sendiri, korban memiliki luka fisik atau bekas luka akibat penyiksaan dari majikan, dan korban juga memperlihatkan gejala tekanan emosional serta masalah psikologis seperti depresi. Dari hasil penelitian juga diketahui, tim profesi RPTC menyadari trafficking umumnya terjadi pada kasus-kasus pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Ketika klien sudah diidentifikasi, tim profesi mengatakan banyak para calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kelengahan mereka kemudian dimanfaatkan secara ekonomi oleh Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
119
sejumlah agen, calo, atau jasa pengiriman TKI. Tindakan pemanfaatan oleh agen, calo, atau jasa pengiriman TKI merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hukum yang berlaku di Indonesia sangat melarang perbudakan atau perdagangan orang. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 20 menyebutkan: “Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan atau penghambaan, pedagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan serupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang”. Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan kejahatan yang keji terhadap HAM, yang mengabaikan hak seseorang untuk hidup bebas, tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, beragama, hak untuk tidak diperbudak, dan lainnya. Pelanggaran ini tentunya tidak sesuai dengan konsep kesajahteraan sosial dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial dalam Adi (lihat bab 2 hal 23). UU ini menjelaskan dimana pemenuhan-pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial bagi diri sendiri, keluarga atau masyarakat harus menjunjung hak asasi manusia dan kewajiba yang sesuai dengan Pancasila. Dilihat dari hasil penelitian, tim profesi RPTC memaparkan bahwa dalam perdagangan orang kerap terjadi dokumen imigrasi yang tidak lengkap, dipalsukan, dirampas agen atau majikan akibatnya korban mendapat perlakuan sebagai migran illegal dan mereka mendapat ancaman hukuman serta perlakuan tidak manusiawi. Lebih lanjut dari hasil penelitian memperlihatkan korban (klien) lebih memerlukan perlindungan dan pelayanan khusus karena trauma fisik, sosial, dan psikologis yang dideritanya akibat kekerasan fisik, pelecehan seksual, dan pemerasan yang dialaminya. Karena yang diketahui oleh pekerja sosial selama ini, perdagangan orang telah memasukkan banyak migran yang kurang “berkualitas”, yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial di masyarakat. Bagi para korban, mereka juga sering kehilangan haknya dan jatuh dalam kehidupan yang tidak manusiawi.
4.2.1.2 Pelaksanaan Konseling Proses konseling diawali dengan penerimaan klien oleh petugas RPTC yang dilanjutkan dengan kontrak sosial oleh tim profesi. Lalu setelah kontrak Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
120
sosial, salah satu tim profesi akan membagi klien berdasarkan klasifikasi masalahnya kepada para tim profesi lainnya untuk menjadi pendamping mereka (klien). Selesai dengan pembagian klien, para pendamping akan melakukan assessment awal untuk menanyakan identitas dan melakukan identifikasi korban. Apabila dari hasil assessment menyatakan klien merupakan korban trafficking dan perlu penanganan lebih lanjut maka akan dilanjutkan dengan pemberian proses konseling. Konseling yang ada di RPTC disesuaikan dengan kebutuhan klien. Konseling adalah sebuah aktivitas sederhana sekaligus kompleks. Konseling merupakan teknik inti atau teknik kunci, hal ini dikarenakan konseling dapat memberikan perubahan yang mendasar, yaitu mengubah sikap (lihat bab 2 hal: 25). RPTC melakukan konseling sebagai bentuk pelayanan dan bagian dari rehabilitasi psikososial diantara berbagai pelayanan yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial kepada klien. Rogers (lihat bab 2 hal: 26) mendefinisikan konseling sebagai hubungan yang saling membantu (helping relationship) dimana salah satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (klien). Dilihat dari pengertiannya, sekretaris RPTC juga memaparkan konseling merupakan proses pertolongan yang terarah dimana konseling digunakan untuk pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan. Konseling yang diterapkan pada RPTC diarahkan pada salah satu metode intervensi dalam praktek pekerjaan sosial yang disebut bimbingan sosial perseorangan atau intervensi yang bersifat mikro. Konseling yang diberikan oleh pendamping (pekerja sosial dan pendamping Korban Tindak Kekerasan [KTK]) ditunjukkan dengan memberikan dukungan-dukungan sosial serta nasehat-nasehat. Hal ini dilakukan sebagai upaya membantu klien dalam meningkatkan dan menggunakan kemampuan-kemampuan klien secara efektif, sehingga klien mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya dan tujuan konseling pun tercapai. Dari hasil temuan lapangan, pendamping KTK memaparkan tujuan konseling, yaitu supaya klien dapat membuat keputusan dalam hidupnya dan melatih klien untuk bertanggung jawab atas keputusan yang sudah pilihnya. Pendamping KTK menjabarkan membuat keputusan tidak mudah dilakukan oleh klien. Banyak klien yang bercerita kepada
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
121
pendampingnya masing-masing atas ketidakmampuan mereka (klien) membuat keputusan dan selalu merasa bimbang terhadap pilihan hidupnya. Menurut McLeod (lihat bab 2 hal: 28) penentuan tujuan konseling dilakukan di awal pertemuan untuk membuat proses konseling berjalan sistematis. Jadi sebelum konseling dilakukan, baik konselor maupun klien telah mengetahui tujuan apa yang ingin dicapai dan target-target apa yang harus disusun untuk mencapai tujuan tersebut. Tim profesi RPTC pun sudah melakukan perumusan tujuan
konseling.
Perumusan
tujuan
konseling
inilah
yang
kemudian
menunjukkan arah proses konseling dan menunjukkan kepada pendamping RPTC apakah penerapan konseling berhasil atau tidak. Selain itu, penentuan tujuan konseling mutlak harus dilakukan untuk memperjelas apa yang ingin dicapai dalam konseling serta bantuan apa yang harus diberikan oleh pendamping kepada klien. Dalam mewujudkan tujuan konseling yang sesuai harapan pendamping dan klien maka pelaksanaan proses konseling pun harus sesuai dengan tahapannya. Proses konseling yang dilakukan di RPTC terdiri dari lima tahapan (assessment, identifikasi tujuan, eksplorasi, membuat komitmen dengan klien, dan terminasi) karena proses konseling disesuaikan dengan kebutuhan klien. Thompson (lihat bab 2 hal: 30) mengatakan ada tahapan-tahapan yang mesti dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Proses konseling menurut Thompson terdiri dari enam tahapan, yaitu mendefinisikan masalah melalui mendengar aktif, mengklarifikasi eskpektasi klien, mengeksplorasi hal-hal yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah, mengeksplorasi hal-hal baru yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah, membuat komitmen untuk mencoba alternative kegiatan yang dipilih untuk mengatasi masalah, dan menutup wawancara konseling (lihat bab 2 hal: 30-32). RPTC melakukan pelaksanaan proses konseling terdiri dari lima tahapan. Berikut adalah pemaparan proses konseling yang dilakukan oleh RPTC.
4.1.2.3 Assessment Tahapan pertama pendamping (pekerja sosial dan pendamping KTK) ketika akan memulai suatu konseling selalu ditandai dengan assessment. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
122
Assessment awal yang dilakukan oleh RPTC berbentuk pencarian data identitas klien dan dilanjutkan identifikasi klien. Selesai dengan assessment awal yang menunjukkan klien perlu dikonseling, maka langkah pertama dalam proses konseling akan dimulai dengan assessment kembali. Assessment yang dilakukan pada tahap konseling ini adalah penggalian masalah lanjutan secara lebih mendalam. Menurut Adi (2005, hal: 151) “proses assessment diawali dengan pernyataan masalah apa yang dihadapi oleh klien, sebagai langkah awal untuk memahami permasalahan apa yang sebenarnya dihadapi oleh klien tersebut”. Dari hasil temuan lapangan, pekerja sosial memaparkan assessment dilakukan dalam rangka pengungkapan masalah secara mendalam dan mencari solusi dari suatu permasalahan. Pada saat melakukan assessment, pendamping mulai membangun hubungan dalam konseling karena klien dan pendamping diminta untuk saling mengenal dan menjalin kedekatan emosional sebelum sampai pada pemecahan masalahnya. Pada tahapan assessment, pendamping menyadari bahwa membangun kepercayaan klien terhadap mereka tidaklah mudah, karena tanpa adanya kepercayaan, klien tidak akan membuka dirinya pada pendamping. Ketika klien sudah percaya, ia akan terbuka kepada pendamping sebab keterbukaan dari klien akan membantu pengungkapan masalahnya. Pekerja sosial juga memaparkan untuk pendekatan kepada klien dengan tujuan untuk mendapatkan kepercayaan klien, pelaksanaan proses konseling itu sendiri tidak perlu dilakukan di tempat khusus.
Pendamping dapat melakukan konseling
dimana saja selama klien merasa nyaman. Tahapan pertama pada proses konseling, menurut Thompson dimulai dengan mendefinisikan masalah melalui mendengar aktif (lihat bab 2 hal: 30). Konselor melalui mendengar aktif mencoba mengidentifikasi dan mendiagnosa masalah yang diungkapkan oleh klien. Berdasarkan hasil temuan lapangan, tim profesi RPTC belum menjalankan proses awal konseling (assessment) yang dinyatakan oleh Thompson. Assessment sebagai tahap awal pelaksanaan proses konseling yang dijalani oleh tim profesi RPTC terpaku pada penggalian masalah yang lebih mendalam dan pemenuhan kebutuhan klien melalui mendengar masalah klien. Sedangkan Thompson melihat pada awal proses pelaksanaan konseling, yaitu melalui mendengar aktif, konselor mengetahui bagaimana klien Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
123
memandang masalah dan mendefinisikan masalah dari klien yang nanti digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan klien. Hasil temuan lapangan juga memperlihatkan, pendamping sudah memiliki pandangan, setiap klien yang ada di RPTC memiliki masalah berbeda untuk itu lah pemenuhan kebutuhan klien dan tujuan yang ingin dicapai dari konseling juga pasti berbeda. Seperti contoh klien WN yang menginginkan operasi untuk mengembalikan rasa percaya dirinya tetapi sebelum keinginan operasi WN terwujud, pendamping selalu berusaha membuat WN percaya diri. Oleh karena itu, pada tahap ini pendamping bertindak sebagai pendengar yang aktif dan berusaha menyakinkan klien bahwa dirinya akan mampu keluar dari permasalahan yang dihadapinya. Dengan kemampuan pendamping sebagai pendengar aktif maka pendamping mampu memahami masalah yang dikemukakan kliennya. Klien juga memaparkan kalau mereka senang bila diajak mengobrol dan diberikan perhatian oleh pendamping.
4.1.2.4 Identifikasi Tujuan Tahap selanjutnya adalah identifikasi tujuan. Apabila assessment sudah dilakukan dan hubungan konseling pun telah terjalin baik maka langkah selanjutnya adalah mulai mendiskusikan sasaran-sasaran spesifik. Dari hasil temuan lapangan, pendamping RPTC mencoba memperjelas tujuan yang ingin dicapai oleh klien dan pendamping dan membantu perubahan diri klien. Pekerja sosial RPTC mencoba mengkonsep ulang diri klien dengan pencerahan dan pemikiran yang lebih realistis. Dimana pendamping (pekerja sosial) mencoba untuk memberikan suatu gambaran kepada klien supaya klien bisa berpikir ulang tentang apa yang akan dilakukan. Pendamping tidak menginginkan klien memaksakan diri untuk mengerjakan suatu hal yang mungkin tidak dapat dikerjakan oleh klien. Pekerja sosial berusaha membuka pikiran klien dengan tujuan membuat klien melihat kehidupannya secara berbeda dan mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan dari klien harus berfokus dan realistis. Bila tujuan klien tidak berfokus dan realistis maka pendamping berusaha menyadarkan klien supaya klien tidak mengejarnya karena mereka akan kehabisan waktu dan upaya. Contohnya adalah Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
124
klien WN yang menginginkan bertemu dengan Bapak Presiden RI untuk meminta bantuan modal dalam membuka usaha. WN berniat tidak ingin pergi bekerja ke luar negeri lagi untuk mencari uang bila diberi modal secara langsung oleh Bapak Presiden tetapi jika tidak mendapatkan modal WN berniat pergi lagi ke luar negeri untuk bekerja. Mendengar ceirta WN, pendamping membantu mengidentifikasi tujuan klien dan mencoba menentukan tujuan lain supaya ia bisa mewujudkan tujuan yang sudah ditentukan. Thompson menyebut proses kedua ini sebagai mengklarifikasi ekspektasi klien (lihat bab 2 hal: 30). Menurut Thompson hal ini bertujuan untuk mengetahui dunia ideal klien yang perlu diketahui oleh konselor. Sayangnya, seringkali klien yang ada di RPTC tidak bergitu jelas mengungkapkan tujuan mereka atau ia hanya secara samar menjelaskannya, seperti klien WN yang ingin bertemu Bapak Presiden RI untuk mendapatkan modal atau klien PR yang hanya ingin diperhatikan oleh orang-orang sekitarnya. Apabila hal ini terjadi, pendamping membantu klien mengidentifikasi tujuan-tujuan kliennya secara tepat serta menjelaskan kepada klien tentang tujuan mereka.
4.1.2.5 Eksplorasi Tahap ketiga dalam pelaksanaan proses konseling adalah eksplorasi. Berdasarkan hasil temuan lapangan, pendamping RPTC memaparkan, tahap ini merupakan suatu langkah dimana pendamping mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi yang akan digunakan agar sesuai dengan masalah klien. Thompson (lihat bab 2 hal: 31) mengatakan pemaparan eksplorasi dilakukan dua tahap, yaitu mengeksplorasi hal-hal yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah dan mengeskplorasi hal-hal baru yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah.
Sedangkan
dari
hasil
temuan
lapangan,
tim
profesi
RPTC
menggabungnya dalam satu tahap. Tahap eksplorasi yang dilakukan oleh tim profesi RPTC diawali juga dengan mengetahui cara klien mengatasi masalah. Pendamping
KTK
memaparkan
eksplorasi
dimulai
ketika
pendamping
mendengarkan masalah klien dan dilanjutkan menanyakan kepada klien apa yang telah klien lakukan untuk mengahadapi masalahnya tersebut.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
125
Seperti klien WN yang merasa rendah diri karena ia menganggap dirinya cacat fisik dan dengan eksplorasi tim profesi RPTC (pendamping) mengetahui bagaimana cara mengembalikan kepercayaan diri klien. Ketika klien WN melihat kondisi fisik dirinya, ia hanya bisa merendah diri dan dirinya juga mengaku kesulitan dalam memegang suatu benda. Klien menginginkan operasi untuk mengembalikan kondisinya seperti semula, tim profesi RPTC pun mengusahakan dengan mengajukan permohonan bantuan operasi kepada IOM. Eksplorasi membantu mengungkapkan suatu keinginan yang dianggap sebagai kebutuhan oleh klien. Berdasarkan hasil observasi, keinginan WN sama dengan keinginan klien FT. Ia menginginkan operasi mata supaya matanya bisa kembali melihat dengan jelas. Akibat mendapat perlakuan kejam dari majikan (mata disiram air molto), katarak klien bertambah parah. Sedangkan pada klien PR,
ia
hanya
menginginkan
dirinya
lebih
banyak
diperhatikan
oleh
pendampingnya dan segera dipulangkan. Akan tetapi bila ditanya pendamping, PR lebih banyak diam dan akhirnya pendamping mengetahui masalah PR dari psikolog. Berdasarkan hasil observasi, eksplorasi dilakukan bukan tanpa alasan, ini akan berguna untuk menyusun rencana intervensi pada klien agar klien bisa menyelesaikan permasalahannya. Selain menanyakan langsung kepada klien tentang permasalahan dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh klien, dapat juga dilakukan melalui genogram dan ecomap (lihat bab 2 hal: 44). Genogram dan ecomap membantu pendamping untuk melihat tentang siapa diri klien sesungguhnya. Pekerja sosial memaparkan, penggunaan genogram dan ecomap membantu pekerja sosial mengetahui orang-orang yang dekat dengan klien. Pada genogram dan ecomap sendiri dapat diperlihatkan sisi kehidupan klien, dari genogram dan ecomap, pendamping dapat menentukan rencana intervensi klien. Dari hasil temuan lapangan, tim profesi RPTC sendiri tidak pernah menggunakan genogram dan ecomap kepada klien. Melalui genogram dan ecomap, hubungan antara individu dengan sistem lingkungannya dapat terlihat (lihat bab 2 hal: 42) dari keberfungsian sosial dan individu dalam environment construct. Bagaimana individu berfungsi dengan lingkungan sosialnya dan masalah-masalah yang dihadapi oleh individu baik termasuk di dalamnya Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
126
keberfungsian sosialnya, masalah lingkungan, kesehatan mental, kesehatan fisiknya. Kemudian pendamping mulai mengeksplorasi bidang-bidang tertentu dan mulai menetapkan tujuan yang ingin dicapai klien. Berdasarkan hasil observasi, tujuan yang akan dicapai didasarkan pada pemikiran yang realistis dan kebutuhan dari klien. Thompson (lihat bab 2 hal: 31) menyebutkan, bahwa pada tahap ini konselor mulai memikirkan rencana dan strategi dengan melakukan sesi brainstorming untuk memecahkan masalah klien. Dari hasil penelitian, pendamping di RPTC dalam eksplorasi tidak melakukan brainstorming karena pekerja sosial menganggap tujuan dan penyelesaian masalah yang ingin dicapai klien kurang realistis. Seperti klien WN yang menginginkan mendapatkan modal dari Bapak Presiden RI untuk memulai dan membuka usaha. Selain menginginkan mendapatkan modal, ia juga ingin operasi supaya bisa percaya diri dan cantik lagi padahal menurut pendampingnya tujuan utama operasi adalah mengembalikan kesehatan tangannya. Sedangkan klien PR ia ingin berjualan sesampainya di kampung halaman tetapi untuk modalnya PR mengharapkan belas kasihan orangorang yang bisa memberikannya modal usaha. Brainstorming menjadi penting karena menjadi salah satu step dalam pemecahan masalah. Berikut adalah kutipan yang diungkapkan oleh Sheafor dkk (1999, hal: 542):
“… Rigidity and following old habits of thought can limit creativity during the problem solving process. The technique of brainstorming is designed to overcome this limitation. It can be applied to any problem for which there may be a range of solutions…”
(… Kekakuan dan diikuti dengan pemikiran lama dapat membatasi kreativitas selama proses pemecahan masalah. Teknik brainstorming dirancang untuk mengatasi keterbatasan ini. Hal tersebut dapat diterapkan untuk setiap masalah yang masih mungkin memiliki solusi…) Dari hasil temuan lapangan, pendamping hanya melihat dari segi minat atau hobi klien saja dan keinginan dari klien (clien needs) untuk menentukan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
127
solusi atas permasalahannya. Seperti yang diungkapkan oleh Sheafor dkk (1999, hal: 411). “A need list is a tool used to guide case management activities related to a certain category of clients …” (Daftar kebutuhan adalah alat yang digunakan untuk mengarahkan kegiatan manajemen kasus yang berkaitan dengan kategori tertentu dari klien …). Hal ini lah yang dilakukan oleh pendamping di RPTC, mereka membantu klien mencari alternatif pendekatan yang sesuai dengan klien dan mencoba mengembangkan minat klien untuk mencari alternatif lain dalam pemecahan masalahnya. Seperti klien PR yang memiliki hobi memasak dan berdagang maka ia berniat untuk membuat kue untuk dijual. Selain itu pendamping juga mengajak klien untuk memprediksi akibat-akibat dari setiap rencana yang diambil beserta resiko yang harus diterima.
4.1.2.6 Membangun Komitmen dengan Klien Setelah melakukan proses eksplorasi, selanjutnya tim profesi RPTC menciptakan komitmen dengan klien. Hampir sebagian besar klien di RPTC masih belum bisa menjalankan komitmen yang sudah disusun dengan pendamping. Banyak faktor yang menyebabkan klien merubah pendiriannya. Thompson menyebutkan langkah membuat komitmen bertujuan untuk mencoba alternatif kegiatan yang dipilih untuk mengatasi masalah (lihat bab 2 hal: 3l). Menurut Thompson pembuatan komitmen ini dilakukan supaya klien menjalankan rencana intervensi yang sudah disusun. Hasil penelitian di lapangan, pendamping RPTC menjalankan maksud dari pernyataan Thompson tentang membangun komitmen. Menurut pemaparan dari pekerja sosial, komitmen dibangun atas dasar rencana intervensi yang sudah dipilih oleh klien dan klien diminta untuk bertanggung jawab atas pilihannya tersebut. Misalnya klien FT yang menginginkan operasi mata kataraknya supaya bisa cepat pulang bertemu dengan cucunya dan bekerja. Dokter menyarankan supaya FT menjaga kesehatannya agar ia cepat dioperasi. Karena FT memiliki darah tinggi dan pikiran yang stres, dari hasil observasi mata FT terlihat selalu berair dan merah. Lalu tekanan darah yang selalu tinggi membuat FT tidak dapat menjalankan operasi dalam waktu dekat. Untuk itu FT disarankan untuk menjaga tekanan darah dan pikirannya. Pendamping FT mengingatkannya supaya selalu Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
128
beristirahat dan tidak stres, FT pun patuh dengan apa yang diminta oleh pendamping. Seperti yang dikatakan Thompson (lihat bab 2 hal: 32) tidak mudah membuat komitmen karena banyak penolakan dari klien dan ada klien yang kemudian tidak melakukan apa-apa. Seperti klien PR yang acuh dengan lingkungan disekitarnya selama ia ada di RPTC. Menurut pendampingnya, psikolog menyarankan PR supaya ia banyak berinteraksi dengan orang lain agar traumatic depressionnya bisa berkurang. Akan tetapi PR tidak melakukan hal tersebut, ia cenderung mengurung diri di kamar atau melakukan aktivitas sendiri ketika berada di luar kamar. Pekerja sosial RPTC sendiri pun mengakui tentang sulitnya membangun komitmen ini. Rencana yang telah disusun sama-sama antara pendamping dengan klien, terkadang masih sering dibatalkan oleh klien sendiri. Hal tersebut membuat pendamping harus mendiskusikan dan menyakinkan kembali klien supaya mau menjalankan apa yang sudah dipilihnya. Namun apabila klien merasa bahwa rencana intervensi yang dibuat tidak sesuai, maka pendamping bersama dengan klien harus mencari kembali alternatif dan strategi yang baru.
