PERAN PEKERJA SOSIAL RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL WANITA MULYA JAYA PASAR REBO DALAM MELAKUKAN PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN TERHADAP KORBAN TRAFFICKING Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam (S. SoS.i)
Oleh: SITI MARYAMAH NIM: 105054002057
Di Bawah Bimbingan
Dr. Murodi, MA NIP: 19640705 199203 1 003
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429H/2009M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul Peran Pekerja Sosial Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo dalam Melakukan Perlindungan dan Pelayanan terhadap Korban Trafficking telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Starata I (SI) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. Jakarta, 22 Juni 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap
Anggota
Dr. Arif Subhan, MA
Faza Amin, S. Th. I
NIP: 19666110 199303 1 004
NIP: 19780703 200501 1 006 Anggota
Penguji I
Penguji II
Drs. Yusra Kilun, M. Pd
Wati Nilamsari. M. SI
NIP: 15024619
NIP: 19710520 199903 2 002 Pembimbing
Dr. Murodi, MA NIP: 19640705 199203 1 003
LEMBAR PENYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 22 Juni 2009
Siti Maryamah
ABSTRAK
Siti Maryamah Peran Pekerja Sosial Rumah Perlindungan Sosial Wanita "Mulya Jaya" Pasar Rebo Dalam Melakukan Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking.
Kejahatan trafficking adalah kejahatan global dan sistemis yang melibatkan banyak kalangan. Masalah perdangan manusia, khususnya perdagangan perempuan dan anak menjadi sorotan internasional terutama di negera-negara berkembang dan terbelakang yang miskin. Banyak kalangan yang membicarakan untuk menanggulangi kejahatan kemanusiaan ini, khususnya untuk menjerat para pelaku tindak kejahatan kemanusiaan meskipun sangat susah dan rumit untuk menjerat pelakunya. Namun setidaknya penanganan untuk perlindungan dan pelayanan yang terfokus pada para korban sangat epektif untuk membantu mereka dan meringankan permasalahan yang ada. Salah satu lembaga yang menangani permasalah traffcking ada di daerah Pasar Rebo Jakarta Timur yang bernama Rumah Perlindungan Sosial Wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran Pekerja Sosial dengan mengangkat permasalahan tentang kewajiban-kewajiban/tugas dan harapan pekerja sosial serta harapan para korban trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan terhadap korban trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita "Mulya Jaya" Pasar Rebo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat dan di gambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya. Subyek penelitian terdiri dari pekerja sosial dan korban trafficking. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, catetan lapangan, catetan atau memo dan dokumen resmi lainnya. Dalam penelitian ini didapatkan adanya kesesuaian antara petugas dan harapan pekerja sosial serta harapan korban trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan, menunjukan bahwa pekerja sosial telah menjalankan perannya dengan baik, sehingga program tersebut memang diinginkan oleh korban trafficking sebagai bekal bila mereka terjun ke masyarakat.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah,
segala Puji dan Syukur milik Allah semata yang
menjadikan ilmu sebagai penerang dan yang telah memberikan berjuta kenikmatan kepada mahluk-Nya. Yang telah menjelaskan dan memberi tauladan baik kepada Umatnya yaitu Nabi kita Muhammad SAW. Semoga berjuta Salam senantiasa mengalir kepada keluarganya, para sahabatnya dan tabiin. Amin. Sebagai tanda syukur atas selesainya penulisan skripsi yang berjudul “PERAN
PEKERJA
SOSIAL
RUMAH
PERLINDUNGAN
SOSIAL
WANITA “MULYA JAYA” PASAR REBO DALAM MELAKUKAN PERLINDUNGAN
DAN
PELAYANAN
TERHADAP
KORBAN
TRAFFICKING”, maka pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2.
Pimpinan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Bapak Dr. Murodi, MA., MA., sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah sabar dan banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan perhatiannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini sampai selesai.
3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd., Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam dan seluruh tenaga pengajar Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam yang telah memberikan pengalaman, ilmu dan pengetahuan kepada penulis. 4. Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Wati Nilamsari, M.Si., yang telah membantu secara administratif sehingga memperlancar penyusunan skripsi ini dengan kesabarannya. 5. Pimpinan Perpustakaan Dakwah dan stafnya serta Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Mulya Jaya, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mencari data-data yang diperlukan oleh penulis. 6. Ayahanda Mansyur dan Ibunda Neneng yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya, dorongan, serta perhatian yang tiada putus-putusnya, hingga Allah memanggil Ayahanda dalam Dekapan Damai Kasih dan Cinta-Nya sepuluh hari sebelum pelaksanan wisuda. Semoga amal dan ibadahnya diterima. Amin, sampai Ananda bisa menyelesaikan skripsi ini. 7. Adik-adik ku Lia Julianti dan Nanang Mardanih, begitu juga kepada Abah, Ema dan Ema Tomo yang ikut memberikan motivasi dan do’anya kepada Ananda. 8. Aa Ramdhan yang selalu menjadi penghibur dan penyemangat di kala kepenatan menyerang, kan’ selalu terbingkai rapih dan indah dalam dinding-dinding hati kebahagiaan. 9. Bapak Drs. Suyono, MM selaku ketua Panti Sosial Karya Wanita "Mulya Jaya" yang selalu beramah tamah selama penelitian dan memberikan ijin
untuk bertempat tinggal, serta para staf kantor yang telah membantu dalam pencarian data-data yang diperlukan, khusus Bapak Emil yang selalu menghibur Ananda
didalam suasana mendung dan terang, sehingga
Ananda tersenyum kembali. 10. Bapak Drs. M. Ali Samantha, MM selaku Ketua Tim di Rumah Perlindungan Sosial Wanita, yang selalu memberi perhatian, nasehat dan pelajaran-pelajaran yang berharga dan terimakasih atas tambahan uang jajannya, semoga tidak bosan untuk tetap memberi tambahan. Semoga dibalas berlipat ganda oleh Nya. Amin. 11. Bapak Ahmad, Bapak Bambang, Bapak Hasan dan Bapak Wisnu, selaku para Pekerja Sosial di RPSW yang seperti Abang sendiri, telah banyak memberikan bantuan dalam penulisan dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi tentang penulisan yang diteliti, walau pun terkadang perdebatanperdebatan kecil terjadi, sampai pelajaran makna kehidupan dan perjuangan melawan ego dalam diri. 12. Aa asep yang telah membantu dalam perbaikan tulisan khususnya memperbaiki komputer, Mas Sugi dan Aa Iman yang selalu temani jikalau komputer dalam perbaikan. 13. Kepada seluruh warga binaan sosial (WBS) RPSW “Mulya Jaya” Pasar Rebo, khususnya LW, RTN, LL, KK, ALM, WDY yang telah memberikan data dan informasi kepada penulis.
14. Semua sahabatku di PMI angkatan 2005, khususnya Sulis, Anti, Rica, Romlah dan Reni, yang telah memberikan dorongan semangat kepada penulis. 15. Seluruh teman-teman Aula Fasco IMM Ciputat, terimakasih semua atas dorongan semangat dan bantuannya. 16. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, penulis mohon maaf karena tidak dapat menyebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT, memberikan balasan ganda dan menjadi amal kebajikan di akhirat kelak. Selaindari itu, penulis pun berdoa semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 22 Juni 2009 Penulis
Siti Maryamah
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................i KATA PENGANTAR............................................................................. ii DAFTAR ISI............................................................................................vi DAFTARTABEL....................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah........................................................1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................6
C.
Tujuan Penelitian..................................................................7
D.
Manfaat Penelitian ................................................................8
E.
Metodologi Penelitian ..........................................................8
F.
Tinjauan Pustaka..................................................................14
G.
Sistematika Penulisan...........................................................15
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Peran.....................................................................................17 1. Pengertian Peran..................................................................17 2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran.......................................18 B.
Pekerja Sosial........................................................................19
C.
Trafficking........................................................................... 26 1. Pengertian Trafficking...................................................... 26 2. Modus Praktek Trafficking............................................... 32 3. Bentuk-bentuk Trafficking.................................................35
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.
Sejarah Singkat Berdirinya Lembaga ….....................…....43
B.
Visi dan Misi……....…………………................…..…..… 44
C.
Dasar Hukum ……………….……….……....….........……45
D.
Pendekatan yang Digunakan………….……....…....…........46
E.
Program Pelayanan dan Rehabilitasi....................................47 1. Program Pelayanan……….….……….…........………….44 2. Proses Rehabilitasi………….............................................54
F.
Tujuan dan Sasaran...............................................................56
G.
Target…………………………..……….………….………58
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Peran Pekerja Sosail dalam Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap korban Trafficking..................................59 B. Harapan Pekerja Sosial terhadap korban Trafficking dalam program Perlindungan dan Pelayanan.....................................68 C. Harapan korban Trafficking terhadap Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan ....................................71 D. Kesesuaian antara Peran Pekerja Sosial dan Harapan Pekerja Sosial serta Harapan korban Trafficking dalam Program Perlindungan dan Pelayanan...................................................73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…. .................…....................................……….. 76 B. Saran-saran............……...............................….…..................78
DAFTAR PUSTAKA...... .......................................................................79 LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejarah perdangan manusia (Traffficking) senantiasa mendapatkan respon serius dari berbagai negara dari masa ke masa. Sebab perdagangan manusia merupakan pelanggaran terhadap pelaksanaan hak asasi manusia. Tuntutan yang begitu kuat untuk melawan dan menghapuskan perdagangan manusia mencerminkan betapa permasalahan tersebut dipandang sebagai tindakan yang merugikan dan bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang dapat dikatagorikan sebagai kejahatan kemanusiaan yang perlu diberantas keberadaannya. Perdagangan manusia atau disebut dengan Human Trafficking merupakan problematika lama dan telah menyebar di berbagai negara. Perdagangan manusia memiliki definisi dan ruang lingkup yang sangat luas, yaitu segala bentuk pemindahan orang dengan sistem jeratan, baik itu disadari atau tanpa disadari yang menyebabkan korban terekploitasi haknya. Sebagai contoh seorang tenaga kerja luar negeri yang tidak memiliki perlindungan mengalami kesulitan ekonomi di negara asing, sehingga melakukan jual beli organ tubuh dan melakukan pelacuran. Praktek trafficking ini meliputi anakanak dan orang dewasa baik laki-laki atau perempuan yang kebanyakan dari mereka terjerat oleh kemiskinan. Meskipun demikian, kebanyakan korban adalah perempuan dan anak-anak, karena posisi mereka lemah dan rentan.
1
2
Istilah trafficing diperkenalkan oleh PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) sebagai trafficing in persons dengan definisi sebagai berikut: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasa, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalah gunaan kekerasan, atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. 1 Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai upaya untuk menghapuskan perdagangan manusia senantiasa muncul ke permukaan dengan modus yang berbeda dengan kompleksitas permasalahan yang cenderung semakin memperhatikan. Ada berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan dalam trafficking, seperti pemalsuan dokumen, upah yang tidak standar atau tidak dibayar, dipekerjakan tidak manusiawi, pemalsuan penempatan kerja dan bahkan korban diperjual belikan sebagai penjaja seks atau penjualan organ tubuh secara paksa. sehingga tidak jarang para korban tersebut pulang dengan membawa anak dan bahkan ada yang meninggal di tempat kerja. Sebuah definisi konkret yang dapat diterima di tingkat internasional. Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencegah, memberantas dan menghukum perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak (2000),
1
Gadis Arivia “Feminisme Sebuah Kata Hatit” (Jakarta; Penerbit Kompas, maret 2006), h. 250.
2
3
suplemen Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melawan Organisasi Kejahatan Lintas Batas, medefinisikan perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak,
sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalah gunaan kekuasaan, atau posisi rentan, atau memberi, atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain dari tujuan eksploitasi. 2 Kejahatan trafficking adalah kejahatan global dan sistemis yang melibatkan banyak kalangan. Masalah perdangan manusia, khususnya perdagangan perempuan dan anak menjadi sorotan internasional terutama di negera-negara berkembang dan terbelakang yang miskin. Banyak kalangan yang membicarakan untuk menanggulangi kejahatan kemanusiaan ini, khususnya untuk menjerat para pelaku tindak kejahatan kemanusiaan meskipun sangat susah dan rumit untuk menjerat pelakunya. Dari sudut pandang manapun perdagangan perempuan dinilai sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai norma, budaya, harkat dan martabat manusia serta perwujudan kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat. Banyak faktor yang menyebabkan praktek perdagangan perempuan semakin krusial dan kritis. Disamping karena faktor-faktor internal antara lain, sikap 2
Sulistyowati Irianto, Lim Sing Meij, Firliana Purwanti, Luki Widiatuti. “Perdagangan Perempuan Dalam Jaringan Pengedaran Narkotika” (Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.12.
3
4
mental yang tidak stabil, rendahnya ketahanan atau kontrol diri dari godaan dan sebagainya yang menempatkan kaum perempuan rentan terhadap praktek perdagangan perempuan. Selain itu juga ada faktor-faktor ekternal yang memposisikan kaum perempuan mudah terjerumus ke dalam praktek tersebut. Oleh karena itu, perlindungan terhadap perempuan korban perdagangan (trafficking) perlu diupayakan sedemikian rupa, agar permasalahan ini tidak meluas dan berdampak semakin parah terhadap korban dan kehidupan masyarakat luas. Korban trafficking, baik di tingkat kota maupun trafficking tingkat provinsi, jumlahnya semakin meningkat. Dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang bahayanya dari akibat trafficking maka, mereka para korban sangat memerlukan perlindungan atau pertolongan dari berbagai pihak agar dapat meringankan bebannya. Dengan memberikan bantuan baik berupa material maupun siraman rohani dan keterampilan. Dalam menangani korban trafficking perlu disusun suatu kebijakan pemerintah yang melibatkan beberapa departermen sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, sehingga dapat membantu korban trafficking secara maksiamal. Pelayanan (social services) adalah segala bentuk kegiatan dan pertolongan yang tersedia di lembaga pelayanan sosial yang ditujukan kepada prioritas penanganan masalah klien. Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo merupakan Rumah yang disiapkan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Pasar Rebo untuk membantu wanita korban trafficking
4
5
yang mengalami kekerasan seksual dan trauma. Rumah Perlindungan Sosial Wanita melindungi Wanita dari berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi serta secara khusus memberikan layanan untuk wanita yang membutuhkan perlindungan (protection), pemulihan dan perbaikan (recovery) terhadap kondisi trauma dan stess yang dialaminya, menjaga kerahasiaan, melakukan bimbingan mental, sosial dan pelatihan keterampilan. Rumah Perlindungan Sosial Wanita berpedoman pada prinsip kepentingan terbaik klien dan menjamin terpenuhinya hak-hak wanita akan perlindungan dari upaya "perdagangan" dan eksploitasi seksual. 3 Ada tiga alasan kuat mengapa perlindungan terhadap perempuan korban trafficking penting dalam konteks pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi: 1. Pertama, karena kondisi perempuan korban trafficking renta menjadi dan dijadikan sebagai Wanita Tuna Susila (WTS) 2. Kedua, untuk menumbuhkan kepercayaan diri korban, melalui bimbingan fisik,
mental/psikologis
dan
sosial
memulihkan
trauma
serta
mengembalikan pada kehidupan yang berlaku di masyarakat. 3. Ketiga, meningkatkan keterampilan kerja sehingga mempunyai kemampuan untuk meningkatkan tarif kehidupanya.
