PAPER JURNAL ONLINE
POLA KOMUNIKASI PENGASUH ANAK DAN ANAK BALITA TERLANTAR (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Baby Sitter dan Anak Balita Terlantar di YPAB Permata Hati Jebres Surakarta)
Disusun Oleh : Ridha Karunia D0208150
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014
POLA KOMUNIKASI PENGASUH ANAK DAN ANAK BALITA TERLANTAR (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Baby Sitter dan Anak Balita Terlantar di YPAB Permata Hati Jebres Surakarta)
Ridha Karunia Sutopo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract This article talks about how to build interaction with under-five children in YPAB Permata Hati Jebres Surakarta through communication pattern. This interaction building can be carried out by means of interpersonal communication through symbols either verbal (voice) or non verbal (body language). In this case, the communication pattern plays an important part because its response will affect directly the under-five children. The communication pattern occurring between baby sitter and the neglected under-five children consists of Authoritarian, Indulgent and Authoritative (firm) patterns. The communication pattern taken will create an effective and understandable communication. The form of research employed was the qualitative one with descriptive qualitative method. The data source included informant, event, and document. The informants were selected because they knew the problems and could give accurate information. Techniques of collecting data used were interview, observation and document study. The data validation was carried out using data triangulation. Technique of analyzing data used was data reduction, data display, and conclusion drawing with Miles and Huberman’s interactive model technique. This research showed that the authoritative communication pattern was very effective to be used in setting forth the under-five children’s freedom through the way the verbal and the non-verbal symbols were used to interact. Keywords: communication pattern, verbal and non-verbal symbol, under-five children.
1
Pendahuluan Kasus penelantaran anak di bawah umur kian marak khususnya balita yang tidak diasuh orang tuanya sendiri. Dengan tidak diasuhnya mereka oleh orang tua membuat kebutuhan jasmani, rohani maupun sosialnya menjadi tidak terpenuhi. Dalam yayasan YPAB para balita dilindungi, diasuh, serta dididik dengan baik supaya kebutuhannya menjadi terpenuhi (jasmani, rohani, sosial). Yayasan ini bertujuan untuk menyelenggarakan usaha pemeliharaan dan pengawasan terhadap anak-anak atau bayi yang karena sesuatu hal menjadi terlantar. Keadaan mereka seperti ini akan mempengaruhi perkembangan anak balita kelak, dimana masa kanak-kanak merupakan masa dimana manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain seperti orang tua khususnya seorang ibu. Seorang anak membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum ia bisa berdiri sendiri. Uniknya lama waktu manusia harus tergantung pada orang lain inilah yang membuat ia mempunyai kesempatan paling banyak untuk mempersiapkan dirinya dalam perkembangan sehingga pada akhirnya taraf perkembangan manusia adalah yang tertinggi (Sarlito, 2010: 66). Disini baby sitter berperan penting dalam menjalin interaksi karena setiap hari mengasuhnya dengan mengadakan komunikasi langsung dengan para anak balita. Dalam melakukan komunikasi anak balita mempunyai keunikan tersendiri dalam menyampaikan pesan melalui komunikasi khususnya melalui gesture tubuh atau yang biasa disebut komunikasi non verbal. Karena kata- katanya yang masih terbatas balita lebih banyak menggunakan komunikasi non verbal walaupun komunikasi verbal juga digunakan. Dalam melakukan komunikasi akan terbentuk suatu pola komunikasi yang digunakan sebagai penyampaian lebih dalam pesan yang akan disampaikan agar dapat dimengerti secara lebih jelas. Pola komunikasi dimaksudkan untuk penyampaian informasi yang dilakukan seseorang dengan memberikan tafsiran pada perilaku orang lain serta perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang yang bersangkutan. Pola komunikasi ini menyangkut bagaimana cara memberikan suatu pesan dengan berkomunikasi yang dapat dimengerti oleh anak yang masih
2
balita. Melakukan komunikasi dengan orang dewasa dapat langsung dipahami karena sudah sama- sama mengerti tentang isi pesan yang disampaikan. Untuk anak balita tidak semua orang mengerti tanpa adanya pendekatan atau orang yang selalu dekat dengannya. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh dan menggali lebih dalam tentang pola komunikasi anak balita terlantar di YPAB Surakarta melalui perantara baby sitter karena mereka yang bertugas dan setiap harinya bertatap muka langsung dalam merawat para balita sejak pertama kali mereka diasuh di sana. Pola Komunikasi dalam penyampaian pesan seperti apa yang dilakukan agar kedua belah pihak mengerti dan menimbulkan rasa bangga diantara keduanya.
Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat diambil rumusan masalah dalam penelitian: “Bagaimana pola komunikasi baby sitter dan anak balita terlantar serta hambatan/kendala dan pendorong terjadinya pola komunikasi di YPAB Permata Hati Jebres Surakarta ?”
Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang: ”Bagaimana pola komunikasi baby sitter dan anak balita terlantar serta hambatan/kendala dan pendorong terjadinya pola komunikasi di YPAB Permata Hati.”
Telaah Pustaka 1. Komunikasi Pada hakikatnya komunikasi merupakan proses pernyataan antar manusia yang dinyatakan dalam bentuk pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya meliputi bahasa verbal dan non verbal. Thomas M. Scheidel mengemukakan bahwa berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas
3
diri untuk membangun kontak sosial dengan orang sekitar dan mempengaruhi orang lain (Fajar, 2009: 1). Sumber (Source) yaitu pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi (pengirim/komunikator/penyandi), pesan (message) apa yang dikomunikasikan oleh sumber pada penerima, Saluran: adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan pesannya pada penerima, penerima (receiver) yakni orang yang menerima pesan dari sumber, Efek (effect) adalah apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut. Lima unsur tersebut tidak lepas dari umpan balik (feedback) yaitu tanggapan dari komunikan kepada komunikator terhadap pesan yang diperoleh, serta gangguan (noise) terjadi ketika proses komunikasi berlangsung (Riswandi, 2009: 3-4).
2. Pola Komunikasi Kegiatan komunikasi merupakan kunci awal untuk membentuk sebuah pola komunikasi. Wilbur Schramm menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yaitu panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meaning) yang pernah diperoleh komunikan. Dalam proses komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, komunikator menyandi (encode) suatu pesan, kemudian menyampaikannya kepada komunikan mengawas sandi (decode) pesan tersebut.
Sumber: Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, 2003: 259
4
Suatu komunikasi yang berpola apabila di dalam komunikasi itu ditemukan suatu komunikasi yang tetap atau komunikasi yang tidak berubah dan akan terus digunakan dan sudah dianggap sebagai kelompok masyarakat tertentu sebagai suatu cara dalam berkomunikasi dengan orang lain dengan kata lain mempunyai ciri khas. Jadi, pola komunikasi merupakan cara seorang individu atau kelompok itu berkomunikasi. Cara berkomunikasi ini merupakan suatu kebiasaan dari masyarakat yang dilakukan secara berulangulang (Purwasito 2003: 96). Pendekatan hubungan manusiawi (Human Relations) merupakan komunikasi persuasif secara tatap muka. Komunikasi yang berlangsung dalam kegiatan Human Relations adalah komunikasi Interpersonal karena komunikasi bentuk ini sifatnya dialogis maka prosesnya berlangsung secara timbal balik (two way traffic reciprocal communication). Ini berarti bahwa komunikator dalam hal ini baby sitter mengetahui efek komunikasinya pada saat itu juga. Feedback (umpan balik) terjadi pada saat itu juga (Uchjana, 1993: 76). Dalam psikologi perkembangan teori sangat diperlukan untuk memahami suatu gejala atau fenomena sesuai dengan pendapat Chaplin (2002) yang mendefinisikan teori sebagai “satu prinsip umum yang dirumuskan untuk menjelaskan sekelompok gejala yang berkaitan.” Teoriteori perkembangan tersebut yaitu Teori Psikodinamik dari Sigmund Freud dan Erik Erikson yang berupaya menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Teori ini mengasumsikan kepribadian berkembang ketika terjadi konflik- konflik dari aspek- aspek psikologi yang umumnya terjadi selama masa kanak- kanak dini. Teori Kognitif, didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif maka anak dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia. Teori kognitif dari Piaget merupakan teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan mengintepretasikan obyek dan kejadian di sekitarnya.
