106
Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010
Perbedaan Pola Sidik Jari Anak-Anak Sindrom Down dan AnakAnak Normal di Purwokerto Finger Print Differences among Down Syndrome and Normal Children at Purwokerto City Rangga Bagus Irawan1, Lantip Rujito1*, Miko Ferine1, Zaenuri Syamsu Hidayat1,2 ABSTRACT Background: Dermatoglyphics is not only used to learn criminal identification, but also to learn chromosome abnormalities e.g Down syndrome (trisomy 21). The goal of this study was to understand the variation and distribution and the difference in dermatoglyphics and Total Ridge Count (TRC) between Down syndrome children and normal children at Purwokerto. Design and Method: This was an observational analytic study with cross sectional study design. In this study, 148 subjects were divided into 2 groups of 74 persons each. Chi-Square and Mann-Whitney test were used for the data analysis Result: The results showed that the highest mean percentage of dermatoglyphics in Down Syndrome children and normal children were loop ulna (63.4%) and whorl (37.1%) respectively. There was a significant difference in the distribution of loop ulna (p=0,000), whorl (p=0,001) and arch (p=0,000) between normal and down syndrom children but not with the radial loop (p=0,691). The mean of total ridge count for Down Syndrome children (144.1) was higher compared to the normal children (100.5). An alternative Mann-Whitney test on the Total Ridge Count test showed a significance difference (p=0.000). Conclusion: There was a significant difference in the distribution of loop ulna, whorl, arch and Total Ridge Count between Down syndrome and Normal children at Purwokerto City (Sains Medika, 2(2):106-116). Key words: dermatoglyphics, Down Syndrome, normal children. ABSTRAK Pendahuluan: Pola sidik jari tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi tindak kejahatan, tetapi dapat juga digunakan untuk menidentifikasi kelainan kromosom seperti Sindrom Down (trisomi 21). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui variasi, perbedaan distribusi pola sidik jari dan perbedaan jumlah sulur ujung jari pada anak-anak Sindrom Down dan anak-anak normal di Purwokerto. Metode Penelitian: Metode yang digunakan pada penelitian adalah observasi analitik dengan cross sectional study sebagai desain penelitian. Sampel penelitian berjumlah 148 dengan 2 kelompok subjek penelitian yang masing-masing berjumlah 74 orang. Analisis data menggunakan uji Chi-Square serta uji alternatif Mann-Whitney test. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata presentase tertinggi pola sidik jari pada penderita Sindrom Down adalah loop ulna (63,4%), sedangkan pada anak normal adalah whorl (37,1%). Terdapat perbedaan rerata yang bermakna dari distribusi pola loop ulna (p=0,000), whorl (p=0,001) dan arch (p=0,000), sedangkan untuk loop radial (p=0,691) tidak menunjukkan perbedaan rerata yang bermakna kedua tangan antara penderita Sindrom Down dengan anak normal. Rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung (144,1) lebih tinggi dibandingkan anak normal di SD KRANJI I Purwokerto (100,5) dengan uji alternatif Mann –Whitney test berbeda nyata pada p = 0,000. Kesimpulan: Terdapat perbedaan pola sidik jari ulna, whorl, arch, dan jumlah sulur di antara anak dengan Sindrom Down dan anak normal di Purwokerto (Sains Medika, 2(2):106-116). Kata kunci : pola sidik jari, Sindrom Down, anak normal.