4.1.2.7 Terminasi Terminasi adalah proses terakhir dalam proses konseling. Dari hasil temuan lapangan, terminasi yang dilakukan oleh tim profesi RPTC dikarenakan klien sudah bisa mandiri tanpa pendamping lagi. Pekerja sosial memaparkan terminasi sebagai sebuah keputusan yang diambil oleh klien dimana klien ingin mempraktikan kemandirian supaya mereka tidak bergantung kepada orang lain. Pendamping di RPTC menganggap, yang menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang ke arah yang lebih positif. Hal ini sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh Thompson (lihat bab 2 hal: 32). Thompson menyebutkan proses terakhir sebagai menutup wawancara konseling, dimana langkah ini digunakan untuk membuat kesimpulan dan membuat rencana tindak lanjut konseling. Sedangkan tim profesi RPTC menganggap terminasi proses konseling dilakukan karena sudah terlihat pada kemampuan klien untuk mengatasi Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
129
permasalahan yang ada, serta kemampuan klien untuk mengatasi kondisi yang mungkin muncul terkait dengan permasalahan tersebut. Bila hal ini sudah terjadi, dan perubahan dianggap sudah relatif permanen, maka pendamping dapat membahas dengan kliennya tentang berakhirnya proses konseling ini. Seperti klien FT, ia diperbolehkan pulang karena ia telah menjalani operasi katarak dan mengikuti masa penyemuhan pasca operasi. Selain itu alasan lain ia diizinkan pulang karena pendamping melihat tekadnya untuk melanjutkan hidup dengan mencari pekerjaan yang benar dan lebih baik untuk dirinya sendiri dan kedua cucu angkatnya. Dari pemaparan diatas, tidak semua klien memiliki pemikiran tersebut karena masih ada klien yang memiliki ketergantungan kepada pendampingnya dan ini menjadi sebuah tantangan bagi tim profesi RPTC. Seperti klien WN yang dipulangkan dengan diantar oleh pendamping. WN dipulangkan karena ia tidak jadi melakukan operasi. Operasinya tidak disetujui karena IOM menganggap operasi tersebut berkaitan dengan kecantikan bukan operasi kesehatan. Gagalnya operasi membuat WN sedih lalu ia dipekerjakan oleh adik dari Ibu Direktur Direktorat Koban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran (KTK PM). WN hanya bekerja selama dua minggu karena pembantu dari adik Ibu Direktur sudah kembali ke rumah dan WN pun kembali ke RPTC. Menurut pendamping, sifat WN menjadi manja kepada pendamping dan ia memaksa ingin bekerja di Jakarta. Akhirnya diputuskan oleh pendamping dan manajer kasus untuk memulangkan WN ke kampung halamannya melalui pendampingan. Apabila ada klien yang seperti itu, menurut pendamping KTK, pendamping disini akan menghindari dan mengurangi intensitas bertemu dengan klien yang sedang ditangani. Selesai dengan proses terminasi ini, tidak lupa hasil dari proses konseling awal sampai terminasi akan dilaporkan kepada sekretaris RPTC sebagai bentuk evaluasi dan monitoring. Selain itu, pendamping juga tidak menyangkal, terminasi juga dapat terjadi secara sepihak. Misalnya karena tidak terbentuknya relasi yang baik antara pendamping dengan kliennya. Seperti klien PR, dari awal ia memang tidak memiliki hubungan baik dengan pendamping maka dari itu pendamping meminta tolong kepada psikolog untuk menanganinya. PR dipulangkan karena adanya Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
130
kedatangan kapal yang menuju kampung halamannya dan ia juga sudah menyelesaikan medical check upnya. Maka, dalam hal ini terminasi yang terjadi adalah terminasi tanpa tercapainya bentuk perilaku yang diharapkan akan dapat membantu klien untuk mengatasi permasalahan yang ada.
4.1.2.8 Jangka Waktu Lamanya Pelayanan Konseling yang Diberikan RPTC Terhadap Klien Wanita Korban Trafficking Terkait dengan jangka waktu lamanya pemberian layanan oleh tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK) untuk setiap klien tidak sama. Lama atau tidaknya ditentukan oleh kasus yang dialami oleh klien tersebut dan tergantung kebutuhan klien serta kapasitas atau waktu dari tim profesi itu sendiri. Klien PR menerima pelayanan satu bulan, klien WN menerima pelayanan tiga bulan, dan FT dua setengah bulan. Pekerja sosial memaparkan bahwa jangka waktu paling lama ada yang sampai enam bulan. Hal tersebut dikarenakan klien dirujuk ke lembaga lain atau karena klien sakit dan harus menyelesaikan pengobatannya. Ada juga klien yang terus memaksa untuk dipulang dan tidak mau menerima pelayanan yang RPTC berikan. Pihak RPTC sendiri pun akhirnya mengeluarkan surat pulang paksa kepada klien. Pengakuan dari pihak klien mengenai jangka waktu lamanya mereka menerima
pelayanan
di
RPTC
berbeda-beda.
Informan
klien
juga
mempertanyakan kejelasan berapa lama lagi mereka tinggal di RPTC. Mereka mengungkapkan ingin segera pulang untuk bertemu dengan keluarga. Informan pekerja sosial menambahkan sebelum melakukan konseling dilihat terlebih dahulu kondisi dari klien. Bagi klien yang bisa diajak komunikasi dengan baik maka akan dilakukan konseling untuk klien. Namun jika klien tidak bisa diajak komunikasi makan akan dirujuk ke psikolog karena konseling hanya berlaku bagi mereka (klien) yang hanya bisa diajak untuk berkomunikasi.
4.1.2.9 Nilai atau Prinsip Dasar yang Diterapkan Dalam Pelaksanaan Proses Konseling Dalam menjalankan pelaksanaan proses konseling, tim profesi RPTC berlandaskan pada prinsip dasar dalam rehabilitasi psikososial, yaitu prinsip Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
131
pendekatan sosial. Prinsip pendekatan sosial (lihat bab 2 hal: 45) diantaranya terdiri dari prinsip penerimaan, komunikasi, individualisasi, kerahasiaan, partisipasi, dan mawas diri. Prinsip ini digunakan sebagai panduan bagi pendamping untuk dapat membangun hubungan interpersonal yang baik dengan klien. Prinsip penerimaan yaitu pendamping menerima klien apa adanya dan menerima siapa pun klien yang ditanganinya. Hal tersebut diungkapkan oleh pekerja sosial di RPTC bahwa mereka tidak bisa menolak memberikan pelayanan terhadap klien dengan kondisi apapun. Berlandaskan prinsip individualisasi, tim profesi RPTC sebaiknya dapat mengganggap setiap klien berbeda antara satu dengan yang lainnya. Alasannya karena klien memiliki permasalahan dan kebutuhan yang berbeda walaupun kasus yang mereka alami sama yaitu korban trafficking. Prinsip kerahasiaan (lihat bab 2 hal: 47) merupakan salah satu prinsip yang diutamakan oleh pekerja sosial. Rahasia informasi dan data diri tentang klien memang dirahasiakan, namun data tersebut dapat dibagikan kepada orang yang berkepentingan dalam pelayanan kepada klien seperti dokter, psikolog, manager kasus (case manager) RPTC. Hal ini dilakukan untuk terciptanya optimalisasi pelayanan kepada klien. Prinsip komunikasi dan partisipasi merupakan prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Maksudnya saling berkaitan adalah dengan komunikasi yang baik antara pekerja sosial dengan klien maka klien pun akan berpartisipasi dalam setiap kegiatan pelayanan. Prinsip mawas diri adalah menuntut profesionalitas dari pendamping dalam menjalankan tugasnya dan menjalin relasi dengan kliennya. Terlihat bahwa ke enam prinsip dasar tersebut adalah prinsip yang saling kait mengkait satu dengan yang lainnya. Enam prinsip tersebut harus bisa menyatu dalam diri pendamping. Namun, pada kenyataannya tidak semua pendamping mengetahui ke enam prinsip dasar tersebut. Dari hasil temuan lapangan, pendamping KTK memaparkan kalau dirinya tidak mengetahui ke enam prinsip dasar tersebut dan selama ini hanya berpegang pada kode etik serta tugas seorang pendamping (lihat bab 2 hal: 48). Tugas dari seorang pendamping dalam rehabilitasi psikososial sesuai dengan yang ada di Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
132
RPTC. Dimana para pendamping sudah mengerti tugas dimulai dari mereka menerima klien masuk dan proses pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien. Berikut adalah bentuk pelaksanaan proses konseling yang ada di RPTC dan proses konseling menurut Thompson: Tabel 4.3 Perbandingan Proses Konseling RPTC dan Teori Thompson
1.
Tahapan Pelaksanaan Proses Konseling Tahap I
2.
Tahap II
No
RPTC
Thompson
Assessment : Mendefinisikan masalah • Melakukan assessment melalui mendengar aktif : awal kepada klien • Untuk mengetahui guna mendapatkan alasan klien datang data awal dari klien. dan bagaimana ia memandang masalah. • Terlebih dahulu membuat klien merasa • Pendefinisian masalah nyaman dengan situasi yang baik akan dan kondisi yang ada memberi arah dan ketika akan memulai tujuan konseling dan konseling. menghindari dibahasnya topik yang tidak berguna. Juga untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan klien (positive strength). • Skill yang paling umum digunakan adalah attending skills, khususnya the basic listening sequence (berurutan mulai dari open question, closed questions, encourager, parafrase, reflection of feeling, summarization. Identifikasi Tujuan : Mengklarifikasi • Pendamping mengajak ekspektasi klien : klien melihat • Untuk mengetahui kehidupannya secara dunia ideal klien. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
133
No
Tahapan Pelaksanaan Proses Konseling
3.
Tahap III
4.
Tahap IV
RPTC
Thompson
berbeda. • Pengkonsepan ulang tentang masalah yang dihadapi klien.
segala • Bagaimana sesuatunya jika masalah dipecahkan? Langkah ini penting karena memungkinkan konselor untuk mengetahui apa yang klien inginkan. Arah yang diinginkan klien dan konselor harus dibuat harmonis. Mengeksplorasi hal-hal yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah : • Konselor mendiskusikan usahausaha yang telah dilakukan klien dalam mengatasi masalah yang dihadapinya • Konselor menggunakan pertanyaan (statements) dari pada pertanyaan (questions) untuk menghindari suasana seperti menginterogasi
Eksplorasi : • Pendamping mendengarkan tentang masalah klien dan mengetahui bagaimana cara klien mengatasi masalah sebelumnya. • Pendamping secara cermat mengamati bagaimana klien mengatasi masalahnya yang nantinya akan menentukan pada rencana intervensi selanjutnya. • Pendamping mengajak klien untuk belajar mencari penyelesaian secara mandiri dan berpikir panjang. • Klien diajak untuk mencari alternatif pendekatan yang sesuai dengan klien. Membangun komitmen dengan klien : • Pendamping membangun komitmen klien untuk melaksanakan alternatif kegiatan. • Memulai tindakan berdasarkan data-data hasil assessment yang
Mengeskplorasi hal-hal baru yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah : • Untuk mencari pemecahan dari masalah klien. • Hal ini bisa meliputi pemecahan masalah kreatif (menemukan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
134
No
Tahapan Pelaksanaan Proses Konseling
RPTC digunakan untuk rencana intervensi kepada klien.
5.
Tahap V
Terminasi : • Terminasi bisa dibuat secara sepihak atau bersama ketika menghentikan konseling. • Pendamping merasa klien sudah bisa mandiri tanpa bantuan pendamping lagi. • Setiap pendamping akan membuat laporan tertulis untuk dimonitoring oleh sekretaris RPTC dan dilaporkan kepada manager kasus.
6.
Tahap VI
-
Thompson sebanyak mungkin alternatif pemecahan dengan tidak menilai terlebih dahulu). Membuat komitmen untuk mencoba alternatif kegiatan yang dipilih untuk mengatasi masalah : • Memungkinkan perubahan dalam pikiran, perasaan, dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. • Banyak klien yang mengikuti konseling untuk kemudian tidak melakukan apa-apa untuk mengubah perilakunya dan tetap hidup dengan pola seperti sedia kala. Menutup wawancara konseling : • Konselor mendiskusikan dan mereview pencapaian penyelesaian masalah. Kemudian bersamasama membuat kesimpulan dan membuat rencana tindak lanjut konseling.
Sumber : Hasil Olahan Penelitian
4.2.2 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Proses Konseling 4.2.2.1 Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Proses Konseling Pelaksanaan proses konseling di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) dihadapkan pada faktor pendukung dan faktor penghambat baik yang
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
135
sifatnya internal maupun eksternal. Faktor pendukung yang berasal dari petugas adalah sumber daya manusia dari tim profesi yang memiliki latar belakang pendidikan pekerja sosial. Menurut pemaparan dari sekretaris RPTC, kemampuan skill (keterampilan) dalam hal menangani klien terutama saat melakukan konseling sudah dimiliki oleh sebagian besar tim profesi khususnya pekerja sosial yang berlatar belakang kesejahteraan sosial. Dari hasil temuan lapangan, RPTC memiliki seorang case manager (manager kasus) yang cepat tanggap dan siap membantu dalam kebutuhan klien. Hal ini tentunya berdampak pada penyediaan sarana dan prasarana yang cukup menunjang untuk klien. Pekerja sosial memaparkan faktor pendukung yang berasal dari sisi klien, yaitu klien yang dapat diajak bekerjasama oleh petugas. Klien menyadari masalah yang dihadapinya dan membutuhkan bantuan dari pendamping maka klien pun bersedia menerima pelayanan konseling itu sendiri. Pendamping pun menjadi tidak sulit untuk membujuk klien untuk melaksanakan konseling. Misalnya seperti klien WN yang meminta pertolongan untuk memulihkan cacat fisik dan hakhaknya sebagai TKI ke agen. WN pun mengikuti segala pelayanan yang ada di RPTC sembari menunggu proses pertolongan yang sedang diusahakan untuknya. Dari hasil temuan lapangan, disamping kedua pendukung tersebut terdapat faktor pendukung yang berasal dari luar individu petugas dan klien (eksternal), yaitu tersedianya ruangan yang cukup privat. Ruang yang privat membantu proses konseling itu sendiri (lihat bab 2 hal 39). Dari hasil obeservasi, ruangan yang nyaman dan atraktif dapat menciptakan relasi yang komunikatif dalam upaya pemahaman tentang pribadi dan tingkah laku klien. Serta untuk membantu klien guna memecahkan permasalahan kliennya, dengan dilengkapi pengetahuan, nilai, dan keterampilan. Seperti klien FT, ia menyukai ruangan yang sepi dan tenang untuk menceritakan masalahnya. Sehingga ia bebas untuk mengungkapkan emosinya seperti menangis ataupun marah-marah ketika bercerita.