5
Bagaimana anak mempelajari ciri- ciri dan fungsi dari obyek- obyek seperti mainan, perabot, dan makanan serta obyek sosial meliputi diri sendiri, orang tua, dan teman. Piaget percaya bahwa pemikiran anak- anak berkembang menurut tahap- tahap atau periode yang terus bertambah kompleks. Perkembangan masing- masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya (Desmita, 2009: 38-47). Teori Kontekstual, memandang perkembangan sebagai proses yang terbentuk dari transaksi timbal balik antara anak dan konteks perkembangan sistem fisik, sosial, kultural dan historis dimana interaksi terjadi. Beberapa teori yang berpengaruh dalam teori kontekstual meliputi teori etologis dan ekologis. Pendekatan etologis difokuskan pada asal usul evolusi dari tingkah laku dan menekankan tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan alamiah. Teori Behavior dan Belajar Sosial, behavior merupakan teori perilaku dimana perkembangan dipelajari dan dipengaruhi secara kuat oleh pengalaman lingkungan yang berhubungan dengan teori belajar sosial dari Albert Bandura yaitu sebuah teori perluasan dari behaviorisme yang menekankan
pentingnya
perilaku,
lingkungan,
dan
kognisi.
Dalam
menjelaskan perilaku sosial belajar anak, Bandura menggunakan prinsipprinsip pengkondisian klasik dan operan. Anak belajar tidak hanya melalui pengalamannya tetapi juga melalui pengamatan yaitu mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Belajar mengamati disebut “modeling” atau “imitasi” (meniru) karena individu secara kognitif menampilkan tingkah laku orang lain dan kemudian mengadopsi tingkah laku tersebut dalam dirinya sendiri. Bandura mengemukakan empat komponen penting dalam model belajar
meliputi:
Attention
(memperhatikan),
retention
(menyimpan/
mencamkan), motor reproduction (memproduksi gerak motorik), dan vicarious-reinforcementand motivational (ulangan-penguatan dan motivasi). Bandura menunjukkan pentingnya proses identifikasi pada anak terhadap orang tua, melalui identifikasi tersebut seorang anak mulai menerima sifatsifat pribadi dan tingkah laku tertentu sebagai sesuatu yang berguna dan
6
diterima oleh orang lain. Merasa diterima oleh lingkungannya akan memberikan rasa aman dan memperkuat motivasi untuk mempertahankan sifat- sifat yang telah dimilikinya (Desmita, 2009: 59). Dari cara pengasuhan yang dilakukan baby sitter di yayasan ini, dapat dibedakan ke dalam empat kategori pola asuh yang akan membentuk pola komunikasi karena dilakukan melalui komunikasi sebagai sarana dalam menjalin interaksi dengan anak balita meliputi (Surbakti, 2012: 7-8) : a. Authoritarian (otoriter/cenderung bersikap bermusuhan), pola yang bersifat mutlak artinya menganut paham kepatuhan dimana anak balita harus mematuhi apa yang dilakukan baby sitter. Peran baby sitter disini sangat penting dalam membimbing, mengajari, dan mengarahkan anak balita. Harus mematuhi dalam arti untuk mengarahkan dan mengajari anak balita ke dalam hal- hal yang baik dan berguna untuk mereka kelak. b. Indulgent (Serba boleh/cenderung berperilaku bebas), pola yang menekankan pada kebaikan, kesabaran, keramahan, atau kemurahan. Dimaksudkan disini baby sitter membiarkan atau mengizinkan anak balita melakukan apa saja yang mereka inginkan selama itu untuk kebaikan mereka dan masih dalam batas yang wajar dan tidak melakukan hal- hal yang buruk/ tidak baik. c. Authoritative
(tanpa
pemaksaan),
pola
yang menggunakan
atau
melakukan pengawasan tegas, kuat, dan kokoh terhadap perilaku anak tetapi tetap menghormati
kemerdekaan (kebebasan) dan kepribadian
anak. Disini baby sitter menetapkan tuntunan/patokan, dan peraturan sehingga mereka memiliki panduan dalam menjalankan kehidupan mereka sehari- hari tanpa memaksakan kehendak kepada anak balita. Oleh karena itu pola Authoritative bisa juga disebut sebagai pola yang bersifat demokratis.
3. Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book sebagai proses pengiriman 7
dan penerimaan pesan- pesan antara dua orang atau diantara kelompok kecil orang- orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Pesan komunikasi mempunyai banyak bentuk, kita mengirimkan dan menerima pesan melalui salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indera kita. Sehingga kita dapat berkomunikasi secara verbal dan non verbal (Devito, 1997: 28). Menurut sifatnya komunikasi Interpersonal dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group communication). Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk seperti percakapan, wawancara, dan dialog. Ciri-ciri komunikasi diadik yaitu pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat dan pihak- pihak yang berkomunikasi, mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan baik secara verbal maupun nonverbal (Nurudin, 2008: 31).
4. Interaksi Simbolik Dalam berkomunikasi kita pasti mengadakan interaksi dengan orang lain. Interaksi itu dapat menyampaikan informasi berupa ide, gagasan, simbol- simbol yang dilakukan dengan berkomunikasi dengan orang lain. Interaksi ini disebut interaksi simbolik yang merupakan sebuah teori yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan makna melalui simbol- simbol yang nampak. Secara teoritis interaksi simbolik mengakui bahwa interaksi adalah suatu proses interpretif dua arah. Salah satu fokus interaksi simbolik adalah efek
dari
interpretasi
terhadap
orang
yang
tindakannya
sedang
diintepretasikan. Interaksi simbolik pada dasarnya merupakan interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol digunakan untuk merepresentasikan apa yang dimaksud ketika berkomunikasi. Makna suatu simbol tersebut bukanlah pertama ciri- ciri fisiknya tetapi apa yang dapat orang lakukan mengenai simbol tersebut. 8
Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Peneliti terjun ke lapangan tanpa dibebani atau diarahkan oleh teori serta mengamati objeknya,
menjelajah,
dan
menemukan
wawasan-wawasan
baru.
Jenis
penelitiannya kualitatif dalam mengamati “Pola Komunikasi Baby Sitter dan Anak Balita Terlantar di YPAB Permata Hati Jebres Surakarta”. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan analisis data yang cermat terhadap suatu fenomenal tertentu. Penelitian kualitatif merupakan usaha untuk mengungkapkan suatu masalah, keadaan, atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga hanya bersifat sekedar mengungkap fakta. Hasil penelitian ditekankan untuk memberikan gambaran obyektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti (Moleong, 1989: 3). Jenis data yang digunakan yaitu data primer, dan sekunder sedangkan teknik pengumpulan data meliputi Observasi, wawancara dilakukan secara mendalam yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui komunikasi langsung, dan studi kepustakaan dengan mengumpulkan data dan teori dalam penelitian ini. Teknik penentuan informan digunakan dalam pemilihan Informan karena yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan akurat. Teknik validitas data yang digunakan adalah teknik triangulasi data (sumber) yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2001: 178). Penelitian ini menggunakan proses analisis data model interaktif Miles and Huberman yaitu analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan secara bersamaan seperti Reduksi data dalam arti sempit sebagai proses pengurangan datatetapi dalam arti luas merupakan proses penyempurnaan data baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan maupun penambahan terhadap data yang masih kurang, Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasarkan kategori atau pengelompokan yang diperlukan yakni menjalin (kelompok) data yang satu dengan kelompok data lain, serta penarikan kesimpulan dilakukan melalui proses perumusan makna dari hasil penelitian yang
9
diungkapkan dengan kalimat secara singkat, padat, dan mudah dipahami dilakukan berulang kali dalam melakukan peninjauan mengenai kebenaran dari penyimpulan itu. Model Interaktif Teknik analisa data dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini.
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan Sumber: Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, 2007: 105
Sajian dan Analisis Data 1. Hasil Analisis YPAB Permata Hati Mengasuh dan merawat anak balita diperlukan suatu komunikasi yang nantinya digunakan dalam berinteraksi. Berikut fase- fase yang dilakukan baby sitter dalam berinteraksi untuk menjalin komunikasi dengan balita dari hasil observasi di lapangan meliputi : a. Fase pendekatan Pendekatan merupakan ikatan antara dua individu antara baby sitter dan balita yang sifatnya hubungan psikologi. Pendekatan dibutuhkan oleh baby sitter dalam mengasuh anak balita disini karena adanya pendekatan yang menentukan suatu interaksi dalam komunikasi akan berhasil atau tidak. b. Fase kemandirian Kemandirian yang diterapkan disini agar tidak selalu bergantung dengan orang lain disini balita yang minum susu botol itu tidak akan dipegangi oleh baby sitter karena baby sitter ingin melatih anak untuk memegang
10
sendiri botolnya. Baby sitter mengajarkan kemandirian pada anak sejak dini. Wujud kemandirian lainnya disini dengan membiasakan tidak digendong pada balita. c. Intensitas Dalam pengasuhan pada balita dibutuhkan suatu intensitas. Baby sitter menggunakan fase ini untuk memahami apa yang diinginkan si balita tersebut dan tidak dalam waktu yang singkat. Intensitas disini dapat digolongkan dalam dua hal meliputi meluangkan waktu untuk berbicara, dan mengajak kerjasama dengan cara yang baik.
