Pendampingan Balita Terlantar di LKSA Seri Derma Yogyakarta (Studi Implementasi Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita)
Oleh: Siska Arfiana 1420011023
Tesis Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister dalam IlmuAgama Islam Program Studi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Pekerjaan Sosial
YOGYAKARTA 2016
Abstrak Anak adalah harapan masa depan bangsa. Banyak terjadi kasus-kasus yang menimpa generasi penerus bangsa ini. Salah satunya kasus-kasus yang santer terdengar seperti kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan tindakan-tindakan kriminal yang terjadi pada anak lainnya. Kasus penelantaran anak juga banyak terjadi dikalangan keluarga miskin maupun keluarga berada. Penyebabnya tidak hanya karena kemiskinan namun juga karna pemahaman pola asuh yang salah dari orang tua dan keluarga anak tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini perlu adanya pendampingan lebih awal terhadap keluarga-keluarga yang memiliki anak balita supaya tidak terjadi penelantaran anak yang salah satu akibatnya anak mengalami gizi buruk/kurang gizi. Program kesejahteraan sosial anak (PKSA) bertujuan mewujudkan pemenuhan hak dasar anak dan melindungi anak dari ketelantaran, eksploitasi, dan diskriminasi. PKSA adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak melalui berbagai bantuan, aksesibilitas pelayanan sosial dasar, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. Program ini berbentuk bantuan tunai bersyarat (conditional cash transfer) dalam bentuk tabungan kesejahteraan sosial anak. PKSA ini terdiri dari enam klaster program menurut permasalahan klien, salah satunya program kesejahteraan sosial anak balita (PKSAB), diperuntukkan untuk klien balita yang terlantar/sengaja ditelantarkan yaitu dengan melayani kebutuhan dasar, aksesibilitas layanan publik, dan hak sipil. PKSAB disalurkan melalui lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA), salah satunya adalah LKSA Seri Derma. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi. Penelitian ini fokus pada pelaksanaan program kesejahteraan sosial anak balita di LKSA Seri Derma dan menemukan faktor penghambat dan pendorong ketercapaian atau keberhasilan program tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program kesejahteraan sosial anak balita di LKSA Seri Derma sudah sesuai dengan teori psikologi humanistik dimana salah satu konsepnya yaitu hirarki kebutuhan yang dapat dilihat dari pelaksanaan program dari Kementerian Sosial. Adapun tahaptahapnya adalah verifikasi data penerima manfaat, membuat tabungan anak, sosialisasi program, pengambilan tabungan anak, temu penguatan anak dan keluarga, monitoring, dan evaluasi. Kemudian faktor penghambat ketercapaian program yaitu keterbatasan sumber daya manusia didalam lembaga, kurangnya peran aktif orang tua, dan pola pikir penerima manfaat masih rendah. Faktor pendukung yaitu kerjasama lembaga yang baik, dan komunikasi. Kata kunci : kesejahteraan sosial, balita terlantar, kesehatan, pendampingan
vii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT senantiasa peneliti panjatkan karena berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “Pendampingan Balita Terlantar di LKSA Seri Derma Yogyakarta (Studi Implementasi Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita)”. Shalawat serta salam peneliti sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Agama Islam dalam program studi Interdisciplinary Islamic Studies (IIS) Konsentrasi Pekerjaan Sosial
pada Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan dorongan, bantuan serta masukan sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Direktur program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Noorhaidi, M.A., M.Phil., Ph.D., Ibu Ro’fah S.Ag., BSW., M.A., Ph.D. sebagai ketua program studi IIS dan bapak Ahmad Rofiq, M.A.,Ph.D. sebagai sekretaris. Kemudian tidak lupa kepada bapak Zulkipli Lessy, M.Ag., M.S.W., Ph.D. selaku pembimbing yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis ini. Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh dosen konsentrasi Pekerjaan Sosial beserta seluruh staf atas segala bantuan dan kemudahan yang telah diberikan selama pendidikan.
viii
Kepada ibu Bandriyati selaku Ketua Yayasan Seri Derma, ibu Julia Esti Rini M.M. selaku ketua LKSA Seri Derma, mbak Sulistyary Ardiyantika S.Sos.I. selaku mantan pendamping program PKSAB di LKSA Seri Derma peniliti sangat mengucapkan banyak terimakasih atas segala informasi yang diberikan kepada peneliti sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Kepada mbak Ratna selaku Sakti Peksos Dinas Sosial Kota Yogyakarta dan seluruh informan yang terlibat dalam penelitian ini peneliti mengucapkan terimakasih atas segala bantuan dan kemudahan saat pelaksanaan penelitian ini. Ayah dan Ibu saya tercinta, Bapak Sutarno, S.Pd. dan Ibu Piah Misyatun, beserta adik saya tersayang Rahmad Angga Dwi Saputra, yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan moril dan materiil sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Kepada kakak-kakakku tercinta Mohammad Sofiandi M.Si, Tri Setyowati M.Si. dan Wahyu Faidzati terimakasih telah memberikan bantuan pengarahan dan motivasi kepada peneliti. Sahabat dan teman-teman Pekerjaan Sosial angkatan 2014 Sulistyary Ardiyantika, mbak Sri Haryanti, Bu Yatini, Zukhrufatunisa, mbak Yufi Musrihati, Umi Nurhayati dan Abdur Rohim, terimakasih atas segala dukungan, bantuan dan sarannya sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa untuk abang saya Syamsul Bahri S.Sos.I. yang berada jauh disana peneliti ucapkan terimakasih atas dukungan dan motivasi yang menjadikan semangat bagi peneliti untuk menyelesaikan tesis ini. Kepada semua pihak yang membantu terlaksananya tesis ini, terima kasih atas dukungna dan doanya selama ini. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karenanya, kritik dan saran sangat penulis
ix
harapkan guna menyempurnakan penulisan ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini dapat berguna bagi kita semua. Yogyakarta, 25 Oktober 2016 Peneliti
Siska Arfiana, S.Sos.I. NIM:1420011023
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.………………………………………………...
i
PERNYATAAN KEASLIAN………………………………………..
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI………………………………..
iii
PENGESAHAN DIREKTUR………………………………….........
iv
PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI……………………………...
v
NOTA DINAS PEMBIMBING………………………………………
vi
ABSTRAK…………………………………………………………….
vii
KATA PENGANTAR………………..………………………………
viii
DAFTAR ISI………………………………………………………….
xi
DAFTAR TABEL………….…………………………………………
xiii
BAB I: PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah………………………………………
1
b. Rumusan Masalah…………………………………………….
9
c. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………….
9
d. Tinjauan Pustaka……………………………………………...
10
e. Kerangka Teori dan Konsep………………………………….
14
f. Metode Penelitian……………………………………………...
21
g. Sistematika Pembahasan…………………………………… …
27
BAB II: LANDASAN TEORI DAN KONSEP a. Psikologi Humanistik…………………….………………… …..
28
b. Perkembangan….……………………………………………...
31
c. Tokoh-Tokoh Psikologi Humanistik…………………………..
33
d. Penerapan dalam Kesejahteraan Sosial………………………
36
e. Penerapan dalam Penelitian ini…..……………………………
39
BAB III: GAMBARAN UMUM LKSA SERI DERMA DAN PKSAB a. Gambaran LKSA Seri Derma..………………………………..
41
a) Dasar Hukum………………………………………….
44
b) Tujuan Utama dan Kegiatan…………………………..
45
c) Kelompok Sasaran…………………………………….
47
d) Komponen Kegiatan…………………………………..
48
xi
e) Profil Taman Pengasuhan Anak Seri Derma………....
51
b. Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita………………. ….
59
a) Sasaran Program…………………………………… ….
60
b) Komponen Bantuan………………………………….
62
c) Pemanfaatan Bantuan……………………………… ….
65
d) Komponen Program…………………………………...
68
e) Persyaratan Lembaga Pengelola PKSAB…………….
71
f) Persyaratan Anak/Orangtua/Keluarga……………….
73
g) Kewajiban Penerima Bantuan PKSAB……………….
75
h) Indikator Keberhasilan Program………………………
76
Bab IV: PELAKSANAAN PKSAB DAN FAKTOR PENGHAMBAT SERTA PENDUKUNG KETERCAPAIAN PROGRAM a. Pelaksanaan PKSAB di Kota Yogyakarta…………………….
79
b. Faktor Penghambat dan Pendukung PKSAB…………………
90
c. Dampak PKSAB bagi Penerima Manfaat dan Lembaga…….
95
d. Analisis Hasil penelitian……………………………………….
99
BAB V: PENUTUP a. Kesimpulan…………………………………………………….
111
b. Saran……………………………………………….…………...
116
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….…....
120
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………….