1
Medical Faculty of Jendral Soedirman University, Purwokerto Jl. dr Gumbreg No.1 Purwokerto Telp. 0281-641522
2
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono Soekardjo Purwokerto
*
E-mail :
[email protected]
Dermatoglypic Anak Sindrom Down dan Anak Normal
107
PENDAHULUAN Dermatoglifi atau pola sidik jari adalah gambaran sulur-sulur dermal yang pararel pada jari-jari tangan dan kaki, serta telapak tangan dan telapak kaki. Gambaran sulur-sulur dermal ini ditentukan oleh banyak gen yang pengaruhnya saling menambah dan mungkin beberapa diantaranya bersifat dominan dan tidak dipengaruhi oleh faktor luar sesudah lahir (Graham dan Burns, 2005). Dermatoglifi telah lama digunakan di kepolisian dan kedokteran kehakiman sebagai alat identifikasi. Pembentukan pola sangat kuat ditentukan secara genetik, sehingga para ilmuwan mengembangkan dermatoglifi sebagai alat dalam mendiagnosis penyakit genetik. Hal ini terkait dengan beberapa bukti bahwa pada orang-orang yang mengalami kelainan genetik ternyata memiliki dermatoglifi yang khas dan berbeda dengan orang normal (Soma, 2005). Saat ini, pola guratan-guratan sidik jari tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi pelaku-pelaku kejahatan, tetapi juga bermanfaat dalam bidang kedokteran klinik (Emery, 1992). Sidik yang diperoleh dari ujung jari-jari, telapak tangan serta telapak kaki sering menunjukkan pola abnormalitas yang khas pada kelainan kromosom, sehingga dapat membantu penegakkan diagnosa. Salah satu kelainan kromosom itu adalah Sindrom Down (trisomi 21) yang disebabkan adanya tiga kromosom nomor 21 di dalam sel tubuh penderita yang terjadi akibat peristiwa gagal berpisah (non disjunction) kromosom 21 pada saat terjadi pembelahan sel atau pembentukan sel kelamin (Hartono et al., 2001). Diagnosa Sindrom Down selain ditegakkan berdasarkan ciri-ciri klinis dan pemeriksaan sitogenetik, dapat juga ditunjang dengan pemeriksaan dermatoglifi (Pai, 1992). Penelitian mengenai pola sidik jari telah banyak dilakukan, antara lain oleh Rosida dan Panghiyangani (2006). Penelitian tersebut melakukan pemeriksaan mengenai dermatoglifi pada jari dan telapak tangan penderita Sindrom Down. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat keempat tipe pola utama (loop ulna, loop radial, whorl dan arch) dengan frekuensi tertinggi tipe loop ulna (75,85%), dan jumlah sulur rata-rata pada penderita Sindrom Down adalah 158. Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Panghiyangani et al. (2006), membuktikan bahwa pola sidik jari pada Suku Dayak mempunyai gambaran loop ulna 67.07%, whorl 25.54%, arch 4.62%, dan loop radial 2.77%.
108
Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010
Saat ini, informasi tentang penderita Sindrom Down di Kabupaten Banyumas sangat kurang. Sindrom Down dianggap sebagai suatu penyakit sosial dalam masyarakat, sehingga takut untuk dikucilkan bila salah satu anggota keluarganya menderita keterbelakangan mental tersebut. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan variasi gambaran pola sidik jari dan jumlah total sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down yang bersekolah di SLB C YAKUT Tanjung dan anak normal di SD Kranji I Purwokerto dan juga diharapkan dapat digunakan sebagai upaya pengenalan awal dan dapat dilakukan sebagai tindakan skrining awal terhadap penyakit yang berhubungan dengan faktor genetik dalam hal ini Sindrom Down.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik (non eksperimental). Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah cross sectional study terhadap penderita Sindrom Down yang didapat dari lokasi tertentu yaitu di SLB C YAKUT Tanjung (total sampling) dan anak normal di SD Kranji I Purwokerto dengan penentuan sampel secara acak (simple random sampling) melalui pengamatan pola sidik jari mereka. Subjek penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yang masing-masing kelompok jumlahnya sama, yaitu : 1. Penderita Sindrom Down dengan jumlah 74 siswa yang bersekolah di SLB C YAKUT Golongan C1 Tanjung yang memenuhi kriteria klinis dari penyakit Sindrom Down dengan kriteria inklusi meliputi, anak-anak penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung dan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kriteria eksklusi meliputi, terdapat cacat pada salah satu jari atau lebih yang dapat merusak pola sidik jari dan menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian. 2. Anak normal : sebanyak 74 orang yang diperoleh secara acak dari siswa yang bersekolah di SD Kranji I Porwokerto. Kriteria inklusi meliputi, anak-anak normal di SD Kranji I Purwokerto, bersekolah tingkat SD, dan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kriteria eksklusi meliputi, terdapat cacat pada salah satu jari atau lebih yang dapat merusak pola sidik jari dan menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian. Variabel penelitian meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas meliputi anak-anak penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Kranji dan anak-anak normal