4.2.2.2 Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Proses Konseling Meskipun dalam pelaksanaan proses konseling merupakan tahapan yang berkesinambungan tetapi disadari bahwa tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan baik tanpa hambatan. Tidak jarang pada setiap tahapan memiliki Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
136
hambatan (kendala), baik dari dalam individu petugas dan klien (internal) maupun dari luar individu (eksternal). Kendala-kendala yang berasal dari petugas diantaranya masih ada tim profesi yang masih memiliki pengetahuan dan kemampuan yang minim dalam konseling. Pemberian konseling yang dilakukan hanya didasarkan pada pengalaman-pengalaman praktis atau pendekatan yang sifatnya sangat sederhana. Pendamping KTK memamparkan meskipun konseling berbeda dengan nasihat tetapi ketika konseling berlangsung ia lebih banyak memberikan nasihat untuk klien berdasarkan pengalaman yang pernah dia lakukan dalam penanganan klien. Meskipun pengalaman praktis merupakan salah satu karakteristik dari konseling tetapi hal itu dirasakan belum mendukung, karena teori-teori konseling harus dimiliki. Kualitas konselor sangatlah penting dalam memfasilitasi hubungan yang sifatnya memberi bantuan (lihat bab 2 hal 41). Konseling yang dilakukan di RPTC sendiri dilakukan oleh para pendamping. Dari hasil observasi, kualitas pribadi pendamping terletak pada penguasaan teori, disamping juga sarana dan prasarana lainnya yang menunjang. Oleh karena itu penguasaan teori-teori tentang konseling akan menunjang produktivitas pelayanan pendamping kepada klien. Teori-teori tentang konseling penting artinya bagi pendamping karena mereka adalah ujung tombak keberhasilan di lapangan. Menurut pemaparan sekretaris RPTC, setiap pendamping
sebaiknya
dibekali
suatu
keahlian
untuk
memahami
dan
mengungkapkan aspek sosial dari klien. Pembekalan pengetahuan (teori) dapat dijadikan dasar bagi pendamping dalam memberikan pertimbangan atau alternatif terhadap pemberian konseling. Karena pelaksanaan konseling yang dilakukan oleh pendamping mempunyai tanggung jawab terhadap tujuan konseling. Dari hasil temuan lapangan, kendala yang berasal dari klien diantaranya klien yang tidak bisa diajak kerjasama, sifat klien yang tertutup, dan pola pikir klien yang sudah sulit dirubah. Kualitas klien sangat mempengaruhi sukses atau tidaknya konseling dilakukan (lihat bab 2 hal 40). Kurangnya pemahaman klien mengenai gambaran pelayanan yang diberikan oleh RPTC sehingga pendamping harus memaksimalkan motivasi bagi klien agar mau menerima pelayanan. Seperti klien PR yang bersikap acuh kepada pendampingnya sehingga pendamping pun Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
137
kesulitan untuk memberikan pelayan kepadanya. PR pun dirujuk kepada psikolog namun sikapnya masih belum berubah. Pendamping sering kali membujuk klien agar mau menerima pelayanan di RPTC salah satunya adalah konseling. Selain itu, ketidakbisaan klien menggunakan bahasa Indonesia juga menjadi faktor penghambat lainnya. Pendamping menceritakan tentang klien yang masuk ke RPTC, ada yang tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia ataupun ada juga yang tuna wicara. Hal ini membuat pendamping menjadi bingung sehingga harus meminta tolong orang lain yang mengerti bahasa yang digunakan oleh klien. Disamping kedua kendala tersebut terdapat kendala yang berasal dari individu petugas dan klien (eksternal), yaitu keterbatasan jumlah tim profesi dalam pelaksanaan proses konseling juga merupakan kendala yang ditemui saat penanganan klien. Dari hasil temuan lapangan pekerja sosial yang umumnya ditugaskan menangani klien, namun di RPTC juga dibebankan untuk mengerjakan tugas administratif. Selain itu, dari hasil obeservasi pendamping atau petugas yang piket terkadang tidak menjalankan tugasnya dengan baik sehingga ketika ada klien yang datangnya malam hari tidak diketahui oleh petugas yang piket. Hambatan lain pada pelaksanaan proses konseling yang dirasakan oleh pendamping adalah lingkungan RPTC yang ramai dipenuhi oleh klien. Tempat dan kondisi akan mempengaruhi pelaksanaan proses konseling (lihat bab 2 hal 39). Menurut pemaparan pekerja sosial, lingkungan RPTC yang selalu ramai menimbulkan kebisingan bagi pendamping dan klien yang akan melakukan konseling. Kurang kondusifnya tempat akan berpengaruh terhadap proses konseling dan hasil. Banyaknya kendala yang timbul dalam pelaksanaan proses konseling tentunya tidak sampai membuat tujuan daripada konseling itu sendiri menjadi terhambat. Namun, perlunya dicari solusi yang tepat terhadap setiap kendala yang timbul sehingga pembinaan klien dapat berjalan dengan baik.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
138
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pelaksanaan konseling dan mencari tahu faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelasanaan konseling pada proses rehabilitasi psikososial terhadap wanita korban trafiicking di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC). Pelaksanaan proses konseling yang diterapkan oleh RPTC dilakukan dalam lima tahapan, yaitu assessment, identifikasi tujuan, eksplorasi, membuat komitmen dengan klien, dan terminasi. Dengan dilaksanakannya lima tahapan tersebut diharapkan tujuan konseling yang disepakati oleh pendamping dan klien dapat terwujud. Seperti kepercayaan diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depannya baik bagi dirinya, keluarganya maupun lingkungannya. Pelaksanaan konseling pada proses rehabilitasi psikososial terhadap klien di RPTC, pada dasarnya membantu klien mengatasi permasalahan perubahan perilaku dan emosional sebagai efek negatif dari trafficking. Untuk mewujudkan tujuan dari konseling dilakukan melalui penggalian sumber-sumber dan meningkatkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki klien secara lebih efektif. Pada proses pelaksanaannya melibatkan tim profesi yang terdiri dari pekerja sosial dan pendamping Korban Tindak Kekerasan (KTK) yang selalu berusaha memberikan dukungan dan dukungan-dukungan sosial kepada klien. Tahap pertama dalam konseling yang dilakukan oleh tim profesi RPTC dimulai dengan assessment. Tahap perencanaan dan pemecahan masalah klien dilakukan berdasarkan data-data hasil assessment. Pada saat melakukan assessment, pendamping akan mulai membangun hubungan dengan klien dalam bentuk hubungan saling mengenal dan menjalin kedekatan emosional. Assessment yang dijalani oleh tim profesi RPTC terfokus pada penggalian masalah yang lebih mendalam dan pemenuhan kebutuhan klien melalui mendengar aktif. Selanjutnya, tahap kedua adalah identifikasi tujuan. Identifikasi ditujukan untuk memperjelas tujuan yang ingin dicapai oleh klien serta membantu Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
139
perubahan diri pada klien. Tim profesi RPTC sedikit banyak memberikan masukan kepada klien supaya tujuan yang mereka buat berfokus dan jelas. Selain itu tim profesi RPTC tidak mengizinkan klien memaksakan diri untuk mengerjakan suatu hal yang tidak dapat dikerjakan oleh klien. Tahap ketiga adalah eksplorasi dimana tim profesi RPTC mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi yang akan digunakan oleh klien. Eksplorasi yang dilakukan oleh tim profesi RPTC tergabung dalam satu tahapan. Tahap eksplorasi diawali dengan tim profesi mendengarkan masalah klien dan menanyakan kepada klien tentang apa yang sudah dilakukannya untuk menangani masalahnya tersebut. Setelah mendengarkan masalah dan bagaimana cara klien menangani masalahnya, tim profesi mulai menanyakan keinginan klien tentang penyelesaian masalahnya. Eksplorasi membantu mengungkapkan suatu keinginan yang dianggap sebagai kebutuhan oleh klien. Dengan mengetahui keinginan klien maka tim profesi akan menyusun rencana intervensi pada klien yang didasarkan oleh kebutuhannya. Penyusunan rencana intervensi pada klien dilihat dari segi minat atau hobi klien saja dan keingingan dari klien untuk menentukan solusi atas permasalahannya. Berdasarkan pengalaman, ketika melakukan tahap eksplorasi tim profesi RPTC tidak menggunakan ecomap dan genogram. Ecomap dan genogram tidak digunakan karena ada keterbatasan dalam keterampilan (skill) dan waktu. Tidak semua tim profesi terampil dalam menggunakan ecomap dan genogram dalam pelaksanaan proses konseling khususnya pada tahap eksplorasi. Selain itu alasan lain tidak digunakannya ecomap dan genogram karena keterbatasan waktu. Klien yang silih berganti dan membutuhkan penanganan yang cepat sehingga membuat tim profesi bekerja dengan cepat. Selain itu terkadang keinginan klien untuk segera pulang menjadi hambatan pada pemberian pelayanan karena mereka menolak untuk diberikan pelayanan. Pada tahap eksplorasi, tim profesi RPTC mengajak klien untuk belajar mencari penyelesaian masalah secara mandiri disertai dengan berpikir panjang. Setelah melewati tahap eksplorasi lalu dilanjutkan tahap keempat yaitu membangun komitmen dengan klien. Komitmen dibangun untuk melaksanakan rencana intervensi yang sudah dibentuk. Rencana intervensi dibentuk berdasarkan Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
140
keinginan klien untuk mengatasi masalah dan klien sudah menemukan solusi yang baik bagi dirinya dalam mengatasi masalah. Membangun komitmen setelah menentukan rencana intervensi dirasa cukup sulit oleh tim profesi RPTC. Banyak faktor yang menyebabkan klien merubah pendiriannya seperti ketidak sabaran klien untuk pulang cepat atau ada pengaruh dari teman yang membuat klien tidak menjalankan rencana intervensi. Dengan adanya faktor yang mempengaruhi klien untuk merubah pendiriannya, tim profesi pun kembali mendiskusikan dan menyakinkan klien supaya mau menjalankan apa yang telah dipilih. Apabila klien sudah membatalkan rencana intervensi yang telah dibuat, pendamping dan klien mencari kembali alternatif dan strategi yang baru. Tahap terakhir (tahap kelima) dalam pelaksanaan proses konseling adalah terminasi. Ini adalah langkah terakhir dalam proses konseling. Penghentian konseling dapat dilakukan karena tujuan konseling telah dicapai dan kebutuhan klien telah terpenuhi. Selain itu, alasan lain melakukan terminasi pada proses konseling dikarenakan tidak terbentuknya relasi yang baik antara tim profesi RPTC dan klien. Hubungan yang baik adalah dasar supaya pelaksanaan proses konseling dapat berjalan sesuai dengan tujuan. Namun bila tidak ada hubungan baik maka proses konseling pun tidak berjalan sampai selesai dan akhirnya teminasi terjadi secara sepihak. Pada tahap terminasi, klien akan dikembalikan ke keluarga masing-masing atau dirujuk ke lembaga lain yang dapat menangani masalah yang dihadapi klien. Setiap pelaksanaan proses konseling pada klien RPTC tidak terlepas dari faktor pendukung dan faktor penghambat yang timbul dari dalam diri klien, dalam diri petugas, ataupun dari lingkungan luar. Faktor pendukung yang berasal dari individu klien adalah klien yang dapat diajak bekerjasama oleh petugas. Klien mengetahui masalah yang dihadapinya dan bersedia menerima pelayanan konseling sehingga tidak sulit untuk membujuk klien untuk mengikuti proses konseling. Selain klien, faktor pendukung lainnya adalah tersedianya sumber daya manusia dari tim profesi yang memiliki latar belakang pendidikan pekerja sosial. Dengan adanya tim profesi yang berlatar belakang pendidikan pekerja sosial, mereka pun dapat menangani klien sesuai dengan pengalaman yang dimilikinya. Lalu RPTC sendiri pun memiliki manajer kasus (case manager) yang cepat Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
141
tanggap dalam pemenuhan kebutuhan klien. Disamping faktor pendukung yang berasal dari klien dan petugas, faktor pendukung lainnya adalah RPTC memiliki ruangan yang cukup privat untuk membantu proses konseling itu sendiri. Selain faktor pendukung yang mempengaruhi pelaksanaan proses konseling, adanya faktor penghambat menjadi pengaruh dalam keberhasilan proses konseling. Kendala-kendala yang kemudian dihadapi tim profesi RPTC dalam pelaksanaan proses konseling antara lain berasal dari klien, diantaranya klien yang tidak bisa diajak kerjasama, sifat klien yang tertutup, dan pola pikir klien yang sulit dirubah. Sulitnya klien mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya kepada petugas dimungkinkan oleh keengganan klien untuk berbicara secara jujur tentang masalah yang dihadapi. Keengganan ini disebabkan adanya hubungan yang tidak baik antara penerima layanan dengan petugas yang memberikan layanan. Kendala selanjutnya adalah masih ada tim profesi yang masih memiliki pengetahuan dan kemampuan minim dalam konseling. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada tujuan konseling karena kualitas pendamping terletak pada penguasaan teori, disamping sarana dan prasarana yang menunjang. Selain itu, latar belakang klien yang berbeda tentunya memerlukan penangan yang berbeda dan tidak bisa disamaratakan satu sama lain serta adanya penolakan dari klien untuk menerima pelayanan konseling. Sehingga tim profesi perlu mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan proses konseling yang baik supaya tujuan konseling dapat tercapai. Kendala lainnya yang berasal dari luar individu petugas dan klien (eksternal), yaitu jumlah tim profesi yang kurang memadai dalam pelaksanaan proses konseling. Pekerja sosial yang seharusnya bertugas menangani klien juga dibebankan untuk mengerjakan tugas administratif di kantor. Selain itu adanya petugas yang tidak menjalankan tugas yang sudah diberikan kepadanya. Lalu lingkungan RPTC yang ramai dipenuhi oleh klien menimbulkan kebisingan bagi pendamping dan klien yang akan melakukan konseling. Tentunya, kurang kondusif tempat akan berpengaruh terhadap proses konseling.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
142
5. 2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, akan dipaparkan beberapat saran yang bersifat praktis untuk meningkatkan dan menyempurnakan kinerja lembaga pada pelaksanaan proses konseling. 1. Kepada Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC), Bambu Apus Pelaksanaan proses konseling yang dijalankan oleh tim profesi merupakan serangkaian tahapan yang perlu dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Proses konseling itu sendiri terdiri dari lima tahapan (lihat bab 4 hal: 94), maka pihak lembaga perlu mengambil langkah-langkah sebagai berikut: a. Membuat panduan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan untuk konseling karena selama ini konseling yang dilakukan di RPTC belum memiliki panduan yang tetap. b. Meningkatkan mutu pelayanan, mendukung pelaksanaan konseling yang berkualitas dan profesional melalui penyelenggaraan program pelatihan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dan teknik-teknik konseling kepada tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK). c. Menempatkan
petugas
berdasarkan
kualitas
kompetensi
yang
dibutuhkan oleh lembaga, misalnya dalam menangani klien dengan berbagai permasalahan, seluruh tim profesi RPTC memiliki latar belakang pendidikan kesejahteraan sosial, psikologi, atau bimbingan dan penyuluhan. d. Menambah sumber daya manusia khususnya bagian kesekretariatan agar dapat mengelola berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan hal tersebut.
Selama
ini
pekerja
sosial
juga
membantu
bagian
kesekretariatan dikarenakan kurangnya sumber daya. 2. Kepada Tim Profesi RPTC Tim profesi yang dimaksud pada hasil temuan lapangan ini adalah pekerja sosial dan pendamping KTK sebagai seseorang yang menjalankan pelaksanaan proses konseling. Tim profesi akan berusaha memberikan motivasi dan dukungan-dukungan sosial kepada klien, untuk itu tim profesi perlu melaksanakan upaya-upaya sebagai berikut: Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
143
a. Tim profesi perlu meningkatkan pengetahuan tentang informasi terbaru tentang trafficking, pengetahuan tentang konseling, dan keterampilan yang berkaitan dengan penanganan klien. b. Tim profesi perlu pelatihan dalam penggunaan ecomap dan genogram untuk penanganan klien supaya identitas tentang diri klien yang sebenarnya serta permasalahannya dapat terlihat lebih jelas. c. Tim profesi perlu mengembangkan kelompok untuk meningkatkan relasi individu di RPTC. d. Tim profesi mampu menciptakan relasi dan interaksi (sense of belonging) yang baik dengan klien supaya pemahaman klien mengenai gambaran pelayanan yang diberikan oleh RPTC dapat terlaksana tanpa suatu kendala.
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
144
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku Adi, Isbandi Rukminto. (2005). Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan. Depok: FISIP UI Press. Aftekar, Herbert. (1975). The Dynamics Of Casework And Counseling. San Fransisco: Hougton Mifflin. Ahmadi, Abu. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Alston, Margareth. And Bowles, Wendy. (1998). Research for Social Worker: an Introuction to Methods. Canbera: Allen and Unwin Pty Ltd. Arikunto, Suharsimi. (1992). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT Rineka Cipta. Chalek, Steve. (2009). Stop the Trafficking. Oxford: Lion Book. Departemen
Sosial
RI.
(2006).
Pedoman
Pengelolaan
Rumah
Perlindungan/Trauma Center. Jakarta: Departemen Sosial RI. Departemen Sosial RI. (2007). Pedoman Pendamping Pada Rumah Perlindungan Dan Trauma Center. Jakarta: Departemen Sosial RI. Gladding, Samuel T. (2012). Konseling Profesi Yang Menyeluruh. Jakarta: PT Indeks Goldstain, Eda G. (1995). Ego Psychology and Social Work Practice. New York: The Free Press Guba, E. G. (1981). Criteria for Assesing the Trustworthiness of Naturalistic Inquiries. Educational Resources Information center Annual Review Paper. Hikmawati, Fenti. (2010). Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Komalasari, Gantiana, Eka Wahyuni, dkk. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks. Geru, Hetty A. dan Lapian, L.M. Gandhi (2010). Trafiking Perempuan dan Anak: Penanggulangan Komprehensif Studi Kasus: Sulawesi Utara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
145
Lubis, Namora Lumongga. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konselong Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana McLeod, John. (2010). Pengantar Konseling, Teori, dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nawawi, Hadari. (1992). Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Neuman. (2006). Social Research Method: Qualitative & Quantitative Approach. Boston: Allyn Bacon. Pramono, Setia Dwi., Hasanudin Emka, dkk. 2011. Buku Pedoman Umum: Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan Dan Pekerja Migran. Jakarta: Kementerian Sosial RI Sheafor, Bradford W., Charles R. Horejsi, and Gloria A. Horejsi. (1999). Techniques and Guidelines for Social Work Practice Fifth Edition. United States of America: Allyn and Bacon Soehartono, Irawan. (1999). Metode Penelitian Sosial. Cetakan Kedua. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Subono, Nur Iman. (2010). Trafficking Dalam Perdebatan. Jakarta: YJP Surya, Mohammad. (1988). Dasar-dasar Konseling Konsep dan Teori. Yogyakarta: Kota Kembang. Thompson, C. L., Rudolph, L. B., Henderson, D. (2004). Counselling Children. The USA: Brooks/Cole Winkel, W. S. (1997). Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Gramedia
Skripsi Dianti, Armeilia Rizki. (2007). Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Program Bantuan Reintegrasi Terhadap Korban Trafiking Anak Di Counter Trafiking Unit (CTU) IOM Bekerjasama Dengan Yayasan
Dinamika
Indonesia
(YDI).
Program
Sarjana
Ilmu
Kesejahteraan Sosial. Depok: FISIP UI
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
146
Pingkan. (2009). Implementasi Rehabilitas Psikososial dalam Program Bantuan Sosial
Terhadap
Korban
Trafiking,
Studi
Deskriptif
Rumah
Perlindungan Trauma Center (RPTC), Bambu Apus, Jakarta. Program Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Depok: FISIP UI
Jurnal dan Modul Sullivan, Barbara. Trafiking in Human Being. Jurnal Perempuan, edisi 68, 2010. Sagala, R. Valentina. Kerangka HAM Mengenai Perdagangan Orang. Jurnal Perempuan, edisi 68, 2010. Sadli, Saparinah. Viktimisasi Perempuan, Vol.5, No. 2, 2006. Sadli, Saparinah. Nasib Perempuan Indonesia, Vol. 3, No. 5, 2010. Modul pelatihan memerangi perdagangan manusia melalui penegakan hukum oleh tim program trafiking, US Departement of Justice International Criminal Investigative Training Asistance Program (US DOJ-ICITAP). Jakarta, 2008. Modul pelatihan International Organization for Migran oleh tim program trafficking. Jakarta, 2010.
Majalah Kekerasan Disekitar Kita. 2009. Pusat Penyuluhan Sosial (PUSPENSOS) Departemen Sosial RI.
Undang-Undang dan Peraturan Pasal 3 Protokol PBB tentang Perdagangan Orang Pasal 324-327 Mengenai Perdagangan Budak Undang-Undang No. 21/2007 tentang Perdagangan Orang
Universitas Indonesia
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Lampiran 1
Informan PR Tempat dan tanggal lahir
: Lombok Tengah, 8 Desember 1977
Status Pernikahan
: Janda dengan dua orang anak
Asal daerah
: Lombok Tengah, NTB
Pekerjaan
: Pekerja Rumah Tangga
Pendidikan
: SD Kelas 6 tamat
Suku
: Sasak