124
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL Tabel 1
Komponen kegiatan TPA Seri Derma…………………… 49
Tabel 2
Tenaga kependidikan…………………………………….. 54
Tabel 3
Tenaga pendidik………………………………………….. 55
Tabel 4
Tenaga Pengasuh…………………………………………. 56
Tabel 5
Komponen Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita…. 68
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah harapan masa depan bangsa serta generasi penerus di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa kanak-kanak merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang untuk menentukan masa depannya. Usia lima tahun pertama masa kanak-kanak merupakan masa emas (golden age) dimana potensinya sedang dikembangkan dan dibentuk. Oleh karena itu, penting untuk pendidik
memperhatikan
keberadaannya,
karena
pada
masa
itu,
anak
membutuhkan kasih sayang dan perhatian orang tua atau keluarganya sehingga, secara mendasar, hak dan kebutuhannya dapat terpenuhi secara baik. Pemenuhan hak dasar anak meliputi kesehatan, pendidikan, identitas diri, kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi. Merebaknya berbagai kasus kekerasan dan penelantaran anak tentu memprihatinkan kita semua. Peran keluarga sebagai institusi utama dalam perlindungan anak ternyata belum sepenuhnya mampu berjalan dengan baik. Kasus perceraian, disharmoni keluarga, kemiskinan, perilaku buruk ayah atau ibu, pernikahan siri, dan berbagai permasalahan lain menjadi salah satu pemicu hak-hak anak dalam keluarga terabaikan. Penelantaran anak menjadi masalah serius, dan ini seperti fenomena gunung es yang terus menunjukkan tren peningkatan. Tidak hanya penelantaran bayi karena hasil hubungan gelap atau ketidak-mampuan ekonomi orang tua, akan tetapi masyarakat dikejutkan dengan fenomena penelantaran lima anak yang baru terjadi
2
di salah satu perumahan elit di Jakarta Timur, dilakukan oleh orang tua berada yang notabene adalah seorang dosen.1 Kasus-kasus penelantaran anak memiliki motif yang beragam. Kasus yang dominan adalah kasus anak jalanan, pembuangan bayi, dan kesibukan orang tua. Data Kementerian Sosial terbaru menunjukkan ada 4,1 juta anak terlantar, 5.900 anak diantaranya menjadi korban perdagangan, 3.600 anak berhadapan dengan hukum, 1,2 juta anak balita terlantar, serta 34.000 anak hidup di jalanan.2 Perebutan hak kuasa asuh anak dan perceraian orang tua adalah sumber dari masalah perebutan hak kuasa asuh anak. Kasus perceraian tidak lepas dari rendahnya kualitas perkawinan, maraknya perkawinan siri, kawin kontrak, atau perkawinan di usia dini. Padahal perkawinan semestinya adalah sebuah perjanjian luhur antara dua insan yang salah satu fungsinya merupakan lembaga reproduksi untuk mempertahankan dan melanjutkan keberlangsungan kehidupan yakni lahirnya keturunan. Rendahnya kualitas lembaga pengasuhan alternatif berdasarkan penelitian Save The Children, Unicef, dan Kementerian Sosial Republik Indonesia tahun 2007 bahwa terdapat 5.000-8.000 lembaga pengasuhan alternatif di Indonesia dalam bentuk panti asuhan anak. Mayoritas penyelenggara panti asuhan anak ini dimiliki oleh masyarakat yakni sebesar 99%, dan hanya 40 panti asuhan anak dimiliki oleh pemerintah. Ini artinya bahwa masih sedikit panti asuhan yang dibawahi atau dikelola langsung oleh pemerintah dalam memberikan pengasuhan 1
Bayu Herawan, “Rintihan Anak bapak dosen yang Kelaparan dan Ditelantarkan”, Republika.co.id, Sabtu 16 Mei 2015, diakses 23 September 2016. 2 Adiantoro, “Kasus Penelantaran Anak, Mensos: Jumlahnya Ada 5.900”, Harian Terbit Online, Sabtu 16 Mei 2015, diakses 23 Mei 2016.
3
bagi anak-anak yang kurang beruntung. Sebagian besar panti asuhan anak yang ada dikelola oleh masyarakat sendiri. Anak-anak ditempatkan di panti asuhan didasarkan atas alasan kemiskinan yakni sebesar 90% dan karena alasan yatim piatu sebesar 6%. Kualitas panti asuhan masih rendah; rasio perbandingan antara pengasuh dan anak diasuh tidak seimbang; kualitas pengasuh panti tidak sesuai standar, bahkan kasus kekerasan anak dengan dalil penegakan disiplin dan agama juga ditemui dalam sistem pengasuhan berbasis panti. Sarana-prasarana yang terbatas ini menyebabkan anak tidak dalam situasi yang lebih baik ketika berada di panti asuhan.3 Akibat dari penelantaran anak, salah satunya, adalah anak mengalami gizi buruk, yang perlu mendapat perhatian dan penanganan cepat dan menjadi pekerjaan utama bagi pemerintah, negara, dan masyarakat. Saat ini belum adanya suatu penanganan gizi buruk yang holistik menyebabkan kasus gizi buruk di kalangan balita semakin meningkat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi balita kurang gizi menurut indikator berat badan di Indonesia tahun 2010 menunjukkan 4,9 balita Indonesia kurang gizi dari jumlah populasi anak usia 0-4 tahun sebesar 21.571.500.4 Sementara hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 secara nasional diperkirakan prevalensi balita gizi buruk dan kurang sebesar 19,6%. Jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007, jumlah ini mengalami peningkatan yaitu 18,4%. Bila dilakukan konversi ke dalam
“Potret Kesenjangan Perlindungan Anak dari Regulasi hingga Implementasi.” diunduh dari www.KPAI.go.id, diakses 8 Oktober 2015. 4 “Peta Permasalahan Perlindungan Anak di Indonesia.” diunduh dari www.KPAI.go.id, diakses 8 Oktober 2015. 3
4
jumlah absolutnya, ketika jumlah balita tahun 2013 adalah 23.708.844, maka jumlah balita gizi buruk dan kurang gizi sebesar 4.646.933 balita5. Ditinjau dari derajat kesehatan, gizi, dan kesiapan belajar/pendidikan pra sekolah terutama pada anak balita yang berasal dari keluarga miskin atau sangat miskin, sistem layanan dan perlindungan yang memadai belum menyentuh mereka. Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah anak usia 0-5 tahun mencapai sekitar 27,6 juta jiwa, atau sekitar 12,79% dari total populasi Indonesia sebesar 215,93 juta jiwa. Anak balita terlantar di Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 17.694.000 jiwa (22,14%), sementara biro Direktorat Pelayanan Anak melaporkan bahwa anak yang telah mendapatkan pelayanan sosial hanya 1.186.941 jiwa (6,71%). Pada tahun 2005, prevalensi anak balita kurang gizi mencapai 28%, sekitar 8,8% diantaranya menderita gizi buruk. Anak balita yang mendapat layanan kesiapan belajar atau pendidikan pra sekolah telah mencakup 24,85%. Layanan melalui TK/RA telah mencapai 12,59%, kelompok bermain dan taman penitipan anak berhasil melayani 4,81%.6 Namun data tahun 2015 menunjukkan penurunan jumlah balita gizi buruk dan kurang gizi. Menurut data Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan tahun 2014, terjadi 450 kasus balita gizi buruk dan kurang gizi, sementara tahun 2015 ada 50 kasus yang terlapor terkait masalah ini.7 Pelayanan kesehatan untuk anak yang kurang mampu ini masih minim walaupun pemerintah sudah meluncurkan program pelayanan kesehatan gratis 5
“4,6 juta balita gizi buruk kurang di Indonesia pertandan ketahanan pangan lampu kuningkah?”, diunduh dari www.kompasiana.com, diakses 15 Juni 2016. 6 Departemen Kementerian Sosial, Pedoman Operasional PKSA Tahun 2010. 7 Herdian Febri Ramadan dan Tri Chandra Sugihartono, “Data Rekap Balita Gizi Buruk Di Indonesia 2014/2015”, www.slideshare.net, diakses 15 Juni 2016.
5
seperti BPJS. Kenyataan di lapangan menunjukkan masyarakat kecil masih sulit untuk mengakses program tersebut. Setiap anak berhak mendapatkan pelayanan kesehatan karena pelayanan tersebut merupakan hak asasi anak. Tidak jarang anak kurang mendapatkan pelayanan yang diakibatkan karena ia tidak memilki uang jaminan di rumah sakit. Disisi lain, terdapat anak yang kehilangan nyawa karena kelalaian dan terlambat dalam penanganan.8 Anak terlantar/yang sengaja diterlantarkan oleh orang tua merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan kesejahteraan sosial anak sehingga ini membutuhkan perhatian secara khusus, seperti memberikan konseling atau terapi kepada anak-anak yang terlantar di jalanan supaya mereka merubah pola pikir untuk tidak hidup di jalanan dan terhindar dari bentuk-bentuk kekerasan yang mengancam mereka. Permasalahan anak terlantar/yang sengaja diterlantarkan oleh orang tua dapat dilihat dari berbagai perspektif, yaitu anak terlantar yang mengalami masalah dalam sistem pengasuhan, anak yang mengalami masalah dalam cara pengasuhan, dan anak yang kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi. Salah satu upaya pemerintah dalam menangani masalah anak ini adalah melalui Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) dibawah tanggung jawab Kementerian Sosial Republik Indonesia. PKSA adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak, meliputi bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, aksesibilitas pelayanan sosial dasar, penguatan orang tua/keluarga, dan penguatan lembaga kesejahteraan 8
Abdillah MS, ”Bayi Miskin Penderita Gizi Buruk Meninggal Tanpa Perawatan”, Sindonews.com Rabu 19 Maret 2016, diakses tanggal 7 Juni 2016.
6
sosial anak. Tujuan PKSA adalah terwujudnya pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari keterlantaran, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuh-kembang, kelangsungan hidup, dan partisipasi sosial anak dapat terwujud. Sistem PKSA ini dibagi menjadi enam komponen, yaitu Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita (PKSAB), Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar/Anak Jalanan (PKSAntar/Anjal), Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum (PKSABH), Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Kecacatan (PKSADK), dan Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Perlindungan Khsusus (PKSAPK). PKSA dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan, oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial dan bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat yang meliputi bantuan sosial/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar peningkatan aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar (akte kelahiran, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, air bersih, rekreasi, atau keterampilan), penguatan tanggung jawab orang tua/keluarga dalam
pengasuhan
dan
perlindungan anak, dan penguatan kelembagaan kesejahteraan sosial anak.9 Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak Balita (PKSAB) merupakan salah satu jawaban untuk meminimalisir permasalahan sosial bagi anak balita terlantar/sengaja diterlantarkan, yaitu dengan melayani kebutuhan dasar (pendidikan, kesehatan, gizi dan vitamin, serta tumbuh-kembang anak), layanan kesiapan belajar, dan layanan dukungan dalam rangka pemenuhan dan perlindungan hak anak yang membutuhkan perlindungan khusus, aksesibilitas
9
Departemen Kementerian Sosial, Pedoman Operasional PKSA Tahun 2010.