Dermatoglypic Anak Sindrom Down dan Anak Normal
109
di SD Kranji I Purwokerto. Variabel terikat meliputi pola sidik jari (pola loop, pola arch, pola whorl) dan jumlah sulur ujung jari. Alat dan bahan yang digunakan adalah tinta sampel berwarna ungu, kertas buffalo tipis berwarna putih, bak stempel, kaca pembesar, lap kering, dan sabun. Data berupa gambaran pola sidik jari dari subjek penelitian didapatkan dengan menempelkan kedua tangan yang telah dibubuhi tinta ungu (melalui bak stempel) pada kertas yang disediakan, kemudian gambar yang telah didapat, diamati langsung terhadap pola sidik jari (pola loop, arch dan whorl) dan penghitungan jumlah total sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down dan anak normal dengan bantuan kaca pembesar dibawah bimbingan dan bantuan dari pihak yang berkompeten dalam hal ini Kepolisian dari POLRES Banyumas Sektor Kriminalitas. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi dan presentase dari tiap variabel. Analisis bivariat untuk mengetahui ada tidaknya persamaan dan perbedaan pola sidik jari pada anak-anak sindrom down di SLB C YAKUT Tanjung dan anak-anak normal di SD Kranji I Purwokerto. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar variabel tersebut. Analisis dilakukan dengan analisis uji statistik non parametrik chi-square untuk menganalisis perbedaan distribusi pola sidik jari masing-masing tangan pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung dan masing-masing tangan pada anak normal di SD Kranji I Purwokerto, dengan analisis T tidak berpasangan (independent T-test) untuk menganalisis perbedaan rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung dengan anak normal di SD Kranji I Purwokerto. Analisis uji Fisher sebagai uji alternatif apabila terdapat data yang tidak memenuhi persyaratan digunakannya uji chi-square dan analisis Mann-Whitney test sebagai uji alternatif apabila terdapat data yang tidak memenuhi persyaratan digunakannya uji T tidak berpasangan (independent T-test).
HASIL PENELITIAN Subjek penelitian ini terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT dan kelompok anak normal di SD Kranji I Purwokerto yang masingmasing berjumlah 74 orang. Kelompok penderita Sindrom Down terdiri dari 24 orang
110
Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010
perempuan dan 50 orang laki-laki, yang terdiri atas 8 orang sekolah luar biasa tingkat menengah, 9 orang tingkat lanjut, 55 orang tingkat dasar dan 2 orang tingkat TK. Kelompok anak normal terdiri dari 41 orang perempuan dan 33 orang laki-laki. Subjek penelitian yang diambil yaitu 40 orang siswa kelas 1 dan 34 orang siswa kelas 2. Diagram distribusi frekuensi pola sidik jari dan jumlah sulur ke sepuluh jari pada penderita Sindrom Down dan kelompok anak normal berdasarkan hasil pengambilan data penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. 70
66.6% 60%
Presentase
60 50 40 Kanan
27.6% 21.8%
30
Kiri
20 10
8.2%10%
4.2% 1.6%
0 Loop Ulna
Gambar 1.
Loop Radial
Whorl
Arch
Pola Sidik Jari
Diagram batang distribusi pola sidik jari pada penderita sindrom down
Hasil penelitian berupa distribusi pola sidik jari pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung, distribusi pola loop ulna lebih banyak pada tangan kiri (66,6%) daripada tangan kanan (60%), sedangkan untuk loop radial lebih banyak berdistribusi pada tangan kanan (4,2%) daripada tangan kiri (1,6%). Whorl juga lebih banyak pada tangan kanan (27,6%) daripada tangan kiri (21,8%). Distribusi pola arch lebih banyak terdapat pada tangan kiri (10%) daripada tangan kanan (8,2%). Presentase rata-rata distribusi pola sidik jari yang paling tinggi adalah loop ulna 63,4%, whorl sebesar 24,7%, lalu arch sebesar 9,1%, dan presentase rata-rata yang paling rendah adalah loop radial sebesar 2,8%. Pola sidik jari pada anak normal di SD Kranji I Purwokerto distribusi whorl lebih banyak pada tangan kiri (38,4%) daripada tangan kanan (35,7%), sedangkan untuk pola loop ulna lebih banyak pada tangan kanan (37,6%) daripada tangan kiri (34,3%) dan arch
Dermatoglypic Anak Sindrom Down dan Anak Normal
111
memiliki presentase distribusi paling banyak pada tangan kiri (25,9%) daripada tangan kanan (24,3%). Pola loop radial lebih banyak terdistribusi pada tangan kanan (2,4%) daripada tangan kiri (1,4%) (Gambar 2). Urutan distribusi frekuensi rata-rata yang terlihat pada adalah whorl sebesar 37,1%, loop ulna 35,9%, lalu arch sebesar 25,1%, dan presentase
Presentase
rata-rata yang paling rendah adalah loop radial sebesar 1,9%. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
37,6%
38,4%
24,3%
25,9% Kanan Kiri
2,4% 1,4% Loop Ulna
Gambar 2.