1. Meminta klien menceritakan tentang RPTC dan pelayanannya • Ketika Anda masuk ke RPTC, apakah Anda mengetahui mengapa anda masuk ke RPTC? Tolong ceritakan. Dalam pikiran saya, rumah perlindungan, rumah nampung orang yang terlantar-lantar yang mau dipulangkan. Pada kenyataannya kok lama disini, saya kira cuman sehari, dua hari. Kalau di daerah-daerah kan cepet gak kayak disini, kalau saya tahu dari kemarin, udah pergi saya. Kalau di daerah dipulangkan cepet, dikasih uang sekitar lima puluh atau enam puluh ribu, saya kira kayak gitu disini ternyata gak. • Pelayanan apa saja yang sudah diterima oleh Anda? Medical dan ngambil data-data. Gak pernah pendamping saya menanyakan “apa keluhan ibu, apa yang dirasakan”. Terus ngadunya kemana saya sedangkan saya gak tahu pendamping saya. Bingung saya, Mbak. Seharusnya ada yang ngomong, saya pendamping Ibu tapi gak ada. Cuman sekali aja pas ngambil data selanjutnya gak pernah lagi. Saya aja yang lain gak tau. Kita kan gak dikasih uang atau jajan hari-hari yang perlu itu ngobrol, “bagaimana keadaannya Ibu, terasa disini atau gak” kita penginnya begitu tapi gak ada. Saya pernah dipanggil sama dokter laki-laki (maksud klien adalah psikolog yang bernama Pak Tri) dan dibilang, “seharusnya ibu sudah pulang, besok saya ajukan ini-ini ya biar Ibu cepet ketemu anaknya”. • Apa saja yang Ibu ceritakan ke Pak Tri atau apa yang biasanya Pak Tri tanyakan ke Ibu?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Ditanya begitu, bagaimana keadaan Ibu disini, sehat atau gak? Kata saya alhamdulillah. Kemudian ditanya juga, kerasa atau gak? Saya bilang gak kerasa karenan saya ingin pulang, Pak. Saya minta tolong ke bapak itu, katanya bapak itu mau diusahakan supaya cepat dipulang. Saya bertemu dengan bapak ini sebanyak dua kali, malam dan siang. • Apa saja obrolan yang sering dibicarakan? Dia menasihati kita supaya tidak mikir terlalu banyak, biar gak sakit. Besok kalau mau pulang, mau kerja apa. Kalau ada modal, mau usaha kecil-kecilan, jawab saya. Jangan pergi lagi, urus saja anak Ibu, katanya. Jangan Ibu merasa kecewa, orang lain banyak yang lebih menderita dari Ibu. Katanya dia juga, gak usah mengurung di kamar terus. Kalau kata saya, mau main-main kemana, terpaksa saya di dalam habis solat, tidur, makan, tidur, makan, ya… gimana gak stress. Maunya kita olah raga sore, senam, main volley kayak Dinas Sosial di Lombok. Jangan cuman kegiatannya sedikit setelah itu udah selesai maksud saya kalau sore kayak di Lombok senam sore, kan jadi sehat kitanya. • Bagaimana kesan dan perasaan Anda sewaktu pertama kali menjadi klien di RPTC? Saya diberitahu oleh polisi yang menolong saya, besok kalau aka (kakak) udah sampai Indon cari Dinas Sosial, disana tempat perlindungan biar aka bisa pulang katanya. Saya udah tau Indon, semua orangnya baik-baik kata polisi itu, akhirnya saya diantar sampai boat yang akan mengantarkan saya. Saya turun di Batam, sesampainya di Tanjung Pinang saya langsung mencari Dinas Sosial Kota Batam. Kemudian di Dinas Sosial saya ditanya-tanya dan saya berada disana selama satu bulan, lama sekali, Mbak. Sedangkan disini saya sudah dua puluh satu hari, saya tidak betah karena saya kepikiran anak, bapaknya sudah gak ada, saya setiap hari nangis. Selama saya pergi, anak sama Ibu saya tapi Ibu saya kan sudah tua mana bisa ngurus anak gitu. • Siapa yang mendampingi Anda selama di RPTC dan ceritakan bagaimana hubungan Anda dengan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) Anda.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Mbak CR dan Mas AR (nama disamarkan) tapi saya bingung, saya gak tau siapa pendamping saya yang sebenarnya. Saya mau tanya ke petugas, siapa sih pendamping saya, kok saya gak pernah ditanya-tanya. Kalau misalnya ada keluhan apa saya bisa ngadu ke pendamping, sering saya denger mbak-mbak petugas lain ngomong “eh, kamu cari pendampingmu”, saya aja gak tau pendamping saya terpaksa saya minta sama yang lain karena saya gak tau. • Selama Anda berada di RPTC, apakah pendamping Anda sering mengajak ngobrol Anda? Tidak pernah. Selama disini pendamping saya katanya Mbak CR tapi gak pernah ngurus-ngurus saya. Katanya Mbak CR mewakili Mas AR sewaktu meminta keterangan gitu. Saya tidak pernah ditanya-tanya mau pulang kapan atau nanya yang lain. Kalau saya diambil datanya sama Mbak CR. Jarang ngomong sama pendamping, dianya gak ngomong saya nya juga gak ngomong, dianya cuek aja. Cuman waktu diajak ke rumah sakit aja buat medical baru saya diajak ngomong. • Tolong ceritakan kapan biasanya Anda mengobrol dengan pendamping Anda? Jarang mengobrol dengan pendamping, saya tidak terlalu merasakan manfaat dari ngobrol sama pendamping karena mereka juga gak bisa bantu saya. Sekarang saya cuman kepikiran pulang, pulang, dan pulang. Yah… tapi saya senang lah ditanya-tanya karena pendamping saya berarti masih perhatian. • Tolong ceritakan hal-hal apa saja yang selalu dibicarakan ketika Anda mengobrol dengan pendamping Anda (Dengan kesal klien bercerita) pendamping tidak memberikan baju yang seharusnya dua minggu sekali baju dikasih, ini aja baju yang saya pakai dikasih sama orang. Saya tanya dulu sama Mbak CR, dia cuman bilang nantinanti. Akhirnya setelah saya ngomong buat minta baju sama pendamping, dikasih baju juga. Tapi gak pernah sih dia nanya kalau gak kitanya nanya, yaa… mau gak mau saya selalu minta. • Apa pendamping Anda selalu ada ketika Anda membutuhkannya atau ketika Anda ingin mengobrol dengannya?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Ada tapi dia sibuk yahh… akhirnya saya simpen sendiri kalau gak saya nanti ceritanya ke psikolog saja karena dia lebih banyak perhatiannya ke saya dibanding pendamping saya sendiri. • Selama Anda berada di RPTC, kebutuhan apa yang Anda rasa perlu diberikan oleh pihak RPTC? Apa ya, saya gak tau lah. Yang saya mau, pendamping nanya-nanya ke saya kadang-kadang suka saya tolak karena kalau saya marah-marah dulu baru perhatiannya keluar. Saya capek kan kalau harus begitu dulu. Tetapi sekarangsekarang ini saya hanya butuh pulang dan ketemu sama anak sama Ibu saya saja. • Meminta klien menceritakan pengalaman dan perasaan selama berada di RPTC Saya merasa disini sumpek, saya mau jalan-jalan ke luar gak boleh harus disekitar sini saja. Kita ada hape mau nelpon padahal untuk ngabarin keluarga gak boleh, hanya di waktu tertentu aja dan itu juga harus di depan petugas, didengerin gitu karena takutnya kita ngungkapin tempat ini. Disini kan gak boleh tau orang, tempat ini rahasia nanti seumpamanya kita telpon keluarga harus melalui dia supaya kita jangan ngasih tau tempat ini • Bila Anda memiliki masalah, bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah
tersebut,
apakah
Anda
mengkomunikasikannya
dengan
pendamping Anda untuk memecahkan masalah tersebut? Tidak. Saya simpan saja sendiri. Saya pikir saja sendiri, kan yang ngerasain saya jadi saya yang tahu.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Lampiran 2
Informan WN Tempat dan tanggal lahir
: Indramayu, 18 Juni 1982
Status Pernikahan
: Cerai/ Janda tanpa anak
Asal daerah
: Indramayu, Jawa Barat
Pekerjaan
: Pekerja Rumah Tangga
Pendidikan
: SD Kelas 5 tidak tamat
Suku
: Jawa
1. Meminta klien menceritakan tentang RPTC dan pelayanannya • Ketika Anda masuk ke RPTC, apakah Anda mengetahui mengapa anda masuk ke RPTC? Tolong ceritakan. Bingung, takut, dan aneh rasanya, Mbak. Disini kan semua orang-orangnya baru saya kenal jadi saya rasanya masih asing. • Bagaimana kesan dan perasaan Anda sewaktu pertama kali menjadi klien di RPTC? Pertamanya saya baca dan ngeliat kayak foto muka digunting-gunting, pikir aku dimasukin dimana ini, apa ini di penjara. Besoknya lagi saya ngeliat kok tiap hari ada orang yang dateng, terus nanya sama temen yang dari NTT, “heh, aku mau diapain, mau dipukul atau dirantai?”. Kata temenku gak usah khawatir, ehh… malah dikasih sayang aku tiap hari, malah dikasih makan, suruh baca-baca. Ya Alhamdulillah malah kayak gitu tapi kalau udah dioperasi aku pengin cepet pulang, penging ketemu ibu bapak. • Siapa yang mendampingi Anda selama di RPTC dan ceritakan bagaimana hubungan Anda dengan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) Anda. Mbak Priska. Alhamdulillah baik. Semua petugas, kalau kita baik sama petugas, kalau kitanya baik, nurut sama petuga, jangan sampai bandel, jangan pacaran, pokok jangan sampai ngecewain petugas. Aku enak disini tapi pengin cepet pulang, kalau Insya Allah pulang terus ada modal aku pengin bikin kue
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
dan jualan ikan asin. Kalau tanganku udah bisa kayak dulu, aku pengin buka restoran. • Selama Anda berada di RPTC, apakah pendamping Anda sering mengajak ngobrol Anda? Sering. Pendampingku baik banget, Mbak. Saya selalu dikasih semangat hmm… biar sayanya gak putus asa. Mbak, disini aku seneng punya banyak temen, orangnya baik-baik soalnya dulu waktu di kampung aku orangnya minder karena aku dicap orang gila. Yahh… terus waktu kerja di Yordan kan aku stress apalagi pas aku balik ke Indonesia aku jadi jelek, gigiku patah, tangan ku juga begini banyak bekas lukanya tapi kata Mbak PR aku disuruh pede, gak boleh minder dan jangan peduliin omongan orang. • Tolong ceritakan hal-hal apa saja yang selalu dibicarakan ketika Anda mengobrol dengan pendamping Anda Ya gini-gini, kamu jangan bandel, kalau belum sembuh kamu jangan pulang, kamu yang sabar dulu, jangan lupa selalu solat lima waktu, jangan malesmales. Kalau pengin puasa tinggal bilang aja sama aku tapi aku suka malu, takut sama orang dapur tapi orang dapur baik. Mbak Priska sering ngajarin aku bikin kembang terus tadi pagi aja baru terapi. • Tolong ceritakan kapan biasanya Anda mengobrol dengan pendamping Anda. • Apa pendamping Anda selalu ada ketika Anda membutuhkannya atau ketika Anda ingin mengobrol dengannya? Iya. Pendamping saya baik banget, Mbak. Perhatian dan sayang sama saya. Walopun saya kangen sama Ibu Bapak ya Mbak tapi saya bisa betah disini karena petugasnya baik. • Selama Anda berada di RPTC, kebutuhan apa yang Anda rasa perlu diberikan oleh pihak RPTC? Saya menginginkan kasih saya bapak dan ibu, sudah kangen sama mereka. Tapi kalau di sini, saya cukup ada yang bisa diajak ngobrol dan alhamdulillah semua petugas disini baik-baik. Mbak Priska juga sering mengajak ngobrol dan perhatian. Terus temen-temen disini apalagi Nisa perhatian sama aku.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
• Meminta klien menceritakan pengalaman dan perasaan selama berada di RPTC Enak kok. Waktu pertama dateng kesini kan pada sakit semua badan, seluruh badan, gak pernah tidur. Lalu pas dibawa ke rumah sakit, diperiksa, dikasih obat tidur sekarang alhamdulillah baikan. Sebelumnya saya sempat dibayangbayangi wajah majikan lewat mimpi tapi sekarang sudah tidak. Saya juga bosen, jenuh, stress pengin pulang tapi kalau ada kegiatan sih gak, enak malah kalau ada kegiatan. Untungnya saya punya pendamping yang perhatian. • Bila Anda memiliki masalah, bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah
tersebut,
apakah
Anda
mengkomunikasikannya
dengan
pendamping Anda untuk memecahkan masalah tersebut? Kalau lagi inget orang tua, saya meminjam majalah di perpus ke petugas. Kalau lagi bosen saya ngaji, kalau gak bosen jalan dikit-dikit aja disekitar sini. Aku gak ngobrol sama Mbak Priska tapi kalau Mbak Priska ngajak ngobrol, ya… kita ngobrol. Kebetulan Mbak Priska kan sibuk ya, gak ada liburnya. Sering ngobrol sih sering, saya juga sering diingetin untuk makan biar cepet sembuh dan pulang ke kampung. Kalau lagi jenuh ya pokoknya saya baca majalah, tapi kalau gak ya… saya main sama temen-temen. Harapan klien ke depan, apa? Kalau diizini sama orang tua pengin berangkat lagi ke Kairo atau Omana atau Bahrain jangan ke Jordan tapi kalau gak diizinin aku ikut adek aku aja buat jaga keponakan aku gitu. Dan kalau ada modal pengin bikin kue dan jualan ikan asin. Untuk sekarang yang penting pengin tangan sehat dulu karena saya gak kuat megang gelas atau piring.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Lampiran 3
Informan FT Tempat dan tanggal lahir
: 1957
Status Pernikahan
: Janda
Asal daerah
: Bandung, Jawa Barat
Pekerjaan
: Pekerja Rumah Tangga
Pendidikan
: SD Kelas 4 tidak tamat
Suku
: Sunda
1. Meminta klien menceritakan tentang RPTC dan pelayanannya • Ketika Anda masuk ke RPTC, apakah Anda mengetahui mengapa anda masuk ke RPTC? Tolong ceritakan. 17 hari di Depsos Tanjung Pinang terus dioper kesini. Tadinya dari Depsos Tanjung Pinang pikir saya gak mau dikesiniin, udah sampe Cengkareng pulang sendiri-sendiri, pikiran dikasih ongkos. Tau-tau ada yang jemput, kan gak boleh kabur dan disuruh tunggu yang jemput dibilanginnya, tau-tau ada yang jemput, ambulance. Naik ambulance, saya dibawa kesini terus dibiarin dulu satu malam, besoknya diwawancarai dan dikasih pakaian disuruh disini dulu. Terus diliat-liat, oo… si emak matanya rusak, emang kata saya dulu waktu kerja di Tanjung Pinang belum rusak banget terus disiram sama air molto jadi kata saya terus berkaca-kaca dan berair. Ini harus dibawa ke dokter buat diperiksa, harus dioperasi jadi saya belum boleh pulang. Saya itu udah minta pulang, biarin gak dianter pun atau gak dikasih ongkos gak apa-apa deh, saya ada duit sedikit untuk pulang. Biar gimana pun kalau ada utang gini-gini saya ada barang sedikit juga disini, dititipin. Ada kalung, ada ginian (sambil menunjuk giwang), ada liontin, emas dari kampung bawa. Kalau dijualkan bisa untuk bayar-bayar utang. • Bagaimana kesan dan perasaan Anda sewaktu pertama kali menjadi klien di RPTC? Gak betah cuman ya itu kata saya karena belum boleh pulang suruh operasi dulu, disuruh sehat jadi saya pertahankan. Sebenernya saya udah pengin pulang.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Ada senengnya. Senengnya karena banyak temennya, kumpul-kumpul kalau makan rame-rame, bisa curhat ngomong-ngomong bukan ngomong-ngomong masalah keadaan saya atau kesusahan saya ya, biasa-biasa namanya sama temen. Sedihnya kalau udah inget ke rumah, saya makan enak. Ya… enak lah ya taro lah tapi yang di rumah kasiang donk cucu saya biar pun bukan cucu kandung, kehilangan neneknya bukannya kerja malahan tidur di dua Depsos, di Tanjung Pinang tidur, disini tidur. Mana nenek dateng, nenek dateng bawa apa? Kan sedih, pikiran juga. Barang kita gak ada yang sisa, biasanya selalu ada sisa ini, sisa itu, dari uang hasil kerja bisa beli emas walopun gramnya gak gede. Sekarang mana? Yang ada juga habis. Sedihnya lagi saya ketimpa katarak, mesti operasi walaupun gak bayar tapi kan menghadapi namanya operasi tuh sedih, jauh ke pemilik. Walopun peribahasanya jauh ke pemilik, namanya tinggal adek. Adek satu bapak, dua laki satu perempuan, gak kayak sodara kandung. Saya mah gak kayak sodara kandung, seperti orang lain karena mereka masih ada ibunya. Jadi saya mah hidup mandiri, rumah sendiri tidak menyusahkan saudara, tanggung jawab sendiri. Biar pun itu katanya kakak saya nitip, tolong si empat ini kan tinggal sendiri katanya ya, iya diurus ini begono, nyatanya gak ada tetap sendiri (tiba-tiba klien menangis) Pulang sih pasti pulang tapi saya pulang gak punya apa-apa. Kata neng CR kalau nanti udah pulang, gak usah kerja-kerja, Mak. Pikir saya, mau makan apa, anak ini mau sekolah bagaimana, mau ngaji bagaimana, kan mesti dibayar. Ngaji sebulan bayar lima ribu, sekolah emang gak bayar tapi kan lah bukunya, lah bajunya belum lagi kalau ada urunan yang sakit atau meninggal. Gak ada dan gak dapet yang namanya sumbangan-sumbangan, semuanya adalah hasil saya bekerja. Anak kata ponakan saya disuruh ditaruh ke panti, saya gak bolehin kalau saya masih hidup, saya gak tegel. Kalau saya udah mati itu lain lagi, saya berencana ikut tuh anak dua kalau udah gede. • Siapa yang mendampingi Anda selama di RPTC dan ceritakan bagaimana hubungan Anda dengan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) Anda.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Corry. Biasa aja, baik dia, nganter ke dokter. Gak pernah dia marah-marah, bercanda ya bercanda lah ya, dia gak pernah judes. • Selama Anda berada di RPTC, apakah pendamping Anda sering mengajak ngobrol Anda? Jarang. Neng Corry jarang ngobrol. Ya… biasa-biasa aja, jarang ngobrol apaapa. Dia sering pergi nganter-nganter orang, kemarin kan baru dateng itu dari NTB. • Tolong ceritakan kapan biasanya Anda mengobrol dengan pendamping Anda. Jarang sih, gak ada waktu khusu sbuat ngobrol kok. Tapi pendamping cukup perhatian walaupun cenderung biasa saja menurut saya. Neng, walopun saya apa namanya tuh hmm… udah ngalamin hal yang berat tapi Alhamdulillah saya dikasih pencerahan sama pendamping saya jadi saya nya juga tenang pikirannya, udah enggak terlalu stress lagi. Lagian sayanya juga gak boleh stress mulu, kalo stress saya gak bisa operasi-operasi nanti malah makin lama saya disini. • Tolong ceritakan hal-hal apa saja yang selalu dibicarakan ketika Anda mengobrol dengan pendamping Anda. Yang umum-umum sajalah, kapan saya pulang dan kapan mata saya diobati. Terus saya juga dikasih masukan, saya katanya pendamping saya kalau nanti pulang disuruh gak usah kerja lagi jadi pembantu. Kata pendamping, kalau saya mau jadi kerja disuruh kerja yang gak terlalu berat kayak jualan atau bikin kue tapi kata saya modal dari mana dan yahh… kalo saya gak kerja, saya makan apa. Terus pendamping ngomong sama saya, manfaatin bahanbahan kayak singkong, ubi yang ada di kampung saya buat dijadiin makanan jadi biar bisa dijual dan uangnya bisa diputer lagi buat dijadiin modal. • Apa pendamping Anda selalu ada ketika Anda membutuhkannya atau ketika Anda ingin mengobrol dengannya? Pendamping anda perhatian tidak dengan anda? Gak tau deh, menurut saya biasa-biasa aja, neng CR jarang ngajak ngobrol. Saya sudah tidak betah disini. Neng, kalo masalahnya nunggu jemputan kita biar saya pulang sendiri, kalau untuk sekedar ongkos pulang saya punya.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Saya gak tegel kalau inget anak masih pada kecil-kecil di rumah, disini saya cuman makan, tidur nah kalau mereka gimana. Sudah satu bulan di Tanjung Pinang dan hampir 23 hari saya disini, masa saya belum dipulang-pulangkan • Selama Anda berada di RPTC, kebutuhan apa yang Anda rasa perlu diberikan oleh pihak RPTC? Saya udah tua gak butuh perhatian kayak kasih sayang, yah… saya udah lebih berdikari sendiri lah dan berpikir sendiri. Saya bukan gak perlu atau gak membutuhkan tapi gak harapin sekali karena saya tau pendamping itu kan orang lain. Jangankan dari orang lain, saya udah bilang kan bahkan dari adik sendiri saya gak perlu, gak pernah kek saya ngeluh begini ya, “hmm… aku gak punya beras, itu cucu yang di rumah tolong dulu”, biar pun bukan cucu kandung ya belum makan, tidak pernah saya bilang begitu. Palingan kemarin saya cuman ngeluh sama neng Corry soal baju waktu dia baru pulang dari NTB. “Neng Corry gimana sih, saya udah 22 hari disini, orang lain dikasih baju dua minggu sekali, saya gak”, dia cuman bilang “iyaiya, nanti”. Akhirnya saya dikasih baju dan itu ngeluhnya saya sama dia, gak pernah ini begini, ini begitu. Saya berpikir, jangankan orang lain sedangkan saudara sendiri seperti itu apalagi orang lain. Saya mah seperti itu, orang lain mau baek wajar, mau gak baek juga wajar, begitu saya mikirnya. • Meminta klien menceritakan pengalaman dan perasaan selama berada di RPTC Ketika saya sampai disini, pikiran saya akan lama lagi, tinggal disini. Makin lama, makin lama, makin lama, makin berat katarak saya, ee… bener aja. Hari ini udah 23 hari, di Tanjung Pinang 17 hari, kan lamaan disini. Emang ramenya ramean disini, di Tanjung Pinang mah sepi cuman berdua doank sama kecil. Pelayanan yang saya terima bagus. Bentuk pelayanannya tuh kayak dokter, pakaian dikasih kalau di Tanjung Pinang gak ada apa-apanya cuman makan doank. Kalau di Tanjung Pinang bebas-bebas keluar, kalau disini gak bebas, gak bisa jajan. Kalau disini kan semuanya udah teratur ada jam-jamnya, palingan beli kopi kalau mau ngopi.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
• Bila Anda memiliki masalah, bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah tersebut, apakah Anda mengkomunikasikannya dengan pendamping Anda untuk memecahkan masalah tersebut? Diem aja, gak cerita sama siapa-siapa, nangis aja udah. Jatuh air mata gak pernah cerita terkecuali neng Corry nanya saya baru cerita. Ngapain ceritacerita, dia juga gak bisa ngebantu kalau cerita terus bisa ngebantu, lumayan. Jangankan sama orang lain, sama saudara saya juga gak pernah kayak cerita anak-anak di rumah gak makan, gak pernah, usaha sendiri saja. Kebetulan anak-anaknya juga baik, kalau di rumah ada nasi sama kecap dimakan, nasi sama garam juga dimakan, kalau pagi-pagi nasi belum mateng bikin teh manis terus berangkat ke sekolah, gak ada duit jajan juga tetep pergi ke sekolah. Kadang temen juga nanya, “kenapa sih mak?”. Saya cuman jawab, gak apaapa kayak kamu gak punya susah pake nanya-nanya. Disini mah semuanya kita ini bukan orang kaya sama semua, kita orang susah. Jadi percuma, gak pernah saya cerita. Dulu waktu disana berdua juga gak pernah saya cerita, diem aja, boleh tanya tuh Purwati. Harapan emak di usia yang tua ini? Mau bekerja terus kalau gak punya modal, kalau dikasih tenaga dan kesehatan sama Allah. Kalau punya modal mau dagang, kalau gak punya mau kerja untuk memperjuangkan anak dua dan gak mungkin rumahnya di jual. Saya mau tinggal dimana dan mau ninggalin anak itu apa. Ya… kalau sekolahnya tinggi bisa bekerja, kalau sekolahnya mogok ditengah jalan, cuman SD aja, apa untuk masa depannya. Neng, jidat saya gede, pikiran saya juga panjang.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Lampiran 4
Nama
: ARS
Jabatan
: Pekerja Sosial
Lama Bekerja
: Sejak Agustus 2010
Pendidikan
: S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Pasundan
B. 1 Pelaksanaan proses konseling yang dilakukan oleh pekerja sosial dan pendamping KTK 1. Identitas tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK) • Apakah Anda pernah mengikuti atau mendapatkan pelatihan dalam penanganan atau pengidentifikasian korban trafficking atau KTK? Pernah. Pertama dari LBH APIK diadakan di Puncak tentang persamaan gender dan kedua dari IOM tentang bantuan untuk korban trafficking dan penanganannya. Lalu saya juga pernah mendapat pelatihan tentang pekerja sosial difabel juga. • Apakah Anda mengetahui kode etik pendamping ketika memberikan pelayanan kepada klien? Tolong jelaskan Untuk kode etik sendiri, saya mengetahui. Dari mulai kerahasiaan, pendampingan tetapi yang dirasa paling penting sebagai seorang peksos itu adalah kerahasiaan yaitu rahasia-rahasia klien.
2. Pelaksanaan proses konseling • Bagaimana pemahaman anda tentang korban trafficking? Hmm… perdagangan manusia itu menurut saya salah satu perbuatan keji. Pelakunya pasti gak pernah mikir tentang kerugian yang ditanggung sama korbannya, yang dipikirin cuman keuntungannya saja. Ketidaktahuan klien karena pengetahuan mereka yang masih awam tentang kerja di luar negeri sering dimanfaatkan oleh para sponsor untuk memanfaatkannya apalagi pendidikan mereka rata-rata hanya tamatan SMP. Tidak cukupnya penghasilan di kampung membuat mereka terayu oleh bujukan para
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
sponsor untuk mencari uang lebih apalagi mereka diiming-iming gaji besar dan majikan yang baik. Karena berhubung disini kliennya banyak, kita harus tau apa bedanya klien PMB sama trafficking. Kelengkapan dokumen PMB biasanya gak selengkap dari korban trafficking kalau di PMB untuk paspor bukan paspor pekerja tapi malah paspor pelancong, ada juga malahan yang gak bawa paspor sama sekali jadi karena modal nekat saja dia kerja ke luar negerinya. • Bagaimana cara Anda mengidentifikasi klien yang perlu mendapat pelayanan khusus dalam arti Anda mengkategorikan klien yang butuh untuk di konseling dan yang tidak butuh untuk di konseling? Oo… mungkin pertama butuh konseling atau tidak butuh konseling dilihat dari proses, cara, dan tujuannya. Dari prosesnya memenuhi syarat, caranya memenuhi syarat, dan tujuannya memenuhi syarat kalau dia itu trafficking, dia bisa melaju ke konseling dan kita gali apa sih yang dibutuhkan sama mereka serta apa sih yang bisa mereka kembangkan. Kedua, kita menyetting tempat untuk wawancara seenak mungkin supaya mereka bisa terbuka gitu dan mungkin dengan bertatap mata gak ada meja lebih enak. Dan memang untuk para pendamping korban trafficking harus fokus kepada korban karena disatu sisi mereka (korban) masih mengalami trauma apalagi seorang wanita traumanya itu bisa dari majikan. Kekerasannya yang diterima tidak hanya kekerasan verbal atau non verbal tapi bisa juga kekerasan yang lain dalam arti mereka sebagai sex worker ya. Kalau sex worker kan rata-rata yang menjadi pelakunya kan laki-laki jadi untuk para peksos laki-laki bener-bener harus bisa menempatkan diri. Karena tidak sedikit para klien benar-benar trauma terhadap laki-laki. • Bagaimana jika klien tidak mau menerima pelayanan di RPTC? Ya… mungkin kalau klien tidak mau menerima dan saya pun tidak bisa memaksakan karena kita penanganan orang, diliat dari titik kesuksesannya dimana si klien bisa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kalau klien tidak bisa berinteraksi dengan peksos, kita tetap berusaha untuk bagaimana cara mendekati klien tersebut. Mungkin dengan cara apa pun bisa
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
dilakukan, misalnya meminta bantuan peksos lain untuk bisa mendekati. Kemudian assessmentnya bisa dilakukan dengan cara case work, group work. • Bagaimana cara Anda melakukan assessment
terhadap klien?