7
layanan publik, dan hak sipil (akte kelahiran). Melalui PKSAB masalah sosial anak hendaknya dapat dientaskan, dan bersama orang tua/keluarga anak terlantar dapat tetap mengakses sumber-sumber layanan lainnya, seperti sumber layanan pendampingan dan konsultasi. Kota Yogyakarta memiliki kasus-kasus penelantaran anak balita yang cukup signifikan. Data dari pemerintah kota Yogyakarta menunjukkan adanya peningkatan jumlah anak terlantar tiap tahunnya. Tahun 2006 hingga 2007, jumlah anak terlantar meningkat. Tahun 2006, jumlah anak terlantar mencapai 175 orang dan 49 diantaranya anak usia balita. Pada tahun 2007 mencapai 544 orang dari jumlah 1065 PMKS diantaranya balita.10 Hal ini disebabkan oleh orang tua yang harus bekerja mencari nafkah, dimana tuntutan hidup di Kota Yogyakarta membutuhkan biaya banyak. Disamping itu, status keluarga-keluarga di kota ini biasanya adalah para pendatang dari luar kota yang mempunyai harapan besar untuk hidup dan mencari penghasilan yang lebih baik. Faktor semacam ini menjadikan anak diterlantarkan oleh keluarga mereka sendiri. Oleh karena itu, Kota Yogyakarta juga menjadi sasaran implementasi PKSAB. Program kesejahteraan sosial anak balita di Yogyakarta dimulai dari tahun 2014 sampai 2015. Program ini memberikan dana stimulan Rp. 200.000/bulan untuk keperluan pemenuhan gizi balita, berbentuk tabungan untuk anak dibawah 5 tahun yang dikelola oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) yang memiliki klien dampingan di luar lembaga. Di Kota Yogyakarta, terdapat tiga LKSA yang
10
Arina Fitriana, Pelayanan Sosial Untuk Balita Terlantar di Panti I Yayasan Sayap Ibu (YSI) Cabang DIY, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, tahun 2013.
8
mengelola program ini. Masing-masing memiliki klien dampingan dengan jumlah yang berbeda. LKSA Seri Derma mempunyai 45 anak klien dampingan; LKSA Beringharjo mempunyai 35 anak klien dampingan, dan LKSA Yayasan Sayap Ibu memiliki 45 anak klien dampingan. Pada tahun 2016, program PKSAB masih dalam
tahap
pengajuan
proposal
dari
lembaga-lembaga
penyalur
program/LKSA.11 Berdasar informasi tersebut, peneliti ini fokus pada program kesejahteraan sosial anak balita yang dilaksanakan pada tahun 2015. Peneliti mengambil implementasi program PKSAB tahun 2015 di LKSA Seri Derma dikarenakan pada tahun tersebut terjadi peningkatan penerima manfaat program dan data-data yang diperoleh sudah lebih lengkap. Peneliti mengambil tema implementasi program karena upaya pemerintah ini perlu dikaji ulang, apakah memang benar ini mengurangi kasus penelantaran anak atau malah memberikan ketergantungan baru kepada masyarakat pada bantuan-bantuan pemerintah? Dan, apakah program tersebut benar-benar berhasil membantu memenuhi gizi balita terlantar yang ada di Kota Yogyakarta? Karena itu, peneliti ini tertarik untuk mengkaji secara mendalam mengenai penanganan balita terlantar di Kota Yogyakarta dan fokus pada implementasi program kesejahteraan sosial anak balita yang sudah sedikit banyak dijelaskan sebelumnya. Penelitian ini akan dilakukan di LKSA Seri Derma. Peneliti ini memilih lembaga tersebut karena lembaga tersebut sudah berdiri sejak 1990 dan
11
Hasil wawancara dengan Ratnaningrum Retnaningtyas S.Sos.I. sebagai pekerja sosial anak Kota Yogyakarta, tanggal 6 Januari 2016.
9
menjadi lembaga penyalur PKSAB sejak 2014. Kemudian pada tahun 2015 menjadi mitra program tersebut dengan jumlah klien yang bertambah.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita di LKSA Seri Derma Yogyakarta? 2. Apa faktor-faktor penghambat dan pendukung ketercapaian program ini? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu: a. Untuk mengetahui proses penyelenggaraan Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita di
LKSA Seri Derma, khususnya dalam
upaya
pendampingan balita terlantar. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat tercapainya hasil dari program kesejahteraan sosial anak balita (PKSAB) di LKSA Seri Derma. 2. Manfaat penelitian a. Manfaat secara teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam bidang kesejahteraan sosial dan pijakan bagi pendampingan anak terlantar, juga penelitian ini berfungsi sebagai bahan diskusi kritis tentang program-program pelayanan sosial yang diupayakan oleh pemerintah
dengan
temuan
di
lapangan
kesejahteraan sosial akan dapat diperbaharui.
sehingga
keilmuan
10
b. Manfaat secara praktis Hasil penelitian ini akan berkontribusi awal bagi penelitian selanjutnya dengan masalah yang sama, atau dengan penelitian dengan pokok bahasan yang bersinggungan dengan pokok bahasan dari penelitian ini. Bagi pemerintah dan lembaga kesejahteraan sosial anak setempat, penelitian ini dapat memberikan masukan dalam mengevaluasi dampak program kesejahteraan sosial anak dalam membantu menangani balita terlantar sehingga kasus-kasus penelantaran anak dapat berkurang dan teratasi. Apabila PKSAB mampu mengatasi kasus penelantaran balita di Kota Yogyakarta, langkah selanjutnya dapat dipertahankan dan ditingkatkan dengan bantuan dari berbagai pihak terkait. Namun, jika PKSAB ini belum bisa membantu menangani kasus penelantaran anak, maka harus ada tinjauan ulang terkait kendala ataupun kelemahan yang menghambat kelancaran program ini, sehingga tujuan utama PKSAB dapat tercapai dan dirasakan oleh penerima manfaat. D. Tinjauan Pustaka Untuk mendukung studi ini, peneliti ini mencari kajian penelitian sebelumnya yang relevan. Terdapat beberapa penelitian mengenai program kesejahteraan sosial anak namun tidak fokus pada implementasi program pendampingan balita terlantar. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya antara lain: Penelitian Nike Triani, Hartuti Punaweni, dan Dyah Hariani Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNDIP berjudul
11
“Evaluasi Program Kesejahteraan Anak Balita (PKSAB) di Kota Semarang” menjelaskan efektivitas pelaksanaan program yang didapatkan oleh anak merata dalam hal pemenuhan kebutuhan anak, pendidikan, gizi, serta perkembangan anak yang meningkat setelah mendapatkan bantuan. Kemudian respons kepuasan orang tua sangat positif karena telah membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan anak.12 Penelitian Fadlika Sya’bana berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) Anak Jalanan oleh YAKMI Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun” mendeskripsikan eksistensi PKSA dengan kegiatan yang dimiliki dan berdampak positif karena dengan adanya kegiatan PKSA tersebut klien dapat memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan analisis data deskriptif yang telah dilakukan bahwa pelaksanaan program kegiatan pelayanan anak jalanan ini dengan melihat indikator efektivitas, yaitu reaksi, belajar, prilaku, dan dampak pelaksanaan. Hasil analisis data menunjukan bahwa dimana anak tidak dipersulit untuk mendapatkan dana bantuan, mempunyai kesempatan yang sama untuk setiap individu, memberikan perubahan bagi kehidupan mereka khususnya kebutuhan dasar anak serta dapat menunjukan hasil yang baik dibawah 1 tahun.13 Penelitian Arina Fitriana berjudul “Pelayanan Sosial Untuk Balita Terlantar Di Panti I Yayasan Sayap Ibu Cabang DIY” mengulas bentuk-bentuk kegiatan
12
Nike Triani, Hartuti Punaweni, dan Dyah Hariani, Evaluasi Program Kesejahteraan Anak Balita (PKSAB) di Kota Semarang, diunduh dari http://artikel penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNDIP tahun 2014. 13 Fadlika sya’bana, Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) Anak Jalanan oleh YAKMI Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun, diunduh dari http://artikel penelitian pelaksanaan PKSA Anak Jalanan, diakses 5 Oktober 2015.
12
pelayanan sosial yang dilakukan oleh Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta dalam menangani balita terlantar. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa ada tiga macam pelayanan sosial, yaitu: menyantuni balita terlantar dalam kondisi fisik normal maupun cacat, menerima bayi-bayi terlantar bekerjasama dengan instansi terkait, dan melaksanakan upaya pengentasan anak dengan pelayanan pengangkatan anak. Adapun dalam proses pelayanan sosial untuk balita terlantar di Panti Yayasan Sayap Ibu cabang DIY dilaksanakan oleh pengurus panti, pekerja sosial, dan pengasuh dalam beberapa tahapan. Yakni tahapan proses pelayanan sosial pengasuhan anak untuk pendekatan awal, pelayanan sosial pengasuhan, pelayanan sosial berbasis LKSA, pelaksana pelayanan sosial pengasuhan anak balita terlantar, serta evaluasi dan pengakhiran pelayanan dan pengasuhan untuk balita terlantar di Panti I YSI. Dalam pelaksanaan pelayanan sosial , ditemukan beberapa hambatan yaitu kurangnya kesejahteraan pengasuh, COTA harus beragama sama dengan CAA, dan masalah pendanaan.14 Penelitian Jona Martasari berjudul “Pelayanan Sosial Terhadap Balita Terlantar di UPT Pelayanan Sosial Asuhan Balita Sidoarjo” menggambarkan pelayanan sosial terhadap balita terlantar yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur melalui tiga jenis pembinaan, yaitu: pembinaan fisik, pembinaan mental sosial dan pembinaan keterampilan. pembinaan fisik diberikan melalui pemeriksaan kesehatan terhadap balita yang berhubungan dengan kondisi fisik balita tersebut yang terdiri dari pembinaan terhadap peningkatan gizi,
14
Arina Fitriana, Pelayanan Sosial Untuk Balita Terlantar di Panti I Yayasan Sayap Ibu (YSI) Cabang DIY, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, tahun 2013.