35,7%
34,3%
Loop Radial
Whorl
Arch
Pola Sidik Jari
Diagram batang distribusi pola sidik jari pada kelompok anak normal
Hasil perhitungan jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down dan anak normal dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah sulur pada penderita Sindrom Down 200
adalah 144,1 144.1 (Gambar 3), sedangkan rata-rata jumlah sulur pada anak normal sebesar
150
100,5. Data ini memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita 100.5
100
Sindrom Down lebih tinggi dibandingkan anak normal.
50 0 Sindrom Down
Gambar 3.
Normal
Anak
Diagram Batang Rata-Rata Jumlah Sulur Ujung Jari Pada Penderita Sindrom Down dan Anak Normal
Hasil analisis data penelitian didapatkan hasil 0,000 untuk loop ulna dan arch, dan 0,001 untuk whorl, serta untuk loop radial sebesar 0,691. Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang bermakna (p<0,05) dari distribusi pola loop
112
Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010
ulna, whorl dan arch, sedangkan untuk loop radial tidak menunjukkan perbedaan rerata yang bermakna (p>0,05) kedua tangan antara penderita Sindrom Down dengan anak normal. Tabel 1.
Hasil analisis statistik dari perbedaan distribusi pola loop ulna, loop radial, whorl dan arch kedua tangan antara penderita Sindrom Down dengan anak normal
Analisis perbedaan rata-rata jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung dengan anak normal di SD KRANJI I Purwokerto, menggunakan uji T tidak berpasangan (Independent sample T-test). Hasilnya menunjukkan sebaran data tidak normal sehingga digunakan uji alternatif yaitu menggunakan uji Mann-Whitney test. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah 0,000 sehingga perbedaan rerata antara dua kelompok dikatakan bermakna (p<0,05).
PEMBAHASAN Malformasi dari karakteristik dermatoglifi dapat berasal dari beberapa faktor yang terjadi selama perkembangan fetus, termasuk toksin, virus, atau mutasi genetik. Efek yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut tergantung pada intensitas, durasi dan tipe dari stressor dan juga ketahanan genetik organisme tersebut (Avila, et al., 2003). Gambar 4 memperlihatkan bahwa gangguan yang terjadi pada pertengahan sampai akhir trimester pertama akan mengakibatkan perubahan pada pola dermatoglifi seseorang. Gangguan ini sedikit banyak berhubungan dengan periode perkembangan otak, sehingga pola dermatogifi berhubungan dengan gangguan retardasi mental. Variasi pola dermatoglifi yang merupakan hasil gabungan antara pengaruh genetik dan lingkungan prenatal, menunjukkan perbedaan antara satu spesies dengan spesies lainnya (Schaumann dan Alter, 1976). Gangguan proliferasi sel epitel epidermis, tekanan pada kulit, gangguan pertumbuhan pembuluh darah perifer dan saraf perifer, kekurangan
Dermatoglypic Anak Sindrom Down dan Anak Normal
113
pasokan oksigen, dan gangguan proses keratinisasi saat pertumbuhan embrio dapat mempengaruhi variasi dermatoglifi. Gangguan-gangguan tersebut akan sangat nyata pengaruhnya bila terjadi pada kehamilan sebelum berumur 19 minggu (Cheryl et al., 1994).
Gambar 4.