Apakah ada pedoman wawancara yang Anda gunakan ketika Anda mewawancarai klien? (komunikasi verbal) Kalau pedoman sendiri seperti dibuku-buku pedoman untuk penanganan trafficking, kebetulan saya sering baca-baca. Tetapi untuk saya sendiri ketika mewawancarai klien tidak jauh dari konteks buku itu sendiri tetapi ditambahkan dengan cara kita sendiri. Karena untuk peksos itu khususnya RPTC sendiri tidak baku mengikuti suatu aturan tapi harus dengan bagaimana kita menemukan penemuan baru atau imajinasi agar klien bisa terbuka. Terkadang yang ada di buku sama yang kita terapkan bisa sama, bisa beda juga dan kalau misalnya ketika assessment kita tidak mengikuti dan berbeda dengan cara yang ada dibuku tetapi klien bisa nyaman, kenapa tidak untuk dengan cara yang berbeda. • Apakah Anda melakukan pengamatan kepada klien yang Anda dampingi di sela-sela waktu Anda? (komunikasi non verbal) Kalau untuk komunikasi non verbal itu harus terutama untuk disini sendiri. Untuk disini sendiri kita terhalang oleh waktu, dari segi penanganan, orang yang traumatik tidak bisa sembuh dalam hitungan bulan apalagi dalam hitungan hari. Karena untuk peksos-peksos di RPTC ini kita dikejar target untuk bagaimana memulangkan klien dalam waktu singkat, dalam waktu instan. Kalau untuk melihat-lihat, apa sih yang pengin dia lakukan, apa sih yang dia ini, kalau untuk peksos sendiri pasti melihat-lihat klien dari pagi sampai malam, dari bangun tidur sampai tidur lagi kita benar-benar memperhatikan. • Apakah Anda pernah menggunakan genogram atau ecomap untuk mengetahui “siapa” klien Anda? Pernah, saya lebih menggunakan ecomap untuk mengetahui klien itu siapa.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
• Menurut Anda kebutuhan klien seperti apa yang diperlukan oleh mereka (klien)? Bagaimana cara Anda memenuhi kebutuhan klien (client needs)? Sebenernya untuk penanganan di RPTC ini sendiri untuk kebutuhan klien mungkin dalam segi pakaian, makan itu pasti sudah terpenuhi karena disini udah standarnya pasti akan mendapat bantuan berupa pakaian, alat mandi, dan makan. • Kemudian apakah semua kebutuhan klien yang dirasa penting untuk klien bisa terpenuhi? Kalau saya sendiri, jujur untuk kebutuhan klien tidak semuanya terpenuhi. Kalau untuk segi pemulangan saya akui pasti semuanya akan dipulangkan. Tapi untuk kebutuhan ke depannya belum bisa terpenuhi, mudah-mudahan saya berharap nanti bisa terpenuhi. Contohnya klien yang pulang hanya sebatas pemulangan saja dan itu lepas dari kontrol kita sebagai seorang peksos. Kita bukannya gak mau mengontrol klien tersebut, kita bukannya gak mau memberikan bantuan kepada mereka karena kita disini hidup di jalur birokrasi dan kita harus tau birokrasi misalkan bagaimana caranya memfasilitasi mereka, pasti kita memikirkan itu di dalam hati. Ibarat seorang nelayan kita tidak memberikan uang untuk makan tetapi kita memberikan pancing supaya bisa memancing dan melanjutkan hidupnya, salah satunya seperti itu. Klien disini kita tidak tahu bagaimana dia melanjutkan hidupnya karena disini tidak ada sumber keterampilan, ada keterampilan tapi kurang maksimal. • Apakah Anda melaksanakan pengembangan kemampuan individu dan kelompok (small group) dalam mendayagunakan potensi? Kalau untuk mengembangkan, saya pasti mengembangkan kemampuan individu dan kelompok. Tetapi saya pribadi untuk pengembangan keseringan saya menggunakan sistem kelompok. Karena kalau dari individu sendiri, kadang kita disini
dan saya akui penanganan disini
seperti grafik yang naik dan turun, terkadang bulan ini kita dapat klien dalam jumlah besar, lalu bulan depannya menurun. Kalau dari segi individu kita harus terfokus dalam seharian penuh kita harus menangani
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
satu individu tapi kalau disini kan saking banyak kliennya akhirnya saya mendayagunakan potensi dan memotivasi mereka dalam kelompok. Seperti penyuluhan-penyuluhan pengelolaan uang, pembelajaran tentang apa itu trafficking, bagaimana kita bisa menghidupi keluarga tanpa kita pergi ke luar negeri • Ketika Anda membuat keputusan untuk klien, apakah Anda melibatkan klien dalam mengambil keputusan tersebut? Kalau pengambilan keputusan sendiri untuk saat ini, disini keputusan sih lebih ditangan kita semua, intervensi dari klien hampir tidak ada. Jadi kita ini untuk intervensi memikirkan gimana caranya tetapi untuk melibatkan sih tidak. Maksudnya tidak melibatkan klien. • Apakah Anda mengetahui tentang prinsip-prinsip pekerja sosial? Jelaskan. Prinsip-prinsipnya, hmm… mungkin kurang lebih tau lah. Kayak individualisasi, penerimaan, kerahasiaan, iya kan? Yang saya ingat dan tau kurang lebih itu saja. Kalau prinsip penerimaan, Kita sebagai seorang pekerja sosial jangan pilih-pilih klien semua orang punya tuh sama di mata Tuhan, masa kita sebagai manusia aja milih-milih. Kebetulan disini kan petugasnya gak banyak jadi klien yang udah kontrak sosial langsung dibagi-bagi ke petugas. Jadi, mau gimana kondisinya, kalau sudah dibagikan, kita dilarang buat nolak karena kita harus nerima apa pun kondisi dari klien itu, intinya gak ada pembedaan buat penanganan klien. Terus prinsip komunikasi, kalau di pelaksanaan konseling kita bisa berkomunikasi dengan baik dan gak terdengar menghakimi maka si klien pun bisa percaya dan nyaman dengan kita. Klien pun, hmm… akan cerita panjang lebar sama kita tanpa kita minta jadi lebih enak begitu. Prinsip
individualisasi,
hmm…
yang
saya
tahu
dalam
prinsip
individualisasi tuh hmm… intinya gini, setiap orang tuh unik begitu juga klien yang masuk sini jadi kita jangan sampai beranggapan semuanya sama. Jadi, nanti ini akan ngaruh ke rencana intervensi makanya kita harus bisa membedakan klien dan masalahnya. Kalau prinsip kerahasiaan itu prinsip yang udah paling sering kita pegang, pokoknya kita merahasiakan
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
masalah klien dari pihak-pihak di luar RPTC dan kepentingan klien itu sendiri. Apalagi ya? Oiaa… partisipasi, bener gak? Hmm… Konseling berhasil kalau si klien juga ikut terlibat untuk menghadapi masalahnya, gak hanya dari petugas aja tapi kan klien juga harus dilibatkan. Bagaimanapun klien yang hmm… berpartisipasi dalam konseling ini diharapkan bisa merespon. Untuk mawas diri, sebagai seorang pekerja sosial kita harus belajar empati, jangan simpati. Kalau kita terus-terusan bersimpati sama cerita klien, adanya kita gak akan nemu-nemu solusi dari masalah klien. Kan kita sebagai petugas pastinya udah tau kode etik nya apa jadi sewaktu ngelaksanain konseling yahh… kita harus patuh sama kode etik itu biar nemuin solusi dan kita buat klien bisa mandiri sama masalahnya jadi gak tergantung sama kita. Nanti setelah keluar dari sini yang bisa bantu dia ya… dirinya sendiri. • Bagaimana Anda menerapkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam pelaksanaan proses konseling pada klien? Untuk
disini,
gimana
ya?
Hmm…
untuk
saya
pribadi
untuk
mengembangkan ilmu kepeksosannya dan dalam mengembangkan prinsipprinsipnya mungkin disini… sebenernya sih untuk prinsip dari mulai segala-galanya kita udah mencoba untuk mengembangkannya. Gimana sih cara mengembangkan ini untuk konselingnya, intinya disini sangat sulit untuk menerapkan dan mengembangkan prinsip-prinsip bukan sangat suli tetapi belum dapat. • Bagaimana pelaksanaan konseling yang ada di RPTC? Untuk konseling di RPTC disini sih… kalau untuk saya pribadi, gak tau teman-teman yang lain, kalau saya pribadi lebih ke pola pendengar, pendengar sejati kalau saya. Mendengarkan dan member intervensi pun saya tidak terlalu langsung karena kalau saya lebih untuk menggali informasi di proses assessment, kalau untuk di proses konseling saya lebih banyak mendengarkan. Mendengarkan keluhan, mendengarkan keinginan dan sebenernya mendengarkan mau kemana gitu. Klien ini setelah ini mau kemana jadi dari situ kita bisa menyimpulkan dan menambahkan atau gimana untuk pelaksanaan intervensi terakhir.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
• Apa yang dimaksud dengan konseling? Konseling itu, hmm… kalau konseling yang dilakuin disini itu bentuknya ngobrol-ngobrol kan, ngobrolnya bisa dilakuin dimana aja gak ada aturan harus konseling disitu atau disini, pokoknya senyaman mungkin. Konseling ini kan dilakukan buat gali informasi sama klien dan hmm… nanti dari hasil konseling dikembangin rencana intervensinya. Soalnya kalau di assessment awal gak semua klien bisa ngungkapin informasi yang kita butuhin. Konseling tuh susah-susah gampang, dek. Gimana ya, kadang ada klien yang suka menolak padahal kita suka ngeliat dia tuh butuh untuk di konseling. • Apa tujuan dari konseling? Tidak jauh berbeda, seperti yang pernah saya sebutkan kemarin ya dek, saya teh didalam konseling itu lebih banyak mendengarkan. Karena kalau kita konselingnya bener-bener pastinya semuanya akan tergali maka dari itu kalau di konseling saya selalu berusaha menjadi pendengar yang baik. Dari konseling kita bisa nemuin pemecahan masalah dari masalah si kliennya yang gak bisa diselesein oleh klien seorang diri, itu saja menurut saya. • Bagaimana proses assessment pada konseling dilakukan dilakukan? Awalan dari konseling itu assessment. Nah, di assessment saya mendengarkan masalah dari klien dan mulai mencoba melakukan pendekatan sama kliennya supaya dia mau terbuka. Karena menurut saya ya, assessment itu hmm… bisa dibilang kunci utama buat pengungkapan masalah secara mendalam supaya bisa dicari solusinya. Dek, saya ngelakuin konselingnya gak hanya di dalam ruangan tapi menurut saya konseling itu bisa dilakuin dimana saja yang penting si kliennya bisa nyaman dulu sama kitanya. Setelah si klien keliatannya nyaman, timbulin rasa kepercayaan untuk klien agar klien bisa nyeritain semua masalahnya, gak akan ada yang tau kecuali dari si klien sendiri yang bocorin. Hmm… kalau kliennya udah percaya sama kita kan enak yah, jadinya kita sama klien akrab. Klien pun pastinya merasa didengerin sama kita karena rasa percayanya mereka ke kita sebagai petugas disini. Lagian disini semuanya
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
udah saya anggep kayak keluarga sendiri karena saya juga tinggal disini kan. • Bagaimana proses identifikasi tujuan pada konseling dilakukan? • Bagaimana proses eksplorasi pada konseling dilakukan? Hmm… dari kita mendengar dan sudah tau masalah si klien kita mencoba ngasih masukan ke klien. Masukannya ini berupa pemecahan masalah yang solutif dan yang belum pernah klien lakukan. Misalkan gini ya, hmm… dia mantan sex worker ya, terus dia minat sama bidang tata rambut tapi dia belum punya kemampuan. Terus saya tawarin ke dia kalo mau kursus tata rambut bisa di rujuk ke RPSW disana kan ada macem-macem kursus. Tapi kalo dia gak mau karena pikirannya pengin pulang terus saya bujuk dia dengan ngajak klien berpikir panjang, kalo klien udah punya keterampilan nanti pas dipulangin enak, siapa tau klien mau buka salon atau apa. Jadi, saya ngajak klien berpikir jangka panjang lah. Setelah mendengarkan keluhan klien selama disini dan setelah keluar dari sini saya berusaha agar mereka bisa nyaman seperti selama disini apa sih yang dirasakan, apa sih yang kurang dari kita. Kita bukan berbicara individu tetapi kita berbicara kelompok karena disini sendiri klien-kliennya memiliki kesulitan tersendiri dan ingin segera pulang. Kebanyakan TKI asal luar negeri itu setelah ia pulang ke Indonesia, berpikirnya bahwa ia akan segera pulang ternyata ditampung disini dan mereka pun merasa kecewa apalagi yang diluar pulau Jawa. Tidak sedikit dari mereka yang mengeluh ini dan itu tetapi kita berusaha untuk memenuhinya selama disini dan membantu kalau dia sudah keluar dari sini misalnya dia pengin kursus dan kami mencoba berkoordinasi dengan rekanan lembaga lainnya. Misalnya begini, Mbak kenapa sih gak bekerja disini saja? Sewaktu proses konseling saya mendengarkan dan mendapatkan jawaban menurut TKInya pertama karena tidak ada modal, kedua dari segi pendidikan. Karena untuk TKI yang masuk disini paling banyak itu keluaran smp. Jadi kita selama disini, mereka mau apa mungkin kita mendengar, menangkap, dia punya potensi apa dan disini selalu ada kegiatan seperti memasak, bikin kue. Kita liat potensi dia, oo… dia berpotensi untuk memasak atau apa dan kita
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
mencoba berjejaring dan bekerja sama bersama NGO setempatlah seperti IOM agar bisa memfasilitasi dari mulai kesehatannya, pemulangannya, sampai nanti bantuan disana tidak berbentuk uang tetapi berbentuk barang. • Bagaimana proses membangun komitmen pada konseling dilakukan? Rencana intervensi udah dibuat, klien pun udah mengiyakan buat jalanin rencana intervensi yang udah dipilih dan disepakati tapi gak semua nya berjalan mulus, dek. Kadang-kadang tuh klien batalin gitu aja sama keputusan yang dia ambil. Banyak lah yang mempengaruhi dia… Misalnya karena omongan temennya, kalau nanti dia ngambil kursus pulangnya bakal lebih lama lagi dan malah makin lama juga buat ketemu keluarga. Terus dianya juga angot-angotan, pola pikirnya tiba-tiba mundur lagi, yah… kita juga maklum lah ya sama kliennya tapi kita tetep berusaha biar klien jalanin pilihan yang udah dia ambil, • Bagaimana proses terminasi pada konseling dilakukan? Ketika melakukan terminasi kepada klien yang memiliki ketergantungan kepada saya, biasanya saya melakukan terapi realita. Saya disana menjelaskan kepada mereka, hidup ini disini cuman sekali dan kita pun jangan pernah tergantung disini, ini bukan tempat terakhir kita dan disana dimana ketika kita melihat cermin terpampang wajah kita, ketika melihat jendela hanya itu yang dilihat tapi ketika membuka jendela masih banyak ruangan-ruangan yang belum kita isi. Makanya saya selalu memberikan terapi dan kalau dia masih tetep terkegantungan sebisa mungkin kita harus bisa menghindar tapi dengan cara baik. Menghindarnya mungkin dengan mengurangi intensitas ketemu dimana kalau kita ketemu biasanya full tujuh hari, kita harus mengikis menjadi tiga hari. Karena setiap manusia diberikan akal dan pikiran, sehingga ketika menghindar klien pasti berpikir ini menghindar atau bagaimana dan Insya Allah klien akan bisa berdiri sendiri. Ketika bertemu klien kita memberikan masukan-masukan bahwa dia bisa berdiri sendiri dan dia bisa mandiri jadi individunya lebih dimandirikan gitu. • Kapan biasanya Anda melaksanakan proses konseling terhadap klien?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Klien berada di sini paling lama enam bulan karena menunggu pemulangan sehingga terkadang tidak ada estimasi kapan konseling atau kapan harus ini karena dari peksos sendiri tidak tahu pemulangan itu kapan. Karena info pemulangan itu kan datangnya dari pusat dan kalo kita gak dikabarin info pemulangan bisa-bisa klien nunggu lama lagi buat datengnya kapal. Jadi untuk konseling sendiri kalau saya sendiri, contohnya dalam seminggu itu saya mengambil konseling itu dua kali karena untuk selanjutnya saya bukan sebagai petugas, saya lebih menjadi teman dan saudara disini buat mereka. Waktu itu soalnya pernah, ada miskomunikasi sm orang pusat, ehh… kitanya gak dapet info jadinya si klien harus nunggu lama lagi buat pulang. Terus ada lagi kenapa sih klien lama disini, hmm… kemungkinan karena si klien punya sakit tertentu dan harus pengobatan disini atau emang klien harus operasi dan pasca operasi klien harus berobat dulu. Bisa juga karena kliennya udah gak punya keluarga kayak si klien SL, dia harus nunggu panti yang mau jadi tempat rujukannya atau si klien SS keluarganya kan gak nerima dia makanya kita usahain cari panti biar dia bisa dikasih keterampilan di panti itu nanti pas keluar dari panti dia bisa kerja yang bener. Lumayan kan kalau klien SS itu punya keterampilan paling gak hmm… dia bisa ngidupin dirinya sendiri lah tapi tetep juga kita usahain biar keluarganya mau nerima dia • Bagaimana reaksi Anda bila klien menolak untuk mengikuti proses konseling ini? Ya.. mungkin kalau saya berbicara reaksi sebagai orang normal, jelas saya sakit hati ya, hahaa… hanya kalau itu bukan sebagai seorang peksos. Tapi kan kita berbicara tentang background kita, dimana kita dilahirkan, ilmu apa yang kita bawa kesini dan tentunya kita tau bagaimana caranya bisa mendekati dan apabila dia tetap gak mau, kita jangan begitu menyerah saja. Kita lepasin dia tetapi dengan pantauan kita juga dan kita mencari celah dimana kita bisa masuk. Misalnya dia lagi enak olahraga kita ikut olahraga, dimana dia enak ikut nonton kita ikut nonton, mungkin kalau dia lagi di kamar kita bisa bantu merapikan apa, mungkin dengan cara itu.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Tetapi saya sebagai peksos tidak akan menyerah, bagaimana caranya mendekati klien itu. • Bagaimana cara Anda menghadapi klien yang sulit untuk diajak bekerja sama dalam pelaksanaan proses konseling? Tips and triknya mungkin kalau segi penanganan orang, krusial ya… mungkin banyak naik turun naik turun, bagaimana sih yang ini lebih begitu, yang itu lebih begini. Intinya mah untuk tips dan trik nya kita harus merasakan, harus bisa merasakan. Dalam assessment awal dia orangnya begini, bagaimana sih kita dalam posisi orang kayak gitu. Misalkan klien memiliki pandangan sempit dan gelap, hati yang bingung dan mereka membutuhkan suatu pegangan, disitulah kita sebagai peksos bisa jadi pegangan atau penuntun. Kita harus bisa lebih merasakan, harus lebih… empati karena simpati saya gak pernah. Jadi harus lebih merasakan dan kita harus aplikasi kan gitu • Ketika klien Anda memiliki masalah, bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah klien tersebut? Ceritakan. Mungkin kalau disini sendiri sih, kalau saya berbicara disini misalnya ada klien memiliki masalah sesama klien disini, pertama saya mencari siapa pendampingnya, kita duduk disuatu ruangan dan kita selesaikan barengbareng, kemudian sebisa mungkin pendamping itu bener-bener seorang pendamping, bisa menjadi ayah, bisa menjadi ibu, bisa menjadi teman dan bisa menjadi segalanya, intinya bisa sebagai tempat mengadu seorang klien. Jadi kalau misalkan ada klien yang bersitegang dengan temannya maka saya mencoba berunding dengan pendampingnya. Lalu kalu untuk masalah segi individu, saya mencoba untuk konseling sendiri dan apabila klien tetap bersikeras dalam suatu hal, saya berunding dengan manager kasus tetapi tidak melibatkan kliennya. Saya sendiri yang mengahadap manager kasus dan saran yang didapatkan dari manager kasus, saya aplikasikan ke klien.
B. 2 Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
1. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien? Faktor pendukung disini mungkin untuk pelaksanaan konseling sendiri yang pasti dalam segi kepeksosannya kemudian juga karena faktor pendukungnya ruangan. Ruangan kita punya yang privat, tempat untuk konseling. Kedua, faktor pendukung disini mungkin kondisi disini. Kondisi disini tidak terlalu ramai, kemudian dari lingkungan juga bisa sebagai faktor pendukung. Selain itu, disini ada manager kasus dan manager kasusnya Insya Allah memfasilitasi apa yang kita butuhkan untuk klien. 2. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien? Hambatan disini mungkin tempat, tempat tinggal, tempat tidur. Kadang orang normal sekamar dengan orang trauma dan ujungnya orang normal tidak bisa memahami orang trauma dan orang trauma tidak bisa memahami orang normal. 3. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut? Kalau saya sendiri, ingin memberikan pelayanan yang lebih untuk menghadapi hambatan tersebut, biar lebih terfokus untuk penanganan kasus. Namun sayangnya dalam segi ruangan kan tidak ada, dimana seharusnya ada ruangan khusus untuk orang trauma tetapi disini tidak ada.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Lampiran 5
Nama
: PS
Jabatan
: Pekerja Sosial
Lama Bekerja
: Maret 2010
Pendidikan
: S1 Kesejahteraan Sosial, STKS, Bandung.
