Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan KATA PENGANTAR Tiada gading yang tak retak, itulah pepatah kuno yang masih tepat digunakan untuk menghantarkan hasil kajian ini. Adalah sangat disadari bahwa suatu kajian tidak akan lepas dari kekuatan dan kelemahan yang ada karena bekerjanya berbagai faktor, termasuk dinamika kelompok dan sesuai atau tidaknya tim ahli yang bekerja di dalamnya untuk suatu tema. Kekuatan kajian ini terletak pada perspektif jender dan perspektif perempuan yang digunakan dalam menganalisis data jika dibandingkan dengan ketujuh tema lain yang menjadi kajian dalam evaluasi P2KP. Dengan penggunaan perspektif tersebut, kebutuhan khas manusia, khususnya perempuan yang masih “terabaikan” dalam pembangunan tridaya: sosial, ekonomi, dan lingkungan yang tadinya tidak kelihatan, menjadi fakta menarik yang terlihat dan penting untuk diperbincangkan dan diarusutamakan dalam pembangunan lokal maupun nasional. Kekuatan lain dari kajian ini adalah analisis bersifat menyeluruh sebab ketika berbicara jender dan perempuan dalam proyek P2KP, maka secara otomatis semua elemen yang terkait dengan P2KP/PNPM Mandiri harus disentuh. Ia merupakan cross cutting theme dari ketujuh tema lainnya dalam evaluasi ini: PJM Pronangkis, Relawan, Infrastruktur, Kegiatan Sosial, Peran Pemerintah Daerah, Kurikulum Pelatihan, berikut Pengaduan Masyarakat. Kelemahan dari studi ini adalah masih dijumpainya data-data “bolong” apakah itu karena ketiadaaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin dalam ranah tertentu dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM) ataupun akibat “kemiskinan” tanggung jawab dan kemiskinan hati aktor intelektual dalam tim kerja yang menghilang dan terbang bersama data-data mentah yang belum diolah sama sekali akibat terjebak proyek lain, apalagi jika sang aktor berposisi sebagai tim leader, Dr. Andy Ahmad Zaelany dari LIPI mengundurkan diri tanpa produk laporan pada akhir Oktober 2009. Dimanakah sebenarnya letak kemiskinan akut itu berada? Ternyata ada di mana-mana, termasuk di kalangan peneliti. Oleh karena itu, selayaknya, bukan hanya kemiskinan ekonomi belaka yang seharusnya menggelisahkan, tapi justru “kemiskinan tanggung jawab dan hati” kaum intelektual terlibat dalam kajian evaluasi yang lebih memprihatinkan dan membutuhkan penanggulangan tersendiri. Mengapa demikian? Realitas tersebut di samping mencoreng moreng dunia intelektual berikut lembaga di mana ia bekerja, juga merugikan negara umumnya dan khususnya P2KP. Tentunya, hal itupun “menggelitik” pikiran dan rasa kita untuk berintrospeksi dan bertanya, “Apakah kemiskinan tanggung jawab dan hati masih melekat dalam diri saya? Apakah teman dalam tim hanya dijadikan alat produksi laporan dan saya asyik masyuk sebagai proyektor mengais pundi-pundi uang agar semakin melimpah dari proyek lain? Apakah saya mengaku hasil kerja orang lain kepada pihak manajemen sebagai jerih payah serta menuntut bayaran? Di manakah nurani saya berada? Apakah nuraniku sudah wafat, sebelum kematian itu tiba?” Kejernihan nurani, kebeningan jiwa, dan kebesaran hatilah yang dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan penuh kejujuran sesuai prinsip yang dianut P2KP. Semoga dengan diungkapkannya hal tersebut menjadi bahan renungan dan pembelajaran berharga bagi semua pihak ke depan, agar potret muram kemiskinan hati dan tanggung jawab para intelektual seperti itu tidak terulang kembali dalam sejarah evaluasi, khususnya di P2KP. Akhirnya, Kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang sudah mendukung selesainya penulisan laporan ini, meskipun terlambat. Keterlambatan tersebut di samping hadirnya sosok yang tidak bertanggung jawab, juga didukung oleh mulurnya waktu agenda proses penyelesaian laporan sampai presentasi hasil kajian yang mencapai 6 bulan dari masa akhir kontrak kerja. Masa kontrak kerja 6 bahkan ada yang 5 dan 4 bulan akan tetapi harus bekerja 10 bulan dengan salary sesuai lama kontrak kerja serta penyelesaian pembuatan laporan jatuh pada personal dengan durasi kontrak kerja paling sedikit. Di manakah keadilan itu? Tentunya, hal itu sangat relatif ditinjau dari sudut pandang dan kepentingan siapa. Meskipun demikian, laporan akhir ini tetap hadir di hadapan Anda dan semoga memberikan kontribusi berharga bagi perbaikan nasib semua orang, baik perempuan maupun laki-laki. Akhirnya, selamat membaca serta kritik membangun dari siapapun sangat diharapkan demi kesempurnaan kajian ini. Kritikan Anda adalah aspek penumbuhkembangan untuk Kami dan bagi secercah harapan dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia, khususnya “kemiskinan berwajahkan perempuan” yang belum tuntas-tuntas. Jakarta, Februari 2010 Tim Penyusun .
Prospera Consulting Engineers
i
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM RINGKASAN EKSEKUTIF Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan upaya pemerintah pusat dan daerah untuk menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Pada tahun 2008, pelaksanaan P2KP diperluas menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Kegiatan tersebut diharapkan mampu mendukung kesepakatan global mengenai Millenium Development Goals (MDGs), yang menganut prinsip dasar kesetaraan dan keadilan jender. Artinya, perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan dalam perannya dalam setiap tahapan pembangunan, khususnya pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan dan dalam menikmati secara adil manfaat dari hal tersebut. Oleh karena itu, bagaimanakah peran dan partisipasi laki-laki dan perempuan, khususnya perempuan miskin dalam pembangunan lokal baik sebagai pelaku ataupun pemanfaat pembangunan yang dimotori oleh P2KP/PNPM? Indikator capaian keberhasilan program P2KP/PNPM yang masih bersifat kuantitatif menunjukkan bahwa partisipasi perempuan baik sebagai pelaku maupun pemanfaat pembangunan sosial, lingkungan, dan ekonomi belumlah menggembirakan. Oleh karena itu perlu dikaji akar masalah yang menyebabkan realitas tersebut terjadi. Bertolak dari hal tersebut, maka kajian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif jender dan berperspektif perempuan. Mengapa demikian? Pendekatan tersebut digunakan karena dianggap mampu menguak pengalaman khas manusia, khususnya perempuan miskin dalam ranah pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Apakah kebutuhan khas mereka terakomodir dalam pembangunan lokal ataukah belum dan bagaimana pula peranan kualitatif mereka dalam P2KP/PNPM khususnya sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), relawan, dan faskel. Adapun yang menjadi lokasi studi adalah 16 kelurahan dari 8 kota di 4 provinsi, yaitu sebagai berikut: Pohe, Dulomo Selatan (Gorontalo), Kodingareng, Pattingaloang (Makasar), Kebun Gerand, Kampung Bali (Bengkulu), Belawan dua, Karang Berombak (Medan), Sarae, Sambinae (Bima), Karangpule dan Mataram Barat (Mataram). Adapaun temuan umum dan akar masalah yang dihasilkan dalam kajian ini adalah berikut ini: A. PJM Pronangkis dan KSM belum Sensitif Jender Mayoritas visi dan misi PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan) BKM di 16 kelurahan belum sensitif jender, termasuk dalam kegiatan pembangunan yang diwadahi melalui KSM ekonomi, lingkungan, dan sosial. Hasil analisis sosial kurang didukung oleh keberadaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, padahal fakta menunjukkan kondisi perempuan dan laki-laki dalam konteks lokal adalah berbeda. Hal tersebut secara khusus mengakibatkan, pertama, KSM Ekonomi memarjinalkan perempuan miskin baik di tipe KSM ekonomi tipe pesisir maupun kota. Hal itu terkait erat dengan mayoritas perempuan di KSM tersebut dan anggaran yang tersedia hanya 20%. Oleh karena itu tidaklah mengentaskan kemiskinan, khususnya perempuan miskin berikut mengukuhkan peran ganda perempuan. Hal itu diperparah dengan sistem pengembalian dana bergulir yang harus mencapai 80% menutup akses perempuan miskin pada ranah ekonomi bergulir. Dengan aturan tersebut, BKM dilematis dan pada akhirnya melakukan rekrutmen anggota KSM ekonomi tidak tepat sasaran. Kedua, KSM Lingkungan mayoritas bersifat fisik dan abaikan kebutuhan khas perempuan. Hal itu bisa dilihat dari produk KSM lingkungan ataupun lingkungan khusus yang berada di lokasi studi yang belum memperhatikan kebutuhan khas perempuan baik jamban umum, jalan ataupun rumah layak huni yang dibangun belum mengakomodir kebutuhan khas perempuan. Ketiga, KSM Sosial mayoritas bersifat Charity dan abaikan kebutuhan khas perempuan. Partisipasi perempuan dalam ketiga aspek tersebut baru bersifat kuantitatif dan mereka belum mampu mempengaruhi kebijakan publik dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan (tridaya) sesuai konteks lokal. Hal itu terkait erat dengan masih PT. Prospera Consulting Engineers
ii
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM lemahnya sosialisasi “ruh” P2KP/PNPM mandiri berikut ketiadaan penyadaran dan pengembanganan kapasitas atas pentingnya posisi dan peran perempuan dalam mempengaruhi kebijakan publik pembangunan tridaya baik sebagai pelaku maupun penikmat pembangunan. B. BKM belum Sensitif Jender dan sebagai “Kontraktor” BKM belum sensitif jender dan baru berperan sebagai “kontraktor” dijumpai baik di BKM tipe koordinator perempuan dan BKM tipe koordinator laki-laki dengan mayoritas-minoritas anggota BKM perempuan. Hal itu dapat dilihat dari, pertama, mayoritas visi dan misi BKM yang tertuang dalam PJM Pronangkis belum secara eksplisit pro pada kebutuhan khas laki-laki dan perempuan, terutama perempuan miskin. Kedua, kondisi KSM ekonomi, sosial, dan lingkungan yang masih mengabaikan kebutuhan khas perempuan lokal seperti diungkap di atas dan BKM banyak terlibat dalam kegiatan infrastruktur yang memiliki pagu anggaran terbesar (70%) sosial (10%), dan ekonomi (20%). Ketiga, mayoritas koordinator (87%) di seluruh wilayah kajian adalah kaum pria, kecuali di Kodingareng (Makasar) dan Mataram Barat (Mataram) dan perspektif pembangunan mereka masih meresepresentasikan paradigma pembangunan yang ”berwajahkan kaum pria” dan pertemuannya dengan budaya lokal yang sarat dipengaruhi pemahaman keagamaan yang bias jender. Realitas tersebut terkait erat dengan budaya lokal dan desain proyek P2KP/PNPM mandiri yang juga belum sensitif jender, yakni peka pada kebutuhan khas laki-laki dan perempuan, terutama perempuan miskin dalam konteks lokal. Kondisi tersebut dipersulit dengan pemahaman tafsir keagamaan yang memposisikan kaum pria berposisi sebagai pimpinan. Keempat, di seluruh wilayah kajian tidak dijumpai ”ijtihad” kebijakan yang dilakukan oleh koordinator maupun anggota BKM terkait dengan marjinalisasi perempuan dalam pembangunan ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Hal tersebutpun terkait erat dengan lemahnya sosialisasi dan peningkatan kapasitas koordinator dan anggota BKM dalam aspek pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan dalam pembangunan tridaya berikut isu jender dan pembangunan dan lebih khusus lagi jender, agama, budaya, dan lingkungan hidup. C. Relawan belum Sensitif Jender dan “Mati Suri” Pasca BKM Terbentuk. Mayoritas, relawan tipe pesisir dan kota, baik perempuan maupun laki-laki belum sensitif jender dan tidak aktif lagi pasca BKM terbentuk. Jika aktifpun peranannya kurang menonjol. Hal itu disebabkan oleh: a. Konsep relawan tidak jelas dan hanya dipahami bahwa relawan bertugas sebagai pendata keluraga miskin (gakin) atau sebagian ikut dalam siklus awal P2KP (RKM, RK, PS) tanpa bayaran dan bersifat ikhlas b. Relawan lebih banyak bukan dari kalangan elit perempuan, akan tetapi berasal dari kalangan perempuan biasa yang memiliki waktu luang dan aktif di kelurahan serta ditunjuk oleh elit lokal c. Relawan yang tidak terpilih menjadi anggota BKM, KSM, UP-UP, tidak dilibatkan dalam seluruh aktivitas pemberdayaan pasca terbentuk BKM d. Relawan tidak memiliki wadah khusus dengan peran dan fungsi yang jelas pasca BKM terbentuk. e. Lemahnya sosialisasi dan peningkatan kapasitas atas relawan, khususnya perempuan miskin dalam hal peran strategis mereka dalam penanggulangan kemiskinan berikut dalam pengambilan kebijakan pembangunan tridaya. f. Nilai kerelawanan mengendur ketika program sejenis seperti NUSSP dengan prosedur yang mudah dan nilai nominal yang lebih besar masuk bersamaan dalam wilayah studi.
PT. Prospera Consulting Engineers
iii
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM D. Fasilitator Kelurahan belum Sensitif Jender Ketidaksensitifan faskel atas kebutuhan khas perempuan dan laki-laki terlihat dari minoritasnya peranan kualitatif perempuan sebagai KSM, BKM, dan relawan, khususnya dalam mempengaruhi kebijakan publik lokal dalam pembangunan tridaya. Di samping itu dapat dilihat dari kemayoritasan kegiatan KSM sosial, lingkungan dan ekonomi yang masih memarjinalkan perempuan, termasuknya produknya seperti MCK, jalan, berikut rumah layak huni yang belum mempertimbangkan kebutuhan khas perempuan, terutama perempuan miskin. Realitas tersebut terkait erat dengan terbatasnya kapasitas faskel dalam mengarusutamakan perspektif jender dan perspektif perempuan baik secara konseptual maupun bagaimana menerjemahkan hal tersebut secara praktis di daerah dampingannya. Kenyataan itu terjadi, pertama, karena belum ada peningkatan kapasitas faskel secara khusus terkait perempuan, jender, pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan baik secara teoritis maupun praktis. Kedua, faskel yang sangat dekat dengan kelompok target P2KP/PNPM Mandiri belum difungsikan sebagai gender fokal point, yang bertugas sebagai pemasti apakah kebutuhan khas lakilaki dan perempuan, khususnya perempuan miskin diakomodir dalam pembangunan tridaya. E. Akar Masalah: Budaya Lokal dan Desain Proyek belum Sensitif jender Akar masalah munculnya isu-isu di atas terkait erat dengan budaya lokal dan desain proyek yang belum sensitif jender, yakni belum peka pada kebutuhan khas laki-laki dan perempuan, khususnya perempuan miskin. Dalam budaya lokal di seluruh kajian, masih bertahannya peran jender tradisional yang cukup kuat dipengaruhi oleh pemahaman keagamaan yang bias jender pula. Hal itu dikukuhkan oleh desain proyek yang belum sensitif jender. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari halhal berikut ini: a. Visi dan Misi P2KP/PNPM belum Peka Kebutuhan Khas Perempuan dan Laki-laki b. Pelaku P2KP/PNPM belum Peka Kebutuhan Khas Perempuan dan Laki-laki c. Kebijakan P2KP/PNPM belum Peka Kebutuhan Khas Perempuan dan Laki-laki d. P2KP belum Memiliki Panduan Pelaksanaan Teknis Operasional Pengarusutamaan perspektif jender dan perspektif perempuan dalam pembangunan tridaya e. Gender Budgeting belum Menjadi Isue Penting dalam P2KP/PNPM Berdasarkan temuan di atas ada beberapa hal yang ingin direkomendasikan, yaitu ditujukan kepada beberapa pihak yang terlibat pada kementrian terkait maupun perancang program ataupun konsultan maupun sebagai pelaksana program di lapangan adalah sebagai berikut:
1. Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian Pekerjaan Umum, sebaiknya, pertama, meredisain program P2KP agar pro pada kebutuhan khas laki-laki dan perempuan, terutama kebutuhan khas perempuan miskin yang masih terabaikan sesuai konteks lokal. Kedua, secara khusus merevisi visi dan misi P2KP yang belum eksplisit menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan khas manusia, terutama kelompok perempuan miskin yang masih terpinggirkan hak sosial, politik, maupun ekonominya. Ketiga, merevisi indikator keberhasilan proyek bukan hanya secara kuantitatif tetapi juga secara kualitatif. Keberhasilan kuantitatif belum tentu menunjukkan keberhasilan yang sesungguhnya sebab bisa saja dicapai tanpa adanya kesadaran kritis akan tetapi hanya diperoleh melalui mobilisasi belaka. Keempat, Selain itu agar mensinergikan program sejenis yang masih dibawahi oleh Kementrian Pekerjaan Umum, seperti P2KP/PNPM dengan NUSSP.
PT. Prospera Consulting Engineers
iv
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM 2. Konsultan Manajemen Pusat (KMP), sebaiknya meninjau ulang: • berbagai kebijakan yang terkait dengan sumber daya konsultan di tingkat pusat sampai daerah, apakah sudah memiliki perspektif jender ataupun perspektif perempuan dan peka atas kebutuhan khas manusia, terutama perempuan miskin yang hak sosial, ekonomi, maupun politiknya masih terabaikan. • job desk setiap konsultan dari pusat sampai daerah, apakah salah satunya ia bertugas sebagai gender fokal point yang bertugas memastikan bahwa kebutuhan khas manusia, terutama perempuan miskin terakomodir dan berjalan dengan baik dalam pembangunan tridaya. • apakah konsultan dari tingkat pusat sampai daerah sudah memiliki dan memahami kebijakan operasional yang adil bagi semua orang, khususnya adil bagi perempuan miskin serta piawai dalam menerjemahkan hal tersebut dalam bentuk praktis yang ditunjang oleh instrumennya sederhana namun dapat dipahami dan digunakan dengan mudah dalam pembangunan tridaya di masyarakat. • kebijakan anggaran pembangunan tridaya dengan komposisi 70% (pembangunan infrastruktur), 20% (pembangunan ekonomi), dan 10% (pembangunan sosial) sebab perempuan lebih banyak terkonsentrasi di ranah ekonomi. • sistem pengembalian kredit yang harus mencapai 80% sebab telah meminggirkan hak ekonomi perempuan miskin sebagai kelompok target yang sebenarnya. • Tenaga ahli sosialisasi perlu meninjau ulang dan turun langsung ke lapangan untuk mengevaluasi sejauhmana efektivitas tersosialisasinya “ruh” P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan berikut pentingnya partisipasi perempuan dalam pengentasan kemiskinan dalam kaitannya dengan satu kesatuannya pembangunan tridaya. Selain itu dipandang perlu juga, tenaga ahli sosialisasi bekerja sama dengan tokoh agama dan budaya lokal untuk menggali kearifan lokal yang menyokong tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam pengentasan kemiskinan berikut perempuanpun bisa menjadi pimpinan, khususnya di BKM. Selain itupun perlu mensosialisasikan tentang “ruh” pentingnya affimative action bagi perempuan dalam pemilu BKM karena sangat disadari, secara kultural dan politis perempuan lokal tertinggal beberapa langkah oleh teman prianya. Hal itu perlu dilakukan untuk menumbuhkembangkan potensi manusia secara maksimal, karena yang diuntungkan bukan hanya perempuan saja akan tetapi semua pihak. • Tenaga ahli pelatihan/ pengembangan kapasitas meninjau ulang: seluruh materi pelatihan, apakah sudah ada materi khusus pengembangan kapasitas bagi semua konsultan di tingkat pusat sampai daerah tentang sensitivitas jender, jender, agama, budaya, dan lingkungan hidup berikut pentingnya partisipasi perempuan dalam pengentasan kemiskinan dan pelatihannya dilakukan secara khusus bukan menjadi selipan diantara sekian bentuk pelatihan. Selain itu, seyogyanya Tenaga Ahli pelatihan/Pengembangan Kapasitas menyiapkan pelatihan khusus bagi peningkatan kapasitas untuk perempuan sebagai relawan, KSM, dan BKM agar mampu berperan secara kualitatif dalam mempengaruhi kebijakan publik dalam pembangunan lokal, khususnya pembangunan tridaya serta diharapkan mereka memiliki kepiawaian menerjemahkannya secara praktis dan berkelanjutan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah pelatihan peningkatan kapasitas bagi faskel sebagai agen pemberdayaan masyarakat yang benar-benar berdaya dan peka terhadap kebutuhan khas laki-laki dan perempuan umumnya dan khususnya perempuan miskin lokal sehingga kebutuhan mereka terakomodir dalam PJM Pronangkis. • Ketiadaan Tenaga Ahli Jender di pusat dan daerah perlu ditinjau ulang dan sebaiknya posisi tersebut distrukturkan jika proyek serius ingin menyokong tercapainya MDG’s
PT. Prospera Consulting Engineers
v
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM 3. Konsultan Manajemen Wilayah (KMW), sebaiknya: • berfungsi sebagai koordinator antara kota yang sensitif juender, yang didukung oleh pemberlakuan otonomi daerah serta kebijakan dan strategi operasional yang memenuhi kebutuhan praktis dan strategis gender laki-laki dan perempuan dalam program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan. • memiliki strategi kebijakan terkait isu perempuan, sehingga mereka bisa melakukan strategi operasionalnya sampai ke tingkat basis • melakukan pengendalian terhadap strategi pencapaian issu2 gender di wilayah kerjanya (harus ada instrumen pengendalian yang terkait isu perempuan) • penajaman issu gender dan strategi pencapaiannya dalam tahapan siklus program (harus ada instrumen pengendalian yang terkait isu perempuan). • Peningkatan kapasitas pelaku P2KP di KMW terkait isu perempuan • membatasi diri sebagai koordinator antar korkot dan memberdayakan korkot sebagai pusat pemberdayaan perempuan, dan desentralisasi kewenangan 4. Korkot, sebaiknya berperan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, khususnya pusat pemberdayaan perempuan dengan mendorong para askot dan faskel menjadi gender fokal point sebagai orang yang bertugas sebagai pemasti lajunya pembangunan tridaya yang pro pada kebutuhan khas perempuan dan laki-laki terutama perempuan miskin berikut tentang “ruh” pentingnya peningkatan partisipasi perempuan dalam pengentasan kemiskinan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di samping itu, penempatan faskel dalam wilayah dampingan perlu mempertimbangkan komposisi faskel perempuan dan laki-laki tidak seperti halnya di Sambinae dan Sarae kota Bima. Walaubagaimanapun, karena ketubuhannya terkait kodrat manusia, faskel perempuan dan laki-laki memiliki pengalaman khas yang berbeda ketika memfasilitasi masyarakat yang juga terdiri atas perempuan dan laki-laki. 5. Pemerintah Kota, khususnya Medan seyogyanya menganggarkan dana pendamping bagi kelurahan Karang Berombak agar BLM tahap kedua cair dan hal itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat, khususnya KSM ekonomi yang sudah terbentuk. Selain itu, pemerintah kota seluruh lokasi studi sebaiknya mensinergikan dan mengarusutamakan perspektif jender dan perspektif perempuan dalam pembangunan daerah sesuai dengan RPJM nasional maupun daerah yang sudah diatur Inpres Presiden No 9 tahun 2000 dalam seluruh tugas kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menyokong pengentasan kemiskinan. Di samping itu, pemerintah kota melalui Surat Keputusan kepala daerah menunjuk kelurahan tertentu sebagai model kelurahan sensitif jender, terutama dalam pembangunan tridaya yang didukung oleh seluruh stakesholder baik pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat sipil. 6. Kelurahan, khususnya Ampel meskipun terjadi trauma historis atas kredit macet, namun sebaiknya pagu untuk KSM ekonomi tetap dicairkan sebab masyarakat perempuan di Ampel masih membutuhkan dana berguilir. Selain itu, tentunya kasus serupapun terjadi pula di daerah lain, namun mereka kembali membangun KSM ekonomi yang baru dan ternyata dapat berjalan seperti halnya di kelurahan Kepel Pasuruan. Di samping itu, bagi kelurahan lokasi studi, sebaiknya mensinergikan seluruh program kerja pemberdayaan masyarakat, termasuk pemberdayaan perempuan dan menjadikan pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan P2KP/PNPM merupakan bagian integratif dari rencana pembangunan kelurahan baik jangka menengah maupun tahunan.
PT. Prospera Consulting Engineers
vi
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................................................
i
RINGKASAN EKSEKUTIF…………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………
vii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH …………………………………………….
x
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………
xiv
DAFTAR DIAGRAM………………………………………………………………….
xv
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………………………
1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………………….….……... 1 1.2. Pertanyaan Penelitian ………………………………………………………..…..…..
7
1.3. Maksud dan Tujuan ……………………………………………………..…….……
7
BAB 2 METODOLOGI ………………………………………………………………………… 9 2.1. Pendekatan ………………………………………………………………………......
9
2.2. Metode dan Teknik Pengumpilan data ………………………………………….......… 15 2.3. Lokasi Penelitian.
................. ………………………………………………..........… 17
2.4. Strategi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan ……………………………………….......
19
2.5. Pengalaman di Lapangan………........…………………………………………….......... 29 2.5.1. Pengalaman Lapangan di Gorontalo, Makasar, Bengkulu, Medan, Pasuruan dan Surabaya ...........................................................................................................................
29
2.5.2. Pengalaman Lapangan di Bima dan Mataram .............................................................. 33 BAB 3 PARTISIPASI PEREMPUAN SEBAGAI KSM, BKM, RELAWAN DAN FASKEL DALAM P2KP/PNPM: ANALISIS MIKRO DAN KONTEKSTUAL...............………..
45
3.1. Gambaran Umum Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel .
Prospera Consulting Engineers
vii
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan
Perkota……………...................................................................................................................
45
3.2 Temuan Umum: Analisis Mikro, Kontekstual, dan Jender ........………………........
51
3.1.1. Mayotitas PJM Pronangkis dan KSM belum Sensitif Jender……………..............
52
3.2.1.1 KSM Ekonomi Memarjinalkan Perempuan Miskin.............................. …………
57
a. KSM Ekonomi Tipe Pesisir……………………………. ……………....
58
b. KSM Ekonomi Tipe Kota………. …………………………………….
64
3.2.1.2 KSM Lingkungan Bersifat Fisik dan Abaikan Kebutuhan Khas Perempuan….. 70 3.2.1.3 KSM Sosial Mayoritas Bersifat Charity dan Abaikan Kebutuhan Khas Perempuan............................................................................................................ 76 3.2.2. BKM Belum Sensitif Jender dan sebagai ”Kontraktor” ............................................. 80 3.2.2.1 BKM Tipe Koordinator Perempuan .......................…………………………… 84 3.2.2.2. BKM Tipe Koordinator Laki-laki ................................................................................. 98 a. Tipe BKM Koordinator Laki-laki dengan Mayoritas Anggota Perempuan.. 99 b. Tipe BKM Koordinator Laki-laki dengan Ketiadaan Anggota Perempuan 103 c. Tipe BKM Koordinator Laki-laki dengan Keanggotaan tidak Ekstrim....... 105 3.2.3. Relawan belum Sensitif Jender dan “Mati Suri” Paska BKM Terbentuk.......
117
3.2.3.1 Relawan Tipe Pesisir.................................................................................................. 119 3.2.3.2 Relawan Tipe Kota................................................................................................... 122 3.2.4 Fasilitator Kelurahan belum Sensitif Jender ................................................................... 126 3.3 Akar Masalah: Budaya Lokal dan Desain Proyek belum Sensitif Jender......................... 132 3.3.1 Budaya Lokal: Bertahannya Peran Jender Tradisional .............................................. 133 3.3.1.1 Prioritas Perempuan adalah Keluarga dan Doble Burden ....................... 133 3.3.1.2 Perempuan “dipandang” tidak memenuhi Syarat dalam Posisi Kepemimpinan …………………………………………………… 134 3.3.1.3 Ranah Publik ádalah Dunianya Laki-laki …………………………… 135 3.3.1.4 Posisi Stereotipe yang Terbuka bagi Perempuan …………………… 135 3.3.2 Desain Proyek Belem Sensitif Jender ………………………………………… 137 3.3.2.1 Visi dan Misi P2KP Belum Peka pada Kebutuhan Khas Perempuan … 137 3.3.2.2 Kebijakan P2KP/PNPM belum Pro Kebutuhan Khas Perempuan ….. 138 .
Prospera Consulting Engineers
viii
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan
3.3.2.3 P2KP/PNPM belum Memiliki Panduan Pelaksaan Teknis Operasional Yang Pro Kebutuhan Khas Perempuan ……………………………… 138 3.3.2.4 Gender Budgeting belum Menjadi Isu Penting dalam P2KP/PNPM
139
3.3.2.5 Pelaku P2KP belum Pro Kebutuhan Khas Perempuan ………………. 140 3.4 Strategi Meningkatkan Partisipasi Perempuan ………………………………………….…. 140 3.4.1 Revisi Visi dan Misi P2KP/PNPM dan Indikator Keberhasilan Proyek ………… 141 3.4.2 Pelatihan Penyadaran dan Pengembangan Kapasitas Jender, dan pembangunan bagi semua Stakesholder P2KP/PNPM …………………………………………. 141 3.4.3 Pelatihan Kepemimpinan Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel .. 142 3.4.4 Sosialisasi Pentingnya Partisipasi Perempuan dalam P2KP/PNPM dalam Pengentasan Kemiskinan ………………………………………………………. 143 3.4.5 Staffing yang Setara dan Job Desk Jender Fokal Point bagi Stakesholder Khususnya Faskel ……………………………………………………………... 143 3.4.6 Sinergisitas antara Program Sejenis di Tingkat Pemerintah Daerah …………….. 144 3.4.7 Menjadikan Masyarakat Umum sebagai “Corong” Sosialisasi …………………... 144 3.4.8 Perempuan Secara Khusus …………………………………………………….. 145 BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………………………………………………....... 146 4.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………....... 146 4.1.1. PJM Pronangkis dan KSM Belum Sensitif Jender ......…..………….............................. 147 4.1.2. BKM Belum Sensitif Jender dan sebagai “Kontraktor” ...………………………..... 148 4.1.3. Relawan Belum Sensitif Jender dan “Mati Suri” Pasca BKM Terbentuk ..................... 149 4.1.4. Fasilitator Kelurahan Belum Sensitif Jender ..................................................................... . 150 4.1.5. Akar Masalah: Budaya Lokal dan Desain Proyek Belum Sensitif Jender ....................... 150 4.2. Rekomendasi ………………………………………………………………………........... 151 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………....... 156 LAMPIRAN …………………………………………………………………………….....… 160
.
Prospera Consulting Engineers
ix
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH IPM : Indeks Pembangunan Manusia KMP : Konsultan Manajemen Pusat KMW : Konsultan Manajemen Wilayah Korkot : Koordinator Kota, KMW KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat LKM : Lembaga Keswadayaan Masyarakat, merupakan nama generik yang dahulu dinamakan BKM LKMD : Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat MDGs : Millennium Development Goals Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan P2KP : Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan PAD : Project Appraisal Document PAKET : Penanggulangan Kemiskinan Terpadu, sama dengan PAPG PJOK : Penanggung Jawab Operasional Kegiatan PK : Pembuat Komitment Pej.PK : Pejabat Pembuat Komitment PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga PNPMMP : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan PMU : Program Management Unit PODES : Potensi Desa POM : Project Operational Manual PPK : Program Pengembangan Kecamatan PPM : Penanganan Pengaduan Masyarakat Pronangkis : Program Penanggulangan Kemiskinan PRA : Participatory Rural Appraisal PS : Pemetaan Swadaya PU : Pekerjaan Umum Relawan : Warga setempat yang peduli membantu warga miskin di wilayahnya tanpa pamrih Renta : Rencana Tahunan RK : Refleksi Kemiskinan RKL : Rencana Pengelolaan Lingkungan RKM : Rembug Kesiapan Masyarakat RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah RT/RW : Rukun Tetangga/Rukun Warga RWT : Rembug Warga Tahunan SA : Special Account (Rekening Khusus) SATKER-P2KP : Satuan Kerja Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan SE-DJP : Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan SIM : Sistem Informasi Manajemen SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah SKS : Satuan Kerja Sementara .
Prospera Consulting Engineers
x
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan SNVT : Satuan Kerja Non Vertikal di tingkat Propinsi SOP : Standard Operational Procedures SP2D : Surat Perintah Pencairan Dana SPK : Strategi Penanggulangan Kemisikinan SPKD : Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah SPM : Surat Perintah Membayar SPP : Surat Permintaan Pembayaran SPPB : Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan SPPP : Surat Pernyataan Penyelesaian Pekerjaan SWOT : Strength, Weakness, Opportunity and Threat TA : Technical Assistance Tim Interdept : Tim Pengarah dan Kelompok Kerja Antar Departemen Terkait di Tingkat Nasional TKPKD : Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah TKPP : Tim Koordinasi Pelaksanaan P2KP (tingkat Propinsi dan Kota/ Kabupaten) TNA : Training Need Assessment Tridaya : Pemberdayaan Lingkungan, Pemberdayaan Sosial dan Pemberdayaan Ekonomi TOR : Term of Reference TOT : Training of Trainer UKL : Unit Kelola Lingkungan UP : Unit Pengelola yang dibentuk BKM UPK : Unit Pengelola Keuangan UPL : Unit Pengelola Lingkungan UPS : Unit Pengelola Sosial UPP : Urban Poverty Project (P2KP) WB : World Bank Partisipasi Perempuan Keterlibatan dan Pemberdayaan perempuan sebagai relawan, KSM, BKM, dan Faskel vi vii Gender • Gender dikonstruksikan dan dideterminasi secara sosial di mana karakteristik dan peranan perempuan dan laki-laki diterima dalam masyarakat. • Gender adalah tingkah laku yang dipelajari. • Banyak stereotype gender yang umumnya dan secara salah diberikan kepada perempuan dan laki-laki. Sex • Karakteristik fisik • Karakteristik bawaan bersifat fungsional yang diberikan, diturunkan, permanen, dan tidak berubah. • Karakteristik biologis alamiah. Bias Gender adalah suatu pandangan yang membedakan peran, kedudukan serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan pembangunan . Prospera Consulting Engineers xi
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan
Kesenjangan Gender adalah ketidakseimbangan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dapat terjadi dalam proses pembangunan. Ketidakseimbangan perempuan dan laki-laki ini, misalnya terjadi dalam pekerjaan dan pendapatan, akses dan penguasaan atas sumber daya kehidupan. Permasalahan/Isu Gender adalah permasalahan yang diakibatkan karena adanya kesenjangan gender atau ketimpangan gender. Di antara permasalahan ini adalah terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dalam hal akses dan kontrol atas sumber daya, kesempatan, status, hak, peran dan penghargaan. Keadilan Gender (Gender Equity) adalah suatu kondisi dan perlakuan yang adil terhadap perempuan dan laki-laki. Kesetaraan Gender (Gender Equality) adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati pembangunan tersebut. Relasi Gender (Gender Relation) adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam kerja sama saling mendukung atau saling bersaing satu sama lain. Hubungan Gender Setara (Equal Gender Relation) jika posisi sosial laki-laki dan perempuan setara Hubungan Gender Tidak Setara (Unequal Gender Relation): jika posisi sosial laki-laki tidak setara dengan posisi sosial perempuan. Salah satunya berada pada posisi subordinate. Kesadaran Gender (Gender Awareness) adalah kesadaran yang seyogyanya dimiliki oleh anggota masyarakat (laki-laki dan perempuan) bahwa peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan bukan diperoleh secara alamiah melalui kelahiran tetapi melalui proses belajar yang justru telah menyebabkan status perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki dan hubungan gender yang tidak setara yang merugikan kaum perempuan. Peka/Sensitif Gender (Gender Sensitivity) adalah sikap dan perilaku yang seyogyanya dipunyai oleh tiap anggota masyarakat (laki-laki dan perempuan) yang didasari oleh adanya kesadaran gender dan karenanya peka terhadap adanya pembedaan peran dan perlakuan terhadap lakilaki dan perempuan yang justru merugikan kaum perempuan. Tanggap Gender (Gender Responsif) adalah perspektif para perumus kebijakan dan pelaksana pembangunan yang telah memiliki kesadaran gender dan kepekaan terhadap ketimpangan gender dan karenanya berupaya untuk mewujudkan kemitraan yang setara serta pemberdayaan (empowerment) bagi perempuan dan laki-laki dalam program-program pembangunannya. Stereotype (Citra baku) adalah citra baku yang melekat pada peran, fungsi dan tanggung jawab yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Cara pikir stereotype tentang peran gender, yang dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian, sangat mendalam merasuki mayoritas orang. Sebagai contoh, pada umumnya ciri yang dianggap dominan pada laki-laki adalah yang berkaitan dengan rasionalitas, sedangkan pada perempuan adalah hal-hal . Prospera Consulting Engineers xii
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan yang berkaitan dengan ekspresi dan perasaan, seperti kehangatan, keramahan, kelembutan dan sejenisnya. Stereotype semacam ini banyak tertanam di lembaga pendidikan, buku bacaan anak-anak gaya bahasa dan lapangan pekerjaan. Selanjutnya, ciri-ciri stereotype ini dijadikan dasar untuk mengalokasikan peran untuk perempuan dan laki-laki, yang karenanya lazim dikenal dengan istilah peran stereotype.
.
Prospera Consulting Engineers
xiii
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11
.
Jangkauan Program Tingkat Desa dan Rata-rata Partisipasi Perempuan Menurut Tahapan P2KP Nama Kota dan Kelurahan Sampel Pembagian lokasi kelurahan berdasarkan tinggi rendah partisipasi Perempuan sesuai standar indikator capaian PAD Kegiatan Kajian Partisipasi Perempuan Kegiatan pengumpulan data Sebaran Pengumpulan Data Lapangan Arus Data Kegiatan KSM Infrastruktur di Lokasi Studi Kegiatan KSM Sosial di Lokasi Studi Profile Koordinator BKM Lokasi Studi Profile BKM Perempuan Kodingareng-Mataram Barat
Prospera Consulting Engineers
6 18 18 23 24 26 31 70 77 83 86
xiv
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan DAFTAR DIAGRAM Halaman Diagram 1 Diagram 2 Diagram 3 Diagram 4 Diagram 5 Diagram 6 Diagram 7 Diagram 8 Diagram 9 Diagram 10 Diagram 11 Diagram 12 Diagram 13 Diagram 14 Diagram 15 Diagram 16 Diagram 17 Diagram 18 Diagram 19 Diagram 20 Diagram 21 Diagram 22 Diagram 23 Diagram 24 Diagram 25 Diagram 26 Diagram 27 Diagram 28 Diagram 29 Diagram 30 Diagram 31 Diagram 32 Diagram 33 Diagram 34 Diagram 35 Diagram 36
.
Kegiatan siklus P2KP Kerangka pemikiran Tahapan pelaksanaan penelitian Pelaku P2KP/PNPM Kota Gorontalo Pelaku P2KP/PNPM Kota Makasar Pelaku P2KP/PNPM Kota Bengkulu Pelaku P2KP/PNPM Kota Medan Pelaku P2KP/PNPM Kota Pasuruan Pelaku P2KP/PNPM Kota Surabaya Pelaku P2KP/PNPM Kota Bima Pelaku P2KP/PNPM Kota Mataram KSM Ekonomi Lokasi Studi KSM Ekonomi Tipe Pesisir Profil Pendidikan KSM Tipe Pesisir KSM Ekonomi Tipe Kota Profile Pendidikan KSM Tipe Kota BKM di Lokasi Studi Koordinator BKM di Lokasi Studi Pelaku P2KP pada Koordinator BKM Perempuan Relawan pada Koordinator BKM Perempuan Profile Pendidikan Relawan Kodingareng-Mataram Barat Faskel pada BKM Koordinator Perempuan Pelaku P2KP/PNPM Karang Berombak-Medan Pelaku P2KP/PNPM Karang Pule-Mataram Pelaku P2KP/PNPM pada Koordinator BKM laki-laki Tipe Pesisir Pelaku P2KP/PNPM pada Koordinator BKM laki-laki Tipe Kota Relawan di Lokasi Studi Relawan Tipe Pesisir Pendidikan Relawan Tipe Pesisir Relawan Tipe Kota Pendidikan Relawan Tipe Kota Faskel di Kota Studi Faskel Ekonomi di Kota Studi Faskel Lingkungan di Kota Studi Faskel Pemberdayaan di Kota Studi Faskel di Lokasi Studi
Prospera Consulting Engineers
5 14 23 46 47 47 48 49 49 50 51 57 58 61 64 66 82 83 87 93 95 96 100 104 106 108 118 119 121 122 125 127 128 128 129 131
xv
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini diulas tiga hal, yaitu, pertama, latar belakang penelitian. Kedua, pertanyaan penelitian, dan ketiga maksud dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Data statistik menunjukkan bahwa perempuan di negara-negara berkembang masih harus mendapat dukungan untuk mencapai kualitas hidup yang layak, termasuk di Indonesia. Hal itu tercermin dalam laporan UNDP tahun 2009 yang menempatkan Human Development Index (HDI) Indonesia adalah 0,734 pada peringkat 111 dari 182 negara1. Salah satu indikator yang dilihat adalah kondisi kematian ibu melahirkan (maternal mortality rate/MMR). Di Indonesia angka kematian ibu melahirkan dari 307 per 100.000 tetap menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Tingginya angka kematian ibu melahirkan terkait erat dengan persoalan kemiskinan. Bagaimana dengan data kesenjangan jender antara perempuan dan laki-laki di Indonesia? Global Gender Gap Index 2009 menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai nilai 0,6580 dan berada pada peringkat 93 dari 134 negara2. Dari segi peluang dan partisipasi ekonomi perempuan, Indonesia mempunyai nilai 0,5722 ada di peringkat 101 dari 134 negara. Sementara itu, dari aspek pemberdayaan politik perempuan dan laki-laki dalam posisi pengambil keputusan, memiliki nilai 0,1224 dan berada pada peringkat 70 dari 134 negara. Dengan demikian bisa dipahami bahwa laki-laki adalah bagian dari arus utama pembangunan, sedangkan perempuan masuk dalam kelompok yang terpinggirkan karena tidak memiliki peran yang cukup dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Bagaimana dengan data kemiskinan? Hasil survey BPS yang diumumkan November 2009 dengan menggunakan pendekatan konsumsi, jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 31,5 juta jiwa dari total jumlah
1 2
www.undp.or.id The Global Gap Report 2009, oleh World Economic Forum, Geneva, Switzerland, 2009.