13
pemeriksaan kesehatan, pendidikan olahraga untuk anak pra-sekolah, serta penyediaan sarana kebutuhan taman kanak-kanak kelompok bermain, pembinaan mental sosial kegiatan pembinaan mental sosial diberikan melalui rutinitas keagamaan, bimbingan sosial melalui bermain, melalui kegiatan rekreasi, dan pembinaan keterampilan diberikan melalui tiga jenis kegiatan yaitu pendidikan pra-sekolah yang terdiri dari pendidikan pra-sekolah, pendidikan keagamaan, dan pendidikan anak usia dini.15 Penelitian Nusrak Ade Syahputra yang berjudul “Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bengkulu dalam Penanganan Anak Jalanan” menjelaskan kurangnya tindakan pemerintah daerah terhadap anak jalanan. Penanganan anak jalanan belum dapat memberikan solusi bagi mereka untuk keluar dari jalanan. Hal ini dapat dilihat dari dua faktor: faktor internal meliputi a) rendahnya pemahaman resiko saat berada di jalan, pengaruh lingkungan, teman bergaul, ada yang ikut-ikutan, kecenderungan putus sekolah, dan merasa mudah memperoleh uang daripada sekolah; b) pendidikan rata-rata keluarga anak adalah sekolah dasar, tingkat keterampilan/pengetahuan yang kurang/terbatas, rumah rata-rata menyewa, pekerjaan yang tidak tetap, dan keluarga kurang mampu. Adapun faktor eksternal meliputi belum ada tindakan pemerintah yang nyata dalam penanganan anak jalanan, kurangnya “Peraturan Daerah“ tentang perlindungan anak jalanan, kurangnya organisasi sosial dan relawan sosial yang peduli terhadap penanganan anak jalanan, kurangnya penguatan program
15
Jona Martasari, Pelayanan sosial Terhadap Balita Terlantar di UPT Pelayanan Sosial Asuhan Balita Sidoarjo Dinas Sosial provinsi Jawa Timur, Skripsi, Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Surabaya tahun 2014.
14
pemberdayaan bagi keluarga anak jalanan, dan kurangnya pemahaman masyarakat akan masalah anak jalanan.16 Kajian pustaka di atas menelaah tentang penanganan balita terlantar di suatu lembaga atau panti sosial, sedangkan penelitian ini yang berbeda dengan penelitian lainnya adalah terletak pada pelaksanaan program kesejahteraan sosial anak balita yang diterapkan di LKSA Seri Derma dalam upaya mendampingi orang tua atau keluarga balita terlantar yang menjadi klien di LKSA tersebut. Jadi hasil penelitian ini akan menjelaskan bagaimana LKSA Seri Derma berupaya mendampingi kliennya melalui pengguliran bantuan PKSAB tersebut. Peneliti ini juga mengkaji faktor-faktor penghambat dan pendorong pencapaian program tersebut di Kota Yogyakarta. E. Kerangka Teori dan Konsep Anak terlantar sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk dalam kategori anak rawan atau anak-anak membutuhkan perlindungan khusus. Seorang anak dikatakan terlantar bukan sekedar karena ia sudah tidak lagi memiliki salah satu orang tua atau kedua orang tua. Tetapi “terlantar” disini juga berarti hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, tidak terpenuhi karena
kelalaian,
16
ketidak-mengertian
orang
tua,
ketidak-mampuan
atau
Nusrak Ade Syaputra, Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bengkulu dalam Penanganan Anak Jalanan, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu tahun 2014.
15
kesengajaan. Ciri-ciri yang menandai seorang anak dikategorikan terlantar adalah:17 1. Anak berusia 5-18 tahun; balita berusia 1-5 tahun; yatim piatu 2. Anak yang terlantar lahir dari hubungan seks di luar nikah dan tidak ada yang mengurusnya karena orang tuanya tidak siap secara psikologis maupun ekonomi untuk memelihara anak tersebut. 3. Kelahiran anak tersebut tidak direncanakan atau diinginkan oleh kedua orang tuanya atau keluarga besarnya; mereka rawan diperlakukan salah. 4. Meski kemiskinan bukan satu-satunya penyebab anak diterlantarkan dan tidak selalu pula keluarga miskin akan menelantarkan anaknya, bagaimanapun diakui tekanan kemiskinan dan kerentanan ekonomi keluarga menyebabkan kemampuan mereka memfasilitasi pemenuhan hak-hak anak menjadi sangat terbatas. 5. Anak yang berasal dari broken home, dan korban perceraian; anak yang hidup di tengah kondisi keluarga yang bermasalah, pemabuk, kasar, korban PHK, terlibat narkotika, atau pelaku kekerasan.18 Salah satu alasan meningkatnya nasib negatif anak-anak adalah karena kemiskinan, berdampak pada keluarga dan rumah tangga yang memiliki tanggung jawab membesarkan anak. Antara 1979 dan 1993, risiko hidup dalam kemiskinan dua kali lipat untuk pasangan tanpa anak tetapi meningkat tiga kali lipat bagi mereka dengan anak. Pengangguran pada awal 1980-an telah secara dramatis meningkatkan kemiskinan di kalangan anak-anak dari keluarga penganggur. Pada 17 18
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 216. Ibid., hal. 216.
16
1998/1999 hanya 10% dari anak-anak dalam keluarga dengan pekerja penuh waktu ditemukan pada kelompok pendapatan terendah, sedangkan angka naik menjadi 76% dari anak dalam keluarga tanpa orang dewasa yang bekerja.19 Di Indonesia sendiri kemiskinan menuntut anak yang masih dibawah umur untuk bekerja membantu orang tuanya. Data BPS pada Agustus 2015 bahwa penyerapan tenaga kerja terbanyak didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah, yaitu pendidikan SD ke bawah 50,8 juta orang (44,27%) dan SMP 20,7 juta (18,03%) dimana mereka seharusnya masih akan mengenyam pendidikan untuk persiapan masa depan mereka kelak. Namun kondisi ekonomi keluarga mereka yang tidak menentu menyebabkan hal ini terjadi. 20 Kebanyakan dari mereka yang tamat SD bekerja sebagai buruh bangunan atau bekerja secara serabutan. Bagaimanapun, tidak hanya pengangguran yang berdampak pada standar hidup banyak anak, tetapi juga kehadiran anak-anak dapat membatasi potensi pendapatan orang tua mereka, seperti meningkatkan biaya rumah tangga, terutama dengan ketiadaan fasilitas penitipan anak-anak yang terjangkau atau memadai. Orang tua mungkin menemukan diri mereka dibatasi untuk sebagian waktu kerja atau diminta untuk mengambil waktu yang cukup lama di luar waktu pekerjaan mereka, sementara anak-anak mereka belum bisa mandiri.21 Untuk orang tua tunggal biasanya bergantung pada pendapatan tunggal, mencari pekerjaan yang dapat membayar upah cukup untuk menyediakan
19
Tony Novak, “Rich Children, Poor Children”, dalam Children, Welfare and the State, Barry Goldson, Michael Lavalette and Jim McKechine (eds), (London: Sage Publications, 2002), hal. 61. 20 Yandi Mohamad, “Data BPS: Pengangguran di Indonesia 7,56 juta orang”, http://beritagar.id, diakses 15 Juni 2016. 21 Ibid.
17
kebutuhan diri sendiri dan anak-anaknya dalam kenyamanan. Keamanan adalah suatu hal yang diinginkan. Beberapa keluarga dapat mengelola hal ini dengan cukup baik, tetapi hanya 3% anak-anak dari orang tua tunggal membuatnya menjadi kenyataan, sementara 54% tetap pada kelompok termiskin. Akibatnya, anak-anak dari orang tua tunggal lebih mungkin terlantar daripada anak-anak dari keluarga dengan dua orang tua lengkap untuk mendapati diri mereka dalam rumah tangga termiskin. Selain karena orang tua tunggal, anak-anak dari keluarga etnis minoritas sama-sama berbagi kemiskinan dan lebih jarang menikmati kekayaan orang tua mereka. Semua anak etnis minoritas lebih mungkin untuk mengalami kemiskinan daripada anak-anak yang menjadi penduduk mayoritas dalam suatu negara atau daerah.22 Seperti contoh anak-anak transmigran yang tinggal di suatu pulau dengan penduduk mayoritas suku tertentu mereka akan merasa terkucilkan, dimana anak-anak tersebut mendapatkan tradisi atau kebiasaan yang sangat berbeda dengan yang mereka anut dari orang tua mereka. Dalam upaya penanganan balita terlantar ini, kita perlu membicarakan teori psikologi humanistik sebagaimana dikembangkan oleh Abraham Harold Maslow. Maslow mengajukan teori tentang hierarchy of needs (hirarki kebutuhan).23 Ada lima kebutuhan dimana masing-masing kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh setiap manusia, khususnya juga oleh balita terlantar yang notabene membutuhkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan untuk perkembangan hidupnya.
22 23
64.