3
Depatermen Sosial RI. Profil Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW “Mulya Jaya”
5
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Peranan Pekerja Sosial merupakan salah satu profesi yang tugas utamanya membantu individu, kelompok atau pun masyarakat, sehingga memungkinkan mereka mencapai tujuan. Besarnya tugas dan tanggung jawab pekerja sosial mendorong penulis untuk melakukan penelitian serta pengkajian tentang bagaimana peranan pekerja sosial khususnya dalam Program Melakukan Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Pembatasan masalah ini di maksudkan agar lebih terfokus pada masalah yang diteliti, karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana peneliti. 2. Perumusan Masalah Penelitian tentang Peran Pekerja Sosial Penulis angkat dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa sajakah kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo? 2. Bagaimana harapan Pekerja Sosial terhadap sorban trafficking dalam Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo? 3. Bagaimana harapan para korban traffcking terhadap Pekerja Sosial di Rumah Perlindungan sosial Wanita Pasar Rebo?
6
7
4. Adakah kesesuaian antara kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial dan harapan Pekerja sosial serta harapan para korban dalam program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo?
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking yang dilaksanakan oleh Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. 2. Mengetahui harapan Pekerja Sosial terhadap para korban trafficking dalam program Perlindungan dan Pelayanan. 3. Mengetahui harapan serta kebutuhan korban trafficking terhadap kewajiban-kewajiban Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan. 4. Untuk mengetahui kesesuainan antara kewajiban/tugas Pekerja Sosial dan harapan Pekerja Sosial serta harapan Para Korban Trafficking dalam Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.
7
8
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat dari berbagai pihak-pihak berikut: 1. Manfaat Akademik Secara teorietis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka kajian akademis mengenai korban trafficking, khususnya di bidang Pengembangan Masyarakat Islam. 2. Manfaat Praktis a. Memberi masukan bagi para pekerja sosial dalam menjalankan kewajibannya/tugas di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. b. Memberi masukan pada lembaga-lembaga dalam mengimplementasikan kebijakan sehingga tercipta iklim yang kondusif bagi para Pekerja Sosial untuk menjalankan perannya secara efektif dan efisien.
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan unik bermakna di lapangan. 4
4
Burhan Bugin, Analisis Data Penelitian kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-2,h. 39
8
9
Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya. 2. Jenis Penelitian Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah Deskriptif. Pada jenis penelitian Deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasar dari naskah wawancara secara lapangan, catetan atau meno dan dokumentasi lainnya. 5 3. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian ini dimulai sejak tanggal 02 Desember 2008 dan penelitian ini berakhir pada tanggal 27 Mei 2009. Adapun tempat penelitian di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. 4. Tehnik Pemilihan Subjek Penelitian Sesuai denga karakterlistik penelitian kualitatif, dalam memilih responden ini dipilih secara sengaja, setelah sebelumnya membuat tipologi berdasarkan latar belakang subjek penelitian, yang penting dalam pendekatan kualitatif bukan jumlah subyek penelitian kasusnya, melainkan potensi tiap kasus untuk memberi pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang dipelajari. 5
Ibid.
9
10
Pilihan informan
tergantung pada jenis informasi yang hendak
dikumpulkan. Cara mudah mendapatkan informan adalah tehnik ”bola salju”. Dalam tehnik ini peneliti harus mengenal beberapa informan kunci dan meminta memperkenalkannya kepada informan lain. 6 Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penulis memilih subjek penelitian sebagai berikut: a. Sebagai data primer utama, penulis akan mewawancarai 5 (lima) orang pekerja sosial, diantaranya: 1. Ketua Tim Rumah Perlindungan Sosial wanita Pasar Rebo. 2. Kepala Bendahara Rumah Perlindungan Sosial Wanita. 3. Kepala Seksi Urusan Manajemen Kasus. 4. Kepala Seksi Urusan Pelayanan dan Pengasuhan. 5. Staff. Untuk memperoleh 5 (lima) orang yang akan diwawancarai, penulis memperoleh sampelnya berdasarkan susunan masing-masing tingkat jabatan dan pendidikan terakhir. Adapun informasi yang diperoleh adalah mengenai Peran Pekerrja Sosial Dalam Melakukan Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Adapun untuk data primer pendukung, penulis mewawancarai 5 (lima) orang WBS (Warga Binaan Sosial), untuk memperoleh 5 (lima) orang WBS, penulis memperoleh sempelnya berdasarkan susunan tingkat usia, pendidikan terakhir
6
MT. Felix Sitorus, Penelitian Kualitatif suatu Perkenalan, (Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial, 1998), h. 50
10
11
dan daerah asal masing-masing jumlah keseluruhan para WBS yang ada di Rumah Perlindungan Sosial Wanita yang berjumlah 16 orang warga binaan sosial (WBS). Adapun informasi yang akan diperoleh adalah mengenai Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. b. Data sekunder, diperoleh melalui catetan/dokumentasi di Rumah Perlindungan, laporan Litbang, media cetak, data-data instansi dan sebagainya. 5. Tehnik Pencatetan Data Penelitian yang biasa digunakan adalah catetan lapangan (data lapangan). Catetan lapangan (data) tidak lain dari pada catetan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para subyek penelitian tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu) atau menyaksikan kejadian tertentu. Catetan lapangan (data) itu dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok utamnya saja, kemudian dilengkapi dan disempurnakan adabila sudah pulang ketempat tinggal. Pencatat data dilapangan yang mencatat apa yang di hendaknya direkam, apa yang perlu dan tidak perlu di catat. Uraian tentang latar belakang dan orang-orang yang diamati atau diwawancarai, bagaimana menghadapi perubahan latar penelitian, dan bagaimana cara memberikan pendapat dan tanggapan sendiri mengenai informasi yang dikumpulkan. 7
7
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:Pt Remaja rosydakarya, 2002), Cet. Ke-16. h.100
11
12
Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penelitian menggunakan Tehnik Pencatetan data, dengan mencatat data yang didapat dari hasil penelitian dilapangan, baik itu berasal dari hasil wawancara (warga binaan sosial dan pekerja sosial) dan menyaksikan kejadian tertentu. Kemudian dilengkapi dan disempurnkan apabila sudah ke tempat tinggal. 6. Tehnik analisis Data Data yang ada dianalisis dengan cara direduksi. Dalam hal ini seluruh data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan kemudian diringkas dan dikelompokan menurut kategori yang diinginkan untuk mengidentifikasi aspek penting dari tema yang diteliti. Reduksi membantu peneliti yang memutuskan data yang dikumpulkan. Selanjutnya, bagaimana dan sipa sampel selanjutnya apa metode analisis yang akan digunakan dan akhirnya dibuat sebuah kesimpulan. Tujuan terpenting dari reduksi data hádala untuk mengidentifikasi tema utama yang diteliti dengan memberikan kategori pada informasi yang telah dikumpulkan seperti yang telah dijelaskan Patton (lexy,2002), dalam menganalisis data adalah dengan presedur mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam statu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 8 Reduksi dan membantu penelitian memutuskan data yang dikumpulkan selanjutnya, bagaimana dan siapa sampel selanjutnya. Dalam hal ini seperangkat hasil reduksi data juga perlu diorganisasikan kedalam statu bentuk tertentu (display data) sehingga terlihat sosoknya secara lebih utuh, bisa 8
Ibid, h. 103
12
13
berbentuk sketsa, sinopsis atau bentuk-bentuk lain. Hal tersebut Sangat diperlukan untuk mempermudah upaya pemaparan dan penegasan kesimpulan. 9 Dari rumusan tersebut di atas penulis menarik garis bahwa dalam menganalisis data memerlukan proses seperti, mengorganisasikan, mengatur, mengurutkan, mengelompokan dan mengategorikan data. Estela data dianalisis, kemudian dirumuskan. Data yang telah didapat dari catetan lapangan (hasil wawancara rerhadap warga binaan sosial) WBS dan Pekerja Sosial. Dalam hal ini
peneliti
mengatur,
mengurutkan,
mengelompokan,
dan
mengkategorikannya. Estela data dianalisis, kemudian dirumuskan dan disajikan. 7. Keabsahan Data Tehnik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut: a. kriteria kredebilitas (derajat kepercayaan), yaitu kriterium ini dapat menggunakan tehnik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Triangulasi) 10 , hal ini dicapai dengan jalan (a) membandingkan dokumen dari rumah perlindungan dengan hasil wawancara dengan warga binaan sosial (WBS). (b) Membandingkan antara jabatan yang diberikan oleh pekerja sosial dengan jawaban warga binaan sosial
9
Burhan Bungin, op. cit. h. 70 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja Rosydakarya, 2004), Cet. Ke-20,h. 326 10
13
14
(WBS) mengenai Program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking. b. Kriterium kepastian, menurut Scriven ( dalam lexy, 2004) yaitu masih ada unsur ‘kualitas’ yang melekat pada objektivitas. Hal itu digali dari pengertian bahwa jira sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. 11 Dalam penelitian ini, peneliti dapat membuktikan data data ini terpecaya yaitu dengan data-data yang di dapat dari hasil wawancara terhadap subyek penelitian. Adapun dari segi faktual, adalah melihat program yang diteliti, yaitu Program Perlindungan dan Pelayanan yang dilaksanakan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Dalam hal ini peneliti dapat memastikan, bahwa kepastian Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap korban trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo melalui hasil wawancara terhadap subyek penelitian.
F. Tinjauan Pustaka Pendukung
dilakukannya
penelitian ini
dikarenakan semakin
banyaknya kasus kasus yang terjadi di lapangan dan semakin banyaknya bukubuku terbitan tentang Peran para Pekerja Sosial yang menangani para Korban Trafficking, seperti buku yang ditulis oleh: Gadis Arivia, “Feminisme Sebuah Kata Hati”. (Penerbit: Jakarta,
Kompas, maret 2006), di dalam buku ini
memaparkan terjadinya praktek trafficking sampai pada penanganannya di
11
Ibid. h. 326
14
15
dalam lembaga dan diperdayakan agar menjadi manusia yang lebih berguna lagi. Buku yang di tulis oleh: Louis Brown. Sex Silves: Sindikat Perdagangan Perempuan di Asia, (Jakarta: YOI, 2005). Berisikan tentang sindikat atau jaringan yang terlibat di dalam permasalahan kejahatan trafficking yang dijadikan para sasaran hidung belang atau dijadikan para penghibur. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil penelitian tentang peran pekerja sosial dalam penanganan korban trafficking di dalam lembaga dan mengetahui program perlindungan dan pelayanan yang di berikan kepada korban dapat diterima dan ada timbal balik yang terjadi antara pekerja sosial dengan korban trafficking.
G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penelitian skripsi ini, maka penulis membuat sistematika penulisan dalam beberapa bab, yaitu: Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatas dan perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan juga sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori terdiri dari Peran (Pengertian dan Tinjauan Sosiologi tentang peran), Pekerja sosial, Pengertian Pekerja Sosial (Pekerja Sosial dan tugasnya)
Trafficiking (Pengertian), Modus Trafficking dan Pratktek
Traffciking.
15
16
Bab III Gambaran Umum yaitu terdiri Sejarah Singkat Berdirinya Panti, Visi dan Misi, Dasar Hukum, Pendekatan yang digunakan, Program Pelayanan dan Rehabilitasi (prosesnya), Tujuan dan Sasaran.
Bab IV Analisis tentang kewajiban-kewajiban /tugas pekerja sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap korban trafficking. Terdiri dari Kewajiban/tugas pekerja sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan bagi korban trafficking dan Harapan Pekerja Sosial terhadap korban trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan, Harapan para korban trafficking terhadap Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan, serta Kesesuaian antara kewajiban/tugas Pekerja Sosial dan harapan pekerja sosial dalam program perlindungan dan pelayanan serta harapan para korban trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.
Bab V Penutup. Kesimpulan dan Saran.
16
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Peran 1. Pengertian Peran Berbicara mengenai peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) mempunyai (status) dalam masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan orang lain tersebut, akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia peranan adalah: bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. 1 Sedangkan grass Massan dan A. W Mc. Eachern sebagaimana dikutip oleh David Berry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. 2 Harapan tersebut masih menurut Davit Berry, merupakan imbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu 1
Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1988), h. 667 2 N. Grass, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta:Raja Gravindo Persaja, 1995), cet. Ke-3, h.99
17
ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, 3 artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya. 4 Dari penjelasan tersebut di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud dengan peranan merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusankeharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan di mana ia berbeda. 2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran Diatas telah disinggung bahwa ada hubungan yang erat sekali antara peran dengan kedudukan. seseorang mempunyai peran dalam lingkungan sosial dikarenakan ia mempunyai status atau kedudukan dalam lingkungan sosialnya (masyarakat). Tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya manusia adalah mahlik sosial, yang tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan (dependent) pada mahlik atau manusia lainya, maka pada posisi semacam inilah, peranan sangat menentukan kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing dari hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat (lingkungan) di mana ia bertempat tinggal. Di dalam peranannya sebagaimana dikatakan oleh David Berry terhadap dua macam harapan yaitu: harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang
3
Ibid, h. 100 N. Grass, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. (Jakarta: 1995) 4
18
peranan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peranan terhadap masyarakat. 5 B. Pekerja Sosial Pekerja sosial merupakan profesi yang relatif baru di Indonesia, sehingga banyak kalangan masyarakat yang belum paham mengenai tujuan dan manfaat profesi ini. Oleh karena ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa setiap profesi orang dapat menjadi Pekerja Sosial. Pandangan tersebut berlandasan pada anggapan bahwa pekerja yang dilakukan para Pekerja Sosial adalah pekerja memberi sesuatu kepada orang lain. Jadi asal ada kemauan dan kesediaan untuk membantu orang, maka akan dapat menjadi Pekerja Sosial. Bagi orang awam, hal ini sah-sah saja. Namun sesungguhnya seseorang dapat disebut Pekerja Sosial apabila apabila memenuhi kritetia tertentu seperti: memiliki kerangka pengetahuan, nilai dan keterampilan tentang pekerja sosial.6 Tercatat ada beberapa ahli terkemuka dibidang pekerja sosial seperti: Siporin, pincus dan Minahan, Friedlander dan Apte, Zastrow, de Gusman, seperti Skidmore dan Thackeray telah memberikan definisi tentang pekerja sosial menutur sudut pandang masing-masing. Sebagai berikut: 7 1. Siporin, mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai berikut:
5
Ibid, h. 99 Dwi Heru sukoco, Profesi Pekerja sosial dan Pertolongannya, (Bandung: Kopma STKS, 1998) H.75 7 Ibid, h. 4-9 6
19
“Social worker is defined as social institutional method af helping poeple to prevent and resolve their social problems, to restore an enchance theiler social functioning”.