PT. Prospera Consulting Engineers
1
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
penduduk Indonesia3. Walaupun angka kemiskinan tersebut diragukan sejumlah pihak, namun angka tersebut hingga kini menjadi rujukan pemerintah. Tantangan yang muncul adalah bagaimana mengatasi persoalan tersebut atau setidaknya meminimalkan angka kemiskinan ? Untuk menjawab tantangan itu, pemerintah Indonesia sudah memiliki strategi
penanggulangan
kemiskinan
berikut
programnya,
seperti
Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Keberadaan program itu dimaksudkan untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan.4 Bagaimanakah kondisi dan cara penanggulangan perempuan dan laki-laki yang sama-sama berada dalam kondisi miskin? Ketika perempuan dan laki-laki sama-sama dalam kondisi miskin, mereka mempunyai alasan yang berbeda, pengalaman yang berbeda dan cara mengatasi persoalan yang berbeda pula5. Dengan kata lain, perempuan dan laki-laki memiliki kebutuhan yang berbeda. Hal itu dapat dijelaskan dengan memahami konsep jender, yaitu adanya kebutuhan yang diidentifikasi berdasarkan peran perempuan dan peran-laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat (konstruksi sosial). Dimensi waktu dan tempat sangat mempengaruhi perubahan peran yang disandang perempuan dan laki-laki. Untuk itu adat istiadat, budaya, agama dan kebiasaan sangat mempengaruhi bagaimana perempuan dan laki-laki berperan di suatu tempat. Pemenuhan kebutuhan tersebut selama ini hanya merespon kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi kehidupan yang tidak memadai seperti kurangnya air bersih, kurangnya pelayanan kesehatan, kurangnya lapangan pekerjaan, rendahnya tingkat pendidikan, masih tingginya angka buta huruf, dan sebagainya. Bagi kaum perempuan, pemenuhan kebutuhan praktis jender ini selain berkenaan dengan kondisi kehidupan yang tidak memadai seperti tersebut di atas, juga dikaitkan dengan peran perempuan sebagai ibu,
3
Surya online 9 november 2009 : LIPI : Data kemiskinan BPS bisa jadi bahan tertawaan www.surya.co.id/2009/07/11/lipi-data-kemiskinan-bps-bisa-jadi-bahan-tertawaan.html Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan 2008: Bersama Membangun Kemandirian Dalam Pengembangan Lingkungan Pemukiman yang Berkelanjutan, Departemen Pekerjaan Umum, 2008, hal.1 5 Cahyono, Imam , dalam Jurnal Perempuan No.42, Menguak Kemiskinan, Dimana Perempuan, 2005. Pambudy, Ninuk Mardiana dalam Pengalaman Kemiskinan yang Berbeda dalam website http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/09/03254114/pengalaman.kemiskinan. 4
PT. Prospera Consulting Engineers
2
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
istri, pengurus rumah tangga yang melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian/alat rumah tangga, mengurus/merawat anak dan para lansia, dan sebagainya6. Berbagai program maupun pelayanan publik dibuat untuk memenuhi kebutuhan praktis perempuan dan laki-laki, namun program atau pelayanan publik tersebut tidak merubah pembagian kerja jender, tidak merubah kesenjangan relasi perempuan dan laki-laki serta perempuan tetap berada pada posisi subordinat. Mengapa hal itu tetap terjadi dan apa itu istilah jender? Istilah jender sering diartikan dengan jenis kelamin. Kedua istilah ini memang mengacu pada perbedaan jenis kelamin. Akan tetapi, istilah seks terkait dengan kondisi biologis manusia. Secara biologis, perempuan dan laki-laki berbeda dan masing-masing memiliki keterbatasan dan kelebihan masing-masing. Perbedaan biologis di antara dua jenis kelamin disebut kodrat. Umpamanya, perempuan dapat hamil karena memiliki rahim dan menyusui, sedangkan laki-laki dapat menghamili karena memiliki sperma. Sementara itu, jender merupakan konstruksi sosial seperti diungkap Abercombi, Hill, dan Turner,
7
“Gender of person is culturally and socially constructed.” [jender seseorang
dikonstruksi secara kultural dan sosial]. Moss8, Chodorow (1978) mendefinisikan jender sebagai berikut,” a set of arrangement by which the biological raw material of human sex and procreation is shaped by human, social intervention and satisfied in a conventional manner.”
9
[Seperangkat aturan di mana setiap masyarakat diatur berdasarkan jenis
kelamin yang dibentuk oleh manusia melalui intervensi sosial dan diyakini sebagai sesuatu yang lazim]. Basow10 mengungkap, jender merupakan perbedaan laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh lingkungan sosial dalam keluarga dan masyarakat. Humm11 menyatakan bahwa jender adalah “ A culturally-shape group attributes and behaviors given to the female or to the male” dan hal senada pun diungkap Fakih12.
Amal, Siti Hidayati dalam Jurnal PSPK edisi IV tahun 2002. GAD : Suatu Kritik dan alterrnatif terhadap WID Abercombi, Hill, dan Turner, Penguin Dictionary of Sociology 1989, h. 73 8 Mosse, Gender dan Pembangunan. 1996, h. 3 9 Chodorow, The Reproduction of Mothering Psychoanalisys and the Sociology of Gender 1978, h.8 10 Basow, Gender, Stereotype and Roles, 1992, h. 2. 11 Humm,The Dictionary of Feminist, 1990, h. 93 12 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, 1996, h. 10-11 6 7
PT. Prospera Consulting Engineers
3
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Semua definisi itu mengandung arti bahwa jender merupakan konstruksi sosial budaya yang telah melekatkan atribut-atribut (peran dan posisi) tertentu kepada perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat. Hal itu berpengaruh terhadap pola pikir dan tindak perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya dan membidani lahirnya pembagian kerja secara seksual. Pembagian kerja secara seksual tidak menjadi persoalan selama tidak menimbulkan diskriminasi jender (bias jender). Di Indonesia, seperti diungkap Budiman13, dalam kehidupan sehari-hari ideologi jender telah memposisikan perempuan dalam posisi tidak adil baik di tingkat keluarga, masyarakat maupun di tingkat negara yang dilakukan dalam berbagai bentuk. hal itu terjadi. Secara tradisional, laki-laki Indonesia diposisikan sebagai pencari nafkah, sedangkan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Stereotipe yang sedemikian itu telah merugikan perempuan, termasuk akses perempuan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dari tahun ke tahun kaum perempuan dalam berbagai bidang kehidupan senantiasa tertinggal oleh teman lakilakinya. Akar sejarah berikut struktural terjadinya bentuk-bentuk ketidakadilan jender menurut Tjokrowinoto14 bertolak dari empat hal, yaitu: i. ii. iii. iv.
Adanya dikhotomi maskulin feminin peranan manusia sebagai akibat determinisme biologis, seringkali mengakibatkan proses marginalisasi perempuan; Adanya dikhotomi peran publik/domestik yang berakar dari syndroma bahwa ‘peran wanita adalah di rumah’, pada gilirannya melestarikan pembagian antara fungsi produktif dan reproduktif antara pria dan wanita; Adanya konsep beban ganda (double burden) yang melestarikan wawasan bahwa tugas terutama wanita adalah di rumah sebagai ibu rumah tangga, cenderung menghalangi proses aktualisasi potensi wanita secara utuh; Adanya syndroma subordinasi dan peran marginal wanita telah melestarikan wawasan bahwa peran dan fungsi wanita dalam masyarakat bersifat sekunder.
Apa hubungan antara ungkapan di atas dengan persoalan kemiskinan antara perempuan dan laki-laki? Hal yang menjadi pembeda antara perempuan dan laki-laki dalam kemiskinan dikarenakan perbedaan akses dan penguasaan sumber daya. Selain itu, budaya yang 13 14
Budiman, Pembagian Keja Seksual, 1985,h.5 Tjokrowinoto, 1992, h. 97.
PT. Prospera Consulting Engineers
4
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
masih menomorduakan posisi perempuan, interpretasi agama yang male bias, kebijakan pemerintah dalam sistem yang belum mengakomodir kebutuhan khas perempuan dan laki-laki (responsif jender) dengan berbagai bentuk turunannya di segala aspek dan lini kehidupan semakin menguatkan dominasi laki-laki. Apa yang dilakukan oleh pemerintah? Adalah tidak dipungkiri bahwa kemiskinan di Indonesia dialami oleh perempuan dan laki-laki, akan tetapi masih kuat dengan warna kemiskinan yang berwajahkan perempuan. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengatasinya adalah memberdayakan perempuan dengan memberikan akses dan peluang, manfaat, partisipasi dan penguasaan akan sumber daya, sebagaimana dalam Program P2KP/PNPM Mandiri. Perempuan miskin menjadi salah satu target program tersebut. Seperti diyakini banyak pakar bahwa keterlibatan perempuan dapat menekan angka kemiskinan. 15 Siapa sajakah perempuan yang harus terlibat dalam pengentasan kemiskinan? Dalam konteks kajian ini adalah perempuan sebagai Relawan, KSM, BKM, Faskel, dan untuk di masyarakat adalah perempuan warga miskin. Secara khusus ingin melihat partisipasi perempuan tidak sekedar angka, melainkan dari aspek perubahan peran dan kondisi perempuan miskin menjadi lebih berdaya. Bagaimana peran perempuan dalam tiap tahapan dalam siklus P2KP? Indikator capaian partisipasi perempuan di kelembagaan masyarakat, yang disebut BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) dalam PAD (Project Appraisal Document) tahun 2007 yaitu sebesar 30%.
16
Akan tetapi, baru tercapai 15,77% seperti diperlihatkan dalam
diagram dan tabel di bawah ini. Diagram 1. Kegiatan siklus P2KP 60
48.09
% PARTISIPASI
50 40
36.94 28.42
34.46
33.01 30.25
25.67
30
15.77
20 10 0 SOS AW AL
RELAW AN
FGD RK
PS
PEMILU BKM
BKM
PJM
KSM
KEGIATAN SIKLUS P2KP
15 16
Dewi Mayavanie Susanti, ibid KMP_P2KP
PT. Prospera Consulting Engineers
5
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Tabel 1. Jangkauan Program Tingkat Desa dan Rata-rata Partisipasi Perempuan Menurut Tahapan P2KP
Fase
Jumlah
Jumlah
% anggota
Jumlah
% Relawan
Jumlah
% anggota
Proyek
BKM
Anggota
Perempuan
Relawan
Perempuan
anggota
Perempuan
BKM P2KP-
KSM
2,621
28,795
19.2
49,896
25.1
707,311
42.0
2,059
25,537
16.3
107,100
23.4
726,428
34.4
1,726*
*
*
55,629*
31.0
1 P2KP2 P2KP3 Sumber: Term of Reference for a Study on Women’s Pparticipation in PNPM-UPP. Final revised version (as of 18 November 2008). * mencakup jumlah pada pelaksanaan program yang sedang berjalan dan belum selesai.
Data SIM (Sistem Informasi Manajemen) menunjukkan bahwa dari keseluruhan relawan P2KP hanya 1/4 nya perempuan. Dan kurang dari 1/5 anggota BKM yang mengontrol akses ke dana-dana BKM adalah perempuan. Pembagiannya diantara penerima BLM (sebagai anggota KSM), bagaimanapun lebih besar (sekitar 1/3 dari P2KP-2).17 Meski demikian, partisipasi perempuan dalam berbagai dukungan pada kegiatan berbasis masyarakat umumnya jauh dari apa yang direpresentasikan sebagai kesetaraan jender. Ada wilayah-wilayah dimana rata-rata partisipasinya (khususnya sebagai relawan) lebih tinggi, setiap variasi wilayah kemungkinan berhubungan dengan kurang lebih pada konteks sosial-budaya yang kondusif maupun strategi intervensi daerah yang berbeda. Melihat fakta di atas, kemudian memang menjadi sangat penting untuk mendapatkan gambaran mengapa partisipasi perempuan dalam P2KP masih relatif rendah? Faktorfaktor apa saja yang menghambat perempuan untuk terlibat aktif dalam pelaksananaan P2KP, yaitu salah satu program pemerintah dalam upaya menanggulangi kemiskinan? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi alasan dilakukan kajian yang lebih mendalam dan dasar pelaksanaan studi evaluasi tim partisipasi perempuan di lapangan. Tulisan ini merupakan hasil studi evaluasi tim partisipasi perempuan di 8 kota.
17
Cf. Tabel 1
PT. Prospera Consulting Engineers
6
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
1.2. Pertanyaan Penelitian Ada 6 pertanyaan penelitian yang ingin diketahui dalam studi ini, yaitu: 1. Apakah masalah-masalah, hambatan-hambatan dan juga peluang-peluang utama yang mempengaruhi pemberdayaan ekonomi-sosial dan politik perempuan, khususnya yang berhubungan dengan partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan di lokasi penelitian? 2. Apa peran elit-perempuan dalam kerelawanan lokal, dan sejauh mana keterlibatan mereka mempengaruhi perempuan miskin sebagai penerima BLM? 3. Sejauh mana fasilitator perempuan mempengaruhi partisipasi perempuan dalam P2KP? 4. Strategi peningkatan kapasitas yang didorong permintaan apakah yang sesuai dengan kebutuhan perempuan di lokasi penelitian dan hubungan apa yang memungkinkan untuk kegiatan peningkatan kapasitas yang ada sekarang dari sectorsektor di berbagai departemen/bidang? 5. Strategi apa yang dapat membahas kesenjangan reaksi jender sebagai bagian dari budaya proyek di semua tingkatan? 6. Perubahan apakah yang diperlukan rancangan program, mencakup strategi untuk kepegawaian, pelatihan dan program respon jender untuk membahas masalah jender sebagaimana digambarkan untuk wilayah kajian? 1.3.Maksud dan Tujuan Yang dimaksud dengan ”partisipasi perempuan” dalam studi ini adalah bagaimana peran serta keterlibatan perempuan pelaku P2KP yaitu Relawan, KSM, BKM dan Faskel di 16 kelurahan, 8 kota (Gorontalo, Makasar, Bengkulu, Medan, Pasuruan, Surabaya, Bima dan Mataram). Secara umum studi ini dilakukan untuk memperoleh masukan bagi revisi desain program, agar dapat lebih merespon kebutuhan praktis, strategis perempuan dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam kegiatan P2KP. Secara rinci tujuan studi ini adalah sebagai berikut:
PT. Prospera Consulting Engineers
7
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
1. Memberikan gambaran menyeluruh tentang faktor penghambat, pendorong maupun peluang partisipasi perempuan berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi, sosial dan politik perempuan dalam P2KP. 2. Mengidentifikasi manfaat atau keuntungan yang diperoleh perempuan dalam masyarakat sebagai peluang yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam program. 3. Mengidentifikasi berbagai faktor dalam strategi pengentasan kemiskinan, budaya proyek, staffing, dan pelatihan dengan memperhatikan tingkat responsif jender dalam perencanaan dan implementasi program. 4. Membangun rekomendasi-rekomendasi untuk perubahan desain program dan implementasi
program
dalam
wilayah-wilayah
perluasan
PNPM
untuk
mengurangi berbagai tantangan yang telah diidentifikasi.
PT. Prospera Consulting Engineers
8
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
BAB 2 METODOLOGI Dalam bagian ini dibahas metodologi penelitian. Bagian
pertama, mengulas
pendekatan. Kedua, metode dan teknik pengumpulan data. Ketiga, lokasi penelitian. Keempat, strategi peneilitian dan ditutup dengan pengalaman selama pengumpulan data di lapangan. 2.1. Pendekatan Poerwandari (1998) mengatakan
bahwa penelitian yang berhubungan dengan
perilaku, pengalaman pribadi manusia baik secara individu maupun kolektif sangat pas menggunakan pendekatan kualitatif. Meskipun demikian, pendekatan kualitatif tanpa perspektif jender dan perempuan kurang mampu menguak pengalaman khas laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat pembangunan baik sebagai KSM, BKM, relawan maupun faskel. Oleh karena itu, kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif jender dan berperspektif perempuan agar isu-isu jender khususnya isu perempuan dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP yang tadinya tidak kelihatan menjadi terlihat, menarik, dan penting untuk diarusutamakan karena besar pengaruhnya pada out put, out come, dan impact keproyekan.. Untuk kepentingan tersebut analisis mikro dan kontekstual1. terintegratif dengan perspektif jender dan perspektif perempuan digunakan sekaligus untuk menyibak partisipasi perempuan sebagai KSM, BKM, relawan, dan faskel sesuai konteks kelurahan dan kota studi. dari sudut pandang 4 (empat) aspek yaitu : akses, manfaat, partisipasi dan kontrol perempuan dalam program P2KP2. Dari hasil
Analisis kontekstual ini dikemukakan Prof. Andrew P. Vayda dari Universitas Rutgers, New Jersey-AS, yang terkenal dengan teori kontekstualitas progressif bahwa informasi yang penting diperoleh seorang peneliti adalah bukanlah apa yang dipercaya orang, melainkan apa yang dilakukan orang1. Pendekatan “actor based model” ini diartikan bahwa tiap orang mempunyai pandangan yang spesifik terhadap lingkungannya, yang bisa saja berbeda dengan pandangan orang lain, pandangan kolektif atau pandangan masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu sangat penting memperoleh informasi atau pandangan yang bersifat emic dan individual dari informan-informan yang menjadi sasaran studi 1
2
Rangkuman dari beberapa model analisis gender yaitu Model Women Empowerment Frame dari Model Sarah Longwe dan Model People Oriented Planning oleh Harvard
PT. Prospera Consulting Engineers
9
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
analisis ini diperoleh tipologi-tipologi isu baik partisipasi perempuan sebagai KSM, BKM, relawan maupun faskel. Tipologi-tipologi di atas dapat terlihat dengan lebih jelas ketika dihubungkan dengan faktor wilayah kajian berada, apakah ia berada di pesisir ataukah di pusat kota. serta dipertajam dengan kondisi livelihood, agama/budaya, stratifikasi sosial, dan siklus kehidupan (lifecycle), serta bagaimana desain proyek P2KP/PNPM Mendiri Perkotaan dalam memposisikan kebutuhan khas perempuan dan laki-laki sebagai KSM, BKM, , relawan, dan faskel.
a) Life Cyle (Siklus/Lingkaran Kehidupan) Dalam konteks lifecycle dilihat bagaimana siklus hidup yang dijalani oleh perempuan. Dalam pelaksanaan P2KP, konteks ini memotret kehidupan perempuan sejak lahir hingga dewasa. Bagaimana lifecycle pada perempuan mempengaruhi keterlibatan perempuan beraktivitas di luar rumah, yaitu terlibat dalam P2KP. Berikut siklus kehidupan perempuan, yang mana di tiap tahapan mempunyai pengalaman dan peran yang berbeda dengan laki-laki. 1. Anak-anak 2. Remaja 3. Dewasa: Belum menikah; sudah menikah-belum punya anak; sudah menikah sudah mempunyai anak. Di setiap tahapan dalam siklus kehidupannya, perempuan mempunyai pengalaman dan peran yang berbeda. Misalnya untuk peran perempuan ketika usia sekolah, mulai dikenalkan tanggung jawab pekerjaan domestik dan membantu pekerjaan produktif serta pekerjaan keluarga. Aktivitas perempuan dalam siklus hidupnya tidak saja ditentukan oleh tingkatan usianya (tua/muda) tetapi juga menyangkut status pernikahan (menikah/tidak menikah), punya anak atau tidak, janda, dan sebagai single parents. Usia, status
PT. Prospera Consulting Engineers
10
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
penikahan, punya anak atau tidak ini secara bersama-sama akan berpengaruh terhadap partisipasi perempuan dalam kehidupan keluarganya (termasuk dalam P2KP/PNPM). Dengan melihat status pernikahan ini juga akan ditemukan apakah perempuan dalam keluarga tersebut bertindak sebagai breadwinner dan sekaligus sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak dan suaminya dalam melaksanakan pekerjaan domestiknya (double burdens). b) Livelihood Dalam kontek ini dilihat bagaimana akses perempuan terhadap sumber kehidupan, di bidang ekonomi, politik, sosial; bagaimana perempuan memperjuangkan dirinya untuk mendapatkan akses terhadap sumber kehidupan yang ada, ditengah keterbatasan sumber
yang
ada,
dan
ditengah
masyarakat
yang
lebih
banyak
mengutamakan/mengedepankan laki-laki dibandingkan perempuan; serta bagaimana perempuan berperan di masyarakat sebagai tanggung jawab sosialnya. Akses ekonomi berupa penciptaan kesempatan kerja dan kegiatan ekonomi produktif. Upaya meningkatkan pendapatan perempuan memiliki dampak yang lebih besar bagi kesejahteraan keluarga daripada sekedar meningkatkan pendapatan laki-laki.3 Akses politik berupa pengambilan keputusan berbasis masyarakat. Aspek sosial berupa penciptaan lingkungan yang memungkinkan bagi pemberdayaan perempuan. Akses dibidang ekonomi dan politik akan sangat tergantung dengan kondisi sosial yang berlaku di masyarakat. Akses terhadap sumber-sumber ini bukan sesuatu yang akan datang tiba-tiba, tapi memperolehnya harus dengan perjuangan oleh kaum perempuan sendiri. c) Stratifikasi Sosial Stratifikasi Sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (Pitirim A. Sorokin dalam Soekanto, 1990). Pembedaan atas lapisan
3 Ringkasan Eksekutif Kajian Gender dalam Proyek Pembangunan Berbasis Komunitas: Implikasi bagi PNPM Mandiri: Kertas Kerja
Mengenai Temuan-temuan dari Misi Bersama Lembaga Donor dan Pemerintah
PT. Prospera Consulting Engineers
11
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
masyarakat merupakan gejala universal yang merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat. Sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat ada pula yang sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, harta dalam batas-batas tertentu.4 Dalam masyarakat yang paling sederhana dan homogen, biasanya pembedaan peranan dan status relatif sedikit, maka stratifikasi sosialnya pun sedikit. Dalam masyarakat modern, pelapisan sosial masyarakat umumnya didasarkan pada: tingkat pendidikan seseorang, keturunan, yang merupakan kualitas pribadi seseorang, dan juga harta kekayaan. Dalam terminologi sosiologis sering disebut sebagai SES (social economy status) atau status sosial ekonomi. Meskipun status sosial ekonomi ini tidak selalu konsisten yang dinamakan social economy status inconsistency5, dimana status pekerjaan seseorang yang tinggi tetapi gajinya kecil. Begitupun sebaliknya, status pekerjaan yang tidak diklasifikasikan sebagai tinggi tetapi pendapatannya besar. Status sosial ekonomi seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi (dalam hal ini perempuan) dalam kegiatan P2KP/PNPM. Pelapisan sosial dalam masyarakat ini umumnya didasarkan pada: jenis kelamin, senioritas dan keturunan, yang merupakan kualitas pribadi seseorang. Dalam banyak masyarakat, status laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Laki-laki sering memperoleh pendidikan formal lebih tinggi daripada perempuan. Partisipasi perempuan dalam dunia kerja relatif lebih terbatas, dan dibandingkan dengan laki-laki para pekerja perempuan pun relatif lebih banyak terdapat di strata yang rendah, dengan status di bidang administratif, dan sering menerima upah atau gaji lebih rendah daripada laki-laki. Tidak jarang kondisi ini kemudian “dimanfaatkan” perusahaan dengan mempekerjakan lebih banyak perempuan daripada laki-laki, karena upah perempuan lebih rendah, terutama untuk pabrik-pabrik konveksi, sepatu, tekstil, dsb.
4 5
http://pengantar-sosiologi.blogspot.com/2009/04/bab-8-stratifikasi-sosial.html Introduction to Sociology
PT. Prospera Consulting Engineers
12
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Tentunya, pengalaman khas perempuan dalam budaya proyek ataupun budaya lokal terkait erat dengan persoalan kontruksi sosial-budaya bagaimana identitas dan peran perempuan dan laki-laki disepakati dalam suatu masyarakat. Kesepakatan tersebut, pada akhirnya dapat menumbuhkembangkan potensi ataupun sebaliknya atas perempuan dan laki-laki baik terkait akses, partisipasi, kontrol, maupun penerima manfaat dalam program pembangunan, termasuk dalam program P2KP. Selanjutnya, pembedaan stakesholder sangat penting untuk analisis jender, untuk mengetahui secara persisnya bahwa perempuan sebagaimana laki-laki secara aktif terlibat dalam proses analisis.
Terkait dengan lingkungan sekitar, barangkali
diperlukan pertemuan-pertemuan terpisah dengan perempuan pada tempat dan waktu yang sesuai. Sangatlah penting memahami pembedaan di dalam masyarakat tidak hanya berdasarkan jender, tetapi juga berdasarkan klas, etnisitas, umur dan komposisi keluarga, dan faktor-faktor lain. Pendekatan ini mengejewantah dalam proses berupa : kerja dengan perempuan dan laki-laki dalam kelompok stakeholder yang terpisah, kerja dengan kelompok-kelompok tertentu yang terdiri dari pria dan perempuan (gabungan) dan memahami perbedaan kelompok stakeholder diantara perempuan dan laki-laki.
PT. Prospera Consulting Engineers
13
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Secara skematis pendekatan studi ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Diagram 2. Kerangka Pemikiran
Analisis Mikro
Partisipasi Perempuan Kategori Tinggi/rendah
Analisis Kontekstual Jender
PT. Prospera Consulting Engineers
14
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
2.2. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut : Desk Study. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data ataupun informasi awal yang berkaitan dengan studi ini untuk memperkaya kerangka konsepsional dan desain metodologi serta referensi pada saat penyusunan laporan. Pengumpulan data sekunder akan dilakukan di tingkat kelurahan, tingkat kota, propinsi, maupun pusat. Data utama yang diperlukan di lokasi studi adalah profil kelurahan dan profil kota. Dari profil tersebut diharapkan dapat gambaran komposisi kependudukan, infrastruktur, dan kegiatan sosial ekonomi. Adapun pada tingkat KMW (regional management consultant) dan KMP (Central level management consultant) berupa laporan-laporan yang relevan maupun dokumen-dokumen yang bisa mendukung analisis. Dari laporan dan dokumen yang dikumpulkan diharapkan akan diperoleh gambaran kegiatankegiatan yang sedang berjalan : hambatan, peluang dan pencapaiannya. Semi Structure Interview (SSI) Wawancara ini dilakukan kepada informan kunci dengan menggunakan panduan pertanyaan yang terbuka, dalam rangka mendapatkan informasi yang representatif dan komprehensif terkait tema/issu utama studi ini. Dalam SSI ini digunakan panduan pertanyaan yang sederhana, singkat dan berdasarkan isu-isu yang telah disusun berdasarkan kelompok informan, karena penekanan informasi yang dibutuhkan untuk setiap informan tidak sama. Panduan wawancara ini penting untuk mendapatkan informasi dengan tema yang sejenis tapi dengan beragam informan. Peneliti mendapat kebebasan seluas-luasnya untuk mengembangkan/mengeksplorasi suatu informasi yang dianggap penting untuk konfirmasi dan digali lebih lanjut sesuai dengan tujuan studi. Pertanyaan yang diajukan tidak harus berurutan sesuai dengan panduan yang dibuat, tetapi pertanyaannya bisa meloncat-loncat berdasarkan alur wawancara yang terjadi di lapang.
PT. Prospera Consulting Engineers
15
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Sesuai sifatnya sebagai salah satu bagian dari pendekatan kualitatif, wawancara ini tidak dimaksudkan untuk melakukan generalisasi tetapi lebih untuk menggali informasi secara lebih detil dan variatif terhadap isu atau persoalan tertentu sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Focus Group Discussion (FGD) FGD dilakukan untuk menjaring informasi yang dilakukan secara berkelompok mengenai satu issu tertentu. Disamping untuk menjaring informasi, FGD bisa juga digunakan sebagai metode untuk mendapatkan klarifikasi, konfirmasi atas satu informasi tertentu yang sudah diperoleh baik melalui data sekunder, wawancara personal maupun dari sumber lainnya. FGD akan dilakukan kepada 3 kelompok besar, yaitu kelompok BKM, Faskel dan Relawan dengan membedakan jenis kelamin untuk setiap kelompok FGD. Meskipun berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok, FGD tidak dimaksudkan untuk mencari kesepakatan, melainkan lebih untuk mendalami berbagai informasi dan berorientasi pada variasi jawaban informan sehingga akan memperkaya temuan penelitian. Tim yang dibagi menjadi dua tim kecil, terdiri dari dua orang 1 laki-laki dan 1 perempuan. Tim kecil ini bertanggung jawab atas tiap kelurahan. FGD akan dipandu oleh peneliti, masing-masing memandu FGD satu kelompok jenis kelamin. Formasi tim kecil berubah sesuai dengan kondisi di lapangan. Ketika di Gorontalo, Makasar, Pasuruan dan Surabaya, tim kecil yang terdiri dari dua orang melakukan penelitian di satu kelurahan tiap kota. Ketika di Bengkulu dan Medan tim kecil bergabung menjadi satu (empat orang) dan melakukan FGD secara bergantian pasangan. Hal ini untuk memperkaya informasi dan pengalaman yang dapat digali lebih lanjut oleh masing-masing peneliti. Peserta dalam setiap FGD berkisar antara 10-15 orang, dengan waktu maksimal 2 jam. FGD dilakukan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Pengaturan jadwal menyesuaikan kesepakatan warga setempat.
PT. Prospera Consulting Engineers
16
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Wawancara Biografi Wawancara biografi dimaksudkan untuk mendapatkan informasi/data tentang sejarah dan pengalaman informan yang terlibat dalam P2KP. Dalam studi ini informan yang ingin dibidik tentang biografinya adalah perempuan relawan, anggota BKM, KSM dan Faskel. Biographic interview dilakukan untuk memahami sejarah mengapa ia sampai pada posisinya kini, misalkan wawancara terhadap para pihak untuk memahami
motivasi mereka terlibat dalam P2KP. Teknis pengumpulan datanya
dibagi dua, yakni meminta informan mengisi
lembaran yang sudah disiapkan
tentang diri informan, dan kedua dilakukan wawancara lebih lanjut tentang diri si informan. In depth interview Untuk memahami persoalan terkadang diperlukan penggalian data lebih lanjut ke informan. Hal ini dilakukan berkaitan dengan tujuan penelitian untuk mendapatkan data yang lengkap
dari informan berdasarkan pemikiran (perspektif) maupun
pengalaman perempuan. Untuk lokasi di Bima dan Mataram dilakukan metode investigasi untuk menggali data lebih detail dan mendalam. Sehingga tidak hanya sekali saja peneliti bertemu dengan informan tertentu Bila semakin unik informasi yang dimiliki sang informan,kemungkinannya peneliti akan mendatanginya lagi di lain waktu. 2.3. Lokasi Penelitian Kota dan kelurahan sampel penelitian ditentukan Tim KE P2KP Pusat.
Jumlah
sampel kelurahan di setiap kota dipilih berdasarkan tingkat partisipasi perempuan paling tinggi dan rendah. Namun demikian, khusus kota Bima pemilihan nama kelurahan sampel diserahkan kepada peneliti di lapangan. Selain itu, dari tabel di bawah ini terlihat ada 2 (dua) kelompok sampel kelurahan, yakni sampel kelurahan yang termasuk kelurahan yang melaksanakan program P2KP 2004 (UPP3) dan PNMP 2007. Untuk kelurahan sampel di kota Mataram, yakni kelurahan Mataram Barat dan
PT. Prospera Consulting Engineers
17
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Karang Pule, ternyata kelurahan yang melaksanakan 2 (dua) program sekaligus (P2KP 2004 dan PNPM 2007). Daftar nama kota dan kelurahan sampel dipat di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2 Nama Kota dan Kelurahan Sampel No. P2KP-2004 (UPP3)
No. PNPM-2007
1.
Dulomo Selatan
Kota
9.
Tembok Dukuh
Kota
2.
Pohe
Gorontalo
10.
Ampel
Surabaya
3.
Kodingareng
Kota
11.
Kepel
Kota
4.
Pattingaloang
Makassar
12.
Panggung Rejo
Pasuruan
5.
Belawan Dua
Kota
13.
Mataram Barat
Kota
6.
Karang Berombak
Medan
14.
Karang Pule
Mataram
7.
Kampung Bali
Kota
15.
Sambinae
8.
Kebun Gerand
Bengkulu
16.
Serae
Kota Bima
Tabel 3 Pembagian lokasi kelurahan berdasarkan tinggi rendah partisipasi perempuan sesuai standar indikator capaian PAD Kota
Partisipasi
perempuan Partisipasi
perempuan
tinggi
rendah
Gorontalo
Dulomo Selatan
Pohe
Makasar
Kodingareng
Pattingaloang
Bengkulu
Kebun Gerand
Kampung Bali
Medan
Karang Berombak
Belawan Dua
Pasuruan
Kepel
Panggung Rejo
Surabaya
Tembok Dukuh
Ampel
Mataram
Mataram Barat
Karang Pule
Bima
Sambinae
Sarae
PT. Prospera Consulting Engineers
18
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
2. 4. Strategi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Studi ini didekati dengan sejumlah tahapan kegiatan/aktivitas sebagai berikut: 1. Persiapan : Rekrutmen Aslok, Penyiapan Lapangan dan Pengumpulan Data Sekunder
Pada tahap persiapan, akan direkrut 1 (satu) orang Asisten Lokal di masing-masing kota lokasi studi dengan mempertimbangkan sejumlah kriteria: (a) berdomisili di kota lokasi penelitian yang telah ditentukan, (b) pernah terlibat dalam kegiatan penelitian/pendampingan, serta (c) mempunyai relasi yang luas dengan berbagai pihak yang terkait untuk keperluan studi ini, (d) mampu mengorganisir suatu kegiatan diskusi. Asisten lokal ini juga sekaligus membantu proses penyiapan teknis di lokasi studi, seperti penginapan, transportasi dan beberapa informasi awal terkait kelurahan yang menjadi lokasi penelitian. Terkait dengan data skunder, dilakukan pengumpulan data awal seperti Pedoman Umum P2KP tahap 2, P2KP tahap 3, dan PNPM-Mandiri Perkotaan, laporan studi/kajian yang sejenis, dan potret Kota dalam angka.
2. Penyusunan Disan Studi
Desain penelitian merupakan deskripsi yang lebih detail tentang metode dan tahaptahap yang harus dilakukan selama penelitian dilakukan. Disain studi akan menjadi cetak biru pelaksanaan penelitian ini. Di dalamnya akan dituangkan mengenai lokasi penelitian; panduan wawancara yang sudah final untuk keperluan SSI, FGD, wawancara biografi berdasarkan informasi yang dibutuhkan guna menjawab pertanyaan penelitian; rencana dan jadual kerja; analisis data; serta outline laporan yang lebih detail. Dalam menyusun desain studi ini tim sudah mendapatkan masukan yang cukup banyak dari konsultan kajian evaluasi, maupun expert lainnya yang terkait (ahli kualitatif dan ahli gender), baik yang diperoleh dalam workshop persiapan yang
PT. Prospera Consulting Engineers
19
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
dilaksanakan oleh proyek, maupun yang diperoleh dalam konsultasi langsung dengan tim kajian evaluasi.
3. Field Study: Pengumpulan Data Primer
Setelah disain studi dan panduan pertanyaan pokok telah selesai disusun, tim akan turun lapangan guna mengumpulkan data primer. Sesuai dengan pendekatan yang telah ditentukan, pengumpulan data dilakukan dengan FGD, SSI dan wawancara biografi. Dalam kerja lapangan ini, tim dibagi 2, yaitu: Tim Jender A, terdiri dari 4 (empat) peneliti yang akan melakukan pengumpulan data di 6 kota (Makasar, Gorontalo, Medan, Bengkulu, Surabaya dan Pasuruan); dan Tim Jender B, terdiri dari 2 (dua) peneliti yang secara terfokus akan melakukan pengumpulan data di Bima dan Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tim peneliti akan selalu menyampaikan perkembangan dalam pelaksanaan studi di lapangan kepada tim konsultan evaluasi (melalui email, telepon, tatap muka atau sms). Waktu yang digunakan untuk penelitian lapangan sekitar 2 bulan lebih yaitu pada bulan ke-3 an bulan ke-4. Karena penelitian ini dilakukan pada 6 kota yang berbeda (kecuali Mataram dan Bima) oleh 4 oprang peneliti, dengan tiap kota terdiri dari dua kelurahan, maka masing-masing kota akan dilakukan penelitian selama 10 hari. Untuk Mataram dan Bima akan dilakukan secara terpisah oleh 2 orang peneliti yang berbeda dengan durasi penelitian lapangan sekitar 15 hari untuk setiap kelurahan. Sebagai catatan, jadwal penelitian untuk kota Lhokseumawe dan Banda Aceh akan dibicarakan kemudian.
4. Analisis Data Sesuai dengan prosedur penelitian kualitatif, proses analisis data dimulai dengan: pertama, mempelajari seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber baik yang didapat dari penelusuran dokumen (data sekunder), FGD, maupun wawancara (data primer). Pada tahap ini, data dikelompokkan dan dipelajari guna melihat relevansinya
PT. Prospera Consulting Engineers
20
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
terhadap aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian. Kedua, melakukan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi; yakni dengan membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga konsistensinya sehingga tetap dalam koridor tema penelitian. Pada tahap ini Peneliti membuat ringkasan terhadap substansi berbagai dokumen sekunder, salinan catatan lapangan, maupun transkrip atas proses FGD dan wawancara mendalam. Ketiga, membuat satuan dan kategorisasi. Dalam hal ini, kategorisasi dilakukan terhadap data primer hasil wawancara untuk kemudian dipilah-pilah berdasarkan aspek-aspek yang diteliti. Data hasil penelitian lapangan kemudian diolah dan dianalisis oleh tim peneliti selama kurang lebih 1 bulan pada bulan ke-5. Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui serangkaian diskusi internal dan lokakarya analisis. Hasil pengolahan data selanjutnya dijadikan bahan untuk pembuatan laporan hasil penelitian yang disusun melalui tahapan penyusunan draft, diskusi internal, perbaikan draft, diskusi eksternal yang melibatkan pihak dari P2KP,World Bank dan narasumber dari luar pada workshop analisis di bulan ke-5; selanjutnya dilakukan finalisasi laporan pada bulan ke-enam. Output akhir yang diperoleh dari penelitian ini adalah laporan hasil penelitian tentang partisipasi perempuan pada program PNPM Mandiri perkotaan, berikut kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan. Studi ini dilakukan lintas disiplin (anthropolog, ahli jender, sosiolog, dan ahli pemberdayaan masyarakat) yang melibatkan satu orang penanggung jawab/ team leader (TL), lima orang technical assistance (TA) dari Prospera dan 1 orang local assistance di tiap kota. Penanggung jawab bertugas untuk (a) mengkoordinir keseluruhan kegiatan penelitian mulai dari persiapan, pembuatan desain penelitian, pengumpulan data, analisis data hingga final laporan. (b) melakukan koordinasi dengan sekretariat pengelola penelitian(P2KP), (c) mempertanggungjawabkan sekaligus mempresentasikan hasil penelitian kepada pengelola kegiatan (P2KP).
PT. Prospera Consulting Engineers
21
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
5. Workshop untuk Pembahasan Hasil Studi (Laporan Sementara) Untuk melengkapi hasil studi yang tertuang dalam Laporan Sementara, akan diselenggarakan lokakarya guna mempertajam dan melengkapi temuan studi. Lokakarya analisis ini juga bertujuan untuk membantu tim dalam pengembangan pandangan penting pada hasil analisis awal dan mengusulkan rencana analisis data yang sesuai. Tim peneliti akan mempersiapkan presentasi yang komprehensif menggunakan program Power Point dan bentuk lainnya. Hasil workshop ini diharapkan dapat memperkaya hasil studi sekaligus mempermudah bagi tim dalam merumuskan berbagai rekomendasi dan rencana tindaklanjut yang diperlukan sesuai maksud dan tujuan studi.
6. Penyusunan Laporan Final
Temuan-temuan studi akan dituliskan dalam sebuah laporan. Analisis akan dibuat berdasarkan kategori-kategori yang diperlukan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Selanjutnya Tim Peneliti akan mempresentasikan temuan-temuan studi dan terbuka terhadap konfirmasi baik yang bersifat metodologis maupun teknis studi. Laporan akhir ini akan mencantumkan strategi implementasi dan semua hasil kajian, termasuk kesimpulan dan rekomendasi. Laporan akan didahului dengan ringkasan eksekutif (executive summary) yang komprehensif
namun singkat. Semua alat
penelitian dan instrumen akhir yang digunakan selama kajian juga akan dilampirkan.
PT. Prospera Consulting Engineers
22
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 3 Tahapan pelaksanaan penelitian
2.6. Strategi Penelitian Dalam realitasnya, kegiatan kajian partisipasi perempuan ini dimulai dari kontrak kerja konsultan tanggal 15 Maret 2009 hingga 15 Novermber 2009 (saal laporan akhir ini diserahkan kepada tim Kajian Evaluasi). Berikut rentetan kegiatan dalam pelaksanaan kajian partisipasi perempuan: Tabel 4 Kegiatan Kajian Partisipasi Perempuan Item kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Kontrak kerja
15 Maret, 15 April, dan 15 Mei 20096
Pelatihan di Hotel Ambara
31 Maret – 4 April 2009
Inception report
15 Mei 2009
Turun lapangan
Tahap I: 18 Mei – 31 Juli 2009 Tahap II: 13 Juli – 15 Agustus (Mataram)
Diskusi Berseri di PKBI
Awal-15 September setiap selasa dan Kamis
Interim report
Oktober 2009
Konsultasi penulisan laporan akhir
I: 13 Oktober 2009 II: 28 Oktober 2009
6
Kontrak kerja antar anggota tim tidaklah sama sehubungan dengan terjadinya pergantian anggota tim. Ada yang dikontrak 6, 5, dan 4 bulan dengan sistem pembayaran salary bulanan. Sementara itu, pekerjaan molor dan otomatis waktu bertambah dalam penulisan laporan.