Periode morfogenesis dermatoglifi
Hasil penelitian berupa distribusi jumlah pola sidik jari pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung dan anak normal di SD Kranji I Purwokerto, didapatkan data yang mendukung hipotesis yang diajukan oleh penulis yaitu terdapat perbedaan pola sidik jari pada penderita Sindrom Down dengan anak normal, dimana frekuensi gambaran loop ulna pada sidik jari penderita Sindrom Down meningkat dibandingkan dengan anak normal. Hasil pada penelitian ini, jumlah pola sidik jari pada penderita Sindrom Down dengan presentase rata-rata tertinggi adalah loop ulna sebesar 63,4% (tangan kanan 60% dan kiri 66,6%), sedangkan presentase rata-rata loop ulna pada anak normal sebesar 35,9% (tangan kanan 37,6% dan kiri 34,3%). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, seperti penelitian oleh Rosida dan Panghiyangani (2006) dengan judul Gambaran Dermatoglifi pada Penderita Sindrom Down di Banjarmasin dan Martapura Kalimantan Selatan, didapatkan kesimpulan bahwa frekuensi tertinggi dari pola sidik jari pada penderita Sindrom Down adalah tipe loop
114
Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010
ulna sebesar 75,85%. Penelitian oleh Napitupulu dan Hendrarko (1991) mengenai Pendekatan Dermatoglyphic Diagnosis Sindroma Down juga menarik kesimpulan bahwa frekuensi sinus ulnaris jari II pada penderita Sindrom Down (89%) lebih tinggi dibandingkan dengan populasi normal (36%). Hasil perhitungan jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down dan anak normal, dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah sulur pada penderita Sindrom Down adalah 144,1 yang terdiri dari 72,7 pada tangan kanan dan 71,4 pada tangan kiri, sedangkan rata-rata jumlah sulur pada anak normal sebesar 100,5 yang terdiri dari 50,75 pada tangan kanan dan 49,75 pada tangan kiri. Data ini memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down lebih tinggi dibandingkan anak normal. Jumlah sulur yang lebih besar pada penderita Sindrom Down dikarenakan banyaknya pola loop ulna dan whorl pada ujung jari mereka, serta sedikit memiliki pola arch dimana pola tersebut tidak dapat dihitung jumlah sulurnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosida dan Panghiyangani (2006), dimana mereka meneliti jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down di Banjarmasin dan Martapura, rata-rata jumlah sulur tanpa membedakan jenis kelamin yaitu sebesar 158 yang terdiri dari 80 pada tangan kanan dan 78 pada tangan kiri. Hasil rata-rata jumlah sulur ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan jumlah sulur pada kelompok umum yang penelitiannya dilakukan oleh Rafi’ah (1990), dengan judul Pola TRC (Total Ridge Count) dan TTC jari-jari kelompok Khusus Sarjana dan Kelompok Umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok umum memiliki rata-rata jumlah sulur total sebesar 131,4 ± 3,8. Gangguan pada trimester kedua akan menyebabkan abnormalitas jumlah sulur pada individu karena periode ini berhubungan dengan masa kritis perkembangan struktur penting saraf pusat seperti hipocampus dan thalamus, sehingga gangguan pada masa ini berhubungan dengan perkembangan mental (Avila, 2003). Sulur sidik jari dibentuk sempurna pada akhir dari trimester kedua sehingga dapat menjadi petunjuk adanya gangguan pada perkembangan awal fetus (Wheller et al, 1998), namun demikian diperlukan juga pemeriksaan yang lebih lengkap seperti pemeriksaan MRI untuk dapat menunjang adanya kelainan ini.