Pekerja sosial, adalah suatu metode institusi sosial untuk membantu orang mencegah dan memecahkan masalah mereka serta untuk memperbaiki dan meningkatkan keberfungsiansosial mereka”.
2. Pincus dan Minahasan: “Social worker is a concerned with the interactions between people and their environment which affect the ability of people to accompolish their life task, allevioate distress, and realize their aspirations and values”.
Pekerja sosial adalah berkepentingan dengan permasalahan interaksi antara orang dengan lingkungan sosialnya, sehingga mereka mampu melaksanakan
tugas-tugas
kehidupan,
mengurangi
ketegangan,
mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.
3. Friedlander dan Apte: “Social woeker is aprofessional service, based and scientifc knowledge ang skill in human relations, which help individuals, groups, or communities abtain or personal satisfaction and independence”.
20
Pekerja
sosial
merupakan
suatu
pelayanan
professional,
yang
prakteknya didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan ilmiah tentang relasi manusia, sehingga dapat membantu individu, kelompok dan masyarakat mencapai kepuasan pribadi dan serta kebebasan.
4. Zasrtow: “Social worker is the profesional of helping individuas, group, or communities to enhance or restore their capacity for social functioningand to create social conditions favorable to their goals”.
Pekerja sosial merupakan kegiatan professional untuk membantu individu-individu,
kelompok-kelompok
atau
masyarakat
guna
meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam fungsi serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan.
5. Gusman: “Social worker is the profession which is primaly concerned with organized social activity animed to facilitate and strengthen basic relationship in the mutual adjusment between individual, and their social environment fot the good of the individual and social, by the use of social work menthods”.
21
Pekerja sosial adalah merupakan profesi yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan pelayanan sosial yang terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitasdan memperkuat relationship, khususnya dalam penyesuaian diri secara timbale balik dan saling menguntungkan antara masyarakat dapat menjadi baik.
6. Skidmore dan Thackeray: “Social worker seeks to enhance the social functioning of individuals, singly and groups, by acticitiesfocused upon their social relationship which constitute the interaction between man and his environment”.
Pekerja sosial bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu-individu, baik secara individu maupun kelompok, di mana kegiatannya difokuskan kepada relasi mereka, khususnya interaksi antara manusia dengan lingkungannya.
Disamping definisi yang dikemukakan para ahli terkemuka di atas, wacana mengenai pekerja sosial juga mendapat perhatian luas dari pahli ilmuan Indonesia, termasuk di dalamnya para akademisi. Misalnya mendefinisikan tentang pekerja sosial sebagai berikut : “Para pekerja sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan mengembangkan interaksi antara
22
orang dengan lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilainilai mereka”. 8 Pengertian pekerja sosial di Indonesia, selengkapnya terdapat di dalam Buku Panduan Pekerja Sosial yang mengacu pada pasal 2, ayat 3 UU No. 6 / 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahtraan Sosial. Yaitu : “Pekerja sosial adalah semua keterampilan tekhnis yang dijadikan wahana bagi usaha kesejahteraan sosial, serta merupan suatu kegiatan professional dalam menolong orang, kelompok manapun masyarakat yang menderita atau terancam akan menderita masalah sosial, sedemikian rupa sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri”. 9 Ketentuan itulah yang hingga kini dijadikan pedoman bagi para Pekerja Sosial Khususnya di lingkungan Depsos (sekarang BKSN) agar para Pekerja SOsial dapat melaksanakan tugasnya secara sistematis, efektif dan efisien. Seperti telah diketahui seseorang yang menjalankan profesi di bidang pekerjaan sosial adalah Pekerja Sosial atau dikenal dengan istilah asingnya sebagai Social Worker. Meskipun profesi ini belum sepopuler dinegara-negara maju, namun keberadaannya secara yuridis telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah Indonesia antara lain melalui penerbit Surat Keputusan Menteri 8
Soetarjo, Praktek Pekerja Sosial , (Bandung: Kopma STKS, 1993), h. 5 Undang-Undang Nomer 6 Tahun 1974 tentang, Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Jakarta :Biro Hukum Depatermen Sosial RI)
9
23
Sosial RI Nomer : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang Pendelegasian
Wewenang
pengangkatan,
Pembebasan
Sementara,
Pemberhentian dan Pengangkatan Jabatan Pekerja Sosial di lingkungan Depatermen Sosial. Sementara itu, Definisi Pekerja Sosial menurut Buku Panduan Pekerja Sosial adalah sebagai berikut : “Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial secara penuh oleh pejabat yang berwewenang pada lingkungan Depatermen Sosial dan Unit
Pelayanan
Kesejahteraan
Sosial
pada
instansi
lainnya
berdasarkan kompetensi professional pekerja sosial”. 10 Di lingkungan Depatermen Sosial
(sekarang BKSN), para Pekerja
Sosial ini di dalam struktur keorganisasian kedudukannya berada di dalam kelompok Pejabat Fungsional, atau lebih akrab dengan sebutan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, yaitu : “Kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab , wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam satuan Organisasi untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial secara penuh dan mandiri, serta didasarkan pada keahlian dan keterampilan aprofesional pekerjaan sosial”. 11
10
Dep Sos RI, Panduan Pekerja Sosial Di Lingkungan Depatermen Sosial ( Jakarta :Sekretariat Jenderal, 1998), h. 4 11 Ibid, h. 5
24
Mengacu pada definisi tersebut, maka kita dapat mengenal “jati diri” seorang Pekerja Sosial. Pekerja Sosial adalah tentang professional
yang
dimiliki dua atribut : 1. Kekuasaan ( power) Yaitu kemampuan untuk mengendalikan orang lian berdasarkan keahlian dan keterampilan profesional pekerja sosial. Keahlian atau keterampilan ini diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman professional. 2. Kewewenangan (Authority) Yaitu menunjukan pada suatu kewenangan, di man seorang Pekerja Sosial berhak untuk melaksanakan kekuasaan. Berbicara tentang Peran Pekerja Sosial di Indonesia, terutama dalam kehidupan individu, keluarga maupun masyarakat akan membawa kita ke dalam diskusi yang panjang. Sosok seorang pekerja sosial diharapkan oleh masyarakat mampu memainkan perannya yang lebih besar lagi dari peranan yang selama ini dilakukan, meskipun para ahli pekerja sosial merumuskan peranan Pekerja Sosial secara ideal. Zastrow, mengemukankan bahwa dalam rangka membatu atau bekerja dengan individu, kelompok, keluarga, organisasi-organisai serta masyarakat, soerang Pekerja Sosial diharapkan memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang cukup memabai di dalam berbabagi perannan yang dilakukan. Dari penjelasan tersebut diatas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud dengan pekerja sosial merupakan kewajiban-kewajiban dan tugas
25
yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu serta memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang cukup memadai dalam suatu masyarakat atau lingkungan di mana ia berada, sehingga memungkinkan mereka mencapai tujuan.
C. Trafficking 1. Pengertian Trafficking Perdagangan manusia merupakan kejahatan yang sistemis dan sulit diberantas. Masyarakat Internasional menyebutkan sebagai bentuk perbudakan masa kini yang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Praktek terdagangan manusia suda lama terjadi dan modusnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu bahkan jumlah korbannya setiap tahun mengalami peningkatan. Pada pemahamannya, trafficking berbeda dengan perdagangan manusia. Perdagangan manusia adalah sebuah transaksi penjualan antara penjual dan pembeli dengan harga yang disepakati. Sedangkan trafficking mengandung unsur paksaan, penipuan, ancaman, kekerasan serta penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan-tujuan eksploitasi. Definisi trafficking yang disepakati oleh beberapa negara sebagain besar mengambil dari protokol PBB. Pada tahun 2000 Indonesia mengadopsi definisi trafficking ke dalam keputusan Presiden RI No. 88 tahun 2000 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A). Dalam protokol PBB, definisi trafficking adalah : perekrutan, pengangkutan,
26
pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk paksaan lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi setidaknya meliputi eksploitasi lewat memprostitusikan orang lian atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh. 12 International Labour Organisation (ILO) medefinisikan trafficking sebagai kegiatan mencari, mengirim, memindahkan menampung atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekersaan atau bentuk –bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menculik, menipu, memperdaya (termaksuk membujuk dan mengiming-imingi) korban, menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang, memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan ijin dengan persetujuan dari orang tua, wali atau orang lain yang mempunyai wewenang atas
diri
korban,
dengan
tujuan
mengisap
dan
meremas
tenaga
(mengeksploitasi) korban. 13
12
Syarif Darmoyo dan Rianto Adi, Trafficking Anak untuk Pekerja Rumah Tangga (Jakarta : PKPM Unika Atmajaya, 2004), h.9. 13 Fentiny Nugroho dan Johanna Debora Imelda, Perdagangan Anak Indonesia (Jakarta : ILO, 2001), h. 9
27
Adapun definisi trafficking menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindakan Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) No. 21 tahun 2007 adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalm negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. 14 Sedangkan kategori anak dalam trafficking sesuai dengan Konveksi Hak Anak PBB adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan Undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan usia dewasa dicapai lebih awal. 15 Dari ketiga definisi tersebut, jika diamati maka memiliki perbedaan tersendiri. Hal ini karena setiap level (lembaga) memiliki pengalaman yang berbeda.
Seperti
halnya
PBB
(Persetikatan
Bangsa-Bangsa)
yang
mendefinisikan trafficking secara lebih luas dibandingkan UU PTPPO No. 21 yang di buat oleh Indonesia, karena kebijakan PBB (terkait kasus trafficking) menjadi rujukan beberapa negara di dunia yang pada dasarnya memiliki berbagai macam dan bentuk kasus. Sebagai contoh kasus trafficking bermodus
14 15
UU PTPPO No.21 Tahun 2007, h. 2. Sharif Darmoyo dan Rianto Adi, Trafficking Anak untuk Pekerja Rumah, h. i
28
buruh migran dan berbeda dengan modus yang terjadi di negara-negara dunia lainnya. 16 Adapun definisi ILO (International Labour Organisation) lebih membidik pada pelaku atau bandar trafficking, berbeda dengan definisi PBB dan UU PTPPO No. 21 yang membidik pelaku dan bagi siapa saja yang terlibat dalam kasus trafficking. Hal ini ditunjukan dengan pemakaian kata misalnya pada definisi ILO menggunakan istilah trafficking sebagai kegiatan mencari, mengirim dan memindahkan, sedangkan PBB / PTPPO No. 21 dengan menggunakan istilah trafficking adalah tindakan prekrutan, pengangkutan Dalam hal ini, ILO memakai kata predikat
mencari yang berarti pelaku
berperan besar atas terjadinya trafficking, sedangkan PBB?UU PTPPO No.21 memakai kata benda ejektif pencarian yang berarti semua pihak yang terlibat atas trafficking (pelaku, perantara dan sponsor atas terjadinya trafficking) maka harus ditindak. Dalam kasus trafficking menggunakan istilah perdagangan karena hal ini sebagaimana layaknya ekonomi yang di dalamnya terdapat transaksi permintaan dan penawaran (Supply and Demand). Permintaan pasar tenaga kerja (khususnya pekerja rumah tangga) di luar negeri disebut supply dan kebutuhan para pencari kerja untuk menopang perekonomian mereka disebut demand, telah dimanfaatkan oleh para mucikari untuk mendapatkan keuntungan
16
Lihat andi Yentriyani, Politik Perdagangan perempuan (Yakarta : Galang Press, 2004), h. 187-201
29
pribadi sebesar-besarnya dengan cara menipu dan memalsukan data atau identitas korban yang dikomoditaskan tersebut. Definisi trafficking sedemikian rumit, hal ini dikarenakan keberadaan dan fenomena praktek trafficking yang sistemis dan rapi dalam menjaring para korban, sehungga definisi trafficking perlu penjelasan pasti dan detail dalam menjaring pelaku dan agar dapat ditindak dengan tegas. Rumusan Undangundang tersebut dapat dirinci atas tiga bagian, yaitu: 1. Setiap
orang
yang
melakukan
perekrutan,
pengiriman,
dan
penyerahterimaan orang. 2. Dengan menggunakan kekerasaan atauancaman kekerasan, penipuan, penculikan penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentaan atau menjerat utang. 3. Untuk
tujuan
mengeksploitasi
atau
perbuatan
yang
dapat
mengeksploitasi orang tersebut. 17 Pelaku disini adalah siapa pun yang terlibat dalam praktek trafficking, apakah disadari pelaku atau tidak, apakah itu orang tua korban, suami korban, saudara korban, atau orang dekat korban, jika motif pelaku adalah bertujuan untuk asas pemanfaatan dan eksploitasi terhadap korban maka pelaku tersebut tersebut terjerat hukum sebagai trafficker atau pelaku tindak trafficking. Dalam praktek trafficking paling tidak terdapat adanya tujuan eksploitasi dapat meliputi: Pertama, eksploitasi untuk melacurkan orang lain
17
Supriyadi Widodo Eddyono, Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP, (Jakarta : ELSAM, 2005), h. 18
30
atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual. Kedua, kerja atau pelayanan paksa. Ketiga, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan. Keempat, penghambaan. Dan kelima, pengambilan organ-organ tubuh. 18 Kejahatan trafficking yang berupa eksploitasi prostitusi dan eksploitasi seksual tidak didefinisikan secara tuntas di Komisi Kejahatan PBB (UU Crime Commision). Dalam pembahasan protokol tersebut yang terdiri dari lebih 100 negara dunia tidak dapat mencapai kata sepakat mengenai kedua bentuk definisi ini, namun sebagai perwakilan dan NGO (Nen Goverment Organization) negara-negara lain tetap menginginkan bahwa prostitusi dewasa (berprofesi sebagai prostitut atau prostitut yang legal) harus didefinisukan sebagai trafficking. Sehingga dalam forum tersebut akhirnya memasukan “eksploitasi seksual” ke dalam trafficking, tetapi forum tersebut tidak mendefinisikannya secara khusus, karena tiap-tiap negara memiliki perbedaan hukum dan kebijakan yang beragam terhadap pekerja seks dewasa. Tetapi semua negara setuju bahwa trafficking merupakan kegiatan yang bersifat perbudakan, pekerjaan dengan kekerasan atau pemaksaan dan kerja paksa. 19 Sehingga praktek trafficking dikategorikan sebagai kejahatan pidana transnasional, yaitu kejahatan yang melintas batas dan kepentingan suatu negara. 20
18
Lihat Ann Jordan dalam The Annotated Guide to the Complete UN Trafficking Protocol, ( Washinton, DC : Internacional Human Right Law Group, 2002) 19 Supriyadi Widodo Eddyono, Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP, h..10 20 Komnas Perempuan, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan, (Jakarta: KP, 2007), Vol. I, h.2
31
2. Modus Praktek Trafficking Perdangan manusia banyak terjadi di negara-negara miskin dan berkembang, hal ini dikarenakan negara tersebut belum memiliki kemampuan ekonomi. Perdagangan manusia yang kebanyakan terjadi pada perempuan dan anak-anak memiliki berbagai macam dan bentuk. Pada mulanya, bentu-bentuk perburuan eksploitatif, perburuan anak, praktek perekritan untuk industri seks, dan perbudakan berkedok pernikahan, yang sebelumnya diterima oleh masyarakat sebagai hal yang biasa dilakukan. Sekarang bentuk-bentk perdaganagan manusia tersebut merupakan masalah yang bersifat multi dimensional kemanusiaan yang merupakan tindak pelanggaran terhadap Hak asasi Manusia (HAM). Adapun modus operandi yang terjadi dalam perdagangan manusia antara lain, meliputi: 21 a. Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri (Buruh Migran) Modus ini adalah modus yang paling mudah dan banyak terjadi, karena banyak tenaga kerja dari dalam negeri yang bertujuan mencari kerja ke luar negeri tanpa mendapatkan informasi yang lengkap, sehingga posisi mereka sangat rentan untuk menjadi korban praktek trafficking. Dokumentasi mereka dipalsukan, dijerat hutang dan hingga pelecehan. Indonesia telah terkenal sebagai salah satu negara pengirim terbesar pekerja migran ke berbagai negara (Timur Tengah, Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan dan Korea). Jumlah
21
Meutia F. Hatta Swasono, dalam seminar Perdagangan Orang” h. 6
32
“Kekerasan Terhadap Perempuan dan
Tenaga kerja yang dikirim ke negara Asia Pasifik terus meningkat selama lima tahun terakhir. Pada kenyataanya dari tahun 1980-1983 jumlah tenaga kerja migran meningkat dari 10.000 hingga lebih 230.000 orang.22 b. Pengiriman Entertainer (Penghibur) keLuar Negeri Modus ini hampir sama dengan modus TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Dalam menggunakan modus ini, biasanya para para calon menawarkan pekerjaan yang mudah
dan ringan serta mendapatkan gaji yang besar.