B. Pedoman Wawancara untuk Pekerja Sosial dan Pendamping Korban Tindak Kekerasan (KTK) B. 1 Pelaksanaan proses konseling yang dilakukan oleh pekerja sosial dan pendamping KTK 1. Identitas tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK) • Apakah Anda pernah mengikuti atau mendapatkan pelatihan dalam penanganan atau pengidentifikasian korban trafficking atau KTK? Pernah. Waktu itu yang mengadakan dari IOM di daerah Bekasi selama tiga hari • Apakah Anda mengetahui kode etik pendamping ketika memberikan pelayanan kepada klien? Tolong jelaskan Saya tahu. Seperti menjaga kerahasiaan, maksudnya permasalahan yang dialami oleh klien itu hanya pendampingnya yang tahu. Karena pendamping yang melakukan wawancara, melakukan penggalian masalah, tetapi hmm… penanganan itu kan bisa dilakukan oleh peksos bekerja sama dengan misalkan rumah sakit, dokter misalnya, psikolog itu gak apa-apa karena masih satu tim profesi dalam penanganan masalah klien.
2. Pelaksanaan proses konseling • Bagaimana pemahaman anda tentang korban trafficking? Trafficking itu kan penjualan manusia ya. Kalau untuk klien trafficking gak semua yang pergi atas kemauannya sendiri biasanya mereka dapat dorong pergi itu karena paksaan dari orang tua atau rayu bujuk yang benar-benar kuat dari si agen. Terus nanti dari si agen, korban akan disalurkan sama orang yang ada di atas mereka. Hmm… kalau mau
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
bekerja ke luar negeri kan sebaiknya karena kemauan sendiri bukan karena paksaan tapi dia yang bener-bener mau berangkat kesana. Belum lagi si kklien dapet eksploitasi secara fisik dan ekonomi, klien disini yang menjadi korban trafficking sering mengalami kekerasan secara fisik, yahh… tangannya disetrika, dipukul pake benda tumpul, ditendang sama majikan, pokoknya banyak deh, dan nyampe sini mereka ngalamin luka yang cukup serius pas dibawa ke dokter. Bahkan beberapa bulan lalu ada yang meninggal di Rs. Koja karena sudah parahnya • Bagaimana cara Anda mengidentifikasi klien yang perlu mendapat pelayanan khusus dalam arti Anda mengkategorikan klien yang butuh untuk di konseling dan yang tidak butuh untuk di konseling? Diliat dari hmm… maksudnya kan, hmm… awalnya itu kan di assessment ya. Assessment itu kan penggalian masalah masalah dia, baru gambaran umumnya saja. Nah, setelah di konseling baru dia tergali jadi diliat permasalahannya apa dulu melalui assessment. Nanti dari assessment keliatan dia punya masalah apa, baru dikonseling. Dikategoriin trafficking kalau klien ngalamin paling tidak dua unsur maka dikategorikan trafficking tapi biasanya kalau korban trafficking ngalamin tiga-tiganya dari proses, cara, dan tujuan. Kita juga nanya gimana dia berangkat karena direkrut sponsor atau gak, ada paksaan atau dijebak atau gak.Kalau misalnya ada klien mengalami penipuan berarti proses dan cara sudah cocok dengan kriteria. Nah, yang terakhir diliat tujuannya, klien bekerja sesuai gak sama perjanjiannya terus dia disana pernah dikasarin ato gak. Misalnya si klien ngalamin itu semua, dia adalah korban trafficking. • Bagaimana jika klien tidak mau menerima pelayanan di RPTC? Waktu itu pernah ada klien yang gak mau menerima pelayanan di RPTC tetapi hanya satu orang saja, kebetulan klien yang saya tangani. Jadi memang karena keinginannya ingin pulang terus akhirnya dia dipulangkan secara paksa maksudnya membuat surat pernyataan pulang paksa. Ya… kalau memang kliennya tidak mau ditangani, kita kembalikan lagi sama kliennya gitu.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
• Bagaimana cara Anda melakukan assessment
terhadap klien?
Apakah ada pedoman wawancara yang Anda gunakan ketika Anda mewawancarai klien? (komunikasi verbal) Hmm… waktu pertama kali melakukan assessment tentunya yang ditanya pertama kali adalah mengenai identitas, nama, alamat, asal dari mana, umur, lalu identitas keluarganya, orangtuanya, adik, kakak. Nah, hmm… kalau untuk assessment itu kan yang kita butuhkan adalah penggalian masalah awal. Jadi kita menanyakan awal kejadian dari dia berangkat, misalnya kasusnya ini trafficking jadi kita tanya awal berangkat sampai dia tiba di RPTC yang saya tanya singkat aja gak terlalu mendalam gitu untuk cuman tau permasalahan awalnya seperti apa sampai dia bisa tiba di RPTC. Terus kalau untuk pedoman wawancara sebetulnya di RPTC itu tidak ada ya, tidak ada pedoman khusus untuk wawancara yang ada hanya kontrak sosial yang berisi identitas dan proses perkembangan. Tetapi untuk pedoman wawancara seperti pertanyaan-pertanyaan yang untuk diajukan itu tergantung dari peksosnya maksudnya peksosnya yang menggali tanpa melihat pedoman, itu kalau untuk di RPTC. Tapi kita, kalau kliennya trafficking memang kita ada form dari IOM. Kita selalu gunakan kalau kliennya trafficking tetapi kalau kliennya pekerja migran kita gali dengan menggunakan skill kita aja. • Apakah Anda melakukan pengamatan kepada klien yang Anda dampingi di sela-sela waktu Anda? (komunikasi non verbal) Itu pasti ya. Kalau saya menangani klien itu, tentunya saya melihat setiap hari, saya juga pengin tahu perkembangan setiap harinya seperti apa jadi hmm… ketika dia ikut kegiatan, respon apa yang dia berikan terus perlakuan-perlakuan seperti apa. Hmm… misal, mulanya dia pemalu, kemudian setelah mengikuti kegiatan dia mulai tidak malu lagi. Nah, saya pernah mengalami seperti itu maksudnya mengobservasi klien yang pernah saya tangani. Jadi sih hampir setiap hari, klien yang saya tangani, yang saya pegang tentunya saya pengin tau perkembangannya dia.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
• Apakah Anda pernah menggunakan genogram atau ecomap untuk mengetahui “siapa” klien Anda? Pernah. Saya pernah menggunakan ecomap. Waktu itu saya menangani klien usia anak, masih usia anak. Karena dia mengalami permasalahan dengan keluarganya jadi saya pengin tau orang-orang yang menurut klien itu terdekat jadi waktu itu saya menggunakan ecomap sama genogram. • Menurut Anda kebutuhan klien seperti apa yang diperlukan oleh mereka (klien)? Bagaimana cara Anda memenuhi kebutuhan klien (client needs)? Kalau selama di RPTC sebenernya mereka butuhnya, hmm… keinginan untuk pulang ya, itu yang pertama. Terus kalau selama disini, apa ya, hmm… mereka butuh refreshing sih sebenernya. Misalnya mereka hmm… apa ya, refreshing tuh dalam artian, mereka gak mau banyak pikiran, yaa… nanti dari pertugasnya memberikan permainan-permainan seperti games. Terus ada juga kebutuhannya itu, mereka ingin kerja. Selama disini, mereka ingin kerja sekaligus mendapatkan uang, ada juga yang seperti itu. Kebutuhan kasih sayang juga ada. Mereka banyak juga yang membutuhkan kasih sayang terutama dari keluarganya karena kan hmm… apa, mereka itu memang kurang perhatian dari keluarga. • Kemudian apakah semua kebutuhan klien yang dirasa penting untuk klien bisa terpenuhi? Gak juga sih. Karena kalau disini kita kan terbatas ya, maksudnya untuk memenuhi kebutuhan klien. Misalnya dia jenuh disini, pengin jalan-jalan, ya… kita gak bisa kan, ya, kita memberikan pelayanan semaksimal mungkin walaupun kebutuhan klien ada yang belum terpenuhi. Yah… setidaknya kalau disini kan kita hanya memberikan pemulihan psikososial ya, misalnya mereka mengalami stress atau trauma setidaknya mereka menjadi berkurang lah stress atau traumanya. • Apakah Anda melaksanakan pengembangan kemampuan individu dan kelompok (small group) dalam mendayagunakan potensi?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Iya, kan saya hmm… menggunakan metode casework ya, casework, groupwork. Kalau untuk melakukan assessment, konseling menggunakan metode casework. Terus hmm… permainan juga bisa dilakukan menggunakan groupwork jadi bisa terlihat potensi yang dimiliki oleh klien. • Ketika Anda membuat keputusan untuk klien, apakah Anda melibatkan klien dalam mengambil keputusan tersebut? Iya, kalau keputusan itu kan saya kembalikan sama klien, memang kalau saya sih hmm… hanya memberikan gambaran berupa pilihan-pilihan sama klien jadi nanti klien yang tinggal memilih gitu. Tentunya itu yang sesuai dengan keinginan klien dan yang memang kebutuhan klien juga. Jadi saya hanya sekedar memberikan alternatif berupa pilihan tetapi yang menentukan dan mengambil keputusan itu tetap klien. • Apakah Anda mengetahui tentang prinsip-prinsip pekerja sosial? Jelaskan. Yang saya tau prinsip-prinsip pekerja sosial itu individualisasi kemudian kerahasiaan, tidak menghakimi, hmm… kemudian empati, mawas diri, dan hmm… apalagi ya, masih ada sebenernya tapi saya lupa. Prinsip Penerimaan, artinya yang saya tahu kita sebagai seorang peksos harus menolong dan menerima klien yang butuh bantuan dan kita juga gak boleh menghakimi mereka terlepas dari benar atau salahnya. Terus apalagi ya? Oiaa… Prinsip Komunikasi yang gak boleh dilupain tuh karena Komunikasi itu penting apalagi buat konseling. Kalau komunikasi kita enak, yang kita sampaikan ke klien kan juga nyampe ke mereka dan itu hmm… akan bantu buat rencana intervensi. Prinsip Individualisasi, klien disini semuanya datang dari latar belakang keluarga, suku, agama, pendidikan, pola pikir, dan karakter orang yang berbeda-beda. Jadi masalahnya pun berbeda-beda hmm… yang pasti kita berusaha memberikan intervensinya sesuai dengan kebutuhannya dia tentunya kalau si klien juga mau menerima pelayanan disini, pasti kita bantu.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Dalam prinsip kerahasiaan, saya memiliki batasan-batasannya. Ya… saya sebagai pekerja sosial dan mereka klien tentunya kan ada batasan-batasan dan batasan-batasan itu ada di prinsip-prinsip pekerja sosial. Dalam menerapkannya itu yaa… misal kan mereka sedang bercerita tentang masalah yang sedang mereka alami tentunya saya sebagai pekerja sosial, saya merahasiakan masalah yang dialami oleh klien. Kemudian dari segi karakter, mereka kan berbeda-beda, nah disitu muncul karakter yang berbeda-beda itu, saya menyikapinya sesuai dengan karakter itu jadi tidak membedakan dengan yang lain. Maksudnya gini… misalnya si ini keras, si ini lembut jadi harus lembut. Saya tidak seperti itu, kalau memang watak karakternya keras saya sesuaikan dengan karakternya dia, tidak memaksakan dia. Intinya saya tidak memaksa klien, kamu harus seperti ini, kamu harus bersikap lemah lembut, tidak seperti itu tetapi saya liat dulu mungkin karena bawaannya dari kecilnya seperti itu tetapi saya tetap menyampaikan hal-hal yang baik sih. Lalu apa lagi ya? Kayaknya masih ada yang belum kesebut, sebentar saya sambil inget-inget lagi. Hmm… prinsip partisipasi ya? Di prinsip partisipasi, konseling itu sendiri tidak dilakukan hanya dilakukan oleh pendamping dari klien bisa juga dilakukan oleh tim profesi lainnya jika masih belum tergali tetapi hmm… kalau sudah agak parah saya serahkan sama psikolog karena saya merasa sudah diluar kemampuan saya. Terakhir, Mawas Diri bukan? Hmm… maksudnya itu kita harus profesional sewaktu melakukan tugas buat mengkonseling klien, yahh… diluar konseling pun kita harus tetap profesional sama klien tapi bukan berarti kita ada semacem gap nya, hanya batasan petugas sama klien aja hanya disini sistemnya kan kekeluargaan jadi lebih enak. • Bagaimana Anda menerapkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam pelaksanaan proses konseling pada klien? Ya, seperti yang tadi saya bilang, saya sebagai pekerja sosial dan mereka klien tentunya kan ada batasan-batasan dan batasan-batasan itu ada di prinsip-prinsip pekerja sosial. Jadi kita, petugas disini berusaha profesional
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
dan berusaha menerapkan prinsip-prinsip itu ke dalam konseling kepada klien. • Apa yang dimaksud dengan konseling? Yang saya tahu konseling itu berbeda sama pemberian nasihat, pemberian nasihat proses berpikir ada dan diberikan oleh penasihat sedangkan dalam konseling proses berpikir dan pemecahan ditemukan dan dilakukan oleh klien sendiri. Tapi pakai bantuan kita juga hanya gak semuanya dilakukan sama kita. • Apa tujuan dari konseling? Tujuan konseling sebagai penguatan diri dari klien sendiri, maksudnya dari hasil konseling itu bisa terlihat ternyata ini kebutuhan klien seperti ini, yang dirasakan klien ini, klien menginginkan ini. Misalnya si klien ingin bertemu sama keluarganya, otomatis saya harus kroscek keluarganya dia. Tapi ternyata keluarganya gak menerima dia tapi dia juga gak mau disini terus atau dirujuk ke panti. Yasudah, melalui konseling saya buat penguatan untuk dia dan saya hmm... menyuruh dia banyak bersosialisasi saja sama orang-orang disini biar gak banyak murung atau mengucilkan diri. • Bagaimana proses assessment pada konseling dilakukan? Hmm… konseling itu kan layanan lanjutan setelah assessment kan. Jadi setelah melakukan konseling beberapa kali untuk penggalian masalah, saya bisa nangkep apa yang jadi masalahnya. Terus saya dengan suara halus dan jelas berusaha menguatkan dia atas segala masalah yang lagi dihadepin sama dia, saya sendiri harus empati soal masalah yang dihadapin sama klien. Di assessment saya mencoba menjadi pendengar yang baik untuk klien karena saya ngerti klien pengin di denger. • Bagaimana proses identifikasi tujuan pada konseling dilakukan? Langkah selanjutnya di konseling, hmm… saya melakukan identifikasi tujuan maksudnya begini saya mengajak klien untuk berpikir soal tujuan dia. Setelah dia keluar dari RPTC, dia mau kemana, mau ngapain itu harus dipikirin tetapi harus hmm… realistis jangan mengada-ada. Selain itu saya juga membantu klien untuk mengkonsep ulang tentang ekspektasi dari
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
masalah yang dihadapi oleh klien. Karena ekspektasi klien suka beda-beda hmm… lebih ke pandangan tentang diri klien, misalnya gini si klien ini dianggap sebagai sumber dari semua masalah istilahnya dikambing hitamkan lah ya. Tetapi dengan membantu mengonsep ulang dapat membantu keluarga untuk mengubah fokus mereka. Jadi seluruh anggota keluarga bertanggung jawab atas masalah yang ada • Bagaimana proses eksplorasi pada konseling dilakukan? Sebagai pendamping kita harus dapat mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien. Pengungkapan masalah dan bagaimana cara sebelumnya klien menghadapi masalah tersebut harus bisa kita tanggapi secara cermat. Tujuannya, hmm… agar tidak terjadi kekeliruan sewaktu membuat rencana intervensi untuk klien jadi pada proses ini klien menceritakan masalah dan kita mencermatinya. Mencermati apa yang sudah dilakukan klien untuk penyelesaian masalah pada masalah yang sebelumnya terus setelah saya sudah tahu masalah yang sebenernya saya mencoba membuat rencana intervensi bersama klien dimana rencana intervensi itu juga disesuaikan dengan kondisi klien, biasanya saya melihat dari kebutuhan klien. Selain melihat dari kebutuhan klien, saya juga melihat potensi dari klien hmm… saya tanya hobinya apa, kebisaan dia jadi disesuaikan sama dianya. Sewaktu mau buat rencana intervensi, saya dan klien mikirin dulu tentang resiko-resiko yang harus ditanggung sama klien. Kalau dia sanggup maka kita akan meneruskan rencana intervensi yang sudah dibuat tapi kalau gak sanggup kita mencoba mencari alternatif lain. Intinya, hmm… kepentingan klien menjadi prioritas dengan catatan semua disesuaikan lagi sama kebutuhannya. • Bagaimana proses membangun komitmen pada konseling dilakukan? Saya sudah ngasih masukan sama klien dan klien menyetujui, nahh… sekarang tinggal lebih menyakinkan klien untuk jalanin pilihan yang dia ambil biar gak mundur lagi soalnya repot lagi kalau dia mundur. Biar gak mundur lagi kita berusaha banget ngeyakinin klien supaya tetap pada pilihannya, kembali lagi ke skill pendampingnya yang jelas klien jangan sampai batalin rencana intervensi yang sudah dibuat. Memang susah-susah
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
gampang tetapi hmm… kita usaha dulu lah kalau kliennya mulai goyah kita aja bicara baik-baik tetapi kalau sampai di titik klien bener-bener gak mau ngejalanin rencana intervensi kita buat lagi rencana intervensi yang baru. Tetapi kalau dia gak mau juga membuat rencana intervensi yang baru, kita coba dikonsulkan sama case manager nanti kan sama beliau dikasih masukan. • Bagaimana proses terminasi pada konseling dilakukan? Terminasi ya, hmm… yaitu sesuai dengan keputusan yang klien ambil, klien seperti apa. Maksudnya dari hasil konseling itu bisa terlihat ternyata ini kebutuhan klien seperti ini, yang dirasakan klien ini, klien menginginkan ini misalnya. Terminasinya kita kembalikan ke klien, kalau dia butuh pulang dan ingin bertemu keluarganya, saya mencoba berkoordinasi dengan keluarganya. Terminasi juga diiringi dengan penguatan untuk klien, misalnya dia butuhnya sekolah maka saya akan mencoba berkoordinasi dengan dinas setempat dan keluarga supaya dia bisa sekolah. Seperti itu terminasinya. • Bagaimana pelaksanaan konseling yang ada di RPTC? Kalau pelaksanaan konseling yang dirasakan sama saya, masih kurang sebenernya
maksudnya
belum
seratus
persen
bisa
menggali
permasalahannya dia karena disini banyak klien yang ditangani. Tentunya saya sebagai pekerja sosial, saya merasa kurang fokus gitu dalam menangani klien karena sistem disini kan kedaruratan ya. Intinya masih dirasakan kurang mendalam. Tanya: Ada patokan waktunya gak sih ketika kakak melakukan konseling ke klien, kak? Kalau kita melakukan konseling, kita liat dulu kondisi klien. Kalau memang klien butuh pendampingnya untuk melakukan curhatan-curhatan, ya… kita melakukan konseling. Maksudnya kita sesuaikan dengan kondisi klien atau klien sedang mengalami kesedihan atau yang awalnya mereka gembira tapi mereka tiba-tiba jadi sedih, murung. Nah, kita sebagai pekerja sosial tentunya kan kita nanya ‘kenapa’ pada saat itu kita
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
melakukan konseling ke klien, kita memberikan penguatan-penguatan sama klien supaya tidak sedih lagi misalkan begitu. Tanya: Ada patokannya gak harus melakukan konseling berapa kali, kak? Ya itu, saya kembalikan lagi sama kliennya kalau memang penanganannya masih kurang dalam artian saya sebagai pekerja sosial merasa penanganannya masih kurang tetapi klien sudah tidak membutuhkan lagi, kita bisa liat lah si klien seperti apa dulu, apakah butuh dikonseling lagi atau tidak tentunya nanti saya liat dan observasi dia dulu. • Kapan biasanya Anda melaksanakan proses konseling terhadap klien? Gak tentu nih tapi saya usahakan minimal seminggu sekali sampai dua kali karena saya harus membagi perhatian saya ke beberapa klien jadi memang bener-bener harus diatur waktunya. • Bagaimana reaksi Anda bila klien menolak untuk mengikuti proses konseling ini? Mereka tidak sabar untuk pulang padahal mereka masih harus disini karena kita liat mereka butuh kita tolong. … habisan mereka sebelum kesini juga dijanjiin sama petugas sana kalo mereka langsung dipulangin, ehh… tau-taunya mereka dibawa ke sini, kan orang siapa yang gak kesel dibohongin, saya ngerti perasaan mereka gimana. Waktu itu pernah saya tanya sebenernya mereka gak apa-apa dibawa kesini asal petugasnya gak bohong pakai acara ngomong dipulangin cepet, yahh… akhirnya kita disini yang repot dan dengerin marah-marah mereka. Klien pengin cepet pulang kan soalnya mereka udah lama gak ketemu keluarga bahkan ada klien yang udah tiga tahun belum pernah ketemu keluarga makanya mereka berontak pengin pulag. Kalau klien menolak untuk dikonseling, yahh… saya juga tidak mau untuk memaksakan dia untuk mau dikonseling paling nanti lain waktu kalau saya masih belum melengkapi data-data yang masih kurang. • Bagaimana cara Anda menghadapi klien yang sulit untuk diajak bekerja sama dalam pelaksanaan proses konseling?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Saya liat kesukaan dia. Dia sulit dikonseling, saya cari tau kenapa dia sulit untuk dikonseling gitu kan. Pertama saya cari tau alasannya kenapa, terus yang kedua bagaimana cara saya mendapatkan informasi dari dia tentunya lakukan dengan cara mengajak hal-hal yang disukai oleh klien. Misalnya dia senang bermain voli, nah pada saat itu saya melakukan konseling tidak hanya dengan duduk berhadap-hadapan di suatu ruangan jadi saya liat kesukaan dia apa sih. Apakah dia suka nonton televisi, suka bernyanyi, berolahraga, cara saya konseling ada dengan pendekatan seperti itu. Tanya: Ketika klien sudah mengungkapkan masalahnya kepada kakak lalu kakak melakukan apa atau respon apa yang kakak berikan? Ya, itu tadi. Permasalahan yang dia ungkapkan pasti ada kebutuhan yang dia inginkan. Proses selanjutnya ya… memberikan solusi. Misalkan dia sudah mengungkapkan masalahnya kemudian saya memberikan alternatif atau solusi untuk ke depannya seperti apa. Misalnya dia menceritakan masalahnya dia di dalam sebuah keluarga, kurang harmonis misal. Saya memberikan masukan sesuai dengan permasalahan karena prinsipnya saya memberikan masukan yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan klien. Tanya: Ada kemungkinan gak, klien memiliki ketergantungan sama kakak? Kalau misalnya ada klien yang ketergantungan bagaimana cara kakak menyikapinya? Ya, kalau ketergantungan berarti, hmm… misalkan saja saya lebih perhatian sama dia kan sehingga dia merasa nyaman terus semakin hari dia ketergantungan. Caranya sih saya mengurangi apa yang saya lakukan sama dia tapi itu tidak keluar dari batas ya masih tetap dalam posisi penanganan. Hmm… cuman sih ya kalau dia masih butuh terus misalkan, ya… palingan saya alihkan dengan hal-hal lain gitu. • Ketika klien Anda memiliki masalah, bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah klien tersebut? Ceritakan. Dilihat besaran masalahnya seperti apa, kalau masih bisa diatasi oleh klien sendiri dan diatasi oleh saya, antara saya dengan klien mungkin itu hanya berdua. Tetapi kalau itu membutuhkan orang lain karena masalah itu
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
sangat kompleks misalnya tentunya saya melibatkan orang lain. Jadi tergantung permasalahannya apa dulu yang dialami sama klien.