Ibid. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), hal. 63-
18
Pertama adalah kebutuhan-kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan ini dikenal sebagai kebutuhan-kebutuhan yang bersifat dasar, misalnya kebutuhan makan dan minum atau kebutuhan fisik lainnya. Kebutuhan semacam ini menjadi kebutuhan pokok bagi setiap manusia yang harus dipenuhi. Kedua adalah kebutuhan terkait rasa aman (safety needs). Setelah kebutuhan yang bersifat fisik terpenuhi, setiap orang akan menuntut kebutuhan-kebutuhan keamanan diri, misalnya terbebas dari ancaman pihak luar yang dapat merugikan ataupun mengancam kehidupannya. Ketiga adalah kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki (love and belongingness needs). Setelah dua kebutuhan terdahulu terpenuhi, seseorang akan cenderung untuk mencari kebutuhan tentang rasa cinta dan memiliki. Keempat adalah kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yakni kebutuhan terkait pentingnya penghargaan yang harus diberikan kepada diri seseorang atas prestasi maupun suatu perilaku yang telah dilakukan. Terakhir dan ini yang paling puncak adalah kebutuhan akan aktualisasi diri (needs for selfactualization). Setelah empat kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi, seseorang akan cenderung untuk melakukan sesuatu terkait aktualisasi diri. Dengan demikian, dalam psikologi humanistik, seseorang yang mengaktualisasikan diri memiliki kemampuan untuk melihat realitas secara lebih efisien.24 Jika dikaitkan bentuk-bentuk hirarki kebutuhan tersebut, dengan penanganan balita terlantar, ini dapat diimplementasikan dalam bentuk program pelayanan kesejanteraan sosial anak. Menurut Edi Suharto, pelayanan sosial merupakan aksi atau tindakan untuk mengatasi masalah sosial. Pelayanan sosial
24
Ibid., hal. 64.
19
dapat diartikan sebagai seperangkat program yang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidup.25 Sehubungan dengan pelayanan sosial, Alfred J. Khan dalam Soetarso menyebut pelayanan sosial berisikan program-program yang ditujukan untuk melindungi atau memulihkan kehidupan keluarga, membantu perorangan untuk mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan oleh faktor-faktor dari luar maupun dari dalam dirinya, meningkatkan proses perkembangan, serta mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau, dan menggunakan pelayanan-pelayanan yang tersedia melalui pemberian informasi, bimbingan, perwakilan kepentingan, dan bantuan-bantuan nyata dalam berbagai bentuk lainnya.26 Pelayanan sosial pada dasarnya berhubungan dengan program pelayanan manusia yang dikaitkan dengan perkembangan personal, sosial, keluarga, dan komunitas. Peningkatan perkembangan tersebut dilaksanakan melalui pelayanan langsung, seperti pendidikan dan latihan, konseling, terapi, atau casework.27 Berkenaan dengan hal ini, Soetarso berpendapat bahwa pelayanan sosial juga bisa dikatakan sebagai kesejahteraan sosial.28 Hal ini dikarenakan pelayanan sosial menyangkut semua aspek manusia baik itu pelayanan untuk individu tersebut
25
Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri; Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hal. 158. 26 Soetarso, Kesejahteraan Sosial Pelayanan Sosial dan Kebijakan Sosial (Bandung: Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1997), hal. 25. 27 Casework adalah suatu bentuk metode bimbingan sosial perseorangan yang diarahkan pada usaha mendorong dan menampilkan kemampuan individu dan juga perlu mencoba untuk memperkecil tekanan lingkungan terhadap dirinya. Teknik pertolongan dalam bimbingan sosial perorangan ini dilaksanakan setelah pekerja sosial memahami situasi klien dan mempunyai prosedur tertentu. Ada tiga tahap dalam proses bimbingan perorangan ini yaitu dari tahap pengumpulan data, tahap diagnosa dan tahap treatment (penyembuhan). 28 Soetarso, Kesejahteraan Sosial…, hal. 23.
20
maupun untuk jaring sosial disekitar individu tersebut. Dimana tujuan akhirnya untu mewujudkan suatu kesejahteraan sosial bersama. Richard M. Titmus membagi pelayanan sosial dalam dua konsep yang berbeda. Pertama, konsep pelayanan sosial yang berhubungan dengan pemecahan masalah-masalah sosial dan patologi sosial, dengan upaya untuk membantu penyesuaian dan rehabilitasi perorangan dan keluarga-keluarga terhadap nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Konsep ini sama dengan model kesejahteraan yang bersifat residual, yaitu suatu model yang berfungsi sebagai sarana kontrol sosial dan untuk mempertahankan hukum serta ketertiban. Kedua, konsep pelayanan sosial sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu didalam masyarakat tanpa mempertimbangkan nilai tentang perorangan maupun keluargakeluarga, tanpa memperhatikan apakah mereka mengalami masalah sosial atau tidak. Konsep ini sama dengan model kesejahteraan yang bersifat “institusional redistributef”.29 Dalam perkembangan modern, melalui UU No. 23 Tentang Perlindungan Anak, konsep pelayanan sosial anak tersebut merujuk pada “kondisi kelangsungan hidup, tumbuh-kembang, perlindungan anak, dan kesejahteraan anak”.30 Melalui program kesejahteraan sosial, pelayanan-pelayanan terhadap balita terlantar dapat terejawantahkan. Konsep-konsep yang sudah dijelaskan di atas kurang lebih sedikit banyak dicover oleh program kesejahteraan sosial anak yang akan peneliti ini bahas. Karena itu, perlu dikaji lebih lanjut tentang kekurangan 29
Ibid., hal. 5. Indrawaty Neu, Pelayanan Sosial Anak Usia Dini (Studi atas Pola Pengasuhan Anak di TPA Beringharjo), Thesis, Jurusan Interdiciplinary Islamic Studies Program Studi Pekerjaan Sosial UIN Sunan Kalijaga, tahun 2010. 30
21
dan kelebihan PKSAB jika dikaitkan dengan teori-teori di atas, apakah sesuai atau tidak. F. Metode Penelitian Metode adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, metode menyangkut masalah cara-kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Disimpulkan bahwa metodologi penelitian adalah serangkaian hukum, aturan, dan tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian
dalam
koridor
keilmuan
tertentu
yang
hasilnya
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.31 Adapun metode yang dipakai oleh peneliti ini dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif, yaitu untuk melukiskan keadaan suatu objek atau peristiwa tanpa menjelaskan sebab-akibat dan mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.32 Peneliti ini akan menggambarkan dan menjelaskan obyek penelitian sesuai dengan temuan yang di lapangan tanpa menyamakan hasil penelitian dengan obyek yang sama tetapi di tempat penelitian lain. 1. Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian a. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah benda, hal, atau orang dimana tempat data untuk variable melekat dan yang dipermasalahkan.33Adapun 31
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hal. 3. 32 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), hal. 3. 33 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal. 115.
22
subyek penelitian
ini yaitu pekerja sosial anak Kota Yogyakarta,
Ketua Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Seri Derma, empat orang penerima manfaat program PKSAB yang diwakilkan oleh orang tuanya, seorang pendamping PKSAB di LKSA Seri Derma Kota Yogyakarta. b. Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.34Adapun obyek penelitian ini adalah proses pelaksanaan program PKSAB dalam mendampingi balita terlantar, dan faktorfaktor yang mendukung dan menghambat program tersebut. Peneliti ini ingin mengetahui dan mengkaji pelaksanaan program PKSAB sehingga diketahui bagaimana proses penyaluran, tepat sasaran atau tidak, dan bagaimana kerjasama antara lembaga penyalur dan penerima manfaatnya. Kemudian peneliti ini akan mengkaji tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat ketercapaiannya program ini, sehingga bisa dilihat keberhasilan atau kegagalan dari program PKSAB tersebut. 2. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Maksudnya ialah proses memperoleh data untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara
34
Ibid., hal. 16.
23
pewawancara dengan responden (informan).35 Metode wawancara atau interview mencakup cara yang dipergunakan oleh seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang informan, dengan bercakapcakap, berhadapan muka dengan orang itu. Jenis wawancara ini yaitu wawancara terpimpin ialah tanya jawab yang terarah dan fokus pada pengumpulan data-data yang relevan saja, menggunakan pedoman wawancara yang memuat hal-hal yang akan ditanyakan secara terinci (lihat lampiran), sehubungan dengan pengumpulan informasi tentang topik penelitian.36 Metode wawancara ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang adanya program PKSAB ini serta proses implementasinya di lapangan, dampak yang dirasakan oleh penerima manfaat, dan faktor-faktor yang menghambat serta mendukung program tersebut digulirkan melalui LKSA
se-Kota
Yogyakarta.
Adapun
jumlah
informan
yang
diwawancarai adalah tujuh informan terdiri dari seorang pekerja sosial anak di Kota Yogyakarta juga menjabat sebagai penanggung jawab program PKSAB di Dinas Sosial Kota Yogyakarta, seorang pendamping program PKSAB, Kepala Lembaga LKSA penyalur PKSAB, dan empat penerima manfaat di LKSA Seri Derma. Peneliti ini memilih informan di LKSA tersebut karena LKSA Seri Derma
35
Susanto, Metode Penelitian Sosial, (Surakarta: UNS Press, 2006). Ibid.
36
24
memiliki data penerima manfaat yang lebih banyak dibanding dengan LKSA lain di Kota Yogyakarta. b. Dokumentasi Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subyek sendiri atau oleh orang lain tentang subyek. Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subyek melalui suatu media tertulis dan dokumentasi lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subyek yang bersangkutan.37 Dalam hal ini peneliti ini menulis data mengenai gambaran umum program kesejahteraan sosial anak balita dan gambaran umum lembaga kesejahteraan sosial anak se-Kota Yogyakarta yang menerima program PKSAB serta gambaran penerima manfaat program yang di fasilitasi oleh LKSA Seri Derma. Selain itu, peneliti ini juga melakukan pengambilan gambar/dokumentasi yang terkait dengan penelitian ini. c. Observasi Observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti memperhatikan dan mengikuti. Observasi adalah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau verifikasi.38 Dalam metode ini, peneliti menjadikan metode observasi ini sebagai
37
Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010). 38 Ibid.