Pekerjaan yang ditawarkan para calo adalah sebagai seni daerah, pelayan restoran dan pekerja di hotel. Dalam wilayah Asia (tidak terkecuali Indonesia), perempuan Asia ditawari pekerjaan yang lebih menggiurkan seperti wanita pendamping atau penyanyi yang menghibur kelompok lelaki kaya pilihan di sebuah klab mewah. Pada hal kelompok lelaki pilihan ini ternyata penipupenipu sadis. Gadis-gadis tersebut tidak di bayar sesen pun dan klab itu pun berubah menjadi tempat yang mengerikan, namun ini terjadi pada ribuan setiap gadis setiap malam. 23 c. Adopsi Anak Modus ini sering terjadi di wilayah konflik atau wilayah yang mendapatkan bencana, seperti di wilayah Aceh sebagai Daerah Operarasi Militer (DOM) dan Aceh paska terjadinya bencana tsunami. Maka banyak anak-anak yang terlantar sehingga kondisi seperti ini banyak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan pribadi.
22 23
Irwanti dkk, Perdagangan Anak Indonesia (Jakarta: ILO, 2001), h. 45. Louis Brown, Sex Slavery, h.24
33
“Paska bencana banjir besar, gempa bumi dan tsunami, banyak pekerja yang datang keluar negeri membawa embel-embel lainnya, sehingga masalah perdagangan manusia (adopsi anak) dikhuatirkan akan meningkat di Aceh”. 24 d. Memperkerjakan Anak di sektor Pariwisata, Industri, di Rumah Tangga, Pengemis dan Anak Jalanan Modus ini biasanya terjadi karena lilitan dan beban ekonomi keluarga, sehingga anak-anak purus sekolah dan kerja dengan tujuan membantu orang tua. Anak-anak yang putus sekolah ini ditawari pekerjaan tanpa adanya informasi pekerjaan apa yang akan diberikan kepada anak tersebut. Sehingga anak terjerumus apa yang akan din berikan kepada anak tersebut. Sehingga anak terjerumus kepda pekerjaan yang mengeksploitasi hak-haknya
sebagi
anak. Mereka dimanfaatkan oleh pihak-pihak dan jaringan tertentu. Peta survei ketenaga kerjaan 1999, di Indonesia menunjukan bahwa terdapat 310.370 PRT. (Pekerja Rumah Tangga) anak usia 10-18 tahun di antara 1.3431.712 PRT. Menurut BPS (Badan Statisti Nasional), bahwa di DKI Jakrta terdapat 70.792 jiwa dan menurut estimasi penelitian Unika Atma Jaya dan ILO –IPEC melalui rapid assesment (1995) diperkirakan PRT anak di Jakarta sekitar 600.000 dari sejumlah 1,4 juta PRT. Mengapa PRT anak dibawah usia 18 tahun dipakai oleh pengguna tenaga mereka, hal ini menurut 10 responden mengtakan bahwa pekerja anak masih mudah diatur, jujur, mudah diajari dan nurut, sedangkan pekerja dewasa mudah kabur. 25
24 25
“ Aceh dan Traficking” Waspada, 13 Januari, 2007, h.1 Syarif Darmoyo dan Rianto adi, Trafficking Anak umum Pekerja Rumah, h. 20
34
Setelah korban terjerat dengan kesepakatan palsu dan terjerat dengan hutang palsu, maka korban dengan mudah diperasdan dieksploitasi secara fisik, mental dan metarial. 3. Adapun Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia adalah 26 : a. Untuk dijadikan pelacur/WTS (wanita tuna susila). Para korban trafficking yang tertipu dan terjerat dengan perjanjian palsu seringkali belakangan ini dipekerjakan sebagai pelacur. Para korban tersebut terjebak dan tidak memiliki alternatif kecuali menjadi WTS. Dunia prostitusi merupakan tujuan utama dari praktek trafficking, bahwa dunia prostitusi usaha yang menjanjikan dan menguntungkan karena di sana terdapat banyak lelaki hidung belang yang mencari para perempuan untuk dijadikan perempuan simpanan. Berdasarkan informasi dari Farid yang kemudian ditulis oleh Irwanto bahwa pada tahun 1999, sekitar 30% dari seluruh pekerja seks yang ada di Indonesia masih berusia dibawah 18 tahun. Hal ini memperhatinkan tetapi permintaan seks dengan anak sebenarnya telah ada sejak dulu. Pemicu utamanya adalah mitos-mitos seputar keperawanan, antara lain kepercayaan bahwa berhubungan seks dengan perawan obat awet muda dan pembawa keberuntungan. 27
26
Lusiana Marianingsih dkk, Studi tentang Fenomena Perdagangan Wanita (Trafficking in Persons) dan Upaya Pemberian Perlindungan Hukum bagi Para Korkan (Surakarta : FKH. Univ. 11 Maret, 2004), h. 23 27 Irwanto dkk. Perdagangan Anak Indonesia, h. 31.
35
b. Untuk dipekerjakan jermal (anjungan penangkap ikan lepas pantai). Khusus untuk pekerja jermal ini kebanyakan korbannya adalah anak laki-laki yang berusia sekitar 13-18 tahun. Umumnya mereka tidak bisa berenang, karena itu mereka rawan tenggelam karena menuntut keahlian tersebut. Biasanya pekerjaan mereka menaikan dan menurunkan jala, memilih dan mengeringkan ikan dan membetulkan jala yang rusak tanpa kenal waktu. Di Indonesia, khususnya beberapa kabupaten di Sumatra Utara seperti kabupaten Deli Serdang, Asahan dan Labuhan Batu mendapat sorotan tajam dari kalangan Internasional yang peduli terhadap hak anak. Laporan resmi dari Dinas Perikanan Daerah Tingkat 1 Sumatra Utara menyebutkan bahwa jumlah jermal yang ada telah berkurang dari 344 pada tahun 1988 menjadi 144 pada tahun 1997, sebagian akibat dari faktor-faktor alamiah seperti berkurangnya permintaan pasokan ikan. 28
c. Sebagai pengemis. Korban ini adalah kebanyakan anak-anak usia sekolah dan tidak menutup kemungkinan orang dewasa. Mereka memiliki niat untuk membantu dan meringankan beban perekonomian keluarga, sehingga mereka bekerja dan meninggalkan bangku sekolah. Cara kerja mereka diorganisir oleh bos yang menjadi atasannya. Mereka direkrut dari pedesaan dan dipaksa untuk mengamen dan meminta-minta di sepanjang jalan kota besar dan di tempat umum, mereka di janjikan pekerjaan yang layak di kota dan tidak tahu kalau 28
Ibid. h. 39
36
akan dijadikan pengemis. Selain anak-anak yang direkrut, ada juga bayi yang disewakan untuk membantu pengemis wanita supaya kelihatan lebih memelas. 29
d. Sebagai pembantu rumah tangga (PRT) Korban ini banyak dialami oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia yang berangkat ke luar negeri, seperti Malaysia dan Arab Saudi. Kebanyakan pekerja PRT ini dipekerjakan dengan jam kerja yang lebih panjang, gaji mereka tidak dibayar, akses mereka ditutup dari informasi luar, diperlakukan seperti budak, dilecehkan secara “ seksual” hingga ada yang sampai memilki anak (tanpa kehendaknya) di luar negeri dan disiksa hingga meninggal, di luar negeri tanpa adanya kejelasan informasi tentang keberadaan korban. Laporan Indonesia 2003 kepada pelabor khususnya PBB untuk hak asasi migran menyebutkan bahwa lokasi dan menifestasi kerentanan TKW-PRT (tenaga kerja wanita-pembantu rumah tangga) pada beberapa hal, yaitu lokasi yang kerentananya mencakup seluruh fase migrasi mulai dari proses perekrutan tempat penampunagan tenaga kerja hingga proses pemulangan ke tempat asal. Sementara manifestasi dan kerentanan mereka terlihat di dalam 6 area, yaitu : (1) perdagangan perempuan, (2) kriminalitas korban, (3) rumah tahanan dan penjara, (4) deportasi, (5) status kesehatan dan, (6) kekerasan. 30
29
Ibid. h. 37 Komnas Perempuan, National Consultation: Indonesia NGOs and Komnas Perempuan with United Nations-Special Repporteur on the Rights of Migrants (Jakarta: Komnas Perempuan, 2006), h. 23. 30
37
e. Adopsi, dijual dan dijadikan pengemis kemudian dilantarkan pendidikannya dan kehidupannya. Korban trafficking dalam hal ini, kebanyakan adalah anak-anak yang menjadi korban kemiskinan dalam keluarga. Modus trafficker dalam hal ini adalah mengiming-imingi orang tua anak untuk diadopsi sebagai anak angkat, sehingga orang tua calon korban tergoda dengan tawaran-tawaran trafficker. Orang tua calon korban
merasa akan terbantu dengan janji palsu yang
ditawarkan oleh trafficker. Padahal trafficker berniat lain yaitu untuk menjual anak-anak tersebut untuk menjadikannya pengemis jalanan. Sehingga pendidikan akan terlantar dan putus sekolah. Dalam hal ini, Indonesia ACTs (Against Child Trafficking) mencatat dari tahun 2005 hingga 2007 ada 101 kasus anak diperdagangkan, mereka berasal dari 12 daerah yang merupakan anggota ACTs (Medan, Batam, Jakarta, Indramayu, Yogyakarta, Solo, Semarang dsb). Saat ini ACTs sedang mengusahakan pengembanganan hak-hak mereka sebagai anak dan meminta pemerintah daerah untuk melakukan integrasi kepada instansi pemerintah terkait seperti Departermen Pendidikan Nasional atau Departermen Sosial. 31
f. Pernikahan dengan laki-laki Asing untuk tujuan eksploitasi. Korban ini banyak dialami oleh gadis-gadis desa yang tidak memiliki informasi cukup. Para traffiker mencari gadis-gadis deasa dan meyakinkan orang tua calon korban bahwa anaknya akan baik-baik saja dan akan bahagi 31
“ Pemda Harus Atasi Trafficking” Sido Juli 2007,h. 8
38
ketika menikah dengan laki-laki asing. Traffiker akan mendapatkan untung besar ketika ia mendapatkan gadis untuk laki-laki asing. Sementara gadis-gadis tersebut tidak bisa terjamin nasib dan kehidupannya kelak ketika sudah menikah dengan laki-laki asing. Hal ini dikarenakan laki-laki asing ini tidak diketahui baik dan tidaknya. Para gadis desa tersebut menjadi barang untuk diperdagangkan dan dieksploitasi haknya. Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa pada kurun 1992-1999 berlangsung 5293 perkawinan antara WNI (Warga Negara Indonesia) dengan WNA (Warga Negara Asing). Hal ini berarti bahwa rata-rata setiap tahunnya terdapat lebih dari 661 pasangan. Adapun perkawinan ini paling banyak berrlangsung antara WNI
dengan WNA (Taiwan), bahkan 90% dari
perkawinan campuran di Pontianak adalah dengan WNA Taiwan dan di Sambas sebanyakan 99,4%. 32
g. Pornografi. Korban ini banyak dialami oleh perempuan, baik dewasa atau pun anakanak dan terkadang terdapat anak laki-laki. Mereka di jadikan obyek pornografi di luar kemauan mereka. Mereka dipaksa untuk menjadi foto model porno dan objek seksualitas oleh industri seks. Begitu juga dunia seni, dengan dalih bahwa seni bebas menampilkan gambar-gambar fulgar. Di Indonesia bisnis abu-abu ini sekarng sudah menjadi ruang bisnis yang menggiurkan dan dapat meraup keuntungan hingga 27 triliun 32
Andi Yentriyani, Politik Perdagangan Perempuan, (Jakarta: Galang Press, 2004), h.54-55.