PT. Prospera Consulting Engineers
23
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
III: 22 Januari 2010 Penyerahan laporan akhir
15 dan 23 November 2009
Feed Back Tim KE
4 Desember 2009
Presentasi Hasil Kajian
10 Maret 2010
Untuk
kegiatan
lapangan
pengumpulan
data,
berikut
rangkaian
jadual
pelaksanaannya: Tabel 5 Kegiatan pengumpulan data Kota
Waktu Pelaksanaan
Gorontalo
18 Mei – 26 Mei 2009
Makasar
27 Mei – 4 Juni 2009
Bengkulu
8 Juni – 16 Juni 2009
Medan
23 Juni – 1 Juli 2009
Pasuruan
15 Juli – 21 Juli 2009
Surabaya
21 Juli – 31 Juli 2009
Bima I
18 -31 Mei 2009
Bima II
9-22 Juni 2009
Mataram I
15-28 Juli 2009
Mataram II
2-15 Agustus 2009
Tim kajian Partisipasi Perempuan beranggotakan 6 orang, 3 laki-laki dan 3 perempuan. Dalam tahapan penyelesaian laporan, pada akhir Oktober 2009,
tim
leader mengundurkan diri mengerjakan proyek lain dengan tanpa produk laporan dan sebagian besar data mentah berada padanya.
Pada akhirnya,
yang konsisten
mengerjakan laporan kajian dari 6 orang anggota tim hanya tiga orang, yakni hanya yang berjenis kelamin perempuan saja. Sayang sekali, ketidakaktifan anggota tim tidak mendapat sanksi apapun, sedangkan salary hampir semua sudah mereka terima dan pada akhirnya tanggung jawab penyelesaian laporan akhir jatuh pada orang yang dikontrak paling sedikit mendapat imbalan.
PT. Prospera Consulting Engineers
24
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Terkait dengan kasus tersebut di atas, baik untuk proyek, pihak manajemen, maupun leader umum tim evaluasi, tentunya harus dijadikan bahan refleksi sebab pada akhirnya dijumpai pihak-pihak tertentu yang dirugikan
baik secara materi dan
imateri. Bagi pihak manajemen perusahaan sebaiknya lebih jeli melihat kinerja para tenaga ahlinya apakah ia betul-betul bekerja ataukah ia hanya datang ke kantor sebatas ”setor muka” belaka. Dengan tanpa kejelian melihat kinerja mereka, pada akhirnya melahirkan ketidakadilan bagi pihak tertentu, apalagi tanpa ada sanksi apapun bagi mereka yang kurang dan tidak bertanggungt jawab. Akhirnya, keberadaan tenaga ahli seperti ini di samping merugikan anggota tim yang konsisten dan bertanggung jawab, juga merugikan pihak manajemen sendiri. Berikut adalah struktur tim kerja: Struktur tim Pra Pengunduran Diri Team Leader Andy Ahmad.Zaelany Team Leader
Ratna Laelasari Y.
A. Fathony
Marini Purnomo
Ary Wahyono
Elly Fardiana L.
Struktur Tim Pasca Pengunduran Diri Team Leader
Ratna Laelasari Y. Team Leader/Spesialis Jender
Elly Fardiana Latief Spesialis Pemberdayaan Masyarakat
Marini Purnomo Spesialis Pemberdayaan Masyarakat
Dinamika kelompok seperti itu ”terpaksa” diungkap sebab menjadi hambatan besar dalam menyelesaikan laporan kajian ini baik menyangkut subtansi yang berelasi dengan data maupun ketidakefektifan waktu, tenaga, dan pikiran atas anggota tim yang masih terlibat serius dan bertanggung jawab. Selain itu, hampir saja kajian tema ini dikategorikan studi yang gagal. Hal yang tidak kalah penting dengan diungkapnya kasus dinamika di atas adalah agar berbagai pihak mengambil pembelajaran agar
PT. Prospera Consulting Engineers
25
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
kegiatan serupa di masa mendatang tidak terulang dan perlu diantisipasi sejak dini. Selanjutnya adalah sebaran pengumpuan data di lapangan. Tabel 6 Sebaran Pengumpulan Data Lapangan Nama
Lokasi Studi
Ratna Laelasari Y.
Gorontalo, Makassar, Surabaya, Pasuruan, Bengkulu, Medan
Elly Fardiana Latief
Gorontalo, Makassar, Surabaya, Pasuruan, Bengkulu, Medan
Ary Wahyono
Bima, Mataram
Marini Purnomo
Bima, Mataram
Ahmad Fatony
Gorontalo, Makassar, Surabaya, Pasuruan, Bengkulu, Medan
Andy Ahmad Zaelany
Gorontalo, Makassar, Surabaya, Pasuruan, Bengkulu, Medan
Selain itu, strategi atau prosedur penelitian yang dijalankan untuk pengumpulan data primer di lapangan adalah sebagai berikut : Pertama, memilih 20 rumah tangga secara acak (systematic sampling) berdasarkan daftar keluarga miskin yang tersedia di kelurahan setempat. Rumah tangga terpilih adalah yang mengetahui sedikit banyak tentang P2KP. Dari rumah tangga ini akan dilakukan wawancara semi struktural (SSI) terhadap seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berusia minimal 17 tahun, sehingga total informan keseluruhan adalah 40 orang per-kelurahan. Tema wawancara tentang pendapat informan akan manfaat program-program P2KP bagi mereka dan tentang akses perempuan dan pria terhadap manfaat program tersebut. Kedua,
melakukan wawancara kepada para relawan yang terdaftar di kelurahan
terpilih. Untuk wawancara ini dilakukan metode survey, dengan menggunakan format kuesioner, dalam bentuk pertanyaan tertutup, mengenai demografi relawan. Informasi yang dicakup adalah gambaran tentang jenis kelamin, umur, etnis, status pernikahan, jumlah anak, pendidikan, kemampuan baca tulis, keterampilan tambahan, status sosial, pekerjaan dan status kepegawaiannya, keterlibatan dalam kelompok komunal, dan informasi lain yang terkait.
PT. Prospera Consulting Engineers
26
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Ketiga, Melakukan FGD kepada 10-15 orang relawan pria dan 10-15 orang relawan perempuan
yang
terdaftar
dalam
kelompok
terpisah.
Peserta
FGD
akan
merepresentasikan komposisi umur, status dan juga perbedaan tingkat kesejahteraan. Tema diskusi untuk kelompok ini mencakup motivasi dan harapan dari keikutsertaan sebagai relawan; hambatan, tantangan dan peluang atas keterlibatan mereka sebagai relawan. Perbedaan jenis kelamin dalam motivasi dan keterlibatan mereka dalam program P2KP merupakan sasaran informasi yang ingin digali dalam diskusi kelompok yang terpisah ini. Keempat, Setelah FGD, terhadap para relawan akan dilakukan wawancara biografi dengan fokus pada sejarah keterlibatan mereka dalam pekerjaan volunter ini, kualitas dan juga pengalaman-pengalaman mereka sebagai relawan di masa yang lalu, hambatan dan peluang untuk keterlibatan mereka dalam proses kegiatan program, serta kemauan dan komitmen untuk pekerjaan volunter di waktu yang akan datang7. Tahap kedua (survey relawan) dalam prosedur ini juga bisa dilakukan secara bersamaan dengan tahapan ini. Kelima, Selanjutnya, tahap 1,2,3
akan diulang untuk semua penerima manfaat
program yang terdaftar, terutama KSM-ekonomi. FGD dan wawancara biografi akan dilakukan terhadap mereka untuk mengidentifikasi masalah jender dengan penekanan pada akses untuk memperoleh manfaat dari program. Panduan wawancara khusus untuk anggota KSM ekonomi akan ditekankan pada penggunaan dan status dari mikro kredit yang diterima. Keenam, Wawancara semi struktur8 (SSI) secara kelompok terhadap anggota BKM perempuan dengan penekanan pada jender spesifik, hambatan dan peluang yang dihadapi dalam menjadi anggota BKM, kemudian bagaimana kepentingan kaum perempuan terepresentasikan pada pembuatan keputusan di BKM di waktu yang akan datang. Koentjaraningrat 1993. Metode penggunaan data pengalaman individu. Dalam Koentjaraningrat (ed.). Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Lewis, O 1959. Five families : Mexican case studies in the culture of poverty. New York, Basidc Books 8 Chambers, R. 1984. Metode pintas dalam pengumpulan data sosial untuk proyek-proyek pembangunan pedesaan. Jakarta, Balitbang Pertanian dan The Ford Foundation, hlm.11 – 12. 7
PT. Prospera Consulting Engineers
27
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Ketujuh, Wawancara semi struktur secara berkelompok dengan aparat kelurahan (Lurah dan aparatnya) untuk melihat perspektif dan pengalaman mereka tentang faktor sosial, ekonomi, budaya yang mempengaruhi kualitas dan jumlah dari partisipasi wanita dalam konteks lokal dan peluang potensial di masa depan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam program, begitu juga dengan prasyaratprasyarat pembangunan kapasitasnya. Kedelapan, Pada tingkat kota, dua FGD terpisah terhadap fasilitator akan dilakukan dengan 10 perempuan dan 10 pria, dengan penekanan pada perspektif fasilitator, pengalaman dan pandangan mereka terhadap hambatan dan peluang untuk meningkatkan partisipasi wanita pada tingkat sukarelawan, pemimpin komunitas, dan penerima manfaat program. Selain itu, terhadap tiap fasilitator
akan dilakukan
wawancara semi struktur untuk biografi (khususnya biodata, pendidikan, kualifikasi profesional, sejarah keterlibatan pada program P2KP). Kesembilan, Kemungkinan kami juga akan melakukan konsultasi berupa wawancara kelompok terhadap KorKot dan stafnya, begitu juga dengan KMW dan staf yang kami pilih, serta KMP yang merupakan pengelola program pada tingkat nasional. Penekanan wawancara tentunya tetap pada isu-isu strategi jender dan isu desain sensitif jender pada program kini dan program yang akan datang. Namun demikian, tidak semua srategi penelitian tersebut dilakukan persis seperti disebutkan di atas. Dalam realitasnya, strategi penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi warga miskin sebagaimana terdapat di dokumen PJM Prognangkis. Nama-nama warga miskin yang terdapat di dokumen itu dipilih dan diwawancarai. Sementara,
warga kelurahan yang menjadi anggota KSM diperoleh dari kantor
Korkot, dan kemudian dipilih secara random untuk dapat diwawancarai. Data warga miskin dari PJM Pronangkis juga dicocokkan dengan daftar KSM dari Korkot. Dengan cara verifikasi ini diperoleh informasi seberapa besar daftar keluarga miskin yang telah di data menjadi KSM terutama KSM Ekonomi.
PT. Prospera Consulting Engineers
28
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Demikian pula dengan relawan. Untuk melakukan wawancara dengan relawan peneliti berangkat dari data relawan yang ada di kantor Korkot. Dari data ini dipilih nama-nama relawan yang diwawancarai, yang dipilih secara random. Dengan cara seperti ini ditemukan
ketidakcocokan antara nama tertulis dengan fakta yang
sebenarnya. Misalnya, nama relawan yang tedaftar ternyata tidak ada, atau relawan merasa tidak lagi sebagai relawan, dsb. Dari wawancara dengan relawan ini diperoleh informasi
pemilihan relawan dan BKM di tingkat basis dan kelurahan. Dari
wawancara dengan relawan juga diperoleh daftar nama tokoh masyarakat yang harus diawancarai. 2.5. Pengalaman di Lapangan 2.5.1 Pengalaman Lapangan di Gorontalo. Makasar, Bengkulu, Medan, Pasuruan, dan Surabaya Adalah sangat menarik ketika pengumpulan data di 6 kota tersebut di atas. Suka duka silih berganti di antara dinamika kelompok yang “berwarna” di setiap kota ketika manusia asing yang dipersatukan dalam tim harus bekerja keras saling beradaptasi. Tentunya tidak mudah kerja tim yang sebelumnya tidak pernah bertemu dan tidak pernah tahu karakteristik personalitas antara satu dengan yang lainnya. Namun itu semua dapat diatasi dengan pengertian dan kerendahan hati serta kesabaran untuk mengelola ego masing-masing. Selanjutnya, bagaimanakah pengalaman Tim A dalam menjalankan strategi dan langkah-langkah pengumpulan data di setiap kota? Kota pertama yang dituju adalah Gorontalo kemudian Makasar, Bengkulu, Medan, Pasuruan, dan terakhir kota Surabaya. Langkah-langkah pengumpulan data semua dilalui di setiap kota sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Akan tetapi terkendala oleh masalah teknis yang terkait dengan budaya lokal berikut dekat tidaknya lokasi studi dengan KMW. Oleh karena itu tidak selamanya di setiap lokasi studi dapat berjumpa dengan staf KMW.
PT. Prospera Consulting Engineers
29
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Di setiap lokasi studi selalu diawali dengan penyusunan jadual bersama dengan aslok, korkot ataupun faskel dan BKM yang mengetahui
secara pasti adat istiadat
masyarakatnya. Pengumpulan data diawali dengan SSI lurah ataupun staf dilanjutkan dengan kunjungan ke warga miskin dan dilanjutkan dengan jadual pengumpulan data lain disesuaikan dengan kondisi lokal dan yang sudah dijadualkan seperti FGD dengan relawan dan KSM ataupun SSI dengan BKM. Kunjungan ke warga miskin, biasa tidak bisa selesai dalam waktu sehari ataupun dua hari. Jika di hari pertama dan kedua belum usai dilanjutkan keesokan harinya di sela-sela kegiatan FGD. Jika waktu yang tersedia masih cukup, tim A mendatangi kantor pemda seperti Bapeda atau Bapermas. Pertemuan dengan Bapeda dengan Bapermas diatur oleh korkot dan pola waktunya tidak selalu sama di satu kota dengan kota lainnya. Selama di lapangan dijumpai pengalaman paling mendebarkan tatkala perjalanan menuju kepulauan Kodingareng. Ketika baru duduk di bangku kapal penumpang di Kota Makasar, tiba-tiba gelombang terasa besar dan kapal terombang-ambing. Meskipun demikan kapal tetap melaju dan baru berjalan kurang lebih seperempat jam, ombak semakin membesar dan menghantam perahu berulang-ulang serta hampir saja kapal penumpang terbalik.. Air di bawah geladak semakin banyak dan ketika sampai di tepi pulau Salmona kapal berhenti menunggu gelombang mengecil. Para penumpang harap-harap cemas dengan suara dzikir yang terus mengalun sepanjang perjalanan dan ombak pun belum jera menghantam tubuh perahu dengan keras dan badanpun terpental karena terlepas dari pegangan tempat duduk. Ketika peristiwa tersebut berlangsung, yang diingat adalah nasib para faskel yang berkewajiban mendampingi Kodingareng. Apakah mereka diasuransijiwakan oleh SNVT? Bagaimanakah nasib keluarganya jika maut menjemput di laut tatkala kejadian serupa terulang lagi? Apakah kebutuhan khas lokal semacam itu sudah menjadi bagian dari program P2KP? Tentunya, hal itu harus menjadi bahan refleksi. Dengan kondisi seperti itu apakah strategi penelitian tetap bisa dilakukan? Strategi atas metode: SSI, FGD, Studi biografi dapat berjalan sesuai rencana di seluruh wilayah kajian. Akan tetapi, ada kendala teknis yang dapat mempengaruhi
PT. Prospera Consulting Engineers
30
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
kualitas data yang didapat. Antara Tim A dan B mempunyai kendala yang berbeda karena konteks dan waktu di lapangan berbeda. Tim A mengalami berbagai kendala di lapangan diantaranya: 1. Penjadwalan
sangat
disesuaikan
dengan
kondisi
informan
sehingga
mempengaruhi alur pengumpulan data. 2. Kesulitan memenuhi jumlah informan (FGD KSM, Relawan) 3. Waktu yang relatif singkat (saat SSI dengan gakin sangat menyesuaikan dengan kondisi ketika berlangsung wawancara) 4. Tidak ditemui 2 informan dalam 1 KK 5. Masalah bahasa (di Gorontalo dan Makasar masih ada warga yang tidak bisa berbahasa Indonesia sehingga dibantu aslok untuk menterjemahkan) 6. Kesibukan dan kebiasaan lokal (di Panggung Rejo warga bersedia ditemui ketika tidak melaut yaitu hari Jumat saja, di Ampel kesepakatan waktu FGD berubah-ubah karena kesibukan warga yang sebagian besar bermata pencaharian pedagang dan Kodingareng pada malam hari pagi hari karena pergi melaut) 7. Informan yang tidak ada/tidak dapat ditemui (Koordinator BKM Dulomo Selatan tidak berhasil ditemui meskipun sudah didatangi ke rumahnya) Kendala-kendala
tersebut,
mengakibatkan
arus
pengumpulan
data
seperti
digambarkan dalam tabel di bawah, kecuali di Bima dan Mataram. Tabel 7. Arus Data Kota/Kelurahan
Arus Pengumpulan Data
Gorontalo Pohe
Dulomo
Bappeda
Lurah
BKM
Korkot
BKM
KSM
Gakin
Relawan
Gakin
BKM
Gakin
Faskel Korkot
Relawan
KSM
Lurah
Faskel
Selatan
PT. Prospera Consulting Engineers
Korkot
31
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Makasar Kodingareng
Bappeda
Gakin
Lurah
Gakin
BKM Pattingaloan
Lurah
g
BKM
Gakin
KSM
Relawan
Gakin Relawan
KSM
Faskel KMW
Faskel
Korkot
Bengkulu Kampung
KMW
Bappeda
Lurah
Bali
Gakin
Relawan
Faskel
BKM
Gakin
Korkot
KSM Kebun Geran
Lurah
Gakin
KSM
BKM
Relawan
Medan Belawan 2
KMW
Lurah
FGD
Gakin,
Faskel
Korkot
BKM
Relawan
Ulang
KSM
KSM
lurah
Relawan
Gakin
Lurah
Karang Berombak
Gakin
SF
BKM Gakin
Pasuruan Kepel
Korkot
Bapermas
KSM
BKM
BKM
Panggung
Camat
Gakin
UPL
UPK
Rejo
Lurah
Relawan
UPS
Korkot
Faskel BKM Surabaya Tembok
BKM
Lurah
Lurah
Gakin
Dukuh
Lurah
Gakin
Gakin
Koord.
pusat
KMW
BKM
dan
Gakin
Faskel
KSM
SNVT
Relawan
provinsi
Korkot Ampel
BKM
Gakin
PT. Prospera Consulting Engineers
Gakin
Gakin
Faskel
32
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Lurah
Relawan
Gakin
KSM KMW
Korkot 2.5.2. Pengalaman Lapangan di Bima dan Mataram Kendala utama yang terjadi di lapangan bisa dirinci dalam beberapa hal. Pertama, untuk wawancara warga miskin para peneliti sering mengalami kesulitan, sebab pada waktu yang sama bisa mewawancarai satu pria dan satu perempuan dalam satu rumah tangga. Tidak jarang peneliti harus datang dua kali untuk satu rumah tangga. Cara lain, adalah mendatangi tempat kerja atau tempat berada laki-laki dari anggota keluarga miskin tersebut. Bila sudah mengalami kesulitan karena waktu penelitian yang terbatas, maka wawancara tentang laki-laki terebut diwakilkan kepada informan perempuan saja. Kendala kedua adalah tidak adanya surat identitas resmi atau surat pengantar yang menerangkan diri para peneliti sehingga pernah memperoleh penolakan keras dari salah satu daerah penelitian. Awalnya peneliti mengira sudah ada pemberitahuan langsung dari pihak proyek kepada daerah-daerah studi, khususnya kelurahankelurahan yang menjadi sample dari kajian partisipasi perempuan, tetapi ternyata tidak. Ketiga, administrasi yang buruk dari
pihak BKM, sehingga sering memperoleh
kesulitan mendapat data yang valid tentang jumlah maupun identitas diri dari relawan, tentang KSM bahkan tentang anggota BKM yang juga sering mutasi. Kendala keempat adalah bahasa daerah. Informan di daerah studi tertentu sangat sulit berbahasa Indonesia dan lebih nyaman menggunakan bahasa daerah, sehingga terpaksa peneliti menggunakan jasa penerjemah bahasa. Kehadiran penerjemah tentu saja akan berpotensi mengganggu obyektivitas data, hal ini tidak mudah untuk diminimalkan.
PT. Prospera Consulting Engineers
33
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Alur penelitian yang diterapkan tidak selalu sesuai dengan apa yang sudah dirancang sebelum berangkat ke lapang. Mestinya tahapan wawancara dilakukan dengan pola bottom up, seperti berikut : wawancara keluarga miskin, lalu wawancara relawan, kemudian KSM yang dilanjutkan dengan wawancara BKM dan seterusnya. Pada prakteknya tidak selalu bisa dengan pola ideal seperti itu. Hambatannya adalah 1) ketersediaan waktu dari informan, 2) alur birokrasi dan 3) untuk memperoleh informasi-informasi tertentu lebih awal. Pola ideal akan memungkinkan memperoleh informasi-informasi secara berjenjang dan bisa diperbandingkan serta konfirmasi atas data-data yang sebelumnya sudah diperoleh. Pola praktis yang diterapkan lebih sering utuk mengakomodir ketersediaan waktu dari informan. Pola umum sebagai berikut : menemui Lurah dan aparatnya untuk minta ijin sekaligus wawancara, lalu menemui BKM untuk merancang jadwal wawancara pada masyarakat maupun pengurus P2KP di kelurahan tersebut. Setelah selesai dari kelurahan tersebut barulah dilakukan wawancara terhadap faskel, korkot, KMW. Pelaksanaan penelitian lapangan di Kota Mataram dan Kota Bima dapat dijelaskan, sebagai berikut : Tahap I: Melakukan audiensi awal/perkenalan dengan Korkot dan Tim. Selain sebagai ajang perkenalan dengan tim korkot, pada tahap ini peneliti menjelaskan tujuan dan arah dari kajian ini kepada tim korkot, sehingga tidak terjadi misunderstanding (penting untuk meyakinkan tim korkot bahwa yang kita lakukan bukanlah evaluasi, tapi lebih merupakan kajian yang sifatnya ingin mendapatkan lesson learned dari pelaksanaan P2KP di lapangan, baik dari lokasi yang dikategorikan ”tingkat partisipasi rendah” maupun yang masuk dalam kategori ”tingkat partisipasi tinggi”, dimana lokasi ditentukan berdasarkan data SIM (Sistem Informasi Manajemen). (Note: ketika diinformasikan tentang lokasi yang dipilih, tim korkot Mataram maupun Bima agak mempertanyakan lokasi tersebut, karena dipandang yang selama ini yang partisipasi perempuannya tinggi atau rendah bukan lokasi yang terpilih tersebut)
PT. Prospera Consulting Engineers
34
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Dari audiensi awal ini kita memperoleh gambaran umum lokasi yang menjadi sasaran kajian, dan siapa yang menjadi informan kunci (key person). Selanjutnya mencari data sekunder yang terkait, seperti: social mapping9, PJM Pronangkis, KSM, relawan, BKM, data capaian PAD dll. Tahap II: Melakukan review data sekunder (data social mapping, PJM Pronangkis, data KSM, data relawan, data BKM, data capaian PAD ).Data Sekunder menjadi dasar dan entry point peneliti untuk menyusuri calon informan baik warga miskin, relawan, BKM, KSM. Dari data ini kita juga sudah bisa melihat sekilas/ringkasan biografi dari keempat elemen masyarakat yang terkait dengan program P2KP di tingkat kelurahan. Tahap III: Audiensi/Perkenalan Awal dengan anggota BKM Tahap ini merupakan tahap perkenalan, kulonuwun/permisi (bukan wawancara) dengan anggota BKM, menjelaskan tujuan penelitian (disini juga penting meyakinkan tim BKM bahwa kita tidak sedang melakukan evaluasi atau memberikan sanksi, tapi justru ingin mencari pembelajaran, mencoba mencatat apa yang menjadi permasalahan anggota BKM dalam melaksanakan P2KP dan nantinya akan mencoba mencari solusi yang tepat untuk menghadapi permasalahan yang ada, yang intinya untuk perbaikan pelaksanaan P2KP di masa datang. Jika ada praktek2 yang baik di lokasi tersebut, diharapkan bisa ditularkan di tempat lain, terutama terkait partisipasi/peran perempuannya.Dari pertemuan awal ini sedikit bisa dipetakan, siapa yang hadir dalam pertemuan tersebut (Biasanya yang hadir tidak semua anggota BKM yang terdaftar, kurang dari 50%, dan biasanya mereka yang selama ini memang terlibat aktif di P2KP). Dalam pertemuan tersebut diperoleh informasi tentang kantong2 miskin yang ada di keluraha tersebut. Disini kita mulai mengidentifikasi Lingkungan/RW/RT yang ada di kelurahan tersebut, dan mencatat key person yang ada di setiap lingkungan 9
Data social mapping untuk Kota Mataram tidak diperoleh, karena pelaksanaan P2KP di lokasi study
masuk lokasi lama (2004), dan faskel yang dulu bertugas sudah banyak yang dimutasi/keluar dari P2KP.
PT. Prospera Consulting Engineers
35
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Tahap IV: Bertemu/berkenalan dengan elit lokal (seperti Kepala lingkungan/RW/RT, sekaligus menyisir warga miskin (gakin), KSM, relawan di lingkungan yang bersangkutanPenyusuran tim biasanya dilakukan per-lingkungan (RW), mengingat jumlah lingkungan cukup banyak, dan lokasinya cukup jauh, sehingga setiap masuk suatu lingkungan tim akan langsung menyusuri komponen masyarakat yang ada (elit lokal – RT/RW, KSM, Relawan) Wawancara dengan elit penting untuk melihat pengetahuan yang bersangkutan ttg pelaksanaan P2KP, dan bagaimana proses awal itu berlangsung (mulai dari pemilihan relawan, perwakilan calon anggota BKM ke tingkat kelurahan), dan mengetahui sejauhmana koordinasi/hubungan yang terjalin antara pelaku P2KP (BKM, relawan, KSM) dengan RT/RW. Jika ”Elit” ini cukup tahu ttg pelaksanaan P2KP biasanya yang bersangkutan bisa memberikan referensi ke tim peneliti siapa saja warganya yang cukup paham/tahu ttg P2KP (biasanya relawan, BKM), siapa yang pernah dibantu (bedah rumah) P2KP, siapa elit/tokoh perempuan lingkungn, dan informan2 lainnya Penyusuran dimulai dari lingkungan/RW/RT yang paling banyak kantong miskinnya, dan memotret kegiatan perempuan pada umumnya di lingkungan tersebutPenyisiran gakin. Pada awalnya PJM Pronangkis hendak dijadikan sebagai basis penelusuran, namun karena keterbatasan pengetahuan dalam mengenal lingkungan yang ada, maka observasi langsung ke kantong2 kemiskinan lebih memungkinkan. Dalam penyisiran gakin juga dilakukan potret terhadap sumber matapencaharian gakin di lingkungan yang dituju, karena bisa berbeda antara satu lingkungan dengan lingkungan lainnya, dan kegiatan perempuan miskin di lingkungan tersebut. Penyisiran relawan menggunakan data relawan terdaftar yang diperoleh dari korkot/data SIM. (Tidak jarang ditemui nama2 relawan yang ada didaftar ternyata tidak dikenal, salah alamat, tidak pernah merasa jadi relawan dll)
PT. Prospera Consulting Engineers
36
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Penyisiran KSM kadang menggunakan data KSM yang ada, kadang berdasarfkan informasi yang diperoleh dari warga.Tidak sedikit relawan juga adalah KSM, anggota BKM, RT/Kepala lingkungan, tokoh masyarakat, sehingga informasi bisa diperoleh secara konprehensif Tahap IV: ini dilakukan ke lingkungan/RW/RT yang lain secara berulang-ulang. Biasanya dibutuhkan waktu 5-6 hari untuk menyisir lingkungan ini. Tahap V: Konfirmasi temuan/informasi/data ke Tim Korkot (Faskel, Senior Faskel Askot, Korkot) dan anggota BKM Secara pararel dengan tahap IV, peneliti secara terus-menerus meng-cross check atau mengkonfirmasi informasi/data yang diperoleh di lapangan kepada Tim Korkot dan anggota BKM Pada tahap ini juga sekaligus melakukan SSI dengan anggota BKM. SSI dengan BKM dalam rangka konfirmasi data ini biasanya dilakukan dengan sangat informal (tidak dalam suasana seperti wawancara), misalnya sambil pijet di rumah BKM, sambil bantu masak, sambil belanja dll .SSI dengan tim korkot (Faskel, Senior Faskel Askot, Korkot). SSI ini selain untuk mengetahui ttg ”dunia ke-P2KP-an” dalam pandangan tim korkot, juga mengkonfirmasi temuan lapangan terutama kepada faskel pendamping (termasuk menanyakan strategi mereka dalam mendorong perempuan untuk terlibat aktif di P2KP). (Note: SSI ini kadang dilakukan secara berkelompok, dan juga banyak dilakukan secara informal) Tahap
VI:
Melakukan
SSI
dengan
anggota
BKM
yang
tidak
aktif/bermasalah/oposisi/barisan sakit hati secara khusus dan informal. Tim peneliti melakukan pelacakan terhadap semua anggota BKM yang namanya terdaftar. Biasanya dari informasi di lapangan akan diketahui siapa anggota BKM yang berperan sebagai apa dan bagaimana dalam pelaksanaan P2KP (aktif/tidak, bermasalah/tidak dll). Nama anggota BKM yang bermasalah biasanya lebih populer di masyarakat dan mudah diingat wargaKepada anggota BKM yang seperti ini agak
PT. Prospera Consulting Engineers
37
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
dibutuhkan ”tips dan strategi” yang tepat untuk menggali informasi dan juga mengcross check data/informasi yang diperoleh selama tahap III dan tahap IV Tahap VII: Audiensi dan Perkenalan dengan Tim KMW (Propinsi) Tahap ini sama dengan yang dilakukan pada tahap I, namun dalam perspektif yang lebih umum menyangkut karakteristik umum wilayah ini (Bagaimana Mataram, dan Bagaimana Bima), menyangkut design program P2KP secara umum termasuk yang terkait dengn partisipasi/peran perempuan, membandingkan P2KP dengan program2 pembedayaan lain yang ada di wilayah ini dll (yang sifatnya umum) Tahap VIII: Melakukan FGD (Relawan, KSM, dan BKM --- khusus BKM Jika diperlukan saja). Yang mengundang FGD ini adalah BKM. Permasalahannya kemudian adalah: seringkali yang diundang BKM ini tidak tepat sasaran (misalnya yang diundang adalah orang2 yang selama ini tidak terlibat apa2 di P2KP dan baru tahu P2KP saat diundang untuk hadir di FGD, orang-orang yang pro BKM sehingga informasinya datar dan monoton), sehingga tidak banyak info yang bisa digali dari FGD ini. Akibat peserta yang tidak tepat sasaran, peneliti sempat berinisiatif mengundang relawan/KSM untuk FGD dengan menggunakan data skunder yang ada (dengan asumsi lebih objektif dan tepat sasaran), namun peneliti kesulitan mendapatkan orang yang dimaksud dalam data skunder, karena kadang ada yang tidak mengaku sebagai KSM/relawan, alamatnya tidak ketemu, dan kita tidak dikenal. Peneliti juga sempat melibatkan relawan aktif untuk mengundang/mencari peserta FGD, namun si relawan juga gagal, karena banyak yang tidak mau, dan memang tidak banyak yang dikenal oleh relawan jika peserta tersebut bukan dari lingkungannya sendiri Sebagai catatan: (1) Untuk FGD relawan sangat sulit mencari relawan lama/terdaftar sejak awal, karena banyak yang sudah tidak mau lagi berhubungan dengan yang namanya P2KP karena sakit hati/kecewa atau tidak mau melibatkan diri atau tidak pernah dilibatkan atau diajak mendapatkan manfaat dari P2KP, (2) Untuk FGD KSM, terutama pemanfaat ekonomi sangat sulit dihadirkan (Kota Mataram), karena ke-2
PT. Prospera Consulting Engineers
38
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
lokasi di Mataram RR-nya dianggap gagal, dan KSM takut sekali jika ada pertemuan seperti FGD ini. FGD BKM yang tidak menjadi bagian dari design studi ini justru memberikan kontribusi dan input yang cukup banyak, karena memang mereka adalah orang-orang yang selama ini terlibat langsung dan sejak awal di P2KP. FGD ini juga ternyata menjadi ajang ”reunian” bagi anggota BKM yang selama ini tidak aktif. Tahap IX: Melakukan FGD Faskel FGD Faskel sengaja dilakukan diakhir, disamping untuk mengetahui informasi seputar ”dunia kefaskelan”, juga untuk meng-cross check informasi lapangan (Yang mengundang FGD ini adalah Korkot, dan biasanya yang diundang korkot adalah faskel2 yang memang punya ”sejarah” pendampingan di lokasi studi, sehingga bisa bercerita ttg kefaskelan maupun bisa dilakukan konformasi terhadap hasil lapangan). FGD faskel ini sangat membantu tim untuk mencari benang merah atas permasalahan yang muncul di lapangan Tahap X: Wawancara aparat kelurahan – Lurah dan Mantan Lurah (Sekaligus minta stempel dan tanda tangan SPPD) Wawancara dengan aparat kelurahan ini penting untuk mengetahui kegiatan2 apa saja yang ada di kelurahan tersebut terkait dengan perempuan, dan melihat sejauhmana aparat kelurahan tahu ttg P2KP di wilayahnya. Wawancara kepada aparat kelurahan tidak hanya dilakukan peneliti kepada lurah yang sedang menjabat saat ini, tapi juga kepada lurah yang pernah menjabat saat awal program masuk ke kelurahan tersebut. Ini dilakukan terutama kepada kelurahan yang lurahnya baru menjabat, dan belum tahu tentang pelaksanaan P2KP di kelurahan yang bersangkutan Tahap XI: Wawancara dengan Tokoh agama/masyarakat setempat Tim peneliti juga mencari informasi tentang tokoh masyarakat/tokoh agama yang disegani oleh masyarakat setempat. Disini tim akan mencoba menggali pandangan informan tentang peran perempuan di ranah publik
PT. Prospera Consulting Engineers
39
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Tahap XII: Mengunjungi tempat-tempat bersejarah/yang menjadi konsentrasi masyarakat setempat.Misalnya: mengunjungi musium Kerajaan Bima di Bima, dan mengunjungi wilayah Sekotong yang menjadi konsentrasi masyarakat Karang Pule dalam menambang emas (sebagai mata pencaharian yang selama ini menggerakkan ekonomi masyarakat Kelurahan Karang Pule, yang terkenal dengan kerajinan Mas Mutiaranya: dikelan dengan wilayah Sekarbele) Tahap XIII: Wawancara dengan Badan Pemberdayaan Perempuan Tingkat Kota Ini dilakukan untuk mengetahui perspektif pemerintah di tingkat kota tentang peran perempuan dan program2 yang ada di badan tersebut terkait pemberdayaan perempuan. Tahap XIV: Wawancara dengan Bappeda Tingkat Kota Wawancara ini penting untuk melihat koordinasi pelaksanaan program pemberantasan kemiskinan yang berlangsung di tingkat kota, persoalan dana sharing, channelling, Dana PAKET, kondisi kemiskinan kota, dll Bagaimana Proses Penelitian lapangan yang dijalankan di Bima dan Mataram? Setiap informan yang dijumpai memiliki cerita sendiri-sendiri. Berikut paparannya. Keluarga Miskin. Metode wawancara informal/bebas tampaknya lebih tepat dipakai untuk informan kategori keluarga miskin. Melalui metode wawancara bebas peneliti dapat menciptakan pertanyaan penting yang bisa memicu informan berminat untuk diajak berbicara lebih dalam. Disni peneliti tidak bisa langsung menanyakan substansi penelitian tentang P2KP kepada informan kecuali harus melakukan wawancara informal atau bebas oleh karena dalam faktanya banyak warga masyarakat tidak mengetahui ”istilah P2KP”.
Dengan melakukan wawancara bebas dan observasi
langsung ke warga masyarakat miskin diawal kajian, peneliti bisa mendapatkan gambaran kondisi kemiskinan di kelurahan yang bersangkutan. Beberapa karakteristik kemiskinan yang diperoleh misalnya jenis mata pencaharian, dan konsentrasi kantong kemiskinan di kelurahan tersebut.
PT. Prospera Consulting Engineers
40
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Metode wawancara bebas dan observasi dilakukan peneliti agar bisa menentukan dan memilih keluarga miskin yang akan diwawancarai dengan SSI. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak bisa memakai daftar keluarga miskin yang tercantum dalam PJM Pronangkis. Selanjutnya SSI kepada warga miskin dilakukan peneliti dengan melihat kategori kemiskinan berdasarkan mata pencaharian dan sebaran kantong kemiskinan yang diperoleh dari observasi maupun informasi dari masyarakat. Jadi, SSI warga miskin ini dilakukan secara purposive menurut jenis mata pencaharian dan tipologi lingkungan (nelayan, pengrajin, buruh, dll). Jadi dengan demikian, kombinasi wawancara bebas dan SSI adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk kelompok warga miskin. Dengan cara seperti ini peneliti mendapatkan informasi secara detail posisi perempuan dalam ekonomi rumah tangga dan keterlibatan perempuan dalam P2KP. Dengan metode wawancara bebas peneliti bisa mengembangkan pertanyaan di di lapangan. Sebagai contoh adalah apakah daftar warga miskin dalam PJM Pronangkis digunakan sebagai kebijakan penentuan perempuan miskin dalam menerima BLM? Mengapa BKM tidak optimal menggunakan PJM Pronangkis sebagai basis penentuan pemanfaat progam (terutama bina ekonomi), dan seterusnya. Dengan pertanyaanpertanyaan seperti itu, peneliti bisa memperoleh
gambaran situasi sosial yang
dihadapi perempuan miskin dalam pemanfaatan program P2KP dan gambaran profil kecenderungan KSM, baik ekonomi, sosial maupun fisik/lingkungan, juga kinerja BKM, faskel, hubungan BKM kelurahan. Oleh karena itu, informasi awal tini merupakan bahan untuk melakukann klarifikasi dengan pihak-pihak lain (Relawan, BKM, Faskel, Korkot, Lurah). KSM. Dari wawancara bebas dengan pelbagai pihak, terutama dengan warga miskin peneliti bisa mendapatkan nama-nama anggota KSM. Nama-nama peserta KSM yang diperoleh dari lapangan selalu kita bandingkan dengan daftar tertulis
yang kita
peroleh dari BKM atau Asmandat. Dari sini kita dapat mengembangkan berbagai pertanyaan, mengapa si A mendapat, sementara si B tidak, apa dasar penentuan dan seterusnya.Dalam melakukan wawancara bebas atau SSI, peneliti yang menentukan sendiri nama anggota KSM atau UP. Nama –nama KSM yang diwawancarai sengaja
PT. Prospera Consulting Engineers
41
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
tidak diketahui BKM dengan tujuan peneliti ingin mendapatkan fakta yang sebenarnya. Peneliti mendatangi ke rumah (tidak dikumpulkan) dan tanpa didampingi BKM. Berbeda dengan kegiatan FGD KSM. Peneliti sengaja meminta BKM untuk mendatangkan atau menghadirkan peserta KSM. Strategi ini sengaja dilakukan sekaligus untuk menilai kinerja BKM. Sejauhmana BKM masih memiliki hubungan dengan KSM-KSM yang ada di kelurahan. Relawan. Peneliti mempelajari dulu bagaimana proses penentuan pemilihan relawan itu dilakukan baik di tingkat basis/lingkungan dan kelurahan. Dari sini diperoleh gambaran siapa orang kunci dalam proses pemilihan/penentuan relawan. Orang kunci ini diperoleh setelah peneliti melakukan wawancara informal/bebas terlebih dahulu dengan semua pihak yang mengetahui soal ini (BKM, Faskel, warga masyarakat,dll). Nama relawanan yang diperoleh dari lapangan kita cocokan dengan daftar relawan yang ada (diperoleh dari Asmandat/Korkot). Dari sinilah kemudian peneliti dapat melakukan kategori kerelawanan yang ada di lapangan berdasarkan keaktifan dalam P2KP. Tipologi profil relawan selanjutnya kita pilih untuk diwawancarai secara mendalam, Fokus kita bukan pada jumlah relawan yang akan diwawancarai tetapi sejauhmana isu-isu dapat kita peroleh dengan benar dan tuntas. Peneliti tidak bisa mengandalkan informasi satu kali saja. Oleh karena itu, setiap informan (1 orang) bisa diwawancarai berkali-kali. FGD relawan. Peneliti sengaja meminta BKM untuk mengundang atau mencarikan FGD. Strategi ini merupakan metode untuk mengetahui sejauhmana kerelawanan itu ada dan seberapa jauh relawan di kalurahan ini masih eksis. Dari berbagai FGD yang dilakukan, terbukti
ada BKM yang tidak mampu menghadirkan relawan yang
diminta. Kegiatan FGD relawan adalah bagian dari klarifikasi kita dari informasi yang kita peroleh dari SSI. Seperti diketahui bahwa dalam faktanya terjadi kekecewaan relawan terutama ketika BKM sudah terbentuk, dan pada akhirnya banyak relawan yang “mengundurkan diri” atau “dimundurkan”. Dinamika dalam kerelawanan ini lebih dilakukan dengan menggunakan metode wawancara bebas/informal, dan dikombinasikan dengan SSI.