25
data sekunder. Karena peneliti dalam melakukan penelitian pada saat program atau obyek yang diteliti sudah berakhir pelaksanaannya, maka peneliti ini tidak dapat melakukan observasi terhadap program tersebut. Observasi yang peneliti ini lakukan yaitu mengamati kondisi lembaga, mengamati kondisi penerima manfaat mengamati dokumendokumen yang penting dan mencatatnya sehingga dapat dianalisis. 3. Keabsahan Data Cara yang digunakan untuk mengetahui kevalidan data yang diperoleh di lapangan adalah dengan menggunakan teknik triangulasi.39 Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.40 Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Penelitian ini menggunakan tiga alat pembanding, yaitu sumber, metode dan teori, dapat dicapai melalui tiga jalan, yaitu:41 1. Membandingkan hasil dokumen dengan wawancara yang tersedia 2. Membandingkan dengan teori-teori yang sudah ada dan sudah diakui keabsahannya. Seperti teori yang peneliti ini jelaskan sebelumnya, contohnya membandingkan kategori balita terlantar yang ada dalam buku dengan balita terlantar yang ditemukan dilapangan.
39
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
hal. 188. 40
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 330. 41 Ibid., hal. 331.
26
3. Verifikasi sumber atau metode. 4.
Metode Analisis Data Setelah data penelitian terkumpul, kemudian data tersebut diolah dengan cara menganalisisnya. Analisi data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi
satuan
yang
dapat
dikelola,
mensistematiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.42 Inti analisis terletak pada tiga proses yang berkaitan:
mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya,
dan melihat bagaimana konsep-konsep yang muncul itu satu dengan yang lainnya berkaitan. Adapun
proses
analisa
data
pada
penelitian
ini
dengan
pengumpulan data. Penulis ini terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh hasil wawancara dan dokumentasi. Kemudian setelah memperoleh informasi tersebut, data dipilah-pilah antara yang penting dan yang tidak penting. Kemudian penulis ini melakukan penyajian data agar informasi dari penelitian tersebut dapat tersusun dengan baik sehingga mudah dipahami dan dimengerti. Adapun tahap yang terakhir yaitu penarikan kesimpulan yang berisi tentang hasil penelitian tersebut.
42
Basrowi dan Suwandi, Memahami…,.
27
E. Sistematika Pembahasan Bab Pertama: Pendahuluan meliputi
latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab Kedua: Landasan Teori dan Konsep memuat tentang teori-teori terkait penanganan balita terlantar serta evaluasi program. Bab Ketiga: Gambaran Umum tentang lembaga kesejahteraan sosial penyalur PKSAB di Kota Yogyakarta serta penerima manfaatnya. Bab Keempat: Pembahasan menjelaskan bagaimana proses program kesejahteraan sosial anak balita (PKSAB) di kota Yogyakarta, dan faktor-faktor pendukung serta penghambat tercapainya hasil program PKSAB di Kota Yogyakarta. Bab Kelima, Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
111
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita (PKSAB) adalah program pelayanan sosial yang membantu pemenuhan kebutuhan dasar untuk anak balita. PKSAB merupakan bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat atau sering disebut conditional cash transfer (CCT). Bantuan ini meliputi subsidi pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan aksesibilitas terhadap pelayanan dasar, penguatan tanggung jawab orang tua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak, dan penguatan kelembagaan kesejahteraan sosial anak. Bantuan ini diperuntukkan bagi keluarga prasejahtera yang memiliki anak balita ataupun memiliki ibu yang sedang hamil. Subsidi bantuan sebesar Rp.1.000.000 diberikan dalam waktu lima bulan sehingga. Dana tersebut digunakan orang tua untuk membeli kebutuhan gizi anak seperti makanan dan susu anak. Dengan dibelikannya kebutuhan makanan bagi anak dapat membantu pemenuhan gizi yang mempengaruhi tingkat kecerdasan dan tumbuh kembang anak. Usia balita adalah usia dimana anak sedang membutuhkan banyak asupan makanan bergizi. Jika orang tua tidak dapat memenuhinya maka perkembangan kesehatan anak akan terganggu. Dalam pelaksanaannya di LKSA Seri Derma melalui beberapa tahap. LKSA Seri Derma adalah salah satu lembaga yang menjadi penyalur program PKSAB di Kota Yogyakarta. Lembaga ini memiliki orientasi sosial yang sama sehingga sudah bekerja sama dengan Kementrian sosial dari tahun 2014 untuk menjadi mitra lembaga pengelola PKSAB. Tahun 2014 memfasilitasi klien sebanyak 25
112
anak kemudian di tahun 2015 ini meningkat menjadi 45 anak. Peningkatan jumlah klien ini juga menjadi pertanda keberhasilan pengelolaan PKSAB pada tahun sebelumnya. LKSA Seri Derma memiliki satu pendamping program yang bertanggung jawab kepada klien-klien PKSAB. Tahap pertama pelaksanaan program PKSAB ini adalah assessment klien dan verifikasi data. Pada tahap awal ini pendamping melihat langsung kondisi klien dengan melakukan kunjungan lapangan dan wawancara terhadap orang tua/keluarga klien. Pada tahap ini sangat menentukan klien tersebut berhak atau tidak mendapatkan bantuan PKSAB. Verifikasi data ini juga dilakukan bagi klien yang sudah mendapatakan bantuan pada tahun 2014 dengan melihat usia anak serta kondisi perkembangan ekonomi orang tua/keluarga klien. Ketika anak sudah lebih dari umur 5 tahun maka dicarikan klien pengganti dengan mengumpulkan data dari pihak RT, RW, PKK atau kader posyandu yang berada di wilayah tempat klien berada. Data yang diperoleh disesuaikan dengan kriteria calon klien penerima PKSAB. Tahap yang kedua pembuatan tabungan untuk klien. Pembuatan tabungan ini secara kolektif yang dilakukan oleh pendamping. Dengan menyetorkan kelengkapan data para klien kepada petugas bank. Bank yang ditunjuk adalah Bank BPD Jogja karena bank ini sudah bekerjasama cukup lama dengan Kementrian Sosial maupun Dinas Sosial Jogja. Setelah pembuatan rekening tabungan selesai, pendamping menyetorkan dana bantuan masing-masing satu juta rupiah. Dana bantuan ini berasal dari APBN yanglangsungdiberikan kepada
113
lembaga kemudian dari lembaga menyerahkan kepada pendampinguntuk segera disetorkan ke Bank. Tahap ketiga yaitu sosialisasi program. Tahap ini menjadi tahap yang penting sebagai pengenalan dan pembekalan bagi para klien untuk menggunakan bantuan ini dengan benar. Sosialisasi program ini menghadirkan semua klien penerima bantuan PKSAB yang difasilitasi oleh LKSA Seri Derma, pihak Dinas Sosial kota Yogyakarta yang menjadi mitra Kemensos, dan ketua serta pengelola LKSA Seri Derma. Dalam kegiatan ini dijelaskan apa itu PKSAB, bantuan seperti apa, dipergunakan untuk apa saja, kewajiban serta tanggung jawab klien yang harus dipatuhi oleh orang tua/keluarga klien dan kegiatan apa saja yangharus diikuti. Tahap yang keempat yaitu pengambilan tabungan. Proses pengambilan atau pencairan tabungan ini dilakukan setiap satu bulan sekali dan pada awal bulan. Jadi setiap bulan anak mendapatkan Rp. 200.000 yang diambil oleh orang tua mereka. Pendamping membuat jadwal pengambilan tabungan ini untuk menghindari penumpukkan pengambilan tabungan di Lembaga dan di Bank BPD. Saat orang tua datang untuk mengambil tabungan di lembaga, pendamping memberikan blangko penarikan dari Bank dan form assessment kebutuhan yang harus diisi oleh orang tua klien tersebut. Setelah mengisi blangko penarikan dari bank kemudian pendamping memberikan rekening tabungannya dan mereka mengambil sendiri di bank yang sudah ditunjuk. Kalau sudah selesai mereka kembali lagi ke LKSA Seri Derma untuk mengembalikan buku rekening tabungannya agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
114
Tahap yang kelima yaitu kegiatan TEPAK. TEPAK adalah kegiatan temu penguatan anak dan keluarga yangmenjadi bagian pendampingan dari program PKSAB ini. Kegiatan ini dilakukan dua sampai tiga kali selama klien mendapatkan bantuan selama lima bulan. Kegiatan TEPAK di maksudkan untuk membekali orang tua/keluarga supaya mendapatkan pengetahuan tambahan dalam kaitannya dengan pola asuh dan tumbuh kembang anak. Selain sebagai ajang diskusi dan sharing orang tua klien dengan narasumber, kegiatan ini juga sebagai ajang hiburan bagi orang tua yang sudah stress dengan kegiatan kesehariannya yaitu mengurus rumah dan mengurus anak. Kegiatan ini juga sebagai ajang silaturahmi, komunikasi para orang tua klien serta pihak lembaga kepada para klien. Tahap yang terakhir yaitu monitoring dan evaluasi. Pada tahap ini pendamping dan LKSA Seri Derma mengumpulkan data tumbuh kembang anak yang diberikan orang tua klien dalam bentuk fotokopy KMS atau KIA. Selain itu orang tua klien tiap bulan mengumpulkan form assessment kebutuhan anak dan kwitansi hasil pembelanjaan tiap bulan dari dana bantuan yang diberikan. Buktibukti ini menjadi alat pengumpulan data dan lembaga dapat memonitor kemajuan pelaksanaan PKSAB. Evaluasi dilakukan setelah program tersebut berjalan dengan pembuatan laporan pertanggung jawaban untuk disetorkan kepada Kemensos. Dengan melakukan tahap-tahap yang sudah disebutkan diatas maka lembaga mampu melakukan pengelolaan PKSAB sesuai standar operasional pelaksanaan PKSAB yang didapatnya dari bimbingan teknik dan bimbingan pemantapan untuk
115
lembaga. Namun dalam kenyataan dilapangan masih memiliki beberapa hambatan dalam pencapaian keberhasilan program tersebut. Adapun faktor penghambat ketercapaian program ini yaitu :
Keterbatasan SDM lembaga
Peran aktif orang tua masih kurang
Pola pikir penerima manfaat masih rendah
Adapun untuk faktor pendukung ketercapaian program yaitu kerjasama yang baik didalam lembaga dan adanya komunikasi yang baik dari klien dan pendamping maupun kepada lembaga. Selama program PKSAB ini digulirkan oleh pemerintah banyak respon positif yang dirasakan oleh para penerima manfaat. Ada dampak positif yang didapatkan antara lain: Terbantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak Menambah ilmu pengetahuan bagi orang tua klien Ajang aktualisasi diri bagi orang tua/keluarga klien Muncul kesadaran dan pola pikir yang baik dari orang tua/keluarga klien Perbaikan manajemen lembaga Begitu banyak dampak yang dirasakan oleh penerima manfaat dan lembaga membuat program ini mendapatkan banyak tempat dihati orangtua klien. Mereka berharap program ini ada lagi. Program bantuan inilah yang membedakan dengan program bantuan lainnya. Tidak hanya memberikan subsidi bantuan tetapi juga memberikan dampingan dan penguatan kepada orangtua/keluarga klien hingga mereka mengetahui dan mempraktekkan pola asuh yang baik bagi anak.