Dermatoglypic Anak Sindrom Down dan Anak Normal
115
Rata-rata jumlah sulur ujung jari pada jenis kelamin laki-laki baik pada penderita Sindrom Down maupun anak normal memiliki jumlah sulur yang lebih banyak daripada perempuan. Rata-rata jumlah sulur laki-laki pada penderita Sindrom Down dan anak normal masing-masing adalah 149,1 dan 110,6 sedangkan untuk perempuan 139,1 dan 90,4. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosida dan Panghiyangani (2006) yang meneliti jumlah sulur pada ujung jari penderita Sindrom Down di Banjarmasin dan Martapura, dimana hasil penelitiannya menunjukkan ratarata jumlah sulur ujung jari pada laki-laki adalah 162 sedangkan perempuan 154. Suryadi (1993) yang melakukan penelitian pada kelompok umum mengenai pola sidik jari dan jumlah jalur total Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, juga menunjukkan hasil yang sama dimana laki-laki memiliki jumlah sulur yang lebih banyak daripada perempuan. Perbedaan rata-rata jumlah sulur antara kedua kelompok kemudian dianalisis menggunakan Independent sample T-test, namun karena sebaran data 2 kelompok tersebut tidak rata maka menggunakan uji alternatif Mann-Whitney test untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak. Perbedaan ini dikatakan bermakna karena nilai p<0,05 sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata jumlah sulur ujung jari pada penderita Sindrom Down di SLB C YAKUT Tanjung (144,1) lebih tinggi dibandingkan anak normal di SD Kranji I Purwokerto (100,5) dengan uji Mann-Whitney test berbeda nyata pada p = 0,000.
KESIMPULAN Terdapat variasi dari distribusi pola sidik jari yaitu hasil rata-rata frekuensi tertinggi distribusi pola sidik jari pada penderita Sindrom Down adalah loop ulna, sedangkan pada anak normal adalah whorl. Selain itu, terdapat perbedaan bermakna dari distribusi pola loop ulna, whorl, dan arch kedua tangan pada penderita Sindrom Down dengan anak normal. Pada perhitungan jumlah sulur disimpulkan bahwa ratarata jumlah sulur anak normal lebih rendah daripada penderita Sindrom Down.
116
Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010
DAFTAR PUSTAKA Avila T. Mathew, Jay Sherr, Leanne E. Valentine, Teresa A. Blaxton. Gunvant K. Thaker, 2003, Neurodevelopmental Interaction Coverring Risk for Skizofrenia: A study of Dermatoglyphic Marker in Patients and Relative, 29(3) 595-605. Cheryl, S.J., Jamison, P.L., and Meier, R.J., 1994, Effect of prenatal testosteron administration on palmar dermatoglyphic intercore ridge count of rhesus monkeys (Macaca mulatta), Am J of Physic Anthrop 94: 409-449. Emery, A. E. 1992., Dasar-dasar Genetika Kedokteran. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica, Hal 79. Graham, R., Burns, B., 2005, Lecture Notes Dermatologi edisi ke 8,Jakarta: Erlangga, Hal 8. Hartono, Suryadi, Risanto, Romi M., 2001, Buku Pegangan Kuliah Genetika Kedokteran, Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM, Hal 87-90. Napitupulu, OMH., dan Hendrarko, M., 1991, Pendekatan Dermatoglyphic Diagnosis Sindroma Down., Maj. Kedok. Unibraw Vol. VI, No.1. Pai, A. C., 1992, Dasar-dasar Genetika edisi Kedua, Jakarta: Erlangga, Hal 245-247. Panghiyangani R, Rosida L, Kartika Y, 2006, Gambaran Sidik Jari Tangan Suku Dayak Meratus Di Desa Haruyan Kecamatan Hantakan Kalimantan Selatan, Proceding Pertemuan Ilmiah Nasional PAAI-Yogyakarta, 2006. Rosida, L., dan Panghiyangani, R., 2006, Gambaran Dermatoglifi Pada Penderita Sindrom Down di Banjarmasin dan Martapura Kalimantan Selatan, J. Anat. Indon. Volume 01: 71-78. Schaumann, B., and M. Alter., 1976. Dermatoglyphic in Medical Disorders, New York: SpringerVerlag. Soma I. G., 2005, Dermatoglifik Sebagai Alat Diagnosis (Dermatoglyphic As a Diagnostic), J. Vet. Fak. Kedok. Hewan Univ. Udayana. Vol 3(2). Suryadi R., 1993, Pola Sidik Jari dan Jumlah Jalur Total Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Maj. Kedok. Indo. 343(12): 751-754. Wheller T, Godfrey K, Atkinson C, Badger J, Kay R, Owens R, Osmond C, 1998, Disproportionate fetal growth and fingerprint patterns, Br J Obstet Gynaecol. May;105(5):562-4.