PT. Prospera Consulting Engineers
42
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
SSI BKM, Dengan melakukan wawancara bebas dengan pelbagai pihak (Keluarga miskin, relawan, KSM dan anggota BKM), peneliti mendapat dinamika yang terjadi dalam BKM. Dengan cara ini maka diperoleh profil dan “klik” anggota BKM. Konflik-konflik yang terjadi dalam BKM kita investigasi agar memperoleh gambaran secara mendalam dinamika dalam BKM. Sementara SSI kita lakukan agar penelitian tidak lupa focus pada persoalan partisipasi perempuan. Faskel dan Kokot. Apa yang kita peroleh dari lapangan selalu dikonfirmasikan dengan faskel dan Korkot. Peneliti selalu melakukan wawancara berulang-ulang kepada mereka sehingga kita bisa mendapatkan fakta yang sebenarnya dan memahami apa yang terjadi. Selanjutnya dalam kegiatan FGD Faskel tinggal melakukan klarifikasi saja, terutama terkait dengan posisi faskel dalam menyikapi dinamika yang terjadi dalam BKM, sikap lurah, dll. SSI Kelurahan. SSI dengan kelurahan pada prinsipnya yaitu melakukan metode wawancara yang sifatnya investigatif. Karena itu, peneliti melakukan wawancara dengan lurah setelah diperoleh informasi sebelumnya yang terkait dengan peran kelurahan sehingga hal-hal yang didapatkan tidak bersifat normatif saja dan substansi yang ditanyakan bisa lebih kaya dan mendalam. Dari uraian di atas dapat disampaikan bahwa bottom-up model yang dipakai sebagai strategi pengumpulan data. Peneliti tidak melakukan pentahapan wawancara sebagaimana direkomendasikan secara kaku. Urutan tahapan praktis tidak dipakai. Jadi kita bisa melakukan wawancara sekaligus dengan berbagai informan di level basis/lingkungan dalam suatu kelurahan. Hal ini juga mengingat beberapa kelurahan lokasinya berjauhan antara satu lingkungan dengan lingkungan lainnya. Metode wawancara bebas selalu dilakukan untuk membantu menenetukan informan yang akan diwawancarai/dipilih (pada metode SSI), sekalipun kita memiliki daftar tertulis (data skunder). Dalam penentuan informan tersebut, peneliti bebas menentukan sendiri tidak dipengaruhi pihak manapun (termasuk oleh anggota BKM).
PT. Prospera Consulting Engineers
43
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Metode wawancara bebas juga berguna untuk melakukan improvisasi pertanyaan di lapangan. Jadi dengan demikian, peneliti tidak terjebak melakukan verifikasi pertanyaan yang dibuat di Jakarta, tapi bisa menangkap fenemona yang terjadi di masyarakat terkait pelaksanaan P2KP di tingkat basis sampai ke level kota. Sedangkan metode SSI berguna bagi peneliti agar focus penelitian tidak lepas dari substansi partisipasi perempuan dalam P2KP (mengacu ke pertanyaan penelitian). Pilihan terhadap kombinasi metode investigatif, wawancara bebas, SSI juga menghindari peneliti terjebak pada studi jender yang lepas dari konteks P2KP. Dalam pelaksanaan FGD, jumlah informan (10 orang/FGD) dijadikan dasar bagi peneliti, walau dalam kenyataannya banyak yang tidak tercapai, namun dalam SSI peneliti lebih mementingkan
kedalaman atau ketuntasan sebuah fakta (jumlah
informan bisa lebih banyak dan lebih bervariasi, karena pengaruh snowballing effect dalam menentukan informan). Dengan demikian, penelitian sering kali melakukan wawancara berulang-ulang
dengan informan yang sama. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini harus menemukan “informan kunci”, baik yang terdapat di komunitas masyarakat,
relawan/mantan
relawan,
KSM,
BKM/mantan
BKM
maupun
Faskel/mantan Faskel. Orang-orang kunci tersebut yang diwawancari berkali-kali sampai ada kejelasan dan tuntas ttg suatu issu atau fenomena. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa arus pengumpulan data baik secara top down ataupun bottom up memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri, yaitu: 1. Proses pengumpulan data baik top down maupun bottom up, sama-sama mempengaruhi keterwakilan, kelengkapan, dan kedalaman data. 2. Bedanya, ketika proses bottom up digunakan kita memiliki kekayaan data sebagai masukan ataupun yang dipertanyakan berangkat dari data objektif di lapangan baik kepada BKM, faskel, korkot, maupun KMW.
PT. Prospera Consulting Engineers
44
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
BAB 3 PARTISIPASI PEREMPUAN SEBAGAI KSM, BKM, RELAWAN, DAN FASKEL DALAM P2KP/PNPM: ANALISIS MIKRO DAN KONTEKSTUAL Dalam bab ini dibahas gambaran umum partisipasi perempuan dan laki-laki sebagai KSM, BKM, relawan, dan faskel dan dilanjutkan dengan analisis mikro, kontekstual, dan jender serta diakhiri dengan pembahasan akar masalah berikut strategi peningkatan partisipasi perempuan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 3.1 Gambaran Umum Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel Perkota Secara kuantitatif partisipasi perempuan sebagai KSM, BKM, relawan, dan faskel dalam beberapa hal menggembirakan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu masih memprihatinkan baik di kategori kelurahan partisipasi tinggi maupun rendah. Sekedar mengingatkan kembali, kelurahan-kelurahan tersebut adalah sebagai berikut: Dulomo Selatan dan Pohe (Gorontalo), Kodingareng dan Pattingaloang (Makasar), Kebun Gerand dan Kampung Bali (Bengkulu), Karang Berombak dan Belawan 2 (Medan), Kepel dan Panggungrejo (Pasuruan), Tembok Dukuh dan Ampel (Surabaya), Sambinae dan Sarae (Bima), serta Mataram Barat dan Karangpule (Mataram). Gambaran umum pelaku P2KP/PNPM Kota, dibahas terlebih dahulu.
PT. Prospera Consulting Engineers
53
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
a. Di kota Gorontalo, partisipasi perempuan yang berbeda tajam antara kategori kelurahan partisipasi tinggi (Dulomo Selatan) dan kategori partisipasi rendah (Pohe) adalah pada posisi relawan. Kaum perempuan mayoritas di ranah ekonomi, sedangkan kaum laki-laki mayoritas di BKM, faskel, dan relawan khususnya relawan Dulomo Selatan. Diagram 4
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
b. Di Kota Makasar, partisipasi perempuan baik sebagai KSM, BKM, relawan, maupun faskel antara kategori partisipasi tinggi (Kodingareng) dan kategori partisipasi rendah (Pattingaloang) perbedaanya tidak terlalu tajam. Di kedua kelurahan tersebut pun, partisipasi perempuan terkosentrasi di ranah ekonomi. Sementara itu kaum laki-laki mayoritas di posisi BKM, relawan, dan faskel.
PT. Prospera Consulting Engineers
54
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 5
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
c. Di Kota Bengkulu, partisipasi perempuan baik sebagai KSM, BKM, relawan, maupun faskel antara kategori partisipasi tinggi (Kebun Gerand) dan kategori partisipasi rendah (Kampung Bali) perbedaanya tidak terlalu tajam. Di kedua kelurahan tersebut pun, partisipasi perempuan terkosentrasi di ranah ekonomi. Sementara itu kaum laki-laki mayoritas di posisi BKM, relawan, dan faskel. Diagram 6
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
55
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
d. Di Kota Medan, partisipasi perempuan yang perbedaan tajam antara kategori partisipasi tinggi (Karang Berombak) dengan partisipasi rendah (Belawan 2) adalah pada keanggotaan BKM dan relawan. Secara umum, perempuan di Karang Berombak dominan baik di posisi, BKM, relawan maupun faskel dibandingkan kaum laki-laki. Di kedua kelurahan tersebut perempuan mayoritas di sektor ekonomi dan khusus faskel di Belawan secara kuantitatif adalah setara. Diagram 7
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
e. Di Kota Pasuruan, partisipasi perempuan baik sebagai KSM, BKM, relawan, maupun faskel antara kategori partisipasi tinggi (Kepel) dan kategori partisipasi rendah (Panggungrejo) perbedaanya tidak terlalu tajam. Di kedua kelurahan tersebut pun, partisipasi perempuan terkosentrasi di ranah ekonomi.
PT. Prospera Consulting Engineers
56
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 8
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
f. Di Kota Surabaya, partisipasi perempuan baik sebagai BKM dan faskel antara kategori partisipasi tinggi (Tembok Dukuh) dan kategori partisipasi rendah (Ampel) perbedaanya tidak terlalu tajam. Untuk relawan dan KSM ekonomi tidak bisa dikomparasikan karena ketiadaan data dalam SIM. Diagram 9
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
57
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
g. Di Kota Bima, partisipasi perempuan baik sebagai KSM, BKM, relawan, maupun faskel antara kategori partisipasi tinggi (Sambinae) dan kategori partisipasi rendah (Sarae) perbedaanya tidak terlalu tajam. Di kedua kelurahan tersebut pun, partisipasi perempuan terkosentrasi di ranah ekonomi. Sementara itu perbedaan tajam jika dikomparasikan dengan kaum laki-laki di bidang faskel. Kedua kelurahan tersebut, tidak ada satu pun faskel perempuan. Diagram 10
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
h. Di Kota Mataram, partisipasi perempuan di BKM antara kategori partisipasi tinggi (Mataram Barat) dan kategori partisipasi rendah (Karangpule) perbedaanya tajam.Di Karangpule, tidak ada satupun perempuan yang duduk sebagai anggota BKM. Jika dibandingkan dengan partisipasi kaum laki-laki, di Mataram Barat perempuan mendudukki posisi mayoritas, sedangkan di Karangpule sebaliknya.
PT. Prospera Consulting Engineers
58
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 11
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Demikian tadi gambaran umum di setiap kota terkait partisipasi kuantitatif perempuan sebagai KSM, BKM, relawan, dan faskel. Tentunya menghadirkan ”sejuta” tanya, mengapa terjadi perbedaan-perbedaan di setiap kota tadi. Hal itu dikupas tuntas melalui lintas kasus yang terjadi di setiap kota dan dianalisis secara mikro dan kontekstual dengan perspektif jender dan perempuan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pembahasan PJM pronangkis dan partisipasi perempuan sebagai KSM mendahului topik lain kemudian dilanjutkan dengan BKM, dan relawan serta ditutup oleh pembahasan faskel. 3.2 Temuan Umum: Analisis Mikro, Kontekstual, dan Jender Dalam bagian ini dikupas temuan umum di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis mikro dan kontekstual dengan menggunakan perspektif jender dan perempuan. Berdasarkan hasil penelaahan atas dokumentasi terkait berikut hasil observasi, FGD, SSI, dan studi biografi terhadap para informan ditemukan hal-hal berikut ini:
PT. Prospera Consulting Engineers
59
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.2.1 Mayoritas PJM Pronangkis dan KSM belum Sensitif Jender P2KP merupakan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan dengan menganut prinsip dasar pembangunan berkelanjutan, yang diterjemahkan secara praktis di masyarakat dalam bentuk pembangunan tridaya, yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi. Untuk kepentingan tersebut, maka dibentuklah Kelompok Swadaya Masayarakat (KSM) dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ketiga program pembangunan tersebut merupakan satu kesatuan dan diharapkan pertama, membangkitkan daya lingkungan agar tercipta masyarakat pembangunan. Kedua, membangkitkan daya sosial agar tercipta masyarakat efektif. Ketiga, membangkitkan daya ekonomi agar tercipta masyarakat yang produktif. Agar roda pembanguan di ketiga ranah tersebut berjalan efektif dan efisien, maka kehadiran Perencanaan
Jangka Menengah Program Pengentasan Kemiskinan
selanjutnya di singkat PJM Pronangkis adalah sangat strategis. Mengapa demikian? Pertama, PJM Pronangkis adalah perencanaan partisipatif merupakan alat pembelajaran masyarakat
dalam menganalisis
kajian-kajian pemetaan swadaya dan masyarakat
memiliki kemampuan menuangkannya dalam bentuk program jangka menengah dan tahunan. Kedua, keberadaan PJM Pronangkis merupakan salah satu alat ukur keberhasilan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan sesuai dengan konteks lokal dan prinsip-prinsip dasar pembangunan universal, termasuk prinsip kesetaraan dan keadilan bagi semua orang seperti yang tercantum dalam RPJM nasional
berikut
Millenium Development Goals (MDGs). Meskipun demikian, dibalik kestrategisannya, apakah keberadaan PJM Pronangkis berikut implementasi di lapangan sudah adil dan peka atas kebutuhan khas perempuan dan laki-laki sesuai konteks lokal? Dengan mengkaji seluruh PJM Pronangkis di 16 kelurahan studi menunjukkan bahwa mayoritas PJM Pronangkis belum sensitif jender. Mengapa dikatakan demikian? Pertama, visi dan misi PJM Pronangkis tidak secara eksplisit pro pada kebutuhan khas perempuan dan laki-laki sesuai konteks lokal, terutama perempuan miskin, padahal hal
PT. Prospera Consulting Engineers
60
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
itu merupakan ”payung hukum” bagi pelaksanaan pembanguan ekonomi, lingkungan, dan sosia. Contohnya adalah sebagai berikut: Visi dan Misi PJM Pronangkis Kelurahan Kodingareng, Makasar Visi Membebaskan masyarakat Kodingareng dalam keterbelakangan menuju masyarakat berdaya Misi a. Dengan BKM Nusa Harapan memperbaiki segala permasalahan dalam hal ini tarafpendidikan, dan melakukan terobosan-terobosan pembangunan fisik b. nemjadikan BKM Nusa Harapan merupakan suatu lembaga milik masyarakat dan tempat pengayom masyarakat c. Menjadikan masyarakat Kodingareng sebagai sasaran utama untuk meningkatkan usaha produktif. (PJM Pronangkis Kelurahan Kodingareng, 2009) Visi dan Misi PJM Pronangkis Kelurahan Kepel, Pasuruan Visi Masyarakat Kelurahan Kepel mencapai target Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Indeks dan tujuan pembangunan Millenium/Millenium Development Goals, sehingga menjadi masyarakat madani. Misi a. Meningkatkan taraf kesehatan masyarakat b. Meningkatkan SDM masyarakat c. Meningkatkan taraf ekonomi masyarakat d. Meningkatkan dan melestarikan lingkungan (PJM Pronangkis Kelurahan Kepel 2009) Visi dan Misi PJM Pronangkis Kelurahan Tembok Dukuh, Surabaya Visi Masyarakat Kelurahan Tembok Dukuh yang sejahtera lahir dan bathin, mandiri, dan berkesinambungan, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Misi a. Meningkatkan kepedukian dan kebersamaan masyarakat b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat c. Membangun sarana dan prasarana dalam upaya penanggulangan kemiskinan d. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup e. Meningkatkan kualitas SDM di segala bidang f. Melestarikan nilai-nilai luhur masyarakat dan g. Membangun kemitraan (PJM Pronangkis Kelurahan Tembok Dukuh, 2009) Visi dan Misi PJM Pronangkis Kelurahan Mataram Barat dan Karang Pule Visi Mewujudkan masyarakat beriman, terampil, terdidik, berdaya dam berdayaguna menuju masyarakat madani yang mandiri Misi a. Meningkatkan iman dan taqwa dalam kehidupan masyarakat dilandasi jiwa dan semangat toleransi
PT. Prospera Consulting Engineers
61
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM b. c. d. e. f.
Meningkatkan kreativitas dan produktivitas ekonomi masyarakt melalui pemberdayaan kelompok keswadayaan masyarakat Mewujudkan penyediaan air bersih, perumahan sehat dan lingkungan sehat, bersih dan lestari Membangun jaringankerja, komunikasi dan informasi untuk mendukung pembangunan lingkungan, ekonomi dan sosial menuju masyarakat madani Membangun generasi agar memiliki semangat yang kuat dan kokoh untuk tampil cerdas dan kreatif dengan jiwa membangun tinggi Membentuk dan menyempurnakan dan memfasilitasi pemberdayaan lembaga-lembaga keswadayaan masyarakat dengan membangun prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan demokratisasi. (PJM Pronangkis Kelurahan Mataram Barat dan Karangpule, 2009)
Visi dan Misi PJM Pronangkis Kelurahan Sambinae dan Sarae Visi Mewujudkan lingkungan pemukiman dan perumahan yang sehat, semua anak usia sekolah mendapatkan pendidikan dasar 9 tahun dan peningkatan pendapatan masyarakat 75% pada tahun 2009 Misi a. Pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman rumah yang sehat b. Pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak usia sekolah untuk mendapatkan pendidikan dasar 9 tahun c. Pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan pendapatan masyarakat miskin peningkatan fungsi dan peran pemerintah serta lembaga kemasyarakatan dalam menunjang penanggulangan kemiskinan d. Peningkatan kemempuan aparatur kelurahan, RT, RW dalam membantu memberikan penyuluhan/penerangan tentang penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis Kelurahan Sambinae dan Sarae, 2009) Visi dan Misi PJM Pronangkis Kelurahan Pattingaloang VISI Ciptakan masyarakat bertaqwa, aman, cerdas, ikhlas ,jujur dalam pengentasan kemiskinan MISI a. Meningkatkan pembinaan masyarakat madani b. Meningkatkan kesadaran kritis masyarakat c. Kerjasama masyarakat dalam membina Kamtibnas d. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan e. Meningkatkan motivasi belajar dan perubahan pola piker masyarakat (PJM Pronangkis Kelurahan Pattingaloang, 2009)
Dengan mencermati contoh visi dan misi dari kelurahan-kelurahan di atas, tidak muncul secara eksplisit pemberdayaan perempuan miskin baik dalam pembangunan ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Padahal, berdasarkan kunjungan ke rumah-rumah warga miskin di setiap kelurahan tersebut sangat jelas terlihat bahwa perempuan miskin dengan kebutuhan khasnya adalah seharusnya yang menjadi kelompok target utama dari program P2KP yang dituangkan dalam PJM Pronangkis. Apakah hal itu tidak terpetakan dan tidak PT. Prospera Consulting Engineers
62
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
“terbaca” ketika melakukan pemetaan swadaya atau jangan-jangan tanpa bertolak dari hasil kajian
pemetaan swadaya dan PJM pronangkis tersebut dibuat hanya oleh
koordinator BKM dan faskel? Realitas PJM Pronangkis hanya dibuat oleh koordinator BKM dan faskel dijumpai di kelurahan Belawan 2, Kota Medan ketika SSI berlangsung dengan mereka, tentunya memiliki alasan tersendiri mengapa hal itu dilakukan. Tentunya, untuk membahas hal itu dibutuhkan studi tersendiri dan lebih dalam dengan waktu yang tidak relatif singkat. Berikut adalah cuplikan SSI dengan koordinator BKM Belawan 2. Penanya Penjawab
: “Bagaimana proses pembuatan PJM Pronangkis Pak?” : “ Ingin jawaban jujur bu? Sejujurnya, yang membuat PJM Pronangkis hanya saya dan faskel. Hal itu terpaksa dilakukan karena hanya memiliki waktu satu minggu dan keberadaan PJM Pronangkis harus sudah ada karena tuntutan.” (Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009).
Di samping itu, di Kota Bima dan Mataram djumpai visi dan misi PJM Pronangkis yang sama persis, padahal tentunya konteks kebutuhan antar kelurahan adalah berbeda. Untuk lebih jelasnya perhatikan cuplikan berikut: Visi dan Misi PJM Pronangkis Kelurahan Mataram Barat dan Karang Pule Kota Mataram Visi Mewujudkan masyarakat beriman, terampil, terdidik, berdaya dam berdayaguna menuju masyarakat madani yang mandiri Misi 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Meningkatkan iman dan taqwa dalam kehidupan masyarakat dilandasi jiwa dan semangat toleransi Meningkatkan kreativitas dan produktivitas ekonomi masyarakt melalui pemberdayaan kelompok keswadayaan masyarakat Mewujudkan penyediaan air bersih, perumahan sehat dan lingkungan sehat, bersih dan lestari Membangun jaringankerja, komunikasi dan informasi untuk mendukung pembangunan lingkungan, ekonomi dan sosial menuju masyarakat madani Membangun generasi agar memiliki semangat yang kuat dan kokoh untuk tampil cerdas dan kreatif dengan jiwa membangun tinggi Membentuk dan menyempurnakan dan memfasilitasi pemberdayaan lembaga-lembaga keswadayaan masyarakat dengan membangun prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan demokratisasi
Visi dan Misi PJM Pronangkis Kelurahan Sambinae dan Sarae, Kota Bima Visi Mewujudkan lingkungan pemukiman dan perumahan yang sehat, semua anak usia sekolah mendapatkan pendidikan dasar 9 tahun dan peningkatan pendapatan masyarakat 75% pada tahun 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
63
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM Misi 1. Pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman rumah yang sehat 2. Pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak usia sekolah untuk mendapatkan pendidikan dasar 9 tahun 3. Pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan pendapatan masyarakat miskin peningkatan fungsi dan peran pemerintah serta lembaga kemasyarakatan dalam menunjang penanggulangan kemiskinan 4. Peningkatan kemempuan aparatur kelurahan, RT, RW dalam membantu memberikan penyuluhan/penerangan tentang penanggulangan kemiskinan
Temuan tersebut di samping menegaskan bahwa visi dan misi PJM Pronangkis belum sensitif jender, sekaligus mencerminkan kualitas BKM, faskel, maupun korkot setempat dalam pembuatannya perlu dipertanyakan. Kedua, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan belum sensitif jender sehingga membidani lahirnya KSM yang memarjinalkan kaum perempuan, terutama perempuan miskin baik di ranah ekonomi, lingkungan maupun sosial. Dengan demikian ditemukan 3 potret KSM berikut: pertama, KSM ekonomi memarjinalkan perempuan miskin. Dalam potret pertama dijumpai tipe KSM ekonomi pesisir dan kota yang memiliki persoalan khas dengan kondisi geografis berikut kemayoritasan mata pencaharian penduduknya. Kedua, KSM lingkungan bersifat fisik dan abaikan kebutuhan khas perempuan. Ketiga, KSM sosial mayoritas bersifat Charity dan abaikan kebutuhan khas perempuan. Ketiga hal itu dibahas dalam sub bab berikut ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
64
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.2.1.1 KSM Ekonomi Memarjinalkan Perempuan Miskin Diagram 12
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
65
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram di atas menunjukkan bahwa secara kuantitatif, pertama, partisipasi perempuan di ranah ekonomi sudah mencapai target PAD, bakhan lebih di atas 50% kecuali di Kelurahan Karang Berombak, Kota
Medan karena tidak ada dana dampingan dari
pemerintah kota dan Kelurahan Ampel, Kota Surabaya karena belum dibentuk KSM ekonomi kembali akibat trauma kredit macet program lain yang sejenis. Kedua, partisipasi perempuan tertinggi sebagai anggota KSM ekonomi di kategori kelurahan partisipasi rendah adalah kelurahan Pohe, Kota Gorontalo. Ketiga, partisipasi perempuan tertinggi sebagai anggota KSM ekonomi di kategori kelurahan partisipasi tinggi adalah kelurahan Sambinae, Kota Bima walaupun kemudian mengalami kredit macet. Berdasarkan data di atas ditemukan 2 bentuk tipologi KSM ekonomi dan dibahas dalam sub berikutnya, yakni tipe KSM ekonomi pesisir dan tipe KSM ekonomi kota. a. KSM Ekonomi Tipe Pesisir Diagram 13
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
66
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Secara kuantitatif data di atas menunjukkan bahwa
partisipasi perempuan di ranah
ekonomi di KSM tipe pesisir paling tinggi adalah di kelurahan Pohe, Gorontalo, yaitu 92% dan terendah di Karangpule, Mataram yaitu 67%. Secara umum dalam tipe ini perempuan adalah mayoritas di KSM ekonomi dibandingkan dengan kaum laki-laki. Mengapa hal itu bisa terjadi? Kenyataan itu menjelaskan bahwa penduduk daerah pesisir mayoritas adalah nelayan buruh, ketika para suami pergi melaut selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan, secara otomatis pemenuhan ekonomi keluarga jatuh ke tangan para istri. Sementara itu, pendapatan para suami dari hasil tangkapan ikan terkadang tidak mencukupi. Oleh karena itu mereka berusaha sampingan melalui usaha kecil seperti berjualan sayuran, kredit baju, jualan kue dll. untuk menambah dan menutupi kebutuhan ekonomi keluarga. Maka dari itu, sangat beralasan jika kemudian banyak perempuan yang terpikat untuk mengajukan dana bergulir. Meskipun demikian, berdasarkan hasil observasi, FGD, dan SSI terhadap perempuan ataupun laki-laki anggota KSM ekonomi bahwa perekrutan mereka cenderung ditunjuk dan dibentuk oleh BKM, UPK, UPS ataupun elit lokal di kelurahan. Selain itu masih dijumpai kredit macet akibat isu bahwa dana bergulir adalah dana hibah tidak usah dikembalikan. Salah satu pemicu lain adalah terkait erat dengan anggaran untuk bedah rumah yang mereka anggap lebih besar dibandingkan jumlah nominal dana bergulir yang tidak harus dikembalikan. Hal lain yang tidak kalah penting terkait KSM ekonomi adalah bahwa usaha yang dibangun masih dipahami sebagai usaha individu dan tanggung renteng tidak berjalan. Artinya, pembentukan kelompok hanya sekedar memenuhi syarat administrasi dan pesan dasar atas dibentuknya KSM ekonomi tidak sampai kepada masyarakat. Realitas ini tentunya terkait erat dengan kapasitas BKM, faskel ataupun tenaga sosialisasi yang perlu dipertanyakan tentang pesan dasar atau “ruh” keberadaan KSM ekonomi khususnya dan umumnya terkait dengan KSM sosial dan lingkungan. Hadirnya penunjukkan anggota KSM yang dilakukan oleh BKM, UPK, UPS, UPL ataupun elit kelurahan lainnya, seperti diungkap dalam bahasan BKM bahwa hal itu “terpaksa” dilakukan terkait erat dengan rigiditas kebijakan pengembalian dana bergulir yang harus mencapai 80% jika menginginkan dana bergulir tahapan selanjutnya mencair. Implikasi logis dari hal itu, maka hak ekonomi perempuan miskin yang sebenarnya
PT. Prospera Consulting Engineers
67
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
menjadi kelompok target sesungguhnya dari P2KP menjadi terabaikan karena tidak terpilih menjadi anggota KSM ekonomi. Dimanakah sesungguhnya letak pemberdayaan ekonomi perempuan miskin diletakkan dalam program P2KP/PNPM? Di samping itu, para perempuan ataupun laki-laki yang mendapat dana bergulir tidak didukung dengan peningkatan kapasitas yang menyokong usahanya agar lebih maju dan pada akhirnya mampu keluar dari jerat kemiskinannya. Realitas itupun terkait erat dengan kegiatan KSM sosial dan lingkungan yang berjalan sendiri-sendiri, yang seharusnya pembangunan tridaya tersebut saling kait mengkait dan saling menunjang satu dengan yang lainnya, makanya disebut tridaya. Hal itu terkait erat dengan pesan inti yang tidak sampai kepada masyarakat. Dimanakah sesungguhnya peranan faskel, BKM, maupun tenaga ahli sosialisasi berikut tenaga ahli pelatihan dan peningkatan kapasitas? Tentunya realitas tersebut harus menjadi bahan refleksi bagi konsultan terlibat dan terkait
agar
pemberdayaan ekonomi, terutama pemberdayaan ekonomi perempuan miskin betul-betul terlaksana dan mampu mengubah kondisi mereka menjadi lebih sejahtera. Selanjutnya, bagaimanakah peranan perempuan anggota KSM ekonomi di tengah kemayoritasannya dalam mempengaruhi kebijakan publik dalam pembangunan lokal, khususnya dalam bidang ekonomi? Di semua lokasi KSM ekonomi tipe pesisir, meskipun perempuan adalah mayoritas akan tetapi belum mampu mempengaruhi kebijakan pembangunan lokal, khususnya dalam bidang ekonomi. Mengapa hal itu bisa terjadi? Pertama, kapasitas anggota KSM ekonomi terbatas dan hal itu terkait erat dengan latar belakang pendidikan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan diagram di bawah ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
68
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 14
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas pendidikan KSM tipe pesisir adalah berlatar belakang pendidikan Sekolah Dasar kecuali di Kampung Bali (Bengkulu) dan Sambinae (Bima). Maka dari itu adalah sangat logis jika kemudian mereka kesusahan dalam
PT. Prospera Consulting Engineers
69
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
membuat proposal pengajuan dana bergulir. Hal ini diakui mereka ketika mewawancarai perempuan anggota KSM ekonomi, “Kami tidak bisa buat proposal pengajuan dana bergulir bu dan biasanya dibuatkan oleh UPK dan kami hanya membeli matrei saja.” (Maryati,35, KSM ekonomi, Kampung Bali, 2009). Hal tersebut merepresentasi kesukaran yang dialami oleh anggota KSM di daerah lain pula. Kedua, mereka belum memahami pesan dasar yang ingin dibangun melalui keterlibatannya dalam KSM ekonomi dan hal ini terkait erat dengan lemahnya sosialisasi nilai penting atas keberadaan KSM ekonomi di tengah upaya pengentasan kemiskinan. Ketiga, tidak ada pelatihan khusus penyadaran akan pentingnya keterlibatan mereka dalam KSM ekonomi berikut pentingnya keterlibatan mereka dalam pengambilan kebijakan dalam pembangunan ekonomi lokal berikut ketiadaan pengembangan kapasitas anggota KSM
yang mendukung usaha mereka menjadi lebih besar dan mampu
mengentaskan kemiskinan mereka. Sampai saat ini, apakah para anggota KSM ekonomi, khususnya perempuan miskin di wilayah pesisir entas kemiskinannya karena mendapat dana bergulir? Tentunya pertanyaan tersebut sebaiknya menjadi bahan refleksi bagi para konsultan di daerah sampai pusat dan khususnya bagi para koordinator BKM setempat sebagai pengambil kebijakan di tingkat lokal. Apakah para koordinator BKM di wilayah pesisir yang mayoritas laki-laki, kecuali Kodingareng terkait kebijakan ekonomi yang diambil?
sudah memperhatikan hal itu
Dari semua wilayah pesisir yang dikaji,
kebijakan yang dianut terkait dengan KSM ekonomi belumlah peka pada kebutuhan khas perempuan miskin. Faktanya, tidak dijumpai adanya “ijtihad”
kebijakan
yang
mengakomodir hak ekonomi perempuan miskin terkait kebijakan pengembalian dana bergulir yang harus mencapai 80%. Selain itu, kendala apa saja yang dialami oleh anggota KSM ekonomi? Kendala khas yang dialami oleh KSM ekonomi tipe pesisir adalah sistem pengembalian dana bergulir yang bersifat sentralistik dan sama rata dengan mengesampingkan letak geografis dan mayoritas mata pencaharian penduduknya, yang mayoritas nelayan. Sistem pengembalian dana bergulir adalah ada yang mingguan ataupun bulanan. Hal itu dirasakan berat tatkala musim barat alias tidak sedang melaut, apalagi jika dana
PT. Prospera Consulting Engineers
70
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
pinjamannya digunakan untuk menambah modal melaut. Oleh karena itu dijumpai kredit macet seperti halnya di Pohe, Gorontalo.”Kami bukannya tidak mau bayar cicilan bu, tapi kalau sedang musim Barat untuk makan sehari-haripun susah, apalagi kalau harus membayar cicilan dana bergulir.” (Ati, 30, KSM ekonomi, Pohe, Gorontalo, 2009). Itulah sekilas kasus Ati sekeluarga, yang tentunya merepresentasi keluarga buruh nelayan lain di daerah lain saat musim Barat tiba. Apakah fenomena KSM ekonomi tipe wilayah pesisir dijumpai di KSM ekonomi tipe kota? Dibahas dalam sub bab selanjutnya.
PT. Prospera Consulting Engineers
71
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
b. KSM Ekonomi Tipe Kota Diagram 15
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
72
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Secara kuantitatif, diagram di atas menunjukkan bahwa partisipasi perempuan di KSM ekonomi tipe kota tertinggi di kelurahan Sarae, Bima (86%) dan terendah di Dulomo Selatan, Gorontalo (54%). Akan tetapi, seperti halnya di KSM ekonomi tipe pesisir, secara umum yang berpartisipasi di ranah ekonomi mayoritas perempuan dan laki-laki menduduki posisi minoritas. Mengapa hal itu bisa terjadi? Seperti halnya di KSM ekonomi tipe pesisir yang juga anggotanya mayoritas perempuan, penyebabnya hampir mirip, yakni dalam rangka menambah penghasilan ekonomi keluarga dan jika mengandalkan pendapatan para suami tidaklah mencukupi. Maka dari itu mereka membuka usaha kecil-kecilan dengan modal yang juga relatif kecil. Oleh karena itu, tatkala ada dana bergulir, mereka tertarik meskipun sistem perekrutannya sama saja seperti di tipe KSM ekonomi tipe pesisir, yakni ditunjuk oleh BKM, UPK, UPS, UPL ataupun oleh elit lokal kelurahan. Bagaimanakah profil pendidikan KSM tipe kota? Apakah sama saja dengan KSM tipe pesisir? Berikut diagram yang menggambarkan hal tersebut.
PT. Prospera Consulting Engineers
73
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 16
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Meskipun latar belakang pendidikan pada KSM tipe Kota paling rendah adalah di Dulomo Selatan, akan tetapi merekapun kesulitan membuat proposal pengajuan dana bergulir.
PT. Prospera Consulting Engineers
74
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Dengan mencermati kemayoritasan perempuan di ranah pembangunan ekonomi baik di tipe KSM pesisir maupun kota dapat dimaknai dengan menggunakan “kaca mata” positif dan negatif. Secara positif, data tersebut dapat diartikan bahwa akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi cukup menggembirakan, akan tetapi secara negatif dengan banyak tercerapnya perempuan di sektor ekonomi justru merupakan salah satu bentuk peminggiran kaum perempuan dalam pembangunan ekonomi lokal. Mengapa demikian?
Pertama, komposisi anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan
ekonomi hanya 20%, sedangkan anggaran pembangunan lingkungan, yang lebih banyak kaum laki-laki terlibat sebanyak 70%. Dengan minimnya anggaran tersebut, tentunya sangat sulit
dilakukannya upaya pengembangan usaha yang diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan keluarga secara berkesinambungan. Faktanya, tidak ada perempuan miskin yang mendapat bantuan dana bergulir entas kemiskinanya. Kedua, dengan banyaknya perempuan terlibat di ranah ekonomi, yang secara praktis diterjemahkan dalam usaha mikro seperti berjualan kue, sayuran, mie instan ataupun yang lainnya mengukuhkan peran ganda perempuan, sedangkan laki-laki berperan tunggal, yakni ia hanya berperan di sektor publik sebagai pencari nafkah utama. Maksudnya, perempuan di samping mencari nafkah di luar rumah, akan tetapi harus tetap mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Selanjutnya, bagaimana peranan kualitatif kemayoritas anggota perempuan di KSM ekonomi tipe kota atas kebijakan pembangunan lokal dalam bidang ekonomi? Berdasarkan hasil observasi, FGD, dan SSI dengan KSM ekonomi baik anggota perempuan maupun laki-laki menunjukkan bahwa
mereka belum berperan secara
kualitatif. Kemayoritasan mereka baru sekedar jumlah dalam rangka pemenuhan PAD yang memang baru sekedar jumlah pula. Padahal sangat jelas bahwa salah satu kunci keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah tatkala kelompok target “bersuara” dan “suaranya” didengar bahkan mampu merubah ketidakberdayaan sesuai konteks lokal bukan sekedar menjadi “mesin” yang bisa dimobilisasi demi tercapainya angka-angka statistik yang “bisu” dan tak merubah apapun selain merubah tinggi rendahnya angkaangka tersebut. Apakah ada perempuan KSM ekonomi entas kemiskinannya pasca
PT. Prospera Consulting Engineers
75
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
mendapat dana bergulir? Jawabannya adalah BELUM, tentu dibutuhkan pengkajian lebih dalam. Realitas tersebut diakui dan menjadi kegelisahan koordinator BKM Tembok Dukuh, Surabaya. Berikut adalah cuplikannya: “ Saya masih bingung sebab dengan anggaran dana bergulir yang kecil, jelas belum mampu mengentaskan kemiskinan. Selain itu, jumlah masyarakat yang membutuhkanpun sangat banyak..” (H.M. Madchan Chudori, Koordinator BKM Tembok Dukuh, Surabaya, 2009)
Kegelisahan koordinator di atas dipertegas oleh cuplikan wawancara berikut ini: “Dana pinjaman sebaiknya diperbesar. Dengan uang 500.000,00 hanya dapat barang dagangan satu kotak.Keuntungan dan modal dasar terkadang terpakai karena barang dagangannya dimakan anak-anak.” (Rina, 30 tahun, KSM ekonomi, Kebun Gerand, Bengkulu, 2009)
Kondisi di atas serupa dengan di KSM tipe pesisir. “ Dengan pinjaman dana bergulir yang hanya 500.000,00 tidak cukup untuk menambah modal bengkel saya. Apalagi sekarang barang-barang serba mahal.” (Ahmad, 35 tahun, KSM ekonomi, Kampung Bali, Bengkulu, 2009) Anggaran dana bergulir per orang minimal Rp 3 juta, adapun tagiha nhariannya supaya bisa dikurangi dengan lama pembayaran diperpanjang misalkn jadi paket 2 tahun (FGD, KSM lakilaki, Pohe, Gorontalo 2009)
Realitas tersebut terkait peranan BKM berikut koordinator maupun faskel serta tenaga ahli sosialisasi dan pelatihan berikut pengembangan kapasitas
yang perlu menata
kembali sambil menatap realitas dengan jernih dan menelusuri kembali “ruang-ruang gelap” manakah sebenarnya yang telah
menyebabkan kondisi seperti itu terjadi.