116
Disamping kasus-kasus penelantaran anak yang semakin meningkat dibutuhkan juga solusi-solusi yang efektif untuk menanganinya. Sehingga program ini masih perlu dilaksanakan kedepannya menjadi lebih baik lagi. Penggunaan teori psikologi humanistik dalam penelitian ini dapat dilihat dari bagaimana peran seorang pekerja sosial dan pendamping yang melakukan pendampingannya dengan membangun kepercayaan diri orang tua klien untuk dapat menyelesaikan permasalahan klien sendiri. Adapun untuk mewujudkan eksistensi manusia yang dibahas dalam teori psikologi humanistik mengharuskan manusia memenuhi kebutuhan yang ada. Seperti hirarki kebutuhan Maslow yang dapat dilihat dari penelitian ini melalui dampak atau manfaat yang dirasakan oleh para penerima manfaat. Saat pengumpulan data peneliti ini fokus pada pemenuhan kelima kebutuhan yang telah didapat setelah mendapatkan program PKSAB. Sehingga peneliti ini menganalisis hasil temuan di lapangan dengan teori yang telah dipakai kemudian menghasilkan evaluasi program PKSAB yang menjadi tema besar dalam penelitian ini. B. SARAN Setelah melakukan penelitian dan mencermati hasil penelitian ini, peneliti ini memberikan beberapa saran kepada lembaga kesejahteraan sosial anak Seri Derma maupun instansi-intansi terkait seperti Dinas Sosial dan kelurahan setempat sebagai upaya keberlanjutan dan pengembangan program PKSAB dalam upaya menangani penelantaran anak yang terjadi di masyarakat. Adapun saran dari peneliti yaitu sebagai berikut:
117
1. Dukungan dari pemerintah dan swasta sebaiknya ditingkatkan lagi. Dengan adanya program untuk mengatasi masalah-masalah terhadap anak ini akan membantu mengatasi penanganan kasus terhadap anak. Ini menjadi tugas bersama dari pihak pemerintah maupun swasta. Dukungan yang diberikan tidak hanya dalam bentuk materi tetapi juga bisa dalam bentuk usaha promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Indonesia yang selama setahun terakhir ini menjadi negara dengan darurat kasus anak memang membutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk memerangi kasus-kasus terhadap anak baik itu kekerasan, penelantaran, trafficking, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya. 2. Sebagai lembaga kesejahteraan sosial anak yang memberikan pelayanan diluar panti, Seri Derma harus lebih aktif lagi merespons kasus yang ada di masyarakat. Tidak hanya merespons kasus yang dialami oleh keluarga prasejahtera/miskin saja tetapi kasus-kasus penelantaran anak yang terjadi pada keluarga sejahtera atau keluarga kaya. Tentu saja dengan tindak lanjut yang berbeda antara kasus penelantaran balita keluarga miskin dengan penelantaran balita dari keluarga kaya, pendampingan terhadap kasus-kasus penelantaran anak ini dirasa sangat penting baik itu bagi yang kaya maupun yang miskin. Materi pola asuh dan tumbuh kembang anak sangat diperlukan bagi keluarga-keluarga yang memiliki anak usia balita, apalagi dengan orang tua kategori usia muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak sebelumnya.
118
3. Penambahan
materi
pengelolaan
usaha
sampingan
untuk
orang
tua/keluarga klien. Pada saat kegiatan TEPAK para orang tua ini juga harus dibekali dengan pelatihan usaha rumah tangga. Dimana keluarga mereka yang dikategorikan sebagai keluarga miskin harus diberdayakan juga. Mereka miskin disebabkan oleh ketidak-mampuan salah satu anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan para anggota keluarga. Karena mengandalkan kepala keluarga atau salah satu anggota keluarga saja yang mencari nafkah akan mempersulit pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka. Pelatihan usaha yang diajarkan bisa dari segala bidang. Misalnya, kerajinan tangan dan usaha kuliner, yang memiliki modal kecil tetapi dapat menguntungkan mereka. Dengan adanya pembekalan usaha produktif ini diharapkan bisa menambah penghasilan bagi keluarga mereka dan khususnya bagi kesejahteraan anak mereka. 4. Implikasi teori Psikologi humanistic dapat digunakan dalam pendidikan pekerjaan sosial. Pada teori humanistik Rogers juga sejalan dengan proses pelayanan sosial terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial, seperti pada saat seorang pekerja sosial akan membantu klien, ia memilih metode client-centered (mengintervensi secara pribadi/dengan klien langsung), atau group-centered (intervensi secara kelompok/sering disebut terapi group work). Pekerjaan sosial menggunakan teori ini untuk meneropong
psikososial
dimana
peran
pekerja
sosial
dalam
mengintervensi klien dengan memberdayakan sumber daya eksternal dan potensi yang ada dalam diri klien yang sering diabaikan. Disini klien
119
sering merasa tidak memiliki kontrol dan apa yang ia lakukan tidak memiliki kaitan dengan hasil akhir. Dari sini usaha seorang pekerja sosial itu signifikan untuk membangun kepercayaan diri seorang klien terhadap diri pribadinya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Sehingga memang penting teori psikologi humanistik ini digunakan dalam praktek pekerjaan sosial untuk membantu masyarakat agar kesejahteraan mereka dapat terwujud.
120
DAFTAR PUSTAKA I.
BUKU
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Brigid, Daniel, Psychology and Social Work, dalam The Blackwell Companion to Social Work, Martin Davies (eds), United Kingdom: Blackwell Publishing, 2002. Departemen Sosial RI, Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), 2010. Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, Kementrian Sosial Republik Indonesia, Pedoman Operasional Program Kesejahteraan Sosial Anak balita (PKSAB), 2012. Gobel, Frank G. Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik, Yogyakarta: Kanisius, 2010. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research I, Yogyakarta: Andi Offset, 2002. Helen Graham. Psikologi Humanistik: dalam Konteks Sosial, Budaya dan Sejarah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
121
Jack Nathan, Psychoanalytic Theory, dalam The Blackwell Companion to Social Work, Martin Davies (eds), United Kingdom: Blackwell Publishing, 2002. Latief, Supaat I. Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme, Lamongan: Pustaka Pujangga, 2010. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Novak, Tony. (Rich Children, Poor Children), dalam Children, Welfare and the State, Barry Goldson, Michael Lavalette and Jim McKechine (Eds.), London: Sage Publications, 2002. Soetarso,
Kesejahteraan Sosial Pelayanan Sosial dan Kebijakan Sosial, Bandung: Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1997.
Suharto, Edi. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri; Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan, Bandung: Refika Aditama, 2007. Susanto, Metode Penelitian Sosial, Surakarta: UNS Press, 2006. Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana, 2010. Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2002.
II. ARTIKEL/MAKALAH Prakoso, R.Agung Suryo dan Latiful Choir, Makalah Teori Humanisme, Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Psikologi, Oktober 2009.
122
Triani, Nike, dkk. Evaluasi Program Kesejahteraan anak Balita (PKSAB) di Kota Semarang, Makalah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik UNDIP, 2014. Wardalisa, Pengantar Materi Aliran Humanistik, (Makalah Mata Kuliah Pengantar Psikologi Universitas Gunadarma), 2012.