2. Pola Komunikasi Baby Sitter dan Anak Balita Terlantar Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti, metode pengasuhan yang diterapkan baby sitter akan mempengaruhi komunikasi yang terjadi dengan balita dimana akan membentuk suatu pola komunikasi yang diterapkan. Pola komunikasi yang dilakukan di Yayasan Pemelihara Anak dan Bayi (YPAB) Permata Hati Surakarta tersebut meliputi : a. Authoritarian (otoriter/cenderung bersikap bermusuhan) membentuk pola komunikasi yang otoriter atau kepatuhan yang harus dilakukan demi kebaikan anak balita. Mematuhi dalam arti baby sitter memberikan bimbingan, arahan, serta mengajari mereka. Dari hasil observasi baby sitter melakukan interaksi dengan balita melalui komunikasi linear (satu arah) karena balita pasif dan hanya mendengar ini terlihat pada saat baby sitter memberikan botol berisi susu dan menyerahkan kepada si balita tanpa dipegangi dalam arti baby sitter hanya memberikan botol dan balita tersebut memegangi sendiri botolnya. Disini juga diajarkan dan memberi pengarahan/bimbingan makan sendiri seperti menggunakan sendok, membereskan mainannya sendiri ke tempat semula. Inilah bentuk kasih sayang yang dilakukan baby sitter untuk perkembangan balita nantinya. b. Indulgent (Serba boleh/cenderung berperilaku bebas) membentuk pola komunikasi yang bebas (kebaikan, kesabaran, kemurahan) dalam arti membiarkan dan mengizinkan anak balita melakukan apa saja yang 11
diinginkan. Terlihat pada saat balita ingin menonton kartun di tv dan berlari menghampiri baby sitter lalu berkata “mbak tvne aja kuwi diganti kartun” kemudian baby sitter menjawab “kosek tak gantike lungguh aja mlayu- mlayu nek nonton” sembari mengambil remote mengganti channel (saluran) tv. Ini dialami pada balita usia 5 tahun sedangkan balita usia 1 tahun juga menggunakan pola komunikasi ini dalam bertinteraksi dengan baby sitter seperti disini seorang balita menangis dan baby sitter memberikan susu botol dan dimasukkan ke dalam mulutnya tetapi balita tersebut tetap menangis. Langkah terakhir yang dilakukan baby sitter adalah membiarkan balita bermain dengan botol yang masih berisi susu karena ternyata balita tersebut tidak ingin minum tetapi menginginkan botol susu untuk benda mainannya dengan dibanting- banting ke dalam kasur boxnya yang kemudian dia tertawa sendiri karena keasyikan bermain dengan botolnya sambil sedikit berucap heee heeee dengan tatapan matanya yang terheran- heran melihat botol tersebut. Dengan penuh kesabaran akan menjadikan balita merasa aman/terlindungi dan nyaman dan tidak menimbulkan kegelisahan balita karena balita merasa takut dengan ketidakmengertiannya. c. Authoritative (tanpa pemaksaan), membentuk pola komunikasi yang tegas, kuat tetapi menghormati kebebasan anak (demokratis). Hasil observasi baby sitter membolehkan balita untuk bermain apa saja dan berlari- lari karena anak memang sukanya bermain dengan mainannya. Tetapi disini baby sitter berkata “PR (pekerjaan rumah) digarap sik mengko bar kuwi dolanan” dan balita menjawab “ya mbak” yang artinya tugas sekolah dikerjakan dulu habis itu bermain. Sikap baby sitter untuk menyuruh balita mengerjakan PR terlebih dahulu tepat karena harus menyelesaikan tanggung jawabnya dahulu yang utama tetapi tidak mengesampingkan kebebasan balita untuk bermain- main sesukanya. Hal lain yang dilakukan balita dengan sering melakukan gerakan nggeblake atau merebahkan badan yang gerakan itu tidak dipaksa oleh baby sitter tetapi gerakan spontan balita untuk menarik perhatian. Gerakan spontan
12