Sebenarnya, persoalan dasarnya adalah DESAIN PROYEK yang perlu ditinjau ulang dengan menggunakan perspektif jender dan perspektif perempuan yang “dinikahkan” dengan perspektif pemberdayaan “sejati” bukanlah perspektif pemberdayaan “setengah hati”. Artinya, desain proyek berikut kebijakan operasional masih bersifat ambigu, yakni di satu sisi ingin melakukan pemberdayaan ekonomi kaum “duafa” alias kaum miskin yang tertindas hak ekonomi, sosial dan politiknya, akan tetapi di sisi lain kebijakan operasionalnya justru membuat kelompok target bahkan para konsultanpun tidak berdaya karena “terjebak” oleh desain proyek. Oleh karena itu kesan yang muncul ke permukaan tatkala berbincang dengan KMW, korkor, faskel, BKM, KSM, relawan maupun faskel adalah seolah-olah “pintu ijtihad telah tertutup oleh desain proyek”. Walaupun para PT. Prospera Consulting Engineers
76
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
konsultan sendiri menyadari bahwa mereka membutuhkan ruang untuk berinovasi sesuai dengan konteks lokal, akan tetapi kesadaran itu terbang kembali bersama tuntutan proyek dengan segala bentuk “ritual “ administrasi dan rigiditas kebijakan yang harus dipenuhi dan jika tidak terpenuhi maka kinerja mereka dipandang kurang bagus atau tidak bagus dan berimplikasi pada pencairan dana BLM dan tertahanya salary yang memang tidak bisa ditunda-tunda untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu
tidaklah
berlebihan jika disimpulkan bahwa fakta di atas semakin menegaskan bahwa DESAIN PROYEK PERLU DITINJAU ULANG
secara komprehensif dengan dilandasi oleh
hidupnya nilai-nilai pemberdayaan sejati atas manusia perempuan dan laki-laki yang didukung oleh sistem dan manusia tercerahkan, yakni mereka yang sadar diri, sadar sejarah, sadar lingkungan, dan sadar akan kondisi kemanusiaannya. Kami pikir, hanya dengan langkah awal seperti itulah kemudian P2KP/PNPM bisa menjadi solusi nyata yang hidup di tengah masyarakat dan ruh pembangunan tridaya betul-betul membumi dan dapat menyentuh kebutuhan dasar dan kebutuhan khas perempuan dan laki-laki, terutama perempuan miskin baik yang sudah tersentuh program P2KP/PNPM ataupun belum. Berdasarkan uraian di atas baik terkait dengan KSM ekonomi tipe pesisir maupun kota, keberadaan mikrokredit di samping menghadirkan beban ganda baru bagi perempuan, juga belum mengentaskan kemiskinan baik dalam jangka waktu singkat apalagi bersifat berkelanjutan seperti prinsip dasar yang dianut P2KP/PNPM mandiri, yakni pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut semakin mengukuhkan pendapat Davis (2007) dalam bukunya Planet of Slums, potret muram kemiskinan ekonomi kaum perempuan di perkotaan tidak serta merta tuntas dengan adanya mikrokredit. Oleh karena itu, perlu dikaji dan ditinjau ulang secara seksama keberadaan mikrokredit dalam pembangunan ekonomi P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan, apakah sudah merubah kondisi perempuan miskin menjadi lebih berdaya dan keluar dari jerat kemiskinan ekonominya? Apakah mekanisme yang dibangun dalam pembangunan ekonomi tersebut betul-betul berjalan sesuai dengan yang diharapkan? Jika belum, solusi alternatif apa
yang perlu
dikedepankan sehingga keberadaan pembangunan ekonomi yang diusung P2KP/PNPM mandiri perkotaan menjadi solusi alternatif berkelanjutan? Kedua pertanyaan tersebut menggiring pada semakin perlunya redisign proyek P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan. Hal
PT. Prospera Consulting Engineers
77
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
lain yang semakin menegaskan perlunya redisign proyek adalah ditemukannya kegiatan KSM lingkungan/infrastruktur belum pro kebutuhan khas perempuan lokal. Untuk lebih jelas dibahas dalam sub bab selanjutnya. 3.2.1.2 KSM Lingkungan Bersifat Fisik dan Abaikan Kebutuhan Khas Perempuan Berdasarkan hasil observasi dan FGD dengan KSM, ditemukan bahwa mayoritas panitya kegiatan KSM lingkungan adalah kaum laki-laki. Namun sayang, data SIM belum memuat keanggotaan KSM lingkungan yang sudah dipilah berdasarkan jenis kelamin. Meskipun demikian, kami mencoba menganalisis berbagai bentuk kegiatan KSM lingkungan di seluruh wilayah kajian apa yang tertuang dalam PJM Pronangkis berikut apa yang dilihat dan didengar di lapangan. Hal itu disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 8 Kegiatan KSM Infrastruktur di Lokasi Studi Kota
Kelurahan
Jenis Kegiatan
Gorontalo
Pohe
Drainase Jalan setapak Perbaikan Rumah tidak layak huni Pembuatan WC Pembuatan sarana air bersih Pembuatan drainase Pembuatan WC Perbaikan Rumah tidak layak huni Perbaikan jalan/gang Perbaikan selokan Jalan setapak Pembuatan drainase Penerangan jalan Pembuatan WC Paving blok Sarana air bersih Penambahan dermaga Pengadaan tanggul pemecah ombak Perbaikan tanggul
Dulomo Selatan
Makasar
Kodingareng
Pattingaloang
Pengadaan lampu jalan Bantuan perbaikan rumah tidak layak huni Pembuatan WC Drainase Perbaikan got Gorong-gorong Jalan paving
PT. Prospera Consulting Engineers
78
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Bengkulu
Kebun Gerand
Kampung Bali
Medan
Karang Berombak
Belawan 2
Pasuruan
Panggungrejo
Kepel
Pengecoran jalan Pengecoran pelataran jalan Sarana air bersih Tempat sampah (gerobak) Pot bunga pinggir jalan Perbaikan jalan Penerangan lampu gang Perbaikan saluran/selokan Kebersihan lingkungan Rehab jalan/gang Pembuatan jalan Pemasangan listrik Pembuatan siring Rehab gorong-gorong Pembuatan pondasi siring Pembuatan tempat sampah Pembuatan WC Pembangunan jalan setapak Pembangunan groong-gorong Pembangunan drainase Rehab drainase Rehab rumah tidak layak huni Pengadaan lampu jalan Pembangunan septicktank Pendalaman siring Sarana air bersih Pembuatan jalan Pembetonan jalan/gang Pengaspalan jalan/gang Pembuatan parit Perbaikan madrasah Pembangunan madrasah Pembuatan jembatan Perbaikan jalan Tanggul pemecah ombak Drainase Penerangan Pembuatan jalan setapak Sarana air bersih Jembatan gantung Jalan setapak Rumah layak huni Renovasi rumah MCK Bak sampah Gorong-gorong Paving Rehab jalan Saluran air Perbaikan jalan MCK Warga miskin Penerangan jalan Perbaikan saluran Rumah tidak layak huni
PT. Prospera Consulting Engineers
79
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM Surabaya
Bima
Mataram
Tembok Dukuh
Saluran air Perbaikan jalan MCK Warga miskin Penerangan jalan Pengadaan komposter Perbaikan saluran Rumah tidak layak huni Ampel MCK Umum Paving blok Drainase Perbaikan saluran Perbaikan jalan Pengadaan tempat sampah Sambinae Pengadaan sanitasi air bersih Normalisasi saluran dan pembuatan saluran baru Pembuatan TPS permanen Pembuatan talud dan drainase Rehabilitasi rumah tidak layak huni Rabatisasi/paving blok gang/jalan lingkungan Pembangunan MCK Pengaspalan jalan lingkungan/kelurahan Sarae Normalisasi saluran dan pembuatan saluran baru Pembuatan TPS permanen Pengadaan sanitasi air bersih Pembuatan saluran drainase Rehabilitasi rumah tidak layak huni Rabatisasi/paving blok gang/jalan lingkungan Pembangunan MCK Pengaspalan jalan lingkungan/kelurahan Mataram Penyambungan PDAM Barat Pengujian dan peningkatan kualitas sumur air Pembuatan MCK umum Pembuatan MCK dan septictack komunal Rehab Saluran Drainase Normalisasi saluran drainase Pembuatan Gerobak Sampah Pembuatan TPS Pembuatan TPS Beton Pemeliharaan jalan dan jembatan Pengangkutan sampah ke TPA Paving blok jalan lingkungan Pavinknisasi, pengerasan dan rabat jalan lingkungan Rehab rumah tidak layak huni Karangpule Pengadaan Sarana Air bersih, Bak Penampung + Acesories. Pembangunan MCK Umum Pembuatan Jamban Keluarga / Jambanisasi Pembuatan gerobak sampah dari kayu Pembuatan tong sampah dari besi Pembuatan saluran drainase lingkungan Pembuatan Jalan Lingkungan Dari Paving Block Pembuatan saluran SPAL lingkungan warga Pembuatan tempat pembuangan sampah sementara Rehabilitasi Atap / Dinding / Lantai Rumah Tidak Layak Huni (50 %) Rehabilitasi Total Rumah Tidak Layak Huni (Bongkar Pasang) Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
80
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Itulah beragam kegiatan KSM lingkungan di berbagai kelurahan di lokasi studi dan agar lebih jelas apakah produk kegiatan lingkungan sudah pro kebutuhan khas perempuan lokal atau belum, silakan cermati foto-foto berikut ini. 1.
MCK di Dulomo Selatan, Gorontalo
2. MCK di Pohe, Gorontalo
Sumber: Foto dokumentasi Tim Jender Mei 2009
MCK di Pohe, Gorontalo
Sumber: Foto dokumentasi Tim Jender Mei 2009
3. Paving blok, Kampung Bali , Bengkulu
PT. Prospera Consulting Engineers
4. Lingkungan Belawan 2, Medan
81
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM 5. Paving blok di Kepel, Pasuruan
6. Drainase, Kepel, Pasuruan
7. MCK di Ampel, Surabaya
8. Bak olah sampah, Tembok Dukuh, Surabaya
9. Paving blok, Karangpule, Mataram
10. Rehab rumah, Sarae, Bima
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009 PT. Prospera Consulting Engineers
82
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Dengan mencermati seluruh kegiatan KSM lingkungan, mayoritas bersifat fisik dengan tidak ditunjang dengan proses penyadaran akan pemeliharan dan tidak dikaitkan dengan penyadaran pentingnya kesehatan lingkungan dan jender berikut kesehatan reproduksi umumnya, khususnya kesehatan reproduksi kaum perempuan. Mengapa kesehatan reproduksi perempuan? Implikasi kesehatan reproduksi perempuan adalah panjang dan sangat menentukan masa depan bangsa. Bagaimana mungkin dapat menghasilkan atau melahirkan manusia-manusia baru berkualitas jika organ reproduksinya tidak sehat. Tentunya menghadirkan pertanyaan lanjutan, ”Mengapa hal ini dibahas?” Kebiasaan hidup masyarakat tidak bisa diubah hanya dengan sekedar menyediakan sarana fisik belaka. Di seluruh wilayah kajian kecuali Medan dan Surabaya, dijumpai kebutuhan akan MCK dengan kebiasaan masyarakat adalah buang air besar di sungai, kali kering, ataupun di tepi pantai. Meskipun MCK sudah dibuat, akan tetapi mereka lebih senang melaksanakan hajatnya di tempat seperti biasanya, yakni sungai dll. Berikut adalah salah satu nukilan FGD yang dilontarkan oleh salah satu ibu yang pernah menyiapkan konsumsi dalam pembuatan MCK di Kepel, Pasuruan:
Penanya Penjawab Penanya Penjawab Penanya Penjawab
: ” Apakah ibu terlibat dalam kegiatan KSM lingkungan?” : ” Ya, bu waktu perbaikan saluran air dan membuat MCK.” :” Apa tugas ibu saat itu?” : ” Saya hanya menyediakan konsumsi untuk bapak-bapak yang bekerja memperbaiki saluran air dan ketika membuat MCK.” : ” Apakah ibu sering menggunakan MCK?” : ” Jarang bu, saya lebih suka buang air di sungai (sambil tertawa) karena bisa sambil berendam.” (FGD KSM perempuan, Kepel, Pasuruan, 2009)
Cuplikan FGD di atas semakin menguatkan bahwa kebiasan hidup sehari-hari lebih kuat pengaruhnya dibanding hanya sekedar menyediakan sarana fisik belaka. Ketika, Tim Studi investigasi ke sungai yang biasa digunakan membuang hajat, sungguh merasa prihatin karena sungai tampaknya sudah tercemar oleh limbah rumah tangga. Bagaimanakah nasib para ibu, khususnya kesehatan reproduksinya, yang memiliki kebiasaan buang hajat di sungai itu dalam waktu jangka panjang? Bagaimana pula nasib sungai tersebut? Tentunya sudah bisa diprediksi kesehatan reproduksi kaum permepuan PT. Prospera Consulting Engineers
83
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
terganggu dan tingkat pencemaran lingkungan khususnya sungai semakin parah. Dimanakah letak pembangunan lingkungan yang berkelanjutan sebagai dasar P2KP/PNPM di posisikan? Tentunya, adalah sangat arif jika kondisi seperti itu dijadikan bahan renungan tatkala membuat proyeksi program ke depan. Bertolak dari realitas tersebut adalah tidak terlalu dini jika pembangunan infrastruktur belum peka pada kebutuhan khas perempuan lokal, khususnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan. Untuk semakin menguatkan simpulan tersebut, mari cermati satu-persatu foto-foto di atas sebagai salah satu produk KSM lingkungan di setiap daerah. Apakah paving blok, MCK, rumah layak huni, dll ketika merencanakan pembuatannya mempertimbangkan kebutuhan khas semua orang khususnya perempuan miskin? Apa pula dampaknya ketika semua itu dibangun bagi semua orang? Siapa sajakan penerima manfaatnya dan apakah dengan dibangunnya sara fisik tersebut mendukung kegiatan sosial dan ekonomi berikut mampu mengubah kebiasaan buruk di masyarakat? Oleh karena itu, dibutuhkan panduan khusus bagi faskel dan BKM berikut KSM lingkungan terkait bagaimana mengarusutamakan perspektif jender dan perspektif perempuan ke dalam pembangunan lingkungan. Paling tidak di dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasinya terkandung prinsip dasar jender dan pembangunan, yakni akses, kontrol, partisipasi, dan penerima manfaat
antara perempuan dan laki-laki dalam
pembangunan lingkungan sesuai konteks lokal dan konteks ketubuhan perempuan dan laki-laki yang secara kodrat memang tidak bisa dipertukarkan. Selanjutnya bagaimana dengan kegiatan KSM sosial? Apakah kegiatan KSM tersebut sudah peka pada kebutuhan khusus semua orang, khususnya perempuan miskin? 3.2.1.3 KSM Sosial Mayoritas Bersifat Charity dan Abaikan Kebutuhan Khas Perempuan Apakah kegiatan KSM ekonomi sudah peka terhadap kebutuhan khas perempuan dan laki-laki, khususnya perempuan miskin lokal di lokasi studi? Mayoritas kegiatan KSM sosial belum peka terhadap kebutuhan khas perempuan, terutama perempuan miskin, meskipun dijumpai ada beberapa kegiatan yang mengindikasikan ke arah tersebut.
PT. Prospera Consulting Engineers
84
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Meskipun
demikian,
kegiatan
tersebut
masih
bersifat
charity
dan
tidak
berkesinambungan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel berikut ini. Tabel 9 Kegiatan KSM Sosial di Lokasi Studi Kota
Kelurahan
Jenis Kegiatan
Gorontalo
Pohe
Beasiswa Santunan lansia Pengadaan alat Posyandu Persewaan tenda Pemberian makanan tambahan Kursus Menjahit Kursus Membuat Kue Beasiswa Santunan Rehabilitasi rumah PMT=Pemberian Makan Tambahan ibu hamil balita Penyuluhan gizi Sosialisasi gizi Penyuluhan kesehatan ibu hamil Pengobatan gratis TBC Santunan jompo Penyuluhan persamaan hak dan kewajiban Kursus menjahit Kursus tata rias Pelatihan pangan hasil laut Pelatihan pemasaran Pelatihan jender Beasiswa SD, SLTP, SLTA Bantuan alat-2 sekolah SD, SLTP, SLTA Pelatihan komputer dan Bahasa Inggris Beasiswa Bantuan anak yatim Santunan lansia Pengadaan tenda Pengadaan kursi Pelatihan ketrampilan Pengadaan/persewaan peralatan katering Pelatihan Pengolahan Pangan Pelatihan Perbengkelan Pelatihan Elektronik Beasiswa Bantuan Jompo Pengadaan tenda dan kursi Fogging Pengobatan murah Penyewaan pan stum Santunan lansia Beasiswa anak warmis Pemberian makanan tambahan balita
Dulomo Selatan
Makasar
Kodingareng Pattingaloang
Bengkulu
Kebun Gerand
Kampung Bali
Medan
Karang Berombak
PT. Prospera Consulting Engineers
85
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Belawan 2
Pasuruan
Panggungrejo
Kepel
Surabaya
Tembok Dukuh
Ampel
Bima
Sambinae
Sarae
Pelatihan ternak ikan lele Pelatihan salon Pelatihan Tata boga Pelatihan Jahit Santunan untuk lansia dan yatim piatu Santunan lansia Pelatihan jahit Pelatihan tata boga Pelatihan komputer Pelatihan Manajemen Pemasaran Pemberian makanan tambahan untuk korban gizi buruk Peralatan Posyandu Seragam sekolah SD dan SMP Santunan Lansia Bantuan Obat-obatan P3K Pelatihan Komputer Penyuluhan KDRT Kursus menjahit Kejar paket B Pembinaan posyandu Pembelian sarana untuk senam lansia Dana sosial ibubersalin Kambing bergulir Santunan warga tidak produktif Makanan gizi ibu Makanan gizi anak Penanggulangan TBC Pelatihan daur ulang sampah Santunan jompo Bazar sembako Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Penyuluhan Posyandu Pelatihan Komputer Bantuan ke PAUD - Pelatihan menjahit - Pelatihan pertukangan - Penyemprotan nyamuk/fogging - Penyuluhan bagi orang tua ttg pentingnya pendidikan - Pembuatan sertifikat tanah warga miskin - Pelatihan manajemen usaha - Santunan beasiswa - Les privat bagi anak ”tertinggal” mata pelajaran - Peningkatan Gizi ibu hamil dan balita - Penyuluhan kesehatan ibu hamil dan balita - Bantuan dana kesehatan - Penyuluhan ttg pola hidup sehat - Santunan jompo - Bantuan dana kesehatan untuk penyakit kulit, diare dan malaria - Penyemprotan jentikan nyamuk secara berkala
PT. Prospera Consulting Engineers
86
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Mataram
- Peningkatan gizi ibu hamil dan balita - Penyuluhan kesehatan ibu hamil dan gizi anak - Santunan jompo - Beasiswa anak berprestasi - Penyuluhan ttg pentingnya pendidikan - Les privat untuk pelajar yang ”tertinggal” mata pelajarannya Mataram Barat - Bimbingan belajar tambahan bagi SD, SLTP dan SLTA - Kejar Paket A - Pelatihan sasblon dan pengadaan alat - Pelatihan tata boga dan pengadaan alat - Pelatihan perbengkelan di BLK - Pelatihan sistem pengelolaan dan manajemen usaha - Pelatihan komputer bagi pemuda dan pengadaan sarana belajar - Penyuluhan narkoba dan HIV/AIDS - Penyuluhan keterampilan, kerohanian, home industry, forum lansia - Penyuluhan pola asuh dan pemberian makanan tambahan bagi balita - Penyuluhan suami siaga - Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil - Penyuluhan penyakit menular - Fogging/Penyemprotan nyamuk - Sosialisasi melalui media warga ttg hidup sehat Karangpule - Penyuluhan kesehatan tentang ibu hamil dan balita - Sosialisasi ttg cara dan pola hidup sehat bagi masyarakat - Pelatihan pola asuh balita dan perawatan ibu hamil pasca melahirkan - Dukungan makanan tambahan/suplemen pada ibu hamil dan balita Fasilitas pengobatan tambahan thd penderita menular (TBC, DBD, Cacar dll) - Penyuluhan kesehatan ttg penyakit menular - Kejar paket bagi anak putus sekolah Peningkatan minat baca bagi anak usia dini - Pemberantasan buta aksara -Pembinaan Sosial dan Pemeriksaan Kesehatan Bagi Warga Usia Lanjut / Jompo - Pelatihan budidaya laut dan ikan lele - Pelatihan menjahit - Pelatihan komputer -Pelatihan Manajemen Usaha dan Organisasi Usaha Home Industri. - Pelatihan tata boga dan kecantikan - Pelatihan Sablon dan Pengadaan Alat - Pelatihan Kursus Sopir dan Montir. Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Subtansi tabel di atas mengandung makna bahwa perempuan sebagai penerima manfaat atas kegiatan sosial
hanya dalam bidang-bidang yang khas diasosiasikan sebagai
dunianya kaum perempuan seperti kursus menjahit, dana sosial ibu bersalin, dan makanan tambahan bagi ibu hamil. Hal itupun tidak dijumpai di seluruh wilayah kajian. Sementara itu, untuk kegiatan sosial lainnya tidak jelas siapakah yang sebenarnya penerima manfaat
PT. Prospera Consulting Engineers
87
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
atas program tersebut, apakah perempuan, laki-laki, anak perempuan, atau anak laki-laki. Hal itu bisa dipahami, berdasarkan hasil diskusi kota1, dijumpai bahwa: 1. 2. 3.
Program sosial baru sebatas charity yang tidak berlandaskan pada need assessment and opportunity Kegiatan pelatihan tidak berkesinambungan dan terpisah dari kegiatan pembangunan ekonomi dan lingkungan serta stereotifik. Pelatihan untuk perempuan berupa menjahit, memasak dll. Dengan kata lain kegiatan pelatihan tidak berdasarkan need assessment and opportunity Penerima manfaat program sosial terbatas pada mereka yang dekat dengan BKM. Dengan kata lain seleksi penerima manfaat program sosial belum tepat sasaran.(Diskusi Kota, PKBI, September 2009)
Pembelajaran yang bisa dipetik dari potret KSM di atas adalah: 1. Efektifitas program kerja KSM perlu didahului oleh kegiatan need assessment dan opportunity assessment, termasuk jender need assessment dan jender opportunity assessment sesuai dengan kebutuhan perempuan lokal. 2. Rigiditas kebijakan ditinjau ulang karena ”membunuh” prinsip-prinsip kehidupan bermasyarakat yang ideal, yaitu demokratisasi, partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas seperti yang dianut P2KP. 3. Pemberdayaan dan Demokrasi hanya hidup dalam tataran konseptual belaka jika ”suara” perempuan diabaikan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta pengawasan dalam kegiatan KSM. Padahal, hanya pemberdayaan dan demokrasi yang nyata yang mampu mengubah realitas yang kurang baik menjadi lebih baik.
3.2.2 BKM belum Sensitif Jender dan sebagai “Kontraktor” BKM adalah lembaga pimpinan kolektif yang dibentuk sebagai motor penggerak penumbuhan kembali solidaritas serta kesatuan sosial masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan secara mandiri berkelanjutan, dengan tugas pokok sebagai berikut:2 a)
merumuskna kebijakan serta aturan main secara demokratis mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan b) mengorganisasi masyarakat untuk merumuskan visi, misi, rencana strategis dan pronangkis c) memonitor, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil
1
Dari awal sampai 15 September setiap Selasa dan Kamis diselenggarakan diskusi kota dengan peserta seluruh tim evaluasi dari 8 kajian. Tujuan diskusi tersebut mempresentasikan hasil temuan setiap tim dan saling memperkaya hasil temuan lapangan. 2 Dalam Booklet Review Partisipatif Program Penanggulangan Kemiskinan, Dep.PU, Dirjen Ciptakarya, h.10 PT. Prospera Consulting Engineers
88
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM d) e) f) g)
memverifikasi penilaian yang telah dilaksanakan oleh UP-UP mengawal terlembaganya nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip kemasyarakatan mewakili masyarakat untuk memberikan kontrol dan masukan terhadap kebijakan pemerintah membangun kerja sama dengan pihak luar
Apakah tugas pokok tersebut sudah dijalankan dan bagaimanakah peranan perempuan dan laki-laki sebagai anggota BKM maupun sebagai koordinator? Sebelum menjawab hal itu, terlebih dahulu diulas potret kuantitatif perempuan sebagai anggota BKM. Secara kuantitatif, anggota BKM mayoritas adalah kaum laki-laki, kecuali di Mataram Barat, Kota Mataram dan Karang Berombak, Kota Medan. Sementara itu, koordinatorpun demikian kecuali di Mataram Barat, Mataram dan Kodingareng, Makasar. Untuk lebih jelasnya, perhatikan diagram di bawah ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
89
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 17
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
90
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 18
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Data di atas semakin menguatkan bahwa perempuan menempati posisi minoritas sebagai koordinator BKM. Lantas
bagaimana profile pendidikan, status dan pekerjaan para
koordinator BKM? Tabel 10 Profile Koordinator BKM Lokasi Studi Kota Gorontalo Makasar
Koordinator
Pendidikan
Status
Pekerjaan 3
Dulomo Selatan
SLTA
Tokoh pemuda/N
Sopir Bentor
Pohe
PT
Tomas/N
Lurah
Kodingareng
Do PT
Tomas/N
Pedagang
Pattingaloang
PT
Tomas/N
Pengusaha Bengkel perahu
Bengkulu Medan
Kebun Gerand
PT
Tomas/N
Pegawai negeri
Kampung Bali
PT
Tomas/N
Dosen
Tokoh Pemuda/N
Pegawai Hotel
Tokoh pemuda/N
Pengusah/anggota
Karang Berombak Belawan 2
PT
legislatif Pasuruan Surabaya Bima
3
Kepel
SLTA
Tokoh pemuda/tomas/N
Polisi
Panggungrejo
SLTA
Tomas/N
Nelayan
Tembok Dukuh
PT
Tomas dan Toga/N
Pengusaha
Ampel
SLTA
Tomas/N
Pengusaha
Sambinae
SLTA
Toga/N
Tukang Ojeg
N artinya nikah PT. Prospera Consulting Engineers
91
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Mataram
Sarae
PT
Tomas/N
Kontraktor lokal
Mataram Barat
PT
Aktivis
Pedagang kecil
Perempuan/Janda Karangpule
SLTA
Tomas/N
Sopir pribadi dewan
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Kedua diagram di atas menunjukkan beberapa tipologi tentang BKM, yaitu sebagai berikut. Pertama, BKM tipe koordinator perempuan dan kedua, BKM tipe koordinator laki-laki. Apakah kedua tipe BKM itu peka atas kebutuhan khas perempuan lokal? Untuk lebih jelasnya, ikuti paparan berikut. 3.2.2.1
BKM Tipe Koordinator Perempuan
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Tipe Koordinator Perempuan, terdapat di Kelurahan Mataram Barat, Kota Mataram dan Kelurahan Kodingareng, Makasar. Siapakah mereka? Berikut adalah profile koordinator BKM di dua Kelurahan tersebut: saya bekerja lagi, mencuci, memasak, saya bekerja lagi, mencuci, memasak,
Panggil saja Ibu Haji, itulah panggilan akrab atas ibu Siti Asiah (49 tahun) koordinator BKM di kelurahan Mataram Barat, Kota Mataram. Ibu empat anak, yang semuanya berjenis kelamin perempuan ini mendapat gelar Haji tatkala beliau menjadi TKW selama 9 tahun di Arab Saudi. Beliau juga pernah menjadi pembantu Rumah Tangga selama 6 tahun di Jakarta.Meskipun demikian, ia sempat mengenyam bangku kuliah dan lulus sebagai seorang sarjana pendidikan dari salah satu Universitas Swasta di Mataram. Ketika menikah dengan suaminya, seorang ulama Jamaah Tabligh, beliau memakai cadar, dan dilarang beraktifitas di luar rumah. Ibu Haji kemudian ditinggal pergi suaminya, yang memilih berpoligami ketika beliau hamil anak ke-4 (sekarang berusia 9 tahun). Dari sinilah kemudian geliat seorang Ibu Haji yang peka ! dengan lingkungan sosial tersalurkan. Beliau menjadi seorang aktifis di LSM perempuan dan anak jalanan sejak tahun 2000 hingga hari ini, dan juga aktif menjadi kader posyandu dan kegiatan-kegiatan sosial di kelurahan lainnya (pendata BPS untuk kelurahannya, PKK dll). Belakangan sosok Ibu Haji mulai tidak disukai teman sesama PT. Prospera Consulting Engineers
92
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM anggota BKM lain maupun elit lokal seperti Kepala Lingkungan, yang berakhir pada dibawa-bawanya aspek primordial. Beliau dianggap terlalu dominan dan keras, tidak menggambarkan sosok perempuan umumnya yang cenderung manut, lemah lembut dll. Bu Haji berkomitmen untuk tetap aktif di kegiatan sosial kemasyarakatan, walau nanti tidak dipilih lagi menjadi anggota BKM. “Itu adalah dunia saya, capek memang....., tapi disinilah tempat saya menyalurkan kepuasan batin saya membantu orang lain.”(Mataram Barat, Mataram,Tim jender, Juli, 2009)
Ibu Hj. Suryanti, koordinator BKM. Beliau lahir di Kodingareng 35 tahun silam (Kakeknya tokoh masyaraka sekaligus, tuan tanah) dan sempat mengenyam bangku kuliah di IAIN Makasar. Dikarenakan ibunya meninggal karena blooding saat mengandung, maka ia selaku anak pertama dipanggil pulang untuk mengurus adiknya yang masih kecil-kecil dan tiga bulan setelah ibunya wafat, bapaknya menikah lagi dengan perempuan dari luar pulau kampung. Dengan demikian, ia bertindak sebagai ibu dan bapak bagi adikadiknya. Usia 25 tahun dia menikah dan dikarunuiai 3 anak, 2 perempuan dan 1 lakilaki. Dua anak perempuannya kurang sehat, yakni lumpuh dan secara fisik kurang sempurna. Kedua anak perempuannya belum bisa mengurus dirinya sendiri dan dia sangat khawatir atas masa depan kedua anak perempuannya jika Ia sudah tua renta
PT. Prospera Consulting Engineers
93
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM ataupun wafat. Jika kedua anaknya sedang tidur, dia sering menangis. Meskipun kondisi kedua anaknya seperti itu, akan tetapi tidak menyurutkan semangatnya untuk aktif di masyarakat. Beliau sudah lima kali terpilih sebagai koordinator dan didukung oleh suami, anggota BKM lain dan masyarakat. Pada awal terpilih sebagai koordinator, ada rasa ragu yang mengganggu sanggupkah ia memikul amanah tersebut? Akan tetapi seiring waktu dan terbukti bahwa ia bisa bekerja dengan baik, maka ia semakin percaya diri dan memiliki pengalaman bahwa perempuanpun mampu memimpin jika diberi kesempatan dan didukung oleh semua pihak.Pada saat ini, beliau agak kesulitan untuk melakukan kaderisasi sebab para perempuan di kepulauan Kodingareng mayoritas pendidikan rendah. Meskipun demikian, dia mencoba mengkader perempuan muda yang kira-kira potensial untuk menggantikannya dengan cara melibatkan dalam kegiatan ke-BKM-an. Persoalan yang dia hadapi selaku koordinator adalah masalah waktu rapat dengan anggota BKM lain mengingat pekerjaan anggota BKM yang variatif sebagai nelayan yang sering bepergian jauh dan dalam waktu lama baru kembali ke pulau. Meskipun demikian, persoalan-persoalan yang datang selama ini dapat diatasi atas dukungan dan komunikasi berkesinambungan antara BKM dan faskel berikut sebagian besar pengurus BKM.(Kodingareng, Makasar, Tim Jender, Juni 2009)
Mencermati kedua profile perempuan sebagai koordinator di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan yang mampu duduk sebagai koordinator BKM adalah sebagai berikut: Tabel 11 Profile BKM Perempuan Kodingareng-Mataram Barat No
Kodingareng
Mataram Barat
1
Pernah kuliah di IAIN Makasar
Lulusan S1 Pendidikan
2
Anak Tokoh Masyarakat
Anak dari masyarakat biasa
3
Asli Kodingareng
Dari Bima
4
Aktif berorganisasi
Aktif berorganisasi
5
Ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga
6
Bersuami
Single parent
7
Pedagang
Pedagang kecil Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Kedua profile perempuan sebagai koordinator BKM tersebut di atas menunjukkan bahwa setiap daerah memiliki kekhasan, yakni di Mataram Barat
siapapun bisa menjadi
Koordinator BKM walaupun berasal dari daerah lain dan dari kalangan masyarakat biasa. Sementara itu, di Kodingareng siapa yang terpilih menjadi koordinator BKM masih PT. Prospera Consulting Engineers
94
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
sangat kuat dipengaruhi oleh latar sosial. Secara geografis dapat dipahami, Kelurahan Mataram Barat dekat dengan pusat kota sehingga sangat dimungkinkan masyarakatnya lebih heterogen dan egaliter, dibandingkan dengan di Kodingareng sebagai sebuah pulau yang cukup jauh dari pusat kota Makasar dan masih kuatnya pengaruh figur dan ketokohan. Selanjutnya, dengan mereka berdua sebagai koordinator BKM, apakah dengan serta merta memperhatikan kebutuhan khas perempuan lokal, khususnya para perempuan miskin dalam program pembangunan sosial, lingkungan, dan ekonomi? Langkah awal untuk menjawab pertanyaan di atas, perhatikanlah diagram di bawah ini.
Diagram 19
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Diagram di atas secara kuantitatif mengandung makna: !
Mayoritas anggota KSM ekonomi baik di Mataram Barat maupun Kodingareng adalah perempuan.
PT. Prospera Consulting Engineers
95
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
!
Mayoritas anggota BKM di Mataram Barat adalah perempuan, sedangkan di Kodingareng meskipun koordinatornya perempuan, akan tetapi anggota perempuannya minoritas.
!
Relawan perempuan di Mataram Barat adalah mayoritas, sedangkan di Kodingareng sebaliknya.
!
Faskel perempuan di Mataram Barat adalah setara, sedangkan di Kodingareng minoritas.
Mengapa hal di atas bisa terjadi dan bagaimana peranan kedua koordinator perempuan BKM tersebut ? Mayoritasnya perempuan sebagai anggota KSM ekonomi di kedua tempat tersebut dapat dipahami sebab-sebabnya, yaitu sebagai berikut: pertama, perempuan sangat dekat dan lekat dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Kedua, perempuan banyak terlibat di usaha mikro untuk menyokong perekonomian keluarga dan sangat membutuhkan tambahan modal untuk usaha. Secara khusus di Kodingareng, tatkala para suami sebagai buruh nelayan pergi menangkap ikan selama berbulan-bulan, maka secara otomatis pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga jatuh ke tangan para istri. Oleh karena itu sangat dipahami jika kemudian banyak perempuan tertarik kepada dana bergulir yang bunganya relatif kecil dibandingkan dengan bunga pinjaman bank. Secara kuantitatif, mayoritas perempuan sebagai anggota KSM ekonomi di dua kelurahan tersebut adalah menggembirakan, akan tetapi secara kualitatif
belumlah demikian.
Mengapa demikian? Pertama, keterlibatan mereka sebagai anggota KSM ekonomi tidak berangkat dari kesadaran kritis bahwa program tersebut adalah salah satu media untuk mengubah posisi kekurangberdayaan mereka dalam aspek ekonomi sekaligus sebagai salah satu aspek penting dalam rangka pengentasan kemiskinan. Hal itu bisa dipahami karena masih lemahnya sosialisasi baik secara subtansi maupun media yang digunakan oleh BKM maupun faskel ataupun oleh tenaga ahli terkait baik tenaga ahli sosialisasi maupun tenaga ahli pelatihan dan pengembangan kapasitas berikut desain program. Oleh karena itu tidak berlebihan jika keterlibatan mayoritas di KSM ekonomi masih bersifat mobilisasi.
PT. Prospera Consulting Engineers
96
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Kedua, kapasitas perempuan anggota didampingi secara berkelanjutan
KSM ekonomi belum dikembangkankan dan
menyangkut aspek keterampilan hidup
yang
menunjang usaha ekonomi agar mampu merubah kondisi mereka ke arah yang lebih baik bahkan mampu mengentaskan kemiskinannya. Ketiga, kemayoritas mereka sebagai anggota KSM ekonomi belum mampu mempengaruhi kebijakan publik lokal terkait pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan sehingga “berwajah” pro kebutuhan khas perempuan, terutama perempuan miskin. Realitas ini terjadi terkait erat dengan ketiadaan sosialisasi maupun pelatihan ataupun pendampingan khusus yang memberdayakan kaum perempuan anggota KSM ekonomi atas pentingnya keterlibatan mereka dalam pengambilan kebijakan dalam pembangunan tridaya. Oleh karena itu sangat dimengerti jika mereka tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam pengambilan keputusan pembangunan ekonomi lokal. Kenyataan seperti inipun terjadi tidak terlepas dari sistem penyeleksian kelompok target KSM ekonomi yang belum tepat sasaran hanya melalui penunjukkan yang dilakukan oleh UPK,UPS,UPL, anggota BKM ataupun elit lokal lain dan usaha yang dikembangkan belum bersifat kolektif. Bagaimana perempuan sebagai koordinator BKM di Mataram Barat, Mataram dan Kodingareng Makasar, apakah hal itu “terbaca” oleh mereka dan apakah mereka sudah melakukan langkah-langkah tertentu sehingga keberadaan perempuan sebagai KSM ekonomi menjadi solusi di tengah kegusaran dan gonjang ganjing dunia ekonomi yang tak tuntas-tuntas? Perempuan sebagai koordinator BKM di dua kelurahan tersebut belum melakukan langkah praktis maupun strategis untuk memberdayakan perempuan sebagai anggota KSM, apalagi memberdayakan perempuan miskin. Kenapa demikian? Khususnya perempuan miskin di Kodingareng masih terabaikan sebagai kelompok target KSM ekonomi. Hal itu merupakan salah satu bentuk kedilematisan perempuan sebagai koordinator BKM. Di satu sisi dia (koordinator BKM) menyadari bahwa yang menjadi kelompok target adalah perempuan miskin. Akan tetapi, di sisi lain adalah tuntutan proyek yang mensyaratkan aturan mendapatkan kucuran dana selanjutnya jika pengembalian dana bergulir lancar dan bisa mencapai 80%. Apa yang menjadi kekhawatiran Koordinator BKM Mataram terbukti yakni, di Mataram Barat yang tidak
PT. Prospera Consulting Engineers
97
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
memperoleh kucuran dana selanjutnya karena pengembalian dana bergulir tidak mencapai target. “Seandainya kita tahu ada kebijakan RR seperti sekarang ini, mungkin kita tidak kasih orang tak mampu ambil dana bergulir. Kita ini dilematis, di satu sisi ini dana untuk orang miskin, tapi disisi lain harus dikembalikan. Orang miskin kan yah...tidak mampu...Harusnya kebijakannya tegas saja, dana bergulir untuk orang usaha (mampu), nanti jasanya bisa digulirkan sebagai dana hibah bagi orang miskin, sehingga adil. Usul saya itu pernah saya ungkapkan dulu.” (Koordinator BKM Mataram Barat, Agustus 2009)
Kenyataan itu semakin menguatkan bahwa program tersebut masih “setengah hati”. Di satu sisi program dana bergulir ingin merubah posisi perempuan marjinal agar berdaya, akan tetapi rigiditas kebijakan program tersebut telah memposisikan perempuan miskin menjadi “terperdaya” dan terabaikan. Di samping itu,
program tersebut belum mampu
mengentaskan kemiskinan perempuan marjinal. Adakah perempuan miskin di dua kelurahan ataupun kelurahan yang lain entas kemiskinannya pasca mendapat dana bergulir? Tentunya hal itu perlu penelaahan lebih lanjut dan dijadikan bahan refleksi agar menjadi program yang betul-betul memberdayakan masyarakat miskin,
khususnya
perempuan marjinal secara ekonomi. Selanjutnya, bagaimana peranan perempuan miskin di Mataram Barat, Mataram dan Kodingareng, Makasar di KSM sosial dan lingkungan dan bagaimana pula peran perempuan sebagai koordinator di dua kelurahan tersebut? Apakah, mereka pro dan peka pada kebutuhan khas perempuan, terutama perempuan miskin? Seperti halnya di ranah ekonomi, di ranah sosial dan lingkungan, meskipun koordinator BKM di kelurahan tersebut adalah perempuan, akan tetapi tidak langsung peka atas kebutuhan khas perempuan. Dalam hal ini bukan karena mereka adalah perempuan, akan tetapi adalah persoalan perspektif . Apakah mereka berdua memiliki perspektif jender dan khususnya perspektif perempuan
ketika berpikir tentang pembangunan sosial dan
lingkungan? Realitasnya belum seperti yang diharapkan, yakni perspektif jender dan perspektif perempuan belum diintegrasikan dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Lantas masalah pokoknya di mana? Akar masalahnya adalah ada pada desain proyek P2KP sendiri yang belum pro pada kebutuhan khas perempuan lokal, terutama
PT. Prospera Consulting Engineers
98
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
perempuan miskin. Implikasinya, produk pembangunan sosial dan lingkungan belum menyasar pada kebutuhan khas dan mendasar perempuan miskin di kedua kelurahan tersebut. Faktanya adalah program, seperti diungkap di atas baru bersifat charity dan program pembangunan lingkungan baru bersifat fisik semata pula seperti diungkap di muka dan dipertegas oleh penemuan Tim Peneliti Infrastruktur dan Kegiatan Sosial (2009) atas program P2KP/PNPM. Dari semua program sosial dan lingkungan dari hasil penelitian kedua tim tersebut belum ada satupun yang menyasar pada kesehatan reproduksi perempuan ataupun program peningkatan kapasitas yang bersifat integratif antara sosial, ekonomi, dan lingkungan yang menyokong pada peningkatan kesehatan ibu dan anak, khususnya kesehatan reproduksi perempuan. Untuk lebih jelasnya, hal itu dapat dilihat dari PJM Pronangkis di kedua kelurahan tersebut. (lihat tabel dan pembahasan kegiatan lingkungan dan sosial di Mataram Barat, Mataram dan Kodingareng, Makasar) Dengan menganalisis kedua PJM Pronangkis berikut kegiatan KSM lingkungan dan sosial di kedua kelurahan tersebut semakin menguatkan
pernyataan di atas bahwa
koordinator BKM perempuan tidak secara otomatis ia peka atas kebutuhan khas perempuan, terutama perempuan miskin. Hal itu dipertegas dengan produk pembangunan sosial dan lingkungan di kedua tempat tersebut seperti diperlihatkan oleh
foto-foto
berikut ini: Tempat Mandi Terbuka di Kelurahan Kodingareng, Makasar
PT. Prospera Consulting Engineers
99
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
WC di Tepi Pantai di Kelurahan Kodingareng, Makasar
PT. Prospera Consulting Engineers
100
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Dengan mencermati kedua foto di atas, tentunya menghadirkan pertanyaan,” Apakah para perempuan merasa nyaman mandi di tempat terbuka? Apakah para perempuan khususnya ibu hamil dan memiliki balita merasa nyaman menggunakan WC di tepi pantai di atas dengan sarana air bersih terbatas?” Tentunya oleh para perencana pembangunan infrastruktur hal itu perlu dipertimbangkan. Dengan kata lain, kebutuhan khas perempuan perlu dipertimbangkan dalam pembangunan infrastruktur sesuai konteks lokal. Hadirnya realitas seperti itu, seperti diungkap di muka akar masalahnya adalah desain proyek tridaya pembangunan yang
menganut paradigma berpikir positivistik dan
paternalistik. Artinya, paradigma pembangunan yang digunakan masih sarat dengan cara berpikir yang maskulin, atau cenderung menggunakan perspektif laki-laki. Padahal, antara perempuan dan laki-laki memiliki kebutuhan khas yang berbeda terkait dengan perbedaannya secara biologis. Semakin dipertegas dengan ketiadaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin ketika melakukan pemetaan sosial. Hal itu semakin dipahami, bagi BKM dan koordinator belum ada pelatihan khusus sensitivitas jender berikut PT. Prospera Consulting Engineers
101
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
bagaimana mengintegrasikan perspektif jender dan perspektif perempuan ke dalam paradigma pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan baik secara konseptual maupun secara praktis sesuai konteks lokal. Tentunya, realitas itupun terkait erat dengan kapasitas konsultan P2KP
di tingkat kelurahan, kota, provinsi, maupun di tingkat
nasional yang berhubungan dengan jender, perempuan, dan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan berikut implikasi praktis dan strategis dalam pembangunan lokal pada perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu perlu didukung oleh pencerahan materi tentang jender dn kesehatan berikut jender, agama dan budaya lokal. Di samping itu, hal lain yang harus disadari adalah meskipun kebijakan pembangunan bersifat netral jender, akan tetapi implikasinya adalah sangat berbeda pada perempuan dan laki-laki karena walaubagaimanapun konteks lokal sudah memposisikan perempuan dan laki-laki memiliki peran sosial yang berbeda baik itu terkait dengan ketubuhan perempuan dan laki-laki maupun konstruksi sosial budaya setempat yang telah memposisikan perempuan di wilayah domestik dan laki-laki di publik. Selanjutnya, bagaimana peranan perempuan anggota di luar koordinator BKM? Peranan koordinator perempuan di BKM adalah sekaligus merepresentasi perempuan sebagai
anggota BKM. Selanjutnya bagaimana
peranan relawan perempuan dalam program P2KP di Mataram Barat, Mataram dan Kodingareng, Makasar? Diagram 20
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
102
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Data di atas menunjukkan bahwa secara kuantitatif, mayoritas perempuan sebagai relawan di kelurahan Mataram Barat adalah menggembirakan, akan tetapi sebaliknya terjadi di Kodingareng. Mengapa partisipasi perempuan sebagai relawan di Mataram Barat lebih tinggi dibandingkan dengan di Kodingareng? Dan mengapa pula partisipasi perempuan di Mataram Barat lebih tinggi dibandingkan denga teman laki-lakinya, sedangkan di Kodingareng sebaliknya? Seperti diungkap di muka, di Mataram Barat, kaum laki-laki kurang tertarik pada dunia kerelawanan dan dunia kerelawanan diidentikkan dengan dunia perempuan. Oleh karena itu yang diundang untuk menjadi relawan mayoritas perempuan. Bagaimana dengan Kodingareng? Di Kodingareng, pada saat sosialisasi awal yang diundang adalah kepala keluarga yang diidentikkan dengan kaum laki-laki, meskipun pada kenyataannya ada pula perempuan sebagai kepala keluarga (dijumpai saat menemui warga miskin). Maka dari itu yang terdokumentasi secara administrasi adalah nama bapak-bapak dan berakibat pada data yang ada di data SIM mayoritas sebagai relawan di daerah tersebut adalah kaum laki-laki. Jika kemudian terdapat nama perempuan, hal itu mewakili organisasi wanita seperti PKK. Selanjutnya, bagaimanakah peranan mereka secara kualitatif? Kemayoritasan perempuan sebagai relawan di Mataram Barat bukan berarti secara kualitatif mereka sudah berperan. Mengapa demikian? Pertama, pasca BKM terbentuk mayoritas relawan perempuan tidak aktif lagi. Hal itu terjadi disebabkan oleh hal-hal berikut ini: a. Konsep relawan tidak jelas dan hanya dipahami bahwa relawan bertugas sebagai pendata keluraga miskin (gakin) atau sebagian ikut dalam siklus awal P2KP (RKM, RK, PS) tanpa bayaran dan bersifat ikhlas. b. Relawan lebih banyak bukan dari kalangan elit perempuan, akan tetapi berasal dari kalangan perempuan biasa yang memiliki waktu luang dan aktif di kelurahan serta ditunjuk oleh elit lokal. c. Relawan yang tidak terpilih menjadi anggota BKM, KSM, UP-UP, tidak dilibatkan dalam seluruh aktivitas pemberdayaan pasca terbentuk BKM.