B. 2 Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling 1. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien? Kalau saya dengan klien sudah akrab, otomatis mereka kan terbuka ya jadi faktor pendukungnya yah karena udah deket terus mereka terbuka. Lalu dari segi lingkungan, kalau disini mendukung yah… lancar konselingnya gitu. 2. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien? Faktor penghambatnya yaitu dari segi bahasa ya, kan disini klien beda-beda karena dari berbagai daerah. Ketika mereka menggunakan bahasa mereka, saya selalu bertanya berulang-ulang. Banyak gangguan karena disini banyak orang, berisik, misalnya kalau saya lagi konseling saya sering dipanggilpanggil. 3. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut? Masih bisa diatasi hambatannya. Upayanya saya cari tempat yang nyaman, tidak bising tapi saya liat dahulu kondisi klien mesti disesuaikan juga dengan kliennya, itu tadi saya konseling tidak hanya di ruangan bisa dilakukan di luar. Tergantung situasi dan kondisi.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Lampiran 6
Nama
: RS
Jabatan
: Pendamping KTK
Lama Bekerja
: Awal Tahun 2007
Pendidikan
: SMK
B. 1 Pelaksanaan proses konseling yang dilakukan oleh pekerja sosial dan pendamping KTK 1. Identitas tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK) • Apakah Anda pernah mengikuti atau mendapatkan pelatihan dalam penanganan atau pengidentifikasian korban trafficking atau KTK? Pernah, dari IOM dan bersertifikat juga. • Apakah Anda mengetahui kode etik pendamping ketika memberikan pelayanan kepada klien? Tolong jelaskan Kayaknya kalau secara teori, hmm… karena gw bukan berlatang pendidikan peksos jadi coba nerangin menurut gue aja ya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan assessment atau hasil konseling itu hmm… gak di publish kemana-mana, hanya diketahui sesama petugas tim profesi tetapi itu juga kalau dibutuhkan untuk penanganan lanjutan.
2. Pelaksanaan proses konseling • Bagaimana pemahaman anda tentang korban trafficking? Hmm… trafficking sebagai bentuk pelanggaran HAM berat. Bayangkan saja, masa manusia dijual dan di eskploitasi buat kerja, tanpa gaji pula. Yang kayak gini nih… bikin emosi karena pelakunya gak pernah tau soal HAM. Tapi bisa diliat juga SDMnya sih rata-rata yang menjadi korban trafficking itu kan pendidikannya SD makanya gampang kena bujuk rayu. Selain trafficking ada juga PMB (Pekerja Migran Bermasalah). Kalau yang masuk RPTC gara-gara klien PMB biasanya tuh gak punya dokumen yang resmi makanya dia ketangkep sama kepolisian atau pekerja migran disana.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Sebelum dipulangkan ke Indonesia mereka di penjarakan dulu baru setelah itu pulang ke Indonesia • Bagaimana cara Anda mengidentifikasi klien yang perlu mendapat pelayanan khusus dalam arti Anda mengkategorikan klien yang butuh untuk di konseling dan yang tidak butuh untuk di konseling? Awalnya itu kan di assessment ya. Assessment itu kan penggalian masalah tapi baru gambaran umumnya saja. Hanya… nanti dari situ bisa keliatan kalau dia korban trafficking atau bukan. Kalau yang pertama, misalnya dia butuh dikonseling pasti masuk tipe klien yang KTK ya. Kemudian dari hasil assessment juga dan berdasarkan kebutuhan klien itu juga kalau memang, hmm… gak bisa untuk sekali atau dua kali untuk menceritakannya emang butuh waktu lama jadi emang butuh konseling yang mendalam untuk bener-bener tau permasalahan yang dihadapin oleh klien. Sebelumnya, setelah kontrak sosial, pemenuhan kebutuhan klien berupa pemberian pakaian dan alat mandi, kita disini melakukan assessment kepada klien. Kalau memang dia korban trafficking kami akan lanjutkan dengan mengajukan pertanyaan yang dari form IOM. Ada batasan untuk konseling tidak? Tidak terpaku intensitas berapa kali klien harus dikonseling tetapi tergantung dengan kebutuhan klien dan berdasarkan kasusnya juga. Kalau memang, hmm… dirasanya udah cukup kita pasti ngasih pelayanannya yang lain, gak konseling terus. Bentuk pelayanan lainnya tuh yang ada disini misalkan kayak dinamika kelompok terus juga terapi relaksasi. Kadang dari terapi relaksasi juga bisa keluar, misalkan kita baru ngelakui terapi nih, kita kan ngobrol lagi tuh, terus tanya ke klien apa aja yang ada dipikiran, apa yang dibayangin saat terapi. Dari situ klien jujur, apa yang dia rasain gak perlu konseling terus-terusan tetapi dari kegiatan lain kita juga dapet data yang kita butuh dari klien itu sendiri. • Bagaimana jika klien tidak mau menerima pelayanan di RPTC? Kalau klien gak mau menerima pelayanan di RPTC, pastinya gak maksain. Kita bikinin dia surat hmm… apa, surat pulang paksa. Itu artinya dia menolak pelayanan yang ada di RPTC karena gak mungkin kita
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
memaksakan memberikan pelayanan sedangkan si kliennya tersebut merasa gak butuh untuk di tolong. • Bagaimana cara Anda melakukan assessment
terhadap klien?
Apakah ada pedoman wawancara yang Anda gunakan ketika Anda mewawancarai klien? (komunikasi verbal) Melakukan assessment… Assessment kan kebutuhan ya. Yang pasti awalnya data dan juga hmm… cerita dari awal sampai akhir dia dateng ke RPTC, itu yang perlu digali. Terus juga kalau pedoman, ya… yang standar aja ya, yang tau nih ya, yang gue tau ya karena gak tau secara teori formal di bangku kuliah gitu ya. Ya… apa namanya, kita kasih tau kalau kita ini petugas, hmm… beri
dia kenyamanan
atau kepercayaan
untuk
menceritakan semua masalahnya terus juga memberikan data dirinya. Kalau gak percaya, gak mungkin klien memberikan data aslinya apalagi kalau kasusnya KTK, hmm… alamat juga kadang ngasih yang gak asli. Terus kita juga kasih tau, kalau awalnya dia gak mau cerita, kita bilang semua yang diceritakan hanya klien itu dan saya yang tau tidak orang lain. Kalau sampai ada orang lain yang tau, pasti itu dari kliennya sendiri. Kalau dari RPTC sendiri apakah ada pedoman wawancara? Gue juga kurang tau kayaknya udah berjalan aja gitu. Jadi, hmm… berpatokannya dari ini deh, kalau khususnya trafficking, pekerja migran bermasalah (PMB) berpatokan sama screening form. Meskipun dia PMB tetap kita tanyain, ini berangkatnya gimana melalui PT, sponsor atau agen atau bagaimana. Pokoknya pertanyaannya udah di luar kepala, pokoknya yang screening form itu. Kalau yang KTK semuanya kita gali, dari dia sebelum menikah, kenal sama suaminya bagaimana sampe dia mengalami kekerasan dan melaporkan. Pokoknya kalau pertanyaan trafficking sama PMB bisa disatuin tetapi kalau untuk KDRT beda lagi karena kalau KDRT pasti udah lama kan mengalami jadi banyak runtutan ceritanya. Kalau trafficking masuknya ke mana, kak? KTK atau PM? Trafficking masuknya ke KTK.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
• Apakah Anda melakukan pengamatan kepada klien yang Anda dampingi di sela-sela waktu Anda? (komunikasi non verbal) Pasti observasi ke kliennya. Gak harus saat kita memberikan kegiatan itu ya, kegiatan rangka pemulihan psikososial ya tetapi kegiatan sehari-hari dia mungkin dalam hmm… kayak makan, mandi atau bersosialisasi dengan orang-orang sekitar, itu diamatin juga. • Apakah Anda pernah menggunakan genogram atau ecomap untuk mengetahui “siapa” klien Anda? Tidak pernah, saya juga tidak tahu itu apa. • Menurut Anda kebutuhan klien seperti apa yang diperlukan oleh mereka (klien)? Bagaimana cara Anda memenuhi kebutuhan klien (client needs)? Kebutuhan lainnya pasti ada, gak selalu bentuk yang secara terlihat. Contohnya hmm… misalkan si klien itu baru keluar dari PSBL ya. Biasanya kalau dia baru keluar dari psbl, hmm… apa namanya, kalau tingkat depresinya berat banget ya pas kita rujuk ke psbl, pas dibalikkin kesini masih agak-agak belum stabil terus juga tanpa kita mengassessment dia karena sulit juga kan dengan kondisi seperti itu. Akhirnya kita bisa mengambil kesimpulan sendiri kalau dia tuh hmm… perlu dilakukan seperti yang normal juga, yaa… layaknya kita temen dia aja deh maksudnya karena dia ex PSBL jangan memperlakukan dia sebagai orang yang gangguan jiwa tetapi tetap memperlakukan dia dengan kondisi yang psikososialnya normal. Meskipun dia agak sulit untuk diajak komunikasi tetapi kita terus intens, ya… contohnya sih itu. • Kemudian apakah semua kebutuhan klien yang dirasa penting untuk klien bisa terpenuhi? Hmm… kalau dari saya sebagai pendamping KTK dan teman-teman lain sebagai peksos, hmm… kita berusaha memenuhi ya tapi kembali lagi ke kliennya merasa terpenuhi atau gak itu pertanyaan berarti diajukan ke klien. Kalau kita berusaha untuk memenuhi semuanya. • Apakah Anda melaksanakan pengembangan kemampuan individu dan kelompok (small group) dalam mendayagunakan potensi?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Hmm… kalau itu ada sih, namanya apa ya? Kayak pengembangan diri kali ya. Klien-klien yang biasa kita tahu dia sehari-hari gitu ya tetapi kan kita gak tau ya minatnya kea pa atau punya skill apa. Kadang kita adain kegiatan seperti itu, bisa ketauan tuh yang antusias atau yang bisa ngikutin kegiatan, disitu ketauan potensinya apa terus juga minatnya kemana. • Ketika Anda membuat keputusan untuk klien, apakah Anda melibatkan klien dalam mengambil keputusan tersebut? Pasti. Kita kan disini bekerja bersama klien bukan kerja untuk klien. Jadi segala sesuatunya pasti bersama klien gitu. • Apakah Anda mengetahui tentang prinsip-prinsip pekerja sosial? Bagaimana Anda menerapkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam pelaksanaan proses konseling pada klien? Jelaskan. Tidak. Saya tidak tahu apa itu nilai atau prinsip-prinsip pekerja sosial tapi saya tau tentang kode etik pendamping. Kayaknya kalau secara teori, hmm… karena saya bukan berlatang pendidikan peksos jadi coba nerangin menurut saya aja ya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan assessment atau hasil konseling itu hmm… gak di publish kemana-mana, hanya diketahui sesama petugas tim profesi, saya hanya tahu sebatas itu saja. Tugas kami sebagai pendamping adalah melayani klien dari awal mereka masuk sampai terminasi. Pelayanan kami berikan selama 24 jam karena kebutulan kami kan tinggal disini. Kami sebagai pendamping… dirasa memiliki pengetahuan dan kecakapan dalam memberikan konseling atau memberikan terapi-terapi yang dibutuhkan klien. Jadi sebagai pendamping kami mengatur pelayanan apa saja yang dibutuhkan klien dan kami juga berupaya untuk memberikan alternatif solusi dari masalah klien • Apa yang dimaksud dengan konseling? Konseling sendiri itu kan… bagian dari pelayanan bantuan untuk klien yang memiliki masalah tetapi masalahnya tidak dapat diselesaikan sendiri oleh klien tersebut makanya dia meminta bantuan kita buat menyelesaikan masalahnya. • Apa tujuan dari konseling?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Konseling bantu klien untuk paham bukan aja tentang kemampuan atau minat dan kesempatannya dia, tetapi ini juga bersangkutan sama emosi serta sikapnya dia yang bisa berpengaruh menentukan pilihan dan pengambilan keputusan. Awalnya mungkin kita ngasih pilihan untuk mengambil keputusan itu tapi hmm… pada akhirnya klien yang nentuin sendiri. Kalau keputusan udah diambil berarti klien harus nerima dan bertanggungjawab atas pilihannya • Bagaimana pelaksanaan konseling yang ada di RPTC? Kalau dari RPTC sendiri, di konseling sendiri kita berusaha mendapatkan data atau informasi yang kita butuhkan untuk penangan kasus. Tapi kalau di rasa memang sudah mentok atau sulit untuk tergali kita rekomendasiin ke psikolog. Kita lakukan semampu kita tapi kalau sudah ada porsi khusus tim profesi yang lain kita serahkan ke psikolog. • Bagaimana proses assessment pada konseling dilakukan? Awalnya dilakukan assessment terlebih dahulu untuk data awal dan sebagai observasi awal juga buat penentuan klien dikonseling atau tidak. Kalau dari RPTC sendiri, sewaktu klien di konseling kita berusaha mendapatkan data atau informasi yang kita butuhkan untuk penangan kasus. Hmm… kita lakukan semampu kita tapi kalau sudah pada porsi khusus tim profesi yang lain kita serahkan ke psikolog. • Bagaimana proses identifikasi tujuan pada konseling dilakukan? Identifikasi tujuan itu, hmm… saya juga bingung. Yang jelas, yang saya tahu juga klien itu tujuannya harus jelas gak boleh yang aneh-aneh dan menyimpang. Pokoknya disesuaikan sama kebutuhannya. • Bagaimana proses eksplorasi pada konseling dilakukan? Setelah denger masalah klien, saya tanya tanya dia pernah ngelakuin sesuatu gak buat nyelesein masalahnya. Soalnya ini patokan juga buat saya waktu nanti saya buat rencana intervensi. Disini kan kita bekerja dengan klien jadi saya pasti nanya ke klien tentang apa yang pernah dia lakuin untuk nyelesein masalahnya yang pernah dia hadepin. Pendamping disini bekerja dengan klien artinya gak hanya… pendamping yang mencarikan
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
solusi buat klien. Klien juga diajak untuk nyari solusi permasalahannya biasanya sih dilihat dari segi hobinya. • Bagaimana membangun komitmen pada konseling dilakukan? Membangun komitmen setelah rencana intervensi itu susah-susah gampang tapi saya berusaha buat ngeyakinin apa yang sudah dipilih sama klien, klien cenderung lebih gampang untuk menjalankan rencana yang sudah dipilihnya sendiri. Misalnya pun rencana intervensi itu berasal dari pendamping, klien menentukan rencana mana yang harus dijalankan terlebih dahulu. Nah disini… kita mengamati dan melakukan penilaian terhadap tindakan yang akan dilakukan klien apakah sesuai atau tidak dengan tujuan konseling. Tidak lupa juga rencana tindakan diambil dari data-data hasil assessment. • Bagaimana proses terminasi pada konseling dilakukan? Proses terminasi itu dilakuin kalau pelayanan konseling yang kita berikan memang sudah selesai dan antara pendamping sama klien sudah dicapai kesepakatan untuk rencana intervensinya. Selain itu klien juga sudah selesai menerima pelayanan yang diberikan oleh RPTC. Tapi ada juga klien yang masih ketergantungan sama pendampig, kalau dia masih tetep terkegantungan sebisa mungkin kita harus bisa menghindar tapi dengan cara baik. Menghindarnya mungkin dengan mengurangi intensitas ketemu jadi walaupun kita sama-sama tinggal disini tapi saya berusaha menghindar dari klien, lebih… lebih apa ya? Hmmm… lebih ngurangin waktu ketemu, diusahakan biar gak ketemu klien tiap hari. • Kapan biasanya Anda melaksanakan proses konseling terhadap klien? Hmm… waktu tertentu paling diliat dari kondisi kliennya aja sih. Kalau diliat kondisi kliennya belum bisa diajak komunikasi ya… kita kasih waktu dulu ya supaya dia nyaman, percaya sama kita. Jadi tanpa kita minta, nanti dia bakal cerita sendiri. • Bagaimana reaksi Anda bila klien menolak untuk mengikuti proses konseling ini?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Itu pinter-pinternya kita untuk mengajak klien mengikuti proses konseling dan mencurahkan apa yang klien rasain serta alami. Ya… gak mesti formal secara konseling mungkin saat-saat ngobrol santai kita bisa melakukannya, mungkin membujuk secara halus tetapi tidak memaksakan. • Bagaimana cara Anda menghadapi klien yang sulit untuk diajak bekerja sama dalam pelaksanaan proses konseling? Ya… kita tegasin lagi, disini peran kita hanya membantu. Kalau memang dari kliennya ini belum mau atau tidak percaya kepada kita, ya… kita kembalikan lagi ke kliennya. Kita sadarkan juga bahwa apa yang kita lakukan ini tidak lain tidak bukan untuk membantu dia dalam penanganan kasus. Sadarin ke kliennya aja, apa yang kita lakukan itu hmm… pasti yang terbaik buat dia. • Ketika klien Anda memiliki masalah, bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah klien tersebut? Ceritakan. Hmm… kalau dari kondisi psikis, yang pertama kita oper ke psikolog nanti psikolog memberika masukan kepada kita untuk terapi-terapi apa yang harus kita berikan ke klien terus juga penanganan apa yang harus dikasih ke klien itu. Kita pasti mencoba untuk menyelesaikan masalah dari klien tetapi kita juga melaporkan ke case manager untuk sekedar mengetahu, kalau memang ada masukan-masukan yang baik untuk klien ya… kita jalanin.