yang sering dilakukan ini merupakan cermin kebebasan yang dilakukan balita dengan gerakan apa saja yang reflek terjadi dan sulit diduga. Komunikasi yang dilakukan baby sitter dan anak balita melalui pola komunikasi Authoritarian, Indulgent, dan Autoritative (demokratis) disertai simbol verbal dan non verbal meliputi : a. Gesture tubuh atau gerak isyarat merupakan gerakan tangan, lengan, dan jari- jari yang digunakan untuk menjelaskan atau untuk menegaskan. Baby sitter menghibur balita dengan dikudang dengan menggunakan tangannya respon yang diberikan balita dari kudangan tersebut dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Interaksi itu dilakukan di dalam box karena tidak dibiasakan digendong. Hasil observasi menunjukkan gesture tangan sangat dominan dalam melakukan interaksi agar dapat dipahami balita. b. Ekspresi wajah (mimik wajah) ini juga termasuk ke dalam gesture. Ini merupakan pengaturan dari otot- otot muka untuk berkomunikasi dalam keadaan emosional atau reaksi terhadap pesan- pesan. Dalam penelitian baby sitter menggelitik badan balita respon balita tertawa dengan senyuman lebar dari mulutnya. c. Kontak mata (tatapan mata), mengacu sebagai pandangan atau tatapan. Kontak mata menyampaikan banyak makna. Hal ini menunjukkan apakah kita merespon pandangan dengan orang lain (orang yang berbicara dengan kita). Kontak mata juga berhubungan dengan gerakan mata jika kita menatap seseorang mata kita akan bergerak mengikuti. Dalam penelitian ini baby sitter menggerakkan kedua tangannya respon balita matanya melirik ke arah tangan kita dengan melirik ke kanan dan ke kiri sesuai gerakan tangan kita. d. Sentuhan (touch) secara formal dikenal dengan haptics menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. Heslin dan Alper (1983)
mengemukakan
bahwa
disamping
berperan
dalam
pemeliharaan dan perawatan, sentuhan juga digunakan untuk menunjukkan
suatu
hubungan
13
professional,
hubungan
sosial,
persahabatan, maupun keakraban. Dari hasil observasi sentuhan tangan ini digambarkan pada saat baby sitter selesai memandikan balita dan memberikannya bedak yang menyebabkan respon balita tertidur. e. Suara (vocal) merupakan bunyi yang keluar melalui tenggorokan dan dikeluarkan
menjadi
bentuk
suara
yang
digunakan
dalam
mengucapkan kata- kata untuk berkomunikasi dengan orang lain. Suara juga menggunakan nada, terdapat nada tinggi dan nada rendah. Dalam penelitian ini balita menangis. Tangisan balita umumnya memberitahukan bahwa ada sesuatu yang salah pada dirinya. Untuk usia balita 1- 2 tahun suara disini meliputi tangisan bernada rendah dan tinggi sampai tidak beraturan Disini tangisan “saya lapar “ biasanya bernada pendek dan rendah sementara tangisan “saya merasa terganggu” seperti pantat basah nada suara terdengar tidak beraturan respon baby sitter langsung sergap mendekatinya. Dalam penjelasan pola komunikasi baby sitter dan anak balita terlantar di YPAB Permata Hati di atas yang penulis amati terdapat temuan sifat- sifat balita dari pola komunikasi yaitu bersifat egois karena para balita cenderung memiliki sifat egois mereka belum bisa untuk mengalah dengan orang lain. Sifat bathin seperti egois ini dimiliki seseorang sebagai pembawaan yang berlangsung secara tidak disadari oleh balita, hubungan sosial sempit hal ini disebabkan balita belum sadar menghayati kedudukan dirinya dalam suatu lingkungan tertentu. Dalam diri anak usia balita belum tumbuh kesadaran dan pengertian akan adanya orang lain dan benda-benda lain yang berbeda dengan dirinya, berbicara dengan mainannya karena anak balita tidak bisa membedakan antara benda yang hidup dan benda yang mati. Segala sesuatu disekitarnya dianggap berjiwa, sebagai bentuk mahluk yang hidup yang memiliki badan dan roh sekaligus seperti halnya dirinya sendiri.