PT. Prospera Consulting Engineers
103
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
d. Relawan tidak memiliki wadah khusus dengan peran dan fungsi yang jelas pasca BKM terbentuk. Kedua, meskipun di Mataram Barat, Kota Mataram relawan perempuan mayoritas, akan tetapi mereka belum mampu mempengaruhi kebijakan publik lokal dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan, termasuk di BKM. Hal senadapun dijumpai pula di Kodingareng. Hal itu sangat bisa dipahami sebab mayoritas yang menjadi relawan adalah dari kalangan masyarakat biasa yang aktif di PKK dan pendidikan mereka pun mayoritas SD untuk Kodingareng dan SLTA untuk Mataram Barat. Diagram 21
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Ketiga, sayangnya dalam realitas seperti disebut di atas, kedua koordinator perempuan tersebut belum melakukan langkah-langkah praktis dan strategis bagaimana meraih simpati menarik potensi relawan perempuan yang sudah ada agar tetap aktif dan berdaya sesuai dengan peran dan fungsi keberadaan mereka. Apakah hal itu terkait erat dengan keberadaan faskel di kedua kelurahan tersebut? Faskel yang ada di dua kelurahan tersebut, secara kuantitatif adalah seperti digambarkan diagram berikut ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
104
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 22
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Makna di balik diagram di atas adalah faskel yang bertugas di Mataram Barat dari aspek jumlah setara, sedangkan di Kodingareng
sebaliknya. Mengapa fenomena itu bisa
terjadi? Hal itu terkait erat dengan rekrutmen dan staffing berikut ketersediaan sumber daya manusia yang melamar sebagai faskel. Apakah komposisi faskel yang seperti itu mendorong hadirnya pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang peka terhadap kebutuhan khas perempuan lokal, khususnya perempuan miskin? Di bagian muka dipaparkan dalam sub bab ini bahwa pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan di dua kelurahan tersebut masih “berwajahkan laki-laki”. Artinya paradigma pembangunan yang digunakan masih merepresentasikan cara pandang kaum laki-laki dan perempuan dengan cara pandangnya belum dilibatkan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi.Lantas persoalan dasarnya dimana? Seperti telah disinggung di depan, persoalan dasarnya adalah desain proyek yang belum peka terhadap kebutuhan manusia, khususnya kebutuhan khas perempuan miskin dalam konteks lokal, termasuk di dalamnya pelatihan untuk faskel yang belum menyentuh pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berperspektif jender dan berperspektif perempuan. Sebagai salah satu contoh, perhatikan foto di bawah dan mari bertanya, “Sudah diakomodirkah kebutuhan khas perempuan (anak) lokal dalam foto-foto di bawah ini?”
PT. Prospera Consulting Engineers
105
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Anak perempuan sedang mengambil air di Kodingareng, Makasar
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Perempuan Pengangkut Batu di Mataram Barat, Mataram
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
106
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Selain itu belum ada kebijakan operasional bagaimana mengarusutamakan perspektif jender dan perspektif perempuan ke dalam pembangunan tridaya berikut instrument praktis yang dapat digunakan dengan mudah oleh para faskel di lapangan. Hal itu diperburuk dengan tidak ada satu butirpun tugas pokok faskel sebagai jender fokal point yang bertugas sebagai pemasti bahwa pembangunan tridaya sudah pro kebutuhan perempuan, terutama perempuan miskin ataukah belum. Kenyataan inipun semakin disulitkan dengan tugas-tugas administrasi sehingga program pemberdayaan terabaikan dan diperlemah dengan kapasitas faskel yang kurang memadai dalam aspek pemberdayaan
masyarakat,
khususnya
dalam
pemberdayaan
perempuan
dalam
pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Lemahnya kapasitas faskelpun bisa dipahami karena di samping terkait erat dengan pelatihan pengembangan kapasitas yang belum secara spesifik menyasar pada pentingnya pembangunan tridaya
yang
berperspektif jender dan berperspektif perempuan dalam pengentasan kemiskinan, juga terkait dengan sistem perekrutan faskel yang bersifat massal dan menasional. Tentunya tidak mudah mendapatkan faskel yang memiliki kapasitas seperti yang diharapkan, sedangkan program kerja harus berjalan dan dipersulit dengan ketiadaan tenaga ahli jender di KMP, KMW, maupun korkot. Dan korkot yang sangat dekat dengan kelompok target pemberdayaan masyarakat dan perempuan belum difungsikan sebagai pusat pemberdayaan
masyarakat,
termasuk
pusat
pemberdayaan
perempuan
dalam
pembangunan tridaya. Oleh karena itu, dengan kondisi faskel seperti itu, bagaimana mungkin mampu mengawal perempuan sebagai anggota KSM, BKM, maupun relawan untuk menjadi agen perubahan di tengah masyarakat menuju tercapainya visi dan misi program P2KP berikut prinsip-prinsip dasar pembangunan tridaya yang diharapkan. Selanjutnya, bagaimana potret BKM tipe koordinator laki-laki? 3.2.2.2
BKM Tipe Koordinator Laki-laki
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Tipe Koordinator Laki-laki terdapat di semua pulau, namun tidak di semua kota seperti Makasar (kelurahan Kodingareng) dan Mataram (Mataram Barat).Tipe BKM ini dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu pertama, tipe
PT. Prospera Consulting Engineers
107
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
BKM koordinator laki-laki dengan mayoritas anggota perempuan (72%), kelurahan Karang Berombak, Medan. Kedua, tipe BKM koordinator laki-laki dengan minoritas anggota perempuan (0%), kelurahan
Karangpule, Mataram. Ketiga, tipe BKM
koordinator laki-laki dengan terdapat anggota perempuan dan laki-laki dengan perbedaan tidak terlalu ekstrim, yaitu
kelurahan Pohe dan Dulomo Selatan (Gorontalo),
Pattingaloang (Makasar), Kebun Gerand dan Kampung Bali (Bengkulu), Belawan 2 (Medan), Kepel dan Panggungrejo (Pasuruan), Tembok Dukuh dan Ampel (Medan), serta Sambinae dan Sarae (Bima). a. Tipe BKM Koordinator Laki-laki dengan mayoritas anggota perempuan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Koordinator Laki-laki dengan Mayoritas Perempuan hanya terdapat di kelurahan Karang Berombak, Kota Medan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Pertama, kelurahan tersebut berada dekat dengan pusat kota, sehingga dimungkinkan masyarakat di sekitar kelurahan tersebut cenderung heterogen dan lebih egaliter. Kedua, masih kuatnya stereotype peran jender bahwa dunia relawan, termasuk di BKM adalah identik dengan dunianya kaum perempuan. Ketiga, perempuan memiliki waktu luang yang banyak pasca menyelesaikan urusan domestik dan mayoritas mereka yang duduk sebagai anggota BKM bukanlah pekerja kantoran melainkan ibu rumah tangga, yang sebagian besar diposisikan sebagai pencari nafkah tambahan melalui usaha kecil yang dilakukan di sekitar rumah.Sementara itu, kaum laki-laki sibuk dalam usaha ekonomi produktif. Hal itu dipertegas oleh temuan tim kajian relawan untuk evaluasi P2KP 2009. Selanjutnya, mengapa mayoritas anggota BKM adalah perempuan, tetapi tetap yang terpilih sebagai sebagai koordinator BKM adalah laki-laki? Adat Karang Berombak masih kuat dipengaruhi pemahaman keagamaan bahwa yang lebih utama menjadi pimpinan adalah kaum laki-laki. Selanjutnya, siapa sajakah para perempuan yang duduk sebagai anggota BKM? Dan apakah kemayoritasan mereka di BKM serta merta
memperhatikan kebutuhan khas perempuan yang terkait dalam pembangunan
lingkungan, sosial, dan ekonomi sesuai dengan konteks lokal?
PT. Prospera Consulting Engineers
108
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 23
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Diagram di atas mengandung makna bahwa perempuan sebagai BKM, relawan, dan faskel adalah berada dalam posisi mayoritas. Untuk posisi BKM dan relawan alasan mereka mayoritas sudah dibahas di atas, sedangkan untuk faskel adalah terkait dengan staffing dan pembagian kelompok antara faskel perempuan dan laki-laki. Para perempuan yang duduk dalam keanggotaan BKM dan relawan di Karang Berombak, Kota Medan mayoritas adalah dari kalang sosial ekonomi biasa dan mereka aktif sebagai kader PKK di kelurahan. Di dua kelurahan tersebut, secara kuantitatif partisipasi mereka adalah menggembirakan, akan tetapi kemayoritasan mereka tidak serta merta pro atas kebutuhan khas perempuan lokal umumnya dan khususnya, kebutuhan khas kaum perempuan miskin. Fakta yang menguatkan pernyataan tersebut adalah pelaksanaan,
dapat dilihat dari perencanaan kegiatan,
berikut out put pembangunan tridaya yang selama ini sudah berjalan
apakah sudah pro perempuan miskin dan apakah sudah mampu memperbaiki kondisi kehidupan mereka ke arah yang lebih baik.
PT. Prospera Consulting Engineers
109
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Pertama, Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis)
sebagai payung hukum pelaksanaan
Kelurahan Karang Berombak, Kota Medan
pembangunan tridaya
baik di
belum secara khusus memperhatikan
kebutuhan khas perempuan miskin lokal, termasuk dalam hal pengganggaran belum peka jender dan peka atas kebutuhan khas perempuan lokal. Hal itu dapat dilihat dari visi, misi, dan program kerja BKM yang tertuang dalam PJM Pronangkis. Kedua, kegiatan pembangunan lingkungan/infrastruktur baru seputar pembangunan jalan rabat beton, paving block, drainase, MCK, dan rumah layak huni dan perempuan miskin kurang bahkan tidak dilibatkan dalam perencanaan, jika terlibatkan hanya sekedar
sebagai
penyedia konsumsi saat pembangunan berlangsung. Selain itu, seluruh ketua panitya pembangunan infrastruktur mayoritas adalah kaum laki-laki, oleh karena itu sangat beralasan jika kemudian dijumpai produk pembangunan infrastruktur di dua kelurahan tersebut belum peka terhadap kebutuhan khas perempuan miskin lokal. Untuk lebih jelasnya, perhatikan foto berikut yang mencerminkan produk pembangunan infrastruktur yang belum peka terhadap kebutuhan khas perempuan. Jalan Produk KSM Lingkungan tanpa Polisi Tidur di Karang Berombak, Medan
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009 PT. Prospera Consulting Engineers
110
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Jalan dengan tanpa polisi tidur di atas sering dipakai tempat bermain oleh anak-anak, sedangkan kendaraan bermotor pun hilir mudik dengan kencang. Apakah para ibu merasa tenang dengan kondisi seperti itu yang kehidupan sehari-harinya sangat dekat denga anak? Apakah hal itu diakomodir dalam PJM Pronangkis, khususnya dalam kegiatan infrastruktur/lingkungan? Kenyataan di atas diperkuat oleh hasil studi Tim Infrastruktur (2009) yang sama sekali tidak menyinggung bahwa pembangunan infrastruktur/ lingkungan sudah pro kebutuhan khas perempuan, termasuk perempuan miskin. Temuan tim tersebut atas pembangunan infrastruktur hanya menyoroti kualitas teknis, padahal salah satu prinsip yang dianut dalam pembangunan infrastruktur adalah kesetaraan dan keadilan jender. Hal itu mengandung makna bahwa
pembangunan infrastruktur perlu mempertimbangkan
kebutuhan khas semua orang, terutama kebutuhan khas perempuan miskin yang masih diabaikan. Ketiga, kegiatan pembangunan sosial yang dilakukan masih bersifat charity dan tidak berkelanjutan. Misalnya, santunan untuk lansia dan anak yatim-piatu yang tidak mampu, kursus menjahit maupun kursus komputer
dengan tanpa adanya tindak lanjut dan
pemberdayaan yang menyokong pada pembangunan
infrastruktur maupun ekonomi
lokal, termasuk memperbaiki taraf hidup perempuan miskin. Hal itu dipertegas oleh temuan Tim Kajian Kegiatan Sosial (2009) yang tidak satupun menyinggung persoalan tersebut. Keempat, kegiatan pembangunan ekonomi di kelurahan Mataram Barat pada awalnya berjalan, akan tetapi kemudian terjadi kredit macet dan sampai tim jender datang belum berjalan kembali. Padahal dalam kegiatan pembangunan tridaya, perempuan banyak tercerap di sektor ekonomi dan mereka masih membutuhkannya, khususnya para perempuan miskin yang belum pernah mendapat pinjaman dana bergulir. Sementara itu, KSM ekonomi belum berjalan di Karang Berombak, Kota Medan disebabkan tidak ada dana pendamping dari pemerintah kota, padahal kurang lebih 22 KSM ekonomi sudah terbentuk dan mereka sangat membutuhkannya. Ketika SSI dengan para perempuan anggota BKM di kelurahan tersebut, belum terlihat ada upaya untuk mempengaruhi
PT. Prospera Consulting Engineers
111
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
kebijakan terkait persoalan tersebut baik diajukan ke tingkat kelurahan, kecamatan maupun pemerintah Kota Medan. b. Tipe BKM Koordinator Laki-laki dengan Ketiadaan Anggota Perempuan Tipe BKM Koordinator Laki-laki dengan minoritas anggota perempuan (0%), yaitu di Kelurahan Karangpule, Kota Mataram. Mengapa hal itu bisa terjadi? Di Karangpule, proses pemilihan kader/relawan di tingkat komunitas sangat dipengaruhi oleh peran kepala lingkungan. Basis komunitas yang nyata berada di lingkungan bukan terjadi di kelurahan. Setiap lingkungan memiliki karakteristik masyarakat yang tidak sama dilihat dari orientasi mata pencaharian, kesenjangan sosial-ekonomi, jarak ke pusat kelurahan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pengaruh dan intervensi kepala lingkungan sangat besar di dalam menentukan warganya sebagai kader/relawan/wakil lingkungan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di kelurahan. Kepala Lingkungan sangat menentukan apakah pemilihan kader/relawan dilakukan melalui pemililihan atau penunjukkan? Apakah kader/relawan yang dipilih tidak memperhatikan keterlibatan perempuan ? Apakah dalam realitasnya kader/relawan yang terpilih di BKM tidak bisa bekerja karena tidak memiliki kemampuan? Kesemuanya itu berada di tangan kepala lingkungan. Dari sinilah sebenarnya peluang dan hambatan perempuan
berpartisipasi dalam P2KP dapat dilihat
dari awal. Selain itu, masih dominannya laki-laki di BKM, tidak terlepas dari pengaruh kultur lokal yang sangat kuat dipengaruhi oleh pemahaman keagamaan yang memposisikan laki-laki sebagai pimpinan sekaligus bahwa peran kaum laki-laki di sektor publik, termasuk BKM, sedangkan perempuan tempatnya di sektor domestik dan di ranah kerelawanan. Kalaupun berperan di sektor ekonomi baru sebatas ekonomi mikro dan masih dalam ruang lingkup rumah tangga dan kemudian macet total dan tidak berjalan lagi sampai tim jender datang. Apakah dengan ketiadaan perempuan sebagai anggota BKM, pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan di kelurahan tersebut sudah mempertimbangkan kebutuhan khas perempuan, terutama perempuan miskin dalam konteks lokal? Untuk lebih jelasnya perhatikan diagram di bawah ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
112
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 24
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Ketiadaan perempuan sebagai anggota BKM, yang duduk kebijakan,
dalam posisi pengambil
maka secara otomatis pula kebijakan terkait pembangunan lokal
dalam
bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan belum peka terhadap kebutuhan khas manusia, khususnya perempuan miskin dalam konteks lokal, meskipun secara kuantitas anggota relawan dan KSM ekonomi mayoritas perempuan (lihat diagram di atas). Fakta yang menunjuk pada hal itu adalah, pertama, ekonomi bergulir yang macet dengan mayoritas anggotanya adalah perempuan. Kemacetan tersebut mengindikasikan ketiadaan pemberdayaan masyarakat yang sejati. Artinya, masyarakat perempuan hanya diberi pinjaman
dana
bergulir
tanpa
ada
pemberdayaan
keterampilan
hidup
yang
berkesinambungan yang mampu mengubah posisi ketidakberdayaan dari aspek ekonomi menjadi berdaya. Selain itu, produk pembangunan sosial dan lingkungan di kelurahan tersebutpun senada dengan pembangunan ekonomi. Misalnya, apakah di lokasi tambang Karangpule disediakan ruang khsusus untuk para perempuan yang sedang menyusui anaknya? Potret di bawah menunjukkan bahwa pembangunan lingkungan di kelurahan tersebut belum memperhatikan kebutuhan khas perempuan lokal. Untuk lebih jelas perhatikan foto di bawah ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
113
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Perempuan di Lokasi Tambang Karangpule, Mataram
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Kenyataan di atas diperparah dengan masuknya program NUSSP dengan prosedur yang lebih mudah dan cepat dibandingkan P2KP. Disadari ataupun tidak program NUSSP turut berkontribusi atas semakin lemahnya nilai pemberdayaan di tengah masyarakat kelurahan tersebut. Namun, tentunya perlu penelaahan lebih lanjut. c. Tipe BKM Koordinator Laki-laki dengan Keanggotaan Tidak Ekstrim Tipe BKM koordinator laki-laki dengan terdapat anggota perempuan dan laki-laki dengan perbedaan tidak terlalu ekstrim, yaitu kelurahan Pohe dan Dulomo Selatan (Gorontalo), Pattingaloang (Makasar), Kebun Gerand dan Kampung Bali (Bengkulu), Belawan 2 (Medan), Kepel dan Panggungrejo (Pasuruan), Tembok Dukuh dan Ampel (Medan), serta Sambinae dan Sarae (Bima). Selanjutnya, kelurahan tipe ini dibagi
PT. Prospera Consulting Engineers
114
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
menjadi kelurahan tipe pesisir dan pusat kota. Bagaimanakah potret pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan di du tipe kelurahan yang dikoordinatori oleh para lakilaki tersebut? Apakah pembangunan tridaya di daerah sudah memperhatikan kebutuhan khas perempuan lokal, terutama perempuan miskin? Untuk lebih jelasnya perhatikan diagram di bawah ini. Diagram 25
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
115
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Data-data di atas menunjukkan hal-hal berikut: !
Perempuan sebagai anggota KSM ekonomi tertinggi di Pohe (92%), Gorontalo dan terendah di Kampung Bali (69%) Bengkulu.
!
Perempuan sebagai anggota BKM tertinggi di Kampung Bali (31%) Bengkulu dan terendah di Sarae (8%) Bima.
!
Relawan perempuan pada koordinator BKM laki-laki lebih sedikit dibandingkan kaum laki-laki, kecuali di sarae Bima
!
Relawan perempuan paling tinggi di Sambinae, Bima, yaitu 52%, sedangkan paling rendah adalah di Belawan, Medan yaitu 15%
!
Perempuan sebagai faskel terendah di Sarae Bima (0%) dan tertinggi di Belawan 2, Medan dan Panggungrejo, Pasuruan (50%)
Meskipun demikian, secara umum, diagram di atas pun menunjukkan bahwa partisipasi perempuan sebagai relawan, BKM, dan faskel lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki kecuali di KSM ekonomi dan faskel di Belawan 2 dan Panggungrejo, serta relawan di Sarae, Bima.Bagaimana dengan potret pelaku P2KP dalam BKM yang koordinatornya laki-laki dan secara geografis berada di pusat kota. Untuk menjawab hal itu, perhatikan diagram di bawah ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
116
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 26
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
117
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram di atas menunjukkan: !
Perempuan sebagai anggota KSM ekonomi tertinggi adalah 86% di Sarae, Bima dan terendah di Dulomo Selatan 56%, Gorontalo dan untuk Ampel 0% tidak diketahui secara jelas dan tidak tersedia dalam data SIM.
!
Perempuan sebagai BKM paling tinggi Ampel (24%) dan terendah di Dulomo Selatan (8%), Gorontalo
!
Perempuan sebagai relawan tertinggi yaitu di Dulomo Selatan (93%), Gorontalo dan terendah di Pattingaloang (9%), Makasar. Ampel., Surabaya 0% karena tidak ada data dalam SIM.
!
Perempuan sebagai Faskel tertinggi yaitu di Kepel (60%), Pasuruan dan terendah di Sambinae (0%), Bima
Meskipun demikian, secara umum partisipasi perempuan pada BKM koordinator laki-laki di pusat kota lebih sedikit dibandingkan kaum laki-laki kecuali di ranah ekonomi di Sarae, Bima dan faskel di Kepel, pasuruan. Selanjutnya,“Mengapa dari 16 kelurahan yang tersebar di 4 pulau mayoritas koordinatornya adalah kaum laki-laki dan apakah mereka peka terhadap kebutuhan khas perempuan dan perempuan miskin, khususnya perempuan yang mewujud dalam kebijakan pembangunan lokal?” Jawaban atas pertanyaan pertama adalah, terkait erat dengan desain proyek dan budaya lokal yang masih kuat diwarnai oleh penafsiran ajaran agama yang memposisikan lakilaki sebagai pimpinan berikut masih kuatnya peran jender tradisional yang berlaku di masyarakat. Kebijakan terkait BKM adalah netral jender, siapapun bisa untuk duduk untuk menjadi koordinator BKM. Akan tetapi desain proyek lupa bahwa akibat konstruksi sosial budaya, perempuan dan laki-laki telah disosialisasikan secara berbeda terkait dengan peran jendernya di tengah masyarakat. Hal itu dikukuhkan oleh pemahaman tafsir agama tentang kepemimpinan adalah bias jender. Artinya, pemahaman tafsir agama yang dianut cenderung menempatkan laki-laki sebagai pemimpin kaum perempuan bertolak dari Quran surat 4 (al-Nisaa) ayat 34 yang diterjemahkan oleh Departemen Agama sebagai berikut:
PT. Prospera Consulting Engineers
118
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM “Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, oleh karena Allah
telah memberikan
kelebijan di antara mereka di atas sebagaian yang lain, dan mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
Menurut Umar (1999)4 ayat tersebut tidak tepat dijadikan alasan untuk menolak perempuan menjadi pemimpin dalam masyarakat dengan alasan sebagaimana diungkap Muhammad ‘Abduh dalam Al-Maanar-nya tidak memutlakkan kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan, oleh karena Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas sebagian yang lain. Dalam konteks ini, baik perempuan maupun laki-laki memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing untuk saling melengkapi sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh kedua jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, dalam Qur’an sendiri menganut prinsip-prinsip kesetaraan jender. Masih menurut Umar5, ada lima variabel yang memperlihatkan prinsip-prinsip kesetaraan dalam AlQur’an, yaitu: • • • • •
Laki-laki dan perempuan sama-sama hamba Allah dan keduanya memiliki potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal dan untuk mencapainya tidak ada perbedaan jenis kelamin. (Qur’an Surat (QS), 51 ayat 56). Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah (pemimpin) di bumi (QS, 6 ayat 165) Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial (QS 7 ayat 172) Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis (QS, 2 ayat 35) Laki-laki dan perempuan sama-sama meraih potensi (QS, 3 ayat 195).
Dengan kelima variabel tersebut adalah sangat tidak beralasan jika pemahaman tafsir agama tentang kepemimpinan yang
mengunggulkan salah satu jenis kelamin tetap
dianut. Budaya lokal wilayah studi masih kuat pembagian peran jender yang dikhotomis antara perempuan dan laki-laki. Hal itu terkait erat dengan
stratifikasi sosial yang masih
menempatkan perempuan sebagai makhluk “kelas dua” dengan tugas utamanya adalah sektor domestik yang sangat dekat dengan siklus kehidupan yang dijalani dan diperaninya sebagai ibu. Kondisi tersebut terkadang kurang diperhatikan dalam teknik maupun waktu pengundangan saat acara pemilihan umum BKM berlangsung. Implikasinya, saat pemilu BKM di tingkat kelurahan kaum laki-laki lebih banyak yang hadir dibandingkan kaum 4 5
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qut’an, Jakarta, Paramadina, 1999, h. 150. Nasaruddin Umar, Bias Jender dalam Penafsiran Al-Qut’an, Jakarta, IAN Jakarta, 2002, h. 3-13. PT. Prospera Consulting Engineers
119
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
perempuan.Selainn itupun, perempuan kurang memiliki kepercayaan diri untuk duduk sebagai koordinator BKM. Berikut adalah ilustrasi berbasis realitas: Adalah Iftahul Jannah, yang akrab dipanggil Iik (37 tahun) adalah anak dari kader PKK kelurahan Kepel dan sudah membantu ibunya sejak duduk di bangku SLTP dalam kegiatan-kegiatan posyandu.Iik, yang lulusan SMEA 1 Pasuruan tidak sia-sia membantu kegiatan sosial kemasyarakatan ibunya sejak usia belia, dengan pengalamannya tersebut menghantarkan dia mampu menyabet empat kejuaran yang terkait dengan pengalamannya tersebut. Adapun kejuaraan yang diraihnya adalah sebagai berikut: Juara 2 lomba Keluarga Sejahtera se- Kota Pasuruan Juara 1 lomba kader Kesehatan se-Kota Pasuruan Juara 1 lomba Petugas Penyuluh KB Desa se-Kota Pasuruan Juara 1 Kader Bina Keluarga Balita se-Jawa Timur Iik, yang berprestasi itu selain aktif sebagai anggota BKM, sebelumnya aktif pula di Clean Urban Project dan P2KP Mandiri. Suka duka sebagai anggota BKM dijalaninya dengan penuh rasa tanggung jawab dan penikmatan sehingga tidak menjadi beban. Penambahan ilmu baru adalah salah satu yang membuat ia betah tetap sebagai pengurus BKM dan dukanya tatkala ada UPS yang memiliki kapasitas kurang bagus tetapi memiliki semangat bekerja dan ia harus rela selama sehari penuh mengajari hal-hal yang ditanyakan kepadanya.Meskipun demikian, ia tetap melakukan bimbingan dengan penuh kesabaran sambil diselingi mengerjakan pekerjaan rumah tangga, menunggu toko, dan wartel di samping rumahnya. Iik yang memiliki 2 anak dan berprestasi tersebut mendapat dukungan suaminya dalam menjalankan seluruh aktivitasnya. Meskipun ia berprestasi dan mendapat dukungan dari suami, namun tidak percaya diri untuk duduk sebagai koordinator BKM. (Kepel, Iik, 16 Juli 2009)
Hal lain yang tidak kalah menarik adalah desain proyek yang belum memetakan dan memperhatikan kebutuhan khusus perempuan dalam proses pemilu BKM. Maksudnya, adalah sangat disadari bahwa perempuan dengan keperempuannya yang dikonstruksi secara sosial-budaya disadari ataupun tidak, belum dapat berkompetisi dengan baik bersama para kaum laki-laki yang selangkah lebih maju dibanding teman perempuannya. Kalaupun kemudian dijumpai perempuan yang duduk sebagai anggota ataupun koordinator BKM adalah mereka berasal dari kelompok “elit lokal” yang masih bisa dihitung dengan jari jika dibandingkan dengan kaum laki-laki.Secara eksplisit masih diperlukan intervensi
kebijakan proyek yang tertuang secara eksplisit dalam desain
proyek tentang affirmative action bagi perempuan yang didukung oleh peningkatan kapasitas perempuan lokal
berikut faskel yang mumpuni serta memahami “ruh”
pentingnya keterlibatan perempuan dalam P2KP, PT. Prospera Consulting Engineers
khususnya dalam pemilu 120
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
BKM.Tentunya,
Ilustrasi Iik di atas semakin menguatkan masih adanya kebutuhan
khusus perempuan yang belum “terbaca” dan diakomodir dalam mekanisme pemilu BKM. Selanjutnya, apakah mereka, para koordinator BKM laki-laki peka terhadap kebutuhan khas perempuan dan perempuan miskin, khususnya perempuan yang mewujud dalam kebijakan pembangunan lokal di sektor eknomi, sosial, dan lingkungan? Dalam sub bab tipe BKM koordinator perempuan terungkap bahwa pembangunan lokal ekonomi, sosial, dan lingkungan belum peka atas kebutuhan khas perempuan, terutama perempuan miskin. Hal senadapun dijumpai
di seluruh kelurahan yang BKM-nya
dikoordinatori oleh kaum laki-laki. Mengapa hal itu bisa terjadi? Dalam bagian muka sudah diulas bahwa realitas semacam itu bisa terjadi disebabkan oleh disain proyeknya sendiri yang belum peka terhadap kebutuhan khas manusia baik perempuan maupun lakilaki, terutama perempuan miskin atau dalam istilah lainnya pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan
sebagai program tridaya P2KP belum sensitif jender.
Ketidakpekaan mereka atas kebutuhan khusus perempuan sesuai konteks lokal dapat dicermati dari foto-foto berikut ini: Perempuan miskin pemecah batu di Sambinae, Bima
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
121
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Apakah kebutuhan khas perempuan miskin sebagai pemecah batu Sambinae, Bima di atas sudah diakomodir dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan? Untuk lebih jauh, silakan perhatikan foto selanjutnya. Perempuan tukang tenun di Sambinae, Bima
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Apakah kebutuhan khas perempuan miskin sebagai penenun Sambinae, Bima di atas sudah diakomodir dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan?
PT. Prospera Consulting Engineers
122
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Berjualan pisang sambil menggendong anak di Sarae, Bima
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Apakah kebutuhan khas perempuan miskin sebagai penjual pisang keliling yang memiliki anak kecil di Sarae, Bima di atas sudah diakomodir dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan?
PT. Prospera Consulting Engineers
123
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Rumah layak huni produksi KSM Lingkungan Pohe, Gorontalo
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Apakah rumah layak huni dibangun sudah mengakomodir kebutuhan khas perempuan jika tanpa MCK di dalamnya? Jalan gang dan lingkungan rumah di Belawan 2, Medan
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
124
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Apakah pembangunan jalan gang dengan membiarkan air menggenang dan sampah berserakan memenuhi kebutuhan khas perempuan miskin lokal? Bagaimana kesehatan ibu dan anak dan khususnya kesehatan reproduksi perempuan miskin? WC terbuka dan jauh dari sumber air
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Apakah pembangunan WC tersebut memenuhi kebutuhan khas perempuan miskin lokal? Bagaimana kesehatan ibu dan anak dan khususnya kesehatan reproduksi perempuan miskin jika tempat buang air jauh dari sumber air bersih? Masih banyak lagi pertanyaan atas pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang telah dilakukan oleh P2KP. Paling tidak, foto di atas merepresentasikan bahwa pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan belum berwawasan jender dan belum berperspektif perempun.
PT. Prospera Consulting Engineers
125
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.2.3 Relawan belum Sensitif Jender dan “Mati Suri” Pasca BKM Terbentuk Tim Studi Relawan (2009) mendefinisikan bahwa: kerelawanan dipahami sebagai kondisi seseorang atau kelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan/upah ataupun karir. Relawan didedikasikan untuk penanggulangan kemiskinan di lingkungan tempat tinggal mereka, dimana mereka bersedia mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan materi sebagai bagian dari keterlibatan mereka dalam proses pemberdayaan masyarakat pada program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP).
Bertolak dari definisi di atas, bagaimanakah perempuan dan laki-laki terlibat dalam kerelawanan di P2KP. Hal itu digambarkan oleh diagram di bawah ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
126
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 27
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Berdasarkan diagram di atas, ditemukan dua tipe relawan dan dikategorikan sebagai berikut: pertama, tipe relawan pesisir dan kedua tipe relawan kota.
PT. Prospera Consulting Engineers
127
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.2.3.1 Relawan Tipe Pesisir Relawan tipe ini dijadikan tipologi berdasarkan letak geografis daerah studi karena terletak di pesisir, yaitu sebagai berikut: Pohe (Gorontalo), Kodingareng (Makasar), Kampung Bali (Bengkulu), Belawan 2 (Medan), Panggungrejo (Pasuruan), Sambinae (Bima), dan Karangpule (Mataram). Tingkat partisipasi perempuan dan laki-laki dalam kerelawanan P2KP dilukiskan dalam diagram berikut ini. Diagram 28
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
128
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Secara kuantitatif, diagram di atas menunjukkan bahwa partisipasi perempuan sebagai relawan tipe pesisir terdapat di Karangpule Mataram, yaitu 77% dan yang paling rendah adalah di Belawan 2, Medan yaitu 15%. Mengapa bisa terjadi? Partisipasi perempuan tertinggi di Karangpule, Mataram disebabkan
laki-laki lebih banyak sibuk dalam
kegiatan ekonomi produktif sehingga tidak memiliki waktu luang untuk aktif dalam program P2KP. Sementara itu, realitas di Belawan 2 seperti disebutkan di atas terkait dengan teknik pengundangan sosialisasi awal sebagai relawan yang ditujukan atas nama kepala keluarga, yang identik dengan laki-laki dan jika pun perempuan diundang hanya mewakili organisasi perempuan seperti PKK. Maka dari itu secara administrasi yang tercatat sebagai relawan perempuan lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki. Hal itupun berlaku bagi daerah lain yang relawannya mayoritas kaum laki-laki dibandingkan dengan kaum perempuan. Adapun kelurahan yang mayoritas perempuan adalah di Sambinae dan Karangpule, sedangkan yang mayoritas lak-laki terdapat di kelurahan Pohe, Kodingareng, Kampung Bali, Belawan 2, dan Panggung rejo. Siapa sajakah yang aktif sebagai relawan dan adakah relawan perempuan yang berasal dari kelompok elit? Jika ya, apa dan bagaimana peranan mereka? Relawan di tipe ini, mayoritas berasal dari kalngan biasa, walaupun ada dari kelompok elit, namun bisa dihitung dengan jari,
di Pohe, Gorontalo, Kodingareng, Makasar
ataupun di Kampung Bali, Bengkulu relawan perempuan yang berasal dari kelompok elit masih dijumpai dan kemudian mereka terpilih sebagai anggota BKM bahkan koordinator BKM. Siapa sajakah mereka? Mereka adalah Ibu Ratna Salilama (Pohe, Gorontalo), Ibu Hj. Suryanti (Kodingareng, Makasar), dan Ibu Nuraini (Kampung Bali, Bengkulu). Keberadaan mereka cukup menentukan dalam perekrutan masyarakat sebagai penerima Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Selain itu bagaimana profile pendidikan6 para relawan tipe pesisir? Untuk lebih jelasnya, perhatikan diagram di bawah ini.
6
Profile pendidikan diambil dari data mereka yang datang pada saat FGD relawan dilakukan di seluruh wilayah studi. Kekurangan dari data ini adalah peserta FGD yang diundang oleh BKM terkadang baru terlibat pada saat FGD berlangsung. PT. Prospera Consulting Engineers
129
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 29
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas relawan tipe pesisir latar belakang pendidikannya adalah SLTA ke bawah. Apakah dengan tingkat pendidikan seperti itu mereka mampu mempengaruhi kebijakan publik dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan? Hal itu dibahas paska mengulas relawan tipe kota berikut.
PT. Prospera Consulting Engineers
130
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.2.3.2 Relawan Tipe Kota Relawan tipe kota dikategorikan demikian karena secara geografis terdapat di pusat kota. Bagaimana partisipasi perempuan dan laki-laki dalam kerelawanan? Adakah yang berbeda antara tipe relawan di pesisir dan di kota? Apa dan bagaimana peranan mereka secara kualitatif? Untuk menjawab persoalan tersebut, terlebih dahulu disajikan data kuantitatif relawan tipe kota, yaitu sebagai berikut: Diagram 30
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
131
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram di atas menunjukkan bahwa secara kuantitatif adalah: partisipasi perempuan paling tinggi adalah di Dulomo Selatan, Gorontalo (93%) dan terendah di Pattingaloang, Makasar (9%). Alasan kenapa demikian serupa dengan di Karangpule, Mataram dan Belawan 2 seperti diulas di atas. Sementara itu, laki-laki sebagai relawan mayoritas terdapat di 3 kelurahan (Pattingaloang, Kebun Gerand,
dan Kepel), sedangkan
perempuan mayoritas terdapat di 5 kelurahan yaitu di Dulomo Selatan, Karang Berombak, Tembok Dukuh, Sarae, dan Mataram Barat. Adakah perbedaan dengan relawan tipe pesisir? Dengan mencermati kedua diagram di atas, jelas terlihat bahwa relawan laki-laki lebih mayoritas di daerah pesisi, dibandingkan dengan di kota. Mengapa hal itu terjadi? Seperti diungkap di muka kaum laki-laki di kota lebih sibuk di lapangan ekonomi produktif sehingga tidak memiliki waktu luang, seperti halnya kaum perempuan. Hal tersebut dipertegas oleh penemuan Tim Relawan (2009), khususnya untuk Karang Berombak sebagai salah satu kategori pusat kota. Selanjutnya bagaimana sistem rekrutmen di tipe relawan tersebut dan apakah dijumpai relawan perempuan yang berasal dari kelompok elit? Di semua lokasi relawan tipe kota tidak dijumpai perempuan relawan yang berasal dari kelompok elit. Sistem rekrutmen yang dipakai adalah lebih cenderung ditunjuk dan mayoritas mereka yang terlibat sebagai relawan adalah kader PKK. Mayoritas relawan, baik perempuan maupun laki-laki yang aktif di P2KP di kelurahan di atas
adalah mereka berasal dari kalangan status sosial-ekonomi biasa. Hal ini
dipertegas oleh cuplikan berikut: ”Untuk perempuan Elit mereka banyak yang tidak mau terlibat dan kadang di larang suami karena istrinya sudah punya pekerjaan dan sibuk dengan keluarga.” (Relawan Perempuan, RT 2, Kel Sarae, Bima). ”Untuk perempuan elit walaupun di undang mereka jarang hadir hanya orang seperti kita kita saja, soalnya mereka sudah ada kesibukan lain dan sudah punya banyk uang. Kebanyakan yang hadir rapat hanya pedagang bakulan karena siapa tahu dengan sering datang rapat di kelurahan akan dapat modal usaha.” (FGD Relawan Perempuan, Kel. Sarae, Bima)
Tadi sudah diulas partisipasi perempuan secara kuantitatif, bagaimana partisipasi mereka secara kualitatif? Seperti halnya sudah dibahas dalam kajian tipe BKM koordinator perempuan bahwa partisipasi perempuan sebagai relawan baru bersifat kuantitatif, namun
PT. Prospera Consulting Engineers
132
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
secara kualitatif belumlah menggembirakan. Di kelurahan tersebut di ataspun, relawan “mati” tatkala BKM sudah terbentuk. Hal itu dipertegas oleh salah satu kutipan berikut: ”Setelah BKM terbentuk saya merasa kecewa karena seakan di lupakan.” (FGD KSM Perempuan, mantan relawan, Kelurahan Sarae, Bima) ”Sekarang saya merasa tidak terpakai lagi karena sudah tidak mengerjakan apa–apa lagi, padahal saya masih ingin sekali tetap aktif dan selesai tugas relawan tidak ada penghargaan sama sekali.” (Relawan Perempuan, RT 13, Kelurahan Sarae, Bima)
Realitas di atas berikut meragam alasannya senada dengan pembahasan relawan yang berada di bawah koordinator perempuan. Selanjutnya, bagaimana profile tipe relawan di kota? Berikut diagram yang menggambarkan hal tersebut.