39
rupiah. 33 Data yang dilansir ASA (Aliansi Keselamatan Anak Indonesia) menyebutkan, industri pornografi ini menghasilkan 57 miliar dolar AS setiap tahun diseluruh dunia, sedangkan pornografi anak menghasilkan 3 miliar dolar AS setiap tahun. 34
h. Pengedar obat terlarang. Korban ini banyak dialami oleh anak-anak dan perempuan. Mereka dipaksa menjadi pengedar narkoba dan obat-obat terlarang. Mereka diorganisir oleh mafia narkotika dengan rapi, sehingga mereka sangat rentan dan mudah terkena hukum narkotika, biarpun mereka bukan pemakai. Kondisi dan keberadaan mereka terancam dari segi hukum. Seperti kasus Noni yang dimanfaatkan oleh pacarnya (warga Nigeria) menjadi kurir perdagangan narkoba Internasiona. Noni ditangkap polisi di Pelabuhan Belawan Sumatera Utara saat membawa 3,212 kg heroin murni dari Laos. Menurut penuturan Noni “Bahwa dia terpaksa menjadi kurir kerena diancam, dibunih dan bahwa keluarganya diancam”. 35
i. Menjadi korban pedofilia. Istilah pedofil menunjukan pada seorang berusia antara 35 sampai 65 tahun yang meniliki fokus erotis dan fantasi serta kepuasan seksual ketika yang bersangkutan berhubungan intim dengan anak-anak. Secara leksikal pedofil 33 34 35
“ Tiga TKI Asahan Terancam Hukuman Mati”, Waspada, 29 Mei, 2008.h.3. “Aksi Pornografi Terorganisasi,” Republika, 25 Mei, 2007, h. 5. “ Perempuan Marak Dipakai sebagai Kurir Narkoba,” Kompas, Rabu, 2008, h. 26
40
orang yang mempunyai selela seksual terhadap anak kecil. 36 Korban pedofil pada umumnya adalah anak laki-laki yang berusia 9-12 dan praktek pedofil dapat terjadi di manapun. Penderita pedofil umumnya memiliki sikap santun yang merupakan upaya tipuan, terutama pada anak-anak. Banyak orang tua korban yang terkecoh tanpa curiga sedikit pun. Jumlah anak yang diperdagangkan mencapai 45.000 sampai 50.000 orang dalam setiap tahunnya. 37 Modus-modus tersebut sering terjadi di dalam kasus trafficking pada umumnya. Sedangkan modus trafficking yang sering terjadi di Indonesia adalah sebagai buruh migran pekerja rumah tangga, diman sebagian besar korbannya adalah perempuan. Mereka cenderung disubordinatkan, tidak dilindungi oleh hukum setempat, bahkan sering dilanggar hak-hak asasinya meskipun keadaannya dibutuhkan. Jika dibandingkan dengan buruh migran laki-laki, kondisi buruh migran perempuan lebih rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan karena posisinya sebagai buruh sektor informal, warga negara asing dan di tengah budaya patriarkhi di masyarakat. 38 Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi maka semakin berkembang pula modus kejahatan trafficking yang dalam beroperasinya sering dilakukan secara tertutup dan bergerak di luar
36
Rohman dan Adria Rosi Starine, Pedodilia di Bali: Dewa Penolong atau Pencelaka? (Yogyajarta: PSKK UGM, 2004), h. 3 37 Ibid, h. 4 38 Komnas Perempuan, National Consultation: Indonesia NGOs and Komnas Perempuan with United Nations-Special Repporteur on the Rights of Migrants (Jakarta: Komnas Perempuan, 2006), h. 23.
41
hukum. Pelaku perdagangan manusia trafficker pun dengan cepat berkembang menjadi sindikat lintas batas negara dengan cara kerja yang mematikan. Dewasa ini trafficking sudah menjadi “multi-billion-dollar industri” yaitu industri yang mendatangkan banyak keuntungan dengan sindikat kriminal yang diperkirakan mampu menyaingi sindikat yang merajalela di dunia hitam selama ini, yaitu sindikat obat-obatan terlarang dan senjata ilegal. 39 Trafficking sudah menjadi perusahaan tertutup yang sangat menguntungkan bagi pelakunya, bahkan dengan semakin meluasnya kemiskinan, pendidikan rendah dan terdiskriminasinya sebagian masyarakat atas informasi atas akses di dunia maka semakin menyuburkan industri trafficking.
39
Lusiana Marianingsih dkk, Studi tentang Fenomena Perdagangan Wanita (Trafficking in Persons) dan Upaya Pemberian Perlindungan Hukum bagi Para Korkan (Surakarta : FKH. Univ. 11 Maret, 2004), h. 23
42
BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL WANITA PSKW MULYA JAYA PASAR REBO
A. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Karya Wanita
Mulya Jaya Pasar
Rebo. Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo merupakan salah satu lembaga yang didirikan oleh Departemen Sosial Republik Indonesia untuk menangani masalah Wanita Tuna Susila 1 . Panti yang berdiri tahun 1959, dengan status pilot proyek pusat pendidika wanita, baru di buka oleh Menteri Sosial Bapak H. Moelyadi Djojomartono (Alm) dengan nama Mulya Jaya berdasarkan motto panti sendiri yaitu Wanita Mulya Negara Pasti Jaya. Panti tersebut dibuka setelah mengalami proses Pembangunan dan penyempurnaan 2 Berdasarkan berjalannya waktu dan dilihat pentingnya penanganan Wanita Tuna Susila agar tidak semakin menyebar dan melebar maka; Berdasarkan keputusan Menteri Sosial RI. Nomer: HUK/4-1-9/2005, tanggal 1 Juni 1963, panti ini di resmikan menjadi Panti Pendidikan Wanita Mulya Jaya. Pada saat PELITA I, tahun 1969 Panti Pendidikan Wanita Mulya Jaya, diubah kembali namanya menjadi Panti Pendidikan dan Pengajaran Kegunaan Wanita (P3KW) Mulya Jaya. Dan pada tahun 1979 ditetapkan menjadi Panti Rehabilitasi Tuna Susila Mulya Jaya melalui surat keputusan 1
Buku Panduan Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. 2005 Kantor Wilayah Depsos Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Sekilas Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo, Jakrta, 1999.
2
43
Menteri Sosial Nomer, 41/HUK./XI/1979 tanggal 1 Nopember 1979 yang selakigus di tetapkan struktur organisasi dan tata kerja panti di seluruh Indonesia 3 Banyaknya
permasalahan
yang
ada
dalam
masyarakat
maka,
menjadikan pemerintah menerapkan penanganan yang lebih serius lagi untuk mengatasi penyakit masyarakat. Berdasarkan SK Menteri Sosial di atas pula pada akhirnya tanggal 31 Desember 1982, Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila Mulya Jaya diserahkan pada Kanwil Depatermen Sosial DKI dan tanggal 23 April 1994 nama Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila ini menjadi Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya. Dan
Sejak tanggal 24 April 1995. Berdasarkan keputusan Menteri
Sosial RI. No, 22/HUK/1995 ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya 4 . B. Visi dan Misi PSKW 1. Visi: Pelayanan Dan Rehabilitasi Tuna Susila yang Bermutu Dan Profesional. 2. Misi: 1. Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sesuai dengan paduan yang ada.
3 4
Ibid. Buku Panduan Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. 2005.
44
2. Mewujudkan Keberhasilan Pelayan dan Rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan indikator indikator keberhasilan Pelayan dan Rehabilitasi Tuna Susila 3. Mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak terkait pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila 5 . C. Dasar Hukum. 1.UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Kep. Mensos. RI. No. 20 / HK / 1999 tentang Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila. 3. Kep. Mensos. RI. No. 06 /HUK /2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Depatermen Sosial. 4. Kep. Mensos. RI. No. 59 / HUK / 2003, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan Depatermen Sosial. 5. Kep. Mensos. RI. No. 40 / HUK /2004 tentang Prosedur Kerja Panti Sosial di lingkungan Depatermen Sosial 6. Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial 7. UU No.7 Tahun Tentang Pengapusan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. 8. UU RI No.5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perilaku atas Penghukuman Lain Yang Tidak Manusiawi. 5
Ibid.
45
9. UU No.26 Tahun 2001 Tentang Pengesahan Konveksi Internacional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. 10. UU RI No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 11. Keppres RI No. 88 Tahun 2002 Tentang RAN Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak. 12. Keppres RI No. 87 Tentang RAN Penghapusan Ekploitasi Seksual Komersial Anak. 13. Keputusan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI No. 17/Meneg PP/VII/2005 Tentang Pembetukan Suba Gugus Tugus Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak Dan Penghapusan Ekploitasi Seksual Komersial Anak 6 . D. Pendekatan yang Digunakan Pendekatan yang digunakan oleh Panti Sosial Karya Wanita dan Traffiking Mulya Jaya dalam melakukan rehabilitasi kepada Warga Binaan Sosial (WBS), yaitu dengan menggunakan pendekatan Persuasif, pendekatan persuatif yang dilakukan Pekerja Sosial yaitu dengan menggunakan Morning Meeting dan Static Group. Morning Meeting dilakukan 2 (dua) kali dalam seminggu, selama 1 sampai 2 jam, pukul 08.30-9.30 atau 08.30-10.30 WIB. Pelaksanaannya hari rabu untuk unit PSKW dan hari sabtu untuk unit Trafficking. Kemudian penulis pun ikut mendampingi setiap acara tersebut diantaranya ungkapan keluhan yang dimiliki para warga binaan sosial (WBS) 6
LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) Sosialisasi ke Kalimantan, (Jakarta;2008)
46
terhadap sesamanya. Contoh: Bagi WBS yang jarang bersih-bersih atau jarana mandi, itu semua diungkapkan didepan teman-temannya. Tujuan dengan dilaksanakannya Morning Meeting adalah : Untuk menciptakan rasa kebersamaan dan kekompakan diantara sesama warga binaan sosial (WBS). Static Group dilaksanakan 1 (satu) kali dalam seminggu selama 1 setengah jam, pada hari selasa, pukul 13.30-15.00 WIB. Acaranya yaitu diskusi, tentang etika sopan santun, perduli lingkungan/kebersihan, arti masa depan dan tanggung jawab serta hak seorang perempuan. Dengan dilaksanakannya Program Static Group tujuannya untuk menggali potensi yang dimiliki warga binaan sosial khususnya unit trafficking. 7 E. Proses Pelayanan dan Rehabilitasi Proses pelayanan dan rehabilitasi sosial pada prinsipnya bersifat menyeluruh, terpadu, terus menerus serta berkesinambungan. Dengan dibantu berbagai disiplin ilmu lainnya seperti, Para Pekerja Sosial, Kedokteran, Psikologi, Guru Rohani, TNI, Kepolisian, Pengacara dan lainnya. Proses
pelayanan
dan
rehabilitasi
sosial
yang
dilaksanakan
menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut 8 ; A. Proses Pelayanan 1. Pendekatan awal. Yaitu tahap kegiatan yang mengawali keseluruhan proses pelayanan untuk mempersiapkan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi 9 .
7 8
Jadwal Kegiatan Acara di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya. Unit Trafficking. 2009 Buku Panduan Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. 2005.
47
a. Orientasi dan konsultasi Kegiatan pengenalan program pelayanan atau memberikan informasi tentang penerima dan pendaftaran calon klien kepada pemerintah daerah,
instansi
terkait,
LSM/ormas
dan
masyarakat,
untuk
mendapatkan pengesahan/pengakuan, dukungan, bantuan dan peran sertanya dalam pelaksanaan program. b. Identifikasi Kegiatan untuk memperoleh data dan informasi yang rinci tentang permasalahan klien, potensi lingkungan, termaksud sumber-sumber pelayanan
dan
pasaran
kerja/usaha,
fasilitas/kemudahan
untuk
menanggulangi permasalahan. c. Motivasi Suatu upaya yang dilakukan secara profesional oleh pekerja sosial untuk menumbuhkan keinginan/kemauan, minat, pengertian dan pemahaman dari korban trafficking untuk mengikuti pelayanan dan rehabilitasi sosial, dengan tanggungjawab dan kesadaran sendiri. d. Seleksi Suatu kegiatan memilih dan mengelompokan klien yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat menjadi klien definitif.
9
Pola Pelayanan Resosialisasi Wanita Tuna Susila dan Trafficking, Pada Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya. 2005
48
2. Penerimaan Yaitu terjadinya kesepakatan pelayanan dalam rangka dimulainya rehabilitasi sosial untuk mengikuti program yang sesuai dengan kebutuhan klien. Kegiatan ini meliputi: a. Registrasi, berupa pencatan dalam buku induk dan mengisi formulir, serta diperolehnya data perkembangan klien selama mengikuti kegiatan. b. Penempatan klien dalam program pelayanan dan rehabilitasi sosial, agar klien segera memperoleh dan memulai pelayanan rehabilitasi sosial sesuai dengan kondisi obyektifnya. c. Orientasi, merupakan masa menyesuaikan diri klien terhadap keadaan yang dikembangkan ditempat rehabilitasi sosial. 3. Assesment Assesment adalah instrumen intelektual untuk memahami situasi psikosisial klien, dan untuk menentukan apa" masalahnya". 10 Suatu proses yang mengungkap, menelaah, memahami, menganalisis dan menilai masalah atau rencana pelayanan dan lingkungan klien, serta kebutuhannya, untuk langkahlangkah yang diperlukan guna mencapai hasil-hasil yang diharapkan. Asesmen (psikologis, sosial, medis) dilakukan untuk memahami sebab dan dinamika masalah. pada tahapan ini tingkat keberfungsian sosial, psikologis dan fisik klien diklarifikasi. Kebutuhan bagi klien yang sangat rentan biasanya sangat luas dan asesmen harus dilakukan menyeluruh. Disini guna
10
Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Workers’ desk Reference. Jilid 1. (Jakarta; PT BPK Gunung Mulia.2008) h.98.
49
Social
mengembangkan sejarah kasus kasus yang tradisional dan memanfaatkan informan luar dari berbagai disiplin serta keluarga dan lembaga-lembaga lain yang yang pernah menangani klien. Mengingat pemberdayaan klien adalah tujuan utama, maka ia didorong untuk berpartisipasi maksimal dalam asesmen serta seluruh proses. 11 a. Assesment Problematik Mendapatkan data dan informasi mengenai latar belakang permasalahan klien, yang meliputi bakat, minat, kemampuan, harapan dan perencanaan masa depan sebagai bahan untuk memecahkan masalah dan mengembangkan kemampuan klien yang didukung oleh kemauan klien untuk mengembangkan potensinya yang sudah ada dalam dirinya. 12 Manajemen kasus adalah pelayanan yang diberikan pada klien yang rentan agar mereka memperoleh bantuan yang dibutuhkan dalam sistem pemberian pelayanan yang terfragmentasi di Amerika. Frankel dan Gelman (1988) mengatakan bahwa "tujuannya adalah akses pelayanan dan kordinasi", yang berkaitan dengan bantuan berbasis masyarakat untuk memampukan orang-orang menjalani kehidupannya dalam lingkungan biasa dan bukan lembaga. 13 b. Assesment Vocational
11
Ibid. h. 284. Depatermen Sosial RI. Profil Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. 2005 13 Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social Workers’ desk Reference. Jilid 1.(Jakarta;PT BPK Gunung Mulia 2008). h.283. 12
50
Menentukan keterampilan pokok klien yang disesuaikan dengan minat, bakat serta kemampuannya. 14 4. Pembinaan dan Bimbingan Serangkaian kegiatan pemberian bantuan terencana untuk memulihkan dan mengembangkan prilaku klien, sehingga mereka mau dan mampu melakukan fungsi dan peran sosialnya. Tahap pembinaan dan bimbingan adalah inti dari proses pelayanan dan rehabilitasi sosial. Salah satu prinsip dasar philosophi utama pelayanan manusia adalah “Yang mendasari perubahan harus datang dari dalam, tetapi kekuatankekuatan dari luar dapat membantu untuk mewujudkan terjadinya perubahan tersebut”, oleh karena itu klien secara aktif merupakan hal yang sangat penting sesuai prinsip tersebut, untuk mengoptimalkan hasil-hasil yang ingin dicapai. 15 a. Bimbingan sosial. Serangkaian kegiatan memulihkan dan mengembangkan prilaku klien dengan melibatkan seluruh potensi, sehingga menimbulkan kesadaran dan tanggungjawab sosial. Bimbingan ini terdiri dari bimbingan sosial perorangan, kelompok dan masyarakat, yang meliputi penyuluhan sosial, terapi kelompok, dinamika kelompok, konseling. b. Bimbingan mental (Psikologis dan Spiritual) Serangkaian kegiatan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan klien untuk mengatasi tantangan hidup dan permasalahannya dengan
14 15
Depatermen Sosial RI. Profil Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. 2005 Ibid.