B. 2 Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling 1. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien? Kalau faktor pendukung sih, hmm… secara fasilitas disini udah mendukung. Mungkin lebih mempersiapkan kliennya ya supaya si klien bisa diajak kerja sama. Kalau kliennya gampang diajak kerja sama, Insya Allah pelaksanaan proses konselingnya juga bisa lancar. Selain itu lebih ke diri kita sendiri aja kali ya, segala ilmu dan kemampuan yang kita punya diterapin supaya si klien bisa diajak bekerja sama dalam konseling.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
2. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien? Ya… mungkin itu kalau dari si kliennya sendiri belum bisa diajak kerja sama untuk penanganan kasusnya itu 3. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut? Upaya yang dilakukan, hmm… selain observasi, menumbuhkan rasa nyaman supaya dia mau cerita dan percaya deh kalau kita disini untuk membantu permasalahan klien.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Lampiran 7
Nama
: IN
Jabatan
: Sekretari RPTC
Pendidikan
: S2 Psikologi Pendidikan, Universitas Indonesia
C. Pedoman Wawancara untuk Pimpinan RPTC (Manager Kasus) C. 1 Pelaksanaan proses konseling 1. Bagaimana keterlibatan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) terhadap pelaksanaan proses konseling? jadi bagaimana? Keterlibatan tim profesi dalam keterlibatan proses konseling jadi kan, hmm… kalau misalkan hmm… klien dateng kita membagi klien berdasarkan hmm… banyak yang menangani atau tidak. Tapi kalau keliatan sudah kdrt yang berat itu biasanya diberikan kepada tim profesi yang sudah biasa menangani. Kalau yang untuk kasusnya misalnya dari PM atau trafficking, itu memang dibagi rata dengan temen-temen. Nah, untuk proses konselingnya setelah di assessment mereka biasanya hmm… sudah tahu, apa sih permasalahan, permasalahan dari masing-masing klien itu setelah klien diidentifikasi selanjutnya kita mulai memikirkan langkah intervensi yang nantinya bisa jadi hmm… bahan buat pemecahan masalah. Jadi semuanya disesuaikan oleh kebutuhan dari klien itu sendiri. Dan konseling dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing klien tersebut jadi gak ada batasnya satu kali, dua kali atau tiga kali jadi tergantung dari kebutuhan klien dan kapasitas atau waktu dari tim profesi untuk memberikan konseling itu. Jadi, hmm… konseling dilakukan oleh tim profesi yang memiliki klien itu tapi tidak menutup kemungkinan misalkan saya yang kemudian memberikan konseling atau dirujuk lagi ke psikolog untuk pelaksanaan konseling lanjutan, tergantung kebutuhan kasusnya. 2. Menurut Anda konseling itu apa? Kalau dibuku pedoman ini kan dijelasin tentang konseling yang intinya konseling itu proses pertolongan yang dilakukan secara terarah dan
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
terencana untuk membantu memecahkan masalah dan pemenuhan kebutuhan. Itu yang selalu kita pegang kalau kita melakukan konseling sebenernya di Kessos sendiri saya tau pasti udah punya pembekalan tentang konseling. Konseling ini digunakan sebagai cara alternatif untuk menyelesaikan masalah klien baik dan diharapkan dari konseling ini semuanya bisa tergali tapi balik lagi ke kliennya apakah dia mau dibantu atau tidak dan tentunya pendekatan petugas disini. Dalam konseling tidak lupa, kita harus paham keinginan klien dan harapannya dia tapi hmm… kalau harapannya gak realistis… yahh, kita aja untuk berpikir ulang. Kasian kalau dipaksain sama suatu hal yang mungkin saja belum cocok sama dia atau memang sama sekali gak mungkin. Jadi kami petugas disini yang menangani klien mengajak klien untuk berpikir realistis dan juga logis 3. Sampai sejauh mana keterlibatan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) terhadap pelaksanaan proses konseling? Hmm… jadi kalau proses konseling memang tidak detail yah kita menanyakannya, kamu proses konselingnya seperti apa? Tidak, jadi yang dilaporkan adalah hasilnya. Jadi setiap bulan mereka membuat laporan, apa sih yang mereka dapat dari klien itu dan apa yang sudah diberikan. Jadi mereka melaporkan bahwa saya sudah melakukan konseling. Nah, dari hasil konseling itu, apa sih yang di… peroleh atau apa yang diberikan, mungkin nanti kalau ada yang kurang saya memberikan masukan kepada tim profesi atau saya menangani langsung ke kliennya atau di rujuk ke psikolog terutama untuk yang trauma. Terus di RPTC sendiri, pendampingan disini ada dua yaitu pendamping fungsional dan relawan pendamping. Pendamping fungsional itu pekerja sosial yang dengan keahliannya mengerjakan tugas-tugasnya dan sesuai dengan prinsip, metode serta teknik pekerjaan sosial. Kalau… relawan pendamping itu tenaga sukarela yang mau membantu klien. Kedua kelompok pendamping ini tugas utamanya adalah mendampingi korban selama mendapat pelayanan di RPTC sejak penerimaan awal hingga terminasi atau rujukan tapi kebetulan relawan pendamping kalau sekarang lagi gak ada.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
4. Bagaimana cara Anda memonitoring tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) ketika melaksanakan proses konseling? Kalau memonitor kan jadi ada laporannya ya.. (sambil menuju laci meja untuk mengambil laporan). Ini contoh bulan April. Misalnya mereka melakukan assessment, laporannya apa. Lalu mereka melakukan konseling, konseling klien apa. Mereka kan punya case recordnya juga kan, dibaca juga dari case recordnya. Kalau ini proses konseling yang diberikan kepada klien itu apa selama proses konseling kan mereka lapor, nah… dari situ nanti biasanya saya sebutkan, monitornya apa sih, hasilnya, kan kita kalau monitor proses konseling kan juga tanya tentang apa sih yang kamu (pekerja sosial dan pendamping) bicarakan Palingan yang ditanyakan apa sih hasil yang diperoleh dari konseling itu kemudian apa yang dikonselingkan kepada kliennya dari hasil mereka (pekerja sosial dan pendamping) melakukan konseling itu. Tiap-tiap petugas membuat laporannya, kalau dari proses konselingnya sendiri memang hmm… kita pernah mengadakan hmm… pelatihan namun tidak semuanya ya. Pernah dahulu dari IOM tetapi tidak semua ikut seperti Mbak Nurul (menyebut nama salah satu pekerja sosial). Disitu ada pelatihan bagaimana konseling tetapi pada dasarnya hmm… peksos itu kan didalam ilmunya itu kan sudah ada materi konseling jadi dianggap punya dasar-dasar konseling. Kalau pun monitoringnya adalah dari hasilnya itu, hasil mereka melakukan konseling itu apa sih yang mereka lakukan, kalau pun masih ada yang belum disentuh dari sisi konselingnya dia disitu ditambahkan apasih yang harus ditambahkan konselingnya. 5. Apakah Anda melakukan supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh tim profesi (pekerja sosial dan pendamping)? Kapan biasanya Anda dengan tim profesi ((pekerja sosial dan pendamping) melakukan supervisi? Supervisi dalam hal? (tanya informan) Dalam hal konseling atau penanganan tentang klien (jawaban peneliti) Kalau supervisi memang biasanya saya panggil sesuai dengan masingmasing nama klien yang ditangani oleh pekerja sosial atau pendamping.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Memang tidak setiap waktu saya melakukan supervisi terhadap masalah klien, memang yang paling sering di supervisi adalah klien yang cukup berat masalahnya seperti masalah trafficking atau masalah kdrt, kalaupun yang cuman menunggu jadwal itu biasanya tidak disampaikan juga ke saya dan karena cukup banyak sehingga tidak terlalu banyak di supervisi. Jadi kalau yang di supervisi adalah model klien kdrt, trafficking yang butuh penanganan hmm… apa operasi, medis atau rujukan ke tempat lain yang biasanya lebih banyak di supervisi. Yang lainnya bukan berarti tidak di supervisi, hmm… supervisi bisa dengan cara memanggil satu persatu tim profesi atau kita kumpul bareng yang dilakukan hari apa itu, hmm… kemarin. Kita kumpul bareng untuk sama-sama membahas masing-masing kasus klien dan kita saling memberikan masukan terhadap kasusnya. Dan saya memberikan masukan apa sih untuk kasus kliennya apa yang harus dilakukan. Kalau pun kurang apa, hmm… apa namanya, masih menemui jalan buntu kita biasanya meminta lagi kepada koordinator atau petugas yang di pusat, jadi kayak gitu.
Pertanyaan: Tetapi Ibu tetap meminta laporan kepada tim profesi tentang klien mereka? Jawaban: Ya, yang tadi saya bilang itu kan. Laporan walaupun singkat, mereka kan masing-masing setiap kasus itu buat case record dan itu laporannya saya baca, saya baca hmm… dan sama laporan yang tiap bulan yang mereka harus buat sesuai dengan apa sih yang mereka berikan kepada setiap klien. Tetapi memang, hmm… laporan itu biasanya tiap akhir bulan ataupun kalau saya minta sudah selesai atau belum case record biasanya untuk kasus-kasus yang harus medical, harus membutuhkan penanganan segera biasanya mereka segera membuat case recordnya. Hal ini membantu untuk dibuatkan proses rujukan.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
6. Tolong ceritakan hal-hal apa saja yang dikonsultasikan oleh tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) Kalau yang dikonsultasikan biasanya masalah klien, harus apa sih nih klien, perlu dirujuk kemana kemudian apa sih yang harus dilakukan kepada klien ini, misalkan klien hmm… apa namanya kayak klien R misalnya. Klien R sudah selesai tapi dari pihak Ibunya tidak mau menerima di keluarga, lebih baik ke panti tetapi dia juga tidak mengizinkan ke suaminya. Hmm… jadi itu penanganannya seperti apa, jadi saya mencoba memberikan masukan. Jadi yang umumnya mereka biasanya harus merujuk kemana kemudian kasusnya ini harus diapain, klien ini harus diberikan masukan apa, umumnya sih seperti itu yang dikonsultasikan ke saya. *Probbing: Pertanyaan: Lalu Bu, kalau misalnya Ibu terlibat langsung pada pelaksanaan proses konseling, itu karena apa? Kalau saya terlibat langsung menangani klien biasanya memang, hmm… bukan karena mereka (klien) tidak tergali, mereka (pekerja sosial dan pendamping) juga memberikan masukan. Kebetulan karena kesibukan, kadang-kadang saya tidak disini. Bila kesibukan itu sudah terselesaikan dan ada yang membutuhkan benar-benar membutuhkan biasanya saya turun tangan untuk mengkonseling mereka, memang tidak semua klien disesuaikan dengan kebutuhan. 7. Bentuk tanggung jawab seorang manager kasus itu seperti apa sih, Bu? Hmm… apa ya? Kebetulan saya bukan manager kasus tetapi karena saya berada disini sehingga saya mengetahui prosesnya. Sebagai bentuk tanggung jawabnya ya itu, kita meminta laporan kepada masing-masing tim profesi karena bukan kita yang melaksanakan proses konseling itu jadi bentuk lain tanggung jawabnya adalah juga memberikan arahannya kepada mereka sejauh mana apa yang mereka sudah laksanakan, hmm… mungkin memberikan masukan seharusnya apa sih yang dikonseling kepada klien ini dan kalau pun misalkan membutuhkan suatu rujukan atau tindak lanjut kita bisa menangani atau mencari jejaring kemana lebih baik klien ini menuju.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
C. 2 Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan konseling 1. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien yang berada di RPTC? Kalau faktor pendukung yah… mungkin karena rata-rata, hmm… dari SDM dulu ya, SDM disini rata-rata memang pekerja sosial dan kalau pun bukan mereka sudah cukup berpengalaman melakukan konseling. Jadi dari SDM cukup mendukung kemudian dari tempat melakukan konseling sudah cukup memadai sesuai untuk melakukan konseling yang bagus. 2. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien yang berada di RPTC? Kendalanya lebih pada misalkan begini kalau klien itu datang pada suatu waktu yang jumlahnya banyak sedangkan tim profesi kita hmm… tenaganya akhirnya habis pada kegiatan-kegiatan proses awal dan kemudian kalau klien banyak itu butuh mereka pulang cepat sehingga akhirnya konseling tidak terlaksana cukup optimal yang harus satu kali atau dua kali. Kalau kliennya cukup banyak, nah… membagi waktunya agak kesulitan. Kalau pun konseling dari sisi klien, mungkin ada klien yang tertutup atau dia sudah merasa benar sehingga tidak mau mendengar apa yang kita omongin. Kita mau ngomong apa pun tidak di dengar jadi ada kesulitan-kesulitannya lebih pada dari karakteristik klien sehingga butuh pendekatan yang lebih lama, gak bisa buru-buru untuk klien yang model seperti itu karena dia sudah punya mainset tersendiri. Konseling tidak efektif apabila klien sudah memiliki keinginan untuk cepat pulang, nah… apa dia sudah cukup lama di penampungan dan dijanjikan disini cuman sebentar sedangkan kita melihat bahwa dia butuh penguatan atau konseling tetapi karena dari jalan pikirannya sudah pulang, pulang, pulang jadi kadang-kadang apa yang kita sampaikan tuh mental. Atau konseling yang dilakukan kepada klien yang punya keterbatasan, nah… biasanya kita juga susah masuknya jadi misalkan klien ex psikotik. Tadinya kita rujuk ke psbl karena sudah selesai, sudah bisa, hmm… apa ya, katakan bersosialisasi lagi tapi kan untuk masuknya lagi kan susah untuk memberikan mereka penguatan dengan pola pikir mereka yang seperti itu,
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
masih butuh obat sehingga susah untuk masuk konseling. Jadi konseling hanya dilakukan kepada klien-klien yang punya, hmm… “cukup mampu mencerna” apa yang disampaikan oleh tim profesi, kalau pun tidak bisa mencerna akan diberikan kegiatan activity daily living bagaimana nanti dia bisa bersosialisasi, bagaimana dia bisa mengurus diri sendiri. Activity daily living dilakukan sendiri-sendiri karena setiap orang kan beda kebutuhannya, tidak bisa melakukan apa, nah… itu yang dikasihkan. Tetapi kalau konseling memang diberikan kepada klien-klien yang dari pikirannya tidak tertutup, bisa mendengar, aktif merespon, dia sendiri memikirkan solusi, masalahnya dia apa sih. Karena kan, hmm… harapannya mereka sendiri punya solusi, kita cuman membantu mencarikan kira-kira apa sih alternatif-alternatif yang bisa diambil ketika tiba di daerah asal. Akan tetapi mereka yang akan menjalani, mereka yang harus mempunyai tanggung jawab untuk memilih dan konsekuen atas pilihannya. 3. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut? Jadi biasanya gini, kalau tim profesi misalkan hmm… ada klien yang dikonsultasikan ke saya. Hmm… kadang saya langsung tanya, ini kenapa sih? Apa yang mereka harapkan. Kadang-kadang harapan dan keinginan mereka berbeda, mereka harapannya bisa cepat bertemu dengan keluarga, apa pun pokoknya cepat, apa pun yang kita omongin pokoknya cepat pulang. Jadi sebenernya pemahaman sih, lebih kepada kliennya lagi bahwa disini sebenarnya bukan menahan atau bukan ingin mereka berlama-lama disini juga tetapi agar mereka punya keterampilan atau pola pikir apa sih yang mereka harus lakukan sehingga tidak balik-balik lagi. Kalau pun balik, berusaha lebih baik untuk tidak di deportasi atau kemudian menjadi korban trafficking lagi. Jadi sih mencoba solusi lewat konseling agar ketika mereka tiba di daerah asal punya suatu potensi untuk menyelesaikan masalahnya, setelah mereka menerima apa yang mereka sudah alami kemudian jadi bermasalah disini, mereka juga bisa setelah di kampung halaman mereka bisa fight, intinya sih begitu sehingga mereka gak balik lagi.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Tetapi memang konseling saja tidak cukup karena butuh koordinasi lagi di daerah asal, kalau mereka tidak diperhatikan atau tidak diberikan bantuan yahh… pastinya kalau mereka tidak mempunyai usaha pastinya akan balikbalik lagi ke luar negeri. Jadi itu, tantangannya adalah bagaimana jejaring berkoordinasi memberikan informasi kepada daerah, bahwa ini loh ada klien yang perlu diperhatikan. Tidak hanya sekedar konseling tetapi juga ada proses perjalanan yang panjang sehingga mereka bisa merubah, di daerah itu berubah. Kalau konseling kan kita hanya memberikan alternatif, ini loh yang bisa kamu lakukan adalah memberikan informasi agar mereka tidak terjerumus untuk yang kedua kalinya atau mereka bisa cooling down. Nah, tetapi untuk langkah selajutnya adalah butuh rujukan-rujukan atau penguatan di tempat asalnya.
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Pedoman Wawancara A. Pedoman Wawancara untuk Klien Wanita Korban Trafficking A. 1 Pelaksanaan proses konseling yang diterima klien 1. Identitas responden • Data diri korban (nama, tempat tanggal lahir, lama tinggal di RPTC, latar belakang pendidikan, latar belakang keluarga responden) • Meminta responden (klien) menceritakan ketika ia menjadi korban trafficking dari proses perekrutan oleh agent atau sponsor sampai masuk ke RPTC. 2. Meminta klien menceritakan tentang RPTC dan pelayanannya • Ketika Anda masuk ke RPTC, apakah Anda mengetahui mengapa anda masuk ke RPTC? Tolong ceritakan. • Bagaimana kesan dan perasaan Anda sewaktu pertama kali menjadi klien di RPTC? • Siapa yang mendampingi Anda selama di RPTC dan ceritakan bagaimana hubungan Anda dengan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) Anda. • Selama Anda berada di RPTC, apakah pendamping Anda sering mengajak ngobrol Anda? • Tolong ceritakan kapan biasanya Anda mengobrol dengan pendamping Anda. • Tolong ceritakan hal-hal apa saja yang selalu dibicarakan ketika Anda mengobrol dengan pendamping Anda • Apa pendamping Anda selalu ada ketika Anda membutuhkannya atau ketika Anda ingin mengobrol dengannya? • Selama Anda berada di RPTC, kebutuhan apa yang Anda rasa perlu diberikan oleh pihak RPTC? • Meminta klien menceritakan pengalaman dan perasaan selama berada di RPTC • Bila Anda memiliki masalah, bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah tersebut, apakah Anda mengkomunikasikannya dengan pendamping Anda untuk memecahkan masalah tersebut? 3. Mengetahui “siapa” responden (klien) dengan membuat ecomap yang dilakukan oleh klien sendiri dan didampingi oleh peneliti
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
B. Pedoman Wawancara untuk Pekerja Sosial dan Pendamping Korban Tindak Kekerasan (KTK) B. 1 Pelaksanaan proses konseling yang dilakukan oleh pekerja sosial dan pendamping KTK 1. Identitas tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK) • Data diri tim profesi (pekerja sosial dan pendamping KTK) yang meliputi nama, latar belakang pendidikan, dan lama bekerja di RPTC. • Apakah Anda pernah mengikuti atau mendapatkan pelatihan dalam penanganan atau pengidentifikasian korban trafficking atau KTK? • Apakah Anda mengetahui kode etik pendamping ketika memberikan pelayanan kepada klien? Tolong jelaskan 2. Pelaksanaan proses konseling • Bagaimana cara Anda mengidentifikasi klien yang perlu mendapat pelayanan khusus dalam arti Anda mengkategorikan klien yang butuh untuk di konseling dan yang tidak butuh untuk di konseling? • Bagaimana jika klien tidak mau menerima pelayanan di RPTC? • Bagaimana cara Anda melakukan assessment terhadap klien? Apakah ada pedoman wawancara yang Anda gunakan ketika Anda mewawancarai klien? (komunikasi verbal) • Apakah Anda melakukan pengamatan kepada klien yang Anda dampingi di sela-sela waktu Anda? (komunikasi non verbal) • Apakah Anda pernah menggunakan genogram atau ecomap untuk mengetahui “siapa” klien Anda? • Menurut Anda kebutuhan klien seperti apa yang diperlukan oleh mereka (klien)? Bagaimana cara Anda memenuhi kebutuhan klien (client needs)? • Kemudian apakah semua kebutuhan klien yang dirasa penting untuk klien bisa terpenuhi? • Apakah Anda melaksanakan pengembangan kemampuan individu dan kelompok (small group) dalam mendayagunakan potensi? • Ketika Anda membuat keputusan untuk klien, apakah Anda melibatkan klien dalam mengambil keputusan tersebut? • Apakah Anda mengetahui tentang prinsip-prinsip pekerja sosial? Jelaskan. • Bagaimana Anda menerapkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam pelaksanaan proses konseling pada klien?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
• Bagaimana pelaksanaan konseling yang ada di RPTC? • Kapan biasanya Anda melaksanakan proses konseling terhadap klien? • Bagaimana reaksi Anda bila klien menolak untuk mengikuti proses konseling ini? • Bagaimana cara Anda menghadapi klien yang sulit untuk diajak bekerja sama dalam pelaksanaan proses konseling? • Ketika klien Anda memiliki masalah, bagaimana cara Anda menyelesaikan masalah klien tersebut? Ceritakan.
B. 2 Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling 1. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien? 2. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
C. Pedoman Wawancara untuk Pimpinan RPTC (Manager Kasus) C. 1 Pelaksanaan proses konseling 1. Bagaimana keterlibatan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) terhadap pelaksanaan proses konseling? 2. Sampai sejauh mana keterlibatan tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) terhadap pelaksanaan proses konseling? 3. Bagaimana cara Anda memonitoring tim profesi (pekerja sosial dan pendamping) ketika melaksanakan proses konseling? 4. Apakah Anda melakukan supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh tim profesi (pekerja sosial dan pendamping)? Kapan biasanya Anda dengan tim profesi ((pekerja sosial dan pendamping) melakukan supervisi? 5. Tolong ceritakan hal-hal apa saja yang dikonsultasikan oleh tim profesi (pekerja sosial dan pendamping)
C. 2 Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan konseling 1. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien yang berada di RPTC? 2. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan proses konseling yang dilakukan kepada klien yang berada di RPTC? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut?
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
RZ (Polisi asal Malaysia) RF
Ibu IN (Sekretaris RPTC)
Klien W
4 klien satu kamar: FT, WN, SR, AN
Klien PR
16
Bapak TR (Psikolog RPTC)
6
Bapak MD dan keluarga
Pendamping
Pintar, ingin lanjut ke PTN
Memiliki banyak teman
Gambar 4.1 Ecomap Klien PR Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
PR
istri
MD
Bapak TR (Psikolog RPTC)
AR (Pendamping)
16
6
RF (Pemborong) (IN Sekretaris RPTC)
Klien W
Teman satu kamar, klien FT, WN, SR, dan AN
Gambar 4. 2 Genogram Klien PR Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
RZ (Polisi Malaysia)
Klien PR
Klien IN
Lingkungan rumah MH (teman kakak)
Klien WN Klien ST
Pendamping Klien MR
Petugas RPTC
Gambar 4.3 Ecomap Klien WN Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Bapak
Ibu
AW
MS
AM
SF
MH
WN
Klien PR Klien IN Klien ST dan MR Pendamping
Gambar 4.4 Genogram Klien WN Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Klien WN Adik Tiri ke-2 Klien PR
Kakak perempuan ke-2
Klien FT
Keluarga suami
Keluarga orang tua kandung
Gambar 4.5 Ecomap Klien FT Sumber : Hasil Olahan Penelitian
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012
Pendamping
Pendamping
Klien PR dan WN
FT
12
8
Gambar 4.6 Genogram Klien FT Sumber: Hasil Olahan Penelitian
Pelaksanaan proses..., Etika Prabandari, FISIP UI, 2012