PT. Prospera Consulting Engineers
133
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 31
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
134
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram di atas, seperti halnya profile pendidikan relawan tipe pesisir mayoritas adalah mereka yang berlatarbelakang SLTA ke bawah. Dapatkah mereka mempengaruhi kebijakan publik dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam konteks lokal? Seperti halnya ditemukan dalam kelompok relawan tipe koordinator perempuan, baik relawan tipe pesisir maupun kota menunjukkan bahwa peranan dan partisipasi baru secara kuantitatif. Artinya, perempuan relawan belum mampu mempengaruhi kebijakan publik dalam pembangunan lokal bidang ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Dengan kata lain kemiskinan masih berwajahkan perempuan, akan tetapi lajunya pembangunan tridaya dalam program P2KP baik pada tipe pesisir maupun kota masih “berwajah laki-laki” alias belum peka pada kebutuhan khas perempuan miskin lokal. Realitas seperti ini terkait erat dengan desain proyek, kapasitas BKM maupun konsultan baik di tingkat kelurahan, kota, provinsi maupun pusat. Hal itu diperparah dengan masuknya program NUSSP secara bersamaan dengan P2KP seperti di Belawan 2 (Medan), Tembok Dukuh (Surabaya), Karangpule dan Mataram Barat (Mataram) telah mendorong lepasnya nilai-nilai pemberdayaan dan mengikis nilai-nilai kerelawanan. Selanjutnya bagaimana partisipasi faskel baik secara kuantitatif maupun kualitatif? 3.2.4 Fasilitator Kelurahan belum Sensitif Jender Rekrutmen faskel dilakukan secara terbuka baik melalui koran, internet, teman, maupun mereka yang sudah bekerja di P2KP. Saat ini di kota lokasi studi, secara kuantitatif, faskel laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan faskel perempuan. Sebagaimana diperlihatkan oleh diagram berikut ini.
PT. Prospera Consulting Engineers
135
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 32
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Diagram di atas menunjukkan bahwa partisipasi faskel perempuan tertinggi terjadi di Kota Mataram dan terendah di kota Bima, namun secara umum mayoritas adalah faskel laki-laki kecuali di Kota Mataram dan Kota Pasuruan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Kemungkinan besar, saat ini mencari pekerjaan adalah sulit dan yang membuka peluang merekrut tenaga kerja adalah untuk posisi faskel, apalagi pasca P2KP menjadi PNPM yang telah mendorong rekrutmen tenaga faskel secara besar-besaran. Kenapa di Bima paling sedikit perempuan sebagai faskel? Hal itu terkait erat dengan ketersediaan sumber daya manusia lulusan S1, terutama perempuan dan jauh dari pusat pendidikan tinggi.Sementara itu, Mataram sangat dekat dengan perguruan tinggi dan tenaga perempuan out put perguruan tinggi cukup banyak. Selanjutnya, di sektor manakah faskel perempuan menjadi mayoritas dan minoritas? Faskel perempuan di hampir semua kota menjadi mayoritas di sektor ekonomi seperti diperlihatkan dalam diagram berikut.
PT. Prospera Consulting Engineers
136
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram 33
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Diagram di atas, secara kuantitas menunjukkan pertama, bahwa partisipasi perempuan selaku faskel ekonomi adalah di kota Makasar dan yang paling rendah adalah di kota Medan. Kedua, partisipasi perempuan setara dengan laki-laki di ranah ekonomi yakni di Bengkulu dan Pasuruan. Bagaimana partisipasi perempuan di ranah lingkungan atau infrastruktur? Diagram 34
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
PT. Prospera Consulting Engineers
137
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Diagram di atas selain menunjukkan bahwa mayoritas adalah kaum laki-laki di sektor tersebut, akan tetapi terselip fakta bahwa di Pasuruan partisipasi perempuan dan laki-laki di ranah lingkungan adalah setara. Bagaimana dengan partisipasi perempuan di faskel pengembangan masyarakat? Diagram 35
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Data di atas menunjukkan bahwa partisipasi perempuan sebagai faskel pengembangan masyarakat terdapat di kota Gorontalo, yakni 75% dan terendah di Makasar, yaitu 21%. Dengan mencermati ketiga diagram di atas, jelas terlihat bahwa konstruksi sosial masyarakat masih sangat kuat terkait pemposisian ranah ekonomi seolah-olah adalah ranahnya kaum permpuan dan ranah lingkungan/infrastruktur adalah bagiannya kaum laki-laki. Jika dikaitkan dengan anggota KSM ekonomi dan lingkungan, tampaknya berbanding lurus. Artinya,
antara kemayoritasan perempuan sebagai anggota KSM
ekonomi berbading lurus dengan kemayoritasan jumlah faskel perempuan sebagai faskel ekonomi. Demikian pula dengan kemayoritasan laki-laki sebagai anggota/panitya KSM lingkungan berbanding lurus dengan kemayoritasan laki-laki sebagai faskel lingkungan /infrastruktur. Sementara itu, di ranah pengembangan masyarakat relatif lebih beragam. Sekali lagi, tentunya perlu pengkajian secara lebih khusus tentang hal tersebut. Imaji PT. Prospera Consulting Engineers
138
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
yang muncul kemudian adalah bahwa ranah ekonomi adalah dunia kaum perempuan, sedangkan ranah lingkungan/infrastruktur adalah dunianya kaum laki-laki. Berdasarkan hasil FGD dengan faskel di kota studi terungkap permasalahan, pandangan dan usulan atas dunia kefaskelan, yaitu sebagai berikut:
•
Faskel perempuan tidak merasa dibedakan dalam melaksanakan tugasnya. Selain memiliki resiko yang sama,
dengan faskel laki-laki karena resikonya
sama
(faskel perempuan pun pada malam hari melakukan pendampingan juga). •
Rotasi faskel terlalu cepat, sehingga tidak sempat dikenal baik oleh suatu masyarakat dan pengaruhnya terhadap masyarakat kurang intens. Pengaruh faskel dirasakan pada saat pengajaran pembuatan laporan, proposal dan PJM Pronangkis.
•
Persoalan Faskel terletak pada jenjang karier yang serba tidak jelas. Setelah menjadi SF (senior Faskel), tidak ada kejelasan kerier faskel dan masa depannya. Karena itu tidak mengherankan kalau Faskel yang sudah senior dan paham benar tentang seluk beluk P2KP lebih memilih pekerjaan sebagai pegneg atau pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.
•
Pelatihan khusus materi jender untuk faskel tidak pernah diberikan, tetapi hanya sekilas mengenai partisipati perempuan dan hanya berupa selipan di antara sekian materi pelatihan. Hal itu besar kemungkinan berpengaruh pada cara kerja faskel dalam mendampingi masyarakat seperti pembuatan PJM Pronangkis dan lain-lain yang masih kurang memunculkan agenda pro perempuan.
•
Peran perempuan dinilai Faskel perempuan dan laki-laki sangat penting dalam mendorong keberhasilan program P2KP. Oleh karena itu, perlu adanya program khusus yang dikelola oleh dan untuk kaum perempuan, agar peran perempuan semakin meningkat.
•
Secara umum interaksi faskel dengan askot Korkot cukup positif, pertemuan rutin antara askot Korkot dengan Faskel aktif dilakukan.
PT. Prospera Consulting Engineers
139
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Selanjutnya, bagaimanakah potret faskel yang bertugas di lokasi studi di setiap kelurahan? Untuk menjawab hal itu, terlebih dahulu disajikan diagram faskel di lokasi studi berikut ini. Diagram 36
Sumber: Evaluasi P2KP Studi Partisipasi Perempuan 2009
Dengan mencermati diagram di atas, kaum laki-laki berada dalam posisi mayoritas, sedangkan perempuan minoritas kecuali di Kepel, Panggungrejo, (Pasuruan) dan PT. Prospera Consulting Engineers
140
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Mataram Barat (Mataram). Sementara itu, di Sambinae dan Sarae Kota Bima tidak ada satupun perempuan yang berpartisipasi sebagai faskel.Mengapa hal itu bisa terjadi? Hal itu terkait erat dengan sumber daya manusia dan terbatasnya perguruan tinggi di kota tersebut berikut komposisi
staffing faskel yang belum setara secara kuantitatif.
Selanjutnya, apakah yang menjadi akar masalah sehingga KSM, BKM, relawan, dan faskel belum sensitif jender? Hal itu terkait erat dengan budaya lokal dan desain proyek. 3.3 Akar Masalah: Budaya Lokal dan Desain Proyek Belum Sensitif Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa akar masalah masih lemahnya partisipasi perempuan
sebagai KSM, BKM, relawan, maupun faskel baik secara
kuantitatif dalam ranah tertentu maupun secara kualitatif berakar dari adat dan budaya serta desain proyek P2KP/PNPM yang belum sensitif jender. Artinya, baik budaya yang masih sarat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin, sehingga peran jender tradisional masih kukuh maupun desain proyek P2KP/PNPM yang belum
pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki sesuai konteks lokal berikut
indikator keberhasilan proyek yang masih bersifat kuantitatif. Artinya, proyek sosial hanya diukur dengan menggunakan alat hitung eksak, padahal sangat berbeda antara “hitungan matematik dengan hitungan sosial.” Oleh karena itu sangat logis jika kemudian out put proyek pun baru bersifat angka, padahal keberhasilan pengembangan masyarakat yang sesungguhnya adalah tatkala hadirnya manusia tercerahkan, yang bukan hanya memiliki mimpi akan tetapi mampu merealisasikannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab serta ia tahu sedang berada dimana, mau kemana dan harus bagaimana. Apakah hal itu disadari oleh para konsultan P2KP/PNPM di pusat sampai daerah ataukah ia hanya sekedar menjadi “onderdil” proyek? Tentunya teman-teman konsultan menyadari itu semua, akan tetapi kemudian terjebak dalam putaran arus “perkawinan “ budaya lokal dan budaya proyek yang masih “berwajahkan kaum laki-laki,” baik disadari maupun tidak didalamnya diselumuti pula oleh kehadiran diskriminasi sistemik. Faktanya, seperti ditunjukkan dalam pembahasan yang mendahuluinya, out put pembangunan ekonomi, lingkungan, dan sosial masih belum memperhatikan kebutuhan
PT. Prospera Consulting Engineers
141
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
khas perempuan dan laki-laki, terutama perempuan miskin lokal dengan permasalahan khasnya. Selanjutnya, dibahas akar masalah dari aspek budaya lokal dan keproyekan. 3.3.1 Budaya Lokal: Bertahannya Peran Jender Tradisional Konteks budaya lokal tentang masih bertahannya peran dan pembagian jender tradisional mewarnai hambatan partisipasi dan pemberdayaan perempuan sebagai KSM, BKM, relawan, dan faskel. Akar masalahnya adalah sebagai berikut:1) Prioritas Perempuan adalah keluarga dan double burden; 2) Perempuan tidak memenuhi syarat dalam posisi kepemimpinan; 3) Ranah publik adalah dunianya laki-laki; 4) Posisi-posisi stereotipe yang terbuka bagi perempuan; 5) Banyaknya beban. Berikut adalah paparannya. 3.3.1.1
Prioritas Perempuan adalah Keluarga dan Doble Burden
Sudah jamak terjadi di masyarakat bahwa perempuan (yang berkeluarga khususnya) lebih mengutamakan keluarganya (suami dan anak) dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Perempuan menjalankan perannya sebagai istri sekaligus ibu bagi anak-anaknya. Sebagai istri dia harus melayani suami, dan pekerjaan memasak, mencuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya seolah hanya menjadi kewajibannya sendiri; termasuk sebagai ibu, seolah hanya perempuan yang berkewajiban mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Bahkan di keluarga ekonomi bawah (perempuan miskin) juga menjadi tulang punggung bagi ekonomi kelurganya, agar keluarganya bisa tetap bertahan hidup. Dalam situasi seperti ini adalah sangat penting memperhatikan kapan waktu luang perempuan sehingga mereka bisa terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungannya. Walau bagi perempuan miskin (penopang ekonomi keluarga) kegiatan sosial kemasyarakatan menjadi urusan kesekian yang tidak menjadi perioritas baginya demi berbagi waktu untuk keluarganya. Kondisi ini bisa sedikit diilustrasikan dari temuan lapangan sebagai berikut: Di semua kota, sebelum menyelenggarakan kegiatan FGD Relawan, BKM, KSM , harus terlebih dahulu mendiskusi waktu penyelenggaraan dengan contac person setempat. Hal itu berkaitan dengan waktu luang yang dimiliki perempuan. Biasanya waktu luang mereka tatkala selesai mengerjakan pekerjaan domestik. Seperti ketika FGD KSM Perempuan di Panggung Rejo.
PT. Prospera Consulting Engineers
142
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM Bagi kota pesisir di Pasuruan, hari Jumat adalah hari yang paling dapat digunakan untuk melakukan kegiatan yang dihadiri kaum bapak maupun ibu. Selain hari itu, para bapak melaut. Dari 10 perempuan peserta FGD, terdapat seorang ibu yang sedang menyusui anaknya yang berusia 2,5 tahun. Tubuh sang anak terlihat kecil dipangkuannya. Baginya, keluarga terutama anak adalah paling utama. Jadi kemanapun ia pergi anak harus selalu bersama, meskipun ada bapaknya di rumah, beliau tidak akan mau menjaga anaknya. Urusan anak adalah urusan ibu. Tidak hanya itu, urusan rumah tangga, membersihkan, masak, mencuci juga urusan ibu/perempuan. Pekerjaan domestic ini secara langsung dan tidak langsung menghambat langkah perempuan untuk aktif ke ranah publik. (Panggung Rejo, Pasuruan, 17 Juli 2009) Pendapat itu juga dikuatkan oleh pendapat Ibu Nurwana yang meskipun anaknya tidak diajak ke pertemuan FGD, baginya dua anak laki-lakinya tetap menjadi urusannya sebagai ibu. Di Panggung Rejo bisa dikatakan tidak akan ditemui bapak-bapak yang mau mengurus urusan anak dan rumahtangga. Maka jika anak baik atau buruk adalah tanggung jawab sang ibu yang mendidiknya. Pernah pengalaman Ibu Nurwana yang mengatakan bahwa karena kegiatan sosialnya ia disibukkan dengan membantu seorang ibu tua menuju rumah sakit, karena lama dalam perjalanannya ia pulang kesiangan. Maka di rumah tidak akan ada nasi di periuk. Itulah gambaran bahwa keluarga masih menjadi tanggung jawab perempuan, dan menjadi prioritas dalam hidup perempuan. (Panggung Rejo, Pasuruan, 17 Juli 2009).
3.3.1.2
Perempuan “dipandang” tidak memenuhi Syarat dalam posisi Kepemimpinan
Ketidakpercayaan diri perempuan akibat sosialisasi nilai melalui pengasuhan anak sejak dini dan diperkuat pada saat remaja dan dewasa membawa dampak tersendiri bagi perempuan ketika disodori jabatan pimpinan. Kenyataan seperti itu mendorong perempuan sendiri menjadi inferior dan merasa tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin di samping disebukkan dengan lingkaran kehidupan yang harus dijalaninya sebagai ibu maupun sebagai istri yang sibuk di ranah domestik. Kasus FGD KSM di Kampung Bali. Ketika FGD (10 oramg perempuan) ditanyakan apakah ibu-ibu mau kalau ditawari menjadi koordinator BKM? Maka hanya 1orang yang menjawab mau, dengan alasan jika diberi kepercayaan maka akan diupayakan. Ada yang beralasan karena sibuk ngurusin anak dan pekerjaan rumah. Ada yang tidak percaya diri, lebih percaya posisi kepemimpinan adalah jatahnya laki-laki karena perempuan tidak memenuhi syarat. Untuk melakukan pekerjaan domestik saja, laki-laki masih ‘alergi’ menurut ibu-ibu tidak pantas laki-laki melakukan kerja domestik, dan tidak sesuai ‘kodrat’ perempuan. Meskipun ketika ditanyai apakah ibu-ibu ingin bapaknya membantu mengerjakan urusan domestic, maka semua mengatakan iya. FGD KSM perempuan, (Kampung Bali, Bengkulu, 10 Juni 2009)
PT. Prospera Consulting Engineers
143
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.3.1.3 Ranah Publik adalah Dunianya laki-laki Streotype yang terlanjur berkembang di masyarakat adalah bahwa urusan perempuan adalah domestik alias di rumah saja, dan urusan publik di luar rumah adalah urusan lelaki. Meskipun sekarang ini streotype demikian sudah mulai luntur, namun dalam konteks pelaksanaan suatu program di masyarakat (termasuk P2KP) ternyata streotype demikian masih cukup kental. P2KP yang kental dengan berbagai urusan administratif keproyekan, terlihat sibuk 24 jam dalam proses awal masuknya proyek dan menjelang pencairan dana memperkuat pandangan bahwa “dunia P2KP adalah dunia lelaki”. Apalagi jika sudah mengarah 70% kegiatan P2KP adalah program fisik, maka image tersebut semakin kuat. Kalaupun ada perempuan yang terlibat aktif, dipastikan perempuan tersebut memang sudah terbiasa aktif dengan kegiatan sosial kemasyarakatan, dan memang mempunyai jiwa sosial kemasyarakatan yang tinggi (atau disebut sebagai orang yang peduli), misalnya kader PKK, Posyandu, aktivis pengajian, kader kelurahan, orang yang biasa membantu warga berurusan dengan kelurahan dlsb. Ketika melakukan diskusi, wawancara dengan anggota BKM di Kebun Gerand. Hadir lima perempuan dan 2 laki-laki. Kelima perempuan itu mempunyai histori yang berbeda satu sama lain. Mereka perempuan anggota BKM semuanya aktif di kader PKK. Meskipun tidak semua aktif berperan sebagai anggota BKM. Ada yang karena menjadi relawan sebelumnya (Ibu Gadis), ada yang karena suaminya Ketua RT, Ketua Posyandu, Ketua Dasa Wisma (Ibu Etty), karena dosen, aktif di partai politik –sebagai bendahara DPC PAN yang ikut nyaleg (Ibu Harlini), anak Ketua RT yang aktif di kegiatan PKK (Ibu Netty). Bagi Ibu Netty mengikuti kegiatan organisasi seperti BKM adalah berat, selain beban kerjanya juga menghadapi banyak hal dan orang banyak menjadikan Ibu Netty merasa berat dan tidak sanggup melakukan kegiatan P2KP ketika bersama Koordinator BKM (Pak Devi) mengurusi banyak hal beraktian dengan kegiatan P2KP. (SSi, BKM, Kebun Gerand, Bengkulu, 11 Juni 2009).
3.3.1.4
Posisi Stereotipe yang Terbuka Bagi Perempuan
Kapasitas perempuan menggiring ke posisi perempuan yang masih stereotype. Seperti ditemui UPK di Panggung Rejo yang dikelola oleh tiga perempuan muda usia sekolah menengah atas/umum (SMU) yang dua diantaranya masih mengikuti Kejar Paket C, yang satu sudah lulus SMU. Mereka menjadi andalan menjalankan KSM ekonomi. Mulai dari mencari ”nasabah”, menagih cicilan, mencatat dan menunggu loket pembayaran yang buka tiap harinya Dalam melaksanakan tugas mereka bersemangat dan rajin,alasan karena mereka tidak mempunyai pekerjaan lain dan mendapat uang dari hasil kerjanya.Posisi mereka sangat rentan sebagai perempuan muda usia. Selain keperempuanannya
PT. Prospera Consulting Engineers
144
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM juga karena usianya yang masih muda. Ketika memutuskan suatu hal mereka hanya hadir dan pasif. Forum didominasi oleh laki-laki. Mereka dilingkupi rasa takut, tidak percaya diri jika ada pendapat yang tidak mereka setujui dalam forum BKM. Singkatnya tiga perempuan muda ini menjalankan pekerjaan yang bagi laki-laki tidak menarik dan tidak menguntungkan. Tiap hari harus dating ke secretariat BKM yang terletak di pelataran Kantor Kelurahan, lalu mencatat keuangan bagi yang membayar, mendatangi bank untuk menarik uang, menghubungi anggota KSM yang menunggak (menagih utang), pencairan dana ke anggota baru. Perlu diketahui bahwa imbalan yang diterima tiga anggota UPK itu sama dengan imbalan yang diterima anggota BKM lain yang an sich adalah laki-laki.Dan keputusan itu menjadi keputusan para anggoat BKM yang didominasi laki-laki (1:7) (Data lapangan Tim Jender, Panggung Rejo, Pasuruan, Juli 2009)
Ilustrasi lain bisa dilihat di Kelurahan, Sarae Bima, yakni seorang perempuan yang terpilih menjadi anggota BKM akhirnya memilih mundur dan ditunjuk oleh anggota BKM lain sebagai bendahara UPK.
Diana Undur Diri Dari BKM, Pilih Jadi UPK Sepintas terlihat, dia adalah sosok perempuan dinamis, muda, cerdas, manis juga wajahnya. Diana. Usianya 27 tahun, ibu 1 anak perempuan (5 tahun), yang sedang dalam proses bercerai dengan suaminya karena berulang kali melakukan perbuatan yang tercela (mabuk-mabukan). Apa yang menjadi aktifitas Diana diluar rumah selalu diukur dengan uang oleh suaminya. ”Menghasilkan berapa duit kamu....” Begitu kalimat yang sering diungkapkan suami Diana jika dia beraktifitas sosial di luar rumah. Diana adalah satu-satunya perempuan yang terpilih menjadi anggota BKM di Kelurahan Sarae, Bima, dengan perolehan urutan suara ke 8 dari 13 anggota BKM terpilih. Sebelumnya, dia terpilih menjadi relawan yang mewakili RTnya (RT 10), dan aktif melakukan pendataan dan pemetaan swadaya ketika proses awal program ini masuk di kelurahannya. Kesendiriannya sebagai satu-satunya anggota BKM di kelurahan tersebut, semakin lama membuat Diana merasa tidak nyaman. Tidak hanya karena perempuan sendiri, dikelilingi anggota BKM laki-laki yang bersimbah asap rokok, kebanyakan umurnya jauh diatas Diana (seusia ayah Diana), pertemuan yang selalu dilakukan malam hari, dan merasa pekerjaan sebagai anggota BKM tidak konkrit membuat Diana mengundurkan diri dari keanggotaan sebagai anggota BKM yang lebih strategis, dan lebih memilih menjadi Bendahara UPK. Posisi sebagai Bendahara UPK dipandang Diana pekerjaannya lebih jelas (ada sesuatu yang dikerjakan dan dikelola secara rutin, yaitu dana bergulir) daripada menjadi anggota BKM, dan bidang ini dirasa sangat pas dengan latar belakang pendidikannya yang lulusan SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas). Pengunduran diri Diana dan pilihannya menjadi Bendahara UPK disambut baik anggota BKM yang lain, karena mereka tidak perlu mencari Bendahara UPK lain. Pengalaman Diana sebagai anggota BKM dan relawan P2KP adalah suatu modal sendiri, sehingga anggota BKM tidak perlu memberikan training/bimbingan khusus kepada calon Bendahara UPK lain yang tidak punya pengalaman di P2KP seperti Diana. (Sarae, Bima, Juni, 2009)
PT. Prospera Consulting Engineers
145
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.3.2
Desain Proyek belum Sensitif Jender
Secara kontekstual, Pertemuan budaya proyek dan budaya lokal serta kuatnya pemahaman keagamaan yang masih kental diwarnai dengan perspektif maskulin, memunculkan kurangnya kehendak politik yang kuat untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
bagi partisipasi atau pemberdayaan politik perempuan dalam
P2KP/PNPM. Memang terbukti, hadirnya persoalan partisipasi perempuan sebagai relawan, KSM, BKM, maupun faskel berujung pada desain proyek yang belum responsif jender, khususnya belum pro perempuan. Berikut adalah faktor penyebabnya. 3.3.2.1 Visi dan misi P2KP belum peka atas kebutuhan khas perempuan dan laki-laki Visi Terwujudnya masyarakat madani, yang maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan pemukiman sehat, produktif dan lestari Misi Membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan pemukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan.7
Ketidaksensitifan dalam hal itu mendorong hadirnya ketiadaan kebijakan yang pro khas kebutuhan perempuan dan laki-laki atau berperspektif jender dalam seluruh aktivitas P2KP. Ketiadaan kebijakan itu mengakibatkan hadirnya strategi operasionalnya pun tidak 7
Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan 2008: Bersama Membangun Kemandirian Dalam Pengembangan Lingkungan Pemukimam Berkelanjutan, 2008, hal. 116. Bandingkan dengan visi dan misi Kantor Pemberdayaan Perempuan berikut: Visi Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Misi Untuk mencapai visi di atas misi yang harus dijalankan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Meningkatkan kualitas hidup perempuan; Memajukan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik; Menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak; Meningkatkan pelaksanaan dan memperkuat kelembagaan pengarusutamaan gender; Meningkatkan partisipasi masyarakat.7
PT. Prospera Consulting Engineers
146
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
sensitive atas kebutuhan perempuan dan laki-laki sesuai konteks lokal, termasuk dalam hal penyusunan, pelaksanaan, maupun audit jender atas penganggaran. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dipandang bahwa pelaku P2KP belum peka atas kebutuhan khas manusia, khususnya kaum perempuan. Selain itu, dalam hal penganggaranpun belum mempertimbangkan kebutuhan khas perempuan dan laki-laki sesuai konteks lokal. Kenyataan itupun dipertegas dalam indikator keberhasilan P2KP terkait partisipasi perempuan masih bersifat kuantitatif. 3.3.2.2 Kebijakan P2KP/PNPM belum pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki Visi P2KP yang belum eksplisit pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki berimplikasi pada kebijakan P2KP yang bersifat netral jender. Padahal, dalam beberapa kajian diakui bahwa kebijakan bersifat netral memiliki dampak yang berbeda terhadap perempuan dan laki-laki sebagai kelompok target penerima program. Hal itu terkait erat dengan
life cycles, livehood, dan stratifikasi sosial perempuan dan laki-laki yang
dikonstruksi sosial secara berbeda. Contohnya, kebijakan pemilu BKM dan pemilihan koordinator BKM adalah bersifat demokrastis, terbuka bagi semua orang, baik perempuan maupun laki-laki 3.3.2.3
P2KP/PNPM Belum Memiliki Panduan Pelaksanaan Teknis operasional yang pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki
Kebijakan P2KP yang belum pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki, implikasinya, P2KP sendiri belum memiliki panduan teknis sebagai pemasti terlaksananya program pemberdayaan yang memenuhi kebutuhan khas laki-laki dan perempuan dalam seluruh kegiatan P2KP. Hal tersebutpun, termasuk dalam program tridaya, dan dalam hal penganggaran. Bandingkan dengan program REKOMPAK Aceh yang sudah memiliki panduan teknis atau dikenal dengan strategi jender yang jelas baik dalam bentuk aktivitas maupun alat pemasti ketercapaian prinsip kesetaraan dan keadilan jender dalam perencanaan, implementasi, dan monitoring dan evaluasi.
PT. Prospera Consulting Engineers
147
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Selain P2KP belum memiliki panduan pelaksanaan teknis yang pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki, juga masih sentralistik dan hal itu mengakibatkan terhambatnya “pintu ijtihatad” untuk berinovasi baik di tingkat KMW, korkot, maupun faskel sesuai dengan kondisi lokal. KMW tidak berperan sebagai koordinator pemasti tercapainya prinsip kesetaraan dan keadilan jender antar korkot. Sementara itu, korkot belum berperan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, sekaligus pusat pemberdayaan politik, sosial, dan ekonomi perempuan, padahal secara struktural korkot sangat dekat dengan kelompok target P2KP. Selain itu, faskel belum berperan sebagai jender focal point, sebagai fasilitator pemasti tercapainya pemberdayaan perempuan di tingkat basis. Tentunya, hal-hal praktis semacam itu harus menjadi bagian dari strategi operasional P2KP ke depan. 3.3.2.4 Jender Budgeting Belum Menjadi Isu Penting Dalam P2KP/PNPM Visi P2KP yang belum pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki, di samping menghadirkan kebijakan dan pedoman operasional yang belum pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki, juga berimplikasi pada masalah penganggaran yang belum mengakomodir kebutuhan khas tersebut. Artinya, anggaran dalam program P2KP belum memenuhi kebutuhan semua orang terutama perempuan miskin. Hal itu dapat dilihat dari komposisi anggaran 70:20:10 dalam program tridaya, daya lingkungan (70%), daya sosial (10%), dan daya ekonomi (20%). Partisipasi perempuan dalam P2KP banyak tercerap dalam program daya sosial dan ekonomi, sedangkan laki-laki dalam program lingkungan di semua wilayah kajian. Apakah kebijakan tersebut berdasarkan jender need assessment? Apakah selama ini ada pelatihan khusus bagi para pelaku P2KP tentang jender budgeting di semua tingkatan? Apakah selama ini terdapat uji assessment dampak anggaran belanja terhadap laki-laki dan perempuan dalam seluruh program P2KP, termasuk dalam program tridaya?
PT. Prospera Consulting Engineers
148
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.3.2.5 Pelaku P2KP belum Pro Kebutuhan Khas Perempuan Visi P2KP/PNPM yang belum sensitif jender di samping dapat dilihat dari kebijakan dan panduan operasional yang netral jender, juga dapat dilihat dari para pelaku P2KP dalam semua tingkatan: KMP, KMW, Korkot sampai relawan belum pro kebutuhan khas perempuan dan laki-laki. Kondisi ini di antaranya dapat dilhat dari hal berikut: •
Job desk belum secara eksplisit mencantumkan peran pelaku P2KP sebagai jender focal point (orang yang bertugas memastikan terakomodirnya kebutuhan khas perempuan dan laki-laki) dalam semua tingkatan
•
Belum ada tenaga ahli Jender di semua tingkatan
•
Belum ada pelatihan khusus penyadaran jender di semua tingkatan, termasuk tentang jender budgeting8
Uraian di atas di atas sebagai penjelas penyebab hadirnya para pelaku P2KP yang belum sensitif jender yang dipertegas dengan keberadaan visi P2KP yang belum secara eksplisit mengarah pada hal tersebut. Implikasinya adalah perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program berikut penganggaran belum memenuhi kebutuhan semua orang, khususnya kaum perempuan yang dekat dan lekat dengan kemiskinan.Selain itu dapat dilihat dari komposisi laki-laki dan perempuan dalam posisi strategis dari KMP sampai BKM. Ketidaksensitifan para para pelaku P2KP berimplikasi
pada pencapaian
pengentasan yang tidak tuntas-tuntas. Implikasinya, kemiskinan yang
ada masih
”berwajah perempuan” dan MDG’s, inpres presiden No 9 tahun 2000 berikut RPJM nasional dan SNPK baru hidup indah dalam tataran konseptual. 3.4 STRATEGI MENINGKATKAT PARTISIPASI PEREMPUAN Bertolak dari beragam temuan terkait masih lemahnya partisipasi kuantitatif, kecuali di KSM ekonomi dan partisipasi kualitatif perempuan baik sebagai KSM, BKM, relawan maupun faskel, maka dibutuhkan strategi untuk
mengatasi hal itu. Berikut adalah
beberapa strategi yang ditawarkan kepada proyek 8
Lihat kurikulum pelatihan Dasar, Madya, dan Utama P2KP PT. Prospera Consulting Engineers
149
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.4.1 Revisi visi dan misi P2KP/PNPM dan Indikator Keberhasilan Proyek Strategi peningkatan partisipasi perempuan dalam kegiatan P2KP/PNPM, disamping tetap menggunakan pendekatan kuantitatif seperti halnya tercantum dalam indikator keberhasilan, dilengkapi pula dengan pendekatan kualitas. Secara umum, strategi pengarusutamaan perspektif jender dan perspektif perempuan masih merupakan kebutuhan mendesak yang perlu terjemahkan secara operasional baik dalam desain proyek maupun pelaksanaanya di lapangan. Artinya, prinsip kesetaraan dan keadilan jender bukan hanya hidup dalam tataran normatif alias nyata tertulis dalam pedoman umum P2KP, akan tetapi tidak dilengkapi dengan strategi operasional berikut instrumen pemasti terjadinya peningkatan partisipasi perempuan di samping secara kuantitatif, juga secara kualitatif.Tentunya, hal itu diaktualisasikan juga di lapangan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah merevisi visi dan misi P2KP agar secara eksplisit menjadikan kesetaraan dan keadilan jender dalam program P2KP menjadi cita realistis sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam meratifikasi berbagai konvensi internasional, termasuk pelaksanaan MDG’s. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisa kebijakan dan membuat instrumen untuk mengukur dan pemasti terjadinya peningkatan partisipasi perempuan (kuantitatif-kualitatif), sebagai salah satu bukti bahwa prinsip kesetaraan dan keadilan jender di P2KP memang dilaksanakan. Misalnya, dalam bentuk ceklis jender dalam program P2KP?PNPM sebagai salah satu alat pemasti terjadinya peningkatan partisipasi perempuan khususnya dan umumnya seluruh warga miskin. 3.4.2 Pelatihan Penyadaran dan Pengembangan Kapasitas tentang Jender, dan Pembangunan bagi semua Stakesholder P2KP/PNPM Pelatihan penyadaran dan pengembangan kapasitas tentang jender dan pembangunan serta pentinganya perempuan sebagai perencana, pelaku, dan pemanfaat serta pengawas pembangunan, khususnya dalam pembangunan tridaya. Kesemua itu dikaitkan dengan isu lokal studi kajian khususnya dan umumnya daerah yang sudah tersentuh P2KP/PNPM. Misalnya, materi itu di ditunjang dengan isue jender dan kemiskinan, jender dan
PT. Prospera Consulting Engineers
150
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
kesehatan reproduksi, jender dan
lingkungan, serta jender, agama, dan budaya
disesuaikan dengan konteks lokal. Di samping itu melalui pelatihan tersebut perlu mengangkat nilai-nilai kearifan lokal yang menyokong kesetaraan dan keadilan bagi semua orang, khususnya bagi perempuan miskin yang masih terabaikan hak politik, ekonomi, dan sosialnya di tengah masyarakat. Pelatihan tersebut harus dialamatkan kepada seluruh stakesholderP2KP/PNPM Untuk menyatukan pola pikir dan pola tindak dalam pembangunan tridaya. Para stakesholder tersebut adalah: 1. Konsultan P2KP/PNPM pusat sampai kalurahan 2. Pelaku P2KP: KSM, BKM, dan relawan 3. Tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh budaya lokal Untuk kepentingan tersebut di atas, dibutuhkan tenaga ahli di bidangnya. Oleh karena itu, keberadaan tenaga ahli jender di pusat dan daerah adalah kebutuhan mendesak yang tidak dipandang sebelah mata. 3.4.3 Pelatihan Kepemimpinan Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel Pelatihan tersebut sangat penting bagi perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan maupun faskel untuk menyiapkan mereka agar memiliki kepercayaan diri yang tinggi, yang ditunjang dengan kapasitas mumpuni sebagai pemimpin di tengah masyarakat dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Hal itu perlu dilakukan untuk menjawab lemahnya partisipasi perempuan baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam ranah tertentu dan khususnya di BKM. Secara khusus untuk faskel perempuan, disukai ataupun tidak pekerjaan fasilitasi adalah bagian yang tak terpisahkan dari kerja kepemimpinan. Jika kepemimpinan faskel, khususnya faskel perempuan lemah, bagaimana mungkin mampu mempengaruhi kebijakan pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan lokal dimana mereka ditugaskan.
PT. Prospera Consulting Engineers
151
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.4.4 Sosialisasi Pentingnya Partisipasi Perempuan dalam P2KP/PNPM dalam Pengentasan Keminskinan Tenaga ahli sosialisasi bekerja sama dengan tenaga ahli pelatihan dan pengembangan kapasitas berikut media massa untuk selalu mensosialisasikan “ruh” atau pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan sosial berikut implikasinya pada pengentasan kemiskinan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan sosialisasi tersebut diharapkan terbentuknya kesadaran konsultan P2KP/PNPM, para pelaku P2KP/PNPM, kementrian terkait lainnya berikut masyarakat dan terbentukya opini publik yang selalu menyokong dan menarik simpati, meraih potensi masyarakat sipil dalam pengentasan kemiskinan yang masih berwajahkan perempuan. 3.4.5 Staffing yang Setara dan Job Desk Jender Fokal Foint bagi Stakesholder Khususnya
Faskel
Staffing di P2KP/PNPM sebaiknya memperhatikan komposisi perempuan dan laki-laki agar
dapat saling belajar antara perempuan dan laki-laki yang tentunya memiliki
pengalaman khas perempuan yang tidak dialami oleh kaum laki-laki maupun sebaliknya oleh seluruh stakeholder dan khususnya faskel. Tentunya staffing faskel di Sambinae dan Sarae, Bima yang semuanya kaum laki-laki ataupun korkot dan team leader KMW yang mayoritas dipegang kaum laki-laki perlu ditinjau ulang agar memberikan akses pada perempuan sehingga mampu memberi warna dengan perspektif perempuannya. Selain itu, seluruh stakesholder, khususnya faskel dalam job desknya perlu secara eksplisit bertugas sebagai jender fokal point karena ia yang paling dekat dengan komunitas kelompok target. Dengan faskel berperan sebagai jender fokal point, diharapkan kebutuhan khas perempuan dan laki-laki, khususnya perempuan miskin bisa terbaca dan terpetakan serta mampu dituangkan dalam PJM Pronangkis sebagai arah pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan di tengah masyarakat.
PT. Prospera Consulting Engineers
152
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
3.4.6 Sinergisitas antara Program Sejenis di Tingkat Pemerintah Daerah Untuk mempercepat tersosialisasinya
pentingnya partisipasi perempuan dalam
pembangunan untuk pengentasan kemiskinan dibutuhkan sinergisitas dengan program lain yang sejenis dalam hal pemberdayaan masyarakat umumnya, khususnya dalam pemberdayaan perempuan
baik dengan LSM, pihak swasta, maupun pemerintah
setempat dengan dinas-dinas terkait. 3.4.7 Menjadikan Masyarakat Umum sebagai “Corong” Sosialisasi Tenaga ahli sosialisasi mendorong masyarakat agar menjadi “corong” sosialisasi dalam hal-hal berikut ini: •
Memberikan informasi dan mensosialisasikan pentingya partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan tridaya di daerahnya
dalam
rangka mengentaskan kemiskinan. •
Menyampaikan dan memberikan pandangan-pandangan, nilai-nilai dan norma-norma kepada orang sejak dini baik di keluarga, sekolah, komunitas, maupun lingkungan masyarakat tentang pentingnya serta tentang sangat menentukannya peran dan keterlibatan perempuan dalam seluruh kegiatan P2KP dalam hal pengentasan kemiskinan.
•
Membangun jaringan dan hubungan dengan media massa, cetak maupun elektronik, yang memiliki posisi dan peran penting dalam menyebarkan inforasi dan membangun opini masyarakat mengenai pentingnya keterlibatan
dan
keterwakilan
perempuan
dalam
posisi-posisi
pengambilan keputusan dalam kegiatan P2KP. •
Membangun dan memperluat kerja sama antara P2KP, LSM, organisasi massa atau komunitas lain yang fokus memperjuangkan keterwakilan perempuan dalam politik formal, khususnya dalam jabatan strategis di P2KP.
•
Meyakinkan dan mendorong masyarakat untuk memilih kandidat perempuan
dalam
PT. Prospera Consulting Engineers
pemilihan
BKM
dalam
rangka
mewujudkan
153
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
keterwakilan perempuan dan menganjurkan untuk tetap mendukungnya dalam seluruh kegiatan P2KP. 3.4.8 Perempuan Secara Khusus Tenaga ahli sosialisasi bekerja sama dengan masyarakat sipil agar perempuan: •
Memberdayakan dan memberikan dorongan kepada kalangan perempuan, baik individu maupun kelompok untuk memberanikan diri tampil dalam rangka mengisi jabatan strategis dalam program P2KP.
•
Menciptakan jaringan kerja sama antara organisasi, komunitas, dan kelompok-kelompok perempuan lokal.
•
Membangkitkan dan meningkatkan kesadaran dan pemahaman politik perempuan melalaui pendidikan, seminar, pelatihan, dan lokakaryan dalam konteks ke-P2KP-an.
•
Meningkatkan kualitas perempuan yang berkaitan dengan keterlibatan mereka dalam posisi pengambilan keputusan di ranah publik melalui peningkatan kesempatan dan akses ke pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang didukung dan difasilitasi oleh faskel-faskel yang kapabel.
PT. Prospera Consulting Engineers
154
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini dibahas kesimpulan atas semua temuan lapangan dan diakhiri dengan beragam rekomendasi yang ditujukan kepada berbagai pihak terkait dalam P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan. 4.1. Kesimpulan Adalah tidak dipungkiri bahwa keberadaan P2KP bermanfaat bagi masyarakat miskin perkotaan. Memang, secara konseptual P2KP adalah salah satu program nasional yang bagus sekali jika antara konsep dan aktualitanya seiring sejalan. Bagaimana tidak dikatakan demikian? Persoalan mendasar yang ingin disentuhnya terkait dengan moralitas, yakni kepercayaan, kejujuran, keadilan, keikhlasan, kesetaraan, dan kebersamaan yang meluntur dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Selain itupun program ini “diperelok” dengan prinsip-prinsip kehidupan bermasyarakat yang ideal, yaitu demokratisasi, partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Namun sayang “keindahan” konsep-konsep tersebut baru sebatas konsep, ia belum membumi dan belum menyentuh “tulang sumsum” masyarakat miskin, termasuk perempuan miskin sebagai kelompok target. Prinsip demokrasi yang dianut bukanlah demokrasi karena di dalamnya disadari ataupun tidak terdapat “ruang yang tertutup dan ditutup” oleh rigiditas kebijakan yang menyebabkan perempuan miskin tidak memiliki akses, kontrol, dan berpartisipasi secara aktif-produktif dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal itu terjadi karena tahapan langkah pembangunan yang hilang dalam perjalanannya, meskipun sudah ada aturan main yang jelas terkait siklus P2KP. Tahapan yang hilang tersebut adalah ketiadaan need assessment, opportunity analysis, serta gender need assessment di samping adanya rigiditas kebijakan serta “ruh” sosialisasi P2KP belum menyentuh kelompok target dan kelompok pendukung. Hal itu terjadi terkait erat dengan kapasitas konsultan di tingkat kelurahan, kota, ataupun di tingkatan yang lebih tinggi yang PT. Prospera Consulting Engineers
146
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
berhubungan dengan masalah sosialisasi dan peningkatan kapasitas para konsultan lokal berikut peningkatan kapasitas pelaku P2KP di komunitas basis, khususnya tentang “ruh” pentingnya partisipasi perempuan dalam P2KP baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Semua itu pada akhir terkendala oleh desain proyek berikut pertemuan budaya proyek dan budaya lokal yang masih kuat diwarnai mindset maskulin. Implikasi dari semua itu adalah kebutuhan khas perempuan sebagai warga miskin, relawan, BKM, maupun faskel belum “terbaca” dan belum diakomodir dalam desain proyek berikut bagaimana mengoperasionalkan hal tersebut secara praktis dalam pembangunan tridaya di tengah masyarakat. Semua itu berkelindan dengan validitas data SIM
yang didukung data
kualitatif baik di tingkat korkot, KMW, maupun KMP berikut persamaan persepsi di antara mereka tentang pentingnya data kuantitatif dan kualitatif partisipasi perempuan sebagai relawan, KSM, BKM, dan faskel sebagai pendukung kerja yang efektif dan efisien para konsultan. Adapaun temuan umum dan akar masalah yang dihasilkan dalam kajian ini adalah berikut ini: 4.1.1. PJM Pronangkis dan KSM belum Sensitif Jender Mayoritas visi dan misi PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan) BKM di 16 kelurahan belum sensitif jender, termasuk dalam kegiatan pembangunan yang diwadahi melalui KSM ekonomi, lingkungan, dan sosial. Hasil analisis sosial kurang didukung oleh keberadaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, padahal fakta menunjukkan kondisi perempuan dan laki-laki dalam konteks lokal adalah berbeda.