51
cara yang tidak melanggar norma-norma sosial dan agama melalui penanaman budi pekerti, ibadah dan sikap yang normatif c. Bimbingan fisik. Serangkaian kegiatan untuk menjaga kesehatan fisik, kesegaran jasmani, kebersihan dan penyampaian pengetahuan tentang kesehatan. Kegiatan ini meliputi pemeliharaan fisik/kesehatan dan olah raga. d. Bimbingan dan pelatihan keterampilan Serangkaian kegiatan memberikan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam berbagai jenis keterampilan usaha atau kerja guna menunjang kebutuhan masa depannya. Kegiatan ini meliputi keterampilan menjahit, bordil, high speed, tata rias rambut, tata rias pengantin, tata boga (olahan pangan). 5. Resosialisasi dan Penyaluran Suatu
kegiatan
klien/masyarakat/organisasi
bimbingan
yang
sosial/LSM/dunia
ditujukan usaha,
dalam
kepada rangka
mempersiapkan klien untuk hidup sesuai nilai dan norma yang berlaku; a. Resosialisasi, meliputi kegiatan: 1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat. Kegiatan ini bermaksud sebagai pendekatan kepada keluarga, masyarakat dan Orsos (Organisasi sosial) untuk dapat kembali menerima
dan
memberikan
kesempatan
kepada
klien
untuk
mengembangkan harga diri, integritas, kesadaran dan tanggung jawab sosial.
52
2. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadara klien guna mengetahui, memahami dan menghayati norma-norma yang berlaku dalam masyarakat b. Penyaluran, meliputi kegiatan: 1. Pemberian bantuan stimulan usaha ekonomis produktif. Bantun berupa peralatan dan bahan bagi klien yang dinyatakan selesai mengikuti bimbingan dan pelatihan di RPSW (Rumah Perlindungan Sosial Wanita) khusus unit trafficking, sebagai bekal atau modal dalam bekerja dan berusaha. 2. Bimbingan usaha kerja Kegiatan ini diberikan kepada klien dalam upaya tambahan materi atau pengetahuan manajemen pemasaran atau tehnik dan cara berusaha, yang dikaitkan denga usaha sesuai dengan bidang keterampilannya. 6. Bimbingan Lanjut Yaitu suatu kegiatan untuk lebih memantapkan kemandirian klien dan mencegah klien agar tidak kembali menjadi korban jual beli manusia dan terayu bujukan yang dapat menjerumuskan klien, terutama klien yang karena berbagai sebab masih memerlukan bimbingan dan pengarahan. Kegiatan ini meliputi: a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan. Kegiatan ini dimaksudkan agar adanya komunikasi yang berkesinambungan antara RPSW dengan klien, terpeliharanya tingkat kerjasama atau kemajuan klien yang telah dicapai.
53
b. Bantuan
pengembangan
usaha
atau
bimbingan
peningkatan
keterampilan. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas usaha yang telah dibentuk klien melalui KUBE dengan pemberian bimbingan manajemen usaha. c. Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha atau kerja. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas usaha yang telah dibentuk klien melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). 7. Evaluasi a. Memastikan apakah klien telah mampu mandiri dalam melaksanakan fungsi dan peranan sosialnya di masyarakat b. Mengetahui indikator-indikator keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi sosial. 8. Terminasi Yaitu pengakhiran kegiatan secara formal atau pemutusan pelayanan dan rehabilitasi sosial dengan klien RPSW (Rumah Perlindungan Sosial Wanita) dengan indikator keberhasilan yaitu klien telah beralih profesi dan hidup normatif. B. Proses Rehabilitasi Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses Pemulihan – Reintegrasi korban trafiking 16 . 1. Pendekatan Awal (kegiatannya sbb)
16
Ibid.
54
a. Penerimaan (registrasi awal) alasan meminta pertolongan/menjelaskan bantuan yang akan diberikan kepada korban b. Identifikasi (penanganan awal/pertolongan pertama) 2. Asesmen (Membuat Case Record) a. Identifikasi identitas korban b. Identifikasi masalah korban c. Identifikasi potensi korban d. Identifikasi sumber-sumber 3. Penyusunan Rencana Intervensi a.Membuat rencana berdasarkan hasil asesment b.Melakukan case conference (CC) Manejer kasus mengundang kelompok profesional untuk membahas halhal sebagai berikut : 1. Membahas Hasil asesment 2. Mengidentifikasi sumberdaya yang dibutuhkan 3. Merencanakan kegiatan 4. Menetapkan tujuan dan indikator keberhasilan 5. Membagi tugas kepada semua pihak mengenai rencana pemulihan 6. Menyusun jadwal pelayanan 7. Menjelaskan contoh dan peran yang harus dilakukan oleh korban di lembaga berkaitan dengan intervensi yang akan dilakukan. 4. Pelaksanaan Intervensi a. Kebutuhan dasar (pakaian, makan dan tempat tinggal)
55
b. Pelayanan asuhan dan pendampingan (bimbingan, pertemanan, rekreasi edukatif) c. Pelayanan untuk mengatasi trauma (psikososial, konseling, psikiater) d. Advokasi dan rujukan e. Evaluasi (melihat kesesuaian pelayanan, lanjut, rujuk, akhiri penanganannya) f. Pengakhiran pelayanan (klien menolak dgn alasan jelas /proses pelayanan sudah mencapai tujuan) 5. Reintegrasi a. Penelusuran keluarga (tracing) b. Pelaksanaan reintegrasi 1. persiapan (mempersiapkan keluarga , bantuan, sosialisasi program) 2. pelaksanaan (mendampingi dan menyerahkan anak ke keluarga) c. Monitoring (6 bln setelah anak di reintegrasi) d. Terminasi F. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan. Tujuan program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi korban trafficking ini yaitu memulihkan kondisi fisik, mental, psikis, sosial, sikap dan prilaku korban trafficking agar mereka mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat.
56
2. Sasaran. Sasaran Utama adalah Wanita korban trafficking yang dipaksa menjadi pelacur. 2. Sasaran Penunjang a. Keluarga korban / klien b. Tokoh masyarakat c. LSM atau Orsos d. Germo atau Mucikari e. Perantara atau Broker 3. Persaratan Calon Klien Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta sebagai Recovery Centre (Pusat Pemulihan) diperuntukan bagi wanita yang membutuhkan perlindungan khusus, yaitu wanita tuna susial dan wanita korban trafficking yang mengalami eksploitasi seksual. a. Wanita b. Usia 15 sampai 35 tahun c. Sehat jasmani dan rohani atau tidak sakit ingatan. d. Tidak mengidap penyakit berat dan menular, kecuali penyakit kelamin e. Masih memiliki atau tidak memiliki orang tua f. Mengikuti bimbingan mental, sosial dan fisik serta pelatihan keterampilan. g. Wajib tinggal di Rumah Perlindungan (asramah) dan memenuhi ketentuan yang berlaku. 4. Waktu Pelaksanaan.
57
Pelaksanan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya Jakarta, disusun dalam waktu 6 bulan per angkatan atau satu tahun 2 angkatan. Tetapi dalam pelaksanaan, lamanya proses pelayanan tergantung kepada perkembangan performa klien. G. Target Kriteria–kriteria indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi wanita tuna susila, antara lain: 1. Adanya perubahan perilaku dan sikap hidup yang konstruktif, untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai wanita. 2. Tidak lagi melakukan Prostitusi atau sebagai wanita tuna susila. 3. Tidak berkumpul kembali dengan teman-teman wanita tuna susila. 4. Diterima kembali dan hidup secara normatif ditengah-tengah keluarga dan masyarakat. 5. Timbulnya dorongan semangat untuk bekerja dan penghasilan yang layak. 6. Berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak untuk meningkatkan taraf ekonomi atau kehidupan. 7. Melakukan pekerjaan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan memperoleh penghasilan yang halal.
58
59
BAB IV ANALISIS dan TEMA DATA
A. Kewajiban-kewajiban/tugas
Pekerja
Sosial
Dalam
Program
Perlindungan dan Pelayanan terhadap Korban Trafficking. Berdasarkan uraian pada bab III mengenai Pekerja Sosial dan diperkuat dengan landasan teori di bab II yang menggambarkan tentang pekerja sosial di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya jaya Pasar Rebo. Pekerja Sosial di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo, mempunyai kewajiban-kewajiban/tugas untuk melakukan perlindungan terhadap korban trafficking dan menyelenggarakan kegiatan Resosialisasi meliputi : 1. Pendekatan Awal (meliputi: Orentasi dan konsultasi, Identifikasi, Motivasi, Seleksi) 2. Penerimaan. 3. Assesment (meliputi: Assesment Problematik, Assesment Vocational). 4. Pembinaan dan bimbingan (meliputi: Bimbingan
sosial,
Bimbingan
mental,
Bimbingan
fisik,
Bimbingan
Keterampilan) 5. Resosialisasi dan Penyaluran, Resosialisasi (meliputi: Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, Bimbingan sosial hidup bermasyarakat). Penyaluran (meliputi: Pemberian bantuan stimulan usaha ekonomi produktif, Bimbingan usaha kerja). 6. Bimbingan Lanjut 7. Evaluasi 8. Terminasi. 1. Pendekatan Awal. Pendekatan awal merupakan kewajiban-kewajiban/tugas yang dilakukan oleh pekerja sosial yaitu:
Tahapan kegiatan yang mengawali keseluruhan
59
proses pelayanan untuk mempersiapkan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi. Melakukan suatu mekanisme penerimaan calon warga binaan sosial (WBS) dari rujukan Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Banbu Apus, International Organization for Migration (IOM), Rumah Sakit Sukanto Polri Kramat Jati, mereka dirujuk untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanandi Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Sebagimana yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Sahidi, yang menjabat sebagai Ketua Urusan Manajemen Kasus, menerangkan bahwa tugas beliau adalah menerima WBS dengan melakukan registrasi selanjutnya didata. Para WBS kemudian diberikan pemenuhan serta kebutuhan pokok sehari-hari yang meliputi: perlengkapan pakaian, peralatan mandi, penempatan asramah dan lain-lain. Hal ini terungkap dalam perbincangan penulis dengan subyek penulis sebagai berikut: “Warga Binaan Sosial yang dirujuk dari Rumah Perlindungan Trauma Center atau IOM biasanya ada konpirmasi terlebih dahulu ke pihak RPSW, sehingga disini dapat mempersiapkan tempat asramahnya. Dan setelah datang biasanya didata dan setelah itu memberi peralatan dan kelengkapan yang dibutuhkan mereka selama tinggal di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo”. 1
1
Ahmad Sahidi, Ketua Manajemen Kasus, Wawancara Pribadi, Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya, Pasar Rebo 11 Febuari 2009.
60
Kemudian Bapak Ahmad Sahidi melakukan penelaahan, pengungkapan, pemahaman serta menganalisis masalah mereka dan kondisi lingkungannya untuk menentukan langkah-langkah perlindungan dan pelayanan yang sesuai sehingga dapat tercapai hasil-hasil yang diharapkan. Dan meliputi tahapan-tahapan awal: (a). Orientasi dan Konsultasi, yaitu: Kegiatan pengenalan program pelayanan
atau
memberikan
informasi
tentang
penerima
dan
pendaftaran calon klien kepada pemerintah daerah, intansi terkait, LSM/Ormas
dan
masyarakat.
Untuk
mendapatkan
pengesahan/pengakuan, dukungan, bantuan dan peranserta dalam pelaksanaan program. (b). Identifikasi yaitu: Kegiatan untuk memperoleh data dan informasi yang rinci tentang permasalahan klien, potensi lingkungan, termaksud sumber-sumber pelayanan dan pasaran kerja/usaha, fasilitas/kemudahan untuk mengulangi permasalahan. (c). Motifasi yaitu: Suatu upaya yang dilakukan secara profesional oleh pekerja
sosial
untuk
menumbuhkan
keinginan/kemauan,
minat,
pengertian dan pemahaman dari korban trafficking untuk mengikuti pelayanan dan rehabilitasi sosial, dengan tanggungjawab dan kesadaran sendiri.. (d). Seleksi adalah: Suatu kegiatan dan memilih klien yang memenuhi persaratan, sehingga dapat menjadikan klien definitif.
61
2. Penerimaan Adalah terjadinya kesepakatan pelayanan dalam rangka dimulainya rehabilitasi sosial untuk mengikuti program yang sesuai dengan kebutuhan klien. Disinilah para Pekerja Sosial mulai mengarahkan kepada warga binaan sosial (WBS) agar lebih mengenal lingkungan barunya dan dapat beradaptasi dengan warga binaan yang lainnya dengan didampingi Ibu Pengasuhnya di Rumah Perlindungan Sosial Wanita selama 24 jam. 3. Assesment. Warga binaan sosial mendapatkan data dan informasi mengenai latar belakang permasalahan yang mereka hadapi yang didampingi oleh Ibu Pengasuhnya dan diarahkan oleh para Pekerja Sosial di Rumah Perlindungan Sosial Wanita, yang meliputi bakat, minat , kemampuan, harapan dan perencanaan masa depan sebagai bahan untuk memecahkan permasalahan mereka yang didukung oleh kemauan untuk mengembangkan potensi yang sudah ada dalam diri mereka, tanpa adanya paksaan dari pihak-pihak luar. Dalam teorinya disebutkan: Manajemen kasus adalah pelayanan yang diberikan pada klien (warga binaan sosial) yang rentan agar mereka memperoleh bantuan yang dibutuhkan dalam sistem pemberian perlindungan dan pelayanan dengan sebaik mungkin. Tujuannya adalah adalah akses pelayanan dan kordinasi, yang berkaitan dengan bantuan berbasis masyarakat
62
untuk memampukan orang-orang menjalani kehidupannya
di dalam
lingkungan bermasyarakat. 2 4. Pembinaan dan bimbingan Yaitu Serangkaian kegiatan pemberian bantuan terencana untuk memulihkan dan mengembangkan prilaku klien (warga binaan sosial), sehingga mereka mau dan mampu melakukan fungsi dan peran sosialnya. Tahap pembinaan dan bimbingan adalah inti dari proses pelayanan dan rehabilitasi sosial. Tugas/kewajiban yang dilakukan Pekerja Sosial dalam bidang pembinaan dan bimbingan yang diadakan di Rumah Perlindungan tersebut berupa memberikan kesadaran pada warga binaan sosial untuk lebih menghargai dan memahami arti kehidupan dan bersosialisasi dengan orang lain. Salah satu prinsip dasar philosophi utama pelayanan manusia adalah: “Yang mendasari perubahan harus datang dari dalam, tetapi kekuatan-kekuatan dari luar dapat membantu untuk mewujudkan terjadinya perubahan dalam diri”. 3 Oleh karena itu klien (warga binaan sosial)secara aktif merupakan yang sangat penting sesuai prinsip philosophi tersebut, untuk mengoptimalkan hasihasil yang ingin dicapai.