14
3. Hambatan/Kendala dan Pendorong terjadinya Pola Komunikasi Dalam melakukan komunikasi dengan anak balita terdapat hambatan yang ditemui yaitu: Aspek bahasa, karena masih kurangnya kemampuan berkomunikasi. Anak belum mampu berbicara secara fasih, jadi saat berbicara gunakan kata yang sederhana, singkat, dan gunakan istilah yang dikenalnya. Mengingat anak balita disini belum sepenuhnya mengerti untuk itu diperlukan komunikasi yang hangat, santai, dan lembut. Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa verbal dan non verbal, serta Pendekatan yang kurang, memungkinkan baby sitter dan balita tidak mengetahui arah komunikasinya atau dapat terjadi miss communication (salah persepsi/pengertian), dan yang terakhir Respon anak pada lawan bicara kurang, usia balita memang tingkat konsentrasinya belum sepenuhnya berjalan. Terkadang ada balita yang apabila diajak bicara menanggapi ada juga yang diam saja dan berlalu begitu saja. Dia hanya asyik bermain- main sendiri tanpa mempedulikan lingkungan sekitar termasuk orang- orang yang mengajaknya berbicara. Cara Mengatasinya dengan melakukan pendekatan secara otodidak yang dilakukan setiap hari agar dapat menyelami atau mengetahui apa yang diinginkan balita. Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah dicapainya. Dalam berkomunikasi dengan balita caranya dengan posisi tubuh yang baik saat berbicara pada anak meliputi jongkok, duduk di kursi kecil, atau berlutut sehingga pandangan mata kita akan sejajar dengannya agar balita merasa nyaman. Pendorong terjadinya Pola komunikasi pada baby sitter dan anak balita meliputi mudah tertekan karena keadaan psikis serta emosi anak kecil masih tergolong labil begitu juga anak balita. Walaupun balita usianya masih terlalu dini tetapi balita juga dapat merasakan ketekanan tersebut. Dengan tidak diasuhnya anak balita oleh orang tuanya sendiri sudah menjadi awal timbulnya ketekanan batin mereka ditambah lagi apabila anak balita harus dituntut untuk melakukan segala hal yang mereka tidak inginkan serta perasaan saling membutuhkan seperti ikatan ibu dan anak karena anak balita masih sangat
15
bergantung dengan namanya orang tua yang mereka temui di rumah tetapi disini baby sitter yang menjadi orang tua mereka dengan setiap hari bertatap muka langsung dalam mengasuh.
Kesimpulan Dari hasil observasi atau pengamatan dan pengumpulan data di YPAB Permata Hati, maka dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Tujuan dari komunikasi yang dilakukan baby sitter dan anak balita adalah supaya apa yang disampaikan dapat dipahami dan diterima oleh lawan bicara. Penyampaian pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan tersebut dapat dimengerti dengan baik dan menimbulkan respon. Baby sitter sebagai komunikator harus mengetahui isi pesan yang disampaikan kepada anak balita yang dimaksud adalah mengetahui apa respon yang diberikan anak balita dari komunikasi itu dan mengetahui maksud yang diinginkannya dari respon tersebut. Pesan yang disampaikan melalui komunikasi ini akan berpengaruh besar terhadap orang yang bersangkutan karena komunikasi yang dilakukan antara komunikator dan komunikan ini dikatakan berhasil apabila komunikan mampu memberikan respon atau umpan balik dan sebaliknya komunikator mampu menanggapi respon tersebut dengan tepat. 2. Dalam penelitian ini menggunakan komunikasi Interpersonal karena dilakukan secara tatap muka langsung melalui dua orang yang saling berinteraksi yaitu baby sitter dan anak balita yang terjadi pada tempat dan waktu yang sama. Dalam melakukan komunikasi Interpersonal ini melibatkan pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal disini meliputi bahasa yang dikeluarkan melalui suara sedangkan pesan non verbal diikuti melaui gerakan tubuh (gesture) atau body language. Dengan terbatasnya kemampuan balita pesan non verbal yang sering digunakan dalam berkomunikasi. 3. Pola komunikasi baby sitter dan anak balita digolongkan menjadi tiga yaitu pola komunikasi Authoritarian, pola komunikasi Indulgent, dan pola komunikasi Authoritative. 16
a. Pola
komunikasi
Authoritarian
dimana
baby
sitter
memberikan