Hal tersebut secara khusus mengakibatkan, pertama, KSM Ekonomi
Memarjinalkan Perempuan Miskin baik di tipe KSM ekonomi tipe pesisir maupun kota. Hal itu terkait erat dengan mayoritas perempuan di KSM tersebut dan anggaran yang tersedia hanya 20%. Oleh karena itu tidaklah mengentaskan kemiskinan, khususnya perempuan miskin. Hal itu diperparah dengan sistem pengembalian dana bergulir yang harus mencapai 80% menutup akses perempuan miskin pada ranah ekonomi bergulir. Dengan aturan tersebut, BKM dilematis dan pada akhirnya melakukan rekrutmen anggota
PT. Prospera Consulting Engineers
147
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
KSM ekonomi tidak tepat sasaran. Kedua, KSM Lingkungan Mayoritas Bersifat Fisik dan Abaikan Kebutuhan Khas Perempuan. Hal itu bisa dilihat dari produk KSM lingkungan ataupun lingkungan khusus yang berada di lokasi studi yang belum memperhatikan kebutuhan khas perempuan baik jamban umum, jalan ataupun rumah layak huni yang dibangun belum mengakomodir kebutuhan khas perempuan. Ketiga, KSM Sosial Mayoritas Bersifat Charity dan Abaikan Kebutuhan Khas Perempuan. Partisipasi perempuan dalam ketiga aspek tersebut baru bersifat kuantitatif dan mereka belum mampu mempengaruhi kebijakan publik dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan (tridaya) sesuai konteks lokal. Hal itu terkait erat dengan masih lemahnya sosialisasi
“ruh”
P2KP/PNPM
pengembanganan kapasitas
mandiri
berikut
ketiadaan
penyadaran
dan
atas pentingnya posisi dan peran perempuan dalam
mempengaruhi kebijakan publik pembangunan tridaya baik sebagai pelaku maupun penikmat pembangunan. 4.1.2. BKM belum Sensitif Jender dan sebagai “Kontraktor” BKM belum sensitive jender dan baru berperan sebagai “kontraktor” dijumpai baik di BKM Tipe Koordinator Perempuan dan BKM
Tipe Koordinator Laki-laki dengan
mayoritas-minoritas Anggota BKM Perempuan. Hal itu dapat dilihat dari, pertama, mayoritas visi dan misi BKM belum secara eksplisit pro pada kebutiuhan khas laki-laki dan perempuan, terutama perempuan miskin. Kedua, kondisi KSM ekonomi, sosial, dan lingkungan yang masih mengabaikan kebutuhan khas perempuan lokal seperti diungkap di atas dan BKM banyak terlibat dalam kegiatan infrastruktur yang memiliki pagu anggaran terbesar (70%) sosial (10%), dan ekonomi (20%). Ketiga, mayoritas koordinator (87%) di seluruh wilayah kajian adalah kaum pria, kecuali di Kodingareng (Makasar) dan Mataram Barat (Mataram) dan perspektif pembangunan mereka masih meresepresentasikan paradigma pembangunan yang ”berwajahkan kaum pria” dan pertemuannya dnegan budaya lokal yang sarat dipengaruhi pemahaman keagaan yang bias jender. Realitas tersebut
terkait erat dengan budaya lokal dan desain proyek
P2KP/PNPM mandiri yang juga belum sensitif jender, yakni peka pada kebutuhan khas laki-laki dan perempuan, terutama perempuan miskin dalam konteks lokal. Kondisi
PT. Prospera Consulting Engineers
148
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
tersebut dipersulit dengan pemahaman tafsir keagamaan yang memposisikan kaum pria berposisi sebagai pimpinan. Keempat, di seluruh wilayah kajian tidak dijumpai ”ijtihad” kebijakan yang dilakukan oleh koordinator maupun anggotanya terkait
dengan
marjinalisasi perempuan dalam pembangunan ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Hal tersebutpun terkait erat dengan lemahnya sosialisasi
dan peningkatan kapasitas
koordinator dan anggota BKM dalam aspek pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan dalam pembangunan tridaya berikut isu jender dan pembangunan dan lebih khusus lagi jender, agama, budaya, dan lingkungan hidup. 4.1.3. Relawan belum Sensitif Jender dan “Mati Suri” Pasca BKM Terbentuk. Mayoritas, relawan tipe pesisir dan kota, baik perempuan maupun laki-laki
belum
sensitif jender dan tidak aktif lagi pasca BKM terbentuk. Hal itu disebabkan oleh: a. Konsep relawan tidak jelas dan hanya dipahami bahwa relawan bertugas sebagai pendata keluraga miskin (gakin) atau sebagian ikut dalam siklus awal P2KP (RKM, RK, PS) tanpa bayaran dan bersifat ikhlas. b. Relawan mayoritas bukan dari kalangan elit perempuan, akan tetapi berasal dari kalangan perempuan biasa yang memiliki waktu luang dan aktif di kelurahan serta ditunjuk oleh elit lokal. c. Relawan yang tidak terpilih menjadi anggota BKM, KSM, UP-UP, tidak dilibatkan dalam seluruh aktivitas pemberdayaan pasca terbentuk BKM d. Relawan tidak memiliki wadah khusus dengan peran dan fungsi yang jelas pasca BKM terbentuk. e. Lemahnya sosialisasi dan peningkatan kapasitas
atas relawan, khususnya
perempuan miskin dalam hal peran strategis mereka dalam penanggulangan kemiskinan berikut dalam pengambilan kebijakan pembangunan tridaya. f. Nilai kerelawanan mengendur ketika program sejenis seperti NUSSP dengan prosedur yang mudah dan nilai nominal yang lebih besar masuk bersamaan dalam wilayah studi.
PT. Prospera Consulting Engineers
149
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
4.1.4. Fasilitator Kelurahan belum Sensitif Jender Ketidaksensitifan faskel atas kebutuhan khas perempuan dan laki-laki terlihat dari minoritasnya peranan kualitatif perempuan sebagai KSM, BKM, dan relawan, khususnya dalam mempengaruhi kebijakan publik lokal dalam pembangunan tridaya. Di samping itu dapat dilihat dari kemayoritasan kegiatan KSM sosial, lingkungan dan ekonomi yang masih memarjinalkan perempuan, termasuknya produknya seperti MCK, jalan, berikut rumah layak huni yang belum mempertimbangkan kebutuhan khas perempuan, terutama perempuan miskin. Realitas tersebut terkait erat dengan terbatasnya kapasitas faskel dalam mengarusutakan perspektif jender dan perspektif perempuan
baik secara
konseptual maupun bagaimana menerjemahkan hal tersebut secara praktis di daerah dampingannya. Kenyataan itu terjadi, pertama, karena belum ada peningkatan kapasitas faskel secara khusus terkait perempuan, jender, pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan baik secara teoritis maupun praktis. Kedua, faskel yang sangat dekat dengan kelompok target P2KP/PNPM Mandiri belum difungsikan sebagai gender fokal point, yang bertugas sebagai pemasti apakah kebutuhan khas laki-laki dan perempuan, khususnya perempuan miskin diakomodir dalam pembangunan tridaya. 4.1.5. Akar Masalah: Budaya Lokal dan Desain Proyek belum Sensitif jender Akar masalah munculnya isu-isu di atas terkait erat dengan budaya lokal dan desain proyek yang belum sensitive jender, yakni belum peka pada kebutuhan khas laki-laki dan perempuan, khususnya perempuan miskin. Dalam budaya lokal di seluruh kajian, masih bertahannya peran jender tradisional yang cukup kuat dipengaruhi oleh pemahaman keagamaan yang bias jender pula. Hal itu dikukuhkan oleh desain proyek yang belum sensitif jender. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari hal-hal berikut ini: a.
Visi dan Misi P2KP/PNPM belum Peka Kebutuhan Khas Perempuan dan Laki-laki
b.
Pelaku P2KP/PNPM belum Peka Kebutuhan Khas Perempuan dan Laki-laki
c.
Kebijakan P2KP/PNPM belum Peka Kebutuhan Khas Perempuan dan Laki-laki
d.
P2KP belum Memiliki Panduan Pelaksanaan Teknis Operasional
e.
Gender Budgetting belum Menjadi Isue Penting dalam P2KP/PNPM
PT. Prospera Consulting Engineers
150
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
4.2. Rekomendasi Berdasarkan temuan di atas ada beberapa hal yang ingin direkomendasikan, yaitu ditujukan kepada beberapa pihak yang
terlibat pada kementrian terkait maupun
perancang program ataupun konsultan maupun sebagai pelaksana program di lapangan adalah sebagai berikut: 1. Kementrian Pekerjaan Umum, sebaiknya, pertama, meredisain program P2KP agar pro pada kebutuhan khas laki-laki dan perempuan, terutama kebutuhan khas perempuan miskin yang masih terabaikan sesuai konteks lokal. Kedua, secara khusus merevisi visi dan misi P2KP yang belum eksplisit menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan khas manusia, terutama kelompok perempuan miskin yang masih terpinggirkan hak sosial, politik, maupun ekonominya. Ketiga, merevisi indikator keberhasilan proyek bukan hanya secara kuantitatif tetapi juga secara kualitatif. Keberhasilan kuantitatif belum tentu menunjukkan keberhasilan yang sesungguhnya sebab bisa saja dicapai tanpa adanya kesadaran kritis akan tetapi hanya diperoleh melalui mobilisasi belaka. Keempat, Selain itu agar mensinergikan program sejenis yang masih dibawahi oleh Kementrian Pekerjaan Umum, seperti P2KP/PNPM dengan NUSSP. 2. Konsultan Manajemen Pusat (KMP), sebaiknya meninjau ulang: •
berbagai kebijakan yang terkait dengan sumber daya konsultan di tingkat pusat sampai daerah, apakah sudah memiliki perspektif jender ataupun perspektif perempuan dan peka atas kebutuhan khas manusia, terutama perempuan miskin yang hak sosial, ekonomi, maupun politiknya masih terabaikan.
•
job desk setiap konsultan dari pusat sampai daerah, apakah salah satunya ia bertugas sebagai gender fokal point yang bertugas memastikan bahwa kebutuhan khas manusia, terutama perempuan miskin terakomodir dan berjalan dengan baik dalam pembangunan tridaya.
PT. Prospera Consulting Engineers
151
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
•
apakah konsultan dari tingkat pusat sampai daerah sudah memiliki dan memahami kebijakan operasional yang adil bagi semua orang, khususnya adil bagi perempuan miskin serta piawai dalam menerjemahkan hal tersebut dalam bentuk praktis yang ditunjang oleh instrumennya sederhana namun dapat dipahami dan digunakan dengan mudah dalam pembangunan tridaya di masyarakat.
•
kebijakan anggaran pembangunan tridaya dengan komposisi 70% (pembangunan infrastruktur), 20% (pembangunan ekonomi), dan 10% (pembangunan sosial) sebab perempuan lebih banyak terkonsentrasi di ranah ekonomi.
•
sistem pengembalian kredit yang harus mencapai
80%
sebab telah
meminggirkan hak ekonomi perempuan miskin sebagai kelompok target yang sebenarnya. •
Tenaga ahli sosialisasi perlu meninjau ulang dan turun langsung ke lapangan untuk mengevaluasi sejauhmana efektivitas
tersosialisasinya
“ruh” P2KP berikut pentingnya partisipasi perempuan dalam pengentasan kemiskinan dalam kaitannya dengan satu kesatuannya pembangunan tridaya. Selain itu dipandang perlu juga, tenaga ahli sosialisasi bekerja sama dengan tokoh agama dan budaya lokal untuk menggali kearifan lokal yang menyokong tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam pengentasan kemiskinan berikut perempuanpun bisa menjadi pimpinan, khususnya di BKM. Selain itupun perlu mensosialisasikan tentang “ruh” pentingnya affimative action bagi perempuan dalam pemilu BKM karena sangat disadari, secara kultural dan politis perempuan lokal tertinggal beberapa langkah oleh teman prianya. Hal itu perlu dilakukan untuk menumbuhkembangkan potensi manusia secara maksimal, karena yang diuntungkan bukan hanya perempuan saja akan tetapi semua pihak. •
Tenaga ahli pelatihan/ pengembangan kapasitas
meninjau ulang:
seluruh materi pelatihan, apakah sudah ada materi khusus pengembangan kapasitas bagi semua konsultan di tingkat pusat sampai daerah tentang sensitivitas jender berikut pentingnya partisipasi perempuan dalam
PT. Prospera Consulting Engineers
152
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
pengentasan kemiskinan dan pelatihannya dilakukan secara khusus bukan menjadi selipan diantara sekian bentuk pelatihan. Selain itu, seyogyanya Tenaga Ahli pelatihan/Pengembangan Kapasitas menyiapkan pelatihan khusus bagi peningkatan kapasitas untuk perempuan sebagai relawan, KSM, dan BKM
agar mampu berperan secara kualitatif dalam
mempengaruhi kebijakan publik dalam pembangunan lokal, khususnya pembangunan tridaya serta diharapkan mereka memiliki kepiawaian menerjemahkannya secara praktis dan berkelanjutan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah pelatihan peningkatan kapasitas bagi faskel sebagai agen pemberdayaan masyarakat yang benar-benar berdaya dan peka terhadap kebutuhan khas laki-laki dan perempuan umumnya dan khususnya
perempuan miskin lokal sehingga kebutuhan mereka
terakomodir dalam PJM Pronangkis. 3. Konsultan Manajemen Wilayah (KMW), sebaiknya: •
berfungsi sebagai koordinator antara kota yang sensitif juender, yang didukung oleh pemberlakuan otonomi daerah serta kebijakan dan strategi operasional yang memenuhi kebutuhan praktis dan strategis jender lakilaki dan perempuan dalam program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan.
•
memiliki strategi kebijakan terkait isu perempuan, sehingga mereka bisa melakukan strategi operasionalnya sampai ke tingkat basis
•
melakukan pengendalian terhadap strategi pencapaian issu2 gender di wilayah kerjanya (harus ada instrumen pengendalian yang terkait isu perempuan)
•
penajaman issu gender dan strategi pencapaiannya dalam tahapan siklus program (harus ada instrumen pengendalian yang terkait isu perempuan).
•
Peningkatan kapasitas pelaku P2KP di KMW terkait isu perempuan
•
membatasi diri sebagai koordinator antar korkot dan memberdayakan korkot sebagai pusat pemberdayaan perempuan, dan desentralisasi kewenangan.
PT. Prospera Consulting Engineers
153
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
4. Korkot, sebaiknya berperan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, khususnya pusat pemberdayaan perempuan dengan mendorong para askot dan faskel menjadi gender fokal point
sebagai orang yang bertugas sebagai pemasti lajunya
pembangunan tridaya yang pro pada kebutuhan khas perempuan dan laki-laki terutama perempuan miskin berikut tentang “ruh” pentingnya peningkatan partisipasi perempuan dalam pengentasan kemiskinan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di samping itu, penempatan faskel dalam wilayah dampingan perlu mempertimbangkan komposisi faskel perempuan dan laki-laki tidak seperti halnya di Sambinae dan Sarae kota Bima. Walaubagaimanapun, karena ketubuhannya terkait kodrat manusia, faskel perempuan dan laki-laki memiliki pengalaman khas yang berbeda ketika memfasilitasi masyarakat yang juga terdiri atas perempuan dan laki-laki. 5. Pemerintah Kota, khususnya Medan seyogyanya menganggarkan dana pendamping bagi kelurahan Karang Berombak agar BLM tahap kedua cair dan hal itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat, khususnya KSM ekonomi yang sudah terbentuk. Selain itu, pemerintah kota seluruh lokasi studi sebaiknya mensinergikan
dan
mengarusutamakan
perspektif
jender
dan
perspektif
perempuan dalam pembangunan daerah sesuai dengan RPJM nasional maupun daerah yang sudah diatur Inpres Presiden No 9 tahun 2000 dalam seluruh tugas kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menyokong pengentasan kemiskinan. Di samping itu, pemerintah kota melalui Surat Keputusan kepala daerah menunjuk kelurahan tertentu sebagai model kelurahan sensitif jender, terutama dalam pembangunan tridaya yang didukung oleh seluruh stakesholder baik pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat sipil. 6. Kelurahan, khususnya Ampel meskipun terjadi trauma historis atas kredit macet, namun sebaiknya pagu untuk KSM ekonomi tetap dicairkan sebab masyarakat perempuan di Ampel masih membutuhkan dana berguilir. Selain itu, tentunya kasus serupapun terjadi pula di daerah lain, namun mereka kembali membangun KSM ekonomi yang baru dan ternyata dapat berjalan seperti halnya di kelurahan
PT. Prospera Consulting Engineers
154
Partisipasi Perempuan sebagai KSM, BKM, Relawan, dan Faskel dalam P2KP/ PNPM
Kepel Pasuruan. Di samping itu, bagi kelurahan lokasi studi, sebaiknya mensinergikan seluruh program kerja pemberdayaan masyarakat, termasuk pemberdayaan perempuan dan menjadikan pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan P2KP/PNPM merupakan bagian integratif dari rencana pembangunan kelurahan baik jangka menengah maupun tahunan.
PT. Prospera Consulting Engineers
155
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan
DAFTAR PUSTAKA Abercombie, N., Stephen H. dan Bryans T. (1989). Penguin Dictionary of Sociology. England: Clay Ltd.
Basow, Susan A. 1992. Gender, Stereotype, and Roles. Third Edition. California: Brooks/Cole Publishing Company. BPS: Penduduk Miskin Indonesia Sebanyak 32,53 Juta Jiwa, www.antaranews.com/view/?i=1246449169&c=EKB&s=MAK Cahyono, Imam, 2005. Jurnal Perempuan
No.42, Menguak Kemiskinan, Dimana
Perempuan, 2005. Chambers, R. 1984. Metode pintas dalam pengumpulan data social untuk proyek-proyek pembangunan pedesaan. Jakarta: Balitbang Pertanian dan The Ford Foundation, Chodorow, Nancy J. 1978. The Reproduction of Mothering Psychoanalisys and the Sociology of Gender. California: The University of California Press. Chodorow, Nancy. (1978). The reproduction of mothering, psychoanalisis and the sociology of gender. Barkeley: University of California Press. Fakih, Mansour. (1997). Analisis gender & tansformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://pengantar-sosiologi.blogspot.com/2009/04/bab-8-stratifikasi-sosial.html Humm, Maggie. (1995). The dictionary of feminist. London: Routledge Hyde, Janet Shibley. (1985). Half the human experience, the psychology of women. Third Edition. United States of America, Toronto: D. C. Heath and Company. Ihromi, Tapi Omas. (2000). Budaya dan struktur sosial yang patriarkal: Reproduksi dan Resistensi? Tinjauan terhadap beberapa hasil penelitian tentang perempuan dalam sejumlah kebudayaan etnik di Indonesia. Dalam E. Kristi Poewandari dan Rahayu S. Hidayat (Ed.) PT. Prospera Consulting Engineers
156
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan
Perempuan Indonesia dalam masyarakat yang tengah berubah. Jakarta: Program Studi Kajian Wanita. John W. Creswell, Research Design, Qualitative and Quantitative Approaches, Sage Publications, Inc., USA, 1994 Kantor Pemberdayaan Perempuan. Rencana Strategis Kantor Pemberdayaan Perempuan Tahun 2005-2009.2005. Jakarta: KPP. Koentjaraningrat. 1993. Metode penggunaan data pengalaman individu. Dalam Koentjaraningrat Metode-metode penelitian masyarakat.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Landasan Aksi dan Deklarasi Beijing Lewis, O. 1959. Five families: Mexican case studies in the culture of [poverty. New York: Baside Books. Manao, Harnever I. Pelanggaran Tata Ruang, Rapuhnya Nilai Tri Hita Karana. www.balipost.co.id/balipostcetaK/2005/4/5/o5.htm Mike, Davis. 2007. Planet of Slums: “The Astonishing Facts Hit Like Anvil Blows …Finacial Times. USA: Quebecor World, Fairfield. Mosse, Julia C.1996. Gender dan Pembangunan.Diterjemahkan oleh Hartian Silawati. Jogjakarta Murniati, A.P. (1998). “Perempuan Indonesia dalam Pola Ketergantungan” dalam Budi S. Et.all (Ed.). Citra Wanita dalam Kekuasaan (Jawa). Yogyakarta: Kanisius. Nes, Marnia. Perempuan dan Kemiskinan, KMP_P2KP; Pambudy, Ninuk Mardiana dalam Pengalaman Kemiskinan yang Berbeda dalam website http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/09/03254114/pengalaman.kemiskinan. PT. Prospera Consulting Engineers
157
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan
Pedoman
Umum
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM)
Mandiri.2007/2008 PJM Pronangkis Kelurahan Pohe, Kota Gorontalo PJM Pronangkis Kelurahan Dulomo Selatan, Kota Gorontalo PJM Pronangkis Kelurahan Kodingareng, Kota Makasar PJM Pronangkis Kelurahan Pattingaloang, Kota Makasar PJM Pronangkis Kelurahan Kebun Gerand, Kota Bengkulu PJM Pronangkis Kelurahan Kampung Bali, Kota Bengkulu PJM Pronangkis Kelurahan Karang Berombak, Kota Medan PJM Pronangkis Kelurahan Belawan 2, Kota Medan PJM Pronangkis Kelurahan Kepel, Kota Pasuruan PJM Pronangkis Kelurahan Panggungrejo, Kota Pasuruan PJM Pronangkis Kelurahan Tembok Dukuh, Kota Surabaya PJM Pronangkis Kelurahan Sambinae, Kota Bima PJM Pronangkis Kelurahan Sarae, Kota Bima PJM Pronangkis Kelurahan Mataram Barat, Kota Bima PJM Pronangkis Kelurahan Karangpule, Kota Bima Poerwandari, E. Kristi. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: LPSP3 Ringkasan Eksekutif Kajian Gender dalam Proyek Pembangunan Berbasis Komunitas: Implikasi bagi PNPM Mandiri: Kertas Kerja mengenai Temuan-temuan dari Misi Bersama Lembaga Donor dan Pemerintah. 2008, PT. Prospera Consulting Engineers
158
Partisipasi Perempuan sebagai KSM,BKM, Relawan, dan Faskel dalam PNPM Mandiri Perkotaan
Rostiawati, Yustina, Yuningsih, Ratna Laelasari dan Koban.. Antonius Wiwan. 2008.Sebuah Langkah Maju Memperhitungkan Isu Gender dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Sudirja, Rita. 2007. Partisipasi perempuan dalam penyusunan program pembangunan pertanian pedesaan dalam makalah Pelatihan Partisipatory Rural Appraisal (PRA) bagi Tenaga Kerja Pemandu Dinas/Lembaga Tenaga Kerja Kabupaten/Kota Se-Indonesia, Depnakertrans, 813 Juli 2007. Susanti, Dewi Mayavanie, Peranan Perempuan Dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan The Global Gap Report 2009, oleh World Economic Forum, Geneva, Switzerland, 2009 Tjokrowinoto, Moeljarto; Soenarjo, Bambang. (1992). Wanita dalam perspektif pembangunan, suatu pengantar. Dalam M. Masyhur Amin dan Masruchah (Ed). Wanita dalam percakapan antar agama: aktualisasi dalam pembangunan. Yogyakarta: LKPSM.
PT. Prospera Consulting Engineers
159
PANDUAN FGD
FASKEL
INSTRUMEN 1
FGD Faskel akan dilakukan terpisah antara Faskel laki-laki dan perempuan. Setiap FGD akan dihadiri masing-masing 10 faskel, yang akan dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota. Tanggal Pelaksanaan: Tempat : Kelurahan : Kota/Propinsi :
Tujuan: FGD dengan Faskel bertujuan untuk mengetahui tentang perspektif, pengalaman dan pandangan faskel mengenai berbagai hambatan dan peluang untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada tingkat relawan, tokoh masyarakat dan KSM, dan perbedaaan aktivitas faskel laki-laki dan perempuan dalam menjalankan aktifitasnya Panduan Pertanyaan -
Pandangan faskel ttg keterlibatan perempuan dalam P2KP Pengalaman faskel selama terlibat di P2KP (penekanan apakah ada perbedaan pengalaman faskel laki2 dan perempuan dalam melakukan pendampingan kepada perempuan miskin) Upaya faskel dalam mendorong partisipasi perempuan Pandangan faskel ttg proses pengambilan keputusan yang umum terjadi di masyarakat --- termasuk dalam kegiatan P2KP(siapa yang paling dominan, siapa mereka umumnya) --- ini untuk melihat pengaruh budaya lokal Akses perempuan untuk menjadi faskel (tekankan ttg fluktuasi faskel perempuan di P2KP, staffing, motivasi, hambatan, peluang, manfaat menjadi faskel) Pandangan tentang peran relawan dalam mendorong partisipasi perempuan Pemisahan peserta pertemuan antara laki-laki dan perempuan Pola interaksi antara faskel (perempuan) dengan KMW, Korkot, BKM, KSM, Relawan Upaya, dukungan proyek (P2KP) dalam merespon kebutuhan perempuan Kendala, tantangan dan peluang faskel dalam mendorong partisipasi perempuan dalam P2KP Pelatihan dan penguatan yang diperlukan bagi pelaku P2KP (khususnya faskel) terkait issu pelibatan perempuan
PANDUAN FGD
RELAWAN
INSTRUMEN 2
FGD Relawan akan dilakukan terpisah antara Faskel laki-laki dan perempuan. Setiap FGD akan dihadiri sekitar 10 faskel, yang akan dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota.
Tujuan: FGD dengan Relawan tujuannya untuk mengetahui motivasi dan harapan menjadi relawan, pengalaman menjadi relawan, hambatan dan peluang selama terlibat dalam P2KP. Tanggal Pelaksanaan: Tempat : Kelurahan : Kota/Propinsi : Panduan Pertanyaan -
Pandangan relawan ttg keterlibatan perempuan dalam P2KP Pengalaman relawan selama terlibat di P2KP (motivasi, harapan, hambatan, peluang, manfaat) Upaya relawan dalam mendorong partisipasi perempuan Pandangan ttg proses pengambilan keputusan yang umum terjadi di masyarakat --termasuk dalam kegiatan P2KP(siapa yang paling dominan, siapa mereka umumnya) --- ini untuk melihat pengaruh budaya lokal Akses perempuan untuk menjadi relawan Pandangan tentang peran faskel dalam mendorong partisipasi perempuan Pola interaksi antara relawan dengan Faskel, BKM, KSM Kendala, tantangan dan peluang relawam dalam mendorong partisipasi perempuan dalam P2KP Pelatihan dan penguatan yang diperlukan bagi relawan terkait issu pelibatan perempuan
SSI
KMP
INSTRUMEN 3
Tujuan: Untuk pandangan KMP ttg Partisipasi Perempuan, upaya yang dilakukan, hambatan, tantangan dan peluang yang dihadapi. Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama Informan : 2. Usia : 3. Status : 4. Pendidikan : 5. Agama : 6. Suku : 7. Jabatan di KMP : 8. Sejak kapan bergabung di KMP: Panduan Pertanyaan -
Pandangan KMP ttg keterlibatan perempuan dalam P2KP Sejarah/latar belakang bergabung dengan P2KP (akses, pengalaman,motivasi, manfaat, hambatan, peluang, jenis pelatihan, pola stuffing) Pandangan KMP ttg strategi KMW/Korkot/Faskel dalam mendorong partisipasi perempuan Upaya pengendalian KMP dalam mencapai target PAD untuk 30% partisipasi perempuan Dukungan proyek dalam mendorong partisipasi perempuan (pelatihan, stuffing, rekrutmen) Faskel perempuan vs Faskel laki2 dalam mendorong partisipasi perempuan (apakah ada perbedaan) Pola interaksi KMP dalam rangka mengembangkan program (yang sensitif gender) Kendala, peluang dalam mendorong partisipasi perempuan?
SSI
KMW
INSTRUMEN 4
Tujuan: Untuk pandangan ttg Partisipasi Perempuan, upaya yang dilakukan, hambatan, tantangan dan peluang yang dihadapi, dukungan dari KMP, manajemen, proyek, pemerintah daerah Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama Informan : 2. Usia : 3. Status : 4. Pendidikan : 5. Agama : 6. Suku : 7. Jabatan di KMW : 8. Sejak kapan bergabung di KMW: Panduan Pertanyaan -
Pandangan KMW ttg keterlibatan perempuan dalam P2KP Sejarah/latar belakang bergabung dengan P2KP (akses, pengalaman,motivasi, manfaat, hambatan, peluang, jenis pelatihan, pola stuffing) Upaya/inovasi2 dalam rangka meningkatkan peran perempuan Apakah ada perubahan setelah itu dilakukan upaya/inovasi Apa kendala yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan upaya2 tersebut? Pola interaksi KMW dalam rangka mengembangkan program (yang sensitif gender) Dukungan KMP, manajemen, proyek dalam mendorong partisipasi perempuan (training, staffing, rekrutmen) Dukungan pemerintah daerah?
PANDUAN KSM INSTRUMEN FGD (BENEFICIARIES) 5 Tujuan: FGD pada anggota KSM (penekanan KSM ekonomi) untuk mendapatkan data tentang isu jender, dengan penekanan pada akses untuk memperoleh manfaat dari program, dan penggunaan mikro kredit. Panduan ini disampaikan dalam FGD yang terpisah antara peserta laki-laki dan perempuan, masing-masing 10 orang peserta. Tanggal Pelaksanaan: Tempat : Kelurahan : Kota/Propinsi : -
Panduan Pertanyaan Sumber informasi dan pemahaman tentang P2KP Sumber informasi dan pemahaman tentang proses penentuan penerima bantuan Program P2KP Proses pengambilan keputusan dalam kelompok (siapa yang dominan?) Pengalaman anggota KSM (ekonomi) sampai penentuan menjadi penerima program P2KP (bantuan mikro kredit), siapa yang berpengaruh? (konteksnya akses dapat bantuan) Pandangan masyarakat setempat terhadap peran gender laki dan perempuan (Produksi, Reproduksi, Kemasyarakatan) Pengaruh dan kedekatan hubungan elit (perempuan) terhadap (perempuan) penerima bantuan Program P2KP Peran fasilitator (perempuan vs laki-laki) bagi KSM (dalam penyusunan proposal kegiatan, meendapatkan akses bantuan) Pelatihan yang diterima anggota KSM, kemanfaatannya? pelatihan apa yang sebaiknya ada? Pola interaksi KSM dengan para pelaku P2KP (BKM, relawan, faskel, antar KSM) Hambatan, peluang untuk mendapatkan akses (menerima bantuan, training, pembentukan lembaga keuangan, dll) Bentuk-bentuk penggunaan BLM oleh KSM, (siapa yang dominan menentukan? Sensitive gender?)
PANDUAN SSI
KORKOT/ ASKOT/STAFF
INSTRUMEN 6
Tujuan: -
Melakukan konsultasi dengan wawancara semi terstruktur kepada Koordinator Kota dan stafnya (Asisten Korkot dll) Untuk mendapatkan informasi tentang isu-isu strategi jender dan isu desain sensitive pada program sekarang dan program yang akan datang.
Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama Informan : 2. Usia : 3. Status : 4. Pendidikan : 5. Agama : 6. Suku : 7. Jabatan di KMW : 8. Sejak kapan bergabung di KMW: Panduan Pertanyaan -
-
Pandangan KMW ttg keterlibatan perempuan dalam P2KP Sejarah/latar belakang bergabung dengan P2KP (akses, pengalaman,motivasi, manfaat, hambatan, peluang, jenis pelatihan, pola stuffing) Upaya yang telah dilakukan oleh Korkot selaku penanggungjawab pelaksanaan Program P2KP di tingkat Kota untuk mendorong perempuan terlibat dalam Program P2KP Pola interaksi dalam rangka mengembangkan program (yang sensitif gender) Dukungan KMW, manajemen, proyek dalam mendorong partisipasi perempuan (training, staffing, rekrutmen) Harapan bagi Korkot untuk program P2KP yang akan datang untuk meningkatkan partisipasi perempuan Dukungan pemerintah daerah?
BIOGRAFI/SSI
BKM
INSTRUMEN 7
Tujuan: Untuk mengetahui profil BKM, pandangan2 BKM ttg peran pelaku P2KP dalam mendorong partisipasi perempuan, kegiatan2 BKM Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama Informan : 2. Jenis kelamin : L/P 3. Suku : 4. Agama : 5. Usia : 6. Status : 7. Pendidikan : 8. Pekerjaan : 9. Jumlah anak : 10. Jumlah tanggungan : 11. Keterlibatan di P2KP: - Sejak kapan terlibat : - Jabatan : - Motivasi terlibat : 12. Mempunyai kedekatan hubungan dengan: (a) Aparat pemerintah (lurah/camat/RT/RW) (b) Faskel (c) BKM (d) Relawan/elit (e) KSM (f) Lainnya____________ Panduan Pertanyaan Umum -
Pandangan ttg peran perempuan secara umum di kelurahan, dan di P2KP secara umum Pandangan ttg tentang peran elit perempuan (relawan) di kelurahan secara umum dan secara khusus dalam mendorong partisipasi perempuan Pandangan ttg peran anggota BKM (laki2 dan perempuan) secara umum dan secara khusus dalam mendorong partisipasi perempuan Pandangan ttg peran faskel secara umum dan secara khusus dalam mendorong partisipasi perempuan
Ttg BKM -
Proses rekrutmen anggota BKM Pengalaman selama menjadi anggota BKM Struktur BKM (jumlah anggota; komposisi laki-perempuan; jabatan masing2) Proses pengambilan keputusan di BKM: (siapa yang dominan) Usulan bagi perbaikan BKM ke depan (dari proses rekrutmen, komposisi laki2-perempuan dll)
-
Pola interaksi BKM dengan para pelaku P2KP (Faskel, KSM, relawan)
Ttg Kebutuhan Perempuan -
Program2 P2KP yang terkait dg kebutuhan perempuan (program apa, siapa yang menentukan, kemanfaatannya bagi perempuan) Program2 yang perlu dikembangkan bagi perempuan (miskin) dimasa depan
BIOGRAFI/ SSI
FASKEL
INSTRUMEN 8
Tujuan: Untuk mengetahui profil (biografi) Faskel dan sejarah pengalaman sebagai Faskel P2KP Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama : 2. Usia : 3. Status : 4. Pendidikan : 5. Jumlah anak : (Jika ada) 6. Jumlah tanggungan : (Jika ada) 7. Keterlibatan di P2KP: - Sejak kapan menjadi Faskel/SF P2KP : - Motivasi menjadi Faskel/SF : - Siapa yang mendorong menjadi Faskel/SF
:
Riwayat Pekerjaan: Lembaga
Jabatan
Tahun s/d s/d s/d s/d s/d
Pelatihan terkait pemberdayaan masyarakat yang pernah diikuti: Penyelenggara
Bidang
Tahun
Panduan Pertanyaan -
Pandangan/persfektif ttg partisipasi perempuan Pengalaman selama terlibat dalam P2KP/PNPM Hambatan-hambatan (struktural, kelembagaan, kebijakan, implementasi) yang dihadapi selama ini Usulan kegiatan/program/pelatihan dalam rangka meningkatkan partisipasi perempuan Harapan dan usulan untuk perbaikan ke depan dalam rangka peningkatan peran perempuan dalam P2KP
BIOGRAFI/ SSI
RELAWAN
INSTRUMEN 9
Tujuan: Untuk mengetahui profil (biografi) Relawan, Pandangannya ttg Partisipasi Perempuan, dan Sejarah atau pengalaman sebagai relawan.. Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama : 2. Usia : 3. Status : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Jumlah anak : (Jika ada) 7. Jumlah tanggungan : (Jika ada) 8. Keterlibatan di P2KP: - Sejak kapan menjadi Relawan P2KP : - Motivasi menjadi Relawan : - Siapa yang mendorong menjadi Relawan: Riwayat Pekerjaan: Lembaga
Jabatan
Tahun s/d s/d s/d s/d s/d
Pelatihan terkait pemberdayaan masyarakat yang pernah diikuti: Penyelenggara
Bidang
Panduan Pertanyaan
Tahun
-
Pandangan/persfektif ttg partisipasi perempuan Pengalaman/sejarah keterlibatan selama dalam P2KP/PNPM Upaya yang sudah dilakukan sebagai elit relawan terkait peningkatan peran perempuan Hambatan-hambatan (gender spesifik) dalam kaitannya dengan keterlibatan relawan dalam P2KP. Peluang untuk bisa berpartisipasi dalam P2KP. Harapan dan komitmen ke depan sebagai relawan Usulan kegiatan/program/pelatihan dalam rangka meningkatkan partisipasi perempuan
SSI
APARAT INSTRUMEN KELURAHAN 10
Tujuan: -
Untuk mengetahui pandangan aparat kelurahan ttg Partisipasi Perempuan di kelurahan, ttg peran pelaku P2KP Kerjasama dan dukungan kelurahan dalam pelaksanaan P2KP/PNPM, Tantangan, hambatan, kendala dan peluang yang dihadapi untuk bekerjasama dan mendukung kegiatan2 P2KP (khususnya dalam meningkatkan partisipasi perempuan)
(Catatan: Informan minimal Sekretaris Lurah, atau aparat lain yang terlibat di P2KP/PNPM) Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama Informan : 2. Usia : 3. Jenis kelamin : 4. Status : 5. Pendidikan : 6. Jabatan : 7. Lama terlibat dalam P2KP: Riwayat pekerjaan: Lembaga
Jabatan
Tahun s/d s/d s/d s/d s/d
Pelatihan terkait pemberdayaan masyarakat yang pernah diikuti: Penyelenggara
Bidang
Tahun
Panduan Pertanyaan -
Pandangan/persfektif ttg partisipasi perempuan Pandangan dan pengalaman (sosial, ekonomi, budaya) yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam konteks lokal Dukungan/kerjasama/koordinasi kelurahan dengan pelaksanaan P2KP Pandangan tentang pelaku2 P2KP (faskel, relawan, BKM) secara umum, dan khususnya juga dalam mendorong partisipasi perempuan Usulan kegiatan/program yang terkait peningkatan partisipasi perempuan Kendala, hambatan, peluang, tantangan dalam upaya meningkatkan partisipasi perempuan (miskin) di kelurahan (konteks lokal)
BIOGRAFI/SSI MASYARAKAT INSTRUMEN MISKIN 11 Akan dipilih 20 laki-laki dan perempuan dari daftar KK Miskin yang mengetahui ttg P2KP, yang berusia minimal 17 tahun. Tujuan: Mendapatkan profil (data biografi) dari Masyarakat Miskin di kelurahan, dan pengetahuannya akan P2KP. Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama Informan 2. Nama KK 3. Status KK
: : : (1) Orang tua (2) Suami (3) Istri (4) Lainnya,____________ 4. Jenis kelamin : L/P 5. Usia : 6. Status : 7. Pendidikan : 8. Pekerjaan : 9. Jumlah anak : 10. Jumlah tanggungan RT : 11. Apakah terlibat di P2KP : (1) Ya (2) Tidak 12. (Jika Ya) Sebagai apa : 13. (Jika Ya) Sejak kapan terlibat: 14. Mempunyai kedekatan hubungan dengan: (a) Aparat pemerintah (lurah/camat/RT/RW) (b) Faskel (c) BKM (d) Relawan/elit (e) KSM (f) Lainnya____________
Panduan Pertanyaan Pengetahuan ttg P2KP: - Sumber informasi ttg P2KP: - Pelaku2 P2KP (pandangan ttg peran faskel, relawan/elit, BKM scr umum dan khususnya dalam meningkatkan peran perempuan): - Program2 P2KP (apa yang diketahui ttg program2 P2KP – pelatihan2 yang ada), dan manfaatnya bagi masyarakat miskin - Informasi lainnya: Program yang diinginkan (yang mempermudah akses bagi perempuan dan laki2 untuk terlibat dalam program --- jenis progwam, waktu, metode, tempat pelaksanaan, dll) Ttg Alokasi waktu (kegiatan harian) Informan:
BIOGRAFI
KSM
INSTRUMEN 12
Tujuan: Untuk mengetahui profil anggota KSM (ekonomi, fisik, social). Tanggal Wawancara : Kelurahan : Kota/Propinsi : Identitas Informan: 1. Nama Informan : 2. Jenis kelamin : L/P 3. Suku : 4. Agama : 5. Usia : 6. Status : 7. Pendidikan : 8. Pekerjaan : 9. Jumlah anak : 10. Jumlah tanggungan : 11. Keterlibatan di P2KP: - Sejak kapan terlibat : - Jabatan : - Motivasi terlibat : 12. Mempunyai kedekatan hubungan dengan: (a) Aparat pemerintah (lurah/camat/RT/RW) (b) Faskel (c) BKM (d) Relawan/elit (e) KSM (f) Lainnya____________