2
Albert R Roberts, Gilberts J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul asli: Social workers’ desk Reference. Jilid 1 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulya 2008), h. 283. 3 Departemen Sosial RI. Profil Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” 2005
63
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam bimbingan meliputi yaitu: a. Bimbingan sosial. Serangkaian kegiatan memulihkan dan mengembangkan prilaku klien dengan melibatkan seluruh potensi yang ada dalam diri klien (warga binaan sosial) yang diarahkan oleh para pekerja sosial, sehingga menimbulkan kesadaran dan tanggungjawab sosial. Bimbingan ini terdiri dari bimbingan sosial perorangan, kelompok dan masyarakat, yang meliputi penyuluhan sosial, terapi kelompok, dinamika kelompok, konseling. b. Bimbingan mental (Psikologis dan Spiritual) Serangkaian kegiatan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan klien
(warga binaan sosial) untuk mengatasi tantangan hidup dan
permasalahannya dengan cara yang tidak melanggar norma-norma sosial dan agama melalui penanaman budi pekerti, ibadah dan sikap yang normatif. Dengan didampingi langsung oleh pekerja sosial dan para pemberi Kerohanian atau Siraman Rohani. c. Bimbingan fisik. Serangkaian kegiatan untuk menjaga kesehatan fisik, kesegaran jasmani, kebersihan dan penyampaian pengetahuan tentang kesehatan. Kegiatan ini meliputi pemeliharaan fisik/kesehatan dan olah raga. Yang dipandu oleh orang yang berprofesional di bidangnya, dengan jadwal rabu sore kesegaran fisik, jumat pagi senam pagi jantung sehat, jumat sore silat merpati putih dan sabtu pelatihan baris berbaris, yang bertujuan agar mendapatkan kesehatan jasmani dan rohani.
64
d. Bimbingan dan pelatihan keterampilan. Serangkaian
kegiatan
memberikan
pengetahuan,
kecakapan
dan
keterampilan untuk meningkatkan kemampuan klien (warga binaan sosial) dalam berbagai jenis keterampilan usaha atau kerja guna menunjang kebutuhan masa depannya. Bimbingan dan Pelatihan keterampilan ini dilatih oleh para instruktur yang berpengalaman dan profesional didalam bidangnya dengan didampingi para pekerja sosial. Kegiatan ini meliputi keterampilan menjahit, bordil, high speed, tata rias rambut, tata rias pengantin, tata boga (olahan pangan) dan menjahi manual. 5. Resosialisasi dan Penyaluran Suatu
kegiatan
klien/masyarakat/organisasi
bimbingan
yang
sosial/LSM/dunia
ditujukan usaha,
dalam
kepada rangka
mempersiapkan klien untuk hidup sesuai nilai dan norma. Setelah mendapatkan pelayanan, pembinaan dan perlindungan selama kurun waktu yang kurang lebih 6 (enam) bulan maka, warga binaan sosial di persiapkan untuk dapat berperan bermasyarakat dan bersosialisasi di dalamnya. Dengan mendapatkan pengarahan Pekerja Sosial, Ibu Pengasuh dan Guru Kerohaniannya, yang berharap agar dapat melangkah dengan benar dan tidak kembali pada dunia yang pernah membuatnya tertipu dan terpedaya di dalamnya. 6. Bimbingan Lanjut Yaitu suatu kegiatan untuk lebih memantapkan kemandirian klien (warga binaan sosial) dan mencegah klien (warga binaan sosial) agar tidak
65
kembali menjadi korban jual beli manusia dan terayu bujukan yang dapat menjerumuskan mereka, terutama klien (warga binaan sosial) yang karena berbagai sebab masih memerlukan bimbingan dan pengarahan. Program ini dijalankan setelah 3 bulan penyaluran (pemulangan) ketika klien (warga binaan sosial) sudah berada di daerah masing-masing, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembinaan yang dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita selama kurang lebih 6 bulan. Kegiatan ini meliputi dari tinjauan: a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan. Kegiatan ini dimaksudkan agar adanya komunikasi yang berkesinambungan antara Rumah Perlindungan Sosial Wanita dengan klien (warga binaan sosial), terpeliharanya tingkat kerjasama atau kemajuan klien (warga binaan sosial) yang telah dicapai. b. Bantuan
pengembangan
usaha
atau
bimbingan
peningkatan
keterampilan. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas usaha yang telah dibentuk klien (warga binaan sosial)
melalui KUBE dengan
pemberian bimbingan manajemen usaha. c. Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha atau kerja. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas usaha yang telah dibentuk klien (warga binaan sosial) Bersama (KUBE).
66
melalui Kelompok Usaha
7. Evaluasi Melakukan perbaikan dan pembenahan untuk mencapai hasil yang lebih optimal. Poin-poin yang dapat dijadikan pemicu untuk pencapaian hasil yang lebih baik yaitu: a. Memastikan apakah klien telah mampu mandiri dalam melaksanakan fungsi dan peranan sosialnya di masyarakat b. Mengetahui indikator-indikator keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi sosial 8. Terminasi Yaitu pengakhiran kegiatan secara formal atau pemutusan pelayanan dan rehabilitasi sosial dengan klien RPSW (Rumah Perlindungan Sosial Wanita) dengan indikator keberhasilan yaitu klien (warga binaan sosial) telah beralih profesi dan hidup normatif di dalam masyarakat. Penulis melihat dan berkecimbung langsung dapam setiap kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Perlidungan Sosial Wanita, kurang lebih
24 jam
selama dalam waktu 6 (enam) bulan (selama masa rehabilitasi). Kewajibankewajiban atau tugas yang dilakukan Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap Korban Ttafficking. Kewajiban/tugas yang dilakukan oleh para Pekerja Sosial sangatlah bagus. Karena para klien (warga binaan sosial) dapat menerima dan melaksanakan program perlindungan dan pelayanan tanpa adanya protes dari klien (warga binaan sosial).
67
Hal ini terungkap dalam tanya jawab di Rumah Perlindungan Sosial wanita sebagai berikut: “Para Pekerja Sosial yang sudah mendampingi anak-anak (klien) di RPSW memberikan perlindungan dan pelayanannya dengan sebaikbaiknya, dan saya berharap semoga anak-anak saya (klien) dapat menjadi yang lebih baik lagi”. 4
B. Harapan Pekerja Sosial terhadap Korban Trafficking dalam Program Perlindungan dan Pelayanan. Berdasarkan uraian di atas, penulis melihat harapan yang dimiliki para warga binaan sosial (WBS) pada umumnya adalah: ingin hidip layak, normatif dan manusiawi. Begitu pula harapan Pekerja sosial dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada WBS
di Rumah Perlindungan Sosial
Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo. Perlindungan dan Pelayanan yang diberikan pekerja sosial kepada WBS diharapkan dapat memberikan perubahan dalam kehidupan yang layak paska Rehabilitasi. Seperti penuturan Bapak Wisnu, yang menjabat sebagai Kepala Pelayanan Rumah Perlindungan Sosial Wanita. Harapannya yaitu, WBS dapat menerima dan menjalankan pelayanan rehabilitasi dengan sebaik mungkin yang diberikan oleh pekerja sosial. Dengan demikian setelah para WBS menjalankan pelayanan dan mendapatkan perlindungan, mereka akan mendapatkan ilmu pengetahuan dan 4
Suyono, Kepala Penanggung Jawab Program, Tanya Jawab Diskusi, Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo, 14 April 2009.
68
keterampilan untuk dapat digunakan ditengah-tengah masyarakat dan tidak tertipu lagi oleh oarang-oarng yang ingin menjerat mereka dengan iminganimingan uang yang banyak yang dapat berakibat pada penderitaan dalam hidup. hal ini terungkap dalam wawancara penulis dengan subyek peneliti sebagai berikut: “Harapan bapak pada anak-anak yaitu, menjadi orang-orang yang mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan yang benar sehingga mereka akan bangga pada diri mereka sendiri dan tidak takut akan ancaman-ancaman yang datang pada mereka, disini mereka belajar berkarya dan mendapatkan perlindungan sehingga mereka akan mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk dapat digunakan ditengah-tengah masyarakat dan hidup dengan bersosialisasi yang normal” 5 Adapun penuturan Ibu Eni, yang menjabat sebagai Perawat di Rumah Perlindungan Sosial Wanita
Mulya Jaya Pasar Rebo. Tugas yang dilakukan
Ibu Eni cukup profesional dalam memberikan perawatan dan pengobatan bagi WBS di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo. Tugas yang ingin dicapai Ibu Eni dalam menjalankan tugasnya yaitu dapat meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan yang dihadapi para WBS betapa mahalnya sehat. Dengan mendapatkan Bimbingan dan Pelatihanpelatihan juga penyuluhan yang dilakukan di
5
Rumah Perlindungan Sosial
Wisnu, Kepala Pelayanan dan Pengasuhan , Wawancara Pribadi, Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo. 19 Mei 2009
69
Wanita
Mulya Jaya Pasar Rebo mempunyai kemauan untuk memotivasi
dirinya agar hidup dengan cara yang bersih sehingga dapat hidup dengan sehat jasad dan rohani. Hal ini terungkap dalam wawancara penulis dengan subjek peneliti sebagai berikut: “Meningkatkan kesadaran betapa pentingnya kesehatan bagi diri mereka, dengan pola hidup yang teratur dan dijaga dari hal yang bisa membuat sakit. Agar mereka bisa mengikuti keterampilan dan kegiatan lainnya dengan baik, tanpa harus memikirkan untuk melakukan tindakan a susila” 6 . Demikian juga disampaikan oleh bapak Hasan. Beliau menjabat sebagai Kepala Urusan Advokasi dan Hukum. Harapan yang diinginkan Bapak Hasan terhadap WBS adalah mereka menjadi manusia-manusia yang dapat mengangkat derajat mereka kepada tempat yang lebih tinggi lagi, agar dapat di pandang dan dihargai manusia lainnya. Hal ini terungkap dalam wawancara penulis dengan subyek peneliti sebagai berikut: “Harapan bapak ketika mereka berada di luar adalah dapat menjadi manusia seutuhnya dan dapat di hargai dan dipandang sebagai manusia yang berguna” 7
6
Ibu Eni, Bagian Keperawatan , Wawancara Pribadi, Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo. 28 Januari 2009. 7 Hasan, Ketua Urusan Advokasi dan Rujukan, Wawancara Pribadi, Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo. 03 April 2009
70
C. Harapan Korban Trafficking terhadap Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Perlayanan. Secara umum harapan yang ingin dicapai sebagi WBS melalui program Perlindungan dan Pelayanan adalah tidak mengulang perbuatannya di masa lalu dan merintis menjadi manusia yang dapat dihargai dan dipandang dalam bermasyarakat. Adapun terkait dengan kegiatan resosialisasi yang yang mengangkut kedelapan program 1. Pendekatan Awal 2. Penerimaan. 3. Assesment. 4. Pembinaan dan bimbingan
5. Resosialisasi dan Penyaluran. 6. Bimbingan
Lanjut 7. Evaluasi 8. Terminasi, di RPSW Mulya jaya, didapatkan informasi tentang harapan-harapan WBS. Penulis melihat pelatihan keterampilan yang diberikan pekerja sosial diantaranya tata rias rambut, tata rias pengantin, menjahit manual dan olahan pangan. Tata rias rambut memberikan harapan buat WBS untuk meniti langkahnya menjadi lebih baik lagi dan mampu membuka salon kecil-kecilan di kampung, tata rias pengantin dapat mendadani orang yang hendak menikah dengan bekal yang dibawa dari Rumah Perlindungan Sosial Wanita ketika sudah keluar dari rehabilitasi dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi sampai mampu mengoptimalkan perekonomiannya. Penulis kegiatan keterampilan yang LW tekuni adalah menjahit manual, sehingga beliau ingin membuka tailor setelah keluar dari Rumah Perlindungan. Hal ini terungkap dalam wawancara penulis dengan subyek peneliti sebagai berikut:
71
“Nanti klo saya pulang ke Sanggau (Kalimantan Barat) saya ingin buka jaitan dikampung (yang dimaksud tailor), dengan mimik muka yang penuh semangat dan harapan” 8 Kemudian penulis pun melihat bahwa setiap bimbingan dan pelatihan dilakukan pekerja sosial kepada WBS selalu mendapatkan respon positif dari para WBS pada umumnya. Bahkan banyak para WBS ingin tetap tinggal di Rumah Perlindungan, karena perlindungan dan pelayanan yang dilakukan pekerja sosial cukup profesional dan fasilitas yang memadai. Penulis juga mendapatkan ada WBS yang ingin merubah nasipnya menjadi lebih baik lagi dan mendapatkan kemudahan dalam setiap kesulitan yang dialaminya. Diantaranya adalah LW, UWY, KK, CRT dan ALM mereka menyatakan keinginan dan cita-cita untuk kembali melanjutkan sekolahnya yang terputus karena kepergiannya, juga dapat bersosialisasi dengan baik dan banyak teman-temannya. Hal ini dinyatakan dalam wawancara penulis dengan subyek peneliti sebagai berikut: “Aku ingin melanjutkan sekolah lagi dan mempunyai teman yang banyak, disini aku dapatkan perlindungan dan kasih sayang yang diberikan oleh bapak-bapak dan ibu-ibu petugas disini” 9 Hal senada juga dikatakan oleh KK (WBS), Beliau menjelaskan bahwa harapan yang ingin dicapai setelah ke luar dari rehabilitasi adalah kerja di
8
LW, Klien/Warga Binaan Sosial (WBS), “Wawancara Pribadi”, RPSW Mulya Jaya Pasar Rebo 03 April 2009. 9 ALM, Klien/Warga Binaan Sosial (WBS), “Wawancara Pribadi”, RPSW Mulya Jaya Pasar Rebo 22 April 2009.
72
pabrik-pabrik jahit. karena keterampilandan pengetahuan yang dimiliki juga ditekuni adalah Menjahit Bordil, diantaranya membuat telapak meja, sarung galon, memperindah baju muslimah dan juga mukena. Hal ini terungkap dalam wawancara penulis dengan subyek peneliti sebagai berikut: “KK klo sudah pulang pingin sekolah tapi karena gak ada duit jadinya KK niatan kerja dipabrik sekitar kampung KK, dengan meninggalkan senyum malu-malu” 10 Dari keterangan diatas penulis dapat menjelaskan bahwa baik LW, ALM dan KK memiliki harapan dan cita-cita kelak, setelah keluar dari masa Rehabilitasinya dan ingin menjalani hidup normal dengan kembali ke masyarakat dan bergaul didalam masyarakat dengan normal.