bimbingan, arahan, serta mengajari mereka. Baby sitter melakukan interaksi dengan balita melalui komunikasi linear (satu arah) karena balita pasif dan hanya mendengar ini terlihat pada saat baby sitter memberikan botol berisi susu dan menyerahkan kepada si balita tanpa dipegangi dalam arti baby sitter hanya memberikan botol dan balita tersebut memegangi sendiri botolnya. b. Pola komunikasi Indulgent dalam arti membiarkan dan mengizinkan anak balita melakukan apa saja yang diinginkan terlihat pada saat balita ingin menon ton kartun dan respon baby sitter pun mengganti saluran tv sesuai permintaan balita dan membiarkan balita usia satu tahun bermain- main dengan botol susunya dengan dibanting- banting karena botol itu yang membuat dia tertawa dan tidak menangis. c. Pola komunikasi Authoritative atau dikenal dengan demokratis ini bersifat tegas tetapi tidak mengesampingkan kebebasan anak balita. Baby sitter memperbolehkan anak balita bermain sesukanya tetapi PR (pekerjaan rumah) dikerjakan terlebih dahulu. Ini ditujukan pada balita yang sudah bersekolah di taman kanak- kanak dan gerakan merebahkan badan nggeblake yang dilakukan balita merupakan gerakan spontan dan tidak dipaksa baby sitter untuk menarik perhatian tetapi dilakukan di dalam box.
Saran Dari hasil observasi yang dilakukan penulis selama penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan meliputi : 1. Sebagai orang yang sudah dewasa dan mengerti, baby sitter harus mengajarkan dan mencontohkan hal- hal yang baik bagi balita. Pada usia dini seperti balita masih ditemui kebiasaan meniru (imitation) apa saja yang dilakukan orang dewasa (baby sitter) akan ditirunya oleh sebab itu perkataan dan perilaku harus dijaga dengan baik agar balita tidak meniru hal- hal yang jelek atau negatif. Dimana baby sitter merupakan orang pertama yang akan
17
mereka tiru karena di dalam yayasan, balita sudah menganggap baby sitter sebagai orang tuanya. 2. Pendekatan diperlukan untuk keberlangsungan interaksi antara baby sitter dan anak balita terlantar. Tanpa pendekatan suatu komunikasi yang dilakukan tidak dapat berjalan lancar mengingat mereka masih balita usia yang masih terbilang dini untuk mengerti perkataan orang dewasa seperti baby sitter. Pendekatan yang intens bisa lebih mengetahui tentang karakter si balita mulai dia menangis karena sebab apa sampai balita mudah marah. Melakukan pendekatan dengan otodidak akan menghasilkan proses komunikasi yang berhasil antara dua orang yang saling bertatap muka secara langsung atau disebut komunikasi dua arah karena dari pendekatan tersebut akan timbul respon langsung. 3. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur bagi para orang tua untuk berfikir ulang dan mempertimbangkan dalam menelantarkan anaknya sendiri karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang seharusnya dilindungi dan diberikan pendidikan yang layak. Usaha ini membantu pemerintah dalam mengurangi kasus penelantaran anak di bawah umur. 4. Hasil penelitian ini sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut dan dikembangkan kembali dengan metode deskriptif kualitatif karena penelitian ini masih banyak kekurangan. Temuan dari hasil penelitian ini dan teori- teori yang menjadi dasar dalam penelitian dapat dijadikan data pendukung untuk penelitian lebih lanjut karena penelitian ini belum mampu menggali lebih dalam mengenai pola komunikasi pengasuh anak dan anak balita.
Daftar Pustaka Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Devito, Joseph A. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books. Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
18
Fajar, Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Yogyakarta: Graha Ilmu. Moleong J. Lexy. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurudin.(2008). Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara. Purwasito, Andrik. (2002). Komunikasi Multikultural. Surakarta: Muhammadiyah University press. Riswandi.(2009). Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sarwono, Sarlito Wirawan. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Surbakti, E.B. (2012). Parenting Anak- Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. http://webcache.googleusercontent.com/pengertian-pola-komunikasi.html diakses pada tanggal 12 Juli 2013 http://intisari-online.com/read/komunikasi-juga-milik-balita diakses pada tanggal 9 September 2013
19