III. SKRIPSI/THESIS Fitriana, Arina. Pelayanan Sosial Untuk Balita Terlantar di Panti I Yayasan Sayap Ibu (YSI) Cabang DIY, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, tahun 2013. Martasari, Jona. Pelayanan Sosial Terhadap Balita Terlantar di UPT Pelayanan Sosial Asuhan Balita Sidoarjo Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, Skripsi, Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jawa Timur, tahun 2014. Neu, Indrawaty. Pelayanan Sosial Anak Usia Dini (Studi atas Pola Pengasuhan Anak di TPA Beringharjo), Thesis, Jurusan Interdiciplinary Islamic studies Program studi pekerjaan Sosial UIN Sunan Kalijaga, tahun 2010 Sudarsono. Peran Panti Asuhan Yatim Putra Muhammadiyah Lowanu Yogyakarta dalam membangun Kemandirian Anak Asuh, Thesis Program studi Interdiciplinary Islamic studies Konsentrasi Pekerjaan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009. Syaputra, Nusrak Ade. Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bengkulu dalam Penanganan Anak Jalanan, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesejahteraan
123
Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu tahun 2014. Timoteus S. Meliala, Teori Motivasi Abraham Maslow dan Penerapannya dalam Manajemen, Skripsi, Universitas Indonesia, 2015.
IV. RUJUKAN WEB Abdillah MS, ”Bayi Miskin Penderita Gizi Buruk Meninggal Tanpa Perawatan”, dalam Sindonews.com Rabu 19 Maret 2016, diakses 7Juni 2016 Adiantoro, “Kasus Penelantaran Anak, Mensos: Jumlahnya Ada 5.900”, dalam Harian Terbit Online Sabtu 16 Mei 2015, diakses 23 Mei 2016 Bayu Herawan, “Rintihan Anak bapak dosen yang Kelaparan dan Ditelantarkan”, Republika.co.id, Sabtu 16 Mei 2015, diakses 23 September 2016. Pelaksanaan pksa anak jalanan/artikel penelitian Fadlika Sya’bana, Efektivitas Pelaksanaan Program Kesejahteraan social anak (PKSA) anak jalanan oleh YAKMI Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun, diakses tanggal 5 Oktober 2015. www.KPAI.go.id/artikel peta permasalahan perlindungan anak di Indonesia, diakses tanggal 8 Oktober 2015 www.KPAI.go.id/artikel potret kesenjangan perlindungan anak dari regulasi hingga Implementasi, diakses tanggal 8 Oktober 2010
124
LAMPIRAN-LAMPIRAN
125
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Identitas Diri Nama
: Siska Arfiana, S. Sos. I
Tempat/Tgl. Lahir
: Temanggung, 19 Desember 1991
Alamat rumah
: Banaran RT:07/RW:01 Gemawang, Temanggung, Jawa Tengah
Alamat domisili
: gang pelemkecut RT.12/RW.04 No.24, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman
Nama Ayah
: Sutarno
Nama Ibu
: Piah Misyatun
Contact Person
: 085747717010/
[email protected]
B. Riwayat Pendidikan 1. Pendidikan Formal a. SDN Banaran 1 Tahun lulus 2003. b. SMP N 1Gemawang Tahun lulus 2006. c. SMA MIPHA Parakan Tahun lulus 2009. d. S.1 Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun lulus 2013 e. S.2 Program Studi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Pekerjaan Sosial UIN Sunan Kalijaga Tahun lulus 2016
C. Pengalaman Organisasi 1. Anggota Ekstrakulikuler Bahasa Inggris SMA MIPHA 2. Pengajar TPA Mushala Nurul Huda 3. Pengajar Madrasah Diniyah Darul Ilmi Kepuhwetan 4. Bendahara BEM-J PMI (Pengembangan Masyarakat Islam) UIN SUKA 2011-2012.
D. Pengalaman Kerja
126
1. Fundraiser ramadhan Dompet Dhuafa Yogyakarta tahun 2013 2. Enumerator Survei Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan PSKK UGM tahun 2013 3. Staff Administrasi PAUD Terpadu Seri Derma Yogyakarta 2015-2016
E. Minat Keilmuan : Pekerjaan sosial dalam bidang anak, perempuan dan keluarga
F. Pengalaman Penelitian 1. Skripsi dengan judul Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Sentra Produksi Kecil Emping Melinjo di Dusun Kepuhkulon 2. Tesis dengan judul Pendampingan Balita Terlantar di LKSA Seri Derma Yogyakarta (Studi Implementasi Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita)
Yogyakarta, 3 November 2016
Siska Arfiana S.Sos.I.
127
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Usia : Jenis Kelamin : Pendidikan : Pekerjaan : Alamat : Menyatakan Persetujuan, Perijinan, dan Kesepakatan untuk : 1. Partisipasi penelitian ini bersifat sukarela. 2. Menyetujui untuk terlibat dalam kegiatan wawancara, waktu dapat disesuaikan berdasarkan kesepakatan anatara informan dan peneliti. 3. Bersedia apabila terdapat aktifitas perekaman atau pencatatan terhadap informasi yang diberikannya selama proses pengambilan data. 4. Berhak menolak apabila ada informasi dianggap of the record. 5. Informan dapat menolak atau mengundurkan diri setiap saat tanpa ada saknsi dan konsekuensi apapun. 6. Semua informasi yang diberikan informan bersifat rahasia dan tidak akan menyebarkan informasi tersebut kepada pihak lain. 7. Menjamin dan mempertimbangkan kembali apabila ada informasi atau jawaban yang ingin diralat, dirubah atau dihapus dari Informan yang telah direkam sebelum dilakukan pengolahan dan penyusunan laporan. 8. Data hasil wawancara ini akan disimpan dengan baik oleh peneliti dan akan dimusnahkan dalam jangka waktu tertentu. 9. Seluruh kegiatan dan proses wawancara yang dilakukan dibawah bimbingan atau supervise dari dosen pembimbing ZulkipliLessy, M.Ag., MSW., Ph.D. Yogyakarta,
Juli 2016
Menyetujui Informan
Peneliti
………….
Siska Arfiana
128
Lampiran Pedoman Wawancara. Pertanyaan untuk Pekerja Sosial Anak Dinas Sosial Kota Yogyakarta. 1. Apa yang dimaksud dengan PKSA dan PKSAB? 2. Apa yang melatarbelakangi PKSAB ada/berdiri (sejarah) ? 3. Bagaimana pelaksanaan PKSAB di lapangan ? 4. Darimana sumber pembiayaan PKSAB? 5. Siapa saja yang terkait dalam mendukung program ini ? 6. Siapa saja penerima manfaat PKSAB ini di Kota Yogyakarta? 7. Berapa lembaga penyalur PKSAB yang ada di Kota Yogyakarta? 8. Apa saja kendala selama program PKSAB ini berjalan ? 9. Apa saja faktor yang mendukung program ini ? 10. Manfaat apa saja yang mereka dapatkan? 11. Apakah program ini sudah bisa dikatakan berhasil dan tepat sasaran? 12. Kemudian bagaimana dengan nasib program ini kedepannya? Pertanyaan untuk Ketua LKSA Seri Derma. 1. Sejak kapan LKSA Seri Derma Berdiri? 2. Bagaimana sejarah berdirinya LKSA ini? 3. Apasaja program yang ada di LKSA Seri Derma? 4. Seperti apa struktur organisasi dalam LKSA ini? 5. Sejak kapan LKSA Seri Derma menjadi lembaga penyalur PKSAB Kota Yogyakarta? 6. Berapa penerima manfaat yang difasilitasi oleh LKSA Seri Derma? 7. Apa yang melatarbelakangi LKSA Seri Derma menjadi lembaga Penyalur PKSAB? 8. Kegiatan apa saja yang dilakukan LKSA terkait penyaluran PKSAB tersebut? 9. Adakah kendala yang dialami oleh Lembaga pada saat penyaluran bantuan? 10. Bagaimana dengan keberhasilan yang dicapai oleh lembaga pada saat menyalurkan bantuan? 11. Apa saja faktor pendukung untuk mencapai keberhasilan tersebut?
129
12. Bagaimana harapan ibu untuk PKSAB ini kedepannya? Pertanyaan untuk penerima manfaat. 1. Kalau boleh tau, bagaimana kehidupan keluarga bapak/ibu ? 2. Sejak kapan anak ini mendapatkan bantuan PKSAB? 3. Bagaimana kondisi anak sebelum mendapat program ini? 4. Apa yang Bapak/ibu dapatkan dari program PKSAB ? 5. Apa saja syarat-syarat untuk menerima manfaat dari program PKSAB ? 6. Apa saja yang dirasakan keluarga bapak/ibu setelah menerima program PKSAB? 7. Bagaimana perkembangan anak setelah mendapatkan program PKSAB? 8. Menurut bapak/ibu apa kelebihan dan kekurangan pelayanan penyaluran PKSAB oleh LKSA Seri Derma? 9. Apa kelebihan program PKSAB selama ini? 10. Apa kekurangan program PKSAB? 11. Selain mendapat PKSAB apakah ada program lain yang menuntut keikutsertaan ibu/bapak dan anak yang dilakukan oleh LKSA Seri Derma? 12. Apa harapan ibu/bapak terhadap program ini kedepannya? Pertanyaan Wawancara untuk Pendamping PKSAB. 1. Bagaimana awal mula program PKSAB digulirkan di Kota Yogyakarta? 2. Apa tugas pendamping dalam penyaluran program PKSAB ini? 3. Apa saja kendala yang dihadapi oleh pekerja sosial dalam menjalankan program ini ? 4. Bagaimana program ini berjalan di lapangan? 5. Siapa saja partner bapak/ibu dalam melaksanakan program ini ? 6. Bagaimana respon yang muncul sesudah dan sebelum terhadap klien ? 7. Menurut anda apa kelebihan dan kekurangan PKSAB? 8. Apa saja kriteria penerima manfaat dari program ini? 9. Harapan anda terhadap program ini kedepannya bagaimana?
130
Dokumentasi Penelitian
Buku tabungan penerima manfaat PKSAB
Contoh form daftar rencana kebutuhan klien selama satu bulan
131
Kegiatan TEPAK
Pengambilan tabungan