D. Kesesuaian antara Kewajiban/tugas Pekerja Sosial, dan Harapan Pekerja Sosial serta Harapan
korban Trafficking dalam Program
Perlindungan dan Pelayanan. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, tugas yang dilakukan pekerja sosial kepada para WBS dengan program Rehabilitasi yang meliputi 8 (delapan) tahapan kegiatan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya jaya Pasar Rebo. Perlindungan sangat membantu memulihkan kepercayaan dirinya dan menanamkan keberanian untuk mampu bertindak mengikuti kata hati, tidak selalu takut akan tekanan dan ancaman yang datangnya dari luar yang dapat 10
KK, Klien/Warga Binaan Sosial (WBS), “Wawancara Pribadi”, RPSW Mulya Jaya Pasar Rebo 05 Mei l 2009.
73
membahayakan dirinya. Pelayanan tersebut sangat memberikan harapan kepada WBS agar tidak mengulangi perbuatan kesalahan yang sama agar tidak tertipu dan tergiur oleh iming-iming yang enak-enak. Adapun harapan pekerja sosial terhadap WBS antara lain: 1. Para WBS tidak tergiur lagi dengan janji yang tidak pasti. 2. Mampu menolak ajakan yang mengarah pada tindakan tuna susila. 3. Memiliki rasa harga diri. 4. Para WBS sudah dapat mengatasi masalahnya sendiri. 5. Para WBS dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. 6. Para WBS mampu berperan serta dalam proses pembangunan. Begitu juga harapan WBS terhadap pekerja sosial dalam program perlindungan dan pelayanan, yaitu para pekerja sosial agar selalu bersikap ramah dan tetap melaksanakan kewajiban/tugasnya secara profesional dalam memberikan pelayanan kepada WBS, sehingga para WBS selalu menyukai pelayanan yang diberikan pekerja sosial. Adapun harapan para WBS antara lain 1. Ingin hihup mandiri dan memiliki suami yang bertanggung jawab serta menerima apa adanya, 2. Ingin menjadi wanita yang baik, 3. Ingin memiliki keterampilan setelah keluar dari masa Rehabilitasi, 4. Ingin bekerja di perusahan yang disalurkan oleh pekerja sosial atau Rumah Perlindungan Sosial Wanita, 5. dan lain sebagainya.
74
Dengan demikian kesesuaian antara tugas dan harapan pekerja sosial serta harapan warga binaan sosial dalam program perlindungan dan pelayanan terhadap korban trafficking menunjukan bahwa pekerja sosial tersebut telah menjalankan peranannya dengan baik, sehingga ada kesesuaian antara kewajiban/tugas dan harapan yang dilakukan pekerja sosial, serta harapan warga binaan sosial. Pekerja sosial dalam menjalankan tugas dan kewajiban mengacu pada program yang diberikan pekerja sosial, dan program tersebut memang diinginkan oleh warga binaan sosial sebagai bekal bila mereka terjun kemasyarakat. Para warga binaan sosial banyak merasakan senang dengan program yang diberikan pekerja sosial, namun dalam hal ini bahwa ketidaksesuaian antara pekerja sosial dengan warga binaan sosial sangar kecil, karena apabila terjadi sesuatu ketidaksesuaian yang menjadi penghambat dalam program resosialisasi yang dilakukan pekerja sosial kepada warga binaan sosial, maka pekerja sosial cepat mengambil sikap dengan melakukan pembicaraan dengan warga binaan sosial dan selanjutnya pekerja sosial melakukan rapat dengan pekerja sosial lainnya, rapat tersebut oleh pekerja sosial dinamakan Case Conference (perundingan), guna menyelesaikan masalah bersama-sama. Maka dari itu Peran Pekerja Sosial di Rumah Perlindungan Sosial Wanita
Mulya Jaya Pasar Rebo menurut pengamatan penulis, telah
melaksanakan tugasdan kewajiban sebagai Pekerja Sosial yang profesional dan selektif, sehingga membeikan penuh kepada klien (WBS) untuk kedepannya nanti.
75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Kewajiban-kewajiban/tugas yang dilakukan oleh pekerja sosial dalam Progeam Perlindungan dan Pelayanan terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW Mulya jaya Pasar Rebo diantaranya meliputi: Bimbingan, Pelatihan Keterampilan dan Reintegrasi (pemulangan). A. Bimbingan yang dilakukan oleh pekerja sosial mencangkup diantaranya: a. Bimbingan agama Hasilnya untuk menambah pengetahuan warga binaan sosial tentang ajaran agama, guna mempertebal keimanan serta keyakinan bagi warga binaan sosial sebagai salah satu pencegah terhadap tidakan-tindakan yang dilarang agama. b. Bimbingan Psikologis atau kejiwaan Diberikan kepada warga binaan sosial oleh pekerja sosial guna membantu mengatasi gangguan psikologis yang dihadapi warga binaan sosial dan mengatasi masalah sosial yang dihadapi warga binaan sosial. c. Bimbingan sosial Guna memberikan pengetahuan warga binaan sosial tentang peraturan dan normanorma yang berlaku di masyarakat. d. Pelatihan keterampilan Keterampilan diberikan kepada warga binaan sosial (WBS) guma memberikan keterampilan yang memadahi sebagai bekal ketika WBS ke luar dari Rumah 76
Perlindungan Sosial Wanita dan bergabung kemasyarkatan dapat menjalani proses kehidupan yang lebih baik dan lebih layak, melalui usaha mandiri, disalurkan ditempat kerja maupun menjalani kehidupan kekeluargaan secara baik di lingkungan masyarakat maupun dilingkungan keluarga. e. Reintegrasi (pemulangan) Pekerja sosial memulangkan (reintegrasi) warga binaan sosial kepada pihak keluarga sampai pada alamat yang sebelumnya ditracing terlebih dahulu agar tidak kesulitan mencari alamatnya. 2. Harapan pekerja sosial terhadap warga binaa sosial (WBS) dalam program perlindungan dan pelayanan yang dilakukan terhadap Korban Trafficking, adalah menjadi anggota masyarakat yang sehat jasmani dan rohani serta mampu hidup secara layak, normative dan manusiawi. Perlindungan dan Pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial diharapkan dapat memberikan perubahan dalam kehidupan yang layak setelah direhabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW Mulya jaya Pasar Rebo. 3. Harapan warga binaan sosial (WBS) terhadap pekerja sosial dalam program perlindungan dan pelayanan adalah tidak mengulangi perbuatan a susila yang sebelumnya WBS perbuat dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat dengan bekal pengetahuan dan keterampilan serta keahlian yang warga binaan sosial miliki. 4. Terdapat kesesuaian antara peran pekerja sosial, dan harapan pekerja sosial serta harapan para korban trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan terhadap korban trafficking. Program tersebut memang diinginkan oleh WBS 77
sebagai bekal bila mereka terjun kemasyarakat. Oleh karena itu kewajiban/tugas dan harapan pekerja sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial tidak mengalami hambatan yang begitu besar yang berdampak pada ketidaksesuaian, karena tigas dan kewajiban yang diberikan oleh pekerja sosial sesuai dengan harapan yang di inginkan para warga binaan sosial di Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW Mulya jaya Pasar Rebo. B. Saran 1.
Kepada Pekerja Sosial lebih meningkatkan profesionalisme kewajiban/tugas dalam memberikan perlindungan dan pelayanan
resosialisasi kepada WBS,
dengan mengikut serta dalam pelatihan-pelatihan atau penataran-penataran yang bersifat mendidik dan keilmuan, sehingga pekerja sosial yang profesional dan berkualitas akan membantu menghasilkan out yang baik. 2. Harapan Pekerja Sosial terhadap WBS, yaitu agar perlindungan dan pelayanan yang diberikan pekerja sosial kepada WBS setelah menjalani program rehabilitasi dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan tidak tertipu lagi serta bertingkah laku normatif. 3. Hendaknya Pekerja Sosial selalu memperhatikan kebutuhan para WBS serta fasilitas-fasilitas yang ada di Rumah Perlindungan Sosial Wanita dapat dibenahi dan ditambah lagi infrastrukturnya, seperti penerangan lampu di malam hari, dan juga alat-alat keterampilan yang digunakan oleh para WBS. 4. Pekerja Sosial agar selalu menjaga dan memperhatikan tugas dan kewajiban dalam memberikan memberikan perlidungan dan pelayanan, sehingga harapan pekerja sosial dan juga WBS tetap terjaga kebersamaannya. 78
DAFTAR PUSTAKA
Arivia, Gadis “Feminisme Sebuah Kata Hati”. Penerbit Jakarta; ( Kompas, maret 2006). Buku Panduan Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo, (Jakarta: Tahun 2008) Bugin, Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, Cet. ke-2. Brown, Louis. Sex Silves: Sindikat Perdagangan Perempuan di Asia, (Jakarta: YOI, 2005). Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998). Departemen Sosial RI, Panduan Pekerja Sosial di Lingkungan Departemen Sosial RI, (Jakarta: Sekretariat Jendral, 1998). Darmoyo, Syarif dan Rianto Adi, Trafficking Anak Untuk Pekerja Rumah Tangga (Jakarta: PKPM Unika Atmajaya, 2004). Darmoyo, syarif dan Adi, Rianto. Trafficking Anak Untuk Pekerja Rumah Tangga. (Jakarta: KP,2006). Eddyono, Supriyadi Widodo, Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP, (Jakarta: ELSAM, 2005). Irwanto dkk, Perdagangan Anak Indonesia (Jakarta: ILO, 2001). Irianto, Sulistyowati, Lim Sing Meij, Firliana Purwanti, Luki Widiatuti. “Perdagangan Perempuan Dalam Jaringan Pengedaran Narkotika” Jakarta. (Yayasan Obor Indonesia, 2007). Jordan, Ann, dalam The Annotated Guide to the Complete UN Trafficking Protocol, (Washinton, DC: Internacional Human Right Law Group, 2002). Jadwal
kegiatan acara di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo, (Jakarta:2009).
Komnas Perempuan, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan (Jakarta: KP 2007). 79
Komnas Perempuan, National Consultation: Indonesia NGOs and Komnas Perempuan with United Nations-Special Repporteur on the Human Rights of Migrants. (Jakarta: Komnas Perempuan, 2006). Laporan Kegiatan Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo, (Jakarta: Tahun 2005. Marianingsih, Lusiana. dkk. Studi Tentang Fenomena Perdagangan Wanita (Trafficking in Persons) dan Upaya Pemberian Perlindungan Hukun bagi Para Korban. (Surakarta: FHH. Univ. 11 Maret 2004). Moleong, Kartini, J., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2002), Cet. ke-XVI. Nugroho, Fentiny dan Johanna Debola Imelda, Johanna Debora. Perdagangan Anak Indonesia (Jakarta: ILO, 2001). Profil Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo. (Jakarta: Tahun 2005). Profil Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW Mulya Jaya Pasar Rebo. (Jakarta: Tahun 2009). Rohman dan Starine, Adria Rose. Paedofilia di Bali: Dewa Penolong atau Pencelaka?, (Yogyakarta: PSKK UGM, 2004). Roberts, Albert R. Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social Workers’ desk Reference. Jilid 1. PT BPK Gunung Mulia. Sitorus, MT. Felix, Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan, Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial, 1998. Sukoco, Dwi Heru, Profesi Pekerjaan Sosial dan Pertolongannya, (Bandung: Kopma STKS, 1998). Soetarso, Praktek Pekerjaan Sosial, Bandung: Kopma STKS, 1993. Undang-undang Nomer 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Jakarta: Biro Hukum Depatermen Sosial RI.
UU PTPPO. No. 21 Tahun 2007.
80
W.S Massan, N. Grass dan Mc. Eachern, AW, Exploration Role Analysis, dalam Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1995, Cet. ke-3. Yentriyani, andi. Politik Perdagangan Perempuan, (Jakarta: Galang Press, 2004).
81
76
DAFTAR PUSTAKA
Arivia, Gadis “Feminisme Sebuah Kata Hati”. Penerbit Jakarta; ( Kompas, maret 2006)
Buku Panduan Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo, (Jakarta: Tahun 2008)
Bugin, Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, Cet. ke-2
Brown, Louis. Sex Silves: Sindikat Perdagangan Perempuan di Asia, (Jakarta: YOI, 2005)
Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998)
Departemen Sosial RI, Panduan Pekerja Sosial di Lingkungan Departemen Sosial RI, (Jakarta: Sekretariat Jendral, 1998)
Darmoyo, Syarif dan Rianto Adi, Trafficking Anak Untuk Pekerja Rumah Tangga (Jakarta: PKPM Unika Atmajaya, 2004)
Darmoyo, syarif dan Adi, Rianto. Trafficking Anak Untuk Pekerja Rumah Tangga. (Jakarta: KP,2006)
Eddyono, Supriyadi Widodo, Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP, (Jakarta: ELSAM, 2005)
Irwanto dkk, Perdagangan Anak Indonesia (Jakarta: ILO, 2001)
77
Irianto, Sulistyowati, Lim Sing Meij, Firliana Purwanti, Luki Widiatuti. “Perdagangan Perempuan Dalam Jaringan Pengedaran Narkotika” Jakarta. (Yayasan Obor Indonesia, 2007)
Jordan, Ann, dalam The Annotated Guide to the Complete UN Trafficking Protocol, (Washinton, DC: Internacional Human Right Law Group, 2002)
Jadwal
kegiatan acara di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo, (Jakarta:2009)
Komnas Perempuan, Hukum Pidana Internasional dan Perempuan (Jakarta: KP 2007)
Komnas Perempuan,
National Consultation: Indonesia NGOs and Komnas
Perempuan with United Nations-Special Repporteur on the Human Rights of Migrants. (Jakarta: Komnas Perempuan, 2006)
Laporan Kegiatan Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo, (Jakarta: Tahun 2005
Marianingsih, Lusiana. dkk. Studi Tentang Fenomena Perdagangan Wanita (Trafficking in Persons) dan Upaya Pemberian Perlindungan Hukun bagi Para Korban. (Surakarta: FHH. Univ. 11 Maret 2004)
Moleong, Kartini, J., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2002), Cet. ke-XVI
Nugroho, Fentiny dan Johanna Debola Imelda, Johanna Debora. Perdagangan Anak Indonesia (Jakarta: ILO, 2001).
Profil Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo. (Jakarta: Tahun 2005)
78
Profil Rumah Perlindungan Sosial Wanita PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo. (Jakarta: Tahun 2009)
Rohman dan Starine, Adria Rose. Paedofilia di Bali: Dewa Penolong atau Pencelaka?, (Yogyakarta: PSKK UGM, 2004)
Roberts, Albert R. Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social Workers’ desk Reference. Jilid 1. PT BPK Gunung Mulia
Sitorus, MT. Felix, Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan, Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial, 1998
Sukoco, Dwi Heru, Profesi Pekerjaan Sosial dan Pertolongannya, (Bandung: Kopma STKS, 1998)
Soetarso, Praktek Pekerjaan Sosial, Bandung: Kopma STKS, 1993
Undang-undang Nomer 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Jakarta: Biro Hukum Depatermen Sosial RI
UU PTPPO. No. 21 Tahun 2007.
W.S Massan, N. Grass dan Mc. Eachern, AW, Exploration Role Analysis, dalam Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1995, Cet. ke-3
Yentriyani, andi. Politik Perdagangan Perempuan, (Jakarta: Galang Press, 2004)
79